KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI...

77
i KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH ACTIOAN PROCESS APPROACH (KASUS PENYEMPROTAN HAMA PADA TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN COMLIANCE OF FARMERS IN THE USE OF PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT WITH HEALTH ACTION PROCESS APPROACH (CASE OF RICEE PEST SPRAYER) IN BANTIMURUNG DISTRICT MAROS REGENCY PROVINCE OF SOUTH SULAWESI MOHAMMAD NUR IRWAN HAMIDUN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI...

  • i

    KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH ACTIOAN PROCESS APPROACH (KASUS PENYEMPROTAN HAMA PADA TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN

    COMLIANCE OF FARMERS IN THE USE OF PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT WITH HEALTH ACTION PROCESS APPROACH (CASE OF RICEE PEST SPRAYER) IN BANTIMURUNG DISTRICT MAROS REGENCY PROVINCE OF SOUTH SULAWESI

    MOHAMMAD NUR IRWAN HAMIDUN

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2017

  • ii

    KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH ACTIOAN PROCESS APPROACH (KASUS PENYEMPROTAN HAMA PADA TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

    Program Studi

    Kesehatan Masyarakat

    Disusun dan diajukan oleh

    MOHAMMAD NUR IRWAN HAMIDUN

    Kepada

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2017

  • iii

  • iv

  • v

    PRAKATA

    Segala bentuk syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT,

    sebagai kuasa tunggal yang dengan atas ijin-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas akhir yang termanifestasi dalam bentuk tesisiyang

    berpayung dalam 1 penelitian utama dengan judul “KEPATUHAN PETANI

    DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH

    ACTION PROCESS APPROACH (KASUS PETANI PENYEMPROT HAMA

    TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS

    PROVINSI SULAWESI SELATAN” sebagai salah satu syarat untuk

    mencapai gelar S2 pada Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu

    Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

    Sadar akan kekurangan dan keterbatasan, dalam kesempatan ini

    penulis ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada

    Pemerintahan Daerah Prov. Gorontalo yang telah memberikan fasilitas dalam

    bentuk tugas belajar (TUBEL) dan Kementrian Kesehatan R. I yang telah

    menjadi sponsor tunggal dalam memberikan fasilitas Beasiswa Pendidikan

    Pascasarjana sebagai dukungan finansial dalam menyelesaikan pendidikan

    pada Sekolah Pascasarjana Unhas.

    Tidak lupa pula penulis haturkan setulus jiwa dan raga, rasa terima

    kasih yang tiada tara atas segala bentuk dukungan, motivasi doa dan restu

    kepada kedua orang tua tersayang Yusuf Hamidun dan Maryam Mahmud

    serta Anas Barata dan Rohani yang telah memberikan motivasi. Dan yang

    paling penting dukungan dalam segala-galanya yang diberikan dari istri

    Nurwahyuni dan semanagat yang diberikan dari anak ku Muh. Fauzan

    Hamidun dan Siti Humairah Irwan Hamidun. Serta dukungan semangat yang

    diberikan dari saudara ku dan saudara ipar yang selama menempuh

    pendididkan.

    Dalam kesempatan ini secara khusus penulis ingin menyampaikan

    penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc, selaku ketua Program Studi Kesehatan

    Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

  • vi

    2. Prof. Dr. dr. Muh. Syafar, Ms selaku pembimbing I yang telah

    bersedia meluangkan waktunya dan sabar dalam memberikan

    bimbingannya, serta masukan-masukan selama penyusunan tesis.

    3. Dr. dr. Masyita Muis, M.Kes selaku pembimbing II yang telah

    bersedia meluangkan waktunya dan sabar dalam memberikan

    bimbingannya, serta masukan-masukan selama penyusunan tesis.

    4. Sudirman Nasir, S.Ked., MWH., Ph.D., Yahya Thamrin, SKM.,

    M.Kes., MOHS., DR. Agus Bintara Birawida, S.Kel., M.Kes selaku tim

    penguji, terima kasih atas kritik dan masukan serta dorongan yang

    bersifat membangun.

    5. keluarga besar minat Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku (PKIP)

    angkatan 2015 yang telah memberikan ilmu pengetahuan,

    kebersamaan, kekompakan, bantuan, motivasi, yang paling utama

    memberikan canda dan tawa sehingga membuat suasana menjadi

    nyaman ketika memulai perkuliahan.

    6. Keluarga besar Seksi Promkes Prov. Gorontalo : Syafiin, Afriyani,

    Dewi, Arvan, Neki, Imran, Margaretha, Stevi dan Acin yang telah

    memberikan dukungan untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih

    lanjut.

    7. Terkhusus kepada Petani padi di kecamatan Bantimurung atas

    partisipasinya sebagai responden dalam penelitian ini.

    Semoga Allah SWT membalas dengan hal yang baik, Amin. Sebagai

    manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan dan khilaf, penulis menyadari

    bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu

    penulis memohon maaf serta kerendahan hati menerima kritik dan saran

    yang membangun dari pembaca. Demikianlah, semoga hasil penelitian ini

    dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan khususnya teruntuk

    penulis.

    Makassar, Juli 2017

    Penulis

  • vii

  • viii

  • ix

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    Lembar Pengesahan ............................................................................... ii

    Prakata .................................................................................................... iii

    ABSTRAK ............................................................................................... vi

    Daftar Isi ................................................................................................. vii

    DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

    DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ...................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................. 11

    C. Tujuan Penelitian ................................................................... 11

    D. Manfaat Penelitian .................................................................. 12

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan ..................................... 14

    B. Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri ......................... 18

    C. Tinjauan Umum Tentang Pestisida ........................................ 25

    D. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ................................... 44

    E. Lokus Penelitian .................................................................... 52

    F. Kerangka Teori ...................................................................... 55

    G. Kerangka Konsep ................................................................. 58

    H. Definisi Operasional .............................................................. 60

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian ...................................................................... 62

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 62

    C. Pemilihan Informan ................................................................ 63

  • x

    D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 64

    E. Pengelolaan dan Penyususnan Data .................................... 68

    F. Teknik Analisa dan Penyajian Data ....................................... 69

    G. Uji Keabsahan Data .............................................................. 70

    H. Jalannya Penelitian .............................................................. 71

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. HASIL ..................................................................................... 76

    1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................... 76

    2. Gambaran Umum Subjek Penelitian ................................... 79

    3. Gambaran Umum Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung

    Diri Pada Petani ................................................................... 83

    4. Gambaran Hasil Penelitian .................................................. 84

    B. Pembahasan .......................................................................... 129

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 142

    A. Kesimpulan ............................................................................ 147

    B. Saran .................................................................................... 149

    Daftar Pustaka ..................................................................................... 150

    Lampiran .............................................................................................. 155

  • xi

    Daftar Tabel

    Tabel 2.1: Sintesa Penelitian Tentang Kepatuhan Alat Pelindung Diri

    Pada Petani ......................................................................... 44

    Tabel 3.1: Matriks pengumpulan data primer ........................................ 67

    Tabel 4.1: Luas Wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan

    penduduk .............................................................................. 78

    Tabel 4.2: Karakteristik Informan .......................................................... 80

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 kerangka teori Health Action Process Approach .............. 56

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................................. 59

    Gambar 4.1 Peta Kec. Bantimurung ..................................................... 77

    Gambar 4.2 Skema tentang motivasi penggunaan APD ...................... 86

    Gambar 4.3 Skema tentang menggunakan perlengkapan APD yang

    lengkap selama melakukan penyemprotan ....................... 89

    Gambar 4.4 Skema tentang cara pertolongan keracunan pestisida .... 92

    Gambar 4.5 Skema tentang harapan mematuhi penggunaan APD ..... 94

    Gambar 4.6 Skema tentang harapan penggunaan pestisida .............. 96

    Gambar 4.7 hasil telaah dokumen foto penyuluh pertanian tentang

    penggunaan pestisida ..................................................... 98

    Gambar 4.8 Skema tentang persepsi risiko tanpa menggunakan APD

    yang lengkap ..................................................................... 99

    Gambar 4.9 Skema tentang penggunaan pestisida yang tidak sesuai

    petunjuk ......................................................................... 102

    Gambar 4.10 Skema tentang hubungan niat menggunakan APD ....... 104

    Gambar 4.11 Skema tentang menyediakan APD yang lengkap ......... 107

    Gambar 4.12 Skema tentang proses masuk racun pestisida dalam

    tubuh ................................................................................... 110

    Gambar 4.13 Skema tentang proses pencegahan keracunan

    pestisida dalam tubuh manusia ...................................... 112

    Gambar 4.14 skema tentang peran penyuluhan pertanian ................. 115

    Gambar 4.15 hasil telaah dokumentasi petugas penyuluh pertanian 117

    Gambar 4.16 hasil observasi lapangan ............................................. 118

    Gambar 4.17 skema tentang peran penyuluh Promkes ..................... 119

    Gambar 4.18 hasil dokumentasi foto kegiatan penyuluhan Promkes. 121

    Gambar 4.19 hasil observasi lapangan penyuluhan Promkes .......... 121

    Gambar 4.20 skema tentang pemeliharaan diri ketika mengalami

  • xiii

    keracunan .................................................................... 122

    Gambar 4.21 Skema tentang kepatuhan penggunaan APD ............. 124

    Gambar 4.22 hasil observasi lapangan di area persawahan ............. 126

    Gambar 4.23 Skema tentang kepatuhan terhadap petugas

    kesehatan ....................................................................... 128

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : prosedur Fokus Group Discusion (FGD) ........................... 156

    Lampiran 2 : persetujuan menjadi informan penelitian ............................ 159

    Lampiran 3 : panduan FGD untuk informan ............................................ 160

    Lampiran 4 : pedoman wawancara untuk petani ..................................... 161

