MAKALAH AKHIR - nikenskpm45.files.wordpress.com file · Web viewDalam makalah akhir ini penulis ......
Transcript of MAKALAH AKHIR - nikenskpm45.files.wordpress.com file · Web viewDalam makalah akhir ini penulis ......
MAKALAH AKHIR
PENTINGNYA PERSAMAAN HAK PENDIDIKAN
BAGI KAUM WANITA
Oleh:
R.r Niken Sitoresmi
( I34080111 )
Berpikir dan Menulis Ilmiah
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
2009
ABSTRACT
Education is process to gets knowledge and kindness to aims attitude pattern change and behavior to be better. Education is right for every person not only for man but also for woman. Indonesia womankind struggle history has registered woman names that join in share in policies activity and education. Education for womankind more important means for nation education and indirectly push powerfully social development and that nation economy. Found various obstacle in order to increase woman position in bation life. It can be challenge and responsibility for everybody especially countries towards the people. Society even also come along to responsible in lameness preservation for woman education. Above all cognizance from within woman itself to change patterned thinking and behaviour in the past to aim self character formation better.
keyword:
Education, womankind struggle history, Education for womankind, obstacle to increase woman position, lameness preservation.
RINGKASAN
Dalam makalah akhir ini penulis akan membahas tentang “Pentingnya Persamaan Hak Pendidikan Bagi Kaum Wanita”. Pendidikan adalah proses memperoleh keilmuan dan kebaikan menuju perubahan pola sikap dan perilaku menjadi lebih baik. Pendidikan adalah hak setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Pada kenyataanya perempuan banyak yang terhambat untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Seharusnya kita merujuk kembali kepada Tuhan dan Rasul-Nya untuk memutuskan suatu perkara. Ternyata wanita dalam Al-quran dan hadis mendapat perhatian yang cukup signifikan. Dari Teks-teks Al-Quran dan yang penulis kutip mengisyaratkan bahwa kaum wanita memiliki hak yang sama terhadap pendidikan. Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk memandang wanita lebih rendah dari pria dan menelantarkan pendidikan baginya.
Sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang turut andil dalam aktivitas politik dan pendidikan. Pendidikan kaum wanita lebih penting artinya untuk pendidikan bangsa dan secara tidak langsung mendorong dengan kuat perkembangan sosial dan ekonomi bangsa itu. Pendidikan bagi wanita perlu dikembangkan melalui pendidikan dan latihan untuk menyesuaikan terhadap perkembangan teknologi dan arus globalisasi.
Untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat berbagai hambatan, yaitu perempuan belum mempuyai kekuatan yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan, sering terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang akan menimbulkan ketergantungan pada oarng lain, kurangnya partisipasi aktif dan kreatifitas dalam pembangunan serta mengantisipasi kemungkinan dan pencegahan dalam masalah yang akan muncul, adanya perbedaan persepsi antara sebagian masyarakat (wanita) dan sebagian masyarakat lain (awam) terhadap pendidikan. Perbedaan pandangan yang terjadi baik pada masyarakat luas maupun wanita berpendidikan itu sendiri tidak lepas dari latar belakang budaya yang ada. Perbedaan ini kemungkinan besar akan menimbulkan konflik antar keduanya.
Dari data yang dikutip menunjukkan bahwa rata-rata angka perempuan masuk masuk ke lembaga pendidikan lebih kecil dibanding angka laki-laki. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin kecil angka rata-rata masuk bagi perempuan. Ketimpangan ini merupakan tanggung jawab semua orang terutama negara terhadap rakyatnya. Masyarakat pun ikut bertanggung jawab dalam pelestarian ketimpangan pendidikan perempuan. Masalah lain datang dari dalam wanita sendiri masih melekat kecenderungan untuk memenuhi stereotype yang dikonstruksi oleh lingkungannya. Materi pengajaran agama yang berkembang juga merupakan salah satu faktor yang
mungkin banyak mempengaruhi budaya patriarkhal, materi-materi dari teks hadis ini harus dikaji ulang dan disusun kembali, bahkan sebagian diantaranya harus ditolak.
