Lp Pneumonia

22

Click here to load reader

description

Lp Pneumonia kesehatan

Transcript of Lp Pneumonia

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Menurut Pearce Evelyn C (2000), sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.

Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan. (Pearce Evelyn C, 2000 : 211).

Sedangkan menurut Ethel Sloane (2004 : 266) Fungsi utama sistem pernafasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah sebagai produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah. Respirasi melibatkan proses sebagai berikut :

1. Ventilasi Pulmonar (Pernafasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru.

2. Respirasi Eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru dan kapiler pulmonar.

3. Respirasi Internal adalah difusi O2 dan CO 2 antara sel-sel darah dan sel-sel jaringan.

4. Respirasi Selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi, dan pelepasan produk oksidasi (CO2 dan air) oleh sel-sel tubuh.

B. Pengertian

Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.

Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga akibat penyakit komplikasi.(A. Aziz Alimul : 2006)

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan ganganguan pertukaran gas setempat(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Hal. 801)

Pneumonia adalah kondisi peradangan akut pada paru-paru dimana alveolus dan bronkhus yang lebih kecil terisi oleh eksudat radang(JM. Gibson, MD, Mikrobiologi dan Patologi Modern, hal. 111)

C. Patogenesis

Pneumonia di kelompokan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu di antaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, di bagi menjadi dua kelompok, yaitu community-acquired (di peroleh di luar sarana pelayanan kesehatan) dan hospital-acquired (di peroleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya). Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab tersering terjadinya pneumonia yang di dapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi sering kali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotokmenjadi lebih besar.

Pneumonia bakteri di tandai oleh eksudat intraalveolar supuratif di sertai konsilidasi. Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Jika terjadi pada satu atau lebih lobus disebut pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau bronkopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang memiliki bercak dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus.

Penting juga diketahui tentang perbedaan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat dengan pneumonia yang didapat dirumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen penyebab pneumonia berbeda pada kedua sumber ini. Infeksi nasokomia sering disebabkan oleh bakteri gram negatif atau staphylococcus aureus. Stadium dari pneumonia karena pneumococcus adalah sebagai berikut :

1. Kongesti ( 4 12 jam pertama): eksodat masuk ke serosa masuk kedalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.

2. Hepatisasi merah ( 48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.

3. Hepatisasi kelabu ( 3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.

4. Resolusi (7 -11 hari): eksudat mengalami lilis dan di reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.

D. .Etiologi

Menurut Corwin (2001), Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia steptrokokus. Bakteri staphylococcus aureus adalah streptokokus beta-hemolitikus grup A yang juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeroginosa. Pneumonia lain disebabkan oleh virus misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relative sering dijumpai yang disebabkan oleh suatu organisme yang berdasarkan beberapa aspeknya berada diantara bakteri dan virus..3 Patofisiologi

Menurut Chirstman (1995) dalam Asih & Effendy (2004), Dari berbagai macam penyebab pneumonia, seperti virus, bakteri, jamur, dan riketsia, pneumonitis hypersensitive dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia juga dapat terjadi akibat aspirasi, yang paling jelas adalah pada klien

yang diintubasi, kolonisasi trachea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran pernafasan atas yang terinfeksi, namun tidak semua kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia.

Menurut Asih & Effendy (2004), mikroorganisme dapat mencapai paru melalui beberapa jalur, yaitu:

1. Ketika individu terinfeksi batuk, bersin atau berbicara, mikroorganisme dilepaskan kedalam udara dan terhirup oleh orang lain.

2. Mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi.

3. Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat menjadi patogenik

4. Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.

Pada individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru dikeluarkan atau bertahan dalam pipi melalui mekanisme perubahan diri seperti reflex batuk, kliens mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan, pathogen yang masuk ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon imun, yang keduanya mempunyai efek samping yang merusak.

Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme merusak membrane mukosa bronchial dan membrane alveolokapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkiales terminalisterisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh staphilococcuc atau bakteri gram-negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.

Pada pneumonia pneumokokus, organism S. pneumonia meransang respons inflamasi, dan eksudat inflamsi menyebabkan edema alveolar, yang selanjutnya mengarah pada perubahan-perubahan lain . sedangkan pada pneumonia viral disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat membuat tahap untuk infeksin sekunder bakteri dengan memberikan suatu lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan merusak sel-sel epitel bersilia, yang normalnya mencegah masuknya pathogen ke jalan nafas bagian bawah.

E. Stadium Pneumonia Bakterialis

Menurut Meldawati (2009), Untuk pneumonia pneumokokus, terdapat empat stadium penyakit, antara lain:

1. Stadium I disebut hyperemia

Mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan sel cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifan jalur komplemen. Kompelen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan oto polos vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabknan perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi penurunankecepatan difusi gas-gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon dioksida, maka perpindahan gas ini kedalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini, infeksi menyebar kejaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus dan membrane kapiler disekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses peradangan.

2. Stadium II disebut hepatisari merah

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi peradangan.

3. Stadium III disebut hepatisasi kelabu

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih berkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saaat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel

4. Stadium IV disebut resolusi

Terjadi sewaktu respons imun dan peradangan peradangan, mereda; sisa-sisa sel, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag; sel pembersih pada reaksi peradangan, mendominasi.

F. Manifestasi Klinis

Menurut Corwin (2001), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabakan oleh bakteri. Gejala-gejala mencakup:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan.

2. Batuk yang sering produktif dan purulent.

3. Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa).

4. Krekel (bunyi paru tambahan).

5. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan edema.

6. Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah peasaan sesak atau kesulitan bernafas yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas.

7. Mungkin timbul tanda-tanda sianosis

8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus, yang dapat menyebabkan atelektasis absorpsi.

9. Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler atau akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.

G. Pertimbangan Gerontologis

Menurut Stanley & Beare (2007), tiga hal klasik pada pneumonia, seperti: batuk, demam, dan nyeri pada pleura mungkin tidak terjadi pada lansia. Sedangkan perubahan yang sering menyertai pneumonia pada lansia adalah seperti peningkatan pernafasan (lebih dari25 kali per menit), peningkatan produk sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu makan, dan hipotensi (sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk diagnosis pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang pada umumnya terjadi dengan pneumonia.

H. Pathway

I. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Dinkes Provinsi Jawa Barat (2009), berikut ini untuk menegakkan diagnostic penderita Pneumonia. Diagnostik pneumonia ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan (terutama infeksi saluran pernafasan yang baru saja dialami diitujukan untuk memperkirakan kemungkinan sumber infeksi berhubungan dengan faktor resiko, seperti : (a) adanya penyakit sebelumnya : PPOK (penyakit paru obstruktif kronis)-(H.influenzae), kejang / tidak sadar-(kuman gram negatif dari pencernaan), penurunan kemampuan pertahanan tubuh / kecanduan obat-obatan terlarang (gram negatif, jamur), usia bayi (virus), muda (M. pneumoniae), perjalanan penyakit cepat dengan dahak yang kotor berwarna kemerahan (S. pneumoniae), perjalanan penyakit perlahan dengan dahak sedikit (M. pneumoniae)

1. Laboraorium

Peningkatan sel darah putih (leukositosis) umumnya didapatkan sebagai tanda adanya infeksi oleh bakteri. kadar sel darah putih yang normal atau rendah dapat menandakan infeksi terjadi akibat virus, atau pada infeksi yang sudah berat sehingga kemampuan tubuh menjadi menurun. Kondisi ini pula dapat terjadi pada penderita dengan gangguan sistem pertahanan tubuh (penderita AIDS, pengguna steroid jangka panjang), dan juga pada orang tua. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui seberapa berat perjalanan penyakit dan kondisi penderita saat itu.

Pemeriksaan perkembang biakan bakteri (kultur bakteri) perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti bakteri yang berkembang sehingga penggunaan antibiotika dapat diberikan lebih tepat. Pengambilan bahan untuk kultur dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi sekret, aspirasi jarum transtorakal, atau bronkoskopi.

2. Pencitraan

Gambaran x-ray dapat ditemukan gambaran bercakan keras (infiltrat) pada segmen apikal lobus bawah atau di daerah tengah paru, diperkirakan akibat aspirasi kuman di saluran pencernaan. Infiltrat di lobus atas sering disebabkan oleh Klebsiella sp, tuberkulosis atau amiloidosis. Infiltrasi pada lobus bawah dapat disebabkan oleh Staphylococcus sp. ,

Gambaran lesi kista (seperti bola) dengan gambaran cairan-udara (air-fluid level) curiga suatu abses (bisul) dalam paru, yang disebabkan oleh infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis. Terkumpulnya cairan pada rongga pleura (efusi) sering diakibatkan oleh infeksi S. pneumoniae, dapat juga disebabkan oleh kuman anaerob (S. pyogenes, E.coli dan Staphyllococcus sp). Pada kasus-kasus ini diperlukan pengamatan yang ketat dan pemeriksaan x-ray dada berulang untuk melihat perkembangan dari penyakit.

