PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO...

16
PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO RESTYA YENI RACHMAWATI TAURAN THE MEMBER PARTISIPATION IN THE PROGRAM OF INTEGRATED PEST CONTROL FIELD SCHOOL (SLHPT) IN BETRO VILLAGE, SUB-DISTRICT KEMLAGI, DISTRICT MOJOKERTO ABSTRACT Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) is an approach developed and applied by the national Pengendalian Hama Terpadu (PHT) program since 1990, to make the farmers as Pengendalian Hama Terpadu (PHT) experts and be able to apply in their respective fields. The purpose of this study was to describe community participation in the program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Betro village, District Kemlagi, Mojokerto. The focus of this research is on the type, pattern and level of participation in the program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Type of research is descriptive qualitative. Research location in the village Betro, District Kemlagi, Mojokerto. Sources derived from agricultural extension and SLPHT participants with data collection techniques of observation, interviews, and documentation. Analysis of data using qualitative analysis techniques. The results of research showed that in terms of kind, community participation in the Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) can be seen both in the aspect of ideas, thoughts, energy, and social. In terms of motive, it can be seen from the aspect of psychological, social, and economic. And in terms of the level of participation, it can be seen from the aspect of socialization, collaboration, initiative, and build consensus. Advice for regulatory / law school-related field is expected to develop a participatory program SLPHT that agricultural development can be achieved as expected, while the Department of Agriculture Mojokerto as local government agencies that run programs in the form SLPHT farmer participation, can be properly actually provide oversight of the prime to the level of community participation continues to maintain and increase. As well as the extension and SLPHT participants are expected to be good partners in any activity, whether during the last SLPHT program or activity outside SLPHT. Keywords: Participation, Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

description

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : restya rachmawati, http://ejournal.unesa.ac.id

Transcript of PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO...

Page 1: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT)

DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

RESTYA YENI RACHMAWATI TAURAN

THE MEMBER PARTISIPATION IN THE PROGRAM OF INTEGRATED PEST CONTROL FIELD SCHOOL (SLHPT) IN BETRO VILLAGE,

SUB-DISTRICT KEMLAGI, DISTRICT MOJOKERTO

ABSTRACT

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) is an approach developed and

applied by the national Pengendalian Hama Terpadu (PHT) program since 1990, to make the farmers

as Pengendalian Hama Terpadu (PHT) experts and be able to apply in their respective fields. The

purpose of this study was to describe community participation in the program Sekolah Lapangan

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Betro village, District Kemlagi, Mojokerto.

The focus of this research is on the type, pattern and level of participation in the program

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Type of research is descriptive qualitative.

Research location in the village Betro, District Kemlagi, Mojokerto. Sources derived from agricultural

extension and SLPHT participants with data collection techniques of observation, interviews, and

documentation. Analysis of data using qualitative analysis techniques.

The results of research showed that in terms of kind, community participation in the Sekolah

Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) can be seen both in the aspect of ideas, thoughts,

energy, and social. In terms of motive, it can be seen from the aspect of psychological, social, and

economic. And in terms of the level of participation, it can be seen from the aspect of socialization,

collaboration, initiative, and build consensus. Advice for regulatory / law school-related field is

expected to develop a participatory program SLPHT that agricultural development can be achieved

as expected, while the Department of Agriculture Mojokerto as local government agencies that run

programs in the form SLPHT farmer participation, can be properly actually provide oversight of the

prime to the level of community participation continues to maintain and increase. As well as the

extension and SLPHT participants are expected to be good partners in any activity, whether during

the last SLPHT program or activity outside SLPHT.

Keywords: Participation, Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

Page 2: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

1. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan

mata pencaharian sebagian terbesar masyarakat di Indonesia. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 107,4 juta orang, atau sekitar 51,2 % juta orang dar jumlah penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik 2012). Sektor Prtanian pada triwulan kedua-2012 tumbuh 2,4 persen, setelah pada triwulan pertama-2012 meningkat cukup tajam sebesar 21,3 persen.

Sektor pertanian ini bisa dikatakan sebagai pembangunan perekonomian Indonesia, karena kegiatan perekonomian terdapat pada sektor pertanian dan juga sektor ini mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja. Maka kebutuhan yang paling penting adalah bagaimana melakukan pembangunan dengan kerjasama antar aktor pertanian, baik pemerintah maupun petani itu sendiri dalam membentuk petani yang partisipatif.

Dalam pembangunan yang partisipatif, masyarakat dituntut untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan dirinya. Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan pembangunan, partisipasi masyarakat adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan. Partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”.

Partisipasi erat hubungannya dengan kegiatan pembangunan, sehingga usaha menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat menempati posisi yang sangat penting dalam seluruh proses pembangunan dalam arti luas. Salah satu strategi pembangunan desa adalah melalui program penyuluhan pertanian di setiap tingkatan wilayah.

Penyuluh pertanian diarahkan untuk mengubah persepsi dan perilaku petani. Petani diarahkan untuk mencapai hasil seperti peningkatan pengetahuan dan keterampilan, efisiensi manajemen usahatani dan mekanisme kerja yang mendorong partisipasi aktif petani (Asean Productivity Organization, 1994) dalam Jurnal “Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Partisipasi Kontaktani dalam Perencanaan Program Penyuluhan Pertanian” Herawati dan Ismail Pulungan/ September 2006, Vol. 2, No. 2.

Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari sistem pembangunan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam rangka pengembangan SDM pertanian, khususnya pemberdayaan masyarakat tani yang berada di wilayah pedesaan. Melalui kegiatan pemantapan penyuluhan pertanian dikembangkan kemampuan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha, sehingga mampu mengelola usaha taninya secara produktif, efektif, efisien, dan berdaya saing tinggi, yang dicirikan dengan tinggi produktifitas, mutu dan efisiensi usaha.

