Latar Belakang Bantuan Jepang Terhadap Indonesia Melalui · MONNA FATHIA SUKMA NIM: 1111113000021...
Transcript of Latar Belakang Bantuan Jepang Terhadap Indonesia Melalui · MONNA FATHIA SUKMA NIM: 1111113000021...
Latar Belakang Bantuan Jepang Terhadap Indonesia Melalui
Mekanisme Reducing Emission from Deforestation and Forest
Degradation (REDD+) Tahun 2013
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Sosial
Oleh:
MONNA FATHIA SUKMA
NIM: 1111113000021
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa faktor yang melatar belakangi Jepang memberikan
bantuan kepada Indonesia melalui mekanisme REDD+ pada tahun 2013. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tindakan Jepang dan faktor-faktor
pendorong Jepang bekerjasama dengan Indonesia dalam isu lingkungan
meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim yang
disebabkan oleh kerusakan hutan dan industrialisasi negara maju maupun
berkembang. Skripsi ini dikaji menggunakan metode kualitatif dengan mengambil
berbagai sumber dan data yang akan diverifikasi. Kerangka pemikiran yang akan
digunakan untuk menjelaskan bantuan Jepang terhadap Indonesia tersebut yaitu,
konsep kepentingan nasional, teori green theory, dan konsep kerjasama. Pertama,
kepentingan nasional yang dimiliki oleh negara maju dan negara berkembang
dalam isu lingkungan. Kedua, teori green theory yang akan membahas seputar
perubahan iklim, tata kelola hutan, dan dampak terhadap kerusakan lingkungan.
Ketiga, konsep kerjasama Jepang dan Indonesia dalam implementasi mekanisme
REDD yang kemudian dinamakan sebagai IJ-REDD+. Melalui pendekatan
kualitalif dan menggunakan tiga konsep tersebut, skripsi ini beragumen bahwa
Jepang mau bekerjasama dengan Indonesia dalam mekanisme REDD+ karena
negara Jepang sebagai negara maju dan tergolong banyak industrialisasi di
dalamnya merasa memiliki andil besar dalam isu lingkungan terlebih Jepang
memiliki teknologi canggih dalam pengelolaannya. Kemudian karena hubungan
kerjasama yang mapan dengan Indonesia selama ini sudah terjalin lama, membuat
Jepang dan Indonesia mengembangkan kerjasama dalam berbagai bidang.
Kata kunci: Jepang, Indonesia, REDD+, IJ-REDD+, green theory, perubahan
iklim, emisi gas rumah kaca.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah Rabbil Alamin, puji syukur kepana Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Latar Belakang Bantuan Jepang Terhadap Indonesia
Melalui Mekanisme Reducing Emission from Deforestation and Forest
Degradation (REDD+) Tahun 2013”. Shalawat serta salam bagi Rasulullah
SAW, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk meraih gelar Sarjana Sosial
(S.Sos) dalam program studi Ilmu Hubungan Internasional. Segala hambatan dan
kesulitan dalam pengerjaan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan
bantuan orang-orang terdekat. Dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan
terimakasih yang setulusnya kepada segenap yang telah terlibat dalam
penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini tidak akan sempurna tanpa bantuan, arahan dan bimbingan dari
Bapak Irfan Hutagalung, LL.M, selaku dosen pembimbing seminar proposal dan
skripsi. Terima kasih atas kesabaran beliau dan dukungan agar segera
menyelesaikan skripsi, serta doa atas kesembuhan penulis yang terkadang sering
sakit dan tidak ada kabar. “terima kasih banyak Pak Irfan atas segala pengertian,
bantuan dan dukungannya”.
Kepada Bapak Alfajri MA. yang telah memberikan masukan terhadap
tema penulisan skripsi penulis dalam isu lingkungan yaitu REDD+ pada mata
kuliah seminar proposal.
Kepada Ayahanda Sukar, Ibunda Hj Famila Mida Riana, serta adik
Dhiemas terima kasih atas kasih sayang yang tidak terhingga. Jerih payah dan
kesabaran yang luar biasa dari Papah dan Mamah. Bantuan Papah dan Mamah
dalam bentuk dukungan moril dan materil, mungkin ucapak terima kasih pun
tidak akan cukup untuk membalas semua ini. Papah Mamah dan Adik merupakan
alasan terbesar penulis untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini dikala keadaan
sesulit apapun.
vi
Terima kasih untuk teman-teman terbaik yang selalu mengingatkan
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini; Bobby, Intan, Mira, Ule, Leny,
Justian, Sekar, Shofi, Aca, Karin, Nilam, Khairi, Kiki, Taya, Ghiandi, Lia, Afi,
Faza, Kak Rizki Bams dan seluruh teman-teman penulis angkatan 2011 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. “Semoga teman-teman terbaikku diberikan umur
dan kesehatan yang panjang”. Dan terima kasih yang tulus untuk Juza Mainagi
yang telah mendoakan dan menguatkan mental penulis dengan penuh sabar dan
cinta.
Kemudian yang terakhir, terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini namun tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Selama proses penyelesaian skripsi ini penulis tidak luput
dari kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Semoga hasil dari penulisan skripsi
ini dapat bermanfaat dan dikembangkan kedepannya menjadi lebih baik dan
sempurna. Aamiin...
Jakarta, 20 Maret 2018
Monna Fathia Sukma
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.......................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI.....................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.....................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................x
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Pernyataan Masalah......................................................................1
1.2. Pertanyaan Penelitian....................................................................7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................7
1.4. Tinjauan Pustaka...........................................................................7
1.5. Kerangka Pemikiran......................................................................9
1.5.1. Konsep Kepentingan Nasional....................................................10
1.5.2. Green Theory.................................................................................12
1.5.3. Konsep Kerjasama.......................................................................13
1.6. Metode Penelitian.........................................................................14
1.7. Sistematika Penulisan..................................................................15
BAB II...................................................................................................................17
PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI TATA KELOLA HUTAN
MELALUI REDD+..............................................................................................17
2.1. Perubahan Iklim...........................................................................17
2.1.1. Penyebab dan Dampak Perubahan Iklim..................................19
2.2. Upaya Dunia Internasional Dalam Menanggulangi Perubahan
Iklim..............................................................................................21
2.2.1. Protokol Kyoto dan UNFCCC Sebagai Landasan Komitmen
Menjaga Lingkungan...................................................................22
2.3. Strategi Tata Kelola Hutan Melalui REDD...............................25
2.3.1. Menelusuri REDD........................................................................26
2.3.2. Perkembangan Mekanisme REDD+..........................................28
BAB III..................................................................................................................33
INDONESIA DAN JEPANG DALAM KERJASAMA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN DAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA...................33
3.1. Indonesia dalam Isu Perubahan Iklim.......................................34
3.2. Pengelolaan dan Inventarisasi Gas Rumah Kaca.....................40
viii
3.3. Teknologi Canggih Lingkungan Hidup Jepang....................................43
3.4. Memorandum Kerjasama Kementerian Jepang
dan Indonesia............................................................................................46
BAB IV..................................................................................................................52
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG JEPANG MEMBERIKAN
BANTUAN TERHADAP INDONESIA MELALUI MEKANISME REDD+
TAHUN 2013........................................................................................................52
4.1. Faktor Kepentingan Ekologi Jepang dan Indonesia sebagai
Implementasi Protokol Kyoto dan Keadilan
Lingkungan...................................................................................52
4.2. Faktor Kapabilitas dan Kredibilitas Negara Penerima...........59
BAB V....................................................................................................................64
KESIMPULAN.....................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................xii
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1:…........................................................................................................27
Gambar 2.2:............................................................................................................28
Gambar 2.3:............................................................................................................30
Gambar 3.1:............................................................................................................38
Gambar 4.1:............................................................................................................56
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1......................................................................................................................3
Tabel 2....................................................................................................................50
x
DAFTAR SINGKATAN
UNFCCC United Nation Framework Convention on Climate Change
REDD Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation
KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
CFC Chlorofluorocarbon
JICA Japan International Cooperation Agency
IJ-REDD Indonesia Japan Project for Development of REDD+
Implementation Mechanism
PES Payments for Environmental Services
IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change
APRIL Asia Pacific Resources International Holding Limited
APP Asia Pulp and Paper
B3 Bahan Berbahaya dan Beracun
NTT Nippon Telegraph and Telephone
NHK Nippon Broadcasting Corporation
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah
Topik seputar lingkungan hidup mulai mendapatkan perhatian dalam
proses pengambilan kebijakan dalam agenda nasional dan internasional
setidaknya dalam tiga dekade terakhir. Menurunnya kualitas lingkungan
disebabkan oleh jumlah populasi penduduk yang semakin meningkat dan
pertumbuhan pembangunan ekonomi dunia.1 Isu seputar lingkungan juga menjadi
perhatian bagi pemerintah Jepang melalui program Reducing Emission from
Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang akan dibahas pada latar
belakang masalah ini.
Salah satu bentuk dari kerusakan lingkungan adalah terjadinya pemanasan
global. Pemanasan global diakibatkan karena adanya produksi masal di sektor
industri untuk pemenuhan kebutuhan manusia.2 Aktivitas produksi ini
menghasilkan polusi serta peningkatan produksi gas CFC (Chlorofluorocarbon)
yang mengakibatkan lapisan ozon menjadi semakin menipis, ini menjadikan suhu
bumi semakin meningkat. Fenomena meningkatnya suhu bumi akibat dari
penipisan lapisan ozon disebut sebagai efek rumah kaca. Selain meningkatnya
suhu bumi, efek dari pemanasan global juga menyebabkan meningkatnya
1 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 322-323.
2 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 323-324.
2
permukaan air laut.3 Ditambah dengan adanya kegiatan deforestasi, yaitu proses
yang menghilangkan hutan dengan cara ditebang untuk diambil hasil kayunya
atau merubah lahan hutan menjadi non-hutan.4 Proses menghilangnya hutan selain
diakibatkan adanya penebangan, disebabkan juga dengan adanya kebakaran hutan
yang disengaja atau terjadi secara alami yang dapat mengancam keberlangsungan
hidup manusia dan spesies makhluk hidup yang tinggal dihutan.5
Masalah lingkungan tersebut berdampak pada pemanasan global dan
meningkatkan suhu bumi, hal itu tentu saja berbahaya pada perubahan iklim di
bumi. Faktor yang turut mempengaruhi ialah industrialisasi yang lebih
didominasi oleh negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang.6
Berbagai permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh manusia. Arus
industrialisasi yang luar biasa secara langsung telah berdampak buruk bagi bumi.
Efek rumah kaca, polusi, dan perubahan iklim telah dirasakan hampir seluruh
masyarakat dunia. Padahal jika dilihat lebih lanjut tidak semua negara mengalami
industrialisasi akan tetapi dampak buruknya telah menimpa seluruh dunia. Lantas
menimbulkan sebuah dilema tersendiri dalam penanggulangan kerusakan
lingkungan dan emsis gas rumah kaca. Berikut adalah tabel emisi CO2 yang
dihasilkan negara-negara G20.
3 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 323-324.
4 Cecep Risnandar, ―Deforestasi‖, diakses dari https://jurnalbumi.com/deforestasi/, pada
tanggal 13 Maret 2017.
5 Cecep Risnandar, ―Deforestasi‖, diakses dari https://jurnalbumi.com/knol/deforestasi/,
pada tanggal 13 Maret 2017.
6 Eddy Cahyono, ―Industrialisasi dan Transformasi Ekonomi‖, diakses dari
http://setkab.go.id/industrialisasi-dan-transformasi-ekonomi/, pada tanggal 31 Agustus 2017.
3
Tabel 1: Emisi CO2 negara G20 pada 2007 (dari sektor energi).7
Data dari EIA (Electronic Industries Alliance) ada 5 negara maju yang
menduduki peringkat utama penghasil emisi CO2 terbanyak di dunia, salah
satunya Jepang yang menduduki peringkat ke 5 menghasilkan 1.262 jutaan ton
CO2. Sedangkan negara berkembang seperti Indonesia hanya menghasilkan 319
CO2. Ini juga menjadi salah satu dilema tersendiri bagi negara maju yang telah
berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, namun seperti enggan
mengurangi pembangunan industri untuk kemajuan perekonomiannya. Misalnya
negara Cina dan Amerika Serikat yang menduduki negara pencemar terbesar di
dunia. Lemahnya keikutsertaan dan komitmen Amerika Serikat sebagai salah satu
7BBC, ―Peta Emisi Negara G20‖, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/12/091207_petaemisi.shtml, pada tanggal 19
Maret 2018.
4
negara yang memiliki sumbangsih terbesar dalam peningkatan konsentrasi emisi
gas rumah kaca.8
Isu yang terkait dengan lingkungan hidup ini membuat UNFCCC (United
Nation Framework Convention on Climate Change) memasukkan agenda
perubahan iklim global sebagai agenda penting dalam mengurangi emisi gas
rumah kaca. Agenda tersebut dibahas dalam Conference of the Parties perubahan
Iklim ke-13 (COP 13) di Bali pada tahun 2007 yang kemudian menghasilkan Bali
Action Plan. Action Plan tersebut berupa negosiasi strategi untuk iklim global
sebagai tindak lanjut dari Protocol Kyoto. Dalam Action Plan tersebut mengakui
pentingnya hutan dalam mengatasi perubahan iklim yang berkembang menjadi
satu mekanisme yang dinamakan REDD (Reducing Emission from Deforestation and
Forest Degradation).9 Pada perjalanannya REDD kemudian berkembang menjadi
REDD+ yang dapat memberikan manfaat serta keuntungan bagi lingkungan
dalam mitigasi10
perubahan iklim juga meningkatkan kehidupan masyarakat
sekitar maupun global.
Australia, Perancis, Jerman, Norwegia, Inggris, Korea Selatan, dan Jepang
merupakan negara-negara donor yang mendukung program REDD+ dan
8 Tercatat pada tahun 2005, Amerika Serikat bersumbangsih sebanyak 21% dari total
emisi keseluruhan. Lihat: Susan R. Fletcher, Global Climate Change: The Kyoto Protocol, at CRS-
1 to CRS-2 (2003), terdapat dalam situs:
http://ncseonline.org/NLE/CRSrepots/03Sep/RL30692.pdf diakses 5 Febuari 2011.
9 CIFOR, ―REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan
REDD‖, CIFOR, hlm. 5-6 [jurnal online] (Bogor Barat: Center for International Forestry
Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf
10
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. (UU No.24 tahun 2007 tantang Penanggulangan Bencana) diakses dari
https://www.kamusbesar.com/mitigasi pada tanggal 07 Oktober 2016.
5
UNFCCC.11
Salah satu yang akan diangkat pada latar belakang ini ialah Jepang
sebagai negara donor yang memilih untuk bekerjasama dengan Indonesia sebagai
mitranya, kerjasama yang telah resmi ditandatangani atau RoD (Record of
Discussion) pada tanggal 4 Februari 2013 antara Jepang (Japan International
Cooperation Agency/JICA) dengan pemerintah Indonesia Kementerian
Kehutanan) disebut dengan IJ-REDD+ Project (Indonesia Japan Project for
Development of REDD+ Implementation Mechanism) dengan tujuan
mengimplementasikan mekanisme REDD+ di Propinsi Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah.12
Kerjasama yang dibangun merupakan tindak lanjut dari perjanjian Kyoto
Protocol dengan kesepakatan internasional bahwa negara-negara industri diminta
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2 persen selama periode 2008-
2012.13
Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia,
sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya.
Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan
yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis.14
Sedangkan
11 Peter Wood, ―Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) Donor-Donor
Bilateral untuk Program REDD di Indonesia‖, HUMA 8 [jurnal online] (Bogor: PT Green Gecko,
2010) diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di http://forestclimatecenter.org/files/2010-
05%20Studi%20Pendahuluan%20atas%20Kebijakan%20Pengaman%20(Safeguards)%20Donor-
Donor%20Bilateral%20untuk%20Program%20REDD%20di%20Indonesia.pdf
12
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ―Kerjasama Indonesia Jepang IJ
REDD Project‖, diakses dari: http://ekowisata.org/kerjasama-indonesia-jepang-ij-redd-project-
%E2%80%9Csuatu-upaya-membangun-mekanisme-implementasi-redd%E2%80%9D/ pada
tanggal 30 Maret 2016.
13
CIFOR, ―REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan
REDD‖, CIFOR, hlm. 12 [jurnal online] (Bogor Barat: Center for International Forestry Research,
15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf
14WWF, ―Kehutanan‖, diakses dari
https://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/kehutanan/
pada tanggal 19 Maret 2018.
6
negara yang memiliki hutan yang luas dan kerusakan yang terbilang parah tidak
hanya di Indonesia saja, Brazil merupakan negara yang besar dengan luas lima
kali Indonesia dan terdapat hutan tropis di Lembah Amazon.15
Negara Brazil setiap tahunnya mengalami kerusakan hutan mencapai
26.130 km dan lebih dari 70% hutan Amazon telah hilang.16
Peningkatan
kerusakan tersebut juga ditunjang dengan data satelit yang menunjukkan hampir
6000 km2 luas hutan hancur dalam 12 bulan sampai akhir Juli 2013.
17 Hal itu
disebabkan karena ekspansi pertanian, pembalakan liar dan penggunaan lahan
publik untuk proyek pembangunan infrastruktur di Amazon seperti jalanan dan
bendungan.18
Masalah kerusakan hutan dengan skala besar dari negara-negara yang
memiliki lahan luas hutan, secara tidak langsung juga memberikan dampak
terhadap temperatur bumi dan mempengaruhi perubahan iklim. Melihat tindakan
Jepang yang lebih memilih membantu dan menghibahkan sejumlah dananya
dalam program REDD+ tentu saja menjadi topik yang menarik untuk dibahas
pada latar belakang kali ini. Mengingat ada beberapa negara juga yang memiliki
hutan terluas di dunia dan mengalami kerusakan.
15Koran SINDO, ―Belanda, Brasil, dan Leuser‖, diakses dari:
http://nasional.sindonews.com/read/883942/18/belanda-brasil-dan-leuser-1405590874 pada
tanggal 16 Desember 2016.
16
Koran SINDO, ―Belanda, Brasil, dan Leuser‖, diakses dari:
http://nasional.sindonews.com/read/883942/18/belanda-brasil-dan-leuser-1405590874 pada
tanggal 16 Desember 2016.
