Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak...

163
MODEL PENDUGAAN BANJIR DAN KEKERINGAN (STUDI KASUS DI DAS SEPARI, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR) M. LUTHFUL HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak...

Page 1: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

MODEL PENDUGAAN BANJIR DAN

KEKERINGAN (STUDI KASUS DI DAS SEPARI, KUTAI KARTANEGARA,

KALIMANTAN TIMUR)

M. LUTHFUL HAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

ABSTRACT

M. LUTHFUL HAKIM. Modeling of Flood and Drought Prediction (Case Study in Separi Watershed, Kutai Kartanegara, East Kalimantan). Under the supervision of: OTENG HARIDJAJA, SUDARSONO, and GATOT IRIANTO.

A huge disaster might be happened as a result of land use change especially forest that has good cover then was barely opened to rain drop impact as a result of trees cutting. Two negatives impacts that usually happened are flood in the rainy season and drought in the dry season. The phenomena most likely happened in a complex situation within a watershed. A research of the modeling of flood and drought prediction must be implemented to have better understanding of this phenomena and further to have an example of a better watershed management in Indonesia. Separi watershed in East Kalimantan that ideally represented of a forest that had been cut within a watershed had been selected for the study. The objective of this study are: 1) to design models of flood (peak discharge and time to peak discharge) and drought prediction in Separi watershed, and 2) optimum land use composition for decreasing flood and drought, and furthermore for better watershed Separi management. The result of this study showed that discharge of overland flow for watershed with loamy soil texture are 30% and 37% higher compared than watershed with sandy and clay dominant soil, respectively. The watershed with clay dominant soil texture have time to peak discharge higher compared than watershed with loamy and sandy dominant soil texture, respectively. The characteristic of watershed geomorphology have an impact of overland flow discharge and time to peak discharge. A watershed has higher Gravelius Index, main of stream length, and ratio of mean length which is larger and longer area will have a lower overland flow discharge, and the watershed have a shorter drainage density will have a faster time to reach its peak discharge. The flood prediction model based on land and watershed geomorphology characteristics by using three production function methods (A, B, and C) able to have similar peak discharge of overland flow and time to peak discharge simulation which is not differ with field measurement result, and have model accuration level (Nash and Sutcliffe criteria) of 93% for method of A, 85% for method of B, and 62% for method of C. The optimum land use composition in order to decrease peak discharge of overland flow and time to peak discharge indicates the composition of land use in Separi watershed: 54% for forest area, 1.9% for farm/garden, 0.12% for urban, 0.5% for paddy field, 42% for coppice, and 1.99% for coal-mine is the optimum. The result analysis of land water balance showed that crop water deficit (drought) during five year (2001 – 2005) in Separi watershed happen in the year 2004 (months of October) and 2005 (months of August and September). The result of identification and analysis of drought compared with soil water balance (Thornthwaite and Mather, 1957) using of remote sensing technology in Separi watershed are similarly in pattern, but both methods are statistically differ (R2=0,26).

Keywords: flood prediction, drought, watershed

Page 3: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

RINGKASAN M. LUTHFUL HAKIM. Model pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA, SUDARSONO, dan GATOT IRIANTO.

Alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi non hutan berdampak negatif terhadap banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Penelitian pemodelan pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak) dan kekeringan perlu dilakukan untuk pengelolaan DAS di Indonesia. Tujuan penelitian ini: 1) merakit model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi, dan 2) menentukan komposisi luas penggunaan lahan secara optimal dalam rangka penanggulangan banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi. DAS Separi, kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur pada koordinat 00003’ – 00038’ LS dan 117008’ – 117031’ BT dipilih sebagai lokasi penelitian. Waktu penelitian lapang adalah bulan Januari 2005 – Juni 2006. Metode penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) pengumpulan data, 2) penyusunan model pendugaan banjir dan kekeringan, serta parameterisasi model, 3) uji akurasi model, dan 4) penerapan model. Model pendugaan banjir terdiri dari: 1) pemodelan fungsi produksi (metode A, B, dan C) dan 2) pemodelan fungsi transfer. Pemodelan fungsi produksi metode A merupakan curah hujan netto yang dihitung dari curah hujan bruto yang tercatat di penangkar hujan (Pb)dengan koefisien aliran permukaan (Kr). Untuk metode B merupakan curah hujan sisa yang dihitung dari selisih curah hujan bruto dengan jumlah air yang diintersepsi oleh tanaman (INTCP) dan air yang diinfiltrasikan ke dalam tanah f(t). Untuk metode C merupakan curah hujan sisa yang dihitung dari neraca air lahan. Model pendugaan kekeringan terdiri dari: 1) analisis neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather (1957) dan 2) teknologi penginderaan jauh. Pendugaan kekeringan dengan teknologi penginderaan jauh didasarkan dari analisis kombinasi tingkat kelembaban permukaan lahan (wetness index) dengan tingkat kehijauan tanaman (NDVI) dari data citra Landsat 7 perekaman tanggal 3 April 2002, 21 Mei 2002, 8 Juli 2002, dan 9 September 2002. Hasil penelitian menunjukkan total debit aliran permukaan pada DAS yang didominasi tanah bertekstur lempung lebih tinggi 30% dibandingkan DAS yang didominasi tanah bertekstur pasir dan 37% dibandingkan DAS yang didominasi tanah bertekstur liat. Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih cepat dibandingkan dengan DAS didominasi tekstur tanah lempung dan DAS yang didominasi tekstur tanah pasir. Total debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit puncak sangat dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologi DAS, yang mana DAS dengan Indek Gravelius, panjang sungai utama, dan rasio rata-rata panjang sungai makin besar akan memiliki total debit aliran permukaan lebih kecil, dan DAS dengan kerapatan jaringan sungai yang makin pendek akan memiliki waktu menuju debit puncak yang lebih cepat. Model pendugaan banjir berbasis karakteristik lahan dan geomorfologi DAS (metode A, B, dan C) dapat digunakan untuk memprediksi debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) dengan tingkat akurasi model menurut kriteria Nash dan Sutcliffe (F) berturut-turut adalah 93%, 85%, dan 62%, sehingga urutan model pendugaan banjir terbaik adalah metode A, B, dan C. Hasil analisis sensitivitas perubahan penggunaan lahan hutan 1% dan semak belukar 94% menjadi 54% untuk hutan dan 42% semak belukar berdampak terhadap penurunan debit puncak aliran permukaan (Qp) 23% dan memperlambat waktu menuju debit puncak (tp) 1,8 jam. Komposisi luas

Page 4: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

penggunaan lahan optimal di DAS Separi untuk menurunkan debit puncak aliran permukaan dan memperlambat waktu menuju debit puncak adalah luas hutan 54%, kebun/ladang 1,9%, pemukiman 0,12%, persawahan 0,5%, semak belukar 42%, dan tambang batubara 1,99% dari total luas DAS Separi. Hasil analisis neraca air lahan di DAS Separi selama lima tahun (2001 – 2005) terhadap defisit air tanaman (kekeringan) diperoleh bahwa kekeringan terjadi pada tahun 2004 (bulan Oktober) dan 2005 (bulan Agustus dan September). Hasil identifikasi dan analisis kekeringan dengan menggunakan metode neraca air lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) memiliki pola yang hampir sama dengan hasil analisis teknologi penginderaan jauh di DAS Separi, tetapi secara statistik kedua metode tersebut berbeda (R2=0,26). Hal tersebut menunjukkan penggunaan teknologi penginderaan jauh (citra Landsat 7) dapat mempercepat dalam identifikasi potensi tingkat kekeringan, baik secara ruang (spasial) maupun waktu (temporal). Untuk meningkatan hasil akurasi prediksi kekeringan dengan teknologi penginderaan jauh, maka koreksi geometrik dan radiometrik harus dilakukan dengan benar dan akurat, serta data citra Landsat 7 yang digunakan memiliki tutupan awan kurang dari 10%.

Kata kunci: pendugaan banjir, kekeringan, daerah aliran sungai

Page 5: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

disertasi saya yang berjudul :

“Model pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS Separi,

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur)“

adalah gagasan atau hasil penelitian saya sendiri di bawah bimbingan komisi

pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dari rujukan. Disertasi ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Jakarta, 2 Juni 2008

M. Luthful Hakim

Page 6: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutup sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber: a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah, b) Pengutupan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

Page 7: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

MODEL PENDUGAAN BANJIR DAN KEKERINGAN

(STUDI KASUS DI DAS SEPARI, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR)

M. LUTHFUL HAKIM

Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 8: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA

2. Dr. Ir. Abdurachman Adimihardja, MSc., APU

Page 9: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Judul Disertasi : Model pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur)

Nama : M. Luthful Hakim

NRP : A226014011

Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc Ketua

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc Dr. Ir. Gatot Irianto, MS Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Atang Sutandi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Page 10: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 9 Nopember 1971 sebagai

anak pertama dari pasangan H. A. Choiri Zen, SH dan Hj. Maskanah Dz.

Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas

Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang pada tahun 1996. Pada tahun 1999,

penulis melanjutkan pendidikan program magister sains (S2) pada Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana,

IPB dan selesai pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis diberi kesempatan

untuk melanjutkan pendidikan program doktor (S3) di Program Studi Ilmu Tanah,

Sekolah Pascasarjana, IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana pada saat

melanjutkan program S2 dan S3 diperoleh dari Badan LITBANG Pertanian,

Departemen Pertanian melalui Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian

Partisipatif (PAATP).

Pada tahun 1996 sampai Agustus 1997, penulis terlibat aktif dalam

kegiatan penelitian BMSF (Biological Management and Soil Fertility) di Lampung

kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas

Brawijaya dengan ICRAF, Bogor. Pada tahun 1997 sampai sekarang, penulis

bekerja sebagai staf peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Kalimantan Timur, Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian, Badan LITBANG

Pertanian, Departemen Pertanian. Selama bekerja di BPTP Kaltim, penulis

terlibat dalam kegiatan Pemetaan Zona Agroekologi (ZAE) di propinsi Kalimantan

Timur.

vi

Page 11: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufik, hidayah, dan rizki-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan disertasi ini dengan sebaik-baiknya. Judul disertasi adalah “Model

Pendugaan Banjir Dan Kekeringan: Studi Kasus di DAS Separi, Kutai

Kartanegara, Kalimantan Timur”. Tujuan disertasi adalah untuk menyusun model

pendugaan banjir dan kekeringan, serta menentukan komposisi luas penggunaan

lahan yang optimal untuk penanggulangan banjir dan kekeringan. Disertasi ini

sangat penting sekali dalam upaya untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik

tanah (tekstur tanah) dan geomorfologi DAS, distribusi curah hujan wilayah, dan

perubahan penggunaan lahan terhadap banjir (debit puncak dan waktu menuju

debit puncak) dan kekeringan. Selain itu, untuk mengotomatisasi proses

pembuatan peta-peta digital, seperti : peta bentuk lahan, kelerengan,

penggunaan lahan, dan rekonstruksi jaringan sungai, maka dalam disertasi ini

digunakan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Remote Sensing.

Keluaran dari disertasi ini adalah model pendugaan banjir dan kekeringan

sebagai alat bantu pengambil kebijakan (decision support system) dalam

pengelolaan DAS dan mitigasi bencana banjir dan kekeringan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. H. Oteng

Haridjaja, MSc. (Ketua Komisi Pembimbing), Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, MSc.

(Anggota), dan Dr. Ir. H. Gatot Irianto, MS (Anggota) atas segala bimbingan,

pengarahan, dan nasehat-nasehatnya, hingga terselesaikannya penulisan

disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak

Kepala Badan dan Ketua Pembinaan Tenaga Badan LITBANG Pertanian,

Pengelola Proyek PAATP, Badan LITBANG Pertanian, Kepala BPTP Kalimantan

Timur, Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Ilmu

Tanah yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Selain itu, ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Deputi Penginderaan Jauh

dan Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh, LAPAN, Jakarta yang telah

berkenan untuk menyediakan fasilitas data citra Landsat 7 untuk analisis tutupan

lahan dan identifikasi kekeringan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

segenap rekan-rekan dan sahabat karib, di lingkup Program Pascasarjana Ilmu

vii

Page 12: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tanah, maupun rekan-rekan dari BPTP KALTIM, BALITKLIMAT, dan

BALITTANAH, Bogor yang secara langsung maupun tidak langsung telah

membantu dan memotivasi dalam penyelesaian disertasi.

Akhirnya kepada Abah, Umi, Mama, Istriku tercinta Ira, dan anakku Rifa

dan Faris, serta keluarga yang senantiasa telah memberikan doa, dorongan,

harapan, dan biaya dalam penyelesaian penulisan disertasi ini, penulis

menyampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga semua amal kebajikan

tersebut mendapatkan ridhlo dari Allah SWT. Amiin ……!

Jakarta, 2 Juni 2008

Penulis

viii

Page 13: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ……………………….…………………………………

x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..

xiii

PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1Latar Belakang ……………………………………………………….. 1Tujuan …………………………………………………………………. 4Keluaran ………………………………………………………………. 4Kerangka Pemikiran …………………………………………………. 4

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 9Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Parameter Sistem DAS ………. 9Banjir dan Kekeringan ………………………… ……………………. 16Perkembangan Teknik Komputasi Unit Hidrograf ………………… 19

METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………….. 22Tempat dan Waktu …..………………………………………………. 22Metode Penelitian ……………………………………………………. 23

KARAKTERISTIK DAS SEPARI ……………………………………… 44Hidrometeorologi DAS Separi …………………………..…............ 44Iklim …………………………………………………………………… 45Topografi …………………………………………………………….. 48Tanah ………………………………………………………………… 50Karakteristik Geomorfologi DAS …………………........................ 53Jenis Penggunaan Lahan …………………………………………. 60

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….. 62Distribusi Curah Hujan ……………………..................................... 62Dampak Alih Fungsi Penggunaan Lahan ..................................... 66Pengaruh Karakteristik Tanah Terhadap Laju Infiltrasi Tanah ..... 70Pengaruh Karakteristik Tanah dan Geomorfologi DAS Terhadap Unit Hidrograf ............................................................................... 76Model Pendugaan Banjir .............................................................. 80Penerapan Model Banjir ............................................................... 98Pendugaan Kekeringan ……………………………………………… 103

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….. 115

Kesimpulan …………………………………………………………… 115Saran ………………………………..………………………………… 116

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 118

LAMPIRAN ………………………………………………………………. 125 INDEKS …………………………………………………………………… 143

ix

Page 14: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

DAFTAR TABEL

Teks

No. Halaman

1. Jenis dan metode pengumpulan data pada pengembangan

model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi …….. 25

2. Klasifikasi tingkat kelembaban permukaan Lahan (Shofiyati dan Dwi Kuncoro, 2007) ………………………………………….. 39

3. Klasifikasi tingkat kehijauan tanaman (Shofiyati dan Dwi Kuncoro, 2007) .......................................................................... 40

4. Matrik penentuan tingkat kekeringan tanaman (Shofiyati dan Dwi Kuncoro, 2007) ................................................................... 40

5. Nilai emisivitas benda (Snyder et al., 1998: dalam Yang dan Wang, 2007) .............................................................................. 42

6. Posisi geografis stasiun pengamat tinggi muka air otomatis (AWLR) dan stasiun iklim otomatis (AWS) DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ............................................... 45

7. Pewilayahan iklim berdasarkan analisis data iklim tahun 2001 - 2005 di DAS Separi ….............................................................. 47

8. Karakteristik geometrik DAS/Sub DAS di DAS Separi .............. 55

9. Karakteristik Morfometrik DAS/Sub DAS di DAS Separi .......... 56

10. Uji berganda curah hujan dari stasiun iklim (AWS) Separi, Lempake, dan Marang Kayu antara tahun 2001 – 2005 …….. 64

11. Uji berganda curah hujan dari stasiun iklim (AWS) Separi, Lempake, Marang Kayu, dan Seleko antara tanggal 22 Februari – 17 Mei 2006 ………………………………………….. 66

12. Alih fungsi penggunaan lahan antara tahun 1991 – 2005 di DAS Separi ............................................................................... 69

13. Kejadian-kejadian curah hujan mingguan (7 hari) yang menyebabkan terjadinya banjir di hilir dari DAS Separi ………. 70

14. Nilai laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan atau jenuh (fc), dan konstanta penjenuhan (k) untuk masing-masing jenis penggunaan lahan pada DAS Usup, DAS Soyi, dan DAS Badin ........................................................................ 71

x

Page 15: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

15. Total debit aliran permukaan (Q ro) dan debit aliran tunda dan dasar (Q if+bf) antara ketiga Sub DAS pada beberapa episode hujan .......................................................................................... 78

16. Koefisien runoff (Kr) pada tiap episode hujan dan masing-masing Sub DAS ....................................................................... 81

17. Analisis LAI (Leaf Area Index) dengan menggunakan citra Landsat 7 TM perekaman tanggal 10 September 2005 ........... 83

18. Debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) hasil pengukuran dengan simulasi dari 3 metode untuk ketiga Sub DAS ........................................................................................... 87

19. Waktu tempuh air dari masing-masing Sub DAS ke outlet DAS Separi ………………………………………………………………

97

20. Debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) pada beberapa episode hujan di DAS Separi .................................... 98

21. Skenario perubahan luas penggunaan lahan dan proses hidrologi (episode hujan 25 – 28 Maret 2006) di DAS Separi ....

100

22. Analisis neraca air Lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) pada masing-masing SPT di DAS Separi ……………………… 105

Lampiran

No. Halaman

1. Legenda Peta Tanah Skala 1:50.000 dan karakteristik fisik

tanah di DAS Separi (PUSLITTANAK, 1994) ............................

130

2. Karakteristik fisik tanah pada masing-masing profil tanah ........ 132

3. Analisis data curah hujan tahun 2001 – 2005 di DAS Separi … 133

4. Hasil perhitungan infiltrasi pada beberapa respon hidrologis di 3 Sub DAS Separi ..................................................................... 134

5. Analisis regresi antara laju infiltrasi konstan (mm/menit) dengan bobot isi tanah (g/cm3) .................................................. 137

6. Perbandingan debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) antara ketiga Sub DAS ........................................... 137

7. Skenario perubahan komposisi luas penggunaan lahan pada masing-masing Sub DAS Separi ............................................... 137

xi

Page 16: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

8. Defisit dan surplus air dari hasil analisis neraca air metode Thornthwaite dan Mather (1957) pada masing-masing Satuan Peta Tanah (SPT) di DAS Separi .............................................. 138

9. Analisis neraca air Lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) pada kelompok kelas tekstur tanah di DAS Separi ……………. 140

10. Indeks vegetasi (NDVI), indeks kelembaban (wetness index), dan temperatur permukaan lahan pada masing-masing vegetasi dan tekstur tanah di DAS Separi ................................. 142

11. Identifikasi tingkat kekeringan tanaman di DAS Separi ............. 142

xii

Page 17: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

DAFTAR GAMBAR

Teks

No. Halaman

1. Hubungan antara jumlah curah hujan 7 hari sebelum kejadian

dan debit puncak banjir di DAS Separi ...................................... 6

2. Diagram alir sistem aplikasi hubungan masukan – sistem – keluaran dalam model pendugaan banjir dan kekeringan ……..

8

3. Siklus Hidrologi (Chow, 1964) ……………………………………

10

4. Perbedaan laju infiltrasi pada jenis tanah dan penggunaan lahan yang berbeda ………………………………………………. 14

5. Perbedaan laju infiltrasi pada berbagai jenis tutupan/penggunaan lahan ………………………………………. 15

6. Lokasi penelitian …………………………………………………… 22

7. Diagram alir tahapan penelitian …………………………………. 24

8. Penentuan kurva pdf yang didasarkan pada selang isokron …. 31

9. Kurva fungsi kerapatan peluang (pdf) …………………………… 33

10. Grafik pemisahan antara aliran permukaan (direct runoff), aliran tunda (interflow), dan aliran dasar (base flow) ................

34

11. Diagram alir pemodelan fungsi produksi dan fungsi transfer … 36

12. Peta posisi geografis stasiun iklim (AWS) dan pengamat tinggi muka air (AWLR) di DAS Separi ………………………………... 46

13. Peta pewilayah iklim DAS Separi, kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur ………………………. 47

14. Bentuk lahan DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ………………………………………………………………. 49

15. Peta kelerengan DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ………………………………………………………………. 50

16. Peta lokasi pengamatan profil dan infiltrasi tanah pada masing-masing Sub DAS di DAS Separi ……………………… 54

17. Bentuk lahan Sub DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Soyi, dan Sub DAS ............................................................................. 56

xiii

Page 18: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

18. Peta jaringan sungai DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur …………………………………………………. 59

19. Peta jenis penggunaan lahan tahun 1991 di DAS Separi (BAKOSURTANAL, 1991) .........................................................

61

20. Curah hujan bulanan tahun 2001 – 2005 di DAS Separi …….. 63

21. Peta jenis penggunaan lahan tahun 1998 di DAS Separi ........ 67

22. Peta jenis penggunaan lahan tahun 2005 di DAS Separi ......... 68

23. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada jenis penggunaan lahan A) lahan pertanian (jagung) dan B) semak belukar (alang alang) di DAS Badin ............................. 73

24. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada jenis penggunaan lahan A) lahan pertanian (jagung) dan B) semak belukar (Pahitan atau Centrosoma) di DAS Soyi ......... 74

25. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada jenis penggunaan lahan A) kebun/ladang (lada) dan B) semak belukar (Pahitan atau Centrosoma) di DAS Usup .................... 76

26. Kurva unit hidrograf hasil pengukuran pada Sub DAS Separi-Usup, Sub DAS Separi-Badin, dan Sub DAS Separi-Soyi pada episode hujan a) 8 April 2006, b) 14 April 2006, dan c) 23 April 2006 .................................................................................. 79

27. Kurva fungsi kerapatan peluang (pdf) untuk a) DAS Separi, b) Sub DAS Separi-Usup, c) Sub DAS Separi-Soyi, dan d) Sub DAS Separi-Badin ..................................................................... 85

28. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Usup ..............................................................................

88

29. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Soyi ...............................................................................

90

30. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 14/04/2006 dan b) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Badin ........

91

31. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 60 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Usup …….

94

xiv

Page 19: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

32. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 6 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a) 14/04/2006 dan b) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Badin …………………………..

96

33. Peta pembagian DAS Separi menjadi sepuluh Sub DAS …..... 97

34. Perbandingan debit puncak dan waktu respon pada beberapa skenario perubahan luas penggunaan lahan di DAS Separi .... 102

35. Hubungan antara curah hujan, ETA, ETo, KL, TLP, stok air tanah, ETA, dan defisit/surplus air pada A. kelas tekstur tanah liat, B. kelas tekstur tanah lempung, dan C. kelas tekstur tanah pasir di DAS Separi (Januari 2002 – Desember 2005) .............

107

36. Hubungan antara indeks vegetasi dengan curah hujan bulanan di DAS Separi (perekaman bulan April – September 2002) .......................................................................................... 109

37. Hubungan antara temperatur permukaan lahan dengan curah hujan bulanan di DAS Separi (perekaman bulan April – September 2002) ....................................................................... 110

38. Hubungan antara indeks vegetasi dengan temperatur permukaan lahan di DAS Separi (perekaman bulan April – September 2002) ....................................................................... 111

39. Peta tingkat kekeringan di DAS Separi hasil analisis citra Landsat 7 perekaman tanggal : a) 03-04-2002, b) 21-05-2002, c) 08-07-2002, dan d) 10-09-2002 ............................................. 113

40. Uji berganda perbandingan antara analisis neraca air lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) dengan analisis citra Landsat 114

Lampiran

No. Halaman

1. Peta jenis tanah skala 1:50.000 DAS Separi (PUSLITTANAK,

1994) ........................................................................................ 125

2. Pembuatan bendung (weir) tipe V-Notch dengan sudut 60o di tiga Sub DAS Separi dan pemasangan alat penakar hujan di daerah Seleko .......................................................................... 126

3. Hubungan antara geomorfologi DAS dengan total debit aliran permukaan ............................................................................... 126

xv

Page 20: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

4. Hubungan antara geomorfologi DAS dengan waktu menuju debit puncak ............................................................................. 127

5. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran dasar untuk Sub DAS Separi-Usup pada episode hujan 14 April 2006 ................................................................................. 127

6. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran

dasar untuk Sub DAS Separi-Soyi pada episode hujan 6 April 2006 ......................................................................................... 128

7. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran dasar untuk Sub DAS Separi-Badin pada episode hujan 23 April 2006 ................................................................................. 128

8. Peta LAI (Leaf Area Index) DAS Separi hasil analisis citra Landsat 7 TM perekaman tanggal 10 September 2005 ……… 129

9. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi di DAS Separi ............................................................. 129

xvi

Page 21: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan.

Salah satu permasalahan lingkungan yang sampai saat ini belum dapat teratasi

secara optimal di Indonesia adalah degradasi/kerusakan lahan di daerah aliran

sungai (DAS). Menurut Oldeman (1994) degradasi lahan merupakan proses

berkurangnya atau hilangnya kegunaan suatu lahan atau kemampuan lahan

dalam usaha meningkatkan kesejahteraan manusia. Kerusakan lahan menurut

Lal (1994) disebabkan oleh kemerosotan sifat fisik (akibat pemadatan dan erosi

tanah) dan sifat kimia tanah (penurunan tingkat kesuburan, keracunan dan

pemasaman tanah).

Dampak negatif alih fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan adalah

kerusakan lahan yang mana tanah menjadi lebih terbuka, sehingga pukulan air

hujan (energi kinetik hujan) yang jatuh di atas permukaan tanah menyebabkan

terbentuknya surface sealing (penutupan pori-pori tanah oleh partikel liat) dan

soil crusting (pemadatan tanah). Terbentuknya surface sealing dan soil crusting

berdampak terhadap menurunnya kapasitas infiltrasi dan meningkatnya volume

aliran permukaan (Thierfelder, et al., 2002; Mamedov, et al., 2000; Zhang dan

Miller, 1996). Menurut Black (1996) tanah sebagai salah satu faktor fisik DAS

yang sangat penting dalam siklus hidrologi, yang mana faktor tanah berperan

dalam menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh di

atasnya. Menurut Oldeman (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan

lahan adalah pembukaan lahan dan penebangan kayu secara berlebihan,

penggunaan lahan untuk kawasan peternakan secara berlebihan (over grazing),

dan aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara

1

Page 22: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

berlebihan. Barrow (1991) juga menyatakan bahwa kerusakan lahan disebabkan

oleh beberapa faktor, yaitu : 1) bahaya alami, 2) meningkatnya jumlah penduduk

menyebabkan meningkatnya kebutuhan dan intensitas penggunaan lahan, 3)

kemiskinan, 4) masalah kepemilikan lahan, 5) kestabilan politik dan kesalahan

administratif, 6) aspek sosial dan ekonomi, 7) penerapan teknologi yang tidak

tepat, dan 8) pertambangan.

Dampak lanjutan dari kerusakan lahan dan DAS adalah banjir di musim

penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Selama sepuluh tahun terakhir ini,

bencana banjir di wilayah Indonesia terjadi secara beruntun dengan intensitas,

frekuensi, dan distribusi atau wilayah yang terkena bencana semakin meningkat

dan meluas. Indikatornya adalah kejadian banjir di Jakarta (tahun 1996, 2002,

2004, 2005, dan 2007), Semarang (tahun 1990, 1994, 2000, 2002, 2005, dan

2006), Bondowoso, Jawa Timur (tahun 2002), Mojokerto, Jawa Timur (tahun

2002 dan 2003), Medan (tahun 2002 dan 2003), Samarinda (tahun 1998, 2003,

2004, 2005, dan 2006), dan lainnya. Demikian juga masalah kekeringan yang

sering muncul setiap tahun dari wilayah yang secara ruang dan waktu memiliki

curah hujan yang sangat tinggi, seperti : daerah Subang, Indramayu, Cirebon

dan sekitarnya (Irianto, 2003).

Menurut DITJEN Penataan Ruang (2005) dan DITJEN RRL (2001)

kerusakan lahan dan DAS di Indonesia makin lama makin meningkat. Tahun

1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan luas lahan terdegradasi 9,69

juta hektar dan kemudian meningkat pada tahun 1994 menjadi 39 DAS kritis

dengan luas lahan terdegradasi 12,52 juta hektar, dan tahun 2000 meningkat lagi

menjadi 42 DAS kritis dengan luas lahan terdegradasi 23,71 juta hektar, dan

selanjutnya pada tahun 2004 kerusakan DAS di Indonesia semakin bertambah,

yakni menjadi 65 DAS dari total seluruh DAS (470) yang tersebar di pulau

Sumatra (13), Jawa (26), Kalimantan (10), Sulawesi (10) Bali dan Nusa Tenggara

2

Page 23: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

(4), dan Maluku dan Papua (4) dengan luas lahan terdegradasi 45,43 juta hektar.

Salah satu dari 65 DAS yang rusak tersebut adalah DAS Mahakam di propinsi

Kalimantan Timur, sedangkan DAS Separi merupakan salah satu Sub DAS

Mahakam.

Dampak negatif alih fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan di DAS

Separi adalah terjadi peningkatan intensitas banjir di daerah hilir dari DAS Separi

yakni daerah Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai

Kartanegara pada pertengahan tahun 1998 (27 Juni 1998) dan kemudian

berulang kembali kejadian banjir tersebut pada tahun 2002 (9 Januari 2002),

tahun 2003 (15 Oktober 2003), tahun 2004 (14 Maret 2004), tahun 2005 (24

Oktober dan 20 Desember 2005), dan tahun 2006 (3 Mei 2006) dengan jumlah

curah hujan 7 hari di atas 100 mm. Hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pengairan (1995) di Sub DAS Citarik, Jawa Barat bahwa

perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian (sawah) menjadi lahan

industri dan perumahan selama periode tahun 1983 – 1994 (± 11 tahun)

menyebabkan terjadinya lima kali banjir di daerah hilir. Hal ini juga didukung dari

hasil penelitian Kurnia et al. (2001) di DAS Kaligarang, Semarang, Jawa Tengah

bahwa perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan tegalan, dan

lahan sawah menjadi lahan industri, perumahan maupun tegalan dari tahun 1981

– 2000 menyebabkan kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim

kemarau, serta menurunnya luas areal produksi pertanian di bagian hilir dari DAS

tersebut. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir di daerah Separi tersebut

adalah menurunnya pasokan bahan pangan (beras dan sayuran) ke kota

Samarinda dan Balikpapan akibat kegagalan panen. Hal ini dikarenakan daerah

Separi tersebut merupakan salah satu sentra produksi pertanian di propinsi

Kalimantan Timur.

3

Page 24: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Untuk mengatasi bencana banjir dan kekeringan di DAS Separi secara

cepat dan tepat, maka perlu disusun dan dikembangkan suatu model pendugaan

banjir dan kekeringan berbasis karakteristik penggunaan lahan dan geomorfologi

DAS. Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pendugaan banjir dan

kekeringan, serta penentuan komposisi luas penggunaan lahan yang optimal di

DAS Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara,

propinsi Kalimantan Timur dalam rangka pengendalian bencana banjir dan

kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi secara berkelanjutan.

1.2. Tujuan

1. Merakit model pendugaan banjir dan kekeringan berdasarkan karakteristik

tekstur tanah dan geomorfologi DAS di DAS Separi, kabupaten Kutai

Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur.

2. Menentukan komposisi luas penggunaan lahan secara optimal dalam

rangka penanggulangan banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS

Separi,

1.3. Keluaran

1. Model pendugaan banjir dan kekeringan sebagai alat bantu pengambil

kebijakan (Decision Support System) dalam pengelolaan DAS dan mitigasi

bencana banjir dan kekeringan,

2. Rekomendasi komposisi luas penggunaan lahan, serta kebijakan lainnya

dalam pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan kondisi iklim,

karakteristik tanah, dan penutupan lahan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan sumberdaya lahan yang melebihi dari daya dukungnya,

seperti : alih fungsi penggunaan lahan dari hutan menjadi semak belukar maupun

4

Page 25: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

tegalan, serta perubahan dari lahan sawah menjadi pemukiman di DAS Separi

berdampak terhadap kerusakan tanah sehingga terjadi penurunan kapasitas

infiltrasi tanah dan terjadi peningkatan volume aliran permukaan. Dampak

lanjutan akibat kerusakan tanah dan lahan pada DAS Separi adalah terjadi

peningkatan intensitas banjir di daerah hilir dari DAS Separi yakni daerah Separi,

kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara (Gambar 1).

Dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir di bagian hilir dari DAS Separi

sangat besar sekali yakni menurunnya pasokan bahan pangan (beras dan

sayuran) ke kota Samarinda dan Balikpapan akibat kegagalan panen. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian tentang pengaruh

karakteristik lahan (faktor tutupan lahan dan tanah) dan geomorfologi DAS

terhadap karakteristik unit hidrograf, dan penyusunan model pendugaan banjir

dan kekeringan di DAS Separi. Hal ini dikarenakan kajian maupun penelitian

yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air, serta pengelolaan DAS di DAS

Separi, Kutai Kartanegara relatif masih sedikit, sehingga penelitian ini sangat

diperlukan.

Sebenarnya perkembangan teknik komputasi untuk menduga besaran

debit puncak dan waktu menuju debit puncak (unit hidrograf) sudah banyak

dilakukan, seperti : model Nash (1957), TOPMODEL (Beven dan Kirkby, 1979),

AGNPS (Young, et al., 1990), ANSWERS (Beasley, 1991), HEC HMS (USACE,

2000), SWAT (Neitsch et al., 2001), dan lainnya. Dari beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa model-model tersebut dapat digunakan dengan baik atau

mempunyai tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam menduga besaran debit

puncak dan waktu menuju debit puncak. Namun demikian model-model tersebut

membutuhkan kelengkapan seri data yang tinggi, baik data iklim, tanah, topografi

maupun jenis penggunaan lahan, dan masalah kelengkapan data inilah yang

sering menjadi kendala dalam penggunaan model-model tersebut untuk DAS di

5

Page 26: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Indonesia. Untuk itu diperlukan penyusunan model pendugaan banjir dan

kekeringan yang sederhana dengan tingkat akurasi yang tinggi.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10027

-Jun

-98

9-Ja

n-02

17-J

un-0

2

22-N

ov-0

2

7-Ja

n-03

30-M

ar-0

3

15-M

ay-0

3

15-O

ct-0

3

23-J

an-0

4

14-M

ar-0

4

24-N

ov-0

4

26-D

ec-0

4

7-Ja

n-05

22-O

ct-0

5

20-D

ec-0

5

3-M

ay-0

6

Waktu

Debi

t Pun

cak

(m3 /d

etik

)

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

180,00

Cur

ah H

ujan

(mm

)

Debit Puncak Curah Hujan 7 Hari Sebelumnya

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10027

-Jun

-98

9-Ja

n-02

17-J

un-0

2

22-N

ov-0

2

7-Ja

n-03

30-M

ar-0

3

15-M

ay-0

3

15-O

ct-0

3

23-J

an-0

4

14-M

ar-0

4

24-N

ov-0

4

26-D

ec-0

4

7-Ja

n-05

22-O

ct-0

5

20-D

ec-0

5

3-M

ay-0

6

Waktu

Debi

t Pun

cak

(m3 /d

etik

)

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

180,00

Cur

ah H

ujan

(mm

)

Debit Puncak Curah Hujan 7 Hari Sebelumnya

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Ban

jir

Gambar 1. Hubungan antara jumlah curah hujan 7 hari sebelum kejadian dan debit puncak banjir di DAS Separi

Pengembangan model pendugaan banjir dan kekeringan berbasis

karakteristik lahan (jenis tutupan lahan dan tanah) dan geomorfologi DAS sangat

diperlukan dalam pengelolaan DAS Separi secara berkelanjutan. Penyusunan

dan pengembangan model pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju

debit puncak) didasarkan pada dua model, yaitu : 1) pemodelan fungsi produksi

yaitu perubahan dari curah hujan bruto menjadi curah hujan netto (curah hujan

sisa) dan 2) pemodelan fungsi transfer yaitu perubahan dari curah hujan netto

menjadi debit aliran permukaan langsung. Kedua model tersebut didasarkan

pada hubungan antara faktor masukan (curah hujan) dan faktor sistem DAS

(jenis tutupan lahan, karakteristik tanah, jaringan drainase, dan topografi)

menurut ruang dan waktu terhadap terjadinya perubahan keluaran (unit

hidrograf). Model ini bekerja dengan mengintegrasikan hubungan, yaitu : 1)

6

Page 27: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

masukan (curah hujan) yang meliputi : intensitas hujan, lamanya waktu hujan,

dan distribusi hujan, 2) sistem DAS yang meliputi : parameter tutupan atau

penggunaan lahan (intersepsi), karakteristik tanah (struktur tanah, tekstur tanah,

pori drainase, kadar air tanah, kedalaman efektif tanah, kandungan bahan

organik, dan kapasitas infiltrasi tanah), dan karakteristik kerapatan jaringan

drainase atau daya tampung DAS, dan 3) keluaran yakni debit aliran permukaan

(debit puncak dan waktu menuju debit puncak). Dengan demikian setiap

terjadinya perubahan masukan (intensitas hujan, lamanya waktu hujan, dan

distribusi hujan) maupun sistem DAS seperti perubahan tutupan/penggunaan

lahan (jenis tanaman, pola tanam, dan pengolahan tanah), maka model dapat

mengintegrasikannya dalam simulasi unit hidrograf (debit puncak dan waktu

menuju debit puncak). Diagram alir model pendugaan banjir dan kekeringan

dapat dilihat pada Gambar 2.

Untuk pengembangan model pendugaan kekeringan (Gambar 2)

didasarkan pada dua metode, yaitu : 1) kebutuhan air tanaman (neraca air lahan)

metode Thornthwaite dan Mather (1957), dan 2) teknologi penginderaan jauh.

Pendugaan kekeringan menurut analisis neraca air lahan metode Thornthwaite

dan Mather (1957) didasarkan dari kekurangan atau defisit air tanaman yang

terjadi pada saat stok air tanah (water storage) dibawah kadar air tanah kondisi

titik layu permanen dan hal tersebut disebabkan curah hujan yang lebih rendah

dibandingkan evapotranspirasi potensial (ETP). Pendugaan kekeringan dilakukan

dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh berdasarkan kombinasi

antara tingkat kelembaban permukaan lahan (wetness index) dengan tingkat

kehijauan tanaman (NDVI). Menurut Shofiyati dan Dwi Kuncoro (2007), bahwa

kombinasi antara tingkat kelembaban permukaan lahan dengan tingkat kehijauan

tanaman dari citra Landsat dapat digunakan secara efektif untuk memetakan

tingkat kekeringan.

7

Page 28: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Pendugaan Banjir dan Kekeringan

MASUKAN

Iklim : Curah hujan, Suhu, Kelembaban, Kecepatan

Angin, dan Radiasi Matahari

KELUARAN Unit Hidrograf :

• Debit Puncak • Waktu Menuju Debit Puncak • Produksi Air

SISTEM DAS • Tutupan/Penggunaan Lahan • Karakteristik Tanah • Topografi (Panjang dan

Kemiringan Lereng) • Kerapatan Jaringan Drainase

LUAR SISTEM DAS (HILIR) • Tutupan/Penggunaan Lahan • Karakteristik Tanah • Topografi (Panjang dan

Kemiringan Lereng)

Potensi Sumberdaya Air • Kebutuhan Air Tanaman • Pola Tanam

Gambar 2. Diagram alir sistem aplikasi hubungan masukan – sistem – keluaran

dalam model pendugaan banjir dan kekeringan

8

Page 29: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Parameter Sistem DAS

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh

topografi secara alami, sehingga semua air hujan yang jatuh di atasnya akan

mengalir menuju ke suatu lokasi pembuangan (outlet). Menurut Dixon dan Easter

(1986) dan Brooks et al. (1991) DAS merupakan suatu daerah (area) yang

dibatasi secara topografi oleh punggung bukit dan air hujan yang jatuh di atasnya

akan dialirkan melalui suatu sistem jaringan sungai sampai menuju titik

pengukuran (outlet). Sebagai suatu sistem neraca air tertutup, DAS mempunyai

fungsi untuk menampung masukan dari curah hujan dan mengalirkan keluaran

sebagai debit aliran (Black, 1996). Menurut Chow (1964), siklus air merupakan

suatu rangkaian proses peristiwa yang terjadi pada air dari saat air hujan jatuh ke

permukaan bumi, dialirkan menjadi aliran permukaan ke badan-badan sungai

hingga menguap ke udara, dan kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi

(Gambar 3). Selanjutnya sebagian air hujan yang jatuh akan menguap melalui

evaporasi sebelum jatuh di permukaan bumi, dan sebagian lainnya akan menjadi

aliran permukaan (runoff) setelah diintersepsi oleh tanaman dan terinfiltrasi ke

dalam tanah, serta mengalami perkolasi dan mengalir ke badan sungai/laut

sebagai aliran bawah tanah (base flow).

Siklus air dan distribusi air hujan yang sampai dipermukaan bumi menurut

Robinson dan Sivapalan (1996) merupakan proses perubahan air hujan menjadi

aliran permukaan dan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1) fungsi

produksi DAS yaitu perubahan dari curah hujan bruto menjadi curah hujan netto

(curah hujan sisa), dan 2) fungsi transfer DAS yaitu perubahan dari curah hujan

netto menjadi aliran permukaan langsung. Curah hujan bruto didefinisikan

sebagai total jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebelum terjadinya

9

Page 30: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

intersepsi dan infiltrasi. Untuk curah hujan netto (curah hujan sisa) didefinisikan

sebagai jumlah air hujan yang mengalir melalui jaringan hidrologi, setelah

terjadinya proses intersepsi tanaman dan infiltrasi tanah jenuh. Hasil penelitian

Heryani (2001) dan Sarjiman (2004) menyatakan bahwa pengujian model H2U

(Hydrogramme Hydrograph Universale) dalam memprediksi debit aliran di sub-

DAS Bunder, DAS Oyo, Kretek, Yogyakarta memiliki tingkat akurasi yang tinggi

bila memasukkan parameter intersepsi tanaman dan infiltrasi tanah.

