KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

96
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI ADVERSITY QOUTIENT PADA MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING PENDEKATAN METAKOGNITIF BERBANTUAN SCHOOLOGY TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Oleh : Tri Wahyuningsih 0401517051 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

Transcript of KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

Page 1: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU

DARI ADVERSITY QOUTIENT PADA MODEL GUIDED DISCOVERY

LEARNING PENDEKATAN METAKOGNITIF BERBANTUAN

SCHOOLOGY

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Pendidikan

Oleh :

Tri Wahyuningsih

0401517051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

Page 2: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …
Page 3: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …
Page 4: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model pembelajaran GDL pendekatan metakognisi berbantuan

schoology lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model PBL

pendekatan saintifik

Tesis ini kupersembahkan kepada :

Almameterk u, Universitas Negeri Semarang

iv

Page 5: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

ABSTRAK

Wahyuningsih, Tri. 2019. “Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau Dari

Adversity Qoutient Pada Model Guided Discovery Learning

Pendekatan Metakognitif Berbantuan Schoology. Universitas

Negeri Semarang”. Tesis. Program Study Pendidikan Matematika.

Program Pascasarjana Universitas Negeri Seamarang.

Pembimbing I Dr. Nur Karomah Dwidayati, M.Si., Pembimbing

II Dr. Wardono, M, Si.

Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Adversity Qoutient, Guided

Discovery Learning, Pendekatan Metakognitif, Schoology

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui efektivitas pembelajaran

Guided Discovery Learning dengan pendekatan Metakognitif Berbantuan

Schoology terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa, (2) mengetahui

deskripsi proses pemecahan masalah siswa pada model guided discovery

learning dengan pendekatan metakognitif ditinjau dari Adversity Qoutient (AQ)

siswa . Metode penelitian ini berjenis mix method tipe sequential explanatory.

Sampel penelitian ini adalah 2 kelas VIII SMP Negeri 13 Semarang tahun ajaran

2018/2019 dengan satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai

kelas kontrol. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII F. Analisis yang

digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis

kuantitatif menggunakan meliputi uji proporsi, uji beda proporsi, uji t dan uji beda

rata-rata. Analisis tes kemampuan matematika dilakukan pada setiap indikator

dengan menggunakan langkah pemecahan masalah Polya. Sedangkan analisis data

kualitatif yang dilakukan adalah reduksi data, penyajian data, dan menarik

kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran GDL

berpendekatan metakognitif siswa berbantuan Schoology efektif terhadap

kemampuan pemecahan masalah siswa; (2) ditemukan kemamapuan pemecahan

masalah ditinjau dari AQ yang bervariasi, hal ini ditunjukkan dari kemampuan

pemecahan siswa quitter telah tuntas 1 indikator, kemampuan pemecahan siswa

camper telah tuntas 3 indikator dan kemampuan pemecahan siswa climber telah

tuntas 4 indikator dengan tepat.

v

Page 6: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

ABSTRACT

Wahyuningsih, Tri. 2019. “Problem Solving Skill Seen From Adversity Quotient

On Guided Discovery Learning Model With Metacognitive

Approach Assisted By Schoology”. Thesis. Program of

Mathematics Education, Postgraduate Program of Universitas

Negeri Semarang. Supervisor I Dr. Nur Karomah Dwidayati,

M.Si., Supervisor II Dr. Wardono, M, Si.

This study aims to: (1) determine the effectiveness of Guided Discovery

Learning with the Schoology-Based Metacognitive Approach to students' problem

solving abilities, (2) to gain the description of students 'problem solving processes

in the guided discovery learning model with a metacognitive approach in terms of

students' Adversity Qoutient (AQ). This is a mixed method sequential explanatory

research. The sample of this study was 2 classes VIII of SMP Negeri 13 Semarang

in the 2018/2019 school year with one class as an experimental class and one class

as a control class. The subjects of the study were students of class VIII F. The

analysis used in this research is quantitative and qualitative analysis. Quantitative

analysis uses include proportion testing, proportion difference testing, t test and

average difference testing. Mathematical ability test analysis is performed on each

indicator using Polya's problem solving steps. While qualitative data analysis is

done is data reduction, data presentation, and conclusions.

The results showed that (1) the GDL learning model with the

metacognitive approach of students assisted by Schoology was effective in

students' problem solving abilities; (2) found the ability to solve problems in terms

of AQ that varies, this is shown from the ability to solve 1 quitter students have

completed 1 indicator, the ability to solve camper students 3 indicators and the

ability to solve students climber has completed 4 indicators correctly.

vi

Page 7: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

PRAKATA

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tesis

dengan judul “Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau Dari Adversity Qoutient

Pada Model Guided Discovery Learning Pendekatan Metakognitif Berbantuan

Schoology”. Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena iu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan

terima kasih pertama kali disampaikan kepada pembimbing: Dr. Nur Karomah

Dwidayati, M.Si, (Pembimbing 1) dan Dr.Wardono, M.Si (Pembimbing 2).

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada semua pihak yang telah membantu

selama proses penyelesaian tesis ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. H. Achmad Slamet, M.Si., Dekan Program Pascasarjana Universitas

Negeri Semarang.

3. Prof. Dr. St. Budi Waluya, M.Si., Ketua Prodi Matematika Program

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Mungin, M.Pd., Kons., dan Trubus Raharjo,S.Psi.,M.Si. atas

ketersediaannya sebagai validator instrumen penelitian.

5. Drs. Nusantara, M.M, Kepala Sekolah SMP Negeri 13 Semarang.

vii

Page 8: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

6. Kuswati, S.Pd., guru matematika SMP Negeri 13 Semarang serta staf

karyawan yang telah bekerjasama dengan baik dan membantu penulis selama

penelitian ini.

7. Siswa SMP Negeri 13 Semarang kelas VIII yang telah bekerja sama dalam

kelancaran penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku karena atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan yang

tiada henti.

9. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang dan

semua pihak yang telah membantu baik secara moral maupun material dalam

penulisan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini

masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini

bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Semarang, Agustus 2019

Penulis

viii

Page 9: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...................................................................................................................... i

LEMBAR PEN GES AHAN...................................................................................... ii

PERNYATAAN KEAS LIAN ................................................................................. iii

MOTTO DAN PERS EMBAHAN .......................................................................... iv

ABS TRAK ............................................................................................................... v

ABS TRAC T ............................................................................................................ vi

PRAKATA ............................................................................................................. vii

DAF TAR IS I ........................................................................................................... ix

DAF TAR TABEL .................................................................................................. xii

DAF TAR GAMBAR ............................................................................................ xiv

DAF TAR LAMPIRAN .........................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah .........................................................................................11

1.3 Cakupan Masalah .............................................................................................12

1.4 Rumusan Masalah .......................................................................... ..................12

1.5 Tujuan Penelitian..............................................................................................13

1.6 Manfaat Penelitian............................................................................................13

1.6.1 Manfaat Teoritis ...................................................................................13

1.6.2 Manfaat P raktis ....................................................................................13

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA

BERFIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Teori......................................................................................................15

ix

Page 10: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

2.1.1 Efektivitas Pembelajaran ............................................................................15

2.1.2 Teori Belajar Yang Mendukung.................................................................17

2.1.2.1 Teori Jean P iaget .................................................................................17

2.1.2.2 Teori Vygotsky....................................................................................18

2.1.2.3 Teori Ausubel......................................................................................20

2.1.2.4 Teori Brunner ......................................................................................22

2.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah..............................................................23

2.1.4 Adversity Qoutient......................................................................................29

2.1.5 Model Guided Discovery Learning ............................................................34

2.1.6 Pendekatan Metakognitif............................................................................43

2.1.7 Schoology ...................................................................................................46

2.1.8 Penerapan Guided Discovery Learning-Metakognitif ..............................48

2.2 Kerangka Teori.................................................................................................50

2.3 Kerangka Berfikir.............................................................................................58

2.4 Hipotesis Penelitian ..........................................................................................61

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ..............................................................................................62

3.2 Tahap Pra Penelitian.........................................................................................63

3.3 Tahap Penelitian ...............................................................................................63

3.4 Tahap Analisis Data .........................................................................................66

3.5 Latar, Populasi, Sampel dan S ubjekPenelitian.................................................67

3.6 Variabel Penelitian ...........................................................................................69

3.7 Metode Pengumpulan Data ..............................................................................69

3.7.1 Metode Dokumentasi ........................................................................69

3.7.2 Metode Kuesioner .............................................................................70

3.7.3 Metode Wawancara ...........................................................................70

3.7.4 Metode Tes........................................................................................71

3.8 Instrumen dan Perangkat Penelitian .................................................................71

3.8.1 Perangkat Pembelajaran ....................................................................71

3.8.2 Instrument Data Kuantitatif ..............................................................72

x

Page 11: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

3.8.3 Instrument Data Kualitatif ................................................................72

3.9 Teknik Analisis Data ........................................................................................73

3.9.1 Kriteria Keterlaksanan Pembelajaran ...........................................74

3.9.2 Analisis Kelayakan Instrumen Tes ...............................................78

3.9.2.1 Validasi Butir Soal..............................................................78

3.9.2.2 Reliabilitas .........................................................................80

3.9.2.3 Taraf Kesukaran .................................................................81

3.9.2.4 Daya Pembeda Soal ............................................................83

3.9.2.5 Kriteria Soal Yang Digunakan............................................84

3.9.3 Analisis Kelayakan Instrumen Non Tes .......................................86

3.10 Analisis Data Kuantitatif ..........................................................................87

3.10.1 Analisis Populasi ..........................................................................87

3.10.1.1 Uji Normalitas .............................................................87

3.10.1.2 Uji Homogenitas ..........................................................88

3.10.2 Asumsi Prasyarat .........................................................................89

3.10.2.1 Uji Normalitas .............................................................89

3.10.2.2 Uji Homogenitas ..........................................................90

3.10.2.3 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Awal ...........................90

3.10.3 Uji Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .........................91

3.10.3.1 Uji Normalitas Data Penelitian ....................................92

3.10.3.2 Uji Homogenitas Data Penelitian ................................92

3.10.4 Uji Keefektifan Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

Dengan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Schoology

3.10.4.1 Uji Ketuntasan Individual............................................93

3.10.4.2 Uji Ketuntasan K lasikal ...............................................94

3.10.4.3 Uji Beda P roporsi ........................................................95

3.10.4.4 Uji Beda Rata-Rata ......................................................96

3.10.4.5 Uji Peningkatan Pembelajaran.....................................97

3.11 Metode Kualitatif ...................................................................................100

3.11.1 Uji Keabsahan Data ....................................................................100

3.11.1.1 Uji Credibility ............................................................100

xi

Page 12: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

3.11.1.2 Uji T ransferability .....................................................101

3.11.1.3 Uji Dependability.......................................................101

3.11.2 Analisis Data Kualitatif ..............................................................102

3.11.2.1 Reduksi Data ..............................................................102

3.11.2.2 Penyajian Data ...........................................................102

3.11.2.3 Penarikan Kesimpulan ...............................................103

3.12 Analisis Data Gabungan.........................................................................103

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Keefektifan Pembelajaran Guided Discovery Learning Pendekatan

Metakognisi Berbantuan Schoology Pada Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis S iswa ..........................................................................................104

4.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Adversity

Qoutient Pada Pembelajaran Guided Discovery Learning Pendekatan

Metakognisi Berbantuan Schoology...............................................................119

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ......................................................................................................156

5.2 Saran ...............................................................................................................159

DAFTAR PUS TAKA .........................................................................................161

xii

Page 13: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Tahap - Tahap Perkembangan Kognitif P iaget .....................................17

Tabel 2.2. Langkah- langkah Pemecahan Masalah Polya. .....................................28

Tabel 2.3 Indikator AQ berdasarkan kategori. .......................................................33

Tabel 2.4 Tahapan Discovery Learning ................................................................34

Tabel 2.5 Fase-Fase Penerapan

Model Pembelajaran Guided Discovery Learning ........................................38

Tabel 2.6 Tahapan Guide Discovery Learning ......................................................40

Tabel 2.7 Tahapan Pendekatan Metakognisi..........................................................45

Tabel 2.8 Sintaks Pembelajaran Guided Discovery Learning

Metakognisi Berbantuan Schoology ..............................................................48

Tabel 3.1 Desain penelitian Pretest-postest ...........................................................62

Tabel 3.2 Kriteria Pengkategorian AQ ...................................................................67

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran....................74

Tabel 3.4 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ......................................74

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Validitas Soal Uji Coba ............................................78

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas Soal Uraian ............................................................79

Tabel 3.7 Reabilitas butir soal P re Test dan Post Test ...........................................80

Tabel 3.8 Taraf Kesukaran Uji Coba Soal Pre Test dan Post Test ........................81

Tabel 3.9 Kategori Daya Pe mbeda.........................................................................83

Tabel 3.10 Daya Pembeda Soal Uji Coba Pre Test dan Post Test ........................83

Tabel 3.11 Hasil Analisis Uji Coba Soal Pre Test dan Post Test Instrumen .........84

Tabel 3.12 Hasil Penilaian Angket ........................................................................85

Tabel 3.13 Uji Asumsi Normalitas ........................................................................86

Tabel 3.14 Uji Asumsi Homogenitas .....................................................................87

Tabel 3.15 Uji Normalitas Data Sampel ................................................................89

Tabel 3.16 Uji Homogenitas Data S ampel.............................................................89

Tabel 3.17 Uji Kesamaan Rata-Rata ......................................................................90

Tabel 3.18 Kategori Gain Ternormalisasi ..............................................................97

xiii

Page 14: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

Tabel 4.1 O utput Hasil Uji Normalitas TKPM ....................................................104

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas TKPM .............................................................105

Tabel 4.3 O utput One-Sample t Test ....................................................................106

Tabel 4.4 Ringkasan Ketuntasan K lasikal............................................................107

Tabel 4.5 Ringkasan Ketuntasan Uji Beda Rata-Rata..........................................108

Tabel 4.6 O utput Independent Sample t Test ......................................................109

Tabel 4.7 Gain Ternormalisasi Peningkatan

Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas Eksperimen.................110

Tabel 4.8 Pengelompokkan S iswa Berdasarkan AQ ............................................112

Tabel 4.9 Hasil Penentuan S ubjek Penelitian Berdasarkan Skor AQ .................113

Tabel 4.10 Hasil Penyajian Data ..........................................................................136

Tabel 4.12 Ringkasan hasil TKPM Ditinjau Dari AQ .........................................145

xiv

Page 15: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ...................................................................58 Gambar 3.1 Diagram alir Penelitian ......................................................................63 Gambar 1a. Jawaban S ubjek F-04 Dalam Memamahi Soal Nomor 1 ................308

Gambar 2a. Jawaban S ubjek F-04 Dalam Memamahi Soal Nomor 3 .................308

Gambar 3a. Jawaban Subjek F-04 Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 ......................................................................310

Gambar 4a. Jawaban Subjek F-04 Dalam Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................310

Gambar 5a. Jawaban Subjek F-04 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 .....................................................................311

Gambar 6a. Jawaban Subjek F-04 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................312

Gambar 7a. Jawaban Subjek F-04 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 1 .....................................................................313

Gambar 8a. Jawaban Subjek F-04 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 3 ......................................................................313

Gambar 1b. Jawaban S ubjek F-19 Dalam Memamahi Soal Nomor 1 ................314

Gambar 2b. Jawaban S ubjek F-19 Dalam Memamahi Soal Nomor 3 .................314

Gambar 3b. Jawaban Subjek F-19 Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 ......................................................................316

Gambar 4b. Jawaban Subjek F-19 Dalam Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................316

Gambar 5b. Jawaban Subjek F-19 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 .....................................................................317

Gambar 6b. Jawaban Subjek F-19 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................318

Gambar 7b. Jawaban Subjek F-19 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 1 .....................................................................319

Gambar 8b. Jawaban Subjek F-19 Dalam Melakukan Pengecekan

xv

Page 16: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

Kembali Soal Nomor 3 ......................................................................319

Gambar 1c. Jawaban S ubjek F-31 Dalam Memamahi Soal Nomor 1 ................320

Gambar 2c. Jawaban S ubjek F-31 Dalam Memamahi Soal Nomor 3 .................320

Gambar 3c. Jawaban Subjek F-31 Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 ......................................................................322

Gambar 4c. Jawaban Subjek F-31 Dalam Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................322

Gambar 5c. Jawaban Subjek F-31 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 .....................................................................323

Gambar 6c. Jawaban Subjek F-31 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................324

Gambar 7c. Jawaban Subjek F-31 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 1 .....................................................................325

Gambar 8c. Jawaban Subjek F-31 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 3 ......................................................................325

Gambar 1d. Jawaban S ubjek F-16 Dalam Memamahi Soal Nomor 1 ................326

Gambar 2d. Jawaban S ubjek F-16 Dalam Memamahi Soal Nomor 3 .................326

Gambar 3d. Jawaban Subjek F-16 Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 ......................................................................327

Gambar 4d. Jawaban Subjek F-16 Dalam Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................327

Gambar 5d. Jawaban Subjek F-16 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 .....................................................................328

Gambar 6d. Jawaban Subjek F-16 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................328

Gambar 7d. Jawaban Subjek F-16 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 1 .....................................................................330

Gambar 8d. Jawaban Subjek F-16 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 3 ......................................................................330

