NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

133
i NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO MORAL VALUES AND INTERTEKSTUALITY IN THE NOVEL LASKAR PELANGI WRITTEN BY ANDREA HIRATA AND THE POOR PROHIBITED TO SCHOOL WRITTEN BY WIWID PRASETYO TESIS Oleh ASMIANINGSI Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.901.2013 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2015

Transcript of NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

Page 1: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

i

NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN

ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO

MORAL VALUES AND INTERTEKSTUALITY IN THE NOVEL

LASKAR PELANGI WRITTEN BY ANDREA HIRATA AND THE POOR PROHIBITED TO SCHOOL

WRITTEN BY WIWID PRASETYO

TESIS

Oleh

ASMIANINGSI Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.901.2013

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2015

Page 2: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

ii

NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN

ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO

MORAL VALUES AND INTERTEKSTUALITY IN THE NOVEL

LASKAR PELANGI WRITTEN BY ANDREA HIRATA AND THE POOR PROHIBITED TO SCHOOL

WRITTEN BY WIWID PRASETYO

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan oleh

ASMIANINGSI Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.901.2013

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2015

Page 3: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

iii

TESIS

NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN

ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO

Yang disusun dan diajukan oleh

ASMIANINGSI Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.901.2013

Telah diuji di depan Dewan Penguji

Pada tanggal 16 Oktober 2015

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum

Mengetahui Direktur Program Pascasarjana Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd. Dr.Abdul Rahman Rahim, M.Hum NBM. 988 463 NBM.

Page 4: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

iv

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI

Judul : Nilai Moral dan Intertekstualitas pada Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo

Nama : Asmianingsi NIM : 04.08.901.2013 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada Tanggal 16 Oktober 2015 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 10 November 2015

TIM Penguji :

Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum. ….………………………..

( Pembimbing I) Dr. Andi Syukri Syamsuri, S.Pd., M.Pd. ….……………………….. (Pembimbing II) Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd. ….……………………….. (Penguji) Dr. Munirah, M.Pd ….………………………..

(Penguji)

Page 5: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

v

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Asmianingsi

Nomor Pokok : 04.08.901.2013

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apa bila di kemudian hari terbukti atau

dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya

orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, November 2015

Yang menyatakan,

Asmianingsi

Page 6: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

vi

ABSTRAK

Asmianingsi. 2015. Nilai Moral dan Intertekstualitas pada Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo, dibimbing oleh: Abdul Rahman Rahim dan Andi Sukri Syamsuri.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikannilai moral terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan, serta terhadap Tuhan dalam novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo, (2) menganalisis keterjalinan teks antara Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif kualitatif yang diterapkan untuk menganalisis Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo. Pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan sosiologisastra dan intertekstualitas. Data dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan yang terdapat di dalam kedua novel yang mendukung fakta moral dan keterjalinan teks. Data dikumpulkan dengan teknik membaca dan mencatat. Teknik analisis data melalui tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat nilai moral yang terkandung di dalam kedua novel tersebut yaitu nilai moral terhadap diri sendiri, nilai moral terhadap orang lain atau lingkungan, dan nilai sosial terhadap Tuhan. Pada novel Laskar Pelangi, nilai moral terhadap diri sendiri meliputi nilai integritas, ikhlas, tanggung jawab, kepemimpinan, perjuangan hidup, dan kesungguhan menuntut ilmu. Nilai moral terhadap orang lain atau lingkungan meliputi nilai persahabatan dan tolong menolong. Untuk nilai moral terhadap Tuhan, nilai yang ditemukan yaitu nilai keimanan yang teguh, akhlak mulia, serta disiplin dan taat beribadah. Seperti halnya dalam novel LP, novel Orang Miskin Dilarang Sekolah juga ditemukan ketiga nilai moral tersebut. Nilai moral terhadap diri sendiri dalam novel OMDS yaitu menerima takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan (nrimo), gita bekerja, jujur, mawas diri, tanpa pamrih, dan ikhlas. Nilai moral terhadap orang lain atau lingkungan yaitu nilai sopan santun dan peduli terhadap sesama. Nilai moral terhadap Tuhan dalam novel OMDS yaitu kepercayaan terhadap hal-hal yang baik di luar dari kemampuan manusia dan Tuhan.Ada keterjalinan tema, amanat, dan gaya penokohan antara novel LP dan OMDS.

Kata kunci: intertekstualitas, nilai moral, novel.

Page 7: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

vii

Page 8: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

viii

MOTO

Sedikit pengetahuan yang berperan bernilai jauh lebih baik dari

banyak pengetahuan namun terputus. (Khalil Qibran)

Ikhlas dan keteguhan hati adalah kunci dari kesuksesan. (Penulis)

Page 9: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa tercurahkan ke hadirat

Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis mampu menyelesaikan tesis yang berjudul “Nilai Moral dan

Intertekstualitas pada Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan

Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo”. Salam serta

salawat kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pandu teladan bagi umat

manusia. Karya ilmiah berupa “Tesis” ini merupakan wujud dedikasi penulis

terhadap dunia pendidikan khususnya dalam ilmu sastra. Semoga hasil

penelitian ini mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan dan

wawasan keilmuan bagi para pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu

Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum. danDr. Andi Syukri Syamsuri, M.Hum.

yang telah mendidik dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan

penelitian ini. Ucapan yang sama kepada Rektor Universitas

Muhammadiyah Makasar Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Direktur Program

Pascasarjana Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd., Ketua Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum., Dosen dan Staf Tatausaha Program

Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Ucapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta, saudara terkasih. Ucapan yang sama kepada rekan-

Page 10: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

x

rekan mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Angkatan 2013.

Akhir kata, penulis mengharapkan apresiasi terhadap hasil penelitian

ini serta mampu memberikan manfaat sesuai dengan harapan.

Makassar, 16 Oktober 2015

Asmianingsi

Page 11: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

xi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ....................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................ vi

ABSTRACT................................................................................................. vii

MOTO....................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................ xi

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 8

A. Tinjauan Hasil Penelitian ....................................................... 8

B. Tinjauan Teori dan Konsep ................................................... 15

C. Kerangka Pikir ....................................................................... 56

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 58

A. Pendekatan Penelitian .......................................................... 58

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 58

C. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 59

D. Teknik Analisis Data .............................................................. 60

E. Pengecekan Keabsahan Temuan ......................................... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 64

A. Hasil Penelitian

1. Nilai Moral dalam Novel Laskar Pelangi ..................... 64

2. Nilai Moral dalam Novel Orang Miskin

Dilarang Sekolah ........................................................ 71

Page 12: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

xii

3. Hubungan Intertekstual Novel LP dan OMDS ............ 81

B. Pembahasan

1. Nilai Moral dalam Novel Laskar Pelangi ..................... 88

2. Nilai Moral dalam Novel Orang Miskin

Dilarang Sekolah ........................................................ 93

3. Hubungan Intertekstual Novel LP dan OMDS ............ 98

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 102

A. Simpulan........................................................................... 102

B. Saran ................................................................................ ̀ 103

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 104

RIWAYAT HIDUP.................................................................................... 106

LAMPIRAN :

A. Biografi Andrea Hirata........................................................... 108

B. Karya-Karya Andrea Hirata................................................... 110

C. Sinopsis Novel Laskar Pelangi.............................................. 111

D. Biografi Wiwid Prasetyo......................................................... 115

E. Karya-Karya Wiwid Prasetyo................................................. 117

F. Sinopsis Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah.................... 119

Page 13: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Biografi Andrea Hirata........................................................... 108

2. Karya-Karya Andrea Hirata................................................... 110

3. Sinopsis Novel Laskar Pelangi.............................................. 111

4. Biografi Wiwid Prasetyo......................................................... 115

5. Karya-Karya Wiwid Prasetyo................................................. 117

6. Sinopsis Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah.................... 119

Page 14: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Karya sastra yang berbentuk prosa dan puisi merupakan hasil

pengungkapan jiwa pengarang yang dipengaruhi oleh kehidupan peristiwa

serta pengalaman hidup yang telah dilaluinya. Hal itu karena pengarang

merupakan anggota masyarakat yang hidup dan berhubungan dengan

orang-orang di sekitarnya sehingga dalam proses penciptaan sebuah

karya sastra, lingkungan hidup akan selalu mempengaruhi seorang

pengarang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karya sastra

merupakan cerminan dari kondisi masyarakatnya. Pencerminan nilai-nilai

tersebut antara lain terlihat dari penjabaran penulis prosa atau puisi dan

perkataan maupun perbuatan tokoh yang terdapat dalam prosa. Nilai-nilai

yang tercermin dalam karya sastra mencakup banyak aspek, antara lain

nilai budaya, nilai agama, nilai sosial, dan nilai moral. Nilai-nilai tersebut

terdapat dalam semua karya sastra termasuk prosa berbentuk novel.

Penulisan karya sastra khususnya novel tidak terlepas dari unsur-

unsur yang membangun karya sastra tersebut. Adapun unsur-unsur yang

membangun karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari

Page 15: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

2

dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya

sastra dari luar.

Novel sebagai sebuah media komunikasi yang di dalamnya

terdapat proses komunikasi banyak mengandung pesan baik itu pesan

sosial, pesan moral maupun pesan keagamaan. Novel memang perlu

mengandung pesan moral maupun agama. Karena karya sastra tidak

hanya ditulis dengan tujuan sastra (estetik) semata, tetapi juga nonsastra,

misalnya pengajaran moral, yang mengkritik tentang kepincangan moral

bangsa.

Novel yang mengandung nilai-nilai moral adalah novel yang

ceritanya menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial, mengandung

pengajaran tentang tingkah laku yang baik, itu akan lebih mudah diterima

oleh masyarakat pembaca. Karena mereka seolah-olah berada di tengah-

tengah cerita. Bila seseorang sedang membaca, apalagi kisahnya hampir

sama dengan yang dialaminya, bisa jadi pembaca tersebut akan

menangis dan tertawa sendiri.

Besar kemungkinan lahirnya sebuah karya sastra besar seperti

novel itu dilatarbelakangi oleh motivasi pengarang untuk menyampaikan

pesan berdasarkan pengalaman pribadinya. Novel “Laskar Pelangi” Karya

Andrea Hirata dan “Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwit Prasetyo

misalnya, kehadiran kedua novel ini tampaknya cukup memberi warna

jagad sastra dan pernovelan di Indonesia. Di tengah euforia novel yang

Page 16: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

3

kebanyakan bertema metropop, novel ini bagaikan oase di tanah kering.

Novel yang bercerita tentang kehidupan.

Novel LP merupakan novel perdana dari Andrea Hirata yang

memiliki banyak nilai pendidikan yang dapat dipetik. Hal ini dikarenakan

novel LP menyoroti dunia pendidikan yang dikemas sangat menarik dan

sarat dengan nilai kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Membaca novel LP juga dapat menimbulkan kepedulian terhadap

masyarakat di sekitarnya dengan melakukan berbagai hal untuk

mengubah dan memperbaiki kehidupan. Mengacu pendapat tersebut tak

heran jika dalam waktu singkat, LP menjadi bahan pembicaraan para

penggemar novel. Hal ini disebabkan LP menyuguhkan sebuah cerita

yang dikemas sangat menarik oleh pengarangnya. Novel ini mengisahkan

semangat anak-anak Kampung Gantung Kabupaten Belitong Timur yang

tak mengenal menyerah dalam berjuang meraih cita-cita. Mereka adalah

sekumpulan anak yang dijuluki Laskar Pelangi yang hidup serba

kekurangan dan penuh keterbatasan. Akan tetapi, segala keterbatasannya

itu tidak sedikit pun menyurutkan niat mereka dalam belajar dan kemauan

keras mengubah nasib. Isi novel LP menegaskan bahwa kemiskinan

bukanlah hambatan seseorang meraih kesuksesan asalkan tetap

mempunyai cita-cita dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk

mencapai cita-citanya.

Hal tersebut juga senada dengan tema yang diusung oleh novel

OMDS karya Wiwid Prasetyo. Pengarang secara lugas

Page 17: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

4

mendemonstrasikan pikiran-pikiran sosialnya secara kritis dalam bentuk

tertulis. Pendidikan adalah hal utama yang menjadi sorotan pengarang.

Banyak pesan moral yang patut untuk kita dalami untuk memahami

kondisi sosial yang terjadi di sekitar kita.

Setelah kemunculan novel LP yang fenomenal ini, kontan saja

dunia sastra banyak diramaikan dengan kemunculan novel-novel sejenis,

yakni novel bertemakan pendidikan. Kisah Ikal yang diceritakan dengan

lincah oleh Andrea Hirata telah menginspirasi jutaan orang. Banyak

pengarang terinspirasi untuk menulis kisah-kisah sejenis, seperti novel

Perahu Kertas oleh Dewi Lestari, Negeri Lima Menara oleh A Fuadi, Ma

Yan oleh Sanie B. Kuncoro, Sang Pelopor, Titian Sang Penerus, Jejak

Sang Perintis oleh Alang-alang Timur dan masih banyak lagi. Salah satu

pengarang yang juga terinspirasi dari novel LP adalah Wiwid Prasetyo.

Beberapa karya Wiwid yang sudah terbit antara lain Orang Miskin

Dilarang Sekolah, Sup Tujuh Samudra, Chicken Soup Asma’ul Husna,

Miskin Kok Mau Sekolah…?!, Idolaku Ya Rasulullah Saw…!, Demi Cintaku

pada-Mu, Aha, Aku Berhasil Kalahkan Harry Potter, The Chronicle of

Kartini, dan Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu. Salah satu

karya Wiwid yang menarik adalah novel yang berjudul Orang Miskin

Dilarang Sekolah (OMDS). Novel yang terbit pertama kali pada tahun

2009 ini, kini di tahun 2011 sudah mencapai cetakan keenam dan oleh

Diva Press diberikan gelar nasional best seller. Novel ini mengangkat

tema yang sama dengan novel LP, yakni masalah pendidikan yang diramu

Page 18: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

5

dengan persahabatan, cinta, dan fenomena sosial, khususnya masalah

kemiskinan. Tak kalah dengan novel LP, novel OMDS juga sarat dengan

muatan nilai pendidikan. Novel OMDS menceritakan kegigihan seorang

anak yang berasal dari golongan miskin yang berjuang untuk dapat

mengenyam pendidikan. Novel OMDS mempunyai banyak kemiripan

dengan novel LP. Wiwid (2010) mengaku terinspirasi setelah membaca

novel LP hingga kemudian ia bertekad untuk membuat karya yang sejenis.

Kemiripan-kemiripan antara dua novel tidak hanya ditemui pada

novel LP dan OMDS saja. Dalam khazanah sastra Indonesia tidak jarang

ditemui banyak karya dalam berbagai genre yang mempunyai kemiripan.

Hal ini bukan berarti bahwa karya yang lahir kemudian merupakan hasil

penjiplakan dari karya sebelumnya. Kelahiran suatu karya sastra tidak

dapat dipisahkan dari keberadaan karya-karya satra yang mendahuluinya

yang pernah diserap oleh sang sastrawan. Jadi, pada mulanya sastrawan

dalam menciptakan karyanya melihat, meresapi, dan menyerap teks-teks

lain yang menarik perhatiannya, baik yang dilakukan secara sadar

maupun tidak sadar. Ia menggumuli konvensi sastranya, konvensi

estetiknya, gagasan yang tertuang dalam karya itu, kemudian

mentransformasikannya ke dalam suatu karangan, karyanya sendiri.

Pengkajian terhadap dua karya sastra atau lebih tersebut sering disebut

dengan pengkajian sastra dengan pendekatan intertekstualitas.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian dengan

judul “Intertekstualitas, dan Nilai Moral pada Novel Laskar Pelangi Karya

Page 19: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

6

Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid

Prasetyo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan

masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah nilai moral terhadap diri sendiri, orang lain atau

lingkungan, serta terhadap Tuhan dalam novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid

Prasetyo?

2. Bagaimana keterjalinan teks antara novel Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan nilai moral terhadap diri sendiri, orang lain atau

lingkungan, serta terhadap Tuhan dalam novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid

Prasetyo.

2. Mendeskripsikan keterjalinan teks antara novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid

Prasetyo.

Page 20: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

7

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang akan dicapai, diharapkan dapat memberi

manfaat bagi pembaca secara teori, maupun secara praktis. Uraian

manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Hasil penelitian novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan Orang

Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo ini diharapkan bisa

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, serta wawasan keilmuan

pembaca khususnya dalam bidang studi karya sastra melalui

pendekatan kritik sastra dan menambah wawasan budaya, seni, dan

moral.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat

digunakan sebagai referensi mengenai cerminan perilaku dalam

menjalankan hidup, keluarga, bermasyarakat dengan aspek moralitas

yang terkandung dalam karya sastra.

Page 21: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian

Penelitian tentang intertekstualitas dan aspek moralitas dalam

karya sastra telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah melakukan

kajian untuk mengetahui kedua aspek tersebut secara terpisah. Penelitian

yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang relevan dengan

penelitian yang dilakukan dalam upaya menyusun tesis ini dan berkaitan

dengan masalah yang diteliti adalah sebagai berikut.

Nur Cahyo Wahyu Broto, (2009) dengan judul “Aspek Moralitas dan

Nilai Budaya Cerita Bersambung “Janggrung” karya Sri Sugiyanto (Suatu

tinjauan kritik sastra ekspresif).

Latar belakang dari penelitian ini adalah : (1) Cerbung Jawa

merupakan hasil karya pengarang Jawa modern yang telah menjadi satu

genre sastra dalam khazanah kesusastraan Jawa baru, (2) Adanya

penyimpangan moralitas yang dilakukan para tokohnya dalam cerbung ini

yang menarik untuk diangkat dari segi moralitas, (3) melalui pendekatan

kritik sastra dapat diungkapkan nilai budaya dan nilai estetik dalam

cerbung, sikap budaya pengarang terhadap kesenian Janggrung,

relevansi cerbung Janggrung dalam konteks masa kini, nilai estetik

cerbung Janggrung sebagai karya sastra.

Page 22: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

9

Masalah yang dibahas dalam penelitian cerbung ini mencakup lima

hal yakni, (1) struktur yang membangun pada cerbung karya Sri Sugiyanto

yang berjudul Janggrung yang meliputi : tema, alur, penokohan, latar, dan

amanat, (2) nilai moralitas dan nilai budaya dalam cerbung Janggrung (3)

Nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita bersambung Janggrung. (4)

relevansi cerbung Janggrung dalam konteks masa kini, (5) nilai estetik

cerbung Janggrung.

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan struktur yang

membangun dari cerbung karya Sri Sugiyanto tersebut, (2)

mendeskripsikan aspek kritik sastra cerbung karya Sri Sugiyanto tersebut

yang di dalamnya moralitas dan nilai budaya (3) sikap budaya pengarang

terhadap kesenian Janggrung (4) mendiskripsikan relevansi cerbung

Janggrung dalam konteks masa kini (5) mendiskripsikan nilai estetik

cerbung Janggrung sebagai karya sastra. Hasil penelitian yang akan

dicapai, diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca secara

teoretis, maupun secara praktis.

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini terdiri atas dua hal,

yaitu (1) Secara teoretis hasil penelitian cerita bersambung Janggrung

karya Sri Sugiyanto ini diharapkan bisa memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang studi karya sastra melalui

pendekatan kritik sastra dan menambah wawasan budaya, seni, dan

moral. (2) Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca

serta dapat digunakan sebagai referensi mengenai cerminan perilaku

Page 23: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

10

dalam menjalankan hidup, keluarga, bermasyarakat dengan aspek

moralitas yang terkandung dalam karya sastra. Pendekatan yang

dilakukan adalah pendekatan struktural dan pendekatan kritik sastra.

Pendekatan struktural diambil karena cerbung merupakan bentuk karya

sastra yang di dalamnya mengandung unsur-unsur pembangun seperti

tema, alur, penokohan, latar, dan amanat. Di samping itu, pendekatan

kritik sastra digunakan untuk mengetahui kegiatan atau perbuatan mencari

dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan

penafsiran sistematik yang dinyatakan secara tertulis. Bentuk penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data-data yang

dikumpulkan berupa kata-kata dalam kalimat.

Sumber data dari penelitian ini adalah cerita bersambung dengan

judul Janggrung karya Sri Sugiyanto yang dimuat dalam majalah Panjebar

Semangat dari nomor 13 tanggal 26 Maret 2005 sampai dengan nomor 38

tanggal 17 September 2005. Penelitian ini ada dua yaitu data primer dan

data sekunder. Data berupa unsur-unsur intrinsik serta aspek kritik sastra

dalam teks cerita bersambung “Janggrung” karya Sri Sugiyanto. Data

sekunder dalam penelitian berupa buku-buku referensi yang menunjang,

hasil wawancara serta biografi dari pengarang. Teknik pengumpulan data

yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah dengan

menggunakan studi pustaka yaitu mengumpulkan data-data dari sumber

tertulis. Wawancara digunakan untuk mengetahui biografi pengarang.

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan teknik analisis interaktif yang

Page 24: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

11

berpijak pada empat tahap, yaitu (1) Deskripsi data, (2) Analisis data, (3)

Interpretasi data, (4) Evaluasi data.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa cerbung

karya Sri Sugiyanto yang berjudul Janggrung memiliki unsur-unsur

pembangun seperti tema, alur, penokohan, latar, serta amanat yang saling

terkait secara utuh. Kedua, mengungkapkan nilai moral dan budaya yang

terkandung di dalam cerbung Janggrung, yang. Ketiga, mengungkapkan

sikap budaya pengarang atas keprihatinannya tentang seni tari yang

diselingi dengan asumsi negatif. Keempat, mengungkapkan relevansi seni

tari Janggrung dengan keadaan sekarang yang dahulunya selalu diiringi

asumsi buruk dan sekarang apakah masih keadaan tersebut berlangsung.

