KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp ...digilib.unila.ac.id/54478/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp ...digilib.unila.ac.id/54478/3/SKRIPSI TANPA BAB...
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp., Nannochloropsissp. DAN Chlorella sp. PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET
REMAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN
(Skripsi)
Oleh
RIMADINA ARUMAYANTI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRACT
MICROALGA GROWTH STUDY Spirulina sp., Nannochloropsis sp. ANDChlorella sp. ON LIQUID WASTE MEDIA OF CRUMB RUBBER
INDUSTRY AS A SOURCE OF PROTEIN
By
Rimadina Arumayanti
Microalgae has a very high protein content, therefore microalgae is known as a
single cell protein. Crumb rubber wastewater which contains of high organic
matter and nutrients can be used as a media for the growth of microalgae without
the addition of nutrients. The purpose of this study was to get one of three types
of microalgae that is Spirulina sp., Nannochloropsis sp. and Chlorella sp. which
were cultivated on the crumb rubber wastewater media with the highest potential
to produce high protein content biomass. This research was conducted by
preparing the seed of microalgae Spirulina sp., Nannochloropsis sp. and Chlorella
sp. as much 25% v/v cultivated in 5 L of volume open pond bioreactor for 7 days,
and then flocculated by NaOH. The daily observations conducted was: cell
density, whereas at the beginning and end of cultivation that is: biomass, protein
content, salinity, N-total, P-PO4, Chemical Oxygen Demand, Dissolved Oxygen
and pH. This results indicated that High protein microalgae types that are able to
adapt to crumb rubber industrial waste media are Spirulina sp. with cell density
6.835 x 104 sel/mL, to produce the highest biomass of 0,6866 g/L, protein content
of 16,80%, then fat content of 2,13%, moisture content of 15,65% and ash content
of 39,27%.
Key words : Spirulina sp., Dunaliella sp., Tetraselmis sp., Wastewater, Protein
ABSTRAK
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp. Nannochloropsissp. DAN Chlorella sp. PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET
REMAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN
Oleh
Rimadina Arumayanti
Mikroalga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga
juga dikenal sebagai single cell protein. Limbah cair karet yang mengandung
bahan organik dan nutrien yang tinggi dapat digunakan sebagai media
pertumbuhan mikroalga tanpa penambahan nutrisi. Tujuan dari penelitian ini
untuk mendapatkan satu dari ketiga jenis mikroalga yaitu Spirulina sp.,
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasikan pada media limbah
cair karet yang paling berpotensi dalam menghasilkan biomassa dan kadar protein
tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan menyiapkan bibit mikroalga Spirulina sp.,
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. sebanyak 25% v/v dikultivasikan pada
bioreaktor sistem open pond dengan volume kerja 5 L selama 7 hari, kemudian
dipanen dengan metode flokulasi menggunakan NaOH. Pengamatan yang
dilakukan setiap hari yaitu kepadatan sel, sedangkan pada awal dan akhir kultivasi
yaitu biomassa, kadar proksimat, sainitas, N-total, P-PO4, Chemical Oxygen
Demand, Dissolved Oxygen dan pH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Jenis mikroalga berprotein tinggi yang mampu beradaptasi pada media limbah
cair industri karet remah adalah Spirulina sp. dengan kepadatan sel 6.835 x 104
sel/mL, menghasilkan biomassa tertinggi yaitu 0,6866 g/L dan kadar protein
sebesar 16,80%, kemudian kadar lemak sebesar 2,13%, kadar air 15,65% dan
kadar abu 39,27%.
Kata Kunci : Spirulina sp., Dunaliella sp., Tetraselmis sp., Limbah Cair, Protein
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp. Nannochloropsissp. DAN Chlorella sp. PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET
REMAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN
Oleh
RIMADINA ARUMAYANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 09 Februari 1996, sebagai
anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Bejo Sutrisno dan Ibu
Sumarsinah. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak PTPN VII
pada tahun 2000-2002, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Sabah Balau pada tahun
2002-2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 24 Bandar Lampung pada tahun
2008-2011, Sekolah Menengah Atas (SMA) 12 Bandar Lampung pada tahun
2011-2014. Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui
Seleksi Bersama Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung
Kurung, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus pada bulan Januari
sampai Maret 2018 dan melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) pada bulan
Juli sampai Agustus 2017 di PT Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar,
Lampung Tengah dengan judul “Mempelajari Proses Pengolahan dan
Pengendalian Mutu Produksi Tapioka di PT Umas Jaya Agrotama, Terbanggi
Besar, Lampung Tengah. Penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah
Pengolahan Hasil Perkebunan periode 2018-2019.
SANWACANA
Bismillaahhirrahmaanirrahiim, Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta kelancaran yang telah
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Kajian Pertumbuhan Mikroalga Spirulina sp., Nannochloropsis
sp. dan Chlorella sp. Pada Media Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai
Sumber Protein”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P. selaku Pembimbing Pertama skripsi, terimakasih
atas pengarahan, nasihat, saran, bantuan, motivasi, serta kesabaran selama
proses penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si. selaku Pembimbing Kedua
skripsi, terimakasih atas segala bantuan, pengarahan, nasihat, dan saran
selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku Pembahas terimakasih atas segala
masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.
6. Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung yang telah
memberikan tempat penelitian dan bibit mikroalga.
7. Bapak Safei, Ibu Valen dan Ibu Anis yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi selama penelitian di BBPBL.
8. Kedua orang tuaku Bapak Bejo Sutrisno dan Ibu Sumarsinah, kakakku Nur
Aris Henda Yanto dan adikku Titin Na’afiah, terima kasih atas doa, motivasi,
kasih dan sayang yang tak pernah putus yang telah diberikan, semangat,
dukungan, pengertian dan bantuan baik materi maupun non materi yang tak
mungkin dapat terbalaskan.
9. Terimakasih sahabat seperjuangan penelitian (Ruri Mayang Nirwana dan Riki
Satria Rainaudi) yang telah membantu dan memberi saran selama proses
penyelesaian skripsi ini.
