Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

37
MAKALAH MATERIAL ENERGITIKA MOLTEN CARBONATE FUEL CELL (MCFC) Nama Kelompok 3: Lilis Triyowati Andriani (115061101111009) Renanto Pandu Wirawan (115061107111009) Wahyu Dwi Chrismanto (115061105111008) Siti Fatimah (125061100111006) Belda Amelia Junisu (125061100111030) Indah Khaeronnisa P. S. (125061107111010) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

description

Molten Carbonate Fuel Cell

Transcript of Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Page 1: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

MAKALAH MATERIAL ENERGITIKA

MOLTEN CARBONATE FUEL CELL (MCFC)

Nama Kelompok 3:

Lilis Triyowati Andriani (115061101111009)

Renanto Pandu Wirawan (115061107111009)

Wahyu Dwi Chrismanto (115061105111008)

Siti Fatimah (125061100111006)

Belda Amelia Junisu (125061100111030)

Indah Khaeronnisa P. S. (125061107111010)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan karya tulis ilmiah dengan judul “MOLTE CARBONATE FUEL

CELL (MCFC)”. Makalah ini disusun untuk memperdalam ilmu mengenai fuel

cell khususnya molten carbonate fuel cell. Pembuatan makalah ini didasarkan

pada olah pikir penulis yang didukung dengan beberapa studi literatur yang

terkait.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah

berperan selama proses penyusunan karya tulis ini, yaitu :

1. Dosen Pembimbing mata kuliah Mikrobiologi Industri,

2. Teman-teman tim penulis, dan

3. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini, aplikasi dan

penambahan wawasan mengenai ilmu yang terkait dapat terlaksana. Kami

menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini,

sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca

demi kesempurnaan karya tulis ini.

Malang, 30 Desember 2013

Penulis

Page 3: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, seiring dengan semakin mahal dan terbatasnya cadangan

minyak bumi, serta dampak dari efek rumah kaca yang semakin parah

menyebabkan pemakaian energi alternatif yang ramah lingkungan dan sederhana

sangatlah diperlukan. Salah satunya adalah energi hidrogen. Hidrogen merupakan

salah satu senyawa kimia yang paling sederhana dan paling banyak di alam .

Energi yang dimiliki oleh hidrogen dapat diubah menjadi energi listrik dengan

bantuan sebuah alat yang dinamakan fuel cell. Bagian terpenting dalam fuel cell

adalah dua lapis elektroda dan elektrolit.

Sejak dipergunakan untuk pengembangan eksplorasi luar angkasa oleh

NASA, fuel cell mulai mendapat perhatian khusus dari para peneliti dan hingga

saat ini, telah muncul berbagai macam jenis fuel cell. Berdasarkan atas perbedaan

elektrolit yang digunakan, fuel cell dapat dibagi menjadi lima tipe, yaitu polymer

electrolyte fuel cell (PEFC), alkaline fuel cell (AFC), phosphoric acid fuel cell

(PAFC), molten carbonate fuel cell (MCFC), dan solid oxide fuel cell (SOFC).

Kelima tipe tersebut, mempunyai suhu dan skala energi yang berbeda. Lima tipe

tersebut kemudian dipisah menjadi dua, yaitu fuel cell yang bekerja pada suhu

tinggi dan fuel cell yang bekerja pada suhu rendah.

Salah satu tipe elektrolit yang dapat bekerja pada suhu tinggi adalah

MCFC (Molten Carbonate Fuel cell). Elektrolit yang digunakan adalah garam

karbonat (Li2CO3, K2CO3, Na2CO,dll) dalam bentuk lelehan. Selain elektrolit,

komponen-komponen yang menyusun MCFC akan dijelaskan lebih lanjut dalam

makalah ini beserta keuntungan dan kelemahan dari tipe fuel cell jenis ini serta

hal-hal lain yang menyangkut MCFC.

Page 4: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

1.2 Tujuan

1.Dapat menjelaskan bagian-bagian , performance, dan prinsip kerja fuel

cell yang menggunakan elektrolit lelehan garam karbonat (Molten

Carbonate Fuel cell).

2.Dapat menjelaskan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh fuel

cell yang menggunakan elektrolit lelehan garam karbonat (Molten

Carbonate Fuel cell).

3.Dapat menjelaskan aplikasi dari fuel cell yang menggunakan elektrolit

lelehan garam karbonat (Molten Carbonate Fuel cell).

1.3 Manfaat

Dapat menambah pengetahuan pembaca dan penulis tentang molten

carbonate fuel cell (MCFC) baik komponen-komponen penyusun sel ini,

performance, prinsip kerja, aplikasinya dalam industri-industri skala besar atau

lainnya.

Page 5: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

2.1.1 Fuel Cell

Fuel cell adalah sebuah alat elektrokimia yang mirip dengan baterai,

tetapi berbeda karena pada fuel cell reakstan yang terpakai dapat diisi secara

kontinyu. Fuel cell memproduksi listrik dari penyediaan bahan bakar hidrogen

dan oksigen. Selain itu, elektrode dalam baterai bereaksi dan diganti pada saat

baterai diisi, sedangkan elektrode fuel cell adalah katalitik dan relatif stabil.

Reaktan yang biasanya digunakan dalam fuel cell adalah hidrogen di sisi

anode dan oksigen di sisi katode. Pada umumnya, aliran reaktan mengalir masuk

dan produk yang dihasilkan mengalir keluar. Sehingga operasi jangka panjang

dapat terus menerus dilakukan selama aliran tersebut dapat dijaga

kelangsungannya.

Keuntungan menggunakan fuel cell , yaitu dengan menggunakan gas

murni, fuel cell hanya akan menghasilkan air. Selain itu, fuel cell mampu

mengkonversi energi kimia langsung menjadi energi listrik dengan efisiensi yang

tinggi, bahkan pada kapasitas yang kecil sekalipun; tidak melalui proses

pembakaran; tidak terdapat komponen bergerak dalam fuel cell, sehingga

keandalan teknisnya dapat disejajarkan dengan baterai; efisiensi naik dengan

penurunan suhu operasi. Fuel cell beroperasi tanpa menghasilkan suara bising dan

hampir tanpa limbah; strukturnya compact; lebih ringan dan kecil dibanding

dengan perangkat sistem pembangkit listrik lain, kecuali baterai; waktu yang

diperlukan untuk konstruksi dan instalasi pembangkit listrik lebih pendek

dibanding sistem pembangkit batu bara dan nuklir; biaya transmisi lebih rendah

karena fuel cell dapat ditempatkan di berbagai lokasi sesuai kebutuhan.

Namun ada juga beberapa kekurangan fuel cell secara umum, yaitu harga

pasaran yang relatif lebih tinggi dari listrik yang ada saat ini; belum tersedianya

infrastruktur yang memadai, atau biaya pengadaannya tinggi; hidrogen tidak

Page 6: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

tersedia dengan mudah untuk digunakan sebagai bahan bakar; kecepatan

reaksinya lambat dan tingkat keamanannya rendah.

