PENGARUH MANAJEMEN TEMPAT WISATA SEBELUM DAN SESUDAH DIKELOLA PEMERINTAH TERHADAP PENERIMAAN...

41
PENGARUH MANAJEMEN TEMPAT WISATA SEBELUM DAN SESUDAH DIKELOLA PEMERINTAH TERHADAP PENERIMAAN RETRIBUSI DI KABUPATEN MAGETAN Elly Eviana Wijayanti Universitas Negeri Surabaya Email : [email protected] Abstract Related to the management of the first sights that are managed privately transferred to Local Government. Magetan must make and have bylaws to regulate it. Which ultimately determined Regency Regulation No. 13 of 2005 Magetan About Levy Recreation and Sports and the revised No. 2 of 2012 on Business service levies. Basically with the transfer of management rights of private parties to the local governments can levy receipts and PAD region itself. With the methods and forms of proper socialization and true to create an understanding of the substance and the provisions stipulated in the System Acceptance Levy. Keyworks: management of tourist attractions, Levy Proceeds Abstrak Berkaitan dengan manajemen tempat wisata yang awalnya dikelola pihak swasta yang dialihkan ke Pemerintah Daerah. Kabupaten Magetan harus membuat dan memiliki peraturan daerah untuk mengaturnya. Yang akhirnya ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan

description

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Elly Wijayanti,

Transcript of PENGARUH MANAJEMEN TEMPAT WISATA SEBELUM DAN SESUDAH DIKELOLA PEMERINTAH TERHADAP PENERIMAAN...

PENGARUH MANAJEMEN TEMPAT WISATA SEBELUM DAN SESUDAH DIKELOLA PEMERINTAH TERHADAP PENERIMAAN RETRIBUSI DI KABUPATEN MAGETANElly Eviana WijayantiUniversitas Negeri SurabayaEmail : [email protected]

AbstractRelated to the management of the first sights that are managed privately transferred to Local Government. Magetan must make and have bylaws to regulate it. Which ultimately determined Regency Regulation No. 13 of 2005 Magetan About Levy Recreation and Sports and the revised No. 2 of 2012 on Business service levies. Basically with the transfer of management rights of private parties to the local governments can levy receipts and PAD region itself. With the methods and forms of proper socialization and true to create an understanding of the substance and the provisions stipulated in the System Acceptance Levy.

Keyworks: management of tourist attractions, Levy Proceeds

AbstrakBerkaitan dengan manajemen tempat wisata yang awalnya dikelola pihak swasta yang dialihkan ke Pemerintah Daerah. Kabupaten Magetan harus membuat dan memiliki peraturan daerah untuk mengaturnya. Yang akhirnya ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga dan sudah direvisi Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha. Pada dasarnya dengan pengalihan hak pengelolaan dari pihak swasta ke pihak pemerintah daerah dapat meningkatkan penerimaan retribusi dan PAD daerah itu sendiri. Dengan metode dan bentuk sosialisasi yang tepat dan benar dapat menciptakan pemahaman atas subtansi dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Sistem Penerimaan Retribusi.

