LINGUA STBA LIA (Vol. 7, No. 2, 2008)

73

description

LINGUA STBA LIA Jakarta is a biyearly academic journal from STBA LIA Jakarta (Indonesia) which publishes the journal through PPPM, a unit of Research and Community Development .The content of this journal revolves around issues on Literature, Journalism, Translation, Linguistics, Cultural Studies, and Language Teaching. The writers are from the teaching staff of STBA LIA and other people from outside campus.Most articles in this journals are written in Indonesia and the rests are in Indonesian and Japanese.This journal is registered at: http://u.lipi.go.id/1180428792. More information about STBA LIA Jakarta can e found here: http://www.stbalia.ac.id/.

Transcript of LINGUA STBA LIA (Vol. 7, No. 2, 2008)

Page 1: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)
Page 2: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

ISSN 1412-9183 Volmne 7 Nomor 2, Oktober 2008

JlJRNAL ILHIAH LINGUA

PUSATPENELITJANDANPENGABDIANPADAMASYARAKAT SEKOLAHTINGGI BAHASAASING LIAJAKARTA

Penasihat Dr. Ekayani Tobing

Penanggung Jawab Sulistini Dwi Putranti MHum.

Penyunting Penyelia Askalani Munir, M Pd

Penyunting Pelaksana DewiA. Yudhasari, MHum.

vera MHum.

Penyunting TamuIPenelaahAhli Dr. Agus Aris Munandar

Sekretaris Agus Wahyudin, MPd

TataUsaha Tety Kurniati

Alamat Redaksi Jalan Pengadegan Tunur Raya No. J

Telepon(021) 79181051, Faksimile (021) 79181048 E-mail: [email protected]

Page 3: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)
Page 4: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

ISSN 1412-9183 Vohnne7 Nomor 2, Oktober 2008

JlIRNAL LfNqUA

DAFfARISI

Jendela 1-11

Budaya Popular sebagai Inspirasi Bangsa Jepang 78- 89 dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepang di Mata Dunia: Sebuah Fenomena Jorifon Johana

Analisis Sinonimi Verba Ontou dan Kangaeru 90-- 107 Setyawati Kooswardani, dan Yuyu Yohana Risagarniwa

V' Parodi Sistem P eJ'tindungan dan Perawatan Lansia 108 -127 daIam Novel Glinrei No Hate Karya Tsutsui Yasutaka Tatat Haryati

Kata Yabai sebagai Wakamono KoIJJba 'BahasaAnak Muda' 128 -139 diJepang Gita Astagina

Indeks

Pedoman Penulisan Jumal Dmjah LINGUA

Page 5: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)
Page 6: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

JENDELA

Agak: berbeda. Itulah sajian volume VII nomor 2 tahun 2008 ini. Jika

penerbitan sebelunmya topik-topik terdiri atas berbagai disiplin ilmu, kali ini

menampilakan empat topik khusus kejepangan, yang meliputi budaya,

linguistik, dan sastra.

Pertama, fenomena budaya popular Jepang. Hampir tidak: ada produk

Jepang yang tidak: dikenal. Anime dan sofware game dari Jepang, misalnya,

sebagian besar orang mengenalnya, dari anak-anak sampai dengan dewasa.

Kepopularan produk budaya dari Jepang ini tidak: tedepas dari upaya dari

masyarakat dan pemerintahannya sendiri yang selalu berupaya agar semua

kreativitas yang dihasilkannya diterima komunitas dunia. Tidak hanya itu,

novel karya Haruki Murakami temyata tidak terkenal di Jepang saja, tetapi di

mancanegara dengan ditetjemahkannya lebih ke-30 bahasa. Kedua-contoh

terse but hanya sekian dari sejumlah produk budaya Jepang yang dikenal,

belum termasuk produk-produk lain, seperti otomotif, makanan, dan fesyen.

Kedua, analisis sinonim verba omou dan kangaeru. Kedua kata yang

bersinonim ini berpadanan dengan bahasa Indonesia berpildr dan memikirkan.

Berdasarkan kelas kata kedua kata tersebut termasuk verba. Namun, arti

leksikal dari kedua kata berbeda: omou 'berpikir' menggunakan perasaan,

sedangkan kangaeru 'berpikir' menggunakan penalaran atau logika.

Ketiga, parodi dalam sistem perlindungan dan perawatan lansia di

Jepang. Novel yang berjudul Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka ini

bertumpu pada konsep artistik Rene Wellek dan Austin Warren dan parodi

Linda Hutcheon. Beberapa unsur tergambar dalam karya sastra ini, di

antaranya, melalui kritik terhadappelaksanaan sistem perlindungan dan

perawantan lansia oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga; cemoohan dan

olok-olok terhadap kebijakan perawatan lansia dan penanganan pensiun oleh

Jendela 1

Page 7: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

pemerintah. Unsur-unsur parodi yang ditemukan dalam bentuk

ironik dan satirik dalam teks novel tersebut.

Keempat, yabai sebagai wakamono kotoba. Bahasa anak muda yang

lebih dikenal dengan bahasa gaul dipastikan hampir terjadi pada bahasa-bahasa

di dunia, temasuk bahasa Jepang. Ryuukou kotoba merupakan salah satunya.

Redaksi

11 Jendela

Page 8: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

JlIRNAL ILHIAH LINaUA

. Volume 7 Nomor 2, Oktober 2008

Page 9: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

BUDAY A POPULAR SEBAGAI INSPIRASI BANGSA JEPANG

DALAM UPAYA MENDONGKRAK CITRA JEPANG DI MATA

DUNIA: SEBUAH FENOMENA JoJ1jon Johana, M. Ed.

Sta! Pengqjar Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang, Universitas Padjajaran Bandung

Abstrak Sejak 90-an budaya popular Jepang mendunia dalam bentuk komik, anime 'animasi',

dan software game. Tulisan ini akan membahas tentang apa yang melatarbelakangi mendunianya budaya popular Jepang, serta upaya apa saja yang diambil oleh pemerintah dan publik Jepang untuk mengembangkan komoditas baru ini. Seiring dengan mendunianya budaya popular Jepang, novelis Haruki Murakami telah memberikan kontribusi dalam mengangkat citra Jepang di mata dunia.

Kata kunci: manabu, maneru, inovasi, modifikasi, nilai rasa, mentalitas Jepang

Abstract Since the 90's Japanese Popular culture in theform of comics known as "anime" and

game software have gone global. This article discusses the background of this phenomenon and the efforts done by the government and the people to support the growth of these new commodities. Along with the improvement of this Japanese popular culture, novelist Haruki Murakami has done some contribution in developing the Japanese image in the world.

Key words: manabu, maneru, innovation, modification, sense value, Japanese mentality

Pendahuluan

Sebagairnana kita ketahui bersarna, produk budaya popular Jepang saat

ini sedang rnewabah harnpir di seluruh penjuru dunia, rnulai dari anak-anak

sarnpai orang dewasa rnenyukai dan rnenggandrungi produk budaya popular

Jepang. Banyak sekali kornik Jepang yang diterjernahkan ke dalarn berbagai

bahasa. Begitu juga anime ditayangkan di berbagai stasiun televisi. Jika kita

berada di antara siswa SD, SMP, dan SMA, bahkan rnahasiswa, tidak jarang

kita rnendengar rnereka sedang rnernbicarakan kelanjutan Naruto, lagu-Iagu

bagus dari L' Arc:en:Ciel dan Hikaru Utada, dan sebagainya. Mereka tidak

78 UNQUA Vol.7 No.2, Oktober 78-89

Page 10: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

sabar lagi untuk menonton kelanjutan cerita Naruto, serta menunggu release

lagu L' Arc:en:Ciel dan Hikaru Utada.

Dengan adanya kereta yang disebut globalisasi dan pasar bebas, produk

budaya popular Jepang mengalir dengan deras ke' seluruh penjuru dunia dan

diterima dengan baik oleh masyarakatdunia. Sebenamya, apa yang menjadi

alasan hingga produk budaya popular demikian digandrungi oleh anak muda

(termasuk dewasa) hampir di seluruh dunia? Apakah sebenamya yang

dimaksud dengan budaya popular itu?

Menurut Nakamura (2003), defmisi yang pasti tentang pop culture

'budaya popular' sebenamya belum ada, tetapi secara umum dapat dikatakan

sebagai budaya trend atau budaya massa sebagai konsep yang dipertentangkan

dengan seni klasik, tradisional, dan budaya ningrat. Beberapa genre dari

budaya popular, seperti film dan musik merupakan andalan Amerika,

sedangkan komik, anime, dan game adalah andalan Jepang. Selain itu, ada pula

genre yang merupakan bidang baru yang berbasis digital, seperti web, telepon

selular,fashion, mainan, olahraga, dan media content.

Budaya popular ini merupakan sesuatu yang terus berubah sesual

dengan perkembangan zaman. Kondisinya pun berbeda-beda bergantung pada

masing-masing negara dan bangsa. Definisinya pun dapat berbeda-beda pula

bergantung pada sUbjektivitas tiap individu. Banyak pula budaya popular

zaman dulu yang berakulturasi dengan seni tradisional. Saat ini pendapat orang

terpecah-pecah, apakah seni rakugo ataU kabuki itu pun budaya popular atau

bukan?

Sementara itu, Hebdige, yang pendapatnya disetujui oleh Strinati

(2007) mengungkapkan bahwa 'Budaya popular' - misalnya, sekumpulan

artefak yang ada pada umumnya, film, kaset, pakaian, acara televisi, alat

transportasi, dan sebagainya. Dengan demikian, masyarakat yang berbeda-

Budaya Popular Sebagai Inspirasi Baugsa Jepaug dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepaug di Mala Duma: Sebuah Fenomena (Jonjon Jobana, M. Ed.) 79

Page 11: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

beda, kelompok-kelompok di dalam masY!l!akat yang berbeda-beda, dan masyarakat maupun kelompok dalam rentang sejarah yang berbeda-beda bisa

jadi memiliki budaya popular sendiri. Ada satu lagi pendapat tentang istilah budaya popular dalam

pemanfaatannya untuk diplomasi budaya yang mengemuka pada saat bidang

yang menangani budaya popular di Departemen Luar Negeri Jepang

membicarakannya. Pada saat itu, banyak yang kurang setuju apabila beragam

jenis budaya, seperti anime, komik, J-Pop, dan fashion digeneralisasi dengan

kata "budaya popular". Kemudian, setelah diadakan pembicaraan yang intensif,

muncullah definisi "budaya popular" khas Jepang, yang berbunyi budaya

popular adalah budaya yang muncul dari aktivitas sehari-hari masyarakat

umum; budaya yang muncul akibat pembelian produk oleh masyarakat umum

yang sambi! digunakan sehari-hari produk tersebut terus diasah; dan melalui

budaya ini dapat diperkenalkan sense 'nilai rasa' dan mentalitas orang Jepang

sebagai Jepang apa adanya. Berdasarkan pendapat ini, ukiyoe, keramik, dan

shadou juga dapat dikatakan sebagai "budaya popular" pada masing-masing zamannya.

Pada dasarnya, ketiga pendapat atau definisi di atas memiliki subtansi

yang sama, hanya cara pengungkapannya berbeda. Akan tetapi, apabila kita

ingin memunculkan perbedaan dari definisi-definisi tersebut, dapat dikatakan

pendapat Hebdige lebih universal, sedangkan kedua pendapat lainnya lebih spesiftk, yaitu hanya berkaitan dengan Jepang.

Budaya Popular sebagai "Komoditas" Baru

Di luar perkiraan bangsa Jepang sendiri, produk budaya popular mereka

temyata begitu meledak di seluruh penjuru dunia. Budaya popular dan life style

'gaya hidup' mereka secara luas diapresiasi sebagai "Japan coof'. Sebenarnya,

80 WJl.;I/A Vo1.7 No.2, Oktober 78-89

Page 12: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

apa yang melatarbelakangi budaya popular dan hidup mereka begitu

dinilai tinggi oleh penduduk dunia? Poin-poin berikut ini dapat menjelaskan

latar belakang tersebut.

Di dalam bahasa Jepang ada kata "manabu" yang artinya

'mempelajari'. Maknanya dapat saja diidentikkan dengan kata "maneru" yang

dalam bahasa Indonesia berarti 'meniru'.

Pada awal zaman Meiji, Jepang banyak menyerap budaya dari luar,

terutama dari negara-negara Barat yang mereka anggap sudah maju. Mereka

mempelajari budaya-budaya tersebut dan meniru unsur-unsur budaya yang

mereka anggap cocok dengan sense 'nilai rasa' dan mentalitas mereka. Mari

kita lihat beberapa contoh di bawah ini.

Mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa makanan yang disebut

tempura, yakiniku, dan sushi sebenarnya bukan makanan asli Jepang,

melainkan makanan dari negara lain. Bangsa Jepang mempelajari dan meniru

makanan-makanan ini, kemudian mereka ramu dan masukkan cita rasa mereka

ke dalamnya sebingga akhirnya muncul "tempura", ''yakiniku'', dan "sushi"

khas Jepang yang sekarang banyak dikenal di seluruh penjuru dunia ..

Dalam acara televisi di Jepang, sering muncul acara yang disebut

"Monomane". Dalam acara ini, muncul orang-orang yang menirukan tindak-

tanduk dan gaya kaum selebriti di panggung. Dengan adanya acara seperti ini,

muncullah selebriti bam. Acara ini awalnya adalah sebuah acara televisi di

Amerika yang diadaptasi oleh studio televisi di Jepang.

Hal lain yang menjadi pengetahuan umum adalah merajainya Jepang

pada dunia otomotif. Namun, sebenarnya yang pertama kali menciptakan

kendaraan ini adalah negara-negara Barat dan Amerika. Kemudian, bangsa

Jepang mempelajari teknik pembuatan otomotif tersebut, menirunya, lalu

memodifikasinya dengan memasukkan nilai rasa dan nilai keindahan mereka,

Budaya Popular Sebagai Inspirasi Bangsa Jepang dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepang di Mala Dunia: Sebuah Fenomena (Jon jon Johana, M. Ed.)

81

Page 13: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

yang akhimya terciptalah kendaraan-kendaraan. yang cool 'keren', praktis, dan

relatif murah, yang sekarang lalu-Ialang di kota-kota di penjuru dunia

Dari contoh-contoh di atas dapat dikatakan bahwa bangsa Jepang

merupakan bangsa yang sangat suka dan pandai meniru. Tentu saja mereka

tidak serta-merta merasa puas apabila mereka sudah berhasil meniru. Akan

tetapi, mereka justru terus berusaha untuk dapat membuat sesuatu yang

kualitasnya jauh lebih bagus daripada yang ditirunya, dengan cara melakukan

inovasi dan modifikasi terhadap apa yang ditirunya. Tentu saja dalam

melakukan inovasi dan modifikasi tersebut mereka selalu menyesuaikannya

dengan nilai rasa dan nilai keindahan yang mereka miliki sebagai nilai

tambahnya.

Menurut Nakamura (2004), dulu citra Jepang di mata dunia adalah

sebagai negara yang beIjuang dengan jiwa samurai atau perang yang

dipresentasikan dengan kata-kata hara-kiri atau kamikaze. Pascaperang, citra

Jepang berubah menjadi negara industri yang beIjuang dalam kancah global yang dipresentasikan dengan merek-merek dagang Toyota, Honda, Sony, dan

lain-lain. Namun, sekarang citra itu bergeser menjadi Pikachu, Dragon Ball Z,

Sailor Moon, Super Mario Brothers, dan sebagainya. Budaya popular yang

berupa komik, anime, dan video game membentuk wajah Jepang sekarang.

Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Nakamura tersebut, tidak

dapat disangkal lagi bahwa J epang di mata dunia sekarang adalah J epang yang

banyak memunculkan produk kreatif bemuansa budaya popular. Tentu saja

dalam menciptakan produk-produk tersebut tidak terlepas dari landasan yang berupa gaya hidup, adat-istiadat, budaya tradisi, dan seni tradisi yang mereka

miliki sejak lama.

Sampai saat ini perhatian bangsa Jepang terfokus pada pengembangan

bidang teknik canggih (IT). Dengan kata lain, perhatian mereka lebih tercurah

82 LtN4UA Yo\.7 No.2, Oktober 78-89

Page 14: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

pada pengembangan hal-hal yang lebih bersifat. fisik, sedangkan untuk:

pengembangan segi mental tidaklah begitu mendapat perhatian. Akan tetapi,

setelah melihat fenomena meledaknya budaya popular yang digandrungi,

terutama oleh kaum muda dunia, mereka pun terdorong untuk: mulai

memberikan perhatian mereka terhadap penanganan budaya popular tersebut.

Saat ini, Jepang menjadikan budaya popular mereka berupa komik,

anime, video game, dan musik sebagai salah satu unggulannya. Dalam upaya

menggalakkan komoditas yang merupakan hasil kreativitas individual ini, baik

pemerintah maupun lembaga publik diharapkan dapat membantu kreator-

kreator tersebut dalam menembus akses ke negara-negara luar demi kelancaran

masuknya komoditas ini. Demi menyebarnya budaya popular yang merupakan

unggulan ini, bangsa Jepang menyertakan unsur-unsur nilai rasa, mentalitas,

dan nilai keindahan yang merupakan karakter khas mereka agar lebih eksis dan

lebih dikenal oleh dunia Iuar meskipun pada akhimya hal tersebut dilakukan

dengan tujuan keuntungan yang sifatnya material.

Haruki Murakami dan Produk Budaya Popular

Berbeda dengan komik, anime, dan video game, karya sastra Jepang

tidak begitu marak dikenal di Iuar negeri. Tentu saja karya sastra Jepang yang

mendapat hadiah Nobel, seperti karya Kawabata Yasunari, Oe Kenzaburo, dan

beberapa karya penulis lain diterj emahkan pula ke dalam bahasa asing, sama

halnya dengan komik. Akan tetapi, itu pun tidaklah sesemarak penerjemahan

komik.

Berbeda dengan karya-karya Haruki Murakami, karya pengarang ini

diterjemahkan ke dalam kurang lebih 40 bahasa di dunia dan hasil

terjemahannya ada yang menjadi best seller di negara tempat buku tersebut

Budaya Popular Sebagai Inspirasi Bangsa Jepang dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepang di Mata Dunia: Sebuah Fenomena (Jonjon Jobana, M. Ed.)

83

Page 15: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

diteIjemahkan atau paling sedikit menjadi 10 karya besar di negara tersebut.

Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini diangkat pula Haruki Murakami.

Sama halnya dengan meledaknya produk budaya popular Jepang

hampir di seluruh dunia, karya-karya Haruki Murakami juga dalam waktu yang

hampir bersamaan menunjukkan fenomena yang sama. Seperti yang akan

diuraikan selanjutnya, karya-karya Haruki Murakami tersebut dapat meredam

emosi bangsa yang pemah menjalani luka historis akibat tindakan tentara

J epang di masa perang, serta mengundang simpati dari bangsa yang pada

mulanya antipati terhadap Jepang.

Karya Haruki Murakami yang telah diterjemahkan memberikan

pengaruh yang cukup besar terhadap para pembacanya yang kebanyakan anak-

anak muda. Di sini, akan dimunculkan beberapa pendapat mengapa karya

Haruki Murakami begitu berpengaruh terhadap pembacanya. Pendapat-

pendapat yang dimunculkan di sini merupakan pendapat dari para pembicara

(termasuk saya di dalamnya) yang tampil di Simposium Intemasional

PeneIjemah Karya Haruki Murakami di Tokyo pada 24-25 Maret 2006 yang

diselenggarakan oleh The Japan Foudation.

Dr. Kim Choon Mie (seorang peneIjemah dan profesor di Universitas

Korai, Korea) mengatakan bahwa kemunculan Murakami dalam dunia sastra di

Korea (yang notabene masih memendam rasa anti-Jepang akibat luka sejarah

yang dialami oleh bangsa mereka) bagi pengarang-pengarang di Korea

merupakan pertemuan dengan simbol budaya yang memiliki kesamaan

kesulitan dan permasalahan, yakni pertemuan dengan simbol budaya yang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin mereka ungkapkan. Melalui gaya

penulisan, teknik penciptaan, dan ekspresi bahasa yang digunakan oleh Haruki

Murakami, mereka mendapatkan metode untuk mengungkapkan permasalahan.

Dengan demikian, Haruki Murakami diterima sebagai komoditas budaya yang

84 LlNt:;tlA Vo\.7 No.2, Oktober 78-89

Page 16: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

tidak ada kaitannya dengan kewarganegaraan. J?engan kata lain, dalam

kesadaran kami (orang Korea), meskipun Murakami itu orang Jepang,

kesadaran bahwa dia itu orang Jepang sama sekali tidak ada, sama seperti tidak

adanya kesadaran bahwa Beatles itu adalah orang Inggris.

Dengan kemunculan Haruki Murakami di dalam dunia sastra Korea,

cukup banyak pengarang Korea yang mengatakan bahwa mereka mendapat

pengaruh yang besar dari Haruki Murakami. Pada dasarnya, landasan sastra

Haruki Murakami adalah kritik terhadap budaya konsumerisme dan

materialisme. Namun, cara pengungkapan yang dia gunakan bukanlah dalam

bentuk jeritan yang penuh penderitaan. Dengan tetap berdiri dalam posisi yang

cool dan dengan tetap menjaga jarak secara tepat tanpa menyimpang dari

kenyataan yang dihadapi, dia terns mencari-cari bagaimana caranya menjalani

hidup dalam masyarakat kapitalis.

Pembicara lain, Lai Ming Chu (penerjemah dari Taiwan) mengatakan

bahwa kesendirian atau kesepian dalam menjalani kehidupan di kota

metropolitan yang dilukiskan dalam karya-karya Haruki Murakami

mengundang simpati dari pembaca-pembacanya. Hal itu menghibur rasa

kesepian dan kehilangan mereka, seolah menyembuhkan luka hati dengan

penuh kehangatan. Katanya, kebanyakan dari para pembaca, setelah membaca

karya Haruki Murakami ini, memiliki kesan yang sama bahwa "Murakami ini

benar-benar bisa mengungkapkan perasaan yang kami miliki; dia ini benar-

benar pandai sekali dalam membuat wacana; saya juga ingin mencoba menulis

novel deh!". Demikian mengesankannya karya Haruki Murakami, sampai

memunculkan calon-calon penulis seperti di atas.

Corinne Atlan (penerjemah dan penulis dari Prancis) mengatakan

bahwa karya Haruki Murakami yang pertama kali diterjemahkan ke dalam

bahasa Prancis adalah Hitsuji 0 Meguru Bouken 'Petualangan yang Berkaitan

Budaya Popular Sebagai Inspirasi Bangsa Jepang dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepang di Mala Dunia: Sebuah Fenomena (Jon jon Johana, M. Ed.)

85

Page 17: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

dengan Domba' yang diterjemahkan oleh Papick Dubois. Pada saat buku

terjemahan ini terbit,dia tidak tahu hams ditempatkan dalam kategori sastra

Jepang yang mana karya dari Haruki Murakami ini. Oleh karena itu, untuk

menyebarkan karya tersebut dilakukan dengan cara komunikasi dari mulut ke

mulut. Pada saat itu, apabila berbicara tentang sastra Jepang, biasanya

menunjuk karya sastra yang banyak mengandung unsur budaya Jepangnya.

Oleh sebab itu, banyak orang yang tidak berminat membaca karya Haruki

Murakami yang tidak mengandung unsur kejepangan. Kemudian, terus terang

saja, orang Prancis pada umumnya agak memiliki rasa prejudice terhadap

·karya sastra Jepang dan terhadap negara Jepang itu sendiri. Dengan demikian,

ketika melihat nama penulis Jepang pada sampul novel yang dijual,

kebanyakan orang Prancis mengurungkan niatnya.

Akan tetapi, berawal dari munculnya Umibe no Kafka 'Kafka di Tepi

Pantai' maka dimulailah zaman bam. Umibe no Kafka karya Haruki Murakami

ini mendapat sambutan hangat, baik dari majalah seni, surat kabar, maupun

media lain. "Di Jepang telah lahir novel yang benar-benar surrealistis", "Novel

yang menghipnosis dan memesona", "Haruki Murakami adalah orang yang

andal dalam parallel world", "Tim Burton dari negara matahari terbit", dan

lain-lain. Demikianlah pujian-pujian dari beragam media Prancis kepada

Haruki Murakami. Dengan kata lain, di Prancis Haruki Murakami sudah diakui

selain sebagai penulis modem yang universal, juga sebagai penulis besar

Jepang yang lahir pascaperang.

Di atas telah dimunculkan pendapat para pembicara dalam simposium

di atas dan penerimaan karya Haruki Murakami di negara masing-masing.

Sebenamya masih banyak pembicara dari negara lain selain yang dimunculkan

di atas, namun hanya diangkat tiga orang sebagai contoh karena hampir seluruh

pembicara, pada intinya memberikan pendapat yang hampir sama.

86 LrN411A Vo\.7 No.2, Oktober 78-89

Page 18: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karya-karya

Haruki Murakami merupakan karya yang tidak bersifat lokal, tetapi karya yang

sifatnya universal yang tidak mengenal batas bangsa dan negara.

Dalam dunia sastra Jepang terdapat pengklasifikasianjenis karya sastra.

Jenis karya sastra yang berorientasi pada nilai seni disebutjunbungaku 'sastra

murni' dan yang berorientasi pada entertainment 'hiburan' disebut taishuu

bungaku 'sastra popular'. Meskipun karya-karya Haruki Murakami

dikategorikan sebagai karya sastra murni, sebenarnya karya-karyanya tidak

100% sebagai karya sastra murni karena di dalamnya banyak mengandung segi

hiburan. Tanpa harus mempermasalahkan kategorinya, perlu dilihat bahwa

pada kenyataannya karya-karya tersebut telah diterima dengan baik di hampir

seluruh dunia, sama halnya dengan produk budaya popular Jepang lainnya.

Selain itu, karya-karya Haruki Murakami sudah dapat memperlebar jalan untuk

masuknya citra Jepang ke dunia luar sesuai dengan harapan bangsa Jepang

yang ingin memperlihatkan Jepang apa adanya di mata dunia.

Pada 2006, Haruki Murakami mendapat hadiah Franz Kafka dari

Chekoslovakia. Pada tahun berikutnya, ia menjadi salah seorang nominator

untuk hadiah Nobel di bidang sastra, tetapi dia belum beruntung untuk

mendapatkan hadiah tersebut.

Dengan diterimanya karya-karya Haruki Murakami secara fenomenal,

serta pengaruhnya terhadap para pembacanya di berbagai negara di dunia, tidak

berlebihan apabila Haruki Murakami disebut sebagai salah seorang pengarang

besar dunia. Di samping itu, tidak salah pula apabila karya-karyanya itu disebut

sebagai komoditas budaya bangsa Jepang.

Budaya Popular Sebagai Inspirasi Bangsa Jepang dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepang di Mata Dunia: 87 Sebnah Fenomena (Jon jon Jobana, M. Ed.)

Page 19: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Simp ulan

Dari uraian tentang budaya popular di atas, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut.

(1) Konsep budaya popular bagi bangsa Jepang adalah budaya yang muncul

dari aktivitas sehari-hari masyarakat umum, budaya yang muncul akibat

pembelian produk oleh masyarakat umum yang sambil digunakan sehari-

hari produk tersebut terus diasah, dan melalui budaya ini dapat

diperkenalkan sense 'nilai rasa' dan mentalitas bangsa Jepang sebagai

Jepang apa adanya.

(2) Upaya yang sedang dan telah dilakukan bangsa Jepang untuk

mengeksplorasi budaya popular adalah upaya individual (publik), yakni

kreasi yang dikembangkan oleh individu, seperti komik, software game,

dan sebagainya, serta upaya pemerintah, yakni memfasilitasi dan

membuka akses seluas-Iuasnya demi kelancaran eksplorasi budaya

popular Jepang ke dunia luar.

(3) Upaya bangsa Jepang untuk mendongkrak citra di mata dunia dalam

rangka memacu perkembangan ekonominya dilakukan melalui eksplorasi

budaya popular.

(4) Digandrunginya karya-karya Haruki Murakami di hampir seluruh penjuru

dunia, ikut serta berkontribusi dalam membentuk citra Jepang di mata

dunia.

88 UNGUA VoI.7 No.2, Oktober 78-89

Page 20: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

DAFTAR PUSTAKA

Nakamura, Ichiya. Poppu Karuchaa Seisaku Gairon - Introduction to Pop

Culture Policy. Diakses pada Kamis, 26 Juni 2008. http://www.rieti.go

.jp/jp/publications/pdp/04p008.pdf

Nihon Bunka Sangyou Senryaku. Diakses pada Kamis, 26 Juni 2008.

www.kantei.go.jp/jp/singilasiaibetten 2.pdf

"Poppu Karuchaa no Bunka Gaikou ni Okeru Katsuyou" ni Kan Suru

Houkoku (poppu Karuchaa Senmon Bukai). Diakses pada Kamis, 26

Juni 2008.

http://www.mofa.go.jp/mofaj/annai/sbingikai/kOJ;Yu/h 18 sokai/05hokoku.html

Strinati, Dominic. (2007). Popular Culture - Pengantar Menuju Teori Budaya

Populer (3rd ed.). Yogyakarta: Jejak.

The Japan Foundation. (2006). A Wild Haruki Chase - Sekai wa Murakami

Haruki wo Dou Yomuka. Tokyo: Bungei Shunjuu.

Budaya Popular Sebagai Inspirasi Bangsa Jepang dalam Upaya Mendongkrak Citra Jepang di Mata Dunia: Sebuah Fenomena (Jon jon Jobana, M. Ed.) 89

Page 21: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

ANALISIS SINONIMI VERBA OMOUDAN KANGAERU

Setyawati Kooswardani, S.S.I dan Yuyu Yohana Risagamiwa, Ph.D2

Abstrak Verba omou dan kangaeru merupakan salah satu pasangan kata bersinonimi yang

terdapat di dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia, kedua verba tersebut dapat dipadankan dengan 'berpikir' atau 'memikirkan'. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna verba omou dan kangaeru secara leksikal, yaitu melihat makna dari kamus dan secara struktural, dan melihat makna dari pola kalimat yang menggunakan kedua verba itu. Verba omou dan kangaeru sarna-sarna mengandung makna kegiatan berpikir, tetapi proses dan alat yang dipakai untuk melakukan kegiatan berpikir tersebut berbeda. Verba omou cenderung menunjukkan kegiatan berpikir menggunakan "perasaan", sedangkan verba kangaeru cenderung menunjukkan kegiatan berpikir menggunakan "penalaran logis" atau "logika".

