ULTRA-TURRAX Tube Drive System - IKA › ika › pdf › flyer-catalog › 201104_UTTD_Brochur… ·
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN...
Transcript of PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN...
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF
TEKNIK THE POWER OF TWO
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
Oleh
IKA APRILIYANTI
NIM 105017000422
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ABSTRAK
IKA APRILIYANTI (105017000422), ”Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Teknik The Power of Two Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik the power of two terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMPI Al-Hikmah pada kelas VIII. Dengan teknik cluster random sampling diperoleh dua kelas sebagai sampel. Kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two dan kelas kontrol pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian The Post-test Only Control Group Design. Instrumen penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika siswa, berbentuk tes uraian. Dari nilai tes hasil belajar matematika siswa diperoleh kedua kelas berdistribusi normal dan homogen. Kemudian dari perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, diperoleh nilai thitung > ttabel (2,18 > 2,00). Maka hipotesis akhir atau H1 diterima, rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Dengan demikian strategi pembelajaran aktif teknik the power of two berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
v
ABSTRACT
IKA APRILIYANTI (105017000422), “The Influence of Strategy Active Learning Technique The Power of Two on Students Mathematics Learning Outcomes”. Skrip for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2010.
The purpose of this research is to determine the influence strategy active learning technique the power of two on students mathematics learning outcomes. The research was conducted at SMPI Al-Hikmah grade VIII. Sampel for this research are two class, which selected in cluster random sampling technique. They are experimental group who teach is strategy active learning technique the power of two and control group who teach is conventional. The method used in this research is quasi experimental method with The Post-test Only Control Group Design. The research instrument is mathematics outcomes with essay. From test scores of students mathematics learning outcomes, the conclude is two class nomal distribution and homogen. Than the measurement hypothesis test with t-test, the conclude is thitung > ttabel (2,18 > 2,00). So, the final hypothesis or H1, is accepted. It’s mean that the students who taught with strategy active learning technique the power of two have mean score of students mathematics learning outcomes higher than who taught with convensional.
By way of the summary is strategy active learning technique the power of two have the influence on students mathematics learning outcomes.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika.
4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Firdausi, S.Si,
M.Pd, selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Muhlisrarini, M.Pd selaku penasihat akademik yang selalu memberikan
bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses perkuliahan.
6. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.
7. Bapak Dedi Supriyatna, S.Pd selaku kepala SMPI Al Hikmah yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
8. Seluruh staf dan guru SMPI Al Hikmah, khususnya Bapak Dadang S.Si, dan
Bapak Drs. Syahrullah, selaku guru pamong yang telah memberi dukungan
moril dan ide kepada penulis selama proses penelitian.
vii
9. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moril,
dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kakakku, adik-adikku tercinta dan yang senantiasa memberikan inspirasi,
motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Guru-guru sekolah menengah dan saudara-saudara penulis yang menjadi
motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Siswa dan siswi kelas VIII SMPI Al Hikmah, khususnya kelas VIII-5 dan
VIII-6.
13. Temanku Ilmi, dan Ka Erna yang telah banyak memberikan bantuan,
dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Teman-temanku, mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika
angkatan 2005, yang telah membantu penulis baik dalam perkuliahan maupun
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-
kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
Ika Apriliyanti
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR HALAMAN JUDUL.................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ................ iii
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH............................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
D. Perumusan Masalah .................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN...... 8
A. Deskripsi Teoritik ....................................................................... 8
1. Hakikat Hasil Belajar Matematika ........................................ 8
a. Pengertian Belajar ............................................................. 8
b. Pengertian Matematika...................................................... 12
c. Hasil Belajar Matematika.................................................. 17
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar............ 21
ix
2 Hakikat Strategi Pembelajran Aktif........................................ 23
a. Pengertian Strategi Pembelajaran..................................... 23
b. Strategi Pembelajaran Aktif............................................ 24
c. Urgensi Strategi Pembelajaran Aktif................................. 26
3. Hakikat Teknik The Power of Two......................................... 28
a. Teknik The Power of Two.................................................. 28
b. Langkah-Langkah Teknik The Power of two..................... 29
c. Keuntungan Teknik The Power of two ............................... 32
4. Materi Bangun Ruang Sisi Datar............................................ 32
B. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................... 39
C. Kerangka Berpikir....................................................................... 39
D. Hipotesis Penelitian..................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 43
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 43
B. Metode dan Desain Penelitian..................................................... 43
C. Populasi dan Sampel ................................................................... 44
D. Teknik dan Pengumpulan Data ................................................... 44
1. Instrumen Penelitian ............................................................. 45
2. Uji Instrumen Penelitian ....................................................... 47
a. Uji Validitas .................................................................... 47
b. Uji Reliabilitas ................................................................ 47
c. Taraf Kesukaran Butir Soal............................................. 48
d. Daya Pembeda Butir Soal ............................................... 49
E. Teknik Analisis Data................................................................... 50
1. Uji Normalitas....................................................................... 50
2. Uji Homogenitas ................................................................... 51
3. Uji Hipotesis ......................................................................... 51
F. Hipotesis Statistik ....................................................................... 55
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 56
A. Deskripsi Data............................................................................. 56
1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ..... 56
2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Kontrol............ 58
B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................... 60
1. Uji Normalitas....................................................................... 60
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen........................... 60
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol.................................. 60
2. Uji Homogenitas ................................................................... 61
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan......................................... 61
1. Pengujian Hipotesis............................................................... 61
2. Pembahasan........................................................................... 62
D. Keterbatasan Penelitian............................................................... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 65
A. Kesimpulan ................................................................................. 66
B. Saran............................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 70
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Two Group Randomized Subject Post Tes Only............................... 43
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen.......................................................................... 46
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas.......................................................................... 48
Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran............................................................... 49
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda……........................……………………… 50
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok
Eksperimen..................................................................................... 57
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok
Kontrol ........................................................................................... 59
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Hasil Penelitian……………………………… 59
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ............................. 60
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ......................... 61
Tabel 4.6 Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t..................................... 62
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perubahan Taksonomi Bloom .................................................. 19
Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil
Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ............................... 57
Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil
Belajar Matematika Kelompok Kontrol...................................... 57
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ...... 70
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 86
Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS)...................................................... 102
Lampiran 4. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes ............................................ 125
Lampiran 5. Uji Coba Instrumen Tes ........................................................... 126
Lampiran 6. Instrumen Tes........................................................................... 129
Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Tes ................................................. 131
Lampiran 8. Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan
Daya Pembeda.......................................................................... 137
Lampiran 9. Uji Validitas ............................................................................. 139
Lampiran 10. Uji Reliabilitas ......................................................................... 140
Lampiran 11. Uji Taraf Kesukaran................................................................. 141
Lampiran 12. Uji Daya Pembeda Butir Soal .................................................. 142
Lampiran 13. Skor Hasil Belajar Matematika ................................................ 143
Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median,
Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis
Kelompok Eksperimen............................................................. 144
Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median,
Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis
Kelompok Kontrol ................................................................... 148
Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen................ 152
Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ...................... 154
Lampiran 18. Perhitungan Uji Homogenitas .................................................. 156
Lampiran 19. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik .......................................... 157
Lampiran 20. Temuan Penelitian.................................................................... 159
Lampiran 21. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment......................... 168
Lampiran 22. Luas Kurva Di Bawah Normal................................................. 169
Lampiran 23. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) .................... 170
xiv
xv
Lampiran 24. Nilai Kritis Distribusi F............................................................ 172
Lampiran 25. Nilai Kritis Distribusi t............................................................. 174
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menumbuhkan daya saing umat maka sumber daya manusia
(SDM) merupakan salah satu faktor penting yang ditumbuhkan melalui
pendidikan. Pendidikan dapat mengembangkan potensi individu masing-masing.
Selain itu, pendidikan juga dapat mengangkat derajat manusia, sebagaimana di
jelaskan dalam firman Allah dala surat Al-Mujad ah ayat 11: m dal
...... ... “... Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...“.
Ayat Al-Qur’an tersebut menjelaskan bahwa betapa pentingnya seseorang
memiliki pendidikan, khususnya ilmu pengetahuan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk membantu manusia
dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi perubahan dan
permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan kreatif tanpa kehilangan
identitas dirinya. Dalam UU RI1 tentang Sisdiknas Bab I pasal I dinyatakan
bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan
pengaruh besar terhadap dunia pendidikan. Semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan, semakin terasa pula betapa pentingnya peningkatan mutu
1 Departemen Agama RI, Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Depag RI, 2006), h. 34
1
2
pendidikan. Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari tujuannya yang
tercantum dalam UU RI2 tentang Sisdiknas Bab II pasal 3 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.
Pendidikan merupakan proses yang bertahap dan berkesinambungan.
Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar dapat terjadi dalam lingkungan formal dan informal.
Proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan formal misalnya sekolah. Di
sekolah terdapat guru sebagai pendidik, fasilitas, kurikulum dan materi-materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa, salah satunya adalah matematika.
Matematika yang diajarkan di jenjang sekolah merupakan bagian-bagian
dari matematika yang dipilih berdasarkan orientasi kepada kepentingan
kependidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan
menurut R. Soedjadi3 tujuan umum diberikannya matematika di jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan
sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 adalah meningkatkan kecakapan
atau kemahiran matematika, yang meliputi pemahaman konsep, penalaran dan
komunikasi, dan pemecahan masalah. Ketiga aspek kecakapan atau kemahiran
matematika tersebut dikembangkan sebagai hasil belajar dalam KTSP. 2 Departemen Agama RI, Undang-Undang RI . . ., h. 35 3 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematka di Indonesia Konstansi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta : DEPDIKNAS, 2000), h. 43
3
Matematika sebagai model berpikir logis dan kritis, selain merupakan
dasar dan pangkal tolak penemuan serta pengembangan cabang-cabang ilmu yang
lain, juga merupakan landasan bagi pengembangan teknologi dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Mengingat akan tujuan dan manfaat
matematika tersebut maka para siswa sejak tingkat pendidikan dasar dan
menengah dituntut untuk menguasai matematika dengan baik dan dapat
mengaplikasikan matematika dalam kehidupannya, sehingga pembelajaran
matematika hendaknya bermakna.
Mengutip Hamzah B.Uno yang mengatakan bahwa pelajaran matematika
harus bermakna yakni dengan mengaitkan konsep-konsep yang sudah ada,
sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap dengan baik.4 Belajar
matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi
pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan siswa berusaha memecahkan
masalah. Dengan demikian pembelajaran menjadi bermakna karena terjadi
perpaduan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep
yang akan dipelajari siswa.
Kenyataan di lapangan proses belajar mengajar matematika masih
didominasi pembelajaran konvensional (teacher centered) dimana siswa-siswanya
pasif. Siswa hanya mendengar dan mencatat apa yang diberikan gurunya. Ketika
belajar secara pasif, siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa
pertanyaan, dan tanpa daya tarik pada hasil. Hal ini karena kurang memberi
kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan informasi baru dengan konsep-
konsep yang telah dipelajarinya, sehingga tidak mengembangkan kreativitas dan
proses berpikir siswa pada saat pembelajaran. Hal demikian dapat mempengaruhi
hasil belajar matematika siswa.
Sebagaimana hasil studi TIMMS (dalam Ina V.S5) tahun 2007 yang
menempatkan siswa indonesia kelas VIII pada urutan ke-36 dari 49 negara,
dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. 4 Hamzah B.Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 132 5Ina V.S Mullis dkk, “TIMMS 2007 International mathematics Report”. Dari Http://TIMMSbc.edu/TIMMS 2007/techreport.html hal.38 Agustus 2009
4
Nilai tersebut masih jauh dari standar minimal nilai rata-rata kemampuan
matematika yang ditetapkan TIMMS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini
berada dibawah siswa malaysia dan Singapura. Siswa malaysia memperoleh nilai
rata-rata 474 dan Singapura memperoleh nilai rata-rata 593. Selain itu juga skala
matematika TIMMS Benchmark International (dalam Ina V.S6) juga
menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada tingkat bawah, Malaysia pada
tingkat tengah dan Singapura berada pada tingkat atas. Padahal jam pelajaran
matematika Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia
hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.
Berdasarkan data tersebut hasil belajar matematika Indonesia masih jauh
dari standar minimal yang ditetapkan. Padahal jam pelajaran matematika di
Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan jam pelajaran matematika di Malaysia
dan Singapura yang peringkat hasil belajarnya lebih baik dari pada Indonesia.
Dengan demikian hal yang harus diperbaiki dalam kasus ini adalah kegiatan
pembelajaran dikelas. Terutama memperbaiki metode atau strategi pembelajaran
yang digunakan guru di kelas, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi
siswa.
Guru harus dapat memilih strategi pembelajaran yang memperhatikan
potensi siswa, keaktifan, dan menciptakan interaksi edukatif. Siswa harus
melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mendengarkan guru berbicara. Dengan
kata lain, pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran tergantung
sepenuhnya kepada siswa. Sehingga siswa dituntut aktif dalam pembelajaran.
Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar
matematika yang maksimal, karena dalam pembelajaran aktif menuntut keaktifan
siswa dalam mengembangkan pengetahuannya. Selain itu juga adanya umpan
balik secara kontinu dan melatih kemampuan kognitif siswa dalam memahami
materi. Ketika peserta didik pasif dalam pembelajaran atau hanya menerima dari
guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah dipelajari.
