Pengaruh Sensitivitas Industri dan Proporsi Dewan ...
Transcript of Pengaruh Sensitivitas Industri dan Proporsi Dewan ...
Pengaruh Sensitivitas Industri dan Proporsi Dewan Komisaris Independen
terhadap Kualitas Sustainability Report
(Studi Empiris Pada Perusahaan Non-Keuangan Yang Terdaftar Di BEI)
Abstract : This study aims to examine and analyze the effect of industrial sensitivity and the
proportion of independent commissioners on the quality of the sustainability report. This study
used a purposive sampling technique, totaling 51 samples of the non-financial sectors listed on
the Indonesia Stock Exchange (BEI). The data analysis method uses multiple linear regression
analysis with the help of the IBM SPSS Version 26 software application. The results of this study
indicate that partially (1) industrial sensitivity has a significant positive effect on the quality of the
sustainability report, this means that industry sensitivity is able to affect the quality of the
sustainability report. (2) the proportion of independent commissioners does not have a significant
effect on the quality of the sustainability report, this means that the proportion of independent
commissioners is not able to affect the quality of the sustainability report. Simultaneously (3)
industry sensitivity and the proportion of independent commissioners simultaneously have a
significant effect on the quality of the sustainability report, this shows that the higher the level of
industry sensitivity and the increasing proportion of independent board of commissioners, it can
improve the quality of the sustainability report in the company.
Keywords: industry Sensitivity, Proportion of Independent Commissioners, Sustainability Report.
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh sensitivitas industri
dan proporsi dewan komisaris independen terhadap kualitas sustainability report. Penelitian ini
menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling yang berjumlah 51 sampel sektor
non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode analisis data menggunakan
analisis regresi linear berganda dengan bantuan aplikasi software IBM SPSS Versi 26. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial (1) sensitivitas industri berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas sustainability report, hal ini berarti bahwa sensitivitas industri mampu
mempengaruhi kualitas sustainability report. (2) proporsi dewan komisaris independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap kualitas sustainability report, hal ini berarti proporsi dewan
komisaris independen tidak mampu mempengaruhi kualitas sustainability report. Secara simultan
(3) sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris independen secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kualitas sustainability report, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat sensitivitas industri dan semakin meningkatnya proporsi dewan komisaris independent
maka mampu meningkatkan kualitas sustainability report pada perusahaan.
Kata Kunci : Sensitivitas Industri, Proporsi Dewan Komisaris Independent, Laporan
Keberlanjutan.
1. Pendahuluan
Perkembangan dunia usaha pada dekade terakhir ini banyak dipengaruhi oleh adanya perubahan pada
keadaan lingkungan ekonomi. Perubahan tersebut memunculkan suatu persepsi baru di dunia usaha yang
awalnya profit oriented only menjadi berorientasi pada tiga hal yang sering disebut dengan Triple-P Bottom
Line, yaitu profit, planet, dan people. Artinya, dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya perusahaan saat ini
harus memiliki tanggung jawab ekonomi, sosial dan lingkungan tidak hanya mencari laba. (Nur dan
Priantinah, 2012) mengungkapkan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi
transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin baik (good corporate
governance) memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas lingkungan,
perkembangan ekonomi, dan sosial saat ini.
Perusahaan yang sudah melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan
lingkungan, biasanya akan mengungkapkan keberlanjutan dalam bentuk sustainability report ataupun
laporan kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility). Informasi keberlanjutan tersebut
dianggap sebagai wujud pertanggung jawaban perusahaan terhadap stakeholder dan pihak lainnya (Manisa,
dkk 2017). Hal tersebut dapat meningkatkan kesadaran dimana kinerja perusahaan tidak hanya diukur dari
sisi keuangan saja, melainkan perusahaan harus tumbuh secara berkelanjutan (Sergius dan Nasser, 2016).
Sustainability report hadir sebagai tuntutan kebutuhan untuk saat ini. Melalui sustainability report
perusahaan menunjukkan akuntabilitas dan transparansi nya dalam melaksanakan tanggung jawab sosial
serta lingkungan berdasarkan kerangka pelaporan yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI).
Tuntutan terhadap penerapan sustainability report tersebut muncul karena adanya isu utama yang selalu
diperdebatkan di berbagai kalangan masyarakat yaitu isu mengenai “Green Concern” dan “Social
Concern” (Dewi dkk, 2011). Isu “Green Concern” dan “Social Concern” ini terkait dengan berbagai
macam kasus pencemaran lingkungan bagi kehidupan sosial manusia.
Contoh kasus pencemaran lingkungan yang pernah terjadi di Indonesia antara lain PT Timah Tbk. di
Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung terkait dengan penambangan timah inkonvensional tak berizin
oleh rakyat karena mengejar target setoran, PT Freeport di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua terkait
dengan pembuangan limbah yang besar kapasitasnya sehingga Danau Wanagon jebol sampai tiga kali, PT
Lapindo Brantas Inc. di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur terkait dengan kecerobohan perusahaan yang
mengakibatkan terjadinya lumpur panas di Porong (Anatan, 2010)
Pada tahun 2019 kasus yang sama juga dialami oleh PT Pindo Deli di Kabupaten Karawang, Jawa
Barat yang dipicu oleh melubernya limbah cair dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Kasus-
kasus seperti inilah yang menjadi pusat perhatian perusahaan untuk mengevaluasi lebih saksama terhadap
semua aktivitas dan kegiatan yang dijalankan di lingkungannya dan cara pengelolaan sumber daya yang
benar dan tepat. Selain itu, perusahaan dituntut untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya kepada
pemangku kepentingan (stakeholders).
Saat ini, mekanisme sustainability report mempunyai beragam fungsi. Bagi perusahaan, sustainability
report dapat berfungsi sebagai alat ukur pencapaian target kerja dalam isu triple bottom line (TBL). Bagi
investor, sustainability report berfungsi sebagai alat kontrol atas capaian kinerja perusahaan sekaligus
sebagai media pertimbangan investor dalam mengalokasikan sumber daya finansialnya. Sementara bagi
stakeholders lainnya (masyarakat, media, pemerintah, konsumen, akademis, dan lain-lain) sustainability
report menjadi tolak ukur komitmen perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan (Adhima, 2012).