Pemberian program penyuluhan mempunyai potensi yang besar untuk memperluas jangkauan pendidikan bagi masyarakat pedesaan. Pengertian penyuluhan adalah proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua “stakeholders” agribisnis melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku diri setiap individu dan masyarakatnya untuk mengelola kegiatan agribisnisnya yang semakin produktif dan efisien, demi terwujudnya kehidupan yang baik, dan semakin sejahtera secara berkelanjutan (Mardikanto, 2003).

Dinas Pertanian Mojokerto adalah salah satu lembaga pemerintah daerah yang menjalankan program-program

Page 3: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

dalam rangka meningkatkan partisipasi petani dalam menjalankan program penyuluhan pertanian yang berbentuk Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), Sekolah lapangan adalah suatu pendekatan yang ditujukan sebagai proses belajar orang dewasa, dalam mana pengalaman meruoakan guru dan petani difasilitasi untuk menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuan dan teknologi PHT.

Sekolah Lapangan ini merupakan sebuah “sekolah tanpa dinding”, sehingga ruang kelas sekaligus perpustakaannya adalah lahan sawah itu sendiri. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu adalah :

“SLPHT adalah sekolah yang diselenggarakan di lapangan. Sekolah lapangan tersebut seperti sekolah pada umumnya, juga mempunyai kurikulum, sistem evaluasi belajar dan dilengkapi dengan sertifikat kelulusan (Pedoman SLPHT Tanaman Pangan, 2007:3)”.

Sasaran program yang ada bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pekerjaan, dan meningkatkan keahlian dan kecakapan petani yang tujuan akhirnya menciptakan dan menghasilkan produktifitas kerja, kesejahteraan pekerja, dan partisipasi petani yang tinggi.

Program “Sekolah Lapangan Hama Terpadu (SLPHT)” sangatlah menarik, dimana kegiatan sekolah lapangan ini banyak dilakukan di lapangan/di sawah. Sekolah Lapangan ini dirancang sedemikan rupa sehingga kesempatan belajar petani terbuka selebar-lebarnya agar para petani berinteraksi dengan realita mereka secara langsung, serta menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang terkandung di dalamnya. Hal yang ditonjolkan dalam Sekolah Lapangan Hama Terpadu (SLPHT) adalah peran aktif

petani sebagai pelaku, peneliti, pemandu, dan manajer lahan yang ahli.

Sekolah Lapangan bukan sekedar “belajar dari pengalaman”, melainkan suatu proses sehingga peserta didik yang kesemuanya adalah orang dewasa, dapat menguasai suatu proses “penemuan ilmu” yang dinamis dan dapat diterapkan dalam manajemen lahan pertaniannya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting, karena jaman ini sarat dengan unsur perubahan. Diharapkan agar proses Sekolah Lapangan dapat menyiapkan petani tangguh yang mampu menghadapi dinamika sekarang dan tantangan masa depan. Proses belajar dalam program sekolah lapangan, erat kaitannya dengan pandangan terhadap sifat dasar manusia sebagai mahluk hidup yang aktif dan kreatif yang senantiasa ingin lebih mendalami akan pengertian tentang arti dan maksud hidup dalam kebrlangsungan hidup mereka kedepannya yakni dengan mensejahterakan kehidupannya sendiri.

Pelaksanaan program sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (SLPHT) dan pelaksanaanya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Masyarakat atau petani merupakan penanggung jawab utama dalam upaya perlindungan tanaman serta menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuan dari pengalaman dari diberikannya program sekolah lapangan. Pemerintah hanya akan melakukan tindakan pada kondisi kritis, jika masyarakat (petani) tidak mampu lagi mengatasi masalah yang ada. Dengan demikian kesuksesan upaya perlindungan tanaman sangat tergantung terutama pada pengetahuan, pemahaman dan penerapan sistem dari pengendalian hama terpadu (PHT) oleh petani. Partisipasi masyarakat yang maksimal dalam pembangunan di bidang pertanian, melalui program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

Page 4: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

diharapkan mampu mendorong petani bisa benar-benar belajar dengan kesadaran penuh pada umumnya akan pentingnya belajar.

Berdasarkan uraian dan fenomena, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLHPT) DI DESA BETRO, KECAMATAN KEMLAGI, KABUPATEN MOJOKERTO “.

2. Kajian Teori 2.1 Pengertian Partisipasi

Pengertian “participation” menurut kamus tidak lain adalah act of participating (kata kerja transitif participate : “have a share or take part”), oleh Poerwadarminta diterjemahkan sebagai pengambilan bagian atau pengikutsertaan (Poerwadarminta dalam Huraerah 2011:109). Sedangkan definisi konsepsional dari Keith Davis (dalam Huraerah 2011:109) adalah :

“participation is defined as mental and emosiaonal involvement of person in group situations that encourage them to contribute to group goals and share responsibility for them” (partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosi orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyumbangkan pada tujuan-tujuan kelompok dan sama-sama bertanggung jawab terhadapnya). Partisipasi berarti “turut berperan

serta dalam suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai :

“bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan” (Moeliono 2004 dalam Fahrudin, 2011:36). Mengutip beberapa pendapat para

ahli barat, Ndraha (dalam Huraerah 2011:110) menyimpulkan, partisipasi masyarakat meliputi kegiatan sebagai berikut :

1) Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak lain sebagai satu di antara titik awal perubahan sosial

2) Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (menaati, menrima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya)

3) Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan (penetapan rencana)

4) Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan

5) Partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan

6) Partisipasi dalam menilai hasil pembangunan.

Dari sudut terminologi partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (nonelite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Partisipasi masyarakat merupakan intensif moral sebagai “paspor” mereka untuk mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menentukan kesejahteraan mereka.

Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan

Page 5: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

sifatnya dapat dibedakan berdasarkan sifat, yaitu konsultatif dan kemitraan. Dalam partisipasi masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakat mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Dalam konteks partisipasi masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membahas keputusan (Fahrudin, 2011:37).

