LP trauma joint dislocation.docx
description
Transcript of LP trauma joint dislocation.docx
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA JOINT DISLOCATION
A5-C
KELOMPOK VI
NAMA KELOMPOK :
1. Suci Mastia Dewi Luh Putu 11.321.1131
2. Sugiarti Ni Made 11.321.1132
3. Wiswantara Pande Nyoman 11.321.1136
4. Yudi Antara Adi I Kadek 11.321.1137
5. Desy Pariani Ni Made 11.321.1146
6. Eka Desiari Ni Wayan 11.321.1153
7. Lilis Anita Sari Ni Kadek 11.321.1163
SI KEPERAWATAN
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2013
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan pada Trauma Joint Dislocation” tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar makalah ini lebih baik. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Om Santi, Santi, Santi Om
Tim Penulis
( Kelompok 6 )
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR TRAUMA JOINT DISLOCATION
1. DEFINISI
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth). Keluarnya kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Sebuah
sendi yang ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor.
Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu
disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah
sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik
penyembuhannya.
2. ETIOLOGI
a. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, serta olah raga
yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain
basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-
jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
d. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen
vital penghubung tulang.
3. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3
hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma
jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas
sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari
dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
4. KLASIFIKASI
a. Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Dislokasi kongenital.
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2) Dislokasi patologik.
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
3) Dislokasi traumatik.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi, antara lain :
a) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada bahu, siku, pada pinggul. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b) Dislokasi Kronis
c) Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada siku dan patela. Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang
yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
b. Berdasarkan tempat terjadinya :
1) Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
Menguap atau terlalu lebar.
Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali.
2) Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan
medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah
glenoid (dislokasi inferior).
3) Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah
bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4) Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke
arah telapak tangan atau punggung tangan. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal
dan Interphalangeal merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-
ekstensi persendian.
5) Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan
caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
6) Dislokasi Patella
Paling sering terjadi ke arah lateral. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan
ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-
lahan.
5. TANDA dan GEJALA KLINIS
a. Deformitas pada persendiaan, kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat
suatu celah.
b. Gangguan gerakan. Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
c. Pembengkakan. Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.
d. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
e. Kekakuan.
6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi
b. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
c. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
d. Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto X-ray untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
b. Rontgen untuk menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
c. Pemeriksaan radiologi, tampak tulang lepas dari sendi
d. Pemeriksaan laboratorium. Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi
seperti peningkatan leukosit
8. PENATALAKSANAAN
Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan pada
tempat kejadian.
a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi
halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
b. Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau siku.
Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan gaya
trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekuatan,
sebab mungkin sekali mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan kontraksi
dan spasme otot perlu diberikan anastesi setempat atau umum. Kekenduran otot
memudahkan reposisi.
c. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi
d. Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil
e. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhankembali.
Tindakan ini sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.
f. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan yang
aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh,
khususnya pada sendi bahu.
g. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan
neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan vaskuler setelah reposisi tertutup
berhasil dilakukan secara lembut. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan,
khususnya kalau jaringan lunak terjepit diantara permukaan sendi.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri.
Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat kapan
nyeri dirasakan menurun.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi, pergerakan
terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan.
d. Pola-pola Fungsi Keluarga
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada umumnya pasien dengan dislokasi sendi dapat memenuhi sebagian
besar ditata laksana kesehatannya karena dislokasi sendi tidak mengganggu
persepsi dan tata laksana hidup sehat.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada pasien dengan dislokasi sendi terdapat gangguan pada rahang
sehingga pasien mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan.
3) Pola istirahat dan tidur
Akibat nyeri yang di rasakan di daerah yang sakit dapat mengganggu
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
4) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada tempatnya semula
harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada ekstremitas dapat mengganggu
gerak dan aktivitas klien.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Pada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap keadaanpenyakit baik
oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.
6) Pola hubungan peran
Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh karena keadaan
penyakit pasien.
7) Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan tentang agama dan kepercayaan yang dianut pasien
tentang norma dan aturan yang diajalankan
2. DIAGNOSA
a. Nyeri akut b/d agen penyebab cedera (fisik) d/d pelaporan nyeri secara verbal,
perlindungan area nyeri, meringis
b. Gangguan mobilitas fisik b/d musculoskeletal d/d pengungkapan secara verbal
menggerakan anggota tubuh, adanya kelainan bentuk, penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d proses inflamsi d/d nafsu
makan menurun ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan, penurunan
berat badan
d. Keterlambatan tumbuh kembang b/d gangguan pertumbuhan kembang anak d/d
perkembangan anak tidak sesuai dengan usia
e. Gangguan citra tubuh b/d kelainan bentuk anggota tubuh d/d pengungkapan verbal
malu, menghindar, membandingkan diri dengan orang lain
f. Kurang pengetahuan b/d informasi yang tidak adekuat d/d pengungkapan verbal
ketidak tahuan, permintaan informasi, binggung.
