Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

10
DOI: http://dx.doi.org/10.14203/widyariset.4.2.2018.113-122 113 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122 ©2018Widyariset. All rights reserved Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang Pulau Bintan untuk mendukung keberadaan Dugong (Dugong dugon) The Seagrass Energy Content in Berakit and Pengudang Villages, Bintan Island for Supporting the existances of Dugong (Dugong dugon) Nurul Dhewani Mirah Sjafrie Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta, Indonesia 14048 E-mail: [email protected] A R T I C L E I N F O Abstract Article history Received date: 13 February 2016 Received in revised form date: 5 September 2017 Accepted date: 26 Oktober 2017 Available online date: 30 November 2018 Dugong dugon is belong of the Order Sirenia, family Dugonidae, known as a seagrass specialist and been categorized into endangerd species. In Bintan Island, these animals are found in the North season (December to February). This study aims to determine the seagrass energy content as dugong food which appeared in the Berakit and Pengudang village. Collecting of seagrass biomass was conducted in May 2015. A total of 40 transects squares measuring 1 x 1 meter used to take seagrass biomass. Information about dugong at two villages were gathering thru interview. Seagrass energy content is obtained by converting biomass into energy units. The result shows that potential seagrass energy content in the Berakit village are 5.40E+11 Joule, can feed 291-498 dugong, whereas the Pengudang village are 7.22E+11 Joule can feed 196-335 dugong. The seagrass energy content derived from Halodule uninervis in Pengudang village can feed 14-24 dugong. The seagrass in both of villages have great potential for dugong feed but the anthropo- genic disturbances should be considered. It is suggested that seagrass on the eastern coast of Bintan Island need to be managed seriously. Keywords: Seagrass energy, Halodule uninervis, Dugong dugon, Bintan island. Kata kunci: Abstrak Energi lamun Halodule uninervis Dugon dugon Pulau Bintan Dugong dugon termasuk ke dalam Ordo Sirenia, famili Dugonidae, dikenal sebagai seagrass specialist telah dikategorikan ke dalam endangerd species . Di Pulau Bintan, hewan ini ditemukan pada musim Utara (Desember-Februari). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan energi lamun sebagai makanan dugong yang muncul di Desa Berakit dan Pengudang. Pengambilan biomasa lamun dilakukan pada bulan Mei 2015. Sebanyak 40 transek kuadrat berukuran 1 x 1 meter digunakan untuk mengambil biomasa lamun. Selain itu, data terkait dengan kemunculan dugong digali melalui wawancara. Kandungan energi lamun diperoleh dengan mengonversi biomasa ke dalam satuan energi. Hasil penghitungan diketahui bahwa kandungan energi lamun yang potensial untuk pakan dugong di Desa Berakit adalah 5,40E+11 Joule dan dapat memenuhi kebutuhan pakan 291-498 ekor dungong, di Desa Pengudang sebesar 7,22E+11 Joule dan dapat memenuhi kebutuh- an 196-335 ekor dugong. Kandungan energi lamun dari jenis Halodule uninervis di Desa Pengudang dapat memenuhi kebutuhan 14-24 ekor dugong. Walaupun kandungan energi lamun di kedua desa sangat besar, tetapi pengaruh antropogenik yang terjadi cukup mengkhawatirkan. Disarankan agar ekosistem lamun di pesisir Timur Pulau Bintan perlu dikelola secara serius.

Transcript of Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

Page 1: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

DOI: http://dx.doi.org/10.14203/widyariset.4.2.2018.113-122 113

Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122

©2018Widyariset. All rights reserved

Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang Pulau Bintan untuk mendukung keberadaan

Dugong (Dugong dugon)

The Seagrass Energy Content in Berakit and Pengudang Villages, Bintan Island for Supporting the existances of Dugong

(Dugong dugon)

Nurul Dhewani Mirah SjafriePusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta, Indonesia 14048E-mail: [email protected] R T I C L E I N F O AbstractArticle historyReceived date:13 February 2016Received in revised form date:5 September 2017Accepted date:26 Oktober 2017Available online date:30 November 2018

Dugong dugon is belong of the Order Sirenia, family Dugonidae, known as a seagrass specialist and been categorized into endangerd species. In Bintan Island, these animals are found in the North season (December to February). This study aims to determine the seagrass energy content as dugong food which appeared in the Berakit and Pengudang village. Collecting of seagrass biomass was conducted in May 2015. A total of 40 transects squares measuring 1 x 1 meter used to take seagrass biomass. Information about dugong at two villages were gathering thru interview. Seagrass energy content is obtained by converting biomass into energy units. The result shows that potential seagrass energy content in the Berakit village are 5.40E+11 Joule, can feed 291-498 dugong, whereas the Pengudang village are 7.22E+11 Joule can feed 196-335 dugong. The seagrass energy content derived from Halodule uninervis in Pengudang village can feed 14-24 dugong. The seagrass in both of villages have great potential for dugong feed but the anthropo-genic disturbances should be considered. It is suggested that seagrass on the eastern coast of Bintan Island need to be managed seriously.Keywords: Seagrass energy, Halodule uninervis, Dugong dugon, Bintan island.