2.2 Jenis-jenis Partisipasi Masyarakat Terdapat dua betuk partisipasi

masyarakat menurut Khotim 2004 (dalam Fahrudin, 2011:39), yaitu :

a. Partisipasi ide, merupakan bentuk keterlibatan yang mengarah pada perumusan, perancangan dan perencanaan kegiatan. Dalam proses pembangunan, partisipasi ide berada pada fase-fase awal.

b. Partisipasi tenaga, merupakan bentuk keterlibatan masyarakat secara fisik dalam aktivitas sosial. Bentuk partisipasi semacam ini mudah teridentifikasi, bahkan dalam kontekks pembangunan partisipatoris semu, bentuk partisipasi, tenagalah yang lebih diakui. Kedua bentuk partisipasi tersebut dalam pelaksanaannya terwujud dalam aktivitas individual dan komunal. Aktivitas yang dilakukan secara komunal sendiri, dpat dikategorikan menjadi partisipasi yang terorganisasikan dan partisipasi yang tidak terorganisasikan.

Pasaribu dan Simanjuntak 1986 (dalam Fahrudin 2011:39) mengatakan bahwa sumbangan dalam berpartisipasi

dapat dirinci menurut jenis-jenisnya sebagai berikut :

a. Partisipasi Buah Pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pendapat, pertemuan atau rapat

b. Partisipasi Tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya

c. Partisipasi Harta Benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain

d. Partisipasi Keterampilan dan Kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam usaha dan industri

e. Partisipasi Sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban, misalnya turut arisan, koperasi, melayat, kondangan, nyambungan dan mulang-sambung.

2.3 Motif Partisipasi dan Tingkatan Masyarakat

Menurut Billah seperti dikutip (Taher dalam Huraerah, 2011:119), ada lima motif partisipasi masyarakat yang bisa bekerja sendirian maupun bersamaan. Kelima motif tersebut adalah :

a) Motif Psikologi Kepuasan pribadi, pencapaian prestasi, atau rasa telah mencapai sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk melakukan kegiatan, termasuk juga untuk berpartisipasi meskipun kegiatan atau partisipasinya itu tidak akan menghasilkan keuntungan.

b) Motif Sosial Ada dua sisi motif sosial, yakni untuk memperoleh status sosial dan untuk menghindarkan dan terkena pengendalian sosial. Orang akan dengan suka hati berpartisipasi di dalam suatu kegiatan (pembangunan) manakala keikutsertaannya itu akan membawa

Page 6: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

dampak meningkatnya status sosialnya. Pada sisi yang negatif, orang akan terpaksa berpartisipasi dalam satu kegiatan (pembangunan) karena takut terkena sanksi sosial (tersisih atau dikucilkan oleh warga masyarakat)

a) Motif Keagamaan Motif ini didasarkan pada kepercayaan kepada kekuatan yang ada di luar manusia (Tuhan, sesuatu yang gaib, supernatural). Agama sebagai ideologi sosial yang mempunyai berbagai macam fungsi bagi pemeluknya, yaitu fungsi : inspiratif, normatif. Integratif, dan operatif/motivatif

b) Motif Ekonomi Laba adalah motif ekonomi yang dapat dab bahkan seringkali efektif mendorong orang mengambil keputusan untuk ikut berpartisipasi di dalam kegiatan (pembangunan). Pengambilan keputusan (yang bersifat ekonomis) dapat mengambil dua bentuk strategi, yaitu : maximum profit dan minimun profit.

c) Motif Politik Dasar utama motif politik adalah kekuasaan. Oleh karena itu partisipasi seseorang atau golongan akan ditentukan oleh besar kecilnya kekuasaan yang dapat diperoleh dari partisipasinya di dalam berbagai kegiatan (pembangunan). Tingkatan Partisipasi Masyarakat

Menurut Asia Development Bank (ADB) seperti dikutip Soegijoko (dalam Huraerah 2011:114), tingkatan partisipasi masyarakat dari yang terendah sampai tertinggi sebagai berikut :

a. Berbagi informasi bersama (sosialisasi) Pemerintah hanya menyebarluaskan informasi tentang program yang akan direncakanan atau sekedar memberikan informasi mengenai

keputusan yang dibuat dan mengajak warga untuk melakukan keputusan tersebut b. Konsultasi/mendapatkan umpan

balik Pemerintah meminta saran dan kritik dari masyarakat sebelum suatu keputusan ditetapkan

c. Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama Masyarakat bukan sebagai penggagas kolaborasi, tetapi masyarakat dilibatkan untuk merancang dan mengambil keputusan bersama, sehingga peran masyarakat secara signifikan dapat mempengaruhi hasil/keputusan

d. Pemberdayaan/kendali Masyarakat memiliki kekuasaan dalam mengawasi secara langsung keputusan yang telah diambil dan menolak pelaksanaan keputusan yang bertentangan dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan prosedur dan indikator kinerja yang mereka tetapkan bersama.

3. Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia dan penelitian yang mengharuskan peneliti terjun ke lapangan untuk pengambilan obyek penelitian sesuai realitas yang dilihat. Dimana hasil penelitian tersebut akan diuraikan dan dideskripisikan sesuai data yang ada.

3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di

desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto.

3.3 Fokus Penelitian

Page 7: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

Fokus penelitian ini antara lain : 1. Jenis partisipasi 2. Motif partisipasi 3. Tingkatan partisipasi

3.4 Data Data yang diperlukan dalam

penelitian di adalah Data Primer dan Data Sekunder, adalah sebagai berikut :

1) Data Primer 2) Data Sekunder

3.5 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu kamera dan panduan wawancara. Penggunaan instrumen tersebut dimaksudkan untuk mendapat kelengkapan informasi yang diperoleh dilapangan.

