Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata...

210
Laporan Delegasi Republik Indonesia dalam mengikuti pertemuan United Nations Climate Change Conference The Twenty-T hird Session of the Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP-23 UNFCCC); The Thirteenth Session of the Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP-13); The Second Part of the First Session of the Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA1.2); The Forty-Seventh Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA-47); The Forty-Seventh Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI-47); The Fourth Part of the First Session of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.4), Preparatory Meeting and Pre-Sessional Meetings Bonn, Jerman, 2 - 17 November 2017

Transcript of Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata...

Page 1: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

Laporan Delegasi Republik Indonesia

dalam mengikuti pertemuan

United Nations Climate Change Conference

The Twenty-Third Session of the Conference of the Parties

to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP-23 UNFCCC);

The Thirteenth Session of the Conference of the Parties

serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP-13);

The Second Part of the First Session of the Conference of the Parties

serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA1.2);

The Forty-Seventh Session of the Subsidiary Body for

Scientific and Technological Advice (SBSTA-47);

The Forty-Seventh Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI-47);

The Fourth Part of the First Session of the Ad Hoc Working Group on the Paris

Agreement (APA1.4), Preparatory Meeting and Pre-Sessional Meetings

Bonn, Jerman,

2 - 17 November 2017

Page 2: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

2

KATA PENGANTAR

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 TUJUAN

1.3 TARGET

2. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA

3. SESI PERSIDANGAN

3.1 THE TWENTY THIRD SESSION OF THE CONFERENCE OF THE PARTY TO THE UNFCCC

(COP23) , THE THIRTEENTH SESSION OF THE CONFERENCE OF THE PARTY TO THE KYOTO

PROTOCOL (CMP13), SECOND PART OF THE 1ST SESSION OF THE CONFERENCE OF THE PARTY

TO THE PARIS AGREEMENT (CMA1.2)

3.2 FORTY-SEVENTH SESSION OF THE SUBSIDIARY BODY FOR SCIENTIFIC AND

TECHNOLOGICAL ADVICE (SBSTA47), FORTY-SEVENTH SESSION OF THE SUBSIDIARY BODY FOR

IMPLEMENTATION (SBI 47)

3.3 FOURTH PART OF THE FIRST SESSION OF THE AD HOC WORKING GROUP ON THE

PARIS AGREEMENT (APA1.4)

3.4 HASIL PERSIDANGAN

3.5 KONSOLIDASI INTERNAL DELEGASI RI

4. HIGH LEVEL SEGMENT UNFCCC

5. PERTEMUAN MULTILATERAL DAN BILATERAL

6. PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN

6.1 MANDATED EVENTS

6.2 SIDE EVENT INDONESIA

6.3 SIDE EVENT UNFCCC, PAVILIUN NEGARA LAIN, DAN EVENT LAINNYA

7. PAVILIUN INDONESIA

8. TINDAK LANJUT

8.1 FOKUS PEMBAHASAN KE DEPAN

8.2 PERMINTAAN SUBMISI KEPADA NEGARA PIHAK

8.3 PENYIAPAN FACILITATIVE DIALOGUE 2018

8.4 IMPLEMENTASI PARIS AGREEMENT DAN NDC

9. PENUTUP

DAFTAR ISI

Page 3: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

3

Mewakili Kawasan Asia Pasifik yang mendapat giliran menjadi tuan rumah COP UNFCCC tahun

2017, Fiji selaku COP23 Presidency meminta venue penyelenggaraan COP23 UNFCCC/CMP13

Protokol Kyoto/CMA1.2 Paris Agreement bertempat di Bonn, lokasi kantor Sekretariat

UNFCCC, mengingat adanya kendala pendanaan.

Setelah penyelenggaraan COP22/CMP12/CMA1 di Marrakech, Maroko tahun 2016 yang

dikenal sebagai COP of Implementation, COP23/CMP13/CMA1.2 yang diselenggarakan

tanggal 6 - 17 November 2017 disebut-sebut sebagai a transitional COP. Sebagaimana telah

diketahui bersama, Adhoc Working Group of Paris Agreement (APA) mendapat mandat untuk

menyelesaikan tugasnya pada COP24 di tahun 2018, yakni pada Pertemuan ketiga Negara

Pihak UNFCCC setelah diadopsinya Paris Agreement pada COP21 di Paris tahun 2015. Harapan

yang diletakkan di pundak Perdana Menteri Frank Bainimarama selaku Presiden COP23 adalah

untuk mewujudkan hal-hal yang abstrak menjadi sesuatu yang konkrit teknis sebelum batas

waktu tersebut. Harapan yang tidak ringan mengingat isunya yang kompleks dan saling

terkait.

Perjalanan COP23/CMP13/CMA1.2 diwarnai dengan lambannya proses negosiasi isu finance

di minggu kedua, yang tersebar pada beberapa agenda persidangan meliputi Long Term

climate Finance (LTF), Global Environment Facility (GEF), Green Climate Fund (GCF), Standing

Committee on Finance (SCF), Adaptation Fund (AF), dan Modalities for the accounting of

financial resources provided and, mobilized through public interventions in accordance with

Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement. Finance menjadi satu-satunya kelompok

agenda persidangan yang paling akhir mencapai kata sepakat sehingga memperpanjang

waktu dimulainya acara penutupan.

Akhirnya Joint Plenary of COP23/CMP13/CMA1.2 ditutup pada hari Sabtu, tanggal 18

November 2017 pada pukul 06.25 waktu setempat. Kepemimpinan Fiji berhasil membawa 197

Negara Pihak UNFCCC bersepakat untuk mengadopsi Dec.1/CP.23 atau dikenal sebagai Fiji

Momentum for Implementation yang di dalamnya berisi elemen-elemen bahan negosiasi lebih

lanjut sampai diadopsinya guidelines implementasi Paris Agreement pada COP24 di tahun

2018. Kepentingan Indonesia secara umum telah dapat dimasukkan ke dalam Dec 1/CP.23

tersebut. United Nations Climate Change Conference 2017 berhasil menghasilkan 29 decisions

dimana 22 (dua puluh dua) decisions berada di bawah COP dan 7 (tujuh) decisions berada di

bawah CMP.

Partisipasi Delegasi Republik Indonesia sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, selalu

diupayakan dalam dua jalur, yaitu negosiasi dan outreach/campaign. Selain jalur negosiasi

seperti diuraikan di atas, pada jalur non persidangan, Pemerintah Indonesia

menyelenggarakan antara lain: (a) Paviliun Indonesia dengan tema A Smarter World: Collective

KATA PENGANTAR

Page 4: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

4

Actions for Changing Climate, dan (b) side event UNFCCC dengan fokus pada sektor lahan

dan hutan dengan tema Good Peatland Governance to strengthen Economic, Social and

Ecosystem Resilience.

Laporan Delegasi RI pada United Nations Climate Change Conference

(COP23/CMP13/CMA1.2) ini menyajikan hasil pelaksanaan misi-misi Indonesia, baik yang

melalui jalur negosiasi maupun jalur penjangkauan/kampanye. Laporan ini sebagai

pertanggungjawaban dari Delegasi RI untuk menyampaikan informasi terkait perkembangan

dan hasil perundingan serta posisi Indonesia dalam setiap isu ke Tanah Air, serta langkah

tindak lanjut yang diperlukan.

Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak, yang tidak dapat kami sebutkan satu per

satu, yang telah bekerja sama dan mendukung baik langsung maupun tidak langsung dalam

pelaksanaan fasilitasi perundingan UNFCCC selama di Bonn, Jerman maupun di Jakarta.

Ucapan terima kasih khusus dan penghargaan kami sampaikan kepada seluruh masyarakat

Indonesia yang tinggal di Bonn, yang telah mendukung baik secara moral maupun material

untuk terfasilitasinya keberhasilan misi Delegasi Republik Indonesia. Kami juga menyampaikan

permohonan maaf untuk segala kekurangan.

Jakarta, Desember 2017

Dr. Nur Masripatin

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/National Focal Point for UNFCCC

Page 5: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

5

Page 6: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

6

1.1. Latar Belakang

Sesi perundingan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) akhir

tahun 2017 dikenal dengan nama United Nations Climate Change Conference yang

diselenggarakan dari tanggal 6 hingga 17 November 2017 bertempat di Bonn, Jerman.

Pertemuan United Nations Climate Change Conference terdiri dari beberapa forum

persidangan dan non persidangan.

Struktur forum persidangan (main events), diselenggarakan pada 6 – 17 November 2017 terdiri

dari:

1. The twenty-third meeting of the Conference of the Parties (COP23);

2. The thirteenth session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties

to the Kyoto Protocol (CMP13);

3. The second part of the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting

of the Parties to the Paris Agreement (CMA1.2);

4. The forty-seventh session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI 47);

5. The forty-seventh session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice

(SBSTA 47);

6. The fourth part of the first session of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement

(APA1-4).

7. High- Level Segment: country statements, 15-17 November 2017.

Sebelum main events dibuka secara resmi pada 6 November 2017 telah diselenggarakan

forum non-persidangan yang dikenal sebagai mandated events, yakni forum non perundingan

namun secara substansi memberi masukan langsung ke sesi perundingan, yaitu;

1. G77 and China Preparatory Meetings, 2 – 3 November 2017; dan

2. Pre-sessional workshops/roundtable, 4 - 6 November 2017.

Untuk forum non persidangan, secara garis besar terdiri dari:

1. Mandated events,

2. Side events yang diselenggarakan oleh UNFCCC

3. Paviliun Delegation events, yaitu penyelenggaraan Paviliun Delegasi berbagai negara

4. High-level COP Presidency events

5. Non Party Stakeholder / Non State Actor Action Agenda di bawah Marrakech Partnership

for Global Climate Action

6. Pertemuan Bilateral.

PENDAHULUAN

1

Page 7: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

7

1.2. Target COP23/CMP13/CMA1.2

Target dari penyelenggaraaan COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC, yaitu:

1. Untuk persidangan COP23, Negara-negara Pihak, termasuk Indonesia secara khusus,

memiliki tugas utama dalam mengidentifikasi jalur-jalur pencapaian Paris Agreement

dan implementasinya di masa mendatang.

2. Untuk persidangan CMP13, dengan fungsinya dalam membantu pengambilan

keputusan dan mempromosikan pelaksanaan yang efektif dari Protokol Kyoto, CMP13

pada United Nations Climate Change Conference berperan sebagai jalur Indonesia

dalam meninjau kembali kewajiban Negara-negara maju terhadap negara

berkembang, serta mendiskusikan transisi dari mekanisme-mekanisme yang berada

pada Protokol Kyoto untuk dapat bekerja di bawah Paris Agreement.

3. Untuk persidangan CMA1.2, merupakan kelanjutan dari sesi pertama yang

diselenggarakan di Marakesh menjadi sesi penting bagi Indonesia untuk mereview,

menegosiasikan hal-hal terkait progress dalam implementasi work programme di

bawah Paris Agreement, serta bagaimana UNFCCC dapat mendorong keterlibatan

Negara Pihak untuk mempercepat kinerja dan menghasilkan outcomes dengan

tenggat waktu pada CMA1.2 .

4. Untuk persidangan dibawah Badan Subsider UNFCCC memiliki peran penting dalam

mendukung keputusan yang diambil oleh sesi COP. Sesi SBI secara khusus menjadi

jalur Indonesia untuk mendorong penggunaan yang lebih baik dari peran badan

khusus dan lembaga keuangan yang telah dibuat di Cancun dan Durban, serta

dioperasikan di Doha (seperti Standing Committee on Finance dan Adaptation

Committee). Sedangkan untuk sesi SBSTA, sesi ini menjadi jalur Indonesia dalam

mempromosikan pengembangan terkait hal-hal ilmiah dan teknologi yang dapat

mendukung pencapaian tujuan konvensi, yang juga menjadi mandat dari dibentuknya

badan ini.

5. Untuk persidangan sesi APA1.4 merupakan sesi yang sangat penting dalam

mendukung terselesaikannya Paris Agreement Work Programme. Melalui jalur ini,

Indonesia dapat memperjuangkan isu-isu krusial terkait Modalities, Procedures, and

Guidelines seperti bahasan mengenai NDC, Adaptation Communication, Global Stock-

take, dan juga Transparency Framework.

6. High-level segment (HLS) telah diselenggarakan pada tanggal 15 – 16 November 2017.

HLS merupakan forum dimana Kepala Negara/Kepala Pemerintahan/Menteri/Head of

Delegation menyampaikan country statement. Opening ceremony dari High-level

segment diselenggarakan pada tanggal 15 November 2017, dengan diisi oleh

statement dari Presiden COP23, Sekretaris Jenderal PBB, dan beberapa kepala negara.

High-level segment kemudian dilanjutkan pada hari kedua dengan penyampaian

national statement dari Kepala Negara/Kepala Pemerintahan.

Page 8: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

8

1.3. Misi Indonesia

Secara umum, misi Indonesia dalam United Nations Climate Change Conference adalah:

3.1. Memperjuangkan kepentingan Indonesia dan berkontribusi pada upaya global termasuk

dalam pembahasan pengaturan rinci Modality, Procedure, and Guidelines (MPGs) untuk

pelaksanaan Paris Agreement (disebut Paris Agreement Work Programme);

3.2. Mendorong proses perundingan untuk berfokus pada penyiapan dan penyampaian

modalitas dan guidance yang dapat memfasilitasi aksi, memastikan bahwa tidak hanya

pencapaian target, tetapi juga mempertimbangkan keberagaman tahap-tahap

perkembangan dari Negara Pihak, terutama negara berkembang; dan

3.3. Mendorong peningkatan komitmen (peningkatan ambisi) Negara maju baik dalam

mengisi gaps dalam pencapaian target di bawah 2 derajat maupun dalam penyediaan

supports.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada

High-Level Segment UNFCCC, 16 November 2017

Page 9: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

9

Delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada COP23/CMP13/CMA1.2 diketuai oleh Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang diperkuat dengan hadirnya Menteri Koordinator

Bidang Kemaritiman dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas.

Pengelolaan DELRI dari aspek pelaksanaan dan penyiapan substansi, sebagai penanggung

jawab dalam jalur perundingan adalah Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim,

Kementerian Lingkungan Hidup sebagai Ketua Tim Negosiasi; sedangkan dalam aspek

outreach/campaign yaitu Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi

Sumber Daya Alam, sebagai Penanggung Jawab Tim Paviliun Indonesia.

Dalam pengelolaan DELRI, National Focal Point (NFP) for UNFCCC telah meregistrasikan ke

Sekretariat UNFCCC sejumlah 577 (lima ratus tujuh puluh tujuh) peserta, dengan perkiraan

ketidakhadiran ± 10%. Berikut distribusi peserta:

Disribusi Kelompok Peserta

a Kelompok I: Menteri, Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan

Iklim, dan Pejabat Kepala Lembaga Setingkat Menteri

6

b Kelompok II: Eselon I Kementerian/Lembaga 29

c Kelompok III: Penasehat Senior Menteri, Staf Khusus Menteri, dan Tenaga Ahli

Menteri Kementerian/Lembaga

10

d Kelompok IV: Tim Negosiasi (Eselon II K/L ke bawah, CSO, Praktisi, Akademisi) 111

e Kelompok V: Parlemen 43

f Kelompok VI: Tim Paviliun Indonesia (Eselon II K/L ke bawah, dan berbagai

pemangku kepentingan, termasuk 6 Warga Negara Asing)

378

Total 577

DELEGASI REPUBLIK INDONESIA

2

Negosiasi & Non Negosiasi (Bula

Zone & Bonn Zone)29%

Non Negosiasi (Bula Zone & Bonn

Zone)22%

Non Negosiasi -Zone Bonn Only

49%

DELEGASI RI PADA COP23/CMP13/CMA1.2 (TAHUN 2017) BERDASARKAN KEGIATAN & ZONA

Page 10: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

10

Berdasarkan komposisi, DELRI terdiri dari atas perwakilan unsur-unsur sebagai berikut:

a. 21 (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga, meliputi Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (KLHK), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kantor Utusan Khusus Presiden

Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI), Kementerian Koordinator Perekonomian,

Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

(Kem ESDM), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas,

Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP), Kementerian Perrhubungan, Sekretariat Kabinet, Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kem ATR), Badan Meteorologi,

Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Restoasi

Gambut (BRG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), KBRI Berlin, dan KJRI

Frankfurt;

b. Lembaga Legislatif, meliputi: DPR RI yang terdiri dari Komisi IV, Komisi VII, dan Badan

Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP); DPRD Kota Surabaya, DPRD Provinsi Aceh;

c. Pemerintah Daerah, meliputi:

7 (tujuh) provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi

Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi

Jambi, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

11 (sebelas) kota/kabupaten, yaitu Kota Banjarmasin, Kota Bontang, Kota Bogor,

Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Mappi, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten

Tana Toraja, Kabupaten Sigi, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Mentawai,

Kabupaten Sintang;

Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APEKSI);

d. Perguruan Tinggi / Akademisi, yaitu Universitas Indonesia, CCROM Institut Pertanian

Bogor, Universitas Tanjungpura, dan Institut Teknologi Bandung, Perhimpunan Pelajar

Indonesia Jerman;

Perempuan36%

Laki-laki

64%

DELEGASI RI PADA COP23/CMP13/CMA1.2 (TAHUN 2017) BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Page 11: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

11

e. Civil Society Organization (CSO) / Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), meliputi: KNI/WEC,

HIVOS Southeast Asia, IESR, Mercy Corps Indonesia, Kemitraan bagi Pembaruan Tata

Pemerintahan, the Climate Reality Project, Yayasan Belantara, Yayasan KEHATI/Indonesia

Biodiversity Conservation Trustfund, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), WWF,

RARE Indonesia, CGIAR, IIASA, ICRAF, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu

Indonesia, KOPRABUH (Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau), Motivator Training

Center – GT, Majelis Ulama Indonesia, The Indonesia Plastic Bag Diet Movement, Yayasan

Bambu Lestari, Yayasan Ekosistem Lestari, Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, Vanantara

Communications, Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Kelompok Pengelola Hutan Adat,

Lingkar Temu Kabuapaten Lestari, HuMa, Indonesia Bisa / Youth for Climate Change

Indonesia, CIFOR, Landscape Indonesia/ PT. Bentang Alam Indonesia, GreenFaith, Climate

Land Use Alliance (CLUA) Indonesia, dan Indonesian Energy and Environmental Institute

(IE2I), IDH Sustainable Trade Initiative, Terrawatt Initiative, dan Yayasan Penyelam Lestari

Indonesia, dan Yayasan Perspektif Baru;

f. BUMN dan Sektor Swasta, mencakup: BPH Migas, SKK Migas, Cendekia Mulia Komunikasi,

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Agro Indonesia, Arsari Group, Asia Pulp &

Paper Group (APP), PT Rimba Makmur Utama, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia

(APROBI), PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT. Inter Aneka Lestari Kimia, PT.

Semen Gresik, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT PERTAMINA (Persero), PT Sarana

Multi Infrastruktur (Persero), PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., Badan Pengelola Dana

Perkebunan Kelapa Sawit, KADIN, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), PT

Amman Mineral Nusa Tenggara, PT PLN (Persero), PT Pasific Agro Sentosa, Asosiasi

Pengusaha Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Chevron, Gabungan Perusahaan Perkebunan

Indonesia (GPPI), Cendekia Insan Mulia, PT. Wana Makmur Lestari, JASINDO Asuransi Jasa

Indonesia, Artha Graha Network, PT. Partogi Hidro Energy, PT. MEDCO Energi International

Tbk., Deal Advisory, Transaction Services, PT. Sugar Gulaku;

g. Media meliputi: RRI Pro3, Kantor Berita ANTARA - Indonesia News Wire, The Jakarta Post,

Harian Umum Kompas, Metro TV, Media Indonesia, INILAH.COM;

h. Proyek Kerjasama: Multistakeholders Forestry Program (MFP), Support to Indonesia

Climate Change Response – Technical Assistance Component (SICCR-TAC), Sekretariat

Partnership for Market Readiness (PMR), Sekretariat Joint Credit Mechanims (JCM),

Sekretariat Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Sekretariat RAN-GRK, Asia Pacific

Rainforest Partnership;

i. Perwakilan Perangkat Desa: Desa Gohong, Kalimantan Tengah, dan Desa Sungai Bungur,

Jambi.

j. Komunitas seniman (penyanyi dan penari).

Page 12: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

12

Tim Negosiasi pada Sesi Perundingan COP23/CMP13/CMA1.2

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim

dan Tim Paviliun Indonesia beserta DELRI lainnya pada Sesi Penutupan Paviliun Indonesia

Page 13: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

13

Penyelenggaraan COP23/CMP13/CMA1.2 menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju

pencapaian tujuan jangka panjang sebagaimana disebutkan dalam Paris Agreement, dan

mendukung proses implementasi Paris Agreement di masing- masing Negara Pihak.

COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC juga berfungsi untuk mempersiapkan Facilitative Dialogue di

tahun 2018 yang digunakan untuk take-stock upaya-upaya kolektif pada tahun 2018. Agenda

persidangan dari COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC terdiri dari COP23, CMP13, CMA1.2, sesi

APA1.4, serta sesi Badan Subsider ke-47. Berikut merupakan garis besar jalannya persidangan

dari masing-masing forum persidangan:

3.1 Twenty-third session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP23

UNFCCC), Thirteenth session of the Conference of the Parties serving as the meeting

of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP13) dan Second part of the first session of

the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris

Agreement (CMA-1.2)

Sidang pembukaan dari COP23, CMP13, dan CMA1.2 diselenggarakan pada tanggal 6

November 2017. Sidang pembukaan tersebut diisi oleh opening address dari beberapa pihak,

yaitu: (1). H. E Salaheddine Mezouar, Menteri Luar Negeri Maroko selaku Presiden COP22, (2).

H. E Frank Bainimarama, Perdana Menteri Fiji, yang menerima kepemimpinan dari Presiden

COP22 sebagai Presiden COP23, (3). H. E Patricia Espinosa selaku Sekretaris Eksekutif UNFCCC,

(4). Mr. Hoesung Lee selaku Ketua IPCC, (5). Mr. Petteri Taalas selaku Sekretaris Jendral World

Meteorological Organization (WMO), (6). H.E Barbara Hendricks, Menteri Lingkungan,

Konservasi Alam, Bangunan dan Keamanan Nuklir Jerman, serta (7). Mr. Ashok Alexander

Sridharan selaku Walikota Bonn.

Dalam sidang pembukaan tersebut, beberapa sorotan penting yang disampaikan oleh

Sekretaris UNFCCC adalah tujuan COP23 untuk mengambil langkah penting dalam

memastikan bahwa struktur Paris Agreement (Paris Agreement Work Programme) telah

selesai, dampaknya diperkuat, dan tujuannya tercapai; serta bergerak maju untuk memenuhi

komitmen pra-2020. Selain itu, beberapa hal penting yang disampaikan oleh pembicara utama

lainnya mencakup pentingnya investasi terhadap aksi iklim dalam menjamin kualitas

lingkungan yang lebih bersih, pendekatan lokal dan regional dalam mendukung aksi iklim

global, serta special report IPCC akan disetujui pada waktunya untuk Facilitative Dialogue di

tahun 2018.

Secara lebih spesifik, persidangan COP23 telah membahas agenda tentang laporan badan-

badan subsider, dan agenda terkait persiapan implementasi Paris Agrement dan pertemuan

PERSIDANGAN

3

Page 14: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

14

CMA-1, Amandemen Article 15 Konvensi, Report of the Adaptation Committee, Warsaw

International Mechanism for Loss and Damage, pengembangan dan alih teknologi dan

implementasi technology mechanism, isu-isu terkait pendanaan, pelaporan Negara Pihak

Annex I dan non Annex I Konvensi, peningkatan kapasitas dibawah Konvensi, implementasi

Article 4, penilaian Technical Examination Processes (TEP) mitigasi dan adaptasi, gender dan

Perubahan Iklim, dan High-level segment. Pada persidangan CMP13 agenda yang dibahas

adalah mengenai laporan badan-badan subsider dan agenda terkait mekanisme

pembangunan bersih; joint implementation; compliance committee; adaptation fund; upaya

meningkatkan ambisi komitmen KP; laporan Negara Pihak, peningkatan kapasitas; serta isu-

isu administratif dan keuangan, sedangkan persidangan CMA1.2 membahas agenda bersifat

prosedural untuk memberi kesempatan kepada APA menuntaskan pembahasan mengenai

berbagai aspek operasionalisasi dan implementasi PA.

Sidang penutupan COP23, CMP13, dan CMA1.2 telah menghasilkan 29 keputusan dalam

berbagai isu, yang terdiri dari 24 keputusan di bawah COP dan 7 keputusan di bawah CMP.

Melalui keputusan-keputusan tersebut, COP23, CMP13, dan CMA1.2 menghasilkan

kesepakatan tentang text untuk penyusunan modalitas, prosedur dan panduan

operasionalisasi Paris Agreement yang cukup maju, tertuang di dalam decisions COP23 (Dec.

1/CP.23) “Fiji Momentum for Implementation” yang terdiri dari finalisasi Paris Agreement

Work Programme, mandat dan fitur Talanoa Dialogue, serta implementasi dan ambisi pre-

2020.

3.2 Forty-seventh session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice

(SBSTA 47) dan Forty-seventh session of the Subsidiary Body for Implementation

(SBI 47)

Sesuai fungsinya, SBSTA mendukung COP dan CMP melalui penyediaan informasi yang tepat

waktu dan saran tentang hal-hal ilmiah dan teknologi yang berkaitan dengan Konvensi atau

Protokol Kyoto, sedangkan SBI berfungsi mendukung pekerjaan COP dan CMP melalui

penilaian dan review pelaksanaan yang efektif dari Konvensi dan Protokol Kyoto.

Dalam perundingan di SBSTA-47 dan SBI-47, telah disepakati 26 kesimpulan penting,

diantaranya mengenai pengembangan modalitas dan prosedur untuk operasi public registry

adaptation communication; national adaptation plans; peningkatan kapasitas, gender dan

perubahan iklim, common time frames NDCs; ketentuan tentang financial and technical

support; peningkatan implementasi pendidikan, pelatihan, kesadaran, partisipasi dan akses

publik terhadap informasi dibawah Paris Agreement, improved forum and work programme

dari response measure, Isu-isu terkait pertanian, Nairobi Work Programme (NWP) mengenai

dampak, kerentanan perubahan iklim, Artikel 6 Paris Agreement, research and systematic

observation; emisi dari bahan bakar yang digunakan untuk penerbangan internasional dan

Page 15: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

15

transportasi maritim, common metrics untuk perhitungan carbon dioxide equivalence; serta

kesimpulan lainnya.

3.3 Fourth part of the first session of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement

(APA 1.4)

Dengan berlakunya syarat entry into force dari Paris Agreement pada tahun 2016, pekerjaan

dari APA yang lahir di bawah mandat keputusan 1/CP.21 untuk mempersiapkan Paris Agreement

untuk entry into force dan menyelenggarakan sesi pertama Conference of the Parties serving

as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA) harus segera diselesaikan.

Bagian keempat dari sesi pertama Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.4)

dilaksanakan bersamaan dengan sesi Badan Subsider. Sesi APA1.4 membahas agenda

mengenai elemen-elemen utama dari Paris Agreement Work Programme, yang terdiri dari

elaborasi elemen Nationally Determined Contributions / NDCs (yaitu: features, transparansi

dan sistem penghitungan); komunikasi adaptasi; kerangka transparansi aksi dan support;

modalitas penyelenggaraan dan persiapan global stocktake; serta pengembangan modalitas

kerja Komite Implementasi dan compliance.

3.4. Hasil Persidangan

Persidangan COP23, CMP13, CMA1.2, SBSTA-47, SBI-47, APA 1-4, telah mencapai kesepakatan

tentang teks untuk penyusunan modalitas, prosedur dan panduan operasionalisasi Paris

Agreement yang cukup maju tertuang di dalam decisions COP23 (Dec. 1/CP.23) “Fiji

Momentum for Implementation” yang terdiri dari finalisasi Paris Agreement Work Programme,

mandat dan fitur Talanoa Dialogue, serta implementasi dan ambisi pre-2020.

Hasil-hasil persidangan sesuai kelompok isu pembahasan sebagaimana diuraikan berikut ini.

Kelompok Mitigation. Persidangan telah menyepakati keputusan penting tentang

Assessment of the technical examination processes (TEP) on mitigation and adaptation,

dibahas pada persidangan COP23 agenda item 15. Selain itu, persidangan terkait mitigasi telah

menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

Further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21: (a) Features of

nationally determined contributions, as specified in paragraph 26; (b) Information to

facilitate clarity, transparency and understanding of nationally determined contributions,

as specified in paragraph 28; dan (c) Accounting for Parties’ nationally determined

contributions, as specified in paragraph 31;

Common time frames for nationally determined contributions referred to in Article 4,

paragraph 10, of the Paris Agreement,

Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport.

Kelompok Adaptation. Persidangan terkait adaptasi telah menyepakati sejumlah kesimpulan

(conclusion) penting yaitu:

Page 16: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

16

Further guidance in relation to the adaptation communication, including, inter alia, as a

component of nationally determined contributions, referred to in Article 7, paragraphs 10

and 11, of the Paris Agreement.

National adaptation plans

Report of the Adaptation Committee

Report of the Executive Committee of the Warsaw International Mechanism for Loss and

Damage associated with Climate Change Impacts.

Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change.

Kelompok Transparency of Actions and Supports. Persidangan terkait telah menyepakati

sejumlah kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

Conclusion APA agenda 3-8 termasuk: (a) Modalities, procedures and guidelines for the

transparency framework for action and support referred to in Article 13 of the Paris

Agreement; dan (b) Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the

Paris Agreement.

Work of the Consultative Group of Experts on National Communications from Parties not

included in Annex I to the Convention;

Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry

referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement.

Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry

referred to in Article 7, paragraph 12, of the Paris Agreement.

Common metrics to calculate the carbon dioxide equivalence of greenhouse gases.

Kelompok Finance. Persidangan telah menyepakati keputusan penting terkait finance yaitu:

Long-term climate finance;

Matters relating to the Standing Committee on Finance;

Report of the Green Climate Fund to the Conference of the Parties and guidance to the

Green Climate Fund;

Report of the Standing Committee on Finance.

Report of the Global Environment Facility to the Conference of the Parties and guidance

to the Global Environment Facility;

Sixth review of the Financial Mechanism;

Process to identify the information to be provided by Parties in accordance with Article 9,

paragraph 5, of the Paris Agreement.

Guidance relating to the clean development mechanism.

Selain itu persidangan terkait finance telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion)

penting yaitu:

Page 17: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

17

Report of the Adaptation Fund Board;

Third review of the Adaptation Fund;

Provision of financial and technical support, dibahas pada persidangan SBI agenda item

4.

Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through

public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement,

dibahas pada persidangan SBSTA agenda item 12

Kelompok Capacity-Building. Persidangan telah menyepakati sejumlah kesimpulan

(conclusion) penting yaitu:

Capacity-building in developing countries under the Convention;

Capacity-building in countries with economies in transition under the Convention.

Capacity-building in developing countries under the Kyoto Protocol;

Capacity-building in countries with economies in transition under the Kyoto Protocol.

Annual technical progress report of the Paris Committee on Capacity-building;

Ways of enhancing the implementation of education, training, public awareness, public

participation and public access to information so as to enhance actions under the Paris

Agreement, dibahas pada persidangan SBI agenda item 18.

Kelompok Teknologi. Persidangan telah menyepakati keputusan penting tentang Review of

the effective implementation of the Climate Technology Centre and Network.

Selain itu persidangan terkait teknologi telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion)

penting yaitu:

Joint annual report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology

Centre and Network;

Poznan strategic programme on technology transfer.

Technology framework under Article 10, paragraph 4, of the Paris Agreement,.

Kelompok Compliance. Persidangan telah menyepakati keputusan penting tentang

Preparations for the implementation of the Paris Agreement and the first session of the

Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement, dibahas

pada persidangan COP agenda item 4.

Selain itu persidangan terkait compliance telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion)

penting tentang Modalities and procedures for the effective operation of the committee to

facilitate implementation and promote compliance referred to in Article 15, paragraph 2, of

the Paris Agreement.

Kelompok Article 6 of the Paris Agreement. Persidangan telah menyepakati sejumlah

kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

Page 18: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

18

Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris

Agreement;

Rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph

4, of the Paris Agreement;

Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article

6, paragraph 8, of the Paris Agreement.

Kelompok Response Measure.

Persidangan telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

Improved forum and work programme;

Modalities, work programme and functions under the Paris Agreement of the forum on

the impact of the implementation of response measures;.

Kelompok Gender and Climate Change. Persidangan telah menyepakati kesimpulan

(conclusion) penting terkait gender and climate change, terutama tentang Gender Action Plan

(GAP) atau Rencana Aksi Gender untuk mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan

mandat terkait gender di bawah proses UNFCCC.

Kelompok Agriculture. Persidangan telah menyepakati kesimpulan (conclusion) penting

tentang isu-isu terkait agriculture, yang akan menjadi basis dari elemen-elemen untuk

penyiapan draft decision mengenai isu-isu terkait pertanian.

Kelompok Research And Systematic Observation. Persidangan telah menyepakati

kesimpulan (conclusion) penting tentang isu-isu terkait Research and Systematic observation,

dimana negara pihak terutama negara berkembang diminta untuk melakukan peningkatan

systematic observations secara berkelanjutan.

Kelompok Local Communities and Indigenous Peoples Platform. Persidangan telah

menyepakati kesimpulan (conclusion) penting tentang isu-isu terkait Local communities and

indigenous peoples platform, terutama keseimbangan antara Local Communities dan

Indigenous Peoples.

3.5. Koordinasi Internal Delegasi RI

Konsolidasi internal Delegasi RI terbagi atas:

1. Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi

Pada COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC, telah dilaksanakan pertemuan seluruh Tim

Negosiasi yang dilaksanakan pada pukul 18.00 – 19.00 pada hari-hari tertentu selama

rangkaian perundingan berlangsung. Pertemuan Tim Negosiasi dipimpin oleh Direktur

Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, Dr. Nur Masripatin selaku Chief Negotiator DELRI pada

COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC dan dimaksudkan untuk memantau perkembangan dan

update setiap sesi perundingan (COP23, CMP13, CMA1.2, SBI47, SBSTA47, APA1.4).

Page 19: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

19

2. Pertemuan Koordinasi Lead Negotiator

Selain koordinasi Tim Negosiasi secara keseluruhan, dalam rangkaian sesi perundingan

COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC juga telah dilaksanakan pertemuan koordinasi Lead

Negotiator yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Nur Masripatin selaku Chief

Negotiator DELRI pada COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC. Pertemuan ini memiliki peran

penting dalam koordinasi berbagai isu yang bersifat cross-cutting dan memerlukan

perhatian dari Tim Negosiasi beberapa kelompok isu sekaligus, seperti contohnya

mengenai isu transparansi, Art. 6, dan juga finance.

3. Rapat Koordinasi Pimpinan (para Eselon I bersama Menteri LHK) Pertemuan ini ditujukan

untuk pengambilan keputusan terhadap suatu isu krusial, posisi DELRI, serta koordinasi

mengenai pertemuan bilateral antara Ketua DELRI dengan pihak lain.

4. Rapat Koordinasi Menteri LHK dengan Penasihat Senior Menteri LHK yang membahas

mengenai perkembangan sesi perundingan dan juga jalannya negosiasi Indonesia serta

hal-hal terkait.

Page 20: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

20

Intervensi Indonesia pada Presidency's Open Dialogue between UNFCCC NGO

constituency representatives and Parties

Statement Indonesia pada Sesi Opening Plenary APA 1-3

Konsul Jenderal RI di Frankfurt, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan

Iklim dan Direktur Mitigasi Perubahan Iklim pada Sidang Pembukaan

COP23/CMP13/CMA1.2

Page 21: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

21

Tim Negosiasi pada sesi SBI mengenai orphan-issues yang terdiri dari

perwakilan KLHK, Kemlu, dan UKP-PPI

Tim Negosiasi Kelompok Isu Gender dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (KPPPA) pada sesi perundingan SBI mengenai Gender Action Plan

Page 22: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

22

Tim Negosiasi Teknologi pada sesi perundingan SBSTA Informal

Consultations on Technology Framework

Tim Negosiasi Kelompok Isu Teknologi pada sesi perundingan SBSTA

Informal Consultations on Technology Framework

Tim Negosiasi Kelompok Isu Compliance dari Kemlu dan Sekretaris

Kabinet pada sesi perundingan APA

Page 23: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

23

Intervensi DELRI oleh Tim Negosiasi Kelompok Isu Gender dari KPPPA pada sesi

perundingan SBI mengenai Gender Action Plan

Intervensi DELRI oleh Tim Negosiasi Kelompok Isu Finance dari KLHK

dalam Informal Consultation SBSTA: Modalities for the Accounting of

Financial Resources Provided and Mobilized through Public

Interventions

Page 24: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

24

Co-lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Finance dari KLHK pada Pertemuan

Koordinasi Tim Negosiasi Minggu II

Co-lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Finance dari Kementerian

Keuangan pada Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi Minggu I

Page 25: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

25

Lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Gender dari KPPPA pada

Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi Minggu I

Lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Response Measure dari

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Pertemuan

Koordinasi Tim Negosiasi Minggu II

Page 26: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

26

Lead Negotiator Kelompok Isu Artikel 6 dari Kantor Utusan Khusus Presiden untuk

Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) pada Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi

Minggu II

Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi COP23/CMP13/CMA1.2 pada Minggu Ke-2 Sesi

Perundingan

Page 27: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

27

Sesi Tingkat Tinggi (High-Level Segment/HLS) COP23 berlangsung pada 15-17 November

2017 di dalamnya termasuk penyampaian national statement negara Pihak UNFCCC.

Pembukaan sesi ini dipimpin oleh Presiden COP23 dan dihadiri oleh Sekjen PBB, Sekretaris

Eksekutif UNFCCC, 25 Kepala Negara/Pemerintahan dan sejumlah Menteri dari berbagai

negara pihak. Dalam pidato pembukaan HLS, Presiden COP23 menyampaikan optimisme

bahwa COP23 akan mencapai keputusan-keputusan yang signifikan bagi proses penyusunan

mekanisme implementasi Paris Agreement.

PM Jerman dan Presiden Perancis turut menyampaikan pidato pembukaan yang menegaskan

dukungan Uni Eropa terhadap PA menanggapi pernyataan mundurnya Amerika Serikat dari

PA. Secara khusus kedua pemimpin tersebut menekankan pentingnya renewable energy.

Presiden Macron menyatakan bahwa Perancis siap menghapuskan sumber energi batubara

secara bertahap sampai 2021.

HIGH LEVEL SEGMENT UNFCCC

4

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Utusan Khusus Presidan untuk PPI dan

Duta Besar RI untuk Jerman pada Opening High Level Segment UNFCCC, 15 November 2017

Page 28: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

28

Dalam Statement Pemerintah RI pada High Level Segment COP23, Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan selaku Ketua DELRI menyampaikan bahwa Paris Agreement perlu

didorong untuk segera memasuki tahap implementasi awal melalui penyiapan pedoman

implementasi. Upaya tersebut perlu diimbangi dengan penyediaan sarana implementasi

bagi yang membutuhkan.

Selain itu, dalam kesempatan tersebut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga

menyampaikan komitmen-komitmen yang telah dilakukan Indonesia dalam mendukung

pencapaian komitmen Paris Agreement dan kesepakatan lingkungan lainnya, di antaranya

adalah:

Mendirikan National Transparency Framework (Sistem Registri Nasional) sesuai

dengan Paris Agreement;

Pengakuan negara untuk hutan adat;

Restorasi 680.000 hektar lahan gambut dari target 2 juta hektare pada tahun 2020;

Mengesahkan Konvensi Minamata;

Berkomitmen untuk mengurangi 70% sampah plastik pada tahun 2025 dari tingkat

2017;

Bantuan lanjutan untuk upaya negara-negara berkembang lainnya dalam climate

action melalui Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Cooperation di bidang

pertanian, pengelolaan hutan dan daerah pesisir.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan National Statement pada

High Level Segment COP23 UNFCCC, 16 November 2017

Page 29: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

29

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada

High Level Segment COP23 UNFCCC, 16 November 2017

Penyampaian statement Indonesia oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

pada Sesi Closing Joint Plenary COP23/CMP13/CMA1.2

Delegasi Indonesia pasca Closing Joint Plenary COP23/CMP13/CMA1.2

Page 30: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

30

Di sela-sela perundingan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku Ketua DELRI

bersama Direktur Jenderal PPI berkesempatan pula melakukan pertemuan bilateral. Beberapa

kegiatan pertemuan bilateral dan side events yang dihadiri MENLHK, Direktur Jenderal PPI,

serta DELRI lainnya antara lain sebagai berikut:

A. Menteri Lingkungan, Energi dan Perumahan Finlandia

B. Menteri Lingkungan dan Energi Australia;

C. Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Norwegia.

D. Ketua DELRI menjadi pembicara pada sejumlah event multilateral sampingan yaitu: (a)

menyelenggarakan Side event “Good Peatland Governance to Strengthen Economic,

Social and Ecosystem Resilience” yang didahullui dengan pertemuan trilateral dengan

Menteri Peru dan DRC sebagai pemilik gambut tropis, dan konferensi pers peluncuran

laporan Global Peatland Rapid Assessment “Smoke on Water” dalam kerangka Global

Peatland Initiative, (b) Launching Asia Pacific Rain Forest Summit, (c) Bersama Menteri

Perubahan Iklim Fiji dan Dirjen FAO menjadi panelis pada pembukaan High Level

Roundtable on Climate Action on Zero Hunger.

E. Kemudian bersama Perdana Menteri Tuvalu, Menteri Perikanan Fiji, Wakil Menteri

Pertanian Guatemala, dan Direktur Divisi Penilaian, Pengelolaan dan Konservasi Hutan

FAO menjadi panelis pada sesi Multifunction Landscape for Improved Food Security

and Nutrition.

F. Pada tingkat senior officials, DELRI melakukan pertemuan bilateral dengan: (a) Chief

Negotiator UK (penguatan komitmen UK terhadap Paris Agreement), (b) Senator

Amerika Serikat (penguatan komitmen masyarakat Amerika terhadap Paris

Agreement), (c) Direktur CTCN berbagi info dan tukar menukar pandangan untuk

meningkatkan kinerja CTCN terutama dalam mendukung negara berkembang, (d). Tim

Perubahan Iklim Sekjen PBB dalam membicarakan tentang tanggapan Indonesia

terhadap jalannya negosiasi dan outcome dari persidangan COP23/CMP13/CMA1.2

serta upaya peningkatan ambisi reduksi emisi GRK di kawasan regional khususnya

upaya ASEAN sebelum Climate Summit 2019, dan (e). ILO membicarakan mengenai

decent work/ job and a just transition dalam kaitannya dengan dampak perubahan

iklim di Indonesia.

PERTEMUAN MULTILATERAL DAN BILATERAL

5

Page 31: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

31

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan, Energi dan

Perumahan Finlandia

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan, Energi dan

Perumahan Finlandia

Page 32: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

32

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan dan Energi Australia

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan dan Energi Australia

Page 33: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

33

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Norwegia

Page 34: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

34

Ketua DELRI bersama Menteri Perubahan Iklim Fiji dan Dirjen FAO menjadi panelis pada pembukaan High

Level Roundtable on Climate Action on Zero Hunger

Ketua DELRI pada Launching Asia Pacific Rain Forest Summit

Page 35: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

35

Pertemuan Bilateral DELRI yang dipimpin oleh Dirjen PPI, KLHK dengan

Senator Amerika Serikat yang menghadiri COP23

Pertemuan Bilateral antara DELRI dengan Senator Amerika Serikat yang menghadiri COP23

Pertemuan Bilateral antara DELRI yang dipimpin oleh Dirjen PPI, KLHK dengan Chief Negotiator

dan Perwakilan Delegasi UK

Page 36: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

36

Pertemuan Bilateral antara DELRI diwakili oleh Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral

dan Regional KLHK, dan Direktur Pembangunan, Ekonomi, Lingkungan Hidup Kemlu

dengan Climate Change Team of UN Secretary General

Pertemuan Bilateral antara DELRI yang dipimpin oleh Dirjen PPI, KLHK

dengan Direktur CTCN

Page 37: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

37

Pertemuan Bilateral antara DELRI diwakili oleh Perwakilan dari KLHK

dengan perwakilan ILO

Page 38: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

38

Selain melalui agenda persidangan, pencapaian misi Indonesia dapat dicapai melaui jalur

penjangkaun melalui pertemuan non-persidangan. Jalur ini dapat digunakan untuk

menginformasikan tentang misi Indonesia ke United Nations Climate Change Conference

serta, menginformasikan capaian dan good practices dan lesson learnt, program dan aksi di

masa mendatang dalam upaya mewujudkan pembangunan rendah karbon (mitigasi),

penanganan kerentanan serta peningkatan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim

(adaptasi) dari berbagai sektor. Pertemuan-pertemuan non-persidangan tersebut di antaranya

adalah:

6.1. Mandated Events

Delegasi Republik Indonesia telah menghadiri sejumlah mandated event, yaitu Pre-sessional

workshops/roundtable, 4 - 6 November 2017, yang terdiri dari:

a. In-sessional Roundtable Discussion on APA agenda item 3 of the Ad-hoc Working

Group on the Paris Agreement (APA) - Further guidance in relation to the mitigation

section of decision 1/CP.21

Roundtable membahas non-Paper yang dikeluarkan Co-facilitators tanggal 16 Okt 2017 dan

menanggapi guiding questions yang telah disiapkan oleh Co-Facilitator untuk roundtable ini.

Dalam sesi ini teridentifikasi bahwa terdapat convergent issues dan divergent issues.

Negara Pihak memiliki pandangan yang hampir sama mengenai feature dan accounting,

akan tetapi masih teridentifikasi adanya perbedaan yang sangat signifikan mengenai

Information to facilitate CTU.

Indonesia menyampaikan bahwa pada dasarnya Feature NDC telah disepakati dalam Paris

Agreement dan setidaknya elemen tersebut dapat dijadikan elemen yang harus dipenuhi

dalam NDC. Adapun kedalaman dari guidance tersebut harus menyediakan fleksibiltas dan

harus dapat diaplikasikan oleh negara berkembang. Selain itu juga menyampaikan bahwa

apabila ditambahkan feature baru maka akan membuka kembali negosiasi yang telah

disepakati di Paris.

LMDC (Like-minded Developing Countries) menyampaikan keberatannya untuk membahas

ICTU dengan pertimbangan bahwa masih banyak negara berkembang yang belum memiliki

kapasitas memadai untuk memenuhi ICTU dalam NDC ini.

PERTEMUAN NON PERSIDANGAN

6

Page 39: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

39

b. Roundtable Discussion on APA agenda item 4 - Further Guidance in relation to the

Adaptation Communication)

Roundtable diselenggarakan dalam bentuk diskusi umum yang dipandu oleh Co-Facilitators,

dimana Parties diminta untuk menyampaikan pandangan mengenai hal-hal berikut terkait

dengan Adaptation Communication:

1. Purposes: Tujuan atau kesenjangan paling relevan yang dapat diatasi melalui

Adaptation Communication (ACom), yang belum terakomodir melalui vehicles atau

mekanisme yang ada saat ini. Tujuan apa yang perlu ada dalam pedoman sehingga

ACom dapat mengisi peluang atau kesenjangan tersebut

2. Elements: Dasar yang dapat digunakan untuk mengkategorikan common dan opt-

in/opt-out elements

3. Vehicle: Pedoman yang diperlukan untuk menegaskan pilihan vehicle sebagaimana

termuat dalam Paris Agreement

4. Linkages: Outcomes yang memungkinkan diperoleh untuk setiap linkages yang telah

diidentifikasi sebelumnya dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap pedoman yang

akan disusun. Selain itu diidentifikasi linkages mana yang akan mempengaruhi aspek

pedoman dan mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu

5. Flexibility/optionatility/choice/direction: ketentuan apa yang perlu ada dalam

pedoman untuk memastikan hal-hal tersebut diperhatikan oleh parties.