    Lampiran 5 : pedoman wawancara untuk ketua kelompok tani .............. 163

    Lampiran 6 : pedoman wawancara dengan penyuluh pertanian ........... 166

    Lampiran 7 : pedoman wawancara dengan petugas Promkes

    Puskesma ...................................................................... 168

    Lampiran 8 : hasil observasi ................................................................ 170

    Lampiran 9 : tabel analisis data responden wawancara FGD petani .. 175

    Lampiran 10 : tabel analisis data responden wawancara mendalam

    Ketua kelompok tani ....................................................... 206

    Lampiran 11 : tabel analisis data responden petugas penyuluh

    pertanian ......................................................................... 214

    Lampiran 12 : tabel analisis data responden petugas Promkes

    puskesmas ..................................................................... 217

    Lampiran 13: foto – foto kegiatan penelitian ....................................... 221

    Lampiran 14: Curiculum Vitae ............................................................. 222

  • xv

    DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

    Istilah/Singkatan Kepanjangan/ Pengertian

    APD Alat Pelindung Diri

    BPOM Badan Pengawasan Obat dan Makanan

    BPS Badan Pusat Statistik

    FGD Focus Group Discussion

    HAPA Health Action Process Approach

    Kab Kabupaten

    Nakertran Tenaga Kerja dan Transmikgrasi

    Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan

    PHBS Perilaku Hidup Bersih dan sehat

    Puskesmas/PKM Pusat kesehatan Masyarakat

    WHO World health Organizatio

  • xvi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Tanaman padi merupakan bahan pangan pokok utama yang

    paling penting di dunia, baik di negara berkembang dan negara maju.

    Beras merupakan bahan pokok yang dikonsumsi oleh hampir setengah

    dari tujuh miliar penduduk di dunia, lebih dari 90 persennya dikonsumsi

    oleh penduduk di Asia. Di asia konsumsi beras perkapita 85 kg per tahun

    pada awal tahun 1960-an dan meningkat menjadi 103 kg di awal tahun

    1990-an (Mohanty, 2013).

    Salah satu cara dikalangan petani untuk meningkatkan dan

    melindungi produksi tanaman padi dari serangan hama dan penyakit

    yaitu menggunakan pestisida. Menurut WHO (2012), memperkirakan

    bahwa rata–rata 4429 ton bahan aktif organoklorin, 1375 ton

    organofosfat, 30 ton karbamat dan 414 piretroid digunakan setiap tahun

    untuk mengendali vektor global selama periode tahun 2000 – 2009 di

    enam wilayah. Pestisida digolongkan organofosfat merupakan pestisida

    inhibitor Cholinestrerase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Asetilkolin

    yang berlebihan merupakan penyebab keracunan pestisida golongan

    organofosfat.

  • 2

    Data Badan POM (2016), data kasus keracunan pestisida di

    Indonesia mulai tahun 2014 – 2015 mengalami peningkatan. Tahun 2014

    jumlah kasus 519 sedangkan pada tahun 2015 jumlah kasus 693. Salah

    satu penyebab terjadinya keracunan akibat pestisida yaitu petani kurang

    mematuhi penggunaan APD, dalam penggunaan pestisida.

    Keracunan pestisida dapat terjadi melalui saluran pernapasan

    (inhalation), kontaminasi kulit (dermal contamination), dan saluran

    pencernaan makanan melalui mulut (oral). Dalam tubuh manusia,

    organofosfat berikatan dengan enzim asetilkolinesterase (AChE) yaitu

    suatu enzim yang berfungsi sebagai katalisator dalam pemecahan

    asetilkolin (ACh) menjadi asetat dan kolin mengakibatkan penumpukan

    asetilkolin pada ujung syaraf, penumpukan asetilkolin ini menyebabkan

    kerusakan pada sistem syaraf dan kejang bagi penderita (Soemirat,

    2005).

    Insektisida organofosfat menghambat (AChE) melalui proses

    fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang

    irreversible. Aktivitas (AChE) tetap dihambat sampai enzim baru

    terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan dengan berfungsi

    sebagai antikolinesterase, kinerja menginaktifkan enzim kolinesterase

    yang berfungsi menghidrolisa neurotransmitter asetilkolin (AChE) menjadi

    kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan (AChE) pada

  • 3

    sinapsis-sinapsis kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala

    keracunan organofosfat.

    Keracunan pestisida dapat diketahui melalui dua cara yaitu

    pemeriksaan laboratorium (diagnosa uji cholinestrase dengan tingkatan

    keracunan 75 – 100% kadar cholinestrase termasuk “normal”, 50 – 75%

    termasuk keracunan ringan, 25 – 50% termasuk keracunan sedang dan 0

    – 25% termasuk keracunan berat) dan melihat gejala-gejala yang

    ditimbulkan (penglihatan kabur, mata berair, muntah-muntah, detak

    jantuk cepat, diare, pingsan, dan sesak napas) (DEPKES, 1992).

    Hasil penelitian perez (2015), menunjukkan gejala yang

    ditimbulkan akibat keracunan pestisida antara lain: iritasi kulit (32,95%),

    sakit kepala (29,55%), batuk (23,30%), tenggorokan kering (15,34%),

    sesak nafas (14,96%), pusing (14,20%), mual (12,69%) dan iritasi mata

    (11,36%).

    Kementrian Pertanian telah mengatur tentang pestisida dengan

    mengeluarkan PP Nomor 107/ Permentan/SR.140/9/ 2014 tentang

    pengawasan pestisida penyimpanan dan penggunaan pestisida yang

    menyatakan tentang cara pengendalian keracunan pestisida. Ada

    beberapa tahapan untuk tidak terjadi keracunan antara lain: memilih

    pestisida yang tepat dalam penanggulangan hama, menggunakan dosis

    pestisida sesuai aturan yang dilabel, memperhatikan tatacara

  • 4

    penggunaan pestisida, dan pemakaian APD yang tepat pada saat

    menggunakan pestisida.

    Menurut Geller (2001) kepatuhan pelaksanaan standar

    operasional prosedur penggunaan APD masih sangat rendah disebabkan

    karena budaya keselamatan yang belum cipta dalam lingkungan kerja.

    budaya keselamatan dipengaruhi oleh faktor perilaku, faktor lingkungan,

    dan faktor orang. Keberhasilan upaya pencegahan keracunan pestisida

    yang dilakukan oleh para petani yaitu salah satunya mentaati/kepatuhan

    menggunakan APD yang wajib digunakan selagi bekerja di area sawah.

    Kepatuhan petani dalam menggunakan APD masih sangat rendah,

    alasanyan kalau semakin patuh pentani dalam menggunakan APD yang

    sesuai standar akan berdampak pada perekonomiannya (miskin).

    Sehingga harus ada penelitian lebih lanjut diperlukan pada kontrol tingkat

    tinggi untuk mengurangi paparan pestisida dan memahami alasan untuk

    kepatuhan penggunaan APD dan mengidentifikasi metode pelatihan yang

    efektif yang sudah diberikan oleh pemerintah (Macfarlane, 2013).

    Berdasarkan hasil penelitian Habibi (2012), terhadap 40

    responden yang terpilih ditemukan hanya 2 responden yang memiliki

    kebiasaan menggunakan APD secara lengkap dan 38 responden

    memiliki kebiasaan tidak menggunakan APD secara lengkap. Adapun

    jenis–jenis APD yang sering digunakan oleh petani antara lain: penutup

    kepala sebanyak 27 (67,5%) responden, masker sebanyak 6 (15,0%)

  • 5

    responden, kacamata sebanyak 4 (10,0%) responden, sarung tangan

    sebanyak 5 (12,5%) responden, baju lengan panjang dan celana panjang

    masing-masing sebanyak 39 (97,5%) responden serta sepatu boot

    sebanyak 27 (67,5%) responden. Menurut pekerja yang tidak

    menggunakan APD tersebut dikarenakan berbagai macam alasan seperti

    kurang nyaman saat digunakan dan tidak kepatuhan/ketaatan dalam

    menggunakan APD saat bekerja

    Salah-satu model pendekatan yang dapat menjadi dasar untuk

    menganalisis tingkah laku kepatuhan petani penyemprot hama tanaman

    padi adalah model Health Action Process Approach (HAPA). Model

    HAPA adalah teori psikologi perubahan perilaku kesehatan yang

    merupakan kerangka terbuka berbagai motivasi dan konstruksi kehendak

    yang diasumsikan untuk menjelaskan dan memprediksi perubahan

    individu dalam perilaku kesehatan. Model ini menekankan peran tertentu

    yang dirasakan pada berbagai tahap perubahan perilaku kesehatan.

    HAPA menunjukkan bahwa adopsi, inisiasi dan pemeliharaan harus

    dipahami sebagai proses terstruktur termasuk fase motivasi dan fase

    tindakan (Schwazer, 2008).

    Fase motivasi dalam teori HAPA menggambarkan, individu

    mempertimbangkan kemungkinan untuk berubah. Dalam hal ini, persepsi

    risiko (risk perception), harapan hasil (outcome expectancies) dan efikasi

  • 6

    diri tugas (task self-efficacy) berperan dalam pengambilan keputusan dan

    berkontribusi terhadap niat (intention).

    Fase kedua yaitu fase tindakan, pelaksanaan niat membantu

    individu untuk mewujudkan tujuan. Pada tahap ini, individu mulai menuju

    sasaran dan keterampilan dalam mengatasi hambatan dan pentingnya

    dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Fase tindakan dapat dibagi

    lagi menjadi urutan sebagai berikut: perencanaan (perencanaan tindakan

    dan perencanaan perbaikan), insiasi, pemeliharaan dan keterlibatan.

    Dalam penelitian Raoda (2015), model Health Action Process

    Approach (HAPA). dalam kepatuhan terhadap SOP penyelaman nelayan

    penyelam tradisional teripang dipengaruhi secara langsung oleh efikasi

    diri terhadap pemeliharaan dan nilai ekonomi teripang. Secara tidak

    langsung, kepatuhan nelayan penyelam tradisional dipengaruhi oleh

    pengetahuan mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP)

    penyelaman, persepsi risiko, nilai ekonomi teripang dan efikasi diri tugas.

