PENGARUH KONSENTRASI KEPEMILIKAN DAN ASIMETRI …
Transcript of PENGARUH KONSENTRASI KEPEMILIKAN DAN ASIMETRI …
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
434
PENGARUH KONSENTRASI KEPEMILIKAN DAN ASIMETRI
INFORMASI TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT
INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA
1 Rahmah Fardila, 2Syarifah Rahmawati
1) Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala
2) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala 1 e-mail: [email protected]
Abstract: The purpose of this study was to analyze the effect of internal ownership concentration
and information asymmetry of the underpricing of shares in an Initial Public Offering (IPO) in the
Indonesia Stock Exchange (IDX). This study used a purposive sampling technique with certain
criteria, and obtained 93 samples of 155 companies who was listed in the Indonesia Stock Exchange
(IDX) in 2008-2017. The method of analysis used in this study was the method of multiple linear
analysis (Multiple Linear Regression). The results showed that: (1) the ownership concentration
has negative and significant effect to Underpricing,. Where the market can find out the high
concentration of ownership when the IPO is something that is not too attractive for investors.
Majority shareholders try to increase proceedings by making prices higher during the IPO. (2)
Information Asymmetry has a significant and significant effect on Underpricing, where illiquid
stocks must compensate in the form of a high rate of return..
keywords : Underpricing, ownership concentration, information asymmetry
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan dan Asimetri
Inforrmasi terhadap Underpricing Saham pada saat Initial Offering Public (IPO) di Bursa Efek
Indonesia.. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan beberapa kriteria
sehingga diperoleh 93 sampel dari 225 perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada 2008-
2017. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Konsentrasi Kepemilikan berpengaruh negatif signifikan
terhadap Underpricing. Dimana pasar dapat mengetahui konsentrasi kepemilikan yang tinggi saat
IPO sebagai sesuatu yang tidak terlalu menarik bagi investor. Pemegang saham mayoritas mencoba
untuk meningkatkan proceed dengan membuat harga lebih tinggi saat IPO. (2) Asimetri Informasi
berpengaruh dan signifikan terhadap Underpricing, dimana saham yang tidak likuid harus
memberikan kompensasi berupa tingkat return yang tinggi.
Kata Kunci : Underpricing, Konsentrasi Kepemilikan, Asimetri Informasi
PENDAHULUAN
Salah satu alternatif sumber
pendanaan yang dapat digunakan
perusahaan adalah dengan menawarkan
sahamnya kepada masyarakat melalui
pasar modal. Proses penawaran saham
perdana kepada publik melalui pasar
perdana dikenal dengan istilah Initial
Public Offering (IPO) selanjutnya saham
dapat diperjual belikan pada pasar
sekunder di bursa efek, akan tetapi
permasalahan muncul ketika saham
perusahaan diperdagangkan di pasar
sekunder. Pada pasar perdana, efek dijual
dengan harga emisi, sehingga perusahaan
yang menerbitkan emisi hanya
memperoleh dana dari penjualan tersebut.
(Subagyo, et al 1999:116).
Seringkali harga saham perusahaan
yang go public mengalami underpricing,
yaitu adanya selisih antara harga saham di
pasar sekunder dengan harga saham di
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
435
pasar perdana atau pada saat IPO. Beatty
(1989) menyatakan bahwa terjadinya
underpricing disebabkan oleh adanya
informasi asimetri. Untuk meminimalkan
terjadinya informasi asimetri antara
investor dengan perusahaan yang akan go
public tersebut maka perusahaan yang
akan go public diwajibkan menerbitkan
prospektus yang berisi berbagai informasi
perusahaan yang bersangkutan. Dari data
pada table 1.1 dapat dilihat sebanyak 224
perusahaan melakukan IPO pada tahun
2008-2017. Dari 224 perusahaan yang
melakukan listing di Bursa Efek Indonesia
: 183 perusahaan mengalami
underpricing, 33 perusahaaan mengalami
overpricing, dan 7 perusahaan yang
mengalami harga saham yang netral.
Perusahaan paling banyak mengalami
underpricing yaitu pada tahun 2017,
dimana 37 Perusahaan listing, 32
perusahaan yang mengalami
underpricing, dan perusahaan melakukan
IPO meningkat dari tahun sebelumnya
yang hanya berjumlah 15 perusahaan.
Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan
bahwa setiap tahun di Indonesia lebih
separuh dari separuh jumlah perusahaan
yang melakukan IPO telah mengalami
underpricing.
Underpricing bisa disebabkan oleh
berbagai macam faktor seperti konsentrasi
kepemilikan (kepemilikan mayoritas) dan
asimetri informasi.. Perusahaan dengan
kepemilikan terkonsentrasi (concentrated)
adalah perusahaan yang dikuasai oleh
pemegang saham yang memiliki proporsi
kepemilikan saham terbesar dari total
saham yang beredar (Atmaja et al 2009).