17
BBC INDONESIA, ―Kerusakan Hutan Amazon Meningkat Tajam‖, diakses dari:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/09/140911_iptek_amazon pada tanggal 16
Desember 2016.
18
BBC INDONESIA, ―Kerusakan Hutan Amazon Meningkat Tajam‖, diakses dari:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/09/140911_iptek_amazon pada tanggal 16
Desember 2016.
7
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah yang diuraikan sebelumnya, penelitian
ini berfokus untuk menjawab pertanyaan, sebagai berikut: ―Faktor apa yang
mempengaruhi Jepang memberikan bantuan terhadap Indonesia dalam isu emisi
gas rumah kaca melalui program REDD+ pada tahun 2013?‖
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini adalah: 1) untuk mengetahui
bagaimana bentuk kerjasama Jepang dan Indonesia dalam menanggulangin emisi
gas rumah kaca terkait perubahan iklim, 2) menganalisis faktor yang melatar
belakangi Jepang yang memilih Indonesia untuk bekerjasama dalam mekanisme
REDD+, dan 3) menjelaskan hubungan yang telah dijalin Jepang dan Indonesia.
Penelitian ini memiliki manfaat yaitu sebagai informasi kepada pembaca
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan Jepang dalam memberikan
bantuan dana terhadap Indonesia, memberikan perhatian khusus bagi pemerintah
Indonesia untuk tetap membuka kerjasama dalam bidang lingkungan dan
memperkaya literatur kajian mengenai mekanisme REDD+.
1.4. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang membahas mengenai REDD+ sebelumnya yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Pertama, Fajar Shidiq tahun 2014 dengan judul
―Latar Belakang Australia Melakukan Kerjasama dengan Indonesia Melalui
Mekanisme Reducing Emission From Deforestation and Forest Degradation
(REDD+) Periode 2008-2012. Pada penelitian tersebut, menjelaskan bentuk
8
kerjasama yang dibangun oleh dua negara melalui REDD+, namun tidak secara
rinci menjelaskan perkembangan REDD maka dari itu penulis berusaha
mengembangkan dalam penelitian kali ini. Kedua, Melaty Anggraini tahun 2014
dengan judul tesis ―Jepang dalam Politik REDD+ di Indonesia: Tinjauan
Konstruktivis‖. Penelitian tesis tersebut membantu penulis untuk mengembangkan
sudut pandang mengenai latar belakang negara bekerjasama melalui REDD+.
Penelitian tesis tersebut berfokus pada dimensi ideografik, etis, dan dimensi
instrumental dalam keterlibatan Jepang didalam REDD+ dan menganalisis
menggunakan pandangan konstruktivisme, yang mana hasil yang akan dicapai
berbeda dengan penelitian ini. Karena pada penelitian ini menggunakan green
theory dalam menganalisis latar belakang Jepang memberikan bantuan terhadap
Indonesia melalui REDD+. Dan ketiga, Sigit Winarto tahun 2011 dengan judul
―Latar Belakang Diterimanya Proposal Reducing Emission From Deforestation
and Degradation (REDD) Indonesia oleh Norwegia‖. Pada dasarnya ketiga
tinjauan skripsi tersebut memiliki persamaan dalam memaparkan mekanisme
REDD+, namun memiliki pandangan dan konsep yang berbeda dalam analisinya.
Skripsi ini akan memaparkan perkembangan REDD+ dan meneliti latar belakang
Jepang yang menjadi salah satu negara pendonor dalam pelaksanaan REDD+ serta
menambah literatur mengenai mekanisme dalam usaha kerjasama dalam isu
lingkungan.
Penulis juga menjadikan buku serta jurnal sebagai literatur dalam
menganalisis, misalnya buku Understanding Foreign Policy Decision Making
Alex Mintz, Teori-Teori Hubungan Internasional oleh Scott Burchill Andrew
9
Linklater, dan Pengantar Ilmu Hubungan Internasional oleh Dr. Anak Agung
Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochamad Yani.
1.5. Kerangka Pemikiran
Secara singkat, kerangka pemikiran yang digunakan oleh penulis untuk
menjelaskan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Jepang menggunakan
konsep kepentingan nasional, teori green theory, dan konsep kerjasama. Ada pula
penelitian ini berhubungan dengan environmental justice yaitu perilaku adil dan
terlibatnya semua aktor untuk penegakan hukum, pengembangan, dan serta
mencakup kebijakan lingkungan.
Hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Jepang terbentuk pertama
kali melalui kerjasama (cooperation) yang dilakukan oleh kedua negara pada
bidang ekonomi yang kemudian meluas ke bidang lainnya. Kerjasama tersebut
kemudian menimbulkan interdependensi (interdependence) karena masing-
masing negara membutuhkan satu sama lain. Adanya interdependensi dan
kerjasama yang baik mendorong terbentuknya kepercayaan (trust) antara kedua
negara di lingkungan internasional.
Perubahan iklim global tidak hanya berdampak buruk pada satu negara
saja, melainkan memberikan dampak yang meluas pada dunia, pelestarian hutan
dan kawasan penghijauan sangat penting untuk menjaga kestabilan lingkungan.
Apabila tidak ditangani dengan baik, dampak dari gas rumah kaca tersebut dapat
menciptakan efek domino dan turut mempengaruhi perekonomian nasional
Indonesia (sebagai akibat dari adanya ketergantungan atau interdependensi antara
10
kedua negara). Berikut yang konsep yang digunakan untuk menganalisis latar
belakang yang telah dijelaskan.
1.5.1. Konsep Kepentingan Nasional (National Interest)
Konsep kepentingan nasional merupakan salah satu konsep yang paling
sering digunakan dalam analisa ilmu Hubungan Internasional untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, maupun mengajurkan perilaku internasional.19
Menurut Frankel, kepentingan nasional dapat menggambarkan aspirasi negara dan
kepentingan nasional dapat digunakan secara operasional yang dapat dilihat dari
kebijakan-kebijakan yang telah atau akan dituju.20
Tujuan yang paling mendasar serta faktor yang menentukan pemandu para
pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri ialah kepentingan
nasional, hal tersebut menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi negara karena
mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan keutuhan
wilayah, keamanan militer, dan kesejahteraan ekonomi.21
Berdasarkan tujuan
tersebut, dapat dikatakan bahwa kepentingan nasional merupakan faktor utama
yang dapat menuntun pembuat kebijakan dalam menyusun kebijakan luar negeri
suatu negara.
Menurut Robert O. Keohane, demi mencapai kepentingan nasionalnya
negara-negara akan cenderung melakukan kerjasama apabila mereka melihat
19 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi (Jakarta :
LP3ES, 2010), 139.
20
Theodorre A. Coulombis, Pengantar Hubungan Internasional, Keadilan dan Power
(Bandung: Putra A. Bardin, 1990), 220.
21
Jack C. Plano dan Olton Roy, Kamus Hubungan Internasional (Bandung: Putra
Abardin, 1990), 20.
11
peluang keuntungan yang lebih.22
Dengan kata lain, kebijakan luar negeri
bersandar pada sumber kepentingan nasional yang dianggap sangat penting dan
menjadi pertimbangan pokok, karena memiliki keterkaitan langsung dengan
kepentingan ekonomi negara. Menurut Donald E. Nuechterlein, konsep
kepentingan nasional terbagi menjadi 4 konsep dasar, yakni:23
1. Kepentingan pertahanan (Defense Interest), yaitu kepentingan bagi negara
yang berkaitan dengan perlindungan terhadap warga negara dan sistem
politik dari ancaman negara lain baik berupa interensi maupun
propaganda.
2. Kepentingan ekonomi (Economic Interest), yaitu kepentingan pemerintah
untuk meningkatkan perekonomian negara melalui hubungan ekonomi
dengan negara lain.
3. Kepentingan tata internasional (World-Order Interest), yaitu kepentingan
negara untuk mempertahankan serta mewujudkan sistem politik dan
ekonomi yang dapat menguntungkan bagi negara.
4. Kepentingan ideologi (Ideological Interest), yaitu kepentingan untuk
mempertahankan dan melindungi negara dari ancaman pengaruh ideologi
negara lain.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
kepentingan nasional menjadi salah satu dasar yang menentukan perilaku suatu
negara demi mencapai kepentingan tertentu. Penelitian ini akan difokuskan pada
22 Robert O. Keohane, Cooperation and International Regimes: Perspectives on World
Politics (London dan New York: Routledge, 2006), 92.
23
Donald E. Neuchterlin, Strategy, National Interests, And Means To An End (dalam
Stephen D. Sklenka, 2007), 4.
12
kepentingan ekonomi, mengingat bahwa kerjasama ekonomi Jepang dan
Indonesia telah terjalin cukup lama maka dari itu sebagai dasar untuk
menganalisis faktor-faktor yang mendorong Jepang melakukan kerjasama dengan
Indonesia dalam mekanisme REDD+.
1.5.2. Green Theory
Green Theory hadir dengan sudut pandang baru dalam studi hubungan
internasional. Kemunculan teori ini terkesan berbeda dari pembahasan pada
umumnya, namun seiring perkembangannya, teori ini nyatanya juga memiliki
peran yang cukup besar.24
Green theory berpusat pada pembahasan seputar
keadilan, kependudukan, hak asasi, demokrasi, dan hubungan negara menyangkut
politik dan ekonomi. Namun dalam hal ini green theory juga memberikan isu-isu
lingkungan. Dalam perkembangannya, green theory menempatkan dirinya sebagai
pihak oposisi dari neoliberalisme.25
Isu-isu mengenai lingkungan telah
berkembang sejak lama. Modernisasi, industrialisasi maupun meledaknya
populasi manusia yang telah menimbulkan masalah bagi masyarakat dunia.
Terjadinya erosi besar-besaran terhadap keanekaragaman hayati yang begitu
kompleks serta terjadinya krisis ekologi mau tidak mau telah menciptakan sebuah
kondisi yang cukup memprihatinkan pada abad ke 21 ini.26
24 Matthew Paterson, Theories of International Relations, (dalam Scott Burchill,
Palgrave, 2001), 235.
25
Robyn Eckrsley, Green Theory, (dalam Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith
International Relations Theories: Oxford University Press, 2007), 250.
26
Anup Shah, ―Climate Change and Global Warming. Global Issues : Social, Political,
Economic and Environmental Issues That Affect Us, 2012‖, diakses dari:
http://www.globalissues.org/issue/178/climate-change-and-global-warming pada tanggal 27 Maret
2018.
13
Teori ini berusaha menyampaikan tujuan normatif dengan menambahkan
permasalahan lingkungan maupun etnis, juga berusaha mengembangkan batasan-
batasan yang terjadi dalam studi hubungan internasional, perspektif tidak hanya
membahas mengenai apa, siapa dan kapan terhadap sebuah feomena sosial, tetapi
juga melibatkan mengapa dan bagaimana sesuatu bisa terjadi. Selain itu, green
theory juga membahas dan mengkritik struktur sosial yang selama ini membatasi
negosiasi mengenai ekologi.27
1.5.3. Konsep Kerjasama
Konsep kerjasama menurut K.J Holsti adalah proses kerjasama atau
kolaborasi yang terbentuk dari kombinasi berbagai masalah pada tingkat nasional,
regional, maupun global yang memerlukan perhatian beberapa negara.28
Langkah pemerintah masing-masing negara biasanya dilakukan melalui
pendekatan yang membawa ide atau usul penanggulangan masalah, kemudian
mengumpulkan bukti tertulis untuk membenarkan ide atau usul tersebut dan
mengakhiri perundingan dengan perjanjian atau pengertian yang mengakomodir
kepentingan semua pihak. Kerjasama memiliki ciri-ciri sebagai berikut:29
1. Pendapat bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan saling
bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dilaksanakan
oleh semua pihak sekaligus.
27 Robyn Eckrsley, Green Theory, in; Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.).
(International Relations Theories : Oxford University Press, 2007), 256-258.
28
K.J. Holsti, Politik Internasional, (Jakarta: Erlangga, 1988), 652.
29
K.J. Holsti, Politik Internasional, (Jakarta: Erlangga, 1988), 653.
14
2. Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan negara lain
akan membantu negara tersebut untuk mencapai kepentingan dan nilai-
nilainya.
3. Persetujuan atas masalah-masalah tertentu antara dua negara atau lebih
dalam rangka memanfaatkan persamaan kepentingan atau konflik
kepentingan.
4. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan yang
dilakukan untuk melaksanakan persetujuan.
5. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka.
Perubahan iklim telah menjadi isu dalam hubungan internasional yang
menuntut negara maju maupun berkembang untuk bersama-sama mengatasi emisi
gas rumah kaca sebagai salah satu faktor penyumbang perubahan iklim.
Kolaborasi diperlukan karena setiap negara memiliki perbedaan kapabilitas dalam
merespon isu yang terjadi, maka dari itu konsep kerjasama dalam hal ini sangat
relevan dalam menjelaskan faktor-faktor yang mendorong Jepang melakukan
kerjasama dengan Indonesia dalam mekanisme REDD+.
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis,
turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya
15
mempergunakan aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan numerik,
situasional deskriptif, interview mendalam, analisis, bola salju dan story.30
Penulis juga menggunakan jenis data berupa data sekunder yang
didapatkan dari jurnal, skripsi, tesis, media elektronik, dan surat kabar. Referensi
tersebut akan didapatkan dari sejumlah tempat, seperti Perpustakaan FISIP UIN
Jakarta, perpustakaan lainnya yang terkait dengan Jepang dan Indonesia dalam
mekanisme REDD+. Setelah dilakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat, penulis akan melakukan analisis terhadap fakta-fakta
yang ditemukan serta menghubungkan antara variabel yang ada sehingga
menghasilkan alur logika dan argumen yang tepat.
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab dan memiliki
beberapa sub-bab yang akan menjelaskan bab sebelumnya.
BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi pernyataan masalah mengenai topik
yang akan dibahas dan pertanyaan penelitian. Kemudian dilengkapi dengan tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka yang memperkaya bahan pada penulisan
ini, setelah itu dilengkapi dengan kerangka pemikiran, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Perubahan Iklim dan Strategi Tata Kelola Hutan Melalui REDD+.
Pada bab ini membahas mengenai perubahan iklim, faktor terjadinya perubahan
30 Lukas S. Musianto, ―Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif
dalam Metode Penelitian,‖ Jurnal Manajemen & Kewirausahaan 4 (September 2002): 124 [jurnal
online] diakses dari:
http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/viewFile/15628/15620 pada tanggal 27
Maret 2017.
16
iklim, dan dampak dari perubahan iklim yang menjadi asal mula terbentuknya
mekanisme REDD+. Kemudian menjelaskan implementasi dari mekanisme
REDD yang digunakan Jepang untuk menjalin kerjasama dengan Indonesia.
Protokol Kyoto dan UNFCCC (United Nations Framework Convention on
Climate Change) juga akan dibahas pada bab ini sebagai landasan terbentuknya
strategi tata kelola hutan melalui REDD yang berkembang menjadi REDD+.
BAB III Indonesia dan Jepang dalam Kerjasama Pengelolaan Lingkungan
dan Inventarisasi Gas Rumah Kaca. Bab ini akan membahas mengenai bagaimana
Jepang dan Indonesia bekerjasama dalam pengelolaan dan mengatasi kerusakan
lingkungan hidup, dan seputar isu perubahan iklim yang terjadi di Indonesia serta
membahas teknologi canggih lingkungan hidup yang diterapkan oleh Jepang
sampai pada akhirnya membahas mengenai memorandum kerjasama kementerian
lingkungan hidup Jepang dan Indonesia.
BAB IV Faktor-Faktor yang Mendorong Jepang melakukan Kerjasama
dengan Indonesia melalui Mekanisme REDD+ tahun 2013. Bab ini berisikan
analisa faktor yang melatar-belakangi Jepang memilih Indonesia sebagai rekan
kerjasama dalam mengelola emisi gas rumah kaca melalui mekanisme REDD+.
Analisa juga ditunjang dengan teori hubungan internasional dengan membahas
dari sektor hubungan kerjasama Jepang dan Indonesia, kepentingan ekologi
hingga kapabilitas dan kredibilitas negara penerima.
BAB V Kesimpulan. Pada bab ini merupakan kesimpulan dari seluruh
pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.
17
BAB II
PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI TATA KELOLA HUTAN
MELALUI REDD+
Bab ini akan membahas mengenai perubahan iklim, faktor terjadinya
perubahan iklim, dan dampak dari perubahan iklim yang menjadi asal mula
terbentuknya mekanisme REDD (Reducing Emission from Deforestation and
Forest Degradation) sebagai usaha menjaga lingkungan khususnya dalam
mengelola hutan. Bagian ini juga menjelaskan mengenai implementasi dari
mekanisme REDD yang digunakan Jepang untuk menjalin kerjasama dengan
Indonesia. Protokol Kyoto dan UNFCCC (United Nations Framework Convention
on Climate Change) juga akan dibahas sebagai landasan terbentuknya strategi tata
kelola hutan melalui REDD yang berkembang menjadi REDD+.
2.1. Perubahan Iklim
Perbincangan mengenai perubahan iklim telah banyak diartikan sebagai
peristiwa berubahnya cuaca secara ekstrem yang terjadi di suatu wilayah maupun
seluruh dunia dalam jangka waktu yang relatif lama, atau yang disebut juga
dengan musim.31
Musim yang terdiri dari musim dingin, panas, semi, gugur,
hujan, kemarau dan gejala alam seperti tornado dan banjir akibat kenaikan
31 WWF, ―Seputar Perubahan Iklim, Seputar Iklim & Energi‖, diakses dari:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/kampanye/powersw
itch/spt_iklim/ pada tanggal 09 Oktober 2016.
18
permukaan laut. Perubahan tersebut dapat dilihat dari aspek-aspek seperti orbit
bumi, perubahan samudera, dan dari energi matahari yang terbit.32
Di Indonesia istilah perubahan iklim masih dibutuhkan penjelasan yang
dapat digunakan dalam bahasa sehari-hari.33
Namun, perubahan iklim telah lebih
dikenal sebagai isu internasional yang dapat memberikan dampak di masa depan.
