KH 1

download KH 1

of 21

Transcript of KH 1

VALUASI EKONOMI KEANEKARAGAMAN HAYATI RAWA BENTO KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

OLEH RIAN EKA PUTRA 0921208023

ARTIKEL

PROGRAM STUDI BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011

Economic Valuation of Biodiversity in Rawa Bento District Gunung Tujuh Region Kerinci, Jambi Oleh: Rian Eka Putra (Dibawah bimbingan Dr. Ardinis Arbain dan Mahdi Razak, S.P., M.Si., Ph.D.) This research is done to know what kinds of flora and fauna which has some important values as well as has economic value for local citizen in Rawa Bento district Gunung Tujuh Region Kerinci, Jambi. Flora inventarisation is done in Rawa Bento by using transec method meanwhile fish inventarisation is done directly in three spots of river in Rawa Bento, namely Batang Sangir River, Mintung River and Tandai River. The economical values of Rawa Bento which is valued are consists of nine items; ecotourism, firewood, cattles feed, fishery, domestic watery, agricultural watery, fishery watery, carbon absorbtion and reservation. The result of this research shows three important floras of 35 kinds of inventarisation, they are Madhuca utilis (kayu balam), Castanopsis sp (paniang-paniang), and Ficus bengalensis (kayu kareh) for Pauh Tinggi Village. Then for Pesisir Bukit Village are Litsea sp (medang), Leersia hexandra (rumput bento) and Castanopsis sp (paniang-paniang). Some fishes that though have value from 7 results of inventarisation are Tor sp (ikan semah), Rasbora lateristriata (ikan saluang), and Tor tramboides (ikan pareh) for Pauh Tinggi Village, meanwhile for Pesisir Bukit Village there are Tor sp (ikan semah), Monopterus albus (belut), Rasbora lateristriata (ikan saluang) and Tor tambroides (ikan pareh). The total result of estimation counting of economic value of Rawa Bento is about Rp. 11.228.899.142/year or as much as 11.008 gold/year (27.433 gram gold/year) PENDAHULUAN Rawa Bento memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat disekitarnya. Besarnya manfaat Rawa Bento tersebut dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat sekitar terhadap tumbuhan dan hewan yang dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan, pangan, kayu bakar. Disamping itu terdapat manfaat tidak langsung rawa bento dilihat dari fungsi hidrologis sebagai preservasi daerah penangkapan air yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat terutama dalam penyediaan sumber air bersih, pencegahan banjir, irigasi, perikanan serta berbagai manfaat lainya. Hal tersebut senada dengan penjelasan Puspita (2005), bahwa ekosistem rawa memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup, mulai dari habitat berbagai jenis makhluk hidup, pengolah air limbah, sampai pengatur sistem hidrologi.

Kenyataannya pada saat sekarang ini, masyarakat sekitar mulai marak melakukan reklamasi terhadap KRB dengan menjadikan KRB yang mengelilingi hutan rawa sebagai sawah yang semakin meluas hampir mencapai hutan Rawa TNKS. Hal tersebut secara tidak langsung akan mengancam keanekaragaman hayati di kawasan tersebut dan fungsi ekologis rawa sendiri. Menurut Tim Sintesis Kebijakan (2008), bahwa hilangnya kawasan hutan rawa dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti banjir pada musim hujan, kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Pendalaman saluran untuk mengatasi banjir dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk yaitu tanah menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar. Lebih lanjut Tim Sintesis Kebijakan (2008) menyatakan bahwa hutan rawa memiliki biodiversitas yang penting untuk kehidupan satwa, artinya hilangnya kawasan hutan rawa ini dapat mengancam keanekaragaman hayati dan fungsi ekologis pada kawasan rawa tersebut. Penelitian terhadap kawasan yang berada di area Gunung Tujuh telah banyak dilakukan. Namun, penelitian terhadap rawa bento sendiri sangat sedikit dan nyaris tidak ada. Kurangnya literatur dan minimnya penelitian di KRB ini menjadi salah satu alasan penulis untuk melakukan penelitian mengenai valuasi ekonomi di Rawa Bento ini. Mengingat pentingnya keberadaan rawa bento bagi masyarakat sekitar dan semakin maraknya dilakukan reklamasi terhadap Rawa Bento. Penelilitian terhadap Rawa Bento, khusus mengenai valuasi ekonomi biodiversitas terhadap KRB sendiri belum pernah dilakukan. Perlunya dilakukan valuasi ekonomi biodiversitas KRB mengingat besarnya peranan Rawa Bento bagi masyarakat sekitar, namun tidak memiliki nilai yang jelas. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai Valuasi Ekonomi Keanekaragaman Hayati Rawa Bento Kecamatan Gunung tujuh Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi dengan tujuan mengetahui jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang dinilai penting bagi masyarakat lokal, Mengetahui nilai ekonomi Kawasan Rawa Bento Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai Februari 2011. Adapun tempat penelitian dilaksanakan pada Kawasan Rawa Bento (KRB) Kecamatan Gunung Tujuh dan di desa yang berbatasan langsung dengan KRB Kecamatan Gunung Tujuh, lokasi ini dianggap langsung mewakili keseluruhan kondisi desa di Gunung Tujuh. Adapun desa yang langsung berbatasan dengan KRB Kecamatan Gunung Tujuh adalah Desa Pauh Tinggi, Desa Pesisir Bukit, Desa Pelompek, Desa Lubuk Pauh dan Desa Jernih Jaya. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, software arcView, PC, kamera digital merk Samsung 8,1 megapixel, jala ikan Pesap, botol sampel, meteran (30 m), tali plastik, kantong plastic, karung sampel, pancang, parang, kertas koran, kertas karton, batu kerikil 100 buah, spidol, solatif, serta buku catatan dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah spritus dan alkohol 96%. Inventarisasi jenis tumbuhan dan hewan Inventarisasi jenis tumbuhan dilakukan menggunakan metode jalur dengan membuat jalur yang tegak lurus terhadap garis dasar di pinggiran hutan KRB. Adapun untuk hewan diinventarisasi jenis-jenis ikan yang ada di tiga stasiun Sungai KRB menggunakan jala Pesap. Adapun stasiun sungai tersebut adalah Sungai Batang Sangir (stasiun pertama), Sungai Mintung (stasiun dua), dan Sungai Tandai (stasiun tiga). Nilai Ekonomi Total KRB Nilai ekonomi total KRB yang meliputi nilai penggunaan langsung (Direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (Non use value) dan nilai pelestarian (Preservation value) dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan formula sebagai berikut: NET= Nilai Penggunaan Langsung + Nilai Penggunaan Tidak Langsung + Nilai Pelesatarian NET= [NPL + NPTL] + Npel NET= [(Neko + Nkb + Npr) + (Nad + Nap+ Napr + Npt + NPc)] + Npel