Selanjutnya peserta dibagi kedalam 6 kelompok untuk menggali usulan outline serta

heading/sub-heading pedoman. Hasil diskusi kelompok tercatat dalam tabel kompilasi

pembahasan di masing-masing kelompok, dan menjadi pertimbangan Parties dalam proses

negosiasi APA agenda item 4.

c. Roundtable Discussion on APA agenda item 5 - Modalities, procedure and guidelines

for the transparency framework for action and support referred to in Article 13 of the

Paris Agreement

Roundtable Discussion diselenggarakan dalam rangka rekapitulasi terhadap semua submisi

negara yang masuk, dan dilakukan penjaringan masukan khususnya untuk pertanyaan-

pertanyaan yang bersifat cross-cutting matters sebagai berikut:

i. Is there a single comprehensive article 13 report or multiple article 13 reports? When

is/are the first article 13 report(s) due, and when will the subsequent report(s) be due?

Page 40: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

40

ii. What would be the benefits, if any, of including principles and/or objectives in the

MPGs? If they were included, or what basis would be determined that they should

apply to the MPGs as a whole, or specific to each section of the MPGs?

iii. Which specific of the existing MRV system will be superseded (and under what

condition), which will continue, and how will this be reflected in MPG?

d. In-sessional Roundtable Discussion on APA round table on agenda item 6 - Matters

relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement

Roundtable ini diaksanakan sebagai mandat dari hasil persidangan APA 1.3 yang meminta

Sekretariat dibawah arahan Co-Chairs APA, untuk mengorganisasikan Pre-sessional round

table, yang bertujuan untuk menfasilitasi kerja pembahasan agenda item 6, dengan

mempertimbangkan submisi-submisi dan informal note Co-facilitators hasil persidangan APA

1.3. Roundtable diawali dengan pengantar dari Co-Facilitators, dilanjutkan dengan sesi ice-

breaker presentation, diskusi plenari, breakout groups yang dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok,

presentasi hasil kerja breakout groups, dan penutupan.

Hasil roundtable menunjukkan keragaman pandangan peserta terkait organisasi GST,

khususnya terhadap pilihan 3 model yang tertuang pada 3 (tiga) model operasional yang

tertuang pada informal note by the Co-Facilitators APA 1.3. Secara umum, peserta memiliki

pandangan yang beragam terhadap pilihan model. Namun demikian, untuk setiap pilihan

model, peserta mempunyai pandangan perlu adanya tahapan-tahapan yang meliputi tahapan

preparation, tahapan teknis, dan tahapan politis.

Pandangan terkait sumber-sumber input GST, terutama yang terkait dengan sumber input dari

Negara Pihak dan NPS. Secara umum peserta menekankan bahwa sumber-sumber input GST

tertutama bersumber dari report yang disampaikan Negara Pihak ke Sekretariat UNFCCC,

report dari lembaga-lembaga dibawah UNFCCC, seperti Standing Committee on finance,

Technology Executive Committee, Paris Committee on Capacity Building, dan sumber-sumber

input lainnya.

e. Roundtable Discussion on APA agenda item 7 – Compliance

Roundtable difokuskan untuk secara informal membahas berbagai skenario yang telah

disiapkan Co-facilitator untuk menggerakan diskusi terkait APA Agenda Item 7 on Compliance.

Pemikiran yang berkembang saat diskusi antara lain:

Mekanisme trigger

Trigger yang diprakarsai oleh Negara Pihak dapat dilakukan 2 periode setelah submisi

NDC pertama.

Page 41: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

41

Trigger yang diprakarsai oleh komite dapat didasarkan oleh informasi yang diperoleh

dari registry, maupun melalui engagement secara langsung kepada Negara Pihak.

Prosedur untuk melakukan assessment compliance dapat dilakukan dengan

engagement secara langsung kepada pihak yang dilakukan secara confidential, maupun

dengan penyusunan plan of action yang melibatkan pihak yang bersangkutan

Outcomes yang diharapkan:

o Rekomendasi, serta hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Negara Pihak untuk

memenuhi compliance.

o Compliance committee dapat menerima masukan dari badan-badan lainnya dalam

memberi rekomendasi, untuk menghindari duplication of work.

f. SBI/SBSTA Response Measures Workshop

Workshop berfokus pada elemen-elemen modalitas, program kerja dan fungsi berdasarkan

Paris Agreement tentang dampak penerapan langkah-langkah respons kegiatan perubahan

iklim.Jalannya kegiatanworkshop dibuka oleh Sekretariat UNFCCC kemudian dipimpin oleh

Co-Fasilitator. Selanjutnya dilakukan presentasi oleh Australia, European Union, Ghana,

Maldives, United Arab Emirates tentang Fungsi dari Forum Response Measures dan dilanjutkan

sesi diskusi mengenai masing-masing paparan Negara Pihak tersebut.

g. SBSTA Round-table Discussions amongst Parties - Guidance on cooperative

approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement (Article 6.2 PA)

Roundtable discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Arab Group, Australia, Brazil,

Canada, EU, Japan, LMDC, Selandia Baru, Federasi Rusia, Singapore, Switzerland (submitted for

Liechtenstein, Mexico, Monaco and Switzerland).

Beberapa hal yang mengemuka terkait guidance on cooperative approaches referred to in

Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement adalah:

i. Usulan LMDC dan Arab Group untuk memasukkan lingkup kegiatan yang sangat

luas termasuk emission avoidance serta isu terkait response measures (Pasal 4.15

Persetujuan Paris) dalam hal addressing the potential negative socio-economic

impacts . LMDC dan Arab Group juga menekankan bahwa share of proceed berlaku

bukan hanya terhadap Art.6.4 melainkan juga Art.6.2 dan bersifat progresif.

ii. Di sisi lain, negara maju pada umumnya menekankan pentingnya memastikan

integritas lingkungan dengan memastikan akunting yang jelas dan transparan serta

review berkala atas guidance untuk Art.6.2

Page 42: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

42

iii. Terkait dengan LDC menekankan pentingnya HAM, sementara negara-negara Afrika

lebih menekankan pada kualitas dari mitigation outcome.

iv. Brazil menekankan beberapa hal, termasuk: keterkaitan antara 6.2, 6.4 dan 6.8, perlu

adanya persyaratan untuk dapat berpartisipasi.

v. AOSIS menekankan pentingnya overall mitigation outcome/global emission yang

akan dapat dipenuhi dengan dipastikannya reduksi emisi yang terjadi lebih besar

dari off-set serta dengan diterapkannya beberapa pembatasan, baik di sisi transaksi

maupun berbagai aspek lainnya.

vi. Cina menekankan pentingnya penambahan elemen addressing issues raise by

participation of non-state actors, serta use of ITMOs for more than one purpose.

h. SBSTA Round-table Discussions - Rules, modalities and procedures for the mechanism

referred to in Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement (Article 6.4 PA)

Roundtable Discussions diawali dengan paparan dari African Group, AILAC, AOSIS, Arab

Group, Australia, Brazil, Canada, EU, Japan, Norway, dan Switzerland.

Beberapa hal yang mengemuka dan perlu menjadi perhatian adalah:

i. Negara maju pada umumnya memandang Art.6.4 tidak dapat disamakan dengan

mekanisme fleksibilitas di bawah Protokol Kyoto sehingga diperlukan adanya aturan

dan mekanisme review jika kegiatan di bawah mekanisme fleksibilitas KP akan

dilanjutkan di bawah Art.6.4.

ii. Jepang menekankan dimungkinkannya transisi bagi unit yang dihasilkan sebelum

tahun 2021.

iii. Brazil memandang bahwa Art.6.4 adalah kelanjutan dari CDM dan karenanya dapat

dilakukan transisi secara langsung dengan tetap memastikan adanya additionality,

conservative baseline, mitigation benefit beyond crediting period, serta terjadinya

voluntary cancellation of units. Brazil juga menekankan bahwa guidance Art.6.2 tidak

berlaku untuk Art.6.4. Selain itu, corresponding adjustment hanya berlaku di Art.6.2

dan bukan Art.6.4.

iv. Swiss menekankan jika unit yang dihasilkan di bawah mekanisme Art.6.4, maka harus

menggunakan guidance untuk Art.6.2.

Page 43: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

43

i. SBSTA Round-table Discussions amongst Parties - Work programme under the

framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris

Agreement (Article 6.8 PA)

Roundtable Discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Uni Eropa, LMDC, Selandia Baru,

Federasi Rusia, Uganda, dan Ukraina.

Beberapa hal yang mengemuka terkait Work programme under the framework for non-market

approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement antara lain:

i. LMDC menekankan perlunya guidance khusus untuk incorporate NMA dalam Work

programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6,

paragraph 8, of the Paris Agreement.

ii. Selandia Baru menekankan pentingnya proses seperti yang saat ini berjalan di bawah

TEM dan TEP sebagai bentuk dari kegiatan di bawah work programme for NMA.

iii. Brazil menekankan bahwa proses yang berjalan dalam bentuk work programme NMA

bersifat open-ended.

iv. Sebagai catatan umum, beberapa hal terkait baseline yg disampaikan EU dan Jepang

perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat memberikan manfaat bagi

Indonesia namun dapat merugikan jika tidak diikuti dengan baik. Hal ini terutama

terkait dengan baseline yang mengikuti best available technology. Disampaikan juga

bahwa LMDC secara khusus mengusulkan mengenai share of proceeds yang

diberlakukan bukan hanya untuk 6.4 melainkan juga 6.2 dan bersifat progresif.

Page 44: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

44

Intervensi yang disampaikan Tim Negosiasi Kelompok

Isu Transparansi dari KLHK pada Roundtable

Discussion on APA Agenda Item 5

Intervensi yang disampaikan Lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu

Mitigasi dari KLHK pada In-sessional Roundtable Discussion on APA Agenda

Item 3

Page 45: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

45

6.2. Side Event Indonesia

Pada COP23 UNFCCC, Indonesia menyelenggaraan side event bertemakan gambut dengan

judul side event “Good Peatland Governance to Strengthen Economic, Social and Ecosystem

Resilience”. Side event ini dilaksanakan pada tanggal 15 November 2017, bekerjasama dengan

United Nations Environment Program (UNEP), dengan dukungan dari Global Peatland

Initiative (GPI). Dalam proses SEORS, proposal side event Indonesia telah digabungkan dengan

proposal lain dengan tema yang sama dari International Peatland Society (IPS) yang

berkolaborasi dengan Japan International Forestry Promotion and Cooperation (JIFPRO) dan

Partnership for Governance Reform Center (The Partnership/Kemitraan), dan disepakati bahwa

Indonesia menjadi lead organizer side event tersebut.

Side event “Good Peatland Governance to Strengthen Economic, Social and Ecosystem

Resilience” didahului dengan pertemuan trilateral dengan Menteri Peru dan DRC sebagai

pemilik gambut tropis, dan konferensi pers peluncuran laporan Global Peatland Rapid

Assessment “Smoke on Water” dalam kerangka Global Peatland Initiative.

Pertemuan Trilateral antara Ketua DELRI dengan

Menteri Peru dan DRC sebagai pemilik gambut tropis

Page 46: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

46

Pada acara side event tersebut, Menteri LHK menyampaikan pentingnya hutan bagi ketahanan

pangan. Disampaikan bahwa peran hutan tersebut dilaksanakan melalui program perhutanan

sosial dan reforma agraria.

Pertemuan Trlateral antara Ketua DELRI dengan

Menteri Peru dan DRC sebagai pemilik gambut tropis

Side Event Indonesia:“Good Peatland Governance to Strengthen Economic,

Social and Ecosystem Resilience”

Page 47: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

47

6.3. Side Event UNFCCC, Paviliun Negara Lain, dan Event Lainnya

Delegasi Republik Indonesia telah menghadiri sejumlah side event dan special event, Paviliun

negara lain, dan event lainnya, diantaranya:

a. Oceans and Coastal Zones Opening Plenary: Oceans Actions and Charting Future

Directions

Ocean Action Day merupakan agenda kelanjutan dari Global Climate Action Agenda pada

COP22 di Marakesh. Ocean Action Day pada kesempatan COP23 dilaksanakan secara satu hari

penuh pada 11 November 2017, dengan terdiri dari 7 sesi paralel. Fokus Ocean Action Day

COP23 adalah pada aksi di tapak dan showcase mengenai pembelajaran, best practice dan

rekomendasi untuk replikasi dan upscaling keberhasilan.

Dalam sesi opening plenary berjudul Oceans and Coastal Zones Opening Plenary: Oceans

Actions and Charting Future Directions, DELRI yang diwakili oleh Deputi Kedaulatan Maritim,

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menjadi salah satu pembicara utama. Dalam

sesi tersebut, Deputi Kedaulatan Maritim menyampaikan bahwa negosiasi Paris Agreement

tidak menyertakan pakar kelautan, dan hukum laut, sehingga upaya mitigasi terhadap

perubahan iklim di samudera ditakutkan akan menjadi kurang optimal. Selain itu, DELRI juga

menyampaikan perlunya negara-negara yang menghadapi ancaman yang sama untuk

membentuk kerjasama dan aliansi bersama. Di sesi paralel itu daya sampaikan gagasan

pembentukan forum negara kepulauan dan negara pulau untuk bekerjasama melakukan

berbagai langkah adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim dan pentingnya tindak

lanjut atau meningkatkan presensi terhadap isu ocean dalam implementasi Paris Agreement.

Deputi Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman selaku perwakilan

DELRI menyampaikan paparan pada Oceans and Coastal Zones Opening Plenary: Oceans

Actions and Charting Future Directions

Page 48: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

48

b. Ocean Actions Day: Nature Based Solutions – Blue Carbon

Dalam salah satu sesi Ocean Action Day, DELRI diwakili oleh Direktur Jenderal Pengendalian

Perubahan Iklim yang diundang oleh Pemerintah Australia selaku lead organizer

menyampaikan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,6 juta ha seluas negara

Kostarika yang sudah termasuk dalam target sektor lahan/kehutanan dalam menurunkan

emisi. Di dalam dokumen NDC Indonesia memang tidak secara langsung disebutkan

mengenai ocean atau ekosistem laut dan pantai, namun Indonesia mempertimbangkan fungsi

blue carbon melalui hutan mangrove tersebut. Sama halnya yang disampaikan oleh IUCN yang

menyebutkan 70 negara memasukkan tentang ocean dalam NDC namun beragam istilah yang

digunakannya. Dalam NDC ke depan, Indonesia akan memasukkan secara jelas setelah

memperoleh data dan informasi yang lebih empiris. Indonesia juga menekankan bahwa isu

ocean ini selain mendukung upaya mitigasi, juga upaya adaptasi guna mendukung

keberlangsungan kehidupan ekonomi, sosial dan ketahanan ekosistem.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan

pada Ocean Action Day: Nature Based Solutions – Blue Carbon

Page 49: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

49

c. Ocean Action Day: Resilience Of Fisheries And Aquaculture To Climate Change - Food And

Livelihood Approaches

Dalam salah satu sesi Ocean Action Day, Delegasi Kementerian Kelautan dan Perikanan diwakili

oleh Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru berkesempatan menjadi

pembicara dalam tema Resilience Of Fisheries And Aquaculture To Climate Change - Food And

Livelihood Approaches. Dalam paparannya, DELRI menyampaikan isu utama yang terjadi pada

perikanan skala kecil di Indonesia dan bagaimana pengelolaan perikanan skala kecil yang baik

akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi nasional dan memberikan

kesejahteraan kepada masyarakat dalam pendekatannya terhadap perubahan iklim.

Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, KKP selaku perwakilan DELRI

menyampaikan paparan pada Ocean Action Day: Resilience Of Fisheries And Aquaculture To Climate

Change - Food And Livelihood Approaches

d. UNFCCC Consultative Group of Experts (CGE) Side Event

UNFCCC Consultative Group of Experts (CGE) mengundang Indonesia dan Uruguay untuk

berbagi pengalaman mengenai penyusunan BUR dan National Communication serta

pengalaman mengikuti proses ICA. Presentasi CGE mengenai sustainabiility reporting

khususnya mengenai pengumpulan data dan peran CGE dalam implementasi Paris Agreement

yang sangat tergantung kepada keputusan Negara Pihak.

Page 50: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

50

Presentasi CGE mengenai sustainabiility reporting khususnya mengenai pengumpulan data

dan peran CGE dalam implementasi Paris Agreement yang sangat tergantung kepada

keputusan Negara Pihak. Terhadap presentasi Indonesia dan Uruguay, ditanyakan beberapa

hal mengenai proses penyusunan BUR dan NC serta proses ICA.

e. GABC (Global Alliance for Building and Construction): Green Human Settlement Day:

Transferring the Buildings and Construction Sector: Focus Panel on NAMA Development

for the Building Sector in Asia

Acara ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai pengembangan green building di

berbagai Negara khususnya di Indonesia, Philippines, Cambodia dan Vietnam. Isu yang

diangkat adalah mengenai perkembangan green building, progress NAMAs, kaitannya dengan

NDCs. Pada sesi tersebut, DELRI yang diwakili oleh Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK

menyampaikan mengenai perkembangan green building sejak tahun 2010 sampai saat ini

dengan kemajuan yang dicapai oleh DKI Jakarta. Disampaikan juga kegiatan green building

sebagai aksi mitigasi sub sektor energi efisiensi dalam NDC.

Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK selaku perwakilan DELRI

menyampaikan paparan pada UNFCCC CGE Side Event

Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK selaku perwakilan DELRI menyampaikan

paparan pada GABC (Global Alliance for Building and Construction): Green Human

Settlement Day

Page 51: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

51

f. UNFCCC : “Last call for boarding: airports, aviation and climate;

UNFCCC telah bermitra dengan Program Airport Carbon Accreditation (ACA) dalam

mendukung bandara menjadi netral terhadap iklim. Lebih dari 200 bandara telah disertifikasi

berdasarkan program sukarela dimana 35 bandara telah mencapai tingkat sertifikasi tertinggi

netralitas karbon. Tujuan dari diskusi panel ini adalah menunjukkan upaya yang telah dilakukan

oleh beberapa bandara untuk mengurangi dampak iklim dan menunjukkan bagaimana usaha

yang dilakukan dalam berkontribusi terhadap keseluruhan pembangunan berkelanjutan di

seluruh sektor penerbangan.

g. Side event “Utilizing Ocean and Coastal Ecosystems for Adaptation and Mitigation in NDCs

Dalam side event tersebut, DELRI diwakili oleh Kepala Badan Riset dan Sumberdaya Manusia,

dan juga Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, Kementerian Kelautan

dan Perikanan memaparkan mengenai kebijakan-kebijakan terkait dengan perikanan skala

kecil dan bagaimana kontribusinya terhadap perubahan iklim. Selain itu, dalam paparan DELRI

juga disampaikan mengenai pentingnya mendorong isu laut untuk dimasukan ke dalam NDC.

h. Side Event “From Ambition to Action: Decarbonizing Transport in Germany and Abroad”

Dalam Side Event ini, DELRI melalui Kementerian Perhubungan menjadi salah satu pembicara

yang diwakili oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dalam diskusi

panel sesi kedua tentang “Unlocking Investments for Climate Actions in The Transport Sector”

bertujuan untuk membuka peluang pendanaan internasional dalam melakukan aksi untuk

menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor transportasi.

Perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan paparan pada Side Event Utilizing

Ocean and Coastal Ecosystems for Adaptation and Mitigation in NDCs

Page 52: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

52

Dalam paparannya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan

menyampaikan mengenai beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penurunan emisi GRK di

sektor perhubungan, dengan melakukan kerjasama internasional khususnya perencanaan

yang komprehensif terkait dengan aksi mitigasi dan adaptasi sektor transportasi.

Sampai dengan saat ini, untuk sektor transportasi cenderung fokus pada aksi mitigasi yaitu

pengurangan emisi GRK dengan menggunakan pendekatan ASIF (Avoid, Shift, Improve, and

Fuel use). Avoid (mengurangi perjalanan yang menggunakan kendaraan), Shift (berpindah

menggunakan angkutan umum yang ramah lingkungan), improve (meningkatkan efisiensi

penggunaan bahan bakar dengan adanya teknologi), and fuel use (menggunakan bahan bakar

yang lebih irit atau jenis bio). Sedangkan, untuk kasus di Indonesia, aksi adaptasi juga

diperlukan. Upaya adaptasi perubahan iklim dalam pengembangan sektor transportasi, dapat

dilakukan melalui protection (pembuatan konstruksi baru sebagai bangunan pelindung),

retrofiting (perbaikan dan perkuatan bangunan yang telah ada), redesign (merancang dan

membangun bangunan baru), dan relocation (memindahkan ke lokasi baru).

i. Side event GCA: Transport Day Opening Session: Setting the scene and achieving the

future goals.

Sesi Pembukaan akan mengatur konteks Hari Tematik Transportasi dan akan berfokus pada

kebutuhan untuk meningkatkan tindakan dan ambisi mengenai transportasi dan perubahan

iklim. Panel ini menyoroti peran penting yang dimainkan pemerintah dan maupun non

pemerintah di suatu wilayah.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Kementerian Perhubungan

selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada Side Event GIZ: “From Ambition to

Action: Decarbonizing Transport in Germany and Abroad”

Page 53: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

53

j. Side event GCA : Policy Making and Target Settings in Transport

Dengan proyeksi meningkatnya permintaan transportasi, tujuan Paris Agreement tidak dapat

dicapai tanpa pengurangan emisi transportasi yang signifikan. Menetapkan target

pengurangan emisi adalah langkah pertama menuju jalur pengembangan transportasi

pengurai. Dalam side event ini dipaparkan kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dilakukan

oleh beberapa negara.

k. Side event GCA: Transport initiatives : Scaling up action and ambition on transports;

Shifting personal mobility through innovations in transport technologies, systems and

integrated planning.

Panel ini membahas kebijakan energi, bahan bakar, emisi dan jalan kaki. Transport initiatives

telah meningkatkan aksi pada semua moda transportasi dan menyatukan dalam rangka

mengatasi perubahan iklim. Panelis dalam panel ini antara lain: Rasmus Valanko (Director of

Climate & Energy, World Business Council for Sustainable Development), Brownen Thornton

(Chief Executive Officer, Walk 21); dan Niclas Sveningsen (Manager Strategy and Relationship

Sustainable Development, UNFCCC). Dalam diskusi panel ini disampaikan hal yang terkait

dengan alternatif bahan bakar yang dapat digunakan dalam sektor transportasi (listrik, biofuel

dan biogas) sebagai upaya memenuhi tujuan iklim dalam mengurangi emisi, membahas

pentingnya berjalan kaki (walking) sebagai salah satu alternatif dalam mereduksi emisi, upaya

menjaga jangkauan jarak dalam transportasi umum serta menciptakan akses yang mudah bagi

masyarakat terkait dengan transportasi umum.

l. Shifting personal mobility through innovations in transport technologies, systems and

integrated planning

Pengurangan emisi karbon dalam transportasi perkotaan memerlukan gabungan kebijakan

dan tindakan yang akan menargetkan perubahan pada kedua pola teknologi dan mobilitas.

Tren terbaru di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa perilaku perjalanan dapat digeser

untuk bergantung lebih sedikit pada mobilitas pribadi melalui inovasi teknologi, perencanaan

kota, layanan transportasi umum, dan sistem transportasi berkelanjutan. Panelis dalam

kegiatan ini antara lain: Park Won Soon (Mayor of Seoul, Korea), Gunnar Heipp (Head of

Strategy and Planning, Munich’s Public Transport Company, Germany) Mauricio Rodas (Mayor

of Quito), Nilesh Prakash (Director of Climate Change, Ministry of Economy, Fiji) dan Pex

Langenberg (Vice Mayor of Rotterdam).

Dalam diksusi panel ini, para panelis menyampaikan upaya-upaya yang dilakukan di masing-

masing kota di beberapa negara dalam rangka upaya menggeser paradigma masyarakat yang

mobilisasinya masih mengandalkan berkendaraan pribadi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh

kota-kota, seperti: California, Thswane, Quito dan Oslo sebagaimana disampaikan oleh para

panelis terdiri dari upaya keuangan dan sarana prasarana. Dalam aspek keuangan, tantangan

utama terkait pembiayaan maupun investasi dalam mendukung transportasi yang ramah

lingkungan, oleh karena itu perlu upaya menciptakan atmosfir politik yang kondusif dalam

mendukung hal tersebut serta dengan skema investasi multistakeholders. Aspek lainnya

Page 54: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

54

adalah terkait dengan sarana dan prasarana, beberapa upaya yang telah dilakukan melalui

inovasi teknologi, perencanaan kota, layanan transportasi umum, dan sistem transportasi

berkelanjutan antara lain: pengembangan infrastruktur, komitmen membangun infrastruktur

publik, implementasi mobil listrik dan hybrid, menyediakan SPBU gas; charging station untuk

mobil listrik; free parking and free charging pada simpul-simpul transportasi umum dan pusat

kota, sehingga dapat melakukan park and ride system.

m. GCF Side Event : Proofing the Concept

Event dipandu oleh Frances Seymour (WRI) selaku moderator, yang merupakan lead author

buku berjudul: Why Forests? Why Now? The Science, Economics, and Politics of Tropical

Forests and Climate Change. Event dibuka dengan presentasi pengantar, yaitu dari GCF

Secretariat dan dari GCF Board. Selanjutnya panelis dari Peru, Indonesia, Jerman, Ecuador,

Jepang, DRC, dan Norway diundang untuk memberikan pandangan masing-masing

negaranya terkait dengan beberapa hal, yaitu: 1) gap antara kebutuhan negara REDD+ dengan

pendanaan yang saat ini tersedia, dan bagaimana mengisi gap tersebut; 2) pandangan

mengenai masa depan pendanaan REDD+; 3) peran swasta dalam REDD+ financing; dan 4)

harapan terhadap GCF untuk result-based payment (RBP) untuk REDD+.

DELRI yang diwakili oleh Kasubdit REDD+, KLHK menyampaikan bahwa tantangan yang

dihadapi selama ini diantaranya adalah ketidaksesuaian antara apa yang ditawarkan oleh

mitra/donor, dengan apa yang dibutuhkan oleh negara REDD+. Selain itu juga seringkali

requirement dari negara donor yang melebihi aturan yang semestinya (guidance internasional

dari keputusan COP UNFCCC), sehingga menyulitkan negara berkembang. Indonesia

mengharapkan GCF dapat meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas-tugasnya untuk

memfasilitasi pendanaan REDD+, termasuk diantaranya menyediakan template dan guidelines

untuk penyusunan proposal result-based payment for REDD+. Dalam penutupan, moderator

menyimpulkan bahwa dari diskusi dan mempertimbangkan progres yang telah dicapai GCF,

terbukti bahwa : “REDD+ is still alive”, dan GCF juga membuka peluang bagi keterlibatan sektor

swasta dalam pendanaan REDD+.

Kepala Subdit REDD+, KLHK selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada Side

Event GCF: Proofing the Concept

Page 55: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

55

n. NDC Partnership Forum dan Breakout session: Landing the NDCs at the local level;

Pertemuan NDC Partnership dilaksanakan secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk

berbagi informasi tentang kegiatan Partnership terakhir serta pelaksanaan NDC di berbagai

negara. Pertemuan dibagi ke dalam:

Sesi Pembukaan, Synergies between the NDC Partnership and Other Flagship Initiatives dan

Looking ahead to 2018 Sesi Breakout dengan tema sesi break-out: Building Whole-of-

Government Approaches To NDC Partnership, Equipping Policy Officers to Embed Climate

Action in their Development Plan, Accelerating Progress through enhanced synergies with the

SDGs, Using budgetary processus to advance NDCs dan Landing the NDC at the Sub-National

Level.

Pada sesi break-out, Dirjen PPI menjadi pembicara tunggal karena pembicara dari Pakistan

tidak dapat hadir. Disampaikan pengalaman Indonesia dalam menurunkan target NDC ke

tingkat sub-nasional dalam konteks teknis, kelembagaan dan koordinasi. Disampaikan pula

tantangan dari sisi integrasi kebijakan dan peran perguruan tinggi.

Perwakilan Delegasi Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada NDC

Partnership Forum dan Breakout session: Landing the NDCs at the local level

Page 56: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

56

o. Paviliun Thailand dengan tema: “REDD+ Experiences and Challenge from Readiness to

Results based Payment”.

Presentasi para panelist dari Indonesia, Cambodia, DRC, Malaysia, Brazil, Republik Dominika,

dan GCF Secretariat. Para panelis menyampaikan pengalaman dalam mempersiapkan

implementasi REDD+ dan tantangan dalam mencapai result-based payment. Perwakilan GCF

Secretariat menyampaikan progres GCF dalam memfasilitasi result-based payment untuk

REDD+, sebagai pelaksanaan mandat keputusan COP UNFCCC.

p. Paviliun Thailand dengan tema “Capacity Building on Climate Change in Indonesia: Gaps

and Needs”.

Dalam tema sesi Capacity Building on Climate Change in Indonesia, DELRI diwakili oleh

Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan menyampaikan paparan dengan judul di atas. Dalam paparannya, Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan informasi mengenai tantangan dari

implementasi peningkatan kapasitas perubahan iklim di Indonesia, kebutuhan CBTNA

roadmap serta aktivitas peningkatan kapasitas perubahan iklim di Indonesia.

Dirjen PPI selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada salah satu sesi

dalam Paviliun Thailand

Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, KLHK selaku perwakilan DELRI

menyampaikan paparan pada Paviliun Thailand

Page 57: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

57

q. Paviliun Jepang dengan tema “Mitigation in Indonesia – Lesson Learnt from

Implementation and Relevant Cooperation on Low Carbon Development and Joint

Crediting Mechanism”.

JICA mengundang Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM untuk berpartisipasi pada

salah satu side event di Japan Pavilion dengan tujuan untuk memberikan informasi terkini

mengenai kebijakan dan tindakan mitigasi di Indonesia, termasuk pelaksanaan JCM serta hasil

kerja sama Kemenko Perekonomian dengan JICA terkait pembangunan rendah karbon di

Indonesia.

Hal-hal yang dibahasDalam sesi presentasi, diisi oleh 3 (tiga) orang pembicara sebagai

berikut:

- Direktur Konservasi Energi, Kementerian ESDM, memberikan paparan mengenai kebijakan

sektor energi Indonesia dalam rangka mendukung implementasi NDC.

- Kepala Sekretariat JCM Indonesia menyampaikan perkembangan terakhir terkait

implementasi JCM di Indonesia.

- Sedangkan narasumber dari JICA, Mr. Jun Ichihara, memberikan penjelasan mengenai hasil

yang telah dicapai dari kerjasama dengan JICA.

r. Paviliun Jerman dengan tema “Implementation of the Paris Agreement in the Field of

Agriculture”.

Dalam salah satu sesi di Paviliun Jerman, DELRI diundang untuk menyampaikan informasi

mengenai NDC khususnya dalam sektor pertanian di Indonesia. DELRI diwakili oleh peneliti

dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yaitu Dr Bess

Tiesnamurti MSc. Dalam paparannya, DELRI menyampaikan tentang implementasi NDC di

sektor pertanian yang terdiri dari:

a. Varitas padi rendah emisi

b. Pengelolaan kotoran ternak

Perwakilan Kementerian ESDM dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada salah satu

sesi dalam Paviliun Jepang

Page 58: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

58

c. Feed suplement untuk sapi potong

d. Pengelolaan air yang efisien

Dalam diskusi yang muncul antara lain adalah beberapa concern tentang: (1). Upaya

pemerintah negara untuk menyediakan kecukupan pangan bagi penduduknya, (2). Pelaku

budidaya pertanian hendaknya memperhatikan keberlanjutan usaha, (3). Generasi muda

hendaknya dilibatkan dalam proses pertanian berkelanjutan (4). Penyediaan pangan sampai di

meja bukan hanya tanggung jawab petani, namun para pihak terkait.

s. Paviliun Jerman dengan tema Fishing for Resilience : Importance of Oceans for Coastal

Communities for Climate Change, Conservation and Livelihood’.

Dalam salah satu Sesi Paviliun Jerman, DELRI yang diwakilkan oleh Kepala Badan Riset dan

Sumbrdaya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan isu utama yang

terjadi pada perikanan skala kecil dan bagaimana pengelolaan perikanan skala kecil yang baik

akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi nasional dan memberikan

kesejahteraan kepada masyarakat.

Kepala Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku perwakilan

DELRI menyampaikan paparan pada Paviliun Jerman

Peneliti pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian selaku

perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada Paviliun Jerman

Page 59: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

59

t. Paviliun Nordic dengan Tema “Blended finance for Climate Action ; How to mobilize

commercial finance at scale”

Pertemuan ini diselenggarakan oleh OECD dan Business & Sustainable Development

Commission's Blended Finance Taskforce bertujuan untuk mengeksplorasi tindakan

transformatif untuk meningkatkan pembiayaan komersial. Dalam sesi diskusi panel ini, Menteri

Koordinator Bidang Kemaritiman menjadi salah satu pembicara kunci dalam diskusi panel

dengan eminent person lainnya Norway, Luksemburg, GCF, dan OECD.

u. Paviliun ICLEI dengan tema Southeast Asian Cities towards Low Carbon and Resilient Urban

Development

Dalam sesi Paviliun ICLEI dengan tema di atas, DELRI diwakili oleh Dirjen PPI, KLHK dan Deputi

Gubernur Provinsi DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Pemerintah DKI

Jakarta menyampaikan paparan mengenai inisiasi-inisiasi yang dilakukan Pemerintah

Indonesia dalam mendukung penurunan emisi di perkotaan. Dalam paparannya, Dirjen PPI

menyampaikan bahwa sektor energi dalam NDC telah meng-adress emisi yang dikeluarkan

dari perkotaan, selain itu hal ini juga disinggung dalam sektor waster yaitu solid dan domestic

waste. Selain itu juga disampaikan mengenai vurnerability dalam konteks jakarta mecakup di

adaptasi di kesehatan dan kenaikan permukaan laut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dalam Diskusi Panel pada

Paviliun Nordic

Dirjen PPI, KLHK dan Perwakilan Pemerintah DKI selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada

Paviliun ICLEI dengan tema Southeast Asian Cities towards Low Carbon and Resilient Urban Development

Page 60: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

60

v. Paviliun UNDP dengan tema Enhancing MRV System for NDC

Side event ini diselenggarakan dengan kerjasama antara WRI, UNDP, dan juga GIZ. Dalam sesi

tersebut, DELRI yang diwakili oleh Kasubdit MRV Sektor Lahan, KLHK menyampaikan share

pengalaman (diskusi panel-pembicara) untuk pembangunan MRV, melalui pertanyaan:

What are some of the ways you think you can build upon your existing MRV system to

track progress towards achieving NDC goals? (in terms of the M, the R, or the V)?

How do you make the information gathered through the MRV system accessible to

national stakeholders? Can you share examples where this helped to increase political buy-

in and stakeholder engagement for climate policy and action?

Kasubdit MRV Sektor Berbasis Lahan, KLHK selaku perwakilan

DELRI menyampaikan paparan pada Paviliun UNDP dengan tema

Enhancing MRV System for NDC

Page 61: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

61

Pada tahun COP23 UNFCCC, sebagaimana seperti tahun-tahun sebelumnya, Indonesia

menyelenggarakan Paviliun dengan mengambil tema: “A Smarter World: Collective Actions for

A Changing Climate”. Paviliun Indonesia bertujuan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat internasional, sebagai upaya soft diplomacy, atas kebijakan, inovasi, dan kegiatan

pengendalian perubahan iklim yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh Indonesia.

Kegiatan ini terdiri dari aksi-aksi perubahan iklim domestik, dan juga diskusi mengenai

perubahan iklim, dengan pembicara tingkat nasional maupun internasional. Berikut

merupakan poin-poin singkat mengenai penyelenggaraan Paviliun Indonesia pada COP23

UNFCCC.

Pembukaan

Pembukaan Paviliun Indonesia dilaksanakan pada hari Senin, 6 November 2017 oleh Direktur

Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Dr. Nur Masripatin, bersama Penanggung Jawab

Paviliun Indonesia COP-23, Dr. Agus Justianto, pada pkl. 12.30. Sesi pembukaan Paviliun

Indonesia ini ditandai dengan pemukulan gong serta pemotongan tumpeng. Sesi pembukaan

Paviliun Indonesia terbuka untuk umum dan dihadiri oleh Negara Pihak, baik dari dalam negeri

maupun luar negeri.

Eminent person / High-level Person

Paviliun Indonesia pada COP23 dihadiri oleh sejumlah eminent persons yang berasal dari

dalam dan luar negeri, beberapa di antaranya adalah: Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat,

Al Gore, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, H.E Ms. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan

Hidup Jepang, Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia, Menteri Lingkungan Hidup Fiji,

PAVILIUN INDONESIA

7

Sesi Pembukaan Paviliun Indonesia oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dan

Staf Ahli MenLHK Bidang Ekonomi Sumberdaya Alam

Page 62: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

62

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman H.E Mr. Luhut B. Pandjaitan, Menteri PPN/Kepala

Bappenas, H.E Mr. Bambang Brodjonegoro, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian

Perubahan Iklim, H.E Mr. Rachmat Witoelar, serta perwakilan Dewan Perwakilan dari Komisi IV

dan VII, Mr. Satya Widya Yudha (Wakil Ketua DPR Komisi VII) dan Mr. Roem Kono (Wakil Ketua

DPR Komisi IV). Eminent persons tersebut menghadiri beberapa sesi high level session yang

diselenggarakan di Paviliun Indonesia.

Salah satu sesi high level session diisi oleh Al Gore sebagai salah satu pembicara, yang

memberikan keynote speech pada hari Jumat, 10 November 2017, pkl. 14.00 – 14.30. Peserta

yang menghadiri high-level session tersebut diperkirakan berjumlah sekitar 250 orang, jauh

melebihi dari kapasitas tempat duduk Paviliun Indonesia yang hanya berkapasitas 100 orang.

Highlevel session tersebut menjadi perhatian bagi banyak peserta yang menghadiri Bonn

Zone, sebagai tempat pelaksanaan Paviliun Indonesia di COP23 UNFCCC.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dan

Menteri PPN/Kepala Bappenas pada High-Level Session Paviliun Indonesia

Wakil Ketua DPR RI Komisi IV dan Komisi VII pada High-Level Session Paviliun Indonesia

Page 63: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

63

Sesi Diskusi Panel

Telah diselenggarakan 48 Sesi Diskusi Panel dengan pembicara dari berbagai kalangan

nasional dan internasional yang berjumlah 200 pembicara, yang berasal dari kalangan

masyarakat, pemerintah daerah, NGO dan Swasta, Kementerian/Lembaga, sampai kepada

high-level person.

a. Materi diskusi panel Minggu I diantaranya adalah Interfaith Dialog, Gender and Climate

Change, Youth, Parlemen, Restorasi Gambut, Hasil Hutan Kayu (SVLK) dan Non Kayu

(Bambu, Aren), REDD+, Peatland and Mangrove Ecosystem, Financing untuk Climate

Change serta Coastal Management serta Social Forestry.

b. Materi Minggu II diantaranya adalah tentang Marine Plastic Debris, NDC dan SDGs, Aksi

di Provinsi dan Kabupaten, tradisional wisdom serta peran masyarakat local, serta

kerjasama ASEAN, Asia-Pasific dan kerjasama Bilateral lainnya, Renewable Energy.

Al Gore, Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat pada sesi Eminents Person Message to the

World, dan Masaharu Nakagawa, Menteri Lingkungan Hidup Jepang pada sesi Low Carbon

Development Plan Indonesia: Steps towards Its Implementation

Gubernur Sumatra Selatan dan Bupati Mappi

sebagai pembicara pada salah satu sesi diskusi panel

Page 64: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

64

Rata-rata tingkat keterisian tempat duduk sekitar 70%, setengah dari Negara Luar, sisanya

berasal dari Indonesia.

Art performances

Selain sesi diskusi, Paviliun Indonesia juga diisi oleh penampilan seni sebagai salah satu

showcase budaya Indonesia. Telah ditampilkan berbagai tarian tradisional Indonesia: Tari

Japong (Bali), Teruna Jaya (Bali), Tari Saman (Aceh), Tari Ramayana (Bali), serta pertunjukan

angklung pada acara pembukaan Paviliun Indonesia.

Publikasi

Kegiatan Paviliun Indonesia telah dipublikasikan harian, melalui media cetak (via Kantor Berita

Antara) sebanyak 28 berita, media online sebanyak 48 berita, dan akun social media Paviliun

Indonesia (facebook dan twitter) serta website Paviliun Indonesia dengan alamat

www.indonesiaunfccc.com.

Suasana Kegiatan Paviliun Indonesia

Suasana Kegiatan Paviliun Indonesia

Page 65: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

65

Evaluasi dan Komentar

o Pada setiap sesi telah dibagikan form evaluasi untuk mendapatkan masukan

terhadap materi substansi yang dipresentasikan pada setiap sesi.

o Sedangkan komentar tentang Paviliun Indonesia juga sudah diperoleh dari para

peserta yang sebagian besar menyatakan bahwa Paviliun Indonesia sangat

menarik, informatif serta atraktif.

Penutupan Kegiatan

Penutupan Paviliun Indonesia ditutup oleh Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

pada hari Jumat, 17 November 2017, pukul 12.00. Pada acara tersebut ditampilkan pertunjukan

seni budaya pada penutupan serta diakhiri dengan tarian serta tari Poco-poco dan tari

Maumere interkasi dengan penonton.

Page 66: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

66

8.1. Fokus Pembahasan ke Depan

Terdapat beberapa catatan penting yang akan menjadi fokus pembahasan ke depan dan

memerlukan perhatian lebih lanjut, antara lain:

1. Mitigasi: pembahasan mengenai pengaturan NDC melalui pengembangan Guidance

(dalam hal feature, information CTU, dan accounting) dan siklus NDC setelah tahun 2025

dan/atau 2030 masih bernuansa perdebatan keras mengingat masih adanya perbedaan

pendapat mengenai aspek diferensiasi dan scope dari NDC itu sendiri. Walaupun begitu,

Parties pada dasarnya memiliki pemahaman yang sama bahwa pengaturan tersebut akan

berlaku untuk NDC Kedua dan NDC selanjutnya. Diperlukan pengkajian mengenai

implikasi penerapan Guidance tersebut dengan mempertimbangkan kesiapan Indonesia

yang memerlukan beberapa pengkondisian (enabling environment) yang akan menjamin

kelancaran penerapan guidance dimaksud untuk kelancaran implementasi NDC.

2. Adaptasi: Agenda adaptasi yang dibahas selama persidangan mencakup pengembangan

pedoman Adaptation Communication yang menjadi salah satu mandat Paris Agreement,

laporan Adaptation Committee, National Adaptation Plans (NAPs), Nairobi Works

Programme (NWP) serta Loss and Damage (LaD). Hasil persidangan secara umum

mengarah kepada upaya penguatan adaptasi perubahan iklim dalam kerangka

implementasi konvensi perubahan iklim. Kemajuan yang dicapai untuk pedoman

Adaptation Communication tercantum dalam Informal Note dari Co-Facilitator yang

menjabarkan draft heading/sub-heading hasil masukan dan diskusi parties. Disepakati

bahwa dokumen yang dihasilkan akan menjadi dasar untuk pembahasan muatan

pedoman yang lebih rinci pada persidangan selanjutnya. Pandangan negara maju dan

negara berkembang mengenai struktur dan isi pedoman yang akan disusun belum

sepenuhnya sama.

Perundingan di bawah agenda WIM Excom Report terbentuk pada 3 isu divergen utama,

yaitu: i) Keberadaan WIM sebagai agenda permanen di bawha SBs; ii) Pembentukan expert

group terkait action and support; iii) Mobilisasi sumber daya dan pendanaan. Lewat

pertemuan bilaeral yang difaslitasi oleh co-fasilitator serta arahan yang diberikan COP

Presidency kepada Kelompok Negara dan internal high level consultation oleh beberapa

sub-group G77+China, akhirnya disepakati landing zone bagi ketiga isu tersebut, yaitu: i)

Pelaksanaan expert dialogue terkait workstream action and support di SBs 48, yang dapat

mengisi kekosongan pembahasan WIM di sesi intercessional sampai 2020, saat

pelaksanaan review menyeluruh; ii) Mendorong Excom untuk berkolaborasi dengan

relevant bodies di bawah Konvensi dan Paris Agreement dalam upaya impelementasi

workstream action and support, termasuk dalam mempertimbangkan mandat serta

TINDAK LANJUT

8

Page 67: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

67

komposisi dari Expert Group yang sudah ada mapun yang akan dibentuk kedepannya,

sebagai celah potensi pembentukan Expert Group khusus terkait action and support.

3. Transparansi: Persidangan telah mengidentifikasi elemen-elemen untuk modlaitas,

prosedur dan pedoman kerangka tranaparansi aksi dan sumberdaya (support) yang

dituangkan dalam Informal note. Pembahasan pada sesi persidangan selanjutnya agar

difokuskan pada elemen lebih rinci terkait modalitas, prosedur dan pedoman kerangka

tranaparansi aksi dan sumberdaya (support) sebagaimana diamanatkan dalam Article 13

Paris Agreement.

Pembahasan modalitas dan prosedur untuk public registry NDC (terkait article 4 Paris

Agreement) dan juga Adaptation Communication (Article 7 Paris Agreeent), melanjutkan

pembahasan pada SBI 48 (April-Mei 2018), dengan membahas informal note yg sudah

disiapkan oleh Co-facilitator dengan pertimbangan Negara Pihak pada saat negosiasi dan

juga submisi. Fokus yang perlu disiapkan Indonesia adalah terkait proposal yang masih

menjadi perbedaan pandangan dan juga elemen-elemen dari modalities, role, procedures

dan juga navigation.

Disamping itu, pembahasan identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan

modalitas global stock-take terkait Article 14 Paris Agreement, pada persidangan APA sesi

selanjutnya akan difokuskan untuk menghasilkan struktur final, elemen kunci dan

perangkat pelaksanaan untuk operasionalisasi global stocktake. Selain itu, pembahasan

tentang equity akan merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan bagaimana meng-

incorporate equity kedalam global stock-take dan bagaimana bentuk operasionalisanya.

4. Peningkatan Kapasitas: Peningkatan kapasitas merupakan isu penting karena menjadi

prasyarat untuk dapat terlaksananya aksi-aksi perubahan iklim dalam rangka pelaksanaan

Paris Agreement. Karena itu, isu ini dalam negosiasi perlu senantiasa dikawal. Paris

Committee on Capacity Building (PCCB) merupakan bentukan penting di bawah UNFCCC

untuk melaksanakan Paris Agreement, terutama untuk mengidentifikasi kesenjangan dan

kebutuhan peningkatan kapasitas dalam rangka pelaksanaan aksi pra 2020. Karena itu,

PCCB perlu mendapat dukungan dari semua pihak, serta semua segmen masyarakat

dalam menerapkan rencana kerjanya. Dukungan bagi PCCB termasuk kecukupan

dukungan finansial, agar rencana kerja PCCB dapat terlaksana.

5. Teknologi: Berkaitan dengan teknologi, Technology Framework yang sudah mulai

dijabarkan sejak SBSTA 45 dan dilanjutkan pada SBSTA 46 ini sangat penting untuk

memberikan arahan bagi Technology Mechanism. Diharapkan tidak ada kemunduran

(setback) mengenai hal-hal yang sudah dibahas dan diputuskan. Sekretariat akan

mengeluarkan draft Technology Framework pada tanggal 15 Maret 2018 untuk dibahas

pada SBSTA 48. Pada sesi SBSTA tersebut akan terus dilakukan penjabaran terhadap

Technology Framework, dan diharapkan akan didapat kemajuan yang berarti. Technology

Framework selanjutnya akan menentukan pola serta kelancaran dukungan alih teknologi

Page 68: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

68

dari negara maju kepada negara berkembang. Hal ini secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap implementasi PA secara global, regional maupun nasional.