Kata kunci: Abstrak

Energi lamunHalodule uninervisDugon dugon Pulau Bintan

Dugong dugon termasuk ke dalam Ordo Sirenia, famili Dugonidae, dikenal sebagai seagrass specialist telah dikategorikan ke dalam endangerd species . Di Pulau Bintan, hewan ini ditemukan pada musim Utara (Desember-Februari). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan energi lamun sebagai makanan dugong yang muncul di Desa Berakit dan Pengudang. Pengambilan biomasa lamun dilakukan pada bulan Mei 2015. Sebanyak 40 transek kuadrat berukuran 1 x 1 meter digunakan untuk mengambil biomasa lamun. Selain itu, data terkait dengan kemunculan dugong digali melalui wawancara. Kandungan energi lamun diperoleh dengan mengonversi biomasa ke dalam satuan energi. Hasil penghitungan diketahui bahwa kandungan energi lamun yang potensial untuk pakan dugong di Desa Berakit adalah 5,40E+11 Joule dan dapat memenuhi kebutuhan pakan 291-498 ekor dungong, di Desa Pengudang sebesar 7,22E+11 Joule dan dapat memenuhi kebutuh- an 196-335 ekor dugong. Kandungan energi lamun dari jenis Halodule uninervis di Desa Pengudang dapat memenuhi kebutuhan 14-24 ekor dugong. Walaupun kandungan energi lamun di kedua desa sangat besar, tetapi pengaruh antropogenik yang terjadi cukup mengkhawatirkan. Disarankan agar ekosistem lamun di pesisir Timur Pulau Bintan perlu dikelola secara serius.

Page 2: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

114

Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122

PENDAHULUANLamun adalah satu-satunya tumbuh- an berbunga (spermatophyta) yang secara penuh beradaptasi pada lingkungan bahari. Tumbuhan ini mampu hidup di media air asin, berfungsi normal dalam keadaan ter-benam, mempunyai sistem perakaran yang berkembang biak serta mampu melaksana- kan daur generatif dalam keadaan terbenam. Lamun dapat berkembang membentuk hamparan luas di mintakat pasang surut (intertidal) maupun subtidal sehingga membentuk padang luas yang disebut padang lamun. Secara ekologis, padang lamun memiliki fungsi penting bagi daerah pesisir, yaitu: sumber utama produktivitas primer, sumber makanan bagi organisme, menstabilkan dasar yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat pembesaran beberapa jenis biota, peredam arus, dan tudung pelindung sinar panas surya bagi penghuninya.

Sebagai produsen primer, lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan, baik melalui proses dekomposisi sebagai serasah maupun dikonsumsi langsung oleh biota. Untuk Thalassia, produksinya berkisar antara 15-1500 g berat kering/m2/tahun (Hutomo, M., Azkab 1987). Sebagai habitat biota laut, padang lamun dihuni oleh berbagai jenis biota. Salah satu jenis biota yang penting adalah dugong.

Dugong (Dugong dugon, Müller 1776) adalah mamalia laut, termasuk ke dalam Ordo Sirenia famili Dugongidae, tergolong ke dalam kelompok herbivora. Hewan ini merupakan salah satu spesies langka dan terancam punah yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain Alor Nusa Tenggara Timur, Tolitoli Sulawesi Tengah, Bintan Kepulauan Riau, dan Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah. Kelangkaan dan keterancaman ini antara lain akibat siklus reproduksi yang rendah serta kerusakan area tempat men-

cari makan (feeding ground), area tempat mengasuh anak (nursery ground), dan area tempat bereproduksi (spawning ground). Apalagi, kekhasan spesies tersebut juga telah memicu perburuan ilegal sehingga berdampak pada meningkatnya ancaman kepunahan spesies tersebut (Anonim 2016). Untuk itu, diperlukan upaya konser-vasi dugong dan habitatnya dalam rangka menjaga keberlanjutan sumber daya hayati tersebut. Konvensi Perdagangan Spesies Terancam Punah Internasional (CITES) telah menetapkan Dugong masuk ke dalam daftar Lampiran 1 (Appendix 1) yang berarti bahwa spesies tersebut dilarang diperdagangkan secara internasional dan pemanfaatan terhadapnya dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 327/Kpts/Um/1972 dugong masuk ke dalam daftar spesies yang dilindungi (Anonim 2009a).