Keterangan :

NET Nkb Npr Nad Nap Napr Npt Npc NPel

= Nilai Ekonomi Total = Nilai kayu bakar = Nilai perikanan = Nilai air domestik = Nilai air pertanian = Nilai air perikanan = Nilai pakan ternak = Nilai penyerapan karbon = Nilai pelestarian HASIL DAN PEMBAHASAN

Neko = Nilai ekowisata

Hasil inventarisasi jenis tumbuhan Jenis-jenis tumbuhan hasil inventarisasi dengan metode transek/ jalur di KRB Kecamatan Gunung Tujuh didapatkan hasil seperti yang tertera pada tabel 1 dibawah ini: Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan KRB Kecamatan Gunung Tujuh Jambi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.Acorus calamus Asplenium nidus Begonia sp Castanopsis sp Curculigo sp Cyperus pillosus Diplazium esculentum Elaiopsis tuberose Enhydra fluctuans Etlingera sp Eugenia picata Ficus bengalensis Ficus grasularioides Ficus sp Fleurya interrupta Glochidion rubrum Hedychium sp Hibiscus tiliaceus Hornstedtia scyphifera

Jenis tumbuhan

Famili Araceae Aspleniaceae Begoniaceae Fagaceae Hypoxidaceae Cyperaceae Dacaliaceae Cyperaceae Asteraceae Zingiberaceae Myrtaceae Moraceae Moraceae Moraceae Urticaceae Euphorbiaceae Zingiberaceae Malvaceae Zingiberaceae

Nama daerah Jengau Paku sarang brng Bunga asam Paniang-paniang Singkut Rumput Gajah Paku sayur Bigau Cekrau Jahe Kisirem Kayu kareh Kayu kareh Kayu kareh Jelatang ayam Kalek Gondosuli Waru/Baru Jahe

Manfaat lokal Penenang bayi Tanaman hiasan Obat batuk Perkakas Tali-temali Pakan ternak Konsumsi Tali, anyaman Obat susah tidur Rempah, obat Obat sakit perut Kayu bakar Konstruksi ringan Konstruksi ringan Penyebab gatal Konstruksi Rempah, obat Pembungkus Rempah, obat

20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34 35

Impatien balsamina Impatien tujuhensis Imperata cylindrical Leersia hexandra

Pereda bengkak Pereda bengkak Peluruh batu ginjal Pakan ternak, Sikat Gigi, obat asma Limnocharis flava Limnocharitaceae Genjer Konsumsi Litsea sp Lauraceae Medang Konstursi berat Macaranga triloba Euphorbiaceae Perkakas Madhuca utilis Pesapotaceae Balam merah Konstruksi berat Memorialis triandra Scropulariaceae Rumput merah Pakan ternak Nasturtium microphyllum Brassicaceae Selada air Konsumsi Nephrolepis exaltata Davaliaceae Paku pedang Tanaman hias Pandanus tectorius Pandanaceae Pandan dewo Tali, anyaman Polygonum chinense Poligonaceae Aseman Ramuan herbal Rhaphidophora sp Araceae Sirih gading Obat keputihan Smilax sp Smilacaceae Canar/Cangkores Stamina Sp 1 Graminae Kompe alun Pendingin Sedangkan hasil inventarisasi jenis ikan didapatkan 7 jenis ikan yang ada Adapun ke 7 jenis-jenis ikan

Balsaminaceae Balsaminaceae Poaceae Poaceae

Pacar air ungu Pacar A. kuning Ilalang Rumput bento

di KRB Kecamatan Gunung Tujuh. Sedangkan familinya hanya terdiri 4 famili yaitu Cyrinidae, Synbranchidae, Cichlidae, Poeclidae. tersebut dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini: Tabel Daftar jenis-jenis ikan hasil inventarisasi di KRB No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis ikan Famili Nama daerah Manfaat langsung Konsumsi Konsumsi Jumlah individu 56 21

Tor tambroides Cyprinidae Ikan Pareh Rasbora Cyprinidae Ikan Seluang lateristriata Xhipoporus sp Poeclidae I. Paruik buncik Konsumsi 103 Monopterus albus Synbranchidae Belut Konsumsi 2 Oreochromis Cichlidae Ikan Nila Konsumsi 1 niloticus Oreochromis Cichlidae Ikan Mujair Konsumsi 3 mossambicus Tor sp Cyprinidae Ikan Semah Konsumsi 1 Dalam inventarisasi ikan ini digunakan alat tradisional yang digunakan

masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh untuk menangkap ikan yaitu Jala Pesap alatnya barupa jaring persegi yang disetiap sudutnya dikaitkan dengan bambu berukuran 4x4 m dan sebagai sumbu penyeimbang dikaitkan bambu utama yang panjangnya kurang lebih 5 7 m. Ukuran Jala Pesap tersebut sebenarnya tidak baku melainkan bervariasi tergantung pada siapa pemakai alat tersebut.

Nilai Ekonomi Total Kawasan Rawa Bento Nilai ekonomi total KRB didapatkan dari nilai ekonomi yang diasumsikan berasal dari KRB berupa nilai ekowisata, nilai kayu bakar, nilai pakan ternak, nilai perikanan, nilai air domestik, nilai air pertanian, nilai air perikanan, nilai penyerapan karbon, dan nilai pelestarian. Berdasarkan observasi dan penyebaran quisioner langsung di lapangan maka dapat diketahui Nilai Ekonomi Total Kawasan Rawa Bento (NET KRB) yaitu sebagai berikut: 1. Nilai ekowisata Pengunjung KRB dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengunjung lokal dan pengunjung asing. Berdasarkan hasil survey di lapangan pada tanggal 02 22 Januari 2011 diketahui distribusi pengunjung tersebut seperti pada pada gambar berikut ini:Kota Padang 18% Lb. Batang 4% Sulak Deras 5% Ulu Jernih 1% Pelompek 1%

Sosel 5%

S. Panuah 21%

Sei. Tanduk 31%

Sei. Batu Ganti 4%

Kersik T uo 10%

Gambar 3. Distribusi pengunjung lokalBelgia 11% Jepang 34% Amerika 22%

Perancis 22%

Jerman 11%

Gambar 4. Distribusi pengunjung asing

Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa proporsi pengunjung lokal terbesar berasal dari Sungai Tanduk yaitu sebesar 31%, kemudian disusul oleh pengunjung yang berasa dari Sungai Panuah sebesar 21%, dan Kota Padang sebesar 18 %. Besarnya proporsi pengunjung yang berasal dari Sungai Tanduk, Sungai Panuah yang secara administratif masih masuk dalam Provinsi Jambi dan pengunjung yang berasal dari Kota Padang mengindikasikan bahwa Ekowisata KRB memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri sehingga membuat pengunjung yang berasal dari dalam ataupun luar Provinsi Jambi ini tertarik untuk berkunjung. Sedangkan proporsi pengunjung terkecil berasal dari Ulu Jernih. Hal ini dapat dimaklumi karena Ulu jernih yang merupakan desa yang tepat berada di sekitar pintu masuk KRB sehingga masyarakat di desa sudah memahami kondisi demikian merupakan hal yang biasa. Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung asing berasal dari Jepang dengan persentase sebesar 34%. Besarnya jumlah kunjungan dari Jepang ini diduga karena adanya ketertarikan mereka terhadap ekowisata KRB serta Gunung Tujuh yang relatif masih alami dan Unik. Hal ini diketahui berdasarkan hasil survey langsung terhadap pengunjung yang bersangkutan. Mereka pada umumnya membawa perlengkapan dokumentasi yang lengkap dengan daya rekam gambar yang beresolusi tinggi guna mendapatkan hasil gambar/rekaman keragaman hayati di KRB/Gunung Tujuh yang baik pula. Distribusi pengunjung KRB diatas tidak mencerminkan pengunjung KRB secara langsung, karena hasil survey yang didapatkan dilapangan yaitu sulitnya menjumpai pengunjung yang khusus mengunjungi KRB karena terdapat permasalah seperti tidak adanya pintu masuk khusus untuk para pengunjung KRB dengan demikian akses pengunjung yang masuk ke dalam KRB tidak dapat ditentukan pasti, selain itu adanya kesulitan membedakan pengunjung yang masuk karena ingin berwisata ataupun karena kebutuhan harian seperti pergi ke sawah/kebun, pengambilan air, ataupun hanya sekedar lewat yang disebabkan rumah mereka yang memang berada disekitar TNKS sehingga untuk akses keluar masuk pemukimannya masyarakat harus melewati jalan utama KRB. Dengan demikian dalam kasus ini untuk menentukan jumlah pengunjung yang melakukan kunjungan ke KRB maka pengunjung Gunung Tujuh juga diasumsikan sebagai pengunjung KRB karena

