PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB...

111
PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN KONDISI INTERNAL PENDERITA DBD TERHADAP SEVERITAS DAN SURVIVAL: STUDI PADA BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK (RSUDAM) PROVINSI LAMPUNG Tesis Oleh AGHESNA RAHMATIKA KESUMA PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Transcript of PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB...

Page 1: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN KONDISIINTERNAL PENDERITA DBD TERHADAP SEVERITAS DAN

SURVIVAL: STUDI PADA BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHABDUL MOELOEK (RSUDAM) PROVINSI LAMPUNG

Tesis

Oleh

AGHESNA RAHMATIKA KESUMA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2017

Page 2: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

ABSTRAK

PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN KONDISIINTERNAL PENDERITA DBD TERHADAP SEVERITAS DAN

SURVIVAL: STUDI PADA BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHABDUL MOELOEK (RSUDAM) PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Aghesna Rahmatika Kesuma

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi virusdengue yang menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Kejadian DBD diprovinsi Lampung bernilai CFR rendah sebesar 1,03%. Faktor yang berperandalam penularan penyakit DBD antara lain Host–Agent–Environment. Berbagaipenelitian menyebutkan bahwa faktor lingkungan berhubungan erat dengankejadian penyakit DBD, namun belum banyak yang mengaitkan dengan derajatseveritas dan survival. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukanpengaruh variabel lingkungan eksternal terhadap derajat severitas DBD dan faktorinternal terhadap survival penderita DBD usia balita di Rumah Sakit UmumDaerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung. Penelitian ini dilakukan melaluipenelusuran data sekunder yang meliputi data lingkungan (suhu, curah hujan,tempat tinggal), derajat severitas, survival, jumlah trombosit, jenis kelamin, umurdan status gizi. Analisis data dengan uji Binary Logistic Regression. Modelpeluang biner diterapkan dengan variabel respon berupa variabel biner (YI= jikaSSD) dengan variabel dependen yaitu suhu, curah hujan, lingkungan tempattinggal, dan variabel respon (YII= jika survival) dengan variabel dependen yaituderajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur, status gizi dengan jumlahsampel data 83 subyek penelitian melalui optimasi parameter menggunakanMinitab 16 disimpulkan bahwa; (1) derajat severitas dipengaruhi oleh (a) curahhujan (meningkat 1,15 kali setiap curah hujan naik 1mm (p = 0,002)), (b)lingkungan tempat tinggal (meningkat menjadi 5,13 kali pada balita berasal darilingkungan kumuh (p = 0,032)). (2) tingkat survival dipengaruhi oleh (a) derajatseveritas (menurun menjadi 402 kali pada balita yang mengalami Sindrom SyokDengue (SSD) (p = 0,004)), (b) jumlah trombosit (meningkat menjadi hanya 0,96kali setiap ada kenaikan jumlah trombosit 103/µL (p = 0,082)), (c) jenis kelaminlaki-laki 190 kali lebih survive dibandingkan perempuan (p = 0,025). Dari hasil inidisarankan penelitian lanjutan terhadap golongan darah, riwayat penyakit DBDdan penyakit lainnya serta menggerakkan masyarakat dalam pencegahan melaluipemberantasan sarang nyamuk (PSN) - 3M Plus, pengelolaan sanitasi lingkungan,rumah sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Kata Kunci : Derajat severitas, survival, lingkungan dan DBD

Page 3: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

ABSTRACT

INFLUENCE OF EXTERNAL ENVIRONMENT AND INTERNALCONDITION PATIENT TO SEVERITY AND SURVIVAL OF DENGUEHEMORRHAGIC FEVER (DHF): STUDY IN INFANTS PATIENTS INABDUL MOELOEK GENERAL HOSPITAL LAMPUNG PROVINCE

By

Aghesna Rahmatika Kesuma

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease of dengue virus infection itsincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampungprovince has a low CFR value are 1.03%. Factors that play a role in thetransmission of dengue disease include Host-Agent-Environment. Various studiessuggest that environmental factors are closely related to the incidence of DHF, butnot many factors that associated with the severity and survival. This study aims todetermine the influence of external environment and internal condition to severityand survival of DHF infants patients in Abdul Moeloek General HospitalLampung Province. This research was conducted through secondary data searchesthat include temperature, precipitation, living environment, severity, survival,platelet volume, sex, age and nutritional status. Data analyzed using BinaryLogistic Regression test. Binary probability model applied as response variable(YI= if SSD) with dependent variable are temperature, precipitation, livingenvironment and second response variable (YII= if survival) with dependentvariable are severity, survival, platelet volume, sex, age, nutritional status withnumber of data samples 83 research subject through the optimization parametersusing Minitab 16 concluded that; (1) the severity is influenced by (a) precipitation(increased 1.15 times each precipitation rises 1mm (P = 0.002)), (b) livingenvironment (increased to 5,13 times in infants comes from the slumsenvironment (P = 0.032)). (2) The survival rate is influenced by (a) severity(decreased to 402 times in infant suffering Shock Syndrome Dengue (SSD) (P =0.004)), (b) platelet volume (increased only 0,96 times each platelet volume rises103/µL (P = 0.082)), (c) the male sex 190 times more survive than women (P =0.025). From these results suggested further research on blood type, medicalhistory dengue and other diseases and to mobilize the community in preventionthrough mosquito nest killer - 3M Plus, environmental sanitation, healthy homesand the influence of a Clean and Healthy Lifestyle.

Keywords: Severity, survival, environment and DHF

Page 4: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN KONDISI

INTERNAL PENDERITA DBD TERHADAP SEVERITAS DAN

SURVIVAL: STUDI PADA BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

ABDUL MOELOEK (RSUDAM) PROVINSI LAMPUNG

Oleh

AGHESNA RAHMATIKA KESUMA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Pascasarjana Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 5: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province
Page 6: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province
Page 7: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province
Page 8: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini

Kepada yang tercinta, tersayang dan terkasih

Ayahanda Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.A.

Ibunda Dra. Lutfiah Syukur

Adik Mezan El-Khaeri Kesuma, M.TI.

Suami Hari Agusman, S.H.

Anakku

Althof Raes El-Fathan

Page 9: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

Motto

Hidup adalah “pilihan”...

Segeralah tentukan “pilihanmu” atau “pilihan akan menentukan hidupmu

(Penulis)

Man Jadda WaJada“Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil”

Page 10: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

RIWAYAT HIDUP

Penulis Aghesna Rahmatika Kesuma dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1987 di

Bandar Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari

pasangan suami istri Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.A. dan Dra. Lutfiah Syukur.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika Jaya II-5 Bandar

Lampung dan menamatkan pendidikan tahun 1999, Pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di MTs. Masyariqul Anwar Bandar Lampung, diselesaikan

pada tahun 2002, Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Perintis Bandar

Lampung, diselesaikan pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menempuh

pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA

Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lampung, menyelesaikan

pendidikan Sarjana Pendidikan (S.Pd) tahun 2010. Saat ini penulis bekerja di

IAIN Lampung dan Yayasan Perguruan Diniyyah Putri Lampung. Penulis

diterima menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan Program Studi

Pascasarjana S2 Universitas Lampung tahun 2011.

Page 11: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

RIWAYAT HIDUP

Penulis Aghesna Rahmatika Kesuma dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1987 di

Bandar Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari

pasangan suami istri Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.A. dan Dra. Lutfiah Syukur.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika Jaya II-5 Bandar

Lampung dan menamatkan pendidikan tahun 1999, Pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di MTs. Masyariqul Anwar Bandar Lampung, diselesaikan

pada tahun 2002, Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Perintis Bandar

Lampung, diselesaikan pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menempuh

pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA

Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lampung, menyelesaikan

pendidikan Sarjana Pendidikan (S.Pd) tahun 2010. Saat ini penulis bekerja di

IAIN Lampung dan Yayasan Perguruan Diniyyah Putri Lampung. Penulis

diterima menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan Program Studi

Pascasarjana S2 Universitas Lampung tahun 2011.

Page 12: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahhirrobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini

dapat diselesaikan.

Tesis Dengan Judul “Pengaruh Variabel Lingkungan Eksternal dan Kondisi

Internal Penderita DBD terhadap Severitas dan Survival: Studi di Rumah Sakit

Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung” adalah salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penghargaan dan penghormatan penulis tujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.H., selaku Wakil Direktur Bidang

Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung;

4. Bapak Dr. Slamet Budi Yuwono, M.S. selaku Wakil Direktur Bidang Umum

Universitas Lampung;

5. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Lingkungan Universitas Lampung; dan selaku pembimbing utama atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses

penyelesaian tesis ini;

Page 13: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

6. Ibu Dr. Dyah Wulan S. R. Wardani, M.Kes. selaku pembimbing kedua atas

kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses

penyelesaian tesis ini;

7. Bapak Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, M.Kes. selaku penguji utama pada

ujian tesis. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran;

8. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku penguji kedua pada ujian tesis.

Terima kasih untuk masukan dan saran-saran;

9. Papaku Dr. Arsyad Sobby Kesuma, M.A., mamaku Dra. Lutfiah Syukur dan

adikku Mezan El-Khaeri Kesuma, M.TI yang telah memberikan dukungan

dan perhatian penuh dalam penulisan tesis ini;

10. Keluarga tercinta suami Hari Agusman, S.H. dan anakku Althof Raes El-

Fathan yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan penulis

kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini;

11. Teman-teman MIL 2011 yang telah banyak membantu dan memberikan

saran kepada penulis dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu hingga terwujudnya tesis ini;

12. Kepada teman, sahabat, kerabat dan saudara-saudara yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah mendukung penulis menyelesaikan tesis

ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan anugrah-Nya kepada semua pihak yang

telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian Tesis ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 05 Februari 2017

Aghesna Rahmatika Kesuma

Page 14: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

SANWACANA

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN............................................................................ ...... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah......................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 9

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 9

1.3.2 Tujuan Khusus................................................................... 10

1.4 Kerangka Pemikiran .................................................................... 10

1.5 Manfaat Hasil Penelitian............................................................... 12

1.6 Batasan Masalah .......................................................................... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 14

2.1 Demam Berdarah Dengue ........................................................... 14

2.1.1 Definisi ............................................................................. 14

2.1.2 Epidemiologi .................................................................... 14

2.1.3 Etiologi ............................................................................. 16

2.1.4 Patogenesis........................................................................ 20

2.1.5 Imunopatologi................................................................... 29

Page 15: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

2.1.6 Manifestasi Klinis ............................................................ 35

2.1.7 Diagnosis ......................................................................... 37

2.1.8 Tata Laksana Demam Berdarah Dengue ......................... 40

2.1.9 Pencegahan ....................................................................... 41

2.2 Vektor Demam Berdarah Dengue ............................................... 43

2.2.1 Jenis Vektor ...................................................................... 43

2.2.2 Morfologi Aedes aegypti................................................... 44

2.2.3 Siklus Hidup Aedes aegypti.............................................. 46

2.2.4 Ekologi Vektor ................................................................. 48

2.3 Faktor Lingkungan Eksternal ....................................................... 49

2.3.1 Suhu Lingkungan............................................................... 50

2.3.2 Curah Hujan ...................................................................... 54

2.3.3 Lingkungan Tempat Tinggal............................................. 55

2.4 Kondisi Internal Pasien ................................................................. 60

2.4.1 Derajat Severitas ............................................................... 60

2.4.2 Jumlah Trombosit.............................................................. 62

2.4.3 Jenis Kelamin ................................................................... 64

2.4.4 Umur ................................................................................. 65

2.4.5 Status Gizi ........................................................................ 66

2.5 Analisis Survival .......................................................................... 70

III. METODE PENELITIAN ................................................................... 72

3.1 Desain Penelitian ...................................................................... 72

3.2 Waktu dan Tempat .................................................................... 72

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................. 73

3.4 Variabel Penelitian .................................................................. 73

3.5 Pengumpulan Data .................................................................... 75

3.6 Alat dan Instrumen Penelitian .................................................. 76

3.7 Definisi Operasional Variabel .................................................. 76

Page 16: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

3.8 Analisis Data ............................................................................. 77

3.9 Model yang digunakan ............................................................. 79

3.10 Hipotesis .................................................................................. 81

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 82

4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian ........................................ 82

4.2 Hasil Penelitian ........................................................................ 82

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif .......................................... 83

4.2.2 Analisis Statistik Inferensial .......................................... 89

4.2.3 Hasil Uji Kebaikan-Suai (Goodness of Fit)terhadap Model............................................................... 90

4.3 Pembahasan ............................................................................. 91

4.4 Implikasi Penelitian ................................................................ 111

V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 113

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 113

5.2 Saran ...................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 115

LAMPIRAN ............................................................................................ 125

Page 17: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dosis parasetamol menurut keompok umur ........................................... 41

2. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung.............. 58

3. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kabupaten Lampung Selatan.... 59

4. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kabupaten Lampung Utara.. ... 59

5. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kabupaten Way Kanan ........... 60

6. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................. 76

7. Distribusi Faktor Risiko Terhadap Survival Penyakit DBD.................. 78

8. Subvariable Bebas, Simbol dalam Model dan Pemberian Skornya ...... 80

9. Catatan Data Suhu Lingkungan dan Curah Hujan Sehari pada 5Hari Sebelum Perawatan Masing-masing Kacamatan ........................... 83

10. Distribusi Penderita yang Meninggal dan Survive Berdasarkan DataLingkungan Tempat Tinggal .................................................................. 84

11. Distribusi Data Derajat Severitas ........................................................... 85

12. Distribusi Data Jumlah Trombosit Penderita pada Awal Perawatan ..... 86

13. Distribusi Penderita yang Meninggal dan Survive Berdasarkan Umur .. 87

14. Distribusi Penderita yang Meninggal dan Survive Berdasarkan JenisKelamin................................................................................................... 87

15. Distribusi Penderita yang Meninggal dan Survive BerdasarkanStatus Gizi............................................................................................. 88

16. Hasil Optimasi Penelitian Pengaruh Variabel Eksternal (Suhu, CurahHujan dan Lingkungan Tempat Tinggal) terhadap Severitas DBD ... 89

17. Hasil Optimasi Penelitian Pengaruh Variabel Internal Penderita (Severitas,Jenis Kelamin, Umur, Jumlah Trombosit dan Status Gizi) terhadapSurvival Penderita DBD pada Balita.................................................. 90

Page 18: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran........................................................... 12

2. Skema Variabel Penelitian ............................................................. 74

Page 19: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

disebabkan virus dengue yang endemik di beberapa daerah tropis dan subtropis.

Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita setiap tahunnya.

Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus

DBD tertinggi di Asia Tenggara. Hampir di seluruh wilayah Indonesia

mempunyai risiko untuk terjangkit infeksi dengue, maka DBD merupakan

masalah kesehatan utama di Indonesia dengan tingkat kejadian yang tinggi

(Kementrian Kesehatan RI/Kemenkes, 2010).

Jumlah penderita DBD pada tahun 2015 dilaporkan sebanyak 129.650 kasus

dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (angka kesatikan/ Incidence Rate)

50,75 per 100.000 penduduk dan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR)

sebesar 0,83%. Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta

Incident Rate (IR) 39,80 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Kematian

akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR > 1% (Kemenkes, 2016).

Demam Berdarah Dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat dan endemis

di hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Berdasarkan data Dinas

Page 20: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

2

Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2015, telah terjadi 2.996 kejadian DBD

dengan CFR sudah rendah yaitu sebesar 1,03% (Dinas Kesehatan Provinsi

Lampung/Dinkes, 2016).

Menurut WHO (1997) tingkat keparahan demam berdarah dengue (severity

haemorrhagic dengue fever) diklasifikasikan menjadi empat derajat, yaitu derajat

I, derajat II, derajat III dan derajat IV. Derajat I dan II dikelompokkan sebagai

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) sedangkan derajat III

dan IV dikelompokkan sebagai Sindrom Syok Dengue (SSD).

Derajat severitas terburuk pada penyakit Demam Berdarah Dengue adalah

terjadinya SSD. Patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada hampir

seluruh pasien DBD adalah syok karena kebocoran plasma (Kemenkes, 2011).

Sindrom Syok Dengue merupakan kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium

akhir perjalanan penyakit dari infeksi virus dengue, derajat yang paling berat dan

dapat berakibat fatal. Menurut Hadinegoro (2001) hampir di seluruh rumah sakit

di Indonesia memiliki prevalensi syok sebesar 16% - 40%. Penyakit DBD

mempunyai kemungkinan menyebabkan kematian sebesar 5%, namun jika

berkembang menjadi SSD angka kematian akan meningkat sebesar 40 - 50%

(Candra, 2010).

Menurut Soegijanto (2006) sindrom syok dengue mempunyai mortalitas sepuluh

kali lipat dibanding demam berdarah yang tanpa syok. Dari penelitian tersebut

Page 21: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

3

dapat diketahui bahwa SSD merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

survival penderita terhadap penyakit DBD.

Penyebab DBD yaitu virus dengue mempunyai empat serotipe yang dikenal

dengan nama DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat tipe virus tersebut

telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia yang beriklim tropis dan yang

terbanyak adalah serotipe DEN-2 dan DEN-3. Serotipe DEN-3 akan menimbulkan

manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan

syok (Kemenkes, 2011).

Tingginya kasus DBD di Indonesia didukung oleh sirkulasi keempat serotipe virus

dengue yang dapat menentukan derajat keparahan dari penyakit DBD. Persebaran

dan sirkulasi serotipe tersebut juga didukung kondisi lingkungan Indonesia yang

beriklim tropis, merupakan faktor pendukung dimana Aedes aegypti sebagai

vektor utama dapat hidup, berkembang biak serta tersebar luas di kota dan desa

(Wuryadi, 1986).