Dalam pencapaian sasaran pembangunan pemberdayaan perempuan masih dirasa perlu terus dilaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan dan peran serta kaum perempuan dalam mengisi pembangunan antara lain, eningkatan pemahaman ajaran agama terutama mengenai wanita, sosialisasi, pelatihan, dan pendidikan gender perlu dilakukan secara berkesinambungan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender disegala bidang dan sektor, mengupayakan keterlibatan kaum perempuan dalam setiap proses dan pengambilan keputusan, sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai arti pendidikan itu sebenarnya, bagi kaum wanita hendaknya jangan pernah jemu untuk terus memperjuangkan hak-hak wanita, serta meningkatkan kesadaran dari dalam diri wanita sendiri dengan berbagai tindakan nyata yang positif untuk membentengi diri terhadap berbagai gejala yang akan melemahkan dan melunturkan segala potensi besar dirinya terhadap kelangsungan hidup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak kenikmatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah akhir ini. Ucapan terima kasih tak lupa
penulis sampaikan kepada orang tua yang selalu memberikan
finansial dan supportnya demi kemajuan penulis, selanjutnya
kepada kakak, adik, teman, dan semua pihak yang telah
membantu kelancaran proses pembuatan makalah ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu-persatu, terakhir penulis ucapkan
banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Berpikir dan Menulis
Ilmiah Ibu Ekawati Sri Wahyuni, Bapak Martua Sihaloho,
Bapak Pudji Mulyono dan Asisten Dyah Ita Mardyaningsih, S.
P., M. Si yang selalu memberikan masukan-masukan agar makalah
kami ini dapat terealisasikan dengan baik.
Penulisan makalah akhir ini sangat bermanfaat bagi penulis
karena selain untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Berpikir dan
Menulis Ilmiah, penulis juga dapat mengetahui ”Pentingnya
Persamaan Hak Pendidikan Bagi Kaum Wanita” yang juga penulis
ambil untuk judul makalah akhir ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya. Akhir kata penulis mohon maaf apabila
makalah ini masih jauh dari sempurna. Segala saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penyusunan
makalah selanjutnya.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Abstrak
Ringkasan
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Daftar Tabel............................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1 Landasan Alquran dan hadits mengenai hak-hak perempuan……..3
2.2 Pentingnya Kaum Wanita Memperoleh Pendidikan…………...….5
2.3 Kendala/hambatan yang dialami dalam proses
pemerataan pendidikan………………………………………….....7
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan.....................................................................................12
3.2 Saran...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Laki-laki dan Perempuan Pada Berbagai Jenjang Pendidikan 1993-1994……………………………9
Tabel 2. Jumlah Guru/Dosen Menurut Jenis Kelamin Status dan Jenis Sekolah……………………………………………………….…9
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses memperoleh keilmuan dan kebaikan menuju perubahan pola sikap dan
perilaku menjadi lebih baik dinamakan dengan pendidikan. Pendidikan adalah hak
setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Namun pada kenyataanya mereka
yang diposisikan lemah adalah mereka yang paling banyak terhambat untuk
memperoleh kesempatan pendidikan. ”Perempuan misalnya, karena posisi sosialnya
dianggap lemah kesempatan memperoleh pendidikan lebih terbatas dibanding laki-
laki”( Kodir, 2006).
Pada saat ini, terbukanya kesempatan secara luas bagi perempuan untuk
memasuki sekolah-sekolah yang dikehendaki, keadaan masih menunjukkan
kecenderungan umum, yakni semakin tinggi jenjang sekolah, semakin sedikit jumlah
wanitanya dibanding pria (Al-Hibri, dkk, 2001). Menurut Kodir 2006, ”Perempuan
masih belum memiliki kesempatan yang memadai untuk mengakses pendidikan yang
berkualitas. Hal tersebut mungkin karena alasan ekonomi, keluarga, dan juga
budaya”.
Menurut Al-Hibri, 2001 kalau ada ungkapan ”wanita tiang negara” atau
”didiklah wanita berarti kita mendidik negara” itu berarti betapa strategisnya
kedudukan wanita dalam melipat gandakan manfaat hasil pendidikan. Keputusan
tentang penerapan konsep norma keluarga kecil sejahtera dan bahagia, wanita
memegang peranan yang sangat penting. Melalui perannya sebagai ibu ia bertindak
secara nyata memelihara, memberi contoh, mensugesti, memotivasi, melarang,
menghukum, megerjakan sesuatu bersama anak, merangsang berpikir, memuji, dan
mengarahkan tumbuh kembang anak.
