Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

download Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

of 56

description

Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

Transcript of Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    1/5

    MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA V

    RETENSI FEKAL AKIBAT SPINAL CORD INJURY(SCI)

    KELAS B

    KELOMPOK 4

    DIAN RAHMAWATI 1206218846

    DWIANA INTAN RAHAYU PERTIWI 1206245140

    NABILA DHEATAMI 1206218915

    SHINTIA SILVANA 1206240543

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK

    2014

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    2/5

    i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya

    kami, Kelompok 4, dapat menyelesaikan makalah yang memiliki topik Retensi

    fekal akibat Spinal Cord Injury (SCI) dengan baik. Penulisan ini dilakukan

    sebagai syarat pembelajaran mata kuliah Keperawatan Dewasa V di Fakultas Ilmu

    Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam

    penyelesaian makalah ini dibutuhkan beberapa pihak yang turut membantu dalam

    menyusun makalah sejak awal hingga selesai. Oleh karena itu, penulis ingin

    memberikan ucapan terima kasih kepada:

    1. Ibu Debie Dahlia selaku dosen pembimbing kelas B yang telah memberikan

    waktu dan tenaga untuk membimbing kami.

    2. Orang tua penulis yang telah mendoakan agar penulis dapat

    menyeimbangkan waktu dan memberikan dukungan.

    3.

    Teman-teman seperjuangan sivitas akademika Universitas Indonesia atas

    kerja sama dan bantuannya dalam pengerjaan makalah ini.

    Kiranya makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran

    Keperawatan Dewasa V. Selain itu, bermanfaat bagi mahasiswa untuk lebih

    memahami pembelajaran pembuatan makalah.

    Depok, Mei 2014

    Penyusun

    (Kelompok 4)

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    3/5

    ii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar.................................................................................................... i

    Daftar Isi..............................................................................................................ii

    BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2

    1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................... 2

    1.4 Metode Penulisan................................................................................... 2

    1.5 Sistematika Penulisan............................................................................ 3

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4

    2.1 Anatomi dan Fisiologi............................................................................ 4

    2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Rektum.................................................... 4

    2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Anus........................................................ 5

    2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Tulang Servikal....................................... 7

    2.2 Patofisiologi Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury(SCI)............... 8

    2.3 Manifestasi Klinis Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury(SCI)...... 12

    2.4 Komplikasi Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury(SCI)................. 13

    BAB 3 PEMBAHASAN..................................................................................... 14

    3.1 Kasus...................................................................................................... 14

    3.2 Pembahasan Kasus................................................................................. 14

    3.3 Pengkajian.............................................................................................. 18

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    4/5

    iii

    3.3.1 Pemeriksaan Fisik........................................................................ 19

    3.3.2 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................21

    3.4 Diagnosis dan Intervensi Keperawatan.................................................. 24

    3.5 Penatalaksanaan Medis.......................................................................... 31

    3.5.1 Pain Medications.......................................................................... 32

    3.5.2 Cervical Collar / Collar Neck...................................................... 33

    3.5.3 Cervical Traction......................................................................... 35

    3.5.4 Spinal Surgery.............................................................................. 37

    3.5.4.1 Vertebroplasty.................................................................... 38

    3.5.4.2 Kyphoplasty....................................................................... 39

    3.5.5 Laxative........................................................................................40

    3.5.6 Enema.......................................................................................... 41

    3.5.7 Suppository (glycerin, bisacodyl, Magic Bullet)...................... 44

    3.5.8 Digital Stimulation....................................................................... 45

    3.5.9 Abdominal Massage.....................................................................46

    3.5.10 Bowel Program Guidelines........................................................ 46

    BAB 4 PENUTUP.............................................................................................. 48

    4.1 Kesimpulan............................................................................................ 48

    4.2 Saran.......................................................................................................48

    Daftar Pustaka..................................................................................................... iv

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    5/5

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sistem saraf merupakan suatu sistem jaringan yang saling berhubungan,

    sangat khusus dan kompleks yang berfungsi mengendalikan, mengatur, dan

    mengkoordinasikan interaksi antara sistem tubuh suatu individu maupun antara

    individu dengan lingkungannya. Salah satu contoh fungsi dari sistem saraf adalah

    mengatur proses pengeluaran eliminasi fekal atau pengontrolan sfingter ani yang

    bekerja secara sadar dan tidak sadar. Eliminasi merupakan proses pengeluaran sisa

    metabolisme yang dihasilkan oleh tubuh baik berupa urin maupun feses. Eliminasi

    fekal merupakan hal yang paling umum dan normal yang sering kita dengar.

    Banyak dari masyarakat menganggap masalah eliminasi fekal adalah hal yang

    biasa. Namun sebenarnya jika ada masalah dalam sistem gastrointestinal, maka

    akan ada masalah pula pada organ lainnya. Klien yang mengalami gangguan

    eliminasi fekal akan dapat mengalami emosional karena ada perubahan dalam

    citra tubuhnya (Perry & Potter, 2006).

    Proses pengeluaran zat sisa atau elminisasi fekal ini sangat bergantung pada

    banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dan fraktur pada servikal ke

    7 inilah yang berhubungan langsung dengan sistem saraf dan berfungsi untuk

    mempengaruhi proses pengeluaran feses. Masalah ini tentunya harus diselesaikan

    guna klien tidak lagi mengalami retensi fekal akibat fraktur yang dialaminya.

    Dengan demikian sebagai tenaga kesehatan kususnya perawat, kita harusmengetahui bagaimana retensi fekal ini dapat terjadi, bagaimana anatomi dan

    fisiologi dari patent ductus arterious sebelum dan setelah kelahiran, penyebab,

    manifestasi klinis, bagaimana mengetahui seseorang yang mengalami fraktur pada

    bagian cervical ke-7 mengalami retensi fekal , penatalaksanan medis serta asuhan

    keperawatan yang tepat guna masalah retensi fekal yang disebabkan oleh fraktur

    cervical ke 7 dapat terselesaikan.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    6/5

    2

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:

    a.

    Bagaimana anatomi dan fisiologi saraf cervical ke 7 dan sistem

    gastrointestinal?

    b. Bagaimana patofisiologi terjadinya retensi fekal?

    c. Apa hubungannya fraktur kompresi cervical ke 7 dengan retensi fekal?

    d. Apa etiologi, manifestasi klinis serta komplikasi dari retensi fekal?

    e. Bagaimana pengkajian (pengkajian fisik dan pengkajian diagnostik) yang

    harus dilakukan?

    f.

    Bagaimana penatalaksanaan medik (farmakologi dan nonfarmakologi) dari

    retensi fekal dan fraktur cervical ke 7?

    g.

    Bagaimana asuhan keperawatan serta intervensi keperawatan dari retensi

    fekal dan fraktur cervical ke 7?

    1.3 Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami mengenai

    mekanisme terjadinya retensi fekal yang diakibatkan oleh fraktur cervical ke 7,

    serta mampu memberikan asuhan keperawatan individu dan keluarga melalui

    pendekatan proses keperawatan secara sistematis.

    1.4 Metode Penulisan

    Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan

    makalah ini. Referensi makalah ini bersumber dari buku dan media-media lain

    seperti e-book, dan web.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    7/5

    3

    1.5 Sistematika Penulisan

    Makalah ini diawali dengan Bab I, pendahuluan, yang terdiri dari paragraf

    yang menjabarkan latar belakang masalah yang akan dibahas, perumusan masalah,tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Makalah

    dilanjutkan dengan Bab II, isi, yang berisikan tinjauan pustaka meliputi anatomi

    dan fisiologi dari cervical ke 7, dan sistem gastrointestinal, patofisiologi, etiologi,

    tanda dan gejala yang mungkin timbul dari fraktur cervical ke-7 dan retensi fekal,

    dan teori tentang pemeriksaan diagnostik. Selanjutnya BAB III, pembahasan yang

    melingkupi asuhan keperawatan, intervensi keperawatan serta penatalaksanaan

    medik dari patent ductus arteriosus. Kemudian dilanjutkan dengan Bab IV,

    Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    8/56

    4

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi dan Fisiologi

    2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Rektum

    Makanan setelah masuk ke dalam tubuh melalui rongga mulut, akan

    dilanjutkan ke kerongkongan (pharynx), kemudian esophagus, dicerna dalam

    lambung, diteruskan ke usus halus (intestinum minor), dan usus besar (intestinum

    mayor), serta berakhir pada rectum untuk pengeluaran berupa feses (defekasi).

    Rectum memiliki panjang sekitar 12 cm dengan bentuk yang lurus atau

    hampir lurus. Letaknya ada di dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os

    koksigius. Rectum merupakan perpanjangan dari kolon sigmoid. Struktur rectum

    serupa dengan colon (usus besar) yaitu lapisan serosa (bagian luar peritoneum),

    lapisan muscular, Lapisan submukosa, yang mengandung pembuluh darah,

    pembuluh limfe, dan saraf, serta lapisan membrane mukosa. Namun pada rectum

    dindingnya yang berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-

    lipatan membujur disebut dengan kolumna Morgagni. Saluran tersebut

    menyambung dengan saluran anus. Di dalam saluran anus ini serabut otot sirkular

    menebal membentuk otot sfingter ani interna. Sel-sel yang melapisi saluran anus

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    9/56

    5

    berubah sifanya; epithelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter ani

    eksterna yang menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.

    2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Anus

    Anus merupakan saluran pencernaan makanan paling akhir yang

    menghubungkan usus besar dengan dunia luar. Letaknya di abdomen bawah

    bagian tengah di dasar pelvis setelah rectum. Dinding otot anus diperkuat oleh 3

    sfingter yaitu:

    1.

    Sfingter ani internus (tidak mengikuti keinginan)

    2. Sfingter levator ani (tidak mengikuti keinginan)

    3.

    Sfingter ani eksternus (mengikuti keinginan)

    Eleminasi fekal merupakan mekanisme buang air besar. Untuk mengetahui

    prosesnya, perlu untuk mengetahui apa saja sistem saraf autonom instrinsik pada

    usus yaitu:

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    10/

    6

    1. Pleksus Mienterikus (Auerbach), terletak diantara lapisan otot polos sirkuler

    dan longitudinal.

    2.

    Pleksus Meissner, terletak di sub mukosa.

    Pleksus Mienterikus dan Meissner merupakan pleksus intrinsik karena

    keduanya berada di dalam dinding saluran pencernaan.

    3.

    Pleksus Henle, terletak disepanjang batas otot sirkuler.

    Keinginan untuk bedefekasi muncul ketika tekanan rectum mencapai 18

    mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani interna dan eksterna

    akan melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah

    refleks instrinsik yang diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rektum.

    Ketika feses memasuki rektum, distensi dinding rectum akan mengirim sinyal

    aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gerakan

    peristaltik dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah

    anus. Ketika gelombang perstaltik mendekati anus, sfingter ani interna direlaksasi

    oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterna dalam

    keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter

    melemas sewaktu rectum teregang.

    Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksterna tercapai, defekasi

    volunteer dapat dicapai secara volunteer melemaskan sfingter eksterna dan

    mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi

    merupakan suatu refleks spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan

    menjaga agar sfingter eksterna tetap berkontraksi atau melemaskan sfingetr dan

    mengontraksi otot abdomen.

    Stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai refleks defekasi,

    sehingga diperlukan refleks lain yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmensacral medulla spinalis). Jika ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan

    dikirimkan ke medulla spinalis kemudian secara refleks kembali ke kolon

    descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n. pelvikus.

    Sinyal ini sangat memperkuat gelombang peristaltik dan merelaksasi sfingter ani

    interna. Sehingga mengubah refleks defekasi interna menjadi proses defekasi yang

    kuat.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    11/

    7

    2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Tulang Servikal

    Tulang belakang merupakan merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh

    tulang-tulang yang tidak beraturan yang disebut vertebra, masing-masing vertebra

    dipisahkan oleh diskus intervertebralis, yang berfungsi sebagai peredam kejut

    (shock absorption) dan menjaga fleksibilitas gerakan tulang belakang. Kolumna

    vertebralis adalah pilar utama tubuh, yang berfungsi melindungi medula spinalis

    dan menunjang berat kepala dan batang tubuh yang diteruskan ke tulang-tulang

    paha dan tungkai bawah. Di setiap ruas tulang belakang juga terdapat 2 buah

    lubang di tepi kanan dan kiri belakang tulang bernama foramen invertebrate, yaitu

    sebuah lubang tempat berjalannya akar saraf dari canalis vertebrata menuju

    seluruh tubuh. Saraf-saraf tersebut keluar melalui lubang itu dan mempersarafi

    seluruh tubuh baik dalam koordinasi gerakan maupun sensai sesuai daerah

    persarafannya.

    Tulang belakang terdiri dari 4 segmen yaitu

    1. Segmen Servikal (terdiri dari 7 ruas tulang)

    2.

    Semen Torakal (terdiri dari 12 ruas tulang)

    3. Segmen Lumbal (terdiri dari 5 ruas tulang)

    4. Segmen Sakral (terdiri dari 5 ruas tulang)

    Tulang servikal terdiri dari tujuh tulang vertebra yang dipisahkan oleh diskus

    intervertebralis dan dihubungkan oleh jaringan ligamen yang komplek. Jaringan

    ligamen tersebut menyebabkan tulang-tulang ini dapat bekerja sebagai satu

    kesatuan unit yang utuh. Vertebra servikal memiliki karakter berupa tiap procesus

    tranversus mempunyai foramen procesus tranversus untuk arteri dan vena

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    12/

    8

    vertebralis, namun arteri vertebralis hanya melalui procesus transversus C16

    saja.

    Pada sistem saraf terdapat sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom (SSO)

    merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa input dari

    organ-organ visceral (mengatur denyut jantung, diameter pembuluh darah,

    pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan, dan sebagainya)

    saraf eferen motorik SSO mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-

    kelenjar visceral. SSO terutama mengatur fungsi visceral dan interaksinya dengan

    lingkungan internal. (Muttaqin, 2008). SSO dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf

    simpatis dan parasimpatis. Mediator stimulus simpatis adalah norepinefrin

    sedangkan mediator impuls parasimpatis adalah asetikolin. Kedua zat kimia ini

    mempunyai pengaruh yang berlawanan. Bagian simpatis meninggalkan sistem

    saraf pusat dari daerah torakal dan lumbal (torakolumbal medulla spinalis.

    Sedangkan bagian parasimpatis keluar dari otak (melalui komponen-komponen

    saraf cranial) dan bagian sacral medulla spinalis (kraniosakral)

    2.2 Patofisiologi Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Inju ry(SCI)

    Pada hakikatnya, semua gerakan yang dilakukan oleh manusia diatur oleh

    sistem saraf. Sistem saraf merupakan suatu sistem jaringan yang saling

    berhubungan, sangat khusus dan kompleks yang berfungsi mengendalikan,

    mengatur, dan mengkoordinasikan interaksi antara sistem tubuh suatu individu

    maupun antara individu dengan lingkungannya. Sistem saraf dibagi atas dua yakni

    sistem saraf pusat yang didalamnya ada otak dan medulla spinalis (sumsum tulang

    belakang) dan sistem saraf tepi/perifer yang merupakan saraf yang mengubuhkan

    antara sistem saraf pusat dengan organ tubuh lainnya. Dalam hal retensi fekal ini,

    yang mengalami masalah pada intinya adalah berpusat pada sistem saraf tepi yang

    tidak kondusif lagi kerjanya karena telah mengalami fraktur pada bagiannya,

    khususnya cervical-7. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, sistem saraf

    perifer/tepi ini merupakan sistem saraf yang menghubungkan sistem saraf pusat

    dengan organ tubuh lainnya, diantaranya kranial (yang menguhubungkan kinerja

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    13/

    9

    otak dengan organ lainnya) dan spinal (yang menghubungkan kinerja sumsum

    tulang/medulla spinalis dengan organ tubuh lainnya).

    Potongan melintang spinal cord Potongan sagital spinal cord

    Gangguan fungsi pencernaan adalah salah satu masalah terbesar bagi

    seseorang yang mengalami cedera tulang belakang/medulla spinalis, khususnya

    dalam mengontrol proses evakuasi (pengosongan usus). Hal ini akan bergantung

    pula pada sistem saraf perifer yang bertugas menghubungkan kinerja sistem saraf

    pusat dengan organ lainnya. Karena pada hakikatnya, gagguan usus merupakan

    hal yang paling sering ditemukan dalam program rehabilitasi seseorang setelah

    cedera tulang belakang, baik dalam hal kualitas hidup maupun morbiditas dan

    mortality hidup seseorang. Dalam baru-baru ini belajar di populasi besar negara

    Italia dengan pasien yang mengalami cedera tulang belakang (Spinal Cord Injury

    atau SCI) mengatakan mereka tidak puas dengan manajemen usus mereka, dan

    lebih dari setengah dari mereka mengatakan bahwa itu adalah beban berat pada

    sosial mereka hidup dan lebih dari sepertiga darii mereka mengeluh bahwa

    mereka tidak berhasil mencapai fungsi usus yang teratur , bahwa mereka malu dan

    bahwa mereka tidak mandiri dalam mengelola bowels (sistem pencernaan) mereka

    sendiri.

    Medulla spinalis memiliki 31 pasang kolumna vetrebralis yang terdiri atas

    cervical (7 pasang), thoracic (12 pasang), lumbar (5 pasang), dan sacral spinal (5

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    14/

    10

    pasang). Medulla spinalis merupakan struktur lanjutan tunggal memanjang dari

    medulla oblongata (batang otak) melalui foramen magnum dan terus ke bawah

    melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama atau L1

    pada orang dewasa (Price & Wilson, 2012). Dalam kasus, klien berumur 25 tahun

    ini mengalami fraktur cervical-7 yang berakibat mengalami gangguan pada fungsi

    pencernaannya, yakni retensi fekal. Cervical merupakan bagian pada medulla

    spinalis/sumsum tulang belakang yang berfungsi mengatur kinerja sfingter ani

    yang melemah dan akhirnya berdampak pada retensi fekal.

    Jalur impuls saraf medulla spinal

    Berdasarkan arah impuls, saraf perifer yang merupakan saraf yang

    menghubungkan kinerja saraf pusat dan organ lainnya terbagi atas saraf aferen

    dan eferen. Saraf aferen bekerja membawa impuls dari reseptor ke saraf pusat dan

    eferen bekerja membawa impuls dari saraf pusat ke efektor. Selanjutnya saraf

    eferen terbagi atas sistem saraf somatis dan autonom. Pada saraf somatis bekerja

    secara sadar dan tidak sadar dan berfokus pada respon motorik yang dihasilkan

    oleh otot rangka. Sedangkan pada autonom berfokus pada pengendalian seluruh

    respons involunteer organ-organ viseral seperti pengaturan denyut jantung,

    diameter pembuluh darah, pencernaan, eliminasi dan berkaitan dengan otot polos,

    otot jantung dan kelenjar dengan mentransmisikan impuls saraf. Pada saraf

    autonom juga terbagi lagi menjadi saraf simpatis dan parasimpatis. Menurut Price

    & Wilson (2012: 457) persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf autonom

    dengan pengecualian sfingter eksterna karena bekerja secara volunter.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    15/

    11

    Serabut parasimpatis pada saraf autonom berjalan melalui saraf vagus ke

    bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah

    sakral menyuplai bagian distal. Sedangkan serabut simpatis meninggalkan

    medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps melalui

    saraf seliaka dan aortikorenalis, serabut pasca ganglionik (mengeluarkan

    asetilkolin) menuju kolon. Rangsangan simpatis (mengeluarkan nonepineprin)

    menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum, sementara

    parasimpatis bekerja berkebalikan dengan simpatis. Efek stimulasi simpatis

    adalah menurunkan motilitas atau gerakan pada traktus digestif, kontraksi sfingter

    yang bermaksud mencegah gerakan maju isi saluran cerna dan inhibisi sekresi

    pencernaan. Sementara stimulasi parasimpatis bekerja meningkatkan motilitas,

    relaksasi sfingter (memungkinkan gerakan maju isi saluran cerna) dan stimulasi

    sekresi pencernaan (pengosongan usus) (Ganong, 2007., Sherwood, 2012).

    Eliminasi fekal bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani.

    Gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani ini khusus dikontrol oleh sistem saraf

    parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan massa kolon,

    gerakan mencampur dan gerakan peristaltik. Gerakan massa kolon ini merupakan

    gerakan tercepat yakni bekerja mendorong feses dari kolon ke rektum. Begitu ada

    feses yang sampai di rektum, maka ujung saraf sensoris yang berada pada rektum

    menjadi regang dan terangsang. Kemudian impuls ini diteruskan ke medula

    spinalis. Setelah itu, impuls dikirim ke korteks serebri serta sakral II dan IV.

    Impuls dikirim ke korteks serebri agar individu menyadari keinginan buang air

    besar. Impuls dikirim ke sakral II dan IV, selanjutnya dikirim ke saraf

    parasimpatis untuk mengatur pembukaan sfingter ani interna. Terbukanya sfingter

    tersebut menyebabkan banyak feses yang masuk ke dalam rektum. Setelah itu,sfingter ani eksterna secara volunter akan membuka kemudian terjadilah proses

    defekasi.

    Pada kasus, klien mengalami fraktur cervical-7 yang dengan ini sistem saraf

    parasimpatis yang bekerja juga akan mengalami gangguan. Keadaan fraktur ini

    akan dapat mengakibatkan kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula

    spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material

    diskus dari anterior yang dapat menyebabkan nekrosis dan menstimulasi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    16/

    12

    pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson dan

    terbentuknya radikal bebas yang berlebih dalam tubuh dan tidak terkontrol oleh

    sistem enzim antioksidan, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik juga. Lesi

    pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot-otot

    abdominal, intake pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.