Selain itu faktor yang berperan pada keempat sirkulasi serotipe adalah faktor

lingkungan yaitu klimatologis antara lain ketinggian dari permukaan laut, suhu

udara, curah hujan, kecepatan angin, kelembaban dan musim (Mardihusodo,

2005).

Namun dengan manifestasi klinis yang sangat bervariasi, patogenesis yang

kompleks, dan perbedaan serotipe virus pada daerah yang berbeda, membuat kita

Page 22: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

4

sulit memprediksi perjalanan penyakit DBD, apalagi dalam menilai apakah pasien

akan menjadi syok atau syok berulang (WHO, 2005). Perlunya antisipasi dini

terhadap syok telah menggugah keingintahuan peneliti untuk mencari faktor-

faktor yang berhubungan dengan terjadinya SSD pada balita.

Faktor terjadinya infeksi virus dengue terdiri dari faktor virulensi virus (agent),

pejamu (host), dan lingkungan (environment). Faktor host seperti usia, genetik,

status gizi, reaksi imunologi, dan substansi plasma. Sedangkan kondisi lingkungan

dengan sanitasi buruk dapat menyebabkan berkembangnya vektor (Almi, 2013).

Menurut Blum (1974) lingkungan merupakan salah satu faktor yang memiliki

pengaruh besar terhadap status kesehatan. Lingkungan umumnya dikategorikan

menjadi aspek fisik dan sosiokultural. Berbagai studi telah dilakukan untuk

mengkaji keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan dengan kejadian penyakit.

Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan iklim secara bermakna.

Perubahan tersebut akan berpengaruh pula terhadap kemungkinan terjadinya

penyakit (Nirwana dkk., 2012). Penularan beberapa penyakit menular sangat

dipengaruhi oleh faktor iklim. Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap

faktor iklim, khususnya suhu, curah hujan, kelembaban, permukaan air, dan

kecepatan angin (Rina, 2010).

Hasil penelitian Chadee (2006) pada virus dengue tipe 2, periode inkubasi

ekstrinsik pada suhu 30°C memerlukan waktu 12 hari, sedangkan pada suhu 32° –

Page 23: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

5

35°C memerlukan waktu 7 hari, sehingga daya transmisinya lebih cepat menjadi 3

kali lipat. Menjadi sebuah hipotesis bahwa DHF dan DSS dapat dipicu oleh

replikasi virus sehingga terjadi peningkatan jumlah virus dan proses

imunopatologi yang disebabkan oleh disfungsi monosit dan gangguan reaksi yang

disebabkan oleh sel-T limfosit yang teraktivasi (David, 2009).

Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang dapat digunakan sebagai

early warning pengendalian Demam Berdarah Dengue (Lintje, 2013). Cuaca

(suhu, curah hujan dan kelembaban) mempengaruhi kecepatan replikasi virus

(Sehgal, 1997; Chan dkk., 1999; Chadee, 2006), serta mempengaruhi ekskresi

hormon dalam tubuh manusia yang mengatur metabolisme dalam tubuh (Tromp,

1980). Jadi, cuaca mempengaruhi faktor-faktor epidemiologi penyakit DBD, yaitu

mempengaruhi laju penularan penyakit DBD oleh karena perbedaan frekuensi

gigitan nyamuk per periode, lamanya periode inkubasi ekstrinsik, dan juga daya

tahan tubuh manusia (Hidayati, 2008).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan curah hujan

dengan penyakit DBD. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mu-Jean Chen dkk.

(2012) menunjukkan bahwa curah hujan yang ekstrim berhubungan dengan 8

penyakit menular, diantaranya adalah DBD. Curah hujan berhubungan secara

signifikan dengan penyakit Demam Berdarah dengan nilai p sebesar 0,000 OR =

1,96 (95% CI 1,53 - 2,52).

Page 24: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

6

Curah hujan dan suhu juga dapat mempengaruhi pola makan, reproduksi nyamuk,

dan meningkatkan kepadatan nyamuk sebagai vektor. Secara umum diketahui,

penyakit yang disebarkan melalui vektor akan meningkat bila jumlah vektornya

meningkat. Jadi dapat difahami, infeksi oleh virus dengue akan meningkat

kejadiannya bila jumlah vektornya juga meningkat (Mashoedi, 2007).

Peningkatan jumlah vektor mengakibatkan peningkatan jumlah virus dengue yang

menginfeksi vektor dan berkemungkinan besar terbentuknya variasi serotipe virus

dengue yang terjadi dan meningkatkan peluang terjadinya DBD dan SSD.

Penelitian lainnya dilakukan oleh González dkk. (2011) menggunakan analisis

regresi ganda, bahwa musim hujan, musim dingin dan musim kemarau

berpengaruh terhadap peningkatan angka insiden demam berdarah (p = 0,079 ; p =

0,008 ; p = 0,015) di Meksiko.

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimum pula (Notoatmodjo, 2003). Penyakit DBD sangat

dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk

berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan

menularkan virus dengue (Tamza, 2015).

Penelitian mengenai pengaruh faktor iklim dan lingkungan tempat tinggal

terhadap kejadian DBD sering dilakukan, sedang penelitian pengaruh faktor iklim

dan lingkungan tempat tinggal terhadap derajat severitas DBD belum banyak

Page 25: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

7

dilakukan. Karena itu penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh cuaca

(suhu lingkungan dan curah hujan) serta lingkungan tempat tinggal terhadap

derajat severitas DBD.

Banyak faktor yang melatarbelakangi meningkatnya angka kematian akibat DBD,

selain faktor lingkungan yang merupakan faktor eksternal terdapat juga faktor

internal host atau pejamu seperti usia, genetik, status gizi, reaksi imunologi.

Berbagai aspek mengenai infeksi virus dengue telah diteliti untuk mengetahui

faktor-faktor yang berperan menimbulkan berat-ringannya infeksi.

Mayetti (2010) melaporkan bahwa gambaran klinis berupa perdarahan spontan,

hepatomegali, suhu tubuh dan parameter laboratorium yaitu jumlah trombosit,

hematokrit dan leukosit merupakan faktor risiko syok pada DBD yang paling

berhubungan.

Tanda-tanda ketika seseorang terkena DBD adalah ketika jumlah trombosit dalam

tubuh kurang dari 150.000/µL. Berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD/SSD

terjadi trombositopenia dan meningkatnya permeabilitas kapiler, berarti terdapat

gangguan integritas sel endotel (Kemenkes, 2011). Trombositopenia di bawah

100.000/mm3 merupakan salah satu kriteria diagnosis DBD, nilai trombosit mulai

menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok (Dewi

dkk., 2006).

Page 26: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

8

Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan trombosit yang menunjukkan

bahwa hitung trombosit pada awal perawatan dan 24 jam perawatan dapat

digunakan sebagai prediktor terjadinya syok (renjatan) pada kasus DBD anak

(Sopiyudin, 2007).

Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi membantu perbaikan DNA manusia,

mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan

organisme lain, juga menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut

immunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing yang masuk

ke dalam tubuh.

Imunitas pejamu terhadap penyakit infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

salah satunya adalah umur dan status gizi, sedangkan status gizi dipengaruhi oleh

keseimbangan asupan dan penyerapan gizi, khususnya zat gizi makro yang

berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh (Hakim dkk., 2012).

Penelitian mengenai pengaruh faktor iklim dan lingkungan tempat tinggal

terhadap kejadian DBD sering dilakukan, sedang penelitian pengaruh faktor iklim

dan lingkungan tempat tinggal terhadap derajat severitas DBD belum banyak

dilakukan. Karena itu dirasa perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengidentifikasi faktor cuaca (suhu lingkungan, curah hujan) dan lingkungan

tempat tinggal sebagai faktor eksternal yang berpengaruh terhadap tingkat

keparahan demam berdarah dengue (severity haemorrhagic dengue fever) dan

pengaruh tingkat keparahan (severity haemorrhagic dengue fever), jumlah

Page 27: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

9

trombosit, faktor demografi yaitu jenis kelamin dan umur serta status gizi

terhadap survival penderita DBD usia balita.

Survival analysis atau analisis uji hidup salah satu metode statistika yang

bertujuan untuk mempelajari dan memodelkan hubungan antara faktor risiko dan

waktu terjadinya kematian seorang pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka masalah yang perlu untuk disingkap

melalui penelitian ini adalah perlu mengetahui apakah kondisi lingkungan tempat

tinggal, iklim (amplitudo suhu udara dan curah hujan) berpengaruh terhadap

derajat severitas DBD dan apakah derajat severitas, jumlah trombosit, jenis

kelamin, umur, dan status gizi berpengaruh terhadap survival penderita DBD usia

balita.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat

severitas dan tingkat survival DBD usia balita berdasarkan variabel lingkungan

tempat tinggal, suhu lingkungan, curah hujan, derajat severitas, jumlah trombosit,

jenis kelamin, umur, dan status gizi terhadap derajat severitas dan survival

penderita DBD usia balita.

Page 28: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

10

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan Khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1) Menetapkan besarnya pengaruh suhu lingkungan, curah hujan dan lingkungan

tempat tinggal terhadap derajat severitas DBD.

2) Menetapkan pengaruh derajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur

dan status gizi terhadap tingkat survival DBD.

1.4 Kerangka Pemikiran

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan

salah satu penyakit yang selalu menjadi tren di setiap tahun dan sering menjadi

kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 2015 jumlah penderita DBD yang

dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071

orang IR 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,83%.

Di Provinsi Lampung, DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

endemis di hampir seluruh kabupaten/kota, pada tahun 2015, telah terjadi 2.996

kejadian DBD dengan CFR sudah rendah yaitu sebesar 1,03% (Dinkes, 2016).

Menurut WHO (1997) tingkat keparahan demam berdarah dengue (severity

haemorrhagic dengue fever) diklasifikasikan menjadi empat derajat.

Derajat I dan II dikelompokkan sebagai Demam Dengue (DD) dan Demam

Berdarah Dengue (DBD) sedangkan derajat III dan IV dikelompokkan sebagai

Page 29: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

11

Sindrom Syok Dengue (SSD). Derajat severitas terburuk pada penyakit DBD

adalah terjadinya syok (SSD). Patogenesis utama yang menyebabkan kematian

pada hampir seluruh pasien DBD adalah syok karena kebocoran plasma

(Kemenkes, 2011).

Menurut Soegijanto (2006) sindrom syok dengue mempunyai mortalitas sepuluh

kali lipat dibanding demam berdarah yang tanpa syok. Dari penelitian tersebut

dapat diketahui bahwa SSD merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

survival penderita terhadap penyakit DBD.

Blum (1974) menyatakan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor penentu

terjadinya penyakit. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan

antara faktor-faktor lingkungan yang merupakan faktor eksternal dengan kejadian

penyakit.

Selain faktor tersebut terdapat faktor internal penderita (host) sebagai penentu

tingkat survival terhadap kejadian penyakit. Faktor eksternal yang diduga

mempengaruhi kejadian penyakit antara lain santasi lingkungan, iklim (suhu,

curah hujan, dan kelembapan) dan faktor internal antara lain umur, jenis kelamin

dan status gizi (Nirwana, 2012).

Survival analysis atau analisis uji hidup salah satu metode statistika yang

bertujuan untuk mempelajari dan memodelkan hubungan antara faktor risiko dan

waktu terjadinya kematian seorang pasien (Tamza, 2015).

Page 30: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

12

Faktor-faktor yang menjadi determinan faktor internal relatif beragam, yakni

dimensi usia, jenis kelamin, dan status gizi yang berhubungan erat dengan sistem

imun tubuh sedangkan faktor eksternal antara lain lingkungan tempat tinggal,

iklim dan sanitasi lingkungan.

Dengan demikian perlu dikaji tentang pengaruh faktor eksternal yaitu suhu, curah

hujan dan lingkungan tempat tinggal terhadap derajat severitas DBD, serta

pengaruh faktor internal derajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur,

dan status gizi terhadap survival penderita DBD usia balita yang dapat disajikan

pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

1.5. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai masukkan bagi masyarakat serta pemerintah dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan DBD di Provinsi Lampung.

Faktor Internal●Jenis Kelamin●Umur●Trombosit●Status Gizi

Derajat SeveritasDemam Berdarah

Dengue [YI]SurvivalpenderitaDemam

BerdarahDengue (DBD)

[YII]

Faktor Eksternal

●Suhu●Curah Hujan●LingkunganTempat TinggalKumuhTidak Kumuh

Page 31: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

13

2. Sebagai bahan informasi epidemiologi dengue yang berhubungan dengan

kejadian DSS dan kematian akibat DBD. Kemudian dapat menentukan

perencanaan program kesehatan dalam pencegahan DSS dan kematian pada

pasien DBD.

3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian yang sejenis dimasa yang akan

datang.

1.6 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Lokasi Penelitian: Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi

Lampung.

2. Penelitian ini dilakukan berdasarkan kajian teori dalam bentuk analisis serta

studi kasus menggunakan Model regresi log linier. Data yang digunakan

adalah data sekunder yang diambil dari data rekam medis pasien DBD usia

balita di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung

mulai Desember 2016 sampai Januari 2017.

3. Variabel yang diteliti adalah variabel terikat yaitu derajat severitas dan

tingkat survival. Sedangkan variabel bebas yaitu suhu, curah hujan,

lingkungan tempat tinggal, derajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin,

umur dan status gizi.

Page 32: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia

sebagai demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan

melalui vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti betina. Penyakit ini merupakan

penyakit demam akut yang ditandai demam tinggi yang berlangsung 2 - 7 hari,

menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan

darah (trombosit) sehingga jumlah trombosit dalam darah akan berkurang dalam

plasma yang mengakibatkan pendarahan (termasuk kebocoran pembuluh darah

dari plasma) hingga kematian (WHO, 2005).

2.1.2 Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu

infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam

lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi

(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam

lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala

(Kemenkes RI, 2011).

Page 33: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

15

Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit

ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi

virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD

yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti

Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD

dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi

(Kemenkes RI, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD

sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi

yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor

nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi

(Kemenkes RI, 2011).

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara

lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,

keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun

waktu 48 tahun sejak ditemukannya virus dengue di Indonesia, terjadi

peningkatan pesat dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit,

hingga saat ini penyakit DBD telah ditemukan di seluruh wilayah Indonesia

(Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan data Kemenkes RI pada tahun 2015 ada 446 Kabupaten/Kota yang

terjangkit Demam Berdarah Dengue dan diantaranya 77 Kabupaten/Kota telah

Page 34: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

16

melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per

100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 50,75 per 100.000 penduduk pada

tahun 2015.

2.1.3 Etiologi

Penyebab penyakit demam berdarah adalah virus dengue. Virus ini termasuk

dalam kelompok B Arthropod Bone virus (Arboviroses), genus Flavivirus, famili

Flaviviridae yang berukuran sangat kecil yaitu 35 - 45 nm dan memiliki standar

RNA. Virion (satu unit virus) terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus

simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein (Kemenkes RI, 2011).

Virus dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian genom RNA

(single-stranded positive-sense genome) disusun didalam satu unit protein yang

dikelilingi diding icosahedral yang tertutup oleh selubung lemak. Genome virus

dengue terdiri dari 11-kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Capsid

(C) Membran (M) Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A,

NS2B, NS3, NS4, NS4B, dan NS5) (Djunaedi, 2006).

Virus dengue tersusun atau memproduksi 10 protein virus struktural dan non-

struktural. Tiga protein merupakan protein struktural yaitu Protein C (capsid),

Protein M (membran) yang mempunyai dua bentuk yaitu preM yang terdapat pada

virion immatur dan protein M yang terdapat pada virion matur, dan mengandung

75 asam amino, serta Protein E (amplop) yang merupakan protein utama

permukaan virus.

Page 35: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

17

Secara garis besar virus terdiri atas: (1) Tiga protein struktural yaitu enveloped

virion dan nukleokapsid. Enveloped virion terdiri atas protein struktural E dan M.

Nukleokapsid terdiri atas protein struktural C dan genome. Protein ini merupakan

antigen utama yang berhubungan dengan sifat biologis virus dan imunitas

humoral host. Tiga protein struktural ini merupakan 25% dari total protein.

(2) Tujuh protein nonstruktural (NS) adalah NS-1, NS-2a termasuk protein non-

struktural yang pendek terdiri 218 - 231 asam amino, NS-2b juga pendek dengan

130 - 132 asam amino, NS-3 yang terdiri atas 618 - 623 asam amino, NS-4a yang

terdiri atas 149 - 150 asam amino, dan NS-4b yang terdiri dari 248 - 256 asam

amino, serta NS-5 yang terdiri atas 900 - 905 asam amino.

Tujuh protein non-struktural ini merupakan bagian yang terbesar (75%). Dalam

merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan

imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein perM dan C.

Sedang pada protein nonstruktural yang paling berperan adalah protein NS-1

(Gubler, 1999).

Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan nama DEN-1, DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4. Keempat serotipe ini menimbukan gejala yang berbeda-beda

pada manusia, serotipe penyebab infeksi yang paling berat di Indonesia yaitu

serotipe DEN-3 dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya

(Kemenkes RI, 2011).

Page 36: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

18

Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh (Aryati, 2010) menemukan bahwa

virus DEN-2 adalah serotipe yang dominan di Surabaya. Studi epidemiologi yang

dilakukan oleh (Yamanaka dkk., 2016) pada penderita Demam Dengue (DD) dan

Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan virus DEN-1 genotype IV yang

menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

Teori Halstead (1970) menyatakan semakin banyak serotipe virus yang ditemukan

di suatu daerah akan memperbesar kemungkinan semakin parahnya penyakit DBD

atau SSD yang diderita di daerah tersebut. Daya replikasi masing-masing serotipe

virus dengue (DEN-1, 2, 3, 4 dan mix) dapat diketahui dengan memeriksa titer

antigen/virus yang diambil dari supernatan masing-masing kultur sel endotel yang

terpapar dengan semua serotipe virus tersebut.

Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap

serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor

risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2

mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan

virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2% (Frans, 2010).

Kemampuan replikasi virus berbeda pada masing-masing serotipe virus dengue,

yang ditentukan oleh tingkat virulensi masing-masing serotipe yang memiliki

variasi genetik yang akan sangat mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan

perlekatan, inisiasi, dan replikasi pada sel target. Hasil penelitian Setiasih (2009)

Page 37: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

19

menunjukkan virus DEN-2 melakukan replikasi dan melepaskan virus lebih cepat

dibandingkan serotipe lainnya.

Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem retikuloendothelial

dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells) dimana pada

umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di sinusoid

hepar (Djunaedi, 2006).

Penyebaran virus dengue tidak terjadi melalui kontak antar manusia. Virus-virus

dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan/tusukan nyamuk Aedes spp

betina yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti. Nyamuk yang paling sering

menimbulkan wabah adalah nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain (Satari, 2008).

Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti,

Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu

melalui gigitan pada orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak

langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8 - 10 hari

(extrinsic incubation period).

Pada anak diperlukan waktu 4 - 6 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus

dapat masuk dan berkembaang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan

dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia,

Page 38: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

20

penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia (kehadiran

virus dalam aliran darah) yaitu antara 5 - 7 hari.

Agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda. Perbedaan ini kemungkinan

dipengaruhi oleh faktor geografik, faktor genetik dan hospesnya. Terdapat tiga

faktor yang memegang peranan penting pada penentuan tingkat endemisitas

khususnya penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia (host), lingkungan

(environment) dan virus (agent) (Soegijanto, 1999).

Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor environment

yaitu kondisi geografi (elevasi dari permukaan laut, curah hujan, angin,

kelembaban, pH air perindukan, musim). Kondisi demografi (perilaku, kepadatan

dan mobilitas penduduk, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk) (Soegijanto,

1999).

Spesies Aedes sebagai vektor penular DBD jelas ikut berpengaruh. Faktor agent

yaitu karakteristik virus dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada empat

jenis serotipe yaitu serotipe virus dengue DEN-1, DEN-2, dan DEN-3 serta DEN-

4 (Soegijanto, 1999).

2.1.4 Patogenesis

Virus adalah partikel yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi

kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu

(host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut

Page 39: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

21

sangat tergantung pada daya tahan pejamu (host), bila kondisi daya tahan host

baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila kondisi

daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan

dapat menimbulkan kematian (Kemenkes RI, 2011).

Proses patologi infeksi Dengue dimulai dari vektor yang membawa virus (nyamuk

yang terinfeksi) menggigit/menusuk pejamu yang rentan. Perjalanan penyakit

infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara

kondisi gizi, imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus

dengue dapat tanpa gejala (asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan

yaitu demam tanpa penyebab yang jelas (Undifferentiated Febrile Illness), DD

dan bermanifestasi berat yaitu DBD dengan atau tanpa syok (Hadinegoro, 2001).

Kondisi imunologik seseorang memegang peranan penting dalam perjalanan

penyakit DBD. Kondisi ini berkaitan dengan infeksi primer atau sekunder dan

berkaitan dengan urutan serotipe virus dengue yang menyebabkan infeksi primer

dan sekunder. Respons imun terhadap infeksi virus dengue memberikan

kontribusi dalam memahami patogenesis penyakit dengue berat, DBD dan SSD.

Selain itu respons imun seseorang juga penting dalam upaya mengatasi infeksi

virus dengue. Interaksi antara virus dengue dan sistem imun pada infeksi virus

dengue dapat membawa pada pemahaman mengenai imunopatologi DBD maupun

SSD, dan prevensi (pencegahan) serta kesembuhan terhadap infeksi virus dengue.

Page 40: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

22

Di dalam tubuh manusia virus dengue berada di dalam sel mononuklear fagosit

(Djunaedi. 2006).

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Ada

beberapa teori patogenesis yang dianut pada infeksi virus dengue yaitu hipotesis

infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection), hipotesis antibody

dependent enhancement (ADE) dan teori virulensi serta teori lainnya (Kemenkes

RI, 2011). Penjelasan ringkas masing-masing teori diuraikan pada bagian berikut.

a. Teori Secondary Heterologous Infection (Infeksi Sekunder oleh VirusHeterologus yang Berurutan)

Dasar teori ini adalah proses immunopatologi dalam menghadapi aksi infeksi

virus dengue. Kalau seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus

dengue, kemudian mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus dengue yang lain

maka risiko besar akan terjadi infeksi berat. Teori yang dikembangkan oleh

Halstead ini sampai sekarang masih banyak penganutnya meskipun banyak pula

penentangnya (Mashoedi, 2007).

Teori infeksi sekunder ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang

mengalami infeksi yang ke dua kalinya dengan serotipe virus dengue yang

heterolog, mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita DBD/SSD.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang

akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang

selanjutnya berikatan dengan Fc reseptor dari membrane sel leukosit terutama

Page 41: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

23

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh

tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (Kemenkes

RI, 2011).

b. Teori Antibody Dependent Enhancement (ADE)

Teori ini merupakan pemikiran lebih lanjut dari teori infeksi sekunder oleh virus

lain yang berturutan. Teori ADE berdasarkan pemikiran bila setelah infeksi

pertama terbentuk antibodi (neutralizing antibody) yang spesifik untuk satu jenis

virus, maka antibodi tersebut dapat mencegah timbulnya penyakit. Akan tetapi

kalau yang terbentuk yaitu antibodi yang tidak mampu menetralisir virus (non-

neutralizing antibody), justru dapat menimbulkan penyakit yang lebih berat.

Teori Infection Enhancement Antibody berdasarkan pada peran sel fagosit

mononuclear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target

serangan yaitu pada sel fagosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut

penelitian, antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel makrofag yang beredar

dibandingkan dengan sel makrofag yang tinggal menetap di dalam jaringan.

Kemungkinan antibodi non neutralisasi itu melingkupi sel makrofag yang beredar

dan tidak melingkupi sel makrofag yang menetap di jaringan.

Pada sel makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi, dan akhirnya sel mudah terinfeksi.

Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya. Diduga makrofag

Page 42: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

24

yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan berbagai substansi

inflamasi, sitokin dan akan mengaktivasi faktor koagulasi.

Dihipotesiskan juga mengenai teori ADE, suatu proses yang akan meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan

terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh

serotipe yang berlainan akan cenderung menyebabkan manifestasi berat

(hypothesis of secondary heterologous infection). Beberapa hal yang belum dapat

diterangkan dengan teori infection enhancing antibody, misalnya terjadinya

infeksi DBD berat pada bayi kurang dari satu tahun atau terjadinya DBD berat

pada anak besar dengan infeksi primer. Rosen menjelaskan bahwa hal tersebut

kemungkinan disebabkan oleh virulensi virus dengue yang berbeda. Laporan dari

berbagai negara menunjukkan adanya serotipe tertentu berhubungan dengan DBD

berat.

c. Teori Virulensi Virus

Teori ini dikembangkan oleh Rosen, didasari oleh pemikiran bahwa seseorang

yang terkena infeksi virus dengue akan menjadi sakit bila jumlah dan virulensi

virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh (Djunaedi, 2006).

Page 43: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

25

d. Teori Antigen-Antibodi

Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini

akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody

complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen

(Kemenkes, 2011).

Pada DBD dan SSD terjadi penurunan kadar komplemen, dan semakin berat

penyakit semakin rendah kadar komplemen tersebut. Komponen yang turun

adalah C3, C3 proaktivator dan C4 serta C5. Kadar anafilaktoksin meninggi, lalu

menurun pada fase penyembuhan. Histamin pada urin didapatkan pada masa

tersebut. Pada saat yang sama permeabilitas kapiler meninggi.

Dari kejadian itu difikirkan ada suatu mekanisme sebagai berikut: virus dengue

dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi, kemudian

mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilaktoksin C3a dan

C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian

terjadi kebocoran plasma. Ternyata dalam sirkulasi virus dengue berikatan dengan

IgG yang spesifik dan membentuk komplek imun.

Antibodi IgG yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari antibodi yang

berfungsi menghambat replikasi virus (neutralizing antibody) dan antibodi yang

berfungsi memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody).

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan

Page 44: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

26

kompleks imun pada infeksi sekunder yang dapat menghambat replikasi virus.

Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan asidosis dan

anoksia yang dapat berakhir pada kematian. Kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi komplemen dapat juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah

(Kemenkes, 2011).

Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-

antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine

difosfat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Adanya trombus ini akan

dihancurkan oleh RES (retikulo endotelial system) sehingga terjadi

trombositopenia.

Agregasi trombosit juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulasi intravaskular deseminata (KID) yang

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga

terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit juga mengakibatkan

gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup

banyak, tidak berfungsi baik (Kemenkes, 2011).

Di sisi lain aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman

sehingga terjadi aktivasi kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas

kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan massif pada

DBD disebabkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat

Page 45: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

27

koagulasi intravascular deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan

dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi

(Kemenkes, 2011).

e. Teori Mediator

Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin/monokin.

Sitokin ini di produksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear.

Penelitian diarahkan ke mediator seperti yang terjadi pada shok septic seperti

interferon, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-12, Tumor Nekross Factor

(TNF), Leukemia Inhibiting Factor (LIF), dan lain-lain.

Mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan

permeabilitas kapiler yang meningkat. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah

sebagai mediator pada immunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat

yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan

deferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai

stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur.

Teori lain yang diajukan meliputi teori peran endo-toksin, teori peran sel lymfosit

dan teori trombosit endotel serta teori apoptosis. Dua teori yang banyak dianut

pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder atau hipotesis immune

enhancement oleh Halstead dan teori virulensi virus oleh Rosen.

Page 46: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

28

Patogenesis DBD tidak sepenuhnya difahami namun terdapat dua perubahan

patofisiologi yang menyolok, yaitu: (1) Bertambahnya permeabilitas vaskuler

yang menyebabkan terjadinya kebocoran plasma dan terjadinya hipovolemia

intravaskuler serta terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu

terjadinya kebocoran plasma ke dalam pleura dan rongga peritoneal (Gubler,

1999).

Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam). (2) Gangguan hemostasis yang

disebabkan oleh vaskulopati/angiopati, trombositopenia dan koagulopati,

mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Pada DBD dapat berbentuk tes

torniquet positif atau perdarahan spontan (Gubler, 1999). Pada kasus Sindrom

Syok Dengue, ditengarai ada mediator inflamasi yang berperan dalam kebocoran

plasma. Inilah yang menjadi dasar teori Mediator dalam patogensis DBD.

Diketahui beberapa sitokin yang beredar pada aliran darah penderita DBD yaitu:

TNFα, IL-1, 1L-6, IFN γ, IFNα, IL-2, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, dan beberapa

mediator yang berfungsi sebagai kemokin antara lain IL-8, MCP-1 (Monocyte

Chemoattractant Proteins-1), MIP-1α (Macrophage Inflammatory Protein-1α),

MIP-1β, RANTES (Regulated Upon Activation normal T cell Express Sequence)

dan PF-4 (Platelet Factor-4). Keberadaan IL-8 yang tinggi dalam darah tepi,

cairan ascites dan efusi pleura menjawab masalah kebocoran plasma dan

perdarahan pada syok karena DBD.

Page 47: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

29

2.1.5 Imunopatologi

Respons imun terhadap infeksi virus khususnya infeksi virus dengue mendasari

pemahaman dan penjelasan mengenai patogenesis dan arah perjalanan penyakit

DBD dalam arti apakah penyakit tersebut menuju kepada kesembuhan atau

sebaliknya justru menuju kepada penyakit DBD parah dengan manifestasi klinis

berupa perdarahan hebat, syok hipovolemik, bahkan kematian (Djunaedi, 2006).

a. Respons Imun

Kondisi imunologik seseorang merupakan komponen penting dalam

perkembangan menuju DBD. Antibodi yang terbentuk selama infeksi primer

gagal dalam menetralisir virus dengue selama infekasi sekunder dengan virus

dengue heterotipik yang berbeda dari virus yang menginfeksi sebelumnya maka

dapat meng-enhance uptake dan replikasi virus dalam sel fagosit mononuklear.

Sel yang terinfeksi tersebut menjadi target mekanisme eliminasi sistem imun dan

dapat memicu produksi mediator yang selanjutnya mengaktivasi komplemen dan

clotting cascade yang sering kali bermuara pada DBD.

1. Respons Imun Bawaan dan Respons Imun Adaptif

Respons imun terhadap infeksi virus diawali oleh respons imun bawaan diikuti

oleh respons imun adaptif. Respons imun bawaan terhadap infeksi virus

melibatkan berbagai sel dari sistem imun bawaan seperti sel monosit, sel NK

Page 48: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

30

(Natural Killer cell), leukosit PMN, dan DCs (Dendritic cell) serta sitokin yang

dihasilkan oleh berbagai sel tersebut.

Fungsi utama respons imun bawaan (non-spesifik) adalah memfasilitasi pengaruh

antimikrobial ketika respons imun adaptif sedang berkembang dan diaktivasi,

serta menyediakan kondisi yang mendukung efektivitas subset respons adaptif

dalam melawan antigen yang sedang dihadapi. Respons imun adaptif (spesifik)

memiliki spesifitas yang lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk ‘mengingat’

dan merespons secara lebih dahsyat paparan ulangan oleh antigen yang sama.

Dikenal dua jenis respons imun adaptif yaitu (1) Respons Imun Humoral yang

diperankan oleh antibodi yang diproduksi oleh Limfosit B dan (2) Respons Imun

Seluler yang diperankan oleh MHC (Major Histocompatibility Complex) class II-

restricted CD4* T cells dan MHC class I-restrictd CD8* T cell’s.

Respons imun humoral merupakan mekanisme pertahanan utama terhadap

mikroba ekstraseluler berikut toksinnya sebab antibodi yang dibentuk dapat

mengikat mikroba maupun toksin melalui berbagai mekanisme efektor terutama

melalui mekanisme sistem komplemen. Sistem komplemen juga merupakan

mekanisme efektor utama dalam respons imun bawaan.

Pemusnahan sel target juga dapat berlangsung melalui mekanisme ADCC

/Antibody-Dependent Cell-mediated Cytotoxicity dimana sel target yang

dibungkus oleh IgG dikenal oleh sel NK dan membentuk ikatan dengan low-

Page 49: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

31

affinity FcgRIII untuk kemudian dihancurkan. Respons imun seluler yang

diperankan oleh Limfosit T merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap

mikroba interseluler yang tidak dapat dijangkau oleh antibodi.

2. Respons Antibodi

Antibodi terhadap virus dengue memegang dua peran yang berbeda, yaitu sebagai

serotipe specific neutralizing antibodies yang dapat mencegah terjadinya infeksi

virus dengue dan sebagai serotipe crossreactive non-neutralizing antibodies yang

dapat meng-enhance infeksi dan berperan dalam patogenesis DBD dan SSD.

3. Respons Limfosit T

CD4* CD8¯ dan CD8* CD4¯ Limfosit T spesifik virus dengue dibentuk setelah

infeksi primer virus dengue. Respons sel T diperlukan untuk membersihkan sel

yang terinfeksi virus. Respons tersebut juga menyebabkan endothelial leakness

dan syok.

b. Sitokin

Sitokin adalah protein terlarut yang dihasilkan oleh sel-sel hematopoetik dan non

hematopoetik dalam keadaan inflamasi ataupun infeksi. Suatu polipeptida yang di

produksi dan di sekresi oleh berbagai sel yang berperan dalam respons imun

bawaan dan adaptif sebagai respons terhadap antigen sifat sitokin.

Page 50: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

32

1) Sitokin tidak tersedia sebagai molekul siap pakai, melainkan sintesis

sitokin diawali oleh transkripsi gene baru yang berlangsung sesaat sebagai

hasil aktivasi seluler.

2) Sitokin sering kali bekerja pleiotropic (satu sitokin mempunyai berbagai

pengaruh biologik yang berbeda terhadap berbagai jenis sel yang berbeda)

dan redundant (berbagai sitokin mempunyai pengaruh yang sama atau

saling tumpang-tindih terhadap suatu jenis sel).

3) Sitokin sering mempengaruhi kerja dan sintesis sitokin lain dimana sitokin

kedua dan ketiga dapat memfasilitasi pengaruh biologi dari sitokin

pertama.

4) Sitokin dapat bekerja lokal pada sel yang mensekresinya (autocrine

action) atau pada sel lain didekatnya (paracrine action) dan dapat bekerja

sistemik jika sitokin yang diproduksi dalam jumlah besar masuk ke dalam

sirkulasi dan bekerja pada sel yang jauh dari sel yang mensekresinya

(endocrine action).

5) Sitokin mengawali kerja dengan mengikatkan diri secara kuat pada

reseptor membran spesifik dari sel target.

6) Ekspresi reseptor sitokin diatur oleh sinyal eksternal, misal stimulasi

limfosit T dan B oleh antigen menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor

sitokin.

7) Respons seluler tehadap sitokin terdiri atas perubahan dalam ekspresi gen

dalam sel target, bermuara pada eksprsi fungsi baru dan proliferasi sel

target.