Fuel cell memiliki jenis yang beragam dengan tingkat pengembangan

dan aplikasi yang berbeda pula. Jenis fuel cell dapat dibedakan berdasarkan

beberapa karateristik, diantaranya adalah jenis elektrolit dan bahan bakar yang

digunakan. Klasifikasi fuel cell yang umum berdasarkan tipe elektrolit dan bahan

bakar diantaranya:

1. Alkaline Fuel Cell (AFC) / sel bahan bakar alkali

2. Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC) / sel bahan bakar asam fosfat

3. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) / sel bahan bakar oksida padat

4. Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) / sel bahan bakar methanol

5. Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) / sel bahan bakar

membrane pertukaran ion

6. Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) / sel bahan bakar karbonate

2.1.2 Sel Bahan Bakar Karbonat / Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)

Sel bahan bakar lelehan karbonat atau MCFC (Molten Carbonate Fuel

cell) adalah sel bahan bakar yang beroperasi pada suhu tinggi (suhu 650°C atau

lebih). Komponen-komponen dari sel bahan bakar ini adalah elektroda (katoda

dan anoda), elektrolit (lelehan garam alkali karbonat, seperti Li2CO3, K2CO3,

Na2CO3), dan pendukung elektrolit atau matriks keramik inert berpori (LiAlO2)

yang merupakan tempat elektrolit disuspensikan.

Reaksi MCFC berlangsung pada suhu 6500C. Dengan suhu yang tinggi

ini, bermacam-macam bahan bakar dapat digunakan. Bahan bakarnya adalah

bahan bakar yang dapat dikonversi untuk menghasilkan hidrogen. Hal ini sangat

menguntungkan sebab ketahanan katalis terhadap racun karbon dioksida lebih

tinggi. MCFC ini menggunakan katalis nikel yang lebih murah dari pada platina.

Page 7: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Pada suhu operasi yang digunakan (6500C), batu bara lebih sesuai untuk

bahan bakar sel. MCFC tahan terhadap keracunan akibat karbon monoksida atau

karbon dioksida, bahkan MCFC dapat menggunakan CO dan CO2 sebagai bahan

bakar untuk bahan bakar dari gas yang berasal dari batubara. Hal inilah yang

membuat MCFC dapat digunakan untuk mengkonversi batubara, dengan asumsi

bahwa MCFC dapat tahan terhadap sulfur dan partikulat hasil konversi batubara

menjadi hidrogen.

2.2 Sejarah

Sel bahan bakar karbonat leleh (molten carbonate fuel cells) dan oksida

padat(Solid Oxide Fuel Cells) adalah perangkat / alat yang beroperasi pada suhu

tinggi. Sejarah kedua sel ini tampaknya berakar pada garis penelitian yang sama,

dengan munculnya perbedaan yang signifikan di akhir tahun 1950-an.

Pada 1930, Emil Baur dan Preis H. di Swiss bereksperimen dengan suhu

tinggi, dengan elektrolit oksida padat. Mereka mengalami masalah dengan

konduktivitas listrik dan reaksi kimia yang tidak diinginkan antara elektrolit dan

berbagai gas (termasuk karbon monoksida). Dekade berikutnya, OK Davtyan dari

Rusia menjelajahi area penelitian ini lebih lanjut, tetapi OK Davtyan sedikit

sukses dalam hal ini. Pada akhir 1950-an, ilmuwan Belanda GHJ Broers dan JAA

Ketelaar mulai memgembangkan penelitian–penelitian sebelumnya tentang ini

dan memutuskan bahwa pembatasan oksida padat pada waktu itu mungkin

membuat kemajuan jangka pendek. Mereka berfokus hanya pada elektrolit

leburan (cair) garam karbonat (molten carbonate). Pada tahun 1960, mereka

melaporkan bahwa pembuatan sel yang berlangsung selama enam bulan

menggunakan elektrolit "(campuran lithium - natrium dan kalium karbonat). Pada

pertengahan 1960-an , Pusat Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat AS

Mobility Equipment ( MERDC ) di Ft . Belvoir menguji beberapa sel karbonat

cair yang dibuat oleh Texas Instruments. Output ini berkisar dalam ukuran dari

100 watt sampai 1.000 watt

Page 8: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

2.3 Komponen sel

2.3.1 Perkembangan Anoda dan Katoda Pada MCFC

Data pada tabel 6.1 menunjukkan rentetan dari perkembangan teknologi

komponen MCFC. Dalam pertengahan tahun 1960 bahan elektrode masih

menggunakan logam, tetapi seiring perkembangan teknologi, bahan elektrode

menjadi berbasis campuran Ni pada anode dan oksida pada katode. Sejak

pertengahan tahun 1970, bahan elektrode dan elektrolit (molten carbonate/LiAlO2)

tidak berubah. Sebuah perkembangan besar pada tahun 1980 merupakan evolusi

dalam pembuatan struktur elektrolit. Selama 28 tahun terakhir, kinerja dari sel

tunggal meningkat dari 10mW/cm2 menjadi >150mW/cm2.

Selama tahun 1980, kinerja dan daya tahan dari susunan MCFC

meningkat. Pada gambar 6.3 menunjukkan perkembangan kinerja sel tunggal dan

tegangan sel dari susunan kecil pada suhu 650 oC. Beberapa susunan MCFC telah

dikembangkan dengan susunan sel yang luas selnya hingga 1m2.

Page 9: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Proses konvensional untuk membuat struktur elektrolit hingga pada

tahun 1980 masih menggunakan proses hot pressing ( sekitar 5.000 psi) campuran

antara LiAlO2 dan karbonat alkali ( biasanya > 50 vol % dalam cairan ) pada suhu

sedikit di bawah titik leleh garam karbonat ( misalnya, 490 ° C untuk elektrolit

yang mengandung 62 mol Li2CO3 - 38 mol K2CO3 ). Struktur elektrolit ini

(disebut juga “electrolyte tiles”) relatif tipis (1-2 mm) dan mengalami kesulitan

dalam produksi skala besarnya karena membutuhkan peralatan dan presser yang

berukuran besar. Struktur elektrolit yanng diproduksi dengan proses hot pressing

memilliki karakteristik :

1. Ruang kosong ( porositas >5)

2. Keseragaman mikrostruktur rendah

3. Biasanya kekuatan meknik rendah

4. iR drop tinggi

Untuk mengatasi kekurangan dari struktur elektrolit yang diproses dengan

hot pressing, dapat digunakan alternatif proses lainnya, seperti tape casting dan

deposisi elektroforesis dalam pengembangan pembuatan struktur elektrolit yang

tipis. Alternatif proses yang berhasil dikembangkan, yaitu tape casting, proses ini

digunakan pada industri keramik. Proses ini melibatkan dispersi bubuk keramik

dalam pelarut yang mengandung binders yang terlarut, pelarut yang digunakan

biasanya merupakan senyawa organik karena LiAlO2 akan bereaksi dengan H2O.

Page 10: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Selain itu proses ini juga melibatkan plasticizers dan penambahan adiktif untuk

menambah yield proper slip rheology.