6 Ina V.S Mullis dkk, “TIMMS . . . , hal.195 Agustus 2009
5
Diperlukan teknik pembelajaran yang tepat. Banyak teknik yang dapat
digunakan diantaranya information search, the study group, card sort, learning
tournament, the power of two, dan quiz team. Teknik yang digunakan sebaiknya
tidak hanya melatih siswa berdiskusi dalam kelompok namun juga dapat melatih
siswa berfikir mandiri dan menimbulkan interaksi antarsiswa. Karena belajar
pengetahuan (kognitif) meliputi mendapatkan informasi dan konsep. Terutama
pada materi bangun ruang, siswa diharapkan tidak hanya menghafal rumus-
rumusnya saja, namun dapat mengaitkan informasi dengan konsep-konsep yang
telah dipelajari kemudian menganalisanya. Sehingga pembelajaran menjadi
bermakna bagi siswa.
Salah satu alternatif teknik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
tersebut adalah teknik the power of two. Teknik the power of two melibatkan
siswa dalam tugas yang disediakan secara aktif. Sebelum belajar secara
berpasangan siswa mengerjakan tugasnya secara mandiri terlebih dahulu. Diawali
dengan guru memberikan pertanyaan, setiap siswa mencoba menganalisis dan
menghubungkan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sehingga setiap siswa
merasakan proses pembelajaran, karena siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Kemudian dengan menempatkan siswa dalam kelompok
kecilnya yaitu berpasang-pasangan memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan idenya dalam memecahkan masalah. Pemahaman siswa akan
lebih mendalam ketika siswa menyampaikan kepada kelompok pasangan lainnya
dan membandingkannya.
Dilakukan kelompok kecil secara berpasangan ini agar muncul suatu
sinergi yaitu berpikir berdua lebih baik daripada berpikir sendiri.7 Kelompok kecil
ini merupakan suatu aktivitas yang dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa.
Seperti yang dikemukakan oleh Sumarno, bahwa salah satu alternatif
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat bebas mengemukakan
pendapatnya serta dapat berinteraksi dengan temannya dalam memperoleh
pengetahuan baru atau menyelesaikan masalah adalah melalui pembelajaran
7 Hisyam Zaini, Strategi . . ., h. 52
6
dengan kelompok kecil.8 Dengan demikian strategi pembelajaran aktif teknik the
power of two diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Sehingga penulis mengangkat judul skripsi ini, yaitu “PENGARUH STRATEGI
PEMBELAJARAN AKTIF TEKNIK THE POWER OF TWO TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATKA SISWA”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang disebutkan dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagia berikut :
1. Pembelajaran matematika masih menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Pembelajaran matematika kurang bermakna bagi siswa.
3. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
4. Dalam pembelajaran matematika siswa kurang aktif.
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa pertanyaan yang timbul dalam identifikasi masalah, maka
penelitian ini dibatasi pada :
1. Objek penelitian adalah siswa-siswi SMPI Al Hikmah kelas VIII.
2. Materi pembahasannya adalah pokok bahasan bangun ruang sisi datar kubus
dan balok.
3. Pembelajarannya menggunakan startegi pembelajaran aktif teknik The Power
Of Two.
4. Hasil belajar matematika pada penelitian ini dibatasi hanya pada ranah kognitif
tahap memahami (C2), menerapkan (C3) dan menganalisa (C4).
D. Perumusan Masalah
8 Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 112
7
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut: Apakah terdapat pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik the power of
two terhadap hasil belajar matematika siswa?
E. Tujuan penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui adakah pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik the power
of two terhadap hasil belajar matematika siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak,
diantaranya:
1. Bagi siswa dapat mengaktifkan dan memberi kesempatan untuk ikut serta
dalam proses belajar mengajar.
2. Bagi guru diharapkan teknik the power of two dapat dijadikan bahan
pertimbangan sebagai salah satu alternatif teknik pembelajaran matematika
yang dapat digunakan untuk memperbaiki hasil belajar matematika siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam usaha menyempurnakan
pembelajaran matematika disekolah sehingga diharapkan kualitas
pembelajaran matematika siswa menjadi lebih baik.
4. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan dan pengalaman peneliti tentang
cara belajar matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif
teknik the power of two.
5. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu kajian menarik
yang perlu diteliti lebih lanjut dan lebih mendalam.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoritis
1. Hakikat Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sebagaimana tercantum
dalam hadist Rasulullah SAW, diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a berkata:
طلب العلم فريضة على آل مسلم ومسلماة “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim”.
Hadist diatas memberikan pernyataan bahwa menuntut ilmu atau belajar
merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Selain
merupakan kewajiban bagi setiap muslim, belajar merupakan cara yang sangat
efektif untuk memperoleh ilmu pengetauan. Belajar merupakan kegiatan yang ada
sejak manusia lahir sampai akhir hayat, berarti belajar dapat dipandang sebagai
proses karena berlangsung terus menerus.
Seperti yang dinyatakan oleh M. Sobry Sutikno dalam Pupuh.F bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamamnya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.1 Menurut Witherington (dalam Ngalim)
belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian.2
Diperkuat oleh Di Vesta dan Thompson (dalam Nana) yang menyatakan
bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil
dari pengalaman.3 Kemudian Reber (dalam Muhibbin) membatasi belajar dengan
1 Pupuh Fatturrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Revika Aditama, 2007), h. 5 2 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006), h. 84 3Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.156
8
9
dua macam definisi. Pertama belajar adalah The process of acquiring knowladge
(proses memperoleh pengetahuan). Kedua, belajar adalah A relatively permanent
change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice
(suatu kemampuan berinteraksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat).4
Agus Supriyono5 mengemukakan 3 prinsip belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena di dorong kebutuhan dan
tujuan yang ingin dicapai.
2. Perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-
ciri:
a) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang
disadari.
b) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.
c) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.
d) Positif atau berakumulasi.
e) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.
f) Permanen atau tetap.
g) Bertujuan dan terarah.
h) Mencakup keseluruhan potensi
3. Belajar merupakan pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Ausebel (dalam Marinis) bahwa belajar merupakan
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang.6 Belajar dalam teori kognitif berarti proses
internal yakni aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks.
Belajar pengetahuan (kognitif) meliputi mendapatkan informasi dan konsep. Hal
itu dilakukan tidak hanya dengan memahami pelajaran namun juga
4 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 66 5Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), Cet. I, h. 4 6Marinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Pers, 2004), Cet. II, h. 103
10
menganalisisnya. Diperkuat oleh Cobb dkk (dalam Erna dan Tiurlina)
menguraikan bahwa belajar dipandang oleh proses aktif dan konstruktif dimana
siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka
berpartisipasi aktif dalam latihan matematika di kelas.7
Proses belajar menurut teori kognitif, Thomas H. Leahey dan Richard J.
Harris (dalam Mulyono) adalah sebagai proses pengolahan, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali informasi untuk digunakan bila diperlukan.8 Proses belajar
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
Pengolahan atau Memasukkan Data (Encoding)
Awalnya informasi masuk kedalam tahapan iconic, yakni mengubah informasi
menjadi bentuk yang dapat diproses dan digunakan otak kita, misalnya dengan
kode-kode, contoh. Semakin unik suatu kode atau terperincinya suatu contoh,
maka semakin baik memori (ingatan) siswa dalam mengingat informasi.
Selain itu, siswa akan lebih memahami kata-kata sulit jika diberikan contoh.
Penyimpanan (Storage)
Setelah pengolahan, terjadi proses penyimpanan. Penyimpanan informasi
mempertahankan informasi selama mungkin. Terdapat 2 penyimpanan yang
berhubungan dengan dua kerangka waktu yang berbeda, yaitu: memori jangka
pendek (short term memory ) dan memori jangka panjang (long term memory).
Informasi dalam memori jangka pendek lebih cepat dilupakan dibandingkan
dengan informasi yang terolah dan terbentuk menjadi bagian dalam memori
jangka panjang. Melalui pengulangan informasi hanya berada pada memori
jangka pendek. Sedangkan melalui penyandian, informasi akan masuk ke
dalam memori jangka panjang.
Pemanggilan (Retrieval)
Dibantu dengan informasi yang berhubungan dengan apa yang tersimapan
dalam memori jangka panjang. Ketika informasi yang berada pada memori
7Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet I, h. 115 8Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. II, h. 34
11
jangka panjang dibutuhkan, maka akan melakukan proses pemanggilan atau
pencarian informasi yang dibutuhkan.
Menurut Bruner, terdapat tiga tahapan dalam proses belajar, yaitu: (1)
enactive, (2) iconic dan (3) symbolic. Tahap enactive adalah tahap belajar secara
langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa konkret. Tahap iconic ditandai
oleh penggunaan perumpamaan. Sedangkan tahap symbolic ditandai oleh
penggunan simbol dalam proses belajar.
Ahmad Sobri memberikan pengertian perubahan, yaitu: perubahan
intensional, positif aktif, dan efektif fungsional.9
a. Perubahan Intensional
Yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktik yang dilakukan
dengan sengaja dan disadari dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik
ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan
yang dialami atau ia merasakan perubahan positif dalam dirinya. Seperti
penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan lain-lain.
b. Perubahan Positif Aktif
Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar yang bersifat positif dan
aktif. Perubahan positif artinya perubahan yang baik, bermanfaat serta sesuai
dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya perubahan yang tidak terjadi
dengan sendirinya, tetapi karena adanya usaha yang dilakukan oleh siswa.
c. Perubahan Efektif Fungsional
Yaitu perubahan yang timbul karena proses belajar yang tepat dan bermanfaat.
Perubahan itu membawa dampak bagi siswa, bersifat dinamis dan mendorong
terjadinya perubahan positif lainnya.
Biggs (dalam Muhibbin.S) mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan,
yaitu: rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif.10 Secara
kuanitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara institusional belajar dipandang
sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa terhadap materi 9Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Ciputat: Ciputat Press, 2010), Cet. III, h.35 10 Muhibbin Syah, Psikologi..., h. 67
12
yang telah dipelajari. Secara kualitatif belajar ialah memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa.
Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang dilakukan siswa sehingga terjadi perubahan pengetahuan
serta pemahaman. Proses perubahan pengetahuan tentunya dengan proses berfikir
yang kompleks, siswa mencoba, menganalisis, memecahkan masalah, serta
mengambil kesimpulan.
b Pengertian Matematika
Dikutip dari MKPBM istilah Mathematics (Inggris), Mathematik (Jerman),
mathematique (Prancis), Mathematiceski (Rusia), atau Mathematik (Belanda),
berasal dari bahasa Yunani Mathematike yang berhubungan erat dengan sebuah
kata yang mengandung arti belajar (berpikir).11 Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia matematika berarti ilmu bilangan, hubungan antara bilangan,
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.
R. Soedjadi mengemukakan beberapa definisi tentang matematika, yaitu: Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logika. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.12
Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Hal ini
karena matematika dimulai dari unsur-unsur yang tidak didefiniskan, kemudian
unsur yang didefinisikan dan konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis.
Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan, karena pada matematika
sering dicari keseragaman, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep 11Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 1 12 R.Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia, (Jakarta: Dependnas, 2000), h. 11
13
tertentu untuk membuat generalisasi. Matematika terdiri dari simbol-simbol yang
padat arti.
Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses dan penalaran. Matemtika terdiri dari empat wawasan yang
luas yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisa (analyses). Selain itu
Mathematics is the queen of the sciences, matematika adalah ratunya ilmu.
Maksudnya ialah matematika sebagai alat dan pelayan ilmu lain.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan
gagasan dengan bahasa melalui model matematika. Model matematika dapat
berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel. Sehingga
mudah dipahami.
Russel (dalam Hamzah B. Uno) mendefinisikan bahwa matematika
sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat
dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang tersusun baik (konstruktif)
secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks).13
Dienes (dalam Erna dan Tiurlina) mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep
atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan
dapat dipahami dengan baik. Perkembangan konsep matematika dapat dicapai
melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari
kongkret ke simbolik.14 Selanjutnya menurut Lerner (dalam Mulyono)
matematika selain sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang
memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas.15
Diperkuat oleh pendapat Skemp (dalam Erna dan Tiurlina) menyatakan
bahwa dalam belajar matematika meskipun kita telah membuat semua konsep itu
menjadi baru dalam pikiran kita sendiri, kita hanya bisa melakukan semua ini
dengan menggunakan konsep yang kita capai sebelumnya.16 Berdasarkan hal
tersebut dalam matematika terdapat topic atau konsep prasyarat sebagai dasar
13 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 129 14 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model..., h. 94 15 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan..., h. 252 16 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model..., h. 4
14
untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Dengan demikian dalam
mempelajari matematika, konsep sebelumnya harus benar-benar dikuasai agar
dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.