Page 51: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

33

Sitokin yang mensupresi haemopoesis dilepaskan ke dalam aliran darah pada fase

awal demam dengue, yaitu tumor necroting factor (TNF-α), interleukins (IL-2, IL-

6, IL-8) dan interferon (INF-α dan INF-γ). Parahnya kondisi klinis penderita

infeksi virus dengue dan periode terjadinya supresi sumsum tulang tergantung dari

kadar sitokin tersebut.

c. Endotel dan Molekul Agregasi

Sel endotel merupakan salah satu sel target virus dengue. Adanya variasi serotipe

virus dengue dengan reseptor sel dan sel target tentunya terdapat perbedaan

reseptor spesifik DHF yang diekspresikan oleh sel endotel pembuluh darah

dibandingkan dengan sel lainnya. Infeksi berbagai serotipe virus dengue pada sel

endotel juga akan memberikan gambaran daya replikasi yang berbeda-beda

(Bosch dkk., 2002).

Sel endotel utuh (intake) mempunyai tugas utama mencegah perlekatan trombosit

dan pembekuan darah, sedang aktivasi terhadap endotel memicu proses

protrombotik yang bermuara pada pembentukan molekul agregasi trombosit. Pada

infeksi dengan virus dengue, kerusakan atau kematian endotel dapat terjadi

melalui mekanisme apoptosis.

Pada kejadian infeksi oleh virus dengue, ada sejumlah endotel yang hilang akibat

penetrasi virus dengue melalui proses apoptosis dan nekrosis. Sel endotel yang

hilang adalah sel endotel yang tidak mampu beradaptasi dengan virus dengue.

Peningkatan permiabilitas kapiler pada infeksi virus dengue yang berat

Page 52: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

34

menimbulkan dugaan bahwa sel endotel kapiler berperan langsung terhadap

terjadinya kebocoran pembuluh darah dan perdarahan yang terjadi pada DHF/DSS

(Halstead, 1989).

Menurut penelitian Bunyaratvej (1997) replikasi virus Den-1, 2, 3 dan 4 pada sel

endotel manusia secara in vitro yang diketahui dengan mengukur titer virusnya,

menunjukkan bahwa titer virus meningkat dan mencapai puncaknya pada 6 hari

setelah infeksi. Respons imun akibat infeksi virus dengue menyebabkan

peningkatan kadar TNFα, IL-1α dan IL-6 yang selanjutnya berperan sebagai tresor

terhadap endotel dan endotel yang mengalami stres selanjutnya mensekresi

molekul vWF dan PGI-2.

Inflammatory cytokines, mediator inflamasi, anafilatoksin dan kemokin

menyebabkan endotel berkontraksi dan menyebabkan timbulnya celah pada

pembuluh darah yang berakibat plasma keluar dari pembuluh darah ke ruang

interstitial. Dengan adanya apoptosis endotel dan vasodilatasi maka plasma

leakage semakin menghebat.

d. HLA (Human Leucocyte Antigen)

Sejauh ini masih sedikit sekali pemahaman mengenai peran klasik HLA dalam

menentukan kepekaan, resistensi dan keparahan infeksi akut oleh virus. HLA

berhubungan dengan manifestasi klinik pada pemaparan dengan virus dengue

sebelumnya pada individu yang memiliki reaksi imunologik yang baik (Mashoedi,

2007).

Page 53: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

35

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinik dari masing-masing tingkat keparahan yaitu Demam Dengue (DD),

Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Sindrom Syok Sindrom (SSD) antara lain:

a. Demam Dengue (DD)

Demam Dengue memiliki gejala klinik yang berbeda-beda tergantung pada usia

penderita. Pada bayi dan anak-anak menunjukkan demam yang tidak spesifik

(undifferentiated febrile illness), suhu tubuh bisa sangat tinggi sampai 400C dan

dapat terjadi kejang demam, sedangkan pada usia yang lebih tua menunjukkan

gejala yang lebih ringan atau gejala klasik.

Gejala-gejala tersebut yaitu demam tinggi yang mendadak, terus-menerus

berlangsung selama 2 sampai 7 hari, kadang-kadang bifasik (saddle back fever)

atau naik turun. Gejala lainnya adalah anoreksia, sakit kepala, nyeri belakang bola

mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam

berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1 - 2 hari)

kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada

hari ke - 6 atau ke - 7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan, dapat juga

ditemukan bintik merah kecil keunguan (petekia) (Kemenkes, 2011).

b. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Gejala klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi klinis

utama yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit dan seringkali

Page 54: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

36

disertai pembesaran hati (hepatomegali) dan kegagalan peredaran darah

(circulatory failure). Demam tinggi mendadak selama 2 - 7 hari, dengan muka

kemerahan.

Demam tinggi ini dapat menimbulkan kejang terutama pada bayi. Keluhan lain

seperti anoreksia, nyeri kepala, otot, tulang dan sendi, serta mual dan muntah

sering ditemukan. Biasanya juga ditemukan nyeri perut di epigastrium dan

dibawah tulang iga. Pada beberapa penderita kadang mengeluh nyeri telan dengan

faring hiperemis saat dilakukan pemeriksaan, namun jarang didapatkan batuk-

pilek (Kemenkes, 2011).

Fenomena patofisiologi utama yang membedakan DBD dari DD adalah

meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume

plasma, hipotensi, trombositopenia, peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi),

hipoproteinemia (WHO, 1997).

Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan

perdarahan seperti: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,

hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan

harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD).

Pada penderita DD tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita

DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya

hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites. Akhir fase demam merupakan fase

Page 55: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

37

kritis pada DBD. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan

sembuh, hati–hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada

hari ketiga dari demam (Kemenkes, 2011).

c. Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang

melalui tubuh. Syok biasanya terjadi saat atau segera setelah demam turun, yaitu

antara hari ke 3 - 7. Penderita awalnya nampak letargi atau gelisah, kemudian

jatuh dalam keadaan syok yang ditandai dengan kulit dingin, lembab, sianosis

sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi <20 mmHg dan hipotensi.

Kebanyakan pasien masih sadar walaupun sudah mendekati stadium akhir.

Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan yang adekuat biasanya syok dapat

teratasi, namun bila terlambat dapat menimbulkan penyulit lainnya yang dapat

memperburuk prognosis. Penyulit lainnya antara lain: asidosis metabolic,

perdarahan hebat saluran cerna, infeksi (pneumonia, sepsis, phlebitis), over

hidrasi, gagal hati (Kemenkes, 2011).

2.1.7 Diagnosis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian

infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai

dari tanpa adanya gejala (asimptomatik), demam ringan yang tidak spesifik

Page 56: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

38

(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih

berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)

(Kemenkes RI, 2011).

Infeksi dengue pada anak sering tidak menimbulkan gejala klinis (anak tampak

sehat), terutama apabila anak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap serotipe

virus bersangkutan. Infeksi virus dengue sering sulit diketahui pada anak yang

seperti ini. Karena itu, infeksi dengue hanya dapat diketahui dari pemeriksaan

laboratorium. Dua metode dasar untuk menegakkan diagnosis laboratorium

infeksi dengue adalah pendeteksian virus (isolasi virus dengan kultur) dan

pendeteksian antibodi anti dengue (serologi) (Kemenkes RI, 2011).

Diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal berikut terjadi:

1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2 - 7 hari.

2) Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan.

- Uji tourniquet (+)

- Petekie, ekimosis, purpura, epistaksis dan perdarahan gusi)

- Perdarahan mukosa (hematemesis dan melena)

3) Syok, ditandai frekuensi denyut nadi teraba cepat dan lemah hingga tidak

teraba, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), hipotensi sampai tidak

terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang

(>2 detik, dan pasien tampak gelisah).

4) Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml).

Page 57: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

39

5) Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma

- Peningkatan hematokrit > 20% dibandandingkan standard dan jenis kelamin

- Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan

nilai hematokrit sebelumnya

- Ditemukan efusi pleura, asites, hipoproteinemia dan hiponatremia

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada DBD adalah:

1) Pemeriksaan darah rutin → meliputi kadar Hb, ditemukan trombositopenia

≤100.000/ml biasanya pada hari ke 3 - 8 sejak timbulnya demam dan

hemokosentrasi yang dilihat dari peningkatan hematokrit ≥20% sejak hari ke-3

demam. Jadi dengan ditemukannya tiga gejala klinis dari pasien yang disertai

dengan trombositopenia dan peningkatan hematokrit sekitar 87% diagnosis

DBD sudah dapat ditegakkan.

2) Pemeriksaan hemostatis (PT, APTT dan fibrinogen) → pada DBD yang disertai

manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya ganguan koagulasi.

3) Pemeriksaan serologi → mendeteksi IgM dan IgG anti Dengue. Pada infeksi

primer IgM terdeteksi mulai hari ke 3 - 5, meningkat sampai minggu ke-3 dan

menghilang setelah 60 - 90 hari, sedangkan IgG mulai terdeteksi pada hari ke-

14 (Kemenkes, 2011).

Page 58: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

40

2.1.8 Tata Laksana Demam Berdarah Dengue

a. Derajat Penyakit

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:

Derajat I : Gejala demam diserati 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri

retroorbia, mialgia, atralgi, ruam, manifestasi perdarahan

ditambah uji bendung positif. Disertai trombositopeni

(<100.000/µl) dengan bukti kebocoran plasma dan peningkatan

nilai hematokrit >20%.

Derajat II : Gejala DBD derajat I ditambah perdarahan spontan (perdarahan

mukosa, saluran cerna, ekismosis, purpura), hemastemesis atau

melena. Trombositopeni (<100.000 µl) dengan bukti kebocoran

plasma dan peningkatan nilai hematokrit >20%. Hemostasis bisa

abnormal.

Derajat III : Gejala DBD derajat II ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin,

lembab, serta gelisah). Jumlah trombositopeni dan hematokrit

sama dengan derajat II, hemostasis abnormal.

Derajat IV : Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.

Jumlah trombositopeni dan hematokrit sama dengan derajat II dan

III, hemostasis abnormal.

DBD derajat III dan IV disebut juga Sindrom Syok Dengue (SSD) (WHO, 1997).

Page 59: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

41

b. Penatalaksanaan

Tata laksana bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk

mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak

mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena

rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu

diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam. Pemberian parasetamol

dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Dosis parasetamol menurut keompok umur

Umur (tahun) Parasetamol ( tiap kali pemberian )

Dosis ( mg ) Tablet (1tab=500mg)

< 1 60 1/8

1 – 3 60 – 125 1/8 – ¼

4 – 6 125 – 250 ¼ - ½

7 – 12 250 – 500 ½ - 1

Sumber: Depkes, 2005

2.1.8. Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu

nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:

Page 60: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

42

a. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

perbaikan desain rumah. Untuk memberantas penyakit DBD, seluruh masyarakat

harus menjaga kebersihan agar rumah dan lingkunganya bebas dari nyamuk Aedes

aegypti.

Nyamuk Aedes aegypti suka berkembang di tempat penampungan air seperti bak

mandi, bak WC, tempayan, drum dan barang barang yang memungkinkan air

tergenang seperti tempat minum burung, pot tanaman air, vas bunga, ban bekas,

kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa dan lain-lain yang dibuang

sembarangan.

Dalam pemberantasan penyakit DBD ini yang paling penting adalah upaya

membasmi jentik nyamuk penularannya di tempat perindukannya dengan

melakukan kegiatan 3M yaitu: mengubur, menutup dan mendaur ulang sampah

(Depkes RI, 2014).

b. Perlindungan Diri

Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypti

dengan cara memakai lotion nyamuk, obat anti nyamuk bakar, maupun kelambu.

Page 61: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

43

c. Pengendalian Biologis

Upaya pengendalian biologis contohnya dengan memelihara ikan pemakan jentik.

d. Pengendalian dengan Bahan Kimia

Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk

dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau

pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan nyamuk dewasa

tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding (residual spraying)

karena nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada

benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung.

Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis insektisida yang

disemprotkan kedalan kamar atau ruangan misalnya, golongan organophospat atau

pyrethroid synthetic. Untuk pemberantasan larva dapat digunakan abate 1% SG.

Cara ini biasannya digunakan dengan menaburkan abate kedalam bejana tempat

penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dapat mencegah adanya

jentik selama 2 - 3 bulan (Depkes RI, 2015).

2.2 Vektor Demam Berdarah Dengue

2.2.1 Jenis Vektor

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk yang

termasuk genus Aedes. Nyamuk Aedes tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan

mencapai 950 spesies. Beberapa spesies Aedes yang khas dalam subgenus

Page 62: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

44

Stegomnya yang besar memiliki peran penting secara medik antara lain Aedes

aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain. Nyamuk

Aedes aegypti merupakan vektor utama virus dengue, nyamuk ini hidup di daerah

tropis dan subtropis (Sayono, 2008).

2. 2.2 Morfologi Aedes aegypti

a. Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk elips yang meruncing berwarna hitam dan

terpisah satu dengan yang lain, diletakkan satu persatu pada permukaan yang

basah tepat di atas garis air. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat

bertelur rata-rata 100 butir.

Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa

sarang selama satu kali siklus gonotropik. Telur Aedes aegypti dapat bertahan

pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi hingga beberapa

bulan, tetapi tetap hidup. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di

lingkungan yang hangat dan lembab.

Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan

menetas pada waktu yang sama. Pada kondisi lingkungan tidak menguntungkan

(dalam kondisi kekeringan yang lama), telur-telur mungkin berada dalam status

diapause dan tidak akan menetas hingga periode istirahat berakhir hingga

lingkungan kembali baik (Supartha dkk., 2008).

Page 63: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

45

b. Larva atau Jentik

Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.

Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima

hari. Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan

makanan, dan kepadatan larva pada sarang.

Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai

kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk

dua hari untuk masa menjadi pupa. Akan tetapi, pada suhu rendah mungkin akan

dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa. Hampir di

seluruh Negara Asia Tenggara, sarang telur Aedes aegypti paling banyak

ditemukan di wadah air rumah tangga buatan manusia (Supartha dkk., 2008).

c. Pupa

Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-

dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,

sehingga tempak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada

terdapat alat bernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang

alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai

panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke- 8 tidak bercabang.

Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila

dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang

Page 64: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

46

permukaan air. Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa

keluar dari pupa.

d. Nyamuk dewasa

Orang awam mudah mengenali nyamuk tersebut dengan ciri-ciri umum sebagai

berikut (WHO, 2005):

1) Menghisap darah pada siang hari (08.00-12.00).

2) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih.

3) Senang hinggap pada pakaian menggantung.

4) Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan sekitar rumah.

2. 2.3 Siklus Hidup Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada

permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina

dapat bertelur rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur menetas menjadi

larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi

pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi

dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Hadinegoro dkk., 2001).

Faktor biotik seperti predator, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam

kontainer sebagai habitat akuatik pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan

air kontainer seperti bahan organik, komunitas mikroba, dan serangga air yang ada

Page 65: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

47

dalam kontainer itu juga berpengaruh terhadap siklus hidup Aedes aegypti.

Berbeda dengan Aedes albopictus, nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai

perindukan dalam rumah dari pada di luar rumah. Aedes albopictus kebanyakan

hidup dan bertelur di kebun atau hutan terlindung.

Aktifitas nyamuk Aedes aegypti menurut Soedarto, pada temperatur di bawah

17°C Aedes aegypti tidak aktif menghisap darah. Kelembaban optimum bagi

kehidupan Aedes aegypti adalah 80% dan suhu udara optimum antara 28 - 29°C.

Pada suhu yang tinggi meningkatkan metabolisme tubuh, sehingga masa inkubasi

ekstrinsik menjadi lebih pendek.

Masa inkubasi ekstrinsik virus selama 8 - 10 hari (extrinsic incubation period).

Pada anak diperlukan masa inkubasi instrinsik selama 4 - 6 hari (intrinsic

incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh.

Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembaang biak dalam tubuhnya,

maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).

Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam

keadaan viremia yaitu antara 5 - 7 hari.

Diperkirakan pada musim hujan frekuensi gigitan akan meningkat, karena

kelembaban yang tinggi memungkinkan dapat memperpanjang umur nyamuk.

Untuk daerah yang beriklim dingin, Aedes aegypti tidak aktif mengigit. Aedes

aegypti mengigit pada pagi, siang dan sore hari (Soegijanto, 1999).

Page 66: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

48

2.2.4 Ekologi Vektor

Ekologi vektor adalah hubungan antara vektor lingkungan atau bagaimana

pengaruh lingkungannya atau bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor.

Lingkungan tersebut adalah lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan

kimia (Suwarja, 2007).

(1) Pengaruh lingkungan fisik, lingkungan fisik ada bermacam-macam, misalnya

tata letak rumah, jenis kontainer dan ketinggian tempat. (a) Jarak antar rumah

mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah yang lain. (b)

Variasi dari suatu ketinggian berpengaruh terhadap kepadatan nyamuk Aedes

aegypti. Di Indonesia Aedes aegypti dapat hidup pada ketinggian kurang dari

1000 meter di atas permukaan air laut.

(2) Pengaruh lingkungan biologi, yang temasuk dalam lingkungan biologi seperti

ada atau tidaknya pemeliharaan ikan pemakan jentik sebagai predator alami.

Hal tersebut berpengaruh terhadap kepadatan jentik di tempat penampungan

air atau kontainer.

(3) Pengaruh lingkungan kimia berpengaruh terhadap kepadatan jentik dan

nyamuk yang termasuk dalam lingkungan kimia seperti abatisasi, fogging dan

pemakaian obat anti nyamuk. Abatisasi dilakukan untuk menghambat

perkembangan jentik, sedangkan fogging (pengasapan) dilakukan untuk

membunuh nyamuk dewasa. Pemakaian obat anti nyamuk merupakan salah

Page 67: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

49

satu cara umum bagi seseorang untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk

dan serangga lainnya.

