Pemantauan creel indonesiabarat10

89

description

 

Transcript of Pemantauan creel indonesiabarat10

Page 1: Pemantauan creel indonesiabarat10
Page 2: Pemantauan creel indonesiabarat10

CREEL PEMANTAUAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT TAHUN 2010 ©2011 ISBN : 978-602-9445-06-0

Oleh : Nurul Dhewani Mirah Sjafrie

Desain & Tata Letak : Dewirina Zulfianita Sumber Foto : CRITC COREMAP LIPI

Coral Reef Information and Training Center Coral Reef Rehabilitation and Management Program Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia COREMAP II - LIPI Jl. Raden Saleh No. 43 Jakarta 10330 www.coremap.or.id

Page 3: Pemantauan creel indonesiabarat10
Page 4: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

i

KATA SAMBUTAN Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menyelamatkan terumbu karang di perairan Indonesia. Saat ini COREMAP telah memasuki tahap kedua yang disebut juga sebagai “Fase Akselerasi”. Pada COREMAP Fase II di wilayah Indonesia bagian barat mendapat dukungan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) yang meliputi delapan Kabupaten/Kota, yaitu Batam, Lingga, Natuna, Bintan, Nias, Nias Selatan, Tapanuli Tengah dan Kepulauan Mentawai. Pemantauan pendaratan hasil perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan suatu kegiatan yang penting dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui dinamika sumberdaya ikan di lokasi COREMAP II. Data yang dikumpulkan dari hasil kegiatan berbasis masyarakat ini dapat dianalisa lebih lanjut untuk menghasilkan kebijakan berikutnya yang berkaitan dengan hasil perikanan, pola tangkap, pendapatan nelayan, dan upaya pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, CRITC COREMAP II – LIPI bersama-sama PIU Kabupaten/Kota berusaha memfasilitasi masyarakat untuk melakukan kegiatan CREEL di wilayahnya. Fasilitasi yang dilakukan CRITC Pusat, antara lain menyusun buku panduan, mengadakan pelatihan, menyediakan anggaran pendukung, dan melakukan kompilasi serta analisis data secara nasional. PIU bersama CRITC Kabupaten/Kota dibantu oleh Fasilitator dan Motivator Desa memfasilitasi pelatihan bagi masyarakat, melakukan pengumpulan data, dan mendistribusikan buku panduan. Buku ini merupakan gambaran kondisi perikanan nelayan di lokasi COREMAP II kawasan Indonesia bagian barat, utamanya hasil perikanan dari terumbu karang, yang datanya dihimpun sejak tahun 2008 sampai sekarang. Semoga upaya ini bermanfaat dan lebih meningkatkan usaha untuk melestarikan terumbu karang kita semua. NPIU-CRITC COREMAP II Direktur, Dr. Giyanto, Ssi, MSc.

Page 5: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

ii

KATA PENGANTAR

Buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2010 ini merupakan buku yang diterbitkan tahunan oleh CRITC COREMAP II LIPI. Buku ini dibuat berdasarkan kompilasi hasil pendataan di 8 lokasi COREMAP ADB. Pengambilan data dilakukan oleh para pencatat yang telah terlatih di lokasi-lokasi tempat pendaratan ikan di kabupaten Nias, Nias Selatan, Kepulauan Mentawai, Tapanuli Tengah, Kota Batam, Kabupaten Natuna, Bintan dan Lingga. Jumlah desa pendataan CREEL adalah 43 desa yang terdiri dari 59 lokasi pendaratan ikan. Dalam buku ini digambarkan hasil tangkapan nelayan, lokasi penangkapan ikan, jenis tangkapan, Catch Per Unit Effort (CPUE) dan trend tangkapan tahunan. Disadari bahwa terwujudnya buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2010 ini karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pengambil data lapangan, CRITC Kabupaten/Kota serta PIU Kabupaten/Kota di wilayah COREMAP II ADB. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak dari proses pengambilan data sampai tersusunnya buku ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Endah Susianti, Dewirina Zulfianita, Djuwariah, Siti Zulha, Widodo, Agus Dendi Rohendi, Ahmad Reza Dzumalex dan Raden Sutiadi yang telah membantu dalam ‘entry data’, ‘data clearing’ dan pembuatan grafik-grafik. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini, untuk itu saran maupun kritik yang membangun sangat kami harapkan. Jakarta, November 2011 Penulis

Page 6: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

iii

DAFTAR ISI Hal KATA SAMBUTAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 I.2. Tujuan 2 BAB II METODOLOGI II.1. Lokasi Pendataan 3 II.2. Waktu Pendataan 3 II.3. Cara Kerja 3 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. Kabupaten Lingga 5 III.1.2. Gambaran Umum Kabupaten Lingga 5 III.1.3. Lokasi Penangkapan Nelayan 5 III.1.4. Hasil Tangkapan Nelayan 7 III.1.1. Jenis Tangkapan 10 III.1.5. Catch Per Unit Effort 12 III.2. Kabupaten Bintan III.2.1. Gambaran Umum Kabupaten Bintan 14 III.2.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 14 III.2.3. Hasil Tangkapan Nelayan 15 III.2.4. Jenis Tangkapan 18 III.2.5. Catch Per Unit Effort 20 III.3. Kota Batam III.3.1. Gambaran Umum Kota Batam 23 III.3.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 23 III.3.3. Hasil Tangkapan Nelayan 24 III.3.4. Jenis Tangkapan 28 III.3.5. Catch Per Unit Effort 31

Page 7: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

iv

III.4. Kabupaten Natuna III.4.1. Gambaran Umum Kabupaten Natuna 33 III.4.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 33 III.4.3. Hasil Tangkapan Nelayan 35 III.4.4. Jenis Tangkapan 37 III.4.5. Catch Per Unit Effort 40 III.5. Kabupaten Kepulauan Mentawai III.5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai 42 III.5.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 42 III.5.3. Hasil Tangkapan Nelayan 43 III.5.4. Jenis Tangkapan 46 III.5.5. Catch Per Unit Effort 48 III.6. Kabupaten Tapanuli Tengah III.6.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah 52 III.6.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 52 III.6.3. Hasil Tangkapan Nelayan 53 III.6.4. Jenis Tangkapan 56 III.6.5. Catch Per Unit Effort 58 III.7. Kabupaten Nias III.7.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias 61 III.7.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 61 III.7.3. Hasil Tangkapan Nelayan 62 III.7.4. Jenis Tangkapan 66 III.7.5. Catch Per Unit Effort 68 III.8. Kabupaten Nias Selatan III.8.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias Selatan 70 III.8.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 70 III.8.3. Hasil Tangkapan Nelayan 72 III.8.4. Jenis Tangkapan 75 III.8.5. Catch Per Unit Effort 75 DAFTAR BACAAN 77

Page 8: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

v

DAFTAR TABEL Hal Tabel 1 Junlah Desa dan Lokasi Pendataan CREE di 8 Kabupaten Lokasi

COREMAP II 3

Tabel 2. Tangkapan nelayan di Kabupaten Lingga 2010 7 Tabel 3. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga 2010 11 Tabel 4 Tren Jenis Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Lingga 11 Tabel 5 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 2010 16 Tabel 6 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Bintan 2010 19 Tabel 7 Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Bintan 20 Tabel 8 Tangkapan Nelayan di Kota Batam 2010 25 Tabel 9 Jenis tangkapan di Kota Batam 2010 29 Tabel 10 Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kota Batam 31 Tabel 11 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 2010 35 Tabel 12 Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna 2010 38 Tabel 13 Tren Tangkapan Dominan Nelayan di Kabupaten Natuna 39 Tabel 14 Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Natuna 39 Tabel 15 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 44 Tabel 16 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 48 Tabel 17 Tren Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten

Kepulauan Mentawai 48

Tabel 18 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 53 Tabel 19 Ikan Karang dan ikan Asosiasi Dominan di Kabupaten Tapanuli

Tengah 2010 58

Tabel 20 Tren Tangkapan Dominan Nelayan masing-masing desa di Kabupaten Tapanuli Tengah

58

Tabel 21 Tangkapan Nelayan di kabupaten Nias Utara 2010 63 Tabel 22 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Nias 2010 67 Tabel 23 Tren Tangkapan Dominan di masing-masing Desa Kabupaten Nias 68 Tabel 24 Tangkapan nelayan di Kabupeten Nias Selatan 2010 72

Page 9: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

vi

DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Lingga 6 Gambar 2 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Lingga

2010 8

Gambar 3 Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Lingga 9 Gambar 4 Tren Tangkapan Masing-masing Desa di Kabupaten Lingga 9 Gambar 5 Jenis Tangkapan Nelayan berdasarkan famili di Kabupaten Lingga

2010 10

Gambar 6 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010 12 Gambar 7 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 13 Gambar 8 Tren CPUE di Masing-masing desa di Kabupaten Lingga 13 Gambar 9 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 15 Gambar 10 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Bintan

2010 16

Gambar 11 Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Bintan 17 Gambar 12 Tren Tangkapan Masing-masing Desa 18 Gambar 13 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan 2010 19 Gambar 14 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 21 Gambar 15 Trend alat tangkap dominan di kabupaten Bintan 22 Gambar 16 Tren CPUE Alat Tangkap Pancing dan Jaring di Masing-masing Desa

Kabupaten Bintan 22

Gambar 17 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kota Batam 24 Gambar 18 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kota Batam 2010 26 Gambar 19 Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kota Batam 2010 27 Gambar 20 Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa 28 Gambar 21 Jenis ikan karang tangkapan nelayan di Kota Batam 2010 30 Gambar 22 CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 2010 32 Gambar 23 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 32 Gambar 24 Lokasi penangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 34 Gambar 25 Tangkapan berdasarkan alat tangkap hari di Kabupaten Natuna

2010 36

Gambar 26 Tren rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Natuna 36 Gambar 27 Tren rata-rata tangkapan nelayan setiap desa (kg/bulan) 37 Gambar 28 Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Natuna 2010 37 Gambar 29 Trend CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Natuna

2010 40

Page 10: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

vii

Gambar 30 Tren CPUE alat tangkap pancing tunda dan pancing ulur di masing-masing desa Kabupaten Natuna

41

Gambar 31 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai

43

Gambar 32 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010

45

Gambar 33 Trend tangkapan nelayan rata-rata (kg/bulan) di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010

46

Gambar 34 Jenis Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 47 Gambar 35 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 49 Gambar 36 Tren CPUE Alat tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten

Kepulauan Mentawai 50

Gambar 37 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 52 Gambar 38 Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap di

Kabupaten Tapanuli Tengah 54

Gambar 39 Tren Rata-rata Tangkapan (kg/ bulan) di Kabupaten Tapanuli Tengah

55

Gambar 40 Tren hasil tangkapan di 3 desa Kabupaten Tapanuli Tengah 56 Gambar 41 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 57 Gambar 42 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 59 Gambar 43 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 60 Gambar 44 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Utara 62 Gambar 45 Tangkapan Rata-rata nelayan berdasarkan beberapa alat tangkap 64 Gambar 46 Tren Tangkapan Nelayan Per bulan di Kabupaten Nias Utara 65 Gambar 47 Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di masing-masing

desa 66

Gambar 48 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Nias 2010 66 Gambar 49 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias 2010 69 Gambar 50 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias 69 Gambar 51 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Selatan 71 Gambar 52 Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap 73 Gambar 53 Tren tangkapan Nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Nias Selatan 74 Gambar 54 Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa Kabupaten Nias

Selatan 74

Gambar 55 Beberapa jenis tangkapan dominan di Kabupaten Nias Selatan 2010 75 Gambar 56 Tren CPUE Alat Tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten Nias

Selatan 76

Page 11: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG Terumbu Karang merupakan ekosistem khas daerah tropika. Ekosistem ini mempunyai peranan yang penting dari sisi ekologi, ekonomi dan estetika. Secara ekologi, ekosistem ini berfungsi sebagai pelindung pantai, sumber perikanan serta sumber nutrisi bagi biota yang hidup di dalamnya. Dari sisi ekonomi, ekosistem ini merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan, sumber pendapatan (penghasil kapur, bahan bangunan) dan dapat menghasilkan devisa bagi pengusaha wisata bahari. Dari segi estetika, terumbu karang memiliki keindahan bawah laut yang menjadi aset pariwisata. Selama ini terumbu karang banyak dimanfaatkan nelayan sebagai sumber mata pencaharian. Ikan karang dan biota lainnya seperti udang, teripang, kerang-kerangan merupakan sumber penghasilan para nelayan. Direktorat Jendral Perikanan, 1991 (dalam Dahuri, et al., 1996) memperkirakan bahwa potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di Indonesia adalah sebesar 80.802 ton/km2/th dengan luas total terumbu karang lebih kurang 50.000 km2. Sangat disayangkan bahwa untuk mendapatkan ikan dan biota lainnya para nelayan masih menggunakan teknik-teknik penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Penangkapan ikan dengan menggunakan bubu, lampara dasar, kelong, gillnet, racun dan bom masih terus berlangsung. Akibatnya kerusakan terumbu karang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dari 985 stasiun yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 5,48 % terumbu karang di Indonesia dalam kondisi sangat baik. Melihat keadaan terumbu karang yang cukup memprihatinkan itu, berbagai usaha telah dilakukan, diantaranya adalah program nasional rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP). Tujuan utama program ini adalah untuk pengelolaan pemanfaatan sumber daya terumbu karang yang berkelanjutan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya COREMAP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan yang dikenal sebagai Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL). Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dari sudutpandang masyarakat. Perubahan-perubahan itu meliputi: hasil tangkapan, jenis-jenis yang tertangkap, penggunaan alat tangkap serta melihat CPUE. Dengan pendekatan CREEL, maka masyarakat nelayan diharapkan dapat secara mandiri berupaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan terumbu karang demi menjamin penghasilan dan usaha penangkapan ikan agar keperluan mereka terpenuhi secara terus menerus.

Page 12: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

2

I.2. TUJUAN Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) ini bertujuan untuk : 1) mengetahui dimanika hasil tangkapan nelayan, 2) jenis-jenis apakah yang dominan., 3) lokasi penangkapan dan sebagainya. Hasil pemantauan CREEL ini sangat berguna untuk menetapkan kebijakan pengelolaan perikanan ke depan. Misalnya: pengaturan penggunaan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan serta melihat pengaruh Daerah Perlindungan Laut (DPL), sehingga ke depan informasi tersebut dapat dijadikan bahan dasar pengelolaan.

Page 13: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

3

BAB II METODOLOGI Pemantauan Perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan survei terpadu yang terdiri dari berbagai komponen COREMAP. Komponen CBM yang terdiri dari motivator desa, LPSTK bahkan masyarakat umum berperan sebagai pencatat. CRITC kabupaten/kota berperan sebagai pengumpul data yang telah diambil oleh pencatat di setiap lokasi pencatatan dan menganalisis data tersebut untuk lingkup desa. CRITC Pusat berperan dalam menganalisis data dalam lingkup kabupaten. Oleh karena itu keberhasilan survei CREEL ini sangat tergantung pada peran masing-masing komponen tersebut. II.1. LOKASI PENDATAAN Pendataan CREEL selama periode 2008 – 2010 dilakukan di 8 Kabupaten di wilayah COREMAP ADB. Untuk setiap Kabupaten/Kota, lokasi survei CREEL tidaklah sama, tergantung kesepakatan dengan para pencatat. Jumlah desa dan lokasi pendaratan ikan untuk melakukan survei CREEL dirangkum pada Tabel 1. Di bawah ini. Tabel 1. Jumlah Desa dan Lokasi Pencatatan CREEL di 8 Kabupaten Lokasi COREMAP II No Kabupaten/Kota Jumlah Desa

Pencatatan Creel Jumlah Lokasi

Pencatatan Creel 1 Kabupaten Mentawai 4 4

2 Kabupaten Tapanuli Tengah 3 5 3 Kabupaten Nias 8 8 4 Kabupaten Nias Selatan 2 2 5 Kabupaten Lingga 7 14 6 Kabupaten Bintan 5 9 7 Kota Batam 7 10 8 Kabupaten Natuna 7 7 Jumlah 43 59 II.2. WAKTU PENDATAAN Pencatatan pendaratan ikan dilakukan setiap bulan selama 3 hari berturut-turut. Pada tahun 2008, pendataan dimulai sejak bulan Juni, sedangkan tahun 2009 dan 2010 pendataan berlangsung sejak bulan Januari sampai Desember. Namun demikian selama masa tersebut juga telah terjadi pergantian desa lokasi CREEL dan pergantian pencatat. II.3. CARA KERJA Pengumpulan Data Pengumplan data dilakukan oleh para pencatat di masing-masing desa. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada saat hasil tangkapan tertinggi setiap bulan. Data yang rutin dikumpulkan setiap bulan adalah formulir 2. Formulir ini berisi tentang responden, lokasi pendaratan ikan, lokasi penangkapan, alat tangkap, jenis tangkapan serta harga per jenis ikan. Pengisian formulir mengikuti buku “Pedoman

Page 14: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

4

Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat”. Responden yang didata adalah nelayan yang cenderung menangkap ikan karang. Jumlah responden umumnya adalah 10% - 30% dari seluruh nelayan terumbu karang di suatu lokasi pendataran ikan. Entry Data Setelah data dikumpulkan oleh pencatat, data tersebut diserahkan ke CRITC Kabupaten. Di kabupaten data dimasukkan ke dalam software/template CREEL yang merupakan aplikasi berbasis Excel. Pada proses entry data ini banyak sekali human error, sehingga data yang sudah dimasukkan di dalam aplikasi CREEL harus dibersihkan (clearing data). Clearing Data Dari hasil entri data, umumnya masih ditemukan beberapa kesalahan dalam memasukkan data-data CREEL. Sebagian besar kesalahan terletak pada Inkonsistensi dalam penulisan tanggal, kode lokasi pendaratan ikan, naman responden, lokasi penangkapan, lokasi pendaratan ikan, jenis ikan maupun jenis alat tangkap. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil analisa data. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan Clearing Data agar data yang dimasukkan dapat dianalisa secara benar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas Find and Replace. Analisa Data Data yang telah ‘bersih’ dalam aplikasi CREEL siap untuk dianalisa. Variabel yang diamati adalah: total tangkapan nelayan; tangkapan per alat tangkap, jenis tangkapan dan Catch Per Unit Effort. Data yang telah dianalisa ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik atau diagram. Untuk melihat trend perikanan di masing-masing kabupaten/kota, data terkini dibandingkan dengan data pada tahun sebelumnya.