10. Keluarga angkatan 2014 yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa
dalam dunia kampus.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 12 Oktober 2018Penulis
Rimadina Arumayanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 11.2. Tujuan Penelitian........................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroalga ................................................................................................. 62.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroalga ..................................................102.3. Potensi Mikroalga. ..................................................................................16
2.3.1. Produk Pangan dan Organik .........................................................162.3.2. Mikroalga Sebagai Sumber Pakan Alami .....................................18
2.4. Jenis-Jenis Mikroalga..............................................................................192.4.1. Spirulina sp. ..................................................................................192.4.2. Nannochloropsis sp. ...........................................................................232.4.3. Chlorella sp. .................................................................................26
2.6. Teknik Kultivasi Mikroalga. ...................................................................292.1. Limbah Cair Industri Karet Remah.........................................................31
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................353.2. Alat dan Bahan .......................................................................................353.3. Metode Penelitian ...................................................................................363.4. Pelaksanaan Penelitian............................................................................37
3.4.1. Pembiakan Kultur Murni ..............................................................38
3.4.2. Persiapan Media............................................................................383.4.3. Kultivasi Mikroalga ......................................................................383.4.5. Pemanenan Mikroalga ..................................................................39
3.5. Pengamatan .............................................................................................403.5.1. Kepadatan Sel Mikroalga..............................................................403.5.2. Analisis COD................................................................................413.5.3. Analisis DO...................................................................................423.5.4. Derajat Keasaman (pH).................................................................423.5.5. Ortophospat (P-PO4) .....................................................................423.5.6. Analisis Nitrogen total (N-total) ...................................................433.5.7. Salinitas.........................................................................................443.5.8. Biomassa ...................................................................................... 443.5.8. Kadar Air ......................................................................................453.5.10. Kadar Abu...................................................................................463.5.11. Kadar Protein ..............................................................................463.5.12. Kadar Lemak...............................................................................47
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi mikroalga dalam Menghasilkan Biomassa dan Kadar Protein...494.1.1. Kepadatan Sel Mikroalga..............................................................494.1.2. Biomassa .......................................................................................584.1.3. Kadar Protein, Kadar Lemak, Kadar Air dan Kada Abu ..............604.1.4. Salinitas.........................................................................................65
4.2. Potensi Mikroalga dalam Menurunkan Beban Cemaran Limbah Cair .. 684.2.1. Nitrogen total (N-total) .................................................................684.2.2. Ortofosfat (P-PO4) ........................................................................704.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) ...............................................724.2.4. Dissolved Oxygen (DO) ................................................................754.2.5. Derajat Keasaman (pH).................................................................78
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ......................................................................................815.2. Saran ................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan.............................................. 7
2. Mikroalga yang menghasilkan senyawa karotenoid. ..................................... 18
3. Manfaat Spirulina untuk beberapa jenis hewan peliharaan............................ 19
4. Kepadatan sel mikroalga selama 7 hari kultivasi........................................... 95
5. Biomassa mikroalga Spirulina sp., Nannochloropsis sp. danChlorella sp. . ................................................................................................. 95
6. Salinitas limbah cair karet. ............................................................................. 96
7. DO limbah cair karet. ..................................................................................... 96
8. pH limbah cair karet....................................................................................... 97
9. COD limbah cair karet. .................................................................................. 97
10. Kandungan N-total limbah cair karet. ........................................................... 98
11. Kandungan P-PO4 limbah cair karet............................................................. 98
12. Kadar protein Spirulina sp., Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. .......... 99
13. Kadar lemak Spirulina sp., Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. . .......... 99
14. Kadar air dan kadar abu Spirulina sp. Nannochloropsis sp. danChlorella sp. ................................................................................................100
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Fase pertumbuhan mikroalga. ........................................................................ 10
2. Mikroalga Spirulina sp................................................................................... 21
3. Mikroalga Nannochloropsis sp ...................................................................... 23
4. Morfologi sel Nannochloropsis sp................................................................. 24
5. Mikroalga Chlorella sp .................................................................................. 26
6. Teknik budidaya mikroalga open raceway ponds.......................................... 30
7. Teknik budidaya mikroalga photobioreactor ................................................ 31
8. Diagram alir perolehan biomassa mikroalga.................................................. 37
9. Fase pertumbuhan mikroalga. ........................................................................ 50
10. Kepadatan sel mikroalga Spirulina sp. Nannochloropsis sp. danChlorella sp. selama 7 hari kultivasi............................................................ 51
11. Sel mikroalga pada mikroskop perbesaran lensa objective 10x................... 51
12. Warna media Spirulina sp............................................................................ 52
13. Warna media Nannocloropsis sp.. ............................................................... 55
14. Warna media Chlorella sp ........................................................................... 56
15. Colpoda. ....................................................................................................... 58
16. Biomassa pada berbagai jenis perlakuan. .................................................... 59
17. Kadar proksimat mikroalga.......................................................................... 61
18. Grafik peningkatan salinitas kultur mikroalga pada media limbah cairkaret remah................................................................................................... 66
19. Grafik penurunan kadar N-total pada limbah cair karet remahsebelum dan setelah kultivasi....................................................................... 69
20. Grafik penurunan kadar P-PO4 pada limbah cair karet remahsebelum dan setelah kultivasi....................................................................... 71
21. Nilai COD pada media limbah cair karet remah.......................................... 73
22. Peningkatan kadar Dissolved Oxygen pada media limbah cair karetremah sebelum dan setelah kultivasi............................................................ 76
23. Peningkatan pH pada limbah cair karet remah sebelum dansetelah kultivasi............................................................................................ 79
24. Pupuk Conwy................................................................................................ 100
25. Bibit mikroalga Chlorella sp........................................................................ 100
26. Hand counter................................................................................................ 101
27. Penggunaan Hand counter ........................................................................... 101
28. Pembiakan Kultur Murni Spirulina sp. Nannochloropsis sp. danChlorella sp.................................................................................................. 101
29. Pengadaptasian kultur pada media LCKR 25%. .......................................... 101
30. Pengadaptasian kultur pada media LCKR 50%. .......................................... 102
31. Kultivasi Pada Media limbah cair karet selama 7 hari................................. 102
32. Pemanenan mikroalga. ................................................................................. 102
33. Yield basah mikroalga.................................................................................. 103
34. Pengamatan kepadatan sel mikroalga .......................................................... 103
35. Analisis kadar protein. ................................................................................. 103
36. Persiapan Analisis COD............................................................................... 103
37. Pengamatan salinitas media limbah cair karet ............................................. 104
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet merupakan salah satu komoditas yang mampu menyumbangkan kontribusi
yang besar dalam upaya peningkatan devisa negara. Produksi karet Indonesia
mempunyai laju pertambahan sebesar 3,5%/th dan diproyeksikan hingga tahun
2019 terdapat 3.810.000 ton karet yang dihasilkan (Direktorat Jendral
Perkebunan, 2015). Diperkirakan produksi komoditas karet sebagai hasil
perkebunan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan kebutuhan masyarakat
kedepannya. Menurut Utomo dan Suroso (2008), Industri pengolahan karet alam
didominasi oleh jenis karet remah yakni 90% dari total produksi karet di
Indonesia. Usaha industri karet remah adalah suatu usaha industri pengolahan
karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet menjadi karet remah.
Salah satu industri karet remah di Lampung yang dikelola oleh PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) adalah Unit Pabrik Karet Way Berulu. Pabrik
Pengolahan Karet Remah Unit Usaha Way Berulu merupakan pabrik yang
mengolah lateks segar menjadi karet remah dengan jenis mutu SIR (Standard
Indonesian Rubber) 3L dan SIR 3 WF. Aktivitas industri pengolahan karet
menimbulkan limbah cair. Pabrik pengolahan karet remah unit usaha Way Berulu
memiliki kapasitas produksi sebanyak 30 ton kk/hari dan limbah cair yang
2
dikeluarkan antara 240-312 m3/hari. Oleh karena itu diperlukan penanganan dan
pengolahan limbah yang baik (Kartika, 2010).