Kala kunci: sinonimi, makna leksikal, makna struktural, relasi makna

Abstract Verbs omou and kangaeru are synonymous in Japanese language. In

Bahasa Indonesia, the two verbs are equal with 'berpikir' or 'memikirkan '. This research is conducted to analyze the lexical and structural meaning of the verbs omou and kangaeru, and to observe the meaning of a sentence pattern using the verbs. Verbs omou and kangaeru both have the sense of doing some thinking, however the process and tools involved are different. Verb omou tends to show an activity of thinking that involves "foeling", while verb kangaeru tends to show an activity of thinking that involves "logic".

Key words: synonymy, lexical meaning, structural meaning, meaning relation ..

Pendahuluan

Di dalarn bahasa Jepang terdapat banyak sekali kosakata yang

bermakna harnpir sarna atau mirip karena bahasa Jepang memiliki sifat rinci.

1 Dosen tetap Jurusan Bahasa Jepang STBA LIA Jakarta yang saat ini sedang menempuh pendidikan S-2 pada Program Magister Linguistik Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung.

2 Dosen tetap di Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Padjadjaran, Bandung sekaligus pembimbing penulis pertama dalam penulisan atikel ini.

90 liNGUA Vo!.7 No.2, Oktober 90--107

Page 22: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

lni salah satu hal yang membuat pembelajar Jepang kesulitan untuk

menggunakan kosakata yang sesuai dengan konteks.

Salah satu cara agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan

maksud penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur, pembelajar

bahasa Jepang perlu mempelajari kosakata yang bermakna mirip. Meskipun

mirip, jika kosakata tersebut digunakan dalam pola kalimat yang berbeda,

maknanya dapat berbeda pula.

Adanya fenoma itu menggugah penulis untuk meneliti kosakata

bersinonimi. Contoh verba bersinonimi yang dirasa sulit dipahami oleh

pembelajar bahasa Jepang adalah verba r ,f!t '5 J omou dan r *- 0 J

kangaeru yang dalam bahasa Indonesia dapat dipadankan dengan kata

'berpikir' atau 'memikirkan' (Kokusai Kokugo Kenkyuujou, 1988:480, 884-

885). Analisis yang akan dilakukan adalah analisis makna dengan cara melihat

kamus dan melihat contoh pemakaian kedua verba tersebut di dalam pola

kalimat.

Penelitian mengenai kosakata bersinonimi sudah banyak dilakukan di

Jepang. Salah satunya adalah penelitian yang berjudul § I Jtl1m '5 r '5 J 2::: r *- 0 J 0) fl Inyousetsu 0 Tomonau "Omou" To "Kangaeru"

'Makna "Omou" Dan "Kangaeru" yang Menyertai Klausa Kutipan' yang

dilakukan oleh Keisuke Takahashi (tanpa tahun). Dasar penelitian yang

dilakukan oleh Takahashi adalah pandangan bahwa perbedaan pola kalimat

mencerminkan perbedaan makna kata. Dengan kata lain, ada kemungkinan jika

suatu kata digunakan pada pola kalimat yang berbeda maka makna katanya pun

dapat menjadi berbeda. Dengan demikian, untuk mencari makna suatu kata

bukan hanya dapat dilakukan dengan cara melihat lang sung dari kamus,

melainkan juga melihat contoh pemakaiannya di dalam pola kalimat.

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Ynyn Yohana Risagarniwa) 91

Page 23: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Di samping itu, ada pula penelitian dilakukan oleh Hiroshi Uchida

(2008) dengan judul rp 0) r J::: ,Ii!!, ::> J J::: r J::: Q J la Ronriteki Bunsho No Naka No "To Omou" Rui To "To Kangaeru" Rui

'Ragam "To Omou" dan Ragam "To Kangaeru" yang ada di dalam kalimat

logis. Dasar pemikiran dari penelitian yang dilakukan oleh Uchida adaIah

mengapa penggunaan verba omou dan kangaeru dapat berbeda-beda meskipun

makna dasar keduanya mirip. Selain itu, Uchida mengkaji makna, penggunaan,

dan fungsi dari -to omou dan -to kangaeru di dalam kalimat logis. Kalimat

logis adalah kalimat yang biasa digunakan untuk menulis karya ilmiah.

2. Definisi Sinonimi Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia

92

2.1 Definisi Sinonimi Bahasa Jepang Berikut ini adalah definisi sinonimi dalam bahasa Jepang.

(1) Menurut Sugimoto et. aI. (1998:171) ruigigo adaIah ruigi-

dougigo-shinonimu (bahasa Inggris 'synonym'). Bentuk katanya

berbeda, tetapi makna katanya identik. MisaInya kosakata yang

sepadan antara wago dan kango, yaitu oshie=kyouiku, asu-

ashita=myounichi, kikoku=karatachi. Selain itu, kosakata yang

sepadan antara kango dan kata serapan, seperti bakushu=biiru-bia

'bir' .

(2) Menurut Akimoto (2003: 112) pada saat memikirkan hubungan

arti antara suatu kata dengan kata, ada kaIanya cakupan maknanya bertumpuk antara kata dengan kata tersebut, seperti

haha dan ofukuro, banana dan kudamono, serta utsukushii dan kirei. Pasangan kosakata yang artinya mirip seperti ini disebut ruigigo.

LfNQlAVoI.1No.2, Oktober90-I01

Page 24: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

2.2 Definisi Sinonimi Bahasa Indonesia

Berikut ini adalah definisi sinonirni dalam bahasa Indonesia.

(1) Menurut Darmojuwono (2005: 117) sinonirni adalah relasi makna

antarkata (frasa atau kalimat) yang maknanya sarna atau mirip.

Contoh: bini - istri

(2) Menurut Kridalaksana (2008:222) sinonimi adalah bentuk bahasa

yang maknanya mirip atau sarna dengan bentuk lain; kesamaan

itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun

umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja.

3. Analisis Makna Leksikal

3.1 Verba omou

Menurut Ruigigo Tsukaiwake Jiten (Tian et. aI., 1998:246)

makna dasar verba omou adalah r r t! (J) J:: 5 L- -C J It '0':)

5 0 Naze, dono youni shile to ilta

toi ni kotaeru tame ni, atama 0 tsukau. 'Menggunakan pikiran untuk

menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana. '

Selanjutnya, kita lihat rnakna verba omou dan contoh kalimatnya

berdasarkan Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar-Edisi Bahasa

Indonesia (Kokuritsu Kokugo Kenkyuujo, 1988:884-885)

1) [=pikir, kira] berpikir, memikirkan, memperkirakan

Contoh : fB{ (J)i\ L-lt' 5 0

Kare no iken wa tadashii to omou.

'Saya poor pendapatnya benar.'

JE:,o':) t:. J:: I') 0':) t:.o Omona yori karui kega datta.

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yuyu Yohana Risagarniwa) 93

Page 25: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

b) [=rasanya, merasa] merasakan di hati

Contoh:

Jilran no tatsu no ga hidoku osoku omowareta.

'Rasanya, waktu betjalan lambat sekali.'

i!&B(1) z: t. tt L- < .i!? 0

Kokyou no kotoba 0 natsukashiku omou.

'Merasa rindu akan logat daerah kelahiran. '

c) [=mau, suka, harap, hendak] mengharapkan, menghendaki

Contoh:

Jinsei wa omou you ni wa ikanai.

'Hidup tidak betjalan seperti yang dikehendaki.'

d) [=rasa sayang, berbuat demi kebaikan seseorang atau sesuatu]

merasakan cinta kasih akan seseorang; juga, menaruh perhatian

agar segala sesuatu betjalan dengan baik bagi orang yang bersangkutan

itu.

Contoh:

Kare no omoi ga tsuujinai.

'Rasa sayang kepadanya tak bersambut.'

.:r-Gt (1) J! -:> -C lrti T 0

Kodomo no shourai 0 omotte chokin suru.

'Menabung demi masa depan anak.'

(2) Verba kangaeru

Menurut Ruigigo Tsukaiwake Jiten (Tian et. aI., 1998:246)

makna dasar verba kangaeru adalah Ii' It,\ (1) !:p -r:, A' t: J

94 liNGUA Vol.7 No.2, Oktober 90-107

Page 26: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

aru hito-monogoto ni tsuite handan, suiryou, ganbou, kaisou nado 0

suru. 'Melakukan penilaian, perkiraan, pengharapan, dan pengingatan

kembali di dalam hati mengenai seseorang atau sesuatu.'

Berikut ini kita lihat makna verba kangaeru dan contoh

kalimatnya berdasarkan Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar-Edisi

Bahasa Indonesia (Kokuritsu Kokugo Kenkyuujo, 1988:480).

a) [=berpikir, memikirkan, merenungkan]

Contoh : ±:Itk (1) Jf.I5! jt 0

Tochi no riyouhou 0 kangaeru.

'Memikirkan cara menggunakan tanah.'

Shufu to iu no wa motto rakuna shigoto da to

kangaeteita.

'Dulu berpikir bahwa pekerjaan seorang ibu rumah

tangga itu lebih ring an. '

jt "t cff. tl. tt t, \, \ c:. C l,., r.:. 0

Kangaete mire ba watashi mo warui koto 0 shita.

'Kalau direnungkan kembali, sayajuga bersalah.'

b) [=menciptakan]

Contoh:

Watashi ga kangaeta ryouri desu.

'Ini masakan yang saya ciptakan. '

c) <ragam lisan> [=menganggap]

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yuyu Yohana Risagarniwa) 95

Page 27: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Watashi ga kangaeta ryouri desu.

'Ini masakan yang saya ciptakan. '

c) <ragam lisan> [=menganggap]

Contoh:

Kare 0 sono kaisha no daihyou to kangaete koushou

suru.

'Kami berunding dengan dia yang kami anggap sebagai

wakil perusahaan itu.'

Analisis Makna Struktural (Dilihat dari Pola Kalimat)

Berikut ini adalah pola kalimat untuk verba omou dan kangaeru

berdasarkan penjelasan dari Nihongo Kihon Doushi Youhou Jilen (tanpa

tahun:151) , seperti yang dikutip oleh Takahashi dalam penelitiannya.

(1) Verba omou

a) [ A ] tf [ :g ii.I ( 1:jJ ) ( r )( *l=l (1) + (1) z. C. J

96

U) ]

{hilo J ga {meishi (ku) (" bun-soutou no seibun + no, koto" 0 fukumu)) Q

omou

Contoh:

Kokyou 0 omou.

'Memikirkan kampung halaman.'

z. c. 0

Koibito no koto 0 omou.

'Memikirkan kekasih. '

LlNt;lJA Vo1.7 No.2, Oktober 90-107

Page 28: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

b) [A] If (1U) ( .. t:cJ

*C) ] [ ]

[hito] ga [meishi (ku) ("bun-soutou no seibun + no, koto" 0 fukumu)]

o [keiyoushi renyoukei] omou

Contoh:

Chichioya no shi 0 kanashiku omou.

'Merasa sedih atas kematian ayah.'

Shiken ni goukaku shita koto 0 ureshiku omou.

'Merasa senang atas kelulusan dalam ujian.'

c) A ] tf [ sliflW ] cJ!?

[hito] ga [inyousetsu] to omou

Contoh:

Kare wa ash ita gakkou ni kuru to omou.

'Saya pikir dia akan datang ke sekolah.'

()i: r''!?J )

(Chuu: "Omou" shutai wa "kare" dewanai.)

'(Perhatian: Subjek verba "omou" bukan "dia".),

Yasumi ga tore tara jikka ni kaerou to omou.

'Saya bermaksud pulang kampung jika dapat

mengambil cuti.'

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Vuyu Vobana Risagarniwa) 97

Page 29: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

(2) Verba kangaeru

a) [A] 11 (1fJ) ( 0) ..

U) ]

[hitaJ ga [meishi (ku) ("bun-sautau na seibun + na, kata" a fukumu) a

kangaeru

Contoh:

Suugaku na mandai a kangaeru.

'Memikirkan soal matematika.'

Atarashii aidea a kangaeru.

'Memikirkan ide baru.'

{hitaJ ga [gimanshi afukumu setsuJ ka (a) kangaeru

[inyausetsuJ ka dau ka (a) kangaeru

Contoh:

Karekara dau sureba ii ka kangaeta.

'Saya berpikir dari sekarang sebaiknya melakukan apa.'

Kana setsumei wa hantau ni tadashii na ka dau ka

kgngqeta.

'Saya berpikir apakah penjelasan ini benar atau tidak.'

98 LlNCjIJA Vo!.7 No.2, Oktober 90-107

Page 30: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Watashi wa rainen kanojo to kekkon shiyou to

kangaeteiru.

'Saya bermaksud untuk menikah dengannya tahun

depan.'

Di antara pola kalimat tersebut, pola 1) dan 3) merupakan pola kalimat yang

sarna untuk verba omou dan kangaeru. Akan tetapi, pola kalimat 2) merupakan

pola yang khusus untuk masing-masing verba tersebut. Artinya, verba omou

dan kangaeru tidak dapat disulih pemakaiannya pada pola kalimat 2) tersebut.

Relasi Makna

Berdasarkan analisis makna verba omou dan kangaeru secara leksikal

dan struktural, dapat dikatakan bahwa relasi makna dasar keduanya mirip,

bukan sarna, meskipun secara mendasar memiliki padanan yang sarna di dalarn

bahasa Indonesia, yaitu 'berpikir' atau 'memikirkan'. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa verba omou dan kangaeru bersinonimi.

Kedua verba itu memang mengandung makna kegiatan "berpikir",

tetapi proses dan alat yang dipakai untuk melakukan kegiatan berpikir tersebut

berbeda. Omou --+ Menunjukkan makna mengenai perasaan, kesan, harapan,

dan lain-lain, termasuk emosi dan niat.

Contoh: T J! '5 0 Ko 0 omou. 'Memikirkan anak. '

menggunakan perasaan

kangaeru --+ Menunjukkan pergerakan hati secara intelektual dan

menggunakan logika.

Contoh: * :If Q 0 Shourai 0 kangaeru. 'Memikirkan masa

depan'. menggunakan logika

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yuyu Yobana Risagarniwa) 99

Page 31: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Contoh: * ;l .g 0 Shourai 0, kangaeru. 'Memikirkan masa

depan'. => menggunakan logika

Pemakaian Verba Omou dan Kangaeru dalam Kalimat Berikut ini adalah beberapa contoh analisis apakah pemakaian verba

amou dan kangaeru dalam kalimat dapat disulih atau tidak. Contoh dikutip dari

Tian et. al. (1998:246---247), Uchida (2008:39 dan 41), dan Ichikawa (1997).

Contoh dari Tian et. al. (1998: 246-247)

(1) atJ' c J!t ? it 6 C:, IIltJ' n, a> n z. n

Dareka to omattara yuujin de, nayami a kikasare, arekore issha ni

kangae kanda,

(2) c:, l,\ 0

Dareka to kangaetara yuujin de, nayami a kikasare, are kare

issha ni amai kanda,

'Saya kira siapa, temyata teman. Saya diminta untuk mendengarkan

keluhannya, lalu memikirkannya matang-matang bersama-sama.

Analisis

Verba kangaeru merupakan salah satu kegiatan pikiran dan

menunjukkan ada suatu pertanyaan atau solusi yang harus dilakukan.

Membutuhkan waktu yang lama untuk menganalisis secara teoritis dan

menemukan penyebab, alasan, cara, dan lain-lain sambil menggambarkan di

100 LlNGIJA Vol. 7 No,2, Oktober 90-107

Page 32: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

pikiran kita berbagai faktor ekstemal dan internal, kondisi, dan sebagainya.