3.6 Informan Informan adalah orang yang

dijadikan objek penelitian program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto

3.7 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data disini

menggunakan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. .

a. Observasi b. Wawancara c. Dokumentasi

3.8 Teknik Analisa Data “Analisis data bermaksud atas nama mengorganisasikan data, data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan, dan lain-lain, dan pekerjaan analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan memberikan suatu kode tertentu dan mengkategorikannya, pengelolaan data tersebut bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantive” (Moeloeng, 2007: 103).

Data yang akan dianalisis peneliti selama observasi di lapangan bertemakan bagaimana partisipasi peserta dalam program sekolah lapangan pengandalian hama terpadu (SLPHT) di Desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto.

4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Deskripsi Program SLPHT di Desa Betro Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto

Gambaran lokasi penelitian yang ada di desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto. Secara geografis letak desa Betro ini adalah sebagai berikut :

a) Sebelah utara berbatasan dengan desa Mojosarirejo

b) Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Brantas

c) Sebelah barat berbatasan dengan desa Wates

d) Sebelah timur berbatasan dengan desa Kedungsari

Luas wilayah desa Betro yang mencapai 172,395 Ha, terdapat jumlah penduduk 3.725 (terhitumg dari laporan akhir September 2012). Yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.811 orang dan 1.944 orang. Luas lahan pertanian yang ada di desa Betro seluruhnya mencapai 80 Ha. Karena petani menempati bagian terbesar dalam komposisi mata pencaharian sebagai petani sebesar 40% dari jumlah penduduk di desa Betro. Ada juga yang berprofesi sebagai pedagang dana jasa sebesar 30%, industri (baik rumah tangga atau karyawan industri) sebesar 15%, pencari kerja 10%, dan lain-lain 5% dari jumlah penduduknya.

Terdapat banyak petani yang bercocok tanam di lahan pertaniannya. Yang sering ditaman antara lain dalah

Page 8: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

tanaman tebu, jagung, padi, kedelai, dan sebagian kecil ditanami bayam. Sementara itu, luas lahan yang dipakai untuk menyelenggarakan program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) seluas 26 Ha. Program sekolah lapangan dilakukan di setiap lahan para peserta Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) secara bergiliran dari lahan peserta yang satu dengan yang lain. Terdapat jumlah petani yang ada di desa Betro, yaitu sejumlah 104 orang. Dimana terbagi dari 2 bagian, peserta yang mengikuti program SLPHT ada 25 orang dan petani aktif (aktif dalam kegiatan apapun) sebanyak 79 orang. Jumlah petani aktif yang mengikuti program SLPHT di desa Betro diikuti oleh petani parubaya yang berumur 40-55 tahun, memiliki sawah sendiri, masih aktif sebagai petani asli, dan tidak bias gender.

Kondisi geografis desa Betro yang mendukung program SLPHT terlaksana dengan baik, karena terdapat kelebihan sebagai berikut:

a) Sikap aktif dari masyarakat dengan adanya program sekolah lapangan, tanpa terkecuali perangkat desa juga ikut serta berpartisipasi

b) Desanya sudah maju c) Lahan pertanian sangat mendukung,

terutama di pengairannya. Sekolah Lapangan Pengendalian

Hama Terpadu (SLPHT) adalah sekolah yang diselenggarakan di lapangan. Sekolah lapangan tersebut seperti sekolah pada umumnya, juga mempunyai kurikulum, sistem evaluasi belajar dan dilengkapi dengan sertifikat kelulusan. Pada SLPHT tidak ada istilah murid dan guru, tetapi istilahnya adalah peserta dan pemandu lapangan, karena dalam proses belajarnya peserta dipandu untuk mengetahui, memahami dan menerapkan PHT sendiri. SLPHT diikuti oleh 20-25 petani peserta yang belajar PHT bersama dengan satu atau dua pemandu lapangan. Tempat

belajar utama SLPHT adalah lahan pertanian. Berikut adalah ciri-ciri SLPHT :

1) Petani dan pemandu adalah warga belajar yang saling menghormati

2) Perencanaan bersama oleh kelompok petani peserta

3) Keputusan ditetapkan secara bersama oleh anggota kelompok petani peserta

4) Cara belajar melaui pengalaman/pendekatan pendidikan orang dewasa

5) Peserta melakukan sendiri, mengalami sendiri dan menentukan sendiri

6) Materi belajar dan praktek terpadu di lapangan

7) Sarana belajar adalah lahan usahatani (agroekosistem)

8) Belajar secara utuh selama satu siklus perkembangan tanaman

9) Kurikulum yang rinci dan terpadu 10) Sarana serta bahan mudah dan

praktis, serba guna, dan mudah diperoleh dari lapangan

11) Demokratis, kebersamaan, keselarasan, partisipatif, dan tanggungjawab.

4.2 Deskripsi Partisipasi Peserta dalam

Sekolah Lapangan Pengendalian

Hama Terpadu (SLPHT) di Desa

Betro Kecamatan Kemlagi

Kabupaten Mojokerto

1. Persiapan SLPHT Kegiatan persiapan meliputi upaya koordinasi dengan para fihak terkait dan pertemuan-pertemuan untuk menentukan pemandu lapangan, pemilihan lokasi, pemilihan kelompok tani, penetuan peserta, tempat, waktu dan lahan belajar, serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung, seperti materi belajar, bahan dan alat.

a. Pertemuan tingkat kecamatan dan desa

Page 9: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

Pertemuan persiapan SLPHT dilakukan di tingkat kecamatan dengan mengikutsertakan camat, petugas POPT, mantri tani, penyuluh pertanian, dan tokoh masyarakat. Sedangkan pertemuan persiapan SLPHT di tingkat desa mengikutsertakan pejabat dan tokoh masyarakat tingkat desa, seperti : kepala desa, sekretaris desa, kaur pembangunan, petugas POPT, pentuluh pertanian, ketua kelompok tani, dan wakil tokoh wanita tani. Pertemuan tingkat kecamatan dan desa dapat disatukan penyelenggaraannya dan dilakukan paling lambat 3 (tiga) minggu sebelum kegiatan SLPHT dilaksanakan.

b. Pertemuan tingkat kelompok tani Pertemuan tingkat kelompok tani diselenggarakan unutk menentukan peserta SLPHT yang dibatasi jumlahnya paling banyak 25 orang peserta aktif, serta untuk membangun kesepakatan tentang waktu dimulainya SLPHT, hari kegiatan, lokasi lahan belajar, tempat belajar, materi pelajaran, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan SLPHT.

