PENGARUH WAKTU POST-TREATMENT LAPISAN KARBON...
Transcript of PENGARUH WAKTU POST-TREATMENT LAPISAN KARBON...
PENGARUH WAKTU POST-TREATMENT LAPISAN KARBON
TERHADAP SIFAT PERMUKAAN BUSHING PADA TRACK
LINK DOZER CAT D10T
TUGAS AKHIR
ABDUL GAFUR
NIM : 140309232391
PROGRAM STUDI ALAT BERAT
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
2017
i
PENGARUH WAKTU POST-TREATMENT LAPISAN KARBON
TERHADAP SIFAT PERMUKAAN BUSHING PADA TRACK
LINK DOZER CAT D10T
TUGAS AKHIR
KARYA TULIS INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT
UNTUK MEMPEROLEH GELAR AHLI MADYA DARI
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
ABDUL GAFUR
140309232391
PROGRAM STUDI ALAT BERAT
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
2017
ii
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH WAKTU POST-TREATMENT LAPISAN KARBON
TERHADAP SIFAT PERMUKAAN BUSHING PADA TRACK
LINK DOZER CAT D10T
Disusun Oleh :
ABDUL GAFUR
NIM : 140309232391
Pembimbing I
Wahyu Anhar, S.T., M.Eng. NIDN. 1117058102
Pembimbing II
Zulkifli, S.T., M.T. NIP.198508282014041003
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Mesin Alat Berat
Zulkifli, S.T., M.T. NIP. 198508282014041003
Penguji II
Hery Cahyadi, S.T.
NRP. 80106136
Penguji I
Ida Bagus Darmawan, S.T., M.Si.
NIP. 197412312007011181
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Abdul Gafur
Tempat/Tgl lahir : Balikpapan, 17 April 1994
NIM : 140309235591
Menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul “PENGARUH WAKTU
POST-TREATMENT LAPISAN KARBON TERHADAP SIFAT PERMUKAAN
BUSHING PADA TRACK LINK DOZER CAT D10T” adalah bukan merupakan
hasil karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam
kutipan yang kami sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya apabila
pernyataan ini tidak benar maka kami bersedia mendapatkan sanksi akademis.
Balikpapan, 4 Agustus 2017
Mahasiswa,
Abdul Gafur
NIM : 140309232391
iv
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademis Politeknik Negeri Balikpapan, saya yang bertanda
tangan dibawah ini :
Nama : Abdul Gafur
NIM : 140309232391
Judul Tugas Akhir : Pengaruh waktu post-treatment lapisan karbon
terhadap sifat permukaan bushing pada track link
dozer cat D10T
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan hak
kepada Politeknik Negeri Balikpapan untuk menyimpan, mengalih media, atau
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di : Balikpapan
Pada tanggal : 4 Agustus 2017
Yang menyatakan
Abdul Gafur
NIM : 140309232391
iv
v
Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada
Ayahanda dan Ibunda tercinta
H. Mantaring (Alm) dan Hj. Bakhriah
Saudara-saudariku yang kusayangi
Mantaring Brothers and Sisters
Sahabat Kecil
Arif Fadil Aria Putra
Best Partner
Abdul Zamad
Indokers Team
Service Division Team PT. United Tractors Site Batu Licin
Teman-teman TMAB Politeknik Negeri Balikpapan Angkatan 2014
Sahabat Perempuan yang selalu memberikan Doa dan Dukungannya
Nidya Indah Sari
vi
ABSTRACT
Undercarriage is a component of the bottom the bulldozer unit, where it
serves as a unit drive for displacement to another place, as well as a retaining
and forwards the weight of the bulldozer unit to the ground. Among the
undercarriage components there is a bushing component that serves of to contact
between the outer diameter of the bushing with the teeth sprocket surface, and is a
flexible function of the track link as it moves rolled. There is a problem in the
bushing component that there is a scrat on the surface. then, it is necessary to
improve the quality of materials to improve the life of the material bushing so that
in the future no longer occur such problems. The purpose of this research is to
know the effect of carburizing plasma to the surface of raw material and the effect
of post-treatment process on the carburizing coating, so it is expected to increase
the hardness on the surface of the material. Carburizing plasma process using
chemical vapor deposition (CVD) method with 4 hours coating time, 300 ⁰C
temperature and carbon coating material using methane gas (CH4) and helium
(He) with 76% helium composition and 24% methane gas. Post-treatment process
uses time variation of 10,20 and 30 minutes with temperature 300 ⁰C, pressure
used 1 mbar, and using gas argon. The results of this study is The chemical vapor
depotision (CVD) carburizing coating process is capable of producing a surface
hardness of 1035.8 VHN. The layer formed is harder than the raw material which
is only 362.7 VHN. Carburizing layer that has been formed can be improved
through post-treatment process. The carburizing coat increased with the hardness
of 1743.2 VHN after the post-treatment process.
Keywords: Undercarriage, Bushing, Teeth Sprocket, Carburizing, Hardness,
Post-Treatment
iv
vii
ABSTRAK
Undercarriage merupakan komponen bagian bawah unit bulldozer,
dimana komponen ini berfungsi sebagai media penggerak unit untuk perpindahan
ke tempat lainnya, dan juga sebagai media penahan dan meneruskan berat dari
unit bulldozer ketanah. Diantara komponen undercarriage terdapat komponen
bushing yang berfungsi sebagai media persinggungan antara diameter luar
bushing dengan permukaan teeth sprocket, dan merupakan fungsi fleksibel dari
pada track link saat bergerak menggulung. Adanya permasalahan pada komponen
bushing yaitu terdapat scrat pada permukaan. Maka, diperlukan peningkatan
kualitas material untuk meningkatkan masa pakai pada material bushing sehingga
di kemudian hari tidak lagi terjadi permasalahan seperti ini. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh plasma carburizing terhadap permukaan raw material
dan pengaruh proses post-treatment terhadap lapisan carburizing, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kekerasan pada permukaan material. Proses
plasma carburizing menggunakan metode chemical vapor deposition (CVD)
dengan waktu pelapisan selama 4 jam, temperatur 300 C dan bahan pelapis
karbon menggunakan campuran gas metana (CH4) dan helium (He) dengan
komposisi helium 76% dan gas metana 24%. Proses post-treatment menggunakan
variasi waktu 10,20 dan 30 menit dengan temperature 300 C, tekanan yang
digunakan 1 mbar, dan menggunakan gas mulia yaitu argon. Hasil pada penelitian
ini adalah Proses pelapisan carburizing secara plasma chemical vapor depotision
(CVD) mampu menghasilkan angka kekerasan permukaan sebesar 1035,8 VHN.
Lapisan yang terbentuk lebih keras dari pada raw material yang hanya sebesar
362,7 VHN. Lapisan carburizing yang telah terbentuk mampu ditingkatkan
melalui proses post-treatment. Lapisan carburizing meningkat dengan angka
kekerasan 1743,2 VHN setelah dilakukan proses post-treatment.
Kata kunci: Undercarriage, Bushing, Teeth Sprocket, Carburizing, kekerasan,
Post-Treatment
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Penyusunan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini di susun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Program Diploma III pada Jurusan Teknik Mesin Program Studi
Alat Berat di Politeknik Negeri Balikpapan.
Pada saat penyusunan Tugas Akhir ini penulis bukan tanpa hambatan dan
masalah, tetapi berkat dukungan, bantuan dan masukan-masukan dari berbagai
semua pihak Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Ramli S.E., M.M., selaku Direktur Politeknik Negeri Balikpapan.
2. Bapak Zulkifli, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Program Studi
Alat Berat Politeknik Negeri Balikpapan.
3. Bapak Wahyu Anhar, S.T., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing 1 atas
bimbingan dan saran-sarannya.
4. Bapak Zulkifli, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing 2 atas bimbingan dan
saran-sarannya.
5. Seluruh Mahasiswa Politeknik Negeri Balikpapan terutama Jurusan Teknik
Mesin Alat Berat atas seluruh bantuannya.
6. Kedua Orang Tua dan Saudara-Saudari ku Tercinta atas doa, dukungan dan
motivasi selalu.
Mengingat terbatasnya pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan
penulis dalam menulis Tugas Akhir ini, baik dari segi teknik penyusunan maupun
dari segi pengolahan isi, maka penulis mengucapkan permintaan maaf atas segala
kekurangannya. Besar harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri maupun semua pihak yang membaca tugas akhir ini.