Kelima, mengungkapkan nilai estetik dalam cerbung Janggrung karya Sri

Sugiyanto yang bersangkutan dengan indah tidaknya karya sastra hasil

dari Sri Sugiyanto.

Andika Patria (2013) dengan judul “Nilai Moral dalam Novel Sang

Pencerah Karya Akmal Nasery Basral dan Implikasinya pada

Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas”.

Analisis terhadap aspek moral cukup penting karena menyangkut

kepribadian seseorang dalam masyarakat. Aspek moral ini bisa dikaji

salah satunya dalam sebuah novel, dalam hal ini novel Sang Pencerah.

Apa saja dan bagaimana nilai moral dalam novel Sang Pencerah serta

implikasinya dalam pembelajaran sastra merupakan suatu permasalahan

dalam penelitian ini. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah

Page 25: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

12

mendeskripsikan nilai moral dalam novel Sang Pencerah serta

implikasinya pada pembelajaran sastra di SMA.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan

intertekstual. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery Basral. Sedangkan data dalam penelitian

ini adalah kutipan-kutipan dalam novel Sang Pencerah yang

mengungkapkan nilai moral.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel Sang Pencerah

mengandung nilai moral, yaitu 1) nilai moral terhadap Tuhan Yang Maha

Esa yang ditunjukkan dengan beriman, bertakwa, bertawakal, bersyukur,

berdoa, serta bertobat; 2) nilai moral terhadap diri sendiri yang tercermin

dalam sikap dan perilaku jujur, bertanggung jawab,bergaya hidup sehat,

disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirauasaha, berpikir logis, kritis,

kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu, serta cinta ilmu; 3) nilai moral terhadap

sesama manusia yang meliputi sikap sadar akan hak dan kewajiban diri

dan orang lain, patuh pada aturan sosial, menghargai karya dan prestasi

orang lain, santun, serta demokratis; 4) nilai moral terhadap lingkungan

yang ditunjukkan dengan sikap peduli dengan orang yang membutuhkan

bantuan; dan 5) nilai moral terhadap bangsa yang ditunjukkan dengan

sikap nasionalis serta menghargai keberagaman. Nilai-nilai moral tersebut

terkait dengan teks Alquran dan Hadis Nabi.

Page 26: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

13

Implikasi hasil penelitian ini berupa pembelajaran sastra di SMA

dengan meninjau silabus KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia pada

jenjang SMA kelas XI.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Wulandari (2011) dengan judul

Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang

Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Kajian Intertekstualitas dan Nilai

Pendidikan). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) struktur

novel Laskar Pelangi dan Orang Miskin Dilarang Sekolah; (2) persamaan

dan perbedaan struktur novel Laskar Pelangi dan Orang Miskin Dilarang

Sekolah; (3) kajian intertekstualitas antara novel Laskar Pelangi dan

Orang Miskin Dilarang Sekolah; dan (4) nilai pendidikan novel Laskar

Pelangi dan Orang Miskin Dilarang Sekolah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan

menggunakan pendekatan intertekstualitas yang sebelumnya didahului

dengan pendekatan struktural. Sumber data adalah novel Laskar Pelangi

dan Orang Miskin Dilarang Sekolah. Sampel dalam penelitian ini diambil

dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data

menggunakan teknik analisis dokumen. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis mengalir. Teknik validitas data yang digunakan

adalah teori trianggulasi. Hasil temuan penelitian dengan kajian

intertekstualitas menunjukkan bahwa kedua novel tersebut: (1) struktur

kedua novel terdiri atas tema, sudut pandang, penokohan, latar, alur, dan

amanat; (2) persamaan struktur kedua novel tersebut berupa tema. Kedua

Page 27: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

14

novel mempunyai tema yang sama yakni pendidikan. Amanat, kedua

novel mengamanatkan untuk berani bercita-cita dan berusaha keras

mewujudkan citacita tersebut. Terkait dengan alur, kedua novel

menggunakan alur maju.

Penokohan dalam kedua novel memiliki persamaan yakni pada

teknik karakterisasi. Baik itu Laskar Pelangi maupun Orang Miskin

Dilarang Sekolah karakter tokoh tidak selalu digambarkan secara

gamblang dan terperinci tetapi dapat diketahui dari dialog antartokoh dan

deskripsi pengarang secara langsung.

Secara fisiologis, tokoh utama dalam kedua novel memiliki jenis

kelamin yang sama yakni laki-laki (Ikal dan Faisal). Secara psikologis

tercermin watak tokoh utama yaitu berkemauan keras. Perbedaan kedua

novel terletak pada sudut pandang. Laskar pelangi menggunakan sudut

pandang persona pertama “Aku”, sedangkan Orang Miskin Dilarang

Sekolah menggunakan sudut pandang campuran. Latar cerita dalam novel

Laskar Pelangi di Pulau Belitong, Sumatera Selatan, sedangkan novel

Orang Miskin Dilarang Sekolah berlatar di Semarang, Jawa Tengah; (3)

dari hasil kajian intertekstualitas dapat disimpulkan bahwa novel Laskar

Pelangi merupakan hipogram, sedangkan novel Orang Miskin Dilarang

Sekolah merupakan teks transformasi; dan (4) nilai pendidikan yang

terkandung di dalam novel Laskar Pelangi dan Orang Miskin Dilarang

Sekolah yaitu: nilai pendidikan religius, sosial, moral, dan kebudayaan.

Page 28: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

15

Kesamaan yang tampak dari penelitian-penelitian di atas dengan

penelitian ini terletak pada aspek yang dikaji yaitu nilai moral dan

intertekstualitas yang terdapat dalam karya sastra. Letak perbedaannya

yaitu penelitian ini mengkaji aspek moral dan nilai budaya dengan

menggunakan pendekatan intertekstualitas dan pragmatik.

B. Tinjauan Teori dan Konsep

1. Hakikat Nilai Moralitas dalam Karya Sastra

Nilai merupakan sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan

yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus

kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, dan perilaku (Nurdin, 2005:

209). Djahiri menyatakan bahwa nilai adalah suatu jenis kepercayaan

yang letaknya berpusat pada sistem kepercayaan seseorang tentang

tindakan seseorang sepatutnya atau tidak sepatutnya, atau tentang

sesuatu yang berharga dan yang tidak berharga untuk dicapai (dalam

Gunawan, 2012: 31). Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia

sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk

sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman

dengan seleksi perilaku yang ketat (Sulaeman, 1998: 19).

Selanjutnya, bahwa nilai adalah hal yang terkandung dalam diri

(hati nurani) manusia yang lebih memberi dasar pada prinsip akhlak yang

merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati.

Page 29: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

16

Nilai merupakan suatu patokan dalam mempertimbangkan baik dan

buruknya seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Jadi, nilai

merupakan istilah yang digunakan untuk memberi batasan terhadap

aktivitas manusia dengan nilai/hukum baik atau buruk, benar atau salah

(dalam Asmaran, 1994:8).

Nilai berfungsi untuk membentuk cara berpikir dan tingkah laku

secara ideal dalam masyarakat. Sejak kecil seseorang dididik oleh orang

tua maupun lingkungan sekitarnya tentang baik buruk, benar salah, bagus

jelek, serta sopan dan tidak sopan secara terus menerus sehingga

membentuk cara pandang dan sikap hidup ideal dalam masyarakat. Nilai

yang terdapat dalam karya sastra tergantung pada persepsi dan

pengertian yang diperoleh pembaca melalui karya sastra. Tidak semua

persepsi dan pengertian yang diperoleh seperti yang diharapkan. Nilai ini

hanya dapat diperoleh pembaca jika karya yang dibaca menyentuh

perasaannya. Suatu nilai dapat dikatakan baik dan berterima apabila nilai

tersebut dapat menghasilkan suatu perilaku yang berdampak positif.

Kata moral berasal dari bahasa Latin, yaitu mores yang berarti tata

cara dalam kehidupan atau adatistiadat. Moral sebagai hal-hal yang

berhubungan dengan nilai-nilai susila. Selain itu, moral juga berhubungan

dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.

Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai

manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat

dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok

Page 30: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

17

ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang

(Budiningsih, 2008: 24).

Moral dalam pengertian filsafat merupakan suatu konsep yang telah

dirumuskan oleh sebuah masyarakat untuk menentukan suatu kebaikan

atau keburukan. Oleh karena itu, moral merupakan suatu norma tentang

kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau

kehidupan sebuah masyarakat (Semi, 2012: 89). Ukuran moral berkaitan

dengan hati nurani dan norma. Hati nurani menyediakan ukuran subjek,

norma pada ukuran objek, dengan kata lain; hati nurani memberitahukan

kepada mana yang benar, norma diberikan untuk menunjukkan kepada

semua orang mana yang benar itu (Hadiwardoyo, 1990: 15).

Istilah lain dari moral adalah akhlak. Akhlak adalah sistem nilai

yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas bumi. Sistem nilai

yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan Alquran dan Hadis Nabi

sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berpikir Islami. Pola

sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan

Allah, diri sendiri, sesama manusia, dan dengan alam/lingkungan (Nurdin,

1995: 205). Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan penelitian

ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel

serta mengaitkannya dengan teks Alquran dan Hadis Nabi. Kata moral

juga sering disinonimkan dengan etika, berasal dari kata ethos dalam

bahasa Yunani yang berarti adat atau kebiasaan baik yang tetap.

Page 31: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

18

Etika ialah studi tentang cara penerapan hal yang baik bagi hidup

manusia yang mencakup dua aspek, yaitu 1) disiplin ilmu yang

mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya; dan 2) nilai-nilai hidup nyata

dan hukum tingkah laku manusia yang menopang nilai-nilai tersebut

(Zuriah, 2007: 17).

Etika bermakna sekumpulan asas atau nilai yang berkenaan

dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan

salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau

masyarakat. Dengan demikian, ada persamaan antara etika dan moral.

Namun, terdapat perbedaan antara keduanya. Etika lebih bersifat teori,

sedangkan moral lebih banyak bersifat praktik. Menurut pandangan para

ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara

umum, sedangkan moral secara lokal.

Moral dalam karya sastra mencerminkan pandangan hidup

pengarang yang bersangkutan, oleh sebab itu moral dalam karya sastra

dapat dipandang sebagai amanat, pesan, massage yang ingin

disampaikan kepada pembaca. Secara umum moral menunjuk pada

pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai

perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral dalam karya sastra

biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan,

pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin

disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2013: 429-430).

Page 32: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

19

Selanjutnya bahwa moral dalam karya sastra biasanya

dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran

moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan),

lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Hal tersebut merupakan

“petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal

yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah

laku, dan sopan santun pergaulan. Bersifat praktis sebab “petunjuk” nyata,

sebagai model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah

laku tokoh-tokohnya (Nurgiantoro, 2013: 430).

Sebuah karya sastra yang bernilai tinggi adalah karya sastra yang

mengandung moral yang tinggi, yang dapat mengangkat harkat umat

manusia. Karya sastra yang diciptakan oleh seorang penulis tidak semata-

mata mengandalkan bakat dan kemahiran berekspresi, tetapi lebih dari itu,

seorang penulis melahirkan karya sastra karena juga memiliki visi,

aspirasi, itikad baik, dan pejuangan sehingga karya sastra yang dihasilkan

memiliki nilai tinggi (Semi, 2012: 89—90).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral

adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia yang

diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tingkah laku menjadi lebih

baik. Sementara itu, nilai moral dalam karya sastra adalah semua hal yang

dapat dicontoh dan diambil manfaatnya dari karya sastra untuk kebaikan

pembaca agar dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Pembaca

Page 33: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

20

diharapkan mampu mengambil manfaat dengan menyimpulkan pesan

yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.

a. Sastra dan Pembentukan Karakter

Unsur moral dalam karya sastra berkaitan dengan fungsi sastra

bagi pembentukan karakter pembaca, terutama peserta didik dalam

konteks pembelajaran sastra di sekolah. Pembacaan dan

pembelajaran sastra bermuara pada afeksi. Aspek afektif berkaitan

dengan menyukai atau mencintai sastra. Sastra berperan

menggerakkan hati dan perasaan. Sastra memberi manfaat bagi

kehidupan manusia. Sastra dapat memberi rasa senang, kesenangan

yang menghibur serta memuaskan batin pembaca.

Setiap karya sastra mengandung unsur moral dan nilai-nilai

yang dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran bagi pendidikan

dan pembentukan karakter. Sastra mempunyai peran sebagai salah

satu alat pendidikan yang seharusnya dimanfaatkan dalam dunia

pendidikan. Sastra dapat diyakini mempunyai andil yang cukup besar

dalam usaha pembentukan dan pengembangan kepribadian anak. Jika

dimanfaatkan secara benar dan dilakukan dengan strategi yang benar

pula, sastra mampu berperan dalam pengembangan manusia yang

seutuhnya dengan cara yang menyenangkan.

Berkaitan dengan pembagian Bloom tentang adanya ranah

kognitif, afektif, dan psikomotoris dalam dunia pendidikan, Thomas

Lickona menyaratkan ada tiga hal yang mesti terlibat di dalamnya.

Page 34: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

21

Ketiga hal yang dimaksud itu adalah komponen karakter yang baik

yang mesti dimiliki untuk menjadi seseorang yang berkarakter, yaitu

pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral

(moral feeling), dan perbuatan moral (moral action). Ketiga komponen

tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain untuk membentuk

sebuah kesatuan yang padu yang berwujud seseorang yang memiliki

karakter yang baik (Nurgiyantoro, 2013:437).

Pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang

moral (moral feeling), dan perbuatan moral (moral action) harus

dibangun dan dikembangkan demi terwujudnya tujuan pendidikan

karakter. Agar memiliki pengetahuan yang memadai tentang moral,

perlu dipahamkan pengetahuan tentang moral (moral knowing) yang

terkait dengan ranah kognitif. Komponen ini meliputi kesadaran moral,

pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri. Selanjutnya

membangkitkan ranah afektif dengan menanamkan perasaan tentang

moral (moral feeling). Komponen ini meliputi kata hati, rasa percaya

diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian diri dan kerendahan hati.

Secara logika, pemahaman dan perasaan tentang moral yang baik

akan mendorong psikomotorik seseorang untuk melakukan perbuatan

moral (moral action) yang meliputi kompetensi, kemauan, dan

kebiasaan bertindak.

Konsep manusia berkarakter, baik yang memiliki pemahaman,

perasaan, dan mau berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral

Page 35: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

22

yang diyakininya sebagaimana dikemukakan, dapat dicari dan

ditemulakan aplikasinya dalam cerita fiksi. Cerita fiksi berisi ideologi,

idealisme, dan pandangan hidup pengarang yang tercermin dalam

perilaku tokoh. Cerita fiksi menampilkan model kehidupan dengan

mengangkat tokoh-tokoh cerita sebagai pelaku kehidupan itu. Sebagai

seorang manusia, tokoh-tokoh tersebut diberi bekal sifat, sikap, watak,

dan seorang manusia biasa. Berbagai aspek kehidupan dapat

dipahami dan dipelajari melalui segala yang diperankan oleh tokoh

tersebut, termasuk berbagai motivasi yang dilatari oleh keadaan sosial

budaya tokoh itu.

Terdapat banyak karya fiksi yang menawarkan lebih dari satu

pesan moral. Hal tersebut masih bisa ditambah dari pertimbangan dan

atau penafsiran dari pihak pembaca yang juga dapat berbeda-beda.

Jenis pesan moral dalam karya sastra bergantung pada keyakinan

pengarang yang bersangkutan.

Jenis pesan moral dapat mencakup masalah-masalah yang

bersifat tidak terbatas yang dapat pula mencakup persoalan hidup dan

kehidupan manusia. Ajaran-ajaran moral itu dapat dibedakan ke dalam

persoalan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan

manusia dengan sesama manusia dalam lingkup sosial, hubungan

manusia dengan alam sekitar, dan manusia dengan Tuhannya.

Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-

macam jenis dan intensitasnya. Hal itu tidak lepas dari kaitannya

Page 36: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

23

dengan persoalan hubungan antarsesama dan dengan Tuhan.

Persoalan dapat dihubungkan dengan masalah seperti eksistensi diri,

rasa percaya diri, takut, rindu, dan lebih bersifat ke dalam diri dan

kejiwaan seorang individu (Nurgiyantoro, 2013: 326).

Lebih luas, Kemendiknas mengelompokkan nilai-nilai moral

dalam pembentukan karakter, yaitu (1) nilai moral terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, (2) nilai moral terhadap diri sendiri, (3) nilai moral

terhadap sesama manusia, dan (4) nilai moral terhadap lingkungan,

serta (5) nilai moral terhadap Bangsa (Kemendiknas, 2010:16). Secara

rinci, kelima nilai yang harus ditanamkan kepada siswa tersebut adalah

sebagai berikut.

1) Nilai Moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Nilai moral dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha

Esa berkaitan dengan pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang

yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan

dan/atau ajaran agamanya. Dalam penelitian ini, nilai moral dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa secara khusus

dideskripsikan sebagai moral/akhlak kepada Allah. Akhlak kepada

Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang

seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada

Tuhan sebagai Khalik karena manusia diciptakan atas kehendak-

Nya. Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Wajib bagi manusia

Page 37: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

24

untuk mematuhi serta berterima kasih atas segala pemberian-Nya

(Masyhur, 1994: 17). Beberapa di antara akhlak kepada Allah

adalah sebagai berikut (Gunawan, 2012: 8).

a) Beriman

Beriman yaitu meyakini bahwa Allah itu sungguh-

sungguh ada. Dia memiliki sifat kesempurnaan dan sunyi dari

sifat kelemahan juga yakin bahwa Ia sendiri memerintahkan

untuk diimani, yakni: Malaikat-Nya, Kitab yang diturunkan-Nya,

Rasul dan Nabi-Nya, hari kiamat, dan qadha yang telah

ditetapkan.

b) Bertakwa

Takwa berarti melaksanakan segala perintah-Nya dan

menjauhi segala larangannya. Dengan kata lain, takwa dapat

memelihara diri agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya

yang lurus.

c) Bertawakal

Bertawakal adalah berserah diri kepada Allah serta

meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bergantung

bagi setiap manusia ketika berharap suatu manfaat dan

menghindari kemudaratan. Dengan kata lain, bertawakal kepa

da Allah berarti menyerahkan segala urusan kepada-Nya,

setelah melakukan usaha semaksimal mungkin (Masyhur, 1994:

37).

Page 38: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

25

d) Bersyukur

Bersyukur yaitu berterima kasih atas segala nikmat yang

diberikan Allah dan merasakan cukup atas pemberian-Nya.

Bersyukur bisa dilakukan dengan tiga cara. Yang pertama,

dengan lisan, yaitu mengucap Alhamdulillah sebagai rasa

syukur. Kedua, dengan cara melakukan segala yang

diperintahkan Allah. Ketiga, dengan memanfaatkan harta di

jalan Allah (Masyhur, 1994: 34—35).

e) Berdoa

Berdoa adalah memohon atau meminta pertolongan

kepada Allah swt. serta mengharap rahmat dari-Nya. Sebaik-

baik lisan adalah lisan yang selalu basah dengan mengingat

Allah. Lisan yang mengingat Allah itu diwujudkan dengan cara

berdoa kepada Allah karena berdoa itu merupakan ibadah.

f) Bertobat

Tobat berarti sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan

yg salah atau jahat), memohon ampun kepada Allah, serta

kembali dengan sebenar-benarnya.

2) Nilai Moral terhadap Diri Sendiri

Keberadaan manusia di alam ini berbeda bila dibandingkan

dengan makhluk lain, totalitas dan integritasnya selalu ingin

merasakan selamat dan mendapat kebahagiaan yang lebih besar.

Setiap manusia memiliki kewajiban moral terhadap dirinya sendiri

Page 39: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

26

agar ia selamat, bahagia, masa kini dan mendatang. Jika kewajiban

tersebut tidak dipenuhi, maka akan mendapat kerugian dan

kesuitan (Gunawan, 2012:10). Dengan demikian, kewajiban

manusia terhadap dirinya sendiri adalah sebagai berikut.

a) Jujur

Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri

dan pihak lain.

b) Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku

seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya

sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),

negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

c) Bergaya Hidup Sehat

Bergaya hidup sehat merupakan segala upaya untuk

menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup

yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat

mengganggu kesehatan.

d) Disiplin

Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku

tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Page 40: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

27

e) Kerja Keras

Kerja keras merupakan perilaku yang menunjukkan

upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan

guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-

baiknya.

f) Percaya Diri

Percaya diri merupakan sikap yakin akan kemampuan

diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan

dan harapannya.

g) Berjiwa Wirausaha

Berjiwa wirausaha merupakan sikap dan perilaku yang

mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru,

menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk

pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur

permodalan operasinya.

h) Berpikir Logis, Kritis, Kreatif, dan Inovatif

Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif berarti berpikir

dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa

yang telah dimiliki.

i) Mandiri

Mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah

tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Page 41: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

28

j) Ingin Tahu

Ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu

berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari

apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

k) Cinta Ilmu

Cinta ilmu merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat

yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan

yang tinggi terhadap pengetahuan.

3) Nilai Moral dalam Hubungannya dengan Sesama

a) Sadar akan Hak dan Kewajiban Diri dan Orang Lain

Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

merupakan sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa

yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta

tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

b) Patuh pada Aturan-aturan Sosial

Patuh pada aturan-aturan sosial merupakan sikap

menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan

masyarakat dan kepentingan umum.

c) Menghargai Karya dan Prestasi Orang Lain

Menghargai karya dan prestasi orang lain merupakan

sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan

menghormati keberhasilan orang lain.