Page 15: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

5

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. KABUPATEN LINGGA III.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Lingga Kabupaten Lingga merupakan salah satu Kabupaten yang baru terbentuk setelah adanya pemekaran wilayah di Propinsi Kepulauan Riau. Secara geografi wilayah Kabupaten Lingga terletak antara 0o – 1o Lintang Selatan dan 103o 30’ – 105o 00’ Bujur Timur, dengan luas wilayah ± 211.772 km2. Terdapat lima kecamatan di Kabupaten ini, yaitu Kecamatan Singkep, Kecamatan Singkep Barat, Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga Utara, dan Kecamatan Senayang. Wilayah kabupaten ini terdiri dari 377 pulau besar dan kecil, 94 diantaranya telah berpenghuni dan sisanya belum dihuni. Luas perairan Lingga yaitu 241.898, 28 km2, lebih luas dibandingkan dengan daratannya. Hal tersebut membuat pekerjaan utama penduduk Lingga adalah sebagai nelayan (Manuputty, 2007). Keadaan laut di beberapa lokasi COREMAP di Lingga umumnya masih baik, yaitu lautnya bersih, keadaan terumbu karangnya juga relatif terpelihara dengan baik, kecuali di dua lokasi pulau terjauh, yaitu yaitu Berjung dan Penaah. Kedua lokasi ini berbatasan dengan Laut Cina Selatan sehingga banyak nelayan dari berbagai kabupaten Bintan, Batam maupun dari negara lain yang seringkali menangkap ikan dengan menggunakan bom, potas ataupun sianida sehingga keadaan terumbu karang di kedua lokasi COREMAP ini yang paling rusak. Bahkan nelayan luar daerah tersebut berani mengebom di daerah perlindungan laut yang telah ditetapkan oleh COREMAP. Nelayan setempat tidak mampu melakukan apapun untuk menghalau kegiatan penangkapan ikan yang destruktif tersebut karena keterbatasan kemampuan perahu yang dimiliki. Dalam upaya untuk mengatasi degradasi terumbu karang di Kabupaten Lingga, COREMAP telah melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat. Misalnya pembentukan kelompok pengawas terumbu karang, memberikan alternatif mata pencaharian serta membentuk daerah perlindungan laut (DPL). Upaya tersebut diharapkan dapat menekan kerusakan yang terjadi, lebih khusus lagi dapat meningkatkan pendapatan nelayan, terutama nelayan yang menangkap ikan di sekitar terumbu karang. III.1.2. Lokasi Penangkapan Nelayan Pusat penangkapan ikan Kabupaten Lingga tergantung tempat tinggal nelayan. Di desa Temiang, lokasi penangkapan ikan meliputi perairan di sekitar Laut Nyamuk, Remang, Ompos, Air Tombu, Tue, Terumbu Raye, Tajur, Pulau Belang, ujung Pulau Batang, Cik Nen, Pulau Senang, Kibon, Air Jambu, Pulau Tuju, Pulau Paku Tinjul dan Teban. Lokasi penangkapan ikan di desa Benan diantaranya Benan, Kepala Katang, Laut Timor, Malang Tongkang, Karang Laut dan Karang Pesisir. Lokasi penangkapan ikan di Sekanah

Page 16: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

6

diantaranya Karang Pulau, Selat Putut, Karang Sasah, Karang Laut dan Pulau Burung. Lokasi penangkapan ikan di desa Limbung diantaranya Pulau Barok, Pulau Kekek, Muara Sakeke dan Pulau Telom. Lokasi penangkapan ikan di desa Berjung diantaranya Pulau Buaya, Pulau Bulat, Pulau Sipat dan Pulau Sadai. Lokasi penangkapan ikan di desa Mamut diantaranya Pulau Bugai, Pulau Kalan, Sungai Sebong, Suak Ratai, Pulau Malim, Pulau Laya, Terumbu Panjang, Pulau Pelonggot, Pulau Peragi dan Pulau Paku.

Gambar 1. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Lingga

Page 17: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

7

III.1.3. Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pengambilan data CREEL tahun 2009 di Kabupaten Lingga dilakukan di 7 desa, yaitu Limbung, Benan, Berjung, Penaah, Sekanah, Temiang dan Mamut. Di masing-masing desa ditetapkan 2 lokasi pendaratan ikan sebagai tempat pendataan, sehingga jumlah lokasi pendaratan ikan di Kabupaten Bintan adalah 14 lokasi. Hasil tangkapan nelayan bervariasi setiap bulannya. Rata-rata tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan dari bulan Januari– Desember 2010 adalah sebesar 176,42 kg/bulan (Tabel 2). Tangkapan nelayan terlihat cenderung meningkat pada bulan Februari sampai Juni, kemudian menurun pada bulan Juli sampai Desember 2010. Keadaan ini bertentangan dengan Romdiati, et.al (2006) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan terbesar umumnya diperoleh nelayan pada Musim Selatan (Juni-September). Jika dibandingkan dengan tangkapan pada tahun 2009 hasil ini juga bertentangan, karena pada tahun 2009 hasil tangkapan nelayan tertinggi dijumpai pada bulan Juli – November (Sjafrie, 2010). Tabel 2. Tangkapan nelayan di Kabupaten Lingga 2010 Bulan Total Tangkapan

(kg) Jumlah lokasi pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Januari 1635 14 116,79

Februari 2958,6 14 211,33

Maret 2625,1 14 187,51

April 3352,7 14 239,48

Mei 4331,5 14 309,39

Juni 4659,4 14 332,81

Juli 1460,7 13 104,34

Agustus 1624,6 14 116,04

September 1439,2 14 102,80

Oktober 2121,7 14 151,55

November 1712,6 14 122,33

Desember 1604,8 14 114,63

Rata-rata 176,42

Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Hasil identifikasi alat tangkap tahun 2010, diketahui bahwa nelayan di Kabupaten Lingga menggunakan 5 jenis alat tangkap, yaitu bubu, candit, jaring, pancing dan pancing rawai. Namun demikian hanya 3 alat tangkap yang memberikan kontribusi signifikan kepada total tangkapan, yaitu bubu, pancing dan rawai (Gambar 2)

Page 18: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

8

Gambar 2. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010

Dibandingkan dengan tahun 2009, alat tangkap nelayan tahun 2010 berkurang sekitar 50%. Hal ini disebabkan adanya kesepakatan pencatat tentang pendataan alat tangkap. Alat tangkap jaring didefinisikan sebagai alat tangkap berbentuk net yang diletakkan statis di perairan, termasuk jaring kepiting. Sedangkan alat tangkap pancing adalah alat tangkap berupa pancing dengan mata kail, dapat merupakan pancing tunda atau pancing ulur. Sementara itu definisi bubu adalah alat tangkap berupa perangkap yang penggunaannya diletakkan di dasar perairan. Gambar 2. memperlihatkan bahwa alat tangkap bubu memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan. Penggunaan bubu terbanyak dilakukan oleh nelayan di desa Penaah dan Temiang, sedangkan di desa Benan bubu juga digunakan, namun tidak sebanyak di kedua desa tersebut. Kontribusi alat tangkap pancing lebih besar hampir 30% dibandingkan dengan alat tangkap jaring. Trend Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di daerah-daerah COREMAP Kabupaten Lingga telah dilakukan sejak tahun 2008. Perbandingan data yang diperoleh pada tahun 2008 sampai 2010 menunjukkan bahwa rata-rata tangkapan per bulan cenderung meningkat. Pada tahun 2008, rata-rata tangkapan per bulan sebesar 101,5 kg, bertambah menjadi 105,9 kg tahun 2009 dan 176,42 kg pada tahun 2010 (Gambar 3).

Page 19: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

9

Gambar 3. Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Lingga

Apabila dilihat dari tren tangkapan masing-masing desa, diketahui bahwa kenaikan rata-rata tangkapan nelayan per bulan tahun 2010 disebabkan oleh adanya kenaikan hasil tangkapan di beberapa desa (Gambar 4). Di desa Penaah dan Sekanah, tangkapan nelayan naik lebih dari 50%. Artinya kedua desa tersebut memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap rata-rata tangkapan nelayan. Demikian pula untuk desa Benan, Limbung dan Temiang.

Gambar 4. Trend Tangkapan di Masing-masing Desa Kabupaten Lingga

Page 20: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

10

III.1.4. Jenis Tangkapan

Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Lingga sangat bervariasi. Jenis tangkapan dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok ikan dibedakan lagi menjadi kelompok ikan karang dan non ikan karang. Kelompok ikan karang didominasi oleh 5 famili, yaitu : Carangidae, Lutjanidae, Siganidae, Haemulidae dan Serranidae (Gambar 5) Kelompok non ikan karang yang umumnya tertangkap di Kabupaten Lingga adalah jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam famili Sphyraenidae dan Scomridae. Sedangkan kelompok non ikan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan nelayan adalah famili Portunidae dan Loligonidae.

Gambar 5. Jenis Tangkapan nelayan berdasarkan famili di Kabupaten Lingga 2010

Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Ikan-ikan karang yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Lingga dikelompokkan menjadi sepuluh jenis ikan karang yang dominan berdasarkan jumlah tangkapannya (Tabel 3).

Page 21: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

11

Tabel 3. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga 2010 Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Famili

Mentimun / Landok/ Mentimun besar/LUT 3

Lutjanus decussatus Lutjanidae

Rentek / Bulat/CAR 2 Carangoides fulvoguttatus Carangidae

Selar/CAR 6 Atule mate Carangidae

Kaci/Mensiko/HAE 5 Plectohinchus flavomaculatus Haemulidae

Sagai / Kepeng/CAR 1 Caranx caeruleopinnatus Carangidae

delah pisang/CAR 4 Caranx melampygus Carangidae

Ketambak / Tambak / Mempinang/LET 4

Lethrinus lentjan Lethrinidae

Pelantak / Mentimun landuk / Kutu Batu/LUT 4

Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae

Rapang/MUG 1 Valamugil sp Mugillidae

Dingkis/SIG 3 Siganus argenteus Siganidae

Tren Jenis Tangkapan Tren tangkapan nelayan selama tahun 2009 sampai 2010 memperlihatkan kecenderungan nelayan adalah menangkap ikan karang. Hal ini didukung oleh data alat tangkap bubu dan pancing memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil tangkapan. Tren tangkapan d masing-masing desa juga mendukung keadaan ini. Tabel 4 memperlihatkan bahwa di desa Sekanah dan Temiang tangkapan dominan kedua desa tersebut adalah ikan karang. Sementara itu di desa Limbung tren jenis tangkapan terlihat sama sejak tahun 2008, yaitu rajungan. Informasi dari pencatat dikatakan bahwa hampir semua nelayan desa Limbung menangkap rajungan, hanya ada beberapa orang saja yang mengambil ikan. Tabel 4. Tren Jenis Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Lingga

DESA 2008 2009 2010

Benan Selar (CAR 8) Pari Ume

Berjung Bawal Sotong Karang Tongkol (SCO 5)/ sotong

Limbung Rajungan Rajungan Rajungan

Mamut Mentimun (LUT 3) Ikan Karang Mentimun/LUT 3

Penaah Tenggiri Ikan Karang Jahan

Sekanah Pari Ikan Karang Ikan Karang

Temiang Ikan karang Ikan Karang Ikan Karang

Page 22: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

12

III.1.5. Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Catch Per Unit Effort atau total tangkapan per satuan usaha menunjukkan produktifitas per masing-masing alat tangkap yang digunakan di tiap daerah. Alat tangkap di kabupaten Lingga yang umum digunakan adalah bubu, pancing dan jaring. Sementara itu alat tangkap candit digunakan oleh sebagian kecil nelayan di desa Benan, Berjung, Mamut, Penaah dan Temiang. Penangkapan per Satuan Usaha (Catch Per Unit Effort/CPUE) dari kelima alat tangkap itu memberikan gambaran yang berbeda . CPUE untuk alat tangkap bubu terlihat paling tinggi (38,05 kg) dibandingkan dengan CPUE alat tangkap lainnya. Alat tangkap ini terlihat banyak digunakan oleh oleh nelayan desa Penaah dengan jenis tangkapan umumnya adalah ikan-ikan karang. Nilai CPUE alat tangkap pancing dan jaring dan pancing, tidak terlalu tinggi, masing-masing sebesar 13,88 kg dan 9,91 kg (Gambar 6).

Gambar 6. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010

Trend CPUE Trend CPUE alat tangkap di Kabupaten Lingga disarikan dalam Gambar 7. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai CPUE alat tangkap bubu mengalami kenaikan yang sangat tinggi. CPUE pancing cenderung stabil, sedangkan rawai menurun.

Page 23: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

13

Gambar 7. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga

Tren CPUE setiap desa CPUE bubu CPUE Pancing

CPUE Jaring CPUE Rawai

Gambar 8. Tren CPUE di Masing-masing desa Kabupaten Lingga

Page 24: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

14

III.2. KABUPATEN BINTAN III.2.1 Gambaran Umum Kabupaten Bintan Kabupaten Bintan terletak antara 1o00’ Lintang Utara, 1o20’ Lintang Selatan, 104o00’ Bujur Timur, 108o30’ Bujur Barat. Luas wilayah kabupaten mencapai 88.038,54 km2. Memiliki jumlah pulau sekitar 2002 buah dan hanya 49 buah pulau yang berpenghuni, sisanya walaupun belum dihuni tapi telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya usaha perkebunan. Sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki pulau-pulau cukup banyak, sektor perikanan tangkap berpotensi untuk dikembangkan. Saat ini perikanan tangkap yang dilakukan penduduk masih bersifat tradisional. Menurut Mujiani, et.al, (2007) menyatakan bahwa kecenderungan penurunan penangkapan akibat dari cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan pada era 1980 – 1990an, sehingga mematikan biota laut di sekitarnya. Namun hasil kajian tahun 2007 menemukan kecenderungan sebaliknya, yaitu produksi ikan tangkap di Pulau Mapur mengalami perkembangan baik jenis maupun jumlahnya. Keadaan ini mungkin didukung oleh adanya peraturan desa yang melarang nelayan luar masuk ke perairan Mapur, karena Kepulauan Mapur dijadikan sebagai area Konservasi, dengan demikian praktek-praktek pengeboman dan penggunaan racun berkurang signifikan.