Gambar 1e. Jawaban S ubjek F-03 Dalam Memamahi Soal Nomor 1 ................332

Gambar 2e. Jawaban S ubjek F-03 Dalam Memamahi Soal Nomor 3 .................332

xvi

Page 17: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

Gambar 3e. Jawaban Subjek F-03 Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 ......................................................................334

Gambar 4e. Jawaban Subjek F-03 Dalam Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................334

Gambar 5e. Jawaban Subjek F-03 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 .....................................................................335

Gambar 6e. Jawaban Subjek F-03 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................336

Gambar 7f. Jawaban Subjek F-03 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 1 .....................................................................339

Gambar 8f. Jawaban Subjek F-03 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 3 ......................................................................339

Gambar 1 f. Jawaban S ubjek F-09 Dalam Memamahi Soal Nomor 1 .................314

Gambar 2 f. Jawaban S ubjek F-09 Dalam Memamahi Soal Nomor 3 ..................341

Gambar 3f. Jawaban Subjek F-09 Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 ......................................................................342

Gambar 4f. Jawaban Subjek F-09 Dalam Dalam Merencanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................342

Gambar 5f. Jawaban Subjek F-09 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 1 .....................................................................343

Gambar 6f. Jawaban Subjek F-09 Dalam Melaksanakan Pemecahan

Masalah Soal Nomor 3 ......................................................................343

Gambar 7f. Jawaban Subjek F-09 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 1 .....................................................................345

Gambar 8f. Jawaban Subjek F-09 Dalam Melakukan Pengecekan

Kembali Soal Nomor 3 ......................................................................345

xvii

Page 18: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.1 Silabus ......................................................................................................171

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen .................180

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ........................200

A.4 Lembar Kerja S iswa(LKS) .........................................................................215

A.5 K isi-K isi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ..............................227

A.6 Soal Pretest dan Tes Akhir Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ...........232

A.7 Pedoman Penskoran Soal Tes Akhir ..........................................................236

A.8 Rubik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .........................245

A.9 K isi-K isi Skala Penilaian Adversity Qoutieny ..........................................246

A.10 Angket Adversity Qoutient ......................................................................248

A.11 Analisis Data Adversity Qoutient Kelas Eksperimen................................256

A.12 Daftar Pengelompokkan S iswa Berdasarkan AQ .....................................257

A.13 Pedoman Wawancara Kemampuan Pemecahan Masalah.........................258

B.1 Uji Validitas Soal TKPM Awal ................................................................261

B.2 Uji Reliabilitas Soal TKPM Awal.............................................................264

B.3 Daya Pembeda Soal TKPM Awal .............................................................267

B.4 Taraf Kesukaran Soal TKPM Awal ..........................................................270

B.5 Uji Validitas Soal TKPM Akhir ................................................................272

B.6 Uji Reliabilitas Soal TKPM Akhir ............................................................275

B.7 Daya Pembeda Soal TKPM Akhir ............................................................278

B.8 Taraf Kesukaran Soal TKPM Akhir..........................................................282

B.9 Kriteria Soal Yang Digunakan ..................................................................284

C.1 Daftar N ilai UTS S iswa ............................................................................288

C.2 Daftar N ilai Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol ..................................290

C.3 Daftar N ilai Posttes Kelas Eksperimen dan Kontrol .................................291

C.4 Uji Normalitas Populasi ............................................................................292

xviii

Page 19: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

C.5 Uji Homogenitas Populasi.........................................................................293

C.6 Uji Normalitas Data P retest ......................................................................294

C.7 Uji Homogenitas Data Prasyarat P retest .................................................295

C.8 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Pretest.......................................................296

C.9 Uji Normalitas Data Posttes .....................................................................297

C.10 Uji Homogenitas Data Posttes .................................................................298

C.11 Uji Ketuntasan Individual ........................................................................299

C.12 Uji Ketuntasan K lasikal ...........................................................................301

C.13 Uji Beda Proporsi .....................................................................................303

C.14 Uji Beda Rata-Rata...................................................................................306

C.15 Uji Peningkatan Pembelajaran .................................................................308

C.16 Keabsahan Data ........................................................................................312

D.1 Foto Kegiatan Pembelajaran ....................................................................363

D.2 Lembar Observasi Guru dan S iswa ..........................................................365

D.3 Rekaman Wawancara ...............................................................................373

D.4 Lembar Validasi Angket ..........................................................................375

D.5 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian....................................382

xix

Page 20: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bloom, Madaus, & Hasting (dalam Hartanto & Mariani, 2019)

menyatakan bahwa pendidikan adalah proses untuk mengubah siswa. Artinya, ada

sebuah proses dalam pendidikan yang harus dilalui siswa. Salah satunya adalah

pendidikan matematika. Matematika merupakan ilmu yang menekankan

pentingnya peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika, salah

satunya adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah

merupakan salah satu tujuan pembelajaran yang dimana siswa diharapkan mampu

memahami masalah, merencanakan strategi atau langkah pemecahan masalah,

melakukan strategi pemecahan masalah, serta memeriksa kebenaran jawaban dan

hasil yang diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah juga menentukan tingkat

kecerdasan seseorang, selain itu kegiatan pemecahan masalah diharapkan akan

menumbuhkan sikap kreatif siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga

suasana pembelajaran akan lebih meningkatkan kemampuan siswa.

Senthamarai, Sivapragasam & Senthilkumar (2016), mengemukakan

bahwa pemecahan masalah adalah jantung dalam studi matematika. Pentingnya

mengajar matematika dan pembelajaran matematika untuk mengembangkan

kemampuan memecahkan masalah di matematika dan untuk menemukan solusi

masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah

merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dikuasai dalam

1

Page 21: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

2

pembelajaran matematika (Kurniawati, 2017) dan kemampuan pemecahan

masalah matematika peserta didik sangat penting untuk dikembangkan (Fajariah,

Dwidayati, dan Cahyono, 2017). Maka dari itu, salah satu tugas seorang guru

ialah mampu mengembangkan kemampuan kognitif siswa dalam belajar

matematika, salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Menurut

Runisah, Herman, & Dahlan (2017) bahwa guru jika tidak mengetahui prosesnya

dan kemampuan kognitif siswanya, maka kemampuan siswa tidak akan

meningkat. Hal ini diperkuat oleh Ulfa ( 2016), untuk menciptakan manusia yang

berkualitas maka guru harus mempersiapkan pembelajaran yang berkualitas yaitu

dengan menggunakan model pembelajaran yang mengarahkan keaktifan peserta

didik. Agustina dkk (dalam Riau & Junaedi, 2016) dalam penelitianya juga

menjelaskan bahwa Proses berpikir dalam pemecahan masalah perlu mendapat

perhatian guru untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah baik dalam konteks dunia nyata maupun konteks

matematika.

Kemampuan pemecahan masalah menjadi tujuan utama di antara beberapa

tujuan belajar matematika. Holmes (1995:35) Orang yang mampu memecahkan

masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang

lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan

masyarakat global. Selain itu Branca (dalam Sayful, 2012) mengatakan bahwa

kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Russefendi

(2006) juga mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amat penting

dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang kemudian hari akan mendalami

Page 22: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

3

matematiika, melainkan juga mereka yang akan menerapkan dalam studi lain dan

dalam kehidupan sehari-hari. NCTM (dalam Senthamarai, Sivapragasam &

Senthilkumar. 2016 ) menyatakan bahwa sikap siswa dalam menghadapi

matematika dan kepercayaan dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam

matematika. Sebagai Faktanya, pengalaman dalam memecahkan masalah subjek

sangat penting untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan membantu

mereka mendapatkan lebih banyak keterampilan dalam menyelesaikan masalah di

kehidupan sehari-hari.

Menurut NCTM (2000) proses berfikir matematika dalam pembelajaran

matematika meliputi lima kompetensi standar utama yaitu kemampuan

pemecahan masalah, kemampuan penalaran, kemampuan koneksi, kemampuan

komunikasi dan kemampuan representasi (Hesti & Styowati, 2016). Rumapea

(2018) menjelaskan bahwa Pentingnya peranan pendidikan matematika tidak

sejalan dengan hasil belajar matematika siswa yang beberapa tahun terakhir

mengalami kemunduran. hal ini terlihat pada Rendahnya kemampuan pemecahan

masalah siswa di Indonesia dapat dilihat dari hasil riset PISA (Program for

International Student Assesment), studi yang memfokuskan pada pemecahan

masalah bacaan, matematika, dan IPA. Hasil studi menurut the program for

international student assessment (PISA) 2015 yang melibatkan dan mengukur

kemampuan pemecahan masalah, menyatakan bahwa kemampuan anak didik di

indonesia berada pada level rendah dengan skor 386, peringkat 63 dari 70 negara

peserta sedangkan skor rata-rata internasional 490 (OECD, 2016). Faktor yang

menjadi penyebab dari rendahnya prestasi siswa Indonesia dalam PISA yaitu

Page 23: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

4

lemahnya kemampuan pemecahan masalah pada soal nonroutine atau level tinggi.

Soal yang diujikan dalam PISA terdiri atas 6 level (level 1 terendah dan level 6

tertinggi) dan soal-soal yang diujikan merupakan soal kontekstual,

permasalahannya diambil dari dunia nyata. Sedangkan siswa di Indonesia hanya

terbiasa dengan soal-soal rutin pada level 1 dan level 2. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Indonesia

masih tergolong rendah (surya dan hararap, 2017).

Selain itu, Hasil riset TIMMS (Trends in International Mathematics and

Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada rangking amat rendah

dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan

pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur, dan pemecahan masalah dan

(4) melakukan investigasi (Supinah dan Widdiharto, 2015 : 32).

Berdasarkan hasil nilai ulangan matematika siswa masih banyak yang

dibawah KKM yaitu 72, ini terlihat dari hasil nilai UTS semester Gasal bahwa

rata-rata nilai matematika pada kelas VIII ialah 62,6 dan 65% siswa belum dapat

mengerjakan soal dengan benar dan tepat. Dari hasil observasi yang dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih

rendah, bahkan masih banyak siswa yang kesulitan dalam memahami soal.

Contoh salah satu pekerjaan siswa dapat dilihat pada soal nomor 3 dan nomor 4

sebagai berikut.

Page 24: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

5

Gambar 1. Contoh Hasil Pe kerjaan Siswa

Gambar diatas menjelaskan bahwa masih ada siswa yang belum mampu

memahami soal dengan tepat sehingga siswa belum mampu menuliskan informasi

yang diketahui maupun yang ditanyakan. Selain itu siswa juga belum mampu

menggambarkan soal ke bentuk geometri atau sketsa gambar yang sesuai dengan

soal, sehingga akan menghambat proses perhitungan. Hal ini selaras dengan hasil

peneelitian dari Mulhamah & Putrawangsa (2016) bahwa pada studi awal Masih

banyak ditemukan di kalangan siswa SMP yang memiliki pola pikir yang

keliru, kurang kritis, dan kurang memiliki kemampuan menyelesaikan

masalah, salah satu penyebab masalah tersebut adalah karena siswa lebih senang

menyelesaikan masalah dengan cara singkat.

Kemampuan individu dalam menghadapi kesulitan ini disebut adversity

quotient (AQ). Pada saat pembelajaran, AQ siswa berperan penting dalam

kegiatan pembelajaran matematika, khususnya ketika siswa dituntut untuk

mengerahkan kemampuan pemecahan masalah dalam menghadapi kesulitan dan

hambatan ketika belajar matematika (Hakim, 2018). Tingkat kemampuan

pemecahan siswa berbeda-beda bergantung tingkat kesulitan setiap siswa, ada

siswa yang kesulitan pada bahasasan materi matematika tertentu, ada juga siswa

yang kesulitan pada semua materi matematika, sehingga berpengaruh pada

Page 25: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

6

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Disinilah AQ sangat

dibutuhkan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika.

Adapun hubungan dan pengaruh kemampuan pemecahan masalah pada

adversity qoutient dilihat pada penelitian yang terdahulu yaitu 1) Afri (2018 : 48)

Keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah dipengaruhi oleh cara siswa

merespon kesulitan yang dihadapi saat mencari solusi dari masalah tersebut, 2)

Penelitian yang dilakukan oleh Frimadani (2018) di dapat hasil bahwa ada

korelasi positif antara kemampuan pemahaman konsep dan adversity quotient

dengan kemampuan pemecahan masalah matematika ditunjukan oleh koefisien

regresi R = 0,500. Dengan koefisien determinasi R = 0,250 berarti pengaruh

pemahaman konsep dan adversity quotient dengan kemampuan pemecahan

masalah hanya sebesar 25% dan 75 % dipengaruhi faktor lain, 3) Menurut

Merianah (2019) Adversity quotient berpengaruh langsung terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika dengan nilai koefisien jalur dengan 0,456,

= 5,247 dan Sig. = 0,000, sedangkan nilai t tabel = 2,001 pada 𝛼 = 0,05 dengan derajat

kebebasan. Simpulan ini memperkuat teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi daya

juang (adversity quotient) yang dimiliki oleh seorang siswa, maka akan semakin tinggi

pula kemampuan pemecahan masalah matematika yang terdapat dalam diri siswa.

Adversity Qoutient (AQ) merupakan kecerdasan seseorang dalam

menghadapi kesulitan atau permasalahan. AQ membantu meningkatkan potensi

diri peserta didik. Kecerdasan ini berbicara tentang bagaimana cara pandang

manusia tersebut memandang sebuah kesulitan dan cara mereka keluar dari

kesulitan yang dihadapi. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa setiap manusia

memiliki kecerdasan adversity yang berbeda-beda. Siswa yang memiliki AQ

Page 26: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

7

tinggi tentu lebih mampu mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi. Namun, bagi

siswa dengan tingkat AQ lebih rendah cenderung menganggap kesulitan sebagai

akhir dari perjuangan dan menyebabkan motivasi berprestasi siswa menjadi

rendah.

Guru perlu memiliki kemampuan dalam menggunakan metode

pembelajaran yang variatif yang lebih banyak melibatkan peserta didik dalam

kegiatan pembelajaran dan guru lebih dituntut untuk berperan sebagai fasilitator

yang membantu peserta didik memanfaatkan sumber belajar yang tersedia

(Agustyarini & Jailani, 2015). Menurut Kariman, et all (2019) salah satu cara

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan memilih strategi yang

sesuai dengan kesulitan siswa. Seorang guru harus bisa menggunakan strategi atau

model pembelajaran yang cocok untuk kebutuhan siswa dalam belajar. Sehingga,

pemeilihan model yang tepat sangatlah penting. Selain itu, Surya, Putri, &

Mukhtar (2017) mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya kemampuan

siswa dalam memecahkan masalah terletak pada model pembelajaran. Jelas bahwa

penggunaan suatu model sangat berperan dalam meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah siswa dalam belajar matematika.

Menurut Sumartini (2016) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah siswa, perlu didukung oleh model pembelajaran yang tepat. Salah satu

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah model

guided discovery learning. Hal ini sesuai dengan pendapat Leo Adhar (2012)

bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan representasi dan

Page 27: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

8

pemecahan masalah memberikan hasil yang baik dan menumbuhkan sikap positif

terhadap matematika dengan model pembelajaran guided discovery learning.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di

atas yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif guided

discovery learning karena menurut Sutrisno (2012:212) mengemukakan bahwa

pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa

untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru.

Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan

pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga

pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Adanya perbaikan tersebut

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga kemampuan

pemecahan masalah siswa akan lebih baik.

Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing

memungkinkan siswa memahami apa yang dipelajari dengan baik. Penerapan

model pembelajaran guided discovery learning akan lebih efektif digunakan

apabila diterapkan dengan mengkolaborasikan dengan beberapa pendekatan

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dari permasalahan yang dihadapi

siswa.

Sutrisno & Retnawati (2017), mengatakan bahwa Suasana dalam proses

belajar mengajar menjadi peran penting dalam usaha menyampaikan materi agar

bisa diterima dengan baik oleh siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi, dan prestasi, Jika seorang guru tidak bijaksana dalam

memilih pendekatan yang tepat, maka siswa tidak dapat merasakan suasana

Page 28: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

9

belajar yang nyaman dan kondusif dalam menerima materi. Salah satu pendekatan

yang bisa digunakan adalah pendekatan metakognitif. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hutauruk (2016) bahwa pendekatan pembelajaran yang dianggap sesuai

dan tepat untuk kegiatan pemecahan masalah adalah pendekatan metakognitif.

Metakognisi siswa dapat dikembangkan melalui penerapan pendekatan

metakognitif. O’Neil & Brown (dalam Arsyad, 2016: 35) mengemukakan

pengertian metakognisi sebagai proses seseorang berpikir tentang berpikir mereka

sendiri dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah.

Mengajarkan kesadaran diri pada siswa merupakan dasar dari pendekatan

metakognitif. Dalam pembelajaran dengan pendekatan metakognitif, guru

membimbing peserta didik untuk merencanakan, memantau, serta mengevaluasi

pekerjaan mereka sendiri. Hal ini penting untuk membuat peserta didik

menyadari apa yang harus mereka lakukan saat melakukan suatu kesalahan.

Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah siswa akan lebih berkembang

(Chrissanti & Widjajanti, 2015)

Penyebab kurang optimalnya pencapaian kemampuan pemecahan masalah

adalah masih kurangnya proses melibatkan kesadaran siswa dalam belajar

matematika. Akibatnya proses belajar siswa hanya menggunakan teknik hafalan

tanpa adanya usaha dalam memahami materi. Pendekatan metakognisis dapat

membantu siswa dalam melatih kemandirian untuk belajar, dan memungkinkan

siswa untuk menyadari kekurangan dan kelebihannya, sehingga dapat melakukan

kontrol terhadap pengetahuannya.

