PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN …/Pengaruh... · iii HALAMAN PENGESAHAN PENGARUH PRYDA CLAW...
Transcript of PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN …/Pengaruh... · iii HALAMAN PENGESAHAN PENGARUH PRYDA CLAW...
i
PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT
TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU
PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )
The Influence of Pryda Claw Nail Plate and Adhesive For Flexural Strength of Beam
on Butt Joint Connection
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh :
WAYAN HERI SUSANTO I 1107511
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT
TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU
PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )
The Influence of Pryda Claw Nail Plate and Adhesive For Flexural Strength of Beam
on Butt Joint Connection
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
WAYAN HERI SUSANTO I 1107511
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan:
Dosen Pembimbing I
Purnawan Gunawan, ST, MT. NIP. 197312091998021001
Dosen Pembimbing II
Agus Setiya Budi, ST, MT NIP.197009091998021001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT
TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU
PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT ) The Influence of Pryda Claw Nail Plate and Adhesive For Flexural Strength of Beam
on Butt Joint Connection
SKRIPSI
Disusun Oleh :
WAYAN HERI SUSANTO I 1107511
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Kamis 21 januari 2010
1. Purnawan Gunawan, ST, MT __________________
NIP. 197312091998021001
2. Agus Setiya Budi, ST, MT __________________ NIP. 197009091998021001
3. Ir. Budi Utomo, MT __________________ NIP. 196006291987021002
4. Achmad Basuki, ST, MT __________________ NIP. 197109011997021001
Disahkan,
Ketua Program S1 Non Reguler Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS
Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 195708141986011001
Mengetahui, Disahkan, a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 195611121984032007 NIP. 195908231986011001
iv
Motto
Jangan pernah menyerah selama kita meyakini sesuatu yang sudah
pasti kebenarannya dan pernah dicontohkan walaupun itu harus dilalui
dengan kepahitan, kegetiran dan sesuatu yang tidak disukai, yakinlah
ada sesuatu yang Manis untuk diperoleh kelak dan insya Allah kita
akan menikmati jerih payah apa yang telah kita lakukan itu. Yakinlah !
Persembahan
Kupersembahkan karyaku ini kepada :
Bapak, Ibu dan adik-adikku yang tidak henti2nya memberikan doa dan
dukungannya kepadaku.
Teman teman seperjuangan : Adik,Andre, Aris dan wahyu.
Teman teman kampus ku yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu,
hanya bisa aku ucap terima kasih atas dukungan dan doa nya.
ABSTRAK
v
Wayan Heri Susanto. 2009. “PENGARUH JUMLAH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )”. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penggunaan kayu untuk pembangunan, saat ini membutuhkan penyediaan kayu dengan panjang yang sesuai dengan pemakaian, sedangkan panjang kayu yang tersedia di pasaran sangatlah terbatas. Masalah mengenai bentang kayu yang cukup panjang ini dapat diatasi dengan menyambung beberapa balok kayu menjadi satu kesatuan bentang yang utuh dan panjang sesuai dengan bentang kayu yang direncanakan sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat lentur dan modulus elastisitas sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan pryda claw nail plate dan perekat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Dalam Penelitian ini dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika kayu kruing. Uji pendahuluan meliputi uji : kadar air, uji lentur dan uji geser. Kemudian dari hasil uji pendahuluan dapat digunakan untuk menentukan panjang kritis (Lcr) benda uji. Jumlah benda uji kuat lentur adalah 12 buah balok kayu dengan tiga variasi, masing-masing variasi dibuat 3 balok uji yaitu balok tanpa sambungan dan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1, 2 dan 3. Pengujian balok dilakukan dengan pembebanan statik untuk kondisi pada jarak sepertiga bentang. Pembebanan dihentikan apabila balok telah mengalami kerusakan. Hasil pengujian kuat lentur kayu tanpa sambungan dan kuat lentur dengan sambungan vertikal horisontal (butt joint)1, 2 dan 3 adalah berturut turut sebagai berikut : 720,19 kg/cm2 ; 44,21 kg/cm2 ; 206,29 kg/cm2 ; 232,19 kg/cm2. Hasil dari analisis modulus elastisitas kayu tanpa sambungan dan modulus elastisitas dengan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 ; 2 dan 3 adalah berturut turut sebagai berikut : 132680,83 kg/cm2 ; 88591,47 kg/cm2 ; 80968,48 kg/cm2 ; 118483,61 kg/cm2. Dengan melihat hasil kuat lentur diatas disimpulkan bahwa nilai kuat lentur dari sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1, sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 dan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 mengalami peningkatan. Meningkatnya kuat lentur dipengaruhi oleh jumlah Claw Nail Plate pada sambungan, sehingga mengakibatkan semakin besar nilai kuat lentur yang diperoleh. Jumlah Claw Nail Plate yang semakin banyak, aksi komposit dan transformasi penampang menjadi lebih besar sehingga kuat lentur yang diperoleh juga semakin besar. Kata kunci : kuat lentur, sambungan vertikal horisontal (butt joint), modulus elastisitas.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
vi
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka
banyak kendala yang sulit untuk penulis pecahkan hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Non Reguler Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
4. Bapak Purnawan Gunawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I.
5. Bapak Agus Setya Budi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II.
6. Bapak Ir. Sumardi M.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Tim Penguji Pendadaran Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Segenap Staf Pengajar dan Staf Administrasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Teman-teman seperjuangan yang selalu menemani saat susah maupun senang.
10. Seluruh Teman-teman Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
11. Bapak, Ibu dan Adik-adik tercinta yang sudah memberi motivasi dan doa dalam
penyusunan skripsi.
12. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya.
vii
Surakarta, Desember 2009
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………….…………………………………………........... i
HALAMAN PERSETIJUAN ……………….…………………….......................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR NOTASI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ........................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................
2
1.3. Batasan Masalah .....................................................................................
3
1.4. Tujuan Penelitian....................................................................................
3
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................
3
BAB 2. LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka ....................................................................................
4
2.1.1. Sifat Fisik Kayu ..........................................................................
5
2.1.2. Sifat Mekanik Kayu ......................................................................
6
2.1.3. Macam Penggunaan Kayu .............................................................
9
2.1.4. Alat Sambung ...............................................................................
10
2.2. Landasan Teori .......................................................................................
11
2.2.1. Pengertian Kayu .........................................................................
11
2.2.2. Pengertian Sambungan Vertikal Horisontal (Butt Joint)...............
11
ix
2.2.3. Pryda Claw Nail Plate .................................................................
12
2.2.4. Kriteria Perencanaan Balok .........................................................
12
2.2.5. Panjang Kritis Balok ...................................................................
14
2.2.6. Kadar Air . ..................................................................................
14
2.2.7. Berat Jenis . ................................................................................
14
2.2.8. Kerapatan ....................................................................................
15
2.2.9. Modulus Elastisitas .....................................................................
15
2.2.10. Lendutan Balok ...........................................................................
17
2.2.11. Kuat Lentur .................................................................................
17
2.2.12. Balok Komposit ..........................................................................
18
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Tinjauan Umum .....................................................................................
20
3.2. Bahan Penelitian .....................................................................................
21
3.2.1 Kayu ..............................................................................................
21
3.2.2 Alat Sambung ................................................................................
21
3.3. Peralalatan Penelitian .............................................................................
22
3.3.1 Peralatan Pengujian Sifat Fisika Dan Sifat Mekanika balok ............
22
x
3.3.2 Peralatan Pengujian Balok Sambungan ..........................................
24
3.4. Benda Uji ...............................................................................................
27
3.5. Tahapan Metodologi Penelitian ..............................................................
28
3.6. Kerangka Pikir . .....................................................................................
34
BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Data Pengujian ....................................................................
36
4.1.1 Perhitungan Data Pengujian Kadar Air ........................................
36
4.1.2 Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis ......................................
37
4.1.3 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser
Pada Uji Pendahuluan .................................................................
38
4.1.4 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur .....................................
40
4.1.5 Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas .........................
44
4.1.5.1 Perhitungan Modulus Elastisitas Berdasarkan Pengujian ..
44
4.1.5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus Estimasi
Kuat Acuan .....................................................................
49
4.1.5.3 Perhitungan Momen Inersia Tertransformasi Akibat
Komposit .........................................................................
49
4.2. Pembahasan............................................................................................
52
4.2.1 Kadar Air . ..................................................................................
52
xi
4.2.2 Berat Jenis ..................................................................................
53
4.2.3 Kuat Lentur . ...............................................................................
53
4.2.4 Modulus Elastisitas . ...................................................................
54
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................
56
5.2. Saran ......................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
58
LAMPIRAN ...................................................................................................
xvi ...................................................................................................
xii
DAFTAR NOTASI
V = gaya geser
σ = tegangan normal akibat lentur (Mpa)
M = momen lentur (Nmm)
Y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral (mm)
I = momen inersia penampang (mm4)
τ = tegangan geser akibat lentur (Mpa)
Q = Luas penampang yang ditinjau terhadap garis netral (mm3)
Lcr = Panjang kritis balok (mm)
W (m) = kadar air benda (%)
m 1 = masa benda uji sebelum dikeringkan (g)
m 2 = masa benda uji setelah dikeringkan (g)
Gm = berat jenis ( gr/cm3 )
= kerapatan kayu ( gr/cm3 )
w = kerapatan pada benda uji pada kadar air w (gr/cm³)
m w = massa benda uji pada kadar air w (g)
V w = volume benda uji pada kadar air w (cm³)
MOE (E) = modulus elastisitas (Mpa)
L = panjang balok (mm)
δ = lendutan balok (mm)
Ls = jarak tumpuan (cm)
q = berat sendiri sampel (kg/m)
It = momen inersia total penampang (cm4)
δmak = lendutan maksimum (mm)
MOR (Fb) = kuat lentur benda uji (MPa)
Pmak = beban maksimum yang bekerja pada benda uji (N)
b = lebar benda uji (mm)
t = tebal benda uji (mm).
a = jarak tumpuan terhadap beban (mm)
h = tinggi balok (mm)
xiii
Ls = jarak tumpuan (cm)
A = luas penampang (mm2)
Gb = berat jenis dasar ( gr/cm3 )
E = modulus elastisitas rumus estimasi (Mpa)
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Benda Uji Pendahuluan ..........................................................................
27
xiv
Tabel 3.2 Jumlah Benda Uji Balok . .......................................................................
28
Tabel 4.1 Hasil perhitungan kadar air kayu kruing ..................................................
37
Tabel 4.2 Hasil perhitungan berat jenis kayu kruing ...............................................
38
Tabel 4.3 Hasil perhitungan kuat geser kayu kruing uji pendahuluan ......................
39
Tabel 4.4 Hasil perhitungan kuat lentur kayu kruing uji pendahuluan .....................
40
Tabel 4.5 Hasil perhitungan kuat lentur kayu kruing ...............................................
42
Tabel 4.6 Perubahan kuat lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan
vertikal horisontal.. .................................................................................
43
Tabel 4.7 Hasil perhitungan modulus elastisitas kayu kruing . ................................
45
Tabel 4.8 Data pembacaan beban dan lendutan balok tanpa sambungan
sampel 1 . ...............................................................................................
