PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGA...
Transcript of PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGA...
Dikirim untuk :
Paper Competition ASC 2011
Topik yang dipilih :
Opsi strategis untuk mengelola pengetahuan dan inovasi
( Strategic Options for Managing Knowledge and Inovation )
Judul :
PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASI
Oleh :Bambang Sugestiyadi
Pendidikan Teknik Sipil dan PerencanaanUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA (UNY)
Tahun 2011
PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASI
Oleh :
Bambang Sugestiyadi
Dosen Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri Yogyakakarta (UNY)HP : 08174124757, E-mail: bsugestiyadi@gmail .com
1. Abstrak
Bentuk perdagangan bebas di era global ini dampaknya adalah Indonesia harus mempersiapkan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetensi dan standarisasinya mengikuti kualifikasi dunia. Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi peningkatan permintaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktivitas. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai pendidikan vokasional tingkat menengah, memiliki peran besar dalam merencanakan dan menciptakan SDM yang profesional dan produktif. Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam rangka menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah
Depdiknas memiliki kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK dibanding SMA dari 30:70 pada tahun 2004, menjadi 67:33 pada tahun 2014. Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat lebih berorentasi pada pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI). (Depdiknas, Renstra 2010 – 2014, 83-85). Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . (Muljani A. Nurhadi, 2008)
Dalam pengembangan pendidikan vokasional akan ditempuh dengan Strategic cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu yang panjang, dan perlu komitmen manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif apabila dimulai dari perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup keseluruhan rantai nilai mulai dari inputs sampai outputs/marketing, bukan hanya pengurangan pada biaya produksi. d) Perlu sistem informasi biaya pendidikan yang akurat dan lengkap
Kata kunci : Vokasional, SDM, Investasi
2
2. PENDAHULUANTatanan ekonomi dunia sedang berubah ke-era perdagangan bebas dan investasi
bebas, dimana perdagangan barang dan jasa antar negara tidak lagi mengalami
hambatan-hambatan yang berarti dalam quota dan tarif. Bentuk perdagangan bebas di
era global ini dampaknya adalah Indonesia harus mempersiapkan pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetensi dan standarisasinya mengikuti
kualifikasi dunia.. Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi
peningkatan permintaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan
yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktivitas.
Beberapa kompetensi yang secara universal dikembangkan oleh negara-negara
Amerika, Inggris, Jerman, Korea Selatan dan Jepang adalah : a) Ketrampilan dasar,
b) Ketrampilan berfikir, c) Kualitas personal, d) Teknologi Informasi dan
Komunikasi, e) Bahasa asing moderen, f) Kerjasama ( Team Work).. Pemakaian
teknologi baru menuntut keahlian dan ketrampilan baru , dan itu menyebabkan
keahlian dan ketrampilan lama menjadi tidak berguna atau tidak relevan. Untuk
melahirkan dan mengembangkan keahlian serta ketrampilan baru menuntut
diadakannya corak pendidikan dan latihan baru pula. Perubahan tidak saja akan terjadi
dalam struktur lapangan kerja , tetapi juga dalam sistim pendidikan. Untuk dapat
mendekatkan program pendidikan yang relevan dan dibutuhkan masyarakat,
pendidikan harus selalu menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan
(innovations) yang diperlukan. Pelatihan tenaga kerja diperlukan pada periode
tertentu untuk dapat mengaktualkan diri terhadap perkembangan teknologi. Konsep
pendidikan sepanjang hayat (life long education) dianggap perlu bagi dunia kerja,
pekerja harus melatih diri kembali dalam in service training, mengikuti pelatihan
kursus formal dan non formal
Depdiknas memiliki kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK
dibanding SMA dari 30:70 pada tahun 2004, menjadi 67:33 pada tahun 2014.
Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat lebih berorentasi pada
3
pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan dunia usaha dan industri(DUDI).
Pendidikan vokasi dirasa perlu karena memiliki paradigma yang menekankan pada
pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar (demand driven) guna
mendukung pembangunan ekonomi kreatif. Ketersambungan (link) diantara
pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match)
antara employee dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan
vokasi. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat dari
tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian
bidang. (Depdiknas, Renstra 2010 – 2014, 83-85).
Ekonomi kreatif adalah berbagai aktivitas berbasis kreativitas, keterampilan,
dan bakat, yang memiliki potensi ekonomi dan peluang kerja baru melalui penciptaan
dan eksploitasi kekayaan intelektual.. Secara nasional, industri kreatif menyumbang
6,28 % Produk Domestik Bruto (PDB). Dari jumlah tersebut, 28 % di antaranya
disumbangkan oleh industri kerajinan. ini merupakan urutan kedua. Sedangkan
peringkat pertama ditempati oleh produk mode yang menyumbang angka 44 %.
Industri kreatif ini berperan penting dalam penyediaan lapangan pekerjaan,
pembangunan citra dan identitas bangsa di tengah gempuran hebat arus globalisasi,
serta peningkatan ekspor. Sebagai gambaran, nilai ekspor industri ini pada tahun 2007
mencapai 642 juta USD. Jumlah ini meningkat 20 % dari ekspor tahun sebelumnya
yang bernilai 534 juta USD.
(Sumber :JurnalKoperasidanUMKM,edisiIV/September2008).
Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan
dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar
dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal
adalah : a) Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari sistem
pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan
emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b) Dalam on the job
training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersifat general maupun spesifik,
4
c) Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi
fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan
kebutuhan pasar, e) Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan
menggali informasi menjadi penting untuk up dating. (Muljani A. Nurhadi, 2008)
3. DISKUSI DAN PEMBAHASAN
a. Pendidikan Vokasional
Pendidikan di Indonesia landasan hukumnya adalah : Undang-Undang R.l No
20 Tahun 2003 . Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dan
Pancasila. Berdasarkan Undang-Undang R.l No : 20 Tahun 2003 . Pasal 4, ayat (1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, bilai
kultural dan kemajemukan bangsa. Pasal 13, ayat (1) Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pasal 14 , Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pasal 15, Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Pasal 18, ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, (2)
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan, (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas
(SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah
aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sedrajat.
Secara normatif dan legal formal, sebenarnya antara pendidikan liberal dan
pendidikan vokasional disetiap jenjang pendidikan tidak perlu terjadi dikotomi.
Secara jelas pendidikan liberal dan pendidikan vokasional telah diatur dalam undang-
undang, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non
5
formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan/ vokasional.
Bentuk pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan/ vokasional.
Mungkin permasalahan dikotomi yang muncul adalah berkaitan dengan
proporsi, kewenangan , interes kepentingan , masalah politik , kualitas luaran / SDM ,
fasilitas pendukung, sarana parasarana, tuntutan kompetensi dan pengaruh lain diluar
masalah pendidikan.. Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20% diharapkan
dapat memberikan angin segar bagi pennyelesaian berbagai permasalahan pendidikan
di Indonesia, terutama dalam alokasi dana pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi secara proporsional antara pendidikan umum dan vokasional . Kebijakan
Menteri Pendidikan Nasional Indonesia untuk menaikkan proporsi alokasi dana
pengembangan Pendidikan Vokasional sekitar 70 % dan untuk Pendidikan Umum
sekitarr 30 % pada tahun 2014 , diharapkan dapat menunjang berbagi fasilitas
penunjang dan peningkatan SDM tenaga guru / dosen bidang pendidikan vokasional
Kunci utama berkembangnya Jerman dalam penyelenggaraan penddikan
kejuruan(vokasional) adalah, bahwa pendidikan kejuruan (vokasional) akan berjalan
secara efektif dan efisien jika kerjasama antara pendidikan dengan , perdagangan ,
jasa , dunia usaha dan industri (DUDI) dapat terjamin secara berkelanjutan.
Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan (vokasional) di Jerman adalah sebuah Joint
Government – Industry Program, yaitu program pemerintah bersama-sama dengan
industri. Pemerintah Federal dan pemilik industri berbagi pembiayaan untuk Sekolah
Kejuruan Negeri, dengan perbandingan yang lebih tinggi ditanggung pemerintah
sebesar 58 % pada tahun 1991. Hal ini merupakan persyaratan bagi penyelengaraan
pendidikan kejuruan. (Sumber : edu BENCHMARKING, 2008) .
Pada kenyataan dilapangan berdasarkan image (citra) masyarakat umum ,
produk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan produk “ kelas dua “, pada
6
level pendidikan menengah di Indonesia . Sementara ini yang terjadi di Indonesia
antara dunia pendidikan , dunia kerja, dunia usaha dan industri (DUDI) terlihat
berjalan sendiri-sendiri.
Pemerintah sebagai otoritas dari sebuah penyelenggaraan suatu negara harus
dapat mengambil suatu kebijakan secara legal-formal , memberi ruang untuk suatu
mediasi dalam mensinergikan tiga pilar pembangunan, yaitu : a) Pendidikan, b) Dunia
usaha dan industri (DUDI) c) Pemerintah.
Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran besar dalam merencana kan
dan menciptakan SDM tingkat menengah yang profesional dan produktif.
Sebagaimana yang dituangkan dalam Kep Mendiknas RI No: 053/U/2001 tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam Lampiran-5 keputusan ini dijelaskan
bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa , untuk
menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil,
terdidik, dan profesional, serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni (ipteks).
Tujuan penting diselenggarakan pendidikan secara luas menurut Finch and
Crunkliton (1979), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk mencari
penghidupan Dimensi pendidikan vocational menurut Finch & Mc Gough (1982),
meliputi :
(1) Dimensi manusia (human), meliputi hubungan manusiawi,_kreativitas,
komitment (tanggung jawab), fleksibilitas, dan orientasi jauh kedepan.
(2) Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan, pengembangan, manajemen,
dan penilaian.
(3) Dimensi lingkungan (environment) meliputi sekolah, masyarakat, dan
penyediaan tenaga kerja.
7
Bahwa secara teori Pendidikan Vocational menurut Rupert Evans (1978)
bertujuan untuk : a) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, b)
Meningkatkan pilihan pendidikan pendidikan bagi setiap individu dan c) Mendorong
motivasi untuk belajar terus Pendidikan vokasional adalah program pendidikan yang
secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk suatu pekerjaan tertentu
atau untuk persiapan tambahan karier seseorang (United States Congress, 1976)
Wenrich dan Wenrich (1974: 6) menyebutkan bahwa pendidikan vokasi : the
total process of education aimed at developing the competencies needed to function
effectively in an occupation or group of occupations. Makna yang tersirat dalam
definisi ini ialah: (1) pengembangan kompetensi, (2) kompetensi yang dibutuhkan, (3)
kompetensi yang dikembangkan dapat berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang
dikembangkan terkait dengan suatu pekerjaan – atau kelompok pekerjaan. Pendidikan
vokasi merupakan pendidikan yang bersifat khusus (terspesialisasi) dan meliputi
semua jenis dan jenjang pekerjaan. Penafsiran yang tidak benar ialah memaknakan
pendidikan vokasi sebatas pada pendidikan yang hanya concern pada manual skills.