Dampak dari perubahan iklim tersebut, sangat rentan terjadi di Indonesia dengan
naiknya permukaan air laut, gangguan pada sektor pertanian dan ketahanan
pangan serta kebakaran lahan yang menjadi tantangan terbesar.34
Tidak hanya di
Indonesia saja, perubahan iklim juga menjadi masalah yang menakutkan bagi
masyarakat internasional saat ini.35
Untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya, memerlukan instrumen
yang sangat penting yaitu hukum internasional.36
Sebelum membahas kesepakatan
hukum internasional dalam isu perubahan iklim, penting untuk membahas
penyebab dan dampak dari perubahan iklim terlebih dahulu.
32 WWF,―Seputar Perubahan Iklim, Seputar Iklim & Energi‖, diakses dari:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/kampanye/powersw
itch/spt_iklim/ pada tanggal 09 Oktober 2016.
33Kuki Soejachmoen, ―Ancaman Serius Perubahan Iklim di Indonesia‖, diakses dari:
http://www.dw.com/id/ancaman-serius-perubahan-iklim-di-indonesia/a-19196264 pada tanggal 09
Oktober 2016.
34Kuki Soejachmoen, ―Ancaman Serius Perubahan Iklim di Indonesia‖, diakses dari:
http://www.dw.com/id/ancaman-serius-perubahan-iklim-di-indonesia/a-19196264 pada tanggal 09
Oktober 2016.
35
Working Group Intergovernmental Panel on Climate Change, ―Summary For
Policymakers: The Physical Science Basis‖, (Contribution Of Working Group I To The Fourth
Assessment Report Of The Intergovernmental Panel On Climate Change, 2007), 5.
36
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, ( Malang, 2016), 30.
19
2.1.1. Penyebab dan Dampak Perubahan Iklim
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan iklim, hal
tersebut disebabkan oleh beberapa sektor antara lain pembakaran bahan bakar
fosil, laju kerusakan hutan baik dari pembakaran lahan maupun hutan, alih fungsi
lahan serta dari kegiatan industri.37
Beberapa sektor tersebut tidak dapat lepas dari
kegiatan kehidupan manusia atau masyarakat internasional sebagai usaha
menjalankan roda perekonomian dan bertahan hidup.38
Gas karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu penyebab meningkatnya
konsentrasi emisi gas rumah kaca, tercatat pada 20 tahun terakhir hingga tahun
2010 mengalami peningkatan sebanyak 80%.39
Hal itu terjadi karena adanya
pembakaran bahan fosil yang dilakukan manusia serta adanya kegiatan industri.40
Perubahan iklim juga berhubungan erat dengan pemanasan global yang
mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer pada lapisan paling bawah bumi.41
Perbandingan secara umum, emisi yang dihasilkan dalam 20 tahun terakhir
kebanyakan berasal dari negara-negara maju ketimbang negara berkembang.42
Salah satu yang tergolong negara maju ialah Jepang, negara yang sempat
mengalami tsunami pada tahun 2011 mengakibatkan kadar gas halokarbon di
37 White House Office of Science and Technology Policy, (Climate Change: State of
Knowledge, 1997), 3.
38
White House Office of Science and Technology Policy, (Climate Change: State of
Knowledge., 1997), 3.
39Hijauku.com, ―Emisi Gas Rumah Kaca Terus Naik‖, diakses dari:
http://www.hijauku.com/2011/11/23/gas-rumah-kaca-terus-naik/ pada tanggal 09 Oktober 2016.
40
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, ( Malang, 2016), 32.
41
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, ( Malang, 2016), 33.
42
G. Marland, et. al., Global, Regional, and National Fossil Fuel CO2 Emissions, in
Trends: A Compendium Of Data On Global Change (Carbon Dioxide Information Analysis
Center, 2003), 29.
20
atmosfer bumi meningkat.43
Sejak saat itu kadar gas halokarbon di atmosfer bumi
meningkat menjadi 91% yang memicu kerusakan lapisan atmosfer bumi dan
berdampak pada pemanasan global.44
Selain itu, negara berkembang seperti
Indonesia turut menjadi penyebab perubahan iklim. Menurut state of word forest
dan FAO, Indonesia menduduki peringkat kelima dari 10 negara yang memiliki
luas hutan terbesar dan cukup berpengaruh di dunia mengalami kerusakan hutan
mencapai 1,87 juta hektare dalam kurun waktu tahun 2000-2005.45
Berdasarkan pada catatan Kementrian Republik Indonesia, 1,1 juta hektar
atau 2% hutan di Indonesia menyusut setiap tahunnya. Data Kementerian
Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di
Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang. Kerusakan atau
ancaman yang paling besar terhadap hutan di Indonesia adalah penebangan liar,
alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan
untuk pengembangan pemukiman maupun industri. Kerusakan hutan yang
semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan
lingkungan disekitarnya.46
43 National Geographic, ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 09 Oktober 2016.
44
National Geographic, ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011 Silam‖
diakses dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-akibat-
tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 09 Oktober2016.
45
Detiknews, ―Kerusakan Hutan di Indonesia Terparah Kedua di Dunia‖, diakses dari:
http://news.detik.com/berita/1346550/kerusakan-hutan-di-indonesia-terparah-kedua-di-dunia pada
tanggal 05 April 2016.
46
WWF, ―Kehutanan‖, diakses dari:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/kehutanan/
pada tanggal 08 April 2016.
21
Sebagai dampak dari perubahan iklim, dalam laporan terakhir yang dirilis
oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), secara nyata dikatakan
bahwa sekarang ini kondisi bumi semakin menghangat dari waktu ke waktu.
Keseimbangan sistem iklim yang terjadi sekarang ini dalam kajian IPCC
dipengaruhi oleh konsentrasi gas rumah kaca dan aerosol, radiasi matahari dan
tutupan lahan. Secara simultan, IPCC dalam laporannya memberikan data bahwa
peran manusia dalam perubahan iklim mengalami peningkatan pada tahun 1750.47
Instrumen hukum internasional dirasa sangat penting untuk mengatasi
penyebab dan dampak perubahan iklim, maka dari itu sejumlah upaya dari dunia
internasional telah coba dilakukan.
2.2. Upaya Dunia Internasional Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim
Peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional saat ini
telah diakui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai permasalahan
yang dihadapi.48
Isu perubahan iklim juga menjadi permasalahan yang harus
dipecahkan secara bersama, untuk itu pentingnya sebuah kerjasama pada tingkat
global yang terdiri dari negara maju maupun berkembang sangat dibutuhkan,
47 Salah satu tugas utama dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah
memberikan laporan berkala, beberapa laporan yang telah dirirlis adalah Climate Change 2007:
The Physical Science Basis (2007), Climate Change 2007: Impacts, Adaptation And Vulnerability
(2007), Climate Change 2007: Mitigation Of Climate Change (2007), dan Climate Change 2007:
Synthesis Report (2007).
48
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011), 95.
22
tidak jarang beberapa negara membentuk organisasi atau bahkan pendekatan aksi
untuk menanggulangi perubahan iklim.49
Sejumlah kesepakatan dalam konverensi yang diadakan negara-negara
dunia menjadi upaya dalam mengurangi penyebab dan dampak perubahan iklim
global, yang akan dibahas dalam sub-bab berikut.
2.2.1 Protokol Kyoto dan UNFCCC Sebagai Landasan Komitmen Menjaga
Lingkungan
Protokol Kyoto diadopsi di Kyoto, Jepang, pada 11 Desember 1997 dan
mulai berlaku pada tanggal 16 Februari 2005. Aturan rinci untuk pelaksanaan
Protokol yang diadopsi pada Conference or Parties (COP) yaitu otoritas tertinggi
dalam pembuatan keputusan.50
Dengan kata lain Protokol Kyoto merupakan
perjanjian internasional yang berkaitan dengan kerangka United Nations
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau yang disebut juga
dengan Konvensi Kerangka Kerja PBB khusus membahas mengenai perubahan
iklim, yang mengikat secara internasional.51
Tujuan dari Protokol Kyoto ialah menjaga konsentrasi gas karbon dioksida
agar tidak meningkat dan tidak terjadi perubahan iklim secara ekstrem, maka pada
tahun 1990 Protokol Kyoto mengatur pelaksanaan penurunan emisi sebesar 5%
untuk negara industri untuk periode 2008-2012 melalui mekanisme Implementasi
49 Intergovenmental Panel On Climate Change, ―Synthesis Report‖, (Summary For
Policymakers, Climate Change 2001), 8-12.
50
United Nations Framework Convention on Climate Change, ―Kyoto Prototocol‖,
diakses dari: http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php pada tanggal 06 April 2016.
51
United Nations Framework Convention on Climate Change, ―Kyoto Prototocol‖,
diakses dari: http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php pada tanggal 06 April 2016.
23
Bersama (Joint Implementation), Perdagangan Emisi (Emission Trading), dan
Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism).52
Joint Implementation merupakan konsep yang telah dirumuskan pada
Pasal 4 ayat (2) huruf a mengenai Konvensi Perubahan Iklim negara maju
diberikan pilihan untuk bekerjasama dengan negara maju lainnya untuk
memenuhi kewajiban dalam konvensi yang telah disepakati.53
Kemudian pada
Pasal 6 ayat (1) Protokol Kyoto konsep Joint Implementation mengikat negara-
negara berkembang dalam upaya mitigasi perubahan iklim.54
52 BPKP,.‖Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang
Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework C'onvention On Climate Change
(Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan
Iklim)‖. www.BPKP.go.id
53
Perumusan Pasal 4 ayat (2) huruf a yang menyatakan bahwa ―Each of these Parties
shall adopt national policies and take corresponding measures on the mitigation of climate change,
by limiting its anthropogenic emissions of greenhouse gases and ptotecting and enhancing its
greenhouse gas sinks and reservious. These policies and measures will demonstrate that developed
countries are taking the lead in modifying longer-term trends in anthropogenic emissions
consistent with the objective of the Convention, recognizing that the return by the end of the
present decade to earlier levels of anthropogenic emissions of carbon dioxide and other greenhouse
gases not controlled by the Montreal Protocol would contribute to such modification, and taking
into account the differences in these Parties’ starting points and approaches, economic structures
and resource bases, the need to maintain strong and sustainable economic growth, available
technologies and other individual circumstances, as well as the need for equitable and appropriate
contributions by each of these Parties to the global effort regarding that objective. These Parties
may implement such policies and measures jointly with other Parties and may assist other Parties
in contributing to the achievement of the objective of the Convention and, in particular, that of this
subparagraph;‖
54
Perumusan Pasal 6 ayat (1) Kyoto Protocol To The United Nations Frame work
Convention On Climate Change yang menyatakan bahwa ―For the purpose of meeting its
commitments under Article 3, any Party included in Annex I may transfer to, or acquire from, any
other such Party emission reduction units resulting from projects aimed at reducing anthropogenic
emissions by sources or enhancing anthropogenic removals by sinks of greenhouse gases in any
sector of the economy, provided that: (a) Any such project has the approval of the Parties
involved; (b) Any such project provides a reduction in emissions by sources, or an enhancement of
removals by sinks, that is additional to any that would otherwise occur; (c) It does not acquire any
emission reduction units if it is not in compliance with its obligations under Articles 5 and 7; and
(d) The acquisition of emission reduction units shall be supplemental to domestic actions for the
purposes of meeting commitments under Article 3.‖
24
Emission Trading atau yang lebih dikenal dengan perdagangan karbon,
merupakan mekanisme yang dapat meringankan bagi negara-negara industri
dalam mengurangi emisi gas yang dihasilkan negara-negara tersebut.55
Negara
maju biasanya membeli sertifikat pengurangan emisi atau yang disebut CER
(Certified Emission Reduction) sebagai pemberian upah kepada negara
berkembang untuk mengelola dan menjaga hutannya.56
Clean Development Machanism merupakan mekanisme yang dapat
membantu negara maju maupun berkembang untuk memenuhi kewajiban
menurunkan emisi gas rumah kaca dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembangunan bersih yang mencegah, menekan, dan mengurangi emisi gas rumah
kaca seperti CO2, CH4, N2O, CF4, dan C2F6.57
Mekanisme ini juga menawarkan
solusi antara negara maju dengan negara berkembang bekerjasama dengan
menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek yang bertujuan
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.58
55 Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi, ―Indonesia Produsen Emisi
Karbon Dunia‖, diakses dari: https://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2997.html pada
tanggal 10 Oktober 2016.
56
Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi, ―Indonesia Produsen Emisi
Karbon Dunia‖, diakses dari: https://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2997.html pada
tanggal 10 Oktober 2016.
57
Kementerian Lingkungan Hidup, ―Kementerian Lingkungan Hidup Bekerjasama
Dengan Pemerintah Belanda Mengadakan Workshop Mengenai Clean Development Mechanism
(CDM)‖, diakses dari: http://www.menlh.go.id/kementerian-lingkungan-hidup-bekerjasama-
dengan-pemerintah-belanda-mengadakan-workshop-mengenai-clean-development-mechanism-
cdm/ pada tanggal 10 Oktober 2016.
58
Kementerian Lingkungan Hidup, ―Kementerian Lingkungan Hidup Bekerjasama
Dengan Pemerintah Belanda Mengadakan Workshop Mengenai Clean Development Mechanism
(CDM)‖, diakses dari: http://www.menlh.go.id/kementerian-lingkungan-hidup-bekerjasama-
dengan-pemerintah-belanda-mengadakan-workshop-mengenai-clean-development-mechanism-
cdm/ pada tanggal 10 Oktober 2016.
25
Ketiga flexible mechanism dalam amandemen Protokol Kyoto tersebut,
merupakan instrumen mitigasi perubahan iklim yang terus berkembang.59
Sampai
pada akhirnya Seminar of Government Experts di Bonn, Jerman pada tahun 2005
melahirkan konsep pendekatan atau aksi terbaru yang disebut dengan REDD
(Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) oleh Wakil
dari Papua New Guinea, Robert Aisi.60
Kemudian usulan tersebut ditindaklanjuti
dalam bentuk usulan formal oleh Papua New Guinea dan Kostarika.61
2.3. Strategi Tata Kelola Hutan Melalui REDD
Tindakan lanjut dari pengajuan yang diusulkan oleh Papua New Guinea
dan Kostarika memperkenalkan sektor kehutanan untuk dimanfaatkan keberadaan
hutan yang ada di negara berkembang dalam rangka mitigasi perubahan iklim
yang dikenal dengan RED (Reducing Emissions from Deforestation).62
Pengajuan tersebut mengatakan bahwa dengan memperhatikan tingginya
angka kerusakan hutan saat ini memerlukan kajian ilmiah, dan kebijakan serta
kapasitas dari negara-negara pemilik hutan dalam usaha mitigasi.63
Pada saat
diadakan COP (Conference of the Parties) 13 di Bali, Indonesia menyampaikan
bahwa isu kehutanan yang terkait dalam skema Reducing Emissions from
59 Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, ( Malang, 2016), 160.
60
Kati Kulovesi, Moises Munoz dan C. Spence, ―Summary of the UNFCCC Seminar of
Govermental Experts‖, Earth Negotiation Bulletin 16 (19 Mei 2005), 4.
61
Untuk melihat lebih detail mengenai pengajuan konsep oleh Papua New Guinea dan
Kostarika dapat dilihat dalam Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries:
Approaches to Stimulate Action (FCCC/CP/2005/MISC.1, 11 November 2005)
62
Fry Ian., ―Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation :
Opportunities and Pitfalls in Developing a New Legal Regime‖, RECIEL (Mei 2008), 167.
63
William Boyd, ―Ways of Seeing in Environmental Law: How Deforestation Became an
Object of Climate Governance‖, (Ecology Law Quarterly, Vol.37, 2010), 873.
26
Deforestation and Forest Degradation (REDD) layak diperbincangkan sebagai
kebijakan mitigasi pasca periode komitmen Protokol Kyoto.64
2.3.1. Menelusuri REDD
Setelah mendapatkan pengakuan dari hasil COP ke 13 di Bali yang
dirumuskan dalam Bali Action Plan, REDD mendapatkan perhatian besar dari
masyarakat internasional. Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah peluang
besar masuknya dana yang akan diperoleh negara berkembang dalam mekanisme
REDD.65
Pada tahun 2007 tercatat pendanaan yang berputar pada mekanisme
REDD setiap tahunnya tidak kurang dari 30 milyar dollar Amerika.66
REDD mengacu pada pengembangan mekanisme dari mekanisme yang
telah ada pada amandemen Protokol Kyoto dari kesepakatan UNFCCC, dan
merupakan kegiatan persiapan yang membantu negara-negara untuk berpartisipasi
menciptakan atau megelola hutan.67
Secara garis besar REDD merupakan skema
untuk memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil mengurangi emisi
karbon dengan kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Tambahan penghasilan
yang berkelanjutan dapat digunakan untuk pengelolaan hutan yang lebih lestari
sebagai bentuk kredit karbon. Bagi negara-negara yang melindungi hutannya,
64
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, (Malang, Setara Press, 2016),
183.
65
Till Neeff dan Francisco Ascui, ―Lessons from carbon markets for designing an
effective REDD architecture‖, (Climate Policy, Vol. 9. No 3), 306.
66
Till Neeff & Francisco Ascui, ―Lessons from carbon markets for designing an effective
REDD architecture‖, (Climate Policy, Vol. 9. No 3), 306.
67
Arild Angelsen dan Stibniati Atmadja, ―Melangkah Maju Dengan REDD, Isu, Pilihan
dan Implikasi‖, Center for International Forestry Research [jurnal online] (Bogor Barat: Center
for International Forestry Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016);
tersedia di: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf
27
lembaga pendanaan yang dibentuk akan memberikan kompensasi finansial
terhadap negara tersebut.68
Mengenai skema pendanaan REDD dengan kata lain pembayaran untuk
jasa lingkungan atau payments for environmental services (PES) memiliki 2
tingkatan, yaitu nasional dan internasional.69
Gambar 2.1 Konsep skema pembayaran jasa lingkungan yang bertingkat
ganda untuk REDD.
Sumber: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf
68 Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Indonesia, ―Hal-hal yang sering
ditanyakan tentang REDD‖, diakses dari: http://www.redd-indonesia.org/index.php/tentang-
redd/faq pada tanggal 10 Oktober 2016.