Dugong merupakan satu-satunya mamalia laut yang memakan tumbuhan laut dan hampir 90% dari makanan utamanya adalah lamun. Sheppard et al. (2006) me- nyatakan bahwa dugong hanya memakan lamun, oleh sebab itu dugong mendapat julukan seagrass specialist. Hasil peneliti- an De Iongh 1995 (dalam Nontji et al. 2012) menunjukkan bahwa jenis lamun yang dimakan dugong adalah Halodule uninervis. Selanjutnya, ada korelasi yang nyata antara dugong dengan ketersediaan makanan. Perubahan kelimpahan lamun dan kualitas nutrisi akan berpengaruh ter-hadap pergerakan dan siklus perkawinan dugong (Azkab 1998).

Penelitian tentang jumlah pakan yang dimakan oleh seekor dugong telah dilaporkan sejak tahun 70-an. Dari be- berapa publikasi diketahui bahwa kebutuh- an makan seekor dugong berbeda-beda. Azkab (1988) mengatakan bahwa dugong yang terdapat di Ancol menghabiskan 30-40 kg lamun basah per hari. Di Austra-

Page 3: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

115

Nurul Dhewani Mirah Sjafrie | Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengundang...

lia, dugong dapat menghabiskan 50-55 kg lamun basah per hari (Jones 1972 dalam Heinsohn et al. 1977). Di bagian utara Australia, dugong dapat menghabiskan 21-36 kg lamun basah tiap harinya (Anonim 2003). Di Indonesia, jumlah pakan dugong di alam belum pernah dilaporkan. Saat ini, penelitian yang berkaitan dengan pakan dugong lebih kepada melihat feeding trail (Rasheed et al. 2016) dan kandungan nutrisi pakan (Tol et al. 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk me- ngetahui kandungan energi lamun yang ada di perairan Desa Berakit dan Pengudang. Hasil yang diperoleh akan memberikan gambaran mengenai ketersediaan makanan bagi dugong, selanjutnya dapat digunakan dalam upaya pelestarian hewan tersebut.

METODOLOGITempat dan Waktu Penelitian

Padang lamun di pesisir timur Pulau Bintan memiliki keanekaragaman jenis lamun yang tinggi. Tercatat 9 jenis lamun dari 12 jenis yang ada di Indonesia (Sjafrie et al. 2017). Penelitian dilakukan di bagian utara Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabu-paten Bintan. Lokasi penelitian meliputi Desa Pengudang dan Berakit termasuk ke dalam Kecamatan Teluk Sebong. Peng- ambilan data dilakukan pada bulan Mei 2015.

Pengumpulan Data Biomasa Lamun

Tali sepanjang 100 meter diletakkan tegak lurus dengan garis pantai. Pada setiap 10 meter dari tali tersebut diletakkan transek kuadrat yang berukuran 100 cm x 100 cm (McKenzie 2003) yang terbagi men-jadi 16 kotak berukuran 25 cm x 25 cm. Untuk mengetahui biomasa, contoh lamun yang ada dalam transek kuadrat seluas 25 cm x 25 cm, diambil, dimasukkan ke

dalam kantong plastik, dan diberi label. Di laboratorium/basecamp, contoh lamun di-cuci, dibersihkan, dan dipisahkan menurut jenisnya (McKenzie 2003), selanjutnya ditimbang dengan timbangan elektrik. Berat kering masing-masing jenis lamun diperoleh dengan cara mengeringkan lamun dalam oven merk Single Wall Tran-site pada suhu 60 oC selama 24 jam.

Biomasaa lamun direpresentasikan dalam bentuk bobot kering per m2 (gram.m-2).

Blamun= ∑bi / A (1)

Keterangan:

Blamun = total berat kering lamun (gram.m-2)

bi = biomasa lamun jenis ke-i

A = Luas area total pengambilan contoh (m2)

Setelah diketahui biomasa masing- masing jenis lamun per m2, selanjutnya dikonversi menjadi biomasa jenis lamun dalam luasan kawasan lamun. Luas kawasan lamun di Desa Berakit dan Pengudang masing-masing adalah 1.248,51 ha dan 551,01 ha (Sjafrie et al. 2017). Jumlah keseluruhan biomasa lamun yang ada di masing-masing desa dihitung dan ditabulasikan.