    Respon saaf simpatis dalam hal ini ditunjukkan dengan mengurangi perfusi pada

    traktus gastrointestinal dan juga produksi mucus lambung untuk melindungi organ

    yang persarafannya rusak sehingga klien dapat mengalami pemunduran proses

    defekasi atau retensi fekal.

    2.3 Manifestasi Klinis Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Inju ry(SCI)

    Manifestasi klinis yang timbul pada klien yang mengalami retensi fekal

    akibat fraktur kompresi C7 antara lain:

    1.

    Perut kembung/distensi usus yang ditandai dengan banyaknya gerakan usus

    yang tidak lazim dan mungkin merasa seperti tidak dapat mengeluarkan fetus

    (gas/flatur) hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya tinja/feses di usus dan

    rektum yang tidak dapat dikeluarkan.

    2. Gerakan usus (gerakan massa kolon) yang bekerja mendorong feses dari

    kolon ke rektum akan mengambil waktu yang jauh lebih lama dari biasanya

    hal ini disebabkan oleh adanya fraktur pada cervical ke-7 dan menyebabkan

    proses defekasi juga menjadi lebih lama (pada kasus satu kali sehari pada 5

    hari yang lalu).

    3. Ketidaknyamanan perut atau nyeri yang diakibatkan oleh distensi kandung

    kemih.

    4.

    Gejala dysreflexia otonom (berkeringat, sakit kepala) yang disebabkan

    adanya rasa ingin melakukan proses defekasi damun tidak bisa mengeluarkan

    (retensi fekal) dan akan segera pulih apabila sudah melakukan proses

    defekasi.

    5. Gerakan usus yang keras, disebabkan oleh kurangnya impuls yang diberikan

    oleh saraf cervical-7 akibat fraktur yang dialami klien.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    17/

    13

    2.4 Komplikasi Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Inju ry(SCI)

    Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami retensi fekal

    akibat fraktur kompresi C7 antara lain:1. Konstipasi

    Konstipasi merupakan kondisi dimana jarang untuk melakukan proses

    defekasi. Hal ini akan terjadi ketika klien mengalami retensi fekal. Ada beberapa

    karakteristik bagi seseorang yang diindikasikan konstipasi. Karakteristik tersebut

    diantaranya; penurunan frekuensi defekasi dari kebiasaan, feses keras, kering dan

    memiliki bentuk; mengejan saat dedekasi, defekasi terasa nyeri; merasa tidak

    komplit dalam mengeluarkan feses; nyeri abdomen, kram; sudah menggunakan

    laksatif; penurunan nafsu makan; dan, sakit kepala. (Kozier, 2011). Hal ini

    disebabkan oleh pergerakan feses di usus besar berjalan lambat, sehingga

    memungkinkan tersedianya waktu yang cukup lama untuk melakukan proses

    penyerapan cairan di usus besar.

    2. Impaksi Fekal

    Impaksi fekal adalah massa atau kumpulan feses yang mengeras didalam

    rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi feses dalam waktu

    lama. Impkasi fekal dapat diketahui dengan keluarnya feses cair (diare) dan bukan

    feses yang normal. Bagian feses cair akan keluar dari pinggir massa feses yang

    sudah mengalami impaksi (mengeras didalam rektum). Walaupun impaksi fekal

    dapat dicegah secara umum, kadang kala dibutuhkan pengeluarannya secara

    digital.

    3. Inkontinensia Alvi

    Inkontinensia alvi merupakan hilangnya kemampuan volunter untuk

    mengontrol pengeluaran feses dan gas dari sfingter anal (Kozier, 2011). Hal ini

    dapat terjadi ketika seseorang mengalami impaksi fekal dan terjadi penumpukan

    feses di rektum sehingga menyumbat rektum, maka massa feses akan menutupi

    seluruh permukaan rektum. Sensor syaraf yang ada di rektum menjadi tumpul dan

    tidak dapat lagi membedakan antara cairan, flatus ataupun feses. Massa feses

    keras juga dapat membuat iritasi dinding-dinding rektum sehingga mengakibatkan

    pengeluaran cairan yang nantinya akan keluar yang merupakan feses cair.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    18/5

    14

    BAB 3

    PEMBAHASAN

    3.1

    Kasus

    Seorang laki-laki berusia 25 tahun, dirawat dengan suspect fraktur kompresi

    servikal ke 7. keluhan saat ini pasien belum BAB sejak 5 hari yang lalu. Sebelum

    sakit pasien mengatakan BAB 1x/hari.

    3.2Pembahasan Kasus

    Tulang belakang merupakan hal terpenting dalam manusia karena fungsinya

    dalam melindungi sistem syaraf perifer. Tulang belakang manusia terdiri dari 33

    tulang yang terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:

    1. 7 tulang cervical(C)

    2. 12 tulang thoracic(T)

    3.

    5 tulang lumbar(L)

    4. 5 tulangsacraldan tulang coccygeal(fused)

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    19/5

    15

    C7 (cervical ke-7) merupakan salah satu bagian dari lower cervical region

    yang berfungsi untuk menopang cranium, melindungi neuronneuron vital, dan

    membantu pergerakan tubuh (Vaccaro, 2013). Selain fungsi fungsi tersebut, C7

    juga merupakan salah satu sumber akson lateral cord atau awal dari neuron yang

    mengatur muskulokutaneous.

    Pada kasus yang tertera di awal, dikatakan bahwa pasien mengalami suspect

    fraktur kompresi C7. Fraktur merupakan istilah untuk terputusnya kontinuitas

    tulang (precalculus). Fraktur pada tulang belakang dapat terbagi menjadi beberapa

    jenis yaitu (Cottrell, 2010).

    1. Ekstensi, dapat dibagi menjadi tiga.

    Distraksi ekstensi Ekstensi Ekstensi Kompresi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    20/

    16

    2. Kompresi, dapat dibagi menjadi dua.

    3. FleksiKompresi

    4. FleksiDistraksi, dapat dibagi menjadi dua.

    DistraksiFleksi Fleksi

    5. Distraksi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    21/

    17

    Berdasarkan gambargambar di atas, berikut ini merupakan beberapa jenis

    fraktur yang dapat terjadi pada Subaxial Cervical(C3C7) (Cottrell, 2010)

    Cedera kompresi, sebagaimana terlihat pada gambar, dapat dibagi menjadi

    dua jenis (Cottrell, 2010).

    1. Wedge compression fracture pada umumnya terjadi di area thoracolumbar

    dan pada fraktur kompresi ini, ligamen posterior masih berada dalam keadaan

    utuh

    2.

    Burst fracture merupakan fraktur kompresi yang sangat serius karena padafraktur kompresi ini, fragment tulang, ligament, dan disk material dapat

    masuk ke kanal spinal dan kemudian dapat mengakibatkan kerusakan

    neurologis yang serius

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    22/

    18

    Pasien dengan fraktur kompresi C7dapat menunjukkan gejalagejala umum

    menyerupai gejala pada pasien dengan fraktur tulang seperti nyeri,

    pembengkakan, deformitas tulang, pemendekan tulang, ekimosis, dan krepitus

    (AAOS, 2011). Pasien dengan fraktur kompresi C7 memerlukan penanganan

    khusus lainnya karena fraktur di area cervical merupakan jenis fraktur yang dapat

    mengganggu fungsi tubuh lainnya dibandingkan fraktur di area lain di tulang

    belakang. Hal ini dikarenakan hampir semua kontrol sistem dalam tubuh melewati

    area cervical ini sehingga dikhawatirkan cedera pada area cervical dapat

    menimbulkan cedera pada neuron yang melintasinya hingga menimbulkan

    miskomunikasi antara pusat pengatur di hipotalamus dan sistem limbik yang

    kemudian dapat mengganggu kinerja organorgan efektor di sistem syaraf

    otonomi (Benzel, 2012). Salah satu contoh dari akibat suspect fracture

    compression C7 adalah reflex neurogenic bowel dysfunction yang dapat

    menyebabkan retensi fekal seperti yang tertera di awal pembahasan.

    Reflex neurogenic bowel dysfunction merupakan kelainan eliminasi fekal

    yang terjadi akibat cedera tulang belakang yang terjadi di atas T12 atau conus

    medullaris(Garber, 2009). Menurut ApunaGrummer (2013), hampir pada semua

    kasus cedera tulang belakang, disfungsi bowel merupakan prioritas tertinggi

    karena disfungsi bowel selain dapat mengganggu fungsi organ tubuh, disfungsi

    bowel juga dapat menimbulkan gangguan psikologis pada pasien. Individu dengan

    cedera tulang belakang mengalami tertahannya sensasi rectal yang telah terisi

    penuh dan kemampuan untuk mengosongkan bowel (ApunaGrummer, 2013).

    Karakteristik dari reflex neurogenic bowel dysfunctionadalah peningkatan tonus

    atau tegangan otot pada dinding usus dan anal, menurunnya gerakan mendorong

    pada kolon, kurangnya waktu singgah makanan di kolon, spastisitas pada external

    anal sphincter (EAS), dan spastisitas otot (Dell, 2009).

    3.3Pengkajian

    Pengkajian kesehatan fisik yang menyeluruh dapat dilakukan pada klien

    mulai dari kepala dan dilanjutkan ke bawah secara sistematis. Meskipun

    demikian, prosedur ini dapat bervariasi tergantung pada usia individu, tingkat

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    23/

    19

    keparahan penyakit, keinginan perawat, lokasi pemeriksaan, dan priortas serta

    prosedur yang berlaku di lembaga (Kozier, 2010).

    3.3.1 Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik pada prosesus spinosus vertebra servikalis ke tujuh (C-7),

    yang disebut juga prominensia vertebra. Ketika klien melakukan fleksi anterior

    pada leher, tonjolan prosesus dapat dilihat dan diraba (Kozier, 2010). Tonjolan

    tersebut adalah prosesus spinosus vertebra servikalis ketujuh. Apabila terlihat dua

    prosesus spinosus, sebelah atas adalah C-7 dan sebelah bawah adalah prosesus

    spinosus vertebra tolakalis pertama (T-1). Perawat kemudian memalpasi danmenghitung prosesus spinosus dari C-7 hingga T-3. Perhitungan ini juga

    digunakan untuk mengidentifikasi lobus paru.

    Sumber: Kozier (2010)

    Telah dibahas bahwa fraktur kompresi C7dapat menunjukkan gejalagejala

    umum menyerupai gejala pada pasien dengan fraktur tulang seperti nyeri,

    pembengkakan, deformitas tulang, pemendekan tulang, ekimosis, dan krepitus

    (AAOS, 2011). Dengan demikian, dilakukan pengkajian pada tulang yang

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    24/

    20

    ditujukan untuk menilai normalitas bentuk tulang. Pengkajian pada sendi

    ditujukan untuk mengetahui adanya nyeri tekan, bengkak, penebalan, krepitasi

    (bunyi gesekan antar tulang), nodul, dan rentang pergerakan sendi.

