NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

25
39 | P a g e NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL BERDASARKAN BUDAYA MASYARAKAT LOKAL BERBASIS KOMUNITAS DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN Lucky Zamzami 1 Abstract This article based on the results of research conducted at one of the villages the coastal areas of West Sumatra, in Nagari Tiku Selatan, Tanjung Mutiara District, Agam. This area have been based on traditions since ancestors held as tradition " “membangun rumpon”, “festival Babantai and “Tolak Bala”. The role of social institutions that have been rooted in self in Tiku fishermen whose presence is needed by the community. Social institutions set up in the form of “Arisan” association (Julo- Julo), followed by wives of fishermen, Religious tradition (Yasinan), Social Death tradition, mutual assistance are bottom up. This institute aims to improve the socio- economic members and provide a sense of security and safety in public life consistently carry out its consistent activities on a regular activities. Keywords: Tiku Fishermen, Tradition, Social Institution, Role A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang alau berbicara mengenai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007; Kusnadi, 2010). Konstruksi masyarakat nelayan mengacu kepada konteks bahwa suatu konstruksi masyarakat yang kehidupan sosial budayanya dipengaruhi secara signifikan oleh eksistensi kelompok- kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan. Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989:68-69; Kusnadi, 2010). Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan survival masyarakat atau penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, K 1 Penulis adalah Dosen tetap Jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas

Transcript of NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

Page 1: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

39 | P a g e

NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL BERDASARKANBUDAYA MASYARAKAT LOKAL BERBASIS KOMUNITAS DALAM

AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN

Lucky Zamzami1

Abstract

This article based on the results of research conducted at one of the villages thecoastal areas of West Sumatra, in Nagari Tiku Selatan, Tanjung Mutiara District,Agam. This area have been based on traditions since ancestors held as tradition "“membangun rumpon”, “festival Babantai and “Tolak Bala”. The role of socialinstitutions that have been rooted in self in Tiku fishermen whose presence is neededby the community. Social institutions set up in the form of “Arisan” association (Julo-Julo), followed by wives of fishermen, Religious tradition (Yasinan), Social Deathtradition, mutual assistance are bottom up. This institute aims to improve the socio-economic members and provide a sense of security and safety in public lifeconsistently carry out its consistent activities on a regular activities.

Keywords: Tiku Fishermen, Tradition, Social Institution, Role

A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang

alau berbicara mengenai suatukesatuan sosial, masyarakatnelayan hidup, tumbuh, dan

berkembang di wilayah pesisir atau wilayahpantai. Dalam konstruksi sosial masyarakatdi kawasan pesisir, masyarakat nelayanmerupakan bagian dari konstruksi sosialtersebut, meskipun disadari bahwa tidaksemua desa-desa di kawasan pesisirmemiliki penduduk yangbermatapencaharian sebagai nelayan.Walaupun demikian, di desa-desa pesisiryang sebagian besar penduduknyabermatapencaharian sebagai nelayan,petambak, atau pembudidaya perairan,kebudayaan nelayan berpengaruh besarterhadap terbentuknya identitas kebudayaanmasyarakat pesisir secara keseluruhan(Ginkel, 2007; Kusnadi, 2010).

Konstruksi masyarakat nelayanmengacu kepada konteks bahwa suatukonstruksi masyarakat yang kehidupansosial budayanya dipengaruhi secarasignifikan oleh eksistensi kelompok-kelompok sosial yang kelangsunganhidupnya bergantung pada usahapemanfaatan sumber daya kelautan danpesisir. Dengan memperhatikan struktur

sumber daya ekonomi lingkungan yangmenjadi basis kelangsungan hidup dansebagai satuan sosial, masyarakat nelayanmemiliki identitas kebudayaan yang berbedadengan satuan-satuan sosial lainnya,seperti petani di dataran rendah, peladangdi lahan kering dan dataran tinggi,kelompok masyarakat di sekitar hutan, dansatuan sosial lainnya yang hidup di daerahperkotaan.

Bagi masyarakat nelayan,kebudayaan merupakan sistem gagasanatau sistem kognitif yang berfungsi sebagaipedoman kehidupan, referensi pola-polakelakuan sosial, serta sebagai sarana untukmenginterpretasi dan memaknai berbagaiperistiwa yang terjadi di lingkungannya(Keesing, 1989:68-69; Kusnadi, 2010).Setiap gagasan dan praktik kebudayaanharus bersifat fungsional dalam kehidupanmasyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akanhilang dalam waktu yang tidak lama.Kebudayaan haruslah membantukemampuan survival masyarakat ataupenyesuaian diri individu terhadaplingkungan kehidupannya. Sebagai suatupedoman untuk bertindak bagi wargamasyarakat, isi kebudayaan adalahrumusan dari tujuan-tujuan dan cara-carayang digunakan untuk mencapai tujuan itu,

K

1 Penulis adalah Dosen tetap Jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas

Page 2: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

40 | P a g e

yang disepakati secara sosial (Kluckhon,1984:85-91). Perspektif antropologis untukmemahami eksistensi masyarakat nelayanbertitik tolak dan berorientasi pada hasilhubungan dialektika antara manusia,lingkungan, dan kebudayaannya. Olehkarena itu, dalam beragam lingkungan yangmelingkupi kehidupan manusia, satuansosial yang terbentuk melalui prosesdemikian akan menmpilkan karakteristikbudaya yang berbeda-beda. Orientasi hasilhubungan dialektika manusia tersebutmenciptakan suatu tradisi yang dipengaruhioleh kondisi religi keseharian nelayan danperan kelembagaan sosial yangberdasarkan budaya lokal berbasiskomunitas.

Tradisi bagi masyarakat nelayandapat dilihat pada masyarakat Jawa darisegi kebudayaan upacara atau ritual adatyang merupakan wujud kegiatan religi ataukepercayaan, melalui tradisi Labuhan didesa Tegalsari Tegal Jawa Tengah(Widyatwati, 2012), tradisi Nadran di daerahpesisir Indramayu (Novita, 2013), tradisiritual adat nelayan Larung Sesaji di pesisirkota Rembang (E-Journal- S1.undip.ac.id,2013), tradisi ritual Petik Laut di SendangBiru, Malang (Martin, dkk, 2011) dan tradisi

Tabuik di kota Pariaman (Tanjung,2010). Sebagian besar tradisi sebagaiwujud kegiatan religi selalu berkaitan eratdengan ritual sakral dengan tujuan untukmendapatkan keselamatan dan berkah dariAllah agar dapat memperoleh hasiltangkapan ikan yang berlimpah,membersihkan lingkungan tempat tinggaldan lautan dari sesuatu yang dipandangtidak baik atau buruk serta jahat

Propinsi Sumatera Barat sebagaisalah satu propinsi yang berada di pesisirBarat pulau Sumatera yang memiliki potensipenangkapan dan pengelolaan ikan di lautyang sangat besar sepanjang 375 km, tidakterlepas dari adanya hasil hubungandialektika masyarakat nelayan yang telahmenciptakan tradisi- tradisi yang merupakanwujud kegiatan religi atau kepercayaanmelalui peran kelembagaan sosial yangberdasarkan budaya lokal berbasiskomunitas pada nelayan tersebut.

Salah satu daerah yang menjadisentral nelayan dan usaha kelautan diSumatra Barat selain daripada KabupatenPesisir Selatan, Kota Padang, KabupatenPadang Pariaman dan Kabupaten PasamanBarat adalah Kabupaten Agam, tepatnya di

Kecamatan Tanjung Mutiara. KecamatanTanjung Mutiara merupakan satu dari 16kecamatan di Kabupaten Agam yangmemiliki panjang pantai sekitar 43 km, 27km per segi terumbu karang dan 65 hektarehutan Manggrov. Jumlah Nelayan dikecamatan Tanjung Mutiara tercatat sekitar1.952 orang dan aktif sekitar 1.750 orangdengan produksi ikan mencapai 3.415ton/tahun dengan hasil tangkap jenispelagis, udang dan teri(http://www.sumbarprov.go.id/index.php).

Masyarakat nelayan di daerah initerpusat di nagari Tiku Selatan dan nagariTiku V Jorong. Kedua nagari tersebutmerupakan kawasan pemukiman nelayanyang memiliki konstruksi masyarakatnelayan dalam konteks bahwamasyarakatnya sangat dipengaruhi secarasignifikan oleh eksistensi kelompok-kelompok sosial yang menciptakan tradisi-tradisi sebagai perwujudan kegiatan religimelalui peran kelembagaan sosial yangdibentuk berdasarkan budaya lokalmasyarakat tersebut.

Kelompok-kelompok nelayan yangada di nagari Tiku Selatan saat iniberjumlah 21 kelompok nelayan. Dari 21kelompok nelayan tersebut, diantaranya 13kelompok yang berasal dari perikanantangkap, sedangkan untuk 8 kelompokperikanan budidaya. Pada tahun 2012,kelompok-kelompok nelayan tersebut telahmendapatkan bantuan danaPengembangan Usaha Mina Pedesaan(PUMP) perikanan tangkap dan budidayadari Dinas Kelautan dan Perikanan ProvinsiSumatera Barat. Bantuan danaPengembangan Usaha Mina Pedesaan(PUMP) ini bertujuan untuk mendorongprogram peningkatan produksi danpemberdayaan masyarakat pembudidayaanikan dan nelayan dalam rangkameningkatkan pendapatan, kesejahteraandan dapat merubah pola hidup nelayanmenjadi lebih baik (Korantransaksi, 2012).

Dalam rangka mengatasi masalahyang dihadapi nelayan tersebut, maka sejaktahun 2001-2008, pemerintah telahmencanangkan suatu program yangdiupayakan dapat langsung menyentuhkepentingan masyarakat nelayan, terutamanelayan tradisional yang berorientasikepada pertumbuhan ekonomi. Di sampingbertujuan untuk meningkatkankesejahteraan masyarakat nelayan, jugabertujuan untuk mendidik agar nelayan lebih

Page 3: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

41 | P a g e

mandiri dan mempunyai kemampuan untukhidup lebih baik dalam memanfaatkansumber daya yang ada secara optimal danberkelanjutan. Melalui program pemerintahmelalui program pemberdayaan ekonomimasyarakat pesisir (PEMP)5, tetapmemperhatikan nilai budaya (tradisi) danwujud religi melalui peran kelembagaanyang tumbuh dan berkembang dalammasyarakat lokal, sehingga program yangada tersebut diharapkan dapatmeningkatkan partisipasi masyarakat dalampengambilan keputusan dan pengawasanpengelolaan sumber daya laut dan daerahpesisir (Departemen Kelautan danPerikanan, 2001: 6-7; Zamzami, 2010:114).

Selama proses pelaksanaanprogram pemberdayaan masyarakattersebut, masyarakat yang berbasiskomunitas lokal telah mengembangkankelembagaan dari aspek kelembagaansecara sosial dan ekonomi yang berisi nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal sehinggasetiap program pemerintah yang masuk kewilayahnya dapat ditampung melaluikelembagaan yang telah terbentuktersebut6. Keberadaan kelembagaan sosialekonomi dalam masyarakat nelayanmampu mewujudkan rasa saling tolongmenolong dan toleransi diantara kelompok-kelompok nelayan yang setiap tahunnyaterbentuk dengan sendirinya. Lembagadalam suatu komunitas masyarakatpesisir terdiri dari organisasi pada tingkatnelayan serta kelembagaan masyarakatdesa yang diartikan sebagai “norma lama”atau aturan -aturan sosial yang telahberkembang secara tradisional danterbangun atas budaya lokal sebagaikomponen dan pedoman pada beberapajenis/tingkatan lembaga sosial yangsaling berinteraksi dalam memenuhikebutuhan pokok masyarakat untukmempertahankan nilai. Norma lama yangdimaksud yaitu aturan- aturan sosial yangmerupakan bagian dari lembaga sosial dansimbolisasi yang mengatur kepentinganmasyarakat di masa lalu (Sallatang, 1982;Arief, 1999).

Selain adanya programpemberdayaan yang dilaksanakan olehpemerintah, salah satu sarana untukmemberikan perlindungan padamasyarakat nelayan adalah membekalimereka dengan pengetahuan akan artipenting hidup berkelompok Padamasyarakat nelayan, pola hidup

berkelompok sebenarnya sudah lamadikenal, namun aktivitas mereka belumbanyak yang mengarah padapengangkatan sosial ekonomi mereka.Menyadari akan hal tersebut, pemerintahmelaksanakan berbagai kegiatan yaitupengelolaan yang berbasis masyarakat.Pengelolaan yang berbasis padamasyarakat oleh pemerintah sebenarnyasudah pernah dilakukan. Namunpengelolaan itu, lebih banyak berdimensipolitik daripada sosial, ekonomi, dan budayalokal dikarenakan sifat pengelolaannyabersifat top-down. Sebagai contoh;pembentukan LMD (BPD), LKMD, KarangTaruna, Dasa Wisma, Pos Yandu danlainnya. Lembaga-lembaga ini sebagiankurang berfungsi dalam melaksanakantugasnya, dan mereka tidak lebih hanyasekedar penghias nama di Kantor-kantordesa.

2. Permasalahan

elayan Tiku merupakan salah satukomunitas nelayan di KabupatenAgam yang kondisi realitasnya

sampai saat ini mengelola, memeliharadan memanfaatkan sumberdaya hayatilaut berdasarkan norma dan nilai budayamelalui tradisi dan religi yang bersifatpartisipatif, assosiatif, analogik dan orientifyang melembaga serta dipertahankanmelalui pengendalian sosial (social control)oleh setiap warganya.

Norma dan nilai budaya tersebutmerupakan pengetahuan yang lahirsecara turun temurun dimiliki oleh nelayanTiku untuk memanfaatkan sumber dayaperikanan, telah melahirkan perilakusebagai hasil dari adaptasi merekaterhadap lingkungannya yang mempunyaiimplikasi positif terhadap kelestarianlingkungan laut. Meskipun norma dan nilaibudaya melalui tradisi dan religi tidakseluruhnya dapat terwarisi oleh generasipenerusnya, namun nilai- nilai yang masihada dapat dijadikan modal dalampemanfaatan sumber daya perikanansecara berkelanjutan.