Produksi perikanan di Kabupaten Bintan tentunya sangat berkaitan erat dengan kondisi terumbu karang yang ada disana. Menurut CRITC-COREMAP II-LIPI (2006) luas terumbu karang di Kepulauan Tambelan adalah 31,26 km2 dan sedangkan di Pulau Mapur 18,11 km2. Hasil pengamatan di 12 stasiun di Kepulauan Tambelan menunjukkan bahwa di 11 stasiun pengamatan, terumbu karang masih dalam kondisi baik, sedangkan pengamatan di 6 stasiun di Pulau Mapur menunjukkan bahwa hanya 3 stasiun yang kondisi terumbu karangnya termasuk baik. Jenis-jenis ikan karang yang dijumpai di Kepulauan Tambelan dan Pulau Mapur adalah sebanyak 182 jenis. Hasil monitoring yang dilakukan oleh CRITC COREMAP II-LIPI (2007) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan persentase tutupan karang hidup sebesar lebih kurang 10%. Dengan kata lain, bila terumbu karang bertambah baik, maka perikanan pun akan bertambah baik, selanjutnya akan memberikan ‘kesejahteraan’ bagi nelayan sekitarnya. III.2.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Para nelayan di Kabupaten Bintan melakukan penangkapan ikan di lokasi-lokasi yang berbeda, tergantung dimana mereka tinggal. Nelayan dari desa Kijang, umumnya melakukan penangkapan di sekitar perairan Simpang Alur, Busung, Malang Pandan dan Kampung Masiran. Sementara itu para nelayan dari desa Kawal menangkap ikan di perairan sekitar Pulau Cengom, nelayan desa Teluk Bakau di perairan sekitar Malang Buruk, Pulau Ledang, Pulau Sentot, Tanjung Kelun, Beruan, dan Pulau Nikkoi. Selanjutnya nelayan dari desa Malang Rapat melakukan penangkapan ikan di perairan sekirar Karang Kampe.

Page 25: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

15

Gambar 9. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan III.2.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Tangkapan ikan nelayan kabupaten Bintan pada tahun 2010 mewakili semua musim (4 musim) yaitu dari bulan Januari sampai Desember. Periode Musim di kabupaten Bintan masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya yaitu musim Utara (November-Februari), musim Timur (Maret-Mei), musim Selatan (Juni-Agustus) dan musim Barat (September-Oktober). Nelayan di kabupaten Bintan umumnya melaut di setiap musim meskipun pada musim tertentu yaitu musim Utara angin dan ombak besar. Saat ini hanya sedikit nelayan yang melaut. Rata-rata tangkapan per bulan nelayan selama 3 hari pendataan di kabupaten Bintan dari bulan Januari sampai Desember berikisar antara 188,41 kg - 655,12 (Tabel 5). Tangkapan ikan tertinggi terjadi pada musim selatan (bulan Juni). Musim selatan umumnya musim paling produktif bagi nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dibanding musim yang lainnya. Pada musim ini cuaca sangat mendukung bagi nelayan untuk melaut.

Page 26: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

16

Tabel 5. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 2010

Bulan Total Tangkapan (kg) Jumlah lokasi pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Januari 1507,3 8 188,41 Februari 2078,3 9 230,92 Maret 1878,3 8 234,79 April 4414,9 9 490,54 Mei 5896,1 9 655,12 Juni 5863 9 651,44 Juli 2888,1 8 361,01 Agustus 3226,5 9 358,50 September 3079,3 9 342,14 Oktober 3137,5 9 348,61 November 3438,8 9 382,09 Desember 2667,7 9 296,41 Rata-rata 378,33

Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Alat tangkap yang digunakan nelayan kabupaten Bintan umumnya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah pancing, jaring, bubu ketam, candit, kelong, tangkul dan speargun (Gambar 10). Diantara jenis-jenis alat tangkap tersebut terdapat beberapa alat yang memiliki produktivitas tinggi yaitu, pancing, jaring dan bubu ketam.

Gambar 10. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 Dari tiga alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan di kabupaten Bintan, alat tangkap pancing memiliki total tangkapan paling tinggi yaitu 14288,4 kg. Alat tangkap ini

Page 27: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

17

banyak digunakan oleh nelayan di Desa Mapur, Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau. Penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring hanya dilakukan oleh nelayan Desa Kawal, Teuk Bakau dan Malang Rapat, di Mapur alat tangkap jaring sudah tidak digunakan lagi. Nelayan desa Mapur bersepakat untuk tidak menggunakan alat tangkap jaring, dan juga melarang nelayan luar desa memakai alat tangkap tersebut di lokasi penangkapan mereka. Total tangkapan dengan bubu ketam sebesar 6077,2 kg, hasil tersebut diperoleh dari nelayan di lima desa pendataan CREEL. Trend Tangkapan Trend total tangkapan per tahun merupakan perbandingan rata-rata tangkapan nelayan per bulan pada tahun 2008 sampai tahun 2010. Rata-rata tangkapan perbulan mengalami kenaikan yaitu dari 197, 55 kg pada tahun 2008 naik hingga 378, 33 kg pada tahun 2010 (Gambar 11). Dari gambar ...terlihat kecendrungan kenaikan rata-rata hasil tangkapan nelayan selama periode waktu tersebut. Meningkatnya rata-rata tangkapan tersebut mungkin disebabkan oleh meningkatnya hasil tangkapan di desa Malang Rapat, Kawal dan Mapur (Gambar 12).

Gambar 11. Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Bintan

Di desa Gunung Kijang, tren tangkapan terlihat menurun. Seperti diketahui bahwa tangkapan utama nelayan gunung kijang adalah rajungan. Hasil wawancara dengan nelayan diketahui bahwa hasil tangkapan rajungan semakin menurun. Dikatakan pula bahwa banyak nelayan dari luar desa Gunung Kijang ikut menangkap rajungan di lokasi penangkapan mereka, misalnya nelayan dari kawal dan Malang Rapat.

Page 28: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

18

Gambar 12. Tren Tangkapan Masing-masing Desa III.2.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis-jenis tangkapan nelayan kabupaten Bintan umumnya bervariasi mulai dari tangkapan jenis ikan dan non ikan. Hasil tangkapan non ikan mendominasi hasil tangkapan, yaitu dari famili Loligonidae dan Portunidae. Loligonidae atau cumi-cumi merupakan tangkapan terbanyak, dengan total tangkapan 6473,7 kg (Gambar13), umumnya ditangkap oleh nelayan desa Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau. Dari tujuh famili dominan, tidak ada satupun yang termasuk ke dalam ikan karang. Akan tetapi kelompok ikan beronang (famili Siganidae) masih terhitung ke dalam famili ikan dominan yang tertangkap dengan total tangkapan 2423,4 kg. Ikan ini merupakan kelompok ikan yang hidup di padang lamun. Sementara ikan todak juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total tangkapan nelayan di kabupaten Bintan, dengan total tangkapan sebesar 3555,7 kg.

Page 29: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

19

Gambar13. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan 2010 Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Untuk kelompok ikan karang, suku Mugillidae merupakan tangkapan terbanyak, diwakili oleh jenis belanak (Valamugil sp) dan lencam (Letrhinus lenjan). Sedangkanuntuk ikan asosiasi Lutjanidae dan Carangidae yang diwakili oleh jenis Lutjanus lenjan, L. Decussatus, Decapterus tabl dan Caranx caeruleopinnatus (Tabel 6)

Tabel 6. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Bintan 2010 jenis ikan Suku berat ikan

Valamugil sp Mugillidae 612,00

Lethrinus lentjan Lethrinidae 287,40

Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae 216,20

Decapterus tabl Carangidae 168,00

Caranx caeruleopinnatus Carangidae 133,80

Lutjanus decussatus Lutjanidae 116,10

Tren Jenis Tangkapan Hasil analisa data CREEL mengenai tren tangkapan dominan sejak tahun 2008 sampai tahun 2010 memperlihatkan tidak ada perubahan. Rajungan tetap menjadi tangkapan dominan selama periode waktu tersebut. Komoditi ini memang merupakan komoditi unggulan untuk kabupaten Bintan. Ada sekitar 10 miniplan rajungan yang ada di kabupaten ini. . Hasil tangkapan rajungan terbesar diperoleh dari Desa Gunung Kijang (Tabel 7). Meskipun demikian, dari hasil wawancara diketahui bahwa hasil tangkapan rajungan di desa Gunung Kijang semakin menurun, ukurannya pun bertambah kecil. Nelayan mulai merasakan hal tersebut, mereka melakukan langkah-langkah pelestarian. Di desa Kawal, satu kelompok nelayan pencari rajungan bersepakat untuk melepaskan rajungan yang bertelur kembali ke perairan. Upaya ini haruslah mendapat dukungan dari Pemda setempat untuk menularkan ide ini kepada kelompok pencari rajungan lainnya.

Page 30: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

20

Di desa Kawal, tangkapan dominan adalah ikan todak. Ikan ini bukanlah ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, karena permintaan maupun harganya relatif rendah. Akan tetapi masyarakat di desa Kawal menggunakan ikan tersebut sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk, sehingga dapat meningkatkan harga jual daripada menjualnya dalam keadaan segar. Pemda pun harus memfasilitasi kegiatan ini. Agar pasar lebih luas, maka Pemda melalui Dinas Kesehatan dan Depag harus memfasilitasi kelompok masyarakat dalam hal perbaikan mutu, kemasan dan dapat memperoleh sertifikat halal. Tabel 7. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Bintan

DESA 2008 2009 2010

Gunung Kijang rajungan rajungan Rajungan

Kawal todak todak Todak

Malang Rapat Selar/selikur Selar/selikur Jahan

Mapur Jahan/pari sotong Sotong karang

Teluk Bakau rajungan Selikur/selar lambai

III.2.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)

CPUE Tahun 2010 CPUE (Tangkapan per unit usaha) digunakan untuk mengetahui produktivitas per alat tangkap untuk setiap musim. Dari ketujuh alat tangkap yang digunakan nelayan di kabupaten Bintan hanya 4 jenis alat tangkap yang memberikan memiliki nilai CPUE tinggi, yaitu kelong, pancing, jaring dan tangkul (Gambar 14). Dari hasil penghitungan CPUE akan terlihat bahwa nilai CPUE kelong paling tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Nilai CPUE kelong adalah 42,13 kg. Alat tangkap ini merupakan alat tangkap statis yang dipasang diperairan. Nelayan akan mengambil ikan hasil tangkapan dengan waktu yang tidak sama (irregular), bisa 3 hari, seminggu, bahkan lebih. Kelong juga bukan merupakan alat tangkap yang dominan, artinya tidak semua nelayan memiliki alat tangkap tersebut. Demikian juga dengan tangkul. Alat tangkap tangkul, umumnya digunakan untuk menangkap ikan belanak. Dari data yang terkumpul diketahui bahwa tangkul hanya digunakan oleh nelayan desa Kawal.

Page 31: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

21

Gambar 14. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 Sebaliknya pancing dan jaring merupakan alat tangkap yang hampir dimiliki oleh setiap nelayan. Nilai CPUE pancing adalah 21,62 kg, sedangkan jaring 22,76 kg. Alat tangkap bubu ketam, walaupun umum dimiliki oleh nelayan di desa Gunung Kijang, Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau, nilai CPUEnya relatif kecil. Trend CPUE Nilai CPUE alat tangkap jaring di kabupaten Bintan tahun 2008 cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009 maupun tahun 2008 (Gambar 15). Nilai CPUE relatif besar penurunannya dari 35,42 kg di tahun 2009 menjadi 22,76 kg di tahun 2010. Keadaan ini menggambarkan bahwa produktivitas alat tangkap jaring relatif berubah. Kenaikan nilai CPUE pancing cukup signifikan yaitu 10,52 kg di tahun 2009 menjadi 21,62 kg pada tahun 2010. Keadaan ini menggambarkan bahwa produktifitaf alat tangkap pancing semakin meningkat.

Page 32: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

22

Gambar 15. Trend alat tangkap dominan di kabupaten Bintan Informasi yang diperoleh dari nelayan, jaring memang sudah tidak digunakan lagi di desa Mapur (Gambar 16). Nelayan desa Mapur memilih pancing sebagai alat tangkap mereka. Hal ini berhubungan dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagib (2009) menyatakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat desa Mapur saat ini jauh meningkat jika dibandingkan dengan sebelum adanya program COREMAP.

Gambar 16. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing dan Jaring di masing-masing Desa Kabupaten Bintan

Page 33: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

23

III.3. KOTA BATAM III.3.1 Gambaran Umum Kota Batam Batam merupakan salah satu kota administratif di Kepulauan Riau yang terpilih sebagai lokasi ADB-COREMAP fase II. Kondisi geografis Kota Batam yang terdiri dari pulau-pulau kecil yang berjumlah lebih kurang 328 buah dengan garis pantai sepanjang lebih kurang 1.261 km dan luas perairan 289.300 ha tu 74% dari luas total wilayah kota Batam. Wilayah pesisir dan laut sebagai penghasil bahan makanan telah dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Batam. Hal ini terlihat dari potensi kelautan dan perikanan Kota Batam yang tergolong tinggi (Romdiati & Noveria, 2005). Pada tahun 2004, hasil tangkapan di wilayah perairan Kota Batam adalah 9.150,1 ton (Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian Kota Batam, 2004). Sebagian produksi perikanan berasal dari perikanan tangkap. Wilayah yang menghasilkan ikan terbanyak adalah kecamatan Galang (3.501,8 ton), Belakang Padang (2.271,6 ton) dan Bulang (1.983,7 ton). Pada umumnya para nelayan menggunakan alat tangkap yang sederhana hingga sedikit modern dengan areal tangkap utama di sekitar atau sedikit lebih jauh dari lokasi tinggal. Jenis sumber daya laut yang ditangkap kebanyakan berupa ikan karang, teripang, cumi-cumi atau sotong dan beberapa jenis ikan pelagis. Peningkatan jumlah penduduk serta berkembangnya sektor pariwisata di Kota Batam akan meningkatkan kebutuhan bahan pangan, terutama yang berasal dari sumber daya laut. Hal ini tentunya akan memacu kegiatan tangkap-lebih oleh para nelayan, yang mengakibatkan kerusakan habitat dan mengganggu kestabilan ekosistem yang ada. Akhirnya akan berimplikasi terhadap menurunnya populasi ikan dan biota lainnya atau menurunnya hasil tangkapan nelayan. Kondisi ini diperparah dengan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti : racun, bom serta alat tangkap yang merusak. III.3.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Di Batam terdapat banyak lokasi penangkapan ikan yang umumnya terletak di terumbu karang atau perairan sekitar pulau-pulau kecil yang banyak terdapat di Batam. Lokasi-lokasi ini antara lain Ujung Baran, Semandur, Dempu, Pasir Gelam, Tanjung Kudus, Tanjung Melagan, dan Laut di sekitar Pulau-pulau kecil seperti Pulau Abang Kecil, P. Mubut, P. Nguan, P. Petong, P. Segayang, P. Hantu, P. Perempuan, P. Samak, P. Pilis, dan P. Labon. Kecenderungan nelayan untuk memilih lokasi penangkapan umumnya tergantung musim dan cuaca pada saat itu. Apabila sedang musim tenang umumnya nelayan banyak menangkap di perairan lepas yang relatif jauh dari pulau untuk menangkap ikan-ikan pelagis seperti tongkol dan tenggiri. Sedangkan pada musim badai, nelayan biasanya hanya menangkap di perairan sekitar pemukiman mereka.

Page 34: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

24

Gambar 17. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kota Batam

III.3.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010

Pendataan CREEL di kota Batam dilakukan sepuluh lokasi pendaratan ikan yang berada di tujuh desa. Namun demikian data yang berhasil dihimpun bervariasi, misalnya pada bulan Januari, Agustus dan September 2010 data yang dikumpulkan hanya berasal dari lima lokasi pendaratan ikan, sedangkan pada bulan Februari – Juli data yang dikumpulkan berasal dari 6 lokasi pendaratan ikan, pada bulan Oktober dari tujuh lokasi pendaratan dan pada bulan november dan Desember data berasal dari 8 lokasi pendaratan ikan. Hasil pendataan menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan berkisar antara 133,07 – 256,38 kg per bulan, dengan rata-rata tangkapan per bulan pada tahun 2010 adalah sebesar 213,25 kg. Tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Juni sedangkan tangkapan terendah diperoleh pada bulan Oktober 2010 (Tabel 8). Keadaan ini lebih disebabkan oleh kondisi musim pada bulan Juni relatif tenang sehingga nelayan dapat melaut tanpa terganggu oleh cuaca (angin, gelombang).

Page 35: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

25

Tabel 8. Tangkapan Nelayan di Kota Batam 2010

Bulan Total tangkapan

(kg)

Jumlah lokasi

pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Januari 1246,8 5 249,36 Februari 1231,9 6 205,32 Maret 1489,8 6 248,30 April 1438,3 6 239,72 Mei 1405,8 6 234,30 Juni 1538,3 6 256,38 Juli 1441,2 6 240,20 Agustus 1037,7 5 207,53 September 1061,5 5 212,30 Oktober 931,5 7 133,07 November 1344,4 8 168,05 Desember 1316,2 8 164,53 Rata-rata 213,25

Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010

Hasil identifikasi tentang penggunaan alat tangkap diperoleh gambaran bahwa terdapat delapan jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Kota Batam sepanjang tahun 2010. Dari delapan alat tangkap tersebut, alat tangkap pancing, bubu dan jaring memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan kelima alat tangkap lainnya (Gambar 18.). Jaring ketam hanya digunaan di Pulau Mubud untuk menangkap udang hepo, hal ini karena udang hepo memiliki harga jual yang cukup tinggi, yaitu Rp. 70.000 – 75.000 per kg. Candit dan cedok, biasanya digunakan untuk menangkap cumi-cumi oleh nelayan di desa Karas, Nguan, Air Saga, Pulau Abang dan Pulau Sembur. Pancing digunakan oleh nelayan di lima desa, yaitu Karas, Nguan, Pulau Petong, Pulau Abang dan Pulau Sembur.

Page 36: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

26

Gambar 18. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kota Batam 2010 Hasil tangkapan per alat tangkap tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 2009 terjadi perubahan. Pada tahun 2010 hasil tangkapan tertinggi diperoleh dari alat tangkap pancing, sedangkan pada tahun 2009 alat tangkap jaring. Selanjutnya bubu menempati urutan kedua dan jaring urutan ke tiga pada tahun 2010. Sementara itu tahun 2009 urutam kedua dan ketiga dari hasil tangkapan diperoleh dari alat tangkap pancing dan candit. Keadaan ini menggambarkan adanya perubahan taret tangkapan antara tahun 2010 dan 2009. Selain itu hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat kesadaran masyarakat nelayan untuk lebih menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, sehingga alat tangkap jaring mulai ditinggalkan. Hasil wawancara dengan nelayan setempat memang dikatakan bahwa saat ini pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan mereka semakin bertambah. Trend Tangkapan Trend tangkapan tahunan dapat digunakan untuk melihat perkembangan usaha perikanan nelayan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di tunjukkan dengan mengamati rata-rata total tangkapan nelayan setiap tahun pada musim yang sama. Hal ini sangat bermanfaat bagi nelayan untuk melakukan manajemen dalam kegiatan penangkapan ikan.

Page 37: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

27

Gambar 19. Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kota Batam 2010 Secara umum rata-rata total tangkapan perbulan tahun 2008 sampai tahun 2010 yang diperoleh nelayan cukup bervariasi. Rata-rata total tangkapan nelayan tahun 2010 di Kota Batam adalah 213,25 kg per bulan (Gambar 19). Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata tangkapan pada tahun 2009 namun lebih besar dari tahun 2008. Penurunan rata-rata tangkapan tahun 2010 lebih disebabkan adanya perubahan penggunaan alat tangkap dan target tangkapan. Pada tahun 2010 alat tangkap yang memberikan kontribusi terbanyak terhadap hasil tangkapan adalah pancing, sedangkan tahun 2009 jaring. Seperti diketahui bahwa dengan jaring hasil tangkapan yang diperoleh jauh lebih besar jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Demikian pula dengan target tangkapan, tahun 2010 di desa Mubut, nelayan banyak menangkap udang hepo (Gambar....), karena harganya jualnya yang cukup menjanjikan. Namun hasil tangkapan udang hepo relatif kecil, yaitu berkisar antara 0,5 – 2 kg. Dengan demikian hasil tangkapan rata-rata menjadi lebih sedikit. Dilihat dari tren tangkapan masing-masing desa, terlihat bahwa hasil tangkapan di desa Air Saga, Karas, Mubut, Pulau Sembur dan Pulau Abang cenderung menurun. Kenaikan hasil tangkapan terjadi hanya di Pulau Petong dan Pulau Nguan (Gambar 20)

Page 38: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

28

Gambar 20. Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa Kota Batam

Jika rata-rata tangkapan tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2009 terlihat mengalami kenaikan sebesar 46,6 kg per bulan. Kenaikan ini disebabkan karena pendataan CREEL di tahun 2009 lebih terarah setelah dilakukannya berbagai pelatihan mendalam mengenai CREEL kepada pencatat di lapangan (Sjafrie, 2010) III.3.4 Jenis Tangkapan

Jenis Tangkapan Tahun 2010

Jenis-jenis tangkapan yang dijumpai di kota Batam terdiri dari ikan asosiasi, ikan karang, ikan pelagis dan non ikan. Ikan asosiasi mendominasi hasil tangkapan nelayan yang terdiri dari famili Caesionidae, Dasitidae, dan Carangidae. Ikan karang diwakili oleh famili Haemulidae, Serranidae, Haemulidae dan Letrhinidae, sedangkan ikan pelagis diwakili oleh kelompok tenggiri yang termasuk ke dalam famili Scombridae. Sementara itu kelompok non ikan yang mendominasi tangkapan nelayan adalah Loligonidae dan Portunidae (Tabel 9).

Page 39: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

29

Tabel 9. Jenis tangkapan di Kota Batam 2010 Jenis ikan Berat ikan

Delah (CAE1) 2898,30

Cumi-cumi 1413,80

Pari (DAS1) 813,20

Selar (CAR) 731,40

Kaci (HAE5) 684,10

Timun (LUT3) 613,60

Kepiting 525,90

Tenggiri (SCO5) 519,00

Rajungan 440,60

Kembung (CAR6) 415,55

Tambak (LET4) 393,60

Kerapu (SER11) 390,40

Jenis Ikan Karang Tahun 2010

Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis ikan karang dominan hasil dari tangkapan nelayan (Gambar 21). Ikan ekor kuning dari Famili Caesionidae menduduki posisi teratas berdasarkan total tangkapan ikan karang, diikuti dengan ikan kaci dari famili Haemulidae, ikan timun (Lutjanidae) ikan tambak (Lethrinidae) dan ikan kerapu (Serranidae) (Gambar 21). Dibandingkan dengan tangkapan ikan karang tahun 2009 terlihat bahwa ikan delah tetap mendominasi hasil tangkapan. Ikan ini dijumpai melimpah di Pulau Sembur dan Pulau Petong. Menurut Manuputty (2007), ikan ini termasuk ikan yang bernilai ekonomis yang memiliki kelimpahan tertinggi di Batam yaitu 857 individu/ha.

Ikan dingkis yang semula merupakan ikan kedua dominan tahun 2009, tahun 2010 tidak menjadi tangkapan dominan. Padahal ikan yang termasuk famili Siganidae ini merupakan ikan konsumsi yang banyak dicari nelayan terutama menjelang hari Raya Imlek. Keadaan ini memberikan informasi untuk menjaga habitat hidup ikan tersebut, yaitu di daerah lamun atau seagrass. Akan tetapi ikan kerapu mulai muncul dalam lima jenis tangkapan dominan, yang semula tahun 2009 tidak ada. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa habitat hidup ikan kerapu yaitu terumbu karang semakin membaik.

Page 40: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

30

Gambar 21. Jenis ikan karang tangkapan nelayan di Kota Batam 2010 Tren Jenis Tangkapan Hasil analisa data CREEL sejak tahun 2008 – 2010 mengenai tangkapan dominan menunjukkan perubahan di tahun 2010. Tahun 2008 dan 2009 hasil tangkapan nelayan didominasi oleh cumi-cumi. Pada tahun 2010, hasil tangkapan didominasi oleh ikan delah (Tabel 10). Dilihat dari masing-masing desa, Pulau Abang dan Air Saga merupakan penghasil cumi terbesar di Lokasi COREMAP. Sementara Pulau Sembur dan Pulau Petong adalah penghasil ikan delah. Sebenarnya Pulau Mubut sangat dikenal sebagai penghasil ikan Bilis terbesar, namun karena adanya perubahan target tangkapan maka tahun 2010 ikan bilis tidak lagi menjadi tangkapan dominan. Ke depan pemerintah Kota Batam melalui Dinas terkait dapat menjadikan informasi tersebut untuk mengembangkan komoditi unggulan masing-masing desa. Sentuhan teknologi diperlukan untuk meberikan nilai tambah terhadap masyarakat nelayan setempat. Misalnya di Pulau Mubut, ikan bilis dapat dijadikan keripik bilis, kemudian dikemas dan difasilitasi sampai memperoleh izin Dinas Kesehatan dan Depag. Dengan demikian nilai tambah akan diperoleh. Demikian juga untuk cumi-cumi di Pulau Abang dan Air Saga, ikan delah di Pulau Petong dan Pulau Sembur, dapat dikeringkan, dimasak dan dikemas.

Page 41: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

31

Tabel 10. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kota Batam Desa 2008 2009 2010

Air Saga cumi-cumi cumi-cumi cumi-cumi/udang karang Karas tamban tamban Kaci/HAE 5 P. Mubut bilis bilis kepiting P. Nguan delah/CAE 1 cumi-cumi/debam/SIG 1 timun/LUT 3/SER 11 P. Petong cumi-cumi pari/delah delah P. Sembur delah delah/SIG 3 delah Pulau Abang cumi-cumi cumi-cumi cumi-cumi III.3.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)

CPUE Tahun 2010 Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap selama tahun 2010 di Kota Batam tersaji pada Gambar 22.

Gambar... menunjukkan bahwa CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap bubu dengan nilai 16,65 kg. Alat tangkap ini dipergunakan oleh nelayan-nelayan Pulau Karas, Nguan, Petong dan Pulau Sembur. Bubu merupakan alat tangkap berupa perangkap yang terbuat dari kawat anyaman dengan desain dan ukuran tertentu. Alat ini biasanya dioperasikan sepanjang tahun namun lebih sering digunakan pada Musim Timur dan Musim Barat. Bubu biasanya dipasang di karang-karang laut dan pada sisi-sisi karang. Jenis ikan yang tertangkap antara lain: ikan kerapu sunu, ikan merah, kakap putih, dan ikan-ikan karang lainnya. Di Pulau Karas jenis ikan yang tertangkap oleh bubu adalah ikan kaci sedangkan di Pulau Nguan ikan timun dan kerapu.

Page 42: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

32

Gambar 22. CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 2010 Trend CPUE Trend CPUE berbagai alat tangkap di Kota Batam mengalami kenaikan dan penurunan. CPUE jaring dan candit mengalami penurunan, sedangkan CPUE pancing cenderung naik (Gambar 23). Sehingga penggunaan alat tangkap pancing masih dapat di maksimalkan lagi penggunaannya.

Gambar 23. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam

Page 43: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

33

III.4. KABUPATEN NATUNA III.4.1 Gambaran Umum Kabupaten Natuna Kabupaten Natuna merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam Propinsi Kepulauan Riau. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada posisi antara 1,16°- 7,17° Lintang Utara dan 105°-110° Bujur Timur dengan luas area sekitar 141.901,2 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. • Sebelah timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. • Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tambelan, Kabupaten Kepulauan

Riau. • Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Semenanjung Malaysia dan Pulau

Bintan, Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten Natuna mempunyai Sumber Daya Laut yang sangat potensial. Diperkirakan dari sebagian besar wilayah, 138.600 km2 atau 97 persen, merupakan lautan. Kabupaten ini terdiri dari wilayah kepulauan dengan tiga pulau besar ( Bunguran, Jemaja dan Serasan) dan 271 pulau-pulau kecil (BPS Kabupaten Natuna, 2004). Natuna dikenal sangat kaya akan terumbu karang dengan berbagai jenis karang, ikan dan biota yang hidup di sekitarnya. Kekayaan Sumber Daya Laut di Kabupaten Natuna, khususnya perikanan terumbu karang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil penelitian CRITC COREMAP LIPI (2007) kondisi terumbu karang di Kabupaten Natuna mengalami perbaikan. Hal ini terlihat dari persentase tutupan karang hidup yang meningkat dari 40,45% pada tahun 2004 menjadi 46,04% pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 5,59%, Namun peningkatan persentase tutupan karang hidup belum dapat menggambarkan peningkatan hasil tangkapan ikan karang di kabupaten tersebut. Untuk itu perlu dilakukan upaya agar perikanan ikan karang dapat tergambarkan, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah pengaturan, penangkapan serta pengelolaan yang baik bagi para nelayan setempat. III.4.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Natuna tidak terlalu jauh dari desa mereka. Umumnya mereka menangkap ikan di perairan depan desa masing-masing. Nelayan desa Pengadah, Kelanga, Cemaga, Sepempang dan Tanjung menangkap ikan di sebelah timur laut Pulau Bunguran, sedangkan nelayan desa Sededap dan Pulau Tiga di bagian barat Pulau Bunguran (Gambar 24 ).

Page 44: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

34

Gambar 24a : Lokasi penangkapan Nelayan desa Pengadah, Kelanga, Cemaga, Sepempang dan Tanjung

Gambar 24b : Lokasi penangkapan Nelayan desa Sabang Mawang dan Sededap

Page 45: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

35

III.4.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pendataan CREEL di kabupaten Natuna dilakukan tujuh lokasi pendaratan ikan yang berada di tujuh desa. Namun demikian data yang berhasil dihimpun bervariasi, misalnya pada bulan Januari sampai Mei dan Juli 2010 data yang dikumpulkan hanya berasal dari 5 – 6 desa. Hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan nelayan berkisar antara 291,51 – 648 kg per bulan, dengan tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Juni (Tabel 11). Keadaan ini lebih disebabkan oleh kondisi musim pada bulan Juni relatif tenang sehingga nelayan dapat melaut tanpa terganggu oleh cuaca (angin, gelombang).

Tabel 11. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 2010

Bulan Total tangkapan

(kg)

Jumlah lokasi

pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Januari 3420,63 6 570,11 Februari 3550,50 6 591,75 Maret 3246,50 5 649,30 April 3403,30 6 567,22 Mei 2541,90 6 423,65 Juni 4540,50 7 648,64 Juli 2944,50 6 490,75 Agustus 2679,30 7 382,76 September 2175,30 7 310,76 Oktober 3426,90 7 489,56 November 2023,23 7 289,03 Desember 2040,60 7 291,51 Rata-rata 475,42

Tangkapan berdasarkan alat Tangkap Tahun 2010

Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap disajikan dalam Gambar 25. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tangkapan dengan pancing tunda diperoleh hasil terbanyak. Pancing tunda merupakan alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan pelagis seperti tongkol dan tenggiri. Namun demikian hasil tangkapan dari pancing tunda juga diperoleh ikan-ikan asosiasi dari suku Carangidae, Lethrinidae atau Lutjanidae. Alat tangkap kait memberikan hasil tangkapan yang paling kecil, karena alat tangkap ini hanya digunakan untuk menangkap gurita.

Page 46: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

36

Gambar 25. Tangkapan berdasarkan alat tangkap hari di Kabupaten Natuna 2010 Trend tangkapan Hasil tangkapan rata-rata per bulanmengalami fluktasi setiap tahun (Gambar 26). Pada tahun 2008 rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan 452,9 kg, naik sebesar ......% pada tahun 2009 dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 475, 42 kg. Lonjakan tangkapan pada tahun 2009 disebabkan oleh data yang terkumpul. Tahun 2008 pendataan dimulai pada bulan Mei, sedangkan tahun 2009 pendataan sudah dimulai sejak bulan Januari, sehingga ada bulan-bulan yang tidak masuk dalam penghitungan rata-rata hasil tangkapan. Sebaliknya penurunan hasil tangkap antara tahun 2009 ke 2010 lebih disebabkan adanya penurunan hasil tangkapan di desa Pengadah, Kelanga dan Sepempang.

Gambar 26. Tren rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Natuna

Rata-rata tangkapan setiap desa selama kurun waktu 2008 – 2010 juga berfluktuasi (Gambar 27). Di desa Cemaga rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan relatif stabil, sementara di desa Sededap dan Tanjung mengalami kenaikan yang sangat tinggi. Hal ini

Page 47: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

37

disebabkan karena hasil tangkapan nelayan responden lebih banyak mendapatkan ikan pelagis seperti kakap dan tenggiri.

Gambar 27. Tren rata-rata tangkapan nelayan setiap desa (kg/bulan)

III.4.4 Jenis Tangkapan

Jenis Tangkapan Tahun 2010

Jenis jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Natuna bervariasi. Tangkapan terbesar lebih didominasi oleh ikan-ikan pelagis dari suku Scombridae

Gambar 28. Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Natuna 2010

Page 48: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

38

Jenis Ikan Karang Tahun 2010

Untuk kelompok ikan karang, suku Lutjanidae merupakan tangkapan terbesar, jenis-jenis yang tertangkap adalah bembang (Lutjanus argentimaculatus), kentum (Lutjanus gibbus) tumpu (Lutjanus bitaeniatus) dan sadang (Lutjanus decussatus). Kelompok ikan dari suku Serranidae dan Lethiridae masing-masing diwakili oleh jenis Ephinephelus spilotoceps dan Lethrinus lentjan dan Lethrinus miniatus, sedangkan kelompok ikan dari suku Carangidae diwakili oleh Carangoides fulvoguttatus (Tabel 12). Tabel 12. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna 2010

Jenis ikan karang Nama Ilmiah Suku Berat ikan

Bembang (LUT 1) Lutjanus argentimaculatus Lutjanidae 1556,60

Kentum (LUT 7) Lutjanus gibbus Lutjanidae 1289,80

Kerapu Tahai (SER 8) Ephinephelus spilotoceps Serranidae 714,30

Kerisi Bali Lutjanidae 2097,80

Ketambak Putih (LET 4) Lethrinus lentjan Lethrinidae 528,00

Ketambak Susu (LET 5) Lethrinus miniatus Lethrinidae 657,80

Manyuk Mamong (CAR 3) Caranx ignobilis Carangidae 601,90

Manyuk Patik (CAR 2) Carangoides fulvoguttatus Carangidae 1091,50

Sadang (LUT 3) Lutjanus decussatus Lutjanidae 536,30

Sonok Dugong (SER 15) Variola louti Serranidae 699,70

Tumpu (LUT 12) Lutjanus bitaeniatus Lutjanidae 785,40

Tren Tangkapan Dominan Tren tangkapan nelayan sejak tahun 2008 – 2010 memperlihatkan bahwa umumnya nelayan responden menangkap ikan pelagis (Tabel 13). Tahun 2009 jenis Kerisi Bali merupakan hasil utama tangkapan nelayan. Kerisi Bali yang tertangkap umumnya berukuran besar, ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tangkapan tahun 2009 melonjak tinggi. Ikan ini memamng merupakan ikan target untuk eksport. Para pengumpul di desa Sepempang menjual ikan kerisi Bali ke Hongkong.

Page 49: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

39

Tabel 13. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Natuna 2008 2009 2010

Mayuk Kuning (CAR5) Kerisi Bali Tongkol Dabat (SCO 7) Nupen Karang (LET4) Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1) Nerosok/Mancung (LET5) Simbek Dabat (SCO 7) Tongkol Tembaga (SCO 3) Simbek Dabat (SCO7) Cumi Kerisi Bali Simbek Surat (SCO1) Manyu Patik (CAR 2) Tenggiri (SCO 5) Kerisi (Nemimterus hexodon) Bembang (LUT 1) Bembang Sadang (LUT 3) Simbek Burung (SCO 8) Kentum Sumong (LUT4) Simbek (SCO 3) Manyuk Patik (CAR 2) Ilak (KYP2) Ilak (KYP 2) Tongkol Burung (SCO 8) Segeh (LET7) Ketambak Kuning (LET 5) Simbek (SCO 6)

Hasil pendataan memperlihatkan tangkapan dominan masing-masing desa berbeda setiap tahunnya. Keadaan ini juga menunjukkan kecenderungan target tangkapan nelayan. Misalnya, di desa Tanjung, nelayan lebih banyak menangkap ikan tongkol, sementara di Sabang Mawang dan Sepempang tangkapan dominan adalah Kerisi Bali ( Tabel 14). Dari tersebut dapat menjadi informasi berguna bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Natuna umumnya dan desa khususnya. Misalnya, apabila akan dilakukan pengembangan ikan tongkol asap, maka desa potensial penghasil ikan tongkol adalah Cemaga, Sededap, Tanjung. Tabel 14. Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Natuna

Desa 2008 2009 2010

Cemaga Kerisi Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1)

Kelanga Simbek Dabat (SCO 7) Simbek (SCO 6)

Pengadah Mayuk Kuning (CAR5) Manyu Patik (CAR 2) Sonok Dugong (SER 15)

Sabang Mawang Kerisi Bali Kerisi Bali

Sededap Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1)

Sepempang Kerisi Bali Kerisi Bali Centom Batu (LUT 7)

Tanjung Sadang (LUT 3) Simbek Dabat (SCO 7) Tongkol Tembaga (SCO 3)

Page 50: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

40

III.4.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) Trend Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap tahun 2008, 2009 dan 2010 tersaji pada Gambar 29.

Gambar 29. Trend CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Natuna 2010 Gambar 29 menunjukkan bahwa trend CPUE pancing tunda dan pancing ulur terus mengalami kenaikan sampai tahun 2010. CPUE pancing tunda antara tahun 2009-2010 mengalami kenaikan sebesar 5,14 kg/hari. Nilai kenaikan CPUE pancing tunda antara 2009-2010 dengan 2008-2009 relatif sama, yaitu lebih kurang 5 kg. (Sjafrie, 2010). Demikian pula dengan CPUE pancing ulur mengalami kenaikan sebesar 3,07 kg/hari. Kontribusi terbesar terhadap nilai CPUE pancing ulur berasal dari desa Tanjung, sedangkan untuk pancing tundan desa Sabang Mawang (Gambar 31). Dibandingkan dengan tahun 2008-2009, CPUE pancing ulur di Kabupaten Natuna mengalami penurunan hampir separuhnya. Namun demikian, secara umum telah terjadi kecenderungan kenaikan CPUE pada pancing tunda maupun pancing ulur, sehingga penggunaan alat tangkap tersebut perlu di maksimalkan lagi penggunaannya. Sebaliknya, CPUE alat tangkap jaring mengalami penurunan yang signifikan di tahun sebesar 6,70 kg/hari. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan penurunan CPUE jaring pada tahun 2008-2009 (23 kg/hari). Keadaan ini mengindikasikan bahwa penggunaan alat tangkap jaring semakin berkurang. Artinya nelayan cenderung beralih ke lat tangkap lainnya. Bagi COREMAP hal ini merupakan berita baik, karena jaring bukan termasuk kategori alat tangkap yang ramah lingkungan. Hasil penelitian Deny, et. al., (2009) memnginformasikan bahwa kesadaran masyarakat nelayan, khususnya di lokasi COREMAP jauh meningkat.

Page 51: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

41

Gambar 30. Tren CPUE alat tangkap pancing tunda dan pancing ulur di masing-masing desa Kabupaten Natuna

Page 52: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

42

III.5. KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI III.5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai Metawai merupakan daerah kepulauan yang berada di wilayah propinsi Sumatera Barat. Dahulu Metawai masuk ke dalam wilayah kerja Kabupaten Padang Pariaman, namun pada tahun 1999 telah disyahkan dengan UU No. 49 tahun 1999 menjadi kabupaten sendiri dengan ibukota Tuapejat di pulau Sipora. Terdiri dari 256 pulau, 102 diantaranya telah memiliki nama dan titik koordinat.

Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari 4 pulau Besar, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan serta beberapa pulau kecil di sekitarnya. Kabupaten ini terdiri dari 4 kecamatan yaitu, kecamatan Pagai Utara Selatan terletak di Pulau Sikakap, meliputi 11 desa, kecamatan Sipora terletak di Pulau Sipora, terdiri dari 14 desa, kecamatan Siberut Selatan terletak di Pulau Siberut, terdiri dari 10 desa serta kecamatan Siberut Utara yang terdiri dari 10 desa.

Jumlah penduduk di Kabupaten Mentawai terdiri dari 70.803 jiwa. Dari total penduduk, 4,24% (3002 jiwa) adalah nelayan atau bekerja di sektor perikanan (Pusat Kajian Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Pesisir - UNRI, 2006). Di kabupaten Mentawai, menjadi nelayan bukanlah menjadi mata pencaharian utama. Sebagian besar penduduk juga bekerja sebagai petani. Jadi mereka menangkap ikan di laut jika tidak sedang bekerja di ladang. Selain itu, banyak anak dan ibu rumah tangga yang menangkap ikan di laut hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Alat tangkap yang digunakan juga relatif masih sederhana, yaitu berupa pancing. Jumlah nelayan di Kepulauan Mentawai memang sangat sedikit, hanya sekitar 2% atau sebesar 1.656 orang dari total penduduk Mentawai sebesar 67.217 orang (BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2007). Adanya degradasi sumber daya laut serta teknologi penangkapan yang tidak berkembang menyebabkan hasil tangkapan nelayan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik Mentawai yang menyatakan sejak tahun 2005, jumlah produksi ikan laut di kabupaten Mentawai mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan pada tahun 2007, jumlah produksi ikan laut mengalami penurunan hingga 50,89% jika dibandingkan tahun 2006 (BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2007). Hasil penelitian CRITC COREMAP LIPI (2007) menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup sebesar 8,32%. Tentunya kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan para nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan-ikan karang. III.5.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Sebagian besar nelayan di kabupaten Kepulauan Mentawai menangkap ikan hanya di sekitar wilayah perairan Mentawai saja. Hal ini dikarenakan armada penangkapan yang digunakan masih sebatas perahu sampan atau perahu motor dengan daya mesin rata-rata

Page 53: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

43

5 PK. Di desa Tuapejat wilayah penangkapan ikan di perairan sekitar Gosong Satu, Gosong Dua, Batu Tongga dan Gunung Siteut. Wilayah tangkap nelayan di desa Sikakap adalah di perairan Sibuarai, diantaranya di Bakat Minuang, Tubeket dan Gosong. Nelayan di desa Katurai biasa menangkap ikan di perairan Teluk Katurai. Akan tetapi saat ini wilayah tangkapnya sudah mencapai lingkungan perairan terumbu karang di sekitar Pulau Kubau dan Pulau Lougui. Nelayan di desa Saibi Samukop dan Saliguma banyak menangkap ikan di Teluk Sarabua dan di sekitar pulau Buggei. Data terakhir yang dikumpulkan menunjukkan lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Mentawai (Gambar 31)

Gambar 31. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai III.5.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010

Pada tahun 2010 pendataan CREEL di Kabupaten Kepulauan Mentawai dilaksanakan dari bulan Januari – Desember. Akan tetapi pendataan hanya dilakukan di empat desa, yaitu desa Tuapejat di kecamatan Sipora; desa Saliguma, desa Saibi Samukop di kecamatan Siberut Selatan. Desa Sikakap di kecamatan Pagai Utara Selatan dan desa Katurai di kecamatan Siberut Selatan yang pada tahun 2009 didata, pada tahun 2010 tidak lagi dilakukan pendataan.

Selama tahun 2010, rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan selama 3 hari pendataan, berkisar antara 146,95 kg – 329,78 kg. Tangkapan terendah terdapat pada bulan Maret sedangkan total tangkapan tertinggi terdapat pada bulan April (Tabel 15).

Page 54: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

44

Tabel 15. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010

Bulan Total Tangkapan

(kg) Jumlah lokasi pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Jan-10 1782,4 4 445,60

Feb-10 980,3 4 245,08

Mar-10 587,8 4 146,95

Apr-10 1319,1 4 329,78

Mei-10 870,3 4 217,58

Jun-10 839,7 4 209,93

Jul-10 825,6 4 206,40

Agu-10 1094,1 4 273,53

Sep-10 878 4 219,50

Okt-10 1030,9 4 257,73

Nop-10 1086,7 4 271,68

Des-10 1001,9 4 250,48

263,14

Jika dikaitkan dengan periode musim, maka di Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai 3 periode musim, yaitu musim gelombang lemah, peralihan dan gelombang kuat (Bandiyono, et.al, 2007). Bulan Mei masih merupakan musim gelombang lemah dimana kondisi angin tenang dan ombak sedang. Kondisi ini memungkinkan banyak nelayan menangkap ikan di laut. Bulan Juni – Oktober mulai memasuki musim gelombang kuat dimana kondisi cuaca mulai turun hujan dan kadang-kadang disertai badai serta ombak besar. Sedangkan musim peralihan berlangsung pada bulan November – Desember. Menurut informasi dari pencatat, pada bulan November intensitas badai meningkat dengan kondisi ombak besar dan angin kencang. Akibatnya banyak nelayan yang tidak berani melaut. Akan tetapi pada bulan Desember kondisi cuaca relatif lebih tenang sehingga banyak nelayan aktif kembali melaut. Jika fenomena tersebut dihubungkan dengan hasil pendataan tahun 2010, tidak terlihat adanya hubungan antara musim dengan hasil tangkapan. Tabel 15. memperlihatkan rata-rata tangkapan per bulan relatif sama. Hal ini mungkin disebabkan karena nelayan lebih cenderung menangkap ikan-ikan pelagis. Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Alat tangkap yang digunakan para nelayan di Kepulauan Mentawai bervariasi, meliputi pancing, jaring dan tombak (Gambar 32). Hanya pancing dan jaring yang digunakan nelayan hampir sepanjang musim sehingga dapat dikatakan sebagai alat tangkap dominan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Page 55: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

45

Gambar 32. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Gambar diatas memperlihatkan bahwa tangkapan dengan alat tangkap pancing memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas nelayan di Mentawai menggunakan alat tangkap ini setiap kali melaut. Ada beberapa jenis pancing yang digunakan nelayan, yaitu pancing rawai, pancing ulur, dan lain-lain. Target tangkapan alat tangkap ini adalah ikan-ikan karang, juga ikan-ikan ikan pelagis.

Jaring merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang masih dipakai oleh para nelayan di Mentawai. Ada dua jenis jaring yang biasa dipakai oleh nelayan yaitu jaring yang dipakai untuk ikan umpan yang biasanya mempunyai mata jaring kecil dan jaring yang dipakai untuk menangkap ikan target dengan mata jaring berukuran besar. Alat tangkap ini masih banyak digunakan oleh para nelayan di wilayah Pulau Siberut yaitu Saliguma dan Saibi Samokup. Sementara itu, tombak digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menyelam ke dasar laut. Alat tangkap ini banyak digunakan oleh nelayan di desa Saliguma. Tren Tangkapan Program CREEL di kabupaten Kepulauan Mentawai sebenarnya sudah dirintis dari tahun 2006. Akan tetapi baru pada tahun 2008 diperoleh data CREEL yang kontinu setiap bulannya. Untuk mengetahui kondisi tangkapan nelayan setiap tahunnya maka dibuat trend rata-rata tangkapan per bulan (Gambar 33). Terlihat bahwa jumlah tangkapan pada tahun 2010 mengalami kenaikan sekitar 2,5 kali dibandingkan dengan tahun 2009.

Page 56: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

46

Gambar 33. Trend tangkapan nelayan rata-rata (kg/bulan) di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Peningkatan rata-rata tangkapan kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, semakin membaiknya kondisi terumbu karang di daerah ini. Berdasarkan data monitoring ekologi Mentawai diperoleh keterangan bahwa tutupan terumbu karang di Mentawai pada tahun 2007 berkisar 24,29 % (Winardi, et.al, 2007), mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 14,70 % (Hukom & Cappenberg, 2009) dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2009 menjadi 19, 45% (CRITC COREMAP II LIPI,2009 in press). Kedua, perbaikan dalam hal sarana dan prasarana penangkapan, misalnya alat tangkap, perahu dan sebagainya. III.5.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis tangkapan nelayan sepanjang tahun 2010 di Kabupaten Kepulauan Mentawai didominasi oleh jenis tangkapan ikan. Hasil tangkapan utama adalah ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang, misalnya kelompok ikan dari famili Carangidae dan Lutjanidae. Sementara ikan karang yang dominan tertangkap adalah famili Serranidae (Gambar 34). Ada 7 famili ikan dominan yang ditangkap nelayan, dengan tangkapan tertinggi berasal dari famili Lutjanidae (ikan kakap) dan famili Carangidae (ikan kuwe). Selanjutnya ikan yang juga meberikan kontribusi total tangkapan cukup besar adalah berasal dari famili Serranidae (ikan kerapu) dan Scombridae (ikan tongkol).