Limbah cair pengolahan karet ini berasal dari proses pengenceran lateks,
koagulasi, penggilingan, dan pencucian. Adapun kandungan limbah cair karet
antara lain, komponen karet (protein, lipid, karotenoid, dan garam anorganik),
lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama
pengolahan. Limbah cair industri karet remah mengandung senyawa nitrogen
sebesar 100-300 mg/L N-NH3 dan senyawa fosfor sebesar 20-40 mg/L P-PO4
(Utomo et al., 2012). Senyawa-senyawa organik berupa nitrogen dan fosfor dalam
limbah cair industri karet remah dapat digunakan mikroalga sebagai sumber hara.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa limbah cair industri karet dapat
dijadikan sebagai media tumbuh mikroalga tanpa penambahan nutrisi. Hasil
penelitian Dedi et al., 2010 menyatakan bahwa mikroalga Chlorella sp. yang
dibudidaya pada media limbah cair karet dengan konsentrasi 15% mampu
menghasilkan biomassa dan kepadatan sel tertinggi sebesar 3,7256 x 106 (sel/mL).
Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang
hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
fitoplankton. Menurut Loehr (1974), alga dapat menyimpan kelebihan nutrien
dalam masa selnya, oleh karena itu dapat digunakan sebagai alat untuk mengambil
nutrien N dan P yang terdapat pada hasil buangan atau limbah cair. Mikroalga
yang tumbuh pada limbah cair karet memiliki peran penting dalam proses
dekomposisi limbah cair karet. Mikroalga tidak mendegradasi bahan organik
3
namun adanya simbiosis mutualisme antara mikroalga dan bakteri aerob dapat
menurunkan kandungan nitrogen, Phospat, BOD dan COD pada limbah.
Mikroalga menggunakan cahaya matahari, karbon dioksida (CO2), dan bahan
organik seperti nitrogen dan Phospat untuk fotosintesis. Oksigen yang dihasilkan
dari proses fotosintesis mikroalga dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk
mengoksidasi senyawa organik pada limbah cair karet (Wulan, 2015).
Mikroalga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga
juga dikenal sebagai single cell protein.. Biomassa mikroalga kaya nutrien antara
lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino esensial (leusin, isoleusin, valin, dan
lain-lain), dan karoten. Budidaya mikroalga merupakan bagian yang sangat
penting dalam perkembangan teknologi budidaya moluska, krustacea dan ikan
karena dijadikan sebagai sumber pakan alami untuk pertumbuhan organisme
budidaya (Freire et al., 2016). Mikroalga terbukti dapat meningkatkan
pertumbuhan berat badan pada ikan, dan babi, selain itu mikroalga yang dijadikan
pakan ayam dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam telur yang dihasilkan
serta warna dari telur menjadi lebih gelap akibat pertambahan kandungan pigmen
karoten (Chen, et al., 2011). Beberapa jenis mikroalga juga memiliki kandungan
protein yang tinggi diantaranya Scenedesmus obliqus, Chlorella vulgaris,
Chlorella pyrenoidosa, Spirulina plantesis, Spirulina maxima, Dunaliella salina
dan Tetraselmis sp. (Hasanah, 2011).
Spirulina sp. merupakan organisme autotroph berwarna hijau kebiruan terdiri dari
sel-sel silindris yang membentuk koloni dimana selnya berkolom membentuk
filament terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga biru hijau
4
berfilamen (Ariyati, 1998; Hariyati, 2008). Spirulina sp memiliki ukuran sel yang
besar yaitu berdiameter 1-12 µm, panjang 200-300 μm dan lebar 5-70 μm.
Keunggulan dari Spirulina sp adalah kandungan nutrisi yang baik antara lain 60–
70% protein, 13,5% karbohidrat, 4-7% lemak dan asam lemak (linolenic acid dan
γ-linolenic acid), asam amino esensial (leusin, isoleusin, valine), pigmen (klorofil,
fikosianin dan karotenoid) dan juga mengandung vitamin seperti provitamin A,
vitamin B12 serta β-caroten, serta mineral dan mudah dicerna oleh ternak (Koru,
2012). Berdasarkan penelitian Amanantin (2013) Spirulina sp. yang ditumbuhkan
pada media ekstrak tauge (MET) 4% dan Urea 100 ppm menunjukkan kadar
protein yang tertinggi sebesar 20,99%, dengan menggunakan suhu 200C-260C,
salinitas 20-27 ppt, dan pH 7-8.
Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga berwarna hijau kuning, berbentuk
bola, berukuran kecil dengan diamater 2-4 μm. Ciri khas dari mikroalga ini
adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa (Sleigh, 1989;
Brown et al., 1997). Berdasarkan penelitian Komalasari (2015) Perlakuan
dengan menggunakan media limbah cair dari outlet kolam Fakultatif II dapat
meningkatkan kepadatan sel Nannochloropsis sp. mencapai 3,3 x 107 sel/mL dan
dapat menurunkan kandungan bahan organik limbah cair karet remah berupa N-
NH3 mencapai 98%, P-PO4 89%, N-total 92%, serta perolehan yield kering
sebesar 0,87 g/L. Nannochloropsis sp. mempunyai peranan penting dalam suatu
kegiatan pembenihan karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Komposisi
kandungan Nannochloropsis sp. adalah Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah
kandungan gizi dan pigmen seperti protein (52,11 %), karbohidrat (16 %), lemak
(27,64 %), vitamin C (0,85 %) dan klorofil A (0,89 %) (Anon et al., 2009).
5
Chlorella sp. merupakan kelompok organisme protista autrotof, yakni protista
yang mampu membuat makanannya sendiri. Karakeristik ini dimiliki Chlorella
sp. karena organisme ini mempunyai pigmen klorofil, sehingga dapat melakukan
fotosintesis. Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau bulat telur dan di dalamnya
terdapat protoplasma yang berbentuk cawan, tidak mempunyai flagella sehingga
tidak dapat bergerak aktif, diameter selnya berkisar antara 2-8 μm, dinding selnya
keras terdiri atas selulosa dan pektin. Berdasarkan penelitian Zulfarina et al.,
(2013) dan Sriharti (2004) menunjukkan bahwa Chlorella pyrenoidosa dan
Chlorella sp. dapat menurunkan kadar pencemar (COD) 52,6-96,7 % pada limbah
cair karet setelah dikultivasi selama 15 hari. Chlorella sp. memiliki kandungan
minyak sebesar 28-32%, karbohidrat 12-17%, lemak 14-22%, asam nukleat 4-5%
dan protein 51–58% (Rachmaniah et al., 2010). Berdasarkan uraian diatas,
kemampuan ketiga jenis mikroalga dalam beradaptasi di limbah cair karet perlu
dikaji potensinya dalam hal menghasilkan biomassa yang kaya protein dan dapat
digunakan sebagai pakan ternak
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan satu dari ketiga jenis mikroalga
yaitu Spirulina sp., Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasikan
pada media limbah cair karet yang paling berpotensi dalam menghasilkan
biomassa dan kadar protein tinggi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroalga
Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang
hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
fitoplankton. Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi
belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang
membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).
Budidaya mikroalga sangat menarik karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi,
mampu menyesuaikan pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Mikroalga
merupakan tumbuhan thalus yang berklorofil dan mempunyai pigmen tumbuhan
yang dapat menyerap cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Kandungan
alami mikroalga terdiri dari zat gizi dan beberapa senyawa aktif seperti β-karoten,
provitamin, mineral, pigmen dan asam lemak. Mikroalga memiliki kandungan
protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga juga dikenal sebagai single cell
protein. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan terdapat pada tabel
dibawah ini yaitu sebagai berikut :
7
Tabel 1. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan.