Pemegang saham terbesar juga dapat
mempengaruhi harga saham perdana
perusahaan ketika terjadi kesepakatan
harga antara emiten dengan pihak
underwriter. Adanya konsentrasi
kepemilikan dalam suatu perusahaan,
dapat memunculkan agency problem
antara pemegang saham pengendali dan
pemegang saham minoritas (Shleifer dan
Vishny, 1997). perusahaan tersebut
dikuasai oleh pemegang saham yang
memiliki proporsi kepemilikan saham
perusahaan minimal 20% dari total saham
yang beredar (Atmaja et al., 2009).
Asimetri informasi dapat terjadi karena
perbedaan gap di antara investor yang
memiliki banyak informasi dengan
investor yang kurang atau bahkan tidak
memiliki informasi mengenai prospek
Tabel 1.Jumlah Perusahaan yang mengalami Underpricing periode 2008-2017
Tahun Jumlah IPO
(Perusahaan)
Overpricing
(Perusahaan)
Netral
(Perusahaan)
Underpricing
(Perusahaan)
2008 19 3 - 16
2009 13 4 1 8
2010 23 1 - 22
2011 25 8 1 16
2012 22 1 1 20
2013 30 8 2 20
2014 23 2 1 20
2015 17 2 1 15
2016 15 1 - 14
2017 37 3 - 32
Total 225 33 7 184
Situs :www.ebursa.com diolah 2018
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
435
serta kondisi perusahaan di masa depan
(Gao et al., 2008). Investor dengan
informasi yang lebih baik terhadap
prospek perusahaan akan melakukan
pembelian saham emiten pada saat
penawaran umum perdana dengan
harapan dapat memperoleh return awal
(initial return), Bid-ask spread
mencerminkan informasi asimetri.
Amihud dan Mendelson (1986)
mengemukakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara bid ask
spread dengan imbal hasil yang
diharapkan.. Peneliti lainnya seperti Stoll
(1978) memberikan bukti bahwa bid-ask
spread yang digunakan sebagai proksi
dari informasi asimetri tidak saja
dipengaruhi oleh harga dan jumlah
saham yang diperdagangkan (volume),
tapi juga deviasi harganya.
Ada dua teori untuk menjelaskan
fenomena underpricing yaitu signaling
theory dan agency theory. Teori sinyal
(signaling theory) menunjukan adanya
hubungan asimetri antara manajemen
dengan berbagai pihak yang
berkepentingan terhadap informasi
perusahaan (Raharja & Sari, 2008).
Adanya konsentrasi kepemilikan dalam
suatu perusahaan berarti adanya
pemegang saham pengendali yang
mempunyai kontrol aktif terhadap
perusahaan. Perusahaan yang menjual
sahamnya ke publik akan mengakibatkan
perubahan struktur modal perusahaan.
Dari penjelasan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi
kepemilikan berpengaruh positif terhadap
underpricing, dimana semakin tinggi
konsentrasi kepemilikan maka semakin
tinggi underpricing. Bid ask spread
mencerminkan asimetri informasi, dimana
semakin tinggi likuiditas dan harga
saham, maka semakin kecil biaya
kepemilikan suatu sekuritas semakin
tinggi volume perdagangan dan harga
suatu saham maka semakin kecil spread
antara harga jual dengan harga beli saham
Semakin tinggi risiko likuiditas maka
semakin tinggi informasi asimetri yang
dihadapi oleh market maker akibat
ketidakpastian apakah informasi baru
akan ada (Easley dan O’hara, 1987). Oleh
karena itu, asimetri berpengaruh
signifikan terhadap underpricing.
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
kepemilikan terhadap underpricing saham
pada saat Initial Public Offering (IPO).
Dan untuk mengetahui pengaruh asimetri
informasi terhadap underpricing saham
pada saat Initial Public Offering (IPO).
TELAAH PUSTAKA DAN
HIPOTESIS
Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan
kondisi di mana salah satu pihak memiliki
informasi yang lebih baik jika
dibandingkan dengan pihak-pihak yang
lain. De Lorenzo dan Fabrizio (2001)
menyatakan hampir semua penelitian
terdahulu menjelaskan terjadinya
underpricing akibat dari adanya asimetri
dalam distribusi informasi antara pelaku
IPO yaitu perusahaan, underwriter, dan
investor. Untuk mengukur underpricing
dapat digunakan initial return saham suatu
perusahaan yang dihitung dengan
menselisihkan harga penawaran dan harga
penutupan pada saat IPO dibagi dengan
harga penawaran pada hari itu. Semakin
tinggi initial return maka likuiditas akan
semakin tinggi pula (Li, et al., 2005).
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
436
Menurut Jogiyanto (2010:417)
Indikator yang digunakan untuk mengukur
variabel asimetri informasi dapat dilihat dari
selisih harga beli terendah yang diajukan
oleh pembeli dan harga jual tertinggi yang
diminta oleh penjual. Dalam penelitian ini
asimetri informasi diukur menggunakan
bid-ask spread yang merupakan salah satu
ukuran dalam likuiditas yang mengukur
asimetri informasi terhadap underpricing
saham.