Balikpapan, 4 Agustus 2017
Abdul Gafur
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 4
2.2 Definisi Undercarriage ........................................................................ 5
2.3 Definis Bushing .................................................................................... 6
2.4 Perlakuan Permukaan (Surface Treatment) ........................................... 7
2.4.1 Teknologi Karburasi .................................................................... 7
2.5 Proses Pembentukan Ikatan ................................................................... 10
2.5.1 Ikatan Ion ..................................................................................... 10
2.5.2 Ikatan Kovalen ............................................................................. 11
2.5.3 Ikatan Kovalen Tunggal................................................................ 12
2.5.4 Ikatan Kovalen Ranggap ............................................................... 12
2.5.5 Ikatan Kovalen Koordinasi ........................................................... 13
x
x
2.5.6 Ikatan Logam .............................................................................. 13
2.6 Pembentukan Jenis Ikatan Kimia .......................................................... 14
2.7 Baja Karbon ......................................................................................... 15
2.8 Struktur Mikro Baja ............................................................................. 16
2.8.1 Diagram Fasa Fe-C ...................................................................... 16
2.8.2 Perubahan Fasa Fe-C .................................................................. 17
2.8.3 Struktur Kristal Logam dan Baja................................................. 20
2.9 Difusi ................................................................................................... 22
2.9.1 Mekanisme Difusi ....................................................................... 23
2.10 Chemical Vapor Deposition ................................................................. 24
2.11 Uji Kekerasan ...................................................................................... 25
2.11.1 Uji Kekerasan Metode Vickers (HV/VHN) ................................ 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian..................................................................................... 26
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 26
3.3 Persiapan Alat dan Bahan ..................................................................... 26
a. Alat .................................................................................................. 26
b. Bahan ............................................................................................... 26
3.4 Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 27
3.5 Persiapan Benda Uji ............................................................................. 29
3.6 Pengujian Kekerasan (Mikro Vickers) .................................................. 31
3.7 Membersihkan Benda Uji Dengan Ultrasonic Cleaner ......................... 32
3.8 Pelapisan Material Uji Dengan
Plasma Carburizing dan Post-Treatment .............................................. 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian .................................................................................... 35
4.1.1 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers pada Raw Material .............. 35
4.1.2 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers pada Lapisan Karbon .......... 36
4.1.3 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers Lapisan Karbon Terhadap
Post-Treatment ........................................................................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 41
xi
xi
5.2 Saran ................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42
xii
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Komponen Undercarriage 6
Gambar 2.2 Posisi Bushing dan Bushing 7
Gambar 2.3 Skema Peralatan Plasma Carburizing 8
Gambar 2.4 Pembentukan Ikatan Ion 11
Gambar 2.5 Pembentukan Molekul F2 11
Gambar 2.6 Struktur Molekul CH4 12
Gambar 2.7 Pembentukan Ikatan Kovalen Pada Molekul O2 13
Gambar 2.8 Pembentukan Ion Amonium 13
Gambar 2.9 Pembentukan Ikatan Logam Pada Perak (Ag) 14
Gambar 2.10 Diagram Fasa Fe-C 16
Gambar 2.11 Struktur mikro baja atau besi pada fasa ferit 17
Gambar 2.12 Struktur mikro baja atau besi pada fasa austenite 18
Gambar 2.13 Struktur mikro baja atau besi pada fasa sementit 18
Gambar 2.14 Struktur mikro besi pada fasa perlit 19
Gambar 2.15 Struktur mikro besi pada fasa martensit 19
Gambar 2.16 Struktur kristal BCC 20
Gambar 2.17 Struktur kristal FCC 21
Gambar 2.18 Struktur kristal HCP 21
Gambar 2.19 Struktur kristal BCT 22
Gambar 2.20 Difusi vacancy 23
Gambar 2.21 Difusi interstisi 24
Gambar 2.4 Jenis-jenis Deposisi Uap Kimia
(a) Hot-wall thermall CVD 24
(b) Plasma Assited CVD 24
Gambar 2.5 (a) Ilustrasi Penekanan Pengujian Vickers 25
(b) Bentuk Indentor Vickers 25
Gambar 3.1 Flow Chart Penelitian 28
Gambar 3.2 Pembingkaian Dengan Campuran Larutan Resin dan Katalis 29
Gambar 3.3 Prosen Pemolesan
(a) Pengamplasan 30
xiii
xiii
(b) Polishing Menggunakan Kain Bludru (Velvet) 30
(c) Mesin Poles 30
Gambar 3.4 Packing Komponen 31
Gambar 3.5 Mesin Pengujian Kekerasan (Mikro Vickers) 32
Gambar 3.6 Wadah Ultrasonic Cleaner 33
Gambar 3.7 Alat Plasma CVD 34
Gambar 4.1 Potongan sampel pengujian 35
Gambar 4.2 Grafik Hubungan
Angka Kekerasan Terhadap Kedalamn Benda Uji 36
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Angka Kekerasan
Terhadap Kedalaman Benda Uji Pada Lapisan Karbon 37
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Angka Kekerasan
Terhadap Waktu Post-Treatment 38
Gambar 4.5 Mekanisme Difusi
(a) Pasangan Difusi Tembaga-Nikel 39
(b) Representasi Skematik 39
(c) Konsentrasi dari Tembaga dan Nikel 39
Gambar 4.6 Sketsa Tumbukan Ion Terhadap Permukaan 39
Gambar 4.7 Ilustrasi Shot Peening 40
xiv
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 4.1 Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Kedalaman Benda Uji 36
(Raw Material)
Tabel 4.2 Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Kedalaman Benda Uji 37
Setelah dilakukan pelapisan plasma carburizing
Tabel 4.3 Hubungan Angka Kekerasan Lapisan Karbon Terhadap Waktu 38
Post-Treatment
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Undercarriage merupakan komponen bagian bawah unit bulldozer,
dimana komponen tersebut berfungsi sebagai media penggerak unit tersebut untuk
perpindahan ke tempat lainnya, dan juga berfungsi sebagai media penahan dan
meneruskan berat dari unit bulldozer ketanah. Diantara komponen undercarriage
terdapat komponen bushing yang berfungsi sebagai media persinggungan antara
diameter luar bushing dengan permukaan teeth sprocket, dan merupakan fungsi
fleksibel dari pada track link saat bergerak menggulung. Apabila salah komponen
undercarriage bermasalah maka pengoperasian unit bisa tidak maksimal bahkan
bisa mengalami breakdown.
Peneliti merujuk kepada permasalahan yang terjadi pada komponen
undercarriage yaitu bushing pada track link dozer yang mengalami scrat pada
permukaannya. Prinsip kerja bushing yang bersentuhan dengan teeth sprocket dan
bisa terjadi gesekan dan itu berkaitan dengan sifat ketahanan aus dan sifat
kekerasan. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan kualitas material untuk
meningkatkan life time pada material bushing sehingga di kemudian hari tidak
lagi terjadi permasalahan seperti ini lagi. Maka perlu dilakukan surface treatment,
dalam penelitian ini penulis akan melakukan perlakuan permukaan dengan
menggunakan metode plasma karburasi.
Surface treatment dapat didefinisikan sebagai suatu usaha dalam upaya
meningkatkan kualitas atau mutu pada permukaan material yang diinginkan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode carburizing terhadap
permukaan bushing dengan tujuan untuk menjadi tahan aus, meningkatkan kinerja
(performance), meningkatkan kualitas material, dan memperpanjang life time
pada bushing.
Carburizing plasma adalah suatu proses pengerasan permukaan material
(baja) dengan cara pendifusian atom-atom karbon ke dalam permukaan material.
Proses pendifusian ini memanfaatkan energi listrik dan energi termal (panas).
Energi listrik digunakan untuk mengubah atom-atom karbon yang berasal dari
2
campuran gas metana CH4 menjadi plasma, dan sekaligus digunakan untuk
mendifusikan atom-atom karbon tersebut ke dalam permukaan material. Energi
termal yang berasal dari energi listrik akan mempercepat proses difusi atom
karbon. Kemudian setelah lapisan karbon terbentuk dilakukan kembali treatment
post-treatment. Post-treatment adalah proses perlakuan permukaan setelah
material terlapisi kemudian dipadatkan/ditembakkan atom-atom dari gas mulia,
sehingga meningkatkan angka kekerasan pada permukaan material.
Penulis akan membahas sifat/karakterisitik kekerasan pada material,
kemudian akan dikomparasi atau dibandingkan dengan komponen sebelum
dilakukan surface treatment. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik
untuk melakukan sebuah penelitian dengan objek penelitian bushing dengan
maksud meningkatkan kualitas material dengan metode carburizing.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana menganalisa nilai kekerasan dari bushing (raw material)
sebelum dan sesudah pelapisan carburizing ?
2. Bagaimana menganalisa pengaruh post-treatment pada lapisan carburizing
terhadap nilai kekerasan material uji ?
1.3 Batasan Masalah
Batasan Masalah ini dibuat untuk membatasi hal-hal yang ingin
dijelaskan pada penulisan tugas akhir. Batasan masalah tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Waktu proses pelapisan karbon adalah 4 jam.
2. Bahan pelapis karbon menggunakan campuran gas metana (CH4) dan
helium dengan komposisi helium 76% dan gas metana 24%
3. Tekanan yang digunakan terhadap proses post-treatment adalah 1 mbar.
4. Temperatur yang digunakan 300 . Dengan variasi waktu 10; 20 dan 30
menit.
5. Karakteristik yang ingin diketahui adalah sifat kekerasan.
6. Metode pelapisan menggunakan metode chemical vapor deposition.
3
7. Gas yang digunakan dalam proses post-treatment adalah argon
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Menganalisa perbandingan nilai kekerasan pada raw material sebelum dan
sesudah pelapisan carburizing.
2. Menganalisa pengaruh proses post-treatment pada lapisan carburizing
terhadap angka kekerasan material uji.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tugas akhir, maka diharapkan dapat
memberikan manfaat antara lain:
1. Dapat mengetahui perbedaan karakteristik kekerasan dari komponen
sebelum dan sesudah proses post-treatment.
2. Dapat menghasilkan sifat raw material dengan angka kekerasan lebih
baik setelah dilakukan post-treatment.