Page 42: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

29

d) Santun

Santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut

pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

e) Demokratis

Demokratis merupakan cara berpikir, bersikap dan bertindak

yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

4) Nilai Moral terhadap Lingkungan

Nilai moral dalam hubungannya dengan lingkungan

ditunjukkan dengan sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang

lain dan masyarakat yang membutuhkan.

5) Nilai Moral terhadap Bangsa

Nilai-nilai moral dalam hubungannya dengan kebangsaan

ditunjukkan dengan cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan

diri dan kelompoknya.

a) Nasionalis

Nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap dan

berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

Page 43: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

30

b) Menghargai Keberagaman

Menghargai keberagaman merupakan sikap memberikan

respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang

berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.

2. Hakikat Sastra

a. Pengertian Sastra

Sastra dimaknai sebagai karya lisan atau tertulis yang memiliki

berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan

dalam isi, dan ungkapannya (Ensiklopedi Sastra, 2007: 716).

Pengungkapan makna sastra sulit dilakukan penelaah dengan tepat.

Hal ini dikarenakan sastra berkaiatan dengan lingkungan dan

kebudayaan pada zaman tertentu.

Pengertian sastra menurut Sumarjo dan Saini (1986: 2) adalah

ungkapan spontan dari rasa yang mendalam. Sastra juga merupakan

ungkapan ekspresi pikiran dalam bahasa, sedangkan yang dimaksud

pikiran adalah pandangan, ide-ide, perasaan dan semua kegiatan

mental manusia. Di dalam sastra terkandung segala aspek kehidupan

yang dipikirkan, dirasakan, dan dialami manusia. Dalam hal ini

penghayatan dibutuhkan untuk memahami karya.

Sejalan dengan pengertian itu, Wellek dan Warren (1990: 11)

memaknai sastra adalah segala sesuatu yang tertulis dan tercetak.

Sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas

pengertiannya dari fiksi. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil

Page 44: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

31

pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan

kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai bahan

pokoknya. Sebagai karya kreatif sastra harus mampu melahirkan suatu

kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan

manusia, serta menjadi wadah penyampaian ide-ide.

Rahmanto (1988: 10) menuturkan bahwa sastra merupakan

kumpulan sejumlah bentuk bahasa yang khusus, yang digunakan

dalam berbagai pola sistematis untuk menyampaikan keseluruhan

perasaan dan pikiran. Penggunaan bahasa dianggap sebagai bahan

pokok dalam sastra. Estetika yang dikandung sastra dapat ditentukan

dari bahasa yang digunakan pengarang. Dari beberapa batasan yang

diutarakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

unsur sastra. Unsur pertama adalah isi sastra yang berupa pikiran,

perasaan, pengalaman, semangat, dan kepercayaan. Unsur kedua

adalah ekspresi atau ungkapan untuk menyampaikan isi sastra. Unsur

ketiga adalah bentuk. Unsur isi tadi dapat diekspresikan keluar dalam

berbagai segi bentuk. Unsur keempat adalah bahasa. Bahasa adalah

bahan utama dalam mewujudkan ungkapan yang indah.

Teori-teori yang disampaikan di atas mengacu pada kesimpulan

bahwa sastra adalah wujud nyata mengenai gambaran perasaan

pengarang yang disimbolkan dengan cara estetis dan kreatif serta

penyampaiannya menggunakan sarana bahasa. Sastra memiliki tiga

unsur utama yaitu isi yang berupa ide pengarang, ekspresi yang

Page 45: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

32

berupa bahasa yang disampaikan pengarang, dan bentuk yang berupa

prosa, puisi, atau drama. Hal ini akan dipaparkan pada sub bab

selanjutnya.

b. Jenis Sastra

Pendefinisian sastra sulit dilakukan karena sastra terikat dengan

budaya masyarakat pada zaman tertentu. Di dalam pelaksanaan

berkarya, sastra terbagi dua yaitu sastra dan non sastra (Ensiklopedi

Sastra, 2007: 716). Teks nonsastra umumnya dipakai dalam

komunikasi praktis dan dimanfaatkan untuk komunikasi yang tidak

mengandung estetis. Misalnya komunikasi di dalam ruang presentasi,

komunikasi di pasar atau pun komunikasi pada harian cetak.

Sejalan dengan hal itu, Sumarjo dan Saini (1986: 17)

mengungkapkan bahwa sastra dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

sastra imajinatif dan sastra nonimajinatif. Sastra imajinatif dapat

digolongkan pada puisi dan prosa. Pada bagian prosa sastra ini terbagi

pula ke dalam fiksi dan drama. Berbeda dengan sastra imajinatif,

sastra non imajinatif ditandai dengan minimnya penggunaan kata-kata

khayali dan kata-kata denotatif yang menonjol. Penerapan kedua

syarat tersebut dapat terlihat pada karya ilmiah, esai, kritik, dan lain-

lain.

Fiksi dimaknai oleh Nurgiyantoro (2009: 2) sebagai hasil dari

imajinasi juru cerita baik lisan maupun juru cerita tulis. Dalam

menciptakan karya, pengarang menggabungkan imajinasi dengan

Page 46: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

33

pengalaman yang diperolehnya. Selain menggabungkan pengalaman,

pengarang juga harus memiliki banyak kosa kata, sehingga karya yang

dihasilkan kaya makna dan bahasa. Ciri sastra fiksi adalah bersifat

khayali, konotatif, dan mengandung daya estetis. Sedangkan untuk

karya sastra non-fiksi adalah bersifat faktual, denotatif, dan tidak

menuntut syarat estetika.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa jenis sastra terbagi dua yaitu sastra imajinatif dan

non imajinatif. Setiap kandungan yang dimiliki karya tersebut berbeda

satu sama lain. Karya nonimajinatif berupa ciptaan yang berasal dari

fakta seperti esai, kritik, biografi, dan lain-lain sedangkan sastra

imajinatif berupa ciptaan berasal khayalan yang direka manusia seperti

puisi, prosa, dan drama.

3. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu jenis prosa dengan isi yang lebih

luas dibanding cerpen sebagai bentuk prosa lain. Novel dimaknai

sebagai sebuah karya prosa fiksi yang cukupannya tidak terlalu

panjang tetapi tidak terlalu pendek. Pengertian tidak terlalu panjang

diartikan bahwa panjangnya novel hingga ratusan halaman dan tanpa

aturan.

Pengertian tidak terlalu pendek juga dimaksudkan karena

pengarang cerita menyampaikan beberapa konflik dan tokoh dengan

Page 47: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

34

pemaparan secara mendalam. Novel adalah salah satu istilah dalam

bahasa Inggris. Waluyo dan Wardani (2009: 8) menuturkan bahwa

kata novel berasal dari kata novellus yang berarti baru. Jadi

sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang

paling baru. Dalam Ensiklopedi Sastra (2007: 546) pengertian novel

didefinisikan sebagai bentuk prosa rekaan panjang, menyuguhkan

tokoh-tokoh, dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara

tersusun. Novel mengandung cerita rekaan yang berisi konflik untuk

mengubah nasib tokoh.

Urian di atas dapat diacu sebagai pemaknaan novel yaitu salah

satu jenis sastra berbentuk prosa panjang yang terkandung di

dalamnya imajinasi pengarang untuk menceritakan tokoh secara luar

biasa sehingga menimbulkan konflik dan menyebabkan perubahan

nasib terhadap para pelakunya.

b. Struktur Novel

Novel merupakan sebuah totalitas yang bersifat artistik. Sebagai

salah satu bentuk totalitas, fiksi memiliki , unsur-unsur yang saling

berkaitan satu sama lain . Tiap potongan cerita saling berkaitan

dengan potongan cerita sebelum dan sesudahnya. Perpaduan inilah

yang kemudian menjadi satu wujud utuh dan kemudian disebut novel.

Page 48: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

35

Stanton (2007: 22) mengungkapkan ada tiga fakta cerita fiksi

yaitu, karakter, alur, dan latar. Ketiga bagian tersebut berfungsi

sebagai catatan imajinatif dari cerita. Penggunaan struktur faktual

tersebut membantu penulis menciptakan karya dari sudut pandang

berbeda.

kepaduan unsur intrinsik membuat sebuah novel berwujud.

Sebuah novel tak akan berdiri jika tidak memiliki salah satu unsur

intrinsik yaitu tema, sudut pandang, alur, amanat, penokohan, dan latar

(setting). Keberartian enam unsur tersebut dapat dibuktikan melalui

analisis unsur intrisik yang selalu mengungkapkan enam unsur

tersebut dalam menelaah sastra.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disintesiskan bahwa unsur

intrinsik dibutuhkan untuk mewujudkan karya sastra berupa prosa.

Unsur intrinsik yang mencakup alur, penokohan dan latar adalah

bagian struktur faktual novel sedangkan tema, sudut pandang dan

amanat adalah unsur yang diketahui setelah membaca keseluruhan

cerita.

Unsur intrinsik terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, dan

sudut pandang. Penjelasan mendalam mengenai unsur intrinsik

tersebut, terpapar pada subbab di bawah ini.

a. Tema

Keraf menyatakan bahwa tema berasal dari kata tithnai

(bahasa Yunani) yang berarti menempatkan, meletakkan. Jadi

Page 49: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

36

menurut ahli, tema berarti sesuatu yang telah diuraikan atau

ditempatkan. Dalam tema terkandung sikap pengarang terhadap

subjek atau pokok cerita. Pengertian spesifik mengenai tema

terdapat pada ensiklopedia sastra bahwa tema merupakan

gagasan, ide, atau pokok persoalan yang menjadi dasar cerita .

Tema dipaparkan secara samar-samar dan dapat ditemukan

setelah membaca keseluruhan cerita.

Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita

(Ismawati, 2013: 72). Penemuan tema akan diperoleh jika pembaca

telah menyelesaikan keseluruhan cerita. Kehadiran konflik, situasi,

dan peristiwa tertentu tidak lepas dari keterkaitannya dengan tema.

Isi seluruh cerita dipahami melalui kesimpulan yang dihadirkan oleh

tema. Stanton mengungkapkan bahwa tema merupakan aspek

cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia;

sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat . Proses

penemuan tema berusaha menyingkirkan beberapa makna lain dan

memilih makna tertentu sebagai tema utama. Temuan tema dalam

prosa akan membuat pembaca mengetahui alasan pengarang

mencipta karya. Tema memberi fokus dan kedalaman makna hidup

pada pengalaman yang diutarakan.

Upaya untuk menemukan tema dalam sebuah karya fiksi

dapat dilakukan dengan menyimpulkan isi seluruh cerita, tidak

cukup dengan mengetahui potongpotongan bagian tertentu saja

Page 50: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

37

namun diperlukan secara keseluruhan. Eksistensi atau kehadiran

tema terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita, inilah yang

menyebabkan kemungkinan kecil terjadinya pelukisan langsung.

Hal ini menyebabkan sulitnya menafsirkan tema.

Dari berbagai pandangan mengenai pengertian tema

tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah maksud

keseluruhan cerita yang ingin disampaikan pengarang. Ungkapan

tema suatu karya dapat berbeda karena pengarang tidak

menggambarkan tema secara langsung. Hal terpenting dalam

memaknai tema bukan ketepatan menemukannya namun

bagaimana penerapan pengalaman manusia itu dapat dijadikan

sebagai pelajaran hidup bagi pembaca.

b. Alur atau Plot

Alur berasal dari bahasa Inggris yaitu plot dan di Prancis alur

dinamai intrique. Pengertian alur adalah jalinan peristiwa di dalam

karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Keterkaitan peristiwa

dihubungkan oleh waktu dan sebab akibat (Ensiklopedi Sastra

Indonesia, 2007:43). Rangkaian peristiwa dalam alur dijalin dengan

cermat hingga menggerakkan konflik ke arah klimaks atau

penyelesaian. Setiap peristiwa berperan penting dalam menempati

posisinya sebagai peristiwa awal, menaik, menurun, dan

penyelesaian.

Page 51: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

38

Plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah

cerita. Istilah ini umumnya selalu berkaitan dengan peristiwa

kausal. Peristiwa ini menyebabkan dampak dari peristiwa lain yang

tidak dapat terabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan

karya (Stanton, 2007: 26). Setiap peristiwa mengalami keterkaitan

dan menjalankan tahap-tahap yang telah ditentukan. Konflik tidak

dapat muncul lebih dulu dibanding Pengenalan terhaadap cerita.

Suatu kisah tidak dapat dimengerti seutuhnya tanpa adanya

pengetahuan terhadap cerita yang dihubungkan oleh alur (Stanton,

2007: 28). Pembaca dibuat penasaran karena alur mengalir.

Keingintahuan terhadap kejadian selanjutnya adalah dampak yang

dihasilkannya.

Abrams (dalam Wahyuningtyas dan Santoso, 2011: 6)

mengungkapkan bahwa plot merupakan struktur peristiwa-

peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan

penyajian berbagai peristiwa untuk mencapai efek emosional dan

efek artistik tertentu. Tahapan-tahapan peristiwa terjalin dalam

suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku yang muncul dalam

karya sastra.

Pada prinsipnya alur cerita terdiri atas tiga bagian, yaitu : (1)

alur awal, terdiri dari paparan (eksposisi), rangsangan (inciting

moment), dan penggawatan (rising action); (2) alur tengah, terdiri

atas pertikaian (conflict), perumitan (complication), dan klimaks

Page 52: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

39

atau puncak penggawatan (climax); (3) alur akhir, terdiri dari

perleraian (falling action), dan penyelesaian (denouement). Alur

cerita tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1 : Plot Prosa Fiksi

(Adelstein & Pival dalam Waluyo dan Wardani, 2009: 19)

Exsposition atau eksposisi paparan awal cerita. Pengarang

mulai memmperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-

tokoh cerita. Inciting moment adalah peristiwa mulai terjadinya

problem-problem yang ditampilkan pengarang kemudian

ditingkatkan mengarah pada peningkatan problem. Rising action

adalah peningkatan adanya permasalahan yang dapat

meningkatkan konflik. Complication adalah konflik yang terjadi

semakin genting. Permasalahan sebagai sumber konflik sudah

Conflict falling

Exposition

Rising action

Inciting moment

Complication

Climax

Falling action

Denouement

Page 53: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

40

saling berhadapan. Climax adalah puncak dari terjadinya konflik

cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi

sebelumnya. Falling action adalah peredaan konflik cerita.

Denouement adalah penyelesaian yang dipaparkan oleh pengarang

dalam mengakiri penyelesaian konflik yang terjadi.

Berpedoman pada paparan di atas dapat dipahami bahwa

alur atau plot adalah rangkain peristiwa yang saling memiliki

keterkaitan satu sama lain dimulai dari bagian pengenalan hingga

tahap penyelesaian. Kedudukan masing-masing peristiwa mutlak

yang berarti tidak dapat diubah sesuai keinginan pembaca. Alur

yang baik akan mendorong pembaca untuk mencari tahu terhadap

kejadian selanjutnya.

c. Tokoh dan Penokohan

1) Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang terdapat dalam sebuah cerita,

novel atau cerita fiksi. istilah tokoh untuk menunjuk pada

orangnya, pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan

karakter menunjuk sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan

para pembaca. Tokoh dalam prosa berbentuk novel umumnya

menggunakan pelaku cerita lebih banyak di banding tokoh yang

muncul dalam cerita pendek. Tokoh dihadirkan dengan karakter

yang lebih spesifik untuk menguatkan cerita.

Page 54: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

41

Kedudukan peran dalam sebuah cerita tokoh dapat

terbagi menjadi dua, yaitu protagonis dan antagonis (Waluyo

dan Wardani, 2009: 28). Tokoh protagonis adalah tokoh yang

mendukung jalannya cerita yang memiliki karakter baik atau

jahat. Tokoh antagonis merupakan kebalikan dari tokoh

protagonis yang menentang arus cerita dapat pula mendapat

peran baik atau jahat.

Jenis tokoh selain yang disebutkan di atas adalah tokoh

sentral, andalan, bawahan, tokoh bulat dan tokoh pipih. Tokoh

sentral merupakan tokoh yang mendominasi keseluruhan cerita.

Tokoh ini selalu ditonjolkan dan menjadi pusat penceritaan.

Kebalikan dari jenis tokoh ini adalah tokoh sampingan atau

bawahan yang kehadiran jarang dimunculkan dalam cerita.

Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang diandalkan dalam

pengisahan. Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang

dijadikan latar belakang saja dan dianggap tidak penting.

(Waluyo, 2011: 19-20)

Dari paparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

tokoh adalah pelaku yang muncul dalam novel. Pelaku memiliki

watak bervariasi yang menempati posisi sebagai pendukung

Page 55: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

42

atau penentang cerita. Fungsi tersebut menjadikan cerita yang

dikisahkan menjadi menarik.

2) Penokohan

Penokohan dalam cerita rekaan tidak dapat dilepaskan

hubungannya dengan tokoh. Istilah tokoh menunjukan pada

pelaku cerita, sedangkan penokohan menunjukan pada sifat,

watak atau karakter yang melengkapi dari tokoh tersebut.

Penokohan adalah penujukkan mengenai penempatan tokoh-

tokoh tertentu dengan watak tertentu pada sebuah cerita

(Nurgiantoro, 2013: 165).

Pendapat yang serupa juga dipaparkan oleh Stanton

(2007: 33) bahwa karakter merujuk pada dua konteks berbeda.

Pertama, karakter merujuk pada individu yang muncul dalam

cerita. Kedua, karakter dimaknai sebagai percampuran dari

berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari

individu-individu tersebut. Sifat tokoh dipengaruhi oleh motivasi

dasar yang dilakukan secara spontan dan mungkin tanpa

disadari muncul dalam adegan atau dialog tertentu.

Ada beberapa cara pengarang untuk menggambarkan

watak tokohtokohnya, meliputi: (1) penggambaran secara

langsung; (2) secara langsung dengan diperindah; (3) melalui

pernyataan oleh tokohnya sendiri; (4) melalui dramatisasi; (5)

melalui pelukisan terhadap keadaan sekitar pelaku; (6) melalui

Page 56: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

43

analisis psikis pelaku; dan (7) melalui dialog pelaku-pelakunya

(Waluyo dan Wardani, 2008: 32).

Dari pengertian di atas dapat disintesiskan bahwa

penokohan adalah gambaran watak tokoh yang berisi berbagai

kepentingan, keinginan, ambisi dan prinsip moral. Karakter

dapat ditemukan melalui penggambaran langsung atau melalui

penuturan tokoh. Tokoh yang memiliki karakter baik tidak

selamanya dianggap sebagai tokoh pendukung (protagonis),

demikian pula sebaliknya tokoh yang berperan jahat tidak dapat

dianggap sebagai tokoh penentang (antagonis).

d. Latar atau Setting

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa

dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa

yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor dan waktu

(Stanton, 2007: 35). Kemunculan latar terkadang membuat

pembaca jenuh. Hal ini terjadi jika deskripsi yang ditulis pengarang

terlalu panjang sedangkan pembaca ingin segera sampai pada inti

cerita.

Nurgiyantoro (2005: 216) memaparkan hal yang hampir

serupa bahwa latar adalah segala keterangan petunjuk, pengacuan

yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya

peristiwa dalam cerita. Suasana termasuk bagian dari latar dengan

menggambarkan peristiwa luar biasa yang dihadapi tokoh dalam

Page 57: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

44

arus cerita. Kedudukan latar dapat pula menggambarkan kondisi

psikis yang dialami tokoh cerita.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar

merupakan suatu keadaan terjadinya peristiwa yang berkaitan

dengan waktu, ruang, dan suasana dalam cerita. Latar memiliki

pengaruh kuat dalam proses menghayati cerita yang sedang

dibaca. Pembaca akan merasa melihat peristiwa melalui latar yang

dipaparkan pengarang.

e. Sudut Pandang Pengarang (Point of View)

Sudut pandang merupakan salah satu unsur fiksi yang

penting dan menentukan. Stanton (2007: 53) memaknai sudut

pandang sebagai pusat kesadaran tempat kita memahami setiap

peristiwa dalam cerita. Hubungan dan posisi merujuk pada hal

berbeda yang terjadi dalam cerita. Dengan memahami posisi

pencerita, pembaca juga dapat memahami subjektivitas atau

objektivitas yang digunakan pengarang.

Barnet (1963: 38) mengungkapkan sudut pandang terbagi

dua yaitu participant (or first person) dan non participant (or third

person). Kedua bagian ini kemudian dibagi dalam subbagian yaitu,

participant (first person) mencakup (a) narrator as major character;

dan (narrator is a minor character) dan nonparticipant (third person)

mencakup (a) omniscient; (b) selective omniscient; dan objective.

Page 58: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

45

Shipley (dalam Waluyo dan Wardani 2008: 38) menyebutkan

adanya 2 jenis point of view, yaitu internal point of view dan

external point of view. Internal point of view terdiri dari dua macam,

yaitu: (1) tokoh yang bercerita; (2) pencerita menjadi salah seorang

pelaku; (3) sudut pandang akuan; (4) pencerita sebagai tokoh

sampingan dan bukan tokoh hero. Sementara untuk gaya eksternal

ada dua jenis, yaitu; (1) gaya diaan; (2) penampilan gagasan dari

tokoh-tokohnya.

Menurut Nurgiyantoro sudut pandang merupakan sudut

cerita dikisahkan (Wahyuningtyas dan Santosa 2011: 8). Dua

metode penceritaan dalam pusat pengisahan yaitu, metode aku

dan metode diaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang

pengarang yaitu cara pandang pengarang untuk dapat menjelaskan

dan menyampaikan sebuah cerita agar dapat dipahami pembaca.