Dikutip dari A. Saepul Hamdani karekteristik matematika terdiri dari:
memiliki objek kajian yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir
deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta
pembicaraan dan konsisten dalam sistemnya.17 Karakteristik tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Matematika memiliki objek kajian yang abstrak. Objek dasar yang
dipelajari matematika merupakan sesuatu yang abstrak, walaupun tidak semua
yang abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan
menganggap objek matematika itu “konkret” dalam pikiran mereka, maka
matematika secara lebih tepat sebagai objek mental. Empat objek kajian
matematika, yaitu: fakta, konsep, operasi, dan prinsip.
2. Bertumpu pada kesepakatan. Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam
matematika merupakan kesepakan yang penting. Dengan simbol dan istilah
yang telah disepakati dalam matematika maka pembahasan selanjutnya akan
menjadi mudah dilakukan dan di komunikasikan.
3. Berpola pikir deduktif. Matematika merupakan pengetahuan yang berpola
pikir deduktif maksudnya adalah suatu teori atau pernyataan dalam
matematika diterima kebenarannya bila telah dibuktikan secara deduktif.
Yakni pemikiran yang berpangkal dari hal yang besifat umum diterapkan dan
diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti. Dalam matematika banyak sekali
terdapat simbol baik yang berupa huruf latin, huruf yunani, maupun simbol-
simbol lainnya. Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam
matematika yang biasanya disebut dengan model matematika. Model
matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, maupun fungsi. Selain
itu ada pula yang beupa gambar seperti bangun-bangun geometri grafik
17A. Saepul Hamdani, dkk, Matematika 1, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), paket 1–7, ed.Pertama, h. 2.(6-11)
15
maupun diagram. Secara umum sesungguhnya simbol matematika kososng
dari arti. Simbol akan bermakana jika kita mengaitkannya dengan konteks
tertentu. Sehingga matematika bisa masuk pada berbagai macam bidang
kehidupan, mulai dari masalah teknis, ekonomi, hinggga psikologi.
5. Memperhatikan semesta pembicaraan. Sehubungan dengan pernyataan
tentang kekosongan arti dalam simbol matematika, maka jika
menggunakannya harus memperhaitkan lingkup pembicaraannya. Lingkup
atau semesta pembicaraan tersebut bisa sempit dan luas. Bila kita berbicara
tentang bilangan-bilangan maka simbol-simbol tersebut menunjukkan
bilangan juga. Begitu pula jika kita berbicara tentang trnsformasi geometri
maka simbol-simbol matematikanya juga menunjukkan suatu transformasi
pula.
6. Konsisten dalam sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada
sistem yang mempunyai keterkaitan satu sama lain ada pula yang saling lepas.
Misalnya antara sisstem-sitem aljabar dengan sistem-sistem geometri di
pandang saling lepas satu sama lain. Namun di dalam sistem aljabar terdapat
beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain.
Mengutip Tim MKPBM matematika sekolah merupakan bagian
matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah (formal), yaitu SD,
SLTP, dan SLTA.18 Menurut R.Soedjadi matematika sekolah adalah bagian atau
unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau
berorientasi pada pendidikan.19
Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya
sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena
memiliki perbedaan antara lain dalam hal:
a. Penyajiannya. Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema
maupun definisi, tetapi haruslah dissuaikan dengan perkembangan intelektual
siswa.
18 Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran . . ., h. 134 19 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan…, h. 37
16
b. Pola pikirnya. Pembelajaran matematika dapat menggunakan pola pikir
deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik
bahasan dan tingkat intelektual siswa.
c. Keterbatasan. Pembelajaran matematika disajikan sesuai tingkat intelektual
siswa
d. Tingkat keabstrakannya. Tingkat keabstrakan matematika juga harus
disesuaikan dengan tingkat intelektual siswa. Dimungkinkan
“mengkonkretkan” objek matematika agar siswa lebih memahami pelajaran.
Namun, semakin tinggi jenjang sekolah tingkat keabstrakan objek semakin
diperjelas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah
matematika yang telah disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa,
serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir bagi para siswa.
Menurut Cobb (dalam Erna dan Tiurlina) mendefinisikan bahwa belajar
matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif menkonstruksi
pengetahuan.20 Sedangkan menurut Schoenfeld (dalam Hamzah B.Uno)
mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaiatan dengan apa dan bagaimana
menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan maslah
matematika.21
Erna Suwangsih dan Tiurlina menyebutkan sifat-sifat belajar matematika,
diantaranya adalah: belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak
dengan lingkungan, belajar matematika berarti berbuat, belajar matematika berarti
mengalami, belajar matematika memerlukan motivasi, belajar matematika
memerlukan kesiapan anak didik, belajar matematika harus menggunakan daya
pikir, belajar matematika melalui latihan (drill). 22
20 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model..., h. 116 21 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan efektif), (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 130 22 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model..., h. 19-20
17
Tujuan pembelajaran matematika yang dikutip dari Nahwawi dan
Maulana23 adalah:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, dugaan.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan
grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Dari tujuan diatas jelaslah bahwa matematika tidak sekedar dapat
menyelesaikan suatu soal melalui beberapa operasi hitung, tetapi lebih jauh dari
itu, seperti yang telah disebutkan dalam tujuan pembelajaran matematika.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah
suatu proses kognitif yang dilakukan secara hierarkis, yakni belajar dari tahap
yang lebih rendah (dasar) kemudian ke tahap yang lebih tinggi (kompleks).
Belajar matematika merupakan suatu aktivitas mental yang melibatkan observasi,
menguji hipotesis, mencari analogi dan akhirnya merumuskan teorema-teorema.
Dengan menggunakan simbol-simbol, mempermudah cara kerja berpikir untuk
mengkomunikasikan ide-ide matematika.
c Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar dapat
diketahui dari hasil tes (evaluasi) yang telah dilakukan. Evaluasi atau penilaian
hasil belajar merupakan usaha guru untuk mendapatkan informasi tentang siswa,
baik kemampuan penguasaan konsep, sikap maupun keterampilan. Maka evaluasi
digunakan sebagai umpan balik yang sangat diperlukan bagi guru dan siswa,
sehingga dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar
siswa.
Menurut Woordworth (dalam forum UPI) hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
23 Nahwawi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Cet. I, h. 35
18
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung.24 Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa
jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.
Sedangkan hasil belajar menurut Mulyono Abdurrahman adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan pembelajaran.25
Diperkuat pendapat Sugiarto (dalam Purwanto) yang mendefinisikan bahwa hasil
belajar adalah sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan.26
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam taksonomi Bloom tercakup
dalam tiga ranah sebagai berikut:
a. Kognitif. Yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi.
b. Psikomotor. Yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu: peniruan, penggunaan,
ketepatan, perangkaian, dan naturalisasi.
c. Afektif. Yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu: pengenalan, merespon,
penghargaan, pengorganisasian, dan pengamalan.
Taksonomi Bloom tersebut mengalami revisi pada tahun 2001 pada aspek
kognitif. Aspek kognitif terbagi menjadi dua dimensi (Hamzah B.Uno), yaitu:
dimensi proses dan dimensi isi atau pengetahuan.27
1. Dimensi proses, yang di dalamnya terdiri atas enam tingkatan, yaitu:
mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan
(applying), menganalisa (analyzing), mengevaluasi (evaluating) dan mencipta
(creating). Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata
benda menjadi kata kerja (dalam Prasetyo).28
24 Forum UPI, Http: //forum.upi.edu/V3/index.php?topic:15692.0 28 Januari 2010 25 Mulyono Abdurrahman, Pendidkan..., h. 37 26 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), Cet. I, h. 46 27 Hamzah B.Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. III, h. 15 28 Prasetyo W.Wijaya, Mengetahui Level Soal Matematika dengan Taksonomi Bloom, dari http://www.docstoc.com/docs/4956972/Mengetahui-level-soal-matematika-dengan-taksonomi-bloom
19
Gambar 2.1
Perubahan Taksonomi Bloom
a. Mengingat (remembering)
Pada tipe ini merupakan tipe yang paling rendah namun prasyarat untuk
menguasai dan mempelajari tipe yang paling tinggi. Pada tipe ini siswa hanya
mengambil informasi dan menuliskan secara apa adanya. Contoh
pengembangan dalam proses pembelajaran yaitu: mengenal, menyebutkan,
mengidentifikasi. Misalnya siswa dapat menyebutkan nama-nama bangun
ruang dan menyebutkan unsur-unsurnya.
b. Memahami (understanding)
Memahami lebih tinggi dari tingkat hafalan. Memahami memerlukan
kemampuan menangkap suatu konsep atau makna dan menjelaskannya.
Contoh pengembangan dalam proses pembelajaran yaitu: membedakan,
menafsirkan, memberi contoh. Misalnya siswa dapat memberikan contoh
diagonal bidang dan diagonal ruang dengan menunjuk sudut-sudut ruang
kelasnya serta dapat membedakannya.
c. Menerapkan (applying)
Menerapkan merupakan kesanggupan melaksanakan atau menjalankan suatu
konsep, ide, rumus untuk memecahakn masalah. Contoh pengembangan
dalam proses pembelajaran yaitu: merancang strategi, menghitung,
memecahkan masalah. Misalnya siswa dapat menghitung luas permukaan
kardus mainan, dengan diketahui panjang rusuknya.
20
d. Menganalisa (analyzing)
Menganalisa kemampuan menyusun atau menguraikan suatu informasi yang
luas menjadi bagian-bagian yang membentuknya. Contoh pengembangan
dalam proses pembelajaran yaitu: menata atau menyusun, membedakan,
menetapkan sifat atau ciri. Misalnya siswa diminta menentukan panjang, lebar
dan tinggi suatu balok jika hanya diketahui perbandingan panjang, lebar dan
tinggi dari balok tersebut serta jumlah panjang rusuknya saja. Sehingga
diperlukan informasi lain untuk memecahkan masalah tersebut.
e. Mengevaluasi (evaluating)
Dalam tingkat mengevaluasi ini, menggantikan tingkat sintesis pada
taksonomi Bloom 1948. Mengevaluasi merupakan jenjang yang kompleks dan
memanfaatkan unsur-unsur sebelumnya. Mengevaluasi yakni kesanggupan
memberikan keputusan atau menilai sesuatu. Contoh pengembangan dalam
proses pembelajaran yaitu: memeriksa, beradu argumentasi, mempertahankan
pendapat, memilih solisi yang lebih baik, dan memberi kesimpulan. Misalnya
siswa dapat menilai kekeliruan suatu ide atau hasil akhir, dan kemudian
menetapkan ide dan hasil akhir yang sesuai logika.
f. Mencipta (creating)
Mencipta merupakan jenjang yang paling tinggi dari hasil revisi taksonomi
Bloom. Mencipta merupakan memadukan unsur-unsur menjadi suatu bentuk
yang utuh, koheren dan baru, atau membuat sesuatu yang orisinil. Contoh
pengembangan dalam proses pembelajaran yaitu: memunculkan,
merencanakan, menghasilkan karya. Misalnya siswa dapat menemukan rumus
diagonal bidang, diagonal ruang, luas permukaan atau volume suatu bangun
ruang. Walaupun rumus-rumus tersebut sudah ada namun hal tersebut
merupakan hal yang baru bagi siswa.
2. Pada dimensi isi atau pengetahuan memuat objek ilmu yang disusun dari
pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual
(conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan
pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).
21
Menurut Liebeck (dalam Mulyono) ada dua macam hasil belajar
matematika yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu perhitungan matematika
(mathematics calculation) dan penalaran matematika (mathemaitcs reasoning).29
Jadi hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah perubahan
kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima
pengalaman belajarnya (menghubungkan, menganalisis, memecahkan masalah
serta mengkomunikasikan) secara bertahap dan menghasilkan perubahan yang
positif, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti pada dimensi proses karena
berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran. Menurut
Syaiful Bahri.D dan Aswan Zein, ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan
menjadi beberapa kriteria30, yaitu:
a) Istimewa/maksimal: apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
dikuasai oleh siswa.
b) Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran
yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
c) Baik/minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75%
saja dikuasai oleh siswa.
d) Kurang: apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai
oleh siswa.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Dikutip
dari Nana Syaodih faktor-faktor tersebut bersumber dari dalam diri siswa dan dari
luar diri siswa (lingkungan).31
1) Faktor dari dalam diri siswa (faktor internal), menyangkut aspek jasmaniah
maupun rohaniah.
29 Mulyono Abdurrahman, Pendidkan...., h.253 30 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2006), Cet.III, h. 107 31Nana Syaodih Sukmadinata, Landasn Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. IV, h. 162
22
Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani siswa. Tiap
siswa memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang tahan belajar selama lima
atau enam jam terus menerus, tetapi ada juga yang hanya tahan satu atau dua
jam saja. Selain itu kondisi fisik mencakup kelengkapan atau kesehatan panca
indera. Seseorang yang penglihatan atau pendengarannya kurang baik akan
berpengaruh kurang baik pula pada usaha dan hasil belajarnya.
Sedangkan Aspek rohaniah atau psikis menyangkut kemampuan
intelektual, sosial dan psikomotor. Kondisi intelektual mencakup tingkat
kecerdasan, bakat, keterampilan serta penguasaan siswa akan pengetahuan
atau pelajaran-pelajarannya yang lalu. Kondisi sosial menyangkut hubungan
siswa dengan orang lain, baik gurunya, teman, maupun orang tuanya. Kondisi
hubungan yang baik dan tentram akan mempengaruhi konsentrasi belajarnya.