3. Menambah referensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
bidang metalurgi khususnya untuk pelapisan plasma karburasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Shinn Shyong Tzeng, pada jurnal Diamond & Related Materials yang
berjudul pengaruh plasma nitrogen post-treatment pada lapisan karbon seperti
berlian sintetis oleh plasma RF yang meningkatkan deposisi uap kimia. Lapisan
DLC (Diamond Like Carbon) disintesis dengan RF-PECVD menggunakan
asitelin sebagai sumber karbon dan efek plasma post-treatment dengan tekanan
yang berbeda pada struktur dan lapisan DLC dalam penelitian ini. Kekerasan
permukaan dengan AFM (Atomic Force Microscope) mikroskop daya atom,
menunjukkan bahwa kekerasan yang lebih tinggi diperoleh setelah perlakuan
post-treatment pada tekanan yang lebih tinggi (0,3 dan 0,9 torr) dan perlakuan
post-treatment pada tekanan rendah (0,15 torr) menghasilkan kekerasan yang
lebih rendah dari pada lapisan yang asli. Analisis Raman dan pengukuran
kekerasan pada nanopartikel menunjukkan bahwa rasio ID/IG yang lebih tinggi
diamati setelah plasma post-treatment dengan tekanan yang lebih rendah dan
akibatnya kekerasan yang lebih rendah juga diukur. Dibandingkan dengan lapisan
DLC asli, tekanan sisa setelah proses plasma post-treatment sedikit menurun
sebab daaerah yang relatif tipis yang terlibat dalam proses plasma post-treatment.
Shinn Shyong Tzeng, pada jurnal Diamond & Related Materials yang
berjudul karakterisasi permukaan dan sifat nanopartikel dari lapisan karbon
seperti berlian sintetis oleh plasma RF yang meningkatkan deposisi uap kimia.
Lapisan DLC (Dimond Like Carbon) disintesis oleh RF-PECVD menggunakan
asetelin sebagai sumber karbon dan pengaruh parameter deposisi yang berbeda,
termasuk rasio C2H2/N2 dan tekanan deposisi pada karakterisasi permukaan dan
sifat mekanik lapisan DLC diteliti. Kekerasan lapisan DLC asetelin/nitrogen, rasio
reaksi atmosfer dan juga kekerasan menurun. Lapisan kasar dengan tegangan sisa
yang lebih tinggi diperoleh saat menggunakan tekanan deposisi yang lebih tinggi
dari 40,0 Pa (0,3 torr). Untuk efek plasma post-treatment menggunakan atmosfer
yang berbeda, perlakuan menggunakan plasma post-treatment dengan hidrogen
menghasilkan permukaan yang rata, sedangkan perlakuan menggunakan plasma
5
post-treatment dengan nitrogen dan argon menghasilkan permukaan yang kasar.
Variasi tegangan sisa setelah uji coba plasma selama 5 menit cukup kecil
dibandingkan dengan lapisan DLC asli karena daerah yang relatif tipis yang
terlibat dalam proses plasma post-treatment. Bertolak bekalakang dengan
perubahan parameter deposisi (rasio C2H2/N2 dan tekanan deposisi) perlakuan
plasma post-treatment menurunkan kekasaran pada permukaan tanpa
mengorbankan kekasaran yang signifikan.
Dwi Priyantoro, pada Jurnal Forum Nuklir (JFN) Volume 12, Nomor 2
yang berjudul perlakuan permukaan pada roller rantai dengan metode plasma
carburizing dari campuran gas he dan ch4 pada tekanan 1,8 mbar. Transmisi
daya mekanik antara dua roda gigi dapat menggunakan rantai. Bagian dari mata
rantai yang bergesekan langsung dengan roda gigi adalah roller rantai. Permukaan
roller rantai harus memiliki sifat yang keras agar tidak mudah aus. Pengerasan
permukaan roller rantai dapat dilakukan dengan pembentukan lapisan DLC pada
permukaan tersebut. Lapisan DLC dapat dibentuk dengan metode plasma
carburizing. Plasma carburizing dalam penelitian ini memanfaatkan lucutan pijar
DC dari campuran gas helium dan gas metana pada tekanan 1,8 mbar dan
temperatur 573 K, sedangkan waktu perlakuan bervariasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan permukaan roller rantai naik dari
276,05 VHN menjadi 403,56 VHN atau terjadi kenaikan sebesar 46,19% setelah
dilakukan perlakuan plasma carburizing selama 4 jam
2.2 Undercarriage Bulldozer
Undercarriage merupakan komponen bagian bawah unit bulldozer,
dimana komponen tersebut berfungsi sebagai media penggerak unit tersebut untuk
perpindahan dari tempat lainnya. Undercarriage tersebut juga berfungsi sebagai
media penahan dan meneruskan berat dari unit bulldozer ketanah.
6
Gambar 2.1 Komponen Undercarriage
Sumber: (hongwoo-machinery.co.id)
2.3 Bushing
Bushing adalah tabung logam yang berlubang ditengahnya dan
menyelimuti pin dan menghubungkan antar link. Fungsi utama dari bushing
adalah untuk membuat kontak dengan gigi sprocket. dan merupakan fungsi
fleksibel dari pada track saat bergerak menggulung. Struktur pada bushing
dibagian diameter dalam dan diameter luar juga diproses panas (heat treatment)
yang tujuannya agar didapatkan bahan dengan kekerasan tertentu sehingga proses
keausan karena gesekan terjadi lebih lama.
7
Gambar 2.2 Posisi Bushing dan Bushing
Sumber: (bestindustrial.com).
2.4 Perlakuan Permukaan (Surface Treatment)
Perlakuan permukaan adalah suatu perlakuan untuk menghasilkan
terbentuknya kulit lapisan pada permukaan baja, dimana lapisan tersebut memiliki
sifat-sifat lebih baik dibandingkan dengan bagian dalam pada baja. Perlakuan
permukaan ini bertujuan untuk meningkatkan sifat kekerasan pada permukaan
baja. Metode perlakuan permukaan yang sering dilakukan, salah satunya adalah
metode plasma karburasi.
2.4.1 Teknologi Karburasi
Carburizing/karburasi adalah menambahkan atom karbon pada permukaan
material/baja yang kandungan karbonnya rendah, sehingga metode ini cocok
untuk baja karbon rendah atau baja paduan dengan kandungan karbon antara 0,1%
sampai dengan 0,25%. Kandungan karbon setelah proses karburasi dapat
meningkat hingga 0,7 % sampai 0,9 %. Karburasi dilakukan pada suhu austenit
yaitu pada 900°C sampai dengan 930°C, karena pada kondisi austenit karbon akan
larut interstisi secara optimal. Kelarutan karbon dalam baja juga dipengaruhi oleh
suhu baja tersebut. Kekerasan permukaan material yang dihasilkan tergatung dari
jumlah kandungan karbon yang masuk dalam permukaan baja Adapun metode-
metode yang dilakukan dalam proses nitridasi salah satunya adalah karburasi
plasma:
1. Prinsip dasar kabrurasi plasma
Prinsip dari metode ini adalah, masuknya atom-atom gas terioniasi (plasma) ke
dalam material karena adanya pengaruh medan yang diionisasikan
berasal dari gas alam hidrokarbon seperti CH4 dan C6h6. Gas tersebut
8
dialirkan ke dalam tabung lucutan (kondisi vakum orde 10² Torr),
dimana komponen/material yang akan dikeraskan diletakkan pada
elektroda bawah (katoda) dalam tabung tersebut. Karena adanya beda
potensial yang terpasang diantara 2 elektroda (orde 1-3 keV), maka
gas-gas karbon akan terionisasi. Ion-ion karbon tersebut karena adanya
pengaruh medan listik akan menumbuk permukaan material tersebut.
Adanya sifat yang lebih unggul (keras dan ulet) disebabkan karena
adanya perubahan struktur Kristal dalam bahan logam akibat adanya
pemanasan suhu, kekosongan, intertisial, ketidakmurnian maupun
terbentuknya fasa baru.
Gambar 2.3 Skema Peralatan Plasma Carburizing
Sumber: (Batan Yogyakarta 2017)
Komponen utama dari peralatan adalah: tabung karburasi, sistem pemanas,
sistem tegangan tinggi, sistem vakum, tangki beserta sistem aliran gas, dan
pemegang sampel. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Tabung Karburasi
Tabung bagian luar dengan diameter-luar 46 cm, tinggi 55 cm dan tebal 8 mm,
dibuat dari baja tahan karat SS-304. Tabung pengungkung plasma yang
direncanakan dari bahan quartz diganti dari bahan baja tahan karat yang
dilubangi karena kesulitan mendapatkan bahan quartz dengan diameter
besar.
2. Sistem Pemanas
9
Sistem karbutrasi dirancang dengan ruang yang dipanaskan menggunakan pemanas
elektrik yang memanaskan seluruh ruang uji dan bukan hanya benda uji
saja. Sistem pemanas dirancang dan dibuat dengan electric-heater (fire-
brick), terdiri dari 2 buah (2 x 2000 watt) atau 4 buah (4x1000 watt) untuk
mencapai temperatur operasi yang diperlukan. Temperatur dikontrol
dengan temperature controller type Autonic TZ4M berjenis PID dengan
kemampuan self-tune. Controller ini dilengkapi dengan Solid-State-Relay
(SSR) dengan kapasitas 30 ampere. Termokopel jenis 'K' dengan
kemampuan ukur dan ketahanan diatas 1000oC, dipakai untuk mengukur
temperatur dalam ruang nitridasi untuk diumpankan ke temperature
controller. Temperatur operasi dalam tabung berkisar antara 350oC-
590oC, dalam desain memungkinkan temperatur hingga mendekati
1000C.
3. Sistem Aliran Gas
Sistem aliran gas dirancang agar memungkinkan penggunaan gas tunggal (N2)
maupun campuran (misalnya. N2/H2, N2/CH4) dengan laju alir yang
terukur. Untuk rancangan ini digunakan kontrol dan pengukuran aliran
gas dari tabung gas menuju ruang nitridasi dengan menggunakan flow-
meter dan needle valve. Arah dan keluaran gas dalam ruang nitridasi
dirancang dengan sambungan variabel sehingga ketinggian pipa dapat
diatur. Dengan kondisi ini peralatan bisa dikopel untuk proses pengerasan
bahan dengan gas atau campuran gas serta mekanisme pengerasan lainnya.
4. Sistem Tegangan Tinggi
Sistem tegangan tinggi dirancang dengan tegangan tinggi DC 1-20 kV dengan arus
1-50 mA. Untuk pengembangan selanjutnya akan dirancang sumber
tegangan berupa tegangan tinggi DC berpulsa dengan frekuensi 100-1000
Hz, dan bila mungkin dirancang untuk bisa dipasangkan juga dengan RF
yang ditujukan khusus untuk membangkitkan plasma. Komponen
tegangan tinggi menggunakan sistem trafo dan pelipat tegangan.
5. Sistem Vakum
10
Untuk operasi nitridasi dirancang sistem vakum pada ruang karburasi sampai 10-3
mBar. Sistem vakum dihasilkan dari pompa rotari dengan kapasitas 450l/
menit sehingga tekanan vakum ruang untuk operasi dapat dicapai dengan
waktu sekitar 15 menit. Peralatan ukur tekanan vakum pirani-meter, katup
pengatur dan beberapa saluran belows diperlukan untuk pengaturan sistem
vakum.
2.5 Proses Pembentukan Ikatan
Untuk mencapai kestabilan, unsur-unsur dapat membentuk senyawa
dengan unsur yang sejenis, contohnya O2, N2, dan H2 atau bergabung dengan
unsur yang berbeda, contohnya H2O, NaCl, dan CH4. Ikatan yang dibentuk pada
penggabungan unsur-unsur bergantung pada bagaimana cara unsur-unsur tersebut
mencapai konfigurasi elektron yang stabil yaitu dengan menarik atau melepaskan
elektron dan dengan penggunaan bersama elektron valensi. Ikatan yang terjadi
berupa ikatan ion dan ikatan kovalen. Senyawa yang mengandung ikatan ion
disebut senyawa ion, sedangkan senyawa yang mengandung ikatan kovalen
disebut senyawa kovalen.
2.5.1 Ikatan Ion
Untuk mencapai keadaan stabil, atom-atom melakukan ikatan satu sama
lain melalui interaksi elektrostatik membentuk ikatan ion. Senyawa yang dibentuk
dinamakan senyawa ion. Ikatan ion terbentuk akibat adanya interaksi elektrostatik
di antara atom-atom yang berikatan sehingga konfigurasi elektron dari atom-atom
itu menyerupai konfigurasi elektron gas mulia. Adanya interaksi elektrostatik
menghasilkan atom-atom bermuatan listrik yang berlawanan sehingga terjadi gaya
tarik menarik elektrostatik. Gaya tarik-menarik inilah yang disebut ikatan ion.
Atom-atom yang bermuatan positif disebut kation. Adapun atom-atom yang
bermuatan negatif disebut anion.
11
Gambar 2.4 Pembentukan Ikatan Ion
Sumber: (belajar.kemdikbud.go.id)
2.5.2 Ikatan Kovalen
Menurut Lewis, atom-atom bukan logam dapat membentuk ikatan dengan
atom-atom bukan logam melalui penggunaan bersama pasangan elektron
valensinya. Apa yang dimaksud dengan penggunaan bersama pasangan elektron
valensi? Mengapa ikatan antar-atom bukan logam tidak melalui interaksi
elektrostatik? Atom-atom bukan logam umumnya berada pada golongan VA-
VIIA, artinya atom-atom tersebut memiliki elektron valensi banyak (5-7). Jika
elektron valensinya banyak, apakah yang akan dilakukan atom-atom golongan
VA-VIIA untuk mencapai konfigurasi elektron seperti gas mulia? Untuk
mencapai konfigurasi elektron seperti gas mulia, atom-atom cenderung
mengadakan pemakaian bersama elektron, setiap atom menyumbang elektron
valensi untuk digunakan bersama. Ikatan yang terbentuk melalui penggunaan
bersama pasangan elektron valensi dinamakan ikatan kovalen. Senyawa yang
dibentuk dinamakan senyawa kovalen. Untuk menyatakan elektron valensi dalam
ikatan kovalen, Lewis menggunakan rumus titik elektron. Hal ini ditunjukkan
pada gambar 2.5 pembentukan ikatan kovalen pada molekul F2.
Gambar 2.5 Pembentukan Molekul F2
Sumber: (belajar.kemdikbud.go.id)
12
2.5.3 Ikatan Kovalen Tunggal
Ikatan kovalen tunggal adalah ikatan yang terbentuk dari penggunaan
bersama sepasang elektron. Sepasang elektron ikatan dapat dinyatakan dengan
satu garis. Misalnya, pada molekul HCl, sepasang elektron ikatan dapat dituliskan
dalam bentuk H-Cl. Pada molekul CH4, keempat pasang elektron ikatan dapat
dituliskan dalam bentuk seperti ditunjukkan pada gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Struktur Molekul CH4
Sumber: (belajar.kemdikbud.go.id)
2.5.4 Ikatan Kovalen Rangkap
Dalam ikatan kovalen, selain ikatan kovalen tunggal juga terdapat ikatan
kovalen rangkap dua dan rangkap tiga. Ikatan kovalen rangkap dua terbentuk dari
dua elektron valensi yang digunakan bersama oleh setiap atom, misalnya pada
molekul O2. Ikatan kovalen rangkap tiga terbentuk dari tiga elektron valensi yang
digunakan bersama oleh setiap atom, misalnya dalam molekul N2. Dapatkah Anda
menggambarkan pembentukan ikatan kovalen rangkap pada molekul O2?
Konfigurasi elektron atom 8O= 1s2 2s2 2p4. Atom O akan stabil jika konfigurasi
elektronnya serupa dengan 10Ne =1s2 2s2 2p6. Agar stabil maka atom O
memerlukan 2 elektron tambahan. Kedua elektron ini diperoleh dengan cara
pemakaian bersama 2 elektron valensi dari masing-masing atom O membentuk
ikatan kovalen rangkap dua seperti pada gambar 2.7 berikut ini.
13
Gambar 2.7 Pembentukan Ikatan Kovalen Pada Molekul O2
Sumber: (belajar.kemdikbud.go.id)
2.5.5 Ikatan Kovalen Koordinasi
Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen di mana pasangan
elektron yang dipakai bersama hanya disumbangkan oleh salah satu atom yang
akan membentuk ikatan, sedangkan atom yang satu lagi tidak menyumbangkan
elektron. Ikatan kovalen koordinasi hanya dapat terjadi jika salah satu atom
mempunyai pasangan elektron bebas. Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.8
pembentukan ion ammonium.
Gambar 2.8 Pembentukan Ion Amonium
Sumber: (belajar.kemdikbud.go.id)
2.5.6 Ikatan Logam
Logam dan bukan logam membentuk ikatan ion, bukan logam dan bukan
logam membentuk ikatan kovalen. Ikatan apa yang terjadi jika atom logam dan
atom logam berikatan? Atom logam dan atom logam membentuk kristal logam.
Kristal logam yang Anda lihat sehari-hari, seperti logam besi, tembaga, dan
aluminium memiliki ikatan logam pada atom-atomnya.Terdapat beberapa teori
yang menerangkan ikatan pada logam, diantaranya adalah teori lautan elektron
dan teori pita. Teori ikatan logam kali pertama dikembangkan oleh Drude (1902),
14
kemudian diuraikan oleh Lorentz (1916) sehingga dikenal dengan teori elektron
bebas atau teori lautan elektron dari Drude-Lorentz. Menurut teori ini, kristal
logam tersusun atas kation-kation logam yang terpateri di tempat (tidak bergerak)
dikelilingi oleh lautan elektron valensi yang bergerak bebas dalam kisi kristal.
Ikatan logam terbentuk antara kation-kation logam dan elektron valensi. Ikatan ini
bisa terjadi melalui interaksi yang kuat antara inti positif atom logam dengan
elektron-elektron valensi dari atom itu sendiri maupun atom lain dalam logam.
pembentukan ikatan logam pada logam perak (Ag) ditunjukkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Pembentukan Ikatan Logam Pada Perak (Ag)
Sumber: (belajar.kemdikbud.go.id)
2.6 Pembentukan Jenis Ikatan Kimia
Setelah kita memahami tentang proses pembentukan ikatan kimia, maka
pembahasan selanjutnya adalah tentang penentuan jenis ikatan kimia. Dalam suatu
senyawa, terutama senyawa biner, karakteristik ikatan kimia yang terdapat dalam
senyawa itu dapat ditentukan dengan mudah melalui identifikasi atom-atom
penyusun senyawa tersebut. Untuk senyawa poliatom, maka hal ini menjadi sulit
mengingat banyaknya atom yang terlibat dalam pembentukan ikatan kimia serta
masing-masing ikatan itu memiliki karakteristik yang unik sesuai dengan sifat
masing-masing atom pembentuknya. Ikatan ionik adalah ikatan yang terbentuk
antara ion positif dengan ion negatif. Ikatan ionik juga dapat dikatakan sebagai
ikatan yang terbentuk antara unsur logam dengan non logam. Dengan demikian,
untuk mengenali senyawa dengan ikatan ionik, kita perlu meninjau unsur-unsur
penyusunnya terlebih dahulu berhubungan dengan sifat logam dan logamnya.