Dalam proses pelaporan terdapat faktor yang mempengaruhi kualitas sustainability report, yaitu faktor
internal dan eksternal. Penelitian ini bermaksud menguji faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi
kualitas pengungkapan sustainability report, yaitu sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris
independen. Rudayanto dan Siregar (2016) mengatakan bahwa permintaan atas kualitas sustainability
report bukan hanya dari luar perusahaan (stakeholder), melainkan dari dalam perusahaan juga (corporate
governance).
Menurut Prasethiyo (2017), secara umum perusahaan yang mempunyai tingkat sensitivitas industri
yang tinggi merupakan perusahaan yang bersinggungan langsung dengan konsumen dan kepentingan luas
lainnya. Perusahaan yang berada pada industri yang mempunyai tingkat sensitivitas industri tinggi akan
memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki potensi untuk
bersinggungan dengan kepentingan luas. Perusahaan yang termasuk kategori sensitivitas industri
merupakan perusahaan tipe high profile.
Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen atau memiliki keterkaitan erat dengan perusahaan yang diharapkan dapat menciptakan
keseimbangan kepentingan perusahaan dan stakeholders yang terlibat. Komisaris independen diharapkan
tidak terpengaruh oleh manajemen sehingga dapat mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi
yang lebih luas. Keberadaan dewan komisaris independen sebagai bagian dari penerapan good corporate
governance akan mendorong kemungkinan perusahaan melakukan pengungkapan lebih untuk para
stakeholder, salah satunya pengungkapan sustainability report (Tobing dkk, 2019).
2. Landasan Teori
Pemahaman konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan dasar perspektif
hubungan keagenan. Hubungan keagenan merupakan hubungan antara dua pihak dimana salah
satu pihak menjadi agent dan pihak yang lain bertindak sebagai principal (Hendriksen dan Van
Breda, 2000). Hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan
orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Waryanto, 2010) Jensen dan Meckling (1976)
menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik
kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan
kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agencycost).
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat (Fatoni
dkk, 2016). Dalam teori legitimasi tersebut perusahaan berusaha untuk menyesuaikan keadaan
dengan peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat sehingga dapat diterima di lingkungan
eksternal karena dalam teori legitimasi menyatakan bahwa suatu organisasi hanya bisa bertahan
jika masyarakat sekitar merasa bahwa organisasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang sepadan
dengan sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat (Sari, 2013).
Dalam keanggotaan dewan komisaris terdapat komisaris independen. Keberadaan komisaris
independen akan membantu dalam memberikan pengawasan dan pengendalian terhadap jalannya
perusahaan dalam penerapan corporate governance apakah telah berjalan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Komisaris independen adalah dewan komisaris yang tidak berafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali serta bebas dari
hubungan bisnis atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau semata-mata untuk kepentingan masyarakat (KNKG, 2006).
Sensitivitas industri dapat diartikan sebagai seberapa besar pengaruh aktivitas industri yang
bersinggungan langsung dengan lingkungan. Pada umumnya perusahaan dengan tingkat
sensitivitas industri yang tinggi terhadap lingkungan akan memperoleh perhatian yang tinggi pula
dari masyarakat karena aktivitas operasinya yang memiliki potensi mempengaruhi alam.
Menurut Pohan (2008) dalam Annisa dan Kurniasih (2012) komisaris independen
didefinisikan sebagai: “Seorang yang tidak terafiliasi dalam segala hal dengan pemegang saham
pengendali, tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direksi atau dewan komisaris serta tidak
menjabat sebagai direktur pada suatu perusahaan yang terkait dengan perusahaan pemilik menurut
peraturan yang dikeluarkan oleh BEI, jumlah komisaris independen proporsional dengan jumlah
saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang tidak berperan sebagai pengendali dengan
ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya tiga puluh persen (30%) dari seluruh
anggota komisaris, disamping hal itu komisaris independen memahami undang-undang dan
peraturan tentang pasar modal serta diusulkan oleh pemegang saham yang bukan merupakan
pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham.”
3. Pengembangan Hipotesis
3.1 Pengaruh Sensitivitas Industri terhadap Kualitas Sustainability Report
Berdasarkan teori legitimasi, perusahaan yang memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan
dan para stakeholder akan lebih banyak mengungkapkan informasi lingkungan. Hal ini dilakukan
perusahaan agar mendapatkan legitimasi dari para stakeholder demi keberlangsungan usahanya. Pada
umumnya, perusahaan dengan tingkat kepekaan industri yang tinggi terhadap lingkungan akan memperoleh
perhatian yang tinggi pula dari masyarakat karena aktivitas operasinya yang memiliki potensi memengaruhi
alam. Penelitian yang dilakukan Anggraini (2006) menggambarkan perusahaan yang memiliki tingkat
sensitivitas industri tinggi akan memperoleh perhatian yang lebih dari masyarakat dan kepentingan lain
karena aktivitas industri yang berpotensi memengaruhi kepentingan luas, baik dari - penelitian Zulaikha
dan Setyawan (2012) menyatakan bahwa sensitivitas industri berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang memiliki kepekaan tinggi
(contoh perusahaan tambang) mempunyai dampak potensi yang lebih tinggi dalam memengaruhi kondisi
serta keberadaan lingkungan. Perusahaan yang memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dan
masyarakat dimungkinkan akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial. Berdasarkan uraian di atas,
hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1. Sensitivitas industri berpengaruh signifikan terhadap kualitas sustainability report.
3.2 Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Kualitas Sustainability Report
Menurut Mulyadi (2002) dalam Hapsari (2013), dewan komisaris independen bertanggung jawab
untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian intern. Pengendalian intern yang baik dapat meningkatkan kualitas
laporan, maka dari itu perusahaan akan mengungkapkan informasi seluas-luasnya termasuk informasi
tambahan seperti sustainability report. Semakin besar komposisi independensi dewan komisaris, maka
kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan dalam rangka melindungi seluruh stakeholder
dan mengutamakan perusahaan semakin objektif. Dengan kata lain, semakin besar komposisi komisaris
independen, maka dewan komisaris dapat bertindak semakin objektif dan mampu melindungi seluruh
stakeholder. Dengan demikian hal ini mendorong kualitas pengungkapan sustainability report secara lebih
luas. Dengan demikian, maka dapat dinyatakan hipotesa sebagai berikut:
H2. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap kualitas sustainability report
3.3 Pengaruh Sensitivitas Industri dan Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Kualitas
Sustainability Report
Gamerschlag, et al (2011) berpendapat bahwa perusahaan yang berada di bawah tekanan kelompok
lingkungan mengungkapkan semua isu tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) secara lebih.
