Laporan Problem Based Learning III-edit
-
Upload
hesti-putri-anggraeni -
Category
Documents
-
view
54 -
download
11
Transcript of Laporan Problem Based Learning III-edit
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING III
BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS)
“Punggungku cenat cenut…”
Tutor: dr. Evy Sulistyoningrum, M.Sc
Oleh:
Kelompok 1
Dandhy Dharma S. P. G1A010016
Nur Fitri Margaretna G1A010017
Ning Maunah G1A010031
Angkat Prasetya A.N G1A010038
Dasep Padilah G1A010062
Eviyanti Ratna Suminar G1A010063
Lina Sunayya G1A010075
Rona Lintang Harini G1A010094
Hesti Putri Anggraeni G1A010099
Yanuary Tejo Buntolo G1A009062
Tribuana Yogaswara G1A008102
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
BAB IPENDAHULUAN
Proses belajar memiliki berbagai metode pembelajaran dalam rangka
mencapai sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan untuk mahasiswa yang
bersangkutan. Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah dengan metode
Problem Based Learning, yakni suatu metode belajar dengan model diskusi
pembelajaran bersama terhadap skenario kasus tertentu yang menuntut mahasiswa
berperan aktif secara individu. Tujuan dari pbl ini yaitu :
a. Mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dari
skenario masalah yang berisi patient problem.
b. Melatih kemampuan generic learning skills, dan memahami serta
menghubungkan basic sciences dengan clinical sciences.
c. Meningkatkan penguasaan soft skills yang meliputi kepemimpinan,
profesionalisme, ketrampilan komunikasi, kemampuan untuk bekerja sama dan
bekerja dalam tim, ketrampilan untuk berpikir secara kritis,serta kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
d. Melatih karakter student centred learning,self directed learning dan adult
learning.
Dalam memahami dan mendalami permasalahan yang telah tersedia melalui
penerapan seven jumps, yaitu:
1. Klarifikasi istilah
2. Batasan masalah
3. Analisa masalah
4. Pembahasan masalah
5. Kesimpulan
Pada kasus PBL (Problem Based Learning) ketiga blok NSS ini, kami
membahas mengenai Hernia Nukleus Pulposus. Pada pembahasan kali ini, kami
harus benar-benar memahami mulai dari struktur vertebrae, diskus
intervertebralis, nervus spinalis, dan sifat-sifat nyeri yang terjadi di punggung
bawah sehingga kami dapat mengetahui penyebab terjadinya penyakit ini, faktor
predisposisi, patogenesis, patofisiologi, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, pencegahan serta pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Info 1
RPS
Tn. H berusia 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri di
pinggang. Keluhan dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
menjalar dari pinggang sampai kaki kanan. Nyeri ini dirasakan semakin lama
semakin berat sehingga mengganggu aktivitas pasien. Keluhan dirasakan semakin
memberat jika pasien membungkuk, mengangkat beban berat dan bersin, keluhan
sedikit berkurang jika pasien berbaring miring beristirahat. Pasien juga mengeluh
sering kesemutan pada kaki kanan, keluhan ini dirasakan ± 1 bulan yang lalu
bersamaan dengan timbulnya nyeri pada pinggang. Kesemutan dirasakan hilang
timbul.
Tn. H memiliki riwayat pekerjaan sebagai buruh bangunan. Pekerjaan ini
sudah dilakoninya sejak 10 tahun. Sebagai buruh bangunan Tn. H sering
mengangkat benda-benda berat pada saat bekerja.
I. Klarifikasi Istilah
a. Nyeri
Menurut IASP (International Association for the Study of Pain)
1979 nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata
atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan
(Tamsuri,2007).
Sensasi yang mengingatkan adanya potensi cedera dan kesiapan
seseorang untuk menghindari dan menghadapinya (Snell, 2006).
b. Kesemutan
Kesemutan atau parestesia adalah terasanya perasaan pada daerah
permukaan tubuh tertentu yang tidak dibangkitkan oleh perangsangan
khusus dari dunia luar.Tercakup dalam makna parestesia itu ialah
perasaan dingin atau panas setempat, kesemutan, rasa berat atau rasa
dirambati sesuatu (Mardjono, 2009).
Sensasi sentuh abnormal, terbakar dan tertusuk tanpa ada rangsang
dari luar yang merupakan indikasi pada system saraf perifer (Dorland,
2006).
II. Batasan Masalah
a. Identitas
Nama : Tn. H
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Pekerjaan : -
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluhan utama : Nyeri
Onset : 1 bulan yang lalu
Lokasi : pinggang
Distribusi : menjalar dari pinggang sampai kaki kanan
Kuantitas : -
Kualitas : mengganggu aktivitas
Progresivitas : semakin memburuk
Faktor memperberat : membungkuk, mengangkat beban berat, dan
bersin
Faktor memperingan : istirahat dan berbaring miring
Kronologi : sejak 1 bulan yang lalu pasien mengalami
keluhan nyeri di pinggang, nyeri tersebut
menjalar dari pinggang sampai kaki kanan.
Nyeri dirasakan semakin lama semakin
memberat sehingga mengganggu aktivitas.
Gejala penyerta : kesemutan sejak 1 bulan yang lalu bersamaan
dengan nyeri pinggang. Kesemutan dirasakan
hilang timbul.
c. Riwayat Sosial Ekonomi (RSE)
Pekerjaan : buruh bangunan
Lamanya bekerja : 10 tahun
Kebiasaan : sering mengangkat benda-benda berat saat
bekerja
Anamnesa yang diperhatikan
1. Bagaiman sifat nyerinya? Apakah nyeri di pinggang setempat atau
difus?