Sedangkan ikatan kovalen terjadi karena penggunaan bersama pasangan elektron.
Ikatan kovalen umumnya terjadi antara unsur logam dengan non logam.
15
2.7 Baja Karbon
Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan yang terdiri atas
unsur besi (Fe) dan karbon (C). Dimana besi merupakan unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya. Dalam proses pembuatan baja akan ditemukan
pula penambahan kandungan unsur kimia lain seperti sulfur (S), fosfor (P), slikon
(Si), mangan (Mn) dan unsur kimia lainnya sesuai dengan sifat baja yang
diinginkan. Baja karbon memiliki kandungan unsur karbon dalam besi sebesar
0,2% hingga 2,14%, dimana kandungan karbon tersebut berfungsi sebagai unsur
pengeras dalam struktur baja. Dalam pengaplikasiannya baja karbon sering
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan alat-alat perkakas, komponen
mesin, struktur bangunan, dan lain sebagainya. Menurut pendefenisian ASM
handbook vol.1:148 (1993), baja karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan
jumlah persentase komposisi kimia karbon dalam baja yakni sebagai berikut:
1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan unsur karbon
dalam sturktur baja kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah ini memiliki
ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan
ketahanan aus yang rendah. Pada umumnya baja jenis ini digunakan
sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen struktur bangunan, pipa
gedung, jembatan, bodi mobil, dan lain-lainya.
2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang merupakan baja karbon dengan persentase kandungan
karbon pada besi sebesar 0,3% C – 0,59% C. Baja karbon ini memiliki
kelebihan bila dibandingkan dengan baja karbon rendah, baja karbon
sedang memiliki sifat mekanis yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan
yang lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Besarnya kandungan
karbon yang terdapat dalam besi memungkinkan baja untuk dapat
dikeraskan dengan memberikan perlakuan panas (heat treatment) yang
sesuai. Baja karbon sedang biasanya digunakan untuk pembuatan poros,
rel kereta api, roda gigi, baut, pegas, dan komponen mesin lainnya.
16
3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon
sebesar 0,6% C – 1,4% C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas,
kekerasan serta kekuatan tarik yang sangat tinggi akan tetapi memiliki
keuletan yang lebih rendah sehingga baja karbon ini menjadi lebih getas.
Baja karbon tinggi ini sulit diberi perlakuan panas untuk meningkatkan
sifat kekerasannya, hal ini dikarenakan baja karbon tinggi memiliki jumlah
martensit yang cukup tinggi sehingga tidak akan memberikan hasil yang
optimal pada saat dilakukan proses pengerasan permukaan. Dalam
pengaplikasiannya baja karbon tinggi banyak digunakan dalam pembuatan
alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, pembuatan kikir, pisau cukur, dan
sebagainya.
2.8 Struktur Mikro Baja
2.8.1 Diagram Fasa Fe-C
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperatur dengan kadar karbon, dimana terjadi perubahan fasa selama proses
pendinginan dan pemanasan. Diagram fasa Fe-C merupakan diagram yang
menjadi parameter untuk mengetahui segala jenis fasa yang terjadi didalam baja,
serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang terjadi di dalam baja paduan
dengan berbagai jenis perlakuan.
Gambar 2.10 Diagram Fasa Fe-C
Sumber: (undip.ac.id)
17
Berdasarkan gambar diagram fasa Fe-C dapat terlihat bahwa pada temperatur 727
°C terjadi transformasi fasa austenite menjadi fasa perlit. Transformasi fasa ini
dikenal sebagai reaksi eutectoid, dimana fase ini merupakan fase dasar dari proses
perlakuan panas pada baja. Kemudian pada temperatur 912 °C hingga 1394 °C
merupakan daerah besi gamma (γ-Fe) atau austenite, pada kondisi ini biasanya
austenite memiliki struktur Kristal FCC (Face Centered Cubic) bersifat stabil,
lunak, ulet, dan mudah dibentuk. Besi gamma ini dapat melarutkan unsur karbon
maksimum hingga mencapai 2,14% C pada temperatur 1147 °C. Untuk
temperatur dibawah 727 °C besi murni berada pada fase ferit (α-Fe) dengan
struktur kristal BCC (Body Centered Cubic), besi murni BCC mampu melarutkan
karbon maksimum sekitar 0,02% C pada temperatur 727 °C. Sedangkan besi delta
(δ-Fe) terbentuk dari besi gamma yang mengalami perubahan struktur dari FCC
ke struktur BCC akibat peningkatan temperatur dari temperatur 1394 °C sampai
1538 °C, pada fase ini besi delta hanya mampu menyerap karbon sebesar 0,05%C.
2.8.2 Perubahan Fasa Fe-C
Dalam diagram fasa Fe-C terjadi beberapa perubahan fasa yaitu perubahan
fasa ferit (α-Fe), austenite (γ-Fe), sementit, perlit, dan maretnsit.
1. Ferrite atau Besi Alpha (α-Fe)
Ferit merupakan suatu larutan padat karbon dalam struktur besi murni
yang memiliki struktur BCC dengan sifat lunak dan ulet. Fasa ferit mulai
terbentuk pada temperatur antara 300 °C hingga mencapai temperatur 727
°C. Kelarutan karbon pada fasa ini relatif kecil dibandingkan dengan
kelarutan pada fasa larutan padat lainnya. Saat fasa ferit terbentuk,
kelarutan karbon dalam besi alpha hanyalah sekitar 0,02% C.
Gambar 2.11 Struktur mikro baja atau besi pada fasa ferit.
Sumber: (undip.ac.id)
18
2. Austenit atau Besi Gamma (γ-Fe)
Fase austenite merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi
yang memiliki struktur FCC. Fasa austenit terbentuk antara temperature
912 °C sampai dengan temperatur 1394 °C. Kelarutan karbon pada saat
berada pada fasa austenit lebih besar hingga mencapai kelarutan karbon
sekitar 2,14% °C.
Gambar 2.12 Struktur mikro baja atau besi pada fasa austenit
Sumber: (undip.ac.id)
3. Besi Karbida atau Sementit
Karbida besi adalah paduan besi karbon dimana pada kondisi ini karbon
melebihi batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi
yang memiliki komposisi Fe3C dan memiliki struktur kristal BCT.
Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada baja, hal ini
dikarenakan sementit memiliki sifat dasar yang sangat keras. Difasa ini
kelarutan karbon bisa mencapai 6,70% C pada temperatur dibawah 1400
°C, akan tetapi baja ini bersifat getas
Gambar 2.13 Struktur mikro baja atau besi pada fasa sementit
Sumber: (undip.ac.id)
19
4. Perlit
Perlit merupakan campuran antara ferit dan sementit yang berbentuk
seperti pelat-pelat yang disusun secara bergantian antara sementit dan ferit.
Fase perlit ini terbentuk pada saat kandungan karbon mencapai 0,76% C,
besi pada fase perlit akan memiliki sifat yang keras, ulet dan kuat
Gambar 2.14 Struktur mikro besi pada fasa perlit
Sumber: (undip.ac.id)
5. Martensit
Matensit adalah suatu fasa yang terjadi karena pedinginan yang sangat
cepat sekali. Jenis fasa martensit tergolong kedalam bentuk struktur kristal
BCT. Pada fase ini tidak terjadi proses difusi hal ini dikarenakan terjadinya
pergerakan atom secara serentak dalam waktu yang sangat cepat sehingga
atom yang tertinggal pada saat terjadi pergeseran akan tetap berada pada
larutan padat. Besi yang berada pada fase martensit akan memiliki sifat
yang kuat dan keras, akan tetapi besi ini juga besifat getas dan rapuh.