Intersepsi

Infiltrasi langsung

Aliran permukaan

Aliran Bawah Permukaan

Perkolasi

Cadangan bawah tanah

Aliran Dasar

Aliran Sungai

Evaporasi/ Evapotranspirasi

Hujan

Langsung ke permukaan tanah

Simpanan permukaan tanah

Infiltrasi tertunda

Simpanan bawah permukaan tanah

Jatuh langsung

Gambar 3. Siklus hidrologi (Chow, 1964)

Intersepsi merupakan proses ketika air hujan jatuh pada permukaan

vegetasi, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer

10

Page 31: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan dan atau jika melebihi kapasitas

simpan vegetasi air hujan tersebut akan mengalir ke permukaan tanah (Asdak,

1995). Harahap (1998) menyatakan bahwa intersepsi merupakan selisih antara

curah hujan yang sampai di puncak tajuk dengan curah hujan yang sampai di

permukaan tanah, baik yang melalui tajuk maupun aliran batang.

Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap kapasitas intersepsi, yaitu : 1)

faktor vegetasi yang meliputi : total luas permukaan tanaman, sifat dan adsorpsi

permukaan daun, dan kerapatan susunan daun, dan 2) faktor iklim yang meliputi

: intensitas hujan, lamanya hujan, dan kecepatan angin. Menurut Asdak (1995),

besarnya air hujan yang tertampung di permukaan tajuk, batang dan cabang

vegetasi dinamakan kapasitas intersepsi dan sangat ditentukan oleh bentuk,

kerapatan, dan tekstur dari vegetasi. Hasil penelitian Nuriman (1999)

menunjukkan bahwa besarnya intersepsi tanaman berhubungan erat dengan

tinggi curah hujan dan indek luas daun, dimana semakin tinggi nilai indeks luas

daun maka akan semakin tinggi intersepsi tanaman. Dalam analisis fungsi

produksi DAS yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi hujan efektif, perhitungan

kapasitas intersepsi tanaman didasarkan pada persamaan yang dikembangkan

oleh Aston (1979:dalam De Roo et al., 1999). Hasil penelitian Heryani (2001) dan

Sarjiman (2004) menunjukkan penggunaan persamaan intersepsi yang

dikembangkan oleh Aston (1979:dalam De Roo et al., 1999) dalam analisis debit

aliran permukaan di sub-DAS Bunder, DAS Oyo, Kretek, Yogyakarta memiliki

tingkat akurasi yang tinggi (F>70%).

Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya

(tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan terjadi secara vertikal, serta

merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari siklus air dalam

menyerap, menampung, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh diatasnya.

Secara umum besarnya kapasitas infiltrasi tanah mempunyai peranan yang

11

Page 32: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

sangat besar dalam menurunkan besarnya debit aliran permukaan tanah

dibandingkan parameter lainnya, seperti intersepsi tanaman. Menurut Arsyad

(2000) laju infiltrasi merupakan banyaknya air per satuan waktu yang masuk ke

dalam tanah melalui permukaan tanah, sedangkan laju maksimum air dapat

masuk ke dalam tanah pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya laju infiltrasi

tanah, yaitu : karakteristik tanah (struktur, tekstur, kadar air tanah awal, ukuran

pori, kedalaman lapisan kedap, surface sealing dan soil crusting) dan

pengelolaan lahan (pola tanam, pemilihan jenis tanaman, pengmbalian bahan

organik, dan pengolahan tanah) (Thierfelder, et al., 2002; Herawatiningsih, 2001;

Mamedov, et al., 2000). Hasil penelitian Zhang dan Miller (1996) menyatakan

bahwa meningkatnya stabilitas agregat tanah dengan pemberian Poliakrilamid

(PAM) dan gipsum (CaSO4) pada tanah Ultisol lempung berpasir dapat

meningkatkan besarnya kapasitas infiltrasi sebesar 50 % dibandingkan dengan

kontrol.

Hasil penelitian Mamedov dan Levy (2001) juga menyatakan bahwa

tanah yang banyak didominasi oleh liat yang tinggi atau bertekstur liat

mempunyai kapasitas infiltrasi yang lebih rendah (3,38 mm/jam) dibandingkan

pada tanah bertekstur pasir berlempung (4,88 mm/jam) pada intensitas hujan

yang tinggi (64 mm/jam), sedangkan pada intensitas hujan yang rendah (2

mm/jam) pada tanah bertekstur liat memiliki kapasitas infiltrasi yang lebih besar

dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir berlempung yakni masing-masing

sebesar 18,75 mm/jam dan 5,38 mm/jam. Selain itu, faktor terbentuknya

surface sealing (terbentuknya lapisan tipis yang kedap di permukaan tanah) dan

soil crusting (pemadatan tanah) menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas

infiltrasi dan peningkatan volume aliran permukaan (Thierfelder, et al., 2002;

Mamedov, et al., 2000; Zhang dan Miller, 1996). Menurut Zhang dan Miller

12

Page 33: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

(1996) dan Le Bissonais (1996) terbentuknya surface sealing dan soil crusting

disebabkan oleh dua prosses yang saling komplementer, yaitu : 1) dispersi kimia

dan pergerakan partikel liat yang menyebabkan tertutupnya pori-pori tanah, serta

terbentuknya lapisan kedap di bawah permukaan tanah, dan 2) disintegrasi fisik

agregat tanah dan terjadinya pemadatan tanah yang disebabkan oleh energi

kinetik hujan.

Faktor pengelolaan lahan, seperti : pengolahan tanah, pengembalian

bahan organik kedalam tanah, pemilihan jenis tanaman, dan pola tanam juga

sangat berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi tanah. Hasil penelitian

Thierfelder et al. (2002) menyatakan bahwa pengelolaan lahan pada tanah

Inceptisol (Oxic Dystropept) dengan rata-rata intensitas hujan sekitar 330

mm/jam pada perlakuan penanaman ubi kayu yang dirotasi dengan Brachiaria

decumbens selama 3 tahun (tahun 1999 – 2001) memiliki kapasitas infiltrasi yang

paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan penanaman ubi kayu dengan

pengolahan tanah minimum (minimum tillage), ubi kayu + Chamaecrista

rotundifolia, ubi kayu secara monokultur, ubi kayu + kotoran ayam 4 ton/ha, ubi

kayu ditanam secara intensif, ubi kayu + kotoran ayam 8 ton/ha, dan tanah dalam

kondisi bera. Hal tersebut juga didukung hasil penelitian Yusuf (1991) di daerah

berlereng (kemiringan 9 – 10%) yang mana pemberian bahan organik kotoran

ayam 10 ton/ha dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah sekitar 4,06 %

(1.030,40 mm/menit) dibandingkan kontrol/tanpa pemberian bahan organik

(988,60 mm/menit) dan dapat menurunkan besarnya volume aliran permukaan

(runoff) sebesar 18,71 % (181,60 liter) dibandingkan kontrol (223,40 liter). Selain

itu, hasil penelitian Napitupulu (1998) dan Rukaiyyah (2001) juga menunjukkan

bahwa pada tanah Entisol (Regosol Coklat Kekelabuan) yang bervegetasi (lahan

pertanian yang diberakan dan ditumbuhi rumput-rumputan) dengan kondisi kadar

air tanah awal sekitar 44% dan porositas total sekitar 58% mempunyai kapasitas

13

Page 34: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada tanah Mollisol (Rendzina)

yang bervegetasi dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 36% dan porositas

total sekitar 63% (Gambar 4). Demikian juga dengan kapasitas infiltrasi tanah

Entisol tidak bervegatasi (lahan pertanian yang diberakan dan tidak ditumbuhi

rumput-rumputan) dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 45% dan porositas

total sekitar 55% yang lebih besar dibandingkan dengan pada tanah Mollisol

tidak bervegetasi dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 30% dan porositas

total sekitar 51% (Gambar 4). .

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

0 100 200 300 400

Waktu (Menit)

Laju

Infil

tras

i (m

m/m

enit)

Regosol_VegetasiRegosol_NonVegetasiRendzina_VegetasiRendzina_Nonvegetasi

Gambar 4. Perbedaan laju infiltrasi pada jenis tanah dan penggunaan lahan

yang berbeda (Napitupulu, 1998; Rukaiyyah, 2001)

Menurut Hakim et al. (1986) besarnya laju infiltrasi tidak hanya meningkatkan

besarnya jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman,

tetapi juga dapat mengurangi besarnya bahaya banjir yang diakibatkan oleh

besarnya aliran permukaan. Hasil penelitian Yanrilla (2001) juga menunjukkan

bahwa jenis tutupan/penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap besarnya

laju infiltrasi tanah, yang mana jenis tutupan lahan hutan alam memiliki laju

infiltrasi yang lebih besar dibandingkan jenis tutupan lahan hutan Pinus, ladang

14

Page 35: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

(jagung), dan lahan terbuka (Gambar 5). Hal ini juga didukung hasil penelitian

Arianti (1999) yang menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan hutan alam

mempunyai laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada jenis tutupan lahan

tegalan (pertanaman jagung)

0

1

2

3

4

5

6

0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (menit)

Laju

Infil

tras

i (cm

/men

it)

Lahan TerbukaLadang (jagung)Hutan PinusHutan Alam

Gambar 5. Perbedaan laju infiltrasi pada berbagai jenis tutupan/penggunaan

lahan (Yanrilla, 2001)

Selanjutnya analisis fungsi produksi DAS yaitu perubahan dari hujan

bruto menjadi hujan efektif, yang mana untuk perhitungan kapasitas infiltrasi

tanah didasarkan pada persamaan Horton (1940:dalam Bedient dan Huber,

1992). Persamaan infiltrasi menurut model Horton tersebut telah banyak

digunakan dalam analisis simulasi debit aliran permukaan (pemodelan hidrologi),

seperti : HYSIM (Manley, 2006), MARINE (Estupina-Borrell et al., 2006), dan

SWMM (Huber and Dickinson, 1988:dalam Rossman, 2004). Hal ini dikarenakan

penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Horton dalam pendugaan banjir

(debit puncak aliran permukaan dan waktu respon) memiliki hasil yang lebih baik

dan lebih konsisten untuk beberapa kejadian banjir dibandingkan dengan

penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Philip (1957: dalam Bedient dan

15

Page 36: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Huber, 1992) dan SCS (1972: dalam Chahinian et al., 2004) dalam pendugaan

banjir (Chahinian et al., 2004). Selain itu, hasil penelitian Chahinian et al. (2004)

menunjukkan penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Horton dalam

pendugaan banjir tidak lebih baik dibandingkan dengan penggunaan persamaan

infiltrasi menurut model Morel-Seytoux (1978: dalam Chahinian et al., 2004)

dalam pendugaan banjir. Persamaan infiltrasi tanah model Morel-Seytoux

tersebut merupakan modifikasi dari model Green dan Ampt (1911: dalam

Chahinian et al., 2004). Hal ini didukung dari hasil penelitian Heryani (2001) dan

Sarjiman (2004) menunjukkan penggunaan persamaan infiltrasi tanah menurut

model Horton (1940:dalam Bedient dan Huber, 1992) dalam analisis debit aliran

permukaan di sub-DAS Bunder, DAS Oyo, Kretek, Yogyakarta memiliki tingkat

akurasi yang tinggi.

2.2. Banjir dan Kekeringan

Pemanfaatan sumberdaya alam yang semakin meningkat tanpa

memperhitungkan klas kemampuannya, telah menimbulkan berbagai

permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan yang sampai

saat ini belum dapat teratasi adalah degradasi/kerusakan lahan di daerah aliran

sungai (DAS). Degradasi lahan merupakan proses berkurangnya atau hilangnya

kegunaan suatu lahan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan manusia.

Degradasi lahan menurut Lal (1994) disebabkan oleh kemerosotan sifat fisik

(erosi dan pemadatan tanah) dan sifat kimia tanah (penurunan tingkat

kesuburan, keracunan dan pemasaman tanah). Faktor-faktor yang

mempengaruhi degradasi lahan menurut Oldeman (1994) adalah 1) pembukaan

lahan dan penebangan kayu secara berlebihan (deforestration), 2) penggunaan

lahan untuk kawasan peternakan/penggembalaan secara berlebihan (over

grazing), dan 3) aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida

16

Page 37: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

secara berlebihan. Barrow (1991) juga menyatakan bahwa degradasi lahan

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1) bahaya alami, 2) meningkatnya

jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan dan intensitas

penggunaan lahan, 3) kemiskinan, 4) masalah kepemilikan lahan, 5) kestabilan

politik dan kesalahan administratif, 6) aspek sosial dan ekonomi, 7) penerapan

teknologi yang tidak tepat, dan 8) pertambangan. Degradasi lahan tersebut

berdampak terhadap kerusakan DAS dan kerusakan tersebut semakin lama

semakin meningkat setiap tahunnya. Indikatornya adalah pada tahun 1984

terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan luas sekitar 9,69 juta hektar dan

kemudian meningkat pada tahun 1994 menjadi 39 DAS kritis dengan luas sekitar

12,52 juta hektar, dan tahun 2000 meningkat lagi menjadi 42 DAS kritis dengan

luas sekitar 23,71 juta hektar (DITJEN RRL, 2001).

DAS sebagai suatu sistem neraca air tertutup yang mempunyai fungsi

untuk menampung masukan (curah hujan) dan mengalirkan keluaran (debit),

maka setiap terjadinya suatu perubahan terhadap masukan (curah hujan) dan

sistem (penggunaan lahan dan jenis tanah) akan menyebabkan perubahan pada

keluaran (unit hidrograf). Berkaitan dengan degradasi lahan dalam suatu sistem

DAS, maka dampak langsung yang dapat dilihat adalah banjir dan kekeringan,

sedimentasi, tanah longsor, dan penurunan kualitas air.

Banjir dan kekeringan merupakan suatu fenomena alam dimana sistem

DAS tidak dapat menyerap, menyimpan dan mendistribusikan secara optimal

terjadinya perubahan masukan (curah hujan), sehingga menyebabkan terjadinya

peningkatan debit puncak dan memperpendek waktu menuju debit puncak

(banjir), dan dampak lanjutannya adalah tambahan cadangan air tanah

(recharging) pada musim hujan menjadi sangat terbatas, sehingga suplai

produksi air dimusim kemarau menjadi rendah (kekeringan). Banjir merupakan

suatu peristiwa manakala debit sungai melebihi kapasitas tampungan sungai.

17

Page 38: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Genangan adalah peristiwa manakala suatu daerah dipenuhi air karena tidak ada

drainase yang mengatuskan air keluar dari daerah tersebut. Kekeringan

merupakan suatu peristiwa manakala jumlah curah hujan dibawah kondisi normal

sehingga terjadi penurunan produksi air untuk keperluan tanaman dan domestik.

Irianto (2003) mengemukakan tentang sistem peringatan dini tentang

banjir dan pada prinsipnya sistem tersebut dapat menginformasikan lebih awal

tentang besaran (magnitude) banjir (debit puncak dan waktu menuju debit

puncak) yang mungkin terjadi dan waktu evakuasi korban memadai sehingga

resiko yang dapat ditimbulkan dapat diminimalkan. Sistem peringatan dini

tentang banjir di Indonesia sangat penting, karena 1) intensitas dan keragaman

hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secara

tiba-tiba atau yang dikenal sebagai banjir bandang (flash flood) dan 2) hujan

besar umumnya terjadi pada sore sampai malam hari sebagai akibat proses

orografis sehingga terjadinya banjir umumnya terjadi malam hari (Irianto, 2003).

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kekeringan, yaitu : 1)

perubahan iklim, yaitu kekeringan sebagai dampak dari perubahan iklim, dimana

kondisi musim kemarau (dry season) berhubungan dengan penurunan curah

hujan di bawah normal, 2) kerusakan DAS, yaitu kekeringan sebagai dampak

dari menurunnya produksi air pada musim kemarau akibat DAS tidak mampu

menyerap, menyimpan dan mendistribusikan air, sehingga kedua faktor tersebut

berdampak lanjutan terhadap ketersediaan air untuk tanaman. Menurut

Pasandaran dan Hermanto (1997:dalam Shofiyati et al., 2002) bahwa kekeringan

yang melanda sebagian wilayah Indonesia terjadi secara periodik. Berdasarkan

data curah hujan periode tahun 1975 – 1999, kejadian kekeringan yang melanda

sebagian Indonesia terjadi setiap 5 tahun (tahun 1975-1987), dan pada periode

tahun 1987-1999 kejadian kekeringan terjadi setia 3-4 tahun (Pramudia, 2002).

Penanggulangan dampak kekeringan dapat dilakukan melalui dua pendekatan,

18

Page 39: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

yaitu : 1) memperbaiki dan mengelola DAS dalam rangka meningkatkan fungsi

DAS dalam menyerap dan menyimpan kelebihan air di musim hujan dan

mendistribusikannya di musim kemarau, dan 2) memilih komoditas yang sesuai

dengan tingkat ketersediaan air.

Untuk meningkatkan tingkat keakuratan dan kecepatan dalam pendugaan

kekeringan, maka banyak ahli yang menduga dan memantau wilayah rawan

kekeringan dengan menggunakan teknologi citra satelit. Thiruvengadachari et al.

(1991:dalam Shofiyati et al., 2002) memantau kekeringan di India menggunakan

citra NOAA AVHRR dua mingguan. Selain itu, hasil penelitian Liu dan Kogan

(1996), Bayarjarga, et al. (2000), dan Shofiyati et al. (2002), penggunaan

teknologi citra NOAA AVHRR dapat digunakan untuk memantau kekeringan di

Brazil, Gobi dan Gurun Steepe (Mongolia), dan DAS Brantas, Jawa Timur

(Indonesia). Selain itu, Anderson et al. (2007) menunjukkan bahwa kesehatan

vegetasi yang digambarkan oleh indeks vegetasi dan temperatur permukaan

lahan dari hasil analisis citra Landsat 7 dapat digunakan untuk memprediksi dan

memetakan kekeringan.

2.3. Perkembangan Teknik Komputasi Unit Hidrograf

Ada dua besaran (magnitude) penting yang harus dikomputasi secara

akurat dalam analisis unit hidrograf, yaitu : debit puncak dan waktu menuju debit

puncak. Debit puncak berkaitan erat dengan tingkat bahaya/resiko banjir yang

terjadi, dan waktu menuju debit puncak sangat menentukan lamanya waktu untuk

evakuasi korban. Berdasarkan ilustrasi tentang analisis banjir dan besaran

pencirinya, maka kemampuan analisis sistem hidrologi dalam pemodelan debit

puncak dan waktu menuju debit puncak menentukan akurasi dan presisi dalam

penanggulangan banjir. Kedua besaran tersebut secara faktual merupakan

respon hidrologis wadah (sistem) DAS untuk setiap perubahan masukan.

19

Page 40: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghasilkan metode dan teknik

analisis yang representative, transferable dan operational dalam komputasi debit

puncak dan waktu menuju debit puncak. Perkembangan terakhir menunjukkan

bahwa ada dua aliran yang berkembang sangat pesat dalam pemodelan unit

hidrograf (debit puncak dan waktu menuju debit puncak), yaitu : 1) model

deterministik (deterministic model) yang dirancang berdasarkan kaidah dan

hukum-hukum fisika yang sifatnya permanen dan transferable, dan 2) model

stokastik (stochastic model) yang ditetapkan berdasarkan hubungan input dan

output secara local. Model stokastik ini berkembang mulai dari model memori

jangka pendek (short memory models), seperti : proses autoregresi

(autoregressive processes), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA

(autoregressive integrated moving average) dan model memori jangka panjang

(long memory models), seperti : proses discrete fractional Gaussian noise (dfGn),

fast fractional Gaussian noise (ffGn), filtered fractional noise, dan broken-line

(Haan, et al., 1982). Untuk model deterministik berkembang dari model yang

sederhana, seperti model Nash (1957), model CREAMS (1972), TOPMODEL

(Beven dan Kirkby, 1979), AGNPS (Young et al., 1990), IHACRES (Jakeman et

al., 1990), model ANSWERS (Beasley, 1991), HEC HMS (USACE, 2000), SWAT

(Neitsch et al., 2000), HYSIM (Manley, 2006), MARINE (Estupina-Borrell et al.,

2006), dan SWMM (Huber and Dickinson, 1988:dalam Rossman, 2004), dan

model fraktal yang dikembangkan oleh Mandelbrot (1977:dalam Liu, 1992).

Untuk pemodelan hujan-limpasan dengan analisis fraktal jaringan

hidrologi, maka ada satu hal yang sangat menarik tentang hubungan antara

respon hidrologi DAS (fraction) dengan karakteristik fraktal. Hasil penelitian

Irianto et al. (2001) menunjukkan bahwa respon hidrologi DAS merupakan fungsi

kerapatan peluang (pdf) dari DAS berorder satu (fungsi fraktalnya). Kelebihan

penggunaan analisis fraktal jaringan hidrologi untuk pendugaan banjir (debit

20

Page 41: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

puncak dan waktu menuju debit puncak) secara sistematis mampu

menggambarkan transfer air hujan menjadi aliran permukaan melalui jaringan

hidrologi sampai menuju outlet (Irianto, 2003). Hasil penelitian Irianto (2003)

menunjukkan bahwa analisis fraktal jaringan hidrologi dapat digunakan dengan

baik atau memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam mensimulasi debit puncak

dan waktu menuju debit puncak di DAS Kripik.

21

Page 42: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di DAS Separi, Kutai Kartanegara,

Kalimantan Timur yang memiliki luas 23.366,26 Ha (233,66 km2) dan terletak

pada koordinat di antara 00o03’ – 00o38’ LS dan 117o08’ – 117o31’ BT (Gambar

6). Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2005 – Juni 2006,

yang mana pada bulan Januari – Juli 2005 pengumpulan data sekunder (iklim,

debit, dan lainnya), bulan Agustus – Desember 2005 pembuatan dan pengujian

alat AWLR, dan bulan Januari – Juni 2006 dilaksanakan pengamatan lapang.

Pembuatan dan pengujian alat AWLR dibantu tenaga teknisi dari Workshop

Instrumentasi GEOMET, IPB.

Gambar 6. Lokasi penelitian

22

Page 43: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam pengembangan model pendugaan banjir dan

kekeringan di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur didasarkan

pada beberapa tahapan, yaitu : 1) pengumpulan data, 2) analisis data yang

meliputi : a) pengembangan model pendugaan banjir (penentuan parameter

model, pengembangan model pendugaan banjir, dan pengujian model), dan b)

pengujian model kekeringan, 3) uji akurasi model banjir, dan 4)

penerapan/simulasi model banjir (Gambar 7).

Untuk pengembangan model pendugaan banjir di DAS Separi dan untuk

mengetahui pengaruh karakteristik fisik tanah khususnya kelas tekstur tanah

terhadap karakteristik unit hidrograf (debit), maka dilakukan pengamatan pada

tiga Sub DAS yang dipengaruhi oleh kelas tekstur tanah, yaitu : tekstur tanah

pasir, lempung, dan liat. Selanjutnya dari hasil pengukuran curah hujan dan

debit air per 6 menit, serta laju infiltrasi pada tiga Sub DAS tersebut akan

digunakan untuk membuat model pendugaan banjir di DAS Separi.

3.2.1. Pengumpulan Data

Untuk mendukung pengembangan model pendugaan banjir dan

kekeringan berdasarkan Gambar 7, maka ada beberapa jenis dan metode

pengumpulan data. Jenis dan metode pengumpulan data primer maupun

sekunder pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik tanah terhadap respon

hidrologis (karakteristik unit hidrograf), maka dilakukan pemasangan alat AWLR

(Automatic Water Level Recorder) pada tiga Sub DAS Separi. Penentuan ketiga

Sub DAS Separi tersebut didasarkan pada kelas tekstur tanah, yakni : 1) Sub

DAS Separi 1 (DAS Usup) merupakan Sub DAS yang didominasi oleh tanah

bertekstur liat (pasir 21%, debu 39%, dan liat 40%), 2) Sub DAS Separi 2 (DAS

23

Page 44: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Soyi) merupakan Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur pasir (pasir

83%, debu 7%, dan liat 10%), dan 3) Sub DAS Separi 3 (DAS Badin) merupakan

Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur lempung (pasir 5%, debu 57%,

dan liat 38%). Selain itu untuk meningkatkan tingkat homogenitas data curah

hujan, maka dilakukan pemasangan alat penakar hujan semi-otomatis di tengah

DAS Separi.

Pengumpulan Data (Sekunder dan Primer)

Karakteristik Iklim : Hujan, Suhu, Kelembaban, Radiasi

Matahari, dan Kecepatan Angin

Karakteristik Tanah, Topografi, Tutupan Lahan, DEM, NDVI, dan

Kerapatan Jaringan Drainase

Model Banjir

Potensi Sumberdaya Air

Parameter Model Banjir dan Kekeringan : Episode hujan, Intersepsi tanaman, Infiltrasi tanah, ETP, ETA, Neraca Air

Lahan, Kerapatan jaringan hidrologi, Pemisahan hidrograf, dan LAI

Banjir Kekeringan

Fungsi Produksi Air

Neraca Air Lahan

Fungsi Transfer Air

Simulasi Model

Uji akurasi Model

Model Kekeringan

Citra Satelit

Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian

24

Page 45: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 1. Jenis dan metode pengumpulan data pada pengembangan model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi

No. Jenis Data Metode

Pengumpulan Data Sumber

A. Data Sekunder 1. Karakteristik tanah

(stabilitas agregat tanah, distribusi ukuran partikel tanah, ruang pori total, bobot isi tanah, kadar air tanah, kedalaman efektif tanah, dan kadar C organik)

Analisis Laboratorium

PUSLITTANAK, 1994

2. Peta Tanah Skala 1:50.000 Survey Tanah PUSLITTANAK, 1994

3. Peta Jenis Penggunaan Lahan

Digitasi Peta Rupa-bumi Skala 1:50.000

BAKOSURTANAL, 1991

4. Peta Kerapatan Jaringan Drai-nase/hidrologi

Analisis dengan DEM SRTM

LAPAN, 2005

5. Peta Tutupan/Penggunaan La-han

Analisis Citra Landsat 11-02-1998 dan 10-09-2005

LAPAN, 2005

6. NDVI, LAI, Wetness Index, dan Temperatur Permukaan Lahan

Analisis Citra Land-sat 03-04-2002, 21-05-2002, 08-07-2002, dan 10-09-2002

LAPAN, 2006

7. 8. Curah hujan harian dan

Lamanya hujan Stasiun Pengamat Iklim

BPTP Kaltim, 2006

9. Tinggi muka air (TMA) AWLR BPTP Kaltim, 2006 10. ETo (Evapotransipasi

acuan) Penman-Monteith BPTP Kaltim, 2006

11. Kurva debit lengkung Tidak langsung (Current Meter) dan Langsung (Metode V-Notch)

Pada masing-masing outlet

B. Data Primer 1. Infiltrasi Tanah Pengukuran Lapang Pada 3 Sub DAS

dan masing-masing respon hidrologis

2. Tinggi muka air (TMA) di 3 lokasi

AWLR Pada masing-masing Sub DAS sesuai kelas tekstur tanah (pasir, lempung, dan liat)

3. Curah hujan Penakar hujan semi-otomatis

Di tengah DAS Separi

Keterangan : NDVI = Normalized Difference Vegetation Index dan LAI = Leaf Area Index

25

Page 46: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Teknik pengambilan contoh untuk penentuan infiltrasi tanah dan kadar air

tanah awal pada penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive sampling)

pada 3 Sub DAS Separi dan masing-masing respon hidrologis yang merupakan

hasil kombinasi atau tumpang tepat antara peta tanah (karakteristik fisik tanah)

dan peta tutupan lahan, serta distribusi hujan yang berbeda.

Untuk mengkonversi data tinggi muka air (TMA) menjadi debit aliran pada

DAS Separi dihitung berdasarkan persamaan kurva lengkung debit di AWLR

Separi (BPTP Kalimantan Timur, 2005) dan persamaannya adalah sebagai

berikut :

………………………………………………(1) ( ) 4874,1Maks HH*10,599Q −=

Q adalah debit aliran (m3 per detik), HMaks adalah tinggi maksimum antara dasar

sungai dengan sensor optik pada alat AWLR (m), dan H adalah tinggi muka air

hasil pembacaan dari alat AWLR (m).

Untuk mengkonversi data tinggi muka air (TMA) menjadi debit aliran pada

Sub DAS Soyi, Sub DAS Badin, dan Sub DAS Usup dihitung berdasarkan

metode bendung (weir) tipe V-Notch (Kraattz dan Mahajan, 1982) dan

persamaannya adalah sebagai berikut :

( ) 02832,0*)(*2tan**28,4 2/5khCQ += θ …………………………….(2)

Q adalah debit aliran (m3 per detik), C adalah koefisien debit, θ adalah sudut

bendung (digunakan θ = 600), h adalah tinggi muka air dari dasar sudut bendung

(m), dan k adalah faktor koreksi tinggi.

……(3) 26 *10*10393334,6*630008744669,0607165052,0 θθ −+−=C

...….(4) θθθ *10*062,1*10*298,3*0003395,001449,0 826 −− −+−=k

26

Page 47: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

3.2.2. Analisis Data

3.2.2.1. Metode Penentuan Parameter Masukan dan Sistem DAS

A. Metode Penentuan Episode dan Distribusi Curah Hujan

Penentuan episode hujan didasarkan dari data curah hujan selama 5

tahun (tahun 2001 – 2005) dari stasiun iklim Separi (BPTP Kalimantan Timur).

Penentuan episode hujan ini digunakan sebagai pembanding dalam menentukan

besarnya curah hujan yang sering terjadi pada suatu periode tertentu dan atau

kejadian banjir dalam tahapan analisis dan simulasi model. Tahapan metode

penentuan episode hujan adalah sebagai berikut :

1. Data curah hujan (tahun 2001 – 2005) dari bulan-bulan basah (rata-rata

curah hujan > evapotraspirasi potensial) dan bulan-bulan kering rata-rata

curah hujan ≤ evapotraspirasi potensial) diurutkan menurut nilai dari yang

terbesar sampai terkecil.

2. Ranking data disusun menurut data yang telah diurutkan (r = 1,2,3,......, j),

dimana r = 1 untuk nilai terbesar dan r = j untuk nilai terkecil.

3. Penentuan periode ulang (return periode/T) dan peluangnya (P) dari curah

hujan yang menyebabkan terjadinya banjir pada tahun 2001 dan 2005, yakni

: T = (n + 1)/r, dan P = 1/T, dimana n : jumlah data pengamatan dan r : nomor

urut dari besaran yang ditentukan.

4. Penentuan peluang tercapainya kejadian (R) pada no. 3, yakni : R = 1 – (1 –

P)m, dimana m : prediksi waktu yang akan terjadi.

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan simulasi model

pendugaan banjir dalam penelitian ini adalah curah hujan 6 menitan di AWLR

Separi. Penggunaan data curah hujan hanya pada AWLR Separi dikarenakan

tidak adanya stasiun iklim otomatis yang mampu menyediakan data curah hujan

6 menitan di sekitar DAS Separi, khususnya di daerah hulu dan tengah. Untuk

27

Page 48: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

menentukan apakah data curah hujan di AWLR Separi menyebar/terdistribusi

secara menyeluruh pada DAS Separi, maka dilakukan uji berpasangan berganda

antara curah hujan di AWLR Separi (mingguan dan dasarian) dengan data curah

hujan di AWS Lempake pada taraf 5%. Hasil uji berpasangan berganda tersebut

dijadikan dasar bahwa data curah hujan di AWLR Separi dapat mewakili secara

menyeluruh terjadinya hujan yang menyebar/terdistribusi secara merata pada

seluruh DAS Separi. Untuk mendapatkan data curah hujan wilayah yang

terdistribusi secara merata di DAS Separi, maka dilakukan pemasangan alat

penakar hujan semi-otomatis di daerah Seleko, Desa Bukitpariaman (Separi L-

V), Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara pada

koordinat X=520.237 dan Y=9.970.080.

B. Metode Perhitungan Intersepsi Tanaman

Model perhitungan intersepsi didasarkan pada metode yang

dikembangkan oleh Aston (1979 : dalam de Roo, 1999). Langkah selanjutnya

adalah membuat persamaan regresi dari hubungan antara intersepsi (mm/6

menit) dengan curah hujan (mm/6 menit) untuk beberapa kejadian hujan.

Metode perhitungan Intersepsi kumulatif selama kejadian hujan diperoleh

dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Aston (1979 : dalam

De Roo et al., 1999) adalah sebagai berikut :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−=

−−SMAXPCUMp)(1

e1SMAXINTCP ………………………………………….(5)

INTCP adalah intersepsi kumulatif (mm), PCUM adalah curah hujan kumulatif

(mm), SMAX adalah kapasitas simpanan maksimum (mm), p adalah faktor

koreksi (1 - 0,046.LAI). Perhitungan kapasitas intersepsi maksimum diduga

dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Von Hoyningen-

Huene (1981 : dalam De Roo et al., 1999) :

28

Page 49: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

SMAX = 0,935 + 0,498.LAI – 0,00575.LAI2 ……………………………..(6)

SMAX adalah kapasitas simpanan maksimum (mm), LAI adalah indeks luas

daun. Berdasarkan data intersepsi kumulatif (mm) dan waktu mulainya hujan

sampai berhenti (jam) untuk beberapa seri data kejadian hujan, maka akan dapat

ditentukan laju intersepsi tanaman (mm/jam) untuk setiap waktu (t) terjadinya

hujan.

Untuk penentuan indek luas daun (LAI) didasarkan pada persamaan

sebagai berikut (Geomatica, 2004) :

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛

−−= )65,0ln(.6,0)ln()75,0ln( SAVILAI ……………………….….…(7)

SAVI adalah indek vegetasi yang sangat ditentukan oleh jenis tanah dan menurut

Huete (1988), persamaannya adalah sebagai berikut :

L)red (nir red) -(nir *L)(1SAVI

+++

= ………………………………………….……(8)

nir adalah reflektansi pada saluran inframerah dekat (4), red adalah reflektansi

pada saluran merah (3), dan L merupakan konstanta yang bernilai 0,5.

C. Metode Perhitungan Laju Infiltrasi

Perhitungan infiltrasi didasarkan pada persamaan Horton dan ditentukan

berdasarkan pada masing-masing jenis tanah yang dikombinasikan dengan jenis

penggunaan lahan (respon hidrologis). Persamaan laju infiltrasi menurut Horton

adalah sebagai berikut :

f (t) = fc + (fo - fc)e-Kt …………………………………………..………….. (9)

f(t) adalah kapasitas infiltrasi pada waktu t (mm/menit), fo adalah kapasitas

infiltrasi awal (mm/menit), fc adalah kapasitas infiltrasi konstan (mm/menit), t

adalah waktu (menit), k adalah konstanta yang dipengaruhi oleh tanah dan

tanaman.

29

Page 50: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Dengan mengintegralkan persamaan (9) didapatkan persamaan infiltrasi

kumulatif (F) pada waktu t :

∫=t

dt0

f(t)F(t) ........................................................................................(10)

t

0

k.t-e fc)-fo(k1fc.t F(t) ⎥

⎤⎢⎣

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧−+= .........................................................(11)

( ) ( )fc).1}-fo(k1{}fc).e-fo(k

1{0-fctF(t) k.t- −−−+= ........................(12)

( )fc)}-fo(k1{}fc).e-fo(k

1{-fc.tF(t) k.t- −= ........................................(13)

Pada persamaan (5), sehingga persamaan (13) menjadi: -k.tfc).e-(fofc-f(t) =

fc)}-(fok1{}fc)-f(t)(k

1{-fc.tF(t) += ..............................................(14)

.fok1f(t).k

1-fc.tF(t) += ...................................................................(15)

.........................................................................(16) k.fc.tk.F(t)-fof(t) +=

Perhitungan nilai konstanta yang tergantung pada jenis tanah (k), laju

infiltrasi awal (fo), dan laju infiltrasi konstan (fc) ditentukan berdasarkan

hubungan keterkaitan antara data waktu (menit) dan laju infiltrasi (cm/menit) hasil

pengukuran pada tahap pengumpulan data yang ditetapkan sebagai variabel

bebas X1 dan X2 dengan data infiltrasi kumulatif (cm) yang ditetapkan sebagai

variabel tak bebas (Y), sehingga persamaan (16) menjadi sebagai berikut :

Y = a.t + b.f(t) +c ..................................................................................(17)

a = fc; k1-b = ; dan fo.k

1c = . Setelah konstanta yang tergantung pada jenis

tanah (k), laju infiltrasi awal (fo), dan laju infiltrasi konstan (fc) ditentukan, maka

dengan menggunakan persamaan (5) model laju infiltrasi simulasi dapat

ditentukan. Langkah selanjutnya adalah penentuan besarnya rata-rata laju

30

Page 51: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

infiltrasi (fr) (Viessman et al., 1989) yang didasarkan menurut persamaan sebagai

berikut:

{ f(t) i Jika f(t),f(t) i Jika ,ir

r

rrf ⊇

⊂= ..................................................................(14)

f(t) adalah laju infiltrasi pada waktu ke-t (mm/menit) dan ir adalah intensitas hujan

pada waktu ke-t (mm/menit). Besarnya nilai rata-rata laju infiltrasi (fr) ini

digunakan untuk menentukan besarnya curah hujan netto.

D. Metode Perhitungan Fungsi Kerapatan Peluang (pdf)

Penentuan peta jaringan drainase/hidrologi didasarkan dari data DEM

(Digital Elevation Model) resolusi 90 meter yang dianalisis dari data radar SRTM.

Selanjutnya ditetapkan isokron, yaitu : tempat kedudukan titik-titik di permukaan

DAS yang memiliki waktu tempuh yang sama menuju outlet (Gambar 8), dan

kemudian membuat kurva kerapatan jaringan drainase DAS orde-1 yang

didasarkan pada selang isokron. Penentuan selang isokron didasarkan pada

persamaan sebagai berikut :

Gambar 8. Penentuan kurva pdf yang didasarkan pada selang isokron

31

Page 52: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

tV.I(L) ×=Δ …………………………………………………..………......(18)

ΔI(L) adalah interval isokron sebagai fungsi jarak tempuh (m), V adalah

kecepatan rata-rata aliran (m/detik), dan t adalah selang waktu pengamatan (360

detik).

Perhitungan kecepatan rata-rata aliran permukaan (V) diduga dengan

metode Llamas (1993:dalam Irianto, 1999) :

α53

.20 SinV = ………………………………………….…………………..(19)

V adalah kecepatan rata-rata aliran permukaan (m per detik), dan α adalah

kemiringan lahan (%). Selain itu, kecepatan rata-rata aliran permukaan (V) juga

dapat di hitung berdasarkan perbandingan antara panjang rata-rata jaringan

sungai dengan waktu respon, dan persamaan matematisnya sebagai berikut :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

rtLV .......................................................................……..……….....(20)

L adalah panjang rata-rata jaringan sungai (m) dan tr adalah waktu respon

(detik).

Metode penentuan kurva kerapatan jaringan drainase DAS berorde-1

atau disebut fungsi kerapatan peluang (probability density function/pdf) pada

setiap isokron didasarkan pada pdf teori (ρi) yang dikemukakan oleh Duchesne

dan Cudennec, 1998 : dalam Irianto et al., 2001). Fungsi kerapatan peluang

(pdf) merupakan fungsi dari panjang jaringan drainase/hidrologi DAS berorde-1

(L), dimana luas area di bawah kurva pdf menunjukkan peluang kejadian

(Gambar 9). Persamaan matematis dari fungsi kerapatan probabilitas (pdf) teori

adalah sebagai berikut :

( )( ) ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

Γ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛= L2

nL12

n2n

expL2

n1

L2n)L(ρ ................……...........................(21)

32

Page 53: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

ρ(L) adalah kerapatan DAS elementer/(DAS order 1 sebagai fungsi

panjang lintasan air (panjang jaringan sungai), n adalah order maksimum DAS

menurut kriteria Strahler, L adalah rata-rata panjang jaringan sungai pada order

1 (m), Γ adalah fungsi gamma, dan L adalah panjang jaringan sungai utama (m).

Gambar 9. Kurva fungsi kerapatan peluang (pdf)

E. Metode Pemisahan atau Separasi Hidrograf

Pemisahan atau separasi hidrograf antara aliran permukaan langsung

(direct runoff), aliran permukaan yang tertunda (delayed runoff), dan aliran dasar

(base flow) didasarkan pada pada beberapa tahapan (Gambar 10), yakni sebagai

berikut :

1. Memplot kurva curah hujan dan debit untuk satu episode hujan.

2. Menentukan titik naik waktu mulai terjadinya aliran permukaan langsung (tn)

dan debit (q tn), titik turun pertama yang ditandai oleh penurunan debit

secara tajam (td) dan debit (q td), dan titik turun kedua yang ditandai oleh

penurunan debit ke arah konstan (tb) dan debit (q tb).

3. Menentukan debit dari aliran tunda (interflow+baseflow) yakni dengan

menjumlahkan debit sebelumnya dengan pengurangan antara debit pada

saat turun pertama (q td) dan debit pada saat mulai naik (q tn).

33

Page 54: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

4. Menentukan debit dari aliran dasar (baseflow) yakni dengan menjumlahkan

debit sebelumnya dengan pengurangan antara debit pada saat turun kedua

(q tb) dan debit pada saat mulai naik (q tn).

5. Menentukan debit dari aliran tunda (interflow) yakni selisih antara debit dari

aliran tunda dan aliran dasar (interflow+baseflow) dengan debit dari aliran

dasar (baseflow).

6. Selanjutnya penentuan debit aliran permukaan (direct runoff) didasarkan

atas selisih antara debit total dengan debit dari aliran tunda dan aliran dasar

(interflow+baseflow).