Page 29: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

10

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin

pesat pada jaman sekarang, guru perlu mengambil peranan penting untuk

memanfaatkannya dalam pembelajaran. Penggunaan internet oleh siswa

hendaknya diarahkan ke hal yang positif dan bermanfaat, salah satunya adalah

yang dapat menunjang pendidikan mereka. Selain itu, guru harus bisa

mengaplikasikan metode-metode belajar dalam media yang digunakan agar siswa

mampu menyerap materi lebih baik. Maka dengan hal ini perlunya ada inovasi-

inovasi dalam rangka memanfaatkan teknologi komputer dan jaringan internet

dalam pembelajaran matematika agar diharapkan pembelajaran matematika lebih

efektif (Nugroho,Putra, Putra , & Syazali, 2017).

Pembelajaran berbantuan internet atau e-learning dapat digunakan untuk

menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Hal ini

diperkuat dengan hasil penelitian oleh Banitt (2013), Hasil penelitian tersebut

menyatakan bahwa dengan menggunakan teknologi mampu meningkatkan motivasi siswa

. Salah satu media berbantuan internet yang merupakan perpaduan antara Social Media

dan Learning Management System (LMS) adalah schoology. Schoology membantu

guru dalam membuka kesempatan komunikasi yang luas kepada siswa agar siswa

dapat lebih mudah untuk mengambil peran dalam diskusi dan kerja sama dalam

kelompok. Selain itu, siswa dapat mendapatkan materi dan latihan soal yang ada

di schoology yang sudah disiapkan guru baik di sekolah maupun di rumah dengan

menggunakan laptop ataupun tel epon genggam secara mandiri (Maskur, Much.

2016)

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti bermaksud

mengadakan penelitian tentang “ Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau Dari

Page 30: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

11

Adversity Qoutient Pada Model Guided Discovery Learning Pendekatan

Metakognitif Berbantuan Schoology”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari beberapa permasalahan yang disebutkan dalam latar belakang, dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

1.2.1 Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah, hal ini berdasarkan

hasil tes yang dikeluarkan oleh PISA tahun 2012 dan 2015. Berdasarkan

hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika di SMP Negeri 13

Semarang, didapatkan informasi bahwa kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah matematika belum maksimal. Kesulitan tersebut

dapat dilihat dari kesalahan – kesalahan dalam menyelesaikan soal

matematika yang diberikan oleh guru.

1.2.2 Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah siswa adalah melakukan inovasi

pembelajaran yaitu diperlukannya model pembelajaran yang dapat melatih

kemampuan pemecahan masalah siswa.

1.2.3 AQ siswa berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan

suatu masalah, kategori AQ yang berbeda akan menghasilkan kemampuan

pemecahan masalah yang berbeda pula.

1.2.4 Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam kegiatan pembelajaran.

Schoology merupakan salah satu e-learning berbantuan jejaring sosial

yang belum familiar digunakan dan di duga dapat menciptakan suasana

pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

Page 31: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

12

1.3 Cakupan Masalah

Keberhasilan penelitian tidak terletak pada luasnya masalah melainkan

pada kedalamannya, untuk mencapai hal tersebut maka perlu ditetapkan cakupan

masalah penelitian. Cakupan masalah penelitian diuraikan sebagai berikut:

1.3.1 Ruang Lingkup Masalah

Penelitian akan menerapkan model Guided Discovery Learning dengan

pendekatan mtekognisi siswa berbantuan schoology untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan matematika ditinjau dari Adversity Qoutient.

1.3.2 Subjek Penelitian

Subyek penelitian atau populasinya adalah siswa kelas VIII.

1.3.3 Objek Penelitan

Objek merupakan sesuatu yang menjadi fokus masalah untuk diteliti. Objek

penelitian yang dimaksud adalah:

1.3.1.1 Pembelajaran Guided Discovery Learning dengan pendekatan mtekognisi

siswa.

1.3.1.2 Kemampuan kemampuan pemecahan matematika materi statistika.

1.3.1.3 Media Schoology.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Bagaimana keefektifan pembelajaran model Guided Discovery learning

pendekatan metakognitif berbantuan Schoology terhadap kemampuan

pemecahan masalah siswa ?

Page 32: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

13

1.4.2 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari Adversity

Qoutient (AQ) peserta didik pada model Guided Discovery learning

dengan pendekatan metakognitif berbantuan Schoology?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis keefektifan pembelajaran model Guided Discovery Learning

dengan pendekatan metakognitif berbantuan Schoology terhadap

kemampuan pemecahan masalah.

2. Menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa ditinjau dari

Adversity Qoutient (AQ) pada pembelajaran Guided Discovery Learning

dengan pendekatan metakognitif berbantuan Schoology.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan diharapkan memberikan manfaat teoritis dan

praktis sebagai berikut.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan akan menghasilkan

tesis mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada

pembelajaran Guided Discovery Learning pendekatan metakognisi berbantuan

Schoology yang ditinjau dari AQ siswa.

1.6.2 Manfaat Praktis

1.6.2.1 Bagi Siswa

Page 33: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

14

Penelitian ini dapat memberikan kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan representasi matematis melalui

pembelajaran guided discovery learning dengan pendekatan metakognitif.

1.6.2.2 Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan referensi mengenai pembelajaran

yang mengembangkan kemampuan representasi matematis sehingga dapat

menjadi bahan masukan memperbaiki cara mengajar serta

mengembangkan kreatifitas dalam melaksanakan proses pembelajaran.

1.6.2.3 Bagi Sekolah

Bagi sekolah, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk

melakukan inovasi pembelajaran matematika serta peningkatan kualitas

dan pengembangan sistem pembelajaran di sekolah dalam rangka

pengembangan representasi matematis siswa.

Page 34: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.1 Kajian Pustaka

1.1.1 Efektifitas pembelajaran

Nuriyatin, S., Hartono, H., (2018), Pembelajaran yang baik adalah yang

dapat memaksimalkan pengembangan pengalaman peserta didik dengan terlibat

aktif dalam kegiatan pembelajaran. Keefektifan pembelajaran juga merupakan

salah satu tolak ukur dalam pembelajaran. Menurut Yusuf (2018) Efektif adalah

perubahan yang membawa penbaruh, makna dan manfaat tertentu. Pembelajaran

dikatakan efektif jika ditandai dengan sifatnnya yang menekankan pada

pemberdayaan peserta didik secara aktif. Yusuf (2018) memaparkan lima

indikator pembelajaran efektif, yaitu : (1) pengelolaan pelaksanaan pembelajaran,

(2) proses komunikatif, (3) respond peserta didik, (4) aktifitas belajar, (5) hasil

belajar. Selain itu, Hamalik (dalam Rohmawati, 2015) menyatakan bahwa

pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan

belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk

belajar. John Carroll (Supardi, 2013) dalam bukunya berjudul “A Model of School

Learning”, menyatakan bahwa Instructional Effectiveness tergantung pada lima

faktor: 1) Attitude (sikap) ;2) Ability to Understand Instruction (kemampuan

untuk memahami pembelajaran) ;3) Perseverance (ketekunanan); 4) Opportunity

(peluang) ; 5) Quality of Instruction (kualitas pembelajaran).

Dari berbagai pendapat mengenai efektivitas pembelajaran, peneliti

mempertimbangkan ketercapaian dan aplikatif, maka dalam penelitian ini

15

Page 35: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

16

dikatakan mempunyai kualitas dalam pembelajaran jika : 1) Rata – rata nilai

kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran guided discovery

learning dengan pendekatan metakognisi berbantuan schoology lebih dari batas

tuntas aktual yaitu 60. 2) Proporsi ketuntasan siswa yang dikenai model guided

discovery learning dengan pendekatan metakognisis berbantuan schoology

melampaui 75%, 3) Proporsi ketuntasan kemampuan pemecahan masalah siswa

yang diajarkan dengan model guided discovery learning berpendekatan

metakognisi berbantuan schoology lebih dari kemampuan pemecahan masalah

siswa yang diajarkan dengan pembelajaran problem based learning – scientific, 4

) Rata – rata kemampuan pemecahan masalah siswa siswa pada kelas dengan

model guided discovery learning berpendekatan metakognisi berbantuan

schoology lebih dari rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa pada kelas dengan pembelajaran problem based learning – scientific, 5)

Terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran

model guided discovery learning berpendekatan metakognisi berbantuan

schoology.

Dalam penelitian ini batas tuntas minimal ditentukan nilai rata-rata aktual

yang dicapai oleh sekelompok siswa (Sudjana, 2016). Rumus yang digunakan

adalah , dengan adalah rata-rata nilai kemamapuan pemecahan

masalah pada kelompok siswa eksperimen. Dengan demikian pembelajaran

dikatakan efektif bila semua indikator tersebut dalam kategori minimal baik.

Page 36: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

17

1.1.2 Teori Belajar Yang Mendukung

Ada beberapa teori belajar yang menjadi dasar penggunaan model

pembelajaran discovery learning menggunakan pendekatan metakognisi siswa

dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut.

1.1.2.1 Teori perkembangan kognitif Jean Piaget

Menurut Denise Kay and Jonathan kibble (2016 : 17 - 26) Teori belajar

kognitif merupakan proses belajar mental yang dimana siswa menerima,

mengkode, menyimpan, dan mengingat informasi. Peserta didik menjadi lebih

aktif karena mereka harus memperhatikan dan berusaha untuk mempertahankan

dan mereproduksi pengetahuan dan keterampilan mereka.

Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang

menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek

dan kejadian-kejadian sekitarnya. Piaget memandang bahwa siswa memainkan

peran aktif dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Artinya siswa

tidak menerima informasi secara langsung. Perkembangan kognitif merupakan

pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa, menurut Piaget

perkembangan yang berlangs ung melalui empat tahap, yaitu:

Tabel 2.1 Tahap- Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Perkiraan usisa Keterangan

Sensori-motor 0 – 1,5 tahun Anak mulai berinteraksi dengan

lingkungan

Pra–

operasional

1,5 – 6 tahun Anak mulai menggunakan simbol –

simbol yang menggambarkan objek

yang ada di sekitarnya.

Page 37: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

18

Operasional

Konkrit

6 – 12 tahun Anak mampu berfikir logis. Mampu

memperhatikan lebih dari satu aspek

sekaligus dan dapat menghubungkan

aspek satu dengan yang lain. Tetapi

belum mampu berfikir abstrak.

Operasional

Formal

12 tahun keatas Anak mampu berfikir abstrak dan

dapat menganalisis masalah secara

ilmiah dan mampu menyelesaikan

masalah.

Fatima (2015 : 32)

Teori piaget dianggap sangat penting bagi guru matematika agar dapat

mengetahui tingkatan kemampuan kognitif siswa-siswanya, agar guru dapat

memilih metode, teknik atau model pembelajaran yang tepat.

1.1.2.2 Teori Kontruktivis me sosial Vygotsky

Konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal

yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Utami (2016 :8 )

Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks

sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa inti

konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang

penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Inti teori Vygotsky adalah

menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan

penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky,

funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam

konteks budaya.

Page 38: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

19

Ada dua istilah penting dalam teori Vygotsky (Utami, 2016 : 8), yaitu

Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Zona of proximal

development merupakan rentang antara tingkat perkembangan sesungguhnya

(kemampuan pemecahan masalah tanpa melibatkan bantuan orang lain) dan

tingkat perkembangan potensial (kemampuan pemecahan masalah di bawah

bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih

mampu). Selain itu, istilah penting dari Vygotsky adalah scaffolding, berarti

memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap

awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan

kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin

besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan

pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke

dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultur, guru

berfungsi sebagai motivator yang memberikan rangsangan agar siswa aktif dan

memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator, yang membantu menunjukkan jalan

keluar bila siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, menejer yang

mengelola sumber belajar, serta sebagai rewarder yang memberikan penghargaan

pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang

lebih tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya, siswalah yang dapat

menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu pengetahuan.

Menurut Artiani (2016 : 20) prinsip utama pada teori belajar Vygotsky adalah

bagian kegiatan yang pembelajarannya melalui kerja kelompok. Melalui kegiatan

Page 39: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

20

kelompok, maka beberapa penemuan dapat dikumpilkan kemudian

digeneralisasikan dan disimpulkan bersama dalam kelompok.

Apabila siswa bersama kelompok mengalami kesulitan dalam kegiatan

pemecahan masalah, guru memberikan arahan dan bimbingan, sehingga setiap

siswa bisa berkembang secara maksimal dalam zona perkembangan proksimal

masing-masing. Penelitian ini menggunakan model guided discovery learning

atau penemuan terbimbing, yang dimana guru memberikan bantuan dan

bimbingan kecil kepada siswa dalam kegiatan pemecahan masalah matematika.

Hal ini sejalan dengan konsep scaffolding dalam teori Vygotsky

1.1.2.3 Teori belajar Ausubel

Menurut Ausubel (dalam Trianto, 2009) agar terjadi belajar bermakna,

konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang

sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Belajar bermakna ini dapat pula terjadi

apabila siswa secara langsung menemukan rumus-rumus dan konsep dari suatu

materi. Pembelajaran Bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi

baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif

seseorang, selanjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk

mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah

ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Proses belajar

bermakna terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan dan proses penerimaan

dan proses penemuan (Ahmad : 2016). Ausubel memisahkan antara belajar

bermakna dengan belajar menghafal. Ketika seorang peserta didik melakukan

Page 40: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

21

belajar dengan menghafal, maka ia akan berusaha menerima dan menguasai bahan

yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Hal ini berbeda dengan belajar bermakna, dimana dalam belajar bermakna

ini terdapat dua komponen penting, yaitu bahan yang dipelajari, dan struktur

kognitif yang ada pada individu. Struktur kognitif ini adalah jumlah, kualitas,

kejelasan dan pengorganisasian dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh

individu. Teori belajar bermakna Ausubel menuntut kemampuan guru untuk

memahami pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa. Hal ini diperlukan

karena proses asimilasi pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan

pengetahuan baru yang diperoleh akan berjalan baik jika siswa memiliki

pengetahuan awal yang cukup.

Teori belajar ini sejalan dengan model pembelajaran discovery learning

dan pendekatan metakognisi siswa. Metakognitif yang diterapkan dalam

pembelajaran matematika memberikan siswa kesempatan untuk melaksanakan

kegiatan metakognitif yaitu merencanakan, mengontrol, dan merefleksi

(mengevaluasi) seluruh proses kognitif (berpikir) yang terjadi selama

pembelajaran sehingga menjadikan pembelajaran menjadi bermakna. Selain itu,

toeri Ausubel memandang belajar berpusat pada siswa, yang dimana sejalan

dengan kemampuan yang akan diukur yaitu kemampuan pemecahan masalah,

belajar matematika menjadi tidak bermakna manakala hanya sekedar hafalan

tanpa ada kegiatan pemecahan masalah, siswa siswa dapat terlibat aktif melalui

penyampaian ide-ide maupun gagasan-gasannya.

Page 41: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

22

1.1.2.4 Teori belajar Bruner

Teori belajar lain yang mendukung pembelajaran dengan menggunakan

model Guided Discovery Learning adalah teori Bruner. Dasar ide Bruner ialah

pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam

belajar di kelas. Pembelajaran brunner ( Noer dan Asri, 2015 : 891) terdapat 3

tahap proses belajar yaitu (1) enactive (anak terlihat langsung dalam

memanipulasi objek), (2) iconic (anak memanipulasi objek tidak langsung seperti

pada enactive), (3) symbolic (anak memanipulasi simbol).

Menurut Bruner ( Hawa, 2014 : 12) metode belajar merupakan faktor yang

menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan khusus.

Metode yang sangat didukungnya yaitu metode penemuan (discovery). Discovery

learning dari Buner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan

berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip- prinsip

konstruktivis. Dalam teori Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar yang

di mana siswa dihadapkan dengan suatu masalah sehingga siswa dapat mencari

jalan pemecahan. Siswa disarakan untuk menemukan sesuatu, merumuskan suatu

hipotesa, dan menarik suatu kesimpulan sendiri. Bruner (dalam Sulistiyoningsih,

Kartono, & Mulyono, 2015) berpendapat bahwa belajar matematika siswa harus

menemukan sendiri, menemukan disini terutama adalah menemukan lagi

(discovery) bukan menemukan yang sama sekali baru (invention).

Discovery learning yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang

terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, akan

tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Yanuarto, 2015). Sebagaimana

Page 42: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

23

pendapat Bruner, bahwa: “Discovery learning can be defined as the learning that

takes place when the student is not presented with subject matter in the final form,

but rather is required to organize it him self”

Pernyatan bruner diatas mendukung bahwa pembelajaran akan lebih

bermakna jika pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing, yang dimana

akan menguatkan siswa dalam pemahaman mengenai suatu konsep baru yang

sebelumnya belum pernah diketahui.