Gambar 2.15 Struktur mikro besi pada fasa martensit
Sumber: (undip.ac.id)
20
2.8.3 Struktur Kristal Logam atau Baja
Struktur kristal merupakan susunan atom-atom teratur yang terdapat dalam
ruang tiga dimensi. Keteraturan susunan tersebut terjadi karena kondisi geometris
yang harus memenuhi adanya ikatan atom yang terarah dengan posisi susunan
yang tepat. Struktur kristal pada logam terbagi atas:
1. Struktur Kristal Body Centered Cubic (BCC)
Pada umumnya struktur kristal ini banyak ditemukan pada besi alpha,
chrom (Cr), molebdenum (Mo), dan lain sebagainya. Dengan atom yang
saling bersentuhan satu sama lainnya sepanjang diagonal sisi. Struktur
kristal BCC memiliki atom-atom disetiap sudut kubus, tiap atom dalam sel
satuan BCC ini dikelilingi oleh delapan atom tetangga seperti yang terlihat
pada gambar
Gambar 2.16 Struktur kristal BCC
Sumber: (undip.ac.id)
2. Struktur Kristal Face Centered Cubic (FCC)
Struktur kristal FCC mempunyai sebuah atom pada semua pusat sisi kubus
dengan sebuah atom pada setiap titik pada sudut kubus. Tiap atom dalam
sel satuan FCC dikelilingi oleh dua belas atom tetangga, hal ini berlaku
untuk setiap atom baik yang terletak pada titik sudut, maupun atom dipusat
sel satuan. Struktur kristal ini umumnya bersifat stabil, ulet dan mudah
dibentuk. Struktur FCC dapat ditemukan pada besi gamma, alumunium,
timbale, platina, dan lain sebagainya
21
Gambar 2.17 Struktur kristal FCC
Sumber: (undip.ac.id)
3. Struktur Kristal Hexagonal Close Packed (HCP)
Struktur kristal HCP merupakan struktur kristal dengan bentuk hexagonal
persegi enam yang memiliki tiga struktrur lapisan atom. Pada setiap
lapisan atas dan lapisan bawah terdapat enam buah atom yang tersusun
pada setiap sudutnya serta satu atom tambahan yang terletak ditengah-
tengah sisi lapisan. Struktur kristal HCP ini dapat ditemukan pada
magnesium, titanium, seng, cadmium dan zirconium
Gambar 2.18 Struktur kristal HCP
Sumber: (undip.ac.id)
4. Struktur Kristal Body Centered Tetragonal (BCT)
Struktur kristal BCT merupakan struktur kristal pada atom bersifat
magnetis dan dapat diberi perlakuan panas. Jenis struktur BCT ini
memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi, hal ini dikarenakan pada
struktur kristal ini terdapat fasa martensit yang besifat kuat dan keras. Sel
satuan pada kristal BCT terletak pada pusat kubus yang dikelilingi oleh
tiga sumbu yang saling tegak lurus akan tetapi memiliki panjang sumbu
yang tidak sama (sumbu a ≠ sumbu c).
22
Gambar 2.19 Struktur kristal BCT
Sumber: (undip.ac.id)
2.9 Difusi
Difusi adalah suatu peristiwa mengalir atau berpindahnya suatu zat dari
konsentrasi tinggi ke kosentrasi rendah. Proses difusi dapat terjadi dalam keadaan
gas, cair, maupun padat sehingga proses pendifusian ini dapat terjadi pada baja
dan logam lainnya. Pendifusian atom pada logam umumnya berdifusi dalam
bentuk atom tunggal bukan sebagai molekul, hal ini dikarenakan mobilitas atom
tunggal jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan molekul. Secara garis besar
proses difusi pada baja terjadi karena adanya perpindahan struktur atom akibat
pergerakan energi pada baja, dalam hal ini pergerakan atom-atom tersebut
dipercepat pada saat baja berada dalam temperatur tinggi. Baja pada temperatur
tinggi akan mengakibatkan terjadinya peregangan dan pergerakan pada struktur
atom sehingga mengakibatkan terjadinya kekosongan antara atom induk dengan
atom-atom tetangga. Dengan bantuan proses perlakuan permukaan, kekosongan
yang terjadi antara atom induk dan atom tetangga akan terisi oleh atom-atom
lainnya akibat dari proses perlakuan permukaan, baik itu secara difusi interstisi
maupun difusi vacancy. Kecepatan dari proses difusi ini tergantung pada:
1. Ukuran partikel atom. Semakin kecil ukuran partikel atom yang terdapat
pada suatu baja, maka semakin cepat terjadinya proses difusi pada atom.
2. Temperatur. Semakin tinggi temperatur pada saat baja diberi perlakuan
panas, maka energi yang bergerak pada partikel juga akan semakin cepat
sehingga kecepatan pada saat terjadinya difusi juga akan semakin tinggi.
3. Luas area antar partikel atom. Semakin besar luas area yang memisahkan
antara satu atom dengan atom lainnya, maka akan semakin cepat
23
terjadinya pergerakan atom sehingga akan menyebabkan kecepatan proses
difusi meningkat
2.9.1 Mekanisme Difusi
Mekanisme pendifusian atom dapat diklasifikasikan berdasarkan cara
perpindahan atom-atom terhadap posisi dari pendifusian atom tersebut.
Pengklasifikasian difusi atom dibagi menjadi dua mekanisme difusi yakni sebagai
berikut:
1. Difusi Vacancy
Difusi vacancy adalah mekanisme perpindahan atom karena adanya
kekosongan tempat dalam struktur atom. Kekosongan tersebut akan di isi
oleh atom-atom yang yang mengalami pergerakan akibat adanya
pergerakan energi dalam temperatur tinggi
Gambar 2.20 Difusi vacancy
Sumber: (undip.ac.id)
2. Difusi Interstisi
Difusi interstisi merupakan mekanisme perpindahan atom akibat adanya
gerakan atom dalam rongga atom. Difusi interstisi ini terjadi apabila atom
yang mengalami pergerakan memiliki ukuran jari-jari atom yang jauh
lebih kecil dari atom induk. Atom-atom yang terinterstisi tersebut akan
bergerak masuk kedalam rongga atom yang tercipta oleh atom besar
seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini
24
Gambar 2.21 Difusi interstisi
Sumber: (undip.ac.id)
2.10 Chemical Vapor Deposition
Chemical Vapour Deposition (CVD) merupakan reaksi kimia yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kemurnian dan hasil yang tinggi dari suatu
material padat. Proses ini sering digunakan dalam industri semikonduktor untuk
menghasilkan lapisan yang tipis. Dalam beberapa tipe CVD, substrat diarahkan ke
satu atau beberapa bagian yang mudah menguap, sehingga reaksi terjadi pada
bagian permukaan substrat untuk menghasilkan endapan yang diinginkan.
Seringkali dihasilkan produk sampingan yang mudah menguap yang terdistribusi
oleh gas yang mengalir dalam ruang reaksi.
Proses microfabrication kebanyakan menggunakan CVD untuk
mengendapakan material dalam berbagai bentuk, seperti monocrystalline,
polycrystalline, amorphous, dan epitaxial. Material yang diendapkan biasanya
silikon, serat karbon, carbon nanofibers, filaments, carbon nanotubes,SiO2,
silikon-germanium, tungsten, silicon nitride, silikon oxinitrit, titanium nitrit. CVD
juga biasa digunakan untuk pembuatan berlian sintetik. Jenis-Jenis Deposisi Uap
Kimia ditunjukkan pada gambar 2.22 (a) dan (b).
(a) (b)
Gambar 2.22
(a) Hot-wall Thermal CVD (batch jenis operasi)
(b) Plasma Assisted CVD
Sumber: (s3.amazonaws.com/physicalvapordeposition)
2.11 Uji Kekerasan
25
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical of
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material merupakan ketahanan
material terhadap gaya penekanan atau deformasi dari material lain yang lebih
keras. Yang menjadi prinsip dalam suatu uji kekerasan adalah terletak pada
permukaan material pada saat permukaan material tersebut diberi perlakuan
penekanan sesuai dengan parameter (diameter, beban, dan waktu).
2.11.1 Uji Kekerasan Metode Vickers (HV/VHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan
yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk pyramid seperti
ditunjukkan pada gambar 2.23 (a) dan (b). Beban yang dikenakan juga jauh lebih
kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai
1000gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi
(koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan)
dari indentor (diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2).
Gambar 2.23 (a) Ilustrasi Penekanan Pengujian Vickers
(b) Bentuk Identor Vickers
Sumber: (Material Teknik 2nd session page 6)
Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu:
26
……………………………………………………..…(2.1)
………………….………………………………….…(2.2)
…………………………………………………….….(2.3)
Keterangan :
HV = Angka Kekerasan Vickers
F = Beban (kgf)
d = Diagonal (mm)
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam tugas akhir ini adalah experiment yang bertujuan
untuk meningkatkan angka kekerasan material bushing sehingga perlu dilakukan
surface treatment dengan plasma karburasi dan post-tretament.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini di Workshop Teknik Mesin Alat Berat
Politeknik Negeri Balikpapan, Jl. Soekarno Hatta Km.8 pada bulan Mei.
3.3 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan ini dilakukan utnuk mempermudah mendapatkan
kondisi dan hasil yang baik, antara lain:
a. Alat
Mesin uji Vickers untuk mengetahui nilai kekerasan material
Mesin karburasi untuk melapisi specimen dengan gas karbon
Mesin gerinda duduk (potong) untuk memotong material
Mesin potong frais/milling untuk membagi beberapa bagian
material setelah dipotong dengan mesin Gerinda
Mesin pemoles (Polisher) digunakan agar memperoleh permukaan
spesimen yang rata
b. Bahan
Bushing Undercarriage CAT Dozer D10T
Kertas Amplas No. 100,200,400,800,1000,1500,2000 untuk
meratakan permukaan spesimen
Alcohol 95% untuk membersihkan bagian permukaan
Autosol digunakan pada saat penyelesaian dengan kain velvet
Kain velvet (kain beludru) untuk mengkilapkan permukaan
spesimen
28
Larutan resin dan katalis digunakan agar mempermudah proses
pengamplasan dan pemolesan.
3.4 Diagram Alir Penelitian
Metode penelitian tugas akhir yang dilakukan penulis bertujuan untuk
memperoleh kemudahan dalam proses penelitian dan penyusunan tugas akhir
dimana mengacu pada diagram alir. Diagram alir dutunjukan pada gambar 3.1.