47
Tabel 4.9 Perubahan modulus elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan
sambungan vertikal horisontal (butt joint).. .............................................
48
Tabel 4.10 Pembacaan lendutan akibat beban pada BJ 1
...............................................................................................................
52
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kondisi Pembebanan ..........................................................................
13
Gambar 2.2 Diagram Tegangan dan Geser .............................................................
13
Gambar 2.3 Pengujian Modulus Elastisitas ..............................................................
17
Gambar 2.4 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen .........................................
19
Gambar 3.1 Oven ....................................................................................................
23
Gambar 3.2 Timbangan Elektrik .............................................................................
23 Gambar 3.3 Universal Testing Machine ..................................................................
24 Gambar 3.4 Loading Frame.....................................................................................
24
Gambar 3.5 Dial Gauge...........................................................................................
25
Gambar 3.6 Load Cell .............................................................................................
25
Gambar 3.7 Hidraulik Pump ...................................................................................
26
Gambar 3.8 Transducer ..........................................................................................
26 Gambar 3.9 Benda uji kadar air kayu kruing ...........................................................
29
Gambar 3.10 Benda uji pendahuluan kuat lentur ......................................................
29
Gambar 3.11 Benda uji pendahuluan kuat geser ........................................................
30
Gambar 3.12 Benda uji sambungan vertikal horisontal ..............................................
30
xvi
Gambar 3.13 Benda uji sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan
Pryda Claw Nail Plate dan Perekat ......................................................
31
Gambar 3.14 Diagram bidang momen dan bidang geser ............................................
32
Gambar 3.15 Bagan alur kerangka pikir penelitian ....................................................
35
Gambar 4.1 Grafik kuat lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan
vertikal horisontal (butt joint) dengan alat sambung Pryda Claw Nail
Plate dan Perekat .................................................................................
43
Gambar 4.2 Grafik hubungan beban dan lendutan proporsional pada balok tanpa
sambungan 1 . ......................................................................................
46
Gambar 4.3 Grafik modulus elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan
sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan alat sambung Pryda
Claw Nail Plate dan Perekat. ...............................................................
48
Gambar 4.2 Grafik hubungan beban dan lendutan proporsional pada sambungan
vertikal horisontal (butt joint) 1 dengan alat sambung Pryda Claw
Nail Plate dan Perekat
............................................................................................................
52
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Hasil Uji Pendahuluan
Lampiran B : Hasil Uji Kuat Lentur
Lampiran C : Hasil Analisa Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas
Lampiran D : Dokumentasi Penelitian
Lampiran E : Berkas Kelengkapan Skripsi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara tropis yang wilayahnya banyak terdapat area
perhutanan. Dari hutan-hutan tersebut didapatkan berbagai macam hasil hutan, salah
satunya adalah kayu. Kayu merupakan material yang diperoleh dari pohon. Di
Indonesia kayu banyak digunakan untuk komponen-komponen bangunan karena
kayu mempunyai kekuatan yang tinggi, lebih ringan dan mudah didapatkan. Semakin
banyaknya penggunaan kayu sebagai bahan struktur mendorong masyarakat untuk
melakukan penebangan liar guna memperoleh keuntungan pribadi. Dengan adanya
penebangan liar, mengakibatkan kelangkaan batang kayu dengan bentang panjang
dan ukuran besar. Hal ini terjadi karena penebangan liar dilakukan tanpa ada
pertanggungjawaban untuk menanam pohon baru sebagai ganti dari pohon yang telah
ditebangnya.
Seiring dengan berkurangnya persediaan kayu yang yang dihasilkan dari hutan,
penggunaan kayu sebagai bahan struktur saat ini menuntut disediakannya panjang
bentang kayu yang sesuai dengan pemakaian dalam konstruksi. Hal ini merupakan
masalah yang perlu ditindak lanjuti mengingat terbatasnya panjang bentang kayu
yang dibutuhkan pada saat ini.
Dengan adanya masalah-masalah seperti diatas, maka diperlukan solusi untuk
mengatasi masalah tersebut agar kayu yang ada dapat digunakan sesuai permintaan.
Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan teknik
xviii
penyambungan, sehingga akan didapat komponen struktural yang sesuai dengan
kebutuhan. Sambungan pada struktur kayu adalah bagian yang paling lemah,
sehingga banyak kerusakan struktur akibat gagalnya sambungan. Untuk menghindari
kegagalan dalam sambungan perlu dikaji lebih dalam tentang teknik penyambungan
untuk mendapatkan struktur yang baik.
Teknik penyambungan adalah teknik penggabungan bahan yang mempunyai bentang
pendek dan terbatas menjadi bahan yang mempunyai bentang panjang. Teknik seperti
ini mampu digunakan untuk membentuk dimensi bahan bangunan yang digunakan
sebagai bahan kontruksi. Penelitian penyambungan balok kayu dengan perekat dan
alat sambung pryda diharapkan menjadi salah satu alternatif teknik penyambungan
guna menghasilkan bahan konstruksi yang lebih kuat dan bermutu tinggi.
Penelitian ini menitikberatkan masalah teknik penyambungan. Untuk mendapatkan
bentang yang panjang, balok-balok kayu dihubungkan dengan beberapa bentuk
sambungan yaitu : finger joint, butt joint, scarft joint, fingerbutt joint, sambungan
ekor merpati. Sambungan yang akan diteliti adalah sambungan vertikal horisontal
(butt joint) dengan penyambung perekat penol epoxy dan pryda Claw nail plate.
Kombinasi kedua bahan penyambung tersebut bertujuan untuk meningkatkan kuat
lentur sambungan kayu dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Tri Joko pada
sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan perekat penol epoxy.
Dengan teknik penyambungan tersebut diharapkan dapat menghasilkan sambungan
vertikal horisontal (butt joint) dengan kuat lentur tinggi.
1.2 Perumusan Masalah
Kebutuhan kayu dengan bentang yang panjang memerlukan suatu sambungan dengan
kekuatan yang tinggi, maka perlu dilakukan penelitian terhadap jenis sambungan
yang digunakan untuk memperoleh kekuatan yang diinginkan. Dalam penelitian ini
dipilih sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan alat sambung plat
baja Pryda jenis Claw nail plate dan perekat penol epoxy untuk mengetahui seberapa
besar kuat lentur yang dihasilkan.
xix
1.3 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian maka perlu
dibatasi dengan lingkup permasalahan sebagai berikut :
a. Kayu yang dipakai adalah kayu kruing.
b. Perekat yang digunakan adalah jenis Penol Epoxy.
c. Jenis alat sambung yang dipakai adalah Pryda dengan jenis Claw Nail Plate
dengan tipe 6C2 berukuran panjang 15,28 cm, lebar 5,14 cm dan tebal 0,1 cm. d. Sambungan yang akan diteliti adalah sambungan vertikal horisontal (butt
joint) dengan panjang sambungan 4h.
e. Pembuatan sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan alat manual.
f. Dimensi pengujian kuat lentur sambungan vertikal horisontal (butt joint)
dengan tampang ( 6 cm x 10 cm x 200 cm ).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat lentur dan modulus elastisitas
balok kayu kruing tanpa sambungan dan balok kayu kruing sambungan vertikal
horisontal (butt joint) menggunakan alat sambung pryda jenis Claw nail plate dan
perekat Penol Epoxy.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Memperoleh sambungan kayu yang berkekuatan tinggi dari pengujian kuat lentur
sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan Claw nail plate dan
perekat Penol Epoxy.
b. Memberi alternatif dalam penggunaan alat sambung kayu yang menghasilkan
kekuatan optimum.
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
xx
Kayu merupakan material alam yang mudah didapat dan juga mudah
dikerjakan, sehingga kayu banyak digunakan untuk berbagai macam industri
meubel dan konstruksi. Sedangkan pemilihan dan penggunaan kayu untuk
suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu.
Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari
pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta
macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih
kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang
bersangkutan sulit didapat secara kontinyu atau terlalu mahal.
Menurut Benny Puspantoro (2002), kayu sebagai bahan bangunan mempunyai sifat
yang menguntungkan dan merugikan. Sifat yang menguntungkan dari kayu adalah :
a. Mudah didapat dan relatif murah harganya dibandingkan bahan bangunan lain.
b. Mudah dikerjakan tanpa alat-alat berat khusus, misalnya mudah dipotong,
dihaluskan, diukir ataupun disambung sabagai suatu konstruksi.
c. Bentuknya indah alami sehingga sering diexpose serat-seratnya sebagai hiasan
ruang
d. Isolasi panas, sehingga rumah yang banyak menggunakan bahan kayu akan terasa
sejuk nyaman.
e. Tahan zat kimia, seperti asam atau garam dapur.
f. Ringan, mengurangi berat sendiri dari bangunan, sehingga dapat menghemat
ukuran fondasinya.
g. Serba guna, artinya dapat dipakai sebagai konstruksi bangunan, seperti kuda-kuda
atap, langit-langit, pintu jendela, tiang atau dinding, selain itu dapat juga untuk
alat bantu kerja sementara seperti bekesting untuk cor beton, bouwplank, tangga
kerja dan lain sebagainya.
Sedangkan sifat yang merugikan dari kayu yaitu:
a. Mudah terbakar dan menimbulkan api.
b. Kekuatan dan keawetan kayu sangat tergantung dari jenis dan umur pohonnya,
sedang kayu yang ada diperdagangan sulit ditaksir umurnya.
c. Cepat rusak oleh pengaruh alam, hujan/air menyebabkan kayu cepat lapuk, panas
matahari menyebabkan kayu retak-retak.
d. Dapat dimakan serangga-serangga kecil sepertai rayap, bubuk dan kumbang.
xxi
Selain sifat-sifat diatas, ada beberapa sifat yang umum terdapat pada semua
jenis kayu yaitu :
a. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan
susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi
selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).
b. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan
tangensial).
c. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap
atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan
kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.
d. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama
dalam keadaan kering.
2.1.1. Sifat Fisik Kayu a. Berat dan Berat Jenis
Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan
zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan
BJ-nya. Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, kayu ringan
mempunyai BJ lebih kecil dari 0,6; kayu agak berat mempunyai BJ 0,6-0,75
; kayu berat mempunyai BJ 0,75-0,9 dan kayu sangat berat mempunyai BJ
lebih besar dari 0,9. Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat
dan semakin kuat pula.
b. Keawetan
Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur
perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu
tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan
unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat
kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras
lebih awet dari kayu gubal.
c. Warna
Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna
dalam kayu yang berbeda-beda.
xxii
d. Tekstur
Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu
digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu
bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar
(contoh: kempas, meranti dll).
e. Arah Serat
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon.
Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat
berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring).
f. Higroskopis
Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembab
udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai
keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu
sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air
keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content).
2.1.2. Sifat Mekanik Kayu
a. Keteguhan Tarik
Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha menarik kayu. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu :
1) Keteguhan tarik sejajar arah serat dan
2) Keteguhan tarik vertikal horisontal arah serat.
Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat.
