KAJIAN RESPON GLIKEMIK BEBERAPA PRODUK OLAHAN UBI …digilib.unila.ac.id/29584/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of KAJIAN RESPON GLIKEMIK BEBERAPA PRODUK OLAHAN UBI …digilib.unila.ac.id/29584/3/SKRIPSI TANPA BAB...
KAJIAN RESPON GLIKEMIK BEBERAPA PRODUK OLAHANUBI JALAR UNGU
(Skripsi)
Oleh
VENNI ELSA MELINDA MANIK
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
Venni Elsa Melinda Manik
ABSTRACT
STUDY OF GLYCEMIC RESPONS OF SOME PURPLE SWEETPOTATO PROCESSED PRODUCTS
By
VENNI ELSA MELINDA MANIK
Purple sweet potato (Ipomoea batatas L.) is very potential to be developed as
functional food. Purple sweet potato could be boiled and consumed as snack or
processed into intermediate products such as flour. Further more purple sweet
potato flour could be modified through partial gelatinization and retrogradation
process. The combination of these processes resulted resistant starch rich-purple
sweet potato flour which has a physiological effect of lowering the glycemic
response. Resistant starch rich-purple sweet potato flour can used as the main
ingredient for noodle products. The aim of this research was to obtain glycemic
response values of purple sweet potato products such as boiled purple sweet
potatoes, purple sweet potato noodles, and resistant starch rich-purple sweet
potato noodles. So that we found the lowest glycemic response value. The
parameters observed were the proximate analysis (mouisture, ash, protein, fat, and
carbohydrate), total phenolic, anthocyanin, resistant starch contents, and
conversion rate of flour to sugar by enzyme α-amylase. Ten subject were
involved in the determination of glycemic response. The glycemic response was
determined by the area under curve (AUC) of the blood glucose after consumption
Venni Elsa Melinda Manik
of the products and glucose syrup was used as a reference. The glycemic
response data of products were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and
further tested using Duncan's multiple range to know the mean differences among
products at P < 0,05. The results showed the resistant starch rich-purple sweet
potato noodles had the lowest glycemic response with total moisture of 44,13 % ±
0,34, ash 1,38% db ± 0,16, protein 1,70% db ± 0,36, fat 0,63% db ± 0,02,
carbohydrate by difference 96,29% db ± 0,38, total phenolic 327,10 ± 2,78 mg
GAE/100g db, anthocyanin content 93,94 ± 0,43 mg/100g db, resistant starch
content 14,29% db ±0,17, conversion rate of flour to sugar by enzyme α-amylase
52,26% ± 1,40, area under curve 3039,00, and predicted glycemic index 58,74.
Keywords: glycemic response, purple sweet potato, purple sweet potato noodle,
resistant starch
Venni Elsa Melinda Manik
ABSTRAK
KAJIAN RESPON GLIKEMIK BEBERAPA PRODUK OLAHANUBI JALAR UNGU
Oleh
VENNI ELSA MELINDA MANIK
Ubi jalar ungu segar dapat diolah menjadi produk ubi jalar ungu rebus dan tepung
ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu dimodifikasi melalui proses gelatinisasi
sebagian dan retrogradasi menghasilkan tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten
yang memiliki efek fisiologis menurunkan respon glikemik. Tepung ubi jalar
ungu kaya pati resisten dapat diolah menjadi produk mie ubi jalar ungu kaya pati
resisten. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai respon glikemik pada
produk olahan ubi jalar ungu seperti ubi jalar ungu rebus, mie ubi jalar ungu, dan
mie ubi jalar ungu kaya pati resisten, serta menentukan satu produk olahan ubi
jalar ungu yang memiliki respon glikemik terendah. Pengamatan yang dilakukan
meliputi proksimat (air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), total fenol, kadar
antosianin, kadar pati resisten, tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-
amilase. Penentuan respon glikemik 3 produk olahan ubi jalar ungu
menggunakan 10 orang subjek dengan sirup glukosa sebagai pangan pembanding.
Data respon glikemik dianalisis dengan sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada
taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan respon glikemik produk mie ubi jalar
ungu kaya pati resisten memiliki respon glikemik terendah dengan kadar air
Venni Elsa Melinda Manik
44,13 % ± 0,34, kadar abu 1,38% bk ± 0,16, kadar protein 1,70% bk ± 0,36, kadar
lemak 0,63% bk ± 0,02, kadar karbohidrat 96,29% bk ± 0,38, total fenol 327,10 ±
2,78 mg GAE/100g bk, kadar antosianin 93,94 ± 0,43 mg/100g bk, kadar pati
resisten 14,29% bk ±0,17, tingkat konversi tepung menjadi glukosa oleh enzim α-
amilase 52,26% ± 1,40 dari total bahan, luas area di bawah kurva 3039,00, dan
prediksi nilai indeks glikemik 58,74.
Kata kunci : mie ubi jalar ungu, pati resisten, respon glikemik, ubi jalar ungu
KAJIAN RESPON GLIKEMIK BEBERAPA PRODUK OLAHAN
UBI JALAR UNGU
Oleh
VENNI ELSA MELINDA MANIK
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 05 April 1996 sebagai anak keempat
dari lima beraudara, pasangan bapak Mangasi Manik dan ibu Pestaria
Pangaribuan. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK
Swasta Katolik Budi Murni 2 pada tahun 2001, Sekolah Dasar di SD Swasta
Katolik Budi Murni 2 pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Swasta Katolik Budi Murni 2 pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas di
SMA Swasta Katolik Budi Murni 1 kota Medan pada tahun 2013.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif berorganisiasi
di Unit Kegiatan Mahasiswa Katolik Universitas lampung, dan pernah menjadi
Koordinator Fakultas Pertanian pada tahun 2013-2014. Penulis pernah menjadi
Asisten Dosen matakuliah Fisiologi Pasca Panen pada tahun 2015/2016. Pada
bulan Januari-Maret 2016, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tematik di Pekon Padang Rindu, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir
Barat, dengan tema “ Implementasi Keilmuan dan Teknologi Tepat Guna dalam
Pemberdayaan Masyarakat dan Pembentukan Karakter Bangsa melalui Fungsi
Keluarga (POSDAYA)”. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT.
Indokom Samudra Persada, Lampung Selatan pada tahun 2016.
SANWACANA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karuniaNya yang
berlimpah dan penyertaanNya yang tidak pernah berakhir sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kajian Respon Glikemik Beberapa
Produk Olahan Ubi jalar Ungu”.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc, selaku dosen Pembimbing Utama yang telah
berkenan memberikan bantuan bahan, fasilitas, dana, arahan, saran dan
masukan, serta bimbingan yang membangun bagi penulis selama dalam
proses penelitian hingga penyelesaian skripsi penulis
2. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si, selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak
memberikan arahan, saran dan masukan yang sangat membangun dan telah
sabar untuk membimbing penulis selama proses penelitian hingga
penyelesaian skripsi penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Samsu Udayana Nurdin, M.Si selaku dosen Pembahas atas
saran, bimbingan, dan evaluasi yang telah diberikan kepada penulis dalam
proses penelitian hingga penyelesaikan skripsi penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.i, Selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas izin penelitian yang diberikan.
6. Ibu Novita Herdiana,S.Pi, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik atas
motivasi, semangat, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama
menempuh masa perkuliahan.
7. Keluarga tercinta ibu Pestaria Pangaribuan, bapak Mangasi Manik, kakak Sari
Wella, Marista Anastasia, abang Hardiansyah Filipus, Tulus Hendrian
Adinata, dan adik Gabe Johanes yang selama ini selalu memberikan doa,
semangat dan dukungan kepada penulis dalam hal moril dan materil dalam
menyelesaikan skripsi penulis.
8. Rekan penelitian Danita Aprisia dan Mba Eka Nurjanah yang telah membantu
penulis selama penelitian berlangsung hingga penulis menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman yang telah berkenan menjadi responden penelitian atas waktu
yang diluangkan dan kerjasama yang baik selama penelitian berlangsung
hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi.
Penulis mendoakan, agar Tuhan memberikan balasan yang terbaik kepada semua
pihak yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Penulis,
Venni Elsa Melinda Manik
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah ...................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian........................................................................ 3
1.3. Kerangka Pemikiran ................................................................... 3
1.4. Hipotesis ..................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ubi Jalar Ungu............................................................................... 6
2.2. Tepung Ubi Jalar........................................................................... 8
2.3. Mie Ubi Jalar................................................................................. 9
2.4. Antosianin Ubi Jalar Ungu............................................................ 10
2.5. Pati Ubi Jalar................................................................................. 11
2.6. Pati Termodifikasi......................................................................... 14
2.7. Pati Resisten.................................................................................. 16
2.8. Respon Glikemik, Indeks Glikemik, dan Beban Glikemik........... 17
2.9. Daya Cerna Pati in Vitro............................................................... 22
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 24
3.2. Bahan dan Alat.................................................. ......................... 24
3.3. Metode Penelitian....................................... ................................ 25
3.4. Pelaksanaan Penelitian.................................... ........................... 26
xiii
3.4.1 Pembuatan Ubi Jalar Ungu Rebus .................................... 263.4.2 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu.................................. 273.4.3 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten.... 283.4.4 Pembuatan Mie Ubi Jalar Ungu dan Mie Ubi Jalar Ungu
Kaya Pati Resisten.............................................................. 30
3.5. Pengamatan................................................................................. 32
3.5.1. Pengamatan Tahap I.......................................................... 32
3.5.1.1. Kadar Air.............................................. ............ 323.5.1.2. Kadar Abu......................................................... 333.5.1.3. Kadar Protein........................................ ............ 343.5.1.4. Kadar Lemak........................................ ............ 343.5.1.5. Kadar Karbohidrat by difference........... ........... 353.5.1.6. Total Antosianin................................... ............ 363.5.1.7. Pengujian Total Fenol......................................... 373.5.1.8. Pati Resisten....................................................... 383.5.1.9. Tingkat Konversi Tepung menjadi Glukosa oleh
Enzim α-amilase.................................................. 40
3.5.2. Pengamatan Tahap II......................................................... 41
3.5.2.1. Penentuan Respon Glikemik............................... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Proksimat........................................... ........................... 44
4.1.1. Kadar Air........................................................................... 444.1.2. Kadar Abu.......................................................................... 464.1.3. Kadar Protein..................................................................... 474.1.4. Kadar lemak....................................................................... 484.1.5. Kadar Karbohidrat............................................................. 50
4.2. Analisis Total Fenol...................................................................... 51
4.3. Analisis Total Antosianin............................................................. 53
4.4. Kadar Pati Resisten..................................................................... 56
4.5. Tingkat Konversi Tepung menjadi Glukosa oleh Enzimα-amilase....................................................................................... 57
4.6. Respon Glikemik.......................................................................... 59
4.6.1. Karakteristik Subjek Penelitian......................................... 594.6.2. Intervensi pada Subjek Penelitian...................................... 614.6.3. Perhitungan Respon Glikemik........................................... 644.6.4. Prediksi Nilai Indeks Glikemik.......................................... 70
xiv
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan................................................................................... 73
5.2. Saran............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 74
LAMPIRAN................................................................................................ 86
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 g......................................... 7
2. Nilai IG berbagai jenis ubi jalar dan proses pengolahannya ............. 19
3. Karakteristik subjek yang terpilih sebagai subjek penelitian ............ 60
4. Jumlah porsi produk olahan ubi jalar ungu yang diberikankepada subjek..................................................................................... 63
5. Uji Duncan luas area rata-rata sirup glukosa dan produk olahanubi jalar ungu ..................................................................................... 67
6. Prediksi nilai Indeks Glikemik produk olahan ubi jalar ungu ........... 71
7. Hasil data analisis kadar air (%bb) .................................................... 95
8. Hasil data analisis kadar abu (%bk)................................................... 95
9. Hasil data analisis kadar protein (%bk) ............................................. 95
10. Hasil data analisis kadar lemak (%bk)............................................... 95
11. Hasil data analisis kadar karbohidrat (%bk)...................................... 95
12. Tabel absorbansi kurva standar (1 mg asam galat/100 ml aquades). 96
13. Nilai absorbansi total fenol produk olahan ubi jalar ungu................. 96
14. Total fenol produk olahan ubi jalar ungu (mg/100 g bk)................... 96
15. Nilai absorbansi kadar antosianin produk olahan ubi jalar ungupH 1 ................................................................................................... 97
16. Nilai absorbansi kadar antosianin produk olahan ubi jalar ungupH 4,5 ................................................................................................ 97
xvi
17. Total antosianin produk olahan ubi jalar ungu (mg/100 g bk) .......... 97
18. Absorbansi kurva standar glukosa (metode fenol-asam sulfat) ......... 97
19. Absorbansi pati resisten produk olahan ubi jalar ungu...................... 98
20. Hasil perhitungan glukosa dari kurva standar y=ax+b ...................... 98
21. Hasil perhitungan pati resisten produk olahan ubi jalar ungu (%bk) 98
22. Standar glukosa metode pereaksi DNS (100 mg/100 mL) ................ 99
23. Data absorbansi rata-rata tiap waktu produk olahan ubi jalar ungu .. 99
24. Rata-rata jumlah glukosa hasil hidrolisis produk olahanubi jalar ungu ..................................................................................... 100
25. Rata-rata tingkat konversi tepung menjadi glukosa olehenzim α-amilase produk olahan ubi jalar ungu.................................. 100
26. Jumlah konsumsi subjek penelitian ................................................... 100
27. Data pengukuran gula darah subjek terhadap pemberian sampelsirup glukosa...................................................................................... 101
28. Data pengukuran gula darah subjek terhadap pemberian sampelubi jalar ungu rebus ........................................................................... 101
29. Data pengukuran gula darah subjek terhadap pemberian sampelmie ubi jalar ungu .............................................................................. 102
30. Data pengukuran gula darah subjek terhadap pemberian sampelmie ubi jalar ungu kaya pati resisten ................................................. 102
31. Data pengukuran gula darah puasa (GDP) subjek............................. 104
32. Rekapitulasi luas area dibawah kurva sirup glukosa danproduk olahan ubi jalar ungu 10 orang subjek................................... 105
33. Hasil uji anova dan duncan luas area di bawah kurva sirup glukosadan produk olahan ubi jalar ungu ...................................................... 105
34. Rekapitulasi prediksi nilai indeks glikemik produk olahan ubijalar ungu 10 orang subjek................................................................. 107
35. Hasil prediksi nilai indeks glikemik produk olahanubi jalar ungu ..................................................................................... 107
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur amilosa dan amilopektin...................................................... 12
2. Diagram alir proses pembuatan ubi jalar ungu rebus ........................ 27
3. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar ungu ...................... 28
4. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar ungukaya pati resisten................................................................................ 29
5. Diagram alir proses pembuatan mie ubi jalar ungudan mie ubi jalar ungu kaya pati resisten........................................... 31
6. Kadar air produk olahan ubi jalar ungu ............................................. 45
7. Kadar abu produk olahan ubi jalar ungu............................................ 46
8. Kadar protein produk olahan ubi jalar ungu ...................................... 47
9. Kadar lemak produk olahan ubi jalar ungu........................................ 49
10. Kadar karbohidrat produk olahan ubi jalar ungu............................... 50
11. Kadar total fenol produk olahan ubi jalar ungu ................................. 51
12. Kadar antosianin produk olahan ubi jalar ungu................................. 54
13. Kadar pati resisten produk olahan ubi jalar ungu .............................. 56
14. Tingkat konversi tepung menjadi glukosa oleh enzim α amilaseproduk olahan ubi jalar ungu ............................................................. 58
15. Kurva respon glikemik glukosa murni dan produk olahanubi jalar ungu ..................................................................................... 65
16. Luas area dibawah kurva masing-masing subjek penelitian.............. 65
xviii
17. Prediksi nilai indeks glikemik masing-masing subjek penelitian...... 70
18. Ubi jalar ungu segar........................................................................... 108
19. Pengupasan ubi jalar ungu ................................................................. 108
20. Penyawutan ubi jalar ungu................................................................. 108
21. Proses gelatinisasi parsial .................................................................. 108
22. Sawut hasil pendinginan .................................................................... 108
23. Pengeringan di cabinet dryer............................................................. 109
24. Penepungan dengan hummer mill ...................................................... 109
25. Tepung ubi jalar ungu........................................................................ 109
26. Tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten ........................................... 109
27. Adonan kalis yang digunakan untuk pembuatan mie ........................ 109
28. Pemipihan adonan menjadi lembaran................................................ 109
29. Mie setelah pencetakan .................................................................... 110
30. Perebusan ubi jalar ungu.................................................................... 110
31. Ekstraksi sampel ............................................................................... 110
32. Mie ubi jalar ungu kering .................................................................. 110
33. Mie ubi jalar ungu kaya pati resisten kering...................................... 110
34. Penimbangan ubi jalar ungu rebus..................................................... 110
35. Mie ubi jalar ungu kaya pati resisten siap konsumsi ......................... 111
36. Mie ubi jalar ungu siap konsumsi...................................................... 111
37. 50 g sirup glukosa.............................................................................. 111
38. Peralatan pengukuran gula darah....................................................... 111
39. Sampel darah responden untuk pembacaan kadar gula darah ........... 111
40. Pembacaan kadar gula darah dengan glukometer.............................. 111
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah
Ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu komoditas tanaman ubi
jalar yang memiliki warna ungu kemerahan hingga ungu kehitaman (ungu pekat)
pada bagian kulit dan daging umbi. Ubi jalar ungu berpotensi dikembangkan
sebagai pangan fungsional. Hal ini karena ubi jalar ungu mengandung komponen
fungsional yang dipercaya bermanfaat bagi kesehatan (Nurdjanah et al., 2017).