Berkaitan dengan Technology Mechanism, dalam hal ini Technology Executive Committee

(TEC) dan Climate Teechnology Center and Network (CTCN), diharapkan dengan

dilakukannya review terhadap kegiatan TEC dan CTCN selama empat tahun pertama (2012

– 2016), Indonesia bisa memanfaatkan dukungan alih teknologi sesuai kebutuhan

Indonesia. Untuk itu, maka permasalahan kekurangan pendanaan yang dihadapi CTCN

harus diselesaikan.

6. Pendanaan Iklim: Isu finance yang cukup penting pada COP23 UNFCCC ini adalah

Penyusunan Pedoman untuk GEF dan GCF oleh COP. Beberapa isu yang menjadi

perdebatan pada GCF, sebagai operating entity dari mekanisme pendanaan dibawah

kerangka UNFCCC, mencakup eligibility criteria, Privileges and Immunities (P&I), dan

mainstreaming pengelolaan aset GCF. Sementara isu penting pada GEF mencakup:

alokasi pendanaan untuk focal area, eligibility criteria, dan instrument pendanaan. Untuk

dapat meningkatkan manfaat dari akses pendanaan GCF dan GEF, Indonesia, khususnya

NDA GCF dan OFP GEF, perlu terus melakukan evaluasi dan pembenahan sesuai dengan

Pedoman GCF dan GEF ini akan dikeluarkan oleh COP. Hasil pembahasan menjadi dasar

penyusunan strategi pemanfaatan pendanaan, khususnya pada siklus GEF-7

Replenishment yang dimulai Juni 2018 dan evaluasi untuk penyusunan pedoman GEF dan

GCF berikutnya.

Selain isu, GEF dan GCF, isu pendanaan iklim lainnya yang cukup penting adalah

Adaptation Fund mengingat Adaptation Fund merupakan salah satu pendanaan yang

direct access dan full grant untuk adaptasi untuk negara berkembang, termasuk

Indonesia sebagai negara yang memiliki beberapa pulau kecil yang cukup rentan

terhadap dampak perubahan iklim. Pada COP23 UNFCCC, khususnya dibawah agenda

pembahasan CMP 7(a) mengenai Report Adaptation Fund Board, pembahasan isu AF

cukup sulit mencapai kesepakatan, antara lain, terkait dengan sekuensi AF serve Kyoto

Protocol ke Paris Agreement, model pendanaan AF yang full grant, dan sumber

pendanaan AF. Pembahasan isu AF pada CMP agenda 7 (a) tentunya harus tetap

mempertimbangkan pembahasan AF pada APA-8 yang sedang membahas konsep

institutional arrangement, operating modalities for AF to serve PA, termasuk sumber

pendanaannya. Untuk itu, Indonesia perlu mempersiapkan posisi lebih tajam atas isu-

isu tersebut agar Indonesia sebagai penerima manfaat AF tetap mendapatkan manfaat

yang optimal ketika AF serve Paris Agreement.

7. Article 6 of the Paris Agreement: Isu terkait Article 6 Paris Agreement yang membahas

kerjasama dalam implementasi NDC menekankan perlunya mempersiapkan dokumen

berisikan draft elemen-elemen dari panduan mengenai cooperative approaches untuk

persidangn selanjutnya. Panduan yang dihasilkan akan menjadi guidance yang berlaku

untuk keseluruhan Article 6 Paris Agreement, sehingga perlu ditindaklanjuti untuk

persidangan SBTA ke-48 pada bulan Mei 2018.

Page 69: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

69

8. Compliance: kemajuan pembahasan akan sangat tergantung perkembangan

pembahasan di berbagai agenda items lain mengingat linkage antara Komite Compliance

dengan mekanisme lain PA merupakan salah satu inti dari modalitas Komite. Beberapa isu

utama lainnya adalah terkait trigger serta aplikasi prinsip diferensiasi dan national

capabilities and circumstances.

9. Response Measures: Persidangan telah menyepakati perlunya peningkatan kapasitas

untuk memahami dampak lintas batas dari response measure negara maju terhadap

negara berkembang. Negara pihak diminta submisinya sampai dengan 30 Maret 2018

tentang improved forum untuk Desember 2018 dan work program untuk SB 48.

10. Research and Systematic Observation (RSO): Negara pihak terutama negara

berkembang diminta untuk melakukan peningkatan systematic observations secara

berkelanjutan, diantaranya terkait peran laut dalam perubahan iklim global dan prediksi

cuaca ekstrim. Untuk persidangan tahun 2018 perlu disiapkan rancangan keterkaitan hasil

RSO berupa review secara periodic dari long-term global goal dibawah Konvensi

Perubahan Iklim dengan penyiapan global stock-take dibawah Paris Agreement.

11. Gender and Climate Change: Gender Action Plan (GAP) atau Rencana Aksi Gender yang

dihasilkan akan mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan mandat terkait gender

di bawah proses UNFCCC. GAP yang berisi bidang prioritas, kegiatan kunci dan

indikatornya, waktu pelaksanaan, dan aktor kunci yang terlibat, serta usulan topik-topik

untuk workshop tahun 2018 dan 2019 memiliki relevansi dengan kebutuhan Indonesia

untuk mempercepat pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam berbagai kebijakan

dan program perubahan iklim dengan mempertimbangkan kebutuhan dan peran

kelompok rentan.

12. Pertanian: Persidangan terkait pertanian akan melanjutkan pembahasan pada

persidangan SBSTA 48 (April– May 2018) mengenai basis dari elemen-elemen untuk

possible draft decision mengenai isu-isu terkait pertanian. Untuk persidangan SBSTA 48,

Negara pihak selambatnya tanggal 31 Maret 2017 diminta menyampaikan pandangan

mengenai metode dan pendekatan untuk mengkaji adaptasi, adaptasi co-benefits dan

resilience; perbaikan karbon dan kesuburan tanah grassland dan cropland melalui sistem

terintegrasi, termasuk pengelolaan air; perbaikan penggunaan nutrient dan pengelolaan

kotoran ternak, perbaikan system pengelolaan peternakan, dan aspek sosial ekonomi dan

ketahanan pangan akibat perubahan iklim di sektor pertanian.

13. Local Communities and Indigenous Peoples Platform: DELRI berhasil menjadikan

keseimbangan antara Local Communities dan Indigenous Peoples sebagai posisi bersama

G77. Pembahasan ke depan perlu memastikan bahwa perbedaan national circumstances

akan menghasilkan perbedaan aplikabilitas Deklarasi Indigenous Peoples.

Page 70: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

70

8.2. Permintaan Submisi kepada Negara Pihak

Berdasarkan 29 Keputusan COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC, terdapat 11 call for submission

dalam beberapa kelompok isu, dengan rincian sebagai berikut:

No. FORUM

Agenda

Item

JUDUL

SUBMISI

1. COP23 ai4

(SBI ai 13)

Preparations for the

implementation of the Paris

Agreement and the first session of

the Conference of the Parties

serving as the meeting of the

Parties to the Paris Agreement

Ref: Decision 1/CP.23 atau

Fiji Momentum for Implementation

Invites Parties to submit via the submission portal2 by

1 May 2018 additional information on progress in

implementing decision 1/CP.21, section IV: enhanced

action prior to 2020

2. COP23

ai 3a (2)

(SBSTA ai

7)

Issues relating to agriculture

(recommendation for COP dec on

“Issues relating to agriculture”)

Known Koronivia Joint Work on

Agriculture

Ref: FCCC/SBSTA/2017/L.24/Add.1

atau Koronivia joint work

on agriculture

Invites Parties and observers to submit,2 by 31 March

2018, their views on elements to be included in the

work referred to in paragraph 1 above for

consideration at the forty-eighth session of the

subsidiary bodies (April–May 2018), starting with but

not limited to the following:

(a) Modalities for implementation of the outcomes of

the five in-session workshops on issues related to

agriculture and other future topics that may arise from

this work;

(b) Methods and approaches for assessing adaptation,

adaptation co-benefits and resilience;

(c) Improved soil carbon, soil health and soil fertility

under grassland and cropland as well as integrated

systems, including water management;

(d) Improved nutrient use and manure management

towards sustainable and resilient agricultural systems;

(e) Improved livestock management systems;

(f) Socioeconomic and food security dimensions of

climate change in the agricultural sector.

3. COP23 ai

7

(Joint

agenda

SBI ai13 &

SBSTA

ai5)

Report of the Executive

Committee of the Warsaw

International Mechanism for Loss

and Damage associated with

Climate Change Impacts

(recommendation for COP dec on

“ Warsaw International

Mechanism for Loss and Damage

associated with Climate Change

Impacts”)

Invites Parties, observers and other stakeholders

to submit, by 15 February 2018, their views in the

context of activity 1(a) of strategic workstream (e)

of the five-year rolling workplan of the Executive

Committee

Page 71: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

71

No. FORUM

Agenda

Item

JUDUL

SUBMISI

Ref: FCCC/CP/2017/L.5 atau Warsaw

International Mechanism for Loss

and Damage associated with

Climate Change Impacts

4. COP23 ai

7

(Joint

agenda

SBI ai13 &

SBSTA

ai5)

Report of the Executive

Committee of the Warsaw

International Mechanism for Loss

and Damage associated with

Climate Change Impacts

(recommendation for COP dec on

“ Warsaw International

Mechanism for Loss and Damage

associated with Climate Change

Impacts”)

Ref: FCCC/CP/2017/L.5 atau Warsaw

International Mechanism for Loss

and Damage associated with

Climate Change Impacts

Invites Parties, relevant organizations and other

stakeholders to submit to the secretariat, by 1

February 2019, their views and inputs on possible

elements to be included in the terms of reference

for the review of the Warsaw International

Mechanism referred to in decision 4/CP.22,

paragraph 2(d) taking into account the outcomes

of the implementation of the work of the Executive

Committee, for consideration by the subsidiary

bodies at their sessions to be held in June 2019

5. COP23 ai

10c

Report of the Green Climate Fund

to the Conference of the Parties

and guidance to the Green

Climate Fund

(recommendation for COP dec on

“Report of the Green Climate

Fund to the Conference of the

Parties and guidance to the

Green Climate Fund”)

Ref: FCCC/CP/2017/L.8 atau Report

of the Green Climate Fund to the

Conference of the Parties and

guidance to the Green Climate Fund

Invites Parties to submit their views and

recommendations on elements to be taken into

account in developing guidance for the Board of the

Green Climate Fund7 no later than 10 weeks prior to

the twenty-fourth session of the Conference of the

Parties (December 2018)

6. COP23 ai

10d

Report of the Global

Environment Facility to the

Conference of the Parties and

guidance to the Global

Environment Facility

(recommendation for COP dec on

“Report of the Global

Environment Facility to the

Conference of the Parties and

guidance to the Global

Environment Facility”)

Ref: FCCC/CP/2017/L.11 atau Report

of the Global Environment Facility to

the Conference of the Parties and

Further invites Parties to submit via the submission

portal,7 no later than 10 weeks prior to the twenty-

fourth session of the Conference of the Parties

(December 2018), their views and recommendations

on the elements to be taken into account in

developing guidance for the Global Environment

Facility

Page 72: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

72

No. FORUM

Agenda

Item

JUDUL

SUBMISI

guidance to the Global Environment

Facility.

7. SBI47 ai 5 Common time frames for

nationally determined

contributions referred to in

Article 4, paragraph 10, of the

Paris Agreement

Ref: FCCC/SBI/2017/L.20

The SBI invited Parties and observers to submit,3 by

31 March 2018, their views on common time frames

for NDC referred to in Article 4, paragraph 10, of the

Paris Agreement, consideration at SBI 48 (April–May

2018).

8. SBI47 ai

16a

Capacity-building in developing

countries under the Convention

Ref: FCCC/SBI/2017/L.24

The SBI invited Parties and observers to submit, by 16

February 2018, their views on potential topics for the

7th meeting of the Durban Forum on capacity-

building, to take place at SBI 48 (April–May 2018), that

are thematically aligned with the 2017–2018 focus

area or theme of the Paris Committee on Capacity-

building

SBI47 ai

16c

Capacity-building in developing

countries under the Kyoto

Protocol

Ref: FCCC/SBI/2017/L.26

The SBI invited Parties and observers to submit, by 16

February 2018, their views on potential topics for the

7th meeting of the Durban Forum on capacity-

building, to take place at SBI 48 (April–May 2018), that

are thematically aligned with the 2017–2018 focus

area or theme of the Paris Committee on Capacity-

building.

9. Joint

agenda

SBI47

ai17a &

SBSTA47

ai 9a

Improved forum and work

programme

Ref: FCCC/SB/2017/L.7

The SBI and the SBSTA invited Parties and observers to

submit,3 by 30 March 2018, their views on the scope

of the review of the work of the improved forum that

will take place at the sessions of the SBI and the SBSTA

taking place in December 2018, in line with the work

programme, with a view to informing the in-forum

discussion at their forty-eighth sessions.

10. SBI47 ai

18

Ways of enhancing the

implementation of education,

training, public awareness, public

participation and public access to

information so as to enhance

actions under the Paris

Agreement

Ref: FCCC/SBI/2017/L.22

The SBI invited Parties and observers to submit,3 by

26 January 2018, their views on the role of ACE and

topics for the workshop referred to in paragraph 5

above that can enhance the implementation of ACE

under the Paris Agreement

11. SBSTA47

ai 3

Nairobi work programme on

impacts, vulnerability and

adaptation to climate change

Ref: FCCC/SBSTA/2017/L.25

12. The SBSTA requested Parties to consider the

following areas in improving the relevance and

effectiveness of the NWP:

(a) How to enhance the engagement of partner

organizations with the aim of improving the linkages

of their workplans to the themes addressed under the

NWP;

(b) How to ensure that the NWP has delivered on its

mandate, on the basis of Parties’ submissions14 and

experience;

Page 73: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

73

No. FORUM

Agenda

Item

JUDUL

SUBMISI

(c) How to enhance the role of the NWP to be more

relevant to the work of the AC and the LEG as well as

other constituted bodies and relevant workstreams in

the light of the Paris Agreement.

13. The SBSTA agreed to extend the deadline for the

submission of views15 on further improving the

relevance and effectiveness of the NWP from 12

January 2018 to 30 March 2018. The SBSTA invited

Parties,16 NWP partner organizations and other

relevant organizations to also submit their views on

the areas referred to in paragraph 12 above. The

SBSTA noted that those submissions will inform the

review of the NWP at SBSTA 48 (April–May 2018).

8.3. Penyiapan Facilitative Dialogue 2018

COP dengan keputusannya 1 / CP.21, paragraf 20, memberikan mandat untuk "mengadakan

dialog fasilitasi (facilitative dialogue) antara Negara Pihak pada tahun 2018 untuk take-stock

dari aksi kolektif Negara Pihak dalam kaitannya dengan kemajuan menuju tujuan jangka

panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 Paris Agreement dan menginformasikan

persiapan NDC sesuai dengan Pasal 4, paragraf 8, dari Paris Agreement. Berdasarkan masukan

dari Negara Pihak dalam peluncuran Facilitative Dialogue di COP23, Facilitative Dialogue

diharapkan dilaksanakan dengan pendekatan yang bersifat konstruktif, fasilitatif dan

berorientasi pada solusi, tidak mengarah pada diskusi yang bersifat konfrontatif yang dibawa

oleh masing-masing Negara Pihak, serta didasarkan pada cara-cara yang dapat

mempromosikan kerjasama. Dialog akan disusun berdasar tiga topik umum:

a. Dimana kita

b. Ke mana kita ingin pergi?

c. Bagaimana kita dapat mencapainya?

Sebagai tindak lanjut dari diluncurkannya Facilitative Dialogue 2018, Negara Pihak dan Non-

Party Stakeholder diharapkan untuk bekerja sama dalam mengadakan pertemuan acara baik

dalam tingkat lokal, nasional, regional atau global dalam mendukung menyiapkan dan

menyediakan masukan yang relevan terhadap tiga topik umum tersebut.

8.4. Implementasi Paris Agreement dan NDC

1. Strategi NDC

Salah satu langkah awal dalam pengimplementasian NDC di tingkat nasional adalah

penyelarasan NDC dalam program dan kegiatan kementerian terkait untuk Rencana Kegiatan

Pemerintah Tahun 2018 yang diarahkan menuju pencapaian target 10 Prioritas Nasional

Pembangunan, untuk kemudian dikaitkan dengan program dan kegiatan prioritas. Mengingat

Page 74: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

74

komitmen mandatori di bawah UNFCCC yang melibatkan seluruh negara pihak seperti dalam

Paris Agreement merupakan hal yang baru bagi Indonesia sebagai negara berkembang, maka

diperlukan strategi untuk mengimplementasikannya yang terbagi ke dalam program-program

dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC

pada setiap periode yang ditentukan. Berikut merupakan strategi implementasi NDC

Indonesia:

I. Pengembangan ownership dan komitmen

II. Pengembangan kapasitas

III. Enabling environment

IV. Penyusunan kerangka kerja dan jaringan komunikasi

V. Kebijakan satu data GRK

VI. Penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) intervensi

VII. Penyusunan guidance implementasi NDC

VIII. Implementasi NDC

IX. Pemantauan dan review NDC

2. NDC Adaptasi

Sebagai tindak lanjut penyampaian progres dan rencana adaptasi di tingkat nasional. Aksi

adaptasi dalam NDC akan dielaborasi pada tingkat nasional pada acara Festival Iklim di Bulan

Januari 2018 serta formulasi/perumusan National Adaptation Plan di Indonesia.

3. Transparency Framework

Dalam kaitannya dengan transparency framework, tugas domestik mengenai national system

adalah willingness dari semua pihak untuk menjaga data yang masuk di registrasi dan

metodologi yang digunakan berupa pembuatan one data policy dalam data emisi GRK.

Page 75: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

75

COP23/CMP13/CMA1.2 telah usai dengan menghasilkan progress, meski dalam beberapa isu

seperti finance belum selesai. Sebagai contoh, agenda Modalities for the accounting of

financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with

Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement, SBSTA47 belum dapat menyelesaikan

mandatnya sebagaimana dalam Decision 1/CP.211. Sehingga disepakati SBSTA harus dapat

menyelesaikan mandat tersebut pada Sesi ke-48 di Bulan Mei 2018 atau sesegera mungkin,

dan menyampaikan hasilnya kepada APA agenda item 5 untuk pembahasan lebih lanjut dan

pengintegrasiannya dalam Transparency Framework.

Pembahasan yang belum selesai terkait Article 9 para 7 of the Paris Agreement merupakan

salah satu contoh refleksi kerja keras Negara Pihak lebih lanjut guna mewujudkan hal-hal

abstrak menjadi hal-hal konkrit sebelum COP24 di Katowice, Polandia tahun 2018. Juga

menjadi pekerjaan rumah lanjutan bagi tiap Negara Pihak untuk dapat menindaklanjuti hasil-

hasil pertemuan di tingkat nasional, sub nasional, dan lokal dengan tugas pertama adalah

meningkatkan kesepahaman berbagai para pemangku kepentingan di Tanah Air terhadap

hasil-hasil pertemuan.

Laporan DELRI dalam menghadiri Pertemuan United Nations Climate Change Conference

COP23/CMP13/CMA1.2 merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesepahaman,

pengetahuan, dan persepsi terkait dengan bahasan-bahasan dalam sesi perundingan, maupun

non-perundingan yang berkaitan dan berdampak penting untuk Indonesia. Laporan DELRI

diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi DELRI untuk terus mengemban misi Pemerintah

Indonesia, dengan mempertimbangkan visi yang dibawa oleh COP Presidency dalam isu

Adaptasi dan Climate Finance, dan juga kepentingan Indonesia.

Selain itu, Laporan DELRI ini merupakan bentuk komunikasi dan desiminasi kepada para

pemangku kepentingan, yang menggambarkan suara kepentingan Indonesia dalam

melakukan negosiasi (baik formal dan informal) selama United Nations Climate Change

Conference berlangsung. Keberhasilan strategi dalam mencapai misi Pemerintah Indonesia

melalui negosiasi dan penjangkauan yang dijalankan oleh DELRI di Bonn dapat diukur melalui

seberapa jauh kepentingan Indonesia terakomodasi ke dalam kesepakatan/keputusan COP-

23, meningkatnya pengakuan atas upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia,

1 The mandate of the SBSTA as set out in decision 1/CP.21, paragraph 57, is to develop

modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public

interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement for

consideration by COP 24 (December 2018), with a view to making a recommendation for

consideration and adoption by CMA 1.

PENUTUP

9

Page 76: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

76

dan meningkatnya peluang yang dapat diperoleh oleh Indonesia dari skema-skema yang

terbangun melalui kesepakatan/keputusan COP, termasuk means of implementation yaitu

pendanaan, teknologi, dan peningkatan kapasitas.

Dalam mencapai keberhasilan tersebut, perlu kerjasama dari semua pihak yang terlibat untuk

mempersiapkan dan memperjuangkan kepentingan nasional dengan sepenuh hati, agar

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dapat sejalan dengan Paris Agreement saat

kesepakatan ini sudah mulai diimplementasikan. Dengan adanya sejumlah agenda yang

spesifik sektor (misalnya gender, agrikultur, local communities and indigenous people

platform) maka diharapkan peran aktif dan berkesinambungan Kementerian/Lembaga

penanggung jawab untuk mengawal agenda negosiasi. Semoga Laporan DELRI dalam

menghadiri Pertemuan United Nations Climate Change Conference COP23/CMP13/CMA1.2,

dapat menjadi landasan untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam perundingan

terkait perubahan iklim, dan dalam waktu yang sama turut berkontribusi dalam upaya global

terkait pengendalian perubahan iklim.

Page 77: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

77

Page 78: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

78

1. MATRIK LAPORAN AGENDA PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE

CONFERENCE, (COP-23/CMP-13/CMA1.2/SBSTA-47/SBI-47/APA1.4), BONN, JERMAN, 6–

17 NOVEMBER 2017

2. MATRIK LAPORAN AGENDA NON PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE

CONFERENCE, (COP-23/CMP-13/CMA1.2/SBSTA-47/SBI-47/APA1.4), BONN, JERMAN, 6–

17 NOVEMBER 2017

LAMPIRAN

Page 79: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

79

Page 80: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

80

LAPORAN PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE, (COP-23/CMP-13/CMA1.2/SBSTA-47/SBI-47/APA1.4), BONN, JERMAN, 6– 17 NOVEMBER 2017

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

KELOMPOK MITIGATION

COP 15 Assessment of the technical examination processes on mitigation and adaptation

Persidangan TEP minggu kedua diwarnai dengan pembahasan draft text decision yang memunculkan opsi 1 dan opsi 2. Pada 13 Nov 2017 para Negara Pihak menyepakati adanya satu draft Decision. Pokok-pokok isi draft Decision: a. Penekanan urgency terhadap perbaikan TEP

sebagaimana dalam Dec1/CP21 dan dengan mengintegrasikannya dalam Marrakech Partnership for Global Climate Action;

b. Desakan kepada Chairs of subsidiary bodies, High-Level Champions, Adaptation Committee, Technology Executive Committee (TEC) dan Climate Technology Center and Network (CTCN) agar memfokuskan TEP pada opsi kebijakan spesifik dan peluang untuk meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi yang bersifat actionable jangka pendek, termasuk co benefit pada pembangunan berkelanjutan.

c. COP memberikan mandat kepada High-Level Champions agar pada 12 Januari 2018 telah menghasilkan identifikasi topik untuk TEP on Mitigation Periode 2018-2020, melalui konsultasi dengan TEC dan CTCN.

d. Meminta TEC dan CTCN dalam laporan tahunannya memuat rekomendasi mengenai ways forward dan tindak lanjut yang perlu

Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan menjadi tuan rumah penyelenggaraan technical expert meeting di kawasan Asia Pasifik

Setidaknya Indonesia perlu menghadiri technical expert meeting di kawasan Asia Pasifik

Page 81: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

81

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

dilakukan berdasarkan hasil technical expert meetings yang ditujukan kepada Para Negara Pihak dan organisasi lainnya;

e. Meminta Adaptation Committee (yang melaksanakan TEP on Adaptation) untuk: (1) mempertimbangkan kebutuhan Negara Pihak yang tercantum dalam NDC, national adaptation plan dan national communication, (2) untuk mengaddress 4 fungsi TEP on Adaptaiton, (3) membuat rekomendasi mengenai ways forward dan tindak lanjut yang perlu dilakukan berdasarkan hasil technical expert meetings yang ditujukan kepada Para Negara Pihak dan organisasi lainnya;

f. Meminta expert organizations, para Negara Pihak, dan Non Party Stakeholders menyelenggarakan technical expert meetings.

APA 3

3(a)

3(b)

Further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21 on: Features of nationally determined contributions, as specified in paragraph 26 (Features) Information to facilitate clarity, transparency and understanding of nationally determined contributions, as specified in paragraph 28 (ICTU)

Telah dilakukan Roundtable, Contact Group dan Informasl Consultations. Parties menyampaikan tanggapannya terhadap Non-Paper (dikeluarkan Co-facilitators tanggal 16 Okt 2017) dan Guiding Questions. Pada umumnya, semua sepakat bahwa masih banyak divergensi mengenai Guidance yang dimandatkan untuk dikeluarkan oleh CMA mengenai Feature, ICTF dan Accounting NDC ini. Untuk memudahkan jalannya negosiasi, beberapa negara (termasuk Indonesia) menyampaikan agar dapat mulai disusun text negosiasi dengan pengelompokkan issue perundingan sesuai dengan Non-Paper dan hasil Roundtable.

Indonesia menyampaikan intervensinya terhadap Guiding Questions: - listing feature dapat dijadikan acuan

dalam NDC, sehingga focus implementasi (termasuk proses persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, revisi/adjustment) akan terjaga.

- Parties pada dasarnya harus memenuhi features yang telah disepakati pada Dec1.CP21 (para 27), akan tetapi Parties diberikan kesempatan untuk mengelaborasi lebih rinci mengenai features ini sesuai dengan kondisi dan kepentingan nasional. Selain itu,

Masih adanya perbedaan besar mengenai: - scope dari Features, ICTF, dan

Accounting NDC; - differentiation NDC. Preliminary material perlu dikaji dan dipahami konteksnya, agar tidak redundant dengan kepentingan Indonesia.

Page 82: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

82

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

3(c) Accounting for Parties’ nationally determined contributions, as specified in paragraph 31 (Accounting)

Parties menyepakati agar Co-facilitaor menyusun preliminary material (keluar pada tanggal 10 Nov) yang melakukan clustering berdasarkan Non-Paper dan hasil dari Roundtable. Parties masih belum menyetujui untuk menggunakan dokumen Non-Paper atau preliminary materrial sebagai bahan awal negosiasi selanjutnya. Masih ada perbedaan besar terkait dengan cluster.

Indonesia tidak ingin menambahkan features baru mengingat hal ini akan membuka peluang re-negosiasi PA.

- Indonesia mengusulkan untuk mulai menyusun kerangka text negosiasi yang didasarkan pada butir-butir Non-Paper dan hasil Roundtable. Kerangka besar tersebut dapat disusun misalnya dengan focus objective, principles, technicalities, dan sebagainya termasuk juga memasukkan hal-hal yang masih menjadi perdebatan dan belum disepakati (scope, differentiation).

SBI 5 Common time frames for nationally determined contributions referred to in Article 4, paragraph 10, of the Paris Agreement

Pertemuan informal membahas periode atau siklus NDC yang akan disubmit kepada UNFCCC setelah tahun 2030, mengingat dalam PA belum mengatur hal ini. Akan tetapi sejalan dengan pembahasan, beberapa Parties masih membahas mengenai kerangka waktu post-2025 bagi Parties dengan kerangka waktu NDC hanya sampai 2025 dan belum diatur dalam PA. Terkait dengan siklus NDC, terdapat perbedaaan pandangan dalam periode NDC dengan kerangka waktu 5 tahun dan 10 tahun. Co-facilitators telah mengeluarkan draft Conclusion versi 8 Nov 2017, 07.37 pm (berisi 5 paragraph). 1. Content atau focus pembahasan CTF; 2. Mandat SBI untuk melaporkan hasilnya pada

CMA1;

Indonesia menyampaikan pandangannya bahwa siklus/periode NDC adalah 5 tahun sesuai dengan Dec1.COP21 (para 23, 24), selain juga mengingat bahwa kerangka waktu 5 tahun adalah cukup untuk dapat menunjukkan progress yang signifikan dan selain itu juga masih diberikan fleksibilitas untuk melakukan revisi dan adjustment apabila diperlukan (dengan tetap memegang prinsip no-backsliding terkait dengan komitmen penurunan emisi GRK). Terkait dengan draft Conslusion, Indonesia menyampaikan: 1. Penerapan CTF adalah 2031

(konsisten dengan pengaturan NDC dalam Dec1.CP21). Tetapi apabila tidak terdapat kesepakatan

Indonesia perlu mempersiapkan pandangannya terkait dengan focus agenda CTF: the usefulness of and options for common time frames and the advantages and disadvantages of those options. Tenggat waktu submisi: 31 Maret 2018.

Page 83: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

83

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

3. Waktu (timing) penerapan CTF pada NDC yang dikomunikasikan pada tahun 2025 dan seterusnya;

4. SBI mengundang Parties untuk menyampaikan submisinya paling lambat tanggal 28 Feb 2018;

5. Meneruskan pembahasan CTF pada SBI48. Telah dikeluarkan Draft Conclusion versi 10 Nov 2017 02.52 pm, dengan perubahan: - Revisi para 3 (berupa baracketed text) - Tenggat waktu submisi: 31 Mar 2018. Parties menyepakati Draft Conclusion dengan penghapusan para 3 yang mencantumkan timing of application karena tidak adanya kesepakatan antar-Parties.

pada sesi ini terkait dengan kerangka waktu penerapan CTF maka para 3 dapat dihapus akan tetapi dimasukkan dalam content submisi.

Indonesia juga berkeberatan dengan tenggat waktu tanggal 28 Feb dan, serupa dengan negara berkembang lain, meminta agar tenggat waktu dapat dipertimbangkan untuk mundur. Co-facilitators telah dapat mengakomidir hal ini dengan menetapkan tenggat waktu 31 Maret 2018.

SBI 9 Coordination of support for the implementation of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by developing countries, including institutional arrangements

Pada minggu pertama telah dilaksanakan dua kali informal consultation, dimana pada pertemuan kedua observers diundang untuk menyampaikan statement hasil observasi dan selanjutnya tidak diperkenankan mengikuti jalannya persidangan. Setelah penyampaian statements umum Parties, dan masukan tertulis melalui email dari Parties, dari persidangan telah dihasilkan draft conclusion (versi 9 November 2017, jam 13:30), yang mencakup hal-hal mengenai : mandate, background, governance alternatives, serta voluntary meetings. Didalam draft conclusion tersebut ditawarkan beberapa opsi untuk : governance alternatives dan voluntary meetings. Update dari persidangan Sabtu,11 Nov 2017 : Telah dilaksanakan informasl consultation, kelanjutan dari pertemuan sebelumnya, membahas Draft Conclusion yang dikeluarkan pada 10 November 2017 pukul 23:00. Pada pertemuan ini

Indonesia menyampaikan intervensi sesuai posisi, bahwa terkait governance alternatives, tidak diperlukan adanya body (institutional arrangement) yang baru untuk fasilitasi effective use of support (coordination of supports). Terkait dengan voluntary meeting, Indonesia menyampaikan pandangan perlunya menjaga “voluntary” nature (independensi) dari voluntary meeting untuk coordination of supports for REDD+ yang telah dilaksanakan setiap tahun sejak COP-20 (2014). Pandangan Indonesia sejalan dengan pandangan sebagian Parties (khususnya developing country Parties), yaitu tidak perlu adanya body

Dari proses persidangan, masih ada divergensi dalam pandangan mengenai perlu/tidaknya institutional arrangement yang baru, dan mengenai perlu/tidaknya diteruskan voluntary meeting untuk coordination of support for REDD+. Kesamaan pandangan yang ada adalah mengenai perlunya rekognisi terhadap progres GCF, mengingat GCF adalah yang menerima mandat dari Warsaw REDD+ Framework sebagai sumber utama pendanaan REDD+ (result-based payment). Dengan diberlakukannya Rule 16, maka status negosiasi kembali pada status pada sebelumnya (SBSTA 46).

Page 84: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

84

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Parties diminta oleh Co-Fasilitator untuk sementara fokus pada struktur dari draft conclusion yang ditawarkan, yaitu yang terdiri dari dua agian (double document) : 1) bagian ke-1/halaman 1, terdiri dari 3 paragraf Draft Conclusion; dan 2) bagian ke-2/halaman ke-2, yaitu berupa Addendum, yaitu penjelasan/rekomendasi dari SBI kepada COP, mengenai coordination of support for the implementation of activities in relation to mitigation actions in the forestry sector by developing countries, including institutional arangement. Pada umumnya Parties menyatakan struktur teks yang ditawarkan sudah lebih baik formulasinya daripada teks sebelumnya (opsi-opsi), sehingga isa digunakan untuk proses lebih lanjut. Hingga akhir minggu ke-1 ini, secara umum sebenarnya telah hampir dicapai keseragaman pandangan bahwa voluntary meetings of national entities or focal points, Parties, relevant financing entitiies and stakeholders (sesuai Dec. 10/CP. 19 para 3-8) akan dilanjutkan (diselenggarakan setiap tahun), dan akan dilaksanakan review terhadap outcomes dari voluntary meeting dimaksud (sebagaimana Dec.10/CP.19 para 4 and 5). Selain itu beberapa Parties juga mengingatkan Co-Fasilitator mengenai usulan yang telah disampaikan pada informal consultation sebelumnya namun belum diakomodir, yaitu perlunya mencantumkan referensi mengenai progres kerja GCF sebagai financing institution yang mendapat mandat dari keputusan COP UNFCCC. Namun demikian, jalannya persidangan selanjutnya (awal minggu ke-2) mengalami kesulitan karena teks yang ditawarkan oleh Co-fasilitator sebelumnya yang

(institutional arrangement) yang baru yang khusus untuk mengatur koordinasi support dan untuk mengatur implementasi REDD+. Akan disiapkan draft text yang baru, yang akan dibahas pada informal consultation berikutnya. (update 11 Nov pagi : sudah keluar Draft Conclusion versi 10 Nov 17 jam 23:00 pm). Update dari persidangan Sabtu,11 Nov 2017 : Pada umumnya Parties menyatakan struktur teks yang ditawarkan sudah lebih baik formulasinya daripada teks sebelumnya (opsi-opsi), sehingga dapat digunakan untuk proses lebih lanjut. Dengan adanya Draft Conclusion versi 10 Nov 2017 jam 23:00 pm ini, sejauh ini posisi Indonesia masih terakomodir, yaitu bahwa voluntary meetings akan dilanjutkan, dan tidak perlu ada institutional arrangement yang baru. Pembahasan belum mengarah ke detail dari review yang akan dilakukan oleh SBI terhadap outcomes/hasil dari voluntary meetings, misalnya kapan review akan dilakukan. Namun dengan adanya perbedaan pandangan antara negara maju

Page 85: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

85

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

sebenarnya sudah mengerucut, justru terbuka lagi dengan semakin munculnya perbedaan pandangan antara negara maju dengan negara berkembang khususnya kelompok negara Afrika, yang disebabkan oleh adanya perbedaan interpretasi terhadap teks yang ada dan mandat dari keputusan 10/CP.19. Negara maju menyampaikan bahwa voluntary meetings tetap bisa dilaksanakan, namun harus diakhiri sebelum 2020, (jika diperlukan dan dikehendaki Parties); sedangkan negara berkembang menginginkan voluntary meeting tetap diteruskan. Adapun beberapa negara Afrika sama sekali tidak setuju dengan usulan negara berkembang, bahkan menginginkan adanya institusi baru untuk coordination of support ini. Sesuai dengan arahan Co-Chair, telah dilakukan informal informal consultation, namun tetap tidak dicapai kesepakatan, sehingga setelah Co-Fasiliator berkonsultasi dengan COP Presidency, pada tanggal 13 November 2017 malam diputuskan untuk diberlakukan Rule 16 dari Rules of Procedures UNFCCC terhadap SBI Agenda Item 9.

dengan negara berkembang (terutama kelompok Afrika) yang tidak dapat diselesaikan, sehingga mengakibatkan diberlakukannya Rule 16, maka status perundingan kembali ke status sebelum sesi SBI-47 ini, dan proses perundingan akan diulang pada sesi berikutnya. Bagi kepentingan Indonesia, hal ini tidak terlalu menjadi permasalahan. Terkait dengan institutional arrangement, kepentingan Indonesia bahwa tidak perlu adanya badan/institusi baru, dalam hal ini masih tetap teramankan.

SBI 8 Matters relating to the mechanisms under the

Kyoto Protocol

SBI 8(a) Review of the modalities and procedures for the clean development mechanism

Consideration of this agenda item postponed until SBI 48

SBI 2 Organizational matters:

SBI

2(c) Multilateral assessment working group session under the multilateral

Dilaksanakan back-to-back dengan FSV Fourth Workshop, Belarus menyampaikan presentasi tentang the Second Biennial Report yang

Indonesia mengkuti agenda ini untuk pengalaman dalam perbaikan penyusunan Biennial Update Report (BUR)

Page 86: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

86

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

assessment and review process

menjelaskan mengenai sektor dominan pada emisi GRK adalah energi dan pertanian. Total emisi GRK adalah 89,283.33 Gg CO2eq, dengan penurunan emisi GRK 35.8% pada 2012 dibandingkan dengan 1990.

SBI 2(d) Facilitative sharing of views under the international consultation and analysis process to be followed by the multilateral assesment under the international assesment and review process

Telah diselenggarakan FSV Fourth Workshop pada tanggal 10 November 2017, dengan beberapa point bahasan: 1. Penyampaian First BUR oleh 5 negara: Armenia,

Jamaica, Equador, Georgia dan Serbia;

2. Summary Report dari BUR disampaikan 5 negara pada seperti tersebut di atas pada tanggal 8 September 2017 sebelum pelaksanaan FSV Fourth Workshop;

3. Pertanyaan dan klarifikasi terhadap BUR bisa disampaikan kepada Sekretariat pada bulan Oktober 2017 sebelum Workshop dilangsungkan;

4. Summary Report dan hasil Workshop ini akan ditindak lanjuti dan sebagai output dari ICA untuk setiap Party.

Indonesia menyampaikan pertanyaan pada sesi presentasi BUR Equador mengenai tta kelembagaan untuk MRV serta elaborasi mengenai Proposed MRV System yang akan dikembangkan di dalam mendukung penyusunan BUR/NC. Ide pembangunan MRV system tersebut mirip dengan SRN yang dibangun Indonesia

Profil emisi GRK pada 5 negara tersebut hampir sama dengan kontributor utama adalah energi dan diikuti dengan AFOLU Pertanyaan dan klarifikasi terhadap BUR.

SBSTA 10(b) Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport.

Pembahasan telah menghasilkan draft Conclusion yang menyatakan bahwa SBSTA mencatat laporan dari ICAO dan IMO serta pandangan dari Parties terkait hal ini, dan mengundang agar kedua organisasi dunia tersebut tetap menyampaikan laporannya terkait dengan emisi dari aviasi dan maritim ini pada sesi-sesi SBSTA berikutnya.

- Indonesia akan terus mengawal issu aviasi dan maritim terkait dengan carbon-offset yang sedang dikembangkan oleh ICAO dan IMO.

Page 87: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

87

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

KELOMPOK ADAPTATION

COP 6 Report of the Adaptation Committee (AC)

Telah dilaksanakan pertemuan koordinasi G77-China dan pertemuan Informal Consultation untuk membahas penyampaian laporan Adaptation Committee, dan telah dihasilkan Informal Note by Co-Facilitator. Melalui serangkaian diskusi dan negosiasi antara kelompok negara berkembang dan negara maju, telah dihasilkan conclusion yang memuat hal-hal berikut:

SBSTA dan SBI menerima laporan yang disampaikan oleh AC dan mencatat rekomendasi kepada Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA) dalam menindaklanjuti Decision 1/CP.21 paragraf 42, serta paragraph 41 dan 45 (yang disusun bersama-sama dengan LEG)

Disekapati untuk menindaklanjuti pembahasan mengenai rekomendasi tersebut dalam pertemuan SBI/SBSTA ke-48 yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan April 2018, untuk menyusun rekomendasi yang akan diajukan COP-24 kepada CMA-1

Posisi Indonesia adalah mencatat laporan dan rekomendasi yang disampaikan AC dan AC/LEG, dengan pandangan perlunya tindak lanjut konkret terhadap hal-hal penting yang diperlukan untuk meningkatan kapasitas adaptasi negara berkembang.

Perlu dilakukan review terhadap rekomendasi AC dan AC/LEG yang akan dibahas tindak lanjutnya dalam pertemuan SBSTA/SBI ke-48, untuk memastikan agar kepentingan Indonesia sebagai negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dapat terakomodir dalam keputusan yang akan diambil terkait hal ini

COP 7 Warsaw International Mechanism for Loss and Damage associated with Climate Change Impacts

Proses perundingan di minggu ke-2 diawali dengan iterasi terhadap draft decision yang sudah dipersiapkan oleh co-fasilitator untuk menyepakati paragraf-paragraf yang tidak terkait dengan outstanding issue (sebagaimana yang disampaikan dalam laporan minggu pertama). Meskipun paragraf-paragraf tersebut dapat disepakati, namun tetap

Keberadaan isu Loss and Damage dalam balance package Paris Agreement perlu diindaklanjuti dengan operasionalisasi mandate tersebut secara berimbang dengan tetap mengacu pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati. Indonesia

Pengamantan: - Isu mobilisasi sumber daya dan

dukungan bagi Loss and Damage selalu menjadi isu yang memblocking proses perundingan karena dengan dalih bukan menjadi mandat

Page 88: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

88

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

dalam pendekatan ‘nothing is agreed until everything is agreed’. Pertemuan informal-informal kedua di minggu ke-dua diawali dengan mulai deeper exchanging views terhadap isu-isu yang outstanding serta penegasan mengenai ‘red-line’ dari masing-masing kelompok negara.

Mengenai permanent agenda item di bawah SBI, kelompok negara G77 berkepentingan untuk menjaga kontinuitas pembahasan WIM (bukan hanya Excommnya) serta untuk meningkatkan profil dari isu Loss and Damage sendiri. Sementara negara maju menganggap itu sebagai suatu tindakan prejudging terhadap proses dari WIM itu sendiri yang akan mengalami proses review di tahun 2020 nanti

Mengenai paragraf terkait finance, negara G77+China meletakan dasar terhadap mandat WIM Excom yang sudah disepakati di 2/CP.19 dan 2/CP21 mengenai facilitating mobilisation of resource, decision di tahapan ini harusnya berorientasi kepada aktualisasi dari mandat, bukan sekedar eksplorasi lagi, namun negara maju bersikukuh bahwa itu bukanlah mandat SBI

Mengenai para terkait pembentukan Expert Group on action and support. G77+China memandang ini sebagai instrumen utama untuk dapat mendukung WIM mengakseleras pelaksanaan mandatnya secara penuh, namun negara maju sendiri secara tegas menyampaikan bahwa pembentukan expert group merupakan red-line bagi mereka dan menyampaikan dalih yang sama terkait prejudging terhadap hasil review WIM

berkepentingan untuk memastikan bahwa WIM dapat menjalankan perannya namun juga tidak memberikan burden bagi Negara-negara major developing country Parties, seperti Indonesia dengan memastikan bahwa mobilisasi sumber daya dari Negara maju kepada Negara berkembang. Terkait penguatan WIM Excom workplan, Indonesia, meskipun bukan member WIM Excom, selayaknya dapat berperan dan lebih terlibat di sub-struktur dari WIM (seperti expert group on non-economic loss, technical expert group on comprehensive risk assessment and management) menimbang potensi risiko iklim yang akan dihadapi Indonesia, pengetahuan dan modalitas yang sudah berkembang di dalam negeri dan selakyaknya Indonesia dapat menginisasi kerangka kerja sama regional terkait isu ini. Menimbang isu ini termasuk yang relative cukup tertinggal dalam hal perumusan modalitas dan toolsnya serta semangat untuk menjaga balance package dari Paris agreement dan tantangan dalam negeri sendiri yang tidak terepas dari isu ini, Indonesia berkepentingan untuk memastikan adanya kontinuitas

dari agenda item ini, namun di agenda pendanaan sendiri pun terus berupaya dilemahkan oleh negara maju

- Adanya indikasi pereduksian bahwa WIM hanyalah sekedar Excomnya padahal mandat WIM istu sendiri jauh lebih luas dari mandat Excomny itu sendiri. Hal ini menjadi dasar pentingnya menjaga kontinuitas pembahasan isu ini untuk semakin meningkatkan progfil isu Loss and Damage serta mengantisipasi gap yang ada terkait implementasi mandat WIM Excom dan WIM

- Kekhawatiran akan adanya expert group on action and support yang akan memiliki mandat dan authoritas dalam mengupayakan dan memastikan mobilisasi sumber daya untuk mendukung Loss and Damage terlihat menjadi red-line tegas dari kelompok Negara Maju

Tindak lanjut:

Penyusunan submisi terkait workstream 5 dari WIM Excom mengenai action and support, Februari/Maret 2018

Peyusunan submisi mengenai usulan untuk ToR review WIM,

Page 89: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

89

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Setelah melewati serangkaian proses informal-informal dan pertemuan bilateral dengan co-fasilitator untuk mencari potensi landing zone dari ketiga isue diatas, co-fasilitator kemudian merumuskan non-paper text yang ditawarkan sebagai bentuk potential landing-zone dan menjadi dasar untuk diskusi. Proses perundingan sempat stuck dikarenakan beberapa sug-group di kelompok negara G77+China tidak diberikan mandat untuk mengambil keputusan apa pun terkait ketiga isu di atas dan harus menunggu high-level sanction dari principle dan ministries mereka. Setelah internal high-level dialogue dilakukan dan kejelasasan akan fleksibilitas diberikan beserta mandatnya, proses kemudian dilanjutkan dan berakhir dengan kesepakatan terhadap ketiga hal tersebut, sebagai berikut:

Pelaksanaan expert dialogue on Loss and Damage pada sesi SB48 dengan topik spesifik akan ditetapkan berdasarkan masukan dari Parties dan relevant bodies terkait upaya akselerasi menjadi action-oriented 5 years rolling workplan, khususny aterhadap workstream e mengenai action and support. Hasil dari expert dialogue ini akan berupa technical paper dari sekretarian yang menjadi pertimbangan WIM Excom dalam melaksanakan proses review. Meskipun tidak ideal, namun opsi ini masih bisa diterima setidaknya untuk memastikan bahwa isu Loss and Damage akan tetap terbahas dalam sesi intercessional setidaknya sampai 2020, sampai proses review dilakukan

Mendorong Excom untuk berkolaborasi degan relevant bodies dbawah Konvensi dan Paris

pembahasan isu Loss and Damage, dalam konteks mandate WIM sepenuhnya, bukan hanya dalam implementasi workplan dari WIM Excom. Indonesia juga berkepentingan untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses WIM maupun WIM Excom baik dalam expert dialogue (tahun depan) maupun sebagai state observer dalam Excomm meeting, menimbang body of knowledge yang dimiliki Indonesia yang dirasa cukup relevan dan juga kepentingan Negara ini unuk dapat mentapping knowledge dan resource yang relevan.