Mengingat pentingnya peluang untuk mendapatkan pendidikan bagi kaum
wanita, oleh karena itu dalam makalah akhir BMI ini penulis memilih judul
”PENTINGNYA PERSAMAAN HAK PENDIDIKAN BAGI KAUM WANITA”
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Al-Quran dan hadits membahas tentang hak-hak wanita terutama
dalam bidang pendidikan?
1.2.2 Mengapa kaum wanita penting untuk memperoleh pendidikan?
1.2.3 Apa saja kendala/hambatan yang dialami dalam proses pemerataan
pendidikan?
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.3.1 Mengetahui pandangan Al-Quran dan hadits tentang hak-hak wanita terutama
dalam bidang pendidikan.
1.3.2 Mengetahui alasan-alasan pentingnya kaum wanita memperoleh pendidikan.
1.3.3 Mengetahui berbagai kendala/hambatan yang dialami dalam proses
pemerataan pendidikan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.4.1 Terciptanya pola pendidikan yang memihak bagi kaum wanita.
1.4.2 Tidak adanya ketimpangan sosial dalam masyarakat akibat kurangnya
pendidikan yang layak bagi wanita.
1.4.3 Tumbuhnya tunas-tunas bangsa yang terpelihara dan berkembang dengan
baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Alquran dan hadits mengenai hak-hak perempuan
Al-quran menyatakan kepada kita bahwa apabila kita mengalami perbedaan
pendapat dalam suatu perkara, maka seharusnya kita merujuk kembali kepada Tuhan
dan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara tersebut (Al-quran 4:59)1 Al-quran selalu
menekankan logika yang berasal dari Tuhan, ketika berulang kali menyebutkan
bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari jiwa (nafs) yang sama (Al-quran 4:1,
6:98, 7:189, 31:28, 39:6).2 “Islam tidak membedakan antara wanita dan pria. Dalam
status, kedudukan, hukum dan kewajiban serta tanggung jawab dan sebagainya
adalah sama dihadapan Allah” (Al-Hibri, dkk, 2001). Namun demikian, pada
kenyataanya persamaan antara kedudukan laki-laki dan perempuan ini hanya sampai
pada batas persamaan secara spiritual saja, dan membiarkan masyarakat kita
membuat pembatasan-pembatasan berdasarkan gender. Terkadang masih terdengar
selentingan yang memojokkan kaum hawa, mereka terlalu lemah, inferior, tidak 1 Azizah, al-Hibri et al, Wanita dalam Masyarakat Indonesia, edisi 1, Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 2001, hal 13.2 Ibid, hal 19.
mandiri dan sangat perlu perlindungan dari kaum laki-Iaki. Padahal Al-Quran telah
mendorong umat islam agar menuntut ilmu, dan Nabi Muhammad sendiri
memandang bahwa “setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, wajib
mendapatkan pendidikan” (Al-quran 20:114, 39:9, 58:11)3.
“Kedudukan perempuan yang diangkat oleh Islam tercermin dalam 3 aspek,
yakni: Aspek kemanusiaan perempuan yang diakui sama dengan laki-laki, aspek
sosial yang dapat memberikan peluang bagi perempuan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran, berpartisipasi dalam kemasyarakatan, dan menyatakan pendapat, gugatan
dalam rangka mencapai haknya, dan aspek hak-hak perempuan” (Al-Hibri, dkk,
2001).