Keyworks : manajemen tempat wisata, Penerimaan Retribusi

PENDAHULUANLatar BelakangRetribusi sebagai salah satu penerimaan daerah yang dikelola atau dimanfaatkan pemerintah untuk menambah pendapatan daerah yang memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan konstribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi daerah itu sendiri. Salah satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perpajakan. Pengaturan mengenai Penerimaan Retribusi dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Penerimaan Pajak Derah dan Retribusi Derah sebagaimana telah diubah atau direvisi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Penerimaan Retribusi saat ini telah mengalami pertumbuhan dan volume usaha yang meningkat dan berkembang secara pesat dalam penerimaannya.Pariwisata berpotensi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Spillane (2003:2), menyatakan bahwa pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun international. Salah satu penerimaan Retribusi Daerah berasal dari sektor Pariwisata. Pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan diperlukan persiapan yang dilakukan untuk melakukan aktivitas ini. Kegiatan ini dapat dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu ( H.Kodhyat: 1983 ). Melihat dari sifatnya pariwisata bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ketempat asalnya. Kegiatan ini juga melibatkan beberapa komponen wisata seperti, sarana transportasi, akomodasi, restoran, obyek wisata, souvenir dan lain-lain.Industri pariwisata saat ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan atau organisasi yang menjual barang atau jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri wisata saat ini adalah satu strategi yang dipakai atau dikelola organisasi baik pemerintah maupun non pemerintah daerah itu sendiri untuk mempromosikan wilayahnya atau daerahnya sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang atau jasa kepada orang lokal maupun non lokal. Tempat wisata sendiri merupakan sebuah tempat rekreasi atau tempat berwisata, obyek wisatanya dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut, telaga, atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum tempat peninggalan-peninggalan benda bersejarah.Keberhasilan suatu kegiatan pariwisata sangat ditentukan oleh tingkat kualitas pelayanan yang diberikan kepada pengunjung/wisatawan, karena kualitas pelayanan dipercaya sangat berbanding lurus dengan kepuasan pengunjung/wisatawan dan jika kepuasan pengunjung/wisatawan terpenuhi diharapkan apresiasi dalam upaya memperbaiki tata cara pelayanan dapat menjadi lebih baik (Budiono, 2004:60). Kualitas pelayanan merupakan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan yang diterima dengan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima dan orientasi semua sumber daya manusia dalam suatu perusahaan terhadap kepuasan pelanggan. Adapun tujuannya adalah pemeliharaan pelanggan (customer maintance), menjaga dan mempererat pelanggan (customer retention), dan mengembangkan pelanggan baru (new customer development) (Diaz Martin, et.al, 2000:139; Tschohl dalam Sanyoto, 2003:16; Shonk dan Chelladurai, 2008:588; Parasuraman et al dalam Baki et al, 2008:106; Zeithaml dan Bitner dalam Pollack, 2009:43; Augustyn dan Ha, 2010:231). Kualitas pelayanan pariwisata secara langsung tergantung pada keramahtamahan, daya tarik lokasi, produk-produk lokal dan lain-lain. Dimensi kualitas pelayanan pariwisata meliputi keamanan, kenyamanan, suasana, privasi, rasa hormat, keramahan, kompetensi, empati, kehandalan, daya tanggap, santun dan jujur (Crilley, 2005:97). Kualitas pelayanan yang dirasakan dari pariwisata dikatakan untuk mempengaruhi kepuasan wisatawan, dan mereka selalu memberikan yang terbaik bagi wisatawan yang pada akhirnya mempengaruhi niat wisatawan untuk kembali ( Rukuiziene,2009:136). Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan (wisatawan/pengunjung) akan tercapai apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan yang diharapkan. Alves dan Viera (2006:34), menyatakan bahwa kualitas pelayanan sebagai pengukuran sejauh mana kualitas pelayanan yang ditawarkan memungkinkan untuk memenuhi harapan pelanggan.Dengan adanya tempat wisata di berbagai daerah, peluang ini dimanfaatkan oleh pemerintah maupun non pemerintah untuk mengelola obyek wisata yang ada. Penerimaannya pun berupa penerimaan retribusi jasa usaha dari pungutan-pungutan yang di bayarkan oleh pengunjung maupun para penyedia barang dan jasa di tempat tersebut. Penerimaan pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan daerahnya juga berasal dari beberapa sumber, salah satu sumber penerimaan tersebut adalah Retribusi Daerah. Untuk dapat membiayai dan memajukan daerah dapat ditempuh suatu kebijksanaan dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dan retribusinya, dimana setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.Salah satu Retribusi daerah yang potensinya semakin berkembang dengan seiringnya waktu, dengan semakin diperhatikannya komponen sektor jasa dan pariwisata dalam kebijakan pembangunan sehingga dapat menunjang berkembangnya bisnis pariwisata adalah retribusi jasa usaha dari retribusi masuk wisata, retribusi penyedia Jasa wisata, dan pemanfaatan fasilitas di lokasi wisata.Pengelolaan tempat wisata sangat berpengaruh terhadap potensi tempat wisata itu sendiri, tingkat kenyaman dan kepuasan pengunjung menjadi prioritas utama di dalamnya, karena semua pendapatan berasal dari pengunjung. Dari pendapatan untuk retribusi masuk tempat wisata sampai pendapatan untuk para pedagang yang berada di tempat wisata tersebut. Pihak yang mengelola pun berpengaruh pada penerimaan pendapatannya. Kabupaten Magetan, salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, yang memiliki potensi wisata berupa telaga, yaitu Telaga Sarangan yang tempat wisatanya cukup potensial untuk dikembangkan sehingga di sini sektor pariwisata dan beberapa sektor terkait, contohnya sektor perdagangan dan penyedia barang atau jasa, merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan retribusi yang bisa digali dan terus dikembangkan. Dengan adanya potensi wisata alam ini merupakan salah satu andalan kabupaten Magetan yang selayaknya memberikan konstribusi terhadap beberapa penerimaan retribusi yang ada. Konstribusinya dapat berasal dari retribusi jasa usaha yang dipungut atas dasar pemberian jasa dan pelayanan oleh tempat wisata di Kabupaten Magetan. Sesuai dengan Undanh-undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 64 tentang Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Dan diatur pada pasal 6 ayat 1 yang berisi tentang penetapan besarnya pajak yaitu 5% untuk kabupaten/kota dari penerimaan pajak dan retribusi dalam tahun anggaran berkenaan untuk tiap jenis pajak dan retribusi.Dengan adanya fenomena dan manfaat penelitian ini, maka peneliti ingin meneliti dan memfokuskan penelitian ini pada Pengaruh Manajemen Tempat Wisata Sebelum dan Sesudah dikelola Pemerintah Terhadap Penerimaan Retribusi.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu;1. Bagaimana pengaruh manajemen tempat wisata sebelum dikelola pemerintah terhadap penerimaan retribusi?2. Bagaimana pengaruh manajemen tempat wisata sesudah dikelola pemerintah terhadap penerimaan retribusi?Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh manajemen tempat wisata sebelum dan sesudah dikelola pemerintah terhadap penerimaan retribusi.

Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada kami dan beberapa pihak, antara lain :a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi kesempatan kepada penulis untuk menerapkan ilmu yang dipelajari.b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaat, potensi, dan prospek yang dimiliki oleh suatu organisasi.KAJIAN PUSTAKAPengertian Pajak daerah dan Retribusi DaerahDasar hukum pemungutan pajak daerah dan Retribusi daerah adalah Undang-undang No 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang No 28 Tahun 2009. Pajak DaerahPajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apabila memperhatikan prinsip umum perpajakan yang baik dengan bertitik tolak dengan pendapat Adam Smith dan ekonom-ekonom Inggris yang lain, maka menurut Musgrave haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :a. Penerimaan/ pendapatan harus ditentukan dengan tepat;b. Distribusi beban pajak harus adil artinya setiap orang harus dikenakan pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya;c. Yang menjadi masalah penting adalah bukan hanya pada titik mana pajak tersebut harus dibebankan, tetapi oleh siapa pajak tersebut akhirnya harus ditanggung;d. Pajak harus dipilih sedemikian rupa untuk meminimumkan terhadap keputusan perekonomian dalam hubungnnya dengan pasar efisien;e. Struktur pajak harus memudahkan penggunaan kebujakan fiskal untuk mencapai stabilitasi dan pertumbuhan ekonomi;f. Sistem pajak harus menerapkan administrasi yang wajar dan tegas / pasti serta harus dipahami oleh wajib pajak.g. Biaya administrasi dan biaya-biaya lain harus serendah mungkin jika dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.Untuk mempertahankan prinsip tersebut di atas, maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :a. Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dari ongkos pemungutannya;b. Relatif stabil, artinya penerimaan pajak tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara tajam;c. Basis pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).Melihat definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahhwa Pajak daerah merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Diatur berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan daerah.Sistem Pemungutana) Official assessment system adalah suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.Dengan sistem ini masyarakat (Wajib Pajak) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh Fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.b) Self assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.Dalam sistem ini Wajib pajak yang aktif sedangkan Fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang, kecuali Wajib Pajak melanggar ketentuan yang berlaku.c) Withholding system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/ memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus.Pada sistem ini fiskus dan wajib pajak tidak aktif, fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan/ pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.Retribusi DaerahRetribusi Daerah yang disebut juga dengan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi juga bisa disebut juga dengan jasa, jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Sesuai dengan jenisnya, jenis Retribusi Daerah di bagi menjadi tiga golongan, yaitu :1. Retribusi Jasa Umum2. Retribusi Jasa Usaha3. Retribusi Perizinan TertentuPrinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Daerah sebagai Retribusi Jasa Umum berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Retribusi Jasa Usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara ofisien dan berorientasi pada harga pasar. Retribusi Perizinan Tertentu berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Dalam penetapan tarif retribusi dapat ditinjau kembali paling lama lima tahun sekali. Tata cara pelaksanaan pemungutan reetribusi dan tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluarsa di tetapkan oleh Kepala daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD)Pendapatan asli daerah merupakan tolok ukur yang penting untuk menentukan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa. Pajak daerah, pajak retribusi daerah, hasil perusahaan milikk daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain merupakan pendapatan asli daerah. Menurut aAteb Adya Barata yang dimaksud dengan pendapatan asli daerah adalah pendapatan daerah adalah semua hak ppemerintah daerah yang di akui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Dalam arti luas pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah ( Barata, 2004:90 )Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan dan pembiayaan. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan, sedangkan pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan2. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana perimbangan terdiri dari dua jenis, yaitu dana bagi hasil dan dana transfer. Dana bagi hasil terdiri dari bagi hasil penerimaan pajak (tax sharing) dan bagi hasil penerimaan Sumber Daya Alam (SDA). Adapun yang termasuk dalam pembagian hasil perpajakan adalah Pajak Penghasilan (PPh) perorangan, PBB, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan pembagian hasil penerimaan dari SDA berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Dana transfer sebagai komponen dana perimbangan lainnya, terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pengertian PariwisataPariwisata didefinisikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu pengetahuan. Perjalanan wisata harus memenuhi tiga persyaratan, berikut: (1) bersifat sementara, (2) bersifat sukarela, dan (3) tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah atau bayaran (Spillane, 1994; Ecker et al., 2010). Prideaux and Cooper (2002) mendefinisikan pariwisata sebagai perjalanan sementara seseorang dengan tujuan ke luar dari tempat tinggalnya dan tempat bekerjanya, melakukan kegiatan selama berada di tempat tujuan dan menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut ABS (2004) dalam AEGIS (2007) pariwisata adalah perjalanan menuju atau tinggal di suatu tempat selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan hiburan, bisnis atau keperluan lain. Definisi lain disampaikan Dove (2004) dalam Oredegbe dan Fadeyibi (2009) yang membatasi pariwisata sebagai perjalanan meninggalkan rumah dan lingkungan sekitar untuk tujuan liburan dan hiburan. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Pariwisata merupakan anatomi dari gejala-gejala yang terjadi dari tiga unsur antara lain manusia (man) yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata, ruang (space) yaitu daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan 8 wisata, dan waktu (time) yaitu waktu yang digunakan selama perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata (Wahab, 1994; Sznajder, Prezezborska and Scrimgeour, 2009).Berkembangnya pariwisata akan berakibat ganda terhadap sektor lainnya seperti pertanian, peternakan, industri, perdagangan, hotel dan restoran. Industri pariwisata merupakan mata rantai kegiatan yang sangat panjang mulai dari kegiatan biro perjalanan, kerajinan rakyat, kesenian daerah, pengangkutan, perhotelan, restoran, kegiatan pemanduan, pemeliharaan dan pengembangan objek wisata (Spillane, 1994; Sugiarti, Ernawati dan Birtles, 2003; Sznajder, Prezezborska and Scrimgeour, 2009). Mangiri (2003) mengelompokkan empat kebutuhan dasar yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata di tempat tujuan wisata yaitu: (1) angkutan, (2) akomodasi dan pangan, (3) daya tarik, dan (4) kemudahan. Jenis-jenis pariwisata yang didasarkan pada motif wisata antara lain : (1) Pariwisata untuk bersenang-senang atau tamasya (pleasure tourism) yang umumnya berpindah-pindah tempat, (2) pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism), (3) pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism), (4) pariwisata untuk olahraga (sport tourism), (5) pariwisata untuk urusan dagang (business tourism), (6) pariwisata untuk berkonvensi (convention tourism), (7) pariwisata untuk kesehatan (health tourism), (8) pariwisata sosial (social tourism), dan (9) pariwisata untuk kepentingan spiritual atau keagamaan (spiritual tourism) (Soekadijo, 1996; Hunt and Stronza, 2009).Metedologi penelitianPenelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif karena penelitian ini lebih bersifat menggambarkan dan menganalisa data-data yang telah didapat. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat ada tidaknya pengaruh manajemen tempat wisata sebelum dan sesudah dikelola pemerintah terhadap penerimaan retribusi tempat wisata. Metode penelitian deskriptif kualitatif pada pelaksanaannya meliputi analisis, pendataan, dan interpretasi tentang arti dan data yang ditujukan untuk mendiskrpsikan tentang sistem manajemen tempat wisata terhadap penerimaan retribusi daerah. Metode kualitatif adalah metode untuk menyelidiki objek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat eskak.Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Penelitian ini menggunakan data Sekunder berupa Peraturan Daerah Kabupaten Magetan dan data sekunder berupa laporan penerimaan retribusi menjadi pajak daerah, Undang-Undang Retribusi dan Undang-Undang PDRD. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, mendapatkan data dengan observasi dan wawancara. Objek penelitian adalah Tempat Wisata Telaga Sarangan, Dinas Pariwisata, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Magetan.Menurut Arikunto (2002:158) metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dimana peneliti menyelidiki peraturan-peraturan, dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengetahui sistem manajemen tempat wisata sebelum dan sesudah dikelola pemeritah terhadap penerimaan Retribusi di Kabupaten Magetan.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Menurut Bagdan dan Taylor (1975:5) yang kemudian dikutip oleh Moleong (2000:3) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif dari penelusuran dokumen, wawancara, dan penarikan kesimpulan. Jadi pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan, peristiwa-peristiwa, pengetahuan atau obyek studi. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya.PEMBAHASANSalah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) ialah Ritribusi Daerah. Ritribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi sendiri terdiri dari Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu.Retribusi Daerah yang diberlakukan di Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka peraturan Daerah di bidang Retribusi Daerah perlu disesuaikan.Pada dasarnya tidak banyak perbedaan yang besar antara ketentuan mengenai Retribusi Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Retribusi Jasa Usaha berada pada pasal 18 ayat 1 (b)) dan Retribusi Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (Retribusi Jasa Usaha berada pada BAB VI Bagian Ketiga Pasal 126). Tidak ada perbedaan dalam perevisiannya, hanya penjelasannya lebih terperinci disini dan pemerintah dapat menetapkan kebijakan perpajakan yang sesuai dengan daerahnya.Secara konsepsional, terdapat beberapa perbedaan dalam dasar pemikiran mengenai kebijakan Retribusi Daerah pada golongan Retribusi Jasa Usaha untuk Tempat Pariwisata yang semula dikelola swasta (Organisasi masyarakat) dan sekarang dikelola Pemerintah Daerah, antara lain: 1.Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)Penetapan Retribusi Jasa Usaha sebagai Retribusi Daerah akan meningkatkan pendapatan yang bersumber dari daerah itu sendiri (Pendapatan Asli Daerah). Hal ini berbeda dengan penerimaan Retribusi Jasa Usaha saat di kelola swasta, meskipun pendapatannya kemudian diserahkan kepada daerah, penerimaan ini tidak seluruhnya dimasukkan ke dalam kelompok pendapatan asli daerah, melainkan juga sebagai dana yang diberikan kepada pengurus tempat wisata untuk dibagikan kepada pihak yang terlibat dalam pengelolaannya.2.Meningkatkan Akuntabilitas DaerahDengan menetapkan Retribusi Jasa Usaha sebagai manajemen Pemerintah Daerah, maka kebijakan Retribusi Jasa Usaha (objek, subjek, tarif, dan dasar pengenaan pajak) ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Daerah itu sendiri dan disesuaikan dengan kondisi dan tujuan dalam pembangunan daerah. Demikian pula dengan pemungutannya, sepenuhnya dilakukan oleh Peraturan Pemerintah Daerah sehingga optimalitas pemungutannya tergantung pada kemampuan dan kemauan daerah. Selanjutnya, penggunaan hasil Retribusi Daerah ditentukan oleh daerah (melalui proses alokasi dalam APBD). Dengan demikian Pemerintah Daerah mempertanggungjawabkan segala sesuatu terkait dengan pemungutan retribusi Jasa Usaha kepada masyarakat di daerahnya.Argumentasi lain yang mendukung kebijkan pemindahan Retribusi Jasa Usaha untuk Tempat Wisata yang awalnya dikelola swasta dan sekarang dikelola pemerintah adalah dengan meningkatnya pendapatan asli daerah. Secara teoritis, pengalihan suatu manajemen dari swasta ke pemerintah akan dapat meningkatkan kualitas pendapatan dan pengeluaran daerah. Meningkatnya pendapatan asli daerah akan menjadi lebih baik dengan semakin besarnya penerimaan yang bersumber dari Retribusi Jasa Usaha daerah tersebut. Peningkatan Pendapatan daerah secara langsung akan memperbaiki kualitas pelayanan publik yang merupakan salah satu tujuan kebijakan otonomi daerah. Pada hal ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.Dasar pemungutan Retribusi adalah Peraturan Daerah yang memuat ketentuan mengenai objek pajak, subjek pajak, wajib pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak, dan lain-lain. Kewenangan pemungutan Retribusi Jasa Usaha untuk Pariwisata di Kabupaten Magetan dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan Daerah, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Magetan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi Olah Raga yang sudah di revisi menjadi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan Daerah, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksakan kewenangan pemerintah daerah di bidang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi dan tugas pembantuan.Pada saat manajemen tempat wisata dikelola swasta (Organisasi Masyarakat) untuk retribusi jasa usaha, tarifnya tidak ditentukan pemerintah dan pemerintah tidak tau manau tentang tarif dan kenaikannya karena tidak ada dasar hukum dalam pengelolaannya. Sistem yang digunakan adalah perjanjian antara Dinas Pariwisata dan Swasta dalam pendapatan daerah yang masuk ke Kas Daerah. Perjanjian tersebut diatur dalam surat nomor 072/343/403.204/1996 yang berisi tentang perjanjian antara pihak pengelola tempat wisata yang saat itu dikelola swasta dengan pihak pemerintah daerah Kabupaten Magetan. Jadi penerimaan Retribusi Jasa Usahanya tidak seluruhnya masuk ke pendapatan daerah. Perjanijan tersebut hanya berlaku selama 10 tahun karena pada tahun 2005 pengelolaan sudah diambil alih oleh pemerintah daerah.Pada saat manajemen tempat wisata diambil alih pemerintah untuk retribusi jasa usaha, tarif dan pengenaan pajaknya diatur dalam peraturan daerah. Pemerintah mengatur dan menetapkan jumlah tarif Retribusi sesuai dengan dasar hukumnya. Peraturannya diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Magetan Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi Olah Raga yang sudah di revisi menjadi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha. Disini terlihat sekali saat dikelola pemerintah manajemennya lebih tertata dengan adanya peraturan daerah sebagai dasar hukumnya, pendapatan asli daerah pun meningkat, bahkan peningkatannya sangat signifikan.Tabel.1 Penetapan Tarif Retribusi Jasa Usaha Tempat Wisata Kabupaten Magetan pada tahun 2005No.Jenis PelayananBesarnyaRetribusi

