Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan...

114
Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap Intuitive Eating pada Dewasa Awal SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh: Rachmah Annurfatmah NIM : 107070002502 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M

Transcript of Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan...

Page 1: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis

terhadap Intuitive Eating pada Dewasa Awal

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Rachmah Annurfatmah

NIM : 107070002502

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H / 2014 M

Page 2: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap
Page 3: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap
Page 4: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap
Page 5: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap
Page 6: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap
Page 7: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

vii

ABSTRACT

A. Faculty of Psychology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. October 2014

C. Rachmah Annurfatmah

D. Predicting Influence of Subjective Well-Being and Conformity to Intuitive Eating on

Early Adult

E. xiv + 95 page (appendix not included)

The aims of this study is to determine whether there’s a significant influence of

subjective well-being and conformity to intuitive eating in early adult. Data on

intuitive eating is obtained through a questionnaire distributed to 159 early adult

respondents with non-probability sampling techniques. The instrument validity on this

study tested by lisrel 8.70 software and subsequently analyzed by multiple regression

analysis (multiple regression) with SPSS 16.0 .

The results shows that there was a significant joint influence of subjective

well-being’s cognitive domain, subjective well-being’s affective domain, conformity’s

acceptance, conformity’s compliance, gender, age and body mass index (BMI) by

23.4 % of influence, while the remaining 76.6 % was influenced by another variables

outside current research.

Based upon each independent variable, there’s no significant influence from

both of subjective well-being’s domain to intuitive eating. On the other hand, there’s

a significant influence of conformity to intuitive eating in early adult. This significant

influence exist from each conformity’s domain (acceptance and compliance). The

significant influence of demographic variables (age, gender and BMI) were not found

on current research. The biggest influence predictor of intuitive eating on this study

was conformity’s acceptance domain. Moreover, there’s no significant intuitive

eating’s mean difference found on respondent’s occupation.

Key words : Subjective Well-Being, Conformity, Intuitive Eating, Early Adult

F. 53 Resources (1980-2013): 9 Books + 40 Journal + 2 Thesis + 1 Dissertation + 1

Research report.

Page 8: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

viii

ABSTRAK

A. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. Oktober 2014

C. Rachmah Annurfatmah

D. Pengaruh Subjective Well-Being dan Konformitas terhadap Intuitive Eating pada

Dewasa Awal

E. xiii + 95 halaman (belum termasuk lampiran)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan

dari subjective well-being dan konformitas terhadap intuitive eating pada dewasa

awal. Data mengenai intuitive eating diperoleh melalui angket yang disebarkan

kepada 159 responden dewasa awal dengan teknik non probability sampling. Uji

validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan software Lisrel 8.70 dan

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple

regression) dengan bantuan software SPSS 16.0.

Hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa ada pengaruh

bersama yang signifikan dari subjective well-being kognitif, subjective well-being

afektif, konformitas acceptance, konformitas compliance, jenis kelamin, usia dan

Body Mass Index (BMI), dengan pengaruh sebesar 23,4%, sedangkan 76,6% sisanya

dipengaruhi oleh variable lain diluar penelitian ini.

Jika dilihat dari masing-masing IV dan dimensinya, maka diketahui bahwa tidak

ada pengaruh yang signifikan dari subjective well-being serta dimensi-dimensinya

terhadap perilaku makan intuitive eating pada dewasa awal. Sementara itu diketahui

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari konformitas terhadap intuitive eating

pada dewasa awal. Pengaruh yang signifikan ini terjadi pada masing-masing dimensi

konformitas, yakni compliance dan acceptance. Kemudian tidak ada pengaruh yang

signifikan dari data demografis jenis kelamin, usia dan BMI terhadap intuitive eating

pada dewasa awal. Prediktor dengan pengaruh paling besar terhadap intuitive eating

pada penelitian ini adalah konformitas acceptance. Selain itu, pada penelitian ini

tidak terdapat perbedaan rata-rata intuitive eating yang signifikan pada masing-

masing kategori jenis pekerjaan.

Kata kunci : Subjective Well-Being, Konformitas, Intuitive Eating, Dewasa Awal

F. Bahan Bacaan 53 ( 1980-2013) : 9 Buku + 40 Jurnal + 2 Tesis + 1 Disertasi + 1

Laporan riset.

Page 9: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi! alamin.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat dan salam

penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terselesaikannya skripsi ini, tidak

lepas dari bantuan berbagai pihak dalam rn:embetikan bimbifigan, masukan d"art

arahan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam

Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta, beserta seluruhjajaran dekanat lainnya.

2. Neneng Tati Sumiati, M.si., Psi, sebagai Dosen Pembimbing I dan Luh Putu Suta

HaryantLS.P.Si.Psi, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala

bimbingan, masukan, ktitikan, waktu serta tena.ga yang telah diberikan kepada·

saya selama proses pengerjaan skripsi.

3. Mohamad Avicenna,M;RSc., Psy, sebagai DosenPembimbing Akademik kelas·:B·

angkatan 2007, terima kasih atas bimbingannya selama penulis menjalani

perkuliahan.

4. Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang saya

berikan. Tanpa bantuan mereka semua skripsi ini tidak akan ada.

5. Kedua orangtua penulis, Ibu Toto Indah Nirwana dan Bapak Dandan Annurdjaya

atas semua bentuk dukungan, pengorbanan, kesabaran, pemberian semangat yang

tiada henti, seluruh nasehat dan doa yang selau diberikan kepada penulis selama

mengerjakan skripsi ini.

ix

Page 10: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap
Page 11: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iv

MOTTO ......................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR ISI TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR ISI GAMBAR................................................................................ xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

1.2. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................. 11

1.2.1. Pembatasan Masalah ........................................................... 1

1.2.2. Perumusan Masalah ........................................................... 13

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 14

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 15

1.4.1. Manfaat Teoritis .................................................................. 15

1.4.2. Manfaat Praktis .................................................................. 15

1.5. Sistematika Penulisan ................................................................... 15

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Intuitive Eating ............................................................................. 17

2.1.1. Definisi Intuitive Eating ...................................................... 17

2.1.2. Karakteristik Intuitive Eating .............................................. 18

2.1.3. Dimensi-dimensi Intuitive Eating ....................................... 20

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intuitive Eating ............ 24

2.1.5. Pengukuran Intuitive Eating ................................................ 29

2.2. Subjective Well-Being .................................................................. 30

2.2.1. Definisi Subjective Well-Being............................................ 30

2.2.2. Dimensi-dimensi Subjective Well-Being ............................. 32

2.2.3. Pengukuran Subjective Well-Being ..................................... 34

2.3. Konformitas ................................................................................... 35

2.3.1. Definisi Konformitas ........................................................... 35

2.3.2. Dimensi-dimensi Konformitas ............................................ 36

2.3.3. Pengukuran Konformitas..................................................... 37

2.4. Variabel Demografis ..................................................................... 38

2.4.1. Jenis Kelamin ...................................................................... 38

Page 12: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

xii

2.4.2. Usia...................................................................................... 39

2.4.3. Body Mass Index (BMI) ...................................................... 40

2.4.4. Jenis pekerjaan .................................................................... 42

2.5. Kerangka Berpikir ........................................................................ 42

2.6. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 48

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel .................................................................... 50

3.2. Variabel Penelitian ....................................................................... 51

3.2.1. Variabel Dependen(DV) dan Variabel Independen (IV) .... 51

3.2.2. Definisi Operasional Variabel ............................................ 52

3.3. Pengumpulan Data ....................................................................... 53

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 53

3.3.2. Instrumen Penelitian ........................................................... 54

3.4..Uji Validitas Instrumen ................................................................. 58

3.4.1. Uji Validitas Intuitive eating ............................................. 59

3.4.2. Uji Validitas Subjective Well-Being ................................... 64

3.4.3. Uji Validitas Konformitas ................................................... 68

3.5. Metode Analisis Data ................................................................... 71

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Sampel .................................................................... 74

4.2. Kategorisasi Skor Variabel ............................................................ 76

4.2.1. Kategorisasi Skor Intuitive Eating ...................................... 76

4.3. Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 77

4.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................. 77

4.4. Analisis Proporsi Varian ................................................................. 83

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ................................................................................... 84

5.2. Diskusi .......................................................................................... 85

5.3. Saran ............................................................................................. 91

5.3.1. Saran Teoritis ...................................................................... 91

5.3.2. Saran Praktis ....................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Format Skala Likert ........................................................................ 54

Tabel 3.2 Blue Print Skala Intuitive Eating .................................................... 55

Tabel 3.3 Blue Print Skala Afek Positif-Negatif ............................................ 56

Tabel 3.4 Blue Print Skala Konformitas ......................................................... 57

Tabel 3.5 Batas Ambang BMI menurut Depkes RI ....................................... 58

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Eating For Physical Rather Than

Emotional Reason .......................................................................... 60

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Unconditional Permission to Eat ................... 61

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Reliance on Internal Hunger and Satiety ....... 62

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Body-Food Congruence ................................. 63

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Subjective Well-Being Kognitif .................... 65

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Afek Negatif ................................................. 66

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Afek Positif .................................................. 68

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konformitas Compliance ............................. 69

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Konformitas Acceptance. ............................. 71

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian ..................................................... 74

Tabel 4.2 Norma Skor .................................................................................... 76

Tabel 4.3 Distribusi Skor Intuitive Eating ...................................................... 77

Tabel 4.4 R Square ......................................................................................... 78

Tabel 4.5 Anova ............................................................................................. 78

Tabel 4.6 Koefisien Regresi ........................................................................... 79

Tabel 4.7 One Way Anova Pekerjaan dengan Intuitive Eating ....................... 82

Tabel 4.8 Proporsi Varian ............................................................................... 83

Page 14: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ................................................................... 47

Page 15: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan

penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Nutrisi buruk dan obesitas telah menjadi salah satu dari beberapa isu penting yang

dihadapi masyarakat pada masa kini (Deshpande, Basil & Basil 2009). Badan

kesehatan dunia (WHO dalam Odgen, 2010) memperkirakan bahwa 1,5 juta orang

dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih dan 400 juta mengalami

obesitas. Di Indonesia sendiri permasalahan gizi pada orang dewasa juga

cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Berdasarkan hasil

Riskesdas 2010, secara nasional dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa

di atas 18 tahun adalah: 12,6 persen kurus, dan 21,7 persen gabungan kategori

berat badan lebih (BB lebih) dan obese, yang bisa juga disebut obesitas.

Seiring dengan meningkatnya obesitas, upaya-upaya untuk menurunkan

berat badan pun bermunculan. Pendekatan tradisional untuk mengurangi berat

badan selama ini adalah dengan membatasi asupan makanan (diet) dan

meningkatkan olah raga. Pendekatan semacam ini, ternyata seringkali tidak

berhasil untuk mengurangi masa tubuh dalam jangka waktu yang panjang. Selain

itu, terdapat bukti bahwa diet dan upaya diet sesaat yang berulang atau sering

Page 16: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

2

disebut juga sebagai diet yo-yo, dapat membahayakan baik pada kesehatan tubuh

maupun pada kesehatan mental (Van Dyke & Drinkwater, 2013).

Beberapa penelitian sebelumnya secara konsisten menunjukan bahwa

percobaan diet seringkali tidak berhasil dan tidak meprediksi penurunan maupun

pemeliharaan berat badan. Hasilnya justru memprediksi penambahan berat badan

dan status kelebihan berat badan. Selain itu, para pelaku diet dapat mengalami

fluktuasi berat tubuh yang besar, distress emosional, dan resiko berkembangnya

gangguan makan (Denny, Loth, Eisenberg & Neumark-Sztainer, 2013). Karena

itulah sangat dibutuhkan metode yang tidak hanya mengatasi status berat badan

dan permasalahan kesehatan terkait, namun juga dapat meningkatkan status

emosional serta dapat mengurangi resiko berkembangnya gangguan makan.

Pada penelitian-penelitian terdahulu mengenai perilaku makan, ilmuwan

psikologi seringkali lebih berfokus pada pendekatan patologis dibandingkan

dengan pendekatan yang lebih adaptif (Tylka, 2006). Kini penelitian psikologis

berada pada tahap awal dalam meneliti bagaimana perilaku makan adaptif dapat

mengurangi resiko gangguan makan di masa depan. Meskipun pengurangan

faktor-faktor resiko gangguan makan seperti internalisasi thin–ideal dan

ketidakpuasan tubuh merupakan komponen penting dalam upaya pencegahan,

pemahaman lebih baik mengenai bagaimana sikap dan perilaku adaptif dapat

mempromosikan perilaku makan sehat dan mencegah berkembangnya gangguan

makan di masa depan juga diperlukan (Young, 2010).

Salah satu bentuk dari perilaku makan adaptif yang baru-baru ini

mendapat pengakuan adalah intuitive eating (Tylka & Wilcox, 2006). Tribole dan

Page 17: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

3

Resch (1995) menggambarkan intuitive eating sebagai bentuk perilaku makan

adaptif yang ditandai oleh hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal dari

rasa lapar dan kenyang fisiologis (Tylka & Kroon Van Diest, 2013). Beberapa

psikolog dan ahli nutrisi berargumen bahwa perilaku makan ini tergolong adaptif

karena intuitive eating terkait dengan hubungan, pemahaman dan respon yang

kuat pada kebutuhan fisiologis internal yang berkaitan dengan rasa lapar dan

kenyang serta rendahnya ketergantungan terhadap makanan (Tylka, 2006)

Tylka dan Kroon Van Diest (2013) mengemukakan bahwa intuitive eating

terdiri dari empat unsur utama yaitu unconditional permission (izin tanpa syarat)

untuk makan ketika lapar dan makan apa makanan yang diinginkan, makan untuk

tubuh daripada makan karena alasan emosi, keterkaitan antara isyarat rasa lapar

dan kenyang internal untuk menentukan kapan dan berapa banyak yang

dikonsumsi, dan menghargai kesehatan diri sendiri atau mempraktekan „gentle

nutrition‟ (nutrisi yang baik). Tidak ada pantangan pada jenis-jenis makanan yang

dapat dikonsumsi seseorang, kecuali disebabkan isu kesehatan tertentu (misal,

diabetes, alergi makanan), karena tubuh akan secara insting memilih berbagai

jenis makanan yang dapat mendukung keseimbangan nutrisi (Van Dyke &

Drinkwater, 2013).

Unconditional permission to eat meliputi penyesuaian diri pada sinyal

lapar dan preferensi makanan. Selain itu juga tidak membuat pilihan makanan

berdasarkan apakah makanan itu berada pada kategori baik atau buruk. Kedua,

penekanan pada makan berdasarkan dorongan biologis dibandingakan dengan

berdasarkan dorongan emosional, telah terbukti menjadi elemen kunci dari

Page 18: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

4

perilaku makan sehat. Secara lebih spesifik, Costanzo, Reichmann, Friedman, dan

Musante (2001) serta Herman, Polivy, Lank, dan Heatherton (1987) menemukan

bahwa, ketika diet restriktif menggantikan panduan sinyal lapar dan kenyang

bawaan, frekuensi makan berlebihan akan meningkat ketika berada dalam tekanan

emosi. Ketiga, keterkaitan antara isyarat lapar dan kenyang internal meliputi

kesadaran akan sinyal lapar dan kenyang tubuh dan meyakini sensasi tersebut

sebagai pedoman perilaku makan sehat (Young, 2010). Kemudian komponen

terakhir food & body congruence atau gentle nutrition mencerminkan

kecenderungan seseorang untuk membuat pilihan makanan yang mempertahankan

kesehatan dan fungsi tubuh mereka (seperti memilih makanan yang meningkatkan

tenaga, stamina dan performa tubuh) dan juga tetap terasa enak dimakan (Tylka &

Kroon Van Diest, 2013).

Singkatnya, konsep intuitive eating menunjukkan bahwa semua individu

memiliki mekanisme alami dari dalam diri mereka sendiri yang jika diizinkan

akan memastikan fungsi nutrisi yang baik pada berat badan yang sehat. Ketika

seseorang terhubung dengan “inner guide” (panduan dari dalam) atau mengakses

“inner wisdom” (kebijakan dari dalam), maka mereka akan lebih selaras dengan

kebutuhan fisik tubuhnya dan akan makan dengan cara yang mendukung

pemeliharaan berat badan yang sehat dan nutrisi yang positif. Pada saat yang sama

mereka akan menghindari makan berlebihan, konsumsi makanan secara obsesif,

diet yang berbahaya, atau mengunyah tanpa arti (Hawks, Merril & Madanat,

2004).

Page 19: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

5

Bacon, Stern, Marta, Van Loan dan Keim (2005) membuktikan melalui

penelitian eksperimental berupa sebuah program intervensi yang menekankan

pada “Health in every size” bahwa dengan pendekatan intuitive eating, partisipan

yang merupakan penderita obesitas, dapat memelihara perubahan perilaku jangka

panjang, yang tidak didapatkan dari pendekatan diet. Dengan mendorong

penderimaan ukuran tubuh, mengurangi perilaku diet serta meningkatkan

kesadaran dan respon pada sinyal tubuh pada akhirnya akan meningkatkan

indikator kesehatan yang umumnya menjadi resiko para penderita obesitas.

Pada penelitian ini peneliti memperkirakan bahwa faktor-faktor psikologis

seperti subjective well-being dan konformitas seseorang akan berpengaruh pada

kecenderungan seseorang untuk berperilaku makan secara intuitif. Eid dan Diener

(2003) mengungkapkan bahwa Subjective well-being merupakan merupakan

evaluasi seseorang akan kehidupannya baik afektif dan kognitif. Subjective well-

being sendiri dapat di konseptualisasikan sebagai keadaan sementara (mood)

maupun sebagai trait yang relatif stabil (kepuasan hidup).

Dalam hubungannya dengan intuitive eating beberapa literatur secara

konsisten menunjukan hubungan antara afek negatif dengan resiko

berkembangnya gejala gangguan makan yang meningkat. Salah satunya

mengungkapkan bahwa afek/sikap negatif merupakan faktor umum dari

kerawanan psikopatologis dan merupakan faktor spesifik dari meningkatnya

resiko gangguan makan (Leon, Fulkerson, Perry, Keel, & Klump, 1999). Dalam

sumber lain afek negatif juga dihubungkan dengan karakteristik dari gangguan

Page 20: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

6

makan, emosi negatif dasar diprediksi pada permulaan gejala bulimia pada dewasa

awal (Tyrka, Waldron, Graber & Brooks-Gunn, 2002).