Norma dan nilai budaya yang telahmelembaga mampu diperankan oleheksistensi kelompok- kelompok sosialyang ada dalam masyarakat nelayansehingga membentuk kelembagaan sosialatas dasar budaya lokal setempat. Perankelembagaan sosial nelayan terbentuk dari

N

Page 4: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

42 | P a g e

perilaku yang terus menerus hidup dalamkomunitas nelayan, dan mengalami prosespenyesuaian dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi serta potensilingkungannya. Kelembagaan yang adapada komunitas masyarakat nelayandimaksudkan sebagai suatu sistemorganisasi yang berlaku dan diakui olehkomunitas nelayan, baik yang termasukkelembagaan formal maupun informal(Astuty, 2006:115). Seperti halnyakelembagaan ekonomi dalam masyarakatnelayan terbentuk oleh adanya prosesyang saling mempengaruhi antaralingkungan tempat hidup masyarakatdengan masyarakat itu sendiri (nelayan),dan peranan lembaga ini sangatberpengaruh terhadap berlangsungnyakegiatan ekonomi masyarakat nelayandiantaranya adalah nelayan tangkap(Astuty, 2006:116).

Kelembagaan sosial bukan sajaditemukan pada masyarakat petani akantetapi juga pada masyarakat nelayan telahlama dikenal. Kelembagaan sosialmerupakan sistem informal yang eksis dimasyarakat nelayan dan terbentuk daritradisi yang telah ada di masyarakatnelayan. Peran kelembagaan sosialmembantu pola bagi hasil yang munculakibat dari ketidakpastian hasil tangkapanyang cenderung sangat berfluktuasisehingga bisa membantu kecukupanekonomi mereka (Masyhuri, 2000).

Berdasarkan latar belakangtersebut diatas, maka rumusanpermasalahan dalam penelitian ini akanmelihat sebagai berikut:1. Bagaimana perwujudan hubungan

nilai tradisi dan peran kelembagaansosial atas dasar budaya lokalmasyarakat dalam aktivitaspenangkapan ikan pada nelayan Tiku?

2. Bagaimana nilai tradisi sebagai wujudkepercayaan dan peran kelembagaansosial dalam aktivitas penangkapanikan yang masih tetap dipertahankandalam konteks kekinian pada nelayanTiku?

B. Tinjauan Pustakai. Kebudayaan Masyarakat Nelayan

anusia dalam kehidupannya dituntutmelakukan suatu usaha untukmendatangkan hasil dalam

pemenuhan kebutuhan hidupnya. Usaha

yang dilakukan dapat berupa tindakan-tindakan untuk memperoleh danmemanfaatkan sumber-sumber daya yangmemiliki nilai ekonomis guna memenuhisyarat-syarat minimal atau kebutuhan dasaragar dapat bertahan hidup, dimanakebutuhan dasar merupakan kebutuhanbiologis dan lingkungan sosial budaya yangharus dipenuhi bagi kesinambungan hidupindividu dan masyarakat (Imran, 1989).

Kebudayaan adalah keseluruhanpengetahuan manusia sebagai mahluksosial yang digunakan untuk memahamidan menginterpretasikan lingkungan danpengalamannya serta menjadi kerangkalandasan bagi terwujudnya kelakuan.Kebudayaan juga dilihat sebagaiseperangkat mekanisme- mekanismekontrol, yaitu rencana-rencana, resep-resep,aturan-aturan, instruksi-instruksi untukmengatur tingkah laku (Geertz, 1992) Dalamkehidupan masyarakat nelayan,kebudayaan umum lokal setempat sangatmempengaruhi aktivitas mereka dalammeningkatkan kesejahteraan ekonomimasyarakat nelayan.

Dilihat dari prespektif antropologis,masyarakat nelayan berbeda darimasyarakat lain, seperti masyarakat petani,perkotaan atau masyarakat di datarantinggi. Prespektif antropologis ini didasarkanpada realitas sosial bahwa masyarakatnelayan memiliki pola-pola kebudayaanyang berbeda dari masyarakat lain sebagaihasil dari interaksi mereka denganlingkungan beserta sumber daya yang ada

didalamnya. Pola-pola kebudayaanitu menjdai kerangka berpikir atau referensiperilaku masyarakat nelayan dalammenjalani kehidupan sehari-hari (Kusnadi,2005). Dilihat, dimensi pekerjaan,masyarakat nelayan terdiri atas 2 kelompok,yaitu: kelompok yang terkait (langsung) danyang tidak terkait dengan aktifitaskelautan/perikanan. Kelompok yang terkait(langsung) dengan aktifitaskelautan/perikanan terdiri dari 2 subkelompok, yaitu: sub kelompok pencari/penangkap hasil kelautan/perikanan danpembudidaya hasil kelautan/perikanan.Sedangkan pencari hasil kelautan/perikanan meliputi pemilik alatproduksi/tangkap seperti toke, juragan, bos,atau nama lain. Mereka pun beragam, bisaberada pada lapisan atas, menengah ataubawah. Kemudian juga masuk didalamnya nelayan pekerja (buruh),M

Page 5: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

43 | P a g e

nelayan mandiri, dan pedagang ikan(kecil, menengah, dan besar).Selanjutnyapembudidaya hasil kelautan/perikananmencakup pemilik alat produksi, pekerja(buruh), nelayan pembudidaya mandiri, danpedagang hasil budidayakelautan/perikanan (kecil, menengah, danbesar).

Kelompok yang tidak terkait(langsung) dengan aktifitas kelautan/perikanan seperti pedagang/pemilik warungmakanan, pedagang kebutuhan sehari-hari,petugas koperasi, dan sebagainya. Dilihatdari dimensi sosial budaya, masyarakatnelayan dapat dibedakan antara: satu,kelompok yang melihat sumber dayakelautan/perikanan tidak terbatas, kapansaja selagi musim baik bisa dieksploitasi,dan tidak memiliki pe-rencanaan. Dua,kelompok yang melihat sumber dayakelautan/perikanan terbatas, namun untukjenis tertentu sumber daya dapatdibudidayakan, dan memiliki perencanaan(Damsar dan Nia Elfina, 2005).

Masyarakat nelayan memilikikebudayaan yang unik yang berbedadengan masyarakat lainnya, namunsebagian besar nelayan yang tergolongmiskin merupakan nelayan artisanal yangmemiliki keterbatasan kapasitaspenangkapan baik penguasaan teknologi,metode penangkapan, maupun permodalan.Masalah kemiskinan juga disebabkanadanya ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan. Di satu sisi, ada daerah yangpadat tangkap dengan jumlah nelayanbesar terutama di Pantura Jawa. Di sisi lainada daerah yang masih potential namunjumlah nelayannya sedikit seperti diPapua, Maluku,NTT dan Ternate. Masalahstruktural yang dihadapi nelayan makinditambah dengan persoalan kultural sepertigaya hidup yang tidak produktif dan tidakefisien.

Secara alami ada interaksi yangsangat kuat antara ketersediaan sumberdaya ikan, jumlah, perilaku, dan kapasitasnelayan serta ekonomi dari hasil usahapenangkapan. Oleh karena itu, kemiskinannelayan harus dipandang sebagai suatusistem yang memiliki komponen salingberinteraksi. Dengan demikian pendekatanyang paling tepat dalam penanggulangankemiskinan adalah dengan pendekatankesisteman (Mubyarto, 1984).

Dalam konteks studi nelayan diwilayah Tiku, Kabupaten Agam, terdapat

beberapa penelitian yang telahdilaksanakan oleh peneliti dalam komunitastersebut. Studi nelayan Tiku mengenaikehidupan sosial ekonomi tahun 1970-2009dilihat dari perspektif sejarah (Sarjulis,2011), studi mengenai Dampak pemberiankredit koperasi bagi nelayan (Yulinda, dkk,2011). Disamping itu, studi mengenaiperencanaan pembangunan berbasisperikanan tangkap (Milasari, 2004) danstudi mengenai bagi hasil penangkapanikan pada nelayan Tiku (Yolanda, 2013).Jika ditelusuri, studi penelitian mengenainilai-nilai budaya dan religi melalui perankelembagaan sosial dalam aktivitaspenangkapan ikan masih kurang dalamnelayan Tiku, sehingga penelitian ini layakuntuk dilaksanakan.

ii. Tradisi secara Konseptual

radisi adalah sebuah kata yangsangat akrab terdengar danterdapat di segala bidang. Tradisi

menurut etimologi adalah kata yangmengacu pada adat atau kebiasaanyang turun temurun, atau peraturanyang dijalankan masyarakat. Secaralangsung, bila adat atau tradisidisandingkan dengan stukturmasyarakat melahirkan makna katakolot, kuno, murni tanpa pengaruh,atau sesuatu yang dipenuhi dengansifat takliq. Tradisi merupakan sinonimdari kata “budaya” yang keduanyamerupakan hasil karya. Tradisi adalahhasil karya masyarakat, begitupun denganbudaya. Keduanya saling mempengaruhi.

Tradisi menurut terminologi,seperti yang dinyatakan oleh Siti NurAryani dalam karyanya, Oposisi PascaTradisi, tercantum bahwa tradisimerupakan produk sosial dan hasil daripertarungan sosial politik yangkeberadaannya terkait dengan manusia.Atau dapat dikatakan pula bahwa tradisiadalah segala sesuatu yang turun temurun,yang terjadi atas interaksi antara klan yangsatu dengan klan yang lain yang kemudianmembuat kebiasaan-kebiasaan satu samalain yang terdapat dalam klan itu kemudianberbaur menjadi satu kebiasaan. Danapabila interaksi yang terjadi semakinmeluas maka

Tradisi merupakan segala sesuatuyang berupa adat, kepercayaan dan

T

Page 6: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

44 | P a g e

kebiasaan. Kemudian adat, kepercayaandan kebiasaan itu menjadi ajaran-ajaranatau paham–paham yang turun temurundari para pendahulu kepada generasi–generasi paska mereka berdasarkan darimitos-mitos yang tercipta atas manifestasikebiasaan yang menjadi rutinitas yangselalu dilakukan oleh klan-klan yangtergabung dalam suatu bangsa. Secarapasti, tradisi lahir bersama dengankemunculan manusia dimuka bumi. Tradisiberevolusi menjadi budaya. Itulah sebabsehingga keduanya merupakanpersonifikasi. Budaya adalah cara hidupyang dipatuhi oleh anggota masyarakat atasdasar kesepakatan bersama. Kedua kata inimerupakan keseluruhan gagasan dan karyamanusia, dalam perwujudan ide, nilai,norma, dan hukum, sehingga keduanyamerupakan dwitunggal(http://dewasastra.wordpress.com/2012/04/04/tradisi-bahasa-dan-istilah).

iii. Pengertian Kelembagaan

elembagaan merupakan suatu sistemyang sengaja dibuat manusia untukmengatur cara, aturan, proses dan

peran masing-masing komponenpendukung di dalamnya untuk mencapaitujuan tertentu. Komponen pendukung didalam suatu kelembagaan antara lainsubjek atau orang sebagai penggeraksistem, segala aturan dan cara yangmengatur jalannya suatu sistem di dalamkelembagaan yang melibatkan banyakperan subjek tersebut.

Pengertian kelembagaan secarasosiologis, yaitu kelembagaan ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yangmenjalankan masyarakat tersebut. Setiapfungsi dalam masyarakat pasti dijalankanoleh sebuah (atau lebih) kelembagaan.Untuk kebutuhan hidup, dalam halberproduksi dan distribusi, dijalankan olehkelembagaan ekonomi. Setiap orang yangterlibat di dalamnya diikat oleh suatu polanilai dan norma sebagai pedoman bersikapdan berperilaku, yang dimantapkankemudian dengan adanya struktur baku.Struktur merupakan visualisasi dari siapaorang yang terlibat dan posisionalnya.

Menurut Soekanto (2002), istilahkelembagaan diartikan sebagai lembagakemasyarakatan yang mengandungpengertian abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu

yang menjadi ciri lembaga tersebut.Sedangkan menurut Tjondronegoro dalamPranadji (2003), pengertian tentanglembaga cenderung menyempitkan maknalembaga dengan pendekatan ciri kemajuanmasyarakat. Soelaeman (1974) menuliskanbahwa kelembagaan dapat bertindak sesuaidengan kehendak masyarakat yangberperan besar terhadap sirkulasikelembagaan tersebut. Sedikit berbedadengan Rahardjo yang dikutip olehPasaribu (2007), konsep kelembagaan yangdianut oleh masyarakat menggunakankonsep lembaga sosial yang secara lebihsederhana diartikan sebagai kompleksnorma-norma atau kebiasaan- kebiasaanuntuk mempertahankan nilai-nilai yangdipandang sangat penting dalammasyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapattentang pengertian kelembagaan, dapatdisimpulkan bahwa kelembagaanmerupakan suatu sistem yang syaratdengan nilai dan norma yang bertujuanmengatur kehidupan manusia di dalamkelembagaan pada khususnya maupunmanusia di luar kelembagaan padaumumnya.Norma-norma yang tumbuhdalam masyarakat memiliki tingkatankekuatan mengikat tersendiri. Seperti yangdipaparkan Soekanto (2002) dalamSosiologi sebagai Pengantar bahwa untukdapat membedakan kekuatan mengikatnorma-norma tersebut dikenal adanyaempat pengertian, yaitu:a. Cara (usage)b. Kebiasaan (folksway)

Setiap tingkatan di atas memilikikekuatan memaksa yang semakin besarmempengaruhi perilaku seseorang untukmenaati norma. Begitu pula yangdipaparkan oleh Soemardjan Soelaeman(1974) bahwa setiap tingkatan tersebutmenunjukkan pada kekuatan yang lebihbesar yang digunakan oleh masyarakatuntuk memaksa para anggotanyamentaati norma-norma yang terkandungdidalamnya.