Kekuatan tarik vertikal horisontal arah serat lebih kecil daripada kekuatan
tarik sejajar arah serat.
b. Keteguhan Tekan / Kompresi
Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan
muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :
1) Keteguhan tekan sejajar arah serat dan
2) Keteguhan tekan vertikal horisontal arah serat.
xxiii
Pada semua kayu, keteguhan vertikal horisontal serat lebih kecil daripada
keteguhan kompresi sejajar arah serat.
c. Keteguhan Geser
Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di
dekatnya. Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu :
1) Keteguhan geser sejajar arah serat
2) Keteguhan geser vertikal horisontal arah serat dan
3) Keteguhan geser miring
Keteguhan geser vertikal horisontal serat jauh lebih besar dari pada
keteguhan geser sejajar arah serat.
d. Keteguhan lengkung (lentur)
Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya
yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati
maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan
yaitu :
1) Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang
mengenainya secara perlahan-lahan.
2) Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang
mengenainya secara mendadak.
e. Kekakuan
Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau
lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.
f. Keuletan
Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang
relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan
yang berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta
mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian.
g. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat
takik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan,
xxiv
kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan
kayu.
h. Keteguhan Belah
Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik
dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang
tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya
kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah
tangensial.
Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat kekuatan kayu atau
sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi
dua kelompok :
1) Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan,
pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga
perusak kayu.
2) Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.
2.1.3. Macam Penggunaan Kayu
Penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian tertentu tergantung dari sifat-sifat
kayu yang bersangkutan dan persyaratan teknis yang diperlukan. Jenis-jenis kayu
yang mempunyai persyaratan untuk tujuan pemakaian tertentu antara lain dapat
dikemukan sebagai berikut :
a. Bangunan (Konstruksi)
Persyaratan teknis : kuat, keras, berukuran besar dan mempunyai keawetan alam
yang tinggi.
Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati, kapur, kempas,
kruing, lara, rasamala.
b. Veneer biasa
Persyaratan teknis : kayu bulat berdiameter besar, bulat, bebas cacat dan beratnya
sedang.
xxv
Jenis kayu : meranti merah, meranti putih, nyatoh, ramin, agathis, benuang.
c. Industri Kertas
Persyaratan teknis : lunak, mudah dikerjakan.
Jenis kayu : bambu, cemara, firs, pinus dan tumbuhan berdaun jarum lainnya.
d. Mebel
Persyaratan teknis : berat sedang,dimensi stabil, dekoratif, mudah dikerjakan,
mudah dipaku, dibubut, disekrup, dilem dan dikerat.
Jenis kayu : jati, eboni, mahoni, rengas, ramin, meranti, sonokeling.
e. Lantai
Persyaratan teknis : keras, daya abrasi tinggi, tahan asam, mudah dipaku dan
cukup kuat.
Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, bintangur, bongin, bungur, jati, kuku.
2.1.4 Alat Sambung
Alat sambung adalah bahan atau alat untuk menyatukan dua buah permukaan bahan
dengan ikatan pada permukaan bahan.. Berdasarkan jenisnya alat penyambung dapat
di golongkan sebagai berikut :
a. Perekat :
1) Perekat alam, contoh perekat alam seperti:glutin dan gassein.
2) Perekat sintesis terdiri dari :
PVA-resinoid dispersion atau lem putih.
Perekat kondensasi, terdiri dari cairan dan zat pengeras
3) Epoxy –Resin
4) Perekat kontak
5) Perekat Termoplastis, yaitu : Cellulose Adhesive, Acrylie Resin Adhesive,
Polyvinyl Adhesive.
6) Perekat Termosetting, yaitu Urea Formaldehyde Resin, Phenolic Resin,
Resorsiol Resin.
b. Paku, keuntungan paku sebagai alat sambung :
1). Efisiensi sambunganya cukup besar
2). Perlemahan kayu akibat sambungan relatif kecil
xxvi
3). Cepat dalam perkerjaan
4). Tidak membutuhkan tenaga ahli
5). Harga paku relatif murah
c. Baut
Baut banyak dipakai sebab mudah dalam pelaksanaanya, tersedia banyak ukuran,
mudah didapat, dan dapat dibongkar pasang. Kelemahan baut adalah efisiensinya
rendah dan deformasi besar.
d. Pasak
Beberapa jenis pasak adalah :
a.) Pasak kayu, yang modern yaitu pasak kubler, keuntunganya adalah pasak dapat
memindahkan gaya yang lebih besar, dan deformasi sambungan relatif kecil.
b.) Pasak cincin bergigi
c.) Kokot buldog
e. Pryda
Pada konstruksi kuda-kuda saat ini banyak menggunakan alat sambung paku,
baut dan pelat baja penyambung (pelat konektor). Banyak ragam pelat baja, paku
dan sejenisnya seperti ”gang nail” oleh J. Celvit Juriet pada tahun 1955, dan
dipatenkan pertama kali pada tahun 1959. Dipasaran saat ini beredar plat baja
konektor yang diproduksi oleh Pryda Australia yaitu Pryda Nailplate, yang
merupakan pelat baja galvanis berpaku dan bergerigi. Ada dua macam plat baja
ini yaitu Nail On Plates yang pemasanganya cukup dipaku, dan Claw Nailplate
yang pemasanganya dengan cara memberikan tekanan pada pelat baja tersebut
hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua permukaan kayu yang
disambung, yaitu dengan menggunakan mesin tekan khusus.
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Kayu
Kayu adalah salah satu bahan struktur yang sudah lama dikenal oleh masyarakat.
Kayu sebagai hasil utama hutan akan tetap terjaga keberadaannya selama hutan
dikelola secara lestari dan berkesinambungan. Bila dibanding dengan material
struktur lain, material kayu memiliki berat jenis lebih ringan dan proses
pengerjaannya dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana dan ringan. Sebagai
bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah
limbah pada konstruksi kayu.
xxvii
2.2.2 Pengertian Sambungan Vertikal Horisontal (Butt Joint) Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dibuat dengan mengurangi bagian kayu secara vertikal dan horisontal. Dalam pembuatan sambungan vertikal horisontal, kayu dihilangkan 0,5h dari dua potong kayu dengan ukuran sama, sedang pengurangan bagian kayu secara horisontal diambil sebesar 2h-3h. Dalam penelitian ini panjang sambungan diambil 4h. Pengambilan panjang sambungan ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tri Joko pada tahun 2009 tentang pengaruh panjang sambungan vertikal horisontal terhadap kuat lentur balok kayu. Dalam penelitian tersebut didapatkan kuat lentur tertinggi pada panjang sambungan 4h. 2.2.3 Pryda Claw Nail Plate
Pryda Australia merupakan pabrik industri dibidang konstruksi atap bangunan yang
berasal dari Australia. Pryda telah mengembangkan teknologi rangka atap baja ringan
dan penggunaan pelat baja galvanis bergigi runcing yang disebut Pryda Claw
Nailplate sebagai alat sambung balok kayu.
Dalam Pryda Training Manual (2008). Ukuran claw nailplate untuk sambungan
batang kayu lurus tersedia dalam 30 ukuran, yang disajikan dalam bentuk kode angka
dan huruf. Misalnya 4C3 ; 4 (empat) menyatakan panjang 4 inch ; C merupakan kode
dari claw nailplate ; dan 3 (tiga) menyatakan lebar 3 inch.
Pryda Claw Nail Plate dipasang pada sambungan kayu di bagian tinggi atau
samping, penempatan ini mengacu pada standar pryda. Pemasangan Pryda Claw Nail
Plate diatas dan dibawah bertujuan untuk memperkuat sambungan.
Keunggulan dari pelat ini adalah :
a. Dipasang pada kayu tidak mengurangi luasan kayu karena menggunakan paku
sebagai pengikat, sehingga perlemahan akibat sambungan relatif kecil dan dapat
diabaikan.
b. Beban pada penampang lebih merata.
c. Konstruksi lebih kaku.
d. Mempunyai kekuatan tinggi karena terbuat dari baja galvanis.
e. Tahan lama dan tidak memerlukan perawatan khusus.
2.2.4. Kriteria Perencanaan Balok
Berdasarkan teori mekanika untuk tegangan geser balok tampang segi empat yang
dibebani gaya tranversal statik akan timbul tegangan dan regangan internal. Sebagai
bentuk perilaku perlawanan balok (Timoshenko dan Gere,1996).
Untuk mencari besarnya kuat lentur perlu diperhatikan momen yang terjadi pada saat
xxviii
pembebanan. Gambar 2.1 berikut ini menggambarkan bidang geser dan bidang
momen yang terjadi pada saat pembebanan.
1/3 L
p/2p/2
M m ax 1/6PL
1/3 L 1/3 L
Gambar 2.1 Kondisi pembebanan
Gambar 2.2 Diagram Tegangan lentur dan Geser
(a) Penampang balok
(b) Diagram tegangan lentur
(c) Diagram tegangan geser
Perhitungan kesetimbangan statis balok bertumpu sederhana untuk kondisi
pembebanan seperti pada Gambar 2.1 menggunakan Persamaan 2.1-2.6.
RA = DA = 1/2P dan RB = DB 1/2P ……………………………….…………...(2.1)
Mmaks = 1/6.P.L .…………………………………………………………….....(2.2)
Hubungan tegangan-regangan terhadap perilaku balok yang dibebani beban dengan
arah tranversal sumbu longitudinal diperoleh :
IyM .
……………………………………………………………………...(2.3)
yILP .6/1.
…...………………………………………………………..…..(2.4)
yLIP.6/1
. ……………………………………………………………….…..(2.5)
Tegangan geser dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut :
bIQV..
……………………………………………………………….………(2.6)
xxix
dengan:
V = gaya geser
σ = tegangan normal akibat lentur (Mpa)
M = momen lentur (Nmm)
Y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm)
I = momen inersia penampang (1/12 bh3) (mm4)
τ = tegangan geser akibat lentur (Mpa)
Q = Luas penampang yang ditinjau terhadap garis netral (mm3)
= b . ½ h . ½ y = b ½ h . ¼ h = 1/8 b h2
b = lebar balok (mm)
2.2.5. Panjang Kritis Balok
Untuk kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan maka
perhitungan panjang kritis balok terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan
ditentukan dengan Persamaan 2.7.
.8..6 hLcr ……………………………...........…………………………….....(2.7)
dengan Lcr = panjang kritis balok terjadi lentur dan geser (mm), σ = tegangan lentur
(Mpa), h = tinggi balok (mm), dan τ = tegangan geser (Mpa).
2.2.6 Kadar Air
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada didalam sepotong kayu dinyatakan
sebagai porsentase dari berat kayu kering oven. Kadar air berdasarkan Tata cara
Perencanaan Stuktur Kayu Untuk Bangunan Gedung dihitung menggunakan
Persamaan 2.8.
W = 00
2
21 100xm
mm ...................………………………………....……...........(2.8)
Dengan:
W = kadar air benda uji (%)
m 1 = masa benda uji sebelum dikeringkan (g)
m 2 = masa benda uji setelah dikeringkan (g)
2.2.7. Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah Perbandingan berat kayu terhadap volume air yang sama
dengan volume kayu tersebut dengan menggunakan berat kayu kering sebagai dasar.
xxx
Setiap jenis kayu mempuyai berat yang berbeda, berkisar antara 0,2-1,28.
