MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS...
Transcript of MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS...
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA
Husamah
Indonesians are actually representation of rich nation because they have many cultures with various diversities. On the other hand, the fact is that there are so many cultures have lost, entirely disappeared, or stolen by others. It is because we are remiss to behave properly on the cultures and carry out them. Therefore, it needs institutional approach in the form of government’s concrete steps and reinforcement on education’s role.
Prolog
Batik Indonesia secara resmi telah diakui oleh UNESCO. Batik dimasukkan ke dalam
Daftar Representatif sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia (representative list of
the intangible cultural heritage of humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah
(fourth session of the intergovernmental committee) tentang Warisan Budaya Tak Benda di
Abu Dhabi. UNESCO mengakui batik Indonesia bersama dengan 111 nominasi mata
budaya dari 35 negara, dan yang diakui dan dimasukkan dalam Daftar Representatif
sebanyak 76 mata budaya. Sebelumnya pada tahun 2003 dan 2005 UNESCO telah
mengakui Wayang dan Keris sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Tak Benda Warisan
Manusia (masterpieces of the oral and intangible cultural heritage of humanity) yang pada
tahun 2008 dimasukkan ke dalam Daftar Representatif. 1
Disadari atau tidak batik Indonesia sarat dengan teknik, simbol, dan budaya yang
tidak lepas dari kehidupan masyarakat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal.
Kekayaan ragam batik yang datang dari beberapa wilayah dan provinsi, menjadi bukti
bahwa Indonesia layak menjadi sumber budaya di mana batik tumbuh dan berkembang.
Tradisi membatik diturunkan dari generasi ke generasi. Batik terkait dengan identitas
budaya rakyat Indonesia dan melalui berbagai arti simbolik dari warna dan corak
mengekspresikan kreativitas dan spiritual rakyat Indonesia. Batik Indonesia memiliki
keunikan yang tidak ditemukan di negara lain. Bagi masyarakat Jawa misalnya, batik 1 Lihat “Batik Indonesia Resmi Diakui UNESCO”, Antara, Jumat, 2 Oktober 2009
33
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
bukan hanya sebuah kain bercorak, tetapi juga penggambaran filosofi kehidupan dan
warisan budaya leluhur yang harus dijaga.2
Masuknya Batik Indonesia dalam UNESCO representative list of intangible cultural
heritage of humanity atau Wayang dan Keris sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan
Takbenda Warisan Manusia (masterpieces of the oral and intangible cultural heritage of
humanity) memang merupakan bukti pengakuan internasional terhadap salah satu mata
budaya Indonesia. Namun, jika kita punya itikad baik, sejatinya inilah momentum untuk
introspeksi diri terkait kelalaian kita terhadap warisan atau khazanah budaya bangsa.
Mengapa?
Tulisan singkat ini, dengan segala kekurangan dan keterbatasan ilmu penulis dan
sebagai seorang awam, akan mencoba mengangkat “cermin” kealfaan itu sekaligus
mencari bentuk sintesis pemecahan masalah identitas kebudayaan bangsa. Oleh karena itu,
uraian dalam artikel ini dibatasi pada konsep kebudayaan dan identitas budaya nasional,
ancaman terhadap kekayaan budaya bangsa, dan solusi yang ditawarkan yaitu kaitannya
dengan peran pemerintah dan pendidikan.
Kebudayaan dan Identitas Kebudayaan Nasional
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta, buddhayah yaitu bentuk jamak dari
buddi yang berarti akal. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
akal. Bila dilihat dari kata dasarnya, kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari
budi daya yang berarti daya dari budi. Dari pengertian tersebut kemudian dibedakan antara
budaya yang berarti daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa.3
Kebudayaan dapat didefinisikan juga sebagai suatu keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah
lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu
golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya
kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan
simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk
juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota
2 Periksa “Batik Warisan Budaya Indonesia”, dalam http://www.jatengpromo.com, edisi 15 Oktober 2009.
3 Sugiarti dan Trisakti Handayani, Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar UMM Press, Malang, 1999, hal. 17.
34
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat
tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses
belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak
selamanya sama.4
Dalam kajian mengenai kebudayaan, kebudayaan dilihat terdiri atas unsur-unsur
yang masing-masing berdiri sendiri tetapi satu sama lainnya berkaitan dalam usaha-usaha
pemenuhan kebutuhan manusia. Unsur-unsur kebudayaan tersebut adalah: (1) bahasa dan
komunikasi; (2) ilmu pengetahuan; (3) teknologi; (4) ekonomi; (5) organisasi sosial; (6)
agama; dan (7) kesenian.5
Secara sederhana, pengertian kebudayaan dan budaya dalam Ilmu Budaya Dasar
(IBD) mengacu pada pengertian sebagai berikut:61) Kebudayaan dalam arti luas adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat yang diperoleh melalui belajar. Istilah kebudayaan digunakan untuk
menunjukkan hasil fisik karya manusia, meskipun hasil fisik karya manusia sebenarnya
tidak lepas dari pengaruh pola berpikir (gagasan) dan pola perilaku (tindakan) manusia.
