Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System...

13
Partisipasi Indonesia dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits, tanggal 18-22 Oktober 2010 di Singapura Oleh: Huda Bahweres dan Benito Rio Avianto Kedeputian VI-Bidang Kerjasama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional Salah satu Agenda APEC pada tahun 2010 adalah pelaksanaan APEC Ease of Doing Business Action Plan. Agenda APEC tersebut ditugaskan kepada Economic Committee (EC) yakni berupa kegiatan capacity building. Kegiatan tersebut berupa Workshop on Reforming the Regulatory System for Construction Permits yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Oktober 2010 di Singapura. Singapura merupakan salah satu APEC Champion Economy untuk dealing with construction permits dan menempati rangking ke- 2 sesudah Hongkong berdasarkan Doing Business Report 2010 yang dilakukan oleh International Finance Cooperation-World Bank (IFC-WB). Selaku focal point APEC Economic Committee (EC) di Indonesia, Kedeputian VI-Kemenko Perekonomian telah mengkoordinasikan peserta dari Indonesia ke workshop tersebut. Selain dari Kedeputian VI-Kemenko Perekonomian, wakil-wakil Indonesia dalam kegiatan tersebut berasal dari: Sekretariat Wakil Presiden, Badan Pembina Konstruksi-Kementerian PU, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Badan Promosi dan Penanaman Modal (BPMP) DKI Jakarta, Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, dan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta Workshop tersebut mempunyai tujuan untuk: a) Meningkatkan awareness khususnya diantara para praktisi yang telah sukses melaksanakan reformasi di ekonomi masing-masing, dan agar dapat berbagi pengalaman (sharing knowlegde) tentang bagaimana mengurangi jumlah prosedur, waktu, dan biaya dalam 1

Transcript of Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System...

Page 1: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Partisipasi Indonesia dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits, tanggal 18-22 Oktober 2010 di Singapura

Oleh: Huda Bahweres dan Benito Rio AviantoKedeputian VI-Bidang Kerjasama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional

Salah satu Agenda APEC pada tahun 2010 adalah pelaksanaan APEC Ease of Doing Business Action Plan. Agenda APEC tersebut ditugaskan kepada Economic Committee (EC) yakni berupa kegiatan capacity building. Kegiatan tersebut berupa Workshop on Reforming the Regulatory System for Construction Permits yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Oktober 2010 di Singapura. Singapura merupakan salah satu APEC Champion Economy untuk dealing with construction permits dan menempati rangking ke-2 sesudah Hongkong berdasarkan Doing Business Report 2010 yang dilakukan oleh International Finance Cooperation-World Bank (IFC-WB).

Selaku focal point APEC Economic Committee (EC) di Indonesia, Kedeputian VI-Kemenko Perekonomian telah mengkoordinasikan peserta dari Indonesia ke workshop tersebut. Selain dari Kedeputian VI-Kemenko Perekonomian, wakil-wakil Indonesia dalam kegiatan tersebut berasal dari: Sekretariat Wakil Presiden, Badan Pembina Konstruksi-Kementerian PU, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Badan Promosi dan Penanaman Modal (BPMP) DKI Jakarta, Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, dan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta

Workshop tersebut mempunyai tujuan untuk:

a) Meningkatkan awareness khususnya diantara para praktisi yang telah sukses melaksanakan reformasi di ekonomi masing-masing, dan agar dapat berbagi pengalaman (sharing knowlegde) tentang bagaimana mengurangi jumlah prosedur, waktu, dan biaya dalam hal construction permits (ijin IMB, pemasangan listrik, PAM, telepon, dll);

b) Memfasilitasi Ekonomi APEC dengan suatu framework yang dapat dijadikan benchmark untuk proses construction permits serta merupakan sarana peningkatan kualitas dan mengantisipasi tantangan dalam proses construction permits;

c) Membangun ketertarikan dan motivasi diantara praktisi dari instansi pembuat kebijakan untuk melakukan reformasi dan meningkatkan kualitas peraturan terkait construction permits.