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

4:23

4:47

5:11

5:35

5:59

6:23

6:47

7:11

7:35

7:59

8:23

8:47

9:11

9:35

9:59

10:2

310

:47

11:1

111

:35

11:5

912

:23

12:4

713

:11

13:3

513

:59

14:2

314

:47

15:1

115

:35

15:5

916

:23

16:4

7

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

Q total

Q aliran permukaan

Q aliran tunda

Q aliran dasar

Gambar 10. Grafik pemisahan antara aliran permukaan (direct runoff), aliran tunda (interflow), dan aliran dasar (base flow)

F. Metode Perhitungan Evapotranspirasi Acuan (ETo)

Metode penghitungan evapotranspirasi acuan (ETo) didasarkan pada

pada persamaan Penman-Monteith (Allen et al, 1998). Adapun persamaan

evapotranspirasi acuan berdasarkan Penman-Monteith adalah sebagai berikut :

34

Page 55: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

)0,34U(1

)e(eU273T

900G)(R0,408ETo

2

as2n

++Δ

−+

+−×Δ×=

γ

γ.............................(22)

ETo adalah evapotranspirasi acuan (mmhari-1), Rn adalah radiasi netto pada

permukaan tanaman (MJm-2hari-1), G adalah kerapatan fluks bahang tanah

(MJm-2hari-1), T adalah suhu udara (°C), U2 adalah kecepatan angin pada

ketinggian 2 m (ms-1), Es adalah tekanan uap air jenuh (kPa), Ea adalah tekanan

uap air aktual (kPa), es-ea adalah defisit tekanan uap air jenuh (kPa), Δ adalah

slope kurva tekanan uap (kPa°C-1), dan γ adalah konstanta psychrometric

(kPa°C-1).

3.2.2.2. Metode Pengembangan Model Pendugaan Banjir

Pengembangan model pendugaan banjir didasarkan pada pemodelan

fungsi produksi (perhitungan curah hujan netto/sisa dari perubahan curah hujan

bruto) dan pemodelan fungsi transfer (perhitungan debit aliran permukaan dari

perubahan curah hujan sisa melalui jaringan drainase) (Gambar 11).

Berdasarkan Gambar 11, perhitungan curah hujan sisa (curah hujan

netto) didasarkan pada tiga metode, yaitu : A) perhitungan curah hujan sisa

berdasarkan koefisien runoff (Kr), B) perhitungan curah hujan sisa berdasarkan

intersepsi dan infiltrasi, dan C) perhitungan curah hujan sisa berdasarkan sifat

fisik tanah (kapasitas tanah menyimpan air) pada lapisan atas (20 cm). Klasifikasi

model pendugaan banjir adalah metode A adalah model kotak kelabu dan untuk

metode B dan C adalah model terdistribusi.

Perhitungan curah hujan efektif berdasarkan koefisien runoff (Kr) adalah

sebagai berikut :

Pn(t) = Pb(t) * Kr .................................................................................(23)

Pn(t) adalah curah hujan netto/sisa (mm), Pb(t) adalah curah hujan bruto (mm),

dan Kr adalah koefisien runoff.

35

Page 56: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Curah Hujan Bruto (Pb)

Metode A

Metode B

Metode C

Pemodelan Fungsi Produksi

Q runoff Koefisien Runoff (Kr)

Curah Hujan Netto (Pn) Pn = Pb * Kr

Separasi Hidrograf

Peta Jenis Tanah

Peta Penggunaan Lahan

Peta Respon Hidrologis

Intersepsi (INTCP) Infiltrasi (f)

Curah Hujan Netto (Pn) Pn = Pb – (INTCP + f)

Curah Hujan Netto (Pn) Pn = a + b1.Pb – b2.Ws

Pemodelan Fungsi Transfer

DEM (Elevation)

Rekonstruksi Jaringan Sungai

pdf

Tidak Ya

Konvolusi {Pn*pdf}*A

Luas DAS (A)

Debit Simulasi

Debit Pengukuran

Uji Akurasi Nash (F >70%)

Perbaikan Model Fungsi Produksi

Model Pendugaan

Banjir

Gambar 11. Diagram alir pemodelan fungsi produksi dan fungsi transfer

36

Page 57: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Perhitungan koefisien runoff (Kr) didasarkan pada persamaan sebagai berikut :

A.PbVro.1000Kr

T= ..........................................................................(24)

Vr adalah volume aliran permukaan (m3), PbT adalah total curah hujan

bruto (mm), dan A adalah luas DAS (m2).

Perhitungan curah hujan sisa berdasarkan selisih antara curah hujan

bruto yang tercatat di penangkar hujan (Pb) dengan jumlah air yang diintersepsi

oleh tanaman (INTCP) dan air yang diinfiltrasikan ke dalam tanah f(t) adalah

sebagai berikut :

Pn(t) = Pb – {INTCP(t) + f(t)}................................................................(25)

Perhitungan curah hujan sisa berdasarkan sifat fisik tanah (kapasitas

tanah menyimpan air) pada lapisan atas disusun berdasarkan analisis regresi

berganda antara curah hujan bruto dan sifat fisik tanah (kapasitas tanah

menyimpan air) sebagai variabel bebas dengan curah hujan sisa sebagai

variabel tak bebas dan persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :

Pn(t) = a + b1.Pb + b2.Ws ...................................................................(26)

a adalah intersep, b1 adalah koefisien curah hujan bruto, Pb adalah curah hujan

bruto (mm), b2 adalah koefisien kapasitas tanah menyimpan air, dan Ws adalah

kapasitas tanah menyimpan air (mm).

Perhitungan fungsi transfer (debit simulasi) dihitung berdasarkan produk

konvolusi antara curah hujan netto/sisa (Pn) dengan fungsi kerapatan peluang

(pdf) dan luas DAS. Secara matematis persamaannya adalah sebagai berikut :

Q sim. = {Pn ⊗ ρ(L)}*A …………….…………………………….……….(27)

Q sim. adalah debit aliran permukaan simulasi (m3/detik), Pn adalah curah hujan

netto/sisa (mm/6 menit), ρ(L) adalah fungsi kerapatan peluang (pdf), dan A

adalah luas DAS (m2).

37

Page 58: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

3.2.2.3. Metode Pendugaan Kekeringan

Untuk pengembangan model pendugaan kekeringan didasarkan pada

dua metode yaitu : 1) neraca air lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) dan 2)

teknologi penginderaan jauh. Pendugaan kekeringan menurut analisis neraca air

lahan metode Thornthwaite dan Mather (1957) didasarkan dari kekurangan atau

defisit air tanaman yang terjadi pada saat stok air tanah (water storage) dibawah

kadar air tanah kondisi titik layu permanen dan hal tersebut disebabkan curah

hujan yang lebih rendah dibandingkan evapotranspirasi potensial (ETP). Metode

penentuan neraca air berdasarkan metode Thornwaite dan Mather (1957 adalah

sebagai berikut :

1. Mengisi kolom curah hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP)

mingguan, dasarian, maupun bulanan.

2. Menghitung nilai P – ETP yang disesuaikan berdasarkan tahapan no. 1.

3. Hasil negatif pada tahap no. 2 diakumulasikan sebagai APWL (Accumulated

Potential Water Loss).

4. Menentukan stok air tanah (water storage). Untuk menentukan nilai water

storage didasarkan pada persamaan sebagai berikut :

APWLk . WHCKSA = ................................................................................(28)

WHC = KL – TLP .......................................................................................(29)

KAT = TLP + KSA ......................................................................................(30)

KSA (water storage) adalah ketersediaan air tanah aktual, WHC adalah

kapasitas simpan air tanah, dan k adalah tetapan nilai k = po +pi/WHC

(po=1,000412351 dan pi=-1,07380736).

5. Penentuan perubahan water storage (ΔWS), dimana ΔWSi = WSi – WS(i-1).

6. Penentuan evapotranspirasi aktual (ETA), dimana ETA = ETo jika P ≥ ETo,

dan ETA = P, jika P < ETo.

38

Page 59: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

7. Penentuan defisit (D) dan surplus air (S), dimana D = ETo – ETA dan S = P –

ETo - ΔWS.

Untuk pendugaan kekeringan dengan penggunaan teknologi

penginderaan jauh didasarkan dari analisis kombinasi tingkat kelembaban

permukaan lahan (wetness index) dengan tingkat kehijauan tanaman (NDVI),

serta temperatur permukaan lahan (oC) dari data citra Landsat 7 perekaman

tanggal 3 April 2002, 21 Mei 2002, 8 Juli 2002, dan 9 September 2002. Klasifikasi

tingkat kelembaban permukaan lahan dan tingkat kehijauan tanaman masing-

masing disajikan pada Tabel 2 dan 3. Penentuan tingkat kekeringan didasarkan

dari hasil kombinasi antara tingkat kelembaban permukaan lahan pada Tabel 2

dengan tingkat kehijauan tanaman pada Tabel 3. Matrik penentuan tingkat

kekeringan aktual disajikan pada Tabel 4.

Perhitungan indeks kelembaban (wetness index) didasarkan pada

persamaan matematis sebagai berikut (ER Mapper, 2005) :

Wetness= (b1*0,1509)+(b2*0,19731)+(b3*0.3279)+(b4*0.3406)-

(b5*0.7112)-(b7*0.4572) ……………………………………..(31)

b1 adalah saluran 1, b2 adalah saluran 2, b3 adalah saluran 3, b4 adalah saluran

4, b5 adalah saluran 5, dan b7 adalah saluran 7.

Tabel 2. Klasifikasi tingkat kelembaban permukaan Lahan (Shofiyati dan Dwi Kuncoro, 2007)

Kelas Nilai Indeks Kelembaban (Wetness Index)

Kandungan Air (%)

Tingkat Kelembaban

1 -295 s/d -30 < 5 Sangat Rendah

2 -30 s/d -13 5 – 20 Rendah

3 -13 s/d 10 20 – 70 Sedang

4 10 s/d 35 70 – 100 Tinggi

5 35 s/d 168 > 100 Sangat Tinggi

39

Page 60: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 3. Klasifikasi tingkat kehijauan tanaman (Shofiyati dan Dwi Kuncoro, 2007)

Kelas Nilai Indeks Kehijauan (NDVI)

Tingkat Kehijauan/Kondisi Tutupan Lahan

1 < -0,03 Lahan Tidak Bervegetasi

2 -0,03 s/d 0,15 Kehijauan Sangat Rendah

3 0,16 s/d 0,25 Kehijauan Rendah

4 0,26 s/d 0,35 Kehijauan Sedang

5 0,36 s/d 0,61 Kehijauan Tinggi

Tabel 4. Matrik penentuan tingkat kekeringan tanaman (Shofiyati dan Dwi Kuncoro, 2007)

Tingkat TingkatKekeringan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kehijauan

(1) (2) (3) (4) (5) TutupanTidak Ber-

Sangat vegetasi (1)Kering Kehijauan Sa-

ngat Rendah (2)Kering Kehijauan Ren-

dah (3)Kurang Kehijauan Se-Kering dang (4)Tidak Kehijauan Ting-Kering gi (5)

4,5

5,1 5,2 5,3 5,4 5,5

4,1 4,2 4,3 4,4

2,4 2,5

3,1 3,2 3,3 3,4 3,5

Tingkat Kelembaban Permukaan Lahan

1,1 1,2 1,3 1,4 1,5

2,1 2,2 2,3

Perhitungan indeks vegetasi (NDVI) didasarkan pada persamaan

matematis sebagai berikut (ER Mapper, 2005) :

( )( )b3b4

b3-b4NDVI+

= ...............................................................................(32)

b3 adalah saluran 3 dan b4 adalah saluran 4. Nilai indeks vegetasi berkisar

antara -1 sampai dengan 1.

Perhitungan temperatur permukaan lahan didasarkan pada analisis citra

Landsat 7 pada saluran 6 (inframerah termal dengan panjang gelombang 10,40 –

12,50 μm). Tahapan-tahapan dalam penentuan temperatur permukaan lahan

adalah sebagai berikut :

40

Page 61: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

1. Menentukan nilai radiansi spektral obyek yang terdapat pada citra Landsat 7

ETM+ saluran 6 dari nilai digital pikselnya dengan menggunakan persamaan

Markham dan Berker (1986 : dalam BIOTROP, 2001) :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −+= cal

calmaks

)min()maks()min( Q

QLL

LL xλλλλ .....................................................(33)

Lλ adalah radiansi spektral yang diterima sensor untuk piksel yang dianalisis,

Lmin(λ) adalah radiansi spektral minimum yang terdapat pada scene (0,1238 m

W cm-2 sr--1 ηm-1), Lmaks(λ) adalah radiansi spektral maksimum yang terdapat

pada scene (1,56 m W cm-2 sr--1 ηm-1), Qcal adalah nilai piksel yang dianalisis,

dan Qcalmaks adalah nilai piksel maksimum (nilainya = 255).

2. Menentukan temperatur radian berdasarkan nilai radiansi spektral dengan

menggunakan persamaan Prakash et al. (1995 : dalam BIOTROP, 2001) :

)1)L/((Kln KT

1

2R +=

λ

..............................................................................(34)

TR adalah temperatur radian (0K) untuk setiap piksel yang dianalisis, K1

adalah konstanta kalibrasi (60,776 m W cm-2 sr--1 ηm-1), K2 adalah konstanta

kalibrasi (1260,56 K), dan Lλ adalah radiansi spektral.

3. Menentukan temperatur kinetik berdasarkan temperatur radian dengan

menggunakan persamaan Stefen-Boltzman (BIOTROP, 2001) :

41R

KTTε

= ..................................................................................................(35)

TK adalah temperatur kinetik (0K), TR adalah temperatur radian dari obyek

(0K), dan ε adalah emisivitas spektral. Nilai emisivitas spektral didasarkan

dari nilai emisivitas rata-rata yang diperloleh dari penjumlahan dari masing-

masing luas jenis tutupan lahan dikalikan dengan nilai emisivitas masing-

masing obyek dibagi dengan jumlah luas total tutupan lahan (Snyder et al.,

41

Page 62: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

1998: dalam Yang dan Wang, 2007). Nilai emisivitas masing-masing obyek

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai emisivitas benda (Snyder et al., 1998: dalam Yang dan Wang, 2007)

Benda Nilai Emisivitas

Benda Nilai Emisivitas

Vegetasi bertajuk rapat 0,99 Tanah basah 0,95 Vegetasi bertajuk tidak rapat

0,96 Tanah kering 0,92

Tanah bergeluh basah 0,95 Kayu 0,90 Tanah bergeluh kering 0,92 Plastik dan cat 0,96 Tanah organik 0,89 Jalan beraspal 0,96 Karbon 0,95 Jalan kerikil 0,97

Perhitungan indeks kelembaban, indeks vegetasi, dan temperatur

permukaan lahan dilakukan pada setiap kombinasi antara jenis penggunaan

lahan dengan tekstur tanah dan dilakukan dengan cara merata-rata nilai indeks

kelembaban, indeks vegetasi, dan temperatur permukaan lahan setiap pixel dari

contoh lokasi (berkisar 10 – 30 contoh lokasi). Selain itu, untuk mengoptimalkan

hasil analisis citra Landasat 7 dilakukan beberapa proses awal data, yakni : 1)

penggabungan seluruh band atau saluran dari citra Landsat 7, 2) koreksi

geometrik dengan menggunakan peta digital rupabumi skala 1:50.000

(BAKOSURTANAL, 1991), 3) koreksi/kalibrasi radiometrik menggunakan citra

dengan penutupan awan paling rendah, 4) pemotongan citra sesuai dengan

daerah penelitian (cropping area), dan 5) pembuatan komposisi warna untuk

kemudahan interpretasi visual. Kalibrasi radiometrik untuk citra lainnya

menggunakan citra dengan penutupan awan paling rendah didasarkan pada

persamaan sebagai berikut :

122 CCC255X

−=× ..............................................................................(36)

X adalah koefisien kalibrasi, C2 adalah rata-rata nilai dari masing-masing obyek

citra acuan, C1 adalah rata-rata nilai dari masing-masing obyek citra yang akan

42

Page 63: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

dikoreksi, dan 255 adalah nilai obyek yang tertinggi. Untuk citra Landsat 7 yang

akan dikoreksi akan disesuaikan nilai masing-masing pixel dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

Nilai Pixel Baru = (255 – X) .................................................................(37)

3.2.3. Uji Akurasi Model

Kriteria uji akurasi model perhitungan debit simulasi didasarkan dengan

membandingkan debit simulasi dan debit pengukuran menurut persamaan Nash

dan Sutcliffe (1970: dalam Irianto et al., 1999), seperti berikut :

−−= N

prs

N

ps

QQ

QQ

1

2

2

1

)(

)(1F ……………………………………….….…..…….(38)

Qpr adalah debit rata-rata pengukuran, Qs adalah debit simulasi dan Qp adalah

debit pengukuran. Besarnya nilai F berdasarkan metode Nash dan Sutcliffe

terbagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1) tingkat akurasi rendah jika F ≤ 0,50, 2)

tingkat akurasi sedang jika 0,50 < F < 0,70, dan 3) tingkat akurasi tinggi jika F ≥

0,70.

3.2.4. Penerapan Model

Penerapan model dilakukan apabila model telah di uji akurasinya dan bila

terbukti akurat, maka dilakukan simulasi (uji sensitivitas) berdasarkan beberapa

skenario perubahan penggunaan lahan. Rekomendasi optimalisasi jenis, luas,

dan lokasi penggunaan lahan di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan

Timur dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS didasarkan pada beberapa

kriteri, yakni : meminimalkan biaya, waktu, dan tenaga, dan meningkatkan

peluang keberhasilan pengelolaan penggunaan lahan, serta penurunan debit

puncak dan memperlambat waktu menuju debit puncak banjir.

43

Page 64: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

IV. KARAKTERISTIK DAS SEPARI

4.1. Hidrometeorologi DAS Separi

Untuk mengetahui fluktuasi debit air dan iklim (curah hujan, suhu,

kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin) di DAS Separi, kabupaten

Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur, maka Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Kalimantan Timur dan Balai Penelitian Agroklimat dan

Hidrologi, Bogor telah memasang stasiun pengamat tinggi muka air otomatis

(AWLR/Automatic Water Level Recorder) di sungai Separi sebagai titik keluaran

(outlet) DAS Separi pada koordinat X=514.115 dan Y=9.968.976 yang berlokasi

di desa Bukitpariaman (Separi L-V), kecamatan Tenggarong Seberang,

kabupaten Kutai Kartanegara. Selain itu, untuk mengetahui distribusi hujan

wilayah yang masuk ke DAS Separi, maka dilakukan pemasangan stasiun iklim

otomatis (AWS/Automatic Weather Station) di tiga lokasi, yakni : 1) AWS Separi,

2) AWS Lempake, dan 3) AWS Marang Kayu. Stasiun iklim (AWS) Separi

terletak pada koordinat X=513.007 dan Y=9.970.080 yang berada di desa

Bukitpariaman (Separi L-V), kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai

Kartanegara. Stasiun iklim (AWS) Lempake terletak pada koordinat X=520.338

dan Y=9.950.845 yang berada di desa Lempake, kecamatan Samarinda Utara,

kotamadya Samarinda. Stasiun iklim (AWS) Marang Kayu terletak pada koordinat

X=546.117 dan Y=9.985.262 yang berada di desa Marang Kayu, kecamatan

Muarabadak, kabupaten Kutai Kartanegara.

Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik tanah (kelas tekstur

tanah) dan geomorfologi DAS (geometrik dan morfometrik) terhadap karakteristik

unit hidrograf, maka dilakukan pemasangan stasiun pengamat tinggi muka air

semi-otomatis di tiga lokasi, yakni : 1) Sub DAS Separi-Badin, 2) Sub DAS

Separi-Soyi, dan 3) Sub DAS Separi-Usup. Selain itu juga dilakukan

44

Page 65: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

pemasangan stasiun penakar hujan semi-otomatis didaerah Seleko – Separi

pada koordinat X=520.237 dan Y=9.970.080. Posisi geografis stasiun pengamat

tinggi muka air otomatis (AWLR) pada masing-masing outlet di 3 Sub DAS

Separi dan DAS Separi, serta stasiun iklim otomatis (AWS) disajikan pada Tabel

6 dan Gambar 12.

Tabel 6. Posisi geografis stasiun pengamat tinggi muka air otomatis (AWLR) dan stasiun iklim otomatis (AWS) DAS Separi

No. Stasiun Status Alamat KetinggianX Y (m)

1 Separi AWLR Separi (L-V) 514.115 9.968.976 102 Soyi AWLR Separi (L-V) 515.566 9.969.503 173 Badin AWLR Separi (L-V) 516.135 9.968.942 164 Usup AWLR Separi (L-V) 518.775 9.967.581 205 Separi AWS Separi (L-V) 513.007 9.970.113 126 Seleko Hujan Separi (L-V) 520.237 9.970.080 217 Lempake AWS Lempake 520.338 9.950.845 168 Marang Kayu AWS Marang Kayu 546.117 9.985.262 13

Posisi Geografis

Keterangan : AWLR = Automatic Water Level Recorder dan AWS = Automatic

Weather Station

4.2. Iklim

Karakteristik iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, radiasi matahari, dan

kecepatan angin) DAS Separi digambarkan dari 3 stasiun iklim, yakni stasiun

iklim Separi, Lempake, dan Marang Kayu, dan secara spasial (ruang) terbagi

dalam tiga wilayah, yaitu : 1) wilayah 1 yang digambarkan dari stasiun iklim

(AWS) Separi, 2) wilayah 2 yang digambarkan dari stasiun iklim (AWS) Lempake,

dan 3) wilayah 3 yang digambarkan dari stasiun iklim (AWS) Marang Kayu.

Pewilayah iklim secara spasial di DAS Separi didasarkan pada metode Thiessen,

dan karena metode ini memiliki asumsi bahwa keragaman iklim antara stasiun

iklim di Separi dengan stasiun Lempake maupun stasiun Marang Kayu memiliki

hubungan yang linear dan tidak ada pengaruh orografis dari stasiun-stasiun iklim

tersebut. Hal ini dikarenakan pada daerah ini merupakan daerah dengan relief

45

Page 66: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

datar sampai berbukit dan ketinggian <250 m dpl (di atas permukaan laut). Peta

pewilayah iklim DAS Separi dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 12. Peta posisi geografis stasiun iklim (AWS) dan pengamat tinggi

muka air (AWLR) di DAS Separi

Berdasarkan Gambar 13, pola curah hujan di DAS Separi didominasi pola

sekuen curah hujan A (Trojer, 1976) dan zona agroklimat D2 (Oldeman, 1975).

Berdasarkan analisis pola curah hujan metode Trojer (1976) dan Oldeman (1975)

dapat memberikan gambaran yang jelas antara puncak periode basah yakni

pada bulan Desember sampai dengan Maret dan puncak periode kering pada

bulan Juli sampai dengan Agustus (Gambar 13 dan Tabel 7). Selain itu, di DAS

Separi ini juga memiliki tipe hujan basah (B) sampai dengan sangat basah (A)

(Schmidt dan Ferguson, 1951). Hal ini membuktikan bahwa kejadian banjir yang

terjadi di bagian hilir DAS Separi (Gambar 1) akan terjadi pada bulan Desember

46

Page 67: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

sampai dengan Maret dan kejadian kekeringan akan terjadi pada bulan Juli

sampai dengan Agustus. Hal ini didukung dari hasil penelitian Heriansyah (2004),

bahwa kekurangan air di daerah Separi terjadi pada bulan Juli sampai dengan

Agustus.

AWS Separi

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huja

n &

ETP

(mm

)

28.40

28.60

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

30.00

30.20

30.40

Suhu

(oC)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 4 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat D2 Periode masa tanam 10 bulan3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 1 Q (%) 10 Tipe Hujan B (Basah)

AWS Lempake

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huja

n &

ETP

(mm

)

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

30.00

30.20

30.40

30.60

Suhu

(oC)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 5 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat C2 Periode masa tanam 10 bulan3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 0 Q (%) 0 Tipe Hujan A (Sangat Basah)

AWS Marang Kayu

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.00

28.20

28.40

28.60

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 7 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat B2 Periode masa tanam 10 bulan

3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 0 Q (%) 0 Tipe Hujan A (Sangat Basah)

AWS Separi

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.40

28.60

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

30.00

30.20

30.40

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 4 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat D2 Periode masa tanam 10 bulan3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 1 Q (%) 10 Tipe Hujan B (Basah)

AWS Lempake

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

30.00

30.20

30.40

30.60

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 5 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat C2 Periode masa tanam 10 bulan3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 0 Q (%) 0 Tipe Hujan A (Sangat Basah)

AWS Marang Kayu

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.00

28.20

28.40

28.60

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 7 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat B2 Periode masa tanam 10 bulan

3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 0 Q (%) 0 Tipe Hujan A (Sangat Basah)

AWS Separi

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.40

28.60

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

30.00

30.20

30.40

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 4 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat D2 Periode masa tanam 10 bulan3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 1 Q (%) 10 Tipe Hujan B (Basah)

AWS Lempake

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

30.00

30.20

30.40

30.60

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 5 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat C2 Periode masa tanam 10 bulan3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 0 Q (%) 0 Tipe Hujan A (Sangat Basah)

AWS Marang Kayu

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Huj

an &

ETP

(mm

)

28.00

28.20

28.40

28.60

28.80

29.00

29.20

29.40

29.60

29.80

Suh

u (o

C)

Curah Hujan ETPSuhu

1. Pola Sekuen Hujan (Trojer, 1976) A2. Zona Agriklimat (Oldeman, 1975) Jumlah BB (>200 mm) 7 Jumlah BK (<100 mm) 2 Zona Agroklimat B2 Periode masa tanam 10 bulan

3. Tipe Hujan (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah BB (>100 mm) 10 Jumlah BK (<60 mm) 0 Q (%) 0 Tipe Hujan A (Sangat Basah)

Gambar 13. Peta pewilayah iklim DAS Separi, kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur

Tabel 7. Pewilayahan iklim berdasarkan analisis data iklim tahun 2001 - 2005 di DAS Separi

Waktu Hujan ETo Musim Hujan ETo Musim Hujan ETo Musim(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Januari 240 90 Basah 212 84 Basah 284 96 BasahFebruari 213 91 Basah 129 88 Basah 202 95 BasahMaret 221 101 Basah 324 93 Basah 245 105 BasahApril 183 91 Basah 245 88 Basah 221 97 BasahMei 153 90 Basah 206 83 Basah 207 90 BasahJuni 118 85 Basah 184 79 Basah 194 84 BasahJuli 99 91 Basah 99 83 Basah 96 90 BasahAgustus 40 100 Kering 89 87 Basah 75 103 KeringSeptember 122 91 Basah 188 81 Basah 122 99 BasahOktober 141 97 Basah 111 93 Basah 131 105 BasahNopember 185 84 Basah 217 81 Basah 212 92 BasahDesember 226 87 Basah 189 85 Basah 295 89 Basah

Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3

47

Page 68: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

4.3. Topografi

Topografi merupakan perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah

yang termasuk di dalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng.

Gambaran kondisi topografi suatu DAS sangat penting dalam kaitannya dengan

laju aliran permukaan dan erosi. Kondisi topografi DAS Separi dengan luas

233,66 km2 (23.366,36 Ha) dapat digambarkan secara detail berdasarkan empat

bagian daerah transek, yaitu : 1) bagian daerah transek 1 atau transek yang

dilakukan secara horisontal di bagian hulu dari DAS Separi, 2) bagian daerah

transek 2 atau transek yang dilakukan secara horisontal di bagian tengah dari

DAS Separi, 3) bagian daerah transek 3 atau transek yang dilakukan secara

horisontal di bagian hilir dari DAS Separi, dan 4) bagian daerah transek 4 atau

transek yang dilakukan secara vertikal dari hulu sampai hilir dari DAS Separi

(Gambar 14).

Berdasarkan Gambar 14, kondisi topografi di DAS Separi secara umum

pada bagian tengah DAS (mulai bagian hulu sampai hilir) adalah dataran sampai

bergelombang dengan bentuk lahan (landform) bukit-bukit kecil dan pola

perbukitan, serta dibatasi oleh punggung-punggung bukit yang curam.

Kelerengan pada daerah dataran adalah 0-3% dan daerah bergelombang 3-12%.

Peta kelerengan DAS Separi disajikan pada Gambar 15. Kondisi topografi DAS

yang banyak didominasi oleh dataran pada bagian tengah menunjukkan bahwa

sebenarnya kejadian banjir di bagian hilir dari DAS Separi tidak dipengaruhi oleh

faktor topografi, tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti : alih fungsi

penggunaan lahan dan menurunnya kapasitas tampung badan sungai akibat

erosi dan sedimentasi. Dampak negatif alih fungsi penggunaan lahan adalah

menurunnya kapasitas tanah dalam memegang air, sehingga berdampak

lanjutan terhadap meningkatnya aliran permukaan tanah (banjir) pada musim

48

Page 69: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini didukung dari hasil

penelitian Mahe, et al. (2005), bahwa akibat alih fungsi penggunaan lahan hutan

menjadi non hutan dari 43% pada tahun 1965 menjadi 13% pada tahun 1995 di

DAS Nakambe, Burkina-Faso berdampak negatif terhadap menurunnya

kapasitas tanah memegang air 33-62%, sehingga berdampak lanjutan terhadap

meningkatnya volume aliran permukaan (runoff) sebesar 60%. Selain itu, hasil

penelitian Mahe, et al. (2005) juga menunjukkan bahwa dampak negatif akibat

alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi non hutan adalah penurunan jumlah

curah hujan tahunan sebesar 20%.

Transek 1 Transek 2

Transek 3 Transek 4

U

Transek 1 Transek 2

Transek 3 Transek 4

Transek 1 Transek 2

Transek 3 Transek 4

U

Outlet

Gambar 14. Bentuk lahan DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimanatan Timur

49

Page 70: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gambar 15. Peta kelerengan DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

4.4. Tanah

Berdasarkan peta tanah skala 1:50.000 (PUSLITTANAK, 1994), DAS

Separi dengan luas sekitar 233,66 km2 (23.366,36 Ha) memiliki 27 satuan peta

tanah (SPT). Berdasarkan dari 27 SPT tersebut, jenis tanah terbagi dalam 3

kelompok ordo tanah, yaitu : 1) Entisol, 2) Inceptisol, dan 3) Ultisol. Peta jenis

tanah skala 1:50.000 disajikan pada Gambar Lampiran 1 dan karakteristik fisik

tanah disajikan pada Tabel Lampiran 1.

Entisol di DAS Separi yang mendominasi pada SPT 12 adalah

Tropaquents dan terletak pada daerah dasar lembah atau jalur-jalur sungai

dengan relief datar. Luas tanah Entisol ini adalah 3.331 Ha atau 14% dari total

luas DAS. Menurut Ismangun, et al. (1997), Entisol merupakan tanah yang belum

mempunyai perkembangan penampang. Karakteristik tanah Entisol di daerah

penelitian adalah tekstur tanah liat, kadar C organik sedang, permeabilitas tanah

50

Page 71: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

agak lambat, dan kedalaman efektif tanah sekitar 63 cm. Berdasarkan

karakteristik fisik tanah seperti tekstur tanah yang didominasi oleh liat tinggi dan

permeabilitas tanah yang agak lambat, maka tanah Entisol di DAS Separi di

klasifikasikan dalam kelompok tanah C menurut metode SCS (1996: dalam

Neitsch, et al., 2001). Hal ini menunjukkan bahwa tanah Entisol ini memiliki laju

infiltrasi yang lambat sehingga memiliki aliran permukaan (runoff) yang tinggi.

Selain itu, berdasarkan karakteristik tanah lainnya seperti kemampuan tanah

memegang air tanah yang cukup tinggi yakni 42% (Tabel Lampiran 1)

menunjukkan bahwa tanah Entisol ini juga memiliki kemampuan untuk

menyediakan air di musim kemarau. Secara umum, besarnya kemampuan tanah

memegang air dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik,

struktur tanah, dan kondisi permukaan tanah.

Inceptisol di DAS Separi yang mendominasi pada SPT 7, 8, 9, 10, 14, 18,

19, 22, dan 26 adalah Dystropepts dan Tropaquepts. Secara umumnya Inceptisol

di daerah penelitian terletak pada daerah bergelombang sampai berbukit (SPT 9,

10, 14, 18, 19, 22, dan 26) dan sebagian kecil terletak pada daerah datar (7 dan

8) (Gambar Lampiran 1 dan Tabel Lampiran 1). Luas tanah Inceptisol ini adalah

4.492 Ha atau 19% dari total luas DAS. Inceptisol merupakan tanah yang sedikit

mengalami perkembangan penampang dan dicirikan dengan sedikit adanya

pengumpulan liat di lapisan bawah (Soil Survey Staff, 1999). Karakteristik tanah

Inceptisol pada daerah bergelombang sampai berbukit adalah tekstur tanah

mulai dari pasir, lempung berpasir, lempung berdebu, dan lempung liat berpasir,

kadar C organik rendah sampai sedang, permeabilitas tanah sedang sampai

cepat, dan kedalaman efektif tanah lebih dari 80 cm. Karakteristik tanah

Inceptisol pada daerah datar adalah tekstur tanah mulai dari liat berdebu, kadar

C organik sangat rendah sampai rendah, permeabilitas tanah sedang sampai

cepat, dan kedalaman efektif tanah lebih dari 70 cm. Berdasarkan karakteristik

51

Page 72: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

fisik tanah seperti tekstur tanah yang didominasi oleh Lempung berpasir dan

permeabilitas tanah sedang sampai cepat pada daerah bergelombang sampai

berbukit, maka tanah Inceptisol di DAS Separi di klasifikasikan dalam kelompok

tanah B menurut metode SCS (1996: dalam Neitsch, et al., 2001). Untuk daerah

datar di klasifikasikan dalam kelompok tanah C. Hal ini menunjukkan bahwa

tanah Inceptisol pada daerah bergelombang sampai berbukit memiliki laju

infiltrasi yang sedang sehingga memiliki aliran permukaan (runoff) agak rendah,

sedangkan pada daerah datar memiliki laju infiltrasi yang lambat dan memiliki

aliran permukaan (runoff) tinggi. Selain itu, berdasarkan karakteristik tanah

lainnya seperti kemampuan tanah memegang air tanah yang agak rendah

menunjukkan bahwa tanah Inceptisol ini memiliki kemampuan yang agak

terbatas dalam menyediakan air di musim kemarau.

Ultisol di DAS Separi yang mendominasi pada SPT 1, 2, 3, 4, 5, 6, 11, 13,

15, 16, 17, 20, 21, 23, 24, 25, dan 27 adalah Paleudults, Plinthudults, dan

Hapludults. Secara umumnya Ultisol di daerah penelitian terletak pada daerah

bergelombang sampai berbukit (SPT 1, 2, 3, 4, 5, 6, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 23,

24, 25, dan 27) dan sebagian kecil terletak pada daerah datar (11) (Gambar

Lampiran 1 dan Tabel Lampiran 1). Luas tanah Ultisol ini adalah 15.543 Ha atau

67% dari total luas DAS. Ultisol merupakan tanah yang telah mempunyai

perkembangan penampang dan dicirikan oleh adanya peningkatan liat yang

cukup memenuhi syarat sebagai argilik dan memiliki kejenuhan basa kurang dari

35% pada lapisan bawah (Soil Survey Staff, 1999; Ismangun, et al., 1997).

Karakteristik tanah Ultisol pada daerah bergelombang sampai berbukit adalah

tekstur tanah mulai dari lempung berdebu, lempung berliat dan liat, kadar C

organik sangat rendah sampai sedang, permeabilitas tanah agak lambat sampai

sedang, dan kedalaman efektif tanah lebih dari 60 cm. Karakteristik tanah Ultisol

pada daerah datar adalah tekstur tanah liat, kadar C organik rendah,

52

Page 73: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

permeabilitas tanah agak lambat, dan kedalaman efektif tanah lebih dari 80 cm.

Berdasarkan karakteristik fisik tanah seperti tekstur tanah yang didominasi oleh

lempung berdebu, lempung berliat dan liat, dan permeabilitas tanah agak lambat

sampai sedang pada daerah datar dan bergelombang sampai berbukit, maka

tanah Ultisol di DAS Separi di klasifikasikan dalam kelompok tanah C menurut

metode SCS (1996: dalam Neitsch, et al., 2001). Hal ini menunjukkan bahwa

tanah Ultisol pada daerah datar dan bergelombang sampai berbukit memiliki laju

infiltrasi yang lambat sehingga memiliki aliran permukaan (runoff) tinggi. Selain

itu, berdasarkan karakteristik tanah lainnya seperti kemampuan tanah

memegang air tanah yang sedang menunjukkan bahwa tanah Ultisol ini memiliki

kemampuan yang cukup dalam menyediakan air di musim kemarau.

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik tanah terhadap laju infiltrasi

dan karakteristik unit hidrograf (respon hidrologis), maka dilakukan pengamatan

profil tanah pada tiap jenis penggunaan lahan di masing-masing Sub DAS (Sub

DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Soyi, dan Sub DAS Separi-Usup). Peta

pengamatan profil tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan

pada Gambar 16 dan untuk karakteristik tanah pada masing-masing profil tanah

disajikan pada Tabel Lampiran 2.

4.5. Karakteristik Geomorfologi DAS

Untuk memprediksi banjir atau analisis unit hidrograf, maka diperlukan

gambaran atau informasi mengenai karakteristik geomorfologi DAS, baik itu

geometrik (luas DAS/Sub DAS, keliling, Indeks Gravelius, lebar dan panjang

persegi DAS/Sub DAS, ketinggian, dan kelerengan) maupun morfometrik

(panjang sungai utama, rata-rata panjang jaringan sungai, kerapatan jaringan

sungai/drainase, rasio percabangan sungai, dan rasio panjang sungai) sangat

diperlukan.

53

Page 74: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

L1L2

L6

L3

L4

L5

L1L2

L6

L3

L4

L5

Gambar 16. Peta lokasi pengamatan profil dan infiltrasi tanah pada masing-masing Sub DAS di DAS Separi

Berdasarkan Gambar 14, karakteristik geometrik DAS Separi

merupakan DAS yang berukuran besar karena memiliki luas 233,66 km2 dan

keliling (perimeter) 88,89 km, serta mempunyai bentuk DAS memanjang. Bentuk

DAS Separi yang memanjang tersebut dicirikan oleh Indeks Gravelius (KG) 1,64.

Karakteristik geometrik DAS Separi yang berbentuk memanjang tersebut akan

menghasilkan unit hidrograf dengan debit puncak lebih rendah dan waktu menuju

debit puncak lebih lama dibanding dengan DAS yang berbentuk bulat dengan

ukuran luas yang sama dari suatu kejadian hujan. Hal ini terjadi akibat akumulasi

volume air pada titik keluaran (outlet) pada waktu yang tidak bersamaan dan

terbagi sepanjang jarak dari titik terjauh DAS sampai ke outlet. Dengan demikian,

resiko banjir dari DAS yang berbentuk memanjang lebih kecil dibandingkan

dengan DAS berbentuk bulat. Menurut Chow (1964) bahwa DAS yang

54

Page 75: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

mempunyai bentuk memanjang akan memiliki rasio debit puncak dengan luas

DAS (Qp/A) dibandingkan dengan DAS yang mempunyai bentuk bulat. Indeks

Gravelius DAS sama dengan 1,00 merupakan DAS yang berbentuk bulat, dan

bila Indeks Graveliusnya berkisar antara 1,15 – 1,20 merupakan DAS berbentuk

persegi, serta bila DAS memiliki Indeks Gravelius > 1,20 merupakan DAS

berbentuk memanjang (Chow, 1964). Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 17, DAS

Badin, DAS Soyi, dan DAS Usup yang merupakan anak DAS Separi adalah DAS

yang berukuran kecil karena memiliki luas kurang dari 500 Ha dan mempunyai

bentuk DAS memanjang. Berdasarkan karakteristik geometrik, DAS Usup

mempunyai Indek Gravelius yang lebih besar dibandingkan dengan DAS Soyi

dan DAS Badin. Hal ini menunjukkan bahwa DAS Usup memiliki rasio debit

puncak dengan Luas DAS (Qp/A) yang lebih rendah dibandingkan dengan DAS

Soyi dan DAS Badin. Selain itu, berdasarkan bentuk lahan pada ketiga DAS

(Gambar 17) menunjukkan bahwa DAS Usup mempunyai banyak cekungan dan

kelerengan yang lebih rendah dibandingkan DAS Soyi dan DAS Badin sehingga

dengan banyaknya cekungan dan kelerengan yang lebih rendah tersebut akan

menghasilkan rasio debit puncak dengan Luas DAS (Qp/A) yang lebih rendah.

Tabel 8. Karakteristik geometrik DAS/Sub DAS di DAS Separi

Nama Luas Keliling Indek DAS Gravelius L I Hilir Hulu Hilir Hulu

(km2) (km) (KG) (km) (km) (m dpl.) (m dpl.) (%) (%)Separi 1) 233,66 88,98 1,64 38,80 6,02 10 - 25 >25 - 205 0 - 3 >3 - 35Badin 2) 0,49 3,26 1,32 1,25 0,39 18 - 25 >25 - 120 0 - 3 >3 - 15Soyi 2) 1,25 5,23 1,32 2,01 0,62 13 - 16 >16 - 135 0 - 3 >3 - 14Usup 2) 1,69 6,55 1,42 2,67 0,63 20 - 30 >30 - 80 0 - 3 >3 - 11

Persegi Ketinggian Kelerengan

Keterangan : 1) DAS, 2) Sub DAS, L = lebar persegi DAS, dan I = panjang persegi

Pola aliran sungai DAS Separi adalah dendritik atau menyerupai

percabangan pohon dengan panjang sungai utama, total panjang jaringan

sungai, dan kerapatan jaringan drainase masing-masing adalah 45,09 km,

55

Page 76: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

1.235,37 km, dan 5,29 km/km2. Menurut Black (1996) pola aliran sungai

berpengaruh terhadap besarnya debit puncak dan lamanya waktu menuju debit

puncak. DAS dengan pola aliran sungai dendritik akan mempunyai debit puncak

yang lebih rendah dan waktu menuju debit puncak yang lebih lama dibandingkan

DAS dengan pola aliran sungai rectangular maupun radial. Selain itu, semakin

tinggi kerapatan jaringan drainase suatu DAS akan memmpunyai debit puncak

yang lebih rendah dan waktu menuju debit puncak lebih lama.