Kebudayaan sebagai suatu sistem memberikan pengertian bahwa kebudayaan tercipta dari
hasil renungan yang mendalam dan hasil kajian yang berulang-ulang tentang suatu
permasalahan yang dihadapi manusia sehingga diperoleh sesuatu yang dianggap benar dan
baik; 2) Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering
disebut kultur (culture, bahasa Inggris) yang mengandung pengertian keseluruhan sistem
gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai-
nilai yang digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak. Seperti halnya
dengan kebudayaan, budaya sebagai suatu sistem juga merupakan hasil kajian yang
berulang-ulang tentang sesuatu permasalahan yang dihadapi manusia.
Dalam khazanah antropologi Indonesia, kebudayaan dalam perspektif klasik pernah
didefinisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
yang diperoleh dengan cara belajar. Dalam pengertian tersebut, kebudayaan mencakup
segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia, termasuk di
dalamnya benda-benda hasil kreativitas/ciptaan manusia. Namun dalam perspektif
4 Parsudi Suparlan, Suku bangsa dan Hubungan Antar Sukubangsa, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta, 2005, hal. 5.
5 Ibid, hal. 2-36 Sugiarti dan Trisakti Handayani, hal. 17-18.
35
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
antropologi yang lebih kontemporer, kebudayaan didefinisikan sebagai suatu sistem simbol
dan makna dalam sebuah masyarakat manusia yang di dalamnya terdapat norma-norma
dan nilai-nilai tentang hubungan sosial dan perilaku yang menjadi identitas dari
masyarakat bersangkutan.7
Menurut Djojodigoena dalam bukunya Asas-asas Sosiologi (1985) mengatakan
bahwa budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.8 Cipta adalah
kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalaman lahir
dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan bersumber pada kenyataan yang
ada. Karsa adalah kerinduan manusia untuk menginsyafi sangkan paran, yakni dari mana
manusia sebelum lahir (sangkan), dan kemana manusia sesudah mati (paran). Lalu
muncullah berbagai sistem kepercayaan dan agama. Rasa adalah kerinduan manusia akan
keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia
merindukan keindahan dan menolak sesuatu yang buruk. Buah perkembangan rasa
terjelma dalam berbagai bentuk norma keindahan yang kemudian menghasilkan berbagai
macam kesenian.
Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya,
yaitu: 1) hidup-kebatinan manusia, yaitu yang menimbulkan tertib damainya hidup
masyarakat dengan adat-istiadatnya yang halus dan indah; tertib damainya pemerintahan
negeri; tertib damainya agama atau ilmu kebatinan dan kesusilaan; 2) angan-angan
manusia, yaitu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan;
3) kepandaian manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang
perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang
berjenis-jenis; semuanya bersifat indah.9
Sementara itu, sebagai suatu istilah, “identitas nasional” dibentuk oleh dua kata, yaitu
“identitas” dan “nasional”. Identitas dapat diartikan sebagai ciri, tanda atau jatidiri,
sedangkan “nasional” dalam konteks ini berarti kebangsaan. Dengan demikian, identitas
nasional dapat diartikan sebagai jatidiri nasional atau kepribadian nasional. Jatidiri
nasional suatu bangsa tentu berbeda dengan jatidiri bangsa lain. Ini disebabkan oleh
perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan, maupun geografi. Jatidiri nasional bangsa
Indonesia terbentuk karena rakyat Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang sama.
7 Sinar Harapan, 27 Mei 2004.8 Sugiarti dan Trisakti Handayani Ibid. hal. 8.9 Ki Hajar Dewantara, Kebudayaan , Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Yogyakarta,
1994.
36
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
Pengalaman sejarah yang sama itu dapat menumbuhkan kesadaran kebangsaan yang
kemudian pada ujungnya melahirkan identitas nasional.10
Lahirnya identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari dukungan faktor
objektif, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan geografis-ekologis dan demografis; dan
faktor subjektif, yaitu faktor-faktor historis, politik, sosial dan kebudayaan yang dimiliki
bangsa itu.11 Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells mengemukaan teori
tentang munculnya identitas nasional sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor
penting, yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif.
Faktor pertama mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya.
Faktor kedua meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan sentraliasi monarkis. Faktor ketiga mencakup kodifikasi bahasa
dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan
nasional. Faktor keempat meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif
melalui memori kolektif rakyat. Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam
proses pembentukan identitas nasional bangsa Indoensia, yang telah berkembang dari masa
sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan.12 Munculnya Sumpah Pemuda Oktober 1928,
setidaknya sangat mendukung upaya pencarian nasionalisme Indonesia sekaligus
penemuan identitas nasional bangsa Indonesia.13
Gagasan kebudayaan nasional sebagai identitas nasional sudah dicetuskan sejak
Sumpah Pemuda tahun 1928. Gagasan itu kemudian diikuti oleh seluruh pemuda berbagai
daerah di Indonesia yang membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia dengan
menyamakan pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi
tetap dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Kebudayaan sebagai identitas nasinal menunjukkan betapa kebudayaan adalah aspek yang
sangat penting bagi suatu bangsa karena jelaslah bahwa kebudayaan juga merupakan jati
diri dari bangsa itu sendiri.