Pendidikan adalah hak setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam
bahasa hadits: “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (Riwayat Ibnu
Majah, al-Baihaqi, dan Ibn Abd al-Barr)4 Dalam catatan Imam Bukhari, istri Nabi
Muhammad SAW yaitu Aisyah ra pernah memuji para perempuan Anshar yang
pernah belajar: “Perempuan terbaik adalah mereka yang dari Anshar, mereka tidak
pernah malu untuk selalu belajar agama” (Riwayat Bukhari , Muslim, Abu Dawud
dan an-Nasa’I)5 Bahkan mereka berani menuntut kepada Nabi SAW ketika mereka
merasakan bahwa hak belajar mereka tidak terpenuhi bila dibandingkan dengan
kesempatan yang diberikan sahabat laki-laki. Ada teks hadits lain, dari Abi Sa’id al-
Khudriyy ra. berkata: “Suatu saat beberapa perempuan mendatangi Nabi Muhammad
SAW, mereka mengadu: Kaum laki-laki telah banyak mendahului kami para
perempuan? Nabi bersedia mengkhususkan waktu untuk mengajari, memperingatkan,
dan menasehati mereka”6. Dalam catatan lain, ada seorang perempuan yang datang
menuntut kepada Nabi SAW. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, para laki-laki telah jauh
menguasai pelajaran darimu. Bisakah engkau peruntukkan waktu khusus untuk kami
perempuan, guna mengajarkan apa yang engkau terima dari Allah SWT? Nabi
3 Ibid, hal 19-20.4 Faqihuddin, Abdul Kodir, Bergerak Menuju Keadilan, edisi 1, Rahima Jakarta, Jakarta, 2006, hal26. 5Ibid.6 Ibid, hal 27.
merespon:”Ya, berkumpullah pada hari ini di tempat ini”. Kemudian para
perempuan berkumpul di tempat yang telah ditentukan dan belajar dari Rasullulah
tentang apa yang diterima dari Allah SWT (Riwayat Bukhari dan Muslim) 7
Teks-teks hadis tersebut mengisyaratkan bahwa kaum wanita memiliki hak
yang sama terhadap pendidikan. Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk
memandang wanita lebih rendah dari pria dan menelantarkan pendidikan baginya.
2.2 Pentingnya Kaum Wanita Memperoleh Pendidikan
Wanita dan pendidikan di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang.
Sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang
turut andil dalam aktivitas politik dan pendidikan. Perjuangan fisik melawan penjajah
telah mengabadikan nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Yolanda
Maramis dsb. Dalam pergerakan nasional muncul nama Rasuna Said dan Trimurti.
Sedangkan RA Kartini dan Dewi Sartika, telah terpahat nama-nama mereka sebagai
orang yang memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang
setara. Hal ini membuktikan bahwa para pahlawan kita memikirkan dan menunjukkan
keprihatinan akan kondisi wanita saat itu dan ingin memperbaiki nasib wanita dengan
melakukan tindakan nyata mengingat betapa pentingnya arti sebuah pendidikan bagi
kaum wanita. Oleh karena itu, hendaknya bagi kaum wanita tidak pernah jemu untuk
terus memperjuangkan hak-hak wanita.
Alasan-alasan mengapa kaum wanita Indonesia penting untuk memperoleh
pendidikan adalah untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Perempuan yang
mempunyai kemampuan dan keamanan guna kemandirian, dengan bakal kepribadian,
memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan, keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan terciptanya gerak langkah yang terpadu dan harmonis
7 Ibid.
antara sektor dan sub sektor pemerintah, organisasi (kemasyarakatan dan politik),
LSM, tokoh dan pemuka masyarakat dan agama dalam upaya proses pembangunan
perempuan8. Sedangkan Menurut Subadio dan Ihromi, 1978 adalah sebagai berikut:
2.2.1 Membuka jalan bagi pendidikan anak yang direncanakan dan dilakukan secara
sadar.
2.2.2 Mengembangkan sifat-sifat hemat, rapi dan teratur dalam rumah tangga dan
turut pula membantu untuk mengurangi kecenderungan memiliki banyak
anak, yang menjadi hal biasa pada rumah tangga kalangan bawah.
2.2.3 Merintangi poligami dan perkawinan yang disatu pihak tidak menyetujui.
2.2.4 Mengurangi angka kematian dan penyakit di kalangan masyarakat karena
wanita yang terdidik akan mengerti dan menjaga kebersihan bagi anggota
keluarganya.
2.2.5 Membuka jalan bagi kaum wanita untuk ikut serta dalam hidup
kemasyarakatan dengan menduduki berbagai jabatan.