    Pengkajian tulang dapat dilakukan dengan mengamati struktur normal rangka

    dan perhatikan adanya kelainan (deformitas) pada rangka. Palpasi tulang untuk

    menemukan area yang mengalami edema atau nyeri tekan. Jika terdapat kelainan

    akan didapatkan letak tulang yang tidak sejajar dan terdapat nyeri tekan atau

    bengkak yang dapat mengindikasikan fraktur. Pengkajian pada sendi dapat

    dilakukan dengan mengamati adanya bengkak pada sendi. palpasi setiap sendi

    untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan keluwesan gerak serta mengkaji rentangpergerakan sendi.

    Rentang pergerakan sendi yang dapat dilakukan terkait dengan lokasi padan

    fraktur kompresi C7, yaitu di bagian leher yang merupakan sendi putar.

    Pergerakannya yaitu fleksi (42-2),ekstensi (42-2), hiperekstensi(42-2), dan fleksi

    lateral (42-3), serta rotasi (42-4).

    Sumber: Kozier (2010)

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    25/

    21

    Selain melalui inspeksi dan palpasi pada tulang serta inspeksi pada rentang

    pergerakan sendi, pemeriksaan fisik juga dapat dilihat pada system neurologi,

    yaitu berkaitan dengan pengkajian reflek. Pengkajian reflex otot trisep ditujukan

    untuk menilai C-7, C-8 pada medulla spinalis. Prosedur tindakan ini dilakukan

    dengan memfleksikan siku klien, dan sangga lengan klien dengan telapak tangan

    nondominan, palpasi tendon trisep sekitar 2-5 cm di atas siku, ketukan palu

    perkusi langsung pada tendon, kemudian inspeksi adanya ekstensi ringan normal

    pada siku. Kelainanan yang terjadi terkait dengn C7, yaitu a) Kelemahan otot:

    ekstensi siku, pergelangan tangan fleksi, ekstensi jari b) Perubahan Reflex: trisep.

    c) Perubahan sensorik: jari tengah.

    Sumber: Kozier (2010)

    3.3.2 Pemeriksaan Diagnostik

    1.

    Sinar-X

    Pencitraan diagnostik dimulai dengan sinar-X dari wilayah yang terkena

    dampak dari tulang belakang. Di beberapa hal, CT scan telah menggantikan sinar-

    X biasa. Serangkaian pemeriksaaan X-ray biasanya yang pertama kali dilakukan

    adalah bagian tulang belakang leher, dada dan panggul. X-Ray dari tulang

    belakang dan leher yang ditunjukkan dalam setiap pasien setelah kepala dan

    cedera wajah mempunyai kriteria sebagai berikut.

    1)

    Tidak ada kelembutan serviks garis tengah

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    26/

    22

    2) Tidak ada defisit neurologis fokal

    3) Kewaspadaan normal

    4)

    Tidak ada keracunan

    5)

    Tidak menyakitkan, cedera mengganggu

    Wilayah dari tulang belakang dan leher yang dianjurkan untuk pemeriksaan

    yaitu: anteroposterior, lateral dan odontoid. Sinar-X dari dada dan lumbar tulang

    belakang yang ditunjukkan oleh setiap pasien menunjukan rasa sakit atau nyeri,

    penurunan yang signifikan, akibat kecelakaan lalu lintas jalan, adanya patah

    tulang belakang lainnya. Radiografi harus cukup menggambarkan semua vertebra.

    Sumber: www.eorthopod.com

    2.

    CT Scan

    Plain X-Ray tidak sensitif terhadap patah tulang belakang yang kecil. Secara

    umum, CT scan harus menjadi pendekatan lini pertama pada pasien berisiko

    tinggi dan sinar-X biasa harus disediakan untuk evaluasi awal pasien dengan

    risiko rendah lesi traumatik. CT Scan dicadangkan untuk menggambarkan

    kelainan tulang atau fraktur. Beberapa studi telah menyarankan bahwa CT Scan

    dengan sagital dan koronal reformatting lebih sensitif dibandingkan sinar-X polos

    untuk mendeteksi patah tulang belakang. CT/MRI dari tulang belakang dada dan

    lumbar sangat penting bagi setiap pasien yang mengalami defisit neurologis

    setelah trauma.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    27/

    23

    CT scan dapat dilakukukan jika dalam situasi sebagai berikut.

    1)

    Plain radiografi tidak memadai.

    2)

    Kenyamanan dan kecepatan.

    Misalnya, jika CT Scan kepala diperlukan maka mungkin lebih sederhana

    dan lebih cepat untuk mendapatkan CT dari cervical spinepada saat yang

    sama.

    3) Sinar-X menunjukkan kelainan yang mencurigakan dan/atau tak menentu.

    4) Sinar-X menunjukkan fraktur atau perpindahan

    CT Scan menyediakan visualisasi yang lebih baik dari tingkat dan

    perpindahan fraktur.

    Sumber: www.ceessentials.net

    3.

    MRI

    Jika radiografi serviks lateral dan CT Scan negatif, MRI merupakan

    pemeriksaan pilihan untuk mengecualikan ketidakstabilan. Pasien dengan tanda-

    tanda neurologis fokal, injuryatau fraktur, dan pasien yang operasi memerlukan

    pemeriksaan pra-operasi yang juga harus memiliki MRI Scan. Seluruh tulang

    MRI diindikasikan untuk luka bertingkat atau ligamen, dan untuk luka cauda

    equina. MRI yang terbaik untuk dicurigai lesi tulang belakang, kompresi tali

    pusat, patah tulang belakang di berbagai tingkat dan cedera ligamen atau cedera

    jaringan lunak lain atau patologi. MRI harus digunakan untuk mengevaluasi lesi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    28/5

    24

    jaringan lunak, seperti hematoma ekstradural tulang belakang, abses atau tumor,

    atau perdarahan sumsum tulang belakang, memar dan / atau edema. Kerusakan

    neurologis biasanya disebabkan oleh cedera sekunder, yaitu edema atau

    perdarahan. MRI adalah gambar diagnostik terbaik untuk menggambarkan

    perubahan ini.

    Sumber:www.ebmedicine.net

    3.4Diagnosis dan Intervensi Keperawatan

    Prioritas masalah keperawatan yang dipilih berdasarkan kasus pemicu dimana

    klien mengalami retensi fekal akibat fraktur kompresi servikal ke-7 antara lain:

    1.

    Nyeri akut b.d fraktur kompresi servikal ke 7, kerusakan sistem saraf

    penggunaan traksi, dan distensi abdomen

    2. Konstipasi b.d hambatan defekasi karena fraktur kompresi servikal ke 7

    3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal

    4.

    Potensial terhadap kerusakan integritas kulit b.d imobilitas fisik

    5. Risiko Trauma Spinal Tambahan b.d komplikasi fraktur servikal

    http://www.ebmedicine.net/http://www.ebmedicine.net/
  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    29/5

    25

    No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

    1. Nyeri akut b.d

    fraktur kompresi

    servikal ke 7,

    kerusakan sistem

    saraf, penggunaan

    traksi, dan

    distensi abdomen

    Klien melaporkan

    tingkat

    ketidaknyamanan

    berkurang.

    Klien terlihat relaks;

    istirahat dan tidur

    adekuat.

    Klien dapat

    mendemonstrasikan

    penggunaan teknik

    relaksasi.

    Mandiri

    1) Menyediakan kenyamanan bagi

    klien, seperti mengubah posisi,

    masase punggung, latihan ROM,

    kompres hangat dan dingin.

    2) Mengajari klien untuk menerapkan

    teknik relaksasi, seperti visualisasi

    (membayangkan yang indah-

    indah) dan napas dalam.

    Kolaborasi

    1)

    Memberikan obat sesuai indikasi,

    sebagai contoh: relaksan otot,

    seperti dantrolene (Dantrium) dan

    baclofen (Lioresal); analgesik;

    agen anti-ansietas, seperti

    alprazalam (Xanax) dan diazepam

    (Valium).

    Tindakan yang dapat meningkatkan

    kenyamananpada tubuh klien dapat

    mengurangi kebutuhan pemakaian obat dan

    dapat menyediakan dukungan sosial.

    Relaksasi dan aktivitas dapat mengalihkan

    perhatian klien dari rasa nyeri yang

    dialaminya dan meningkatkan kemampuan

    koping.

    Obat-obat ini menurunkan spasme otot,

    nyeri, kecemasan, dan meningkatkan

    kualitas dan kuantitas istirahat.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    30/

    26

    2. Konstipasi b.d

    hambatan

    defekasi karena

    fraktur kompresi

    servikal ke 7

    Konstipasi kien

    menurun, yang

    dibuktikan oleh pola

    defekasi yang

    normal.

    Klien menunjukkan

    pengetahuan

    program defekasi

    yang dibutuhkan.

    Klien

    memperlihatkan

    hidrasi yang adekuat

    (turgor kulit baik,

    asupan cairan kira-

    kira sama dengan

    haluaran).

    Klien dapat

    menjelaskan secara

    Mandiri

    1) Menerapkan bowel programsetiap

    hari, diantaranya dengan

    menerapkan digital stimulation

    dan penggunaan pelunak feses.

    2)

    Anjurkan diet yang seimbang dan

    tingkatkan asupan cairan paling

    sedikit 1.500-2000 mL/hari,

    termasuk jus buah.

    3) Batasi asupan makanan dan

    minuman yang mengandung

    kafein, misalnya kopi dan teh.

    Kolaborasi

    1) Memberikan obat-obatan sesuai

    indikasi, seperti pelunak feses,

    Bowel program penting untuk mengontrol

    evakuasi feses. Catatan: Bowel program

    pada klien dengan kerusakan motorik

    bagian atas umumnya ditangani dengan

    penggunaan supositoria atau digital

    stimulation.

    Konsumsi serat dan cairan yang tinggi

    dapat mengubah konsistensi feses untuk

    dapat berpindah melalui saluran

    percernaan.

    Efek diuretik dari kafein dapat menurunkan

    ketersediaan cairan di usus, sehingga

    meningkatkan risiko kekeringan dan keras

    pada feses.

    Pelunak feses, laksatif, supositoria, dan

    enema menstimulasi gerakan peristalsis

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    31/

    27

    verbal dan

    menerapkan

    individual bowel

    program.

    laksatif, supositoria, dan enema

    (misalnya Therevac-SB).

    2) Berkonsultasi dengan dietitian atau

    nutritional support team.

    dan evakuasi feses secara rutin. Supositoria

    harus dihangatkan pada suhu ruangan

    sebelum di insersi. Therevac-SB adalah

    enema 4 mL dari bahan gliserin yang dapat

    menurunkan waktu untuk bowel care

    paling lama 1 jam.