DAS Soyi

DAS Badin

DAS Usup

U

DAS Soyi

DAS Badin

DAS Usup

U

Gambar 17. Bentuk lahan Sub DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Soyi, dan Sub DAS Separi-Usup

Tabel 9. Karakteristik Morfometrik DAS/Sub DAS di DAS Separi Nama Jenis Panjang Sungai Panjang Total Kerapatan DAS Jaringan Utama Jaringan Sungai Jaringan Sungai RB RL

Sungai (km) (km) (km/km2)Separi 1) Dendritik 45,09 1.235,37 5,29 4,63 2,23Badin 2) Dendritik 1,31 1,86 3,80 4,00 1,69Soyi 2) Dendritik 2,89 6,28 5,01 3,87 1,96Usup 2) Dendritik 2,93 7,76 4,59 3,87 2,01

Hukum Horton

Keterangan : Rb = rasio percabangan sungai, RL = rasio rata-rata panjang jaringansungai,

1) = DAS, dan 2) = Sub DAS

56

Page 77: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Rasio percabangan sungai (Rb) dan rasio rata-rata panjang sungai (RL) di

DAS Separi menurut Hukum Horton masing-masing adalah 4,63 dan 2,23 (Tabel

9). Menurut Chow (1964) rasio percabangan sungai (Rb) dan rasio rata-rata

panjang sungai (RL) memiliki peranan yang besar terhadap besarnya debit

puncak dan lamanya waktu menuju debit puncak. DAS yang memiliki rasio

percabangan sungai (Rb) dan rasio rata-rata panjang sungai (RL) yang lebih

tinggi akan memiliki debit puncak yang lebih rendah dan waktu menuju debit

puncak lebih lama. Menurut Schumm (1956:dalam Rodriguez-Itubo dan Valdes,

1979), rasio percabangan sungai (Rb) dan rasio rata-rata panjang sungai (RL)

secara normal masing-masing berkisar antara 3 – 5 untuk Rb dan 1,5 – 3,5 untuk

RL.

Berdasarkan karakteristik morfometrik tersebut di atas menunjukkan

bahwa DAS Separi tidak akan menimbulkan banjir. Banjir yang terjadi di DAS

Separi disebabkan oleh faktor lain yakni peningkatan kecepatan aliran

permukaan. Rodriguez-Itubo dan Valdes (1979) dan Rodriguez-Itubo, et al.

(1992: dalam Rinaldo et al., 1992) menyatakan bahwa respon hidrologis atau

produksi aliran permukaan dari suatu DAS sangat dipengaruhi oleh parameter

geomorfologi DAS (geometrik dan morfometrik) yang cenderung statis (tetap)

dan kecepatan aliran permukaan (dinamis). Peningkatan kecepatan aliran

permukaan sangat dipengaruhi oleh menurunnya kekasaran permukaan lahan

akibat alih fungsi penggunaan lahan dari hutan menjadi non hutan. Hal ini

didukung dari hasil penelitian Mahe, et al. (2005) bahwa alih fungsi penggunaan

lahan hutan menjadi non hutan dari 43% pada tahun 1965 menjadi 13% pada

tahun 1995 di DAS Nakambe, Burkina-Faso berdampak negatif terhadap

menurunnya kapasitas tanah memegang air 33-62%, sehingga berdampak

lanjutan terhadap meningkatnya volume aliran permukaan (runoff) sebesar 60%.

Untuk karakteristik morfometrik Sub DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Soyi,

57

Page 78: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

dan Sub DAS Separi-Usup disajikan pada Tabel 9.

Untuk rekonstruksi jaringan sungai/drainase dan penentuan order sungai

menurut Strahler pada DAS/Sub DAS Separi dilakukan analisis dengan

menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 90 meter

yang dianalisis dari radar SRTM. Selain digunakan untuk merekonstruksi jaringan

drainase, data DEM tersebut digunakan untuk membatasi DAS secara akurat,

bila dibandingkan dengan menggunakan peta topografi/rupa bumi. Morisawa

(1959: dalam Helmlinger, et al., 1993) menyatakan bahwa secara umum hasil

rekonstruksi jaringan drainase dari peta topografi dengan skala 1:62.500 dan

1:24.000 yang dihasilkan oleh U.S. Geological Survey (USGS) tidak dapat

mendeteksi secara tepat jaringan sungai pada order ke-1, 2, dan 3. Hal ini juga

didukung dari hasil penelitian Coffman, et al. (1972: dalam Helmlinger, et al.,

1993) yang menunjukkan bahwa penggunaan peta topografi skala 1:24.000 dari

USGS dalam merekonstruksi jaringan sungai pada order ke-1 dan 2 adalah tidak

tepat atau meleset sejauh sekitar 1 km, bila dibandingkan dengan menggunakan

data DEM dengan resolusi 90 meter. Hasil rekonstruksi jaringan sungai dan

batas DAS/Sub DAS dari data DEM tersebut digunakan untuk menentukan

parameter geomorfologi DAS dan dimensi fraktal jaringan sungai DAS Separi

dan anak DAS Separi. Selanjutnya baru dilakukan perhitungan fungsi kerapatan

peluang (pdf) berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Duchesne dan

Cudennec (1998) pada persamaan 21. Irianto, et al. (2001) juga menggunakan

hasil rekonstruksi jaringan sungai dari peta rupabumi untuk menentukan

parameter Horton dan dimensi fraktal jaringan sungai, serta untuk menghitung

fungsi kerapatan peluang (pdf) di DAS Banyumanik, Jawa Tengah. Peta

rekonstruksi jaringan drainase DAS/Sub DAS Separi disajikan pada Gambar 18.

58

Page 79: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gam

bar18. Peta

jaringansungaiD

AS

Separi, KutaiKartanegara, Kalimanatan

Timur

Gam

bar18. Peta

jaringansungaiD

AS

Separi, KutaiKartanegara, Kalimanatan

Timur

59

Page 80: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

4.6. Jenis Penggunaan Lahan

Kondisi jenis penggunaan lahan di DAS Separi berdasarkan peta rupa

bumi skala 1:50.000 (BAKOSURTANAL, 1991), terdapat enam jenis penggunaan

lahan, yaitu : kawasan hutan, semak belukar, persawahan, pemukiman, kebun

atau ladang, dan tambang batu bara. Peta jenis penggunaan lahan pada tahun

1991 di DAS Separi disajikan pada Gambar 19. Berdasarkan Gambar 19,

komposisi luas penggunaan lahan pada tahun 1991 yang paling dominan adalah

kawasan hutan yang memiliki luas 93% (21.784,35 Ha), kemudian diikuti oleh

jenis penggunaan lahan semak belukar yang memiliki luas 4% (871,65 Ha),

tambang batubara memiliki luas 2% (465,34 Ha), persawahan memiliki luas 1%

(124,27 Ha), kebun/ladang memiliki luas 0,4% (100,46 Ha), dan kawasan

pemukiman yang memiliki luas 0,1% (20,28 Ha). Secara faktual antara tahun

1991 sampai dengan 1997 di DAS Separi tidak pernah terjadi banjir. Hal ini

menggambarkan bahwa selama 7 tahun (tahun 1991-1997) alih fungsi

penggunaan lahan hutan menjadi non hutan relatif rendah, sehingga kejadian

banjir pada tahun tersebut tidak pernah terjadi. Kemudian setelah tahun 1997

yakni antara tahun 1998-2006 (Gambar 1), kejadian banjir mengalami

peningkatan intensitas sebagai dampak negatif dari terjadinya alih fungsi lahan

yang tinggi.

60

Page 81: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gambar 19. Peta jenis penggunaan lahan tahun 1991 di DAS Separi (BAKOSURTANAL, 1991)

61

Page 82: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Distribusi Curah Hujan

Untuk penyusunan suatu perencanaan pemanfaatan air, prediksi dan

perancangan pengendalian banjir dan kekeringan di suatu wilayah, maka perlu

dilakukan analisis distribusi curah hujan wilayah, dan bukan menggunakan curah

hujan pada suatu titik (stasiun iklim) tertentu saja. Analisis distribusi curah hujan

wilayah di DAS Separi yang mempunyai bentuk memanjang dilakukan dengan

menggunakan metode Thiessen seperti yang disajikan pada Gambar 13. Metode

Thiessen digunakan karena metode ini memiliki asumsi bahwa variasi curah

hujan antara stasiun iklim (AWS) di Separi dengan stasiun Lempake maupun

stasiun Marang Kayu memiliki hubungan yang linear dan tidak ada pengaruh

orografis dari stasiun-stasiun tersebut, serta pada daerah ini merupakan daerah

dengan relief datar sampai berbukit dan ketinggian <250 m dpl (di atas

permukaan laut).

Curah hujan tahunan wilayah DAS Separi adalah 1.990 mm dengan

curah hujan bulanan rata-rata terendah 47 mm yang terjadi pada bulan Agustus

dan curah hujan bulanan rata-rata tertinggi 246 mm yang terjadi pada bulan

Januari (Gambar 20). Curah hujan terendah pada bulan Agustus tersebut

ternyata memiliki peluang jumlah hari basah diikuti hari basah lebih tinggi

dibandingkan peluang jumlah hari kering diikuti hari kering yang masing-masing

adalah 67% dan 62%. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari tersebut ternyata

memiliki peluang jumlah hari basah diikuti hari basah lebih tinggi dibandingkan

peluang jumlah hari kering diikuti hari kering yang masing-masing adalah 82%

dan 34%, sehingga pada bulan Januari ini memiliki jumlah curah hujan bulanan

yang tertinggi. Curah hujan wilayah di DAS Separi memiliki periode bulan basah

(bulan-bulan dengan curah hujan ≥ 100 mm per bulan) selama 10 bulan yang

62

Page 83: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

terjadi pada bulan September sampai dengan Juni dengan peluang jumlah hari

basah diikuti hari kering berkisar antara 50 – 88%, peluang jumlah hari basah

diikuti hari basah berkisar antara 74 – 90%, peluang jumlah hari kering diikuti hari

kering berkisar antara 12 – 50%, dan peluang jumlah hari kering diikuti hari

basah berkisar antara 10 – 26%. Untuk periode bulan kering (bulan-bulan

dengan curah hujan < 60 mm per bulan) adalah selama 1 bulan yang terjadi

pada bulan Agustus dengan peluang jumlah hari basah diikuti hari kering 38%,

peluang jumlah hari basah diikuti hari basah 67%, peluang jumlah hari kering

diikuti hari kering 62%, dan peluang jumlah hari kering diikuti hari basah 33%

(Tabel Lampiran 3). Selain itu, untuk mengetahui seberapa besar kurva

frekuensi curah hujan terdistribusi secara simetris maupun tidak simetris

(menceng) dilakukan analisis kemencengan (skewness) (Soewarno, 1995).

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

Jan-

01Fe

b-01

Apr

-01

May

-01

Jul-0

1Se

p-01

Oct

-01

Dec

-01

Feb-

02M

ar-0

2M

ay-0

2Ju

l-02

Aug

-02

Oct

-02

Dec

-02

Jan-

03M

ar-0

3M

ay-0

3Ju

n-03

Aug

-03

Sep-

03N

ov-0

3Ja

n-04

Feb-

04A

pr-0

4Ju

n-04

Jul-0

4Se

p-04

Nov

-04

Dec

-04

Feb-

05M

ar-0

5M

ay-0

5Ju

l-05

Aug

-05

Oct

-05

Dec

-05

Cur

ah H

ujan

(mm

)

Hujan Separi Hujan Lempake Hujan Mr Kayu Hujan Rerata Wilayah

Gambar 20. Curah hujan bulanan tahun 2001 – 2005 di DAS Separi

Berdasarkan analisis data selama 5 tahun (tahun 2001 – 2005), curah hujan di

DAS Separi memiliki koefisien kemencengan (coefficient of skewness) yang

sama dengan nol (CS = 0,00), kecuali pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan

63

Page 84: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

September yang masing-masing memiliki nilai koefisien kemencengan sekitar

0,01; 0,01; 0,07; dan 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi curah hujan di

DAS Separi adalah simetris, artinya rata-rata curah hujan tiap bulannya sama

dengan nilai mediannya (nilai tengah dari distribusi curah hujan).

Berdasarkan Gambar 20, distribusi curah hujan di DAS Separi yang

digambarkan oleh tiga stasiun iklim (AWS) tidak menyebar secara merata atau

memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Hal ini didukung dari hasil analisis uji

berganda (uji berpasangan) di antara ketiga stasiun iklim yang menunjukkan

bahwa koefisien korelasi (r2) antara ketiga stasiun iklim memiliki nilai yang lebih

kecil dari 0,10 dan memiliki kemiringan (slope) garis (b) yang juga lebih kecil dari

0,43 (Tabel 10). Teixeira (2005) menyatakan bahwa data curah hujan antar

stasiun hujan memiliki tingkat homogenitas yang tinggi atau curah hujan tersebut

terdistribusi secara merata, jika hasil uji berganda di antara stasiun hujan

tersebut memiliki nilai koefisien korelasi (r2) lebih besar atau sama dengan 0,70

(r2 ≥ 0,70), dan memiliki nilai kemiringan garis (b) lebih besar atau sama dengan

0,70 dan atau lebih kecil sama dengan 1,30 (0,70 ≤ b ≤ 1,30).

Tabel 10. Uji berganda curah hujan dari stasiun iklim (AWS) Separi, Lempake, dan Marang Kayu antara tahun 2001 – 2005

Keterangan

SPI Vs LMP SPI Vs MKY LMP Vs MKY SPI Vs CHW LMP Vs CHW MKY Vs CHWr2 0,06 0,12 0,06 0,97 0,08 0,24b 0,23 0,29 0,22 1,07 0,33 0,62

r2 0,09 0,22 0,07 0,98 0,11 0,35b 0,29 0,42 0,24 1,05 0,36 0,71

r2 0,10 0,22 0,07 0,98 0,11 0,35b 0,29 0,42 0,24 1,05 0,36 0,71

Uji Berganda Curah Hujan Mingguan

Uji Berganda Curah Hujan Bulanan

Uji Berganda Curah Hujan Harian

Keterangan : SPI = AWS Separi, LMP = AWS Lempake, MKY = AWS Marang Kayu,

CHW = curah hujan wilayah, r2 = koefisien korelasi, dan b = kemiringan garis (slope)

64

Page 85: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Distribusi curah hujan wilayah yang menyebar secara tidak merata

(heterogen) dari ketiga stasiun iklim tersebut diatas berdampak negatif terhadap

tingkat akurasi dan presisi dalam pendugaan (prediksi) banjir (debit puncak dan

waktu menuju debit puncak) dan kekeringan di DAS Separi. Dalam pemodelan

hidrologi dengan menggunakan konsep unit hidrograf sesaat (IUH) sangat

dipengaruhi oleh kelengkapan seri data yang baik antara data curah hujan dan

debit (Chow, 1964). Menurut beberapa ahli hidrologi bahwa dalam pemodelan

banjir diperlukan kelengkapan seri data curah hujan yang baik dari beberapa

stasiun hujan di dalam DAS yang menggambarkan curah hujan wilayah dari DAS

tersebut, dan data pengamatan tinggi muka air, serta jenis penggunaan lahan

(Dutta et al., 2003; Francois et al., 2003).

Hasil analisis uji berganda menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

tingkat homogenitas atau keseragaman data curah hujan baik harian maupun

mingguan antara tiga stasiun Iklim Separi, Lempake, dan Marang Kayu dengan

stasiun Seleko. Berdasarkan Tabel 11, hubungan data curah hujan harian antara

stasiun Separi, Lempake, dan Marang Kayu dengan stasiun Seleko memiliki nilai

koefisien korelasi (r2) dan nilai kemiringan garis (b) yang masing-masing adalah

0,45 dan 0,72 (stasiun Separi dengan Seleko), 0,40 dan 0,34 (stasiun Lempake

dengan Seleko), dan 0,25 dan 0,42 (stasiun Marang Kayu dengan Seleko). Untuk

hubungan data curah hujan mingguan antara stasiun Separi, Lempake, dan

Marang Kayu dengan stasiun Seleko memiliki nilai koefisien korelasi (r2) dan nilai

kemiringan garis (b) yang masing-masing adalah 0,42 dan 0,87 (stasiun Separi

dengan Seleko), 0,59 dan 0,39 (stasiun Lempake dengan Seleko), dan 0,25 dan

0,55 (stasiun Marang Kayu dengan Seleko). Hal ini menunjukkan bahwa curah

hujan yang tercatat di stasiun curah hujan Seleko menggambarkan pola

penyebaran curah hujan yang merata di seluruh DAS Separi. Pola penyebaran

curah hujan yang merata di seluruh DAS Separi berdampak positif terhadap

65

Page 86: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

peningkatan tingkat akurasi dan presisi dalam pendugaan banjir dan kekeringan.

Hal ini didukung dari hasil penelitian Dutta, et al. (2003) dan Francois, et al.

(2003) bahwa penempatan beberapa lokasi stasiun curah hujan secara benar di

DAS dapat meningkatkan tingkat akurasi pola penyebaran curah hujan wilayah,

sehingga berdampak positif terhadap meningkatnya tingkat akurasi model

pendugaan debit aliran permukaan (banjir).

Tabel 11. Uji berganda curah hujan dari stasiun iklim (AWS) Separi, Lempake, Marang Kayu, dan Seleko antara tanggal 22 Februari – 17 Mei 2006

KeteranganSPI Vs LMP SPI Vs MKY LMP Vs MKY SPI Vs SLK LMP Vs SLK MKY Vs SLK

r2 0,34 0,17 0,29 0,45 0,40 0,25b 1,14 0,53 0,35 0,72 0,34 0,42

r2 0,31 0,54 0,18 0,42 0,59 0,25b 1,50 0,90 0,19 0,87 0,39 0,55

Uji Berganda Curah Hujan Harian

Uji Berganda Curah Hujan Mingguan

Keterangan : Keterangan : SPI = AWS Separi, LMP = AWS Lempake, MKY = AWS

Marang Kayu, SLK = stasiun hujan Seleko, r2 = koefisien korelasi, dan b = kemiringan garis (slope)

5.2. Dampak Alih Fungsi Penggunaan Lahan Terhadap Banjir

Berdasarkan hasil analisis klasifikasi penggunaan/tutupan lahan dari citra

satelit landsat 7 TM tahun 1998 (perekaman tanggal 11 Februari 1998), bahwa

terdapat tujuh (7) jenis penggunaan lahan di DAS Separi, yaitu : hutan, semak

belukar, persawahan, pemukiman, kebun atau ladang, lahan terbuka, dan

tambang batu bara. Peta jenis penggunaan lahan DAS Separi tahun 1998

disajikan pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21, jenis penggunaan lahan

pada tahun 1998 yang paling dominan adalah kawasan hutan yang memiliki luas

40% (9.438,53 Ha), kemudian diikuti oleh jenis penggunaan lahan semak belukar

yakni 29% (6.685,89 Ha), lahan terbuka yang memiliki luas 27% (6.223,27 Ha),

tambang batubara yang memiliki luas 2% (465,34 Ha), kebun/ladang yang

memiliki luas 2% (408,76 Ha), persawahan yang memiliki luas 1% (118,84 Ha),

dan kawasan pemukiman yang memiliki luas 0,1% (25,73 Ha).

66

Page 87: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Berdasarkan hasil analisis klasifikasi penggunaan/tutupan lahan dari citra

satelit landsat 7 TM tahun 2005 (perekaman tanggal 10 September 2005),

terdapat tujuh jenis penggunaan lahan di DAS Separi, yaitu : hutan, semak

belukar, persawahan, pemukiman, kebun atau ladang, lahan terbuka, dan

tambang batu bara. Peta jenis penggunaan lahan DAS Separi tahun 2005

disajikan pada Gambar 22. Berdasarkan Gambar 22, maka jenis penggunaan

lahan pada tahun 2005 yang paling dominan adalah kawasan semak belukar

yang memiliki luas 95% (22.089,67 Ha), kemudian diikuti oleh jenis penggunaan

lahan tambang batubara yang memiliki luas 2% (465,34 Ha), kebun/ladang yakni

2% (373,76 Ha), hutan yang memiliki luas 1% (261,59 Ha), persawahan yang

memiliki luas 1% (116,47 Ha), lahan terbuka yang memiliki luas 0,1% (31,16 Ha),

dan kawasan pemukiman yang memiliki luas 0,1% (28,38 Ha).

Gambar 21. Peta jenis penggunaan lahan tahun 1998 di DAS Separi

67

Page 88: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Berdasarkan peta jenis penggunaan lahan tahun 1991 (Gambar 18), peta

jenis penggunaan lahan tahun 1998 (Gambar 21), dan peta jenis penggunaan

lahan tahun 2005 (Gambar 22), secara spasial (ruang) dan temporal (waktu)

telah terjadi alih fungsi penggunaan lahan antara tahun 1991 sampai tahun 1998

maupun tahun 2005. Selama 7 tahun yakni antara tahun 1991 sampai dengan

tahun 1998 telah terjadi alih fungsi penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan

terbuka, semak belukar, dan kebun/ladang yang masing-masing adalah sebesar

50%, 47%, dan 2% dari luas areal hutan 21.784,35 Ha pada tahun 1991 menjadi

9.438,53 Ha pada tahun 1998. Hal ini juga ditunjukkan dari penurunan luas hutan

sebesar 57% dan terjadi peningkatan luas semak belukar, lahan terbuka, dan

kebun/ladang yang masing-masing adalah 87%, 100%, dan 75% dibandingkan

tahun 1991 (Tabel 12).

Gambar 22. Peta jenis penggunaan lahan tahun 2005 di DAS Separi

68

Page 89: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Alih fungsi penggunaan lahan antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2005 dari

hutan menjadi semak belukar adalah sebesar 100% dari luas areal hutan sekitar

9.438,53 Ha pada tahun 1998 menjadi 261,59 Ha pada tahun 2005. Hal ini juga

ditunjukkan dari penurunan luas hutan sebesar 97% dan terjadi peningkatan luas

semak belukar 70% (22.089,67 Ha) dibandingkan tahun 1998 yakni 6.685,89 Ha

(Tabel 12). Selama 15 tahun (tahun 1991 – 2005) telah terjadi alih fungsi

penggunaan lahan dari hutan menjadi semak belukar (98,58%), lahan terbuka

(0,15%) maupun kebun/lading (1,27%).

Tabel 12. Alih fungsi penggunaan lahan antara tahun 1991 – 2005 di DAS Separi

No. Jenis Penggunaan

Lahan 1991 1998 2005 1991 / 1998 1998 / 20051 Hutan 21.784,36 9.438,53 261,59 (56,67) (97,23) 2 Kebun/Ladang 100,46 408,76 373,76 75,42 (8,56) 3 Lahan Terbuka - 6.223,27 31,16 100,00 (99,50) 4 Pemukiman 20,28 25,73 28,38 21,17 9,34 5 Persawahan 124,27 118,84 116,47 (4,37) (1,99) 6 Semak Belukar 871,65 6.685,89 22.089,67 86,96 69,73 7 Tambang Batubara 465,34 465,34 465,34 - -

Luas (Ha) Pada Tahun Perubahan (%)

Keterangan : *) angka didalam kurung bernilai negatif (terjadi penurunan luas)

Dampak negatif terjadinya alih fungsi penggunaan lahan dari hutan

menjadi semak belukar (98,58%), lahan terbuka (0,15%) maupun kebun/lading

(1,27%) di DAS Separi adalah meningkatnya intensitas banjir di hilir DAS Separi.

Secara faktual telah terjadi peningkatan intensitas banjir pada tahun 2005 yang

terjadi sebanyak 2 kali yakni pada tanggal 22 Oktober dan 20 Desember 2005,

bila dibandingkan dengan sebelum tahun 2005 yang terjadi hanya sekali dalam

setahun yakni pada tanggal 27 Juni 1998, 9 Januari 2002, 15 Oktober 2003, 14

Maret 2004, dan 3 Mei 2006 (Tabel 13). Hal ini menunjukkan bahwa dampak

negatif alih fungsi penggunaan lahan adalah terjadinya peningkatan intensitas

banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Hasil penelitian

69

Page 90: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Mahe, et al. (2005) menyatakan bahwa akibat alih fungsi penggunaan lahan

hutan menjadi non hutan dari 43% pada tahun 1965 menjadi 13% pada tahun

1995 di DAS Nakambe, Burkina-Faso berdampak negatif terhadap menurunnya

kapasitas tanah memegang air 33-62%, sehingga berdampak lanjutan terhadap

meningkatnya volume aliran permukaan (runoff) sebesar 60%. Selain itu, hasil

penelitian Mahe, et al. (2005) juga menunjukkan bahwa dampak negatif akibat

alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi non hutan adalah penurunan jumlah

curah hujan tahunan sebesar 20%.

Tabel 13. Kejadian-kejadian banjir dengan curah hujan mingguan (7 hari) di DAS Separi selama tahun 1998 – 2005

No. Waktu Curah Hujan 7 Hari TMA Debit KeteranganSebelum Kejadian

(mm) (m) (m3/detik)1 27-Jun-98 128,00 tad tad Banjir2 9-Jan-02 119,65 3,73 75,07 Banjir3 17-Jun-02 84,06 2,97 53,40 -4 22-Nov-02 99,59 2,51 41,61 -5 7-Jan-03 76,58 2,93 52,34 -6 30-Mar-03 59,84 2,11 32,20 -7 15-May-03 84,98 3,51 68,46 -8 15-Oct-03 108,38 3,69 73,87 Banjir9 23-Jan-04 99,74 3,51 68,49 -

10 14-Mar-04 105,63 3,66 72,86 Banjir11 24-Nov-04 54,37 3,26 61,44 -12 26-Dec-04 64,06 3,33 63,41 -13 7-Jan-05 58,73 3,11 57,31 -14 25-Apr-05 11,81 3,55 69,83 -15 14-May-05 15,44 3,54 69,51 -16 22-Oct-05 160,56 3,74 75,52 Banjir17 20-Dec-05 104,06 3,66 73,01 Banjir18 3-May-06 107,58 3,76 75,94 Banjir

Keterangan : tad = tidak ada data (belum dipasang alat AWLR)

5.3. Pengaruh Karakteristik Tanah Terhadap Laju Infiltrasi Tanah

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik tanah (tekstur, bobot isi, berat

jenis, kadar air, stabilitas agregat, dan C organik tanah) terhadap laju infiltrasi

tanah, maka dilakukan pengamatan laju infiltrasi tanah pada setiap Sub DAS

70

Page 91: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Separi (Sub DAS Separi-Usup, Sub DAS Separi-Soyi, Sub DAS Separi-Badin)

dan jenis penggunaan lahan dengan menggunakan ring ganda infiltrometer.

Pada kelas tekstur tanah lempung (L-3) dengan jenis penggunaan lahan adalah

palawija (jagung), yang mana persen pasir, debu, dan liat yang masing-masing

23%; 32%; dan 45%, bobot isi tanah 1,26 g/cm3, kadar air pada kondisi lapang

21%, dan kadar bahan organik 1,86% (Tabel Lampiran 2) memiliki laju infiltrasi

awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan, dan konstanta yang masing-masing

adalah 3,41 mm/menit; 0,75 mm/menit; dan 0,27 per menit (Tabel 14 dan

Gambar 23a). Pada kelas tekstur tanah lempung (L-6) dengan jenis penggunaan

lahan semak belukar (alang alang), yang mana persen pasir, debu, dan liat yang

masing-masing adalah 23%; 34%; dan 43%, bobot isi tanah 1,28 g/cm3, kadar air

pada kondisi lapang 27%, dan kadar bahan organik 1,69% (Tabel Lampiran 2)

memiliki laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan, dan konstanta

yang masing-masing adalah 2,70 mm/menit; 0,36 mm/menit; dan 0,29 per menit

(Tabel 14 dan Gambar 23b).

Tabel 14. Nilai laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan atau jenuh (fc), dan konstanta penjenuhan (k) untuk masing-masing jenis penggunaan lahan pada masing-masing Sub DAS Separi

Jenis Penggunaan fo fc k LuasLahan (mm/menit) (mm/menit) (Ha)

Semak Belukar 3,86 0,50 0,11 154,23Kebun/Ladang 6,71 0,53 0,21 14,87

Semak Belukar 3,25 0,61 0,15 92,01Kebun/Ladang 5,29 0,61 0,24 33,42

Semak Belukar 2,70 0,36 0,29 28,86Kebun/Ladang 3,41 0,75 0,27 19,93

Sub DAS Separi-Badin

Sub DAS Separi-Soyi

Sub DAS Separi-Usup

Berdasarkan Gambar 23, laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan

(fc), dan konstanta pada jenis penggunaan lahan palawija (jagung) memiliki nilai

yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi pada jenis penggunaan lahan

71

Page 92: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

semak belukar (alang alang). Pengaruh dari bobot isi tanah yang lebih rendah

dan tingginya bahan organik tanah pada jenis penggunaan lahan palawija

(jagung) dibandingkan pada jenis penggunaan lahan semak belukar (alang

alang) berpengaruh terhadap meningkatnya laju infiltrasi tanah. Hal ini didukung

dari hasil penelitian Yanrilla (2001), bahwa pengaruh karakteristik tanah (bobot

isi, struktur, dan bahan organik tanah) berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi

tanah, yang mana pada jenis penggunaan lahan pertanian (jagung) memeiliki

kapasitas infiltrasi tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis

penggunaan lahan alang-alang, karena jenis penggunaan lahan pertanian

(jagung) memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dan bobot isi tanah lebih

rendah dibandingkan jenis penggunaan lahan alang-alang.

Pada kelas tekstur tanah pasir (L-1) dengan jenis penggunaan lahan

adalah palawija (jagung), dimana persen pasir, debu, dan liat yang masing-

masing adalah 56%; 28%; dan 16%, bobot isi tanah 1,20 g/cm3, kadar air pada

kondisi lapang 22%, dan kadar bahan organik 2,37% (Tabel Lampiran 2) memiliki

laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan, dan konstanta yang

masing-masing adalah 5,29 mm/menit; 0,61 mm/menit; dan 0,24 per menit

(Tabel 14 dan Gambar 24a). Pada kelas tekstur tanah pasir (L-2) dengan jenis

penggunaan lahan semak belukar (Pahitan atau Centrosema), dimana persen

pasir, debu, dan liat yang masing-masing adalah 53%; 16%; dan 31%, bobot isi

tanah 1,28 g/cm3, kadar air pada kondisi lapang 23%, dan kadar bahan organik

2,55% (Tabel Lampiran 2) memiliki laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat

konstan, dan konstanta yang masing-masing adalah 3,25 mm/menit; 0,61

mm/menit; dan 0,15 per menit (Tabel 14 dan Gambar 24b). Berdasarkan Gambar

24, laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan (fc), dan konstanta

pada jenis penggunaan lahan palawija (jagung) memiliki nilai yang lebih tinggi

dibandingkan dengan laju infiltrasi pada jenis penggunaan lahan semak belukar

72

Page 93: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

(Pahitan atau Centrosema). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya bahan organik

tanah dan rendahnya bobot isi tanah pada jenis penggunaan lahan palawija

(jagung) dibandingkan pada jenis penggunaan lahan semak belukar (Pahitan

atau Centrosema) berpengaruh terhadap meningkatnya laju infiltrasi tanah.

B. Semak Belukar (Alang alang)Nash (%) = 26%

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320

WAKTU (menit)

INFI

LTR

ASI

(mm

/men

it)

Inf PengukuranInf Simulasi

A. Lahan Pertanian (Jagung)Nash (%) = 11

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120

WAKTU (menit)

INFI

LTR

ASI

(mm

/men

it)

Inf PengukuranInf Simulasi

Gambar 23. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada jenis penggunaan lahan A) lahan pertanian (jagung) dan B) semak belukar (alang alang) di Sub DAS Separi-Badin

Pada kelas tekstur tanah liat (L-4) dengan jenis penggunaan lahan adalah

semak belukar (Pahitan atau Centrosema), dimana persen pasir, debu, dan liat

yang masing-masing adalah 39%; 22%; dan 39%, bobot isi tanah 1,37 g/cm3,

73

Page 94: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

kadar air pada kondisi lapang 25%, dan kadar bahan organik 2,12% (Tabel

Lampiran 2) memiliki laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan, dan

konstanta yang masing-masing adalah sekitar 3,86 mm/menit; 0,50 mm/menit;

dan 0,11 per menit (Tabel 14 dan Gambar 25a).

A. Lahan Pertanian (Jagung)

Nash (%) = 72

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120 140 160

WAKTU (menit)

INFI

LTR

ASI

(mm

/men

it)

Inf PengukuranInf Simulasi

B. Semak Belukar (Pahitan)Nash (%) = 61

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

WAKTU (menit)

INFI

LTR

ASI

(mm

/men

it)

Inf PengukuranInf Simulasi

Gambar 24. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada jenis penggunaan lahan A) lahan pertanian (jagung) dan B) semak belukar (Pahitan atau Centrosema) di Sub DAS Separi-Soyi

Pada kelas tekstur tanah liat (L-5) dengan jenis penggunaan lahan kebun/ladang

(lada), dimana persen pasir, debu, dan liat yang masing-masing adalah 35%; 9%;

dan 56%, bobot isi tanah 1,24 g/cm3, kadar air pada kondisi lapang 21%, dan

74

Page 95: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

kadar bahan organik 3,02% (Tabel Lampiran 2) memiliki laju infiltrasi awal (fo),

laju infiltrasi pada saat konstan, dan konstanta yang masing-masing adalah 6,71

mm/menit; 0,53 mm/menit; dan 0,21 per menit (Tabel 14 dan Gambar 25b).

Berdasarkan Gambar 25, laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan

(fc), dan konstanta pada jenis penggunaan lahan kebun/ladang (lada) memiliki

nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi pada jenis penggunaan

lahan semak belukar (Pahitan atau Centrosema). Hal ini menunjukkan bahwa

tingginya bahan organik dan rendahnya bobot isi tanah pada jenis penggunaan

lahan kebun/ladang (lada) dibandingkan pada jenis penggunaan lahan semak

belukar (Pahitan atau Centrosema) berpengaruh terhadap meningkatnya laju

infiltrasi tanah.

Secara umum kapasitas infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh faktor

tanah dan jenis penggunaan lahan, serta pengelolaan lahan (Napitupulu, 1998;

Rukaiyyah, 2001; Yanrilla, 2001; Thierfelder, et al., 2002). Karakteristik tanah

yang berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi tanah adalah tekstur, struktur,

bobot isi, dan kandungai bahan organik tanah. Hal ini didukung dari hasil analisis

korelasi antara karakteristik tanah (kadar air, bobot isi, ruang pori total tanah,

kandungan bahan organik, fraksi tanah, dan indek stabilitas agregat tanah)

dengan laju infiltrasi tanah konstan yang menunjukkan bahwa bobot isi memiliki

korelasi yang lebih nyata (p=0,03) dibandingkan karakteristik tanah lainnya. Hasil

regresi hubungan antara karakteristik tanah sebagai variabel bebas terhadap

variabel tidak bebas (laju infiltrasi tanah konstan) didapatkan persamaan

matematis sebagai berikut :

fc = 3,64 – 2,38.BI (R2 = 73%) .…...................................................(39)

fc adalah laju infiltrasi tanah konstan (mm/menit) dan BI adalah bobot isi tanah

(g/cm3) (Tabel Lampiran 5). Berdasarkan hasil analisis regresi antara bobot isi

tanah terhadap laju infiltrasi tanah konstan (persamaan 39) dapatlah disimpulkan

75

Page 96: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

bahwa menurunnya bobot isi tanah akan meningkatkan laju infiltrasi tanah

konstan.

A. Lahan Pertanian (Lada)

Nash (%) = 72

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

WAKTU (menit)

INFI

LTR

ASI

(mm

/men

it)

Inf PengukuranInf Simulasi

B. Semak Belukar (Pahitan)Nash (%) = 50

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

WAKTU (menit)

INFI

LTR

ASI

(mm

/men

it)

Inf PengukuranInf Simulasi

Gambar 25. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada jenis

penggunaan lahan A) kebun/ladang (lada) dan B) semak belukar (Pahitan atau Centrosema) di Sub DAS Separi-Usup

5.4. Pengaruh Karakteristik Tanah dan Geomorfologi DAS Terhadap Unit Hidrograf

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik tanah (tekstur tanah) dan

geomorfologi DAS (geometrik dan morfometrik) terhadap karakteristik hidrologis

76

Page 97: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

di DAS Separi, maka dilakukan pengamatan tinggi muka air pada masing-masing

Sub DAS Separi berdasarkan kelas tekstur tanah, yakni : 1) Sub DAS Separi-

Usup (tekstur tanah liat), 2) Sub DAS Separi-Soyi (tekstur tanah pasir), dan 3)

Sub DAS Separi-Badin (tekstur tanah lempung) (Gambar 12). Pengamatan tinggi

muka air pada ketiga Sub DAS Separi tersebut dilakukan dengan interval waktu 6

menitan dengan menggunakan metode V-Notch (Gambar Lampiran 2).

Berdasarkan hasil analisis statistik (ANOVA), terdapat perbedaan yang

nyata (α=5%) antara besarnya total debit aliran permukaan pada Sub DAS

Separi-Usup (tekstur tanah liat) dengan Sub DAS Separi-Badin (tekstur tanah

lempung), kecuali total debit aliran permukaan antara Sub DAS Separi-Usup

(tekstur tanah liat) dengan Sub DAS Separi-Soyi (tekstur tanah pasir) dan total

debit aliran permukaan antara Sub DAS Separi-Soyi (tekstur tanah pasir) dengan

Sub DAS Separi-Badin (tekstur tanah lempung). Hal ini menunjukkan Sub DAS

yang didominasi oleh tekstur tanah lempung memiliki total debit aliran permukaan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan debit puncak pada Sub DAS yang

didominasi oleh tekstur tanah pasir dan liat. Hasil analisis statistik (ANOVA)

untuk total debit aliran tunda dan dasar pada taraf nyata (α=5%) juga

menunjukkan bahwa total debit aliran tunda dan dasar antara ketiga Sub DAS

Separi tidak memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 15). Namun demikian pada

Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah lempung mempunyai total debit

aliran tunda dan dasar yang lebih besar dibandingkan dengan Sub DAS yang

didominasi oleh tekstur tanah liat dan pasir. Hasil tersebut di atas secara teori

berlawanan, yang mana seharusnya Sub DAS yang yang didominasi oleh tanah

bertekstur liat memiliki total debit aliran permukaan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur lempung

dan pasir. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor tanah lain seperti stabilitas,

77

Page 98: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

struktur, dan dinamika pori tanah, serta karakteristik geomorfologi DAS. Selain

itu, berdasarkan karakteristik unit hidrograf dari ketiga Sub DAS menunjukkan

bahwa Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur liat mempunyai waktu

menuju debit puncak yang lebih cepat dibandingkan dengan Sub DAS yang

didominasi oleh tanah bertekstur lempung dan pasir (Gambar 26). Perbandingan

debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) antara ketiga Sub DAS

disajikan pada Tabel Lampiran 6. Berdasarkan Tabel Lampiran 6, waktu menuju

debit puncak antara Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur liat tidak

berbeda nyata (α=5%) dengan Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur

lempung, kecuali Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur pasir.

Tabel 15. Total debit aliran permukaan (Q ro) dan debit aliran tunda dan dasar (Q if+bf) antara ketiga Sub DAS pada beberapa episode hujan

No. WaktuUsup Soyi Badin Usup Soyi Badin(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 08/04/2006 7,87 9,63 tad 0,95 1,85 tad2 14/04/2006 5,52 10,28 17,65 7,81 1,69 6,083 23/04/2006 7,77 13,54 14,04 1,61 2,08 3,02

Rerata 7,05ab 11,15bc 15,85c 3,46a 1,88a 4,55a

Q ro Q if+bf

Keterangan : tad = tidak ada data dan hurup pada baris dan kolom parameter yang sama

menunjukkan kesamaan (α=5%)

Rodriguez-Itubo dan Valdes (1979) dan Rodriguez-Itubo, et al. (1992:

dalam Rinaldo et al., 1992) menyatakan bahwa produksi aliran permukaan dari

suatu DAS sangat dipengaruhi oleh parameter geomorfologi DAS yang

cenderung statis (tetap) dan kecepatan aliran permukaan (dinamis). Berdasarkan

karakteristik geomorfologi ketiga Sub DAS tersebut diatas, menunjukkan bahwa

Sub DAS Separi-Badin yang memiliki karakteristik geometrik (Indek Gravelius,

panjang sungai utama, dan rasio rata-rata panjang jaringan sungai) yang lebih

tinggi akan memiliki total debit aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan

78

Page 99: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

dengan Sub DAS yang lainnya (Sub DAS Separi-Soyi dan Sub DAS Separi-

Usup) yang memiliki karakteristik geometrik lebih rendah (Gambar Lampiran 3).