Kebudayaan nasional bersumber pada puncak-puncak kebudayaan lokal atau
kebudayaan daerah di seluruh Indonesia yang selaras dengan norma-norma berbangsa dan
bernegara. Kebudayaan nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di
10 Asykuri Ibn Chamim et al., Civic Hukum: Pendidikan Kewarganegaraan, Diktilitbang PP Muhammadiyah dan LP3 UMY, Yogyakarta, 2003, hal. 209.
11 Joko Suryo, Pembentukan Identitas Nasional, Makalah pada Seminar Terbatas Pengembangan Wawasan tentang Civic Education, LP3 UMY, Yogyakarta, 2002.
12 Ibid. 13 M.R. Karim. ”Arti Keberadaan Nasionalisme”, Analisis CSIS XXV/2/1996, hal. 103.
37
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
negara tersebut. Kebudayaan daerah adalah kebudayaan dalam wilayah atau daerah
tertentu yang diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu pada generasi
berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat penduduk
suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu
menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk-penduduk yang lain.
Budaya daerah mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan
terdahulu. Hal itu dapat dilihat dari cara hidup dan interaksi sosial yang dilakukan masing-
masing masyarakat kerajaan di Indonesia yang berbeda satu sama lain.14
Kebudayaan nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat
dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada kebudayaan nasional.
Itu tidak berarti kebudayaan nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero
Nusantara. Kebudayan nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan
realitas. Kebudayaan nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara
asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna
oleh seluruh warga masyarakat Indonesia.15
Menyikapi perkembangan zaman, selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia perlu
diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah
nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang menyiratkan
kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang
kebersamaan, saling menghormati, saling mencintai dan saling menolong antar sesama
warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai sarana bagi pembentukan pola pikir
(mindset) dan sikap mental, memajukan adab dan kemampuan bangsa, merupakan tugas
utama dari pembangunan kebudayaan nasional. Singkatnya, kebudayaan nasional adalah
sarana bagi kita untuk memberikan jawaban atas pertanyaan, “Siapa kita (apa identitas
kita)? Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? Watak bangsa semacam apa yang kita
inginkan? Bagaimana kita harus mengukir wujud masa depan bangsa dan tanah air kita?” 16
14 Dari pola kegiatan ekonomi misalnya, kebudayaan daerah dikelompokan beberapa macam yaitu: ) kebudayaan pemburu dan peramu; 2) kebudayaan peternak; 3) kebudayaan peladang,; 4) kebudayaan nelayan.
15 Franz Magnis Suseno, Filsafat Kebudayaan Politik, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.
16 Meutia Farida Hatta Swasono, ”Kebudayaan Nasional Indonesia: Penataan Pola Pikir”, diajukan pada Kongres Kebudayaan V di Bukittinggi, 20– 22 Oktober 2003.
38
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
Ancaman Terhadap Kekayaan Budaya
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah yang luas, terbentang dari
Aceh sampai ke Papua. Ada 17.000 lebih pulau yang tersebar di seluruh kedaulatan
Republik Indonesia, yang terdiri atas 8.651 pulau yang bernama dan 8.853 pulau yang
belum bernama.17 Di samping kekayaan alam dengan keanekaragaman hayati dan nabati,
Indonesia dikenal dengan keberagaman budayanya. Di Indonesia terdapat puluhan etnis
yang memiliki budaya masing-masing. Misalnya, di Pulau Sumatra: Aceh, Batak, Minang,
Melayu (Deli, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu, dan sebagainya), Lampung; di Pulau
Jawa: Sunda, Badui (masyarakat tradisional yang mengisolasi diri dari dunia luar di
Provinsi Banten), Jawa, dan Madura; Bali; Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tengara Timur:
Sasak, Mangarai, Sumbawa, Flores, dan sebagainya; Kalimantan: Dayak, Melayu, Banjar
dan sebagainya; Sulawesi: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa, Manado, dan
sebagainya.; Maluku: Ambon, Ternate, dan sebagainya; Papua: Dani, Asmat, dan
sebagainya)18
Indonesia tersusun dari jumlah 470 suku bangsa, 19 daerah hukum adat.19 Jika
ditinjau dari segi bahasa, ada sekitar 726 bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara.
Mulai dari penutur yang hanya berjumlah belasan orang, seperti bahasa di Papua, sampai
dengan penutur yang berjumlah puluhan juta orang, seperti bahasa Jawa dan Sunda. Suku
bangsa dan etnis itu adakalanya menempati daerah atau wilayah dalam sebuah provinsi dan
adakalanya menempati lintas provinsi. Etnis Jawa, misalnya, menempati tiga provinsi,
yakni Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Walaupun
begitu, suku Jawa tersebar ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan sampai ke negara
Suriname. Di setiap daerah itu terdapat pula sub-sub etnis dengan sub budaya yang berbeda
pula, misalnya, Solo dan Yogyakarta, sampai ke Banyuwangi, Jawa Timur. Umumnya
orang Indonesia mengenal, misalnya, bahwa orang Solo dan Daerah Istimewa Yogyakarta
sering dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki budaya yang halus, tutur sapa yang
lembut, dan budi bahasa yang santun. Hal itu menandai keunggulan budayanya. Akan
17 Sodjuangan Situmorang, ”Pentingnya Dokumentasi Toponimi untuk Mendukung Tata Pemerintahan yang Baik”, makalah dalam The 13th Asia South East & Pacific South West Divisional Meeting, Jakarta, 2006.