Berdasarkan Tata cara Perencanaan Stuktur Kayu Untuk Bangunan Gedung dihitung
menggunakan Persamaan 2.9.
Gm = 100/11000 mp
............…………………………………...…...........(2.9)
Dengan :
Gm = berat jenis
p = kerapatan kayu
m = kadar air
2.2.8. Kerapatan
Kerapatan adalah perbandingan berat kadar air awal dengan volume. Berdasarkan
Tata cara Perencanaan Stuktur Kayu Untuk Bangunan Gedung dihitung
menggunakan Persamaan 2.10.
w = w
w
Vm ...................…................…………………………………...............(2.10)
Dengan:
w = kerapatan pada benda uji pada kadar air w (g/cm³)
m w = massa benda uji pada kadar air w (g)
V w = volume benda uji pada kadar air w (cm³)
2.2.9. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas merupakan sifat elastis kayu yang penting sebagai ukuran
ketahanan terhadap perpanjangan apabila kayu mengalami tarikan, atau pemndekan
apabila kayu mengalami tekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan
pembebanan konstan. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur adalah besaran modulus
elastisitas. Nilai modulus elastisitas (MOE) dapat dihitung dengan Persamaan 2.11.
ILPEMOE
..48.)(
3
………………………………...........……………..…….(2.11)
dengan :
MOE (E) = modulus elastisitas (Mpa)
P = beban maksimum (N)
L = panjang balok (mm)
δ = lendutan balok (mm)
xxxi
I = momen inersia (mm4)
1/3 L
p/2p/2
Mmax 1/6PL
1/3 L 1/3 L
Gambar 2.3 Pengujian Modulus Elastisitas
Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa defleksi maksimum terjadi di tengah bentang dan
untuk mencari modulus elastisitas berdasarkan defleksi maksimum, sehingga
modulus elastisitas dapat dicari menggunakan Persamaan 2.12.
Modulus Elastisitas (E) ..384
..5)43(
..24..2/1 4
22
t
ss
t ILqaL
IaP
(kg/cm2)
..........(2.12) Dengan: P = beban maksimum (kg) Ls = jarak tumpuan (cm) q = berat sendiri sampel (kg/m) It = momen inersia total penampang (cm4) δ = defleksi balok (cm) Perhitungan modulus elastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus empiris. Perhitungan modulus elastisitas lentur (Ew) dilakukan dengan Persamaan 2.13-2.16 yaitu rumus estimasi kuat acuan:
7.016000GEw MPa........................................................................................(2.13) Dimana :
G = berat jenis pada kadar air 15 % = b
b
GG33,11
.....................................(2.14)
Gb = berat jenis dasar = m
m
aGG265,011
......................................................(2.15)
30
30 ma .....................................................................................................(2.16)
2.2.10. Lendutan Balok
Pembebanan lateral pada balok mengakibatkan terjadinya lendutan. Besarnya
lendutan maksimum yang terjadi akibat pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari
jarak tumpuan, ditinjau dalam Persamaan 2.17.
)43.(..24
. 22 aLIE
aPmak ………………………………………..…………(2.17)
xxxii
dengan :
δmak = lendutan maksimum (mm)
P = beban pada balok (N)
a = jarak beban terhadap tumpuan (mm)
L = panjan balok (mm)
E = modulus elastisitas balok (Mpa)
I = momen inersia (mm4)
2.2.11. Kuat Lentur
kuat lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha
melengkungkan kayu atau untuk manahan beban-baban mati maupun hidup selama
beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. (Dumanauw, 1990).
Kuat lentur (MOR) ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.18-2.19 untuk
kondisi pembebanan terpusat ditengah bentang :
2..2..3
)(tb
LPFbMOR mak ...........…………………………………………............(2.18)
Untuk kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari tumpuan :
2...3)(
hbapFbMOR .......................………………………………..........…......(2.19)
Dengan :
MOR (Fb) = kuat lentur benda uji (MPa)
Pmak = beban maksimum yang bekerja pada benda uji (N)
b = lebar benda uji (mm)
t = tebal benda uji (mm)
a = jarak tumpuan terhadap beban (mm)
h = tinggi balok (mm)
xxxiii
1/3 L 1/3 L
p/2 p/2
Mmax = 1/6 pl
1/3 L
BMD
SFD
Gambar 2.4 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen
Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa momen mencapai maksimum pada tengah bentang,
kuat lentur yang dicari merupakan kuat lentur yang terjadi pada momen maksimum,
sehingga digunakan Persamaan 2.20.
Kuat Lentur ( Fb )t
s
t I
yaPLq
IyM
..2/1..
81
.2
( kg/cm2 )
......................(2.20) Dengan: P = beban maksimum (kg) M = momen maksimum (kg.cm) Ls = jarak tumpuan (cm) It = momen inersia total penampang (cm4) q = berat sendiri sampel (kg/cm) y = ordinat titik berat (cm) 2.2.12 Balok Komposit
Balok komposit merupakan gabungan dari beberapa bahan dengan jenis yang
berbeda. Sebagai contoh, balok sandwich yang terdiri atas dua muka tipis dari bahan
berkekuatan relatif tinggi yang dipisahkan oleh sebuah inti tebal dari bahan
berkekuatan relatif rendah. Karena pada bagian muka mempunyai jarak terbesar dari
sumbu netral ( dimana tegangan lentur terbesar ), maka bagian tersebut berfungsi
seperti flens pada balok I. Inti berfungsi sebagai pengisi dan memberikan dukungan
pada muka serta menstabilkan terhadap kerut atau tekuk.
Modulus elastisitas bahan yang berbeda akan mempengaruhi momen inersia
penampang. Hal ini mengakibatkan penampang pada balok mengalami transformasi
yang mana tegangan pada bahan sebanding dengan modulus elastisitasnya, dan dapat
diasumsikan bahwa tegangan normal di inti dapat diabaikan sehingga bahan dapat
beraksi sebagai kesatuan utuh untuk menahan semua tegangan lentur.
xxxiv
Perhitungan tegangan tertransformasi pada balok komposit dapat menggunakan
Persamaan 2.21 berikut ini :
nI
yM
T
.. .......................................................................................................(2.21)
dengan:
σ = tegangan lentur (MPa)
M = momen lentur (Nmm)
y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm)
IT = momen inersia tertransformasi (mm4)
n = rasio modulus elastisitas bahan )(1
2
EE
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tinjauan Umum
Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan pada sambungan vertikal
horisontal (butt joint) menggunakan perekat penol epoxy didapatkan kuat lentur yang
terbesar pada panjang sambungan 4h, maka pada penelitian ini digunakan panjang
sambungan 4h. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kuat lentur dari
sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan perekat penol epoxy dan alat
sambung pryda Claw nail plate. Untuk mengetahui kuat lentur optimal maka
digunakan variasi pemasangan pryda seperti : balok sambungan vertikal horisontal
(butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu (BJ 1), balok
sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi
tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2), balok sambungan vertikal horisontal (butt joint)
dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar (BJ 3)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
laboratorium. Metode eksperimental laboratorium adalah suatu penelitian yang
berusaha untuk mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam
kondisi terkontrol secara ketat dan dilakukan di laboratorium dengan urutan kegiatan
yang sistematis dalam memperoleh data sampai data tersebut berguna sebagai dasar
pembuatan kesimpulan.
xxxv
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu Variabel Terikat dan Variabel
bebas. Variabel terikat dari penelitian ini adalah nilai kuat lentur dari balok,
sedangkan Variabel bebasnya adalah jumlah pryda.
3.2. Bahan Penelitian
3.2.1. Kayu
Kayu yang digunakan untuk penelitian adalah kayu kruing. Kayu kruing ini
mudah didapat dipasaran dengan harga yang terjangkau dan permukaan kayunya
memiliki karakteristik halus. Kayu kruing yang digunakan sebagai sampel
penelitian berukuran 6/10 x 220 cm, dengan jarak antar tumpuan 200 cm.
3.2.2. Alat Sambung
Dalam penelitian ini digunakan dua macam bahan penyambung :
a. Perekat
Bahan perekat yang digunakan adalah penol epoxy. Penol epoxy ini terdiri
dari dua macam komponen yaitu komponen perekat (resin) dan komponen
pengeras (hardener). Komponen resin adalah cairan bening tidak berbau lebih
cair dibandingkan dengan komponen hardener yang berwarna kuning
transparan dan liat.
b. Plat penyambung
Alat sambung yang digunakan adalah pelat baja yang diproduksi oleh Pryda
Australia jenis Claw Nail Plate yang terbuat dari baja galvanis. Pelat ini
merupakan lempengan pelat baja yang bergerigi sebagai pencengkeram atau
pengikat agar sambungan kayu tidak lepas dan mampu menahan gaya yang
bekerja pada sambungan. Cara pemasangan Claw Nail Plate adalah dengan
cara memberikan tekanan pada pelat baja tersebut hingga gerigi terbenam
secara merata pada kedua permukaan kayu yang disambung, yaitu dengan
menggunakan mesin tekan khusus.
3.2.2.1. Teori Sambungan Pryda
Ada dua cara mekanisme penyambungan menggunakan pelat konektor yaitu :
xxxvi
a. Pemasangan secara mekanik, cara ini digunakan untuk memasang pelat
konektor jenis Pryda Claw Nail plate, yaitu dengan memberi tekanan pada
pelat baja menggunakan mesin tekan.
b. Pemasangan secara manual, yaitu pemasangan pelat konektor tanpa mesin
khusus, cukup dengan memaku pelat dengan menggunakan paku dan palu,
cara ini digunakan untuk pemasangan pelat konektor jenis nail on plate.
3.2.2.2. Langkah Penyambungan Kayu dipotong dan dibentuk sesuai dengan ukuran panjang dan besar yang telah
direncanakan. Kemudian bagian dalam sambungan kayu diberi perekat penol epoxy
secara merata. Permukaan kayu yang akan disambung dengan Pryda diikat
menggunakan strapluss kayu. Kayu yang telah diikat harus rapat dan lurus agar
pembebanan dapat merata dan kayu tidak mengalami kerusakan. Pemasangan plat
Pryda jenis Claw Nail plate dengan cara memberikan tekanan pada pelat baja
tersebut hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua permukaan kayu yang
disambung, yaitu dengan menggunakan mesin tekan khusus.
3.3. Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
Peralatan Pembuatan benda uji dan peralatan pengujian sifat fisika dan mekanika
balok.
3.3.1. Peralatan pengujian sifat Fisika dan Mekanika balok
a. Oven
Oven digunakan untuk mengeringkan kayu pada saat pengujian kadar air.
Pengeringan kayu dengan oven bertujuan untuk mencari berat kering benda uji.