Salah satu komponen fungsional ubi jalar ungu adalah antosianin sebesar 20-924
mg/100 g bb (Widjanarko, 2008). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu
berfungsi sebagai antioksidan, penangkal radikal bebas (Kano et al., 2005; Oki et
al,. 2002), anti kanker (Lim et al., 2013), anti hiperglikemik (Jawi et al., 2012),
dan anti hipertensi (Suda et al., 2003).
Manfaat ubi jalar ungu yang besar membuat umbi ini berpeluang menjadi
komoditas pertanian unggul, namun ubi jalar ungu merupakan komoditi yang
mudah rusak karena kandungan air tinggi sekitar 67%- 80% (Widjanarko, 2008).
Menurut Narullita et al. (2013) ubi jalar sebaiknya disimpan pada suhu 25-26°C
dan RH 85-90%. Kondisi penyimpanan pascapanen yang tepat sulit
dikendalikan. Hal ini membuat ubi jalar mudah mengalami kemunduran mutu
seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga
2
produk olahan ubi jalar ungu menjadi kurang menarik (Kafiya, 2016). Kerusakan
atau penurunan kualitas selama penyimpanan pada ubi jalar ungu dapat dihindari
dengan melakukan penanganan lanjut yaitu pengolahan. Ubi jalar ungu dapat
diolah dalam bentuk segar dan diolah menjadi produk intermediet seperti tepung
ubi jalar ungu (Sukerti et al., 2013). Tepung ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku ataupun bahan substitusi dalam pembuatan beberapa produk
olahan seperti roti, kue kering, kue basah, dan mie (Ginting et al., 2011). Mie
merupakan salah satu jenis produk olahan yang banyak digemari masyarakat.
Tepung ubi jalar ungu mempunyai kandungan karbohidrat dan kalori hampir
setara dengan tepung terigu (Zuraida dan Suprapti, 2001). Hal ini karena
komponen utama ubi jalar yaitu karbohidrat sebesar 80-90% dari bobot kering dan
sebagian besarnya berbentuk pati (Banks and Greenwood, 1975). Pati ubi jalar
ungu dapat dimodifikasi agar sifat fisikokimianya menjadi lebih baik dan
meningkatkan sifat fungsionalnya (Pranoto et al., 2014). Modifikasi pati pada
proses pengolahan dapat meningkatkan kadar pati resisten (RS) (Herawati, 2011).
Pati resisten yang banyak dijadikan bahan baku pangan fungsional adalah pati
resisten tipe 3. Pati resisten tipe ketiga (RS III) dihasilkan dari modifikasi secara
fisik yaitu proses gelatinisasi dan diikuti retrogradasi (Kusnandar, 2011).
Tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten yang dihasilkan dari proses gelatinisasi
sebagian pada suhu 90°C selama 30 menit dan diretrogradasi pada suhu 5°C
selama 48 jam meningkatkan kadar pati resisten tepung ubi jalar ungu dari
18,65% menjadi 31,89% (Ningsih, 2015). Tepung ubi jalar ungu berkadar pati
resisten tinggi sudah diuji secara in vivo menggunakan mencit. Pemberian ransum
3
ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi mampu menormalkan kadar gula
darah, menstabilkan berat badan, dan meningkatkan berat feses baik pada mencit
sehat maupun mencit diabetes (Limbong, 2016). Saat ini belum diketahui respon
glikemik pada produk olahan ubi jalar ungu seperti ubi jalar ungu rebus, mie ubi
jalar ungu, dan mie ubi jalar ungu kaya pati resisten. Oleh karena itu pada
penelitian ini akan dievaluasi respon glikemik pada beberapa produk olahan ubi
jalar ungu.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan satu produk olahan ubi jalar ungu yang
memiliki respon glikemik terendah.
1.3. Kerangka Pemikiran
Nilai indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya proses pengolahan (Ragnhild et al., 2004). Pangan yang sama bila diolah
dengan cara bervariasi akan memiliki indeks glikemik berbeda (Rimbawan, 2007).
Proses pengolahan seperti pemanasan dapat merubah karakteristik dan sifat
fisikokimia bahan pangan (Arif et al., 2013). Struktur bahan lebih mudah dicerna
dan diserap sehingga kadar gula darah naik secara cepat (Rimbawan dan Siagian,
2004). Pangan yang dipanaskan atau dimasak hingga patinya tergelatinisasi
sempurna menyebabkan granula rusak dan pecah sehingga mudah dicerna akibat
besarnya luas permukaan yang kontak dengan enzim pencernaan (Rimbawan,
2007). Nilai IG ubi jalar yang diolah dengan cara digoreng lebih rendah daripada
ubi jalar yang dipanggang dan direbus (Astawan dan Widowati, 2005).
4
Hal lain yang mempengaruhi nilai IG adalah modifikasi pati. Pati dapat
dimodifikasi secara parsial maupun total (Sajilata et al., 2006). Gelatinisasi
parsial merupakan modifikasi fisik dengan jumlah air dan panas tidak mencukupi,
sehingga tidak seluruh pati di dalam bahan pangan tersebut mengalami
gelatinisasi (Chung et al., 2006). Gelatinisasi parsial dan diikuti retrogradasi
merupakan metode modifikasi fisik yang dapat meningkatkan kadar pati resisten
(Nurdjanah dan Yuliana, 2013). Pati yang diberi perlakuan siklus pemanasan
pendinginan berulang akan membentuk pati resisten tipe 3 (Pratiwi, 2008),
meningkatkan kadar serat pangan total (Sajilata et al., 2006), dan menurunkan
daya cerna pati (Shin et al., 2004).
Kadar pati resisten dalam bahan pangan dipengaruhi oleh proses pengolahan serta
adanya bahan tambaan lain. Ningsih (2015) melaporkan tepung ubi jalar ungu
yang diolah dengan pemanasan suhu 90°C selama 30 menit dilanjutkan dengan
pendinginan suhu 5°C selama 48 jam menghasilkan kadar pati resisten sebesar
31,89%. Pati resisten memiliki sifat dan fungsi seperti serat pangan yaitu mampu
mereduksi respon glikemik (Bodinham et al., 2014). Konsumsi pangan yang
mengandung kadar pati resisten tinggi dapat mengontrol tingkat kenaikan kadar
glukosa darah. Pati resisten memiliki efek hipoglikemik karena hidrolisis pati
resisten oleh enzim pencernaan membutuhkan waktu lama dan menyebabkan
pelepasan glukosa menjadi lambat (Sajilata et al., 2006). Zhang et al. (2007)
melaporkan bahwa, konsumsi sejumlah makanan berkadar pati resisten dapat
secara efektif memperbaiki resistensi insulin pasien penderita diabetes millitus
tipe 2. Makanan berkadar pati resisten juga mampu menurunkan kadar glukosa
darah postprandial dan meningkatkan sensitifitas insulin (Yamada et al., 2005)
5
Menurut Dewi dan Isnawati (2013), pati resisten yang terdapat pada konsumsi
nasi putih kemarin menyebabkan penurunan kadar glukosa darah mulai dari 1 jam
postprandial akibat adanya efek fisologis positif pati resisten. Efek fisologis yang
ditimbulkan terhadap kadar gula darah terjadi dalam 2 mekanisme. Pertama
terjadinya penghambatan aktifitas enzim α-amilase pada usus halus yang
memperlambat penyerapan glukosa. Kedua pati resisten memproduksi asam
lemak rantai pendek terutama jenis asam propionat yang berfungsi meningkatkan
sekresi dan sensitivitas insulin di jaringan adiposa (Robertson et al., 2005).
Penelitian mengenai respon glikemik pangan olahan dari umbi-umbian seperti ubi
jalar ungu yang diolah menjadi mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi
sangat diperlukan. Terutama untuk diversifikasi pangan dan produk tersebut
berpotensi menjadi salah satu pangan fungsional.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah produk olahan ubi jalar ungu
yaitu mie ubi jalar ungu kaya pati resisten memiliki nilai respon glikemik
terendah.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) adalah salah satu jenis ubi jalar yang
memiliki daging umbi berwarna ungu kehitaman (ungu pekat), ungu kemerahan,
hingga ungu muda (Juanda dan Cahyono, 2009). Klasifikasi lengkapnya adalah
divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotiledon, ordo
Polemoniales, family Convolvulaceae, genus Ipomoea, spesies Ipomoea batatas L
(Lawrence, 1964). Tanaman ubi jalar berbentuk herbaceous, yaitu tidak berkayu,
berwarna hijau atau ungu. Ubi jalar ungu memiliki bentuk bulat hingga lonjong
dengan permukaan rata. Batangnya tumbuh menjalar, merambat atau setengah
tegak dengan panjang 1-5 meter dengan diameter 3-10 mm. Batang ubi jalar ungu
berwarna hijau atau sedikit ungu,daunnya seperti bentuk jantung, dan bagian
tunasnya hampir terlihat ungu. Tepi daun ada yang bergerigi, berombak, dan ada
yang berurat seperti tangan (Steinbauer and Kushman, 1971).
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas ayamurasaki) memiliki kulit dan daging
umbi berwarna ungu kehitaman (ungu pekat) biasa disebut Ipomoea batatas
blackie (Kumalaningsih, 2006). Ubi jalar ungu dapat tumbuh dengan baik di
daerah beriklim panas dan lembab dengan suhu optimal 27ºC, kelembaban udara
(RH) 50-60%, curah hujan 750 mm-1500 mm per tahun, dan lama penyinaran
7
sekitar 11-12 jam per hari. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran dengan
ketinggian sampai 1.000 meter dari permukaan laut. Pertumbuhan dan produksi
ubi jalar tercapai pada musim kemarau (Rukmana, 1997). Ubi jalar mulai dapat
dipanen pada saat berumur 3–4 bulan setelah ditanam, tergantung pada jenis atau
varietasnya (Sarwono, 2005).
Beberapa jenis ubi jalar ungu yang telah diusahakan secara komersial di Indonesia
yaitu varietas ubi jalar ungu asal Jepang Ayamurasaki, Yamagawamurasaki, dan
varietas lokal lainnya seperti MSU 01022-12, MSU 03028-10, dan RIS 03063-05
(Juanda dan Cahyono, 2009). Ubi jalar merupakan tanaman yang memiliki
kandungan nutrisi tinggi. Ubi jalar ungu memiliki kandungan serat (dietary fiber)
sebanyak 3 g / 100 g berat basah (Ginting et al., 2011) , karbohidrat bukan serat
(Suda et al., 2003), serta memiliki pigmen antosianin yang tinggi (Oki et al.,
2002). Komposisi kimia dan fisik ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 g
Komponen JumlahKadar air (%)a 67,77Kadar abu (%)a 3,28Kadar protein (%)b 1,80Kadar lemak (%)a 0,43Karbohidrat (%)b 27,90Kadar pati (%)a 55,27Gula pereduksi (%)a 1,79Kadar antosianin (mg/100 g) a 923,65Aktivitas antioksidan (%)a 61,24Bagian daging (%)b 86,00Kalori (kal)b 123,00Sumber : a) Widjanarko (2008); b) Direktorat Gizi (1993) dalam Husnah (2010)
Ubi jalar ungu segar memiliki komposisi kandungan air yang cukup tinggi. Hal
ini menyebabkan ubi jalar ungu segar mudah mengalami kerusakan (Jusuf et al.,
8
2008). Akibatnya jumlah ubi jalar yang terbuang karena rusak ataupun busuk saat
penyimpanan selama panen raya semakin besar (Sukerti et al., 2013). Kandungan
air ubi jalar yang tinggi dapat dikurangi dengan mengolah ubi jalar ungu segar
menjadi tepung (Husnah, 2010).