Mikroalga Protein karbohidrat Lipid
Anabaena cylindria
Aphanizomenon
flos-aquae
Chlamydomonas
rheinhardii
Chlorella
pyrenoidosa
Chlorella vulgaris
Dunaliella salina
Euglena gracilis
Spirulina platensis
Spirulina maxima
Nannochloropsis sp.
Synechococcus sp.
43-56
62
48
57
51-58
57
39- 61
46-63
60-71
52
63
25-30
23
17
26
12-17
32
14-18
8- 14
13-16
27
15
4-7
3
21
2
14-22
6
14-20
4-9
6-7
31-68
11
Sumber (Becker, 2007).
Mikroalga bisa termasuk mikroorganisme prokariot atau eukariot. Mikroalga
prokariot terdiri dari sianobakter atau alga biru-hijau dan mirip dengan bakteri.
Sel prokariot mikroalga tidak mempunyai organel terikat membran seperti plastid,
nukleus atau mitokondria jadi melakukan fotosintesa di dalam sitoplasma bukan
dalam organel-organel. Sel eukariot memiliki organel-organel untuk proses
fotosintesa. Sebagian besar mikroalga memiliki inti yang membantu fungsi sel
untuk melakukan metabolisme, bertahan dan reproduksi (Adetola, 2011).
Mikroalga dapat bersifat autotrof, heterotrof atau miksotrof. Mikroalga autotrof
menggunakan cahaya dalam proses fotosintesa sebagai sumber energi. Mikroalga
heterotrof menggunakan karbon organik dari luar sebagai sumber energi seperti
glukosa, asetat dan tidak memerlukan cahaya matahari untukBeberapa spesies
8
mikroalga merupakan miksotrof yang mampu berfotosintesa dan menggunakan
nutrisi dari luar untuk energi. Autotrof atau heterotrof tergantung
pada sumber apa yang tersedia.
Menurut Kawaroe et al., (2010) pada pertumbuhan mikroalga pada sistem
kultivasi terbagi menjadi lima tahapan yaitu, fase adaptasi (lag phase), fase
eksponensial (log phase), fase penurunan pertumbuhan (declining growth), fase
stasioner, fase kematian (death phase). Lima tahapan fase tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
a). Fase Adaptasi (Lag Phase) lag phase merupakan suatu tahap setelah
pemberian inokolum ke dalam media kultur dimana terjadi penundaan
pertumbuhan yang dikarenakan memerlukan pembelahan. Dalam hal ini tidak
terjadi pertambahan sel. Fase ini adalah fase penyesuaian yaitu suatu masa
ketika sel–sel kekurangan metabolisme dan enzim akibat dari keadaan tidak
menguntungkan dalam pembiakan terdahulu, menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru. Enzim–enzim dan zat antara terbentuk dan terkumpul
sampai konsentrasi yang cukup untuk kelanjutan pertumbuahan.
b). Fase eksponensial (Log Phase), pada fase ini sel–sel membelah dengan cepat
dan terjadi pertambahan dalam jumlah sel. Selama fase ini, sel–sel berada
dalam keadaan yang stabil. Bahan sel baru terbentuk dengan konstan tetapi
bahan-bahan ini bersifat katalitik dan massa bertambah secara eksponensial.
Hal ini bergantung pada satu atau dua hal yang terjadi, yaitu apabila tidak atau
lebih zat makan dalam pembenihan maka hasil metabolisme yang beracun akan
tertimbun dan menghambat pertumbuhan. Kultur ini bertambah dengan
9
kecepatan yang konstan. Dalam penggunaan mikroorganisme pada dunia
perindustrian dibutuhkan bibit atau starter untuk proses fermentasi suatu bahan
makanan, biasanya digunakan mikroorganisme yang sedang berada dalam fase
eksponensial.
c). Fase penurunan laju pertumbuhan (Deklinasi), pada fase ini terjadi
pertambahan sel namun namun laju pertumbuhannya menurun. Hal ini
dikarenakan terjadinya kompetisi yang sangat tinggi di dalam media hidup
karena zat makan yang tersedia tidak sebanding dengan populasi akibat dari
pertumbuhan yang sangat cepat pada fase eksponensial sehingga sebagian dari
populasi yang mendapatkan makan yang cukup dan dapat tumbuh serta
membelah.
d). Fase stasioner, pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju
kematian sehingga penambahan maupun pengurangan mikroalga relatif sama,
oleh karena itu kepadatan kultur menjadi tetap.
e). Fase kematian, pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi.
Penurunan kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum
yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan
beberapa kondisi lingkungan yang lain.
10
Gambar 1. Fase Pertumbuhan Mikroalga
Dalam siklus makanan diperairan, mikroalga berperan sebagai produsen utama.
Diperkirakan bahwa 40% fotosintesis secara global dilakukan oleh mikroalga
(Aung et al., 2013). Mikroalga dapat menjadi alternatif sumber produk alami
yang kontinyu dan terpercaya, karena mikroalga dapat dikultivasi dalam
bioreaktor dalam skala besar. Selain itu kondisi sel mikroalga dapat dikontrol,
dengan menggunakan media yang bersih dalam pertumbuhannya, sehingga
mereka tidak terkontaminasi herbisida, pestisida dan substansi toksik lainnya.
Mikroalga telah dikenal sebagai sumber berbagai pigmen berharga yaitu
chlorophyl a, zeaxanthin, canthaxanthin and astaxanthin (Rocha et al., 2003).
2.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroalga
Secara umum pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh kondisi perairan yang
meliputi:
a). Salinitas
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan
11
mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang
tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.
Namun, hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas
sedikit dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya
dapat dilakukan dengan pengenceran menggunakan air tawar. Kisaran salinitas
yang paling optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35 ppt
(Sylvester et al., 2002).
b). Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan
fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan kelarutan bahan dan dapat
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga di
perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara
20-24 C. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media
yang digunakan. Suhu di bawah 16 oC dapat menyebabkan kecepatan
pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan
kematian. Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi.
Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan
mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur
suhu udara (Taw, 1990).
c). Derajat Keasaman (pH)
Variasi pH dalam media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon
12
anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel.
Kisaran pH untuk kultur alga antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut
berkisar antara 7,8-8,5. Semakin tinggi kerapatan sel pada medium kultur
menyebabkan kondisi medium kultur meningkat tingkat kebasaannya (pH
semakin tinggi) dan hal itu menyebabkan peningkatan CO2 terlarut dalam
medium kultur (Wijanarko et al., 2007). Aktifitas fotosintesis akan turun
maksimum 33% ketika ph turun pada 5,0 (Colman dan Gehl, 1983).
d). Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroalga (Hoshida et al., 2005).
Karbondioksida diperlukan oleh mikroalga untuk membantu proses
fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup
digunakan dalam kultur mikroalga dengan intensitas cahaya yang rendah.
Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas
optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga (Taw,
1990).