    Dukungan dari tim dietitian bermanfaat

    dalam membuat rencama diet berdasarkan

    kebutuhan nutrisi yang dibutkan klien.

    3. Kerusakan

    mobilitas fisik b.d

    kerusakan

    muskuloskeletal

    Meningkatkan

    kekuatan dan

    kompensasi bagian

    tubuh.

    Klien ikut serta

    dalam program

    rehabilitasi dan

    jadwal aktivitas.

    Klien mencapai

    Mandiri

    1)

    Lakukan latihan rentang gerak

    pasif dan ajarkan latihan rentang

    gerak aktif untuk semua

    ekstremitas secara lembut dan

    dengan gerakan yang halus setiap 2

    jam.

    2) Menyediakan jarak antara istirahat

    dan aktivitas.

    ROM (range of motion) atau latihan

    rentang pergerakan sendi meningkatkan

    sirkulasi darah, mempertahankan tonus

    otot, dan mencegah atrofi otot atau

    kontraktur.

    Istirahat yang adekuat dan aktivitas yang

    optimal menyediakan kesempatan bagi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    32/

    28

    kembali mobilitas

    sampai tingkat

    optimal.

    Klien melakukan

    rentang gerak

    dengan tepat.

    3)

    Memonitor tekanan darah sebelum

    dan setelah aktivitas.

    4) Mengubah posisi klien bahkan

    ketika sedang duduk di kursi.

    Kolaborasi

    1) Berkonsultasi dengan terapis fisik

    dan okupasi serta tim rehabilitasi

    lainnya.

    2) Memberikan relaksan otot sesuai

    klien untuk memaksimalkan usaha dan

    berpartisipasi aktif.

    Kehilangan inervasi saraf simpatis,

    khususnya di T6 dan SCI pada bagian lebih

    atas, menyebabkan kehilangan tonus

    vaskular, yang berdampak pada hipotensi.

    Perubahan posisi mengurangi tekanan pada

    area yang tertekan dan meningkatkan

    sirkulasi perifer.

    Kolaborasi membantu dalam

    merencanakan dan mengimplementasi

    program latihan individu. Anggota tim

    rehabilitasi mengidentifikasi dan

    mengembangkan penggunaan alat-alat

    bantu agar dapat meningkatkan fungsi

    tubuh dan kepercayaan diri klien.

    Relaksan otot berguna untuk membatasi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    33/

    29

    indikasi, seperti diazepam

    (Valium), baclofen (Lioresal), dan

    dantrolene (Dantrium).

    dan mengurangi nyeri.

    4. Potensial

    terhadap

    kerusakan

    integritas kulit b.d

    imobilitas fisik

    Klien

    mempertahankan

    integritas kulit di

    sekitar lokasi

    pemasangan.

    Klien dapat bergerak

    di sekitar tempat

    tidur dengan sering

    dan

    mempertahankan

    kesejajaran tubuh.

    Klien

    mengungkapkan

    pengertian tentang

    alat imobilisasi yang

    Mandiri

    1)

    Ganti posisi secara rutin, baik

    dalam keadaan tidur atau duduk.

    Tempatkan dalam posisi prone

    dalam beberapa periode waktu

    2)

    Lakukan perawatan kulit dan

    berikan masase serta gosok

    punggung dengan lotion atau

    minyak.

    3) Jaga sprai agar tetap kering dan

    bebas dari kotoran. Pertahankan

    selimut alas bebas dari kerutan.

    Kolaborasi

    1) Menyediakan terapi kinetik atau

    alternatif matras sesuai indikasi.

    Pergantian posisi meningkatkan sirkulasi

    darah dan menurunkan tekanan terutama

    pada bagian kulit yang tertekan tulang.

    Perawatan kulit dan masase meningkatkan

    sirkulasi darah dan melindungi permukaan

    kulit, sehingga menurunkan risiko luka

    tekan.

    Kondisi seperti ini mencegah kelembapan

    yang berlebihan sehingga mengurangi

    iritasi kulit.

    Terapi kinetik dan alternatif matras

    membantu mengubah sirkulasi sistemik

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    34/

    30

    dibutuhkan. dan perifer serta mengurangi tekanan pada

    kulit.

    5. Risiko Trauma

    Spinal Tambahan

    b.d komplikasi

    fraktur servikal

    Tulang kembali

    pulih tanpa

    mengalami

    kerusakan yang lebih

    parah

    Mandiri

    1) Mempertahankan istirahat di

    tempat tidur dan penggunaan alat-

    alat imobilisasi (kantung pasir,

    traksi, cervical collar keras dan

    lunak).

    2)

    Memeriksa alat-alat stabilisasi

    eksternal, misalnya Gardner-Wells

    tongs atau traksi skeletal lainnya.

    Kolaborasi

    1)

    Mempersiapkan untuk operasi

    bedah stabilisasi internal, misalnya

    spinal laminectomy, jika

    diindikasikan.

    Imobilisasi mencegah kolumna vertebra

    dari kerusakan yang lebih parah. Catatan:

    Traksi digunakan hanya untuk stabilisasi

    servikal.

    Alat-alat ini digunakan untuk dekompresi

    fraktur spinal dan stabilisasi kolumna

    vertebra selama fase akut kerusakan untuk

    mencegah kerusakan yang lebih parah.

    Operasi bisa diindikasikan untuk stabilisasi

    spinal, dekompresi, atau menghilangkan

    fragment tulang yang patah.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    35/

    31

    3.5 Penatalaksanaan Medis

    Spinal Cord Injury (SCI) atau cedera tulang belakang merupakan cedera

    mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma, jatuh dari ketinggian,

    kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dan sebagainya. Berdasarkan kasus

    pemicu, klien mengalami retensi fekal (tidak dapat buang air besar) akibat

    mengalami fraktur kompresi pada servikal ke 7. Cedera servikal tersebut

    mengakibatkan terbloknya saraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia,

    kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan

    akut anestesi. Kerusakan korda spinalis dan cedera kepala akan menimbulkan

    penurunan stimulus sensorik untuk defekasi. Apabila dibiarkan terus-menerus,

    maka terjadi retensi fekal yang dapat menimbulkan konstipasi dan komplikasi

    menuju impaksi fekal.

    Konstipasi adalah keluarnya feses yang dikit, kering, keras atau tidak

    keluarnya feses dalam jangka waktu lama. Konstipasi pada kasus ini disebabkan

    karena terganggunya proses penyampaian impuls saraf dari usus dan rektum ke

    sistem saraf pusat yang mengakibatkan tidak terjadinya proses defekasi. Impaksi

    fekal adalah massa atau kumpulan feses yang mengeras di dalam rektum, terjadi

    akibat retensi dan akumulasi materi feses dalam waktu lama, dan diketahui

    dengan keluarnya feses cair (diare) dan bukan feses normal. Bagian feses yang

    cair keluar dari pinggir massa feses yang mengalami impaksi.

    Impaksi fekal umumnya dapat dicegah secara umum, namun kadang kala

    dibutuhkan pengeluaran feses yang mengalami impaksi secara digital. Apabila

    diperkirakan ada impaksi fekal, klien sering kali diberikan enema retensi minyak,

    kemudian enema pembersih saat 2-4 jam sesudahnya, dan ditambah dengan

    pelunak feses setiap hari. Apabila proses ini gagal, pengeluaran feses secaramanual sering diperlukan.

    Berikut ini merupakan beberapa penatalaksanaan medis yang dapat

    diterapkan pada kasus retensi fekal akibat fraktur kompresi servikal ke 7.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    36/

    32

    3.5.1Pain Medications

    1. Aspirin

    Senyawa aspirin adalah obat yang dapat membantu meringankan rasa sakit

    ringin dan sakit kambuh. Efek samping potensial yang paling utama dari aspirin

    yaitu permasalahan pada perut, khususnya ulkus lambung dengan atau tanpa

    perdarahan.

    2. NSAID (Non-Steroidal Anti Inflamatory Drugs)

    Obat anti-inflamasi non-steroid 9NSAID) termasuk penghilang nyeri seperti

    ibuprofen dan naproxen. NSAID sangat efektif dalam mengurangi rasa sakit yang

    terkait dengan ketegangan otot dan peradangan. Obat ini dapat menurunkan fungsi

    ginjal jika dikonsumsi oleh pasien yang lebih tua dalam jumlah yang berlebihan.

    3. COX-2 Inhibitors

    Obat ini merupakan kelas baru dari NSAID untuk mengurangi peradangan.

    NSAID baru ini bekerja secara selektif menghambat pembentukan bahan kimia

    yang menyebabkan nyeri. COX-2 Inhibitors kebih mudah dicerna di perut sebab

    tidak mengganggu enzim-enzim dalam perut seperti NSAID tradisional

    sebelumnya. Celecoxib (Celebrex(r)) dan Refecoxib (Vioxx(r)) adalah dua jenis

    obat ini yang paling sering diresepkan.

    4. Non-Narcotic Prescription Pain Medications

    Analgesik non-narkotik (penghilang rasa sakit) adalah pengobatan yang ideal

    dalam menghilangkan nyeri ringan hingga kronis. Tylenol(tm) dan aspirin adalah

    analgesik yang paling banyak digunakan. Obat-obat analgesik yang memerlukan

    resep dari dokter mencakup NSAID, seperti Carprofen, Fenoprofen, Ketoprofen

    dan Sulindac. Pasien yang mengonsumsi obat ini dianjurkan untuk tidak berbaring

    selama 15 sampai 30 menit setelah minum obat. Jauhkan obat dari sinar mataharilangsung. Hindari penggunaan obat ini jika anda memiliki borok berulang atau

    masalah hati.

    5. Narcotic Pain Medications

    Obat nyeri narkotika mengurangi rasa sakit dengan bertindak sebagai anastesi

    mematikan ke sistem saraf pusat. Kekuatan dan panjang nyeri berbeda untuk

    masing-masing obat. Contoh obat ini yaitu Kodein dan Morfin. Obat ini dapat

    memiliki efek samping seperti mual, muntah, sembelit, dan sedasi (mengantuk).

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    37/

    33

    Efek samping ini dapat diprediksi dan sering dapat dicegah. Langkah-langkah

    pencegahan yang umum antara lain tidak meminum obat tidur atau anti-depresan

    bersama dengan obat narkotika ini, menghindari konsumsi alkohol, meningkatkan

    asupan cairan, makan-makanan berserat tinggi, dan menggunakan obat pencahar

    serat atau pelunak tinja untuk mengobati sembelit. Perlu diingat bahwa

    penggunaan narkotika dapat menimbulkan kecanduan jika digunakan secara

    berlebihan dan tidak benar.

    6. Muscle Relaxants

    Relaksan otot dapat membantu meringankan rasa sakit ketika mengalami

    kejang otot. Obat ini memiliki risiko yang signifikan sepeti rasa kantuk dan

    depresi. Penggunaan relaksan otot dalam jangka panjang tidak disarankan,

    biasanya hanya dianjurkan tiga sampai empat hari.