Kandungan Energi Lamun

Kandungan energi lamun diperoleh dengan mengalikan biomasa lamun dan nilai kalori masing-masing jenis yang diperoleh dari publikasi Setyati et al. (2003); Rumiatin (2011); Putri (2011); Ukthy (2011); Noveliyana (2012); El-Din and El-Sherif (2013). Selanjutnya, kandungan energi masing-masing jenis lamun dalam satuan

Page 4: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

116

Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122

kalori dikonversikan menjadi satuan Joule. Penghitungan kandungan energi lamun diformulasikan sebagai berikut.

Elamun = BKlamun x Kj x L (2)

Keterangan:

Elamun = Energi lamun (Joule luas area)

BKlamun = berat kering lamun (gram luas area)

Kj = energi jenis lamun (Joule)

L = luas area ekosistem lamun (ha)

Halophila ovalis, Halophila decipiens, Cymodocea, Thallasia hemprichii, Zostera, Syringodium, dan Enhalus acoroides (Marsh et al. 1982; Kanjana et al. 2010). Tabel 1 memperlihatkan jenis-jenis lamun yang dimakan oleh dugong.

Tabel 1. Jenis lamun yang dikonsumsi dugong dari berbagai sumber

No Jenis lamun yang dimakan oleh dugong

Sumber

1 2 3 4

1 Halodule sp. x x x xHalodule uninervis x x x

2 Halophila sp. x x xHalophila ovalis x x x

Halophila decipiens x x x

3 Cymodocea sp. x x x

4 Thalassia xThallasia hemprichii x

5 Enhalus acoroides x x

6 Zostera x x x

7 Syringodium sp. x

8 Algae x x

Keterangan: 1) Marsh et al. (1982); 2) Kanjana et al. (2010); 3) Heinsohn and Birch (1972); 4) Jones (1967)

Kebutuhan pakan seekor dugong dalam tulisan ini mengacu pada Anonim (2003), yaitu 21-36 kg berat basah. Alasan penulis menggunakan acuan ter- sebut karena merupakan publikasi terbaru jika dibandingkan dengan dua publikasi lainnya.

Penghitungan makan seekor dugong adalah sebagai berikut.

• Seekor dugong memakan 21-36 kg lamun basah per hari.

• Hasil penimbangan biomassa lamun dari penelitian ini, diperoleh bahwa perbandingan rata-rata berat kering: berat basah sebesar 1:7. Dengan demikian kebutuhan makan seekor dugong setara dengan 3,0 x 103 gram berat kering sampai 5,14 x 103 gram berat kering lamun.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Energi Lamun yang Dimakan oleh Dugong

Marsh et al. (1982) menyatakan bahwa makanan utama dugong adalah lamun. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lebih dari 90% isi perut adalah lamun dan sisanya adalah beberapa jenis alga (seaweed). Jenis-jenis lamun yang disukai oleh dugong adalah Halodule uninervis,

Page 5: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

117

Nurul Dhewani Mirah Sjafrie | Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengundang...

• Nilai energi rata-rata jenis lamun adalah 4,08E+03 Joule.

• Kandungan energi lamun yang dimakan oleh dugong diperoleh dengan mengali- kan berat kering lamun yang dimakan oleh dugong dengan rata-rata nilai energi lamun.

• Sehingga, energi lamun yang dimakan seekor dugong setara dengan 1,21E+07 Joule sampai 2,07E+07 Joule.

Pengumpulan Informasi Terkait Dugong

Untuk mengetahui kemunculan dugong, penulis melakukan wawancara mendalam terhadap tetua desa. Di Desa Berakit, penulis mendapatkan informasi dugong dari ketua Suku Laut yang tinggal di dusun Panglong, sedangkan di Desa Pengudang informasi penulis dapatkan dari Ketua Dusun II. Selain itu penulis melakukan observasi mengenai kegiatan yang ada di area lamun yang mungkin mempengaruhi keberadaan dugong.

HASIL DAN PEMBAHASANKemunculan Dugong di Lokasi Penelitian

Desa Pengudang dan Berakit memiliki lamun dalam kondisi baik. Lokasi ini me-miliki nilai ekologis penting karena sering dijumpai hewan dugong (Dugong dugon) sedang mencari makan di perairan sekitar desa (Anonim 2009b). Hewan ini kerap terlihat pada musim Utara (Desember- Februari) atau terperangkap oleh jaring nelayan (Boncit Desa Berakit; Khusaeni Desa Pengudang, komunikasi pribadi).

Pada musim utara tahun 2015, penulis mendapatkan informasi tentang dugong yang terperangkap jaring nelayan di utara Pulau Bintan, yaitu Busung. Hewan cen- derung datang ke suatu lokasi dengan dua

tujuan, yaitu makanan atau melakukan re-produksi. Bila dikaitkan dengan ekosistem lamun di lokasi penelitian, munculnya dugong berkaitan dengan salah satu atau kedua alasan tersebut di atas.

Kandungan Energi Lamun

Penghitungan kandungan energi dari masing-masing jenis lamun di kedua desa memperlihatkan bahwa total kandungan energi lamun yang mungkin dapat di- makan oleh dugong adalah 8,16E+11 Joule di Desa Berakit dan 1,15E+12 Joule di Pengudang (Tabel 2). Keadaan ini mem-berikan peluang bagi dugong untuk mem-peroleh makanan. Selain itu, kandungan energi dari jenis Halodule uninervis, jenis lamun yang digemari dugong (De Iongh 1995 dalam Nontji et al. 2012) juga relatif tinggi.

Tabel 2. Kandungan energi lamun di Desa Berakit dan Pengudang

Jenis lamunKandungan energi (Joule)

Desa Berakit

Desa Pengudang

Thallasia hemprichii 8,61E+11 3,00E+11

Cymodocea rotundata - 6,48E+11

Cymodocea serrulata - 4,71E+10

Syringodium isoetifo-lium - 6,64E+11

Halodule uninervis - 4,12E+11

Halodule pinnifolia - 5,58E+11

Total 8,16E+11 1,15E+12

Sumber (data yang diolah)

Daya Dukung Kandungan Energi Lamun untuk Pakan Dugong

Desa berakit

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jenis lamun yang dapat menjadi pakan dugong hanya berasal jenis Thallasia

Page 6: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

118

Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122

hemprichii. Kandungan energi dari jenis tersebut adalah 8,61E+11 Joule. Marsh et al. (1982) menyatakan bahwa dugong juga memakan tumbuhan yang masih muda dari jenis Enhalus acoroides. Pada tulisan ini, penulis hanya memperhitungkan kandungan energi dari jenis T. hemprichii saja. Pertimbangan ini diambil karena E. acoroides yang terlihat di Desa Berakit memiliki tinggi >50 cm dan daun-daunnya keras, sehingga besar kemungkinan jenis ini tidak disukai dugong.

Menurut Heinsohn dan Birch (1972), seekor dugong akan menjelajahi 63% dari luasan area yang ada. Nilai tersebut se-lanjutnya digunakan penulis untuk meng-hitung potensi kandungan energi lamun yang dapat dimanfaatkan oleh dugong yang selanjutnya disebut sebagai potensi kandungan energi. Dengan demikian, potensi kandungan energi T. hemprichii yang ada di berakit adalah sebesar 5,42E+11 Joule. Jika seekor dugong menghabiskan 1,21E+07 Joule sampai 2,07E+07 Joule energi lamun untuk sekali makan, artinya kandungan energi T hemprichii dapat mendukung 26.167-44.858 kali makan dugong. Jika diasumsikan bahwa dugong di desa ini muncul pada Desember sampai Februari (90 hari). Diasumsikan bahwa seekor dugong dalam sehari hanya makan sekali, maka potensi kandungan energi T. hemprichii dapat mensuplai 291-498 ekor dugong. Desa pengudang

Penghitungan yang sama dilakukan di Desa Pengudang. Hasil yang diperoleh me- nunjukkan bahwa energi lamun adalah sebesar 1,15+E12 Joule. Jika luas jelajah seekor dugong adalah 63%, potensi kan-dungan energi lamun yang ada di Desa Pengudang adalah 7,22E+11 Joule atau dapat mendukung 34.903-59.709 kali makan dugong. Seperti asumsi di atas, bila kemunculan dugong hanya pada musim

utara dan hanya datang untuk sekali makan, potensi kandungan energi lamun yang ada dapat mendukung 196-335 ekor dugong.

Potensi kandungan energi yang dimiliki oleh masing-masing jenis lamun berbeda. Dengan demikian masing-masing jenis memiliki nilai yang berbeda dalam mendukung pakan dugong (Tabel 3.). Jenis lamun yang paling disukai dugong adalah Halodule uninervis. Energi lamun jenis H. uninervis di Desa Pengudang diketahui sebesar 2,59E+10 Joule. Artinya potensi kandungan energi lamun jenis H uninervis dapat mencukupi kebutuhan 1.253-2.144 kali makan, atau 14-24 ekor dugong pada musim utara.