Merujuk beberapa pendapat di atas dapat di atas dapat

disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang

memosisikan diri di dalam kisah. Pengarang dapat berkedudukan

sebagai orang pertama atau orang ketiga dan memandang cerita

secara objektif atau subjektif.

4. Pengertian Sosiologi Sastra

Secara etimologi, sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan

sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti

bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berararti sabda,

Page 59: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

46

perkataan, perumpamaan). Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal usul

dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, atau ilmu yang mempelajari

keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat yang

sifatnya umum, rasional, dan empiris (Ratna, 2003:1). Sedangkan Wellek

(Faruk, 2003:4) mengungkapkan ada tiga jenis pendekatan yang berbeda

dalam sosiologi sastra yaitu sosiologi pengarang yang

mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang

menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra, sosiologi karya

sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, dan sosiologi sastra

yang memasalahkan pembaca dan pengaruh social karya sastra.

Dalam bukunya yang berjudul The Sociology of Literatue,

Swingewood (Faruk,2003:1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang

ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai

lembaga-lembaga dan proses proses sosial. Selanjutnya dikatakan,

bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana

masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa

masyarakat itu bertahan hidup. Sedangkan Ratna, (2010:60 )

mengungkapkan dasar filosofis pendekatan sosiologi adalah adanya

hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Dan hubungan-

hubungan tersebut disebabkan oleh : a) karya sastra dihasilkan oleh

pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, c)

pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d)

hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Page 60: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

47

Dalam pandangan Wolff (Faruk, 2003:3) mengatakan bahwa

sosiologi merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan

dengan baik, terdiri atas sejumlah studi-studi empiris dan berbagai

percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-masingnya

hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan

dengan hubungan sastra dengan masyarakat.

Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra

tidak dalam kekosongan sosial, Kehidupan sosial akan menjadi pemicu

lahirnya karya sastra, karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang

mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2003:77). Karena karya

sastra diciptakan untuk cermin kehidupan masyarakat dengan

perkembangan zaman pada saat ini, dan bagaimana kita menyikapinya

dalam lapisan kehidupan sosial.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra dengan

mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya. Atau sebagai

pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai dengan aspek-

aspek kemasyarakatannya yang terkandung di dalamnya. Dan terlihat

jelas bahwa karya sastra (novel) tidak terlepas dari unsure-unsur

sosiologis karena memang sebuah karya sastra (novel) akan tercipta dari

suatu masyarakat.

Watt dalam Damono, 1978:3-4) mengemukakan bahwa dalam

sosiologi yang terutama harus diteliti adalah sebagai berikut :

Page 61: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

48

a. Konteks sosial pengarang, bagaimana pengarang mendapatkan

mata pecaharian, profesionalisme dalam kepengarangan, dan

masyarakat yang dituju.

b. Sastra sebagai cermin masyarakat, dan menampilkan fakta-fakta

sosial dalam masyarakat.

c. Genre sastra sering merupakan suatu kelompok tertentu.

d. Seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan

sampai seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial.

Dengan demikian terlihat jelas bahwa karya sastra tidak terlepas

dari unsure-unsur sosiologis karena sebuah karya sastra akan tercipta dari

suatu masyarakat.

5. Pendekatan Sosiologi Sastra

Menurut Ratna (2010:60) bahwa dasar filosofis pendekatan

sosiologi adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan

masyarakat. Hubungan yang dimaksud disebabkan oleh karya sastra

dihasilkan oleh pengarang, pengarang itu sendiri adalah anggota

masyarakat, pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam

masyarakat dan hasil karya sastra itu dimanfatkan kembali oleh

masyarakat. Pendekatan sosiologi merupakan pendekatan yang

menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman

mulai dari masyarakat ke individu.

Endraswara (2003:77) menyatakan asumsi dasar penelitian

sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial,

Page 62: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

49

kehidupan sosial akan menjadi lainnya karya sastra. Wolff (Faruk, 2003:3)

mengatakan bahwa sosiologi merupakan suatu disiplin yang tanpa bentuk,

tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri atas sejumlah studi-studi empiris

dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general yang masing-

maasing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya

berurusan dengan hubungan antara seni atau kesusastraan dengan

masyarakat.

Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner (lintas

disiplin), antara sosiologi dan ilmu sastra. Mulanya dalam konteks

sosiologi maupun ilmu sastra, sosiologi merupakan suatu disiplin ilmu

yang agak terabaikan. Di samping itu, dari segi historis juga karena

sosiologi sastra merupakan disiplin ilmu yang relatife baru berbeda

dengan sosiologi pendidikan yang sudah dikenal lebih dulu. Sedangkan

menurut (Damono,1978:20-21) mengatakan bahwa sosiologi terhadap

karya sastra terbagi menjadi dua jalur utama. (1) pandangan yang

kemudian dikenal sebagai positivisme, usaha untuk mencari hubungan

antara sastra dan beberapa faktor seperti iklim, geografi dan ras. Dalam

pandangan ini menyatakan bahwa tak ada ukuran mutlak dalam penilaian

sastra, penilaian sepenuhnya tergantung kepada waktu, tempat, dan

fungsinya. (2) menolak sikap empiris ini. Untuk pandangan ini sastra

bukanlah sekedar pencerminan masyarakatnya, sastra merupakan usaha

manusia untuk menemukan makna dunia yang semakin kosong dari nilai-

Page 63: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

50

nilai sebagai akibat adanya pembagian kerja. Pendekatan ini

menomorsatukan nilai diantara aspek-aspek lain dalam penelaah sastra.

6. Pendekatan Intertekstualitas Sastra

Karya sastra tidak pernah lahir dari kekosongan budaya. Pradopo

(dalam Wulandari, 2011:67) menyatakan bahwa kelahiran suatu karya

sastra tidak dapat dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra yang

mendahuluinya, yang pernah diserap oleh sang sastrawan. Mengacu

pendapat di atas dapat dimaknai bahwa karya sastra yang kemudian,

harus dikaitkan dengan karya sastra yang mendahuluinya. Dalam hal ini

pada mulanya sastrawan dalam menciptakan karyanya melihat, meresapi,

dan menyerap teks-teks lain yang menarik perhatiannya, baik yang

dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Ia menggumuli konvensi

sastranya, konvensi estetiknya, gagasan yang tertuang dalam karya itu,

kemudian mentransformasikannya ke dalam suatu karangan, karyanya

sendiri.

Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya

ditulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Menurut A.

Teeuw (dalam Wulandari, 2011:68) “karya sastra itu merupakan respon

pada karya sastra yang terbit sebelumnya”. Burhan Nurgiyantoro (2005:

51) memberikan contoh, sebelum para pengarang Balai Pustaka menulis

novel, di masyarakat telah ada hikayat dan berbagai cerita lisan lainnya

seperti pelipur lara. Sebelum para penyair Pujangga Baru menulis puisi-

puisi modernnya, di masyarakat telah ada berbagai bentuk puisi lama.

Page 64: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

51

Kemudian, sebelum Chairil Anwar dan kawan-kawan seangkatannya

menulis puisi dan prosa, di masyarakat juga telah ada puisi-puisi modern

ala Pujangga Baru, begitu seterusnya. Dari sini terlihat adanya kaitan

mata rantai antara penulisan karya sastra dengan unsur kesejarahannya.

Ratna (2003:184.) memberikan pengertian intertekstualitas dalam kajian

intertekstualitas, setiap teks sastra dibaca dan harus dibaca dengan latar

belakang teks-teks lain; tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-

sungguh mandiri; dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak

dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan,

kerangka; tidak dalam arti bahwa teks baru hanya meneladani teks lain

atau mematuhi kerangka yang telah diberikan lebih dulu, tetapi dalam arti

bahwa dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah

ada memainkan peranan yang penting: pemberontakan atau

penyimpangan mengandaikan adanya sesuatu yang dapat diberontaki

atau pun disimpangi”. Senada dengan Nyoman Kutha Ratna, Suwardi

Endraswara juga menyatakan bahwa secara garis besar penelitian

intertekstualitas memiliki dua fokus: pertama, meminta perhatian tentang

pentingnya teks yang terdahulu (prior text). Tuntutan adanya otonomi teks

sebenarnya dapat menyesatkan gagasan sebuah karya memiliki arti

karena dalam hal-hal tertentu telah dituliskan lebih dahulu oleh pengarang

lain. Kedua, intertekstualitas akan membimbing peneliti untuk

mempertimbangkan teks terdahulu sebagai penyumbang kode yang

memungkinkan lahirnya berbagai efek signifikansi. Dari dua fokus ini,

Page 65: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

52

tampak bahwa karya sastra sebelumnya berperan dalam sebuah

penciptaan. Lebih lanjut Suwardi (dalam Wulandari, 2011:72)

mengungkapkan bahwa pada dasarnya, baik studi interteks maupun

sastra bandingan akan mencari dua hal, yaitu: (1) affinity (pertalian,

kesamaan) dan atau paralelisme serta varian teks satu dengan yang lain;

(2) pengaruh karya sastra satu kepada karya lain atau pengaruh sastra

pada bidang lain dan sebaliknya.

Karya sastra yang baru dipandang sebagai tulisan sisipan atau

cangkokan pada kerangka karya sastra pendahulunya. Karya sastra yang

dijadikan kerangka bagi penulisan karya yang berikutnya disebut

hipogram. Istilah tersebut sering diterjemahkan menjadi latar, yaitu dasar

bagi penciptaan karya lain walaupun mungkin tidak secara eksplisit. Karya

pendahulu yang melatari atau menjadi hipogram karya berikutnya inilah

yang menjadi fokus penelitian intertekstualitas. Melalui penjajaran karya

sastra yang satu dengan karya sastra yang lain yang menghipogrami,

maka karya sastra yang bersangkutan dapat dipahami secara penuh.

Kristeva (dalam Endraswara,2003:131) mengatakan bahwa

munculnya intertekstualitas sebenarnya dipengaruhi oleh hakikat teks

yang di dalamnya terdapat teks lain . Hal ini mengisyaratkan bahwa unsur

teks yang masuk ke teks lain itu dapat saja hanya setitik saja. Karya itu

diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dan karya-

karya yang lain. Kristeva (dalam Nurgiyantoro, 2005:52–53)

mengungkapkan bahwa tiap teks merupakan sebuah mozaik kutipan-

Page 66: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

53

kutipan, tiap teks merupakan penyerapan dan transformasi dari teks-teks

lain. Hal itu berarti bahwa tiap teks yang lebih kemudian mengambil unsur-

unsur tertentu yang dipandang baik dari teks (-teks) sebelumnya, yang

kemudian diolah dalam karya sendiri berdasarkan tanggapan pengarang

yang bersangkutan. Dengan demikian, walau sebuah karya sastra berupa

dan mengandung unsur ambilan dari berbagai teks lain, karena telah

diolah dengan pandangan dan daya kreativitas sendiri, dengan konsep

estetika dan pikiran-pikirannya, karya yang dihasilkan tetap mengandung

dan mencerminkan sifat kepribadian penulisnya”.

Senada dengan Kristeva, Ratna (2010: 172 – 173) juga

mengatakan bahwa interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara

satu teks dengan teks yang lain . Teks itu sendiri secara etimologis berarti

tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Produksi makna

terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi, permutasi, dan

transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan hubungan-

hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Teks-teks yang

dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre,

interteks memberikan kemungkinan yang seluasluasnya bagi peneliti

untuk menemukan hipogram. Pradopo (dalam Sangidu, 1995: 151) juga

mendefinisikan bahwa intertekstual merupakan ringkasan pengetahuan

yang memungkinkan teks mempunyai arti. Menurutnya, arti suatu teks

tergantung pula teks-teks lain yang diserap dan yang ditransformasi. Oleh

karena itu, hubungan intertekstual atau hubungan antarteks karya sastra

Page 67: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

54

dipandang penting untuk memperjelas maknanya sebagai karya sastra

sehingga memudahkan pemahamannya, baik pemahaman makna teks

maupun makna dan posisi kesejarahannya. Hubungan antarteks tersebut

dapat berupa hubungan karya-karya sastra sejaman, hubungan karya-

karya sastra yang mendahului, dan hubungan karya-karya sastra yang

kemudian. Dengan perkataan lain, hubungan antarteks tersebut dapat

berupa hubungan karya-karya sastra masa lampau, hubungan karya-

karya sastra masa kini, dan hubungan karya-karya sastra masa depan.

Hubungan kesejarahan ini dapat berupa penerusan tradisi atau

konvensi sastra sehingga karya sastra tidak begitu saja lahir, melainkan

sebelumnya sudah ada karya sastra lain yang tercipta berdasarkan

konvensi dan tradisi sastra suatu masyarakat yang bersangkutan. Kristeva

(dalam Wulandari, 2011: 87–88) menjelaskan ciri-ciri intertekstualitas

sebagai berikut: (1) kehadiran fisikal suatu teks dalam teks lainnya; (2)

pengertian teks bukan hanya terbatas pada cerita tetapi juga mungkin

berupa teks bahasa; (3) adanya petunjuk yang menunjukkan hubungan

perseimbangan dan pemisahan antara suatu teks dengan teks yang telah

terbit lebih dulu; dan (4) dalam membaca buku teks, pembaca tidak hanya

membaca teks itu saja tapi harus membacanya secara berdampingan

dengan teks-teks yang lainnya, sehingga interpretasi pembaca terhadap

bacaannya tidak dapat dilepaskan dari teks-teks lain.

Studi intertekstualitas menurut Frow (dalam Endraswara, 2003:131)

didasarkan beberapa asumsi kritis: (1) Konsep intertekstualitas menuntut

Page 68: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

55

peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagai isi, melainkan juga aspek

perbedaan dan sejarah teks, (2) teks tak hanya struktur yang ada, tetapi

satu sama lain juga saling memburu, sehingga terjadi perulangan atau

transformasi teks, (3) ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks

yang lain namun hadir juga pada teks tertentu merupakan proses waktu

yang menentukan, (4) bentuk kehadiran struktur teks merupakan

rentangan dari yang eksplisit sampai yang implisit. Teks boleh saja

diciptakan ke bentuk lain: di luar norma ideolog dan budaya, di luar genre,

di luar gaya dan idiom, dan di luar hubungan teks-teks lain, (5) hubungan

teks satu dengan yang lain boleh dalam rentang waktu lama, hubungan

tersebut bisa secara abstrak, hubungan interteks juga sering terjadi

penghilanganpenghilangan bagian tertentu, (6) pengaruh mediasi dalam

interteks sering memengaruhi juga pada penghilangan gaya maupun

norma-norma sastra, (7) dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan

proses interpretasi, (8) analisis intertekstualitas berbeda dengan

melakukan kritik melainkan lebih terfokus pada konsep pengaruh.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa intertekstualitas

merupakan salah satu sarana pemberian makna kepada sejumlah teks,

dengan cara membandingkan dan menemukan hubungan-hubungan

bermakna antara teks yang ditulis lebih dulu (hipogram) dengan teks

sesudahnya (teks transformasi).

Page 69: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

56

C. Kerangka Pikir

Penelitian ini mengkaji aspek moralitas yang terdapat dalam novel

Laskar Pelangi dan Orang Miskin Dilarang Sekolah. Nilai moralitas yang

akan dikaji yaitu (1) nilai moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai

moral terhadap diri sendiri, (3) nilai moral terhadap sesama manusia atau

lingkungan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi

sastra. Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari

orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada

pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya

sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra

itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang

cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan

yang diacu oleh karya sastra. Selanjutnya, kedua novel tersebut dianalisis

untuk mengetahu adanya keterkaitan teks melalui kajian intertekstualitas.

Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas dapat digambarkan

dalam bagan berikut ini:

Page 70: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

57

Gambar 2 : Bagan Kerangka Pikir

Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya

Wiwid Prasetyo

Nilai Moral dalam Novel Laskar Pelangi Karya

Andrea Hirata dan Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid

Prasetyo

Temuan

Keterkaitan Antar Teks Novel Laskar Pelangi Karya

Andrea Hirata dan Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid

Prasetyo

Pendekatan Intertekstualitas

1. Nilai Moral Tuhan 2. Nilai Moral Diri Sendiri 3. Nilai Moral Sesama dan

Lingkungan

Page 71: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

58

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif deskriptif dengan menganalisis novel Laskar Pelangi

Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid

Prasetyo dengan menelaah nilai-nilai moral dan keterjalinan teks antar

kedua novel yang terdapat di dalamnya dengan menggunakan analisis

pendekatan sosiologi sastra dan pendekatan intertekstualitas.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data penelitian ini adalah nilai moralitas dan keterkaitan antar teks

yang terdapat dalam teks naratif novel Laskar Pelangi Karya Andrea

Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.

Sejumlah data tersebut diyakini dapat menggambarkan sejumlah

masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah:

a. Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin

Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo

Page 72: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

59

b. Biografi pengarang

c. Artikel-artikel yang terkait dengan novel Sang Pencerah karya

Akmal Nasery Basral

C. Teknik Pengumpulan Data

Fokus pengamatan penelitian ini adalah nilai moralitas dan

keterjalinan teks yang terdapat dalam teks naratif novel Laskar Pelangi

Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid

Prasetyo. Sesuai dengan karesteristik data penelitian yang melekat pada

dokumen yang berbentuk novel, maka langkah-langkah dalam

mengumpulkan data dilakukan dengan beberapa teknik, seperti membaca,

mencatat, dan mengistimasi.

Langkah pertama dilakukan dengan membaca secara saksama dan

berulang terhadap novel tersebut. Melalui langkah ini peneliti melakukan

pengodean secara parsial terhadap data yang diyakini sebagai data yang

dapat mewakili kebutuhan secara representatif.

Kegiatan awal di atas, disusul dengan kegiatan pencatatan

terhadap semua data ke dalam kartu data (korpus) untuk menghindari

hadirnya data yang tidak terkendali, maka peneliti mengadakan eliminasi

terhadap data yang tidak sesuai dengan pokok persoalan yang dikaji.

Eliminasi data dilakukan dengan mengiliminasi sejumlah data berdasarkan

keyakinan peneliti sebagai instrument kunci dalam penelitian ini.

Page 73: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

60

D. Teknik Analisis Data

Teknik analilisis data yang digunakan untuk menganalisis novel

Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah

karya Wiwid Prasetyo menggunakan metode dialektik Goldmann.

Goldmann mengembangkan sebuah metode yang disebutnya sebagai

metode dialektik dengan dua pasang konsep. Keseluruhan-bagian dan

pemahaman-penjelasan (Faruk, 2012:129).

Metode dilektik Goldmann bekerja secara timbal balik dari bagian

keseluruhan dari teks sastra ke masyarakat, ke pandangan dunia

pengarang dan sebaliknya. Ia dapat dimulai dari mana saja dan

berlansung terus menerus sampai ditemukan koherensi total antara

struktur karya sastra dengan material historis subjek yang melahirkan

karya sastra (Sangidu, 2004:29).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data

adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang

Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo dengan menggunakan

analisis sosiologi sastra. Analisis dilakukan dengan membaca dan

memahami kembali data yang sudah diperoleh. Selanjutnya,

mengelompokkan teks-teks yang berkaitan dengan topik kajian.

Page 74: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

61

2. Menganalisis latar belakang sejarah atau peristiwa sosial yang menjadi

latar belakang lahirnya novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan

Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.

3. Menganalisis latar belakang sosial budaya karya sastra terkait dengan

proses penciptaan karya sastra oleh pengarang (Andrea Hirata dan

Wiwid Prasetyo) dilakukan dengan membaca dan memahami kembali

data yang diperoleh, selanjutnya mengelompokkan teks-teks yang

mengandung fakta-fakta moral dan keterjalinan teks.

Teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi

secara bersama-sama yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan. Verifikasi teknik analisisnya menggunakan model analisis

interaktif dan berupa kegiatan yang bergerak terus pada ketiga alur

kegiatan proses penelitian. Kegiatan analisis interaktif dapat digambarkan

sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Reduksi Data Penyajian

Data Penarikan Kesimpulan

Gambar 3 : Skema Komponen Analisis Data Model Interaktif

Page 75: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

62

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pada

saat pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan

sajian data. Data yang berupa catatan yang terdiri dari bagian

deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat.

Berpijak pada dua bagian data tersebut, peneliti menyususn

rumusan pengertiannya secara singkat berupa pokok-pokok temuan

yang penting, yang disebut reduksi data. Kemudian dilakukan

penyusunan sajian data berupa cerita sistematis dan logis dengan

suntingan peneliti supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas

dipahami. Berdasarkan sajian data dilakukan penarikan kesimpulan

sementara dilakukan verifikasi.

Apabila simpulan dirasa kurang karena rumusan data dalam

sajian data, maka peneliti kembali melakukan pengumpulan data

untuk mencari pendukung simpulan yang telah dikembangkan

sebagai usaha pendalaman data. Begitu berulang-ulang samapai

mendapatkan simpulan yang memuaskan.

E. Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan data dapat dijamin dengan teknik triangulasi. Menurut

Patton (dalam Sutopo, 2002: 78), ada empat macam teknik triangulasi,

yaitu triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi metodologis, dan

triangulasi teoritis. Dalam penelitian ini digunakan jenis model triangulasi,

yakni trianggulasi data. Penggunaan model tringulasi ini karena relevan

Page 76: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

63

dengan objek penelitian telaah pustaka berupa novel. Data yang

diperoleh selanjutnya akan diajukan kepada triangulator untuk diperiksa

dan mencocokkan data yang sesuai dengan objek kajian. Triangulator

yang dipilih dalam penelitian ini ada dua yaitu Dr. Sitti Aida Azis, M.Pd.

yang merupakan Dosen S-1 dan S-2 Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia di Universitas Muhammadiyah Makassar dan Tahir, S,Pd. yang

merupakan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA sekaligus sebagai

penulis sastra.