berdasarkan informasi yang didapatkan dari pengelola TNKS resort Gunung Tujuh bahwa tiket yang dibeli pengunjung sudah merupakan paket secara keseluruhan untuk kunjungan ekowisata Gunung Tujuh dan kunjungan ekowisata KRB yang masih masuk dalam satu kawasan konservasi yaitu TNKS resort Gunung Tujuh. Nilai ekowisata KRB diestimasi dengan menggunakan metode biaya perjalanan (travel cost method), yang meliputi biaya transport pulang pergi dari tempat tinggalnya ke KRB dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam KRB (mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, karcis masuk, dll). Penentuan nilai ekowisata KRB didasarkan atas beberapa asumsi seperti yang terdapat dibawah ini: 1. Kunjungan wisatawan ke KRB dibagi atas dua kunjungan yaitu kunjungan yang berasal dari wisatawan lokal dan wisatawan asing. 2. Kunjungan wisatawan ke KRB diasumsikan sama dengan kunjungan wisatawan ke Gunung Tujuh karena tiket yang dibeli oleh pengunjung sudah satu paket terhadap dua objek tempat tersebut. 3. Kunjungan wisatawan ke KRB/Gunung Tujuh merupakan tujuan utama dan tanpa melakukan kunjungan ke tempat lain, sehingga biaya yang dikeluarkan semata-mata untuk berwisata ke KRB/Gunung Tujuh. Bertolak dari hal diatas maka nilai total ekowisata KRB merupakan jumlah dari nilai ekowisata domestik dan nilai ekowisata asing KRB yang didapatkan dari hasil survey. Untuk mengetahui nilai ekowisata domestik, dilakukan perhitungan biaya kunjungan wisatawan per zona. Langkah-langkah dalam menentukan biaya kunjungan tersebut adalah (Bahruni, 1993): 1. Menentukan jumlah kunjungan tahun 2010/2011(JKT) berdasarkan data yang ada di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat Kerinci. 2. Melakukan survey dengan membagikan quisioner kepada pengunjung yang ditemui di pintu masuk KRB/Gunung Tujuh dari tanggal 02 Januari 27 Januari 2011 (perkiraan kunjungan per bulan) dimana pengisian dan pengembalian quisioner dilakukan secara langsung (Quisioner terlampir). 3. Menentukan titik asal zona kunjungan, dalam hal ini zona dapat dibagi menjadi 3 zona. Penentuan masing-masing zona berdasarkan titik asal kunjungan yang

diperkirakan memiliki jarak dari titik asal ke KRB yang berdekatan sehingga biaya yang dikeluarkan selama kunjungan dari zona ke i dianggap sama atau mendekati (zona dapat dilihat pada table 5). 4. Menentukan jumlah kunjungan pada masing-masing zona. 5. Menentukan biaya perjalanan dari zona ke i berdasarkan hasil quisioner yang telah dilakukan sebelumnya. 6. Menentukan nilai ekowisata total (Neko total) dengan menjumlahkan seluruh biaya kunjungan per zona. Tabel Biaya pengunjung domestic dari masing-masing zona Zona Zona I - Ulu Jernih - Pelompek - Lubuk Batang - Kersik Tuo Total Zona I Zona II - Sulak Deras - Sungai Batu Ganti - Sungai Penuh - Sungai Tanduk Total Zona II Zona III - Padang rombongan individu - Solok Selatan Total Zona III Jumlah Pengunjung (JP) 2 1 6 14 23 7 6 30 43 86 26 4 7 37 Biaya (Rp) kunjungan wisata/zona (Bki) 5000 2500 117.000 320.000 444.500 169.500 261.000 1.025.000 1.342.000 2.797.500 4.845.000 1.349.000 727.500 6.921.500 10.163.500 Biaya kunjungan wisata (Rp) (BKa) 71.355.000 47.310.000 14.170.000 Biaya Total (Rp/orang/kunjungan) Neko A = BKa/JP 35.677.500 15.770.000 14.170.000 Biaya (Rp) /orang/kunjungan Neko D = Bki/Jp 2500 2500 19.500 22.800 24.200 43.500 34.100 31.200

186.340 337.250 103.900

Total Zona I, II, III 146 Tabel Biaya pengunjung asing Asal Amerika Serikat Tokyo, Japan Munich, Germany Jumlah Pengunjung (JP) 2 3 1

Belgia France Total

1 2 9

31.640.000 44.340.000 208.815.000

31.640.000 22.170.000

Dengan demikian dapat ditentukan nilai total ekowisata KRB pertahunnya yaitu: Tabel Hasil perhitungan nilai ekowisata KRB Nilai Nilai Ekowisata Domestik (Neko D) Nilai Ekowisata Asing (Neko A) Total Perhitungan Biaya total kunjungan domestik per zona (Bki) x 12 bulan = Rp. 10.163.500 x 12 bulan Biaya total kunjungan asing (BKa) x 12 bulan = Rp. 208.815.000 x 12 bulan = Neko Domestik + Neko Asing Hasil = Rp. 121.962.000 Per tahun.