Amihud dan Mendelson (1986)
mengemukakan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara bid ask spread dengan
imbal hasil yang diharapkan. Bid-ask
spread models adalah model yang
dikemukakan oleh Stoll (1989). Model ini
mengekplorasi tentang keterkaitan antara
bid-ask spread dengan karakteristik dari
pasar modal itu sendiri seperti volume
perdagangan, harga saham, jumlah market
maker (dealer), risiko dari sekuritas, dan
faktor lainnya (Stoll, 1989).
Signaling Theory
Kondisi underpricing ini merupakan
sebuah signal yang diberikan kepada
investor bahwa perusahaan teresbut
merukapan perusahaan yang bagus. Arti
dari Signal yang diberikan tersebut
memandakan bahwa perusahaan akan
memberikan keuntungan pada masa
mendatang (Allen dan Faulhaber, 1989).
Teori ini berkaitan dengan asimetri
informasi yang dapat terjadi apabila salah
satu pihak mempunyai sinyal informasi
yang lebih lengkap daripada pihak lain.
Menurut Enika (2013) signaling
theory menjelaskan bagaimana
seharusnya sinyal-sinyal keberhasilan
atau kegagalan manajemen (perusahaan)
disampaikan kepada pemilik
(investor).Berdasarkan teori ini
perusahaan dituntut memberikan
pengungkapan penuh kondisinya agar
investor dapat memperoleh informasi
yang mendorong keputusan investasi
mereka.
Agency Theory
Inti dari masalah agensi adalah
pemisahan manajemen dan keuangan,
atau - yang lebih standar - kepemilikan
dan kontrol. Pengusaha, atau manajer,
mengumpulkan dana dari investor baik
untuk digunakan secara produktif atau
untuk mencairkan kepemilikannya di
perusahaan. Pemodal membutuhkan
modal manajer khusus untuk
menghasilkan pengembalian dana
mereka. Manajer membutuhkan dana
pemodal, karena ia tidak memiliki modal
sendiri untuk diinvestasikan atau ingin
mencairkan kepemilikannya.
Fenomena yang sering terjadi di
Indonesia adalah fenomena agency
problem yang kedua yaitu ketika sebagian
besar perusahaan memiliki pemegang
saham mayoritas (konsentrasi
kepemilikan).Kendali absolut yang
dimiliki oleh pemegang saham mayoritas
digunakan untuk memutuskan harga
saham perdana perusahaan.,
Underpricing
Underpricing merupakan selisih
positif antara harga penutupan di pasar
sekunder di hari pertama setelah IPO dengan
harga penawaran perdana (saat IPO).Menurut
Ritter (1984) dalam underpricing diukur
dengan initial return yaitu selisih antara harga
saham pada hari pertama perdagangan di
pasar sekunder dengan harga penawaran
saham pada saat IPO, dibagi dengan harga
penawaran saat IPO..Ukuran ini juga
digunakan oleh beberapa peneliti seperti
Kumar (2010) dan Darmadi dan Gunawan
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
437
(2012).Initial return dapat dirumuskan
sebagai berikut:
%sin
priceoffering
priceofferingpricegcloreturninitial
Keterangan :
IR : Initial Return
Closing Price : Harga penutupan pada
hari pertama di pasar
sekunder
Offering Price: Harga penawaran perdana
Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan
komponen dari underpricing dimana Bid-
ask spreads adalah salah satu ukuran
dalam likuiditas pasar yang digunakan
secara luas dalam penelitian terdahulu
sebagai pengukuran asimetri informasi
antara manajemen dan pemegang saham
perusahaan (investor) (Rahmawati et al.
2006). Pada penelitian ini, peneliti
mengambil periode 20 hari setelah
perusahaan melakukan IPO. Bid-asks
spreads dapat dirumuskan sebagai
berikut:
SPREAD = (aski,t– bidi,t)/{(aski,t+
bidi,t)/2} x 100
Keterangan:
Aski,t : harga permintaan tertinggi saham
perusahaan i yang terjadi pada
hari t
Bidi,t : harga penawaran terendah saham
perusahaan i yang terjadi pada
hari t
Konsentrasi kepemilikan
Kepemilikan terkonsentrasi adalah
proporsi kepemilikan saham yang
dipegang oleh pemegang saham terbesar
(Atmaja et al. 2009). Dimana pemegang
saham mayoritas memiliki wewenang
dalam penetapan harga pada saat IPO.
Variabel konsentrasi kepemilikan dilihat
dari persentase terbesar dengan masing-
masing kepemilikan minimal 20% dari
total saham yang beredar (Atmaja et al.,
2009).