Pengeringan benda uji dengan oven dihentikan setelah didapatkan berat benda uji
stabil. Oven yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kapasitas suhu hingga
200 οC. Oven dapat dilihat pada Gambar 3.1.
xxxvii
Gambar 3.1 Oven kapasitas 200 οC
b. Timbangan elektrik
Timbangan yang dipakai pada penelitian ini mempunyai ketelitian sampai 1
gram. Alat ini digunakan untuk mengukur berat benda uji dalam pengukuran
kerapatan dan kadar air benda uji pendahuluan. Timbangan elektrik dapat dilihat
pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Timbangan Elektrik
c. Universal Testing Machine (UTM)
Universal Testing Machine (UTM) merupakan Alat yang digunakan untuk
menguji sifat mekanika kayu. Alat ini menggunakan sistim hidrolis untuk
memberikan gaya pada benda uji. Pada penelitian ini Universal Testing Machine
(UTM) digunakan untuk menguji kuat geser kayu kruing. Universal Testing
Machine (UTM) dapat dilihat pada gambar 3.3.
xxxviii
Gambar 3.3 Universal Testing Machine
3.3.2. Peralatan untuk pengujian balok sambungan
a. Loading Frame dan Hidraulik jack
Alat ini digunakan untuk menguji kuat lentur benda uji kayu. Loading Frame
berupa portal segi empat yang terbuat dari baja dan ketinggiannya dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Pada Loading Frame terdapat tempat kedudukan
pengujian sambungan balok butt joint dengan tumpuan sendi-rol.
Hidraulik jack merupakan alat yang memberi beban pada benda uji. Kapasitas
beban maksimal yang mampu dihasilkan Hidraulik jack adalah 25 ton. Loading
Frame dan Hidraulik jack pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Loading Frame
b. Dial gauge
Dial gauge digunakan untuk mengukur besarnya lendutan yang terjadi pada balok
saat pembebanan berlangsung. Alat ini ditempatkan di tengah bentang balok
xxxix
kayu. Ketelitian alat ini sampai 0,01 mm dengan kapasitas 30 mm. Dial gauge
dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Dial Gauge
c. Load cell
Load cell digunakan untuk mengetahui interval penambahan beban yang
diberikan pada benda uji. Alat ini dihubungkan dengan transducer untuk
membaca penambahan beban yang terjadi. Kapasitas alat ini adalah 50 ton. Load
cell dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Load Cell
d. Hidraulic pump
Alat ini digunakan untuk memberikan tekanan pada hidraulic jack saat pengujian
lentur balok. Cara kerja alat ini adalah dengan cara memompa untuk memberikan
tekan pada hidraulic jack. Hidraulic Pump dapat dilihat pada Gambar 3.7.
xl
Gambar 3.7 Hidraulic Pump
e. Transducer
Alat ini digunakan untuk membaca secara digital data interval penambahan beban
yang diterima load cell. Untuk mendapatkan data penambahan beban secara
digital alat ini dihubungkan dengan load cell. Besarnya interval penambahan
beban dapat diatur sesuai kebutuhan. Transducer dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Transducer
3.4. Benda Uji
3.4.1. Benda Uji Pendahuluan
Ukuran dan bentuk benda uji untuk pengujian sifat fisika dan mekanika kayu
mengikuti standar ISO (Internasional Standard Organization), meliputi benda uji
kerapatan dan kadar air, kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan vertikal horisontal
serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur (MOR) dan Modulus elastisitas (MOE).
setiap pengujian dilakukan perulangan sebanyak 3 kali sehingga jumlah total
pengujian beban adalah 12 spesimen, seperti terlihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Benda Uji Pendahuluan
No Jenis pengujian Jumlah
1 Kerapatan dan Kadar air 3
2 Kuat Tekan Sejajar Serat 3
xli
3 Kuat Geser 3
4 Kuat Lentur (MOR) dan Modulus Elastisitas (MOE) 3
Jumlah 12
3.4.2. Benda Uji Balok Kayu
Benda uji balok kayu dibuat sebanyak 12 buah dengan empat macam variasi dan
masing-masing variasi dibuat 3 buah balok uji., yaitu: balok sambungan vertikal
horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu (BJ 1),
balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada
kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2), balok sambungan vertikal horisontal
(butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi
lebar (BJ 3) dan balok tanpa sambungan (BTS)
Dalam penelitian ini perlu pembanding, pembanding tersebut adalah balok tanpa
sambungan, hal ini perlu untuk mengetahui perbedaan kuat lentur antara balok
sambungan dengan tanpa sambungan. Penamaan-penamaan atau kode balok sudah
disebutkan diatas. Untuk mengetahui jumlah benda uji kuat lentur dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Jumlah benda uji balok
Jenis Balok Kode
Benda Uji
Dimensi
cm
Jumlah Benda
Uji
Balok tanpa sambungan BTS 6 x 10 3
Balok Butt Joint 1 BJ 1 6 x 10 3
Balok Butt Joint 2 BJ 2 6 x 10 3
Balok Butt Joint 3 BJ 3 6 x 10 3
Keterangan :
BTS : Balok Tanpa Sambungan
BJ 1 : Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan Claw
Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu.
BJ 2 : Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan Claw
Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar.
BJ 3 : Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan Claw
Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar
xlii
3.5. Tahapan Metodologi Penelitian Tahapan metodologi penelitian merupakan urutan kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis, logis dengan mempergunakan alat bantu ilmiah yang bertujuan untuk
memperoleh kebenaran suatu objek permasalahan.
Secara garis besar pelaksanaan penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap 1 : Tahap persiapan awal
b. Tahap 2 : Tahap pemilihan bahan dan peralatan
c. Tahap 3 : Tahap uji pendahuluan
d. Tahap 4 : Tahap pembuatan benda uji kayu
e. Tahap 5 : Tahap pengeringan benda uji sambungan jari
f. Tahap 6 : Tahap pengujian
g. Tahap 7 : Tahap analisis pengujian
3.5.1 Tahap Persiapan Awal
Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disiapkan terlebih
dahulu, antara lain bahan, peralatan, maupun program kerjanya sehingga penelitian
yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Peralatan yang akan digunakan
diperiksa sebelumnya untuk mengetahui kelayakan alat dalam pelaksanaan penelitian
3.5.2 Tahap Pemilihan Bahan dan Peralatan
Bahan utama penelitian ini adalah balok kayu kruing yang telah dipilih batang yang
lurus, tidak mempunyai cacat fisik dan tidak mempunyai mata kayu dengan ukuran
yang disyaratkan. Peralatan yang digunakan adalah gergaji, serut kayu, mistar siku,
palu serta pensil atau spidol.
3.5.3 Tahap Uji Pendahuluan
Tahap uji pendahuluan meliputi : kadar air, uji lentur dan uji geser, tujuan dari tahap
ini adalah untuk menentukan panjang benda uji kayu Lcr. Benda uji pendahuluan
kadar air, uji lentur dan uji geser dapat dilihat pada Gambar 3.9, Gambar 3.10 dan
Gambar 3.11.
xliii
Tam pak A tas
2 0 m m20mm
2 0 ± 5 m m
Gambar 3.9 Benda Uji kadar air kayu kruing
1 3 5 m m 1 3 5 m m
P
Gambar 3.10 Benda Uji Pendahuluan Kuat Lentur
2 0 -2 5 m m
2 0 -2 5 m m
20-25 m
m
Gambar 3.11 Benda Uji Pendahuluan Kuat Geser Kayu
3.5.4 Tahap Pembuatan Benda Uji Kayu
Siapkan balok kayu kemudian kayu dilukis dengan pensil kayu sehingga membentuk
sambungan vertikal horisontal ( butt joint ). Setelah itu kayu digergaji sesuai dengan
garis lukisan yang telah diukur. Permukaan kayu pada sambungan diserut supaya
memudahkan pada waktu penyambungan. Setelah permukaan kayu pada sambungan
digergaji dan diserut, sesuai dengan bentuk dan jenis sambungan yang direncanakan,
kemudian permukaan kayu yang akan disambung dilapisi menggunakan penol epoxy
dan diikat sementara menggunakan strapless kayu. Kemudian batang kayu diletakan
pada mesin tekan dengan posisi pelat baja berada diatas permukaan kayu dan ditekan
menggunakan mesin tekan sampai semua mata gerigi terbenam rata pada muka kayu.
Untuk mengetahui model benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.12 dan Gambar 3.13.
xliv
Gambar 3.12 Benda Uji Sambungan Vertikal Horizontal (Butt Joint)
Gambar 3.13 Benda Uji Sambungan Vertikal Horisontal ( Butt Joint )
menggunakan Pryda Claw Nail Plate dan Perekat
3.5.5 Tahap Pengeringan Benda Uji Sambungan Vertikal horisontal
Setelah permukaan sambungan kayu disambung dengan perekat dan pelat baja, benda
uji didiamkan kurang lebih 7 hari pada kondisi suhu kamar untuk menjamin kayu
benar-benar kering. Sambungan kayu perlu dikeringkan dalam ruangan sampai
tercapai kondisi kering udara pada kadar lengas 12-18% (Indonesia).
3.5.6 Tahap Pengujian Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Loading Frame beserta
perlengkapannya untuk mengetahui adanya lentur pada balok yang terjadi akibat
adanya beban luar.
Beban luar tersebut mengakibatkan balok mengalami deformasi dan regangan
sehingga menimbulkan retak lentur di sepanjang bentang balok, pada pengujian
lentur kayu ini pembebanan yang dilaksanakan merupakan pembebanan bertahap.
Secara sederhana pembebanan pada pengujian lentur dapat dijelaskan pada Gambar
3.14.
xlv
1/3 L 1/3 L
p/2 p/2
Mmax = 1/6 pl
1/3 L
BMD
SFD
Gambar 3.14 Diagram Bidang Momen dan Bidang Geser
Perhitungan kuat lentur dan modulus elastisitas menggunakan persamaan 2.12 dan
persamaan 2.20 berikut ini :
Modulus Elastisitas (E) ..384
..5)43(
..24..2/1 4
22
t
ss
t ILqaL
IaP
(kg/cm2) ..........(2.12)
Dengan: P = beban maksimum (kg)
Ls = jarak tumpuan (cm)
q = berat sendiri sampel (kg/m)
It = momen inersia total penampang (cm4)
δ = defleksi balok (cm)
Kuat Lentur ( Fb )t
s
t I
yaPLq
IyM
..2/1..
81
.2
( kg/cm2 ) ......................(2.20)
Dengan:
P = beban maksimum (kg) M = momen maksimum (kg.cm)
Ls = jarak tumpuan (cm) It = momen inersia total penampang (cm4)
q = berat sendiri sampel (kg/cm) y = ordinat titik berat (cm)
xlvi
Pembebanan yang dilakukan merupakan pembebanan yang bertahap untuk
mengetahui kuat lentur kayu maksimum dari perbandingan sambungan Vertikal
horisontal ( butt joint).
Tahapan pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut:
a. Setting alat, meliputi:
a) Menyiapkan alat-alat pengujian yang terdiri atas dial gauge, load cell,
transducer dan hidraulic jack.
b) Memasang benda uji kayu pada loading frame
c) Memasang alat-alat pengujian dengan langkah sebagai berikut:
Memasang hidraulic jack pada loading frame, dipastikan stabil dan tidak
bergoyang
Memasang load cell diantara kayu dan hidraulic jack, dipastikan
kedudukan alat stabil dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga
bentang bebas
Memasang transducer yang sudah terpasang dengan trafo step-down dan
dihubungkan dengan load cell.