2.2. Tepung Ubi Jalar
Tepung ubi jalar merupakan produk intermediet yang diperoleh dari beberapa
tahapan yaitu pembersihan, pengupasan, pengecilan ukuran, pengeringan,
penggilingan, dan pengayakan (Van Hal, 2000). Sugiyono (2003) menyatakan
bahwa pembuatan tepung ubi jalar dibagi dua cara. Cara pertama ubi diiris tipis
dan dikeringkan (chips/ sawut kering) kemudian ditepungkan. Cara kedua ubi
diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan kemudian ditepungkan dan diayak.
Tepung ubi jalar memiliki keunggulan yaitu dapat disimpan dalam waktu lama
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna ubi jalar (Jiang, 2001).
Rendemen tepung ubi jalar yang dihasilkan kecil berkisar antara 12%-37% (Van
Hal, 2000).
Tepung ubi jalar banyak digunakan sebagai bahan baku industri secara langsung.
Tepung ubi jalar berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi berbagai produk
olahan (Jiang, 2001). Tepung ubi jalar sering digunakan sebagai substituen terigu
dalam pembuatan produk bakery, puding, mie dan lainnya, karena mempunyai
kadar abu dan serat tinggi serta kandungan karbohidrat dan kalori yang hampir
setara dengan tepung terigu (Zuraida dan Supriapti, 2001). Selain tepung ubi jalar
berdaging putih, ubi jalar ungu juga sudah banyak diproduksi menjadi tepung ubi
jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu baik digunakan dalam pembuatan produk
9
pangan dan sudah diaplikasikan dalam pembuatan roti tawar (Husnah, 2010),
Keripik simulasi (Chips Simulated) (Karleen, 2010), dan produk-produk patiseri
(Kristiyani, 2012). Tepung ubi jalar ungu juga dapat diaplikasikan pada
pembuatan mie ubi jalar.
2.3. Mie Ubi Jalar
Mie merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung lainnya
sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya
serta dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali (Dewan Standarisasi Nasional
Indonesia, 2000). Mie ada 2 jenis yaitu mie basah dan mie kering. Mie basah
memiliki umur simpan yang lebih singkat yaitu hanya 36 jam. Mie kering
memiliki umur simpan yang cukup lama hingga berbulan-bulan tergantung pada
kadar air dan penyimpanannya (Astawan, 2000).
Mie ubi jalar ungu merupakan mie yang dibuat dengan bahan utama hasil olahan
ubi jalar ungu yaitu tepung ubi jalar ungu yang telah dimodifikasi ataupun tidak.
Mie ubi jalar ungu dapat dihasilkan dari 100% tepung ubi jalar ungu atau
substitusi dalam tepung terigu. Menurut Sugiyono et al. (2011), tepung ubi jalar
tidak mengandung gluten sehingga membutuhkan modifikasi proses saat
pembuatan mie dari tepung ubi jalar. Modifikasi proses pembuatan mie tersebut
dilakukan dengan proses pragelatinisasi yaitu pengukusan adonan untuk
memudahkan pembentukan lembaran (Sugiyono et al., 2011). Modifikasi juga
dilakukan dengan penambahan bahan pengikat seperti CMC pada tepung ubi jalar
untuk memperkuat tekstur mie, memperkuat fleksibilitas dan elastisitas mie, serta
membantu reaksi antara gluten dan karbohidrat (Mulyadi et al., 2014).
10
Pengolahan tepung ubi jalar ungu menjadi produk olahan sebaiknya dilakukan
dengan proses yang tepat agar dapat mempertahankan kandungan antosianin
dalam bahan (Yasni et al., 2009).
2.4. Antosianin Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu mengandung antosianin dalam jumlah yang tinggi. Menurut
Widjanarko (2008), total kandungan antosianin ubi jalar varietas ayamurasaki
berkisar antara 20 mg/100 g sampai 924 mg/100 g bb. Antosianin ubi jalar ungu
lebih stabil terhadap panas dan iradiasi sinar ultraviolet dibandingkan dengan
antosianin dari strawberi, raspberri, apel, dan kedelai hitam (Hayashi et al., (1996)
dalam Suda et al., 2003). Hal ini karena pigmen antosianin pada ubi jalar ungu
ada dalam bentuk mono- atau di-asetil dari sianidin dan peonidin (Goda et al.,
(1997) dalam Suda et al., 2003). Menurut Markakis (1982), struktur dari
antosianin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas warna
antosianin.
Faktor lain yang mempengaruhi stabilitas antosianin adalah pH. Antosianin ubi
jalar ungu akan berwarna merah pada kondisi pH asam, ungu pada kondisi pH
netral, dan hijau pada kondisi pH basa (Suda et al., 2003). Warna yang cenderung
merah dan stabil pada pH 2-4.5 disebabkan oleh jumlah gugus metoksi yang
dominan. Warna yang cenderung biru atau relatif tidak stabil disebabkan oleh
jumlah gugus hidroksi yang dominan (Montilla et al., 2011). Oksigen, asam
askorbat, enzim, cahaya, senyawa kopigmen, gula dan senyawa turunannya juga
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan antosianin (Markakis
(1982).
11
Karakteristik umum dari semua tipe antosianin ubi jalar ungu adalah antosianin
terikat pada satu gugus kafeoil terkecil yang membuatnya menjadi penangkap
radikal bebas yang sangat baik (Oki et al., 2002). Antosianin ubi jalar ungu juga
berfungsi sebagai antioksidan (Kano et al., 2005), antimutagenik, hepatoprotektif,
antihipertensi (Suda et al., 2003), menurunkan total kolestrol darah (Jawi dan
Budiasa, 2011), dan antihiperglikemik (Jawi et al., 2012). Antosianin pada ubi
jalar ungu juga berfungsi sebagai antihiperglikemik karena dapat mencegah
kenaikan kadar glukosa darah dan meningkatkan sensitivitas insulin. Pemberian
ekstrak air umbi ubi jalar ungu 3 mL/hari pada tikus selama 60 hari dapat
menurunkan kadar glukosa darah serta meningkatkan kadar antioksidan total
dalam darah tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin (Jawi et al., 2012).
Selain antosianin, komponen utama dalam ubi jalar yang juga penting adalah
karbohidrat salah satunya pati.
2.5. Pati Ubi Jalar
Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati tersusun paling
sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara
seperti protein dan lemak (Banks and Greenwood, 1975). Amilosa mempunyai
struktur lurus yang dominan dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan merupakan
fraksi terlarut. Amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan cabang,
dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa dan merupakan fraksi yang tidak terlarut.
(Winarno, 1991). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1.
12
(a) (b)
Gambar 1. Struktur Amilosa (a) dan Amilopektin (b)Sumber: Winarno (1991)
Pati ubi jalar memiliki komposisi yang berbeda tergantung pada varietasnya.
Faizah (2004) melaporkan bahwa kadar pati ubi jalar ungu varietas ayamurasaki
sebesar 89,78% dan kadar amilosa sebesar 34,70%. Pati terdiri dari butiran-
butiran kecil yang disebut granula. Granula pati ubi jalar berdiameter 2-25 μm.
Granula pati ubi jalar berbentuk poligonal dengan kandungan amilopektin 60-
70%, amilosa10-25%, dan 5-10% material antara. Pati ubi jalar memiliki derajat
pembengkakan 20-27 mL/g, kelarutan 15-35%, dan tergelatinisasi pada suhu 75-
88°C untuk granula berukuran kecil (Moorthy, 2000).
Gelatinisasi adalah pembengkakan granula pati yang selanjutnya diikuti oleh
kerusakan ikatan hidrogen intramolekuler sehingga granula pati menjadi pecah
akibat adanya perlakuan termal dan bersifat irreversible (Winarno, 1991). Holm
et al. (1988) menjelaskan gelatinisasi merupakan kerusakan ikatan hidrogen
intramolekul yang mengakibatkan melemahnya struktur granula dan
meningkatnya pembengkakan serta absorpsi air,sehingga struktur granula berubah
dan gugus hidroksil lepas. Pati ubi jalar varietas ayamurasaki tergelatinisasi pada
suhu 73,5°C dengan lama waktu 29 menit (Ginting et al., 2005), dan granulanya
13
pecah pada suhu 88,5°C setelah 39 menit (Faizah, 2004). Pati ubi jalar memiliki
kandungan gula yang didominasi oleh sukrosa. Total gula ubi jalar berkisar antara
0,38-5,64% dalam basis basah (Woolfe, 1999).
Granula pati yang diproses dibawah suhu gelatinisasinya dan kebutuhan air saat
proses terbatas akan menyebabkan pati tergelatinisasi sebagian (Chung et al.,
2006). Proses gelatinisasi sebagian dilakukan dengan menggunakan pemanas
berputar. Pati ubi jalar ungu dengan proses gelatinisasi sebagian menghasilkan
pati tergelatinisasi dan pati yang tidak tergelatiniasi. Proses gelatinisasi sebagian
pada suatu bahan dapat menyebabkan terbentuknya lapisan gel tipis (film) karena
perubahan pada struktur amilosa granula pati (Piyada et al., 2013). Menurut
Kearsley and Dziedic (1995), gelatinisasi parsial akan menghasilkan produk
turunan pati terutama dalam bentuk dekstrin dan oligosakarida.
Pati alami yang tergelatinisasi selama penyimpanan akan mengalami retrogradasi
dan sineresis (Haryanti et al., 2014). Retrogradasi adalah proses kristalisasi
kembali pati setelah mengalami gelatinisasi karena adanya pendinginan pada
rantai polimer amilosa yang terlarut sehingga mengalami reasosiasi kembali
membentuk struktur heliks ganda yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Sajilata
et al., 2006). Proses pendinginan setelah gelatinisasi akan menyebabkan molekul
amilosa yang telah keluar dari granula berikatan kembali dan menggabungkan
butir pati yang membengkak menjadi semacam jaring-jaring membentuk
mikrokristal dan mengendap (Winarno, 1991). Penyimpanan selama beberapa
waktu juga membuat gel pati akan mengalami perluasan daerah kristal sehingga
mengakibatkan pengkerutan struktur gel yang biasanya diikuti dengan keluarnya
14
air dari gel yang disebut sineresis (Kusnandar, 2011). Sineresis merupakan salah
satu tanda penurunan kualitas pati karena apabila pati alami digunakan pada
produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah maka teksturnya akan
berair (Abo-El-Fetoh et al., 2010). Sineresis yang tinggi juga menyebabkan
banyaknya air yang keluar dari gel pati menyebabkan kejernihan pasta pati rendah
(Haryanti et al., 2014). Kebalikan dari proses sineresis yang tidak diinginkan
dalam produk pangan, saat ini teknik retrogradasi merupakan teknik yang banyak
dimanfaatkan untuk memodifikasi pati dengan tujuan salah satunya menurunkan
daya cerna pati (Faridah et al., 2013). Teknik retrogradasi mengakibatkan
perubahan sifat gel pati yaitu meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis
oleh enzim amilolitik (Collison, 1968 ; Shin et al., 2004)
2.6. Pati Termodifikasi
Pati termodifikasi (modified starch) adalah pati alami yang dimodifikasi dengan
perlakuan fisik (Lehmann et al., 2003), kimia (Wulan et al., 2007), dan enzimatis
(Zhang and Jin, 2011) yang bertujuan merubah sifat fungsional dan amilografi
pati alami sesuai dengan kebutuhan (Herawati, 2011). Pati ubi jalar alami
memiliki sifat fungsional dan amilografi yang kurang baik seperti pembengkakan
yang besar, gel yang dihasilkan tidak padat, tidak stabil pada suhu tinggi,
perlakuan asam, dan perlakuan proses mekanis (Pranoto et al., 2014). Pati ubi
jalar sebaiknya dimodifikasi agar sifat fisikokimia pati menjadi lebih baik.
Modifikasi fisik merupakan salah satu metode yang mudah dan aman dilakukan
dibandingkan dengan cara kimia dan enzimatis (Sunyoto et al., 2016). Modifikasi
secara fisik dapat menghasilkan pati resisten atau pati tahan cerna (Tanak, 2016).
15
Prinsip proses modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan. Proses
modifikasi fisik ubi jalar ungu pada penelitian ini dilakukan dengan gelatinisasi
sebagian (partial gelatinized).
Proses modifikasi pati secara gelatinisasi parsial dapat menggunakan pemanas
berputar. Pemanas berputar merupakan alat pemanas dengan sistem konduksi
antara medium pemanas dengan bahan. Medium yang digunakan adalah uap, air
atau cairan pemindah panas khusus bersuhu tinggi. Pemanasan bahan pada
pemanas berputar terjadi secara bertahap yaitu panas akan melalui dinding
pemanas dahulu kemudian mengalirkan panas secara merata ke dalam bahan
sehingga bahan yang dipanaskan menyentuh permukaan pemanas lebih luas.
Prinsip pemanas berputar yaitu merubah struktur pati menjadi polimer yang lebih
pendek rantainya dan meningkatkan amilopektin rantai pendek dalam proporsi
lebih banyak. Pemanas berputar mempunyai fleksibilitas yang lebih tinggi
dibanding pemanas jenis lain, lebih mudah dan efektif untuk digunakan dalam
skala rumah tangga (Suryati, 2014).
Pati yang dipanaskan dengan pemanas berputar menyebabkan sebagian pati
terdegradasi atau terfragmentasi menjadi polimer yang lebih pendek. Apabila
pemanasan dilakukan dengan suhu dan air yang terbatas maka pati akan
tergelatinisasi sebagian (Chung et al., 2006). Menurut Nurdjanah dan Yuliana
(2013), ubi jalar ungu yang dimodifikasi dengan single drum dryer dapat
memperbaiki sifat fisikokimia dan mempertahankan kandungan antioksidan
tepung ubi jalar ungu. Selain itu, proses gelatinisasi parsial menyebabkan
16
terbentuknya lapisan karena perubahan pada struktur amilosa granula pati (Piyada
et al., 2013) dan menjadi lapisan pelindung antosianin pada tepung ubi jalar ungu.