Selain itu belajar juga perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan konstant.
2) Faktor dari luar siswa atau lingkungan (faktor eksternal), baik faktor fisik
maupun sosial psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan.
Faktor fisik dalam lingkungan keluarga meliputi keadaan dan suasana dalam
rumah, ruangan tempat belajar, sarana dan prasarana. Faktor sosial psikologis
dalam keluarga menyangkut keutuhan keluarga, hubungan antar keluarga.
Ketidakutuhan dalam keluarga atau kurang harmonisnya hubungan keluarga
akan menimbulkan kurangnya konsentrasi dalam belajar.
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting dalam pekembangan
belajar siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti
sumber belajar, media belajar, sarana dan prasarana belajar dsb., lingkungan
sosial menyangkut hubungan siswa dengan teman-temannya dan guru-
gurunya serta staf sekolah yang lainnya. Lingkungan sekolah juga
menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana dan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Lingkungan masyarakat tempat siswa berada juga berpengaruh terhadap
semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan masyarakat yang memiliki
23
latar belakang yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-
sumber belajar di dalamnya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap
semangat dan perkembangan belajar generasi mudanya.
2. Hakikat Strategi Pembelajaran Aktif
a Pengertian Strategi Pembelajaran
Keteraitan pemakaian strategi dalam belajar mengajar dimaksudkan
sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran
yang telah dirumuskan dapat tercapai. Hal ini senada dengan pendapat Wina
Sanjaya yang mengungkapkan bahwa strategi digunakan untuk memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.32
Hal senada juga dikemukakan oleh J.R David (dalam Asep Herry) bahwa
strategi merupakan kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan.33
Didunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities design to achive a particular education goal. Strategi pembelajaran
dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tindakan termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pemebelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Nana
Sudjana yang dikutip dari Ahmad Sabri strategi mengajar merupakan tindakan
guru dalam melaksanakan rencana pembelajaran dengan menggunakan beberapa
variabel pengajaran seperti, tujuan, bahan, metode, dan alat evaluasi untuk
mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.34
Jamali Sahrodi mendefinisikan bahwa pembelajaran merupakan proses
atau aktivitas yang melibatkan peserta didik dan pendidik dalam waktu dan ruang
yang kondusif untuk terjadinya sebuah komunikasi dalam berbagai arah.35 Hal
32Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. VI, h. 126 33Asep Herry, dkk., Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 88 34Ahmad Sabri, Strategi Belajar..., h. 2 35Jamali Sahrodi, “Strategi Pembelajaran: Sebuah Ikhtiar Menuju perubahan Perilaku dalam proses pendidikan”, dalam Lektur, (Cirebon: Lektur, 2005), hlm. 37
24
tersebut diperkuat oleh Muhammad Surya dalam Asep Herry yang mendefinisikan
bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.36
Kemp (dalam Wina Sanjaya) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dick dan Carey
menyatakana bahwa strategi pembelajaran adalah prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa.37
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, strategi pembelajaran adalah
rencana kegiatan belajar yang dirancang oleh guru dan dilakukan oleh siswa
dalam proses penambahan informasi atau pengetahuan baru demi ketercapaian
tujuan pembelajaran.
b. Strategi Pembelajaran Aktif
Aktif diartikan peserta didik mampu berinteraksi untuk menunjang
pembelajaran, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan
mendemonstrasikan gagasan atau idenya. Guru aktif akan memantau kegiatan
belajar peserta didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan menantang
dan mempertanyakan gagasan anak didik. Dengan memberikan kesempatan
peserta didik aktif dalam belajar maka akan mendorong kreativitas peserta didik
dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran aktif sebenarnya mengacu kepada bagaimana memberikan
sesuatu yang berbeda kepada orang yang berbeda. Jadi pembelajaran aktif
sebenarnya mengakomodasi perbedaan yang ada diantara individu peserta didik.
Seperti diketahui setiap peserta didik bersifat unik. Peserta didik yang satu
berbeda dengan peserta didik yang lain dilihat dari berbagai sisi. Oleh karena itu
ada beberapa definisi mengenai pembelajaran aktif.
36Asep Herry, dkk., Belajar..., h. 3 37Wina Sanjaya, Strategi..., h. 126
25
Paulson & Faust (dalam Junaedi dkk) mengungkapakan bahwa belajar
aktif secara sederhana merupakan segala sesuatu yang dilakukan peserta didik
selain hanya menjadi pendengar pasif ceramah dari guru.38 Hal ini meliputi segala
sesuatu yang didengar, latihan menulis pendek dalam menanggapi materi dari
guru sampai dengan latihan kelompok yang kompleks untuk menerapkan materi
pembelajaran dalam situasi kehidupan nyata atau pada permasalahan yang baru.
Sedangkan belajar aktif menurut Mayers & Jones, meliputi pembelajaran
kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan diskusi yang penuh makna,
mendengar, menulis, membaca dan merefleksi materi, gagasan, isu dan materi
akademik. Pembelajaran aktif menurut Agus Suprijono adalah proses belajar yang
menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika untuk
mengartikulasikan dunia idenya dan mengkonfrontir ide itu dengan dunia reliatas
yang dihadapinya.39
Pembelajaran aktif dalam Hisyam adalah suatu pembelajaran yang
mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif.40 Pembelajaran aktif dalam
wikipedia menjelaskan bahwa “Active Learning is an umbrella term that refers to
several models of instruction that focus the responsibility of learning on
learners”.41 Yang artinya pembelajaran aktif berlindung pada syarat-syarat atau
tingkatan-tingkatan yang mengarah kepada contoh-contoh pengajaran yang
berpusat kepada tanggung jawab siswa dalam belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka strategi pembelajaran aktif adalah
rencana pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
terlibat secara aktif, baik fisik maupun mentalnya selama proses belajar. Dengan
melakukan interaksi dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks atau
menerapkan materi pembelajaran dalam situasi kehidupan nyata, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
38Junaedi, dkk., Strategi Pembelajaran paket 12, (Bandung : UPI, 2006), h. 12-9 39Agus Suprijono, Teori..., h. x 40Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. xiv 41Wikipedia, Active Learning, http://en.wikipedia.org/wiki/Active_learning
26
Paham Confucius (dalam Mel Silberman) menyatakan tentang strategi
pembelajaran aktif adalah:42
What I hear, I forget
What I see, I remember
What I do, I understand
Jika dari paham itu belajar aktif tidaklah cukup hanya dengan
mendengarkan atau melihat sesuatu tetapi mengerjakan sesuatu.
Mel Silberman telah memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius
menjadi:
What I hear, see and ask question about our discuss
with someone else, I begin to understand and skill.
What I hear, see, discuss and I do, I acquire knowladge and skill.
What I teach to another, I master.
Berdasarkan paham Mel Silberman, pembelajaran aktif tidak hanya cukup
mendengar, melihat, mengerjakan tetapi juga mendiskusikannya dan
menjelaskannya kepada orang lain. Jika kita mendiskusikannya dan kemudian
mengajarkan kepada orang lain maka kita telah mengalami proses belajar yang
sempurna dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Hal ini karena otak kita
tidak berfungsi sebagai kerja audio recorder atau tape recorder. Otak tidak
menerima informasi, tetapi juga meresponnya.
c. Urgensi Strategi Pembelajaran Aktif
Menurut Junaedi beberapa alasan perlunya menerapkan pembelajaran yang
aktif berikut ini:43
1. Riset kognitif meneunjukkan bahwa menggunakan teknik ceramah saja
bukanlah strategi pembelajaran yang efektif. Jika peserta didik memiliki
banyak kesempatan untuk membaca, mendengar, melihat, mempraktikkan,
42Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terjemahan dari Active learning 101 Strategies To Teach Any Subject oleh Sarjuli dkk, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mdani, 2002), h.xxv - xxvi 43Junaedi, dkk., Strategi..., h.14
27
dan mendiskusikan materi pembelajaran, maka mereka akan lebih banyak
mengingatnya.
2. Kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran aktif dapat mencegah terjadinya sesi
yang monoton sehingga peserta didik lebih banyak memberikan perhatian dan
lebih menikmati sesi pembelajaran.
3. Sesi pembelajaran aktif dapat mengintegrasikan bahan-bahan ataupun
pengetahuan baik yang lama maupun yang baru.
4. Dalam pemebelajaran aktif peserta didik diibaratkan dengan keterampilan
berfikir tingkat tinggi. Hal ini akan menyebabakan keterampilan berfikir
tingkat tinggi peserta didik semakin terasah.
5. Kegiatan-kegiatan mandiri memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk melibatkan gaya belajarnya sendiri dalam berbagai kegiatan.
6. Peserta didik akan lebih mampu untuk mengulang langkah-langkah penting
jika kegitan tersebut dilakukan sendiri.
7. Pembelajaran aktif memerlukan tanggung jawab individual dan sekaligus
tingkat kerjasama yang tinggi. Hal ini dapat meningkatkan kemnadirian dan
juga keterampilan sosial peserta didik.
8. Pembelajarn aktif mendorong interkasi peserta didik dengan peserta didik lain
dan juga dengan guru. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
peserta didik.
9. Keterlibatan peserta didik yang tinggi dalam pembelajaran menyebabakan
minat dan motivasi belajar peserta didik meningkat.
Strategi pembelajaran aktif merupakan strategi-strategi konkret yang
memungkinkan untuk diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Mel Silberman
terdapat proses belajar yang terbagi menjadi tiga bagian dalam pembelajaran aktif,
diantaranya:44
1. Proses awal atau aktivitas pembuka sebagai pemecahan kebekuan untuk
berbagai macam kelas. Diantaranya: team building, on-the-spot, immediate
learning involvement.
44Mel Silberman, Active…, h.2
28
2. Proses inti, pembelajaran yang dapat digunakan pada saat di tengah-tengah
pelajaran. Diantaranya: full-class learning, class discussion, question
prompting, collaborative learning, peer teaching, independent learning,
affective learning, skill development.
3. Proses akhir atau penutup untuk menyimpulkan dan menerapkan bagaimana
peserta didik menerapkannya dimasa yang akan datang. Diantaranya: review,
self-assesment, future planing, expression of final sentiments.
Berdasarkan proses-proses tersebut, terdapat teknik pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam proses inti dengan belajar berkolaborasi (collaborative
learning) yang memiliki beberapa teknik belajar diantaranya information search,
the study group, card sort, learning tournament, the power of two, dan quiz team.
3. Hakikat Teknik The Power of Two
a. Teknik The Power of Two
Salah satu hal yang menandai profesionalisme guru adalah komitmennya
untuk selalu memperbaharui dan meningkatkan kemampuannya dalam suatu
proses bertindak dan berefleksi dalam kegiatan belajar mengajar. Teknik the
power of two ini dirancang untuk menghindari pembelajaran berpusat pada guru
(teacher centered). Suatu jangkauan alternatif yang luas disediakan, kesemuanya
adalah yang mendorong para peserta didik memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap secara aktif.
The power of two artinya kekuatan dua orang, yang dimaksud kekuatan
dua orang adalah menggabung pemikiran dua siswa. Siswa berkolaborasi dengan
pasangannya atau membentuk kelompok kecil. Dikutip dari Mel Silberman teknik
the power of two digunakan untuk mendorong pembelajaran kooperatif dan
memperkuat arti penting serta manfaat sinergi dua siswa. Teknik ini mempunyai
prinsip bahwa berpikir berdua lebih baik dari pada berpikir sendiri.45
45Mel Silberman, Active…, h. 109
29
Karakteristik utama teknik the power of two sebagai pembelajaran aktif
dalam Junaedi adalah:46
1. Pembelajaran tidak ditekankan pada penyampaian informasi oleh guru
melainkan pada eksplorasi informasi dan pengembangan konsep oleh peserta
didik.
2. Kondisi pembelajaran mendukung/kondusif mengembangkan keterbukaan dan
penghargaan terhadap semua gagasan peserta didik.
3. Peserta didik tidak hanya mendengarkan ceramah secara pasif melainkan
mengerjakan berbagai hal (membaca, melakukan eksperimen, dan berdiskusi)
yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
4. Peserta didik dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan kooperatif yang
membutuhkan tanggung jawab individual sekaligus ketergantungan positif
antar kelompok.
5. Peserta didik dirangsang untuk menggunakan kemampuan berfikir kritis,
analisis, dan evaluatif.
6. Peserta didik terlibat dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar baik di
dalam maupun di luar kelas.
7. Guru mendapatkan umpan balik yang lebih cepat tentang proses dan hasil
belajar.
Dalam teknik the power of two setiap pasangan kelompok dibentuk
berdasrkan heterogenitas, karena keanekaragaman pengetahuan yang dimiliki
siswa dapat saling melengkapi kekurangan masing-masing pasangan kelompok.
b. Langkah-Langkah Teknik The Power Of Two
Mengutip Marno dan M.Idris berikut ini langkah-langkah teknik the power
of two :47
1. Guru mengajukan satu atau dua pertanyaan (masalah terkait topik
pembelajaran) yang membutuhkan perenungan (reflection) dan pemikiran
(thinking).