Pada tesis penelitian yang dilakukan Kroom Van Diest (2007) afek negatif

beserta depresi, ketidak puasan tubuh, rendahnya penghargaan pada tubuh,

perfeksionisme maladaptif, rendahnya self-esteem dan optimisme terbukti

memiliki pengaruh secara negatif terhadap intuitive eating. Seperti yang kita

ketahui sebelumnya bahwa afek merupakan salah satu dimensi dari subjective

well-being. Sementara itu untuk dimensi kognitif dari subjective well-being, yaitu

kepuasan hidup, dapat dilihat pada penelitian Tylka dan Kroon Van diest (2013)

yang menemukan bahwa intuitive eating secara positif berhubungan dengan

kepuasan hidup beserta dengan apresiasi pada tubuh dan self-esteem.

Dockendorf (2011), mereplikasi penelitian Tylka (2006) dalam tesisnya

yang mengevaluasi Intuitive Eating Scale pada sampel remaja, menemukan bahwa

remaja dengan skor intuitive eating yang lebih tinggi memiliki BMI yang lebih

rendah, lebih sedikit internalisasi pemikiran lingkungan mengenai penampilan,

tekanan untuk mengurangi berat badan, diet dan memiliki tubuh kurus, lebih

sedikit afek negatif serta lebih memiliki afek positif. Selain itu mereka juga lebih

memiliki kepuasan akan tubuh, kepuasan hidup, self-esteem yang lebih tinggi

serta lebih sedikit gejala depresi. Selain itu skor intuitive eating juga secara positif

memiliki hubungan dengan beberapa index well-being (Tylka, 2006).

Konformitas sendiri merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan

sebagai hasil dari tekanan kelompok (Myers, 2010). Dalam penelitian ini, tekanan

kelompok dikhususkan pada tekanan dari kelompok teman. Seperti yang telah

Page 21: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

7

disebutkan Butcher, Mineka dan Hooley (2007) yang menyebutkan bahwa faktor

sosiokultural (pengaruh teman sebaya dan pengaruh media) merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi perilaku makan abnormal.

Mengingat Intuitive eating memiliki konsep sebagai perilaku makan yang

adaptif sementara gangguan makan memiliki konsep sebagai perilaku makan

maladaptif (Tylka & Kroon Van Diest, 2013), maka peneliti memperkirkan bahwa

faktor konformitas dapat mempengaruhi intuitive eating sebagaimana konformitas

mempengaruhi perilaku makan abnormal. Scheff (1988) menyatakan bahwa rasa

malu akan bentuk tubuh dapat memotivasi konformitas pada norma sosial.

Antisipasi atau rasa takut seseorang akan konsekuensi negatif dari rasa malu

tersebut dapat melatarbelakangi perilaku makan restriktif dan gangguan makan

(Noll & Fredrickson, 1998). Selain itu Vartanian dan Hopkinson (2010)

menemukan bahwa konformitas nampaknya menjadi faktor resiko intenalisasi

standar sosial akan konsep penampilan yang menarik serta dapat ditargetkan

dalam upaya untuk mengurangi internalisasi, body image yang negatif dan

gangguan makan.

Meskipun belum ada penelitian yang secara pasti menemukan bahwa

konformitas mempengaruhi intuitive eating, Augustus-Horvath dan Tylka (2011)

menyatakan, intuitive eating mungkin saja berkaitan secara negatif dengan

kekakuan dan aturan konformitas, atau penerimaan dari kepatuhan pada norma

sosial. Karena intuitive eating berkaitan dengan fleksibilitas (kesediaan untuk

mengikuti isyarat lapar dan kenyang yang tidak dapat di prediksi) dan tidak secara

kaku mengikuti aturan eksternal mengenai kapan, apa, dan seberapa banyak

Page 22: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

8

makan. Hal ini dapat berarti seseorang dengan intuitive eating biasanya akan

makan berdasarkan isyarat yang ada dari tubuhnya dibandingkan dengan

mengikuti isyarat dari luar, seperti karena mengikuti jam makan orang lain yang

seringkali dilakukan banyak orang pada saat makan siang bersama.

Selain subjective well-being dan konformitas, penulis juga menduga

behwa faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh (BMI),

dan pekerjaan juga mempengaruhi intuitive eating. Pada penelitian Tylka dan

Kroon Van Diest (2013) laki-laki ditemukan memiliki skor intuitive eating dan

sub skala makan untuk kepentingan tubuh yang secara konsisten lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan. Meskipun begitu perbedaan jenis kelamin lebih

sedikit tergambarkan diantara sub skala intuitive eating lainnya, dengan derajat

perbandingan yang sangat sedikit antara laki-laki dan perempuan.

Augustus-Horvath dan Tylka (2011) pada penelitiannya mengenai intuitive

eating pada wanita dewasa, berargumentasi bahwa orang-orang yang memasuki

masa dewasa (18 sampai dengan 25 tahun) seringkali berfokus pada tubuhnya dan

mengalami citra tubuh yang negatif seiring dengan pesan pesan media yang

menggambarkan bahwa wanita pada usia mereka dianggap sukses dengan bentuk

tubuh yang kurus dan menarik. Kemungkinan tingkatan dan hubungan intuitive

eating akan berbeda pada wanita yang berada pada tahapan perkembangan lainnya

seperti pada dewasa awal (antara 26 sampai dengan 39 tahun) dan dewasa tengah

(antara 40 sampai dengan 65 tahun) seiring dengan perubahan perkembangan

seperti kualitas hubugan mereka, perubahan penampilan tubuh karena usia dan

bermacam-macam peran kehidupan dan tanggung jawab mereka (Kearney-Cooke

Page 23: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

9

& Isaacs; Santrock dalam Augustus-Horvath & Tylka 2011). Selain itu, pada

penelitian tersebut ditemukan bahwa perempuan pada dewasa awal memiliki daya

tahan yang lebih positif untuk mengadopsi perspektif apresiasi tubuh orang lain

dibandingkan dengan perempuan yang baru memasuki dewasa dan perempuan

pada dewasa tengah.

Dalam kaitannya dengan indeks massa tubuh (BMI), dasar pemikiran

utama dari Intuitive eating adalah secara akurat mengintepretasikan dan melekat

pada umpan balik insting dalam menetukan apa dan jumlah makanan yang

dikonsumsi. Maka dari itu, dengan menghiraukan apakah intuitive eating dengan

tegas menyertakan tujuan menormalkan berat badan atau tidaknya, perilaku

makan dengan intuitif seharusnya berkorelasi dengan indeks masa tubuh yang

lebih rendah (Van Dyke & Drinkwater, 2013).

Penelitian klinis mendukung beberapa bukti bahwa implementasi dari

pendekatan intuitive eating membantu pemeliharaan berat badan, meskipun bukan

berkurangnya berat badan, pada perempuan kaukasia dengan berat badan lebih

dan obese (Van Dyke & Drinkwater, 2013). Salah satu penelitiannya adalah

Hawks et. al (2004) dalam mengembangkan mengembangkan The Intuitive Eating

Scale dan menemukan bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan

indeks massa tubuh (BMI), perilaku gangguan makan dan diet restriktif pada

populasi mahasiswa.

Sementara itu belum ada penelitian sebelumnya yang secara khusus

mengaitkan antara pekerjaan dengan intuitive eating. Hanya saja beberapa

penelitian yang sudah ada mengenai intuitive eating seringkali meneliti sampel

Page 24: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

10

mahasiswa yang merupakan pelajar. Seperti pada penelitian Hawks et. al (2004)

yang meneliti intuitive eating pada sampel mahasiswa. Penelitian oleh Tylka

(2006) dalam mengembangkan Intuitive eating Scale (IES) mengumpulkan data

dalam empat studi dari 1.260 mahasiswi. Kemudian Tylka dan Kroon Van Diest

(2013), juga hanya meneliti intuitive eating pada mahasiwa dengan jumlah 1.405

mahasiswi dan 1,195 mahasiswa. Terdapat penelitian yang meneliti sampel pada

masa perkembangan dewasa seperti pada penelitian Augustus-Horvath dan Tylka

(2011) hanya saja tidak mengaitkan antara jenis pekerjaan seseorang secara

khusus dengan intuitive eating.

Dewasa awal sendiri dipilih oleh peneliti sebagai sampel karena meskipun

banyak kebiasaan makan muncul pada masa kanak-kanak, kebiasaan ini kemudian

terkristalisasi pada tahun pertama dari kemandirian ketika seseorang menjadi

bertanggung jawab akan pilihan makanan dan penyiapan makanannya sendiri

(Odgen, 2010). Contohnya pada mahasiswa yang berada pada tahap

perkembangan dewasa awal, yang seringkali diasumsikan sebagai masa transisi

seseorang dari ketergantungan pada orang tua menjadi kehidupan yang lebih

mandiri. Transisi di masa perguruan tinggi ini adalah periode yang sangat penting

bagi mahasiswa yang seringkali merupakan kesempatan pertama mereka untuk

membuat keputusan sendiri akan apa yang mereka konsumsi (Deshpande, et. al

2009). Masa dewasa awal (dewasa dini) dalam Hurlock (1980) dimulai pada umur

18 sampai dengan 40 tahun.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan, peneliti merasa

tertarik untuk melakukan sebuah penelitian untuk melihat pengaruh subjective

Page 25: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

11

well-being, konformitas dan faktor-faktor demografis terhadap intuitive eating

pada rentang usia dewasa awal. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk

melakukan sebuah penelitian skripsi pada dewasa awal dengan judul “pengaruh

subjective well-being dan konformitas terhadap intuitive eating pada dewasa

awal”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar tidak menyulitkan pelaksanaan penelitian

secara keseluruhan, penelitian tidak mengalami pelebaran dan tetap fokus pada

masalah yang akan diungkap. Adapun pembatasan masalah yang penulis

maksudkan disini adalah:

1. Intuitive eating dalam penelitian ini adalah kecenderungan individual yang

berada pada dewasa awal untuk mengikuti isyarat fisik dari rasa lapar dan

kenyang ketika menentukan kapan, apa dan seberapa banyak dirinya makan.

intuitive eating dalam penelitian ini diukur melalui aspek-aspek yang terdiri

dari unconditional permission (izin tanpa syarat) untuk makan ketika lapar dan

makan apa makanan yang diinginkan, makan untuk tubuh daripada makan

karena alasan emosi, keterkaitan antara isyarat rasa lapar dan kenyang internal

untuk menentukan kapan dan berapa banyak yang dikonsumsi, dan

menghargai kesehatan diri sendiri atau mempraktekan „gentle nutrition‟

(nutrisi yang baik).

Page 26: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

12

2. Subjective well-being afektif, dalam penelitian ini merupakan gambaran

kondisi suasana hati (mood) seseorang secara umum. Subjective well-being

afektif dalam penelitian ini diukur melalui aspek-aspek afek positif yang

merupakan keadaan penuh energi, konsentrasi dan rasa senang, serta afek

negatif yang merupakan dimensi umum dari tekanan dan rasa tidak senang

yang terdiri dari bermacam keadaan mood aversif seperti rasa takut, sedih, rasa

bersalah, atau sikap bermusuhan yang secara umum dirasakan oleh responden

yang berada pada usia dewasa awal.

3. Subjective well-being kognitif, dalam penelitian ini merupakan tingkat

kepuasan hidup responden pada usia dewasa awal secara keseluruhan, yang

merupakan sebuah proses judgemental, dimana mereka mengukur kualitas

hidup mereka berdasarkan kriteria unik masing-masing.

4. Konformitas, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah perubahan

perilaku atau kepercayaan responden yang berada pada usia dewasa awal

sebagai hasil nyata dari tekanan kelompok yang berkaitan dengan perilaku

makan. Konformitas diukur dengan menggunakan skala model Likert yang

terdiri dari konformitas compliance dan konformitas acceptance.

5. Faktor-faktor demografis, yang dimaksud dalam penelitian ini hanya meliputi

jenis kelamin, usia, pekerjaan dan Body Mass Index (BMI) yang diperoleh dari

data identitas dalam angket yang diberikan pada responden dewasa awal (self

report).

6. Dewasa awal dalam penelitian ini adalah tahap perkembangan masa dewasa

awal (dewasa dini) yang dibatasi pada umur 18 sampai dengan 40 tahun, serta

Page 27: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

13

diambil secara acak dengan teknik accidental sampling pada populasi yang

relatif umum (tidak dikhususkan pada populasi dengan karakteristik khusus

seperti responden dengan pekerjaan, berat badan maupun penderita penyakit

tertentu).

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara subjective well-being,

konformitas dan faktor demografis terhadap intuitive eating pada dewasa

awal?

2. Seberapa besar pengaruh intuitive eating pada dewasa awal yang dapat di

prediksi secara bersama oleh subjective well-being, konformitas dan faktor

demografis?

3. Apakah dimensi-dimensi dari subjective well-being, konformitas dan faktor

demografis berpengaruh secara signifikan terhadap intuitive eating pada

dewasa awal?

4. Prediktor manakah diantara dimensi subjective well-being, konformitas dan

faktor demografis yang memiliki pengaruh paling besar terhadap intuitive

eating pada dewasa awal?

5. Adakah perbedaan rata-rata intuitive eating pada dewasa awal yang signifikan

diantara pekerjaan responden?

Page 28: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

14

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk melihat seberapa besar pengaruh subjective well-being, konformitas

dan faktor demografis terhadap intuitive eating pada dewasa awal.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengukur pengaruh subjective well-being afektif terhadap

Intuitive eating pada dewasa awal.

b. Untuk mengukur pengaruh subjective well-being kognitif terhadap

Intuitive eating pada dewasa awal.

c. Untuk mengukur pengaruh konformitas compliance terhadap Intuitive

eating pada dewasa awal.

d. Untuk mengukur pengaruh konformitas acceptance terhadap Intuitive

eating pada dewasa awal.

e. Untuk mengukur pengaruh jenis kelamin terhadap Intuitive eating pada

dewasa awal.

f. Untuk mengukur pengaruh usia terhadap Intuitive eating pada dewasa

awal.

g. Untuk mengukur pengaruh Body Mass Index (BMI) terhadap Intuitive

eating pada dewasa awal.

h. Untuk mengukur perbedaan rata-rata Intuitive eating antara jenis

pekerjaan pada dewasa awal

Page 29: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

15

1.3.2 Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan

teori-teori psikologi khususnya dengan masalah psikologi klinis dan psikologi

kesehatan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi Intuitive eating pada

usia dewasa awal.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi masyarakat untuk

dapat membedakan isyarat lapar emosional dan fisik dengan intuitive eating.

Sehingga dapat mengurangi resiko gangguan makan klinis. Dan juga dapat

menjadikan intuitive eating sebagai salah satu upaya alternatif non diet untuk

mengontrol berat badan. Penelitian selanjutnya yang juga membahas tentang

intuitive eating diharapkan dapat mempertimbangkan faktor lain yang juga

memberikan pengaruh sehingga bisa diambil kesimpulan yang lebih produktif.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American

Psychological Association (APA) style. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini,

penulis menyusunnya dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Page 30: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

16

BAB II: Landasan Teori

Pada Bab II ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan variabel

penelitian ini, antara lain teori Intuitive eating, subjective well-being dan

konformitas.

BAB III: Metode Penelitian

Pada Bab III, berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian,

pengambilan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV: Analisis Hasil Penelitian

Pada Bab IV akan disajikan presentasi dan analisis data yang meliputi gambaran

umum subjek dan hasil penelitian.

BAB V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Pada Bab V akan disajikan tentang: kesimpulan, diskusi, dan saran, daftar

pustaka, dan lampiran-lampiran berdasarkan hasil penelitian.

Page 31: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

17

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada Bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan

variable penelitian ini, antara lain teori intuitive eating, subjective well-being dan

konformitas. Bab ini juga berisi tentang subjek penelitian, hipotesis dari penelitian

dan kerangka berpikir penelitian.

2.1 Intuitive Eating

2.1.1 Definisi intuitive eating

Menurut Van Dyke dan Drinkwater (2013), premis mendasar dibalik intuitive

eating adalah, bila kita mau mendengarkan, secara insting tubuh „mengetahui‟

kuantitas dan jenis makanan yang dikonsumsi untuk menjaga baik kesehatan

nutrisional maupun berat badan yang tepat.

Schwartz (dalam Hawks, Merrill & Madanat, 2004) mengungkapkan

bahwa konsep intuitive eating merujuk bahwa setiap individu memiliki

mekanisme alami dalam dirinya, yang jika dibiarkan akan memastikan fungsi

nutrisi yang baik pada berat badan yang sehat. Sementara itu Tribole dan Resch

(dalam Smith & Hawks, 2006) menyatakan intuitive eating sebagai salah satu

pendekatan anti-diet, yang berfokus pada isyarat kenyang dan lapar internal untuk

memulai dan menghentikan konsumsi makanan.

Tribole dan Resch (1995) menggambarkan Intuitive eating sebagai bentuk

perilaku makan adaptif yang ditandai oleh hubungan yang kuat dengan isyarat-

Page 32: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

18

isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang fisiologis (Tylka & Kroon Van Diest,

2013). Individu yang makan secara intuitif tidak disibukkan dengan makanan atau

diet dan tidak me-label makanan tertentu sebagai "baik" atau "buruk." Meskipun

rasa itu penting, mereka seringkali memilih makanan untuk tujuan meningkatkan

fungsi tubuh mereka. Mereka sadar dan percaya pada isyarat-isyarat akan rasa

lapar dan kenyang yang berasal dari dalam tubuh mereka, dan menggunakan

isyarat ini untuk menentukan kapan dan seberapa banyak mereka harus makan .

Singkatnya, berdasarkan konsep Tribole dan Resch (1995) intuitive eating

merupakan bentuk perilaku adaptif yang didefinisikan sebagai hubungan dan

pemahaman yang kuat serta makan sebagai respondari rasa lapar dan kenyang

internal fisik dan disertai dengan rendahnya preokupasi pada makanan (Tylka &

Wilcox, 2006)

2.1.2 Karakteristik intuitive eating

Beberapa ahli psikologi dan ahli nutrisi mengungkapkan bahwa gaya makan ini

merupakan gaya makan yang adaptif karena intuitive eating berhubungan dengan

dengan kuatnya keterikatan, pemahaman, dan respon dengan kebutuhan fisik

internal yang bersinggungan dengan rasa lapar dan kenyang seiring dengan

rendahnya ketergantungan terhadap makanan (Tylka, 2006).

Konsep intuitive eating menunjukkan bahwa semua individu memiliki

mekanisme alami dari dalam diri mereka sendiri yang jika diizinkan akan

memastikan fungsi nutrisi yang baik pada berat badan yang sehat. Ketika

seseorang terhubung dengan “inner guide” (panduan dari dalam) atau mengakses

Page 33: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

19

“inner wisdom” (kebijakan dari dalam), maka mereka akan lebih selaras dengan

kebutuhan fisik tubuhnya dan akan makan dengan cara yang mendukung

pemeliharaan berat badan yang sehat dan nutrisi yang positif. Pada saat yang sama

mereka akan menghindari makan berlebihan, konsumsi makanan secara obsesif,

diet yang berbahaya, atau mengunyah tanpa arti (Hawks, Madanat, Hawks &

Harris, 2005).