Mikroalga dapat menyerap CO2 pada kisaran pH dan konsentrasi gas CO2 yang
berbeda. Efisiensi dari penyerapan CO2 oleh mikroalga tergantung dari pH
kultivasi dan dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas CO2. Semakin tinggi
konsentrasi gas CO2 maka semakin besar pula pembentukan biomassa yang
terjadi. Gas CO2 diserap oleh mikroalga dan digunakan untuk proses biofiksasi
menghasilkan biomassa (Olaizola et al., 2004). Penggunaan karbondioksida
pada kultivasi mikroalga memiliki beberapa keuntungan, seperti mikroalga
13
tumbuh di air, lebih mudah diamati pertumbuhannya daripada tumbuhan
tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mikroalga tidak
membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk tumbuh (Benemann,
1997).
e). Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien
yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat
mencapai optimum dengan menambahkan nutrien yang tidak terkandung dalam
air laut tersebut. Nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga terdiri
dari makro dan mikro nutrient. Untuk makro nutrient terdiri dari C, H, N, P, K,
S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrient antara lain Fe, Cu, Mn, Zn, Co,
Mo, Bo, Vn dan Si. Faktor pembatas untuk mikroalga adalah N dan P (Dallaire
et al., 2007).
Nutrien di dalam media kultur merupakan faktor yang tidak kalah penting
dalam mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan nutrisi mikroalga.
Beberapa komponen yang memiliki peranan penting diantaranya: Mangan
(Mn) sebagai komponen struktural membran kloroplas dan merupakan
aktivator enzim pada reaksi terang fotosintesis (Prihatini, 2007). Magnesium
(Mg) berperan sebagai kofaktor dalam pembentukan asam amino dan klorofil,
Besi (Fe) berperan dalam sintesis klorofil dan sintesis protein-protein penyusun
kloroplas, Seng (Zn) diperlukan dalam proses pembentukan klorofil dan
mencegah kerusakan molekul klorofil (Bidwell, 1979). Secara umum
defisiensi nutrien pada mikroalga mengakibatkan penurunan protein, pigmen
14
fotosintesis, serta kandungan produk kar karbohidrat dan lemak (Healey,
1973).
f). Aerasi
Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan media
kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah
terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media (Taw, 1990). Komposisi
udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,09 %, oksigen 20,95 %, dan
karbondioksida 0,93%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton,
xenon dan helium sekitar 0,03% .
g). Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna
untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat
menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan
panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan
penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang
disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan
kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang
dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga
minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga
dapat tumbuh dengan konstan dan normal (Coutteau, 1996).
15
Pada kondisi gelap, mikroalga tidak melakukan proses sintesa biomassa
melainkan mempertahankan hidupnya dengan cara melakukan respirasi
sehingga medium kultur menjadi jenuh oleh senyawa karbonat yang tidak
dimanfaatkan mikroalga. Hal ini menyebabkan pengurangan proses transfer
gas CO2 ke dalam medium kultur (Wijanarko et al., 2007). Namun pada
akhirnya antara kondisi terang maupun gelap menghasilkan produksi biomassa
yang konstan karena CTR (Carbon Transfer Rate) pada umumnya memiliki
nilai yang tinggi pada awal masa pertumbuhan dimana konsentrasi gas CO2 di
dalam medium kultur masih di bawah ambang kejenuhan, sehingga gas CO2
lebih mudah larut dalam medium kultur. Selain itu, kenaikan jumlah sel yang
sangat besar mempertinggi penyerapan gas yang terlarut dalam bentuk HCO3-
oleh mikroalga. CTR kemudian akan cenderung menurun seiring dengan waktu
karena terjadinya ketidaksetimbangan antara peningkatan jumlah sel dengan
besarnya biofiksasi CO2 yang mengakibatkan produksi biomassa menjadi
konstan kemudian menurun.
Adanya pertumbuhan dalam kultur mikroalga ditandai dengan bertambahnya
jumlah sel mikroalga dan bertambah besarnya ukuran sel (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Faktor pertumbuhan mikroalga mempengaruhi hasil
biomassa, maupun jenis produk yang diinginkan. Terkadang biomassa yang
sedikit menghasilkan produk yang diinginkan dalam jumlah banyak, untuk itu
diperukan optimasi komposisi yang seimbang antara banyaknya biomassa dan
banyaknya produk dalam biomassa mikroalga. Beberapa faktor penting bagi
produksi mikroalga skala massal di antaranya intensitas cahaya, suhu, media
pertumbuhan pH, dan salinitasi (Hadiyanto dan Azim, 2012). Kandungan
16
nutrien dalam setiap jenis mikrolaga berbeda-beda. Biomassa mikroalga kaya
nutrien antara lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino esensial (leusin,
isoleusin, valin, dan lain-lain), dan karoten. Beberapa jenis mikroalga juga
memiliki kandungan protein yang tinggi. Asam amino pada mikroalga lebih
baik jika dibandingkan dengan sumber protein makanan yang lain (Hasanah,
2011). Selain itu jika dibandingkan dengan sumber lain seperti yeast maupun
fungi, mikroalga memiliki keunggulan di aspek keamanannya. Jika di
bandingkan dengan protein bersel tunggal yang bersumber dari mamalia,
mikroalga lebih unggul di bidang efisiensi dan kemudahan dalam produksinya
(Nur, 2014).
2.3. Potensi Mikroalga
Harun et al., (2010) memaparkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari
mikroalga, diantaranya :
2.3.1. Produk Pangan dan Organik
Mikroalga dapat digunakan dalam aplikasi yang lebih luas. Selain sebagai produk
pangan, mikroalga juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, biopolimer
penghasil plastik, sebagai suplement, obat-obatan, dan keperluan medis lainnya.
a). Omega 3
Mikroalga secara alami memiliki kandungan asam lemak omega-3 sehingga
dapat dimanfaatkan untuk suplement bernilai tinggi (Handayani, 2011).
Sumber omega-3 dapat ditemui dalam bentuk eicosapentanoic acid (EPA) dan
decosahexaenoic acid (DHA). EPA secara umum digunakan untuk farmasi
17
seperti obat migrain, jantung, asma, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya.
Jenis mikroalga penghasil EPA sebagai contoh adalah pavlova vidiris
Nannochloropsis sp.
Sama halnya dengan EPA, DHA juga berperan penting dalam bidang medis.
Berdasarkan laporan paramedis, DHA dapat digunakan untuk melawan kanker,
AIDS, serangan jantung, menurunkan kolesterol, meningkatkan sistim imun,
dan detoksifikasi (mengeluarkan racun) dari tubuh. Mikroalga yang tumbuh di
air laut lebih dominan menghasilkan DHA. Schizochytrium mangrove,
mikroalga air laut, dapat menghasilkan DHA 33-39% dari total asam lemak.
b). Klorofil
Klorofil secara medis berfungsi sebagai penawar pada organ hati, memperbaiki
sel, dan meningkatkan haemoglobin dalam darah. Klorofil juga dapat
digunakan sebagai sumber pigmen pada kosmetik dan pangan. Salah satu
mikroalga penghasil chlorofil tertinggi adalah Chlorella sp. Mirkoalga jenis
Spirulina platensis dikenal luas sebagai suplement yang mengandung kadar
protein tinggi hingga mencapai 68% dan kandungan vitamin lain. Kandungan
protein ini lebih tinggi dari daging, kedelai, ikan, dan telur. Beberapa
mikroalga lain yang mengandung protein tinggi seperti Chlorella sp. juga dapat
digunakan sebagai pakan alami untuk beberapa jenis udang tertentu. Selain itu
mikroalga penghasil protein dapat digunakan untuk suplement pakan ternak
yang berfungsi menurunkan lemak dan menambah kadar protein pada daging.