    Sikap petani terhadap penggunaan alat pelindung diri yang juga

    baik. Lebih dari 80% setuju bahwa alat pelindung diri yang dibutuhkan di

    bidang pertanian baik pada saat pencampuran atau penyemprotan. Para

    petani tahu bahwa memakai masker, kemeja dengan lengan panjang,

    dan sepatu bot akan melindungi mereka dari bahaya yang paling akut

    pestisida. Namun, praktek petani menggunakan APD tidak sebanding

    dengan pengetahuan dan sikap mereka. Banyak petani tidak

  • 7

    menggunakan APD dengan benar dan tepat. Bahkan, hanya 3,8% yang

    memakai kacamata pelindung, tetapi bahkan kemudian tidak melindungi

    mata mereka, dan hanya 1,9% melakukan memakai sepatu. Ada banyak

    petani yang tidak menggunakan topi, masker, kemeja dengan lengan

    panjang, celana panjang, dan sarung tangan. Pengetahuan dan sikap

    petani tentang penggunaan APD itu tidak sejalan dengan praktik di

    lapangan (Yuantari,2015).

    Dalam penelitian ini (Damalas.2016), hampir setengah petani

    (49,3%) menunjukkan perilaku yang berpotensi tidak aman dalam

    penggunaan APD karena petani tidak mengtaati prosedur pemakaian

    APD. Menurut hasil penelitiannya, petani tidak nyaman dalam

    menggunakan APD yang sesuai dengan standar operasional prosedur.

    Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008 telah mencanangkan

    program dua juta ton beras, dan pada tahun 2015 mengklaim telah

    surplus 2,6 juta ton beras. Keberhasilan program surplus di Sulsel karena

    daerah ini memiliki letak geografis yang baik dan keadaan lahan dengan

    luas areal 622,94 ribu hektar. Provinsi Sulsel dikenal sebagai lumbung

    pangan karena dapat memproduksi padi yang begitu besar, sehingga

    pemerintah Provinsi Sulsel mengirim beras ke beberapa provinsi.

    Bentuk kebijakan daerah Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintah

    mengeluarkan program pembangunan daerah. Kebijakan tersebut

    membentuk sentra–sentra produksi pertanian salah satunya sentra

  • 8

    produksi padi. Kabupaten yang menjadi penyangga beras Provinsi Sulsel

    selama hampir satu dekade berhasil mencapai target surplus beras di

    Indonesia seperti Soppeng, Wajo, Bone, Bulukumba, Bantaeng, Gowa,

    Enrekang, sinjai dan Maros (Dinas Pertanian & Hortikultura Prov. Sulsel

    2015).

    Pemerintah Kabupaten Maros memiliki program pertanian untuk

    memenuhi kebutuhan beras dengan cara menanam padi 3 kali dalam

    setahun. Hasil produksi beras sebesar 386.858,7 ton dengan luas tanam

    53.904,00 Ha (BPS Kab. Maros, 2015). Kabupaten Maros akan

    berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan beras di Sulawasi Selatan.

    Hasil penelitian Hamidun (2008), menunjukkan Kadar

    Cholinestrase dalam darah petani penyemprot hama tanaman padi

    didesa manggeloreng melalui pemeriksaan oleh Puskesmas Kecamatan

    Bantimurung pada tahun 2008 sebanyak 70 petani. Hasil pemeriksaan

    yaitu 65 orang petani mengalami keracunan sedangkan 5 orang petani

    tidak mengalami keracunan. Tahun 2015 – 2016 tercatat 8 orang yang di

    rawat inap di Puskesmas karena mengalami keracunan akibat pestisida,

    pada saat melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi. (Profil

    Puskesmas Kec. Bantimurung, 2016).

    Dinas Pertanian Kabupaten Maros telah berupaya melakukan

    kegiatan dalam hal penggunaan pestisida seperti: penyuluhan pertanian

    untuk meningkatkan pengetahuan petani, pelatihan cara penyemprotan

  • 9

    pestisida, dan cara penggunaan alat pelindung diri seperti masker untuk

    mengurangi keterpaparan petani terhadap pestisida. Hal tersebut belum

    di terapkan oleh petani sewaktu menggunakan pestisida.

    Kecamatan Bantimurung dengan jumlah penduduk sebanyak

    29.548 jiwa (BPS Kab. Maros, 2015). Kecamatan ini dikenal sebagai

    penghasil produksi padi sebesar 20.001,1 ton dengan luas tanam 10.652

    Ha. Petani dapat menanam padi sebanyak 3 kali setahun karena memiliki

    saluran irigasi yang baik (Dinas Pertanian Kab. Maros, 2015).

    Berdasarkan wawancara awal terhadap petugas penyuluh

    pertanian yang di tempatkan di Kecamatan Bantimurung, tentang

    pestisida yang digunakan oleh petani antara lain: Fungisida berfungsi

    untuk memberantas penyakit kresek (daun), Herbisida berfungsi untuk

    membasmi tanaman pengganggu (rumput), Rhodentisida berfungsi untuk

    membasmi hama tikus, Moluskisida berfungsi untuk membasmi hama

    keong mas, dan Insektisida berfungsi untuk membasmi hama serangga.

    Pemanfaatan pestisida bukan hanya untuk membunuh jasad

    pengganggu tanaman, tetapi bisa juga untuk meningkatkan hasil panen

    tanaman. Menurut penyuluh, pestisida adalah suatu campuran zat bahan

    kimia yang mampu melakukan pencengahan, membasmi setiap hama

    dan penyakit. Penggunaan pestisida dalam bertani di kecamatan

    Bantimurung sangat meningkat pesat, karena petani sangat senang

  • 10

    melihat hasil tanam padinya meningkat serta kualitas padi yang bagus

    serta tidak rusak di ganggu dengan hama dan penyakit.

    Hasil wawancara dilapangan dengan petani, biasanya mereka

    menggunakan pestisida Bahan aktif insektisida yang digunakan petani

    ialah golongan karbamat, dan golongan organofosfat. Dosis pestisida

    yang di gunakan oleh petani sesuai dengan petunjuk pemakaian tetapi

    ada beberapa petani yang menambah dosis pestisida dengan alasan

    meningkatkan daya bunuh hama dan penyakit. Frekuensi penyemprotan

    pestisida bervariasi sekitar 5 – 10 kali tergantung intensitas serangan

    hama dan penyakit. Biasanya penyemprotan terakhir dilakukan oleh

    petani 2 – 3 minggu sebelum panen.

    Penggunaan APD pada petani, biasanya mereka hanya

    menggunakan penutup hidung (yang terbuat dari kain), baju lengan

    panjang serta biasanya mereka menggunakan sepatu boat, sarung

    tangan (yang terbuat dari kain), dan topi pada saat melakukan

    penyemprotan.

    Berdasarkan permasalahan diatas, akan dilakukan penelitian lebih

    lanjut tentang kepatuhan alat pelindung diri pada petani penyemprot

    hama dan penyakit pada tanaman padi Kecamatan Bantimurung

    Kabupaten Maros.

  • 11

    B. Permasalahan

    Perilaku kepatuhan penggunaan APD dikalangan para pekerja

    pada sektor pertanian khususnya pada petani masih kurang baik. Hal ini

    ditandai dengan masih tingginya angka penyakit akibat kerja. Keadaan ini

    mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang mengapa dan

    bagaimana fenomena tersebut terjadi dan faktor–faktor yang

    mempengaruhi petani dalam penggunaan APD dalam melakukan

    penyemprotan hama dan penyakit tanaman padi.

    C. Tujuan penelitian

    1. Tujuan Umum

    Mengkaji penerapan Health Action Process Approach (HAPA) dan

    kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada petani

    penyemprot hama dan penyakit tanaman padi di Kecamatan

    Bantimurung.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mengkaji efikasi diri tugas terhadap risiko petani dalam mematuhi

    penggunaan alat pelindung diri.

    b. Mengkaji harapan petani dalam mematuhi penggunaan alat

    pelindung diri.

    c. Mengkaji persepsi terhadap risiko petani dalam mematuhi

    penggunaan alat pelindung diri.

    d. Mengkaji niat dalam mematuhi penggunaan alat pelindung diri.

  • 12

    e. Mengkaji perencanaan dalam efikasi diri pemeliharaan dalam

    mematuhi penggunaan alat pelindung diri.

    f. Mengkaji kepatuhan petani pada saat melakukan penyemprotan

    Pestisida dalam penggunaan alat pelindung diri.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Bagi institusi:

    a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi dinas

    pertanian, agar dapat meningkatkan penyuluhan, pengawasan dan

    pembimbingan terhadap penggunaan pestisida di kalangan petani.

    b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi dinas

    kesehatan, agar dapat meningkatkan penyuluhan kesehatan

    khususnya PHBS, mengoptimalkan Pos Unit kesehatan Kerja

    (POS UKK) di setiap kecamatan.

    2. Bagi Peneliti :

    a. Peneliti memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian

    studi kualitatif secara mandiri.

    b. Belajar memahami karakteristik responden dalam persepsinya

    mengenai APD.

    3. Bidang Pengabdian Masyarakat:

    a. Sebagai masukan untuk melakukan tindakan pencegahan

    kecelakaan kerja melalui penggunaan APD.

  • 13

    b. Sebagai masukan dalam mengembangkan dan memotivasi

    penggunaan APD.

  • 14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Pustaka tentang Kepatuhan

    1. Konsep Dasar Kepatuhan

    a. Pengertian Kepatuhan

    Kepatuhan berasal dari dasar patuh, yang berarti disiplin dan

    taat (Niven, 2002) sedangkan menurut Slamet (2007),

    mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) adalah melaksanakan cara

    dan perilaku yang disarankan oleh orang lain dan kepatuhan juga

    dapat di definisikan sebagai perilaku yang positif dalam mencapai

    tujuan.

    Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif

    penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005). Dari

    beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

    adalah derajat dimana seseorang mengikuti anjuran peraturan

    yang telah ada dan ditetapkan sebagai aturan yang harus

    dilaksanakan.

    Kepatuhan yang dimaksud disini adalah ketaatan dalam

    pelaksanaan prosedur tetap yang telah dibuat. Menurut Smet

    (1994), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu

    cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau

  • 15

    dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan pelaksanaan

    prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk

    atau peraturan-peraturan dan memahami etika pemakaian alat

    pelindung diri di tempat kerja pada saat bekerja.

    Dalam Smet (1994), menyebut ketidaktaatan ini sebagai

    masalah medis yang berat, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-

    an sudah mulai diteliti di negara – negara industri, Taylor (1991).

    La Greca dan Stone (1985), menyatakan bahwa mentaati

    rekomendasi pengobatan yang dianjurkan merupakan masalah

    yang sangat penting. Tingkat ketidaktaatan terbukti cukup tinggi

    dalam seluruh populasi medis.

    b. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan

    Menururt Niven (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi

    kepatuhan adalah:

    1) Pendidikan

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

    agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

    dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

    pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

    serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

    bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan

  • 16

    kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

    merupakan pendidikan yang aktif.

    2) Akomodasi

    Suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri

    kepribadian klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

    3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

    Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga

    dan teman–teman, kelompok–kelompok pendukung dapat

    dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap sesuatu.

    4) Pengetahuan

    Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau

    hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

    dimiliki. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

    melalui indera pendengar dan indera penglihatan.

    5) Umur

    Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu

    keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup

    maupun yang mati. Katagori umur yaitu :

    a) Masa balita = 0 – 5 tahun,

    b) Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun,

    c) Masa remaja awal = 12 – 16 tahun,

    d) Masa remaja akhir = 17 – 25 tahun

  • 17

    e) Masa dewasa awal = 26 – 35 tahun,

    f) Masa dewasa akhir = 36 – 45 tahun,

    g) Masa lansia awal = 46 – 55 tahun,

    h) Masa lansia akhir = 56 – 65 tahun

    i) Masa lansia = 65 – sampai atas

    2. Teori yang berhubungan dengan Kepatuhan

    Pendekatan proses HAPA (Health Action Process Approach)

    dalam kesehatan menurut Ralf Schwarzer (1992) dalam Raodah

    (2015) adalah model sosial kognisi perilaku kesehatan yang

    menunjukkan bahwa perilaku kesehatan adalah suatu proses yang

    terdiri dari fase motivasi dan fase kehendak.

    a. Tahap motivasi

    Health Action Process Approach (HAPA), merupakan suatu

    konsep pendekatan terhadap pasien yang meyakini bahwa untuk

    mengubah perilaku seseorang dapat dilakukan dengan cara

    meningkatkan intense (niat) melalui menjadi action. HAPA memiliki

    kelebihan dibandingkan teori yang lain, karena HAPA bukan saja

    menjelaskan bagaimana proses peningkatan motivasi untuk

    pembentukan niat, tetapi juga menjelaskan bagaimana cara

    mempertahankan perilaku kesehatan yang sudah terbentuk. Fase

    motivasi ditutup dengan membentuk tujuan eksplisit atau niat

  • 18

    perilaku. Niat terdiri dari motivasi seseorang terhadap perilaku

    tujuan atau target dalam hal arah dan intensitas.

    b. Tahap kehendak

    Adalah pengetahuan umum bahwa niat baik tidak selalu

    menjamin tindakan yang sesuai. Korelasi antara niat dan perilaku

    sangat bervariasi. Sementara di fase motivasi yang dijelaskan apa

    yang orang memilih untuk melakukan, dalam aksi berikutnya atau

    fase kemauan itu dijelaskan seberapa keras mereka mencoba dan

    berapa lama mereka bertahan.

    Oleh karena itu Health Action Proses Approach (HAPA) dapat

    diterapkan untuk meningkatan kesehatan dan pencegahan/kepatuhan

    perilaku, gaya hidup berisiko dan perilaku adiktif.

    B. Tinjauan Pustaka Tentang Alat Pelindung Diri

    1. Pengertian Alat Pelindung Diri

    Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat

    yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang

    fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi

    bahaya di tempat kerja (PP Nomor PER.08/MEN/VII/2010). Alat

    pelindung diri mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang

    pekerja dan berfungsi untuk melindunginya dari bahaya–bahaya baik

    secara fisik maupun kimiawi.

  • 19

    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.03

    /Men/1986 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja

    yang mengelola pestisida. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja

    yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang

    berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata

    pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan. Tenaga

    kerja yang menggunakan pekerjaan menyemprotkan pestisida

    khususnya petani harus melakukan prosedur kerja yang standar juga

    harus memakai APD, bertujuan untuk menjaga agar resiko bahaya

    yang mungkin terjadi dapat dihindari.

    2. Syarat – syarat Alat Pelindung Diri

    Ada beberapa hal yang menjadikan APD berdampak negative

    seperti berkurangnya produktivitas kerja akibat penyakit atau

    kecelakaan yang dialami oleh pekerja karena tidak menggunakan alat

    pelindung diri tersebut. Oleh sebab itu alat-alat pelindung diri harus

    mempunyai persyaratan sesuai dengan pernyataan Suma‟mur (1996)

    APD yang akan digunakan di tempat kerja harus memperhatikan

    beberapa hal, yaitu:

    a. Berat APD hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak

    menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.

    b. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.

    c. APD harus tahan untuk pemakaian lama.

  • 20

    d. APD tidak menimbulkan bahaya bagi penggunanya.

    Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida

    adalah petani kurang memperhatikan penggunaan APD dalam

    melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. APD adalah

    kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja, sesuai bahaya dan

    resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri serta orang di

    sekelilingnya. APD yang harus dipakai antara lain: masker, topi, kaca

    mata, baju lengan panjang dan celana panjang, celemek, sarung tangan,

    dan sepatu boot (Suma‟mur, 2009).

    Menurut Suma‟mur (2009), syarat APD yang harus diikuti oleh petani

    dalam mengaplikasikan pestisida adalah:

    a. Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari bahan-

    bahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.

    b. Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan harus

    dalam keadaan bersih dan tidak rusak.

    c. Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan

    petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida

    tersebut.

    d. Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri harus

    dicuci dan disimpan di tempat khusus dan bersih.

  • 21

    3. Jenis dan fungsi Alat Pelindung Diri

    Alat pelindung diri sangat diperlukan oleh petani atau pekerja

    dalam mengaplikasikan pestsida. Jenis dan fungsi APD sebagai

    berikut:

    a. Pakaian pelindung

    Untuk melindungi badan dari paparan pestisida, kita harus

    menggunakan pakaian pelindung yang terdiri dari:

    1) Baju lengan panjang

    Baju lengan panjang tidak boleh memiliki lipatan-lipatan

    terlalu banyak, jika perlu tidak diberikan kantong pada

    bagian depan dan kerah leher harus diikat atau setidaknya

    menutupi bagian leher.

    2) Celana panjang

    Celana panjang tidak boleh ada lipatan, karena lipatan-

    lipatan itu akan berfungsi sebagai tempat berkumpulnya

    partikel-partikel dari pestisida.

    3) Pakaian terusan

    Merupakan pakaian dengan model tangan panjang dan

    menutupi seluruh tubuh, praktis dan lebih khusus.

    b. Alat Pelindung Tangan

    Alat pelindung tangan merupakan alat yang paling banyak

    digunakan karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling

  • 22

    banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi ditempat kerja.

    Pekerja harus memakai alat pelindung tangan ketika terdapat

    kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti luka pada tangan

    karena benda-benda keras, luka gores, terkena bahan kimia

    berbahaya dan juga luka sengatan serangga.

    Bila pekerja menangani pestisida yang mempunyai konsentrasi

    yang tinggi (high concentration) maka diperlukan sarung tangan

    yang digunakan yaitu sarung tangan yang terbuat dari bahan karet

    yang panjang hingga menutupi bagian pergelangan tangan. Hal ini

    bertujuan untuk melindungi tangan dari percikan pestisida yang

    terbang akibat hembusan angin.

    c. Alat Pelindung Kepala

    Untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka

    diperlukan topi penutup kepala. Beberapa persyaratan topi yang

    perlu diperhatikan adalah:

    1) Topi harus terbuat dari bahan yang kedap cairan dan tidak

    terbuat dari kain atau kulit.

    2) Topi yang digunakan sedapat mungkin dapat melindungi

    bagian-bagian kepala (Tengkuk, mulut, mata, dan muka).

    Oleh karena itu topi harus berpinggiran lebar.

    3) Topi yang dipergunakan tidak menyebabkan keadaan tidak

    nyaman bila dipakai dibawah terik matahari.

  • 23

    d. Alat Pelindung Kaki

    Sepatu boot sangat penting bila pekerja penyemprot pestisida

    yang berbentuk debu atau jenis residual. Sepatu boot dapat

    terbuat dari neoprene. Sepatu pelindung dan boot harus dapat

    menahan kebocoran. Ketika bekerja ditempat yang mengandung

    aliran listrik, maka harus menggunakan sepatu tanpa logam yang

    dapat menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja ditempat biasa

    semacam persawahan maka harus menggunakan sepatu yang

    tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat dari karet ketika

    bekerja dengan bahan kimia.

    e. Alat Pelindung Wajah

    Pelindung wajah merupakan suatu pelindung yang terbuat dari

    bahan transparan yang anti api dan terikat menggantung pada

    kepala juga dapat dengan mudah untuk dinaikkan maupun

    diturunkan di depan wajah. Alat tersebut ringan dan dapat

    digunakan untuk bekerja menyemprot pestisida.