0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,91,0

08/0

4/20

06 4

:23

08/0

4/20

06 4

:53

08/0

4/20

06 5

:23

08/0

4/20

06 5

:53

08/0

4/20

06 6

:23

08/0

4/20

06 6

:53

08/0

4/20

06 7

:23

08/0

4/20

06 7

:53

08/0

4/20

06 8

:23

08/0

4/20

06 8

:53

08/0

4/20

06 9

:23

08/0

4/20

06 9

:53

08/0

4/20

06 1

0:23

08/0

4/20

06 1

0:53

08/0

4/20

06 1

1:23

08/0

4/20

06 1

1:53

08/0

4/20

06 1

2:23

08/0

4/20

06 1

2:53

08/0

4/20

06 1

3:23

08/0

4/20

06 1

3:53

08/0

4/20

06 1

4:23

08/0

4/20

06 1

4:53

08/0

4/20

06 1

5:23

08/0

4/20

06 1

5:53

08/0

4/20

06 1

6:23

Waktu

012345678910

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan DAS Usup (Tekstur Tanah Liat)DAS Soyi (Tekstur Tanah Pasir)

Gambar 26. Kurva unit hidrograf hasil pengukuran pada Sub DAS Separi-Usup,

Sub DAS Separi-Badin, dan Sub DAS Separi-Soyi pada episode hujan a) 8 April 2006, b) 14 April 2006, dan c) 23 April 2006

Deb

it (m

3 /det

ik)

0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,91,0

14/0

4/20

06 1

6:59

14/0

4/20

06 1

7:35

14/0

4/20

06 1

8:11

14/0

4/20

06 1

8:47

14/0

4/20

06 1

9:23

14/0

4/20

06 1

9:59

14/0

4/20

06 2

0:35

14/0

4/20

06 2

1:11

14/0

4/20

06 2

1:47

14/0

4/20

06 2

2:23

14/0

4/20

06 2

2:59

14/0

4/20

06 2

3:35

15/0

4/20

06 0

:11

15/0

4/20

06 0

:47

15/0

4/20

06 1

:23

15/0

4/20

06 1

:59

15/0

4/20

06 2

:35

15/0

4/20

06 3

:11

15/0

4/20

06 3

:47

15/0

4/20

06 4

:23

15/0

4/20

06 4

:59

15/0

4/20

06 5

:35

15/0

4/20

06 6

:11

Waktu

012345678910

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan DAS Usup (Tekstur Tanah Liat)DAS Soyi (Tekstur Tanah Pasir)

Deb

it (m

3 /det

ik)

DAS Badin (Tekstur Tanah Lempung)

0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,91,0

23/0

4/20

06 4

:41

23/0

4/20

06 5

:23

23/0

4/20

06 6

:05

23/0

4/20

06 6

:47

23/0

4/20

06 7

:29

23/0

4/20

06 8

:11

23/0

4/20

06 8

:53

23/0

4/20

06 9

:35

23/0

4/20

06 1

0:17

23/0

4/20

06 1

0:59

23/0

4/20

06 1

1:41

23/0

4/20

06 1

2:23

23/0

4/20

06 1

3:05

23/0

4/20

06 1

3:47

23/0

4/20

06 1

4:29

23/0

4/20

06 1

5:11

23/0

4/20

06 1

5:53

23/0

4/20

06 1

6:35

23/0

4/20

06 1

7:17

23/0

4/20

06 1

7:59

23/0

4/20

06 1

8:41

23/0

4/20

06 1

9:23

23/0

4/20

06 2

0:05

23/0

4/20

06 2

0:47

Waktu

012345678910

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan DAS Usup (Tekstur Tanah Liat)DAS Soyi (Tekstur Tanah Pasir)

Deb

it (m

3 /det

ik)

DAS Badin (Tekstur Tanah Lempung)

79

Page 100: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Selain itu, Sub DAS yang memiliki karakteristik morfometrik (Indek Gravelius dan

kerapatan jaringan sungai) lebih rendah (Gambar Lampiran 4) dan kecuraman

lereng DAS lebih tinggi (Gambar 17) akan memiliki waktu menuju debit puncak

yang lebih cepat dibandingkan Sub DAS yang memiliki karakteristik morfometrik

(Indek Gravelius dan kerapatan jaringan sungai) lebih tinggi dan kecuraman

lereng DAS lebih rendah.

5.5. Model Pendugaan Banjir

Untuk menduga banjir, maka ada dua besaran (magnitude) penting yang

harus dikomputasi secara akurat dalam analisis banjir, yaitu : debit puncak (peak

discharge) dan waktu menuju debit puncak (time to peak discharge). Pemodelan

banjir ini didasarkan pada 2 bagian, yaitu : 1) pemodelan fungsi produksi

(perhitungan curah hujan efektif dari curah hujan bruto) dan 2) pemodelan fungsi

transfer (simulasi debit aliran permukaan).

5.5.1. Fungsi Produksi Air DAS

Pada pemodelan fungsi produksi didasarkan pada 3 metode, yaitu : A)

perhitungan curah hujan efektif berdasarkan koefisien runoff (Kr), B) perhitungan

curah hujan efektif berdasarkan intersepsi dan infiltrasi, dan C) perhitungan curah

hujan efektif berdasarkan sifat fisik tanah (kapasitas tanah menyimpan air) pada

lapisan atas.

Perhitungan curah hujan efektif berdasarkan koefisien runoff (Kr)

didasarkan pada persamaan 23 dan penentuan koefisien runoff (Kr) didasarkan

pada persamaan 24. Nilai koefisien runoff (Kr) pada tiap episode hujan dan

masing-masing Sub DAS disajikan pada Tabel 16. Pada penentuan volume

aliran permukaan yang digunakan dalam perhitungan koefisien runoff (Kr)

didasarkan dari separasi hidrograf. Separasi hidrograf pada masing-masing Sub

DAS disajikan pada Gambar Lampiran 5, 6, dan 7. Berdasarkan Tabel 16,

80

Page 101: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

koefisien runoff (Kr) pada Sub DAS Separi-Usup (tekstur tanah liat) untuk ketiga

episode hujan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai

koefisien runoff pada Sub DAS Separi-Soyi (tekstur tanah pasir) dan Sub DAS

Separi-Badin (tekstur tanah lempung). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik

geomorfologi DAS (panjang total jaringan sungai, kerapatan jaringan sungai,

indek gravelius, dan rasio rata-rata panjang jaringan sungai) lebih berpengaruh

terhadap besarnya debit puncak dan waktu menuju debit puncak dibandingkan

dengan karakteristik fisik tanah (tekstur tanah).

Tabel 16. Koefisien runoff (Kr) pada tiap episode hujan dan masing-masing Sub DAS

Episode PbT

Hujan Vro Kr Vro Kr Vro Kr(mm) (mm) (mm) (mm)

31-Mei-06 21,60 3,67 0,17 4,50 0,21 8,11 0,3806-Apr-06 11,22 2,14 0,19 4,30 0,38 6,28 0,5608-Apr-06 45,01 7,87 0,17 9,63 0,21 tad tad

14-Apr-06 30,88 5,52 0,18 10,28 0,33 17,65 0,5723-Apr-06 40,53 7,77 0,19 13,54 0,33 14,04 0,35

Sub DAS Separi-Usup Sub DAS Separi-Soyi Sub DAS Separi-Badin

Keterangan : PbT = total curah hujan bruto, Vro = total volume aliran permukaan, dan tad

= tidak ada data

Perhitungan curah hujan efektif berdasarkan selisih antara curah hujan

bruto yang tercatat di penangkar hujan (Pb) dengan jumlah air yang diintersepsi

oleh tanaman (INTCP) dan air yang diinfiltrasikan ke dalam tanah f(t) didasarkan

pada persamaan 25. Analisis intersepsi menggunakan metode Von Hoyningen-

Huene (1981: dalam de Roo, 1999) dan untuk analisis LAI (leaf area index)

digunakan data citra Landsat 7 TM perekaman tanggal 10 September 2005. Hasil

analisis LAI dengan menggunakan data citra Landsat 7 TM, menunjukkan bahwa

pada Sub DAS Separi-Usup untuk jenis penggunaan lahan semak belukar

memiliki nilai LAI 5,39 m2/m2 dan untuk jenis penggunaan lahan kebun/ladang

(campuran antara tanaman lada dan jagung) memiliki nilai LAI 3,46 m2/m2 (Tabel

17). Untuk Sub DAS Separi-Soyi jenis penggunaan lahan semak belukar memiliki

81

Page 102: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

nilai LAI 5,11 m2/m2 dan untuk jenis penggunaan lahan kebun/ladang (campuran

antara tanaman jagung dan kedelai) memiliki nilai LAI 3,46 m2/m2 (Tabel 17).

Untuk Sub DAS Separi-Badin jenis penggunaan lahan semak belukar memiliki

nilai LAI 5,30 m2/m2 dan untuk jenis penggunaan lahan kebun/ladang (jagung)

memiliki nilai LAI 3,38 m2/m2, serta untuk jenis penggunaan lahan persawahan

memiliki nilai LAI sekitar 3,26 m2/m2 (Tabel 17). Peta LAI (Leaf Area Index) DAS

Separi dari hasil analisis dengan menggunakan citra Landsat 7 TM perekaman

tanggal 10 September 2005 disajikan pada Gambar Lampiran 8. Hasil penentuan

nilai LAI tersebut di atas, didukung dari hasil penelitian dari PUSLITBANGTANAK

(2001), yang mana nilai LAI untuk jenis penggunaan padi sawah 3,08 m2/m2,

tegalan (kacang tanah) 3,40 m2/m2, tegalan (ubi kayu) 3,17 m2/m2, tegalan

(jagung) 3,31 m2/m2, dan hutan primer 9,37 m2/m2. Parameterisasi model

intersepsi tanaman menggunakan data pada Tabel 17. Analisis infiltrasi tanah di

lapangan untuk ketiga Sub DAS Separi (Sub DAS Separi-Usup, Sub DAS

Separi-Soyi, dan Sub DAS Separi-Badin) dengan menggunakan ring ganda

infiltrometer dan parameterisasi model infiltrasi tanah dengan menggunakan

metode Horton (1940: dalam Bedient dan Huber, 1992) (Tabel 14). Persamaan

infiltrasi menurut model Horton tersebut telah banyak digunakan dalam analisis

simulasi debit aliran permukaan (pemodelan hidrologi), seperti : HYSIM (Manley,

2006), MARINE (Estupina-Borrell et al., 2006), dan SWMM (Huber and

Dickinson, 1988:dalam Rossman, 2004). Hal ini dikarenakan penggunaan

persamaan infiltrasi menurut model Horton dalam pendugaan banjir (debit

puncak aliran permukaan dan waktu respon) memiliki hasil yang lebih baik dan

lebih konsisten untuk beberapa kejadian banjir dibandingkan dengan

penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Philip (1957: dalam Bedient dan

Huber, 1992) dan SCS (1972: dalam Chahinian et al., 2004) dalam pendugaan

banjir (Chahinian et al., 2004). Selain itu, hasil penelitian Chahinian et al. (2004)

82

Page 103: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

menunjukkan penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Horton dalam

pendugaan banjir tidak lebih baik dibandingkan dengan penggunaan persamaan

infiltrasi menurut model Morel-Seytoux (1978: dalam Chahinian et al., 2004)

dalam pendugaan banjir.

Perhitungan curah hujan efektif berdasarkan sifat fisik tanah disusun

berdasarkan analisis regresi berganda antara curah hujan bruto dan sifat fisik

tanah (kapasitas tanah menyimpan air) sebagai variabel bebas dengan curah

hujan efektif sebagai variabel tak bebas. Hasil analisis regresi berganda antara

curah hujan bruto dan kapasitas tanah menyimpan air sebagai variabel bebas

terhadap curah hujan efektif sebagai variabel tak bebas didapatkan persamaan

matematis sebagai berikut :

Pn(t) = 0,0437 + 0,287.Pb – 0,00234.Ws (R2=84%) ....................(40)

yang mana, Pn(t) adalah curah hujan efektif (mm), 0,0437 adalah konstanta,

0,287 adalah koefisien curah hujan bruto, Pb adalah curah hujan bruto (mm),

0,00234 adalah koefisien kapasitas tanah menyimpan air, dan Ws adalah

kapasitas tanah menyimpan air (mm).

Tabel 17. Analisis LAI (Leaf Area Index) dengan menggunakan citra Landsat 7 TM perekaman tanggal 10 September 2005

No.

Semak Kebun / Semak Kebun / Semak Kebun / Persawa-Belukar Ladang Belukar Ladang Belukar Ladang han

1 5,35 3,32 5,35 3,32 5,39 3,64 3,162 5,39 3,87 4,22 3,87 5,39 3,46 3,323 5,20 3,46 4,58 3,46 5,10 3,32 3,364 5,57 3,74 4,47 3,74 5,10 3,37 3,325 5,48 3,46 5,48 3,46 5,48 3,24 3,326 5,38 3,32 5,38 3,32 5,57 3,32 3,167 5,29 3,32 5,29 3,32 5,57 3,32 3,208 5,48 3,46 5,48 3,46 5,10 3,46 -9 5,22 3,32 5,22 3,32 5,20 3,32 -

10 5,58 3,32 5,58 3,32 5,10 3,32 -Total 53,94 34,59 51,05 34,59 53,00 33,77 22,84

Rerata 5,39 3,46 5,11 3,46 5,30 3,38 3,26

LAI (m2/m2) LA 2/m2)Sub DAS Separi-BadinSub DAS Separi-Usup

LAI (m2/m2)Sub DAS Separi-Soyi

I (m

83

Page 104: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

5.5.2. Fungsi Transfer Air DAS

Dalam fungsi transfer air DAS dianalisis berdasarkan pengukuran

panjang jaringan sungai/drainase. Rekonstruksi jaringan didasarkan dari hasil

analisis SIG dengan menggunakan data DEM SRTM resolusi 90 meter. Peta

rekonstruksi jaringan sungai/drainase DAS Separi (termasuk didalamnya Sub

DAS Separi-Usup, Sub DAS Separi-Soyi, dan Sub DAS Separi-Badin) dapat

dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan data panjang jaringan sungai/drainase

pada Gambar 18, serta waktu respon, maka dapat dibuat kurva fungsi kerapatan

peluang (pdf).

Untuk DAS Separi yang memiliki rata-rata panjang sungai dari order 1

sampai ke outlet adalah 21,67 km dengan waktu respon 25 jam dan kecepatan

aliran air rata-rata 0,24 m per detik akan memiliki nilai fungsi kerapatan peluang

(pdf) tertinggi 0,0034 yang terletak pada sungai yang memiliki panjang sungai

antara 14.388 – 14.475 m (Gambar 27a). Untuk Sub DAS Separi-Usup yang

memiliki rata-rata panjang sungai dari order 1 sampai ke outlet adalah 1,84 km

(1.840 m) dengan rata-rata waktu respon antara 2,2 sampai 2,4 jam dan

kecepatan aliran air rata-rata 0,15 m per detik memiliki nilai fungsi kerapatan

peluang (pdf) tertinggi 0,026 yang terletak pada sungai yang memiliki panjang

sungai antara 498 – 543 m (Gambar 27b). Untuk Sub DAS Separi-Soyi yang

memiliki rata-rata panjang sungai dari order 1 sampai ke outlet adalah 1,54 km

(1.537 m) dengan waktu respon antara 4,8 sampai 6,6 jam dan kecepatan aliran

air rata-rata 0,10 m per detik memiliki nilai fungsi kerapatan peluang (pdf)

tertinggi 0,020 yang terletak pada sungai yang memiliki panjang sungai antara

440 – 474 m (Gambar 27c).

84

Page 105: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

B. Sub DAS Separi-Usup

0,000

0,005

0,010

0,015

0,020

0,025

0,030

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000Panjang Lintasan (m)

pdf

A. DAS Separi

0,00000,00050,00100,00150,00200,00250,00300,00350,0040

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000Panjang Lintasan (m)

pdf

C. Sub DAS Separi-Soyi

0,000

0,005

0,010

0,015

0,020

0,025

0,030

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000Panjang Lintasan (m)

pdf

D. Sub DAS Separi-Badin

0,000

0,005

0,010

0,015

0,020

0,025

0,030

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000Panjang Lintasan (m)

pdf

Gambar 27. Kurva fungsi kerapatan peluang (pdf) untuk a) DAS Separi, b) Sub DAS Separi-Usup, c) Sub DAS Separi-Soyi, dan d) Sub DAS Separi-Badin

85

Page 106: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Untuk Sub DAS Separi-Badin yang memiliki rata-rata panjang sungai dari order 1

sampai ke outlet adalah 0,74 km (738,89 m) dengan waktu respon antara 2,1

sampai 2,8 jam dan kecepatan aliran air rata-rata 0,07 m per detik memiliki nilai

fungsi kerapatan peluang (pdf) tertinggi 0,020 yang terletak pada sungai yang

memiliki panjang sungai antara 343 – 369 m (Gambar 27d). Parameterisasi

model fungsi kerapatan peluang (pdf) pada Gambar 27 digunakan dalam

pemodelan fungsi transfer yakni simulasi debit aliran permukaan yang

merupakan hasil proses konvolusi antara curah hujan efektif dengan fungsi

kerapatan peluang (pdf) dan luas DAS.

Secara umum berdasarkan bentuk kurva hubungan fungsi kerapatan

peluang dengan panjang sungai yang relatif normal (Gambar 27a) akan

mempunyai potensi banjir relatif kecil di DAS Separi. Hal ini berbeda sekali

dengan bentuk kurva hubungan fungsi kerapatan peluang dengan panjang

sungai Sub DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Usup, dan Sub DAS Separi-Soyi

yang lebih condong ke kiri (Gambar 27b, 27c, dan 27d) akan menghasilkan

potensi banjir atau meningkatnya debit puncak dan mempercepat waktu menuju

debit puncak yang lebih tinggi.

Hasil analisis simulasi pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju

debit puncak) dengan menggunakan 3 metode perhitungan curah hujan efektif

(metode A, B, dan C) pada ketiga Sub DAS, yaitu : Sub DAS Separi-Usup, Sub

DAS Separi-Soyi, dan Sub DAS Separi-Badin menunjukkan bahwa hasil simulasi

memiliki kemiripan atau tingkat akurasi yang cukup tinggi (α=5%) antara debit

puncak dan waktu menuju debit puncak aliran permukaan antara hasil

pengukuran dengan hasil simulasi, kecuali debit puncak aliran permukaan hasil

simulasi pada Sub DAS Separi-Usup dan Sub DAS Separi-Badin (Tabel 18).

86

Page 107: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Berdasarkan Tabel 18, debit puncak dan waktu menuju debit puncak rata-

rata hasil simulasi dengan menggunakan metode A dan B untuk Sub DAS

Separi-Usup yang didominasi tekstur tanah liat memiliki hasil yang sama (α=5%),

kecuali penggunaan metode C yang memiliki nilai lebih tinggi (over estimate)

30% atau hasil yang berbeda dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hal ini

ditunjukkan dari hasil uji akurasi dengan menggunakan kriteria Nash dan

Sutcliffe, yang mana pendugaan banjir dengan menggunakan metode A secara

konsisten dapat digunakan untuk menduga debit puncak dan waktu menuju debit

puncak dengan tingkat akurasi yang tinggi (F rata-rata=96%) dibandingkan

dengan menggunakan metode B (F rata-rata=81%) dan metode C (F rata-

rata=45%) di Sub DAS Separi-Usup (Gambar 28). Hal ini menunjukkan bahwa

pendugaan banjir dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode C

(persamaan 40) kurang mampu menduga debit puncak aliran permukaan untuk

Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat.

Tabel 18. Debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) hasil pengukuran dengan simulasi dari 3 metode untuk ketiga Sub DAS

EpisodeHujan Q p tp Q p tp Q p tp Q p tp

(m3/detik) (jam) (m3/detik) (jam) (m3/detik) (jam) (m3/detik) (jam)

08-Apr-06 0,79 2,5 0,79 2,8 0,70 1,7 1,26 2,814-Apr-06 0,64 2,3 0,59 2,4 0,69 2,5 0,92 2,323-Apr-06 0,77 3,1 0,67 3,0 0,59 2,0 0,97 3,0Rerata 0,74a 2,6a 0,68a 2,7a 0,66a 2,1a 1,05b 2,7a

08-Apr-06 0,59 5,0 0,60 4,8 0,66 3,9 0,82 4,814-Apr-06 0,57 5,9 0,60 4,8 0,55 5,0 0,53 4,823-Apr-06 0,77 7,1 0,80 6,9 0,63 6,2 0,71 7,0Rerata 0,64a 6,0a 0,66a 5,5a 0,61a 5,0a 0,69a 5,5a

14-Apr-06 0,46 3,5 0,43 3,6 0,38 3,8 0,21 3,423-Apr-06 0,50 3,3 0,35 4,0 0,47 3,5 0,28 3,8Rerata 0,48a 3,4a 0,39a 3,8a 0,42a 3,7a 0,25b 3,6a

Sub DAS Separi-Soyi

Sub DAS Separi-Badin

Sub DAS Separi-Usup

Pengukuran Metode A Metode B Metode C

Keterangan : hurup pada baris dan kolom parameter yang sama menunjukkan kesamaan

dan sebaliknya (α=5%)

87

Page 108: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

08/0

4/20

06 4

:23

08/0

4/20

06 4

:53

08/0

4/20

06 5

:23

08/0

4/20

06 5

:53

08/0

4/20

06 6

:23

08/0

4/20

06 6

:53

08/0

4/20

06 7

:23

08/0

4/20

06 7

:53

08/0

4/20

06 8

:23

08/0

4/20

06 8

:53

08/0

4/20

06 9

:23

08/0

4/20

06 9

:53

08/0

4/20

06 1

0:23

08/0

4/20

06 1

0:53

08/0

4/20

06 1

1:23

08/0

4/20

06 1

1:53

08/0

4/20

06 1

2:23

08/0

4/20

06 1

2:53

08/0

4/20

06 1

3:23

08/0

4/20

06 1

3:53

08/0

4/20

06 1

4:23

08/0

4/20

06 1

4:53

08/0

4/20

06 1

5:23

08/0

4/20

06 1

5:53

08/0

4/20

06 1

6:23

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 78 Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 97Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 16

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

14/0

4/20

06 1

6:11

14/0

4/20

06 1

6:41

14/0

4/20

06 1

7:11

14/0

4/20

06 1

7:41

14/0

4/20

06 1

8:11

14/0

4/20

06 1

8:41

14/0

4/20

06 1

9:11

14/0

4/20

06 1

9:41

14/0

4/20

06 2

0:11

14/0

4/20

06 2

0:41

14/0

4/20

06 2

1:11

14/0

4/20

06 2

1:41

14/0

4/20

06 2

2:11

14/0

4/20

06 2

2:41

14/0

4/20

06 2

3:11

14/0

4/20

06 2

3:41

15/0

4/20

06 0

:11

15/0

4/20

06 0

:41

15/0

4/20

06 1

:11

15/0

4/20

06 1

:41

15/0

4/20

06 2

:11

15/0

4/20

06 2

:41

15/0

4/20

06 3

:11

15/0

4/20

06 3

:41

15/0

4/20

06 4

:11

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 95Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 97)

Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 59

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

23/0

4/20

06 4

:41

23/0

4/20

06 5

:11

23/0

4/20

06 5

:41

23/0

4/20

06 6

:11

23/0

4/20

06 6

:41

23/0

4/20

06 7

:11

23/0

4/20

06 7

:41

23/0

4/20

06 8

:11

23/0

4/20

06 8

:41

23/0

4/20

06 9

:11

23/0

4/20

06 9

:41

23/0

4/20

06 1

0:11

23/0

4/20

06 1

0:41

23/0

4/20

06 1

1:11

23/0

4/20

06 1

1:41

23/0

4/20

06 1

2:11

23/0

4/20

06 1

2:41

23/0

4/20

06 1

3:11

23/0

4/20

06 1

3:41

23/0

4/20

06 1

4:11

23/0

4/20

06 1

4:41

23/0

4/20

06 1

5:11

23/0

4/20

06 1

5:41

23/0

4/20

06 1

6:11

23/0

4/20

06 1

6:41

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 71Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 94)

Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 61

Gambar 28. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Usup

88

Page 109: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Hasil analisis debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit

puncak rata-rata hasil simulasi untuk Sub DAS Separi-Soyi yang didominasi

tekstur tanah pasir dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode A,

B, dan C memiliki hasil yang sama (α=5%) dibandingkan dengan hasil

pengukuran (Tabel 18). Hal ini ditunjukkan dari hasil uji akurasi, yang mana

pendugaan banjir dengan menggunakan metode A secara konsisten lebih tinggi

tingkat akurasinya (F rata-rata=94%) dibandingkan dengan menggunakan

metode B (F rata-rata=86%) dan metode C (F rata-rata=78%) di Sub DAS

Separi-Soyi (Gambar 29). Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan banjir dengan

menggunakan metode A, B, dan C mampu menduga debit puncak aliran

permukaan untuk Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah pasir.

Hasil analisis debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit

puncak rata-rata hasil simulasi untuk Sub DAS Separi-Badin yang didominasi

tekstur tanah lempung dengan menggunakan metode A dan B memiliki hasil

yang sama (α=5%) dibandingkan dengan hasil pengukuran, kecuali pendugaan

banjir dengan menggunakan metode C (Tabel 18). Debit puncak rata-rata hasil

simulasi dengan metode C pada Sub DAS ini memiliki nilai yang lebih rendah

(under estimate) 48% dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hal ini ditunjukkan

dari hasil uji akurasi dengan menggunakan kriteria Nash dan Sutcliffe, yang

mana pendugaan banjir dengan menggunakan metode B secara konsisten dapat

digunakan untuk menduga debit puncak dan waktu menuju debit puncak dengan

tingkat akurasi yang tinggi (F rata-rata=91%) dibandingkan dengan

menggunakan metode A (F rata-rata=87%) dan metode C (F rata-rata=62%) di

Sub DAS Separi-Badin (Gambar 30). Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan

banjir dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode C (persamaan

40) masih kurang mampu menduga debit puncak aliran permukaan untuk Sub

DAS Separi-Badin yang didominasi oleh tekstur tanah lempung.

89

Page 110: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

08/0

4/20

06 4

:23

08/0

4/20

06 4

:59

08/0

4/20

06 5

:35

08/0

4/20

06 6

:11

08/0

4/20

06 6

:47

08/0

4/20

06 7

:23

08/0

4/20

06 7

:59

08/0

4/20

06 8

:35

08/0

4/20

06 9

:11

08/0

4/20

06 9

:47

08/0

4/20

06 1

0:23

08/0

4/20

06 1

0:59

08/0

4/20

06 1

1:35

08/0

4/20

06 1

2:11

08/0

4/20

06 1

2:47

08/0

4/20

06 1

3:23

08/0

4/20

06 1

3:59

08/0

4/20

06 1

4:35

08/0

4/20

06 1

5:11

08/0

4/20

06 1

5:47

08/0

4/20

06 1

6:23

08/0

4/20

06 1

6:59

08/0

4/20

06 1

7:35

08/0

4/20

06 1

8:11

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 85Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 93Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 45

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

14/0

4/20

06 1

6:11

14/0

4/20

06 1

6:47

14/0

4/20

06 1

7:23

14/0

4/20

06 1

7:59

14/0

4/20

06 1

8:35

14/0

4/20

06 1

9:11

14/0

4/20

06 1

9:47

14/0

4/20

06 2

0:23

14/0

4/20

06 2

0:59

14/0

4/20

06 2

1:35

14/0

4/20

06 2

2:11

14/0

4/20

06 2

2:47

14/0

4/20

06 2

3:23

14/0

4/20

06 2

3:59

15/0

4/20

06 0

:35

15/0

4/20

06 1

:11

15/0

4/20

06 1

:47

15/0

4/20

06 2

:23

15/0

4/20

06 2

:59

15/0

4/20

06 3

:35

15/0

4/20

06 4

:11

15/0

4/20

06 4

:47

15/0

4/20

06 5

:23

15/0

4/20

06 5

:59

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 90Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 98)

Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 98

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

23/0

4/20

06 4

:41

23/0

4/20

06 5

:29

23/0

4/20

06 6

:17

23/0

4/20

06 7

:05

23/0

4/20

06 7

:53

23/0

4/20

06 8

:41

23/0

4/20

06 9

:29

23/0

4/20

06 1

0:17

23/0

4/20

06 1

1:05

23/0

4/20

06 1

1:53

23/0

4/20

06 1

2:41

23/0

4/20

06 1

3:29

23/0

4/20

06 1

4:17

23/0

4/20

06 1

5:05

23/0

4/20

06 1

5:53

23/0

4/20

06 1

6:41

23/0

4/20

06 1

7:29

23/0

4/20

06 1

8:17

23/0

4/20

06 1

9:05

23/0

4/20

06 1

9:53

23/0

4/20

06 2

0:41

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 82Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 90)

Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 92

Gambar 29. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Soyi

90

Page 111: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

14/0

4/20

06 1

6:11

14/0

4/20

06 1

6:47

14/0

4/20

06 1

7:23

14/0

4/20

06 1

7:59

14/0

4/20

06 1

8:35

14/0

4/20

06 1

9:11

14/0

4/20

06 1

9:47

14/0

4/20

06 2

0:23

14/0

4/20

06 2

0:59

14/0

4/20

06 2

1:35

14/0

4/20

06 2

2:11

14/0

4/20

06 2

2:47

14/0

4/20

06 2

3:23

14/0

4/20

06 2

3:59

15/0

4/20

06 0

:35

15/0

4/20

06 1

:11

15/0

4/20

06 1

:47

15/0

4/20

06 2

:23

15/0

4/20

06 2

:59

15/0

4/20

06 3

:35

15/0

4/20

06 4

:11

15/0

4/20

06 4

:47

15/0

4/20

06 5

:23

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 97Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 96)

Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 55

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

23/0

4/20

06 4

:35

23/0

4/20

06 5

:05

23/0

4/20

06 5

:35

23/0

4/20

06 6

:05

23/0

4/20

06 6

:35

23/0

4/20

06 7

:05

23/0

4/20

06 7

:35

23/0

4/20

06 8

:05

23/0

4/20

06 8

:35

23/0

4/20

06 9

:05

23/0

4/20

06 9

:35

23/0

4/20

06 1

0:05

23/0

4/20

06 1

0:35

23/0

4/20

06 1

1:05

23/0

4/20

06 1

1:35

23/0

4/20

06 1

2:05

23/0

4/20

06 1

2:35

23/0

4/20

06 1

3:05

23/0

4/20

06 1

3:35

23/0

4/20

06 1

4:05

23/0

4/20

06 1

4:35

23/0

4/20

06 1

5:05

23/0

4/20

06 1

5:35

23/0

4/20

06 1

6:05

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode B) - Nash (%) = 85Q simulasi (Metode A) - Nash (%) = 77)

Q simulasi (Metode C) - Nash (%) = 68

Gambar 30. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 14/04/2006 dan b) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Badin

Secara umum dari Gambar 28, 29, dan 30 menunjukkan bahwa

pemodelan fungsi produksi (curah hujan efektif) dengan menggunakan metode A

(koefisien runoff/Kr) secara konsisten dapat memprediksi banjir (debit puncak

dan waktu menuju debit puncak) dengan tingkat akurasi yang tinggi (F>92%) di

ketiga Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat (DAS Usup), tekstur

91

Page 112: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

tanah pasir (DAS Soyi), dan tekstur tanah lempung (DAS Badin) untuk beberapa

episode hujan. Untuk pemodelan curah hujan efektif dengan menggunakan

metode B juga dapat memprediksi banjir dengan tingkat akurasi yang tinggi

(F>85%) di ketiga Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat (DAS Usup),

tekstur tanah pasir (DAS Soyi), dan tekstur tanah lempung (DAS Badin) pada

beberapa episode hujan. Hasil penelitian Kartiwa dan Irianto (2001) menunjukkan

bahwa pemodelan debit aliran permukaan dengan menggunakan pemodelan

fungsi produksi metode koefisien aliran permukaan (Kr) di Sub DAS Kripik, DAS

Kaligarang, Semarang memiliki tingkat akurasi sedang (F = 68%) menurut kriteria

Nash dan Sutcliffe. Untuk pemodelan debit aliran permukaan yang dilakukan di

Sub DAS Bunder, DAS Oyo, Gunungkidul, Yogyakarta dengan menggunakan

pemodelan fungsi produksi dengan memperhitungkan parameter intersepsi

tanaman dan infiltrasi tanah didapatkan hasil dengan tingkat akurasi yang tinggi

menurut kriteria Nash dan Sutcliffe yakni lebih dari 70% (Heryani, 2001;

Sarjiman, 2004). Tingkat akurasi yang lebih tinggi dari hasil penelitian ini yakni

lebih dari 92% untuk pemodelan fungsi produksi metode A dibandingkan dengan

hasil penelitian Kartiwa dan Irianto (2001) menunjukkan bahwa pemodelan debit

aliran permukaan juga sangat dipengaruhi oleh pemodelan fungsi transfer.

Demikian juga dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dari hasil penelitian ini

yakni lebih dari 85% untuk pemodelan fungsi produksi metode B dibandingkan

dengan hasil penelitian Heryani (2001) dan Sarjiman (2004) menunjukkan bahwa

pemodelan debit aliran permukaan ini juga sangat dipengaruhi oleh pemodelan

fungsi transfer. Dalam pemodelan fungsi transfer sangat dipengaruhi oleh tingkat

akurasi dalam rekonstruksi jaringan sungai, karena dalam perhitungan fungsi

transfer diperlukan parameter fungsi kerapatan peluang (pdf) dan dalam

parametrisasi fungsi kerapatan peluang tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat

akurasi dalam rekonstruksi jaringan sungai. Rekonstruksi jaringan sungai dalam

92

Page 113: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

penelitian ini menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi

90 meter dan penggunaan data DEM ini meningkatkan tingkat akurasi hasil

dibandingkan dengan peta topografi. Hal ini didukung dari hasil penelitian

Helmlinger et al. (1993) bahwa hasil rekonstruksi jaringan drainase dengan

menggunakan data DEM memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan menggunakan peta topografi.

Untuk pemodelan curah hujan efektif dengan menggunakan metode C

(persamaan 40) tidak cukup mampu dalam memprediksi banjir dan hal ini

ditunjukkan dari tingkat akurasi yang sedang (F<53%) di dua Sub DAS yang

didominasi oleh tekstur tanah liat (DAS Usup) dan tekstur tanah lempung (DAS

Badin), sedangkan pada Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah pasir (DAS

Soyi) pemodelan curah hujan efektif dengan menggunakan metode C

(persamaan 40) dapat memodelkan debit aliran permukaan dengan tingkat

akurasi yang tinggi (F>78%) pada beberapa episode hujan. Tingginya debit aliran

permukaan hasil simulasi pada metode C (persamaan 40) dibandingkan dengan

hasil pengukuran pada Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat (DAS

Usup) dikarenakan curah hujan bruto yang masuk ke dalam tanah lebih rendah,

sehingga menyebabkan debit aliran permukaan hasil simulasi lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil pengukuran. Apabila kapasitas menyimpan air tanah

ditingkatkan dari kedalaman 20 cm menjadi 60 cm atau terjadi peningkatan

kapasitas menyimpan air tanah 200%, maka akan menurunkan jumlah curah

hujan efektif masing-masing sebesar 27% (8/04/2006), 23% (14/04/2006), dan

28% (23/04/2006), sehingga akan menurunkan debit aliran permukaan yang

mendekati dengan hasil pengukuran dan hal ini akan meningkatkan tingkat

akurasi sebesar 87% (Gambar 31).

93

Page 114: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

08/0

4/20

06 4

:23

Gambar 31. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 60 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Usup

08/0

4/20

06 4

:53

08/0

4/20

06 5

:23

08/0

4/20

06 5

:53

08/0

4/20

06 6

:23

08/0

4/20

06 6

:53

08/0

4/20

06 7

:23

08/0

4/20

06 7

:53

08/0

4/20

06 8

:23

08/0

4/20

06 8

:53

08/0

4/20

06 9

:23

08/0

4/20

06 9

:53

08/0

4/20

06 1

0:23

08/0

4/20

06 1

0:53

08/0

4/20

06 1

1:23

08/0

4/20

06 1

1:53

08/0

4/20

06 1

2:23

08/0

4/20

06 1

2:53

08/0

4/20

06 1

3:23

08/0

4/20

06 1

3:53

08/0

4/20

06 1

4:23

08/0

4/20

06 1

4:53

08/0

4/20

06 1

5:23

08/0

4/20

06 1

5:53

08/0

4/20

06 1

6:23

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi - Nash (%) = 16Q simulasi (+ Stok Air Tanah 200%) - Nash (%) = 80

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

14/0

4/20

06 1

6:11

14/0

4/20

06 1

7:11

14/0

4/20

06 1

7:41

14/0

4/20

06 1

8:11

14/0

4/20

06 1

8:41

14/0

4/20

06 1

9:11

14/0

4/20

06 1

9:41

14/0

4/20

06 2

0:11

14/0

4/20

06 2

0:41

14/0

4/20

06 2

1:11

14/0

4/20

06 2

1:41

14/0

4/20

06 2

2:11

14/0

4/20

06 2

2:41

14/0

4/20

06 2

3:11

14/0

4/20

06 2

3:41

15/0

4/20

06 0

:11

15/0

4/20

06 0

:41

15/0

4/20

06 1

:11

15/0

4/20

06 1

:41

15/0

4/20

06 2

:11

15/0

4/20

06 2

:41

15/0

4/20

06 3

:11

15/0

4/20

06 3

:41

15/0

4/20

06 4

:11

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode C) - Nash (%) = 59Q simulasi (+Stok Air Tanah 200%) - Nash (%) = 92

4104

/200

6 16

:14

/

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

23/0

4/20

06 4

:41

04

23/0

4/20

06 5

:41

23/0

4/20

06 6

:11

23/0

4/20

06 6

:41

23/0

4/20

06 7

:11

23/0

4/20

06 7

:41

23/0

4/20

06 8

:11

23/0

4/20

06 8

:41

23/0

4/20

06 9

:11

23/0

4/20

06 9

:41

23/0

4/20

06 1

0:11

23/0

4/20

06 1

0:41

23/0

4/20

06 1

1:11

23/0

4/20

06 1

1:41

23/0

4/20

06 1

2:11

23/0

4/20

06 1

2:41

23/0

4/20

06 1

3:11

23/0

4/20

06 1

3:41

23/0

4/20

06 1

4:11

23/0

4/20

06 1

4:41

23/0

4/20

06 1

5:11

23/0

4/20

06 1

5:41

23/0

4/20

06 1

6:11

23/0

4/20

06 1

6:41

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (Metode C) - Nash (%) = 61Q simulasi (+ Stok Air Tanah 200%) - Nash (%) = 89

/200

6 5:

1123

/

94

Page 115: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Rendahnya debit aliran permukaan hasil simulasi pada metode C (persamaan

40) dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Sub DAS yang didominasi oleh

tekstur tanah lempung (DAS Badin) dikarenakan curah hujan bruto yang masuk

ke dalam tanah lebih tinggi, sehingga menyebabkan debit aliran permukaan hasil

simulasi jauh lebih rendah (under estimate) dibandingkan dengan hasil

pengukuran. Apabila kapasitas menyimpan air tanah diturunkan dari kedalaman

20 cm menjadi 6 cm atau penurunan kapasitas menyimpan air tanah 70%, maka

akan meningkatkan jumlah curah hujan efektif masing-masing sebesar 64%

(14/04/2006) dan 33% (23/04/2006), sehingga akan meningkatkan debit aliran

permukaan yang mendekati dengan hasil pengukuran dan hal ini akan

meningkatkan tingkat akurasi sebesar 68% (Gambar 32).

Untuk pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak) di

DAS Separi, maka dilakukan ekstrapolasi dari ketiga model fungsi produksi ke

seluruh DAS dengan cara membagi DAS Separi dalam beberapa Sub DAS

menurut metode Strahler (1957:dalam Rodriguez-Iturbo dan Valdes, 1979)

seperti disajikan pada Gambar 33. Selanjutnya dilakukan penentuan waktu

tempuh dari masing-masing keluaran (outlet) Sub DAS sampai ke outlet DAS

Separi berdasarkan panjang lintasan sungai dan kecepatan aliran rata-rata

(Tabel 19). Waktu tempuh debit aliran air dari Sub DAS Separi-01 sampai

dengan outlet DAS Separi adalah 17,5 jam dengan panjang sungai (jarak) 30,2

km dan kecepatan rata-rata aliran air 0,48 m per detik. Waktu tempuh debit

aliran air dari masing-masing Sub DAS Separi sampai dengan outlet DAS Separi

disajikan pada Tabel 19. Perhitungan waktu tempuh dari masing-masing

keluaran (outlet) Sub DAS sampai ke outlet DAS Separi sangat penting sekali

dalam kaitannya dengan pendugaan waktu respon atau waktu menuju debit

puncak di outlet DAS Separi.

95

Page 116: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

14/0

4/20

06 1

6:11

14/0

4/20

06 1

6:47

14/0

4/20

06 1

7:23

14/0

4/20

06 1

7:59

14/0

4/20

06 1

8:35

14/0

4/20

06 1

9:11

14/0

4/20

06 1

9:47

14/0

4/20

06 2

0:23

14/0

4/20

06 2

0:59

14/0

4/20

06 2

1:35

14/0

4/20

06 2

2:11

14/0

4/20

06 2

2:47

14/0

4/20

06 2

3:23

14/0

4/20

06 2

3:59

15/0

4/20

06 0

:35

15/0

4/20

06 1

:11

15/0

4/20

06 1

:47

15/0

4/20

06 2

:23

15/0

4/20

06 2

:59

15/0

4/20

06 3

:35

15/0

4/20

06 4

:11

15/0

4/20

06 4

:47

15/0

4/20

06 5

:23

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi - Nash (%) = 55Q simulasi (- Stok Air Tanah 70%) - Nash (%) = 72

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

23/0

4/20

06 4

:35

23

Gambar 32. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 6 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a) 14/04/2006 dan b) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Badin

Analisis pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak)

pada beberapa episode hujan dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi

metode A dan B di DAS Separi memiliki hasil yang mendekati dengan debit

puncak hasil pengukuran (α=5%), kecuali metode C dan untuk waktu menuju

debit puncak memiliki hasil yang mendekati dengan waktu menuju debit puncak

hasil pengukuran (Tabel 20).