2.7. Pati Resisten
Pati resisten (resistant starch atau RS) merupakan fraksi pati hasil degradasi pati
yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat (Englyst et al.,1992;
Marsono, 1998; Shin et al., 2004). Pati resisten (RS) memiliki sifat yang mirip
dengan serat pangan. Pati resisten memiliki efek fisiologis bermanfaat bagi
kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, sebagai prebiotik, menurunkan kadar
gula darah, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak dan
meningkatkan absorbsi mineral (Nugent, 2005; Sajilata et al., 2006; Meutia,
2010). Pati resisten yang dikonsumsi memiliki efek lambat dalam pelepasan
glukosa, sehingga asupan energi berkurang pada sel-sel usus, yang terbukti
dengan rendahnya indeks glikemik (Herawati, 2011).
Pati resisten (RS) dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4.
Pati resisten tipe I (RS1) adalah pati yang terdapat secara alamiah dan secara fisik
terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks dalam bahan pangan kaya pati,
terutama dari biji-bijian dan sereal. Jumlah RS1 dipengaruhi proses pengolahan
dan berkurang atau hilang dengan penggilingan. Pati resisten tipe II (RS2) adalah
pati yang secara alami sangat resisten terhadap pencernaan oleh enzim α-amilase
dan granulanya berbentuk kristalin. Sumber RS2 antara lain pisang dan kentang
yang masih mentah, serta jenis pati jagung dengan kadar amilosa yang tinggi
(Musita, 2009)
17
Pati resisten tipe III (RS3) adalah pati hasil pemanasan dan dilanjutkan dengan
pendinginan pada suhu rendah maupun pada suhu ruang secara berulang sehingga
mengalami retrogradasi (Lehmann et al., 2002). Retrogradasi pati terjadi melalui
reasosiasi (penyusunan kembali) ikatan hidrogen antara amilosa rantai pendek
yang terbentuk setelah proses pemanasan dan dipercepat melalui proses
pendinginan (Fuentez-Zaragoza et al., 2010). Pati resisten tipe IV (RS4) adalah
pati termodifikasi secara kimia seperti pati ester maupun pati ikatan silang
(Sajilata et al., 2006). Pati resisten tipe 3 merupakan pati resisten yang paling
menarik dan paling banyak digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional.
Hal ini karena pati resisten tipe 3 mampu mempertahankan karakteristik
organoleptik makanan (Lehmann et al., 2002), serta relatif tahan panas sehingga
RS3 stabil selama proses pengolahan pangan dibandingkan RS tipe lainnya
(Fuentez-Zaragoza et al., 2010). Pati resisten tipe 3 yang diaplikasikan pada
pangan mampu mempengaruhi efek glikemik yang ditimbulkan setelah konsumsi.
2.8. Respon Glikemik, Indeks Glikemik, dan Beban Glikemik
Respon glikemik adalah ukuran seberapa cepat dan seberapa tinggi kadar glukosa
darah naik sebagai respon terhadap konsumsi pati dalam jumlah dan waktu
tertentu (Arif et al., 2013). Respon glikemik menunjukkan tingkatan pencernaan
dan penyerapan nutrisi dalam perubahan glukosa darah (Whelan et al., 2010).
Kurva respons glikemik pangan diperoleh dari data pengukuran kadar glukosa
darah subjek setelah makan dengan interval 30 menit selama kurun waktu 2 jam.
Kurva akan menggambarkan efek glikemik dari pangan, yaitu ukuran seberapa
18
cepat dan tinggi kadar glukosa darah naik, dan seberapa cepat tubuh merespon
kadar glukosa darah normal kembali setelah makan (Waspadji et al., 2003).
Makanan yang lambat dicerna akan menghasilkan kurva respon gula darah dengan
puncak yang rendah (Widowati et al., 2007). Hal ini karena penyerapan makanan
berlangsung dalam rentang waktu yang lama, sehingga rata-rata respon
glikemiknya lebih rendah (Willet et al., 2002). Ray and Singhania (2014)
menyatakan bahwa makanan yang mudah dicerna akan menghasilkan rata-rata
respon glikemik yang lebih tinggi karena puncak respon kurva gula darah juga
meningkat. Penelitian Amurwani (2016) menunjukkan bahwa rata-rata respon
glikemik nasi kontrol lebih tinggi dibanding nasi yang diberi sodium tripolipospat
sehingga menjadi nasi lambat dicerna. Respon glikemik berkaitan dengan nilai
indeks glikemik (IG) pangan. Indeks Glikemik adalah indeks (tingkatan) pangan
menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah pada seorang subjek yang
dibandingkan peningkatan kadar gula darah konsumsi makanan standar (misalnya:
glukosa), dengan jumlah karbohidrat tersedia yang dikonsumsi setara (Jenkins et
al., 2002). Pangan yang mampu menaikkan kadar gula darah secara cepat adalah
pangan yang memiliki nilai IG yang tinggi, sedangkan pangan yang menaikkan
kadar gula darah dengan lambat memiliki IG yang rendah (Rimbawan dan
Siagian, 2004). Berdasarkan indeks glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi
tiga kelompok, yaitu 1) IG rendah, rentang IG < 55, 2) IG sedang, rentang IG 55 –
70, 3) IG tinggi, rentang IG > 70 (Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan
Siagian, 2004).
19
Perbedaan nilai IG dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu cara pengolahan
(tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan kadar amilosa dan
amilopektin, kadar gula dan daya osmotik pangan, kadar serat pangan, kadar
lemak dan protein pangan, serta zat anti gizi pangan (Arif et al., 2013). Proses
pengolahan terhadap pangan dapat merubah nilai indeks glikemiknya. Hal ini
disebabkan struktur pangan berubah selama proses pengolahan menjadi lebih
mudah dicerna dan diserap sehingga kadar gula darah naik dengan cepat
(Rimbawan, 2007). Selain itu ukuran partikel menjadi semakin kecil dan
memudahkan terjadinya degradasi oleh enzim-enzim pencernaan sehingga nilai
IG semakin meningkat (Widowati et al., 2007). Nilai indeks glikemik
berdasarkan proses pengolahannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai IG berbagai jenis ubi jalar dan proses pengolahannya.
Jenis Bahan Pangan Indeksglikemik (IG)
Takaran Saji(g)
Ubi jalar segara 54-68 150Ubi jalar rebusb 62 150Ubi jalar goreng b 47 150Ubi jalar panggang b 80 150Ubi jalar kupas, bentuk kubus,direbus 30 menit(Jamaica)c
46 150
Ubi jalar orange direbus 8 menit (Australia)c 61 150Ubi jalar putih dikupas, direbus 8 menitc 75 150Sumber: a Widowati et al. (2007), b Astawan dan Widowati (2005), dan c Mendosa
(2008)
Indeks glikemik pada ubi jalar goreng lebih rendah daripada ubi jalar rebus dan
ubi jalar panggang karena pada ubi jalar goreng terdapat lemak dari minyak
penggorengan (Astawan dan Widowati, 2005). Oku et al. (2010) menyatakan
bahwa, pangan berlemak tinggi cenderung memiliki indeks glikemik rendah dan
menghasilkan banyak energi. Hal ini karena satu gram lemak akan menghasilkan
20
9 kkal energi. Pangan dengan kadar lemak yang tinggi cenderung memperlambat
laju pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan pada usus halus
lambat. Menurut Wolever and Bolognesi (1996), lemak dalam jumlah besar (50
g) memiliki kecenderungan menurunkan respon glukosa darah dan insulin, namun
kelemahannya, jumlah konsumsi harus dibatasi tidak boleh melebihi 30% dari
total energi dan total konsumsi lemak jenuh tidak melebihi 10% dari total energi
(Nisviaty, 2006). Proses pengolahan ubi cilembu menjadi ubi kukus dan
panggang membuat nilai indeks glikemiknya meningkat (Maulana, 2012). Hal ini
disebabkan oleh pati umbi tergelatinisasi sehingga mudah dicerna dan
meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Faktor lain penentu nilai indeks glikemik adalah tinggi rendahnya kadar amilosa.
Amilosa sukar dihidrolisis oleh enzim pencernaan karena memiliki struktur tidak
bercabang sehingga ikatan hidrogen lebih kuat (Behall and Hallfrisch, 2002).
Serat juga memiliki pengaruh terhadap nilai IG pangan (Nisviaty (2006);
Widowati, 2009 ; dan Richana, 2012). Serat menurunkan respon glikemik secara
nyata, menghambat pergerakan enzim, pencernaan menjadi lambat, sehingga hasil
akhirnya respon gula darah rendah (Brennan, 2005). Pencernaan lambat juga
disebabkan oleh konsumsi makanan dalam keadaan dingin. Bahado-Singh et al.
(2011) membuktikan bahwa pemberian produk olahan ubi jalar dalam keadaan
dingin dapat mempengaruhi struktur pati ubi jalar, sehingga terjadi lambatnya
proses penyerapan dan daya cerna pati pada tubuh. Hal tersebut mengakibatkan
nilai IG produk olahan cenderung lebih rendah.
21
Nilai indeks glikemik sebenarnya hanya memberikan informasi yang berkaitan
dengan kecepatan perubahan karbohidrat menjadi glukosa darah, tetapi tidak
memberikan informasi mengenai banyaknya karbohidrat per sajian yang terserap
dalam meningkatkan kadar glukosa darah tersebut. Sehingga dibutuhkan penilaian
yang mencerminkan kualitas dan kuantitas karbohidrat dan interaksinya di dalam
bahan pangan yang disebut sebagai beban glikemik (Glycemic Load) (Atkinson et
al., 2008). Beban glikemik mencerminkan ukuran saji pangan secara realistis
dibandingkan Indeks Glikemik. Beban Glikemik (BG) didefinisikan sebagai IG
pangan yang dikalikan dengan kandungan karbohidrat tersedia dari pangan saji
tersebut (Foster-Powell et al., 2002). Beban glikemik berbanding lurus dengan
kandungan karbohidrat makanan. Nilai BG yang semakin rendah menunjukkan
semakin kecil makanan saji dapat memicu peningkatan kadar glukosa darah
(Handayani dan Ayustaningwarno, 2014). Beban glikemik makanan
dikategorikan menjadi tiga, yaitu 1) rendah = <11 , 2) sedang 10-20, 3) tinggi > 26
(Venn and Green, 2007). Nilai beban glikemik tinggi belum tentu menunjukkan
nilai indeks glikemik tinggi. Contohnya produk mi instan Udon (Jepang) dan
makaroni memiliki beban glikemik yang tergolong tinggi yaitu 23 dan 22 dengan
jumlah karbohidrat persajian yaitu 47 g dan 49 g, dan ternyata memiliki nilai
indeks glikemik yang rendah yaitu 48 dan 45 (Foster-Powell et al., 2002).
Penggunaan Indeks glikemik dan beban glikemik direkomendasikan untuk
mengontrol respon glikemik. Nilai respon glikemik, indeks glikemik, dan beban
glikemik pangan berpati berkaitan dengan daya cerna patinya. Indeks Glikemik
pangan yang tinggi menunjukkan daya cerna pati yang tinggi dan sebaliknya
(Hasan et al., 2011).
22
2.9. Daya Cerna Pati in vitro
Daya cerna pati adalah tingkat kemampuan hidrolisis pati oleh enzim pemecah
pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Daya cerna pati in vitro dihitung
sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch) yang diasumsikan
dapat dicerna secara sempurna dalam saluran pencernaan (Foster-Powell et al.,
2002). Penentuan daya cerna pati dalam sampel dapat dianalisis secara in vitro
yaitu dengan memberikan perlakuan tertentu agar pati dalam bahan pangan
terhidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula
sederhana)(Muchtadi, 1992). Unit-unit kecil tersebut terdiri dari glukosa dan
maltose yang dapat diukur secara spektrofotometri (Goni et al., 1997).
Berdasarkan kemudahannya untuk dicerna, pati diklasifikasikan menjadi pati yang
dicerna secara cepat (rapidly digestible starch atau RDS), pati yang dicerna secara
lambat (slowly digestible starch atau SDS), dan pati resisten (resistant starch atau
RS) (Englyst et al., 1992). Pati cepat terhidrolisis merupakan pati yang
terhidrolisis sekitar 10-20 menit dan menyebabkan terjadinya kenaikan glukosa
darah secara cepat setelah masuk ke dalam saluran pencernaan. Pati lambat cerna
(SDS) adalah fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan
kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan RDS waktu yang diperlukan
biasanya 20-100 menit (Sajilata et al., 2006; Zhang and Hamaker, 2009). Pati
resisten merupakan pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan amilase
dan perlakuan pulunase secara in vitro (Englyst et al. 1982 dalam Herawati,
2011).
23
Daya cerna pati in vitro dipengaruhi oleh laju reaksi hidrolisis secara enzimatis.
Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim penghidrolisis pati, antara lain :
ukuran granula pati, komposisi amilosa dan amilopektin, kadar fosfat dan sifat
amilografi pasta pati (Noda et al., 1999). Daya cerna pati juga dipengaruhi oleh
proses modifikasi pati yang menyebabkan struktur amilosa dan amilopektinnya
berubah. Sugiyono et al. (2009) menyatakan bahwa pati garut modifikasi
perlakuan 5 siklus dengan waktu pemanasan selama 15 menit menghasilkan pati
resisten yang membuat daya cerna pati menjadi rendah dan lambat. Daya cerna
pati yang rendah menentukan aktivitas hipoglikemik karena jumlah pati yang
dapat terhidrolisis oleh enzim pencernaan hanya sedikit sehingga menghasilkan
glukosa lebih sedikit dan lebih lambat. Hal ini membuat insulin yang diperlukan
lebih sedikit untuk mengubah glukosa menjadi energi (Arif et al., 2013).