    7. Anti-Depressants

    Sakit punggung adalah gejala umum dari depresi dan bisa menjadi indikator

    kehadirannya. Demikian pula nyeri punggung dapat menyebabkan gangguan

    emosi dan depresi. Tampaknya reaksi kimia yang sama dalam sel-sel saraf yang

    memicu depresi juga mengontrol jalur nyeri di otak. Anti-depresan dapat

    meredakan stres emosional yang terkait dengan nyeri punggung. Beberapa jenis

    anti-depresan membuat obat tidur yang baik. Jika mengalami kesulitan tidur

    karena sakit punggung, dokter mungkin meresepkan anti-depresan untuk

    membantu kita kembali ke rutinitas tidur. Efek samping dari obat ini antara lain

    mengantuk, kehilangan nafsu makan, sembelit, mulut kering, dan kelelahan.

    3.5.2Cervical Collar / Collar Neck

    Cervical Collar adalah alat untuk imobilisasi leher (mempertahankan tulangservikal). Salah satu jenis collar yang banyak digunakan SOMI (Sternal Occipital

    Mandibular Immobilizer). Ada juga yang menggunakan Xcollar Extrication

    Collaryang dirancang untuk mobilisasi (pemindahan pasien dari tempat kejadian

    kecelakaan ke ruang medis). Cervical Collar digunakan pada pasien yang

    mengalami trauma leher atau fraktur tular servikal.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    38/5

    34

    Tujuan pemasangan cervical collaryaitu:

    1) Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah (proses imobilisasi serta

    mengurangi kompresi pada radiks saraf).

    2)

    Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan korda spinalis.

    3) Mengurangi rasa sakit.

    4)

    Mengurangi pergerakan leher selama proses pemulihan.

    Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam

    dan diubah secara intermiten pada minggu ke-2 atau bila mengendarai kendaraan.

    Perlu diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari

    akibatnya, diantaranya atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 102 minggu

    biasanya cukup untuk mengatasi nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai

    dengan iritasi radiks saraf, collar perlu dipasang dalam waktu 2-3 bulan.

    Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat

    dijadikan indikasi pelepasan collar. Unit pelaksana yang umumnya melakukan

    tindakan pemasangan collar antara lain Instalasi Gawat Darurat (IGD), rekam

    medik, dan radiologi.

    Cervical Collarterdiri dari beberapa jenis.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    39/5

    35

    SOMI (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer) . Xcollar Extrication Collar

    3.5.3Cervical Traction

    Traksi adalah alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang

    diterapkan pada suatu bagian tubuh, sementara kekuatan yang kedua (disebut

    kontertraksi) menarik ke arah yang berlawanan. Kekuatan tarikan didapat melalui

    suatu sistem katrol, tali, dan pemberat yang dikaitkan ke klien.kontertraksi sering

    didapat dengan mengelevasi kaki atau kepala tempat tidur dan kekuatannya

    berasal dari tubuh klien. Klien yang terpasang traksi berada di tempat tidur

    berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Oleh karena itu, implementasi

    keperawatan meliputi aktivitas harian, pemeliharaan traksi, dan pencegahan

    masalah imobilisasi seperti dekubitus.

    Tujuan penggunaan traksi adalah:

    1) Untuk mengurangi dan/atau imobilisasi fraktur tulang agar terjadi pemulihan.

    2) Untuk mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat.

    3) Untuk mencegah cedera pada jaringan lunak.

    4)

    Untuk memperbaiki, mengurangi, atau mencegah deformitas.

    5) Untuk mengurangi spasme otot dan nyeri.

    6) Untuk merawat kondisi inflamasi dengan imobilisasi sendi (misalnya artritis

    atau tuberkulosis sendi).

    Ada dua macam traksi servikal. Beban traksi yang diberikan sebaiknya jangan

    melebihi 5 kg untuk maksimal waktu dua jam.

    a.

    Traksi memakai pita kulit lebar yang disarungkan di dagu-oksiput (biasanya

    untuk stabilisasi sementara) yang disebutHalter traction.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    40/

    36

    b.

    Traksi skeletal (Gardner-Wells tongs) yang dipasang pada tulang tengkorak.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    41/

    37

    Traksi skeletal dipasang di tengkorak pada lokasi di atas telinga, pada titik di

    atas garis yang ditarik dari prosesus mastoid ke meatus auditorius eksternal.

    Pemasangan pada lokasi yang lebih anterior akan membuat traksi leher menjadi

    lebih ekstensi (untuk fraktur odontoid), sedangkan lokasi yang lebih posterior

    akan menjadikan traksi leher yang fleksi (untuk membuka sendi faset).

    Pedoman umum yang dipakai untuk menentukan berat beban traksi padaawalnya adalah 2,5 kg per vertebra mulai dari basis sampai dengan lokasi cedera.

    Namun, pemasangan traksi ini harus dipantau ketat melalui pemeriksaan klinis

    neurologis dan radiologis. Kadang perlu pula diberikan obat penenang ringan

    seperti Diazepan dan/atau analgetika selama pemasangan traksi.

    3.5.4Spinal Surgery

    Operasi tulang belakang adalah tindakan pembedahan serius yang dilakukan

    untuk memperbaiki fraktur kompresi vertebral jika ada bukti ketidakstabilan tiba-

    tiba dan serius dari tulang belakan, misalnya jika fraktur mengarah ke hilangnya

    50% dari ketinggian vertebral tubuh. Pembedahan diperlukan untuk mencegah

    tulang belakang dari runtuh ke saraf tulang belakang yang dapat menyebabkan

    kerusakan yang lebih serius. Vertebroplasty dan Kyphoplasty adalah tindakan

    invasif minimal dalam menangani fraktur kompresi vertebral. Patah tulang

    belakang biasanya perlu waktu sekitar tiga bulan untuk sepenuhnya sembuh.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    42/

    38

    Pemeriksaan dengan menggunakan X-Ray mungkin akan dilakukan selama

    beberapa bulan untuk memeriksa kemajuan penyembuhan. Pembedahan untuk

    fraktur kompresi jarang diperlukan.

    3.5.4.1

    Vertebroplasty

    Vertebra adalah tulang kecil yang membentuk tulang belakang. Ketika tulang

    menjadi retak akan timbul rasa sakit dan kehilangan mobilitas. Vertebroplasty

    adalah prosedur dimana campuran semen medis khusus disuntikan ke dalam

    tulang belakang yang patah. Tidak semua orang dengan tulang belakang yang

    retak perlu dilakukan Vertebroplasty.

    Alasan utama perlu dilakukan Vertebroplasty adalah:

    1)

    Mengobati patah tulang belakang yang menyebabkan rasa sakit dan

    mengurangi fungsi.

    2) Metode tradisional untuk mengobati patah tulang belakang atau sakit

    punggung gagal.

    3)

    Pasien menderita sakit parah atau berkepanjangan atau imobilitas.

    4) Patah tulang belakang telah menyebabkan komplikasi yang lebih serius,

    seperti trombosis vena bagian dalam, percepatan osteoporosis, masalah

    pernapasan, kehilanggan tinggi, dan masalah emosional atau sosial lainnya.

    Prosedur Vertebroplasty umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien,

    dengan risiko rendah untuk menimbulkan efek samping. Tingkat komplikasi dari

    Vertebroplasty adalah sekitar 1% hingga 3%. dan sebagian besar komplikasi ini

    kecil. Faktor-faktor risiko yang terkait dengan pelaksanaan Vertebroplasty antara

    lain pendarahan, kehilangan darah, patah tulang rusuk atau tulang disekitarnya,

    demam, ititasi akar saraf, infeksi, dan semen di luar tulang belum mengeras. Bagi

    sejumlah kecil orang, Vertebroplasty dapat menimbulkan rasa sakit selamabeberapa jam saat semen sedang mengeras.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    43/

    39

    3.5.4.2Kyphoplasty

    Kyphoplasty sering dibahas bersama dengan Vertebroplasty. Kyphoplasty

    digunakan untuk mengobati patah tulang belakang. Selama Vertebroplasty, dokter

    menyuntikkan bahan semen ke dalam tulang untuk membuatnya lebih stabil.

    Selama Kyphoplasty, pertama, dokter memompa perangkat balon ke dalam tulang

    belakang untuk membuat suatu ruang, kemudian ruang ini diisi dengan semen.

    Alasan perlu dilakukannya Kyphoplasty yaitu jika memiliki beberapa jenis patah

    tulang atau terdapat daerah yang rusak di tulang belakang. Pada kebanyakan

    kasus, penipisan tulang (osteoporosis) memainkan peran dalam patah tulang ini.

    Kyphoplasty dapat membuat tulang sedikit lebih tinggi yang sebelumnya

    memendek akibat terjadinya kompresi. Prosedur ini dapat mengurangi rasa sakit

    akibat patah tulang belakang. Biasanya dokter melakukan prosedur ini setelah

    mencoba melakukan perawatan lain, misalnya memakai penjepit belakang atau

    minum obat penghilang rasa sakit.

    Risiko yang terlibat dalam Kyphoplasty meliputi:

    1)

    Infeksi

    2) Perdarahan

    3)

    Peningkatan nyeri punggung

    4) Kesemutan

    5) Mati rasa

    6)

    Kelemahan akibat kerusakan saraf

    7) Reaksi alergi terhadap bahan kimia yang digunakan selama X-Ray membantu

    dokter menaruh balon di tenoat yang tepat

    8) Semen bocor keluar dari posisi

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    44/

    40

    Jumlah radiasi yang digunakan selama prosedur X-Ray dianggap minimal.

    Oleh karena itu, risiko paparan radiasi rendah. Namun, apab dianggap minimal.

    Oleh karena itu, risiko paparan radiasi rendah. Namun, apabila pasien sedang

    hamil atau diduga hamil, pasien harus memberitahukan kepada penyedia layanan

    kesehatan. Ada kemungkinan risiko lainnya yang tergantung pada kondisi medis

    tertentu.

    3.5.5Laxative

    Laksatif dan katartiks adalah obat yang dipergunakan untuk mengeluarkan

    feses. Laksatif melunakkan feses dan katartik menyebabkan feses lunak sampai

    berair dengan sedikit kram. Kontraindikasi penggunaan laksatif adalah inflamasi

    saluran gastro intestinal seperti apendisitis, colitis ulserativa, rasa nyeri yang tidak

    diketahui penyebabnya, kolon spastic, atau obstruksi usus.

    Berikut ini merupakan jenis-jenis laksatif.

    1. Stimulant Laxatives (meliputi cascara, senna, ExLax, Dulcolax,

    PeriColace)

    Laksatif ini menstimulasi usus besar untuk melakukan gerak peristaltis lebih

    kuat dan lebih sering, serta membantu feses untuk keluar melalui anus. Hasil

    akan muncul dalam waktu 6-12 jam setelah dikonsumsi, sehingga lebih

    dikonsumsi saat waktu tidur jika ingin melakukan bowel programpada pagi

    hari.