Memasang 2 buah dial gauge di tengah balok.
b. Pengujian kuat lentur
Langkah pengujian adalah sebagai berikut:
a) Pembebanan benda uji dilakukan secara perlahan-lahan dengan hidraulic
pump. Diatur kenaikan beban sebesar 50 kg secara teratur. Pencatatan
terhadap lendutan yang terjadi dengan membaca dial gauge pada tiap
penambahan beban
b) Pencatatan beban maksimum yang mampu ditahan benda uji hingga benda uji
mengalami keruntuhan dan tidak mampu menahan beban lagi.
3.5.7 Tahap Analisis Hasil Penelitian
Analisis data pengujian kuat lentur balok adalah beban yang menyebabkan terjadinya
retak atau keruntuhan, tegangan penampang, jenis kerusakan yang terjadi pada setiap
xlvii
benda uji dan pola keruntuhannya sehigga dapat ditentukan jenis sambungan yang
efektif.
Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode yang sesuai guna menentukan:
1. Kuat lentur yang paling tinggi antara balok yang menggunakan pelat baja pryda
claw nailplate.
2. kuat lentur yang paling tinggi antara sambungan vertikal horisontal dengan
perbedaan perletakan dan jumlah pelat baja claw nailplate 2,3, dan 4.
3.6 Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan penyederhanaan dari tahapan-tahapan jalannya penelitian.
Dengan adanya kerangka pikir, penelitian yang dilakukan akan berjalan sesuai
dengan tahapan yang direncanakan. Penjelasan kerangka pikir dapat dilihat pada
tahapan-tahapan penelitian diatas. Secara garis besar bagan Kerangka Pikir tahapan
metode penelitian dapat dilihat dalam Gambar 3.15.
Pemilihan kayu: o Batang lurus, tidak cacat fisik dan
tidak ada mata kayu o Jenis kayu
Mulai
xlviii
Tidak
Ya
Gambar 3.15 Bagan alur kerangka pikir penelitian
3.7. Pengujian Balok Pengujian balok dilakukan pada tumpuan sederhana sendi-rol dengan 2 titik
pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas. Diatas balok dipasang 2 buah dial
gauge pada tengah bentang kanan dan kiri. pengujian balok dimulai dengan
memberikan beban awal dari 0-10 % perkiraan beban maksimum yang dapat dicapai
masing-masing balok, kemudian diturunkan kembali perlahan-lahan keposisi 0 hal ini
dilakukan untuk mengontrol apakah pembacaan dial gage, posisi tumpuan dan benda
uji balok serta komponen pembebanan berfungsi dengan baik.
Uji Pendahuluan: o Kadar air o Uji lentur o Uji geser
Pembuatan benda uji o Menentukan panjang balok
Lcr
pengujian
pembahasan
Analisis data
Selesai
xlix
107
9
2
5
3
4
1
68
Gambar 3.3 Alat Pengujian Balok
keterangan :
1. Loading Frame 6. Balok kayu
2. Load cell 7. Perata beban
3. Tranducer 8. Penyalur beban
4. Hydraulic jack 9 .Perletakan rol
5. Dial gauge 10.Perletakan sendi
pembebanan selanjutnya dilakukan secara bertahap dengan kenaikan beban sampai
benda uji retak atau runtuh. setiap tahap pembebanan pada transduser indikator dan
lendutan pada dial gauge dicatat, serta pola kerusakan harus diamati dan diberi tanda,
demikian seterusnya sampai benda uji mengalami keruntuhan.
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan Data Pengujian
Data hasil pengujian benda uji yang dilakukan di laboratorium, kemudian di analisis
dengan ketentuan yang disyaratkan dalam SNI Kayu 2002 tentang Tata Cara
Perencanaan Struktur Kayu. Sehingga di dapat hasil perhitungan sebagai berikut:
a. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kadar Air Kayu Kruing.
b. Hasil Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis Kayu Kruing.
c. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Uji Pendahuluan.
d. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur Kayu Kruing Tanpa Sambungan,
Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan Claw Nail Plate pada kedua
l
sisi tinggi kayu (BJ 1), Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan Claw
Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2) dan Sambungan
Vertikal horisontal dengan pemasangan Claw Nail Plate pada kedua sisi tinggi
kayu dan kedua sisi lebar (BJ 3).
e. Hasil Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas Kayu Kruing Tanpa
Sambungan, Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan pryda pada
kedua sisi tinggi kayu (BJ 1), Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan
pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2) dan Sambungan
Vertikal horisontal dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan
kedua sisi lebar (BJ 3).
4.1.1 Perhitungan Data Pengujian Kadar Air
Nilai kadar air kayu kruing yang didapat merupakan nilai kadar air dari 3 (tiga) buah
benda uji. Nilai kadar air kayu kruing dianggap dapat mewakili seluruh balok kayu
meranti yang akan dibuat sambungan pada penelitian ini. Dari hasil pengujian di
Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta didapat
data kadar air kayu kruing seperti tercantum pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Perhitungan kadar air kayu kruing menggunakan Persamaan (2.8), di bawah ini
contoh perhitungan benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : l (panjang) = 2,4 cm
t (tebal) = 2,4 cm
b (lebar) = 3,6 cm
Berat awal (Wo) = 18 gram
Berat stlh dioven (Wd) = 16 gram
Kadar air %100x
WWWm
d
do
%5,12%10016
1618
xm
Selanjutnya data perhitungan kadar air kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Air Kayu Kruing.
No Sampel
Dimensi Berat Awal/Wo ( gram )
Berat Setelah
Dioven/Wd ( gram )
Kadar Air
( % )
Kadar Air
Rata-rata ( % )
L (cm)
T (cm)
b ( cm )
li
1 2,4 2,4 3,6 18,00 16,00 12,5 13,54 2 2,5 2,5 3,6 18,00 16,00 12,5
3 2,6 2,7 3,8 18,50 16,00 15,63
4.1.2 Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis
Nilai berat jenis kayu meranti yang didapat merupakan nilai berat jenis dari 3 (tiga)
buah benda uji. nilai berat jenis kayu meranti dianggap dapat mewakili seluruh balok
kayu meranti yang akan dibuat sambungan pada penelitian ini. Dari hasil pengujian
di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, didapat
data berat jenis kayu meranti seperti tercantum pada Tabel 4.2 di bawah ini.
Perhitungan berat jenis kayu kruing menggunakan Persamaan (2.9), di bawah ini
contoh perhitungan benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : l (panjang) = 2,4 cm
t (tebal) = 2,4 cm
b (lebar) = 3,6 cm
Kadar air (m) = 12,5 %
Volume = l x t x b = 20,74 cm3
36
3
kg/m 867,8910.74,20
10.18
VWo
Berat jenis (Gm) = )100/1(1000 m
3
, gram/cm 77,0100/5,1211000
89,867
mG
Selanjutnya data perhitungan berat jenis kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Berat Jenis Kayu Kruing.
No Sampel
Dimensi Volume
(cm3)
Berat Awal
(gram)
Kadar Air
( % )
Berat Jenis
(gr/cm3)
Berat Jenis
Rata-rata ( gr/cm3)
l (cm)
T (cm)
b (cm)
1 2,4 2,4 3,6 20,74 18,00 12,5 0,77 0,69 2 2,5 2,5 3,6 22,5 18,00 12,5 0,71
3 2,6 2,7 3,8 26,68 18,50 15,63 0,60
lii
4.1.3 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Pada Uji
Pendahuluan
Sebelum menentukan panjang balok dan jarak tumpuan pada pengujian kuat lentur
terlebih dahulu dilakukan pengujian pendahuluan. Uji pendahuluan yang dilakukan
meliputi uji kuat lentur dan uji geser sejajar serat. Dari hasil pengujian di
Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, didapat
data kuat geser dan kuat lentur kayu kruing seperti tercantum pada Tabel 4.3 dan
Tabel 4.4 di bawah ini.
a. Berikut ini contoh perhitungan kuat geser benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : t (tebal) = 28 mm
b (lebar) = 24 mm
A (luas) = 672 mm²
P (beban) = 3400 N
= 672
3400
AP = 5,06 MPa
Selanjutnya data perhitungan kuat geser kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kuat Geser Kayu Kruing.
No Kode benda uji
Ukuran penampang
Luas
(mm²)
Beban maksimum
(N)
Kuat geser
Lebar (mm)
Tebal (mm)
Hasil (MPa)
Rata-rata (MPa)
1 MBK GS-1 24 28 672 3400 5,06 6,52 2 MBK GS-2 24 26,8 643,2 1800 2,79
3 MBK GS-3 24 27 648 7600 11,73 Keterangan benda uji MBK GS x
M : Uji Mekanik
BK : Balok Kayu
GS : Geser Sejajar Serat
x : Benda Uji ke
b. Berikut ini contoh perhitungan kuat lentur benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : t (tebal) = 28 mm
b (lebar) = 24 mm
liii
l (panjang) = 270 mm
P (beban) = 2000 N
= 22 21.19.2270.2000.3
..2..3
hbLP = 96,67 MPa
Selanjutnya data perhitungan kuat lentur kruing dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing.
No Kode benda uji
Ukuran penampang Beban maksimum
(N)
MOR = 2..2..3hbLP
Lebar (mm)
Tebal (mm)
Panjang (mm)
Hasil (MPa)
Rata-rata (MPa)
1 MBK LT-1 19 21 270 2000 96,67 114,26 2 MBK LT -2 19,5 20 270 2300 108,32
3 MBK LT -3 20 21 270 3000 137,80 Keterangan benda uji MBK LT x
M : Uji Mekanik
BK : Balok Kayu
LT : Lentur
x : Benda Uji ke
c. Perhitungan panjang kritis balok (Lcr)
Balok kayu kruing yang digunakan untuk pengujian kuat lentur berukuran 6/10, maka
panjang kritis balok tersebut adalah :
Lcr = .8..6 h
= 52,6.8
100.26,114.6
= 1314,34 mm
4.1.4 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur
Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta, maka didapat data-data berupa beban maksimum dan
liv
defleksi/lendutan yang diderita oleh balok kayu kruing. Dengan data tersebut dan
dengan data-data lain dapat dihitung nilai kuat lentur dari balok kayu kruing tersebut.
Perhitungan kuat lentur kayu kruing menggunakan Persamaan (2.11), di bawah ini
contoh perhitungan benda uji ke-1.
Diketahui data : p (panjang balok) = 221,40 cm
h (tinggi balok) = 9,80 cm
b (lebar balok) = 5,80 cm
Ls (jarak tumpu) = 200,00 cm
y (ordinat titik berat) = 4,90 cm
Pmax (beban maksimum) = 1450 kg
A (jarak P ke tumpuan) = 66,67 cm
q (berat sendiri) = 0,06 kg/cm
It (Momen inersia) = 380,980,5121 xx = 454,9095 cm4
Kuat Lentur ( Fb ) t
s
t I
aPqLy
IyM
281
.2
( kg/cm2 )
9095,454
90,467,662
145020006,081 2 xxxx
2/00,524 cmkg
lv
Selanjutnya data perhitungan kuat lentur kayu kruing tercantum pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing.
No
Kode
Sampel
h
(cm)
b
(cm)
Ls
(cm)
Pmax
(kg)
q
(kg/cm)
Kuat
Lentur
kg/cm2
Kuat
lentur
rata-rata
kg/cm2
1 BTS-1 9,80 5,80 200 1450 0,06 524,00
720,20
2 BTS-2 10,00 5,80 200 2200 0,07 762,27 3 BTS-3 9,50 5,60 200 2200 0,06 874,32 4 BJ 1-1 10,00 5,70 200 100 0,06 38,50
44,21 5 BJ 1-2 10,00 5,50 200 150 0,07 58,10 6 BJ 1-3 10,60 5,40 200 100 0,06 36,04 7 BJ 2-1 9,80 5,70 200 600 0,06 222,52
206,29 8 BJ 2-2 9,80 5,60 200 550 0,06 207,63 9 BJ 2-3 9,90 5,50 200 500 0,06 188,73
10 BJ 3-1 9,90 6,00 200 700 0,07 241,41 232,19 11 BJ 3-2 9,80 5,50 200 600 0,06 230,44
12 BJ 3-3 10,10 6,20 200 700 0,07 224,72
Setelah menghitung kuat lentur rata-rata dari masing-masing benda uji, kemudian
dibuat grafik perubahan kuat lentur. Grafik perubahan kuat lentur digunakan untuk
melihat perbedaan perubahan kuat lentur yang terjadi antara Balok Tanpa
Sambungan dengan ketiga jenis sambungan vertikal horisontal (butt joint). Agar lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
lvi
Gambar 4.1 Grafik Kuat Lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan Vertikal horisontal (Butt Joint) dengan Alat Sambung Pryda Claw
Nailplate dan Perekat.
Dari Gambar 4.1. Kemudian dianalisa berapa persen besar perubahan kekuatan yang
terjadi antara balok tanpa sambungan dan ketiga jenis sambungan vertikal horisontal
(butt joint). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perubahan Kuat Letur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan Vertikal horisontal.
No Kode Sampel Kekuatan Lentur Rata-rata
(kg/cm2)
Perubahan kuat Lentur
(%)
1 BTS 720,20 0
2 BJ 1 44,21 93,86
3 BJ 2 206,29 71,36
4 BJ 3 232,19 67,76
4.1.5 Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas
4.1.5.1 Perhitungan Modulus Elastisitas Berdasarkan Pengujian
lvii
Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta, maka didapat data-data berupa beban bertahap dan
defleksi/lendutan yang diderita oleh balok kayu kruing. Dengan data tersebut dan
dengan data-data lain dapat dihitung nilai modulus elastisitas dari balok kayu kruing
tersebut.
Perhitungan modulus elastisitas kayu kruing menggunakan Persamaan (2.12), di
bawah ini contoh perhitungan modulus elastisitas Balok Tanpa Sambungan.
Diketahui data : l (panjang balok) = 221,40 cm
h (tinggi balok) = 9,80 cm
b (lebar balok) = 5,80 cm
Ls (jarak tumpuan) = 200,00 cm
y (ordinat titik berat) = 4,90 cm
a (jarak P ke tumpuan) = 66.67 cm
q (berat sendiri) = 0,06 kg/cm
P (proporsional) = 1250 kg
It (Momen inersia) = 380,1180,5121 xx = 454,9095 cm4
Untuk menghitung nilai modulus elastisitas digunakan beban proposional dan
lendutan proposional.
Modulus Elastisitas (E) t
ss
t IqLaL
I
ap
3845
4324
.2 4
22
(kg/cm2)
4245,49095,45438420006,05)67,6642003(
4245,49095,45424
67,662
12504
22
xxxxxxx
xx
x
2/101770,54 cmkg
Selanjutnya untuk data perhitungan modulus elastisitas kayu kruing tercantum pada
Tabel 4.7 sebagai berikut :
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Kayu Kruing.
No Kode H b Ls q P E E
lviii
Sampel Prop. prop. rata-rata
(cm) (cm) (cm) (kg/cm) (kg) (mm) (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 )
1 BTS-1 9,80 5,80 200 0,06 1250 38,62 101770,54
132680,83 2 BTS-2 10,00 5,80 200 0,07 1800 38,52 138047,67
3 BTS-3 9,50 5,60 200 0,06 1500 33,85 158224,28
4 BJ 1-1 10,00 5,70 200 0,06 - - -
- 5 BJ 1-2 10,00 5,50 200 0,07 - - - 6 BJ 1-3 10,60 5,40 200 0,06 - - - 7 BJ 2-1 9,80 5,70 200 0,06 350 12,99 87731,93
80968,48 8 BJ 2-2 9,80 5,60 200 0,06 350 11,68 99115,07 9 BJ 2-3 9,90 5,50 200 0,06 350 20,42 56058,43 10 BJ 3-1 9,90 6,00 200 0,07 350 9,48 111002,56
118483,61 11 BJ 3-2 9,80 5,50 200 0,06 350 8,83 133666,57 12 BJ 3-3 10,10 6,20 200 0,07 400 9,88 110781,70
Untuk mencari beban Proporsional maupun lendutan proporsional dapat
menggunakan grafik hubungan beban dan lendutan kemudian dibuat garis linear,
sehingga beban dan lendutan proposional dapat dibaca. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
lix
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Proporsional pada Balok Tanpa Sambungan 1.
Tabel 4.8 Data pembacaan beban dan lendutan balok tanpa sambungan sampel1.
lx
NO Beban
Lendutan (mm) Keterangan
Dial kiri
(mm) Dial Kanan
(mm)
Rata Defleksi
(mm)
(kg) (N) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 0.65 0.72 0.685 3 100 1000 1.31 1.66 1.485 4 150 1500 2.18 2.90 2.540 5 200 2000 3.83 4.74 4.285 6 250 2500 4.37 5.44 4.905 7 300 3000 5.05 6.34 5.695 8 350 3500 6.07 7.71 6.890 9 400 4000 6.94 8.74 7.840 10 450 4500 10.48 11.25 10.865 11 500 5000 12.04 12.97 12.505 12 550 5500 13.16 14.30 13.730 13 600 6000 14.52 15.91 15.215 14 650 6500 15.82 17.43 16.625 15 700 7000 17.20 19.04 18.120 16 750 7500 19.63 21.79 20.710 17 800 8000 20.95 23.28 22.115 18 850 8500 22.47 24.97 23.720 19 900 9000 23.92 26.42 25.170 20 950 9500 26.16 28.76 27.460 21 1000 10000 27.44 30.28 28.860 22 1050 10500 29.44 32.28 30.860 23 1100 11000 31.80 35.07 33.435 24 1150 11500 33.06 36.54 34.800 25 1200 12000 34.56 38.24 36.400 26 1250 12500 36.65 40.58 38.615 Batas Proporsional 27 1300 13000 39.51 43.81 41.660 28 1350 13500 42.03 46.46 44.245 29 1400 14000 45.02 49.84 47.430 30 1450 14500 47.62 52.79 50.205
Setelah menghitung Modulus Elastisitas rata-rata dari masing-masing benda uji,
kemudian dibuat grafik perubahan Modulus Elastisitas. Grafik perubahan Modulus
Elastisitas digunakan untuk melihat perbedaan perubahan Modulus Elastisitas yang
terjadi antara Balok Tanpa Sambungan dengan ketiga jenis sambungan Vertikal
Horisontal (Butt Joint). Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
lxi
Gambar 4.3 Grafik Modulus Elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan Alat Sambung
Pryda Claw Nailplate dan Perekat.
Dari Gambar 4.3. Kemudian dianalisa berapa persen besar perubahan kekuatan yang
terjadi antara Balok Tanpa Sambungan dan ketiga jenis Sambungan vertikal
horisontal (butt joint). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Perubahan Modulus Elastisitas Balok Kayu Tanpa Sambungan dan Sambungan Vertikal Horisontal (Butt Joint).
No Kode Sampel Modulus Elastisitas
Rata-rata (kg/cm2)
Perubahan Modulus
Elastisitas (%)
1 BTS 132680,83 0
2 BJ 1 - -
3 BJ 2 80968,48 38,97
4 BJ 3 118483,61 10,70
4.1.5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus Estimasi Kuat Acuan
132680,83
0
80968,48
118483,61
lxii
5,7 cm
10 cm
y
z o
h1
h2
5,7 cm
10 cm
y
z o
1,54 cm
5,14cm
0,1 cm
Perhitungan modulus elastisitas lentur (Ew) dilakukan dengan rumus estimasi kuat
acuan: 7.016000GEw MPa
Dimana :
G = berat jenis pada kadar air 15 % = b
b
GG33,11
Gb = berat jenis dasar = m
m
aGG265,011
30
30 ma
Dari hasil pengujian diperoleh data:
m = 13,54 %
Gm = 0,71 gr/cm3 = 7070000 kg/m3
27.07,0 kg/cm 123399,77 MPa 977,1233969,01600016000
69,064,0133,01
64,0133,01
64,071,055,0265,01
71,0265,01
55,030
54,133030
30
xGE
xGGG
xxaGGG
ma
w
b
b
m
mb
Jadi berdasarkan rumus estimasi kuat acuan didapat nilai modulus elastisitas lentur:
Ew = 123399,77 kg/cm2
4.1.5.3 Perhitungan Momen Inersia Tertransformasi Akibat Komposit
a. Momen inersia tertransformasi sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1-1
Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1-1
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
lxiii
74,05 cm0,1 cm
5,7 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm
h1
h2
5,14 cm0,1 cm
5,7 cm
9,8 cm
y
z o
1,54 cm
5,14cm
0,1 cm
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 0,01 = 1,54 cm
h2 = h1 = ½ x 10 = 5 cm
IT = Iw + Is
= 23 )0)(107,5()107,5(121 xx + ( 23 )0)(14,554,1()14,554,1(
121 xx ) x 2
= 509,85 cm4
T
s
T I
aPqLy
IyM
281
.2
x n
85,509
567,662
10020006,081 2 xxxx
x1,54
= 105,22 cm4
b. Momen inersia tertransformasi sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2-1
Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2-1
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 5,14 = 74,05 cm
cm
xxx
xxxx
AAy
h 36,5)1,005,74()14,554,1(2)8,96(
)1,005,74(85,9()14,554,1(9,42)8,97,5(8,921
1
111
h2 = h – h1 = 9,9 – 5,36 = 4,54 cm
lxiv
74,05 cm0,1 cm
6 cm
9,9 cm
y
z o
0,1 cm
h1
h2
5,14 cm0,1 cm
6 cm
9,9 cm
y
z o
0,1 cm 0,1 cm
1,54cm
5,14cm
0,1 cm
IT = Iw + Is
= 23 )8,92136,5)(8,97,5()8,97,5(
121 xxx +2( 23 )8,9
2136,5)(14,554,1()14,554,1(
121 xxx )
+ 23 )1,02154,4)(1,005,74()1,005,74(
121 xxx
= 646,36 cm4
T
s
T I
aPqLy
IyM
281
.2
x n
36,646
54,467,662
60020006,081 2 xxxx
x74,05
= 10559,37 cm4
c. Momen inersia tertransformasi vertikal horisontal (butt joint) 3-1
Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3-1
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 5,14 = 74,05 cm
h2 = h1 = ½ x 10,1 = 5,05 cm
IT = Iw + Is
= 23 )0)(9,96()9,96(121 xx + 2x( 23 )0)(14,554,1()14,554,1(
121 xx )
+ 2x( 23 )5)(1,005,74()1,005,74(121 xx )
= 890,26 cm4
lxv
T
s
T I
aPqLy
IyM
281
.2
x n
26,890
05,567,662
60020007,081 2 xxxx
x 74,05
2/64,9948 cmkg
Dari hasil perhitungan diperoleh inersia tertransformasi sambungan vertikal
horisontal (butt joint) variasi 1, 2, 3 berturut turut sebagai berikut 525,61 cm4 :
640,83 cm4: 890,59 cm4, sehingga perbandingannya adalah 1: 1,2: 1,7 .