69Arild Angelsen dan Stibniati Atmadja, ―Melangkah Maju Dengan REDD, Isu, Pilihan
dan Implikasi‖, Center for International Forestry Research [jurnal online] (Bogor Barat: Center
for International Forestry Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016),
tersedia di: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf
28
Pada tingkat internasional pembeli jasa membayar kepada penyedia jasa
untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, pada tingkat negara
pemerintah nasional akan membayar kepada pemerintah subnasional atau pemilik
lahan untuk mengurangi emisi atau melakukan kegiatan lain yang bisa
mengurangi emisi, seperti penebangan pilih yang berdampak rendah terhadap
lingkungan.70
2.3.2. Perkembangan Mekanisme REDD+
Momentum REDD selanjutnya ialah pada saaat diadakan COP ke 14 di
Poznan mekanisme REDD berubah menjadi REDD+ dengan memasukkan
tambahan berupa konservasi dan pengelolaan hutan secara lestari, pemulihan
hutan dan penghutanan kembali, serta peningktana cadangan karbon hutan.71
Seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Gambar 2.2. Perkembangan REDD+
Sumber:http://www.nature.or.id/publikasi/laporan-dan-panduan-kehutanan/modul-
konsep-redd.pdf
70Arild Angelsen dan Stibniati Atmadja, ―Melangkah Maju Dengan REDD, Isu, Pilihan
dan Implikasi‖, Center for International Forestry Research [jurnal online] (Bogor Barat: Center
for International Forestry Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016);
tersedia di: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf
71
Randall S. Abete, ―REDD, White, and Blue: Is Proposed U.S. Climate Legislation
Adequate To Promote a Global Carbon‖ (Credits System for Avoided Deforestation Vol. 19,
2010), 100.
29
Terlihat bahwa cakupan REDD yang berkembang menjadi REDD+
berfokus pada pengelolaan hutan, konservasi dan rehabilitasi serta pengayaan
simpanan karbon. Namun pada implementasi skema REDD+ terbilang cukup
rumit, hal itu diidentifikasikan melalui teknologi penghitungan karbon dibutuhkan
teknologi yang dapat menghitung tepat dan cepat jumlah karbon yang tersimpan,
kemudian pembayaran insentif oleh negara pendonor kepada negara penerima
untuk didistribusi kepada masyarakat yang kurang mampu.72
Menurut Stern
Review on the Economics of Climate Change, dana yang dibutuhkan untuk
memotong hingga setengah emisi dari sektor hutan sampai dengan tahun 2030
berkisar antara 17 miliar dollar Amerika dan 33 milyar dollar Amerika per tahun.
Uang tersebut didapat dari skema pendanaan internasional atau program
pemerintah nasional.73
Menghadapi tantangan implementasi REDD+ guna membantu negara-
negara berkembang, dua inisiatif global muncul. Pertama adalah program REDD
PBB (UN-REDD) yang menawarkan dukungan bagi negara berkembang untuk
menghadapi deforestasi dan degradasi hutan. Program yang ditawarkan ialah
membantu merancang strategi ditingkat nasional dan merancang lembaga untuk
pengawasannya.74
Kedua, Bank Dunia atau World Bank yang mempromosikan
72Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Indonesia, ―Hal-hal yang sering
ditanyakan tentang REDD‖, diakses dari: http://www.redd-indonesia.org/index.php/tentang-
redd/faq pada tanggal 10 Oktober 2016.
73
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Indonesia, ―Hal-hal yang sering
ditanyakan tentang REDD‖, diakses dari: http://www.redd-indonesia.org/index.php/tentang-
redd/faq pada tanggal 10 Oktober 2016.
74
CIFOR, ―REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan
REDD‖, CIFOR, hlm. 5-6 [jurnal online] (Bogor Barat: Center for International Forestry
Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf.
30
program REDD+ serta menyediakan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest
Carbon Partnership Facility, FCPF) dengan cakupan yang lebih besar, program
tersebut direncanakan beroporasi di 37 negara.75
Perkembangan mekanisme REDD+ dijalankan oleh Indonesia untuk
mengurangi emisi karbon dengan meluaskan peran strategisnya guna
memperbaiki tata kelola hutannya, dengan tujuan mensejahterakan masyarakatnya
dengan mendistribusikan insentif dari negara pendonor.76
Hal itu bisa dilihat pada
gambar berikut ini:
Gambar 2.3. Tujuan Implementasi REDD+ di Indonesia
Sumber: http://www.reddplusid.org/index.php/sejarah/melampaui-karbon-
melebihi-hutan
75 CIFOR, ―REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan
REDD‖, CIFOR, hlm. 7 [jurnal online] (Bogor Barat: Center for International Forestry Research,
15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf.
76
REDD+ Indonesia, ―Melampaui Karbon Melebihi Hutan‖, diakses dari:
http://www.reddplusid.org/index.php/sejarah/melampaui-karbon-melebihi-hutan pada tanggal 10
Oktober 2016.
31
Inisiatif Indonesia dalam aksi REDD+ dengan menyelamatkan kawasan
hutan dan melindungi hutan bertujuan untuk menurunkan emisi karbon, selain itu
REDD+ merupakan mekanisme global yang dapat menguntungkan negara
berkembang.77
Potensi tersebut dimanfaatkan Indonesia yang menjadi negara
pertama meregulasi khusus untuk melakukan langkah-langkah REDD+ dengan
adanya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2009 mengenai Tata
Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.78
Pelaksanaan
REDD+ di Indonesia juga menuai beberapa tanggapan dari berbagai pihak, dalam
perspektif Rully Syumanda selaku Senior Campaigner Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WAHLI) mengatakan bahwa mekanisme REDD hanya
merupakan instrumen pengalihan perhatian masyarakat internasional tentang
perubahan iklim.79
REDD+ hanya menggeser secara sistematis negara
berkembang untuk lebih aktif dalam upaya mitigasi dibandingkan dengan
melakukan tindakan mitigasi di negara maju selaku kontributor atau penyebab
utama peningkatan gas karbon.80
Namun dengan tata kelola yang baik dapat meningkatkan partisipasi warga
negara dan pemerintah dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan
REDD+, meningkatkan cakupan dan kebijakan baru juga dapat menimbulkan
77REDD+ Indonesia, ―Melampaui Karbon Melebihi Hutan‖, diakses dari:
http://www.reddplusid.org/index.php/sejarah/melampaui-karbon-melebihi-hutan pada tanggal 10
Oktober 2016.
78
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, (Malang, Setara Press, 2016),
270.
79
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, (Malang, Setara Press, 2016),
271.
80
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, (Malang, Setara Press, 2016),
272.
32
kepercayaan dan penerimaan terhadap para pemangku kepentingan yang berbeda
dan dapat mengurangi risiko timbulnya konflik bahkan kegagalan REDD+ karena
tata kelola hutan memerlukan kolaborasi di antara pemangku kepentingan yang
berbeda untuk mencapai sasaran kebijakan internasional yang telah disepakati.81
Secara umum usaha dalam perjanjian Protokol Kyoto yang bersandar pada
kerangka UNFCCC yang melahirkan mekanisme REDD+ sebuah pendekatan aksi
yang diharapkan mampu meminimalisir perubahan iklim sebagai instrumen
penting yang dapat menjadi landasan kerjasama antara negara maju dan negara
berkembang. Pentingnya realisasi REDD+ pada tingkat internasional juga dapat
memberikan keuntungan bagi masyarakat nasional melalui insentif yang diberikan
oleh pendonor.Usaha negara-negara di dunia dalam menjaga lingkungan dan
meminimalisir dampak perubahan iklim, membuat negara di dunia terdorong
untuk menjalin kerjasama satu dengan yang lain. Sebagai contoh yang dilakukan
oleh negara maju, Jepang terhadap Indonesia yang akan dibahas pada bab
selanjutnya.
81Arild Angelsen dan Stibniati Atmadja, ―Melangkah Maju Dengan REDD, Isu, Pilihan
dan Implikasi‖, Center for International Forestry Research [jurnal online] (Bogor Barat: Center
for International Forestry Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016);
tersedia di: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf
33
BAB III
INDONESIA DAN JEPANG DALAM KERJASAMA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN DAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA
Pada bab ini akan dibahas mengenai bagaimana Jepang dan Indonesia
dalam mengelola dan mengatasi kerusakan lingkungan hidup di negara masing-
masing, kemudian berkembang menjalin kerjasama untuk mengatasi kerusakan
global guna mengurangi dampak perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca.
Melalui mekanisme REDD+ yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, Jepang
sebagai negara maju yang turut menyumbangkan kenaikan gas karbon oksida,
merasa bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam hal ini, sebagaimana Jepang
juga memiliki tata kelola lingkungan hidup yang sangat modern untuk
diaplikasikan dinegara-negara berkembang seperti Indonesia.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya yang dilakukan
berdasarkan kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup dengan tujuan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kelangsungan
kehidupan dan kesejahteraan manusia.82
Jepang merupakan salah satu negara
maju di dunia yang unggul dalam bidang teknologinya, walau tidak mempunyai
82 Perumusan Pasal 1 Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ayat 1
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; 2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup.
34
sumber daya alam yang melimpah, Jepang dapat menjadi salah satu negara paling
kuat di dunia. Beberapa perusahaan industri asal Jepang yang maju dalam bidang
teknologi tetap berusaha menyeimbangkan diri dengan peduli terhadap
lingkungan.83
Perlindungan terhadap lingkungan merupakan tugas penting tidak
saja bagi Jepang, melainkan bagi seluruh dunia. Dibawah pimpinan
pemerintahnya, masyarakat Jepang akhir-akhir ini sibuk melakukan serangkaian
upaya perlindungan lingkungan dalam lingkup luas.84
Indonesia sebagai negara berkembang, juga tidak ingin tertinggal dalam
peran menjaga lingkungan dan isu perubahan iklim, dibeberapa negosiasi
Indonesia dinilai memainkan peran penting dalam usaha tersebut.
3.1. Indonesia dalam Isu Perubahan Iklim
Bagian ini secara khusus akan membahas tindak lanjut Indonesia dalam
menghadapi isu perubahan iklim pasca proses ratifikasi Protokol Kyoto dan
UNFCCC. Tahun 2007 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam upaya
penanganan perubahan iklim. Indonesia menjadi tuan rumah konferensi ke 13
mengenai perubahan iklim di Bali yang merupakan kelanjutan dari kerangka
konvensi perubahan iklim di bawah PBB. Sekitar 10 ribu orang yang merupakan
wakil dari lebih 190 negara berkumpul dalam Conference of the Parties of the
83Kompasiana, ―Perusahaan Jepang yang Peduli Lingkungan‖, diakses dari:
http://www.kompasiana.com/yoanitamelia/perusahaan-jepang-yang-peduli-
lingkungan_56c56b621e23bd481302da6a pada tanggal 12 Oktober 2016.
84
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, ―Perlindungan Lingkungan‖, diakses dari:
http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_16.html pada tanggal 06 Juni 2016.
35
United Nations Framework Convention on Climate Change (COP13 UNFCCC).85
Hal ini dibarengi dengan peningkatan komitmen pemerintah dalam melaksanakan
kegiatan dan pembangunan yang pelru mempertimbangkan perubahan iklim yang
terus memainkan peran pentingnya dalam negosiasi perubahan iklim yang
berkaitan dengan REDD+.86
Keterlibatan dan peran Indonesia sejak saat itu
semakin menonjol dan penting87
.
Namun dalam usaha menjaga dan melestarikan lingkungan hidup
Indonesia tidak serta merta berjalan dengan mulus, sebab banyak kendala dan
tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Permasalahan pada sektor
pertanian dan ketahanan pangan menjadi ancaman, di Indonesia 80 sampai 85
persen emisi gas rumah kaca merupakan dampak dari penggundulan hutan dan
perusakan lahan gambut.88
Kebakaran lahan menjadi tantangan terberat bagi
Indonesia dibeberapa kajian yang telah dilakukan yang bertentangan dengan
semakin maraknya pembangunan yang membutuhkan lahan.89
Membahas pembangunan tidak terlepas dari lahan dan sumber daya alam
yang akan digunakan, tentu hal tersebut menjadi pekerjaan yang penting bagi
85Mitra Hijau, ―Memahami Negosiasi Perubahan Iklim‖, diakses dari:
http://www.mitrahijau.or.id/arsip/tag/perubahan-iklim pada tanggal 08 September 2016.
86Mitra Hijau, ―Memahami Negosiasi Perubahan Iklim‖, diakses dari:
http://www.mitrahijau.or.id/arsip/tag/perubahan-iklim pada tanggal 08 September 2016.
87
Geotimes, ―Indonesia Berperan Penting dalam Perjanjian Perubahan Iklim‖, diakses
dari: http://geotimes.co.id/indonesia-berperan-penting-dalam-perjanjian-perubahan-iklim/ pada
tanggal 12 Oktober 2016.
88
Harvard Kennedy School, Ash Center for Democratic Governance and Innovation,
―From Reformasi to Institutional Transformation: A Strategic Assessment of Indonesia's Prospects
for Growth, Equity and Democratic Governance — Dari Reformasi menuju Transformasi
Institusional: Penilaian Strategis Prospek Indonesia Terkait Pertumbuhan, Keadilan, dan Tata
Pemerintahan Demokratis‖.
89DW, ―Ancaman Serius Perubahan Iklim di Indonesia, Tantangan terberat Indonesia:
kebakaran lahan‖, diakses dari: http://www.dw.com/id/ancaman-serius-perubahan-iklim-di-
indonesia/a-19196264 pada tanggal: 08 September 2016.
36
pemerintah untuk menyeimbangkan antara kebijakan ekonomi dan menjaga agar
tidak terjadi kerusakan hutan.90
Indonesia merupakan negara yang memerlukan
rencana matang yang didukung dengan bantuan dana internasional untuk
melindungi hutan tropis dan menurut data terakhir, laju deforestasi di Indonesia
sangat tinggi di dunia.91
Pada tahun 1950 lebih dari 74 juta hektar hutan Indonesia
telah mengalami kerusakan92
melalui identifikasi terhadap industri kayu, minyak
kelapa sawit, pertanian, serta pulp (bubur kertas) sebagai penyebab utama
kekeringan lahan gambut, deforestasi dan emisi yang dihasilkan Indonesia. Bila
tidak dicegah, maka kadar pelepasan emisi gas karbon dioksida akan terus
meningkat.93
Kemudian data terbaru dari Greenpeace pada tahun 2009 sampai
dengan pertengahan tahun 2000 terdapat 141.000 hektar hutan Kalimantan yang
merupakan tempat tinggal oranghutan telah musnah.94
Aktivitas deforestasi terjadi dihampir seluruh wilayah hutan Indonesia,
wilayah hutan yang paling besar mengalami kerusakan meliputi Riau, Kalimantan
Tengah, dan Kalimantan Timur. Perusahaan terbesar Asia Pulp and Paper (APP)
beserta saingannya Asia Pacific Resources International Holding Limited
(APRIL) yang berada di Riau memegang 80% kapasitas total bubur kertas di
90 Scientific Repository, ―Masalah Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Kebijaksanaan
Ekonomi Bagi Pengendalian Terhadap Kerusakannya‖, diakses dari:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24803 pada tanggal 12 Oktober 2016.
91FAO, ―Global Forest Resources Assessment (FRA) 2005‖, diakses dari:
http://www.fao.org/forestry/site/fra2005/en/ pada tanggal 12 Oktober 2016.
92
FWI/GFW (Forest Watch Indonesia/Global Forest Watch), ‖The State of the Forest:
Indonesia‖, (Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia and Washington DC: Global Forest Watch;
FAO 2005) [jurnal online] diakses dari: http://www.fao.org/forestry/site/fra2005/en/ pada tanggal
12 Oktober 2016.
93DNPI, ―Indonesia GHG abatement cost curve‖, (Media interaction National Climate
Change Council (DNPI)), 27 August 2009.
94Mongabay, ―Situs Berita dan Informasi Lingkungan, Kerusakan Hutan Kalimantan
Terkini Akibat Ekspansi Perkebunan Sawit‖, diakses dari:
http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-kerusakan-hutan-kalimantan-terkini-akibat-ekspansi-
perkebunan-sawit/ pada tanggal 21 Oktober 2016.
37
Indonesia dan mengendalikan dua pabrik pengolahan bubur kertas terbesar di
dunia.95
Sumbangan kerusakan dari wilayah Kalimantan juga meliputi laju
pertumbuhan penduduk (LPP) yang semakin tinggi juga mempengaruhi laju
kerusakan hutan (deforestasi), di Kalimantan LPP antara tahun 1990-2010 telah
mencapai 2,5 persen dan angka tersebut telah melampaui rata-rata nasional yang
diakibatkan banyaknya pendatang transmigrasi.96
Selain itu deforestasi yang
terjadi di Kalimantan tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk saja,
namun terkait hutang luar negeri, kondisi perekonomian yang buruk, perluasan
lahan pertanian, pembangunan proyek swasta dan eksploitasi yang berlebihan
terhadap sumber daya kayu.97
Perusahaan kelapa sawit yang terdapat di Kalimantan Tengah, yaitu PT.
Wahana Catur Jaya Utama merupakan anggota RSPO (Roundtable Sustainable
Palm Oil) sebuah asosiasi organisasi dari bermacam sektor industri kelapa sawit
yang mempunyai tujuan mengembangkan serta mengimplementasikan standar
global produksi minyak sawit berkelanjutan.98
Keadaan diperparah ketika PT.
Wahana Catur Jaya Utama melakukan alih fungsi 141.000 hektar hutan dan lahan
gambut di Kalimantan Tengah sampai dengan Kalimantan Timur pada tahun 2009
hingga tahun 2000, dimana diwilayah tersebut merupakan habitat oranghutan
95IFCA, Strategies to Reduce Carbon Emissions from the Pulp and Paper and Plantation
Sectors in Indonesia, Initial Draft, October 9, 2007, expert paper to IFCA, unpublished.
96Kompasiana, ―Kerusakan Hutan di Kalimantan, Kompasiana‖, diakses dari:
http://www.kompasiana.com/atep_afia/kerusakan-hutan-di-
kalimantan_550199e1a33311192e5104c5 pada tanggal 16 September 2016.
97
Kompasiana, ―Kerusakan Hutan di Kalimantan, Kompasiana‖, diakses dari:
http://www.kompasiana.com/atep_afia/kerusakan-hutan-di-
kalimantan_550199e1a33311192e5104c5 pada tanggal 16 September 2016.
98Mongabay, ―Kerusakan Hutan Kalimantan Terkini Akibat Ekspansi Perkebunan Sawit‖,
diakses dari: http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-kerusakan-hutan-kalimantan-terkini-
akibat-ekspansi-perkebunan-sawit/ pada tanggal 16 September 2016.
38
yang terancam musnah. Tidak hanya sampai disitu, pada tahun 2013 sebanyak
1.400 hektar hutan kemudian diperluas menjadi perkebunan sawit.99
Berikut
gambaran hutan yang telah dialih fungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit:
Gambar 3.1. Habitat satwa dilindungi Indonesia kini berubah menjadi blok-
blok tanam.
Sumber:http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-kerusakan-hutan-kalimantan-
terkini-akibat-ekspansi-perkebunan-sawit/
Keadaan seperti yang telah dipaparkan tersebutlah yang mendorong
aktivitas kerusakan hutan yang dilakukan semakin meningkat dan berpengaruh
terhadap perubahan iklim, kondisi Indonesia yang rentan dengan model negara
99Mongabay, ―Kerusakan Hutan Kalimantan Terkini Akibat Ekspansi Perkebunan Sawit‖,
diakses dari: http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-kerusakan-hutan-kalimantan-terkini-
akibat-ekspansi-perkebunan-sawit/ pada tanggal 16 September 2016.
39
kepulauan dalam konteks perubahan iklim memerlukan identifikasi awal terhadap
rencana pengelolaan lingkungan.100
Selain deforestasi yang terjadi di Riau, ditemukan juga fakta bahwa
kerusakan lingkungan di Indonesia akibat kegiatan manusia antara lain;101
(1)
Deforestasi mencapai 1,8 juta hektar/tahun yang mengakibatkan 21% dari 113
juta hektar hutan hilang dan menyebabkan meningkatnya peluang bencana alam
serta terancamnya kelestarian flora dan fauna. (2) 30% dari 2,5 juta hektar
terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan dan meningkatkan resiko
bencana terhadap pesisir yang mengancam keanekaragaman hayati laut serta
menurunkan produksi perikanan laut. (3) Pencemaran udara yang tergologn
tinggi, World Bank menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polutan tertinggi
setelah Beijing. (4) Menurut catatan IUCN (International Union for the
Conservation of Nature and Natural Resources)102
sebanyak 76 spesies hewan
Indonesia dan 127 tumbuhan berada dalam status Critically Endangered (kritis).
Upaya pengelolaan dan perlindungan idealnya dilakukan dengan
sistematis dan terarah bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup dan bagi
pencegahan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup melalui
pengelolaan dan perlindungan lingkungan meliputi perencanaan, pemanfaatan,
100Badan Nasional Penanggulangan Bencana, ―Potensi Ancaman Bencana‖, diakses dari:
http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/potensi-ancaman-bencana pada tanggal 27
September 2016.
101Alamendah, ―Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia dan Penyebabnya‖, diakses
dari:https://alamendah.org/2014/08/01/kerusakan-lingkungan-hidup-di-indonesia-dan-
penyebabnya/ pada tanggal 29 September 2016.
102
IUCN merupakan lembaga yang membantu dunia dalam mencari solusi pragmatis
untuk lingkungan yang paling mendesak dalam tantangan pembangunan. Lembaga ini
berkompeten menangani flora dan fauna, termasuk spesies sanggrek.
40
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.103
Menghadapi
tantangan dan kerusakan tersebut, pemerintah Indonesia khususnya Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan POLRI untuk
mengatasi kejahatan pembakaran hutan dan lahan secara legal.104
Komitmen
Pemerintah Republik Indonesia terhadap penurunan emisi tersebut, berawal dari
penerimaan Indonesia terhadap hasil dari Copenhagen Accord. Oleh karena itu
menjadi dasar bagi Delegasi Republik Indonesia (DELRI) saat menghadiri
pertemuan tahunan dalam membahas langkah-langkah perubahan iklim.105
Setelah membahas upaya-upaya dan kendala yang dihadapi Indonesia
dalam isu perubahan iklim, setelah ini akan membahas mengenai pengelolaan dan
inventarisasi gas rumah kaca yang telah disepakati oleh negara-negara di dunia.
3.2. Pengelolaan dan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Sejumlah kesepakatan yang dibentuk negara di dunia untuk mengelola dan
menginventarisasi gas rumah kaca telah berlangsung cukup lama, dan kesepakatan
terbaru untuk mengatasi perubahan iklim diadakan pada konferensi ke 21
Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Paris bulan
Desember tahun 2015, para pihak mencoba menyelesaikan kesepakatan baru
perubahan iklim pasca-2020. Agar dapat berjalan dengan efektif, maka komitmen
103Perumusan pasal 1 ayat 2 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
104Hutan Indonesia, ―Perangi Kejahatan Pembakaran Hutan KLHK dan Polri Siap
Bersinergi, Hutan Indonesia‖, diakses dari: http://hutanindonesia.com/perangi-kejahatan-
pembakaran-hutan-klhk-dan-polri-siap-bersinergi/ pada tanggal 17 Oktober 2016.
105
Hasil dari Conference Of The Parties Fifteenth session Copenhagen 7.18 December
2009., Copenhagen Accord., FCCC/CP/2009/L.7., Page 2. Point 5.
41
penurunan emisi maka dibutuhkan pengukuran yang jelas, pelaporan, dan
verifikasi untuk menjamin terpenuhinya komitmen tersebut.106
Lima prinsip dasar yang harus dipenuhi sebagai usaha menghasilkan
inventarisasi Gas Rumah Kaca107
yaitu prinsip transparansi (Transparency),
akurasi (Accuracy), konsistensi (Consistency), komparabel atau dapat
diperbandingkan (Comparability) dan kelengkapan (Completeness) atau sering
disingkat dengan TACCC. Prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan inventarisasi
gas rumah kaca dijabarkan sebagai berikut;108
(1) Transparansi (Transparency),
semua dokumen dan sumber data harus disimpan didokumentasikan dengan
sebaik-baiknya. Metodologi, sumber data, faktor emisi, asumsi yang digunakan
dapat dijelaskan secara transparan. (2) Akurasi (Accuracy), untuk memprediksi
emisi gas rumah kaca diupayakan untuk tidak menghasilkan dugaan yang terlalu
tinggi (over estimate) atau terlalu rendah (under estimate). Hal tersebut dilakukan
agar memperoleh data yang akurat dan memenuhi prinsip transparansi. (3)
Kelengkapan (Completeness), semua data emisi harus dilaporkan dengan lengkap
dan diberikan justifikasinya mengenai sumber data. (4) Konsistensi (Consistency),
dalam mengumpulkan data mengenai emisi gas rumah kaca, hendaknya
106INCAS, ―Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan
Lahan Gambut Indonesia, Indonesian National Carbon Accounting System‖, diakses dari:
http://www.incas-indonesia.org/id/publication/inventarisasi-nasional-emisi-dan-serapan-gas-
rumah-kaca-di-hutan-dan-lahan-gambut-indonesia/ pada tanggal 27 September 2016.
107
Gas Rumah Kaca ialah gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah
dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia, khususnya sejak era pra-
industri emisi gas rumah kaca ke atmosfer mengalami peningkatan yang sangat tinggi sehingga
meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini menyebabkan timbulnya masalah
pemanasan global dan perubahan iklim. (sumber: Kementerian Lingkungan Hidup
2012, Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, pendahuluan).
108
Kementerian Lingkungan Hidup, Pedoman Penyelenggaraan Inestasi Gas Rumah
Kaca Nasional, (Bandung, 2012), diakses dari:
file:///C:/Users/acer/Downloads/10.%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Inventarisasi%20GRK.
pdf pada tanggal 13 Oktober 2016.
42
menggunakan metode yang sama. (5) Komparabel (Comparability), program
inventarisasi gas rumah kaca harus dilaporkan sedemikian rupa karena dalam
melaporkan data harus pada format yang sama sehingga apabila memaparkan
perbandingan dengan daerah lain atau negara lain dengan mudah, format yang
telah disepakati dalam Common Reporting Format atau CRF.
Pengelolaan emisi gas rumah kaca atau inventarisasi gas rumah kaca yang
terpenting adalah mengidentifikasi sumber-sumber dari emisi, kegiatan dalam
proses industri dan penggunaan produk (industrial processes and production use,
IPPU). Emisi gas rumah kaca juga dapat meningkat akibat adanya pengolahan
dari proses kimia di industri dan penggunaan produknya.109
Penggunaan energi
bahan bakar dan kegiatan proses produksi menyumbang gas CO2 terbesar saat
ini.110
Pemerintah Indonesia dalam menjalankan prinsip inventarisasi yaitu
pelaporan emisi, mengembangkan Sistem Perhitungan Karbon Nasional Indonesia
(Indonesian National Carbon Accounting System/INCAS). Sistem tersebut
dirancang untuk memantau emisi gas rumah kaca sebagai proyeksi untuk ke
depan, dengan adanya kerincian data dapat membantu untuk memahami,
mengelola, dan menyusun strategi yang efektif untuk menurunkan emisi gas.111
109 MENLH, ―Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Tahun 2014, Proses Industri dan
Penggunaan Produk‖, diakses dari: http://www.menlh.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2014/12/Laporan-Inventarisasi-GRK-Tahun-2014.pdf pada tanggal 27
September 2016.
110
MENLH, ―Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Tahun 2014, Proses Industri dan
Penggunaan Produk‖, diakses dari: http://www.menlh.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2014/12/Laporan-Inventarisasi-GRK-Tahun-2014.pdf pada tanggal 27
September 2016.
111INCAS, ―Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan di
Lahan Gambut Indonesia‖, diakses dari: http://www.incas-
43
Dibutuhkannya kinerja dari pemerintah dari masing-masing negara, serta
alat pendukung yang canggih dapat menyumbangkan kemudahan tersendiri untuk
mengelola dan meminimalisir dampak emisi gas rumah kaca. Jepang merupakan
negara yang terbilang cukup canggih dalma mepengelolaan lingkungan hidupnya,
dan beberapa faktor pendukung yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
3.3. Teknologi Canggih Lingkungan Hidup Jepang
Berbeda dengan kondisi Indonesia, Jepang merupakan negara maju yang
perekonomiannya ditunjang oleh penduduk yang memiliki semangat kerja tinggi,
berpendidikan, dan penguasaan teknologi serta perekonomian yang besar.
Terhitung pada tahun 2007 pendapatan nasional per kapita Jepang mencapai
33,800 dollar Amerika per tahun.112
Faktor pendukung dari kedisiplinan penduduk
Jepang juga turut menyumbangkan solusi untuk menghadapi isu lingkungan
hidup, ketaatan pada aturan tidak membuang sampah sembarangan turut
mempermudah pemerintah Jepang untuk menyusun strategi dalam isu perubahan
iklim.113
Perusahaan dan industri di Jepang menggunakan AMDAL (Analisa
Dampak Lingkungan) yang ketat, hutan yang terjaga, penegakan aturan gas buang
kendaraan bermotor, serta pembagian jenis sampah dan penjadwalan pembuangan
indonesia.org/id/publication/inventarisasi-nasional-emisi-dan-serapan-gas-rumah-kaca-di-hutan-
dan-lahan-gambut-indonesia/ pada tanggal 28 September 2016.
112Guruips, ―Jepang Sebagai Negara Maju (Perekonomian, Penduduk, Teknologi,
Pendidikan Negara Jepang)‖, diakses dari: http://www.guruips.com/2015/12/jepang-sebagai-
negara-maju-perekonomian.html pada tanggal 09 September 2016.
113Kompasiana, ―Perbedaan Indonesia dan Jepang dalam Menghargai Lingkungan‖,
diakses dari: http://www.kompasiana.com/komunikasi-metro/perbedaan-indonesia-dan-jepang-
dalam-menghargai-lingkungan_55001a9fa333115c7350fb32 pada tanggal 22 September 2016.
44
sampah. Kemudian adanya pembagian detail tentang sampah yang secara umum
sampah dibagi menjadi 2 jenis yaitu sampah yang bisa dibakar dan tidak bisa
dibakar, ada pula pembagian khusus lainnya, misalnya sampah elektronik, sampah
bahan-bahan berbahaya (korek gas, batu baterai, silet) botol plastik, gelas, botol
aluminium dan lain-lain dan pelaksanaannya begitu dipatuhi oleh masyarakat di
Jepang.114
Keadaan di Jepang yang pernah mengalami bencana tsunami di Tohuku,
mengakibatkan kadar gas halokarbon di atmosfer bumi meningkat. Bencana
tsunami yang terjadi pada tahun 2011 menyisakan gas penyebab efek rumah kaca
tersebut meningkat, meskipun Jepang dinilai sigap dalam upaya mencegah dan
menanggulangi bencana gempa, namun pemerintah tidak dapat secara langsung
bisa mencegah dampak gas yang dihasilkan dari alat-alat elektronik (kulkas, AC)
yang hancur pada saat tsunami.115
Sebanyak 7.275 ton gas halokarbon lepas ke
udara yang bersumber dari barang-barang elektronik, tiga jenis halokarbon yang
lepas dan merusak pelindung atmosfer bumi yaitu chlorofluorocarbon (CFC),
hydrochlorofluorocarbon (HCFC) dan hydrofluorocarbon (HFC). Ketiga gas
tersebutlah yang dapat merusak lapisan ozon bumi yang menjadi pelindung bagi
kehidupan di bumi dari bahayanya radiasi sinar ultraviolet.116
114Kompasiana, ―Perbedaan Indonesia dan Jepang dalam Menghargai Lingkungan‖,
diakses dari: http://www.kompasiana.com/komunikasi-metro/perbedaan-indonesia-dan-jepang-
dalam-menghargai-lingkungan_55001a9fa333115c7350fb32 pada tanggal 22 September 2016.
115National Geographic, ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 29 September 2016.
116
National Geographic, ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 29 September 2016.
45
Kelebihan Jepang dalam menanggulangi bencana dan menata kembali
perindustrian telah terbukti dengan menanggulangi Kota industri Kitakyushu di
Pulau Kyushu Jepang yang sempat mengalami kerusakan lingkungan akibat
pencemaran limbah industri pada tahun 1960, dampak yang ditimbulkan ialah
banyak anak-anak yang terkena penyakit pernafasan dan langit menjadi abu-abu
dan air sungai menjadi kotor.117
Setelah mengalami kerusakan tersebut, Jepang
dengan segala upaya mengembalikan keadaan udara serta langit dan sungai
menjadi bersih kembali meskipun di Kitakyushu masih terdapat pabrik-pabrik
besar seperti Nippon Steel dan pabrik baja Yahata Steel.118
Menata dan menanggulangi bencana yang pernah terjadi di Jepang, Jepang
pun telah mengembangkan teknologi-teknologi canggih dalam bidang lingkungan
seperti misalnya penanganan pencemaran air, udara dan pengelolaan limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun) oleh perusahaan multinasional Jepang yaitu
DOWA Group.119
DOWA Group dikenal aktif dalam investasi pembangunan
pabrik limbah di negara Asia, seperti di Indonesia DOWA group akan
memberikan investasi sebesar 200 miliar dollar untuk pembangunan pabrik
pengolah limbah di Jawa Timur.120
117Antaranews, ―Cara Kitakyushu bangun kota industri ramah lingkungan‖, diakses dari:
http://www.antaranews.com/berita/521914/cara-kitakyushu-bangun-kota-industri-ramah-
lingkungan pada tanggal 29 September 2016.
118
Antaranews, ―Cara Kitakyushu bangun kota industri ramah lingkungan‖, diakses dari:
http://www.antaranews.com/berita/521914/cara-kitakyushu-bangun-kota-industri-ramah-
lingkungan pada tanggal 29 September 2016.
119
DOWA, ―DOWA Group‖, diakses dari:
http://www.dowa.co.jp/en/about_dowa/group/japan.html pada tanggal 06 September 2017.
120
Tribun news, ―DOWA Group akan Bangun Pabrik Pengolah Limbah 200 Miliar Dolar
di Jatim‖, diakses dari: http://surabaya.tribunnews.com/2014/06/06/dowa-group-akan-bangun-
pabrik-pengolah-limbah-200-miliar-dolar-di-jatim pada tanggal 06 September 2017.
46
Jepang sebagai negara yang mempunyai teknologi canggih juga membuat
infrastrukturnya dirancang untuk penanganan bencana dengan membangun
jaringan komunikasi radio pusat dan daerah yang berdiri tidak secara sendiri-
sendiri melainkan organisatoris, Nippon Telegraph and Telephone (NTT) dan
Nippon Broadcasting Corporation (NHK) menjadi media pelayanan masyarakat
di Jepang secara gratis dengan begitu ketika gempa atau banjir terjadi,
masyarakatnya dapat menghubungi keluarganya.121
Pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di Jepang tersebut tidak luput
dari peran pemerintah Jepang dan masyarakat Jepang yang mempunyai
kedisiplinan tinggi dalam menjalankan roda kehidupan di lingkungan sekitar,
salah satu usaha pemerintah Jepang yang aktif dalam menghadapi isu nasional dan
internasional juga dapat dilihat dari berbagai kerjasama yang dijalin oleh
pemerintah Jepang dengan negara lain, misalnya saja sejumlah memorandum
kerjasama yang dijalin oleh kementerian Jepang dan Indonesia yang akan dibahas
pada sub-bab selanjutnya.
3.4. Memorandum Kerjasama Kementerian Jepang dan Indonesia
Sejumlah konferensi dan pertemuan antara negara maju dan berkembang
telah banyak diselenggarakan, salah satunya dengan adanya beberapa pertemuan
yang diselenggarakan oleh Pertemuan bilateral Menteri Lingkungan Hidup Jepang
pada tanggal 177 Mei 2013 dengan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia
menyepakati pentingnya sebuah kerjasama Jepang dan Indonesia terutama dalam
121NTT, ―NTT Group‖, diakses dari: http://www.ntt.co.jp/index_e.html pada tanggal 06
September 2016.
