LAPLENG ANTIMITOSIS
-
Upload
nofa-puspita-sari -
Category
Documents
-
view
286 -
download
3
description
Transcript of LAPLENG ANTIMITOSIS
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN LENGKAP
“UJI ANTIMITOSIS PADA SEL BULU BABI
(Tripneustes gratilla)”
OLEH:
KELOMPOK V
NURUL HAQ N111 09 268
PRICILLIA ANGELIN HELAHA N111 09 505
NURWIDYA NENGSI N111 10 276
NATALIA WIJOYO N111 10 286
CITRA DEWI ARIFIN DJIE N111 10 301
GOLONGAN / GELOMBANG : KAMIS / I
ASISTEN : NURUL MUKHLIZA
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan
dalam bidang natural produk. Setiap tahun sekitar 100 senyawa yang
berhasil diinvestigasi. Sebagian besar senyawa aktif dari lingkungan diteliti
khasiatnya sebagai bahan antikanker (1).
Spons dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan
senyawa bioaktif. Spons merupakan biota laut yang paling banyak diteliti
kandungan senyawa bioaktifnya. Senyawa bioaktif dari spons sangat
beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik dan menarik untuk
dijadikan sebagai senyawa pemandu dalam sintesis obat-obat baru. Hewan
ini hidup dengan baik pada ekosistem terumbu karang dan tersebar di
beberapa pulau dalam wilayah perairan (2).
Berbagai metode skrining telah dilakukan untuk mendapatkan
senyawa bioaktif dari sponge Theonella sp.. Salah satu diantaranya metode
skrining untuk senyawa bioaktif yang dapat menghambat sistem pembelahan
sel kanker. Pada umumnya pembelahan sel yang terjadi pada manusia mirip
dengan pembelahan yang terjadi pada sel telur bulu babi. Sel telur bulu babi
yang mengalami pembuahan oleh sperma akan melalui beberapa tahap
pembelahan sel. Proses pembelahan ini dapat mengalami gangguan akibat
adanya suatu senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap sel bahkan
menyebabkan kematian sel, sehingga proses penghambatan sistem
pembelahan sel telur bulu babi dapat digunakan sebagai uji coba aktifitas
atau skrining suatu senyawa bioaktif (1).
Oleh karena itu, dalam kerja praktek ini akan dilakukan uji bioaktivitas
antimitosis dari ekstrak metanol sponge Theonella sp. terhadap pembelahan
sel telur bulu babi dengan melakukan pengamatan proses penghambatan
sistem pembelahan sel telur oleh senyawa metabolit sponge. Diharapkan
hasil dari uji bioaktivitas antimitosis yang dilakukan dapat menjadi kajian lebih
lanjut mengenai teknik isolasi dan karakterisasi struktur senyawa bioaktif dari
sponge serta uji bioaktifitas senyawa tersebut terhadap sel kanker (2).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami prinsip dasar dari uji antimitosis dari suatu
sampel terhadap sel bulu babi (Tripneustes gratilla).
I.2.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami prinsip dasar dari uji antimitosis dari
ekstrak metanol dari sampel Theonella sp. terhadap sel bulu babi
(Tripneustes gratilla).
I.3 Prinsip Percobaan
Pengujian antimitosis ekstrak sampel terhadap zigot dari sel telur dan
sel sperma bulu babi (Tripneustes gratilla) dengan melihat jumlah sel yang
membelah dimana hasil yang diperoleh berupa persentase sel yang tidak
membelah terhadap total sel kemudian dilakukan analisis probit dan
ditentukan nilai IC50.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Uji antimitosis merupakan salah satu metode uji toksisitas yang
banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik dari
bahan alam. Metode ini menunjukkan aktifitas farmakologi yang luas, tidak
spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap bulu babi
(Tripneustes gratilla). Metode ini dapat dilakukan dengan cepat, murah,
mudah dan dapat diulangi sehingga dapat digunakan sebagai Bioassay
Guided Isolation yaitu isolasi komponen kimia berdasarkan aktifitas yang
ditunjukkan oleh bioassay tersebut. Dengan mengetahui aktifitas dari suatu
kelompok komponen kimia (fraksi), dapat dilakukan isolasi senyawa sehingga
diperoleh senyawa tunggal aktif (3).