2.3 Faktor Lingkungan Eksternal

Berdasarkan model segitiga epidemiologi (triangle epidemiology) ada 3 faktor

yang berperan dalam timbulnya suatu penyakit yaitu host (pejamu), agent (agen)

dan environment (lingkungan). Disini akan dibahas lebih lanjut faktor-faktor

karakteristik individu manusia sebagai pejamu yang terkait dengan terjadinya

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue.

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap transmisi penyakit yang ditularkan

nyamuk terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, lingkungan sosial,

ekonomi dan budaya, serta sistem pelayanan kesehatan. Lingkungan fisik antara

lain adalah keadaan geografi termasuk keadaan iklim. Lingkungan biologi antara

lain status kekebalan penduduk, jenis parasit, biologi vektor, adanya predator dan

populasi hewan inang selain manusia. Lingkungan sosial budaya termasuk

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan vektor

(Sukowati, 2004).

Dalam hubungannya dengan kejadian penyakit, iklim dikelompokkan menjadi

iklim makro di suatu wilayah kajian secara global, dan iklim meso hingga mikro

di sekitar wilayah atau tempat dimana penyakit berjangkit. Dalam kasus penyakit

DBD, iklim mikro adalah cuaca di dalam atau di sekitar perumahan, atau di bawah

tegakan vegetasi; iklim meso adalah iklim di suatu wilayah di sekitar stasiun

Page 68: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

50

pengamatan iklim, dan iklim makro adalah iklim dalam skala wilayah yang sangat

luas (Hidayati, 2008).

Iklim makro dan meso berpengaruh pada penyebaran penyakit hingga wilayah

yang keadaanya sesuai, yang berarti berpengaruh pada epidemi penyakit,

sedangkan iklim meso hingga mikro berpengaruh pada perkembangan vektor

maupun patogen penyakit di lokasi daerah endemik (Hidayati, 2008).

Peningkatan jumlah penderita untuk penyakit infeksi pada masyarakat yang hidup

di dalam lingkungan yang miskin dan kumuh sudah luas diketahui. Hal ini terjadi

mungkin karena pada lingkungan tersebut lebih banyak menghadapi bibit penyakit

atau hilangnya daya tahan yang disebabkan kurangnya asupan gizi yang

disebabkan rendahnya taraf ekonomi (Subowo, 1993).

Beberapa faktor yang akan dibahas pada penelitian ini adalah iklim mikro/cuaca

yang diwakili oleh suhu dan curah hujan dan kondisi lingkungan tempat tinggal.

2.3.1 Suhu Lingkungan

Suhu merupakan ukuran relatif kondisi termal yang dimiliki oleh suatu benda.

Suhu termasuk salah satu faktor iklim yang mempengaruhi penularan beberapa

penyakit. Menurut teori satuan panas, bertambahnya suhu lingkungan akan

menambah kecepatan pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup (WHO,

1997).

Page 69: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

51

Banyak studi menunjukkan bahwa cuaca secara langsung mempengaruhi

tersedianya tempat perindukan, laju pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan

mortalitas nyamuk vektor Aedes aegypti yang menularkan virus dari famili

Flaviviridae penyebab deman berdarah (Gubler, 1998). Ini berarti bahwa cuaca

(suhu, curah hujan dan kelembaban) merupakan faktor penentu tingkat dan

distribusi populasi nyamuk.

Selain itu, cuaca juga mempengaruhi kecepatan replikasi virus (Sehgal, 1997;

Chan dkk., 1999; Chadee, 2006), serta mempengaruhi ekskresi hormon dalam

tubuh manusia yang mengatur metabolisme dalam tubuh (Tromp, 1980). Jadi,

cuaca mempengaruhi faktor-faktor epidemiologi penyakit DBD, yaitu

mempengaruhi laju penularan penyakit DBD oleh karena perbedaan frekuensi

gigitan nyamuk per periode, lamanya periode inkubasi ekstrinsik, dan juga daya

tahan tubuh manusia (Hidayati, 2008).

Suhu menentukan kecepatan tumbuh kembang nyamuk, yaitu daya tahan nyamuk

dewasa, lamanya siklus gonotropik, periode inkubasi extrinsik dan ukuran vektor

yang mempengaruhi laju menggigit (Chan dkk., 1999); serta kecepatan replikasi

virus (Sehgal, 1997).

Akibat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu sampai dalam batas tertentu

adalah meningkatkan risiko transmisi dengue. Transmisi terjadi jika lama hidup

nyamuk lebih panjang dari waktu perkembangan virus patogen (Reiter, 2001). Di

Indonesia, kasus DBD meningkat jika suhu rata-rata 26° - 28,5°C; jumlah kasus

Page 70: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

52

maksimum terjadi pada suhu 27,8°C; dan pada suhu udara lebih dari 28,5°C kasus

akan berkurang (Sukowati, 2004).

Pada virus dengue tipe 2, periode inkubasi ekstrinsik pada suhu 30°C memerlukan

waktu 12 hari, sedangkan pada suhu 32° - 35°C memerlukan waktu 7 hari,

sehingga daya transmisinya menjadi 3 kali lipat (Chadee, 2006). Menjadi sebuah

hipotesis bahwa DHF/DSS dapat dipicu oleh replikasi virus sehingga terjadi

peningkatan jumlah virus dan proses imunopatologi yang disebabkan oleh

disfungsi monosit dan gangguan reaksi yang disebabkan oleh sel-T limfosit yang

teraktivasi (David, 2009).

Suhu cenderung mempengaruhi dinamika penularan demam berdarah. Suhu

hangat mengurangi ukuran larva dari Aedes aegypti yang merupakan vektor

dengue, hingga pada akhirnya mempengaruhi ukuran dewasa. Selain itu,

perkembangan virus berubah seiring dengan kenaikan suhu. Suhu yang lebih

tinggi akan memperpendek masa inkubasi ekstrinsik, hingga meningkatkan

proporsi nyamuk untuk menular pada waktu tertentu (Sehgal, 1997).

Kenaikan suhu meningkatkan proporsi nyamuk untuk menginfeksi, ukuran

nyamuk lebih kecil menyebabkan nyamuk tersebut dapat terbang lebih jauh dan

siklus gonotropik lebih cepat, sehingga dalam periode hidupnya lebih sering

bertelur, serta periode inkubasi ekstrinsik menjadi lebih pendek sehingga peluang

virus menyelesaikan inkubasi ekstrinsik di dalam tubuh nyamuk lebih besar

(Hidayati, 2008).

Page 71: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

53

Kecepatan pertumbuhan dan aktivitas nyamuk serta kecepatan perkembangan

virus semakin meningkat dengan bertambahnya suhu udara hingga kisaran suhu

optimumnya (Hidayati, 2008). Faktor suhu akan dipengaruhi oleh curah hujan

pada suatu daerah, sehingga faktor iklim (curah hujan, suhu dan kelembaban

udara) menjadi penting dalam penentuan pengendalian DBD (Lintje, 2013).

Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Adapun faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara suatu daerah yaitu: lama

penyinaran matahari, sudut datang. sinar matahari, relief permukaan bumi, banyak

sedikitnya awan, perbedaan letak lintang. Makin tinggi suhu udara, makin banyak

uap air yang dapat dikandungnya. Hal ini berarti makin lembablah udara tersebut.

(Hartono, 2007).

Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban

udara. Pada suhu yang panas (28° - 32°C) dengan kelembaban tinggi, nyamuk

Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di Indonesia

karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola

terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat (Mudhia, 2015). Virus DEN

relatif labil terhadap suhu, mudah dinonaktifkan pada suhu diatas 30°C. Virus

DEN stabil pada ph 7 - 9 dan pada suhu rendah, sedang pada suhu yang relative

tinggi infektivitasnya cepat menurun (Soegijanto, 2004).

RNA virus DEN dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain suhu yang tinggi atau

rendah yang dapat mengganggu ketahanan virus di dalam tubuh nyamuk. Faktor

Page 72: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

54

kimiawi dan waktu viremia yang relatif singkat diduga dapat mempengaruhi

isolasi virus DEN di dalam tubuh nyamuk. Degradasi RNA virus DEN pada

nyamuk menyebabkan tidak terjadinya amplifikasi DNA untuk dapat mendeteksi

serotipe virus DEN (Sasmono dkk., 2012).

2.3.2 Curah Hujan

Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu

tertentu. Curah hujan merupakan faktor penentu tersedianya tempat perindukan

bagi nyamuk vektor. Hujan dengan intensitas yang cukup akan menimbulkan

genangan air di tempat-tempat penampung air sekitar rumah maupun di cekungan-

cekungan yang merupakan tempat telur nyamuk menetas hingga menjadi pupa

sebelum menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang.

Curah hujan yang besar menyebabkan genangan air melimpah sehingga larva atau

pupa nyamuk tersebar ke tempat-tempat lain yang sesuai atau tidak sesuai untuk

menyelesaikan siklus kejadian timbulnya atau menularnya penyakit (Wirayoga,

2013).

Yanti (2004) menyatakan jumlah hari hujan yang banyak dengan curah hujan

tinggi akan mengakibatkan banjir yang akan menghanyutkan tempat perindukan

nyamuk. Akibatnya jumlah tempat perindukan nyamuk akan berkurang sehingga

populasi nyamuk juga akan berkurang. Sedangkan jumlah hari hujan yang sedikit

dengan curah hujan tinggi tetapi waktunya panjang akan menambah tempat

perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi nyamuk.

Page 73: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

55

Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kelembaban yang tinggi. Udara yang

lembab juga akan meningkatkan suhu tubuh karena menyebabkan hambatan

penguapan keringat, sehingga panas tertahan di dalam tubuh (Syaifuddin, 2006).

Cuaca mempengaruhi kecepatan replikasi virus (Sehgal, 1997; Chan dkk., 1999;

Chadee, 2006).

2.3.3 Lingkungan Tempat Tinggal

Peningkatan jumlah penderita untuk penyakit infeksi pada masyarakat yang hidup

di dalam lingkungan yang miskin sudah luas diketahui. Hal ini terjadi mungkin

karena lebih banyak menghadapi bibit penyakit. Tempat dan kondisi lingkungan

kita (udara, air, dan tanah) akan menentukan cara hidup, makanan, agen genetik,

keadaan kesehatan, dan kemampuan kita untuk beradaptasi (Sinthary, 2014).

Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah (Sari,

2005):

a. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus

dengue. Daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah kejadian

DBD, hal ini disebabkan oleh kemampuan jarak terbang nyamuk betina kurang

dari 100 meter sehingga memungkinkan terjadinya penularan.

Kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor penentu kecepatan transmisi

virus dengue. Kepadatan penduduk menentukan jarak keberadaan antar orang

Page 74: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

56

sehingga menentukan kemampuan nyamuk untuk menularkan virus pada lebih

dari satu orang dalam waktu yang singkat. Keterbatasan jarak terbang nyamuk

akan dinetralkan dengan jarak antar orang yang dekat jika kepadatan penduduk

tinggi (Hidayati, 2008).

Kaitan kepadatan permukiman dengan penyakit DBD adalah semakin tinggi

kepadatan permukiman maka semakin sempit jarak antar bangunan yang

mengakibatkan sirkulasi udara kurang baik. Selain itu, nyamuk penyebar DBD

biasanya lebih menyukai permukiman yang tidak teratur dan padat penduduk

(Chasanah, 2016).

b. Kualitas perumahan

Kualitas perumahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

kejadian DBD. Hal yang mempengaruhi antara lain: jarak antar rumah,

pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila

di suatu rumah ada nyamuk penularnya maka akan menularkan penyakit pada

orang yang tinggal di rumah tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam

jarak terbang nyamuk dan orang-orang yang berkunjung kerumah itu.

Daerah yang rentan dan sangat rentan terhadap perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan daerah yang biasanya

mempunyai kualitas lingkungan yang kurang baik, bahkan minim.

Lingkungan yang kurang baik dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan

Page 75: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

57

menjadi salah satu faktor penyebab mudah tersebar dan menularnya penyakit

DBD.

Faktor lingkungan tempat tinggal dalam hal ini dibagi menjadi dua golongan yaitu

status lingkungan kumuh dan tidak kumuh. Indikator yang dapat dipakai untuk

mengetahui pengklasifikasian lingkungan tempat tinggal diantaranya dengan

melihat kepadatan kawasan, kepemilikan lahan dan bangunan serta kualitas sarana

dan prasarana yang ada dalam lingkungan tersebut. Kedua klasifikasi kelas

lingkungan tempat tinggal ini diduga merupakan faktor kejadian DBD.

Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan

permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni

karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan

kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Pada penelitian ini penentuan klasifikasi lingkungan tempat tinggal dilihat dari

status lingkungan tempat tinggal dari masing tempat tinggal responden/pasien

DBD yang menjadi sampel penelitian. Dari data yang didapat, tempat tinggal

responden terdiri dari Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan,

Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Way Kanan. Dimana status

lingkungan tempat tinggal telah tertuang dalam surat keputusan Walikota/Bupati

tentang penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dibawah ini.

Page 76: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

58

Di Kota Bandar Lampung sendiri masih banyak kawasan yang ditetapkan sebagai

kawasan kumuh. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota

No.974/IV.32/HK/2014 tentang Penetapan Perumahan dan Permukiman Kumuh

di Bandar lampung, di kota ini terdapat 26 kawasan kumuh yang ada di 11

kecamatan.

Tabel 2.2. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung

No Nama Lokasi Luas ( Ha ) Kecamatan1 Kota Karang Raya 16,6 Teluk Betung Timur2 Kota Karang 20 Teluk Betung Timur3 Gedung Pakuon 6,58 Teluk Betung Selatan4 Negeri Olok Gading 6 Teluk Betung Selatan5 Talang 9,42 Teluk Betung Selatan6 Kangkung 21,03 Bumi Waras7 Bumi Waras 14,46 Bumi Waras8 Sukaraja 42,5 Bumi Waras9 Bumi Raya 8.64 Bumi Waras10 Ketapang 2,00 Panjang11 Way Lunik 0,66 Panjang12 Pidada 6,63 Panjang13 Panjang Utara 0,69 Panjang14 Karang Maritim 2,00 Panjang15 Srengsem 1,50 Panjang16 Sukajawa Baru 12,51 TanjungKarang Barat17 Palapa 7,49 TanjungKarang Pusat18 Pasir Gintung 11, 18 TanjungKarang Pusat19 Kaliawi Persada 3,18 TanjungKarang Pusat20 Kebon Jeruk 20,08 TanjungKarang Timur21 Sawah Lama 10,87 TanjungKarang Timur22 Sawah Brebes 7,12 TanjungKarang Timur23 Sukamenanti Baru 6,94 Kedaton24 Gunung Sulah 19,10 Way Halim25 Campang Jaya 5,06 Sukabumi26 Tanjung Agung Raya 4,49 Kedamaian

Sumber: SK Walikota No.974/IV.32/HK/2014

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lampung Selatan tahun 2014 tentang

Penetapan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Lampung Selatan, di

kabupaten ini terdapat 8 kawasan kumuh yang ada di 3 kecamatan.

Page 77: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

59

Tabel 2.3. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kabupaten Lampung Selatan

No Nama Lokasi Luas ( Ha) Kecamatan1 Pengayoman 10,05 Kalianda2 Way Kiyai 4,11 Kalianda3 Way Panas 4-47 Kalianda4 Kelapa Doyong 1,76 Kalianda5 Sukajaya 0,91 Kalianda6 Bumi Agung 4,44 Kalianda7 Rangai 21,46 Katibung8 Dusun Kunyaian Bakauheni 8,43 Bakauheni

Sumber: SK Bupati, 2014

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lampung Utara nomor B/373/25-

LU/HK/2014 tentang Penetapan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Lampung

Utara, di kabupaten ini terdapat 14 kawasan kumuh yang ada di 4 kecamatan.

Tabel 2.4. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kabupaten Lampung Utara

No Nama Lokasi Luas ( Ha ) Kecamatan1 Sribasuki 9,33 Kotabumi2 Kotabumi Udik 1,69 Kotabumi3 Sindang Sari 9,29 Kotabumi4 Kotabumi Tengah 1,20 Kotabumi5 Kotabumi Pasar 2,95 Kotabumi6 Gapura 4,71 Kotabumi7 Cempedak 2,63 Kotabumi8 Kota Alam 1,62 Kotabumi Selatan9 Tanjung Senang 1,38 Kotabumi Selatan10 Tanjung Harapan 2,78 Kotabumi Selatan11 Tanjung Aman 2,66 Kotabumi Selatan12 Kelapa Tujuh 2,75 Kotabumi Selatan13 Bukit Kemuning 2,68 Bukit Kemuning14 Candi Mas 10,37 Abung Selatan

Sumber: SK Bupati No. B/373/25-LU/HK/2014

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Way Kanan nomor B/130/III.10-

WK/HK/2014 tentang Penetapan Perumahan dan Permukiman Kumuh di

kabupaten Way Kanan, di kabupaten ini terdapat 7 kawasan kumuh yang ada di 7

kecamatan.