Proses tape casting dan deposisi elektroforesis merupakan proses yang

disetujui untuk scale-up dan struktur elektrolit tipisnya sekitar 0,25-0,5 mm dapat

dihasilkan. Hambatan ohmic dari struktur elektrolit dan polarisasi ohmic memiliki

pengaruh yang besar terhadap tegangan operasi MCFC. Hal ini dipengaruhi oleh

komposisi elektrolit itu sendiri yang dapat berdampak pada kinerja dan ketahanan

MCFC. Konduktivitas ion yang tinggi dan polarisasi ohmic rendah dapat dicapai

oleh elektrolit yang kaya Li karena Li2CO3 memiliki konduktivitas ion yang relatif

tinggi dibandingkan dengan Na2CO3 dan K2CO3. Namun, kelarutan gas dan

difusivitasnya rendah dan korosi dalam Li2CO3 sangat cepat.

Pertimbangan utama anode yang berbasis Ni dan katode NiO adalah

stabilitas struktural dan penguraian NiO. Sintering dan deformasi mekanik dari

pori anoda yang berbasis Ni di bawah beban tekan menyebabkan gangguan

kinerja dengan redistribusi elektrolit dalam susunan MCFC. Penguraian NiO

dalam elektrolit karbonat cair (molten carbonate) terlihat jelas ketika digunakan

elektrolit yang tipis. Meskipun kelarutan NiO dalam elektrolit karbonat kecil

(sekitar 10 ppm), ion Ni berdifusi dalam elektrolit menuju anode dan logam Ni

dapat mengendap di daerah dimana H2 jarang ditemui. Pengendapan Ni

memberikan tempat untuk ion Ni dan memicu difusi Ni terlarut dari katode. Hal

ini menyebabkan tekanan parsial dari CO2 tinggi karena penguraiannya

melibatkan mekanisme seperti berikut ini :

Penguraian NiO dapat berhubungan dengan sifat asam/basa dari karbonat cair

(molten carbonate).

Berikut ini penguraian NiO dalam molten carbonat yang bersifat asam :

Page 11: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Berikut ini penguraian NiO dalam molten carbonat yang bersifat basa :

2.3.2 Pengembangan Komponen

a. Anoda

Anoda terbuat dari campuran Ni-Cr atau Ni-Al. Cr ditambahkan untuk

mengatasi masalah sintering pada anoda. Anoda Ni-Cr rentan jika ditempatkan

dibawah beban torsi yang diperlukan di dalam susunan untuk meminimalisir

kontak hambatan antar komponen. Pengembang telah mencoba bahwa jumlah Cr

yang lebih sedikit (8%) dapat mengurangi elektrolit yang hilang, tetapi beberapa

pengembang juga telah menemukan bahwa pengurangan Cr sebanyak 2 % dapat

meningkatkan pergerakan difusi.

Meskipun campuran antara Cr-Al dan diperkuat dengan adanya Ni dapat

memberikan kestabilan, non-sintering, creep-resistant anode tetapi biaya elektrode

yang terbuat dari Ni relatif tinggi. Campuran, misalnya Cu-Al dan LiFeO2, tidak

dapat digunakan sebagai alternatif karena belum menunjukkan kekuatan atau

kinerja creep yang cukup. Karena alasan inilah, pengembang fokus pada cara

untuk mengurangi biaya produksi dari anode yang terbuat dari campuran Ni.

Ada kebutuhan untuk toleransi sulfur yang lebih baik di MCFC,

terutama ketika mempertimbangkan operasi dengan batubara. Manfaat potensi

untuk sel toleran terhadap sulfur adalah untuk menghilangkan peralatan

kebersihan yang berdampak pada efisiensi sistem. Hal ini terutama berlaku jika

diperlukan suhu pembersihan yang rendah, karena efisiensi sistem dan biaya

modal akan terkuras ketika suhu bahan bakar gas pertama berkurang, kemudian

meningkat pada tingkat suhu sel tertentu. Pengujian dilakukan pada anoda

keramik untuk mengatasi masalah ini, termasuk keracunan sulfur. Anoda akan

diuji dengan LiFeO2 undoped, LiFeO2 doped, Mn dan Nb. Pada saat ini, tidak ada

alternatif anoda telah diidentifikasi . Sebaliknya , pekerjaan di masa depan akan

fokus pada uji untuk lebih memahami perilaku materi dan mengembangkan

bahan alternatif dengan penekanan pada toleransi sulfur.

Page 12: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

b. Katoda

Syarat bahan yang digunakan sebagai katoda :

1. Memiliki konduktivitas elektrik yang memadai

2. Memiliki kekuatan struktural

3. Laju penguraian yang rendah dalam molten carbonate untuk

menghindari pengendapan logam dalam struktur elektrolit.

Katode yang terbuat dari NiO memiliki konduktivitas dan kekuatan

struktural yang baik. Namun, dalam pengujian awal , pengembang dari fuel cell

menemukan bahwa nikel dilarutkan, kemudian diendapkan dan direformasi

sebagai dendrit di matriks elektrolit akan menurunkan kinerja dan akhirnya

menyebabkan short-circuting pada sel. Penguraian katoda ternyata menjadi

kendala yang membatasi massa hidup dari MCFC, terutama dalam operasi yang

bertekanan. Pengembang menyelidiki pendekatan untuk menyelesaikan

penguraian NiO. Pendekatan lain adalah menurunkan tekanan parsial CO2. Untuk

operasi pada tekanan yang lebih tinggi (tekanan parsial CO2 lebih tinggi),

pengembang menyelidiki bahan alternatif untuk katoda dan menggunakan adiktif

dalam elektrolit untuk meningkatkan sifat basa dari elektrolit tersebut.

Katode LiFeO2 menunjukkan bahwa elektrode yang terbuat dari bahan

ini lebih stabil secara kimia , tidak ada penguraian. Namun, kinerja dari katoda ini

terbilang buruk dibandingkan katode NiO pada tekanan atmosfer karena

kinetikanya lambat. Elektrode ini cocok digunakan pada operasi yang bertekanan,

peningkatan kinerja yang lebih tinggi diharapkan dapat tercapai dengan adanya

Co-doped LiFeO2.

Ide lain untuk menyelesaikan masalahpenguraian katoda adalah untuk

merumuskan kondisi milder cell. Ini mengarah pada pendekatan menggunakan

aditif dalam elektrolit untuk meningkatkan sifat basa dari elektrolit tersebut .

Sejumlah kecil aditif memberikan tegangan sama dengan yang tanpa aditif , tetapi

jumlah yang lebih besar mempengaruhi kinerja. Tabel 6-2 menunjukkan batasan

jumlah aditif yang ditambahkan.

Page 13: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

c. Matriks Elektrolit

Adanya bahan struktur elektrolit yang padat baik α- atau γ - LiAlO2 dengan serat

atau partikel penguat. Pengujian jangka panjang menunjukkan pertumbuhan

partikel secara signifikan dan γ untuk transformasi fasa α, menyebabkan

perubahan yang merugikan dalam struktur pori. Partikel-partikel tumbuh lebih

cepat pada suhu yang lebih tinggi , dalam atmosfer gas CO2 yang rendah. Tahap γ

stabil pada suuhu > 700 ° C , sedangkan fase α stabil pada suhu 600-650 ° C.

Pertumbuhan partikel tersebut dan transformasi fasa dapat dijelaskan oleh

mekanisme penguraian-presipitasi. Matriks juga harus cukup kuat untuk menahan

operasi mekanis dan tegangan termal, dan mempertahankan gas tetap tertutup.

Siklus termal di bawah suhu titik beku karbonat dapat menyebabkan retak akibat

stres termo-mekanis. Penguat serat keramik yang paling efektif untuk retak

defleksi yang diikuti oleh bentuk-bentuk platelet dan bola. Namun, serat keramik

yang kuat, biaya yang efektif, serta stabil belum tersedia secara komersial. Jika

ukuran partikel yang nyata berbeda , transformasi fasa lebih terkontrol oleh

ukuran partikel. Distribusi ukuran partikel lebih seragam diperlukan untuk

menjaga struktur pori yang diinginkan.

d. Elektrolit

Elektrolit yang digunakan yaitu Li2CO3/K2CO3 (62:38 mol %) untuk

pengoperasian pada tekanan atmosfer dan LiCO3/NaCO3 (52:48 atau 60:40 mol

%) untuk pengoperasian dibawah tekanan atmosfer. Komposisi elektrolit

berdampak pada aktivitas elektrokimia, korosi, dan laju penghabisan elektrolit.

Evaporasi dari elektrolit merupakan pembatasan bagi massa hidup dari MCFC.

Elektrolit Li/Na lebih baik digunakan untuk operasi pada tekanan yang lebih

Page 14: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

tinggi dibandingkan Li/K karena memberikan kinerja yang lebih baik. Hal ini

memungkinkan elektrolit matriks harus dibuat lebih tebal untuk kinerja yang

relatif sama dengan elektrolit Li / K. Li/Na memberikan ketahanan terhadap

korosi yang lebih baik untuk mengurangi penguraian pada katoda yang bersifat

asam. Akan tetapi, Li/Na memiliki sensivitas suhu yang lebih besar sehingga

perlu ditambahkan adiktif untuk memilimalisirnya dan hal ini masih dalam tahap

pengujian.

e. Struktur Elektrolit

Ohmic losses berkontribusi sekitar 65 mV losses pada awalnya, dan bisa

meningkat sebanyak 145 mV selama 40.000 jam. Sebagian besar voltage losses

terdapat di elektrolit dan komponen katoda. Elektrolit memberikan potensi

tertinggi untuk losses karena 70% dari total sel ohmik losses terjadi pada

elektrolit. Pada saat ini, elektrolit kehilangan 25% dari persediaan awal dapat

diproyeksikan dengan luas permukaan katoda yang rendah dan dengan pilihan

material yang tepat. Daerah lain untuk perbaikan elektrolit adalah kemampuan

untuk mencegah Crossover gas dari satu elektroda ke elektroda yang lain.

f. Migrasi Elektrolit

Ada kecenderungan untuk elektrolit untuk bermigrasi dari susunan ujung

positif ke ujung negatif dari susunan . Hal ini dapat menyebabkan sel kehilangan

kinerja dibandingkan dengan sel-sel pusat. Hilangnya elektrolit adalah melalui

gasket. Bahan gasket standar berpori menyediakan saluran untuk transfer

elektrolit.

g. Plat Bipolar

Plat bipolar terdiri atas pemisah, kolektor, dan segel basah. Pemisah dan

kolektor adalah Ni berlapis 310S/316L, dan segel basah dibentuk dari aluminasi

logam. Plate mengarahkan anode dari satu sisi dan katode di sisi yang lain.

Tekanan parsial oksigen yang rendah pada sisi anoda dari adanya plat bipolar

mencegah pembentukan pelindung lapisan oksida. Termodinamika pelapisan Ni

yang stabil diperlukan untuk melindungi sisi anoda. FCE dan lainnya telah

Page 15: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

menemukan bahwa pelapisan nikel memberikan perlindungan korosi yang sangat

baik dengan ketebalan 50 µm yang diproyeksikan untuk massa hidup >40.000

jam.

h. Jejak Spesies dari Gas Batubara

MCFC sampai saat ini telah dioperasikan pada reformed atau simulasi

gas alam dan simulasi gas batubara. Pengujian simulasi gas batubara melibatkan

konstituen dari masing-masing dan multi-trace untuk memahami operasi batubara.

Tabel 6-3 menunjukkan kontaminan dan dampaknya terhadap operasi

MCFC . Tabel menunjukkan spesies perhatian dan pembersihan bahan bakar gas

yang diperlukan untuk operasi pada gas batubara . Operasi dengan batu bara akan

memerlukan penggunaan produk gasifier.

2.4 Prinsip Operasi

Salah satu aspek yang paling menjanjikan dari karbonat cair adalah

kemungkinan menggunakan feed selain hidrogen. Bahan bakar murah, seperti

metanol, karbon gas. CO + H2 (syngas) yang dihasilkan dari konversi metana oleh

retak termal atau reaksi rereformasi dapat digunakan . Oksidator disusun oleh

campuran udara dan karbon dioksida dalam proporsi 70% dan 30% masing-

masing.

Page 16: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Reaksi elektrokimia yang terjadi pada elektroda adalah sebagai berikut:

o Pada katoda:

½ O2+ CO2+2e- CO32-

Reaksi global ini selalu berproses, tetapi analisis rinci menunjukkan bahwa

spesies oksigen yang teruduksi, O22-dan O2

- terlibat dalam proses reduksi.

o Pada anoda:

a) Jika hidrogen adalah bahan bakar

H2+ CO32- H2O + CO2+ 2e-

Reaksi kinetika dalam reaksi ini dianggap cepat. CO2 yang terbentuk

pada anoda didaur ulang dan dikonsumsi(digunakan) di katoda.

b) Jika metana adalah bahan bakar,itu di konversi dahulu dalam syngas

dengan vaporforming.

CH4 + H2O CO+ 3H2

Reaksi oksidasi menjadi :

H2+ CO +2CO32- 3CO2 +H2O +2e-

2.5 Kinerja

Molten Carbonates Fuel cell ini menggunakan lelehan garam karbonat

sebagai elektrolit. Lelehan garam karbonat tersebut dibuat dengan memanaskan

garam karbonat pada suhu 6500C hingga garam tersebut meleleh. Lelehan garam

tersebut dapat menghantarkan ion karbonat melalui elektrolit dari katoda ke

anoda. Di sisi anoda, ion karbonat bereaksi dengan hidrogen menghasilkan air,

karbon dioksida dan elektron. Elektron ini digunakna sebagai tenaga listrik dan

kembali lagi ke katoda. Oksigen dari udara dan karbon dioksida bereaksi dengan

elektron membentuk ion karbonium yang dihantar oleh elektrolit menuju ke sisi

anoda kembali. Reaksinya adalah sebagai berikut:

Page 17: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Reaksi yang terjadi adalah :

Reaksi di anoda : H2 + CO32- H2O + CO2 + 2 e-

Reaksi di katoda : ½ O2 + CO2 + 2 e- CO32-

Keseluruhan : H2 + ½ O2 + CO2 H2O + CO2

2.6 Performance

Faktor yang mempengaruhi pemilihan kondisi operasi adalah stack size,

voltage level, load requirement, laju perpindahan panas, dan harga. Kurva

performa ditentukan oleh tekanan sel, temperatur, komposisi gas, dan utilitas.