47
upaya-upaya pengembangan kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca.122
Sebelumnya pada tanggal 5 Desember 2012, penguatan kerjasama juga
dilakukan melalui memorandum kerjasama antara Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) Indonesia yang diwakili oleh menteri Balthasar Kambuya dan
dengan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang oleh Horiyuki Nagahama yang
ditandatangani di Sekretariat Delegasi Jepang pada saat COP18 di Qatar National
Convention Center.123
Seiring dengan perkembangan mekanisme REDD+
kebijakan pengaman lingkungan dan sosial di Indonesia semakin ditingkatkan,
negara-negara yang mau bekerjasama maupun memberikan bantuan harus
memahami hukum-hukum dan kebijakannya terlebih dahulu.124
Sebagai langkah
awal dalam mengimplementasikan REDD+ sejumlah memorandum telah dibuat
oleh berbagai macam strategi, dengan contoh salah satunya ialah kerjasama
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang dan Indonesia merupakan kerjasama
partnership yang meliputi hal pencemaran udara, pencemaran air, perubahan
iklim, manajemen bahan kimia, promosi kesadaran lingkungan, teknologi
lingkungan, kota berwawasan lingkungan, perlindungan lapisan ozon dan area
122Suara Manado, ―Indonesia dan Jepang Kerja Sama Penurunan Emisi GRK‖, diakses
dari: http://www.suaramanado.com/berita/internasional/politik-
pemerintahan/2013/05/6626/indonesia-dan-jepang-kerja-sama-penurunan-emisi-grk pada tanggal
28 September 2016.
123MENLH, ―Indonesia – Jepang Perkuat Kerjasama Pengelolaan Lingkungan dan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca‖, diakses dari: http://www.menlh.go.id/indonesia-jepang-perkuat-
kerjasama-pengelolaan-lingkungan-dan-inventarisasi-gas-rumah-kaca/ pada tanggal 16 September
2016.
124Peter Wood, ―Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) Donor-Donor
Bilateral untuk Program REDD di Indonesia‖, HUMA, 11 [jurnal online] (Bogor: PT Green
Gecko, 2010) diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di
http://forestclimatecenter.org/files/2010-
05%20Studi%20Pendahuluan%20atas%20Kebijakan%20Pengaman%20(Safeguards)%20Donor-
Donor%20Bilateral%20untuk%20Program%20REDD%20di%20Indonesia.pdf
48
kerjasama lain dalam lingkup perlindungan dan perbaikan lingkungan hidup yang
akan disepakati bersama Indonesia dan Jepang.125
Kehadiran REDD+ sebagai strategi dalam mengelola lingkungan hidup
untuk menghadapi isu perubahan iklim sebagai wujud perjanjian Protokol Kyoto,
mendorong negara-negara yang telah sepakat untuk mengaplikasikan apa yang
terkandung dalam REDD+. Pada tahun 2013 telah ditanda tangani persetujuan
oleh pemerintah Jepang dan Indonesia, kerjasama tersebut disebut dengan IJ-
REDD+ Project (Indonesia Japan Project for Development of REDD+
Implementation Mechanism).126
Program kerjasama antara Pemerintah Indonesia
(Kementerian Kehutanan) dan Jepang (Japan International Cooperation
Agency/JICA) tersebut bertujuan untuk membangun atau mengembangkan
mekanisme implementasi REDD+.127
Dokumen kerjasama atau RoD (Record of Discussion) IJ-REDD+ Project
telah ditandatangani pada tanggal 4 Februari 2013 di Jakarta, dengan durasi
selama 4 Tahun yaitu dimulai dari bulan Juni 2012 sampai dengan Juni 2016.128
125Perumusan dalam Memorandum Kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang Tentang Kerjasama Lingkungan
Hidup. Paragraf II Area Kerjasama.
126Ekowisata, ―Kerjasama Indonesia Jepang (IJ)-REDD+ Project ―Suatu upaya
membangun mekanisme implementasi REDD+‖‖, diakses dari: http://ekowisata.org/kerjasama-
indonesia-jepang-ij-redd-project-%E2%80%9Csuatu-upaya-membangun-mekanisme-
implementasi-redd%E2%80%9D/ pada tanggal 29 September 2016.
127
Ekowisata, ―Kerjasama Indonesia Jepang (IJ)-REDD+ Project ―Suatu upaya
membangun mekanisme implementasi REDD+‖‖, diakses dari: http://ekowisata.org/kerjasama-
indonesia-jepang-ij-redd-project-%E2%80%9Csuatu-upaya-membangun-mekanisme-
implementasi-redd%E2%80%9D/ pada tanggal 29 September 2016.
128Gun Gun Hidayat, ―Introduction to Indonesia Japan – Project for Development of
REDD+ Implementation Mechanism (IJ-REDD+ Project)‖, Ministry of Forestry [laporan online]
diakses dari:
http://www.env.go.jp/earth/cop/cop19/event/file/131113/17001900//1113_1700_02_Gun.pdf pada
tanggal 14 Oktober 2016.
49
Program kerjasama ini, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi
(PJLHK) bertindak selaku Project Director, dengan provinsi target yaitu Provinsi
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, dan core area di Taman Nasional
Gunung Palung.129
Pertimbangan dalam pemilihan wilayah karena pemerintah
daerah ingin melestarikan hutan dan meningkatkan kehidupan masyarakat sekitar,
keadaan antara populasi, perkebunan dan pertambangan yang harus di manage
dengan baik serta menindak lanjut metodologi dari perjanjian internasional yang
telah disepakati.130
Kerjasama yang dibangun dalam IJ-REDD+ memakai sistem MRV
(measuring, reporting and verifying) yang merupakan singkatan dari measuring
(pengukuran), reporting (pelaporan) dan verifying (verifikasi) adalah sistem yang
mencakup kegiatan pengukuran, pelaporan dan verifikasi yang konsisten,
transparan, lengkap, akurat dan comparable terhadap emisi dan serapan gas rumah
kaca untuk menjalankan REDD+ (pengukuran emisi dari deforestasi dan
degradasi, konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan
karbon).131
Sistem tersebut menjadi bagian monitoring dimana hasil dari metode
MRV akan dijadikan sebagai dasar pembayaran atas output atau kinerja yang
129Ekowisata, ―Kerjasama Indonesia Jepang (IJ)-REDD+ Project ―Suatu upaya
membangun mekanisme implementasi REDD+‖‖, diakses dari: http://ekowisata.org/kerjasama-
indonesia-jepang-ij-redd-project-%E2%80%9Csuatu-upaya-membangun-mekanisme-
implementasi-redd%E2%80%9D/ pada tanggal 29 September 2016.
130
Gun Gun Hidayat, ―Introduction to Indonesia Japan – Project for Development of
REDD+ Implementation Mechanism (IJ-REDD+ Project)‖, Ministry of Forestry [laporan online]
diakses dari:
http://www.env.go.jp/earth/cop/cop19/event/file/131113/17001900//1113_1700_02_Gun.pdf pada
tanggal 14 Oktober 2016.
131
Maha Adi, Pengantar Perubahan Iklim, (Jakarta, Friedrich-Naumann-Stiftung f r die
Freiheit, 2010), 162.
50
dilakukan oleh lembaga Dana Kemitraan REDD+.132
Setiap kegiatan MRV wajib
sejalan dengan prinsip-prinsip pelaporan IPCC (Intergovernmental Panel on
Climate Change), harus transparan, dapat dibandingkan, konsisten, akurat dan
lengkap, ketikpastian yang minimal, sepanjang sesuai dengan kemampuan dan
kapasitas nasional.133
Kerjasama IJ-REDD+ didanai oleh Jepang yang menjadi negara donor dan
memberikan sejumlah pinjaman serta hibah kepada Indonesia, hal itu dibuktikan
dengan data gambar sebagai berikut;
Gambar 3.2. Donor multilateral dan bilateral dalam program REDD
dan yang terasosiasi GCC di Indonesia
Sumber: Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) DonorDonor
Bilateral untuk Program REDD di Indonesia, forestclimatecenter.org
Jepang memberikan hibah 11 juta dollar Amerika untuk melaksanakan
program pelestarian hutan dan 751 juta dollar Amerika pinjaman untuk program
132 Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, ( Malang, Setara Press, 2016),
187.
133
Dr. Deni Bram, S.H., M.H., Hukum Perubahan Iklim, ( Malang, Setara Press, 2016),
188.
51
perubahan iklim dalam mekanisme REDD+ untuk mitigasi perubahan iklim.134
Dengan melihat dukungan Jepang terhadap Indonesia dalam mekanisme REDD+
tersebut, maka pada bab selanjutnya akan membahas mengenai latar belakang
tindakan Jepang.
134Peter Wood, ―Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) Donor-Donor
Bilateral untuk Program REDD di Indonesia‖, HUMA 8 [jurnal online] (Bogor: PT Green Gecko,
2010) diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di http://forestclimatecenter.org/files/2010-
05%20Studi%20Pendahuluan%20atas%20Kebijakan%20Pengaman%20(Safeguards)%20Donor-
Donor%20Bilateral%20untuk%20Program%20REDD%20di%20Indonesia.pdf
52
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG JEPANG MEMBERIKAN
BANTUAN TERHADAP INDONESIA MELALUI MEKANISME REDD+
TAHUN 2013
Bab ini akan menganalisa faktor yang melatar-belakangi Jepang yang
memilih untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia melalui mekanisme
REDD+ tahun 2013. Analisa akan dibahas menggunakan konsep pemikiran
seperti economic interest, green politics, dan konsep kerjasama yang dapat
digunakan dalam membahas faktor-faktor yang mendorong Jepang memberikan
bantuan terhadap Indonesia melalui mekanisme REDD+.
4.1. Faktor Kepentingan Ekologi Jepang dan Indonesia sebagai Implementasi
Protokol Kyoto dan Keadilan Lingkungan.
Environmental Justice atau keadilan lingkungan diartikan sebagai
pergerakan di lapisan masyarakat bawah (grassroot) yang memperjuangkan
perlakuan yang sama bagi masyarakat tanpa memandang suku bangsa, budaya,
sosial ekonomi, dalam hal pembangunan, implementasi dan penegakan hukum,
peraturan dan kebijakan. Perlakuan adil berarti pula tidak boleh ada seorangpun
atau kelompok tertentu yang lebih dirugikan oleh suatu dampak lingkungan.135
Keadilan lingkungan mengandung tiga aspek yaitu; aspek keadilan prosedural
135Komunitas Hijau, ―Media Informasi Hijau‖, diakses dari:
https://jaobima.or.id/environmental-justice-keadilan-lingkungan-dan-ekologi/ pada tanggal 19
Maret 2018.
53
mengenai keterlibatan seluruh pihak. Aspek keadilan subtantif yaitu hak untuk
tinggal dan menikmati lingkungan yang sehat dan bersih, dan aspek keadilan
distributif yaitu penyebaran yang merata dari keuntungan yang diperoleh dari
lingkungan.
Membahas mengenai kepentingan ekologi tidak terlepas dari hubungan
antara manusia dan alam, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terus
mengoptimalkan dan memanfaatkan potensi yang ada di dunia termasuk sumber
daya alam.136
Kegiatan tersebut secara tidak langsung berhubungan dengan
konsep ekonomi yang seiring perkembangannya sering dikaitkan dengan ekologi,
walaupun kenyataannya antara ekologi dan ekonomi memiliki jarak pemisah yang
cukup luas.137
Namun keduanya saling berkaitan, dengan pemenuhan kebutuhan
hidup roda perekonomian harus berjalan, dan kegiatan tersebut biasanya
melibatkan kegiatan pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran lahan maupun
hutan, alih fungsi lahan dan kegiatan industri yang melibatkan lingkungan hidup
dimana hal tersebut merupakan salah satu sektor ekologi.
Bencana tsunami berkekuatan 9 skala Richter yang terjadi di Jepang
kawasan Tohoku, setinggi sekitar 10 meter menghantam kawasan pesisir
Prefektur Miyagi. Terjadinya bencana tersebut mengakibatkan 15 ribu jiwa
meninggal, menghancurkan perumahan, sejumlah infrastruktur transportasi rusak
termasuk jembatan layang, dua kereta penumpang dengan jumlah yang tidak
136 Tri Widodo W. Utomo, ―Keseimbangan Kepentingan Ekonomis dan Ekologis dalam
Menunjang Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)‖, 3-4 [laporan
online] diakses dari: http://nurma.staff.uns.ac.id/files/2009/03/keseimbanganekonekol-1.pdf pada
tanggal 16 Febuari 2017.
137
Prof. Dr. Mohamad Soerjan, ―Ekologi Manusia dan Alam Semesta, Ekologi dan
Ekonomi‖, [laporan online] diaksesdari: http://repository.ut.ac.id/4444/1/BIOL4417-M1.pdf pada
tanggal 16 Febuari 2017.
54
dapat diketahui menghilang dan gedung-gedung runtuh.138
Akibat tsunami yang
terjadi di Jepang juga menyisakan gas-gas penyebab emisi rumah kaca.
Pemerintah Jepang tidak dapat menanggulangi dampak berbahaya yang dihasilkan
dari alat-alat elektronik seperti kulkas dan AC yang hancur akibat gempa dan
tsunami yang terjadi. Ada sebanyak 7.275 ton gas halokarbon yang terlepas ke
udara dari barang-barang elektronik yang rusak.139
Sementara itu, Indonesia juga mengalami kerusakan berdasarkan catatan
Kementerian Republik Indonesia 1,1 juta hektar hutan di Indonesia menyusut
setiap tahunnya. Kerusakan tersebut disebabkan oleh penebangan liar, alih fungsi
hutan, dan eksploitasi hutan untuk pengembangan pemukiman.140
Akibat dari
kerusakan hutan juga berpengaruh terhadap perubahan iklim yang dapat
meningkatkan resiko bencana alam.
Apabila kerusakan lingkungan terus terjadi, maka seluruh kegiatan
perekonomian manusia di bumi akan terganggu. Tentu saja hal ini menjadi
perhatian bagi dunia internasional mengingat bahwa pentingnya menjaga stabilitas
lingkungan alam, manusia, dan hewan dari perubahan cuaca yang diakibatkan
meningkatnya emisi gas rumah kaca oleh kegiatan tersebut. Dengan demikian
sejumlah perjanjian dan komitmen negara di dunia untuk menurunkan tingkat
emisi gas rumah kaca menjadi penting untuk diaplikasikan. Protokol Kyoto hadir
138Global Liputan 6, ―Gempa 9 SR Jepang Tsunami dan Supermoon‖, diakses dari:
http://global.liputan6.com/read/2188739/11-3-2011-gempa-9-sr-jepang-tsunami-dan-supermoon
pada tanggal 16 Febuari 2017.
139
National Geographic, ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 16 Febuari 2017.
140
WWF, ―Kehutanan‖, diakses dari:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/kehutanan/
pada tanggal 17 Febuari 2017.
55
sebagai perjanjian internasional yang konsen terhadap penurunan emisi gas rumah
kaca, dengan menjaga stabilitas gas karbon dioksida.141
Menyadari pentingnya aspek ekologi dalam kehidupan, dan sebagai tindak
lanjut negara Jepang dan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas
rumah kaca, dengan adanya memorandum kerjasama pengelolaan dan penanganan
permasalahan lingkungan yang sudah terjalin sejak 20 tahun dari tahun 1989
antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Indonesia dan Kementerian
Lingkungan Hidup Jepang pada tanggal 5 Desember 2012 di Doha, Qatar.142
Kelanjutan dari memorandum tersebut kemudian dikembangkan Indonesia
dalam bentuk REDD+ pada tahun sebagai mekanisme yang jelas untuk mengelola
dan menjaga lingkungan.143
Melalui mekanisme REDD+ Jepang memberikan
bantuan dana hibah terhadap Indonesia sebesar 11 juta dollar Amerika dan
pinjaman sebesar 751 juta dollar Amerika.144
Perjanjian kerjasama kemudian
dibentuk sebagai IJ-REDD+ Project dan ditanda tangani pada 4 Febuari 2013,
141BPKP,.‖Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang
Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework C'onvention On Climate Change
(Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan
Iklim)‖. www.BPKP.go.id
142Hijauku, ―Indonesia – Jepang Perkuat Kerjasama Lingkungan‖, diakses dari:
http://www.hijauku.com/2012/12/06/indonesia-jepang-perkuat-kerjasama-lingkungan/ pada
tanggal 17 Febuari 2017.
143UNDP Indonesia, ―Indeks Tata Kelola Hutan, Lahan, dan REDD+ 2012 di Indonesia‖,
(Indonesia, 2013) [laporan online] diakses dari::
file:///C:/Users/acer/Downloads/Indeks%20Tata%20Kelola%20Hutan%20Lahan%20dan%20RED
D%20(1).pdf pada tanggal 17 Febuari 2017.
144
Peter Wood, ―Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) Donor-
Donor Bilateral untuk Program REDD di Indonesia‖, HUMA 8 [jurnal online] (Bogor: PT Green
Gecko, 2010) diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di
http://forestclimatecenter.org/files/2010-
05%20Studi%20Pendahuluan%20atas%20Kebijakan%20Pengaman%20(Safeguards)%20Donor-
Donor%20Bilateral%20untuk%20Program%20REDD%20di%20Indonesia.pdf
56
proyek difokuskan pada empat kawasan hutan Indonesia.145
Kawasan proyek IJ-
REDD+ tersebut meliputi kawasan sebagai berikut Kalimantan Barat yaitu
Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kubu Raya, dan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang juga menjadi
fokus pada proyek IJ-REDD+.146
Gambar 4.1. Peta Area Proyek Kawasan IJ-REDD+
Sumber: http://ekowisata.org/ij-redd/
Mekanisme REDD+ ini telah menghasilkan output yaitu, telah
dilakukannya kegiatan monitoring (Remote Sensing, Field Survey, Geographic
Information System) training dan kontribusi ke REDD+ MRV (measuring,
reporting and verifying), peningkatan kapasitas staff Taman Nasional, pelatihan
Biodiversity Survey, pembelian alat proyek, peralatan survey seperti camera trap,
GPS, binocular guna mendukung program pelatihan dan survey keanekaragaman
hayati. Sebagai bentuk kerjasama dan dukungan IJ-REDD+ pada daerah
145 Gun Gun Hidayat, ―Introduction to Indonesia Japan – Project for Development of
REDD+ Implementation Mechanism (IJ-REDD+ Project)‖, Ministry of Forestry [laporan online]
diakses dari:
http://www.env.go.jp/earth/cop/cop19/event/file/131113/17001900//1113_1700_02_Gun.pdf pada
tanggal 14 Oktober 2016.