1.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah

Kata “Masalah” sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Kriteria

masalah yang baik dalam pembelajaran matematika adalah dapat mengembangkan

siswa mengeksplor ide-ide matematika dan memelihara ketekunan siswa dalam

menyelesaikan masalah. Soal matematika akan menjadi sebuah masalah ketika

tidak bisa langsung mendapat penyelesaian. Masalah dalam matematika sering

disebut juga soal-soal yang harus di jawab dan dipecahkan oleh siswa, dalam

permasalahan matematika beberapa bentuk diantaranya soal rutin dan soal dan

soal non rutin. Soal rutin ialah soal yang sering diterapkan dalam kelas dan

langsung mendapatkan penyelesaian. Berbeda dengan soal non rutin, soal non

rutin memerlukan pemikiran yang mendalam untuk bisa mendapat penyelesaian.

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang digunakan

ketika menyelesaikan soal matematika (Ayubi, Erwanuddin & Bernard, 2018).

Syah (dalam Millah, Waluya & Walid, 2018) Pada dasarnya, belajar pemecahan

masalah adalah belajar untuk menggunakan metode ilmiah atau berpikir secara

sistematis, secara logis, teratur, dan menyeluruh. Tujuannya adalah untuk

Page 43: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

24

memperoleh kognitif kemampuan dan keterampilan untuk dipecahkan masalah

secara rasional, lurus ke depan dan tuntas. Warli & Fidiana (dalam Purwati,

Rochmad & Wuryanto, 2018) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan

masalah menjadi bagian penting dari belajar dan harus dikembangkan.

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup)

melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan,

kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 552 - 553).

Menurut Stephen, dkk (dalam Syahharuddin, 2016) kemampuan (ability) berarti

kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu

pekerjaan. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah

kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian

dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Sedangkan pemecahan masalah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam

pembelajaran matematika.

Polya (1985) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai satu usaha

mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan untuk segera

dicapai. Hal ini akan menuntut siswa untuk meningkatkan pola pikir siswa lebih

kreatif dalam menciptakan ide-ide atau teknik dalam pemecahan masalah. NCTM

(2000:52) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai satu kesatuan dalam

pembelajaran matematika dan tidak bisa dipisahkan dengan program yang

terdapat dalam ilmu matematika.

Branca (Effendi, 2012:2) menyatakan “kemampuan pemecahan masalah

adalah jantungnya matematika”. Selanjutnya, Pehkonen (Wardani, 2010:35)

Page 44: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

25

mengemukakan alasan-alasan yang diberikan dalam literatur matematika untuk

mengajarkan pemecahan masalah diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu:

a. Pemecahan masalah mengembangkan keterampilan kognitif umum.

b. Pemecahan masalah mengembangkan kreativitas.

c. Pemecahan masalah adalah bagian dari proses aplikasi matematika.

d. Pemecahan masalah memotivasi siswa untuk mempelajari matematika.

Beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika oleh

NCTM (dalam Hartono, et all, 2012) adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi

elemen yang diketahui, diminta, dan kecukupan elemen yang diperlukan; (2)

merumuskan masalah matematika atau untuk mengembangkan model

matematika; (3) menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah (dan jenis

masalah baru) di dalam atau di luar matematika; (4) menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal; (5) menggunakan matematika

secara signifikan.

Polya (1973) menyatakan terdapat empat tahap pemecahan masalah, yaitu

memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan

perencanaan penyelesaian masalah, dan melihat kembali penyelesaian. Tahapan

tersebut secara rinci adalah sebagai berikut.

1. Memahami masalah

Pada tahap ini, siswa perlu mengidentifikasi masalah agar siswa dapat

memahami masalah matematika yang dihadapi dan dapat menentukan rancangan

penyelesaian untuk masalah tersebut. Menururt Martion (2017) Memahami

masalah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut 1) Memahami secara

Page 45: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

26

berulang masalah tersebut. Memahami kata demi kata dan kalimat demi kalimat,

2) Mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah tersebut, 3) Mengidentifikasi

apa yang hendak dicari, 4) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan

permasalahan, 5) Tidak menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga

permasalahn menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.

2. Menyusun perencanaan penyelesaian masalah

Yang dimaksud perencanaan ini ialah sekumpulan kegaitan dan pemutusan

selanjutnya, yang dimana siswa tahu langkah apa yang harus diambil dan

bagaimana cara menyelesaikan permasalahan. Perencaan ini bersifat kreatif, pada

kegiatan ini siswa dituntut untuk kreatif dalam memilih perencanaan dalam

penyelesaian masalah, selain itu siswa perlu mengaitkan antara masalah dengan

pengetahuan yang dimiliki siswa. Kekreatifan siswa dalam memecahkan masalah

tergantung pada pengalaman siswa. Pada umumnya, semakin bervariasi

pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun

rencana penyelesaian masalah.

3. Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah

Siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana penyelesaian, siswa

harus yakin bahwa setiap langkah sudah benar.

4. Melihat kembali penyelesaian

Pada tahap ini, siswa melakukan pengecekan ulang terhadap penyelesaian

yang mereka lakukan, untuk mengetahui apakah penyelesaian sudah sesuai

dengan ketentuan yang diketahui dan jawaban yang diinginkan. Menurut Martion

Page 46: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

27

(2017) ada empat komponen untuk melihat kembali suatu penyelesaian yaitu : (1)

mengecek hasilnya ; (2) menginterprestasi jawaban yang diperoleh; (3) dan,

mengecek kembali apakah ada cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang

sama.

Pada penelitian ini alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa adalah tes yang berbentuk essay (uraian).

Menurut Sinaga (2016) Mengukur kemampuan khususnya kemampuan

pemecahan masalah dan penalaran siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara

salah satunya dengan memberikan tes. Sedangkan Menurut Sugiman & Kusuma

(2013) bahwa cara mengukur kemampuan pemecahan matematik pada siswa SMP

dapat dilakukan dengan memberikan soal uraian untuk diselesaikan secara tuntas.

Selain itu, menurut Nana Sujana dengan tes uraian siswa dibiasakan dengan

kemampuan pemecahan masalah, mencoba merumuskan hipotesis, menyusun dan

mengekspresikan gagasannya, dan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan.

Untuk menyelesaikan masalah seseorang harus menguasai hal - hal yang telah

dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakan dalam situasi baru. Karena itu

masalah yang disajikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kemampuan dan

kesiapan siswa.

Manfaat yang didapat siswa ketika mampu melakukan kegiatan

pemecahan masalah menurut Syaharuddin (2016), ialah :

a. Peserta didik akan belajar bahwa akan ada banyak cara untuk menyelesaikan

masalah suatu soal dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal.

Page 47: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

28

b. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk nilai-nilai sosial

kerja kelompok.

c. Peserta didik berlatih untuk bernalar secara logis.

Indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam

penelitian ini berdasarkan pada indikator NCTM dan tahapan pemecahan masalah

yang harus dikuasai menggunakan tahapan pemecahan masalah Polya.

Berdasarkan indikator pada NCTM, masalah yang diberikan kepada siswa disusun

sesuai dengan standar pemecahan masalah NCTM. Langkah pemecahan masalah

berdasarkan tahapan pemecahan masalah Polya dirangkum pada tabel 2.1.

Tabel 2.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Polya

No Tahapan Pemecahan

Masalah Indikator

1. Memahami masalah Siswa dapat menyebutkan informasi

-informasi yang diberikan dari pertanyaan yang diajukan.

(1) Menuliskan informasi yang

diketahui (2) Menentukan pemilahan fakta-

fakta

(3) Menentukan hubungan diantara fakta-fakta

(4) Membuat Formulasi pertanyaan masalah

(5) Menuliskan gambaran/sketsa

permasalahan(jika diperlukan)

2. Membuat perencanaan

pemecahan masalah

Siswa memiliki rencana pemecahan

masalah yang ia guna serta alasan

penggunanya

(1) Menyusun rencana pemecahan

masalah berdasarkan informasi

yang telah diketahui dan

pengetahuan yang telah dimiliki.

Page 48: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

29

(2) Memperkirakan rumus yang akan

digunakan dalam memecahkan masalah.

3. Melaksanakan rencana Siswa dapat memecahkan masalah

yang ia gunakan dengan hasil yang

benar.

(1) Menyelesaikan masalah sesuai

dengan startegi yang

direncanakan. (2) Memperoleh penyelesaian

masalah yang benar.

4. Memeriksa kembali Siswa memeriksa kembali langkah pemecahan masalah yang ia gunakan

(1) Memeriksa kembali hasil pada

setiap langkah yang dilakukan

dalam pemecahan masalah.

Kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki siswa untuk melatih agar

terbiasa menghadapi berbagai permasalahan, baik masalah dalam matematika,

masalah dalam bidang studi lain ataupun masalah dalam kehidupan sehari-hari

yang semakin kompleks. Oleh sebab itu, kemampuan siswa untuk memecahkan

masalah matematis perlu terus dilatih sehingga ia dapat memecahkan masalah

yang ia hadapi (Effendi, 2012). Pemecahan masalah matematika merupakan

tujuan penting dalam pembelajaran matematika karena pemecahan masalah ini

menuntut siswa untuk menggunakan daya nalar, pengetahuan, ide dan konsep –

konsep matematika yang disusun bentuk bahasa matematika.

1.1.4 Adversity Qoutient (AQ)

AQ adalah Kecerdasan seseorang dalam mengatasi Kesulitan. AQ

membantu meningkatkan potensi siswa (Sunandar, M.A., Zaenuri, Dwidayati,

Page 49: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

30

N.K., 2018). Menurut Stoltz (2000), AQ merupakan kemampuan yang dapat

meramalkan kinerja, motivasi dan kreativitas seseorang. Terdapat banyak jenis

kecerdasan yang dimiliki siswa, salah satunya adalah Adversity Quotient (AQ).

Adversity quotient merupakan kecerdasan yang mampu mengubah hambatan atau

kesulitan menjadi peluang. Kecerdasan ini berbicara tentang bagaimana cara

pandang manusia tersebut memandang sebuah kesulitan dan cara mereka keluar

dari kesulitan yang dihadapi. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa setiap

manusia memiliki kecerdasan adversity yang berbeda-beda (Leonard dan Amana,

2014).

Menurut Nurhayati dan Fajrianti (2015), adversity quotient (AQ)

merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang dianggapnya

sulit namun ia akan tetap bertahan dan berusaha untuk menyelsaikan dengan

sebaik-sebaiknya supaya menjadi individu yang memiliki kualitas baik, hal ini,

dapat terbentuk apabila didalam diri individu terdapat dimensi-dimensi yang

menyertainya seperti memiliki keyakinan dan kepercayaan diri dalam melakukan

tugas semudah atau sesulit apapun, bertanggung jawab dan fokus dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan serta memiliki jiwa kreatif dalam

penyelesaian tugas tersebut, supaya tidak monoton dan membosankan. Selain itu,

AQ yang dimiliki siswa tidak berpengaruh pada gender, hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nikam, V.B., & Uplane, M.M. (2013) yang

membandingkan AQ siswa usia 13-15, bahwa tidak ada Perbedaan AQ antara

anak perempuan dan anak laki-laki dalam kecerdasan, kemampuan mengambil

keputusan dan kemampuan mengambil risiko.

Page 50: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

31

Menurut Vibhawari (dalam Martion, 2017) AQ menyatakan bahwa aspek -

aspek dari adversity quotient (AQ) mencakup beberapa komponen yang kemudian

disingkat menjadi CO2RE, antara lain:

1) Kendali atau control (C)

Kontrol adalah sejauh mana seseorang merasa mereka dapat

mempengaruhi sesuatu hal , apa pun yang terjadi selanjutnya. Mengukur derajat

kendali siswa dalam kedaan yang kurang baik atau dalam kesulitan. Semakin

tinggi skor pada dimensi control (C) semakin besar kemungkinannya siswa

memiliki tingkat kendali yang kuat atas masalah yang dihadapi. Sebaliknya

semakin rendah skor pada dimensi control (C) semakin besar kemungkinan

seseorang merasa bahwa masalah yang dihadapi di luar kendalinya.

2) Pengakuan atau origin and ownership (O2)

Komponen ownership digabungkan dengan origin ( asal- usul ) sehingga

disebut O2. Mengukur besarnya tanggung jawab dan asal- usul timbulnya

kesulitan yang dialami oleh siswa. asal-usul atau origin ada kaitannya dengan rasa

bersalah. Orang yang AQ-nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang

tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, atau dengan kata lain

orang yang skor Origin (asal - usulnya) rendah akan cenderung berfikir bahwa

semua kesulitan atau permasalahan yang datang itu karena kesalahan,

kecerobohan, atau kebodohan dirinya sendiri serta membuat perasaan dan pikiran

merusak semangatnya. Dalam banyak hal, mereka melihat dirinya sendiri sebagai

satu-satunya penyebab atau asal usul ( origin) kesulitan tersebut.

Page 51: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

32

Orang yang memiliki AQ tinggi tidak akan mempersalahkan orang lain

sambil mengelakkan tanggung jawab. Orang yang AQ-nya tinggi lebih unggul

daripada orang yang AQ-nya rendah dalam kemampuan untuk belajar dari

kesalahan- kesalahan.

3) Jangkauan atau Reach (R)

Mengukur derajat sejauh mana seseorang melihat kesulitan akan

menjangkau aspek-aspek dalam kehidupan. AQ yang rendah akan kesulitan dalam

mengkaitkan aspek-aspek lain dalam kehidupan sehingga mudah panik, sulit tidur,

menjauhkan diri dengan orang lain dan pengambilan keputusan yang ia lakukan

tidak tepat.

4) Daya tahan atau endurance (E)

Dimensi ini lebih berkaitan dengan persepsi seseorang akan lama atau

tidaknya kesulitan akan berlangsung. Daya tahan dapat menimbulkan penilaian

tentang situasi yang baik atau buruk. Seseorang yang mempunyai daya tahan

yang tinggi akan memiliki harapan dan sikap optimis dalam mengatasi kesulitan

atau tantangan yang sedang dihadapi. Semakin tinggi daya tahan yang dimiliki

oleh individu, maka semakin besar kemungkinan seseorang dalam me mandang

kesuksesan sebagai sesuatu hal yang bersifat sementara dan orang yang

mempunyai adversity quotient yang rendah akan menganggap bahwa kesulitan

yang sedang dihadapi adalah sesuatu yang bersifat abadi, dan sulit untuk

diperbaiki.

Selanjutnya, Stoltz (Fauziyah, dkk, 2013 :78) mengelompokkan manusia

dalam tiga kategori AQ, yaitu :

Page 52: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

33

a. Quitter (AQ rendah)

Quitters merupakan kelompok manusia yang kurang memiliki kemauan

untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Anak kategori quitter adalah anak

yang berusaha menjauh dari permasalahan. Ciri- ciri anak quitter adalah

usahannya sangat minim, begitu melihat kesulitan ia akan memilih mundur, dan

tidak berani menghadapi masalah.

b. Camper (AQ sedang )

Campers merupakan kelompok manusia yang sudah memiliki kemauan

untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada, tetapi mereka

berhenti karena merasa sudah tidak mampu lagi. Anak kategori camperadalah

anak yang tak mau mengambil resiko yang terlalu besar dan merasa puas dengan

kondisi atau keadaan yang telah dicapinnya saat ini. Mereka tidak

memaksimalkan usahanya walupun kesempatan dan peluang ada.

c. Climber (AQ tinggi)

Climbers merupakan kelompok manusia yang memilih untuk terus

bertahan untuk berjuang mengahadapi berbagai macam hal yang akan terus

menerjang, baik berupa masalah, tantangan, hambatan, maupun hal-hal lain yang

terus didapat setiap harinya. Anak kategori climber adalah anak yang

mempunyai tujuan atau target untuk mencapai tujuannya, ia juga memiliki

keberanian dan disiplin tinggi. Kategori inilah yang memiliki AQ yang baik.

Dari uraian di atas dapat dirangkum indikator Adversity Qoutient (AQ)

berdasarkan kategorinya pada tabel 7.3 (Stoltz, 2000).

Page 53: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

34

Tabel 2.3 Indikator AQ berdasarkan kategori

Kategory AQ Indikator

Quitter

Camper

Climber

a. Cenderung menjauh dari masalah.

b. Ada Usaha untuk mengatasi masalah

sangat minim

a. Ada usaha untuk mencoba

menyelesaikan masalah. b. Merasa puas dengan usaha yang

dilakukan walaupun belum sesuai

target. a. Ulet dan dalam menyelesaikan

masalah b. Berusaha hingga tujuan atau target

terpenuhi

1.1.5 Model Guided Discovery Learning (GDL)

Discovery berasal dari kata “discover” yang berarti menemukan dan

“discovery” adalah penemuan (Kamus bahasa inggris – indonesia). Makna

menemukan dalam pembelajaran ialah memperoleh pengetahuan yang membawa

kepada suatu konsep, teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Sedang guided

dapat diartikan sebagai bimbingan atau terbimbing (Qorri’ah, 2011). Model

guided discovery merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu

mengaktifkan anak, menemukan sesuatu yang beda (inovatif), mengembangkan

kreatifitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan. Sundawan & Nopriana

(2019), mengatakan bahwa model pembelajaran guided-discovery merupakan

suatu model pembelajaran yang progressif serta menitik beratkan kepada aktifitas

siswa dalam belajar dan model pembelajaran penemuan terbimbing merupakan

Page 54: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

35

model pembelajaran yang bersifat student oriented dengan teknik trial and error,

menerka, menggunaan intuisi, menyelidiki, menarik kesimpulan, serta

memungkinkan guru melakukan bimbingan dan penunjuk jalan dalam membantu

siswa untuk mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang mereka miliki

untuk menemukan pengetahuan yang baru (Purnomo, 2014).