2. Adakah tanda - tanda nyeri referred pain yang dibuktikan dengan
pemeriksaan fisik intra abdomen dan pelvis
3. Adakah nyeri akibat spasme otot? (terasa diikat tali)
4. Bagaimana mula timbulnya nyeri pinggang?
5. Faktor - faktor apa saja yang memperberat nyeri pinggang?
6. Faktor - faktor apa saja yang meringankan nyeri?
7. Gejala apa saja yang mendahului, menyertai, atau menyusul bangkitnya
nyeri pinggang?
8. Adakah nyeri di tempat lain?
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis diagnosis banding yang
dapat diajukan:
1. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2. Tumor Medula Spinalis
3. Rheumatoid Arthritis
III. Analisis Masalah
1. Anatomi dan fisiologi diskus intervertebralis, tulang vertebrae dan
dermatome
2. Anatomi nervus spinalis
3. Nyeri pinggang
4. Faktor risiko dan pembagian nyeri pinggang
5. Perbedaan nyeri fokal, referred pain, nyeri radikuler dan nyeri et causa
spasme otot
6. Faktor yang memperberat nyeri pinggang
7. Rheumatoi Arthritis
8. Sifat nyeri pada tumor medulla spinalis
9. Hernia Nukleus Pulposus
IV. Penjelasan Mengenai Analisis Masalah
1. Anatomi dan fisiologi diskus intervertebralis, tulang vertebrae dan
dermatome
Struktur tubuh yang terdapat dari luar sampai dalam pada
pinggang: kulit, otot-otot pinggang, ligament, diskus intervertebralis,
tulang vertebra, organ dalam (pencernaan, urogenital), pembuluh darah,
saraf (Dewanto, 2009).
Anatomi Vertebrae (Harsono dan Soeharso, 2005):
a. Kolumna vertebralis dengan jaringan ikatnya, termasuk diskus
intervertebralis dan nukleus pulposus.
b. Jaringan saraf yang meliputi konus medularis, filum terminalis,
duramater, arakhnoidmater, radiks dengan saraf spinalnya.
c. Pembuluh darah.
d. Otot.
e. Ligamentum longitudinal anterior dan posterior.
Kemudian, bagian yang kita sebut dengan kolumna vertebralis
terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen anterior dan
segmen posterior, berikut mengenai penjelasannya:
a. Segmen anterior
Sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga
badan. Segmen ini meliputi korpus vertebra dan diskus
intervertebralis yang diperkuat oleh ligamentum longituinale anterior
dan ligamentum longitudinale posterior. Ligamentum longitudinale
posterior membentang dari oksiput sampai sakrum. Pada daerah
setinggi vertebra lumbal kesatu, ligamentum ini menyempit sehingga
di bagian akhir tinggal sebagian atas. Hal ini mungkin untuk
mempermudah gerakan vertebra di daerah lumbal, tetapi hal ini juga
menyebabkan tidak terlindungnya daerah posterolateral diskus
intervertebralis sehingga diskus ini lebih mudah mendesak ke dalam
kanalis spinalis, yang dalam kenyataannya banyak dijumpai
(Harsono dan Soeharso, 2005).
b. Segmen posterior
Segmen ini dibentuk oleh arkus, prosesus transversus, dan
prosesus spinosus. Satu sama lain dihubungkan dengan sepasang
artikulasi dan beberapa ligamentum serta otot. Gerakan tubuh yang
terbanyak ialah fleksi dan ekstensi, dan gerakan ini paling banyak
dilakukan oleh sendi L5-S1, yang dimungkinkan oleh bentuk
artikulasinya yang tidak datar tetapi membentuk sudut 30 derajat
dengan garis datar. Titik tumpu berat badan terletak kira-kira 2,5 cm
di depan S2. Titik ini penting karena setiap pemindahan titik tersebut
akan memaksa tubuh untuk mengadakan kompensasi dengan jalan
mengubah sikap (Harsono dan Soeharso, 2005).
c. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis terdiri dari anulus fibrosus dan nukleus
pulposus. Anulus fibrosus terdiri dari beberapa anyaman serabut
fibro-elastik yang tersusun sedemikian rupa sehingga tahan untuk
mengikuti gerakan vertebra atau tubuh. Tepi atas dan tepi bawahnya
melekat pada korpus vertebra (Harsono dan Soeharso, 2005).
Di tengah-tengah anulus fibrosus, terdapat suatu bahan kental
dari mukopolisakarida yang banyak mengandung air. Mulai usia
dekade kedua, anulus dan nukleus tersebut mengalami perubahan.
Serabut fibroelastik mulai putus, yang sebagian diganti jaringan dan
sebagian lagi rusak. Hal ini berlangsung terus menerus sehingga
terbentuk rongga-rongga dalam anulus yang kemudian diisi bahan
dari nukleus pulposus. Nukleus pulposus juga mengalami perubahan,
yaitu kadar airnya berkurang. Dengan demikian, terjadui penyusutan
nukleus dan bertambahnya ruangan dalam anulus sehingga terjadi
penurunan intradiskus. Hai ini akan menyebabkan beberapa
kelainan, misalnya hernia nukleusus pulposus (HNP) (Harsono dan
Soeharso, 2005).