Page 77: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

64

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. Laskar Pelangi

A. Nilai Moral

Menurut Ratna (2010:60) bahwa dasar filosofis pendekatan

sosiologi adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan

masyarakat. Hubungan yang dimaksud disebabkan oleh karya sastra

dihasilkan oleh pengarang, pengarang itu sendiri adalah anggota

masyarakat, pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam

masyarakat dan hasil karya sastra itu dimanfatkan kembali oleh

masyarakat. Pendekatan sosiologi merupakan pendekatan yang

menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman

mulai dari masyarakat ke individu.

Lebih luas, Kemendiknas mengelompokkan nilai-nilai moral dalam

pembentukan karakter, yaitu (1) nilai moral terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, (2) nilai moral terhadap diri sendiri, (3) nilai moral terhadap sesama

manusia, dan (4) nilai moral terhadap lingkungan, serta (5) nilai moral

terhadap Bangsa (Kemendiknas, 2010:16).

Page 78: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

65

Adapun nilai moral tersebut tergambar dalam novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata. Nilai moral berkaitan dengan tingkah laku atau

karakter seseorang sekali pun perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan

sekitar. Nilai moral yang akan dibahas dalam analisis ini akan dikaitkan

dengan latar belakang asal tempat yang terjadi dalam novel berupa

sejarah, budaya dan tradisi atau fenomena sosial yang terjadi pada saat

itu, dengan adanya hal tersebut akan membentuk beberapa nilai moral

yang dimiliki para tokoh dalam novel. Berikut ini pembahasan mengenai

nilai moral berdasarkan aspeknya masing-masing:

1. Nilai Moral Terhadap Tuhan

a. Keimana kepada Tuhan YME

Sebagaimana telah diceritakan di atas, selain mendapat

pelajaran sekolah anggota LP juga dididik untuk memiliki akhlak

mulia, memiliki tatakrama dan sopan santun yang tinggi, serta

diajari tentang keimanan. Hal ini terlihat ketika ada seorang murid

bernama Mahar telah melenceng akal sehatnya dengan

mempercayai paranormal dan perdukunan. Namun, dengan penuh

kesabaran dan mencoba bersikap tegas Bu Mus menasihati Mahar,

teman-temannya juga ikut mengingatkan. Berikut kutipannya :

“…. Klenik, ilmu gaib, takhayul, paranormal, semuanya dekat dengan pemberhalaan. Syirik adalah larangan tertinggi dalam Islam” (h. 350) “…. Camkan ini anak muda, tidak ada hikmah apapun dari kemusyikan yang akan kau dapat dari praktik klenik itu adalah kesesatan yang semakin lama, semakin dalam, karena syirik itu berlapis-lapis” (h.351)

Page 79: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

66

“…. Jangan kau campuradukan imajinasi dan dusta, kawan. Tak taukah engkau, kebohongan adalah pantangan kita…..” (h. 186)

b. Akhlak Mulia

Novel memang memberikan bacaan yang menarik, dalam

novel LP etika guru dan murid sehari-hari digambarkan sangat

indah, mereka sangat menjaga etika sesuai dengan ajaran agama,

dan hal ini menjadi contoh bagi para pembaca.

“…. Ibunda guru tak mungkin tertawa lepas, karena agama melarangnya” (h. 107) “…. Azan magrib menggema dipantulkan tiang-tiang rumah panggung orang Melayu. Kami diajari untuk tak bicara jika azan berkumandang” (h. 162) “…. Melawan guru sama hukumannya dengan melawan orang tua, durhaka” (h. 351)

c. Disiplin Beribadah

Sikap disiplin memang sangat penting dalam segala

aspek kehidupan. Anggota LP diajarkan untuk memiliki rasa

disiplin yang tinggi, terutama dalam menjalankan ibadah, hal ini

selalu disampaikan oleh Bu Muslimah tanpa bosan. Berikut

kutipannya:

“…. Shalatlah tepat waktu, biar dapat pahala lebih banyak,” demikian Bu Mus selalu menasihati kami.

2. Nilai Moral terhadap Diri Sendiri

Page 80: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

67

a. Integritas dan Keikhlasan

Dua sosok guru tersebut di mata muridnya anggota LP

sangat dicintai. Keikhlasan mereka dalam mengajar dan mendidik

anggota LP yang memiliki karakter berbeda membuat guru-guru

tersebut menjadi panutan dan teladan bagi muridnya LP. Kedua

guru tersebut ikhlas memberikan seluruh ilmu yang mereka punya

dengan segala keterbatasan tanpa digaji. Hal ini terlihat dari kutipan

:

“…. Pa Harfan memberi kami pelajaran pertama tentang keteguhan pendirian, ketekunan, keinginan kuat mencapai cita-cita. Beliau bisa meyakinkan kami bahwa hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama.” (h. 24) “…. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi.” (h. 30)

Bukan hanya kedua guru itu yang memiliki integritas yang

tinggi, melainkan hal ini juga tertular pada murid-muridnya. Mereka

sangat menjaga martabat sekolah mereka walaupun miskin. Ini

terlihat ketika Mahar dan teman-teman bandnya diminta untuk

mengisi acara partai politik yang diupah dengan jam tangan plastik.

Berikut kutipannya :

“…. Kita tidak akan pernah menjadi bagian dari segerombolan penipu! Sekolah kita adalah sekolah Islam, bermartabat. Kita tidak akan menjual kehormatan kita demi sebuah jam tangan plastik murahan.” (h. 152)

Kutipan-kutipan di atas menunjukan konsistensi dan

keteguhan baik yang dilakukan guru maupun murid.

Page 81: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

68

b. Tanggung Jawab dan Kepemimpinan

Rasa tanggung jawab dan kepemimpinan ini diperlihatkan

Bu Mus dengn mendididk murid-muridnya dengan sepenuh jiwa

dan raga. Bu Mus juga mengajarkan anak didiknya agar memiliki

rasa tanggung jawab yang besar dalam hidup.

“…. Barang siapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya, maka apapun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan. Dan Al Qur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat” (h. 71)

Namun, disela-sela pembicaraannya Bu Mus juga

menyampaikan kepada para siswanya agar jangan takut menerima

amanah itu dan harus selalu istiqamah. Berikut kutipannya :

“…. Memegang amanah sebagai pemimpin memang berat, tapi jangan khawatir banyak orang yang akan mendoakan . Tidakkah Ananda sering mendengar di berbagai upacara petugas sering mengucap doa : ‘Ya Allah lindungilah para pemimpin kami? Jarang sekali kita mendengar doa :‘ Ya Allah lindungilah anak buah kami….” (h. 73)

c. Perjuangan dan Kegigihan Dalam Menuntut Ilmu

Sebenarnya seluruh anggota LP memiliki pengalaman

sendiri-sendiri dalam meraih cita-citanya. Namun, dalam novel LP

tokoh Lintang menjadi sorotan tersendiri demi memuaskan dahaga

ilmunya. Hal ini menjadi bagian penting bagi pembaca, dan

mempunyai pelajaran yang amat berarti. Berikut kutipannya :

“…. Aku tak bisa melintas. Seekor buaya sebesar pohon kelapa tak mau beranjak, menghalang ditengah jalan. Tapi lebih dari setengah perjalanan sudah, aku tak mau

Page 82: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

69

pulang gara-gara buaya bodoh ini, tak ada kata bolos dalam kamusku..” (h. 87 88) “…. Dapat dikatakan tak jarang Lintang mempertaruhkan nyawa demi menempuh pendidikan, namun tak sehari pun ia pernah bolos.” (h. 93)

Hal seperti itu juga ditunjukan oleh Ikal - setelah 12 tahun

kemudian - yang harus belajar keras demi mendapatkan beasiswa

Uni Eropa.

“…. ketika ada pengumuman beasiswa dari negara asing aku banyak membaca, aku membaca sambil makan, sambil minum, menyortir surat, tiduran, mendengarkan golek, di angkot, di dalam jamban, mencuci, sambil dimarahi pelanggan, sambil menimba air, dan membuat resume bacaan dalam kertas kecil. Itulah yang diajarkan Lintang padaku…” (h. 458)

Yang paling mengesankan adalah ketika nilai rapor Mahar

dan Flo anjlok, mereka yang sama-sama percaya pada hal-hal

yang berbau mistik meminta bantuan kepada dukun senior yang

terkenal sakti bernama Tuk Bayan Tula agar nilai mereka bisa

bagus lagi dan lulus pada ujian akhir tanpa harus belajar dan

membaca buku. Namun, jawaban dari dukun tersebut amat

mengejutkan, berikut kutipannya :

“Inilah pesan Tuk Bayan Tula untuk kalian berdua :’ kalau ingin lulus, buka buku belajar !!!!” (h. 424)

Ini menarik, karena pesan tersebut datang dari seorang

dukun atau paranormal yang terkenal kehebatannya. Hal ini juga

menunjukan kepada kita bahwa dalam mencapai apapun harus ada

usaha terlebih dahulu.

Page 83: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

70

3. Nilai Moral Terhadap sesama manusia dan lingkungan

a. Persahabatan

Tidak diragukan lagi jika berbicara tentang persahabatan.

Persahabatan kesepeluh anggota LP ini ditengah keterbatasan

mereka yang memiliki nasib yang sama, karakter yang berbeda-

beda, namun kekuatan persahabatan mereka yang dilandasi

kesabaran menjadi harga paling penting bagi perjalanan hidup

mereka.

“…. Aku benar-benar bertekad mendapat beasiswa karena itu adalah tiket untuk meninggalkan hidupku yang terpuruk. Bahkan lebih dari itu aku merasa berhutang pada Lintang, A Ling, Pa Harfan, Bu Mus, Laskar Pelangi dan sekolah Muhammadiyah” (h.460) “…. Harun dengan semangat bercerita tentang kucingnya yang berbelang tiga, baru melahirkan tiga ekor yang semua berbelang tiga dan lahir pada tanggal tiga. Setiap hari, berulang kali, puluhan kali, sepanjang tahun dari SD sampai SMP. Namun, Sahara dengan setia mendengar” (h. 77)

b. Tolong Menolong

Meskipun kehidupan anggota LP keadaannya sangat

terbatas, namun mereka tidak rendah diri, karena mereka

mempunyai guru yang sungguh-sungguh membimbing mereka ke

arah yang benar. Berikut kutipannya :

“…. Lalu beliau menyampaikan sebuah prinsip yang diam-diam menyelinap jauh di dalam dadaku serta memberi arah bagiku hingga dewasa, yaitu bahwa hiduplah untuk memberi sebanyakbanyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.” (h. 24)

Page 84: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

71

II. Nilai Moral dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya

Wiwid Prasetyo

A. Nilai Moral

Nilai moral berkaitan dengan tingkah laku atau karakter seseorang

sekalipun perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan sekitar.Berkaitan

dengan tujuan dari pendekatan pragmatik yang berfungsi terhadap

keberadaan masyarakat maka hadirlah nilai pendidikan sehingga dapat

dijadikan teladan untuk masyarakat. Adapun nilai moral tersebut

tergambar dalam Novel OMDS karya Wiwid Prasetyo.

1. Nilai Moral terhadap Tuhan

Nilai moral terhadap Tuhan yang tercermin dalam novel ini

yaitu percaya terhadap kekuatan luar biasa selain diri sendiri. Cerita

dalam novel OMD Sini mengambil latar tempat di Semarang, Jawa

Tengah. Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga

sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya,

meskipun terkadang tradisi dan budaya ini bertentangan dengan

ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Memang ada beberapa tradisi dan

budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa

harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang

masih bertentangan. Masyarakat Jawa yang tidak memegang

ajaran Islam dengan kuat akan lebih menjaga warisan leluhur

mereka dengan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari,

Page 85: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

72

meskipun bertentangan dengan ajaran yang seharusnya mereka

anut.

Seperti kutipan berikut:

“…. Sal, nanti malam Pak Cokro akan datang untuk mengobatimu” Kata-kata ayah seperti pertanda agar aku segera keluar dari tempat ini, apa pun risikonya” (h. 173)

“…. Sejak dulu, sampai usiaku sekarang 10 tahun, ia sudah tersohor sebagai tabib pengobatan. Ia seringkali mengobati pasien dengan air yang disemburkan dari mulutnya. Sebelumnya, ia berkumur-kumur dengan air kembang setaman, dirapalkan mantra, barulah molekul-molekul air berubah” (h. 173)

Dari kutipan tersebut dapat kita lihat bahwa memang

masyarakat Semarang dalam novel masih mempercayai dukun

sebagai orang pertama yang dapat menolong mereka. Hal tersebut

menjadi sebuah tradisi. Dukun yang dipercayai masyarakat pun

selalu mengaitkan dengan hal-hal gaib seperti mempercayai

adanya kekuatan yang datang dari makhluk halus.

“…. Pak Cokro mengatakan semua ini atas bisikan gaib dari penunggu Kampung Genteng, genderuwo yang menghuni di pohon munggur di dekat lapangan yang di sebelahnya ada kamar mandi terbuka dan biasa digunakan untuk mandi para tukang becak” (h.173)

Pak Cokro yang dikenal sebagai seorang dukun tersebut

mendapatkan ilmunya bukan dari proses belajar seperti umumnya

dilakukan semua orang, melainkan melalui proses bertapa atau

semedi di hari tertentu.

“…. Tetapi, bukan itu yang membuatnya hebat, konon Pak Cokro mewarisi ilmunya setelah bertapa di Gunung Srandil dan Kemukus. Hanya dengan bertapa, tanpa

Page 86: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

73

perlu susah payah belajar seperti anak sekolah, konon ia sudah mendapat ilmu yang selama ini dicarinya” (h. 173)

Selain dengan semedi, mereka pun mempercayai bahwa

ritual yang digunakan masyarakat selalu diperkuat dengan

menyuguhkan berbagai macam sesajen yang diserahkan kepada

makhluk gaib. Seperti pada kutipan berikut:

“…. Setelah semedinya di malam satu Suro, lelaki yang pernah nikah sekali dengan penjual jamu gendong, kemudian bercerai ini mendapat wangsit untuk membebaskan Kampung Genteng dari bau Gedong Sapi, sebab genderuwo yang beranak-pinak di pohon munggur itu konon juga terganggu baunya, mereka yang biasanya makan kemenyan yang berbau wangi, kini malah makan bau busuk” (h. 173)

Kutipan-kutipan tersebut semakin memperkuat keterkaitan

antara kenyataan sebenarnya masyarakat Jawa dengan cerita yang

ada dalam novel yaitu mengenai adanya tradisi mistik pada

masyarakat Jawa. Maka dari itu Pak Cokro menjadi satu-satunya

warga Kampung yang diagung-agungkan oleh penduduk sehingga

menjadikan ia seorang yang besar kepala.

“…. Namanya akan semakin membumbung, sepertinya kepalanya mendadak membesar. Ya, meskipun Pak Cokro sudah dibilang bisa membaca, namun itu tak mengubah sifatnya yang gandrung sanjungan, gila hormat, karena ia punya kemampuan baru yang jarang dimiliki oleh orang-orang tua di Kampung Genteng” (h.173)

Faktor utama yang menyebabkan tokoh Pak Cokro menjadi

seorang yang sombong dan besar kepala adalah karena ia menjadi

satu-satunya orang yang memiliki ilmu kebatinan sehingga ia

disegani oleh masyarakat dan menjadikannya haus akan

Page 87: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

74

sanjungan. Cerminan nilai moral terhadap Tuhan seperti terlihat di

atas merupakan tradisi yang dipegang oleh masyarakat Islam

Kejawen. Mereka mengaku Islam dan percaya akan adanya Tuhan,

tetapi mereka lebih mempercayai hal gaib dan mistik disbanding

mempercayai Tuhan mereka sendiri, dengan kata lain bahwa

mereka lebih memegang teguh tradisi yang telah turun temurun

sehingga mereka mengabaikan kepercayaan terhadap Tuhan.

Masyarakat islam kejawen menyimpulkan bahwa mereka yang

tidak menyukai hal-hal klenik dianggap tidak setia pada tradisi

mereka yang telah lama turun temurun semenjak nenek moyang

mereka. Hal tersebut tergambar pula melalui salah satu kutipan

dalam cerita, perhatikan kutipan berikut:

“…. Siapa yang tak percaya dengan berita ini dianggap

aneh, maka orang-orang terpelajar dan terdidik yang tak menyukai

hal-hal klenik dianggap tak setia pada tradisi, dituduh kebarat-

baratan, dan anti pada adat istiadat nenek moyang. Banyak yang

tak tahan berada di Kampung Genteng ini kemudian pindah

kelingkungan yang lebih beradab, jauh dari klenik dan syirik” (h.

173)

Dari beberapa nilai moral yang telah dibahas, maka dapat

kita ketahui bahwa keterkaitan antara kehidupan masyarakat Jawa

pada aslinya dengan kehidupan yang terdapat dalam novel telah

melahirkan dan membentuk beberapa nilai moral. Novel karya

Page 88: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

75

Wiwid Prasetyo ini secara tersirat menghadirkan beberapa etika

Jawa dalam cerita bersinggungan dengan latar cerita yaitu di

Semarang, Jawa Tengah dan terlebih pengarang merupakan

seseorang yang berasal dari Semarang, sehingga beliau tidak

melepaskan prinsip-prinsip Jawa dalam karyanya.

2. Nilai Moral terhadap Diri Sendiri

a. Menerima segala apa yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan

Nilai moral terkait dengan sikap menerima segala apa yang

sudah ditakdirkan Tuhan tergambar melalui tokoh dari ayah ketiga

anak alam yang memiliki sifat nrimo. Hal ini sesuai dengan karakter

asli orang Semarang, Jawa Tengah. Semarang adalah bagian dari

Jawa Tengah.

“... Anehnya, ditindas sedemikian rupa seperti sapi perah yang kerap mereka kerjai setiap hari, mereka sama sekali tak pernah memberontak, mereka bahkan sudah tak terpikir untuk mencari pekerjaan lain selain pekerjaannya sekarang (h.77)

Dari kutipan di atas, jelas terlihat bahwa karakter ayah ketiga

anak alam itu benar-benar pasrah dengan keadaan, tidak terbesit

dalam pikiran mereka untuk mencari pekerjaan yang lebih baik

walaupun mereka ditindas. Mereka menyadari akan kemampuan

mereka sehingga mereka tidak memaksakan kehendak untuk

meraih sesuatu yang tidak mungkin diraihnya. Ketika semua orang

berusaha mencari pekerjaan yang lebih layak untuk dirinya dan

Page 89: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

76

keluarganya, mereka justru tak berniat sedikit pun untuk mengubah

hidup mereka.

Demikianlah profil mengenai orang Semarang dengan

karakter nrimo. Bersinggungan dengan sikap nrimo, maka

masyarakat Semarang lebih terlihat bahagia dan seolah tidak

memiliki beban sekalipun mereka mengalami perekonomian

yangsulit.. Perhatikanlah kutipan berikut:

“…. Sesampai di sana, aku melihat teman-teman tak membawa perbekalan lengkap seperti itu, mereka tak punya barang- barang bawaan seperti punyaku, mereka tak punya tas karena tidak sekolah, tak punya jaket karena tak punya uang untuk membeli jaket, bahkan ketika musim hujan tiba, mereka justru hujan-hujanan keliling Kampung Genteng dengan meneror orang-orang kampung dengan candaan mereka yang kelewat batas, berteriak-teriak seperti orang gila, berada di bawah kerpus rumah yang airnya terus mengalir ke bawah, mereka bayangkan diri mereka berada di bawah air terjun (h.31)

Dari kutipan di atas, dapat terlihat bagaimana ketiga anak

alam Itu begitu bahagia menjalani kehidupan dan sangat menikmati

masa kecilnya seolah mereka tidak memiliki beban khususnya

masalah ekonomi yang sangat jauh dari kata berkecukupan.

Namun, sangat berbeda dengan Faisal, ia berasal dari keluarga

yang berkecukupan dan anak rumahan yang justru tidak

menemukan masa kecilnya seperti ketiga temannya tersebut.

b. Pekerja keras atau giat bekerja

Walaupun masyarakat Jawa, khususnya warga Semarang

memiliki sifat nrimo terhadap keadaan, namun ternyata masyarakat

Page 90: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

77

Jawa atau warga Semarang khususnya terkenal dengan sifatnya

yang pekerja keras.

“…. Sepagi itu, mereka telah melakoni hidup dengan susah payah, kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, tetapi mereka sama sekali tak mengeluh dengan nasib mereka yang selalu di bawah (h.31)

Sikap tersebut melahirkan prinsip nrima ing pandu yakni

menerima segala yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Namun

demikian, tidak berarti nrima ing pandum ini diisi dengan bermalas-

malasan, tanpa mau berusaha. Hal itu dibuktikan dengan ketekunan

dan kesungguhan mereka dalam bekerja. Sikap pekerja keras yang

dimiliki masyarakat Jawa telah melekat dan menjadi prinsip hidup

mereka. Walaupun sikap nrimo sering disalahartikan oleh

kebanyakan orang yang menganggap hanya bermalas-malasan,

namun masyarakat Jawa menyeimbangkan persepsi tersebut

dengan bekerja keras, karena sikap pekerja keras tersebut

merupakan salah satu prinsip dari masyarakat Jawa.

c. Jujur dan Mawas Diri (Urip Samadya)

Masyarakat Jawa dapat mengukur sejauh mana kemampuan

yang mereka miliki dan tidak memaksakan kehendak, istilah

tersebut dikenal dengan istilah urip samadya. Sikap urip samadya

menjauhkan seseorang dari perbuatan yang menghalalkan segala

cara untuk mendapatkan yang diinginkannya. Hal tersebut

merupakan sebuah prinsip yang harus dipegang teguh oleh

masyarakat Jawa. Berdampingan dengan sikap jujur sebagai etika

Page 91: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

78

yang harus dipegang teguh, hal tersebut tercermin dalam ungkapan

Jawa jujur bakal mujur yang berarti orang jujur akan beruntung.