Februari 2019

Keterlibatan dalam expert dialogue

Perumusan kepentingan spesifik Indonesia dalam pengimplementasian action-oriented 5 years workplan dari WIM Excom, terutama untuk setiap workstream dan action areanya, sebagai masukan dalam proses Excom meeting (sekiranya Indonesia berkenan hadir sebagai state observer/dsiampaikan secara resmi oleh Loss and Damage focal poin)

Analisa gap antara mandat WIM dan mandat WIM Excom dan sejauh mana itu sudah align dengan pengimplementasian Artikel 8 dari Paris Agreement, sebagai dasar posisi Indonesia dan juga masukan unuk submisi ToR WIM review

Page 90: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

90

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Agreement dan menlanjutkan mempertimbangkan cara-cara yang mendukung upaya mobilisasi support, termasuk dalam hal keberadaan dari expert group beserta mandat dan komposisi anggotanya, baik yang sudah ada saat ini maupun yang dapat dibentuk kedepannya. Ini merupakan fall –back position dari G77 karena pada dasarnya tidak ada request spesifik terkait pendanaan (yang sulit dapat disepakati di bawah agenda item ini), tapi setidaknya tetap membukan peluang akan pembentukan expert group khusus mengenai action and support serta mendorong pertimbangan ketersediaan dan mekanisme mobilisasi sumber daya dapat terarusutakmakan dalam struktur WIM Excom saat ini

COP 15 Assessment of the technical examination processes on mitigation and adaptation

Persidangan TEP minggu kedua diwarnai dengan pembahasan draft text decision yang memunculkan opsi 1 dan opsi 2. Pada 13 Nov 2017 para Negara Pihak menyepakati adanya satu draft Decision. Pokok-pokok isi draft Decision: a. Penekanan urgency terhadap perbaikan TEP

sebagaimana dalam Dec1/CP21 dan dengan mengintegrasikannya dalam Marrakech Partnership for Global Climate Action;

b. Desakan kepada Chairs of subsidiary bodies, High-Level Champions, Adaptation Committee, Technology Executive Committee (TEC) dan Climate Technology Center and Network (CTCN) agar memfokuskan TEP pada opsi kebijakan spesifik dan peluang untuk

Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan menjadi tuan rumah penyelenggaraan technical expert meeting di kawasan Asia Pasifik

Setidaknya Indonesia perlu menghadiri technical expert meeting di kawasan Asia Pasifik

Page 91: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

91

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi yang bersifat actionable jangka pendek, termasuk co benefit pada pembangunan berkelanjutan.

c. COP memberikan mandat kepada High-Level Champions agar pada 12 Januari 2018 telah menghasilkan identifikasi topik untuk TEP on Mitigation Periode 2018-2020, melalui konsultasi dengan TEC dan CTCN.

d. Meminta TEC dan CTCN dalam laporan tahunannya memuat rekomendasi mengenai ways forward dan tindak lanjut yang perlu dilakukan berdasarkan hasil technical expert meetings yang ditujukan kepada Para Negara Pihak dan organisasi lainnya;

e. Meminta Adaptation Committee (yang melaksanakan TEP on Adaptation) untuk: (1) mempertimbangkan kebutuhan Negara Pihak yang tercantum dalam NDC, national adaptation plan dan national communication, (2) untuk mengaddress 4 fungsi TEP on Adaptaiton, (3) membuat rekomendasi mengenai ways forward dan tindak lanjut yang perlu dilakukan berdasarkan hasil technical expert meetings yang ditujukan kepada Para Negara Pihak dan organisasi lainnya;

f. Meminta expert organizations, para Negara Pihak, dan Non Party Stakeholders menyelenggarakan technical expert meetings.

APA 4 Further guidance in relation to the adaptation communication, including, inter alia, as a component of nationally determined contributions,

Serangkaian pembahasan koordinasi G77 & China serta Informal Consultation yang dipimpin oleh Co-Facilitator telah dilaksanakan secara intensif selama masa persidangan.

Indonesia telah menyampaikan usulan tambahan secara tertulis sebagai tanggapan terhadap draft Informal Note dari Co-Faciltator, untuk hal-hal berikut:

Posisi Indonesia secara umum sejalan dengan usulan G77&China. Diskusi lebih lanjut perlu dilaksanakan untuk mendetailkan usulan heading/sub-heading dan isi dari masing-masing bab.

Page 92: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

92

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

referred to in Article 7, paragraphs 10 and 11, of the Paris Agreement

Berdasarkan roundtable discussion yang diselenggarakan pada tanggal 4 November 2017, submisi yang disampaikan oleh parties serta diskusi selama persidangan telah dihasilkan Informal Note dari Co-Facilitator. Pembahasan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyusun pedoman Adaptation Communication (ACom). Elemen pedoman ACom yang termuat dalam informal note merupakan bahan awal yang ditawarkan kepada parties sebagai dasar untuk diskusi lebih lanjut. Outcome hasil diskusi akan menjadi bagian dari keseluruhan outcome dibawah Paris Agreement Work Programme (PAWP). Struktur pedoman yang ditawarkan mencakup hal-hal berikut: (i) Preamble/intruduction; (ii) Guiding principles; (iii) Operational paragraphs; (iv) Purpose/Objective; (v) Approach; (vi) Elements/ content; (vii) Adaptaton elements identified for NDCs; (viii) Vehicle/Communicating; (ix) Linkages; (x) Support; (xi) Other matters Belum diperoleh kesepakatan diantara parties untuk menentukan heading/sub-heading yang akan digunakan dalam pedoman. Selain itu, juga masih terdapat perbedaan pandangan antara lain dalam hal: - Purposes, apakah merupakan tujuan pedoman

atau tujuan ACom - Beberapa negara berkembang menghendaki

agar terdapat bab khusus yang memuat pedoman ACom untuk NDC, mengingat hal tersebut sampai saat ini belum tersedia

Pedoman tidak perlu dibagi menjadi 2 bagian terpisah (Overaching dan guidance)

Kerangka heading pedoman yang diusulkan mencakup: (i) Preamble/ Introduction; (ii) Guiding principle; (iii) Purpose; (iv) Elements; (v) Vehicles; (vi) Linkages; (vii) Support; (viii) Other Matters

Paragraf operasional diperlukan, namun tidak menjadi heading. Penjelasanan operasional dapat melekat pada setiap vehicle yang dipilih, dan dikaitkan dengan GST

Guidance khusus untuk NDC diperlukan mengingat sampai saat ini belum tersedia pedoman mengenai hal ini. Untuk vehicle yang lain (National Communication dan NAPs) sudah tersedia pedomannya

Tidak perlu ada heading “Approach”

Perlu ditetapkan common elements yang berlaku umum untuk seluruh vehicle komunikasi yang dipilih

Support perlu masuk menjadi heading tersendiri

Page 93: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

93

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

- Beberapa negara maju berpendapat bahwa penyampaian ACom sifatnya sukarela. Sementara negara berkembang mempunyai pandangan bahwa yang dimaksud dengan Flexibilitas adalah dalam hal pemilihan vehicle yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan profil adaptasi suatu negara

SBI 11 National adaptation plans Telah dilakukan 3 kali Informal consultation. Pertemuan pertama mendengarkan laporan dari AC dn LEG terkait Laporan AC dan LEG serta GCF dalam membantu negara berkembang dalam proses NAPs. AC dan LEG menyampaikan telah dilakukan beberapa aktivitas baik workshop, training dan NAPs Expo. GCF menyampaikan status saat ini jumlah proposal yang masuk ke GCF 38 buah , 10 diantaranya suah approved dimana 2 proposal berasal dari LDCs. Hasil pandangan peserta: Isu yang paling mengemukan adalah masalah akses finance yang dirasakan rumit, banyak menyita waktu dan tidak efisien dll. Sementara dari Negara maju menyampaikan bahwa isu Finance tidak relevan dibahas di bawah Agenda ini. Pertemuan ke-2 ini tidak dapat menghasilkan kesepakatan yang diharapkan (berupa draft Text) karena situasi yang masih divergen dalam menyikapi isu NAPs proses. Akhirnya pertemuan dihentikan (Adjurned).

Sampai saat ini Indonesia (melalui UNDP) sedang dalam proses pengajuan proposal Readiness NAPs kepada GCF.

Persoalan yang dihadapi oleh beberapa negara yang sedang dalam proses tersebut jika tidak mendapatkan solusi tentu akan berimbas pada Indonesia juga jika tidak segera mendapatkan solusi.

Sejak pembahasan Informal consultation pertama isu utama yang Disampaikan oleh negara berkembang terutama yang sedang dalam proses penyusunan NAPs melalui pendanaan GCF mengalami banyak kendala dari sisi proses pengajuan proposal hingga eksekusinya yang berujung pada lambatnya proses pencairan pendanaan. Dari laporan GCF menunjukkan bahwa dari dari 38 proposal yang sampai saat ini diajukan ke GCF, ada 10 yang telah approved dimana ada 2 proposal yang berasal dari LDCs. Sedangkan dari Negotiation partners (Negara maju) menyampaikan bahwa dalam pembahasan ini tidak membicarakan masalah finance karena ada di Agenda item tersendiri yang menangani isu Finance. Sehingga agar difokuskan pada persoalan teknis proses NAPs bukan pada isu finance.

Page 94: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

94

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Pertemuan ke-3 Cofacilitator menawarkan Draft text :Draft Conclusion proposed by the Chair. Group G77 + China sempat meminta waktu untuk melakukan koordinasi dalam menyikapi draft etxt tersebut. Pembahasan selanjutnya thd isu utama tersebut Isu utama yang masih divergen adalah pandangan negara berkembangn(G77+China) adalah persoalan akses finance GCF yang rumit. Sementara dari mitra negosiasi (negara maju yang dimotori US) bahwa isu finance tidak tepat dibahas dalam agenda ini karena ada Agenda lain yang membahas isu Finance. Namun G77+China menyampaikan bahwa dalam melihat mandat AC dan LEG dalam membantu NAPs agar dilihat secara komrehensif tidak sepotong hanya isu finance. Hasil terakhir jumat 10 Nov 2017: Dari hasil Informal Consultation ke-3 progress terakhir telah disusun draft conclusion text terkait Laporan AC dan LEG dengan pendanaan GCF dalam membantu negara berkembang dalam proses NAPs. Darft text tersebut terdiri dari 8 paragraf. Yang hingga akhir pembahasan ke-2 masih belum selesai. Karena isu utama soal akses finance ke GCF masih divergen, dimana pandangan negara berkembangn(G77+China) adalah persoalan akses finance GCF yang rumit. Sementara dari mitra negosiasi (negara maju yang dimotori US) bahwa isu

Namun G77+China menyampaikan bahwa proses NAPs agar melihat secara komprehensif tidak sepotong-potong. Bahwa NAPs proses pada akhirnya yang menjadi kendala utama adalah sulitnya mengakses pendanaan yang berlarut-larut, memakan waktu yang lama, tidak efisien dst.

Page 95: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

95

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

finance tidak tepat dibahas dalam agenda ini karena ada Agenda lain yang membahas isu Finance.

SBI SBSTA

12 4

Report of the Adaptation Committee

Telah dilaksanakan pertemuan koordinasi G77-China dan pertemuan Informal Consultation untuk membahas penyampaian laporan Adaptation Committee, dan telah dihasilkan Informal Note by Co-Facilitator. Melalui serangkaian diskusi dan negosiasi antara kelompok negara berkembang dan negara maju, telah dihasilkan conclusion yang memuat hal-hal berikut:

SBSTA dan SBI menerima laporan yang disampaikan oleh AC dan mencatat rekomendasi kepada Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA) dalam menindaklanjuti Decision 1/CP.21 paragraf 42, serta paragraph 41 dan 45 (yang disusun bersama-sama dengan LEG)

Disekapati untuk menindaklanjuti pembahasan mengenai rekomendasi tersebut dalam pertemuan SBI/SBSTA ke-48 yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan April 2018, untuk menyusun rekomendasi yang akan diajukan COP-24 kepada CMA-1

Posisi Indonesia adalah mencatat laporan dan rekomendasi yang disampaikan AC dan AC/LEG, dengan pandangan perlunya tindak lanjut konkret terhadap hal-hal penting yang diperlukan untuk meningkatan kapasitas adaptasi negara berkembang.

Perlu dilakukan review terhadap rekomendasi AC dan AC/LEG yang akan dibahas tindak lanjutnya dalam pertemuan SBSTA/SBI ke-48, untuk memastikan agar kepentingan Indonesia sebagai negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dapat terakomodir dalam keputusan yang akan diambil terkait hal ini

SBI SBSTA

13 5

Report of the Executive Committee of the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage associated with Climate Change Impacts

Proses perundingan di minggu ke-2 diawali dengan iterasi terhadap draft decision yang sudah dipersiapkan oleh co-fasilitator untuk menyepakati paragraf-paragraf yang tidak terkait dengan outstanding issue (sebagaimana yang disampaikan dalam laporan minggu pertama). Meskipun paragraf-

Keberadaan isu Loss and Damage dalam balance package Paris Agreement perlu diindaklanjuti dengan operasionalisasi mandate tersebut secara berimbang dengan tetap mengacu pada prinsip-prinsip yang

Pengamantan: - Isu mobilisasi sumber daya dan

dukungan bagi Loss and Damage selalu menjadi isu yang memblocking proses perundingan karena dengan

Page 96: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

96

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

paragraf tersebut dapat disepakati, namun tetap dalam pendekatan ‘nothing is agreed until everything is agreed’. Pertemuan informal-informal kedua di minggu ke-dua diawali dengan mulai deeper exchanging views terhadap isu-isu yang outstanding serta penegasan mengenai ‘red-line’ dari masing-masing kelompok negara.

Mengenai permanent agenda item di bawah SBI, kelompok negara G77 berkepentingan untuk menjaga kontinuitas pembahasan WIM (bukan hanya Excommnya) serta untuk meningkatkan profil dari isu Loss and Damage sendiri. Sementara negara maju menganggap itu sebagai suatu tindakan prejudging terhadap proses dari WIM itu sendiri yang akan mengalami proses review di tahun 2020 nanti

Mengenai paragraf terkait finance, negara G77+China meletakan dasar terhadap mandat WIM Excom yang sudah disepakati di 2/CP.19 dan 2/CP21 mengenai facilitating mobilisation of resource, decision di tahapan ini harusnya berorientasi kepada aktualisasi dari mandat, bukan sekedar eksplorasi lagi, namun negara maju bersikukuh bahwa itu bukanlah mandat SBI

Mengenai para terkait pembentukan Expert Group on action and support. G77+China memandang ini sebagai instrumen utama untuk dapat mendukung WIM mengakseleras pelaksanaan mandatnya secara penuh, namun negara maju sendiri secara tegas menyampaikan bahwa pembentukan expert group merupakan red-line bagi mereka dan menyampaikan dalih

sudah disepakati. Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa WIM dapat menjalankan perannya namun juga tidak memberikan burden bagi Negara-negara major developing country Parties, seperti Indonesia dengan memastikan bahwa mobilisasi sumber daya dari Negara maju kepada Negara berkembang. Terkait penguatan WIM Excom workplan, Indonesia, meskipun bukan member WIM Excom, selayaknya dapat berperan dan lebih terlibat di sub-struktur dari WIM (seperti expert group on non-economic loss, technical expert group on comprehensive risk assessment and management) menimbang potensi risiko iklim yang akan dihadapi Indonesia, pengetahuan dan modalitas yang sudah berkembang di dalam negeri dan selakyaknya Indonesia dapat menginisasi kerangka kerja sama regional terkait isu ini. Menimbang isu ini termasuk yang relative cukup tertinggal dalam hal perumusan modalitas dan toolsnya serta semangat untuk menjaga balance package dari Paris agreement dan tantangan dalam negeri sendiri yang tidak terepas dari isu ini, Indonesia berkepentingan untuk

dalih bukan menjadi mandat dari agenda item ini, namun di agenda pendanaan sendiri pun terus berupaya dilemahkan oleh negara maju

- Adanya indikasi pereduksian bahwa WIM hanyalah sekedar Excomnya padahal mandat WIM istu sendiri jauh lebih luas dari mandat Excomny itu sendiri. Hal ini menjadi dasar pentingnya menjaga kontinuitas pembahasan isu ini untuk semakin meningkatkan progfil isu Loss and Damage serta mengantisipasi gap yang ada terkait implementasi mandat WIM Excom dan WIM

- Kekhawatiran akan adanya expert group on action and support yang akan memiliki mandat dan authoritas dalam mengupayakan dan memastikan mobilisasi sumber daya untuk mendukung Loss and Damage terlihat menjadi red-line tegas dari kelompok Negara Maju

Tindak lanjut:

Penyusunan submisi terkait workstream 5 dari WIM Excom mengenai action and support, Februari/Maret 2018

Peyusunan submisi mengenai

Page 97: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

97

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

yang sama terkait prejudging terhadap hasil review WIM

Setelah melewati serangkaian proses informal-informal dan pertemuan bilateral dengan co-fasilitator untuk mencari potensi landing zone dari ketiga isue diatas, co-fasilitator kemudian merumuskan non-paper text yang ditawarkan sebagai bentuk potential landing-zone dan menjadi dasar untuk diskusi. Proses perundingan sempat stuck dikarenakan beberapa sug-group di kelompok negara G77+China tidak diberikan mandat untuk mengambil keputusan apa pun terkait ketiga isu di atas dan harus menunggu high-level sanction dari principle dan ministries mereka. Setelah internal high-level dialogue dilakukan dan kejelasasan akan fleksibilitas diberikan beserta mandatnya, proses kemudian dilanjutkan dan berakhir dengan kesepakatan terhadap ketiga hal tersebut, sebagai berikut:

Pelaksanaan expert dialogue on Loss and Damage pada sesi SB48 dengan topik spesifik akan ditetapkan berdasarkan masukan dari Parties dan relevant bodies terkait upaya akselerasi menjadi action-oriented 5 years rolling workplan, khususny aterhadap workstream e mengenai action and support. Hasil dari expert dialogue ini akan berupa technical paper dari sekretarian yang menjadi pertimbangan WIM Excom dalam melaksanakan proses review. Meskipun tidak ideal, namun opsi ini masih bisa diterima setidaknya untuk memastikan bahwa isu Loss and Damage akan tetap terbahas dalam sesi intercessional setidaknya sampai 2020, sampai proses review dilakukan

memastikan adanya kontinuitas pembahasan isu Loss and Damage, dalam konteks mandate WIM sepenuhnya, bukan hanya dalam implementasi workplan dari WIM Excom. Indonesia juga berkepentingan untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses WIM maupun WIM Excom baik dalam expert dialogue (tahun depan) maupun sebagai state observer dalam Excomm meeting, menimbang body of knowledge yang dimiliki Indonesia yang dirasa cukup relevan dan juga kepentingan Negara ini unuk dapat mentapping knowledge dan resource yang relevan.

usulan untuk ToR review WIM, Februari 2019

Keterlibatan dalam expert dialogue

Perumusan kepentingan spesifik Indonesia dalam pengimplementasian action-oriented 5 years workplan dari WIM Excom, terutama untuk setiap workstream dan action areanya, sebagai masukan dalam proses Excom meeting (sekiranya Indonesia berkenan hadir sebagai state observer/dsiampaikan secara resmi oleh Loss and Damage focal poin)

Analisa gap antara mandat WIM dan mandat WIM Excom dan sejauh mana itu sudah align dengan pengimplementasian Artikel 8 dari Paris Agreement, sebagai dasar posisi Indonesia dan juga masukan unuk submisi ToR WIM review

Page 98: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

98

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Mendorong Excom untuk berkolaborasi degan relevant bodies dbawah Konvensi dan Paris Agreement dan menlanjutkan mempertimbangkan cara-cara yang mendukung upaya mobilisasi support, termasuk dalam hal keberadaan dari expert group beserta mandat dan komposisi anggotanya, baik yang sudah ada saat ini maupun yang dapat dibentuk kedepannya. Ini merupakan fall –back position dari G77 karena pada dasarnya tidak ada request spesifik terkait pendanaan (yang sulit dapat disepakati di bawah agenda item ini), tapi setidaknya tetap membukan peluang akan pembentukan expert group khusus mengenai action and support serta mendorong pertimbangan ketersediaan dan mekanisme mobilisasi sumber daya dapat terarusutakmakan dalam struktur WIM Excom saat ini

SBSTA 3 Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change

Dalam persidangan telah dilaksanakan pertemuan Informal Consultation dan Focal Point Forum NWP ke-11, serta menghasilkan conclusion antara lain sebagai berikut:

Menerima laporan dan kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan NWP, terutama kemajuan untuk isu ekosistem, water resources, human settlement dan health

Mencatat hasil yang diperoleh dari penyelenggaraan Focal Point Forum ke-11, yaitu: - Memperkuat pelibatan pakar dan organisasi

pakar, termasuk dari negara berkembang - Menyediakan ruang bagi pertukaran

informasi dan pandangan secara informal

Pertukaran informasi dan pengalaman yang difasilitasi melalui pelaksanaan NWP perlu ditindaklanjuti dengan program/kegiatan yang dapat memperkuat kapasitas negara berkembang

Penyiapan pandangan Indonesia untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas NWP sebelum tanggal 30 Maret 2018.

Page 99: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

99

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

diantara parties, organisasi mitra NWP, pakar dan organisasi terkait lain

- Memfasilitasi kolaborasi dan kemitraan diantara mitra organisasi NWP, parties dan organisasi terkait lain

Parties didorong untuk meningkatkan pelibatan UNFCCC national focal point dalam kegiatan NWP untuk memperkuat kerjasama dengan organisasi mitra NWP

Parties diminta untuk mempertimbangkan hal-hal berikut guna meningkatkan relevansi dan efektifitas NWP: o Cara untuk memperkuat pelibatan organisasi

mitra dengan maksud untuk memperbaiki keterkaitan program organisasi tersebut dengan tema bahasan NWP

o Cara untuk memastikan NWP telah memenuhi mandatnya, berdasarkan submisi dan pengalaman parties

o Cara untuk meningkatkan peran NWP agar lebih relevan dengan kegiatan AC dan LEG, serta badan lain yang dibentuk terkait Paris Agreement.

Penyampaian submisi mengenai pandangan parties untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas NWP diperpanjang dari 12 Januarii 2018 menjadi 30 Maret 2018.

SBSTA mencatat peran potensial webinars, webcasts dan pertemuan pakar dan expert group meeting dalam penyelenggaraan NAP Expo.

Page 100: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

100

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

KELOMPOK TRANSPARENCY OF ACTIONS AND SUPPORTS

COP 11 Reporting from and review of Parties included in Annex I to the Convention

COP telah mencatat conclusion persidangan SBSTA sesi ke-46 tanggal 8–18 May 2017 untuk Agenda item 8(c) Methodological issues under the

Convention,Training programme for review experts

for the technical review of biennial reports and national communications of Parties included in Annex I to the Convention. Conclusion SBSTA memandatkan update dan informasi lebih jauh terkait training programme yang dilaksanakan dan diimplementasikan pada periode 2017–2020. Hasil-hasil dan updatenya telah menjadi pertimbangan dan dicatat dalam persidangan COP-23.

COP 12 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention

Persidangan COP telah mencatat conclusion persidangan SBI mengenai Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention

CMP 9 Reporting from and review of Parties included in Annex I

CMP 9(a) National communications Persidangan CMP telah mencatata conclusion SBI conclusions mengenai national communications

CMP 9(b) Annual compilation and accounting report for the second commitment period for Annex B Parties under the Kyoto Protocol

Persidangan CMP telah mencatata informasi yang disampaikan pada “annual compilation and accounting report for the second commitment period for Annex B Parties under the Kyoto Protocol”

APA 5 Modalities, procedures and guidelines for the transparency framework

Pada Minggu 1 telah dilakukan 6 kali informal consultation on APA Agenda Item 5 – Transparency Framework, untuk

Sebagian besar submisi Indonesia telah masuk ke dalam preliminary material yang di

Selain dibahas dalam beberapa informal consultation (pada Minggu I) dengan catatan hanya

Page 101: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

101

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

for action and support referred to in Article 13 of the Paris Agreement

menindaklanjuti submisi negara-negara pada akhir September 2017, dilengkapi dengan pembahasan selama 2 hari round-table meeting pada tanggal 4-5 November 2017.

Dihasilkan sebuah dokumen yang disebut “Preliminary Material”, sebagai rangkuman submisi dan pembahasan, dan materi itulah yang dibahas selama 6 kali pertemuan/konsultasi.

Ada 8 heading yang dijabarkan dalam preliminary material, yaitu (A) untuk overaching consideration dan guiding principle (minor koreksi), (B) GHG inventory (minor koreksi), (C) Tracking progress NDC Adaptasi, (D) Adaptasi, (E) Support provided and mobilized, (F) Support needed and received, (G) Technical expert review (minor koreksi), dan (H) FMCP (minor koreksi)

Pada Minggu II hanya dilakukan 1 kali informal consultation, dengan focus pada komponen yang belum tercakup.

Komponen Indonesia sudah semuanya dimasukkan, kecuali untuk detil komponen yang menjadi bagian dari negosiasi.Untuk materi negosiasi, akan didiskusikan lebih jelas untuk per heading, pada pertemuan berikutnya.

Masih perlu dipikirkan bagaimana MPGs TF akan move forward untuk membahas detil informal note.

release pada akhir Minggu I, bahkan pada beberapa headings, preliminary material lebih lengkap daripada submisi Indonesia.

Pada Minggu II telah dilakukan komunikasi informal dengan co-facilitator APA Agenda 5 karena ada usulan Indonesia yang belum masuk; dan dilanjutkan dengan komunikasi formal dalam intervensi dalam sidang informal consultation terakhir pada hari Senin 13 November 2017.

fokus pada missing information, dokumen “Preliminary Material” didistribusikan kepada party, untuk bisa dilakukan pencermatan, dan dikumpulkan kembali pada sabtu tanggal 11 November jam 3 sore.

Masukan akan dikompilasi oleh co-facilitator pada sabtu sd minggu, dan hari minggu malam dapat diupload kemabli untuk bisa dicermati party, dan dibahas kembali pada hari senin depan.

Pada Minggu II telah keluar update (interasi pertama dari preliminary material), dan disebut sebagai informal note by co-facilitator (http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in-session/application/pdf/apa_5_informal_note_.pdf)

Masih ada catatan untuk bisa memilah komponen di dalam informal note antara bagian yang pantas masuk di dalam decision, dan bagian yang berada di dalam text MPGs.

APA 6

Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement

Persidangan APA agenda item 6Matters relating to

the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement telah diselenggarakan sebanyak 6 pertemuan informal consultations untuk mengembangkan building blocks dan perangkat

Secara umum submisi yang telah disampaikan Indonesia terkait global stocktake sejalan dengan pandangan-pandangan umum yang disampaikan negara-negara berkembang bahwa

Pandangan/masukan dari Parties, terutama terkait bagaimana mengimplementasikan global stocktake belum seluruhnya dapat di-incorporated dalam Informal Note,

Page 102: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

102

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

6(a) 6(b)

Identification of the sources of input for the global stocktake Development of the modalities of the global stocktake

implementasi global stoctake. Persidangan telah menghasilkan Draft elements for

APA agenda item 6yang dituangkan dalam Informal

note by the co-facilitators - First iteration. Informal note telah mengidentifikasi key elemen building block terdiri dari Modalitas dan Sources of Inputs. Adapun Modalitas terdiri dari komponen Overarching document, Activity A (preparatory phase), Activity B (Technical phase) dan Activity C (Political Phase). Activity A meliputi information gathering and compliation dan Technical input. Activity B terdiri dari technical consideration of input, take stock, assess collective progress and prepare output, dan technical consideration. Sedangkan Activity C terdiri dari consideration of outputs, dan closure of GST – Outcome. Salah satu isu utama persidangan yang dibahas dan belum selesai adalah pembahasan tentang equity.

global stocktake walaupun bersifat kolektif, namun harus mempertimbangkan national circumstances, dilakukan secara bertahap sesuai kapasitas dan kapabiltas negara-negara berkembang.

sehingga diperlukan pembahasan lanjutan pada persidangan APA sesi selanjutnya. Pembahasan lanjutan difokuskan untuk menghasilkan struktur final, elemen kunci dan perangkat pelaksanaan terkait untuk operasionalisasi global stocktake secara comprehensive and facilitative manner, dengan mempertimbangkan mitigasi, adaptasi serta mean implementation and support, in the light of equity and the best available science sebagaimana dinyatakan dalam Article 14.1 Paris Agreement. Untuk pembahasan tentang equity pada persidangan selanjutnya, perlu dirumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan utamanya yaitu bagaimana meng-incorporate equity kedalam global stoctake dan bentuk operasionalisanya.

SBI 3 Reporting from and review of Parties included in Annex I to the Convention

SBI 3(a) Status of submission and review of second biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention

Persidangan SBI telah mencatat informasi yang dipresentasikan mengenai status of submission and review of second biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention

Page 103: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

103

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

SBI 3(b) Compilation and synthesis of second biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention

Negara Annex I merasa bahwa hasil kompilasi dan sintesis BR kedua bisa dipergunaan untuk move forward, namun negara berkembang (China dan Arab Saudi terutama) merasa bahwa masih banyak yang harus ditambahkan di dalam text, termasuk memasukkan tahun 2020 dalam text (untuk menunjukkan kejelasan bahwa BR ini hanya sampai 2020).

Pada awal informal consultation memasukkan tahun 2020 bisa diterima, namun ketika kemudian Arab Saudi ingin memasukkan hal terkait response measure, maka tidak diperoleh kesepakatan.

Indonesia memandang bahwa hasil kompilasi dan sintesis BR kedua untuk Annex I harus jelas menunjukkan keberlakuannya (sampai tahun 2020).

Beberapa alternative text untuk informal note sudah diusulkan, namun sampai akhir informal consultation, belum ada kesepakatan untuk mengambil salah satu dari alternative yang diberikan co-facilitator.

Rule 16 - SBI 48 to continue consideration (tidak ada kesepakatan, dan kembali pada posisi sebelum SBI 47 2017 ini dilakukan).

SBI 3(c) Report on national greenhouse gas inventory data from Parties included in Annex I to the Convention for the period 1990–2015

Persidangan SBI telah mencatat informasi yang dipresentasikan dalam laporan data inventarisasi GRK dari Negara pihak yang termasuk dalam Annex I to the Convention untuk periode tahun 1990–2015

SBI 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention

SBI 4(a) Information contained in national communications from Parties not included in Annex I to the Convention

Pembahasan ditunda

SBI 4(b) Work of the Consultative Group of Experts on National Communications from Parties not included in Annex I to the Convention

Pada 13 November 2017 telah disepakati draft Conclusion yang didasarkan pada draft sebelumnya, yang berisikan pokok-pokok sebagai berikut:

SBI menyambut progress CGE dalam pelaksanaan workplan 2017

SBI mencatat berbagai permasalahan dan tantangan, lesson learned dan best practices

Pandangan umum negara maju: (a) CGE perlu lebih mengutamakan kualitas expert yang mendapatkan training dari CGE dan bukan luasnya jaringan dan banyaknya expert, (b) CGE lebih didorong untuk

Page 104: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

104

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

SBI memiliki concern yang besar terhadap regional hands-on training di region Amerika Latin dan Karibia yang tidak dapt terselenggara pada 2017 mengingat keterbatasan anggaran

SBI mencatat program kerja CGE di tahun 2018 beserta fokus areanya

SBI mendesak negara maju yang termasuk dalam Annex II Konvensi dan negara dengan posisi yang sama untuk dapat menyediakan dukungan pendanaan

Terkait isu insufficient dukungan pendanaan pada para 5 dan 6 yang menjadi sentral perundingan dalam draft text pada minggu lalu, maka text disepakati menjadi: 5. The SBI also noted with concern that the planned regional hands-on training workshop for the Latin American and Caribbean region on the preparation of mitigation actions and reporting on them in NCs and BURs could not be conducted in 2017 owing to insufficient financial resources 6. The SBI recalled the provisions and procedures12 to provide funding to the budget of the secretariat under the Convention and relevant decisions of the Conference of the Parties and took note of the estimated budgetary implications of the activities planned to be undertaken by the CGE, with the assistance of the secretariat, in order to implement its work programme for 2018, as referred to in paragraph 4 above. The SBI also invited multilateral entities to collaborate with the CGE, as appropriate, in the

melanjutkan kerja melalui close collaboration sehingga dapat menyelesaikan program kerjanya secara appropriate

Pandangan negara berkembang: para 5,6,d an 7 merupakan satu paket (dukungan pendanaan) pembahasan

Page 105: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

105

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

provision of technical support to non-Annex I Parties in preparing their NCs and BURs.

SBI 4(d) Summary reports on the technical analysis of biennial update reports of Parties not included in Annex I to the Convention

Persidangan SBI telah mencatat “summary reports on the technical analysis of biennial update reports of Parties not included in Annex I to the Convention”

SBI 6 Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement

Persidangan informal consultasi hari kedua kamis 9 Nov 2017 untuk SBI agenda item 6. Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry reffered to in Article 4 paragraph 12, of the Paris Agreement. Informal note yang dibuat berdasarkan sesi persidangan I hari selasa 7 Nov dan views dari submisi parties, yg terdiri dari: modalities PR, procedures; roles dan linkages, ditolak oleh China, Saudi Arabia, dan India. Alasan penolakan karena draft informal note belum mengakomodir views parties dr submisi dan juga dari sesi persidangan sebelumnya. Isu yang dipermasalahkan adalah belum mengakomodir views parties terkait dengan Publict Registry untuk NDC dan Public Registry untuk Adaptation Communication dapat dijadikan satu untuk efektif dan pragmatis; dan juga belum mengakomodir tentang pandangan parties terkait dengan prosedur. Oleh karena itu diminta ada perubahan draft informal note atau ada informal note baru. Terjadi perbedaan kuat antara pandangan China, Saudi Arabia dan India dengan beberapa Negara

Page 106: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

106

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

maju seperti EU, Canada, New Zeland, Norway dan Australia. Co Chair meminta untuk informal2 consultasi antara dua group untuk membahas draft informal note perubahan. Hasil informal note tanggal 13 Nopember 2017 yang disampaikan oleh co fasilitatir adalah Mengadopsi registri sementara sebagai final Public Registry sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, paragraf 12 dari Perjanjian Paris tanpa adanya revisi lebih lanjut. Struktur dan design dr Public Registry NDCs dan Adaptation Communication telah di detaikan dalam Modalities, Procedure dan Role sebagai berikut : Modalities

Harus mudah diakses, dan dibuat dalam 6 bahasa,

Disajikan dalam format tabel, dengan tampilan kolom tabel, antara lain : nama Party; judul dokumen; tipe dokumen; nomor versi; status; bahasa; dan tanggal diserahkan;

Procedures

NPF para Pihak menyerahkan/ mengunggah NDC ke Sekretariat dengan menggunakan akun pendaftaran;

Sebelum menyimpan dokumen, Sekretariat melakukan pemeriksaan keamanan internet terhadap semua NDC yang diajukan;

Parties, non-Party, pemangku kepentingan lain dan masyarakat memiliki akses mendownload, melihat, mencari dan membaca NDC dari bagian publik registri;

Page 107: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

107

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Role

Setiap negara menentukan NFP utk mengakses public registry, Sekretariat unfccc sebagai admin, dan me-maintain public registry

SBI 7 Development of

modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 7, paragraph 12, of the Paris Agreement

Persidangan informal consultasi hari kedua kamis 9 Nov 2017 untuk SBI agenda item 6. Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry reffered to in Article 7 paragraph 12, of the Paris Agreement. Pembahasan focus pada struktur dan design dr Public Registry untuk adaptation communication. Masih ada perbedaan pandangan antara China didukung oleh Saudi Arabia dan India dengan negara2 maju seperti terkait dengan struktur dan design dr PR NDc dan PR untuk adaptation communication EU, Canada, New Zeland, Norway dan Australia. China berpandangan bahwa Public Registry untuk NDC danPublic Registry untuk Adaptasi komunikasi dapat disatukan untuk efektifitas dan pragmatis. Dipihak lain Negara maju menganggap bahwa struktur dari public registry NDC dan adaptasi komunikasi berbeda, sehingga dibuat dalam web yang terpisah tetapi dilakukang interlinkages antara keduanya. Hasil informal note tanggal 13 Nopember 2017 yang disampaikan oleh co fasilitatir adalah Para pihak menggarisbawahi usulan yang berbeda untuk

SBI setuju untuk melanjutkan pertimbangannya mengenai masalah ini di SBI 48 (April-Mei2018)

Page 108: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

108

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

penerapan public Registri Adaptasi Cummunication antara lain adalah :

Dibuat Registry baru untuk Adaptation Communication;

Menyusun satu registry / website sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 12, dengan pilihan menyertakan Registry NDC, NAP Central, atau lainnya;

Registry NDC dan adaptation Communication digabung dalam satu registri;

Website dengan hyperlink ke berbagai situs/ registries dimana salah satunya menyediakan adaptation Communication;

Tidak ada registri untuk adaptation communication, namun setiap pihak dapat memilih situs web yang dikelola oleh sekretariat untuk menampung adaptation communication mereka.

SBSTA 10 Methodological issues under the Convention

SBSTA 10(a) Common metrics to calculate the carbon dioxide equivalence of greenhouse gases

Persidangan telah menyepakati Draft conclusions proposed by the Chair, yang berisikan hal-hal pokok sebagai berikut:

SBSTA akan melanjutkan pembahasan common metrics digunakan untuk menghitung penyetaraan karbon dioksida (carbon dioxide equivalence) dari sumber-sumber emisi GRK antropogenik.

SBSTA mencatat bahwa Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) telah menginisisasi kerja mengenai common metrics

Meng-address isu konsistensi antara carbon dioxide equivalence yang digunakan dalam NDC (berdasarkan global warming potential (GWP)) dengan carbon dioxide equivalence dalam common metrics

Perlunya elaborasi lebih lanjut dalam negosiasi terkait dengan bagaimana meng-address isu konsistensi antara carbon dioxide equivalence yang digunakan dalam NDC dengan carbon dioxide equivalence dalam common metrics.

Page 109: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

109

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

dalam kaitannya dengan elaborasi panduan untuk menghitung NDC yang disusun Parties, untuk selanjutnya disepakati pada persidangan Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA), dengan memastikan bahwa Parties menghitung emisi GRK antropogeniknya berkaitan dengan metodologi dan common metrics yang disiapkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) and adopted by the CMA.

SBSTA menangani diskusi substantif isu ini, termasuk temuan IPCC dalam Fifth Assessment Report, dan menyepakati bahwa pertimbangan lebih lanjut terhadap common metrics dilakukan melalui persidangan APA.

SBSTA menyepakati pembahasan lanjutan common metrics pada sessi berikutnya di bulan Jun1 2019 mempertimbangkan persidangan dibawah APA.

KELOMPOK FINANCE

COP 10 Matters relating to finance

COP 10(a) Long-term climate finance Pada contact group isu ini membahas hasil workshop dan Second biennial high-level ministerial dialogue on climate finance, hightlight beberapa isu pada proses negosiasi sebagai berikut: 1. Long term finance harus mempertimbangkan

sustainability of Adaptation Fund 2. Peningkatan dan mobilisasi pendanaan iklim 3. Predictability and sustainability

Kepentingan Indonesia dalam hal ini adalah pentingnya merealisasikan hasil workshop untuk scaling up, sustainability dan predictability dana iklim.

Pada pembahasan ini, para Pihak diminta memberikan susbmisi terkait dengan LTF.

COP 10(b) Matters relating to the Standing Committee on Finance

SCF baru membuka agendanya pada tanggal 8 November 2017 yang lalu. Negara-negara baru menyampaikan pandangannya atas agenda

Pada dasarnya, posisi Indonesia sama dengan posisi G77, salah satunya adalah adanya mekanisme

Pada minggu pertama, Co-facilitator mengundang submisi dari Parties,

Page 110: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

110

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

tersebut. Untuk SCF, Antigua dan Barbuda menjadi lead dari G77. Hal yang harus diperhatikan adalah modalities kerja dari SCF. Mengambil contoh dari pertemuan SCF yang lalu, dimana perwakilan dari negara-negara berkembang banyak yang berhalangan karena terjadi bencana di beberapa negara SIDS, maka G77 mengajukan adanya mekanisme alternate di SCF. G77 juga menginginkan jumlah pertemuan lebih dari 2 kali dalam setahun. SCF saat ini struggling, terkait dengan mandatnya untuk memobilisasi pendanaan. Itu sebabnya, COP diminta untuk memberikan guidance yang jelas terkait dengan hal ini. Negara maju tidak setuju dengan ide adanya alternate members, dengan alasan bahwa keberlanjutan isu harus dijaga, itu sebabnya, orang yang sama harus memiliki komitmen untuk mengikuti SCF meeting sampai periodenya berlalu. Pada pembahasan draft decision di minggu kedua, terdapat isu krusial yang menjadi perdebatan, yaitu fungsi SCF terkait dengan MRV of finance. Negara berkembang menginginkan agar fungsi SCF mengenai MRV of finance diperkuat dengan mempertegasnya dalam draft decision. Dalam hal ini, Negara berkembang menekankan bahwa pentingnya menghindari duplikasi antara SBSTA and SBI serta APA. Sementara Negara maju menekankan bahwa fungsi SCF mengenai sudah ada mandatnya jadi tidak perlu dipertegas kembali. Pada draft decision disepakati bahwa SCF diminta untuk meningkatkan fungsinya terkait dengan MRV of support diluar fungsinya dalam menyusun biennial

alternate members. Memiliki mekanisme alternate members yang juga akan dipilih berdasarkan grup regional, akan membuka peluang bagi Indonesia untuk duduk sebagai anggota dari SCF. Kepentingan Indonesia lainnya adalah bahwa transparansi of support penting dilaksanakan sebagai tools untuk mengevaluasi dukungan pendanaan yang diterima oleh Indonesia dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

dan akan dikompilasikan menjadi draft text, sebagai bahan negosiasi. Decision yang disepakati tertuang pada dokumen FCCC/CP/2017/L.6.

Page 111: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

111

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

assessment, serta pentingnya menghindari duplikasi mandate yang diberikan kepada SBSTA dan Ad Hoc WG on the PA.

COP 10(c) Report of the Green Climate Fund to the Conference of the Parties and guidance to the Green Climate Fund

Pembahasan isu ini didahului dengan sesi tanya jawab dengan Sekretariat yang selanjutnya diikuti dengan contact group. Beberapa isu yang menjadi highlight sebagai berikut: - P&I: sampai saat ini baru 15 negara yang

menandatangani, karena permasalahan status hukum GCF menjadi masalah pada proses hukum di negara-negara anggota, beberapa negara menginginkan GCF untuk lebih fleksible pada proses

- Eligibility criteria - GCF agar lebih transparan dan aktif pada proses

penilaian proposal, karena ada beberapa proposal yang sudah diajukan tapi belum diproses dan terkadang sudah disapprove tapi masalah belum mulai dilaksanakan projeknya.

- Proses pengajuan proposal agar lebih disederhanakan karena biaya pengajuan proposal juga tinggi.

- Kemudahan direct access dan persetujuan akredetasi.

Pada pembahasan ini, Co-chair baru mempersiapkan draft text berdasarkan input para negara Pihak sehingga belum ada pembahasan draft pedoman untuk operating entities GCF. Pada pembahasan minggu kedua, beberapa isu yang menjadi focus pembahasan adalah: (i) eligibility criteria, (ii) Privileges and Immunities (P&I), (iii) mainstreaming pengelolaan aset GCF.

Pada isu ini, posisi Indonesia yang disampaikan melalui submisi sebagai berikut:

Recognizes the progress/ results of the GCF Board in the development of REDD+ request for Proposal for the pilot programme for REDD+ result-based payments.

Urges the GCF to enhance its work in facilitating REDD+ result based payments, including to increasing the number of countries that are in a position to obtain and receive payments for results-based actions refered to Paragraph 5 Decision 9/CP. 19, taking into account paragraph 7 of the same decision.

Encourage the GCF Board to improve continuously the complementarity and coherence with other operating entities/financial institutions, by finalizing an operational framework on complementary and coherence, and initiating dialogue on coherence in climate finance delivery with other multilateral entities.

Pada negosiasi isu ini, sebagian besar negara berkembang menyampaikan bahwa GCF belum secara maksimal menyalurkan dana iklim karena sulitnya mendapat akredetasi dari GCF, khususnya yang direct access. Beberapa negara maju menginginkan agar pembahasan draft text menggunakan draft text yang disediakan oleh SCF, sementara negara berkembang menginginkan agar pembahasan draft text dapat menggunakan draft text dengan menggabungkan input dari negara para Pihak. Pada minggu kedua disepakati dengan beberapa compromise text dari isu: 1. Eligibility criteria 2. Provillege and immunities Sebagaimana tertuang pada para 7, 12, 13 dan 14 pada dokumen FCCC/CP/2017/L.8. Para pihak diminta untuk dapat memberikan masukan mengenai elemen-elemen yang akan digunakan dalam menyusuna pedoman untuk GCF tahun

Page 112: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

112

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Sedangkan isu-isu yang sudah terselesaikan adalah isu replenishment pertama GCF, adanya pedoman untuk penentuan disbursement yang balance antara mitigasi dan adaptasi. Eligibility criteria menjadi perhatian penting karena parties menginginkan semua developing parties mempunyai hak untuk mengakses dana GCF sesuai dengan eligibility criteria yang ditentukan. Selain itu, Negara berkembang menginginkan adanya jaminan dengan proses aplikasi seragam (uniform application). Sementara Negara maju dan sebagian Afrika keberatan dengan penggunaan terminology uniform application dalam akses dana GCF. Draft decision yang disepakati akhirnya tanpa menggunakan kata “uniform” tetapi tetap menjamin bahwa proses aplikasi berdasarkan kebijakan GCF yang disepakati. Pada isu mainstreaming pengelolaan aset GCF, AOSIS meminta agar GCF melaporkan kebijakan atau inisiatifnya sejalan dengan Paris Agreement, namun mendapat pertentangan dari Grup Arab. Untuk isu P&I, permasalahan yang terjadi adalah sedikitnya negara yang sudah menjalin perjanjian dengan GCF dimana permasalahan utama adalah legal status dari GCF. Opsi yang dipertimbangkan adalah meminta UN General Assembly untuk mempertimbangkan keterkaitan UN dengan GCF. Selain itu juga meminta Board untuk mengintensifkan usaha untuk mendapatkan P&I dari Parties dengan tetap mempertimbangkan hukum yang berlaku di suatu negara.

Emphasize the importance of simplified procedure for small scale projects in accessing fund from GCF.

PSF should promote the participation of private sector in developing countries, particularly local private sector actor and local financial intermediaries and the operation of the PSF should be consistent with relevant national regulation and country-driven principles.

berikutnya. Pandangan tersebut harus disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC 10 minggu sebelum pelaksanaan COP 24 UNFCCC.

Page 113: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

113

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

COP 10(d) Report of the Global Environment Facility to the Conference of the Parties and guidance to the Global Environment Facility

Negosiasi isu ini dilakukan melalui 2 kali contact group dan 1 kali informal counsultation. Beberapa isu yang menjadi highlight pada issue ini:

Pada prinsipnya negara Pihak menilai bahwa berdasarkan report GEF, GEF sudah menunjukkan kinerja yang baik, termasuk small grant project yang merupakan flagship dari GEF.

Kriteria eligibilitas

Prosedur pembahasan draft pedoman untuk operating entity untuk GEF, dimana Amerika, Uni Eropa dan Saudi Arabia mengusulkan agar pembahasan pedoman difokuskan pada draft tersebut. Sementara, negara berkembang mengusulkan agar pembahasan pedoman dilakukan berdasarkan input negara para Pihak dengan tetap mempertimbangkan darft yang telah dipersiapkan oleh SCF.