Intuitive eaters merupakan individu yang mengkonsumsi asupan makanan

berdasarkan isyarat lapar fisik dibandingkan dengan berdasarkan aturan diet,

isyarat lingkungan, keadaan emosi atau faktor eksternal lainnya (Hawks, Merrill

& Madanat, 2004). Tidak ada pantangan pada jenis-jenis makanan yang dapat

dikonsumsi seseorang, kecuali disebabkan isu kesehatan tertentu (misal, diabetes,

alergi makanan), karena tubuh akan secara insting memilih berbagai jenis

makanan yang dapat mendukung keseimbangan nutrisi (Van Dyke & Drinkwater,

2013).

Konsep dari intuitive eating terdiri dari beberapa atribut kunci. Pertama,

kemampuan untuk secara jelas menyadari tanda-tanda fisik dari rasa lapar,

kepuasan, dan kenyang. Kedua, seorang intuitive eater mampu merasakan

kebutuhan nutrisi dari tubuh. Ketiga, untuk seorang intuitive eater, efek fisik dari

konsumsi makanan secara hati-hati diawasi sebagai bentuk kepuasan. Makanan

tidak dikonsumsi secara tidak sadar ketika mengemudi atau menonton televisi,

tetapi lebih sebagai penghargaan sebagaimana makanan memuaskan kebutuhan

nutrisi dan rasa lapar dari dalam tubuh. Keempat, seperti yang dipromosikan

sebagai literature self-help, intuitive eating telah digunakan sebagai orientasi

Page 34: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

20

filosofis yang menghargai kesehatan dan energi tubuh lebih tinggi daripada

sebagai rewards dari penampilan yang menarik. Terakhir, filosofi dari intuitive

eating secara terus-menerus menolak diet restriktif sebagai cara mengontrol berat

tubuh, melainkan menyertakan individu untuk menguasai unsur-unsur intuitive

eating dalam hubungan dengan makanan yang terbuka dan tidak dibatasi yang

mempromosikan manajemen berat badan yang sehat dan self-esteem yang positif

(Hawks et. al, 2005).

2.1.3 Dimensi-dimensi intuitive eating

Hawks et. al (2004), yang mengembangkan Intuitive Eating Scale alternatif

(Hawks IES), menyimpulkan bahwa model Intuitive eating terdiri dari intrinsic

eating (kemampuan untuk menganali tanda fisik dari rasa lapar, kepuasan, dan

kekenyangan), extrinsic eating (pertimbangan akan kemungkinan makanan

dengan cakupan yang luas dan makan apa yang diinginkan), anti diet atau

menghargai makanan dan memperhatikan efek fisik dari makan, dan terakhir self

care atau penghargaan lebih kepada kesehatan dan energi daripada penampilan

semata.

Tribole dan Resch (1995), mengidentifikasi tiga komponen utama dalam

intuitive eating. Pertama, unconditional permission to eat when hungry and what

food is desired atau izin tanpa syarat dimana seseorang memperbolehkan dirinya

sendiri untuk makan apa yang ia inginkan pada saat lapar. Kedua, eating for

physical rather than emotional reasons atau makan untuk kepentingan tubuh

bukan karena alasan emosional. Ketiga, reliance on internal hunger and satiety

Page 35: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

21

cues to determine when and how much to eat atau menentukan waktu dan porsi

makan berdasarkan isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang. Komponen-

komponen ini saling berhubungan satu sama lain dan setiap komponen dibutuhkan

untuk merefleksikan intuitive eating (Tylka, 2006).

Tylka dan Kroon Van Diest (2013) dalam mengembangkan revisi dari

Intuitive Eating Scale (IES-2), kemudian menambahkan sebuah komponen dari

intuitive eating yang diungkapkan oleh Tribole dan Resch (2003), mengenai

menghargai kesehatan atau mempraktekan “gentle nutrition”. Gentle nutrition

mencerminkan kecenderungan seseorang untuk membuat pilihan makanan yang

mempertahankan kesehatan dan fungsi tubuh mereka (seperti memilih makanan

yang meningkatkan tenaga, stamina dan performa tubuh) dan juga tetap terasa

enak dimakan.

Secara lebih rinci komponen - komponen intuitive eating terdiri dari empat

unsur utama yaitu:

1. Eating for physical rather than emotional reason

Seseorang dengan intuitive eating menggunakan makanan sebagai pemuas

dorongan rasa lapar fisik mereka dan bukan untuk mengatasi fluktuasi ataupun

tekanan emosi. Herman dan Polivy (dalam Tylka & Wilcox, 2006),

menjelaskan hubungan antara perilaku makan dan emosi melalui sebuah

model pembatas (boundary model). Seseorang yang tidak melakukan diet

memiliki dua pembatas dalam merespon rasa lapar dan kenyang. Ketika lapar,

mereka makan sebagai jalan keluar dari rasa lapar dan akan berhenti makan

ketika sudah tidak tertarik atau sedikit kenyang.

Page 36: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

22

Ketika seseorang melakukan diet perilaku makan seringkali menjadi

tidak terkontrol dan berlawanan dengan batasan rasa lapar dan kenyang.

Gejolak emosi seringkali mengacaukan batasan diet. Hal ini dikarenakan

seseorang yang membatasi makanan mereka akan meningkatkan asupan

makanan mereka ketika mengalami afek negatif (Tylka, 2006).

2. Unconditional permission to eat

Unconditional permission to eat mencerminkan kesiapan untuk makan dalam

merespon sinyal lasa lapar fisiologis internal dan untuk makan mkanan yang

diinginkan pada saat itu Seseorang yang menggunakan strategi makan ini

tidak mencoba untuk membiarkan sinyal lapar yang mereka rasakan. Mereka

juga tidak mengklasifikasikan makanan kedalam kategori boleh dimakan dan

tidak boleh dan berusaha untuk menghindari makanan dalam kategori tidak

boleh.

Seseorang yang membatasi kapan mereka makan dengan membatasi

waktu, banyaknya makanan dan jenis makanan yang bisa mereka makan

berdasarkan standar eksternal akan meningkatakan kecenderungan mereka

untuk merasa kekurangan dan terokupasi oleh makanan. Sebuah eksperimen

menunjukan bahwa orang-orang yang membatasi makananya menjadi terlalu

memanjakan dirinya dengan makanan, sebagai hasil dari persepsi aturan diet

yang telah dilanggar atau bahwa mereka telah makan makanan yang terlarang

(Herman & Polivy, Woody et. al dalam Tylka, 2006).

Selain itu, seseorang yang melakukan diet dengan membatasi makanan

biasanya cenderung membiarkan isyarat visual dan penciuman dari makanan

Page 37: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

23

untuk mengendalikan asupan makanan dibandingkan dengan orang-orang

yang tidak membatasi makan mereka (Fedoroff et al., dalam Tylka, 2006).

Karena diet membatasi makanan mendorong meningkatnya ketergantungan

terhadap makanan, seseorang yang membatasi asupan makanan mereka

sebenarnya bisa saja makan lebih banyak dibandingkan orang-orang yang

memberikan diri mereka sendiri izin tanpa syarat untuk makan. (Tylka, 2006)

3. Reliance on hunger and satiety cues

Seseorang dengan intuitive eating menyadari sinyal-sinyal rasa lapar dan

kenyang internal mereka serta mempercayai sinyal-sinyal ini untuk

mengendalikan perilaku makan mereka (Carper et al.; Tribole & Resch, dalam

Tylka, 2006). Kesadaran atas pengalaman internal merupakan aspek utama

pada well-being. Kesadaran ini merupakan bawaan sejak lahir, hanya saja

pada perkembangannya beberapa orang mengganti pengalaman internal ini

dengan aturan-aturan dari luar (larangan waktu, apa dan seberapa banyak porsi

makan) seiring dengan terinternalisasinya pesan-pesan lingkungan yang

mengatakan bahwa diet akan memberikan hasil yang sesuai harapan (Tylka,

2006).

4. Body-food choice congruence

Tylka dan Kroon Van Diest (2013) dalam mengembangkan revisi dari

Intuitive Eating Scale (IES-2), kemudian menambahkan sebuah komponen

dari intuitive eating yang diungkapkan oleh Tribole dan Resch (2003),

mengenai menghargai kesehatan atau mempraktekan “gentle nutrition”.

Gentle nutrition mencerminkan kecenderungan seseorang untuk membuat

Page 38: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

24

pilihan makanan yang mempertahankan kesehatan dan fungsi tubuh mereka

(seperti memilih makanan yang meningkatkan tenaga, stamina dan performa

tubuh) dan juga tetap terasa enak dimakan.

Individu yang melaksanakan gentle nutrition dapat menanyakan pada

dirinya sendiri “bagaimana tubuh ini akan terasa karena makanan ini? Apakah

saya menyukai perasaan tersebut” dan “apakah makanan ini memberikanku

tenaga yang akan bertahan lama? Apa yang kurasakan setelah memakannya?”

dan menggunakan informasi dari pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk

menjadi petunjuk untuk memilih makanan di masa yang akan datang, namun

tidak dengan aturan yang kaku.

Tribole dan Resch (dalam Tylka & Kroon Van Diest, 2013)

menempatkan gentle nutrition di akhir buku mereka dengan pertimbangan

agar seseorang tidak terlalu berfokus pada nutrisi sebelum mempelajari

prinsip-prinsip intuitive eating lainnya. Meskipun begitu mereka menekankan

pentingnya gentle nutrition dalam pengalaman intuitive eating. Bila intuitive

eating dinyatakan sebagai adaptif, maka intuitive eating juga harus

merepresentasikan individu seringkali memilih makanan yang bernutrisi untuk

membantu fungsi tubuh mereka.

2.1.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi intuitive eating

Shepherd (dalam Odgen, 2010) memaparkan bahwa faktor yang mempengaruhi

pilihan makanan adalah baik faktor external (jenis makanan, konteks sosial dan

Page 39: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

25

budaya) atau faktor internal dari individu (kepribadian, faktor sensorik dan

kognisi).

Belum banyak teori yang mengungkapkan apa saja faktor-faktor yang

mempengaruhi intuitive eating. Namun dari beberapa literatur dan penelitian

terdahulu terdapat keterkaitan antara faktor-faktor berikut terhadap intuitive

eating, yaitu :

1. Well-Being

Kemampuan untuk makan secara intuitif berhubungan dengan tingginya well-

being dan rendahnya gejala-gejala gangguan makan (Tylka & Wilcox, 2006).

Intuitive eating juga berhubungan dengan meningkatnya psychological well-

being seperti self-esteem, kepuasan hidup, proactive coping, optimisme dan

afek positif. Selain itu Tylka (2006) dengan Intuitive Eating Scale (IES)

menunjukan bahwa skor IES secara positif memiliki hubungan dengan

beberapa index well-being. Pada pengembangan IES-2, Tylka dan Kroon Van

Diest (2013) juga menemukan bahwa intuitive eating secara positif

berhubungan dengan apresiasi pada tubuh, self-esteem, dan kepuasan hidup.

2. Pengaruh caregiver

Terdapat bukti yang mendukung bahwa anak-anak mengadopsi sikap dan

perilaku makan berdasarkan sikap dan perilaku makan orangtuanya, seiring

dengan pesan-pesan yang mereka berikan pada anak mereka mengenai

perilaku makan (Birch, 1999; Birch & Fisher, 2000; Cutting, Fisher, Grimm-

Thomas, & Birch, 1999; Fisher & Birch, 1999). Penelitian juga menunjukan

bahwa ketika orang tua memberikan pesan negatif pada anak-anak mereka

Page 40: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

26

mengenai perilaku makan, berat atau bentuk badan dan penampilan fisik

mereka, resiko anak untuk memiliki citra tubuh yang negatif serta gejala

gangguan makan akan meningkat (Striegel-Moore & Kearney-Cooke, 1994;

Smolak, Levine, & Schermer, 1999)

Beberapa contoh dari pesan-pesan dan perilaku makan yang

ditekankan para orang tua adalah jadwal makan yang kaku, pembatasan porsi

makanan serta pendapat mengenai perilaku makan anak mereka. Leann Birch

melakukan banyak studi mengenai perilaku makan masa kanak-kanak dan

menemukan bahwa pembatasan makan ketika masih kecil dapat mengarah

pada ketidakpuasan bentuk tubuh, indeks masa tubuh yang lebih banyak, dan

tingkat gangguan makan yang lebih tinggi (Birch, 1999; Birch & Fisher, 2000;

Cutting et al., 1999; Fisher & Birch, 1999).

Orang tua seringkali mencoba mengontrol perilaku makan anak-

anakanya dengan menggunakan strategi pemberian makan dengan paksaan.

Birch (1999) menemukan bahwa ketika orang tua tidak mengijinkan makanan

tertentu pada seorang anak, maka makanan itu menjadi lebih diinginkan oleh

sang anak.

Selain itu label yang diberikan pada makanan sebagai baik atau tidak

baik melatarbelakangi kecenderungan anak untuk lebih menginginkan

makanan yang berlabel buruk dibandingkan dengan makanan yang baik.

Perilaku ini terkadang terbawa sampai masa dewasa, yang pada akhirnya

menjadikan tingginya angka gangguan makan dan obesitas (Cutting et.

al,1999).

Page 41: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

27

Pesan-pesan mengenai perilaku makan tertentu oleh caregiver, juga

berhubungan dengan body attitudes dan perilaku makan pada perempuan dan

laki-laki yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda. Pesan-pesan

restriktif ataupun kritis memprediksi persepsi penerimaan tubuh oleh keluarga

dan intuitive eating yang lebih rendah serta persepsi tekanan keluarga untuk

kurus dan gangguan makan yang lebih tinggi (Kroon Van Diest & Tylka,

2010).

3. Karakteristik kepribadian

Trait kepribadian telah dikaitkan dengan onset, ekspresi gejala dan

pemeliharaan dari ganguan makan. Baik anorexia dan bulimia secara

konsisten memiliki karakteristik perfeksionisme, obsesif-compulsif,

neuroticism, emosi negatif, harm avoidance, self-directedness yang rendah,

sifat kooperatif yang rendah dan trait-trait yang berhubungan dengan

gangguan kepribadian avoidant. Perbedaan konsisten yang muncul diantara

kelompok gangguan makan adalah tingginya constraint dan persistence serta

rendahnya novelty seeking pada anorexia dan tingginya impulsifitas, sensation

seeking, novelty seeking, serta trait-trait yang berghubungan dengan gangguan

kepribadian borderline pada bulimia (Cassin & Von Ranson, 2005). Bahkan

sebanyak 55 makalah yang di publikasikan antara 1990 dan 2005

diidentifikasikan telah mengukur karakteristik kepribadian perfeksionisme

diantara individu yang didiagnosa dengan gangguan makan (Bardone-Cone,

Wonderlich, Frost, Bulik, Mitchell, Uppala & Simonich, 2007).

Page 42: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

28

Sementara itu terdapat beberapa penelitian yang menemukan bahwa

karakteristik kepribadian tertentu berhubungan dengan intuitive eating,

diantaranya Tylka (2006) yang meneliti hubungan antara intuitive eating

dengan beberapa karakteristik kepribadian pada mahasiswi dan menemukan

bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan ketidakpuasan

tubuh, dan kesadaran introseptif yang rendah.

4. Tekanan lingkungan

Banyak penelitian yang menemukan bahwa citra tubuh negatif merupakan

emosi negatif yang disebabkan oleh internalisasi dari media yang berfokus

pada tubuh yang kurus dan berat badan. Salah satu dari penelitian tersebut

menemukan bahwa internalisasi dari thin-ideal yang ditawarkan oleh media

dapat mengarah pada gejala gangguan makan, depresi dan lebih tingginya

level ketidakpuasan tubuh pada pria dan wanita (Agliata & Tantleff-Dunn,

2004; Fredrickson & Roberts, 1997; Stice, Nemeroff, & Shaw 1996). Karena

internalisasi ini tidak dapat dicapai oleh kebanyakan individu, citra tubuh yang

negatif dan rasa malu pada tubuh seringkali muncul (Noll & Fredrickson,

1998). Citra tubuh dan rasa malu pada tubuh ini dapat mengarah pada

kesehatan mental dan well-being yang negatif, yang kemudian meramalkan

gangguan makan (Frederickson & Roberts, 1997).

Teori humanistis mengasumsikan bahwa persepsi penerimaan tanpa

syarat dari significant others dapat membantu individu untuk menyesuaikan

diri dengan kecenderungan aktualisasi mereka, proses bawaan menuju

pertumbuhan yang memandu perkembangan (Rogers, dalam Avalos & Tylka,

Page 43: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

29

2006). Mengikuti kecenderungan aktualisasi memungkinkan individu untuk

menjadi otentik, mereka akan kurang berfokus pada bagaimana mereka

terlihat oleh orang lain dan lebih mengarah pada apa yang diri dan tubuh

mereka butuhkan untuk berkembang (Augustus-Hovarth & Tylka, 2011).

Berperilaku intuitive eating mencerminkan penghargaan terhadap

inner experience dan menghormati kebutuhan tubuh, bisa menjadi salah satu

indikator keselarasan dengan kecenderungan aktualisasi (Avalos & Tylka,

2006). Kecenderungan aktualisasi dan oleh karenanya intuitive eating bisa

terganggu oleh lingkungan yang menekankan dan lebih melihat penampilan

daripada menawarkan dukungan sosial dan penerimaan tubuh (Augustus-

Hovarth & Tylka, 2011).

2.1.5 Pengukuran intuitive eating

Alat ukur pertama yang diterbitkan dalam literatur akademis dikembangkan dan

diuji oleh Hawks, Merrill dan Madanat pada tahun 2004 (Van Dyke &

Drinkwater, 2013). Skala yang memiliki 27 item ini terdiri dari sub-skala intrinsic

eating (kemampuan untuk menganali tanda fisik dari rasa lapar, kepuasan, dan

kekenyangan), extrinsic eating (pertimbangan akan kemungkinan makanan

dengan cakupan yang luas dan makan apa yang diinginkan), anti diet atau

menghargai makanan dan memperhatikan efek fisik dari makan, dan terakhir self

care atau penghargaan lebih kepada kesehatan dan energi daripada penampilan

semata.

Page 44: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

30

Selain Intuitive Eating Scale (IES) oleh Hawks et. al (2004), Intuitive

Eating Scale oleh Tylka (2006) berdasarkan pada 10 prinsip intuitive eating yang

dikemukakan oleh Tribole dan Resch (1995). Kemudian, Tylka

mengelompokannya menjadi tiga dimensi yaitu : Unconditional Permission to Eat

(UPE), Eating for Physical Rather Than Emotional Reasons (EPR); dan Reliance

on Hunger and Satiety Cues (RHSC).

Pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa The Intuitive eating

Scale-2 (Tylka & Kroon Van Diest, 2013), yang merupakan skala yang terdiri dari

23 item dan dikembangkan untuk meningkatkan Intuitive Eating Scale yang

sebelumnya. Perubahan dari IES sebelumnya berupa penambahan 17 item dengan

kalimat positif yang disebut sebagai dimensi Body–Food Choice Congruence,

serta pengujian skala baru yang dilakukan baik pada perempuan maupun laki-laki.

2.2 Subjective Well-Being

2.2.1 Definisi subjective well-being

Diener (2000) mengungkapkan bahwa “good life” atau kehidupan yang baik, atau

disebut juga subjective well-being (SWB) dan dalam kalimat sehari-hari terkadang

disebut sebagi kebahagiaan, merupakan evaluasi seseorang akan kehidupannya

baik afektif dan kognitif. Lebih lanjutnya, Diener, Oishi dan Lucas (2003)

mendefinisikan subjective well-being sebagai “people’s emotional and cognitive

evaluations of their lives, includes what lay people call happiness, peace,

fulfillment, and life satisfaction.”. Yaitu, evaluasi emosional dan kognitif

Page 45: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

31

seseorang mengenai kehidupannya, termasuk apa yang secara awam disebut

kebahagiaan, pencapaian, dan kepuasan hidup.

Diener, Suh, Lucas dan Smith (1999) mengungkapkan subjective well-

being sebagai “a broad category of phenomena that includes people’s emotional

responses, domain satisfactions, and global judgements of life satisfaction”. Yaitu

sebuah kategori yang luas dari fenomena yang mencakup respon emosional,

domain kepuasan, dan penilaian umum akan kepuasan hidup.

Sementara itu Eid dan Diener (2003) mengungkapakan bahwa “Subjective

well-being (SWB) is an important indicator of quality of life. SWB can be

conceptualized as a momentary state (e.g., mood) as well as a relatively stable

trait (e.g., life satisfaction)”. Yaitu subjective well-being merupakan indikator

penting dari kualitas hidup. Subjective well-being dapat di konseptualisasikan

sebagai keadaan sementara (mood) maupun sebagai trait yang relatif stabil

(kepuasan hidup).

Dasar dari subjective well-being (SWB), terdiri dari analisis ilmiah tentang

bagaimana orang menilai kehidupan mereka. Baik pada saat ini dan untuk jangka

waktu yang lebih lama seperti beberapa tahun kebelakang. Evaluasi ini meliputi

reaksi emosional akan suatu kejadian, mood, dan penilaian yang dibentuk

mengenai kepuasan hidup, capaian dan kepuasan pada domain tertentu seperti

pernikahan dan pekerjaan (Diener et. al, 2003)

Page 46: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

32

2.2.2 Dimensi subjective well-being

Komponen subjective well-being dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi kognitif

(penilaian atau judgement) dan afektif dalam kehidupan setiap individu yang

sedang berlangsung dan merasa sehat secara psikologis (Dienner, et. al 1999)

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif dari subjective well-being adalah evaluasi terhadap

kepuasan hidup, yang didefinisikan sebagai penilaian diri hidup seseorang.

Kepuassan hidup merupakan sebuah proses judgemental, dimana individu

mengukur kualitas hidup mereka berdasarkan kriteria unik masing-masing.

(Pavot & Diener, 1993)

Kepuasan hidup merujuk pada proses penilaian kognitif, Shin dan

Johnson (dalam Diener, Emmons, Larsen & Griffin, 1985) mendefinisikan

kepuasan hidup sebagai penilaian global atas kualitas kepuasan dalam hidup

seseorang berdasarkan kriteria yang ia pilih. Penilaian akan kepuasan

bergantung pada perbandingan keadaan seseorang dengan apa yang dinilai

sebagai standar yang tepat. Sangatlah penting untuk menyampaikan bahwa

penilaian dari seberapa puas seseorang dengan keadaan mereka sekarang ini

berdasarkan perbandingan dengan standar yang telah dibuat setiap individu

untuk dirinya sendiri, bukan ditentukan dari luar. pertanda dari wilayah

subjective well-being berpusat pada penilaian individu itu sendiri, bukan

berdasarkan kriteria yang dinilai penting bagi peneliti (Diener et. al, 1985).

Contohnya, meskipun kesehatan, energi, dan lain-lain bisa diukur,

beberapa individu mungkin saja menempatkan nilai yang berbeda-beda.

Page 47: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

33

Dengan alasan ini Diener et. al (1985) merasa perlu untuk menanyakan kepada

individu mengenai evaluasi keseluruhan akan kehidupan mereka, daripada

menyimpulkan kepuasan seseorang dengan dimensi spesifik untuk mengukur

kepuasan hidup keseluruhan. Seperti yang diungkapkan Tatarkiewicz (dalam

Diener et. al, 1985), kebahagian memerlukan kepuasan total, yaitu kepuasan

atas hidup secara keseluruhan.

Komponen kognitif dari subjective well-being dapat diukur melalui survey

kepuasan hidup dan juga dapat diukur dari kepuasan dan pencapaian dari

berbagai domain kehidupan seperti pernikahan, pekerjaan, dan waktu luang.

sehingga evaluasi terhadap kepuasan hidup dapat dibagi menjadi evaluasi

kepuasan hidup secara global dan evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu.

2. Komponen afektif

Secara umum, komponen afektif subjective well-being merefleksikan

pengalaman dasar dalam peristiwa yang terjadi didalam hidup seseorang.

Komponen afektif subjective well-being dapat dibagi menjadi evaluasi

terhadap keberadaan afek positif dan negatif. Positive Affect (PA) dan

Negative Affect (NA) muncul sebagai dua dimensi dominan dari pengalaman

emosional (Watson, Clark & Tellegen, 1988).

a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif

Afek positif menggambarkan sejauh mana sesorang mengalami

keterikatan yang menyenangkan dengan lingkungan (Watson, Clark &

Carey, 1992). Positive Affect (PA) mencerminkan sejauh mana seseorang

merasa antusias, aktif dan waspada. PA yang tinggi merupakan keadaan

Page 48: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

34

penuh energi, konsentrasi dan keterikatan dengan kesenangan, sementara

PA yang rendah dikarakterisasikan dengan kesedihan dan kelesuan

(Watson et. al, 1988).

b. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif

Negative Affect (NA) merupakan dimensi umum dari tekanan subjektif dan

keterikatan dengan rasa tidak senang yang tergolong berbagai macam

keadaan susana hati yang aversif seperti kemarahan, jijik, muak, rasa

bersalah dan kegelisahan. Nilai NA yang rendah menggambarkan keadaan

tenang dan tentram (Watson et. al, 1988).

2. 2.3 Pengukuran subjective well-being

Sebagian besar alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-being

mengasumsikan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup dapat disusun dalam

sebuah kontinum mulai dari “sangat bahagia” sampai dengan “sangat tidak

bahagia”. Salah satu skala yang memiliki nilai reabilitas yang tinggi dan paling

sering digunakan adalah Satisfaction With Life Scale oleh Diener et. al (1985)

untuk mengukur nilai individu mengenai kepuasan hidupnya dan positive Affect

Negative Affect Schedule oleh Watson, Clark dan Tellegen (1988) untuk

mengukur tingkat afek positif dan negatif individu pada satu waktu.

Pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari skala baku

The Satisfaction With Live Scale (Pavot & Diener, 1993), yang menggambarkan

tingkat kepuasan hidup seseorang secara keseluruhan. Pada skala baku berisi lima

pernyataan yang masing-masing pernyataan memiliki tujuh pilihan jawaban, pada

Page 49: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

35

penelitian ini peneliti melakukan sedikit modifikasi dengan mengganti pilihan

jawaban menjadi empat pilihan jawaban, yaitu “sangat setuju (SS)“, “setuju

(S)“,“tidak setuju (TS)“ dan “sangat tidak setuju (STS)“. Sementara itu, subjective

well-being afektif diukur dengan menggunakan modifikasi dari skala baku dari

Watson dan Clark (1994) yaitu The PANAS-X, yang berupa kata-kata yang

menggambarkan kondisi suasana hati seseorang secara umum.

2.3. Konformitas

2.3.1 Definisi konformitas

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai hasil nyata atau

imaginasi dari tekanan kelompok (Myers, 2010). Wills (dalam Sarwono, 2006),

berpendapat bahwa konformitas adalah bentuk respons individu ketika ia

berhadapan dengan tekanan sosial dimana individu itu harus menyesuaikan diri.

Santrock (2003), konformitas adalah individu meniru sikap atau tingkah laku

orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh

mereka. Wade dan Tavris (2007), berpendapat bahwa konformitas yaitu

melakukan tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan

kelompok yang nyata maupun yang dipersepsikan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan definisi konformitas dari Myers

(2010) dan dikhususkan pada konformitas terhadap tekanan teman. Jadi,

konformitas terhadap tekanan teman adalah perubahan perilaku atau kepercayaan

sebagai hasil nyata dari tekanan teman.

Page 50: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

36

2.3.2 Dimensi-dimensi konformitas

Menurut Myers (2010), ada dua jenis konformitas yaitu compliance dan

acceptance.

1. Compliance

Konformitas compliance adalah suatu bentuk konformitas dimana individu

bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh kelompok

sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut. Biasanya

seseorang melakukan compliance untuk mengindari penolakan dan

mengharapkan reward atau penerimaan.

Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa compliance merupakan

konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum,

walaupun hatinya tidak setuju. Apabila perilaku menurut ini adalah terhadap

suatu perintah, maka disebut sebagai ketaatan (obedience)

Myers (2010) menyimpulkan bahwa compliance adalah apabila

seseorang tampak dari luar ikut serta dengan kelompok sementara didalam

dirinya ia tidak sependapat. Obedience, atau ketaatan merupakan bagian dari

compliance dengan perintah langsung.

Konformitas ini berdasarkan keinginan seseorang untuk memenuhi

ekspektansi orang lain, seringkali untuk mendapatkan penerimaan yang

dengan kata lain agar disukai orang lain atau disebabkan oleh normative

influence (Myers, 2010). Normative influence adalah mengikuti orang lain

untuk menghindari penolakan, untuk tetap diperlakukan baik atau untuk

mendapatkan persetujuan orang lain.

Page 51: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

37

2. Acceptance

Konformitas acceptance adalah suatu bentuk konformitas dimana seseorang

secara ikhlas mempercayai apa yang dibujuk kelompok untuk dilakukan

(Myers, 2010). Konformitas ini melibatkan perbuatan dan keyakinan yang

sesuai dengan tekanan sosial. Pada bentuk Acceptance, konformitas terjadi

karena kelompok menyediakan informasi penting yang tidak dimiliki oleh

individu (informational influence). Jadi acceptance adalah konformitas yang

didasari oleh penerimaan seseorang terhadap bukti realitas yang diberikan

oleh orang lain. Apabila individu tidak tahu atau bingung harus berbuat apa

maka ia akan menjadikan perilaku kelompok sebagai pedoman perilaku dan

meyakini hal tersebut benar (Myers, 2010)

2.3.3 Pengukuran konformitas

The Conformity Scale oleh Mehrabian (2005) mengukur derajat sejauh mana

individu memiliki “karakteristik kemauan untuk mengidentifikasi orang lain dan

meniru mereka, menyerah pada orang lain untuk menghindari interaksi negatif

dan secara umum lebih memilih untuk menjadi pengikut daripada pemimpin

dalam hal ide , nilai-nilai , dan perilaku”. Skala ini terdiri dari tujuh item dengan

kata-kata positif (e.g., “ saya cenderung mengandalkan orang lain ketika harus

memutuskan secara cepat hal yang penting”) dan empat kata-kata negatif (e.g.,

”saya tidak mudah menyerah pada orang lain”). Partisipan menandai tujuh poin

skala likert mengenai sejauh apa mereka setuju-atau tidak setuju akan setiap

statement (Vartanian & Hopkinson, 2010).

Page 52: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

38

Pengukuran konformitas juga dapat dilakukan sesuai dengan indikator-

indikator yang diambil dalam teori. Dalam penelitian ini, konformitas diukur

berdasarkan jenis-jenis konformitas menurut Myers (2010), yakni konformitas

compliance dan konformitas acceptance.

2.4 Variable Demografis

2.4.1 Jenis kelamin

Iintuitive eating memiliki konsep sebagai perilaku makan yang adaptif sementara

gangguan makan memiliki konsep sebagai perilaku makan maladaptif (Tylka &

Kroon Van Diest, 2013). Meskipun intuitive eating dan gangguan makan bukan

hanya sekedar konstruk sama yang berlawanan, beberapa penelitian menunjukan

bahwa terdapat perbedaan jenis kelamin dalam gangguan makan.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi

ke empat, text revision (DSM-IV-TR), perempuan melebihi laki-laki dengan

perbandingan 10 : 1 rerata angka gangguan makan (American Psychiatric

Association, 2000). Penelitian yang membandingkan tingkatan gangguaan makan

antara laki-laki dan perempuan menggunakan alat ukur EAT dan EDI,

menemukan bahwa perempuan mendapatkan skor yang lebih tinggi dibandingkan

laki-laki (Tata, Fox, & Cooper, 2001; Meyer & Waller, 1998).

Selain itu pada penelitian Tylka dan Kroon Van Diest (2013) laki-laki

ditemukan memiliki skor intuitive eating dan sub skala makan untuk kepentingan

tubuh yang secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

Meskipun begitu perbedaan jenis kelamin lebih sedikit tergambarkan diantara sub

Page 53: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

39

skala intuitive eating lainnya, dengan derajat perbandingan yang sangat sedikit

antara laki-laki dan perempuan.

Dalam beberapa budaya terutama budaya barat, tubuh laki-laki lebih

sedikit diamati dengan cermat dibandingakan dengan tubuh perempuan dan

perempuan didorong untuk tidak mempercayai sinyal tubuhnya namun lebih

didorong melakukan diet untuk mencapai tubuh ideal yang disebarkan media.

Laki-laki memang melaporkan adanya tekanan untuk menjadi ramping, akan

tetapi tekanan ini tidak separah tekanan yang dialami perempuan untuk menjadi

kurus. Dengan tekanan yang berhubungan dengan penampilan tersebut, kesadaran

akan sinyal internal dapat terganggu. Perbedaan jenis kelamin dalam tekanan

budaya ini bisa menjadi salah satu penjelasan yang potensial untuk adanya

perbedaan jenis kelamin pada intuitive eating (Fredrickson & Roberts dalam

Tylka & Kroon Van Diest, 2013).

2.4.2 Usia

Meskipun banyak kebiasaan makan muncul pada masa kanak-kanak, kebiasaan ini

kemudian terkristalisasi pada tahun pertama dari kemandirian ketika seseorang

menjadi bertanggung jawab akan pilihan makanan dan penyiapan makanannya

sendiri (Odgen, 2010). Contohnya pada mahasiswa yang berada pada tahap

perkembangan dewasa awal, yang seringkali diasumsikan sebagai masa transisi

seseorang dari ketergantungan pada orang tua menjadi kehidupan yang lebih

mandiri. Transisi di masa perguruan tinggi ini adalah periode yang sangat penting

bagi mahasiswa yang seringkali merupakan kesempatan pertama mereka untuk

Page 54: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

40

membuat keputusan sendiri akan apa yang mereka konsumsi (Deshpande, et. al

2009). Masa dewasa awal (dewasa dini) dalam Hurlock (1980) dimulai pada umur

18 sampai dengan 40 tahun.

Augustus-Hovarth dan Tylka (2011) pada penelitiannya mengenai intuitive

eating pada wanita dewasa, berargumentasi bahwa orang-orang yang memasuki

masa dewasa (18 sampai dengan 25 tahun) seringkali berfokus pada tubuhnya dan

mengalami citra tubuh yang negatif seiring dengan pesan pesan media yang

menggambarkan bahwa wanita pada usia mereka dianggap sukses dengan bentuk

tubuh yang kurus dan menarik. Kemungkinan tingkatan dan hubungan intuitive

eating akan berbeda pada wanita yang berada pada tahapan perkembangan lainnya

seperti pada dewasa awal (antara 26 sampai denga 39 tahun) dan dewasa tengah

(antara 40 sampai dengan 65 tahun) seiring dengan perubahan perkembangan

seperti kuliatas hubungan mereka, perubahan penampilan tubuh karena usia dan

bermacam-macam peran kehidupan dan tanggung jawab mereka (Kearney-Cooke

& Isaac; Santrock, dalam Augustus-Hovarth dan Tylka 2011). Pada penelitian

tersebut ditemukan bahwa perempuan pada dewasa awal memiliki daya tahan

yang lebih positif untuk mengadopsi perspektif apresiasi tubuh orang lain

dibandingkan dengan perempuan yang baru memasuki dewasa dan perpempuan

pada dewasa tengah.

2.4.4 Body mass index (BMI)

Dasar pemikiran utama dari intuitive eating adalah secara akurat

mengintepretasikan dan melekat pada umpan balik insting dalam menetukan apa

Page 55: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

41

dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Maka dari itu, dengan menghiraukan

apakah intuitive eating dengan tegas menyertakan tujuan menormalkan berat

badan atau tidaknya, perilaku makan dengan intuitif seharusnya berkorelasi

dengan indeks masa tubuh yang lebih rendah (Van Dyke & Drinkwater, 2013).

Sembilan belas dari dua puluh enam penelitian menemukan hubungan

antara pendekatan intuitive eating dengan berat badan atau indeks massa tubuh.

Kesimpulannya, penelitian dengan survey cross-sectional mengindikasikan bahwa

orang-orang yang makan secara intuitif memang memiliki indeks massa tubuh

yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak makan secara intuitif,

setidaknya diantara mahasiswa dan perempuan. Penelitian klinis mendukung

beberapa bukti bahwa implementasi dari pendekatan intuitive eating membantu

pemeliharaan berat badan, meskipun bukan berkurangnya berat badan, pada

perempuan kaukasian dengan berat badan lebih dan obese. Kemudian Sepuluh

dari sebelas penelitian cross-sectional menemukan bahwa orang-orang dengan

intuitive eating memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan

dengan yang bukan. Dalam semua penelitian cross-sectional, tinggi dan berat

badan merupakan self-report (Van Dyke & Drinkwater, 2013)

Salah satu penelitiannya adalah Hawks et. al (2004) dalam

mengembangkan The Intuitive Eating Scale dan menemukan bahwa intuitive

eating berhubungan secara negatif dengan indeks massa tubuh (BMI), perilaku

gangguan makan dan diet restriktif pada populasi mahasiswa. Ditahun selanjutnya

Hawks, Madanat, Hawks dan Harris (2005) meneliti hubungan antara intuitive

eating dan berbagai indikasi kesehatan pada mahasiswi dan salah satunya

Page 56: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

42

menunjukan bahwa intuitive eating secara signifikan berhubungan dengan indeks

masa tubuh. Kemudian pada tahun 2006, Smith dan Hawks menemukan bahwa

skor intuitive eating berhubungan dengan meningkatnya rasa nikmat dan rasa

senang makanan, skor BMI yang lebih rendah, serta lebih sedikit perilaku diet dan

kecemasan terhadap makanan.