46Junaedi, dkk., Strategi…, h. 12-15 47Marno, dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008) h. 153
30
2. Siswa menjawab secara mandiri (individu).
3. Kelompokkan siswa secara berpasangan (dua-dua).
4. Siswa diminta menjelaskan dan mendiskusikan jawaban baru.
5. Brainstorming (panel), siswa membandingkan jawaban hasil diskusi
kelompok kecil antar kelompok.
6. Klarifikasi dan simpulkan agar seluruh siswa memperoleh kejelasan.
Penerapan teknik the power of two dalam pembelajaran matematika, atau
penelitian ini adalah proses pembelajaran yang lebih melibatkan siswa pada
kegiatan belajar secara aktif daripada hanya sekedar menghafal. Bertumpu pada
pendapat Dienes bahwa rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik.
Sebagai langkah awal guru mengaktifkan siswa dengan mengajukan
pertanyaan untuk setiap siswa. Pertanyaan yang diajukan dalam bentuk yang
sederhana (konkret/real), sesuai dengan tingkat berfikir siswa serta didasari
pandangan bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang
topik yang terkait dengan topik pembelajaran yang akan dipelajari. Dengan
demikian siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Hal ini dapat melatih penalaran siswa dalam menghubungkan dengan
materi yang tepat.
Berikut contoh yang sesuai dengan pemaparan diatas.
Yang merupakan diagonal bidang dari kubus
ABCD.EFGH adalah . . . .
Jika kubus ABCD.EFGH di samping memiliki panjang
suk 4 cm. Berapakah: a) panjang EG ? ru
b) luas ACGE ?
A B
C D☺
E F
G H
4 cm
Jawab:
a) Lihat ∆EFG. Karena FE ⊥ FG, maka ∆EFG merupakan segitiga siku-siku.
Dengan sudut siku-siku di . . . , maka. H G
F E
EG2 = . . . + . . . EG = .....
= . . . + . . . = . . . .....
= . . . + . . .
Jadi panjang EG = . . . cm.
31
b)
LACGE = . . . x . . .
= . . . x . . .
= . . . . cm2.
Dengan contoh pertanyaan diatas, siswa aktif dalam mengembangkan
pengetahuannya. Karena setiap siswa secara individu mencari hubungan konsep
barunya (diagonal bidang) dengan konsep yang telah dipelajari siswa sebelumnya
(phytagoras) sebagi dasar pemikiran dalam konsep barunya tersebut. Sehingga
dapat melatih koneksi siswa dalam belajar matematika.
Kemudian siswa berpasangan dan berdiskusi untuk menemukan rumus
akhir dari materi yang sedang dipelajari. Kelompok pasangan ditentukan oleh
guru. Pada tahap ini siswa diajak berfikir lebih kompleks dan abstrak. Yakni siswa
diajak menemukan rumus diagonal bidang, diagonal ruang dan lain-lain, yang
terdapat dalam tujuan pembelajaran bangun ruang sisi datar kubus dan balok
Berikut contoh pertanyaannya:
Yang merupakan diagonal bidang dari kubus
ABCD.EFGH adalah . . . .
Jika kubus ABCD.EFGH di samping memiliki panjang
rusuk a cm. Berapakah a) Panjang diagonal bidang HA?
A B
C D☺
E F
G H
a cm b) Luas ABGH?
Dalam pertanyaan tersebut siswa tidak diberi langkah-langkah dalam
menjawab. Tetapi siswa menguraikan sendiri jawabannya dengan berdiskusi
bersama pasangan kelompoknya. Hal ini melatih komunikasi siswa, karena siswa
menyampaikan pendapatnya atau idenya kepada pasangan kelompoknya. Selain
itu juga melatih penalaran siswa untuk memecahan masalah dalam bentuk yang
lebih kompleks atau abstrak.
Setelah siswa melakukan diskusi secara berpasangan, siswa
membandingkan hasil diskusinya. Guru mengundi beberapa pasangan untuk
mempersentasikan hasil diskusinya sedangkan pasangan lain membandingkan dan
32
memberikan pendapatnya. Untuk memperoleh kejelasan siswa dibantu guru
menyimpulkan hasil akhir yang tepat.
c. Keuntungan Teknik The Power of Two
Terdapat beberapa keuntungan secara umum dalam teknik the power of
two, diantaranya:48
a. Siswa tidak terlalu menggantungkan guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dan belajar
dari siswa lain,
b. Meningkatkan motivasi dan rangsangan untuk berfikir,
c. Siswa lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas,
d. Melatih siswa untuk dapat bekerjasama dengan orang lain,
e. Mengembangkan kemampuan dalam menemukan mengungkapkan ide atau
gagasan kemudian membandingkannya dengan orang lain,
f. Meningkatkan prestasi akdemik serta kemampuan sosialnya,
4. Materi Bangun Ruang Sisi Datar
a. Kubus
Kubus adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam
bidang persegi yang kongruen.
b. Balok
Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam
bidang persegi panjang yang sepasang dan
kongruen.
48Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif The Power of Two Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Alat-Alat Optik Di Kelas VIII Muhammadiyah Kuok, dari www.sribd.com/doc/31286550/pembelajaran-the-power-of-two
33
c. Unsur-Unsur Kubus dan Balok
A C D
E F G
H
B
A C D
E F
G H
B
Bidang. Bidang adalah sekat yang membatasi antara bagian dalam dan bagian
luar bangun ruang. Bidang pada kubus berbentuk persegi dan bidang pada
balok berbentuk persegi panjang. Bidang dapat dikelompokkan menjadi
bidang alas,bidang atas dan bidang tegak. Jumlah bidang balok 6 buah bidang.
ABCD, EFGH, BCGF, ADEH, ABFE, DCGH.
Rusuk. Rusuk adalah perpotongan antara dua bidang sisi. Rusuk tersebut
berupa ruas garis. Kubus dan balok memiliki 12 rusuk.
AB, CD, EF, GH, AE, BF, GC, HD, AD, EH, BC, FG..
Diagonal bidang. Diagonal bidang adalah ruas garis yang terjadi jika dua titik
sudut sebidang yang berhadapan dihubungkan. Jumlahnya adalah 12 diagonal
bidang.
AF, BE, CF, GB, DG, CH, AH, DE, EG, FH, AC, DB.
Diagonal Ruang. Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua
titik sudut yang berhadapan dalam ruang. Jumlahnya adalah 4 diagonal bidang
AG, CE, HB, FD.
Bidang Diagonal. Bidang diagonal adalah bidang yang memuat dua buah
diagonal bidang yang saling sejajar.
ACGE, BCHE, ABGH, DBFH, ADGH, BECH.
Sejajar. Dua buah garis dikatakan sejajar jika kedua garis tersebut tidak
memiliki titik potong.
d. Panjang Diagonal Bidang Kubus dan Balok
Kubus Perhatikan gambar kubus di samping!
A C D
E F
G H
s cm
34
Pada bidang alas ABCD, garis EG merupakan diagonal bidang. Misalkan
ukuran rusuk kubus = s cm. Perhatikan ΔABC siku-siku di F pada bidang
EFGH!
Menurut teorema Pythagoras,
AH2 = EA2 + HE2
= s2 + s2
= 2 s2
AH = 22s
= s 2
Jadi, panjang diagonal bidang AH adalah s 2 cm
Dikarenakan kubus memiliki panjang rusuk yang sama, maka panjang
diagonal bidang kubus memiliki panjang yang sama.
Balok
Perhatikan garis HO pada kubus HIJK.LMNO
di atas. Garis HO merupakan diagonal bidang
kubus. Perhatikan ΔHOK siku-siku di K pada
bidang diagonal HKLO!
Menurut teorema Pythagoras,
HO2 = OK2 + HK2 = t2 + l2
HO= 22 lt +
Jadi, panjang diagonal bidang HO adalah 22 lt + .
Dengan menggunakan cara yang sama, maka akan didapat panjang diagonal
HM adalah 22 tp + , dan panjang diagonal IK adalah 22 lp + .
L
H
I
J
K
M
N O
p cm
l cm
N O t cm
e. Panjang Diagonal Ruang Kubus dan Balok
Kubus Perhatikan gambar kubus di samping!
Garis AG merupakan diagonal ruang. Misalkan ukuran
rusuk kubus = s cm. Perhatikan ΔACG siku-siku di C.
35
Menurut teorema Pythagoras,
AG2 = AC2 + CG2 AG = 23s
= s2 + s2 + s2 = s 3
= 3 s2
Balok
Perhatikan gambar balok di samping!
Garis HB merupakan diagonal ruang. Misalkan
ukuran panjang, lebar dan tinggi berturut-turut p
cm, l cm, t cm. Maka panjang HB adalah:
Perhatikan ACG siku-siku di C. Δ
Menurut teorema Pythagoras,
HB2 = BD2 + HD2 = (p2 + l2) + t2
HB= 222 tlp ++
Jadi, panjang diagonal bidang HB adalah 222 tlp ++ .
f. Jaring-jaring Kubus dan Balok
Jaring-jaring kubus dan balok diperoleh dari model kubus yang diiris pada
beberapa rusuknya, kemudian direbahakan, seperti gambar berikut.
Kubus
Balok
36
g. Jumlah Panjang Rusuk Kubus dan Balok
Kubus
Kubus memiliki jumlah rusuk 12. Jika panjang rusuk
kubus disamping s cm, maka
Jumlah panjang rusuk kubus = 12 x s
Balok
s cm
p cm l cm
t cm Balok memeiliki rusuk-rusuk yang terdiri
dari 4 panjang, 4 lebar dan 4 tinggi yang
sama panjang.
Jadi, Jumlah panjang rusuk balok = )4()4()4( llp ×+×+×
= )(4 tlp ++×
h. Luas Permukaan Kubus dan Balok
Luas permukaan adalah jumlah luas seluruh bidang tersebut. Untuk menentukan luas permukaan kubus atau balok perlu diketahui hal-hal berikut: a) Banyak bidang pada kubus atau balok. b) Bentuk dari masing-masing bidang. Kemudian digunakan berbagai rumus luas bangun datar yang telah dipelajari. Kubus
a) Banyak bidang pada kubus = 6
s cm s cm
s cm
b) Bentuk bidang pada kubus adalah persegi.
Luas persegi = s x s
Jadi luas permukaan kubus = 6 x (s x s)
= 6 x s2
Balok
p cm
l cm t cm
37
a) Banyak bidang balok:
Luas bidang alas dan atas = 2 x (p x l) = 2pl
Luas bidang depan dan belakang = 2 x (p x t) = 2pt
Luas bidang kiri dan kanan = 2 x (l x t) = 2 lt
Luas jaring-jaring balok =Jumlah luas seluruh permukaan balok
= 2pl + 2pt + 2lt
i. Volume Kubus dan Balok
Volume bangun ruang menyatakan ukuran besar bangun ruang itu. Atau
dapat juga menyatakan sebagai ukuran atau kemampuan bangun itu untuk
menampung benda yang tepat memenuhi seluruh ruangannya.
Perhatikan suatu kotak kosong seperti pada gambar. Volume kotak
didefinisikan sebagai banyaknya satuan volume yang dapat digunakan untuk
mengisi secara penuh kotak tersebut.
(Lihat gambar (i.1))
i.1
i.3
i.2
Pada bagian bawah akan menampung kotak sebanyak 8 x 3 = 24 kotak
(Lihat gambar (i.2))
Pada bagian atas terdapat 2 tumpukan,
sehingga banyaknya kotak adalah 2 x 24 = 48 kotak
Dengan memperhatikan proses mengisi kotak berbentuk kubus pada kardus
diatas yang berbentuk balok, maka rumus volume balok (V) dapat
dirumuskan:
V = p x l x t
Berdasarkan volume balok kita dapat merumuskan volume kubus. Karena
kubus memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi yang sama, misal s maka
volume kubus:
V = s x s x s
38
j. Perubahan Volume
Besar volume kubus dan balok bergantung pada panjang rusuk-rusuknya.
Dengan demikian, jika panjang rusuk kubus maupun rusuk balok berubah
ukurannya, maka volumenya juga akan berubah.
Untuk mengetahui besar perubahan volume dari kubus dan balok dapat
dilakukan dengan cara menghitung selisih antara volume kubus atau balok
mula-mula dengan volume kubus atau balok setelah mengalami perubahan.
1. Panjang sebuah rusuk kubus 4 cm. Jika panjang rusuknya diperpanjang
menjadi 8 cm, tentukan besar perubahan volume kubus tersebut!
Jawab:
Volume kubus mula-mula = (s1)3
= (4)3
= 64 cm3.
Volume kubus setelah diperbesar = (s2)3
= (8)3
= 512 cm3
Jadi, besar perubahan volume kubus = V2 - V1
= 512 - 64
= 448 cm3
2. Sebuah balok berukuran panjang 8 cm, lebar 6 cm, tinggi 2 cm. Jika masing-
masing rusuknya diperpanjang 211 kali dari ukuran semula, tentukan:
a) Besar perubahan volume balok.
b) Perbandingan volume balok sebelum dan sesudah diperbesar.