Sementara itu, verba omou merupakan salah satu kegiatan hati yang

memfokuskan perasaan dan niat, serta merupakan rasa, penilaian, perkiraan,

niat, dan keinginan yang bereaksi terhadap rangsangan dari luar.

Oleh sebab itu, penyulihan verba omou dan kangaeru pada kalimat la)

dan 1 b) tidak berterima karena untuk mengira-ngira siapa orang tersebut tidak

perlu bersusah payah memikirkannya dengan logika. Sebaliknya, untuk

memikirkan solusi dari suatu keluhan atau masalah perlu berpikir

menggunakan logika, bukan semata-mata menggunakan perasaan.

(1) .\,\ C: { Il? I } 0

Atsui to {omoul*kangaeru}.

'Saya rasa panas.'

Kare wa sensei da to {omoul*kangaeru}.

'Saya pikir dia guru.'

Tokyo e ikitai to (omoul*kangaeru).

'Saya ingin pergi ke Tokyo.'

(4) {Il? I } 0

Analisis

Ame ni naru to {omoul*kangaeru}.

'Saya kira akan hujan.'

Verba omou pada kalimat 2-5 tidak berterima jika diganti dengan

kangaeru karena verba omou tersebut menunjukkan kegiatan berpikir yang

lebih cenderung menggunakan ''perasaan'' daripada "logika", yaitu ten tang

nilai rasa apakah panas atau tidak (kalimat 2), penilaian mengenai seseorang

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yuyu Yohana Risagarniwa) 101

Page 33: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

dipakai untuk menunjukkan makna kegiatan berpikir yang cenderung

menggunakan "penalaran logis" atau "logika", bukan "perasaan" semata. Jadi,

verba omou pada kalimat 2 sampai 5 menjadi tidak berterima jika disulih

dengan kangaeru karena nilai rasa (kalimat 2), penilaian (kalimat 3), keinginan

(kalimat 4), dan perkiraan (kalimat 5) merupakan kegiatan berpikir yang

cenderung menggunakan "perasaan" daripada "logika".

Contoh dari Uchida (2008:39 dan 41)

Berikut ini adalah contoh penggunaan verba omou dan kangaeru yang dapat

saling disulih.

t: \.,\tJ\ 5.t0) C:$:rr 9" c { c I c } 0

Nani 0 shitai ka 0 jibun no naka de kakuritsu suru koto wa juuyou da {to

omou/to kangaeru}.

'Saya pikir, menentukan di dalam diri sendiri mengenai apa yang ingin

dilakukan merupakan hal yang penting. '

Analisis

Menurut Uchida, penggunaan r - C ? J -to omou dan r - C

J -to kangaeru dapat saling disulih dengan dasar pemikiran bahwa salah

satu fungsi verba omou dalam bentuk inyousetsu 'klausa kutipan' r - C

J -to omou adalah menunjukkan "pendapat", bukan "kenyataan". Bentuk -tai

pada klausa nani 0 shitai 'ingin melakukan apa' menyatakan suatu keinginan

yang belum menjadi kenyataan. Jika dilihat secara keseluruhan maka makna

kalimat tersebut adalah menyatakan pendapat seseorang bahwa penting bagi

102 LrNC;UA Vo!.7 No.2, Oktober 90--107

Page 34: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

yang belum menjadi kenyataan. Jika dilihat secara keseluruhan maka makna

kalimat tersebut adalah menyatakan pendapat seseorang bahwa penting bagi

kita untuk menentukan suatu keinginan di dalam diri kita sendiri. Selain itu,

baik r - t. m -3 J -to omou maupun r - t. ;t .g J -to kangaeru, memiliki

makna inti "menunjukkan penilaian pribadi dari penutur dan mitra tutur".

Makna inti ini tercermin dalam kalimat 6.

Contoh dari Ichikawa (1997:285-286) Menurut Ichikawa, ada tiga macam kesalahan penggunaan verba omou yang

sering dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang, seperti berikut ini.

(1) Kebingungan akan bentuk r. \,\ T J omoimasu 'berpikir;

memikirkan' (verba) dengan r. \,\ T.J omoi 'pikiran' (nomina dari verba

omoimasu). Bagi pembelajar di tingkat dasar hal ini dapat terjadi karena ada

kesalahan akibat pengaruh dari kemiripan bunyi dengan adjektiva r. \,\ T

.J omoi desu 'berat'.

(2) Kesalahan dalam menggunakan bentuk negatif dari r - t. m -3.J -to

omou, yaitu r - t. m \, \ tt 1t,.J -to omoimasen, menjadi sama dengan

bentuk I don't think. Misalnya, apabila kalimat r _ tcJ: * \, \ t. .,-3.J /care

wa kanai to omou 'saya kira dia tidak datang' menjadi r_t.r*.g

\,\.J /care ga kuru to omowanai 'saya'tidak mengira dia datang' maka negasi

terhadap suatu isi pemikiran (dalam hal ini mengenai perkiraan) dirasakan

benar-benar kuat. Secara gramatikal, untuk membuat bentuk negasi yang benar

dari inyousetsu 'klausa kutipan', bukan dengan menegasikan verba omou

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yuyu Yobana Risagarniwa) 103

Page 35: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

dalam -to omou menjadi -to omoimasen, menegasikan klausa yang

terdapat sebelum -to omou.

(3) Ketidakmampuan pembelajar bahasa Jepang untuk membedakan

penggunaan r ?.J omou 'berpikir' dan -:> "( \,\ omotteiru

'berpikir' (menyatakan sedang dalam keadaan berpikir). Mengenai hal ini mari kita lihat penggunaan inyousetsu 'klausa

kutipan' -to omou dengan -to omotteiru.

Tanaka san wa shilwn ni tooru to omou.

'(Saya) berpikir Tanaka san lulus ujian.'

Tanaka san wa shiken ni tooru to omotteiru.

'(Saya) berpikir Tanaka san lulus ujian.'

'Tanaka berpikir (dirinya) lulus ujian.'

Umumnya r C ? J to omou menunjukkan perasaan penutur. Jika menjadi

r -:> "( \, \ J omotteiru maka ada kemungkinan yang melakukan kegiatan

r -:> "( \,\ J omotteiru adalah penutur, tetapi sering juga ditafsirkan orang

ke-3 yang melakukannya (dalam hal ini, yaitu Tanaka sendiri). Dengan

demikian, kalimat 7a) menyatakan bahwa "saya" berpikir bahwa Tanaka lulus

ujian, sedangkan kalimat 7b) dapat menyatakan "saya" berpikir bahwa Tanaka

lulus ujian atau "Tanaka" berpikir bahwa dirinya lulus ujian. Pendek kata,

kalimat 7b) bermakna ganda atau ambigu.

Persamaan dan Perbedaan Makna Verba Omou dan Kangaeru

(1) Persamaan

104 UNQUA Vo!.7 No.2, Oktober 90-107

Page 36: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

a) Keduanya dapat dipadankan dengan kata 'berpikir' atau 'memikirkan'.

b) Keduanya dapat digunakan untuk pola kalimat [ A ] tf [ jaJ ( iU )

ga [meishi (leu) ("bun-soutou no seibun + no, koto" 0 fukumu)) 0

omoulkangaeru dan [A] tf [ s I J1] Ii ] t. J!? I 4f il.Q {hitoJ ga

[inyousetsuJ to omoulkangaeru.

(2) Perbedaan

Omou menunjukkan kegiatan berpikir menggunakan "perasaan", seperti

nilai rasa, kesan, harapan, emosi, niat, dan lain-lain, sedangkan

kangaeru menunjukkan kegiatan berpikir menggunakan "penalaran

logis" atau "logika".

Omou dapat digunakan pada pola kalimat [ A ] tf [ jaJ ( iU) ( r

] J!? {hitoJ ga [meishi (leu) (bun-soutou no seibun + no, koto 0

fukumu)) 0 [keiyoushi renyoukei] omou, sedangkan kangaeru

digunakan pada pola kalimat [ A ] tf [ ] tJ' ( )

4f il.Q {hitoJ ga [gimonshi 0 fukumu setsuJ ka (0) kangaeru atau [ sl

J1] Ii ] tJ' 1::? tJ, ( ) 4f il.Q [inyousetsuJ ka dou ka (0) kangaeru.

Simpulan

(1) Berdasarkan analisis makna verba omou dan kangaeru dengan cara

melihat kamus dan melihat contoh pemakaian kedua verba tersebut di

dalam kalimat, dapat dikatakan bahwa relasi makna dasar keduanya

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yuyu Yohana Risagarniwa) 105

Page 37: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

mirip, bukan sarna, meskipun secara mendasar memiliki padanan yang

sarna di dalarn bahasa Indonesia, yaitu 'berpikir' atau 'memikirkan'.

(2) Verba omou dan kangaeru memang sarna-sarna mengandung makna

kegiatan berpikir, tetapi proses dan alat yang dipakai untuk melakukan

kegiatan berpikir tersebut berbeda. Verba omou cenderung menunjukkan

kegiatan berpikir menggunakan "perasaan", sedangkan verba kangaeru

cenderung menunjukkan kegiatan berpikir menggunakan "penalaran

logis" atau "logika".

(3) Dengan mengarnati contoh-contoh penggunaan verba omou dan

kangaeru di dalam kalimat, dapat diarnbil hipotesis bahwa kedua verba

tersebut sulit untuk saling disulih karena keduanya memiliki makna

dasar yang mirip, bukan sarna. Akan tetapi, untuk penggunaan dalarn r

- c m- ? J "-to omou" dan r - C ;t J -to kangaeru, keduanya

memiliki makna inti "menunjukkan penilaian pribadi dari penutur dan

mitra tutur" sehingga untuk kalimat yang mengandung makna inti seperti

ini, keduanya dapat saling disulih.

(4) Untuk inyousetsu, kedua verba tersebut dapat digunakan pada pola

106

kalimat r [ A ] tJ' [ ( 1!J) ] [ slm1!J] c I

J . Ini adalah hasil penelitian terdahulu mengenai verba omou dan

kangaeru yang dilakukan oleh Keisuke Takahashi (tanpa tahun) dalarn

penelitiannya yang berjudul Ii' sl m ill 1*? r,flt? J C r J

Inyousetsu 0 Tomonau "Omou" To "Kangaeru" 'Makna

Omou dan Kangaeru yang menyertai klausa kutipan'

LlNt:;UA Vol.7 No.2, Oktober 90--107

Page 38: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

(5) r - t:. J!. ? J -to omou menyatakan bahwa yang melakukan kegiatan

berpikir adalah "saya" (penutur). Akan tetapi, r - t:. J!. ":) -r \, \ J -to

omotteiru menyatakan bahwa yang melakukan kegiatan berpikir tersebut

"saya" (penutur) atau "orang ke-3".

DAFTAR PUSTAKA

Akimoto, Harumi. 2003. Yoku Wakaru Goi. Tokyo: ALC Press.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Darmojuwono, Setiawati. 2005. Pesona Bahasa - Langkah Awal Memahami

Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Hayashi, Shirou et. al. 1997. Reikai Shinkokugo Jiten. Tokyo: Sanseido.

Ichikawa, Yasuko. 1997. Nihongo Goyou Reibun Shoujiten. Tokyo:

Bonjinsha.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Umum.

Kokuritsu Kokugo Kenkyuujo. 1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar

- Edisi Bahasa Indonesia. Tokyo.

Sugimoto, Tsutomu. 1998. Nihongogaku Jiten. Tokyo: Oufou.

Takahashi, Keisuke. Tanpa Tahun. Inyousetsu 0 Tomonau "Omou" To

"Kangaeru" No Imi.

Tian, Zhongkui et. al. 1998. Ruigigo Tsukaiwake Jiten. Tokyo: Kenkyuusha.

Uchida, Hiroshi. 2008. Ronriteki Bunshou No Naka No "-To Omou" Rui To "-

To Kangaeru" Rui. Kyoto: Kyoto Gaikokugo Daigaku

Ryuugakusei Bekka.

Aanalisis Sinonimi Verba Omou dan Kangaeru (Setyawati Kooswardan dan Yayu Yohana Risagarniwa) 107

Page 39: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

PARODI SISTEM PERLINDUNGAN DAN PERA WATAN LANSIA

DALAM NOVEL GINREI NO HATE KARYA TSUTSUI YASUTAKA

Tatat Haryati, M.Si.

Pengajar Tetap Jurusan Bahasa Jepang STBA LIA Jakarta

Abstrak Tulisan ini berfokus pada penjelasan parodi sistem perlindungan dan perawatan lansia

dalam novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka. Analisis bertumpu pada konsep metode artistik Rene Wellek dan Austin Warren dan konsep parodi Linda Hutcheon. Tulisan ini bertujuan untuk menemukan latar belakang pembalikan realitas dalam pemberlakuan sistem eksekusi antarlansia. Unsur-unsur parodi tergambar melalui (1) pengkreasian ulang berupa pembalikan realitas lansia; (2) kritik terhadap pelaksanaan sistem perlindungan dan perawatan lansia oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga; dan (3) cemoohan dan olok-olok terhadap kebijakan perawatan lansia kunjungan rumah bagi lansia pikun dan netakiri, serta penanganan sistem pensiun yang dilakukan pemerintah dan masyarakat. Ketiga unsur parodi ditemukan dalam bentuk ironik dan satirik dalam teks.

Kata Kunci: lansia,parodi Abstract

The focus of this writing is on the parody of the senior citizens' treatment and protection system in the novel Ginrei no Hate by Tsutsui Yasutaka. The Analisis is done based on the artistic method concept set forth by Rene Wellek and Austin Warren and the parody concept of Linda Hutcheon. This writing is aimed at finding the background of the reality reversing in the application of execution system among senior citizens. The parody elements are described in (1) the re-creation of reversing the reality concerning senior citizens; (2) critics toward the senior citizens' treatment and protection system done by government, people and family; and (3) mocking and ridiculing of policies on senior citizens 'treatment, home visitingfor senile senior citizens and netakiri, along with the handling of pension pay managed by government and people. The three parody elements are found in the form of ironic and satiric in the text.

Key Words: senior citizen, parody

Latar Belakang

Setelah 1970 perkembangan penduduk lansia melaju dengan pesat.

Jumlah penduduk Jepang yang berusia 65 tahun ke atas mencapai 7% dan

dalam waktu 24 tahun. Angka tersebut berlipat ganda menjadi 14% dari total

populasi. Pada 2005, angka tersebut melonjak menjadi 21 % (Naganuma, 2006:

108 LlNQUA Vol.7 No.2, Oktoberr 109--127

Page 40: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

28). Oleh karena itu, Jepang dikategorikan sebagai negara yang memiliki

masyarakat hipermenua (choukoureika shakai). Pengkategorian ini didasarkan

pada batasan masyarakat menua yang ditetapkan oleh PBB. Masyarakat yang

memiliki jumlah penduduk lansia 65 tahun ke atas sebanyak 7%-14% dari total

populasi dianggap sebagai masyarakat menua (koureika shakai), sedangkan

masyarakat yang memiliki jumlah penduduk lansia 65 tahun sebanyak 21 %

atau lebih dikatakan sebagai masyarakat hiper menua (choukoureika shakai).