Page 57: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

47

Gambar 34. Jenis Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Jika hasil tangkapan keempat famili dominan tahun 2010 dibandingkan dengan tangkapan famili dominan yang sama pada tahun 2009, terlihat adanya kenaikan yang cukup signifikan. Tahun 2009, total tangkapan dari famili Carangidae sebesar 975,1 kg, tahun 2010 naik drastis menjadi 2586,5 kg. Demikian pula untuk tangkapan dari famili Serranidae. Tangkapan tahun 2009 dari famili ini sebesar 845,55 kg, sedangkan tahun 2010 jumlah tangkapan menjadi 1663,6 kg. Kenaikan tangkapan untuk famili Lutjanidae dan Scombridae lebih tinggi lagi, famili Scomridae naik sekitar 6 kali, sedangkan famili Lutjanidae naik lebih kurang 3,5 kali dibandingkan tahun 2009. Jenis Ikan Karang Dominan Tahun 2010 Ikan karang dengan jumlah tangkapan terbesar yang terdata ada jenis LUT 7, LUT 13 dan LUT 3 yang termasuk kedalam famili Lutjanidae. Ikan karang dari famili Serranidae tercatat 4 jenis, yaitu SER 15, SER 14, SER 13 dan SER 5 (Tabel 16)

Page 58: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

48

Tabel 16. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Berat

Tanduk (LUT7) Lutjanus gibbus Lutjanidae 990,6

Tambak (LET8) Lethrinus rubrioperculatus Lethrinidae 620,7

Sawai (SER15) Variola louti Serranidae 344,2

Ramung (LUT13) Lutjanus sp Lutjanidae 303,8

Sawai (SER14) Variola albimarginata Serranidae 285,1

Marang (SIG1) Siganus guttatus Siganidae 269

Kuriak (LUT3) Lutjanus decussatus Lutjanidae 257,2

Gerapu (SER13) Epinephelus lancelatus Serranidae 246,3

Gerapu (SER5) Epinephelus fasciatus Serranidae 221,7

Taji-taji (ACA5) Naso sp. Acanthuridae 211

Jumbo (CAE1) Caesio teres Caesionidae 203

Tren Jenis Tangkapan Hasil analisa data CREEL sejak tahun 2008 – 2010 mengenai tangkapan dominan di setiap desa sangat variatif. Nampaknya nelayan tidak mempunyai target tangkapan yang khusus, hal ini terlihat dari beragamnya jenis tangkapan di setiap desa (Tabel 17). Tabel 17. Tren Tangkapan Dominan di Masing-masing Desa Kabupaten Kepulauan Mentawai

Desa 2008 2009 2010

Saliguma Gambolo (SCO 6) Gambolo (SCO 6) Ambu-ambu (SCO1)

Gerapu Merah (SER 1) Gabua (CAR 4) Tamban Duyung

Tuapejat

Tambak (LET 6) Layaran Layaran

Gole-gole (CAR 1) Tambak (LET 1) Tambak (LET8)

Gerapu (SER 14) Bailegget (SER 1) Gabur Sanam (CAR4)

Saibi Samukop

Tambak (LET 6) Tamban (CLU 1) Tanduk (LUT7)

Gerapu Merah (SER 1) Kuriak (LUT 3) Kuriak (LUT3)

III.5.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) tiga desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya disajikan dalam Gambar 35. Nilai CPUE bervariasi, alat tangkap jaring nilai CPUEnya paling tinggi, yaitu 55,82 kg. Menurun berturut-turut tuk CPUE pancing dan tombak.

Page 59: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

49

Nilai CPUE kedua alat tangkap bervariasi. Nilai rata-rata CPUE alat tangkap jaring adalah 55, 82 kg, sedangkan CPUE alat tangkap pancing 28,93 kg dan tombak 22,50 kg. Dilihat dari nilai rata-rata CPUE maka nilai CPUE jaring jauh lebih tinggi daripada pancing dan tombak. Hal ini disebabkan kapasitas penangkapan jaring cukup tinggi dalam sekali tangkap jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Hasil tangkapannya biasanya berupa ikan-ikan yang hidup secara bergerombol (kelompok). Walaupun demikian, hanya sebagian kecil nelayan menggunakan alat tangkap ini karena harganya relatif mahal serta dibutuhkan perawatan dan keahlian khusus dalam menggunakannya.

Gambar 35. CPUE beberapa alat tangkap yang diigunakan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Gambar 36. menunjukkan bahwa trend CPUE jaring dan pancing terus mengalami kenaikan sampai tahun 2010. CPUE jaring antara tahun 2009-2010 mengalami kenaikan sebesar 38,06 kg. Nilai kenaikan CPUE pancing antara 2009-2010 juga mengalami kenaikan yang relatif tinggi, yaitu sebesar 15,15 kg. Alat tangkap jaring digunakan oleh nelayan desa Saliguma dan Tuapejat, sementara alat tangkap pancing digunakan oleh nelayan desa Saibi Sumakop, Saliguma dan Tuapejat.

Page 60: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

50

Gambar 36. Tren CPUE Alat tangkap Jaring dan Pancing di kabupaten Kepulauan Mentawai

Page 61: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

51

III.6. KABUPATEN TAPANULI TENGAH III.6.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu salah satu daerah pesisir di pantai barat Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara. Luas wilayahnya 2194, 98 km2 dengan garis pantai menghadap Samudera Hindia sepanjang ± 219 km. Batas-batas wilayah Tapanuli Tengah diantaranya: sebelah utara berbatasan dengan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah selatan berbatasan dengan Tapanuli Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Tapanuli Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki 15 Kecamatan yang berada pada wilayah seluas 2.194,98 km2. Wilayah kabupaten ini sebagian besar merupakan merupakan pegunungan yang menjadi bagian dari bukit barisan, kawasan pesisir dan kepulauan dengan ketinggian antara 0-1.266 m di atas permukaan laut. Terdapat 9 Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan dua diantaranya merupakan lokasi COREMAP II, yaitu Kecamatan Badiri dan Kecamatan Tapian Nauli.

Secara umum, aktivitas ekonomi masyarakat daerah Tapanuli Tengah berbasis pada kegiatan pertanian, perikanan dan perkebunan. Jumlah nelayan di kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2004 sejumlah 10.655 orang, dan 70% diantaranya merupakan nelayan kecil yang melakukan operasi penangkapan ikan di wilayah perairan kurang dari 2 mil dari garis pantai.

Menurut CRITC-COREMAP II-LIPI (2006) Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki terumbu karang seluas 25, 35 km2 meliputi fringing reefs, patch reefs dan shoal di sekitar pelabuhan Sibolga, Desa Sitardas dan Pulau Mansalar. Terdapat 140 jenis karang yang termasuk dalam 16 suku. Sementara ikan karang yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 179 jenis dengan kemelimpahan sebesar 1105 individu per hektar. Ditemukan bahwa rata-rata tutupan karang tutupan karang hidup adalah 26,98% dan rata-rata karang mati 50,34%. Kondisi ini menunjukkan bahwa terumbu karang di Tapanuli Tengah berada pada kondisi sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan-ikan karang.

Permasalahan umum yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Tapanuli Tengah adalah pola pemanfaatan sumber daya alam yang belum selaras dengan prinsip konservasi, yaitu pola pemanfaatan secara berkelanjutan tanpa menjaga kelestarian potensi sumber daya hayati yang ada melalui pengelolaan yang terintegrasi, baik dari sisi kelembagaan maupun kapasitas hukum (Purba, 2007). Sebagian besar penyebab kerusakan karang tersebut adalah akibat pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan, hiasan, penggunaan pottasium dan penggunaan bahan peledak unruk penangkapan ikan di masa lalu dan sebagian kecil masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Page 62: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

52

III.6.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki sumber daya terumbu karang yang terhampar luas mulai dari desa Sitardas hingga desa Tapian Nauli. Terumbu karang tersebut mampu menghidupi nelayan di sepuluh desa pesisir di sepanjang pantai Tapanuli Tengah. Para nelayan umumnya menangkap ikan tidak lebih dari jarang 200 mil dari garis pantai. Lokasi-lokasi penangkapan ikan nelayan, yaitu Pulau Bakar, Pulau Ungge, Ujung Karang, Pulau Situngkus, Teluk Tapian Nauli, Ujung Kebun, Paramuan, Kambi Subalang, dan pulau Gosong.

Gambar 37. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah

Page 63: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

53

III.6.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pendaratan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010 masih tetap dilakukan di 3 desa yaitu desa Sitardas, Jago-jago dan Tapian Nauli I yang mencakup 5 lokasi pendaratan ikan. Pendataan dilakukan selama 12 bulan berturut-turut, yaitu mulai bulan Januari – Desember 2010. Rata-rata tangkapan nelayan per bulan selama 3 hari pendataan di Kabupaten Tapanuli Tengah berfluktuasi. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan November dan perlahan menurun pada bulan Desember (Tabel 18). Tangkapan terendah dijumpai pada bulan Mei sampai Agustus.

Tabel 18. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 Bulan ∑ Tangkapan

(Kg) ∑ lokasi

pendaratan Rerata tangkapan

(kg/bulan) Januari 509,7 5 101,94

Februari 639,2 5 127,84

Maret 508,7 5 101,74

April 590,6 5 118,12

Mei 409,9 5 81,98

Juni 619,7 5 123,94

Juli 422,6 5 84,52

Agustus 423,2 5 84,64

September 540,6 5 108,12

Oktober 709,6 5 141,92

November 718,1 5 143,62

Desember 629,6 5 125,92

Rata-rata 112,03

Tingginya hasil tangkapan nelayan pada bulan Oktober dan November 2010 disebabkan oleh kontribusi tangkapan dari desa Sitardas berupa kepiting. Jumlah tangkapan kepiting dan rajungan pada kedua bulan tersebut mencapai lebih dari 100 kg.

Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap 2010 Nelayan di tiga desa lokasi COREMAP II Kabupaten Tapanuli Tengah umumnya menggunakan alat tangkap pancing, jaring, pukat tepi, tangguk dan speargun. Hasil tangkapan tertinggi diperoleh dari alat pukat tepi dengan total tangkapan 1971,8 kg (Gambar 38). Alat tangkap ini banya digunakan oleh nelayan Tapian Nauli I dan Sitardas. Selanjutnya alat tangkap yang juga memberikan kontribusi besar terhadap total

Page 64: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

54

tangkapan adalah pancing (1874,9 kg) yang umumnya digunakan oleh nelayan di desa Jago-jago. Jaring, digunakan oleh nelayan di ketiga desa, namun penggunaan secara intensif dilakukan oleh nelayan di desa Tapian Nauli I. Konribusi jaring terhadap total tangkapan adalah 1238,1 kg.

Gambar 38. Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap di Kabupaten

Tapanuli Tengah Pancing merupakan alat tangkap yang juga ditemukan disemua lokasi desa di Tapanuli Tengah dan merupakan alat tangkap yang paling ramah lingkungan, karena cara pengoperasiannya yang sangat sederhana dan ikan yang tertangkap dapat disesuaikan dengan bentuk dan besar mata kail dan umpan yang diberikan. Satu set atau satu gulung pancing umumnya terdiri lebih dari 3 mata pancing, tergantung kehendak pemiliknya. Pancing umumnya digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang, seperti jenis-jenis baronang, kerapu, kakap,dan juga sebagai alat tangkap cumi-cumi sehingga daerah operasionalnya adalah di laut yang memiliki terumbu karang Jaring merupakan alat tangkap yang paling umum dijumpai d iberbagai tempat dan banyak dimodifikasi oleh nelayan, termasuk nelayan-nelayan di Tapanuli Tengah. Di desa Sitardas dan Jago-Jago nelayan hanya menggunakan satu jenis jaring, yang umumnya berupa Gill Net atau jaring insang. Di desa Tapian Nauli I nelayannya memodifikasi jaringnya menjadi beberapa jenis jaring, yaitu jaring panjang, jaring angkat atau jaring cabut. Jaring panjang mirip dengan jaring insang pada umumnya, akan tetapi dibuat sangat panjang, bisa mencapai 100 meter dan tiap 4 meter diberi pemberat, sehingga bentuknya dilaut tidak selalu memanjang, akan tetapi dapat di bentuk sesuai keinginan si nelayan. Alat tangkap ini dioperasikan siang hari dan pada saat dipasang, tingginya tidak sampai 1 meter dari dasar laut, sehingga dapat juga menjerat rajungan yang kebetulan melintas. Ga

Page 65: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

55

Pukat tepi pada dasarnya adalah jaring yang memiliki bentuk yang mirip dengan pukat pada umumnya, dengan target utamanya adalah udang-udangan yang hidup di dasar perairan. Alat tangkap ini berukuran besar, terdiri dari berbagai ukuran mata jaring yang berbeda (0,5, 1, 2, dan 3 inci), yang memungkinkan seluruh yang tersapu pukat akan masuk ke dalam jaring dan kantong ikan dibagian ujungnya, bahkan hingga anak ikan sekalipun. Ciri khas alat tangkap ini adalah pukat tepi dioperasikan dengan menarik kedua pangkal jaring pukat oleh dua orang. Daerah operasi pukat tepi adalah perairan berpasir dan berlumpur dengan kedalaman sekitar 1 meter, sehingga alat tangkap jenis ini hanya ditemukan di desa Tapian Nauli yang jenis lautnya landai dan dasarnya berlumpur karena terletak di daerah teluk. Sebelum program COREMAP masuk, seluruh anakan ikan yang tertangkap dalam kantong pukat diangkat ke darat. Akan tetapi saat ini setelah berjalannya program COREMAP di desa Tapian Nauli I, nelayan akan mengembalikan ke laut anakan ikan yang tidak sengaja tertangkap ke dalam kantong pukat mereka. Karena ukurannya yang besar dan cara operasionalnya yang menyapu dasar perairan, membuat hasil tangkapan dari alat tangkap pukat tepi paling tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.

Tren Tangkapan Tren tangkapan merupakan kecenderungan dari hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah sejak tahun 2008 sampai 2010. Apakah apakah ada peningkatan hasil tangkap, stabil ataukah justru ada penurunan.

Gambar 39. Tren Rata-rata Tangkapan (kg/ bulan) di kabupaten Tapanuli Tengah Rata-rata tangkapan nelayan per bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2008 dan 2009 dapat dikatakan hampir sama, tidak menunjukkan penurunan yang menyolok (Gambar 39) Namun tahun 2009 dan 2010 terlihat mengalami kenaikan rata-rata tangkapan per bulan sekitar 18%. Keadaan ini dapat disebabkan oleh beberapa

Page 66: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

56

kemungkinan. Pertama, lingkungan perairan tempat nelayan menangkap ikan relatif membaik, kedua adanya perbaikan dari segi sarana dan prasarana penangkapan, bisa diperoleh dari bantuan pemerintah atau lembaga-lembaga lainnya. Dilihat di masing-masing desa, hasil tangkapan di desa Jago-jago dan Tapian Nauli I cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya, akan tetapi di desa Sitardas terjadi penurunan hasil tangkap antara tahun 2009 dengan 2010 (Gambar 40). Kenaikan hasil tangkapan di desa Jago-jago diperoleh dari tangkapan bulan November 2010 sebesar 229,3 kg yang didominasi oleh kerapu (Siganidae) dan kakap (Lutjanidae). Di desa Tapian Nauli I, kenaikan hasil tangkapan tahun 2010 disebabkan oleh kontribusi tangkapan bulan Februari (338,5 kg), Juni (369,1 kg dan Oktober (317,4 kg), hasil tangkapan tersebut didominasi oleh udang rebon, rajungan dan udang.

Gambar 40. Tren hasil tangkapan di 3 desa Kabupaten Tapanuli Tengah

III.6.4 Jenis Tangkapan

Jenis Tangkapan Tahun 2010 Hasil tangkapan di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok non ikan terdiri dari cumi-cumi, kepiting/rajungan, udang dan udang rebon, merupakan tangkapan terbanyak yang mendominasi hampir 50% dari total tangkapan tahun 2010. Berdasarkan Gambar 41. terlihat bahwa kontribusi empat hasil perikanan tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2010 adalah kelompok non ikan, yaitu udang rebon sebesar 1244,2 kg yang umumnya ditangkap di Desa Tapian Nauli I dan Sitardas. Selanjutnya jenis kepiting rajungan(Portunidae), dengan kontribusi 1016,1 kg, cumi-cumi

Page 67: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

57

sebesar 655,4 kg dan udang (Peneaidae) yang merupakan udang berukuran besar sebesar 418,1 kg.

Gambar 41. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 Tangkapan lainnya adalah ikan kerapu (Serranidae) dan ikan gabu (Carangidae) dengan jumlah tangkapan masing-masing sebesar 328,7 kg dan 228,4 kg. Kelompok ikan dihasilkan dari desa Jago-jago yang ditangkap oleh nelayan dengan pancing dan bubu. Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Ikan karang dan ikan asosiasi yang dominan terangkap oleh nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah ada tujuh jenis yang termasuk kedalam empat famili. (Tabel 19). dari ketujuh jenis tersebut , empat telah teridentifikasi, yaitu : Caranx melampygus, Siganus puellus, Lutjanus bohar dan Siganus guttatus. Tiga jenis lainnya belum dapat diidentifikasi sampai ke tingkat jenis.