18
c). Karotenoid
Tabel 2. Mikroalga yang menghasilkan senyawa karotenoid.
Karotenoid Fungsi Speciesmikroalga
Beta
karotein
a. Nutrisi esensial yang diubah tubuh
menjadi vitamin A
b. Antioksidan lemah, tapi efektif dalam
menghambat oksigen tunggal.
c. Menstimulasi enzim-enzim untuk
memperbaiki DNA yang rusak
d. Meningkatkan aktivitas sel-sel imun
e. Melindungi kornea mata dari sinar UV
Dunaliella salina,
Scenedesmus
almeriensis,
Soelastrella
striolata.
Lutein a. Pigmentasi warna kuning dan hijau pada
berbagai jenis makanan
b. Bersama dengan zeaxantin merupakan
penyusun setengah karotenoid dalam
retina mata
c. Melindungi mata dari degenerasi dan
katarak
d. Dapat berperan melawan kanker kolon
Hematococcus
pluvialis,
Chlorella
sorokiniana
Zeaxanthin a. Bersama lutein merupakan karotenoid
satu-satunya dalam makula mata
b. Menyerap sinar biru yang membahayakan
tubuh
c. Melindungi mata dari degenerasi dan
katarak
Scenedesmus
almerientis
Sumber : Guedes et al., (2011)
2.3.2. Mikroalga sebagai Sumber Pakan Alami
Mikroalga merupakan sumber pakan alami yang populer bagi peternak unggas,
19
pem budidaya ikan, dan sapi. Beberapa jenis mikroalga dapat dimanfaatkan
sebagai suplemen yang dicampurkan pada pelet atau makanan ternak lainnya.
Kulpys et al., (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan
Spirulina platensis terhadap produktivitas dan kandungan susu sapi. Selama 90
hari dilakukan uji coba penambahan Spirulina dengan dosis 200 gram diperoleh
hasil sapi menjadi lebih gemuk 8.5-11%, dengan produktivitas susu 29
kg/ hari tanpa penambahan alga, menjadi 36 lt/hari. Selain itu Mikroalga juga
dapat digunakan sebagai suplemen bagi hewan peliharaan. Seperti yang
diinformasikan dalam situs Spirulinasource.com, Spirulina platensis dapat
digunakan untuk beberapa hewan peliharaan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Manfaat Spirulina untuk beberapa jenis hewan peliharaan.
Hewan Peliharaan Manfaat
Burung Meningkatkan kualitas bulu, warna bulu,fertilitas,
meningkatkan sistem imunitas
Kucing Menyehatkan kulit, mencegah penyakit
kanker dan infeksi viral
Anjing Menyehatkan kulit, mencegah penyakit
dermatitis, meningkatkan daya tubuh
Unggas Menurunkan resiko kematian
2.4. Jenis-jenis Mikroalga
2.4.1. Spirulina sp.
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki rentang hidup yang luas di media
tumbuhnya adalah Spirulina platensis (Khoirunisa et al., 2012). Spirulina sp.
merupakan mikroalga bersifat multiseluler yang termasuk dalam golongan
20
cyanobacterium mikroskopik berfilamen, Spirulina platensis di bawah mikroskop
tampak seperti benang tipis (filamen) yang berbentuk spiral. Filamen ini
merupakan koloni sel yang dapat bersifat motil. Filamen bersel banyak memiliki
ukuran panjang 200-300 dan lebar 5-70 mikron. Suatu filament dengan 7 spiral
akan mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel (Phang, 2002).
Spirulina sp. adalah makhluk hidup autotroph berwarna kehijauan, kebiruan,
dengan sel berkolom membentuk filament terpilin menyerupai spiral (helix)
sehingga disebut juga dengan alga biru hijau berfilamen (cyanobacteria)
(Hariyati, 2008).
Spirulina sp. memiliki dinding sel yang tipis dengan garis tengah sel berkisar 1-12
mikron. Spirulina sp. bergerak dengan cara menggelinding sepanjang garis tengah
selnya. Spirulina sp. merupakan mikroorganisme yang berkembang biak dengan
cara membelah diri. Spirulina sp. merupakan salah satu jenis mikroalga yang
sangat berpotensi sebagai sumber pangan karena 1 are (0,4646 hektar) Spirulina
sp. dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung
dan 200 kali lebih baik daripada daging sapi (Spolaore et al., 2006). Spirulina sp.
dapat tumbuh dengan baik di danau, air tawar, air laut, dan media tanah.
Mikroalga jenis ini termasuk mikroalga yang mudah untuk dibudidayakan, karena
budidayanya dapat dilakukan di dalam maupun di luar ruangan.
Klasifikasi Spirulina sp menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:
Divisi : CyanophytaKelas : CyanophyceaeFamili : OscillatoriaceaeGenus : SpirulinaSpesies : Spirulina sp.
21
Gambar 2. Spirulina sp. (Sciento, 2008).
Keunggulan dari Spirulina sp. adalah kandungan nutrisi yang baik antara lain 60–
70% protein, 13,5% karbohidrat, 4-7% lemak dan asam lemak (linolenic acid dan
γ-linolenic acid), asam amino esensial (leusin, isoleusin, valine), pigmen (klorofil,
fikosianin dan karotenoid) dan juga mengandung vitamin seperti provitamin A,
vitamin B12 serta β-caroten (Koru, 2012). Menurut Riyono (2008) menyatakan
bahwa Spirulina sp. memiliki banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan
yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100%
bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan
diserap oleh tubuh. Protein Spirulina sp. 90% dapat dicerna karena mengandung
enzim yang membantu dalam proses pencernaan.
Selain kandungan protein yang cukup tinggi, Spirulina sp. memiliki beberapa
keunggulan dibanding mikroalga jenis lain yaitu relatif cepat berproduksi serta
biomassa yang dihasilkan mudah dalam pemanenan. Hal ini disebabkan karena
ukuran biomassa Spirulina sp. lebih besar sehingga dapat dipisahkan dari media
melalui filtrasi menggunakan filter berukuran 20 μm. Spirulina sp. mudah dicerna
karena lapisannya berupa membran tipis bukan seperti selulosa yang sulit dicerna.
Membran tersebut merupakan gugus gula yang mudah dicerna dan diserap
22
(Desmorieux dan Decaen, 2006).
Secara umum, Spirulina sp. dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 8-11,
dengan intensitas cahaya 2000-3500 lux. Periode penyinaran yang umum
digunakan adalah 12 jam, walaupun beberapa peneliti menyatakan bahwa
pertumbuhan terbaik diperoleh pada periode penyinaran 16 jam dengan waktu
gelap 8 jam pada intensitas cahaya 2000 ± 200 lux, temperatur 30 ± 1°C dan pH
9.1 (Santosa dan Limantara, 2007). Suhu terendah untuk Spirulina platensis
untuk hidup adalah 15°C pertumbuhan yang optimal adalah 35- 40°C
(Chritwardana et al., 2013). Salinitas yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina
sp. berkisar antara 20 - 30 ppt (Wicaksono et al., 2014). Salinitas akan
mempengaruhi tekanan osmosis antara sel dan medium serta laju disosiasi
senyawa organik nutrien alga. Bila salinitas terlalu tinggi akan mengakibatkan
media pemeliharaan bersifat hipertonis terhadap sel dan mengakibatkan kurang
baiknya penyerapan nutrien oleh sel. Ketersediaan nutrisi yang memadai dan
sinar matahari yang cukup juga merupakan faktor penting yang mendukung
pertumbuhan mikroalga ini.