Berdasarkan laporan khusus Jurnal Asia Program, angka 21 % yang

dieapai Jepang pada tahun 2005 menyebabkan perubahan perbandingan

komposisi penduduk usia lanjut dengan penduduk usia produktif dan penduduk

usia anak-anak di Jepang. Dalam laporan tersebut tereatat di antara 5 orang

Jepang akan ditemukan 1 orang penduduk berusia 65 tahun atau lebih dan

angka ini diprediksikan akan terus bertambah dalam tahun-tahun berikutnya

(Me Creedy, Januari 2003:1). Lebih lanjut dikatakan bahwa perkembangan

perbandingan komposisi penduduk lansia dan usia produktif akan

memberatkan beban penduduk usia produktif, terlebih lagi bila lonjakan

tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan angka kelahiran dalam setiap tahun (

http://www.dbreseareh.eomlservletlreweb2).

Perkembangan penduduk lansia dan permasalahannya dimungkinkan

memiliki hubungan yang erat dengan sastra. Dalam buku Paradigma Sosiologi

Sastra, Nyoman Kutha Ratna (2003) mengatakan bahwa "proses kreatifitas

dalam kegiatan kesastraan merupakan eksistensi yang didasarkan pada

hubungan struktur fisik dan psikis di satu pihak, dan hubungan antara struktur

psikis dan struktur sosial di pihak lain" (193). Lebih lanjut Kutha Ratna

mengatakan bahwa "struktur sosial dalam kegiatan kesastraan bukan hanya

sekedar aksi, tetapi lebih bertumpu pada reaksi dan respon-respon terhadap

berbagai realitas so sial yang muneul di sekitar pengarang. Respon-respon

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 109 dalam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsni Yasutaka (ratat Haryati, M.Si.)

Page 41: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

tersebut dapat berbentuk sublimasi, kompensasi, negasi, afirmasi atau inovasi"

(194). Jadi, masalah penduduk lansia dalam masyarakat dimungkinkan muncul

dalam kegiatan kesastraan sebagai respon terhadap hubungan antara struktur

fisik, psikis dan sosial dari pengarang.

Respon sosial yang diangkat dalam tulisan ini adalah novel Ginrei no

Hate (j!itiO)5fi!; '"( 'Di Penghujung Usia Perak') ,sdanjutnya ditulis GH,

karya Tsutsui Yasutaka yang diterbitkan pada bulan Januari 2006 oleh

Shinchousha. Tsutsui Yasutaka dikenal sebagai sastrawan, aktor, dan penulis

science fiction yang sering melukiskan gambaran sosial di sekitarnya dalam

bentuk satire dan humor kelam (black humour)

(http://netagency.ne.jp/asp/profile.asp?T=216). Bagi Tsutsui kontroversi isu-isu

dalam masyarakat yang dikupas secara hati-hati oleh sebagian pengarang

lainnya hanyalah batas tipis antara kebebasan berkreasi dalam seni dan

diskriminasi berbahasa (Lorens, http://www.postwarauthorL). Realitas sosial

akibat ledakan penduduk lansia yang tidak terkendali dalam novel ini

dimunculkan dalam bentuk karikatur. Berbagai permasalahan yang muncul di

sekitar penduduk lansia dikemas dalam bentuk olok-olok.

Dapat diasumsikan bahwa komposisi penduduk lansia yang berkembang

pesat mengkondisikan ketidakseimbangan beban yang harns ditanggung oleh

penduduk usia produktif Jepang. Bila kondisi ini terns tetjadi, Jepang akan

mengalami krisis penduduk yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan sosial

secara keseluruhan. Pembatasan penduduk lansia melalui roujin sougo shokei

seido yang ditampilkan dalam novel ini diasumsikan sebagai salah satu tawaran

antisipasi masalah yang patut direnungkan dalam melihat kembali beberapa

langkah penanganan terhadap lansia baik yang dilakukan oleh keluarga,

pemerintah maupun masyarakat, tanpa mengabaikan perkembangan jumlah

penduduk usia produktif dan anak-anak.

110 UN4UA Vol.7 No.2, Oktoberr 108--127

Page 42: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Beberapa faktor yang dikemukakan di atas menjadi latar belakang

ketertarikan dalam melihat gambaran kondisi ledakan penduduk lansia yang

diparodikan dalam novel ini. Terdorong oleh ketertarikan tersebut akan dilihat

lebih jauh mengapa sistem eksekusi dipilih untuk membatasi penduduk lansia

dan bagian realitas kehidupan lansia yang mana yang dijadikan sebagai bahan

ejekan dan olok-olok.

Permasalahan

Identifikasi masalah dirumuskan ke dalam tiga pertanyaan sebagai

berikut. (1) Mengapa penduduk lansia dalam teks GH dianggap sebagai wabah

yang dapat mengganggu keseimbangan komposisi penduduk? (2) Mengapa

Roujin Sougo Shoukei Seido diberlakukan untuk membatasi jumlah penduduk

lansia? (3) Gejala sosial mana di luar teks yang diparodikan dan dijadikan

olok-olok?

Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan adalah konsep metode artistik Wellek dan

Warren berkenaan dengan hubungan sastra dan masyarakat. Sastra tidak

dipandang sebagai dokumen so sial atau potret kenyataan sosial yang sebangun

dan sebidang. Bagi Wellek, walaupun "ada semacam potret so sial yang bisa

ditarik dari karya sastra, potret tersebut tidak dapat dijadikan patokan dalam

mengukur kehidupan, reproduksi, atau dokumen sosial yang sesungguhnya"

(122-123). Interaksi antara sastra dan masyarakat dapat berdaya guna bila

metode artistik yang digunakan pengarang diteliti dengan hati-hati. Dengan

demikian hubungan keduanya dapat dilihat dan dijawab secara konkret.

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 111 dalam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryati, M.Si.)

Page 43: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Wellek dan Warren menggarisbawahi bahwa pengamatan terhadap

berbagai gejala sosial dan situasi dalam karya harus dicermati sebagai gaya

atau metode yang digunakan pengarang untuk mengejek diri sendiri, ironi, atau

fantasi. Dengan demikian batas antara fiksi dan realita dapat ditarik dengan

tegas. Sebagai penunjang teori digunakan konsep parodi Linda Hutceon yang

membatasi parodi dalam bentuk imitasi dengan ciri ironik. Parodi adalah

pengulangan yang dilengkapi dengan ruang kritik yang lebih menekankan pada

pembedaannya dibanding pada persamaan dari penjiplakannya (6). Dalam

penerapan teori dan konsep, pemaparan dan analisis bertumpu pada unsur-

unsur pokok parodi, seperti pengkreasian ulang, mediasi kritik dan cemoohan

serta efek praktikal parodi dalam bentuk etos, ironik, satirik dan parodik yang

tertuang dalam teks.

Realitas Sosial Penduduk Lansia dalam GH

Masyarakat lansia yang tergambar dalam novel GH merupakan realitas

sosial yang dipaparkan secara fiksional dengan penggambaran yang tidak sarna

dengan kenyataan. Walaupun masyarakat lansia yang ditunjukkan

menunjukkan gejala peningkatan yang sarna, tetapi dampak yang ditimbulkannya tidak sama.

Kondisi penduduk lansia dalam teks berada dalam situasi ledakan

penduduk yang berdampak buruk pada tatanan kehidupan masyarakat baik

secara ekonomi, sosial, maupun politik. Penduduk lansia yang dimunculkan

dalam teks hanya sebagian kecil penduduk yang mendiami 4 wilayah sasaran

pemberlakuan sistem eksekusi antarlansia, yaitu sebuah daerah di Tokyo,

Hiroshima dan Osaka. 4 wilayah di 3 kota tersebut menjadi wakil

penggambaran kondisi lansia di seluruh Jepang. Dari ketiga kota tersebut pun,

112 LlNC;UA Vo\.7 No.2, Oktoberr 109--127

Page 44: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Tsutsui hanya menampilkan sebagian kehidupan lansia dari beberapa lapisan

masyarakat. Tidak semua penduduk lansia yang tinggal di keempat wilayah

tersebut dipaparkan seeara gamblang oleh pengarang. Para lansia yang

ditampilkan adalah lansia yang telah memasuki usia 70 tahun, berada dalam

kondisi kesehatan yang kuat seeara psikis dan fisik, atau sebaliknya para lansia

yang tidak lagi mampu menjalankan aktivitasnya secara mandiri. Cerita

berfokus pada tokoh berusia 70 tahun dan hanya menyinggung sedikit

penduduk berusia 65 tahun. Beberapa lansia yang berumur 69 tahun hanya

diberi peran pendukung dalam melancarkan cerita. Tokoh yang berusia 68

tahun hanya dibebankan pada Utani Shizue yang diposisikan pengarang

sebagai istri dari tokoh utama.

Tokoh yang dimunculkan di keempat wilayah berjumlah 150 orang. Ke-

150 tokoh merupakan gabungan dari berbagai kelompok umur, profesi, dan

jenis kelamin. Beberapa tokoh tidak diberi nama, tapi beberapa tokoh lainnya

yang mempunyai karakter mononjol, diberi nama dan cukup berperan dalam

menjalankan cerita.

Beberapa permasalahan pokok yang diangkat dalam GH sehubungan

dengan peningkatan jumlah lansia adalah masalah perawatan dan perlindungan

lansia, beban ketergantungan lansia terhadap penduduk produktif dan

masyarakat sekitarnya. Masalah pendukung lainnya adalah masalah hubungan

antara mertua-menantu, penurunan jumlah penduduk usia anak-anak, masalah

seks di sekitar lansia, dan masalah-masalah keeil lainnya yang mengitari

kehidupan lansia.

Upaya Perlindungan dan Penanggulangan Masalah Lansia

Peningkatan jumlah penduduk lansia yang signiftkan menuntut

masyarakat dan pemerintah Jepang untuk menerapkan berbagai kebijaksanaan

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 113 daIam Novel Ginrei DO Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryaa, M.SL)

Page 45: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

dalam menanggulangi beberapa permasalahap. yang ditimbulkannya. Sistem

penanggulangan dilakukan secara merata mulai dari tataran keluarga,

masyarakat, sampai tataran pemerintah. Upaya pemerintah dalam menanggulangi peningkatan jumlah penduduk

lansia ditempuh dengan menetapkan berbagai kebijaksanaan dalam bentuk

penetapan undang-undang dan peraturan. Berbagai kebijakan ditujukan untuk

melindungi dan merawat para lansia. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

adalah Undang-undang Kesejahteraan Lansia (Roujin Fukushi Hou) dan

Kesehatan Lansia (Roujin Houken Hou), Rencana Emas (Gold Plan), dan

Asuransi Perawatan (Kaigo Houken).

Undang-undang Kesejahteraaan Lansia dikeluarkan pada tahun 1963

untuk membantu kegiatan sehari-hari para lansia, seperti makan, ganti baju,

membersihkan diri. Untuk mendukung undang-undang tersebut, pada tahun

1982 dikeluarkan undang-undang kesehatan sebagai antisipasi penanganan

kesehatan para lansia berusia 65 tahun ke atas yang memerlukan bantuan setiap

saat karena lemah secara fisik dan mental. Termasuk di dalamnya adalah

perawatan terhadap lansia netakiri dan lansia pikun. Bila dalam undang-undang

kesejahteraan lansia perawatan dan perlindungan dititikberatkan pada bantuan

untuk melakukan mobilitas sehari-hari, maka dalam undang-undang

dukungan lebih berbentuk pada perawatan kesehatan secara medis.

Kedua bentuk perawatan tersebut di atas dilakukan secara merata di

seluruh Jepang, mulai dari tingkat mural, machi2, sampai shi3 (shi-cho-son).

Bentuk pelayanan kesehatan dilakukan di rumah tangga tempat lansia berada,

panti jompo, pusat rehabilitasi, atau pusat perawatan dan perlindungan lansia

multiguna, dan rumah sakit khusus lansia.

1 setara dengan kotamadya di Indonesi 2 setara dengan kotamadya di Indonesia 3 setara dengan provinsi di Indonesia

114 LINGUA VoL7 No.2, Oktoberr 109-127

Page 46: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Lansia yang memiliki fisik lemah dapat dilayani secara intensif di panti

jompo. Mereka tinggal di tempat tersebut dengan berbagai fasilitas sampai

waktu yang tidak ditentukan. Pada umumnya mereka tinggal di panti jompo

sarnpai akhir hidupnya. Tempat layanan harian lansia yang dikelola oleh

institusi tertentu menyediakan pelayanan untuk lansia yang masih aktif. Lansia

mendatangi tempat ini pada pagi hari dan pulang sore hari. Bentuk pelayanan

harian berupa perawatan dasar (pemeriksaan organ vital, dan perawatan diri)

dan berinteraksi dengan lansia lainnya berupa olah raga, permainan,

keterarnpilan dan hiburan (Shimizu, 2005).

Rumah sakit dan rehabilitasi lansia menyediakan pelayanan perawatan intensif

bagi lansia yang memiliki ketergantungan medis yang tinggi. Fasilitas

pelayanan kesehatan untuk lansia ditunjang oleh tim kesehatan yang bekerja

secara profesional. Tim kesehatan terdiri atas dokter, perawat, care manager,

care worker, physical therapy, occupational therapy, pharmacist dan

nutritionist. Tim kesehatan bekerja sarna dalarn setiap fasilitas untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna bagi lansia (Shimizu, 2005:

636).

Selain undang-undang perawatan, pemerintah membuat beberapa

rencana peningkatan pelayanan perawatan lansia dalarn bentuk Gold Plan

(Gorudo Puran -'Rencana Emas') sejak tahun 1989. Gold Plan merupakan

strategi 10 tahunan dalarn perawatan lansia dan peningkatan kesejahteraan dan

kesehatan lansia. Diterapkan pada tahun 1990, dan mengalami pembaharuan

pada tahun 1994 yang dikenal dengan Rencana Emas Baru (Shin Gorudo

Puran). Pada tahun 2000 diberlakukan arah kebijaksanaan kesejahteraan sosial

dan kesehatan lansia untuk 5 tahun mendatang yang dikenal dengan Rencana

Emas 21 (Gold Plan 21) dan diberlakukan hingga sekarang. Terbagi menjadi 2

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 115 dalam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryati, M.Si.)

Page 47: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

strategi, yaitu strategi yang bertumpu pada dasar dan beberapa ukuran

administrasi dalam melaksanakan konsep dasar tersebut.

Untuk mendukung Gold Plan 21, pemerintah menetapkan sistem asuransi

perawatan (kaigo houken ) yang matang. Asuransi perawatan merupakan

sistem asuransi perawatan jangka panjang yang diluncurkan pemerintah pada

bulan April 2000. Sistem ini ditujukan bagi penduduk yang berusia 40 tahun

untuk mendapat perawatan saat ia tua. Pada pokoknya, asuransi perawatan meliputi hihoukensha - 'tertanggung,i, houkensha - 'penjamin asuransi,ii, dan

you kaigou nintei - 'batasan dan persyaratan pokok' yang mengatur

pelaksanaan asuransi.

Asuransi perawatan diberikan setelah 2 tahap seleksi pemeriksaan. Tahap

pertama berupa kunjungan wawancara calon tertanggung oleh pihak

berwenang. Pokok pemeriksaan sebanyak 85 item ditujukan untuk menentukan

jenis perawatan yang diperlukan calon tertanggung. Tahap kedua berupa

pengolahan hasil wawancara.

Realisasi penggunaan asuransi perawatan dan Gold Plan 21 terangkum dalam

jenis perawatan yang diberikan. Jenis perawatan tersebut adalah perawatan

kunjungan rumah (layanan bantuan rumah), perawatan jalan (layanan harian),

rehabilitasi jalan (perawatan harian), perawatan inap jangka pendek, perawatan

mandi, perlindungan medis rumah, perawatan penanggulangan mobilitas lansia

pikun, dan bantuan pengadaan alat kesejahteraan dan kesehatan lansia.