Pendidikan vokasi sesungguhnya concern dengan mental, manual skills, values, dan
attitudes (Wenrich dan Wenrich, 1974: 8). Oleh karena itu, di dalam pendidikan
vokasi secara implisit terkandung unsur-unsur berpikir (cognitive), berbuat
(psychomotor), dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan
kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep ini
menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang pendidikan:
dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan tertentu
membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan
kualifikasi/kompetensi ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi. Paradigma
pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi
demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang
dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman Djojonegoro Kompas, 17 Desember
2007)
8
Menurut Hadiwaratama (2002: 3-6) dalam penyelenggaraan pendidikan
kejuruan hendaknya mengikuti proses: (1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge)
ataupun penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran teori; (2)
pencernaan ilmu (digestion of knowledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah, dan
tutorial; (3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui percobaan-percobaan
di laboratorium secara empiris atau visual (simulasi atau virtual reality); (4)
pengembangan keterampilan (skills development) melalui pekerjaan-pekerjaan nyata
di bengkel praktik sekolah , di Training Center atau magang di industri. Dari ke
empat tahapan proses tersebut keterampilan merupakan yang paling esensial
keberadaannya dalam pendidikan kejuruan.
(Sumber : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/30/dikbud/pend40.htm
Karena berbagai keterbatsan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
pelaksanaan prakerin/ magang industri hanya sebatas portofolio memenuhi standar
minimal, tidak terukur standar kompetensinya.
Keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam
pendidikan kejuruan. Berdasarkan pertimbangna tersebut, sudah selayaknya
Pemerintah untuk mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai
dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah.
Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam
pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi
nyata Learning community
Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan
dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar
dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal
adalah : a) Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari system
pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan
emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b) Dalam on the job
training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersigat general maupun spesifik,
9
c) Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi
fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan
kebutuhan pasar, e) Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan
menggali informasi menjadi penting untuk up dating. Yang perlu diperhatikan dan
diceremati kaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja adalah sebagai berikut : a)
Pendidikan hanya salah satu dari sumber daya manusia yang mempunyai bilai
ekonomis, b) Ada faktor sumber daya manusia lainnya yang juga penting, yaitu :
faktor askriptif dan luck., c) Faktor askriptif mencakup latar belakang sosial ekonomi
keluarga, IQ, faktor fisik, faktor psikologis lainnya., d) Faktor luck memberikan
kontribusi cukup tinggi, yaitu 60 % (Christoper Jenk), tetapi juga diartikan persistent
atau adanya peluang, e) Pendidikan menentukan dan keberhasilan pekerjaan pertama,
tetapi faktor askriptif lebih menentukan mobilitas pekerjaan selanjutnya, f) Sumber
daya manusia hanya salah satu input dari faktor produksi
(Muljani A. Nurhadi, 2008)
Konsep baru efisiensi, adalah keadaan dimana sesuatu produk yang diharapkan
mencapai tingkat maksimal atau sesuatu biaya tertentu atau dimana biaya ditekan
seminimal mungkin dalam rangka menghasilkan suatu produk yang telah ditetapkan.
Karena tujuan pendidikan (outputs) sudah ditetapkan, cara meningkatkan efisiensi
pendidikan dilakukan dengan cara meminimalkan out puts, adalah sebagai berikut :
a) Efisiensi manaiemen dengan menggunakan teori manajemen, yaitu :
1. Dilakukan dengan proses manajemen yang baik (POEC)
2. Dengan time and rnotion study
3. Menerapkan TQM (Total Quality Mangement)
4. Mengembangkan motivasi kerja
5. Pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik
b) Efisiensi ekonomi,: dengan mengatur perbandingan inputs, yaitu :
1. Memahami biaya pendidikan
2. Memahami karakteristik biaya pendidikan
3. Memahami struktur biaya pendidikan
10
4. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pendidikan
5. Memilih strategic cost reduction (SCR).
c) Efisiensi ekonomi. dengan memanfaatkan teknologi.
1. Menggunakan teknologi mesin
2. Menggunakan teknologi informasi
3. Menggunakan teknologi komunikasi
4. Menggunakan teknologi komputer
5. Menggunakan teknologi pendidikan
Dalam prakteknya ketiganya digunakan secara bersama-sama.
(Muljani A. Nurhadi.2008)
Dalam pengembangan pendidikan vokasional akan ditempuh dengan Strategic
cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu yang panjang, dan komitmen
manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif apabila dimulai dari perencanaan,
bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup keseluruhan rantai nilai mulai
dari inputs sampai outputs/marketing, bukan hanya pengurangan pada biaya
produksi. d) Perlu sistem informasi biaya pendidikan yang akurat dan lengkap
Kunci sukses strategic cost reduction. yaitu : a) Kualitas manajemen, sebagai
hasil pengembangan kualitas dalam menghasilkan produk yang dilakukan melalui
Total Quality Management (TQM) jangka panjang, b) Keandalan, peningkatan
kualitas akan meningkatkan keandalan organisasi dalam menghasilkan produk., c)
Kecepatan, dengan keandalan yang tinggi akan meningkatkan kecepatan keakuratan
organisasi dalam menghasilkan produk.