2.2.6 Menjadikan wanita-wanita berkualitas yang dapat menumbuhkembangkan
tunas-tunas bangsa bermoral dan berakhlak baik yang dapat memajukan
bangsa dan negara.
Menurut Subadio dan Ihromi, 1978, pendidikan untuk kaum pria mempunyai
kegunaan yang langsung terlihat dan bersifat ekonomis. Pendidikan kaum wanita
lebih penting artinya untuk pendidikan bangsa dan dengan demikian secara tidak
langsung mendorong dengan kuat perkembangan sosial dan ekonomi bangsa itu.
Menurut Al-Hibri, dkk, 2001, wanita baik sebagai warga negara maupun
sebagai sumber daya manusia pembangunan mempunyai hak dan kewajiban serta
kesempatan yang sama di segala bidang dengan jumlah penduduk wanita Indonesia
yang melebihi angka 50%, sangatlah substansial untuk membangun struktur dan
kualitas penduduk apabila mereka memperoleh pendidikan yang memberdayakan
8 http://www.kalteng.go.id/INDO/Pemberdayaan_Perempuan2003.htm. (diakses tanggal 5 Januari 2010 Pukul 11:26).
mereka. Berbagai kursus diselenggarakan oleh masyarakat untuk memberi
pembekalan kepada kaum wanita yang ingin mendirikan industri rumah tangga baik
dengan memproduksi barang atau jasa. Kedepannya, kemampuan wanita perlu
dikembangkan melalui pendidikan dan latihan yang berjalan bergandengan, yang satu
menyiapkan ”basic skills” yang lain mengembangkan untuk latihan penyesuaian
terhadap perkembangan teknologi. Diversifikasi pekerjaan dan tuntutan akan
profesionalisme dalam melaksanakan pekerjaan harus dijawab dengan analisa
kebutuhan akan kompetensi-kompetensi global yang diikuti oleh gerakan pendidikan
dan latihan yang akan menghindarkan kaum wanita dari gegar teknologi dan budaya.
Partisipasi wanita di luar rumah harus diimbangi dengan pembagian tugas di rumah
tangga yang lebih adil.
2.3 Kendala/hambatan yang dialami dalam proses pemerataan pendidikan.
Untuk meningkatkan peran gender dalam masyarakat dan meningkatkan
kedudukan perempuan sebagai bagian dari makhlik sosial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara terdapat berbagai hambatan ; 1). Sebagai perempuan belum
mempuyai kekuatan yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan, sering
terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang akan menimbulkan ketergantungan pada
oarng lain. 2). Kurangnya partisipasi aktif dan kreatifitas dalam pembangunan serta
mengantisipasi kemungkinan dan pencegahan dalam masalah yang akan muncul9.
Dari data Biro Pusat Statistik dalam Al-Hibri, dkk, 2001, umur harapan hidup
wanita lebih tinggi (66,24 tahun) dari pria (62,42 tahun), angka buta huruf wanita
(13.226.758 orang ) ternyata jauh lebih tinggi dari pria (5.93.397 orang).
Pandangan terhadap kaum wanita di berbagai lingkungan tertentu di
Indonesia, masih terlihat minor. Kaum wanita tidak mendapat perhatian sebagaimana
mestinya, bahkan kadang-kadang tidak diberi kesempatan untuk berkembang seperti
kaum pria. Lebih disayangkan lagi, banyak wanita yang merasa dirinya kurang dari
9 http://www.kalteng.go.id/INDO/Pemberdayaan_Perempuan2003.htm. (diakses tanggal 5 Januari 2010 Pukul 11:26).
pria, dan menerima kenyataan yang meletakkan wanita dalam posisi yang kurang dari
pria. “Buat apa sekolah susah-susah kalau cuma di rumah mengurus anak?!”
