makalah pbl b7

download makalah pbl b7

of 17

description

respirasi

Transcript of makalah pbl b7

Mekanisme Pernafasan ManusiaFelicia Ananda Baeha WaruwuFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida [email protected] human respiratory system functions is to take the oxygen to be used in metabolic processes and disposse carbondioxide as waste products of metabolism. Respiration is divided into external and internal respiration. In addition we also have the lung capacity to perform maximal expiration and maximal inspiration. Respiratory system is also divided to respiration channel and gas exchange. Respiratory channel are from the nose, pharynx, larynx, trachea, and bronchus. The place for air exchange are terminal bronchioles, respiratory bronchioles, alveolar ducts, alveolar yolk, and alveoli. Respiratory system also has additional functions to produce body heat, talking, singing, body defense, air heating, and moistening the air breathing.Keyword : System respiration, external respiration, internal respiration, respiratory tract, the air exchangeAbstrakSistem respirasi manusia berfungsi untuk mengambil oksigen yang akan digunakan dalam proses metabolisme dan mengelurkan karbondioksida sebagai sisa hasil metabolisme tubuh. Respirasi dibagi atas respirasi eksternal dan internal. Selain itu paru kita juga mempunyai kemampuan untuk melakukan ekspirasi maksimal dan inspirasi maksimal. Sistem pernafasan juga dibagi atas saluan pernafasan dan pertukaran udara. Saluran pernafasan yaitu hidung, faring, laring, trakea, dan bronkus. Tempat pertukaran udara adalah bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, sakus alveolar, dan alveolus. Sistem respirasi juga mempunyai fungsi tambahan untuk mengeluarkan panas tubuh, berbicara, menyanyi, pertahanan tubuh, memanaskan udara, dan melembabkan udara pernafasan. Kata kunci : Sistem respirasi, respirasi eksternal, respirasi internal, saluran pernafasan, pertukaran udaraPendahuluanPernafasan manusia adalah salah satu bagian penting dalam sistem tubuh manusia. Manusia akan menghirup oksigen dan mengeluarkannya kembali dari paru ke udara luar. Mekanisme ini sangat dibutuhkan untuk proses metabolisme tubuh. Sistem pernafsan manusia dimulai dari hidung sampai ke paru. Udara melewati begitu banyak mekanisme hingga akhirnya akan sampai pada alveolus yang nantinya juga akan dialirkan ke seluruh tubuh oleh darah. Jika terjadi kelainan atau kerusakan dalam sistem pernafasan kita, maka yang terjadi adalah kita akan mengalami sulit bernafas. Keadaan ini nantinya akan membuat metabolisme dalam tubuh kita juga terganggu. Selain itu pernafasan juga mempunyai fungsi untuk menyaring kotoran yang masuk bersama udara, seperti yang dilakukan oleh hidung. Karena itulah penting bagi kita untuk mengetahui fungsi dan mekanisme dari pernafasan kita. Selain itu pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam alveolus, lalu ke seluruh tubuh, sampai kembali ke paru juga melewati beberapa proses. Ada banyak sistem transportasi yang dilibatkan didalamnya. Selain itu juga banyak zat-zat kimia yang ikut serta dalam perjalanan nafas manusia. Semua itu akhirnya akan membuat manusia bisa melakukan aktivitasnya. Karena tanpa bernafas manusia akan mati.Tinjauan Pustaka1. Anatomi Sistem Pernafasan ManusiaSistem pernafasan manusia dimulai dari bagian hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Bronkiolus dan alveolus terdapat di dalam paru. Selain itu struktur pernafasan manusia juga dibagi atas saluran pernafasan, tempat pertukaran udara, pompa ventilasi udara, jaras pernafasan, dan sistem sirkulasi darah. Saluran pernafasan manusia berfungsi sebagai penyalur udara yang termasuk dalam sistem pernafasan atas, tersusun atas hidung, faring, laring dan trakea. Sistem pernafasan bawah adalah bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Hidung dibagi atas bagian luar dan rongga hidung (cavum nasi). Hidung bagian luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan hialin. Tulang rawan terdiri atas cartilago septum nasi, cartilago nasi lateralis, dan cartilago ala nasi major dan minor. Tulang-tulang rawan ini nantinya akan saling berhubungan. Tulang-tulang yang membentuk adalah os nasal, processus frontalis maxilla, dan bagian nasal os frontal. Otot-otot yang melapisi hidung adalah bagian dari otot wajah, yaitu m. nasalis dan m. depresor septi nasi. Pendarahan hidung di bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. facialis, A.dorsalis nasi cabang A.ophtalmica, dan A. infraorbitalis cabang A. maxilaris interna. Pembuluh baliknya akan menuju V. facialis dan V. ophtalmica. Kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis externus N.opthalmicus/N.V-1. Sedangkan pada bagian lateral disarafi oleh cabang infraorbitalis N. maxilaris/N.V 2.1