123

1.Telaga Sarangan:

a.Setiap orang sekali masuk dikenakan Retribusi

1) DewasaRp. 4.000,00

2) Anak umur 4 sampai dengan 12 tahunRp. 3.000,00

b.Kendaraan sekali masuk dikenakan Retribusi

1) Sepeda MotorRp. 1.000,00

2) Truk,busRp. 5.000,00

3) Colt, sedanRp. 3.000,00

2.Usaha Jasa Wisata

a. Retribusi terhadap pemilik kuda yang disewakan/hari operasionalRp. 2.000,00

b. Retribusi terhadap pengusaha foto per hari operasionalRp. 2.000,00

c. Retribusi terhadap pemilik perahu yang disewakan1) Perahu bermotor/hari operasional2) Perahu bebek per hari operasional

Rp. 2.500,00Rp. 2.000,00

3.Pemanfaatan fasilitas di lokasi wisata

Kamar kecil per sekali pakaiRp. 500,00

Tabel.2 Penetapan Tarif Retribusi Jasa Usaha Tempat Wisata Kabupaten Magetan pada tahun 2012No.Jenis PelayananBesarnyaRetribusi

123

1.Telaga Sarangan:

a.Setiap orang sekali masuk dikenakan Retribusi

3) DewasaRp. 7.500,00

4) Anak umur 4 sampai dengan 12 tahunRp. 5.000,00

b.Kendaraan sekali masuk dikenakan Retribusi

4) Sepeda MotorRp. 2.500,00

5) Truk,busRp. 10.000,00

6) Colt, sedanRp. 5.000,00

2.Usaha Jasa Wisata

d. Retribusi terhadap pemilik kuda yang disewakan/hari operasionalRp. 3.000,00

e. Retribusi terhadap pengusaha foto per hari operasionalRp. 3.000,00

f. Retribusi terhadap pemilik perahu yang disewakan3) Perahu bermotor/hari operasional4) Perahu bebek per hari operasional

Rp. 3.500,00Rp. 2.500,00

3.Pemanfaatan fasilitas di lokasi wisata

Kamar kecil per sekali pakaiRp. 1.000,00

Sumber : Data Sekunder Perda Kabupaten MagetanKetrangan :1. Tarif Retribusi masuk Telaga Sarangan sudah termasuk asuransi untuk pengunjung.2. Kegiatan Komersial adalah kegiatan yang bertujuan untuk mencari keuntungan finansial atau untuk mempromosikan barang dagangan atau yang sejenisnya. Misalnya untuk menyelenggarakan kegiatan olahraga atau hiburan dengan memungut biaya atau kegiatan dalam rangka promosi produk atau barang dagangan.Tabel. 3 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Objek Wisata Sarangan Kabupaten Magetan saat dikelola swasta (1998-2004) dan pemerintah (2005-2012)REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) OBYEK WISATA SARANGAN TAHUN 1998 s/d 2012Saat manajemen Tempat Wisata Dikelola Swasta

NOTAHUNTARGET(Rp)REALISASI(Rp)PERSENTASE REALISASI(%)PRESENTASE KENAIKAN PER TAHUN(%)