24
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April sampai Agustus 2017.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah ubi jalar ungu varietas
Lokal (Ipomoea batatas L.) yang diperoleh dari pasar tradisional Way Kandis,
Bandar Lampung. Bahan kimia untuk analisis yaitu aquades, NaOH, HgO,
K2SO4, H2SO4, alkohol 95%, indikator metil merah dan metil biru 0,2%, HCL
0,02 N, H3BO3, Na2CO3, reagen Folin Ciocalteu, asam galat, asam sulfat, asam
sitrat 0,2%, buffer KCl, buffer sodium asetat pH 4,75, buffer KCl-HCl pH 1,5,
fenol, KOH 4M, pepsin, glukosa, enzim α- amylase from Aspergillus oryzae
(powder), 3-5-Dinitrosalisilat Acid (DNS), dan enzim glukoamilase.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan produk olahan ubi jalar ungu yaitu
pemanas drum berputar hasil modifikasi, refrigerator, peeler knife, cabinet dryer,
alat penyawut, baskom, timbangan, pisau, talenan, panci, peniris, sendok, dan
panci pengukus. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu cawan porselen,
oven, desikator, neraca analitik, penjepit, tanur, labu kjeldahl, labu lemak, soxhlet,
25
vorteks, kuvet, spektrofotometer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong
buchner, erlenmeyer, tabung sentrifuse, alat sentrifuse, water bath, aluminium
foil, mikropipet, spatula, dan seperangkat alat cek gula darah Accu Check
Performa (glukometer, lancet, strip,dan tissue alkohol).
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan produk olahan ubi jalar ungu yaitu ubi
jalar ungu rebus (UR), mie ubi jalar ungu (MU), dan mie ubi jalar ungu kaya pati
resisten (MR). Sampel dari ke 3 perlakuan dimasak terlebih dahulu hingga
matang kemudian dilakukan analisis proksimat, kadar antosianin, total fenol,
kadar pati resisten, tingkat konversi tepung menjadi gula dengan enzim α-amilase
dengan ulangan sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk memperoleh nilai rata-rata, dianalisis
secara deskriptif, dan ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel.
Penentuan respon glikemik ke- 3 perlakuan dilaksanakan dengan 10 orang subjek
dan menggunakan sirup glukosa sebagai pembanding (El, 1999 yang telah
dimodifikasi). Subjek harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu berusia
18-30 tahun pria atau wanita, memiliki indeks masa tubuh normal (18,5-22,9
kg/m2), dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat penyakit diabetes, tidak
mengalami gangguan pencernaan, tidak menjalani pengobatan, tidak merokok,
dan tidak meminum minuman beralkohol. Pengujian respon glikemik
berlangsung selama 4 hari dalam 2 minggu dan masing-masing pengujian ± 2 jam.
Pengukuran kadar gula darah responden dilakukan setiap selang 30 menit sekali
yaitu 0 menit (kadar gula darah puasa selama ± 10 jam), 30 menit, 90 menit, dan
26
120 menit setelah konsumsi. Data hasil pengujian respon glukosa darah masing-
masing subjek dibuat pada sumbu x (waktu) dan sumbu y (kadar glukosa),
kemudian dibandingkan luas area dibawah kurva antara data pengujian respon
glikemik glukosa murni dan 3 perlakuan olahan ubi jalar ungu dengan bantuan
Microsoft Excel 2010. Respon glikemik 10 subjek tiap masing-masing olahan ubi
jalar ungu dirata-ratakan untuk memperoleh respon glikemik masing-masing
produk. Pengaruh pengolahan masing-masing produk terhadap respon glikemik
dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (one way anova) dan uji lanjut
Duncan pada taraf 5% dengan bantuan software SPSS 16.0.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diawali dengan membuat produk olahan ubi jalar ungu yaitu ubi
jalar ungu rebus (Husna et al., 2013 yang dimodifikasi), tepung ubi jalar ungu dan
tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten (Nurdjanah dan Yuliana, 2013) sebagai
bahan baku untuk membuat mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar ungu kaya pati
resisten (Sugiyono et al., 2011 yang dimodifikasi) dan dilanjutkan dengan
beberapa analisis.
3.4.1. Pembuatan Ubi Jalar Ungu Rebus
Pembuatan ubi jalar ungu rebus dilakukan dengan menggunakan metode Husna et
al. (2013). Ubi jalar ungu segar yang telah disortasi, dicuci, dan ditiriskan. Ubi
jalar ungu ditimbang sebanyak 200 g. Ubi jalar ungu dimasukkan ke dalam air
mendidih (T 100°C) sebanyak 2 L dalam panci dan direbus selama ± 30 menit,
kemudian ubi jalar ungu rebus diangkat, ditiriskan, dan dikupas kulitnya. Ubi jalar
ungu dipotong dengan ukuran 4x4x8 cm untuk disajikan ke responden. Ubi jalar
27
ungu rebus dianalisis proksimat, kadar antosianin, total fenol, kadar pati resisten,
tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-amilase, dan uji respon
glikemik. Diagram alir pembuatan ubi jalar ungu rebus disajikan pada Gambar 2.
- Uji Respon Glikemik
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan ubi jalar ungu rebusSumber : Husna et al. (2013) yang dimodifikasi
3.4.2. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu
Pembuatan tepung ubi jalar ungu dilakukan dengan metode oleh Nurdjanah dan
Yuliana (2013). Ubi jalar ungu disortasi, dicuci sampai bersih, dan ditiriskan.
Ubi jalar ungu dikupas kulitnya lalu disawut dengan ketebalan 1 mm secara
manual dengan alat penyawut. Ubi jalar ungu hasil penyawutan kemudian
dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer pada suhu 60°C selama ± 16 jam
Analisis :- Uji Proksimat- Kadar Antosianin- Total Fenol- Pati Resisten- Tingkat Konversi
Tepung menjadiGlukosa oleh Enzimα-Amilase.
Ubi Jalar Ungu Segar
Perebusan (T 100ºC; t 30 menit)
Ubi Jalar Ungu Rebus
Pencucian
Penimbangan 200 g
Penyortiran
Pengupasan kulit
Penirisan
Penirisan
Pemotongan dengan ukuran 4x4x8 cm
28
sampai mencapai kadar air 10%. Sawut kering ubi jalar ungu kemudian
ditepungkan dengan hummer mill dan dilakukan pengayakan dengan ayakan 80
mesh. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar unguSumber : Nurdjanah dan Yuliana (2013)
3.4.3. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten
Pembuatan tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten dilakukan dengan metode oleh
Nurdjanah dan Yuliana (2013). Ubi jalar ungu disortasi, dicuci sampai bersih, dan
ditiriskan. Ubi jalar ungu dikupas kulitnya lalu disawut dengan ketebalan 1 mm
secara manual dengan alat penyawut. Sawut ubi jalar ungu dipanaskan pada suhu
90°C selama 30 menit menggunakan alat pemanas drum berputar modifikasi,
kemudian didinginkan di suhu ruang selama 1 jam. Sawut ubi jalar ungu
kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator pada suhu 5°C selama 48 jam.
Penepungan dengan hummer milll
Penyawutan setebal 1 mm
Pengeringan dengan Cabinet Dryer (T 60°C; t ± 16 jam; KA 10%)
Ubi Jalar Ungu Segar
Pencucian
Pengupasan kulitluar
Penyortiran
Penirisan
Tepung Ubi Jalar Ungu
Pengayakan dengan ayakan 80 mesh
29
Sawut ubi jalar ungu setelah didinginkan kemudian dikeringkan dengan cabinet
dryer pada suhu 60°C selama ± 16 jam sampai mencapai kadar air 10%. Sawut
kering kemudian ditepungkan dengan menggunakan hummer mill dan dilakukan
pengayakan dengan ayakan 80 mesh.
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar ungu kaya pati resistenSumber : Nurdjanah dan Yuliana (2015)
Penepungan dengan hummer milll
Tepung Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten
Pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Penyawutan setebal 1 mm
Ubi Jalar Ungu Segar
Pencucian
Pengupasan kulitluar
Penyortiran
Penirisan
Pengeringan dengan cabinet dryer (T 60°C; t ± 16 jam; KA 10%)
Pemanasan dengan pemanas drum berputar ( T 90°C; t 30 menit)
Pendinginan di suhu ruang; t 1 jam
Pendinginan dengan refrigerator (T 5°C; t 48 jam)
30
3.4.4. Pembuatan Mie Ubi Jalar Ungu dan Mie Ubi Jalar Ungu Kaya Pati
Resisten
Pembuatan mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi
dilakukan dengan memodifikasi metode oleh Sugiyono et al. (2011). Tepung ubi
jalar ungu atau tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten ditimbang sebanyak 200 g
dan masukkan ke dalam wadah adonan. Karagenan ditambahkan ke dalam tepung
sebanyak 1% dari total tepung ubi jalar. Air kemudian ditambahkan dengan
perbandingan sebanyak 1:1 dari total tepung, kemudian diadon hingga adonan
homogen. Adonan tersebut kemudian dikukus selama 3 menit pada suhu 100ºC.
Adonan dimasukkan ke dalam alat penipis adonan (seater) hingga membentuk
lembaran kemudian dicetak dengan alat pemotong (noodle maker) hingga
terbentuk pilinan mie. Pilinan Mie kemudian dimasukkan dalam cup kecil dan
dibentuk membundar, kemudian dikeringkan dengan pengering cabinet suhu 60
°C selama 12 jam sehingga dihasilkan mie kering. Mie yang telah kering
kemudian direndam 1 menit ke dalam air dengan perbandingan 1: 1, setelah itu
dikukus selama 10 menit. Mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar ungu kaya pati
resisten dianalisis proksimat, kadar antosianin, total fenol, kadar pati resisten,
tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-amilase, dan uji respon
glikemik. Diagram alir pembuatan mie ubi jalar ungu kaya pati resisten disajikan
pada Gambar 5.
31
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalarungu kaya pati resistenSumber : Sugiyono et al. (2011) yang dimodifikasi
Analisis :- Uji Proksimat- Kadar Antosianin- Total Fenol- Pati Resisten- Tingkat Konversi
Tepung MenjadiGlukosa olehEnzim α-Amilase
- Uji ResponGlikemik
Penimbangan sebanyak 200 g
Pengadonan hingga homogen
Pengukusan (T 100 °C; t 3 menit)
Pembuatan lembaran tebal 5 mm
Pembuatan pilinan mie dengan noodle maker
Pencetakan pilinan mi pada cup kecil
Pengeringan dengan Cabinet Dryer (T 60°C; t ± 16 jam; KA 10%)
Mie Kering Ubi Jalar Ungu/Mie Kering Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten
Perendaman mie kering di air t ± 1 menit
Pengukusan mie (T 100 °C; t 10 menit)
Mie Ubi Jalar Ungu/Mie Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten
Siap Konsumsi
Karagenan 1%,Air 1:1
Tepung Ubi Jalar Ungu /Tepung Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten
32
3.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap I adalah pengamatan terhadap
produk olahan ubi jalar ungu (ubi jalar ungu rebus, mie ubi jalar ungu, dan mie
ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi) meliputi analisis proksimat (kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat by different) (AOAC,
2005), kadar antosianin (Guisti dan Worldstad, 2001), total fenol (Ismail et al.,
2012), kadar pati resisten (Goni et al., 1996), tingkat konversi tepung menjadi
gula oleh enzim α-amilase (Muchtadi et al. 1992). Tahap II adalah pengamatan
respon glikemik terhadap sirup glukosa murni sebagai pembanding dan produk
olahan ubi jalar ungu (ubi jalar ungu rebus, mie ubi jalar ungu siap konsumsi,dan
mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi siap konsumsi) yang diujikan pada
10 orang responden.
3.5.1. Pengamatan Tahap I
3.5.1.1. Kadar air
Pengujian kadar air pada produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
gravimetri AOAC No. 945.38 (AOAC, 2005). Cawan porselin dikeringkan dalam
oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (A).
Sampel sebanyak 2 g dimasukan kedalam cawan porselen yang sudah diketahui
beratnya dan dikeringkan di dalam oven (B) pada suhu 105-110oC selama 6 jam,
didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Setelah diperoleh
hasil penimbangan pertama, lalu cawan yang berisi sampel dikeringkan kembali
selama 30 menit setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu
33
x 100%Kadar air (% bb) =
x 100%Kadar abu (% bb) =
x 100%Kadar abu (% bk) =
ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.
Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus:
B– CB – A
Keterangan : A : berat cawan kosong (g)
B : berat cawan + sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)
3.5.1.2. Kadar Abu
Pengujian kadar abu produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
gravimetri AOAC No. 936.07 (AOAC, 2005).Prosedur analisis kadar abu yaitu
cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu
100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit untuk
menghilangkan uap air dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam
cawan yang sudah dikeringkan, kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai
tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-
600ºC selama 3 jam. Sampel yang sudah diabukan didinginkan selama 15 menit
dalam desikator dan ditimbang.Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai
didapat bobot yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Berat abuBerat sampel
Kadar abu (%bb)100-kadar air (%bb)
34
%N =
x 100%Kadar protein (% bk) =
3.5.1.3. Kadar protein
Analisis kadar protein pada produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
kjeldahl AOAC No. 2001.11 (AOAC, 2005). Prosedur analisis kadar protein
yaitu produk olahan ubi jalar ungu ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2
mL H2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan aquades, sampel didestilasi
dengan penambahan 8-10 mL larutan NaOH-Na2S2O3 (dibuat dengan campuran:
50 g NaOH + 50 mL H2O + 12.5 g Na2S2O35H2O). Hasil destilasi ditampung
dengan Erlenmeyer yang telah berisi 5 mL H3BO3 dan 2-4 tetes indikator
(campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru
0,2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan
HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang
sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N,
yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25. Kadar protein dihitung
dengan rumus :
(ml HCl contoh – ml HCl blanko) x N HCl x 14. 007 x 6, 25 x 100)mg contoh
Kadar protein (%bb) = Kadar N (%) x 6.25 (faktor konversi)
Kadar protein (%bb)100-kadar air (%bb)
3.5.1.4. Kadar lemak
Uji kadar lemak pada produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
ekstraksi soxhlet AOAC No. 2003.05 (AOAC, 2005). Prosedur analisis kadar
35
Kadar lemak (% bb) = x 100%
x 100%Kadar lemak (% bk) =
lemak yaitu labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu
100-105ºC. Labu lemak didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap
air dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 g kemudian dibungkus dengan
kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam
selongsong ekstraktor sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak.
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke
labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan
ditampung. Ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven
bersuhu 100-105ºC selama 1 jam. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang
konstan. Berat lemak dihitung dengan rumus:
Berat lemakBerat sampel
Kadar lemak (%bb)100-kadar air (%bb)
3.5.1.5. Kadar Karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat pada produk olahan ubi jalar ungu dihitung secara by
difference,yaitu dengan cara mengurangkan 100 % dengan nilai total dari kadar
air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.