Gambar 1.1 Bagian Hidung Luar 2

Cavum nasi (rongga hidung) dibagi atas tiga regio yaitu vestibulum, penghidu, dan pernafasan. Vestibulum adalah sebuah pelebaran yang letaknya tepat di sebelah dalam nares. Vestibulum dilapisi oleh suatu kulit yang engandung bulu hidung. Bulu hidung ini berguna untuk menahan aliran partikel yang terkandung di dalam udara yang dihisap. Ke bagian atas dan dorsal vestibulum dibatasi oleh limen nasi.Regio penghidu terletak di sebelah cranial. Dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha tersebut. Regio pernafasan adalah bagian rongga hidung selebihnya. Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi yaitu concha nasalis superior, concha nasalis inferior, dan concha nasalis medius. Pada inferolateral masing-masing concha terdapat meatus nasi superior, medial, dan inferior. Di sebelah kranial dan dorsal terhadap concha nasalis superior terdapat recessus spheno-ethmoidalis yang pada bagian inferiornya mengandung muara sinus spenoidalis. Meatus nasi medius berada inferolateral terhadap concha nasalis medius. Setinggi meatus medius ini dinding lateral rongga hidung memperlihatkan sebuah elevasi bulat, yaitu bulla ethmoidalis. Bulla ethmoidalis dibentuk oleh pembengkakan sinus ethmoidalis yang bermuara pada atau tepat di atsa bulla ethmoidalis tersebut. Di bawah bulla ethmoidalis terdapat celah berbentuk lengkung yang meluas ke atas sampai di bagian depan bulla, yaitu hiatus semilunaris. Bagian atas dan depan, hiatus akan menjadi infundibulum ethmoidalis. Dalam infundibulum ethmoidalis bermuara sinus ethmoidalis anterior dan umumnya berkesinambungan dengan ductus nasofrontalis. Bagian kaudal dan lateral terhadap concha nasalis inferior, berisi muara ductus nasolakrimalis. Septum nasi dibentuk oleh lamina perpendicular osis ethmoidalis, os vomer, dan cartilagi septi nasi. Pada cavum nasi juga ada sebuah bangunan yang membentuk atap, yaitu regio sphenoidalis, ethmoidalis, dan frontonasalis. Regio sphenoidalis berhubungan dengan fossa pterygopalatina melalui foramen pterygipalatinum. Regio ethmoidalis berhubungan dengan fossa cranii anterior lewat lamina cribrosa os ethmoidalis. Regio frontonasal berhubungan dengan orbita lewat foramina ethmoidalis anterius dan posterius serta ductus nasolakrimalis. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh processus palatinus os maxila dan lamina horizontalis ossis palatini. Dasar ini akan memisahkan rongga hidung dengan rongga mulut, namun berhubungan dengan rongga mulut melalui canalis incisivus. Pembuluh nadi yang mendarahi rongga hidung adalah (1) Aa. Ethmoidalis anterior dan posterior, cabang dari A.opthalmica, yang akan memperdarahi pangkal hidung, sinus-sinus (2) A. sphenopalatina, cabang A. maxilaris interna, mendarahi mukosa dinding lateral dan medial hidung (3) A. palatina major, cabang palatina descendens A. maxilaris interna, melewati foramen palatinum majus dan canalis incisivus serta beranostomosis dengan A. sphenopalatina (4) A. labialis superior, cabang A. facialis, mendarahi septum nasi daerah vestibulum, beranostomosis dengan A. sphenopalatina. Vena-vena dari rongga hidung akan membentuk plexus cavernosus. Plexus ini terletak pada submukosa bagian kaudal septum nasi, concha nasalis medius, dan concha nasalis inferior. Vena akan menuju V. sphenopalatina, V. facialis, dan V. ethmoidalis anterior yang berakhir di V. ophtalmica. Bagian rongga hidung dipersarafi oleh cabang-cabang N. trigeminus (N. V), otonom secretomotorik, vasomotorik, serta N. olfactorius (N. I). N. ethmoidalis anterior, cabang N. nasociliaris, mempersarafi daerah anterior bagian atas sekat, atap, concha nasalis medius, dan concha nasalis inferior, serta dinding lateral yang berada di sebelah anterior terhadap kedua concha tersebut. N. infraorbitalis, sebagai lanjutan N. maxilaris (N. V-2), mempersarafi vestibulum nasi. N. canalis pterygodei merupakan gabungan dari N. petrosus superficial major dengan serabut simpatis posganglioner N. petrosus profundus.1