Faktor kegagalan strategic cost reduction yaitu : a) Tidak ada tujuan yang jelas,.
dan tidak dikaitkan dengan usaha mencapai posisi kompetitif di pasar, b) Berorientasi
jangka pendek, karena jangka pendek tidak berumur panjang sehingga biaya kembali
tinggi, c) Bersifat reaktif bukan programartik merupakan reaksi terhadap perubahan
drastis, sehingga lebih merupakan manajmen krisis jangka pendek yang dapat
menimbulkan persoalan baru .d) Tidak adanya pengetahuun memadai tentang sifat
biaya, karena tidak mengenal sifat biaya, strategi yang dipilih tidak tepat sasaran. e)
11
Tidak adanya informasi tentang penyebab terjadinya biaya, karena tidak ada informasi
keadaan biaya sebagai akibat sistim akuntansi dan pelaporan biaya yang jelek,
penyebab tingginya biaya tidak dapat dideteksi. (Muljani A. Nurhadi. 2008)
Finlay, et.al. (1998) telah mendokumentasikan dorongan dan perubahan
kebutuhan masyarakat di berbagai negara: Di Amerika Serikat, misalnya, pemerintah
mendorong produktivitas pertanian dengan melaksanakan pengolahan produksi mulai
dari hulu hingga ke hilir. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah, termasuk pendidikan
diarahkan untuk mendukung mekanisasi pertanian dari hulu hingga ke hilir. Di sini
peran pendidikan vokasional dikedepankan untuk membangun SDM dalam berbagai
jenis dan jenjang. Demikian pula, di Taiwan, majunya sektor informal di sana
dijadikan landasan untuk mengembangkan teknologi terapan. Di sini pula peran
pendidikan vokasional didorong untuk mem-back-up misi ini.
UNI Eropa dan Asia akan memiliki standar kurikulum transnasional
pendidikan keguruan di bidang vokasional. Rancangan rambu- rambu kurikulum
tersebut tengah dibahas bersama oleh 25 negara peserta dalam Kongres I Pendidikan
Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung, 21-23 Juli 2006 .Program yang diinisiasi EU-Asia Link ini diorganisasi
empat lembaga, yaitu Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI (Indonesia),
Universitat Bremen (Jerman), Universiy Autonomia de Barcelona (Spanyol), dan
Universiti Tun Hussein Onn (Malaysia).
Proyek yang dirintis sejak 2006 ini memiliki target utama melahirkan standar
kurikulum pendidikan keguruan bidang vokasional yang akan diterapkan bersama di
Uni Eropa dan Asia. Sekretaris Umum Panitia Kongres I Pendidikan Guru Bidang
Vokasional Tingkat Dunia Prof Aminudin Azis, mengatakan, jika standar kurikulum
ini tercipta, otomatis nantinya akan ikut mengangkat kualitas pendidikan
kejuruan/vokasional di Asia. Kompetensi pendidikan vokasional, dapat menyamai
atau setidaknya ikut mendekati standar kurikulum di Uni Eropa yang lebih dulu maju..
Dengan sendirinya standar kurikulum ini akan mengangkat standar pendidikan
12
vokasional di Indonesia. Dengan standardisasi ini, jika ada mahasiswa yang mau
melanjutkan pendidikan di Eropa.. bisa transfer kredit.
Ketua Proyek EU-Asia Link Georg Spottl menuturkan, tidaklah mudah
membuat suatu acuan standar kurikulum pendidikan keguruan dan pelatihan bidang
vokasional ini mengingat begitu beragamnya unsur budaya dan sosial yang
mengikat di negara masing-masing, khususnya Asia.. Standardisasi kurikulum itu
nantinya hanya mencakup kurikulum inti, yaitu batas minimal kurikulum yang
memadai. standar itu khususnya mengenai teknologi yang digunakan,” Rektor
UPI Prof Sunaryo Kartadinata (2008) mengatakan, kurikulum transnasional yang akan
dihasilkan, diproyeksikan untuk mengantisipasi tantangan globalisasi dan kebutuhan
tenaga kerja di masa mendatang. Berdasarkan isi kurikulum yang akan dihasilkan
hanya terbatas pada “ Kurikulum Inti “ mengenai “Aplikasi Teknologi “, maka
untuk implementasi di negara masing-masing, khususnya Indonesia, perlu diberikan
sentuhan tentang “ kebudayaan “, yang dapat mendukung percepatan penyerapan
teknologi. (sumber :www.kompas.com, 22 Juli 2008).
Ujung tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data
Base yang akurat dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan.
Data base merupakan sebuah perangkat dalam proses perencanaan yang
mempunyai daya guna yang sangat tinggi. Untuk dapat mengalokasikan dana
pendidikan vokasional secara efisien dan dapat diprediksi nilai investasi yang lebih
terukur diperlukan instrumen evaluasi dalam pengembangan pendidikan vokasional.
Sebagai contoh adalah menentukan dan mengatur implementasi alokasi dana untuk
Sekolah Menengah Kejuruan., instrumen tersebut berupa jejaring data base on-line
Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dunia kerja lokal dan global.