1

Page 2: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Tentang Workshop

Kegiatan Workshop Construction Permits ini dilaksanakan APEC, Ministry of Trade and Industry Singapore, dan Ministry of Foreign Affairs Singapore bekerjasama dengan Building and Construction Authority (BCA) dan BCA Academy. Workshop dilaksanakan selama 5 hari di BCA Academy yang terletak di 220 Bradell Road, Singapore. BCA merupakan sebuah badan otoritas yang mengawasi dan mengkontrol proses perijinan sampai dengan pembangunan gedung di Singapura.

Workshop diselenggarakan untuk berbagi pengalaman dan peningkatkan kapasitas bagi ekonomi APEC lainnya. Kegiatan workshop diikuti oleh 13 Ekonomi APEC yakni Brunei Darussalam, Canada, Chile, Chinese Taipei, Indonesia, Malaysia, Mexico, Papaua New Guinea, Filipina, Peru, Rusia, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam.

2

BCA Academy 220 Bradell Road, Singapore

Peserta dari Indonesia dalam APEC Workshop Singapura terdiri atas wakil dari: Kedeputian VI- Kemenko Perekonomian, Setwapres, BKPM, BP Konstruksi-PU, BPMP, Dinas Tata Ruang, dan Dinas P2B DKI Jakarta

Page 3: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Kondisi Singapura

Meskipun hanya sebuah negara kecil dengan luas 710 Km2 atau tidak jauh berbeda

dengan luas Jakarta (664 Km2, BPS: 2009) Singapura telah berhasil mentransformasi dirinya dari negara miskin kaum migran menjadi negara modern yang menjadi pusat keuangan (financial center) dan berbagai kantor cabang (hub) bisnis dunia.

Sejak awal berdiri, Singapura menyadari bahwa mereka merupakan negara kecil yang memiliki berbagai keterbatasan baik dari sisi luas area maupun sumber daya alam. Meskipun demikian, Singapura mengetahui potensinya bahwa mereka berada dalam lokasi strategis sebagai salah satu jalur tersibuk perdagangan dunia. Oleh karena itu strategi Singapura dalam membangun negaranya adalah dengan mempunyai pemerintahan yang baik (good governance) dan sumber daya manusia yang kompetitif. Kedua hal tersebut merupakan modal utama memberikan jasa layanan terbaik (services) bagi berdirinya tempat penghubung (hub) kegiatan bisnis dunia.

Dalam kurun waktu 40 tahun, sejak mulai membangun tahun 1960 dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1965, Singapura telah mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat. GDP Singapura meningkat 230 kali lipat dari US$ 702 juta pada tahun menjadi US$ 161,3 Milyar pada tahun 2008. Sedangkan GDP perkapita meningkat 94 kali dari US$ 403 pada tahun 1960 menjadi US$ 38.046 pada tahun 2008, dibandingkan GDP perkapita Indonesia pada tahun yang sama baru mencapai US$ 2.237.

Struktur pemerintahan dan sistem politik di Singapura bersifat efesien dan jauh dari pertikaian politik. Pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat selalu taat hukum dengan tujuan agar kehidupan masyarakat dan bisnis dapat berjalan lancar. Pemerintah Singapura dan masyarakatnya sadar bahwa mereka mengandalkan sektor perdagangan dan jasa untuk dapat menghidupi dirinya.

Struktur pemerintahan di Singapura terdiri atas 15 kementerian dan 9 lembaga/badan. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Singapura adalah 64.537 orang dimana separuhnya (50%) mempunyai tingkat pendidikan pada jenjang master dengan nilai tengah (median) umur antara 35-38 tahun.