146Ekowisata, ―Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, IJ-REDD+‖,
diakses dari: http://ekowisata.org/ij-redd/ pada tanggal 17 Febuari 2017.
57
Kalimantan Barat, maka IJ-REDD+ juga mengadakan pelatihan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dan Monitoring Plot terhadap 9 orang tenaga teknis yang
diharapkan mampu menyusun dokumen MVR dikawasan Kalimantan Barat.147
Kedutaan Jepang di Indonesia mengakui bahwa Jepang berusaha
membantu negara-negara di berbagai penjuru dunia dalam mengatasi masalah-
masalah lingkungan dengan, misalnya, memberikan teknologi daur-ulang,
teknologi untuk mengurangi emisi gas-gas rumah-kaca, dan berbagai teknologi
lingkungan lainnya.148
Pelaksanaan kerjasama IJ-REDD+ tersebut merupakan bagian dari
kepentingan ekologi yang tidak terlepas dari kepercayaan Jepang terhadap
kemampuan atau kapabilitas dan kredibilitas Indonesia dalam mengelola
lingkungan ditengah maraknya pembakaran hutan dan kerusakan hutan di
Indonesia yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
147Ekowisata, ―Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, IJ-REDD+‖,
diakses dari: http://ekowisata.org/ij-redd/ pada tanggal 17 Febuari 2017.
148
Kedutaan Besar Jepang, ―Perlindungan Lingkungan‖, diakses dari: http://www.id.emb-
japan.go.jp/expljp_16.html pada tanggal 29 Maret 2018.
58
4.2. Faktor Kapabilitas dan Kredibilitas Negara Penerima
Kapabilitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengubah dan
mengembangkan prasyaratan penting dengan mengambil langkah cepat dan tepat
untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Kompleksitas kapabilitas
menggambarkan adanya kebutuhan internal guna menguasai tugas-tugas yang
kompleks.149
Pada bagian ini Jepang menjalin kerjasama dengan Indonesia
melalui mekanisme REDD+ dan memberikan pinjaman serta hibah tidak terlepas
dari kepercayaan Jepang terhadap kemampuan atau kapabilitas dan kredibilitas
Indonesia untuk mengelola hutannya. Ditengah tingginya kebakaran hutan dan
penebangan liar, Indonesia terus mencoba melakukan usaha untuk tetap menjaga
kelestarian hutannya. Sebagai contoh penanggulangan yang terjadi di Provinsi
Riau yang menjadi sorotan bukan hanya dari nasional tetapi dunia internasional
karena dampak kebakaran yang terjadi cukup berpengaruh terhadap tingkat
kenaikan emisi gas rumah kaca.150
Selain itu kabut asap yang juga terbawa sampai Selat Malaka dan polusi
udara di Singapura dan Malaysia. Peneliti Center for International Forestry
Research (CIFOR) mengadakan penelitian mendalam terkait masalah tersebut,
dan dalam penelitian butuh pendanaan serta komitmen Indonesia untuk
149Geovani Meiwanda, ―Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan
Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan‖, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 19,
(Maret 2016), 254. [jurnal online] diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/102045-ID-kapabilitas-pemerintah-daerah-provinsi-
r.pdf pada tanggal 22 September 2017.
150
Metrotvnews, ―Pengelolaan Lahan Gambut di Riau Diharap Tekan Emisi Gas Rumah
Kaca‖, diakses dari: http://news.metrotvnews.com/news/akW8zXdK-pengelolaan-lahan-gambut-
di-riau-diharap-tekan-emisi-gas-rumah-kaca pada tanggal 13 Juli 2017.
59
menangani kasus tersebut.151
Departemen Kehutanan Republik Indonesia
bekerjasama dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai upaya
meningkatkan kepercayaan masyarakat nasional maupun internasional akan
kapabilitas dan kredibilitas Indonesia untuk menanggulangi dampak emisi gas
rumah kaca.152
Sistem Akreditasi dan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan
Legalitas Kayu itu merupakan bentuk kerjasama yang telah dibangun, Komite
Akreditasi Nasional menyerahkan sertifikat akreditasi ke 15 lembaga penilai
pengelolaan hutan produksi lestari dan kepada satu lembaga verifikasi legalitas
kayu. Departemen Kehutanan juga mengembangkan Timber Legality Assurance
System atau Sistem Jaminan Legalitas Kayu, sistem tersebut merupakan inti dari
Peraturan Menteri Kehutanan P.38/Menhut-II/2009 membahas mengenai Standar
dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan
Verifikasi Legalitas Kayu yang didukung dengan Peraturan Direktur Jenderal
Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/VI-Set/2009.153
Sistem ini diartikan
sebagai bentuk menjalankan komitmen Indonesia dalam usahanya untuk
mengelola hutan dan meminimalisir kerusakan serta kebakaran hutan.
151Forestnews, ―Kabar Hutan, Kredibilitas data, kunci Indonesia mengatasi kebakaran
hutan, tantangan terkait emisi: pakar‖, diakses dari:
https://forestsnews.cifor.org/20642/kredibilitas-data-kunci-indonesia-mengatasi-kebakaran-hutan-
tantangan-terkait-emisi-pakar?fnl=id pada tanggal 13 Juli 2017.
152
Badan Standardisasi Nasional, ―Sistem Akreditasi dan Sertifikasi untuk Kredibilitas
Pengelolaan Hutan Indonesia‖, diakses dari:
http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/1258/Sistem--Akreditasi-dan-Sertifikasi-untuk-
Kredibilitas-Pengelolaan-Hutan-Indonesia#.WbfUnshJbcd pada tanggal 13 Juli 2017.
153
Badan Standardisasi Nasional, ―Sistem Akreditasi dan Sertifikasi untuk Kredibilitas
Pengelolaan Hutan Indonesia‖, diakses dari:
http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/1258/Sistem--Akreditasi-dan-Sertifikasi-untuk-
Kredibilitas-Pengelolaan-Hutan-Indonesia#.WbfUnshJbcd pada tanggal 13 Juli 2017.
60
Kapabilitas Indonesia dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan
dengan cara membentuk posko gabungan, tugasnya ialah memfasilitasi semua
upaya pengendalian yang berisikan tim kesehatan, tim penegakan hukum, dan
pemadaman.154
Upaya dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia ini tidak terlepas dari tantangan dan hambatan yang dihadapi berupa
masalah perizinan usaha, berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) terdapat 127 perusahaan di Riau belum mempunyai izin atas konsesi lahan
dan hutan.155
Selain itu, hambatan yang dihadapi Indonesia ialah keterbatasan alat
yang tidak memenuhi standar dan alokasi penyediaannya pun tidak dimiliki untuk
periodik kebakaran hutan dan lahan. Sementara itu, dalam posko gabungan alat
yang digunakan merupakan bentuk bantuan dari BNPB yang bersifat sementara.
Dibutuhkan peralatan yang kompatibel dan menjangkau seluruh geografis
hutan yang ada di Indonesia untuk memonitoring keadaan.156
Hambatan
selanjutnya ialah tradisi masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar
hutan, hal itu dilakukan karena masyarakat menganggap bahwa hutan yang
dibakar akan menjadikan tanah subur. Pada kenyataannya menimbulkan
kesenjangan karena metode membakar hutan ini dinilai lebih menghemat biaya
154 Geovani Meiwanda, ―Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan
Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan‖, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 19,
(Maret 2016), 254. [jurnal online] diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/102045-ID-kapabilitas-pemerintah-daerah-provinsi-
r.pdf pada tanggal 22 September 2017.
155
KBR, ―127 Perusahaan di Riau Tak Miliki Izin Konsesi Lahan dan Hutan‖, diakses
dari: http://kbr.id/berita/09-
2016/127_perusahaan_di_riau_tak_miliki_izin_konsesi_lahan_dan_hutan/84799.html pada
tanggal 22 September 2017.
156
Geovani Meiwanda, ―Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan
Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan‖, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 19,
(Maret 2016), 254. [jurnal online] diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/102045-ID-kapabilitas-pemerintah-daerah-provinsi-
r.pdf pada tanggal 22 September 2017.
61
dan waktu dalam proses land clearing.157
Dengan begitu kapabilitas Indonesia
dalam menanggulangi kerusakan hutan belum bisa dikatakan efisien, karena
hambatan-hambatan yang telah disebutkan masih menjadi dilema bagi Indonesia
untuk mengelola dan mengendalikan kerusakan hutan. Kemudian IJ-REDD+
hadir sebagai bentuk kerjasama memperbaiki dan mengelola lingkungan sebagai
kesadaran akan dampak emisi gas rumah kaca pada perubahan iklim dunia.
Propinsi Kalimantan Tengah (KT) merupakan salah satu propinsi dari 9
propinsi yang ditentukan oleh Presiden Indonesia pada saat itu Susilo Bambang
Yudhoyono untuk menjadi daerah implementasi proyek percontohan REDD+.
Menerima penentuan ini, KT berkomitmen untuk menurunkan emisi,
meningkatkan konservasi hutan dan mengembangkan tata kelola hutan yang
berkelanjutan.158
Berdasarkan keputusan tersebut, dikeluarkan surat keputusan menteri
kehutanan No.759/KPTS/Um/10/1982, dengan total luas wilaya hutan KT adalah
15.3 juta hektar. Namun, kawasan hutan ini sedang terancam oleh deforestasi dan
degradasi hutan yang disebabkan oleh kebakaran hutan, legal logging, dan illegal
logging. Pada tahun 2011, KT, oleh Forest Indonesia Watch dikategorikan
sebagai propinsi dengan tingkat deforestasi dan degradasi hutan paling tinggi.159
157 Geovani Meiwanda, ―Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan
Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan‖, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 19,
(Maret 2016), 254. [jurnal online] diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/102045-ID-kapabilitas-pemerintah-daerah-provinsi-
r.pdf pada tanggal 22 September 2017.
158 Emilianus Yakob Sese Tolo, ―Ironi REDD+ di Indonesia: Cerita dari Kalimantan
Tengah‖, diakses dari: https://indoprogress.com/2014/02/ironi-redd-di-indonesia-cerita-dari-
kalimantan-tengah/ pada tanggal 29 Maret 2018. 159
Emilianus Yakob Sese Tolo, ―Ironi REDD+ di Indonesia: Cerita dari Kalimantan Tengah‖,
diakses dari: https://indoprogress.com/2014/02/ironi-redd-di-indonesia-cerita-dari-kalimantan-
tengah/ pada tanggal 29 Maret 2018.
62
Pada tahun 1997, kebakaran hutan terbesar terjadi di KT. Kebakaran hutan
yang sama terjadi lagi pada tahun 2002, 2006, dan 2009. Tetapi, kebakaran dalam
skala kecil akibat pengolaan pertanian secara secara tradisional terjadi hampir
setiap hari sepanjang musim kemarau. Karena kaya akan sumber daya mineral,
KT menjadi tempat paling diburu oleh para pengusaha tambang. Akibatnya,
kawasan hutan menjadi rusak demi aktivitas pertambangan. Di tahun 2012
terdapat 632 unit konsesi tambang yang meporak-porandakan 3,8 juta hektar
kawasan hutan. Program transmigrasi juga berkontribusi terhadap kerusakan
hutan di KT. Dengan 124 unit transmigrasi, KT telah mengalami kehilangan hutan
seluas 82.820 hektar.160
Mekanisme REDD+ juga melibatkan masyarakat sekitar untuk
bekerjasama merawat dan menjaga lingkungan sekitar dengan pelatihan selama
dua atau tiga hari, masyarakat di sekitar hutan akan mampu menghitung biomassa
dan data-data lain yang penting untuk program REDD+ secara akurat dan efisien.
Proses pengawasan dan analisis yang dilakukan oleh masyarakat juga dinilai lebih
murah dibanding harus menggunakan tenaga profesional dalam jangka panjang.161
160 Emilianus Yakob Sese Tolo, ―Ironi REDD+ di Indonesia: Cerita dari Kalimantan
Tengah‖, diakses dari: https://indoprogress.com/2014/02/ironi-redd-di-indonesia-cerita-dari-
kalimantan-tengah/ pada tanggal 29 Maret 2018.
161 Mongabay, ―Melibatkan Masyarakat Lokal, Kunci Sukses Program REDD+ di Tingkat
Akar‖, diakses dari: http://www.mongabay.co.id/2013/10/29/melibatkan-masyarakat-lokal-kunci-
sukses-program-redd-di-tingkat-akar/ pada tanggal 29 Maret 2018.
63
BAB V
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang melatarbelakangi Jepang sebagai negara maju memilih
bekerjasama dengan Indonesia dalam mekanisme REDD+ dibandingkan dengan
negara lain seperti Brasil yang sama-sama dengan Indonesia mengalami
kerusakan hutan dan menduduki peringkat negara non Annex dalam Protokol
Kyoto yaitu negara berkembang, berhasil dijawab dengan menggunakan tinjauan
konsep kepentingan nasional, green theory dan konsep kerjasama. Kepentingan
nasional merupakan salah satu faktor yang mendorong Jepang melakukan
kerjasama dengan Indonesia, dilihat kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah
Jepang untuk menjalin kerjasama dalam membenahi lingkungan khususnya dalam
isu perubahan iklim yang di implementasikan di Indonesia.
Mengembangkan bentuk kerjasama dibidang lingkungan juga salah satu
cara agar hubungan diplomasi Jepang dan Indonesia tetap terjaga, ditengah dilema
antara negara industrialisasi dan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca. Sehubungan dengan hal tersebut kepentingan ekologi juga mendorong
Jepang dan Indonesia untuk bekerjasama dalam mengembangkan dan
mengaplikasikan perjanjian Protokol Kyoto dan UNFCCC (United Nation
Framework Convention on Climate Change) kedalam bentuk IJ-REDD+. Selain
itu Jepang juga mempunyai kapasitas teknologi yang canggih merasa punya andil
dalam konservasi dan mensosialisasikan kepada negara berkembang.
Hutan Kalimantan dipilih karena dinilai banyak kekayaan yang berpotensi
akan punah jika tidak dilestarikan dan dijaga bersama, dengan cara monitoring
64
yang dilakukan masyrakat sekitar, monitoring juga tidak terlepas dari sejumlah
pelatihan-pelatihan yang diberikan pemerintah Jepang, dengan memberikan
bantuan alat-alat serta camera pantau untuk memonitoring dan mendata setiap
perubahan lingkungan sekitar hutan.
Kapabilitas dan kredibilitas Indonesia juga sebagai pertimbangan Jepang
dalam memberikan bantuan, kapabilitas Indonesia untuk mengelola lahan dan
hutannya masih belum dikatakan sempurna dan strategi Indonesia yang dinilai
belum yang belum efektif dalam menanggulangi kebakaran hutan membuat
Jepang dalam mekanisme REDD+ memberikan sejumlah pelatihan monitoring
kepada tenaga ahli dan sejumlah alat yang akan membantu proses pemantauan
hutan. Selain itu faktor yang mendorong Jepang menjalin kerjasama dengan
Indonesia ialah karena cultural history atau melalui pendekatan budaya dan
kemanusiaan yang telah terjalin selama ini. Dan sebagai bentuk kepedulian warga
Jepang terhadap Indonesia dengan membangun dan mendirikan komunitas-
kominutas yang sadar akan lingkungan.
Langkah Jepang untuk membantu pada sektor lingkungan terhadap
Indonesia tidak terlepas dari komitmennya untuk bersama-sama membantu negara
berkembang menjaga keseimbangan lingkungan dalam isu perubahan iklim, dan
ketertarikan akan kekayaan alam dan hutan di Indonesia. Sumber daya alam yang
dapat diolah dan dikelola secara tepat akan menghasilkan keuntungan dan
keseimbangan lingkungan yang akan terus terjaga.
Kerusakan lingkungan hutan merupakan ancaman bagi dunia, dan untuk
menghadapi isu permasalahan lingkungan seperti meningkatnya emisi gas rumah
65
kaca yang dapat merubah siklus perubahan iklim dunia, telah menjadi tugas
semua negara untuk menangani dan saling bekerjasama untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca dengan melakukan berbagai usaha melestarikan hutan sebagai
paru-paru dunia salah satunya melalui mekanisme REDD+ sebagai strategi dalam
menurunkan tingkat kerusakan hutan dan mencegah dampak emisi gas rumah
kaca yang lebih besar.
xii
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adi, Maha. Pengantar Perubahan Iklim. Jakarta, Friedrich-Naumann-Stiftung f r
die Freiheit, 2010.
Bram, Deni. Hukum Perubahan Iklim. Malang, Setara Press, 2016.
Coulombis, Theodorre A.. Pengantar Hubungan Internasional, Keadilan dan
Power. Bandung: Putra A Bardin, 1990.
Eckrsley, Robyn. Green Theory. Dalam Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith
International Relations Theories: Oxford University Press, 2007.
Holsti, K.J.. Politik Internasional. Jakarta: Erlangga, 1988.
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Mas’oed, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional:Disiplin dan Metodologi.
Jakarta: LP3ES, 2010.
Neuchterlin, Donald E.. Strategy, National Interests, And Means To An End.
Dalam Stephen D. Sklenka, 2007.
Paterson, Matthew. Theories of International Relations. Dalam Scott Burchill,
Palgrave, 2001.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Plano, Jack C. dan Olton Roy. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Putra
Abardin, 1990.
JURNAL DAN LAPORAN
Abete, Randall S.. ―REDD, White, and Blue: Is Proposed U.S. Climate
Legislation Adequate To Promote a Global Carbon‖ (Credits System for
Avoided Deforestation Vol. 19, 2010), 100.
Angelsen, Arild dan Stibniati Atmadja. ―Melangkah Maju Dengan REDD, Isu,
Pilihan dan Implikasi‖, Center for International Forestry Research [jurnal
online] (Bogor Barat: Center for International Forestry Research, 15 April
xiii
2010, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016); tersedia di:
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf
Boyd, William, ―Ways of Seeing in Environmental Law: How Deforestation
Became an Object of Climate Governance‖, (Ecology Law Quarterly,
Vol.37, 2010), 873.