Jawab:
Volume balok mula2 = V1 Volume balok setelah diperbesar = V2
p1 = 8 cm p2 = 211 x 8 =
23 x 8 = 12 cm
l1 = 6 cm l2 = 211 x 6 =
23 x 6. = 9 cm
t1 = 2 cm t2 = 211 x 2=
23 x 2 = 3 cm
39
V1 = p1 x l1 x t1 V2 = p2 x l2 x t2
= 8 cm x 6 cm x 2 cm = 12 cm x 9 cm x 3 cm
= 96 cm3. = 324 cm3.
a) Besar perubahan volume balok = V2 - V1
= 324 - 96
= 228 cm3
b) Perbandingan volume sebelum dan sesudah diperbesar adalah:
V1 : V2 = 96 : 324
= 16 : 9
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Berikut hasil penelitian yang relevan, diantaranya:
1. Abdul Hanif49 (2010) yang berjudul “Penerapan The Power of Two Dalam
Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Dalam
Pemecahan Masalah”, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan teknik the power of two yang diterapkan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
2. Sri Wahyuningsih50 (2010) yang berjudul “Penerapan Strategi Pembelajaran
Aktif “The Power Of Two” Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Matematika Siswa”, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa the power of
two dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
C. Kerangka Berfikir
Proses pembelajaran matematika pada saat ini masih menggunakan
pembelajaran konvensional. Beberapa guru menilai dengan pembelajaran
konvensional siswa dapat paham terhadap suatu konsep yang dipelajari dengan
siswa mendengar guru berbicara. Namun pada kenyataannya sesuatu yang siswa
49Abdul Hanif, Penerapan The Power of Two Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Dalam Pemecahan Masalah, http://etd.prints.ums.ac.id/5585 50Sri Wahyuningsih, Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif “The Power Of Two” Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 82
40
dengar mudah terlupakan, karena siswa tidak berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran hingga pada akhirnya mendapatkan hasil belajar yang tidak
maksimal.
Matematika merupakan ilmu yang sangat bermanfaat dan sangat
dibutuhkan dalam kehidupan, karena dalam kehidupan ini penuh dengan bilangan.
Matematika itu sendiri adalah pengetahuan tentang bilangan, logika, konsep-
konsep serta masalah tentang ruang dan bentuk. Setiap konsep matematika
memiliki keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Jadi,
untuk memakainya diperlukan pemahaman yang baik tentang konsep-konsep
matematika. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran matematika harus
bermakna, agar hasil belajar matematika maksimal (baik).
Proses pembelajaran akan bermakna jika siswa aktif mengembangkan atau
mengkonstruksi sendiri pengetahuanya selama pembelajaran. Guru memberikan
pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk menghubungkan pengetahuan
yang sudah dimiliki dengan materi yang akan dipelajarinya sehingga siswa diberi
kesempatan untuk memahami matematika dan keterkaitannya. Selain itu guru
harus melatih cara berfikir dan logika siswa dalam pembelajaran matematika.
Dengan demikian hasil belajarnya akan maksimal.
Salah satu cara yang dapat melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif. Dalam strategi
pembelajaran aktif siswa bukan sebagai pendengar dan guru bukan lagi menjadi
seseorang yang maha tahu segalanya. Siswa diberi kesempatan mencari informasi
yang dibutuhkan untuk menjadi tahu. Sehingga terjadi perubahan positif, sesuai
dengan definisi inti dari belajar yaitu ”terjadi perubahan”.
Banyak teknik yang dapat digunakan dalam strategi pembelajaran aktif,
salah satunya adalah teknik the power of two. Teknik the power of two merupakan
belajar dalam kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari dua anggota
(berpasangan). Tujuan teknik the power of two adalah untuk melatih siswa belajar
aktif secara individu dan kelompok, sehingga hasil belajar menjadi lebih baik.
Penerapan teknik the power of two dalam pembelajaran bangun ruang ini
adalah proses pembelajaran yang lebih melibatkan siswa secara aktif, dengan
41
menemukan rumus siswa akan lebih memahami dibandingkan hanya mengahafal
rumus. Matematika memiliki banyak rumus yang mangakibatkan siswa
melupakannya jika hanya menghafal dan kurang memahaminya. Bertumpu pada
pendapat Dienes yang menyatakan bahwa pelajaran metematika sangatlah abstrak,
sehingga perlu mengkonkretkan sifat yang abstrak agar mudah dipahami,
kemudian dari permasalahan yang konkret tersebut baru dialihkan kebentuk
konsep-konsep matematika yang abstrak.
Guru mengaktifkan siswa dengan mengajukan pertanyaan kepada setiap
siswa dan siswa menjawabnya secara individu. Pertanyaan tersebut mengarahkan
siswa untuk menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan materi yang
sudah pernah di pelajarinya. Hal ini dapat melatih penalaran siswa dalam
menghubungkan materi yang tepat. Misalnya untuk mempelajari panjang diagonal
bidang kubus atau balok siswa harus ingat konsep phytagoras yang memiliki
keterkaitan dalam mencari panjang diagonal kubus atau balok. Guru memberikan
jawaban berantai dalam tugas mandiri ini dan panjang rusuk yang diketahui dalam
bentuk bilangan real. Kemudian siswa berpasangan untuk mengemukakan
pendapatnya dan mendengarkan penjelasan pasangannya. Pada tugas kelompok
ini siswa tidak diberi jawaban berantai dan panjang rusuk yang diketahui dalam
bentuk simbol. Sehingga siswa dituntut untuk menemukan rumus akhir yang
tepat. Interaksi dalam pasangan kelompok ini sangat penting bagi siswa, karena
melatih proses berfikir dan komunikasi siswa. Selanjutnya setiap pasangan
membandingkan hasil jawabannya, agar memperoleh kejelasan dan hasil akhir
yang tepat.. Pasangan yang mendapat undian mempersentasikan hasil diskusinya.
Terdapat nilai lebih dalam teknik the power of two, yakni (1) Setiap siswa
menunjukkan kemampuannya, dengan menjawab secara mandiri (2) Dapat
memunculkan tanggung jawab secara individu dan kelompok, karena dalam
teknik the power of two siswa menjawab pertanyaan secara mandiri terlebih
dahulu kemudian berpasangan dengan kelompoknya untuk memecahkan masalah
(3) Adanya saling ketergantungan positif, karena masing-masing siswa memiliki
ide yang berbeda-beda, (4) Setiap pasangan mengevaluasi kegiatannya, dengan
42
membandingkan hasil jawaban kelompoknya, (5) Melatih daya matematis siswa
(koneksi, penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi).
Berdasarkan uraian di atas terdapat keterkaitan antara strategi
pembelajaran aktif teknik the power of two dalam pembelajaran matematika
dengan hasil belajar matematika siswa. Dimana teknik the power of two dapat
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
D. Hipotesis Penelitian
Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya
menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two lebih tinggi dari
rata-rata hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran konvensional.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPI Al Hikmah yang beralamat di Jalan.
Kemajuan 5 Petukangan Selatan Pesanggrahan Jakarta Selatan.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 pada
bulan April.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi
eksperimen (penelitian semu), yaitu metode eksperimen yang tidak
memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap semua variabel
yang relevan. Penelitian ini dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang
homogen, terdiri atas dua kelompok yang dipilih secara acak. Kelompok pertama
adalah kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan strategi
pembelajaran aktif teknik the power of two dan kelompok kedua adalah kelompok
kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Two Group Randomized
Subject Post Tes Only. Desain ini terdiri atas dua kelompok yang dipilih secara
acak. Kemudian kedua kelompok tersebut diberikan postes. Untuk lebih jelasnya
desain penelitian tersebut dinyatakan dalam bentuk tabel seperti berikut :
Table 3.1
Desain Penelitian
Two Group Randomized Subject Post Tes Only
Kelompok Perlakuan(Treatmen) Postes
(R)E XE Y
(R)k Xk Y
43
44
Keterangan :
R = Proses pemilihan subjek secara acak berdasarkan kelas
RE = Kelompok eksperimen
RK = Kelompok kontrol
XE = Perlakuan yang dilakukan pada kelas eksperimen
Xk = Perlakuan yang dilakukan pada kelas kontrol
Y = Tes akhir pada kelompok yang sama dari kedua kelompok
C. Populasi dan Sampel
Teknik yang dilakukan untuk memperoleh sampel penelitian adalah teknik
cluster random sampling yaitu pengambilan unit siswa sebanyak dua kelas dari
beberapa kelas yang ada, dengan:
1. Populasi
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu harus ditentukan
populasi peneitian. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
a. Populasi Target
Populasi target penelitian adalah seluruh siswa SMPI Al Hikmah Tahun
ajaran 2009/2010
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
Tahun ajaran 2009/2010.
2. Sampel
Sampel diambil dari populasi terjangkau dengan teknik cluster random
sampling. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dari 6 kelas. Yaitu kelas VIII-
5 untuk kelas eksperimen dan kelas VIII-6 untuk kelas kontrol.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan instrumen
berupa tes uraian. Tes adalah pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok.
45
Data yang diperoleh berupa skor hasil belajar matematika siswa yang
diperoleh setelah pemberian treatmen yang berbeda kepada kedua kelompok.
Hasil belajar yang akan diteliti adalah materi tentang bangun ruang sisi datar yaitu
kubus dan balok, dengan memberikan tes yang sama kepada kedua kelompok.
1. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini variabel hasil belajar matematika diukur dengan
menggunakan instrumen dalam bentuk tes uraian. Variabel hasil belajar terlebih
dahulu dijelaskan kedalam bentuk: definisi konsep dan definisi operasional hasil
belajar serta kisi-kisi hasil belajar.
a. Definisi konsep
Definisi konsep hasil belajar adalah terjadinya perubahan kepandaian,
serta kemampuan seseorang yang terjadi secara bertahap. Kemampuan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pada ranah kognitif.
b. Definisi operasional
Definisi operasional hasil belajar dalam penelitian ini adalah skor tes akhir
yang menggambarkan hasil belajar matematika siswa, setelah mengalami proses
belajar matematika. Hasil belajar ini diukur berdasarkan kemampuan kognisi
siswa, meliputi : memahani, mengaplikasikan, dan menganalisis.
c. Kisi-Kisi Tes Hasil belajar
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari 9 butir soal uraian. Skor
maksimal yang dapat diperoleh yaitu 100 dan skor minimal 0 (nol). Tes ini
dilakukan satu kali yaitu postes untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah
pemberian treatmen yang berbeda kepada kedua kelompok.
Kisi-kisi tes hasil belajar dapat peneliti gambarkan secara rinci dalam
bentuk butir soal yang mengacu pada tingkat penguasaan hasil belajar.
46
Materi: Kubus dan Balok
Standar Kompetensi: Memahami sifat-sifat dan bagian-bagian kubus dan balok,
serta menentukan ukurannya.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen
Tingkat
penguasaan Indikator C2 C3 C4
∑ soal
1. Siswa dapat menghitung panjang diagonal bidang, diagonal ruang, luas bidang diagonal pada kubus dan balok
2 1
2. Siswa dapat membuat jaring-jaring kubus dan balok 7 1
3. Siswa dapat menghitung jumlah panjang rusuk pada kubus dan balok 9 1
4. Siswa dapat menghitung luas permukaan kubus dan balok serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
4, 10
2
5. Siswa dapat menghitung volume kubus dan balok serta menggunakannya dalam pemecahan masalah 13,
14 2
6. Siswa dapat menghitung perbandingan volume kubus dan balok serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
6, 15 2
Total 2 4 3 9
Instrumen penelitian tersebut telah diujicobakan terlebih dahulu, untuk
memenuhi persyaratan tes yang baik. Instrumen penelitian yang diujicobakan
terdiri dari 15 butir soal uraian. Uji coba dilakukan pada siswa kelas IX.
Kemudian data hasil uji coba tersebut dianalisis untuk mengetahui karakteristik
setiap butir soal, meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran butir soal, dan
daya pembeda butir soal.
47
2. Uji Instrumen Tes Penelitian
a. Uji Validitas
Agar alat ukur yang dibuat nantinya dapat digunakan untuk mengukur
dengan tepat kemampuan subyek penelitian, maka diadakan uji validitas. Uji
validitas yang digunakan korelasi Product moment sebagai berikut:1
( )( )( ){ } ( ){ }2222 ∑∑∑ ∑
∑∑ ∑−−
−=
YYNXXN
YXYXNr
ii
iiyxi
Keterangan:
yxir = koefisien korelasi antara variabel X dan Y
yx ir
X = skor dari item yang diuji
Y = jumlah total nilai
Setelah diperoleh harga kemudian dilakukan pengujian validitas
dengan membandingkan harga dan rtabel product moment. Dengan terlebih
dahulu menetapkan derajat kebebasannya, dengan rumus dk = n – 2, pada taraf
signifikansi 5%, rtabel = 0,33. Kriteria pengujiannya adalah jika ≥ rtabel, maka
soal tersebut valid dan jika < rtabel maka soal tersebut tidak valid.