2.4.5 Jenis Pekerjaan

Belum ada penelitian yang secara khusus mengaitkan antara pekerjaan dengan

intuitive eating. Hanya saja beberapa penelitian yang sudah ada mengenai intuitive

eating seringkali meneliti sampel mahasiswa yang merupakan pelajar. Seperti

dalam penelitian Hawks et al. pada 2004 yang meneliti intuitive eating pada

sampel mahasiswa. Penelitian oleh Tylka (2006) dalam mengembangkan Intuitive

Eating Scale (IES) mengumpulkan data dalam empat studi dari 1.260 mahasiswi.

Kemudian Tylka dan Kroon Van Diest (2013) juga hanya meneliti intuitive

eating pada mahasiwa dengan jumlah 1.405 mahasiswi dan 1,195 mahasiswa.

Terdapat penelitian yang meneliti sampel pada masa perkembangan dewasa

seperti pada penelitian Augustus-Hovarth dan Tylka (2011) hanya saja tidak

mengaitkan antara jenis pekerjaan seseorang dengan intuitive eating.

2.5 Kerangka Berpikir

Seseorang dengan intuitive eating memiliki awareness terhadap inner experience

yang merupakan kemampuan yang telah dibawa sejak lahir. Hanya saja seiring

dengan tahap perkembangan, beberapa orang menggantinya dengan aturan

Page 57: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

43

external (misal, mengharamkan kapan, apa, dan berapa banyak harus makan)

setelah mereka menginternalisaikan pesan-pesan dari lingkungan bahwa diet akan

memberikan hasil yang diinginkan (Tylka, 2006). Beberapa penelitian

menemukan bahwa internalisasi dari thin-ideal yang ditawarkan oleh media dapat

mengarah pada gejala gangguan makan, depresi dan lebih tingginya level

ketidakpuasan tubuh pada pria dan wanita (Agliata & Tantleff-Dunn, 2004;

Fredrickson & Roberts, 1997; Stice, Nemeroff, & Shaw 1996). Karena

internalisasi ini tidak dapat dicapai oleh kebanyakan individu, citra tubuh yang

negatif dan rasa malu pada tubuh seringkali muncul (Noll & Fredrickson, 1998).

Citra tubuh dan rasa malu pada tubuh ini dapat mengarah pada kesehatan mental

dan well-being yang negatif, yang kemudian meramalkan gangguan makan

(Frederickson & Roberts, 1997).

Peneliti memperkirakan semakin seseorang memiliki afek yang positif dan

puas akan hidupnya akan menghiraukan pengaruh media dan memilih untuk

menerapkan perilaku makan yang lebih adaptif. Karena seseorang dengan

tingkatan well-being yang tertentu diperkirakan akan mempengaruhi intenalisasi

pesan-pesan yang di tawarkan media yang akan mempengaruhi bagamana

perilaku makan seseorang. Seperti dalam beberapa literatur secara konsisten

menunjukan hubungan antara afek negatif dengan resiko berkembangnya gejala

gangguan makan yang meningkat. Salah satunya mengungkapkan bahwa

afek/sikap negatif merupakan faktor umum dari kerawanan psikopatologis dan

merupakan faktor spesifik dari meningkatnya resiko gangguan makan (Leon,

Fulkerson, Perry, Keel, & Klump, 1999). Dalam sumber lain afek negatif juga

Page 58: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

44

dihubungkan dengan karakteristik dari gangguan makan, emosi negatif dasar

diprediksi pada permulaan gejala bulimia pada dewasa awal (Tyrka, Waldron,

Graber & Brooks-Gunn, 2002).

Pada tesis penelitian yang dilakukan Kroom Van Diest (2007) afek negatif

beserta depresi, ketidak puasan tubuh, rendahnya penghargaan pada tubuh,

perfeksionisme maladaptif, rendahnya self-esteem dan optimisme terbukti

memiliki pengaruh secara negatif terhadap intuitive eating. Seperti yang kita

ketahui sebelumnya bahwa afek merupakan salah satu dimensi dari subjective

well-being. Sementara itu untuk dimensi kognitif dari subjective well-being, yaitu

kepuasan hidup, dapat dilihat pada penelitian Tylka dan Kroon Van Diest (2013)

yang menemukan bahwa intuitive eating secara positif berhubungan dengan

kepuasan hidup beserta dengan apresiasi pada tubuh dan self-esteem.

Dockendorf (2011), mereplikasi penelitian Tylka (2006) dalam tesisnya

yang mengevaluasi Intuitive Eating Scale pada sampel remaja, menemukan bahwa

remaja dengan skor intuitive eating yang lebih tinggi memiliki lebih sedikit

internalisasi pemikiran lingkungan mengenai penampilan, tekanan untuk

mengurangi berat badan, diet dan memiliki tubuh kurus, lebih sedikit afek negatif

serta lebih memiliki afek positif. Selain itu mereka juga lebih memiliki kepuasan

akan tubuh, kepuasan hidup, self-esteem yang lebih tinggi. Selain itu skor intuitive

eating juga ditemukan secara positif memiliki hubungan dengan beberapa index

well-being (Tylka, 2006). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut peneliti

memperkirakan bahwa semakin tinggi subjective well-being yang dimiliki

seseorang maka akan semakin tinggi juga intuitive eating-nya.

Page 59: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

45

Pesan-pesan lingkungan yang mempengaruhi awareness seseorang bisa

didapat dari berbagai sumber, seperti media dan significant others. Pada penelitian

Augustus-Hovarth dan Tylka (2011) menyatakan, intuitive eating mungkin saja

berkaitan secara negatif dengan kekakuan dan aturan konformitas, atau

penerimaan dari kepatuhan pada norma sosial. Karena intuitive eating berkaitan

dengan fleksibilitas (kesediaan untuk mengikuti isyarat lapar dan kenyang yang

tidak dapat di prediksi) dan tidak secara kaku mengikuti aturan eksternal

mengenai kapan, apa, dan seberapa banyak makan. Hal ini dapat berarti seseorang

dengan intuitive eating biasanya akan makan berdasarkan isyarat yang ada dari

tubuhnya dibandingkan dengan mengikuti isyarat dari luar, seperti karena

mengikuti jam makan orang lain yang seringkali dilakukan banyak orang pada

saat makan siang bersama.

Scheff (1988) menyatakan bahwa rasa malu akan bentuk tubuh dapat

memotivasi konformitas pada norma sosial. Antisipasi atau rasa takut seseorang

akan konsekuensi negatif dari rasa malu tersebut dapat melatarbelakangi perilaku

makan restriktif dan gangguan makan (Noll & Fredrickson, 1998). Selain itu

Vartanian dan Hopkinson (2010) menemukan bahwa konformitas nampaknya

menjadi faktor resiko intenalisasi standar sosial akan konsep penampilan yang

menarik serta dapat ditargetkan dalam upaya untuk mengurangi internalisasi, body

image yang negatif dan gangguan makan. Oleh sebab itu peneliti memperkirakan

bahwa konformitas juga mempengaruhi intuitive eating seseorang secara negatif,

dimana semakin rendah angka konformitas, maka akan semakin tinggi tingkat

intuitive eating seseorang.

Page 60: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

46

Berdasarkan jenis kelamin, dalam penelitian Tylka dan Kroon Van Diest

(2013) laki-laki ditemukan memiliki skor intuitive eating dan sub skala makan

untuk kepentingan tubuh yang secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan

perempuan. Meskipun begitu perbedaan jenis kelamin lebih sedikit tergambarkan

diantara sub skala intuitive eating lainnya, dengan derajat perbandingan yang

sangat sedikit antara laki-laki dan perempuan.

Berkaitan dengan usia, Augustus-Horvath dan Tylka (2011) pada

penelitiannya mengenai intuitive eating pada wanita dewasa, berargumentasi

bahwa orang-orang yang memasuki masa dewasa (18 sampai dengan 25 tahun)

seringkali berfokus pada tubuhnya dan mengalami citra tubuh yang negatif seiring

dengan pesan pesan media yang menggambarkan bahwa wanita pada usia mereka

dianggap sukses dengan bentuk tubuh yang kurus dan menarik. Kemungkinan

tingkatan dan hubungan intuitive eating akan berbeda pada wanita yang berada

pada tahapan perkembangan lainnya seperti pada dewasa awal (antara 26 sampai

dengan 39 tahun) dan dewasa tengah (antara 40 sampai dengan 65 tahun) seiring

dengan perubahan perkembangan seperti kualitas hubungan mereka, perubahan

penampilan tubuh karena usia dan bermacam-macam peran kehidupan dan

tanggung jawab mereka. Selain itu, pada penelitian tersebut ditemukan bahwa

perempuan pada dewasa awal memiliki daya tahan yang lebih positif untuk

mengadopsi perspektif apresiasi tubuh orang lain dibandingkan dengan

perempuan yang baru memasuki dewasa dan perempuan pada dewasa tengah.

Dalam kaitannya dengan indeks massa tubuh (BMI), dasar pemikiran

utama dari Intuitive eating adalah secara akurat mengintepretasikan dan melekat

Page 61: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

47

pada umpan balik insting dalam menetukan apa dan jumlah makanan yang

dikonsumsi. Maka dari itu, dengan menghiraukan apakah intuitive eating dengan

tegas menyertakan tujuan menormalkan berat badan atau tidaknya, perilaku

makan dengan intuitif seharusnya berkorelasi dengan indeks masa tubuh yang

lebih rendah (Van Dyke & Drinkwater, 2013). Penelitian klinis mendukung

beberapa bukti bahwa implementasi dari pendekatan intuitive eating membantu

pemeliharaan berat badan, meskipun bukan berkurangnya berat badan, pada

perempuan ras kaukasia dengan berat badan lebih dan obese (Van Dyke &

Drinkwater, 2013). Salah satu penelitiannya adalah Hawks et. al (2004) dalam

mengembangkan mengembangkan The Intuitive Eating Scale dan menemukan

bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan indeks massa tubuh

(BMI), perilaku gangguan makan dan diet restriktif pada populasi mahasiswa.

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Intuitive eating

Subjective well-being afektif (positif-negatif)

Subjective well-being kognitif (kepuasan hidup)

Konformitas : compliance

Konformitas : acceptance

Jenis kelamin

Usia

BMI (body mass index)

Page 62: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

48

2.6 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh IV yang diketahui terhadap

DV. IV dalam penelitian ini adalah subjective well-being dan konformitas.

sedangkan DV dalam penelitian ini adalah intuitive eating. Dalam hal ini, IV dari

faktor demografis yang bersifat kategorik seperti jenis kelamin, usia dan BMI,

tidak peneliti masukkan ke dalam hipotesis mayor karena IV tersebut bersifat

kategorik sehingga analisisnya dilakukan secara terpisah dan hanya dimasukkan

ke dalam hipotesis minor.

1. Hipotesis Mayor :

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari subjective well being

dan konformitas terhadap intuitive eating.

2. Hipotesis Minor:

H0-1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari subjective well-being

afektif terhadap intuitive eating

H0-2 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari subjective well-being

kognitif (kepuasan hidup) terhadap intuitive eating

H0-3 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari konformitas compliance

terhadap intuitive eating

H0-4 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari konformitas acceptance

terhadap intuitive eating

H0-5 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap

intuitive eating

Page 63: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

49

H0-6 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari usia terhadap intuitive

eating

H0-7 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari Body Mass Index (BMI)

terhadap intuitive eating

Pada penelitian ini hipotesis yang diuji adalah hipotesis nihil (H0), yaitu:

“Tidak ada pengaruh yang signifikan dari subjective well-being dan

konformitas terhadap intuitive eating.”

Selain itu peneliti juga hendak mengetahui perbedaan rata-rata DV

antara masing-masing jenis pekerjaan responden sebagai IV yang akan

dianalisis secara terpisah. Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nihil (H0),

yaitu: “Tidak ada perbedaan rata-rata intuitive eating yang signifikan pada

jenis pekerjaan responden.”

Page 64: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

50

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, variabel

penelitian, instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, uji validitas

dan reliabilitas intrumen serta analisis data yang digunakan untuk menemukan

jawaban atas hipotesis penelitian.

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada pada kelopok usia

dewasa awal. Kelompok usia dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah tahap perkembangan masa dewasa awal (dewasa dini) yang dimulai pada

umur 18 sampai dengan 40 tahun.

Pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat “Non probability

sampling” dengan menggunakan teknik accidental sampling yaitu pengambilan

sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental

bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, apabila dipandang

orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

Dengan mempertimbangkan besarnya jumlah populasi yang akan diteliti

dan adanya berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian, maka peneliti

menentukan jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 150 orang

pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket melalui internet dan

angket fisik. Namun setelah turun lapangan jumlah seluruh sampel yang merespon

Page 65: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

51

angket melebihi jumlah responden yang ditentukan yakni sebanyak 159 orang

responden.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Dependent variable (DV) dan independent variable (IV)

Sebelum membahas definisi operasional penelitian, di bawah ini terdapat

beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian sebagaimana yang telah

disebutkan pada bab sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini yang dijadikan

dependent variable (DV)dan independent variable (IV) adalah:

DV: Intuitive eating

IV1: subjective well being afektif

IV2: subjective well being kognitif (kepuasan hidup)

IV3: konformitas compliance

IV4: konformitas acceptance

IV5: Jenis kelamin

IV6: Usia

IV 7: Body Mass Index (BMI)

IV8: Pekerjaan

Namun perlu diketahui sebelumnya bahwa pada IV ke delapan yang berupa

pekerjaan responden, akan dilakukan regresi secara terpisah.

Page 66: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

52

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

Dari definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam bab dua, kemudian peneliti

menentukan definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini.

1. Intuitive eating, dalam penelitian ini merupakan bentuk perilaku makan

adaptif yang ditandai oleh hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal

dari rasa lapar dan kenyang fisiologis yang dapat terindikasi melalui pola

makan seseorang, dimana seseorang makan karena mereka lapar secara fisik

dibandingkan untuk mengatasi tekanan emosional; dimana mereka tidak

mencoba untuk menghiraukan sinyal dari rasa lapar yang mereka rasakan,

ataupun mengklasifikasikan makanan menjadi kategori ‘dapat diterima’ dan

‘tidak dapat diterima’ juga mencoba untuk menjauhi makanan dalam kategori

‘tidak dapat diterima’; mempercayai akan isyarat lapar dan kenyang dan

bergantung pada isyarat ini untuk memandu perilaku makan mereka; serta

sejauh mana mencocokan pilihan makanan mereka dengan apa yang

dibutuhkan tubuh.

2. Subjective well-being, dalam penelitian ini adalah

a. Afek positif-negatif, yaitu keadaan suasana hati seseorang yang

menggambarkan perasaan dan emosi yang dialami. Afek positif

merupakan keadaan penuh energi, konsentrasi dan rasa senang, sementara

sementara afek negatif merupakan dimensi umum dari tekanan dan rasa

tidak senang yang terdiri dari bermacam keadaan mood aversif seperti rasa

takut, rasa sedih, rasa bersalah dan rasa bermusuhan.

Page 67: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

53

b. Kepuasan hidup,merupakan tingkat kepuasan hidup seseorang secara

keseluruhan.

3. Konformitas, adalah perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai hasil nyata

dari tekanan teman . Terdapat dua aspek yang diukur, yaitu

a. Compliance (tingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh

kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut,

menghindari penolakan, dan mengharapkan reward atau penerimaan

kelompok).

b. Acceptance (tingkah laku dan keyakinan yang sesuai dengan tekanan

kelompok yang diterima seseorang).

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini alat yang digunakan sebagai pengumpulan data adalah

dengan menggunakan skala model Likert. Skala model Likert adalah suatu

himpunan butir pernyataan sikap yang semuanya dipandang kira-kira sama

dengan nilai sikap, subjek menanggapi setiap butir dengan menggunakan taraf

setuju (favorable) atau tidak setuju (unfavorable) terhadapnya. Skor untuk butir-

butir yang terdapat dalam skala dijumlahkan atau dijumlah rata-rata untuk

mendapatkan skor sikap individu. Pernyataan (item) dalam skala model Likert ini

terdiri dari pernyataan positif dan negatif.

Skala dalam penelitian ini terdapat empat kategori jawaban dan masing-

masing kategori memiliki nilai tertentu, yaitu:

Page 68: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

54

Tabel 3.1

Format Skala Likert

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak setuju (TS) 2 3

Sangat tidak setuju (STS) 1 4

Dalam penelitian ini, subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga

bagian, yaitu bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari

penelitian, kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan

terima kasih peneliti. Kemudian bagian data kontrol, berisi tentang data-data

subjek seperti nama, usia, jenis kelamin, berat serta tinggi badan, pekerjaan, status

diet dan status kesehatan. Serta bagian inti, berisi alat ukur penelitian yaitu alat

ukur intuitive eating, subjective well-being dan konformitas.

3.3.2 Instrumen penelitian

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukur.

Adapun empat alat ukur tersebut yaitu:

1. Intuitive eating

Untuk mengukur perilaku intuitive eating, peneliti menggunakan skala baku

yang disusun oleh Tylka dan Kroon Van diest (2013) yaitu The Intuitive

eating Scale-2 (IES-2). Skala ini terdiri dari 21 item. dengan lima pilihan

jawaban, yaitu ‘sangat setuju’, ‘setuju’, ‘netral’, ‘tidak setuju’ dan ‘sangat

tidak setuju’ dengan rentang skor 1-5. Bagi item favorable skor tertinggi jika

menjawab ‘sangat setuju’ dan skor terendah jika menjawab ‘sangat tidak

Page 69: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

55

setuju’, berlaku kebalikan untuk item unfavorable. Berikut ini adalah

Blueprint dari alat ukur IES-2

Tabel 3. 2

Blueprint Skala Intuitive Eating

No Aspek Indikator Favorable Unfavorable

1 Eating for physical

rather than

emotional reason

Perilaku makan untuk

kepentingan tubuh daripada

emosional

5,17,19 1, 3, 7, 21, 23

2 Unconditional

permission to eat

-mengizinkan diri untuk

makan dengan menanggapi

sinyal dari rasa lapar

-Tidak mengkasifikasikan

kategori makanan dan

menjauhi makanan dalam

kategori ‘tidak dapat diterima

9, 12, 15

11, 13, 14

3 Reliance on

internal hunger

and satiety,

Rasa percaya akan isyarat

rasa lapar dan kenyang dari

dalam tubuh

6, 8, 10, 16,

18, 20

4 Body-food choice Kecocokan antar pilihan

makanan dengan kebutuhan

tubuh

2, 4, 22

2. Subjective well-being

a. Afektif

Skor subjective well-being afektif diukur dengan menggunakan modifikasi

dari skala baku dari Watson dan Clark (1994) yaitu The PANAS-X, yang

berupa kata-kata yang menggambarkan kondisi suasana hati seseorang secara

umum. Pada skala baku The PANAS-X terdiri dari 60 item yang

menggambarkan 11 afek spesifik yang terdiri dari empat emosi negatif dasar

yaitu rasa takut, sedih ,rasa bersalah dan Hostility; tiga emosi positif dasar

Page 70: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

56

yaitu Kegembiraan, Self-Assurance, Attentiveness; dan empat keadaan afektif

lainnya yaitu rasa malu, lelah, terkejut, dan Serenity.