Gambar 1.2 Cavum Nasi 2Sinus paranasalis dibagi atas empat yaitu sinus fontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilaris. Sinus-sinus ini berfungsi untuk meringankan tulang tengkorak dan menambah resonansi suara. Sinus akan membesar semenjak erupsi gigi per,anen dan sesudah pubertas, yang secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah. Sinus frontalis terletak dalam os frontal. Sinus bermuara ke dalam bagian anterior meatus nasi medius sisi yang sama, melewati infundibulum ethmoidale atau ductus frontalis yang melintasi bagian anterior labirin ethmoid. Sinus ini berkembang pada usia 7 dan 8 tahun. Ukuran yang semourna tercapai pada usia pubertas (terutama laki-laki). Pendarahan disuplai oleh cabang-cabang A. opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmooidalis anterior. Sinus frontalis dipersarafi oleh N. supraorbitalis. Sinus ethmoidales disusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga disebut juga cellulae ethmoidales. Rongga ini berdinding tipis. Cellulae terletak antara bagian atas rongga hidung dan rongga orbita yang dibatasi oleh lamina papyracea. Cellulae ini membentuk kelompok anterior, medial, dan posteriior. Kelompok anterior bermuara ke dalam infundibulum ethmoidale atau ductus frontonasalis. Kelompok medius bermuara ke dalam meatus nasi medius pada cranial bulla ethmoidales. Kelompok posterior bermuara ke dalam meatus nasi superior, kadang ada rongga yang bermuara ke dalam sinus sphenoidales. Kelompok ini sangat dekat dengan canalis opticus dan N. opticus. Cellulae ethmoidales berkembang pada usia 6-8 tahun dan sesudah pubertas. Pendarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales anterior dan posterior, serta A. sphenopalatina. Pembuluh balik melewati vena yang senama dengan arterinya. Persarafan oleh Nn. Ethmoidales anterior dan posterior serta cabang orbital ganglion pterygopalatinum. Sinus sphenoethmoidalis pada bagian cranialnya berbatasan dengan chiasma opticum dan hypophysis cerebri dan sisinya berbatasan dengan A. carotis interna dan sinus cavernosus. Sinus berkembang setelah pubertas. Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang pharyngeal A. maxilaris interna. Disarafi oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum. Sinus maxilaris menempati tulang maxilla. Berbentuk piramid yang berbatasan dengan rongga hidung pada bagian dinding lateral. Puncaknya akan meluas ke dalam processus zygomaticus osis maxila. Atapnya berbatasan dengan dasar orbita. Lantai berbatsan dengan processus alveolaris ossis maxila dan biasanya lebih rendah dari lantai rongga hidung. Ke dalam lantai ini berproyeksi elevasui berbentuk kerucut yan sesuai dengan akar gigi molar satu dan dua. Kadang juga berproyeksi akar gigi geligi premolar satu dan dua, molar tiga dan caninus. Pendarahan disuplai oleh A. facialis, A. palatina major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan A. maxilaris interna dan Aa. Alveolaris superior anterior dan posterior cabang A. maxilaris interna. Disarafi oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior anterior, medius, dan posteriior. Ketiga saraf ini juga membawa persarafan sensorik gigi geligi rahang atas.1,3Faring adalah pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dar dasar tengkorak samapi persambungannya dengan esofagus setinggi tulang rawan cricoid. Faring dibagi atas tiga daerah yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring merupakan muara dari tuba eustachius. Adenoid atau faringeal tonsil berada di langit-langit nasofaring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid. Orofaring berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsila palatina dan tonsila lingualis. Laringofaringa adalah bagia terbawah faring yang berhubungan dengan oesofagus dan pita suara. Berfungsi saat menelan dan bernafas. Terletak di bagian depan laring. Laring terletak di anterior vertebra 4 dan 6. Laring terdiri atas epiglotis, glotis, kartilago tiroid, kartilagi cricoid, kartilago aritenoid, dan pita suara. Trakhea adalah percabangan dari laring. Terletak setinggi vertebra ke 7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Trakea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilagi berbentuk huruf C. Ujung cabang trakhea disebut cincin karina. Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebar, dan cenderung lebih vertikal dibanding yang sebelah kiri. Hal ini menyebabkan benda asing masuk lebih cepat daripada ke cabang sebelah kiri. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin mengecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Bronki disebut ekstrapulmonar sampai masuk paru- paru, setelah itu disebut intrapulmonar.1,3Paru paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks. Paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal yang terletak terpisah dari paru lain oleh mediastinum dan permukaan kosatal terleatk diatas kerangka iga. Permukaan mediastinal memiliki hilus, tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar, dan bronkial dari paru. Tulang dada berfungsi untuk melindungi paru-paru, jantungm dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada tersusun atas 12 pasang iga. Bagian atas dada, pada bagian leher, terdapat M. sternocleidomastihydeus dan M. scalenus. Otot scalenus akan menaikkan iga 1 dan 2 saat inspirasi sehingga rongga dada akan mengembang, sedangkan otot sternoclediomastoid akan mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pectoril akan menjadi otot inspirasi tambahan saat dilakukan inspirasi maksimal. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal yang menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan. Diafragma berbentuk seperti kubah pada saat istirahat. Diafragma dipersarafi oleh N. frenicus, terdapat di SSP C3. Jika terjadi kecelakaan pada C3 maka akan terjadi gangguan ventilasi. Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.Pleura dibagi atas dua macam yaitu (1) pleura perietal melapisi rongga toraks ( kerangka iga, diafragma, mediastinum) dan (2) pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah paru. Rongga pleura adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel sel pleural sehingga paru- paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan agak negatif dibandingkan tekana atmosfer. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat bernapas, paru- paru bergerak keluar masuk area ini.32. Histologi Sistem PernafasanSistem respirasi dibagi atas dua bagian yaitu bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi berfungsi untuk menyalurkan udara. Bagian respirasi berfungsi sebagi tempat pertukaran udara. Bagian konduksi terdiri dari kavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian respirasi terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus. Fungsi hidung adalah sebagai saluran udara, saringan udara, menghangatkan udara, melembapkan udara, dan alat pembau. Bagian hidung yang berongga terdiri atas tulang, tulang rawan hialin, otot bercorak, dan jaringan ikat. Cavum nasi kanan dan kiri dibatasi oleh septum nasi. Rongga hidung terbuka pada bagian anterior pada nares dan terbuka pada posterior pada faring. Kulit luar disusun oleh epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, folikel rambut yang tipis, kelenjar sebasea yang besar-besar. Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk pada kulit berlanjut ke dalam melalui nares sampai ke vestibulum, dimana sejumlah besar rambut kaku dan besar menonjol ke bagian saluran udara. Rambut ini berfungsi untuk menyaring udara dari debu-debu. Epitel hidung terdiri atas sel kolumnar bersilia, sel basofilik kecil di dasar epitel, sel goblet. Selain mukus, epitel juga mensekresikan cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan mukus dan permukaan epitel. Silia akan mendorong lapis mukus diatasnya ke arah faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung kelenjar submukosa, terdiri atas sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propria terdapat juga sel mast, sel plasma, kelompok jaringan limfoid.4Pusat reseptor untuk sensasi penciuman terletak pada epitel olfaktorius. Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat tinggi yang terdiri atas tiga jenis sel yaitu sel sustentakular, sel basal, dan sel olfaktorius. Sel olfaktorius adalah neuron bipolar, intinya bulat, terdapat juga kompleks golgi supranuklear kecil, beberapa elemen tubulovesikular dari retikulum endoplasma licin. Bagian apikal sel menyempit menjadi juluran silindris halus yang meluas ke permukaan atas epitel, disebut bulbus olfaktorius. Sel sustentakular kolumnar tinggi memiliki banyak mikrovili yang terjulir ke lapis mukus diatasnya. Sel ini memiliki inti pucat, kompleks golgi mencolok, dan sitoplasma apikal yang dipenuhi retikulum endoplasma licin. Selain itu juga terdapat sejumlah besar granul pigmen yang memberi warna kecoklatan pada epitel olfaktoria. Sel basal terletak antara sel olfaktorius dan sel penyokong. Sel ini bisa membelah dan berkembang menjadi sel sustentakular atau juga sel olfaktorius.Lamina propria akan menutupi jaringan ikat padat yang membentuk periosteum. Mengandung sedikit sel pigmen, sel limfoid, dan pleksus kapiler darah luas. Selain itu juga terdapat kelenjar olfaktoria bowman, kelenjar tubulo-alveolar bercabang, yang terdiri atas sel piramid dengan granul sekresi pucat.4,5