Molten Carbonates Fuel Cells (MCFC) umumnya beroperasi pada 100-200

mA/cm2 dan 750-900 mV/ sel.

Kurva performa katoda yang diperoleh pada temperatur 650 0C dengan

komposisi oksidan (12.6 persen O2 / 18.4 persen CO2/ 69 persen N2) yang

digunakan untuk MCFC dan komposisi dasar pada umumnya (33 persen O2/ 67

persen CO2) ditunjukan pada gambar 6.4. Komposisi dasar memiliki kandungan

O2 dan CO2 yang sesuai dengan perbandingan stoikiometri yang dibutuhkan

dalam reaksi yang terjadi di katoda (Persamaan 6-2). Dengan komposisi gas

tersebut, sedikit atau tidak terjadi pembatasan difusi yang terjadi di katoda karena

reaktan disediakan oleh bulk flow. Komposisi gas lainnya, yang mengandung

Page 18: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

sebagian besar N2, menghasilkan performa katoda yang penencerannya dibatasi

oleh gas inert.

Gambar 6-4. Pengaruh Komposisi Oksidan pada Performa Katoda MCFC

pada temperatur 6500C (Kurva 1, 12.6 persen O2/ 18.4 persen CO2/ 69.0

persen N2; Kurva 2, 33 persen O2/ 67 persen CO2)

Pada tahun 1980-an, performa dari MCFC stack mengalami peningkatan

secara drastis. Selama tahun 1990, sel sebesar 1 m2 mulai diuji di dalam stack.

Saat ini, pencapaian performa stack yang setara dengan performa sel tunggal lebih

difokuskan. Sel dengan luas elektroda 0.3 m2 secara rutin diuji pada tekanan

ambient dan diatas tekanan ambient dengan perbaikan struktur elektrolit yang

dibuat pada proses tape-casting. Kemudian, dilakukan tes ketahanan pada

beberapa stack dalam kisaran 7,000 hingga 10,000 jam. Tegangan dan daya

ditunjukan pada gambar 6-5 sebagai fungsi densitas arus setelah 960 jam untuk 1

m2 stack yang terdiri dari 19 sel. Data yang didapatkan diperoleh pada temperatur

650 0C dan tekanan 1 atmosfer.

Page 19: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Gambar 6-5 Output Daya dan Voltase dari 1/m2 Stack MCFC dengan 19

sel Setelah 96 jam Pada 965 0C dan 1 atm, Pemanfaatan Bahan Bakar 75

Persen

2.6.1 Pengaruh Tekanan

Ketergantungan dari potensial sel reversible pada tekanan dapat dilihat

dari persamaan Nernst. Untuk perubahan tekanan dari P1 ke P2, perubahan

potensial reversible dapat ditentukan melalui persamaan ,yaitu:

Dimana a dan c melambangkan anoda dan katoda. Di dalam MCFC

dengan tekanan anoda dan katoda yang sama (P1=P1,a=P1,c dan P2=P2,a=P2,c)

didapatkan persamaan, yaitu :

Page 20: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Dengan demikian, peningkatan tekanan sel sebanyak sepuluh kali lipat

setara dengan peningkatan 46 mV dalam potensial sel reversibel pada 650 ° C.

Peningkatan tekanan operasi pada MCFC dapat mempertinggi tegangan

sel karena peningkatan tekanan parsial reaktan, peningkatkan kelarutan gas, dan

peningkatan laju perpindahan massa. Namun berdampak pula pada terjadinya

reaksi samping yang tidak diinginkan seperti endapan karbon (reaksi Boudouard):

Reaksi dekomposisi metana menjadi karbon dan gas hidrogen

kemungkinan dapat terjadi , tetapi reaksi ini terjadi pada tekanan yang lebih

tinggi. Menurut prinsip Le Chatelier, suatu peningkatan tekanan akan mendorong

deposisi karbon dan pembentukan metana. Water-gas shift reaction tidak

dipengaruhi oleh kenaikan tekanan karena jumlah mol gas reaktan dan produk

sama. Deposisi karbon dalam MCFC harus dihindari karena dapat menyumbat

aliran gas di katoda. Pembentukan metana dapat menurunkan performa sel karena

pembentukan setiap mol tersebut membutuuhkan tiga mol hidrogen, dimana dapat

menyebabkan banyak kehilangan reaktan dan akan mengurangi efisiensi

pembangkit listrik.

Penambahan H2O dan CO2 ke bahan bakar gas memodifikasi komposisi

gas keseimbangan sehingga mengurangi pembentukan CH4. Peningkatan tekanan

parsial H2O dalam aliran gas dapat mengurangi deposisi karbon.

Page 21: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Gambar 6-6 menunjukan pengaruh tekanan (3,5, dan 10 atmosfer) dan

komposisi oksida (3.2 persen CO2/23.2 persen O2/ 66.3 persen N2/ 7.3 persen

H20 dan 18.2 persen CO2/9.2 persen O2/65.3 persen N2/7.3 persen H2O)

terhadap performa 70,5 cm2 MCFCs pada 650 ° C (53). Perbedaan utama sebagai

perubahan tekanan CO2 adalah perubahan potensial sirkuit terbuka, yang

meningkat dengan tekanan sel dan kandungan CO2 (lihat Persamaan (6-11)). Pada

160 mA/cm2, ΔVp adalah -44 MV untuk perubahan tekanan 3 sampai 10 atmosfer

untuk kedua komposisi oksidan.

Gambar 6-6. Pengaruh Tekanan Cell pada Performa dari 70,5 cm2 MCFC

pada temperatur 650 ° C (Gas anoda, tidak dispesifikasi, gas katoda, 23,2

persen O2/ 3.2 persen CO2/ 66.3 N2/ 7.3 persen H2O dan 9,2 persen O2/

18.2 persen CO2/ 65.3 persen N2/ 7.3 persen H2O ; 50 persen CO2,

pemanfaatan pada 215 mA/cm2)

Page 22: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Karena ΔVp merupakan fungsi dari tekanan gas total, komposisi gas di Gambar 6-

6 memiliki sedikit pengaruh terhadap ΔVp. Berdasarkan hasil tersebut, pengaruh

tegangan sel dari perubahan tekanan dapat dinyatakan dengan persamaan, yaitu:

2.6.2 Pengaruh Temperatur

Pengaruh temperatur pada potensi reversibel MCFCs tergantung pada

beberapa faktor, salah satunya melibatkan komposisi kesetimbangan dari bahan

bakar gas. Water-gas shift mencapai kesetimbangan dengan cepat pada anoda di

MCFC, dan akibatnya CO berfungsi sebagai sumber tidak langsung dari H2.

Konstanta kesetimbangan (K) meningkat dengan temperatur. Selain itu,

perubahan kesetimbangan komposisi juga dipengaruhi dengan temperatur dan

utilitas yang berpengaruh pada voltase sel.