Page 68: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

58

Tabel 19. Ikan Karang dan ikan Asosiasi Dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010

Nama Daerah KODE Nama Ilmiah Suku Berat ikan

Kerapu/SER SER Serranidae 328,7 Gabu/Kue/CAR 4 CAR 4 Caranx melampygus Carangidae 228,4 Baronang/SIG2 SIG 2 Siganus puellus Siganidae 188,4 Kembung/CAR CAR Carangidae 182,5 Kakap/LUT2 LUT 2 Lutjanus bohar Lutjanidae 147,9 Baronang/SIG1 SIG 1 Siganus guttatus Siganidae 143,8 Kakap/LUT LUT Lutjanidae 134,9

Nelayan di setiap desa memiliki target tangkapan yang berbeda. Dominasi hasil tangkapan di setiap desa sejak tahun 2008 sampai 2010 disarikan dalam Tabel 20. Dari tabel tersebut terlihat bahwa target tangkapan nelayan desa Jago-jago adalah ikan, baik ikan asosiasi seperti ikan gabu (Caranx melampygus), balato (Atule mate), jumbo/CAE 1 (Caesio teres) ataupun ikan kerapu (famili Serranidae). Ikan-ikan tersebut ditangkap dengan alat tangkap pancing dan bubu, yang merupakan alat tangkap utama nelayan di desa Jago-jago. Di desa Sitardas, tangkapan dominan nelayan dari tahun 2008 – 2010 didominasi oleh kepiting/rajungan dan cumi-cumi. Lokasi tangkap untuk kepiting/rajungan dan cumi-cumi nelayan desa Sitardas adalah perairan Paramuan. Sementara itu di desa Tapian Nauli I tangkapan dominan selama periode tangkap adalah udang rebon, udang juga kepiting/rajungan. Tabel 20. Tren Tangkapan Dominan Nelayan di masing-masing desa Kabupaten Tapanuli Tengah Desa 2008 2009 2010

Jago-Jago

Jumbo/CAE1 Balato/CAR6 Kerapu/SER

Gabu/CAR4 Gabu/kue/CAR1 Kembung/CAR

Sitardas Kepiting Rajungan Kepiting Rajungan Kepiting Rajungan

Cumi-cumi Cumi-cumi Cumi-cumi

Tapian Nauli I Rucah Kepiting Rajungan Udang Rebon

Kepiting Rajungan Udang Udang

III.6.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)

CPUE Tahun 2010 Catch per unit effort atau yang lebih dikenal sebagai CPUE adalah jumlah tangkapan nelayan dalam sekali usaha penangkapan menggunakan suatu alat tangkap tertentu. CPUE masing-masing jenis alat tangkap pasti akan berbeda satu sama lain. Nelayan umumnya melaut menggunakan lebih dari satu alat tangkap karena masing-masing jenis alat tangkap memiliki target tangkapan yang berbeda-beda.

Page 69: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

59

Gambar 42. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010

Alat tangkap pukat tepi hanya dioperasikan di Desa Tapian Nauli I. Berdasarkan Gambar 42 dapat dicermati bahwa CPUE pukat tepi tahun 2010 adalah 12,80 kg. CPUE alat tangkap bubu, jaring, pancing hampir sama, lebih kurang 3 kg. Sementara nilai CPUE alat tangkap tangguk dan speargun lebih kurang 2 kg.

Penampilan data trend CPUE tidak dilakukan untuk semua jenis alat tangkap, akan tetapi hanya alat tangkap yang umum dioperasikan oleh nelayan sepanjang tahun dan paling sering digunakan oleh nelayan sejak pendataan tahun 2008, yaitu pukat tepi, jaring dan pancing.

Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa ada perbedaan tren CPUE yang menyolok antara tahun 2008 dan tahun 2009. CPUE pukat tepi pada tahun 2008 sangat tinggi, mampu mencapai 51,4 kg sedangkan pada tahun 2009 berkisar antara 5,2 kg hingga 9,7 kg dan dapat mencapai 23,7 kg pada bulan Desember. Perbedaan CPUE yang menyolok ini disebabkan oleh perbedaan jenis ikan tangkapan yang dicatat. Pada tahun 2008, tangkapan ikan rucah selalu dicatat, dan jumlahnya dalam sekali tangkapan bisa lebih dari 20 kg. Tetapi setelah diberi pengertian kepada para pencatat untuk mencatat ikan rucah secara berkelompok berdasarkan jenis ikannya maka ikan rucah hampir tidak pernah lagi masuk dalam pendataan pada tahun 2009, karena dinilai menyulitkan si pencatat. Padahal, pada kenyataannya ikan rucah tetap menjadi salah satu hasil tangkapan utama pukat tepi.

Trend CPUE jaring yang menunjukkan penurunan. Tahun 2008 nilai CPUE jaring 6,7 kg, menjadi 3,4 kg di tahun 2009 dan turun lagi menjadi 3,09 di tahun 2010 (Gambar 43). Hal yang sama juga terjadi pada alat tangkap pancing. Namun tidak demikian dengan niali

Page 70: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

60

CPUE pukat tepi. Walaupun terjadi penurunan di tahun 2009, akan tetapi CPUE pukat tepi kembali naik di tahun 2010.

Gambar 43. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah

Penurunan dan kenaikan CPUE tersebut, lebih disebabkan oleh adanya pengaruh musim yang sulit diprediksi. Karena jumlah persentase nelayan hanya sekitar 60% dibandingkan seluruh populasi penduduk di masing-masing desa dan dengan kapasitas perahu yang umumnya tanpa motor, kecuali di Desa Tapian Nauli yang telah menggunakan perahu motor tempel 5,5 PK mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah masih dalam kategori lestari. Hal tersebut didukung oleh data tutupan karang yang dilaporkan oleh Manuputty (2009). Data tutupan karang di Kabupaten Tapanuli Tengah meningkat menjadi dari 40,66 % di tahun 2008 menjadi 45,35% di tahun 2009.

Page 71: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

61

III.7. KABUPATEN NIAS III.7.1 Gambaran Umum Kabupaten Nias Kabupaten Nias merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam Propinsi Sumatera Utara. Ibukota kabupaten berada di Gunung Sitoli yang terletak di Pulau Nias. Sebelum pemekaran, hanya ada 1 kabupaten di Pulau Nias. Namun saat ini di pulau Nias terdapat 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Nias dan kabupaten Nias Selatan. Batas wilayah Kabupaten Nias di sebelah utara yaitu Pulau-pulau Banyak (NAD), sebelah selatan berbatasan dengan Nias Selatan, sebelah timur dengan Pulau-pulau Mursala (Tapanuli Tengah), dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Kondisi Geografis Nias yang berupa kepulauan menyebabkan banyak masyarakatnya memanfaatkan laut sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun transportasi.

Secara umum Nias merupakan daerah kepulauan. Gugusan Kepulauan Nias terdiri dari 104 pulau besar dan kecil, diantaranya Pulau Nias, pulau Sirombu, Pulau Tello, Pulau Pini dan Kepulauan Hinako. Secara geografis pulau nias terletak di daerah khatulistiwa yang berjarak 92 mil dari kota Sibolga (Tapanuli Tengah). Saat ini wilayah Kabupaten Nias dimekarkan lagi menjadi Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara dan kabupaten Nias Barat, sehingga di Pulau Nias saat ni terdapat satu kota dan empat kabupaten. Lokasi COREMAP berada di Kabupaten Nias Utara.

Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Nias memiliki potensi yang cukup handal, bila dikelola dengan baik. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan ekonomi di segala bidang serta krisis ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan perairan. Peristiwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi tahun 2004 dan gempa bumi tanpa tsunami tahun 2005 telah berdampak buruk bagi daratan dan daerah pesisir. Terumbu karang juga mengalami kerusakan yang cukup parah dengan adanya pengangkatan daratan setinggi 1-2 meter. Hasil penelitian CRITC COREMAP-LIPI (2007) menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup sebesar 26,92% selama kurun waktu 2004 sampai 2007. Tentunya hal ini akan memberikan dampak terhadap perikanan laut di Kabupaten Nias, yang akhirnya mempengaruhi kehidupan para nelayan. III.7.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Di Kabupaten Nias Utara terdapat banyak lokasi penangkapan ikan yang umumnya terletak di terumbu karang atau gosong yang berada di sekitar lokasi COREMAP. Lokasi-lokasi ini antara lain Gosong Idanonasi, Turoloto, Gosong Uma, Toyolawa, Gara Sebolo, dan Saotamaru. Selain itu nelayan biasanya melakukan penangkapan di perairan sekitar desa mereka seperti Pantai Lafau di Desa Siheneasi, Pulau Bunga di Desa Pasar Lahewa, Pantai Sawo di sekitar desa Sawo dan Lasara Sawo.

Page 72: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

62

Gambar 44. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Utara III.7.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pemantauan pendaratan ikan di wilayah COREMAP Nias Utara pada tahun 2010 masih dilakukan di 8 desa lokasi COREMAP selama 12 bulan berturut-turut, mulai bulan Januari sampai Desember. Hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan menunjukkan total tangkapan ikan berkisar antara 1544,5 kg – 3125,0 kg dengan rata-rata tangkapan sebesar 280,33 kg per bulan. Rata-rata tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Mei, yaitu 390,63 kg. Total tangkapan per bulan selama tahun 2009 disajikan pada Tabel 21.

Page 73: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

63

Tabel 21. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Utara 2010

Bulan Total Tangkapan

(kg) Jumlah lokasi pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Januari 2935,5 8 366,94 Februari 2306,7 8 288,34 Maret 2423,5 8 302,94 April 1838 8 229,75 Mei 3125 8 390,63 Juni 3066,6 8 383,33 Juli 2395,5 8 299,44 Agustus 1544,5 8 193,06 September 1612,4 8 201,55 Oktober 1981,5 8 247,69 November 1952,5 8 244,06 Desember 1727,9 8 215,99 Rata-rata 280,31

Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Para nelayan di wilayah COREMAP Kabupaten Nias pada umumnya masih menggunakan alat tangkap tradisional seperti jala, jaring, pancing dan tombak. Data yang diperoleh selama tahun 2010 menunjukkan bahwa pancing memiliki total tangkapan paling tinggi sebesar 14588,87 kg, dengan Sedangkan jaring memiliki total tangkapan sebesar 10613,2 kg (Gambar 45).

Page 74: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

64

Gambar 45. Tangkapan Rata-rata nelayan berdasarkan beberapa alat tangkap Pancing dan jaring memberikan hasil tangkapan paling tinggi (14588,7 kg dan 10613,2 kg) karena merupakan alat tangkap yang umum terdapat di semua lokasi survei, dan digunakan sepanjang tahun. Pancing lebih banyak digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis berukuran besar seperti Tongkol sure (Euthynnus affinis), Hambu-hambu (Katsuwonus pelamis) dan Tongkol kodo (Auxis thazard) ketiga jenis tersebut termasuk kedalam falimi Scombridae. Selain itu ikan-ikan karang seperti jenis kerapu (Serranidae), kakap (Lutjanidae), dan lencam (Lethrinidae) juga ditangkap dengan pancing.

Jaring lebih banyak digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang, ikan pantai, dan ikan pelagis berukuran kecil seperti Mburu, Gaso-aso dan Ziwako (Clupeidae), Fina-fina (Parupeneus chrysopleuron, Mullidae), ikan terbang (Exocoetidae), dan Gambolo (Rastrelliger sp., Scombridae). Para nelayan rata-rata memiliki 1 – 10 pcs jaring dengan ukuran mata jaring berkisar antara 1 – 3,5 inci, namun pada saat melaut, nelayan biasanya hanya membawa 2 - 5 pcs jaring. Tren Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di daerah-daerah COREMAP Kabupaten Nias telah dilakukan sejak tahun 2008. Perbandingan rata-rata tangkapan per per bulan antara tahun 2008 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 46 berikut:

Page 75: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

65

Gambar 46. Tren Tangkapan Nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Nias Utara

Dari Gambar 46 terlihat bahwa ada penurunan rata-rata tangkapan per bulan di tahun 2009. Penurunan hasil tangkapan ini dimungkinkan karena pada tahun 2009 tidak ditemukan adanya ikan yang mendominasi hasil tangkapan seperti di tahun 2008 yang merupakan musim ikan jabung (Aluterus monoceros). Pada saat itu hampir semua nelayan beralih menangkap ikan jabung. Kemunculan ikan ini mendominasi hasil tangkapan di Kabupaten Nias selama tahun 2008, yaitu mencapai 34,7% dari keseluruhan tangkapan. Sedangkan pada tahun 2009 hasil tangkapan cukup merata, dengan hasil tertinggi ikan mburu (Clupeidae), yang hanya sebesar 16,5% dari hasil tangkapan. Tahun 2009 dan 2010 rata -rata tangkapan per bulan relatif sama, memang cenderung naik, tapi sangat kecil. Dilihat dari masing-masing desa, terlihat bahwa rata-rata tangkapan di desa Siheneasi, Sifahandro, Moawo dan Lasara Sawo cenderung naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gambar 47). DI desa Balefadorotuho, Sawo dan Sisarahili Teluk Siabang, rata-rata tangkapan per bulan mengalami penurunan. Penurunan rata-rata tangkapan per bulan di desa Balefadorotuho, diduga disebabkan adanya perubahan matapencaharian. Program COREMAP di desa tersebut mengembangkan budidaya lele dan rumput laut. Kedua jenis matapencaharian ini berkembang di Balefadorotoho, mengakibatkan berkurangnya intensitas melaut nelayan di desa tersebut.

Page 76: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

66

Gambar 47. Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di masing-masing desa

III.7.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Berdasarkan data hasil tangkapan di Kabupaten Nias selama tahun 2010, 9 jenis tangkapan dominan. (Gambar 48). Tangkapan dominan tersebut terdiri dari ikan dan non ikan. Hasil tangkapan di dominasi oleh jenis ikan dari famili Scombridae dengan total tangkapan sebesar 8409,4 (31%) dan ikan mburu (Clupeide) sebesar 5798,0 kg (21). Dibandingkan dengan tahun lalu terjadi perubahan dominasi tangkapan. Tahun 2009 hasil tangkapan terbesar justru diperoleh dari ikan mburu (Clupeidae) dengan jumlah 16,48% dari total tangkapan. Tangkapan dari kelompok famili Carangidae cukup besar, yaitu 15% dari total tangkapan. Selain ikan, kelompok non ikan yang berkontribusi besar terhadap total tangkapan adalah gurita (3%).

Gambar 48. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Nias Utara 2010

Page 77: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

67

Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Ikan karang yang dominan terangkap oleh nelayan di Kabupaten Nias Utara ada sembilan jenis yang termasuk kedalam lima famili. (Tabel 22). dari kesembilan jenis tersebut , empat jenis dari famili Serranidae (Epinephelus merra , Variola albimarginata , Aethaloperca rogaa , Cephalopholis miniata) dan 2 jenis dari famili Mullidae (Parupeneus cyclostomus, Parupeneus barberatus), satu jenis masing-masing dari famili Lethrinidae, Lutjanidae dan Mulliidae.

Tabel 22. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Nias 2010 Nama Daerah KODE Nama Ilmiah Suku berat

baraso LET5 Lethrinus miniatus Lethrinidae 199,30

kurafu te'u SER7 Epinephelus merra Serranidae 132,50

fina-fina MUL3 Parupeneus cyclostomus Mullidae 124,00

ramu LUT13 Lutjanus sp. Lutjanidae 113,00

kurafu sawilale soyo SER14 Variola albimarginata Serranidae 84,50

bulono MUG1 Valamugil sp Mugilidae 84,50

fina-fina MUL1 Parupeneus barberatus Mullidae 82,50

kurafu kazaito simatua SER16 Aethaloperca rogaa Serranidae 80,50

kurafu mani / janang hitam SER1 Cephalopholis miniata Serranidae 80,30

Nelayan di setiap desa memiliki target tangkapan yang berbeda. Dominasi hasil tangkapan di setiap desa sejak tahun 2008 sampai 2010 disarikan dalam Tabel 23. Dari tabel tersebut terlihat bahwa target tangkapan nelayan di hampir semua desa sejak adalah ikan pelagis (tongkol). Pada tahun 2010, jenis ikan lain seperti ikan terbang ditangkap oleh nelayan desa Balefadorotuho, ikan busila (Decapterus tabl dan Decapterus sp) ditangkap oleh nelayan Lasara Sawo dan desa Siheneasi. Sementara gurita tetap menjadi tangkapan utama nelayan Pasar Lahewa.