Tabel 3. Potensi kandungan energi, frekuensi makan dan jumlah dugong di Desa Pengudang

Jenis lamun

Potensi kandungan

energi (Joule)

Frekuensi makan(kali)

Jumlah dugong(ekor)

Thallasia hemprichii 1,89E+11 9.138-

15.632 102-174

Cymodocea rotundata 4,31E+10 2.081-

3.560 23-40

Cymodocea serrulata 2,97E+10 1.433-

2.451 16-27

Syringodium isoetifolium 4,18E+10 2.020-

3.45622-38

Halodule uninervis 2,59E+10 1.253-

2.144 14-24

Halodule pinnifolia 3,51E+10 1.698-

2.904 19-32

Sumber (data yang diolah)

Informasi terakhir tentang jumlah lamun yang dimakan oleh dugong pe- nulis dapatkan dari publikasi tahun 2003. Padahal informasi tentang pakan dapat dijadikan dasar untuk menghitung berapa banyak dugong yang dapat didukung oleh suatu lokasi. Saat ini, informasi tentang pakan lebih menggali tentang kandungan nitrogen dalam jenis-jenis lamun (Tol et al. 2016).

Page 7: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

119

Nurul Dhewani Mirah Sjafrie | Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengundang...

Pendekatan daya dukung untuk keberadaan dugong dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pendekatan daya dukung berdasarkan kebutuhan area seekor dugong telah telah dipublikasikan oleh Wake (1975 dalam Heinsohn et al. 1977). Ia menyatakan bahwa seekor dungong memerlukan area seluas 3,5 ha untuk makannya selama satu tahun. Apabila dikaitkan dengan pertanyataan tersebut, Desa Berakit yang memiliki luas 1248 ha dapat mendukung 357 ekor dugong, sedangkan Desa Pengudang yang luasnya 551 ha dapat mendukung 157 ekor dugong.

Hasil penelitian ini melihat daya dukung dari sisi kebutuhan energi pakan dugong. Desa Berakit ternyata dapat mendukung 291-498 ekor dugong, arti- nya penghitungan daya dukung dengan pendekatan luas area jumlah dugong yang dapat disuplai oleh daerah tersebut masih dalam kisaran daya dukung dengan pendekatan energi pakan. Sebaliknya, Desa Pengudang dapat mendukung 196-335 ekor dugong, dan dengan pendekatan luas area hanya dapat memenuhi kebutuh- an 157 ekor dugong. Nilai daya dukung dengan pendekatan luas area lebih kecil dari pendekatan energi pakan. Oleh sebab itu, untuk kepentingan konservasi, infor-masi tentang daya dukung dugong perlu terus diteliti dari berbagai sudut pandang.

Beberapa Ancaman yang Mempengaruhi Keberadaan Dugong di Lokasi Penelitian

Informasi dari beberapa sumber menyebut-kan bahwa ancaman terhadap dugong umumnya berasal dari kegiatan antro- pogenik. Misalnya, kerusakan habitat lamun akibat pembangunan di pesisir, terjerat alat tangkap, perburuan (Marsh et al. (1982), dan perdagangan (Tania et al. 2016). Hasil observasi yang penulis lakukan di lokasi penelitian memperoleh gambar-

an bahwa ancaman terhadap populasi dan kelestarian dugong (Dugong dugon) adalah sebagai berikut. Kerusakan habitat lamun

Kerusakan habitat lamun di lokasi penelitian memang tidak terukur secara kuantitatif. Akan tetapi, hal tersebut ter-gambarkan oleh pembangunan pelabuhan internasional di Desa Berakit. Pada proses pembangunan tersebut telah dilakukan pengerukan dasar perairan untuk keperluan jalur keluar-masuknya kapal ke pelabuhan tersebut. Penduduk setempat menyatakan bahwa daerah yang digali untuk jalur kapal tersebut adalah daerah lamun.

Gambar 2. Pembangunan pelabuhan internasional di Desa Berakit (dokumentasi pribadi)

Alat tangkap nelayan

Nelayan di pesisir timur Pulau Bintan yang beraktivitas di kawasan lamun relatif sedikit (189 orang). Akan tetapi, ketergantungan mereka terhadap kawasan lamun tergolong tinggi, yaitu 77%-83%, demikian pula dengan intensitas penggunaan ekosistem lamun yang juga tinggi (77-79%) (Sjafrie et al. 2017). Artinya, ekosistem lamun merupakan tempat untuk mereka mencari tangkapan dengan intensif. Hal tersebut akan memberikan tekanan terhadap dugong dari sisi penggunaan alat tangkap.