Pembahasan draft text pada akhirnya menggunakan draft text yang telah mengakomodir masukan dari negara para Pihak, termasuk Indonesia, dan pembahasan masih akan berlanjut. Pembahasan isu ini pada minggu kedua, beberapa isu yang menjadi highlight sebagai berikut:

Alokasi pendanaan GEF-7 untuk focal area perubahan iklim

Instrumen pendanaan GEF

Akses modalities pendanaan GEF-7 untuk Negara berkembang

Terkait dengan isu alokasi GEF-7, Negara berkembang menginginkan agar GEF 7 dapat mempertahankan alokasinya sama dengan

Indonesia pada isu ini memberikan beberapa posisi sebagai berikut:

GEF Council should enhance or at least maintain the allocation of GEF-7 fund for climate change focal areas.

In the next replenishment cycle, GEF should continue with STAR (System for Transparent Allocation of Resources) in the understanding that it is a system that allocate resources to eligible countries based on transparent that reflects the performance of the country and its potential to achieve global environmental benefits.

Request developed country Parties and any other Parties in a position to do so to continue and enhance their voluntary financial contribution to the GEF, to ensure a robust GEF-7 for providing adequate and predictable funding taking into consideration the Paris Agreement.

Urges the GEF to begin a new round of accreditation of agencies for direct access, so that new national and regional agencies can joint the current portfolio of GEF agencies.

To allow more incentive to local or community based initiatives and for greater significant environmental, social and economic benefits at

Pada negosiasi isu ini, pada intinya negara maju mengharapkan pembahasan draft decision yang dipersiapkan oleh SCF, sementara negara berkembang mengharapkan pembahasan dimulai dengan draft decision yang sudah mengakomodir masukan dari negara Para Pihak yang memasukkan beberapa elemen dalam panduan tersebut. Pada akhirnya negosiasi dilakukan dengan menggunakan draft decision yang sudah mengakomodir masukan para Pihak. Pada minggu kedua disepakati draft decision dengan kesepakatan-kesapakatan sebagaimana dijelaskan pada kolom 4 dan secara lengkap kesepakatan-kesepakatan tersebut tertuang pada dokumen FCCC/CP/2017/L.8. Para pihak diminta untuk dapat memberikan masukan mengenai elemen-elemen yang akan digunakan dalam menyusuna pedoman untuk GEF tahun berikutnya. Pandangan tersebut harus disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC 10 minggu sebelum pelaksanaan COP 24 UNFCCC.

Page 114: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

114

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

persentase GEF 6. Namun demikian Negara maju menginginkan bahwa cukup disebutkan GEF perlu mempertimbangkan lebih lanjut kebutuhan dan prioritas Negara berkembang. Untuk instrument pendanaan GEF, Negara maju menginginkan agar instrument yang dipakai tidak hanya grant tetapi loan, sementara Negara berkembang hanya menginginkan grant dan pada akhirnya disepakati grant dan concenssional. Selain itu, Negara maju menginginkan bahwa dana GEF yang ditujukan untuk mendukung Negara berkembang ini digunakan apabila diperlukan dan Negara berkembang menginginkan dengan tegas bahwa penggunaan dana GEF memang ditujtukan untuk Negara berkembang. Untuk akses modalities, Negara berkembang mengusulkan agar GEF dapat terus memperbaiki modalitias akses untuk NIEs baru dari Negara berkembang, tetapi Negara maju menginginkan agar tidak perlu menyebutkan secara khusus NIEs tetapi cukup Negara berkembang saja, termasuk LDCs dan SIDs.

local community level, Indonesia urge for the continuation and strengthening the GEF Small Grants Programs.

GEF continues its efforts to deliver global environmental benefits by responding national priorities and international commitment under the three Conventions (UNFCCC, UNCBD, UNCCD).

Encourage the GEF Council to improve continuously the complimentary and coherence with other operating entities/financial institutions

COP 10(e) Sixth review of the Financial Mechanism

Sebagai latar belakang pada COP ke 4 telah diputuskan untuk review Financial Mechanism of the Convention setiap 4 tahun sekali. Kemudian sesuai decision 12/COP.22 SCF mempersiapkan expert input untuk sixth review of the Financial Mechanism, in line with the updated guidelines for the sixth review. Parties memberikan masukan terhadap technical paper by SCF. Beberapa negara mendukung technical paper tersebut dan melihat banyak elemen penting yang diangkat dalam

Kepentingan Indonesia pada isu ini adalah pentingnya menghindari duplikasi antara operating enities dalam penyaluran pendanaan iklim. Secara umum Indonesia mengamati proses yang berjalan.

Pada negosiasi isu ini dihasilkan draft decision yang tertuang dalam dokumen FCCC/CP/2017/L.4. Review ke-7 dari financial mechanism akan dilakukan pada COP 26 UNFCCC (November 2020) dengan merujuk pada kriteria pada pedoman yang telah diupdate sesuai dengan lampiran decision 12/CP 22.

Page 115: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

115

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

technical paper, seperti: engagement of stakeholders; no fixed timelines or standards for projects approval (timelines for approval merupakan salah satu isu yang menjadi concern Parties); consistency and complementarity. Namun ada juga yang mengangkat persoalan di dalam technical paper, seperti kurang merefleksikan secara akurat apa yang telah dilakukan oleh operating entities; perlu assessment of other resources; terkait adequacy and predictability tidak ada grid assessment financing need; perlu diperhatikan juga untuk menghindari duplikasi.

COP 10(f) Process to identify the information to be provided by Parties in accordance with Article 9, paragraph 5, of the Paris Agreement

Pada tanggal 10 November dilaksanakan pertemuan COP informal consultation on process to identify the information to be provided by Parties in accordance with Article 9.5 of the Paris Agreement. Sebelumnya pada session Mei 2017 telah dilakukan Round-table discussion on the process to identify information to be provided under Article 9, paragraph 5, of the Paris Agreement dan telah keluar summary report by the Secretariat dari Round-table tersebut. Pertemuan dimulai dengan perdebatan akan membahas procedural issues atau akan lanjut pada substansi , dan pada akhirnya lanjut pada substansi dengan dokumen summary report sebagai dasar. Fokus pembahasan pada para.22 summary report mengenai potential elements of information to be biennially communicated by developed country Parties. Beberapa Parties memberikan masukan diantaranya: informasi expected level of climate finance through bilateral dan multilateral akan sangat berguna bagi developing countries; budgetary constraints salah satu masalah yang dihadapi oleh developing countries; perlu ditekankan bahwa pasal

Pada negosiasi isu ini telah dihasilkan draft decision pada dokumen FCCC/CP/2017/L.12. Selain itu, sebagai lampiran terdapat informal note yang dipersiapkan oleh co-chair sebagai pertimbangan awal untuk melanjutkan kerja yang lebih advance terkait dengan identifikasi informasi yang dipersiapkan oleh negara Pihak sesuai dengan artikel 9.5 PA yang mewajibkan Negara maju untuk menyiapkan informasi tersebut dan mendorong pihak lain secara sukarela.

Page 116: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

116

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

9.5 mengenai “provided” dan bukan “mobilized” namun ada beberapa elemen mobilized yang diangkat untuk itu perlu kejelasan dalam hal ini; ada beberapa elemen dari CTF yang dapat digunakan to enhance information provided; dan perlu ada definisi climate finance; perlu ada kejelasan elemen-elemen baru yang akan dimasukan disini akan dilaporkan kepada COP atau CMA.

CMP 4 Matters Relating to the Clean Development Mechanism

Pembahasan pada agenda ini tidak mengalami banyak kemajuan. Perkembangan pembahasan berjalan sangat lamban dan pada akhirnya disepakati draft decision yang disampaikan kepada Presiden CMP untuk diadopsi dalam sidang pleno penutupan CMP13. Isi dari decision tersebut (FCCC/KP/CMP/2017/L.2) adalah: - Menerima laporan yang disampaikan oleh CDM

Executive Board untuk tahun 2016-2017 - Mencatat kontribusi CDM yang mencakup: 7.780

kegiatan yang telah didaftarkan (registered project activities), 310 program yang telah didaftarkan (registered programme of activities), lebih dari 1,88 milyar CERs yang telah dikeluarkan (yang 124 juta di antaranya voluntary cancelled di tingkat nasional maupun multilateral).

- Mencatat peran voluntary cancellation of CERs (Dec.1/CP.19 para.5(c) dan Dec.1/CP.21 para 106)

- Mencatat distribusi regional dari kegiatan yang terdaftar, program yang terdaftar serta CER yang dihasilkan sebagai berikut: Afrika (2,8%, 36,1% dan 2,2%), Asia-Pasifik (83,8%, 47,1% dan 84,8%), Eropa Timur (0,6%, 0,7% dan 0,2%) serta

CDM-DNA Indonesia perlu mengikuti berbagai perkembangan yang ada termasuk dalam hal standardized baseline.

Page 117: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

117

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Amerika Latin dan Karibia (12,8%, 16,1% dan 128%)

- Meminta Para Pihak untuk segera meratifikasi Amandemen Doha

- Meminta CDM-EB untuk melanjutkan upaya simplifikasi proses standardized baseline, termasuk membantu DNA jika diminta

- Mendukung CDM-EB untuk terus bekerjasama dengan institusi pendanaan terkait Dec.6/CMP.11, para.7&8

- Mengakui dukungan regional collaboration center kepada stakeholder dalam CDM, dan meminta CDM-EB untuk meneruskan dukungan ini serta melaporkannya kepada CMP14, 2018

- Mencatat bahwa CDM-EB telah mengadopsi business and management plan 2018-2019

- Memberikan akreditasi kepada DOE baru

CMP 7 Matters relating to the Adaptation Fund

CMP 7(a) Report of the Adaptation Fund Board

Agenda ini telah dibuka pada tanggal 9 November 2017, di mana masing-masing negara dan grup negara menyampaikan beberapa hal yang menjadi posisi mereka. Lead dari G77 adalah Bahamas dalam hal ini. Posisi G77 yang disampaikan oleh Bahamas adalah terkait dengan poses akreditasi dari MIEs, dan juga pentingnya linkages dari Adaptation Fund dan Green Climate Fund. Pendanaan AF tidak hanya berasal dari CER namun juga dari kontribusi sukarela negara. Bahamas juga menyatakan bahwa AFB telah menyusun strategi pengumpulan dana (selain dari kontribusi CER dan juga negara). Bahamas menyatakan bahwa CMP decision

Posisi Indonesia untuk hal ini sama dengan G77, dimana Indonesia menginginkan kelanjutan AF untuk serve Paris Agreement.

Negosiasi pada isu ini menghasilkan kesepakatan yang dituangkan ke dalam dokumen FCCC/KP/CMP/2017/L.4. Untuk mempersiapkan AF serve Paris Agreement, Indonesia perlu secara aktif memberikan pandangannya mengenai konsep institutional arrangement, operating modalities for AF to serve PA, termasuk sumber pendanaannya. Untuk itu, akan lebih baik apabila ada kajian khusus mengenai hal tersebut sebagai basis negosiasi tim

Page 118: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

118

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

mengenai apa yang akan dilakukan kemudian oleh AFB, menjadi keinginan dari Bahama sebagai bagian dari G77. Terdapat ketidaksepahaman antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju tidak menginginkan diskusi mengenai AF dan PA berada di bawah agenda ini, sedangkan negara-negara berkembang ingin mendiskusikan hal tersebut di agenda ini. AFB menyatakan pentingnya pendanaan ini, dilihat dari permintaan yang ada kepada AF dan dapat dilihat dari jumlah proposal yang masuk. AFB menyatakan bahwa target untuk tahun depan diharapkan mencapai USD 100 million. Pada pembahasan draft decicion di minggu kedua, beberapa isu yang menjadi highlight adalah: a. Sequence AF serve Kyoto Protocol ke Paris

Agreement dan Periode transisi, dimana pada isu ini lebih menekankan pada aspek legal bagaimana transisi AF dibawah KP ke AF dibawah PA.

b. Sources of funding, dimana Negara berkembang menginginkan agar tidak membahas share of proceed dari CDM dahulu karena pada negosiasi di bawah artikel 6 PA belum menunjukkan progress yang jelas.

c. Model pendanaan AF, dimana Negara berkembang tetap menginginkan full grant dan direct access dan Negara maju menginginkan ada model lain dan fleksible.

Pada akhirnya disepakati bahwa:

delegasi Indonesia pada pertemuan mendatang.

Page 119: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

119

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

a. AF akan serve PA berdasarkan dan konsisten dengan keputusan yang diambil pada CMA-3 (Desember 2018), sejalan dengan keputusan CMA-1.

b. Perlu dipertimbangkan apakah AF akan serve PA secara eksklusive, dibawah pedoman CMA, mengikuti rekomendasi dari CMA ke CMP pada CMP 15 (November 2019).

c. Mempertimbangkan progress pada APA-8 yang membahas mengenai governance and institutional arrangements, safeguards and operating modalities for the Adaptation Fund to serve the Paris Agreement, including sources of funding.

CMP 7(b) Third review of the Adaptation Fund

Telah ada dua pertemuan untuk 3rd review Adaptation Fund, pada tanggal 6 November dan 9 November. Pertemuan secara garis besar membahas dokumen co-facilitators compilation of inputs. Dokumen terdiri dari 47 para dengan pembagian para 1-3 mengenai background documents; para 4-6 highlighted peran AF; para 7-13 mengenai effort AFB in mobilizing resources; para 14-15 mengenai the financial pledge and contributions; para 16-19 funding gaps financing; para 20-25 progress made since the last review; para 26-31 refer efforts AF in promoting direct access; para 32-36 refer the matters related into introduction of the ESS of the fund; para 37-39 refers monitoring activities of the fund; para 40-41 comparative advantage AF as highlighted in technical paper; para 42-44 cooperation of the fund with other funds; para 45 linkages AF serve PA; dan para 46-47 process for the next review. Terdapat kesamaan pandangan bahwa draft conclusions of the SBI akan diteruskan dan diadop dibawah CMP. Pada tanggal 10

Dalam hal pecanfaatan AF, permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah lebih ke permasalahan internal nasional. Secara umum kepentingan Indonesia bahwa AF harus tetap berbentuk bantuan penuh kepada Negara berkembang dan bersifat direct access.

SBI diminta untuk melakukan review keempat atas AF yang diharapkan dapat dilaporkan kembali pada governing Body yang dilaksanakan bersamaam dengan COP 24 UNFCCC (November 2021).

Page 120: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

120

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

November pertemuan SBI 3rd review of the AF ditunda karena tidak ada perwakilan LDCs dan pada waktu bersamaan terdapat pertemuan APA5 mengenai transparency of support. Pertemuan selanjutnya membahas dokumen tersebut dimulai dari hal prosedural hingga substantif, sebagian besar Parties meminta untuk streamline teks tersebut. Negara berkembang menekankan untuk streamline teks mengenai para encourages AFB dan requests AFB. Hasil pertemuan telah menghasilkan dokumen draft conclusions proposed by the Chair FCCC/SBI/2017/L.32 pada tanggal 13 November 2017.

SBI 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention

SBI 4(c) Provision of financial and technical support

Negosiasi pada isu ini telah dilakukan beberapa kali dengan perkembangan pembahasan draft conclusion proposed by the chair. Pada awal teks terdapat 9 para yang dikeluarkan termasuk didalamnya keterkaitan dengan GEF; training on the use of the IPCC guidelines berupa regional workshop. Namun seiring perkembangan negosiasi, disepakati bahwa pada pertemuan SBI ke48 pada bulan Mei 2018 akan dilanjutkan pembahasan agenda ini. Pertemuan ini telah menghasilkan dokumen FCCC/SBI/2017/L.21

Pada isu ini, Indonesia hanya mengamati proses yang berlangsung.

Indonesia harus mempersiapkan pandangan atau posisi atas isu ini untuk bahan pertemuan SBI ke-48 pada bulan Mei 2018.

SBI 15 Matters relating to climate finance

Page 121: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

121

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

SBI 15(a) Review the function of the Standing Committee on Finance

Negosiasi pada isu ini dilakukan melalui 2 kali contact group dan 1 kali informal consultation dengan beberapa isu yang menjadi highlight sebagai berikut: 1. Partisipasi anggota SCF dari Negara

berkembang. Merujuk pada pertemuan SCF terakhir bahwa banyak anggota SCF dari Negara berkembang yang tidak hadir karena dampak perubahan iklim yang terjadi di Negara ataupun karena kurangnya pendanaan untuk membiayai anggota SCF menyebabkan tidak terjadinya quorum dalam mencapai kesepakatan.

2. Sistem keanggotaan alternate SCF disediakan. Namun demikian, bukan berarti bahwa semua pertemuan SCF, anggota dan anggota alternate harus menghadiri pertemuan secara bersamaan sehingga dengan adanya tambahan keanggota alternate tidak akan mempengaruhi pembiayaan.

3. Peran SCF yang berlum optimal a. memobilisasi pendanaan b. MRV untuk support untuk Negara

berkembang Untuk optimalisasi fungsi SCF, usulan dari Negara Pihak, yaitu: a. Prioritisasi kerja SCF b. Perlu adanya pdoman dari COP untuk SCF

dalam menjalankan fungsinya dalam mobilisasi pendanaan iklim

4. Biennial assessment merupakan tools yang sangat baik untuk negara maju dan Negara berkembang yang merefleksikan ketersediaan informasi sumber pendanaan dan aliran pendanaan secara regional dan tematik.

Pada isu ini pada prinipnya Indonesia melalui submisinya menekankan perlu memperkuat fungsi SCF agar serve Paris Agreement.

Pada negosiasi isu ini dhasilkan draft co-facilitator. Pada draft co-facilitator para Pihak dmiminta untuk memberikan submisi untuk mempersiapkan draft decision mengenai pedoman untuk operating entity dari mekanisme pendanaan.

Page 122: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

122

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

5. Memperkuat keterkaitan antara program SCF dengan badan lain dibawah UNFCCC.

Telah dihasilkan draft decision mengenai review fungsi SCF.

SBI 15(b) Third review of the Adaptation Fund

Telah ada dua pertemuan untuk 3rd review Adaptation Fund, pada tanggal 6 November dan 9 November. Pertemuan secara garis besar membahas dokumen co-facilitators compilation of inputs. Dokumen terdiri dari 47 para dengan pembagian para 1-3 mengenai background documents; para 4-6 highlighted peran AF; para 7-13 mengenai effort AFB in mobilizing resources; para 14-15 mengenai the financial pledge and contributions; para 16-19 funding gaps financing; para 20-25 progress made since the last review; para 26-31 refer efforts AF in promoting direct access; para 32-36 refer the matters related into introduction of the ESS of the fund; para 37-39 refers monitoring activities of the fund; para 40-41 comparative advantage AF as highlighted in technical paper; para 42-44 cooperation of the fund with other funds; para 45 linkages AF serve PA; dan para 46-47 process for the next review. Terdapat kesamaan pandangan bahwa draft conclusions of the SBI akan diteruskan dan diadop dibawah CMP. Pada tanggal 10 November pertemuan SBI 3rd review of the AF ditunda karena tidak ada perwakilan LDCs dan pada waktu bersamaan terdapat pertemuan APA5 mengenai transparency of support. Pertemuan selanjutnya membahas dokumen tersebut dimulai dari hal prosedural hingga substantif, sebagian besar Parties meminta untuk streamline teks tersebut. Negara berkembang

Dalam hal pecanfaatan AF, permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah lebih ke permasalahan internal nasional. Secara umum kepentingan Indonesia bahwa AF harus tetap berbentuk bantuan penuh kepada Negara berkembang dan bersifat direct access.

SBI diminta untuk melakukan review keempat atas AF yang diharapkan dapat dilaporkan kembali pada governing Body yang dilaksanakan bersamaam dengan COP 24 UNFCCC (November 2021).

Page 123: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

123

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

menekankan untuk streamline teks mengenai para encourages AFB dan requests AFB. Hasil pertemuan telah menghasilkan dokumen draft conclusions proposed by the Chair FCCC/SBI/2017/L.32 pada tanggal 13 November 2017.

SBSTA 12 Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement

Negosiasi pada isu ini menggunakan informal note yang dihasilkan pada May 2017 lalu. Negosiasi dilakukan masih melalui contact group pada minggu pertama. Beberapa isu yang menjadi highlight sebagai berikut: 1. Perlu mendefinisikan secara jelas mengenai

climate finance karena untuk perlu ada kesamaan antra pendanaan yang diterima dengan yangn disediakan

2. Definisi new dan addional 3. Currency as one of important aspect in 4. Public financial resources 5. Re-write informal note dalam bentuk kolom

ataupun restrukturisasi elemen dengan memberikan penjelasan masing-masing elemen

Pembahasan isu ini pada minggu kedua fokus pada CTF yang berisi elemen-elemen pada accounting of financial resources provided and mobilized dan definisinya. Elemen-elemen tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari transparency of support yang dinegosiasikan pada APA-5. Elemen accounting of finansial resources provided and mobilized dikelompokkan dalam 3 kelompok besar, yaitu: 1. Climate finance provided though bilateral and

regional channels 2. Climate finance provided though Climate finance

provided though multilateral channels

Kepentingan Indonesia pada isu adalah bahwa elemen-eleman pada modalities for financial accounting through public intevention dapat mengisi salah satu elemen pada transparency framework of support. Indonesia menekankan perlunya MRV of support dalam modalities of financial accounting system karena berapa alasan: 1. Overlapping and inconsistent data

sources 2. Difficulties to distinguish public and

private flows 3. Risk of double counting across

data sets, sebagai contoh pendanaan untuk isu keanekaragaman hayati dapat juga dikalim sebagai kegiatan pengendalian perubahan iklim (sebagai co-benefit).

Negara maju menginginkan adanya pembahasan modalitas dalam bentuk CTF dengan bentuk baru, sementara negara berkembang mengusulkan agar pembahasan mengacu pada elemen modalities yang ada. Pada akhirnya disepakati untuk pertemuan selanjutnya membaha CTF dengan menggunakan elemen-elemen yang sudah ada. Draft decision telah disepakati tertuang pada dokumen FCCC/SBSTA/2017/L.23.

Page 124: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

124

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

3. Climate finance mobilized though public intervention

APA 8 Preparing for the convening of the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement Adaptation Fund

Pada pembahasan isu ini, pada prinsipnya Negara berkebang menginginkan agar pembahasan tidak hanya membahas informal note tetapi juga membahas draft decision. Informal note dapat menjadi lampiran dari draft decision tersebut. Sementara Negara maju menginginkan agar pembahasan tetap focus pada informal note dahulu dengan merujuk pada informal note yang dihasilkan pada May 2017. Pada akhirnya negosiasi hanya menghasilkan informal note dengan elemen: a. Cross-cutting and overarching considerations /

relevant context / general elements b. Elements of relevant guidance:

Options

Governance and institutional arrangements

Operating modalities

safeguards c. Options for possible transitional period

d. Decision sequencing and timing

Posisi Indonesia untuk hal ini sama dengan G77, dimana Indonesia menginginkan kelanjutan AF untuk serve Paris Agreement.

Negosiasi pada isu ini menghasilkan informal note dengan lampiran submisi-submisi Negara para Pihak. Untuk mempersiapkan AF serve Paris Agreement, Indonesia perlu secara aktif memberikan pandangannya mengenai konsep institutional arrangement, operating modalities for AF to serve PA, termasuk sumber pendanaannya. Untuk itu, akan lebih baik apabila ada kajian khusus mengenai hal tersebut sebagai basis negosiasi tim delegasi Indonesia pada pertemuan mendatang.

KELOMPOK CAPACITY-BUILDING

SBI 16(a) Capacity-building under the Convention

Latar Belakang: Dalam agenda SBI item 16a terdapat tiga hal yang menjadi pokok pembahasan: 1) Fourth review of the implementation of the

framework for capacity-building in countries with economies in transition

Indonesia melakukan intervensi dengan mengedepankan posisi Indonesia, dalam hal ini memberikan masukan terkait gaps sebagaimana tercantum dalam kertas posisi Delri, yaitu:

Agenda item 16 a ini sangat penting, terutama yang menyangkut pelaksanaan capacity building di negara berkembang. Untuk itu maka Indonesia mendukung dilaksanakannya pemantauan dan evaluasi tahunan pelaksanaan

Page 125: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

125

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

2) Annual monitoring and evaluation of the implementation of the framework for capacity-building in developing countries in accordance with decision 2/CP.7.

3) Summary report of the 6th meeting of the Durban Forum.

PEMBAHASAN MINGGU I: Pembahasan agenda item ini dalam minggu pertama dilakukan melalui 5 kali pertemuan informal dan 2 kali party consultation (informal-informal). Pembahasan didasarkan pada draft yang disusun oleh co-facilitator. Terdapat tiga draft sebagai acuan pembahasan, yaitu: (1) draft conclusion untuk annual monitoring and evaluation peningkatan kapasitas di negara berkembang, (2) draft conclusion pelaksanaan peningkatan kapasitas di negara economies in transition, dan (3) draft decision review keempat pelaksanaan peningkatan kapasitas di negara economies in transition, sebagai lampiran. Butir-butir pembahasan mengenai annual monitoring and evaluation pelaksanaan peningkatan kapasitas di negara berkembang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Apresiasi terhadap synthesis report yang

disusun untuk memfasilitasi monitoring dan eluasi pelaksanaan kerangka peningkatan kapasitas di negara berkembang dan laporan pertemuan Durban Forum ke-6.

2. Tujuan dan lingkup peningkatan kapasitas di negara berkembang dan kemajuan yang sudah dicapai

a. There are still some gaps in capacity building that needs to be addressed, i.e.: 1) MRV and preparation of

reports to the UNFCCC 2) Transparency 3) Implementation of NDC 4) Access to financial support 5) Formulation and

implementation of programs and plans, including NAPs

6) GHG inventories 7) Capacity for the

implementation of adaptation measures

b. Capacity building should response to the Paris Agreement as well as Kyoto Protocol

c. There is a need for capacity building in Technology Development and Transfer.

d. Encourage regional cooperation, such as South-South cooperation, as well as sub-regional cooperation

e. Capacity building should be country-driven.

Sebagian dari masukan Indonesia diterima dan dimasukakn ke dalam draft text awal. Namun pada akhirnya paragraf yang memuat rincian gaps and needs disepakati untuk dihapus.

kegiatan capacity building. Di samping itu, perlu dilakukan keterpaduan langkah dengan rencana kerja Paris Committee on Capacity Building (PCCB), terutama dalam menjajaki gaps dan needs capacity building di negara berkembang. Negara-negara diminta untuk menyampaikan submisi pada tanggal 18 Februari 2018 mengenai topik untuk Durban Forum ke-7. Pertemuan Durban Forum ke-7 akan dilakukan besamaan dengan SBI 48 bulan April-Mei 2018.

Page 126: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

126

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

3. Durban Forum sebagai ajang untuk bertukar informasi mengenai good practices

4. Hal-hal baru yang harus dipertimbangkan berkaitan dengan Covention dan Paris Agreement dalam pelaksanaan peningkatan kapasitas di negara berkembang

5. PPCB akan memperhatikan kesenjangan dan kebutuhan peningkatan kapasitas, serta koherensi dan koordinasi pelaksanaan peningkatan kapasitas

6. SBI akan meminta negara-negara memasukkan submisi mengenai topik untuk Durban Forum ke-7.

Hal-hal yang menjadi mengemuka dalam pembahasan antara lain: - Perlunya penguatan peran PCCB dan ketentuan

bagaimana PCCB bisa sejalan dengan kerangka capacity building

- Keterpaduan pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas sangat diperlukan. Jangan sampai terjadi duplikasi. Koherensi dan koordinasi sangat diperlukan.

- Pada awal pembahasan, terdapat paragraf yang menguraikan mengenai gaps, needs and constraints (para 5). Negara maju menginginkan paragraf tersebut dihapus. Namun kelompok G77 dan China menginginkan paragraf ini dipertahankan. Pada akhirnya disepakati bahwa rincian ini dihapus.

Di samping itu, dibahas pula draft teks untuk Fourth review of the implementation of the framework for capacity-building in countries with economies in transition. Draft tersebut merupakan usulan dari

Indonesia menempatkan dalam posisi mengakui adanya progress terbatas capacity-building di negara berkembang, namun masih menyisakan gaps kapasitas yang harus ditangani. Beberapa isu sepakat dengan pandangan kelompok G77 dan China, tetapi khusus South-South cooperation Indonesia menginginkan tetap menjadi isu penting calam capacity building.

Page 127: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

127

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

Ukraina. Namun dalam minggu ini sampai dengan hari Jumat 10/11/2017 draft ini hanya mendapat sedikit waktu pembahasan, sehingga belum dapat diselesaikan. PEMBAHASAN MINGGU II Pembahasan minggu kedua untuk agenda item ini hanya dilakukan sekali dan hanya untuk menyepakati paragraf-paragraf pada draft conclusion.

SBI 16(b) Annual technical progress report of the Paris Committee on Capacity-building

Latar Belakang: Pertemuan pertama PCCB berlangsung tanggal 11- 13 Mai 2017 bersamaan dengan SBI 46. Untuk tahun 2017, focus area atau tema pertama PCCB adalah kegiatan peningkatan kapasitas untuk pelaksanan NDC dalam konteks Paris Agreement, PCCB menyusun annual technical progress report yang akan diserahkan kepada COP melalui SBI. SBI membahas annual technical progress report PCCB, termasuk rekomendasi, yang didasarkan pada pelaksanaan workplan. Draft conclusions atau draft decision akan disampaikan ke COP 23 untuk diadopsi. PEMBAHASAN MINGGU I Pembahasan mengenai agenda item 16(b) minggu kesatu dilakukan melalui 5 kali pertemuan informal dan satu kali party consultation (informal-informal), Draft conclusion yang disusun oleh Chair terdiri dari butur-butir sebagai berikut:

Perlunya peningkatan dukungan terhadap PCCB. Peningkatan kapasitas merupakan isu penting karena menjadi prasyarat untuk dapat terlaksananya aksi-aksi perubahan iklim dalam rangka pelaksanaan Paris Agreement. Karena itu, isu ini dalam negosiasi perlu senantiasa dikawal. Paris Committee on Capacity Building (PCCB) merupakan bentukan penting di bawah UNFCCC untuk melaksanakan Paris Agreement, terutama untuk mengidentifikasi kesenjangan dan kebutuhan peningkatan kapasitas dalam rangka pelaksanaan aksi pra 2020. Karena itu, PCCB perlu mendapat dukungan dari semua pihak, serta semua segmen masyarakat dalam menerapkan rencana kerjanya. Dukungan bagi PCCB termasuk kecukupan dukungan finansial, agar rencana kerja PCCB dapat terlaksana.

Indonesia perlu mendukung pelaksanaan kegiatan PCCB sebagaimana tertuang di dalam workplan. PCCB harus melakukan kolaborasi dengan berbagai lembaga dan pemangku kepentingan lainnya, pakar, serta memanfaatkan berbagai sumber daya lainnya. .

Page 128: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

128

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

1. Pentingnya menangani kesejangan dan kebutuhan (gaps and needs) peningkatan kapasitas di negara berkembang

2. Apresiasi terhadap hasil kerja PCCB dan laporan tahunan 2017

3. Mempertimbangkan rules of procedure and working modalities PCCB

4. Mempertimbangkan roliing workplan PCCB untuk tahun 2017 – 2019

5. Meminta negara-negara dan lembaga terkait untuk mendukung pelaksanaan kegiatan PCCB

6. PCCB diminta untuk mengidentifikasi dan bekerja sama dengan stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatannya

7. Melanjutkan focus area kegiatan PCCB pada tahun 2018 pada pencapaian NDC, seperti focus area tahun 2017

8. SBI diminta untuk mengkaitkan topik Durban Forum dengan focus area PCCB

9. Sekretariat diminta untuk mengidentifikasi communication modalities agar kegiatan PCCB bisa lebih terakomodir

Isu yang mengemuka dalam pembahasan terutama terkait dengan butir-butir sebagai berikut: - Keterbatasan sumber daya dapat berpengaruh

terhadap pelaksanaan rencana kerja PCCB - Negara-negara para pihak harus memberikan

dukungannya agar PCCB dapat melaksanakan rencana kerjanya

- Elemen dukungan finansial menjadi perhatian negara maju, seperti New Zealand dan Jepang.

- Isu anggaran PCCB

Page 129: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

129

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

- Permasalahan keterbatasan sumberdaya dan komunikasi PCCB dalam melaksanakan mandatnya menjadi isu utama

- USA dan Jepang tidak menyepakati adanya “resource constraints” PCCB dan perlunya dukungan sumberdaya untuk PCCB dalam melaksanakan mandatnya.

- Negara berkembang yang tergabung dalam G77 dan China awalnya tetap mempertahankan elemen “resource constraints” PCCB dan dukungan sumberdaya PCCB. Namun, istilah tersebut akhirnya dihapus.

PEMBAHASAN MINGGU II Pembahasan minggu kedua untuk agenda item ini hanya dilakukan sekali dan hanya untuk menyepakati paragraf-paragraf pada draft conclusion.

SBI 16(c) Capacity-building under the Kyoto Protocol

Latar Belakang: SejaIan dengan decision 11/CMP.8, SBI 46 memulai pembahasan mengenai fourth review of the implementation of the framework for capacity-building in countries with economies in transition. SBI 46 juga memulai pembahasan mengenai annual monitoring and evaluation of the implementation of the framework for capacity-building in developing countries , sejalan dengan decision 29/CMP.1. Pembahasan mengenai isu tersebut ditersukan pada sesi SBI 47. Pertemuan 6th meeting of the Durban Forum on capacity-building diadakan pada sesi SBI 46. Sekretariat menyusun summary report pertemuan tersebut untuk dipertimbangkan pada SBI 47.

Persidangan lebih didominasi pembahasan isu capacity-building negara berkembang dan peran PCCB dalam capacity building.

Posisi Indonesia untuk agenda SBI 16(c) tidak berbeda dengan catatan pada agenda SBI 16(a)

Page 130: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

130

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

PEMBAHASAN MINGGU I Agenda SBI 16(c) sama dengan agenda 16(a) namun dalam konteks Kyoto Protocol. Sesuai sidang pembukaan SBI pada Senin, 6 November 2017, agenda SBI 16(a) dan 16(c) dilaksanakan back to back. Catatan dalam agenda 16(a) mencerminkan hasil pembahasan agenda SBI 16(c). PEMBAHASAN MINGGU II Pembahasan minggu kedua untuk agenda item ini hanya dilakukan sekali dan hanya untuk menyepakati paragraf-paragraf pada draft conclusion.

SBI 18 Ways of enhancing the implementation of training, public awareness, public participation and public access to information so as to enhance actions under the Paris Agreement

Latar Belakang: COP 21 meminta CMA 1 untuk menjajaki berbagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan training, public awareness, public participation dan public access to information, dalam rangka meningkatkan aksi pelaksanaan Paris Agreement. CMA 1.1 memasukkan isu ini sebagai agenda SBI 47 dan meminta SBI untuk melaporkan kembali ke CMA pada sesi pertamanya. Pembahasan: Dilakukan dua kali pembahasan mengenai agenda item 18 ini. Pembahasan dibuka dengan penyampaian pandangan dari wakil YOUNGO (youth). Pembahasan mengacu pada draft conclusion yang disiapkan oleh Chair, terdiri atas 8 paragraf. Butir-

Agenda item 18 ini penting untuk mengembangkan upaya-upaya meningkatkan aksi peningkatan kapasitas (ACE).

- Pelaksanaan pelatihan, peningkatan kesadaran masyarakat, peran serta masyarakat dan akses masyarakat terhadap informasi untuk meningkatkan aksi dalam rangka pelaksanaan Paris Agreement di negara sedang berkembang harus mencakup semua segmen dalam masyarakat.

- Akses terhadap pendanaan untuk pelaksanaan pelatihan, peningkatan kesadaran masyarakat, peran serta masyarakat dan akses masyarakat terhadap informasi untuk meningkatkan aksi dalam rangka pelaksanaan Paris

Page 131: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

131

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

butir yang tercakup dalam draft conclusion antara lain: - SBI menyepakati bahwa keenam elemen Action

for Climate Empowerment (ACE) – yaitu education, training, public awareness, public participation, public access to information dan international cooperation – merupakan dasar untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Paris Agreement

- SBI meminta sekretariat untuk menyelenggarakan workshop bersamaan dengan SBI 48. Dalam workshop tersebut akan disusun daftar aksi untuk meningkatkan pelaksanaan Paris Agreement melalui kegiatan terkait ACE

- SBI meminta negara-negara untuk menyampaikan submisi pada tanggal 26 Januari 2018 mengenai peran ACE dan topik-topik untuk workshop yang akan diselenggarakan

- Penyelenggaraan kegiatan yang diamanatkan kepada secretariat tergantung pada ketersediaan anggaran

Hal-hal yang menjadi perhatian dalam pembahasan: - Disepakati bahwa keenam elemen Action for

Climate Empowerment (ACE) – yaitu education, training, public awareness, public participation, public access to information dan international cooperation – merupakan dasar untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Paris Agreement.

- Akan diadakan workshop yang bersamaan waktunya dengan SBI 48. Jepang mempertanyakan output dari workshop tersebut

Agreement di negara sedang berkembang harus ditingkatkan. Hal ini penting mengingat dalam menghadapi pre 2020 banyak hal yang harus segera diselesaikan.

Page 132: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

132

KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/

KEPENTINGAN INDONESIA CATATAN PENGAMATAN/

TINDAK LANJUT

- Negara-negara juga diminta untuk menyampaikan submisi mengenai peran ACE dan topik workshop.

- Di samping itu facilitator menyusun informal note yang memuat mengenai pertimbangan yang bersifat cross-cutting, dan butr-butir arahan (sumber daya pendanaan, kerjasama internasional, integrasi, ACE focal point, peran observer dan stakeholder, peran pemuda, prinsip-prinsip)

KELOMPOK TEKNOLOGI

COP 8 Development and transfer of technologies and implementation of the Technology Mechanism

COP 8(a) Joint annual report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology Centre and Network

Latar Belakang: COP 16 memutuskan bahwa Technology Executive Committee (TEC) dan CTCN harus melaporkan kepada COP, melalui subsidiary bodies, mengenai kegiatan mereka dan kinerjanya. Pembahasan: Pembahasan mengenai agenda item 14a ini dilakukan 5 kali, dan satu kali party consultation pada minggu pertama. Pada minggu kedua dilakukan satu kali pertemuan informal dan satu kali informal-informal. Pembahasan didasarkan atas draft decision yang terdiri atas 18 paragraf dan terbagi dalam tiga bagian:

Indonesia menyampaikan pandangannya terhadap draft teks khususnya para 9 terkait TEC untuk terus meningkatkan perhatian serta kegiatannya untuk dikaitkan dengan elemen-elemen penting yaitu Technology Needs Assessments, Nationally Determined Contributions dan National Adaptation Plan. Negara maju khususnya Jepang ingin menghilangkan para ini. Tetapi Indonesia berpendapat bahwa para ini penting sehingga perlu untuk dipertahankan.

Indonesia bisa mengambil manfaat dari Joint Annual Report TEC/CTCN untuk perencanaan lebih lanjut dan pertimbangan mengenai kebutuhan teknologi serta pengembangan dan alih teknologi.

Page 133: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

133

- Meningkatkan technology development and transfer melalui Technology Mechanism

- Kegiatan dan kinerja TEC tahun 2017 - Kegiatan dan kinerja CTCN tahun 2017

Hal-hal yang mengemuka dalam pembahasan antara lain adalah: - Di dalam laporan TEC banyak masukan

mengenai tantangan dan lessons learned - Keterkaitan dengan pihak-pihak yang melakukan

Research and Development - Kolaborasi dalam keseluruhan technology cycle - Beberapa negara mengemukakan untuk tetap

terus meneruskan yang sudah ada namun dengan perbaikan.

- Perlunya peningkatan transparansi - Pembahasan yang paling keras adalah pada para

2. Para ini menyatakan penghargaan terhadap kerja TEC dan CTCN dalam mendukung pelaksanaan Paris Agreement. Hal yang menjadi perdebatan adalah kalimat kedua yang menyatakan: peningkatan upaya pelaksanaan di masa mendatang mempertimbangkan aspek gender, endogenous technologies (termasuk teknologi dari masyarakat adat dan masyarakat lokal), serta perimbangan antara aksi mitigasi dan adaptasi. Saudi Arabia menentang dimasukkannya aspek gender. Pada akhirnya Saudi Arabia dapat menerima, tetapi dengan meminta perubahan pada para 14 mengenai dukungan finansial.

- Norwegia menyatakan tidak setuju dengan penggantian pada paragraf yang sudah disepakati sebelumnya, dan meminta tidak ada conclusion dan dibahas pada SBI berikutnya.

- Permasalahan ini diangkat pada SBI plenary dan diputuskan bahwa draft conclusion sebagaimana

Indonesia juga menyetujui dipertahankannya isu gender di dalam draft decision ini.

Page 134: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

134

dibahas dapat diterima, termasuk isu yang menjadi perdebatan.

COP 8(b) Review of the effective implementation of the Climate Technology Centre and Network

Latar Belakang: - COP 17 menyepakati bahwa Technology

Mechanism sudah dapat sepenuhnya operasional pada tahun 2012, dan menyepakati TOR untuk CTCN dan proses seleksi host untuk CTC.

- Sekretariat diminta untuk melakukan independent review mengenai efektivitas pelaksanaan CTCN, empat tahun setelah dibentuknya CTCN.

- Hasil review akan dipertimbangkan oleh COP. Selanjutnya, review berkala akan dilakukan setiap empat tahun.

- Laporan berisi hasil review pertama akan dipertimbangkan pada COP 23

- COP akan diminta untuk: a) Mempertimbangkan hasil temuan dan

tekomendasi dari independent review dan menentukan langkah lanjut untuk meningkatkan kinerja CTCN;

b) Mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan memperbarui MOU antara COP dengan UNEP sebagai host CTCdan menentukan langkah lanjut.

Pembahasan: Pembahasan agenda COP item 8b ini dilakukan tiga kali. Pada pertemuan informal pertama, sekretariat mengundang pihak independen yang melakukan evaluasi, yaitu Ernst and Young et Associés untuk mempresentasikan hasil evaluasinya.

Dalam diskusi dengan pihak konsultan Indonesia mempertanyakan tentang sampling yang telah dilakukan yaitu, bagaimana mengantisipasi data yang masuk dari NDE, mengingat data yang masuk kurang dari 50%. Hal ini juga didukung Tunisia, Hal-hal yang muncul dalam diskusi terkait ruang ruang masih dapat ditingkatkan dikemudian hari: 1. Rekomendasi konkret utamanya

dalam impact dan sustainability, Cost efisiensi dalam operasi CTCN, networking of CTCN to other stkaeholders.

2. Metodologi analyzing termasuk sampling yang perlu ditingkatkan.

Review independen terhadap CTCN perlu dilakukan, untuk mengevaluasi keefektifan dukungan CTCN kepada negara-negara dalam pengembangan dan alih teknologi.

Page 135: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

135

Sejumlah pertanyaan yang dikemukakan antara lain tentang beneficiary, transparansi, effectiveness dll. Konsultan ini mengambil datanya dari berbagai sumber, termasuk sumber utamanya yaitu NDE. Pembahasan selanjutnya dilakukan atas draft decision yang terdiri atas 13 paragraf, yang kemudian setelah pembahasan menjadi 10 paragraf. Draft decision tersebut memuat antara lain:

- Menerima laporan dari hasil review independen - Menghargai dukungan dari negara-negara, GEF,

UNEP, UNIDO dan mitra konsorsium CTCN yang mendukung operasionalisasi dan kegiatan CTCN

- Memperhatikan temuan dari hasil review independen

- Memperhatikan hasil dan tantangan terkait pelaksanaan kegiatan CTCN secara efektif sebagaimana disampaikan di dalam laporan

- Memutuskan untuk memperbarui MoU antara COP dengan UNEP sebagai host CTCN

- Meminta kepada UNEP sebagai host, dibantu oleh CTCN, untuk melakukan management response atas temuan dan rekomendasi dari review independen, untuk dipertimbangkan pada SBI 48

- Temuan, rekomendasi dan management response tersebut akan dipertimbangkan untuk diadopsi pada COP 24

- Memperhatikan bahwa CTCN mengalami tantangan berkaitan dengan keberlanjutan pendanaan, dan memerlukan dukungan finansial lebih lanjut

- Review independen berikutnya akan dilakukan 4 tahun lagi (tahun 2021)

Page 136: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

136

Banyak pendapat untuk lebih memperkuat peran NDE sehingga diseminasi support teknologi transfer dan development menjadi lebih tepat sasaran sesuai dengan TNA dari Negara ybs. Juga banyak dibahas agar CTCN terus menjalin kerjasama yang lebih inovatif untuk menjaring sumber pendanaan. Karena seperti Jepang sudah tidak bisa lagi menaikkan plafon bantuannya ke CTCN. Namun demikian CTCN juga harus transparan dalam penggunaan dana yang diperoleh. Sedangkan untuk Renewal of the MOU terkait yang akan mewadahi CTCN sebagian besar party setuju untuk di renewal, yang saat ini CTCN bernaung di bawah UNEP.

SBI 14 Development and transfer of technologies

SBI 14(a) Joint annual report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology Centre and Network

Latar Belakang: COP 16 memutuskan bahwa Technology Executive Committee (TEC) dan CTCN harus melaporkan kepada COP, melalui subsidiary bodies, mengenai kegiatan mereka dan kinerjanya. Pembahasan: Pembahasan mengenai agenda item 14a ini dilakukan 5 kali, dan satu kali party consultation pada minggu pertama. Pada minggu kedua dilakukan satu kali pertemuan informal dan satu kali informal-informal. Pembahasan didasarkan atas draft decision yang terdiri atas 18 paragraf dan terbagi dalam tiga bagian:

- Meningkatkan technology development and transfer melalui Technology Mechanism

- Kegiatan dan kinerja TEC tahun 2017

Indonesia menyampaikan pandangannya terhadap draft teks khususnya para 9 terkait TEC untuk terus meningkatkan perhatian serta kegiatannya untuk dikaitkan dengan elemen-elemen penting yaitu Technology Needs Assessments, Nationally Determined Contributions dan National Adaptation Plan. Negara maju khususnya Jepang ingin menghilangkan para ini. Tetapi Indonesia berpendapat bahwa para ini penting sehingga perlu untuk dipertahankan.

Indonesia juga menyetujui dipertahankannya isu gender di dalam draft decision ini.

Indonesia bisa mengambil manfaat dari Joint Annual Report TEC/CTCN untuk perencanaan lebih lanjut dan pertimbangan mengenai kebutuhan teknologi serta pengembangan dan alih teknologi.

Page 137: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

137

- Kegiatan dan kinerja CTCN tahun 2017 Hal-hal yang mengemuka dalam pembahasan antara lain adalah: - Di dalam laporan TEC banyak masukan

mengenai tantangan dan lessons learned - Keterkaitan dengan pihak-pihak yang melakukan

Research and Development - Kolaborasi dalam keseluruhan technology cycle - Beberapa negara mengemukakan untuk tetap

terus meneruskan yang sudah ada namun dengan perbaikan.

- Perlunya peningkatan transparansi - Pembahasan yang paling keras adalah pada para

2. Para ini menyatakan penghargaan terhadap kerja TEC dan CTCN dalam mendukung pelaksanaan Paris Agreement. Hal yang menjadi perdebatan adalah kalimat kedua yang menyatakan: peningkatan upaya pelaksanaan di masa mendatang mempertimbangkan aspek gender, endogenous technologies (termasuk teknologi dari masyarakat adat dan masyarakat lokal), serta perimbangan antara aksi mitigasi dan adaptasi. Saudi Arabia menentang dimasukkannya aspek gender. Pada akhirnya Saudi Arabia dapat menerima, tetapi dengan meminta perubahan pada para 14 mengenai dukungan finansial.