Pemegang saham terbesar juga dapat
mempengaruhi harga saham perdana
perusahaan ketika terjadi kesepakatan
harga antara emiten dengan pihak
underwriter. Adanya konsentrasi
kepemilikan dalam suatu perusahaan,
dapat memunculkan agency problem
antara pemegang saham pengendali dan
pemegang saham minoritas (Shleifer dan
Vishny, 1997). Perusahaan tersebut
dikuasai oleh pemegang saham yang
memiliki proporsi kepemilikan saham
perusahaan minimal 20% dari total saham
yang beredar (Atmaja et al., 2009). Untuk
mengurangi resiko diambil alihnya hak
kontrol penuh atas perusahaan, pemegang
saham mayoritas membeli saham yang di
jual saat proses IPO. Harga penawaran
saham perdana yang murah, akan
membuka kesempatan pemegang saham
pengendali untuk mempertahankan
kontrol efektif atas perusahaan dengan
menambah kepemilikan jumlah saham
perusahaan tersebut. Hal ini untuk
mengantisipasi adanya pergeseran hak
kontrol atas perusahaan dari pemegang
saham mayoritas oleh investor baru yang
potensial, sehingga pemegang saham
mayoritas cenderung menerima penetapan
harga saham perdana dengan harga yang
murah (underpricing). Oleh karena itu
penelitian ini mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1:Konsentrasi kepemilikan berpengaruh
positif terhadap underpricing saham
saat IPO.
Ketika terdapat asimetri informasi,
keputusan pengungkapan yang dibuat
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
438
H1(+)
H2
Gambar 1. Model Kerangka Teoritis
oleh manajer dapat mempengaruhi harga
saham karena asimetri informasi antara
investor yang lebih informed dan kurang
informed akan menimbulkan biaya
transaksi dan mengurangi likuiditas dalam
pasar saham suatu perusahaan. Investor
dengan informasi yang lebih baik terhadap
prospek perusahaan akan melakukan
pembelian saham emiten pada saat
penawaran umum perdana dengan
harapan dapat memperoleh return awal
(initial return), Bid-ask spread
mencerminkan informasi asimetri.
Amihud dan Mendelson (1986)
mengemukakan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara bid ask spread dengan
imbal hasil yang diharapkan. Pengertian
likuiditas yang paling sederhana adalah
kemampuan untuk melakukan transaksi
tanpa mengeluarkan biaya yang signifikan
Teori keuangan menyarankan bahwa
likuiditas saham berhubungan positif
terhadap harga ekuitas. Likuiditas yang
semakin meningkat akan menurunkan
biaya modal ekuitas dengan mengurangi
kompensasi yang diminta investor untuk
atas susahnya untuk menjual saham yang
dimilikinya tersebut (Amihud dan
Mendelson, 1986). Berdasarkan uraian di
atas peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
H2: Asimetri informasi berpengaruh
signifikan terhadap underpricing
saham saat IPO.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang go public di BEI pada
tahun 2008 sampai tahun 2017. Pada
penelitian ini penarikan sampel dilakukan
dengan menggunakan metode purposive
sampling, Dari criteria yang diberikan 93
perusahaan yang memenuhi sampel.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling dengan beberapa
kriteria sehingga diperoleh 93 sampel dari
225 perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia pada 2008-2017. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder bersifat kuantitatif runtun
waktu, yaitu data yang diperoleh secara
tidak langsung dan telah dipublikasikan.
Data yang dikumpulkan adalah data
prospectus perusahaan, dan harga saham.
data bid ask spread
UnderpricingSaham
Asimetri
Informasi
Konsentrasi
Kepemilikan
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
439
digunakan untuk mengukur asimetrri
informasi. Data yang digunakan untuk
mengukur informasi asimetri adalah data
harga saham tertinggi dan data harga
saham terendah. Data initial return adalah
harga saham di pasar perdana dan harga
saham penutupan di hari pertama pasar
sekunder.
Variabel Operasional
Variabel operasional dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Dependen
-Underpricing
2. Variabel Independen
-Asimetri Informasi
-Kepemilikan Konsentrasi
Peralatan Analisis Data
Uji hipotesis dilakukan dengan
menggunakan Ordinary Least Square
(OLS) untuk menguji kelayakan model
persamaan regresi. .Dalam penelitian ini
semua asumsi klasik dalam model regresi
telah terpenuhi. Berikut adalah rumus
regresi linear berganda yang digunakan
dalam penelitian ini yang diolah dengan
SPSS:
i,t2i,t1i,1ti, eXXY
Dimana:
ti,Y = Underpricing
= Konstanta
21 = Koefisien regresi dari
setiap variabel
independen
t1i,X =Konsentrasi Kepemilikan
t2i,X = Bid-ask Spread
ei = Error Term
HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan hasil
olahan statistik dari variabel-variabel
penelitian ini. Statistik deskriptif
diperlukan guna mengetahui gambaran-
gambaran dari variabel-variabel yang
diteliti, yaitu konsentrasi kepemilikan,
dan bid-ask Spread. Secara ringkas nilai
statistik deskriptif dari masing-masing
variabel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 merupakan hasil
perhitungan statistic deskriptif 3 variabel
penelitian yaitu konsentrasi kepemilikan,
Spread, serta underpricing sebagai
variabel dependen. Dalam hasil pengujian
statistik deskriptif, rata-rata (mean) dari
variabel underpricing menunjukkan
bahwa initial return atau imbal hasil rata-
rata yang diperoleh investor pada hari
pertama perdagangan adalah minimal
sebesar 0.3%, initial return tertinggi
adalah sebesar 102Variabel Underpricing
memiliki nialai mean yang lebih besar dari
nilai standar deviasi, hal ini menunjukkan
distribusi data yang baik.