Kadar karbohidrat (%bb) = 100 % - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein
+ % kadar lemak)
Kadar karbohidrat (%bk) = 100 % - kadar abu (%bk) - kadar protein (%bk) - kadar
lemak (%bk)
36
Total Antosianin (mg/L) =
3.5.1.6. Total Antosianin
Konsentrasi antosianin dinyatakan sebagai sianidin-3-glukosida ditentukan
dengan metode perbedaan pH pada spektrofotometer (Guisti dan Worlstad, 2001).
Antosianin dari produk olahan ubi jalar ungu untuk analisis diekstrak dahulu.
Produk olahan ubi jalar ungu dihaluskan, ditimbang sebanyak 25 g, dan dilakukan
maserasi dengan pelarut asam sitrat 0,2% dalam beaker gelas 250 mL yang
ditutup aluminium foil. Larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 24 jam pada
ruang gelap dan suhu ruang. Hasil ekstraksi disentrifuse dengan kecepatan 2000
rpm selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifuse disaring dengan corong
Buchner, dan filtrat antosianin produk olahan ubi jalar ungu dipekatkan dengan
rotary evaporator (35ºC). Larutan buffer yang digunakan ada 2 yaitu larutan
buffer KCl pH 1,0 dan buffer Na-Asetat pH 4,5, disiapkan terlebih dahulu.
Sebanyak 1 mL ekstrak antosianin produk olahan ubi jalar ungu diambil dan
diencerkan dengan menggunakan larutan buffer, masing-masing sampai volume
10 mL (Faktor pengenceran = 10). Sampel hasil pengenceran diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dan 700 nm. Nilai absorbansi
ditentukan dari persamaan berikut:
A = (A – A ) , – (A – A ) ,Total konsentrasinya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
A x MW x DF x 1000ɛ x b
Keterangan:
A = Absorbansi
MW = MW Sianidin 3-glukosida = 449,2 g/mol
DF = Dilution Factor (Faktor Pengenceran)
37
ɛ = Konstanta absortivitas molar = 26.900 Lmol-1 cm-1
b = Tebal Kuvet (1 cm)
3.1.5.7. Pengujian Total Fenol
Analisa total fenol dilakukan berdasarkan metode spektrofotometri (Ismail et al.,
2012 yang telah dimodifikasi). Produk olahan ubi jalar ungu ditimbang sebanyak
25 g dalam Erlenmeyer, dimaserasi dengan asam sitrat 0,2% dalam 250 mL.
Larutan dishaker selama 15 menit, disaring, dan diambil filtratnya. Sebanyak 0,2
mL filtrat sampel, ditambah dengan 0,2 mL aquades, dan 0,2 mL reagen Folin
Ciocalteu, kemudian divortex selama 1 menit. Setelah itu, ditambah 4 ml larutan
natrium karbonat (Na CO ) 2% dan divortex kembali selama satu menit lalu
didiamkan dalam ruang gelap pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu
diukur absorbansi dengan spektrofotometer. Apabila nilai absorbansi tidak
terbaca, maka sampel uji terlebih dahulu dilakukan pengenceran dengan
pengenceran tingkat 1 (1/10). Selain itu, dibuat pula blanko dengan prosedur
yang sama seperti prosedur untuk sampel. Hasil absorbansi diplotkan terhadap
kurva standar asam galat dengan menggunakan persamaan regresi linier.
Hubungan antara konsentrasi asam galat dinyatakan sebagai sumbu x dan
besarnya absorbansi hasil reaksi asam galat dengan pereaksi Folin-Ciocalteu
dinyatakan sebagai sumbu y. Cara pembuatan kurva standar menggunakan
larutan asam galat adalah menimbang sebanyak 1 mg asam galat dan dilarutkan
dalam akuades sampai volume 100 mL. Selanjutnya dibuat seri pengenceran
larutan induk asam galat 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dan dilakukan
perlakuan seperti sampel. Hasilnya dinyatakan dari persamaan kurva standar
yaitu:
38
Y = ax + cKeterangan :
Y = Absorbansi Sampel
a = Gradien
x = Konsentrasi Ekivalen Asam Galat
c = Intersef
3.5.1.8. Pati Resisten
Penentuan pati resisten dilakukan dengan modifikasi metode Goni et al. (1996).
Sebanyak 100 mg sampel, konversi ke basis kering [(100 mg/(100-kadar air
sampel))x100]. Sampel dimasukkan ke tabung sentrifuse, ditambah 10 mL KCl-
HCl buffer pH 1,5 dan pengaturan pH 1,5 dilakukan dengan menambah HCl (2
M) atau NaOH (0,5 M), kemudian ditambah 2 ml larutan pepsin (1 g pepsin/10
mL buffer KCl-HCl). Campuran tersebut dimasukkan ke dalam water bath suhu
40°C selama 60 menit. Campuran tersebut kemudian didinginkan pada suhu
ruang, pH campuran diatur hingga 6,9 dengan menambahkan NaOH (0,5 M) lalu
campuran ditambah 1 ml larutan enzim α-amilase (1 mg/ml dalam buffer fosfat pH
7 0,05 M). Campuran diinkubasi selama 16 jam pada water bath suhu 37°C
dengan pengadukan konstan. Campuran disentrifuse selama 15 menit (3000 rpm)
lalu supernatan yang diperoleh dibuang. Residu ditambah 10 ml air destilat, lalu
disentrifuse kembali dan supernatan dipisahkan. Sebanyak 3 mL air destilat
ditambah pada residu kemudian diaduk.
Setelah itu ditambahkan KOH (4 M) sebanyak 3 mL, kemudian diinkubasi pada
shaker waterbath selama 30 menit pada suhu ruang dengan pengadukan konstan.
Sebanyak 5,5 ml HCl (2 M) dan 3 mL buffer sodium asetat (0,4 M) ditambahkan
39
ke dalam campuran dan dilakukan pengaturan pH menjadi 4,75 dengan
menambahkan HCl (2 M). Setelah itu sebanyak 80 µL enzim glukoamilase
ditambahkan dan dicampurkan secara merata dan dibiarkan dalam waterbath
selama 45 menit pada suhu 60°C. Kemudian dilakukan pemisahan dengan
menggunakan sentrifuse (15 menit, 3000 rpm). Supernatan yang didapat
disimpan terpisah, dan residu ditambah dengan air destilat sebanyak 10 mL lalu
disentrifius kembali. Residu dibuang, sedangkan supernatan yang didapat
dicampur dengan supernatan yang telah didapat sebelumnya kemudian campuran
tersebut dibuat menjadi 50 ml dengan menambahkan air destilat untuk penentuan
glukosa. Penentuan glukosa dilakukan menggunakan metode spektrofotometri
dengan memplotkan kurva standar glukosa dan glukosa yang telah didapat.
Sebelum penentuan kadar glukosa sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar
dengan membuat larutan glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat/ 100 mL
aquades). Dari larutan tersebut dilakukan pengenceran dengan masing - masing
menambahkan 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 mL larutan glukosa kedalam labu ukur,
kemudian ditambahkan aqudes hingga 100 mL sampai tanda tera, sehingga
diperoleh konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/ 100 mL. Sebanyak 6 buah tabung
reaksi bersih, masing - masing diisi dengan 1 mL larutan glukosa standar tersebut.
Kemudian kedalam tabung reaksi ditambahkan 1 mL fenol 5% dan asam sulfat
pekat 5 mL, setelah selesai dipanaskan dengan penangas air pada suhu 30°C.
selama 20 menit kemudian diukur absorbansi dengan menggunakan
spektrofotometer. Kurva standar dibuat dengan cara menghubungkan antara
konsentrasi glukosa dengan absorbansinya. Absorbansi masing-masing larutan
tersebut dibaca dengan panjang gelombang 490 nm. Penentuan kadar pati resisten
40
Glukosa (mg) =
sampel dilakukan sama seperti mengukur kurva standar glukosa, perbedaan hanya
terletak pada jumlah sampel yaitu 5 mL. Jumlah kadar pati resisten dapat dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut
mg / mL glukosa dari kurva standar x V sampel (mL) x Fp x 1 mg
Berat sampel (mg bk)
Jumlah Pati Resisten (%bk) = Banyaknya glukosa (mg %bk) x 0,9
Faktor pengencer = 20 kali
3.5.1.9. Tingkat Konversi Tepung menjadi Glukosa oleh Enzim α-amilase
Penentuan tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-amilase
menggunakan metode dari Muchtadi et al. (1992) yang dimodifikasi. Sampel
produk ubi jalar ungu yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan, ditimbang 50
mg dimasukan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 10 mL aquades dan
divortex, dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit hingga terbentuk gel sambil
diaduk, diangkat dan didinginkan pada selama 5 menit. Sampel ditambah 3 mL
buffer fosfat 0,1 M pH 7 kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit,
dan ditambahkan larutan enzim α-amilase 2 ml (1 mg/ml dalam buffer fosfat pH 7
0,05 M), diinkubasi kembali pada suhu 37ºC selama selama 0 menit, 30 menit, 60
menit, 120 menit, disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Sampel
dipipet kemudian diencerkan 1ml (0.5 larutan bahan +0.5 akuades) ditambah 3
mL pereaksi DNS (Muchtadi et al., 1989). Pembuatan pereaksi DNS
menggunakan metode Apriyanto et al. (1989). Sebanyak 1,96 g asam dinitro
salisilat dan 1,98 g NaOH, 30,6 g K.N. Tartrat Tetrahidrat, 0,0076 g fenol, dan
0,83 g Na-metabisulfit ditimbang lalu dimasukan ke dalam 141,6 ml aquades dan
41
x 100%Tingkat konversi tepung menjadi glukosa =
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan2 (m2)
dicampurkan. Larutan sampel yang telah ditambahkan pereaksi DNS dipanaskan
pada suhu 1000C selama 5 menit, lalu didinginkan. Sampel dimasukan kedalam
kuvet dan diukur absorbsinya pada panjang gelombang 550 nm. Hasil
pengukuran absorbansi diplot terhadap kurva standar glukosa untuk memperoleh
jumlah glukosa dalam sampel. Tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim
α-amilase diperoleh dengan cara membandingkan jumlah glukosa hasil hidrolisis
(A) dengan berat padatan sampel (B). Perhitungan persentasenya diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah GlukosaBerat Sampel
3.5.2. Pengamatan Tahap II
3.5.2.1. Penentuan Respon Glikemik
Pengukuran respon glikemik dilakukan dalam beberapa tahap yaitu a) pengajuan
izin komisi etik penelitian (Ethical Clearance), b) perekrutan calon subjek, c)
seleksi calon subjek, d) penjelasan penelitian dan informed consent, e)
pengukuran respon glikemik. Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat izin
komisi etik penelitian dari lembaga yang mengeluarkan komisi etik. Perekrutan
calon subjek dan seleksi calon subjek dilakukan dengan metode purposive sampel
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah subjek
berumur 18-30 tahun baik pria atau wanita, memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)
normal (18.5-22.9 kg/m2), dan dalam keadaan sehat. Penentuan Indeks Massa
Tubuh menggunakan rumus:
42
Kriteria eksklusi antara lain subjek tidak memiliki riwayat penyakit diabetes, tidak
sedang mengalami gangguan pencernaan, tidak menjalani pengobatan, tidak
menggunakan obat-obatan terlarang, tidak merokok, serta tidak meminum
minuman beralkohol. Responden yang memenuhi kriteria dipilih sebanyak 10
orang (laki-laki dan perempuan). Responden diberikan penjelasan singkat atas
penelitian ini dan mengisi informed consent untuk mengetahui kesediaan menjadi
seorang responden sampai penelitian selesai.
Penentuan respon glikemik menurut metode modifikasi El (1999). Sebelum
dilakukan penentuan respon glikemik, dilakukan analisis proksimat terhadap
produk olahan ubi jalar ungu untuk menentukan jumlah sampel yang harus
dikonsumsi oleh responden. Sebanyak sepuluh responden diminta untuk berpuasa
penuh kecuali air putih selama kurang lebih 10 jam (dari malam hari jam 20.00
hingga keesokan paginya). Pengujian dilakukan pada pagi hari (jam 08.00)
dengan memberikan sebanyak 50 g karbohidrat masing-masing produk ubi jalar
ungu siap dikonsumsi dan sirup glukosa. Masing-masing responden diuji respon
glikemiknya selama waktu pengujian 2 minggu, dengan rentang 3 hari sekali.
Pada hari pertama responden diberi sirup glukosa sebanyak 50 g yang dilarutkan
pada air 200 ml sebagai pembanding. Subjek meminum larutan sirup glukosa
selama 5-10 menit kemudian dianalisis respon glikemiknya.
Pengujian selanjutnya pada 3 hari berikutnya responden diberi ubi jalar ungu
rebus dan dianalisis respon glikemiknya, pada hari ke 6 responden diberi mie ubi
jalar ungu dan dianalisis respon glikemiknya, dan pada hari terakhir responden
diberi mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi dan dianalisis respon
glikemiknya. Pasca pemberian masing-masing produk olahan ubi jalar ungu
43
selama 2 jam kepada responden, sampel darah diambil sebanyak 0,6 μL dengan
metode finger-prick capillary blood samples. Proses pengambilan darah tidak
dilakukan pada jari kelingking dan ibu jari untuk menghindari terjadinya infeksi
yang bersifat sistemik. Hal ini karena secara anatomi aliran darah arteri ulnaris
mengalir pada jari kelingking dan arteri radialis mengalir pada ibu jari (Snell,
2006). Pengambilan sampel darah responden dilakukan berturut-turut pada menit
ke-0 (sebelum pemberian masing-masing produk olahan ubi jalar ungu/ kadar gula
darah puasa normal), menit ke-30, menit ke-60, menit ke-90, dan menit ke-120
setelah pemberian produk olahan ubi jalar ungu. Selama pengambilan darah
berlangsung, responden dalam keaadaan sedang santai atau tidak melakukan
pekerjaan berat. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel)
yang telah diperoleh setelah pengambilan darah kemudian ditebar pada dua
sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah).