Dalam merealisasikan berbagai peraturan dan sistem ketetapan pemerintah,

peran serta masyarakat terlihat dalam penyediaan jasa perawatan. Beberapa

pusat layanan perawatan seperti jasa layanan harian, jasa kunjungan mandi,

atau panti jompo didukung dan diselenggarakan oleh masyarakat luas. Di

samping itu beberapa komunitas lembaga swadaya masyarakat memberi

bantuan dalam kegiatan suka rela. Beberapa pemerintah daerah, bahkan

116 LlN(fIJA Vo!.7 No.2, Oktoberr 108-127

Page 48: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

membuat sistem pembayaran suka rela untuk jasa perawatan bagi lansia. Jasa

perawatan ini diselenggarakan dengan sistem kerj a paruh waktu.

Pada dasarnya perawatan dan perlindungan lansia dilakukan oleh

keluarga terdekat. Biasanya keluarga yang mempunyai anggota lansia merawat

sendiri orang tua atau mertuanya yang sudah lansia. Namun, seiring dengan

perkembangan zaman dan tingginya tuntutan hidup, seringkali tugas tersebut

dilimpahkan pada jasa perawatan harian. 8aat ini terdapat berbagai pilihan

bantuan jasa perawatan dan perlindungan yang disediakan oleh pemerintah dan

masyarakat. Dengan demikian keluarga yang tidak mempunyai waktu atau

hanya sekedar ingin beristirahat sejenak dapat menggunakan jasa perawatan

dan perlindungan dari pusat layanan lansia baik harian maupun dalam waktu

beberapa saat (short stay). Pilihan lain dapat ditempuh dengan menitipkan

orang tua lansia ke panti jompo.

Mediasi Kritik dan Cemoohan

Mediasi kritik sebagai eiri karya parodi dalam teks GH tampak dari

pengungkapan unsur ironi dan satire dalam beberapa kutipan. Kedua unsur

tersebut digunakan sebagai alat untuk menonjolkan keartistikan teks. Ironi

dalam teks muneul sebagai konteks yang dimuneulkan seeara inversi tanpa

tahapan yang teratur satu demi satu. Artinya, penyimpangan realitas seeara

berlawanan difungsikan untuk mengungkapkan maksud tertentu dalam bentuk

satu banding semua atau semua banding satu. 8ebagai eontoh, fakta A

diinversikan pada fakta B dalam bagian terkeeilnya atau keseluruhannya, bisa

disempitkan atau dikembangkan.

Unsur ironi dalam teks menjadi penilaian estetis terhadap kesenjangan antara

tindakan dan akibat yang ditimbulkannya. Kondisi ini dipahami setelah

tindakan yang dilakukan menghasilkan akibat yang berbeda Kutipan di bawah

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 117 dalam Novel Ginrei DO Hate \carya Tsutsui Yasutaka (fatat Haryati, M.St) •

Page 49: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

merupakan salah satu eontoh adanya kesenjangan antara tindakan dan akibat

yang dihadapi tokoh.

< ... 5 1f.*I? C:

J! Iv J! J:.. lPtr..lvtco -T J! b 'c \ J:.. 5 'c T Q

-t:- L-tr.. § C: -C b < 50 J

"Aku masih boleh merokok?" ... " Tidak baik untuk kesehatan, temyata hanya

pura-pura. Seandainya memang betul tidak baik untuk kesehatan, bukankah

lebih baik para lansia disuruh merokok saja. Yang paling bagus itu, anak keeil

jangan diperbolehkan merokok. Dengan begitu, para lansia akan berkurang

seeara alami, dan masalah shoshika 4 relatif tidak akan pemah ada kan"

(GR, 2006: 6)

Kutipan di atas diueapkan oleh Masamune Chuzo saat akan dieksekusi oleh

teman akrab sekaligus tetangganya Utani Kuiehiro, tokoh utama dalam novel

GR. Saat terakhir menjelang kematiannya Masamune meminta Utani Kuiehiro

memberi kesempatan untuk mengisap satu batang rokok lagi. Masamune"

adalah seorang perokok berat dan dia telah ditegur keras berkali-kali oleh

dokter yang merawatnya.

Unsur ironi nampak dari kesenjangan meneolok antara peristiwa faktual dan

ideal dalam kebiasaan dan larangan merokok serta pemberlakuan sistem

4 Tertanggung adalah orang yang membutuhkan perawatan dan bantuan melakukan mobilitas sehari-hari. Pada dasarnya tertanggung terbagi menjadi dua, yaitu lansia berusia 65 tabun ke atas dan orang yang berusia 45-65 tabun. Kelompok kedua tidak akan mendapat pelayanan perawatan bila ia belum berada dalam kondisi cacat, pikun atau terserang penyakit lansia lainnya.

118 LfN4UA Vo!.7 No.2, Oktoberr 108--127

Page 50: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

eksekusi antarlansia. Bagi tokoh anjuran untuk tidak merokok pada lansia tidak

perlu dilakukan bila akhimya para lansia harus dieksekusi. Tokoh menganggap

bila larangan merokok dilakukan dengan benar maka para lansia akan hidup

lebih lama sehingga keseimbangan komposisi penduduk tidak akan teIjadi.

Unsur kritik dalam teks GH sebagian besar berbentuk satire, sehingga

mengandung unsur penghinaan. Kritik tersebut diasumsikan sebagai kritik

terhadap realitas sosial yang teIjadi di sekitar pengarang. Kutipan di bawah

menunjukkan kritik dalam bentuk satire tersebut.

r * Q T {r 1j. *- -c, v' J: :> L- -c L-* :> a !3 --c: Q {rf'P0 -c --c, !3 --c: v' J:

:> L- --C L-* :> a -*fiJ3*, (b{bv'

:> J: a C: G G G-$

C:v':> "Para lansia yang masih bisa diberi kursi roda, sehingga mereka menjadi tidak

bisa beIjalan. Para lansia yang masih bisa memasak makanannya sendiri pun

dimasakkan, sehingga mereka akhimya menjadi tidak bisa menyediakan

makanannya sendiri. Akhimya para lansia yang tidak dapat melakukan apa pun

terus bertambah. Satu hal untuk seribu dampak, kebijaksanaan seperti itulah

yang menjadi penyebab pertempuran ini. Ekonomi dan bisnis tidak dapat

dijalankan bila tidak menggunakan uang yang telah disimpan tapi tidak

digunakan oleh para lansia pada masa tuanya, karena itu mengambil pajak dan

bunga dari setiap orang pun menjadi satu kebijaksanaan. Ahahaha."

(GH,2006:151)

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 119 daIam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryati, M.Si.)

Page 51: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Kutipan di atas merupakan kritik dan tidak lang sung terhadap

kebijaksanaan yang diterapkan pemerintah dalam menangani masalah ledakan

jumlah penduduk lansia. Kritik ditujukan pada realitas sosial yang terjadi di

dunia faktual dan fiksional. Berbeda dengan ironi, sindiran yang terkandung di dalamnya hanya bersifat

mencemooh dan mengejek, dalam satire kritik yang diungkapkan dengan

jenaka dan lucu lebih mengarah pada kejengkelan dan kemarahan. Kutipan di

atas menunjukkan kejengkelan dan kemarahan tokoh terhadap kebijaksanaan

yang diterapkan pemerintah.

Efek Praktikal Parodi dalam Teks GH

Berdasarkan konsep Hutcheon mediasi kritik dalam parodi berada pada

tataran prespektif pragmatis, artinya teks difungsikan sebagai pengevaluasi

sesuatu. Pragmatisme ditemukan saat makna ironi, satire dan parodi

difungsikan sebagai komunikasi yang disesuaikan dengan situasi. Secara

pragmatis terdapat hubungan yang erat antara unsur yang satu dengan yang

lain. Dalam teks yang mengandung unsur ironi, sekaligus bisa terkandung

unsur satire dan parodi yang menyiratkan makna bertentangan. Interaksi

antarunsur menimbulkan efek berupa etos ironi, satire dan parodi. Himpitan

antarinteraksi memunculkan efek etos lainnya berupa etos cemoohan,

penghinaan dan etos yang mempengaruhi reaksi emosi pembaca.

Etos yang dimaksud Hutcheon merujuk pada proses pengkodean, yaitu respon

pokok yang diharapkan dari pencerapan sebuah teks dalam ironi, satire dan

parodi yang dapat menimbulkan efek emosi yang diinginkan pada pembaca.

Etos ironik bagi Hutcheon dianggap sebagai etos yang dapat berpindah-pindah

sehingga digambarkannya dengan garis terputus. Efek praktikal parodi dalam teks parodi digambarkan Hutcheon dalam gambar berikut.

120 UNqUA Vo!.7 No.2, Oktoberr 109--127

Page 52: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

, , ,

, , , ,

:tawa meremehkan) .

\ \

\

Etos

/ , ,

(senyum terlihat)

, , ,

Etos (tertandai)

1 Etos

Parodik Satirik Satire Parodi

Efek Praktikal Parodi dalam Interaksi Antaretos

(Sumber: Hutcheon, 2000: 63)

"

netral

:/ penghargaan

"\. penentang

Efek praktikal parodi yang dapat menimbulkan himpitan antaretos

interaksi tampak dalam kutipan di bawah. Kutipan ini merupakan pemaparan

kondisi pertempuran di Sorimachi Nishinariku Osaka oleh tokoh reporter di

sebuah stasiun televisi di Sorlmachi. Peserta pertempuran di wilayah ini

sebanyak 50 orang (laki-laki: 21 orang; perempuan: 29 orang)

).

r ... 0 b 5, iii \ , Iv -C !:t -C b § '0 -C " \ G -1t Iv 0 r '0 t:.]i5j--C, t:. < lv, lv,

'0 fflJtL, ¥!E.J:f. k" b;;C b;;C jb" \ -C" \ {:, tc '0 -C L. * It \ * L. t:.o '0-C§ 51v-CL.J:: 5:0"'0 5 b '0 0 Iv {} C:" \ {:, Iv -C, it L. {£ iOO L. k . .AJ:. i?, T

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 121 da1am Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryati, M.Si.)

Page 53: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

122 LINGUA Yo!.7 No.2, Oktoberr 109--127

Page 54: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Sudah tidak bisa dikatakan sebagai adegan yang menarik lagi. Barn 5

menit pertempuran berjalan sudah banyak kakek dan nenek yang jatuh

tersungkur ke tanah, yang nampak hanya geliat mereka seperti ulat bulu.

Permukaan tanah digenangi darah. Betul-betul menggenaskan. Wah, saya pikir

pihak yang merencanakan kegiatan ini tidak menduga akan berakhir

menggenaskan seperti ini. Ganas, (para pemirsa). Kepala biara nampak

menggoyangkan shakujou5 dan meneriakkan sesuatu sambil menangis. Entah

meneriakkan "Namu amida butsu", "Namu myoho renkyou", atau

"Onabokyaabeerosha". Nampaknya beliau memberi dukungan berupa berbagai

doa dari kitab suci Budha. Waah, barn saja terdengar "Amiin", Saudara-

saudara. Sudah kacau sekali. Para penonton pun menangis. Bukan hanya

keluarga para peserta, melainkan juga semua penonton. Ada juga penonton

yang menangis meraung-raung. Saya pun menangis. Ada juga penonton yang

menangis sambil meneriakkan sesuatu. "Tolol, tol01" teriaknya. "Tolol,

pemerintah yang tolol. Kami yang tolol" demikian teriaknya. Kepala biara

jatuh tersungkur terkena ayunan shakujou yang ia goyangkan dan mengenai

5 Penjamin asuransi (insurer) diserahkan kepada pemerintah wilayah shi-cho-son dan ku. Insurer bertugas mengelola asuransi perawatan mulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Dalam tahap pelaksanaan, insurer juga bertanggung jawab untuk menetapkan jenis perawatan, biaya asuransi dan beberapa hallainnya berkenaan dengan asuransi.

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 123 dalam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryan, M.Si.)

Page 55: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

kepalanya. Orang yang bisa berdiri kembali linglung hanya

2, 3 orang. Orang-orang ini pun kemudian berjatuhan, beberapa di antara

mereka masih menggeliat. Nampaknya ambulan tidak akan datang. Para

pemirsa, apakah akhir seperti ini yang diharapkan. Pertempuran sudah

berakhir. Peserta yang tersisa tidak dapat dipastikan dari sini. Saya turut

berduka cita atas meninggalnya para kakek dan nenek. Kakek, nenek, terima

kasih dengan segala kesulitan yang diderita. Terima kasih banyak. Terima

kasih telah memberi kebahagiaan seperti ini dan pergi meninggalkan kami

dengan cara mati yang aneh tapi menarik seperti ini. Terima kasih. Selamat

tinggal kakek, nenek. Selamat tinggal.

(GH,2006:183-184)

Melalui kutipan di atas diketahui bahwa beberapa adegan dalam silver

battle yang memberi kesan "menarik" pada tokoh reporter berkembang

menjadi peristiwa brutal yang menggenaskan. Pelaksanaan pertempuran yang

dikondisikan sebagai bahan tontonan di daerah ini berkembang secara tidak

terkendali. Rencana matang dari para penggagas dan pendukung pertempuran,

termasuk kerabat para lansia yang menjadi peserta pertempuran berkembang

menjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Adapun interaksi etos cemoohan ironik dengan etos netral parodik yang"

menimbulkan efek senyum terlihat pada ungkapan tokoh reporter yang

menyatakan luapan terima kasihnya terhadap para lansia. Bagi tokoh reporter,

yang diposisikan sebagai generasi muda, para lansia telah berusaha keras

memberi kebahagiaan pada generasi muda dengan menyuguhkan tontonan

menarik berupa cara mati yang lucu (=menarik) dan aneh.

Interaksi antara etos cemoohan ironik dengan etos penghinaan satirik

nampak pada teriakan dan makian salah seorang penonton yang menyesali

perkembangan pertempuran menjadi sesuatu yang brutal. Makian yang ia

124 LlNqlJA Vo\.7 No.2, Oktoberr 109--127

Page 56: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

tujukan pada pemerintah dan dirinya merupakan tawa mengejek akibat

interaksi tersebut.

Mengenai interaksi antara etos penghinaan satirik dengan etos

penentang parodik tampak pada pemyataan yang menunjukkan kesangsian

tokoh reporter terhadap akhir pertempuran dan pemyataan yang menunjukkan

perkembangan pertempuran menjadi sesuatu yang brutal dalam waktu yang

singkat. Kesangsian reporter terhadap akhir yang diharapkan dan ia

pertanyakan pada masyarakat digolongkan sebagai parodik satire. Termasuk di

dalamnya adalah tidak adanya bantuan para medis ke arena pertempuran

berupa penyediaan ambulan. Selanjutnya, perkembangan pertempuran yang

menjadi brutal dalam waktu 5 menit termasuk ke dalam satirik parodi.

Himpitan tersebut nampak pada gambar berikut.

Simpulan

Pemberlakuan sistem penanggulangan ledakan penduduk lansia dalam

GH merupakan realitas so sial masyarakat Jepang yang disimpangkan melalui

metode artistik pengarang dalam bentuk parodi. Sistem penanggulangan

ledakan penduduk lansia dalam roujin sougo shokei seido diberlakukan untuk

menjaga keseimbangan komposisi penduduk, mengurangl beban

ketergantungan dan menjaga sistem pensiun yang telah tertata sebelumnya.