Variabel Konsentrasi Kepemilikan
memperoleh nilai persentase pemegang
saham mayoritas minimum 21% dan
maksimum 423% dengan rata-rata sebesar
56%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
secara umum, saham yang dimiliki
perusahaan lebih terkonsentrasi dan
Tabel 2. Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
underpricing 155 .003472 1.021429 .31945566 .258743945
Own_cons 155 .2103 4.2361 .560568 .3510780
Spread 155 .00000 .294574 .04530266 .045941358
Valid N (listwise) 155
Sumber : Data diolah dengan SPSS (2019)
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
440
pemegang saham terbesar menguasai
lebih dari 50% saham perusahaan-
perusahaan tersebut. Nilai rata-rata ini
lebih besar daripada nilai standar
deviasinya yaitu 35%. Hal ini
menunjukkan data tersebar dengan baik.
Variabel Spread menunjukkan
nilai selisih harga beli terendah dengan
harga jual tertinggi pada periode tertentu
pada sampel penelitian ini adalah
minimum 0% dan nilai maksimum dari
Spread sebesar 29%, dengan nilai rata-
rata 4,5%. Dimana nilai rata rata Spread
pada penelitian ini rendah dan
menandakan bahwa saham tersebut likuid.
Hal ini menunjukkan bahwa besarnya
nilai Bid-Ask Spread Saham yang
dijadikan sebagai sampel penelitian ini
berkisar antara 0,000 hingga 0,29. Nilai
rata-rata ini sama besar dengan nilai
standar deviasinya yaitu 4,5%. Hal ini
menunjukkan data tidak tersebar dengan
baik
Pengujian Hipotesis
Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode
analisis Regresi Linear Berganda
(Multiple Linear Regression). Analisis ini
dilakukan untuk membuktikan apakah ada
pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat dengan persamaan kuadrat
terkecil (Ordinary Least Square).
Pengujian koefisien determinasi
(R2) dilakukan untuk melihat seberapa
besar variabel independen dapat
menjelaskan variabel dependen dalam
model regresi. Hasil perhitungan
koefisien determinasi dapat dilihat pada
Tabel 4. Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai R square (R2)
adalah 0,315. Ini menunjukkan bahwa
variabel konsentrasi kepemilikan, spread,
mampu menjelaskan variabel
underpricing sebesar 31.5%. Sedangkan
sisanya yaitu sebesar 68,5% dijelaskan
oleh variabel-variabel lain diluar model
Dari Tabel 4, maka model dari penelitian
ini adalah :
Y = -0.121 -0.478 OWN_CONS + 0.491
SPREAD + ε
Tabel 3. Hasil Uji Regresi
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.121 .150
Log_own_cons -.478 .172 -.243
Log_spread .491 .089 .485
Sumber : Data diolah dengan SPSS (2019)
Tabel 4. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Square Adjusted R Square
1 .561 .315 300
Sumber : Data diolah dengan SPSS (2019)
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
440
yang dianalisis seperti Return on Equity,
Return on Asset, reputasi underwriter,
ukuran perusahaan, jenis industri, umur,
BI rate, Inflasi, dsb.
Bertujuan melihat variabel
independen berpengaruh juga signifikan
atau tidak secara parsial, dilihat dari t
parsial (pada tabel ditunjukkan dengan t-
statistic), berikut hasil uji t dapat dilihat
pada Tabel 5. Berdasarkan pengujian
model di atas maka dapat disimpulkan
bahwa variabel konsentrasi kepemilikan
memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap variabel underpricing,. Dimana
tingkat signifikansinya lebih kecil dari 5%
dengan nilai coefficient yang negatif.
Variabel spread menunjukkan tingkat
signifikansi yang < 0,05 dan nilai
coefficient yang positif. Artinya spread
yang ditawarkan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap uderpricing pada
tingkat signifikansi 5%.
Hubungan Konsentrasi Kepemilikan
berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan
hubungan negative signifikan antara
konsentrasi kepemilikan dengan
underpricing. Sehingga H1 ditolak. Hasil
penilitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Venkatesh dan Neupane (2009)
yang menyatakan bahwa konsentrasi
kepemilikan tidak memiliki hubungan
dengan underpricing. Neupane dan
Venkatesh (2005) juga mengatakan
bahwa investor melihat konsentrasi
kepemilikan yang tinggi saat IPO sebagai
sesuatu yang tidak terlalu menarik bagi
investor. Pemegang saham mayoritas
mencoba untuk meningkatkan proceed
dengan membuat harga lebih tinggi saat
IPO. Namun hasil penelitian ini sejalan
dengan Chen dan Strange (2004), disisi
lain, Chen dan Strange telah membuktikan
dalam konteks lingkungan peraturan yang
buruk bahwa rasio konsentrasi yang tinggi
menyebabkan initial return IPO yang lebih
rendah karena pasar mengidentifikasi
kemampuan pemegang saham dominan
untuk mengejar keuntungan pribadi
dengan mudah dan tanpa penalty.