2. Pelaksanaan SLPHT a. Pengaturan proses belajar

Setiap SLPHT dipandu oleh pemandu pelatihan yang memenuhi kriteria. Peserta SLPHT dibagi dalam kelompok kecil beranggotakan masing-masing lima (5) orang dan diketahui oleh seorang ketua kelompok. Kelompok tersebut merupakan unit belajar bersama yang harus dapat bekerjasama satu dengan yang lain. Kerjasama antar kelompok diatur secara bersama dibawah koordinasi ketua umum yang dipilih secara bersama.

b. Tempat belajar dan lahan belajar

SLPHT tidak terikat dengan ruang

kelas, sehingga belajar dapat

dilakukan di gubug pertemuan

petani, di bawah pohon rindang, di

halaman rumah dan di tempat lain

yang terbuka dan berdekatan dengan

lahan belajar. Lahan belajar terdiri

dari dua (2) pertanaman padi,

masing-masing berukuran 500 m2

dan dikelola dengan perlakuan PHT

dan perlakuan konvensional. c. Bahan dan alat belajar

Bahan dan alat belajar yang digunakan harus bersifat praktis, sederhana dan mudah didapat, terdiri dari alat tulis dan buku catatan pribadi, kertas plano/koran dan spidol, bahan praktikum, petunjuk lapangan dan alat peraga. Bahan dan alat belajar tersebut seharusnya disediakan oleh penyelenggara program dan atau diupayakan secara mandiri oleh peserta.

d. Jangka dan waktu SLPHT Jangka waktu SLPHT setidaknya satu musim tanam, sejak tanam sampai panen, ditambah dengan waktu satu pertemuan persiapan di awal dan pertemuan refleksi di akhir SLPHT. Jangka waktu SLPHT dapat berkisar antara 14-16 minggu, tergantung daerah. Pertemuan belajar bersama dilakukan secara berkala seminggu sekali, dengan waktu efektif 6 jam pertemuan di pagi hari. Dengan demikian, akan ada sampai 14-16 kali pertemuan mingguan.

e. Proses belajar bersama 1) Kerja lapangan

Kerja lapangan adalah kerja yang berkaitan dengan pengelolaan lahan belajar/petak perlakuan pada petak studi masing-masing kelompok. Kerja lapangan ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok, seperti pengaturan air, penyiangan, tindakan pengendalian dan

Page 10: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

sebagianya. Kerja lapangan dapat dilakukan diluar jadwal dan hari pertemuan.

2) Pengamatan agroekosistem Tiap kelompok mengamati sub petak

studi yang telah ditentukan. Masing-

masing kelompok mengamati

dengan menggunakan metode

pengamatan dan jumlah rumpun

contoh yang diamati disesuaikan

dengan buku pedoman lapangan

SLPHT. Unsur yang diamati meiputi

: keadaan tanaman, serangga hama,

keadaan air, keadaan cuaca, dan

lainnya. 3) Menggambar agroekosistem

Gambar agroekosistem merupakan

gambar kondisi pertanaman, dari

mulai keadaan hama penyakit, serta

kondisi lingkungan fisik pada saat

pengamatan sampai penggambaran

perlakukan yang pernah dilakukan

sebelumnya. Penggambaran meliputi

: gambar tanaman lengkap, gambar

serangga hama, gambar populasi

hama, gambar gejala, dan gambar keadaan kondisi lingkungan fisik.

4) Diskusi kelompok Dimaksudkan untuk mengkaji agroekosistem secara sistematis dan mendalam sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan kondisi agroekosistem pada saat itu sebagai dasar untuk pengambilan keputusan pengelolaan agroekosistem berikutnya. Dalam diskusi kelompok dapat dilakukan analisis perbandingan antara petak perlakuan PHT dan konvensional.

5) Diskusi pleno Diskusi pleno merupakan tahapan

kegiatan terpisah dengan diskusi

kelompok, dilakukan dalam

gabungan kelompok. Untuk efisiensi

waktu dalam diskusi pleno ini setiap

wakil dari kelompok hanya

mengutarakan kesimpulan dan

keputusan kelompoknya. 6) Topik khusus

Topik khusus yang dipelajari dalam

setiap pertemuan dipilih berdasarkan

permasalahan pokok setempat yang

dihadapi oleh petani pada saat itu.

Apabila ada waktu pertemuan tidak

mengahadapi masalah, maka dapat

diberikan topik khusus yang sesuia

dengan fase pertumbuhan tanaman. 7) Dinamika kelompok

Kegiatan ini dinamika kelompok dimaksudkan untuk menumbuhkan kekompakan dan kegairahan peserta dalam belajar (suasana dinamis). Materi dinamika kelompok dapat disesuaikan dengan kondisi kelompok pada saat itu.

8) Studi khusus Studi khusus merupakan kegiatan pendukung untuk mendorong agar peserta SLPHT memahami secara benar konsep, prinsip dan teknologi PHT. Studi khusus tersebut harus bersifat : praktis, sederhana, mudah dilaksanakan dan membutuhkan waktu relatif singkat, serta dapat menjawab permasalahan petani.

9) Praktek petani dalam penerapan PHT di lahan usaha taninya Setelah selesai proses belajar, peserta diharapkan dapat langsung mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan pada lahan usaha taninya. Hasil temuan dari lahan masing-masing dapat dijadikan bahan diskusi pada pertemuan berikutnya.