29
N
Y
Gambar 3.1 Flow Chart Penelitian
analisa dan pembahasan data
Kesimpulan dan saran
Studi pustaka
Parameter
sesuai dengan
kondisi alat
Mulai
Raw material
Penentuan parameter pelapisan
Persiapan bahan uji
Proses pelapisan
Uji kekerasan Vickers
selesai
Parameter proses post-treatment:
1. Tekanan: 1 mbar
2. Waktu: 4 jam
3. Suhu: 300
30
3.5 Persiapan Benda Uji
Demi kelancarnya penelitian ini perlu dilakukan persiapan benda uji agar
hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, hal yang dibutuhkan meliputi:
1. Mempersiapkan benda yang akan diuji sesuai dengan kebutuhan yaitu
Material Bushing Unercarriage D10T.
2. Melakukan pembagian komponen material bushing undercarriage yang
digunakan sebagai sampel pengujian dengan cara memotong
menggunakan gerinda potong, kemudian komponen dipotong menjadi
beberapa bagian kecil menggunakan mesin Frais/milling. Pemotongan
dilakukan secara hati–hati agar tidak terjadi perubahan struktur akibat
panas yang timbul saat memotong, dan tidak terjadi perubahan bentuk
spesimen akibat beban alat potong.
3. Melakukan pembingkaian, proses pembingkaian ditunjukkan pada gambar
3.2. Proses ini sering digunakan untuk material uji yang mempunyai
dimensi yang lebih kecil. Dalam pemilihan media pembingkaian haruslah
sesuai dengan jenis material yang akan digunakan. Pembingkaian haruslah
memiliki kekarasan yang cukup dan tahan terhadap distorsi fisik akibat
panas yang dihasilkan pada saat proses pengamplasan. Proses
pembingkaian ini bertujuan untuk mempermudah pengamplasan dan
pemolesan. Bahan yang digunakan dalam pembingkaian adalah campuran
larutan Resin dan Katalis.
Gambar 3.2 Pembingkaian dengan campuran larutan Resin dan Katalis
Sumber: (Dokumen Pribadi)
4. Melakukan pengamplasan pada permukaan material yang akan di uji,
pengamplasan dilakukan dengan menggunakan mesin poles ditunjukkan
31
pada gambar 3.3 (c), dari amplas kasar sampai amplas halus seperti di
tunjukkan pada Gambar 3.3 (a). Untuk mendapatkan hasil yang maksimal
hal-hal yang harus di perhatikan dalam pengamplasan adalah air yang
mengalir pada pengamplasan harus cukup sebagai media pendinginan.
5. Proses pemolesan bertujuan untuk menghasilkan permukaan material uji
yang benar-benar rata dan sangat halus pemukaannya hingga tampak
mengkilap tanpa ada goresan pada material uji. Pemolesan dilakukan
dengan menggunakan kain Velvet (Beludru) yang diolesi larutan autosol
metal polish. Ditunjukkan pada gambar 3.3 (b).
(a) (b)
(c)
Gambar 3.3 Bagian (a) Pengamplasan
Bagian (b) Polishing menggunakan kain bludru (Velvet)
Bagian (c) Mesin Poles
Sumber: (Dokumen Pribadi)
6. Setelah dilakukan pemolesan, benda kerja dibersihkan menggunakan
cairan alcohol 95% dengan tisu, kemudian setelah bersih komponen di
32
packing dan di bungkus menggunakan tisu lalu di masukkan ke plastik klip
dalam keadaan vakum di tunjukkan pada Gambar 3.5. Dengan tujuan agar
tidak terjadi kontaminasi dengan udara bebas yang dapat membuat sampel
uji korosi, sehingga berpotensi mengganggu proses maupun hasil
pengujian.
Gambar 3.4 Packing komponen
Sumber: (Dokumen Pribadi)
3.6 Pengujian Kekerasan (Mikro Vickers)
Pengujian kekerasan mikro vickers merupakan suatu pengujian yang
digunakan untuk mengetahui nilai kekerasan dari suatu material dengan
menggunakan beban di bawah 1 Kgf , kekerasan dapat didefinisikan sebagai
ketahanan suatu material terhadap deformasi permanen oleh penekanan.
Kekerasan dapat diukur dengan cara pengujian, Dalam pengujian kekerasan
dilakukan dengan menggunakan alat kekerasan Vickers (Vickers Hardness Tester)
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya
berbentuk bujur sangkar. Pengujian pada penelitian ini sebanyak 2 kali meiputi:
1. Pengujian mikro Vickers sebelum material mengalami treatment dengan
indikator beban 500 gf dan penekanan selama 10 detik. Pengujian di
lakukan pada material dengan potongan melintang, agar dapat di ketahui
nilai kekerasaan base metal material bushing undercarriage. Pengujian
mikro vickers dilakukan di Lab. Pengujian Mesin Politeknik Negeri
Balikpapan (POLTEKBA).
2. Pengujian mikro Vickers sesudah material mengalami carburizing dengan
indikator beban 50 gf (gram force) dan penekanan selama 10 detik.
33
Pengujian mikro vickers dilakukan di Lab. Badan Tenaga Nuklir (Batan)
Yokyakarta, mesin penguji kekerasan ditunjukkan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Mesin Penguji Kekerasan (Mikro Vickers)
Sumber: (Batan Yogyakarta 2014)
3.7 Membersihkan Benda Uji Dengan Ultrasonic Cleaner
Ultrasonic cleaner adalah alat untuk membersihkan kontaminasi seperti
kotoran,minyak,polisihing. Penggunaan alat ini adalah dengan cara merendamkan
material/komponen yang akan dicuci/dibersihkan dengan cairan alkohol 95%
kemudian menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi yaitu sekitar 18
kHz. Gambar wadah ultrasonic cleaner bisa dilihat pada gambar 3.6.
34
Gambar 3.6 Wadah Ultrasonic Cleaner
Sumber: (Batan Yogyakarta 2014)
3.8 Pelapisan Material Uji Dengan Plasma Carburizing dan Post-
Treatment
1. Proses pelapisan plasma carburizing
Setelah material dibersihkan, kemudian benda uji dimasukkan dalam tabung plasma
carburizing. Alat plasma ditunjukkan pada gambar 3.7. Proses pelapisan
dilakukan di Lab. Bahan Tenaga Nukir (BATAN) Yogyakarta. Prinsip dari
metode ini adalah, masuknya atom-atom gas terioniasi (plasma) ke dalam
material karena adanya pengaruh medan yang diionisasikan berasal dari
gas alam hidrokarbon seperti CH4 dan gas mulia He sebagai gas
penghantar proses plasma. Gas tersebut dialirkan ke dalam tabung lucutan
(kondisi vakum), dimana komponen/material yang akan dikeraskan
diletakkan pada elektroda bawah (katoda) dalam tabung tersebut. Karena
adanya beda potensial yang terpasang diantara 2 elektroda, maka gas-gas
karbon akan terionisasi. Ion-ion karbon tersebut karena adanya pengaruh
medan listik akan menumbuk permukaan material dan ion karbon tadi
melapisi bagian permukaan material sedangkan gas mulia tadi hanya
sebagai penghantar saja untuk memadatkan dan menghasilkan lapisan
karbon.
2. Proses post-treatment terhadap lapisan karbon
Setelah lapisan karbon tadi terbentuk pada permukaan kemudian
dilanjutkan dengan proses post-treatment menggunakan gas mulia yaitu
argon. Gas tersebut dialirkan ke dalam tabung lucutan (kondisi vakum),
dimana komponen/material yang akan dikeraskan diletakkan pada
35
elektroda bawah (katoda) dalam tabung tersebut. Karena adanya beda
potensial yang terpasang diantara 2 elektroda, maka gas mulia akan
terionisasi. Ion-ion tersebut karena adanya pengaruh medan listik akan
menumbuk permukaan material tersebut, kemudian memadatkan lapisan
karbon yang telah terbentuk sebelumnya. Sehingga menghasilkan
kekerasan permukaan material yang lebih baik.
Gambar 3.7 Alat Plasma CVD
Sumber: (Batan Yogyakarta 2014)
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian
Penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini bertujuan utnuk
mengetahui pengaruh karburasi plasma terhadap katakteristik kekerasan pada
komponen bushing pada track link. Penelitian yang dilakukan berupa pengujian
yang meliputi kekerasan mikro Vickers, proses pelapisan plasma karburasi, dan
pengujian setelah proses karburasi plasma yaitu post-treatment. Parameter
pengujian sampel bushing dilakukan meliputi sampel raw material, sampel
setelah proses karburasi plasma dan sampel saat dilakukan pengujian post-
treatment dalam bentuk data-data angka kekerasan.
4.1.1 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers Pada Raw Material
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui angka kekerasan yang terdapat
pada specimen dengan menggunakan alat mikro Vickers sebelum material
mengalami treatment dengan indikator beban 500 gf dan penekanan selama 10
detik. Pengujian dilakukan pada material dengan potongan melintang, ditunjukkan
pada gambar 4.1, agar dapat diketahui nilai kekerasaan base metal material
bushing undercarriage. Adapun hasil pengujian kekerasan yang terdapat pada
specimen seperti yang terlihat pada tabel 4.1 hubungan nilai kekerasan pada raw
material terhadap kedalamn benda uji.