Kenaikan tingkat transparansi sustainability report mungkin merupakan hasil dari keinginan perusahaan
untuk mengurangi persepsi masyarakat akan dampak lingkungan yang lebih besar yang dimiliki industri
(Fernandez- Feijoo et al., 2012). Keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan memiliki
pengaruh terhadap integritas pelaporan yang dihasilkan oleh manajemen. Dengan adanya dewan komisaris
independen, pengelolaan perusahaan lebih efektif dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Apabila
jumlah komisaris independen semakin besar atau dominan, hal ini dapat memberikan power kepada dewan
komisaris untuk menekan manajemen untuk meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan. Olehnya itu
maka perlu diteliti juga pengaruh variabel-variabel tersebut secara bersamaan terhadap kualitas
sustainability report, sehingga dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
H3. Sensitivitas Industri dan Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap
kualitas sustainability report
4. Metode Penelitian
4.1 Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui
website www.idx.co.id dan melalui website masing-masing perusahaan. Sumber data penelitian
ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan (annual report) dan laporan
keberlanjutan (sustainability report). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan non-
keuangan (pertanian, pertambangan dan manufaktur) yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia
(BEI) dengan periode evaluasi tiga tahun, dari tahun 2017 hingga tahun 2019.
4.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan non-keuangan yang terdaftar dalam Bursa
Efek Indonesia (BEI) dengan periode evaluasi tiga tahun, dari tahun 2017 hingga tahun 2019. ). Jenis
sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Purposive sampling adalah salah
satu teknik sampling non-random, sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian. Beberapa kriteria yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya : (1)
Perusahaan non-keuangan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia sampai dengan tahun 2019. (2)
Perusahaan non-keuangan yang mengikuti ASRR. (3) Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan
(annual report) secara berturut-turut pada periode 2017 s.d. 2019 dan semua variabel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini ada. (4) Perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan (sustainability report)
secara berturut-turut pada periode 2017 s.d. 2019, dan dibuat terpisah dari laporan keuangan perusahaan.
(5) Perusahaan yang mempublikasikan annual report dan sustainability report yang dapat diakses, baik
melalui IDX maupun website resmi perusahaan.
Tabel 1
Prosedur Pemilihan Sampel
No. Kriteria Jumlah
Perusahaan
1 Perusahaan non-keuangan (pertanian, pertambangan dan
manufaktur) yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia
sampai dengan tahun 2019
261
2 Perusahaan yang tidak menerbitkan annual report secara
berturut-turut pada periode 2017 s.d. 2019
(84)
3 Perusahaan yang tidak menerbitkan sustainability report
secara berturut-turut pada periode 2017 s.d. 2019, dan dibuat
secara terpisah dari laporan keuangan
(164)
Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel 17
Tahun pengamatan (2017 – 2019) 3
Jumlah total pengamatan 51
4.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara. Data sekunder yang digunakan adalah sustainability report dan laporan
tahunan yang didapat dari website BEI (http://www.idx.co.id). Data untuk variabel kualitas sustainability
report diperoleh dari sustainability report perusahaan yang diakses melalui website masing-masing
perusahaan, data untuk variabel proporsi dewan komisaris independen diperoleh dari laporan tahunan
perusahaan dan website BEI (http://www.idx.co.id).
4.4 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Menurut Sugiyono
(2017:240), dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Metode dokumentasi dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data laporan keberlanjutan (sustainability report) dan laporan tahunan (annual report)
tahun 2017 s.d. 2019, studi pustaka atau literatur berupa buku, artikel, situs internet, jurnal serta data-data
lainnya diperlukan sebagai penunjang penelitian ini.
4.5 Deskripsi Operasional Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2017: 39). Penelitian ini menggunakan dua klasifikasi variabel, yaitu sebagai berikut:
4.5.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah kualitas sustainability report, pengukuran kualitas
sustainability report yang digunakan adalah content analysis berdasarkan GRI-standards. Pemberian bobot
pada content analysis berdasarkan pada kelengkapan laporan yang diungkapkan yaitu sebagai berikut:
Tabel 2
Penilaian Kualitas Sustainability Report
Bobot Keterangan
0 Kompenen yang tidak diungkapkan
1 Kompenen yang diungkapkan
Variabel ini diukur sesuai standar GRI-G4 yang berjumlah 91 item pengungkapan, dengan
menggunakan rumus SRDI (Sustainability Report Disclosure Index). SRDI memberikan 1 jika item
tersebut diungkapkan dan sebaliknya memberikan skor 0 bilamana tidak dan kemudian dijumlahkan secara
keseluruhan. Setelah pemberian skor pada masing-masing indeks, skor tersebut kemudian dimasukkan
kedalam rumus SRDI yaitu:
𝑆𝑅𝐷𝐼 = 𝑛
𝑘
Keterangan:
SRDI : Sustainability Report Disclosure Index Perusahaan
n : Jumlah item pengungkapan yang dilakukan perusahaan
k : Jumlah item yang diharapkan diungkapkan perusahaan
4.5.2 Variabel Independen (Variabel Bebas)
Menurut Sugiyono (2017: 39) variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai
variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat).
4.5.2.1 Sensitivitas Industri
Dalam penelitian ini variabel sensitivitas industri diukur dengan menggunakan dummy. Variabel
dummy adalah variabel yang menggunakan prediktor atau variabel bebas non-metrik dengan skala
kategorikal dalam hal ini nominal dengan variabel kriteria atau variabel tergantung metrik dengan skala
interval (Sarwono, 2014). Variabel dummy dalam regresi sedikit berbeda dengan variabel lainnya baik
dalam pengolahan data ataupun saat membaca hasil regresi. Regresi memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi. Karena regresi masuk dalam statistik parametrik, tentunya variabel-variabel di dalamnya
memiliki skala interval atau rasio. Selain itu data-data yang digunakan juga harus memenuhi kaidah asumsi
klasik.
Tetapi, dari beberapa variabel yang kita gunakan, bisa saja satu atau dua variabel tersebut berupa
variabel dalam skala nominal atau ordinal di dalam regresi tersebut biasa dikenal sebagai variabel dummy.