Toksisitas ialah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ
target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dan
keberbahayaan zat yang akan diuji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal
dari bahan alam maupun sintetik. Toksisitas diukur dengan mengamati
kematian hewan percobaan. Kematian dari hewan percobaan dianggap
sebagai respon dari pengaruh senyawa yang diuji, sehingga hubungan dari
respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksis adalah titik
awal untuk mempelajari toksisitas (4).
Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena
itu, daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat
digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktifitas
dan juga untuk memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurniaan
(2).
Efek toksisitas dianalisis dari pengamatan dengan persen sel yang
tidak membelah (2):
% Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
Dengan mengetahui jumlah sel bulu babi yang tidak membelah, dapat
dicari angka probit melalui tabel dan dibuat persamaan garis: (2)
y = a + bx
Keterangan:
y = nilai probit IC50
x = konsentrasi
Kanker adalah penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat
menyerang siapa saja dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-
sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam
perkembangannya. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh
lainnya sehingga dapat menimbulkan kematian (5).
Sel kanker berbahaya karena dapat menyebabkan kematian baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sel kanker tumbuh dengan cepat,
sehingga sel kanker pada umumnya cepat menjadi besar. Sel kanker
menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti
kepiting dengan kaki-kakinya mencengkram alat tubuh yang terkena. Di
samping itu, sel kanker dapat menyebar (metatasis) ke bagian alat tubuh
lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh
getah bening sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyebaran sel
kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh
tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu (5).
Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
terganggunya kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal. Sebagai bukti dari
terganggunya kontrol regulasi sel-selnya, kanker memiliki perbedaan yang
mencolok dibandingkan dengan sel-sel normal dalam tubuh kita (4):
1. Sel kanker tak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan
nama apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa
jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh kita, yang mana semuanya
fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila
telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (nonkanker) akan mati
dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker
berbeda dengan karakteristik tersebut. Dia akan terus hidup meski
seharusnya mati (Immortal).
2. Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler atau asosial.
Komunikasi ekstra seluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel
sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan
sifatnya yang asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli
apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya.
3. Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan
tersebut dan tumbuh subur di atas jaringan lain.
4. Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker mampu
membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski itu tentunya
dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh.
5. Sel kanker memiliki kemampuan dalam memperbanyak dirinya sendiri
(proliferasi) meski seharusnya ia sudah tak dibutuhkan dan jumlahnya
sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya.
Kanker berkembang melalui serangkaian proses yang disebut
karsinogenesis. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa kanker bukanlah
penyakit, melainkan penyakit yang timbul akibat akumulasi atau penumpukan
kerusakan-kerusakan tertentu dalam tubuh kita (3).
Karsinogenesis pada dasarnya dibagi menjadi dua tahap utama yaitu
inisiasi dan promosi, namun beberapa literatur menambahkan bahwa tahap
promosi kanker diikuti oleh proliferasi, metastasis dan neoangiogenesis (5).
Tahap inisiasi ialah tahap dimana agen karsinogenik (zat yang dapat
menimbulkan kanker) mulai bekerja mengubah susunan DNA fungsional atau
yang lebih populer dengan nama “gen” sehingga gen itu menjadi berbeda
dengan semestinya atau terjadi mutasi. Biasanya gen yang berubah
susunannya adalah gen yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor
(tumor suppressor gene), misalnya saja gen p53 (4).
Agen karsinogenik banyak sekali macamnya dan secara umum sangat
berkaitan dengan pola makan dan pola hidup manusia, seperti paparan sinar
ultra violet, radiasi sinar gamma, asbestos, merkuri, asap kendaraan
bermotor, asap rokok, bahan pengawet makanan seperti natrium benzoat,
pewarna makanan misalnya rhodamin, tak ketinggalan pula bumbu masakan
sintesis (penyedap masakan) yaitu MSG (Monosodium/Mononatrium
Glutamat) yang makin hari makin beragam dan makin banyak digunakan
karena harganya yang relatif murah dan tersedia dalam berbagai rasa
buatan. Ditambah dengan cara pemakaian yang jauh lebih praktis daripada
bumbu dapur alami, makin lengkaplah alasan kebanyakan konsumen saat ini
untuk menggunakan bumbu sintetis itu (2).