3

Singapura, sebuah negara kecil dengan berbagai keterbatasan

Page 4: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Upaya dan Komitmen Pemerintah Singapura memperbaiki Regulasi dan Struktur Lingkungan

Pada awal berdirinya, Singapura merupakan negara dengan tingkat pengangguran dan buta huruf yang tinggi, kekurangan sumber daya alam, dan dicekam oleh kemiskinan. Setelah 40 tahun merdeka, melalui berbagai upaya perbaikan Singapura telah berhasil mentransformasi dirinya sebagai pusat penghubung (hub) bisnis dunia, pusat keuangan, dan salah satu kota paling nyaman di dunia.

Prinsip pembangunan di Singapura adalah mengoptimalkan ketersediaan lahan dan mengintegrasikan pembangunan kota menjadi kota yang unik dan berkarakter khusus, pengaturan kepemilikan rumah, pemeliharaan taman kota, dan menjaga konservasi alam. Prinsip ini dijalankan secara konsisten sampai sekarang.

Pemerintah Singapura sangat ketat melaksanakan dan mengontrol pembangunan kotanya karena semua unsur pembangunan seperti master plan kota, pembangunan gedung (termasuk proses pembangunan pondasi dan saat pelaksanaan konstruksi), fungsi gedung, jalan, listrik, saluran air, pemadam kebakaran, dan tempat parkir, saling terintegrasi satu dengan lainnya.

Keterbatasan lahan, upaya menjaga kenyamanan lingkungan, padatnya kegiatan bisnis dan keragaman penduduk, membuat Pemerintah Singapura membuat suatu sistem yang dapat menampung masukan ataupun input dari penduduk ataupun kalangan bisnis. Sistem yang dibangun tersebut adalah Pro-Entreprise Panel (PEP) yaitu sebuah sarana menjaring pendapat masyarakat menggunakan jaringan internet yang dikelola oleh Ministry of Trade Industry (MTI) Singapura. Dengan sarana tersebut, terbukti 50% opini dan input masyarakat merupakan masulan yang konstruktif dan digunakan untuk memperbaiki peraturan-peraturan Singapura.

Master Plan Pembangunan Singapura, a great city to live, work and play in

Sejak awal tahun 1980, Pemerintah Singapura telah mendirikan Urban Redevelopment Authority (URA) yakni sebuah otoritas yang merencanakan konsep dan master plan Singapura sebagai sebuah negara kota (city country). Master plan Singapura tersebut di review tiap 5

4

Marlion, lambang negara Singapura

Page 5: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

(lima) atau 10 (sepuluh) tahun sekali untuk menyesuaikan dengan perkembangan bisnis dan memberi kepastian kepada investor. URA juga mempunyai tugas untuk mewujudkan dari visi Singapura menjadi suatu realita. Misi URA adalah membuat Singapura sebagai kota yang menyenangkan untuk tinggal, bekerja, dan berekreasi (a great city to live, work and play in).

Kunci dalam keberhasilan pembangunan Singapura adalah adanya otoritas yang kompeten untuk mengontrol pembangunan baik dalam hal penggunaan lahan maupun pembangunan gedung/rumah. Selain itu otoritas tersebut juga mempunyai kewenangan untuk memutuskan kontrol perencanaan (planning control).

Hasil survei pada tahun 2009 menunjukkan, persetujuan untuk membangun di Singapura hanya memerlukan waktu 20 hari. Hal ini menjadikan Singapura sebagai champion economy dan menempati rangking ke-2 dalam hal dealing with construction permit (IFC-World Bank Doing Business Report 2010).

Sistem Pengawasan Bangunan di Singapura

Pemerintah Singapura sangat ketat mengawasi pembangunan rumah dan gedung negaranya. Pada tahun 1999, Pemerintah Singapura telah mendirikan Building and Construction Authorithy (BCA) yaitu sebuah otoritas yang mengontrol dan menertibkan bangunan secara ketat. BCA juga adalah sebuah otoritas utama yang memberi kewenangan mengontrol dan mengeluarkan construction permits di Singapura. Selain BCA, instansi lainnya yang terlibat dalam dealing with construction permits adalah URA, Fire Safety and Shelter Development (FSSD), Land Transport Authority (LTA), National Environment Agency (NEA) dan National Park Board (NParks).