Gambar 2.1 Epitel olfaktorius 6

Sinus paranasalis mengandung epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Lamina propria lebih tipis dari kavum nasi dan melekat pada periosteum dibawahnya. Kelenjar-kelenjar disini memproduksi mukos yang akan dialirkan ke kavum nasi oleh gerakan-gerakan silia. Faring adalah suatu ruangan dibelakang kavum nasi yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Yang termasuk dalam faring adalah nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring tersusun atas epitel bertingkat bersilia bersel goblet. Dibawah membrana basalis terdapat lamina propria yang juga terdapat kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea. Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah yang disebut osteum tuba auditiva. Sekelilingnya terdapat banyak kelompok jaringan limfoid yang disebut tonsila tuba faringea. Orofaring berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terletak dibelakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Orofaring akan dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bagian bawah epitel oesophagus. Laringofaring tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk yang terletak di belakang laring.4,5Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda. M. instrinsik laring akan menyebabkan kontraksi otot skelet yang menyebabkan perubahan bentuk, sehingga menyebabkan perubahan celah pita suara. M. ekstrinsik laring berhubungan dengan otot dan ligamnetum disekitarnya. Berperan untuk proses menelan.7Trakea memiliki struktur tulang rawan hialin yang berbentuk C (tapal kuda). Cincin-cincin tulang rawan akan saling berhubungan oleh suatu jaringan penyambung padat fibroelastis dan retikulin yang disebut ligamen anulare untuk mencegah agar lumen trakea jangan meregang berlebihan. Sedangkan otot polos berperan untuk mendekatkan kedua tulang rawan. Bagian trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars kartilagenia. Sedangkan bagian yang mengandung otot disebut pars membranase. Bagian posterior trakea terdapat banyak kelenjar sepanjang lapisan muskular. Rangsangan N. laringeus rekuren menyebabkan kelenjar-kelenjar mengeluarkan sekretnya. Mukosa trakea disusun oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Lamina basalis tebal dan jelas. Lamina proprianya mempunyai serat-serat elastin yang berjalan longitudinal membentuk membran elastika interna. Tunika submukosa terdiri dari jaringan ikat jarang, lemak, kelenjar campur yang banyak dibagian posterior. Pars mebranasea ada serat otot polos yang berjalan transversal, longitudinal, oblique disebut M. trakealis. Tunika adventisia juga mengandung kelenjar campur dengan jaringan fibroelastis yang berhubungan dengan perikondrium sebelah luar pars kartilagenia. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat enam jenis sel yaitu sel bersilia, sel goblet, sel sikat, dan sel sekretorik bergranular. Sel bersilia adalah sel yang mempunyai silia yang panjang, aktif, dan motil yang bergerak ke arah faring. Sel goblet adalah sel yang berfungsi untuk mensintesa dan mensekresi lendir. Mempunyai aparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar di basal sel. Pada apex terdapat mikrovili. Bersifat untuk mensekresi apokrin. Selain itu juga mengandung tetesan mukus yang akan pilisakarida. Sel sikat mempunyai mikrovili di apex yang berbentuk seperti sikat. Ada dua macam sel yaitu sel sikat 1 dengan mikrovili panjang dan sel sikat 2 dengan mikrovili pendek. Sel basal merupakan sel induk yang akan bermitosis dan berubah menjadi sel lain. Sel sekretorik mengandung granular pada sitoplasmanya. Sifat granularnya mengandung katekolamin yang akan mengatur aktivitas sel goblet dan gerakan silia. Sel ini juga berfungsi untuk mengatur sekresi mukosa dan serosa.4