Rp 2.505.780.000 per tahun Rp 2.627.742.000 per tahun Nilai total Rp 2.627.742.000 per tahun merupakan nilai dari KRB/Gunung

Tujuh yang didapatkan berdasarkan metode biaya perjalanan (travel cost method) dengan syarat kondisi KRB/Gunung Tujuh masih seperti saat sekarang yaitu relatif masih alami. Keadaan demikian dapat dipertahankan dengan melakukan pelestarian atau konservasi KRB/Gunung Tujuh secara berkelanjutan. 2. Nilai kayu bakar Berdasarkan analisa nilai kayu bakar menunjukkan bahwa sebagaian besar masyarakat KRB masih menggunakan kayu bakar sebagai instrumen masak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini ditunjukkan dari qusioner yang disebarkan yaitu dari 100 rumah tangga warga yang menjadi sampel tampak 90 rumah tangga (90%) masih menggunakan kayu bakar dan selebihnya sebanyak 10 rumah tangga (10%) saja yang tidak menggunakan kayu bakar untuk kegiatan memasak. Dengan demikian dapat diestimasi bahwa dengan jumlah total rumah tangga di KRB sebanyak 3.498 RT maka jumlah yang menggunakan kayu bakar untuk kegiatan memasak yaitu 90% dari 3.498 RT dengan hasil akhir 3.148 RT. Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu hal ini tidak jauh berbeda bahkan hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Riswandi (2010) di Cagar Alam Rimbo Panti dimana 91% masyarakatnya masih menggunakan kayu bakar untuk kegiatan memasak.

Adapun Lopez (2002) dalam laporan penelitiannya di Taman Nasional Ream, Kamboja menggambarkan 97% masyarakatnya masih menggunakan kayu bakar. Hal ini menunjukkan masih besarnya ketergantungan masyarakat terhadap manfaat kayu bakar di KRB. Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi kayu bakar KRB Nilai Total Penerimaan Perhitungan Hasil ={Jumlah bundle kayu bakar x Jumlah pengambilan setahun x Harga per bundle x jumlah RT} Rp. 2.455.440.000 = {2 x 65 x 6.000 (Rp) x 3.148} = {Biaya/RT/hari x Jumlah RT x Jumlah pengambilan setahun} Rp. 1.432.340.000 = {(1/3 x 21.000 (Rp)) x 65 x 3.148} = Total penerimaan Total biaya Rp. 1.023.100.000

Total Biaya Profit per tahun 3. Nilai perikanan

Estimasi nilai total perikanan di KRB didapatkan dengan menggunakan metode harga pasar. Dimana harga pasar merupakan pengali yang dipakai untuk menentukan nilai perikanan hasil tangkapan masyarakat. Tiga puluh responden yang tersebar di tiga stasiun penangkapan ikan disurvey dengan menggunakan instrumen berupa quisoner untuk menanyakan estimasi tangkapan ikan dalam 1 minggu. Berapa banyak ikan yang ditangkap (kg), jenis ikan apa saja yang biasanya diperoleh. Hasil survey yang dilaksanakan menunjukkan bahwa ikan yang paling sering tertangkap dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi yaitu ikan preh (Tor tambroides) dengan ikan saluang (Rasbora lateristriata). Ukuran yang biasa dipakai oleh masyarakat KRB untuk menakar kedua ikan tersebut adalah dengan Canting atau familiar juga disebut oleh masyarakat sekitar dengan Tekong. Satu canting/tekong diprediksikan memiliki berat isi 387 gr yang merupakan bekas kaleng susu kental manis. Berdasarkan penelusuran harga di Pasar Pelompek harga ikan tersebut berkisar Rp. 10.000 per canting. Selain ikan preh (Tor tambroides) dengan ikan saluang (Rasbora lateristriata) terdapat satu ikan lainnya yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tapi keberadaanya sudah mulai berkurang yang ditandai dengan sulitnya dan jarangnya menemukan ikan terebut. Ikan yang dimaksud adalah ikan Semah (Tor sp). Menurut masyarakat bobot ikan ini berkisar antara 1 2 Kg dengan harga Rp. 40.000 per Kg. Rasanya yang enak membuat ikan semah

semakin diburu. Dengan demikian dapat ditentukan nilai total perikanan KRB yaitu sebagai berikut: Tabel 11. Hasil perhitungan nilai ekonomi perikanan KRB Nilai Total Penerimaan Perhitungan Pi.Qi = Harga pasar produk lokal x jumlah ikan yang diperoleh Ikan Saluang dan Ikan Preh Npr = (10.000 x 577 canting/bulan) + Ikan Semah Npr = 40.000 x 2 ekor Ci = jumlah biaya total yang Dikeluarkan Npr = [PiQi Ci] Hasil

Rp. 5.850.000

Total Biaya

Profit per bulan Profit /tahun Npr = Rp. 4.181.000 x 12 4. Nilai air domestik

Rp. 1.669.000 Rp. 4.181.000 Rp. 50.172.000

Nilai air domestik yang dimaksud adalah nilai air minum, memasak, mandi, cuci dan air kakus yang digunakan oleh masyarakat disekitar KRB Kecamatan Gunung Tujuh dalam kehidupan sehari-harinya. Total nilai air domestik masyarakat sekitar KRB Kecamatan Gunung Tujuh dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Hasil perhitungan nilai air domestik KRB Nilai Ekonomi Kesediaan membayar Nilai yang dibayarkan Surplus konsumen 5. Nilai air pertanian 47.527,33 11.824 Harga air (Rp/kapita/tahun 52.032,97 4.505,64 Populasi (Orang) 11.824 11.824 Total nilai (Rp/tahun) 615.237.837 53.274.687,4 561.963.150