    Pelindung wajah berguna dari penetrasi pestisida. Masker

    adalah sebuah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut,

    bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot) untuk

    mencegah terjadinya penularan penyakit infeksi melalui saluran

    pernapasan. Biasanya masker terbuat dari bahan yang anti air,

    sehingga wajah tidak terkena percikan partikel-partikel dari

  • 24

    pestisida Masker merupakan alat pelindung pernapasan berfungsi

    memberikan perlindungan organ pernapasan akibat pencemaran

    udara oleh faktor kimia seperti debu, asap, gas beracun, dan

    sebagainya. Penggunaan masker secara umum yaitu untuk

    mencegah terhirupnya zat-zat polutan, debu, bakteri, bahkan virus

    yang mungkin dapat mengakibatkan penyakit infeksi saluran

    pernapasan.

    f. Alat Pelindung Telinga

    Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum ditempat kerja

    dan sering tidak dihiraukan karena gangguan itu tidak

    menimbulkan luka. Alat pelindung telinga bekerja sebagai

    penghalang antara bising dengan telinga dalam. Alat pelindung

    telinga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1) Sumbat telinga (ear Plug)

    Sumbat telinga memberikan perlindungan paling efektif

    karena langsung dimasukkan kedalam telinga.

    2) Tutup telinga (ear muff)

    Alat ini dipakai diluar telinga dan penutupnya terbuat dari

    spons untuk membuat perlindungan yang baik.

    Berdasarkan Permenkes No.258 /Menkes /Per/III/ 1992 tentang

    persyaratan pengelolaan pestisida, untuk perlengkapan pelindung yang

    minimal harus digunakan berdasarkan jenis pekerjaan dan klasifikasi

  • 25

    pestisida khusus penyemprotan di luar gedung dengan klasifikasi pestisida

    yaitu:

    1. Pestisida yang sangat berbahaya sekali: sepatu boot, baju terusan

    lengan panjang dan celana panjang, topi, pelindung muka, masker,

    dan sarung tangan.

    2. Pestisida yang sangat berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan

    panjang dan celan panjang, topi dan masker.

    3. Pestisida yang berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan

    panjang dan celan panjang, topi dan masker

    4. Pestisida yang cukup berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan

    panjang dan celana panjang, topi.

    C. Tinjauan Pustaka Tentang Pestisida.

    1. Pengertian Pestisida

    Dalam buku WHO (2009), World Health Organization

    mendefinisikan pestisida sebagai “Any substance or mixture

    substances intended for preventing or controlling any unwanted

    species of plants and animals and also includes any substances or

    mixture substances intended for use as a plant-growth regulator,

    defoliant or dessicant”.

    Definisi dari pestisida atau ”pest” memiliki arti hama, sedangkan

    ”cide” berarti membunuh, sering disebut ”Pest KillingAgent”. Menurut

  • 26

    PP No.7 tahun 1973, yang dimaksud pestisida adalah semua zat

    kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan

    untuk :

    a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak

    tanaman atau hasil–hasil pertanian.

    b. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma

    c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak

    diinginkan.

    d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian–

    bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.

    e. Memberantas atau mencegah binatang–binatang dan jasad–jasad

    renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat–alat pengangkutan.

    f. Memberantas atau mencegah binatang–binatang yang dapat

    menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu

    dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

    Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad

    renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai

    hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu

    serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, sedangkan yang

    dimaksud penyakit tanaman: yang disebabkan oleh fungi (jamur),

    bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing

  • 27

    dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain

    yang dianggap merugikan.

    Untuk melindungi keselamatan manusia dan kekayaan sumber

    daya alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida

    dapat digunakan efektif, maka peredaran pestisida harus di awasi

    oleh stekholder terkait dan diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian

    R.I. Nomor 107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang pengawasan

    pestisida penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dalam

    peraturan tersebut. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 429 tahun

    1973, tentang penggunaan, pencegahan, penyimpanan dan

    peredaran pestisida untuk mengendalikan dan mengawasi pemakaian

    pestisida agar sesuai dengan standar untuk melindungi lingkungan

    hidup sehingga resiko kerugian dari penggunaan pestisida di

    masyarakat dapat diminimalisir, serta Peraturan Menteri Pertanian

    nomor 39/Permentan/SR.330/7/2015 tentang prosedur pendaftaran

    dan izin pestisisda. Pada kenyataannya, ketentuan ini kelihatannya

    belum efektif untuk menanggulangi kerusakan lingkungan tersebut.

    2. Jenis – Jenis Pestisida

    a. Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi

    menjadi 6 jenis yaitu :

  • 28

    1) Insektisida

    Yaitu berasal dari kata latin insectum yang berarti

    potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk

    membunuh serangga seperti belalang, kepik, wereng,

    dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas

    serangga dirumah, perkantoran atau gudang.

    2) Fungisida

    Yaitu, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani

    spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh

    jamur atau cendawan seperti bercak daun, karat daun,

    busuk daun, dan cacar daun. Contoh: tembaga

    oksiklorida, tembaga oksida, carbendazim,

    organomerkuri, dan natrium dikromat.

    3) Bakterisida

    yaitu berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani

    bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri. Salah satu

    contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk

    membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk.

    Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman

    sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera

    diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat

    sesuai dengan dosis tertentu.

  • 29

    4) Rodentisida

    yaitu berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat.

    Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus

    lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya

    dicampur dengan beras atau jagung. Hanya

    penggunaannya harus hati–hati, karena dapat mematikan

    juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya:

    Warangan.

    5) Herbisida

    yaitu berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman

    setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan

    pengganggu). seperti alang-alang, rerumputan, eceng

    gondok dan lain-lain. Contoh ammonium sulfonat dan

    pentaklorofenol.

    3. Penanganan Pestisida selama operasional dilapangan perlu

    memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

    a. Penyimpanan sementara di lapangan/desa.

    b. Di tempatkan pada ruangan atau peti yang dapat dikunci.

    c. Harus ada petugas yang mengawasi.

    d. Sisa Insektisida segera dikembalikan ke gudang asal.

    e. Sisa larutan Insektisida dan wadahnya harus dikubur minimal

    setengah meter di dalam tanah, jauh dari sumber air.

  • 30

    4. Cara Penggunaan Pestisida yang Aman

    Untuk melindungi pemakai pestida dari gejala keracunan, perlu

    diperhatikan cara-cara penanganan seperti berikut ini.

    a. Menyimpan pestisida secara hati-hati, misalnya menyimpannya

    jauh dari jangkauan anak-anak, member tanda bahaya dengan

    simbol “tengkorak” atau dengan kata–kata “awas racun” ada

    tempat penyimpanan, tidak disimpan di dekat tempat penyimpanan

    makanan dan minuman, dan tidak disimpang pada kaleng atau

    botol bekas tempat makanan/minuman.

    b. Hindari kulit kontak dengan pestisida, misalnya pada saat

    memegang wadah pestisida, mencampur pestisida dengan air dan

    pada waktu memasukkan pestisida ke dalam alat semprot.

    c. Jangan merokok, minum atau menyentuh mata dan mulut bila

    sedang bekerja menggunakan pestisida.

    d. Cucilah tangan sampai benar-benar bersih dengan sabun sebelum

    makan, minum atau merokok, bila sebelumnya telah memakai

    pestisida.

    e. Pakailah alat-alat pelindung diri seperti sarung tangan, tutup

    kepala, masker dan sepatu boot.

    f. Pada waktu mengadakan penyemprotan atau penghamburan

    /penghembusan dengan pestisida jangan berjalan melawan arah

    angin.

  • 31

    g. Bersihkan segera pakaian yang terkena percikan pestisida, dan

    sarung tangan setelah selesai bekerja.

    h. Bacalah petunjuk/label yang ada dengan teliti. Hal ini penting agar

    pekerjaan berhasil dengan baik, dan juga diperlukan sebagai

    petunjuk dalam melakukan tindakan darurat seandainya terjadi

    kecelakaan dengan pestisida.

    i. Cucilah peralatan bekas penggunaan pestisida di tempat yang

    aman, jangan mencuci di dalam kolam atau di sungai agar tidak

    menimbulkan pencemaran yang biasa mencelakakan orang dan

    mematikan binatang

    5. Cara Penyemprotan Pestisida

    Peraturan Menteri Pertanian R.I No. 107 / Permentan / SR. 140 / 9

    / 2014 tentang cara penyemprotan yaitu:

    a. Arah semprotan harus sama dengan arah angin.

    b. Petani penyemprot pestisida berjalan sesuai arah angin dan

    diusahakan untuk tidak melalui daerah yang telah disemprot.

    c. Arah dan kecepatan angin harus sesuai dengan sasaran.

    d. Semakin lama petani kontak dengan pestisida, semakin besar

    kemungkinan untuk terpapar oleh bahan beracun, jadi sebaiknya

    lama penyemprotan tidak lebih dari 5 jam.

    e. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan

    penyemprotan dan pencampuran

  • 32

    f. Waktu yang paling baik untuk penyemprotan adalah pada waktu

    terjadinya aliran udara naik (thermic) yaitu antara pukul 08.00 –

    11.00 atau sore hari pukul 15.00 – 18.00.

    6. Frekuensi Penyemprotan dan Jumlah Takaran Pestisida

    a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida

    Frekuensi penyemprotan juga merupakan salah satu

    penyebab terjadinya keracunan pestisida. Seorang petani yang

    lebih sering melakukan penyemprotan pestisida memilki

    kesempatan yang lebih banyak terpapar dengan pestisida.