BCA bertugas secara ketat mengawasi pembangunan gedung di Singapura. Hal tersebut selain karena lahan yang sangat terbatas, juga pembangunan gedung akan saling mempengaruhi sarana lainnya seperti jaringan internet, listrik, telepon, air minum, gas, dan saluran pembuangan. Utilitas tersebut sudah saling terkoneksi satu dengan lainnya sehingga memerlukan perencanaan dan pengawasan yang ketat.

5

Badan Perencana Pembangunan Singapura

BCA Singapura, Otoritas Pengawasan Bangunan

Page 6: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Untuk melaksanakan tugasnya mengawasi dan mengeluarkan construction permits, BCA mempunyai Profesional Insinyur (Professional Engginer/PE) yang bertugas memeriksa dan memberikan persetujuan (approval) atas rencana pembangunan gedung. Selain itu BCA juga memberikan edukasi dan training kepada para insyinyur, developer, dan kontraktor tentang proses dealing with construction permits di Singapura.

Proses Pengajuan dokumen-dokumen untuk construction permits baik berupa rencana gambar maupun persyaratan dokumen lainnya dapat dilakukan secara simultan dengan digitalisasi proses. Proses tersebut menggunakan electronic submission (e-submission) melalui jaringan internet yang terintegrasi. Dengan demikian instansi lainnya yang terlibat dalam dealing with construction permits seperti URA, FSSD, LTA, NEA, dan NParks dapat melaksanakan tugasnya secara bersamaan dalam memeriksa dokumen-dokumen tersebut. Hal ini berdampak pada penghematan waktu dan biaya.

CORENET

Electronic submission (e-submission) merupakan lompatan besar Pemerintah Singapura dalam hal dealing with construction permits berbasiskan teknologi informasi (IT) menggunakan jaringan internet. Sistem ini disebut dengan COnstruction and Real Estate NETwork (CORENET). Melalui CORONET ini telah “memaksa” para pelaku konstruksi untuk mematuhi dan terintegrasi dalam sistem tersebut. Kunci keberhasilan CORONET adalah penilaian e-submission dokumen dilakukan oleh Qualified Person (QP) dari masing-masing instansi terkait yang terintegrasi dan terkoneksi dalam sistem tersebut untuk memberikan persetujuan (approval) construction permits.

CORENET berperan signifikan menggantikan sistem manual dalam mereformasi regulasi dealing with construction permits di Singapura. Melalui CORENET banyak manfaat yang dirasakan oleh developer, kontraktor maupun masyarakat dalam memperoleh construction permits. Pembangunan CORENET menghabiskan biaya sebesar S$ 4 juta.

6

COnstruction and Real Estate NETwork (CORENET), system construction permits berbasiskan IT di Singapura

Page 7: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

CORENET telah memberikan banyak manfaat bagi para stakeholders dealing with contructio permits di Singapura. Manfaat CORENET tersebut adalah: mengurangi regulasi pemerintah dari 24 menjadi 7 peraturan, menghemat kertas untuk mencetak gambar maupun dokumen-dokumen pendukung lainnya, menghemat tenaga kerja untuk bertemu dan menghindari antrian, menghemat tempat untuk penyimpanan dokumen, terciptanya manajemen informasi yang lebih baik, digitalisasi dokumen contruction permits mempermudah dalam hal pengarsipan dan pencarian kembali.

Sistem CORENET berbasis internet terbukti efektif dan efesien. Waktu yang diperlukan untuk memperoleh construction permits melalui sistem tersebut adalah 20 hari. Sedangkan biaya yang dapat dihemat menurut survei the New Paper tahun 2001 adalah US$ 160 juta pertahun.