Page 23: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Tabel 6-4. Kesetimbangan Komposisi Fuel Gas dan Potensial Sel

Reversible Sebagai Fungsi Temperatur

Tabel 6-4 menunjukkan bahwa perubahan dalam komposisi gas

kesetimbangan dipengaruhi oleh temperatur. Tekanan parsial CO dan H2O

meningkat pada temperatur tinggi karena K bergantungan pada T. Hasil dari

perubahan komposisi gas adalah E menurun seiring dengan peningkatan T. Dalam

sel, polarisasi lebih rendah pada temperatur tinggi, dan hasil akhirnya adalah

bahwa tegangan sel yang lebih tinggi diperoleh pada temperatur yang tinggi.

Pengukuran potensial elektroda dalam 3 cm2 menunjukkan bahwa polarisasi pada

katoda lebih besar daripada anoda, dan bahwa polarisasi berkurang lebih

signifikan pada katoda seiring dengan peningkatan temperatur. Pada kerapatan

arus dari 160 mA/cm2, polarisasi katoda berkurang sekitar 160 mV ketika

Page 24: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

temperatur meningkat dari 550-650 ° C, sedangkan penurunan yang sesuai pada

polarisasi anoda hanya sekitar 9 mV (antara 600 dan 650 ° C).

Dua kontributor utama yang bertanggung jawab atas perubahan tegangan

sel yang dipengaruhi oleh temperatur, yaitu polarisasi ohmik dan polarisasi

elektroda. Pada rentang temperatur 575 - 650 ° C, sekitar 1/3 dari total perubahan

tegangan sel dengan penurunan temperatur disebabkan oleh peningkatan

polarisasi ohmik, dan sisanya disebabkan dari polarisasi elektroda pada anoda dan

katoda. Kebanyakan stack MCFC saat ini beroperasi pada temperatur rata-rata 650

°C. Umumnya, karbonat tidak tetap cair di bawah 520 °C, dan meningkatnya

temperature dapat meningkatkan performa sel. Di atas 650 °C akan mengurangi

keuntungan seiring dengan peningkatan temperatur. Selain itu, pengoperasian di

atas 650 °C dapat menyebabkan peningkatan electrolyte loss dari penguapan dan

peningkatan korosi material. Jadi, temperatur operasi 650 °C dipilih dengan

menawarkan kompromi antara kinerja tinggi dan kehidupan stack.

2.6.3 Pengaruh Komposisi Gas Reaktan dan Utilitas

Tegangan MCFC bervariasi sesuai dengan komposisi gas reaktan.

Pengaruh tekanan parsial gas reaktan terhadap tegangan MCFC agak sulit untuk

dianalisa. Salah satu alasannya melibatkan reaksi water-gas shift pada anoda

karena adanya CO. Alasan lainnya adalah terkait dengan konsumsi CO2 dan O2

Page 25: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

pada katoda. Data menunjukkan bahwa peningkatan pemanfaatan gas reaktan

umumnya menurun kinerja sel.

Selama gas reaktan dikonsumsi dalam sel, tegangan sel menurun kaena

polarisasi (yaitu, aktivasi, konsentrasi) dan perubahan komposisi gas. Efek ini

terkait dengan tekanan parsial gas reaktan.

Oksidan: Reaksi elektrokimia pada katoda melibatkan pemakaian dua

mol CO2 per mol O2, dan rasio ini memberikan kinerja yang optimal katoda.

Pengaruh [CO2] / [O2] rasio kinerja katoda diilustrasikan pada Gambar 6-8 (22).

Selama rasio ini menurun, kinerja katoda menurun, dan dapat terlihat adanya

limiting current. Dengan adanya limiting current tersebut, di mana tidak ada CO2

yang tersedia dalam feed oksidan, menyebabkan kesetimbangan disosiasi ion

karbonat menjadi penting. Kesetimbangan disosiasi ion karonat tersebut dapat

dituliskan dengan persamaan reaksi, yaitu:

Gambar 6-8. Pengaruh Rasio CO2/O2 Terhadap Kinerja Katoda dalam

MCFC dengan Tekanan Oksigen Sebesar 0,15 atm

Page 26: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Dengan kondisi tersebut, kinerja katoda menunjukkan polarisasi terbesar

karena perubahan komposisi yang terjadi pada elektrolit. Perubahan tegangan sel

rata-rata dari tumpukan sepuluh-sel sebagai fungsi pemanfaatan oksidan dapat

diilustrasikan pada Gambar 6-9. Dalam tumpukan ini, tegangan sel rata-rata 172

mA/cm2 berkurang sekitar 30 mV untuk peningkatan 30 persen di oxidant

utilization (20 sampai 50 persen). Berdasarkan data tambahan ini, voltage loss

disebabkan oleh perubahan oxidant utilization yang dapat dijelaskan oleh

persamaan berikut:

Dimana P adalah tekanan parsial rata-rata dari komponen gas.

Gambar 6-9. Pengaruh Utilitas Gas Reaktan Terhadap Tegangan Sel

Rata-rata dari MCFC Stack

Page 27: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Bahan Bakar: Data dalam Tabel 6-5 menggambarkan ketergantungan

dari anoda potensial terhadap komposisi lima bahan bakar gas dan dua

kesetimbangan kimia yang terjadi dalam anoda compartment. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa komposisi gas dan open circuit anode potensial diperoleh

setelah kesetimbangan oleh water-gas shift dan reaksi pembentukan uap CH4.

Open circuit anode potensial dihitung berdasarkan data pecobaan untuk

mengetahui komposisi gas setelah setimbang dan kemudian ditunjukkan pada

Tabel 6-5. Komposisi gas pada kesetimbangan diperoleh dari shift and steam

reforming reaction menunjukkan bahwa kandungan H2 dan CO2 dalam gas kering

mengalami penuunan dan CH4 dan CO dihasilkan pada saat gas mencapai keadaan

setimbang.

Tabel 6-5 Pengaruh Komposisi Bahan Bakar Terhadap Potensial

Anoda Pada 6500C

Page 28: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Analisis menunjukkan bahwa potensi sel maksimum untuk komposisi

bahan bakar gas yang diberikan diperoleh ketika [CO2] / [O2] = 2. Selain itu,

penambahan gas inert ke katoda menyebabkan penurunan potensi reversibel. Pada

sisi lain, penambahan gas inert ke anoda meningkatkan potensi reversible.

MCFC harus dioperasikan pada reactant gas utilization yang rendah

untuk menstabilkan tegangan, tetapi melakukan hal ini menyebabkan penggunaan

bahan bakar menjadi tidak efisien. Seperti jenis sel bahan bakar lain, pemilihan

komposisi harus dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja secara keseluruhan.

2.6.4 Efek Pengotor (Impurities)

Sumber bahan bakar yang sering digunakan pada Molten Carbonate Fuel

cell (MCFC) adalah batu bara yang telah mengalami proses gasifikasi.

Penggunaan batu bara tersebut mengakibatkan banyaknya kontaminan yang

terdapat dalam sel.