    Sebagaimana tercantum/diatur dalam peraturan Peraturan

    Menteri Pertanian R.I. Nomor 107/Permentan/SR.140/9/2014,

    menyatakan bahwa frekuensi penyemprotan tidak boleh lebih dari

    lima kali seminggu dengan ketentuan satu kali penyemprotan tidak

    lebih dari lima jam.

    b. Jumlah Dosis Pestisida

    Jumlah takaran pestisida yang digunakan untuk setiap satuan

    luas lahan disebut dosis (kg/ha, liter/ha, ml/pohon). Untuk fumigasi

    ruangan, dosis dinyatakan dalam jumlah fumigant yang

    diaplikasikan persatuan luas ruang sasaran (liter/m³.kg/m³).

    Sementara pada aplikasi penyemprotan, kita lebih sering

    menggunakan takaran lain, yaitu konsentrasi (banyaknya pestisida

    yang akan dilarutkan pada setiap 1 liter air. Satuan yang

  • 33

    digunakan yaitu g/l atau ml/l, yang dimaksud l (liter) di sini adalah

    liter air). Jika konsentrasi aplikasi aplikasi digunakan, kita harus

    selalu mempertimbangkan volum semprot (banyaknya larutan

    semprot yang diperlukan untuk menyemprot persatuan luas lahan,

    umumnya satuan yang digunakan l/ha). Memperhatikan pedoman

    volume semprot ini, kita harap bisa menyemprot seluruh area

    secara merata.

    7. Keracunan Pestisida

    Gejala keracunan pestisida (Kemkes.2012), Menurut tingkat

    kuat/lemahnya keracunan organophosphate dan karbamat akan

    tampak gejala–gejala sebagai berikut:

    a. Pada keracunan lemah timbul gejala–gejala seperti: sakit perut,

    mata kabur, sakit dada, diare, pusing, keringat berlebihan, sakit

    kepala, sakit otot dan kram, mual–mual dan muntah, keluar air

    yang berlebihan mata, hidung dan mulut.

    b. Gejala- gejala untuk keracunan tingkat sedang sama dengan gejala

    keracunan tingkat lemah ditambah beberapa gejala seperti:

    bingung, sempoyongan, susah konsentrasi, pupil mata mengecil,

    dan secara umum badan lemas.

    c. Pada keracunan berat, timbul gejala–gejala: kehilangan kesadaran,

    koma, pupil mata semakin mengecil (marked miosis), bibir dan

    kuku membiru (cyanosis), sesak nafas, sawan, dan kematian.

  • 34

    8. Cara pestisida masuk ke dalam tubuh

    Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai

    cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination),

    terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk

    melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral) (Soemirat,

    2005).

    a. Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)

    Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat

    hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi

    kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya,

    kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru,

    sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput

    lendir hidung atau di kerongkongan.

    Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi

    (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis), pada kejadian luka

    bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan

    udema pulmoner (paru-paru berisi air) dan dapat berakibat fatal.

    Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan

    reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat

    menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek.

    Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu

    bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis

  • 35

    atau pneumokoniosis. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran

    pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup

    dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida. Pestisida berbentuk

    gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya.

    Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat

    mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50

    mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat

    menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan

    kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

    1) Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara.

    2) Lamanya paparan.

    3) Kondisi fisik seseorang (pengguna).

    Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi

    lewat saluran pernafasan adalah:

    1) Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan

    sebagainya) di ruangan tertutup atau yang ventilasinya buruk.

    2) Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk

    gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama

    aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung

    (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.

    3) Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap

    pernafasan).

  • 36

    b. Kontaminasi Melalui Kulit (dermal contamination)

    Pestisida yang menempel di permukaan kulit bias meresap

    masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian

    kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering

    terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan

    akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan

    oleh kontaminasi lewat kulit. Banyak bahan kimia bersifat iritan

    yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan

    sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan

    jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan

    terhadap sinar matahari atau kanker kulit.

    Risiko bahaya karena kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh

    faktor sebagai berikut:

    1) Toksitas dermal (dermal LD 50) makin rendah angka LD 50

    makin berbahaya.

    2) Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu

    semakin pekat pestisida maka semakin besar bahayanya.

    3) Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau

    formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi

    butiran.

  • 37

    4) Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya

    mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan

    lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit telapak

    tangan.

    5) Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit

    yang terpapar makin besar risikonya.

    6) Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi

    fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.

    Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-

    pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:

    1) Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan

    langsung oleh droplet atau drift pestisidanya dan menyeka

    wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan

    yang terkontaminasi pestisida.

    2) Pencampuran pestisida

    3) Mencuci alat-alat pestisida.

    c. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)

    Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering

    terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat

    mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:

    1) Kasus bunuh diri.

  • 38

    2) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan

    pestisida.

    3) Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju,

    atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

    4) Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke

    mulut.

    5) Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan

    mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa

    kecil.

    6) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya

    diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau

    disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.

    7) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam

    bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga

    salah ambil.

    9. Penanganan Keracunan

    a. Bila terkena mata akan terasa gatal, segera cuci dengan air bersih

    yang mengalir selama 10 - 15 menit.

    b. Bila terkena kulit akan terasa panas dan gatal, segera cuci dengan

    air bersih dan memakai sabun.

  • 39

    c. Apabila saat bekerja ada bagian tubuh yang terkena Insektisida

    harus segera dicuci dengan air sabun. Jadi harus selalu membawa

    sabun.

    d. Apabila dalam menjalankan tugas sewaktu–waktu merasa kurang

    enak badan, jangan melanjutkan pekerjaan menyemprot dan

    segeralah memberitahu kepada petugas kesehatan terdekat.

    e. Bila tertelan dalam jumlah yang banyak, badan akan gemetar.

    f. Bila penderita masih sadar segera usahakan supaya muntah yaitu

    dengan memberi minum 1 gelas air yang telah diberi 1 sendok

    makan garam dapur, dan tenggorokannya digelitik dengan jari-jari

    yang bersih.

    g. Usahakan terus muntah–muntah sampai cairan muntahan menjadi

    jernih.

    h. Bawalah penderita segera ke Puskesmas terdekat dengan

    menunjukkan bungkus Insektisida kepada petugas Puskesmas.

    10. Pencegahan keracunan Pestisida

    a. Sebelum melakukan Penyemprotan petani harus memperhatikan

    beberapa hal sebagai berikut:

    1) Jangan melakukan penyemprotan jika merasa tidak sehat

    atau tidak fit.

    2) Jangan pernah mengizinkan anak-anak berada di sekitar

    bekerja dan berada di tempat dengan pestisida.

  • 40

    3) Catat nama pestisida dan kode lingkaran warnanya. Jika

    mungkin, catat pula nama bahan aktif dan kelompok

    kimianya.

    4) Gunakan pakaian atau peralatan pelindung sejak

    mempersiapkan pestisida (misalnya dengan mencampur).

    5) Jangan memasukkan rokok, makanan, dan lainnya ke

    dalam kantong pakaian.

    6) Siapakan air bersih dan sabun dekat tempat kerja (air

    bersih harus tertutup) untuk mencuci tangan atau keperluan

    lain.

    7) Siapkan handuk kecil bersih dikantong plastik tertutup dan

    bawa ke tempat kerja.

    b. Saat Melakukan Aplikasi/Penyemprotan

    1) Perhatikan kecepatan angin. Jangan menyemprot ketika

    angin sangat kencang.

    2) Perhatikan arah angin. Jangan menyemprot dengan

    menentang arah angin karena drift pestisida bisa membalik

    dan mengenai diri sendiri.

    3) Jangan membawa makanan, minuman, atau rokok dalam

    kantung pakaian kerja.

    4) Jangan makan, minum atau merokok selama menyemprot.

  • 41

    5) Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung

    tangan, atau lengan baju yang telah terkontaminasi

    pestisida.

    6) Jika nosel (nozzle) tersumbat, jangan meniupnya langsung

    dengan mulut.

    c. Sesudah Penyemprotan

    1) Cuci tangan dengan sabun hingga bersih setelah pekerjaan

    selesai.

    2) Segera mandi dengan sabun ganti pakaian kerja dengan

    pakaian sehari-hari setelah sampai di rumah.

    3) Cuci pakaian kerja secara terpisah dari cucian lainnya.

    4) Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi di dekat

    tempat kerja, sediakan pakaian bersih dalam kantung

    plastik tertutup. Sesudah ganti pakaian, bawa pakaian kerja

    dalam kantung tersendiri.

    5) Makan, minum, merokok hanya dilakukan setelah mandi

    atau setidaknya setelah mencuci tangan dengan sabun

    11. Efek Penggunaan Pestisida

    Penggunaan pestisida yang tidak mengikuti aturan yang sudah

    ditetapkan oleh perusahaan yang sudah mendapatkan lisensi (izin

    distribusi). Dapat menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi

    kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak

  • 42

    negatif ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam

    memilih jenis dan cara penggunaannya. Adapun dampak negatif yang

    mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya:

    a. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang

    kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah.

    Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan

    pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak

    langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar

    pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari

    tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui

    menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida

    tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh

    bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan

    terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).

    b. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan

    masuk ke dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi

    pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air

    diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat

    meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini

    termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan.

    Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh

    burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah terjadi

  • 43

    adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa

    dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata

    burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida

    organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung

    itu sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja

    perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya jenis

    burung itu akan punah.

    c. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan

    terhadap takaran pestisida yang diterapkan. Hama ini baru

    musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya,

    jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran

    pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak

    terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya

  • 44

    D. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya:

    Sintesa penelitian tentang kepatuhan Alat Pelindung Diri pada petani

    NO. Peneliti Judul Penelitian Kerakteristik Penelitian Hasil

    Desain Dimensi

    1 Maria G. C.

    Yuantari, Cornelis A.

    M. Van Gestel, Nico

    M. Van Straalen,

    Budi Widianarko,

    Henna R. Sunoko,

    Muhammad N.

    Shobib. (2015).

    https://www.ncbi.nlm.nih.go

    v/pubmed/25716528

    Knowledge, attitude,

    and practice of

    Indonesian farmers

    regarding the use of

    personal protective

    equipment against

    pesticide exposure

    Kuantitatif Pengetahuan, sikap,

    Praktek, petani yang

    menggunakan

    pestisida, paparan

    pestisida, penilaian

    risiko, perlindungan

    kesehatan.

    Pentingnya menggunakan

    APD seperti topi, masker,

    kacamata, sepatu dan sarung

    tangan. Namun dalam

    prakteknya, hanya 3,8% yang

    memakai kacamata, 1,9%

    menggunakan sepatu, bah-

    kan topeng yang di-gunakan

    hanya terdiri dari baju

    mereka diikat disekitar mulut.

    https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25716528https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25716528

  • 45

    2 Ewan MacFarlane,

    Renee Carey, Tessa

    Keegel, Sonia El –

    Zaemay, Lin

    Fritschi. (2013)

    http://www.e-

    shaw.net/article/S20

    93-

    7911%2813%29000

    29-2/abstract

    Dermal Exposure

    Associated With

    Occuptional End

    Use of Pesticides

    and the Role of

    Protective

    Measures.

    disektor pertanian sangat

    sulit untuk menerapkan tek-

    nik atau system kendali da-

    lam menggunakan pestisida.

    Tetapi kepatuhan petani da-

    lam pengguaan APD, yang

    mayoritasnya terkena dam-

    pak miskin.

    3 Habibi (2012)

    http://repository.unh

    as.ac.id:4002/digilib/

    gdl.php?mod=brows

    e&op=read&id=--

    habibi-22462

    Pengaruh peng-

    gunaan APD ter-

    hadap kadar enzim

    Cholinestrase pada

    petani sayur peng-

    guna pestisida

    Kuantitatf

    Pendidikan, masa

    kerja, kelompok umur

    pengetahuan & peng-

    gunaan APD.

    kadar enzim cholinesterase

    kelompok intervensi saat pre

    test diperoleh nilai mean

    83,25 (SD : ±7,19) & saat

    post test diperoleh nilai mean

    87,53 (SD : ±3,98).

    http://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstract

  • 46

    Sedangkan kadar enzim

    cholinesterase kelompok

    kontrol saat pre test diperoleh

    nilai mean 83,25 (SD : ±7,19)

    dan saat post test diperoleh

    nilai mean 74,0 (SD : ±6,96).

    4 Sularti (2012)

    https://publikasiilmiah

    .ums.ac.id.

    Tingkat

    pengetahuan

    bahaya pestisida &

    kebiasan pemakaian

    APD dilihat dari

    munculnya tanda

    gejala keracunan

    pada kelompok tani

    Kuantitatf

    Pengetahuan,

    kebiasaan pengguaan

    APD, gejala

    keracunan,

    Ada 29 sampel (64%) yang

    memiliki pengetahuan

    rendah, adapun kebiasaan

    menggunakan APD yang

    tidak lengkap sebanyak 36

    sampe (80%) & 30 sampel

    (67%) memiliki gejala

    keracunan pestisida.

    5 Lilis Zakiyatunnufus

    (2015)

    Pengetahuan, Sikap

    & tindakan petani

    Kuantitatif Umur, pendidikan

    terakhir, pekerjaan

    Petani umumnya memiliki

    sikap kerasionalan yang

  • 47

    http://repository.ipb.a

    c.id/handle/12345678

    9/77630

    sayur dalam

    penggunaan

    pestisida di kab.

    Pandeglang, Banten

    utama, penghasilan

    perbulan, jumlah

    tanggungan keluarga

    & keanggotaan kelom-

    pok tani

    masih rendah dalam

    menggunakan pestisida, &

    banyak faktor yang

    mempengaruhi pengetahuan,

    sikap & tindakan dalam

    penggunaan pestisida.

    6 AYU DANTI

    DWIASTUTI (2015)

    http://lib.unnes.ac.id/

    21382

    Pengaruh

    pemutaran media

    video terhadap

    peningkatan

    pengetahuan

    tentang keracunan

    pestisida pada

    petani bawang

    merah kabupaten

    Brebes.

    Kuantitatif Pendidikan, usia,

    media Video, jenis

    kelamin, masa kerja &

    praktek penggunaan

    pestisida.

    kelompok eksperimen

    sebesar 2,9 & kelompok rata-

    rata selisih skor pre-test &

    post-test kelompok eks-

    perimen & kelompok kontrol

    diperoleh hasil signifikasi

    atau nilai p = 0,0001 (

  • 48

    penyuluhan dengan

    pemutaran media audio

    visual tentang keracunan

    pestisida lebih efektif dalam

    meningkatkan pengetahuan

    keracunan pestisida.

    7 Wiji Priyitno (2014)

    http:ejournal.unri.ac.i

    d/index.php/JKL/articl

    e/download/2439/239

    9

    hubungan

    pengetahuan,

    persepsi, dan

    perilaku

    pengetahuan dalam

    penggunaan

    pestisida di kel.

    maharatu, kota

    Pekanbaru

    Kuantitatif Usia, pendidikan,

    pengalaman,

    penghasilan, tingkat

    sosial eko-nomi,

    pengetahuan,

    persepsi tentang

    pestisida, perilaku

    petani tentang

    pestisida

    Tingkat social ekonomi

    berpengaruh secara nyata

    terhadap pengetahuan,

    persepsi & perilaku petani &

    persepsi perilaku

    penanganan risiko pestisida

    cukup baik.

    8 Christine Heather Development of Kualitatif Motivasi HAPA, korelasi yang signifikan

  • 49

    Clark (2015)

    aut.researchgateway.

    ac.nz/handle/10292/8

    916

    com-puter based

    Physiotherapy

    patient education

    grounded in health

    action process

    approach and

    multimedia learning

    theory

    pengetahuan &hasil

    fungsional, & mem-

    buat tindakan &

    rencana mengatasi

    cukup kuat terjadi di antara

    semua variabel tahap HAPA

    motivasi, tiga diri khasiat &

    niat perilaku, yang kehendak

    diri khasiat & kepatuhan

    rumahan, kepatuhan

    berdasarkan klinik & niat

    perilaku. berdasarkan klinik

    kepatuhan & pemeliharaan

    self-efficacy .

    9 Mariana Macphail,

    Barbara Mullan

    (2014)

    https://www.ncbi.nlm.nih.gov/p

    mc/articles/PMC4206248/

    Using the Health

    Action Process and

    Improve Health

    Outcomes in

    Individuals with Type

    2 Diabetes Militus

    Kuantitatif IMB, Lingkar

    pinggang, tekanan

    darah, glukosa, kadar

    lipid dan diabetes

    Hanya faktor risiko dan

    pemulihan efikasi diri yang

    berkontributor pada variable

    independenyang signifikan.

    Namun HAPA tidak

    memprediksi makanan sehat

  • 50

    dan interversi tidak berhasil

    dalam mengubah makanan

    sehat.

    10 Siti Raoda (2015) Model Kepatuhan

    terhadap SOP

    Penyelaman

    Nelayan Tradisional

    Teripang diPulau

    Barrang Lompo

    Makassar

    Kuantitatif Pengetahuan , nilai

    ekonomi, dukungan

    sosial, persepsi risiko,

    harapan hasil, efikasi

    diri tugas, efikasi

    pemeliharaan, niat,

    perencanaan dan

    kepatuhan.

    Efikasi diri tugas, harapan

    hasil, persepsi risiko

    mempengaruhi kepatuhan

    tradisional terhadap SOP

    penyelam sedangkan

    harapan hasil yang positif,

    niat yang baik tidak membuat

    nelayan mematuhi SOP

    dengan baik.

    11 Anis Zakiah

    Mazlana*, Hazilia

    Hussain, Mohamed

    Potential Dermal

    Exposure

    Assessment of

    Farmer to Herbicide

    Lamanya bekerja,

    umur, pengetahuan,

    jenis APD

    Kurangnya pengetahuan dan

    penggunaan APD yang

    sesuai SOP maka risikonya

    sangat besar terjadinya

  • 51

    Azwan Mohamed

    Zawawi (2016)

    https://www.research

    gate.net/publication/3

    09877097

    Imazapic in an

    Agriculture Area

    keracunan.

    https://www.researchgate.net/publication/309877097https://www.researchgate.net/publication/309877097https://www.researchgate.net/publication/309877097

  • 52

    E. Lokus Penelitian

    Penelitian yang telah terkait dengan pestisida telah dilakukan

    sebelumnya. Pada umumnya berupa studi terhadap pengetahuan

    penggunaan pestisida (Perez. 2015; Dwiastuti. 2015; Lekei et al. 2014).

    Determinan keberhasilan dan hambatan dalam penggunaan pestisida

    terkait dengan penggunaan apd (Andrade. 2015; Zadjali et al. 2014;

    Macfarlane et al. 2013), ataupun literatur terkait sikap, pengetahuan dan

    perilaku petani dalam menggunakan pestisida. (Mazlan et al. 2016;

    Yuantari et al. 2015; Habibi. 2012).

    Beberapa studi telah mengevaluasi bagaiman pengaruh dukungan

    sosial terhadap pembentukan persepsi risiko dan perilaku terhadap

    penggunaan pestisida (Cezar-Vaz et al. 2016; Butinof et ala. 2015;

    Priyino, w. 2014; Dellavalle et al. 2012), penelitian – penelitian tersebut

    memberikan hasil yang bervariasi, ada yang sejalan dan yang lainnya

    tidak.

    Hasil studi literatur sebelumnya yang terkait pada topik ini tentang

    kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada saat menggunakan

    pestisida (Sularti. 2012; Perez. 2015; Lilis. 2015; Fan et al. 2015).