Variabel dummy dalam penelitian ini terletak pada variabel independen (X), sehingga dapat diuji
menggunakan regresi linear. Jika variabel dummy terletak pada variabel dependen (Y) maka harus diuji
menggunakan regresi logistik (Santoso, 2018).
Sektor yang diidentifikasikan lebih sensitif adalah pertambangan, minyak dan gas, bahan kimia,
perhutanan, baja dan logam lainnya, distribusi gas, dan air. Sektor lainnya dianggap kurang sensitif.
Variabel 1 atau 0 digunakan untuk menunjukkan perusahaan berada di sektor yang ditetapkan. Satu jika
perusahaan dari sektor industri yang lebih sensitif, nol jika perusahaan dari sektor industri yang kurang
sensitif (Reverte, 2009).
4.5.2.2 Proporsi Dewan Komisaris Independen
Proporsi dewan komisaris independent diukur menggunakan pengukuran Sun (2015) yaitu dengan
membagi jumlah dewan komisaris independen terhadap total dewan komisaris yang ada. Pengukuran ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝐾𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎
4.6 Metode Analisis Data
4.6.1 Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2017: 147), statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Uji statistik deskriptif dijalankan untuk mencari tahu deskripsi/gambaran dari data berdasarkan
jumlah sampel, rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan
skewness (Ghozali, 2016). Metode ini digunakan sebagai gambaran mengenai variabel penelitian yaitu
sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris independen sehingga dapat menjadi patokan analisis
lebih lanjut mengenai nilai minimum, nilai maksimum, mean, varians, dan standar deviasi.
4.6.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang
digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah sebagai berikut:
4.6.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data menjadi salah satu prasyarat pokok dalam analisis parametrik karena data-data
yang akan dianalisis parametrik harus terdistribusi normal. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen memiliki distribusi data yang normal atau
tidak (Ghozali, 2016). Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis grafik
dan uji statistik. Analisis grafik yang digunakan yaitu grafik histogram dan normal probabilty plot.
Sedangkan uji statistik yang digunakan yaitu uji statistik non parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S).Dasar
pengambilan keputusan pada analisis Kolmogorov-Smirnov Z (1-Sample K-S) adalah (Ghozali, 2016) :
a. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka data residual terdistribusi tidak normal.
b. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05, maka data residual terdistribusi normal
4.6.2.2 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah dengan
melakukan tes korelasi antar variabel independen, apabila nilai koefisien > 0,90 maka terdapat masalah
multikolonieritas. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menguji nilai Tolerance dan VIF. Nilai yang
menunjukkan adanya multikolonieritas adalah jika nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan VIF ≥10
(Ghozali, 2016).
4.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedatisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedatisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedatisitas.
Model regresi yang baik adalah yang Homoskedatisitas atau tidak terjadi Heteroskedatisitas. Terdapat
beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan Uji Park, Uji Glejser,
dan Grafik Plot (Ghozali, 2016).
4.6.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi
antara penyimpangan pada periode t dengan penyimpangan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi maka dinamakan terdapat masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas
autokorelasi (Ghozali, 2016:107)).
Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan UjiRun Test. Run Test sebagai bagian dari
statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.
Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau
random. Run test digunakan untuk menguji apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali,
2016:116). Jika hasilnya menunjukan secara statistik tingkat signifikansinya > 0,05 berarti tidak terdapat
autokorelasi dalam model penelitian tersebut dan sebaliknya.
4.6.3 Analisis Regresi Linear Berganda
Menurut Sugiyono (2017: 275) tujuan dari analisis regresi linear berganda adalah untuk
memprediksi fluktuasi variabel dependen dengan kondisi dua atau lebih variabel. Penelitian ini
menggunakan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh tekanan industri sensitif
lingkungan, industri berorientasi investor, dan dewan komisaris independent terhadap kualitas
sustainability report. Model persamaan garis regresi 3 variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝞮
Keterangan :
Y : Kualitas Sustainabality Report
𝛼 : Konstanta
𝛽 : Koefisien Regresi
X1 : Sensitivitas Industri
X2 : Proporsi Dewan Komisaris Independen
𝞮 : Error of Estimation
4.6.4 Pengujian Hipotesis
4.6.4.1 Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. (Ghozali, 2016)
4.6.4.2 Uji t-Statistik
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji t-statistik disebut
juga uji secara parsial, yaitu menguji variabel independen satu per satu. Untuk melihat apakah koefisien
variabel independen memiliki hubungan yang signifikan yaitu jika Prob (t-statistic) > 0,05 maka H0
diterima yang berarti tidak terdapat signifikansi. Sedangkan jika Prob (statistic) < 0,05 maka H0 ditolak
yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan (Ghozali, 2016)
4.6.4.3 Uji F-Statistik
Uji F-Statistik digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen secara bersamaan
akan memiliki pengaruh yang signifikan kepada variabel dependen (Ghozali, 2016)
Menentukan kriteria uji hipotesis dapat diukur dengan syarat:
1. Membandingkan t hitung dengan t tabel
a. Jika t hitung > t tabel maka hipotesis diterima. Artinya variabel independen secara bersama-
sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
b. Jika t hitung < t tabel maka hipotesis ditolak. Artinya variabel independen secara bersama-sama
tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
2. Melihat Probabilities Values
Berdasarkan nilai probabilitas dengan α = 0,05:
a Jika probabilitas > 0,05, maka hipotesis ditolak
b Jika probabilitas < 0,05, maka hipotesis diterima.
Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji statistik F, uji statistik t dan uji koefisien determinasi. Pengujian
dapat dilakukan setelah model regresi bebas dari gejala-gejala asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji
autokorelasi.
5. Hasil dan Diskusi
5.1 Analisis Statistik Descriptive
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dapat
dilihat dari nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi dari variabel yang diteliti.
Berdasarkan data yang diolah menggunakan program pengolah data (IBM SPSS 26) diperoleh hasil statistik
deskriptif sebagai berikut.
Tabel 3
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
X1 51 .00 1.00 .5294 .50410
X2 51 .29 .50 .3782 .06342
Y 51 .03 .67 .2902 .12870
Valid N (listwise) 51
5.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji kelayakan data sebelum pengujian hipotesis yang terdiri
dari uji normalitas, uji multikolonieritas,uji heteroskedatisitas dan uji autokorelasi.