Bulu babi adalah organisme dioecious. Bulubabi bentuk regular
mempunyai 5 lobul gonad. Gonad berukuran besar saat matang dan
memanjang dari pusat aboral ke lentera. Gonad ditutupi oleh lipatan-lipatan
epitelium perivisceral dari bagian inter ambulakral pada separuh apikal
rongga tubuh. Setiap lobul gonad memiliki sebuah saluran gonad (gonaduct)
yang terbuka ke bagian luar melalui sebuah lubang genital. Contoh gonad
primer disajikan pada Gambar 1. Semua jenis bulubabi sangat unik dalam hal
seksnya (unisexual). Struktur kelamin jantan dan betina hampir sama,
sehingga perbedaan jenis kelamin hampir tak nampak morfologisnya akibat
sifatnya dimorfisme. Rasio individu jantan dan betina bulubabi secara umum
adalah 1:1. (5).
Gambar 1 Gonad primer bulu babi Stronggylocentrotus intermedius
Sperma dan telur dilepaskan ke laut, dan fertilisasi terjadi secara
eksternal. Setelah pembuahan, telur akan mengalami proses perkembangan
embrio yang diawali oleh pembelahan sel dari 2 hingga 64 sel, dan berlanjut
hingga mencapai tahap blastula dan gastrula. Setelah menetas, larva
berkembang berbentuk prisma. Tangkai memanjang dan membentuk empat
lengan pada larva awal pluteus dengan sepasang lengan antero lateral dan
sepasang lengan postero oral. Pada tahap pluteus dengan enam lengan,
terbentuk lengan postero dorsal, dan pada tahap pluteus dengan delapan
lengan, bagian cangkang, kaki tabung histologi, dan duri terbentuk.
Metamorfosis dimulai dengan munculnya primordium bulubabi dan berakhir
dengan perkembangan anus dan mulut dengan perubahan dari bentuk
histolo menjadi bentik setelah histologis (5).
Selama perkembangan gonad berlangsung akan terjadi perubahan-
perubahan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Perubahan yang
terjadi pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks
yang dinamakan gonad somato indeks. Nilai gonad somato indeks akan
mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan
menurun sesudah pemijahan. Selain itu, distribusi ukuran diameter telur pada
bulubabi betina, dapat pula menunjukkan tahapan-tahapan perkembangan
gonad dan interval pemijahan pada ikan yang memijah secara bertahap
(partial spawner). Perubahan gonad secara kualitatif dapat dinyatakan
dengan pengamatan histologi dan morfologi gonad. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada perkembangan gonad dikelompokkan ke dalam tingkatan
kematangan gonad. Tahapan-tahapan selama perkembangan gonad
bulubabi Evechinus, digambarkan sebagai berikut: (1)
a. Oogenesis
Tahap I (recovery/pemulihan): histo terdiri dari oosit primer gelap
(diameter <25 μm ) , menempel pada dinding ascinal. Sisa-sisa oosit
berwarna gelap berada di antara pagosit histologi.
Tahap II (growing/perkembangan): histo didominasi oleh pagosit
histologi, dengan oosit vitelogenik awal (diameter 25 – 70 μm)
menempel pada dinding ascinal. Kelimpahan material sisa-sisa oosit
menurun. Tahap III (pre-mature): Kelimpahan pagosit histologi
menurun selama vitelogenesis berlanjut. Ovari terdiri dari oosit pada
semua tingkatan perkembangan (diameter 25 – 100 μm). Sejumlah
kecil ova yang matang terlepas dari dinding ascinal dan terpusat pada
lumen histo. Tahap IV (mature / pre-spawning): Ovari didominasi oleh
ova yang matang (diameter 100 μm). Tertutup dalam lumen. Pagosit
histologi tidak ada atau sebagian kecil bergabung dengan oosit primer
di sepanjang dinding ascinal.
Tahap V (partially spawned): Ova matang kurang padat dalam lumen
mengikuti permulaan pelepasan ova. Vitelogenesis penuh dan oosit
premature dan pagosit histologi tidak ada atau bergabung dengan
dinding ascinal dalam jumlah kecil.
Tahap VI (spent / post-spawning): Ovari kosong, mengandung hanya
sejumlah kecil sisa sisa oosit. Dinding ascinal tipis dengan sejumlah
kecil oosit primer disekitar histologi histo. Kelimpahan pagosit histologi
meningkat disekitar periferi histo dengan sisa-sisa oosit pagositosis
yang nyata.
b. Spermatogenesis
Tahap I (recovery): Testis didominasi warna pucat, pagosit histologi,
butiran material histologi yang berwarna gelap. Lapisan spermatogonia
tipis (< 50 μm) dan spermatosit primer menempel pada histologis
germinal. Sisa-sisa spermatozoa berada dalam lumen.
Tahap II (growing/ perkembangan): Pagosit histologi dominan dalam
testes, namun frekuensi butiran material histologi menurun. Ketebalan
lapisan spermatogonia dan spermatosit primer meningkat (50 – 100
μm), dengan kolom spermatofor memanjang histolo lumen.
Tahap III (pre mature): Kelimpahan pagosit histologi terhalau ke
histologis karena lapisan spermatogonial menebal (100-120 μm).
Kolom spermatosit bertambah panjang dan memanjang ke bagian
lumen, dan akumulasi spermatozoa terpusat di dalam lumen testes.
Tahap IV (mature/pre-spawning): Testes didominasi oleh kumpulan
spermatozoa padat tanpa pagosit histologi atau hanya berupa lapisan
histologis tipis. Ketebalan lapisan spermatogonial menurun (70-100
μm) karena spermatogenesis berakhir.
Tahap V (partially spawned): Kepadatan spermatozoa menurun
mengikuti permulaan pemijahan dengan ruang kosong yang jelas
terlihat di dalam lumen. Ketebalan histologis germinal terus menurun
(25 – 70 μm) sedangkan lapisan histologis pagosit histologi mulai
bertambah tebal.
Tahap VI (spent / post histolog): Testes didominasi oleh lumen besar
yang kosong yang terdiri dari sejumlah kecil sisa-sisa spermatozoa.
Dinding ascinal sangat tipis (<25 μm), sedang lapisan pagosit histologi
terus bertambah tebal. Tahapan perkembangan gonad pada jantan
dan betina bulubabi diperjelas pada gambaran histologist yang
disajikan pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 2 Tahapan perkembangan testis bulubabi
Keterangan:
1. Gonad tahap 0 (Neuter)
2. Testis tahap I (Developing virgin)
3. Testis tahap I (Recovering spent)
4. Testis tahap II (Growing)
5. Testis tahap II (Growing)
6. Testis tahap III (Pre-mature)
7. Testis tahap IV (Mature)
8. Testis tahap V (Spent)
Gambar 3 Tahapan perkembangan ovari bulu babi
Keterangan:
9. Ovari tahap I (Developing virgin)
10. Ovari tahap I (Recovering spent)
11. Ovari tahap II (Growing)
12. Ovari tahap III (Pre-mature)
13. Ovari tahap IV (Mature)
14. Ovari tahap V (Spent)
Jenis makanan bulubabi T. gratilla sangat bervariasi sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Larva biasanya memakan diatom-diatom
plantonik, tetapi pada tahap juvenil memakan diatom – diatom sesil, dan yang
telah berukuran besar memakan makroalga, lamun, dan mikro flora. T.
gratilla yang telah dewasa dapat memakan bermacam-macam makroalga,
antara lain: Sargassum spp., Padina spp., Hydroclathrus clathrus,
Cladosiphon okamwarmus., Hypnea charoides, Gracilaria blodgettii,
Ceratodictyon spongiosum. Berdasarkan hasil analisa lambung T. gratilla
yang diambil dari alam, menunjukkan bahwa yang paling dominan sebagai
makanannya adalah Sargassum spp., Padina spp., dan Hydroclathrus
clathrtus, serta lamun lainnya (1).
II.2 Uraian Sampel
II.2.1 Uraian Spons
Theonella sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh
di perairan wilayah Indonesia bagian timur. Spons ini adalah salah satu biota
laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat. Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki
aktivitas sebagai antikanker dan antifungi (5).
Klasifikasi sampel:
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongea
Ordo : Lithistida
Famili : Theonellidae
Genus : Theonella
Spesies : Theonella sp. (5)
II.2.2 Uraian Bulu Babi
Secara morfologi bulubabi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu;
kelompok reguler dan kelompok irregular. Kelompok reguler adalah kelompok
bulubabi yang memiliki bentuk tubuh hemisfer, membulat di bagian atas dan
merata di bagian bawah. Hewan ini memiliki duri yang panjang dan kadang
berwarna menyolok. Kelompok irreguler adalah kelompok bulubabi yang
memiliki bentuk tubuh yang memipih, misalnya: bulu hati dan dolar pasir (3).
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Klass : Echinoidea
Ordo : Temnopleuroida
Famili : Toxopneutidae
Genus : Tripneustes
Spesies : Tripneustes gratilla (3)
Beberapa jenis bulubabi reguler terbagi ke dalam beberapa ordo,
yaitu: ordo Arbacioida, ordo Temnopleuroida, dan ordo Echinoida.
Karakteristik dari ordo Arbacioida adalah periprok (area sekeliling anus)
memiliki 4 atau 5 keping (plate) berukuran besar. Ordo Arbacioida hanya
terdiri dari satu famili yaitu Arbaciidae. Hidup pada habitat bersubstrat keras
dan terlindung dari ombak besar. Bergerak pada malam hari dan hidup pada
ganggang yang mengandung kalkareus, contohnya: Arbacia lixula. Ordo
Temnopleuroida terdiri dari 2 famili, yaitu: (1) famili Temnopleuridae memiliki
ukuran tubuh yang kecil dan diameter cangkang 6 – 7 mm dan berduri
pendek, dan (2) famili Toxopneustidae, tergolong ke dalam famili bulubabi
yang dapat dikonsumsi, contohnya: Lytechinus variagatus, Toxopneutes
pileolus (sangat mudah dikenali memiliki pedicellaria berukuran besar), dan
Tripneustes gratilla. Ordo Echinoida terdiri dari 3 famili, yaitu: (1) famili
Echinoidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh:
Echinus esculentus, Paracentrotus lividus; (2) famili Echinometridae,
termasuk famili dari bulubabi yang dapat dijadikan bulubabi hias, contoh:
Echinometra spp., Echinometra viridis, Echinometra lucunter, Echinometra
oblonga, dan Echinometra vanbrunti; (3) famili Strongylocentroidae, termasuk
famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Strongylocentrotus
droebachiensis, S. Franciscanus, dan S. Purpuratus. Beberapa bulubabi
yang dapat dikategorikan sebagai bulubabi ekonomis penting adalah:
Diadema setosum, Tripneustes gratilla, Toxopneustes pileolus, Echinotrix
calamaris, Mespilia globulus, Heterocentrotus mammilatus, Salmacis belli,
dan Echinometra sp. Bulubabi Tripneustes gratilla memiliki karakter warna
tubuh yang didominasi oleh warna oranye, putih dan coklat, sehingga
nampak indah. Bulubabi ini di Indonesia umumnya hidup di padang lamun
dan jarang ditemukan pada pantai berkarang atau bebatuan. Gonadnya
sangat enak dimakan serta bernilai ekonomis penting karena dijual hingga ke
manca negara. Bulubabi ini dijadikan salah satu bulubabi hias karena
keindahannya. Jenis bulubabi Tripneustes gratilla berdiameter 10 cm dan
tinggi 6 cm, mempunyai daerah penyebaran yang luas mulai India hingga
perairan Pasifik sebelah barat. Pada cangkang bulubabi terdapat 5 segmen
ambulakral dengan barisan kaki tabung dan 5 segmen interambulakral tanpa
kaki tabung. Segmen tersebut tersusun secara berselang seling (5).
Mulut terletak tepat di tengah dari sisi aboral tubuh. Organ ini dikelilingi
oleh kaki tabung yang berguna membantu dalam bergerak dan menjaga
stabilitas tubuh khususnya saat makan dan saat berada di substrat /tidak
melaksanakan aktivitas pergerakan. Bagian mulut dan gigi merapat jadi satu
dan dilekatkan oleh bahan kapur membentuk struktur yang dinamakan
lentera aristoteles. Lentera aristoteles terdapat di bagian tengah aboral.
Organ ini berfungsi untuk merumput pada substrat. Lentera aristoteles
dilengkapi oleh 5 pasang gigi yang tajam pada bagian ujungnya. Gigi-gigi ini
apabila rusak maka akan tumbuh kembali. Semua bagian dari lentera
aristoteles ini dapat dijulurkan atau dimasukkan secara fleksibel ke dalam
mulut khususnya pada saat merumput (5).
Anus terletak di bagian tengah dari sisi aboral tubuh berdekatan
dengan madreporit (tempat masuknya air laut ke dalam tubuh dan berperan
dalam sistim pembuluh air) dan gonopor. Pada bulu hati, sebagai
kekecualian, anusnya terletak antara sisi atas dan sisi bawah, di ujung
berlawanan dengan mulut (4).
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan Percobaan
III.1.1 Alat Percobaan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah deck glass,
erlenmeyer, gelas, gelas kimia, lemari pendingin, mikropipet, mikroskop,
objek glass, pipet, dan spoit.
III.1.2 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air laut bebas
protozoa, ekstrak metanol sampel (Theonella sp.), formalin, KCl 10%,
kloroform p.a, metanol p.a, bulu babi (Tripneustes gratilla).
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penyiapan Zigot
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Bulu babi diinduksi dengan menggunakan KCl 10% dan didiamkan
3. Sel sperma (putih susu) dan sel telur (kuning keemasan atau orange)
yang keluar ditampung
4. Sel sperma dipipet sebanyak 50 µl dan ditambahkan dengan 2,95 ml
air bebas protozoa untuk pembuatan suspensi sperma
5. Suspensi sperma diambil 1 ml dan ditambahkan dengan 4 ml sel telur
6. Campuran sel sperma dan sel telur tersebut dimasukkan dalam air laut
bebas protozoa
7. Campuran tersebut didiamkan selama kurang lebih 10 menit di dalam
lemari pendingin
III.2.2 Pengujian Antimitosis pada Sel Bulu Babi
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Ekstrak awal sampel (Theonella sp.) ditimbang sebanyak 1 mg
3. Pelarut kloroform p.a : metanol p.a (1:1) ditambahkan sebanyak 100 µl
digunakan untuk melarutkan sampel
4. Setelah itu, dari ekstrak tersebut dibuat pengenceran dengan variasi
konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm
5. Untuk membuat konsentrasi 1000 ppm, dari larutan stok dengan
10000 ppm dipipet sebanyak 10 µl dan ditambahkan dengan
menggunakan air laut bebas protozoa sebanyak 890 µl dalam tabung
ependorf
6. Untuk membuat konsentrasi 100 ppm, dipipet 10 µl dari larutan
dengan konsentrasi 1000 ppm dan ditambahkan air laut bebas
protozoa sebanyak 890 µl dalam tabung ependorf
7. Untuk membuat konsentrasi 10 ppm, dipipet 10 µl dari larutan dengan
konsentrasi 100 ppm dan ditambahkan air laut bebas protozoa
sebanyak 890 µl dalam tabung ependorf
8. Masing-masing konsentrasi tersebut ditambahkan dengan 100 µl zigot
sehingga tepat berjumlah 1000 µl
9. Formalin sebanyak 1 tetes ditambahkan dan disimpan pada suhu
kamar
10. Campuran tersebut didiamkan selama 2-3 jam
11. Campuran diletakkan sedikit di atas objek glass dan ditutup dengan
deck glass
12. Pengamatan mikroskop dilakukan
13. Jumlah sel yang membelah dihitung
14. Analisis probit dilakukan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Data Pengujian Antimitosis
KonsLog
Konsentrasi (x)
Jumlah Sel yang Tidak Membelah
Total Sel
Persentase (%)
Nilai Probit
(y)a b
10 ppm1
17 121 14,05%
3,7745
2,326 1,210
18 148 12,16%11 156 7,05%
% Rata-rata 11,09%
100 ppm2
23 72 31,94%
4,269314 79 17,72%15 74 20,27%
% Rata-rata 23,31%
1000 ppm3
51 57 89,47%
6,19443 50 86%
101 113 89,38%
% Rata-rata 88,28%
IV.1.2 Data Kontrol Negatif Menggunajan Kloroform p.a : Metanol p.a
(1:1)
KonsentrasiJumlah Sel yang Tidak Membelah
Total Sel
10 ppm 5 110100 ppm 2 76
1000 ppm 1 54
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Pengenceran Sampel
1 mg 100 µl (10000)
10 µl 1000 µl (1000 ppm)
10 µl 1000 µl (100 ppm)
10 µl 1000 µl (10 ppm)
Keterangan:
Untuk pengenceran air laut bebas protozoa yang ditambahkan hanya 890 µl
karena akan ditambahkan lagi dengan 100 µl zigot sehingga volumenya
cukup 1000 µl.
IV.2.2 Perhitungan Persentase (%) Sel yang Tidak Membelah
1. Untuk konsentrasi 10 ppm
a. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 17121
×100%
¿14,05%
b. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 18148
×100%
¿12,16%
c. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 11156
×100%
¿7,05%
∑1
¿ 14,05%+12,16%+7,05%3
=11,09%
2. Untuk konsentrasi 100 ppm
a. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 2372×100%
¿31,94%
b. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 1479×100%
¿17,72%
c. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 1574×100%
¿20,27%
∑2
¿ 31,94%+17,72%+20,27%3
=23,31%
3. Untuk konsentrasi 1000 ppm
a. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 5157×100%
¿89,47%
b. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 4350×100%
¿86%
c. % Sel yang tidak membelah= Jumlah sel yang tidak membelahJumlah sel total
×100%
¿ 101113
×100%
¿89,38%
∑3
¿ 89,47%+86%+89,38%3
=88,28%
IV.2.3 Perhitungan Nilai Probit (y)
1. Untuk konsentrasi 10 ppm
y=3,77+(3,82−3,77 ) .0,09
1=3,7745
2. Untuk konsentrasi 100 ppm
y=4,26+(4,29−4,26 ) .0,31
1=4,2693
3. Untuk konsentrasi 1000 ppm
y=6,18+(6,23−6,18 ) .0,28
1=6,194
IV.2.4 Perhitungan Nilai IC50
y=2,326+1,210 x
Untuk y = 5,00 (nilai probit 50), maka:
x=5−2,3261,210
x=2,210
IC50 = antilog x
=162,181 µg/ml
= 162,181 ppm
IV.3 GambarLABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS HASANUDDIN
Ket: sel telur bulu babi betina (kuning keemasan)
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIAFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Ket: Bulu Babi (Tripneustus gratilla)
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIAFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Ket: sel sperma bulu babi jantan (putih susu)
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan uji bioassay berupa uji antimitosis sel
bulu babi (Tripneustus gratilla) terhadap sampel Theonella sp. Pengamatan
yang dilakukan yaitu melihat penghambatan pembelahan sel bulu babi
terhadap hasil metabolit dari sampel spons (Theonella sp.).
Pengujian antimitosis ini menggunakan sel sperma dan sel telur dari
bulu babi (Tripneustus gratilla) dimana bulu babi diinduksi dengan
menggunakan KCl 10% untuk proses penyiapan zigot. Sehingga, sel sperma
(putih susu) dan sel telur (kuning keemasan atau orange) dapat keluar. Sel
sperma dipipet sebanyak 50 µl dan ditambahkan dengan 2,95 ml air bebas
protozoa untuk pembuatan suspensi sperma. Dari suspensi sperma diambil 1
ml dan ditambahkan dengan 4 ml sel telur dimana hasil pencampuran
tersebut ditambahkan lagi dengan air laut bebas protozoa dan didiamkan lagi
selama 10 menit lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin.
Sementara, pada proses pengujian antimitosisnya digunakan ekstrak
awal sampel (Theonella sp.) ditimbang sebanyak 1 mg dan dilarutkan dengan
100 µl kloroform p.a : metanol p.a (1:1). Setelah itu, dari campuran tersebut
dibuat pengenceran dengan variasi konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, dan 100
ppm, dimana masing-masing konsentrasi tersebut ditambahkan dengan 100
µl zigot. Selanjutnya, formalin sebanyak 1 tetes ditambahkan dan disimpan
pada suhu kamar. Setelah didiamkan selama 2-3 jam, dilakukan pengamatan
dengan menggunakan mikroskop. Pada pengamatan tersebut, dihitung
jumlah sel yang membelah dan dilakukan analisis probit.
Alasan penggunaan KCl 10% yaitu karena larutan ini bersifat hipotonis
sehingga mampu memecahkan dinding sel dari bulu babi tersebut. Hal itulah
yang mengakibatkan sel sperma dan sel telur dapat keluar. Air laut bebas
protozoa digunakan karena jika dalam air laut terdapat protozoa, maka
protozoa tersebut dapat memakan sel sperma dan sel telur dari bulu babi.
Pada percobaan digunakan sel sperma yang lebih sedikit dibandingkan
dengan sel telur karena dalam 1 ml larutan sel sperma terdapat berjuta-juta
sel sperma di dalamnya, sedangkan dalam 1 ml larutan yang berisi sel telur
hanya terdapat beberapa sel telur. Hal ini dikarenakan bentuk sel telur yang
lebih besar daripada sel sperma. Sel sperma harus segera disimpan dalam
lemari pendingin karena waktu hidupnya yang sangat singkat. Formalin
ditambahkan dengan tujuan untuk menghambat pembelahan sel dari bulu
babi setelah diberi perlakuan dengan penambahan sampel dan setelah
didiamkan. Hal ini dilakukan supaya tidak mengganggu dalam pengamatan.