Dalam penelitian ini peneliti membuat skala hanya berdasarkan empat

emosi negatif dasar dan tiga emosi positif dasar dari skala baku The PANAS-

X. Masing-masing kata memiliki lima pilihan jawaban, yaitu ‘sangat sedikit

atau tidak sama sekali’, ‘sedikit’, ‘sedang’, ‘sedikit banyak’ dan ‘sangat

banyak’ dengan rentang skor 1-5. Berikut ini adalah Blueprint skala afek

positif-negatif:

Tabel 3.3

Blueprint Skala Afek Positif-Negatif

Aspek Indikator Item

Emosi negatif rasa takut

sedih

rasa bersalah

sikap bermusuhan

1,2,3,4

6,7,8,9

10,11,12,13

15,16,17,18,19,20

Emosi positif Kegembiraan

kepercayaan diri

penuh perhatian

21,22,23,24,25,26

27,28,29,30,31

32,33,34,35

b. Kepuasan hidup (kognitif)

Untuk mengukur kepuasan hidup, peneliti menggunakan skala baku The

Satisfaction With Live Scale (Pavot & Diener, 1993), yang menggambarkan

tingkat kepuasan hidup seseorang secara keseluruhan yang telah dimodifikasi.

Pada skala baku berisi lima pernyataan yang masing-masing pernyataan

memiliki tujuh pilihan jawaban, yaitu ‘sangat tidak setuju’, ‘tidak setuju’,

‘sedikit tidak setuju’, ‘netral’, ‘sedikit setuju’, ‘setuju’, dan ‘sangat setuju’

dengan rentang skor 1-7. Namun pada penelitian ini peneliti mengganti pilihan

Page 71: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

57

jawaban menjadi empat kategori jawaban yaitu ‘sangat tidak setuju’, ‘tidak

setuju’, ‘‘setuju’, dan ‘sangat setuju’ dengan rentang skor 1-4.

3. Konformitas

Untuk mengukur konformitas terhadap tekanan teman peneliti menyusun

sendiri skala yang akan digunakan di dalam penelitian. Skala ini disusun

berdasarkan indikator konformitas menurut Myers (2010). Skala ini terdiri

atas 19 pernyataan yang masing-masing pernyataan memiliki lima pilihan

jawaban, yaitu ‘sangat setuju’, ‘setuju’, ‘ragu’, ‘tidak setuju’ dan ‘sangat tidak

setuju’ dengan rentang skor 1-5. Untuk pernyataan favorable skor 5 untuk

jawaban ’sangat setuju’, skor 4 untuk jawaban ‘setuju’, skor 3 untuk jawaban

‘ragu’, skor 2 untuk jawaban ‘tidak setuju’ dan skor 1 untuk jawaban ‘sangat

tidak setuju. Berlaku kebalikan untuk pernyataan unfavorable. Berikut ini

adalah Blueprint skala konformitas:

Tabel 3.4

Blueprint Skala Konformitas

No Aspek Indikator Favorable Unfavorable

1 Compliance Disukai orang lain 1, 4, 5 2, 3,

Menghindari penolakan 6, 7, 8

9, 10

2 Acceptance Menerima pendapat

kelompok

11, 12, 13, 14 ,

16

15

Penilaian pada diri sendiri 18, 20, 21 17, 19

4. Kuesioner faktor demografis

Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor demografis, yaitu jenis kelamin,

usia, BMI dan pekerjaan, peneliti menggunakan pertanyaan tertutup yang

terdapat dalam data identitas responden.

Page 72: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

58

BMI pada penelitian ini merupakan skor yang diperoleh dari hasil

pengukuran dengan membandingkan berat badan dan tinggi badan subjek.

BMI ini digunakan untuk pengukuran berat badan yang dihubungkan dengan

intuitive eating. Rumus yang digunakan untuk mengukur BMI berdasarkan

standar internasional adalah :

Dengan batas ambang indeks massa tubuh yang dikategorisasikan

kedalam lima kategori sebagai berikut:

Tabel 3.5

Batas Ambang BMI menurut Depkes RI

Kategori IMT

Sangat kurus < 17,0

Kurus 17,0 – 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk 25,1 – 27,0

Sangat gemuk > 27,0

(Riskesdas 2010)

3.4 Uji validitas instrumen

Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas

konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan analisis faktor

konfirmatori (CFA). Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan

bantuan software Lisrel 8.70.

berat badan (kg)

IMT =

tinggi badan (m)2

Page 73: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

59

3.4.1 Uji validitas intuitive eating

Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel intuitive eating. Dalam pengujian validitas item,

variabel intuitive eating dibagi menjadi empat aspek yaitu, eating for physical

rather than emotional reason, unconditional permission to eat, reliance on

internal hunger and satiety dan body-food choice congruence.

1. Eating for physical rather than emotional reason

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=56.80, df=20, P-value=0.00002, RMSEA=0.108. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=25.11, df=18, P-value=0.12202, RMSEA=0.050. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu eating for physical rather than emotional

reason.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Page 74: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

60

Tabel 3.6

Muatan Faktor Item Eating for Physical Rather than Emotional Reason.

4 ITEM 1 0.78 -0.07 11.33 V

5 ITEM 3 0.63 -0.07 8.51 V

6 ITEM 7 0.73 -0.07 10.28 V

7 ITEM 21 0.86 -0.07 13.06 V

8 ITEM 23 0.84 -0.07 12.62 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, nilai t koefisien muatan faktor pada item 19 tidak

signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan.

Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan

negatif, maka diketahui ada satu item yang muatan faktornya negatif. Pada

model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling

berkolerasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat

multidimensional pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa

yang seharusnya diukur. Dengan demikian secara keseluruhan item yang

didrop adalah item 19 karena memiliki nilai t < 1,96 dan memiliki muatan

faktor yang negatif. Artinya, item 19 tidak akan dianalisis dalam perhitungan

skor faktor.

2. Unconditional permission to eat

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=34.32, df=9, P-value=0.00008, RMSEA=0.133. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM 5 0.47 -0.08 6 V

2 ITEM 17 0.34 -0.08 4.12 V

3 ITEM 19 -0.41 -0.08 -5.11 X

Page 75: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

61

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=11.25, df=7, P-value=0.12816, RMSEA=0.062. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu unconditional permission to eat.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

Berikut:

Tabel 3.7

Muatan Faktor Item Unconditional Permission to Eat

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM 9 0.62 -0.08 7.25 V

2 ITEM 12 0.59 -0.09 6.88 V

3 ITEM 15 0.52 -0.09 5.98 V

4 ITEM 11 0.45 -0.09 5.1 V

5 ITEM 13 0.38 -0.09 4.22 V

6 ITEM 14 0.74 -0.08 8.79 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item pada

aspek unconditional permission to eat dapat dikatakan signifikan karena

memiliki nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat

multidimensional pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa

yang seharusnya diukur. Sehingga tidak ada item yang di drop.

Page 76: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

62

3. Reliance on internal hunger and satiety

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=56.12, df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.182. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=7.82, df=6, P-value=0.25161, RMSEA=0.044. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu reliance on internal hunger and satiety.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.8

Muatan Faktor Item Reliance on Internal Hunger and Satiety.

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM 6 0.49 -0.09 5.75 V

2 ITEM 8 0.33 -0.09 3.71 V

3 ITEM 10 0.43 -0.09 4.77 V

4 ITEM 16 0.73 -0.08 8.95 V

5 ITEM 18 0.77 -0.08 9.43 V

6 ITEM 20 0.59 -0.08 7.06 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item pada

aspek reliance on internal hunger and satiety dapat dikatakan signifikan

Page 77: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

63

karena memiliki nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat

multidimensional pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa

yang seharusnya diukur. Sehingga tidak ada item yang di drop.

4. Body-food congruence

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model diperoleh model fit dengan

Chi-Square=0.00, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan

satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur

satu faktor saja yaitu body-food congruence.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.9

Muatan Faktor Item Body-Food Congruence

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM 2 0.65 -0.08 7.75 V

2 ITEM 4 0.7 -0.08 8.26 V

3 ITEM 22 0.78 -0.09 9.12 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item-item

pada aspek body-food congruence dapat dikatakan signifikan karena memiliki

nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat

Page 78: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

64

disimpulkan bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat multidimensional

pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya

diukur. Sehingga tidak ada item yang di drop.

3.4.2 Uji validitas subjective well-being

Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel subjective well-being. Dalam pengujian validitas item,

variabel subjective well-being dibagi menjadi dua aspek yaitu, subjective well-

being kognitif (kepuasan hidup) dan subjective well-being afektif.

1. Subjective well-being kognitif (kepuasan hidup)

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=23.43, df=5, P-value=0.00028, RMSEA=0.153. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=6.32, df=4, P-value=0.17621, RMSEA=0.061. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu subjective well-being kognitif (kepuasan

hidup).

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

Page 79: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

65

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.10

Muatan Faktor Item Subjective Well-Being Kognitif (Kepuasan Hidup)

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item-item

pada aspek subjective well-being kognitif dapat dikatakan signifikan karena

memiliki nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat

multidimensional pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa

yang seharusnya diukur. Sehingga tidak ada item yang di drop.

2. Subjective well-being afektif

a) Afek negatif

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=1334.39, df=170, P-value=0.00000, RMSEA=0.208. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=117.29, df=95, P-value=0.06018, RMSEA=0.039. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM1 0.61 -0.08 7.65 V

2 ITEM2 0.85 -0.07 12.23 V

3 ITEM3 0.83 -0.07 11.88 V

4 ITEM4 0.73 -0.07 10.07 V

5 ITEM5 0.42 -0.08 5.13 V

Page 80: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

66

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu afek negatif.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.11

Muatan Faktor Item Afek Negatif

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM1 0.63 -0.07 8.81 V

2 ITEM2 0.66 -0.07 9.53 V

3 ITEM3 0.65 -0.07 9.02 V

4 ITEM4 0.65 -0.07 9.02 V

5 ITEM5 0.67 -0.07 9.49 V

6 ITEM6 0.84 -0.07 12.51 V

7 ITEM7 0.88 -0.06 13.57 V

8 ITEM8 0.94 -0.06 15.31 V

9 ITEM9 0.71 -0.07 10.29 V

10 ITEM10 0.76 -0.07 11.43 V

11 ITEM11 0.57 -0.07 8.16 V

12 ITEM12 0.72 -0.07 10.64 V

13 ITEM13 0.75 -0.07 11.29 V

14 ITEM14 0.67 -0.07 9.38 V

15 ITEM15 0.81 -0.07 11.21 V

16 ITEM16 0.55 -0.07 7.61 V

17 ITEM17 0.52 -0.08 6.78 V

18 ITEM18 0.41 -0.07 5.52 V

19 ITEM19 0.73 -0.07 11.1 V

20 ITEM20 0.57 -0.07 7.86 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Page 81: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

67

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item-item

pada aspek afek negatif dapat dikatakan signifikan karena memiliki nilai t >

1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat multidimensional pada dirinya

masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur.

Sehingga tidak ada item yang di drop.

b) Afek positif

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan

Chi-Square=1252.15, df=90, P-value=0.00000, RMSEA=0.286. Oleh

karena itu peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana

kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkolerasi satu sama

lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=75.91, df=59, P-

value=0.06830, RMSEA=0.043. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value

> 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor

saja yaitu afek positif.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji

adalah hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,

seperti pada tabel berikut:

Page 82: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

68

Tabel 3.12

Muatan Faktor Item Afek Positif

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM21 0.54 -0.08 7.11 V

2 ITEM22 0.76 -0.07 11.13 V

3 ITEM23 0.73 -0.07 10.58 V

4 ITEM24 0.77 -0.07 11.28 V

5 ITEM25 0.84 -0.07 11.92 V

6 ITEM26 0.95 -0.06 14.8 V

7 ITEM27 0.85 -0.07 12.18 V

8 ITEM28 0.63 -0.07 8.79 V

9 ITEM29 0.61 -0.07 8.35 V

10 ITEM30 0.61 -0.07 8.29 V

11 ITEM31 0.51 -0.07 6.85 V

12 ITEM32 0.57 -0.07 7.66 V

13 ITEM33 0.49 -0.07 6.5 V

14 ITEM34 0.55 -0.08 7.33 V

15 ITEM35 0.55 -0.07 7.31 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item-item

pada aspek afek negatif dapat dikatakan signifikan karena memiliki nilai t

> 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat

multidimensional pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur

apa yang seharusnya diukur. Sehingga tidak ada item yang di drop.

3.4.3 Uji validitas konformitas

Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel konformitas. Dalam pengujian validitas item, variabel

konformitas dibagi menjadi dua aspek yaitu, konformitas complience dan

konformitas acceptance.

Page 83: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

69

1. Konformitas compliance

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=224.91, df=35, P-value=0.00000, RMSEA=0.18. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=37.16, df=26, P-value=0.07225, RMSEA=0.052. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu konformitas compliance.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.13

Muatan Faktor Item Konformitas Compliance

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM1 0.43 -0.08 5.38 V

2 ITEM2 0.01 -0.08 0.11 X

3 ITEM3 0.24 -0.08 2.93 V

4 ITEM4 0.7 -0.08 9.06 V

5 ITEM5 0.84 -0.07 12.11 V

6 ITEM6 0.8 -0.07 10.94 V

7 ITEM7 0.44 -0.08 5.45 V

8 ITEM8 0.41 -0.08 5.15 V

9 ITEM9 0.12 -0.08 1.45 X

10 ITEM10 0.35 -0.08 4.28 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Page 84: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

70

Pada tabel di atas, nilai t koefisien muatan faktor pada item dua dan

item sembilan tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item

lainnya signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada

yang bermuatan negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya

negatif. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang

saling berkolerasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut

bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya

mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan demikian secara keseluruhan

item yang didrop adalah item dua dan sembilan karena memiliki nilai t < 1,96

dan memiliki muatan faktor yang negatif. Artinya, item dua dan sembilan

tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

2. Konformitas acceptance

Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-

Square=154.69, df=44, P-value=0.00000, RMSEA=0.126. Oleh karena itu

peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=53.94, df=39, P-value=0.05627, RMSEA=0.049. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu konformitas acceptance.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah

hipotesis nihil tentang koefisian muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan

Page 85: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

71

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.14

Muatan Faktor Item Konformitas acceptance

No. Item Koefisien Standar Eror Nilai T Signifikan

1 ITEM11 0.58 -0.07 7.89 V

2 ITEM12 0.33 -0.09 3.82 V

3 ITEM13 0.7 -0.07 9.5 V

4 ITEM14 0.88 -0.07 13 V

5 ITEM15 0.35 -0.08 4.54 V

6 ITEM16 0.32 -0.08 4.12 V

7 ITEM17 0.43 -0.08 5.37 V

8 ITEM18 0.22 -0.08 2.86 V

9 ITEM19 0.63 -0.08 7.48 V

10 ITEM20 0.67 -0.07 9.33 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item-item

pada aspek afek negatif dapat dikatakan signifikan karena memiliki nilai t >

1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat item-item yang bersifat multidimensional pada dirinya

masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur.

Sehingga tidak ada item yang di drop.

3.5 Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai pengaruh antara subjective well-

being, konformitas, jenis kelamin, usia, dan BMI yang mempengaruhi intuitive

eating, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik

statistik Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis

Page 86: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

72

regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di

BAB 2. Dengan dependent variable yaitu intuitive eating, dan independent

variable subjective well-being, konformitas, usia, jenis kelamin dan BMI, maka

persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7

Dengan penjelasan sebagai berikut:

Y = intuitive eating

a = konstan intersepsi

b = koefisien regresi

X1 = subjective well-being kognitif (kepuasan hidup)

X2 = subjective well-being afektif

X3 = konformitas complience

X4 = konformitas acceptance

X5 = usia

X6 = jenis kelamin

X7 = BMI

Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien

korelasi berganda antara intuitive eating dengan subjective well-being,

konformitas, usia, jenis kelamin dan BMI. Besarnya kemungkinan intuitive eating

yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh

koefisien determinasi berganda atau R2.

Page 87: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

73

Untuk membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka

dapat diuji dengan menggunakan uji F. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya,

dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan memiliki

pengaruh terhadap variabel dependen.

Kemudian peneliti melakukan uji T dari tiap-tiap IV yang dianalisis.

Maksud uji T adalah melihat apakah signifikan dampak dari tiap IV terhadap DV.

Hasil uji T ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti

nantinya.

Page 88: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

74

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas presentasi dan analisis data yang meliputi gambaran umum

subjek dan hasil penelitian yang meliputi analisis deskriptif, kategorisasi skor

variabel dan uji hipotesis penelitian.

4.1 Karakteristik Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 159 responden dewasa awal. Berikut ini

akan dijelaskan gambaran sampel berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, indeks

masa tubuh, status kesehatan dan status diet responden pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1

Karakteristik Sampel Penelitian

No. Karakteristik Sampel

Penelitian

Sampel n=159 No. Karakteristik Sampel

Penelitian

Sampel n=159

n (%) n (%)

1 Jenis

kelamin

Laki-laki 48 (30.19 %) 4 Indeks masa

tubuh

Sangat kurus 10 (6.29%)

Perempuan 111 (69.81 %)

Kurus 21 (13.21%)

2 Usia 18-25 tahun 134 (84.28 %)

Normal 112 (70.44%)

26-40 tahun 25 (15,72)

Gemuk 4 (2.52%)

3 Pekerjaan Tidak bekerja 6 (3.77%)

Sangat gemuk 12 (7.55%)

Pelajar/

mahasiswa 91 (57.23%)

5

Adanya

status

kesehatan

tertentu

Ya

17 (10.7%)

Ibu rumah

tangga 14 (8.80%)

Tidak 142 (89.3%)

Karyawan 26 (16.35%)

Wirausaha 6 (3.77%) 6 Adanya

Status diet

Ya 13 (8.18%)

Lain-lain 16 (10.06%)

Tidak 146 (91.82%)

Page 89: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

75

Dari tabel 4.1 peneliti dapat menyampaikan beberapa hal:

1. Berdasarkan jenis kelamin dapat dikatakan jumlah sampel kurang seimbang

dimana sampel perempuan mendominasi sebanyak 69,81 % dari 159 sampel dan

jumlah sampel laki-laki sebanyak 30,19%.