Di negara berkembang, konteks
kelembagaan membuat penegakan
kontrak keagenan lebih mahal dan
bermasalah (North, 1990; Wright et al.,
2005). Ini menghasilkan prevalensi
kepemilikan perusahaan terkonsentrasi
(Dharwadkar et al., 2000). Kepemilikan
terkonsentrasi, dikombinasikan dengan
tidak adanya mekanisme tata kelola
eksternal yang efektif, menghasilkan
konflik yang lebih sering antara pemegang
saham pengendali dan pemegang saham
minoritas (Morck et al., 2005). Ini
kemudian dikenal sebagai model
Tabel 5. Hasil Uji statistic t
Model
Unstandardized
Cefficients
Standardized
Coeffients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) -.121 .150 -.806 .423
Log_own_cons -.478 .172 -.243 -2.778 .007
Log_spread .491 0.89 .485 5.538 .000 Sumber : Data diolah dengan SPSS (2019)
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
441
prinsipal-prinsipal (PP) dari tata kelola
perusahaan, yang berpusat pada konflik
antara pemegang saham pengendali dan
minoritas di sebuah perusahaan
(Dharwadkar et al., 2000).
La Porta, et al (1999) menyatakan
bahwa lemahnya penegakan hak-hak
kepemilikan oleh negara adalah
kemungkinan penyebab terkonsentrasinya
kepemilikan perusahaan-perusahaan di
Asia, karena mereka sering menghadapi
sistem hukum yang lemah, penegakan
hukum yang buruk, dan korupsi.
Demikian juga, sistem hak properti yang
lemah di Asia juga dapat menjelaskan
mengapa kelompok bisnis yang
dijalankan keluarga merupakan bentuk
organisasi yang dominan. Alasan terkait
lainnya untuk prevalensi kelompok di
Asia mungkin adalah pasar eksternal yang
kurang berkembang, baik pasar keuangan,
manajerial dan faktor-faktor lain, yang
cenderung mendukung pasar internal
untuk alokasi sumber daya (Claessens dan
Fan (2002).
Hasil pengujian hipotesis ini
bertentangan dengan agency theory yang
menyatakan bahwa pemegang saham
mayoritas sengaja untuk merendahkan
harga perdana saham agar pemegang
saham mayoritas tidak kehilangan kendali
absolut atas perusahaan. Hal ini
dikarenakan pemegang saham mayoritas
tidak ingin hak kontrol efektifnya di ambil
alih oleh investor baru yang potensial.
Oleh karena itu pemegang saham
mayoritas (pemegang kendali)
menggunakan hak kontrol efektifnya
untuk menetapkan harga penawaran
perdana yang rendah, sehingga mereka
bisa membeli kembali saham perusahaan
pada saat IPO. Darmadi dan Gunawan
(2013) menemukan hubungan yang tidak
signifikan antara konsentrasi kepimilikan
dengan underpricing.
Namun, temuan ini sejalan dengan
Chen dan Strange (2004) yang
menyatakan adanya hubungan negative
dan signifikan, Chen dan Strange
Berpendapat bahwa perusahaan yang
dikendalikan oleh pemegang saham
mayoritas memiliki premi IPO yang jauh
lebih kecil karena pasar memahami
dengan benar nilai hak control, dan
informasi ini akan tercermin dalam harga
pasar. Chen dan Strange menemukan
bahwa underpricing berhubungan negatif
dengan proporsi saham yang dipegang
oleh pemegang saham terbesar, yang
berarti bahwa investor luar merasakan
kemampuan yang tidak terhindarkan dari
pemegang saham pengendali untuk
mengejar keuntungan pribadi dengan
mengorbankan yang lain dan karena itu
cenderung menurunkan harga IPO. jika
kita meneliti data, terjadinya hubungan
negative antar konsentrasi kepemilikan
dengan underpricing memang
ditunjukkan oleh beberapa perusahaan,
seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur
Tbk. memiliki proporsi saham sebesar
80% namun tingkat underpricing nya
sebesar 10%. PT Yanaprima Hastapersada
Tbk. Dimana memiliki proporsi saham
sebesar 89% dan tingkat underpricing nya
hanya 17%.
Hubungan asimetri informasi
terhadap underpricing saham saat IPO
diproksikan dengan spread berdasarkan
tabel 5 menunjukkan hubungan positif
dan signifikan. Sehingga H2 diterima.
Amihud (2002) menyatakan adanya
hubungan negatif dan signifikan antara
likuiditas dengan return saham, dimana
semakin likuid suatu saham, return yang
dihasilkan juga semakin kecil. Hal ini
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
442
terjadi karena saham likuid dinilai
memiliki risiko yang lebih kecil
dibandingkan dengan saham tidak likuid,
sehingga return yang diberikan sebagai
kompensasi atas risiko yang rela investor
tanggung, juga lebih kecil. Booth dan
Chua (1986) menyatakan bahwa
underpricing dan oversubscription secara
positif berhubungan, karena semakin
underpriced suatu penawaran, semakin
menarik bagi investor. Likuiditas saham
berpengaruh negatif signifikan terhadap
underpricing. Hal ini terjadi karena
perusahaan yang menyediakan informasi
relevan yang dapat diperoleh investor baik
dari prospektus maupun publikasi lain
akan menyebabkan tingginya tingkat
transaksi saham yang dilakukan. Semakin
tinggi likuiditas maka semakin rendah
tingkat underpricing. Hal senada juga
disampaikan oleh Ellul & Pagano (2006)
yang menyatakan adanya pengaruh
likuiditas terhadap underpricing.Menurut
Ellul dan Pagano tidak likuidnya
aftermarket memperburuk risiko dan
meningkatkan komponen risiko premium
dari underpricing IPO. Hasil ini sejalan
dengan Nilmawati (2009) pada
penelitiannya menemukan hasil untuk
periode pengamatan jangka panjang,
terdapat hubungan positif artinya semakin
tinggi underpricing yang dialami suatu
perusahaan maka semakin tinggi spread,
tetapi secara statistic tidak signifikan.