Kemudian kadar gula darah subjek diplotkan ke dalam grafik dan dicari luas
permukaan dibawah kurva dengan metode incremental area under curve (IAUC)
(FAO, 1998 dalam Brouns et al., 2005). Perhitungan dengan metode ini
dilakukan dengan cara membagi area di bawah kurva menjadi beberapa bagian
yang dibatasi 1 garis horizontal (kadar glukosa darah puasa), dan beberapa garis
vertikal sesuai batas waktu pengambilan darah. Bagian yang terbentuk dihitung
masing-masing luasnya dengan rumus luas bangun sesuai bentuknya. Luas area
dibawah kurva diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing luas bangun, dan
hasil akhirnya yaitu penjumlahan semua luas bangun tersebut (Waspadji et al.,
2003; Brouns et al., 2005).
73
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa respon
glikemik produk mie ubi jalar ungu kaya pati resisten memiliki respon glikemik
terendah dengan kadar air 44,13 % ± 0,34, kadar abu 1,38% bk ± 0,16, kadar
protein 1,70% bk ± 0,36, kadar lemak 0,63% bk ± 0,02, kadar karbohidrat 96,29%
bk ± 0,38, total fenol 327,10 ± 2,78 mg GAE/100g bk, kadar antosianin 93,94 ±
0,43 mg/100g bk, kadar pati resisten 14,29% bk ±0,17, tingkat konversi tepung
menjadi glukosa oleh enzim α-amilase 52,26% ± 1,40, luas area di bawah kurva
3039,00, dan prediksi nilai indeks glikemik 58,74.
5.2. Saran
Perlu dilakukan perhitungan karbohidrat tersedia (available carbohydrate)
sehingga diperoleh nilai indeks glikemik produk olahan ubi jalar ungu. Sebaiknya
dilakukan perhitungan nilai beban glikemik pangan sehingga mempermudah
dalam pemilihan pangan yang tepat sesuai kebutuhan.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abo-El-Fetoh, S.M., M.A.A. Hanan, and N.M.N. Nabih. 2010. PhysicochemicalProperties of Starch Extracted from Different Sources and Their Applicationin Pudding and White Sauce. World Journal of Dairy and Food Sciences.5(2): 173-182.
Amurwani, R. 2016. Pengaruh Cara Penambahan dan Konsentrasi SodiumTripolyphosphate (STPP) terhadap Tingkat Hidrolisis Pati, Daya Serap Air,Sifat Sensori dan Respon Glikemik Nasi Instan. (Skripsi). UniversitasLampung. Bandar Lampung. 63 hlm.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis Association of Official AnalyticalChemists. Benjamin Franklin Station. Washington.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni, dan S. Budiyanto. 1989.Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor. IPB Press
Arif, A.B., A. Budiyanto, dan Hoerudin. 2013. Nilai Indeks Glikemik ProdukPangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal LitbangPertanian. 32(3):91-99.
Argasasmita, T.U. 2008. Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Indeks GlikemikVarietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi. (Skripsi). Departemen Ilmudan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Astawan, M. 2000. Membuat Mi dan Bihun. Naga Swadaya. 72 Hlm.
Astawan, M. dan S. Widowati. 2005. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks GlikemikUbi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan HasilPenelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok. Institut Pertanian Bogor
Atkinson, F.S., K. Foster-Powell, and J.C. Brand-Miller. 2008. InternationalTables of Glycemic Index and Glycemic Load Values. Diabetes Care.31: 2281-2283
Aisyah, Y., Rasdiansyah, dan Muhaimin. 2014. Pengaruh Pemanasan TerhadapAktivitas Antioksidan pada beberapa Jenis Sayuran. Jurnal Teknologi danIndustri Pertanian Indonesia. 6(2):1-6
75
Bahado-Singh, P.S., C.K. Riley, A.O. Wheatley, and H.I. Lowe. 2011.Relationship Between Processing Method and the Glycemic Indices of TenSweet Potato (Ipomoea batatas) Cultivars Commonly Consumed inJamaica. Journal of Nutrition and Metabolism. 2011:1-6.
Banks, W., and C.T. Greenwood. 1975. Starch Its Components. Halsted Press,John Wiley and Sons. New York.
Behall, K.M, and J. Hallfrisch. 2002. Plasma Gluce and Insulin Reduction AfterConsumption of Bread Varying in Amylose Content. Europe JournalClinical Nutrition. 47: 428-432.
Bellail, A.A, O.E. Shaltout, M.M. Youssef, and A.M.A. El Gamal. 2012. Effectof Homecooking Methods of Phenolic Composition and AntioxidantActivity of Sweetpotato (Ipomoea batatas Lam.) Cultivars Grown in Egypt.Food and Nutrition Science. 3:490-499.
Bodinham, C.L., L. Smith, E.L. Thomas, J.D. Bell, J.R. Swann, A. Costabile, D.Russel, A.M. Umpleby, and M.D. Robertson. 2014. Efficacy of IncreasedResistant Starch Consumption in Human Type 2 Diabetes. EndocrineConnections. 3(2):75–84.
Brennan, C.S. 2005. Dietary Fibre, Glycaemic Response and Diabetes.Molecular Nutrition and Food Research. 49(7):716.
Brouns, F., I. Bjorck, K.N. Frayn, A.L. Gibs, V. Lang, G. Slama, and T.M.Wolever. 2005. Glycemic Index Methodology. Nutrition ResearchReviews. 18:145-171.
Chung, H.J., H.S. Lim, and S.T. Lim. 2006. Effect of Partial Gelatinization andRetrogradation on the Enzymatic Digestion of Waxy Rice Starch. Journalof Cereal Science. 43:353-359.
Collison, G.K. 1968. Sweeling and Gelation of Starch and It’s Devirates.Chapman and Hall Ltd. London.
Dalilah, E. 2006. Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapi danHasil Olahannya. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dewan Standarisasi Nasional. 2000. Mie. Standar Nasional Indonesia (SNI).01-3551-2000.
Dewi, A.P. dan M. Isnawati. 2013. Pengaruh Nasi Putih Baru Matang dan NasiPutih Kemarin (Teretrogradasi) Terhadap Kadar Glukosa DarahPostprandial pada Subjek Wanita Pra Diabetes. Journal of NutritionCollege. 2(3):411-418.
76
El, S.N. 1999. Determination of Glicemic Index for Some Breads. FoodChemistry. 67:67-69
Englyst, H.N., S.M. Kingman, and J.H. Cummings. 1992. Classification andMeasurement of Nutritionally Important Starch Fractions. In: Asp (ed):Resistant Starch: Proceeding from the 2nd Plenary Meeting of EURESTA.Europe Journal Clinical Nutrition. 46:33-50
Erawati, C.M. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Proses ProduksiTepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). (Tesis). Institut Pertanian Bogor.Bogor. 76 Hlm.
Faizah, N. 2004. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas)Varietas Ayamurasaki dan Pakhong. (Skripsi). Universitas MuhammadyahMalang. Malang.
Faridah, D. N., W.P. Rahayu, dan M. S.Apriyadi. 2013. Modifikasi Pati Garut(Marantha Arundinacea) dengan Perlakuan Hidrolisis Asam dan SiklusPemanasan-Pendinginan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. JurnalTeknologi Industri Pertanian. 23 (1):61-69.
Foster-Powell, K., S.H.A. Holt, and J.C.B. Miller. 2002. International Table ofGlycemic Index and Glycemic Load Values. The American Journal ofClinical Nutrition. 76:5-56.
Fuentes-Zaragoza, E., M.J. Riquelme-Navarrete, E. Sánchez-Zapata, and J.A.Pérez-Álvarez. 2010. Resistant Starch as Functional Ingredient: A Review.Food Research International. 43:931-942.
Ginting, E., Y. Widodo, S.A. Rahayuningsih, dan M. Jusuf. 2005. KarakteristikPati Beberapa Varietas Ubi Jalar. Jurnal Penelitian Pertanian TanamanPangan. 24(1):9-18.
Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Jusuf. 2011. Potensi Ubi JalarUngu sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan. 6(1) :116-138.
Goni, I., L.G. Diz, E. Manas, and F.S. Calixto. 1996. Analysis of ResistantStarch: a Method for Food and Food Products. Journal of Food Chemistry.56(4):445–449.
Goni, I., A. Garcia-alonso, and F.S. Calixto. 1997. A Starch HydrolysisProcedure to Estimated Glycemic Index. Journal of Nutrition Research.17:427-437.
Guisti, M.M., and R.E. Worlstad. 2001. Anthocyanins Characterization andMeasurement with UV Visible Spectroscopy. Journal of Current Protocolsin Food Analytical. 1(2):1-13.
77
Handayani, L dan F. Ayustaningwarno. 2014. Indeks Glikemik dan BebanGlikemik Brassica oleracea var. Italica dengan Substitusi Inulin. Journalof Nutrition College. 3(4) : 783- 790.
Haralampu, S.G. 2000. Resistant Starch : a Review of the Physical Propertiesand Biological Impact of RS3. Carbohydrate Polymer. 41:285-292
Haryanti, P., R. Setyawati, dan R. Wicaksono. 2014. Pengaruh Suhu dan LamaPemanasan Suspensi Pati terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati TinggiAmilosa dari Tapioka. Agritech. 34(3):308-315.
Hasan, V., S. Astuti, dan Susilawati. 2011. Indeks Glikemik dari Umbi Garut,Suweg, dan Singkong. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.16 (1):34-50.
Herawati, H. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna SebagaiPangan Fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.30 (1):31-39.
Holm, J., I. Lundquist, I. Bjorck, A.C. Eliasson, and N.G. Asp. 1988. Degree ofStarch Gelatinization, Digestion Rate of Starch in Vitro, and MetabolicResponse in Rats. American Journal of Clinical Nutrition.47(1):1010-1016.
Huber, K., P. Brigide, E.B. Bretas,and S.G. Canniatti-Brazaca. 2014. Effect ofThermal Processing on the Antioxidant Activity of White Beans. PLoSOne. 9(7):1-8.
Husna, N.E., M. Novita, dan S. Rohaya. Kandungan Antosianin dan AktivitasAntioksidan Ubi Jalar Ungu Segar dan Produk Olahannya. Agritech.33(3):296-301.
Husnah, S. 2010. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietasAyamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. (Skripsi).Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ikeda, S., K. Tomural, M. Miyal, and I. Kreft. 2003. Changes in the Solubility ofthe Minerals and Protein in Buckwheat Noodles Occurring by Processing,Cooking and Enzymatic Digestion. Fagopyrum. 20: 67-71.
Ismail, J., M.R.J. Runtuwene, dan F. Fatimah. 2012. Penentuan Total Fenolikdan Uji Aktivitas Antioksidan pada Biji dan Kulit Buah Pinang Yaki (Arecavestiaria Giseke). Jurnal Ilmiah Sains. 12(2):84-88.
Jangchud, K., Y. Phimolsiripol, and V. Haruthaithansan. 2003. PhysicochemicalProperties of Sweet Potato Flour and Starch as Affected by Blanching andProcessing. Starch/Stärke. 55(6):258-264
78
Jawi, I.M. dan K. Budiasa. 2011. Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu MenurunkanTotal Kolesterol serta Meningkatkan Total Antioksidan Darah Kelinci.Jurnal Veteriner. 12(2):120-125.
Jawi, I.M., I.W.P. Sutirta-Yasa, and A.N. Mahendra. 2012. Hypoglycaemic andAntioxidant Activity of Balinese Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L.)in Diabetes Induced Rats. International Confrence of TCM. Solo.
Jiang, X. 2001. Sweet Potato Processing and Product Research and Developmentat the Sichuan Academy of Agricultural Sciences. Di dalam: Sweet PotatoPost Harvest Research and Development in China. Workshop atInternational Potato Center. Pp: 114-126.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha Tani.Kanisius. Yogyakarta. 82 hlm.
Jusuf, M., St.A. Rahayuningsih, dan E. Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu. WartaPenelitian dan Pengembangan Pertanian. 30(4):13-14.
Kafiya, M. 2016. Perubahan Mutu Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Segar padaSistem Penyimpanan Skala Pedesaan. (Tesis). Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Kano, M., T. Takayanagi, K. Harada, K. Makino, and F. Ishikawa. 2005.Antioxidative Activity of Anthocyanins from Purple Sweet Potato (Ipomoeabatatas) Cultivar Ayamurasaki. Bioscience, Biotechnology andBiochemistry. 69(5):979-988.
Karleen, S. 2010. Optimalisasi Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu(Ipomoea batatas) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Keripik Simulasi(Simulated Chips). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kearsley, M.W. and N.A. Dziedzic. 1995. Handbook of Starch HydrolysisProduct and Their Derivatives. Blackie Academic and Profesional.Glosgow.
Kristiyani, M.W.E. 2012. Pemanfaatan Tepung Ubi Ungu dalam PembuatanProduk Patiseri (Sweet Potato Pizza, Rainbow Bread, Sweet Potato BreadCake). (Proyek Akhir). Program Studi Teknik Boga. Universitas NegeriYogyakarta.
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami : Penangkal Radikal Bebas. TrubusAgrisarana. Surabaya.
Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan : Komponen Makro. Cetakan Pertama. DianRakyat. Jakarta.
79
Lawrence, G.H.M. 1964. Taxonomi of Vascular Plants. The MacmillanCompany. New York.
Lehmann, U., G. Jacobasch, and D. Schmiedl. 2002. Characterization ofResistant Starch Type III from Banana (Musa acuminata). Journal ofAgricultural and Food Chemistry. 50:5236-5240.
Lim, S., J. Xu, J. Kim, T. Chen, X. Su, J. Standard, E. Carey, J. Griffin, B.Herndon, B. Katz, J. Tomich, and W. Wang. 2013. Role of AnthocyaninEnriched Purple Fleshed Sweet Potato P40 in Colorectal Cancer Prevention.Molecular Nutrition and Food Research. 57(11):1908-17.
Limbong, S.M. 2016. Kajian Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar UnguBerkadar Pati Resisten Tinggi Terhadap Kadar Gula Darah, Berat Badan,Berat Feses dan Histologi Pankreas Mencit. (Skripsi). UniversitasLampung. Bandar Lampung. 76 hlm.
Liu, Q. 2005. Understanding Starches and Their Role in Foods. Di dalam: FoodCarbohydrates : Chemistry, Physical Properties and Applications. Cui(Editor). RC Taylor and Francis. Boca Raton FL.
Mahmudatussa’adah, Ai., D. Fardiaz, N. Andarwulan, dan F. Kusnandar. 2015.Pengaruh Pengolahan Panas terhadap Konsentrasi Antosianin MonomerikUbi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.). Agritech. 35(2):129-136.