Gambar 4.1 Potongan sampel pengujian
Sumber: (Dokumen Pribadi)
37
No Kedalaman benda uji
(10³µm) Beban
penekanan 500
gf dan dwell
time 10 s
Satuan Angka
kekerasan
1 3
VHN
362.7
2 6 332.7
3 8 323.3
4 11 314.3
5 14 325.7
Table 4.1 Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Kedalaman Benda Uji
(Raw Material)
Gambar 4.2 menunjukkan hasil uji kekerasan raw material terhadap
kedalaman benda uji. Berdasarkan gambar 4.2 tersebut terlihat bahwa angka
kekerasan dipermukaan sisi luar lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kekerasan dibagian inti dengan angka kekerasaan sisi luar 362,7 VHN sementara
angka kekerasaan bagian inti 314,3 VHN. Karena angka kekerasan bagian sisi
luar lebih tinggi dibandingkan dengan bagian inti ini mewujudkan bahwa
komponen bushing telah mengalami suatu treatment pada permukaan.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Kedalaman Benda Uji
(Raw Material)
4.1.2 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers pada Lapisan Karbon
Berdasarkan hasil pengujian kekerasan mikro vickers pada sampel setelah
dilakukan proses pelapisan ditunjukkan pada table 4.2 dan gambar 4.3 terkait
grafik hubungan angka kekerasan terhadap kedalaman benda uji. Beban
38
penekanan sebesar 50 gf dan dengan waktu penekanan 10 detik dan lama waktu
pelapisan selama 4 jam.
No Kedalaman benda uji (10³µm) Beban
penekanan 500
gf dan dwell
time 10 s
Satuan Angka
kekerasan
1 3
VHN
1035.8
2 6 1027.3
3 8 1032.2
4 11 1033.6
5 14 1032.9
Tabel 4.2 Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Kedalaman Benda Uji setelah
dilakukan pelapisan plasma carburizing
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Kedalaman Benda Uji
Pada Lapisan Karbon
4.1.3 Pengujian Mikro Vickers Lapisan Karbon Terhadap Post-Treatment
Berdasarkan hasil pengujian kekerasan mikro vickers pada sampel setelah
dilakukan proses pelapisan ditunjukkan pada table 4.3 dan gambar 4.4 terkait
grafik hubungan angka kekerasan terhadap waktu post-treatment. Beban
penekanan sebesar 50 gf dan dengan waktu penekanan 10 detik dan waktu post-
treatment selama 30 menit.
39
No Waktu Post-Treatment (menit) Beban
penekanan 500
gf dan dwell
time 10 s
Satuan Angka
kekerasan
1 0
VHN
1035.8
2 10 1139.4
3 20 1307.0
4 30 1743.2
Tabel 4.3 Hubungan Angka Kekerasan Lapisan Karbon Terhadap Waktu Post-
Treatment
Setelah melalui proses plasma carburizing, dimana hasil ditunjukkan pada
gambar 4.4 angka kekerasan meningkat setelah dilakukan proses carburizing
dengan angka kekerasan pada permukaan dengan 1035.8 VHN dibandingkan
pada raw material dengan angka kekerasan 362,7 VHN. Dengan adanya proses
post-treatment menjadikan kekuatan lapisan lebih meningkat. Terbukti pada
waktu 30 menit kekerasan menjadi lebih tinggi dengan angka 1743,2 VHN.
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Angka Kekerasan Terhadap Waktu Post-Treatment
Pembentukan lapisan karbon terjadi melalui proses difusi. Ilustrasi proses
ditunjukkan pada gambar 4.5. Dengan adanya pendifusian atom-atom membentuk
ikatan dipermukaan karena sebagian dari atom-atom (Cu) berpindah ke (Ni) dan
begitu pula sebaliknya. karena itulah fenomena difusi menjadikan lapisan
carburizing terbentuk.
40
Gambar 4.5 Mekanisme Difusi
(a) Pasangan difusi tembaga-nikel Setelah perlakuan panas suhu tinggi,
menunjukkan zona difusi paduan.
(b) Representasi skematik lingkaran Cu (lingkaran berwarna merah) dan atom
Ni (lingkaran abu-abu) lokasi di dalam perpindahan atom.
(c) Konsentrasi dari Tembaga dan nikel sebagai fungsi posisi berseberangan.
Sumber: (Fundamental Of Materials Science Chapter 6)
Efek post-treatment memanfaatkan gas mulia dengan adanya arus, kecepatan
perpindahan elektron dari anoda ke katoda, atom-atom akan terdorong dan
menumbuk permukaan kemudian merapatkan/memadatkan gas karbon yang telah
terlapisi. Ilustrasi proses tumbukan ditunjukkan pada gambar 4.4. Efek tumbukan
dalam ilustrasi ini merujuk pada proses shot peening ditunjukkan pada gambar
4.5. proses dimulai dengan menembakkan permukaan oleh sebuah bola baja kecil
yang disebut media shot. Ini menghasilkan indentasi kecil atau lesung di
permukaan shot peening ini berfungsi untuk merapatkan dan memadatkan lapisan
karbon yang telah terbentuk sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan angka
kekerasan menjadi meningkat terhadap angka kekerasan pada lapisan karbon.
Gambar 4.6 Sketsa Tumbukan Ion Terhadap Permukaan
Sumber: (Dokumen Pribadi)
41
Gambar 4.7 Ilustrasi Shot Peening
Sumber: (mecpl.com)
Proses terbentuknya lapisan memanfaatkan gas metana dan helium sebagai
penghantar proses plasma dengan adanya arus, karena adanya beda potensial
antara elektron anoda dan katoda, atom-atom akan terdorong dan menumbuk
permukaan kemudian merapatkan/memadatkan gas karbon pada metana kemudian
helium hanya sebagai gas penghantar untuk memadatkan lapisan permukaan,
dikarenakan gas mulia tidak dapat menempel/mengendap pada material logam.
Berdasarkan data-data yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa perubahan nilai
kekerasan yang terjadi pada specimen disebabkan beberapa faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya pemanfaatan gas metana dan helium yang
digunakan pada proses plasma carburizing. Gas karbon pada metana memberikan
sumbangan dalam mempercepat proses peresapan unsur karbon kedalam baja hal
tersebut disebabkan gas metana pada suhu austenit cepat terurai. Sehingga proses
difusi dan penyerapan karbon ke dalam lapisan luar baja terjadi lebih cepat dan
lebih lama pada waktu tahan selama 4 jam, serta efek post-treatment dengan
menggunakan gas argon mampu memadatkan lapisan karbon sebelumnya dan
ketebalan lapisan carburizing semakin tinggi yang mengakibatkan nilai kekerasan
baja tersebut meningkat.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh selama melakukan penelitian, maka dapat
disimpulkan antara lain:
1. Proses pelapisan carburizing secara plasma chemical vapor depotision
(CVD) mampu menghasilkan angka kekerasan permukaan sebesar 1035,8
VHN. Lapisan yang terbentuk lebih keras dari pada raw material yang
hanya sebesar 362,7 VHN.
2. Lapisan carburizing yang telah terbentuk mampu ditingkatkan melalui
proses post-treatment. Lapisan carburizing meningkat dengan angka
kekerasan 1743,2 VHN setelah dilakukan proses post-treatment.
5.2 Saran
1. Selain mendapatkan hasil angka kekerasan perlu juga dilakukan pengujian
laju keausan, dikarenakan sifat kekerasan identik dengan ketahan aus.
2. Perlu dilakukan pengamatan Scanning Electronic Microscope (SEM)
bertujuan untuk melihat lapisan karbon dan ketebalan yang sudah
terbentuk.
3. Perlu juga dilakukan Energy Dispensive Spectroscopy (EDS) untuk
mengetahui apakah terbentuk unsur karbon pada permukaan.
DAFTAR PUSTAKA
Shinn Shyong Tzeng., dkk., (2010) “Pengaruh plasma nitrogen post-treatment
pada lapisan karbon seperti berlian sintetis oleh plasma RF yang
meningkatkan deposisi uap kimia” dalam: Journal Diamond and Related
Materials 19 Hal: 783-786
Shinn Shyong Tzeng., dkk., (2011) “Karakterisasi permukaan dan sifat
nanopartikel dari lapisan karbon seperti berlian sintetis oleh plasma RF
yang meningkatkan deposisi uap kimia” dalam: Journal Thin Solid Film
519 Hal: 4870-4873
Dwi Priyantoro., dkk., (2016) “Perlakuan permukaan pada roller rantai dengan
metode plasma carburizing dari campuran gas he dan ch4 pada tekanan
1,8 mbar” dalam: Jurnal Forum Nuklir (JFN) Volume 12, No. 2 Hal: 71-74
Setiyana B. (2008) “Pengaruh teknologi system plasma lucutan pijar terhadap
tingkat pengerasan permukaan logam” dalam: Jurnal Momentum, Volume
4, No. 1 Hal: 43-47
Handbook Fundamental Of Materials Science and Engineering “Diffusion”
Chapter 6, Hal 146-147
www.Google.co.id/Hongwoo-machinery-product-range/Image
www.Google.co.id/Bestindustrial.com/Image
www.Google.co.id/S3amazonaws.com/Physicalvapourdeposition
www.Google.co.id/Propertiesofmaterialsandtesting-page02(pdf)
www.Batan.go.id (Dokumentasi pengujian laboraturium 2014)
www.Google.co.id/ belajar.kemdikbud.go.id
www.Google.co.id/ undip.ac.id/BAB_II(pdf)