Hasil Penelitian Nilmawati (2009)
menunjukkan bahwa koefisien regresi
underpricing menunjukkan arah yang
diharapkan secara teoretis yaitu
berpengaruh negatif pada spread dan
berpengaruh positif pada turn-over dalam
jangka pendek. Akan tetapi hal ini secara
statistik tidak signifikan. Dalam jangka
panjang koefisien yang dimaksud berubah
dari arah yang diharapkan, yaitu menjadi
berpengaruh positif pada spread dan
berpengaruh negatif pada turn-over dan
secara statistik juga tidak signifikan. Hasil
penelitian ini tidak mendukung temuan Li,
et al. (2005) yang menemukan bahwa
underpricing secara positif berpengaruh
pada turn-over dan secara negative
berpengaruh pada spread. Serta temuan
Booth & Chua (1986), bahwa initial
return (i) berpengaruh positif terhadap
likuiditas.
Menurut Aisyah dan Setyawati
(2017) Likuiditas saham berpengaruh
negatif signifikan terhadap underpricing.
Tingginya frekuensi jumlah transaksi
saham pada saat IPO dengan jumlah
saham beredar menunjukkan saham
tersebut diminati oleh para investor
sehingga dapat memperkecil selisih harga
pada saat harga penutupan suatu saham di
bursa dengan harga saham pada saat
penawaran saham perdana. Apabila
saham yang semula diharapkan likuid
berubah menjadi tidak likuid setelah
beberapa waktu diperdagangkan dipasar
sekunder harus memberikan tingkat return
yang lebih tinggi. Sehingga emiten akan
menjual sahamnya pada harga saham yang
lebih tinggi pada saham penawaran saham
perdana (IPO), hal ini menyebabkan
tingkat underprice yang semakin rendah.
Oleh karena itu, saham harus ditawarkan
dengan tingkat underpricing yang layak
mengkompensasi saham yang likuid
tersebut tersebut.
Asimetri informasi juga bukan
merupakan faktor utama di dalam
fenomena underpricing (Ritter dan
Welch, 2002). Penelitian yang dilakukan
oleh Adam (2009) menunjukkan bahwa
asimetri informasi secara parsial
berpengaruh terhadap underpricing.
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
443
Ketika terdapat asimetri informasi,
keputusan pengungkapan yang dibuat
oleh manajer dapat mempengaruhi harga
saham karena asimetri informasi antara
investor yang lebih informed dan kurang
informed akan menimbulkan biaya
transaksi dan mengurangi likuiditas dalam
pasar saham suatu perusahaan. Likuiditas
yang semakin meningkat akan
menurunkan biaya modal ekuitas dengan
mengurangi kompensasi yang diminta
investor untuk atas susahnya untuk
menjual saham yang dimilikinya tersebut
(Amihud dan Mendelson, 1986).
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Konsentrasi kepemilikan memiliki
pengaruh negatif dan signifikan
terhadap Underpricing saham di
Bursa Efek Indonesia hasil penelitian
ini didukung oleh penelitian
sebelumnya dimana dapat terjelaskan
dalam konteks lingkungan peraturan
yang buruk bahwa rasio konsentrasi
yang tinggi menyebabkan initial
return IPO yang lebih rendah karena
pasar mengidentifikasi kemampuan
pemegang saham dominan untuk
mengejar keuntungan pribadi dengan
mudah dan tanpa penalty.
2. Asimetri informasi yang diproksikan
dengan Bid-ask Spread berpengaruh
positif signifikan terhadap
underpricing saham di Bursa Efek
Indonesia. Bid-ask Spread
mencerminkan kondisi likuidnya
suatu saham, semakin kecil bid-ask
spread makan semakin likuid saham
tersebut, likuiditas mencerminkan
asimetri informasi, namun, hasil yang
ditemukan bahwa bid-ask spread
berpengaruh positif terhadap
underpricing, dimana semakin tinggi
bid-ask spread semakin tinggi juga
underpricing. Saham yang tidak likuid
harus memberikan kompensasi berupa
tingkat return yang lebih tinggi.
Sehingga peneliti mengemukakan
beberapa saran, sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan , disarankan agar
dapat lebih memperhatikan faktor –
faktor yang mempengaruhi
Underpricing sebelum melakukan
Initial Public Offering, sehingga
perusahaan dapat menghindari
terjadinya Underpricing yang terlalu
besar dan menyebabkan tidak
maksimalnya modal yang diperoleh
perusahaan ketika listing di Bursa
Efek Indonesia.