Markakis, P. 1982. Stability of Anthocyanins in Foods. Di dalam: Markakis, P,editor. Anthocyanins as Food Colors. Academic Press. New York.Pp: 163-178.
Marsono, Y. 1998. Resistant Starch: Pembentukan, Metabolisme, dan AspekGizinya. Agritech. 18(4):29-35.
Maulana, B. 2012. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Indeks GlikemikUbi Jalar (Ipomoea batatas) Cilembu. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.Bogor. 78 Hlm.
Mendosa, D. 2008. Revised International Table of Glycemic Index (GI) andGlycemic Load (GL) Values. http://www.mendosa.com/gilist.htm. Diaksespada tanggal 20 Desember 2016.
Meutia, Y.R. 2010. Review Resistant starch (RS): Formation, Preparation, andit’s Physiological Effects. Journal of Agro-Based Industry. 27(1):72-84.
Montilla, E.C., S. Hillebrand, and P. Winterhalter. 2011. Anthocyanins in PurpleSweet Potato (Ipomoea batatas L.) Varieties. Fruit Vegetable, CerealScience and Biotechnology. 5(2):19-24.
80
Moorthy, S.N. 2000. Tropical Sources of Starch. Di dalam: A.C. Eliason (ed).Starch in Foods : Structure, Function and Application. CRC Press. USA.
Muchtadi, D. 1992. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB.Bogor. 48-49 hlm.
Mulyadi, A.F., S. Wijana, I.A. Dewi, dan W.I. Putri. 2014. Studi Pembuatan MieKering Ubi Jalar Kuning (Ipomoea Batatas) (Kajian Penambahan Telur danCMC). Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat. Bandar Lampung.1186-1194.
Musita, N. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten dariBeberapa Varietas Pisang. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.14(1):68-79.
Narullita, A., S. Waluyo, dan D.D. Novita. 2013. Sifat Fisik Ubi Jalar (Ubi JalarGisting Kabupaten Tanggamus dan Jati Agung Kabupaten LampungSelatan) pada Dua Metode Penyimpanan. Jurnal Teknik PertanianLampung. 2(3):133-146.
Ningsih, N.Y. 2015. Pengaruh Lama Pendinginan terhadap Kandungan PatiResisten Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi. (Skripsi). UniversitasLampung. Bandar Lampung. 55 Hlm.
Nisviaty, A. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar Klo BB00105.10 sebagaiBahan Dasar Produk Olahan Kukus serta Evaluasi Mutu Gizi dan IndeksGlikemiknya. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. 110 Hlm.
Noda, T., Y. Takahata, T. Sato, I. Suda, T. Morishita, K. Ishiguro, and O.Yamakawa. 1999. Relationships Between Chain-Length Distribution ofAmylopectin and Gelatinization Properties with the Same Botanical Originfor Sweet Potato and Buckwheat. Carbohydrate Polymers. 37(2):153-158.
Nugent, A.P. 2005. Health Properties of Resistant Starch. British NutritionFoundation, Nutrition Bulletin. 30:27-54.
Nurdjanah, S. dan N. Yuliana. 2013. Produksi Tepung Ubi Jalar UnguTermodifikasi secara Fisik Menggunakan Rotary Drum Dryer. LaporanPenelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama. Dikti. Universitas Lampung.Lampung.
Nurdjanah, S. dan N. Yuliana. 2015. Produksi Serat Pangan Berantioksidan dariUbi Jalar Ungu. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama.Dikti. Universitas Lampung. Lampung
Nurdjanah, S., N. Yuliana., S. Astuti., J. Hernanto, and Z. Zukryandry. 2017.Physico Chemical, Antioxidant and Pasting Properties of Pre-Heated PurpleSweet Potato Flour. Journal of Food And Nutrition Sciences. 5(4):140-146.
81
Oki, S., M. Masuda, S. Furuta, Y. Nishiba, N. Terahara, and I. Suda. 2002.Involvement of Anthocyanins and other Phenolic Compounds in RadicalScavenging Activity of Purple-Fleshed Sweet Potato Cultivars. JournalFood Science. 67(5):1752-1756.
Oku, Tsuneyuki, N. Mariko, and N. Sadako. 2010. Consideration of the Validityof Glycemic Index Using Blood Glucose and Insulin Levels and BreathHydrogen. International Journal Diabetes Melitus. 2:88-94.
Okoniewska, M. and R.S. Witwer. 2007. Natural Resistant Starch: an Overviewof Health Properties as Useful Replacement for Flour, Resistant Starch mayalso as Boost Insulin Sensitivity and Satiety. Nutritional Outlook: TheManufacturer's Resource for Dietary Supplements Healthy Foods andBeverages. New York.
Pentadini, F., A. Silvia, S. Hartini, and T.H. Anik. 2014. Determination ofGlycemic Score on Processed Food from Whole Wheat Flour (Triticumaestivum L.) Dewata’s Variety in terms of Amylose Content and StarchDigestibility. International Conference on Research, Implementation andEducation of Mathematics and Sciences. Pp: C55-C62.
PERKENI (Perkumpulan Endrokinologi Indonesia). 2015. KonsensusPengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. CetakanPertama. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PBPERKENI).
Piyada, K., S. Waranyou, and W. Thawien. 2013. Mechanical, Thermal andStructural Properties of Rice Starch Films Reinforced with Rice StarchNanocrystals. International Food Research Journal. 20(1):439-449.
Pranoto, Y., Rahmayuni, Haryadi, and S.K. Rakshit. 2014. PhysicochemicalProperties of Heat Moisture Treated Sweet Potato Starches of SelectedIndonesian Varieties. International Food Research Journal. 21(5):2031-2038.
Pratiwi, R. 2008. Modifikasi Pati Garut Perlakuan Siklus Pemanasan SuhuTinggi Pendinginan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. (Skripsi).Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwaningsih, S., E. Salamah, dan T.Y. Sari. 2012. Kandungan Gizi FasciolariaSalmo akibat Metode Pengolahan. Jurnal Pengolahan Hasil PerikananIndonesia. 15(2):101-109
Ragnhild, A.L., N.L. Asp, M. Axelsen, and A. Raben. 2004. Glycemic IndexRelevancefor Health, Dietary Recommendation, and Nutritional Labeling.Scandinavian Jorunal Nutrition. 48(2):84-94.
82
Rasdiyanti, R.F.K. 2011. Nilai Indeks Glikemik berbagai Produk Olahan Sukun.(Skripsi). Departemen Gizi masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ray, K.S. and P.R. Singhania. 2014. Glycemic and Insuline Responses toCarbohydrate Rich Whole Foods. Journal Food Science Technology.51(2):347-352.
Reinauer, H., P.D. Home, A.S. Kanagasabapathy, and C. Heuck. 2002.Laboratory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World HealthOrganization. Journal of Experimental Psychology. 6(3):236-358.
Richana, N. dan T. C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia TepungUmbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa danGembili. Jurnal Pascapanen. 1(1):29-37.
Richana, N., Ratnaningsih., A.B. Arif, and M Hayuningtyas. 2012.Characterization of Varieties of Maize with a Low Glycemic Index toSupport Food Security. International Maize Conference in Gorontalo.Pp: 178-183.
Rimbawan. 2007. Pengembangan Teknologi Pengolahan Beras Rendah IndeksGlikemik : Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui PerbaikanKualitas. Prosiding Lokakarya Nasional. Jakarta. Hlm:131-140.
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya.Jakarta. 124 hlm.
Robertson, M. D., A.S. Bickerton, A.L. Dennis, and H. Vidal. 2005. Insulin-Sensitizing Effects of Dietary Resistant Starch and Effects on SkeletalMuscle and Adipose Tissue Metabolism. American Journal ClinicalNutrition. 82:559–567.
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
Sajilata, M.G., R.S Singhal, and P.R Kulkarni. 2006. Resistant Starch a Review.Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 5(1):1-17.
Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar : Cara Budi Daya yang Tepat, Efisien danEkonomis. Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hlm.
Shin, S., J. Byun, K.H. Park, and T.W. Moon. 2004. Effect of Partial AcidHydrolysis and Heat-Moisture Treatment on Formation of Resistant TuberStarch. Cereal Chemistry. 81(2):194-198.
Snell, R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. PenerbitEGC. Jakarta.
83
Steinbauer, I.E. and I.J. Kushman. 1971. Sweet Potatoe Culture and Disease.Agricultural Hand Book. United State Departement of Agricultural.Washington DC. Pp:388.
Suda I., T. Oki, M. Masuda, M. Kobayashi, Y. Nishiba, and S. Furuta. 2003.Physiological Functionality of Purple Fleshed Sweet Potatoes ContainingAnthocyanins and their Utilization in Food-Review. Japan InternationalResearch Center Agricultural Science. 37:167-173.
Sukerti, N.W., Damiati, C. I. R. Marsiti, dan Adnyawati. 2013. PengaruhModifikasi Tiga Varietas Tepung Ubi Jalar dan Terigu Terhadap Kualitasdan Daya Terima Mi Kering. Jurnal Sains dan Teknologi. 2(2): 231-237
Sugiyono. 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Serealia dan Umbi-Umbian.Pusat Studi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sugiyono, R. Pratiwi, dan D.N. Faridah. 2009. Modifikasi Pati Garut (Maranthaarundinacea) dengan Perlakuan Siklus Pemanasan Suhu Tinggi-Pendinginan (Autoclaving-Cooling Cycling) untuk Menghasilkan PatiResisten Tipe III. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 20(1):17-61
Sugiyono, E. Setiawan, dan H. Sumekar. 2011. Pengembangan Produk MieKering dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan UmurSimpannya dengan Metode Isoterm Sorpsi. Jurnal Teknologi dan IndustriPangan. 22(2):164-170.
Sunyoto, M., R. Amdoyo, H. Radiani, dan C.T. Michelle. 2016. Kajian SifatFungsional Pati Ubi Jalar melalui Perlakuan Modifikasi Heat MoistureTreatment sebagai Sediaan Pangan Darurat. Jurnal Sains dan Teknologi.5(2):808-816
Suryati, L. 2014. Pengaruh Lama Pemanasan dalam Pemanas Berputar TerhadapPenampakan Granula Pati, Kandungan Antosianin, Kapasitas Antioksidandan Tingkat Hidrolisis Enzimatis Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi.(Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 72 Hlm.
Tejasari, 2005. Nilai Gizi Pangan. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.242 hlm.
Truong, V.D., N. Deighton, R.T. Thompson, R.F. Mc Feeters, L.O. Dean, K.V.Pecota, and G.C. Yencho. 2010. Characterization of Anthocyanins andAnthocyanidins in Purple Fleshed Sweetpotatos by HPLC. Jurnal ofAgriculture and Food Chemistry. 58:404-410.
Van Hal, M. 2000. Quality of Sweetpotato Flour During Processing and Storage.Food Reviews International. 16 (1):1-37.
84
Venn,.B.J., and T.J. Green. 2007. Glycemic Index and Glycemic Load:Measurement Issues and Their Effect on Diet Disease Relationships.European Journal of Clinical Nutrition. 61(1):122–131.
Waspadji, S., S. Suyono, K. Sukardji, dan R. Moenarko. 2003. Indeks Glikemikberbagai Makanan Indonesia Hasil Penelitian. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.
Whelan, W.J., D. Hollar, A. Agatston, H.J. Dodson, and D.S. Tahal. 2010. TheGlycemic Response is a Personal Attribute. Research Communication.62(8):637-641.
Widjanarko, S. 2008. Efek Pengolahan terhadap Komposisi Kimia dan Fisik UbiJalar Ungu dan Kuning. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Widowati, S., B.A.S. Santosa, dan A. Budiyanto. 2007. Karakterisasi Mutu danIndeks Glikemik Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi. Makalah SeminarPadi di BB Padi. Sukamandi.
Willet, W., J. Manson, and S. Liu. 2002. Glycemic Index, Glycemic Load, andRisk of Type 2 Diabetes. American Journal Clinical Nutrition.76(1):274-280.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kelima. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta.
Wolever, T.M.S. and C. Bolognesi. 1996. Prediction of Glucose and InsulinResponse of Normal Subjects after Consuming Mixed Meals Varying inEnergy, Protein, Fat, Carbohydrate, and Glycemic Index. Journal ofNutrition. 126(11):2807-2812.
Woolfe, J.A. 1999. Sweet Potato: An Untapped Food Resource. New York:Cambridge University Press.
Wrolstad, R.E., R.W. Durst, and J. Lee. 2005. Tracking Color and PigmentChanges in Anthocyanin Products. Trends in Food Science andTechnology. 16:433-428.
Wulan, S.N., T.D. Widyaningsih, dan D. Ekasari. 2013. Modifikasi Pati Alamidan Pati Hasil Pemutusan Rantai Cabang dengan Perlakuan Fisik/Kimiauntuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten pada Pati Beras. JurnalTeknologi Pertanian. 8(2): 80-87
Yamada, Y., S. Hosoya, S. Nishimura, T. Tanaka, Y. Kajimoto, A. Nishimura,and O. Kajimoto. 2005. Effect of Bread Containing Resistant Starch onPostprandial Blood Glucose Levels in Humans. Bioscience, Biotechnolgy,and Biochemistry. 69(3): 559-566.
85
Yasni, S., S. Widowati, I. Agustinisari, Z. Fonna, dan Danuarsa. 2009.Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu sebagai Bahan Produk Pangan Fungsional.Ringkasan Eksekutif Hasil-Hasil Penelitian. Kerjasama KemitraanPenelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi (KKP3I). Hlm: 272-274.
Zhang, G. and B.R. Hamaker. 2009. Slowly Digestible Starch: Concept,Mechanism, and Proposed Extended Glycemic Index. Critical Reviews inFood Science and Nutrition. 49:852–867.
Zhang, H. and Z. Jin. 2011. Preparation of Resistant Starch by Hydrolysis ofMaize Starch with Pullulanase. Carbohydrate Polymers. 83(2): 865-867.
Zhang, W.Q., H.W. Wang, Y.M. Zhang, and Y.X. Yang. 2007. Effects ofResistant Starch on Insulin Resistance of Type 2 Diabetes Mellitus Patients.Chinese Journal of Preventive Medicine. 41(2):101-104.
Zuraida, N dan Y. Suprapti. 2001. Usaha Tani Ubi Jalar sebagai Bahan PanganAlternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio.4(1):13-123