Implementasi CORENET di Singapura telah menciptakan standarisasi IT dan kompatibelitas dokumen yang digunakan baik oleh instansi pemerintah maupun para stakeholder yang terlibat dalam construction permits. Standarisasi dan kompatibelitas untuk gambar Computer Aided Design (CAD) menggunakan FORNAX, yaitu software yang digunakan untuk memeriksa kesesuaian bangunan dengan regulasi yang ada baik pada rencana bangunan, fasilitas bangunan, maupun koneksi dengan utilitas yang diperlukan.

Penggunaan FORNAX dalam membuat gambar bangunan telah digunakan sebagai standar oleh International Alliance for Interoperability (IAI). IAI adalah standarisasi organisasi konstruksi internasional untuk meningkatkan kualitas gambar dan dapat mempertukarkan informasi didalamnya (sharing information). Dengan demikian para insinyur di seluruh dunia dapat melakukan e-submission apabila mereka terlibat dengan proyek bangunan di Singapura tanpa terkendala oleh jarak, tempat, dan waktu.

Pengelolaan CORENET dilakukan oleh pihak swasta (outsourcing) yakni novaCITYNETS. Perusahaan ini bertindak sebagai pengatur lalu lintas data e-submission maupun implementasi e-Government lainnya di Singapura. Keberhasilan novaCITYNETS dalam mengelola konektifitas construction permits melalui CORENET telah menarik perhatian Pemerintah Malaysia. Teknologi informasi novaCITYNETS tersebut telah diterapkan dalam pembangunan pusat pemerintahan baru Malaysia di Putrajaya sebagai sebuah an advance Integrated City Management.

Lain-lain

Selama mengikuti workshop ini, peserta Indonesia terlibat aktif dalam setiap pembahasan materi maupun diskusi dalam berbagi pengalaman dengan Ekonomi APEC lainnya. Juga telah dilakukan diskusi intensif oleh peserta Indonesia untuk membahas rencana tindak lanjut materi-materi workshop dealing with construction permits yang dapat diimplementasikan di tanah air.

7

Page 8: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Kesimpulan

Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, yakni 40 tahun Singapura telah berhasil menstransformasi dirinya dari negara miskin kaum migran menjadi negara modern yang menjadi pusat keuangan dan pusat koneksi (hub) bisnis dunia. Keberhasilan tersebut ditentukan oleh usaha yang sungguh-sungguh baik oleh pemerintah maupun penduduk Singapura. Terdapat beberapa faktor sukses yang dilaksanakan dan ditaati oleh pemerintah dan penduduk Singapura dalam membangun negaranya.

Faktor sukses Singapura membangun negaranya tersebut antara lain ditentukan oleh stabilitas politik, perencanaan yang baik, mindset stakeholders yang maju, manajemen pemerintahan yang baik, dan implementasi teknologi dan IT pada berbagai bidang.

Pada bidang construction permits, Singapura telah membuat sebuah terobosan melalui CORENET yakni sebuah sistem yang mampu mengintegrasikan para stakeholders construction permits. Teknologi ini telah mampu menempatkan Singapura pada posisi nomor 2 dari 183 negara yang disurvei dalam dealing with construction permits sebagaimana yang dilaporkan oleh IFC-World Bank dalam Doing Business Report 2010.

Implementasi CORENET telah mampu membuat dealing swith construction permits di singapura menjadi cheaper, faster, dan easier seperti yang diinginkan oleh APEC Leaders. Bahkan melaui sistem tersebut telah mampu meningkatkan aksesibilitas, transparansi, dan akurasi sehingga memberikan nilai tambah (add value) dealing with construction permits di Singapura.

Penggunaan IT dalam dealing with construction permits juga merupakan salah satu hal yang dicermati oleh IFC-World Bank dalam Survei Doing Business. Penggunaan IT tersebut berkorelasi kuat terhadap lamanya waktu dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Hasil survei menunjukkan penggunaan IT dapat mengurangi ketidakpastian (uncertainty) dan menghemat biaya yang dikeluarkan.