Hasil perhitungan nilai air pertanian didapatkan berdasarkan harga yang dikeluarkan para penduduk untuk menjaga terpeliharanya air masuk ke sawah beserta korbanan yang dikeluarkan ketika mengaliri, memperbaiki dan memelihara stabilitas air agar tetap mengairi sawah. Selain itu didapatkan juga nilai surplus konsumen dengan menggunakan metode contingen valuation guna melihat seberapa besar surplus air pertanian yang diterima masyarakat sebagai akibat dari fungsi

keberadaan KRB. Berikut ini terdapat tabel hasil perhitungan nilai air pertanian beserta nilai surplus konsumen. Tabel Nilai ekonomi air pertanian KRB Nilai Ekonomi Kesediaan membayar Nilai yang dibayarkan Surplus konsumen 6. Nilai air perikanan Nilai air perikanan didapatkan berdasarkan metode biaya pengadaan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan air yang dialirkan ke kolam ikan masyarakat. Air yang dialirkan ke kolam merupakan air yang berasal dari KRB sehingga keberlangsungan aktifitas perikanan diasumsikan bergantung pada keberadaan air KRB. Berdasarkan hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata cara pengaliran yang dipakai oleh masyarakat adalah dengan membuat parit-parit kecil yang mengalirkan air dari KRB ke kolam. Kebutuhan akan biaya perawatan paritparit tersebut merupakan salah satu parameter pengukuran nilai pengadaan air perikanan. Adapun untuk nilai air perikanan dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini: Tabel Hasil perhitungan nilai air perikanan KRB Nilai Ekonomi Kesediaan membayar Nilai yang dibayarkan Surplus konsumen 7. Nilai pakan ternak Nilai ekonomi pakan ternak didapatkan dari biaya total penerimaan dikurangi dengan biaya total pengeluaran yang dipergunakan untuk mendapatkan pakan ternak. Biaya yang didapatkan dari penyebaran quisioner ini hanya berupa estimasi karena dalam realitanya masyarakat tidak mengambil pakan secara langsung melainkan langsung melepas hewan ternaknya (didominasi oleh kerbau) di KRB (lampiran 7). Dengan demikian formula yang digunakan untuk Harga air (Rp/ha/tahun) 116.666,6 24.944,4 91722,22 Luas area (ha) 15,1 15,1 15,1 Total nilai (Rp/tahun) 1.761.666 376.660 1.385.006 Harga air (Rp/ha/tahun) 120.300 88.917,38 31.382,62 Luas area (ha)* 1240 1240 1240 Total nilai (Rp/tahun) 149.172.000 110.257.551,2 38.914.448,8

* Data dari Dinas Pertanian Kerinci Jambi

menghitung nilai pakan ternak ini berupa biaya penerimaan yang teridiri dari biaya pengadaan (upah harian) dikalikan dengan estimasi waktu per sekali ambil dengan begitu didapatkan biaya bersih pengambilan pakan per hari. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan jumlah pengambilan setahun dan jumlah ternak yang berada di sekitar KRB Gunung Tujuh. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini: Tabel Hasil perhitungan nilai pakan ternak KRB Nilai Total Penerimaan Perhitungan Hasil ={Upah harian x (Waktu pengumpulan Pt/12) x Jumlah pengambilan setahun x jumlah ternak} Rp 333.450.000 = {Rp.30.000 x (1,5/12 jam) x 104 X 855} = {Biaya hidup x (Waktu pengumpulan Pt/24) x Jumlah pengambilan setahun Rp. 83.362.500 x jumlah ternak} = {Rp.15.000 x (1,5/24 jam) x 104 X 855} = Total penerimaan Total biaya Rp. 250.087.500,-

Total Biaya Pengeluaran

Profit per tahun 8. Nilai penyerapan karbon

Nilai serapan karbon didapatkan dari hasil kali luas areal dengan harga serapan karbon/ha. Nilai serapan karbon yang digunakan diadopsi dari standar nilai karbon internasional. Untuk mengetahui nilai serapan karbon maka dilakukan pencarian terhadap luas KRB Gunung Tujuh menggunakan GPS yang digunakan untuk menentukan titik koordinat batas KRB Gunung Tujuh. Kemudian digunakan program komputer Arcview untuk mengolah data yang didapatkan tersebut. Berdasarkan hasil olah data menggunakan program komputer Arcview didapatkan luas wilayah total dari KRB Kecamatan Gunung Tujuh yaitu seluas 1091,8 ha. Luas ini mencakup areal Hutan Rawa, areal Rawa dan sebagian persawahan masyarakat yang terletak dipinggiran rawa gambut. Titik koordinat untuk menentukan luas areal di ambil disepanjang jalan yang berbatasan langsung dengan KRB. Kemudian titik-titik tersebut dihubungkan sehingga membentuk poligon.

Di lapangan terdapat beberapa kendala dalam pengambilan titik kordinat. Luasnya areal, dan beratnya medan yang membatasi antara rawa gambut dengan hutan rawa serta batasan antara areal rawa gambut dengan persawahan masyarakat tidak memungkinkan untuk melakukan pengambilan titik kordinat. Sehingga untuk mengestimasikan antara luas hutan rawa, rawa gambut dan persawahan masyarakat maka dibuat buffer area yang merupakan areal bayangan masing-masing areal tersebut. Hasil survey dilapangan menunjukkan bahwa areal persawahan rata-rata memiliki lebar sekitar 50 meter dari titik kordinat yang diambil mengarah ke arah dalam KRB. Adapun luas rawa gambut sendiri memiliki lebar 250 meter dari persawahan mengarah ke areal hutan rawa. Dengan dimikian dapat dibuat buffer area yang mencerminkan luas masing-masing area tersebut. Berdasakan analisa perhitungan maka didapatkan luas masing-masing area tersebut adalah sebagai berikut: Tabel Estimasi luas KRB Kecamatan Gunung Tujuh Kerinci No 1. 2. 3. Jenis Area Hutan Rawa Rawa Gambut Estimasi luas area (ha) 770,2 ha = 107,2 hm x 2,5 hm 268 ha Persawahan = 107,2 hm x 0,5 hm 53,6 ha Total 1091,8 ha Dari luas areal diatas dapat ditentukan estimasi serapan karbon pada KRB