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kadar Air
Banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi tergantung dari suhu dan kelembaban
udara disekitarnya dan tergantung dari jenis kayu. Kadar air besarnya bervariasi
menurut jenis kayu dan perbedaan umur kayu. Kayu dari mulai ditebang sampai siap
dibuat produk akan mengalami penurunan kadar air. Kadar air kering udara di
Indonesia berkisar antara 12 % sampai 18 % atau rata-rata 15%.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kadar air rata-rata kayu kruing adalah
13,54 %. Sehingga dalam pengujian ini, kondisi kayu yang digunakan telah
memenuhi syarat kering udara.
4.2.2 Berat Jenis
Faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu antara lain tempat tumbuh dan iklim,
letak geografis dan spesies serta letak bagian kayu. Berat jenis kayu berkisar antara
0,2 gr/cm3 hingga 1,28 gr/cm3. Makin besar berat jenis kayu umumnya makin kuat
pula kayunya dan semakin kecil berat jenis kayu, akan berkurang pula kekuatannya.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai berat jenis rata-rata kayu kruing adalah
0,69 gr/cm3, sehingga kayu kruing termasuk kayu dengan berat sedang (0,6-0,75).
4.2.3 Kuat Lentur
lxvi
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kuat lentur rata-rata kayu kruing utuh
adalah 720,20 kg/cm2, nilai kuat lentur rata-rata sambungan vertikal horisontal (butt
joint) 1 adalah 44,21 kg/cm2, nilai kuat lentur rata-rata sambungan vertikal horisontal
(butt joint) 2 adalah 206,29 kg/cm2 dan nilai kuat lentur rata-rata sambungan vertikal
horisontal (butt joint) 3 adalah 232,19 kg/cm2.
Jika dibandingkan dari ke empat jenis sampel kayu kruing, maka kayu utuh memiliki
kuat lentur yang paling tinggi daripada ketiga jenis sambungan tersebut. Hal ini
disebabkan karena serat-serat kayu pada kayu kruing utuh masih baik sehingga
mampu menahan gaya momen lentur yang terjadi, tidak seperti yang terjadi pada
ketiga jenis sambungan tersebut, serat kayu banyak yang terpotong dan rusak pada
proses penyambungan kayu. Dengan melihat hasil kuat lentur dari sambungan
vertikal horisontal (butt joint) 1, sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 dan
sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 nilai kuat lentur mengalami peningkatan.
Meningkatnya kuat lentur dipengaruhi oleh jumlah Claw Nail Plate pada sambungan,
sehingga mengakibatkan semakin besar nilai kuat lentur yang diperoleh.
Pada penelitian yang sudah dilakukan pada sambungan vertikal horisontal (Butt
Joint) menggunakan perekat menghasilkan kuat lentur maksimal pada panjang
sambungan 4h dengan nilai 142,54 kg/cm2. Sedangkan pada penelitian ini
menghasilkan kuat lentur maksimal 232,19 kg/cm2, jadi penambahan alat sambung
Pryda Claw Nail Plate mampu meningkatkan kuat lentur yang signifikan.
Dengan melihat hasil kuat lentur dari sambungan vertikal horisontal (Butt Joint)1, 2
dan 3, maka mengalami peningkatan secara linier. Hal ini disebabkan karena adanya
aksi komposit dimana kekuatan bahan plat pryda lebih besar dibanding kekuatan
kayu. Adanya aksi komposit ini akan mempengaruhi bentuk penampang dan momen
inersia penampang. Hal ini mengakibatkan penampang pada balok mengalami
transformasi yang mana tegangan yang diterima plat akan ditransfer ke balok kayu
dan beraksi sebagai kesatuan utuh untuk menahan semua tegangan lentur.
4.2.4 Modulus Elastisitas
Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa modulus elastisitas Balok Tanpa
Sambungan lebih besar daripada modulus elastisitas Balok Sambungan dengan ketiga
jenis sambungan vertikal horisontal (butt joint). Hal ini disebabkan karena serat-serat
lxvii
kayu pada kayu kruing utuh masih baik sehingga elastisitasnya lebih baik
dibandingkan dengan ketiga jenis sambungan tersebut, karena serat kayu pada
sambungan vertikal horisontal (butt joint) banyak yang terpotong dan rusak pada
proses penyambungan kayu.
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat hasil modulus elastisitas dari sambungan vertikal
horisontal (butt joint) 2 dan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 cenderung
naik. Pada sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 nilai modulus elastisitas tidak
dapat ditentukan. Hal ini terjadi karena sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1
sudah mengalami kerusakan pada pembebanan 100 kg-150 kg, sehingga sulit untuk
menentukan batas proporsional beban dan lendutan dengan hasil pembacaan beban
dan lendutan yang diperoleh dalam penelitian. Nilai lendutan pada sambungan
vertikal horisontal (butt joint) 1 dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.4.
Tabel 4.10 Pembacaan Lendutan Akibat Beban Pada BJ1
No
Beban Lendutan
Keterangan
(Kg) ( N )
Dev Kiri
(mm)
Dev Kanan (mm)
Rata Defleksi (mm)
1 0 0 0 0 0 2 50 500 2,39 2,65 2,520 3 100 1000 11,81 11,15 11,480
Gambar 4.4 Grafik Lendutan Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1
Dengan alat Sambung Pryda Claw Nailplate dan Perekat.
lxviii
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai modulus elastisitas rata-rata kayu kruing
utuh adalah 132680,83 kg/cm2, nilai ini mendekati perhitungan modulus elastisitas
dengan rumus estimasi kuat acuan dengan nilai adalah Ew = 123399,77 kg/cm2.
Perbedaan yang terjadi pada modulus elastisitas hasil pengujian dengan modulus
elastisitas hasil rumus estimasi mungkin disebabkan karena kekurangtelitian dalam
membaca penurunan balok kayu pada dial gauge saat melakukan pengujian sehingga
nilai defleksi atau penurunan balok kayu yang terbaca kurang akurat.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Nilai kuat lentur dan modulus elastisitas kayu kruing utuh / tanpa sambungan
adalah sebagai berikut:
a. Kayu kruing utuh / tanpa sambungan mempunyai nilai kuat lentur yaitu
720,20 kg/cm2.
b. Besarnya nilai modulus elastisitas kayu kruing utuh berdasarkan pengujian di
laboratorium yaitu 132680,83 kg/cm2.
c. Besarnya modulus elastisitas kayu kruing berdasarkan rumus estimasi adalah
Ew = 123399,77 kg/cm2.
d. Perbedaan nilai modulus elastisitas penelitian dengan nilai modulus elastisitas
rumus estimasi disebabkan oleh kekurangtelitian dalam pembacaan dial gauge
saat melakukan penelitian, sehingga nilai penurunan yang dihasilkan kurang
akurat.
2. Nilai kuat lentur dan modulus elastisitas kayu kruing pada sambungan vertikal
horisontal (butt joint) 1, sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 dan
sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 adalah sebagai berikut:
a. Kapasitas lentur sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 adalah 44,21
kg/cm2.
lxix
b. Kapasitas lentur sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 adalah 206,29
kg/cm2.
c. Kapasitas lentur sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 adalah 232,19
kg/cm2.
Dengan melihat hasil kuat lentur dari sambungan sambungan vertikal horisontal (butt
joint) 1, sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 dan sambungan vertikal
horisontal (butt joint) 3 nilai kuat lentur mengalami peningkatan. Meningkatnya kuat
lentur dipengaruhi oleh jumlah Claw Nail Plate pada sambungan, sehingga
mengakibatkan semakin besar nilai kuat lentur yang diperoleh. Jumlah Claw Nail
Plate yang semakin banyak, aksi komposit dan transformasi penampang menjadi
lebih besar sehingga kuat lentur yang diperoleh juga semakin besar.
d. Modulus elastisitas sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 tidak dapat
tidak dapat ditentukan, karena nilai lendutan yang diperoleh pada pengujian
sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menentukan modulus elastisitas. Hal ini terjadi karena sambungan
vertikal horisontal (butt joint) 1 sudah mengalami kerusakan pada
pembebanan 100 kg-150 kg.
e. Modulus elastisitas sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 adalah
80968,48 kg/cm2.
f. Modulus elastisitas sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 adalah
118483,61 kg/cm2.
5.2 Saran
Beberapa saran yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yang telah
dilakukan yang mungkin dapat bermanfaat, antara lain:
1. Perlu dikembangkan variasi penempatan Claw Nail Plate pada sambungan
vertikal horisontal (butt joint) kayu kruing agar mampu meningkatkan kuat lentur
kayu sambungan sehingga bisa mendekati kuat lentur dari kayu utuh.
2. Dalam penggunaan perekat sebagai alat sambung proporsi pencampuran perekat
harus tepat dan sebaiknya perekat dioleskan secara merata pada bagian yang akan
direkatkan.
3. Sebaiknya dalam pembacaan Dial Gauge dilakukan dengan cermat agar
terhindar dari kesalahan pembacaan.
lxx
4. Perlu ditingkatkan ketelitian dan keahlian pekerja dalam pembuatan benda uji
karena sangat mempengaruhi keberhasilan dari penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Awaludin, A. 2002. Konstruksi Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil
FT UGM. Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi
Kayu. SNI. Jakarta.
Dumanauw J.F, 1990. Mengenal Kayu, Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang.
Gere J.M dan Timoshenko S, 1996. Mekanika Bahan. Edisi kedua. Erlangga. Jakarta.
Joko T, 2009. Pengaruh Panjang Sambungan Vertikal Horisontal (Butt Joint)
Terhadap Kuat Lentur Balok Kayu. Skripsi. Program Studi Teknik
Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pryda. (2008, Juli). Pryda Product Training Manual. ITW Australia online : Pryda
Australia [Online]. Tersedia di: http://www.pryda.com.au/uploads/pryda catalog
juli 2008. [2009, Maret].
Pryda. (2009, Desember). Pryda Catalogue April 2009. ITW Australia online :
PrydaAustralia[Online].Tersedia di:http://www.pryda.com.au/uploads/pryda
catalog Desember 2009.[2009, 21 Desember].
Puspantoro, B. 1992. Sambungan Kayu Pintu dan Jendela. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta.
Wahyono, Djoko FX. 1994. Konstruksi Kayu. Edisi Pertama. Andi Ofset.
Yogyakarta.
Wiryomartono, S. 1976. Konstruksi Kayu Jilid I. Fakultas Teknik Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.