Page 78: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

68

Tabel 23. Tren Tangkapan Dominan di masing-masing Desa Kabupaten Nias Utara Desa 2008 2009 2010

Balefadodotuho Tongkol (SCO7) Tongkol Sure (SCO1) Ikan terbang Tongkol Sure (SCO1) Hambu-hambu (SCO2) SCO2

Lasara Sawo Jabung Busila (CAR8) LUT Busila (CAR8) Tongkol Sure (SCO1) CAR8

Mo'awo Mburu Ziwako SCO1 Busila (CAR8) Gambolo (SCO6) SCO2

Pasar Lahewa Busila (CAR8) Gurita Gurita Kerapu Jahat (SER12) Hambu-hambu (SCO2) SCO3

Sawo Jabung Ikan terbang SCO7 Ikan Terbang SCO7 SCO1

Sifahandro Tongkol Sure (SCO1) SCO8 SCO1 Tongkol Laosi (SCO2) Gambolo (SCO6) LUT

Siheneasi Mburu Mburu LUT Balato (CAR7) Fina-fina (MUL3) CAR7

Sisarahili T. Siabang Jabung Tongkol Sure (SCO1) SCO1 Kembung Gurita SPH

III.7.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Karakteristik nelayan di Nias Utara adalah penggunaan lebih dari satu alat tangkap dalam sekali melaut. Misalnya jaring dan pancing, atau jaring dan tombak yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Jaring biasanya menjadi alat tangkap utama, sedangkan pancing atau tombak sebagai alat tangkap sekunder. Hal ini berarti apabila nelayan telah selesai menjaring dan hasilnya cukup banyak, mereka tidak akan menggunakan pancing atau tombak. Tetapi sebaliknya, bila hasil menjaring tidak cukup baik, mereka akan mengalihkan sasarannya mendekati terumbu karang untuk memancing. Sedangkan jala biasanya digunakan oleh nelayan yang menangkap ikan di tepi pantai (tanpa menggunakan perahu). Hasil analisa CPUE atau penangkapan per unit usaha pada alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Nias tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 49. berikut:

Page 79: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

69

Gambar 49. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias Utara 2010

Terlihat bahwa nilai CPUE jaring dan jala paling lebih tinggi diantara alat tangkap lainnya. Hal ini karena jaring memang merupakan alat tangkap yang dapat memperoleh lebih banyak hasil dibandingkan dengan pancing dan tombak. Nilai CPUE tombak di tahun 2010 melebihi nilai CPUE pancing, padahal tahun sebelumnya nilai CPUE tombak hanya 7,09 kg dan pancing 8,92 kg. Perbandingan CPUE alat tangkap jaring, pancing dan tombak di Kabupaten Nias Utara sejak tahun 2008 sampai 2010 ditampilkan pada Gambar 50 berikut :

Gambar 50. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias Utara

Nilai CPUE jaring dan pancing cenderung mengalami penurunan. Gambar diatas menunjukkan bahwa CPUE alat tangkap jaring pada tahun 2009 (18,95 kg/hari) turun menjadi 18,3 kg di tahun 2010. CPUE pancing juga mengalami penurunan sebesar -0,43 kg 8,92 kg pada tahun 2009 menjadi 8,49 kg. Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai CPUE jaring telah mencapai titik optimal (tertinggi), dan kini mengalami tren penurunan. Untuk itu diperlukan pengelolaan penggunaan alat tangkap dalam rangka menjaga produktivitas dan kontinuitas stok sumber daya ikan di Kabupaten Nias Utara.

Page 80: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

70

III.8. KABUPATEN NIAS SELATAN III.8.1 Gambaran Umum Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Nias Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias. Sebelumnya menjadi Kabupaten, Nias Selatan adalah kecamatan yang beribukota kecamatan di Teluk Dalam. Secara geografis Kabupaten Nias Selatan berada di sebelah selatan Pulau Nias dan terletak antara 0,94̊ LU – 0,86˚ LS dan 97,06˚ BT – 99,03˚ BT. Kabupaten ini terdiri dari 104 gugusan pulau besar dan kecil, dengan luas area 1.825 km2. Dari seluruh gugusan pulau itu, ada empat pulau besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km2), Pulau Tanah Masa (32,16 km2), Pulau Telo (18 km2), dan Pulau Pini (24,36 km2). Dari seluruh pulau tersebut, tidak semuanya berpenghuni. Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah kepulauan sehingga sektor perikanan merupakan sektor yang mempunyai potensi sangat besar untuk dikembangkan, baik ikan untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan, produksi ikan air laut dan ikan air tawar terus meningkat dari tahun ke tahun. Masyarakat Nias Selatan tersebar di 21 pulau dalam delapan kecamatan yaitu : Kecamatan Pulau-Pulau Batu, Kecamatan Hibala, Kecamatan teluk dalam, Kecamatan Amandraya, Kecamatan Lahusa, Kecamatan Gomo, Kecamatan Lolomatua dan Kecamatan Lolowa’u. III.8.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Para Nelayan di Kabupaten Nias Selatan pada umumnya menangkap ikan dilokasi terumbu karang atau perairan sekitar pulau-pulau kecil yang lokasinya masih relative dekat. Lokasi penangkapan ikan tersebut antara lain di Gosong Walohiu, perairan Sorake, Gosong La’uyu, Gosong Lagundi, Gosong selatan, Waloanaru, Batu Talo. Pada umumnya nelayan memilih lokasi penangkapan ikan tergantung pada musim dan cuaca pada saat itu. Pada musim tenang, para nelayan umumnya mencari ikan di perairan lepas yang relative jauh dari pulau, sedangkan pada musim badai nelayan biasanya hanya menangkap ikan di derah sekitar pulau yang lokasinya relative dekat.

Page 81: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

71

Gambar 51. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Selatan

Page 82: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

72

III.8.3 Hasil Tangkapan Nelayan

Tangkapan Tahun 2010 Survei CREEL Kabupaten Nias Selatan dilakukan sejak tahun 2008 sampai 2010. Di tahun 2008 pendataan dilakukan di 5 desa, yaitu Botohilitano, Hayo, Nduru, Sifituewali dan Idanopono. Namun dari 5 desa tersebut, hanya desa Botohilitano dan desa Hayo yang datanya memungkinkan untuk dianalisa berdasarkan kelengkapan data dan penilaian validasi data. Total tangkapan adalah jumlah keseluruhan hasil tangkapan responden dengan berbagai alat tangkap selama setahun dalam satuan berat (kilogram). Rata-rata tangkapan per bulan adalah total tangkapan dalam satu bulan dibagi dengan jumlah lokasi pendaratan yang ada. Hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan menunjukkan bahwa total tangkapan berkisar antara 539,7 kg – 2300,3 kg. Dari Tabel 24 terlihat bahwa total tangkapan terendah di bulan Oktober, sedangkan tertinggi ada di bulan Januari. Rata-rata tangkapam nelayan setiap bulan sebesar 710,06 kg.

Tabel 24. Tangkapan nelayan di Kabupeten Nias Selatan 2010

Bulan Total Tangkapan

(kg) Jumlah lokasi pendaratan

Rerata tangkapan (kg/bulan)

Jan-10 2300,3 2 1150,15 Feb-10 1934,8 2 967,4 Mar-10 2003,3 2 1001,65 Apr-10 1674,7 2 837,35 May-10 1392,2 2 696,1 Jun-10 1485,5 2 742,75 Jul-10 1364,9 2 682,45 Aug-10 913,7 2 456,85 Sep-10 1119,7 2 559,85 Okt-10 539,7 2 269,85 Nov-10 1243,1 2 621,55 Des-10 1069,5 2 534,75 Rata-rata 710,06

Jika dihubungkan dengan musim, maka pada bulan Januari – Maret merupakan musim yang bagus untuk aktivitas melaut (Sjafrie, 2010). Dari Tabel tersebut terlihat bahwa memang pada bulan-bulan tersebut tangkapan nelayan maksimal. Bulan Oktober –

Page 83: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

73

Desember juga merupakan musim yang baik untu penangkapan, akan tetapi pada bulan Oktober justru tangkapan paling rendah. Selanjutnya di bulan April – Mei masuk ke dalam musim pancaroba, demikian pula dengan Juni – September sedang berlangsung musim badai. Uraian di atas menunjukkan bahwa musim tidaklah begitu mempengaruhi aktivitas nelayan melaut, karena hasil pencatatan menunjukkan bahwa hasil tangkapan sepanjang tahun 2010 relatif stabil. Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010

Tangkapan per alat tangkap adalah hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan alat tangkap tertentu dalam satuan berat (kilogram).

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nias Selatan di tahun 2010 masih sama dengan alat tangkap yang digunakan pada tahun 2008 dan 2009 yaitu: jaring, pancing, fondaru dan lingkar atau jaring lingkar. Hasil tangkapan dari masing-masing alat tangkap adalah sebesar 8201,8 kg untuk jaring, 8171 kg untuk pancing, 278 kg untuk fondaru dan 390,6 kg untuk lingkar (Gambar 52). Alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun (dominan) ialah jaring dan pancing. Alat tangkap ini bukan merupakan alat tangkap spesifik seperti halnya fondaru dan jaring lingkar.

Gambar 52. Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap

Lingkar umumnya digunakan sepanjang tahun oleh nelayan di desa Botohilitano. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap lobster. Kadang lingkar ikan kakap juga ikut tertangkap kedalam lingkar. Di desa Hayo, linggar tidak digunakan oleh nelayan setempat

Tahun 2010 fondaru hanya digunakan oleh oleh nelayan di desa Hayo, akan tetapi tahun sebelumnya alat tangkap ini juga digunakan oleh nelayan desa Botohilitano. Alat tangkap

Page 84: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

74

biasanya dipergunakan untuk menangkap gurita. Di desa Hayo, rata-rata hasil tangkapan fondaru sebesar 278 kg, sebagian besar tangkapan adalah gurita, sedangkan tangkapan ikutan terdiri dari ikan binaha (Lutjanus rivulatus), ikan nawi (Scaridae), ikan jabung (Balistidae) serta ikan kerapu (Serranidae). Trend Tangkapan Tren tangkapan nelayan di Kabupaten Nias Selatan mengalami kenaikan dan penurunan. Gambar... memperlihatkan bahwa rata-rata tangkapan nelayan per bulan di tahun 2009 meningkat dari 730 kg/bulan menjadi 784, 45 kg/bulan atau meningkat sebesar 54, 45 kg, tetapi menurun sebesar 74,39 kg pada tahun 2010 (Gambar 53).

Gambar 53. Tren tangkapan Nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Nias Selatan Di desa Hayo, hasil tangkapan nelayan cenderung menurun sejalan dengan waktu. Pada tahun 2008 tangkapan nelayan sebesar 823,1 kg, turun menjadi 764,87 kg di tahun 2009 dan turun lagi pada tahun 2010 menjadi 592,04 kg (Gambar 54). Akan tetapi di desa Botohilitaho, tangkapan nelayan mengalami kenaikan antara tahun 2009 (809,03 kg) dan tahun 2010 (828,08 kg).

Page 85: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

75

Gambar 54. Tren Tangkapan Nelayan (kg/bulan) di masing-masing Desa Kabupaten Nias Selatan

III.8.4 Jenis Tangkapan Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Nias Selatan didominasi oleh ikan kafe-kafe (Aluterus monocerus). Total tangkapan ikan kafe-kafe sebesar 2209 kg atau sekitar 13% dari total tangkapan. Ikan gadamoto juga merupakan tangkapan yang relatif besar, 1953 kg atau sekitar 11% dari total tangkapan (Gambar 55.). Jenis tangkapan non ikan yang cukup besar adalah lobster yang diperoleh diperairan sekitar desa Botohilitano.

Gambar 55. Beberapa jenis tangkapan dominan di Kabupaten Nias Selatan 2010 Dari data yang diperoleh diketahui bahwa terdapat 7 jenis ikan yang mendominasi tangkapan nelayan berdasarkan jumlah berat (kg) masing-masing jenis. Tujuh jenis ikan dominan yang ialah: kafe-kafe (Psenopsis humerosa – Centrolophidae), gadamoto (Decapterus tabl), ikan kali (Megalaspis cordyla– family Carangidae), tenggiri (Scomberomus commerson), layur (Trichurus lepturus– Trichuridae). ), ikan layar – Istiophoridae dan horokoi. Jenis tangkapan non ikan yang dominan adalah lobster dengan total tangkapan sebesar 539,1 kg. Tangkapan dominan di setiap desa berbeda-beda. Di tahun 2010 tangkapan dominan di desa Botohilitano adalah kafe-kafe, gadamoto dan ikan kali, sedangkan di desa Hayo ikan tenggiri, ikan layar dan horokoi. III.8.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE adalah hasil tangkapan per unit usaha. Alat tangkap dominan yang digunakan sepanjang tahun yaitu jaring dan pancing. Trend Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan oleh alat tangkap jaring dan pancing tahun 2008, 2009 dan 2010 tersaji pada Gambar 56.

Page 86: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

76

Gambar 56. Tren CPUE Alat Tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten Nias Selatan Gambar diatas menunjukkan bahwa trend CPUE Jaring terus mengalami kenaikan sampai tahun 2010. CPUE jaring antara tahun 2009-2010 mengalami kenaikan sebesar 1,6 kg/hari. Tetapi CPUE pancing mengalami penurunan sebesar 0,15 kg/hari antara tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2010.

Page 87: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

77

DAFTAR BACAAN

Allen Gerry. 2000. A Field Guide for Anglers and Divers Marine Fishes Of South-East Asia.

Periplus. Singapore. Anonim, 2008a. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Gunung Kijang Kabupaten

Bintan. PIU-COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008b. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Kawal Kabupaten Bintan.

PIU-COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008c. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Mapur Kabupaten Bintan.

PIU-COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008d. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Malang Rapat Kabupaten

Bintan. PIU-COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008e. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Teluk Bakau Kabupaten

Bintan. PIU-COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. BPS Kabupaten Natuna. 2009. Natuna Dalam Angka 2009. Badan Pusat statistik

Kabupaten Natuna Coral Reef Information and Training Center. 2008. Buku Panduan Jenis-jenis Ikan

Ekonomis di Terumbu Karang. CRITC-COREMAP-LIPI. Jakarta DEWEY, T. 2006. Clupeidae (On-line), Animal Diversity Web.

http://animaldiversity.ummz.umich.edu/ site/accounts/information/Clupeidae.html. diakses tanggal 30 Desember 2009

Dhewani Nurul, Agus Dendi R, Marenda Pandu Rizqi. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) di Kabupaten Nias Selatan. CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta.

Dhewani Nurul, Bambang Hermanto, Endah Susianti. 2009. Buku Panduan Jenis-Jenis Ikan Ekonomis di Terumbu Karang. CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta.

Dhewani, N. 2008. Pedoman Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL). CRITC-COREMAP LIPI. Jakarta

Manuputty, 2009. BME Ekologi Kabupaten Tapanuli Tengah (Sitardas, P. Poncan dan P. Mansalar) Tahun 2009. In press.

Manuputty, A.E.W. 2007. Monitoring Ekologi Batam 2007. COREMAP II-LIPI. Jakarta Pemko Batam. 2009. Kecamatan Galang Dalam Angka. Pemerintah Kota Batam Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam Siringoringo, R.M. dan Budiyanto, A. 2008. Monitoring Terumbu Karang Nias (Lahewa dan

Tuhemberua). Coral Reef Rehabilitation and Management Program. COREMAP II. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta

Sjafrie, N.D.M. 2009. CREEL Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat Wilayah Indonesia Bagian Barat Tahun 2009. CRITC COREMAP II LIPI. Jakarta. 78 pp + 14 lamp.

WIDAYATUN, A. SITUMORANG dan I.G.P. ANTARIKSA. 2007. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Kawasan Lahewa dan Sawo, Kabupaten Nias (Hasil BME). CRITIC COREMAP LIPI. Jakarta.

Page 88: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

78

Page 89: Pemantauan creel indonesiabarat10

C

REEL

- Pe

man

taua

n Pe

rika

nan

Ber

basi

s M

asya

raka

t W

ilaya

h In

done

sia

Bagi

an B

arat

201

0

1