Kelembagaan adalah sekumpulan jaringan dari relasi sosial yangmelibatkan orang-orang tertentu, memilikitujuan tertentu, memiliki aturan dan norma,serta memiliki struktur. Kelembagaandapat berbentuk sebuah relasi sosialyang melembaga (non formal institution),atau dapat berupa lembaga denganstruktur dan badan hukum (formal

K

Page 7: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

45 | P a g e

institution). Suatu relasi sosial dapatdisebut sebagai sebuah kelembagaanapabila memiliki empat komponen, yaituadanya: (1) Komponen aturan/kebijakan.Setiap kelembagaan mengembangkanseperangkat kesepakatan yang dipegangsecara bersama, sehingga peran masing-masing yang terlibat dalamlembagatersebut dapat kelihatan; (2) Komponenperson (SDM). Orang-orang yangterlibat didalam satu kelembagaan dapatdiidentifikasi dengan jelas; (3) Komponenkepentingan (koordinasi). Orang-orangtersebut pasti sedang diikat oleh satukepentingan atau tujuan, sehingga diantara mereka harus saling berinteraksi;dan, Komponen struktur/institusi dan tatalaksana. Setiap orang memiliki posisi danperan,yang harus dijalankannya secarabenar. Orang tidak bisa merubah-rubahposisinyad engan kemauan sendiri.

iv. Pendekatan Berbasis Komunitas

awe mendefinisikan komunitassebagai kumpulan orang, dengantiga alasan pengelompokan, yaitu

secara geografis, secara demografis, dansecara lembaga (entitas) sosial. Kitadapat menyebut kumpulan orang dalamsatu wilayah rukun tetangga adalahkomunitas (secara geografis). Dalam bidangpembangunan, setiap pekerjaan yangdilakukan di tingkat komunitas kemudiandisebut berbasis komunitas (communitybased), dengan maksud membedakannyadengan pekerjaan di belakang meja danadvokasi kebijakan pemerintah. Dalam artisempit, community-based sering dimaknai“service delivery” atau penyediaan layananuntuk komunitas. Soal apakah dilakukanoleh masyarakat (community-managed) ataupihak luar, selama kegiatan ituberlangsung di akar rumput, tetap banyakdisebut berbasis komunitas (Nugroho danYon, 2011).

Visi tentang komunitas berbeda-beda, karenanya, definisi tentang komunitassangat beragam, berkarakter jamak dantidak homogen. Philip Alperson menulisulang pengertian awal tentang “komunitasorganik dengan hierarki alamiah yangberasosiasi feodal dan kuno, bersifathierarki, dengan basis stratifikasi sosialseperti jender, kasta, kelas yangdikonstruksikan ‘alamiah’ dan sudah diatur“dari atas”.Komunitas bisa merupakan suatu

kumpulan dan tatanan yang disebut sebagai“paguyuban” dengan suatu nilai“kekerabatan” seperti kesetiakawanan,komitmen, imbal balik, dankepercayaan (Koentjaraningrat, 1987)atau juga kategori deskriptif atauseperangkat variabel: tempat, minat,keterikatan, atau kemanunggalan (Frazer,1999) Variabel-variabel ini dapat bersifatsimbolik sebagai sumber daya dan tempatpenyimpanan dari makna-makna danacuan untuk identitas mereka(Cohen,1985).

Anggota-anggota suatu komunitasmempunyai suatu kesamaan sepertikesamaan wilayah, satuan hukum,karakteristik lahiriah, atau bahasa.Kesamaan itu secara signifikanmembedakan mereka dari anggotakomunitas yang lain. Ada suatu garisbersifat maya yang membatasi suatukomunitas dari komunitas lainnya. Norma-norma atau adat apa sajakah yang ikutterlibat di dalamnya? Ada tiga norma dasar,yaitu toleransi (rasa keterbukaan terhadapsesama anggota komunitas, rasa hormat,dan kemauan untuk mendengarkan danbelajar satu sama lain); timbal balik (rasakesediaan untuk menolong, altruisme tanpapamrih—kalaupun ada mungkin berjangkapanjang); dan kepercayaan (bahwa orangdan lembaga dalam komunitas akanberperilaku secara konsisten, jujur, danpatut).

Pendekatan berbasis komunitasdilaksanakan oleh dan bersama dengankomunitas di mana mereka berperan kuncidalam perencanaan, desain,penyelenggaraan, pengawasan, danevaluasi. Disepakati bahwa dalampendekatan ini komunitas adalahpelaku utama yang membuat danmelaksanakan keputusan-keputusanpenting sehubungan dengan pengelolaansumber daya perikanan tersebut.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

enelitian ini bertujuan sebagai berikut:1. Untuk menjelaskan

perwujudan hubungan nilai tradisidan peran kelembagaan sosialatas dasar budaya lokalmasyarakat dalam aktivitaspenangkapan ikan pada nelayanTiku.

2. Untuk menganalisis nilai tradisi

H

P

Page 8: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

46 | P a g e

sebagai wujud kepercayaan danperan kelembagaan sosial dalamaktivitas penangkapan ikan yangmasih tetap dipertahankan dalamkonteks kekinian pada nelayanTiku

Melalui penelitian ini diharapkan dapat :1. Hasil penelitian sangat penting

dilakukan sehingga menambahkepada bahan-bahan kajian ilmuSosial, khususnya bidang kajianAntropologi Maritim.

2. Mengembangkan penguatankelembagaan dalam komunitasnelayan melalui analisis nilaibudaya dan perwujudan religisehingga upaya percepatanpembangunan secara sosial diwilayah pesisir Kabupaten Agamdapat tercapai.

3. Memecahkan masalahkelembagaan yang telah ada dalamkomunitas nelayan, dari aspeksosial dan ekonomi melalui kulturmasyarakat lokal berbasiskomunitas pesisir khususnyanelayan.

4. Melalui hasil kajian ini,diharapkan dapat menemukanmodel pengembangankelembagaan berdasarkan kulturmasyarakat lokal berbasiskomunitas, dalam rangkamendukung penanggulangankemiskinan yang menjadi salah satuisu nasional.

D. Metode Penelitian

okasi yang dijadikan wilayahpenelitian adalah di Nagari TikuSelatan, Kecamatan TanjungMutiara,

Kabupaten Agam. Lokasi ini dipilih karenaberada di wilayah pesisir pantai BaratSumatera yang memiliki lebih dari 1.750orang nelayan yang aktif dalam aktivitasperikanan dan kelautan. Dengan jumlahnelayan yang cukup besar tersebutterbentuklah 21 kelompok nelayan yangtersebar di nagari tersebut. Dalam kurunwaktu 2 tahun terakhir, berbagai bantuandari pihak pemerintah daerah SumateraBarat melalui Dinas Kelautan dan PerikananProvinsi Sumatera Barat datang kekelompok-kelompok nelayan tersebutdalam bentuk bantuan dana

Pengembangan Usaha Mina Pedesaan(PUMP) yang bertujuan untukmendorong program peningkatanproduksi dan pemberdayaanmasyarakat pembudidayaan ikan dannelayan dalam rangka meningkatkanpendapatan, kesejahteraan dan dapatmerubah pola hidup nelayan menjadi lebihbaik.

Dengan bantuan yang diperoleh,dibuktikan bahwa dalam masyarakatnelayan di lokasi penelitian ini memilikinilai budaya tradisi dan perwujudan religimelalui peran kelembagaan yangberdasarkan budaya masyarakat lokal yangcukup kuat, walaupun dalamperkembangannya kelembagaan tersebutterkesan sebagai alat kelengkapanproyek, belum sebagai wadah untukpemberdayaan masyarakat secara hakiki.Akibatnya, eksistensi dan kinerjanya kurangmengembirakan, bahkan keberadaannyatidak berkesinambungan. Hal ini terlihatbeberapa kelompok nelayan yang ada saatini hanya sebatas terdaftar secaraadministrasi, namun keberadaan danaktivitasnya hampir tidak ada, kalaupun adamasih sangat terbatas. Oleh karena itu,kegagalan pembangunan pada sektorkelautan dan perikanan yang umumnyabanyak dijumpai di tiap daerah pesisirkarena belum siapnya lembaga di tingkatkomunitas nelayan dalam menjalankanfungsinya tersebut.

Dalam penelitian ini menggunakanpendekatan penelitian kualitatif. Penelitiankualitatif memusatkan perhatian padaprinsip-prinsip umum yang mendasariperwujudan satuan-satuan gejala yang adadalam kehidupan sosial. Dalam penelitiankualitatif yang dianalisis bukan variabel-variabel tetapi yang dianalisis dalam kaitanhubungan dengan prinsip-prinsip umum darisatuan-satuan gejala lainnya denganmenggunakan budaya masyarakat yangditeliti dan dari hasil analisis tersebutdianalisis lagi dengan menggunakanseperangkat teori yang berlaku (Neuman,2006:149; Rudito, 2008: 78).

Dalam penelitian kualitatif yangmenjadi sasaran kajian adalah kehidupansosial atau masyarakat sebagai satukesatuan atau sebuah kesatuan yangmenyeluruh. Karena itu, penelitian kualitatifjuga biasanya dikaitkan dengan pengertianyang sama dengan pendekatan yangdikenal dalam antropologi yang dinamakan

L

Page 9: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

47 | P a g e

pendekatan holistik. Dalam penelitiankualitatif tidak dikenal sampel tetapipenelitian kasus yang ditelitinya secaramendalam dan menyeluruh untukmemperoleh gambaran mengenai prinsip-prinsip umum atau pola-pola yangberlaku umum berkenaan dengan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan sosial(Rudito, 2008:79).

Penelitian ini berbentuk studi kasusyang mengutamakan penelitian yangmenyelidiki fenomena dan konteksnyasaling terkait dan memanfaatkan banyakbukti atau informasi untuk mencari data.Dalam penelitian studi kasus, keutuhan dariobjek perlu dipertahankan.

Teknik pengumpulan data yangtelah dilakukan adalah menggunakanteknik observasi partisipasi, wawancarabebas dan mendalam dan studikepustakaan. Pemilihan informan diambilsecara purposive (sengaja), dimanapengambilan informan yang bersifat tidakacak dan juga berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dapatmemberikan informasi sesuai denganmasalah yang diteliti. Saat penelitianberlangsung, pemilihan informan dibagi kedalam dua, yaitu informan kunci daninforman biasa. Menurut Bungin bahwapenentuan siapa yang harus menjadiinforman kunci melalui beberapapertimbangan di antaranya: orang yangbersangkutan memiliki pengalaman pribadisesuai dengan permasalahan yang diteliti,usia orang yang bersangkutan telahdewasa, orang yang bersangkutan sehatjasmani dan rohani, bersifat netral danmemiliki pengetahuan yang luas mengenaipermasalahan yang diteliti (Bungin,2004:56).

Informan kunci yang telah dipilihadalah nelayan yang tergabung dalamkelompok-kelompok nelayan yang memilikipartisipasi yang aktif dalam aktivitaspenangkapan ikan. Sedangkan informanbiasa adalah pejabat pemerintahankecamatan dan nagari dan tokoh-tokohmasyarakat. Berikut ini informan yangberhasil diwawancarai dalam penelitian.

Data-data yang telah dikumpulkanoleh peneliti termasuk juga catatanlapangan dikelompokkan oleh peneliti atasdasar aktivitas khusus yang ada dan diteliti.Kemudian dari pengelompokkan datatersebut, data-data itu kemudiandiabstraksikan dan dikaitkan satu dengan

lainnya sebagai satu kesatuan kejadian danfakta yang terintegrasi. Dari abstraksitersebut maka akan tampak pranatasosial yang berlaku di wilayah atau komunititersebut (Bungin, 2004:60).

Dalam menganalisis tentunya selaluterkait dengan konsep yang telah dipelajarisebelumnya. Sehingga dari hasil analisisakan tampak kesesuaian dari data yangdiperolehnya dengan konsep yangdipelajarinya atau akan berbeda dengankonsep yang dipelajarinya karena masalahsosial akan selalu berbeda antara satumasyarakat dengan masyarakat lainnya.

Setelah itu disusun sesuai dengankategori-kategori dan kemudiandisimpulkan. Apabila dalam kesimpulanmasih menimbulkan keraguan makadilakukan pengkategorian ulang hinggaseluruh data yang telah berhasildikumpulkan dianggap sesuai dengantujuan penelitian. Temuan di lapangan akandiolah dengan data yang didapat dariliteratur dan akan disajikan dalam suatukarya etnografi deskriptif.

E. Hasil Dan Pembahasan1.1 Gambaran Umum Nagari TikuSelatan, Kecamatan TanjungMutiara, Kabupaten Agam

agari Tiku Selatan terletak diKecamatan Tanjung Mutiara,Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Nagari Tiku Selatan terdiri dari 7 jorong8,yang terdiri: (1) Jorong Gasan Kaciakdengan luas wilayah 1.141 Ha; (2) JorongBanda Gadang dengan luas wilayah 724Ha; (3) Jorong Pasa Tiku dengan luaswilayah 111 Ha; (4) Jorong Pasia Tikudengan luas wilayah 100 Ha; (5) JorongKampung Darek dengan luas wilayah520 Ha; (6) Jorong Pasia Paneh denganluas wilayah 605 Ha; dan (7) JorongSungai Nibuang dengan luas wilayah 385Ha.

Jumlah jorong yang berada didaerah pesisir sebanyak 4 buah (21%) danjorong bukan pesisir sebanyak 15 buah(79%), dengan jumlah penduduk pesisirdengan mata pencaharian sebagai nelayansebanyak 2.152 KK (2%). Nagari TikuSelatan berbatasan sebelah utara denganNagari Tiku V Jorong, sebelah Selatandengan Nagari Batang Gasan, sebelahBarat berbatasan dengan SamudraIndonesia dan sebelah Timur berbatasan

N

Page 10: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

48 | P a g e

dengan Nagari Tiku Utara.Nagari Tiku Selatan memiliki

ketinggian tempat berkisar 2 m daripermukaan laut dengan suhu rata-ratasekitar 260C-300C dengan rata-ratacurah hujan 2000 mm. Wilayah ini terdiridari dataran rendah, dengan tinggipesisir pantai yang rendah. Berdasarkanpenggunaan lahan dan luas wilayahmenjelaskan bahwa penggunaan lahanperumahan dan lahan persawahan yangmemiliki aliran irigasi mendominasi luaswilayah di Nagari Tiku Selatan, KecamatanTiku Selatan, Kabupaten Agam. NagariTiku Selatan memiliki garis pantai yangcukup panjang dan juga memilikikeindahan dari aspek pemandanganlautnya.