Gambar 2.2 Trakea 6

Paru dilapisi oleh suatu selaput yang dinamakan pleura. Pleura dibagi atas dua yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Diantara pleura terdapat kavum pleura yang normalnya berisi cairan serosa. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa dengan serat elastin dan kolagen dan sel fibroblas yang dilapisi oleh selapis sel mesotel. Saat masih bayi warnanya adalah merah muda karena terdapat banyak pembuluh darah. Semakin tua warnanya akan menjadi abu-abu karena penimbunan CO2 dalam sel fagositosis di septum interlobularis. Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin. Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Bronkolus dibagi atas bronkiolus terminalis dan respiratorius. Bronkiolus terminalis disusun oleh epitel selapis torak bersilia dan sel goblet. Diantara sel ini terdapat sel Clara yang mempunyai mikrovili dengan granula kasar. Lapisan luarnya disusun oleh serat kolagen, serat elastin, pembuluh darah dan limfe, dan juga saraf. Bronkiolus respiratorius adalah bagian antara bagian konduksi dan bagian respirasi. Tidak mempunyai sel goblet dengan epitel selapis kubis. Lamina propria mempunyai serta kolagen dan serat elastin, serta otot polos yang terputus-putus. Diantara sel kubis terdapat sel clara yang berbentuk kubah, tak bersilia, bagian puncak menonjol ke lumen. Berfungsi untuk pembentukan cairan bronkioler yang mengandung protein, glikoprotein, dan kolesterol.4,7