Tabel 4
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 51
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .11026254
Most Extreme Differences Absolute .070
Positive .070
Negative -.067
Test Statistic .070
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
Berdasarkan tabel diatas, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,083 dengan tingkat
signifikansi 0,200. Nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi normal dan sesuai dengan hasil analisis grafik.
Tabel 5
Uji Multikolonieritas
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .182 .139 1.305 .198
X1 .002 .023 .017 .103 .918 .768 1.302
X2 -.163 .235 -.113 -.691 .493 .768 1.302
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat hasil perhitungan nilai VIF dan Tolerance. Nilai VIF untuk
kedua variabel memenuhi syarat signifikansi dimana nilainya < 10. Sedangkan nilai Tolerance juga
memenuhi syarat signifikansi dimana nilainya > 0,10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
gejala multikolinearitas antar variabel independen untuk persamaan regresi.
Tabel 6
Uji Heteroskedastisitas
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .182 .139 1.305 .198
X1 .002 .023 .017 .103 .918
X2 -.163 .235 -.113 -.691 .493
Berdasarkan output uji heteroskedatisitas menggunakan metode uji Glejser dapat dilihat bahwa
semua variabel memiliki signifikansi > 0,05. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung
adanya heteroskedatisitas.
Tabel 7
Uji Autokorelasi
Unstandardized
Residual
Test Valuea .00414
Cases < Test Value 25
Cases >= Test Value 26
Total Cases 51
Number of Runs 21
Z -1.554
Asymp. Sig. (2-tailed) .120
a. Median
Berdasarkan hasil uji Autokorelasi menggunakan metode uji Run Test dapat dilihat bahwa nilai
Asymp. Sig (2-tailed) > 0,05. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya autokorelasi.
5.3 Analisis Regresi Linear Berganda
Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini
terdistribusi normal dan tidak terdapat heteroskedatisitas, multkolonieritas, serta autokorelasi. Oleh karena
itu data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model regresi berganda. Analisis regresi
linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel sensitivitas industri dan proporsi dewan
komisaris independen terhadap kualitas sustainability report. Hasil persamaan regresi yang diolah dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8
Uji Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .653 .214 3.049 .004
X1 .125 .036 .509 3.483 .001
X2 -.319 .363 -.128 -.879 .384
Dari hasil analisis regresi linear berganda pada tabel 8, maka model persamaan regresi yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = 0,653 + 0,125X1 + -319X2 + 𝞮
Dimana:
Y = Kualitas Sustainability Report
X1 = Sensitivitas Industri
X2 = Proporsi Dewan Komisaris Independen
5.4 Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji regresi linier berganda, selanjutnya dilakukan Uji hipotesis yaitu dengan
melakukan uji koefisien determinasi, uji t-statistik (uji parsial), dan uji F-statistik (uji simultan).
Tabel 9
Koefisien Determinasi (𝑹𝟐)
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .461a .213 .180 .11254
Berdasarkan tabel di atas diketahui besarnya R-Square (𝑅2) = 0,213. Hal ini menunjukkan bahwa
besarnya pengaruh variabel sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris independen terhadap kualitas
sustainability report adalah sebesar 21,3%. Hal ini berarti ada variabel lain atau variabel epselon sebesar
78,7% yang mempengaruhi variabel bebas kualitas sustainability report.
Tabel 10
Uji t-statistik (Uji Parsial)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .653 .214 3.049 .004
X1 .125 .036 .509 3.483 .001
X2 -.319 .363 -.128 -.879 .384
Dari tabel 10diatas, maka kesimpulan dari uji-t sebagai berikut:
a. Hubungan Sensitivitas industri terhadap kualitas sustainability report.
Berdasarkan tabel 4.12, diperoleh nilai t-hitung untuk sensitivitas industri yaitu sebesar 3,483 > t-tabel
(2,01063), dan tingkat signifikansi sebesar 0,001 < 0,05. Hal ini menggambarkan bahwa variabel
sensitivitas industri secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas sustainability report atau H1
diterima dan H0 ditolak.
b. Proporsi dewan komisaris independen terhadap kualitas sustainability report.
Berdasarkan tabel 4.12, diperoleh nilai t-hitung untuk proporsi dewan komisaris independen yaitu
sebesar -0,879 < t-tabel (2,01063), dan tingkat signifikansi sebesar 0.384 > 0,05. Hal ini
menggambarkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris independen secara parsial berpengaruh
terhadap kualitas sustainability report atau H0 diterima dan H1 ditolak.
Tabel 11
Uji F-statistik (Uji Simultan)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .164 2 .082 6.482 .003b
Residual .608 48 .013
Total .772 50
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil dari analysis of variance persamaan regresi pada
penelitian ini. Dari perhitungan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai F-hitung sebesar 6,482 > nilai F-tabel
sebesar 3,18 dengan tingkat signifikansi α = 0,003. Hal ini menunjukkan bahwa variabel sensitivitas
industri dan proporsi dewan komisaris independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan
dengan kualitas sustainability report atau 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima.
5.5 Diskusi
5.5.1 Pengaruh Sensitivitas Industri terhadap Kualitas Sustainability Report
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan secara parsial pada tabel 4.12, dapat diketahui bahwa variabel
independen sensitivitas industri memiliki nilai signifikansi sebesar 0,001 < 0,05, yang artinya sensitivitas
industri berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas sustainability report. Hasil penelitian diketahui
bahwa sensitivitas industri berpengaruh terhadap laporan keberlanjutan. Hasil penelitian ini mendukung
teori legitimasi yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat sensitivitas industri maka semakin tinggi
legitimasi yang diberikan masyarakat terhadap perusahaan karena perusahaan melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosial yang luas.
Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan tipe industri yang sensitif akan lebih banyak melakukan
kegiatan-kegiatan pengungkapan tanggung jawab sosial dibandingkan dengan tipe industri yang kurang
sensitif. Hasil ini diduga karena perusahaan yang beroperasi di industri yang sensitif lingkungan dan
berpotensi membahayakan lingkungan harus mematuhi peraturan lingkungan karena polusi yang
ditimbulkan dari hasil kegiatan perusahaan dapat membahayakan lingkungan. Selain itu perusahaan juga
akan menghadapi tekanan sosial yang lebih besar karena industri dengan sensitif lingkungan yang lebih
tinggi terkait dengan masalah lingkungan. Jika perusahaan tidak melaporkan tanggug jawab sosial dan
lingkungan maka perusahaan akan mendapat ancaman dari masyarakat dan pemerintah karena
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan sekitar.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Solikhah dan Winarsih (2016) yang membuktikan bahwa
kepekaan industri berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan lingkungan. Namun tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prasethiyo (2017) bahwa sensitivitas industri tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
5.5.2 Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Kualitas Sustainability Report
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan secara parsial pada tabel 4.12, dapat diketahui bahwa variabel
independen proporsi dewan komisaris independen memiliki nilai signifikansi sebesar 0,384 > 0,05. Hasil
pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hipotesis ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa proporsi
komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas pengungkapan sustainability report.