Page 78: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

60

Tabel 2.5. Daftar Lokasi Permukiman Kumuh di Kabupaten Way Kanan

No Nama Lokasi Luas ( Ha ) Kecamatan1 Tiuh Balak Pasar 2,161 Baradatu2 Lembasung 1,392 Blambangan Umpu3 Pasar Banjit 1,630 Banjit4 Jaya Tinggi 7,271 Kasui5 Srimenanti 7,121 Negara Batin6 Pakuan ratu 3,364 Pakuan Ratu7 Kiling-Kiling 11,423 Negeri Besar

Sumber: SK Bupati No. B/130/III.10-WK/HK/2014

2.4 Kondisi Internal Pasien

Kondisi internal pasien merupakan kondisi dari dalam diri pasien yang dapat

menunjang terjadinya suatu penyakit dan penyebab kematian. Pada penelitian ini

faktor-faktor yang diteliti dari kondisi internal pasien antara lain derajat severitas

pasien DBD, jumlah trombosit pada awal perawatan, jenis kelamin pasien, umur

pasien, serta status gizi pasien.

2.4.1 Derajat Severitas

Derajat keparahan (severitas) DBD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

derajat klinis berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh WHO (1997). Derajat

klinis DBD diklasifikasikan ke dalam empat derajat: Derajat I: Demam disertai

gejala umum yang tidak khas (muntah, sakit kepala, nyeri otot dan atau sendi) dan

satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji bendung positif.

Derajat II: Seperti derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit dan atau

manifestasi perdarahan lain. Derajat III: Ditemukan tanda-tanda kegagalan

sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau

Page 79: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

61

kurang) atau hipotensi, sianosis sirkumoral, kulit dingin dan lembab, dan

penderita tampak gelisah. Derajat IV: Renjatan berat (profound shock) nadi tidak

dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. Derajat III biasa disebut

dengan DBD dan Derajat IV disebut dengan SSD.

Derajat severitas terburuk pada penyakit DBD adalah terjadinya SSD. Sindrom

Syok Dengue yaitu ditandai dengan terjadinya kegagalan peredaran darah karena

kehilangan plasma dalam darah akibat peningkatan permeabilitas kapiler darah.

Syok terjadi apabila darah semakin mengental karena plasma darah merembes

keluar dari pembuluh darah (Nadesul, 2009).

Pada umumnya pasien memasuki fase SSD pada saat atau setelah demamnya

turun yaitu antara hari ke 3 - 7 (Kumar dkk., 2005). Pada saat tersebut penderita

dapat mengalami hipovolemi hingga lebih dari 30% dan dapat berlangsung selama

24 - 48 jam (Kemenkes, 2011).

Selain ditemukannya demam, manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan tanda

perembesan plasma, pada penderita DBD yang mengalami SSD juga terdapat

tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab dan dingin, sianosis sirkumoral, nadi

cepat dan lemah, tekanan nadi rendah, hipotensi, serta penurunan status mental

(Siregar, 2006).

Pada keadaan ini curah jantung menurun dan menyebabkan iskemia jaringan,

sehingga menimbulkan hipoksia jaringan bersangkutan. Metabolisme anaerob

Page 80: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

62

yang terjadi selanjutnya, mengakibatkan akumulasi asam laktat dan berujung pada

keadaan asidosis metabolik. Asidosis yang tidak segera mendapat koreksi akan

segera memicu terjadinya pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM) (Kumar

dkk., 2005). Sindrom Syok Dengue mempunyai mortalitas sepuluh kali lipat

dibanding demam berdarah yang tanpa syok (Soegijanto, 2006).

Menjadi sebuah hipotesis bahwa DHF dan DSS dapat dipicu oleh replikasi virus

sehingga terjadi peningkatan jumlah virus dan proses imunopatologi yang

disebabkan oleh disfungsi monosit dan gangguan reaksi yang disebabkan oleh

sel-T limfosit yang teraktivasi (David, 2009).

2.4.2 Jumlah Trombosit per µL

Jumlah trombosit dalam kondisi normal 150.000 - 400.000/µL. Tanda-tanda

ketika seseorang terkena DBD adalah ketika jumlah trombosit dalam tubuh

kurang dari 150.000/µL. Berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD dan SSD

terjadi trombositopenia dan meningkatnya permeabilitas kapiler, berarti terdapat

gangguan integritas sel endotel (Kemenkes, 2011).

Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan trombosit yang menunjukkan

bahwa hitung trombosit pada awal perawatan dan 24 jam perawatan dapat

digunakan sebagai prediktor terjadinya syok (renjatan) pada kasus DBD anak

(Sopiyudin, 2007).

Page 81: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

63

Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <150.000/µL biasa ditemukan

pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan

perubahan nilai hematokrit. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis

yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD.

Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah

pada masa renjatan (syok). Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa

konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan

penyakit.

Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan

fibrinogen, protrombin, faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen VIII, faktor XII

juga dilaporkan menurun, dan antitrombin III disebabkan diantaranya oleh

kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktivasi

sistem koagulasi (Lestari, 2007).

Manifestasi vaskular yang prominen pada infeksi dengue, seperti ruam eritematus

pada demam dengue, ruam hemoragik pada DBD dan kolaps kardiovaskuler pada

SSD menunjukkan tropisme virus dengue pada sistem vaskular serta mendukung

bahwa virus dengue bersifat endoteliotropik. Walaupun virus dengue tidak

ditemukan pada sel endotel penderita DBD dan SSD, tetapi telah terbukti bahwa

sel monosit yang telah terinfeksi virus dengue akan melepaskan faktor-faktor yang

dapat mengaktivasi kultur sel endotel.

Page 82: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

64

Akibat aktivasi sel monosit dan dilepaskannya sitokin yang juga mempunyai efek

terhadap trombosit, sehingga diasumsikan bahwa aktivasi sel endotel tidak terjadi

secara langsung, tetapi melalui faktor-faktor yang dikeluarkan akibat monosit

yang terinfeksi oleh virus dengue (Avirutnan dkk., 2011).

2.4.3 Jenis Kelamin

Secara teori diyakini bahwa perempuan lebih berisiko terhadap penyakit yang

disebabkan virus dengue ini untuk mendapatkan manifestasi klinik yang lebih

berat dibandingkan laki-laki. Hal ini berdasarkan dugaan bahwa dinding kapiler

pada wanita lebih cenderung dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dibanding

dengan laki-laki (Permatasari, 2015).

Penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun 1997 menemukan bahwa

proporsi penderita perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6

%. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita

DBD. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan

hasil yang berbeda-beda.

Hasil penelitian yang dilakukan pada bayi (usia <12 bulan) di Vietnam

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antar jenis kelamin dengan beratnya

demam berdarah Dengue yang diderita. Penelitian ini dilakukan pada bayi (usia <

12 bulan) (Devi, 2005).

Page 83: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

65

Demikian halnya dengan hasil penelitian tentang faktor risiko SSD pada anak di

Bangkok menunjukkan bahwa jenis kelamin secara statistik tidak bermakna dalam

meningkatkan risiko terjadinya SSD (Tantracheewathorn, 2007). Beberapa

penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan hal yang sama bahwa

jenis kelamin secara statistik tidak bermakna dalam meningkatkan risiko

terjadinya manifestasi klinis yang lebih berat. (Wirda, 2008).

2.4.4 Umur

Perkembangan sistem imun seseorang dimulai sejak di dalam kandungan, maka

efektifitasnya dimulai dari keadaan lemah dan meningkat dengan bertambahnya

umur. Usia meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit

tertentu, seorang bayi yang lahir secara prematur dan semua bayi baru lahir lebih

rentan terhadap infeksi (Sinthary, 2014).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyakit demam

berdarah Dengue termasuk 10 penyakit menular terbanyak di Indonesia

(menduduki no 8 proporsi penyakit menular pada semua umur 2.1%). Hasil

Riskesdas 2011 juga menunjukkan bahwa adanya pergeseran tingkat kejadian

DBD berdasarkan umur, dimana dahulu kasus DBD lebih banyak didapatkan pada

anak-anak, namun saat ini lebih banyak ditemukan pada umur dewasa dengan

prevalensi tertinggi adalah pada kelompok umur 25 - 34 tahun yaitu 0,7% dan

terendah pada bayi yaitu 0,2%.

Page 84: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

66

Demam berdarah Dengue menduduki urutan ke-5 pada proporsi penyebab

kematian pada usia balita (1 - 4 tahun) yaitu 6.8%. Sedangkan pada umur 5 - 14

tahun, demam berdarah Dengue merupakan penyebab kematian terbesar di daerah

perkotaan dengan angka proporsi 30.4%, namun tidak pada daerah pedesaan

(BPPN, 2006).

2.4.5 Status Gizi

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan

terhadap kesehatan dan gizi, sehingga membutuhkan perhatian dan pemantauan

secara khusus terhadap status kesehatan dan status gizinya. Masih ditemukannya

kasus gizi buruk pada anak balita akan mempengaruhi kualitas manusia di masa

yang akan datang karena masa balita merupakan masa yang amat penting

sekaligus masa kritis. Pada periode lima tahun pertama merupakan masa emas

untuk pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun kecerdasan (Noviyanti,

2010).

Status gizi merupakan suatu perwujudan atau keadaan keseimbangan yang

digambarkan dalam bentuk variabel tertentu. Akibat dari keseimbangan antara

konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi menggambarkan

keadaan gizi seseorang (Permatasari, 2005).

Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh manusia dan

lingkungan yang merupakan hasil interaksi antara zat-zat gizi yang masuk dalam

tubuh manusia dan penggunanya. Status gizi mempengaruhi derajat berat

Page 85: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

67

ringannya penyakit berdasarkan teori imunologi yaitu gizi yang baik dapat

meningkatkan respon antibodi.

Nutrisi berperan penting dalam peningkatan respons imun. Gizi kurang

disebabkan oleh berkurangnya kemampuan penyerapan zat gizi atau konsumsi

makanan bergizi yang tidak memadai. Berkurangnya asupan kalori diketahui

membantu pemeliharaan sejumlah besar sel T naive dan tingkat IL-2. Konsumsi

protein dan asam amino yang tidak cukup mempengaruhi status imun karena

berhubungan dengan kerusakan jumlah dan fungsi imun selluler, serta penurunan

respons antibody (Fatmah, 2006).

Keadaan asupan gizi yang kurang akan berpengaruh terhadap status imun

seseorang. Manusia membutuhkan 6 komponen dasar bahan makanan yang

dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan tubuh. Keenam

komponen tersebut adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air.

Gizi yang cukup dan sesuai sangat penting untuk berfungsinya sistem imun secara

normal. Kekurangan gizi merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi

(Fatmah, 2006).

Vitamin E dan Zn khususnya berperan penting dalam memelihara sistem imun.

Defisiensi Zn jangka panjang menurunkan produksi cytokine dan merusak

pengaturan aktivitas sel helper T. Vitamin E merupakan treatment yang baik

untuk meningkatkan kekebalan tubuh, dan sebagai antioksidan yang melindungi

limfosit, otak, dan jaringan lain dari kerusakan radikal bebas (Fatmah, 2006).

Page 86: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

68

Kurangnya asupan zat gizi akibat nafsu makan yang turun dan adanya penyakit

secara langsung mempengaruhi status gizi anak balita (Supariyasa dkk., 2001).

Menurut Chandra (1997) restriksi energi akan menurunkan sitokin dan

meningkatkan respon proliferasi sel T sedangkan defisiensi protein akan

menurunkan sirkulasi Ig G. Menurut Chandra (1997) menyebutkan bahwa kurang

energy protein (KEP) berat akan menurunkan sistem imun humoral.

Respon imun alamiah terbentuk melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil,

monosit, serta makrofag jaringan. Salah satu molekul yang berperan adalah

sitokin yaitu suatu molekul protein yang dikeluarkan oleh sel ketika diaktifkan

oleh antigen, molekul ini bertindak sebagai mediator untuk meningkatkan respon

imun melalui interaksi dengan reseptor permukaan sel tertentu pada leukosit.

Sitokin merupakan protein-protein kecil yang berfungsi sebagai mediator dan

pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin disekresikan oleh sel-sel

tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal

sehingga memiliki efek pada sel lain. Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap

stimulus sistem imun.

Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik, yang

kemudian membawa sinyal ke sel melalui tirosine kinase (second messanger).

Sitokin berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir semua proses

biologi penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi,

Page 87: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

69

proses inflamasi sel, imunitas, serta pertahanan jaringan ataupun morfogenesis

(Munasir, 2001).

Anak dengan malnutrisi lebih resisten untuk menderita infeksi dengue. Malnutrisi

akan menghambat pertumbuhan dari virus karena menurunkan asupan asam untuk

proses anabolisme (Peta, 2014). Menurut Apriani (2010) akibat rendahnya status

gizi maka akan terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi karena daya tahan

yang rendah.

Antropometri gizi adalah cara pengukuran status gizi yang sering digunakan

dalam masyarakat. Pengukuran ini berhubungan dengan dimensi dan komposisi

tubuh dari tingkat umur dan gizi. Macam jenis ukuran tubuh antara lain: berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit

(Supariyasa, 2001).

Antropometri digunakan dalam pengukuran status gizi untuk melihat adanya

gangguan dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,

otot dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa parameter sebagai indikator

antropometri antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit

(Supariyasa, 2001).

Menurut WHO-NCHS bahwa klasifikasi status gizi dengan indeks BB/TB dibagi

menjadi 4 yaitu gemuk (>2 SD), normal (e” -2 SD – 2 SD), kurus (< -2 SD - e” -3

Page 88: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

70

SD) dan kurus sekali (<-3 SD). Status gizi gemuk, kurus dan kurus sekali

tergolong dalam klasifikasi status gizi tidak normal. Klasifikasi status gizi dengan

indeks BB/U dibagi menjadi 4 yaitu gizi lebih (>2 SD), gizi baik (e” -2 SD – 2

SD), gizi kurang (-3SD - e” < -2SD) dan gizi buruk (<-3 SD). Status gizi kurang

dan buruk tergolong dalam klasifikasi status gizi tidak normal. (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan teori imunologi, status gizi mempengaruhi derajat berat ringannya

penyakit yaitu gizi baik meningkatkan respon antibodi. Reaksi antigen dan

antibodi dalam tubuh akibat infeksi virus menyebabkan infeksi virus dengue lebih

berat (Supariyasa, 2001).

Perjalanan alamiah penyakit DBD sangat dipengaruhi respon imun penderita

sehingga anak dengan gizi kurang, memiliki respon imun seluler rendah jarang

mengalami DBD berat. Pada gizi buruk, seluruh aspek kekebalan akan menurun,

dimana kelenjar limfe, timus dan tonsil mengalami atrofi sehingga sistem

kekebalan yang diperantai sel T akan tersupresi, sistem fagosit tidak efisien,

respon fase akut terganggu, akibatnya kerusakan jaringan tidak diikuti oleh respon

inflamasi yang adekuat.

2.5 Analisis Survival

Analisis survival merupakan suatu metode statistik yang berkaitan dengan waktu,

yaitu dimulai dari time origin atau start point sampai pada suatu kejadian khusus

(failure event/end point). Waktu survival (survival time) merupakan salah satu

penelitian yang digunakan untuk menghitung waktu dari munculnya gejala sampai

Page 89: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

71

dengan munculnya kejadian. Dalam waktu survival ada istilah distribusi tersensor

dan distribusi tidak tersensor.

Metode analisis statistik pada umumnya akan menghasilkan interpretasi yang bias

jika terdapat data yang tidak lengkap atau tersensor. Oleh karena itu dibutuhkan

analisis khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Metode yang dapat digunakan

dikenal dengan istilah survival analysis (Novita, 2011).

Survival analysis atau analisis kelangsungan hidup atau analisis kesintasan adalah

salah satu cabang statistika yang mempelajari teknik analisis data survival.

Tujuannya untuk menaksir probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan,

kematian, dan peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada periode waktu tertentu.

Data survival adalah data waktu bertahan sampai munculnya kejadian tertentu.

Misalnya waktu terjadinya infeksi terhadap penyakit tertentu, waktu yang

dibutuhkan seorang pasien untuk memberikan respon setelah dilakukan terapi,

waktu bertahan hidup bagi penderita DBD, dan sebagainya.

Kejadian yang muncul itu tidak selalu berupa hal-hal yang buruk tetapi dapat juga

berupa sesuatu yang menyenangkan. Secara inferensial analisis data survival

dapat menggunakan regresi. Apabila variabel respon berupa waktu survival maka

ada beberapa regresi yang dapat disgunakan tidak selalu berupa hal-hal yang

buruk tetapi dapat juga berupa sesuatu yang menyenangkan (Ninuk, 2012).

Page 90: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengambilan data

dilakukan menggunakan data rekam medis pasien rawat inap usia balita yang

terdiagnosis terinfeksi virus dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul

Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung serta data sekunder penunjang lainnya.

Model yang digunakan adalah regresi linier dengan menggunakan beberapa

variabel.

Variabel yang digunakan adalah suhu, curah hujan, lingkungan tempat tinggal,

derajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur dan status gizi. Dengan

hipotesis ini, maka dapat ditunjukkan pengaruh variabel tersebut terhadap derajat

severitas dan tingkat survival penderita DBD di Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada lingkungan tempat terjadinya kasus DBD di Rumah

Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung dan

dilaksanakan mulai Desember 2016 sampai Januari 2017.

Page 91: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

73

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek

atau obyek itu.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DBD berusia balita yang dirawat di

rumah sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung

pada kurun waktu tahun 2015 dan 2016 (s.d November 2016). Sampel adalah total

populasi dengan jumlah 83 pasien suspect DBD yang berumur balita (0 - 60

bulan).

3.4 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel bebas yang diteliti pengaruh atau dampaknya

terhadap derajat severitas DBD adalah variabel suhu, curah hujan, lingkungan

tempat tinggal dan pengaruh terhadap tingkat survival DBD variabel derajat

severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur dan status gizi.

Variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan bahwa derajat severitas DBD

dipengaruhi oleh suhu, curah hujan, serta lingkungan tempat tinggal dan tingkat

survival DBD dipengaruhi oleh derajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin,

umur dan status gizi. Hal ini menjadi perhatian publik mengingat variabel ini telah

menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya DBD.

Page 92: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

74

Suatu kejadian tidak mungkin tidak ada penyebab, dengan demikian penelitian ini

mencari hubungan antara derajat severitas DBD dengan suhu lingkungan, curah

hujan, serta lingkungan tempat tinggal dan tingkat survival DBD dengan derajat

severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur dan status gizi.

Variabel penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas

dalam penelitian ini antara lain suhu lingkungan, curah hujan, lingkungan tempat

tinggal, derajat severitas, jumlah trombosit, jenis kelamin, umur dan status gizi.

Dan variabel terikat yaitu derajat severitas DBD dan survival penderita DBD.

Hubungan antara variabel tersebut dapat disajikan dalam gambar berikut.

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Variabel BebasVariabel Terikat

Gambar 3.1 Skema Variabel Penelitian

Faktor EksternalLingkungan●Suhu●Curah Hujan●Tempat Tinggal

KumuhTidak Kumuh

Derajat SeveritasDemam Berdarah

Dengue

Faktor InternalJenis KelaminUmurTrombositStatus Gizi

Survivalpenderita

dengan KejadianDemam

BerdarahDengue (DBD)

Tingkat Keparahan(Severity) DemamBerdarah Dengue

Page 93: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

75

3.5 Pengumpulan Data

Sumber data penelitian diperoleh dari data sekunder. Data Sekunder yang

merupakan data pendukung yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh

dari instansi terkait. Data ini meliputi data jumlah kasus Demam Berdarah

Dengue, data suhu serta curah hujan lingkungan harian dan data klasifikasi

lingkungan tempat tinggal.

Data kasus DBD diperoleh dari data rekam medis pasien DBD usia balita di

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung pada

periode tahun 2015 dan 2016 (s.d November 2016).

Data suhu lingkungan harian dan curah hujan harian lingkungan tempat tinggal

penderita diperoleh dari Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG) yang diambil 5

hari sebelum perawatan, hal ini mengingat bahwa pada anak-anak diperlukan

masa inkubasi instrinsik selama 4 - 6 hari sebelum menjadi sakit setelah virus

masuk ke dalam tubuh.

Data klasfikasi lingkungan tempat tinggal yang diperoleh dari surat keputusan

Walikota/Bupati tentang penetapan perumahan dan permukiman kumuh dari

masing-masing daerah tempat tinggal penderita DBD.

Page 94: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

76

3.6 Alat dan Instrumen Penelitian

Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis

pasien DBD usia balita, alat tulis untuk mencatat data rekam medis, camera digital

dan laptop dengan dilengkapi software Minitab 16 untuk menganalisis variabel

yang akan diteliti.

3.7 Definisi Operasional Variabel

Untuk dapat memberi gambar tentang makna setiap variabel, maka perlu diringkas

seperti pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No VariabelPenelitian

Definisi Operasional Skala Ukur Sumber Data

1. Derajat SeveritasDemam BerdarahDengue

Adalah meningkat atautidaknya derajat keparahanDBD menuju SSD (SindromSyok Dengue)1 jika SSD; = 0 jika lainnya

Ordinal Rekam medispasien DBD diRSUD AbdulMoeloek(RSUDAM)

2. Suhu Adalah nilai amplitudo harian 5hari praperawatan

Rasio BMKG

3. Curah Hujan Adalah nilai curah hujan harian5 hari praperawatan

Rasio BMKG

4. LingkunganTempat Tinggal

Adalah lingkungan tempattinggal pasien. Digolongkanmenjadi 2 yaitu =1 jika kumuh;= 0 jika tidak kumuh

Ordinal SK PemukimanKumuh masing-masing tempattinggal

5. Survival DemamBerdarah Dengue

Adalah bertahan atau tidaknyapenderita DBD1 jika meninggal; =0 jika hidup

Ordinal Rekam medispasien DBD diRSUDAM

6. Jumlah Trombosit Adalah jumlah trombosit awalperawatan

Rasio Rekam medispasien DBD

7. Jenis Kelamin Ada atau tidaknya perbedaanantara Jenis kelamin wanitaataupun pria terhadap survival1 jika Wanita; = 0 jika Pria

Nominal Rekam medispasien DBD diRSUD AbdulMoeloek

8. Umur Ada atau tidaknya pengaruhumur anak – anak

Rasio Rekam medispasien DBD

9. Status Gizi Ada tidaknya pengaruh StatusGizi dengan kerentananterhadap DBD.1 jika Buruk; =0 jika lainnya

Ordinal Rekam medispasien DBD diRSUD AbdulMoeloek

Page 95: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

77

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dapat berupa angka atau berbentuk kategori, seperti tinggi,

sedang, dan pendek, atau ramai, sedang, dan sepi. Hal ini menjadi sebuah masalah

dalam menganalisis data, karena harus menggunakan metode yang berbeda

dengan metode yang digunakan dalam penelitian yang menghasilkan data

numerik.

Penyajian data dituangkan dalam tabel untuk memudahkan analisis. Umumnya

Tabel berbentuk baris dan kolom, yang menggambarkan tentang variabel dan

frekuensinya.

3.8.1 Analisis univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik responden

menurut variabel-variabel yang diteliti, dilakukan dengan menyajikan distribusi

variabel yang diteliti dengan statistik deskriptif.

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis hubungan faktor-faktor risiko

terhadap derajat severitas dan tingkat survival penderita DBD usia balita serta

mengetahui besar risiko (Odds Ratio) terhadap survival penyakit DBD dengan

menggunakan Tabel 2x2.

Page 96: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

78

Tabel 3.2. Distribusi Faktor Risiko terhadap Survival Penyakit DBD

Faktor Risiko

Meninggal

Ya Tidak

Ya a b

Tidak c d

Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus OR = a.d/b.c, dengan

Confidence Interval (CI) 95%. Hasil interpretasi nilai OR sebagai berikut:

a. Bila OR lebih dari 1 (OR> 1), dan CI 95% mencakup nilai 1, menunjukkan

bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko menyebabkan penyakit.

b. Bila OR kurang dari 1 (OR <1), dan CI 95% tidak mencakup nilai 1,

menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko

menyebabkan penyakit melainkan mencegah penyakit, atau disebut faktor

protektif.

c. Bila OR sama dengan 1 (OR = 1), faktor risiko bersifat netral, faktor yang

diteliti bukan termasuk faktor risiko dan faktor protektif.

3.8.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama

variabel bebas dan variabel terikat, dan variabel bebas mana yang paling besar

pengaruhnya terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji regresi log linier.

Analisis regresi log linier dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan

antar sekelompok variabel kategori baik yang mencakup dua variabel, tiga

Page 97: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

79

variabel, atau lebih. Analisis regresi log linear merupakan perpanjangan dari tabel

kontingensi dua arah dimana hubungan kondisional antara dua atau lebih diskrit,

variabel kategoris dianalisis dengan mengambil logaritma natural dari frekuensi

sel dalam tabel kontingensi.

Analisis pendugaan parameter menggunakan piranti lunak Minitab versi 16. Uji

menggunakan uji Binary Logistic Regression. Masing-masing variabel

menggunakan uji P value pada taraf nyata 5% dan 10%. Uji Goodness of Fit

bertujuan untuk mengetahui adanya independensi antar variabel.

3.9 Model yang digunakan

Dalam penelitian ini, variabel bebas merupakan variabel untuk menentukan

pengaruh dalam kejadian suatu masalah. Dimana variabel bebas berupa variabel

suhu lingkungan, curah hujan, lingkungan tempat tinggal, derajat severitas,

jumlah trombosit, jenis kelamin, umur dan status gizi. Sedangkan variabel

pengikatnya adalah derajat severitas dan survival penderita DBD terhadap

kejadian demam berdarah Dengue.

Adapun secara rinci faktor-faktor tersebut beserta pemecahan ke dalam beberapa

subvariable penjelasnya, pemberian simbol dalam model, dan pemberian skornya.

[YI] =1 jika SSD (Sindrom Syok Dengue); [YI]= 0 jika lainnya (DD dan DBD)

[YII]=1 jika meninggal; [YII]= 0 hidup

Page 98: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

80

Tabel 3.3. Subvariable Bebas, Simbol dalam Model dan Pemberian Skornya

Variabel Bebas Subvariabel Bebas Simbolisasi dlmModel

Pemberian Skor Nilai danSatuannya:

VariabelEksternal

Suhu Lingkungan [TEMP] °C

Curah Hujan [PRESP]Mm

LingkunganTempat Tinggal

[LINGK]= 1 jika kumuh;

= 0 jika tidak kumuh

VariabelInternal Derajat Severitas [YI]

= 1 jika SSD;

= 0 jika lainnya

Jumlah Trombosit [TROMB]103/µL

Jenis Kelamin [KLM]= 1 jika wanita;

= 0 jika pria

Umur [UMR]= Bulan

Status Gizi [STGIZI]= 1 jika Buruk;

= 0 jika lainnya.

Model yang digunakan adalah model Log linier dalam bentuk persamaan :

[YI]i = α0 + α1[TEMP]i + α2[PRESP]i + α3[LINGK]i +€i

Persamaan {1}

[YII]ii = β0 +β1[YI]ii + β2[TROMB]ii + β3 [KLM]ii + β4[UMR]ii +

β5[STGIZI]ii + δi

Persamaan {2}

Keterangan:[YI]i = Derajat Severitas DBD[YII]ii = Survival Penderita DBD[TEMP] = Amplitudo Suhu Harian 5 Hari Praperawatan[PRESP] = Curah Hujan Harian 5 Hari Praperawatan[LINGK] = Lingkungan Tempat Tinggal[TROMB] = Jumlah Trombosit Awal Perawatan[KLM] = Jenis Kelamin Pasien DBD[UMR] = Umur[STGIZI] = Status Gizi Pasien DBD€i = Galat persamaan 1δi = Galat persamaan 2

Page 99: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

81

3.10 Hipotesis

Berdasarkan persamaan {1} diatas maka hipotesis yang diuji adalah sebagai

berikut:

H0 : α1 atau α2 atau α3 = 0

Makna yaitu tidak ada satu variabelpun yang dispesifikasi dalam model

tersebut yang berpengaruh nyata terhadap derajat severitas tinggi.

H1 : α1 atau α2 atau α3 ≠ 0

Makna yaitu ada satu variabel atau lebih yang dispesifikasi dalam model

tersebut yang berpengaruh nyata terhadap derajat severitas tinggi.

Berdasarkan persamaan {2} diatas maka hipotesis yang diuji adalah sebagai

berikut:

H0 : β1 atau β2 atau β3 atau β4 atau β5 = 0

Makna yaitu tidak ada satu variabelpun yang dispesifikasi dalam model

tersebut yang berpengaruh nyata terhadap survival balita terhadap DBD

H1 : β1 atau β2 atau β3 atau β4 atau β5 ≠ 0

Makna yaitu ada satu variabel atau lebih yang dispesifikasi dalam model

tersebut yang berpengaruh nyata terhadap survival balita terhadap DBD

Page 100: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

113

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini telah dibuktikan bahwa:

1. a) Suhu lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat severitas DBD

(p = 0,863).

a) Curah hujan berpengaruh nyata terhadap derajat severitas DBD (p =

0,002). (95% CI; 1,05 – 1,25) OR = 1,15. Dengan nilai OR > 1, berarti

bahwa curah hujan merupakan faktor risiko terjadinya Sindrom Syok

Dengue.

b) Lingkungan tempat tinggal berpengaruh nyata terhadap derajat severitas

DBD (p = 0,032). (95% CI; 1,15 – 22,98) OR = 5,13. Dengan nilai OR > 1,

hal ini berarti lingkungan tempat tinggal yang kumuh merupakan faktor

risiko terjadinya Sindrom Syok Dengue.

2. a) Derajat severitas berpengaruh nyata terhadap tingkat survival DBD (p =

0,004). (95% CI; 6,70 - 24140,55) OR = 402,05. Dimana nilai OR > 1

yang berarti bahwa Sindrom Syok Dengue merupakan faktor risiko

terjadinya kematian akibat DBD.

b) Jumlah trombosit berpengaruh nyata terhadap tingkat survival DBD (p =

0,082). (95% CI; 0,92 - 1,01) OR = 0,96. Merujuk pada nilai CI, untuk

menyatakan jumlah trombosit merupakan faktor protektif terhadap

kematian penderita akibat DBD, perlu dipelajari lebih lanjut.

Page 101: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

114

c) Jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap tingkat survival DBD (p =

0,025). (95% CI; 1,91 - 18968,79) OR = 190,43 dengan nilai OR > 1 yang

berarti bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko terjadinya kematian

pada penderita terhadap DBD.

d) Umur tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat survival DBD (p = 0,784).

e) Status gizi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat survival DBD (p =

0,430).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang dipandang penting untuk diajukan

adalah:

1. Melakukan penelitian serupa di wilayah lain dengan mengintegrasikan variabel

golongan darah, riwayat penyakit DBD dan penyakit lainnya terhadap kejadian

DBD.

2. Melakukan penelitian lanjutan dengan mengintegrasikan variabel lain yang

berpengaruh terhadap terjadinya Sindrom Syok Dengue, serta menambah

jumlah sampel dan wilayah penelitian yang lebih banyak.

3. Menggerakkan masyarakat dalam pencegahan melalui pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) - 3M Plus dan pengelolaan sanitasi lingkungan, rumah sehat

dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terhadap kejadian penyakit DBD.

Page 102: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY. 2009. Waspada Demam Berdarah Dengue.http://m.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=36-38Diakses pada 10 Desember 2016.

Akib AAP. Munasir Z. Kurniati N. 2008. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak.Jakarta: IDAI; 9-50

Almi A.K. 2013. Hubungan golongan darah ABO terhadap infeksi virus dengue.Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Apriani, G. 2010. Pengaruh Status Gizi Awal dan Konsumsi Chlorella GrowthFactor Terhadap Keluhan Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue. JurnalGizi dan Pangan, 5(3):139-147

Aryati. 2010. Profil virus dengue di Surabaya 2008-2009. Indonesian Journal ofClinical Pathology and Medical Laboratory, 17(1):21-24

Aspinall R. 2005. Ageing and the immune system in vivo: commentary on the16th session of British society for immunology annual congress harrogateDecember 2004. Immunity and Ageing, 2(5):10.

Avirutnan, P., Malasit, P., Seliger,B. 2011. Dengue virus infections of humanendhotelial cell leads to chemokines productions, complement activation andapoptosis. Journal Immunol. 161:6338-46

Azhari, A.R. 2015. Faktor iklim dan kejadian Demam Berdarah Dengue diIndonesia, suatu kajian literatur. Semarang: Universitas Diponegoro.https://www.academia.edu/18611066/Faktor_Iklim_dan_Kejadian_Demam_Berdarah_Dengue_di_Indonesia_Suatu_Kajian_Literatur. Diakses pada 9Januari 2017.

Bosch, I.; K. Xhaja; L. Estevez; G. Raines; H. Melichar; R.V. Warke; M.V.Fournier; F.A. Ennis; A.L. Rothman. 2002: Increased production ofinterleukin-8 in primary human monocytes and in human epithelial. J. Virol.Jun; 76(11):5588-5597.

Bunyaratvej, A., P. Butthep, S. Yoksan, N. Bhamarapravati. 1997. Dengue virusesinduce cell proliferation and morphological changes of endothelial cells. J.Med. 28(3):32-37.

Candra A. 2010. Demam Berdarah Dengue: epidemiologi, patogenesis dan faktorresiko penularan. Aspirator, 2(2):110-119.

Page 103: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

116

Chadee, D.D. 2006. Impact of climate variability on Aedes aegypti indices anddengue cases in the caribbean region: a Prospective Study. Insect VectorControl Division, Ministry of Health, Trinida, West Indies.

Chan, NY., Ebi, KL., Smith, F., Wilson, TF., and Smith, AE. 1999. An integratedassessment framework for climate change and infectious diseases.Environmental Health Perspectives. 107(5).https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1566428/ (Diakses 28Januari 2017).

Chandra, R. K. 1997. Nutrition and The Immune System: An Introduction.American Journal of Clinical Nutrition. 66:460S-463S.

Chandrashekaran V. 2010. Gambaran enzim transaminase pada pasien infeksidengue dewasa periode Januari 2009-Desember 2009 di RSU Dr. PirngadiMedan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Chasanah, M. Z. 2016. Analisis tingkat kerawanan penyakit Demam BerdarahDengue (DBD) di kecamatan Gondokusuman kota Yogyakarta denganberbantuan sistem informasi geografis. Jurnal Geo Educasia, 1(10).

Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam HadinegoroSR, Satari HI (penyunting). Demam Berdarah Dengue. Jakarta: BP FKUI;1999.136-48.

David, G.N. 2009. The relationship of interacting immunological components indengue pathogenesis. Virology Journal Review.

Depkes RI. 2015. Pedoman tatalaksana gizi usia lanjut untuk tenaga kesehatan.Jakarta: Ditjen Binkesmas.

Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. 2006. Clinical features at dengue hemorrhagicfever and risk factors of shock event. Pediatri Indonesia, 4(6):144-8.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 2016. Profil kesehatan provinsi Lampung2015. Dinkes Provinsi Lampung.

Djati, R.A.P. 2012. Hubungan faktor iklim dengan Demam Berdarah Dengue dikabupaten Gunung Kidul Tahun 2010. Jurnal Ekologi Kesehatan, 11(3):230-239.