Masyarakat Jawa memiliki keyakinan yang kuat bahwa siapa saja

yang bersikap jujur maka ia akan memperoleh keberuntungan.

Maka dari itu, banyak dari masyarakat Jawa yang menerapkan

prinsip tersebut karena mereka ingin mendapatkan keberuntungan

dalam hidup.

“…. Apa tidak ada toleransi sedikit pun…?”kata perempuan itu sambil membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang kertas lima puluh ribuan, disorongkan pelan-pelan ke arah Bu Mutia, tanpa diketahui oleh orang tua murid yang lain” (h. 31)

Prinsip tersebut jika tidak dilandasi sikap ikhlas maka akan

melahirkan sikap pamrih. Tokoh Bu Mutia dalam cerita mencoba

memegang teguh janjinya sebagai guru untuk tidak melakukan

praktik suap seperti terlihat dalam kutipan. Sikap jujur dan tidak

mencoba menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi

tersebut sepantasnya dijadikan contoh untuk masyarakat saat ini.

Namun, pada kenyataannya masih banyak sekali saat ini yang

memakmurkan praktik tersebut.

d. Tanpa Pamrih (Sepi ing pamrih), Ikhlas (rame ing gawe)

Sikap dasar dari mayarakat Jawa menandai watak yang

luhur adalah kebebasan dari pamrih,sepi ing pamrih. Manusia telah

memiliki sikap sepi ing pamrih apabila mereka sebagai manusia

telah memegang teguh prinsip tepaselira, yakni sikap toleransi dan

Page 92: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

79

peduli terhadap sesama. Manusia itu sepi ing pamrih apa bila ia

tidak lagi perlu gelisah terhadap dirinya sendiri, dengan arti lain

bahwa ia mampu mengontrol hawa nafsu terhadap sesuatu dan

ingin memilikinya dengan sikap pamrih tersebut.

“…. Empat orang panitia dari Dinas menyalamiku sambil tangannya menempelkan sepucuk amplop. Naluriku mengatakan isinya uang, dan aku mencoba menolaknya. Bagaimanapun juga pahala lebih berarti daripada sekadar uang. Aku tak mau niat tulusku dilumuri oleh pujian manusia yang berupa materi atau pun ucapan sanjungan” (h.31)

Sikap Sepi ing pamrih akan telah dilandasi rasa ikhlas,

sehingga sikap tersebut akan melahirkan jiwa sosial yang sangat

tinggi, baik terhadap orang lain mapun terhadap lingkungan

sekitar. Melalui tokoh Faisal tersebut, jelas terlihat ketika Faisal

berusaha menolak amplop tersebut yang sudah dipastikan isinya

adalah uang. Namun, Faisal sangat ikhlas membantu mengajar

tanpa mengharapkan apa pun. Prinsip masyarakat Jawa tersebut

tercermin melalui tokoh Faisal. Nilai Moral terhadap Sesama

Manusia

3. Nilai Moral terhadap Sesama atau Lingkungan

a. Sopan santun atau mundhuk-mundhuk

Adat istiadat atau kebiasaan yang menjadi latar novel ini

yaitu adat istiadat masyarakat Jawa (Semarang).

“…. Ketika aku berpapasan dengan murid-muridku yang rata- rata sudah beruban dan berjenggot, mereka kemudian memperlihatkan sikapnya yang mundhuk-mundhuk dengan badan mencoba dibungkukkan sedikit

Page 93: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

80

sambil melewatiku. Ayah menasihatiku untuk jangan suka diperlakukan oleh murid-muridku dengan cara yang aneh seperti itu. Kata ayah, kita ini manusia dan punya kedudukan sama di mata Tuhan, hanya ketakwaan yang akan membedakannya” (h. 415)

Kutipan di atas memberkan pelajaran penting tentang

bagaimana seharusnya kaum muda menghormati yang tua. Kutipan

tersebut juga memberikan informasi mengenai adat istiadat orang

Jawa. Meskipun yang muda lebih berilmu, tetapi tetap harus

menghormati yang lebih tua. Seperti yang dinasihatkan ayah Faisal

kepada Faisal agar jangan suka diperlakukan mundhuk-mundhuk

oleh muridnya yang lebih tua, karena sikap mundhuk-mundhuk

layaknya hanya diterapkan dari yang muda kepada yang tua. Jika

dilihat dari sisi kebudayaan, maka setiap kelompok sosial tertentu

memiliki kebudayaan tertentu pula. Sikap mundhuk-mundhuk dalam

masyarakat Jawa sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan. Tidak

hanya sikap mundhuk-mundhuk ketika berjalan seperti dalam

cerita, tetapi sikap mundhuk- mundhuk diterapkan pula melalui tutur

bicara. Apabila seorang yang lebih muda berbicara dengan yang

lebih tua, maka yang lebih muda harus menggunakan bahasa Jawa

yang lebih halus.

b. Jiwa sosial terhadap sesama

Hal ini terkait dengan sikap rukun yang dimiliki masyarakat Jawa.

Dengan adanya sikap rukun dan peduli terhadap sesama, maka

Page 94: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

81

akan menjaga ketentraman dan hubungan baik antarsesama.

Seperti tokoh Faisal seperti kutipan berikut:

“…. Aku memenuhi janjiku untuk jadi tentor bagi orang-orang tua yang tak pernah sekolah sehingga sulit membaca. Maka, sore ini aku sudah mengayuh sepeda ku ke kelurahan, kira-kira dua kilo meter dari tempat tinggalku” (h. 205)

Masyarakat Jawa memegang teguh bahwa rukun

merupakan sebuah kondisi untuk mempertahankan kondisi

masyarakat yang harmonis, tentram, aman, dan tanpa perselisihan.

Masyarakat Jawa berusaha sebisa mungkin menjaga kerukunan

dalam lingkungannya, setiap individu harus selalu berusaha

mementingkan sosial yang lebih luas dan bukan pribadinya sendiri.

Kerukunan dengan alam dan lingkungan masyarakat oleh

masyarakat Jawa dipandang mampu membawa ketenteraman,

kenyamanan, dan kedamaian hidup. Dengan demikian akan

mampu mewujudkan kesejahteraan bersama dalam dinamika

hidup sehari-hari.

C. Hubungan Intertekstual Novel LP dan OMDS

Pembicaraan hubungan intertekstual antara novel LP karya Andrea

Hirata dan OMDS karya Wiwid Prasetyo adalah mengenai kesamaan

tema di antara keduanya. Kedua novel sama-sama mengangkat masalah

pendidikan yaitu perjuangan orang miskin dalam meraih pendidikan guna

mewujudkan cita-cita mereka. Masalah perjuangan orang miskin dalam

Page 95: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

82

meraih pendidikan lebih dahulu diangkat dalam LP (2008) oleh Andrea

Hirata. Masalah perjuangan orang miskin dalam meraih pendidikan

kemudian diangkat lagi oleh Wiwid Prasetyo dalam karyanya OMDS

(2010). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Wiwid Prasetyo

meneruskan tema yang ditawarkan oleh Andrea Hirata, yakni mengenai

pendidikan dan segala permasalahannya.

Novel LP merupakan sebuah novel memoar kehidupan masa kecil

Andrea Hirata. LP menceritakan kehidupan masyarakat Melayu Belitong

yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perekonomian Belitong yang pada

saat itu dipegang mutlak oleh PN Timah yang tidak membagi kekayaan

sedikit pun untuk masyarakat Melayu Belitong kecuali menjadi buruh kasar

di perusahaan tersebut. Diceritakan kehidupan sekumpulan anak yang

dijuluki Laskar Pelangi dalam upaya mewujudkan cita-cita di tengah

himpitan masalah ekonomi. Dalam novel ini diceritakan berbagai macam

kesulitan yang harus dihadapi demi mendapat pendidikan. Hal ini diwakili

oleh tokoh Lintang. Ia merupakan seorang anak miskin yang harus bekerja

untuk bisa tetap sekolah. Ia harus menempuh jarak delapan puluh

kilometer pulang pergi untuk dapat menikmati sekolah.

Pada masa Andrea Hirata menulis LP, 4 tahun kemudian OMDS

terbit yakni di tahun 2009. Begitu halnya dengan LP, novel OMDS juga

merupakan sebuah novel memoar kehidupan masa kecil Wiwid Prasetyo.

Wiwid Prasetyo menulis novel ini karena ia terinspirasi setelah membaca

Page 96: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

83

novel LP. Ia kemudian mengumpulkan remah-remah ingatan masa

kecilnya, dan menulis novel serupa, yakni Novel OMDS.

Apabila dalam LP digambarkan hegemoni PN Timah yang

menguasai perekonomian di Belitong, maka dalam novel OMDS hegemoni

perekonomian dipegang oleh seorang pemilik peternakan sapi terbesar di

Semarang. Apabila dalam LP terdapat sekumpulan anak yang dijuluki

Laskar Pelangi, maka dalam novel OMDS digambarkan kehidupan

sekumpulan anak yang dijuluki Anak Alam di sebuah Kampung di

Semarang. Ayah ketiganya bekerja sebagai buruh di peternakan sapi

tersebut. Mereka harus bekerja serabutan untuk bisa sekolah, karena

memang orang tua mereka tidak memungkinkan untuk membiayai

sekolahnya. Mereka matia-matian memperjuangkan sekolahnya demi

meraih cita-cita, untuk bisa keluar dari jerat kemiskinan ini.

Subtema pada kedua novel adalah percintaan. Di dalam novel LP

percintaan terjadi antara Ikal dan Aling. Ikal jatuh cinta pertama kali ketika

kegiatan membeli kapur tulis di toko Sinar Harapan. Di sana ia melihat

kuku-kuku cantik. Ia terpesona melihat keelokan kuku-kuku tersebut dan

ingin melihat wajah pemilik kuku-kuku cantik itu. Ketika melihat A Ling, Ikal

langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, dan ternyata selama ini A

Ling pun juga memperhatikannya.

Dalam novel OMDS percintaan terjadi antara Pambudi dan Kania.

Pambudi dan Kania adalah teman sekelas di SD Kartini. Pambudi jatuh

cinta kepada Kania karena jiwa pemberani Kania. Kania dengan berani

Page 97: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

84

membela ketiga Anak Alam yang sedang diolok-olok teman sekelas. Dari

peristiwa ini Pambudi menaruh simpati terhadap Kania. Pambudi

mengutarakan cintanya kepada Kania, dan Kania pun tidak menolaknya.

Subtema yang lain adalah persahabatan. Di dalam novel LP

persahabatan yang terjalin yaitu antara kesepuluh anggota Laskar Pelangi

dan Flo. Diceritakan dalam novel ini sebuah jalinan persahabatan di

antara sepuluh orang anak yang dijuluki Laskar Pelangi, karena kebiasaan

mereka melihat pelangi secara bersama-sama. Kesepuluh anak tersebut

yaitu Ikal, Lintang, Mahar, Sahara, Harun, A Kiong, Kucai, Trapani,

Samson, dan Syahdan. Kesepuluh anak ini bersahabat sejak pertama

masuk SD. Sebuah persahabatan yang indah. Semua individu punya

karakteristik tertentu. Lintang Si jenius, Samson Si Pria perkasa, Trapani

Si pria flamboyan, Kucai yang oportunis dan bermulut besar, Sahara yang

temperamental, Harun Si Pria santun dan murah senyum, Mahar sang

seniman, A Kiong yang sangat naif, Syahdan yang tak punya sense of

fashion, serta Ikal yang memang berambut Ikal.

Dalam novel OMDS persahabatan yang terjalin yakni antara ketiga

Anak Alam (Pambudi, Yudi, dan Pepeng) dan Faisal. Meskipun

mempunyai status sosial ekonomi yang berbeda, mereka tetap bersahabat

dengan baik. Faisal yang rendah hati, mempunyai kepedulian yang tinggi,

suka menolong, dan bertekad kuat. Pambudi si gigi kelinci dan berambut

jagung yang mempunyai jiwa pemimpin, seorang pribadi yang dewasa,

polos, apa adanya, keras kepala dan bertekad kuat. Yudi yang berwajah

Page 98: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

85

lucu bertahi lalat, berambut ikal dan mempunyai kecacatan tubuh, yakni

kulitnya albino, putih pucat seperti sapi, banyak bintik-bintik merah seperti

kulit babi. Pepeng yang berwajah aneh dan merupakan pribadi yang

polos. Mereka rela berkorban satu sama lain dan setia kawan. Faisal yang

berasal dari keluarga mampu, selalu memikirkan nasib teman - temannya

dan mengusahakan pendidikan untuk teman - temannya tersebut.

Terkait dengan tokoh dan penggambarannya dalam novel LP

mempunyai kesamaan dengan tokoh serta cara penggambaran tokoh

dalam OMDS. Teknik karakterisasi kedua novel menggunakan teknik yang

sama yaitu menggunakan metode langsung dan metode tidak langsung.

Baik itu LP maupun OMDS karakter tokoh tidak selalu digambarkan

secara gamblang dan terperinci, tetapi dapat diketahui dari dialog

antartokoh dan deskripsi pengarang secara langsung.

Baik novel LP maupun OMDS sama-sama mengisahkan sebuah

persahabatan di antara tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh utama dalam LP

antara lain sepuluh anggota Laskar Pelangi (Ikal, Lintang, Mahar,

Syahdan, kucai, Borek, A Kiong, Sahara, Trapani, dan Harun) serta Flo;

sedangkan dalam OMDS persahabatan terjadi antara anak alam

(Pambudi, Yudi, dan Pepeng) serta Faisal dan Kania. Dari deskripsi itu

terlihat bahwa baik novel LP maupun OMDS samasama menceritakan

sebuah jalinan persahabatan. Tokoh utama yang menjadi bahan

perbandingan yaitu tokoh Ikal dan Faisal. Secara fisiologis, tokoh utama

dalam kedua novel memiliki jenis kelamin yang sama yakni laki-laki (Ikal

Page 99: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

86

dan Faisal). Secara psikologis tercermin watak tokoh utama) yaitu

berkemauan keras. Keduanya memiliki kemauan yang keras dalam

bercita-cita dan mewujudkan cita-citanya itunya. Keduanya tidak mudah

menyerah dengan nasib. Keduanya senantiasa berusaha melakukan yang

terbaik demi mewujudkan mimpi-mimpinya.

Ditinjau dari aspek sosiologis, watak dari tokoh utama dalam kedua

novel tersebut yaitu sama-sama punya jiwa sosial dan kepedulian yang

tinggi terhadap sesama. Tokoh Ikal dalam novel LP digambarkan sangat

menaruh perhatian dan peduli dengan keadaan Lintang. Ia sangat prihatin

dengan kondisi Lintang, ia terpaksa putus sekolah karena perekonomian

keluarganya yang tidak memungkinkan. Ikal sangat menyayangkan hal ini,

karena Lintang adalah seorang yang superjenius yang harus memupus

mimpinya karena keadaan. Sedangkan dalam novel OMDS tokoh Faisal

sangat peduli dengan nasib ketiga anak alam (Pambudi, Yudi, dan

Pepeng). Ia memperjuangkan nasib ketiga anak alam agar bisa sekolah.

Karena sekolah adalah jembatan untuk bisa mewujudkan cita-cita.

Amanat yang diperoleh dari kedua novel ini mempunyai persamaan

yaitu untuk jangan takut bermimpi dan bercita-cita serta harus berusaha

keras untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu bagaimana pun terbatasnya

keadaan. Dari novel LP, pesan ini diperoleh dari tokoh Lintang. Ia berasal

dari keluarga nelayan miskin yang tinggal di pesisir Desa Tanjong

Kelumpang. Jarak antara rumah ke sekolahnya delapan puluh kilometer

pulang pergi yang ditempuhnya dengan bersepeda. Kemiskinan dan jarak

Page 100: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

87

rumah dan sekolah yang sangat jauh tidak mengendurkan semangatnya

untuk menuntut ilmu. Di tengah kemiskinan yang melandanya, ia tetap

bersemangat dan bercita-cita menjadi matematikawan.

Sedangkan dari novel OMDS, pesan ini diperoleh dari ketiga Anak

Alam yakni Pambudi, Yudi, dan Pepeng. Ketiganya berasal dari keluarga

miskin. Bapaknya bekerja sebagai buruh di sebuah peternakan sapi.

Ketiganya tetap berkemauan bersekolah walaupun hal ini mengharuskan

mereka belajar sambil bekerja untuk membiayai sekolahnya. Keterbatasan

tidak menghambat langkah mereka dalam menggapai mimpi. Alur novel

LP dan OMDS mempunyai persamaan yaitu sama-sama menggunakan

alur maju atau progresif. Plot ini dimulai dari tahap eksposition, Inciting

moment, ricing action, complication, climax, dan denouement. Pengarang

menyusun peristiwa-peristiwa yang ada berdasarkan hubungan sebab-

akibat (kausalitas).

Pradopo (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 133) menyatakan

prinsip dasar intertekstualitas:

“Karya hanya dapat dipahami maknanya secara utuh dalam kaitannya dengan teks lain yang menjadi hipogram. Hipogram adalah karya sastra terdahulu yang dijadikan sandaran berkarya. Hipogram tersebut bisa sangat halus dan juga sangat kentara. Dalam kaitan ini, sastrawan yang lahir berikut adalah reseptor dan transformator karya sebelumnya. Dengan demikian, mereka selalu menciptakan karya asli, karena dalam mencipta selalu diolah dengan pandangannya sendiri, dengan horison dan atau harapannya sendiri”.

Mengacu pendapat di atas, maka jelaslah sekarang bahwa LP

merupakan sebuah karya hipogram, yaitu karya yang melatarbelakangi

Page 101: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

88

penciptaan karya selanjutnya. Sementara itu, OMDS disebut dengan

karya transformasi karena mentransformasikan teks-teks yang menjadi

hipogramnya.

B. Pembahasan

I. Laskar Pelangi

A. Nilai Moral

Kemendiknas mengelompokkan nilai-nilai moral dalam

pembentukan karakter, yaitu (1) nilai moral terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, (2) nilai moral terhadap diri sendiri, (3) nilai moral terhadap sesama

manusia, dan (4) nilai moral terhadap lingkungan, serta (5) nilai moral

terhadap bangsa (Kemendiknas, 2010:16).

Adapun nilai moral tersebut tergambar dalam novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata. Nilai moral berkaitan dengan tingkah laku atau

karakter seseorang sekalipun perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan

sekitar. Nilai moral yang dibahas dalam analisis ini akan dikaitkan dengan

latar belakang asal tempat yang terjadi dalam novel berupa sejarah,

budaya dan tradisi atau fenomena sosial yang terjadi pada saat itu, dengan

adanya hal tersebut akan membentuk beberapa nilai moral yang dimiliki

para tokoh dalam novel. Berikut ini pembahasan mengenai nilai moral

berdasarkan aspeknya masing-masing:

1. Nilai moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Nilai moral dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha

Esa berkaitan dengan pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang

Page 102: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

89

yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan

dan/atau ajaran agamanya. Dalam penelitian ini, nilai moral dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa secara khusus

dideskripsikan sebagai moral/akhlak kepada Allah. Akhlak kepada

Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang

seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada

Tuhan sebagai Khalik karena manusia diciptakan atas kehendak-

Nya.

a. Bertakwa

Takwa berarti melaksanakan segala perintah-Nya dan

menjauhi segala larangannya. Dengan kata lain, takwa dapat

memelihara diri agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya

yang lurus.

Dalam Novel LP Hal ini terlihat ketika ada seorang murid

bernama Mahar telah melenceng akal sehatnya dengan

mempercayai paranormal dan perdukunan. Namun, dengan

penuh kesabaran dan mencoba bersikap tegas Bu Mus

menasihati Mahar, teman-temannya juga ikut mengingatkan.

b. Akhlak mulia

Berakhlak mulia di novel LP, sangat dijunjung tinggi

terlihat pada saat anak-anak LP selalu diberikan wejangan-

wejangan olek Bu Mus bahwa melawan guru sama halbya

durhaka pada orang tua.

Page 103: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

90

c. Disiplin Beribadah

Disiplin sangat penting dalam segala aspek kehidupan,

terutama dalam beribadah. Bu Mus sebagai guru dari anak-

anak LP selalu menyampaikan tanpa rasa bosan bahwa

disiplin beribadah merupakan kunci dari sebuah

keberhasilan dan bisa mendapatkan pahala yang banyak.

2. Nilai Moral terhadap Diri Sendiri

Keberadaan manusia di alam ini berbeda bila dibandingkan

dengan makhluk lain, totalitas dan integritasnya selalu ingin

merasakan selamat dan mendapat kebahagiaan yang lebih besar.

Setiap manusia memiliki kewajiban moral terhadap dirinya sendiri

agar ia selamat, bahagia, masa kini dan mendatang. Jika kewajiban

tersebut tidak dipenuhi, maka akan mendapat kerugian dan

kesuitan (Gunawan, 2012:10). Didalam Novel LP banyak ditemukan

nilai moral terhadap diri sendiri, antara lain :

a. Integritas dan keiklasan

Dalam melakukan sesuatu, harus disertai dengan rasa

keiklasan dan integritas, begitu pula dalam Novel LP, Hal ini

ditunjukan dari Pak Harfan dan Bu Muslimah. Mereka berdua

merupakan sosok guru yang memiliki integritas dan dedikasi

yang tinggi. Mereka bukan hanya mengajarkan murid-muridnya

untuk pintar dalam pelajaran sekolah, melainkan juga mendidik

mereka dengan akhlak dan budi pekerti yang baik, yang akan

Page 104: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

91

mereka amalkan di kemudian hari. Dua sosok guru tersebut di

mata muridnya anggota LP sangat dicintai. Keikhlasan mereka

dalam mengajar dan mendidik anggota LP yang memiliki

karakter berbeda membuat guru-guru tersebut menjadi panutan

dan teladan bagi muridnya LP. Kedua guru tersebut ikhlas

memberikan seluruh ilmu yang mereka punya dengan segala

keterbatasan tanpa digaji

b. Tanggung Jawab dan Kepemimpinan

Bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku

seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya

sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social, dan budaya),

negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Hal ini diperlihatkan ketika mengadakan pemilihan ketua

kelas. Saat itu, Kucai ingin mundur dari jabatan sebagai ketua

kelas, namun nasihat Bu Mus mengurungkan niatnya dan

Kucai pun menjadi lebih bertanggung jawab pada kelas

dipimpinnya.

Nasihat yang disampaikan Bu Mus ini merupakan pesan

moral yang amat penting bagi pembaca, terutama dalam

penerapan dalam menuntut ilmu dan pendidikan.

c. Perjuangan dan Kegigihan dalam Menuntut Ilmu

Page 105: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

92

Lintang adalah siswa sekaligus anggota LP yang

memiliki kecerdasan yang luar biasa, tidak sombong dan rendah

hati. Lintang adalah anak miskin, namun dalam keterbatasannya

ia memiliki otak yang encer. Tidak ada kata ‘bolos’ dalam

hidupnya meskipun harus menempuh perjalanan sejauh 40

kilometer menuju sekolahnya, bahkan dihadang seekor buaya

sekalipun.

Perjuangan lintang dalam menuntut ilmu sangat harus

dicontoh terutama untuk anak-anak yang sedang menuntut

pendidikan yang memang fasilitasnya sudah memadai, dan

harus menyadari bahwa masih banyak anak-anak di luar sana

yang ingin bersekolah, tetapi karena beberapa faktor tidak dapat

mengecap bangku pendidikan.

3. Nilai Moral dalam Hubungannya dengan Sesama atau

Lingkungan

a. Persahabatan

Dalam Novel LP, persahabatan merupakan hal yang

sangat penting. Dapat dilihat bahwa Ikal misalnya, yang

tertantang meraih pendidikan yang tinggi demi melunasi

hutangnya pada Lintang si anak cerdas kebanggaan sekolah

yang tak mampu ia bantu ketika si genius itu terpaksa

meninggalkan sekolah dan cita-citanya.

Page 106: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

93

Atau Sahara yang selalu sabar mendengarkan cerita dari

Harun yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka memiliki

ikatan emosi yang unik seperti persahabatan kura-kura dan

tupai.

b. Tolong menolong

Dalam Novel LP, anak-anak LP selalu diajarkan agar

dapat menolong dan membantu serta memberikan manfaat

kepada orang lain sesuai kemampuan mereka. Bahkan, nasihat

guru-guru tersebut menjadi prinsip bagi anggota LP hingga

dewasa.

III. Nilai Moral dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya

Wiwid Prasetyo

Nilai moral berkaitan dengan tingkah laku atau karakter seseorang

sekalipun perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan sekitar.Berkaitan

dengan tujuan dari pendekatan pragmatik yang berfungsi terhadap

keberadaan masyarakat Adapun nilai moral tersebut tergambar dalam

novel OMDS karya Wiwid Prasetyo.

1. Nilai Moral terhadap Tuhan

Kebudayaan yang diangkat dalam novel ini pun merupakan

kebudayaan masyarakat Jawa yakni budaya atau yang dikenal

dengan Islam Kejawen. Masyarakat Jawadi Semarang yang

menganut Islam Kejawen dikenal sangat kental dengan dunia

Page 107: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

94

mistik atau kebatinan, seperti adanya semedi, kemenyan,

sesajen, kondangan, ruwatan, jugadukun. Sebagian masyarakat

Jawa kuno atau Jawa masih sangat kental melakukan adat ini,

seperti masih sangat percaya terhadap dukun, yang diyakini

sebagai “orang pintar” yang dipercaya menjadi perantara antara

manusia dengan alam gaib. Dukun sering dimintai pertolongan,

entah untuk pengobatan, ataupun mengusir roh halus. Namun,

tetap ada dua kubu, yang percaya dan tidak percaya dengan hal-

hal semacam ini. Penggambaran mengenai kepercayaan warga

terhadap dukun tercermin melalui tokoh ayah Faisal yang

mempercayai Pak Cokro sebagai dukun yang mampu mengobati

anaknya yang dituduh amnesia.

Pak Cokro selalu menjadi orang pertama yang dianggap

mampu mengobati segala macam penyakit. Salah satu kebudayaan

masyarakat Jawa yaitu kepercayaan masyarakat warga Semarang

terhadap sesepuh atau dukun yang bernama Pak Cokro tersebut

sudah menjadi tradisi dan mengakar di kalangan masyarakat.

Faktor utama yang menyebabkan tokoh Pak Cokro menjadi

seorang yang sombong dan besar kepala adalah karena ia menjadi

satu-satunya orang yang memiliki ilmu kebatinan sehingga ia

disegani oleh masyarakat dan menjadikannya haus akan

sanjungan. Cerminan nilai moral terhadap Tuhan seperti terlihat di

atas merupakan tradisi yang dipegang oleh masyarakat Islam

Page 108: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

95

Kejawen. Mereka mengaku Islam dan percaya akan adanya Tuhan,

tetapi mereka lebih mempercayai hal gaib dan mistik dibanding

mempercayai Tuhan mereka sendiri, dengan kata lain bahwa

mereka lebih memegang teguh tradisi yang telah turun temurun

sehingga mereka mengabaikan kepercayaan terhadap Tuhan.

Masyarakat Islam kejawen menyimpulkan bahwa mereka yang

tidak menyukai hal-hal klenik dianggap tidak setia pada tradisi

mereka yang telah lama turun - temurun semenjak nenek moyang

mereka.

2. Nilai Moral terhadap Diri Sendiri

a. Menerima segala apa yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan

Di kalangan masyarakat, tercipta stereotip tentang perangai

orang Jawa yang begitu halus, sopan, dan pasrah menjalani

hidup atau nrimo. Karakter dari ayah ketiga anak alam yang

nrimo, menerima keadaan begitu saja terlihat dari pekerjaan

mereka sebagai budak dari Yok Bek. Mereka tidak mau

berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik, dan mereka tidak

ingin mencari masalah dengan Yok Bek jika mereka berhenti

bekerja, maka dari itu mereka pasrah dengan pekerjaan yang

mereka miliki.

Seperti yang tergambar dalam novel melalui tokoh

Pambudi, Yudi, dan Pepeng, walaupun status ekonomi

Page 109: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

96

mereka rendah sehingga mengakibatkan mereka tidak

bersekolah dan mereka sendiri yang harus bekerja membantu

perekonomian keluarga, namun mereka tetap terlihat bahagia

layaknya seorang anak yang menikmati masa kecilnya dan tidak

menjadikan kemiskinan sebagai beban

b. Pekerja Keras atau Giat Bekerja

Dalam kehidupan orang Jawa, kerja keras merupakan hal

yang snagat penting ditandai dalam Novel OMDS, Jika mereka

telah memiliki pekerjaan maka mereka akan tekun dan giat

dengan pekerjaan yang digelutinya, walaupun pekerjaan mereka

masih relatif rendah dibanding kota besar lainnya seperti

Jakarta. Seperti yang dialami ayah dari Pambudi, Yudi, dan

Pepeng, ayah ketiga anak alam itu hanya bekerja sebagai

peternak sapi pada seorang warga berkebangsaan Cina

bernama Yok Bek, namun mereka giat bekerja dan patuh

pada majikannya.

c. Jujur dan Mawas Diri

Pengarang novel OMDS ini banyak sekali menerapkan

prinsip Jawa dalam kepribadian masing-masing tokoh. Salah

satu tokoh yang memegang prinsip urip samdadya dan jujur ini

bisa dilihat dari penokohan Bu Mutia, seorang guru yang

sangat jujur dan menjauhkan diri dari perbuatan menghalalkan

segala cara untuk mendapatkan yang ia inginkan. Hal tersebut

Page 110: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

97

tergambar ketika salah satu wali murid mengeluarkan uang

suap agar anaknya naik kelas, namun ia menolaknya demi

prinsip yang ia pegang teguh.

d. Tanpa Pamrih (Sepi ing pamrih), Ikhlas (rame ing gawe)

Masyarakat Jawa memegang teguh prinsip tersebut

bahwa dalam melakukan apa pun harus dilandasi rasa ikhlas

tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Sekalipun mereka

seorang pekerja keras namun mereka ikhlas, maka lahirlah

prinsip sepi ing pamrih, rame ing gawe. Seperti tergambar

melalui tokoh Faisal, sekalipun ia sebagai tenaga pengajar

pembantu di kampungnya, namun ia tidak mengharapkan

imbalan apa pun karena ia memiliki jiwa toleransi yang tinggi.

Nilai Moral terhadap Sesama Manusia

Apabila seseorang telah memegang teguh prinsip sepi

ing pamrih, rame ing gawe maka orang tersebut tidak lagi

mengejar kepentingan- kepentingan individualnya tanpa

memperhatikan keselarasan keseluruhan. Ia telah berada di

tempat yang tepat dalam kosmos. Sikap tersebut muncul tidak

lain hanyalah sebagai wujud memenuhi kewajiban-kewajiban

sebagai sesama manusia.

3. Nilai Moral terhadap Sesama

a. Sopan santun atau mundhuk-mundhuk

Page 111: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

98

Adat istiadat adalah perilaku turun temurun dari generasi

ke generasi sebagai warisan sehingga kuat intergrasinya

dengan pola-pola perilaku masyarakatnya. Masyarakat Jawa

dikenal dengan sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi

adab kesopanan, budi pekerti yang luhur, bertutur dan

bertingkah laku yang halus, menghormati yang tua dan

menyayangi yang muda. Seperti tokoh Faisal yang selalu

menerapkan pada siswanya untuk selalu menghormati yang

lebih tua darinya dan mencintai dan menghargai yang lebih

muda.

b. Jiwa Sosial terhadap Sesama

Jiwa sosial yang digambarkan dalam cerita disampaikan

melalui tokoh Faisal yang memiliki jiwa peduli terhadap

lingkungannya. Ia membantu mengajar warga kampung untuk

dapat membaca dan menulis.

C. Hubungan Intertekstualitas Novel Laskar Pelangi dan Novel Orang

Miskin Dilarang Sekolah

Karya sastra tidak begitu saja lahir, tetapi sebelumnya sudah ada

karya sastra lain yang tercipta berdasarkan konvensi budaya masyarakat

yang bersangkutan. Dengan demikian, karya sastra itu meneruskan

konvensi yang sudah ada ataupun menyimpangi meskipun tidak

seluruhnya. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu karya kreatif yang

menghendaki adanya kebaruan, namun tentu tidak baru sama sekali

Page 112: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

99

karena apabila sama sekali menyimpang dari konvensi, ciptaan itu tidak

akan dikenal ataupun tidak dapat dimengerti oleh masyarakatnya.

Mengenai konvensi sastra yang disimpangi atau diteruskan, dapat berupa

konvensi bentuk formalnya ataupun isi pikiran, masalah, dan tema yang

terkandung di dalamnya.

Novel “Laskar Pelangi” dan “Orang Miskin Dilarang Sekolah”

memiliki beberapa kesamaan atau intertekstualitas. Kesamaan kedua

novel tersebut terletak pada tema cerita, latar belakang cerita, serta

amanat yang disampaikan di dalam novel tersebut.

Kesamaan tema pada kedua novel tersebut yaitu sama-sama

mengangkat masalah perjuangan orang miskin dalam meraih pendidikan

guna mewujudkan cita-cita mereka. Masalah perjuangan orang miskin

dalam meraih pendidikan lebih dahuludiangkat dalam LP (2008) oleh

Andrea Hirata. Masalah perjuangan orang miskindalam meraih pendidikan

kemudian diangkat lagi oleh Wiwid Prasetyo dalamkaryanya OMDS

(2010). Dengan demikian. dapat dikatakan bahwa WiwidPrasetyo

meneruskan tema yang ditawarkan oleh Andrea Hirata, yakni

mengenaipendidikan dan segala permasalahannya.

Terkait dengan tokoh dan penggambarannya dalam novel LP

mempunyaikesamaan dengan tokoh serta cara penggambaran tokoh

dalam OMDS. Teknikkarakterisasi kedua novel menggunakan teknik yang

sama yaitu menggunakanmetode langsung dan metode tidak langsung.

Baik itu LP maupun OMDS karaktertokoh tidak selalu digambarkan secara

Page 113: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

100

gamblang dan terperinci, tetapi dapatdiketahui dari dialog antartokoh dan

deskripsi pengarang secara langsung.

Amanat yang diperoleh dari kedua novel ini mempunyai persamaan

yaituuntuk jangan takut bermimpi dan bercita-cita serta harus berusaha

keras untukmewujudkan mimpi-mimpi itu bagaimana pun terbatasnya

keadaan. Dari novelLP, pesan ini diperoleh dari tokoh Lintang. Ia berasal

dari keluarga nelayanmiskin yang tinggal di pesisir Desa Tanjong

Kelumpang. Jarak antara rumah ke sekolahnya delapan puluh kilometer

pulang pergi yang ditempuhnya denganbersepeda. Kemiskinan dan jarak

rumah dan sekolah yang sangat jauh tidakmengendurkan semangatnya

untuk menuntut ilmu. Di tengah kemiskinan yangmelandanya, ia tetap

bersemangat dan bercita-cita menjadi matematikawan.

Novel OMDS, pesan ini diperoleh dari ketiga Anak Alamyakni

Pambudi, Yudi, dan Pepeng. Ketiganya berasal dari keluarga

miskin.Bapaknya bekerja sebagai buruh di sebuah peternakan sapi.

Ketiganya tetapberkemauan bersekolah walaupun hal ini mengharuskan

mereka belajar sambilbekerja untuk membiayai sekolahnya. Keterbatasan

tidak menghambat langkahmereka dalam menggapai mimpi.Alur novel LP

dan OMDS mempunyai persamaan yaitu sama-samamenggunakan alur

maju atau progresif. Plot ini dimulai dari tahap eksposition,Inciting

moment, ricing action, complication, climax, dan denouement.

Pengarangmenyusun peristiwa-peristiwa yang ada berdasarkan hubungan

sebab-akibat(kausalitas).

Page 114: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

101

Pradopo (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 133) menyatakan

prinsipdasar intertekstualitas:

“Karya hanya dapat dipahami maknanya secara utuh dalam kaitannyadengan teks lain yang menjadi hipogram. Hipogram adalah karya sastraterdahulu yang dijadikan sandaran berkarya. Hipogram tersebut bisasangat halus dan juga sangat kentara. Dalam kaitan ini, sastrawan yanglahir berikut adalah reseptor dan transformator karya sebelumnya. Dengandemikian, mereka selalu menciptakan karya asli, karena dalam menciptaselalu diolah dengan pandangannya sendiri, dengan horizon dan atauharapannya sendiri”.

Mengacu pendapat di atas, maka jelaslah sekarang bahwa LP

merupakansebuah karya hipogram, yaitu karya yang melatarbelakangi

penciptaan karyaselanjutnya. Sementara itu, OMDS disebut dengan karya

transformasi karenamentransformasikan teks-teks yang menjadi

hipogramnya.

Page 115: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

102

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Nilai moral yang terkandung di dalam novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata terbagi menjadi tiga yaitu nilai moral terhadap diri

sendiri, nilai moral terhadap orang lain atau lingkungan, dan nilai sosial

terhadap Tuhan. Nilai moral terhadap diri sendiri meliputi nilai

integritas, ikhlas, tanggung jawab, kepemimpinan, perjuangan hidup,

dan kesungguhan menuntut ilmu. Nilai moral terhadap orang lain atau

lingkungan meliputi nilai persahabatan dan tolong menolong. Untuk

nilai moral terhadap Tuhan, nilai yang ditemukan yaitu nilai keimanan

yang teguh, akhlak mulia, serta disiplin dan taat beribadah. Seperti

halnya dalam novel LP, novel OMDS juga ditemukan ketiga nilai moral

tersebut. Nilai moral terhadap diri sendiri dalam novel OMDS yaitu

menerima takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan (nrimo), giat

bekerja, jujur, mawas diri, tanpa pamrih, dan ikhlas. Nilai moral

terhadap orang lain atau lingkungan yaitu nilai sopan santun dan peduli

terhadap sesama. Nilai moral terhadap Tuhan dalam novel OMDS

yaitu kepercayaan terhadap hal-hal yang baik di luar dari kemampuan

manusia dan Tuhan.

Page 116: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

103

2. Ada keterjalinan tema antara novel LP dan OMDS. Kedua novel sama-

sama mengangkat masalah pendidikan yaitu perjuangan orang miskin

dalam meraih pendidikan guna mewujudkan cita-cita mereka. Amanat

yaitu sama-sama mengenai jangan takut bermimpi dan bercita-cita dan

harus berusaha keras untuk mewujudkan semuanya. Sedangkan gaya

penokohan sama-sama menggunakan teknik penggambaran tokoh

secara langung dan tak langsung. Masalah perjuangan orang miskin

dalam meraih pendidikan lebih dahulu diangkat dalam LP (2008) oleh

Andrea Hirata. Masalah perjuangan orang miskin dalam meraih

pendidikan kemudian diangkat lagi oleh Wiwid Prasetyo dalam

karyanya OMDS (2010). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

Wiwid Prasetyo meneruskan tema yang ditawarkan oleh Andrea

Hirata, yakni mengenai pendidikan dan segala permasalahannya.

B. Saran

Setelah mengetahui kandungan nilai moral yang terdapat di dalam

novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang

Sekolah, penulis merekomendasikan kedua novel tersebut agar para

pemabaca dan penikmat sastra dapat membacanya. Di samping itu,

keterjalinan antarteks novel tersebut dapat membimbing pembaca untuk

memahami fenomena sosial secara kritis dari sudut pandang penulis dari

permasalahan yang diangkat.

Page 117: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

104

DAFTAR PUSTAKA

Barnet. 1963. An Introduction to Literature: Fiction/ Poetry/ Drama. Boston: Little. Brown.

Broto, Nur Cahyo Wahyu. 2009. Aspek Moralitas dan Nilai Budaya Cerita Bersambung “janggrung” Karya Sri Sugiyanto (Suatu Tinjauan Kritik Sastra Ekspresif). Tesis. Tidak diterbitkan. Surakarta: UNS.

Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Damono, Sapardi Djoko.1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Depdikbud.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widiyatama.

Faruk, R. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-Moderenisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk, R. 2012. Strukturalisme Genetik dan Epistemologi Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Hadiwardoyo, Al Purwa. 2010. Moral dan Masalahnya. Jakarta: Kanisius.

Kemendiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas.

Koentjaraningrat. 1984. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Kotler, P dan Keller K. L. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks.

Masyhur, Effendi. 1994. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam. Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Naringgoyudo. 2013. Kearifan Budaya Lokal Masyarakat Suku Batak. Medan: Kompas Medan

Nurdin, Syafruddin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum Cipuat. Quantum Teaching. Bandung: UPI

Page 118: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

105

Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurgiantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Edisi Cetakan Kedua). Yogyakarta: BPFE.

Nurgiantoro, Burhan. 2013. Pengkajian Sastra (Edisi Revisi). Jakarta: Gramedia Utama.

Patria, Andika. 2015. Nilai Moral dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas. Tesis. Tidak diterbitkan. Unilam.

Prasetijo, R dan Ihalauw, J. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi Offset.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. a. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. b. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, M. Atar. 2012. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra, Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat .Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Setiadi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Bandung: Alfabeta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soelaeman, M. Munandar. 2005. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT Refika Aditama.

Stanton. Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 119: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

106

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif - Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Bahasa.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan Diterjemahkan oleh Melani Budianto. Jakarta: Gramedia.

Wulandari, Putri. 2011. Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Kajian Intertekstualitas dan Nilai Pendidikan). Tesis. Surakarta. UNS

Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Page 120: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

107

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Asmianingsi. Lahir di Mario Kabupaten Sidenreng

Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Januari

1987, anak pertama dari dua bersaudara pasangan

Bripka Ambo Sakka dan Armin Basir. Penulis mulai

menempuh pendidikan Sekolah Dasar (1992-1998),

Sekolah Menengah Pertama (1998-2001), Sekolah

Menengah Kejuruan (2001-2004).

Pada tahun 2004 penulis melanjutkan jenjang (S-1) pada jurusan Ilmu

Pemerintahan di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP)

Muhammadiyah Sidrap sampai tahun 2008, kemudian melanjutkan

kembali pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan (STKIP)

Muhammadiyah Sidrap pada tahun 2008 sampai tahun 2011. Pada tahun

2013 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang (S-2) dengan memilih

Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis mengabdi di SMP Negeri 2 Kulo Kecamatan Kulo

Kabupaten Sidenreng Rappang mulai tahun 2006 untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan (M.Pd.) dan menulis tesis dengan judul Nilai Moral

dan Intertekstualitas Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwied Prasetyo.