    Kepatuhan menggunakan APD dipengaruhi oleh beberapa faktor utama

    antaralain: pertama, kepatuhan ditentukan oleh akses ke peralatan yang

    tepat (yaitu ketersediaan dan kualitas APD misalnya sarung tangan tahan

  • 53

    kimia, APD cocok untuk karakteristik penduduk setempat (Macfarlane et

    al, 2013). Kedua, faktor eksternal seperti kondisi cuaca (panas yang

    ekstrim) dan lingkungan kerja (Barraza et al. 2011; Macfarlane et al.

    2013;.Jensen et al. 2011). Ketiga, faktor perilaku pekerja (yaitu pengaruh

    pada kemauan pekerja untuk menggunakan apd) (Dellavalle et al. 2012).

    Secara khusus, kepatuhan pekerja telah terbukti dipengaruhi oleh

    persepsi risiko pestisida (Fan. 2015; Feola & Binder. 2010), lingkungan

    sosial (Ríos-González et al. 2013), peran gender (Lu. J. L 2010 & Barraza

    et al. 2011) meskipun terdapat beberapa studi yang sama tetapi pada

    penelitian ini tempat, waktu dan komunitasnya berbeda.

    Kepatuhan menggunakan APD adalah melaksanakan cara dan

    perilaku yang disarankan oleh orang lain dan kepatuhan juga dapat

    didefinisikan sebagai perilaku yang positif dalam mencapai tujuan. Faktor

    yang dapat mempengaruhi kepatuhan antaralain: peralatan yang tepat,

    pendidikan, niat, pengetahuan, persepsi risiko, Umur, lingkungan – sosial.

    Beberapa hasil telaah jurnal yang dilakukan oleh peneliti, variabel

    peralatan yang tepat seperti kualitas dan ukuran APD yang tepat sesuai

    penggunaannya, variabel persepsi risiko seperti dampak yang terjadi

    ketika tidak memakai APD pada saat bekerja, variabel sosial seperti

    kepercayaan diri, effikasi diri, dukungan sosial dan keluarga. Kunci dari

    kepatuhan menggunakan APD adalah memberikan dukungan dan

  • 54

    motivasi secara terus menerus agar petani tersebut terlindungi dari

    bahaya keracunan selama menggunakan dan menyemprot pestisida.

    Kelompok petani penyemprot hama yang paling rentan terkena

    paparan pestisida secara langsung selama bercocok tanam. Keracunan

    pestisida dikalangan petani semakin meningkat disebabkankan

    kurangnya kepatuhan menggunakan APD yang tepat pada saat

    menggunakan pestisida, dan pengetahuan tentang pemakaian pestisida.

    Kementrian Pertanian telah berupaya membuat regulasi tentang pestisida

    supaya petani dapat mengurangi penggunaan pestisida yang berlebihan,

    serta mengadakan pelatihan tentang pemakaian pestisida. Keracunan

    pestisida pada petani dapat dihindari atau dieliminasi dengan cara

    mengetahui penggunaan pestisida yang tepat dan menggunakan APD

    secara standar. Agar mematuhi menggunakan APD, petani harus

    memotivasi diri sendiri dan melanjutkan dengan tindakan menggunakan

    APD yang sesuai standar pada saat menggunakan pestisida.

    Belum ada penelitian sebelumnya yang melihat dengan

    pendekatan teori Health Action Process Approach (HAPA), teori tersebut

    memberikan penjelasan tentang perilaku yang menunjukkan bahwa

    perubahan perilaku kesehatan dimulai dari motivaisi diri dan diteruskan

    ke tingkah laku, beberapa penelitian sebelumnya pada umumnya hanya

    fokus pada persepsi risiko, lingkungan dan sosial. Berdasarkan asumsi

  • 55

    tersebut maka penulis tertarik untuk mengeksplorasi petani penyemprot

    hama dengan menggunakan teori HAPA di Kecamatan Bantimurung

    Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan.

    F. Kerangka Teori

    Pada teori Health Action Process Approach (HAPA) yang

    dikembangkan oleh Ralf Schwarzer (1992) dalam Raodah (2015),

    Menyebutkan bahwa ada dua model untuk mengubah perilaku yang

    berhubungan dengan kesehatan, yaitu The Continuum Version (baik

    untuk menganalisis dan memprediksi perilaku) dan the stage version

    (baik untuk mengintervensi). The Continuum Version terdiri dari dua fase

    yaitu motivation phase and volition phase. Sedangkan pada the stage

    version terdiri dari tiga tingkatan yaitu pre – intentional, intentional dan

    actional.

    Health Action Process Approach (HAPA) adalah pendekatan

    social– kognisi dari perilaku kesehatan yang menunjukkan bahwa

    perubahan perilaku kesehatan merupakan suatu proses dari fase

    motivasi dan fase kehendak. Tujuannya untuk melihat bagaimana proses

    seseorang sebelum bertindak dalam kesehatan, menjelaskan apa yang

    memotivasi seseorang untuk berubah dan bagaimana orang tersebut

    mengambil tindakan pencegahan. Dalam teori ini menggambarkan serta

    menjelaskan bagaimana dan mengadopsi perilaku kesehatan.

  • 56

    Menurut Schwarzer (2003), Pada metode Helth Action Process

    Approach ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase motifasi dan fase

    kehendak. Fase motivasi adalah proses di mana seorang individu

    membentuk niat baik mengadopsi pencegahan perilaku tindakan atau

    risiko perubahan demi orang lain. Fase kehendak selanjutnya meliputi

    proses pelaksanaan niat ke dalam perilaku yang sebenarnya, yaitu,

    inisiasi, pemeliharaan, dan pemulihan. Bagian berikut, berdasarkan

    publikasi oleh Ralf Schwarzer (1992, 1999, 2001), memberikan gambaran

    singkat dari konstruksi teoritis dasar dan asumsi dari model HAPA.

    Pada prinsipnya manusia memiliki control atas perilakunya,

    sehingga perilaku kesehatan dapat diatasi dengan upaya self–regulatory

  • 57

    (pengaturan diri) dan meningkatkan perilaku kesehatan seperti tidak

    merokok, minuman alkohol, latihan fisik (olahraga), mengontrol berat

    badan, kesehatan gigi, maupun pencegahan terjadinya kecelakaan

    dalam mengemudi. Beberapa kondisi ini disebabkan karena risk behavior

    adalah masalah ketergantungan pada merokok, minum alkohol,

    penggunaan sabuk pengaman agar tidak terjadi kecelakaan.

    Pada fase motivasi dibutuhkan niat yang positif sedangkan pada

    fase kehendak dibutuhkan sebuah perencanaan yang begitu yang baik

    serta membuat perencanaan ulang apabila terdapat hambatan sehingga

    pada fase motivasi dan fase kehendak dapat berjalan dengan baik.

    Intinya perubahan perilaku mengacu pada motivation, volitional dan

    actional process dengan adopting dan maintenances kesehatan sehingga

    dapat meningkatkan perilaku kesehatan (Schwarzer & Luszcznska,

    2008).

    Hasil penelitian Raoda (2015), disimpulkan bahwa teori kepatuhan

    terhadap SOP penyelam nelayan penyelam tradisional teripang

    berdasarkan model HAPA menunjukkan kepatuhan terhadap SOP

    penyelam nelayan penyelam tradisional teripang terdiri dari 2 fase, yaitu

    fase motivasi dan fase tindakan. Pada fase motivasi pengetahuan

    nelayan mengenai SOP penyelam mempengaruhi persepsi risiko

    penyelam dengan koefisien jalur 0,19 dan efikasi diri tugas dengan

    koefisien jalur 0,20. Persepsi risiko penyelaman mempengaruhi efikasi

  • 58

    diri tugas mematuhi SOP dengan koefisien jalur 0,32. Harapan hasil

    mematuhi SOP penyelam dipengaruhi nilai ekonomi teripang dengan

    koefisien jalur 0,30.

    Hanya faktor persepsi risiko dan pemulihan efikasi diri yang

    berkontribusi pada variabel independen yang signifikan. Namun teori

    HAPA tidak memprediksi makanan sehat dan intervensi tidak berhasil

    dalam mengubah makanan sehat. (Macphail, M & Mullan, B. 2014)

    G. Kerangka Konsep

    Penelitian ini menggunakan teori Health Action Process Approach

    (HAPA), karena dalam model psikologi kognisi sosia lyang

    menggabungkan perencanaan tindakan. HAPA adalah model yang

    melihat dua fase yaitu fase motivasi dan kehendak (Schwarzer, 1992).

    Dalam teori ini menyebutkan ada dua model untuk mengubah

    perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu The continuum

    version (baik untuk menganalisis dan memprediksi perilaku) dan The

    stage version (baik untuk mengintervensi).

    Model perilaku HAPA yang merupakan model berbasis tahapan,

    dalam artian model ini membagi perubahan perilaku terjadi dalam dua

    tahap yaitu tahap motivasi dan tahap kehendak yang berbeda dan

    harus dilewati agar individu dapat mengadopsi, berinisiatif dan

    mempertahankan perlindungan kesehatan atau perilaku

    pendukungnya. Lebih jauh lagi, HAPA memberikan pengertian tentang

  • 59

    komponen psikologis dari setiap fase ini dan bagaimana setiap

    komponen berinteraksi dengan komponen lain untuk bersikap atau

    tidak (Munafo M. and Ian PA, 2011).

    Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti sampai Pada tahap

    motivasi, HAPA menunjukkan niat untuk perilaku dipengaruhi oleh

    kesadaran akan risiko, harapan hasil dan kemauan diri sendiri. Risk

    Awareness adalah kombinasi kesadaran risiko kerentanan

    (kemungkinan risiko tertular) dan risiko keparahan. Oleh karena itu jika

    tidak ada risiko yang dirasakan dalam ketidakpatuhan penggunaan

    APD atau jika risiko keracunan pestisida yang dirasakan tidak

    dianggap serius, maka niat untuk menerapkan