Gambar 2.3 Bronkiolus Terminalis, Bronkiolus Respiratorius, Alveolus 6

Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis. Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara. Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.4,5,73. Fisiologi Sistem PernafasanRespirasi mempunyai fungsi utama untuk menghirup oksigen yang digunakan untuk metabolisme dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa hasil dari metabolisme. Respirasi dibagi atas dua macam yaitu respirasi internal dan eksternal. Respirasi internal merujuk kepada proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria. Respirasi eksternal merujuk kepada seluruh kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Respirasi eksternal mencakup empat hal yaitu : (1) ventilasi yaitu proses pertukaran gas antara atmosfer dan alveolus di paru, (2) difusi adalah prose pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan darah di kapiler paru, (3) pengangkutan O2 dan CO2 antara paru dan jaringan, dan (4) pertukaran O2 dan CO2 antara darah di kapiler sistemik dan jaringan. Selain itu respirasi juga mempunyai fungsi tambahan yaitu mengeluarkan air dan panas tubuh, meningkatkan aliran balik vena, mempertahankan keseimbangan asam-basa, memungkinkan untuk bernyanyi, berbicara, vokalisasi, dan sistem pertahanan tubuh. Struktur utama sistem pernafasan saat keadaan tenang adalah diafragma dan M. intercostalis eksternus. Sedangkan saat paru melakukan inspirasi ataupun ekspirasi kuat otot-otot pernafasan tambahan akan ikut berkontraksi. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmotsfer. Dikenal tiga macam jenis tekanan yaitu tekanan atmosfer, tekanan intrapulmo, dan tekanan intrapleura. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Tekanan intrapulmo adalah tekanan yang terjadi di dalam alveolus. Tekanan intrapleura adalah tekanan yang terjadi di dalam kantong pleura.8Rongga thoraks lebih besar daripada paru tidak teregang karena dinding thoraks tumbuh lebih cepat daripada paru sewaktu perkembangan. Namun, dua gaya yaitu daya kohesif cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural menahan dinding thoraks dan paru saling berdekatan, meregangkan paru untuk mengisi rongga thoraks yang lebih besar. Daya kohesif cairan intrapleura cenderung menahan kedua permukaan saling menyatu. Karena itu cairan intrapleura dapat dianggap sebagai lem antara bagian dalam dan dinding thoraks dan paru. Hubungan ini ikut berperan dalam kenyataan bahwa perubahan dimensi thoraks selalu disertai oleh perubahan setara dalam dimensi paru. Gradien tekanan transmural adalah perbedaan tekanan ke arah luar yang mendorong paru keluar, meregangkan, atau menyebabkan distensi paru. Karena gadien inilah maka paru selalu dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks. Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru sewaktu inspirasi. Tekanan intraalveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara akan mengalir keluar dari paru.8Respirasi dimulai saat otot inspirasi utama berkontraksi. Otot akan dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma yang disarafi oleh saraf frenikus. Dalam keadaan melemas diafragma akan berbentuk kubah yang menonjol ke atas dalam rongga thoraks. Saat berkontraksi, diafragma akan turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran vertikal. Dinding abdomen, jika melemas, akan menonjol keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun akan menekan isi abdomen ke bawah depan. Inspirasi dalam dilakuka dengan mengontraksikan diafragma dan otot interkostal eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi tambahan untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma akan mengambil posisi aslinya yang seperti kubah. Saat otot interkostal melemas, sangkar iga yang sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Dinding thoraks dan paru yang semula teregang akan mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat elastiknya. Udara meninggalkan paru menuruni gradien tekanan dari tekanan intra-alveolus yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara terhenti ketika tekanan intra-alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer. Ekspirasi dapat menjdi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada saat pernapasan tenang. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa, otot eksirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volum rongga thoraks dan paru. Yang paling penting adalah kerja dari otot dinding abdomen yang akan membuat diafragma terdorong ke atas, semakin mengurangi ukuran vertikal rongga thoraks.8Paru-paru mempunyai sifat elastis yang membuatnya dapat meregang dan kembali ke posisi semula. Compliance adalah kemampuan paru untuk mengembang dan recoil adalah kemampuan paru untuk kembali ke posisi semulanya. Selain itu tegangan permukaan alveolus juga mempengaruhi sifat elastik paru. Tegangan dihasilkan oleh lapisan tipis cairan yang melapisi bagian dalam alveolus. Tegangan permukaan mempunyai efek ganda : (1) lapisan cairan menahan setiap gaya yang meningkatkan luas permukaannya, yaitu tegangan melawan ekspansi alveolus karena molekul air di permukaan menolak untuk diregangkan satu dengan yang lain, (2) luas permukaan endenrung menciut sekecil mungkin, karena molekul air dipermukaan cenderung saling tarik, mencoba berada sedekat mungkin satu sama lain. Karena itu, tegangan permukaan cenderung mengurangi ukuran alveolus dan memeras udara didalamnya. Tegangan permukaan ini bisa dilawan oleh suatu cairan yang dihasilkan oleh alveolus. Cairan tersebut adalah surfaktan yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe II. Surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan yang akan memberikan dua manfaat penting yaitu (1) bahan ini akan meningkatkan compliance paru, mengurangki kerja untuk mengembangkan paru (2) memperkecil kecendurangan paru untuk terus recoil sehingga paru tidak mudah kolaps. Surfaktan berperan penting saat kelahiran. Janin di uterus berusaha untuk melakukan gerakan pernafasan. Namun jaringan parunya tetap kolaps sampai lahir. Setelah lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang. Surfaktan mencegah agar jaringan paru-parunya tidak kolaps kembali.8,9Volume paru-paru dapat diukur dengan spirometer yang berbentuk seperti drum dan terdapat air di dalamnya. Volume paru-paru yang dapat diukur adalah tidal volume (TV), inspiratory reserve volume (IRV), inspiratory capacity (IC), exspiratory reserve volume (ERV), residual volume (RV), functional residual volume (FRV), vital capacity (VC), total lung capacity (TLC), dan forced expiratory volume (FEV). Tidal volume adalah volume udara yang masuk dan keluar paru saat inspirasi biasa (500mL). IRV adalah volume udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup di atas volume alun napas istirahat (3000mL). IC adalah volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal, IC=IRV+TV (3500mL). ERV adalah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot ekspirasi (1000mL). RV adalah volume udara yang masih terdapat di dalam paru hingga akhir ekspirasi (1200mL). FRC adalah volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal (2200mL). VC adalah volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernafas setelah nspirasi maksimal, VC=IRV+TV+ERV (4500mL). TLC adalah volume udara maksimal yang dpat ditampung oleh paru, TLC=VC+RV (5700mL). FEV adalah volume udara yang dapat dihembuskan selama satu detik pertama ekspirasi. Tidak semua udara yang dihirup itu dapat semuanya masuk ke dalam alveolus. Sebagian ada yang tetap berada dalam saluran pernafasan dan disebut ruang rugi anatomik. Ruang rugi alveolus adalah setiap alveolus yang mendapat ventilasi namun tidak ikut serta dalam pertukaran gas.8,9 Hemoglobin adalah suatu protein yang dibentuk dari empat rantai subunit, masing-masing mengandung gugus hem. Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk oleh satu atom besi fero. Masing-masing fero akan mengikat oksigen. Atom besi akan tetap dalam bentuk fero sehingga akan terjadi reaksi oksigenisasi. Kapasitas oksigen adalah volume maksirnum oksigen yang dapat berikatan dengan sejumlah hemoglobin dalam darah. Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Setiap gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen. Konsentrasi hemoglobin ini biasanya dinyatakan sebagai persentase volume dan merupakan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume oksigen aktual yang terikat pada hemoglobin dan kapasitas oksigen. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin adalah kurva yang menggambarkan hubungan persentase saturasi kemampuan Hb mengikat O2 dengan PO2. Grafik memperlihatkan persentase kejenuhan hemoglobin pada garis vertikal dan tekanan parsial oksigen pada garis horisontal. Kurva berbentuk sigmoid karena kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin (afinitas pengikatan oksigen) bertambah jika kejenuhan bertambah. Deinikian pula, jika pelepasan oksigennya (pelepasan oksigen terikat) meningkat, kejenuhan oksigen darah pun meningkat. Hemoglobin dikatakan 97% jenuh pada PO2 100 mmHg, seperti yang terjadi pada udara alveolar. Ada tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi Hb-O2 yaitu pH, suhu, kadar 2,3 BPG. Peningkatan suhu atau penurunan pH akan membuat kurva bergeser ke kanan. Jika ini terjadi maka dibutuhkan PO2 yang lebih tinggi agar HB dapat mengikat sejumlah O2. Peningakatan 2,3 BPG menyebabkan lebih banyak O2 yang dibebaskan.9