Gunung Tujuh yaitu dengan mengalikan luas area hutan rawa dan rawa gambut dengan kemampuan serapan karbon/ha/tahunnya kemudian dikalikan dengan standar harga kabon internasional. Menurut Harden (1992) dalam Murdiyarso (2004) nilai serapan karbon untuk rawa dengan vegetasi rumput yaitu 0.8 8 g C/m2/th atau 0,008 0,08 ton/ha/thn dengan nilai rata-ratanya yaitu sebesar 0,044 ton/ha/thn. Sedangkan nilai serapan rawa untuk vegetasi pohon diestimasikan sama dengan nilai serapan karbon hutan sekunder yaitu sebesar 194 ton/ha/thn (Widada, 2004). Dalam hal ini kemampuan serapan karbon hutan rawa diestimasikan sama dengan serapan karbon hutan sekunder. Adapun harga karbon/ton Menurut Widada (2004) dalam Kim (2001) nilai 1 ton karbon sebesar $10 US, sedangkan menurut Soemarwoto

(2001), nilai 1 ton karbon berkisar antara $1 US - $28 US. Untuk menghindari penilaian terlalu tinggi maka digunakan asumsi harga $5 US per ton (Widada, 2004). Dari penelusuran literatur tersebut dan pengolahan data dengan formula yang telah ditentukan sebelumnya maka dapat estimasikan nilai serapan karbon KRB Kecamatan Gunung Tujuh yaitu seperti pada tabel 13 berikut ini : Tabel Hasil perhitungan untuk nilai serapan karbonJenis Hutan Rawa Npc/ Nilai total serapan karbon = {Lh x Kcs} {Luas hutan rawa x Kemampuan serapan karbon untuk hutan} ={770,2 ha x 194 ton/ha/th} + {Lr x Kcr} {Luas rawa gambut x Kemampuan serapan karbon untuk rawa} = ={268 ha x 0,044 ton/ha/th} x Hc (Harga karbon/ton) ($5 US per ton). USD 1 = Rp 8.715,(Berdasarkan keputusan menteri keuangan RI N0: 189/KM.1/2011) = USD 5 x Rp 8.715,Nilai total Hasil 149.418,8 ton

Rawa Gambut

11,79 ton

Rp. 43.575 Rp. 6.511.437.959,25

9. Nilai pelestarian Nilai pelestarian diestimasi berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan informan kunci yang telah ditentukan di dua desa yaitu Desa Pauh Tinggi dan Desa Pesisir Bukit. Penentuan dua desa tersebut didasarkan atas besarnya ketergantungan mereka dengan keanekaragaman hayati yang ada di KRB Kecamatan Gunung Tujuh dibandingkan dengan desa lainnya yang berada di kecamatan yang sama. Berdasarkan analisa hasil menggunakan Metode distribusi kerikil (PDM) maka dapat diketahui nilai LUVI seperti yang terdapat seperti gambar berikut:100% 80% 60% 40% 20% 0% 55% 45% Tumbuhan Hewan

Gambar Nilai LUVI hewan dan tumbuhan di Desa Pauh Tinggi.

100% 80% 60% 40% 20% 0% 55% 45% Tum buhan Hew an

Gambar Nilai LUVI hewan dan tumbuhan di Desa Pesisir Bukit. Berdasarkan hasil diskusi didapatkan 11 kelas manfaat tumbuhan dari Desa Pauh Tinggi antara lain manfaat sebagai makanan, pakan ternak, obat, adat/budaya, tali-temali/anyaman, kayu bakar, konstruksi berat, konstruksi ringan, perkakas, pembungkus, dapat dijual. Adapun di Desa Pesisir Bukit juga didapatkan 11 kelas manfaat tumbuhan. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada gambar 11 berikut:Dapat dijual Pembungkus Perkakas Konstruksi ringan Konstruksi berat Kayu bakar Tali-temali/anyaman Adat/budaya Obat Pakan ternak Makanan

2,75 2,75

5,5

2,75 2,75 2,75

5,5 5,5

8,25

5,5

11

0

5

10

15

Persentase (%)

Gambar Nilai kelas manfaat tumbuhan di Desa Pauh TinggiDapat dijual Pembungkus Perkakas Konstruksi ringan Konstruksi berat Kayu bakar Tali-temali/anyaman Adat/budaya Obat Pakan ternak Makanan 2,75 1,65 1,65 1,65 8,25 2,75 5,5 5,5 8,25 7,7

9,35

0

5Persentase (%)

10

Gambar Nilai kelas manfaat tumbuhan di Pesisir BukitDapat dijual Perburuan Penyaluran hobi Adat/Budaya Hiasan Hewan Peliharaan Makanan

11,25 2,25 9 2,25 2,25 4,5 13,5

0

5

10

15

Gambar Nilai kelas manfaat hewan di Desa Pauh TinggiSebagai obat Dapat dijual Perburuan Penyaluran hobi Adat/budaya Hiasan Hewan pelihar aan Makanan