1.2 Sejarah Nagari

ada abad 18an, Tiku adalah salahsatu tempat pelabuhan besar didaerah Minangkabau. Salahsatu

bukti sejarah disana adalah gaya pakaian"marapulai", dimana gaya berpakaianmarapulai sama seperti yang di pakai paramatador di spanyol. Kaos kaki tinggi danrompi merupakan salah satu bukti sejarahbahwa ketika Portugis meninggalkan Tiku.Kata Tiku sendiri berasal dari Tako atauTeko, artinya tempat penampungan. Iniartinya bahwa Tiku di jadikan sebagaitempat logistik para penjajah.(http://nanangsarfinal.blogspot.com/2008/09/sisa-sejarah-tiku.html diakses tanggal 17Oktober 2013).

Kabupaten Agam mempunyaisejarah yang panjang dan komplit, baik dibidang Pemerintahan maupun di bidangadat istiadat. Diawali dari KerajaanMinangkabau pada pertengahan abad ke-17, dimana rakyat Minangkabau telahmemanggul senjata untuk berontakmelawan penjajahan Belanda.Pemerintahan Minangkabau yang disebutRanah Minang, dimana Kabupaten Agamtempo dulu, selain Sumatera Barat jugatermasuk daerah Limo Koto Kampar(Bangkinang) yang sekarang termasukPropinsi Riau, Daerah Kabupaten Kerinci(Sungai Penuh) sekarang termasukPropinsi Jambi dan sebagian daerahTapanuli Selatan (Koto Napan) yangsekarang secara administrasi berada diPropinsi Sumatera Utara. Pemerintahan

adat mencakup Luhak dan Rantau, dimanaPemerintahan Wilayah Luhak terdiri dariLuhak Tanah Datar, Luhak Limo Puluahdan Luhak Agam. Komisariat PemerintahanRepublik Indonesia di Sumatera yangberkedudukan di Bukittinggi mengeluarkanperaturan tentang pembentukan daerahOtonom Kabupaten di Sumatera Tengahyang terdiri dari 11 Kabupaten yang salahsatunya Kabupaten Singgalang Pasamandengan ibukotanya Bukittinggi yangmeliputi kewedanan Agam Tuo, PadangPanjang, Maninjau, Lubuk Sikaping danKewedanaan Talu ( kecuali Nagari Tiku,Sasak dan Katiagan).

Dengan Surat KeputusanGubernur Militer Sumatera Tengah No.171 tahun 1949, daerah KabupatenAgam diperkecil dimana KewedanaanTalu dimasukkan ke daerah KabupatenPasaman, sedangkan beberapa nagari disekitar Kota Bukittinggi dialihkan kedalam lingkungan administrasi KotamadyaBukittinggi. Keputusan Gubernur MiliterSumatera Tengah tersebut dikukuhkandengan Undang-undang No. 12 tahun 1956tentang pembentukan Daerah Tingkat IIdalam lingkungan Propinsi SumateraTengah, sehingga daerah ini menjadiDaerah Tingkat II Kabupaten Agam. Padatanggal 19 Juli 1993 secara de facto,ibukota Kabupaten Agam telah berada diLubuk Basung yang dikuatkan dengandikeluarkannya Peraturan PemerintahRepublik Indonesia (PP Nomor 8 Tahun1998) (http://agam-media.blogspot.com/2011/09/sejarah-dan-sosiologi.html diakses tanggal 17 Oktober2013).

Menurut silsilah (ranji), kaumketurunan Datuk Rangkayo Basa (DRB) diKanagarian Tiku berasal dari sebuahperkampungan kaum suku Jambakbernama Galo Gandang di Tanah Data.Salah seorang dari kaum ini, pada masayang tidak teridentifikasi, merantau kepesisir barat bernama Puti Sanang Hatidengan membawa empat orang anaknya,tiga perempuan dan seorang laki-laki. Anakyang pertama bernama Puti Ambat, yangkedua bernama Puti Langgam, yang ketigaadalah laki-laki yang bernama Sutan MaraBasa, serta yang bungsu bernama PutiManis. Menurut ranji yang saat ini masihdisimpan oleh kaum keluarga DRB di Galo

P

Page 11: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

49 | P a g e

Gandang Tanah Data, Puti Sanang Hatimempunyai empat orang anak, namunnama anak-anak tersebut tidak disebutkankarena ranji mereka putus sampai PutiSanang Hati saja, namun hanya terterabahwa Puti Sanang Hati memiliki empatorang anak, satu diantaranya adalah laki-laki.

Dalam dalam ranji keluarga DRB diTiku, nama-nama kaum keluarga initercatat dengan baik. Sehingga singkatnyauntuk menjaga tali hubungan darah initidak putus, maka pada masa itu DRB pundilewakan di nagari rantau pesisir ini.Sutan Mara Basa sebagai satu-satu anaklelaki dalam kaum ini dilewakan gelarDatuk Rangkayo Basa. Karena ciri-ciri dariSutan Mara Basa ini orangnya tinggiberdada cekung, maka beliau juga disebutoleh orang sebagai Datuk Rangkayo Basanan Cakuang Dado (Di sampingtersebutkan pada ranji, tanda kebenarankaum keturunan ini berasal dari kaumkeluarga Jambak Galo Gandang TanahData dapat dilihat pada pandam pekuburankaum Jambak di Jawi-jawi Tiku yang batunisannya berasal dari kerajinan GaloGandang Tanah Data. Menurut kisah yangsiriwayatkan oleh para tuo-tuo kaum sukujambak, Sutan Mara Basa bergelar datukRangkayo Basa (nan cakuang dado)terkenal karena berbagai keistimewaanyang dimilikinya sehingga hal inimembuatnya sangat disegani di dalam dandi luar nagari Tiku.

Sehingga selain gelar DatukRangkayo Basa merupakan gelar sakokaum jambak juga merupakan gelarpemimpin dalam kanagarian Tiku yangmenaungi suku-suku lainnya di kanagarianTiku. Hal ini terlihat dari kepemimpinan-pemimpin penyandang gelar sako DRB diTiku yang semuanya merupakan walinagari kanagarian Tiku. Ranji DRB dikanagarian Tiku (pesisir barat) yang aslidibuat dalam tulisan arab, sama halnyadengan ranji yang asli yang ada di tangankaum kelurga DRB di Galo Gandang TanahData. Kemudian oleh salah seorang cucukemenakan St Mara Basa DatukRangkayo Basa yang bernama Haji AbdulWahab atau Buyuang Enek (bergelar SutanBadar Alam), ranji bertulisan arab inidibuatkan ke dalam bahasa latin(Indonesia), sementara ranji yang aslibertulisan arab tersebut masih disimpan

dengan baik.Dalam sistem kekerabatan

matriakhat di Minangkabau, sako danpusako diwariskan secara turun temurunmenurut garis ibu. Kawasan pusako kaumkeluarga suku Jambak ini meliputi daerahJawi-jawi sampai ke Cacang (Tiku).Demikian pula halnya, ketika Sutan MaraBasa bergelar Datuk Rangkayo Basamemasuki masa purna tugas sebagaipemegang sako tinggi kaum keluarga sukuJambak, maka sako ini pun diteruskan olehkemenakan dan cucu-cucu kemenakannyayang semuanya juga menjadi pimpinan dikanagarian Tiku. Dalam ranji kaum ini dapatditemui nama-nama cucu kemenakan yangmeneruskan sako kaum ini. Cukukemenakan yang terakhir memegang gelarsako Datuk Rangkayo Basa ini bernamaSutan Tamin, juga wali nagari Tiku.Namun ketika Sutan Tamin DatukRangkayo Basa wafat sekitar tahun 1970,gelar sako ini tidak dapat terselenggarakanlagi dengan baik karena kemenakan yangseharusnya melanjutkan kepemimpinankaum keluarga, diantaranya H AbdulWahab bergelar Sutan Badar Alam, beradadiperantauan.

Namun agar tanda pusako danidentitas kaum Jambak kanagarian Tikuketurunan kaum keluarga Datuk RangkayoBasa tidak hilang, semasa hidupnya SutanBadar Alam telah memugar pandampakuburan kaum Jambak yang terletak diSimpang Tiga Jawi-jawi Tiku danbangunan rumah gadang yang teletak diJawi-jawi (tidak jauh dari pandampakuburan ini) direhabilitasi dan sebagiantanahnya dijadikan bagunan sebuahmesjid yang bernama Nurul Wahab.Pada pandam pakuburan kaum initerbaringlah Puti Sanang Hati dan anak-anaknya termasuk Sutan Marah Basa DatukRangkayo Basa serta semua generasikaum suku Jambak kanagarian Tiku kaumketurunan Datuk Rangkayo Basa yangberasal dari Galo Gandang Tanah Data ini.

Sako Datuk Rangkayo Basasudah tidak dilewakan lagi semenjakmeninggal Sutan Tamin sebagai pewarisyang terakhir, walau ada upaya dariberbagai pihak untuk meminjamnya. Disamping itu, berbagai perkembangansituasi politik telah menyebabkan pulaberbagai hal terjadi pada gelar sakoDRB ini. Datuk Rangkayo Basa boleh

Page 12: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

50 | P a g e

tiada, namun semangat dalammembangun kampung dan kaum keluargaseperti yang pernah dilakukan olehpemangku-pemangku sako DatukRangkayo Basa masih melekat di dalamjiwa setiap anggota kaum keluarga, baikyang masih berada di kampung maupunyang di perantauan(http://pusakampa.blogspot.com/2009/06/suku-jambak-sejarah-ringkas.html diaksestanggal 17 Oktober 2013).

1.3 Keadaan Demografi

erdasarkan data kependudukanNagari Tiku Selatan tahun 2012,jumlah penduduk sebanyak 13.003

jiwa orang, dengan penduduk laki-lakiberjumlah 6.699 jiwa dan pendudukperempuan 6.304 jiwa orang. Jumlah kepalakeluarga (KK) adalah 2.608.

Berdasarkan hasil wawancaradiperoleh bahwa jumlah pendudukterbanyak di Nagari Tiku Selatan yangdikategorikan pada usia produktif beradapada tingkat umur antara 20 tahun hingga50 tahun. Hal tersebut terkait erat denganberbagai pekerjaan yang ditekuni olehmasyarakat di Nagari Tiku Selatan.

1.4 Mata Pencaharian

alam pemenuhan kebutuhan hidupmasyarakat di Nagari Tiku Selatan,baik kebutuhan dasar seperti

kebutuhan sandang, pangan dan papanmaupun kebutuhan sekunder sepertikebutuhan pendukung lainnya sangatdiperlukan mata pencaharian untukmencapai usaha tersebut. Dalampemenuhan kebutuhan tersebut, di dalammasyarakat mempunyai mata pencaharianyang beragam/bervariasi. Demikian jugadengan masyarakat Nagari Tiku Selatanyang memiliki beragam mata pencaharian.

Bahwa sebagian besar penduduk diNagari Tiku Selatan bermata pencahariansebagai petani, buruh dan nelayan,terutama nelayan buruh sebanyak 145(11%). Salah satu penyebabnya adalahkondisi wilayah Nagari Tiku Selatan yangterletak memanjang di garis pantai daerahNagari Tiku Selatan.

1.5 Tingkat Pendidikan

endidikan merupakan kebutuhanutama masyarakat di Nagari TikuSelatan sebagai usaha

untukmenambah ilmu pengetahuan merekadan juga mengangkat pada derajat yanglebih tinggi. Kesadaran masyarakat diNagari Tiku Selatan terhadap pentingnyapendidikan cukup tinggi dimana sebagianbesar masyarakatnya sudah mengenyampendidikan padan tingkat SMP dan SMA.Meskipun demikian, sebagianmasyarakatnya juga ada yang menamatkanpendidikan hanya pada tingkat SD.

Bahwa tingkat pendidikan di NagariTiku Selatan sudah cukup tinggi. Haltersebut diperlihatkan melalui jumlahpenduduk yang telah menamatkanpendidikan SD, SMP, SMA dan perguruantinggi sebanyak 6.350 (90%). Meskipundemikian, diperoleh juga terdapat pendudukyang tidak menamatkan pendidikan SD(10%). Pada umumnya, mereka yangtidak menamatkan pendidikan SDdikarenakan faktor ekonomi dankesempatan.

Untuk menunjang aktivitaspendidikan masyarakat di Nagari TikuSelatan sangat dibutuhkan sarana danprasarana agar tujuan pendidikan dapattercapai. Jumlah sarana pendidikan diNagari Tiku Selatan cukup memadai dengantersedianya sarana pendidikan SMP danSMA. Hal tersebut diperlihatkan dari tingkatpendidikan yang cukup tinggi dengan tingkatpendidikan SMP dan SMA.

1.6 Pola Pemukiman Nagari TikuSelatan

ola pemukiman adalah wujud daribentuk pemukiman pada suatudaerah yang meliputi pola letak

tempat tinggan dan bentuk rumah dipemukiman tersebut. Pola letak pemukimandi Nagari Tiku Selatan tidak berbeda jauhdengan pola pemukiman wilayah pesisir didaerah lain, dimana rumah-rumahmembentang sepanjang pantai di pesisirpantai Tiku.

Pola pemukiman Nagari TikuSelatan yang mengikuti garis pantai dimulaidari Jorong Gasan Kaciak , kemudiandilanjutkan menuju Jorong Banda Gadang,Jorong Pasa Tiku dan Jorong Pasia Tiku.Untuk 3 jorong lainnya berada di sepanjang

B

D

P

P

Page 13: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

51 | P a g e

perbukitan yang berada di seberang garispantai. Untuk menuju Nagari Tiku Selatan,dapat ditempuh dengan kendaraan berodadua dan empat dengan sarana jalan yangcukup baik sehingga dapat ditempuhselama 1.5 jam perjalanan dari ibu kotaSumatera Barat, yaitu kota Padang.