Sejalan dengan uraian diatas, Fajar (2016) mengungkapkan Metode

Guided Discovery atau penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran

yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa belajar secara aktif dan

mandiri dalam menemukan suatu konsep atau teori, pemahaman, dan pemecahan

masalah. Pernyataan ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Afrida, Sugiarto &

Soedjoko (2015), Model pembelajaran Guided Discovery merupakan

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif serta mengharuskan siswa untuk

menemukan sendiri konsep dan langkah-langkah dalam memecahkan suatu

masalah. Proses penemuan tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan

pembimbing. Pembelajaran penemuan terbimbing (yang dikembangkan oleh

Bruner) menekankan pada kemandirian proses mental dalam penyelesaian

masalah dan penemuan hubungan dan prinsip baru yang memungkinkan pelajar

untuk menganalisis masalah secara kognitif (Bruner, 1915 : 489). Pembelajaran

dengan metode penemuan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan

ide/gagasan dengan proses menemukan, dalam proses ini siswa berusaha

menemukan konsep dan rumus dan semacamnya dengan bimbingan guru (Karim,

Asrul, 2012). Menurut Maya, Y., Ibrahim, L.,Safrina, K., (2018), Model

pembelajaran Guided Discovery Learning memiliki ciri khas yaitu siswa dapat

Page 55: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

36

menemukan/menyelidiki suatu konsep yang sesuai dengan langkah-langkah yang

diarahkan oleh guru. Selanjutnya, Nuraina (2018 :15) mengungkapkan bahwa

model pembelajaran guided discovery adalah model pembelajaran dimana guru

memberi siswa contoh topik spesifik memandu siswa memahami topik tersebut.

Guru sebagai fasilitator membimbing siswa menemukan penyelesaian persoalan

dengan pertanyaan atau lembar aktivitas siswa dan siswa mengikuti petunjuk serta

menemukan sendiri penyelesaiannya.

Sejalan dengan uraian diatas, Eggen; Kauchak (dalam Nuraina, 2018),

“model guided discovery learning atau pembelajaran penemuan terbimbing adalah

pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh topik spesifik dan

memandu siswa memahami topik tersebut”. Model ini efektif mendorong

keterlibatan dan motivasi siswa serta membantu mereka mendapatkan pemahaman

mendalam tentang topik yang jelas. Saat menggunakan model pembelajaran ini,

guru memberi siswa contoh yang menggambarkan materi yang ingin dipahami.

Lalu, guru membimbing pikiran mereka saat mengenali infomasi penting di dalam

contoh itu. Artinya, siswa membangun pemahaman tentang dunia dibandingkan

menyimpannya dalam bentuk yang sudah tertata, model ini menuntut guru untuk

mengajukan pertanyaan dan membimbing pemikiran siswa.

Asri dan Noer (2015) mengungkapkan bahwa guiede discovery learning

(penemuan terbimbing) adalah model pembelajaran penemuan yang dalam

pelaksanannya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru.

Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pernyataan membimbing. Model

penemuan terbimbing ini sebagai suatu metode pembelajaran dari sekian banyak

Page 56: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

37

metode pembelajaran yang ada, menempatkan guru sebagai fasilitator, guru

membimbing siswa dimana guru diperlukan. Dalam metode ini, siswa didorong

untuk berfikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan

bahan atau data yang telah disediakan oleh guru, dengan model penenemuan

terbimbing ini, diharapkan dapat mengubah gaya belajar siswa sehingga siswa

menjadi aktif dalam mengikuti pelajaran. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing,

tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

Sitorus & Rahayu (2016) Pembelajaran penemuan didefinisikan sebagai

jenis pembelajaran ketika pelajar membangun pengetahuan mereka sendiri dengan

bereksperimen dengan domain, dan menyimpulkan aturan dari hasil percobaan

ini. Guru harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengumpulkan

informasi, membandingkan, mengategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,

dan mengatur serta membuat kesimpulan mereka. Belajar tidak hanya ingin

mencapai tujuan dalam bentuk hasil belajar (produk), tetapi juga dapat

membentuk proses pembelajaran. Pada saat belajar, siswa harus didorong untuk

berkomunikasi, berdiskusi dan melakukan berbagai kegiatan

Menurut Muhibbin (dalam Qorri’ah : 2011), bahwa tahap-tahap penerapan

dalam discovery lerning disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Tahapan Discovery Learning

No Tahap Keterangan

1. Stimulus Kegiatan belajar dimulai deng an memberikan

pertanyaan yang menganjurkan dan

merangsang mendorongnya

berpikir siswa, untuk membaca

buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah

kepada persiapan pemecahan masalah.

Page 57: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

38

4. Data processing Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui

kegiatan wawancara, observasi, dan lain lain. Data

tersebut kemudian ditafsirkan.

5. Verifikation Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk

6. Generalitation Mengadakan penarikan kesimpulan untuk

dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua

2. Problem

statement

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang

relevan dengan bahan pelajaran, kemudian

memilih dan merumuskannya dalam bentuk

hipotesis (jawaban sementara dari masalah

tersebut).

3. Data collection Memberikan kesempatan kepada siswa

mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-

banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya

hipotesis tersebut.

membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan hasil pengolahan data.

kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Pada proses penemuan terbimbing ini guru bertindak sebagai penunjuk

jalan, ia membantu siswa agar menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang

sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.

Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan

membantu mereka dalam menemukan pengetahuan yang baru tersebut. Metode ini

memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil

belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan.

Eggen; Kauchak ( dalam Nuraina , 2018), menerapkan pelajaran dengan

model pembelajaran penemuan terbimbing dilakukan atas 4 fase yang saling

terkait. Fase tersebut dan deskripsinya, yaitu:

Page 58: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

39

\

Tabel 2.5 Fase-Fase Penerapan Model Pembelajaran

Guided Discovery Learning

Fase Deskripsi

Fase 1 : Pendahuluan Guru berusaha menarik perhatian siswa dan

menetapkan fokus pelajaran

Fase 2 : Fase Terbuka Guru memberi siswa contoh dan meminta

siswa untuk mengamati dan membandingkan

contoh.

Fase 3 : Fase Konvergen Guru menanyakan pertanyaan-pertanyaan lebih

spesifik yang dirancang untuk membimbing

siswa mencapai pemahaman tentang konsep

atau generalisasi.

Fase 4 : penutup dan penerapan Guru membimbing siswa memahami definisi

suatu konsep atau pernyataan generalisasi dan

siswa menerapkan pemahaman mereka ke

dalam konteks baru.

Menurut Markaban (2008 :18), kelebihan dan kekurangan guided

discovery learning, yaitu sebagai berikut.

Kelebihan model guided discovery adalah :

a. Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena ia berfikir dan

menggunakan kemampuannya untuk menemukan hamberikan wahana

interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru.

b. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan

lebih lama hilang, karena siswa dilibatkan langsung dalam proses

penemuannya.

c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

Page 59: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

40

d. Siswa memahami benar bahan pelajaran, karena siswa mengalami sendiri

proses menemuknnya, sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama

diingat.

e. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas, kepuasan batin ini

mendorong ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajar

meningkat.

f. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan

lebih mampu mentrasfer pengetahuannya keberbagai konteks.

g. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

h. Situasi belajar menjadi lebih menggairahkan.

Kekurangan guided discovery antara lain :

a. Metode ini banyak menyita waktu, dan tidak menjamin siswa bersemangat

mencari penemuan-penemuan.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan metode ini.

d. Tidak setiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan

cara penemuan.

e. Tidak semua anak mampu melakukan penemuan. Apabila bimbingan guru

tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa, ini dapat merusak struktur

pengetahuannya, dan bimbingan yang terlalu banyak dapat mematikan

inisiatifnya.

f. Kelas yang banyak siswanya akan sangat merepotkan guru dalam

memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan penemuan.

Page 60: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

41

Guru perlu memperhatikan kelebihan yang ada dan berupaya

memanfaatkan kelebihan tersebut, namun guru juga perlu mewaspadai

kekurangan agar guided discovery learning dapat memberikan dampak positif

dalam proses pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, langkah-langkah

model guided discovery learning yang akan dilakukan pada penelitian ini seperti

pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Tahapan Guide Discovery Learning

No Tahap Keterangan

1. Stimulus Kegiatan awal pembelajaran berupa Guru

menyampaikan tujuan pembelajaran kepada guru memberikan pertanyaan-pertanyaan

siswa, yang

merangsang berfikir siswa agar menarik perhatian

dan fokus siswa.

2. Problem

statement

Guru membimbing siswa dalam mengidentifikasi

masalah dan membimbing siswa dalam perumusan

masalah

3. Data collection Guru membimbing siswa dalam pengumpulan data

baik berupa kegiatan eksperimen atau pengumpulan informasi dari buku,

internet maupun sumber lain.

4. Data processing Guru membimbing siswa mengolah data yang

5.

Verifikation

didapat agar menemukan suatu konsep.

Mengadakan pemeriksaan secara

cermat

untuk

membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan cara guru menentukan siswa atau kelompok tertentu untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Selanjutnya hasil

dari diskusi kelompok tersebut dibandingkan dengan

hasil diskusi kelompok lain yang dipimpin oleh guru

untuk memformalkan konsep/definisi/prinsip

matematika yang ditemukan siswa.

6. Generalitation Guru meminta siswa menarik kesimpulan untuk

dijadikan prinsip

kejadian atau

umum yang berlaku untuk semua

masalah yang sama dengan

Page 61: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

42

memperhatikan hasil verifikasi.

1.1.6 Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang

diterapkan dalam kurikulum 2013. Model PBL adalah suatu model pembelajaran

yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik

untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahannya, serta

untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial (Cahyani & Setyawati,

2016). Menurut Akcay (dalam Sulistyoningsih, Kartono & Mulyono, 2015 )

Pembelajaran berbantuan masalah (PBL) adalah cara berpengaruh untuk

pembelajaran berbantuan penyelidikan dengan siswa menggunakan masalah

otentik sebagai konteks untuk penyelidikan mendalam tentang apa yang mereka

butuhkan

dan apa yang harus mereka tahu. Dari beberapa pengertian diatas, dapat

dsimpulkan bahwa pembelajaran problem based learning yaitu kegiatan yang

berpusat pada siswa yang menggunakan konteks dunia nyata pada permasalahan

yang diberikan agar siswa mampu membangun konsepnya sendiri dan dengan

bantuan guru siswa mampu memahami konsep matematika dengan baik.

Sintaks model Problem Based Learning menurut Arends yaitu: (1)

memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, (2) mengorganisasikan

siswa untuk meneliti, (3) membantu pemecahan mandiri/kelompok, (4)

mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, dan (5) menganalisis dan

mengevaluasi proses pembelajaran (Maskur, 2016)

Page 62: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

43

1.1.7 Pendekatan Metakognitif

Seorang siswa yang memiliki kemampuan untuk mengontrol respon dalam

belajar lebih tangguh dan tidak mudah putus asa. Jika siswa mampu memikirkan

pada proses berpikir, maka mereka akan memahami sifat kesulitan dalam belajar

matematika dan apa yang mereka rencanakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan

ini. Dengan kata lain, siswa perlu terbiasa mengendalikan proses berpikir yang

disebut metakognisi. Metakognisi didefinisikan sebagai kesadaran untuk berpikir

tentang berpikir (Amir MZ dan Wahyudin, 2016).

Metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang proses-

proses kognitifnya sendiri. Seseorang tahu bagaimana melakukan berbagai tugas

bila dibandingkan dengan orang lain. Jadi metakognitif bisa dikatakan

pengetahuan dimana hanya orang itu sendiri yang mengetahui apa yang ada dalam

dirinya sendiri, bukan orang lain. Matlin (dalam Khoiriah, 2011 ) menjelaskan

bahwa metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan pengontrolan seseorang

terhadap proses kognisinya dan metakognisi juga sangat penting karena

pengetahuan tentang proses kognisi dapat membantu seseorang dalam menyeleksi

strategi – strategi pemecahan masalah. Mulbar (Dalam Diandita, Johar & Abidin,

2017 ) mengungkapkan bahwa kemampuan metakognitif adalah kesadaran

berpikir seseorang tentang proses berfikirnya sendiri, sedangkan kesadaran

berfikir adalah kesadaran seseorang tentang apa yang dilakukan.

Pendekatan metakognitif pertama kali diperkenalkan oleh Kramarski

adalah pendekatan pembelajaran untuk melatih siswa untuk dapat memiliki

keterampilan metakognisi. Pada pendekatan metakognitif siswa diajarkan

Page 63: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

44

bagaimana menginterpretasikan suatu masalah sehingga hal itu terjadi mampu

mendeskripsikan masalah matematika dengan bahasa mereka sendiri sehingga

mampu menyelesaikan masalah (Maryanti dan Arvyati, 2018). Pertanyaan-

pertanyaan pemahaman, yang dirancang untuk mendorong siswa dalam

membayangkan atau memikirkan tugas atau pertanyaan sebelum dipecahkan.

1. Pertanyaan koneksi, untuk mendorong siswa untuk fokus pada persamaan

atau perbedaan tugas / pekerjaan yang mereka lakukan sekarang dengan

tugas / pekerjaan yang sudah mereka lakukan sebelumnya.

2. Pertanyaan strategis yang dirancang, untuk mendorong siswa untuk

mempertimbangkan strategi yang tepat dalam menyelesaikan tugas atau

masalah dan apa yang bisa diberikan.

3. Pertanyaan refleksi dirancang, untuk mendorong siswa merefleksikan

intuisi dan pemahaman mereka selama proses berlangsung.

Pendekatan metakognitif tertanam dalam praktik pembelajaran seperti

pembelajaran berbantuan masalah, survei pengetahuan, dan latihan reflektif

selama dikelas, dan kegiatan yang dirancang untuk mendukung pemikiran kritis.

Sayangnya, banyak instruktur berasumsi baik bahwa mahasiswa telah memiliki

keterampilan metakognitif yang diperlukan, atau bahwa keterampilan ini terlalu

canggih untuk mengajar di kursus pengantar. Suzana (dalam maulana, 2008)

mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan ketrampilan metakognitif

sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang,

memonitor, serta mengontrol, tentang apa yang mereka ketahui; apa yang

diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran

Page 64: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

45

dengan pendekatan metakognitif menitik beratkan pada aktifitas belajar siswa;

membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa

untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika.

Sedangkan Cohors-Fresenborg dan Kaune (2007 :1180-1189) merangkum

komponen-komponen metakognisi ke dalam 3 aktivitas metakognisi yang

dilakukan pada pemecahan masalah yang terdiri dari: 1. Merencanakan

(Planning), 2. Memantau (monitoring) dan 3. Merefleksi (evaluation). 1) Proses

Merencanakan Pada proses ini diperlukan peserta didik untuk meramal apakah

yang akan dipelajari, bagaimana masalah itu dikuasai dan kesan dari pada masalah

yang dipelajari, dan merencanakan cara tepat untuk memecahkan suatu masalah.

2) Proses memantau, Pada proses ini peserta didik perlu mengajukan pertanyaan

pada diri sendiri seperti apa yang saya lakukan? apa makna dari soal ini?,

bagaimana saya harus memecahkannya?, dan mengapa saya tidak memahami soal

ini? 3) Proses menilai/evaluasi Pada proses ini peserta didik membuat refleksi

untuk mengetahui bagaimana suatu kemahiran, nilai dan suatu pengetahuan yang

dikuasai oleh peserta didik tersebut. Mengapa peserta didik tersebut mudah atau

sulit untuk menguasainya, dan apa tindakan atau perbaikan yang harus dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas maka langkah-langkah pembelajaran dengan

pendekatan metakognisi, disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Tahapan Pendekatan Metakognisi

No Tahapan Keterangan

1. Tahap perencanaan (Planning)

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau topik yang akan dipelajari.

Page 65: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

46

2. Tahap pemantauan

(Monitoring)

3. Tahap evaluasi (Evaluation)

Siswa bekerja secara mandiri atau kelompok

menyelesaiakan tugas dari guru. Guru

berkeliling memandu siswa dalam kegiatan

menyelesaikan soal matematika.

Guru dan siswa melakukan evaluasi bersama

dari penyelesaian yang dilakukan, dilakukan

dengan presentasi di depan kelas perkelompok

maupun secara individu.

1.1.8 Schoology

Shoology merupakan salah satu laman web yang berbentuk web sosial

yang mana ia menawarkan pembelajaran sama seperti di dalam kelas secara

percuma dan mudah digunakan seperti Facebook. Menurut Lestari dan

Yudhanegara (dalam Hidayat, Wardono & Rusilowati, 2017) Aplikasi shoology

ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan proses pembelajaran di kelas saja,

melainkan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Selain itu juga shoology

sangat praktis, karena dengan media ini siswa dapat menggunakan dan mengakses

alat bantu belajar seperti bahan ajar dan materi latihan dalam sekali klik saja.