Kesediaan Pemerintah Singapura untuk memfasilitasi dan membagi pengalaman (sharing experience) dalam memperbaiki dealing with construction permits melalui kerangka

8

Singapura, a great city to live, work and play in

Page 9: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

kerjasama ekonomi APEC adalah bukti pentingnya kerjasama ekonomi internasional. Untuk itu Indonesia perlu lebih banyak mengambil manfaat dari kerjasama-kerjasama ekonomi internasional lainnya yang diikuti.

Peserta Indonesia merasakan manfaat yang besar dari workshop ini. Terobosan-terobosan dan langkah ke depan yang dilakukan Pemerintah Singapura telah menginsiprasikan peserta untuk mengusulkan perubahan-perubahan regulasi dan sistem construction permits di Indonesia.

Hasil Pengamatan

Kelemahan dealing with construction permits di Indonesia adalah pada waktu yang lama dan biaya yang mahal (hasil survei IFC-World Bank dalam Doing Business Report 2010). Hal ini menimbulkan biaya yang besar dan ketidakpastian (uncertainty) bagi para investor. Untuk itu diperlukan reformasi untuk membuat construction permits di Indonesia menjadi cheaper, faster, dan easier.

Peserta workshop Indonesia menyarankan agar reformasi yang perlu dilakukan pada dealing with construction permits adalah adanya sebuah sistem seperti CORENET, teringrasinya sistem informasi di tiap instansi pemerintah, dan perubahan mindset para stakeholders baik pemerintah maupun swasta untuk mengoptimalkan manfaat teknologi informasi.

Jika dilihat besarnya investasi yang dikeluarkan untuk membangun CORENET yakni S$ 40 juta sebenarnya bukanlah biaya yang terlalu mahal. Kemungkinan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menyediakannya.

Sebenarnya penggunaan sistem IT berbasiskan internet sudah banyak dilakukan oleh instansi pemerintah baik pusat maupun di DKI Jakarta, sayangnya kesemua sistem tersebut belum saling terintegrasi. Untuk itu diperlukan pengintegrasian sistem untuk mencapai efisiensi.

Kota besar seperti DKI Jakarta sudah mendesak untuk memiliki suatu sistem informasi yang terintegrasi dan terkoneksi satu dengan lainnya. Kota besar Singapura dan Pusat Pemerintahan baru di Malaysia yakni Putrajaya sudah memilikinya. Hal tersebut berdampak pada efesiensi dan efektivitas jalannya roda pemerintahan di ibukota negara.

9

Doing Business Report 2010, menempatkan construction permits Indonesia pada posisi ke-61 dari 183 negara yang di survei oleh IFC-WB

Page 10: Partisipasi Indonesia Dalam APEC Ease of Doing Business Workshop on Reforming the Regulatory System for Contruction Permits

Hasil diskusi peserta workshop Indonesia mengharapkan agar Kemenko Perekonomian kedepannya dapat mengkordinasikan kegiatan dalam pilar-pilar doing business. Perbaikan kondisi doing business di Indonesia bersifat lintas sektor dan hingga ke tingkat daerah. Untuk itu diperlukan koordinasi pada tingkat Menteri Koordinator. Kegiatan doing business masih tersebar di beberapa instansi dan belum terkoordinasikan dengan baik secara komprehensif.

Hasil Survei Doing Business dipublikasikan secara internasional dan dijadikan referensi bagi para investor. Untuk itu diperlukan keseriusan untuk menanganinya. Perbaikan doing business Indonesia akan memperbaiki iklim usaha di Indonesia dan pada gilirannya akan menaikkan peringkat doing business Indonesia.

Peserta workshop juga mengharapkan agar Kemenko Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri dapat menjadikan Provinsi DKI Jakarta sebagai model percontohan dealing with construction permits berbasiskan teknologi informasi. Hal ini mengingat urgensi DKI Jakarta untuk segera memiliki sistem construction permits yang handal utamanya untuk menarik investor lebih banyak lagi dan memberi kepastian (uncertainty) berbisnis di Jakarta.

10