- Norwegia menyatakan tidak setuju dengan penggantian pada paragraf yang sudah disepakati sebelumnya, dan meminta tidak ada conclusion dan dibahas pada SBI berikutnya.

- Permasalahan ini diangkat pada SBI plenary dan diputuskan bahwa draft conclusion sebagaimana dibahas dapat diterima, termasuk isu yang menjadi perdebatan.

Page 138: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

138

SBI 14(b) Poznan strategic programme on technology transfer

Latar Belakang: - SBI 34 meminta GEF untuk menyampaikan

laporan mengenai kemajuan yang sudah dilakukan berkaitan dengan kegiatan dalam skema Poznan strategic programme on technology transfer

- SBI 43 meminta TEC untuk melakukan update terhadap evaluation report Poznan strategic programme on technology transfer. Tujuan pembaruan ini adalah untuk meningkatkan efektivitas Technology Mechanism. TEC melaporkan kemajuan ini dalam joint annual report of the TEC and the CTCN tahun 2017.

Pembahasan: Pembahasan agenda item 14b dilakukan 2 kali, dan satu kali party consultation. Pembahasan dilakukan atas draft decision yang terdiri atas 7 paragraf dan berisi butir-butir sebagai berikut:

- SBI menghargai laporan GEF, termasuk informasi mengenai kemajuan pelaksanaan Poznan Strategic Programme (PSP)

- SBI menghargai kolaborasi antara PSP dengan CTCN

- SBI memperhatikan infomasi dalam laporan terkait proyek TNA phase I, dan mengundang negara-negara untuk berpartisipasi dalam proyek TNA phase III

- SBI merekomendasikan agar COP meminta GEF untuk mengalokasikan dalam seventh replenishment (GEF 7) untuk mendukung penyusunan TNA oleh negara-negara

- SBI juga merekomendasikan agar COP meminta GEF untuk memasukkan informasi dalam laporannya kepada COP mengenai: • Kolaborasi antara GEF focal point dengan

NDE

Indonesia tidak memiliki kegiatan terkait skema Poznan strategic programme.

Indonesia mungkin dapat memanfaatkan program PSP yang akan dialokasikan melalui GEF 7.

Page 139: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

139

• Apakah dan bagaimana negara-negara menggunakan System for Transparent Allocation of Resources

• Hasil kolaborasi - SBI menghargai evaluasi midterm GEF 4 yang

memuat pelaksanaan pilot project PSP - TEC saat ini sedang melakukan pembaruan

laporan evaluasi PSP sesuai permintaan SBI 43. SBI meminta TEC menyampaikan laporan evaluasi sebagai bagian dari laporan tahunannya kepada COP, untuk dipertimbangkan pada sesi SBI bulan Desember 2018.

Beberapa hal yang mengemuka: - Berkaitan erat dengan kegiatan GCF - Laporan GCF dikaji bersamaan dengan

pengkajian terhadap Poznan strategic programme

- Mempertimbangkan juga laporan TEC. Banyak hal yang bisa diambil dari laporan ini

SBSTA 6 Development and transfer of technologies

SBSTA 6(a) Joint annual report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology Centre and Network

Idem SBI

SBSTA 6(b) Technology framework under Article 10, paragraph 4, of the Paris Agreement

Latar Belakang: - COP 21 meminta SBSTA 44 untuk

mengelaborasi technology framework sebagaimana ditetapkan dalam Article 10, para 4 Paris Agreement dn melaporkan ke COP. COP akan membuat rekomendasi atas framework tersebut dan menyampaikan ke pertemuan CMA untuk mendapatkan pertimbangannya pada sesi pertama CMA.

Indonesia mnyampaikan intervensi sebagai berikut: - Perlu adanya monitoring terhadap

outcome dan output pelaksanaan teknologi

- Perlunya mengkaitkan TNA dengan NDC

- Perlu adanya kolaborasi dengan lembaga lainnya dalam

Penjabaran technology framework sangat diperlukan untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan Technology Transfer and Development dan memberikan arahan bagi Technology Mechanism (TEC dan CTCN)

Page 140: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

140

- SBSTA 46 telah melakukan penjabaran terhadap technology framework dan meminta TEC dan CTCN memberikan informasi berikut pada SBSTA 47: a) Kegiatan yang saat ini dilakukan atau sudah

dilakukan, yang relevan dengan pelaksanaan Paris Agreement, dengan mempertimbangkan key themes dan kaitannya dengan technology cycle;

b) Kegiatan tambahan yang dilakukan oleh TEC dan CTCN, sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, dan sejalan dengan mandate dan fungsinya, untuk melaksanakan Paris Agreement.

Pembahasan mengenai Technology Framework ini dilakukan 6 kali, dan dua kali party consultation (informal informal), Pembahasan informal pertama bersifat review terhadap apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Pembahasan kedua sampai kelima dilakukan untuk menjabarkan key theme. Pembahasan keenam lebih bersifat mencermati paragraph-paragraf yang diusulkan. Terdapat lima key theme, yaitu Innovation, Implementation, Enabling environments and capacity building, Collaboration and stakeholder engagement, dan Support. Hasil pembahasan adalah draft conclusion yang berisi 6 paragraf dan informal note yang berisi rincian mengenai key theme. Draft conclusion berisi hal-hal sebagai berikut:

- SBSTA terus melakukan penjabaran terhadap Technology Framework

pelaksanaan TTD untuk meningkatkan efektivitas dan pelaksanaan technology cycle

Page 141: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

141

- SBSTA menyambut informasi yang diberikan oleh TEC dan CTCN mengenai kegiatan yang berkaitan dengan penjabaran Technology Framework

- SBSTA mencatat bahwa TEC dan CTCN sudah memulai kegiatan yang mendukung pelaksanaan Paris Agreement, termasuk yang berkaitan dengan key theme dan kaitannya dengan technology cycle

- SBSTA juga menghargai peran TEC dan CTCN, dan mengundang TEC dan CTCN untuk melakukan kegiatan tambahan untuk pelaksanaan Paris Agreement, dengan panduan dari Technology Framework

- SBSTA menghargai pembahasan yang dilakukan oleh negara-negara tentang Technology Framework, dan masih terus berjalan

- SBSTA meminta Chair untuk menyusun draft awal Technology Framework pada tanggal 15 Maret 2018, dengan mempertimbangkan hasil yang didapat pada SBSTA 45, 46 dan 47, untuk dibahas pada SBSTA 48 (April – Mei 2018)

Beberapa hal yang muncul dalam pembahasan: - Rekap progress elemen teknologi sejak Paris:

• SBSTA 45 di Marrakesh: berkaitan dengan teknologi, telah disepakati Technology Framework yang terdiri dari purpose, characteristic dan initial key themes. Ditambah dengan masukan dari submisi negara-negara, sekterariat menyusun reflection notes.

• SBSTA 46 di Bonn: disepakati principles dan structure Technology Framework. SBSTA juga menyepakati penjabaran dari prinsip Technology Framework, yang

Page 142: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

142

meliputi: coherent, inclusive, result oriented, transformational dan transparent. Prinsip Technology Framework ini juga harus menjadi pedoman bagi Technology Mechanism.

- TEC dan CTCN juga sudah melaporkan mengenai kegiatan yang sudah berjalan dalam rangka mendukung pelaksanaan Paris Agreement. Informasi ini sudah dirangkum dan didokumenasikan dalam dokumen FCCC/SBSTA/2017/INF.5

- Rincian mengenai key theme akan diselesaikan dalam tahun ini dan tahun depan, untuk dilaporkan pada COP 24. Hasil pada sesi Bonn ini akan diselesaikan awal minggu depan. Kelima key theme akan dibahas secara berturutan, meliputi:

• Innovation • Implementation • Enabling environment and capacity building • Collaboration and stakeholder engagement • Support

KELOMPOK COMPLIANCE

COP 4 Preparations for the implementation of the Paris Agreement and the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement

Pertemuan bersifat procedural

COP 5 Consideration of proposals by Parties for amendments to the

Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda pembahasan ke sesi berikutnya

Page 143: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

143

Convention under Article 15

COP 5(a) Proposal from the Russian Federation to amend Article 4, paragraph 2(f), of the Convention

Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda pembahasan ke sesi berikutnya

COP Proposal from Papua New Guinea and Mexico to amend Articles 7 and 18 of the Convention

Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda pembahasan ke sesi berikutnya

COP 9 Second review of the adequacy of Article 4, paragraph 2(a) and (b), of the Convention

Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda pembahasan ke sesi berikutnya

CMP 6 Report of the Compliance Committee

CMA 3 Matters relating to the implementation of the Paris Agreement

Pertemuan CMA langsung di-suspend untuk memberi kesempatan kepada APA menyelesaikan tugasnya

APA 7 Modalities and procedures for the effective operation of the committee to facilitate implementation and promote compliance referred to in Article 15, paragraph 2, of the Paris Agreement

Pada pertemuan di tanggal 13 November 2017, Co-facilitator mengeluarkan informal note by co-facilitator yang memuat pandangan semua negara, baik dalam submisi maupun diskusi informal, APA contact group dan stocktaking. Elemen-elemen panduan Compliance Committee, antara lain: a. Purpose, principle and nature Tujuan Komite adalah membantu meningkatkan efektivitas proses dan mekanisme di bawah Paris Agreement dan Konvensi dengan prinsip transparansi, non-adversarial, non-punitive b. Institutional arrangement

Informal Note telah mengandung posisi Indonesia antara lain: - Tugas Compliance Committe

perlu menangani isu sistemik sistemik;

- Perlunya Compliance Committee dikaitkan (working linkage) dengan mekanisme Means of Implementation lainnya, khususnya untuk menangani systemic issues.

Pembahasan ke depannya akan fokus pada isu institusional setelah adanya kesamaan pandangan dalam isu konseptual.

Page 144: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

144

Komite tunggal beranggota 12 experts, dengan mandat 3 tahun, bertugas sebagai kapasitas pribadi dan dipilih oleh CMA. Ada juga pengaturan pertemuan dan Rules of Procedures yang dikonsultasikan oleh anggota dan CMA c. Scope Mandatory and non-mandatory provision, kewajiban pada tingkat individu maupun bersama, serta systemic issues implementation (recurrent, repetitive individually or collectively) d. Fungsi memfasilitasi implementasi dan mendorong kepatuhan (compliance) e. Initiation of consideration Bisa dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan, pihak lainnya, komite, by the CMA f. Sources of information NDCs, parties' communications, SBI, SBSTA, badan-badan di bawah UNFCCC, informasi dari Secretariat g. Proses determination of admissibility invite party to provide written input/comment obtaining information from relevant sources dialogue w/ party concerned invitation of other bodies when needed determination of measures/output. (Pihak terkait harus dilibatkan dalam tiap tahapannya) NCC (national capabilities and circumstances of Parties) dan flexibilities dapat diimplementasi pada tiap tahapannya

Page 145: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

145

h. Measures and outputs Action plans, recommendations, information and advice, early warning, etc. j. Identification of systemic issues Recurring non-compliance: individual and collectively j. Relationship with the CMA Komite melaporkan serta memberikan rekomendais kepada CMA k. Review of the modalities and procedures Proses review diajukan oleh Komite dan disetujui oleh CMA l. Sekretariat Didukung oleh Sekretariat

APA 8

8(a)

8(b)

Further matters related to implementation of the Paris Agreement Preparing for the convening of the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement Taking stock of progress made by the subsidiary and constituted bodies in relation to their mandated work under the Paris Agreement and section III

Terdapat 2 sub-clusters issue di bawah agenda item ini, yaitu: - Adaptation Fund to serve Paris Agreement: - Other issues related to the implementation of

Paris Agreement (“orphan matters) Adaptation Fund (AF) to serve Paris Agreement: Telah berlangsung 1 kali informal consultation, yaitu pada 13 November 2017, 15.00 – 16.00. Pembahasan menghasilkan informal note per tanggal 14 November 2017 yang telah disiapkan oleh co-facilitator. Masih terdapat banyak perbedaan pandangan walaupun pandangan tersebut sudah cenderung mengkerucut. Elemen-elemen yang masih belum disepakati antara lain:

APA 8

8(a)

8(b)

Page 146: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

146

of decision 1/CP.21, in order to promote and facilitate coordination and coherence in the implementation of the work programme, and, if appropriate, take action, which may include recommendations

- Mandat AF: AF dimandatkan untuk CMP

dan/atau CMA, serta serve terhadap Paris Agreement

- Mekanisme pelaporan AF Board: melaporkan kepada CMA, atau kepada CMP dan CMA, khususnya terkait proyek-proyek yang dikaji dalam kerangka waktu CMP

- Sumber pendanaan: keterkaitan dengan PA artikel 6.4,;AF tidak akan menjadi entitas operasional di bawah Financial Mechanism; atau perlunya menentukan “innovative sources of funding” dan tidak terkait dengan PA artikel 6

- Periode Transisi: perlunya menentukan atau tidak periode transisi. Salah satu usulan waktu periode transisi untuk perpindahan mandate dari CMP ke CMA yaitu 2018-2020

Other issues related to the implementation of Paris Agreement (“orphan matters): Telah dilakukan beberapa informal consultations yaitu Senin, 13 November 2017, dan Selasa, 14 November 2017 Pertemuan telah mencapai perkembangan progresif, namun belum menyepakati kesepakatan, khususnya terkait sub-item 8(b) (Taking stock of progress made by subsidiary and constituted body related to the Paris Agreement work program) dikarenakan keterbatasan waktu. Hal-hal yang berkembang antara lain Ex-ante information (Art 9.5 PA) - Terdapat pandangan bahwa Ex-ante penting

bagi negara berkembang. Adapun modalitas

Page 147: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

147

bagi Ex-ante information dapat disusun di bawah kerangka APA

- COP dapat menjadi entitats untuk mebahas modalitas informasi yang diperlukan

Initial Guidance by the CMA for Financial Mechanism Entities (GCF, GEC) - Pertemuan dapat menyepakati bahwa guidance

akan dibentuk oleh Standing Committee on Finance (SCF), sesuai mandate Paris Decision 1/CP.21

Initial Guidance by the CMA to the LDCs and SCCF: - SBI dapat dimandatkan untuk menyusun

guidance, yang diusulkan oleh CMA 1 kepada COP. Namun, para pihak meminta waktu untuk membahas lebih terkait ini. Terdapat juga beberapa badan lainnya untuk menyusun guidance, yaitu SCF dan CMA.

- SCF juga dapat dimandatkan untuk menyusun Guidance, sebagaimana disebutkan dalam APA 1.3

Guidance by the CMA on Adjustment of existing NDCs - CMA dimandatkan, namun tidak disebutkan

timeline untuk menetapkan guidance. - Terdapat juga pandangan bahwa tidak dalam

mandat CMA untuk menetapkan guidance mengingat NDCs ditentukan oleh pihak, sehingga adjustments yang dilakukan CMA terbatas pada aspek procedural atau operasional

- Masih terlalu awal bagi CMA menentukan, sehingga perlu menunggu setelah disepakatinya Paris Agreement Work Programme

Page 148: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

148

Setting New Collective Quantified Goal on Finance - CMA dapat dimandatkan untuk secepatnya

membentuk work program sehingga dapat diselesaikan oleh CMA pada 2025. Work Program dapat dimulai pada tahun 2020

KELOMPOK ARTICLE 6 OF THE PARIS AGREEMENT

SBSTA 11 Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement

Rangkaian pembahasan dalam minggu ke-2 diawali dengan 2 (dua) pertemuan contact-group pada Senin, 13 November 2017 untuk membahas informal note by Co-Chairs yang ke-3 (third informal note by Co-Chairs) untuk masing-masing sub-agenda item (6.2, 6.4 dan 6.8) yang merupakan hasil kompilasi berbagai masukan, pandangan dan tangapan dari Negara Pihak selama iterasi kedua. Dalam pertemuan pagi hari, Para Pihak menyampaikan keberatan untuk membahas dan meminta waktu untuk berkoordinasi dengan kelompok masing-masing. Dalam pertemuan sore hingga tengah malam masih terdapat beberapa hal yang tidak disepakati mencakup: - Pengakuan terhadap informal note yang

dikeluarkan oleh Co_Chairs mengenai refleksi dari pandangan Negara Pihak selama berlangsungnya roundtable discussions among parties.

- Pengakuan terhadap dokumen hasil iterasi yang dikeluarkan oleh Co-Chairs mengenai draft potential elementes and possible further elements yang didiskusikan selama sesi persidangan

- Call for submission pada SBSTA48 (April-May) 2017

- Indonesia menekankan bahwa Art.6 merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan

- Guidance yang dihasilkan sesuai mandat untuk Art.6.2 akan menjadi guidance yang berlaku untuk keseluruhan Art.6

- Pentingnya untuk diberikan mandat kepada SBSTA-Chair untuk dapat mengeluarkan dokumen yang akan menjadi basis pembahasan selanjutnya hingga dihasilkannya keputusan dalam COP24, 2018.

Secara keseluruhan terkait dengan Art.6, dapat disampaikan pengamatan dan tindak lanjut sebagai berikut. Pengamatan: - Dalam persidangan minggu kedua

sangat terasa adanya upaya saling sandera, terutama antara LMDC (dan Arab Group) dengan negara maju. Hal ini terutama dalam kaitannya dengan pembahasan mengenai response measures khususnya yang terkait dengan bagaimana forum response measure di bawah Persetujuan Paris

Tindak lanjut: - Perlu dilakukan rangkaian

pembahasan atas berbagai submisi yang pernah disampaikan Para Pihak, termasuk juga submisi dari observer sebagai antisipasi proses perundingan dalam SBSTA48 dan SBSTA49 nantinya

- Konsultasi dengan berbagai pihak di dalam negeri, terutama para

Page 149: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

149

- Pelaksanaan roundtable discussions among parties dalam rangka SBSTA48

Pertemuan contact-group dilanjutkan pada Selasa, 14 November 2017, Co-Chairs yang mengalami beberapa kali skorsing untuk memungkinkan lobby dan pembahasan antar Para Pihak. Pada dasarnya, terjadi sandera-menyandera dengan proses yang terjadi di bawah isu response measures. meminta agar Negara Pihak dapat berunding sesama dan antar group negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan mengenai draft text. Dalam contact-group lanjutan di sore harinya, disepakati draft conclusion yang akan disampaikan kepada Chair SBSTA. Isi draft conclusion dari masing-masing sub-agenda items adalah sama dengan fokus sesuai mandat masing-masing.

pelaku langsung, menjadi penting untuk dapat memperoleh manfaat optimal dari pembahasan Art.6 ini

SBSTA 11(a) Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement

Draft conclusion telah disampaikan kepada Chair SBSTA dan telah diadopsi dalam siding pleno penutupan SBSTA. Isi dari dokumen ini adalah sebagai berikut : - SBSTA sesuai dengan mandat decision 1/CP.21,

paragraph 36 telah melanjutkan elaborasi mengenai the guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement.

- SBSTA mencatat submisi yang disampaikan oleh Para Pihak sebagai respon atas call for submission (FCCB/SBSTA/2017/4 para.105).

- SBSTA juga mencatat third informal note yang disiapkan oleh Co-Chairs.

- Untuk memfasilitasi pembahasan dalam SBSTA48 (April-May 2018), SBSTA meminta SBSTA-Chair untuk menyiapkan informal dokumen berisikan draft elemen guidance on

- Guidance yang dihasilkan sesuai mandat untuk Art.6.2 akan menjadi guidance yang berlaku untuk keseluruhan Art.6

- Guidance dapat saja lebih dari satu tergantung pada elemen-elemen utama yang memerlukannya

- Art.6.2 dan Art.6.4 bersifat suplementer terhadap aksi mitigasi domestik, karenanya perlu diberikan batasan (cap)

Page 150: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

150

cooperative approaches berdasarkan submisi-submisi Para Pihak sebelumnya di bawah sub-agenda item ini dan juga the third iteration of the informal note yang telah disiapkan oleh Co-Chairs.

- SBSTA setuju untuk melanjutkan pembahasan mengenai sub-agenda ini dalam SBSTA48.

Dokumen terkait, yaitu: - http://unfccc.int/resource/docs/2017/sbsta/eng/l2

6.pdf

- http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in-session/application/pdf/sbsta47_11a_third_informal_note_.pdf

SBSTA 11(b) Rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement

Draft conclusion telah disampaikan kepada Chair SBSTA dan telah diadopsi dalam siding pleno penutupan SBSTA. Isi dari dokumen ini adalah sebagai berikut : - SBSTA sesuai dengan mandat decision 1/CP.21

para.38 telah melanjutkan elaborasi mengenai rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement.

- SBSTA mencatat submisi yang disampaikan oleh Para Pihak sebagai respon atas call for submission (FCCB/SBSTA/2017/4 para.114).

- SBSTA juga mencatat third informal note yang disiapkan oleh Co-Chairs.

- Untuk memfasilitasi pembahasan dalam SBSTA48 (April-May 2018), SBSTA meminta SBSTA-Chair untuk menyiapkan informal dokumen berisikan draft elemen rules, modalities and procedures berdasarkan submisi-submisi Para Pihak sebelumnya di bawah sub-agenda

- Guidance yang dihasilkan sesuai mandat untuk Art.6.2 akan menjadi guidance yang berlaku untuk keseluruhan Art.6

- RMP dapat mengambil RMP mekanisme di bawah KP dengan penyesuaian

Page 151: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

151

item ini dan juga the third iteration of the informal note yang telah disiapkan oleh Co-Chairs.

- SBSTA setuju untuk melanjutkan pembahasan mengenai sub-agenda ini dalam SBSTA48.

Dokumen terkait, yaitu: - http://unfccc.int/resource/docs/2017/sbsta/eng/l2

7.pdf

- http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in-session/application/pdf/sbsta47_11b_third_informal_note_.pdf

SBSTA 11(c) Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement

Draft conclusion telah disampaikan kepada Chair SBSTA dan telah diadopsi dalam siding pleno penutupan SBSTA. Isi dari dokumen ini adalah sebagai berikut: - SBSTA sesuai dengan mandat decision 1/CP.21

para.40 telah melanjutkan elaborasi draft decision on the work programme under the framework for non-market-based approached referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement.

- SBSTA mencatat submisi yang disampaikan oleh Para Pihak sebagai respon atas call for submission (FCCB/SBSTA/2017/4 para.123).

- SBSTA juga mencatat third informal note yang disiapkan oleh Co-Chairs.

- Untuk memfasilitasi pembahasan dalam SBSTA48 (April-May 2018), SBSTA meminta SBSTA-Chair untuk menyiapkan informal dokumen berisikan draft decision on the work programme under the framework for non-market-based approached berdasarkan submisi-submisi Para Pihak sebelumnya di bawah sub-agenda

- Prinsip utama adalah tidak terjadi transfer dan transaksi hasil mitigasi, adaptasi maupun dukungan aksi di antara Para Pihak yang terlibat

Page 152: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

152

item ini dan juga the third iteration of the informal note yang telah disiapkan oleh Co-Chairs.

- SBSTA setuju untuk melanjutkan pembahasan mengenai sub-agenda ini dalam SBSTA48.

Dokumen terkait, yaitu: - http://unfccc.int/resource/docs/2017/sbsta/eng/l2

8.pdf

- http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in-session/application/pdf/sbsta47_11c_third_informal_note_.pdf

CMP 4 Matters Relating to the Clean Development Mechanism

Pembahasan pada agenda ini tidak mengalami banyak kemajuan. Perkembangan pembahasan berjalan sangat lamban dan pada akhirnya disepakati draft decision yang disampaikan kepada Presiden CMP untuk diadopsi dalam sidang pleno penutupan CMP13. Isi dari decision tersebut (FCCC/KP/CMP/2017/L.2) adalah: - Menerima laporan yang disampaikan oleh CDM

Executive Board untuk tahun 2016-2017 - Mencatat kontribusi CDM yang mencakup: 7.780

kegiatan yang telah didaftarkan (registered project activities), 310 program yang telah didaftarkan (registered programme of activities), lebih dari 1,88 milyar CERs yang telah dikeluarkan (yang 124 juta di antaranya voluntary cancelled di tingkat nasional maupun multilateral).

- Mencatat peran voluntary cancellation of CERs (Dec.1/CP.19 para.5(c) dan Dec.1/CP.21 para 106)

- Mencatat distribusi regional dari kegiatan yang terdaftar, program yang terdaftar serta CER yang

CDM-DNA Indonesia perlu mengikuti berbagai perkembangan yang ada termasuk dalam hal standardized baseline.

Page 153: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

153

dihasilkan sebagai berikut: Afrika (2,8%, 36,1% dan 2,2%), Asia-Pasifik (83,8%, 47,1% dan 84,8%), Eropa Timur (0,6%, 0,7% dan 0,2%) serta Amerika Latin dan Karibia (12,8%, 16,1% dan 128%)

- Meminta Para Pihak untuk segera meratifikasi Amandemen Doha

- Meminta CDM-EB untuk melanjutkan upaya simplifikasi proses standardized baseline, termasuk membantu DNA jika diminta

- Mendukung CDM-EB untuk terus bekerjasama dengan institusi pendanaan terkait Dec.6/CMP.11, para.7&8

- Mengakui dukungan regional collaboration center kepada stakeholder dalam CDM, dan meminta CDM-EB untuk meneruskan dukungan ini serta melaporkannya kepada CMP14, 2018

- Mencatat bahwa CDM-EB telah mengadopsi business and management plan 2018-2019

- Memberikan akreditasi kepada DOE baru

KELOMPOK RESPONSE MEASURE

COP 14 Implementation of Article 4, paragraphs 8 and 9, of the Convention

COP 14(a) Implementation of the Buenos Aires programme of work on adaptation and response measures (decision 1/CP.10)

Buenos Aires work programme untuk response measures (RM) mencakup hal-hal sebagai berikut: - Fokus ke dua area yaitu (1) modelling and economic diversification dengan work programme untuk melakukan dua workshop (telah dilaksanakan 2005-2006) dan (2) pelaporan dampak response dengan work programme mendorong Parties melaporkan hal terkait RM dalam National Communication-nya; - Meminta SBI mempertimbangkan kompilasi RM yang dihasilkan di CP.7; dan

n/a n/a

Page 154: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

154

- Mengundang GEF dan lembaga internasional lainnya untuk memberikan masukan dalam CP.12 terkait kompilasi RM di CP.7. Semua work programme ini telah dilaksanakan dan SBI/SBSTA diminta untuk membahas tindak lanjutnya. Dengan demikian, agenda item ini tidak dibahas secara khusus dalam persidangan COP tetapi mengacu (referred to) hasil persidangan agenda terkait dalam SBI/SBSTA. Dalam hal ini adalah joint agenda SBI/SBSTA 17/9.

SBI SBSTA

17 9

Impact of the implementation of response measures

SBI SBSTA

17(a) 9(a)

Improved forum and work programme

Dalam pembahasan item SBI/SBSTA agenda 17/9 item a: Improved forum and work programme, Parties yang telah menyampaikan submisinya (EU, Maldives for G77, Mali for Africa Group, Ghana) mempresentasikan isi submisi mereka. Beberapa tanggapan diterima dari Australia, US, Singapore dengan kesimpulan akan pentingnya modelling tools untuk memperkirakan dampak negatif response measures yang mencakup metodologi dan guidelines serta case study. Diangkat pula perlunya modelling tools ini untuk dibangun dengan mempertimbangkan pengalaman-pengalaman yang sudah ada baik dari Parties maupun dari lembaga-lembaga internasional seperti ILO dan WTO. Text kesimpulan untuk item ini telah diterbitkan Sekretariat dan dapat diakses pada alamat FCCC/SB/2017/L.7

Submisi G77 untuk agenda ini memuat poin-poin sebagai berikut:

- Peningkatan kapasitas untuk memahami dampak lintas batas (cross-border impact) dari response measure negara maju terhadap negara berkembang. - Perlu technical paper dari Sekretariat yang mencakup topik identifikasi tools yang ada, pengalaman penggunaannya, gaps yang ada untuk menggunakan tools existing tersebut, dan keperluan kustomisasi. - Peningkatan kapasitas harus jadi bagian integral dari pengembangan modeling tools. - Selain diskusi in-forum, perlu ada program training regional untuk mengakomodir diskusi yang lebih teknis dan berbagi pengalaman.

Work programme IF berikutnya adalah in-forum training workshop yang akan dilakukan di antara April-Mei 2018 (SB48). Namun beberapa negara berkembang (Mali, Uganda) didukung oleh G77 meminta diadakan regional training workshop daripada workshop dalam sesi perundingan yang hanya akan dihadiri oleh negotiator. Regional workshop dipandang dapat lebih melibatkan personil teknis yang relevan dengan pengembangan dan/atau penggunaan modelling tools. Negara-negara maju menolak ide ini dan meminta untuk tetap pada work programme yang telah disetujui di SB44. Hasil Akhir (per 13 Nov 11pm): Draft conclusion telah disetujui. G77 memperjuangkan teks yang

Page 155: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

155

Indonesia mendukung posisi G77 ini karena mendukung kepentingan nasional dan menurut koordinator isu G77 (Saudi Arabia), submisi ini telah melalui proses pembahasan internal G77.

memberi ruang kepada sekretariat menjalankan work program selain yang sudah disetujui di SB44, misalnya mengadakan workshop regional, dan lain-lain. Teks kemudian disetujui namun dengan trade-off bahwa tidak ada kegiatan ad-hoc TEG sampai SB49 tetapi desain ad-hoc TEG akan direview dan didiskusikan di SB49. Negara pihak diminta submisinya sampai dengan 30 Maret 2018 tentang improved forum untuk Desember 2018 dan work program untuk SB 48

SBI/ SBSTA

17(b) 9(b)

Modalities, work programme and functions under the Paris Agreement of the forum on the impact of the implementation of response measures

Setelah mandated events pada tanggal 4-5 November 2017, co-facilitator membuat Reflection Notes yang mencerminkan pemahaman co-facilitator terhadap hasil workshop dan pandangan-pandangan Parties dalam submisinya. Reflection Note telah ditayangkan dalam webpage in-session document sejak tanggal 6 November 2017. (http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in-session/application/pdf/reflection_note.pdf) Text kesimpulan untuk item ini telah diterbitkan Sekretariat dan dapat diakses pada alamat FCCC/SB/2017/L.8 Draft Informal Note untuk item ini dapat diakses di alamat http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in-session/application/pdf/sbi47_17b_sbsta47_9b_informal_note.pdf

Submisi G77 untuk agenda memuat poin-poin sebagai berikut:

- Fungsi yang mencakup peningkatan kesadaran dan kapasitas, berbagi pengalaman dan solusi. - Elemen work programme yang mencakup analisa, dialog, metodologi/tools, studi kasus, peningkatan kapasitas, pengembangan guidelines, pemantauan, dan pelaporan. - Modalitas FPA yang sebaiknya tetap dibawah SBI dan SBSTA, melapor kepada COP/CMP/CMA, terintegrasi dengan TEG dan dukungan Sekretariat untuk menganalisa NDC negara maju dalam kaitan dengan RM, memberikan masukan kepada proses Global Stock Take.

a) Belum ada kesimpulan yang bersifat rekomendasi untuk isu RM, khususnya FPA. Laporan TEG bisa menjadi awal namun beberapa negara maju menganggap konten laporan tidak bersifat rekomendasi. Beberapa negara berkembang menginginkan Reflection Note yang telah disusun sekretariat bisa menjadi rekomendasi hasil sidang SBI/SBSTA untuk menjadi keputusan di sidang COP, namun negara-maju masih menolak keinginan ini. Topik rekomendasi dan status Reflection Note akan menjadi bahan diskusi dalam konsultasi berikutnya. b) Co-Facilitator (CF) membuat informal note sebagai rekaman atas ide-ide yang timbul dalam proses negosiasi. Konsultasi

Page 156: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

156

- G77 berpendapat bahwa TEG harus menjadi badan permanen dibawah forum yang melaksanakan kegiatan teknis tentang RM, misalnya studi, training workshop, asesmen, review, pilot projects, dan lain-lain. Submisi G77 ini tidak bertentangan dengan submisi Indonesia untuk item b yang intinya adalah menyambut baik adanya forum RM dibawah Paris Agreement (FPA) dan mengharapkan forum ini mempunyai komponen aksi/solusi dan pembangunan kapasitas.

berikutnya akan membahas isi informal note untuk proses negosiasi selanjutnya mengingat kemungkinan besar tidak akan ada hasil konkrit dari sesi SB kali ini. c) Saudi Arabia mengusulkan adanya synthesis report, pre-sessional roundtable dan call for submission mengenai work programme, modalities dan fungsi forum RM under PA. Hal ini didukung beberapa negara berkembang tapi sangat ditentang negara maju karena dianggap tidak pernah dibahas sebelumnya. Pada akhir tidak masuk dalam draft konklusi. d) Pembahasan item b ini akan dilanjutkan Selasa, 14 Nov. Bila deadlock, G77 mengharapkan teks sementara dapat diteruskan ke tingkat menteri namun negara maju kelihatannya akan menolak dan menggunakan rule 16. e) Negosiasi proposal Saudi Arabia deadlock. Saudi dan LMDC kemudian mengaitkan keputusan di agenda item b dengan negosiasi di agenda Article 6. f) Negaa Afrika mengusulkan untuk memasukan submisi sebelum SB 48 namun ditentang hamper semua negara, setelah melalui lobby panjang kahirnya negara Afrika yang dimotori Mali dan didukunga Afrika Selatan menerima untuk menarik kembali proposal mereka

Page 157: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

157

Hail akhir (per 14 Nov 17pm): Setelah kompromi antar grup negara, disepakati satu bahasa yang sama untuk digunakan di 3 sub agenda Article 6 dan agenda item b Response Measures. Intinya adalah meminta SB Chairs membuat informal document, yang memuat draft element berdasarkan submisi yang lalu dan informal note dari Co-Facilitator, untuk bahan diskusi di SB48. Draft conclusion telah disetujui sesuai kesepakatan ini.

SBI 17(c) Matters relating to Article 3, paragraph 14, of the Kyoto Protocol

SBI/SBSTA memutuskan untuk tidak membahas agenda item ini, namun mempertimbangkannya secara terintegrasi dalam negosiasi SBI/SBSTA tentang forum RM (item a).

n/a n/a

SBSTA 9(b) Matters relating to Article 2, paragraph 3, of the Kyoto Protocol

SBI/SBSTA memutuskan untuk tidak membahas agenda item ini, namun mempertimbangkannya secara terintegrasi dalam negosiasi SBI/SBSTA tentang forum RM (item a).

n/a n/a

SBI 17(d) Progress on the implementation of decision 1/CP.10

SBI/SBSTA memutuskan untuk tidak membahas agenda item ini, namun mempertimbangkannya secara terintegrasi dalam negosiasi SBI/SBSTA tentang forum RM (item a).

n/a n/a

KELOMPOK GENDER AND CLIMATE CHANGE

COP 16 Gender and climate change

SBI 20 Gender and climate change

Sesuai mandat dari Decision 21/CP.22 (paragraf 6-29), SBI menyusun rencana aksi gender (GAP) guna mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan mandat terkait gender di bawah proses UNFCCC. GAP ini terdiri dari sejumlah bidang prioritas,

Indonesia menyepakati draft GAP yang telah disusun berdasarkan berbagai hasil konsultasi informal dengan Para Pihak, termasuk UN Entities lainnya dan observers.

Berdasarkan info Sekretariat UNFCCC, hingga saat ini hanya 13 negara yang telah menunjuk nasional focal point gender untuk negosiasi iklim yang menjadi

Page 158: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

158

kegiatan kunci dan indikatornya, waktu pelaksanaan, dan aktor kunci yang terlibat. Minggu pertama ini adalah berbagai sesi konsultasi informal dan forrmal dengan co-fasilitator Ms. Winnie Lichuma (Kenya) and Mr. Geert Fremout (Belgia). Di awali dengan pertemuan koordinasi pra-COP pada tanggal 6 November untuk konsolidasi bagi Para Pihak yang berminat untuk membahas draft GAP, yang merupakan hasil kompilasi dari berbagai proses informal sebelumnya yaitu konsultasi informal di Den Haque pada tanggal 27-28 March 2017 dan di Ottawa Kanada pada tanggal 14-15 September 2017 serta In-session Workshop to develop possible elements of the gender action plan under the UNFCCC pada tanggal 10-11 Mei 2017 di Bonn. Hingga saat ini Para Pihak masih menyepakati 5 bidang prioritas, 5 outcomes, dan 21 kegiatan kunci/pokok. Adapun bidang prioritas dimaksud adalah: A. Capacity building, knowledge sharing and

communication B. Gender balance, participation and women’s

leadership C. Coherence D. Gender-responsive implementation and means

of implementation E. Monitoring and reporting Dari kelima prioritas ini, prioritas C dan E dan kegiatan-kegiatan kuncinya mayoritas menjadi mandat Sekretariat dan UN Entities lainnya sesuai Decision 21/CP.22. Adapun kegiatan-kegiatan yang menjadi kewajiban Para Pihak adalah melaporkan kebijakan-kebijakan iklim terkait proses UNFCCC, termasuk informasi tentang proses pengintegrasian

Indonesia juga sepakat dengan usulan topik-topik untuk workshop tahun 2018 dan 2019 mengingat relevansinya dengan kebutuhan Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam berbagai kebijakan dan program perubahan iklim dengan mempertimbangkan kebutuhan dan peran kelompok rentan.

mandate Decision 21/CP22 para 22. Untuk itu, Indonesia perlu segera menindaklanjuti. Nominasi nasional fokal point gender disampaikan melalui surat resmi dari National Focal Point kepada Sekretariat UNFCCC. Gender Action Plan (GAP) atau Rencana Aksi Gender yang dihasilkan akan mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan mandat terkait gender di bawah proses UNFCCC. GAP yang berisi bidang prioritas, kegiatan kunci dan indikatornya, waktu pelaksanaan, dan aktor kunci yang terlibat, serta usulan topik-topik untuk workshop tahun 2018 dan 2019 memiliki relevansi dengan kebutuhan Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam berbagai kebijakan dan program perubahan iklim dengan mempertimbangkan kebutuhan dan peran kelompok rentan.

Page 159: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

159

gender dalam kebijakan-kebijakan tersebut (reporting on their climate policies under the UNFCCC process, to include information on how they are integrating gender considerations into such policies). Berdasarkan draft GAP saat ini, maka kegiatan-kegiatan yang mengikat bagi Para Pihak adalah sebagai berikut: - Submission on the systematic integration of

gender-sensitive and participatory education, training, public awareness, public participation and public access to information into all mitigation and adaptation activities implemented under the Convention, as well as under the Paris Agreement, including into the implementation of their NDCs and the formulation of long-term low greenhouse gas emission development strategies, and invite the ACE to hold a dialogue on how Parties and observer organizations have promoted the systematic integration of gender considerations in the above-mentioned issues (based on Decision 21/CP22 Para 7-8)

- Submission on the integration gender considerations in adaptation, mitigation, capacity-building, technology, finance actions and on policies/plans for enhancing gender balance In their national climate delegations (based on Decision 21/CP22 Para 16, 17, 23, 26, 33)

- Capacity-building for women and men delegates and gender focal points on gender mainstreaming including at regional and sub-regional levels (based on Decision 21/CP22 Para 7-8)

- Promote the significance of travel funds, including [specific UNFCCC Fund to be clarified], as means to support the participation of women

Page 160: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

160

in UNFCCC sessions including grassroots and indigenous women from developing countries / LDCs & SIDs on national delegations (based on Decision 21/CP22 Para 10)

- Cooperate in, promote, facilitate, develop and implement formal and non-formal education and training programmes focused on climate change at all levels, targeting women and youth in particular, and including the exchange or secondment of personnel to train experts (based on Decision 21/CP22 Para 7-8)

- In cooperation with UNEP-DTU Partnership and CTCN, invite interested stakeholders to share information on the incorporation of gender in Technology Needs Assessments during Gender Day (based on Decision 21/CP22 Para 17)

- Strengthen the capacity of gender mechanisms, including parliamentarians, the IPU, commissions, funding ministries, NGOs and CSOs for the integration of gender responsive budgeting in climate-finance, access, and delivery through training, expert workshops, technical papers and tools

- Parties reporting on their climate policies under the UNFCCC process, to include information on how they are integrating gender considerations into such policies (Decision 21/CP22 Para 33).

[Draft GAP terlampir] Dalam konsultasi informal ini, Para Pihak juga sepakat bahwa matriks GAP akan diusulkan menjadi lampiran dari keputusan terkait GAP. Selain draft GAP, konsultasi informal juga menyepakati usulan topik in-session workshop tahun 2018 dan 2019 (Decision 21/CP22 para 11-12) dengan mempertimbangkan keterkaitannya dengan

Page 161: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

161

kegiatan-kegiatan kunci yang diusulkan dalam GAP antara lain yaitu: gender-disaggregated data, indigenous and grassroots women’s participation and local knowledge informaing gender responsive climate policy and action, the impacts of climate change-related disasters on vulnerable households froma gender perspective,

KELOMPOK AGRICULTURE

SBSTA 7 Issues relating to agriculture

Persidangan telah menghasilkan Draft conclusions proposed by the Chair, dengan pokok-pokok hasil persidangan sebagai berikut: 1. SBSTA berkaitan dengan decision 2/CP.17, paragraph 75, melanjutkan pembahasan mengenai isu-isu terkait pertanian (agriculture) 2. SBSTA melanjutkan pertukaran pandangan mengani isu-isu terkait agriculture, dengan mempertimbangkan outcomes dari in-session workshops dan progress hasil SBSTA 46 yang lalu. 3. The SBSTA menyetujui untuk melanjutkan pembahaan pada persidangan SBSTA 48 (April– May 2018) mengenai basis dari elemen-elemen untuk possible draft decision mengenai isu-isu terkait agriculture

Untuk itu persidangan telah menghasilkan Draft decision elements for a possible draft decision on issues relating to agriculture for consideration at SBSTA 48. Pada draft decision tercantum 2 (dua) opsi, yaitu opsi 1 dengan ada preambule, dan opsi 2 tanpa preambule.

Dari enam aspek teknologi yang disanpaikan, tampaknya sudah mencakup secara menyuruh dan kami mengusulkan untuk menambahkan poin tentang manajemen pengelolaan air.

Persidangan terkait pertanian akan melanjutkan pembahasan pada persidangan SBSTA 48 (April– May 2018) mengenai basis dari elemen-elemen untuk possible draft decision mengenai isu-isu terkait pertanian. Untuk persidangan SBSTA 48, Negara pihak selambatnya tanggal 31 Maret 2017 diminta menyampaikan pandangan mengenai metoda dan pendekatan untuk mengkaji adaptasi, adaptasi co-benefits dan resilience; perbaikan karbon dan kesuburan tanah grassland dan cropland melalui system terintegrasi, termasuk pengelolaan air; perbaikan penggunaan nutrient dan pengelolaan kotoran termak, perbaikan system pengelolaan peternakan, dan aspek social ekonomi dan ketahanan pangan akibat perubahan iklim di sektor pertanian.

Page 162: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

162

Selama proses persidangan, dalam pleno yang dipimpin oleh COP telah disampaikan draft porposal tentang jenis teknologi. Banyak negara yang mengusulkan untuk meminta informal konsultasi dengan lebih memperjelas poin yang dituangkan dalam paragraph dengan lebih detail. Parties menginginkan agar langkah langkah menuju implementasi agar disiapkan dengan sangat matang dengan mengusulkan dilaksanakan dua workshop kedepan. Sebagian besar parties menginginkan tindak lanjut dalam bentuk implementasi. Terdapat dua usulan tindak lanjut yi dari kelompok Amerika Selatan dan Afrika. Diusulkan pula bhw SBSTA akan mengusulkan rekomendasi output kmd meminta keputusan dr COP. Perbedaan dari kedua usulan adl kel Afrika menginginkan mapping jenis teknologi dilakukan oleh parties sementara South American menginginkan dilakukan oleh co facilitator.

KELOMPOK RESEARCH AND SYSTEMATIC OBSERVATION

SBSTA 8 Research and Systematic observation

Persidangan telah menghasilkan draft conclusion proposed oleh chair, dengan pokok-pokok hasil persidangan sebagai berikut:

The SBSTA mengapresiasi penyampaian hasil riset European Union on behalf of the Committee on Earth Observation Satellites (CEOS) and the Coordination Group for Meteorological Satellites (CGMS), the Global Climate Observing System (GCOS), the IPCC, the Intergovernmental Oceanographic Commission of the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, the World Climate Research Programme and WMO, yang

Fokus ke aspek substantive elements dari Research and Systematic observation, dengan mempertimbangkan relevant element terkait posisi Indonesia pada isu/agenda lain.

Negara pihak terutama negara berkembang diminta untuk melakukan peningkatan systematic observations secara berkelanjutan, diantaranya terkait peran laut dalam perubahan iklim global dan prediksi cuaca ekstrim. Untuk persidangan tahun 2018 perlu disiapkan rancangan keterkaitan hasil RSO berupa review secara periodic dari long-term global goal dibawah Konvensi Perubahan Iklim

Page 163: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

163

sedang mengembangkan IG3IS (Integrated Global GHG Information System, yaitu monitoring satelit utk membantu inventory.

Peningkatan peran laut dalam perubahan iklim global

Peningkatan peran WMO melalui global framework for climate service utk mensupport parties dalm implementasi PA (INV)

Peningkatan systematic observation terutama utk pemahaman dan prediksi extreme weather

dengan penyiapan global stocktake dibawah Paris Agreement.

KELOMPOK LOCAL COMMUNITIES AND INDIGENOUS PEOPLES PLATFORM

SBSTA 13 Local communities and indigenous peoples platform

Sejumlah pertemuan informal telah dilakukan pada tanggal 11, 13 dan 14 November 2017. Pertemuan tidak mencapai kesepakatan hingga batas waktu yang telah diberikan. SBSTA Chair kemudian mengeluarkan proposal draft recommendation, yang mana berdasarkan proposal tersebut pertemuan berhasil mencapai kesepakatan dengan didorong momentum untuk menyegerakan operasionalisasi platform. Hal-hal yang disepakati antara lain:

Fungsi Platform, yaitu untuk berbagi pengalaman, peningkatan kapasitas bagi IPLC untuk berpartisipasi pada berbagai proses di bawah UNFCCC, dan menyediakan enabling environment bagi penguatan peran IPLC dalam mencapai NDC

Operasionalisasi Platform, dan menyiapkan modalitas untuk operasionalisasi secara menyeluruh

Menekankan pentingnya keberimbangan antara Local Communities dengan Indigenous Peoples.

Pembahasan ke depan akan difokusukan untuk menyiapkan berbagai modalitas untuk operasionalisasi penuh IPLC Platform. Kegiatan pertama IPLC Platform sesuai mandat adalah menyelenggarakan Multi-stakeholder Working Group. Indonesia perlu terus menekankan keberimbangan IP dengan LC, serta menjaga agar forum ini tetap sesuai fungsi utamanya sebagai wadah untuk berbagi pengalaman serta mengintegrasikan nilai-nilai dan pengetahuan IPLC dalam penanganan perubahan iklim.