    2. Bulk Laxatives (meliputi calcium polyCarbophil, psyllium, Citrucel,

    Metamucil, FiberCon)

    Laksatif ini bekerja sama seperti ketika anda meningkatkan konsumsi serat

    dalam pola makan anda. Laksatif ini juga membantu menambahkan sedikit

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    45/

    41

    jumlah air ke dalam feses yang diproduksi, sehingga feses lebih lunak dan

    mudah untuk dikeluarkan. Bulk Laxatives dibuat dari ekstrak tanaman dan

    buah-buahan yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu bubuk yang dicampur dengan

    air, wafer, dan tablet. Apapun bentuk yang dikonsumsi, anda harus selalu

    minum air putih paling sedikit 8 gelas per hari. Laksatif ini biasanya

    dikonsumsi sebanyak 3 atau 4 kali per hari, dengan casupan cairan, dan aman

    untuk digunakan dalam jangka waktu panjang.

    3. Magnesium Laxatives atau Saline Laxatives (meliputi magnesium citrate,

    Milk of Magnesia)

    Laksatif ini bekerja dalam waktu 1-2 jam setelah dikonsumsi, namun dapat

    meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia fekal. Laksatif ini tidak

    direkomendasikan untuk penggunaan secara rutin. Kontraindikasi dari obat

    ini adalah yang memiliki gangguan ginjal, jantung, atau radang usus.

    4. Sorbitol, Lactulose, Golytely

    Laksatif ini berbentuk cair dan terasa manis. Berfungsi untuk menambahkan

    sejumlah air ke dalam feses dan melancarkan pergerakan feses. Laksatif ini

    bekerja dalam waktu 6-12 jam setelah dikonsumsi, sehingga boleh digunakan

    di malam hari bersama dengan cairan. Jika dibutuhkan dosis yang lebih besar,

    laksatif ini dapat dikonsumsi 2 kali per hari, yaitu pagi dan malam. Dapat

    digunakan untuk jangka waktu panjang.

    5. Stool Softeners atau Lubricant Laxatives (Colace, dialose, doxidan)

    Walaupun sering digunakan sebagai laksatif, beberapa menyadari bahwa

    pelunak feses tidak bekerja sebagaimana laksatif. Pelunak feses melunakkan

    feses, namun tidak menstimulasi usus besar, oleh karena itu ini tidak efektif

    untuk menangani konstipasi. Pelunak feses harus digunakan oleh orang yangtidak berisiko terjadi konstipasi. Obat ini bekerja sekitar 1-2 hari.

    3.5.6Enema

    Enema paling sering digunakan sebagai terapi konstipasi. Enema adalah

    tindakan memasukan larutan ke dalam rektum dan kolon sigmoid untuk

    mengeluarkan feses/flatus. Enema diklasifikasikan ke dalam lima kelompok.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    46/

    42

    1. Enema pembersih, menstimulasi peristaltik dengan mengiritasi kolon dan

    rektum dan/atau dengan mendistensikan usus dengan sejumlah cairan yang

    dimasukkan ke dalam usus.

    2.

    Enema karminatif, diberikan terutama untuk mengeluarkan flatus. Cairan

    yang dimasukkan ke dalam rektum akan mengeluarkan gas, yang akan

    mendistensikan rektum serta kolon sehingga menstimulasi peristaltik.

    3. Enema retensi, yaitu memasukkan minyak ke dalam rektum dan kolon

    sigmoid. Minyak bekerja melunakan feses dan melumasi rektum serta saluran

    anal, sehingga memfasilitasi keluarnya feses.

    4. Enema aliran balik, kadang kala disebut sebagai Harris flush atau irigasi

    kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Aliran cairan yang masuk dan

    keluar usus besar secara bergantian akan menstimulasi peristaltik.

    5. Enema terapeutik, menghantarkan nutrien atau obat-obatan. Contohnya

    adalah kortikosteroid, antibiotik, dan kayeksalat (suatu resin (damar) yang

    digunakan untuk mengeluarkan kelebihan kalium.

    Enema merupakan prosedur yang relatif aman untuk klien. Bahaya utamanya

    adalah terjadi iritasi mukosa rektum karena menggunakan terkalu banyak sabun

    atau karena sabun yang mengiritasi dan efek negatif dari larutan hipertonik dan

    hipotonik terhadap perpindahan cairan dan elektrolit tubuh.

    Beragam larutan digunakan untuk enema (tabel diatas). Pemberian larutan

    hipotonik berulang, seperti enema air keran (tap water enema), dapat

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    47/

    43

    menyebabkan absorpsi cairan dari kolon ke aliran darah. Hal ini akan

    meningkatkan volume darah dan dapat menyebabkan intoksikasi cairan. Oleh

    sebab itu, enema air keran yang diberikan secara berurutan sebanyak tiga kali

    perlu dibatasi.

    Berikut ini merupakan panduan pemberian enema.

    a.

    Sebelum memberikan enema, tentukan apakah dibutuhkan program dokter.

    Pada beberapa institusi, seorang dokter harus memprogramkan tipe enema

    dan waktu pemberiannya, misalnya, pagi hari pada waktu pemeriksaan.

    Apabila klien memiliki penyakit rektum, dokter dapat juga menetapkan

    ukuran slang rektal yang akan digunakan. Pada institusi lain, enema diberikan

    sesuai dengan kebijaksanaan perawat (yaitu, dengan program PRN (bila

    perlu)).

    b. Enema untuk orang dewasa biasanya diberikan pada suhu 40-43C, kecuali

    ditetapkan lain. Suhu yang tinggi dapat mencederai mukosa usus, sedangkan

    suhu yang dingin membuat klien tidak nyaman dan dapat memicu spasme

    otot sfingter.

    c. Tekanan aliran larutan ditentukan oleh (1) tingginya wadah larutan, (2)

    ukuran slang, (3) viskositas cairn, dan (4) resistensi rektum. Semakin tinggi

    wadah larutan ditempatkan di atas rektum, semakin cepat aliran dan semakin

    besar tekanan di dalam rektum.

    d. Waktu yang dibutuhkan untuk memberikan enema sangat tergantung pada

    jumlah cairan yang dimasukkan dan toleransi klien. Volume yang besar,

    seperti 100 mL, memerlukan waktu 10-15 menit untuk dimasukkan,

    sedangkan volume yang lebih sedikit memerlukan waktu yang lebih sedikit

    juga.e. Waktu yang dibutuhkan klien untuk menahan larutan enema bergantung pada

    tujuan pemberian enema dan kemampuan klien untuk melakukan kontraksi

    sfingter anal eksterna dalam menahan larutan. Enema retensi dengan larutan

    minyak biasanya perlu ditahan selama 2-3 jam. Enema lain normalnya

    ditahan selama 5-10 menit.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    48/5

    44

    Enema tidak boleh digunakan terlalu sering karena beberapa alasan. Pertama,

    enema dapat membuat menjadi malas, sehingga usus besar dan feses menjadi

    ketergantungan dengan enema untuk dievakuasi. Kedua, jumlah cairan enema

    yang digunakan untuk menimbulkan hasil yang diharapkan dapat meningkat

    seiring pengulangan penggunaan enema yang terlalu sering. Ketiga, penggunaan

    cairan enema dalam jumlah besar memungkinkan nutrien-nutrien penting yang

    ada di dalam usus besar untuk ikut terbuang bersama feses.

    3.5.7Suppository (glycerin, bisacodyl, Magic Bullet)

    Supositoria merupakan sedian padat yang berbentuk kerucut atau oval yang

    digunakan dengan cara memasukkannya ke dalam rektum. Umumnya supositoria

    melunak, meleleh, dan melarut pada suhu tubuh. Jika feses menjadi keras dan

    tersangkut di dalam rektum, suppository lunak (glycerin) dapat membantu

    melonggarkan sumbatan dan membuatnya lebih mudah untuk dilalui. Suppository

    bisacodyl tidak hanya melunakkan feses, namun juga menstimulasi usus besar,

    sehingga suppository ini lebih efektif dan sering digunakan. Jika anda

    mendapatkan suppository bisacodyl tidak efektif (membutuhkan waktu lebih lama

    untuk bekerja atau usus besar tidak kosong sepenuhnya), anda dapat meminta

    dokter untuk memberikan Magic Bullet. Magic Bullet adalah jenis lain dari

    suppository bisacodyl yang dapat mengurai feses lebih cepat setelah dimasukkan.

    Langkah-langkah yang tepat untuk memasukkan supositoria yaitu:

    1) Hilangkan feses yang dapat menghalangi masuknya supositoria.

    2)

    Lembabkan supositoria untuk melunakkannya sebelum dimasukkan ke dalam

    rektum.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    49/5

    45

    3) Tempatkan supositoria setinggi mungkin di dalam rektum, gunakan sarung

    tangan steril atausuppository inserter.

    4)

    Tempatkan supositoria agar tidak menempel dengan dinding rektum.

    5)

    Keluarkan tangan secara perlahan-lahan untuk mencegah supositoria

    tergelincir dan posisinya semula.

    3.5.8Digital Stimulation

    Digital stimulationdilakukan tersendiri atau setelah memasukkan supositoria.

    Cara tepat untuk melakukannya yaitu dengan menggunakan sarung tangan steril,

    lalu memasukkan satu jari tangan (biasanya telunjuk) sedalam 2-3 inch melalui

    anus sampai jari merasakan sfingter ani internal (otot berbentuk cincin di dalam

    anus). Pijat sfingter ani sebanyak 3-4 kali, atau sampai otot berelaksasi. Relaksasi

    otot sfingter ani internal memungkinkan feses dievakuasi keluar anus. Tunggu

    selama 5-10 menit antara setiap stimulasi. Jika sebelumnya menggunakan

    supositoria, lakukan stimulasi 10-30 menit setelah memasukkan supositoria.

    Karena mukosa usus dapat mengalami cedera selama prosedur ini, beberapa

    institusi membatasi dan menetapkan staf yang diijinkan untuk melakukan

    tindakan ini. Sebelum mengeluarkan impaksi fekal, dianjurkan untuk memberikan

    enema retensi minyak yang di tahan selama 30 menit guna membantu melunakkan

    feses.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    50/

    46

    3.5.9Abdominal Massage

    Abdominal massagebiasanya dilakukan setelah memasukkan supositoria atau

    setelah digital stimulationyang pertama. Tekan perut bagian kanan bawah dengan

    menggunakan telapak tangan, pijat perut mengikuti bentuk tulang rusuk, lalu

    arahkan pijatan ke bagian kiri perut, dan kemudian pijat sampai ke bagian kiri

    bawah perut. Pijatan yang dilakukan ini mengikuti bentuk dari usus besar hingga

    rektum. Anda harus mengulang pijatan ini setiap 30 detik selama 10 kali untuk

    hasil yang maksimal.