Berdasarkan penelitian Amanantin (2013) Spirulina sp. yang ditumbuhkan pada
media ekstrak tauge (MET) 4% dan Urea 100 ppm menunjukkan kadar protein
yang tertinggi sebesar 20,99%, dengan menggunakan suhu 200C-260C, salinitas
20-27 ppt, dan pH 7-8. Berdasarkan penelitian Nawansih et al., (2015) dari 3
jenis mikroalga yang dicoba Spirulina sp., Dunaliella sp., Tetraselmis sp. yang
paling berpotensi dalam menghasilkan biomassa sebagai sumber protein pada
media limbah cair karet remah serta dapat menurunkan cemaran adalah Spirulina
23
sp. Kepadatan sel setelah 7 hari kultivasi mencapai 3878 x 104 sel/mL,
menghasilkan biomassa sebesar 1,7282 g/L bk dengan kadar protein 12,13 %,
serta mampu menurunkan beban cemaran N-NH3 sebesar 94% dan P-PO4 sebesar
71%.
2.4.2. Nannochloropsis sp.
Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon (2001) sebagai
berikut:
Regnum : ProtistaDivisio : ChromophytaClassis : EustigmatophyceaeOrdo : EustigmatalesFamilia : MonodopsidaceaeGenus : NannochloropsisSpesies : Nannochloropsis
Gambar 3. Nannochloropsis sp. (CSIRO, 2009).
Nannochloropsis sp. merupakan salah satu pakan alami (livefood) untuk larva ikan
atau udang dan juga berperan sebagai pakan dari zooplankton, rotifer dan artemia
(Sasmita, 2004). Nannchloropsis sp. memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi
(31-68%), sedangkan Isochrysis (17,07%) dan Dunaliella hanya (6%) (Erlania,
2010). Kandungan lemak mikroalga tergantung dari jenis mikroalga, rata-rata
24
pertumbuhan dan kondisi kultur mikroalga. Nannochloropsis sp. merupakan
mikroalga berwarna kehijauan, selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan
diamater 2-4 μm, memiliki 2 flagel dengan salah satu flagelnya berambut tipis.
Ciri khas dari Nannochloropsis sp. adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari
komponen selulosa (Fachrullah, 2011). Nannochloropsis sp. memiliki dinding sel,
mitokondria, kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran. Kloroplas berbentuk
seperti lonceng yang terletak di tepi sel dan memiliki stigma (bintik mata) yang
bersifat sensitif terhadap cahaya. Nannochloropsis sp. dapat berfotosintesis karena
memiliki klorofil a dan c.
Gambar 4. Morfologi sel Nannochloropsis sp.(Adehoog dan Simon, 2001).
Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit, dapat ditemukan hampir di semua jenis
perairan baik laut maupun tawar. Nannochloropsis sp. dapat tumbuh pada salinitas 0-
35 ppt. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu 25-30oC
dan tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 (Fachrullah, 2011). Perubahan salinitas dan
CO2 pada tahap kedua dapat meningkatkan kepadatan dan mengubah kandungan
lipid. Menurut Wahyuni et al., (2001), bahwa sel Nannochloropsis sp. tumbuh
25
dengan baik dengan pH 7-9 dengan kekuatan cahaya 5000-200.000 lux sesuai dengan
volume budidaya suhu 23-36oC. Nannochloropsis sp. membutuhkan cahaya untuk
berfotosintesis. Kurangnya cahaya yang dibutuhkan untuk aktifitas fotosintesis akan
menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung normal sehingga mengganggu
metabolisme selanjutnya. Nannochloropsis sp. bereproduksi secara aseksual dengan
cara membelah diri dan membentuk autospora. Setiap sel yang sudah masak akan
membelah diri dan menghasilkan dua dan empat autospora. Autospora adalah spora
non flagela yang bentuknya menyerupai sel induknya, tetapi mempunyai ukuran
tubuh lebih kecil. Autospora yang telah dihasilkan dibebaskan dari sel induk melalui
penghancuran dinding sel dewasa dan berkembang hingga mencapai ukuran sel
induknya (Barsanti dan Gualtieri, 2006).
Nannochloropsis sp. mempunyai peranan penting dalam suatu kegiatan
pembenihan karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Komposisi kandungan
Nannochloropsis sp. adalah Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan
gizi dan pigmen seperti protein (52,11 %), karbohidrat (16 %), lemak (27,64 %),
vitamin C (0,85 %) dan klorofil A (0,89 %) (Anon et al., 2009). Nannochloropsis
sp. memiliki kandungan minyak mentah yang cukup tinggi yaitu maksimal
mencapai 68 % (Susilaningsih et al., 2009). Nannochloropsis sp. mengandung
vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid (EPA) masing – masing 30,5 % dan total
kandungan omega 3 Higly unsaturated Fatty acids (HUFA) sebesar 42,7 %.
Komposisi asam lemak pada Nannochloropsis sp. lebih tinggi dibandingkan jenis
mikroalga yang lain (Fulks dan Main 1991). Nannochloropsis sp. juga
mengandung komponen antioksidan yang tinggi seperti karotenoid, astaxanthin,
kantaxanthin, flavoxanthin, loraxanthin, neoxanthin dan sebagian fenolik.
26
Berdasarkan penelitian Hadi et al ., (2015) diketahui bahwa media limbah cair
karet 40% merupakan media yang efektif untuk meningkatkan biomassa protein
Nannochloropsis oculata dengan keadaan pH media kisaran 6-8, salinitas media
antara 17-20 ppt dan suhu ruang kultur antara 19-24 oC merupakan keadaan
lingkungan yang efektif bagi N. oculata untuk menghasilkan biomassa protein sel
secara lebih optimal yaitu sebesar 30,17%. Sedangkan Konsentrasi media limbah
cair karet 20% merupakan konsentrasi yang tepat untuk meningkatkan kepadatan
sel N. oculata secara lebih optimal 112, 97 x 108 sel/mL.
2.4.3. Chlorella sp.
Klasifikasi Chlorella sp. menurut Bold dan Wynne (1985) dan Vashista (1999)
dalam Prabowo (2009) adalah sebagai berikut :
Divisi : ChlorophytaKelas : ChlorophyceaeOrdo : ChlorococcalesFamily : OocystaceaeGenus : ChlorellaSpesies : Chlorella sp.