1.1998255.800.000

2.1999350.700.000

3.2000400.200.850

4.2001401.200.600

5.2002910.100.900

6.2003950.300.500

7.20041.000.200.500

Saat manajemen Tempat Wisata Dikelola Pemerintah

1.20051.000.000.0001.000.975.500100,01%

100,07 %

2.20061.200.000.0001.200.468.500100,03 %

119,93 %

3.20071.300.000.0001.335.123.000102,70%

111,21 %

4.20081.335.000.0001.399.999.600105,10 %

104,85 %

5.20091.370.000.0001.951.647.600142,46 %

139,40 %

6.20102.150.000.0002.118.110.00098,52 %

108,52 %

7.20112.542.796.0002.588.145.000101.78 %

122,21 %

8.20122.800.000.0004.099.829.500103,63%158,40 %

Sumber : Data sekunder yang sudah diolahDari tabel-tabel diatas dapat dilihat manajemen tempat wisata saat dikelola pemerintah pendapatannya meningkat dan lebih besar dibandingkan pada saat dikelola pihak swasta meskipun ada pencapaian realisasi yang tidak sesuai dengan targetnya, disini sangat terlihat sekali pengaruhnya. Karena saat dikelola pemerintah dengan adanya peraturan daerah (PERDA) dan perevisiannya sangat terlihat jelas bahwa manajemen pemerintah lebih berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan daerah.KESIMPULANDari rangkaian kegiatan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan manajemen Tempat wisata saat dikelola Pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan Retribusi Telaga Sarangan Kabupaten Magetan. Pengaruh peningkatan pendapatan retribusi pada tarif telaga Sarangan paling besar peningkatannya terlihat pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012, yang tarifnya naik 20% hingga 50% dari tarif sebelumnya.Retribusi Daerah sebagaimana termasuk dalam jenis penerimaan pendapatan daerah yang diberlakukan di Kabupaten Magetan mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutan dalam manajemennya. Sistem pemungutan retribusi jasa usaha yang kewenangan pemungutan retribusi daerah di Kabupaten Magetan dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu Dinas Pariwisata dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Magetan. Dalam pengelolaannya pendapatan daerah lebih meningkat dan kontribusinya sangat besar. Target yang diinginkan selalu dicapai dengan baik sehingga realisasi pendapatannya dapat melebihi target.Daftar pustaka I. Acuan dari bukuAdrian Sutedi,SH,MH. 2008. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Cetakan Pertama.Bambang Prakosa, Kesit. 2003. Pajak Dan Retribusi Daerah. Cetakan pertama. Badan Penerbit UII Press Yogjakarta.Suandi, Erly. 2000. Hukum Pajak, Salemba Empat , Jakarta.Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Gramedia, Jakarta.Sunggono, Bambang. 2007.Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-undanganUndang-Undang Dasar RI Tahun 1945..Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.Perturan Daerah Kabupaten Magetan No 13 Tahun 2005 Tentang Rekreasi Dan Olah Raga.Peraturan Daerah Kabupaten Magetan No 2 Tahun 2011 Tentang Jasa Usaha.II. Acuan dari jurnalBudiono, Gatut L. 2004. Kepuasan Wisatawan Terhadap Kualitas Pelayanan Obyek Wisata Gunung Bromo. Jurnal Model Manajemen. Vol. 2, No.1.p. 60-64Crilley, Gary. 2005. A Case for Benchmarking Customer Service Quality in Tourism and Leisure Service. Journal of Hospitality and Tourism Management. Vol 12, No.2.p.97-107Diaz, Martin, Ana M. 2000. The Use of Quality Expectation to Segment a Service Market. Jurnal of Service Marketing. Vol 14, No.2.p.132-146Alves, A.R and Viera A. 2006. SERVQUAL as a Marketing Instrument to Measure Service Quality in Higher Education Institutions. Journal Economy and Management. Vol.1, No.3. p.34-49