YXir
YXir
YXir
YXir
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas, dari 15 soal yang diuji
cobakan diperoleh 9 butir soal yang valid (lampiran 9).
b. Uji Reliabilitas
Bila suatu alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama
dan hasil yang diperoleh relatif sama, maka alat ukur tersebut reliabel. Dalam
penelitian ini menggunakan uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha
cronbach sebagai berikut:2
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−= ∑
2
2
11 11 i
i
kkr
σ
σ
1 Suaharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. VI, h. 72 2 Suaharsimi Arikunto, Dasar-Dasar .... h. 109
48
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas tes
k = banyaknya butir soal yang valid
∑σi2 = Jumlah varians skor tiap-tiap item
σt2 = varians total
Tabel 3.3
Kriteria Reliabilitas3
r11 Keterangan
r11 ≤ 0,20 Sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah
0,40 < r11 ≤ 0,70 Sedang
0,70 < r11 ≤ 0,90 Tinggi
0.90< r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen penelitian,
diperoleh skor reliabilitas sebesar 0,72 (lampiran 10). Dengan skor reliabilitas
demikian, maka instrumen penelitian tersebut dapat dikatakan memiliki
konsistensi yang handal dan memenuhi persyaratan instrumen tes yang baik.
c. Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal digunakan untuk menunjukkan apakah butir soal
itu tergolong sukar, sedang atau mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran
tiap butir soal berbentuk uraian digunakan rumus:4
JSBP =
Keterangan:
P = Indeks kesukaran JS = Jumlah total peserta
B = Jumlah siswa yang menjawab soal tersebut dengan benar
3Erman Suherman, H. Yaya Sukjaya K, Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika, (Bandung: Wijayakusumah, 1990), h. 177 4 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar ... , h. 208
49
Tabel 3.4
Kriteria Indeks Kesukaran5
P Keterangan
0,00 ≤ P ≤ 0,30 Sukar
0,30 < P ≤ 0,70 Sedang
0,70 < P ≤ 1,00 Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan taraf kesukaran butir soal, diperoleh 2 butir
soal termasuk dalam kriteria mudah, 7 butir soal termasuk dalam kriteria sedang,
dan 6 butir soal termasuk dalam kriteria sukar dari 15 soal. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11.
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk membedakan
antara siswa yang menjawab dengan benar (berkemampuan tinggi) dengan siswa
yang menjawab salah (berkemampuan rendah).
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi. Rmus untuk menggunakan indeks diskriminasi adalah:6
BAB
B
A
A PPJB
JBD −=−=
Keterangan:
D = Indeks diskriminasi atau daya pembeda suatu butir soal
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
5 Lilik Novijanti, dkk., Evaluasi pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), ed.1 Paket: 8-14, h.11-(9) 6 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar …, h. 213
50
PA = A
A
JB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P indeks
kesukaran)
PB = B
B
JB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.5
Kriteria Daya Pembeda7
Daya Beda Keterangan
0 ≤ D ≤0,20 Jelek
0,20 < D ≤ 0,40 Cukup
0,40 < D ≤ 0,70 Baik
0,70 < D ≤1,00 Baik Sekali
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda butir soal, diperoleh 3 butir
soal termasuk dalam kriteria baik, dan 12 butir soal termasuk dalam kriteria
cukup. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12.
E. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya di analisis untuk dapat menjawab hipotesis
penelitian. Sebelum menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan utnuk menguji apakah data pada dua kelompok
sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji kai kuadrat
(chi square). Statistik uji Chi-kuadrat yang digunakan:8
7 Lilik Novijanti, dkk., Evaluasi. . . , h. 11-(11)
51
( )∑ =
−=
k
ii
iihitung
fefefo
1
22χ
Keterangan:
hitung2χ = Nilai statistik Chi-kuadrat
ife = Nilai frekuensi observasi ke-i
ifo = Nilai frekuensi yang diharapkan ke-i
Setelah diperoleh harga , ditentukan harga . Dengan rumus
dk = banyak kelas (K) – 3, pada taraf signifikansi 5%. Sehingga diperoleh
= 7,82. Kemudian dilakukan uji normalitas dengan membandingkan harga
dan . Dengan kriteria pengujian:
hitung2χ tabel
2χ
tabel2χ
hitung2χ
tabel2χ
Jika , maka H0 terima dan H1 ditolak tabelhitung22 χχ ≤
Jika , maka H0 ditolak dan H1 diterima tabelhitung22 χχ >
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau tidak. Dengan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : 22
21 σσ =
H1 : 22
21 σσ ≠
Untuk menguji homogenitas tersebut digunakan rumus Uji F (Fisher)
sebagai berikut:9
2
2
k
b
SSF =
Ketrangan:
Sb2 = varians terbesar dari kedua populasi
Sk2 = varians terkecil dari kedua populasi
8 Sudjana, Meetoda Statistika, (Bandung, Tarsito, 2005), h. 273 9 Sudjana, Metoda . . . ., h. 250
52
Setelah diperoleh harga , ditentukan harga . Dengan rumus hitungF tabelF
( )1,12
tabel21
FF−−
=nnα . Pada taraf signifikansi 5%, diperoleh = 2,01 Kemudian
dilakukan uji homogenitas dengan membandingkan harga dan .
Dengan kriteria pengujian:
tabel
F
F
hitung tabelF
Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 : Kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama.
H1 : Kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berbeda.
3. Uji Hipotesis
Jika hasil uji normalitas signifikan atau data dari masing-masing kelompok
eksperimen dan hasil kelompok kontrol berdistribusi normal, maka uji hipotesis
yang digunakan adalah Uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05. Dan rumus uji-t
yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Jika hasil homogenitas signifikan atau Ho diterima, maka statistik uji yang
digunakan:10
;11
21
2
_
1
_
nnS
xxt
gab +
−=
Dengan 1
1
_
1nxx ∑
= , 2
2
_
2nxx ∑
= dan )2(
)1()1(
21
222
211
−+−+−
=nn
SnSnSgab
Keterangan:
thitung : harga t hitung
1x : nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen
2x : nilai rata-rata hitung data kelompok kontrol
s12 : varians data kelompok eksperimen
10 Sudjana, Metoda . . .., h. 239
53
s22 : varians data kelompok kontrol
sgab : simpangan baku kedua kelompok
n1 : jumlah siswa pada kelompok eksperimen
n2 : jumlah siswa pada kelompok kontr
Setelah harga diperoleh, kita lakukan pengujian kebenaran kedua
hipotesis dengan membandingkan besarnya thitung dengan ttabel, dengan terlebih
dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan
rumus:
hitungt
dk = (n1 + n2) – 2
dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf kepercayaan 95
% atau taraf signifikansi (α) 5%.
Dengan kriteria pengujian:
Jika < t(α, dk), maka Ho diterima dan H1 ditolak hitungt
Jika ≥ t(α, dk), maka Ho ditolak dan H1 diterima hitungt
b. Jika hasil uji homogenitas tidak signifikan atau Ho ditolak maka statistik uji
yang digunakan adalah:11
2
22
1
21
2
_
1
_
nS
nS
xxt
+
−=
Setelah harga diperoleh, kita lakukan pengujian kebenaran kedua
hipotesis dengan membandingkan besarnya thitung dengan ttabel, dengan terlebih
dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan
rumus:
hitungt
11 Sudjana, Metoda . . ., h. 240 - 241
54
11 2
2
2
22
1
2
1
21
2
2
22
1
21
−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
+−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
=
n
ns
n
ns
ns
ns
dk
dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf kepercayaan 95
% atau taraf signifikansi (α) 5%.
Dengan kriteria pengujian:
jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak
jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok
eksperimen dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok
kontrol
H1 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih
tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol
Jika data tidak berdistribusi normal maka uji-t tidak dapat digunakan.
Sehingga menggunakan Uji mann-Whitney U-test, untuk menguji signifikansi
hipotesis. Terdapat dua rumus yang digunakan dalam pengujian, yiatu U1 dan U2
untuk mengetahui harga U yang lebih kecil. Harga U yang lebih kecil tersebut
yang digunakan untuk pengujian dan membandingkan dengan U tabel. Berikut
rumus Uji mann-Whitney U-test:12
111
211 2)1( RnnnnU −
++= dan 2
22212 2
)1( RnnnnU −+
+=
Keterangan:
n1 = Jumlah sampel 1 n2 = Jumlah sampel 2
U1 = Jumlah peringkat 1 U2 = Jumlah peringkat 2
12 Sugiyono, Statistik non parametrik, (Bandung: CV Alfabeta, 2007), h. 60-61
55
R1 = Jumlah rangking pada sampel n1
R2 = Jumlah rangking pada sampel n213
Dengan kriteria pengujian :
Terima Ho jika harga U yang terkecil lebih besar dari U tabel dan tolak Ho dalam
kondisi lainnya.
F. Hipotesis Statistik
Secara statistik, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ho: µ1 = µ2
H1: µ1 > µ2
Keterangan :
µ1 = rata-rata hasil belajar matematika sisiwa kelompok eksperimen
µ2 = rata-rata hasil belajar matematika sisiwa kelompok kontrol
13 Sugiyono, Statistik . . ., h. 60-61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil
belajar matematika yang terdiri dari 9 butir soal berbentuk uraian. Instrumen
tersebut telah diuji cobakan, dengan tingkat reliabilitas soal 0,72%. Berdasarkan
tes taraf kesukaran diperoleh 11,11% soal dengan kriteria mudah dari 9 soal yang
valid, 66,67% soal dengan kriteria sedang dan 22,22% soal dengan kriteria sukar.
Dan berdasrkan tes daya pembeda soal diperoleh 66,67% soal dengan kriteria
cukup dari 9 soal yang valid dan 33,33% soal dengan kriteria baik
Tes hasil belajar tersebut diberikan setelah kedua kelompok sampel
menyelesaikan pokok bahasan bangun ruang sisi datar kubus dan balokl, dimana
dalam proses pembelajarannya kedua kelompok sampel diberikan perlakuan yang
berbeda. Yaitu kelompok kontrol pembelajarannya menggunakan pembelajaran
konvensional dan kelompok eksperimen pembelajarannya menggunakan strategi
pembelajaran aktif teknik the power of two.
Setelah kedua kelas diberikan tes, maka diperoleh skor hasil belajar
matematika dari kedua kelas tersebut. Kemudian dilakukan perhitungan pengujian
persyaratan analisis dan pengujian hipotesis. Adapun hasil belajar matematika
yang diperoleh oleh kedua kelompok tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen
Dari hasil tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of
two, dari 30 siswa diperoleh nilai terendah adalah 35 dan nilai tertinggi adalah 94.
Untuk lebih jelasnya, data hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
56
57
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika
Kelompok Eksperimen
Frekeunsi
Nilai Titik
Tengah Absolut Relatif
(%) Kumulatif
35 - 44 39,5 3 10,00 3
45 - 54 49,5 5 16,67 8
55 - 64 59,5 6 20,00 14
65 - 74 69,5 8 16,67 22
75 – 84 79,5 5 16,67 27
85 - 94 89,5 3 10,00 30
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak kelas adalah 6 kelas dengan
panjang tiap interval kelas adalah 10. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
nilai rata-rata sebesar 64,83, median sebesar 64,95, modus sebesar 68, varians
sebesar 218,85, simpangan baku sebesar 14,79 dan ketajaman atau kurtosis
sebesar 1,99 (lampiran 14). Distribusi frekuensi hasil belajar matematika
kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram dan
poligon berikut:
Frekuensi
Tepi
Gambar 4.1
Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil belajar Matematika Kelompok Eksperimen
Kelas 94,5 34,5 44,5 54,5 64,5 74,5 84,5
3
5 6
8
58
2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Kontrol
Dari hasil tes yang diberikan kepada kelompok kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional, dari 30 siswa
diperoleh nilai terendah adalah 32 dan nilai tertinggi adalah 84. Untuk lebih
jelasnya, data hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika
Kelompok Kontrol
Frekeunsi
Nilai
Titik
Tengah
Absolut Relatif f
(%) Kumulatif
32 - 40 36 4 13,33 4
41 - 49 45 6 20,00 10
50 - 58 54 8 26,67 18
59 - 67 63 4 13,33 22
68 - 76 72 5 16,67 27
77 - 85 81 3 10,00 30
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah 6 kelas
dengan panjang tiap interval kelas adalah 9. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai rata-rata sebesar 56,7, median sebesar 52, modus sebesar 52,5,
varians sebesar 196,53, simpangan baku sebesar 14,01 dan ketajaman atau
kurtosis sebesar 1,88 (lampiran 15).