Sistem eksekusi antarlansia diterapkan dalam bentuk silver battle dan

diharapkan dapat melenyapkan wabah dengan cepat.

Dalam teks GH, parodi digunakan sebagai seni artistik dan seni kritik

secara bersamaan. Realitas sosial diungkapkan melalui pengkreasian ulang,

mediasi kritik dan cemoohan yang menimbulkan efek praktikal emosi pada

pembaca dalam bentuk ironi, satire yang kontradiktif. Target realitas so sial

yang diparodikan dalam teks nampak dalam pembalikan dan penyimpangan

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 125 dalam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Haryati. M.Si.)

Page 57: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

sistem perlindungan dan perawatan kesehataI,1 lansia dan penanganan sistem

pensiun lansia. Dalam hal sistem penanganan dan perlindungan lansia, realitas sosial

dalam teks mengabaikan pengagungan lansia secara berlebihan. Realitas

tersebut diposisikan secara terbalik sehingga menjadi sesuatu yang tidak

bermakna. Secara harfiah, sistem perlindungan dan perawatan kesehatan lansia

dikritik sebagai sistem yang dijalankan secara berlebihan dan salah kaprah.

Penangan sistem pensiun dan pesangon dikritik sebagai warisan yang tidak bisa

dinikmati oleh generasi muda. Merujuk pada maksud dan tujuan penulisan ini, maka diperoleh simpulan

bahwa teks GH difungsikan sebagai media pengamatan terhadap realitas lansia

yang menjadi permasalahan besar dalam kehidupan masyarakat Jepang abad

21. Sistem perawatan dan perlindungan lansia yang menjadi target olok-olok,

cemoohan dan ejekan merupakan gambaran sikap masyarakat (85%) yang

direkam pengarang dalam mempertanyakan kebijaksanaan pemerintah

berkenaan dengan sistem perlindungan dan perawatan kesehatan lansia. Olok-

olok juga ditargetkan pada sistem pensiun bagi para lansia. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa teks dalam novel GH menjadi media evaluasi

terhadap beberapa kebijaksanaan yang diterapkan pemerintah dalam har

menangani sistem perlindungan dan perawatan kesehatan lansia dan sistem

pensiun lansia. Di samping itu teks GH dimungkinkan tercipta dalam

masyarakat Jepang yang menjunjung rasionalitas tinggi dengan beranggapan

bahwa produktivitas dalam masyarakat bisa berdaya guna bila ditunjang oleh

keseimbangan setiap unsur dalam masyarakat, termasuk dalam hal komposisi

penduduk. dalam hal ini rasio lah yang menjadi pengukur keberhasilan dan keharmonisan setiap elemen dalam masyarakat.

126 WJl<l1A Vol.7 No.2, Oktoberr 109-127

Page 58: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

DAFTARPUSTAKA .

Hutcheon, Linda. Teory of Parody-The Teaching of Twentieth-Century Art

Forms. Illinois: University of Illinois Press. 2000.

Kutha, Ratna S.U.,Nyoman. Paradigma Sosiologi dalam Sastra._Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 2003.

Miyajima, Hiroshi. Koureika Jidai no Shakai Keizaigaku!. Tokyo: Iwanami

Shoten. 1992.

Naganuma, Koutaro. Kenrou Shakai Oita Kyozetsusuru Jidai!. Tokyo: Sofuto

Banku Shinsho. 2006.

Shimizu, Yutaka. Shoushi Koureika Shakai-Imidas Viewpoint. Tokyo:

Imidas.2005.

Tsutsui, Yasutaka. Ginrei no Hate. Tokyo: Shinchousha. 2006.

Wellek, Rene., & Warren, Austin. Teori Kesusastraan (cetakan ke-3)

terj.Melani Budiana_ Jakarta: PT Gramedia. 1993.

Hori, Akira. Tsutsui Yasutaka "Ginrei no Hate (Shinchousha). 2 September

2006 http://hori.asablo.jplblogl

Parodi Sistem Perlindungan dan Perawatan Lansia 127 dalam Novel Ginrei no Hate karya Tsutsui Yasutaka (Tatat Oaryati, M.Si.)

Page 59: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

KATAYABAI: SEBAGAI WAKAMONO KOTOBA 'BAHASA ANAK MUDA' DI

JEPANG

Gita Astagina Mahasiswa S-2 Linguistik Bahasa Jepang, Universitas Pacijadjaran Bandung

Abstrak Bahasa mengalami perkembangan sesuai dengan zamannya. Hal tersebut berlaku juga

dalam perkembangan bahasa Jepang, terutama bahasa yang digunakan dalam kalangan anak muda. Jika bahasa Indonesia kita mengenal istilah 'bahasa gaul' bahasa Jepang ada yang disebut dengan me rr ryuukou kotoba 'kata yang sedang popular'. Salah satu yang termasuk dalam ryuukou kotoba ini adalah wakamono kotoba 'bahasa anak muda' yang didefinisikan sebagai kata-kata baru yang diciptakan dan digunakan oleh anak muda usia belasan tabun. Wakamono kotoba ini berbeda dengan bahasa Jepang standar yang biasa digunakan sehari-hari, tetapi cukup sering digunakan, terutama di kalangan anak muda. Salah satu kata gaul yang sering diucapkan ialah kata yabai. Kata ini dapat kita temui dalam drama Jepang atau komik-komik sebagai bukti telah memasyarakatnya katayabai.

Kata Kunci: yabai, wakamono kotoba

Abstract Language develops along the time, this applies too in Japanese, especially that of the

youth's. In Bahasa Indonesia there is a slang known as 'bahasa gaul', in Japanese it is known as iffffi ii1l!! ryuukou kotoba 'the popular words '. One of which includes in ryuukou kotoba is wakamono kotoba 'youth's language' which is defined as words created and used by teenage. Wakamono kotoba is different from the standardized Japanese used in daily speaking, but oftenly used by the youth. One of the slang words used is yabai. This word can be found in Japanese drama or comics which prove that this word is already common in the society.

Kata Kunci: yabai, wakamono kotoba

Pendahuluan

Sebagai pembelajar bahasa Jepang, kita masih sering terpaku pada kosa

kata dan gaya bahasa yang tercantum dalam buku teks pelajaran bahasa Jepang

yang dipakai pada institusi tempat kita mempelajari bahasa Jepang. Padahal,

begitu kita terjun langsung dalam masyarakat yang berbahasa ibu bahasa

Jepang atau mencoba berkomunikasi dengan orang berbahasa ibu bahasa

Jepang, mungkin akan sedikit mengalami keterkejutan dengan bahasa yang

128 LtNqllA Vol.? No.2, Oktober 128-138

Page 60: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

digunakan native tersebut. Hal ini mungkin akibat perkembangan

bahasa yang tertulis di atas. Untuk mengantisipasi keterkejutan tentang

perkembangan bahasa Jepang, kita dapat mulai membiasakan diri dengan

mendengarkan rekaman percakapan bahasa Jepang, menonton drama atau film

berbahasa Jepang, bercakap - cakap langsung dengan orang Jepang-bila ada-di

institusi tempat belajar bahasa Jepang.

Karena kurang bergaul dengan nama no nihongo 'bahasa Jepang asli'

ketika belajar bahasa Jepang di Indonesia, penulis mengalami keterkejutan

ketika berada di negeri yang terkenal dengan bunga sakura tersebut. ":¥!7 Iv-.

t 5 3 tt. "":) t::.. J: 0 tt. v 'I .!:: i" /-:::-1 J: "Gita-san,mou san ji ni natta yo.

Isoganai to yabai yo. Pada saat itu tidak sepenuhnya menangkap apa yang

diucapkan oleh orang Jepang tersebut, tetapi dari suasananya penulis mengerti

bahwa karena sudah pukul 3, ia mengajak penulis untuk cepat-cepat

menyelesaikan pekeIjaan yang sedang dikeIjakan. Namun, ada satu kata yang

membuat penulis penasaran untuk mencari artinya di kamus, yaitu kata yabai.

Temyata kata tersebut tidak terdapat dalam kamus Bahasa Jepang-Indonesia.

Ketika menanyakan kepada ternan, penulis mendapat jawabannya bahwa yabai

memiliki makna yang sama dengan kata abunai, yaitu berbahaya. Namun,

penulis menjadi bingung ketika melihat di televisi, seseorang berkomentar " .:.

keeki maji de yabai desu, pada saat ia

memakan sejenis kue. Agaknya yabai di sini memiliki makna lain selain

berbahay karena tidak mungkin seseorang memakan makanan yang berbahaya.

Kata yabai ini merupakan salah satu dari wakamono kotoba.

Penulis menganggap kata yabai ini menarik karena mengalami

perkembangan makna dari yang asalnya hanya memiliki makna negatif

menjadi memiliki pula makna yang positif. Oleh karena itu, penulis

mengangkat kata yabai untuk mengetahui asal kata yabai, makna, perbedaan,

Kata Yabai Sebagai Wakamono Kotoba 'Bahasa Aanak Muda' di Jepang (Gita Astagina) 129

Page 61: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

dan kesamaannya dengan abunai, serta penggunaannya dalam masyarakat

Jepang.

Asal Kata Yabai .

Apabila kita mengakses internet dengan memasukan kata kunci yabai,

selain contoh-contoh kalimat yang menggunakan kata tersebut, muncul juga

definisi dan penelitian tentang kata yabai. Banyak muncul pula judul-judul

buku, judul lagu atau syair lagu yang menggunakan yabai. Hal ini

mencerminkan bahwa yabai ini sudah sangat memasyarakat. Penggunaan kata

tersebut tidak hanya secara lisan, bahkan secara tulisan, seperti penggunaan

dalam judul buku.

Walau belum terdapat pada kamus bahasa Jepang - Indonesia, dalam

beberapa kamus Bahasa J epang, makna yabai adalahfutsugo, abunai atau kiken

yang berarti keadaan yang tidak baik, berbahaya atau bahaya, makna - makna

yang mencerminkan kondisi negatif. Sebuah situs mengenai 'asal mula kata

bahasa Jepang' gogen, menuliskan bahwa yabai berasal dari kata sifat-

Na ( Na-keiyoushi ) 'yaba' yang mengalami perubahan menjadi kata

sifat-I ( I-keiyoushi ). Kata ini dulu merupakan kata rahasia yang"

digunakan oleh pencuri atau penjual wewangian. Ada juga pendapat yang

mengatakan bahwa pada zaman sebelum perang, para tawanan memanggil

penjaga dengan sebutan 'yaba', dan itu menjadi asal usul kata yabai, tetapi

karena 'yaba' ini telah dipakai sejak zaman Edo, sepertinya pendapat yang

mengatakan bahwa yabai merupakan perubahan kata sifat dapat diterima, tetapi bukan merupakan asal kata, hanya kata yang sejenis dengan kata abunai.(

http://gogen-allguide.comlyalyabaLhtml )

Pada situs lain tertulis juga bahwa setelah zaman perang, penggunaan

kata yabai menyebar di pasar gelap dan lain-lain masih dengan arti yang

130 LlNCjUA Vo!.7 No.2, Oktober 128-138

Page 62: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

sejenis dengan abunai 'bahaya', sepertinya akan hal buruk atau seperti

akan terjadi hal buruk pada diri. Pada tahun 80-an, kata yabai ini menyebar di

kalangan anak muda, dengan makna \ kakkowarui 'gak keren / gak

asyik', pada saat ini yabai digunakan hanya memiliki makna yang negatif.

Namun pada 90-an, makna yabai berkembang, memiliki pula makna yang

positif, seperti sugoi 'hebat', atau miryoku-teki 'sangat menarik' . Kata yabai

terkadang ditulis dengan menggunakan huruf hiragana, tetapi kebanyakan

ditulis dengan menggunakan huruf katakana. ( http://zokugo-

dict.coml36yalyabai.htm )

Makna Yabai

Seperti yang tertulis di atas, yabai pada awalnya memiliki makna

negatif, tetapi memasuki tahun 90-an, di kalangan anak muda kata ini

mengalami perkembangan makna sehingga memiliki dua nuansa makna, yaitu

negatif dan positif. Dalam situs internet banyak tertulis bahwa penggunaan

yabai selain bermakna negatif seperti yang tertulis. di kamus, dapat pula

bermakna positif karena telah mengalami perkembangan makna. Maka, ketika

menganalisis kata yabai, kita hams mengetahui situasi pada saat kata yabai ini

digunakan. Seperti contoh kalimat di atas,

( 1 ) :¥ t 5 3 ":) tc d: o \ -y d: o

Gita-san, mou san j i ni natta yo. Isoganai to yabai yo.

'Gita, sudahjam 3 Iho. Gawat kalau tidak cepat-cepat'

Dalam bahasa Indonesia dapat kata yabai dipadankan dengan kata 'gawat'.

Kalimat di atas menunjukan makna, penutur mengingatkan petutur bahwa

waktu sudah menunjukan pukul 3 sehingga pekerjaan hams cepat-cepat

diselesaikan.

Kata Yabai Sebagai Wakamono Kotoba 'Bahasa Aanak Muda' di Jepang (Gita Astagina) 131

Page 63: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Kemudian kita lihat contoh kalimat yaq.g terdapat pada drama My Boss

My Hero, yang menceritakan tentang seorang yakuza, Makio Sasaki yang telah

berusia 27 tahun, tetapi kembali belajar di bangku kelas tiga SMA. Penulis

memilih drama ini untuk dijadikan salah satu referensi karena didalamnya

cukup banyak terdapat bahasa anak muda, termasuk kata yabai. Ada beberapa

adegan yang memperlihatkan para tokoh mengucapkan kata yabai. Seperti

pada seri keempat, ketika Makio merasa posisinya sebagai calon ketua berada

dalam posisi berbahaya karena adik laki - lakinya yang bam pulang dari luar

negeri temyata mengincar juga posisi tersebut, ia mengatakan

(2 )

Yabee. hijou ni vabee!

'Gawat, benar- benar gawat!'

Dalam percakapan informal, akhiran -i pada kata sifat berakhiran -i dan

bentuk kata kerja keinginan oleh kaum laki -laki sering diucapkan dengan lafal

--e, misalnya itai 'sakit' menjadi itee, atau tabetai 'ingin makan' menjadi

tabetee. Begitu pula kata yabai juga oleh kaum laki-laki sering berubah

akhiran bunyi menjadi yabee.

Kata yabai yang memiliki makna sedikit berbeda terdapat di salah satu "-

. adegan pada seri satu ketika Makio Sasaki tidak dapat membaca kanji yang

tidak terlalu sulit, salah seorang murid wanita di kelas mengatakan,

( 3 ) **m.:v-/C{ < G" '\ < \ ?

Kekkou yabai kurai atama warukunai ?

(kira-kira bermakna) 'Lumayan parah juga ya kebodohannya'

Sedikit susah menterjemahkan secara langsung kalimat (3) di atas karena

adanya kata kurai yang berarti 'kira - kira', 'sekitar', 'kurang lebih' yang tidak

biasa dipadankan dengan kata kekkou yang berarti 'cukup'. Hingga kalimat

tersebut menjadi samar (aimai ). Namun, kalimat tersebut dapat bermakna

132 LlN4UA Vo!.7 No2, Oktober 128---138

Page 64: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

bahwa murid wanita tersebut mengungkapkan Makio Sasaki rasanya

benar-benar bodoh karena tidak dapat membaca kanji yang seharusnya dapat

di baca oleh mereka yang telah duduk di kelas tiga SMA.