Kepemilikan rumah yang berada disekitar pantai adalah sebagian besar dimilikioleh rumah tangga nelayan buruh dan jugapedagang ikan berskala kecil. Padaumumnya, bentuk rumah di Nagari TikuSelatan, terutama kampung-kampung disekitar pantai terdiri dari rumah tidakpermanen dan semi permanen dan hanyabeberapa rumah saja yang permanen, yaitusekitar 5-10 rumah. Untuk rumah-rumahyang berada di sekitar jalan utama yangmenghubungkan antar jorong di Nagari TikuSelatan, keadaannya lebih baik dari rumahyang ada di dekat pantai. Biasanya rumah-rumah di wilayah ini dihuni oleh pedagangikan dengan skala yang lebih besardibandingkan dengan pedagang yang ada dipinggir pantai.

Berdasarkan observasi (melaluipengamatan), terdapat beberapa rumah dipemukiman sekitar wilayah pantai (5-10rumah) yang dihuni oleh para nelayanyang tidak layak untuk menjadi tempattinggal. Rumah mereka hanya beralaskanpasir pantai dan berdindingkan kayu danjuga atapnya terbuat dari seng yang sudahberkarat dan berlubang.

Di sekitar pemukiman nelayan,terdapat 2-4 warung makanan yang selaludipenuhi oleh para nelayan buruh, terutamasekali ketika mereka sudah selesaimelaksanakan aktivitas penangkapan ikanseperti memukat dan juga pada saatterjadinya badai (cuaca tidak baik). Aktivitasyang biasa mereka lakukan adalahberdiskusi tentang aktivitas penangkapanikan, bermain domino/kartu dan hanyasekedar minum kopi.

1.7 Aktivitas Sosial Budaya Masyarakat

asyarakat nagari Tiku Selatanmenganut sistem kekerabatanmatrilineal, yakni kekerabatan

mengacu kepada garis keturunanperempuan. Tradisi sosial yang paling unikdi nagari ini adalah tradisi perkawinan dankematian. Tradisi perkawinan adalahperempuan ‘membeli’ laki-laki, artinyaperempuan yang membayar biaya danmahar perkawinan. Dalam tradisi ini ada

konsep uang ‘hilang’ dan uang‘menjemput’. Uang hilang adalah uangyang digunakan untuk menggantipengeluaran orangtuanya dalammembesarkan anak laki-lakinya baikberupa uang atau barang seperti motoratau mobil. Penggantian uang hilang initergantung kepada tingkat pendidikan danpekerjaan laki-laki tersebut, apabila tinggipendidikannya maka semakin tinggi uanghilangnya. Untuk uang menjemput adalahuang yang dibayar ketika menjemput laki-laki saat pelaksanaan pernikahan,dengan uang menjemput berupa ringgitsebanyak 12 emas. Dalam tradisiperkawinan ini didalamnya terdapatprosesi seperti adat menurunkanpengantin perempuan dari rumah ibunya(bundo kanduang), adanya upacaramencukur rambut, “balatui badia’, adatmenjemput pengantin laki-laki(bagalombang duo baleh).

Selain tradisi perkawinan, tradisikematian di wilayah ini terbilang unik.Tradisi kematian disebut dengan istilah‘batagak adat’ dengan cara ‘Bejamba’,yaitu masing-masing keluarga, tetanggadan kerabat dalam satu suku yang melayatmembawa makanan yang kemudianditumpuk-tumpuk menjadi sebuah gunungmakanan hingga mencapai lebih kurang 2meter. Setelah makanan menggunung,maka dilaksanakan acara berdoa (zikir)bersama, setelah itu dilakukan kegiatanmembagi-bagi harta warisan, “malewanggala”, upacara doa setelah 3, 7, 14, 40 dan100 hari kematian anggota keluarga.

1.8 Aktivitas Ekonomi PerikananMasyarakat

ktivitas ekonomi perikanan yangdilakukan oleh nelayan padaumumnya dilakukan secara

berkelompok tetapi ada juga yangmelakukannya secara perorangan. Kegiatantersebut sebagian besar dilakukan olehpihak laki-laki yang berumur diatas 15tahun. Pendapatan nelayan di nagari TikuSelatan berkisar antara Rp.25.000,- hinggaRp. 100.000,-. Pendapatan nelayantermasuk rendah dikarenakan sebagianbesar nelayan di nagari Tiku Selatantersebut adalah nelayan buruh (60%).Aktivitas penangkapan ikan padamasyarakat nelayan Nagari Tiku Selatan,yaitu aktivitas membagan, memayang,

MA

Page 14: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

52 | P a g e

memukat dan menjaring. Teknologi padapenangkapan ikan menjaring menggunakanperalatan jaring dan perahu. Jaring yangselalu dipergunakan oleh masyarakatnelayan Nagari Tiku Selatan adalah yangberukuran 100-200 m. Jaring ini ada yangjahitannya halus dan kasar. Jaring yanghalus ukuran matanya memiliki panjang 25-20 cm dan lebarnya kira-kira 5 cm,sedangkan jaring yang jahitannya kasarukuran matanya memiliki panjang 50-60 cmdan lebar 10 cm. Untuk jahitan yang kasaradalah untuk menangkap ikan yang besar-besar seperti ikan gembolo, ikan gurigak,belatuk dan soaso, sedangkan jahitanyang halus atau rapat adalah untukmenangkap ikan yang kecil-kecil sepertiikan campu, pinang-pinang, maco dan tete.Untuk menangkap ikan dengan menjaringmempergunakan sebuah perahu yangpanjangnya lebih kurang 4 m dan lebarnya 1m. Perahu yang banyak digunakan olehmasyarakat nelayan Nagari Tiku Selatansaat ini sudah banyak memakai mesinperahu/mesin tempel.

Hasil tangkapan ikan yangdiperoleh langsung di bawa ke pasartradisional Tiku Selatan dan disana sudahada agen atau pembeli yang menanti.Biasanya agen-agen tersebut telahditentukan oleh induk semang. Alasan lainnelayan menjual ikan di pasar tradisionalTiku Selatan karena semua jenis ikan dapatditerima baik besar maupun kecil, begitujuga dengan jenis-jenisnya.

Nagari Tiku Selatan merupakanNagari yang memiliki potensi sumber dayaalam yang cukup banyak dilihat dariberbagai aspek seperti Nagari TikuSelatan mempunyai wilayah laut yangdengan garis pantai sepanjang ± 6 kmdan disertai dengan Tempat PendaratanIkan (TPI) beserta fasilitas penunjanglainnya. Potensi hasil laut nagari TikuSelatan telah menjadi salah satu andalanekonomi yang utama dari nagari TikuSelatan.

Dari segi infrastruktur danperhubungan Nagari Tiku Selatan dilaluioleh jalan negara yang menghubungkanIbukota Propinsi dan Ibukota Kabupaten.Ditambah dengan beradanya ibukotaKecamatan Tanjung Mutiara di NagariTiku Selatan, maka hampir seluruh kantorinstansi pemerintah dan swasta sertasekolah-sekolah berada di Nagari TikuSelatan. Dari Segi Ekonomi otomatis

dengan keberadaan TPI dan pasar serikat ,maka seluruh aktifitas utama perikanan danekonomi berada di Nagari Tiku Selatan .Ditambah dengan keberadaan kantorbeberapa Bank BPR dan bank umum,Koppem serta BMT yang terletak di NagariTiku Selatan yang sangat membantupertumbuhan ekonomi masyarakat. Darisegi sumber daya manusia Nagari TikuSelatan mempunyai asset SDM yang cukupbanyak dengan tingkat pendidikan yangcukup tinggi serta mempunyai beragamkeahlian. Namun potensi tersebut belumtergali dan dimanfaatkan secara maksimal.

1.9 Adat, Budaya dan Agama di NagariTiku Selatan

dat merupakan suatu tatanankehidupan yang telah terjadi padamasa-masa yang lalu untuk

mengatur kehidupan yang berEtika, Sopandan berAdab sesuai dengan tuntunanajaran Agama Islam.Sebagai falsafahMinang Kabau Adat Basandi Syarak,Syarak Basandi Kitabullah yang bermaknaMenjunjung nilai- nilai Agama yangImplementasinya tertuang dalam AdatIstiadat di Nagari. Dan Adat Istiadatmempunyai peran penting dalamkehidupan bermasyarakat dan bernagari,disamping menjaga nilai-nilai Luhur Adatdan Budaya peran Adat dalampenyelenggaraan Pemerintahan sangatmenentukan, dengan Tali Tigo Sapilin danTungku Tigo Sajarangan. Dengan jalannyaperan Adat di semua unsur yang ada dimasyarakat seperti Niniak Mamak, CadiakPandai, Alim Ulama, Bundo KanduangPemuda yang keterlibatan unsure tersebutterhadap memperlancar prosespembangunan di Nagari. Untukmengembalikan tegaknya nilai-nilai AdatIstiadat yang berlaku di Nagari TikuSelatan perlu dilakukan upaya Pelestarian,Pemahaman, Pengamalan nilai-nilai AdatIstiadat ditengah-tengah masyarakatseperti yang sudah di jalankan dan dilaksanakan dalam Nagari:

Seiring dengan KebijakanPemerintah Propinsi Sumatera Barat“babaliak Kanagari” dengan OtonomiDaerah. Babaliak ka Nagari merupakanartian dari kembali kepada tradisi yangtelah lama mulai memudar, namun seiringarus globalisasi kemajuan zaman saat ini,secara keseluruhan penerapannya belum

A

Page 15: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

53 | P a g e

mampu diterjemahkan secara konkritditengah-tengah kehidupan masyarakat,sehingga muncul kekhawatiran akan makinluntur dan rendahnya pemahaman agamabagi generasi muda. Sebagai langkahuntuk mengantisipasi hal ini, telahdilakukan berbagai langkah dan upayaoleh Tokoh-tokoh pemangku kepentinganmasyarakat di Nagari Tiku Selatan untukmeramaikan Mesjid, Mushalla danmelakukan kegiatan-kegiatan keagamaandengan penyediaan Sarana danPrasarana ibadah lainnya untuk pecapaianNagari yang Baldatun ThaibathunWarabbun Ghafur.

1.10 Pranata Sosial dalam MasyarakatNelayan

enurut Koentjaraningrat (1964),lembaga kemasyarakatan/lembagasosial atau pranata sosial adalah

suatu sistim norma khusus yang menatasuatu rangkaian tindakan berpola mantapguna memenuhi suatu kebutuhan khususdari manusia dalam kehidupanmasyarakat. Kesimpulan dari definisi diatas adalah adanya sistem norma, sistemnorma yang mengatur tindakan berpoladan tindakan berpola itu untuk memenuhikehidupan manusia dalam kehidupanmasyarakat.

Rahardjo (1999) menyatakanbahwa kelembagaan sosial (socialinstitution) secara ringkas dapat diartikansebagai kompleks norma-norma ataukebiasaan-kebiasaan untukmempertahankan nilai-nilai yangdipandang sangat penting dalammasyarakat, merupakan wadah danperwujudan yang lebih konkret dari kulturdan struktur. Berdasarkan pada beberapapengertian tadi, dapat dipahami bahwakelembagaan sosial dalam masyarakatnelayan adalah “norma atau kebiasaanyang terstruktur dan terpola sertadipraktekkan terus menerus untukmemenuhi kebutuhan anggota masyarakatyang terkait erat dengan penghidupan daribidang perikanan di wilayah pantai”.

Kelembagaan perikanan padamasyarakat pesisir pantai yang masihbersahaja terkait erat dengan kegiatanekonomi masyarakat tradisional. Padamasyarakat desa yang kegiatanekonominya masih belum didominasisistim ekonomi uang, menyebabkan

masih kuatnya kait-mengkait antarakegiatan ekonomi dan sosial, sistemgotong royong dalam proses produksiperikanan, sistem bagi hasil, sistemhutang, dan sistim tradisional lainnya yangterkait dengan operasi produksi perikanan.

Lembaga sosial dan ekonomi lahirditujukan untuk memenuhi kebutuhanmasyarakat terhadap kehidupannnya.Kebutuhan masyarakat meskipun tidaklinier cenderung merupakan kebutuhanyang lahir dari kebutuhan individu sebagaianggotanya. Tradisi gotong royong secaranyata telah melembaga secara sosial danmengakar kuat, ini diwujudkan dalamberbagai aktivitas keseharian masyarakatnelayan di Nagari Tiku Selatan. Secaraumum aktivitas gotong royong memilikitema sentral sebagai mutual help antaranggota masyarakat yang mana masing-masing pihak terlibat saling memberikankontribusi dan sebagai reward-nya merekamendapatkan gain dari aktivitas yangdikerjasamakan Semangat timbal balik--reciprocity melekat kuat sebagai penunjukbahwa proses kerjasama berlangsungdengan fair. Aktivitas gotong royongdalam berbagai dimensinya memberikanimplikasi semangat dan value untuksaling memberikan jaminan/self-guarantying atas hak dan kelangsunganhidup antar sesama warga masyarakatyang masih melekat cukup kuat dipedesaan.

Kelembagaan sosial dalammasyarakat nelayan adalah norma ataukebiasaan yang terstruktur dan terpolaserta dipraktekkan terus menerus untukmemenuhi kebutuhan anggotamasyarakat yang terkait erat denganpenghidupan dari bidang perikanan diwilayah pesisir pantai. Dalam kehidupankomunitas nelayan, posisi dan fungsikelembagaan sosial nelayan merupakanbagian pranata sosial yang memfasilitasiinteraksi sosial atau social interplay dalamsuatu komunitas. Kelembagaan sosialnelayan juga memiliki titik strategis (entrypoint) dalam menggerakkan sistemperikanan di wilayah pesisir pantai. Untukitu segala sumberdaya yang ada di pesisirpantai perlu diarahkan/diprioritaskandalam rangka peningkatan profesionalismedan posisi tawar nelayan (kelompok sosialnelayan). Saat ini potret nelayan dankelembagaan sosial nelayan diakui masihbelum sebagaimana yang diharapkan.