Gambar 3.1 Kurva Disosiasi HbO2 10Karbon dioksida yang berdifusi ke dalam darah dan jaringan dibawa ke paru-paru melalui beberapa cara yaitu (1) sejumlah kecil karbon dioksida (7% sampai 8%) tetap terlarut dalamplasma, (2) karbondioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah, di mana 25%-nya bergabung dalam bentuk reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian globin pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin, (3) sebagian besar karbondioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam plasma. Dalam reaksi pertama, CO2 akan berikatan dengan H2O membentuk asam karbonat (H2CO3). Reaksi ini akan dibantu oleh karbonat anhidrase yang akan mempercepat proses reaksi. Sebagian dari asam karbonat akan terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-). Sewaktu reaksi in berlangsun, HCO3- H+ mulai menumpuk di sel darah merah kapiler sistemik. Membran sel darah merah memiliki pembawa HCO3- - Cl- yang secara pasif mempermudah difusi ion-ion dalam arah berlawanan menembus mebran. Membran relatif imerpeabel terhadap H+. Karena itu HCO3- berdifusi menuruni gradien konsentrasinya keluar erotrosit menuju plasma. Karena HCO3- adalah ion bermuatan negatif maka efluks HCO3- yang tidak disertai oleh difusi keluar ion bermuatan positif menciptakan gradien listrik. Ion klorida berdifusi ke dalam seldarah merah menuruni gradien listrik ini untuk memulihkan netralisir listrik. Pergeseran masuk Cl- sebagai penukar efluks HCO3- dikenal dengan nama pergeseran klorida.8,9

KesimpulanSistem pernafasan manusia dibagi atas saluran pernafasan dan tempat pertukaran udara. Saluran pernafasan adalah saluran yang akan menyalurkan udara. Tempat pertukaran adalah tempat dimana terjadinya pertukaran udara (O2-CO2). Saluran pernafasan dimulai dari hidung sampai bronkus, sedangkan bronkiolus terminalis sampai alveolus adalah bagian dari tempat pertukaran udara. Manusia bisa melakuan inspirasi dan ekspirasi dari yang bersifat biasa hingga bernafas sedalam-dalamnya. Otot utamanya adalah diafragma dan otot interkostal. Untuk melakukan respirasi maksimal dibutuhkan juga kerja dari otot tambahan. Dalam paru juga terjadi transpor O2 dan CO2 yang bekerja bergantian dalam penyalurannya. Faktor pH, suhu, dan 2,3 BPG juga berperan dalam peningkatan atau penurunan transpor O2 dan CO2 dalam tubuh, darah, maupun alveolus.Daftar Pustaka1. Gunardi S. Anatomi sistem pernafasan. Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2009.2. Putz R, Pabst R. Sobotta atlas of human anatomy. 14th ed. Munich : Elsevier Gmbh ; 2006.3. Soemantri I. Keperawatan bedah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika ; 2007.4. Hartanto H, editor. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2002.5. Fiore MSH, Martoprawiro M, Anugerah P. Atlas histologi manusia. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC ; 1992.6. Tobing, R. Histologi sistem pernafasan. Diunduh dari : http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/histologi-sistem-pernapasan/.7. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar teks & atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.8. Sherwood L. Human physiology : from cells to systems. 6th ed. Singapore : Cengage Learning Asia Pte Ltd ; 2007.p.497-547.9. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.h.669-92.10. Davidson. The oxygen dissociation curve. Available from : http://www.bio.davidson.edu/Courses/anphys/1999/Dickens/Oxygendissociation.htm.1