Hasil penelitian ini tidak mendukung teori agensi, dimana semakin banyak jumlah komisaris
independen maka pengawasan yang dilakukan kepada manajemen akan semakin aktif, sehingga manajemen
akan melakukan pengungkapan secara luas dalam pengungkapan sustainability report. Hal ini diduga
karena mayoritas perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki struktur kepemilikan terkonsentrasi.
Struktur kepemilikan terkonsentrasi dalam penelitian ini diartikan dengan kondisi dimana sebagian
besar saham perusahaan yang dijadikan sampel dikendalikan oleh suatu kelompok atau individu yang
memiliki saham relatif dominan dari yang lainnya. Prado-Lorenzo et al. (2009) menjelaskan bahwa struktur
kepemilikan terkonsentrasi menyangkut dua hal yang berkaitan dengan praktik pengungkapan (disclosure)
secara umum. Pertama, pertahanan (entranchment), artinya bahwa informasi yang diungkapkan perusahaan
sebagian besar akan menggambarkan kepentingan dari pemegang saham yang dominan serta berlawanan
dengan gambaran keadaan ekonomi perusahaan yang sebenarnya. Kedua, pengaruh informasi (information
effect), yakni kecenderungan perusahaan untuk membatasi transfer informasi spesifiknya kepada
kompetitor. Secara tersirat dapat diketahui bahwa meskipun perusahaan termasuk dalam kategori
sensitivitas industri yang tinggi, perusahaan belum tentu akan menerbitkan laporan keberlanjutan yang lebih
transparan atau berkualitas yang menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya karena adanya
kepentingan dari pemegang saham dominan. Jadi, semakin terkonsentrasi kepemilikan perusahaan,
semakin kecil kemungkinan proporsi dewan komisaris independen untuk memengaruhi kualitas laporan
keberlanjutan.
Selain itu tidak berpengaruhnya dewan komisaris independen terhadap pengungkapan sustainability
report dimungkinkan karena beberapa alasan. Alasan pertama yaitu dewan komisaris independen belum
melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. Menurut Restuningdiah (2010) meskipun terdapat
dewan komisaris independen, namun apabila dewan komisaris independen tidak memiliki waktu untuk
perusahaan karena kesibukannya yang lain, maka keberadaan dewan komisaris independen tidak akan
efektif. Alasan kedua adalah faktor dari dalam individu anggota komisaris independen. Menurut Stranberg
dalam Restuningdiah (2010) kompetensi dewan komisaris memegang peranan penting dalam pengambilan
keputusan, sehingga bukan hanya komposisi dewan komisaris independen yang dipertimbangkan, namun
juga kemampuan (skill), pengetahuan, latar belakang dan kompetensi sehingga dapat meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan pada tingkat dewan komisaris. Alasan ketiga adalah karena independensi
komisaris independen. Menurut Putri (2013), tidak semua anggota dewan komisaris independen dapat
menunjukkan independensinya sehingga fungsi pengawasan tidak berjalan dengan baik dan berdampak
pada kurangnya dorongan terhadap manajemen untuk melakukan pengungkapan sosial. Alasan keempat
dimungkinkan dari segi pandangan anggota dewan komisaris independen. Menurut Putri (2013) dewan
komisaris independen belum menganggap perlu mengenai ada atau tidaknya pengungkapan CSR dalam
sustainability report.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dewi dan Pitriasari (2019) yang
membuktikan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
sustainability report. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aliniar dan Wahyuni
(2017) yang menemukan adanya pengaruh antara proporsi komisaris independen terhadap pengungkapan
sustainability report.
5.5.3 Pengaruh Sensitivitas Industri dan Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Kualitas
Sustainability Report
Berdasarkan hasil uji simultan pada tabel 4.12, dapat diketahui bahwa sensitivitas industri dan
proporsi dewan komisaris independen memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003 < 0,05, yang artinya
sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap kualitas sustainability report. Pengaruh simultan yang terjadi dapat dilihat pada tingkat sensitivitas
industry, apabila perusahaan sensitif terhadap lingkungan dapat mendorong dewan komisaris independent
menekan manajemen dalam hal pengungkapan tanggung jawab sosial.
Perusahaan dengan tingkat kepekaan tinggi akan mengungkapkan kinerja lingkungannya lebih baik
dan lebih luas untuk melegitimasi kegiatan operasionalnya. Sedangkan perusahaan dengan proporsi dewan
komisaris independen yang tinggi akan mendorong atau menekan manajemen dalam meningkatkan kualitas
pengungkapan laporan. Peningkatan kualitas pengungkapan dilakukan oleh pihak manajemen dengan cara
mengungkapkan laporan tambahan seperti sustainability report. Jika citra perusahaan meningkat, maka hal
tersebut menandakan pengawasan yang baik dari dewan komisaris independen dan kerja manajemen yang
efektif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanda dan Junaidi (2016) yang
menemukan bahwa dewan komisaris independen dan tipe industri (sensitivitas industri) berpengaruh secara
simultan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di BEI
pada tahun 2014.
6. Kesimpulan, Implikasi, dan Keterbatasan
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, landasan teori, analisis data dan hasil uji yang dilakukan terhadap hipotesis
yang bertujuan untuk menguji pengaruh sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris independen
terhadap kualitas sustainability report membuktikan bahwa.
1. Berdasarkan hasil uji hipotesis (𝐻1), diketahui bahwa secara parsial variabel sensitivitas industri
berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas sustainability report. Hasil ini menunjukkan bahwa
sensitivitas industri mampu meningkatkan kualitas sustainability report.
2. Berdasarkan hasil uji hipotesis (𝐻2), diketahui bahwa secara parsial variabel proporsi dewan komisaris
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas sustainability report. Hal ini menunjukkan
bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak mampu meningkatkan kualitas sustainability
report.