Data base-on line ini merupakan jejaringan informasi yang dapat di akses oleh
Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di update setiap
saat, Data base-on –line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah, sektor jasa
industri sebagai demand tenaga kerja dan dunia pendidikan sebagai supply tenaga
kerja
13
b. Potensi Kearifan Lokal
Dalam rangka pengembangan otonomi daerah Undang-Undang nomor 22 tahun
1999 tentang otonomi daerah memberikan wewenang pengelolaan pendidikan kepada
pemerintah daerah. .Pemerintah daerah dengan kekuasaan otonominya seharusnya
mengetahui dengan pasti apa keunggulan daerahnya. Berdasarkan produk keunggulan
daerahnya, maka dibangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) nya.
Misalnya di Bali yang terkenal dengan pariwisatanya, maka pemerintah daerah
fokus pada pembangunan kompetensi keahlian yang berbasis pariwisata. Di Jawa
Tengah yang terkenal sebagai pusat budaya dan juga kerajinan furniture, dibangun
kompetensi yang berbasis kerajinan furniture.
Di Papua yang kaya emas dan juga kayunya, dibangun komptensi keahlian emas
dan kayu. Tiap wilayah di Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai karakteristik
potensi, misalnya: kelautan, perikanan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain
sebagainya . Potensi ini sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan kesejahteraan
masyarakat. Untuk daerah yang memiliki potensi perikanan dan hasil laut bukankah
lebih bermakna didaerahnya dikembangkan menjadi pendidikan vokasional bidang
studi perikanan atau kelautan? Apakah berarti masyarakat di pantai tidak memerlukan
pendidikan umum? Jawabnya ialah perlu. Hal ini mengingat masyarakat tentu masih
ada yang ingin mengembangkan bidang ilmu tertentu.
Yang menjadi persoalan utama ialah bagaimana menentukan dan mengatur
implementasi pendidikan umum dan pendidikan vokasional ? Dengan pendekatan ini
akan terbentuk suatu keahlian yang khusus, unik dan berbeda antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Jika selama ini kita masih sibuk menghabiskan anggaran untuk
membangun infra struktur, misalnya gedung, sekolah dan perlengkapannya atau
mengundang investor membangun industri di daerah,. maka sudah saatnya investasi
kita arahkan untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Tanpa kompetensi.
tanpa adanya “link and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri,
maka segala peralatan, gedung dan investasi menjadi sia-sia. .Berapa banyak gedung
14
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan segala peralatannya yang canggih tidak
berfungsi dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat menjalankannya.
Sudah saatnya kita bekerjasama membangun kompetensi unggulan daerah.
Tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana pendidikan itu
berlangsung. Tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan secara “ sama / seragam “
pada semua masyarakat secara luas. Tujuan pendidikan nasional tidak hanya mengacu
kepada kepentingan nasional, tetapi juga harus memperhatikan kearifan lokal yang
dimiliki setiap daerah. Dalam pengembangan pendidikan, pemerintah harus
memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal sesuai dengan daerah masing-masing.
Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan berbagai jenis kekayaan Sumber Daya
Alam (SDA), serta kegiatan ekonomi produktip yang secara spesifik telah berkembang
antara lain perikanan, pariwisata, kerajinan, budaya dan seni sangat cocok dan sesuai
untuk dikembangkan dengan model pendidikan vokasional. Muatan pendidikan
dipilih secara spesifik, disesuaikan dengan kebutuhan dilingkungan setempat untuk
mendukung pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) dan kegiatan ekonomi produktip.
lokal . Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum teramat penting tetapi
dalam proses pengembangan seringkali para pengembang kurikulum kurang
memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan kurikulum sering diwarnai
oleh pengaruh pandangan para pengembang, yang fokus perhatiannya hanya terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi.. Oleh karena, itu kedudukan yang penting dari
kebudayaan sering terabaikan dan kurang diperhatikan. Para ahli dalam
pengembangan kurikulum vokasional disamping kompetensi dibidang ilmu dan
teknologi harus dapat mengadopsi secara spesifik potensi kearifan lokal.
c. Pendidikan Vokasional Dan Investasi
Edward Sallis, (1993) penulis buku Total Quality Management (TQM) in
Education yang juga mendasarkan pembahasan bukunya sebagai penerapan filosofi
mutu dari Deming untuk pendidikan, menggambarkan dengan diagram sirip ikan
untuk analisis sebab dan pengaruh (causes and effects analysis), bahwa peningkatan
mutu pendidikan memiliki empat kelompok faktor penyebab dan pengaruh, yaitu 1)
15
kebijakan, 2) prosedur, 3) SDM, dan 4) perencanaan. Dari keempat kelompok faktor
tersebut kebijakan adalah faktor yang paling tidak mudah diubah di tengah jalan.
Untuk peningkatan mutu pendidikan, diperlukan kebijakan pendidikan yang dapat
dikomunikasikan dengan baik, komitmen bersama yang kuat, kepemimpinan yang
terlatih dan teruji, serta yang sangat dipentingkan adalah visi dan misi yang jelas dan
implementatif . Visi adalah konsepsi atau antisipasi masa depan yang hidup (a vivid
conception or antisipation) sehingga memerlukan daya imajinatif yang kuat. Visi
harus kuat, jelas, dan menjadi daya pengarah (driving force) bagi keberadaan dan
keberlangsungan sistem. Rumusan visi yang demikian akan melahirkan misi yang
merupakan rumusan-rumusan tugas terhormat yang membuat semua stakeholders atau
shareholders pendidikan termotivasi untuk terlibat dan menjalankannya. Misi adalah
suatu self-imposed task, mirip-mirip dengan tugas suci.