2. Bagi Investor, disarankan agar
memperhatikan faktor – faktor yang
dapat memberikan Initial Return (IR)
yang tinggi sebelum berinvestasi di
pasar sekunder pada saham yang
melakukan Initial Public Offering,
sehingga investor bisa mendapatkan
keuntungan yang optimal.
3. Bagi Akademisi dan peneliti-peneliti
selanjutnya, disarankan agar
melakukan penelitian terhadap
Underpricing dengan faktor – faktor
lainnya sebagai variabel independen,
seperti Return on Asset, Reputasi
Underwriter, Umur dan sebagainya.
REFERENSI
Aggarwal, R., Leal, R., & Hernandez, F.
(1993). The aftermarket
performance of initial public
offerings in Latin America.
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
444
Financial Management, 22,
42–53.
Allen, f., & faulhaber, g. R. (1989).
Signalling by underpricing in
the ipo market. Journal of
financial economics, 23(2),
303–323
Amihud, Yakov dan Mendelson,
Haim.(1986). Asset Pricing and
The Bid Ask Spread. Journal of
Financial Economics, 17 : 223-
249.
Atmaja, Setia., tanewski, g. A., & skully,
m. (2009). The role of
dividends, debt and board
structure in the governance of
family controlled firms.
Journal of business finance &
accounting, 36(7-8), 863–898.
Baron, d. P. (1982). A model of the
demand for investment banking
advising and distribution
services for new issues. The
Journal of Finance, 37(4), 955–
976.
Beatty,R.P.(1989). Auditor Reputation
and The Pricing of Initial Public
Offering. Accounting
Review,64(4), 693-709.
Chen, Jian., Strange, Roger, (2004). The
effect of ownership structure on
the underpricing of initial
public offering: Evidence from
Chinese Stock Markets. The
Management Centre Research
Papers, Kings College London,
Chi, J., & Padgett, C. (2002). Short-run
underpricing and its
characteristics in Chinese IPO
markets. ISMA Discussion
Papers in Finance, The
University of Reading, UK.
Darmadi, Salim dan Gunawan,
Randy.(2012). Underpricing
Board Structure, and
Ownership: An Empirical
Examination of Indonesian IPO
Firm. Working Paper.
Bappepam-LK dan DJP.
De Lorenzo, Massimo and Stefano
Fabrizio. (2001). Asymetric
Information and The Role of
Underwriter, The Prospectus
and The Analyst in
Underpricing of IPO. The
Italian Case.
Ellul, A. dan Pagano, M. (2006). IPO
Underpricing and After-Market
Liquidity. The Review of
Financial Studies, 19(2), 381-
421
Kumar, Venkata Vijay. (2010). A Study of
Undepricing of Initial Public
Offers (IPO) And Its Impact on
Performance of IPO Stocks in
Indian Financial Markets.
Social Science Research
Network
La Porta, R., F. L. D. Silanes, & A.
Shleifer. (1999). Corporate
Ownership Around The World.
The Journal of Finance. 54 (2),
471-517.
La porta, r., lopez-de-silanes, f., shleifer,
a., & vishny, r. W. (2000).
Agency problems and dividend
policies around the world. The
journal of finance, 55(1), 1–33.
Loughran, T., Ritter, J., (2002). Why don’t
issuers get upset about leaving
money on the tabel in IPOs?
Review of Financial Studies,
15, 413–443.
Modigliani, F. dan M. Miller. (1958). The
Cost of Capital, Corporate
Finance, and The Theory of
Investment. American
Economics Review, 48(3) 261-
297.
Neupane, S. dan Venkatesh, S. (2005).
Does Ownership Structure
Affect IPO Underpricing:
Evidence from Thai IPOs.
Asian Institute of Technology,
Bangkok.
Rock,K.(1986). Why New Issues Are
Underpriced. Journal of
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
445
Financial Economic, 15, 187-
212.
Shleifer, A. & R. W. Vishny. (1997). A
Survey of Corporate
Governance. The Journal of
Finance. 52 (2), 737-783.
Singh, Priyanka dan Brajesh Kumar
(2012), “Short Run and Long
Run Dynamics of Initial Public
Offerings: Evidence from
India”, Jindal Journal of
Business Research, 1, 87-113.
Stoll,H.R (1989). Inferring the
Components of the Bid-Ask
Spread : Theory and Empirical
Test. Journal of Finance,
.44(1), 115-134.
Stoll,H.R.(1978). The Pricing of Security
Dealer Services: An Empirical
Study of NASDAQ Stock.
Journal of Finance, 1153-1172.
https://e-bursa.com (Diakses tanggal 30
Desember 2018)
https://idx.com (Diakses tanggal 30
Desember 2018)
https://id.beritasatu.com/home/strategi-
sukses-ipo/162255 (Diakses
tanggal 15 Desember 2018
E-ISSN: 2598-635X Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 4, No. 3, 2019 Agustus: 434-445
447