J. Penatalaksanaan Medis

Menurut Meldawati (2009), Penatalaksaan untuk pneumonia tergantung pada penyebab sesuai dengan yang ditemukan oleh pemeriksaan sputum Pengobatan dan mencakup, antara lain:

1. Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis pneumonia lain juga dapat diobati dengan antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder

2. Istirahat

3. Hidrasi untuk membantu melancarkan sekresi

4. Tekhnik-tekhnik bernafas dalam untuk menningktakan ventilasi alveolus dan mengurang resiko atelektasis.

5. Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi dari biakan sputum.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA

A. Pengkajian

1. Identitas : -

a. Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar

b. Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

2. Riwayat Masuk

Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.

Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

4. Pengkajian sesuai system

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan pneumonia adalah :

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat dalam alveoli

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret di dalam saluran pernapasan

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, menurunya intake cairan

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan menurun

C. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa 1 dan 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat dalam alveoli dan Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret di dalam saluran pernapasan

Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan napas dan meningkatkan pertukaran gas yang adekuat

Rencana Keperawatan

a. Kaji status pernapasan setiap 2 jam meliputi suara napas, irama, penggunaan otot bantu napas, warna kulit, dan tanda-tanda sianosis

R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

b. Lakukan perubahan posisi yang nyaman;

Untuk anak-anak biasanya setengah duduk dan beri kesempatan anak untuk menentukan posisi yang nyaman seperti miring ke arah yang sakit (jika pneumonia bersifat unilateral ). Hindari menggunakan posisi duduk pada bayi karena dapat meningkatkan tekanan diafragma

R/ posisi setengah duduk memaksimalkan ekspansi paru

c. Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam sekali atau lebih sering, sesuai kondisi anak

R/ membantu mengencerkan secret dan kenyamanan pada dada

d. Lakukan pembersihan secret;

Untuk bayi mengalami kesulitan mengeluarkan secret, memerlukan penghisapan secret, yaitu dengan bagian bulb spuit yang sederhana bisanya cukup untuk membersihkan hidung dan nasofaring bayi, pengisapan mekanik juga disediakan,seandainya diperlukan.

Untuk anak biasanya sudah bisa mengeluarkan secret sendiri, bantu dengan mengajarkan batuk produktif bila belum bisa.

R/ mempertahankan kepatenan jalan napas

e. Berikan oksigen sesuai program dan monitor pulse oximetry

R/ untuk menyuplai oksigen bagi anak jika diperlukan

2. Diagnosa 3 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : Suhu tubuh anak dalam rentang normal

Rencana keperawatan :

a. Kaji tanda tanda vital anak setiap 6 jam

R/ mengetahui keadaan dan suhu tubuh anak

b. Tempatkan anak pada uap yang lembab

R/ uap yag lembab dapat meenurunkan suhu

c. Mengajarkan ibu untuk memberikan kompres hangat

R/ kompres hangat menurunkan suhu tubuh anak

d. Ganti linen setiap hari

R/ mengganti linen setiap hari meningkatkan kenyamanan anak pada tempat yang lembab

e. Kolaborasi : beri obat anti piretik

R/ menurunkan suhu tubuh anak

3. Diagnosa 4 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, menurunya intake cairan

Tujuan : Mempertahankan hidrasi yang adekuat

Rencana Keperawatan :

a. Kaji turgor kulit dan membran mukosa

R/ turgor kulit dan membran mukosa menunjukan status hidrasi klien

b. Kaji tanda- tanda dehidrasi (oliguria, ubun-ubun cekung, berat badan menuurun)

R/ mengetahui tingkat hidrasi anak

c. Monitor intake dan output cairan

R/ mengatur cairan yang keluar dan masuk pada anak

d. Berikan cairan per oral dan intravena

R/ menambah asupan cairan anak

4. Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan menurun

Tujuan : klien dapat meningkatkan aktivitas dan tidak cepat lelah

Rencana keperawatan :

a. Kaji aktivitas dan perilaku anak setiap hari

R/ mengetahui toleransi aktivitas anak

b. Bantu anak dalam aktivitas sehari-hari

R/ membantu anak menghemat energinya

c. Sediakan permainan sesuai usia anak dan berikan aktivitas yang tidak mengeluarkan banyak energi

R/ permainan akan meningkatkan aktivitas anak secara perlahan

d. Biarkan anak untuk banyak istirahat, jangan ganggu dengan pemberian asuhan keperawatan yang sering

R/ istiraat akan memulihkan stamina anak

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Latihan. Jakarta : EGC

Elly Nurrachmah, Dra, DNSC, Prosedur Keperawatan Medikal Bedah, EGC, 2000.

Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, 2001.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan .Jakarta : Salemba Medika

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2.Jakarta :Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU

15