Rumusan atau ungkapan-ungkapan misi yang lahir dari visi yang kuat akan
menjadi ungkapan yang memorable (dapat diingat/dihafalkan), komunikatif, jelas dan
tepat, menyuburkan komitmen bersama, memuat tujuan jangka panjang,
mementingkan customers dan fleksibel. Maksud dari fleksibel adalah adaptif yaitu
dapat diimplementasikan dalam kondisi dengan aneka ragam kendala dan pendukung
Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan diatas, maka dilakukan justifikasi
pengembangan Visi dan Misi pendidikan vokasional yang memberikan “ nilai “ bagi
“ investasi “ adalah sebagai berikut :
1. Visi Dan Misi Pendidikan Vokasional
(a) Visi Pendidikan Vokasional, bertujuan untuk pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia yang kompetensi dan standard
ketrampilannya mengikuti kualifikasi dunia dan mengakomodasi
kompetensi kearifan lokal yang memiliki potensi ekonomi produktip
(b) Misi Pendidikan Vokasional
1) Tidak hanya mennghasilkan skill dan kemampuan ketrampilan
spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, tetapi harus memberi
16
muatan pengembangan anak didik secara totalitas, adaptip
dan pro-aktip terhadap perkembangan ipteks.
2) Untuk dapat mendekatkan program Pendidikan Vokasional
yang relevan dan dibutuhkan masyarakat dalam dimensi lokal
dan global, pendidikan harus selalu menyesuaikan diri (ajust)
dengan segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan
3) Pendidikan Vokasional di Indonesia harus merupakan “link
and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia
industri
2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Vokasional
(a) Kurikulum inti Pendidikan Vokasional untuk pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM), berisikan : (a) Materi pembelajaran untuk
membentuk karakter keunggulan dengan standard global , (b) Materi
pembelajaran untuk membentuk perilaku budaya industri (c) Materi
pembelajaran untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan anak didik
secara totalitas, adaptip dan pro-aktip terhadap perkembangan
IPTEK, meliputi : (a) Matematik/IPA, (b) Bahasa Inggris moderen,
Komputer, dan ICT (c) Model pembelajaran berbasis kompetensi
dalam bidang praktek dan ketrampilan
(b) Pengembangan Kurikulum Khusus sesuai dengan kompetensi yang
dikembangkan dan akan dibentuk pada masing-masing Program Studi,
dengan mengakomodasi potensi ekonomi produktip dan kearifan lokal
di lingkungan masing-masing daerah
(c) Pendidikan Vokasional harus selalu menyesuaikan diri (ajust) dengan
segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan. Salah satu
pendekatan dalam efisiensi penbiayaan.pendidikan vokasional,
pengembangan/perubahan kurikulum pendidikan tanpa harus merubah ”
kurikulum inti ”, tetapi cukup dengan melakukan pembaharuan (ajust
and innovations) dalam ” kurikulum khusus ” sesuai dengan tuntutan
17
kebutuhan ” Dunia Industri ” dan ” Pasar Kerja ” baik lokal maupun
global.
Berikut ini akan diuraikan skema “ Pendidikan Vokasional Berbasis
Investasi “ yang harus dimplementasikan dalam proses rancangan pendidikan
vokasional dalam proyeksi jangka pendek (5 tahun), jangka menengah (10 tahun)
dan jangka panjang (20 tahun), sebagai berikut :
Pendidikan Vokasional Berbasis Investasi
Gambar.1.Pendidikan Vokasional berbasis Investasi
Catatan : 1. Untuk semua Prodi yang dirancang hanya kurikulum Inti.
2. Untuk masing-masing Prodi, ditambah kurikulum spesifik dengan muatan kompetensi dan ketrampilan khusus.
3. Isi kurikulum memberi ruang bagi pengembangan kearifan lokal & kompetensi global.
18
Input Data PendidikanTenaga GuruPrasarana dan SaranaBiaya dan sumber danaManjemen pendidikan
Tenaga KependidikanPrasarana dan SaranaBiayaManjemen pengelolaan
Tenaga KependidikanPrasarana dan SaranaBiayaManjemen pengelolaan
Input Kondisi LingkunganGeografi,demografi
Sosial,ekonomi &budayaIptekGlobalisasi InformasiTransport & aksesibilitas
Dunia kerja, Industri, jasa , perdagangan
Tenaga KerjaLokal Global
AspirasiMasyarakat
KURIKULUM Proses Pendidikan LULUSAN
NPeserta
Didik
Proporsilulusan
Data Base On-line
Data Base On-line
Prediksi Proyeksi
4. Data base kompetensi dan kebutuhan tenaga kerja lokal dan global sebagai instrument untuk prediksi/proyeksi pengembangan infrastruktur, sarpras, SDM, dan penyesuaian kurikulum SMK. Dan selalu dapat di up date setiap saat
Implementasi Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Gambar.2. Implementasi pengembangan SMK berbasis Investasi
Keterangan :
1. Legal formal dari Pemerintah untuk sinergi tiga pilar ,yaitu : (1) dunia pendidikan (SMK),(2) dunia usaha & industri (DUDI), (3) Pemerintah
19
PENDIDIKAN BERBASIS
KOMPETENSI KEARIFAN LOKAL
DAN GLOBAL DENGAN
KURIKULUM FLEKSIBEL
PENDIDIKANSMK 2 TAHUN
PENDIDIKAN SMK 3 TAHUN
TRAINING CENTER 1 TAHUN
SERTIFIKASI KOMPETENSI OLEH
PEMERINTAH & INDUSTRI
BEKERJA
Tidak ada UAN
Masuk Training Center
Pilihan Bekerja
Ada UAN untuk Masuk ke
Perguruan Tinggi
Masuk Perguruan Tinggi
DATA BASE ON LINE SMK
2. Pendidikan dengan kurikulum berbasis kompetensi dan fleksibel serta mengakomodasi kompetensi lokal yang memiliki prospek untuk dikembangkan industri ekonomi produktip
3. Pendidikan Vokasional (SMK) dibagi dalam dua jalur , yaitu : (a) Jalur 3 tahun bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan mengikuti UAN (Ujian Akhir Nasional), tidak perlu mengikuti uji kompetensi di Training Center, (b) Jalur 2 tahun bagi mereka yang ingin langsung bekerja .Tenaga pengajar dari guru sekolah dan instruktur dari industri (Training Center).Tidak ada UAN tetapi harus mengikuti pembelajaran dan uji kompetensi di Training Center. Pembelajaran maksimal selama 2 tahun
4. Bagi siswa SMK jalur 3 tahun dapat ikut Training Center untuk memenuhi persyaratan kompetensi industri tempat bekrerja .
5. Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesuai dengan standard DUDI, Pemerintah harus mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah. Untuk pengakuan sertifikasi secara internasional perlu dilakukan kerjasama dengan institusi / lembaga sertifikasi internasional
6. Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata Learning community
20
Siklus Operasional Data Base On Line VOKASIONAL/SMK
Gambar.3. Data Base On Line SMK
Kebutuahan informasi dan lapangan kerja merupakan kebutuhan sosial
maendasar seluruh lapisan masyarakat. Meningkatkan mutu pelayanan bagi
masyarakat, dengan memberikan “ sentuhan iptek “ merupakan salah satu aplikasi
dari kesetaraan akses masyarakat ke layanan sosial dasar. Daya guna iptek bagi
kehidupan masyarakat antara lain adalah : (1) dapat menunjang kehidupan dengan
efisien, (2) memperpendek suatu proses “ siklus “yang tumpang tindih, (3)
memberikan kualitas lingkungan kehidupan yang nyaman. Pemanfaatan iptek untuk
pelayanan publik (public service) tidak dibatasi dalam lingkup setrata tertentu, tetapi
21
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
(SMK)
Koordinasi :1) Pemerintah
Pusat2) Pemda 3) DUDI Luar
Negeri (Global)4) DUDI Dalam
negeri (Lokal)
Bursa kerja lokal & global industri, jasa
dan perdagangan
1) Arah Kebijakan 2) Evaluasi program3) Proyeksi sarpras,SDM4) Alokasi Dana5) Monitoring program6) Standard Kompetensi 7) Image /Citra
Jejaring Data Base On-Line SMK
harus dapat dimanfaatkan bagi masayarakat seluas-luasnya. (Kusmayanto Kadiman,
2008)
Berdasarkan pertimbangan diatas, pengertian data base on line Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), fungsi , manfaat dan maksud penggunaannya adalah
sebagai sebagai berikut :
1. Ujung tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data
Base yang akurat dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan. Data
base merupakan sebuah perangkat dalam proses perencanaan yang
mempunyai daya guna yang sangat tinggi
2. Proses saling memberikan data dan komunikasi secara on- line antara Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dan jasa perdagangan dan industri (DUDI) akan
merupakan tahap awal dari bersinerginya pendidikan dan dunia kerja.
3. Data base-on line ini merupakan jejaringan informasi yang dapat di akses
oleh Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di
update setiap saat,
4. Data base-on –line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah, sektor jasa
industri sebagai demand tenaga kerja dan SMK sebagai supply tenaga kerja
5. Jejaring data base on-line dapat menayangkan tentang standrad kompetensi
yang dipersyaratkan oleh pemakai tenaga kerja lokal dan global
6. Jejaring data base on-line merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh
pengambil kebijakan ditingkat daerah dan tingkat pusat , sebagai dasar dalam
evaluasi ,memprediksi tenaga kerja, monitorimg, dan alokasi anggaran dana
dan sarana prarana
7. Yang paling utama jejaringan data base on-line sebagai media untuk
membentuk image (citra) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
22
4. KESIMPULANDari hasil kajian yang telah di paparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pendidikan Vokasional (SMK) bertujuan untuk mengembangkan tenaga
kerja yang terampil dan ” marketable ” , untuk dapat meraih kesempatan
kerja dan ” dijual ” dalam ” pasar tenaga kerja ” baik tingkat lokal
maupun global
2. Paradigma Pendidikan Vokasional (SMK) harus mulai berubah dari supply
minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia
kerja yang ber-dimensi lokal dan global.
3. Pendidikan Vokasional (SMK) adalah suatu model dalam pendidikan
untuk menguasai ketrampilan dasar yang essensial dan dapat
dikembangkan dalam bentuk pelatihan, untuk dapat berkompetisi di
pasar kerja lokal dan global
4. Pendidikan Voksional (SMK) diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja secara nasional dan masyarakat lingkungannya dan
diarahkan untuk memasuki pasar kerja global
5. Salah satu tolok ukur keberhasilan pendidikan vokasional (SMK) adalah
membentuk dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat
memberikan peningkatan ekonomi secara nyata.
6. Keberhasilan Jerman , Jepang , Korea Selatan dan negara lain, dalam
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan model program
pendidikan vokasional dalam sistem pendidikannya,.perlu dipertimbangkan
untuk di “ adopsi “ dengan “ modifikasi “ sesuai dengan kondisi di
Indonesia. Untuk efisiensi biaya dapat melakukan kerjasama dengan “
blue print “ kurikulum dan “ sistim “ pengelolaan dari negara tersebut.
7. Untuk dapat mengalokasikan dana pendidikan vokasional (SMK) secara
efisien dan dapat diprediksi nilai investasi yang lebih terukur diperlukan
23
instrumen data base 0n-line tentang kebutuhan tenaga kerja dan
kompetensi tenaga kerja lokal dan global . Data base ini akan dapat
memprediksi alokasi dana pemerintah dalam pengembangan pendidikan
vokasional. Data base ini dapat di “akses “ oleh Pemerintah Pusat,
Depdiknas dan seluruh lembaga pendidikan vokasional / SMK di seluruh
Indonesia Bagi penyelenggara pendidikan vokasional , sebagai tolok ukur
kompetensi serta penyesuaian terhadap materi yang diperlukan oleh dunia
kerja. (DUDI)
8. Untuk memberikan “ nilai investasi “ bagi negara, pendidikan vokasional
harus direncanakan dan diselenggarakan berdasarkan ke “ ke -mitraan “
dan hubungan “ sinergi “ yang saling mendapatkan “ keuntungan “ antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha / industri dan
Pendidikan Vokasional (SMK) .
9. Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesusai
dengan standard DUDI, Pemerintah harus mendirikan Training Center
bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya.
Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan
pengembangen potensi lokal daerah
REFERENSI
Conny..R. Semiawan dan Soedijarto 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Jakarta : Penerbit P.T. Grasindo.
Darling-Hammond, L. (1996). The right to learn and the advancement of teaching: research, policy, and practice for democratic education. Educational Researcher, 25, 6:5-17.
Depdiknas. (2001). Kep Mendiknas RI No. 053/U/2001. Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang R.l No 20 Tahun 2003,tentang Pendidikan Naional, Depdiknas, Jakarata
24
Depdiknas, 2009, Rencana Strategis Departemen Pendiikan Nasional , Tahun 2010 – 2014,17 September 2009, Jakarta
Dwi Siswoyo, 1996, Ilmu Pendidikan Dalam Tantangan, Cakrawala Pendidian Nomor : 1 Tahun XV, Februari 1996, LPM, IKIP Yogyakarta
Edward Salls, 1993, Total Quality Management In Education, Philadelphia, LondonFinlay, Ian, dan Niven, Stuart, dan Young, Stephanie (Eds). (1998). Changing
Vocational Education and Training: An International Comparative Perspective. London: Routledge.
Husaini Usman, 2008, Manajemen, Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta Penerbit P.T. Bumi Aksara.
Hadiwaratama. (2002). Pendidikan kejuruan, investasi membangun manusia produktif. Makalah disampaiakan dalam HARDIKNAS. Harian KOMPAS 30 April 2002. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/30/dikbud/pend40.htm .
H, Edward Kim, 2003 Fact About Korea, Hollym Corporation PublishersKusmayanto Kadiman, 2008, Pedoman Program Insentif, Kementrian NegaraRiset dan Teknologi (RISTEK) , JakartaMuljani A. Nurhadi, 2008, STRATEGI EFISIENSI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN,
Materi kuliah Ekonomi Pendidikan dan Ketenaga Kerjaan, Program Pasca Sarjana –S3, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY
Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. St. Leonard: Allen & Unwin Pty, Ltd.
Umberto Sihombing dan Park,Jin-Ryeo, 2002, Gerakan Masyarakat Baru di Korea, Filosofi dan Aplikasi Saemaul Undong, Ditjen PendidikanLuar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional danKorea International Cooperation Agency (KOICA)
Wardiman Djojonegoro, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Jakarta , Penerbit : P.T. Jayakarta Agung Offset
Wenrich, R.C., dan Wenrich, J.W. (1974). Leadership in Administration of Vocational and Technical Education. Columbus: Charles E MerrillPublishing Company, A Bell & Howell Company
(http://www.germanculture.com.ua) (http://en.wikipedia.org
Pendidikan Kejuruan: Disusun, Kurikulum Transnasional Eropa-Asia Harian Umum Kompas 23 July 2008, © 2008 PENAPENDIDIKAN.COM(www.kompas.com, 22 Juli 2008)
Wardiman Djojonegoro Kompas, 17 Desember 2007 (http://en.wikipedia.org)
25
Johari, Khir. 2004. My philosophy of education.
http://www.khirjohari.com/edu/philofedu.htm.
JurnalKoperasidanUMKM,edisiIV/September2008).
Biografi Penulis:
Dosen Pndidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Tahun 2009 Kandidat Doktor (S3) Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
26