10) Hari Lapangan petani SLPHT Hari lapangan petani merupakan

media pertemuan antara petani

SLPHT dengan petani yang belum

mengikuti SLPHT, dalam rangka

memperkenalkan kegiatan SLPHT

yang sedang berlangsung. Kegiatan

ini diselenggarakan oleh petani pada

saat akhir kegiatan. 11) Evaluasi belajar dan sertifikat

kelulusan.

Page 11: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

Evaluasi proses belajar dilakukan

untuk mengetahui tingkat kehadiran,

aktivitas dan pemahaman peserta

terhadap materi yang dipelajari.

Metode evaluasi terdiri dari uji ballot

box sebelum dan sesudah

pelaksanaan SLPHT, wawancara

langsung dan pengisian matrik

kualitas.

4.3 PEMBAHASAN Pembangunan pedesaan di bidang

pertanian memerlukan pendekatan yang mampu mengajak masyarakatnya untuk berpartisispasi mencapai keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat adalah salah satu unsur yang melekat dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat (petani) dalam mengapresiasikan keikutsertaannya dalam program sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (SLPHT) di desa Betro dapat dikatakan sangat baik. Masyarakat petani di desa Betro memiliki antusiasme dalam kegiatan apapun, tak terkecuali dalam kegiatan SLPHT. Mayoritas warga masyarakat di Betro ini mata pencahariannya adalah petani, namun tidak semua petani dapat mengikuti program sekolah lapangan.

Desa Betro merupakan desa yang paling aktif dalam kegiatan SLPHT dibandingkan desa lain di Kabupaten Mojokerto. Kelebihan lain SLPHT di daerah Betro, yakni lahan pertanian sangat mendukung, pengairan untuk persawahan juga baik, desanya maju, partisipasi masyarakat terlihat lebih aktif. Peserta SLPHT yang ikut mempunyai motivasi dari dirinya sendiri untuk lebih ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Proses belajar dalam program sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (SLPHT) mengikuti daur belajar

yang telah dibahas di hasil, merupakan alur belajar para peserta SLPHT selama mengikuti program tersebut. Dimulai dengan mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan, dan menerapkan. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

“Mengalami” para peserta SLPHT melakukan kegiatan SLPHT yang dibimbing oleh penyuluh pertanian. Disitu peserta diberikan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta SLPHT dan dikondisikan dengan keadaan geografis di lahan. “Mengungkapkan” yakni peserta SLPHT dituntut untuk bisa menggambarkan apa masalah yang ada di lapangan. Yang nantinya masalah tersebut akan dijadikan bahan materi dan dibahas dengan penyuluh. “Menganalisis” maksud dari menganalisis adalah peserta harus bisa menganalisis bagaimana cara memecahkan masalah yang ditemukan dilapangan dan pengendaliannya bagaimana. Biasanya ini dilakukan secara berkelompok, yang terbagi menjadi 5 kelompok, dimana tiap kelompoknya terdiri dari 5 (lima) orang peserta SLPHT. “Menyimpulkan” menyimpulkan langkah apa yang diambil dari hasil menganalisis. Yang sebelumnya telah di musyawarakan bersama peserta SLPHT dan penyuluh pertanian. “Menerapkan” peserta diharuskan melakukan kembali apa yang telah diperolehnya dari sekolah lapangan tersebut di pertemuan yang akan datang, atau bisa juga diterapkan di lahan sawahnya masing-masing. Tidak hanya itu, ilmu dari SLPHT bisa ditularkan kepada petani yang lain yang tidak mengikuti program SLPHT.

Program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang terselenggara di desa Betro ini, merupakan salah satu bentuk program

Page 12: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

penyuluhan dari dinas pertanian. Program ini diberikan kepada para petani yang membutuhkan kegiatan untuk menunjang ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan para petani dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya dalam bertani.

Petani di desa Betro telah menunjukkan patisipasinya dalam program SLPHT. Keikutsertaan mereka dapat dilihat dar jenis/bentuk, motif, dan tingkatannya.

1) Jenis/bentuk partisipasi Berdasarkan teori Pasaribu dan Simanjuntak: a. Partisipasi buah pikiran (kegiatan

yang melibatkan peserta SLPHT dalam pembuatan materi, tempat, bahan, alat, berpendapat, rapat, arisan, dan musyawarah dalam mengambil keputusan),

b. Partisipasi tenaga (bentuk partisipasi yang dilibatkan peserta dengan tenaga mereka dalam kegiatan program SLPHT di desa Betro contohnya panen padi, kegiatan sosial, ataupun dalam kegiatan sehari-hari di luar kegiatan SLPHT),

c. Partisipasi keterampilan (kegiatan dimana peserta mengasah keterampilaanya dalam usah-usaha kecil seperti pabrik tempe dan tahu, ataupu keterampilan dalam membuat pupuk alami yang dilakukan oleh salah satu peserta SLPHT di desa Betro), dan

d. Partisipasi sosial (kegiatan yang bersifat sosial yang ditemukan dalam program SLPHT di desa Betro. Contohnya dalam gotong rotong dalam kegiatan apapun, kerja bakti, melayat, dan kegiatan sosial lainnya).

2) Motif partisipasi Motif yang dominan muncul

adalah seperti teori Taher antara lain : a. Motif Psikologi

Keikutsertaan peserta SLPHT di desa Betro didasarkan atas dasar

dorongan diri sendiri (motivasi diri sendiri) yang tergerak untuk mengikuti program SLPHT. Karena masyarakat mengakui bahwa mereka ingin mendapatkan pengetahuan lebih dalam bidang pertanian, dan agar ilmu yang didapat bisa diterapkan dikehidupan sehari-harinya terutama di sawah mereka masing-masing, karena masyarakat desa Betro bermatapencaharian sebagai petani.

b. Motif Sosial Peserta SLPHT di desa Betro mengikuti

program dari Dinas Pertanian mereka mengikuti kegiatan ini dengan minat dari diri sendiri. Mereka termotivasi berpartisipasi karena ingin berpartisipasi dalam pembangunan dan diharapkan dengan mereka ikut program sekolah lapangan ini akan membawa dampak positif bagi dirinya sendiri, masyarakat banyak, dan pembangunan di bidang pertanian. Dengan ini, masyarakat petani di desa Betro dapat meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada, guna memperbaiki dan meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kesejahteraanya. Contohnya selain bertani masyarakat desa Betro ada yang memiliki usaha kecil seperti usaha membuat tempe dan tahu.