Melalui Schoology, pembelajaran akan semakin mudah. Menurut Luaran

(2012 : 104), para pendiri Schoology adalah Jeremy Friedman, Ryan Hwang, Tim

Trinidad dan Bill Kindler yang mengumpulkan dan memulai pengembangan

schoology pada akhir 2009. Tujuan dari e-learning ini adalah untuk menemukan

kemali teknologi yang dapat diimplimentasikan di dalam kelas. Shoology

merupakan e-learning yang menggabungkan antara jejaring sosial dan LMS

(Learning Management System) berbantuan web untuk berinteraksi sosial

sekaligus belajar. E-learning ini juga memberikan akses pada pengajar dan peserta

Page 66: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

47

didik untuk absensi, pengumpulan tugas, latihan soal dan media sumber belajar

yang bisa diakses kapanpun dan dimanapun serta juga memberikan akses pada

orang tua untuk memantau perkembangan belajar peserta didik di sekolah.

Schoology sangatlah lengkap dengan berbagai alat pembelajaran yang seperti

dilakukan di dunia nyata, mulai dari pengecekan kehadiran, tes, kuis, hingga

pengumpulan tugas peserta didik (Amiroh, 2013). Adapun fitur yang dimiliki

oleh schoology yaitu:

1. Courses, dengan menu courses, pengguna dapat membuat kelas baru,

bergabung dengan kelas yang sebelumnya sudah ada atau browsing melalui

daftar kelas yang telah ditetapkan.

2. Groups , berfungsi seperti pesan dinding di mana anggota grup juga dapat

mem-posting pesan dinding. Ketika bergabung dengan sebuah grup, pengguna

dapat mencari bagian dari grup yang pengguna inginkan.

3. Resources, untuk menjaga, melacak dokumen, file, dan gambar yang

pengguna upload dalam kelas.

4. Recent Activity, untuk menampilkan berita terbaru yang terdapat pada akun

Schoology. Kita dapat mem-posting dan mengupdate dalam akun serta

memilih halaman mana yang akan pengguna posting.

5. Calendar, untuk menampilkan halaman kalender yang telah diposting

sebelumnya di Recent Activity.

6. Messages, untuk mengirimkan pesan atau melihat pesan antara sesama

pengguna Schoology.

7. People, untuk dapat melihat daftar pengguna dalam suatu kelas.

Page 67: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

48

Sumber:(http://www.schoology.com)

Menurut Amiroh (dalam Effendi, 2017) menyebutkan beberapa kelebihan

dari schoology, antara lain:

a) Schoology menyediakan lebih banyak pilihan resources daripada yang

disediakan oleh Edmodo.

b) Schoology dapat menampung jenis soal (question bank) yang akan digunakan

saat kuis.

c) Schoology menyediakan fasilitas attandance absensi yang digunakan untuk

mengecek kehadiran siswa.

d) Schoology juga menyediakan fasilitas analityc untuk melihat semua aktivitas

siswa pada setiap course, assignment, discussion dan aktivitas lain yang

disiapkan untuk siswa. Schoology ini juga bisa diunduh melalui google

playstore untuk mempermudah peserta didik dan pengajar dalam proses belajar

mengajar berlangsung dengan baik dengan langsung memantau lewat

handphone ketika tidak sempat membuka lewat komputer atau laptop.

1.1.9 Penerapan Guided Discovery Learning – Metakognisis berbantuan

Schoology

Pembelajaran guided discovery learning – metakognisi berbantuan

schoology merupakan pembelajaran yang menggabungkan model guided

discovery learning dengan pendekatan metakognisi dan menggunakan schoology.

Sintaks ini diadopsi dari Eggen; Kauchak ( dalam Nuraina , 2018) dan Atma

murni (2010), Adapun sintaks pembelajaran guided discovery learning –

metakognisi berbantuan schoology disajikan dalam tabel berikut.

Page 68: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

49

Tabel 2.8 Sintaks Pembelajaran Guided Discovery Learning – Metakognisi

Berbantuan Schoology

Langkah – langkah

Model Guided

Discovery Learning

1. Stimulation

(Pemberian

Stimulus)

2. Problem Statement

(Pernyataan/

identifikasi masalah)

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Strategi Pendekatan Metakognisis berbantuan

schoology

Tahap Pe ndahulua n

1) Guru Membuat peraturan bersama peserta didik agar pembelajaran kondusif

2) Menjelaskan topik dan materi pelajaran Dalam tahap ini guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai, topik yang akan dipelajari, kegiatan yang

kan dilakukan dikelas, yang ditampilkan di Schoology. (Planning)

Tahap pemahaman masalah (understanding the

problem)

1) Siswa diminta mengidentifikasi proses

metakognitifnya dengan penuh keyakinan dan

kesadaran mengajukan pertanyaan pada diri sendiri.

Misalnya: “Apa makna soal ini?”, “Pengetahuan

awal apakah yang perlu saya gunakan?”, “Konsep

apakah yang saya butuhkan untuk menyelesaikan

masalah ini?”, “Mengapa saya menggunakan

pengetahuan awal ini?”, “Apakah yang harus saya

lakukan pertama kali?”, “Mampukah saya

menyelesaikan soal ini?” (self questioning) 2) Guru ikut membimbing dan menyakinkan siswa

siswa pada tahap pemahaman masalah, misalnya:,

“Apakah Anda sudah paham dengan makna

soalnya?”. Guru meminta siswa membaca ulang

soal yang juga dapat digunakan untuk menyelidiki

kebenaran representasi.

1) Guru membimbing siswa dalam pengumpulan data

baik berupa kegiatan eksperimen atau

pengumpulan informasi dari buku, internet maupun

sumber lain. 2) Guru mendorong siswa untuk berkontribusi secara

aktif dan kreatif dalam mengumpulkan informasi

yang relevan untuk membuktikan atau menemukan

suatu konsep.

3) Guru mengontrol dan memonitor proses berpikir siswa dengan mengajukan pertanyaan atau siswa

mengajukan pertanyaan pada diri sendiri. Misalnya: “data atau informasi yang dikumpulkan apakah

Page 69: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

50

4. Data Processing

(Pengolahan Data)

5. Verification (Memverifikasi)

6. Generalization

(Penarikan

Kesimpulan/

Generalisasi)

sudah benar?”,” apakah sudah sesuai dengan permasalahan?”

Tahap pengolahan data

1) Guru membimbing siswa dengan cara tanya jawab,

agar merangsang kemampuan metakognitif siswa,

dan siswa dapat terlibat dalam diskusi secara

interaktif serta saling bertukar ide dengan teman

sekelompoknya. (Monitoring)

2) Guru mengontrol dan memonitor proses berpikir

siswa dengan mengajukan pertanyaan atau siswa

mengajukan pertanyaan pada diri sendiri. Misalnya:

“sudah sesuaikah langkah penyelesaian masalah

yang sudah dilakukan?”,” adakah informasi baru

yang didapat setelah melakukan eksperimen?”, “

apa hubungan informasi lama (dari data awal)

dengan informasi yang baru di temukan ?” Tahap Ve rifikasi / pe me riksaan (Fase Te rbuka) 1) Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan

cara guru menentukan siswa atau kelompok

tertentu untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

(Evaluating)

2) Guru meminta siswa untuk mengamati dan

membandingkan hasil pekerjaan dari kelompok

lainnya, yang dipimpin oleh guru untuk

memformalkan konsep/definisi/prinsip matematika

yang ditemukan siswa.

Pe nutup dan pe ne rapan

1) Guru meminta siswa menarik kesimpulan untuk

dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama dengan

memperhatikan hasil verifikasi. 2) Siswa menerapkan pemahaman mereka ke dalam

konteks baru.

1.2 Kerangka Teoritis

Masalah siswa adalah soal matematika. Masalah dalam matematika pada

umumnya muncul dalam bentuk soal-soal matematika. Menurut Saefulloh

Page 70: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

51

(2015:11), soal/pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang

dimiliki penjawab. Menurut Dwijayanti (dalam Santoso, F.A., Soedjoko, E.,

2019) Semua orang akan selalu dihadapkan dengan masalah di hidup mereka,

karena itu sangat penting untuk semua orang termasuk siswa untuk belajar

pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan salah satu bagian terpenting

pada kurikulum matematika karena dalam proses pembelajaran maupun

penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan

pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada

pemecahan masalah dan Menurut Priangga & Wardono, ( 2019 ) kemampuan

pemecahan masalah siswa sangatlah penting, kemampuan tersebut berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam mencari dan menerima informasi, kemudian

mengelolanya menjadi rangkaian solusi yang terstruktur dan sistematis.

Rochani (2016) mengemukakan bahwa kemampuan peserta didik dalam

menyelesaikan masalah matematika antara yang satu dengan yang lain berbeda

karena dipengaruhi oleh faktor dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.

Kemampuan pemecahan masalah salah satu kemampuan yang dibutuhkan peserta

didik dalam belajar matematika, karena tidak sedikit siswa memilih jalan pintas

dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematis yang berakhir

dengan jawaban salah. Sebaliknya, mereka kurang terbiasa dengan tahap -tahap

memahami masalah, merencanakan strategi, melakukan pengerjaan atau

perhitungan, dan memeriksa jawaban (Darma & Sujadi, 2014).

Menurut NCTM (2000) yang mengatakan bahwa memiliki kemampuan

pemecahan masalah akan mendatangkan keuntungan besar dalam kehidupan

Page 71: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

52

sehari-hari, di masyarakat dan di tempat kerja. Pemecahan masalah merupakan

fokus dalam pembelajaran matematik yang mencakup masalah tertutup dengan

solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan

berbagai cara penyelesaiannya (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Selain itu,

NCTM (Pehkonen et aIl, 2013) mengemukakan bahwa pemecahan masalah

didefinisikan sebagai pengajaran metode yang dapat meningkatkan kualitas

pengajaran matematika di sekolah.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) menetapkan

pemahaman, pengetahuan, dan kemampuan yang harus diperoleh siswa, mulai

dari taman kanak-kanak hingga kelas 12. Standar isi pada NCTM memuat

bilangan dan operasi, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data, dan peluang

yang secara eksplisit dijelaskan sebagai kemampuan yang harus dimiliki siswa

dalam pembelajaran. Standar prosesnya memuat kemampuan pemecahan masalah,

penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi yang

merupakan cara penting untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan

(Oktavien dkk., 2012, hlm. 158). Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di

peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor

rata-rata internasional 494. Hasil studi PISA 2015, Indonesia berada di peringkat

ke-63 dari 70 negara peserta dengan skor rata-rata 386 sedangkan skor rata-rata

internasional 490 (OECD, 2016).

Salah satu faktor yang menjadi penyebab dari rendahnya prestasi siswa

Indonesia dalam PISA yaitu lemahnya kemampuan pemecahan masalah soal non-

routine atau level tinggi. Soal yang diujikan dalam PISA terdiri atas 6 level (level

Page 72: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

53

1 terendah dan level 6 tertinggi) dan soal-soal yang diujikan merupakan soal

kontekstual, permasalahannya diambil dari dunia nyata (Harahap, 2017). Menurut

Afri (2018 : 48) Keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah dipengaruhi

oleh cara siswa merespon kesulitan yang dihadapi saat mencari solusi dari

masalah tersebut. Kemampuan individu dalam menghadapi kesulitan ini disebut

adversity quotient (AQ). Hidayat, W., Sariningsih, R., (2018) mengatakan bahwa

tingkat kecerdasan seseorang relative berbeda. Kecerdasan dalam menghadapi

suatu kesulitan termasuk salah satu jenis adversity quotient. Adversity quotient

merupakan kecerdasan individu dalam mengatasi setiap kesulitan yang muncul.

Adversity quotient sering diindentikkan dengan daya juang untuk melawan

kesulitan. Adversity quotient dianggap sangat mendukung keberhasilan siswa

dalam meningkatkan prestasi belajar.

AQ sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, hal ini terlihat dari

studi Huijuan (2009) dan Bakare (2015) keduanya bertujuan untuk menentukan

apakah ada hubungan yang signifikan antara AQ dan kinerja akademik. Dalam

studi Huijuan, sebagian besar peserta memiliki AQ rendah sementara dalam studi

Bakare, sebagian besar memiliki skor AQ sedang. Kedua penelitian telah

menunjukkan bahwa AQ memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja

siswa (Amparo & Maureen M, 2015).

Selain itu, Matore (2015) juga mengatakan bahwa AQ berpengaruh

terhadap prestasi belajar. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkatan AQ

mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar siswa. Aspek pada hasil belajar

matematika salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah, oleh karena itu

Page 73: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

54

kemampuan pemecahan masalah merupakan fokus dari matematika sekolah dan

AQ berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

Media pembelajaran adalah salah satu aspek terpenting dalam kegiatan

pembelajaran. Dalam menanggapi hal ini, guru harus menguasai tiga komponen

utama pengetahuan yaitu konten, pedagogi, dan teknologi. Menurut Tinio (dalam

Utami, E.U., Nugroho, A.A.N., Dwijayanti, I., Sukarno, A., 2018), Media yang

baik juga akan mampu memberikan motivasi dan meningkatkan ketrampilan dasar

peserta didik. Karena itu, guru harus dapat menggunakan media dan pendekatan

pengajaran yang efektif serta mampu mengevaluasi pengajaran yang berkualitas ,

salah satunya adalah pengajaran berbantuan teknologi. Penggunaan media e-

learning di luar kelas dapat dikombinasikan dengan metode penemuan terbimbing

untuk menginstruksi di kelas. LMS (Learning Management System) yang juga

milik e-learning bisa jadi dikombinasikan dengan metode penemuan terbimbing

yang dapat mengurangi kegagalan siswa dalam belajar. Dalgarno, Kennedy, dan

Bennett (2004) merekomendasikan bahwa e-learning (simulasi berbantuan

komputer) harus dikombinasikan dengan dipandu metode penemuan. Salah satu

teknologi yang dapat di manfaatkan adalah Schoology.

Menurut Wardono et al. (2017) menyatakan bahwa dengan menggunakan

schoology merupakan media menyenangkan yang sesuai dengan perkembangan

zaman dan siswa belajar tidak terbatas pada ruang kelas dan waktunya. Schoology

dapat digunakan untuk komunikasi yang luas antara guru dan siswa, agar siswa

dapat lebih mudah untuk mengambil peran dalam diskusi dan kerja sama dalam

kelompok. Selain itu, siswa dapat mendapatkan materi dan latihan soal yang ada

Page 74: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

55

di schoology yang sudah disiapkan sebalumnya oleh guru baik di sekolah maupun

di rumah dengan menggunakan laptop ataupun telepon genggam secara mandiri.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa penggunaan teknologi dalam

pembelajaran memiliki efek positif pada pemecahan masalah kemampuan. Hal ini

didukung oleh hasil studi dari Ulfa Lu’luilmaknun and Dhoriva Urwatul Wutsqa

yang berjudul “The Effectiveness of E-learning Media with Guided Discovery

Method from The Perspective of Student’s Mathematics Problem Solving Skill”

hasil posttest dari kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol, sehingga dapat

disimpulkan bahwa media dengan metode penemuan terbimbing efektif

digunakan pada kemampuan pemecahan matematika siswa. Selain itu, Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati, Widodo, & Sumarni (dalam Imawan, O.R.,

2015) menunjukkan bahwa model GDL dapat meningkatkan keterampilan pemecahan

masalah peserta didik, dimana keterampilan pemecahan masalah merupakan salah satu

jenis keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Syazali, M. 2015 dalam studinya mengatakan, keberhasilan pencapaian

kompetensi satu mata pelajaran bergantung kepada beberapa aspek. Salah satu

aspek yang sangat mempengaruhi adalah bagaimana seorang guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Selain itu, Yulianto & Jailani, (2014) dalam studinya

mengatakan bahwa paradigma baru dalam pembelajaran menuntut perubahan

proses dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi

pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Salah satu model

pembelajaran yang dapat menjadikan pembelajaran berpusat pada siswa dan

mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah model

Page 75: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

56

pembelajaran guided discovery learning. Pendapat ini diperkuat dengan hasil

penelitian oleh Nuraina (2018), bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa menggunakan model pembelajaran guided discovery lebih baik

dari pada siswa menggunakan pembelajaran PBL saintifik. Selain itu, Yurniwati

& Hanum (2017) “that guided discovery learning improves students’ mathematics

learning outcomes”, mengatakan bahwa pembelajaran penemuan dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Metakognisi siswa juga sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.

Penelitian Nanang (2012) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah

siswa meningkat ketika kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan

pendekatan metakognitif. Hasil dari studi Özsoy , Gökhan and Aysegül Ataman

(2009), mengungkapkan bahwa, ada peningkatan keterampilan pemecahan

masalah siswa yang menggunakan pendekatan metakognisi. Pembelajaran

metakognitif mengajak siswa untuk mengembangkan konsep belajarnya. Siswa

bisa menyadari pentingnya penguasaan sebuah kemampuan matematika, melatih

kemandirian untuk belajar, dan memungkinkan siswa untuk menyadari

kekurangan dan kelebihannya, sehingga dapat melakukan kontrol terhadap

pengetahuannya (Nurasyiyah, D. A., 2014). Metakognisi siswa dapat

dikembangkan dengan menerapkan pendekatan metakognitif (Mawaddah, NE.,

Kartono, Suyitno, H., 2015).

Maka dari itu, metakognisi dapat digunakan sebagai alat yang berguna

untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Dalam proses

pembelajaran, pemilihan model dan media sangat dibutuhkan agar tujuan dari

Page 76: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

57

pembelajaran dapat tercapai. Namun, bukan hanya model dan media yang

berpengaruh dalam proses pebelajaran, terdapat faktor lain yang juga berpengaruh

di dalamnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan proses

pembelajaran adalah AQ siswa. AQ siswa merupakan salah satu variabel yang

penting dan menyangkut dengan cara siswa memahami pelajaran di sekolah

khususnya pelajaran matematika. AQ membantu meningkatkan potensi diri

peserta didik. Kemampuan pemecahan masalah sangat berkorelasi dengan

kecerdasan, kreativitas, kemampuan penalaran, kemampuan numerik, dan

kemampuan matematika Pimta (dalam Ismawati, dkk, 2017).