M

Page 16: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

54 | P a g e

Kelembagaan sosial nelayanumumnya berjalan dengan baik. Haltersebut disebabkan kelompok nelayanpada umumnya dibentuk berdasarkankepentingan teknis untuk memudahkanpengkoordinasian apabila ada kegiatanatau program pemerintah, sehingga lebihbersifat orientasi program, dan menjaminkemandirian kelompok dan keberlanjutankelompok. Partisipasi dan kekompakananggota kelompok dalam kegiatankelompok masih relatif baik, initercermin dari tingkat kehadiran anggotadalam pertemuan kelompok cukup tinggi.Pengelolaan kegiatan produktif anggotabersifat kelompok. Kelompok sebagaiforum kegiatan bersama mampu menjadiwadah pemersatu kegiatan anggota danpengikat kebutuhan anggota secarabersama, sehingga kegiatan produktifindividu lebih menonjol. Kegiatan atauusaha produktif anggota kelompok selaludihadapkan pada masalah kesulitanpermodalan, ketidakstabilan harga danjalur pemasaran yang terbatas.Pembentukan dan pengembangankelembagaan menggunakan basis socialcapital setempat dengan prinsipkemandirian lokal, yang dicapai melaluiprinsip keotonomian dan pemberdayaan.

Pembentukan dan pengembangankelembagaan berdasarkan konsep cetakbiru (blue print approach) yang seragam.Introduksi kelembagaan dari luarmemperhatikan struktur dan jaringankelembagaan lokal yang telah ada, sertakekhasan ekonomi, sosial, dan politik yangberjalan. Pembentukan danpengembangan kelembagaan berdasarkanpendekatan yang bottom up,menyebabkan tumbuhnya partisipasimasyarakat. Kelembagaan-kelembagaanyang dibangun untuk memperkuat ikatanhorizontal, bukan ikatan vertikal. Anggotasuatu kelembagaan terdiri atas orang-orang dengan jenis aktivitas yang sama.Tujuannya agar terjalin kerjasama yangpada tahap selanjutnya diharapkan dayatawar mereka meningkat. Untuk ikatanvertikal diserahkan kepada mekanismepasar, dimana otoritas pemerintah sulitmenjangkaunya. Meskipun kelembagaansosial sudah dibentuk bertahun-tahunlamanya, pembinaan yang dijalankanpuncenderung kelompok, yaitu pengurus dananggota.

Permasalahan yang dihadapi para

nelayan pada umumnya adalah lemahdalam hal permodalan. Akibatnya tingkatproduksi rendah, inefisien skala usahakarena umumnya selalu terjerat denganhutang, dan karena terdesak masalahkeuangan posisi tawar ketika terjadi masapaceklik.

Pendekatan pembangunanmelalui cara pandang kemandirian lokalmengisyaratkan bahwa semua tahapandalam proses pemberdayaan harusdilakukan secara desentralisasi. Upayapemberdayaan yang berbasis padapendekatan desentralisasi akanmenumbuhkan kondisi otonom, dimanasetiap komponen akan tetap eksis denganberbagai keragaman (diversity) yangdikandungnya.

Pengembangan kelembagaansosial nelayan selama ini salah satunyaakibat mengembangkan kelembagaanlokal yang hidup di pesisir pantai, karenadianggap memiliki jiwa ekonomi yangmemadai. Ciri kelembagaan padamasyarakat tradisional adalah dimanaaktivitas ekonomi melekat padakelembagaan kekerabatan dan komunitas.Pemenuhan ekonomi merupakantanggungjawab kelompok- kelompokkomunal genealogis. Ciri utamakelembagaan tradisional adalah sedikitkelembagaan, namun banyak fungsi. Bedahalnya dengan pada masyarakat modernyang dicirikan oleh munculnya banyakkelembagaan dengan fungsi-fungsi yangspesifik dan sempit-sempit.

Kemandirian lokal menunjukkanbahwa pembangunan lebih tepat biladilihat sebagai proses adaptasi-kreatifsuatu tatanan masyarakat dari padasebagai serangkaian upaya mekanistisyang mengacu pada satu rencana yangdisusun secara sistematis. Kemandirianlokal juga menegaskan bahwa organisasiseharusnya dikelola dengan lebihmengedepankan partisipasi dan dialogdibandingkan semangat pengendalianyang ketat sebagaimana dipraktekkanselama ini.

1.11 Gambaran Nelayan di Nagari TikuSelatan

elompok-kelompok nelayan yangdibentuk terbagi ke dalam 5pengelompokkan kelembagaan,

yaitu kelompok penangkapan ikan,K

Page 17: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

55 | P a g e

pengolahan ikan, budidaya ikan lele,kelompok usaha bersama dan kelompokpengawas masyarakat.

Berdasarkan klasifikasi Masyuridalam Lucky Zamzami (2009:39) bahwaciri-ciri nelayan buruh atau dikatakannelayan tradisional ditandai dengan (a)kegiatan mereka yang lebih banyakmenggunakan padat, kalaupunmenggunakan mesin, ukuran atau tenagamesin relatif kecil atau motor tempeldengan menggunakan alat tangkap yangsederhana; (b) teknologi yang dipakaiuntuk penangkapan atau pengolahan ikanyang masih sederhana dan (c) tingkatpendidikan dan keterampilan yang rendah.Ciri- ciri tersebut diatas dibuktikan denganperalatan penangkapan ikan yangsederhana seperti perahu (biduak) yangmemakai mesin tempel, alat pancing/jalasehingga hasilnya sangat berbeda jauhdengan peralatan nelayan modern.

Keterbatasan potensi sertamodal usaha nelayan di Nagari TikuSelatan yang memiliki pengertian nelayanyang bekerja dengan alat tangkap milikorang lain. Mereka harus membagi hasiltangkapannya dengan nelayan juragan(yang memiliki peralatan) sampai 65%dengan pembagian 50% untuk nelayanjuragan dan 15 % untuk mengatasikerusakan.

Aktivitas penangkapan ikan yangdilakukan oleh nelayan Nagari TikuSelatan hampir sama dengan aktivitaspenangkapan ikan lainnya di berbagaidaerah di wilayah pantai BaratSumatera. Aktivitas penangkapan ikanyang dilakukan oleh nelayan buruh diwilayah pesisir pantai Selatan SumateraBarat adalah membagan, memayang,memukat, menjaring dan memancing(Zamzami,2008,2009).

Salah satu faktor penting dalamaktivitas nelayan Nagari Tiku Selatanadalah menjual hasil penangkapan ikan.Hasil produksi berupa ikan yang telahditangkap di laut oleh nelayan buruhmerupakan produksi ikan yang cepat rusaksehingga harus segera dipasarkan. Kondisiini menyebabkan para nelayan buruhmenjual hasil tangkapannya secepatnyasetelah berlabuh di tepi pantai. Biasanyahasil tangkapan para nelayan buruh akanlangsung dijual di pinggir pantai, dimanadi tempat tersebut telah menunggu parapedagang (toke’) dan juga pengolah ikan

untuk membeli hasil tangkapan mereka.Dalam proses penjualan ikan tersebut,nelayan buruh langsung berhubungandengan para pedagang atau pengolah ikantanpa ada perantara.

Harga ikan yang dijual olehnelayan di Nagari Tiku Selatan bervariasisesuai dengan jenis ikan yang ditangkap,yaitu:

a) Ikan Bulato (ikan Kembung) 1 kgseharga Rp. 13.000,-

b) Ikan Gabua 1 kg seharga Rp.15.000,-

c) Ikan Kaliang-kaliang 1 kg sehargaRp. 7.000,-

d) Ikan Tongkol 1 kg seharga Rp.10.000,-

e) Ikan Tambolo 1 kg seharga Rp.14.000,-

f) Ikan Bowl putih 1 kg sehargaRp.40.000,-

g) Ikan Bowl hitam 1 kg sehargaRp.20.000,-

h) Ikan Tenggiri Aceh 1 kg sehargaRp. 20.000,-

Ada juga terdapat pengolahan bada teri(ikan teri), namun jarang karena ikan terilumayan sulit di dapat.bUntuk aktivitaspenangkapan ikan yang dilakukan olehnelayan di Nagari Tiku Selatan terdapatbeberapa perahu yang digunakan dalammencari ikan, yaitu:

a) Kapal Bagan, kapal yang cukupbesar menggunakan mesin sebagaipenggerak kapal, dan memiliki lampusebagai penarik ikan. Biasanya kapalbagan dapat ditemukan di daerahSuranti.

b) Kapal Tondo atau kapal boat, yaitukapal dengan mesin disel seperti boat.

c) Pompong, kapal yang menggunakantenda

d) Payang, yaitu biduak atau perahubercadik.

e) Robin, yaitu perahu denganmenggunakan mesin robin ataumesin tempel seperti speedboat,biasanya hanya untuk 2 orang.

f) Sampan Boling yaitu sampan biasadengan menggunakan dayung saja.

Untuk aktivitas penangkapan ikandi Nagari Tiku Selatan, terdapat hari dimana para nelayan buruh tidakdiperbolehkan melaut, yaitu pada harijum’at. Pada hari Jum’at tersebut para

Page 18: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

56 | P a g e

buruh nelayan hanya fokus beribadah(shalat Jum’at) terutama bagi yang laki-laki dimana kalau ada yang melanggarmaka nelayan buruh yang melakukan akanmendapatkan sanksi sosial seperticemoohan dari masyarakat. Kemudiansaat ada kematian, buruh nelayan harusmelayat ke rumah jenazah dan mengikutiproses- proses upacara kematian sebagaipenghormatan kepada orang yang sudahmeninggal.

Biasanya para nelayan Nagari TikuSelatan ketika ke laut dilakukan pada pagihari sekitar pukuln06.30 Wib, kemudiankembali pada pukul 16.00 Wib. Kegiatantersebut dikatakan tidak menentu dimanatergantung kepada hasil tangkapan ikan.Untuk melakukan penangkapan ikan padamalam hari, tidak banyak dilakukan olehpara nelayan buruh dikarenakan kondisifisik nelayan buruh dan penggunaanperahu sebatas payang dan perahu tanpamesin.

1.12 Gambaran Isteri-Isteri NelayanTiku

egiatan perempuan, utamanya isteri,di Nagari Tiku Selatan khususnya diJorong Pasie Tiku, dalam bidang

ekonomi banyak terkonsentrasi pada sektorinformal. Mereka memiliki cara-cara atauterobosan-terobosan yang sangat berartidalam membantu suami untuk menunjangkelangsungan ekonomi rumah tanggamereka. Istri juga dituntut untuk ikutberperan dalam mencari tambahanpenghasilan untuk memenuhi kebutuhankeluarga, sehingga mereka tidak hanyatinggal diam di rumah untuk menanti danmembelanjakan penghasilan suami merekadari melaut, namun mereka juga ikut terlibatdalam kegiatan mencari nafkah.

Peran perempuan dalam nafkahrumah tangga dimulai ketika perahu mulaikembali dari melaut dan membawa hasiltangkapan. Pada saat itu, perempuanterlibat dalam penjualan hasil tangkapan. DiNagari Tiku Selatan khususnya di JorongPasie Tiku, perempuan mempunyai peranyang berarti hingga terjualnya hasiltangkapan. Sebagian besar perempuan iniadalah istri dari nelayan yang melaut.Mereka mempunyai tanggung jawab untukmenjual hasil tangkapan di pasar maupun diTempat Pendaratan Ikan (TPI).

Pada waktu pendaratan, para

perempuan yang sebagaian besar adalahistri nelayan akan menunggu perahusuaminya mendarat di tempatpendaratan. Mereka secara bersama-sama akan membantu suami mereka untukmenurunkan hasil tangkapan kemudianmembawanya ke tempat penjualan,sedangkan kaum laki-laki beristirahat untukmelepas lelah di warung-warung sekitartempat pendaratan atau langsung pulang kerumah.

Penjualan ikan ini dikoordinasi olehistri pemilik perahu atau oleh orangkepercayaan pemilik perahu. Hasiltangkapan ini dijual pada pedagang.Pedagang yang dikenal dengan istilah tokeini sebagian besar adalah penduduknyasendiri. Mereka berjualan ikan, baik dipasar Tiku maupun pasar nagari lainnya,bahkan ada yang berjualan hingga pasarkabupaten. Peran perempuan dalampemasaran hasil tangkapan tidakmemberikan kontribusi pendapatan secaralangsung dalam nafkah rumah tangga. Disini, mereka hanya berperan membantumemasarkan hasil tangkapan dan tidakmengambil keuntungan dari kegiatantersebut, seluruh hasil penjualan diserahkanpada istri pemilik perahu untuk kemudiandibagi sesuai dengan peran masing-masing dalam penangkapan ikan. Pemilikperahu mendapatkan bagian sebanyak60% sedangkan sisanya dibagi rata kepadaseluruh awak perahu. Suatu hal yangberbeda jika perempuan berperan sebagaipedagang ikan. Sebagai pedagang, merekamendapatkan keuntungan dari selisih hargapenjualan dan pembelian. Rata-ratapendapatan yang diterima oleh pedagangikan berkisar antara Rp. 10.000,00 hinggaRp. 50.000,00 setiap harinya. Besarnyapendapatan ini sangat tergantung padabesarnya modal yang mereka kelola.Semakin besar modal yang dimiliki, merekadapat membeli ikan dalam jumlah banyakdan memasarkannya hingga ke pasar desalain atau bahkan pasar kabupaten.

Di Nagari Tiku Selatan khususnya diJorong Pasie Tiku, selain dijual langsung kekonsumen dalam bentuk segar, beberapabakul merangkap sebagai pembuatpindang. Pindang adalah salah satu bentukpengolahan sekaligus pengawetan ikandengan cara memasak ikan pada suatutungku yang terbuat dari tanah liat.Pemindangan dilakukan sebagai upayameningkatkan nilai jual ikan dan jugamenjaga keawetan ikan, sehingga

K

Page 19: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

57 | P a g e

mengurangi risiko kerugian apabila ikantidak segera laku terjual. Hasil pemindangankemudian dijual kepada beberapapedagang, baik yang berjualan di pasarmaupun pedagang keliling. Nagari TikuSelatan khususnya di Jorong Pasie Tiku,kegiatan produktif perempuan nelayanyang lain adalah sebagai pembuat pembuatjajanan rakik maco sejenis keripik pedasgurih dari tepung beras yang dibubuhi ikanlaut kecil dan tipis dibagian atasnya (toping).Rata-rata dalam sehari, mereka dapatmembuat jajanan sebanyak 5 – 10 kg.Pekerjaan ini dapat diselesaikan dalamwaktu kurang dari setengah hari.