18 Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta: Djambatan, 2002.
19 Lihat Agustini Rahayu, Pariwisata: Konseptualisasi Kebudayaan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, 2006.
39
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
tetapi, tidak jarang pula masyarakat daerah tertentu yang berbicara dan bersikap keras,
namun pada hakikatnya hatinya lembut. 20
Indonesia memiliki ratusan kelompok etnis. Tiap etnis memiliki budaya yang
berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Cina, dan
Eropa, termasuklah kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali
tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti wayang kulit yang
menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda.
Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat
ditemukan di daerah Sumatera seperti tari Ratéb Meuseukat dan tari Seudati dari Aceh.
Secara graris besar khazanah kekayaan atau artefak budaya tradisional Indonesia
dapat dikelompokkan ke dalam, tarian, ritual, ornamen, motif kain, alat musik, cerita
rakyat, musik dan lagu, data makanan, seni pertunjukan, produk arsitektur, permainan
tradisional, senjata dan alat perang, naskah kuno dan prasasti dan tata cara pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan.21 Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas
Indonesia memiliki banyak ragam dari berbagai daerah di Indonesia, namun banyak pula
dari alat musik tradisional Indonesia ‘dicuri’ oleh negara lain untuk kepentingan
penambahan budaya dan seni musiknya.
Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari berbagai daerah seperti pantun Melayu,
dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu
perhelatan, pentas seni, dan lain-lain. Di bidang busana, warisan budaya yang terkenal di
seluruh dunia adalah kerajinan batik. Beberapa daerah yang terkenal akan industri batik
meliputi Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Pandeglang, Garut, Tasikmalaya dan
juga Pekalongan. Busana asli Indonesia dari Sabang sampai Merauke lainnya dapat
dikenali dari ciri-cirinya yang dikenakan di setiap daerah antara lain baju kurung
dengan songketnya dari Sumatera Barat (Minangkabau), kainulos dari Sumatra Utara
(Batak), busana kebaya, busana khas Dayak di Kalimantan, baju bodo dari Sulawesi
Selatan, busana berkoteka dari Papua dan sebagainya.22
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan
yang lengkap dan bervariasi. Beberapa contoh yang diuraikan di atas sengaja untuk
20 Abdul Gaffar Ruskhan, Pemanfaatan Keberagaman Budaya Indonesia dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur asing (BIPA), Pusat Bahasa, Jakarta, 2007, hal. 2.
21 Lihat "http://budaya-indonesia.org/iaci/Halaman_Utama".22 Kunjungi http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia.
40
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
membuktikan opini di atas dan sekaligus menegaskan bahwa Indonesia adalah benar-benar
bangsa yang kaya raya, memiliki segalanya. Indonesia adalah satu-satunya negeri dengan
kekayaan alam terlengkap di dunia. Indonesia dapat kita ibaratkan sebagai seorang
primadona yang menjadi rebutan para pengagumnya. Mereka melakukan apapun juga
untuk merebutnya, meskipun dengan cara-cara yang memalukan dan vulgar seperti
pencurian kekayaan budaya, mematenkan, atau menggunakan secara komersial.
Berikut ini adalah daftar artefak budaya Indonesia yang diduga dicuri, dipatenkan,
diklaim, dan atau dieksploitasi secara komersial oleh korporasi asing, oknum warga negara
asing, ataupun pemerintah negara lain23:
Tabel 1. Daftar Artefak Budaya Indonesia
No Nama Artefak Budaya Daerah Asal Pelaku
1 Batik Jawa Produsen sepatu Adidas
2 Naskah Kuno Riau Pemerintah Malaysia
3 Naskah Kuno Sumatera Barat Pemerintah Malaysia
4 Naskah Kuno Sulawesi Selatan Pemerintah Malaysia
5 Naskah Kuno Sulawesi Tenggara Pemerintah Malaysia
6 Rendang Sumatera Barat Oknum WN Malaysia
7 Sambal Bajak Jawa Tengah Oknum WN Belanda
8 Sambal Petai Riau Oknum WN Belanda
9 Sambal Nanas Riau Oknum WN Belanda
10 Tempe Jawa Beberapa Perusahaan Asing
11 Lagu Rasa Sayang Sayange Maluku Pemerintah Malaysia
12 Tari Reog Ponorogo Jawa Timur Pemerintah Malaysia
13 Lagu Soleram Riau Pemerintah Malaysia
14 Lagu Injit-injit Semut Jambi Pemerintah Malaysia
15 Alat Musik Gamelan Jawa Pemerintah Malaysia
16 Tari Kuda Lumping Jawa Timur Pemerintah Malaysia
23 Tabel ini diolah penulis dari http://budaya-indonesia.org.
41
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
17 Tari Piring Sumatera Barat Pemerintah Malaysia
18 Lagu Kakak Tua Maluku Pemerintah Malaysia
19 Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara Pemerintah Malaysia
20 Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara
Jawa Tengah Oknum WN Perancis
21 Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara
Jawa Tengah Oknum WN Inggris
22 Motif Batik Parang Yogyakarta Pemerintah Malaysia
23 Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti
Bali Oknum WN Amerika
24 Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat
Asli Indonesia Shiseido Co Ltd
25 Badik Tumbuk Lada -Pemerintah Malaysia
26 Kopi Gayo Acehperusahaan multinasional (MNC) Belanda
27 Kopi T oraja Sulawesi Selatanperusahaan Jepang
28 Musik Indang Sungai Garinggiang
Sumatera BaratPemerintah Malaysia
29 Kain Ulos -Pemerintah Malaysia
30 Alat Musik Angklung Jawa BaratPemerintah Malaysia
31 Lagu Jali-Jali -Pemerintah Malaysia
32 Tari Pendet BaliPemerintah Malaysia
Pertanyaan kita sekarang mengapa pihak asing atau pun negara lain dengan begitu
beraninya mengklaim budaya nasional Indonesia? Menurut Maman S Mahayana, konflik
klaim kebudayaan sesungguhnya lahir dari kondisi geografis yang berdampingan, sebagai
entitas kembar identik antara dua negara. Akar budaya dan karakter manusia yang hampir
serupa, ditambah dinamisasi serta mobilitas manusianya dari waktu ke waktu, akhirnya
melahirkan banyak produk budaya yang mirip (grey culture). Namun, sama halnya dengan
manusia -- yang meski sekembar apa pun -- pastilah ada ciri tertentu masing-masing.
Begitu pula bangsa. Tiap-tiap bangsa memiliki karakter khas yang membedakan satu dari
42
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
yang lain.24 Karena itu, selama kedua pihak konsisten pada kekhasan masing-masing,
niscaya potensi konflik pun akan jarang muncul.
Jadi, mengapa konflik klaim budaya terjadi antara Indonesia-Malaysia?25 Pertama,
adanya kemunculan pihak yang secara agresif dan tiba-tiba mengklaim sebuah identitas
tertentu. Padahal, setelah sekian lama, identitas tersebut menjadi ciri khas ”kembarannya”
dan mereka hidup dalam situasi harmonis. Jauh sebelum terjadinya insiden Tari Pendet,
tari itu telah dikenal publik Indonesia dan mancanegara sebagai bagian dari tradisi Bali.
Karena itu, sangat mengagetkan publik Indonesia ketika tari pendet tiba-tiba dinyatakan
sebagai bagian dari identitas Malaysia.
Kedua, klaim dilakukan secara resmi oleh pemerintah. Dalam konteks politik,
tindakan apa pun yang dilakukan pemerintah secara publik merepresentasikan pendapat
resmi negara tersebut, tidak terkecuali iklan kunjungan wisata Malaysia kali ini.
Akibatnya, respons yang muncul dari negara pemilik identitas sangat frontal.
Ketiga, adanya kemampuan yang tidak imbang di antara kedua entitas dalam
mendefinisikan dan melestarikan kebudayaan masing-masing. Tidak dipungkiri jika kini
Malaysia berkembang menjadi salah satu negara yang diperhitungkan di Asia Tenggara,
baik di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun ekonomi. Celakanya, keunggulan
tersebut berbanding lurus dengan upaya Malaysia mengklaim beberapa identitas
kebudayaan penting negara tetangganya. Kasus klaim atas Batik, Reog, dan lagu Rasa
Sayange merupakan salah satu bukti atas asumsi tersebut. Menariknya, upaya Malaysia
tersebut biasanya telah disertai dengan upaya legalitas hukum untuk mematenkan klaim
yang dimaksud (de jure). Sementara itu, Indonesia biasanya hanya mengandalkan pada
kondisi kepemilikan de facto tanpa banyak mempertimbangkan aspek hukum.
Semakin banyaknya khasanah budaya bangsa yang hilang ternyata lebih banyak
berujung pada faktor terakhir (ketiga) yaitu kelalaian kita dalam menyikapi sekaligus
mengelola kekayaan itu. Kita memiliki kemampuan yang tidak imbang akibat lemahnya
semangat dan penghargaan terhadap budaya sementara bangsa lain lebih memiliki
kesadaran yang juga diwujudkan dalam tindakan nyata mereka. Akhirnya, kita terluka dan
malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu, kita tidak memperhatikannya.
Selama ini kebudayaan selalu dipinggirkan pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli.
Ketidakpedulian warga negara Indonesia terhadap kebudayaannya itupun yang membuat
24 Maman S. Mahayana, Akar Melayu: Sistem Sastra dan Konflik Ideologi di Indonesia dan Malaysia, Indonesiatera, Magelang, 2001.
25 Ibid
43
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
seluruh bangsa ini tergopoh-gopoh melakukan pendataan kesenian asli Indonesia, ketika
ada klaim dari negara lain. Menyaksikan klaim negara lain, kita marah, tetapi setelah itu
kita tidak pernah menanganinya secara baik. Akhirnya, secara perlahan-lahan kebudayaan
bangsa ini justru punah. Jika mau jujur, wajah kita hampir sama seperti para polisi dalam
film-film India, yakni selalu terlambat datang ketika semua masalah sudah tuntas. Kita
selalu tidur jika berbicara tentang budaya dan kebudayaan, juga aset dan pusaka bangsa.
Baru setelah dipungut dan diambil orang atau negara lain, kita baru sadar, terjaga dan
terkaget. Tidak hanya itu, kita pun panik, berteriak-teriak, dan ribut-ribut. Kondisi ini tentunya berlawanan seratus delapan puluh derajat dengan Malaysia.
Mereka sangat sadar akan eksistensi kebudayaan. Kebudayaan adalah senjata terbaik untuk
diplomasi internasional dengan potensi bisnis yang juga sangat bagus. Malaysia tahu
mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan
mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak
peduli. Dalam soal publikasi seni budaya, ternyata Malaysia yang satu rumpun budaya
dengan Indonesia sangat proaktif dengan melakukan berbagai cara. Selain melakukan
promosi seni budaya melalui televisi, internet, iklan luar ruang, dan media lainnya,
Malaysia juga menerbitkan buku-buku seni budaya. Selian buku terbitan pemerintah,
swasta dan pemerintah kerajaan di negara bagian juga sangat antusias menerbitkan
berbagai buku. Dalam buku Spirit of Wood The Art Malay Woodcarfing, yang merupakan
seni budaya yang berkembang hanya di wilayah Kelantan, Terengganu, dan Pattani,
misalnya, diulas berbagai seni ukir kayu, pembuatan keris, gunungan wayang, mebel,
hiasan dinding, arsitektur rumah, dan perkakas rumah tangga lainnya.26
Ancaman besar lain yang memiliki efek terhadap identitas budaya bangsa adalah
perubahan dalam masyarakat, terjadi karena adanya gelombang globalisasi yang
melahirkan budaya global.27 Proses globalisasi budaya yang berbarengan dengan
globalisasi ekonomi serta pasar akan merupakan ancaman terhadap budaya suatu bangsa.
Kalau sebelumnya budaya suatu bangsa yang tumbuh terisolir dan berkembang secara 26 Hal serupa diulas dalam buku seni lainnya yang diterbitkan Malaysia, baik menyangkut keris, batik,
arsitektur, tari, maupun kesenian rakyat. Tak sekadar buku, berbagai dokumentasi seni juga dipublikasikan lewat internet dan video cakram padat (VCD). Lihat “Perlindungan Budaya Indonesia Lemah” Kompas, 31 Agustus 2009.
27 Pada millenium ketiga ini, globalisasi dimaknai sebagai sebuah proses terintegrasinya bangsa-bangsa di dunia dalam sebuah sistem global yang melintasi batas-batas negara (trans-nasional). Interaksi sosial antar bangsa yang difasilitasi oleh berbagai media informasi yang canggih menggerakkan perubahan sosial di antara bangsa-bangsa dunia dalam berbagai level (lokal, nasional, internasional) menjadi sangat dinamis. Antony Gidden, seorang ilmuwan sosial terkemukan di Inggris, menamai tanda-tanda zaman ini sebagai the runaway world (dunia yang lepas kendali). Lihat lagi Asykuri ibn Chamim et al., Civic Hukum: Pendidikan Kewarganegaraan, Diktilitbang PP Muhammadiyah dan LP3 UMY, Yogyakarta, 2003, hal. 258.
44
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
mantap dan statis, maka dalam dunia terbuka keadaan demikian kian terusik. Apabila
budaya bangsa terusik maka terusiklah identitas bangsa itu. Berbagai perubahan
fundamental terus dan akan berlangsung di semua aspek kehihupan manusia dalam era
globalisasi. Kemajuan teknologi mengakibatkan interaksi budaya berjalan semakin intensif
dan terbuka sehingga berdampak pada terjadinya perubahan budaya yang sangat
fundamental. Globalisasi budaya menyebakan perubahan pola gaya hidup, bahkan nilai–
nilai dan tatanan kehidupan manusia. Dalam era globalisasi budaya ada tiga aspek
kehidupan yang berubah dan cenderung terus berubah, yaitu budaya 3–F, budaya makan
(food), budaya berbusana (fashion) dan budaya memenuhi kesenangan hidup (fun).28
Derasnya arus informasi akhirnya menyebabkan lunturnya kecintaan masyarakat
terutama generasi muda bangsa terhadap peninggalan budaya tradisional (budaya asli)
warisan nenek moyang. Anak-anak, generasi muda dan kaum dewasa, kini tidak lagi
mempunyai rasa ketertarikan dan minat terhadap budaya asli Indonesia. Bahkan parahnya
ada sebagian golongan yang apatis dan apriori terhadap budayanya sendiri. Kondisi ini
semakin diperparah dengan makin sukanya masyarakat mengadopsi dan bangga terhadap
budaya asing. Mereka lebih gengsi berperilaku seperti orang barat dengan keseniannya
juga, serta meletakkan posisi budaya bangsa sebagai budaya yang marginal atau kelas
rendahan.
Mengusung Kembali Identitas Budaya
Setelah diamandemen, pasal 32 berubah menjadi 2 ayat. Ayat (1) berbunyi: "Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kekebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya."
Jika ayat (1) ini dirinci, ada 3 potongan makna yang terkandung di dalamnya.
Pertama, "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia….". Potongan kalimat
kedua berbunyi,"…di tengah peradaban dunia…", penegasan bahwa kebudayaan Indonesia
adalah bagian dari kebudayaan dan perdaban dunia. Potongan kalimat ketiga, "….dengan
menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya" merupakan cerminan pemenuhan kehendak tentang perlunya kebebasan
dalam mengembangkan nilai budaya masing-masing suku bangsa. Ayat (2) berbunyi,
"Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional",
28 Eti Rochaeti, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hal. 63.
45
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
ini berarti bahwa masalah bahasa (daerah) sudah dengan sendirinya merupakan salah satu
kekayaan (bagian) dari kebudayaan bangsa.29
Jaminan seperti yang tertuang dalam kedua ayat tersebut sudah semestinya menjadi
kekuatan dan semangat bagi anak bangsa, khususnya pemerintah secara institusional
selaku pengambil kebijakan. Namun demikian, untuk menyelamatkan identitas budaya
bangsaa kita memerlukan lebih dari sekadar pernyataan semata. Bangsa ini memerlukan
suatu grand strategy, strategi besar berdimensi luas dan bervisi jauh ke depan, atas seluruh
hajat hidup dan sumberdaya, termasuk manusia, budaya, bahasa dan sejarahnya.
Pemerintah semestinya melakukan inventarisasi, kodifikasi dan selanjutnya publikasi
identitas kebudayaan secara serentak, terorganisir dan menyeluruh. Faktanya, Indonesia
hingga saat ini tidak memiliki data lengkap mengenai identitas budaya yang tersebar di
setiap daerah. Perlindungan hak cipta terhadap seni budaya juga sangat lemah, sedangkan
publikasi multimedia secara internasional mengenai produk seni budaya masih sangat
minim. Dan yang paling parah Indonesia juga menghadapi persoalan buruknya birokrasi
pendataan hak cipta. Meskipun permohonan pendaftaran hak cipta mengenai seni budaya
sudah disampaikan, misalnya, belum tentu permohonan tersebut segera diproses dan
dipublikasikan. Sejak 2002 sampai Juni 2009,30 misalnya, sudah ada 24.603 permohonan
pendaftaran hak cipta bidang seni yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM). Namun,
hingga saat ini, permohonan yang disetujui belum dipublikasikan. Hal ini juga terkait
dengan belum adanya dasar hukum formal.
Strategi tersebut di atas dapat pula dijabarkan dan dilengkapi dalam bentuk langkah
khusus-konkrit. Strategi yang dimaksud misalnya mendorong pemanfaatan teknologi
informasi dan perangkat-perangkatnya untuk melakukan pendaftaran dan basis data
bersama seluruh khazanah kebudayaan nasional. Itu dengan melibatkan semua pihak se-
nusantara, serta membiasakan generasi muda menggunakan berbagai fasilitas teknologi
informasi untuk keperluan yang terkait dengan pelestarian dan apresiasi kebudayaan
nasional Indonesia. Strategi lainnya dapat berupa mendorong daya kreasi pengembangan
sains dan teknologi yang ber-inspirasi dari kekayaan yang bersumber pada berbagai aspek
kebudayaan tradisional Indonesia atau warisan budaya bangsa (national heritage) yang
sangat bhinneka bagi kemajuan peradaban dunia, menanamkan nilai-nilai budaya
29 Nunus Supardi, Dalam Memajukan Kebudayaan Bangsa Kita Kehilangan Haluan, Depbudpar, Jakarta, 2006.
30 Kompas, 31 Agustus 2009.
46
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
lokal/nasional yang positif dan konstruktif. Mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa
yang terbuka maka strategi tersebut perlu dilengkapi dengan upaya menyaring budaya
asing yang masuk melalui aktualisasi budaya.
Salah satu dimensi lain yang tidak bisa diabaikan dalam upaya mengusung kembali
khasanah identitas budaya bangsa adalah dunia pendidikan. Karena ancaman globalisasi
yang paling mendasar adalah globalisasi budaya yang berdampingan dengan globalisasi
ekonomi, maka strategi yang harus diutamakan adalah strategi budaya yang berbasis
penguatan pendidikan. Sumberdaya manusia yang peka terhadap identitas budaya, serta
berdaya saing tiggi juga berwawasan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, dibangun
melalui pendidikan.
Pendidikan, baik formal maupun non-formal adalah bagian dari kebudayaan dan
kebudayaan adalah sistem nilai yang kita hayati.31 Dalam pandangan Daoed Joesoef32
kegiatan pendidikan adalah kegiatan budaya. Melalui pendidikan yang sudah diperbarui
ini, masyarakat dibantu untuk tidak hanya menjadi sekadar pendukung budaya tetapi lebih-
lebih berperan sebagai pengembang budaya. Dalam hubungannya dengan meneguhkan
identitas kebudayaan, pendidikan merupakan wahana sentral dalam menerjemahkan
gagasan tersebut menjadi kenyataan perilaku yang semakin menguat dalam masyarakat,
terutama pada generasi muda.