Stoltz (Fauziyah, dkk, 2013) mengelompokkan manusia dalam tiga kategori

AQ, yaitu: quitter (AQ rendah), camper (AQ sedang), dan climber (AQ tinggi).

Quitters merupakan kelompok manusia yang kurang memiliki kemauan untuk

menerima tantangan dalam hidupnya. Campers merupakan kelompok manusia

yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan

tantangan yang ada, tetapi mereka berhenti karena merasa sudah tidak mampu

lagi. Berikutnya, Climbers merupakan kelompok manusia yang memilih untuk

terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus

menerjang, baik berupa masalah, tantangan, hambatan, maupun hal–hal lain yang

terus didapat setiap harinya. Keberadaan AQ di kelas membantu peserta didik

dalam meningkatkan kemampuan dan prestasi belajar yang dicapai.

Pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery learning

berpendekatan metakognisi berbantuan schoology yang tinjauan dari adversity

qoutient diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan

Page 77: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

58

berbagai pemecahan masalah matematika sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah.

1.3 Kerangka Berfikir

Pemecahan masalah memiliki peran khusus dalam studi matematika.

Tujuan utama pengajaran dan pembelajaran matematika adalah mengembangkan

kemampuan memecahkan berbagai masalah matematika yang kompleks. NCTM

sangat menyarankan memasukkan pemecahan masalah dalam matematika

sekolah. Ada banyak pertimbangan untuk melakukan hal ini, yaitu: pertama,

pemecahan masalah adalah suatu bagian terbesar dari matematika. Kedua,

matematika mempunyai banyak aplikasi dan seringkali aplikasi-aplikasi tersebut

merupakan masalah penting dalam matematika. Ketiga, terdapat suatu motivasi

intrinsik yang melekat dalam pemecahan masalah matematika. Keempat,

pemecahan masalah dapat merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan, dan

yang terakhir, pemecahan masalah harus terdapat di dalam kurikulum matematika

sekolah agar dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

seni tentang pemecahan masalah. (Wilson, Fernandez & Hadaway, 1993).

Maka perlu pemilihan sebuah model pembelajaran yang tepat untuk

mendukung peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Model pembelajaran

yang cocok dalam permasalahan ini yaitu model pembelajaran guided discovery

learning. Salah satu kelebihan model pembelajaran GDL adalah siswa akan lebih

aktif dan kreatif sehingga dapat mendukung kemampuan problem solving siswa.

Keberhasilan belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh IQ (Intellegence

Qoutient) , EQ ( Emotional Qoutient), dan SQ (Spiritual Qoutient) saja. Dalam

Page 78: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

59

pembelajaran perlu diperhatikan juga AQ (Adversity Qoutient). Adversity

Qoutioent akan memperlihatkan perbedaan usaha dan hasil belajar siswa dalam

mencapai tujuan siswa. Tingkat Adversity Qoutioent akan mempengaruhi usaha

siswa dalam memecahkan masalah. Siswa yang masuk dalam AQ kategori

climber akan menyukai hal-hal yang menantang dan tidak mudah menyerah jika

mengalami kegagalan. Sikap seperti ini dibutuhkan dalam proses pemecahan

masalah. Berbeda dengan siswa yang memiliki AQ kategori quitter, mereka lebih

senang menghadapi tugas-tugas yang kurang menantang dan kurang berani

mengambil resiko dalam melakukan suatu hal, bahkan akan mimilih mundur jika

mengalami kegagalan (Martion, 2017). Pada penelitian ini dirancang suatu

penelitian dimana peneliti ingin mengetahui kemampuan pemecahan masalah

selama proses pemecahan masalah berdasarkan Adversity Qoutient yang

berbantuan Schoology. Kerangka berfikir pada penelitian ini terlihat pada gambar

2.1.

Page 79: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

60

1. NCTM (2000) pros es berfikir matematika dalam pembelajaran matematika meliputi

lima kompetens i s tandar utama yaitu kemampuan pemecahan mas alah, kemampuan

penalaran, kemampuan koneks i, kemampuan komunikas i dan kemampuan

repres entas i.

2. Branca (Sayiful, 2012), bahwa kemampuan pemecahan ma s alah adalah jantungnya

Masalah Kemampuan pemecahan mas alah s is wa yang

tergolong mas ih rendah

Penyebab

1. Kurang penerapan model dan media pembelajaran kreatif dan berbas is pemecahan

mas alah.

2. Pembelajaran mas ih dominan pada guru

3. Guru hanya terfokus pada perhitungan rutin s aja.

4. Guru belum memahami AQ s is wa.

5. Kegiatan pembelajaran mas ih terbataas tempat, waktu dan media.

Has il tes awal kemampuan pemecahan mas alah s is wa

Solusi

Model guided discovery learning

dengan pendekatan metakognis i

berbantuan schoology

Model problem based learning

(PBL)

Menurut teori bruner bahwa pembelajaran

akan lebih bermakna jika pembelajaran

melalui metode penemuan terbimbing, yang

dimana akan menguatkan s is wa dalam

pemahaman mengenai s uatu kons ep baru yang

s ebelumnya belum pernah diketahui.

Penggunaan media schoology berdampak pada

pembelajaran yang tidak terbatas waktu dan

Sis wa yang AQ pada tingkatan rendah akan

kes ulitan dalam memahami materi, s ehingga s is wa

yang dari awal tidak paham dengan materi,

menimbulkan antus ias me s is wa akan berkurang

s ehingga tidak ada us aha dan gampang menyerah

dalam menyeles aikan s oal. Sis wa yang AQ pada

tingkatan tinggi mempunyai kemauan ya ng pos itif

dan mudah memahami materi, s ehingga ada us aha

dan kerja keras dalam menyeles aikan mas alah

Has il tes akhir kemampuan pemecahan mas alah

s is wa

1. Rata – rata nilai kemamp uan p emecahan masalah siswa p ada p embelajaran guided discovery learning

dengan p endekatan metakognisi berbantuan schoology melamp aui Kriteria Ketuntasan M inimal (KKM )

dengan KKM kemamp uan p emecahan masalah matematika 60.

2. Prop orsi ketuntasan siswa y ang dikenai model guided discovery learning dengan p endekatan realistik

berbantuan schoology lebih dari 75%.

3. Prop orsi ketuntasan kemamp uan p emecahan masalah siswa y ang diajarkan dengan model guided discovery

learning berp endekatan metakognisi berbantuan schoology lebih baik dari kemamp uan p emecahan matematika siswa y ang diajarkan dengan p embelajaran PBL saintifik .

4. Rata – rata kemamp uan p emecahan masalah siswa p ada kelas dengan model guided discovery learning

berp endekatan metakognisi berbantuan schoology lebih baik darip ada rata – rata kemamp uan p emecahan masalah siswa p ada kelas dengan p embelajaran PBL saintifik.

5. Peningkatan kemamp uan p emecahan masalah siswa dengan p embelajaran guided discovery learning berp endekatan metakognisi berbantuan schoology lebih tinggi darip ada siswa p ada kelas PBL saintifik .

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir

Page 80: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

61

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah.

1. Rata – rata nilai kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran

guided discovery learning dengan pendekatan metakognisi berbantuan

schoology melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan KKM

kemampuan pemecahan masalah matematika 60.

2. Proporsi ketuntasan siswa yang dikenai model guided discovery learning

dengan pendekatan realistik berbantuan schoology lebih dari 75%.

3. Proporsi kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan model

guided discovery learning berpendekatan metakognisi berbantuan schoology

lebih baik dari kemampuan pemecahan matematika siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran PBL saintifik .

4. Rata – rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas dengan model

guided discovery learning berpendekatan metakognisi berbantuan schoology

lebih baik daripada rata – rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada

kelas dengan pembelajaran PBL saintifik .

5. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran

guided discovery learning berpendekatan metakognisi berbantuan schoology

lebih tinggi daripada siswa pada kelas PBL saintifik .

Page 81: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

156

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1) Pembelajaran guided discovery learning berpendekatan metakognisi

berbantuan schoology efektif terhadap kemampuan pemecahan

masalah siswa kelas VIII. Hal ini ditunjukkan dengan hasil dari

kuantitatif berikut ini.

a) Kemampuan pemecahan masalah pada kelas yang diajar dengan

model Guided Discovery Learning pendektan metakognitif

berbantuan Schoology melebihi batas tuntas aktual yang telah

diperoleh dari perhitungan tes awal kemampuan pemecahan

masalah yaitu 60 ;

b) Pembelajaran padakelas yang menggunakan model Guided

Discovery Learning pendektan metakognitif berbantuan Schoology

mampu menghantarkan siswa mencapai batas tuntas aktual secara

klasikal dengan mencapai ketuntasan lebih dari 75 %. ;

c) Proporsi kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan

dengan model guided discovery learning berpendekatan

metakognisi berbantuan schoology lebih baik dari kemampuan

pemecahan matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

PBL saintifik ;

156

Page 82: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

157

d) Kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas dengan model

guided discovery learning berpendekatan metakognisi berbantuan

schoology lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah

siswa pada kelas dengan pembelajaran PBL saintifik,

e) Adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa

dengan pembelajaran guided discovery learning berpendekatan

metakognisi berbantuan schoology lebih tinggi daripada siswa pada

kelas PBL saintifik.

2) Berdasarkan analisis kemmapuan pemecahan masalah ditinjau dari AQ

diperoleh hasil sebagai berikut.

a) Kategori Quitters

Siswa dengan kategori Quitters dalam pemecahan masalah,

dapat menuliskan informasi yang diketahui dan ditanyakan, namun

tahapan pemahamannya masih rendah. Subjek Quitters dapat

menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal

walaupun belum maksimal. Pada tahap perencanaan pemecahan

masalah, subjek Quitters tidak menuliskan secara jelas rencana

pemecahan masalahnya pada lembar jawab dan belum mampu

menuliskan rencananya secara bertahap dan jelas. Tahap

melaksanakan rencana pemecahan masalah, siswa Quitters belum

mampu menuliskan penyelesaian dengan jelas, ada beberapa

tahapan yang tidak sesuai dengan perhitungan yang sebelumnya

walaupun hasil akhir yang didapat benar. Pada tahap pemeriksaan

Page 83: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

158

kembali, siswa Quitters belum mampu melakukan pengecekan

kembali secara maksimal.

b) Kategori Campers

Siswa dengan kategori Campers dalam pemecahan masalah,

mampu memahami soal dengan baik. Selain itu, siswa campers

mampu mengemukakan kembali masalah dengan bahasanya

sendiri. Pada proses perencanaan pemecahan masalah, siswa

campers menuliskan data-data pendukung untuk digunakan dalam

penyelesaian soal. Kemudian, pada proses pelaksanaan rencana

pemecahan masalah, siswa campers mampu menuliskan

penyelesaian dengan baik dan sesuai dengan aturan matematika.

Siswa campers pada tahapan pengecekan kembali, menganggap

proses tersebut tidaklah penting dan tidak percaya diri atas jawaban

yang diperolehnya.

c) Kategori Climbers

Siswa dengan kategori Climbers dalam pemecahan

masalah, mampu menuliskan informasi yang diketahui dan

ditanyakan secara tegas. Pada tahap perencanaan pemecahan

masalah, siswa climbers dapat menuliskan data-data pendukung

untuk digunakan dalam penyelesaian soal, seperti menuliskan

rumus sampai dengaan rencana akhir. Proses pelaksanaan

perencanaan pemecahan masalah, siswa climbers mampu

melaksanakan rencana pemecahan masalah dengan baik. Ia tidak

Page 84: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

159

mengalami kesulitan yang berarti dan dapat menyelesaikannya

sesuai dengan apa yang direncanakannya. Siswa climbers juga

menuliskan satuan pada setiap perhitungannya dan hasil

perhitungannya juga benar. Pada tahap pengecekan kembali, siswa

climbers melakukan pengecekan kembali secara mandiri dan lebih

teliti.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperolah peneliti memberikan saran-saran

sebagai berikut.

1. Bagi Guru

a. Penggunaan model Guided Discovery Learning pendekatan

metakognisi siswa berbantuan Schoology efektif dalam

mengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa. Oleh

karena itu, model pembelajaran ini bisa menjadi salah satu pilihan

untuk dapat diterapkan dikelas dalam pengembangan kemampuan

pemecahan masalah siswa.

b. Setiap siswa mempunyai kemampuan AQ yang berbeda dan

memiliki kemampuan pemecahan yang berbeda-beda, oleh karena

itu guru sebaiknya memberikan perhatian yang lebih terhadap

siswa yang kategori Quitters agar supaya siswa tersebut tidak

terbiasa selalu menyerah dalam menyelesaikan soal.

Page 85: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

160

2. Bagi Siswa

Melalui pembelajaran GDL pendekatan metakognisi

berbantuan Schoology, kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa meningkat.

3. Bagi Sekolah

Dijadikan bahan untuk memotivasi guru dalam mengembangkan

pembelajaran matematika, terutama kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

Page 86: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

161

DAFTAR PUSTAKA

Afri, L.D., 2018. Hubungan Adversity Quotient Dengan Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa SMP Pada Pembelajaran Matematika. Axiom, 7 (2) : 48

Afrida, A.N., Sugiarto, Soedjoko, E. 2015. Keefektifan Guided Discovery

Berbantuan Smart Sticker Terhadap Rasa Ingin Tahu Dan Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa Kelas VII, UJME, 4 (2):104-109.

Agustyarini, Y.,Jailani. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Dengan

Pendekatan Kontekstual Dan Metode Penemuan Terbimbing Untuk

Meningkatkan EQ Dan SQ Siswa SMP Akselerasi, JRPM , 2 (1) : 135 – 147

Amparo, M. M. , 2015. The Level Of Adversity Quotient And Social Skills Of

Student Leaders At De La Salle Lipa, A Thesis Presented To The Faculty

Of Psychology Department College Of Education, Arts And Sciences De

La Salle Lipa

Archambault, J. 2008. The Effect of Developing Kinematics Concepts

Graphically Prior to Introducing Algebraic Problem Solving Technique.

Action Reasearch Required for the Master of Natural Science Degree with

Concentration in Physics; Arizona State Univers ity.

Arifin, Z. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S., 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :Bumi Aksara

Arvyaty, S. dan Maryanti, E. 2018. Teaching Material Mathematics with a

Metacognitive Approach Guidance. Department of Mathematics Education,

Halu Oleo University, Indonesia, Journal of Education and Learning

(EduLearn) 12 (2): 306-310 ISSN: 2089-9823

Ayubi, I.I.A., Erwanuddin, Bernard, M., 2018. Pengaruh Pembelajaran

Berbantuan Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa SMA, JPMI, 1(3) , ISSN 2614-2155

Banitt, J. 2013. The Effects of Technology Integration on Student

Engagement.http://sophia.stkate.edu/maed/7/. Diunduh tanggal 16 September 2018.

Buyung. 2017, Analisis Kemampuan Literasi Matematika Dan Karakter Kerja

Keras Melalui Pembelajaran Inkuiri Dengan Strategi Scaffolding. Tesis

Pensisikan Matematika, S2. Unnes : Semarang.

Bruner, Jerome S, 1915. Encyclopedia of the sciences of learning. Springer, DOI

10.1007/978-1-4419-1428-6,

Page 87: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

162

Chrissanti, M.I.C., Widjajanti, D.B., 2015. Keefektifan Pendekatan Metakognitif

Ditinjau Dari Prestasi Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis, Dan Minat

Belajar Matematika. JRPM, 2 (1) : 51-62

Dalgarno, B., Kennedy. G., and Bennett, S., 2014. The impact of students’

exploration strategies on discovery learning using computer-based

simulations EMI. Educ. Media Int. 51 pp. 310–329

Darojat, latifah. 2016. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Dalam

Menyelesaikan Soal Open Ended Berdasarkan AQ Dengan Learning Cycle

7e. Vol. 5 (1)

Darma, Y., Sujadi, I., 2014. Strategi Heuristik Dengan Pendekatan Metakognitif

Dan Investigasi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Madrasah Aliyah, JPM, 15(2)

Diandita, E.R., Johar, R., Abidin, T.F., 2017. Kemampuan Komunikasi Matematis

Dan Metakognitif Siswa SMP Pada Materi Lingkaran Berdasarkan Gender.

JPM, 11 (2), Hal 79-97

Dewi, dkk. 2017. Pengaruh Guided Discovery Learning Terhadap Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Efficacy Siswa. JPM , 18(2).

Effend i, L. A. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan

Terbimbing untuk Meningkatkan Kemapuan Representasi dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.13(2), 1412565X.

Fajar, I.B., 2016 Perbandingan Penggunaan Antara Model Guided Inquiry Dengan

Guided Discovery Learning Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada

Pembelajaran TIK (Studi kasus siswa kelas VII SMP Kesatrian 1 Semarang

tahun ajaran 2014/2015). Vol 3(1)

Fajariah, Dwidayati, Cahyono. 2017. Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau

dari Self-Efficacy Siswa dalam Implementasi Model Pembelajaran Arias

Berpendekatan Saintifik. UJMER Vol.6 (2)

Fauziyah, L., Kartono. 2017. Model Problem Based Learning dengan Pendekatan

Open- Endedu untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa.