/04/

2006

5:

23/0

4/20

06 5

:35

23/0

4/20

06 6

:05

23/0

4/20

06 6

:35

23/0

4/20

06 7

:05

23/0

4/20

06 7

:35

23/0

4/20

06 8

:05

23/0

4/20

06 8

:35

23/0

4/20

06 9

:05

23/0

4/20

06 9

:35

23/0

4/20

06 1

0:05

23/0

4/20

06 1

0:35

23/0

4/20

06 1

1:05

23/0

4/20

06 1

1:35

23/0

4/20

06 1

2:05

23/0

4/20

06 1

2:35

23/0

4/20

06 1

3:05

23/0

4/20

06 1

3:35

23/0

4/20

06 1

4:05

23/0

4/20

06 1

4:35

23/0

4/20

06 1

5:05

23/0

4/20

06 1

5:35

23/0

4/20

06 1

6:05

23/0

4/20

06 1

6:35

23/0

4/20

06 1

7:05

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi - Nash (%) = 68Q simulasi (- Stok Air Tanah 70%) - Nash (%) = 65

05

96

Page 117: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gambar 33. Peta pembagian DAS Separi menjadi sepuluh Sub DAS

Tabel 19. Waktu tempuh debit aliran air dari masing-masing Sub DAS ke outlet DAS Separi

Sub DAS Jarak Tempuh Kecepatan Aliran(m) (m/detik) (jam) (6 menit)

1 30.200 0,48 17,5 1.050 2 30.200 0,49 17,0 1.022 3 26.930 0,46 16,2 972 4 23.530 0,43 15,3 918 5 12.340 0,32 10,6 636 6 11.150 0,31 9,9 594 7 7.300 0,29 6,9 414 8 6.100 0,30 5,7 344 9 4.910 0,32 4,3 258

Waktu Tempuh

Berdasarkan Tabel 20, rata-rata debit puncak hasil simulasi dengan

metode A memiliki debit puncak yang lebih tinggi (2%), dan untuk metode B dan

C memiliki debit puncak rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil

pengukuran yang masing-masing adalah 9% (metode B) dan 33% (metode C).

Waktu menuju debit puncak hasil simulasi dengan menggunakan metode A

97

Page 118: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

memiliki nilai rata-rata yang mendekati dengan hasil pengukuran (α=5%),

sedangkan untuk metode B dan C memiliki nilai rata-rata waktu menuju debit

puncak yang lebih lama dibandingkan dengan hasil pengukuran yakni masing-

masing adalah 2 jam (metode B) dan 4 jam (metode C). Namun demikian ada

beberapa kejadian banjir yang tidak dapat yang tidak dapat di simulasi (diduga)

secara akurat oleh ketiga metode tersebut. Hal ini dikarenakan oleh 2 faktor,

yaitu: 1) distribusi curah hujan yang tidak merata di DAS Separi dan 2) tinggi

muka air di sungai Mahakam. Distribusi curah hujan yang tidak merata di DAS

Separi ditunjukkan dari hasil analisis uji homogenitas di 3 stasiun iklim (Tabel

10), yang mana memiliki tingkat homogenitas yang rendah. Untuk pengaruh

tinggi muka air di sungai Mahakam ditunjukkan dari karakteristik unit hidrograf

pada Gambar Lampiran 9, kejadian banjir (9 Januari 2002 dan 15 Oktober 2003)

dengan lamanya waktu banjir 3 hari. Dua faktor ini mempunyai pengaruh yang

cukup besar dalam keakuratan pendugaan banjir di DAS Separi.

Tabel 20. Debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) pada beberapa episode hujan di DAS Separi

EpisodeHujan Q p tp Q p tp Q p tp Q p tp

(m3/detik) (jam) (m3/detik) (jam) (m3/detik) (jam) (m3/detik) (jam)09-Jan-02 65,61 18,0 67,94 20,0 33,50 23,2 32,49 30,315-Okt-03 71,62 18,0 71,34 19,1 93,72 22,3 69,28 17,514-Mar-04 56,41 16,0 85,14 17,1 76,83 15,8 37,19 16,229-Jan-05 52,09 11,7 26,09 9,4 21,12 10,9 21,28 13,226-Mar-06 40,04 24,9 40,05 22,2 34,45 28,3 32,54 29,4

Rerata 57,15 a 17,8 a 58,11 a 17,4 a 51,92 a 20,0 a 38,56 b 21,2 a

Pengukuran Metode A Metode B Metode C

Keterangan : hurup pada baris dan kolom parameter yang sama menunjukkan kesamaan

dan sebaliknya (α=5%)

5.6. Penerapan Model Banjir

Untuk pengelolaan DAS Separi dalam kaitannya dengan perencanaan

tata guna lahan, maka dilakukan berbagai skenario perubahan penggunaan

lahan dengan menggunakan model banjir (metode B). Penggunaan metode B

98

Page 119: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

didasarkan bahwa metode tersebut memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan dapat

menjelaskan perubahan penggunaan lahan secara spasial (ruang), sehingga

dapat digunakan atau diterapkan untuk membuat simulasi model pengelolaan

DAS Separi.

Skenario 0 merupakan skenario penggunaan lahan tahun 2005, yang

mana jenis penggunaan lahan hutan, kebun/ladang, lahan terbuka, pemukiman,

persawahan, semak belukar, dan tambang batubara memiliki luas yang masing-

masing adalah 261,59 Ha; 373,76 Ha; 31,16 Ha; 28,38 Ha; 116,47 Ha; 22.089,67

Ha; dan 465,34 Ha. Skenario 1 merupakan skenario yang mana luas hutan

mengalami peningkatan 99%, dan luas kebun/ladang, lahan terbuka, dan semak

belukar mengalami penurunan masing-masing sebesar 10%, 100%, dan 96%

dibandingkan penggunaan lahan tahun 2005 (skenario 0). Reboisasi atau

menghutankan kembali kondisi lahan-lahan pada skenario 1 berarti

mengembalikan komposisi luas penggunaan lahan seperti pada tahun 1991

(Gambar 19). Skenario 2 merupakan skenario dengan luas penggunaan lahan

hutan mengalami peningkatan sebesar 98% pada bagian tengah dan hilir dari

DAS Separi, sehingga luas lahan terbuka dan semak belukar pada bagian

tengah dan hilir dari DAS Separi mengalami penurunan masing-masing sebesar

100% dan 50% dibandingkan penggunaan lahan tahun 2005 (skenario 0).

Skenario 3 merupakan skenario dengan luas penggunaan lahan hutan yang

mengalami peningkatan sebesar 98% pada bagian hulu dan tengah dari DAS

Separi, sehingga luas kebun/ladang, lahan terbuka, dan semak belukar di bagian

hulu dan tengah dari DAS Separi mengalami penurunan masing-masing sebesar

10%, 100% dan 56% dibandingkan penggunaan lahan skenario 0. Skenario 4

merupakan skenario dengan luas penggunaan lahan hutan yang mengalami

penurunan sebesar 59%, dan luas kebun/ladang dan pemukiman mengalami

peningkatan masing-masing sebesar 48% dan 50% dibandingkan penggunaan

99

Page 120: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

lahan skenario 0. Skenario perubahan komposisi luas penggunaan lahan DAS

Separi disajikan pada Tabel 21 dan skenario perubahan komposisi luas

penggunaan lahan pada masing-masing Sub DAS Separi secara detail disajikan

pada Tabel Lampiran 7.

Tabel 21. Skenario perubahan luas penggunaan lahan dan proses hidrologi di DAS Separi

No. Jenis PenggunaanLahan Skenario 0 Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

1. Hutan 261,49 21.313,95 11.280,01 12.574,77 107,88 2. Kebun/Ladang 490,21 443,64 490,21 443,64 943,39 3. Lahan Terbuka 31,16 - - 13,25 31,16 4. Pemukiman 28,38 28,38 28,38 28,38 56,76 5. Persawahan 116,47 116,47 116,47 116,47 116,47 6. Semak Belukar 21.974,74 1.000,00 10.987,37 9.725,93 21.646,79 7. Tambang Batubara 463,92 463,92 463,92 463,92 463,92

Curah Hujan bruto (mm) 110,00 110,00 110,00 110,00 110,00Intersepsi (mm) 3,96 5,44 4,71 4,84 3,95Infiltrasi (mm) 59,73 71,44 66,00 65,28 59,57Curah Hujan netto (mm) 46,31 33,11 39,28 39,88 46,48Debit Puncak (m3/detik) 92,95 61,81 76,56 74,61 96,14Waktu Puncak (jam) 23,8 25,6 24,4 25,5 22,0

Curah Hujan bruto (mm) 56,48 56,48 56,48 56,48 56,48 Intersepsi (mm) 1,98 2,71 2,35 2,41 1,97 Infiltrasi (mm) 35,18 38,91 37,14 37,41 35,13 Curah Hujan netto (mm) 19,32 14,85 16,99 16,66 19,37 Debit Puncak (m3/detik) 34,45 27,30 31,20 29,89 36,37 Waktu Puncak (jam) 28,3 29,3 28,5 28,7 25,3

Luas (Ha)

Episode Hujan 14 - 17 Oktober 2003

Episode Hujan 25 - 28 Maret 2006

Berdasarkan hasil analisis simulasi pada skenario 1, 2, dan 3 dengan

peningkatan luas hutan dan penurunan luas lahan terbuka dan semak belukar

berdampak terhadap meningkatnya kapasitas intersepsi dan infiltrasi tanah, dan

menurunkan aliran permukaan (curah hujan netto), sehingga berdampak lanjutan

terhadap menurunnya debit puncak aliran permukaan dan memperlambat waktu

menuju debit puncak dibandingkan pada skenario 0. Hasil analisis simulasi pada

skenario 4 dengan penurunan luas hutan dan meningkatnya areal pemukiman

dan kebun/ladang berdampak terhadap menurunnya kapasitas intersepsi dan

100

Page 121: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

infiltrasi tanah, dan meningkatkan aliran permukaan, sehingga berdampak

lanjutan terhadap meningkatnya debit puncak aliran permukaan dan

mempercepat waktu menuju debit puncak dibandingkan pada skenario 0 (Tabel

21).

Pada skenario 1 terjadinya peningkatan luas hutan sebesar 99% dan

pengurangan luas lahan terbuka dan semak belukar yang masing-masing

sebesar 100% dan 96% pada seluruh DAS (seperti penggunaan lahan tahun

1991) berdampak terhadap meningkatnya kapasitas intersepsi dan infiltrasi tanah

yang masing-masing sebesar 27% dan 10 – 16%, dan menurunkan aliran

permukaan (curah hujan netto) sebesar 30 – 40%, sehingga berdampak lanjutan

terhadap menurunnya debit puncak aliran permukaan sebesar 26 – 50% dan

memperlambat waktu menuju debit puncak sebesar 1 – 1,8 jam dibandingkan

debit puncak pada skenario 0 (Gambar 34). Peningkatan luas hutan sebesar

98% dan penurunan luas semak belukar sebesar 50% pada bagian tengah dan

hilir dari DAS Separi (skenario 2) hanya dapat menurunkan debit puncak aliran

permukaan sebesar 10 – 21% dan memperlambat waktu menuju debit puncak

sebesar 0,2 – 0,6 jam. Pada skenario 3 terjadinya peningkatan luas hutan

sebesar 98% dan pengurangan luas lahan terbuka dan semak belukar yang

masing-masing sebesar 58% dan 56% pada bagian hulu dan tengah dari DAS

Separi berdampak terhadap meningkatnya kapasitas intersepsi dan infiltrasi

tanah yang masing-masing sebesar 18% dan 6 – 9%, dan menurunkan aliran

permukaan (curah hujan netto) sebesar 16%, sehingga berdampak lanjutan

terhadap menurunnya debit puncak aliran permukaan sebesar 15 – 25% dan

memperlambat waktu menuju debit puncak sebesar 0,4 – 1,7 jam dibandingkan

debit puncak pada skenario 0. Pada skenario 4, peningkatan luas kebun/ladang

dan pemukiman yang masing-masing adalah sebesar 48% dan 50%, dan

terjadinya pengurangan areal hutan sebesar 59% berdampak terhadap

101

Page 122: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

peningkatan debit puncak aliran permukaan sebesar 3 – 5% dan mempercepat

waktu menuju debit puncak sebesar 1,8 – 3 jam dibandingkan debit puncak aliran

permukaan pada skenario 0. Hal ini dikarenakan curah hujan total sebesar 110

mm (episode hujan tanggal 14 – 17 Oktober 2003) hanya dapat diintersepsi oleh

tanaman dan terinfiltrasi ke dalam tanah masing-masing sebesar 3,95 mm dan

59,57 mm, serta dapat meningkatkan aliran permukaan (curah hujan netto)

sebesar 0,36% dibandingkan pada skenario 0 (Tabel 21 dan Gambar 34).

0

20

40

60

80

100

120

14/1

0/20

03 5

:59

14/1

0/20

03 8

:29

14/1

0/20

03 1

0:59

14/1

0/20

03 1

3:29

14/1

0/20

03 1

5:59

14/1

0/20

03 1

8:29

14/1

0/20

03 2

0:59

14/1

0/20

03 2

3:29

15/1

0/20

03 1

:59

15/1

0/20

03 4

:29

15/1

0/20

03 6

:59

15/1

0/20

03 9

:29

15/1

0/20

03 1

1:59

15/1

0/20

03 1

4:29

15/1

0/20

03 1

6:59

15/1

0/20

03 1

9:29

15/1

0/20

03 2

1:59

16/1

0/20

03 0

:29

16/1

0/20

03 2

:59

16/1

0/20

03 5

:29

16/1

0/20

03 7

:59

16/1

0/20

03 1

0:29

16/1

0/20

03 1

2:59

16/1

0/20

03 1

5:29

16/1

0/20

03 1

7:59

16/1

0/20

03 2

0:29

16/1

0/20

03 2

2:59

17/1

0/20

03 1

:29

17/1

0/20

03 3

:59

17/1

0/20

03 6

:29

17/1

0/20

03 8

:59

17/1

0/20

03 1

1:29

17/1

0/20

03 1

3:59

Waktu

Deb

it A

liran

Per

muk

aan

(m3 /d

etik

)

0

2

4

6

8

10

12

14

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q simulasi (Sken_0)Q simulasi (Sken_1)Q simulasi (Sken_2)Q simulasi (Sken_3)Q simulasi (Sken_4)

Gambar 34. Perbandingan debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju

debit puncak pada beberapa skenario perubahan luas penggunaan lahan di DAS Separi

Hal ini didukung dari hasil penelitian Kartiwa et al. (1997), peningkatan luas

hutan sebesar 2 kali dan 4 kali dari keadaan semula berdampak terhadap

penurunan debit puncak aliran permukaan masing-masing sebesar 29% dan

54%, dan sedangkan pengurangan luas hutan 0,2 kali dan 0,5 kali dari keadaan

semula berdampak terhadap peningkatan debit puncak masing-masing sebesar

6% dan 10% dibandingkan dari kontrol.

102

Page 123: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Komposisi luas penggunaan lahan yang optimal di DAS Separi adalah

skenario 3 dengan luas penggunaan lahan hutan sebesar 54% (12.574,77 Ha),

kebun/ladang 1,9% (443,64 Ha), lahan terbuka 0,06% (13,25 Ha), pemukiman

0,12% (28,38 Ha), persawahan 0,5% (116,47 Ha), semak belukar 42% (9.725,93

Ha), dan tambang batubara 1,99% (463,92 Ha). Pemilihan skenario 3 ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa skenario 3 dapat menurunkan debit

puncak aliran permukaan (Qp) dan memperlambat waktu menuju debit puncak

(tp), biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan lebih

murah, dan peluang keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan skenario 1

dan 2.

5.7. Pendugaan Kekeringan

5.7.1. Pendugaan Kekeringan dengan Neraca Air Lahan

Untuk pendugaan kekeringan di DAS Separi dengan menggunakan

neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather (1957) menunjukkan

kekeringan atau defisit air tanaman pada tahun 2002 terjadi selama tiga bulan

yakni pada bulan Agustus, September, dan Oktober pada SPT (Satuan Peta

Tanah) 3, 4, 6, 7, 8, 10, 26, dan 27, untuk SPT 1, 2, 9, dan 18 terjadi selama dua

bulan yakni bulan Agustus dan Oktober, dan untuk SPT 5 dan14 terjadi selama

satu bulan yakni pada bulan Oktober, serta untuk SPT 18 juga terjadi selama

satu bulan yakni pada bulan September, sedangkan pada SPT 11, 12, 13, 15,

16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 tidak mengalami kekeringan selama tahun

2002. Untuk tahun 2003 tidak mengalami kekeringan/defisit air selama satu

tahun, kecuali pada SPT 27 yang terjadi selama satu bulan yakni pada bulan

Agustus. Kekeringan atau defisit air tanaman pada tahun 2004 terjadi selama

empat bulan yakni pada bulan Agustus, September, Oktober, dan Nopember

pada SPT 4, 7, dan 27, untuk SPT 10 terjadi selama tiga bulan yakni bulan

103

Page 124: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Agustus, Oktober, dan Nopember, dan untuk SPT 1, 2, 3, 6, 8, 9, 18, dan 26

terjadi selama dua bulan yakni bulan Agustus dan Oktober, serta untuk SPT 5,

14, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 23, dan 24 terjadi selama satu bulan yakni pada bulan

Oktober, sedangkan pada SPT 11, 12, 13, 21, dan 25 tidak mengalami

kekeringan selama tahun 2004. Kekeringan pada tahun 2005 terjadi selama tujuh

bulan yakni pada bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September

pada SPT 27, untuk SPT 4, 7, 8, dan 10 terjadi kekeringan selama enam bulan

bulan yakni bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September, untuk SPT 6

terjadi kekeringan selama lima bulan yakni bulan April, Juni, Juli, Agustus, dan

September, untuk SPT 1, 2, 3, 9, dan 18 terjadi kekeringan selama empat bulan

yakni bulan April, Juli, Agustus, dan September, untuk SPT 5 mengalami

kekeringan selama tiga bulan yakni bulan Juli, Agustus dan September, untuk

SPT 14 mengalami kekeringan selama dua bulan yakni bulan Agustus dan

September, dan untuk SPT 11, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 24, dan 25

mengalami kekeringan yang terjadi selama satu bulan yakni bulan September,

sedangkan pada SPT 12 dan 21 tidak pernah mengalami kekeringan selama

tahun 2005. Analisis neraca air lahan (defisit dan surplus) tersebut di atas hanya

berlaku untuk tanaman semusim dengan kedalaman perakaran maksimum 60

cm, seperti : padi gunung, jagung, kedelai, dan cabai. Analisis neraca air pada

masing-masing SPT dengan menggunakan metode Thornthwaite dan Mather

(1957) disajikan pada Tabel 22 dan Tabel Lampiran 8.

Selanjutnya berdasarkan Tabel 22, analisis neraca air pada masing-

masing SPT di kelompokkan berdasarkan kelas tekstur tanah, yakni : 1) kelas

tekstur tanah liat (SPT 2, 3, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 20, 21, dan 23), 2) kelas tekstur

tanah lempung (SPT 1, 5, 6, 9, 10, 14, 15, 16, 17, 22, 24, 25, dan 27), dan 3)

kelas tekstur tanah pasir (SPT 18, 19, dan 26) (Gambar 35 dan Tabel Lampiran

9).

104

Page 125: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 22. Analisis neraca air Lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) pada masing-masing SPT di DAS Separi (Januari 2002 – Desember 2005)

Waktu1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Jan-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SFeb-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMar-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SApr-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMei-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJun-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJul-02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Agust-02 D D D D 0 D D D D D 0 0 0 0 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 D DSep-02 0 0 D D 0 D D D 0 D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 D D DOkt-02 D D D D D D D D D D 0 0 0 D 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 D DNop-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SDes-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJan-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SFeb-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMar-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SApr-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMei-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJun-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJul-03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Agust-03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DSep-03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 S S S 0 0 0 0 0 0 0 S 0 0 0 S 0 0Okt-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SNop-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SDes-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJan-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SFeb-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMar-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SApr-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMei-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJun-04 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Jul-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S

Agust-04 D D D D 0 D D D D D 0 0 0 0 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 D DSep-04 0 0 0 D 0 0 D 0 0 0 0 S 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DOkt-04 D D D D D D D D D D 0 0 0 D D D D D D D 0 D D D 0 D DNop-04 0 0 0 D 0 0 D 0 0 D 0 S 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DDes-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SJan-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SFeb-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SMar-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DApr-05 D D D D 0 D D D D D 0 0 0 0 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 D DMei-05 0 0 0 D 0 0 D D 0 D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 D DJun-05 0 0 0 D 0 D D D 0 D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 D DJul-05 D D D D D D D D D D 0 0 0 0 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 D D

Agust-05 D D D D D D D D D D 0 0 0 D 0 0 0 D 0 0 0 0 0 0 0 D DSep-05 D D D D D D D D D D D 0 D D D D D D D D 0 D D D D D DOkt-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Nop-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SDes-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S

Keterangan : Liat, Lempung, Pasir, D = defisit air, S = surplus air, dan 0 = Stok air tanah masih mencukupikebutuhan air tanaman

Satuan Peta Tanah (SPT)

105

Page 126: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Hasil analisis kekeringan atau defisit air tanaman berdasarkan kelas tekstur

tanah pada tahun 2004 terjadi defisit air selama satu bulan yakni bulan Oktober

dan pada tahun 2005 selama satu bulan yakni bulan September (kelas tekstur

tanah liat dan lempung) dan untuk kelas tekstur tanah pasir terjadi kekeringan

selama dua bulan yakni bulan Agustus dan September, sedangkan selama tahun

2002 dan 2003 tidak mengalami kekeringan (Gambar 35). Kekeringan selama

tahun 2004 yang terjadi pada bulan Oktober adalah sebesar 0,03 mm untuk

kelompok kelas tekstur tanah liat, 30,58 mm untuk kelas tekstur tanah lempung,

dan 47,04 mm untuk kelas testur tanah pasir (Gambar 35). Kekeringan selama

tahun 2005 yang terjadi selama dua bulan yakni Agustus dan September yang

masing-masing sebesar 2,45 mm dan 60,01 mm untuk kelompok tekstur tanah

pasir, sedangkan untuk kelompok tekstur tanah liat dan lempung hanya terjadi

selama satu bulan yakni bulan September adalah sebesar 13 mm (tekstur tanah

liat) dan 43,54 mm (tekstur tanah lempung) (Gambar 35). Selain itu, berdasarkan

hasil analisis neraca air lahan berdasarkan ruang pori total tanah juga

menunjukkan bahwa selama tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005, tanaman tidak

mengalami kekeringan atau defisit air, karena kapasitas simpan air tanah masih

mencukupi kebutuhan air tanaman. Analisis neraca air lahan berdasarkan

kelompok tekstur tanah dan analisis neraca air lahan berdasarkan ruang pori

total masing-masing disajikan pada Tabel Lampiran 9.

Berdasarkan Gambar 35, kekurangan atau defisit air tanaman terjadi

pada saat stok air tanah di bawah kadar air tanah pada titik layu permanen dan

hal ini dikarenakan curah hujan yang lebih rendah dibandingkan evapotranspirasi

acuan (ETo), sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi kehilangan air

potensial (APWL).

106

Page 127: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

A. Kelas tekstur tanah liat

-100-60-202060

100140180220260300340380

Jan-

02

Feb-

02

Apr

-02

Mei

-02

Jul-0

2

Sep

-02

Okt

-02

Des

-02

Feb-

03

Mar

-03

Mei

-03

Jul-0

3

Agu

st-0

3

Okt

-03

Des

-03

Jan-

04

Mar

-04

Apr

-04

Jun-

04

Agu

st-0

4

Sep

-04

Nop

-04

Jan-

05

Feb-

05

Apr

-05

Jun-

05

Jul-0

5

Sep

-05

Nop

-05

Waktu

Ting

gi K

olom

Air

(mm

)

Curah Hujan Stok Air TanahETA (Evapotranspirasi Aktual) KL (Kadar Air Kapasitas Lapang)TLP (Kadar Air Titik Layu Permanen) Defisit/SurplusETo (Evapotranspirasi Acuan)

B. Kelas tekstur tanah lempung

-100-60-202060

100140180220260300340380

Jan-

02

Feb-

02

Apr

-02

Mei

-02

Jul-0

2

Sep

-02

Okt

-02

Des

-02

Feb-

03

Mar

-03

Mei

-03

Jul-0

3

Agu

st-0

3

Okt

-03

Des

-03

Jan-

04

Mar

-04

Apr

-04

Jun-

04

Agu

st-0

4

Sep

-04

Nop

-04

Jan-

05

Feb-

05

Apr

-05

Jun-

05

Jul-0

5

Sep

-05

Nop

-05

Waktu

Ting

gi K

olom

Air

(mm

)

Curah Hujan Stok Air TanahETA (Evapotranspirasi Aktual) KL (Kadar Air Kapasitas Lapang)TLP (Kadar Air Titik Layu Permanen) Defisit/SurplusETo (Evapotranspirasi Acuan)

C. Kelas tekstur tanah pasir

-100-60-202060

100140180220260300340380

Jan-

02

Feb-

02

Apr

-02

Mei

-02

Jul-0

2

Sep

-02

Okt

-02

Des

-02

Feb-

03

Mar

-03

Mei

-03

Jul-0

3

Agu

st-0

3

Okt

-03

Des

-03

Jan-

04

Mar

-04

Apr

-04

Jun-

04

Agu

st-0

4

Sep

-04

Nop

-04

Jan-

05

Feb-

05

Apr

-05

Jun-

05

Jul-0

5

Sep

-05

Nop

-05

Waktu

Ting

gi K

olom

Air

(mm

)

Curah Hujan Stok Air TanahETA (Evapotranspirasi Aktual) KL (Kadar Air Kapasitas Lapang)TLP (Kadar Air Titik Layu Permanen) Defisit/SurplusETo (Evapotranspirasi Acuan)

Gambar 35. Hubungan antara curah hujan, ETA, ETo, KL, TLP, stok air tanah, ETA, dan defisit/surplus air pada A. kelas tekstur tanah liat, B. kelas tekstur tanah lempung, dan C. kelas tekstur tanah pasir di DAS Separi (Januari 2002 – Desember 2005)

107

Page 128: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Selain itu berdasarkan Gambar 35, kelebihan atau surplus air akan terjadi bila

curah hujan lebih besar dari evapotranspirasi acuan (ETo) dan saat kapasitas

simpan air tanah sama dengan kadar air tanah pada kapasitas lapang atau

kapasitas simpan air tanah sudah mencukupi.

Secara umum kekurangan atau defisit air tanaman di DAS Separi pada

bulan-bulan kering (Agustus dan September) Gambar 35 dapat ditanggulangi jika

luas hutan di bagian tengah dan hulu sebesar 12.574,77 Ha (54%). Hal ini

didukung dari Tabel 21, yang mana penghutanan pada bagian tengah dan hulu

dari DAS Separi sebesar 54% akan meningkatkan besarnya air hujan yang

masuk (terinfiltrasi) ke dalam tanah sebesar 65,28 mm (episode hujan 14-17

Oktober 2003), sehingga pada musim kemarau air hujan yang masuk ke dalam

tanah tersebut akan didistribusikan.

5.7.2. Pendugaan Kekeringan dengan Teknologi Penginderaan Jauh

5.7.2.1. Hubungan antara Indeks Vegetasi dan Temperatur Permukaan Lahan dengan Kekeringan

Hubungan antara indeks vegetasi dan temperatur permukaan lahan

dengan kekeringan didasarkan pada analisis temporal antara kesehatan vegetasi

yang digambarkan oleh indeks vegetasi (NDVI) dan temperatur permukaan lahan

dengan menurunnya curah hujan. Menurut Anderson et al. (2007), bahwa

kesehatan vegetasi yang digambarkan oleh indeks vegetasi dan temperatur

permukaan lahan hasil analisis citra Landsat 7 dapat digunakan untuk

memprediksi dan memetakan kekeringan.

Hasil analisis temporal antara indeks vegetasi dengan curah hujan

bulanan (1 bulan sebelum tanggal perekaman citra Landsat 7) menunjukkan

bulan April sampai dengan September 2002 terjadinya penurunan indeks

vegetasi sesuai dengan menurunnya curah hujan pada bulan Juli sampai dengan

108

Page 129: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Agustus (Gambar 36). Indeks vegetasi pada penggunaan lahan semak belukar

dan sawah menunjukkan respon yang cepat terhadap penurunan curah hujan.

Nilai indeks vegetasi pada bulan basah (Maret – Juni) untuk penggunaan lahan

hutan dan semak belukar masing-masing adalah 0,38 – 0,47 dan 0,33 – 0,43,

dan pada bulan kering (Agustus) masing-masing adalah -0,01 dan -0,06 - -0,04.

Indeks vegetasi memiliki nilai -1 sampai dengan 1, yang mana nilai negatif

menggambarkan kondisi vegetasi tidak sehat dan kehijauan rendah, sedangkan

semakin tinggi nilai positifnya maka kondisi vegetasi sehat dan kehijauan tinggi.

Untuk penggunaan lahan kebun/ladang dan sawah memiliki nilai indeks vegetasi

masing-masing adalah 0,25 – 0,43 dan 0,10 – 0,31 pada bulan basah dan pada

bulan kering masing-masing adalah -0,15 - -0,13 dan -0,18. Selain itu,

berdasarkan Gambar 36 juga menunjukkan rendahnya indeks vegetasi

disebabkan oleh kondisi vegetasi akibat kekeringan. Hal ini didukung Anderson

et al. (2007) dan Shofiyati et al. (2002), bahwa rendahnya indeks vegetasi

disebabkan oleh kondisi vegetasi yang tidak sehat akibat kekeringan.

-0,30

-0,20

-0,10

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02

Inde

k Ve

geta

si

0

50

100

150

200

250

300

350C

urah

Huj

an (m

m/b

ulan

)

Hutan+Lempung Semak Belukar+LiatSemak Belukar+Lempung Kebun/Ladang+LiatKebun/Ladang+Lempung Sawah+LempungHujan

Gambar 36. Hubungan antara indeks vegetasi dengan curah hujan bulanan di DAS Separi (perekaman bulan April – September 2002)

109

Page 130: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Hasil analisis temporal antara temperatur permukaan lahan dengan curah

hujan bulanan menunjukkan bulan April sampai dengan September 2002

terjadinya peningkatan temperatur permukaan lahan sesuai dengan menurunnya

curah hujan (Gambar 37). Untuk jenis penggunaan lahan hutan memiliki rata-rata

temperatur permukaan lahan yang paling rendah pada bulan kering (bulan

Agustus) yakni 30 oC dibandingkan dengan semak belukar 31 oC, kebun/ladang

33 oC, dan sawah 33 oC. Menurut Shofiyati et al. (2002), bahwa penggunaan

lahan hutan di DAS Brantas Hulu memiliki temperatur permukaan lahan yang

lebih rendah dibandingkan semak belukar, kebun/ladang, dan sawah.

Berdasarkan Gambar 36 dan 37, variasi temporal hubungan antara

indeks vegetasi dengan temperatur permukaan lahan memiliki hubungan terbalik,

yang mana penurunan indeks vegetasi akan di ikuti oleh peningkatan temperatur

permukaan lahan (Gambar 38). Hal ini berarti daerah dengan indeks vegatasi

tinggi menunjukkan kondisi vegetasi yang hijau dan akan memiliki temperatur

permukaan lahan lebih rendah dan demikian juga sebaliknya.

0

5

10

15

20

25

30

35

03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02

Tem

pera

tur P

erm

ukaa

n La

han

(o C)

0

50

100

150

200

250

300

350C

urah

Huj

an (m

m/b

ulan

)

Hutan+Lempung Semak Belukar+LiatSemak Belukar+Lempung Kebun/Ladang+LiatKebun/Ladang+Lempung Sawah+LempungHujan

Gambar 37. Hubungan antara temperatur permukaan lahan dengan curah hujan bulanan di DAS Separi (perekaman bulan April – September 2002)

110

Page 131: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

y = -6,3866x + 31,447R2 = 0,4582

0

5

10

15

20

25

30

35

-0,30 -0,10 0,10 0,30 0,50 0,70

Indeks Vegetasi

Tem

pera

tur P

erm

ukaa

n La

han

(o C)

Gambar 38. Hubungan antara indeks vegetasi dengan temperatur permukaan lahan di DAS Separi (perekaman bulan April – September 2002)

5.7.2.2. Kombinasi Indeks Vegetasi (NDVI) dan Kelembaban (Wetness Index) untuk Identifikasi Kekeringan

Hasil analisis kombinasi antara indeks vegetasi dan kelembaban

permukaan lahan dengan menggunakan citra Landsat 7 mulai bulan April sampai

dengan September 2002, menunjukkan potensi tingkat kekeringan tanaman

mulai terjadi pada bulan Mei 2002 (jenis penggunaan lahan sawah) dan

September 2002 (jenis penggunaan lahan kebun/ladang dan sawah), sedangkan

untuk penggunaan lahan hutan dan semak belukar pada bulan September 2002

memiliki tingkat kekeringan tanaman kurang kering (sedang) (Gambar 39).

Terjadinya kekeringan pada bulan September 2002 untuk jenis penggunaan

lahan kebun/ladang dan sawah disebabkan oleh rendahnya indeks vegetasi dan

kelembaban. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisis neraca air lahan (Gambar

35), yang mana pada Juli – Agustus 2002 terjadi penurunan stok air tanah,

sehingga menyebabkan indeks vegetasi dan kelembaban menjadi rendah. Pada

tanggal 10 September 2002, indeks kelembaban permukaan lahan penggunaan

lahan kebun/ladang pada tekstur tanah liat dan lempung masing-masing adalah -

111

Page 132: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

5,31 dan -12,18, sedangkan untuk jenis penggunaan lahan sawah pada tekstur

tanah lempung adalah -21,67 (Tabel Lampiran 10). Indeks kelembaban

permukaan lahan bernilai negatif menunjukkan kelembaban semakin rendah dan

semakin tinggi nilai positifnya akan semakin lembab.

Berdasarkan hasil analisis statistik (uji berganda) menunjukkan bahwa

analisis kekeringan (kekurangan air tanaman) di DAS Separi dengan

menggunakan neraca air lahan menurut metode Thornthwaite dan Mather (1957)

berbeda dibandingkan dengan hasil analisis citra Landsat 7, karena hanya

memiliki nilai koefisien regresi (R2) 0,26 (Gambar 40). Perbedaan hasil antara

kedua metode tersebut disebabkan oleh perbedaan objek lingkungan yang

dianalisis. Untuk analisis kekeringan dengan citra Landsat 7, objek lingkungan

yang dianalisis terletak pada masing-masing objek (di atas permukaan objek)

yang dipantulkan secara faktual. Untuk analisis kekeringan dengan metode

Thornthwaite dan Mather (1957), objek lingkungan yang dianalisis terletak pada

permukaan tanah dan kedalaman perakaran tanaman. Namun demikian analisis

kekeringan dari kedua metode tersebut mempunyai hasil yang sama pada jenis

penggunaan lahan persawahan dan kebun/ladang pada bulan Agustus, karena

pada bulan Agustus kondisi lahan bera.

Berdasarkan Gambar 40, potensi tingkat kekeringan secara ruang dan

waktu dapat diidentifikasi secara konsisten dengan menggunakan analisis

kombinasi antara indeks vegetasi dan kelembaban permukaan lahan

dibandingkan penggunaan analisis tunggal dengan hanya menggunakan indeks

vegetasi atau kelembaban maupun temperatur permukaan lahan saja dan bila

dibandingkan dengan analisis neraca air lahan (Gambar 35) memiliki pola

temporal yang sama yakni terjadi kekeringan atau penurunan stok air tanah

untuk tanaman pada bulan Juli - Agustus.

112

Page 133: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

ba

dc

bbaa

ddc

Gambar 39. Peta tingkat kekeringan di DAS Separi hasil analisis citra Landsat 7 perekaman tanggal : a) 03-04-2002, b) 21-05-2002, c) 08-07-2002, dan d) 10-09-2002

113

Page 134: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Menurut Shofiyati dan Dwi Kuncoro (2007) penggunaan analisis tunggal hanya

menggunakan indeks vegetasi atau kelembaban maupun temperatur permukaan

lahan saja tidak dapat digunakan untuk menentukan kondisi kekeringan tanaman

secara konsisten, sehingga perlu dilakukan kombinasi dalam identifikasi

kekeringan tanaman. Indeks vegetasi, kelembaban, dan temperatur permukaan

lahan pada jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel Lampiran 10,

sedangkan untuk identifikasi tingkat kekeringan tanaman disajikan pada Tabel

Lampiran 11.

y = -2,5694x + 150,98R2 = 0,2618

-200

204060

80100

120140

0 10 20 30 40 50 6

Analisis Citra (mm)

Ner

aca

Air

Laha

n (m

m

0

)

Gambar 40. Uji berganda perbandingan antara analisis neraca air lahan

(Thornthwaite dan Mather, 1957) dengan analisis citra Landsat

114

Page 135: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang model pendugaan banjir dan kekeringan di

DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ini dapat diambil beberapa

kesimpulan, yaitu :

1. Terjadinya alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar, lahan

terbuka maupun kebun/ladang seluas 97% selama 8 tahun (tahun 1998 –

2005) berdampak terhadap peningkatan intensitas banjir di bagian hilir DAS

Separi dari satu kali menjadi dua kali.

2. Total debit aliran permukaan pada DAS yang didominasi tanah bertekstur

lempung lebih tinggi 30% dibandingkan DAS yang didominasi tanah

bertekstur pasir dan 37% dibandingkan DAS yang didominasi tanah

bertekstur liat. Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi oleh

tanah bertekstur liat memiliki waktu menuju debit puncak yang lebih cepat 46

menit dibandingkan dengan DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur

lempung dan 202 menit dibandingkan dengan DAS yang didominasi tanah

bertekstur pasir.

3. Karakteristik geomorfologi DAS (Indek Gravelius, panjang sungai utama,

kerapatan jaringan sungai, dan rasio rata-rata panjang jaringan sungai)

berpengaruh terhadap besarnya debit aliran permukaan dan waktu menuju

debit puncak, yang mana DAS dengan Indek Gravelius, panjang sungai

utama, dan rasio rata-rata panjang jaringan sungai yang semakin tinggi akan

memiliki debit aliran permukaan lebih kecil, dan DAS dengan Indek Gravelius

dan kerapatan jaringan sungai yang makin rendah akan memiliki waktu

menuju debit puncak yang lebih cepat.

115

Page 136: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

4. Model pendugaan banjir berbasis karakteristik lahan dan geomorfologi DAS

(metode A, B, dan C) dapat digunakan untuk memprediksi debit puncak (Qp)

dan waktu menuju debit puncak (tp) dengan tingkat akurasi model menurut

kriteria Nash dan Sutcliffe (F) berturut-turut adalah 93%, 85%, dan 62%,

sehingga urutan model pendugaan banjir terbaik adalah metode A, B, dan C.

5. Hasil analisis sensitivitas perubahan penggunaan lahan hutan 1% dan semak

belukar 94% menjadi 54% untuk hutan dan 42% semak belukar berdampak

terhadap penurunan debit puncak aliran permukaan (Qp) 23% dan

memperlambat waktu menuju debit puncak (tp) 1,8 jam.

6. Komposisi luas dan posisi penggunaan lahan hutan yang optimal untuk

mengendalikan banjir di bagian hilir dari DAS Separi adalah 54% dari total

luas dan terletak pada bagian tengah dan hulu dari DAS Separi.

7. Hasil analisis kekeringan dengan menggunakan metode neraca air lahan

(Thornthwaite dan Mather, 1957) berbeda dibandingkan dengan hasil analisis

teknologi penginderaan jauh (citra Landsat 7) di DAS Separi (R2=0,26).

8. Analisis kombinasi tingkat kehijauan tanaman (NDVI) dan tingkat kelembaban

permukaan lahan (wetness index) dapat digunakan secara konsisten untuk

identifikasi tingkat kekeringan secara ruang (spasial) dan waktu (temporal)

dibandingkan dengan penggunaan analisis tunggal dengan indeks vegetasi

(NDVI), indeks kelembaban permukaan lahan (wetness index) maupun

temperatur permukaan lahan saja.

6.2. Saran

1. Secara teori pengaruh tekstur tanah terhadap besarnya debit puncak aliran

permukaan masih berlawanan dan hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor

tanah lain yang belum dikaji keterkaitannya seperti struktur tanah dan

dinamika pori tanah, sehingga perlu penelitian lebih lanjut.

116

Page 137: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

2. Penggunaan Model pendugaan banjir untuk lokasi DAS lainnya dengan

karakteristik lahan dan geomorfologi DAS yang berbeda perlu dilakukan

penyesuaian parameter fungsi produksi dan fungsi transfer, serta

mempertimbangkan adanya pengaruh pasang surut air laut atau tinggi muka

air di sungai utama dan distribusi curah hujan. Penyesuaian parameter fungsi

produksi untuk metode A adalah koefisien aliran permukaan (Kr) dan untuk

metode B adalah kapasitas intersepsi tanaman (indeks luas daun) dan

infiltrasi tanah. Parameter fungsi transfer yang perlu disesuaikan adalah

rekonstruksi jaringan drainase (sungai) dan kecepatan rata-rata aliran

permukaan untuk menghitung fungsi kerapatan peluang (pdf).

3. Untuk mengendalikan banjir di bagian hilir dan kekeringan di DAS Separi

perlu dilakukan penghutanan pada bagian tengah dan hulu dari DAS Separi

dengan luas 54% dari total luas DAS Separi (12.575 Ha). Model penghutanan

yang akan dilaksanakan dapat juga diganti dengan model pertanian hutan,

seperti : pertanaman lorong (alley cropping) dan tumpang sari (inter cropping)

asalkan fungsi hidrologis dari hutan tersebut terpenuhi.

4. Metode neraca air lahan untuk menduga terjadinya kekeringan (defisit air

tanaman) dan surplus air digunakan hanya untuk tanaman semusim atau

tanaman dengan kedalaman perakaran maksimum 60 cm. Untuk tanaman

tahunan atau berakar dalam, sebaiknya analisis neraca air lahan disesuaikan

dengan kedalaman perakaran maksimumnya.

5. Penggunaan teknologi penginderaan jauh (citra Landsat 7) dapat

mempercepat dalam identifikasi potensi tingkat kekeringan, baik secara ruang

(spasial) maupun waktu (temporal). Untuk meningkatan hasil akurasi prediksi

kekeringan dengan teknologi penginderaan jauh, maka koreksi geometrik dan

radiometrik harus dilakukan dengan benar dan akurat, serta data citra

Landsat 7 yang digunakan memiliki tutupan awan kurang dari 10%.

117

Page 138: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Mulyani, N. Heryani, dan G. Irianto, 2004. Analisis perkembangan sumberdaya lahan dan air dalam rangka peningkatan ketahanan pangan. PUSLITBANGTANAK, Bogor. Tidak dipublikasikan.