Page 164: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

164

Kegiatan pertama IPLC Platform adalah menyelenggarakan multi-stakeholder workshop yang bertujuan untuk mengimplementasi fungsi platform yang telah disepakati;

Meminta SBSTA-48 untuk operasionalisasi lebih lanjut dari platform, termasuk pembentukan facilitative working group (yang bukan merupakan badan negosiasi UNFCCC), serta membahas modalitas penyusunan work plan bagi operasionalisasi penuh IPLC Platform

Page 165: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

165

Page 166: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

166

LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA UNTUK AGENDA NON PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE, BONN, JERMAN, 6– 17 NOVEMBER 2017

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Mandated Events

1 APA Round table Agenda Item 5 - Modalities, procedure and guidelines for the transparency framework for action and support referred to in Art. 13 of the PA

4 November 2017, Chamber Hall

Co-facilitator melakukan rekapitulasi terhadap semua submisi negara yang masuk, dan didasarkan itu dilakukan kompilasi dan dikeluarkan pertanyaan pembantu untuk pancingan, agar bisa dikomunikasikan/dibahas pada round-table meeting. Juga muncul cross-cutting matters, yang mencakup pertanyaan: 1. Is there a single comprehensive article 13 report or multiple

article 13 reports? When is/are the first article 13 report(s) due, and when will the subsequent report(s) be due?

2. What would be the benefits, if any, of including principles and/or objectives in the MPGs? If they were included, or what basis would be determined that they should apply to the MPGs as a whole, or specific to each section of the MPGs?

3. Which specific of the existing MRV system will be superseded (and under what condition), which will continue, and how will this be reflected in MPG?

Cross-cutting matters belum bisa dibahas banyak dalam Round Table Meeting (RTM), karena MPGnya juga belum sepenuhnya terkonsep/terbangun. Indonesia memandang bahwa MPG harus terbentuk dulu, baru pertanyaan terkait cross-cutting matters bisa difinalkan.

Questions related to “Support provided and mobilized”:

What information will developed countries report on financial, technology transfer and capacity-building support provided under Articles 9–11 of the Paris Agreement? How and when will the outcome of the modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement, currently under development by SBSTA, be incorporated into the MPGs? What other work is also relevant?

Will the MPGs for developed country parties be the same as or different from those for other Parties that provide

MPG yang dibangun adalah satu saja, dan dapat dipergunakan oleh baik negara maju maupun berkembang, hanya saja flexibility harus menjadi satu catatan untuk membedakan kemampuan negara maju dan berkembang.

Reporting untuk finance (support provided and mobilized) harus bisa dipisahkan dari reporting untuk support lainnya, mengingat kompleksitas yang ada dalam urusan finance ini.

Perlu kepastian dan kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan climate finance, agar

Page 167: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

167

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

support, recognizing the different legal provisions in the Paris Agreement?

Should reporting on capacity-building and technology support provided be separate from reporting on finance? What quantitative and/or qualitative approaches to reporting would best capture the specific nature of these two areas?

diskusi terkait article 9 dapat dalam kesepahaman yang sama.

Diskusi internal untuk menyepakati definisi climate finance usulan Indonesia, dan bagaimana memilah antara reporting untuk support provided dan support mobilized, perlu segera diagendakan.

Questions related to “Support needed and received”:

What should developing countries report, and how could that include use, impacts and estimated results?

Should reporting on capacity-building and technology support needed and received be separate from reporting on finance? What quantitative and/or qualitative approaches to reporting would best capture the specific nature of these two areas? Would common tabular formats facilitate developing country reporting on support needed and received? If so, what would they look like?

Report pada support needed and received bagi developing country perlu dipisahkan, dimana support received sudah ada di dalam berbagai modalitas pelaporan yang ada, sedangkan support needed belum banyak dilaporkan.

Reporting untuk finance (support needed and received) harus bisa dipisahkan daripada reporting untuk support lainnya, mengingat kompleksitas yang ada dalam urusan finance.

Dipandang bahwa informasi bisa dalam bentuk quantitative dan qualitative, sesuai dengan kondisi.

Tabular information dipandang sangat tepat untuk quantitative information. Namun bentuk tabular jangan membatasi ataupun memberikan beban yang lebih.

Diskusi internal untuk memilah antara reporting untuk support needed dan support received, sesuai kondisi Indonesia, perlu segera diagendakan.

Questions related to “Technical expert review”, including a focus on transparency of support:

How often will the technical expert review take place, considering the number, timing, and frequency of Article 13 report(s)? Where will the technical expert reviews take

Technical expert review perlu bisa menjaga kepentingan scientific, dan harus bisa menghargai best-practice dari negara yang direview (sesuai posisi Indonesia, dan juga

Page 168: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

168

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

place and what format will they use, i.e., will they be in-country, centralized, desk, or other?

What “areas for improvement” can the technical expert team identify? When and how will the identified areas of improvement be implemented? Should Parties regularly submit plans/areas where they intend to improve transparency over time, and if so, what should they contain? How should the technical expert review MPGs operationalize flexibility for those developing countries that need it in the light of their capacities?

disampaikan oleh China, Brazil dan New Zealand)

Indonesia dan negara-negara memandang bahwa periodisitas pelaporan yang ada, seperti BUR dan NC adalah frekwensi pelaporan yang tepat.

Hal yang perlu dipikirkan bahwa, apabila laporan terkait artikel 13 akan disusun dalam 1 laporan lengkap (misalnya dalam existing model pelaporan seperti NC dan BUR), maka akan seperti apakah kualitas dari expert reviewernya? (mengingat kompleksitas yang ada).

Belum lagi perlu diingat bahwa masih ada kelemahan terhadap MRV yang terkait support, khususnya terkait finance.

Untuk improvements harus diarahkan sesuai dengan kebutuhan negara terkait terhadap NDC-nya (sesuai posisi Indonesia, dan juga disampaikan oleh Filipina).

Rencana improvement bagus untuk dilaporkan, namun sebaiknya menyesuaikan dengan capaian improvement yang ada, sebelum melanjutkan laporan/informasi tentang periodisitas improvement.

Questions related to “Facilitative, multilateral consideration of progress (FMCP)”, including a focus on transparency of support:

How often will the facilitative, multilateral consideration of progress take place? In what forum or context will the FMCP take place? How would sequencing with the technical expert review be managed?

How should the FMCP MPGs operationalize flexibility for those developing countries that need it in the light of their capacities?

Dipandang bahwa FMCP bisa menggunakan berbagai fasilitas yang mungkin untuk dipakai, dan diusahakan agar lebih mudah untuk dipahami oleh negara-negara dengan keadaan yang bervariasi. Sehingga tidak perlu dibuat suatu forum khusus untuk itu.

Pemanfaatan webinar – sebagai kelengkapan sesi pertemuan langsung, ini dapat dilakukan juga dengan online questions and answer in advance.

Page 169: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

169

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

What kind of output from the FMCP will there be, if any? Dibahas bahwa FMCP akan optimal apabila dilakukan setelah BUR dan setelah TER dilaksanakan.

FMCP untuk developing country apakah tidak sebaiknya bersifat voluntary dan lebih keharusan pada developed country.

5 November 2017, Chamber Hall

Questions related to “Adaptation (article 13.8)”:

What is the linkage between the MPGs for Article 13.8 under APA agenda item 5 and the further guidance in relation to the adaptation communication, including, inter alia, as component of nationally determined contributions, referred to in Article 7, paragraphs 10 and 11, of the Paris Agreement, currently being considered under APA agenda item 4?

How and when will the outcome of the relevant aspects be incorporated into the MPGs?

How should the MPGs for climate change impacts and adaptation under Article 7, as appropriate, operationalize flexibility for those developing countries that need it in the light of their capacities?

Karena dibawah artikel 7 juga sudah membahas tentang guidance untuk adaptation communication, maka dipandang bahwa output dari ACom dapat menjadi input bagi TF untuk pembahasan APA item 4.

Untuk negara yang memasukkan komponen adaptasi dalam NDCnya, adaptation communication adalah komponen adaptasi untuk NDC, sehingga keterkaitan diantara adaptasi dan NDC sudah jelas.

Party memandang peran flexibilitas, agar setiap negara dapat memilih vehicle apa yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan adaptasi-nya

Apapun itu, dipandang bahwa pelaporan yang beragam dan bermacam akan mempersulit urusan pelaporan, sehingga tidak ada duplikasi dari efforts.

Questions related to “Information necessary to track progress made in implementing and achieving NDCs under Article 4”:

How will the MPGs incorporate the outcomes of work on matters relating to Article 6 of the Paris Agreement and accounting for Parties’ nationally determined contributions, as specified in decision 1/CP.21, paragraph 31, currently being developed by SBSTA and APA, respectively? What other ongoing work is also relevant?

Should the MPGs require countries to include projections for their expected progress in implementing and achieving NDCs under Article 4?

MPG untuk CTU dan understanding NDC masing-masing, dan peran penting applicability. Specific requirement terkait article 6, perlu disesuaikan dengan negosiasi yang masih dilakukan dibawah SBSTA

Projection sangat perlu untuk diketahui, karena dapat memberikan informasi pada negara terkait dan global stocktake untuk mengetahui kondisi setiap negara. Dan negara berkembang dalam BUR nya juga sudah menyampaikan proyeksinya

Page 170: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

170

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

What are developing countries’ capacity constraints in tracking progress made in implementing and achieving NDCs under Article 4? How should the tracking progress MPGs operationalize flexibility for those developing countries that need it in the light of their capacities?

(merupakan bagian penting dalam implementasi PA). Namun perlu diperhatikan bahwa perbedaan tipe NDC (sesuai nature-nya) mungkin tidak applicable untuk proyeksi. Bagi negara berkembang perlu dipahami kendala atau yang membatasi serta pentingnya kebutuhan tentang proyeksi.

Diluar proyeksi, apakah tidak lebih baik apabila informasi tentang impact dari mitigation action bisa lebih berguna.

Flexibility is closely related to the country capacity, dan NDC merupakan national determined, sehingga bagaimana tracking dari NDC yang dilakukan juga sangat terkait dengan national circumstances yang menjadi latar belakang NDC country.

Questions related to “National greenhouse gas inventory reports”:

Which IPCC guidance and metrics should Parties use in preparing their national GHG inventory reports?

Which years should be reported in national GHG inventory reports? Which gases should be reported in national GHG inventory reports?

What are developing countries’ capacity constraints in preparing national GHG inventory reports, including with regards to methods, data, and assumptions used to estimate national emissions and removals and their documentation? How should the national GHG inventory report MPGs operationalize flexibility for those developing countries that need it in the light of their capacities?

Tier harus dipergunakan untuk merepresentasikan flexibility negara, sedangkan penggunaan more recent guideline sudah dimandatkan (latest IPCC guideline).

Isu untuk year, disini flexibility juga berlaku untuk frekuensi dan tahun, karena sangat bergantung pada kondisi negara terkait. Detil gas yang dilaporkan, disesuaikan kondisi (flexibility) tapi bisa juga MPG mengatur agar disampaikan untuk gas-gas yang paling berpengaruh. Gas dilaporkan dalam mass unit atau dalam GWP

Metodologi sebagaimana submisi Indonesia untuk TF, yang penting adalah konsistensi penggunaan data, dengan appropriate adjustment if necessary.

2 APA round table on agenda item 4 (further

4 November 2017, Room Rakiraki

Pertemuan dibuka oleh APA Co-Chairs dan dilanjutkan dengan diskusi umum yang dipandu oleh Co-Facilitators. Parties

Pencermatan terhadap kertas kerja yang dihasilkan perlu dilakukan dengan

Page 171: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

171

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

guidance in relation to the adaptation communication)

diminta untuk menyampaikan pandangan mengenai hal-hal berikut:

Purposes : Tujuan atau kesenjangan paling relevan yang dapat diatasi melalui Adaptation Communication (ACom), yang belum terakomodir melalui vehicles atau mekanisme yang ada saat ini. Tujuan apa yang perlu ada dalam pedoman sehingga ACom dapat mengisi peluang atau kesenjangan tersebut

Elements : Dasar yang dapat digunakan untuk mengkategorikan common dan opt-in/opt-out elements

Vehicle : Pedoman yang diperlukan untuk menegaskan pilihan vehicle sebagaimana termuat dalam Paris Agreement

Linkages : Outcomes yang memungkinkan diperoleh untuk setiap linkages yang telah diidentifikasi sebelumnya dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap pedoman yang akan disusun. Selain itu diidentifikasi linkages mana yang akan mempengaruhi aspek pedoman dan mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu

Flexibility/optionatility/choice/direction: ketentuan apa yang perlu ada dalam pedoman untuk memastikan hal-hal tersebut diperhatikan oleh parties

Selanjutnya peserta dibagi kedalam 6 kelompok untuk menggali usulan outline serta heading/sub-heading pedoman. Hasil diskusi kelompok tercatat dalam tabel kompilasi pembahasan di masing-masing kelompok, dan menjadi pertimbangan parties dalam proses negosiasi APA agenda item 4.

mempertimbangkan kesiapan Indonesia untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan pada saat ketentuan mengenai ACom diberlakukan, sebagai bagian dari implementasi Paris Agreement

Review modalitas instrumen/perangkat yang telah dikembangkan di Indonesia yang dapat digunakan untuk menyiapkan data/informasi mengenai rencana, aksi, prioritas dan kebutuhan adaptasi

3 Response Measures Workshop (SBI/SBSTA)

4 November 2017, pukul 14:00-18:00, di Santiago de Chile Room

Pada SB 46, SBI dan SBSTA meminta sekretariat untuk menyelenggarakan sebuah lokakarya pra-sesi sebelum SBI 47 dan SBSTA 47 (November 2017) yang akan berfokus pada elemen-elemen modalitas, program kerja dan fungsi berdasarkan Perjanjian Paris tentang dampak penerapan

langkah-langkah respons kegiatan perubahan iklim.Jalannya

Co Fasilitator akan menyusun reflection note yang merupakan rangkuman pandangan dari para pihak selama workshop berlangsung

Page 172: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

172

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

KegiatanWorkshop dibuka oleh Sekretariat UNFCCC

kemudian dipimpin oleh Co Fasilitator. Selanjutnya dilakukan presentasi oleh Australia, European Union, Ghana, Maldives, United Arab Emirates tentang Fungsi dari Forum Response Measures dan dilanjutkan sesi diskusi.

Hal-hal yang DibahasDalam sesi presentasi, disampaikan

sebagai berikut: 1. Australia membuka presentasi dengan 3 pertanyaan :

(1) Bagaimana Forum membantu kita semua mengambil tindakan yang diperlukan dalam ambisi mitigasi ?; (2) Bagaimana Forum mengambil tindakan yang

memberikan kemakmuran ekonomi berkelanjutan ?; dan

(3) Bagaimana Forum memastikan pekerjaan yang layak

dan aman untuk kita?. Australia meminta TEG untuk

mendapatkan jawaban atas 3 pertanyaan tersebut. Australia juga memnita agar fungsi dari Forum RM dapat terus ditingkatkan untuk memastikan forum berkontribusi terhadap tujuan Perjanjian Paris.

2. European Union, menyampaikan fungsi dari Forum,

sebagai elemen arsitektur keseluruhan Perjanjian, dan khususnya, dalam konteks jangka panjangnya yaitu menjaga kenaikan suhu maksimal 2’C, seperti yang dinyatakan dalam pasal 4 Perjanjian Paris. Dampak perjanjian Parid bisa dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memaksimalkan dampak positif dan manfaat

tambahan, dan meminimalkan dampak negatif.

Uni Eropa memiliki lebih dari dua dekade pengalaman dalam merancang dan menerapkan kebijakan iklim yang mendorong emisi rendah, sekaligus meningkatkan pertumbuhan dan lapangan kerja. Kita akan berbagi pengalaman dan kapasitas kami ke negara-negara di semua wilayah. Kami akan membantu mitra untuk

Page 173: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

173

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

meningkatkan teknis dan analisis, kapasitas yang diperlukan untuk menilai dampak sosio – ekonomi

implementasi kebijakan iklim.

3. Ghana, mempresentasikan bahwa forum di bawah

Perjanjian Paris harus berorientasi pada tindakan mempromosikan pekerjaan, penambahan nilai teknis yang berfokus pada dampak lintas batas dari tindakan respons dan meminimalkan dampak tersebut pada partai negara berkembang. Perjanjian Paris mengakui kebutuhan negara-

negara berkembang.

Ghana menekankan bahwa forum tersebut akan melakukan

fungsi berikut:a) Memastikan kontinuitas; b) Berbagi

pengalaman dari pelaksanaan program kerja; c) Menerapkan prinsip-prinsip kontinuitas dan evolusi ke program kerja, modalitas dan fungsinya; d) Mengidentifikasi dan mengembangkan alat dan pendekatan untuk mengurangi dampak tindakan respons di negara berkembang; e) Pisahkan sejauh mungkin masalah proses dan substansi; f) Melakukan review berkala dalam tata kelola FPA; g) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan organisasi dan inisiatif di dalam dan di luar proses UNFCCC (misalnya, ILO Cambridge Econometrics dll.); h) Berkolaborasi dengan media, bisnis dan akademisi; i) Memberikan kerja sama yang lebih baik untuk memahami dampak lintas batas penerapan langkah-langkah respons dalam kaitannya dengan upaya untuk mencapai keberlanjutan pembangunan (terutama pertumbuhan inklusif dan pengurangan kemiskinan – 3 elemen menyeluruh: kemiskinan, pengangguran dan ketidaksetaraan untuk mengatasi kualitas dan inklusivitas

pertumbuhan ekonomi) di negara-negara berkembang;j)

Mempromosikan pertukaran informasi mengenai tindakan, pengalaman, dan tantangan respon dan praktik terbaik; k)

Page 174: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

174

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Mengatasi hambatan kapasitas Pihak dengan ekonomi yang paling terpengaruh oleh dampaknya langkah-langkah respon, terutama negara-negara berkembang dan kemampuan mereka untuk menilai memantau dan melaporkan dampak penerapan langkah-langkah respons; l) Memperkuat pelaporan dan pertukaran data mengenai tindakan respons; m) Memobilisasi sumber daya untuk pengarusutamaan penilaian terhadap dampak lintas batas; n) Menetapkan database untuk pemetaan rinci tentang tindakan respons (pra dan pasca 2020) yang mendorong penilaian teknis tindakan secara berkala; o) Menghasilkan rekomendasi setiap tahun dan keputusan tindakan spesifik yang harus ditangani oleh COP.

4. Maldives, menyampaikan Fungsi Forum

Mempromosikan dan memahami dampak penerapan

respon mesures.

Menyediakan sebuah platform bagi Para Pihak untuk berbagi, secara interaktif, informasi, pengalaman, studi kasus, praktik dan pandangan terbaik, pendekatan

nasional.

Meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kapasitas Para Pihak untuk menilai, menangani, mengelola, memantau dan melaporkan dampak penerapan langkah-langkah respons.

Melayani sebagai platform untuk implementasi dan kerja

sama dan pemangku kepentingan untuk mengatasi

dampak.

Organisasi internasional, akademisi.

Meninjau kembali dampak penerapan langkah-langkah respons secara sistematis mengingat dampak kebijakan

iklim ex-ante, selama dan ex-post.

Mengidentifikasi dan mempromosikan alat dan metodologi

untuk menilai dan mengatasi dampak dari penerapan

Page 175: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

175

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

tindakan respon.

Memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang.

Membangun kapasitas nasional.

Memperkuat sistem pemantauan dan pelaporan.

Kurangi dampak akibat penerapan tindakan respons.

5 November 2017, pukul 11:00-19:00, di Santiago de Chile Room

Latar BelakangPada SB 46, SBI dan SBSTA meminta

sekretariat untuk menyelenggarakan sebuah lokakarya pra-sesi sebelum SBI 47 dan SBSTA 47 (November 2017) yang akan berfokus pada elemen-elemen modalitas, program kerja dan fungsi berdasarkan Perjanjian Paris tentang dampak penerapan langkah-langkah respons kegiatan perubahan

iklim.

KegiatanWorkshop dibuka oleh Sekretariat UNFCCC

kemudian dipimpin oleh Co Fasilitator. Selanjutnya dilakukan presentasi oleh European Union, Singapore, Mali, Australia, Norway, Thailand tentang Modalitas dan program kerja dari Forum Response Measures dan dilanjutkan sesi diskusi.

Hal-hal yang DibahasDalam sesi I sebagai berikut:

1. European Union menyamoaikan bahwa dampak penerapan tindakan respons merupakan perhatian penting bagi kita semua - baik negara maju maupun negara berkembang, yang perlu ditangani secara efisien dan efektif. Forum ini juga berkontribusi pada pemahaman transisi yang lebih baik dan diversifikasi

ekonomi.

Pengaturan langkah-langkah respons Forum telah dilakukan selama bertahun-tahun, dan telah diperbaiki di COP21, dibangun berdasarkan pelajaran dan pengalaman sebelumnya. Uni Eropa percaya, bahwa Forum tetap merupakan sarana terbaik untuk membawa Para Pihak bersama-sama mempertimbangkan isu-isu penting, berbagi pengalaman dan

Co Fasilitator akan menyusun reflection note yang merupakan rangkuman pandangan dari para pihak selama workshop berlangsung

Page 176: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

176

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

menemukan cara untuk meningkatkan kerja sama. 2. Singapore menyampaikan bahwa Implikasi ekonomi dan sosial akan semakin terasa dengan implementasi NDC. Perlu proses yang permanen, responsif, adaptif dan efektif; yang mengarah pada tindakan untuk mengatasi implikasi yang merugikan, belajar dari pekerjaan dan pengalaman pra-2020, membangun struktur yang ada - kontinuitas, dan menghormati instrumen hukum; memenuhi mandate.

Modalitas dan Program Kerja : Untuk menilai dan

menganalisis, untuk mengidentifikasi tindakan mengatasi dampak penerapan tindakan respons, platform bagi Para Pihak untuk berbagi informasi, pengalaman, studi kasus, praktik terbaik, masukan dari TEG, menyiapkan studi teknis dan laporan, In-Forum, dan lokakarya pelatihan internasional (misalnya regional) untuk membangun kapasitas bagi negara, bekerja sama, berkoordinasi dengan organisasi internasional dan organisasi antar pemerintah, inventarisasi langkah-langkah respons, mengembangkan pedoman, metodologi, dan alat pemodelan, forum untuk bertemu dalam hubungannya dengan sesi SB, memberikan rekomendasi mengenai tindakan dalam

SB.

3. Mali menyampaikan bahwa TEG merupakan modalitas yang berguna dan praktis untuk mengejar analisis teknis dan

pengembangan pengetahuan.Fungsi TEG: untuk secara

proaktif menangani kenyataan bahwa terbatasnya pekerjaan teknis dan lebih diperlukan pengembangan konseptualisasi lingkup dan sifat dampak lintas batas, kondisi kerentanan, sifat

dampak negatif dan jika dapat diminimalkan.

Mengadakan lokakarya in-forum dan intersessional, pertemuan teknis dan dialog penelitian, melaksanakan kajian teknis dan review tindakan, mengelola proses review atau penilaian dan

Page 177: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

177

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

masukan yang diterima, memfasilitasi lokakarya pelatihan regional untuk meningkatkan kapasitas negara-negara untuk menilai dan melaporkan dampak pelaksanaan langkah-langkah respon, pengembangan bahan teknis untuk alat pengembangan kapasitas termasuk pedoman, alat pemodelan metodologi untuk menilai dan mengatasi dampak penerapan tindakan respons, mengatasi kekurangan bahan studi kasus yang berkaitan dengan Para Pihak dengan ekonomi yang paling terpengaruh oleh dampak respons terutama Pihak negara berkembang.

Keluaran dari TEG:Dokumen dan laporan teknis, proyek

percontohan di tingkat regional / nasional, studi kasus spesifik negara dan sektoral mengenai dampak lintas batas, database tindakan, pemetaan informasi terperinci mengenai dampak yang dilaporkan atau yang potensial 4. Australia menyampaikan bahwa: program kerja yang sukses terdiri dari tiga prinsip utama, jika terpenuhi dapat memberi

Forum peran paling kuat dalam Perjanjian Paris.Prinsip

pertama, bagaimana Forum mendorong mitigasi yang lebih besar bagi ambisi mitigasi oleh para pihak? Kedua, bagaimana Forum membantu Pihak membuat ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi Perjanjian Paris dan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan, dengan cara yang paling efisien secara ekonomi? Dan akhirnya, bagaimana forum dapat membantu Para Pihak memenuhi tugas ini sambil memberikan kepercayaan kepada masyarakat kita bahwa pemerintah melakukan semua yang mereka bisa untuk menyediakan pekerjaan berkualitas. Australia brpandangan bahwa program kerja difokuskan pada diversifikasi ekonomi dan transisi tenaga kerja. Diversifikasi ekonomi yang berhasil juga dapat mendorong

Page 178: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

178

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

investasi ramah iklim dari sektor swasta yang akan sangat penting untuk mendorong transisi global ke ekonomi dengan emisi rendah. Sumber kerja dan pendapatan akan bergeser di antara sektor ekonomi, dan kerja sama antar negara melalui pembagian kisah sukses dan pelajaran yang dipetik bisa sangat penting untuk membantu para pihak mengatasi hambatan dalam menerapkan strategi diversifikasi. Namun, harus tetap memikirkan mengelola dampak ekonomi dari tindakan iklim dan, secara lebih luas, terhadap masalah politik dan ekonomi nasional. 5. Norwegia menyampaikan bahwa bagaimana program kerja Forum dapat membantu pihak-pihak untuk meningkatkan ambisi mitigasi mereka, dan selanjutnya, bagaimana pihak dapat merancang kebijakan iklim mereka dengan cara yang memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan potensi tantangan serta memastikan keikutsertaan dalam proses. Lokakarya dan diskusi dapat menjadi dasar untuk memahami bagaimana cara terbaik untuk melanjutkan memperkuat kerja

sama multilateral mengenai isu-isu ini. Norwegia juga

menyarankan untuk memperluas ruang lingkup diskusi forum. Tidak hanya masalah pekerja tetapi juga pada kelompok rentan seperti, migran, masyarakat adat dan masyarakat adat,

perempuan dan pemuda.

6. Thailand menyampaikan bahwa menghindari / meminimalkan dampak negatif dari tindakan respons terhadap sektor sosial dan ekonomi negara-negara berkembang, forum harus menghasilkan hasil nyata dalam hal tindakan dan

implementasi. Program Kerja di bawah Forum PA – RM :

kontinuitas bidang program kerja di bawah forum yang lebih baik, pengembangan inventarisasi dampak tindakan respons, penilaian dampak respon, identifikasi isu / sektor yang spesifik, penetapan cara untuk memperkuat kerja sama multilateral,

untuk menghindari tindakan sepihak.

Page 179: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

179

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Isu untuk di-eksplorasi lebih lanjut di bawah forum: efek RM, benchmark emisi gas rumah kaca, inovasi & teknologi. Modalitas di bawah Forum PA - RM: kontinuitas TEG, studi teknis mendalam, pertukaran Informasi, pengetahuan, pengalaman, lokakarya dan pelatihan, termasuk individu & regional, keterkaitan dengan mekanisme lain di bawah PA, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan organisasi lainnya. Fungsi di bawah Forum PA - RM: sediakan platform / forum untuk: (i) Penyatuan sumber daya dari semua sumber dan ahli

yang ada; (ii) Belajar, bertukar informasi, sharing pengalaman,

bantuan teknis, pengembangan kapasitas dan

pengembangan alat untuk mengatasi dampak; (iii) Koordinasi

dengan forum dan badan lain di bawah PA; (iv) Koordinasi antar Pihak, pengamat, organisasi int'l lainnya; (v) Mengatasi

dan berkonsultasi mengenai rintangan dan masalah yang

timbul akibat dampaknya; (vi) Memfasilitasi dan mendukung negara-negara berkembang; (vii) Menilai dampak dan pengembangan inventarisasi RM; (viii) Memfasilitasi hubungan dengan mekanisme lain di bawah PA.

4 Round-table Discussions - Rules, modalities and procedures for the mechanism referred to in Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement (Art. 6.4)

4 November 2017, World Conference Center Bonn Meeting Room Genf

Round-table Discussions diawali dengan paparan dari African Group, AILAC, AOSIS, Arab Group, Australia, Brazil, Canada, EU, Japan, Norway, dan Switzerland. Beberapa hal yang mengemuka dan perlu menjadi perhatian adalah: - Negara maju pada umumnya memandang Art.6.4 tidak dapat

disamakan dengan mekanisme fleksibilitas di bawah Protokol Kyoto sehingga diperlukan adanya aturan dan mekanisme review jika kegiatan di bawah mekanisme fleksibilitas KP akan dilanjutkan di bawah Art.6.4

Hasil Round-table - Rules, modalities and procedures for the mechanism referred to in Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement (Art. 6.4) menjadi bahan yang sangat penting untuk persidangan agenda Article 6 Paris Agreement dibawah SBSTA

Page 180: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

180

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

- Jepang menekankan dimungkinkannya transisi bagi unit yang dihasilkan sebelum tahun 2021

- Brazil memandang bahwa Art.6.4 adalah kelanjutan dari CDM dan karenanya dapat dilakukan transisi secara langsung dengan tetap memastikan adanya additionality, conservative baseline, mitigation benefit beyond crediting period, serta terjadinya voluntary cancellation of units. Brazil juga menekankan bahwa guidance Art.6.2 tidak berlaku untuk Art.6.4. Selain itu, corresponding adjustment hanya berlaku di Art.6.2 dan bukan Art.6.4.

- Swiss menekankan jika unit yang dihasilkan di bawah mekanisme Art.6.4, maka harus menggunakan guidance untuk Art.6.2

5 Round table under agenda item 6 of the Ad-hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) “Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement: (a) Identification of the sources of input for the global stocktake; (b) Development of the modalities of the global stocktake

5 November 2017, Rakiraki Room, Bula Zone

Mengawali dilaksanakannya negosiasi terkait global stocktake, telah dilaksanakan Round table under agenda item 6 of the Ad-hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) mengenai “Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement:(a) Identification of the sources of input for the global stocktake; (b) Development of the modalities of the global stocktake, yang diselenggarakan pada 5 November 2017 di Ruang Rakiraki, Bula Zone. Round table ini diaksanakan sebagai mandat dari hasil persidangan APA 1.3 yang meminta Sekretariat dibawah arahan Co-Chairs APA, untuk mengorganisasikan Pre-sessional round table, yang bertujuan untuk menfasilitasi kerja pembahasan agenda item 6, dengan mempertimbangkan submisi-submisi dan informal note co-facilitators hasil persidangan APA 1.3. Round table diawali dengan pengantar dari Co-Facilitators, dilanjutkan dengan sesi ice-breaker presentation, diskusi plenari, breakout groups yang dibagi kedalam 3 (tiga)

Hasil Round table under agenda item 6 of the Ad-hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) memberikan gambaran terkait pandangan terhadap modalitas dan sumber-sumber input global stocktake. Secara umum submisi yang telah disampaikan Indonesia terkait global stocktake sejalan dengan pandangan-pandangan umum yang disampaikan negara-negara berkembang bahwa global stocktake walaupun bersifat kolektif, namun harus mempertimbangkan national circumstances, dilakukan secara bertahap sesuai kapasitas dan kapabiltas negara-negara berkembang. Hal-hal terkait dengan pilihan 3 (tiga) model operasional global stocktake harus didalami lebih lanjut untuk bahan pembahasan pada persidangan agenda item 6 APA 1.4.

Page 181: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

181

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

kelompok, presentasi hasil kerja breakout groups, dan penutupan. Sesi ice-breaker presentation mengambil topik “Start-to-finish operational models for the GST and sources of input”. Pada sesi ini disampaikan presentasi dari Uni Eropa, Granada, China dan Norway. Pada sesi Diskusi Plenari telah dibahas pengorganisasian global stocktake dan sumber-sumber input yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan global stocktake. Adapun pada sesi breakout groups peserta telah membahas simulasikan organisasi GST (dari awal sampai akhir) berdasarkan 3 (tiga) model operasional yang tertuang pada informal note by the Co-Facilitators APA 1.3, membahas isu-isu terkait organisasi GST dan elemen-elemen sumber-sumber input GST. Hasil Round table menunjukkan keragaman pandangan peserta terkait organisasi GST, khsusnya terhadap pilihan 3 model yang tertuang pada 3 (tiga) model operasional yang tertuang pada informal note by the Co-Facilitators APA 1.3. Secara umum, peserta memiliki pandangan yang beragam terhadap pilihan model. Namun demikian, untuk setiap pilihan model, peserta mempunyai pandangan perlu adanya tahapan-tahapan yang meliputi tahapan preparation, tahapan teknis, dan tahapan politis. Peserta mempunyai keragaman pandangan terkait timing/duration setiap tahapan. Namun peserta secara umum mempunyai pandangan agar tahapan technical sudah dapat diselesaikan pada tahun 2022, sehingga proses politis dapat dilakukan pada tahun 2023. Peserta juga memeliki keragaman pandangan mengenai format tahapan politis, namun secara umum mengusulkan agar proses politis diakukan pada High Level Segment setingkat Menteri.

Page 182: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

182

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Pandangan terkait sumber-sumber input GST, terutama yang terkait dengan sumber input dari Parties dan Non Parties Stakeholder. Secara umum peserta menekankan bahwa sumber-sumber input GST tertutama bersumber dari report yang disampaikan Parties ke Sekretariat UNFCCC, report dari lembaga-lembaga dibawah UNFCCC, seperti Standing Committee on finance, Technology Executive Committee, Paris Committee on Capacity Building, dan sumber-sumber input lainnya.

6 Round-table Discussions amongst Parties - Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement (Article 6.8 PA)

5 November 2017, World Conference Center Bonn Meeting Room Genf

Round-table Discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Uni Eropa, LMDC, Selandia Baru, Federasi Rusia, Uganda, dan Ukraina. Beberapa hal yang mengemuka terkait Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement antara lain: - LMDC menekankan perlunya guidance khusus untuk

incorporate NMA dalam - Selandia Baru menekankan pentingnya proses seperti yang

saat ini berjalan di bawah TEM dan TEP sebagai bentuk dari kegiatan di bawah workprogramme for NMA

- Brazil menekankan bahwa proses yang berjalan dalam bentuk workprogramme NMA bersifat open-ended.

Hasil Round-table - Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement (Article 6.8 PA) menjadi bahan yang sangat penting untuk persidangan agenda Article 6 Paris Agreement dibawah SBSTA

7 Round-table Discussions amongst Parties - Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement (Article 6.2 PA)

5 November 2017, World Conference Center Bonn Meeting Room Genf

Round-table Discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Arab Group, Australia, Brazil, Canada, EU, Japan, LMDC, Selandia Baru, Federasi Rusia, Singapore, Switzerland (submitted for Liechtenstein, Mexico, Monaco and Switzerland). Beberapa hal yang mengemuka terkait Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement adalah: - Usulan LMDC dan Arab Group untuk memasukkan lingkup

kegiatan yang sangat luas termasuk emission avoidance serta

Round-table Discussions amongst Parties - Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement (Article 6.2 PA menjadi bahan yang sangat penting untuk persidangan agenda Article 6 Paris Agreement dibawah SBSTA

Page 183: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

183

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

isu terkait response measures (Pasal 4.15 Persetujuan Paris) dalam hal addressing the potential negative socio-economic impacts . LMDC dan Arab Group juga menekankan bahwa share of proceed berlaku bukan hanya terhadap Art.6.4 melainkan juga Art.6.2 dan bersifat progresif.

- Di sisi lain, negara maju pada umumnya menekankan pentingnya memastikan integritas lingkungan dengan memastikan akunting yang jelas dan transparan serta review berkala atas guidance untuk Art.6.2

- Terkait dengan LDC menekankan pentingnya HAM, sementara negara-negara Afrika lebih menekankan pada kualitas dari mitigation outcome

- Brazil menekankan beberapa hal, termasuk: keterkaitan antara 6.2, 6.4 dan 6.8, perlu adanya persyaratan untuk dapat berpartisipasi

- AOSIS menekankan pentingnya overall mitigation outcome/global emission yang akan dapat dipenuhi dengan dipastikannya reduksi emisi yang terjadi lebih besar dari off-set serta dengan diterapkannya beberapa pembatasan, baik di sisi transaksi maupun berbagai aspek lainnya

- China menekankan pentingnya penambahan elemen addressing issues raise by participation of non-state actors, serta use of ITMOs for more than one purpose

8 Pre-sessional Event: Roundtable Discussion on APA agenda item 7 on Compliance

Rakiraki, 6 November 2017, 08.00-10.00

1. Pertemuan difokuskan untuk secara informal membahas berbagai skenario yang telah disiapkan co-facilitator untuk menggerakan diskusi terkait APA ai 7 on Compliance.

2. Pemikiran yang berkembang saat diskusi antara lain: a. Mekanisme trigger

- Trigger yang diprakarsai oleh para pihak dapat dilakukan 2 periode setelah submisi NDC pertama.

- Trigger yang diprakarsai oleh komite dapat didasarkan oleh informasi yang diperoleh dari registry, maupun melalui engagement secara langsung kepada para pihak.

Pertemuan ditujukan untuk secara informal memulai diskusi yang lebih mendalam mengenai berbagai aspek Komite Compliance. Hasil pemikiran dalam sesi ini akan dibawa ke dalam pembahasan APA agenda item 7 dalam bentuk laporan lisan Co-Facilitators

Page 184: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

184

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

b. Prosedur untuk melakukan assessment compliance dapat dilakukan dengan engagement secara langsung kepada pihak yang dilakukan secara confidential, maupun dengan penyusunan plan of action yang melibatkan pihak yang bersangkutan

c. Outcomes yang diharapkan: - Rekomendasi, serta hal-hal yang perlu ditindaklanjuti

oleh para pihak untuk memenuhi cimpliance - Compliance committee dapat menerima masukan

dari badan-badan lainnya dalam memberi rekomendasi, untuk menghindari duplication of work

9 In-sessional round table on APA agenda item 3 of the Ad-hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) “Further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21”

6 November 2017, Chamber Hall

Round Table membahas Non-Paper yang dikeluarkan Co-facilitators tanggal 16 Okt 2017) dan menaggpi Guidng Questions yang telah disaipkan oleh Co-Facilitator untuk Round Table ini. Dalam sesi ini terdientifikasi bahwa terdapat convergent issues dan divergent issues. - Parties memiliki pandangan yang hampir sama mengenai

Feature dan Accounting, akan tetapi masih terideintifikasi adanya perbedaan yang sangat signifikan mengenai Information to facilitate CTU.

- Indonesia menyampaikan bahwa pada dasarnya Feature NDC telah disepakati dalam PA dan setidaknya elemen tersebut dalpat dijadikan elemen yang harus dipenuhi dalam NDC. Adapun kedalaman dari Guidance tersebut harus menyediakan fleksibiltas dan harus dapat diaplikasikan oleh negara berkembang. Selain itu juga menyampaikan bahwa apabila ditambahkan feature baru maka akan membuka kembali negosiasi yang telah disepakati di Paris.

- LMDC menyampaikan keberatannya untuk membahas ICTU dengan pertimbangan bahwa masih banyak negara berkembang yang belum meiliki kapasitas memadai untuk memenuhi ICTU dalam NDC ini.

Indonesia menyampaikan intervensinya terhadap Non-Paper dan Guding Questiins: - Elemen feature dapat mengacu pada

Dec.1/CP21 para 27; - Tidak membuka kembali kesepkatan yang telah

diadopsi di paris sehingga feature baru tidak perlu dibahas, akan tetapi terbuka kemingkinan untuk leborasi lebih detail tentang feature sebagaimana para 27 Dec.1/CP21.

- Perlu dipertimbangkan kapasitas negara berkembang dalam penerapan Guidance ini, sehingga akan sejalan dengan konsep fleksibilitas.

- Pengalaman penerapan Guidance utk issue lain dapat dijadikan pembelajaran untuk melakukan improvement dari Guidance yang akan dilekuarkan.

Hasil Round Table dibawa pada sesi APA1-4, akan tetapi tidak dikeluarkan sebagai dokumen resmi.

Page 185: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

185

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

10 Multilateral Assessment (SBI)

10 November 2017, Meeting room Genf, WCCB, Bula Zone

Dilaksanakan back-to-back dengan FSV Fourth Workshop, Belarus menyampaikan presentasi tentang the Second Biennial Report yang menjelaskan mengenai sektor dominan pada emisi GRK adalah energi dan pertanian. Total emisi GRK adalah 89,283.33 Gg CO2eq, dengan penurunan emisi GRK 35.8% pada 2012 dibandingkan dengan 1990.

11 Facilitative Sharing of Views (SBI)

10 November 2017 Telah diselenggarakan FSV Fourth Workshop pada tanggal 10 November 2017, dengan beberapa point bahasan: 1. Penyampaian First BUR oleh 5 negara: Armenia, Jamaica,

Equador, Georgia dan Serbia;

2. Summary Report dari BUR disampaikan 5 negara pada seperti tersebut di atas pada tanggal 8 September 2017 sebelum pelaksanaan FSV Fourth Workshop;

3. Pertanyaan dan klarifikasi terhadap BUR bisa disampaikan kepada Sekretariat pada bulan Oktober 2017 sebelum Workshop dilangsungkan;

4. Summary Report dan hasil Workshop ini akan ditindak lanjuti dan sebagai output dari ICA untuk setiap Party.

Indonesia menyampaikan pertanyaan pada sesi presentasi BUR Equador mengenai tta kelembagaan untuk MRV serta elaborasi mengenai Proposed MRV System yang akan dikembangkan di dalam mendukung penyusunan BUR/NC. Ide pembangunan MRV system tersebut mirip dengan SRN yang dibangun Indonesia.

Profil emisi GRK pada 5 negara tersebut hampir sama dengan kontributor utama adalah energi dan diikuti dengan AFOLU Pertanyaan dan klarifikasi terhadap BUR.

Page 186: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

186

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Event and Workshop

1 Side event di Pavilion Indonesia dengan tema “Innovative Financing for Climate Change Actions” DelRI: Tim Kemenko Perekonomian

10 November 2017, pukul 09:00-10:00, di Pavilion Indonesia

Kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan pada masyarakat internasional mengenai bagaimana upaya-upaya dan inovasi Pemerintah bersama dengan LSM dalam pembiayaan untuk aksi penurunan emisi gas rumah kaca.

KegiatanSide event dibuka dan dimoderatori oleh Bapak Agus

Pambagio, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dilanjutkan dengan sesi paparan dan tanya jawab.

Hal-hal yang dibahasDalam sesi paparan ditampilkan 4

(empat) pembicara sebagai berikut:

Dida Gardera, Asisten Deputi Pelestarian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan mengenai “Carbon Pricing”, sebagai salah satu opsi dalam meningkatkan aksi mitigasi perubahan iklim.

Sudhiani Pratiwi, Direktorat Lingkunmgan Hidup, Bappenas memberikan paparan mengenai pembiayaan perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan nasional.

Sri Mariati, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara menyampaikan perkembangan terkini dari kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukan oleh

Yayasan Belantara.

Prof. Jatna Supriatna, Pembina Yayasan Belantara menjelaskan skema kerjasama dan pembiayaan kegiatan aksi penurunan emisi serta langkah-langkah yang

diperlukan kedepan.

Inovasi pembiayaan perubahan iklim harus terus dikembangkan oleh semua pihak, untuk itu Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang mengatur perdagangan emisi. Dalam rangka mendukung hal tersebut saat ini sedang dilakukan studi persiapan pasar karbon di Indonesia.

2 Side event di Japan Pavilion dengan tema “Mitigation in Indonesia –

14 November 2017, pukul 16:00-17:15, di Japan Pavilion

JICA mengundang Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM untuk berpartisipasi pada salah satu side event di Japan Pavilion dengan tujuan untuk memberikan informasi terkini

Page 187: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

187

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Lesson Learnt from Implementation and Relevant Cooperation on Low Carbon Development and Joint Crediting Mechanism” DelRI: Tim Kemenko Perekonomian

mengenai kebijakan dan tindakan mitigasi di Indonesia, termasuk pelaksanaan JCM serta hasil kerja sama Kemenko Perekonomian dengan JICA terkait pembangunan rendah karbon di Indonesia. Side event dibuka oleh Asdep Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan, Kemenko Perekonomian serta Deputy Director General, Global Environment Department, JICA. Selanjutnya dilakukan presentasi oleh 3 pembicara dan 1 discussant serta sesi tanya jawab:

Hal-hal yang DibahasDalam sesi presentasi, diisi oleh 3 (tiga)

orang pembicara sebagai berikut:1. Direktur Konservasi

Energi, Kementerian ESDM, memberikan paparan mengenai kebijakan sektor energi Indonesia dalam rangka mendukung implementasi NDC.

Kepala Sekretariat JCM Indonesia menyampaikan perkembangan terakhir terkait implementasi JCM di

Indonesia.

Sedangkan nara sumber dari JICA, Mr. Jun Ichihara,

memberikan penjelasan mengenai hasil yang telah

dicapai dari kerjasama dengan JICA.

Selanjutnya, discussant dari Thailand Greenhouse Gas Management Organization menjelaskan kebijakan mitigasi perubahan iklim di Thailand, termasuk kerjasama JCM dengan Jepang.

3 Side event di Pavilion Indonesia dengan tema “Enhancing Private Sector Involvement for Climate Action in Indonesia”

16 November 2017, pukul 16:00-17:30 di Pavilion Indonesia

Kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan pada masyarakat internasional mengenai bagaimana mendorong sektor swasta di Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam pengurangan emisi karbon. Side event dibuka oleh Asdep Pelestarian Lingkungan Hidup,

Kesadaran sektor swasta dan industri terhadap industri hijau perlu terus ditingkatkan sebagai upaya untuk mendukung pembangunan rendah emisi di Indonesia. Perlunya mekanisme untuk menumbuhkan kesadaran dan sekaligus melibatkan sektor swasta

Page 188: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

188

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

DelRI: Tim Kemenko Perekonomian

Kemenko Perekonomian dan dilanjutkan dengan sesi paparan dan tanya jawab.

Hal-hal yang DibahasDalam sesi paparan ditampilkan 5 (lima)

pembicara sebagai berikut:

Direktur Konservasi Energi, Kementerian ESDM menjelaskan mengenai kebijakan pemerintah Indonesia pada implementasi konservasi energi

Direktur Industri Logam, Kemenperin memberikan paparan

mengenai upaya pemerintah untuk mendorong

perwujudan industri hijau

Asdep Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan menyampaikan perkembangan terkini dari implementasi

JCM di Indonesia.

Direktur Utama PT Semen Gresik menjelaskan upaya yang

dilakukan perusahaan untuk berpartisipasi dalam

mengurangi emisi karbon termasuk proyek pemanfaatan uap panas untuk pembangkitan tenaga listrik yang didukung oleh skema JCM 15. Direktur Teknik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia memaparkan implementasi

proyek co-generation melalui skema JCM.

Selain ke-5 pembicara tersebut di atas, sesi ini juga menghadirkan panelis dari Institute for Global Environmental Strategies (IGES) dan JICA. Kedua panelis secara umum

menyampaikan hal pokok sebagai berikut:

Kemajuan implementasi JCM di Indonesia menunjukkan koordinasi yang baik antar Kementerian/Lembaga terkait

maupun antara pemerintah dan swasta.2. Skema JCM

dapat secara efektif melibatkan sektor swasta dalam upaya penurunan emisi karbon dan diharapkan keterlibatan

tersebut dapat ditingkatkan.

Dalam sesi tanya jawab mengemuka beberapa hal penting

Indonesia dalam pengurangan emisi secara nyata, sekaligus sektor swasta juga memperoleh keuntungan berupa peningkatan efisiensi dan produktivitas dari teknologi baru yang diimplementasikan.

Page 189: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

189

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

sebagai berikut:

Terhadap pertanyaan mengenai kemungkinan penanganan

limbah laut (marine litter) dengan skema JCM, dijelaskan

bahwa hal tersebut bisa dilakukan sepanjang terdapat

proposal atas dasar B to B yang diajukan.

Terkait pertanyaan mengenai tantangan utama dalam implementasi JCM dijelaskan bahwa tantangan terbesar adalah mengelola koordinasi antar K/L dan menumbuhkan

kesadaran pelaku industri terhadap penurunan emisi.