UJMER 6 (1): 59-67

Cohors-Fresenborg, E., and Kaune, C., 2007, Modelling Classroom Discussion

and Categorizing Discursive and Metacognitive Activities, In Proceeding of

CERME 5

Page 88: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

163

Hakim, dkk. 2018. Hubungan self confidence dan adversity qoutient terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Jurnal penelitian

pendidikan. ISSN 1412-565 x. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Hartono, Y., Zulkardi, Novita, R. 2012. Exploring Primary Student’s Problem-

Solving Ability by Doing Tasks Like PISA’s Question. JME, 3(2) : 133-

150

Hartanto, F., D., Mariani, Sc., 2019. An Analysis of Mathematical Problem

Solving Ability in Terms of Students’ Cognitive Style in Learning PBL

Includes Ethnomatematics, UJMER 8 (1) : 65-71

Hastuti, E.D., Suyitno, H., Waluyo, S.B., 2014. Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Pada Pembelajaran Terpadu Model Integrated Bermuatan

Pendidikan Karakter UJMER 3 (2) ISSN 2252-6455

Hawa, Siti. 2014. Pengembangan Pembelajaran Matematika. Universitas Negeri

Yogyakarta.

Hamalik, Oemar. (2002). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.

Jakarta: Bumi Aksara

Hidayat, W., Sariningsih, R., 2018. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dan Adversity Quotient Siswa Smp Melalui Pembelajaran Open Ended,

JNPM , 2 (1) : 109

Hidayat, Y.,N., Wardono, Rusilowati, A., 2017. Analisis Kemampuan Literasi

Matematika Ditinjau Dari Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Synectic

Berbantuan Schoology, ISSN 2613 – 9189

Herlambang, 2013. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang tentang Bangun Datar Ditinjau Dari

Teori Van Hielle. Tesis. Bengkulu: PPS Universitas Bengkulu.

Hesti, C. dan Setyawati, R. W. 2016. Pentingnya Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah melalui PBL untuk Mempersiapkan Generasi Unggul

Menghadapi MEA. Seminar Nasional Matematika X. Semarang :

Universitas Negeri Semarang

Hutauruk, J.B. dan Agusmanto. 2016. Pendekatan Metakognitif Dalam

Pembelajaran Matematika. ISSBN 978-602-71252-1-6. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.

Ibda, Fatimah. 2015, Perkembangan Kognitif : Teori Jean Piaget. Jurnal Dosen

Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN Ar-Raniry.

Page 89: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

164

Imawan, O.R., 2015. Perbandingan antara Keefektifan Model Guided Discovery

Learning dan Project-Based Learning pada Matakuliah Geometri, JPM

10(2):179-188, ISSN : 1978-4538

Kaune, C. & Cohor, E. F. 2003. Mechanisms Of The Taking Effect Of

Metacognition In Understanding Prosesses In Mathematics Teaching

Germany : institute for cognitive mathematics faculty of mathematics and

computer science university of osnarbruck. D-49069

Kariman, D., Harisman, Y., Sovia, A., Prahmana, R.C.I., 2019 Effectiveness Of

Guided Discovery-Based Module: A Case Study In Padang City, Indonesia.

JME, 10 (2): 239-250

Karim, A., 2012. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam Pembelajaran

Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan

Berfikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. ISSN 1412-565X

Kay, D. dan Kibble, J. 2016. Learning theories 101 : aplikcation to everyday

teaching and scholarship. Doi : 10.1152. medical education, college of medicine, university of central florida, orlando, florida.

Mawaddah, NE., Kartono, Suyitno, H., 2015. Model Pembelajaran Discovery

Learning Dengan Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan

Metakognisi Dan Kemampuan BerpikirKreatif Matematis. UJMER 4 (1)

ISSN 2252 -6455

Maskur. 2016, Model PBL dengan Scaffolding Berbantuan Schoology untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Karakter Mandiri.

Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Maya, Y., Ibrahim, L.,Safrina, K., 2018. Penerapan Model Pembelajaran Guided

Discovery Learning (Gdl) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa

Smpn I Bandar Baru, Vol.2 (2) , ISSN 2549-3906

Mayer R E. 2002. The Promise of Educational Psychology, Vol II Teaching for

Meaningful Learning (Pearson Education, New Jersey)

Martio, F. 2017, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Siswa

Berdasarkan Adversity Qoutient Pada Pembelajaran Berbantuan Masalah.

Vol. 2 (1)

Page 90: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

165

Millah, N., Waluya, B.St., Walid, 2018. Problem solving skill through think pair

share model with murder approach viewed from learning interest of tenth

grade students, UJME 7 (3) :172-179, ISSN : 2252 – 6927

Merianah. 2019. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Adversity Quotient

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SDIT

IQRA’1 Kota Bengkulu. JPMR , 4(1): 29- 35

Mulhamah dan Putrawangsa, S., 2016. Penerapan Pembelajaran Kontekstual

Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, JPM,

10 (1) : 59-80

MZ, Z.A., & Wahyudin. 2016. Exploration of metacognitive ability at elementary

school students in learning mathematics (Case study in 1 th Grade students

of elementary school). Journal of Innovative Technology and Education,

3(1) : 179-184.

MZ, Z.A., Risnawati, Kurniati, A., Prahmana, R.C.I., 2017. Adversity Quotient in

Mathematics Learning (Quantitative Study on Students Boarding School in

Pekanbaru), IJEME, Vol. 1 (2) : 169-176

NCTM. 2000. Principles And Standards For School Mathematics. Reston VA : NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 1973. Principles and Standards for

School Mathematics. Reston. VA: NCTM. Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA.

E-ISSN 2502-5457, p-ISSN 2088-351X

Nuraina. 2018, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery

Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Pada Materi Trigonometri. Majalah Ilmiah Universitas Almuslim, Volume 10 (3) ISSN : 2085-6172.

Nurhayati, dan Fajrianti, Noram. 2015, Pengaruh Adversity Qoutient (AQ) Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Matematika.

Nugroho, A.A.N., Putra, R.W.Y.,Putra, F.G., Syazali, M., 2017. Pengembangan

Blog Sebagai Media Pembelajaran Matematika, Al-Jabar, Vol.8 (2) :197-

203

Nurasyiyah, D. A., 2014. Pendekatan Metakognitif Dalam Pembelajaran

Matematika Untuk Pencapaian Kemampuan Koneksi Dan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa Sma. JMP, 6 (2): 115-125

Noer, S. H. dan Asri, E. Y. 2015. Guided Discovery Learning dalam

Pembelajaran Matematika. Hal : 891. ISBN. 978-602-73403-0-5. Seminar

Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika UNY.

Page 91: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

166

Nikam, V.B., & Uplane, M.M. 2013. Adversity quotient and defense mechanism

of secondary school student. Universal Journal of Educational Research,

1(4), 303-308.

Nuriyatin, S., Hartono, H., 2018. Pengembangan Pembelajaran Penemuan

Terbimbing Untuk Meningkatkan Berfikir Kritis Dan Motivasi Belajar

Geometri Di SMP, Pythagoras : Jurnal Pendidikan Matematika, 11 (2) :

207-218

Noriza, M.D., Kartono, & sugianto, 2015. Kemampuan Pemecahan Masalah Dan

Disposisi Matematis Siswa Kelas X Pada Pembelajaran Berbantuan

Masalah. UJMER 4 (2) ISSN 2252-6455

Lestari, I., Andinny, Y., mailizar, 2019. Pengaruh Model Pembelajaran Situation

Based Learning dan Kemandirian Belajar Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis, JNPM , 3 (1)

Leonard dan Amana. 2014, Pengaruh Adversity Quotient (AQ) Dan Kemampuan

Berpikir Kritis Terhadap Prestasi Belajar Matematika. Universitas

Indraprasta PGRI

OECD. 2016. PISA 2015 Results in Focus. New York: Columbia University

Özsoy , Gökhan and Aysegül Ataman, 2009. The effect of metacognitive

strategy training on mathematical problem solving achievement,

international Electronic Journal of Elementary Education , 1(2), Aksaray

University, Aksaray, Turkey

Pehkonen, E., Näveri, L., & Laine, A. 2013. On teaching problem-solving in

school mathematics. CEPS Journal: Center for Educational Policy Studies

Journal, 3(4) : 9-23.

Prameswari, 2016. Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Ditinjau

Dari Adversity Quotient (AQ). Vol. 5(3). Universitas Negeri Surabaya

Priangga, Y.S., dan Wardono, 2019. Pengembangan Media Pembelajaran

PLSolves Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Materi SPLTV

Aturan Cramer, ISSN 2613- 9189.

Purnomo, Y.W., 2014. Keefektifan Model Penemuan Terbimbing dan

Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika, Vol. 41 (1) :37-54

Purwati, L., Rochmad, Wuryanto, 2018. An analysis of mathematical problem

solving ability based on hard work character in mathematics learning using

connecting organizing reflecting extending model, UJME, 7 (3) :195 -202 ,

Page 92: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

167

ISSN : 2252-6927

Polya, G. 1973. How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Methods. New Jersey: Pearson Education, Inc

Polya, G. 1985. How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Methods. New

Jersey: Pearson Education, Inc

Qorri’ah. 2011. “Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun

Ruang Sisi Lengkung”. Skripsi. Jakarta : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah

Rumapea, R., 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dan

Pemberian Soal Open-Ended Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Ditinjau Dari Kemampuan Awal Matematika, JPM,

Volume 12 (1) : 1-14

Runisah, Herman, T., & Dahlan, J.A. (2017). Using the 5e learning cycle with

metacognitive technique to enhance students’ mathematical critical thinking

skills. International Journal on Emerging Mathematics Education, Vol.1(1)

: 87-98.

Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito

Rochani, S. 2016. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Adversity

Quotient Siswa SMP Melalui Pembelajaran Open Ended, Jurnal Riset

Pendidikan Matematika, Vol. 3(2) : 273-283

Rohmawati, Afifatu. 2015. Efektivitas Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Usia

Dini. Vol. 9 Edisi 1. Jakarta : PAUD Pps Universitas Negeri Jakarta.

Riau, B.E.S., Junaedi, I., 2016. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik Siswa Kelas VII Berdasarkan Gaya Belajar Pada Pembelajaran

PBL. UJMER 5 (2)

Santoso, F.A., Soedjoko, E., 2019. The Problem Solving ability of 7th grade

students on problem based learning assisted by mathematics mobile

learning application, UJME 8 (2) : 89- 97, ISSN : 252-6927

Page 93: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

168

Sinaga, N.A., 2016. Pengembangan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Dan

Penalaran Matematika Siswa SMP Kelas VIII, Pythagoras: Jurnal

Pendidikan Matematika, 11 (2) :169-181

Sitorus, J.S., Rahayu, A., 2016.Effect of Guided Discovery Method And Problem

Solving Method fo Students’ Critical Thinking Ski ls, advances in

Economics, Business and Management Research, Vol 15 : 224-228

Senthamarai, K.B., C. Sivapragasam, & R. Senthilkumar. 2016. A Study On

Problem Solving Ability In Mathematics of IX Standard Students in

Dindigul District. International Journal of Applied Research, 2(1): 797-799.

Sugiman, Kusuma, Y.S., 2013. Dampak Pendidikan Matematika Realistik

Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Smp. JME,

1 (1) : 41-51

Sulistiyoningsih, T., Kartono, Mulyono, 2015. PBL Bernuansa Adiwiyata Dengan

Blended Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah

Dan Karakter Peduli Lingkungan, UJMER 4 (2) ISSN 2252-6455

Sunandar, M.A., Zaenuri, Dwidayati, N.K., 2018. Mathematical Problem

Solving Ability Of Vocational School Students On Problem Based

Learning Model Nuanced Ethnomatematics Reviewed From Adversity

Quotient, UJMER 7 (1) : 1-8

Sundawan, M.D., Nopriana, T., 2019. Guided-Discovery Learning, Representasi

Matematis dan Konsep Diri Mahasiswa pada Materi Geometri, JNPM, 3 (1),

DOI: http://dx.doi.org/10.33603/jnpm.v3i1.1868.

Supinah dan Widdiharto, R. 2015.Implementasi Kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Matematika.Yogyakarta : PPPPTK Matematika

Supardi. 2013. Sekolah Efektif, Konsep Dasar dan Praktiknya. Jakarta: Rajawali

Pers.

Surya, E., Putri, F.A., Mukhtar, 2017, Improving Mathematical Problem-Solving

Ability And Self-Confidence Of High School Students Through

Contextual Learning Model, Vol. 8(1) : 85-94

Suryapuspitarini,B.K., Dewi,N.R., 2018. Problem Solving Ability Viewed From

The Adversity Quotient on Mathematics Connected Mathematics Project

Learning (CMP) With Etnomathematics Nuanced. UJMER 7(2) : 123-129

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Page 94: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

169

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar Proses\Belajar Mengajar. Bandung. Sinar

Baru Algensindo.

Sukestiyarno. 2014. Statistika Dasar. Yogyakarta: ANDI.

Sukestiyarno, 2012. Olah Data Penelitian Berbantuan SPSS. Cetakan 4. Semarang

: Universitas Negeri Semarang

Sumartini, T.S., 2016. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa melalui Pembelajaran Berbantuan Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut. 8 (3).

Stefano, Besana. 2012. Schoology: Il Learning Management System Diventa

Social. Online di

http://www.schoollibraryjournal.com.article/schoology.html//.Diunduh tanggal 30 September 2018.

Syaharuddin, 2016. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Dalam Hubungan Dengan Pemahaman Konsep Ditinjau Dari Gaya Belajar

Siswa Kelas VIII SMPN 4 Binamu Kabupaten Jeneponto. Tesis Universitas

Negeri Makassar.

Stoltz, PG. 2000. Adversity Quotoient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang

(diterjemahkan oleh T Hermaya). Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-17, Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2014, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Susanti, Musdi, E., Syarifuddin, 2017. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Matematika Materi Statistika Berbantuan Penemuan Terbimbing Untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Materi

Statistika. JNPM, 1 (2) : 305

Syaiful, 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. ISSN: 2088-2157. Vol. 02 (01)

Universitas Jambi.

Syazali, M. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Berbantuan Maple II Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis,

Al-Jabar, Vol.6 (1) : 91-98

Page 95: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

170

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1989).

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif -Progresif. Jakarta:

Kencana.

Ulfa, M., 2016. Perbandingan Keefektifan Antara Pembelajaran Penemuan

Terbimbing Dan Budaya Lokal Ditinjau Dari Prestasi Dan Motivasi Belajar. Pythagoras : Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 11 (2) : 149-159

Utami, L. P. 2016, Konstruktivisme dan teori sosiokultural : aplikasi dalam

pengajaran bahasa inggris. Jurnal bahasa, seni, dan pengajarannya.

Universitas Pendidikan Ganesha. Vol 11 (1).

Utami, E.U., Nugroho, A.A.N., Dwijayanti, I., Sukarno, A., 2018. Pengembangan

E-Modul Berbantuan Etnomatematika Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah, JNPM, Vol.2 (2) : 268

Ulfa, L., dan Wutsqa ,D. U.l, 2016. The Effectiveness of E-learning Media with

Guided Discovery Method from The Perspective of Student’s Mathematics

Problem Solving Skill, ICRIEMS Proceedings Published by Faculty Of

Mathematics And Natural Sciences Yogyakarta State University, ISBN 978-602-74529-3-0

Vendiagrys, L.,Junaedi, I., Masrukhan, 2015. Analisis Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Soal Setipe TIMSS Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa

Pada Pembelajaran Model Problem Based Learning, UJMER 4 (1), ISSN

2252-6455

Wardono, Waluya, S.B., Kartono, Mulyono dan Mariani, S. 2018. Literasi

Matematika Siswa SMP pada Pembelajaran Problem Based Learning

Realistik Edmodo Schoology. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional

Matematika. Vol. 1 (21) : 477 – 497

Wardhani, Sri dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika di SD. Yogyakarta: PPPPTK.

Widyastuti, Rany. 2015. Proses Berpikir Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika Berdasarkan Teori Polya Ditinjau Dari Adversity Quotient Tipe

Climber. Al-Jabar, Vol.6(2) : 183-193

Wilson, J.W., Fernandez, M.L., dan Hadaway, N. (1993). Mathematical Problem

Solving. [online]. Tersedia: http://jwilson.coe.uga.edu/emt725/PSsyn/ Pssyn.

html. [25 September 2018]

Page 96: KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS …

171

Yulianto & Jailani, 2014, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Smp

Menggun Akan Metode Penemuan Terbimbing Pada Kelas VIII Semester II

JRPM, Vol. 1(1) : 127-138

Yanuarto , Wanda Nugroho. 2015. Discovery Learning Dalam Mata Kuliah Teori

Belajar Dan Pembelajaran Untuk Menumbuhkan Kemampuan Penemuan

Diri. Isbn : 978-602-14930-3-8 Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian

Dan Pengabdian Lppm Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Yurniwati & Hanum, L. (2017). Improving mathematics achievement of

Indonesian 5 grade students through guided discovery learning. Journal on

Mathematics Education, 8(1):77–84.

Yusuf, Bistari Basuni. 2018. Konsep dan indikator pembelajaran efektif . Jurnal

kajian pembelajaran dan keilmuan, Pendidikan Matematika FKIP Untan.

Vol.1(2).