Allen, R. G., L. S. Pereira, D. Raes, dan M. Smith, 1998. Crop

evapotranspiration : Guidelines for computing crop water requirements. FAO irrigation and drainage paper 56, FAO, Rome.

Anderson, M. C., W. P. Kustas, J. M. Norman, dan C. M. U. Neale, 2007.

Mapping drought and evapotranspiration at high resolution using Landsat 7/GOES thermal imagery. USDA-ARS, Hydrology and Remote Sensing Laboratory, USA. http://Idcm.usgs.gov/presentation/LST2007-2-Ander-son.pdf.

Arianti, G., 1999. Laju infiltrasi lahan hutan dan lahan pertanian (Studi kasus di

Sub DAS Cikabayan I Darmaga). Skripsi, Jur. Manajemen Hutan, Fak. Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arsyad, S., 2000. Konservasi tanah dan air. IPB Press. Bogor. Asdak, C., 1995. Hidrologi dan pengelolaan DAS. Gadjah Mada Univ. Press.

Yogyakarta Bayarjaga, Y., T. Adyasuren, dan Munkhtuya, 2000. Drought and vegetation

monitoring in the arid and semi-arid regions og Mongolia using remote sensing and ground data. GIS Develpment. http://www.gis development.net/aars/acrs/2000/ts8/hami 0004.shtml. 6 Pebruari 2005.

Barrow, C. J., 1991. Land degradation. Cambridge University Press. England. Beasley, D. B. dan L. F. Huggins, 1991. ANSWERS (Areal Nonpoint Source

Watershed Environment Response Simulation) : User’s Manual. Second Edition. Agricultural Engineering Departement Publication No. 5. U. S. Environmental Protection Agency.

Bedient, P. B, dan W. C. Huber, 1992. Hydrology and floodplain analysis, 2nd.

Addison-Wesley Publishing Company. Reading, Massavhusetts. Beven, K. J. and M. J. Kirkby, 1979. A physically based variable contributing area

model of basin hydrology. Hydrological Sciences Bulletin 24(1):43-69. BIOTROP, 2001. Complete lecture ER Mapper, BIOTROP Trainning Course, 20-

24 August 2001. Bogor. Black, P. E., 1996. Watershed hydrology, 2nd Ed. Library of Congress

Cataloging-in-Publications Data. New York. Brooks, K. N., P. F. Folliot, H. M. Gregersen, dan J. L. Thames, 1991. Hydrology

and management of watershed. Iowa Stated University Press. Iowa.

118

Page 139: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Chahinian, N., R. Moussa, P. Andrieux, dan M. Voltz, 2004. Comparison of infiltration models to simulate flood events at the field scale. Journal of Hydrology 306:191-214.

Chow, V. T., 1964. Handbook of applied hydrology : a compendium of water

resources technology. McGraw-Hill Book Company, New York. De Roo, A. P. J., C. G. Wesseling, N. H. D. T. Cremers, R. J. E. Offermans, K.

Van Dostindic, 1999. LISEM : A new physically based hydrological and soil erosion model in a 615-environment. Theory and Implementation. IAHS Publication No. 224 (Proceeding of the Canberra Conference). 439-448p.

DITJEN RRL, 2001. Luas lahan kritis akhir pelita VI, serta rencana dan realisasi

rehabilitasi lahan tahun1999/2001. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/ STATISTIK/2001/RLPS.htm. (26 Agustus 2007) DITJEN Penataan Ruang, 2005. Perencanaan tata ruang wilayah dalam era

otonomi dan desentralisasi. DEPKIMPRASWIL. http://www.kimpraswil. Go.id/ditjen_ruang/Makalah.htm. (26 Agustus 2007) Dixon, J. A., dan K. W. Easter, 1986. Integrated watershed management: An

approach to resource management. Studies in Water Policy and Management No. 10. East-West Center, Hawai.

Doorenbos, J. Dan W. O. Pruitt, 1977. Guidelines for predicting crop water

requirements. FAO of United Nations, Rome. Dutta, D., S. Herath, dan K. Musiake, 2003. A mathematical model for flood loss

estimation. Journal of Hydrology, 277:24-49. ER Mapper, 2005. Use guide ER Mapper Version 7.0. Earth Resource Mapping,

West Leederville, Western Australia. Estupina-Borrell, V., D. Dartus, dan R. Ababou, 2006. Flash flood modeling with

the MARINE hydrological distributed model. Hydrology and Earth System Sciences Discussions.

FAO, 1983. Guidlines land evaluation for rainfed agriculture. Soil Resources

Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Buletin, No. 52.

Francois, A., C. Perrin, dan V. Andreassian, 2003. Ann output updating of lumped

conceptual rainfall/runoff forecasting models. Journal of the American Water Resources Ass., 39(5):1269-1279. www.findarticles.com/p/articles/ mi_qa4038/is_200310/ai_n9328521 - 26k)

Geomatica, 2004. User guide: geomatica. Inversion Physical Models (SAVI). PCI

Geomatica. Haan, C. T., H. P. Johnson, dan D. L. Brakenslek, 1982. Hydrologic modeling of

small watersheds. American Society of Agricultural Engineers. Michigan, USA.

119

Page 140: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. P. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bayley, 1986. Dasar-dasar ilmu tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harahap, I. Y., 1998. Model simulasi respon fisiologi pertumbuhan dan hasil

tandan buah kelapa sawit. Disertasi pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Herawatiningsih, R., 2001. Pengaruh tegakan Acacia mangium dan Eucalyptus

pellita terhadap beberapa sifat hidrologi areal hutan tanaman industri di Kecamatan Umbok, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Tesis, Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Heriansyah, 2004. Pemetaan surplus dan defisit air serta masa tanam optimum

tanaman pangan propinsi Kalimantan Timur. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Heryani, N., 2001. Fungsi produksi air daerah aliran sungai : studi kasus di Sub

DAS Bunder, DAS Oyo, Gunung Kidul, DIY. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hillel, D., 1980. Aplications of soil physics. Academic Press. New York. Huete, A. R., 1988. A soil adjusted vegetation index (SAVI). Remote Sensing

Environment, vol. 25:p. 295-309. Irianto, G., 2003. Banjir dan Kekeringan : Penyebab, Antisipasi, dan Solusinya.

CV. Universal Pustaka Media, Bogor. Irianto, G., P. Perez, dan J. Duchesne, 2001. Modelling the influence of irrigated

terraces on the hydrological response of a small basin. Environmental Modelling & Software, 16:31-36.

Irianto, G., I. Las, L. Bruno, dan M. Bertrand, 2000. Aplikasi agrometeorologi di

bidang pertanian. PUSLITTANAK, Badan LITBANG Pertanian, Jakarta. Irianto, G., J. Duchesne, dan P. Perez. 1999. Influence of irrigated terraces on

the hydrological response of small basin 1: Calibration of the hydraulic model. p.189-193 In Oxley, L. and F. Scrimgeour (Eds.). Part I, Proceeding of International Congress on Modelling and Simulation; Modelling the Dynamics of Natural Agriculture, Tourism and Socio-economic Systems. MODSIM 99 Proceedings. Hamilton New Zealand. 6th-9th Dec. 1999.

Irianto, G., 1999. Modifikasi fungsi produksi daerah aliran sungai dengan

terasering pada tanah sawah serta pengaruhnya terhadap karakteristik debit puncak dan waktu respon daerah aliran sungai. Jurnal Tanah Dan Iklim, No. 17:39-47.

Ismangun, M. Soekardi, Basuni Hw., Suprapto, dan A. Mulyani, 1997. Tanah dan

potensi lahan untuk pertanian di pulau Kalimantan. Prosiding Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan Untuk Pembangunan Wilayah Kalimantan. Palangkaraya, 5-6 Oktober 1993.

120

Page 141: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Jakeman, A. J., I. G. Littlewood, and P. G. Whitehead, 1990. Computation of the Instantaneous Unit Hydrograph and Identifiable Component Flows With Application to Two Small Upland Catchments. Journal of Hydrology 117:275-300.

Kaimuddin, 1994. Kajian model pendugaan intersepsi hujan pada tegakan Pinus

merkusi, Agathis ioranthifolia, dan Schima wallichi di hutan pendidikan gunung walat Sukabumi. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kartiwa, B. dan G. Irianto, 2001. Metode alternatif perhitungan koefisien aliran

permukaan menurut model simulasi debit berdasarkan aplikasi konsep hidrograf satuan : Studi kasus Sub DAS Kali Kripik. Jurnal Tanah dan Iklim, 19:42-50.

Kartiwa, B., P. Redjekiningrum, dan Nasrullah, 1997. Pengkajian model simulasi

hidrologi SWM IV untuk melihat pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit sungai: Studi kasus di Sub DAS Cisadane Hulu. Jurnal Tanah dan Iklim No. 15:27-38.

Kraatz, D. B., dan I. K. Mahajan, 1982. Petits ouvrages hydrauliques. Volume

26/1, et 26/2. Bulletin FAO D’irrigation et de Drainage. 307+244 p. Kramer, P. J., 1980. Plant and soil water relationship. McGraw Hill book

company, New York. Kurnia, U., Sudirman, I. Juarsah, dan Y. Soelaeman, 2001. Pengaruh perubahan

penggunaan lahan terhadap debit dan banjir di bagian hilir DAS Kaligarang. Prosiding : Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah, Bogor, 1 Mei 2001. PUSLITBANGTANAK, Badan LITBANG Pertanian bekerjasama dengan MAAF Jepang dan Sekretariat ASEAN.

Lal R., 1994. Sustainable land use systems and soil resilience. In : Soil

Resilience and Sustainable land use. Proceeding of a Symposium held in Budapest, 28 September to 2 October 1992, including the Second Workshop on the Ecological Foundations of Sustainable Agriculture (WEFSA II). pp. 41- 68.

Le Bissonnais, Y., 1996. Aggregate stability and assessment of crustability and

erodibility : I. Theory and methodology. Europ. J. Soil Sci. 47:425-437. Lillesand, T. M. Dan R. W. Kiefer, 1990. Penginderaan jauh dan interpretasi

citra. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Liu, T., 1992. Fractal structure and properties of stream networks. Water

Resources Research, 28(11):2981-2988. Liu, W. T. dan F. N. Kogan, 1996. Monitoring regional drought using the

vegetation condition index. International Journal Remote Sensing, 17:2761-2782.

Lo, C. P., 1996. Penginderaan jauh terapan. Penerbit Universitas Indonesia,

Jakarta.

121

Page 142: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Mahe, G., J. E. Paturel, E. Servat, D. Conway, dan A. Dezetter, 2005. The impact of land use change on soil water holding capacity and river flow modeling in the Nakamba River, Burkina-Faso. Journal of Hydrology, 300:33-43.

Mamedov, A. I., I. Shainberg, dan G. J. Levy, 2000. Rainfall energy effects on

runoff and interrill erosion in effluent irrigation soils. Soil Science, 165(7):535-544.

Mamedov, A. I, dan G. J. Levy, 2001. Clay dispersivity and aggregate stability

effects on seal formation and erosion in effluent-irrigated soils. Soil Science, 166(9):631-639.

Manley, R. E., 2006. A guide to using: HYSIM. R. E. Manley and Water

Resources Associated Ltd. p:1-126. Napitupulu, J., 1998. Analisis empirik konstanta persamaan infiltrasi Kostiakov

dan Philip pada tanah Regosol Coklat Kekelabuan. Skripsi, Jur. Teknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nash, J. E., 1957. The form of the instantaneous unit hydrograph. C. R. And

Report, Assoc. Inter. Hydrol., IUGG, Toronto, Canada, pp.114-121. Neitsch, S. L., J. G. Arnold, J. R. Kiniry, dan J. R. Williams, 2001. Soil and water

assessment tool theoritical documentation: Version 2000. Grassland, Soil and Water Research Lab. ARS and Blackland Research Center, pp. 68-69.

Nuriman, I., 1999. Hubungan tingkat intersepsi hujan dengan indeks luas daun

pada tanaman kelapa sawit. Skripsi, PS Agrometeorologi, Jur. GFM, Fak. MIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Oldeman L. R., 1994. The global extent of soil degradasion. In : Soil Resilience

and Sustainable land use. Proceeding of a Symposium held in Budapest, 28 September to 2 October 1992, including the Second Workshop on the Ecological Foundations of Sustainable Agriculture (WEFSA II). pp. 99-118.

Oldeman, L. R., 1975. An agro-climatic map of java. Contribution from the

Central Research Institute for Agriculture no. 17. CRIA, Bogor. Pramudia, A., 2002. Analisis sensitivitas tingkat kerawanan produksi padi di

pantai utara Jawa Barat terhadap kekeringan dan el-nino. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

PUSLITBANGTANAK, 2001. Pengembangan teknologi panen hujan dan aliran

permukaan. PUSLITBANGTANAK, Laporan Akhir Penelitian. Bogor (Tidak Dipublikasikan)

PUSLITTANAK, 1994. Laporan akhir: Survei dan pemetaan tanah semi-detail

daerah Samarinda, Kalimantan Timur. Bagian Proyek Pengelolaan Sumberdaya Tanah (LREP – II Part C).

122

Page 143: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1995. Penelitian aliran banjir daerah genangan Bandung Selatan. Puslitbang Pengairan, Badan Litbang Pengairan.

Rinaldo, A., I. Rodriguez-Iturbo, R. Rigon, R. L. Bras, E. Ijjasz-Vasquez, dan A.

Marani, 1992. Minimum energy and fractal structures of drainage networks. Water Resources Research, 28(9):2183-2195.

Rodriguez-Iturbo, I. dan B. Valdes, 1979. The geomorphologic structure of

hydrologic response. Water Resources Research, 15(6):1409-1420. Robinson, J. S. Dan M. Sivapalan, 1996. Instantaneous response functions of

overland flow and subsurface stromflow for catchment models. Hydrological Processes, 10:845-862.

Rosenberg, N. J., B. L. Blad, dan S. H. Sarma, 1983. Microclimate : The

biological environment, 2nd ed. John Wiley and Sons. New York. Rossman, L. A., 2004. Storm water management model (SWMM): user’s manual

version 5. National Risk Management Res. Lab. And U. S. EPA. p:1-245. Rukaiyyah, 2001. Evaluasi konstanta persamaan infiltrasi kostiakov dan Philip

secara empirik pada tanah Rendzina. Skripsi, Jur. Teknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sarjiman, 2004. Analisis fungsi produksi air DAS dengan bendung saluran

menggunakan metode hidrograf satuan sesaat dan fungsi kepekatan fraktal : Kasus mikro DAS Bunder, Gunung Kidul, Yogyakarta. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Schmidt, F. H. Dan J. H. A. Ferguson, 1951. Rainfall type based on wet and dry

periods ratio for Indonesia and West New Guinea. Verh. 42. Kementrian Perhubungan RI. Jakarta.

Shofiyati, R. dan G. P. Dwi Kuncoro, 2007. Inderaja untuk mengkaji kekeringan

di lahan pertanian. Informatika Pertanian Vol. 16, No. 1:923-936. www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/2.shofiyati ipvol16-1-2007.pdf.

Shofiyati, R., K. Honda, N. T. S. Wijesekera, dan Widagdo, 2002. Pemantauan

kekeringan lahan pertanian menggunakan teknologi remote sensing dan SIG di DAS Brantas Hulu. Jurnal Tanah Dan Iklim, No. 20:24-34.

Soewarno, 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data.

Penerbit NOVA, Bandung. Soil Survey Staff, 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia,

1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Teixeira, J. L., 2005. Statistical analysis of weather data sets 1. Instituto Superior

de Agro., Lisbon, Portugal. www.fao.org/docrep/X0490E/x0490e0l.htm.

123

Page 144: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Thierfelder, C. E. Amezquita, R. J. Thomas, dan K. Stahr, 2002. Characterization of the phenomenon of soil cruting and sealing in the Andean Hillsides of Colombia : Physical and chemical cinstrains. Proceedings 12 th ISCO Conference, Beijing 2002. 2:80-85.

Thornthwaite, C. W. dan J. R. Mather, 1957. Instructions and tables for

computing potential evapotranspiration and the water balanced. Publ. Of Clim. Vol. X, No. 3 Centerton, New Jersey. pp :185-311.

Trojer, H., 1976. Weather classification and plant weather relationship. FAO

Working Paper no. 11. Soil Reasearch Institute, Bogor. Indonesia. USACE, 2000. Hydrologic Engineering Center : Hydrologic modeling system

HEC-HMS, Technical Reference Manual, march 2000. www.usace.army.mil.

Utami, Y., 2002. Kajian hidrologi sebagai pengaruh dari teknik rehabilitasi lahan

dan konservasi tanah menggunakan model ANSWERS di Sub DAS Padas. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Viessman, W., G. L. Lewis, dan J. W. Knapp, 1989. Introduction to hydrology, 3nd

ed. Harper Collins Publisher. New York. Yang, J. Dan Y. Q. Wang, 2007. Estimation of land surface temperature using

Landsat 7 ETM+ thermal infrared and weather station data. Dept. of Natural Res. Sci. Univ. Of Rhode Island, Kingston, USA. www.ltrs.uri.edu/research/LST page/paper4.doc.

Yanrilla, R., 2001. Laju infiltrasi pada berbagai jenis penutupan/penggunaan

lahan hutan di RPH Tejowaringin, BKPH Singaparna, KPH Tasikmalaya Perum PERHUTANI Unit III Jawa Barat. Skripsi, Jur. Manajemen Hutan, Fak. Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yoon, J. dan L. A. Disrud, 1998. Evaluation of Agricultural Non Point Source

Pollution Controls on Water Quality in Southwestern North Dakota. Journal of Soil and Water Conservation, 44(2), 124-131.

Young, R. A., C. A. Onstad, D. D. Bosch dan W. P. Anderson, 1990. Agricultural

Non Point Source Pollution Model, Version 3,51. AGNPS User’s Guide. North Central Soil Conservation Research Laboratory, Morris, Minnesota.

Yusuf, 1991. Pengaruh curah hujan terhadap infiltrasi pada tanah terbuka.

Skripsi, Fak. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zhang, X. C dan W. P. Miller, 1996. Polyacrilamide effect on infiltration and

erosion infurrows. Soil Sci. Am. J. 60:866-872.

124

Page 145: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

LAMPIRAN

Gam

bar1. Peta

jenistanah

skala1:50.000 D

AS S

epari(PU

SLITTAN

AK, 1994)

Gam

bar1. Peta

jenistanah

skala1:50.000 D

AS S

epari(PU

SLITTAN

AK, 1994)

125

Page 146: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gambar 2. Pembuatan bendung (weir) tipe V-Notch dengan sudut 60o di tiga Sub DAS Separi dan pemasangan alat penakar hujan di daerah Seleko

Indek Gravelius Vs Total Q ro

y = -62,221x + 95,45R2 = 0,7207

0

5

10

15

20

1,30 1,32 1,34 1,36 1,38 1,40 1,42 1,44

Indek Gravelius

Tota

l Q ro

(mm

)

Panjang Sungai Utama Vs Total Q ro

y = -4,2658x + 21,497R2 = 0,7998

0

5

10

15

20

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

Panjang Sungai Utama (km)

Tota

l Q ro

(mm

)

Kerapatan Jaringan Sungai Vs Total Q ro

y = -4,8387x + 32,964R2 = 0,4523

0

5

10

15

20

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Kerapatan Jaringan Sungai (km/km2)

Tota

l Q ro

(mm

)

Rasio Panjang Sungai (RL) Vs Total Q ro

y = -23,609x + 55,886R2 = 0,897

0

5

10

15

20

1,60 1,70 1,80 1,90 2,00 2,10

Rasio Panjang Sungai (RL)

Tota

l Q ro

(mm

)

Gambar 3. Hubungan antara geomorfologi DAS dengan total debit aliran permukaan

126

Page 147: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gambar 4. Hubungan antara geomorfologi DAS dengan waktu menuju debit puncak

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

14/0

4/20

06 1

6:11

14/0

4/20

06 1

6:47

14/0

4/20

06 1

7:23

14/0

4/20

06 1

7:59

14/0

4/20

06 1

8:35

14/0

4/20

06 1

9:11

14/0

4/20

06 1

9:47

14/0

4/20

06 2

0:23

14/0

4/20

06 2

0:59

14/0

4/20

06 2

1:35

14/0

4/20

06 2

2:11

14/0

4/20

06 2

2:47

14/0

4/20

06 2

3:23

14/0

4/20

06 2

3:59

15/0

4/20

06 0

:35

15/0

4/20

06 1

:11

15/0

4/20

06 1

:47

15/0

4/20

06 2

:23

15/0

4/20

06 2

:59

15/0

4/20

06 3

:35

15/0

4/20

06 4

:11

15/0

4/20

06 4

:47

15/0

4/20

06 5

:23

15/0

4/20

06 5

:59

15/0

4/20

06 6

:35

15/0

4/20

06 7

:11

15/0

4/20

06 7

:47

15/0

4/20

06 8

:23

15/0

4/20

06 8

:59

15/0

4/20

06 9

:35

15/0

4/20

06 1

0:11

15/0

4/20

06 1

0:47

Waktu

Debi

t (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q totalQ bf+ifQ baseflowQ runoff

Gambar 5. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran dasar untuk

Sub DAS Separi-Usup pada episode hujan 14 April 2006

Indek Gravelius Vs Waktu Puncak (tp)

y = -20,058x + 31,11R2 = 0,4589

01234567

1,30 1,32 1,34 1,36 1,38 1,40 1,42 1,44

Indek Gravelius

Wak

tu P

unca

k (ja

m)

Panjang Sungai Utama Vs Waktu Puncak (tp)

y = 0,5259x + 2,7491R2 = 0,0745

01234567

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

Panjang Sungai Utama (km)

Wak

tu P

unca

k (ja

m)

Kerapatan Jaringan Sungai Vs Waktu Puncak (tp)

y = 1,749x - 3,8126R2 = 0,3621

01234567

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Kerapatan Jaringan Sungai (km/km2)

Wak

tu P

unca

k (ja

m)

Rasio Panjang Sungai (RL) Vs Waktu Puncak (tp)

y = 1,3972x + 1,3645R2 = 0,0193

01234567

1,60 1,70 1,80 1,90 2,00 2,10

Rasio Panjang Sungai (RL)

Wak

tu P

unca

k (ja

m)

127

Page 148: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

06/0

4/20

06 1

5:59

06/0

4/20

06 1

6:53

06/0

4/20

06 1

7:47

06/0

4/20

06 1

8:41

06/0

4/20

06 1

9:35

06/0

4/20

06 2

0:29

06/0

4/20

06 2

1:23

06/0

4/20

06 2

2:17

06/0

4/20

06 2

3:11

07/0

4/20

06 0

:05

07/0

4/20

06 0

:59

07/0

4/20

06 1

:53

07/0

4/20

06 2

:47

07/0

4/20

06 3

:41

07/0

4/20

06 4

:35

07/0

4/20

06 5

:29

07/0

4/20

06 6

:23

07/0

4/20

06 7

:17

07/0

4/20

06 8

:11

07/0

4/20

06 9

:05

07/0

4/20

06 9

:59

07/0

4/20

06 1

0:53

07/0

4/20

06 1

1:47

07/0

4/20

06 1

2:41

07/0

4/20

06 1

3:35

07/0

4/20

06 1

4:29

07/0

4/20

06 1

5:23

07/0

4/20

06 1

6:17

07/0

4/20

06 1

7:11

07/0

4/20

06 1

8:05

07/0

4/20

06 1

8:59

07/0

4/20

06 1

9:53

Waktu

Debi

t (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q totalQ bf+ifQ baseflowQ runoff

Gambar 6. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran dasar untuk

Sub DAS Separi-Soyi pada episode hujan 6 April 2006

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

23/0

4/20

06 4

:35

23/0

4/20

06 4

:59

23/0

4/20

06 5

:23

23/0

4/20

06 5

:47

23/0

4/20

06 6

:11

23/0

4/20

06 6

:35

23/0

4/20

06 6

:59

23/0

4/20

06 7

:23

23/0

4/20

06 7

:47

23/0

4/20

06 8

:11

23/0

4/20

06 8

:35

23/0

4/20

06 8

:59

23/0

4/20

06 9

:23

23/0

4/20

06 9

:47

23/0

4/20

06 1

0:11

23/0

4/20

06 1

0:35

23/0

4/20

06 1

0:59

23/0

4/20

06 1

1:23

23/0

4/20

06 1

1:47

23/0

4/20

06 1

2:11

23/0

4/20

06 1

2:35

23/0

4/20

06 1

2:59

23/0

4/20

06 1

3:23

23/0

4/20

06 1

3:47

23/0

4/20

06 1

4:11

23/0

4/20

06 1

4:35

23/0

4/20

06 1

4:59

23/0

4/20

06 1

5:23

23/0

4/20

06 1

5:47

23/0

4/20

06 1

6:11

23/0

4/20

06 1

6:35

23/0

4/20

06 1

6:59

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Curah Hujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q totalQ bf+ifQ baseflowQ runoff

Gambar 7. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran dasar untuk

Sub DAS Separi-Badin pada episode hujan 23 April 2006

128

Page 149: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Gambar 8. Peta LAI (Leaf Area Index) DAS Separi hasil analisis citra Landsat 7 TM

perekaman tanggal 10 September 2005

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

14/1

0/20

03 5

:35

14/1

0/20

03 8

:11

14/1

0/20

03 1

0:47

14/1

0/20

03 1

3:23

14/1

0/20

03 1

5:59

14/1

0/20

03 1

8:35

14/1

0/20

03 2

1:11

14/1

0/20

03 2

3:47

15/1

0/20

03 2

:23

15/1

0/20

03 4

:59

15/1

0/20

03 7

:35

15/1

0/20

03 1

0:11

15/1

0/20

03 1

2:47

15/1

0/20

03 1

5:23

15/1

0/20

03 1

7:59

15/1

0/20

03 2

0:35

15/1

0/20

03 2

3:11

16/1

0/20

03 1

:47

16/1

0/20

03 4

:23

16/1

0/20

03 6

:59

16/1

0/20

03 9

:35

16/1

0/20

03 1

2:11

16/1

0/20

03 1

4:47

16/1

0/20

03 1

7:23

16/1

0/20

03 1

9:59

16/1

0/20

03 2

2:35

17/1

0/20

03 1

:11

17/1

0/20

03 3

:47

17/1

0/20

03 6

:23

17/1

0/20

03 8

:59

17/1

0/20

03 1

1:35

17/1

0/20

03 1

4:11

Waktu

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Curah H

ujan (mm

/6 menit)

Curah Hujan Q pengukuranQ simulasi (metode B)Q simulasi (metode A)Q simulasi (metode C)

Gambar 9. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi di DAS

Separi

129

Page 150: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 1. Legenda Peta Tanah Skala 1:50.000 dan karakteristik fisik tanah di DAS Separi (PUSLITTANAK, 1994)

SPT Famili Lereng Relief Landform Bahan Luas

Induk(%) (Ha)

1 Typic Plinthudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 36-59 Berbukit Komplek pemiringan Batu liat dan batu pasir 73,82Typic Dystropepts, berlempung halus, campuran, isohipertermik hogback

2 Typic Paleudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 15-30 Berbukit Komplek pemiringan Batu liat dan batu pasir 2214,39Typic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik kecil cuestaTypic Eutropepts, berlempung halus, campuran, isohipertermik

3 Typic Paleudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 35-60 Berbukit Pola perbukitan Batu liat dan batu pasir 155,10Typic Dystropepts, berlempung halus, campuran, isohipertermikTypic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik

4 Typic Paleudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 35-60 Berbukit Pola perbukitan Batu liat dan batu pasir 336,13Typic Eutropepts, halus, campuran, isohipertermikTypic Plinthudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik

5 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 32-43 Berbukit Komplek gawir Batu liat dan batu pasir 13,73Typic Plinthudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik hogback

6 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 32-42 Berbukit Komplek gawir Batu liat dan batu pasir 666,18Typic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik cuestaTypic Eutropepts, berlempung halus, campuran, isohipertermik

7 Oxyaquic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik 0-1 Datar Dataran aluvial Aluvium liat, debu dan 224,64Typic Tropaquepts, sangat halus, campuran, masam, isohipertermik pasirAquic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik

8 Typic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik 0-1 Datar Dataran aluvial Aluvium liat, debu dan 11,90Typic Tropaquepts, halus, campuran, masam, isohipertermik pasirOxyaquic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik

9 Typic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik 37-56 Berbukit Komplek pemiringan Batu liat dan batu pasir 505,60Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik hogbackTypic Troporthens, berlempung halus, campuran, isohipertermik

10 Typic Dystropepts, halus, campuran, isohipertermik 37-56 Berbukit Pola perbukitan Batu liat dan batu pasir 610,94Typic Plinthudults, berlempung halus, kaolinitik, isohipertermik

11 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 0-3 Datar Dasar lembah Alluvium liat 812,8412 Tropaquents, berliat, kaolinitik, isohipertermik 0-3 Datar Dasar lembah Alluvium liat dan 3330,57

Plinthaquepts, berlempung, silisius, masam, isohiperthermik sempit Alluvium pasirAerik Tropaquepts, berliat, kaolinitik, isohipertermik

13 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 0-3 Datar Depresi alluvial Alluvium liat 274,5314 Typic Dystropepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermik 8-15 Bergelom- Antiklin Alluvium liat dan 1685,32

Typic Paleudults, berlempung, silisius, masam, isohiperthermik bang Alluvium pasir15 Typic Paleudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 8-15 Bergelom- Punggung antiklin Batu liat 2313,40

Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik bangPlinthic Paleudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik

16 Plinthudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 25-40 Berbukit Punggung antiklin Batu liat 2625,38Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik

17 Psammentic Hapludults, berlempung, silisius, masam, isohiperthermik 25-40 Berbukit Punggung antiklin Batu liat dan batu pasir 852,57Typic Dystropepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermik

18 Typic Dystropepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermik 25-40 Berbukit Gawir Batu liat dan batu pasir 44,89Typic Tropaquepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermikTypic Hapludults, berlempung, silisius, masam, isohiperthermik

19 Typic Dystropepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermik 25-40 Berbukit Lereng pemiringan Batu liat dan batu pasir 868,44Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik hogback

20 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 15-40 Berbukit Bukit-bukit kecil dan Batu liat 918,43Typic Dystropepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermik punggung membulat

21 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 15-40 Berbukit Bukit-bukit kecil dan Batu liat 714,93Plinthaquepts, berliat, kaolinitik, isohipertermik pola perbukitan dengan

22 Typic Dystropepts, berlempung kasar, silisius, masam, isohiperthermik 8-15 Bergelom- Bukit-bukit kecil dan Batu liat dan batu pasir 125,85Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik bang pola perbukitan dengan

23 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 8-15 Bergelom- Bukit-bukit kecil dan Batu liat 655,89Plintic Paleudults, berliat, kaolinitik, isohipertermik bang punggung membulat

24 Typic Hapludults, berliat, kaolinitik, isohipertermik 8-15 Bergelombang Bukit-bukit kecil dan Batu liat 2323,5825 Typic Hapludults, berlempung, silisius, masam, isohiperthermik 8-15 Bergelombang Antiklin Alluvium liat dan 516,2826 Typic Dystropepts, berpasir, silisius, masam, isohiperthermik 15-40 Bergumuk Bukit-bukit kecil dan Batu liat dan batu pasir 414,86

Vertic Dystropepts, berliat, kaolinitik, isohipertermik punggung tajam27 Typic Paleudults, berlempung halus, kaolinitik, isohipertermik 36-56 Berbukit Pola perbukitan Batu liat dan batu pasir 76,19

130

Page 151: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Lanjutan Tabel 1.

SPT Kelas Bobot Kedalaman Ruang BahanPasir Debu Liat Tekstur Tanah Isi pF 2,00 pF 2,54 pF 3,7 pF 4,00pF 4,20 Efektif Pori Total Organik

g/ml (cm) (%) (%)1 29,60 36,75 33,57 Lempung Berliat 1,23 31,50 27,10 18,52 14,92 14,45 61 44 0,86

51,82 21,12 25,06 Lempung Liat Berpasir 0,93 56,30 51,70 37,69 31,67 30,80 100 45 2,142 8,71 28,70 62,59 Liat 1,28 44,85 41,20 33,11 29,73 29,25 91 44 2,78

5,35 57,16 37,48 Lempung Berdebu 1,18 43,05 38,30 28,49 24,42 23,85 125 46 0,9848,62 24,21 27,41 Lempung Liat Berpasir 0,96 50,95 46,25 28,34 20,62 19,45 120 44 1,60

3 25,25 32,75 41,14 Liat 1,26 38,70 34,90 25,88 22,10 21,55 125 42 1,7151,82 21,12 25,06 Lempung Liat Berpasir 0,93 56,30 51,70 37,69 31,67 30,80 100 45 2,1426,86 35,38 37,64 Lempung Berliat 1,26 39,24 34,90 25,82 22,09 21,55 110 34 0,74

4 8,71 28,70 62,59 Liat 1,28 44,85 41,20 33,11 29,73 29,25 91 44 2,7843,43 28,62 26,41 Lempung Berliat 1,48 33,95 29,50 22,43 19,51 19,15 115 34 1,6329,60 36,75 33,57 Lempung Berliat 1,23 31,50 27,10 18,52 14,92 14,45 61 44 0,86

5 29,55 32,04 38,41 Lempung Berliat 1,09 45,90 41,20 26,78 20,61 19,70 148 39 1,2925,48 31,12 43,40 Liat 1,36 40,20 35,65 28,88 26,07 25,75 100 39 1,91

6 38,48 26,86 30,40 Lempung Berliat 1,44 30,65 25,20 16,35 11,95 11,65 81 36 0,9645,63 20,50 33,90 Lempung Berliat 1,36 36,95 26,85 21,68 18,29 19,05 74 39 1,2848,62 24,21 27,41 Lempung Liat Berpasir 0,96 50,95 46,25 28,34 20,62 19,45 120 44 1,60

7 3,63 47,89 48,47 Liat Berdebu 1,27 40,90 36,35 29,52 26,74 26,40 145 42 1,952,29 15,88 81,83 Liat 1,44 38,20 38,20 26,25 21,64 20,50 78 36 3,467,42 46,34 46,24 Liat Berdebu 1,29 42,85 39,15 30,99 27,58 27,10 120 42 0,47

8 16,95 42,21 40,83 Liat Berdebu 1,26 36,55 31,60 22,77 19,14 18,65 75 42 0,780,45 40,05 59,50 Liat Berdebu 0,90 52,40 47,75 35,01 29,59 28,80 70 46 1,293,63 47,89 48,47 Liat Berdebu 1,27 43,05 36,35 29,54 26,55 26,40 145 42 1,95

9 5,35 57,16 37,48 Lempung Berdebu 1,18 36,55 38,30 28,34 25,08 23,85 145 46 0,9851,70 19,82 27,53 Lempung Liat Berpasir 1,28 45,30 41,40 33,95 30,80 30,40 120 42 0,9052,32 29,32 18,35 Lempung Berpasir 0,90 53,10 47,50 29,37 21,61 20,45 79 46 0,69

10 5,35 57,16 37,48 Lempung Berdebu 1,18 43,05 38,30 28,49 24,42 23,85 135 46 0,9856,51 12,98 30,51 Lempung Liat Berpasir 1,58 29,65 25,80 18,83 16,07 15,65 134 31 1,10

11 28,85 28,92 42,62 Liat 1,46 40,75 37,30 18,73 10,98 9,60 80 37 1,9912 7,50 31,00 61,50 Liat 0,97 57,70 49,40 21,27 9,37 7,50 63 35 2,67

28,64 42,56 29,04 Lempung Berliat 1,50 40,60 37,30 18,76 10,98 9,60 125 31 1,4046,58 21,12 32,71 Lempung Liat Berpasir 1,40 49,60 44,40 21,32 11,07 9,60 106 33 1,53

13 20,59 29,39 51,02 Liat 1,31 38,70 32,10 14,70 6,95 6,00 100 32 1,6214 71,05 13,31 15,58 Lempung Berpasir 1,48 26,20 19,70 8,00 2,39 2,00 80 30 0,88

60,32 25,11 14,00 Lempung Berpasir 1,53 22,20 19,50 8,15 4,00 3,00 100 30 1,5715 36,74 23,03 39,81 Lempung Berliat 1,36 42,40 32,26 17,24 9,68 9,40 110 30 0,96

21,13 32,33 45,88 Liat 1,30 40,60 37,30 18,76 10,98 9,60 76 36 1,1518,89 36,46 44,39 Liat 1,65 39,55 32,26 17,07 10,05 9,40 75 35 2,18

16 21,42 39,47 39,00 Lempung Berliat 1,54 37,30 29,42 15,18 8,10 7,71 95 38 0,9820,59 29,39 51,02 Liat 1,31 43,75 39,00 20,38 12,17 11,00 110 30 1,62

17 64,60 14,60 20,60 Lempung Liat Berpasir 1,60 34,40 31,59 15,09 8,56 7,20 125 33 1,5587,94 7,20 6,96 Pasir 1,40 21,90 20,00 9,75 5,76 4,90 114 30 4,24

18 87,94 7,20 6,96 Pasir 1,40 21,00 20,00 9,67 5,89 4,90 114 40 4,2470,18 16,55 13,27 Lempung Berpasir 1,52 21,90 19,30 9,77 5,75 5,10 110 30 1,3450,05 21,86 28,62 Lempung Liat Berpasir 1,32 30,10 24,00 10,95 5,29 4,60 105 35 1,07

19 87,94 7,20 6,96 Pasir 1,40 21,90 20,00 9,75 5,76 4,90 114 40 4,2420,59 29,39 51,02 Liat 1,31 45,65 40,50 21,76 13,44 12,30 110 30 1,62

20 19,57 38,37 42,26 Liat 1,80 44,65 32,10 14,64 6,49 6,00 115 30 1,1087,94 7,20 6,96 Pasir 1,40 41,90 20,00 8,87 4,78 4,90 114 40 4,24

21 19,57 38,37 42,26 Liat 1,80 44,65 32,10 14,64 6,49 6,00 115 30 1,106,52 46,09 47,39 Liat Berdebu 1,31 50,25 45,15 23,79 14,65 13,20 115 45 1,14

22 75,19 8,62 15,74 Lempung Berpasir 1,65 26,70 22,20 11,05 6,69 5,90 127 31 1,6725,78 32,08 42,05 Liat 1,45 44,60 37,30 18,93 10,50 9,60 95 42 1,16

23 27,27 29,81 43,41 Liat 1,79 40,60 35,20 18,15 10,75 9,70 95 42 3,2332,94 28,32 38,95 Lempung Berliat 1,66 35,60 29,70 16,16 10,07 9,40 75 35 1,20

24 32,94 28,32 38,95 Lempung Berliat 1,66 30,60 29,70 16,18 10,48 9,40 100 35 1,2025 42,34 19,88 37,77 Lempung Berliat 1,46 41,50 37,10 19,11 11,27 10,10 80 44 1,6026 88,44 9,75 10,91 Pasir 1,54 24,70 18,50 7,74 2,97 2,50 110 46 3,04

8,00 34,67 57,67 Liat 1,29 40,20 36,35 29,56 26,78 26,40 120 37 3,7427 66,50 13,35 20,64 Lempung Liat Berpasir 1,56 24,65 19,05 12,19 9,24 9,00 100 40 0,90

Kadar Air

(%)

Fraksi tanah (%)

131

Page 152: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 2. Karakteristik fisik tanah pada masing-masing profil tanah

No. Kode Kedalaman KA Bobot Bahan Air Indek

Sampel Tanah Isi Organik Pasir Debu Liat pF 2,54 pF 4,2 Tersedia Stabilitas(cm) (%) (g/cm3) (%) (% vol.) (% vol.) Agregat

1 L1 0-14 21 1,15 2,44 57 30 13 25,40 20,16 5,24 252 L1 14-33 23 1,31 2,20 55 24 21 23,12 16,96 6,16 253 L1 33-77 25 1,34 0,75 41 35 24 28,92 18,03 10,89 334 L1 77-95 25 1,42 0,56 40 38 23 29,36 14,38 14,98 335 L1 95-116 25 1,45 1,17 32 15 53 28,13 17,65 10,48 336 L1 116-125 20 1,46 0,56 34 18 48 21,69 15,90 5,79 337 L1 125-150 26 1,31 0,40 40 35 25 21,40 14,47 6,93 338 L2 0-34 23 1,28 2,55 53 15 31 27,54 19,49 8,05 509 L2 34-113 27 1,35 0,96 32 26 42 27,76 13,15 14,61 100

10 L2 113-150 26 1,46 0,45 31 25 45 35,32 22,52 12,80 5011 L3 0-9 22 1,20 3,00 20 35 44 32,20 26,32 5,88 10012 L3 9-30 21 1,31 0,92 24 29 46 32,46 19,65 12,81 10013 L3 30-55 21 1,49 0,44 23 36 41 24,41 18,90 5,51 5014 L3 55-104 20 1,49 0,41 18 47 35 25,02 19,79 5,23 5015 L3 104-150 23 1,52 0,48 12 41 46 30,59 15,66 14,93 5016 L4 0-9 28 1,32 3,72 38 23 38 35,18 18,32 16,86 10017 L4 9-49 24 1,42 0,81 40 20 40 29,07 21,64 7,43 5018 L4 49-89 22 1,52 0,53 40 13 47 27,83 17,38 10,45 3319 L4 89-150 23 1,51 0,49 32 12 56 27,17 18,59 8,58 3320 L5 0-23 21 1,24 3,02 35 9 56 35,02 22,08 12,94 10021 L5 23-76 26 1,26 1,02 17 14 69 31,22 20,02 11,20 5022 L5 76-150 23 1,36 0,69 19 9 72 30,02 15,11 14,91 3323 L6 0-7 26 1,24 2,29 23 19 58 38,71 15,10 23,61 10024 L6 7-35 27 1,30 1,37 23 41 35 30,96 22,59 8,37 5025 L6 35-71 26 1,32 0,79 14 28 58 27,21 15,58 11,63 3326 L6 71-99 26 1,33 0,66 31 40 30 29,79 15,89 13,90 2527 L6 99-150 27 1,30 1,26 11 44 45 27,43 10,98 16,45 33