4 Mainstreaming Climate Change into Educational System DelRI: Belinda Arunarwati Margono

8 Nov 2017 (13.00 – 14.30) Indonesia pavilion

Mempersiapkan sistim edukasi untuk menjadi lebih familiar dengan isu climate change, melalui diskusi panel (pembicara

Focus untuk membahad urusan mainstreaming isu climate change dalam agenda pendidikan nasional.

5 Enhancing MRV systems for NDCs DelRI: Belinda Arunarwati Margono

15 Nov 2017 (14.30 – 16.00) UNDP pavilion

The side event was under UNDP co-organized between WRI, UNDP and GIZ. Indonesia diminta untuk share pengalaman (diskusi panel-pembicara) untuk pembangunan MRV, melalui pertanyaan:

What are some of the ways you think you can build upon your existing MRV system to track progress towards achieving NDC goals? (in terms of the M, the R, or the V)?

How do you make the information gathered through the MRV system accessible to national stakeholders? Can you share examples where this helped to increase political buy-in and stakeholder engagement for climate policy and action?

MRV pada dasarnya sangat luas, dan salah satu hal utama yang penting adalah institutional arrangement.

REDD+ untuk RBP merupakan salah satu contoh pembelajaran yang dialami Indonesia untuk mematangkan konsep MRVnya.

MRV bisa dilaksanakan dengan melihat apa yang sudah dimiliki oleh negara terkait, tidak harus selalu mulai dari awal sekali, tapi bisa bertahap, sesuai dengan intrest negara dan data-informasi yang membuat negara cukup confidence.

Page 190: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

190

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

6 UNFCCC CGE Side Event DelRI: Emma Rachmawaty

10 November 2017, Meeting Room 9, Bonn Zone

CGE mempunyai Program Kerja tahun 2014-2018 yang saat ini sedang dalam proses review dan evaluasi mengenai kegiatan CGE membantu Negara berkembang dalam menyusun BUR DAN NC. CGE menyampaikan informasi mengenai Capacity Programme on transparency in cooperation with Korea Imstitute and GIZ. CGE mengundang Indonesia dan Uruguay untuk berbagi pengalaman mengenai penyusunan BUR dan National Communication serta pengalaman mengikuti proses ICA. Presentasi CGE mengenai sustainabiility reporting khususnya mengenai pengumpulan data dan peran CGE dalam implementasi Paris Agreement yang sangat tergantung kepada keputusan Parties Terhadap presentasi Indonesia dan Uruguay, ditanyakan beberapa hal mengenai proses penyusunan BUR dan NC serta proses ICA.

7 Event di Pavilliun Indonesia, Jerman dan Thailand yang dihadiri Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim

Di sela-sela waktu negosiasi, Dirjen PPI KLHK, Dr. Nur Masripatin menjadi pembicara pada beberapa side event di Pavilliun Indonesia, Pavilliun Jerman dan Pavilliun Thailand. Di Pavilliun Indonesia, Dirjen PPI mewakili Menteri LHK membuka acara kuliah umum tentang Dampak Pemanasan Global yang dibawakan oleh Al Gore di Pavilliun Indonesia. Di Pavilliun Thailand, Dirjen PPI menjelaskan tentang elemen-elemen REDD+ di Indonesia dan tantangan dalam implementasi kedepan. Sedangkan di Pavilliun Jerman, disampaikan hubungan antara Nationally Determined Contribution dengan Sustainable Developmen Goal.

8 GABC (Global Alliance for Building and Construction): Green

11 November 2017, Meeting Room. 2,

Acara ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai pengembangan Green building di berbagai Negara khususnya di Indonesia, Philippines, Cambodia dan di Vietnam. Isu yang

Page 191: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

191

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Human Settlement Day: Transferring the Buildings and Construction Sector: Focus Panel on NAMA Development for the Building Sector in Asia DelRI: Emma Rachmawaty

Bonn Zone, 14.30-15.00

diangkat adalah mengenai perkembangan Green building, progress NAMAs, kaitqnnya dengan NDCs. Indonesia menyampaikan mengenai perkembangan Green Building sejak tahun 2010 sampai saat ini dengan kemajuan yang dicapai oleh DKI Jakarta. Disampaikan juga kegiatan Green building sebagai aksi mitigasi Sub sektor energi efisiensi dalam NDC. Pembicara lain menyampaikan pengalaman tentang kondisi di masing-masing negara dari sisi pendanaan, konstruksi dan bangunan dan kelembagaan.

9 NDC Partnership Forum dan Breakout session: Landing the NDCs at the local level DelRI: Nur Masripatin, Emma Rachmawaty, M. Farid (KLHK)

12 November 2017, 14.00-18.00, Gedung Deutsche Welle

Pertemuan NDC Partnership dilaksanakan secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk berbagi informasi tentang kegiatan Partnership terakhir serta pelaksanaan NDC di berbagai negara. Pertemuan dibagi ke dalam. Sesi: Pembukaan, Synergies between the NDC Partnership and Other Flagship Initiatives dan Looking ahead to 2018. Tema sesi break-out: Building Whole-of-Govenrment Approaches To NDC Partnerrship, Equipping Policy Officers to Embed Climate Action in their Development Plan, Accelerating Progress through enhanced synergies with the SDGs, Using budgetary processus to advance NDCs dan Landing the NDC at the Sub-National Level. Pada sesi Pembukaan hadir Christina Figueres memberikan keynote speech. Pada sesi break-out, Dirjen PPI menjadi pembiayaan tinggal karena pembicara dari Pakistan tidak hadir. Disampaikan pengalaman Indonesia dalam menurunkan target NDC ke tingkat sub-nasional dalam konteks teknis, kelembagaan dan koordinasi.

Page 192: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

192

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Disampaikan pula tantangan dari sisi integrasi Kebijakan fan peran perguruan tinggi. Ringkasasan dari sesi ini adalah tantangan dari sisi Kebijakan, peran NPS.

10 Translating NDC into Actions DelRI: Emma Rachmawaty, Yulia Suryanti (Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK)

Pavilion Indonesia 16 November 2017 09.00-10.30

First NDC Indonesia yang disampaikan kepada UNFCCC telah sampai pada tahap persiapan implementasi di tingkat nasional dan sub-nasional. Proses persiapan implementasi NDC ini melibatkan Kementerian/Lembaga terkait pada 5 kategori sektor yakni: kehutanan, energi, limbah, pertanian, dan IPPU. Sesi ini bertujuan untuk menyampaikan perkembangan terkini mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan serta pandangan ahli terkait dengan implementasi NDC pada sektor energi. Moderator mengantarkan para narasumber (KLHK, Kem. ESDM, dan IESR) untuk menyampaikan paparannya untuk kemudian dilanjutkan dengan diskusi interaktif. KLHK menyampaikan tinak lanjut yang telah dilakukan setelah penyampaian NDC dan kaitannya dengan pembangunan rendah karon dan berketahanan iklim. Adapun Kem. ESDM menyampaikan rencana penurunan emisi GRK secara lebih detail sebesar 11% dibandingkan BaU pada tahun 2030 yang berasal dari energi baru terbarukan (ekektrifikasi dan non-elektrofikasi), efisiensi dan konservasi energi, migas, energi bersih dan relamasi pasca-tambang Sedangkan IESR menyampaikanpandanganya mengenai NDC sektor energi dan tools yang dapat dipergunakan untuk mengkaji NDC, berdasarkan opsi kebijakan yang berbeda. Beberapa point penting yang teridentifikasi selama diskusi: - Koordinasi dan kerjasama dengan NPS sangat penting

dalam implementasi NDC, misalnya melalui Public-Private Partnership.

Saran Tindak yang diusulkan pada Event ini adalah antara lain: - Perlunya institutionalizing NDC - Meniingkatkan koordiansi NDC - Melakukan review NDC sebslum 2020 - Perlu didefine how to measure the actions dalam

implementasi NDC.

Page 193: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

193

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

- Diperlukan perencaan aksi yang jelas: siapa melakukan apa dan seberapa jauh target penurunan emisi GRK yang akan dicapai melalui kegiatan apa.

- Ownership of stakeholders dan linkage to SDG merupakan aspek penting dalam implememtasi NDC

.

11 Side Event “Blue Carbon Initiative: Blue growth for sustainable coastal livelihood at COP23 DelRI: Suseno Sukoyono, Zulficar Mochtar, Abdul Muhari, Anastasia RTD Kuswardani, Yogi Yanuar (KKP)

8 November 2017 Pavilion Indonesia

Delegasi KKP memaparkan peran penting ekosistem pesisir utamanya mangrove dalam mengembalikan fungsi ekosistem (ecosystem services) dalam kaitannya dengan potensi serapan karbon yang dalam banyak penelitian diketahui lebih besar dibandingkan dengan terrestrial forest. KKP memperkenalkan pendekatan baru yakni Socio (coast)-Hybrid Engineering yang memadu-padankan pendekatan Building with Nature (membangun dengan alam) melalui intervensi struktur penahan ombak dan penangkap sedimen yang pelaksanaannya berbasis masyarakat untuk memulihkan kawasan pesisir yang rusak di 11 kabupaten/kota di Inndonesia.

Pemerintah Indonesia akan memperkuat upaya menjadikan fungsi ekosistem laut dan mangrove sebagai bagian penurunan emisi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Upaya ini juga merupakan tindaklanjut kesepakatan Perjanjian Paris. Beberapa kerjasama bilateral antara Indonesia (KKP) dan Jepang (Japan Space Center) untuk monitoring perubahan fungsi ekositem pesisir melalui citra satelit

12 Side Event “Climate change and food security in Coral Triangle regions: Mangrove and sea-grass DelRI: Suseno Sukoyono, Zulficar Mochtar, Abdul Muhari, Anastasia RTD Kuswardani, Yogi Yanuar (KKP)

10 November 2017 Pavilion Indonesia

Delegasi KKP menyampaikan fungsi sentral dari kawasan Coral Triangle dimana Indonesia memiliki kawasan sea grass dan manrove terbesar di dunia untuk menunjang inisiatif regional dalam menjaga ekosistem pesisir dan laut untuk menjamin ketersediaan pangan yang dalam hal ini sumber protein nabati dan hewani dari laut.

Pemerintah Indonesia perlu melakukan langkah-langkah dalam mengarusutamakan dan menekankan bahwa setiap upaya dan aktifitas dalam lingkup Coral Triangle Initiative tidak lepas dari upaya Indonesia dalam melakukan upaya adaptasi perubahan iklim dan menjamin ketersediaan pangan dari laut dalam dalam skala nasional maupun regional.

13 Side Event EU Ocean Days DelRI: Suseno Sukoyono, Zulficar Mochtar, Abdul Muhari, Anastasia RTD

10 November 2017 EU Pavilion

Delegasi KKP menyampaikan closing statement tentang kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia terkait dengan kelautan baik sistem pengelolaan wilayah dan sumberdayanya.

Perlunya menggalang aliansi dengan negara-negara yang memiliki kepentingan dengan laut untuk mendorong agenda pengaruh laut terhadap perubahan iklim di UNFCCC

Page 194: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

194

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Kuswardani, Yogi Yanuar (KKP)

Delegasi KKP juga menyampaikan rencana kegiatan penyelanggaraan Our Ocean Conference 2018 di Bali.

Perlunya kemitraan global untuk mempromosikan kerjasama yang lebih erat di antara negara-negara tentang perubahan iklim yang meliputi peningkatan kapasitas, berbagi pengetahuan dan pengalaman serta memperkuat kerjasama internasional.

14 Pembicara di side event Utilizing Ocean and Coastal Ecosystems for Adaptation and Mitigation in NDCs DelRI: Suseno Sukoyono, Zulficar Mochtar, Abdul Muhari, Anastasia RTD Kuswardani, Yogi Yanuar (KKP)

IUCN Pavilion, 13 Nov

Delegasi KKP menyampaikan kebijakan-kebijakan terkait dengan perikanan skala kecil dan bagaimana kontribusinya terhadap perubahan iklim. Delegasi KKP juga mendorong pentingnya isu laut untuk dimasukan ke dalam NDC

Peranan ekosistem pesisir dan laut dalam NDC 1 Indonesia terintegrasi dalam mitigasi dari sektor lahan, Diperlukan perhitungan kompherensif dan angka kuantitatif untuk memasukkan secara bertahap pada NDC mendatang.

15 Pembicara di Fishing for Resilience : Importance of Oceans for Coastal Communities for Climate Change, Conservation and Livelihood’ DelRI: Suseno Sukoyono, Zulficar Mochtar, Abdul Muhari, Anastasia RTD Kuswardani, Yogi Yanuar (KKP)

German Pavilion, 14 Nov

Delegasi KKP menyampaikan isu utama yang terjadi pada perikanan skala kecil dan bagaimana pengelolaan perikanan skala kecil yang baik akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi nasional dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

Diperlukan respon kolektif akan dampak negatif perubahan iklim terhadap sektor perikanan. Adaptasi adalah hal yang mendesak dalam memastikan kelangsungan hidup dan mitigasi adalah masalah jangka panjang strategis.

16 Menyelenggarakan side event di Pavilion Indonesia :

15 Nov pukul : 14.30 – 16.00

Speakers : 1. M. Zulficar Mochtar, Ministry of Marine Affairs and

Fisheries, Republic of Indonesia.

Pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya-upaya konkrit dalam mengarusutamakan isu kelautan dalam perubahan iklim di tingkat nasional, regional maupun global, sejalan dengan deklarasi

Page 195: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

195

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Ocean Governance for Sustainable Food Security in Changing Climate Change

Ocean Governance for Sustainable Food Security in Changing Climate

2. Ambassador Isauro Torres, Director of Environment and Ocean Affairs of the Ministry of Foreign Affairs of Chile

Chile and its Ocean Ambitions 3. Ronald Jumeau, Seychelles' Permanent Representative to

the United Nations and Ambassador to the United States Innovative Financing for Sustainable Oceans to Ensure Food

Security 4. Prof. Peter Eigen, Chair of the FITI International Board,

Germany Transparency in the Fisheries Systems: Challenges for Global Food Security

“Ocean Pathway” yang telah diluncurkan tanggal 16 November 2017 dan inisiatif lain seperti ‘Because of the Ocean’ yang mentargetkan masuknya item kelautan dalam negosiasi pada COP 24 di Polandia, dan adanya decision dalam COP 25.

17 Menyelenggarakan side event di Pavilion Indonesia : Enhancing Adaptive of Small-Scale Fisheries for Climate Change Resilience

15 Nov pukul : 16.00 – 17.30

Pembicara : 1. M. Zulficar Mochtar, Ministry of Marine Affairs and

Fisheries, Republic of Indonesia. Enhancing Adaptive of Small-Scale Fisheries for Climate Change Resilience

2. Brett Jenks, CEO, Rare Fish Forever Program’s contribution to ecosystem-based and community-based climate adaptation and livelihoods of small-scale fishing communities.

3. Hon. Minister Fleming Sengebau, Minister of Natural Resources, Environment & Tourism of Palau

4. Yogi Yanuar, Head of the local agency for National Marine Protected Areas in Pekanbaru (Riau Province, Indonesia) Lessons learned from Anambas MPA on the use of behavior change to achieve success with marine ecosystems’ resilience toward climate change

5. Nicola Breier, Head of Division for Marine Biodiversity Conservation, Department of Nature Conservation and

Perlunya tindakan nyata melalui kemitraan antar para pemangku kepentingan agar terwujud koherensi antara kesepakatan global, kebijakan pemerintah tingkat nasional dan daerah serta program-program kreatif dan inovatif yang melahirkan dan mengembangkan perilaku, prakarsa dan komitmen para nelayan kecil dan masyarakat pesisir untuk melindungi ekosistem laut sebagai faktor kunci yang menghasilkan ketahanan ekologis, sosial dan ekonomi terhadap perubahan iklim

Page 196: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

196

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Suistanable Use, Federal Ministry for Environment, Nature Conservation, Building & Nuclear Safety of Germany

18 [UNFCCC : “Last call for boarding: airports, aviation and climate” DelRI: Umiyatun Hayati (Kementerian Perhubungan), I Made Suartika (Kementerian Perhubungan), Siti Maemunah (Kementerian Perhubungan) Satya Pranata Asmara (Kementerian Perhubungan)

10 November 2017 Bonn Zone, Meeting Room 4, Bonn Jerman

Dalam Paris Agreement, telah ditetapkan tantangan target untuk bertahan di bawah dua tingkat kenaikan suhu global yang hanya bisa dicapai melalui netralitas karbon, namun emisi transportasi udara internasional tidak tercakup dalam kesepakatan ini. Bandara maupun industri penerbangan yang merupakan bagian dari industri yang mengangkut hampir setengah populasi dunia dalam satu tahun telah berkomitmen untuk mengurangi dampak dari aktivitas mereka terhadap iklim. UNFCCC telah bermitra dengan Program Airport Carbon Accreditation (ACA) dalam mendukung bandara menjadi netral terhadap iklim. Lebih dari 200 bandara telah disertifikasi berdasarkan program sukarela dimana 35 bandara telah mencapai tingkat sertifikasi tertinggi netralitas karbon. Tujuan dari diskusi panel ini adalah menunjukkan upaya yang telah dilakukan oleh beberapa bandara untuk mengurangi dampak iklim dan menunjukkan bagaimana usaha yang dilakukan dalam berkontribusi terhadap keseluruhan pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor penerbangan. Panelis dalam acara ini antara lain: a. Faiz Khan (Executive Chairman Fiji Airports),

menyampaikan tentang bagaimana bandara Fiji menangani emisi CO2 dan peran kemitraan dari sektor industri.

b. Stephanie Bolt, (Sustainable Manager Adelaide Airports), mengkaji bagaimana untuk mencapai dan mempertahankan tingkat pencapaian pengurangan karbon yang tinggi di bawah ACA, cara alternatif untuk menghadapi kesulitan terkait dengan netralitas karbon serta bagaimana memberikan kesempatan dan pelibatan stakeholders bandara dalam kegiatan karbon.

Diskusi panel membahas gagasan yang dapat digunakan untuk membantu bandara menurunkan dampak karbon (di mana tanggung jawab bandara menjadi nol karbon) dan akhirnya mencapai netralitas karbon yang penting bagi masa depan sebuah bandara. Panelis menyampaikan mengenai big topics seperti efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan, bahan bakar berkelanjutan, infrastruktur bandara dan bagaimana melibatkan pemangku kepentingan dalam untuk memperbaiki secara keseluruhan keberlanjutan Airport Carbon Accreditation di masa depan.

Page 197: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

197

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

c. Michael Gill (Executive Director, Air Transportation Action Group) menyampaikan bagaimana penerbangan mendukung kerangka kerja pembangunan berkelanjutan PBB dan arah strategis serta tujuan penerbangan dalam mengatasi perubahan iklim.

d. Olivier Jankovec (Director General ACI-Eropa) menyampaikan tentang keberhasilan program tersebut dan bagaimana upaya pemberdayaan usaha bandara untuk menetralisir jejak karbon, termasuk komitmen ACI-Eropa untuk mencapai 100 bandara netral karbon di Eropa.

e. Egle Lauraityte (General Advisor Bandara Lituania) menjelaskan bagaimana mereka mengembangkan visi dan kebijakan berkelanjutan untuk bandara.

19 Side event “From Ambition to Action: Decarbonizing Transport in Germany and Abroad”. DelRI: Umiyatun Hayati (Kementerian Perhubungan), I Made Suartika (Kementerian Perhubungan), Siti Maemunah (Kementerian Perhubungan) Satya Pranata Asmara (Kementerian Perhubungan)

10 November 2017, GIZ office, Bonn Jerman

Dalam Side Event ini, Kementerian Perhubungan menjadi salah satu pembicara yang diwakili moleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dalam diskusi panel sesi kedua tentang “Unlocking Investments for Climate Actions in The Transport Sector” bertujuan untuk membuka peluang pendanaan internasional dalam melakukan aksi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor transportasi. Dalam sesi ini Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan menyampaikan beberapa hal, yaitu: a. Sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo

pada UNFCCC COP21 di Paris tahun 2015 bahwa Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% di bawah Business As Usual (BAU) dan sampai dengan 41% degan bantuan internasional pada tahun 2030. Terjadi perubahan komitmen Indonesia yang sebelumnya 26% di bawah BAU dan sampai 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2020.

b. Dengan komitmen tersebut, dimungkinkan bagi Indonesia untuk melakukan upaya dengan melakukan kerjasama

a. Untuk menurunkan emisi di sektor transportasi diperlukan pendanaan yang cukup besar, kolaborasi dan integrasi semua stakeholders termasuk pemerintah pusat dan daerah serta swasta sangat diperlukan. Namun demikian perlunya memastikan proyek yang feasible dan bankable;

b. Perlunya strategi yang dapat menurunkan penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung program transportasi ramah lingkungan;

c. Terdapat banyak tantangan di sektor transportasi selain transportasi perkotaan, tetapi juga transportasi barang dan udara. Pentingnya riset dan pengembangan teknologi untuk mengatasi permasalahan ini, sehingga mendapatkan solusi yang dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak.

Page 198: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

198

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

internasional. Hal-hal yang menjadi kunci mendasar untuk mendapatkan pendanaan adalah: 1) Komunikasi dan koordinasi dalam investasi di sektor

transportasi di Indonesia dengan melibatkan beberapa institusi dan juga politisi dikarenakan anggaran tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah tapi juga melibatkan legislatif dalam menentukan alokasi anggaran;

2) Terkait dengan perencanaan dan strategi yang perlu dilakukan oleh Indonesia saat ini adalah bagaimana memasukkan isu perubahan iklim ke dalam strategi pemerintah seperti yang dituangkan dalam RPJP, RPJM dan Renstra masing-masing K/L;

3) Perlu adanya peningkatan investasi di sektor transportasi dengan melibatkan pihak swasta. Pemberian incentive atau discentive, kejelasan skema pendanaan, SOP pelaksanaan sangat diperlukan.

4) Perlu perencanaan yang komprehensif terkait dengan aksi mitigasi dan adaptasi sektor transportasi. Sampai dengan saat ini, untuk sektor transportasi cenderung fokus pada aksi mitigasi yaitu pengurangan emisi GRK dengan menggunakan pendekatan ASIF (Avoid, Shift, Improve, and Fuel use). Avoid (mengurangi perjalanan yang menggunakan kendaraan), Shift (berpindah menggunakan angkutan umum yang ramah lingkungan), improve (meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar dengan adanya teknologi), fuel use (menggunakan bahan bakar yang lebih irit atau jenis bio). Sedangkan, untuk kasus di Indonesia, aksi adaptasi juga diperlukan. Upaya adaptasi perubahan iklim dalam pengembangan sektor transportasi, dapat dilakukan melalui protection (pembuatan konstruksi baru sebagai bangunan pelindung), retrofiting (perbaikan dan perkuatan bangunan yang telah ada), redesign (merancang dan

Page 199: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

199

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

membangun bangunan baru), dan relocation (memindahkan ke lokasi baru).

Penurunan emisi merupakan komitmen global, maka diperlukan metodologi yang disebut MRV (Measurement Report and Verification) untuk sektor transportasi. Karena tanpa MRV, upaya yang dilakukan belum tentu diakui oleh dunia. Dengan demikian diperlu SDM yang berkompeten untuk menguasai MRV.

20 Side event GCA:

Transport Day Opening

Session: Setting the

scene and achieving the

future goals.

DelRI: Umiyatun Hayati (Kementerian Perhubungan), I Made Suartika (Kementerian Perhubungan), Siti Maemunah (Kementerian Perhubungan) Satya Pranata Asmara (Kementerian Perhubungan)

11 November 2017 Bonn Zone, Meeting Room 6, Bonn Jerman

Sesi Pembukaan akan mengatur konteks Hari Tematik

Transportasi dan akan berfokus pada kebutuhan untuk

meningkatkan tindakan dan ambisi mengenai transportasi dan

perubahan iklim. Panel ini menyoroti peran penting yang

dimainkan pemerintah dan maupun non pemerintah di suatu

wilayah.

1) Virginie Dumolin (Head of International Affair Direction for The Ministry of Transport, Ecology and Energy, France), menyampaikan bahwa implementasi Paris agreement telah menjadi prioritas nasional dan menjadi level politik tertinggi di Prancis. Dengan kondisi Prancis yang telah memiliki infrastruktur yang memadai seperti: jalan, bandara maupun pelabuhan, maka prioritas utama Prancis adalah Reinforce Mobility dalam rangka mereduksi emisi dari sektor transportasi darat yang merupakan prioritas utama. Prancis juga telah mengadaptasi climate plan dan memiliki climate coalition agenda bersama negara-negara lain di Eropa seperti: Belanda dan Inggris. Reinforce Mobility melalui implementasi mass mobility selain berkontribusi bagi reduksi emisi juga sangat penting bagi masyarakat.

2) Young Tae Kim (Secretary General, International Transport Forum), menekankan bahwa isu perubahan iklim merupakan isu yang sangat terintegrasi dan berhubungan dengan sektor transportasi. Hubungan sektor transportasi dengan sektor-sektor lain merupakan suatu hal yang sangat penting karena membutuhkan suatu pendekatan yang holistik. Sejak tahun 2015, Intrenational Transport Forum

Page 200: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

200

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

memiliki konsensus dengan setiap negara di dunia dalam wujud komitmen project ambisius jangka panjang untuk mengurangi gas rumah kaca dan emisi Co2. ITF mempersiapkan suatu analisa outcomes dari setiap Walikota di Korea Selatan yang mungkin dapat diambil sebagai suatu kebijakan bagi Pemerintah dalam dua kategori, yaitu: pendekatan teknologi dan pendekatan perubahan perilaku dari penumpang.

3) Said Mouline (COP 22 Presidency, Director General National Agency for Development of Renewable Energy and Energy Efficiency, Morocco), menjelaskan bahwa selama COP22 di Marakesh, Maroko telah melakukan beberapa aksi dalam sektor transportasi melalui public private partnership, mengembangkan project mobil listrik, mengembangkan teknologi baru di bidang transportasi, membuat suatu evolusi penggunaan sepeda motor listrik dan saat ini Maroko telah memiliki armada bus listrik yang beroperasi di Marakesh, Transportasi memiliki kontribusi sebesar 20% terhadap emisi gas rumah kaca dan jika tidak diambil aksi maka akan terjadi pertumbuhan kontribusi emisi tersebut.

21 Side event GCA : Policy Making and Target Settings in Transport DelRI: Umiyatun Hayati (Kementerian Perhubungan), I Made Suartika (Kementerian Perhubungan), Siti Maemunah (Kementerian Perhubungan) Satya Pranata Asmara

11 November 2017 Bonn Zone, Meeting Room 8, Bonn Jerman

Dengan proyeksi meningkatnya permintaan transportasi, tujuan Paris Agreement tidak dapat dicapai tanpa pengurangan emisi transportasi yang signifikan. Menetapkan target pengurangan emisi adalah langkah pertama menuju jalur pengembangan transportasi pengurai. Dalam side event ini dipaparkan kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh beberapa negara. Panelis dalam diskusi ini antara lain: 1) Tranh Anh Duong (Director General, Department of

Environment, Ministry of Transport, Vietnam) menyampaikan bahwa sektor transportasi menyumbang sekitar 32 juta ton CO2 atau sama dengan 23% dari GHG emision yang sebagian besar emisinya berasal dari transportasi darat sebesar 70%. Tantangan utama dari

Salah satu hal utama yang menjadi perhatian banyak negara adalah mengurangi emisi dari sektor transportasi melalui mobilisasi penumpang dari yang awalnya menggunakan kendaraan pribadi beralih menjadi menggunakan transportasi publik, khususnya pada sektor transportasi darat. Transportasi darat dianggap sebagai sektor yang menyumbang emisi paling besar dari sektor transportasi.

Page 201: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

201

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

(Kementerian Perhubungan)

sektor transportasi Vietnam adalah peningkatan yang sangat cepat pada jumlah sepeda motor dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10% pertahun (total jumlah kendaraan bermotor 50 juta, dimana 47 juta adalah sepeda motor). Dalam bidang Mitigasi, upaya kebijakan yang dapat dilakukan antara lain: memindahkan pengangkutan penumpang/orang menggunakan transportasi publik melalui pengembangan transportasi massal di kota-kota besar, memindahkan pengangkutan barang dengan menggunakan transportasi sungai, laut dan kereta api, meningkatkan efisiensi energi serta memanfaatkan energi alternatif dan terbarukan. Upaya yang dilakukan oleh Ministry of Transport Vietnam terkait dengan perubahan iklim antara lain: mengembangkan infrastuktur transportasi (seperti: pembangunan MRT, BRT, pelabuhan dan saluran navigasi), meningkatkan efisiensi energi dari sistem transportasi dan membangun kapabilitas MRV gas rumah kaca dengan bantuan dari beberapa donor (GIZ, World Bank, ADB dan EU). Tantangan terbesar adalah perlu investasi dalam memindahkan masyarakat untuk menggunakan transportasi publik, khususnya untuk membangun infrastuktur MRT maupun BRT, Vietnam merencanakan membangun 21 jalur MRT di Hanoi dan Ho Chi Minh City yang perlu didukung bantuan-bantuan dari negara maju, bank internasional dan pemerintah Vietnam itu sendiri Disamping itu Vietnam juga mencoba meningkatkan kontribusi dari sektor privat untuk ikut serta dalam aktivitas ini dalam wujud Public Private Partnership (PPP) Project. Tantangan terbesar adalah dalam kebijakan transportasi dalam rangka mengurangi emisi adalah mengurangi keinginan untuk bepergian dengan kendaraan pribadi dan menciptakan perencanaan kota yang terintegrasi. (Vietnam).

2) Anna Miranda (Board of Institute of Transport and Mobility, Portugal), Portugal telah menetapkan target spesifik reduksi

Page 202: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

202

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

gas rumah kaca untuk sektor trasnportasi yaitu -14% (tahun 2020) dan -26% (tahun 2030) dan menetapkan dalam kebijakan iklim nasional Portugal mencapai carbon neutral by 2050. Inisiatif yang dilakukan di sektor transportasi antara lain: manajemen mobilisasi transportasi jarak menengah dan jarak jauh, manajemen mobilisasi transportasi perkotaan dan pedesaan, teknologi kendaraan dan bahan bakar dan perilaku. Portugal juga merencanakan kampanye untuk menggunakan kendaraan dengan karbon rendah sebagai implementasi program transportasi berkelanjutan.

3) Lucila Capelli (Advisor, Ministry of Transport, Argentina), menyampaikan bahwa sektor transportasi berkontribusi sebesar 14,7% dari total emisi gas rumah kaca di Argentina. Permasalahan utama terkait dengan transportasi di Argentina adalah 92,7% perpindahan barang menggunakan truk yang pada akhirnya berdampak pada 60% total emisi Argentina dihasilkan dari truk. Mobilisasi dengan menggunakan kendaraan pribadi masih tinggi, yaitu 41%. Argentina menargetkan pengurangan emisi di bidag gransportasi pada tahun tahun 2030 sebesar 5,9 juta ton CO2 melalui beberapa upaya penekanan di bidang mitigasi antara lain : 1) mobilisasi masyarakat perkotaan, dengan memprioritaskan pembangunan kereta api perkotaan, mempromosikan transportasi perkotaan rendah emisi, mempromosikan mobilisasi non-motorized dan mempromosikan transportasi publik; 2) mobilisasi antar kota, melalui modernisasi di bidang penerbangan komersial dan restorasi rel kereta api antar kota; dan 3) transportasi barang, melalui efisiensi pergerakan transportyasi barang dan memprioritaskan pengiriman barang melalui kereta api.

4) Yoshitsugu Hayashi (President, World Conference on Transport Research Society), menyampaikan suatu hasil riset bahwa kepemilikan mobil pribadi sebagai salah satu unsur yang berkontribusi terhadap emisi justru dipengaruhi

Page 203: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

203

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

oleh pendapatan perkapita beberapa kota di Asia, seperti: Beijing, Shanghai, Bangkok, Nagoya dan Tokyo.

5) Jaco Do Toit (Corporate Engangement Manager, Science Based and Targets, WWF-South Africa), menyampaikan dua fokus utama dalam pemenuhan reduksi emisi dan clobal NDC. Pembuatan kebijakan dan penyusunan target reduksi emisi dalam sektor transportasi pemerintah sangat mungkin dapat dikaitkan dengan sektor bisnis. Kebijakan menerapkan target sains ke sektor transportasi menjadi sebuah pendekatan yang dapat diaplikasikan pada perusahaan di masa mendatang, khususnya dalam implementasi transportasi rendah karbon.

6) Yann Briand (Research Fellow Institut du développement durable et des relations internationales, France), menyampaikan 4 (empat) hal yang harus dijalankan dalam membuat kebijakan dan mengatur target di bidang transportasi: 1) bagi government / pemerintah, harus sangat tangguh dan ambisius dalam pengaturan target serta tidak overregulated dan membuat suatu kebijakan yang memungkinkan untuk dilakukan 2) bagi sektor bisnis, jangan hanya menunggu aksi dari pemerintah dan harus merespon dengan melakukan investasi pada area-area yang strategis; dan 3) bagi public society, untuk mengambil peran dalam kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah.

22 Side event GCA: Transport initiatives : Scaling up action and ambition on transports DelRI: Umiyatun Hayati (Kementerian Perhubungan), I Made Suartika (Kementerian

13 November 2017 Bonn Zone, Meeting Room 6, Bonn Jerman

Panel ini membahas kebijakan energi, bahan bakar, emisi dan jalan kaki. Transport initiatives telah meningkatkan aksi pada semua moda transportasi dan menyatukan dalam rangka mengatasi perubahan iklim. Panelis dalam panel ini antara lain: Rasmus Valanko (Director of Climate & Energy, World Business Council for Sustainable Development), Brownen Thornton (Chief Executive Officer, Walk 21); dan Niclas Sveningsen (Manager Strategy and Relationship Sustainable Development, UNFCCC). Dalam diskusi panel

Page 204: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

204

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Perhubungan), Siti Maemunah (Kementerian Perhubungan) Satya Pranata Asmara (Kementerian Perhubungan)

ini disampaikan hal yang terkait dengan alternatif bahan bakar yang dapat digunakan dalam sektor transportasi (listrik, biofuel dan biogas) sebagai upaya memenuhi tujuan iklim dalam mengurangi emisi, membahas pentingnya berjalan kaki (walking) sebagai salah satu alternatif dalam mereduksi emisi, upaya menjaga jangkauan jarak dalam transportasi umum serta menciptakan akses yang mudah bagi masyarakat terkait dengan transportasi umum.

23 Shifting personal mobility through innovations in transport technologies, systems and integrated planning DelRI: Umiyatun Hayati (Kementerian Perhubungan), I Made Suartika (Kementerian Perhubungan), Siti Maemunah (Kementerian Perhubungan) Satya Pranata Asmara (Kementerian Perhubungan)

13 November 2017 Bonn Zone, Meeting Room 6, Bonn Jerman

Pengurangan emisi karbon dalam transportasi perkotaan memerlukan gabungan kebijakan dan tindakan yang akan menargetkan perubahan pada kedua pola teknologi dan mobilitas. Tren terbaru di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa perilaku perjalanan dapat digeser untuk bergantung lebih sedikit pada mobilitas pribadi melalui inovasi teknologi, perencanaan kota, layanan transportasi umum, dan sistem transportasi berkelanjutan. Panelis dalam kegiatan ini antara lain : Park Won Soon (Mayor of Seoul, Korea), Gunnar Heipp (Head of Strategy and Planning, Munich’s Public Transport Company, Germany) Mauricio Rodas (Mayor of Quito), Nilesh Prakash (Director of Climate Change, Ministry of Economy, Fiji) dan Pex Langenberg (Vice Mayor of Rotterdam). Dalam diksusi panel ini, para panelis menyampaikan upaya-upaya yang dilakukan di masing-masing kota di beberapa negara dalam rangka upaya menggeser paradigma masyarakat yang mobilisasinya masih mengandalkan berkendaraan pribadi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh kota-kota, seperti: California, Thswane, Quito dan Oslo sebagaimana disampaikan oleh para panelis terdiri dari upaya keuangan dan sarana prasarana. Dalam aspek keuangan, tantangan utama terkait pembiayaan maupun investasi dalam mendukung transportasi yang ramah lingkungan, oleh karena itu perlu upaya menciptakan atmosfir politik yang kondusif dalam mendukung hal tersebut serta dengan skema investasi multistakeholders. Aspek lainnya adalah terkait dengan sarana dan prasarana,

Beberapa upaya yang dilakukan antara lain melalui upaya dari sisi infrastruktur seperti: membangun infrastruktur publik, fasilitas MRT, BRT, transportasi perairan dan transportasi non-motorized serta free parking and free charging pada simpul-simpul transportasi umum dan pusat kota, sehingga dapat melakukan park and ride system. Selain itu upaya lainnya adalah melalui diversiikasi energi, seperti : pengembangan kendaraan berbahan bakar listrik, hybrid, gas serta menyediakan fasilitas SPBU gas maupun charging station untuk mobil listrik;

Page 205: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

205

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

beberapa upaya yang telah dilakukan melalui inovasi teknologi, perencanaan kota, layanan transportasi umum, dan sistem transportasi berkelanjutan antara lain: pengembangan infrastruktur, komitmen membangun infrastruktur publik, implementasi mobil listrik dan hybrid, menyediakan SPBU gas; charging station untuk mobil listrik; free parking and free charging pada simpul-simpul transportasi umum dan pusat kota, sehingga dapat melakukan park and ride system.

Bilateral Meeting

1 Pertemuan Bilateral dengan Senator Amerika Serikat di COP-23 DelRI: Nur Masripatin (KLHK), Achmad Gunawan Widjaksono (KLHK), Sri Tantri Arundhati (KLHK), Raffles B. Pandjaitan (KLHK), Agung Setyabudi, (KLHK), Hatif Hawari Saputra (KLHK)

11 November 2017, Kantor DELRI, Bula Zone 3

Pertemuan Bilateral dengan Senator Amerika Serikat dilaksanakan berdasarkan permohonan Senator Amerika Serikat yang hadir pada COP-23 untuk bertemu dengan Ketua Delegasi RI pada COP-23 untuk berdiskusi mengenai pencapaian komitmen dalam Paris Agreement. Pertemuan ini dihadiri oleh lima Senator Amerika Serikat dari Rhode Island, Oregon, dan beberapa negara bagian, dengan rincian sebagai berikut:

1. Senator Ben Cardin (D-MD), Ranking, Senate Foreign Relations Committee

2. Senator Sheldon Whitehouse (D-RI) 3. Senator Jeff Merkley (D-OR) 4. Senator Brian Schatz (D-HI) 5. Senator Edward Markey (D-MA)

Pertemuan Bilateral diawali dengan remarks dari Senator Sheldon, yang menyampaikan apresiasi terhadap komitmen Indonesia dalam penurunan emisi global. Pertemuan dilanjutkan dengan paparan singkat dari Dirjen PPI yang menyampaikan mengenai penjelasan singkat tentang NDC Indonesia, dan sektor utama dari penurunan emisi Indonesia. Sesi selanjutnya dari pertemuan bilateral dilanjutkan dengan diskusi antara kedua perwakilan negara. Pada dasarnya,

Page 206: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

206

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Senator Amerika Serikat menyampaikan bahwa masyarakat Amerika Serikat akan tetap mendukung pencapaian komitmen penurunan emisi global dengan dukungan dari sektor bisnis, pemerintah daerah, akademisi, dan Non-Party Stakeholder lainnya. Senator Shelden sebagai perwakilan Senator Amerika Serikat menyampaikan bahwa Amerika Serikat akan menjadi partner yang lebih baik bagi para Negara Pihak dalam mendukung implementasi Perjanjian Paris. Pertemuan diakhiri dengan closing remarks oleh Dirjen PPI selaku alternate Head of Delegation yang menyampaikan apresiasi yang besar terhadap niat baik dan komitmen yang ditunjukan oleh masyarakat Amerika Serikat untuk tetap mendukung Perjanjian Paris, meskipun Presiden Trump telah menyatakan permohonan penarikan diri dari ratifikasi Perjanjian Paris.

2 Pertemuan Bilateral dengan Chief Negotiator Britania Raya Archibald Young dan perwakilan delegasi Kerajaan Inggris DelRI: Nur Masripatin (KLHK), Sri Tantri Arundhati (KLHK), Raffles B. Pandjaitan (KLHK), Agung Setyabudi, (KLHK), Hatif Hawari Saputra (KLHK)

11 November 2017, Kantor DELRI, Bula Zone 3

Pertemuan bilateral dilaksanakan berdasarkan undangan dari Archibald Young selaku Head of Delegation dari United Kingdom untuk mendiskusikan area-area kepentingan bersama dan juga jalur-jalur kolaborasi antar kedua negara. Pertemuan dihadiri oleh Archibal Young selaku Head of Delegation dari United Kingdom, perwakilan Delegasi Kerajaan Inggris dan juga perwakilan Kedutaan Besar Inggris di Indonesia. Pertemuan bilateral diawali dengan sambutan dari kedua Head of Delegation, dengan dilanjutkan diskusi mengenai low carbon development plan di Indonesia dan keterkaitannya dengan pencapaian NDC Indonesia yang cukup ambisius. Perwakilan Delegasi Kerajaan Inggris turut menyampaikan komitmen dengan Kerajaan Belanda dan juga Norwegia untuk berinvestasi di bidang kehutanan, dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang dipertimbangkan.

Page 207: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

207

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Sesi kedua dilanjutkan dengan diskusi mengenai progres negosiasi, terutama dalam negosiasi mengenai komitmen pre-2020. Perwakilan delegasi Kerajaan Inggris menyampaikan bahwa komitmen pre-2020 masih menjadi perhatian dari Kerajaan Inggris, namun hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah mengenai bagaimana untuk beranjak ke tahap selanjutnya yaitu post-2020. Perwakilan Delegasi Indonesia menyampaikan mengenai pentingnya COP-23 untuk menghasilkan teks persidangan yang akan membantu pelaksanaan implementasi Paris Agreement, dan pentingnya memperhatikan dinamikan negosiasi dan bagaimana menanggapi dinamika tersebut.

3 Pertemuan Bilateral antara Delegasi RI dengan Climate Change Team of UNSG DelRI: Achmad Gunawan Widjaksono (KLHK), Muhsin Syihab (Kemlu), Wukir A. Rukmi (KLHK), Pandu Rahadyan Wicaksono (Kemlu)

Kamis, 14 November 2017 Kantor Delegasi RI, Bula Zone 3, Ruang #0404

Climate Change Team of UNSG menyampaikan maksud pertemuan:

Sekjen PBB akan mengadakan Climate Summit di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-74 tahun 2019.

Sehubungan dengan hal tersebut, CC Team of UNSG ingin mengetahui; (a) tanggapan Indonesia terhadap jalannya negosiasi COP23/CMP13/CMA1.2 November 2017 ini, (b) outcome pertemuan, (c) upaya peningkatan ambisi reduksi emisi GRK di kawasan regional khususnya upaya ASEAN sebelum Climate Summit 2019.

Delegasi RI menyampaikan tanggapan:

Indonesia pertama-tama menyampaikan status progress terkait ratifikasi Paris Agreement dan tindak lanjutnya, di antaranya berupa penyampaian 1st NDC dan pembuatan Sistem Registri Nasional (SRN);

Indonesia menyambut baik inisiatif UN Sec-Gen yang akan menyelenggarakan Climate Summit pada kesempatan Sidang MU-PBB ke-74 tahun 2019;

Sebagaimana diketahui tahun 2018 merupakan tahun krusial perundingan UNFCCC terkait dengan

Indonesia perlu mempersiapkan aspek substansial sedini mungkin untuk partisipasi pada Climate Summit 2019

Page 208: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

208

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

penyelenggaraan Facilitative Dialogue yang signifkan dari aspek substansial. Sehingga Climate Summit tahun 2019 sangatlah penting dalam rangka keep the momentum alive and the continuity of 2018-2019-2020;

Di tingkat nasional, Indonesia telah mengintegrasikan perubahan iklim ke dalam pembangunan nasional melalui low carbon development strategy dengan pelibatan multi-stakeholders;

Indonesia cukup optimistis terhadap hasil COP23 secara umum, namun terkait beberapa isu terdapat perkembangan yang kurang bergerak maju (not trying to move forward), seperti response measure, article 6 of the Paris Agreement dan finance.

Upaya tingkat regional khususnya ASEAN, Indonesia menginisiasi NDC Partnersip dalam forum ASEAN Working Group on Climate Change (AWGCC).

4 Pertemuan Bilateral antara Delegasi RI dengan ILO DelRI: Laksmi Dhewanthie (SAM Bidang Industri dan Perdagangan Internasional KLHK), Noer Adi Wardojo,. Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan, Wukir A. Rukmi (Sekretariat DELRI)

Selasa, 14 November 2017 Kantor Delegasi RI, Bula Zone 3, Ruang #0404

Perwakilan ILO menyampaikan maksud pertemuan:

ILO memiliki konsep decent work/ job and a just transition, ingin memastikan bahwa aksi perubahan iklim memiliki keterkaitan kuat dengan aksi yang mendukung decent work/ job and a just transition

ILO ingin mendukung similar notion, dalam kaitannya dengan climate resilience khususnya terkait dengan renewable energy mengingat dapat menciptakan pekerjaan baru, yang memerlukan pengembangan skill

ILO membantu Kementerian Tenaga Kerja di Indonesia dalam pengembangan green jobs/decent works

ILO membantu Presidency Fiji dengan mendirikan semacam working group “just transition and decent job” di kawasan regional, Climate Asia Pacific Group. Diharapkan ini menjadi global working group melalui kerjasama dengan Marrakech Partnership.

- ILO berharap Indonesia turut mendukung agenda JustTransition dan mendukung pengembangan working group of “just transition and decent job” di kawasan regional, Climate Asia Pacific Group, menjadi global group. - ILO menyambut baik jika Indonesia sharing practices hal-hal yang telah disampaikan. - Indonesia, khususnya dalam penerapan NDC, dapat mengintegrasikan konsep JustTransition, termasuk kaitan Decents works and Climate Resilience

Page 209: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

209

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

ILO ingin mengetahui bagaimana di Indonesia mengenai (a) decent work/ job and a just transition, (b) apakah dokumen NDC Indonesia telah memuat konsep just transition and decent work.

Delegasi RI menyampaikan tanggapan:

Indonesia turut mengembangkan definisi green economy yang diinisiasi oleh UNEP yang mencakup elemen-elemen resource efficiency, internalized the externalities, creating decent job, and ensuring the economic growth

Indonesia mengakui penting untuk transisi dalam kaitannya man power and opportunity of the job

Just Transition and decent job telah ada dalam kebijakan Indonesia dan menggunakan decent work/job sebagai spirit dalam NDC Indonesia

Keterkaitan standardisasi kompetensi personil dengan pengembangan Just Transition and decent job: a. Indonesia telah mengembangkan standard

kompetensi untuk manajemen lingkungan maupun kehutanan

b. Untuk competency improvement pada profesi lainnya: juga dikembangkan seperti arsitektur, pengembangan green sustainability concept melalui green building

c. Kompetensi dalam pengertian professional dan edukasi/study juga dikembangkan

d. Pengembangan profesi baik industri formal maupun informal.

e. Khususnya untuk sektor informal seperti scavenger, terdapat permintaan dari bottom up untuk pengembangan standar kompetensi lingkungan dan kesehatan

f. Juga pengembangan green public procurement yang mencakup e-waste, dan insurance untuk pekerja informal

Page 210: Laporan Delegasi Republik Indonesiaditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/... · 2 kata pengantar 1. pendahuluan 1.1 latar belakang 1.2 tujuan 1.3 target 2. delegasi republik

210

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN TEMPAT

PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

g. Peraturan untuk upah minimum untuk pekerja formal telah ditetapkan misalnya di Provinsi DKI Jakarta. Inti: humanized informal workers.