Kurang lebih begitulah tanggapan yang akan didengar jika melihat seorang
perempuan berpendidikan tinggi yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Fakta
yang termuat diatas merupakan fenomena sosial sebagai salah satu dampak dari
perubahan dalam masyarakat. Adanya perbedaan persepsi antara sebagian masyarakat
(wanita) dan sebagian masyarakat lain (awam) terhadap pendidikan. Pendidikan yang
dipersepsikan sebagai jalan untuk mendapatkan pekerjaan oleh masyarakat awam
akan menimbulkan aksi atau tindakan yang mendukung (bekerjasama) dengan
perempuan berpendidikan yang juga berpandangan sama. Namun jika bertemu
dengan perempuan yang berpandangan bahwa pendidikan merupakan sarana
pengembangan dan pembekalan diri dalam kehidupan secara luas yang mungkin akan
menampilkan perilaku bekerja pada sektor formal atau informal atau dalam jalur yang
lain, keluarga misalnya, maka perbedaan ini kemungkinan besar akan menimbulkan
konflik antar keduanya.
Perbedaan pandangan yang terjadi baik pada masyarakat luas maupun wanita
berpendidikan itu sendiri tidak lepas dari latar belakang budaya yang ada. Secara
luas, pengembangan suatu ilmu pengetahuan merupakan hal yang mewah dan hanya
orang-orang yang mampu secara ekonomilah yang dapat menikmatinya. Melihat dari
kacamata ini, maka bagi masyarakat yang akhirnya mampu menyekolahkan anak
hingga perguruan tinggi dengan perjuangan keras adalah wajar jika berharap
pendidikan tersebut bisa memberikan ‘imbalan’ yang setimpal atau lebih secara
ekonomi. Sementara ada kemungkinan sang anak yang telah mengenyam pendidikan
tinggi mempunyai pandangan yang berbeda tentang suatu pendidikan, maka gesekan
dan konflik pun tak dapat dihindari. Yang perlu adalah pembuktian bahwa ilmu dapat
memperkaya diri jauh dari pengertian yang sempit, yakni uang dan status karena
sesungguhnya ilmu merupakan harta yang tidak bisa dicuri.
”Dari data BPS mulai tahun 1980-1990, menunjukkan bahwa rata-rata angka
perempuan masuk masuk ke lembaga pendidikan lebih kecil dibanding angka laki-
laki. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin kecil angka rata-rata masuk bagi
perempuan. Tingkat SD, perbandingan perempuan dengan laki-laki adalah 49,18% :
50,83%, di tingkat SMP; 46,34% : 53,56%, di tingkat SMA; 41,45% : 58,57%, dan di
perguruan tinggi; 33,60% : 66,40%. Tentu saja, untuk tingkat yang lebih tinggi,
kesempatan perempuan jauh lebih sedikit ”(Kodir, 2006).
Tabel 1. Perbandingan Laki-laki dan PerempuanPada Berbagai Jenjang Pendidikan 1993-1994
No Jenjang Laki-laki (%)
Perempuan(%)
Jumlah (%)
1 SD +MI 14.001.001(51,22)
13.340.866(48,78)
27.348.867(100,00)
2 SLTP+MTS 4.226.476(53,03)
3.742.907(46,97)
7.969.383(100,00)
3 SLTA+MA 2.530.416(54,37)
2.123.758(45,63)
4.645.176(100,00)
4
PT.PTN 102.079(56,30)
79.230(43,70)
181.309(100,00)
Kedokteran Umum 8.361(58,74)
5.872(41,26)
14.233(100,00)
Kedokteran Gigi 1.096(28,45)
2.756(71,55)
3.852(100,00)
Teknik 26.323(86,28)
4.185(13,72)
30.508(100,00)
IKIP+FIP 35.335(44,03)
44.912(55,97)
80.247(100,00)
Pertanian 20.851(62,89)
12.303(37,11)
33.154(100,00)
Sastra 10.113(52,36)
9.202(47,64)
19.315(100,00)
5 Tenaga Kerja 48.936.779(60,94)
31.366.184(39,06)
80.302.963(100,00)
6 Buta Huruf 2.833.123 5.735.307 8.568.430
(33,06) (66,94) (100,00)Sumber: BPS 1992 dan Balitbang Dikbud 1993 dalam al-Hibri, dkk, 2001, hal 336
Dari sudut tenaga kependidikan, untuk mengambil contoh pegawai di
berbagai jenjang lembaga pendidikan dapat disimak pada data berikut:Tabel 2. Jumlah Guru/Dosen Menurut Jenis Kelamin Status
dan Jenis SekolahJenis dan Status
Sekolah Laki-laki % Perempuan % Jumlah Total
SD 562.870 48,00 609.770 52,00 1.172.640SLTP 232.124 59,13 160.464 40,87 392.588SM 204.799 64,71 111.680 35,29 316.479
SMU 126.110 62,01 77.264 37,99 203.374SMK 78.689 69,57 34.416 30,43 113.105PT 94.800 62,95 55.807 37,05 150.607
Jumlah Total 1.094.593 53,86 937.721 46,14 2.032.314
Sumber : Ministry of Education and Culture, 1996, dalam Al-Hibri, dkk, 2001, hal 338.