Gambar 2.1 Collumna Vertebrae (Martini, 2005)
Gambar 2.2 Struktur Penyusun Collumna Vertebtrae (Martini, 2005)
Medulla Spinalis
Medulla spinalis secara kasar berbentuk silindris. Di superior,
medulla spinalis dimulai di foramen magnum dalam tengkorak, yaitu
tempat medulla spinalis bersambung dengan medulla oblongata,
sedangkan di inferior pada orang dewasa berakhir setinggi tepi bawah
vertebra lumbalis I. Pada anak kecil, medulla spinalis relatif lebih
panjang dan biasanya berakhir ditepi atas vertebra lumbalis III. Jadi,
medulla spinalis menempati dua pertiga atas canalis vertebralis pada
columna vertebralis dan dibungkus oleh tiga meninges, yaitu dura mater,
arakhnoid mater, dan pia mater. Pelindung lainnya adalah cairan
serebrospinal yang mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang
subarakhnoid (Snell, 2006).
Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal
melalui radix anterior (radix mototrik)dan radix posterior (radix
sensorik). Masing-masing radix dilekatkan pada medulla spinalis oleh
fila radicularia yang membentang di sepanjang segmen medulla spinalis
yang sesuaai. Setiap radix posterior memiliki sebuah ganglion radix
posterior yang sel-selnya membentuk serabut saraf tepi dan pusat (Snell,
2006).
Gambar 2.3 Segmen Medulla Spinalis (Martini, 2005)
Gambar 2.4 Struktur Penyusun Medulla Spinalis (Martini, 2005)
DermatomDermatom adalah suatu area kulit yang dipersarafi oleh sebuah
saraf spinal yang merupakan satu segmen medulla spinalis. Di sepanjang
tubuh manusia, dermatom membentang mengelilingi tubuh dari bidang
mediana anterior hingga posterior. Dermatom yang bersebelahan saling
tumpang tindih sehingga untuk membuat suatu daerah anestesi total
dibutuhkan kerusakan paling tidak tiga saraf spinal yang berdekatan.
Area yang kehilangan rasa taktil selalu lebih besar daripada area yang
kehilangan sensasi nyeri dan suhu. Alasan perbedaan ini adalah derajat
tumpang tindih serabut-serabut yang membawa sensasi nyeri dan suhu
jauh lebih luas daripada tumpang tindih serabut-serabut yang membawa
sensasi taktil (Snell, 2006).
Gambar 2.5 Dermatom Tubuh Manusia (Martini, 2005)
Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra
yang memanjang dari medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal
pertama disebut medulla spinalis.Medulla spinalis berbentuk silinder
berongga agak pipih.Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi,
diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang
rata-rata 42 cm (Sloane, 2004)..
Dua pembesaran yaitu pembesaran lumbal dan serviks menandai
sisi keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai.Tiga
puluh satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui
foramina intervertebral.Korda berakhir di bagian bawah vertebra lumbal
pertama atau kedua.Saraf spinal bagian bawah yang keluar sebelum
ujung korda mengarah ke bawah, disebut korda ekuina, muncul dari
kolumna spinalis pada foramina intervertebral lumbal dan sakral yang
tepat (Sloane, 2004).
Meninges (duramater, arakhnoidea mater, dan piamater) yang
melapisi otak juga melapisi korda.Fisura median anterior (ventral) dalam
dan fisura posterior (dorsal) yang lebih dangkal menjalar di sepanjang
korda dan membaginya menjadi bagian kanan dan kiri tepat (Sloane,
2004).
Struktur internal medulla spinalis terdiri dari sebuah inti substansi
abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil
dikelilingi oleh substansi abu-abu, bentuknya seperti huruf H. Batang
atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan mengandung
badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen, serta akson tidak
termielinisasi. Cornu posterior (dorsal) adalah batang vertikal atas
substansi abu-abu, mengandung badan sel yang menerima sinyal melalui
saraf spinal dari neuron sensorik.Cornu anterior (ventral) adalah batang
vertikal bawah, mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim
impuls melalui saraf spinal ke otot dan kelenjar tepat (Sloane, 2004).
Setiap saraf spinal mempunyai satu radiks dorsal dan satu radiks
ventral.Radiks dorsal terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik
yang memasuki korda.Radiks ventral adalah penghubung ventral dan
membawa serabut motorik dari korda.Radiks dorsal ganglia adalah
pembesaran radiks dorsal yang mengandung sel neuron sensorik tepat
(Sloane, 2004).
2. Anatomi nervus spinalis
Secara keseluruhan, tubuh manusia memiliki 31 pasang nervus
spinalis. Masing-masing nervus spinalis terbentuk oleh pertautan antara
radiks anterior dan posterior di dalam kanalis spinalis. Penomoran nervus
spinalis berdasarkan korpus vertebrae. Meskipun hanya terdapat tujuh
vertebrae servikalis, ada delapan pasang nervus spinalis, karena nervus
spinalis teratas keluar atau masuk ke kanalis spinalis tepat di atas
vertebrae servikalis I. Dengan demikian nervus servikalis pertama (C1),
keluar dari kanalis spinalis di antara os oksipitalis dan vertebrae servikalis
I (atlas); saraf servikal lainnya hingga C7 keluar di atas nomor vertebrae
yang sesuai dan C8 keluar diantara vertebra servikalis VII dan vertebrae
torakalis I. Pada tingkat torakal, lumbal, skaral, masing-masing saraf
spinalis masuk atau keluar ke kanalis spinalis di bawah nomor vertebra
yang sesuai. Dengan demikian, pada bagian ini jumlah pasangan saraf
spinalis sesuai dengan vertebranya (12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral) (Baehr
and Frotscher, 2010).
Gambar 2.6 Nervus Cranialis (Baehr and Frotscher, 2010)
3. Nyeri pinggang
Terdapat tiga kategori reseptor nyeri : nosiseptor mekanis yang
berespons terhadap kerusakan mekanis misalnya tusukan, benturan, atau
cubitan ; nosiseptor termal yang berespons terhadap suhu yang
berlebihan terutama panas ; dan nosiseptor polimodal yang berespons
setara terhadap semua jenis ransangan yang merusak, termasuk iritasi zat
kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera (Sherwood,2001).
Nyeri pinggang dikenal sebagai low back pain.Nyeri punggung
bawah atau nyeri pinggang (low back pain) adalah nyeri di daerah
lumbosakral dan sakroiliaka.
Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri
radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat
dirujuk ke daerah lain, atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain
dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain). Nyeri punggung
bawah pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan
merupkan penyakit spesifik.
4. Pembagian nyeri pinggang
Setiap jenis nyeri dicoraki oleh modalitasnya, yang berarti bahwa
nyerinya dapat bersifat tajam, difus, atau menjemukan. Dengan
menggunakan semantik lain, nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng,
ngilu, linu, sengal atau pegal. Nyeri yang bersumber pada visera bersifat
difus, yang berasal daro otot skeletal dapat dinyatakan pegal, yang
osteogenik dituturkannya sebagai kemeng, linu, atau ngilu dan yang
bersumber pada saraf perifer bersifat tajam (Mardjono M, 2008).
Berdasarkan sumbernya, nyeri dibedakan menjadi 2, yaitu
(Mardjono M, 2008):
a) Nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik
Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak dapat disebut nyeri
neuromuskuloskeletal. Sebagian dari nyeri itu adalah nyeri yang
bangkit akibat proses patologik di jaringan yang dilengkapi dengan
serabut nyeri (Mardjono M, 2008).
b) Nyeri neuromuskuloskeletal neurogenik
Nyeri ini merupakan nyeri akibat iritasi langsung terhadap
serabut sensorik perifer, yang memiliki dua ciri khas: (1) nyerinya
menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan dan (2)
penjalaran nyeri itu berpangkal pada bagian saraf yang mengalami
iritasi (Mardjono M, 2008).
Nyeri neurogenik yang timbul akibat iritasi di radiks posterior
dinamakan nyeri radikular.Segala sesuatu yang merangsang serabut
sensorik di tingkat radiks dan foramen intervertebrale dapat
menimbulkan nyeri radikular, yaitu nyeri yang terasa berpangkal
pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang
kawasan dermatomal radiks posterior yang bersangkutan (Mardjono
M, 2008).
Nyeri radikular pada hernia nukleus pulposus.Hernia nukleus
pulposus (HNP) ialah menjebolnya nukleus pulposus ke dalam
kanalis vertebralis akibat degenerasi anulus fibrosus korpus
intervertebral. Yang mengakibatkan HNP pada tingkat lumbosakral
itu ialah gaya yang menekan pada diskus ketika mengangkat benda
berat dalam posisi membungkuk. HNP servikal lebih sering terjadi
sehubung dengan trauma leher, dimana leher terayun ke depan dan
ke belakang secara cepat dan berlebihan. Itulah yang dikenal sebagai
trauma “whiplash” (Mardjono M, 2008).
Tempat penjebolan nukleus pulposus bervariasi.Karena itu
radiks posterior dapat tertekan dari samping, dari medial atau dari
posterior.Manifestasi klinisnya bervariasi juga antara nyeri radikular
serta parestesia dan nyeri radikular serta hipestesia (Mardjono M,
2008).
Selain itu terdapat klasifikasi nyeri punggung berdasarkan sifat
yaitu (Dewanto, 2009):
nyeri yang sifatnya menjalar, biasanya diakibatkan adanya kelainan
pada kulit, organ dalam dan saraf.
nyeri yang sifatnya terlokalisasi, biasanya diakibatkan kelainan pada
tulang, otot, ligament, pembuluh darah.
5. Perbedaan nyeri fokal, referred pain, nyeri radikuler dan nyeri et
causa spasme otot
No Pembeda Nyeri fokal Reffered pain Nyeri radikuler
Nyeri causa Spasme Otot
1 Penyebab Tumor Nyeri Proses Ketegangan
ganas yang menduduki area periosteum dan area peka nyeri lainnya di vertebrae
bersumber dari proses patologik di abdomen, pelvis, dan vertebra lumbal
patologik yang merangsang terjadinya penekanan, peregangan, tarikan, maupun jepitan pada radiks dorsalis di foramen intervertebralis
pada otot Missal : penggunaan otot yang berlebihan
2 Sifat Terus menerus/ hilang timbul (intermitten)Penekanan dan perubahan posisi ↑nyeri
Sangat bergantung dari lokasi patologik
Nyeri berbatas tegas pada dermatom
Nyeri seperti terikat oleh tali yang kencang
3 Khas a. prostat : nyeri lumbo-sacral disertai gejala inkontinensia uri
b. tumor uteri : nyeri akibat teregangnya ligamentum sacro-uteri, sering disertai gangguan siklus menstruasi
c. batu ginjal :nyeri ber+ saat batu turun melalui ureter, menjalar dari
Batuk dan bersin, pergerakan ↑ nyeri
Hilang/bertambah ringan dengan pemijatan/ pengurutan
lumbal ke abdomen bawah, daerah inguinal dan testis (kolik renal)sering dijumpai hematuria akibat luka pada intima ureter
d. sistitis dan pielonefritis
nyeri di daerah sudut kostovertebrae disertai demam, disuria, dan poliuria
6. Faktor yang memperberat nyeri pinggang
Batuk, bersin, dan mengejan akan menyebabkan kontraksi otot
rangka. Kontraksi ini akan menyebabkan tekanan intra abdominal serta
tekanan intra torakal akan meningkat yang berakibat terjadinya
pendesakan pada pembuluh darah seluruh tubuh. Pemindahan sejumlah
darah dari perifer ke jantung dan paru akan menyebabkan curah jantung
meningkat 5-6 kali sehingga tekanan arteri akan meningkat sebesar 20-
60% (Widhiana, 2012).
Venous return yang terganggu ini menyebabkan resorbsi cairan
serebrospinal ke dalam aliran darah terhambat sehingga mengakibatkan
kenaikan tekanan CSS dengan cepat. Peningkatan tekanan CSS ini akan
diteruskan ke rongga leptomeningeal spinal. Oleh karena pada HNP
terjadi penonjolan annulus ke dalam kanalis spinalis yang menekan
radiks spinalis, maka batuk, bersin dan mengejan dapat memprovokasi
timbulnya nyeri radikuler (Widhiana, 2012).
7. Rheumatic Arthritis
Manifestasi Klinis RA
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada
penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki
gambaran klinis yang sangat bervariasi (Manjoer, 2000):
1) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian
hebatnya.
2) Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat
generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1
jam.
3) Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi
sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa
adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar
juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan
bergerak.
8. Sifat nyeri pada tumor medulla spinalis
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam
tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala
karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf (Dewanto,
2009).
Manifestasi Klinik
a. Tumor ekstradural
Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada
daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola
dermatom
Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat
oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring
Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan
sebelum keterlibatan medula spinalis.
Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi
paraplegia yang irreversible
Gangguan buang air besar dan buang air kecil
b. Tumor intradural
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama
berbulan-bulan.
Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah
tingkat lesi
Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan
kemudian sepanjang akar-akar spinal
Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan
dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari
disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu
tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan
dari gravitasi
Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif
9. Hernia Nukleus Pulposus
Hernia nucleus pulposus (HNP) adalah keadaan dimana nucleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis
spinal melalui annulus fibrosus yang robek (Smeltzer, 2002).
HNP adalah penonjolan bantalan sendi os vertebrae merupakan
penyebab terbanyak low back pain. Pada pemeriksaan MRI biasanya
nampak jelas adanyua penyempitan pada canalis vertebrae dan
terjepitnya nervus spinalis. HNP dapat disebabkan oleh suatu trauma
(jatuh, terbentur, gerakan yang tiba – tiba cepat dan lainnya) atau oleh
karena proses penuaan yang membuat lapisan permukaan ruas os
vertebrae menjadi tergesek, mengakibatkan struktur mengandung sel
gelatin yang lentur dan kenyal itu (nucleus pulposus) mengalami cedera.
Lapisan kolagen ini, lama kelamaan kemudian merembes membentuk
tonjolan (protusio) keluar dari ruang antar ruas tulang yang akhirnya
menekan struktur yang berada di dekat tonjolan tadi (Smeltzer, 2002).
Nyeri oleh karena HNP yang menjepit nervus spinalis rasanya lebih
menggigit, terasa seperti terbakar atau seperti terkena sengatan listrik.
Dirasakan menjalar ke bagian bawah dan jika lebih parah lagi akan terasa
nyerinya dari belakang paha menyebar ke bagian bawah hingga betis
pada satu sisi. Nyeri dapat timbul setiap saat tidak terbatas apakah sedang
beraktivitas atau beristirahat (Smeltzer, 2002).
Info 2
RPD
- Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
- Riwayat penyakit DM disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat TB paru disangkal
RPK
- Riwayat penyakit DM disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kuantitatif : GCS E4 M6 V5
Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
N : 80x/menit, reguler
RR : 20x/menit
S : 36,30C
Status internus : dalam batas normal
Info 3
Pemeriksaan Neurologis
Tanda Rangsang meningeal : (-)
Pemeriksaan nervus cranialis : dbn
Pemeriksaan sensibilitas : hipestesi dari ujung kaki dextra sampai lumbal 5
Reflek fisiologis : reflek tendo achiles : +/+
Reflek fisiologis lain : +N/+N
Reflek patologis : tes laseque : +350/>700
Fungsi vegetatif : dalam batas normal
Interpretasi:
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, Kesadaran Tn. H baik dan tanda vitalnya
juga normal, sedangkan pada pemeriksaan neurologis didapatkan pemeriksaan
sensibilitas dimana terdapat hepestesi dari ujung kaki dextra sampai lumbal 5, ini
mengindikasikan bahwa pasien mengalami ischialgia, diperkuat dengan tes
laseque yang positif pada sisi dextra, sehingga diagnosis lebih condong ke Hernia
Nucleus Pulposus (HNP).