Djunaedi, D. 2006. Demam Berdarah. Malang: Universitas MuhammadiyahMalang Press.

Elmy S. BNP Arhana. IKG Suandi. IGL Sidiartha. 2009. Obesitas sebagai faktorrisiko Sindrom Syok Dengue. Denpasar: UNUD.

Page 104: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

117

Fatmah. 2006. Respon imunitas yang rendah pada tubuh manusia usia lanjut.Makara, kesehatan, 10 (1):47-53.

Felipe J. Colón-González, dkk., 2011. Climate variability and dengue fever inwarm and humid Mexico. Am. J. Trop. Med. Hyg., 84(5), pp 757–763.

Frans, E.H. 2010. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Surabaya: UniversitasWijaya Kusuma.

Gunawan, S. Sutanto, F.C.Tatura, S.Mantik, M. 2010. Platelet distribution widthdan mean platelet volume: hubungan dengan derajat penyakit DemamBerdarah Dengue. Sari Pediatri, 12(2).

Gubler, D. J. 1998. Dengue and Dengue Hermorrhagic Fever. Clin Microbiol Rev;(3):480-496.

González,F.J.Lake, I.R. Bentham,G. 2011. Climate variability and dengue fever inwarm and humid Mexico. The American Journal of Tropical Medicine andHygiene. 84(5):757–763.

Hadinegoro, S.R.H., Soegianto, S., Suroso, T., Waryadi, S. 2001. Tata laksanaDemam Berdarah Dengue di Indonesia. Depkes & Kesejahteraan SosialDitjen PPM & PPL. Jakarta.

Hakim L, Kusnandar A.J. 2012. Hubungan status gizi dan kelompok umur denganstatus infeksi virus dengue. Aspirator, 4(1):34-45.

Hakim L., Superiyatna, H. 2009. Analisa situasi kesakitan Demam BerdarahDengue kabupaten Cirebon periode tahun 2006-2008. Aspirator, 1(2):63-72.

Halstead, S. B. 1970. Observations related to pathogenesis of dengue hemorrhagicfever. VI. Hypotheses and discussion. Yale J Biol Med; 42:350–362.

Halstead S B, Shotwell H, Casals J. 1973. Studies on the pathogenesis of dengueinfection in monkeys. II. Clinical laboratory responses to heterologousinfection. J Infect Dis. 128:15–22.

Halstead S B, O’Rourke E J. 1977. Antibody-enhanced dengue virus infection inprimate leukocytes. Nature (London), 265:739–741.

Hartanto, F. 2005. Hubungan golongan darah O dengan kejadian syok DemamBerdarah Dengue. Semarang: Universitas Diponegoro.

Hartono. 2007. Geografi: Jelajah ilmu dan alam semesta. Bandung: Citra Praya.

Hartoyo, E. 2008. Spektrum klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. SariPediatri, 10(3).

Page 105: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

118

Hidayati, R. 2008. Pemanfaatan informasi iklim dalam pengembangan modelperingatan dini dan pengendalian kejadian penyakit Demam BerdarahDengue di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Indriani, Y., Fatriyadi, J., Bakri, S. 2016. Merancang kebijakan publik untukmeningkatan ketahanan balita terhadap penyakit DBD melalui programpemulihan ruang terbuka hijau, pembinaan perilaku hidup sehat danpeningkatan status gizi. Lampung: Universitas Lampung.

Istanti Y. 2009. Korelasi kadar transforming growth factor beta 1 plasma,plasminogen activator inhibitor 1 dan manifestasi perdarahan pada DemamBerdarah Dengue. Semarang: Universitas Diponegoro.

Jaya, I. 2008. Hubungan kadar hematokrit awal dengan derajat klinis DBD.Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buletin jendela epidemiologi Demam BerdarahDengue. Pusat Data & Surveilans Epidemiologi. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue diIndonesia. Ditjen PPM & PPL. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Keputusan menteri kesehatan RI tentang standarantropometri penilaian status gizi anak. Dirjen Bina Gizi Kesehatan Ibu danAnak. Direktorat Bina Gizi: Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman pencegahan dan penanggulanganpenyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Ditjen PPM & PPL.Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Petunjuk pelaksana PSN DBD oleh jurupemantau jentik (Jumantik). Depkes RI, Dirjen. PPM&PPL. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Profil kesehatan Republik Indonesia 2015.Kemenkes RI. Jakarta.

Kinansi,R.R. Martiningsih,I. 2015. Pengaruh indikator kesehatan lingkunganterhadap jumlah kasus DBD pada balita menurut kecamatan di kota Batampada tahun 2009. Buletin Penelitian Kesehatan:18(3):311-319.

Kristina, I., Wulandari L. 2004. Kajian masalah kesehatan: Demam BerdarahDengue. In: Balitbangkes, editor.: Tri Djoko Wahono. hal 19.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. (Ed.), 2005. Robbins and cotran pathologybasis of disease. 7 th edition. Philaelphia: Elsevier Saunders, pp. 123-43, 198-203, 365, 347-8, 356-7, 649-51, 656-8.

Page 106: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

119

Lestari, Keri. 2007. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah Dengue(DBD) di Indonesia. Farmaka, 5(3).

Lintje, B. 2013. Kajian faktor lingkungan terhadap kasus Demam BerdarahDengue (DBD) studi kasus di kota Gorontalo provinsi Gorontalo. Gorontalo:Universitas Negeri Gorontalo.

Mardihusodo, S.Y. 2005. Cara inovatif surveilans & pengendalian vektor DBD.Dalam Seminar Kedokteran Tropis Kajian KLB DBD dari Biologi Molekulersampai Pemberantasannya. Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. h. 82-97.

Mashoedi, I. D. 2007. Hubungan antara serotipe virus dengue dari isolat nyamukAedes spp dengan tingkat endemisitas Demam Berdarah Dengue (studi kasusdi kota Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro.

Mayetti. 2010. Hubungan gambaran klinis dan laboratorium sebagai faktor risikosyok pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri,11:367-73.

Mulia, R. M. 2005. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mu-Jean Chen, Chuan Yao Lin, Yi-Ting Wu, Pei-Chih Wu, Shih-Chung Lung,Huey-Jen Su. 2012. Effects of extreme precipitation to the distribution ofinfectious diseases in Taiwan, 1994–2008. Jurnal Plosone. Volume 7.

Munasir, Z. 2001. Respon imun terhadap infeksi bakteri. Sari Pediatri: 2(4):193-197.

Muslim, A. 2004. Faktor Lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadianinfeksi virus dengue (studi kasus di kota Semarang). Semarang: UniversitasDiponegoro.

Nadesul, H. 2007. Cara mudah mengalahkan mengalahkan demam berdarah.Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Natchaporn P, Noparat M, Siripen K, and Wisit. 2006. Relationship between bodysize and severity of dengue hemorrhagic fever among children aged 1-14years. Southest Asian Journal Trop MedPublic; 37(2):283-288.

Ninuk, R. 2012. Analisis Regresi Cox Propotional Hazards. Solo: UNS.

Nirwana, T.Raksanagara.A.Afriandi, I. 2012. Pengaruh Curah Hujan,Temperaturdan Kelembaban terhadap Kejadian Penyakit DBD, Ispa Dan Diare: SuatuKajian Literatur.http://repository.unpad.ac.id/15549/1/pustaka_unpad_pengaruh_curah_hujan_temperatur_dan_kelembaban.pdf. Diakses pada 8 Januari 2017.

Page 107: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

120

Notoatmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan edisi Revisi. Jakarta: PTRineka Cipta.

Notoatmojo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT RinekaCipta.

Noviyanti, R.D., Sarbini, D. 2010. Hubungan status gizi dengan status imunitasanak balita di RW VII kelurahan Sewu kecamatan Jebres kota Surakarta.Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, 3(1):58-65.

Nisfiannoor, M. 2009. Pendekatan Statistika modern untuk ilmu sosial. SalembaHumatika: Jakarta.http://kmplnmakalah.blogspot.co.id/2012/10/statistikinferensial_8934.html#sthash.kRskeHrd.dpuf (diakses 2 Januari 2017).

Pangaribuan, A.,Prawirohartono,EP.,Laksanawati IS. 2014. Faktor prognosiskematian Sindorm Syok Dengue. Sari Pediatri, 15(5).

Permatasari, A.P. 2012. Pengaruh status gizi terhadap Demam Berdarah Denguedi instalasi rawat inap anak RSUD Tangerang tahun 2011. Jakarta: UINSyarif Hidayatullah.

Permatasari, D.Y. 2015. Hubungan status gizi, umur, dan jenis kelamin denganderajat infeksi dengue pada anak. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 2(1).

Peta, Lodra M. 2014. Hubungan antara status gizi dan Sindrom Syok Denguepada anak di RSUD Subang. Bandung: Universitas Islam Bandung. ISSN:2460-657X.

Pudjiastuti, W. 2002. Strategi mengatasi masalah kesehatan dan lingkungan hidupdi pemukiman kumuh lewat program pemasaran sosial. Makara, SosialHumaniora; 6(2):76-81.

Purhadi. 2012. Analisis survival faktor-faktor yang mempengaruhi lajukesembuhan pasien penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSU HajiSurabaya dengan regresi cox. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 1(1), (Sept.) ISSN:2301-928X.

Pusparini. 2004. Kadar hematokrit dan trombosit sebagai indikator diagnosisinfeksi dengue primer dan sekunder. Jurnal Kedokter Trisakti, 23(2).

Perwira, T. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Rawat Inap padaPasien yang Terinfeksi Virus Dengue di RSUP Persahabatan Jakarta Timur.Depok: Universitas Indonesia.

Raihan, Hadinegoro SRS., Tumbelaka AR. 2010. Faktor prognosis terjadinyasyok pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri, 12:47-52.

Page 108: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

121

Raya, A. 2016. Peranan sanitasi lingkungan dan status gizi pada ketahananterhadap kejadian penyakit DBD (studi pada balita di kabupaten LampungSelatan). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Reiter, P. 2001. Climate Change and Mosquito-Born Disease. EnvironmentalHealth Perspectives, 109(1):141-161.

Rina, N. F., Amah,M. V., Ririn, A. W. 2010. Faktor iklim dan angka prevalenDemam Berdarah Dengue di kabupaten Serang tahun 2007-2008. JurnalMakara Kesehatan, 14(1):37-45.

Rosen L. 1977. The Emperor’s new clothes revisited, or reflections on thepathogenesis of dengue hemorrhagic fever. Am J Trop Med Hyg. 26:337–343.

Satari, Hindra, Meiliasari, M. 2008. Demam berdarah perawatan di rumah danrumah sakit. Jakarta: Puspa Swara.

Sasmono T, Yohan B, Setainingsih TY, Aryati, Wardhani P, Rantam FA. 2012.Identifikasi genotipe dan karakterisasi genome virus dengue di Indonesiauntuk penentuan prototipe virus bahan pembuatan vaksin dengue berbasisstrain Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar Insentif Riset SINas.(http://biofarmaka.ipb.ac.id/biofarmaka/2013/PIRS%202012%20-%20file-KO-TeX_35.pdf.) [diakses 25 Januari 2017].

Sayono, 2008. Pengaruh modifikasi ovitrap terhadap jumlah nyamuk aedes yangtertangkap. Semarang: Universitas Diponegoro.

Setiati, T.E., Retnaningsih,A., Supriatna,M., Soemantri,A. 2005. Skor kebocoranvaskuer sebagai prediktor awal syok pada Demam Berdarah Dengue. JurnalKedokteran Brawijaya, XXI(1).

Setiasih, N.L.E. 2009. Replikasi virus Dengue pada kultur sel endotel pembuluhdarah kelinci. Buletin Veteriner Udayana, 1(1). 27-34 ISSN : 2085-2495.

Sehgal, R. 1997. Dengue Fever and El Nino. The Lancet. 349:729-730.

Sholiha Q. 2014. Hubungan kondisi sanitasi lingkungan, pengetahuan dan tingkatpendidikan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di kelurahanLontar kecamatan Samikereb kota Surabaya. Surabaya: Universitas NegeriSurabaya.

Silvarianto, D. 2013. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian DengueSyok Syndrome pada anak dengan Demam Berdarah Dengue. Semarang:Universitas Dian Nuswantoro.

Sinthary, V. 2014. Respon imun terhadap virus. Kendari: Universitas Halu Oleo.

Page 109: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

122

Siregar, A.D., 2006. "Gambaran pasien DBD di bangsal anak RSUD Dr. AbdulAziz, Singkawang tahun 2005".Dexa Media, 19(2).

Siregar, N. 2010. Hubungan hasil pemeriksaan jumlah trombosit dengan lamarawat inap pada pasien Demam Berdarah Dengue di rumah sakit UmumPusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan. Medan: Universitas SumateraUtara.

Soegijanto S. 1999. Epidimeologi dan manifestasi klinik Demam BerdarahDengue, diklat kuliah ilmu kesehatan anak. Surabaya: Universitas Airlangga.

Soegijanto S. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2. Airlangga UniversityPress, Surabaya. hlm. 169-200.

Soegijanto S. 2006. Aspek imunologi penyakit Demam Berdarah, dalam DemamBerdarah Dengue Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 41 59.

Soegijanto S. 2009. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada anak.http://itd.unair.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op = read&id = itdunair--soegijanto-12. Diakses pada 9 Desember 2016.

Soegijanto S. 2016. Patogenesa dan perubahan patofisiologi inveksi virus dengue.Fakultas Kedokteran. Surabaya: Universitas Airlangga.

Sopiyudin, D., 2007. Kinetika trombosit sebagai prediktor renjatan pada DemamBerdarah Dengue anak: Analisis survival. Jakarta: Universitas Indonesia.

Subowo. 1993. Imunobiologi 2nd ed. Angkasa. Bandung.

Sukowati, S. 2004. Dampak perubahan lingkungan terhadap penyakit tularnyamuk (vektor) di Indonesia. Makalah Utama pada Seminar Nasional IVPerhimpunan Enromolgi Indonesia Cabang Bogor. Bogor.

Supartha, I. W. 2008. Pengendalian terpadu vektor virus Demam BerdarahDengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (DipteraCulicidae), 2008, (Online), http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/makalah-supartha-baru.pdf (Diakses tanggal 5 Desember 2016).

Supariyasa I.D.N., Bakri B., dan Fajar I. 2001. Penilaian status gizi. Jakarta:EGC.

Suwarja. 2007. Kondisi sanitasi lingkungan dan vektor dengue demam berdarahpada kasus penyakit DBD di Kecamatan Tikala Kota Manado.https://repository.ugm.ac.id/73052/ (Diakses tanggal 8 Desember 2016).

Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta :EGC.

Page 110: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

123

Syumarta, Yobi. 2013. Hubungan jumlah trombosit, hematokrit, dan hemoglobindengan derajat klinik Demam Berdarah Dengue pada pasien dewasa diRSUP M. Djamil Padang. Padang: Universitas Andalas.

Tamza, R. B. 2015. Pengaruh variabel lingkungan tempat tinggal sosialdemografi dan golongan darah terhadap survival penderita DBD di kotaBandar Lampung. Lampung: Universitas Lampung.

Tromp. S.W. 1980. Biometeorology, The impact of the weather and climate onhumans and their environment (animal and plant). Heyden & Sons Ltd.London.

Wati, W. E., 2009. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian DemamBerdarah Dengue (DBD) di kelurahan Ploso kecamatan Pacitan. Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta.

WHO. 1997. Dengue Haemorrhagic Fever Diagnosis, Treatment, Prevention, andControl. Second edition. Geneva.

Wibisono B. H., Oktober 1995. Studi epidemiologis Demam Berdarah Denguepada orang dewasa. Medika, XXI(10):767.

Widyanti, N. 2016. Hubungan jumlah hematokrit dan trombosit dengan tingkatkeparahan pasien Demam Berdarah Dengue di rumah sakit Sanglah tahun2013-2014. Denpasar: Universitas Udayana. E-Jurnal Medika. 5(8).

Wirayoga, M. A. 2013. Hubungan kejadian Demam Berdarah Dengue denganiklim di kota Semarang Tahun 2006-2011. UJPH 2(4) (2013). ISSN 2252-6528.

World Health Organization. Global Alert and Response (GAR). Report ofsurveillance of epidemic-prone infectious diseases- Dengue and denguehaemorrhagic fever. Diunduh dari website:http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/CSR_ISR_2000_1/en/index3.html. Diakses tanggal 22 Desember 2016.

World Health Organization. 2005. Panduan lengkap pencegahan & pengendalianDengue & Demam Berdarah Dengue. Panduan Lengkap. Alih bahasa: PalupiWidyastuti; Editor Bahasa Indonesia: Salmiyatun. Cetakan I. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.hal.25-30, 58-77.

Wuryadi, S. 1986. Pengamatan virus dengue beberapa kota di Indonesia. PusatPenelitian Penyakit Menular, Balitbangkes. Jakarta.

Page 111: PENGARUH VARIABEL LINGKUNGAN EKSTERNAL …digilib.unila.ac.id/25801/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfincluding a major health problem in Indonesia. Incidence of dengue in Lampung province

124

Yamanaka, A. Oddgun, D. Chantawat, N. Okabayashi, T. Ramasoota, P.Churrotin, S. Kotaki, T. Kameoka, M. Soegijanto, S. Konishi, E. 2016.Dengue virus infection-enhancing antibody activities against Indonesianstrains in inhabitants of central Thailand Microbes and Infection, 18(4): 277-284.

Yanti, S E. 2004. Hubungan faktor-faktor iklim dengan kasus Demam BerdarahDengue di kotamadya Jakarta Timur tahun 2000-2004. Jakarta: UniversitasIndonesia.