2. Usia responden memiliki rentang 18 - 40 tahun. Sampel yang sangat

mendominasi dalam penelitian ini adalah sampel dengan usia 18 - 25 tahun

sebanyak 84,28 % dari 159 sampel.

3. Dilihat dari persentase responden berdasarkan pekerjaan, sampel yang

mendominasi dalam penelitian ini adalah sampel mahasiswa sebanyak 57,23%

dari 159 sampel.

4. Berdasarkan indeks masa tubuh didominasi oleh sampel dengan indeks masa

tubuh kategori normal sebanyak 70,44% dari 159 sampel.

5. Dilihat dari persentase responden berdasarkan skor adanya status kesehatan yang

mengharuskan responden mengatur pola makan, sampel yang mendominasi

dalam penelitian ini adalah sampel yang tidak memiliki status kesehatan yang

mengharuskan untuk mengatur pola makan. Adapun status kesehatan yang

disebutkan responden yang memiliki status kesehatan tertentu adalah maag,

radang tenggorokan, typus, dispepsia, obesitas, underweight, asam urat,

hipertensi, hipotensi, anemia dan diabetes.

6. Dilihat dari persentase responden berdasarkan status diet, sampel yang

mendominasi dalam penelitian ini adalah sampel yang tidak melakukan diet.

Page 90: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

76

Sementara hanya sedikit yang melakukan diet, diantaranya diet karbohidrat,

OCD, diet mayo, serta diet yang mengurangi jenis, porsi atau waktu makan.

4.2 Kategorisasi Skor Variabel

4.2.1 Kategorisasi skor intuitive eating

Kategorisasi pada variabel ini dibuat menjadi dua interval yaitu rendah dan tinggi.

Untuk mengkategorisasikannya, terlebih dahulu peneliti menetapkan norma skor

dengan menggunakan nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan

minimum dari variabel. Pada penelitian ini diketahui intuitive eating memiliki mean

sebesar 63.1761 dengan stadar deviasi (SD) sebesar 5.65186. Selain itu diketahui pula

nilai minimum intuitive eating sebesar 40.00 dan nilai maksimum sebesar 78.00.

Skor yang digunakan pada dependent variable dalam kategorisasi ini adalah

real score. Oleh karena itu, dengan menggunakan mean dari norma skor, maka dapat

ditetapkan norma seperti yang tertera pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2

Norma Skor

Kategori Norma

Tinggi X ≥ Mean

Rendah X < Mean

Setelah norma kategorisasi ditetapkan, maka dapat dilakukan perhitungan

persentase kategori intuitive eating dengan bantuan software SPSS 16.0. sehingga

gambaran Intuitive eating pada 159 dewasa awal yang menjadi responden dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

Page 91: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

77

Table 4.3

Distribusi Skor Intuitive Eating

Kategori Jenis kelamin

N % Perempuan Laki-laki

Rendah 54 16 70 44

Tinggi 57 32 89 56

Total 111 48 159 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat

Intuitive eating yang tinggi adalah sebanyak 89 orang (56%) dan 70 responden (44%)

dengan skor Intuitive eating yang rendah.

4.3 Uji Hipotesis Penelitian

4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian

Pada tahapan ini, peneliti akan menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan

teknik analisis berganda dengan bantuan software SPSS 16.0. Seperti yang telah

disebutkan pada bab tiga, bahwa dalam regresi ada tiga hal yang dilihat yaitu,

pertama melihat besaran R square (R2) untuk mengetahui berapa persen (%) varians

dependent variable yang dijelaskan oleh Independent Variable. Kedua, melihat

apakah seluruh Independent Variable berpengaruh secara signifikan terhadap

Dependent Variable. Terakhir untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien

regresi dari masing-masing Independent Variable. Langkah pertama, peneliti melihat

besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians Dependent Variable

Page 92: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

78

yang dijelaskan oleh Independent Variable. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel

4.4 berikut ini:

Tabel 4.4

R Square

Model R

R

Square

Adjusted

R Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .484a .234 .199 8.30362 .234 6.602 7 151 .000

a. Predictors: (Constant), BodyMassIndex, konformitascomplience, SWBafektif, jeniskelamin, usia, SWBkognitif,

konformitasacceptance

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dengan menggunakan

seluruh Independent Variable terhadap Dependent Variable, diperoleh nilai R square

0,234. Artinya, pengaruh dari intuitive eating yang dijelaskan oleh seluruh

Independent Variable hanya sebesar 23,4%, sedangkan 76,6% sisanya dipengaruhi

oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Langkah kedua peneliti melihat apakah seluruh Independent Variable

berpengaruh secara signifikan terhadap Dependent Variable, yaitu intuitive eating.

Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5

Anova

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3186.662 7 455.237 6.602 .000a

Residual 10411.477 151 68.950

Total 13598.139 158

a. Predictors: (Constant), BodyMassIndex, konformitascomplience, SWBafektif, jeniskelamin, usia, SWBkognitif,

konformitasacceptance

b. Dependent Variable: intuitiveeating

Page 93: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

79

Dari tabel diatas, jika melihat kolom paling kanan (kolom sig.), diketahui

bahwa nilai sig= 0.000<0.05, maka pengujian hipotesis nihil yang menyatakan tidak

ada pengaruh bersama yang signifikan antara seluruh Independent Variable terhadap

Dependent Variable ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang

signifikan dari subjective well-being kognitif, subjective well-being afektif,

konformitas compliance, konformitas acceptance, jenis kelamin, usia, dan Body Mass

Index (BMI) terhadap Intuitive eating pada dewasa awal.

Langkah ketiga adalah menjawab hipotesis minor, yaitu melihat signifikan

atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing Independent Variable. Apabila

nilai signifikansi yang terdapat pada kolom paling kanan (kolom sig.) menunjukkan

angka dibawah 0,05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya

terhadap Dependent Variable dan sebaliknya. Adapun hasilnya dapat dilihat pada

tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6

Koefisien Regresi

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 57.391 8.637 6.644 .000

SWB kognitif -.014 .087 -.014 -.159 .874

SWB afektif .099 .081 .104 1.219 .225

Konformitas compliance* -.222 .098 -.213 -2.267 .025*

Konformitas acceptance* -.222 .096 -.215 -2.323 .022*

Jenis kelamin 2.574 1.503 .128 1.713 .089

Usia .379 .204 .137 1.857 .065

Body Mass Index .044 .185 .018 .239 .812

Keterangan: tanda (*) menunjukkan variabel yang signifikan

Page 94: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

80

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa koefisien regresi Independent

Variable yang signifikan adalah konformitas compliance dan konformitas

acceptance. Sedangkan, variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti, dari tujuh

hipotesis minor, hanya terdapat dua hipotesis yang signifikan, yaitu H0-3 dan H0-4,

Dengan demikian, dapat disusun persamaan regresi dari intuitive eating sebagai

berikut:

Intuitive eating = 57.391 - 0.014 subjective well-being kognitif + 0.099 subjective

well-being afektif - 0.222 konformitas compliance* - 0.222

konformitas acceptance* + 2.574 jenis kelamin + 0.379 usia -

+ 0,44 Body Mass Index (BMI)

Berdasarkan persamaan regresi diatas, maka didapatkan informasi sebagai berikut:

1. Subjective well-being kognitif

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,014 dengan nilai signifikansi

0,874>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel subjective well-being

kognitif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intuitive eating.

2. Subjective well-being afektif

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,099 dengan nilai signifikansi

0,225>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel subjective well-being

afektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intuitive eating.

3. Konformitas compliance

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,222 dengan nilai signifikansi

0,025<0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel konformitas compliance

berpengaruh secara signifikan terhadap intuitive eating dengan arah negatif.

Page 95: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

81

Artinya, semakin tinggi konformitas compliance, maka semakin rendah intuitive

eating.

4. Konformitas acceptance

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,222 dengan nilai signifikansi

0,022<0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel konformitas acceptance

secara negatif berpengaruh signifikan terhadap Intuitive eating. Artinya, semakin

tinggi konformitas acceptance, maka semakin rendah Intuitive eating.

5. Jenis kelamin

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2,574 dengan nilai signifikansi

0,089>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata

Intuitive eating antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan.

6. Usia

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,379 dengan nilai signifikansi

0,065>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variable usia tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap Intuitive eating.

7. Body Mass Index (BMI)

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,044 dengan nilai signifikansi

0,812>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel Body Mass Index (BMI)

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Intuitive eating.

Untuk mengetahui bagaimana perbedaan rata-rata antara masing-masing jenis

pekerjaan responden. Peneliti melakukan pengujian one-way anova untuk melihat

apakah pekerjaan memiliki perbedaan rata-rata intuitive eating berdasarkan data

Page 96: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

82

demografis pekerjaaan yang berupa variabel kategorik secara terpisah. Hal ini

dikarenakan pekerjaan merupakan variable kategorik yang untuk mengetahui

keterkaitannya dengan Dependen Variable intuitive eating dapat dilakukan dengan

dua cara yakni regresi secara bersama dengan menggunakan teknik dummy coding,

atau bisa juga dilakukan dengan regresi terpisah dengan menggunakan one-way

anova.

Untuk menjawab ada atau tidaknya perbedaan rata-rata yang signifikan antara

masing-masing jenis pekerjaan maka dapat dilihat dari table 4.7 dibawah ini :

Tabel 4.7

One-Way Anova antara Pekerjaan dengan Intuitive Eating

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 505.641 5 101.128 1.182 .321

Within Groups 13092.498 153 85.572

Total 13598.139 158

Jika melihat kolom paling kanan (kolom sig.), diketahui bahwa nilai sig=

0.321<0.05, maka pengujian hipotesis nihil diterima. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan rata-rata Dependent Variable, yang signifikan pada

Independent Variable kategorik, yaitu pekerjaan. Berdasarkan informasi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata intuitive eating yang

signifikan pada masing-masing pekerjaan responden.

Sementara untuk menentukan prediktor mana diantara masing-masing IV

yang memiliki pengaruh paling besar terhadap Dependent Variable dapat dilihat

melalui kolom standardized coefficient beta pada tabel 4.6 koefisien regresi. Dengan

Page 97: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

83

menghiraukan tanda negatif, Independent Variable dengan koefisien beta terbesar

dapat disimpulkan sebagai prediktor yang memiliki pengaruh yang paling besar

terhadap Dependent Variable.

Berdasarkan standar koefisien beta maka diketahui bahwa Independent

Variable dengan prediktor terbesar terhadap intuitive eating adalah variable

konformitas acceptance (0.215). Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan

bahwa dalam penelitian ini konformitas acceptance merupakan prediktor yang paling

mempengaruhi intuitive eating.

4.4 Analisis Proporsi Varians

Besarnya sumbangan proporsi varians dari masing-masing Independent Variable

terhadap Intuitive eating dapat dilihat pada table 4.8 berikut :

Tabel 4.8

Proporsi varians dari masing-masing Independent Variable

Model R

R

Square

Adjusted

R Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .036a .001 -.005 9.30067 .001 .200 1 157 .656

2 .191b .036 .024 9.16503 .035 5.681 1 156 .018

3 .392c .154 .137 8.61663 .117 21.489 1 155 .000

4 .438d .192 .171 8.44802 .038 7.249 1 154 .008

5 .464e .216 .190 8.34917 .024 4.668 1 153 .032

6 .484f .234 .204 8.27783 .018 3.649 1 152 .058

7 .484g .234 .199 8.30362 .000 .057 1 151 .812

Page 98: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

84

Berdasarkan tabel diatas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:

1. Diketahui bahwa R2 change dari subjective well-being kognitif terhadap

Intuitive eating adalah 0,001, artinya variabel subjective well-being

memberikan sumbangan varians sebesar 0,1% pada Intuitive eating.

Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena nilai sig. F

change= 0,656>0,05.

2. Diketahui bahwa R2 change dari subjective well-being afektif terhadap

Intuitive eating adalah 0,035, artinya variabel subjective well-being afektif

memberikan sumbangan varians sebesar 3,5% pada Intuitive eating.

Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena nilai sig. F change=

0,018<0,05.

3. Diketahui bahwa R2 change dari konformitas compliance terhadap Intuitive

eating adalah 0,117, artinya variabel konformitas compliance memberikan

sumbangan varians sebesar 11,7% pada Intuitive eating. Sumbangan tersebut

signifikan secara statistik karena nilai sig. F change= 0,000 <0,05.

4. Diketahui bahwa R2 change dari konformitas acceptance terhadap Intuitive

eating adalah 0,38, artinya variabel konformitas acceptance memberikan

sumbangan varians sebesar 3,8% pada Intuitive eating. Sumbangan tersebut

signifikan secara statistik karena nilai sig. F change= 0,008<0,05

5. Diketahui bahwa R2 change dari jenis kelamin terhadap Intuitive eating

adalah 0,024, artinya variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians

Page 99: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

85

sebesar 2,4% pada Intuitive eating. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik karena nilai sig. F change= 0,032<0,05.

6. Diketahui bahwa R2 change dari usia terhadap Intuitive eating adalah 0,018,

artinya variabel usia memberikan sumbangan varians sebesar 1,8% pada

Intuitive eating. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena

nilai sig. F change= 0,058>0,05.

7. Diketahui bahwa R2 change dari BMI terhadap Intuitive eating adalah 0,000,

artinya variabel BMI memberikan sumbangan varians sebesar 0% pada

Intuitive eating. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena

nilai sig. F change= 0,812>0,05.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dari delapan independent

variable yang diteliti, ternyata hanya terdapat tiga independent variable yang

signifikan sumbangannya terhadap Intuitive eating, yaitu konformitas compliance.

konformitas acceptance dan jenis kelamin. Adapun urutan independent variable yang

signifikan dari yang paling besar sampai dengan paling kecil memberikan sumbangan

terhadap Intuitive eating jika dilihat dari nilai R2 change nya, yaitu konformitas

compliance sebesar 11,7%, konformitas acceptance sebesar 3,8% dan jenis kelamin

sebesar 2,4%

Page 100: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

86

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab lima ini peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang

telah dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil

penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian ini adalah ada pengaruh bersama yang signifikan dari subjective well-being

kognitif, subjective well-being afektif, konformitas acceptance, konformitas

compliance, jenis kelamin, usia dan Body Mass Index (BMI) responden terhadap

intuitive eating pada dewasa awal.

Pengaruh terhadap intuitive eating pada dewasa awal yang dapat diprediksi

secara bersama oleh subjective well-being kognitif, subjective well-being afektif,

konformitas acceptance, konformitas compliance, jenis kelamin, usia dan Body Mass

Index (BMI) adalah sebesar 23,4%, sedangkan 76,6% sisanya dipengaruhi oleh

variable lain diluar penelitian ini.

Jika dilihat dari masing-masing independent variable dan dimensinya, maka

diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari subjective well-being serta

dimensi-dimensinya terhadap perilaku makan intuitive eating pada dewasa awal.

Sementara itu diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari konformitas

Page 101: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

87

terhadap intuitive eating pada dewasa awal. Pengaruh yang signifikan ini terjadi pada

masing-masing dimensi konformitas, yakni compliance dan acceptance. Sementara

itu tidak ada pengaruh yang signifikan dari data demografis , usia dan Body Mass

Index (BMI) terhadap intuitive eating pada dewasa awal.

Prediktor dengan pengaruh paling besar terhadap intuitive eating pada penelitian

ini adalah konformitas acceptance. Selain itu, tidak terdapat perbedaan rata-rata

intuitive eating yang signifikan pada masing-masing kategori jenis pekerjaan.

5.2 Diskusi

Pada penelitian ini terdapat beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi

intuitive eating pada dewasa awal, yaitu subjective well-being, konformitas dan faktor

demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan dan Body Mass Index (BMI)

responden. Berdasarkan data yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diketahui

bahwa seluruh faktor secara bersama mempengaruhi intuitive eating pada dewasa

awal, meskipun hanya beberapa variable yang pada akhirnya diketahui

mempengaruhi intuitive eating.

Pertama, intuitive eating secara signifikan dipengaruhi oleh konformitas

dengan arah pengaruh yang negatif. Hal ini menggambarkan bahwa semakin rendah

konformitas seseorang maka semakin tinggi tingkat intuitive eating-nya. Hal ini

senada dengan pernyataan Augustus-Horvath dan Tylka (2011), bahwa intuitive

eating mungkin saja berkaitan secara negatif dengan kekakuan dan aturan

konformitas, atau penerimaan dari kepatuhan pada norma sosial. Hal ini mungkin saja

Page 102: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

88

disebabkan karena intuitive eating berkaitan dengan fleksibilitas (kesediaan untuk

mengikuti isyarat lapar dan kenyang yang tidak dapat di prediksi) dan tidak secara

kaku mengikuti aturan eksternal mengenai kapan, apa, dan seberapa banyak makan.

Hal ini dapat berarti seseorang dengan intuitive eating biasanya akan makan

berdasarkan isyarat yang ada dari tubuhnya dibandingkan dengan mengikuti isyarat

dari luar, seperti konformitas dengan contoh perilaku seperti menunggu teman untuk

makan yang seringkali dilakukan banyak orang pada saat makan siang bersama.

Butcher, Mineka dan Hooley (2007) juga menyebutkan bahwa faktor

sosiokultural (pengaruh teman sebaya dan pengaruh media) merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi perilaku makan abnormal yang merupakan salah satu

bentuk perilaku makan maladaptif. Maka dalam hal ini terbukti bahwa intuitive eating

yang merupakan salah satu bentuk perilaku makan adaptif juga dipengaruhi oleh

salah satu faktor sosiokultural, yakni konformitas, hanya saja semakin seseorang

tidak berperilaku sesuai dengan pengaruh orang lain, semakin mungkin individu

tersebut memiliki intuitive eating.

Salah satu dari kedua dimensi konformitas pada penelitian ini bahkan menjadi

prediktor yang paling besar pengaruhnya terhadap intuitive eating. Dimensi

konformitas acceptance sendiri merupakan suatu bentuk konformitas dimana tingkah

laku maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterimanya.

Acceptance adalah konformitas yang didasari oleh penerimaan seseorang terhadap

bukti realitas yang diberikan oleh orang lain. Jadi jika individu tidak tahu atau

Page 103: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

89

bingung harus berbuat apa maka ia akan menjadikan perilaku kelompok sebagai

pedoman perilaku dan meyakini hal tersebut benar.

Pada penelitian ini variable subjective well-being tidak mempengaruhi

intuitive eating, baik pada dimensi kognitif maupun afektif. Hal ini tidak sesuai

dengan penelitian sebelumnya dimana kepuasan hidup (subjective well-being

kognitif) berhubungan secara positif dengan intuitive eating (Tylka & Kroon Van

Diest, 2013). Penelitian Tylka dan Kroon Van Diest (2013) ini juga mengungkapkan

bahwa intuitive eating berhubungan secara positif dengan afek positif dan

berhubungan secara negatif dengan afek negatif (subjective well-being afektif).

Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang bisa

mempengaruhi subjective well-being responden seperti temperamen dan kepribadian

yang tampaknya menjadi faktor yang sangat kuat dalam kaitannya dengan adaptasi

seseorang terhadap derajat kondisi yang baik dan buruk dalam hidupnya. Kejadian

apa yang dipersepsikan sebagai baik atau buruk ini dengan value dan goal yang

dimiliki seseorang. Sehingga, perubahan goal merupakan komponen yang tidak

terpisahkan dari adaptasi yang mungkin mempengaruhi responden dalam menilai

subjective-well being mereka. Selain itu masih banyak faktor budaya dan sosial

lainnya yang mungkin mempengaruhi subjective well-being dalam berbagai cara

(Diener, 2000).

Dalam penelitian ini responden berjenis kelamin laki-laki diketahui tidak

memiliki perbedaan rata-rata intuitive eating dengan perempuan. hasil penelitian ini

berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat

Page 104: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

90

perbedaan jenis kelamin pada intuitive eating (Tylka & Kroon Van Diest, 2013;

Hawks et. al, 2004; Smith & Hawks, 2006) serta perbedaan rata-rata jenis kelamin

dengan gangguan makan (Meyer & Waller, 1998 Murnen & Smolak, 1997; Tata,

Fox, & Cooper, 2001; Walcott, Pratt, & Patel, 2003).

Seperti yang banyak diketahui sebelumnya, berdasarkan Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke empat, text revision (DSM-IV-TR),

perempuan melebihi laki-laki dengan perbandingan 10 : 1 rerata angka gangguan

makan (American Psychiatric Association, 2000). Selain itu, terdapat juga penelitian

yang membandingkan tingkatan gangguaan makan antara laki-laki dan perempuan

menggunakan alat ukur EAT dan EDI, menemukan bahwa perempuan mendapatkan

skor yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Tata et al., 2001; Meyer & Waller,

1998). Hal ini mungkin terjadi dikarenakan kekurangan dalam penelitian ini dimana

jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yang tidak seimbang, dimana responden

perempuan mendominasi sampel. sehingga ada kemungkinan data yang ada belum

benar-benar merepresentasikan masing-masing jenis kelamin.

Variable usia dalam penelitian ini ditemukan tidak mempengaruhi intuitive

eating. Mungkin hal ini disebabkan oleh proporsi usia responden pada penelitian ini

yang tidak berimbang. Responden yang berusia dibawah 25 tahun lebih mendominasi

sample penelitian dibandingkan dengan yang berusia diatas 25 tahun. Hasil penelitian

ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Augustus-Hovart dan Tylka (2011)

yang menemukan adanya perbedaan kelompok usia terhadap intuitive eating. Namun,

perlu diingat bahwa pada penelitian Augustus-Hovart dan Tylka (2011) ini hanya

Page 105: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

91

dilakukan pada sample yang berjenis kelamin perempuan berdasarkan model

acceptance dari intuitive eating. Selain itu pada penelitian tersebut sample

dikelompokan kedalam tiga rentang usia, yakni emerging adult (memasuki dewasa),

early adult (dewasa awal) dan middle adult (dewasa tengah) yang menemukan bahwa

kelompok usia dewasa tengah ternyata memiliki skor intuitive eating yang paling

rendah. kemudian, skor intuitive eating pada sample yang memasuki dewasa (18-25)

dan dewasa awal (26-39) memiliki tingkat ketahanan dalam mengadopsi perspektif

dari orang lain akan tubuh mereka, penghargaan pada tubuh, dan intuitive eating yang

hampir serupa.

Pada penelitian Augustus-Hovart dan Tylka (2011) tersebut juga ditemukan

bahwa untuk semua kelompok usia, bertambahnya persepsi social support berkaitan

dengan persepsi penerimaan tubuh dari orang lain yang lebih tinggi. Ketika

perempuan mempersepsikan bahwa orang lain menerima bentuk tubuhnya, mereka

akan lebih memiliki daya tahan dalam mengadopsi perspektif orang lain akan tubuh

mereka dan akan merasa lebih menghargai tubuh mereka. Daya tahan dalam

mengadopsi perspektif orang lain ini berhubungan secara unik dengan penghargaan

pada tubuh dan intuitive eating. Perempuan akan lebih menghargi tubuh mereka dan

makan berdasarkan sinyal rasa lapar dan kenyang ketika mereka tidak berfokus pada

bagaimana tubuh mereka dimata orang lain. Sementara itu dalam penelitian ini

resonden terdiri dari jenis kelamin yang berbeda, yang mungkin memiliki

karakteristik yang berbeda pula dalam hubungannya dengan usia sehingga

mempengaruhi signifikansinya terhadap intuitive eating. Dan berdasarkan

Page 106: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

92

pengetahuan penulis yang terbatas, masih belum ada penelitian yang melihat

hubungan usia dengan intuitive eating pada sample berjenis kelamin heterogen.

Pada penelitian ini juga tidak terlihat adanya pengaruh BMI pada intuitive

eating. Hal ini berlawanan dengan beberapa penelitian cross-sectional yang

mengindikasikan bahwa orang-orang yang makan secara intuitif memang memiliki

indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak

makan secara intuitif, setidaknya diantara mahasiswa dan perempuan. Sepuluh dari

sebelas penelitian cross-sectional menemukan bahwa orang-orang dengan intuitive

eating memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan yang

bukan (Van Dyke & Drinkwater, 2013). Salah satu diantaranya adalah Hawks et. al

(2004) yang menemukan bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan

indeks massa tubuh (BMI), perilaku gangguan makan dan diet restriktif pada populasi

mahasiswa.

Perbedaan ini dapat disebabkan oleh karakteristik sampel berdasarkan BMI

dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang tergolong normal, sehingga

memungkinkan tidak terlihatnya pengaruh BMI terhadap intuitive eating. Selain itu

pada penelitian ini tinggi dan berat badan yang dinyatakan responden merupakan self-

report dan bukan merupakan hasil pengukuran dengan antropometri yang standar.

Hal ini mengakibatkan skor BMI yang didapat bisa menjadi tidak representatif.

Selain itu meskipun pada hasil deskriptif pekerjaan wirausaha memiliki rata-

rata intuitive eating yang lebih tinggi dibandingkan seluruh kategori pekerjaan

lainnya, pekerjaan responden dalam penelitian ini ternyata tidak memiliki perbedaan

Page 107: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

93

rata-rata yang signifikan terhadap intuitive eating. Hal ini dimungkinkan karena

karakteristik sampel yang mayoritas adalah mahasiswa, dan tidak seimbangnya

karakteristik sampel berdasarkan masing-masing kategori pekerjaan. Selain itu karena

keterbatasan pengambilan sample yang tidak dikhususkan berdasarkan pekerjaan

tertentu yang diperkirakan akan mempengaruhi perilaku makan seperti pada orang-

orang yang bekerja pada dunia kesehatan (dokter, perawat, dsb) atau pekerjaan yang

menuntut penampilan (aktris, model, dsb). Pada penelitian ini sampel yang masuk

berdasarkan pekerjaan-perjaan tersebut tidak lebih dari tiga orang sehingga hanya

dikategorisaikan dalam pekerjaan lain-lain.

5.3 Saran

Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat

banyak kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis memberikan beberapa saran untuk

bahan pertimbangan sebagai pengembangan dan penyempurnaan penelitian

selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa. Saran tersebut berupa saran

metodologis dan saran praktis.

5.3.1 Saran teoritis

1. Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti lebih lanjut

intuitive eating dilihat dari masing-masing dimensinya secara terpisah yaitu,

Eating for physical rather than emotional reason, Unconditional permission

to eat, Reliance on internal hunger and satiety dan Body-food choice. Hal ini

Page 108: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

94

bisa menambahkan informasi menganai kekurangan dan kelebihan pada

masing-masing karakteristik sample yang ada berdasarkan dimensi intuitive

eating yang dimiliki seseorang. Dengan begitu akan didapat saran praktis

berupa perlakuan yang tepat untuk meningkatkan intuitive eating seseorang.

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang

memengaruhi intuitive eating. Mengingat masih ada banyak faktor yang

mungkin mempengaruhi intuitive eating. Misalnya pengaruh caregiver, citra

tubuh, tekanan lingkungan, tipe kepribadian dan sebagainya.

3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pada jenjang usia yang

berbeda untuk melihat keragaman hasil penemuan. Seperti meneliti pada usia

pada remaja atau dewasa awal dengan rentang usia yg berbeda.

4. Pada penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pengukuran berat dan

tinggi badan responden dengan menggunakan pengukuran antropometri

terstandar sehingga benar-benar merepresentasikan BMI responden yang

sebenarnya.

5. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk meneliti pada populasi yang

berbeda seperti pada populasi yang memiliki masalah kesehatan tertentu yang

mengharuskan untuk mengatur pola makan seperti pada penderita diabetes,

atau berdasarkan peran seseorang seperti pekerjaan yang menuntut

penampilan atau pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan.

Page 109: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

95

5.3.2 Saran praktis

Hasil penelitian ini memiliki implikasi bagi, masyarakat dan psikolog kesehatan

klinis. Secara lebih detailnya adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat

Sesuai dengan hasil penelitian ini dimana konformitas mempengaruhi intuitive

eating secara negatif, maka diharapkan masyarakat agar menghindari untuk

menentukan apa yang dimakan, waktu makan ataupun pola makan hanya

karena tekanan sosial, ataupun hanya untuk penerimaan sosial sehingga dapat

menghindarkan diri dari perilaku makan yang maladaptif.

2. Psikolog Klinis

Penelitian ini bisa menjadi masukan bagi para psikolog klinis/konselor untuk

membuat program dengan pendekatan intuitive eating agar klien dapat dapat

lebih mengenali isyarat internal tubuh dalam intuitive eating sebagai acuan

untuk makan dan mengalihkan emosi mereka pada bentuk coping yang lebih

proaktif.

Page 110: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

DAFTAR PUSTAKA

Agliata, D., & Tantleff-Dunn, S. (2004). The impact of media exposure on males'

body image. Journal of Social and Clinical Psychology, 23(1), 7-22.

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of

mental disorder (4th

ed.), Text Revision: DSM-IV-TR. Washington, DC:

American Psychiatric Publishing Inc.

Augustus-Horvath, C. L., & Tylka, T. L. (2011). The acceptance model of intuitive

eating: A comparison of women in emerging adulthood, early adulthood, and

middle adulthood. Journal of Counseling Psychology, 58(1), 110-125.

Avalos, L. C., & Tylka, T. L. (2006). Exploring a model of intuitive eating with

college women. Journal of Counseling Psychology, 53(4), 486-497.

Bacon, L., Stern, J. S., Van Loan, M. D., & Keim, N. L. (2005). Size acceptance and

intuitive eating improve health for obese, female chronic dieters. Journal of

the American Dietetic Association, 105(6), 929-936.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. (2010).

Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Bardone-Cone, A. M., Wonderlich, S. A., Frost, R. O., Bulik, C. M., Mitchell, J. E.,

Uppala, S., & Simonich, H. (2007). Perfectionism and eating disorders:

Current status and future directions. Clinical Psychology Review, 27(3), 384-

405.

Birch, L. L. (1999). Development of food preferences. Annual review of nutrition,

19(1), 41-62.

Birch, L. L., & Fisher, J. O. (2000). Mothers' child-feeding practices influence

daughters' eating and weight. The American journal of clinical nutrition,

71(5), 1054-1061.

Butcher, J.N., Mineka, S. & Hooley, J.M. (2007). Abnormal psychology core

concepts. America: Wiley Inc.

Cassin, S. E., & Von Ranson, K. M. (2005). Personality and eating disorders: a

decade in review. Clinical psychology review, 25(7), 895-916.

Page 111: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

Cutting, T. M., Fisher, J. O., Grimm-Thomas, K., & Birch, L. L. (1999). Like mother,

like daughter: familial patterns of overweight are mediated by mothers' dietary

disinhibition. The American journal of clinical nutrition, 69(4), 608-613.

Denny, K. N., Loth, K., Eisenberg, M. E., & Neumark-Sztainer, D. (2013). Intuitive

eating in young adults. Who is doing it, and how is it related to disordered

eating behaviors?. Appetite, 60, 13-19.

Deshpande, S., Basil, M. D., & Basil, D. Z. (2009). Factors influencing healthy eating

habits among college students: An application of the health belief model.

Health marketing quarterly, 26(2), 145-164.

Diener, E. (2000). Subjective well-being: The science of happiness and a proposal for

a national index. American psychologist, 55(1), 34-43.

Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective well-

being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual review of

psychology, 54(1), 403-425.

Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:

Three decades of progress. Psychological bulletin, 125(2), 276-302.

Diener, E. D., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction

with life scale. Journal of personality assessment, 49(1), 71-75.

Dockendorff, S.A. (2011). Intuitive Eating Scale: An Examination Among

Adolescents. Master's thesis. University Of North Texas.

Eid, M., & Diener, E. (2004). Global judgments of subjective well-being: Situational

variability and long-term stability. Social Indicators Research, 65(3), 245-

277.

Fisher, J. O., & Birch, L. L. (1999). Restricting access to palatable foods affects

children's behavioral response, food selection, and intake. The American

journal of clinical nutrition, 69(6), 1264-1272.

Fredrickson, B. L., & Roberts, T. A. (1997). Objectification theory. Psychology of

women quarterly, 21(2), 173-206.

Hawks, S., Madanat, H., Hawks, J., & Harris, A. (2005). The relationship between

intuitive eating and health indicators among college women. Journal of

Health Education, 36(6), 331-336.

Page 112: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

Hawks, S., Merrill, R. M., & Madanat, H. N. (2004). The intuitive eating scale:

Development and preliminary validation. American Journal of Health

Education, 35(2), 90-99.

Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psychology: A Life Span Approach (5th

ed.).

New York: McGraw-Hill

Kroon Van Diest, A. (2007). Gender differences in intuitive eating and factors that

negatively influence intuitive eating. Senior honors thesis. Department of

Psychology Ohio State University.

Kroon Van Diest, A. M., & Tylka, T. L. (2010). The caregiver eating messages scale:

development and psychometric investigation. Body image, 7(4), 317-326.

Leon, G. R., Fulkerson, J. A., Perry, C. L., Keel, P. K., & Klump, K. L. (1999). Three

to four year prospective evaluation of personality and behavioral risk factors

for later disordered eating in adolescent girls and boys. Journal of Youth and

Adolescence, 28(2), 181-196.

Meyer, C., & Waller, G. (1998). Dissociation and eating psychopathology: Gender

differences in a nonclinical population. International Journal of Eating

Disorders, 23(2), 217-221.

Murnen, S. K., & Smolak, L. (1997). Femininity, masculinity, and disordered eating:

A meta-analytic review. International Journal of Eating Disorders, 22(3),

231-242.

Myers, D. G. (2010). Social psychology (10th

ed.). New York: McGraw-Hill.

Noll, S. M., & Fredrickson, B. L. (1998). A mediational model linking

self‐objectification, body shame, and disordered eating. Psychology of Women

Quarterly, 22(4), 623-636.

Ogden, J. (2010). The psychology of eating: From healthy to disordered behaviour.

Blackwell: Oxford.

Pavot, W., & Diener, E. (1993). Review of the satisfaction with life scale.

Psychological assessment, 5(2), 101-115.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence : Perkembangan remaja edisi ke 6.

(Terjemahan). Jakarta: Erlangga

Page 113: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

Sarwono, S.W. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan

Edisi Ke 3. Jakarta: Balai Pustaka

Sarwono, S.W. (2006). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Smith, T., & Hawks, S. R. (2006). Intuitive eating, diet composition, and the meaning

of food in healthy weight promotion. American Journal of Health Education,

37(3), 130-136.

Smolak, L., Levine, M. P., & Schermer, F. (1999). Parental input and weight

concerns among elementary school children. International Journal of Eating

Disorders, 25(3), 263-271.

Stice, E., Nemeroff, C., & Shaw, H. E. (1996). Test of the dual pathway model of

bulimia nervosa: Evidence for dietary restraint and affect regulation

mechanisms. Journal of Social and Clinical Psychology, 15(3), 340-363.

Striegel‐Moore, R. H., & Kearney‐Cooke, A. (1994). Exploring parents' attitudes and

behaviors about their children's physical appearance. International Journal of

Eating Disorders, 15(4), 377-385.

Tata, P., Fox, J., & Cooper, J. (2001). An investigation into the influence of gender

and parenting styles on excessive exercise and disordered eating. European

eating disorders review, 9(3), 194-206.

Tylka, T. L., & Kroon Van Diest, A. M. (2013). The Intuitive Eating Scale–2: Item

refinement and psychometric evaluation with college women and men.

Journal of counseling psychology, 60(1), 137-153.

Tylka, T. L., & Wilcox, J. A. (2006). Are intuitive eating and eating disorder

symptomatology opposite poles of the same construct?. Journal of Counseling

Psychology, 53(4), 474-485.

Tyrka, A. R., Waldron, I., Graber, J. A., & Brooks‐Gunn, J. (2002). Prospective

predictors of the onset of anorexic and bulimic syndromes. International

Journal of Eating Disorders, 32(3), 282-290.

Van Dyke, N., & Drinkwater, E. J. (2013). Review Article Relationships between

intuitive eating and health indicators: literature review. Public health

nutrition, 1-10.

Page 114: Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28392...Pengaruh Subjective Well-Being, Konformitas dan Faktor Demografis terhadap

Vartanian, L. R., & Hopkinson, M. M. (2010). Social connectedness, conformity, and

internalization of societal standards of attractiveness. Body image, 7(1), 86-89.

Wade, C., & Travis, C. (2007). Psikologi edisi ke 9 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Walcott, D. D., Pratt, H. D., & Patel, D. R. (2003). Adolescents and eating disorders:

Gender, racial, ethnic, sociocultural, and socioeconomic issues. Journal of

Adolescent Research, 18(3), 223-243.

Watson, D., & Clark, L. A. (1992). Affects separable and inseparable: on the

hierarchical arrangement of the negative affects. Journal of personality and

social psychology, 62(3), 489.

Watson, D., & Clark, L. A. (1994). The PANAS-X: Manual for the Positive and

Negative Affect Schedule–Expanded Form. Unpublished manuscript,

University of Iowa.

Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and validation of brief

measures of positive and negative affect: the PANAS scales. Journal of

personality and social psychology, 54(6), 1063-1070.

Young, S. K. (2010). Promoting healthy eating among college women: Effectiveness

of an intuitive eating intervention. Doctoral dissertation. Iowa State

University