Page 8: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

120

Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122

Alat tangkap yang digunakan nelayan untuk beraktivitas di ekosistem lamun sederhana. Mereka menggunakan bubu rajungan, gill net, dan kelong karang. Dari alat tangkap tersebut, yang berpengaruh terhadap keberadaan dugong adalah gill net. Biasanya dugong terjerat oleh jaring. Menurut informasi yang diperoleh dari tokoh masyarakat di kedua desa, hampir setiap tahun ada dugong yang tertangkap dalam jaring nelayan (Khusaeni and Boncit: komunikasi pribadi).

Gambar 3. Dugong yang terjerat jaring nelayan di lokasi penelitian (Anonim 2009b).

Pembangunan di pesisir

Pembangunan di pesisir timur Kabupaten Bintan semakin hari semakin marak. Hal ini mungkin dipicu oleh kebijak- an pemerintah daerah. Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Bintan Tahun 2005-2025 mengalokasikan daerah sepanjang pesisir timur Kabupaten Bintan sebagai kawasan wisata, termasuk Desa Berakit dan Pengudang. Gambar 4 memperlihatkan resor yang ada di sepanjang Pantai Trikora. Saat ini, deretan resor serta pondok-pondok wisata telah bermunculan di sepanjang pantai Desa Berakit dan Pengudang. Dampak pembangunan di kedua desa tersebut akan memengaruhi kualitas perair- an, misalnya peningkatan sedimentasi dan kekeruhan yang berakibat mengganggu

pertumbuhan lamun dan akhirnya akan memengaruhi potensi energi lamun sebagai makanan dugong.

Gambar 4. Beberapa resort yang ada di pesisir Pulau Bintan (https://earth.google.com).

Polusi

Polusi yang kerap terjadi di Desa Berakit dan Pengudang adalah tumpah- an minyak. Fenomena ini terjadi pada musim Utara (Desember-Februari). Saat itu, gelombang tinggi dan angin kuat. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh kapal-kapal yang tidak bertanggung jawab untuk membuang limbah. Di sisi lain, dugong muncul pada musim yang sama (musim utara), sehingga dikhawatirkan tumpahan minyak tersebut akan berpengaruh ter- hadap dugong itu sendiri.

Gambar 5. Tumpahan minyak di Desa Berakit (dokumentasi pribadi)

Page 9: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

121

Nurul Dhewani Mirah Sjafrie | Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengundang...

KESIMPULANEkosistem lamun di pesisir timur Kabu-paten Bintan memiliki potensi yang besar sebagai pakan dugong. Kandungan energi lamun untuk pakan dugong yang tersedia di Desa Berakit adalah sebesar 5,42E+11 Joule yang diperoleh dari lamun jenis Thallasia hemprichii. Kandungan energi ini dapat digunakan oleh 291-498 ekor dugong pada musim utara. Sementara itu, kandungan energi di Desa Pengudang sebesar 7,22+E11 Joule yang diperoleh dari 6 jenis lamun. Energi tersebut dapat mendukung 388-663 ekor dugong pada musim yang sama. Lebih spesifik lagi, kandungan energi Halodule uninervis yang ada di Desa Pengudang dapat mendukung 14-24 ekor dugong pada musim utara.

Potensi kandungan energi yang ada di Desa Berakit dan Pengudang merupakan aset yang perlu dijaga agar pakan dugong tetap tersedia. Oleh karena itu, aktivitas manusia di lokasi penelitian yang mem-berikan tekanan terhadap ekosistem lamun perlu dikelola secara serius.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih ke-pada Pak Boncit di Desa Berakit dan Pak Khusaeni di Desa Pengudang atas informasi tentang kemunculan dugong.

DAFTAR ACUANAnonim. 2003. “Management Program for

the Dugong (Dugong Dugon) in the Northern Territory of Australia 2003-2008 (DRAFT),” 29.

———. 2009a. Guidebook. Jenis-Jenis Ikan Yang Dilindungi Dan Masuk Dalam Appendiks CITES. Jakarta: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan R.I.

———. 2009b. “Riset untuk Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Lamun dan Ekosistem Terkait di Wilayah Pesisir Bintan Timur, Ke- pulauan Riau.” Jakarta.

———. 2016. Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Dugong dan Lamun di Indonesia. Edited by Syamsul Bahri Lubis. Depertemen Kelautan dan Perikanan R.I.

Azkab, M.H. 1998. “Duyung sebagai Pemakan Lamun.” Oseana XXIII (3 dan 4): 35–39.