3. RENCANA TINDAKAN dan RASIONALISASI
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Tindakan Rasional
1 Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
penyebab
cedera fisik
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama …x24 jam,
diharapkan nyeri
klien hilang atau
berkurang dengan
1. Observasi keadaan
umum pasien (tingkat
nyeri dan TTV)
2. Beri posisi
1. Untuk mengetahui
keadaan umum pasien
dan untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Untuk memberikan
posisi yang nyaman
kriteria hasil :
1. Klien
mengatakan
nyeri berkurang
1-3 (1-10)
2. Klien tidak
menunjukkan
nyeri
meningkat
seperti tidak
adany ekspresi
nyeri pada
wajah klien,
klien tampak
tidak gelisah
dan klien tidak
tidak meringis
atau menangis.
nyaman(semi fowler)
3. Berikan kompres
hangat pada lokasi
dislokasi
4. Ajarkan teknik distraksi
dan relaksasi
5. Beri HE tentang
penyebab nyeri, dan
antisipasi
ketidaknyamanan
6. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
pada klien.
3. Membantu mengurangi
rasa nyeri dan
memberikan rasa
nyaman.
4. Membantu mengurangi
nyeri.
5. Pasien dan keluarga
pasien tidak merasa
cemas lagi.
6. Obat analgetik diberikan
untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan klien.
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Rencana Tindakan Rasional
2 Gangguan
imobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
muskuloskelet
al.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama …x24 jam,
diharapkan klien
dapat melakukan
mobilisasi dengan
teratur dengan
kriteria hasil :
1. Pertahankan
pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik
(radio,koran, kunjungan
teman/keluarga sesuai
keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang
gerak pasif aktif pada
1. Memfokuskan
perhatian,meningkatka
n rasa kontrol
diri/hargadiri,
membantu menurunkan
isolasi sosial.
2. Meningkatkan sirkulasi
darahmuskuloskeletal,
1. Klien
mengatakan
dapat
melakukan
pergerakan
dengan
bebas
2. Gerakan
pasien
terkoordinir
3. Pasien dapat
melakukan
aktivitas
secara
mandiri
ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat
sesuai keadaan klien.
3. Berikan papan
penyangga kaki,
gulungan
trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4. Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/eliminasi)
sesuai keadaan klien.
5. Ubah posisi secara
periodik sesuai keadaan
klien.
mempertahankan tonus
otot, mempertahankan
gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofidan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
3. Mempertahnkan posisi
fungsional ekstremitas.
4. Meningkatkan
kemandirian klien
dalam perawatan diri
sesuai kondisi
keterbatasan klien.
5. Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan
(dekubitus,atelektasis,
pneumonia)
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Tindakan Rasional
3 Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama …x24 jam,
diharapkan
kebutuhan nutrisi
klien dapat
1. Kaji faktor penyabab
kesulitan mengunyah
2. Letakkan makanan
pada bagian mulut yang
tidak mengalami
1. Hal-hal apa saja yang
dapat menyebabkan
kesulitan mengunyah.
2. Membantu memberikan
nutrisi kepada klien.
dengan
ketidakmampua
n mengunyah
dan menelan
makanan.
terpenuhi secara
adekuat dengan
kriteria hasil :
1. Pasien tidak
melaporkan
kesulitan
mengunyah
2. Nafsu makan
pasien kembali
baik
3. BB pasien
kembali
normal.
masalah
3. Atur posisi pasien(semi
fowler)
4. Kolaborasi dalam
pemasangan alat
invasif(NGT)
5. Mengetahui faktor
penyebab kesulitan
mengunyah dan
menentukan intervensi
selanjutnya
3. Agar klien ketika
makan tidak mengalami
tersedak.
4. Pemasangan NGT
dilakukan bila klien
tidak mampu diberikan
makan.
5. Untuk membantu
menambah BB pasien
agar sesuai dengan BB
normal.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dilakukan.
5. EVALUASI
a. Dx I
- Klien mengatakan nyeri berkurang 1-3 (1-10)
- Klien tidak menunjukkan nyeri meningkat seperti tidak adanya ekspresi nyeri pada
wajah klien, klien tampak tidak gelisah dan klien tidak tidak meringis atau
menangis.
b. Dx II- Klien mengatakan dapat melakukan pergerakan dengan bebas
- Gerakan pasien terkoordinir
- Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri
c. Dx III
- Pasien tidak melaporkan kesulitan mengunyah
- Nafsu makan pasien kembali baik
- BB pasien kembali normal.
d. Dx 4
- Tumbuh kembang anak sesuai usia
- Orang tua dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan anak sesuai usia
e. Dx 5
- Klien mau dan mampu menerima kondisinya
- Klien merasa nyaman terhadap dirinya
- Klien tidak menutup diri dan mau menggungkapkan perasaan
f. Dx 6
- Pengungkapan tahu dan mengerti tentang penyakit, medikasi dan perawatan
- Mampu mengulang informasi yang disampaikan dengan benar
- Melakukan perawatan sesuai anjuran
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Benheman Kliegma. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakrta : EGC
Broker, Cruish. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta EGC
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa;
Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Dona, L. Wong. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Gibson,Jhon. 2003. Fisiologi Dan Anatomi Modrn Untuk Perawat. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC