Komisi A-9.pdf

14
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 61 CONCENTRATION ESTIMATE ALGORITHM MODEL KLOROFIL-A BASED ON SATELLITE IMAGE DATA LANDSAT TM FOR LOCATION MAPPING FISHING GRAUND AT MADURA Firman Farid Muhsoni 1) , Mahfud Efendy 1) , Haryo Triajie 1) 1) Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Abstract The problems faced in using of fishery resources are the difficulties in determining of the right fishing ground. Aim of this research is to analize the use of remote sensing for determining of the fishing ground, the result of catch production (CpUE) with some construct parameters of fishing ground for a model stability, to study some factors give dominant effect through the fishery growth and production. Method to make the map of surface temperature dispersion and chlorophyll of extract of landsat remote sensing ETM+ and ASTER. The interpretation of chlorophyll-a uses Motoaki and Kashino algorithm (1998). The fishing ground is gained by doing modeling by scoring and weighting, the accuracy test with RMSE method. The status of fishery usage is gained with holistic approach method (Production/Surplus model). The analysis of surface temperature of landsat remote sensing produces temperature 26,24 0 C - 24,1 0 C. In ASTER remote sensing the research produces some temperatures are 25,2-30,1 0 C (in band 10), 27-31,8 0 C (in band 11), 27,8- 32,7 0 C (in band 12), 25-29,5 0 C (in band 13), and 21,8-26,4 0C (in band 14). The results of chlorophyll dispersion of Landsat remote sensing ETM+ are 0,23 mg/m3-4,7 mg/m3 (using algorithm-1), 0,15 mg/m3-3,15 mg/m3 (using algorithm-2). In ASTER remote sensing gains 0,07 1,09 mg/l (using algorithm-1), 0,06 -0,78 mg/l (using algorithm-2). The result of surface temperature by ASTER remote sensing is more accurate. Accuracy test of chlorophyll-a shows that Landset remote sensing is more accurate. Pelagic fishery CPUE 0.5126 ton/trip, experiences over fishing. The demersal fishery CPUE 0.1557 ton/trip tends to experience an over fishing. The fisherman density is around 9 people in 1 km2 in Madura strait. The boat density is 2 boats in 1 km2 in 0-12 mill. The productivity of sea reaches 12.73 ton/km2/year. The revenue per km2 is around Rp 125.5 million per year and each fisherman gains around Rp 14.1 million per person per year. Keywords: remote sensing, fishing ground, fisherman density, boat density, madura trait. 1. Pendahuluan Penginderaan jauh dan SIG merupakan salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi wilayah pesisir dan lautan, dengan metode pendekatan tertentu akan dapat memetakan zona potensi penangkapan ikan dalam bentuk informasi spasial. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang penentuan daerah fishing ground dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yang mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi dalam penentuan sebaran produktivitas primer perairan sebagai tempat fish schooling. Permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan laut adalah sulitnya menentukan daerah penangkapan yang tepat. Selama ini nelayan masih menggunakan cara konvensional dengan mengandalkan pancaindra semata, cara coba-coba atau berdasarkan atas kebiasaan menangkap di daerah tersebut. 2. Studi Pustaka Berdasarkan penelitian yang pernah dicapai Syah (2004) diperoleh hubungan yang sangat erat antara klorofil-a in situ dengan data klorofil-a dari spektroradiometer. Penentuan kanal spektroradiometer dalam mendeteksi sebaran klorofil-a perlu dilakukan secara tepat dengan memperhatikan absorbsi klorofil-a yang ada diperairan. Penelitian Risdianto (1995) mengenai hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a berdasarkan Data Landsaat TM untuk Pemetaan Horisontal Produksi Primer di Perairan Selatan Jawa-Barat menunjukkan adanya hubungan yang erat antara keduanya. Penelitian tersebut menggunakan kanal biru (450 520 nm) dan kanal merah (630 690 nm) dari citra Landsat TM, karena panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dapat diindera oleh kedua kanal tersebut memiliki

Transcript of Komisi A-9.pdf

  • Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 61

    CONCENTRATION ESTIMATE ALGORITHM MODEL KLOROFIL-A BASED ON SATELLITE IMAGE DATA LANDSAT TM FOR LOCATION MAPPING FISHING

    GRAUND AT MADURA

    Firman Farid Muhsoni1)

    , Mahfud Efendy1)

    , Haryo Triajie1)

    1)Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

    Abstract

    The problems faced in using of fishery resources are the difficulties in determining of the right fishing ground. Aim of this research is to analize the use of remote sensing for determining of the fishing ground, the result of catch production (CpUE) with some construct parameters of fishing ground for a model stability, to study some factors give dominant effect through the fishery growth and production. Method to make the map of surface temperature dispersion and chlorophyll of extract of landsat remote sensing ETM+ and ASTER. The interpretation of chlorophyll-a uses Motoaki and Kashino algorithm (1998). The fishing ground is gained by doing modeling by scoring and weighting, the accuracy test with RMSE method. The status of fishery usage is gained with holistic approach method (Production/Surplus model). The analysis of surface temperature of landsat remote sensing produces temperature 26,24

    0C - 24,1

    0C. In ASTER remote sensing the

    research produces some temperatures are 25,2-30,1 0C (in band 10), 27-31,8

    0C (in band 11), 27,8-

    32,7 0C (in band 12), 25-29,5

    0C (in band 13), and 21,8-26,4 0C (in band 14). The results of

    chlorophyll dispersion of Landsat remote sensing ETM+ are 0,23 mg/m3-4,7 mg/m3 (using algorithm-1), 0,15 mg/m3-3,15 mg/m3 (using algorithm-2). In ASTER remote sensing gains 0,07 1,09 mg/l (using algorithm-1), 0,06 -0,78 mg/l (using algorithm-2). The result of surface temperature by ASTER remote sensing is more accurate. Accuracy test of chlorophyll-a shows that Landset remote sensing is more accurate. Pelagic fishery CPUE 0.5126 ton/trip, experiences over fishing. The demersal fishery CPUE 0.1557 ton/trip tends to experience an over fishing. The fisherman density is around 9 people in 1 km2 in Madura strait. The boat density is 2 boats in 1 km2 in 0-12 mill. The productivity of sea reaches 12.73 ton/km2/year. The revenue per km2 is around Rp 125.5 million per year and each fisherman gains around Rp 14.1 million per person per year. Keywords: remote sensing, fishing ground, fisherman density, boat density, madura trait. 1. Pendahuluan

    Penginderaan jauh dan SIG merupakan salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi wilayah pesisir dan lautan, dengan metode pendekatan tertentu akan dapat memetakan zona potensi penangkapan ikan dalam bentuk informasi spasial. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang penentuan daerah fishing ground dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yang mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi dalam penentuan sebaran produktivitas primer perairan sebagai tempat fish schooling. Permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan laut adalah sulitnya menentukan daerah penangkapan yang tepat. Selama ini nelayan masih menggunakan cara konvensional dengan mengandalkan pancaindra semata, cara coba-coba atau berdasarkan atas kebiasaan menangkap di daerah tersebut. 2. Studi Pustaka Berdasarkan penelitian yang pernah dicapai Syah (2004) diperoleh hubungan yang sangat erat antara klorofil-a in situ dengan data klorofil-a dari spektroradiometer. Penentuan kanal spektroradiometer dalam mendeteksi sebaran klorofil-a perlu dilakukan secara tepat dengan memperhatikan absorbsi klorofil-a yang ada diperairan. Penelitian Risdianto (1995) mengenai hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a berdasarkan Data Landsaat TM untuk Pemetaan Horisontal Produksi Primer di Perairan Selatan Jawa-Barat menunjukkan adanya hubungan yang erat antara keduanya. Penelitian tersebut menggunakan kanal biru (450 520 nm) dan kanal merah (630 690 nm) dari citra Landsat TM, karena panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dapat diindera oleh kedua kanal tersebut memiliki

  • Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 62

    hubungan erat terbaik dengan [Chl-a] yang akan diamati (Rolf, 2004). Lillesand dan Kiefer (1990) dan Rachman (2003) menjelaskan bahwa penyerapan klorofil-a berpusat pada panjang gelombang 450 nm dan panjang gelombang 650 nm. Kusuma (2004) mendapatkan hasil bahwa citra Landsat ETM+ dapat digunakan untuk penentuan zona penangkapan ikan. Penentuan zona penangkapan ikan didapatkan dengan mencari hubungan antara suhu permukaan laut dengan klorofil hasil ekstraksi dari citra satelit Landsat ETM+. Sedangkan Wattimury (1998) mencari varibilitas dan hubungan spasial temporal suhu permukaan laut, indeks klorofil, thermal front, area umbalan dan CpUE dengan menggunakan citra NOAA-14/AVHRR dan mendapatkan hasil adanya korelasi antara faktor tersebut dengan lokasi penangkapan ikan. Paena (2002) mencari daerah penangkapan ikan pelagis di perairan Selat Makasar dengan menggunakan citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat TM 3. Tujuan Penelitian

    a. Menganalisis penggunaan citra satelit lain untuk penentuan daerah penangkapan ikan b. Pengujian variabel produksi hasil tangkap (CpUE) dengan parameter penyusun daerah

    penangkapan ikan untuk pemantapan model c. Menelaah berbagai faktor yang memberikan dampak dominan terhadap pertumbuhan dan

    produsi perikanan 4. Metode Penelitian 4.1 Alur Penelitian

    Gambar 1. Alur Penelitian

    Ekstraksi Suhu Permukaan Laut dari Citra Landsat

    Menggunakan saluran termal (Band 6B) pada citra Landsat ETM. Langkah pertama yaitu menentukan nilai radiansi spektral yang diperoleh berdasarkan formulasi sebagai berikut :

    cal

    cal

    QQ

    LLLL

    max

    )min()max(

    )min()(

    )(

    L() = radiansi spektral yang diterima oleh sensor untuk piksel yang dianalisis

    Lmin() = radiansi spektral minimum (mWcm-2sr

    -1m

    -2)

    Lmax ( = radiansi spektral maksimum (mWcm-2sr

    -1m

    -2)

    Peta kelimpahan

    potensi

    PETA POTENSI

    LOKASI DAERAH

    PENANGKAPAN

    IKAN

    Lokasi daerah

    penangkapan ikan

    Data

    lapang

    salinitas, kecerahan, pH

    perairan, suhu, klorofil-a

    Citra Satelit

    Landsat

    ETM+

    Perbandingan

    AnalisisKlorofil

    ,SPL

    Data produksi

    tangkap

    &CpUE

    Data Sekunder

    Uji

    Lapang

    Produksi

    Peta

    Sebaran

    Klorofil

    Peta

    Sebara

    n SPL

    Peta

    Sebara

    n

    salinita

    s

    Peta

    Sebara

    n pH

    Peta

    Kecerahan

    Citra

    Satelit

    ASTER

    CpUE dan

    Status

    Pemanfaatan

    perikanan

    Publikasi

  • Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 63

    Qcalmax = nilai piksel maksimum (dalam hal ini 255) Qcal = nilai piksel yang dianalisis Nilai 255 dari Qcalmax didapat karena sensor bekerja dalam 8 bit

    Selanjutnya nilai temperatur radian setiap piksel dihitung berdasarkan nilai radiansi spektral dengan menggunakan persamaan berikut:

    1ln 1

    2

    L

    K

    KTR

    TR= temperatur radian (dalam K) untuk piksel yang dianalisis

    K1 = konstanta kalibrasi (mWcm-2

    sr-1

    m-2

    ) K2 = konstanta kalibrasi (Kelvin)

    L = radiansi spektral untuk piksel yang dianalisis Data di atas kemudian diperoleh temperatur kinetik, yang sesuai dengan nilai temperatur objek di bumi dengan pengukuran konvensional, dengan mengikuti formulasi sebagai berikut:

    Tk=Tr/1/4

    TK = Temperatur kinetik objek di bumi, =Nilai emisivitas permukaan air laut yang dalam hal ini bernilai 0,98. Data di atas temperatur kinetik di konversikan dalam celcius (C) dengan persamaan. TK(C) = TK(K)-273 Ekstraksi Suhu Permukaan Laut dari Citra ASTER Mengkonversi dari nilai digital (DN) ke radiance (radiansi spektral) pada citra ASTER,

    KonversiKoefisienUnitxDNnilaiLRadiance 1 Selanjutnya mentransformasikan nilai pancaran spektral ke dalam bentuk nilai temperatur radian (Trad) pada citra ASTER, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Dash et al, 2002; Li et al, 2004; Schmugge et al, 2002 dalam Lu, 2005).

    11

    ln

    2

    5

    L

    C

    CT

    C

    rad

    Trad = Temperatur radian/temperatur kecerahan pada sensor (Kelvin) L = Radiansi spektral (W m

    -2 sr

    -1 m

    -1)

    C = Panjang gelombang dari radiasi terpancarkan (10,6 m) C1 = Konstanta radiasi pertama (3,74151 x 10

    -16 W m

    -2 sr

    -1 m

    -1)

    C2 = Konstanta radiasi kedua (0,0143879 m.Kelvin) Pada citra termal ASTER, nilai variasi temperatur permukaan/kinetik di permukaan bumi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Artis et al, 1982 dalam Lu et. al, 2005).

    ln1

    rad

    rad

    KinT

    x

    TT

    Keterangan : Tkin = Temperatur kinetik = Panjang gelombang dari radiasi terpancarkan (10,6 m) = Emisivitas = h x c/ (1,438 x 10

    -2 m . Kelvin)

    dimana, = Konstanta Boltzman (1,38 x 10-23

    J.K-1

    ), h = Konstanta Plancks (6,626 x 10-34

    J.s), c = Kecepatan. cahaya (2,998 x 10

    8 m.s

    -1)

  • Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 64

    Untuk mengubah satuan nilai temperatur digunakan persamaan sebagai berikut :

    273 KTemperaturCTemperatur

    Ekstraksi Klorofil. Interpretasi klorofil-a pada citra satelit Landsat ETM+ dan ASTER dilakukan pada band 1, band 2 dan band 3. Interpretasi klorofil-a menggunakan algoritma dari Motoaki Kashino, et. al (1998), dengn persamaan seperti dibawah ini:

    algoritma 1 :

    497.3

    3

    542818.0

    L

    LLChl

    algoritma 2 :

    854.4

    4

    3094.3

    L

    LChl

    Uji Akurasi Hasil Ekstraksi Citra. Setelah model diperoleh diadakan pengujian produksi dengan daerah penangkapan ikan. Uji analisis menggunakan RMSE. RMSE mencerminkan perbedaan antara nilai data lapang dengan nilai hasil ekstraksi citra satelit.

    Zi = cek poin koordinat ketinggian pada dataset Zj = cek poin koordinat ketinggian pada pengukuran lapang n = total cek poin Pemodelan Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Pemodelan penentuan daerah penangkapan ikana dilakukan dengan tahapan :

    Tabel 1. Klasifikasi untuk Model Pembobotan Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan

    Parameter

    bo

    bo

    t

    Sangat sesuai

    (S1)

    Sesuai (S2)

    Tidak Sesuai

    (S3)

    Krite

    ria

    Sko

    r

    Krite

    ria

    Sko

    r

    Krite

    ria

    Sko

    r

    Suhu permukaan Laut

    5

    27

    4

    5

    0,7