    3.5.10 Bowel Program Guidelines

    Pasien dengan Spinal Cord Injury (SCI) melakukan program ini untuk

    mengosongkan feses dan flatus dari dalam usus dan mencegah terjadinya

    konstipasi atau inkontinenesia fekal. Pemilihan waktu (jam) dapat dilakukan

    sesuai dengan keinginan klien, namun umumnya pada pagi hari. Semua orang

    yang mengalami SCI harus menerapkan jadwal bowel programharian yang telah

    ditetapkan.

    Pedoman umum di bawah ini dapat digunakan untuk menerapkan bowel

    programsehari-hari berdasarkan tingkatan injuryseseorang.

    a. Neck/Upper SCI (spastic bowel)

    1)

    Pasien harus melakukan bowel program setiap hari atau setiap pasien

    memiliki gejala atau faktor risiko konstipasi. Jika pasien tidak memiliki

    gejala atau faktor risiko konstipasi, pasien harus melakukan bowel

    program paling tidak satu kali setiap 3 hari untuk mencegah terjadinya

    konstipasi.

    2) Masukkan supositoria ke dalam rektum pasien dengan teknik yang tepat.

    3)

    Lakukan abdominal massageselama 5-10 menit.

    4) Tunggu sampai feses dan flatus keluar. Jika feses tidak keluar setelah 10

    menit, lakukan tahap ke 5.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    51/

    47

    5) Lakukan digital stimulationhingga sfingter ani berelaksasi.

    6)

    Lakukan digital stimulationtambahan sebanyak 2 kali, tunggu 5-10 menit

    diantara keduanya. Jika tidak ada lagi feses yang keluar dalam 15 menit,pasien telah selesai melaksanakan bowel program.

    b. Low SCI (relaxed bowel)

    1) Jadwalkan bowel program pasien untuk satu kali atau dua kali dalam

    sehari.

    2) Gunakan bulk laxative sekali atau dua kali sehari untuk memproduksi

    feses dalam bentuk yang lebih baik.

    3) Lakukan digital stimulation hingga sfingter ani berelaksasi. Jika rektum

    pasien penuh dengan feses, petugas kesehatan pertama-tama harus

    menghilangkan beberapa feses dari rektum dengan menggunakan jari

    tangan. Penggunaan lubricant gel akan membuat proses ini lebih mudah

    dan mengurangi ketidaknyamanan. Setelah pembuangan feses secara

    manual, ulangi digital stimulation.

    4) Tarik napas dalam dan kempiskan perut untuk membantu mengevakuasi

    feses.

    5) Jika tidak terdapat pergerakan usus besar dalam waktu 15 menit setelah

    digital stimulation, masukkan bisacodyl suppository atau mini-enema.

    Tunggu 15 menit sampai aliran feses terjadi.

    6) Lakukan digital stimulationtambahan sebanyak 2 kali, tunggu 5-10 menit

    diantaranya keduanya. Jika tidak ada lagi feses yang keluar dalam 15

    menit, pasien telah selesai melaksanakan bowel program.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    52/

    48

    BAB 4

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    Fraktur kompresi servikal ke 7 yang terjadi pada klien menyebabkan reflex

    neurogenic bowel dysfunction (salah satu contoh disfungsi bowel) yaitu dapat

    membuat pasien tidak merasakan sensasi jika rectum telah penuh. Hal ini dapat

    menyebabkan terjadinya retensi fekal. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

    untuk mengkaji kasus ini yaitu inspeksi dan palpasi tulang serta inspeksi

    pergerakan sendi dan perkusi untuk mengetahui tingkat nyeri dan kelemahan otot

    dan perubahan reflex trisep. Sedangkan pemeriksaan diagnostik yang dapat

    dilakukan untuk mengkaji kasus ini antara lain pemeriksaan X-Ray, CT Scan dan

    MRI. Dalam hal ini, MRI adalah pemeriksaan diagnostik dengan tingkat

    ketelitian yang paling tinggi untuk klien yang mengalami fraktur kompresi

    cervikal ke 7 sehingga berakibat pada retensi fekal. Penataksanaan keperawatan

    diberikan sesuai dengan keluhan serta tanda dan gejala yang muncul pada klien.

    Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu berupa penggunaan obat-obatan

    penghilang rasa sakit, alat-alat bantu imobilisasi, operasi serta bowel program

    yang penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan retensi fekal pada klien.

    4.2 Saran

    Ketika perawat menerapkan asuhan keperawatan kepada klien yang

    mengalami retensi fekal akibat fraktur kompresi servikal ke-7, terdapat banyak hal

    penting yang perlu diperhatikan oleh perawat, dua diantaranya adalah dalam hal

    pemasangan alat imobilisasi dan pelaksanaan bowel program. Pemasangan alatimobilisasi harus sangat berhati-hati agar kita tidak menambah injury kepada

    klien. Apalagi pada kasus ini klien mengalami injurypada bagian servikal yang

    terbilang sangat vital dan rentan akan guncangan. Selain itu, ketika melaksanakan

    bowel programpada klien, tangan perawat harus bersih dan menggunakan sarung

    tangan steril. Hal ini perlu dilakukan agar perawat tidak menularkan

    mikroorganisme yang berasal dari tangannya ke daerah sistem pencernaan klien.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    53/

    iv

    DAFTAR PUSTAKA

    American Academy of Orthopaedic Surgeons. (2011). Critical Care Transport.

    2nd Edition. Massachusetts: Jones and Bartlett Learning.

    ApunaGrummer, D. & Howland, W. A. (2013). A Core Curriculum for Nurse

    Life Care Planning. Indiana: iUniverse.

    Arifin, M. Zafrullah & Henky, Jefri. (2012) Analisis Nilai Functional

    Independence Measure Penderita Cedera Servikal dengan Perawatan

    Konservatif. Diambil dari

    http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/viewFile/1297/1186.

    Bazzocchi, Gabriele, Scuijt, Christoffel, Pederzini, Roberto & Menarini, Mauro.

    Bowel Disfunction in Spinal Cord Injury Patients: Pathophysiology and

    Management. Germany: University of Bologna.

    Benzel, E.C (ed). (2012). The Cervical Spine. 5th Edition. Philadelphia: Lippincott

    Williams and Wilkins.

    Berman, Audrey, Snyder, Shirlee, Kozier, Barbara, & Erb, Glenora. (2003). Buku

    Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. (Terj. Kozier and

    Erbs Techniques in Clinical Nursing, 5 th Edition, 2002) Jakarta: Penerbit

    Buku Kedokteran EGC.

    Black, J.M & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing: Clinical

    Management for Positive Outcomes. 7th Edition. 2nd Volume. Nebraska:

    Elsevier Saunders.

    Center for Neuro and Spine. Compression Fractures. Diambil dari

    http://www.centerforneuroandspine.com/conditions/spine-conditions/lumbar-

    spine-conditions/compression-fracture/default.aspx.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    54/

    v

    Cottrell, J. E. & Young, W. L. (2010). Cottrell and Youngs Neuroanesthesia. 5th

    Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier.

    Dell, M. O. & Stubblefield, M. (2009). Cancer Rehabilitation: Principles andPractice.New York: Demos Medical Publishing.

    Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Murr, Alice C. (2010).

    Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client Care Across the

    Life Span. 8thEdition. USA: F. A. Davis Company.

    Ethel, Sloane (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. (Terj. James

    Veldman) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Ganong, W. F. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Garber, J. S., Gross, M. & Slonim, A. D. (2009). Avoiding Common Nursing

    Errors.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

    Gibson, John (2002)Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Edisi 2. (Terj.

    Bertha Sugiarto) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Harari, Danielle, Quinian, Jerrilyn & Stiens, Steven A. Spinal Cord Injury Kit:

    Constipation and SCI. Paralyzed Veterans of America (PVA) Spinal Cord

    Injury Education and Training Foundation (ETF).

    http://www.eorthopod.com/content/spinal-compression-fractures.

    http://www.patient.co.uk/doctor/Back-Examination-(Thoraco-lumbar).htm.

    https://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=213&s

    eg_id=4308.

    Johns Hopkins Medicine. Vertebroplasty. Diambil dari

    http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/orthopaedic/v

    ertebroplasty_135,37/.

    http://www.eorthopod.com/content/spinal-compression-fractureshttp://www.patient.co.uk/doctor/Back-Examination-(Thoraco-lumbar).htmhttps://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=213&seg_id=4308https://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=213&seg_id=4308https://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=213&seg_id=4308https://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=213&seg_id=4308http://www.patient.co.uk/doctor/Back-Examination-(Thoraco-lumbar).htmhttp://www.eorthopod.com/content/spinal-compression-fractures
  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    55/

    vi

    Johns Hopkins Medicine. Kyphoplasty. Diambil dari

    http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/orthopaedic/k

    yphoplasty_135,36/.

    Kozier, Barbara et all. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

    Proses & Praktik. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

    EGC.

    Muttaqin, Arif. (2008).Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

    Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

    Pain Medications. Diambil dari

    http://www.allaboutbackpain.com/html/spine_general/spine_general_painme

    ds.html#Medications.

    Pearce, Evelyn C. (2009). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. (Terj. Sri

    Yuliani Handoyo) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

    Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005).Fundamentals of Nursing: Concepts, Process,

    and Practice.6thEdition. St. Louis: Elsevier Mosby.

    Price, S. A. & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit.Edisi 6. Volume 1.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Rumah Sakit Ortopedi Purwokerto. (2013). Anatomi dan Fisiologi Tulang

    Belakang (Bagian 1). Diambil dari http://rsop.co.id/anatomi-dan-fisiologi-

    tulang-belakang-bagian-1/.

    Sherwood, Lauralee. (2012). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 6.

    Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Spine Health. Compression Fracture Treatment. Diambil dari http://www.spine-

    health.com/conditions/osteoporosis/compression-fracture-treatment.

    Spine Health. Spine Fracture Treatment Options. Diambil dari http://www.spine-

    health.com/treatment/back-surgery/spine-fracture-treatment-options.

  • 5/20/2018 Makalah Retensi Fekal Akibat Spinal Cord Injury

    56/

    vii

    Tucker, Susan Martin, Canobbio, Mary M., Paquette, Eleanor Vargo, & Wells,

    Majorie Fyfe. (1993). Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,

    Diagnosis, dan Evaluasi. Edisi V. Volume 4. (Terj. Patient Care Standards:

    Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 1992) Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC.

    Watson, Roger. (2002). Anatomi & Fisiologi Untuk Perawat. Edisi 10 Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Wibowo, Daniel S. (2008).Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo.

    Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. (2009). Buku Saku Diagnosis

    Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi

    9. (Terj. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook: NANDA Diagnoses,

    NIC Interventions, NOC Outcomes) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    ____. (2003). Anatomy & Phisiology: The Unity of Form and Function. Third

    Edition.Chapter 13: The Spinal Cord, Spinal Nerves and Somatic Reflexes.

    England: The McGraw