Kesempatan yang kecil ini merupakan salah satu ketimpangan pendidikan
bagi perempuan. Ketimpangan lain adalah stereotipe yang menempatkan perempuan
hanya untuk jenis pendidikan tertentu dan yang lebih parah adalah kurikulum dan
materi pendidikan yang masih melestarikan nilai-nilai ketidakadilan bagi perempuan.
Ketimpangan ini merupakan tanggung jawab semua orang terutama negara terhadap
rakyatnya. Masyarakat pun ikut bertanggung jawab dalam pelestarian ketimpangan
pendidikan perempuan.
Menurut Al-Hibri, dkk, 2001, secara legal UUD RI 1945 maupun UU RI No.2
tentang Sistem Pendidikan Nasional menjamin hak dan kesempatan yang sama bagi
semua warga negara. Tidak ada pembedaan karena ia berstatus laki-laki ataupun
perempuan. Kendala klasik adalah kurangnya dana, dan terbatasnya sumber belajar.
Disamping itu dari dalam wanita sendiri masih melekat kecenderungan untuk
memenuhi stereotype yang dikonstruksi oleh lingkungannya. Bahwa ia masih harus
mempertahankan konsep ”sub-ordinat pria” dan kecemasan akan memperoleh sukses
merupakan hambatan internal psikologis dari wanita itu sendiri. Kesadaran gender
belum dimiliki oleh seluruh masyarakat, tak heran jika program-program
pembangunan di berbagai sektor belum mencerminkan kesadaran tersebut. Dalam
praktek pendidikan, penelitian Yaumil A. Akhir menunjukkan bahwa guru juga
cenderung memenuhi gambaran stereotype terhadap murid perempuan. Akibatnya
kesenjangan makin melebar. Defisit kemampuan yang ada pada siswa wanita bukan
diberi perbaikan (remedial) yang memadai, tetapi menyerah kepada pemenuhan
gambaran akan kelemahan-kelemahan yang sudah dicapkan kepada siswa wanita.
Pandangan orang tua terhadap anak laki-laki dan perempuan masih amat kuat
mencerminkan sifat ”Male Dominant” bukan mitra sejajar sehingga jika dihadapkan
kepada pilihan, betapapun tingginya kemampuan anak perempuan tersebut, prioritas
pendidikan akan tetap diberikan kepada anak laki-laki.
Sedangkan menurut Subadio dan Ihromi, 1978, umumnya, paham kolotlah
yang merupakan penghalang utama bagi pendidikan gadis-gadis, bukanlah ketiadaan
fasilitas atau sekolah umum. Pertambahan pelajar puteri hanya akan tercapai bila
makin terkikisnya paham-paham kolot tentang kaum wanita, tidak dengan mendirikan
sekolah-sekolah puteri.
Dibandingkan dengan dua pendapat diatas, menurut Kodir, 2006, materi
pengajaran agama yang berkembang juga merupakan salah satu faktor yang mungkin
banyak mempengaruhi budaya patriarkhal. Dari sebagian teks-teks hadis dikenal
ajaran bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok,
perempuan adalah fitnah, kurang akal dan kurang agama, sebagai penghuni neraka
terbanyak, tidak layak menjadi pemimpin, tidak sah mengawinkan dirinya atau orang
lain, tidak sah menjadi saksi, tidak boleh bepergian kecuali dengan kerabat, harus
tunduk pada aturan suami, bahkan ada teks yang menyatakan bahwa perempuan
adalah sumber kesialan. Pemaknaan terhadap materi-materi dari teks hadis ini harus
dikaji ulang dan disusun kembali, bahkan sebagian diantaranya harus ditolak karena
sanadnya lemah, atau karena maknanya bertentangan dengan ayat Al-Qur’an atau
dengan hadis lain yang sanadnya lebih kuat agar ketimpangan-ketimpangan tidak lagi
terjadi, dan keadilan bagi perempuan-yang juga berarti keadilan bagi semua-akan
terwujud.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Uraian pada Bab I dan Bab II, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