Pemeriksaan Reflek Achilles
Reflex Achilles adalah fleksi telapak kaki yang disebabkan oleh kontraksi otot
triseps surae (m soleus, m gastrocnemius) yang menyerupai kedutan, ditimbulkan
dengan mengetuk tendo Achilles.Reflex Achilles menurun menunjukkan bahwa
terdapat gangguan pada lower motor neuron (LMN). Reflex Achilles menurun
karena otot-otot yang membentuk tendo Achilles yakni m.triceps surae
(m.gastrocnemius caput mediale, m.gastrocnemius caput laterale, m.soleus, dan
m.plantaris) mengalami gangguan akibat terjepitnya n.ischiadicus yang
merupakan nervus yang mempersarafi otot tersebut (Muttaqin, 2008).
Cara Pemeriksaan:
Minta klien untuk duduk di tepi meja pemeriksaan sehingga tungkai kaki
bergantung bebas, lakukan sedikit dorsofleksi pada pergelangan kaki klien
dengan menahan kaki pada tangan.
Ayunkan palu reflex langsung ke tendon Achilles di atas tumit
Observasi dan rasakan plantar fleksi normal (sentakan ke bawah) pada
kaki.
Info 4
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Hb : 14 gr/dl (N= 13-16 gr/dl )
Leukosit : 7000/mm3 (N= 5000-10.000 mm3)
Trombosit : 220.000/ mm3 (N= 150.000 – 350.000/mm3)
GDS : 100 mg/dl (<200mg/dl)
Kolesterol total : 197 mg/dl (<200 mg/dl)
HDL : 52 mg/dl (45-65 mg/dl)
LDL : 175 mg/dl
Trigliserida : 150 mg/dl (120-190 mg/dl)
Asam urat : 5,0 mg/dl 2,5-9 mg/dl)
Foto polos vertebrae lumbosacral AP lateral:
Listesis corpus vertebrae lumbal 4 terhadap vertebrae lumbal 5, terdapat
penyempitan diskus intervertebralis
Interpretasi
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah dapat disimpulkan bahwa komponen
LDL Tn. H adalah tinggi (berisiko tinggi) yaitu 175 mg/dl, dimana nilai normal
adalah 100 mg/dl, diatas normal: 100-129 mg/dl, cukup tinggi: 130-159 mg/dl,
tinggi: 160-189 mg/dl dan sangat tinggi: >190 mg/dl.
Sedangkan komponen darah yang lain masih dalam batas normal, sehingga
kecurigaan yang mengarah pada penyakit jantung dan gangguan metabolisme
dapat disingkirkan. Sedangkan gambaran listesis menunjukan adanya patologi
berupa pergeseran posisi dan bentuk vertebrae lumbal 4 terhadap lumbal 5 akibat
penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara keduanya.
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi
sakro-iliaka), Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus,
penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil. Pada
dasarnya, foto polos tidak dapat memperlihatkan herniasi secara frontal, tetapi
gambaran yang muncul dapat digunakan untuk menyingkirkan kondisi lainnya
misalnya, fraktur, kanker, dan infeksi. Untuk memperkuat kecurigaan yang
mengarah kepada penyakit yang spesifik, ada beberapa pemeriksaan penunjang
yang mungkin dapat dilakukan.
Gambar 2.7 Gambaran Rontgen Polos Lumbal
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan:
Myelografi (myelography) adalah pemeriksaan sinar x pada kanal tulang
belakang. Sebuah agen radiokontras disuntikkan melalui jarum ke dalam ruang
sekitar saraf tulang belakang untuk menampilkan sumsum tulang belakang, kanal
tulang belakang, dan akar saraf pada foto sinar x.melakukan gerak ekstensi.
Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan
tumor kauda ekuina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu dilakukan
kecuali operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan tingkat protrusi
diskus.
Info 5
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Ischialgia dextra, parestesi ekstremitas inferior dextra
Diagnosis Topik : radix nn. Lumbal 5
Diagnosis Etiologi : suspect HNP
Usulan pemeriksaan penunjang : MRI lumbal, myelografi
Tatalaksana
Farmakologi:
- Analgesic
- Antispasmodik (diazepam)
- Neurotropik
Non Farmakologi:
- tirah baring pada alas ranjang yang keras
- hindari membungkuk atau mengejan
- hindari aktivitas yang memperberat nyeri
V. Sasaran Belajar
1. Hernia Nukleus Pulposus
a. Definisi
b. Etiologi
c. Faktor risiko
d. Pathogenesis
e. Patofisiologi
f. Penegakan diagnosis
g. Diagnosis Banding
h. Penatalaksanaan
i. Komplikasi
j. Prognosis
VI. Jawaban Sasaran Belajar
1. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
a. Definisi
Ada beberapa istilah untuk menyebut hernia nucleus pulposus
(HNP) yaitu herniated disc, prolapsed disc, sequestered disc,
protuding disc, bulging disc, ruptured disc, extruded disc, soft disc,
dan slipped disc yang semuanya itu adalah suatu keadaan dimana
annulus fibrosus beserta nucleus pulposusnya menonjol ke dalam
kanalis spinalis(Widhiana, 2002).
b. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1) Degenerasi diskus intervertebralis
2) Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
3) Trauma berat atau terjatuh
4) Mengangkat atau menarik benda berat
c. Faktor Risiko
Faktor Risiko HNP ada yang dapat diubah dan ada yang tidak
dapat diubah, yaitu (Yulvitrawasih, 2011):
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b) Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c) Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.
2) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama,
mengangkat atau menarik barang-barang serta, sering
membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan
seperti supir.
b) Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak
berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c) Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu
kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang
diperlukan dari dalam darah.
d) Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah
perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah.
e) Batuk lama dan berulang.
Selain itu juga terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi
antara lain (Yulvitrawasih, 2011):
1) Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas
pembebanan.
2) Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
3) Keterampilan pekerja.
4) Peralatan kerja beserta keamanannya.
d. Pathogenesis
Patogenesis HNP (Risbud, et al, 2010)
trauma, degeneratif
anulus fibrosus tergesek
cedera nukelus pulposus
nukleus pulposus merembes
membentuk tonjolan (protusio)
keluar dari diskus intervetrebalis
ke belakang lateral
mengencet canalis spinalis
menjepit radiks spinalis
e. Patofisiologi
Menjelang usia 30, mulailah terjadi perubahan-perubahan pada
annulus fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat, serat-
serat fibroelastik terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan
kolagen. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga dalam
annulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan
melakukan infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan juga
mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air. Jadi terciptalah
suatu keadaan dimana disatu pihak volume materi nukleus pulposus
berkurang dan dipihak lain volume rongga antar vertebra bertambah
sehingga terjadilah penurunan tekanan intradiskal (Widhiana, 2002).
Sebagai kelanjutan dari proses tersebut, maka terjadilah
beberapa hal :
a. Penurunan tekanan intradiskal menyebabkan vertebra saling
mendekat. Hal ini mengakibatkan lepasnya ligamentum
longitudinale posterior dan anterior dari perlekatannya dan
bagian yang terlepas akan berlipat. Lipatan akan mengalami
fibrosis dan disusul kalsifikasi sehingga akan terbentuk osteofit.
b. Pendekatan 2 korpus vertebra akan mengakibatkan pendekatan
kapsul sendi artikulasio posterior sehingga timbul iritasi
synovial.
c. Materi nukleus pulposus yang mengisi rongga-rongga dalam
annulus fibrosus makin mendekati lapisan luar dan akhirnya
lapisan paling luar. Bila suatu ketika terjadi tekanan intradiskal
yang tiba-tiba meningkat, tekanan ini akan mampu mendorong
nukleus pulposus keluar. Hal ini merupakan awal terjadinya
HNP lumbal.
Herniasi umumnya terjadi pada 1 sisi dan jarang bersamaan
pada kedua sisi.Pada umumnya HNP lumbal terjadi akibat cedera
fleksi walaupun penderita tidak menyadari adanya trauma
sebelumnya.Trauma yang terjadi dapat berupa trauma tunggal yang
berat maupun akumulasi dari trauma ringan yang berulang. Berat
beban maksimal yang ditanggung oleh daerah lumbal adalah 11,3 kg
dan jarak minimal 25 inci. Pengulangan mengangkat beban lebih dari
25 kali sehari cenderung 3 kali lebih sering menimbulkan HNP.
Batuk, bersin dan mengejan akan menyebabkan kontraksi oto
rangka. Kontraksi ini akan menyebabkan tekanan intra abdominal dan
tekanan intra torakal meningkat yang berakibat terjadi pendesakan
pada pembuluh darah seluruh tubuh. Pemindahan sejumlah darah dari
perifer ke jantung dan paru akan menyebabkan curah jantung
meningkat 5-6 kali sehingga tekanan arteri akan meningkat sebesar
20-60%.
Venous return yang terganggu ini menyebabkan resorbsi cairan
serebro spinalis ke dalam aliran darah terhambat sehingga
mengakibatkan kenaikan tekanan CSS dengan agak cepat.
Peningkatan tekanan CSS ini akan diteruskan ke rongga
leptomeningeal spinal. Oleh karena pada HNP terjadi penonjolan
annulus ke dalam kanalis spinalis yang menekan radiks spinalis maka
batuk, bersin, dan mengejan dapat memprovokasi timbulnya nyeri
radikuler (Widhiana, 2002).
Mekanisme Nyeri
Gambar 2.8 Traktus Spinothalamicus (Pearson, 2011)
Nyeri merupakan sensasi tidak nyaman yang bersifat subjektif
pada seseorang sebagai mekanisme protektif untuk mencegah
komplikasi dari benda asing yang bersifat subjektif. Nyeri merupakan
peristiwa yang terjadi akibat sensor nyeri yang berasal dari
propioreseptor dan mekanoreseptor yang kemudian dihantarkan
melalui traktus menuju area pusat kesadaran: thalamus. Reseptor nyeri
menghantarkan impuls ke radiks ganglion posterior yang berperan
sebagai 1st order neuron, kemudian dihantarkan ke medulla oblongata
melalui medulla spinallis menuju 2nd order neuron do batang otak.
Impuls tersebut dihantarkan menuju nuclei intralaminar di thalamus
sebagai 3rd order neuron, lalu nyeri di persepsikan di capsula interna
gyrus post- sentral (Baehr dan Frotscher, 2012).
f. Penegakan diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis HNP lumbal, selain anamnesis
juga pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
1. Data anamnesis
a) “Low back pain” (sakit pinggang bawah) selalu emndahului
iskialgia
b) Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan di dalam
ruang araknoid seperti batuk, bersin, dan mengejan
memprovokasi terasanya iskialgia
c) Faktor trauma hampir selamanya dapat ditemukan
2. Pemeriksaan Fisik
a) InspeksiGerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan
gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk
kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal
dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. Fleksi
kedepan secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai
bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga
meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan
jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di
sebelahnya (jackhammer effect). Lokasi dari HNP biasanya
dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan
ke lateral kanan dan kiri.Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau
ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang
ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
b) PalpasiAdanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan
adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di
bawahnya. Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen
yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan
ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien.
Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak- rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang
terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus
spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada
vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada
kelainan neurologis. Harus dicari pula refleks patologis
seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan UMN. Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan
yang berupa UMN atau LMN. Pemeriksaan sensorik
pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang
keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna
dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
c) Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan
pada saraf spinal khususnya L5 atau S1.Secara klinis tanda
Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu,
lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan
graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan
menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis
dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi.
Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai
dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising).
Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua
dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler.
Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra
lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada
tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk
menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi
radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda
laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-
operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada
96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti
menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap
tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus
diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia
dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua
dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).
Tanda Laseque kontralateral(contralateral Laseque
sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai
yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons
yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan
menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes valsava pasien diminta mengejan/batuk dan
dikatakan tes positif bila timbul nyeri
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologis
1) Foto polos vertebra
Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP,
lateral, dan oblique. Informasi yang diperoleh dari
pemeriksaan ini adalah :
a. Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat
mengindikasikan adanya HNP
b. Pada HNP dapat juga dilihat scoliosis vertebra kesisi
yang sehat dan berkurangnya lordosis lumbalis
c. Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan
patologis lainnya seperti proses metastasis, fraktur
kompresi.
2) Mielografi
Mielografi adalah suatu pemeriksaan radiologis
dengan tujuan melihat struktur kanalis spinalis dengan
memakai kontras. Bahan kontras dibagai atas kontras
negatif yaitu udara, namun sudah tidak digunakan lagi
dan kontras positif yang larut dalam air (missal : Dimer-
X, Amipaque, Conray 280) dan yang larut dalam
minyak (misal : Pantopaque).
Gambaran yang khas pada HNP adalah terlihat
adanya indentasi pada kolom zat kontras di diskus yang
mengalami herniasi.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan alat pemeriksaan diagnostic yang
dapat menghasilkan rekaman gambar potongan tubuh
atau organ manusia dengan menggunakan medan
magent berkekuatan antara 0,064-1,5 dan efek resonansi
yang timbul akibat getaran gelombang radio frekuensi
terhadap inti atom hydrogen. Melalui kecanggihan
computer, signal yang diterima dari getaran resonansi
diolah menjadi rekaman gambar penampang tubuh yang
kemudian dicetak pada selembar film.
Pada MRI, dapat terlihat gambaran bulging diskus
(annulus intak), herniasi diskus (annulus robek) dan
dapat mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-
akar saraf atau medulla spinalis oleh fragmen diskus
(Widhiana, 2002).
g. Diagnosis Banding
1) Neuropati diabetika
2) Tumor daerah lumbal
3) Fraktur vertebra lumbalis
4) Spondilosis lumbalis
5) Proses inflamasi tulang belakang di sekitar L5, S1 dan S2
misalnya artritis sakroiliaka (Widhiana, 2002).
h. Penatalaksanaan
1) Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a) Tidur selama 1 – 2 jam diatas kasur yang keras
b) Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau
kompresi saraf
c) Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti
inflamasi drug dan analgetik.
d) Terapi panas dingin.
e) Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan
lumbosacral brace atau korset.
f) Terapi diet untuk mengurangi BB
g) Traksi lumbal
2) Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang
mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala
pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama
seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau
pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan
biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus
adalah atrofi otot-otot ekstremitas inferior.Otot-otot yang mengalami
atrofi tergantung dari radix saraf yang mengalami lesi.Lesi pada
radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada m.quadriceps femoris, lesi
pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada m.gastroknemius dan
m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior (Sufitni, 1996).
j. Prognosis
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan
terapi konservatif, sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik
meskipun telah diterapi. Pada pasien dioperasi, 90% akan membaik
terutama nyeri tungkai, tetapi kemungkinan terjadinya kekambuhan
adalah 5% dan bisa pada diskus yang sama atau berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Baehr dan Frotscher. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC
Dewanto, George. Suwono, Wita J. Riyanto, Budi. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Harsono, DSS. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Penerbit FK UI.
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi klinis dasar.Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Risbud, Makarand V., Ernestina Schipani, Irving M. Shapiro. 2010. Hypoxic Regulation of Nucleus Pulosus Cell Survival. From Niche to Notch. The American Journal of Pathology, vol. 176 (4) : 1577-1583.
Sherwood, Lauralee. 2001.Fisiologi manusia: dari sel ke system. Jakarta:EGC
Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, SuzaneC. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC.
Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC
Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 5. Jakarta : EGC
Sufitni. 1996. Diagnosis topik neurologi. Edisi 2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Tamsuri, 2007.Ilmu penyakit Dalam.Jakarta : EGC
Widhiana, D. N. 2002. Sensitivitas dan Spesifisitas Tes Provokasi Batuk, Bersin, dan Mengejan Dalam Mendiagnosis Hernia Nukleus Pulposus Lumbal. Semarang: Fakultas Kedoketran Universitas Diponegoro
Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islam-cempaka-putih-Index2.php.htm. diakses tanggal 18 Maret 2013