Distribusi frekuensi hasil tes kelompok kontrol tersebut dapat ditunjukkan
dalam grafik histogram dan poligon berikut:
59
31,5 40,5 49,5 58,5 67,5 76,5 85,5
Tepi kelas
3
6
5 4
8 Frekuensi
Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol
Berdasarkan uraian mengenai hasil belajar matematika siswa kelompok
eksperimen dan hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol di atas, terlihat
adanya perbedaan. Untuk lebih memperjelas perbedaan hasil belajar matematika
antara kelompok eksperimen (kelompok yang dalam pembelajarannya
menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two) dengan
kelompok kontrol (kelompok yang dalam pembelajarannya menggunakan
pembelajaran konvensional), dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Hasil Penelitian
Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Banyak sampel 30 30
Mean 64,83 56,7
Median 64,95 52,00
Modus 68,00 52,,5
Varians 218,85 196,53
Ketajaman/Kurtosis 1,99 1,88
60
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji kai kuadrat
(chi square). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika memenuhi kriteria <
diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.
hitung2χ
tabel2χ
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen
Dari hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika kelompok
eksperimen, diperoleh harga = 1,31 (lampiran 16), sedangkan dari tabel
harga kritis uji kai kuadrat (chi square) diperoleh untuk jumlah sampel 30
pada taraf signifikansi α = 5% adalah 7,82. Karena kurang dari sama
dengan (1,31 < 7,82), maka H0 diterima, artinya data pada kelompok
eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
hitung2χ
tabel2χ
χ hitung2
tabel2χ
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol
Dari hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika kelompok
Kontrol, diperoleh harga = 2,64 (lampiran 17), sedangkan dari tabel harga
kritis uji kai kuadrat (chi square) diperoleh untuk jumlah sampel 30 pada
taraf signifikansi α = 5% adalah 7,82. Karena kurang dari sama dengan
(2,64 < 7,82), maka H0 diterima, artinya data pada kelompok kontrol
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
hitung2χ
tabel2χ
2χ hitung
tabel2χ
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji normalitas antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas
Kelompok n χ2hitung
χ2tabel
(α = 5%) Kesimpulan
Eksperimen 30 1,31
Kontrol 30 2,64 7,82 Data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
61
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians digunakan untuk
mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama
(homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang digunakan
adalah uji Fisher. Kriteria pengujian yang digunakan yaitu, kedua kelompok
dikatakan homogen apabila Fhitung < Ftabel diukur pada taraf signifikansi tertentu.
Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh harga Fhitung = 1,14
(lampiran 18), sedangkan Ftabel = 2,10 pada taraf signifikasi α = 0,05 dengan
derajat kebebasan pembilang 29 dan derajat kebebasan penyebut 29. Lebih
jelasnya, hasil perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
Varians
Eksperimen Kontrol Fhitung Ftabel Kesimpulan
218,85 196,53 1,14 2,10 Sampel berasal dari populasi
yang sama atau homogen
Karena Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, artinya kedua kelompok sampel
berasal dari populasi yang sama atau homogen.
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
1. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji persyaratan analisis, selanjutnya dilakukan pengujian
hipotesis. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar
matematika siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya
menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok
kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.
Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut:
62
H0 : 21 μμ =
H1 : 21 μμ >
Keterangan:
1μ : rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen
2μ : rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol
Pengujian hipotesis tersebut diuji dengan uji t, dengan kriteria pengujian
yaitu, jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sedangkan, jika thitung ≥ ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak, pada taraf kepercayaan 95% atau taraf
signifikansi α = 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh thitung sebesar 2,18
dan ttabel sebesar 2,00 (lampiran 19). Hasil berhitungan tersebut menunjukkan
bahwa thitung ≥ ttabel (2,18 ≥ 2,00). Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima,
atau dengan kata lain rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada
kelompok kontrol. Secara ringkas, hasil perhitungan uji t tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t
thitung ttabel Kesimpulan
2,18 2,00 Tolak H0 dan Terima H1
2. Pembahasan
Dari hasil perhitungan uji hipotesis menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar
siswa kelompok kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan rata-rata
hasil belajar matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol merupakan efek dari perlakuan. Dengan demikian terdapat pengaruh pada
penerapan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two terhadap hasil
belajar matematika siswa.
Pembelajaran dengan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two,
siswa mendominasi aktifitas belajar. Hal ini karena strategi pembelajaran aktif
63
teknik the power of two, merupakan pembelajaran yang digunakan untuk
mendorong pembelajaran kooperatif dan memperkuat arti penting serta manfaat
sinergi dua orang. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, teknik the power of two
merupakan pembelajaran yang efektif, karena dalam belajar berkelompok hanya
terdiri dari dua anggota (berpasangan). Teknik the power of two tidak hanya
memberi kesempatan kepada siswa untuk berpasangan (berdua-dua) dalam
kelompok kecil, tetapi the power of two juga memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berfikir mandiri terlebih dahulu, dimana setiap siswa menghubungkan
materi barunya dengan materi atau pemahaman yang sudah dimilikinya. Sehingga
setiap siswa memiliki tanggung jawab secara individu sekaligus kelompok. Selain
itu informasi yang diterima siswa tidak akan berlalu begitu saja, karena siswa
yang membangun sendiri konsepnya dengan cara mencari hubungan dengan
materi lain, menganalisis, memecahkan masalah serta mengkomunikasikannya.
Pada pertemuan pertama, banyak siswa yang bingung ketika guru
memberikan Lembar Kerja Siswa. Hal ini karena siswa terbiasa menerima
informasi dari guru (teacher centered). Sehingga pada pertemuan ini aktivitas
kelas belum dapat dikondisikan dengan baik. Keaktifan siswa hanya terlihat pada
siswa tertentu saja.
Pada pertemuan kedua aktivitas kelas sudah dapat dikondisikan dengan
baik. Pada saat mengerjakan Lembar Kerja Siswa, beberapa siswa bingung untuk
mengoperasikan aljabar. Misalnya pada 32 dapat disederhanakan menjadi 4 2
atau pada 22a dapat disederhanakan menjadi a 2 . Namun keaktifan siswa
sudah mulai terlihat dan beberapa siswa tidak malu untuk bertanya kepada guru
mengenai proses penyederhanaannya..
Pada pertemuan ketiga siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran
the power of two. Siswa terlihat lebih antusias dengan pembelajarannya dan
terlihat lebih aktif dari pertemuan sebelumnya. Sehingga pembelajaran berjalan
dengan baik dan menunjukkan terdapat peningkatan pada pemahaman siswa. Hal
ini terlihat pada setiap hasil persentasi kelompok pasangan.
64
Sedangkan pembelajaran pada kelompok kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional. Siswa hanya menerima semua penjelasan dari guru
dan mencatat materi yang telah diberikan oleh guru. Pada saat siswa diminta
mengerjakan soal latihan hanya siswa tertentu saja yang dengan serius
mngerjakannya. Siswa yang lainnya terlihat diam atau mengobrol dengan
temannya, sambil menunngu hasil jawaban siswa lain menuliskan di papan tulis
atau guru menjelaskannya. Sehingga dalam proses pembelajaran ini siswanya
pasif.
Berdasarkan tes hasil belajar dari kelompok eksperimen dapat diketahui
bahwa terdapat 19 siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 60,00,
sehingga diperoleh persentase sebesar 63,33%. Ini berarti bahwa lebih dari 60%
tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar telah tercapai (termasuk dalam kategori baik). Sedangkan, pada kelompok
kontrol hanya terdapat 12 siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal, sehingga diperoleh persentase sebesar 40%.
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar belum tercapai secara maksimal (termasuk
dalam kategori kurang). Selain itu, terbukti pula bahwa nilai rata-rata hasil belajar
matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi
pembelajaran aktif teknik the power of two lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar
matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan
konvensional.
D. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah
dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal.
Namun masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat
penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.:
Pertama, kondisi siswa yang terbiasa menerima informasi dari guru
(teacher centered), sehingga pada proses awal pembelajaran menggunakan
65
strategi pembelajaran aktif teknik the power of two siswa merasa bingung serta
kondisi kelas yang ramai dan belum dapat dikendalikan.
Kedua, penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan bangun ruang sisi
datar kubus dan balok saja, sehingga belum digeneralisasikan pada pokok bahasan
lain.
Ketiga, rendahnya kemampuan aljabar siswa sehingga proses
pembelajaran selama penlitian sedikit terhambat.
Keempat, penelitian ini tidak mendokumentasikan proses pembelajaran the
power of two pada saat kegiatan belajar berlangsung.
Kelima, penelitian ini dibatasi pada variabel strategi pembelajaran aktif
teknik the power of two dan hasil belajar matematika siswa. Masih banyak variabel yang
dapat mempengaruhi hasil belajar yang tidak terkontrol dalam penelitian ini. Misalnya
kemampuan awal siswa, koneksi matematika siswa dan lain-lain.
Beberapa keterbatasan penelitian tersebut, hendaknya dijadikan
pertimbangan bagi para peneliti selanjutnya untuk dijadikan rujukan dari hasil
penelitian, sebagai pengembangan khazanah pengetahuan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang diperoleh dari SMPI Al-Hikmah setelah memberikan
perlakuan yang berbeda kepada kedua kelompok adalah rata-rata hasil belajar
matematika siswa pada kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya
menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two) lebih tinggi
dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol (yang dalam
pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional). Perolehan nilai rata-
rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen adalah sebesar
64,83 dengan ketuntasan belajar 63,33% (kategori baik). Sedangkan, perolehan
nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol adalah
sebesar 55,30 dengan ketuntasan belajar 40% (kategori kurang).
Berdasarkan hasil uji hipotesis terbukti bahwa hasil tes yang signifikan.
Yakni rata-rata hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya
menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two lebih tinggi dari
rata-rata hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran aktif teknik the power of two berpengaruh terhadap hasil belajar
matematika siswa.
B. Saran
Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi ini,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya melakukan pembelajaran the power of
two sebelum memulai penelitian kepada kelas yang akan diteliti, agar kelas
dapat dikondisikan dengan baik dan siswanya sudah terbiasa.
66
67
2. Guru yang hendak menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power
of two dalam pembelajaran matematika di kelas, diharapkan memberikan
waktu untuk memberikan games atau teka-teki, agar siswa lebih rilex dan
semangat.
3. Strategi pembelajaran aktif teknik the power of two sebaiknya lebih sering
digunakan dalam proses pembelajaran matematika agar siswa terbiasa untuk
mengaitkan pengetahuan atau pelajaran yang lalu sehingga dapat melatih
penalaran siswa serta melatih siswa memecahkan masalah secara individu dan
kelompok.
4. Karena beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, maka
disarankan ada penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran dengan
strategi pembelajaran aktif teknik the power of two pada pokok bahasan lain
atau mengukur aspek yang lain, seperti meneliti secara lebih mendalam
tentang “Bagaimana Strategi pembelajaran aktif teknik the power of two
terhadap koneksi matematika siswa?”
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Cet. II, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
Adjie, Nahwawi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Cet. I, Bandung: UPI PRESS, 2006.
Amri, Khairul, Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif The Power of Two Untuk meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahsan Alat-aAlat Optik Di Kelas VIII Muhammadiyah Kuok, dari www.sribd.com/doc/31286550/pembelajaran-the-power-of-two
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet.VI. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Departemen Agama RI, Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depag RI, 2006.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Cet. III, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.
Fatturrohman, Pupuh , Startegi Belajar Mengajar, Bandung: Revika Aditama, 2007.
Forum UPI, http://forum.upi.edu/V3/index.php?topic:15692.0 28 Januari 2010.
Hanif, Abdul, Penerapan The Power of Two Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Dalam Pemecahan Masalah, dari http://etd.prints.ums.ac.id/5585 11 januari 2010.
Junaedi, dkk., Strategi Pembelajaran, paket 12, Bandung : UPI, 2006.
Hamdani, A. Saepul, dkk., Matematika 1, paket 1–7, Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008.
Marno, dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
68
69
Novijanti, Lilik, dkk., Evaluasi pembelajaran, Paket: 8-14, Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008.
Mullis, Ina V.S., dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html. Agustus 2009.
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Sabri, Ahmad, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Cet. III, Ciputat: Ciputat Press, 2010.
Sahrodi, Jamali, “Strategi Pembelajaran: Sebuah Ikhtiar Menuju perubahan Perilaku dalam proses pendidikan”, Jurnal Pendidikan Islam, (Cirebon: Lektur, 2005).
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Cet. VI, Jakarta: Kencana, 2009.
Silberman, Mel, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terjemahan dari Active learning 101 Strategies To Teach Any Subject oleh Sarjuli dkk, Yogyakarta: Pustaka Insan Mdani, 2002.
Soedjadi, R, Kiat Pendidikan Matematka di Indonesia Konstansi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, Jakarta : DEPDIKNAS, 2000.
Sudjana, Metoda Statistika, Cet. III, Bandung: Tarsito, 2005.
Sugiyono, Statistik non parametrik, Bandung: CV Alfabeta, 2007.
Suherman, Erman , H. Yaya S.K, Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika, Bandung: Wijayakusumah, 1990.
Suwangsih, Erna dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet. I, Bandung : UPI Press, 2006.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Suprijono, Agus, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Cet. I Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009.
70
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Syaban, Mumun, Menumbuh Kembangkan Daya Matematis Siswa, dalam http://educare.efkipunla.net/index.php?option=content&task=view&id=62
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003.
Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Uno, Hamzah B, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Cet. III, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Wahyuningsih, Sri, “Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif “The Power Of Two” Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”, Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Wikipedia, Active Learning, http://en.wikipedia.org/wiki/Active_learning
W. Santrock, John, Psikologi Pendidikan, Cet. II, Jakarta: Kencana, 2008.
Prasetyo, W.Wijaya, Mengetahui Level Soal Matematika dengan Taksonomi Bloom, dari http://www.docstoc.com/docs/4956972/Mengetahui-level-soal-matematika-dengan-taksonomi-bloom
Yamin, Marinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Cet. II, Jakarta: Gaung Persada Pers, 2004.