Di Jorong Pasie Tiku, jugadijumpai kegiatan pengasinan ikan.Beberapa jenis ikan yang mempunyainilai ekonomi rendah diolah menjadiikan asin. Tujuan kegiatan ini adalahuntuk mengawetkan ikan dan jugameningkatkan nilai ekonominya. Ikan segardibersihkan kemudian dibelah, dilumurigaram, dan dijemur di bawah sinarmatahari. Sepanjang jalan, banyak dijumpaipapan kayu memanjang tempat penjemuranikan. Selain istri, kegiatan ini seringkalimelibatkan anak perempuan, utamanyauntuk membantu menunggu dagangan ikandi pasar atau mengolah ikan untuk dibuatpindang.

Anak-anak perempuan ini mengisiwaktu luangnya setelah pulang sekolahdengan bermain dan membantu orangtuamereka. Pada perempuan yang telahmenginjak remaja, tanggung jawab yangdiberikan oleh orang tua menjadi semakinbesar. Mereka membantu menyelesaikanpekerjaan rumah sehari-hari sepertimemasak, berbelanja, membersihkanrumah, mencuci pakaian, hingga mengasuhadik. Selain itu, mereka juga terlibat dalamkegiatan produktif seperti membersihkanikan, mengupas udang, atau sekedarmenunggu dagangan di pasar. Munculnyausaha kecil di pedesaan membawa dampakpada semakin meningkatnya peranperempuan dalam nafkah rumah tangga.Sumbangan perempuan dalam nafkahrumah tangga mengalami peningkatan.Kegiatan perempuan tidak lagi terbataspada kegiatan pemasaran hasil tangkapan,namun lebih jauh dari itu, mereka terlibatdalam pekerjaan pengolahan.

Pada masyarakat di jorong PasieTiku, bukan hal baru apabila perempuan(istri) terlibat dalam nafkah rumahtangganya. Keterlibatan istri dalam nafkah

rumah tangg mendapat dukungan dari parasuami, sebab disamping pekerjaan initidak mengganggu tugas ibu sebagai iburumah tangga, juga sebagai upaya istriuntuk mendapatkan nafkah tambahan gunamemenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Kajian tentang peran perempuan dalamnafkah rumah tangga, utamanya dipedesaan menunjukkan bahwa perananperempuan dalam sistem nafkah rumahtangga cukup signifikan.

Kondisi ini menunjukkan bahwaperanan perempuan sebagai pelakuekonomi tidak boleh diabaikan, bahkandiperlukan dukungan teknologi untukmenunjang peranan perempuan dalamkegiatan sosial dan ekonomi agar paraperempuan dapat mengalokasikanwaktunya lebih banyak pada kegiatanproduktif tanpa meninggalkan peranannyapada kegiatan domestik. Berbagai studi dinegara berkembang telah menunjukkanbahwa peran perempuan dalam ekonomirumah tangga sangatlah besar. Bahwaperempuan mempunyai peran dalamaktivitas ekonomi rumah tangga. Padausaha tani, perempuan memberikansumbangan curahan waktu kerja yanghampir sama dengan laki-laki. Kontribusidalam aspek aktivitas ekonomi ini tidakdiimbangi dengan peran pada aspek kontrolatau pengambilan keputusan. Pengambilankeputusan dalam rumah tangga masihdidominasi oleh laki-laki (suami).

Peran perempuan pedesaan relatiflebih tinggi dalam kegiatan pascapanen dankegiatan pengelolaan ternak daripadakegiatan pertanian lainnya. Partisipasimereka hampir nihil dalam hal kegiatanbudidaya, sedangkan beberapa dari merekaberpartisipasi dalam kegiatan non-pertanianseperti pembuatan kerajinan tangan danmenjahit. Penelitian ini juga menunjukkanbahwa perempuan pada rumah tanggapetani memberikan kontribusi pendapatanrumah tangga melalui berbagai aktivitasekonomi. Temuan lainnya menunjukkanbahwa di sebagian besar kasus partisipasiperempuan dalam proses pengambilankeputusan mengenai berbagai urusan rumahtangga lebih rendah daripada laki-laki.

Peningkatan peran perempuan lebihdisebabkan oleh kondisi sosial ekonomirumah tangga. Kebutuhan rumah tanggamenjadi salah satu faktor utama yangmenyebabkan perempuan bekerja di luarrumah. Walaupun di sebagian besar negaraberkembang, perempuan diposisikan lebih

Page 20: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

58 | P a g e

inferior dibandingkan laki-laki, namunpergeseran peran yang terjadi merupakansuatu kebutuhan. Nilai-nilai budaya yangada di masyarakat, mau tidak mau, harusbisa berkompromi dengan peningkatankebutuhan rumah tangga.

1.13 Nilai Tradisi dalam AktivitasPenangkapan Ikan

radisi yang mengacu pada adatatau kebiasaan yang turun temurun,atau peraturan yang dijalankan

masyarakat disandingkan dengan stukturmasyarakat. Tradisi merupakan produksosial dan hasil dari pertarungan sosialpolitik yang keberadaannya terkaitdengan manusia. Tradisi merupakansegala sesuatu yang berupa adat,kepercayaan dan kebiasaan. Kemudianadat, kepercayaan dan kebiasaan itumenjadi ajaran-ajaran atau paham–pahamyang turun temurun dari para pendahulukepada generasi– generasi paska merekaberdasarkan dari mitos-mitos yangtercipta atas manifestasi kebiasaan yangmenjadi rutinitas yang selalu dilakukan olehklan-klan yang tergabung dalam suatubangsa. Secara pasti, tradisi lahir bersamadengan kemunculan manusia dimuka bumi.Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulahsebab sehingga keduanya merupakanpersonifikasi. Budaya adalah cara hidupyang dipatuhi oleh anggota masyarakat atasdasar kesepakatan bersama. Kedua kata inimerupakan keseluruhan gagasan dan karyamanusia, dalam perwujudan ide, nilai,norma, dan hukum, sehingga keduanyamerupakan dwitunggal.

Untuk meningkatkan hasiltangkapan nelayan, banyak cara dilakukanoleh masyarakat nelayan untukmelestarikan nilai-nilai tradisi yang telahada. Pada nelayan Tiku, tradisi yang sampaisaat ini masih dilakukan adalah tradisimembangun rumpon secara tradisional.Nelayan Tiku, Kecamatan TanjungMutiara, Kabupaten Agam, memanfaatkandaun pinang sebagai rumpon (rumah ikan).

Nelayan Tiku juga telahmembangun istana ikan di perairan Tikumeski jumlahnya dirasakan masih kurang.Para nelayan berinisiatif membangun sendirirumpon, sesuai dengan kemampuanmereka. Rumpon tradisional itu biasanyadiletakkan tidak jauh dari garis pantai.Secara tradisional, ternyata mampu

membantu meningkatkan jumlah ikan disekitarnya. Namun rumpon tradisional tidakbertahan lama.

Disamping tradisi diatas, tradisiBudaya penyembelihan ternak atau disebutjuga dengan festival Babantai Nagari Tikumerupakan kegiatan rutinitas secara turuntemurun dari masyarakat Tiku menjelang H-1 hari Raya Idul Fitri, dengan banyakpenyembelihan setiap tahunnya berkisar300 ekor ternak kerbau dan sapi. Tradisi inimenyediakan sapi dan kerbau untukdisembelih di Tiku termasuk hari raya IdulAdha mencapai 321 ekor. Berat rata-ratakisaran 200-500 kg, kisaran harga Rp 16juta sampai Rp 20 juta per ekor denganharga sebesar Rp 120 ribu per kilogramnya.

Tradisi alek nagari Tiku yangsudah turun temurun di gelar sejaknenek moyang dengan pemotongan ternakmencapai seratusan ekor. Tradisi bertujuanuntuk memerikan rasa syukur atas nikmatyang diberikan oleh Tuhan yang maha esaterutama atas nikmat melimpahnya ikantangkapan pada masyarakat nelayan. Haltersebut juga dilakukan agar tidak adamasyarakat yang tidak makan dagingsetiap tahunnya di hari Lebaran. Hal inimerupakan marwah yang secara turuntemurun dari nenek moyang masyarakatTiku dengan menyembelih hewan ternaksebanyak seribu ekor. Tradisi ini memilikinilai positif, diantaranya memudahkanwarga mendapatkan daging segar denganmutu terjamin dan harga terjangkau sertasuasana keramainya dapat menjalin rasakebersamaan warga. Tradisi festival "AlekBabantai" ini dipertahankan olehmasyarakat nelayan Tiku karena sudahmenjadi tradisi yang multifungsi, selainsangat bermanfaat untuk mencegahkehadiran daging gelondongan, jugasekaligus ajang pemersatu bagi masyarakatterutama antara anak kemenakan denganmamak.

Tradisi lainnya yang saat ini masihdipertahankan oleh nelayan Tiku adalahtradisi Tolak Bala. Tradisi ini dilakukan padasaat kondisi laut tidak memungkinkan untukmelaut atau mencari ikan. Cuaca di lautselalu tidak menentu dan selalu diikuti olehbadai yang berlangsung lama, hinggabeberapa bulan. Kondisi ini membuat paranelayan tidak bisa melaut dan otomatissangat mempengaruhi kepada kondisiekonomi rumah tangga nelayan. Dengankondisi tersebut, untuk meminta

T

Page 21: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

59 | P a g e

pertolongan dari Tuhan yang maha esa,maka dilakukanlah upacara tolak baladengan melakukan wirid pengajian dansekaligus menyembelih 1 ekor sapi sebagaibahan sesajian untuk diberikan ke laut.

1.14 Yasinan, Wirid Pengajian,Arisan: Kelembagaan Sosial yangMengakar pada Masyarakatnelayan Tiku

elembagaan tradisional yang masihhidup di Nagari Tiku Selatan adalahkelompok sosial pengajian, arisan

ibu-ibu dan yasinan, masih berjalan denganbaik. Partisipasi rumah tangga terhadapkelompok sosial juga sangat baik.Hampir seluruh ibu-ibu terlibat dalamkegiatan rutin kelompok tersebut.Pengajian dan yasinan dilaksanakan setiapminggu secara bergilir dari rumah ke rumah.Sedangkan arisan dilaksanakan setiap duaminggu.

Strategi sosial dilakukan denganjalan memanfaatkan ikatan-ikatan sosialyang ada di perdesaan baik berupalembaga kesejahteraan lokal, hubunganproduksi hingga jejaring sosial berbasiskekerabatan atau pertemanan. Rasapercaya antar warga (trust) sangat tinggi.Rasa percaya antar warga yang tinggi inimenyebabkan pola hutang-piutang antarrumah tangga dapat berjalan dengan baik.Pentingnya kepercayaan pribadi dalammempertahankan modal sosial. Hutangmenjadi salah satu bentuk strategi nafkahbagi rumah tangga miskin. Untukberhutang mereka memanfaatkan jejaringsosial yang ada, seperti ikatankekerabatan, pertetanggaan ataupertemanan. Hutang digunakan untukmemenuhi kebutuhan hidup sehari-hariatau kebutuhan yang mendesak sepertiketika anggota rumah tangga ada yangsakit. Jarang sekali hutang digunakan untukkeperluan pembelian barang konsumtif.

Modal sosial merupakan salah satuandalan bagi rumah tangga miskin. Ikatankekerabatan, pertetanggaan danpertemanan yang kuat memberikan ruangyang cukup bagi rumah tangga miskin untukmengakses modal sosial ini. Keterlibatanrumah tangga miskin dalam kelembagaankesejahteraan lokal cukup tinggi. DiNagari Tiku Selatan tidak adadiskriminasi peran dalam kehidupansosial kemasyarakatan bagi rumah tanggamiskin. Pola relasi yang cenderung egaliter

menyebabkan rumah tangga miskin dapatdengan mudah mengakses berbagaibentuk kelembagaan lokal ini. Bagi rumahtangga miskin, modal sosial merupakanaset yang sangat penting karena melaluimodal sosial mereka dapat mengaksesberbagai bentuk modal yang lain.

Tingkat partisipasi masyarakat,utamanya ibu-ibu di dalam kelompokcenderung tinggi. Tingkat kepercayaan dansolidaritas antar warga cukup tinggi. Hal inidibuktikan dengan bertahannya lembagatradisional seperti gotong royong. Tingkatkepercayaan antar warga yang tinggi jugatampak dari hutang piutang antar wargayang berjalan dengan lancar. Kelompoksosial yang ada di Nagari Tiku Selatanberanggotakan masyarakat yang berasaldari dalam nagari. Akses terhadap sumberdaya dan informasi dari luar masih terbatas.Modal sosial masih terbatas digunakanuntuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek(konsumtif), belum mengarah padapemenuhan kebutuhan jangka panjang(produktif). Modal sosial belumdimanfaatkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan produktif karena keterbatasanmodal manusia dan modal finansial.Kegiatan kelompok yang terbatas padadimensi sosial religius perlu dikembangkanke arah ekonomi. Kegiatan produktif dapatdikembangkan secara bersama-sama olehmasyarakat. Tingkat kepercayaan antarwarga yang tinggi sangat bermanfaat untukmemulai kegiatan simpan pinjam danmerintis usaha melalui modal bersama.

Dalam seluruh aktivitas yangberkaitan dengan arisan merupakangejala umum yang dipraktikkan hampiroleh setiap penduduk nelayan di Nagari TikuSelatan, di samping hutang atau kredit. DiNagari Tiku Selatan terdapat tidak kurangdari 20-an kelompok arisan dengan jumlahperolehan arisan bisa mencapai jutaanbahkan puluhan juta. Keanggotaan paranelayan dalam kelompok arisan bisa lebihdari satu. Hasil uang yang diperoleh darihasil arisan ini mereka sertakan lagi dalamkelompok kelompok arisan yang lain,sehingga yang bersangkutan bisamemperoleh modal untuk membukausaha perdagangan kecil-kecilan (pedagangkelontong), membuat rumah,menyelenggarakan lamaran dan pestaperkawinan, naik haji, dan atau dibelikanperahu/jaring kecil untuk melanggengkanmatapencaharian mereka sebagai nelayan.Hal ini, juga berlaku di kalangan para

K

Page 22: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

60 | P a g e

juragan pemilik kapal/perahu dengan jumlahomset arisan yang lebih besar (Rp.10 juta –Rp.50 juta). Oleh karena itu, sejumlahjuragan kapal/perahu tidak hanya memilikilebih dari satu armada kapal/perahu besaryang berharga ratusan juta rupiah, tetapimereka juga mampu mengembangkanbisnis lain seperti membuka toko, tetapikebanyakan menginvestasikannya denganmembeli mobil-mobil penumpang (coltdiesel) untuk usaha transportasipengangkutan ikan olahan.