Tekstur Kadar Air

(%)

Keterangan : KA = kadar air pada kondisi lapang

132

Page 153: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 3. Analisis data curah hujan tahun 2001 – 2005 di DAS Separi

Waktu Rerata STD SKW P(W/D) P(W/W) P(D/D) P(D/W) HH CV CSJan 239,72 15,25 2,91 0,52 0,72 0,48 0,28 21,40 0,06 0,00Feb 213,44 16,89 2,82 0,46 0,62 0,54 0,38 16,40 0,08 0,00Mar 221,36 13,10 3,12 0,53 0,65 0,47 0,35 19,60 0,06 0,00Apr 183,32 12,71 2,79 0,64 0,62 0,36 0,38 19,60 0,07 0,00May 152,92 10,28 3,02 0,59 0,64 0,41 0,36 19,20 0,07 0,00Jun 117,68 8,91 3,40 0,48 0,72 0,52 0,28 20,00 0,08 0,00Jul 99,12 8,54 5,13 0,59 0,54 0,41 0,46 18,00 0,09 0,01Aug 39,60 3,89 4,46 0,28 0,45 0,72 0,55 10,60 0,10 0,08Sep 122,20 8,93 4,90 0,37 0,67 0,63 0,33 16,40 0,07 0,01Oct 141,16 14,58 4,76 0,44 0,58 0,56 0,42 16,60 0,10 0,00Nov 184,60 11,83 3,51 0,73 0,72 0,27 0,28 22,60 0,06 0,00Dec 226,48 11,77 2,07 0,71 0,71 0,29 0,29 22,80 0,05 0,00

Jan 212,00 15,39 5,85 0,49 0,66 0,51 0,34 19,60 0,07 0,00Feb 129,30 11,82 3,57 0,41 0,61 0,59 0,39 15,00 0,09 0,00Mar 324,45 18,92 2,75 0,57 0,74 0,43 0,26 22,20 0,06 0,00Apr 244,64 12,59 2,05 0,76 0,75 0,24 0,25 23,40 0,05 0,00May 206,36 12,49 4,21 0,75 0,75 0,25 0,25 23,80 0,06 0,00Jun 184,08 13,04 4,25 0,64 0,72 0,36 0,28 21,60 0,07 0,00Jul 99,28 9,48 6,04 0,48 0,59 0,52 0,41 17,60 0,10 0,01Aug 89,32 8,61 4,51 0,31 0,54 0,69 0,46 13,00 0,10 0,01Sep 188,36 12,94 3,01 0,44 0,67 0,56 0,33 17,60 0,07 0,00Oct 110,64 10,75 4,99 0,37 0,51 0,63 0,49 13,80 0,10 0,00Nov 216,68 13,66 3,49 0,50 0,72 0,50 0,28 20,40 0,06 0,00Dec 188,60 10,87 2,70 0,53 0,71 0,47 0,29 21,20 0,06 0,00

Jan 284,24 16,48 2,70 0,49 0,72 0,51 0,28 20,40 0,06 0,00Feb 202,08 15,44 3,35 0,35 0,63 0,65 0,37 14,40 0,08 0,00Mar 244,72 16,52 3,06 0,56 0,77 0,44 0,23 22,80 0,07 0,00Apr 220,64 15,14 3,45 0,68 0,73 0,32 0,27 22,00 0,07 0,00May 206,92 13,22 3,49 0,70 0,67 0,30 0,33 21,60 0,06 0,00Jun 194,12 14,29 4,95 0,46 0,68 0,54 0,32 19,00 0,07 0,00Jul 95,56 6,92 3,29 0,53 0,69 0,47 0,31 20,00 0,07 0,01Aug 75,44 8,14 4,84 0,22 0,56 0,78 0,44 10,80 0,11 0,01Sep 121,88 9,43 3,31 0,51 0,56 0,49 0,44 16,20 0,08 0,00Oct 131,32 10,13 3,64 0,45 0,54 0,55 0,46 16,00 0,08 0,00Nov 212,20 15,77 4,71 0,65 0,67 0,35 0,33 20,80 0,07 0,00Dec 295,44 18,18 2,73 0,56 0,65 0,44 0,35 20,00 0,06 0,00

Jan 245,68 14,58 2,82 0,67 0,82 0,33 0,18 25,60 0,06 0,00Feb 221,76 15,53 2,72 0,50 0,76 0,50 0,24 20,20 0,07 0,00Mar 217,24 12,34 2,88 0,75 0,89 0,25 0,11 27,80 0,06 0,00Apr 186,39 11,52 2,61 0,85 0,88 0,15 0,12 27,40 0,06 0,00May 161,31 9,88 3,02 0,88 0,87 0,12 0,13 27,80 0,06 0,00Jun 127,95 8,11 3,08 0,64 0,85 0,36 0,15 25,60 0,06 0,01Jul 98,67 7,41 4,88 0,69 0,81 0,31 0,19 25,20 0,08 0,01Aug 46,64 3,91 4,03 0,38 0,67 0,62 0,33 17,20 0,08 0,07Sep 122,36 8,13 2,84 0,77 0,75 0,23 0,25 23,20 0,07 0,01Oct 138,00 12,95 4,67 0,60 0,74 0,40 0,26 22,60 0,09 0,00Nov 190,34 10,41 3,29 0,69 0,90 0,31 0,10 27,40 0,05 0,00Dec 233,95 11,34 2,12 0,80 0,84 0,20 0,16 27,00 0,05 0,00

Curah Hujan Stasiun Separi (mm)

Curah Hujan Wilayah DAS Separi (mm)

Curah Hujan Stasiun Lempake (mm)

Curah Hujan Stasiun Marang Kayu (mm)

Keterangan : STD = standar deviasi, SKW = parameter skewness, (P(W/D) = peluang hari

basah diikuti hari kering, P(W/W)= peluang jumlah hari basah diikuti hari basah, P(D/D) = peluang jumlah hari kering diikuti hari kering, P(D/W) = peluang jumlah hari kering diikuti hari basah, HH = rerata jumlah hari hujan dalam satu bulan, CV = koefisien variasi, dan CS = koefisien skewness (koefisien kemencengan)

133

Page 154: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 4. Hasil perhitungan infiltrasi pada beberapa respon hidrologis di 3 Sub DAS Separi

Nama Lokasi SepariJenis Tutupan Lahan Lahan Pertanian (jagung) - L1Jenis TanahTanggal Pengamatan 25-Feb-06r ring (cm) 10,8Volume Air Yang Diberikan (ml) 250Rata-rata Infil. Pengukuran (cm/menit) 0,04

Y X1 X2Waktu

Pengamatan Inf Inf Rataan H H Waktu Inf Rataan H Simulasi Inf Rataan Simulasi H f=fo-

kH+kfct(menit) (cm/jam) (cm/jam) (cm) (cm) (menit) (cm/menit) (cm) (cm/menit)

0,92 44,49 26,17 0,68 0,68 0,92 0,44 0,45 0,44 0,44 0,445,21 7,85 6,01 1,36 1,36 5,21 0,10 2,14 0,20 1,72 0,209,81 4,17 3,36 2,05 2,05 9,81 0,06 2,61 0,11 2,39 0,11

16,13 2,54 2,18 2,73 2,73 16,13 0,04 3,08 0,07 2,93 0,0722,44 1,82 1,61 3,41 3,41 22,44 0,03 3,51 0,06 3,36 0,0629,48 1,39 1,24 4,09 4,09 29,48 0,02 3,97 0,06 3,80 0,0637,63 1,09 0,98 4,78 4,78 37,63 0,02 4,49 0,06 4,30 0,0646,84 0,87 0,80 5,46 5,46 46,84 0,01 5,07 0,06 4,86 0,0656,06 0,73 0,67 6,14 6,14 56,06 0,01 5,64 0,06 5,43 0,0668,22 0,60 0,55 6,82 6,82 68,22 0,01 6,40 0,06 6,17 0,0680,39 0,51 0,48 7,50 7,50 80,39 0,01 7,15 0,06 6,92 0,0692,80 0,44 0,41 8,19 8,19 92,80 0,01 7,92 0,06 7,68 0,06

105,90 0,39 0,37 8,87 8,87 105,90 0,01 8,72 0,06 8,49 0,06119,10 0,34 0,33 9,55 9,55 119,10 0,01 9,54 0,06 9,30 0,06132,57 0,31 0,29 10,23 10,23 132,57 0,00 10,36 0,06 10,12 0,06146,60 0,28 0,27 10,92 10,92 146,60 0,00 11,23 0,06 10,99 0,06160,67 0,25 0,13 11,60 11,60 160,67 0,00 12,10 0,06 11,85 0,06

Nama Lokasi Separi (AWLR Soyi)Jenis Tutupan Lahan Semak Belukar (pahitan) - L2Jenis TanahTanggal Pengamatan 27-Feb-06r ring (cm) 10,8Volume Air Yang Diberikan (ml) 250Rata-rata Infil. Pengukuran (cm/menit) 0,03

Y X1 X2Waktu

Pengamatan Inf Inf Rataan H H Waktu Inf Rataan H Simulasi Inf Rataan Simulasi H f=fo-

kH+kfct(menit) (cm/jam) (cm/jam) (cm) (cm) (menit) (cm/menit) (cm) (cm/menit)

0,90 45,48 26,81 0,68 0,68 0,90 0,45 -0,78 0,29 0,28 0,295,04 8,13 5,87 1,36 1,36 5,04 0,10 1,87 0,19 1,25 0,19

11,34 3,61 2,91 2,05 2,05 11,34 0,05 2,59 0,11 2,16 0,1118,60 2,20 1,86 2,73 2,73 18,60 0,03 3,15 0,08 2,83 0,0826,86 1,52 1,34 3,41 3,41 26,86 0,02 3,72 0,07 3,42 0,0735,15 1,16 1,05 4,09 4,09 35,15 0,02 4,26 0,06 3,95 0,0643,60 0,94 0,86 4,78 4,78 43,60 0,01 4,80 0,06 4,47 0,0652,60 0,78 0,72 5,46 5,46 52,60 0,01 5,36 0,06 5,03 0,0661,62 0,66 0,62 6,14 6,14 61,62 0,01 5,93 0,06 5,58 0,0670,74 0,58 0,54 6,82 6,82 70,74 0,01 6,50 0,06 6,14 0,0680,74 0,51 0,48 7,50 7,50 80,74 0,01 7,11 0,06 6,75 0,0690,80 0,45 0,43 8,19 8,19 90,80 0,01 7,74 0,06 7,37 0,06

101,92 0,40 0,38 8,87 8,87 101,92 0,01 8,42 0,06 8,05 0,06113,06 0,36 0,34 9,55 9,55 113,06 0,01 9,11 0,06 8,73 0,06126,09 0,32 0,31 10,23 10,23 126,09 0,01 9,91 0,06 9,53 0,06139,15 0,29 0,28 10,92 10,92 139,15 0,00 10,71 0,06 10,33 0,06152,15 0,27 0,26 11,60 11,60 152,15 0,00 11,51 0,06 11,12 0,06165,30 0,25 0,24 12,28 12,28 165,30 0,00 12,32 0,06 11,93 0,06178,42 0,23 0,22 12,96 12,96 178,42 0,00 13,12 0,06 12,73 0,06191,62 0,21 0,21 13,64 13,64 191,62 0,00 13,93 0,06 13,54 0,06204,72 0,20 0,19 14,33 14,33 204,72 0,00 14,74 0,06 14,34 0,06217,72 0,19 0,18 15,01 15,01 217,72 0,00 15,53 0,06 15,14 0,06230,72 0,18 0,18 15,69 15,69 230,72 0,00 16,33 0,06 15,93 0,06230,72 0,18 0,18 16,37 16,37 230,72 0,00 16,33 0,06 15,93 0,06230,72 0,18 0,09 17,06 17,06 230,72 0,00 16,34 0,06 15,93 0,06

134

Page 155: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Lanjutan Tabel 4. Nama Lokasi Separi (AWLR Badin)Jenis Tutupan Lahan Lahan Pertanian - L3 Jenis TanahTanggal Pengamatan 26-Feb-06r ring (cm) 10,8Volume Air Yang Diberikan (ml) 250

Y X1 X2Waktu

Pengamatan Inf Inf Rataan H H Waktu Inf Rataan H Simulasi Inf Rataan Simulasi H f=fo-

kH+kfct(menit) (cm/jam) (cm/jam) (mm) (cm) (menit) (cm/menit) (cm) (cm/menit)

1,45 28,23 19,79 0,68 0,68 1,45 0,33 0,20 0,30 0,46 0,303,61 11,34 8,61 1,36 1,36 3,61 0,14 1,97 0,25 1,05 0,256,96 5,88 4,80 2,05 2,05 6,96 0,08 2,77 0,19 1,79 0,19

11,03 3,71 3,18 2,73 2,73 11,03 0,05 3,31 0,15 2,48 0,1515,49 2,64 2,31 3,41 3,41 15,49 0,04 3,77 0,12 3,07 0,1220,64 1,98 1,78 4,09 4,09 20,64 0,03 4,23 0,10 3,63 0,1026,01 1,57 1,42 4,78 4,78 26,01 0,02 4,69 0,09 4,13 0,0932,18 1,27 1,16 5,46 5,46 32,18 0,02 5,19 0,08 4,65 0,0839,21 1,04 0,96 6,14 6,14 39,21 0,02 5,75 0,08 5,21 0,0846,72 0,88 0,81 6,82 6,82 46,72 0,01 6,33 0,08 5,79 0,0854,73 0,75 0,70 7,50 7,50 54,73 0,01 6,95 0,08 6,40 0,0862,96 0,65 0,60 8,19 8,19 62,96 0,01 7,58 0,08 7,02 0,0873,21 0,56 0,52 8,87 8,87 73,21 0,01 8,37 0,08 7,79 0,0884,57 0,48 0,45 9,55 9,55 84,57 0,01 9,23 0,08 8,65 0,0897,70 0,42 0,39 10,23 10,23 97,70 0,01 10,23 0,08 9,63 0,08

112,23 0,36 0,34 10,92 10,92 112,23 0,01 11,33 0,08 10,73 0,08127,52 0,32 0,16 11,60 11,60 127,52 0,00 12,50 0,08 11,88 0,08

Nama Lokasi Separi (AWLR Badin)Jenis Tutupan Lahan Semak Belukar (Alang alang) - L6Jenis TanahTanggal Pengamatan 01-Mar-06r ring (cm) 10,8Volume Air Yang Diberikan (ml) 250

Y X1 X2Waktu

Pengamatan Inf Inf Rataan H H Waktu Inf Rataan H Simulasi Inf Rataan Simulasi H f=fo-

kH+kfct(menit) (cm/jam) (cm/jam) (cm) (cm) (menit) (cm/menit) (cm) (cm/jam)

1,58 25,91 18,34 0,68 0,68 1,58 0,31 0,58 0,25 0,41 0,253,80 10,77 8,22 1,36 1,36 3,80 0,14 2,47 0,22 0,94 0,227,22 5,67 4,62 2,05 2,05 7,22 0,08 3,65 0,19 1,64 0,19

11,48 3,57 3,08 2,73 2,73 11,48 0,05 4,25 0,16 2,38 0,1615,76 2,60 2,28 3,41 3,41 15,76 0,04 4,64 0,13 3,00 0,1320,81 1,97 1,77 4,09 4,09 20,81 0,03 4,97 0,11 3,60 0,1125,96 1,58 1,42 4,78 4,78 25,96 0,02 5,26 0,09 4,11 0,0932,21 1,27 1,17 5,46 5,46 32,21 0,02 5,57 0,07 4,61 0,0738,49 1,06 0,98 6,14 6,14 38,49 0,02 5,85 0,06 5,04 0,0645,74 0,89 0,81 6,82 6,82 45,74 0,01 6,16 0,05 5,46 0,0556,19 0,73 0,65 7,50 7,50 56,19 0,01 6,59 0,05 5,97 0,0571,32 0,57 0,52 8,19 8,19 71,32 0,01 7,18 0,04 6,62 0,0487,68 0,47 0,43 8,87 8,87 87,68 0,01 7,80 0,04 7,26 0,04

105,20 0,39 0,36 9,55 9,55 105,20 0,01 8,45 0,04 7,91 0,04124,77 0,33 0,30 10,23 10,23 124,77 0,01 9,18 0,04 8,63 0,04145,36 0,28 0,26 10,92 10,92 145,36 0,00 9,94 0,04 9,38 0,04170,46 0,24 0,22 11,60 11,60 170,46 0,00 10,86 0,04 10,29 0,04197,61 0,21 0,19 12,28 12,28 197,61 0,00 11,86 0,04 11,28 0,04225,76 0,18 0,17 12,96 12,96 225,76 0,00 12,89 0,04 12,30 0,04255,92 0,16 0,15 13,64 13,64 255,92 0,00 13,99 0,04 13,40 0,04286,11 0,14 0,14 14,33 14,33 286,11 0,00 15,09 0,04 14,49 0,04316,31 0,13 0,13 15,01 15,01 316,31 0,00 16,19 0,04 15,59 0,04316,35 0,13 0,13 15,69 15,69 316,35 0,00 16,19 0,04 15,59 0,04316,45 0,13 0,06 16,37 16,37 316,45 0,00 16,21 0,04 15,59 0,04

135

Page 156: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Lanjutan Tabel 4. Nama Lokasi Separi (AWLR Usup)Jenis Tutupan Lahan Semak Belukar - L4 (di GPS L5)Jenis TanahTanggal Pengamatan 07-Mar-06r ring (cm) 10,8Volume Air Yang Diberikan (ml) 250

Y X1 X2Waktu

Pengamatan Inf Inf Rataan H H Waktu Inf Rataan H Simulasi Inf Rataan Simulasi H f=fo-

kH+kfct(menit) (cm/jam) (cm/jam) (mm) (cm) (menit) (cm/menit) (cm) (cm/menit)

1,40 29,24 22,53 0,68 0,68 1,40 0,38 0,16 0,34 0,51 0,342,59 15,83 12,25 1,36 1,36 2,59 0,20 1,79 0,30 0,89 0,304,72 8,67 6,82 2,05 2,05 4,72 0,11 2,72 0,25 1,47 0,258,24 4,97 4,00 2,73 2,73 8,24 0,07 3,33 0,19 2,24 0,19

13,45 3,04 2,62 3,41 3,41 13,45 0,04 3,80 0,13 3,04 0,1318,55 2,21 1,92 4,09 4,09 18,55 0,03 4,16 0,09 3,59 0,0925,10 1,63 1,41 4,78 4,78 25,10 0,02 4,57 0,07 4,13 0,0734,25 1,20 1,06 5,46 5,46 34,25 0,02 5,08 0,06 4,71 0,0644,74 0,91 0,81 6,14 6,14 44,74 0,01 5,65 0,05 5,29 0,0558,74 0,70 0,63 6,82 6,82 58,74 0,01 6,38 0,05 6,01 0,0573,04 0,56 0,51 7,50 7,50 73,04 0,01 7,11 0,05 6,73 0,0588,09 0,46 0,43 8,19 8,19 88,09 0,01 7,88 0,05 7,49 0,05

103,64 0,39 0,37 8,87 8,87 103,64 0,01 8,67 0,05 8,27 0,05119,79 0,34 0,32 9,55 9,55 119,79 0,01 9,49 0,05 9,08 0,05136,19 0,30 0,28 10,23 10,23 136,19 0,00 10,32 0,05 9,90 0,05153,34 0,27 0,25 10,92 10,92 153,34 0,00 11,19 0,05 10,77 0,05170,57 0,24 0,12 11,60 11,60 170,57 0,00 12,07 0,05 11,63 0,05

Nama Lokasi Separi (AWLR Usup)Jenis Tutupan Lahan Kebun Camp. (Lada) - L6 di GPSJenis TanahTanggal Pengamatan 10-Mar-06

Volume Air Yang Diberikan (ml) 250

Y X1 X2Waktu

Pengamatan Inf Inf Rataan H H Waktu Inf Rataan H Simulasi

Inf Rataan Simulasi H f=fo-

kH+kfct(menit) (cm/jam) (cm/jam) (mm) (cm) (menit) (cm/menit) (cm) (cm/menit)

0,68 60,49 38,47 0,35 0,35 0,68 0,64 0,10 0,52 0,40 0,522,49 16,44 12,54 0,71 0,71 2,49 0,21 1,21 0,26 1,08 0,264,73 8,65 6,80 1,06 1,06 4,73 0,11 1,51 0,12 1,49 0,128,26 4,96 4,00 1,41 1,41 8,26 0,07 1,72 0,05 1,76 0,05

13,46 3,04 2,62 1,77 1,77 13,46 0,04 1,92 0,03 1,95 0,0318,56 2,21 1,92 2,12 2,12 18,56 0,03 2,09 0,03 2,10 0,0325,10 1,63 1,41 2,48 2,48 25,10 0,02 2,29 0,03 2,28 0,0334,25 1,20 1,06 2,83 2,83 34,25 0,02 2,55 0,03 2,53 0,0344,74 0,91 0,81 3,18 3,18 44,74 0,01 2,85 0,03 2,82 0,0358,74 0,70 0,63 3,54 3,54 58,74 0,01 3,24 0,03 3,20 0,0373,04 0,56 0,51 3,89 3,89 73,04 0,01 3,64 0,03 3,59 0,0388,09 0,46 0,43 4,24 4,24 88,09 0,01 4,05 0,03 4,00 0,03

103,64 0,39 0,37 4,60 4,60 103,64 0,01 4,48 0,03 4,43 0,03119,79 0,34 0,32 4,95 4,95 119,79 0,01 4,92 0,03 4,87 0,03136,19 0,30 0,28 5,31 5,31 136,19 0,00 5,37 0,03 5,32 0,03153,34 0,27 0,25 5,66 5,66 153,34 0,00 5,84 0,03 5,79 0,03170,57 0,24 0,12 6,01 6,01 170,57 0,00 6,32 0,03 6,26 0,03

136

Page 157: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 5. Analisis regresi antara laju infiltrasi konstan (mm/menit) dengan bobot isi tanah (g/cm3)

The regression equation is fc = 3,64 - 2,38 BI Predictor Coef SE Coef T P Constant 3,6388 0,9389 3,88 0,018 BI -2,3802 0,7196 -3,31 0,030 S = 0,1080 R-Sq = 73,2% R-Sq(adj) = 66,5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0,12766 0,12766 10,94 0,030 Residual Error 4 0,04668 0,01167 Total 5 0,17433 Tabel 6. Perbandingan debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) antara

ketiga Sub DAS No. Waktu

Qp Qp/Luas DAS t p Qp Qp/Luas DAS t p Qp Qp/Luas DAS t p(m3/detik) (mm/6 menit) (jam) (m3/detik) (mm/6 menit) (jam) (m3/detik) (mm/6 menit) (jam)

1 08/04/2006 0,79 0,0047 2,5 0,59 0,0047 5,0 tad tad tad2 14/04/2006 0,64 0,0038 2,3 0,57 0,0045 5,9 0,46 0,0094 3,53 23/04/2006 0,77 0,0046 3,1 0,77 0,0061 7,1 0,50 0,0102 3,3

Rerata 0,0043 a 2,6 a 0,0051 a 6,0 b 0,0098 b 3,4 a

Sub DAS Separi-Usup Sub DAS Separi-Soyi Sub DAS Separi-Badin

Keterangan : tad = tidak ada data dan hurup pada baris dan kolom parameter yang sama

menunjukkan kesamaan (α=5%) Tabel 7. Skenario perubahan komposisi luas penggunaan lahan pada masing-

masing Sub DAS Separi Sub DAS Tutupan

Lahan Skenario 0 Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4Separi 01 Kebun/Ladang 46,57 0,00 46,57 0,00 93,14

Semak Belukar 3069,01 0,00 1534,51 0,00 3069,01Hutan 73,56 3189,14 1608,06 3189,14 26,99

Separi 02 Semak Belukar 1091,40 0,00 545,70 0,00 1091,40Hutan 0,00 1091,40 545,70 1091,40 0,00

Separi 03 Semak Belukar 1192,34 0,00 596,17 0,00 1192,34Hutan 0,00 1192,34 596,17 1192,34 0,00

Separi 04 Semak Belukar 1374,68 0,00 687,34 0,00 1374,68Hutan 0,00 1374,68 687,34 1374,68 0,00

Separi 05 Lahan Terbuka 17,90 0,00 0,00 0,00 17,90Semak Belukar 1963,55 0,00 981,77 0,00 1963,55Hutan 0,00 1981,45 999,68 1981,45 0,00

Separi 06 Semak Belukar 1587,57 0,00 793,79 0,00 1587,57Hutan 0,00 1587,57 793,79 1587,57 0,00

Separi 07 Semak Belukar 1970,26 0,00 985,13 0,00 1970,26Hutan 80,89 2051,15 1066,02 2051,15 80,89

Separi 08 Kebun/Ladang 37,04 37,04 37,04 37,04 37,04Semak Belukar 839,83 0,00 419,92 839,83 839,83Hutan 0,00 839,83 419,92 0,00 0,00

Separi 09 Kebun/Ladang 49,87 49,87 49,87 49,87 99,75Semak Belukar 1370,44 0,00 685,22 1370,44 1320,56Hutan 0,00 1370,44 685,22 0,00 0,00Tambang Batu Bara 463,92 463,92 463,92 463,92 463,92

Separi 10 Pemukiman 28,38 28,38 28,38 28,38 56,76Persawahan 116,47 116,47 116,47 116,47 116,47Lahan Terbuka 13,25 0,00 0,00 13,25 13,25Kebun/Ladang 356,73 356,73 356,73 356,73 713,46Semak Belukar 7515,66 1000,00 3757,83 7515,66 7237,59Hutan 107,04 6635,95 3878,12 107,04 0,00

Luas (Ha)

137

Page 158: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 8. Defisit dan surplus air dari hasil analisis neraca air metode Thornthwaite dan Mather (1957) pada masing-masing Satuan Peta Tanah (SPT) di DAS Separi

Waktu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14Jan-02 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77Feb-02 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78Mar-02 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48Apr-02 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97Mei-02 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18Jun-02 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69Jul-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-02 -2,67 -4,35 -4,68 -28,71 0,00 -11,52 -22,20 -13,47 -2,76 -21,99 0,00 0,00 0,00 0,00Sep-02 0,00 0,00 -0,32 -24,35 0,00 -7,16 -17,84 -9,11 0,00 -17,63 0,00 0,00 0,00 0,00Okt-02 -11,84 -13,52 -13,85 -37,88 -6,38 -20,69 -31,37 -22,64 -11,93 -31,16 0,00 0,00 0,00 -4,22Nop-02 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34Des-02 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52Jan-03 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83Feb-03 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64Mar-03 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28Apr-03 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80Mei-03 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87Jun-03 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96Jul-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Sep-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Okt-03 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30Nop-03 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80Des-03 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76Jan-04 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07Feb-04 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72Mar-04 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93Apr-04 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78Mei-04 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34Jun-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Jul-04 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33

Agust-04 -4,45 -6,13 -6,46 -30,49 0,00 -13,30 -23,98 -15,25 -4,54 -23,77 0,00 0,00 0,00 0,00Sep-04 0,00 0,00 0,00 -6,66 0,00 0,00 -0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Okt-04 -59,77 -61,45 -61,78 -85,81 -54,31 -68,62 -79,30 -70,57 -59,86 -79,09 0,00 0,00 0,00 -52,15Nop-04 0,00 0,00 0,00 -11,25 0,00 0,00 -4,74 0,00 0,00 -4,53 0,00 0,00 0,00 0,00Des-04 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82Jan-05 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52Feb-05 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19Mar-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Apr-05 -0,61 -2,29 -2,62 -26,65 0,00 -9,46 -20,14 -11,41 -0,70 -19,93 0,00 0,00 0,00 0,00Mei-05 0,00 0,00 0,00 -16,98 0,00 0,00 -10,47 -1,74 0,00 -10,26 0,00 0,00 0,00 0,00Jun-05 0,00 0,00 0,00 -23,10 0,00 -5,91 -16,59 -7,86 0,00 -16,38 0,00 0,00 0,00 0,00Jul-05 -5,62 -7,30 -7,63 -31,66 -0,16 -14,47 -25,15 -16,42 -5,71 -24,94 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-05 -15,18 -16,86 -17,19 -41,22 -9,72 -24,03 -34,71 -25,98 -15,27 -34,50 0,00 0,00 0,00 -7,56Sep-05 -72,73 -74,41 -74,74 -98,77 -67,27 -81,58 -92,26 -83,53 -72,82 -92,05 -2,23 0,00 -11,83 -65,11Okt-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Nop-05 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96Des-05 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97

Satuan Peta Tanah (SPT)

138

Page 159: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Lanjutan Tabel 8.

Waktu15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Jan-02 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77Feb-02 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78Mar-02 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48Apr-02 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97Mei-02 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18Jun-02 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69Jul-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-02 0,00 0,00 0,00 -4,23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -16,89 -38,07Sep-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -12,53 -33,71Okt-02 0,00 0,00 0,00 -13,40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -26,06 -47,24

Nop-02 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34Des-02 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52Jan-03 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83Feb-03 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64Mar-03 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28Apr-03 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80Mei-03 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87Jun-03 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96Jul-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -1,56Sep-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Okt-03 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30

Nop-03 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80Des-03 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76Jan-04 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07Feb-04 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72Mar-04 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93Apr-04 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78Mei-04 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34Jun-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Jul-04 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33

Agust-04 0,00 0,00 0,00 -6,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -18,67 -39,85Sep-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -16,02Okt-04 -9,59 -10,11 -31,45 -61,33 -33,43 -25,27 0,00 -30,31 -14,95 -33,67 0,00 -73,99 -95,17

Nop-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -20,61Des-04 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82Jan-05 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52Feb-05 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19Mar-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,95Apr-05 0,00 0,00 0,00 -2,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -14,83 -36,01Mei-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -5,16 -26,34Jun-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -11,28 -32,46Jul-05 0,00 0,00 0,00 -7,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -19,84 -41,02

Agust-05 0,00 0,00 0,00 -16,74 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -29,40 -50,58Sep-05 -22,55 -23,08 -44,41 -74,29 -46,39 -38,23 0,00 -43,27 -27,91 -46,63 -6,43 -86,95 -108,13Okt-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Nop-05 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96Des-05 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97

Satuan Peta Tanah (SPT)

139

Page 160: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 9. Analisis neraca air Lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) pada kelompok kelas tekstur tanah di DAS Separi

Liat Lempung PasirKapasitas Lapang (mm) 236,24 183,52 185,78Titik Layu Permanen (mm) 80,80 58,62 59,20Stok Air Tanah (mm) 155,44 124,89 126,58Kedalaman perakaran (cm) 60 60 60

Waktu Hujan ETo (CH - ETo) APWL(mm) (mm) (mm) (mm) Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir

Nop-01 248,62 94,00 154,62 0,00 154,62 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 94,00 94,00 94,00Des-01 207,81 94,96 112,85 0,00 155,44 124,89 108,43 0,82 0,00 0,00 94,96 94,96 94,96Jan-02 231,25 98,48 132,77 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,48 98,48 98,48Feb-02 118,19 95,41 22,78 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 95,41 95,41 95,41Mar-02 299,17 96,69 202,48 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 96,69 96,69 96,69Apr-02 147,32 98,35 48,97 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,35 98,35 98,35Mei-02 137,28 98,09 39,18 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,09 98,09 98,09Jun-02 208,13 83,44 124,69 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 83,44 83,44 83,44Jul-02 65,90 103,73 -37,83 -37,83 117,61 87,06 70,59 -37,83 -37,83 -37,83 65,90 65,90 65,90

Agust-02 44,70 105,24 -60,54 -98,37 57,07 26,52 10,05 -60,54 -60,54 -60,54 44,70 44,70 44,70Sep-02 98,37 94,01 4,36 0,00 61,43 30,88 14,42 4,36 4,36 4,36 94,01 94,01 94,01Okt-02 93,38 106,90 -13,53 -13,53 47,90 17,35 0,89 -13,53 -13,53 -13,53 93,38 93,38 93,38Nop-02 243,56 83,68 159,88 0,00 155,44 124,89 108,43 107,54 107,54 107,54 83,68 83,68 83,68Des-02 136,83 101,31 35,52 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 101,31 101,31 101,31Jan-03 353,93 94,10 259,83 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 94,10 94,10 94,10Feb-03 168,84 98,19 70,64 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,19 98,19 98,19Mar-03 202,12 104,84 97,28 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 104,84 104,84 104,84Apr-03 319,23 93,42 225,80 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 93,42 93,42 93,42Mei-03 219,94 93,06 126,87 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 93,06 93,06 93,06Jun-03 105,07 89,10 15,96 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 89,10 89,10 89,10Jul-03 64,55 93,10 -28,55 -28,55 126,89 96,34 79,88 -28,55 -28,55 -28,55 64,55 64,55 64,55

Agust-03 66,46 99,77 -33,31 -61,86 93,58 63,03 46,57 -33,31 -33,31 -33,31 66,46 66,46 66,46Sep-03 133,07 90,48 42,59 0,00 136,17 105,62 89,16 42,59 42,59 42,59 90,48 90,48 90,48Okt-03 221,17 98,60 122,57 0,00 155,44 124,89 108,43 19,27 19,27 19,27 98,60 98,60 98,60Nop-03 132,03 88,23 43,80 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 88,23 88,23 88,23Des-03 231,41 83,65 147,76 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 83,65 83,65 83,65Jan-04 233,92 93,85 140,07 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 93,85 93,85 93,85Feb-04 288,02 86,29 201,72 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 86,29 86,29 86,29Mar-04 284,47 98,54 185,93 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,54 98,54 98,54Apr-04 236,06 91,28 144,78 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 91,28 91,28 91,28Mei-04 165,75 90,40 75,34 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 90,40 90,40 90,40Jun-04 80,54 87,19 -6,65 -6,65 148,79 118,24 101,78 -6,65 -6,65 -6,65 80,54 80,54 80,54Jul-04 135,40 80,41 54,98 0,00 155,44 124,89 108,43 6,65 6,65 6,65 80,41 80,41 80,41

Agust-04 1,63 101,78 -100,15 -100,15 55,29 24,75 8,28 -100,15 -100,15 -100,15 1,63 1,63 1,63Sep-04 114,80 90,97 23,83 0,00 79,12 48,58 32,11 23,83 23,83 23,83 90,97 90,97 90,97Okt-04 20,03 99,19 -79,15 -79,15 -0,03 -30,58 -47,04 -79,15 -79,15 -79,15 20,03 20,03 20,03Nop-04 160,83 86,27 74,56 0,00 74,53 43,98 27,52 74,56 74,56 74,56 86,27 86,27 86,27Des-04 268,57 82,85 185,73 0,00 155,44 124,89 108,43 80,91 80,91 80,91 82,85 82,85 82,85Jan-05 168,42 86,90 81,52 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 86,90 86,90 86,90Feb-05 99,01 97,82 1,19 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 97,82 97,82 97,82Mar-05 51,65 112,90 -61,25 -61,25 94,19 63,64 47,18 -61,25 -61,25 -61,25 51,65 51,65 51,65Apr-05 54,05 89,12 -35,06 -96,31 59,13 28,58 12,12 -35,06 -35,06 -35,06 54,05 54,05 54,05Mei-05 93,60 83,93 9,67 0,00 68,80 38,25 21,79 9,67 9,67 9,67 83,93 83,93 83,93Jun-05 72,36 78,48 -6,12 -6,12 62,68 32,13 15,67 -6,12 -6,12 -6,12 72,36 72,36 72,36Jul-05 74,39 82,95 -8,56 -14,68 54,12 23,58 7,11 -8,56 -8,56 -8,56 74,39 74,39 74,39

Agust-05 83,82 93,39 -9,57 -24,24 44,56 14,01 -2,45 -9,57 -9,57 -9,57 83,82 83,82 83,82Sep-05 34,19 91,74 -57,55 -81,80 -13,00 -43,54 -60,01 -57,55 -57,55 -57,55 34,19 34,19 34,19Okt-05 240,08 84,56 155,52 0,00 142,52 111,97 95,51 155,52 155,52 155,52 84,56 84,56 84,56Nop-05 157,91 75,03 82,87 0,00 155,44 124,89 108,43 12,92 12,92 12,92 75,03 75,03 75,03Des-05 334,11 74,14 259,97 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 74,14 74,14 74,14

Keterangan : S = Surplus air, D = Defisit air, dan 0 = Stok air tanah masih mencukupi kebutuhan tanaman

Stok Air Tanah (mm) Δ WS Evapotranspirasi Aktual (mm)

140

Page 161: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Lanjutan Tabel 9.

WaktuLiat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir

Nop-01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 29,72 46,19 0,00 29,72 46,19Des-01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 112,03 112,85 112,85 112,03 112,85 112,85Jan-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 S S SFeb-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 S S SMar-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 S S SApr-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 S S SMei-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 S S SJun-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 S S SJul-02 37,83 37,83 37,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0

Agust-02 60,54 60,54 60,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Sep-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Okt-02 13,53 13,53 13,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0

Nop-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 S S SDes-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 S S SJan-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 S S SFeb-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 S S SMar-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 S S SApr-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 S S SMei-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 S S SJun-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 S S SJul-03 28,55 28,55 28,55 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0

Agust-03 33,31 33,31 33,31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Sep-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Okt-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 S S S

Nop-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 S S SDes-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 S S SJan-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 S S SFeb-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 S S SMar-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 S S SApr-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 S S SMei-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 S S SJun-04 6,65 6,65 6,65 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Jul-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 S S S

Agust-04 100,15 100,15 100,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Sep-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Okt-04 79,15 79,15 79,15 -0,03 -30,58 -47,04 0,00 0,00 0,00 -0,03 -30,58 -47,04 D D D

Nop-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Des-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 S S SJan-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 S S SFeb-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 S S SMar-05 61,25 61,25 61,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Apr-05 35,06 35,06 35,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Mei-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Jun-05 6,12 6,12 6,12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0Jul-05 8,56 8,56 8,56 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0

Agust-05 9,57 9,57 9,57 0,00 0,00 -2,45 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -2,45 0 0 DSep-05 57,55 57,55 57,55 -13,00 -43,54 -60,01 0,00 0,00 0,00 -13,00 -43,54 -60,01 D D DOkt-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0

Nop-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 S S SDes-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 S S S

Defisit Fitting (mm) Surplus (mm) Defisit/Surplus Fitt. (mm) Defisit/SurplusDefisit (mm)

141

Page 162: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

Tabel 10. Indeks vegetasi (NDVI), indeks kelembaban (wetness index), dan temperatur permukaan lahan pada masing-masing vegetasi dan tekstur tanah di DAS Separi

Jenis PenggunaanLahan dan Tekstur Tanah 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02

Hutan + Lempung 0,47 0,38 0,38 -0,01 -6,53 -3,16 -1,94 18,31 28 30 30 30Semak Belukar + Liat 0,43 0,36 0,33 -0,06 -6,96 -1,50 -5,97 19,05 28 30 31 31Semak Belukar + Lempung 0,40 0,37 0,36 -0,04 -8,63 -2,49 -1,66 17,77 28 30 31 31Kebun/Ladang + Liat 0,43 0,38 0,30 -0,13 -7,01 -5,69 -12,89 -5,31 26 30 32 33Kebun/Ladang + Lempung 0,25 0,37 0,30 -0,15 -10,42 -3,58 -5,32 -12,18 27 30 32 33Sawah + Lempung 0,31 0,12 0,10 -0,18 -17,16 -31,52 -5,32 -21,67 27 31 32 33

Indeks Vegetasi (NDVI) Indeks Kelembaban Temperatur (oC)

Tabel 11. Identifikasi tingkat kekeringan tanaman di DAS Separi

Jenis PenggunaanLahan dan Tekstur Tanah 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02

Hutan + Lempung Tidak Kering Tidak Kering Tidak Kering Kurang KeringSemak Belukar + Liat Tidak Kering Tidak Kering Tidak Kering Kurang KeringSemak Belukar + Lempung Tidak Kering Tidak Kering Tidak Kering Kurang KeringKebun/Ladang + Liat Tidak Kering Tidak Kering Tidak Kering KeringKebun/Ladang + Lempung Tidak Kering Tidak Kering Tidak Kering KeringSawah + Lempung Tidak Kering Kering Kurang Kering Sangat Kering

Tingkat Kekeringan Tanaman

142

Page 163: Model Pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS ... · Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih ...

INDEKS

AGNPS = Agricultural Non Point Source Pollution Model ANSWERS = Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response

Simulation ARMA = Autoregressive Moving Average ARIMA = Autoregressive Integrated Moving Average AWS = Automatic Weather Station AWLR = Automatic Water Level Recorder BAKOSURTANAL = Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional BALITKLIMAT = Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi BALITTANAH = Balai Penelitian Tanah BIOTROP = Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology BMSF = Biological Management and Soil Fertility BPTP = Balai Pengkajian Teknologi Pertanian CREAMS = Chemical Runoff, and Erosion from Agricultural Management Systems DAS = Daerah Aliran Sungai DITJEN RRL = Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan ETP = Evapotranspirasi Potensial ETA = Evapotranspirasi Aktual GEOMET = Geofisika dan Meteorologi HEC HMS = Hydrologic Engineering Center Hydrologic Modeling System HYSIM = Hydrologic Simulation Model ICRAF = International Center for Research in Agroforestry IPB = Institut Pertanian Bogor KL = Kapasitas Lapang LAI = Leaf Area Index LAPAN = Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LITBANG = Penelitian dan Pengembangan MARINE = Model of Anticipation of Runoff and INondations for Extrem NDVI = Normalized Difference Vegetation Index NOAA AVHRR = National Oceanographic and Atmospheric Administration

Advanced Very High Resolution Radiometer PAATP = Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif pdf = probability density function PSL = Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan PUSLITTANAK = Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat SIG = Sistem Informasi Geografis SPT = Satuan Peta Tanah SWAT = Soil and Water Assessment Tool SWMM = The Storm Water Management Model TLP = Titik Layu Permanen TOPMODEL = Topographically and Phisically Based Variable Contributions Area

Model USACE = US Army Corps of Engineers ZAE = Zona Agro Ekolologi

143