Page 121: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

108

Lampiran 2

a. Biografi Andrea Hirata

Ia adalah Ikal dalam buku “Laskar Pelangi” dan “Sang Pemimpi”.

Kecintaannya pada Pulau Belitong atau Belitung, membuat pria ini begitu

bersemangat dalam menulis buku. Namanya melambung lewat buku

perdananya “Laskar Pelangi”. Pria kelahiran Belitong, Bangka Belitung 24

Oktober 1973, memiliki nama lengkap Andrea Hirata Seman Said Harun.

Anak keempat dari pasangan N.A Masturah (Ibu) dan Seman Said Harun

(Ayah) ini menghabiskan masa kecilnya di Belitung. Si ‘Ikal’ – begitu

panggilan masa kecilnya – mengawali sekolah SD dan SMP

Muhammadiyah di Belitung, kemudian menamatkan SMA di Tanjong

Pandan. Setamat SMA, ia merantau ke pulau Jawa, di sana ia

mendapatkan pekerjaan sebagai tukang sortir pos surat. Dari hasil

pekerjaan tersebut, ia melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi –

Universitas Indonesia, Depok. Seusai meraih gelar sarjana ekonomi, ia

berhasil mendapatkan bea siswa dari Uni Eropa untuk mengambil gelar

master di Universite de Paris Sorbone, Perancis serta sheffield Hallam

University, Inggris.

Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari sains,

fisika, biologi, astronomi dan sastra ini memiliki kesenangan naik komedi

putar. Setelah selesai S-2, dia pulang ke tanah air, Bangka Belitung. Saat

ini, ia tinggal di Bandung dan bekerja di PT. Telkom sebagai instruktur PT.

Page 122: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

109

Telkom pusat, Bandung. Namun, karena kesibukannya, ia mengambil cuti

dua tahun yang lalu.

“Laskar Pelangi” awalnya tidak untuk diterbitkan, ia menulisnya

karena terinspirasi oleh kegigihan dan semangat juang Bu Muslimah di

bidang pendidikan lantas ia hadiahkan kepada guru tercintanya tersebut.

Namun, naskah itu dicuri oleh teman kantor dan kemudian diterbitkan. Tak

disangka ternyata karyanya laku di pasaran dan menjadi best seller.

Menurut Dhipie Kuron, di negeri ini, tidak mudah menulis novel-

novel yang kesemuanya best seller, apalagi merupakan karya-karya

pertama, ditulis seseorang yang tak berasal dari lingkungan sastra, dan

lebih gawat lagi, novel-novel itu sama sekali tidak sejalan dengan trend

pasar. Tetapi hal itu telah dilakukan oleh Andrea Hirata. Melalui Laskar

Pelangi, Andrea Hirata langsung menempatkan dirinya sebagai salah satu

penulis Indonesia yang amat menjanjikan. Laskar Pelangi telah beredar di

luar negeri, bahkan mampu mencapai best seller di Malaysia.Tanggal 14

Desember 2007 Andrea pulang ke Belitung untuk bicara di depan guru

anggota PGRI Belitung Timur dan seluruh siswa SMP dan SMA di

Belitung Barat. Dalam kesempatan itu, ia me-launching program sosial

pendidikan yang ia sebut Laskar Pelangi in Action. Ia memakai dana dari

royalti yang ia terima. Laskar Pelangi telah laku 200 ribu eksemplar, Sang

Pemimpi 120 ribu, dan Edensor 25 ribu. Kini, Laskar Pelangi dalam bentuk

film oleh Mizan Cinema dan Miles Films, yang disutradarai oleh Riri Reza

dan Mira Lesmana.

Page 123: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

110

b. Karya-karya Andrea Hirata

Andrea Hirata adalah penulis Indonesia yang berasal dari pulau

Belitong, Propinsi Bangka Belitung. Novel-novel yang ditulisnya

merupakan pengalaman pribadi yang menginspirasinya dalam menulis.

Novel pertamanya adalah “Laskar Pelangi” yang merupakan buku pertama

dari tetralogi novelnya, antara lain : Laskar Pelangi, Sang Pemimpi,

Edensor, dan Maryamah Karpov (yang saat ini sedang ditulis). Novel

kedua dari Tetralogi “Laskar Pelangi” adalah Sang Pemimpi. Berkisah

tentang Ikal (Andrea) dan Arai, yang berani bermimpi untuk mewujudkan

cita-citanya bersekolah ke Sorbone, Perancis. Namun, bukan hanya

bermimpi semata, mereka bekerja keras sebagai kuli paling kasar di

pelabuhan Belitung kemudian hasilnya mereka tabung. Walaupun nakal,

Ikal dan Arai adalah penghuni garda depan di sekolah dan memiliki top

rank di kelas. Meskipun banyak yang bilang mimpi mereka lebih mirip dari

punuk merindukan bulan, tetapi mereka tak patah arang karena Arai

mempunyai keyakinan yang membuat mereka tetap semangat yakni “

bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu”.

Novel ketiga dari tetralogi “Laskar Pelangi” adalah Edensor. Masih

berkisah tentang petualangan Ikal dan Arai di negeri orang. Mereka

berpetualang mengelilingi daratan Eropa dan Afrika dengan menjadi

pengalamen jalanan memakai kostum ikan duyun rancangan temannya di

Amsterdam, Famke. Di sini juga diceritakan tentang keberanian bermimpi,

Page 124: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

111

kekuatan cinta, pencarian diri sendiri dan petualangan yang gagah berani,

ke Belanda, Rusia, Siberia, hingga ke daratan Afrika.

Dalam Maryamah Karpov – novel keempat dari tetralogi “Laskar

Pelangi” – Andrea berkisah tentang perempuan dari satu sudut yang amat

jarang diekspos penulis Indonesia dewasa ini.

c. Sinopsis Novel Laskar Pelangi

Diawali saat SD Muhammadiyah, sekolah kampung di Belitong

yang paling miskin, dengan fasilitas yang sangat terbatas membuka

pendaftaran untuk murid baru kelas satu. Hingga detik-detik terakhir hanya

ada 9 orang yang mendaftar di SD tersebut, padahal sekolah tersebut

memerlukan satu orang murid lagi jika tidak ingin sekolah tersebut ditutup.

Namun, ketika kepala sekolah akan memulai dengan pengumuman

pembubaran sekolah, datang satu orang murid lagi dan ia menjadi

penyelamat SD Muhammadiyah di Belitong.

Sepuluh orang anak tersebut yaitu : Ikal, Lintang, Mahar, Sahara,

Samson, A Kiong, Syahdan, Trapani dan Kucai. Mereka menyebut diri

mereka sebagai “Laskar Pelangi”. Nama itu diberikan oleh guru yang

selalu kagumi dan cintai yaitu Bu Muslimah atau Bu Mus. Mereka adalah

siswasiswa yang mempunyai kemauan belajar yang cukup tinggi. Di

bimbing oleh guru yang mereka cintai Ibu Muslimah atau Bu Mus dan Pak

Harfan Effendi sang kepala sekolah SD Muhammadiyah, anggota Laskar

Pelangi dididiknya agar anak-anak penerus bangsa tersebut berkembang.

Pak Harfan dan Bu Mus adalah seorang guru yang memiliki dedikasi yang

Page 125: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

112

tinggi dalam pendidikan, bekerja tanpa pamrih dan tanpa digaji. Dengan

hanya memberi 15 kilogram beras, mereka bukan hanya mengajarkan

pelajaran sekolah semata, tetapi juga mendidik anak-anak itu dengan

pelajaran Kemuhammadiyahan tentang akhlak, keimanan, dan sopan

santun dan lain sebagainya.

Pada awal kisah ini diceritakan semua sifat yang terlihat dari

anggota Laskar Pelangi. Misalnya, Sahara yang sifatnya keras kepala, A

Kiong yang selalu ‘setia’ pada Mahar, Samson yang ingin dianggap

sebagai pria jantan, Trapani yang sangat bergantung pada ibunya, atau

Harun yang memiliki keterbelakangan mental. Kecuali Mahar dan Lintang

yang memerlukan bab sendiri.

Lintang, dia merupakan siswa dengan semangat belajar yang

membara. Lintang adalah anak genius didikan alam. Walaupun dia harus

menempuh jarak 80 kilometer untuk dapat pergi dan pulang sekolah, dan

tak jarang diperjalanan dia dapat dicegat buaya atau menghadapi jalanan

yang kurang bersahabat terlebih setelah hujan, karena dia harus melewati

hutan, tetapi itu tak membuat gentar anak dari kuli copra ini.

Sedangkan Mahar, dia merupakan siswa yang kreatif, imajinatif, tak

logis dan sering diremehkan oleh sahabat-sahabatnya sekaligus menjadi

seniman dadakan yang mengangkat derajat sekolah mereka dalam

karnaval 17 Agustus. Dia pernah percaya pada hal-hal yang berbau mistik

dan mendatangi Tuk Bayan Tula seorang paranormal senior di pulau

Lanun. Lalu, ceritapun berlanjut ketika ikal mulai merasakan jatuh cinta

Page 126: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

113

pada seorang gadis Tionghoa anak pemilik toko kelontong bernama A

Ling. Hal pertama yang ia lihat dari gadis itu adalah keindahan jari-

jemarinya dan kukunya yang memukau hatinya. Namun sayang mereka

harus berpisah.

Saat beranjak dewasa, “Laskar Pelangi” pun bertambah satu orang

lagi, ia seorang anak petinggi daerah Belitung bernama Flo. Ia ingin

masuk SD kampung demi bertemu Mahar, setelah “Laskar Pelangi”

menyelamatkannya. SD dan SMP Muhammadiyah mulai terangkat

derajatnya saat perayaan karnaval Agustusan yang diketuai oleh Mahar.

SMP Muhammadiyah lebih dikenal lagi ketika diadakan lomba Cerdas

Cermat dengan mengalahkan sekolah Negeri milik PN Timah, dan semua

jawaban dari pertanyaan disapu bersih oleh Lintang.

Namun, kesedihan mulai terasa saat menjelang empat bulan

sebelum menyelesaikan sekolah SMP. Lintang, siswa genius, Robbert

Einstain, Newton, Adam Smith dan Andre Amperenya sekolah

Muhammadiyah harus terhenti langkah, lagi-lagi soal biaya. Ayahnya

wafat, dan dia harus menjadi tulang punggung keluarga menggantikan

ayahnya. Lalu di bagian akhir diceritakan bagaimana nasib-nasib Bu

Muslimah serta Laskar Pelangi setelah 12 tahun kemudian. Bu Muslimah

dan guru-guru muda Muhammadiyah mendapat kesempatan dari

Depdikbud mengikuti Kursus Pendidikan Guru (KPG) lalu diangkat

menjadi PNS. Lainnya hal dengan anggota LP yang memiliki nasib yang

berbeda. Sahara Misalnya, yang akhirnya menikah dengan musuh

Page 127: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

114

bebuyutannya A Kiong, yang telah menjadi muallaf. Syahdan yang

mendapat beasiswa dari Jepang bidang Komputer, Kucai yang menjadi

anggota DPRD Belitong, Lintang yang terpaksa menjadi kuli copra, Mahar

yang menjadi penulis artikel di kelurahan, Flo yang sudah berjilbab,

Samson yang menjadi tukang panggul barang, Trapani yang betah

dengan ibunya – setelah keluar dari RSJ -, dan terakhir Ikal, meskipun ia

menjadi tukang sortir surat namun ia mampu menyelesaikan pendidikan

strata satunya di UI dari hasil tersebut, dan berhasil mewujudkan mimpi

sekaligus membayar hutangnya pada sekolah, guru, dan sahabatnya

Lintang meraih beasiswa Uni Eropa di Sorbone - Perancis.

Page 128: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

115

d. Biografi Wiwid Prasetyo

Wiwid Prasetyo kerap juga menulis dengan nama Prasmoedya

Tohari, lahir pada 09 November 1981 di Semarang. Alumnus Fakultas

Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, tahun 2005 ini sehari-harinya aktif di

Majalah FURQON, PESANTrend, SiDul (majalah anak-anak), serta tabloid

InfoPlus Semarang, baik selaku redaktur maupun reporter. Selain itu, ia

juga peduli terhadap dunia pendidikan, terbukti masih menjadi pengajar di

Bimbingan Belajar SmartKids Semarang. Ia membuktikan seorang penulis

yang pekerja keras, terbukti kurang lebih sekitar 2 tahun saja sudah

menghasilkan lebih dari 25 judul buku baik fiksi maupun nonfiksi.

Berdasarkan pengalaman hidupnya dan kejadian sehari-hari yang

dialaminya, maka dari tangannya lahirlah karya-karya buah dari

perenungannya selama ini dalam dunia yang digelutinya: pendidikan dan

sejarah. Terakhir ia memenangi 10 besar lomba cerpen Galaksi Cinta Diva

Press dari 3529 naskah yang masuk.

Disela-sela kesibukannya, ia masih menyempatkan diri untuk

menulis beberapa karya dalam bentuk buku. Beberapa karyanya yang

sudah terbit adalah Orang Miskin Dilarang Sekolah (DIVA Press, 200),

Sup Tujuh Samudra (Bersama Badiatul Rozikin, DIVA Press,2009),

Chicken Soup Asma ul Husna (Garailmu, 2009), dan Miskin Kok Mau

Sekolah…?! (DIVA Press, 2009), Idolaku Ya Rasulullah Saw…! (DIVA

Press, 2009), Demi Cintaku pada-Mu (DIVA Press, 2009), Aha, Aku

Berhasil Kalahkan Harry Potter (DIVA Press, 2010), The Chronicle of

Page 129: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

116

Kartini (DIVA Press, 2010), dan Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu

Menyekolahkanmu (DIVA Press, 2010). Cita-cita Wiwid sederhana, yakni

menjadi seorang pendidik plus penulis di tengah kesibukannya sebagai

redaktur di Majalah FURQON, PESANTrend, SiDul, dan Tabloid InfoPlus,

alumnus Fakultas Dakwah UIN Walisongo Semarang tersebut masih

menyempatkan diri menjadi tentor di Bimbingan Belajar Smart Kids (Anak

Cerdas).

Menurut Wiwid Prasetyo, sector pendidikan dan jagat kepenulisan

merupakan dua matra yang saling berkelindan. Pendidikan tanpa

keterampilan menulis niscaya menjadikan materi pembelajaran hilang

tanpa bekas. Sebaliknya, sekedar paham tulis-menulis tanpa memiliki jiwa

kependidikan menyebabkan proses pembelajaran tak memperoleh saluran

yang tepat. Bagi Wiwid Prasetyo, dunia pendidikan dan dunia kepenulisan

adalah dua dunia yang saling melengkapi. Pendidikan tanpa keahlian

menulis hanya akan menjadikan materi pendidikan hilang tak berbekas,

sementara hanya paham dunia kepenulisantanpa mempunyai jiwa

pendidik menyebabkan pendidikan itu tak mempunyai salurannya yang

tepat. Maka dari itu, ia berusaha menyatukan keduanya. Ia punya mimpi

seandainya seorang pendidik memiliki keahlian menulis, maka generasi

muda kita tidak akan terseret dalam jurang degradasi moral yang teramat

dalam, karena pengaruh tulisan akan membekas dalam jiwa nak-anak

yang pada fitrahnya selalu condong pada kebaikan.

Page 130: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

117

e. Karya-Karya Wiwid Prasetyo

Berikut ini adalah karya-karya Wiwid Prasetyo:

i. Novel Pendidikan

a. Orang Miskin Dilarang Sekolah (cetakan ke13) Diva Press Yogya

sekaligus karya perdananya, novel perdananya ini sekaligus juga

diterjemahkan berbahasa Malaysia dengan judul yang sama.

b. Miskin kok Mau Sekolah, Sekolah dari Hongkong, Diva Press

Yogyakarta, 2010.

c. Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu, Diva Press

Yogyakarta, 2010.

d. Sekolah Ayo Sekolah, Diva Press Yogyakarta, 2010.

e. Orang Cacat Dilarang Sekolah, Diva Press Yogyakarta, 2010.

ii. KaryaReligi

a. Demi Cintaku Pada-Mu (Novel religi) Diva Press Yogyakarta, 2010.

b. Hati yang Bercahaya, (novel religi) revisi dari novel Demi Cintaku

Padamu, Diva Press Yogyakarta, 2011.

c. Saat Langit Bercumbu dengan Bumi (Novel Religi) Diva Press

Yogyakarta, 2012.

d. Khidir (Novel Religi) Diva Press Yogyakarta, 2012.

e. Mata Moses (Novel Religi) Diva Press Yogyakarta, 2012.

f. Senyum Tuhan di Barcelona (Novel Religi) Diva Press Yogyakarta,

2012.

g. 99 Hari di Perancis (Novel Religi) Diva Press Yogyakarta, 2012.

Page 131: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

118

iii. KaryaNonFiksi

a. Mental Kepepet for Succes (Buku Motivasi) Real Books

Yogyakarta, 2011.

b. The Chicken Soup of Asmaul Husna, Diva Press Yogyakarta, 2010.

c. Mengapa Rezeki ku Melimpah Setelah Menikah? Real Books

Yogyakarta, 2011.

d. 100 Kecerdasan Setan, Diva Press Yogyakarta, 2011.

e. Bismillah, Saya Mantap Menikah, Real Books 2013.

f. Kaya Raya Modal Iman, Real Books 2013.

iv. KaryaAnak

a. Dongeng 30 Mancanegara 2009, Diva Press Yogyakarta, 2010.

b. SupTujuh Samudera 2010, Diva Press Yogyakarta, 2010.

c. Aha, Aku Bunuh Harry Potter 2010, Diva Press Yogyakarta, 2010.

d. Siapakah Allahya? 2011, Diva Press Yogyakarta, 2010.

e. Idolaku Rasulullah SAW 2010, Diva Press Yogyakarta, 2010.

v. NovelSejarah

a. The Chronicle of Kartini, Diva Press Yogyakarta, 2011.

b. Cheng Ho Laksamana Muslim dari Negeri Seberang, Diva Press

Yogyakarta, 2011.

c. Ibrahim Rindu Allah, Diva Press Yogyakarta, 2011.

d. Kilat Mata Ksatria Allah, Diva Press, 2012.

e. Lilin pun Dipadamkannya( biografi Umarbin Abdul Aziz) Real

Books, Yogyakarta, 2012.

Page 132: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

119

f. Sinopsis Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid

Prasetyo

Novel ini menceritakan tentang perjuangan anak-anak kampong

Genteng dalam menenmpuh pendidikan. Lika-liku da haling rintangan

yang mereka hadapi untuk bisa mencicipi bangku sekolah yang menurut

sebagian besar warga kampong hanya menghabiskan uang saja, lebih

baik mereka membantu kedua orang tua untuk mencari nafkah untuk

melanjutkan kehidupan. Karena kehidupan mereka berada dibawah garis

kemiskinan. Untuk makan sehari saja mereka kekuarangan, apalagi harus

membiayaisekolah. Sedangkan pekerjaan kedua orang tua mereka

hanyalah seorang pemerah susu sapi, pembersih kandang, dan memberi

makan ternak-ternak milik orang paling kaya di desa mereka. Mereka

adalah Pambudi, Pepeng, dan Yudi. Ketiga anak alam ini yang belum

pernah memakan bangku sekolahan karena ketidakadaan biaya.

Namun, Faisal. Teman ketiga anak alam itu mencoba

mempengaruhi teman-temannya untuk mengikuti jejaknya. Yaitu

bersekolah. Awalnya mereka tidak mau, namun setelah di bujuk dan

mereka sadar ingin sekolah, akhirnya mereka bertiga sepakat untuk

bersekolah, meskipun harus bekerja keras untuk membantu membiayai

sekolah. Sampai berjualan pisang goring di kelas, berjualan Koran, kuli

angkut kelapa dari dini hari sampai waktu sekolah tiba. Sebelumnya

mereka bertiga meremehkan sekolah. Namun setelah mereka bertemu bu

Page 133: NILAI MORAL DAN INTERTEKSTUALITAS PADA NOVEL LASKAR ...

120

Mutia-guru kelas 1 sd- mereka, baru sadar bahwa belajar itu penting.

Karena tanpa ilmu mereka bisa mudah ditipu oleh orang yang lebih pintar.

Di sekolah, salah satu dari anak alam ini menemukan sosok yang

sangat di kaguminya. Kania. Gadis kecil, cantik dan pemberani itu di taksir

oleh Pambudi. Mereka mengira Kania merupakan anak orang berada,

karena cantik, bersih dan pandai. Namun setelah di selidiki oleh Pambudi,

kehidupannya sama dengan keluarganya dan juga teman-temannya. hany

a karena cita-cita, semangat dan keyakinan bisa membuat dia berjalan

dan terus melangah dari kerasnya kehidupan saat ini. Dai itu membuat

Pambudi semakin jatuh hati kepada Kania. Karena selain sebagai wanita

yang hebat, kania juga sosok yang dikaguminya. Karena dengan berilmu,

kita bisa menakklukkan rintangan kehidupan dengan ilmu. Seperti saat

Faisal bercita-cita untuk menciptakan kampungnya agar warganya tidak

terus di perbudak oleh Yok Bek selam hidup mereka. Warga Kampung

Genteng harus berubah.

Pada akhirnya, setelah melalui proses dan tahapan-tahapan yang

tidak mudah, akhirnya para warga Kampung Genteng menjadi sadar akan

pentingnya pendidikan. Bahkan, Pak Cokro, yang dulunya sebagai dukun,

kini mengubah tempat prakteknya menjadi Taman Baca bagi penduduk

Kampung Genteng. Dan Faisal terus melanjutkan pekerjaannya sebagai

guru bantu termuda setiap hari Minggu di Balai Desa tempat tinggalnya.