3.1.1 Wanita dalam Al-quran dan hadis mendapat perhatian yang cukup signifikan.
3.1.2 Pendidikan adalah hak setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Namun
demikian, pada kenyataanya persamaan antara kedudukan laki-laki dan
perempuan ini hanya sampai pada batas persamaan secara spiritual saja dan
membiarkan masyarakat kita membuat pembatasan-pembatasan berdasarkan
gender.
3.1.3 Pendidikan kaum wanita penting untuk pendidikan bangsa dengan demikian
secara tidak langsung mendorong perkembangan sosial dan ekonomi bangsa
itu.
3.1.4 Pendidikan terhadap wanita perlu dikembangkan bukan hanya melalui
pendidikan teori namun juga harus diimbangi dengan latihan serta
penyesuaian terhadap perkembangan teknologi untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap arus globalisasi.
3.1.5 Terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perbandingan jumlah
perempuan dengan laki-laki di berbagai jenjang pendidikan lebih kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hambatan dan kendala dalam usaha pemerataan
pendidikan baik kendala teknis dari pemerintah maupun kendala sosial yang
ada di masyarakat itu sendiri.
Kaum wanita bukan sekedar pemanis sejarah namun wanita adalah subyek
peradaban yang memiliki peran yang sama pentingnya dengan kaum laki-Iaki.
Di pundak merekalah tergores hitam putihnya peta sejarah umat manusia masa depan,
jika baik wanitanya, maka akan baik suatu negara, sebaliknya, jika hancur wanita,
maka akan hancur pula suatu negara. Selamat untuk para wanita.
3.2 Saran
Dalam pencapaian sasaran pembangunan pemberdayaan perempuan masih
dirasa perlu terus dilaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
kemampuan dan peran serta kaum perempuan dalam mengisi pembangunan antara
lain :
3.2.1 Peningkatan pemahaman ajaran agama terutama mengenai wanita.
3.2.2 Sosialisasi, pelatihan, dan pendidikan gender perlu dilakukan secara
berkesinambungan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
disegala bidang dan sektor.
3.2.3 Mengupayakan keterlibatan kaum perempuan dalam setiap proses dan
pengambilan keputusan.
3.2.4 Sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai arti pendidikan itu
sebenarnya.
3.2.5 Bagi kaum wanita, hendaknya jangan pernah jemu untuk terus
memperjuangkan hak-hak wanita.
3.2.6 Wanita dengan gaya bahasa yang terkesan pemalu, tertutup, genit, dan kurang
percaya diri sabaiknya mulai ditinggalkan.
3.2.7 Wanita masa kini sebaiknya dapat bergaya tutur cerdas, terbuka, dan mandiri
yang dapat tercermin saat mereka mengungkapkan pikiran dan gagasannya
baik secara lisan maupun tertulis.
3.2.8 Meningkatkan kesadaran dari dalam wanita sendiri dengan berbagai tindakan
nyata yang positif untuk membentengi diri terhadap berbagai gejala yang akan
melemahkan dan melunturkan segala potensi besar dirinya terhadap
kelangsungan hidup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Daftar Pustaka
Al-Hibri, Azizah et al. 2001, Wanita dalam Masyarakat Indonesia, Sunan Kalijaga Press:Yogyakarta.
Kodir, F.A. 2006, Bergerak Menuju Keadilan, Rahima: Jakarta.
Subadio, Maria U. dan T.O Ihromi. 1978, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia, Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
http://www.kalteng.go.id/INDO/Pemberdayaan_Perempuan2003.htm. (diakses tanggal 5 Januari 2010 Pukul 11:26).