3. Berdasarkan hasil uji hipotesis (𝐻3), diketahui bahwa secara simultan variabel sensitivitas industri dan
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap kualitas sustainability report.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sensitivitas industri dan proporsi dewan komisaris independen
secara bersama-sama mampu meningkatkan kualitas sustainability report.
6.2 Implikasi
Peneliti memberikan saran agar para investor hendaknya bisa lebih memperhatikan pengungkapan
sustainability report sebagai bentuk apresiasi atas tanggung jawab sosial yang telah dilakukan perusahaan.
Selain itu, bagi perusahaan agar tetap melakukan pengungkapan sustainability report atas dasar teori
stakeholder, yaitu karena adanya rasa tanggung jawab perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial
masyarakat. Penelitian ini mungkin dapat juga dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah, Otoritas
Jasa Keungan (OJK) atau pihak berwenang merancang aturan yang tepat terkait dengan keberlanjutan
dalam masalah sosial, ekonomi dan lingkungan, dan agar sustainability report bersifat mandatory (wajib)
bagi semua perusahaan di Indonesia, melihat pengungkapan sustainability report di Indonesia masih
kurang.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel yang sangat terbatas, yaitu hanya 17 perusahaan non-keuangan
yang terdaftar di BEI periode 2017-2019. , Peneliti selanjutnya hendaknya meneliti perusahaan secara
keseluruhan atau sektor keuangan, karena disektor tersebut sudah banyak perusahaan yang membuat
sustainability report apalagi dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang penerapan keuangan
berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik yang mulai diberlakukan tahun
2020.
Reference
Adhima, M.F. 2012. Pengaruh Pengungkapan Sustainability Reporty Terhadap Profitabilitas Perusahaan Studi Kasus
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI. Skripsi Dipublikasikan. Universitas Brawijaya
Agus Purwanto. 2011. Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitaabilitas, Terhadap Corporate Social
Responsibility. Vol. 8 No. 1, November 2011: 1-94.
Aliniar, Dwita dan Wahyuni, Sri. 2017. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) dan Ukuran
Perusahaan terhadap Kualitas Pengungkapan Sustainability Report pada Perusahaan terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. KOMPARTEMEN, Vol. XV No.1.
Anatan. 2010. Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)) : Tinjauan
Teoritis dsn Praktik Di Indonesia. Jurnal Manajemen Universitas Kristen Maranatha.
Anggraini, F. R. R. (2006). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (The Disclosure of Social Information and Factors
Affecting the Disclosure of Social Information in Annual Report). Simposium Nasional Akuntansi IX
Padang, 21, 23–26. https://doi.org/10.1177/0007650314564783
Annisa, Nuralifmida Ayu dan Kurniasih, Lulus. 2012. Pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance.
Jurnal Akuntansi & Auditing Vol. 8 No. 2
Aswani, K., and Swami, S. 2017. Analysisis of Sustainability Reporting of Indian Companies. Proceedings of
Internasional Conference on Strategies in Volatie and Uncertain Environment for Emerging Markets, 537-
549
Azis, Abdul. 2014. Analisis Pengaruh Good Corporate Governance (Gcg) Terhadap KualitasPengungkapan
Sustainability Report (Studi Empiris Pada Perusahaan Di Indonesia Periode Tahun 2011-2012.Fakultas
Ekonomi Universitas Tanjungpura
Bursa Efek Indonesia. Daftar Perusahaan Manufaktur (Basic Industry and Chemicals, Consumer Goods Industry, and
Miscellaneous Industry). www.idx.co.id. [diakses pada 20 Juli 2020]
Chintia, putri, dwi. 2013. Pengaruh Corporate Governance Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Dalam Sustainability Report. Universitas Negeri Padang.
Dewi, dkk. 2011. Financial Acoounting Teory. Dialegtika
Dewi, Intan Pramesti dan Pitriasari, Pipit. 2019. Pengarug Good Corporate Governance (GCG) dan Ukuran
Perusahaan terhadap Pengungkapan Sustainability Report. Jurnal Sains Manajemen & Akuntansi. Vol. XI
No. 01
Elkington, John. 1998. Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business, Gabriola Island, BC:
New Society Publishers
Fatoni dkk. 2016. Pengaruh Kepemilikan Publik, Return On Equity, Current Ratio, Umur Perusahaan, dan Company
Size Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Journal of Accounting. Vol. 2 No. 2
Fernandez-Feijoo, B., Romero, S., dan Ruiz, S. (2014). Effect of Stakeholders’ Pressure on Transparency of
Sustainability Reports within the GRI Framework. Journal of Business Ethics 122, 53–63.
Gamerschlag, Ramin., et al. 2011. Determinants of Voluntary Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social
Responsibility) Disclosure : Empirical Evidence From Germany. Review of Managerial Science 5 (2-3), 233-
262.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS23.Edisi Delapan. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Global Reporting Initiative (GRI). 2013. Pedoman Pesustainability report G4. www.globalreporting.org. [diakses
pada 23 Juni 2020]
Gunawan, Juniati. 2010. Perception Of Important Information In Corporate Social Disclosure : Evidence From
Indonesia. Social Responsibility Journal.
Hamudiana, Arum, and Tarmizi Achmad. 2017 "Pengaruh Tekanan Stakeholder Terhadap Transparansi Sustainability
report Perusahaan-Perusahaan di Indonesia." Diponegoro Journal of Accounting 6.4 : 226-236.
Hapsari, E. I. 2013. Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan
Manufaktur Di BEI. Jurnal Dinamika Manajemen. Vol. 4 No. 2. Halaman 184-191
Harahap, Sofyan Syafri. 2011. Teori Akuntansi Edisi Revisi 2011. Jakarta: Rajawali Press.
Hasanah, Hari Yanto dan Handayani. 2014. Model Pengembangan Good Corporate Governance dan Sustainability
Report pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Hendriksen dan Van Breda. 2000. Accounting Theory. Mc Graw Hill: International Edition
Jensen, M., C., dan W. Meckling, 1976. “Theory of the firm: Managerial behavior, agency cost and ownership
structure”, Journal of Finance Economic 3:305- 360.