Wacana tersebut dalam tahap implementasinya mengharuskan pendidikan yang
diterapkan bersumber dari bentuk kurikulum yang sarat muatan atau nilai penguatan
identitas budaya nasional. Ini berarti kurikulum yang bermuatan budaya nasional akan
sama antara satu daerah yang satu dengan daerah yang lain, tetapi akan berbeda ketika
menyangkut identitas budaya lokal masing-masing. Selain membagi dan berbagi
pengetahuan mengenai adat istiadat lokal dan nasional, nilai-nilai budaya bersama juga
harus disampaikan dalam proses pendidikan yang berbasis nilai-nilai budaya lokal dan
nasional. Pengetahuan mengenai adat istiadat lokal maupun nasional dan pemahaman
mengenai nilai-nilai bersama sebagai hasil dari proses pendidikan berbasis nilai-nilai
budaya lokal dan nasional akan membentuk manusia Indonesia yang bangga terhadap
tanah airnya. Rasa kebanggaan ini akan menimbulkan rasa cinta pada tanah airnya yang
kemudian akan mengejawantah dalam perilaku melindungi, menjaga kedaulatan,
31 Husamah, “Mengusung Multikulturalisme”, Media Indonesia, 12 Juli 2008.32 Daoed Joesoef, Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran: Masyarakat Warga dan Pergulatan
Demokrasi, Penerbit Kompas, Jakarta, 2001.
47
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
kehormatan dan segala apa yang dimiliki oleh negaranya, dalam hal ini adalah identitas
kebudayaan nasional.
Epilog
Tulisan ini pun secara sengaja tidak akan berakhir pada sebuah kesimpulan
sebagaimana layaknya. Namun, ada baiknya kita sedikit menyadari bahwa kebijakan
konkrit sebagaimana yang telah dijelaskan di atas medesak untuk dilakukan agar bangsa ini
tidak terjerembab ke lubang yang sama untuk ke sekian kalinya. Strategi kebudayaan yang
monolitik mesti dipudarkan oleh upaya pemerintah memfasilitasi serta mengadvokasi
setiap hak sosial-budaya yang dimiliki kebudayaan lokal. Jika ingin menyelamatkan 'jati
diri bangsa', maka strategi kebudayaan yang usang perlu dibuang, karenanya, politik
kebudayaan perlu direartikulasi dan revitalisasi dalam nuansa baru yang lebih
memberdayakan, bukan menentukan, tidak jatuh pada logika hasrat materialistik-
kapitalistik semata.
Beberapa saran yang dapat diajukan terkait dengan pendidikan adalah;
1. Merancang sebuah kurikulum yang sarat muatan budaya lokal dan nasional yang
diakui dan dijadikan identitas bangsa. Pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai
pelajaran ekstrakurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah yang terintegrasi
dalam mata pelajaran yang telah ada. Hal ini tentu tidak akan menambah beban siswa
daripada harus menjadi mata pelajaran sendiri. Tentunya wacana ini akan valid jika
didukung penelitian yang tepat dan sesuai.
2. Mmenerapkan kurikulum yang tersebut mulai dari tingkat pendidikan yang paling
rendah.
3. Menentukan metode dan media pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan
tahap perkembangan siswa.
Daftar Pustaka
Anonim. “Mungkinkah Pariwisata Budaya Indonesia Maju?”. Sinar Harapan. 27 Mei 2004.
Chamim, A., Cipto, B., Nashir, H., Istianah, ZA., Bashori, K., Setiartiti, L., Azhar, M., Tuhuleley, S. Civic Hukum: Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Diktilitbang PP Muhammadiyah dan LP3 UMY. 2003.
Dewantara, K.H. Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 1994.
48
MENGUSUNG KEMBALI KHAZANAH IDENTITAS BUDAYA BANGSA Husamah
Husamah. “Mengusung Multikulturalisme. Media Indonesia, 12 Juli 2008.
Joesoef, D. Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran” Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi. Jakarta: Penerbit Kompas. 2001.
Karim,M.R. “Arti Keberadaan Nasionalisme”. Analsis CSIS XXV (2). 1996.
Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 2002.
Kompas, 31 Agustus 2009.
Mahayana, MS. Akar Melayu: Sistem Sastra dan Konflik Ideologi di Indonesia dan Malaysia. Magelang: Indonesiatera. 2001.
Rahayu, A. Pariwisata: Konseptualisasi Kebudayaan. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2006.
Situmorang, S. “Pentingnya Dokumentasi Toponimi untuk Mendukung Tata Pemerintahan yang Baik”. Makalah dalam The 13th Asia South East & Pacific South West Divisional Meeting. 2006.
Sugiarti, dan Trisakti Handayani. Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar. Malang: UMM Press. 1999.
Supardi, N. Dalam Memajukan Kebudayaan Bangsa Kita Kehilangan Haluan. Jakarta: Depbudpar Suparlan, Parsudi. 2005. Suku bangsa dan Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2006.
Suryo, J. 2002. Pembentukan Identitas Nasional, Makalah pada Seminar Terbatas Pengembangan Wawasan tentang Civic Education. Yogyakarta: LP3 UMY.
Suseno, FM. Filsafat Kebudayaan Politik. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. 1992.
Swasono, MFH. Kebudayaan Nasional Indonesia: Penataan Pola Pikir. Bukittinggi: makalah Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 20– 22 Oktober 2003.
Rochaeti, E. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
Ruskhan, AG. “Pemanfaatan Keberagaman Budaya Indonesia Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA)”. Makalah yang disajikan dalam Seminar Pengajaran Bahasa Indonesia Pertemuan Asosiasi Jepang-Indonesia di Nanzan Gakuen Training Center, Nagoya, Jepang, 10-11 November 2007.
49