Penggunaan kloroform p.a : metanol p.a (1:1) sebagai pelarut
sebaiknya tidak digunakan karena sifatnya yang bersifat toksik. Apabila
pelarut ini digunakan, maka nantinya akan sulit dibedakan sel yang tidak
membelah akibat efek metabolit sampel Theonella sp. atau selnya tidak
membelah karena efek toksik dari pelarut tersebut. Sebaiknya pelarut yang
digunakan adalah DMSO (dimethyl sulfoxide) karena sifatnya yang inert dan
tidak bereaksi dengan senyawa apapun. Selain itu, pelarut ini dapat
digunakan untuk melarutkan sampel yang tidak dapat larut dalam air karena
pelarut DMSO ini dapat melarutkan senyawa yang bersifat nonpolar dan
dapat bercampur dengan air.
Pada percobaan ini dilakukan perhitungan nilai LC50 karena ingin
diketahui pada konsentrasi berapa sampel Theonella sp. dapat menghambat
pertumbuhan sel. Hasil dari uji antimitosis ini dapat berupa efek antimikroba
ataupun efek antikanker. Tetapi, untuk memastikan efek dari hasil metabolit
spons Theonella sp. ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi.
Untuk melengkapi hasil kerja praktek ini maka disarankan
menindaklanjuti kajian yang lebih mendalam meliputi:
1. Pemurnian lebih lanjut terhadap ekstrak spons Theonella sp. yang
berpotensi menghambat pembelahan sel dengan teknik kromatografi
hingga di dapat isolat murni.
2. Melakukan uji aktivitas hasil isolat murni terhadap sel kanker yang lebih
spesifik.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, maka diperoleh nilai IC50 dari sampel
spons Theonella sp. terhadap sel bulu babi (Tripneustes gratilla) sebesar
162,181 µg/ml.
VI.2 Saran
Sebaiknya pengujian antimitosis ini dilakukan sampai akhir oleh
praktikan, supaya praktikan lebih memahami langkah kerjanya dan dapat
dimanfaatkan sebagai ide dalam melakukan suatu penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Proksch, P. Isolation and Structure Elucidation of Secondary
Metabolites from Marine Spons and a Marine-derived Fungus.
Dusseldorf. 2005
2. Alam, Gemini dkk. Isolasi Senyawa Bioaktif. Fakultas Farmasi UH,
Makassar. 2011
3. Gunarto dan Setabudi E. Perkembangan Gonad Bulu Babi
(Tripneustes gratilla) di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Jakarta. 2002
4. Shahidi and Botta. Seafoods Chemistry, Processing Technology and
Quality. Blackie Academic Professional, London. 1994
5. Dinnel, P.A., J.M. Link and Q.J. Stober. Improved Methodology for Sea
Urchin Sperm Cell Bioassay for Marine Waters. Archive of
Environmental Contamination and Toxicology. 1987
LAMPIRAN
1. Tabel Probit
PRESENTASEPROBIT
0 1 2 3 4 5 6 7 8 90 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66
103,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,95 4,01 4,05 4,08 4,12
20 4,17 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45
30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72
404,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97
505,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23
60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50
70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81
805,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23
906,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33
990,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,66 7,75 7,88 8,09
2. Skema Kerja
a. Penyiapan Zigot
Bulu babi
diinduksi KCl 10%
diamkan
ditampung
sperma sel telur
(putih susu) (kuning keemasan)
buat suspensi sperma
50 µl sperma+
2,95 ml air laut bebas protozoa
1 ml suspensi sperma+
4 ml sel telur
dimasukkan dalam 50 ml air laut bebas protozoa
didiamkan ± 10 menit di lemari pendingin
b. Uji Antimitosis Sel Bulu Babi
1 mg sampel ekstrak metanol
+100 µl DMSOkonsentrasi
10 ppm 100 ppm 1000 ppm
+ 100 µl zigot
didiamkan 2-3 jam, suhu 25oC
+ 1 tetes formalin
pengamatan mikroskop
hitung jumlah sel yang membelah
analisis probit