El-Din, N. G. S., and Z M. El-Sherif. 2013. “Nutritional Value of Cymodocea nodosa and Posidonia oceanica along the Western Egyptian Medi-terranean Coast.” Egyptian Journal of Aquatic Research 39 (3). National Institute of Oceanography and Fisheries: 153–65. doi:10.1016/j.ejar.2013.10.001.

Heinsohn, G. E., and W. R. Birch. 1972. “Foods and Feeding Habits of the Dugong, Dugong dugon (Erxleben), in Northern Queensland, Autra-lia.” Mammalia 36 (3): 414–22. doi:10.1515/mamm.1972.36.3.414.

Heinsohn, G E, J Wake, H Marsh, and A V Spain. 1977. “The Dugong (Dugong dugon (Mtiler)) in the Seagrass System Introduction and Position of the Dugong in Marine Ecosystems.” Aquaculture 12: 235–48.

Hutomo, M., Azkab, M. H. 1987. “Peranan Lamun di Lingkungan Laut Dang-kal.” Oseana 12: 13–23.

Jones, S. 1967. “The Dugong Dugong du-gon (Mitller) Its Present Status in the Seas Round India with Observations on Its Behaviour in Captivity.” Inter-national Zoo Yearbook 7 (1): 215–20. doi:10.1111/j.1748-1090.1967.tb00398.x.

Kanjana A., S. Poovachiranon, P. Bou-kaew. 2010. “Stomach Contents of Dugongs (Dugong dugon) from Trang Province, Thailand.” KURE-NAI : Kyoto University Research Information Repository, 51–57.

Page 10: Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang ...

122

Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 113-122

Marsh, Helene, Peter W. Channells, George E. Heinsohn, and Janice Morrissey. 1982. “Analysis of Stomach Con-tents of Dugongs from Queensland.” Wildlife Research 9 (1): 55–67. doi:10.1071/WR9820055.

McKenzie, Lj, and Seagrass Watch. 2003. “Guidelines for the Rapid Assessment of Seagrass Habitats in the Western Pacific.” Queensland: Department of Primary Industries, no. July: 78. http://www.seagrass-wa tch .o rg /Methods /Manua l s /SeagrassWatch_Rapid_Assessment_Manual.pdf.

Nontji, A., T. E. Kuriandewa, E. Hariyadi. 2012. “National Review of Dugong and Seagrass: Indonesia.”

Noveliyana, Y. 2012. “Komponen Bioaktif, Total Fenol dan Aktivitas Antioksi-dan Lamun Halodule pinnifolia.” Institut Pertanian Bogor.

Putri, A. P. 2011. “Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Lamun Dugong (Thal-lasia hemprichii).” Institut Pertanian Bogor.

Rasheed, M., D. O. Grandy, E .Scott. 2016. “Dugong Feeding Ecology and Habitat use on Intertidal Banks of Port Curtis and Rodds Bay Interim Progress Report 2015.”

Rumiatin, R. O. 2011. “Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Lamun Enhalus acoroi-des.” Institut Pertanian Bogor.

Setyati, W. A., Subagyo, A. Ridlo. 2003. “Studi Potensi Berbagai Jenis Lamun: Makanan Kesehatan.”

Sheppard, James K., Anthony R. Preen, Helene Marsh, Ivan R. Lawler, Scott D. Whiting, and Rhondda E. Jones. 2006. “Movement Heteroge-neity of Dugongs, Dugong dugon (Müller), over Large Spatial Scales.” Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 334 (1): 64–83. doi:10.1016/j.jembe.2006.01.011.

Sjafrie, N.D.M., L. Adrianto, A. Damar,

and M. Boer. 2017. “Human Appro-priation of Net Primary Production (HANPP) in Seagrass Ecosystem: An Example from the East Coast of Bintan Regency, Kepulauan Riau Province, Indonesia.” Environment, Development and Sustainability. doi:10.1007/s10668-017-9914-z.

Tania, C., F. Mahonas, K. Wartonai, Haditya, Irwanto, E. N. Ihsan. 2016. “Studi Awal Distribusi dan Ancaman Dugong (Dugong dugon) di Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Papua Barat-Papua.” In Simposium Nasi-onal Dugong Dan Habitat Lamun. Bogor.

Tol, S. J., R. G. Coles, B. C. Congdon. 2016. “Dugong dugon Feeding in Tro- pical Australian Seagrass Meadow: Implication for Conservation Plan-ning.” PeerJ4:e2194.

Ukthy, N. 2011. “Kandungan Senyawa Fitokimia, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Lamun Syringodium isoetifolium.” Institut Pertanian Bogor.