3) Tingkatan partisipasi Tingkatan partisipasi yang khas dalam

kegiatan SLPHT di desa Betro ini adalah tingkatan partisipasi menurut Soegijoko. Tingkatan tersebut antara lain :

a. Berbagi informasi bersama (sosialisasi) Berbagi informasi bersama atau

sosialisasi yang diterima dari masyarakat desa Betro dalam progaram SLPHT hanya diketahui dari pihak penyuluh pertanian tingkat Kecamatan. Keputusan dalam pembuatan program SLPHT ditentukan oleh pihak pusat, masyarakat hanya menerima hasil dari perumusan tersebut. Akan tetapi masyarakat juga merasa

Page 13: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

senang dengan program SLPHT tersebut, karena dirasa akan memberikan dampak positif bagi mereka dan memamng program ini dikhususkan untuk para petani. Penyuluh pertanian beserta masyarakat hanya bisa melakukan keputusan dalam memodifikasi pedoman SLPHT sesuai dengan kondisi masyarakat petani peserta dan kondisi geografis lahan belajar, selama tidak merubah prinsip, kaidah, dan asas yang telah dibuat oleh pihak Dinas Pertanian.

b. Kolaborasi atau pembuatan keputusan bersama

Kolaborasi dalam kegiatan SLPHT yang melibatkan peserta sekolah lapangan tersebut memiliki kegiatan bersama antara lain kebersamaan pada saat SLPHT, pengambilan keputusan, komunikasi yang baik, adanya diskusi, tukar pendapat, dan lainnya. Dengan keikutsertaan partisipan peserta dalam mengikuti program SLPHT, antara lain dalam menggagas dan merancang kegiatan SLPHT, dan aktif dalam pengambilan keputusan selama pelaksanaan SLPHT berlangsung, akan mempengaruhi berjalan dengan baik atau tidaknya suatu program. Maka dari utu dalam tingkatan partisipasi kolaborasi, sudah berjalan dengan baik di desa Betro, karena keputusan ditetapkan secara bersama oleh anggota peserta petani dan pihak pertanian.

5. Simpulan Dan Saran 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tentang partisipasi peserta dalam program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, dapat disimpulkan bahwa program tersebut terlaksana dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari jenis/bentuk partisipasi, motif partisipasi, dan tingkatan partisipasi sebagai berikut :

4) Jenis partisipasi Partisipasi masyarakat di desa Betro

dilihat dari segi bentuk partisipasinya, terlihat berdasarkan teori Pasaribu dan Simanjuntak:

e. Partisipasi buah pikiran (kegiatan yang melibatkan peserta SLPHT dalam pembuatan materi, tempat, bahan, alat, berpendapat, rapat, arisan, dan musyawarah dalam mengambil keputusan),

f. Partisipasi tenaga (bentuk partisipasi yang dilibatkan peserta dengan tenaga mereka dalam kegiatan program SLPHT di desa Betro contohnya panen padi, kegiatan sosial, ataupun dalam kegiatan sehari-hari di luar kegiatan SLPHT),

g. Partisipasi keterampilan (kegiatan dimana peserta mengasah keterampilaanya dalam usah-usaha kecil seperti pabrik tempe dan tahu, ataupu keterampilan dalam membuat pupuk alami yang dilakukan oleh salah satu peserta SLPHT di desa Betro), dan

h. Partisipasi sosial (kegiatan yang bersifat sosial yang ditemukan dalam program SLPHT di desa Betro. Contohnya dalam gotong rotong dalam kegiatan apapun, kerja bakti, melayat, dan kegiatan sosial lainnya).

5) Motif partisipasi Program kegiatan SLPHT di desa Betro, partisipasi pesertanya dapat dilihat dari motif partisipasi yang muncul. Motif yang dominan muncul adalah seperti teori Taher antara lain :

c. Motif Psikologi Keikutsertaan peserta SLPHT di desa

Betro didasarkan atas dasar dorongan diri sendiri (motivasi diri sendiri) yang tergerak untuk mengikuti program SLPHT. Karena masyarakat mengakui bahwa mereka ingin mendapatkan pengetahuan lebih dalam bidang pertanian, dan agar ilmu yang didapat bisa diterapkan dikehidupan sehari-

Page 14: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

harinya terutama di sawah mereka masing-masing, karena masyarakat desa Betro bermatapencaharian sebagai petani. Jadi sangat berharga dengan adanya sekolah lapangan ini. Sampai-sampai ada peserta SLPHT yang seudah mengembangkan ketrampilannya dalam membuat pupuk sendiri dengan keahlian yang dimilikinya, dan peserta tersebut bangga dengan hasil karyanya. Petani di desa Betro merasakan efek positif dari program Dinas Pertanian seperti SLPHT.

d. Motif Sosial Peserta SLPHT di desa Betro mengikuti

program dari Dinas Pertanian mereka mengikuti kegiatan ini dengan minat dari diri sendiri. Mereka termotivasi berpartisipasi karena ingin berpartisipasi dalam pembangunan dan diharapkan dengan mereka ikut program sekolah lapangan ini akan membawa dampak positif bagi dirinya sendiri, masyarakat banyak, dan pembangunan di bidang pertanian. Peserta SLPHT serta merta aktif dalam kegiatan sekolah lapangan seperti SLPHT di desanya menghasikan profit bahwa mereka belajar melalui pengalaman mereka selama mengikuti SLPHT dan ilmu dan pengetahuan dari SLPHT dapat menguntungkan didalam kegiatan pembangunan terutama di bidang pertanian dan di lahan sawahnya sendiri. Dengan ini, masyarakat petani di desa Betro dapat meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada, guna memperbaiki dan meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kesejahteraanya. Contohnya selain bertani masyarakat desa Betro ada yang memiliki usaha kecil seperti usaha membuat tempe dan tahu.