Khomsiyah. 2009. High Quality Corporate Reporting. Jakarta: Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia
KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance). 2006
Kustina, Ketut Tanti Dan Hasanah, Tzania Ayu. 2020. Pengaruh Kinerja Lingkungan, Sensitivitas Industri, Dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Di Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal KRISNA Vol. 12, No.1
Manisa, Dea Eka., F., dkk. 2018. Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan Infrastruktur Yang Terdaftar Di BEI. Jurnal Forum Ekonomi. Vol. 19 (174-187)
Mariani, 2020. Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi tidak diterbitkan.
Universitas Halu Oleo
Messwati, Elok. 2012. 70 Persen Kerusakan Lingkungan Akibat Operasi Tambang. Dalam Situs resmi KOMPAS.com
(www.kompas.com)
Nanda, U. L., Junaidi, H., & Afrizal, H. (2016). PENGARUH Corporate Governance Dan Karakteristik
Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dengan Ukuran Perusahaan
Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia).
Magister Ilmu Akuntansi Pascasarjana Universitas Jambi.
Nandar, Gusti. 2017. Tri Bottom Line (Online), http://nandar-gusti.blogspot.com/2017/06/32-tri-bottom-line-tiga-
dasar-pokok.html, [diakses 17 juni 2020]
Nur, Marzully., dan Priantinah. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Social
Responsibility Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Berkategori High Profile Yang Listing Di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Nominal, Vol. 1, No. 1.
Nurdin, Emillia. Et al. (2018). Can Independence of The Board of Commissioners Improve The Earnings Quality?
Evidence From Indonesia. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM). Vol. 20.
www.iosrjournal.org diakses tanggal 01 September 2020.
Nurjamilah, dkk. 2018. Studi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Melalui Kinerja Perusahaan : Studi Pemetaan
Sistematik. Organum Jurnal Saintifik Manajemen dan Akuntansi. Vol. 12.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga
Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik
Prasethiyo, Dimas. 2017. “ Pengaruh Leverage, Ukuran Perusahaan, Sensitivitas Industri, dan Media Exposure
terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Jurnal. Padang.
Rahardjo, Fauzi Dwi. 2016. Pengaruh Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan
Sustainability Report. repository.uinjkt.ac.id diakses 28 juli 2020
Ratnasari, Yunita. (2011). “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di dalam Sustainability Report”. Universitas Diponegoro. enprints.undip.ac.id/28629/ diakses 27
juli 2020.
Reverte, C. (2009). Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure Ratings by Spanish Listed Firms
Carmelo Reverte. Journal of Business Ethics. 351-366. https://doi.org/10.007/s10551-008-9968-9.
Rudyanto, Astrid, and S. V. N. P. Siregar. 2016. Pengaruh tekanan stakeholder dan tata kelola perusahaan terhadap
kualitas sustainability report. Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung.
Santoso, Agung Budi. 2018. Tutorial & Solusi Pengolahan Data Regresi. Jakarta : Agung Budi Susanto.
Sari M.P.Y. Marsono, 2013. “Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan Dan Corporate Governance Terhadap
Pengungkapan Sustainability Report”. Diponegoro Journal Of Accounting, Volume 2, Nomor 3, Halaman 1-
10. ISSN (Online): 2337-3806
Sari, Maria, M.R., 2013. Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) terhadap
Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Pemoderasi”. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana 5.3
Sari, Mega Putri Yustia dan Marsono. 2013. Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan dan Corporate
Governance terhadap Pengungkapan Sustainability Report. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 2 No.3.
Sawono, Jonathan. 2014. Model-Model LINIER dan NON-LINIER dalam IBM SPSS 21. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Sergius, Rafaela Pertiwi dan Etty M. Nasser. 2016. Analisis Corporate Financial Performance, Corporate Governance
, dan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) Performance di Sketor Pariwisata dan
Multimedia. Jurnal Magister Akuntansi Trisakti. Vol. 3 No. 1, Hal. 1-20.
Solikhah, Badingatus dan Winarsih, Arga Mustika. 2016. Pengaruh Liputan Media, Kepekaan Industri, dan Struktur
Tata Kelola Perusahaan terhadap Kualitas Pengungkapan Lingkungan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Indonesia Vol. 13. No. 1
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.
Sun, L., dan Yu, T. (2015). The Impact Of Corporate Social Responsibility on Employee Performance and Cost.
Review of Accounting and Finance, 14 (3), 262 - 284.
Tobing, Rotua Aprilya. dkk. (2019). Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, dan Good Corporate
Governance Terhadap Pengungkapan Sustainability Report pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia. Reviu Akuntansi dan Bisnis Indonesia, Vol. 3 No. 1, Hlm: 102-123.
Waryanto. (2010). Pengaruh Karakteristik Good Corpoate Governance (GCG) Terhadap Luar Pengungkapan
Corporate Social Responsibility di Indonesia. Universitas Diponegoro.
Yoehanna, Margaretta. 2016. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak Dengan Insentif
Pajak Sebagai Moderasi (Studi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI). Jurnal Ilmiah
Akuntansi Fakultas Ekonomi. Vo. 2, No 2.
Zuhroh, D. dan I. Sukmawati. 2003. Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan
Perusahaan terhadap Reaksi Investor (Studi Kasus pada Perusahaan-Perusahaan High Profile di BEJ). Paper
dipresentasikan pada acara Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
Zulaikha dan B. Setyawan. 2012. Analisis Pengaruh Praktik Good Corporate Governance dan Manajemen Laba
terhadap Corporate Environmental Disclosure. Jurnal Akuntansi, 1 (1), 1- 13.
Appendix
Perusahaan Non-Keuangan Yang Dijadikan Sampel
No. Kode Nama Perusahaan
1 AALI Astra Agro Lestari Tbk.
2 ANJT Austindo Nusantara Jaya Tbk.
3 LSIP PP London Sumatra Indonesia Tbk.
4 BUMI Bumi Resources Tbk.
5 PTBA Bukit Asam Tbk.
6 PTRO Petrosea Tbk.
7 TINS Timah Tbk.
8 SMCB Solusi Bangun Indonesia Tbk.
9 ASII Astra International Tbk.
10 AKRA PT. AKR Corprindo Tbk.
11 ADHII PT. Adhi Karya Tbk.
12 JSMR PT. Jasa Marga Tbk.
13 UNTR PT. United Tractors Tbk.
14 WIKA PT. Wijaya Karya Beton Tbk.
15 TOTL PT. Total Bangun Persada Tbk.
16 ABM PT. ABM Investma Tbk.
17 GARUDA PT. Garuda Indonesia Tbk.