Persentase (%)

4,5 2,25 2,25 2,25 4,5 6,75 6,75

15,75

0

10Persentase (%)

20

Gambar Nilai kelas manfaat hewan di Desa Pesisir Bukit Nilai Tumbuhan dan Hewan Menggunakan CVM (Contingen Valuation Method) Berdasarkan analisa menggunakan PDM (Pebbel Distribution Method) guna menentukan LUVI (Local User Valuation Index) di Desa Pesisir Bukit didapatkan 3 jenis tumbuhan yang memiliki LUVI tertinggi yaitu jenis Litsea sp (medang), Leersia hexandra (rumput bento) dan Castanopsis sp (paniang-paniang) untuk tumbuhan. Untuk hewan terdapat 4 jenis yaitu Tor sp (ikan semah), Monopterus albus (belut), sedangkan untuk jenis Rasbora lateristriata (ikan saluang) dan Tor tambroides (ikan pareh) memiliki nilai sama yaitu 4,725. Sehingga dibuat pengecualian untuk kedua jenis yang memiliki nilai sama tersebut yaitu tetap dimasukkan ke dalam daftar hewan tertinggi hasil LUVI. Sehingga dalam penentuan jenis tertinggi hasil LUVI yang semulanya ditentukan 3 jenis untuk hewan maka dalam hal ini otomatis menjadi 4 jenis hewan hasil LUVI tertinggi. Adapun untuk Desa Pauh Tinggi hasil LUVI tertinggi 3 jenis tumbuhan yaitu Madhuca utilis (kayu balam) kemudian Castanopsis sp (paniang-paniang) dan Ficus bengalensis (kayu kareh). Sedangkan untuk jenis hewannya yaitu jenis Tor sp

(ikan semah) kemudian jenis Rasbora lateristriata (ikan saluang) dan Tor tambroides (ikan pareh). Hasil penentuan LUVI diatas dilanjutkan dengan menentukan WTP (Willingnes To Pay) yaitu estimasi kesanggupan masyarakat untuk membayar rupiah terhadap jenis-jenis yang memiliki nilai LUVI tinggi. Dengan asumsi semakin tinggi WTP masyarakat maka semakin penting kepentingan suatu jenis dengan kata lain kemauan masyarakat untuk melestarikan jenis-jenis tersebut semakin tinggi. Sehingga nilai WTP secara langsung dapat mencerminkan nilai pelestarian terhadap jenis tumbuhan dan hewan. Tabel Rata-rata nilai pelestarian hewan dan tumbuhan dengan nilai manfaat tertinggi di Desa Pauh Tinggi dan Desa Pesisir Bukit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Castanopsis sp (paniang-paniang) Ficus bengalensis (kayu kareh) Litsea sp (medang) Leersia hexandra (rumput bento) Madhuca utilis (kayu balam) Monopterus albus (belut) Rasbora lateristriata (ikan saluang) Tor sp (ikan semah) Tor tambroides (ikan pareh) Total Nilai RataRata WTP (Rp/orang) 28.375 23.655 18.677 20.184 29.250 13.007 15.352 23.405 16.275 188.180 Persentase Kesediaan Membayar Dari total responden (100) 90 93 91 92 91 89 90 91 90

Nilai Total Ekonomi KRB Kecamatan Gunung Tujuh Jambi Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui nilai total ekonomi KRB Kecamatan Gunung Tujuh yang mencakup nilai ekowisata, nilai kayu bakar, nilai pakan ternak, nilai perikanan, nilai air domestik, nilai air pertanian, nilai air perikanan, nilai penyerapan karbon dan nilai pelestarian dengan rincian yaitu sebagai berikut: Tabel persentase nilai ekonomi KRB No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jenis Nilai Ekonomi Nilai ekowisata Nilai Kayu Bakar Nilai Pakan Ternak Nilai Perikanan Nilai Air Domestik Nilai Air Pertanian Nilai Air Perikanan Nilai Penyerapan Karbon Nilai Pelestarian Total Nilai Ekonomi Total (Rp/tahun) 2.627.742.000 1.023.100.000 250.087.500 50.172.000 615.237.837 149.172.000 1.761.666 6.511.437.959 188.180/orang 11.228.899.142 Persentase (%) 23,40 9,11 2,22 0,44 5,47 1,32 0,016 57,98 0,001 100

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa Nilai Ekonomi Total (NET) Kawasan Rawa Bento (KRB) adalah sebesar Rp. 11.228.899.142/tahun. Nilai ini adalah nilai yang diberikan oleh KRB kepada masyarakat dengan syarat masyarakat tetap mempertahankan KRB. NET KRB diatas masih diterjemahkan dalam jumlah rupiah yang rentan mengalami inflasi (Sutikno, 2007). Dengan demikian agar nilai tersebut tetap mudah diprediksikan berapa nilainya di masa yang akan datang maka dalam hal ini dibuat nilai perbandingan yang memakai satuan harga emas karena harga emas relatif stabil (Sumantri, 2011). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Pasar Raya Padang Sumatera Barat harga emas tertanggal 16 Juni 2011 rata-rata Rp 1.020.000 per satu emas (2,5 gram emas). Dengan demikian NET KRB sebesar Rp.11.192.671.142/tahun jika ditransformasikan ke nilai emas menjadi 11.008 emas per tahun (27.433 gram emas per tahun).