6) Tingkatan partisipasi Tingkatan partisipasi yang khas dalam kegiatan SLPHT di desa Betro ini adalah tingkatan partisipasi menurut Soegijoko.

Tingkatan partsipasi masyarakat tersebut antara lain :

c. Berbagi informasi bersama (sosialisasi) Berbagi informasi bersama atau

sosialisasi yang diterima dari masyarakat desa Betro dalam progaram SLPHT hanya diketahui dari pihak penyuluh pertanian tingkat Kecamatan. Keputusan dalam pembuatan program SLPHT ditentukan oleh pihak pusat, masyarakat hanya menerima hasil dari perumusan tersebut. Akan tetapi masyarakat juga merasa senang dengan program SLPHT tersebut, karena dirasa akan memberikan dampak positif bagi mereka dan memamng program ini dikhususkan untuk para petani. Penyuluh pertanian beserta masyarakat hanya bisa melakukan keputusan dalam memodifikasi pedoman SLPHT sesuai dengan kondisi masyarakat petani peserta dan kondisi geografis lahan belajar, selama tidak merubah prinsip, kaidah, dan asas yang telah dibuat oleh pihak Dinas Pertanian.

d. Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama

Kolaborasi dalam kegiatan SLPHT yang melibatkan peserta sekolah lapangan tersebut memiliki kegiatan bersama antara lain kebersamaan pada saat SLPHT, pengambilan keputusan, komunikasi yang baik, adanya diskusi, tukar pendapat, dan lainnya. Dengan keikutsertaan partisipan peserta dalam mengikuti program SLPHT, antara lain dalam menggagas dan merancang kegiatan SLPHT, dan aktif dalam pengambilan keputusan selama pelaksanaan SLPHT berlangsung, akan mempengaruhi berjalan dengan baik atau tidaknya suatu program. Maka dari utu dalam tingkatan partisipasi kolaborasi, sudah berjalan dengan baik di desa Betro, karena keputusan ditetapkan secara bersama oleh anggota peserta petani dan pihak pertanian.

Page 15: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

5.2 SARAN Berdasarkan hasil penelitian

tentang partisipasi peserta dalam program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto dapat dirumuskan saran sebagai berikut :

1. Partsispasi peserta yang terlihat antara lain partisipasi buah pikiran, partisipasi tenaga, partisipasi sosial. Menciptakan keterampilan, terdapatnya sosialisasi, kolaborasi yang nantinya menghasilkan motif partisipasi psikologi yang dihasilkan dan ditonjolkan dari peserta SLPHT di desa Betro serta motif sosial bagi peserta SLPHT dan masyarakat luas (masyarakat sekitar desa Betro). Semoga partisipasi terhadap program SLPHT untuk petani, dapat terjaga dengan baik seperti sekarang dan juga partisipasi masyarakat ini dapat lebih menguntungkan bagi pembangunan di bidang pertanian dan petani agar selalu mampu memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang ada di depan mata dan sekitarnya.

2. Penyuluh pertanian dan peserta SLPHT di desa Betro adalah partner yang baik dalam setiap kegiatan, baik pada saat program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) berlangsung atau kegiatan di luar SLPHT dalam meningkatkan pembangunan di bidang pertanian di masa sekarang dan mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Membangun

Desa Partisipatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2007. Metode Penelitian

Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Fahrudin, Adi. 2011. Pemberdayaan

Partisipasi dan Penguatan Kapasitas Masyarakat. Bandung

Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian

dan Pengembangan Masyarakat. Bandung

Mardikanto, Totok. 2003. Penyuluhan

Pembangunan Pertanian. UNS Press. Surakarta. (penyuluhan-pertanian-bagian-dari-sistem.html. 15/2/2012, 21:52)

Moleong, Lexi J. 2011. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Moloeng, Lexy. 2007. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nasution, Zulkarnain. 2009. Solidaritas

Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa Transisi. Malang

Nawawi, Hadari. 2003. Metodologi

Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sarwoto, Jonathan. 2006. Metode

Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung

Page 16: PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DI DESA BETRO KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan dan Penelitian Skripsi. Surabaya: UNESA

UURI No. 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Dan Kehutanan Anonimus. 2007. Pedoman Sekolah

Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Separtemen Pertanian. Jakarta

Anonimus. 2010. Standar Teknis Media

Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementrian Pertanian

Aninimus. 2007. Sekolah Lapangan

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) buku 2 : Topik Khusus, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Separtemen Pertanian. Jakarta

Berita Resmi Statistik 2012 No. 54/08/Th.

XV, 6 Agustus 2012 (diakses tanggal 24 Oktober 2012)

Badan Pusat Statistik 2012, diakses tanggal 6 November 2012 Farmers initiative for ecological livelihoods

and democracy (Tim FIELD), (diakses 20 Juni 2011, 04.11)

Herawati dana Ismail Pulungan. 2006.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan pertisipasi kontaktani dalam perencanaan program penyuluhan pertanian” diakses tanggal 19/3.2012, 5:23

Jurnal partisipasi masyarakat dalam

pembangunan posted by wahyu krisnanto 18:57

(http://digilib.unnes.ac.id//gsdl/cgi-bin/library.) ( diakses 29/5/2010) (http://www.jurnalpriyantaunmusolobab3

.pdf.diakses2/1/2010)