Kata yabai dalam nuansa negatif dapat pula kita lihat dari contoh

kalimat berikut ini

Ana kakkau yabakunai

'Gaya ( seperti ) itu ielek ya'

(5)

Aitsu yabasau janai

'Dia kayanya aneh ya'

Bila kita melihat bentuknya, kalimat (3), (4), (5) berbentuk kalimat negatif

'tidaklbukaIl'-"). Dalam bahasa anak muda bentuk kalimat negatif ini

juga sering digunakan untuk mengungkapkan pemyataan/pendapat sendiri,

tetapi dalam bentuk pertanyaan pendapat orang. Ada yang berpendapat bahwa

ini merupakan upaya untuk menyamarkan pendapatnya karena jika

menggunakan dengan bentuk positif, ia akan terasa lebih tidak sopan. Dalam

penggunaan kata yabai yang bermakna negatif pun tampaknya banyak yang

menggunakan bentuk negatif supaya terdengar lebih sopan.

Untuk makna yabai yang telah berkembang menjadi makna positif

dapat kita lihat contoh kalimat yang telah tertulis di atas,

(6)

Kana keeki maji de yabai desu

'Kue ini benar-benar enak'

Kata yabai pada contoh kalimat (6) bukan menunjukan sesuatu yang

berbahaya, tetapi mengungkapkan bahwa kue itu rasanya 'enak'. Ungkapan

seperti ini banyak pula digunakan ketika seseorang mengungkapkan sesuatu

Kala Yabai Sebagai Wakwnono Kotoba 'Babasa Aanak Muda' di Jepang (Gita Astagina) 133

Page 65: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

yang di luar dugaannya, misalnya pada kalimat (7) yaitu ketika

seseorang mencoba masakan di sebuah restoran yang menurut temannya sangat

enak .. Begitu mencicipinya untuk pertama kali, ia mengucapkan,

(7)

Yabai. konnani oishii to omowanatta

'Waa ( ungkapan terkejut ), tidak di sangka rasanya seenak ini'

Walaupun telah mendengar dari kawannya bahwa makanan di restoran itu

enak, ketika mencobanya sendiri, ia mengungkapkan keterkejutannya akan rasa

yang tidak ia bayangkan sebelumnya dengan menggunakan kata yabai. Tentu

saja hal ini tidak hanya berlaku pada makanan, tetapi dapat digunakan pula

pada hal-hal lain, misalnya keterkejutan akan kecantikan seseorang, sulitnya

suatu situasi, dan lain-lain.

Tidak hanya memuji rasa pada makanan, kata yabai ini sering pula

digunakan ketika memuji kecantikan atau ketampanan seseorang.

(8)

Omae no kanojo, yabai ne.

'Cewek kamu cantik ya'

Kata yabai ini juga digunakan untuk memuji suatu barang, seperti pada contoh

kalimat berikut,

(9) '\ J:: Po Ano shatsu yabai yo ne.

'Baju itu bagus ya'

Kata yabai sebagai pujian ini biasanya digunakan tidak hanya ketika sekedar

memuji, tetapi terkandung juga makna keterkejutan, seperti yabai pada contoh

kalimat (8) diucapkan ketika ia melihat kekasih temannya yang ia duga tidak

terlalu cantik, tetapi temyata sangatlah cantik. Pada contoh kalimat (9) yabai

134 LlN(fliA Vol.7 No.2, Oktober

Page 66: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

digunakan seseorang untuk rnenyatakan kekaguman ketika rnelihat rumah

bagus yang belum pemah ia lihat sebelumnya.

Seperti halnya penggunaan yabai bermakna negatif, yabai bermakna

positif juga sering diungkapkan dengan kata-kata yang tersamar (aimai),

misalnya

( 10) =- O)*-y < G" "*1I1f G L-" "0 Kono hon yabai kurai subarashii

(secara rnakna dapat diartikan) 'Buku ini benar-benar hebat'

Telah ditulis di atas bahwa kata kurai berarti 'kira-kira', 'sekitar', atau 'kurang

lebih'. Kalirnat (10) kata kurai seolah - olah rneleburkan arti yabai yang

sebenarnya sehingga kalirnat (10) di atas rnerniliki rnakna lebih dari apa yang

diterjernahkan ke dalam bahasa Indonesia di atas. Kalimat tersebut rnerniliki

beberapa rnakna tersirat, rnisalnya, 'saking hebatnya buku ini, sampai-sarnpai

saya rnernbacanya berulang kali', atau 'buku ini benar-benar hebat, saya

anjurkan kamu untuk rnernbacanya' dan lain-lain.

Kata yabai ini sebenarnya adalah kata-kata yang diucapkan oleh rernaja

dengan ternan-ternan seusianya dan dalam situasi yang tidak formaL N amun

dalam perkernbangannya kata itu rnengalami perubahan bentuk secara

rnodalitas sehingga terkadang diucapkan pula kepada orang yang lebih tua atau

dalam situasi formaL Pada contoh kalirnat (2) kita dapat rnelihat perubahan

kata ini. Karena yang rnengucapkannya seorang laki-laki rnuda, la

rnengucapkan 'yabee' bukan 'yabai '. Lalu 'yabai' juga dapat diucapkan

'yabasu' sebagai singkatan dari 'yabai desu' dan 'maji yabasu' sebagai

singkatan dari maji yabai desu 'benar - benar gawat'. 'Yabasu' dan 'maji

yabasu' biasanya diucapkan oleh rernaja laki-Iaki kepada seniomya ('desu'

rnerupakan bentuk ucapan sopan), rnisalnya

( 11) 9G., =- t>y .to

Kata Yabai Sebagai Wakamono Kotoba 'Bahasa Aanak Muda' eli Jepang (Gita Astagina) 135

Page 67: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Persamaan dan Perbedaan Yabai dan Abunai Persarnaan kedua kata ini tentu saja pada arti asalnya, sarna-sarna

memiliki makna 'gawat'/'bahaya'. Narnun, seperti telah diuraikan di atas,

yabai mengalarni pengembangan makna, tidak hanya berarti 'bahaya' tetapi

juga memiliki arti 'bagus', 'cantik', dan lain-lain. Sedangkan abunai hanya

memiliki makna 'bahaya' saja.

Ketika kita memperingati seseorang untuk tidak pergi karena akan

berbahaya, kita dapat mengucapkan

(12)

lkanai hou ga ii yo. Abunai da kara

lkanai hou ga ii yo. Yabai da kara

kalimat ( 12 ) dan ( 13 ) memiliki arti yang sarna, 'sebaiknya jangan pergi,

bahaya', tetapi kalimat ( 13 ) tidak berterima untuk diucapkan, dan akan

berterima jika diubah menjadi anjuran positif, misalnya

(14)

Ima itta hou ga ii yo. Yabai dakara

'Sebaiknya pergi sekarang, karena (kalau tidak pergi) bahaya'

Mari kita bandingkan dengan situasi berikut, seseorang harnpir

tertabrak mobil ia mengucapkan 'abunakatta' atau 'yabakatta' saat ia sadar

dirinya terlepas dari bahaya. Narnun orang yang melihat kejadian tersebut bisa

saja secara spontan berteriak 'abunai!!' yang dapat berarti 'awas, bahaya', tetapi tidak tepat jiks ia berkata 'yabai!! '.

136 LlNC;UA Vol.7 No.2, Oktober 130-139

Page 68: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Dari kedua contoh situasi di atas, terlihat kata abunai cenderung

diucapkan ketika orang lain yang berada dalam posisi berbahaya, sedangkan

kata yabai lebih sering diucapkan pada diri sendiri, atau ketika kita merasa

bahwa diri kita berada dalam situasi berbahaya.

Pengguna Kata Yabai

Walau merupakan bagian dari bahasa anak muda, kata yabai tidak

hanya digunakan oleh remaja usia belasan tahun atau siswa SMA, tetapi juga

anak muda berusia 20 tahunan. Namun, di Wikipedia tertulis ada suatu

penelitian yang menemukan bahwa memasuki usia 30 tahunan, orang - orang

mulai mengurangi menggunakan kata - kata anak muda, termasuk kata yabai

(http://j a. wikipedia.orglwikil)

Anak muda pun, terutama yang telah memasuki usia dewasa, atau

mahasiswa, biasanya lebih berhati - hati lagi menggunakan kata ini. Dengan

alasan takut melukai perasaan orang lain, kata yabai untuk .&t{ft"Y tan-i

yabai 'SKS berbahaya' yang berarti hampir jatuh/tidak lulus karena

nilai/SKSnya kurang, sudah tidak di pakai lagi.

Simpulan

Ada beberapa pendapat tentang asal kata yabai, tetapi yang diakui

adalah yaba yang merupakan kata sifat akhiran -Na menjadi yabai kata sifat

akhiran -I. Yaba merupakan panggilan tawanan kepada penjaga pada zaman

sebelum perang. Yabai telah digunakan sejak zaman Edo, dan menyebar pada

zaman setelah perang. Namun pada saat itu·maknayabai hanyalah makna yang

negatif. Tahun 80-an kata ini mulai banyak di pakai oleh anak muda, dan

Kata Yabai Sebagai Wakamono Kotoba 'Bahasa Aanak Muda' di Jepang (Gita Astagina) 137

Page 69: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

memasuki tahun 90-an dan maknanya mulai menjadi makna yang

positif, seperti bagus, cantik, dan hebat.

Makna awalnya adalah 'bahaya', dan dapat pula dipadankan dengan

kata 'gawat' dalam bahasa Indonesia. Dalam beberapa situasi dapat pula berarti

'je1ek', 'tidak keren', atau 'aneh'. Kemudian berkembang menjadi makna

positif, yaitu 'bagus', 'enak', 'cantikJtampan' dan 'hebat'. Yabai juga

digunakan untuk mengungkapkan keterkejutan pada sesuatu yang di luar

dugaan.

Arti asal dari yabai dan abunai adalah 'bahaya' atau 'berbahaya', tetapi

yabai mengalami perkembangan makna, sedangkan abunai tidak. Dalam

penggunaannya, abunai dapat mengungkapkan situasi berbahaya pada diri

sendiri atau orang lain, sedangkan yabai cenderung pada diri sendiri saja.

Secara umum yabai digunakan oleh berbagai kalangan, tidak terbatas

hanya anak muda, baik secara tulisan maupunpun lisan. Namun, kata ini lebih

sering digunakan secara lisan pada situasi akrab dan tidak formal. Terdapat

kecenderungan makin tua seseorang makin jarang pula menggunakan bahasa

anak muda, termasuk kata yabai ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://gogen-allguide.com/ya/yabai.html

http://zokugo-dict.coml36yalyabai.htm

http://ja.wikipedia.org/wikil

http://japanologie.arts.kuleuven.be/japans/index.php/

138 LfNC;UA Vol.7 No.2, Oktober 130-141

Page 70: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Pustaka

Utama

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang - Indonesia. Kyoto:Kyoto

Sangyo University Press

To-ou Kabushiki Gaisha. 2006. My Boss My Hero. Toukyou

Kata Yabai Sebagai Wakamono Kotoba 'Babasa Aanak Muda' di Jepang (Gita Astagina) 139

Page 71: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

Volume 7 Nomor 1, Maret 2008

Jati diri 1

Jawa kuna 31, 32, 33, 34, 36, 38, 39,

41,43,45

Karakter bangsa 1,2

Karya sastra 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38,

39,40,41,42,43,44,4,5

Keterampilan 66, 67, 68, 69, 70, 71,

Indeks

72, 73, 74, 76

Linguistikantropologi 11,12, 13, 14, 15,

16, 17,22,25,27

Alenulis 66,67,68,69, 70, 71, 73

Teaching 55,58,60,61

Terminologi 14, 15

Various 55, 64

Volume 7 Nomor 2, Oktober 200S

Budaya Popular 78, 79, 80, 81, 82

83,84,87,88

Kangaeru 90,91,92,94,97,98

99, 100, 101, 102

Lansia 108,109,110,112,113

114, 115, 117, 125

Manabu 78, 81

Nilai rasa 78,81,88

Omou 90, 91, 92, 93, 94, 96, 97

98,99, 100, 101, 102

Parodi 108, 112, 117, 120,

121, 125

Sinonimi 90, 92, 93

Wakamono kotoba 128, 129

Yabai 128, 129, 130, 131, 132, 133

134, 135, 136, 138

Page 72: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)

PEDOMAN PENULISAN JURNAL ILMIAH LINGUA STBA LIA JAKARTA

Tema dan Ruang Lingkup Tema dan ruang lingkup permasalahan yang dapat dikirimkan ke LINGUA berhubungan dengan ilmu humaniora dan budaya termasuk pendidikan dan pengajaran.

Jenis Tulisan Jenis tulisan yang diterima ialah:

a. Artikel hasil penelitian b. Artikel ilmiah

Naskah belum pernah dipublikasikan

Format Naskah Naskah tulisan dapat dikirimkan dalam bentuk:

a. Naskah tercetak (6-15 halaman, termasuk daftar pustaka, ketik spasi rangkap diatas kertas quarto ukuran 28 cmx 21,5 cm).

b. Disket dengan tetap menyertakan satu eksemplar naskah tercetaknya), berukuran 3.5 inci, format IBM dengan program pengolah kata MS Word versi 95 ke atas denga jenis hurufTimes New Roman 12.

Bahasa dan Abstrak a. Bahasa yang digunakan dalam jumal

ini adalah bahasa Indonesia, Inggris atau Jepang.

b. Naskah berbahasa Indonesia ditulis dengan menggunakan Ejaan Yang Disempumakan (EYD).

c. Istilah dalam bahasa daerah atau bahasa lain hendaknya disertai pelafalannya bila cara pelafalannya tidak terwakili dalam EYD.

d. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris/Jepang dan Indonesia, diketik satu spasi dengan jenis huruf Times New Roman 10. Abstrak dilengkapi dengan kata kunci.

. Daftar Acuan Daftar acuan disusun dengan ketentuan berikut:

a. Sumber tertulis disusun secara alfabetis, dengan mengikuti urutan sebagai berikut.

1. nama penulis sumber. 2.judul sumber (di miringkan) 3. nama penerjemah (jika ada) 4. tempat dan nama penerbit (sertakan

pula keterangan cetak ulang dan edisi perbaikanjika ada)

5. tahun terbit sumber

Contoh: Croft, W. Explaining Language

Change: An Evolutionary Approach. Singapore: Longman, 2000.

Jawa Pos. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hIm. 3. 22 April 1995.

Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan; cet. ke-lO, 1985.

Okamura, Masu. Peranan Wanita Jepang._Terj. oleh Emy Kuntjorojakti. Y ogyakarta: Gajah Mada Press. 1983.

b. Sumber lisan (wawancara) disusun setelah sumber tertulis dengan menyebutkan nama sumber disertai umur (dalam tanda kurung), tempat, dan tanggal wawancara. Contoh: Wawancara dengan R. Abimayu (65

th), Depok, 12 Juli 1993. c. Sumber dari internet

Disusun setelah sumber lisan dengan menyebutkan judul artikel dan alamat situs web dalam kurung siku. Contoh: "Sociocultural Access in Vietnamese

Society," <http:www.cnet.comlhtml.l>

Pengutipan sumber Pengutipan sumber tercetak mengikuti sistem MLA, yaitu menuliskannya diantara tanda kurung nama belakang penulis yang diacu, tahun terbit acuan, titik dua, dan halaman acuan yang dikutip, setelah akhir kalimat kutipan pada batang tubuh karangan. Contoh: ... (Croft 2000:49)

Page 73: LINGUA STBA LIA  (Vol. 7, No. 2, 2008)