Tabel 6-6. Kontaminan dari Batu Bara dan Efek pada MCFC

Page 29: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Tabel 6-6 menunjukkan jenis-jenis kontaminan yang dapat memberikan efek pada

MCFC. Kontaminan-kontaminan tersebut yaitu :

1. Sulfur (S)

Senyawa sulfur sangat merugikan performa kerja MCFC walaupun

dalam jumlah yang sangat kecil. Ketahanan MCFC pada senyawa sulfur sangat

dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, komposisi gas, dan operasi pada sistem

(recycle, venting, dan gas clean up). Senyawa sulfur yang memiliki efek

merugikan untuk performa sel salah satunya adalah H2S. Pada tekanan atmosfer,

<10 ppm H2S pada fuel cell masih dapat ditoleransi pada kompartemen anodanya,

dan <1 ppm SO2 juga masih dapat ditoleransi. Batas tersebut dapat meningkat

seiring dengan meningkatnya temperatur, tetapi dapat menurun seiring dengan

meningkatnya tekanan. Efek merugikan yang ditimbulkan oleh senyawa H2S

terjadi karena :

1. Terjadinya chemisoprsi pada permukaan katalis Ni yang akan

menutup sisi aktif elektrokimianya

2. Oksidasi senyawa SO2 pada reaksi pembakaran, dan reaksi

selanjutnya dengan ion karbonat pada elektrolit

Efek merugikan yang diakibatkan oleh senyawa H2S dapat diilustrasikan

pada Gambar 6-10.

Gambar 6-10. Pengaruh 5 ppm H2S pada performa MCFC suhu 650oC (Remick,

1984)

Page 30: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

Sel yang terdapat pada MCFC berukuran 10 cm x 10 cm. Pada suhu

650oC, voltase dari sel tersebut menurun saat 5 ppm H2S dimasukkan ke dalam

gas bahan bakarnya. Pengukuran tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi yang

rendah dari H2S tidak mempengaruhi potensial pada rangkaian terbuka, tetapi

sangat berpengaruh pada voltase sel. Penurunan voltase tersebut tidak bersifat

permanen; ketika bahan bakar gas tanpa H2S dimasukkan ke dalam sel, voltase sel

akan kembali ke level yang seharusnya. Anoda Nikel pada potensial anoda akan

bereaksi dengan H2S untuk membentuk Nikel sulfida. Reaksinya adalah sebagai

berikut

Ketika anoda sulfida kembali ke rangkaian terbuka, NiSx akan direduksi

oleh H2 dengan reaksi

2. Halida

Senyawa yang mengandung halida (senyawa halogen) merupakan

senyawa yang bersifat merusak pada MCFC karena akan mengakibatkan korosi

pada katodanya. Senyawa halida seperti HCl dan HF akan bereaksi dengan

karbonat cair (Li2CO3 dan K2CO3) dan membentuk CO2 dan H2O, serta senyawa

alkali halida lainnya. Level HCl harus tetap dibawah 1 ppm pada bahan bakar gas,

dan bisa juga dibawah 0,5 ppm.

3. Senyawa Nitrogen (N)

Senyawa seperti NH3 dan HCN dalam jumlah yang kecil tidak begitu

membahayakan komponen-komponen MCFC. Akan tetapi, jika NOx dihasilkan

dari pembakaran pada kompartemen anoda, NOx tersebut akan bereaksi dengan

elektrolit pada kompartemen katoda secara irreversibel untuk membentuk garam

nitrat.

Page 31: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

4. Partikel Padat

Kontaminan ini dapat berasal dari berbagai sumber, dan adanya

kontaminan ini merupakan masalah yang serius karena dapat menutup saluran gas

pada permukaan anoda. Partikel padat seperti ZnO, dapat digunakan sebagai

penghilang kandungan Sulfur dan dikeluarkan dari desulfurizer.

5. Senyawa lain

Senyawa lain yang mungkin menjadi kontaminan adalah As yang berasal

dari 1 ppm AsH3. Kontaminan pada jumlah tersebut tidak akan berpengaruh

terhadap kinerja sel, tetapi jika levelnya meningkat menjadi 9 ppm, voltase sel

akan turun drastis sebesar 120 mV. Trace metals seperti Pb, Cd, Hg, dan Sn pada

bahan bakar gas juga harus duhilangkan karena akan menyebabkan penggumpalan

pada permukaan elektroda dan bereaksi dengan elektrolitnya.

2.6.5 Efek pada daya Hidup Sel

Performa sel yang baik harus tetap dijaga pada batas yang wajar, yaitu

tidak lebih dari 2mV/1,000 jam pada daya hidup 40,000 jam.

2.6.6. Internal Reforming(IR)

Pada fuel cell yang konvensional, bahan bakar berkarbon dimasukkan ke

dalam prosesor dimana uap akan bereaksi dan menghasilkan H2 yang akan

dialirkan ke dalam fuel cell dan mengalami oksidasi kimia. Internal Reforming

Molten Carbonate Fuel cell tidak memerlukan prosesor yang terpisah untuk

memecah karbon pada bahan bakar tersebut. Pemecahan karbon pada MCFC ini

dilakukan oleh katalis. Penggunaan IR ini memilikikeuntungan, yaitu lebih

efisien, mudah dan lebih efisien dibandingkan dengan sistem MCFC yang

konvensional

Terdapat dua bagian dalam sistem IR ini, yaitu Indirect Internal

Reforming (IIR) dan Direct Internal Reforming (DIR). Pada bagian yang pertama,

bagian reformernya terpisah, tetapi berdekatan dengan anoda dari fuel cell itu

Page 32: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

sendiri. Sel ini akan menggunakan panas yang dihasilkan oleh reaksi eksotermis

pada sel untuk sumber panas pada reaksi endotermisnya. Keuntungan dari sistem

IIR ini adalah daerah reformer dan daerah sel tidak memiliki efek fisik secara

langsung. Kerugiannya adalah konversi metana menjadi hidrogen pada sistem IIR

tidak sebagus konversi pada sistem DIR. Pada sel dengan sistem DIR, konsumsi

hidrogen akan mengurangi tekanan parsialnya, sehingga metana akan dengan

cepat terkonversi menjadi hidrogen.

Gambar 6.11. Konsep Sistem IIR/DIR pada MCFC (Farooque, 1990)

Reaksi pemecahan metana pada IR untuk pembentukan hidrogen adalah

sebagai berikut

Reaksi tersebut terjadi secara terus-menerus karena adanya oksidasi

Hidrogen pada kompartemen anoda. Reaksi pemecahan uap ini berlangsung

secara endotermis, sedangkan reaksi keseluruhannya bersifat eksotermis. Pada

proses IR di MCFC, panas yang dibutuhkan untuk reaksi didapatkan dari reaksi

keseluruhan dari fuel cell. Steam yang dihasilkan dari reaksi dapat digunakan pada

reaksi di reformer dan water gas shift untuk menghasilkan H2. Katalis Nikel (Ni)

yang digunakan (MgO, LiAlO2), bekerja pada reaksi steam reforming untuk

Page 33: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

menghasilkan H2. Pada rangkaian terbuka, 83% CH4 akan dikonversi menjadi H2.

Ketika arus mengalir di dalam sel, H2 akan dikonsumsi dan H2O akan terbentuk,

dan konversi CH4 akan meningkat sampai mendekati 100%. Internal Reforming

telah melalui percobaan dan dapat bertahan selama lebih dari 15,000 jam pada

5kW stack dan lebih dari 10,000 jam pada 250 kW stack. Performa 2kW stack

dapat ditunjukkan oleh Gambar 6.12.