Hutang sebagai salah satukarakteristik perekonomian desa tradisional,dalam banyak hal hampir selalu tidakmenguntungkan secara ekonomis bagi sipenghutang atau peminjam (kreditur). Halini, tampaknya kurang disadari olehmasyarakat nelayan tradisional di NagariTiku Selatan, sehingga sampai kini punmasyarakat setempat masih banyak terlibatdalam praktik hutang dan kredit, selainmenggabungkan diri ke dalam kelompok-kelompok arisan yang menjamur diNagari Tiku Selatan, sebagaimana telahdibicarakan di atas. Hutang atau kredit(ngredit) yang dilakukan oleh masyarakatnelayan setempat, umumnya tidak dalamkerangka hubungan kerja antara nelayandan juragan. Hutang atau permintaan kreditbiasanya dilakukan oleh para nelayankepada orang-orang kaya tetangga-tetangga mereka sendiri yang samasekali tidak memiliki hubungan kerjadengan dirinya, akan tetapi, padaumumnya mereka lebih sering meminjamuang kepada kepala-kepala arisan yangbanyak memegang uang-uang titipan paraanggotanya.

1.15 Perwujudan Tradisi dan PeranKelembagaan Sosial Nelayan

alam rangka pemberdayaanmasyarakat kelompok nelayan yangada di Nagari Tiku Selatan untuk

mencapai tujuan maka disusun suatustrategi kebijakan dengan harapan akandidapat suatu pemecahan dalammemberdayakan masyarakat nelayansecara maksimal sehingga berdampak padamenurunnya tingkat desa tertinggal danmenuju kemandirian desa secara ekonomi,di wilayah Nagari Tiku Selatan,khususnya nelayan. Ada empatkomponen yang akan disusun sebagaistrategi pengembangan kelembagaankelompok nelayan yang sangat diharapkan

untuk menunjang berdayanya lembagakelompok nelayan yang ada di Nagari TikuSelatan.

Untuk mencapai nelayan yangberkualitas, maka menjadi suatu keharusanbahwa kelompok nelayan yang ada harusmemiliki gerak atau kekuatan yang dapatmenentukan dan mempengaruhi perilakukelompok dan anggota-anggotanya dalammencapai tujuan-tujuan secara efektif.Dengan kata lain kelompok tersebut harusberfungsi efektif untuk kepentingan paraanggotanya. Salah satu faktor penting untukterwujudnya kelompok tani yang efektifadalah berjalannya kepemimpinan dariketua kelompok nelayan tersebut. Ketuakelompok dapat dipandang sebagai agenprimer untuk efektifnya kelompok, karenaperan strategisnya dalam mempengaruhiatau menggerakkan anggota-anggota dikelompoknya untuk mencapai tujuan-tujuankelompok maupun dari anggota-anggotanya.

Ketua kelompok dengankepemimpinannya yang tergolong baik atausangat tinggi tersebut akan memberikanpeluang yang sangat besar untuktercapainya keefektifan di kelompok yangdipimpinnya tersebut. Hal ini dimungkinkankarena ketua kelompok yang kepemimpinanbaik atau sangat tinggi memilikikemampuan yang lebih baik atau lebihtinggi di dalam mempengaruhi anggotalainnya. Hal ini termasuk di dalammenyusun struktur atau pengubahan stukturyang diselaraskan dengan persepsi danharapan para anggota untuk mencapaikeberhasilan usaha kelompok. Padakelompok yang kepemimpinannyatergolong baik atau sangat tinggi,keberhasilan kelompok di dalammencapai tujuannya, keadaan moralanggota kelompok dan tingkat kepuasandari para anggota terbukti lebih baik ataulebih tinggi dibanding dengan kelompokyang kepemimpinannya belum berjalandengan baik.

Pembinaan dari berbagai instansihendaknya bersifat terintegrasi, lebihmengedepankan kepentingan nelayan,dalam arti nelayan bukan dijadikan obyekuntuk kepentingan institusional yangsekedar administrasi keproyekan. Adanyakoordinasi yang efektif antar kelembagaanpemerintah dalam pembinaan masyarakatnelayan dapat meningkatkan efisiensi danproduktivitas perikanan melalui kemitraanusaha. Peran pemerintah lebih ditonjolkanpada aspek mediasi, konsultasi, dan

D

Page 23: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

61 | P a g e

fasilitasi dalam membangun kemitraanpengolahan produksi ikan yangberdayasaing.

Dengan adanya tradisi-tradisi yangdilakukan oleh masyarakat nelayan Tiku,maka niai-nilai tradisi yang dihasilkanberupa perwujudan rasa solidaritas, salingmenghargai, tolong menolong dan berusahameningkatkan derajat ekonomi rumahtangga nelayan. Melalui beberapa tradisiyang dilaksanakan, kelembagaan sosialyang telah mengakar dalam masyarakatnelayan Tiku seperti kelompok sosialpengajian, arisan ibu-ibu dan yasinanmemiliki peran untuk melaksanakanperwujudan-perwujudan tersebut.

Kelembagaan sosial yang adaterwujud dalam tradisi religi yang mampumempererat ikatan kekerabatan yang adapada masyarakat nelayan Tiku. Merekasecara bersama-sama mengalokasikanwaktu dan pikirannya untuk peningkatanekonomi dan sosial di kalangan mereka.Apabila terjadi sesuatu kepada salah saturumah tangga nelayan, makakelembagaan sosial yang ada membantukesulitan anggotanya. Terkait erat dengankondisi laut yang tidak menentu, makaperan kelambagaan sosial juga membantukesulitan pada nelayan dan biasanyamereka akan dibantu dengan sistem simpanpinjam. Hal ini sudah berlangsung secaratradisi dalam kehidupan masyarakat nelayanTiku.

F. Kesimpulan

elembagaan sosial atau pranatasosial mampu memberikan kekuatanyang positif bagi nelayandalam

kehidupan keseharian mereka.Kelembagaan sosial perikanan dalam hal inimampu memberikan jawaban ataspermasalahan di atas. Penguatan kelompoksosial nelayan melalui kelembagaan sosialmerupakan suatu kebutuhan yang sangatmendesak dan mutlak diperlukan olehnelayan, agar mereka dapat bersaing dalammelaksanakan kegiatan usaha perikanandan dapat meningkatkan kesejahteraanhidupnya. Kelembagaan sosial mempunyaiperan yang penting dalam melestarikantradisi-tradisi yang telah terbentuk sejaklama. Tradisi yang turun temurun mampumeningkatkan pengembangan masyarakatnelayan terutama kepada aspekkekerabatan dan ikatan emosional sesamanelayan. Tradisi tersebut berupa tradisi

pembuatanPengembangan masyarakat

nelayan melalui kelembagaan sosialperikanan merupakan suatu upayapemberdayaan terencana yang dilakukansecara sadar dan sungguh-sungguh melaluiusaha bersama nelayan untuk memperbaikikeragaman sistem perekonomianmasyarakat pedesaan. Arah pemberdayaannelayan akan disesuaikan dengankesepakatan yang telah dirumuskanbersama. Dengan partisipasi yang tinggiterhadap kelembagaan nelayan, diharapkanrasa ikut memiliki dari masyarakat atassemua kegiatan yang dilaksanakan akanjuga tinggi. Keberhasilan penerapan suatukelembagaan sosial nelayan tidak semata-mata diukur dengan nilai tambah ekonomi,namun harus mempertimbangkan perandan fungsi nilai-nilai sosio-kultural secarautuh.

Kelembagaan tradisional yangmasih hidup di Nagari Tiku Selatan adalahkelompok sosial pengajian, arisan ibu-ibudan yasinan, masih berjalan dengan baik.Partisipasi rumah tangga terhadapkelompok sosial juga sangat baik.Hampir seluruh ibu-ibu terlibat dalamkegiatan rutin kelompok tersebut.Pengajian dan yasinan dilaksanakan setiapminggu secara bergilir dari rumah ke rumah.Sedangkan arisan dilaksanakan setiap duaminggu. Strategi sosial dilakukan denganjalan memanfaatkan ikatan-ikatan sosialyang ada di perdesaan baik berupalembaga kesejahteraan lokal, hubunganproduksi hingga jejaring sosial berbasiskekerabatan atau pertemanan.

Melalui peran kelembagaan sosialdianggap mampu melestarikan tradisi-tradisiyang sejak lama dilakukan di nelayan Tiku.Mereka menjalankan kegiatan tradisi yangdidukung dengan aktivitas untukmempererat tali silaturahmi dan membantudiantara mereka. Apabila salah satuanggota rumah tangga mengalamakesulitan maka dia akan dibantu melaluiperan kelembagaan sosial tersebut.

K

Page 24: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

62 | P a g e

Daftar Pustaka

Acheson, James M. (1981). ”Anthropology of Fishing”. Annual Review Anthropology Inc.Vol. 10. P

275-316Astuty, Ernany Dwi dkk. 2006. Restrukturisasi Institusi Ekonomi. Jakarta, Pusat Penelitian

Ekonomi- LIPI.Arief, A. Adri. “Pemberdayaan Nelayan Melalui Pendekatan Kelembagaan Lokal (Studi

Kasus Desa Pajukukang, Kecamatan Maros Utara,Kabupaten Maros” dalam http://id.scribd.com/doc/13134563/Dr-Andi-Adri-Arief-kelembagaan-masyarakat-pesisir, diakses tanggal 25 Januari 2013,jam 22.50.

Boedhisantoso, S.(1999). Komunitas Lokal di Kawasan Pesisir danPemberdayaannya. Makalah

Lokakarya Pembangunan Pranata Sosial Komunitas pesisir. Depok 30 Mei – 1juni 1999

Bungin, Burhan, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif:Aktualisasi Metodologis ke ArahRagam Varian

Kontemporer, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.Cohen, A. P. 1985. The Symbolic Construction of Community London: TavistockDanim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia.Frazer, E. 1999. The Problem of Communitarian Politics: Unity and Conflict. Oxford: OxfordUniversity

Press.Ginkel, Rob van. 2007. Coastal Cultures: An Anthropology of Fishing and WhalingTraditions.

Apeldoorn: Het Spinhuis PublishersKamus Besar Bahasa Indonesia: Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa, (Ed-3. Cet-1Jakarta ; Balai

Pustaka 2001.Keesing, Roger M. 1989. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta:ErlanggaKharisma Nugroho dan Kwan Men Yon, 2011. Pengurangan Resiko Bencana Berbasis

Komunitas di Indonesia dalam http://www.mpbi.org/files/workshops/20111205-Kharisma-N-Kwan- MY_PRBBK-di-Indonesia_Nov-2011.pdf

Kluckhon, Clyde 1984. “Cermin bagi Manusia”, dalam Parsudi Suparlan (Ed.).Manusia,Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT GramediaKusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora UtamaPress.

. 2001. Pangamba’ Kaum Perempuan Fenomenal: Pelopor dan PenggerakPerekonomian

Masyarakat Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press.. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKiS.. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta: Ar- Ruzz

Media..2010. “Kebudayaan Masyarakat Nelayan” dalam Makalah ini disampaikan

dalam kegiatan JELAJAH BUDAYA TAHUN 2010, dengan tema “EkspresiBudaya Masyarakat Nelayan di Pantai Utara Jawa”, yang Diselenggarakanoleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, KementeianKebudayaan dan Pariwisata, di Yogyakarta, tanggal 12-15 Juli2010.

Lassa dan dkk. 2009. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK).Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Masyhuri. 1995. Pasang Surut Usaha Perikanan Laut, Tinjauan Sosial EkonomiKenelayanan di Jawa dan Madura 1850-1940. Vrije Universiteit AcademichProefschrijft.

Moleong, Lexy, 2001, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Page 25: NELAYAN TIKU: TRADISI DAN KELEMBAGAAN SOSIAL …

63 | P a g e

Neuman, W. Lawrence, 2006, Social Research Methods: Qualitative and QuantitativeApproaches 6th

Edition, US: Pearson International EditionPasaribu LO. 2007. “Kelembagaan Pengelolaan pada Masyarakat Dayak Kenyah di

Pampang Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur” [skripsi]. Bogor:Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Pranadji T. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertaniandan Pedesaan.

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.Rudito, Bambang dan Melia Famiola, 2008, Social Mapping (Metode PemetaanSosial): Teknik

Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti, Bandung: Rekayasa Sains.Sallatang, Mohammad Arifin. 1982. “Pinggawa Sawi Suatu Studi Sosiologi Kelompok Kecil”.Disertasi.

Makassar: Universitas Hasanuddin.Soekanto S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo PersadaSoemardjan S, Soelaeman S. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: FakultasEkonomi. Universitas

Indonesia.Zamzami, Lucky. (2009). “Sistem Pengetahuan Lokal Nelayan Terhadap Teknologi

Penangkapan Ikan pada Masyarakat Pasar Laban, Kecamatan Bungus TelukKabung, Kota Padang” dalam Jurnal FENOMENA Volume 07, Nomor 02,September 2009

Zamzami, Lucky. (2009). “Studi Kualitatif Dampak Perubahan Sosial terhadap AmalanMerantau di Kalangan Nelayan.” Satu Kajian Kes di Kelurahan Purus, KotaPadang: UKM Malaysia: Tesis yang tidak dipublikasikan.

Zamzami, Lucky. 2010. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari AmpiangPerak, Sumatera

Barat dalam Jurnal MIMBAR MIMBAR, Vol. XXVII, No. 1 (Juni 2011):113-125

Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010