BPKP,.‖Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang
Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework
C'onvention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim)‖.
www.BPKP.go.id
CIFOR, ―REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim
dan REDD‖, CIFOR, hlm. 5-6 [jurnal online] (Bogor Barat: Center for
International Forestry Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4
Oktober 2016); tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_In
donesian.pdf
CIFOR, ―REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim
dan REDD‖, CIFOR, hlm. 12 [jurnal online] (Bogor Barat: Center for
International Forestry Research, 15 April 2010, diunduh pada tanggal 4
Oktober 2016); tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_In
donesian.pdf
DNPI. ―Indonesia GHG abatement cost curve‖, (Media interaction National
Climate Change Council (DNPI)), 27 August 2009.
Fletcher, Susan R.. ―Global Climate Change: The Kyoto Protocol‖, at CRS-1 to
CRS-2 (2003), terdapat dalam situs:
http://ncseonline.org/NLE/CRSrepots/03Sep/RL30692.pdf diakses 5
Febuari 2011.
FWI/GFW (Forest Watch Indonesia/Global Forest Watch). ‖The State of the
Forest: Indonesia‖, (Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia and
Washington DC: Global Forest Watch; FAO 2005) [jurnal online] diakses
dari: http://www.fao.org/forestry/site/fra2005/en/ pada tanggal 12 Oktober
2016.
Hidayat, Gun Gun. ―Introduction to Indonesia Japan – Project for Development of
REDD+ Implementation Mechanism (IJ-REDD+ Project)‖, Ministry of
Forestry [laporan online] diakses dari:
http://www.env.go.jp/earth/cop/cop19/event/file/131113/17001900//1113_
1700_02_Gun.pdf pada tanggal 14 Oktober 2016.
xiv
Ian, Fry.. ―Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation :
Opportunities and Pitfalls in Developing a New Legal Regime‖, RECIEL
(Mei 2008), 167.
Intergovenmental Panel On Climate Change, ―Synthesis Report‖, (Summary For
Policymakers, Climate Change 2001), 8-12
Kementerian Lingkungan Hidup. Pedoman Penyelenggaraan Inestasi Gas Rumah
Kaca Nasional, (Bandung, 2012), diakses dari:
file:///C:/Users/acer/Downloads/10.%20Pedoman%20Penyelenggaraan%2
0Inventarisasi%20GRK.pdf pada tanggal 13 Oktober 2016.
Kulovesi, Kati, Moises Munoz dan C. Spence, ―Summary of the UNFCCC
Seminar of Govermental Experts‖, Earth Negotiation Bulletin 16 (19 Mei
2005), 4.
Lukas S. Musianto, ―Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan
Kualitatif dalam Metode Penelitian,‖ Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan 4 (September 2002): 124 [jurnal online] diakses dari:
http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/viewFile/15628/
15620 pada tanggal 27 Maret 2017.
Marland, G.. et. al., Global, Regional, and National Fossil Fuel CO2 Emissions, in
Trends: A Compendium Of Data On Global Change (Carbon Dioxide
Information Analysis Center, 2003), 29.
Meiwanda, Geovani. ―Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan
dan Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan‖, Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, 19, (Maret 2016), 254. [jurnal online] diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/102045-ID-kapabilitas-
pemerintah-daerah-provinsi-r.pdf pada tanggal 22 September 2017.
MENLH. ―Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Tahun 2014, Proses Industri
dan Penggunaan Produk‖, diakses dari: http://www.menlh.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2014/12/Laporan-Inventarisasi-GRK-Tahun-
2014.pdf pada tanggal 27 September 2016.
Neeff, Till dan Francisco Ascui. ―Lessons from carbon markets for designing an
effective REDD architecture‖, (Climate Policy, Vol. 9. No 3), 306.
Soerjan, Mohamad. ―Ekologi Manusia dan Alam Semesta, Ekologi dan
Ekonomi‖, [laporan online] diaksesdari:
xv
http://repository.ut.ac.id/4444/1/BIOL4417-M1.pdf pada tanggal 16
Febuari 2017.
UNDP Indonesia. ―Indeks Tata Kelola Hutan, Lahan, dan REDD+ 2012 di
Indonesia‖, (Indonesia, 2013) [laporan online] diakses dari::
file:///C:/Users/acer/Downloads/Indeks%20Tata%20Kelola%20Hutan%20
Lahan%20dan%20REDD%20(1).pdf pada tanggal 17 Febuari 2017.
Utomo, Tri Widodo W.. ―Keseimbangan Kepentingan Ekonomis dan Ekologis
dalam Menunjang Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development)‖, 3-4 [laporan online] diakses dari:
http://nurma.staff.uns.ac.id/files/2009/03/keseimbanganekonekol-1.pdf
pada tanggal 16 Febuari 2017.
Wood, Peter. ―Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) Donor-
Donor Bilateral untuk Program REDD di Indonesia‖, HUMA 8 [jurnal
online] (Bogor: PT Green Gecko, 2010) diunduh pada tanggal 4 Oktober
2016); tersedia di http://forestclimatecenter.org/files/2010-
05%20Studi%20Pendahuluan%20atas%20Kebijakan%20Pengaman%20(S
afeguards)%20Donor-
Donor%20Bilateral%20untuk%20Program%20REDD%20di%20Indonesi
a.pdf
Working Group Intergovernmental Panel on Climate Change, ―Summary For
Policymakers: The Physical Science Basis‖, (Contribution Of Working
Group I To The Fourth Assessment Report Of The Intergovernmental
Panel On Climate Change, 2007), 5.
INTERNET
Alamendah. ―Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia dan Penyebabnya‖,
diakses dari:https://alamendah.org/2014/08/01/kerusakan-lingkungan-
hidup-di-indonesia-dan-penyebabnya/ pada tanggal 29 September 2016.
Antaranews. ―Cara Kitakyushu bangun kota industri ramah lingkungan‖, diakses
dari: http://www.antaranews.com/berita/521914/cara-kitakyushu-bangun-
kota-industri-ramah-lingkungan pada tanggal 29 September 2016.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. ―Potensi Ancaman Bencana‖, diakses
dari: http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/potensi-ancaman-
bencana pada tanggal 27 September 2016.
Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi. ―Indonesia Produsen Emisi
Karbon Dunia‖, diakses dari:
xvi
https://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2997.html pada tanggal
10 Oktober 2016.
Badan Standardisasi Nasional. ―Sistem Akreditasi dan Sertifikasi untuk
Kredibilitas Pengelolaan Hutan Indonesia‖, diakses dari:
http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/1258/Sistem--Akreditasi-dan-
Sertifikasi-untuk-Kredibilitas-Pengelolaan-Hutan-
Indonesia#.WbfUnshJbcd pada tanggal 13 Juli 2017.
BBC INDONESIA. ―Kerusakan Hutan Amazon Meningkat Tajam‖, diakses dari:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/09/140911_iptek_amazon
pada tanggal 16 Desember 2016.
BBC. ―Peta Emisi Negara G20‖, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/12/091207_petaemisi
.shtml, pada tanggal 19 Maret 2018.
Cahyono, Eddy. ―Industrialisasi dan Transformasi Ekonomi‖, diakses dari
http://setkab.go.id/industrialisasi-dan-transformasi-ekonomi/, pada tanggal
31 Agustus 2017.
Detiknews. ―Kerusakan Hutan di Indonesia Terparah Kedua di Dunia‖, diakses
dari: http://news.detik.com/berita/1346550/kerusakan-hutan-di-indonesia-
terparah-kedua-di-dunia pada tanggal 05 April 2016.
DOWA. ―DOWA Group‖, diakses dari:
http://www.dowa.co.jp/en/about_dowa/group/japan.html pada tanggal 06
September 2017.
DW. ―Ancaman Serius Perubahan Iklim di Indonesia, Tantangan terberat
Indonesia: kebakaran lahan‖, diakses dari:
http://www.dw.com/id/ancaman-serius-perubahan-iklim-di-indonesia/a-
19196264 pada tanggal: 08 September 2016
Ekowisata. ―Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, IJ-
REDD+‖, diakses dari: http://ekowisata.org/ij-redd/ pada tanggal 17
Febuari 2017
Ekowisata. ―Kerjasama Indonesia Jepang (IJ)-REDD+ Project ―Suatu upaya
membangun mekanisme implementasi REDD+‖‖, diakses dari:
http://ekowisata.org/kerjasama-indonesia-jepang-ij-redd-project-
%E2%80%9Csuatu-upaya-membangun-mekanisme-implementasi-
redd%E2%80%9D/ pada tanggal 29 September 2016.
xvii
FAO. ―Global Forest Resources Assessment (FRA) 2005‖, diakses dari:
http://www.fao.org/forestry/site/fra2005/en/ pada tanggal 12 Oktober
2016.
Forestnews. ―Kabar Hutan, Kredibilitas data, kunci Indonesia mengatasi
kebakaran hutan, tantangan terkait emisi: pakar‖, diakses dari:
https://forestsnews.cifor.org/20642/kredibilitas-data-kunci-indonesia-
mengatasi-kebakaran-hutan-tantangan-terkait-emisi-pakar?fnl=id pada
tanggal 13 Juli 2017.
Geotimes. ―Indonesia Berperan Penting dalam Perjanjian Perubahan Iklim‖,
diakses dari: http://geotimes.co.id/indonesia-berperan-penting-dalam-
perjanjian-perubahan-iklim/ pada tanggal 12 Oktober 2016
Global Liputan 6. ―Gempa 9 SR Jepang Tsunami dan Supermoon‖, diakses dari:
http://global.liputan6.com/read/2188739/11-3-2011-gempa-9-sr-jepang-
tsunami-dan-supermoon pada tanggal 16 Febuari 2017.
Guruips. ―Jepang Sebagai Negara Maju (Perekonomian, Penduduk, Teknologi,
Pendidikan Negara Jepang)‖, diakses dari:
http://www.guruips.com/2015/12/jepang-sebagai-negara-maju-
perekonomian.html pada tanggal 09 September 2016.
Hijauku. ―Indonesia – Jepang Perkuat Kerjasama Lingkungan‖, diakses dari:
http://www.hijauku.com/2012/12/06/indonesia-jepang-perkuat-kerjasama-
lingkungan/ pada tanggal 17 Febuari 2017.
Hijauku.com. ―Emisi Gas Rumah Kaca Terus Naik‖, diakses dari:
http://www.hijauku.com/2011/11/23/gas-rumah-kaca-terus-naik/ pada
tanggal 09 Oktober 2016.
Hutan Indonesia. ―Perangi Kejahatan Pembakaran Hutan KLHK dan Polri Siap
Bersinergi, Hutan Indonesia‖, diakses dari:
http://hutanindonesia.com/perangi-kejahatan-pembakaran-hutan-klhk-dan-
polri-siap-bersinergi/ pada tanggal 17 Oktober 2016.
INCAS. ―Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan
dan Lahan Gambut Indonesia, Indonesian National Carbon Accounting
System‖, diakses dari: http://www.incas-
indonesia.org/id/publication/inventarisasi-nasional-emisi-dan-serapan-gas-
rumah-kaca-di-hutan-dan-lahan-gambut-indonesia/ pada tanggal 27
September 2016.
xviii
KBR. ―127 Perusahaan di Riau Tak Miliki Izin Konsesi Lahan dan Hutan‖,
diakses dari: http://kbr.id/berita/09-
2016/127_perusahaan_di_riau_tak_miliki_izin_konsesi_lahan_dan_hutan/
84799.html pada tanggal 22 September 2017.
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. ―Perlindungan Lingkungan‖, diakses dari:
http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_16.html pada tanggal 06 Juni 2016.
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Indonesia. ―Hal-hal yang sering
ditanyakan tentang REDD‖, diakses dari: http://www.redd-
indonesia.org/index.php/tentang-redd/faq pada tanggal 10 Oktober 2016.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ―Kerjasama Indonesia Jepang IJ
REDD Project‖, diakses dari: http://ekowisata.org/kerjasama-indonesia-
jepang-ij-redd-project-%E2%80%9Csuatu-upaya-membangun-
mekanisme-implementasi-redd%E2%80%9D/ pada tanggal 30 Maret
2016.
Kementerian Lingkungan Hidup. ―Kementerian Lingkungan Hidup Bekerjasama
Dengan Pemerintah Belanda Mengadakan Workshop Mengenai Clean
Development Mechanism (CDM)‖, diakses dari:
http://www.menlh.go.id/kementerian-lingkungan-hidup-bekerjasama-
dengan-pemerintah-belanda-mengadakan-workshop-mengenai-clean-
development-mechanism-cdm/ pada tanggal 10 Oktober 2016.
Kompasiana. ―Kerusakan Hutan di Kalimantan, Kompasiana‖, diakses dari:
http://www.kompasiana.com/atep_afia/kerusakan-hutan-di-
kalimantan_550199e1a33311192e5104c5 pada tanggal 16 September
2016.
Kompasiana. ―Perbedaan Indonesia dan Jepang dalam Menghargai Lingkungan‖,
diakses dari: http://www.kompasiana.com/komunikasi-metro/perbedaan-
indonesia-dan-jepang-dalam-menghargai-
lingkungan_55001a9fa333115c7350fb32 pada tanggal 22 September
2016.
Kompasiana. ―Perusahaan Jepang yang Peduli Lingkungan‖, diakses dari:
http://www.kompasiana.com/yoanitamelia/perusahaan-jepang-yang-
peduli-lingkungan_56c56b621e23bd481302da6a pada tanggal 12 Oktober
2016
Komunitas Hijau. ―Media Informasi Hijau‖, diakses dari:
https://jaobima.or.id/environmental-justice-keadilan-lingkungan-dan-
ekologi/ pada tanggal 19 Maret 2018.
xix
Koran SINDO. ―Belanda, Brasil, dan Leuser‖, diakses dari:
http://nasional.sindonews.com/read/883942/18/belanda-brasil-dan-leuser-
1405590874 pada tanggal 16 Desember 2016.
MENLH. ―Indonesia – Jepang Perkuat Kerjasama Pengelolaan Lingkungan dan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca‖, diakses dari:
http://www.menlh.go.id/indonesia-jepang-perkuat-kerjasama-pengelolaan-
lingkungan-dan-inventarisasi-gas-rumah-kaca/ pada tanggal 16 September
2016.
Metrotvnews. ―Pengelolaan Lahan Gambut di Riau Diharap Tekan Emisi Gas
Rumah Kaca‖, diakses dari:
http://news.metrotvnews.com/news/akW8zXdK-pengelolaan-lahan-
gambut-di-riau-diharap-tekan-emisi-gas-rumah-kaca pada tanggal 13 Juli
2017.
Mitra Hijau. ―Memahami Negosiasi Perubahan Iklim‖, diakses dari:
http://www.mitrahijau.or.id/arsip/tag/perubahan-iklim pada tanggal 08
September 2016.
Mongabay. ―Kerusakan Hutan Kalimantan Terkini Akibat Ekspansi Perkebunan
Sawit‖, diakses dari: http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-
kerusakan-hutan-kalimantan-terkini-akibat-ekspansi-perkebunan-sawit/
pada tanggal 16 September 2016
Mongabay. ―Situs Berita dan Informasi Lingkungan, Kerusakan Hutan
Kalimantan Terkini Akibat Ekspansi Perkebunan Sawit‖, diakses dari:
http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-kerusakan-hutan-kalimantan-
terkini-akibat-ekspansi-perkebunan-sawit/ pada tanggal 21 Oktober 2016.
National Geographic. ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 09 Oktober 2016.
National Geographic. ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 29 September 2016.
National Geographic. ―Naiknya Gas Rumah Kaca Akibat Tsunami Jepang 2011
Silam‖, diakses dari:
xx
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/naiknya-gas-rumah-kaca-
akibat-tsunami-jepang-2011-silam pada tanggal 16 Febuari 2017.
NTT. ―NTT Group‖, diakses dari: http://www.ntt.co.jp/index_e.html pada tanggal
06 September 2016.
REDD+ Indonesia. ―Melampaui Karbon Melebihi Hutan‖, diakses dari:
http://www.reddplusid.org/index.php/sejarah/melampaui-karbon-melebihi-
hutan pada tanggal 10 Oktober 2016.
Risnandar, Cecep. ―Deforestasi‖, diakses dari https://jurnalbumi.com/deforestasi/,
pada tanggal 13 Maret 2017.
Scientific Repository. ―Masalah Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan
Kebijaksanaan Ekonomi Bagi Pengendalian Terhadap Kerusakannya‖,
diakses dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24803 pada
tanggal 12 Oktober 2016.
Shah, Anup. ―Climate Change and Global Warming. Global Issues : Social,
Political, Economic and Environmental Issues That Affect Us, 2012‖,
diakses dari: http://www.globalissues.org/issue/178/climate-change-and-
global-warming pada tanggal 27 Maret 2018.
Soejachmoen, Kuki. ―Ancaman Serius Perubahan Iklim di Indonesia‖, diakses
dari: http://www.dw.com/id/ancaman-serius-perubahan-iklim-di-
indonesia/a-19196264 pada tanggal 09 Oktober 2016.
Suara Manado. ―Indonesia dan Jepang Kerja Sama Penurunan Emisi GRK‖,
diakses dari: http://www.suaramanado.com/berita/internasional/politik-
pemerintahan/2013/05/6626/indonesia-dan-jepang-kerja-sama-penurunan-
emisi-grk pada tanggal 28 September 2016.
Tribun news. ―DOWA Group akan Bangun Pabrik Pengolah Limbah 200 Miliar
Dolar di Jatim‖, diakses dari:
http://surabaya.tribunnews.com/2014/06/06/dowa-group-akan-bangun-
pabrik-pengolah-limbah-200-miliar-dolar-di-jatim pada tanggal 06
September 2017.
United Nations Framework Convention on Climate Change. ―Kyoto Prototocol‖,
diakses dari: http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php pada tanggal
06 April 2016.
WWF. ―Kehutanan‖, diakses dari
https://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_f
orest_spesies/kehutanan/ pada tanggal 19 Maret 2018.
xxi
WWF. ―Seputar Perubahan Iklim, Seputar Iklim & Energi‖, diakses dari:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusik
ami/kampanye/powerswitch/spt_iklim/ pada tanggal 09 Oktober 2016.