Gambar 6.12. Data Performa 0,37m2 2kW IR MCFC pada 650oC dan 1

atm (Farooque, 1992)

Pada sistem Direct Internal Reforming, katalis yang digunakan

dideaktivasi oleh daerah yang mengandung elektrolit berupa alkali karbonat.

Mekanisme deaktivasi adalah termasuk pengisian atau penyumbatak pori, dan

pelapisan permukaan sehingga logam seperti Nikel akan mengurangi pergerakan

elektrolit pada permukaan katalis. Senyawa yang resisten terhadap alkali seperti

magnesium dioksida, kalsium aluminat, dan alpha-aluminat telah terbukti untuk

mengurangi uap alkali yang terbentuk. Katalis berbasis Ruthenium dan Rhodium

adalah katalis yang lebih stabil, tetapi harganya relatif mahal. Membran Ni atau

SiC diletakkan diantara katalis internal pada sel dan komponen yang mengandung

elektrolit.

2.7 Aplikasi

Molten Carbonate Fuel cell dioperasikan pada suhu operasi yang tinggi,

bahkan sebagian besar aplikasi untuk jenis sel terbatas pada hal-hal yang

besar,seperti pembangkit listrik stasioner misalnya. Suhu operasi yang tinggi

menyebabkan penggunaan panas yang terbuang menjadi uap untuk pemanas

ruangan, industri pengolahan, atau dalam turbin uap untuk menghasilkan listrik

Page 34: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

lebih banyak. Banyak pembangkit listrik berbahan bakar gas modern yang

memanfaatkan sistem semacam ini, yang disebut kogenerasi. Aplikasi dari MCFC

terus dikembangkan hingga saat ini, yaitu untuk pembangkit listrik berbasis

batubara, penggunaan listrik, industri, dan aplikasi militer. Dan akhir-akhir ini,

pengembangan tentang penelitian molten carbonate fuel cell yang digunakan

untuk memisahkan CO2 dalam aliran gas mulai dilakukan.

Tabel dibawah ini menunjukan perbandingan aplikasi dan daya fuel cell.

Jenis Sel Aplikasi Range Power

DMFC Pengganti Baterai, Pembangkit listrik

portable

Dibawah 100 Watt sampai

1 kW

AFC Transportasi, pembangkit listrik cadangan 500 Watt sampai 10 kW

PAFC Pembangkit listrik stasioner, transportasi 50 kW sampai 2 MW

SOFC Pembangkit listrik stasioner, transportasi,

CHP (combined heat power)

5 kW sampai lebih dari 10

MW

MCFC Pembangkit listrik stasioner, CHP

(combined heat power)

200 kW sampai lebih dari

10 MW

PEMFC Transportasi, pembangkit listrik portable,

pembangkit listrik cadangan

Dibawah 100 Watt sampai

diatas 1 MW

2.8 Kelebihan dan Kekurangan

Setiap jenis fuel cell mempunyai karateristik yang unik jika dibandingkan

satu dengan yang lain. Termasuk jenis MCFC, fuel cell jenis ini mempunyai

beberapa keunggulan dan kelemahan dibandingkan jenis yang lain. Tabel berikut

menunjukkan karateristik keunggulan dan kelemahan MCFC.

Keunggulan MCFC Kelemahan MCFC

- Tidak menghasilkan polutan,

- Menggunakan Reformer Internal,

- Tidak menggunakan katalis yang mahal

(tidak memerlukan katalis logam mulia)

- Cepat mengalami kerusakan

komponen

- Cepat terjadi korosi

- Penurunan lifetime / waktu hidup sel

Page 35: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

- Lebih tahan terhadap gas CO dan CO2,

- Cocok digunakan pada pembangkit listrik

berbasis batubara.

- Memiliki efisiensi tinggi dibanding fuel

cell lain yang menggunakan CO2.

- memiliki kinetika reaksi yang cepat

(bereaksi dengan cepat)

- Memiliki ketidaktoleranan dengan

sulfur tinggi. Anoda khususnya tidak

bisa mentolerir lebih dari 1-5 ppm

senyawa sulfur(terutama H2S dan

COS) dalam bahan bakar gas tanpa

mengalami kehilangan kinerja yang

signifikan.

Page 36: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Salah satu tipe fuel cell yang bekerja pada suhu tinggi adalah MCFC

(Molten Carbonate Fuel cell) yang menggunakan garam karbonat (Li2CO3,

K2CO3, dll) dalam bentuk lelehan sebagai elektrolit. MCFC berkerja pada

suhu 500-1000oC, sehingga kecepatan reaksi bisa berlangsung cepat dan tidak

diperlukan adanya katalis Pt. Hal-hal yang mempengaruhi prinsip kerja MCFC

antara lain tekanan, temperatur, komposisi gas reaktan, pengotor, kerapatan

arus, dan waktu hidup dari sel (lifetime of fuel cell). MCFC memiliki

kelebihan yaitu lebih tahan tehadap gas CO dan CO3 dibanding dengan fuel

cell yang bekerja pada suhu rendah serta biaya lebih rendah karena dapat

mempergunakan katoda nikel yang lebih murah dibanding platina. Namun,

MCFC juga memiliki kekurangan yaitu pada suhu yang sangat tinggi dapat

mempercepat kerusakan komponen dan korosi, serta penurunan waktu hidup

sel (penurunan lifetime dari fuel cell). Aplikasi dari MCFC dikembangkan

untuk pembangkit listrik berbasis batubara untuk penggunaan listrik, industri,

dan aplikasi militer.

Page 37: Material Energitika_Molten Carbonate Fuel Cell

DAFTAR PUSTAKA

Cassir, M., C. Belhomme. 1999. Technological Aplication of Molten Salts: The

Case of The Molten Carbonates Fuel Cels. Plasma & Ions 1. 3-15

EG&G Technical Services.2004. Fuel Cell Handbook. West Virginia: U.S.

Department of Energy, Office of Fossil Energy, National Energy

Technology Laboratory.

Handayani, Sri. 2008. Membran Elektrolit Berbasis Polieter-Eter Keton

Tersulfonasi Untuk Direct Methanol Fuel Cell Suhu Tinggi. Jakarta :

Universitas Indonesia

Leibhafsky, H.A., and Cairns, E.J.. 1968.Fuel Cells and Fuel Batteries. New

York: John Wiley and Sons, Inc.

Milewski, Jaroslaw, Janusz Lewandowski. 2012. Separating CO2 from Flue gas

Using Molten Carbonate Fuel cell. IERI Procedia 1(2012) 232-237.

Othmer, kirk. Encyclopedia of chemical technology fifth edition. USA: Mc-Graw

Hills

Shores, D.A., and Singh, P., 1984, Proceedings of the Symposium on Molten

Carbonate Fuel Cell Technology, The Electrochemical Society, Inc.,

Pennington, NJ.

Viswanathan, B. 2006. An Introduction to Energy Sources. Madras: department of

chemistry Indian institute of technology.

Vogel, W.M., L.J. Bregoli , Kunz H.R., Smith S.W., 1984, Proceedings of

the Symposium on Molten Carbonate Fuel Cell Technology, The

Electrochemical Society, Inc., Pennington, NJ.