Gambar 5. Chlorella sp. (Dewi, 2015)
27
Chlorella berasal dari bahasa latin yaitu “Chloros” yang berarti hijau dan “ella”
yang berarti kecil. Chlorella sp. merupakan pakan dasar biota yang ada diperairan
termasuk ikan. Chlorella sp. merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk
hidup yang kaya akan gizi (Merizawati, 2008). Chlorella sp. merupakan
kelompok organisme protista autrotof, yakni protista yang mampu membuat
makanannya sendiri. Karakeristik ini dimiliki Chlorella sp. karena organisme ini
mempunyai pigmen klorofil, sehingga dapat melakukan fotosintesis. Warna hijau
pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a dan klorofil b dalam
jumlah yang besar selain itu juga mengandung karoten dan xantofil (Volesky,
1970 dalam Rostini 2007). Chlorella sp. memiliki kelebihan untuk tumbuh atau
berkembang biak dengan cepat. Hal ini juga yang menjadi penyebab mengapa
Chlorella sp. menjadi mikroalga hijau yang saat ini banyak diteliti. Chlorella sp.
yang paling sering dikembangkan dan digunakan dalam penelitian adalah
Chlorella vulgaris dan Chlorella pyrenoidosa.
Chlorella sp. termasuk salah satu kelompok alga hijau yang paling banyak
jumlahnya diantara alga hijau lainnya, 90 % Chlorella sp. hidup diair tawar dan
10 % Chlorella sp. hidup di air laut. Chlorella sp. termasuk dalam divisi
chlorophyta. Perkembangan Chlorella sp. terjadi secara vegetatif. Masing-
masing sel induk membelah menghasilkan 4,8 atau 16 sel yang dibebaskan
bersama dengan pecahnya sel induk. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan
pertumbuhan sel yang besar. Periode selanjutnya terjadinya peningkatan
aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan autospora yang
merupakan tingkat pemasakan akhir yang akan disusul oleh pelepasan autospora.
Kebanyakan spesies Chlorella mampu tumbuh menggunakan fotosintetik atau
28
pada kondisi dimana tidak terdapat cahaya dengan mengambil bahan organik
secara langsung dari mediumnya (Yani dan Yosar, 2009).
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) mengungkapkan bahwa Chlorella sp.
merupakan alga bersel tunggal (unicelluler). Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau
bulat telur dan di dalamnya terdapat protoplasma yang berbentuk cawan, tidak
mempunyai flagella sehingga tidak dapat bergerak aktif, diameter selnya berkisar
antara 2-8 mikron, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pektin. Menurut
Isnansetyo dan Kurniastututy (1995) Chlorella sp. tumbuh optimal pada salinitas
25-34 ppt sementara pada salinitas 15 ppt tumbuh lambat dan tidak tumbuh pada
salinitas 0 ppt dan 60 ppt. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-300C.
pH yang sesuai untuk perkembangbiakan Chlorella berkisar antara 4,5-9,3 dan
kisaran optimum untuk Chlorella laut berkisar antara 7,8-8,5. Chlorella sp.
memiliki kandungan minyak sebesar 28-32%, karbohidrat 12-17%, lemak 14-
22%, asam nukleat 4-5% dan protein 51–58% (Rachmaniah et al., 2010).
Berdasarkan penelitian Dedi et al., (2010) menyatakan bahwa mikroalga
Chlorella sp. yang dibudidaya pada media limbah cair karet dengan konsentrasi
15% mampu menghasilkan biomassa dan kepadatan sel tertinggi sebesar 3,7256 x
106 (sel/mL). Chrismadha et al., (2006) dalam Ernest (2012) menyatakan bahwa
kandungan protein dan klorofil mikroalga yang dikultur dapat dipengaruhi oleh
persentasi nitrogen dalam media. Berdasarkan hasil penelitian Tetelepta (2011)
menyatakan bahwa Chlorella sp. yang dikultur pada media walne pada kepadatan
inokulum 105 sel/mL, 106 sel/mL dan 107 sel/mL memberikan hasil yang berbeda
dan kepadatan inokulum 105 sel/mL yang merupakan kepadatan inokulum untuk
29
kultur Chlorella sp. dengan kepadatan 9,21 x 107 sel/mL dengan suhu 260C, pH
8,5, dan salinitas 30 ppt.
2.5. Teknik Kultivasi Mikroalga
Kultivasi merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan mikroalga dalam
lingkungan tertentu yang terkontrol. Kultivasi bertujuan untuk menyediakan
spesies tunggal pada kultur masal mikroalga untuk tahap pemanenan. Mikroalga
dapat tumbuh dengan sangat cepat pada kondisi iklim yang tepat. Sebagian besar
mikroalga menggunakan cahaya dan karbondioksida (CO2) sebagai sumber energi
dan sumber karbon (organisme photoautotrophic). Pertumbuhan optimum
mikroalga membutuhkan temperatur air berkisar 15 - 30˚C. Media pertumbuhan
juga harus mengandung elemen inorganik yang berfungsi dalam pembentukan sel,
seperti nitrogen, phospor, dan besi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroalga, diantaranya faktor abiotik (cahaya matahari, temperatur,
nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas), faktor biotik (bakteri, jamur, virus, dan kompetisi
dengan mikroalga lain), serta faktor teknik (cara pemanenan, dan lain - lain)
(Harun et al., 2010).
Terdapat dua proses yang paling menentukan dalam proses bioteknologi
mikroalga yaitu kultivasi serta pemanenan mikroalga. Mikroalga biasanya
dikultivasi di sistem terbuka (open ponds system) dan tertutup (closed
photobioreactors) dengan diiluminasi baik dengan cahaya buatan ataupun cahaya
matahari dengan tempartur 27- 30oC dan pH 6,5 - 8. Open ponds merupakan
sistem kultivasi mikroalga yang paling lama digunakan. Open ponds dapat
dikategorikan kedalam kolam yang menggunakan air alam seperti air danau, air
30
tambak atau air kolam. Keuntungan dari open pond ini adalah mudah untuk
dibuat, dan lebih murah dikarenakan hanya menggunakan sinar matahari untuk
sistem fotosintesisnya dan tidak memerlukan banyak alat. Sebaliknya, kelemahan
dari sistem Open ponds ini merupakan sistem kolam terbuka dimana mediadapat
mengalami evaporasi akut, penggunaan karbondioksida (CO2) menjadi tidak
efisien, mudah terkena kontaminan dan untuk sistem Open ponds dengan volume
kultur yang besar, sinar matahari tidak dapat sepenuhnya diserap oleh mikroalga
di dasar kolam (Ugwu et al., 2007).
Sistem Open ponds ini sering dioperasikan secara kontinyu dimana umpan segar
(mengandung nutrisi termasuk nitrogen, phosphor, dan garam inorganic)
ditambahkan di depan paddlew heel dan setelah beredar melalui loop-loop
mikroalga tersebut dapat dipanen di bagian belakang dari paddlewheel.
Paddlewheel digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran
mikroalgadengan nutrisi.
Gambar 6. Teknik budidaya mikroalga open raceway ponds (Chisti, 2007).
Sistem photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open pond.
31
Photobioreactor memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar.
Produktivitas mikroalga menggunakan photobioreactor dapat mencapai 13 kali
lipat total produksi dengan menggunakan sistem open raceway pond (Molina et
al., 1999). Dalam sistem photobioreactor kontaminan dan parameter
pertumbuhan seperti pH, temperatur dan karbondioksida dapat dikontrol dengan
baik. Walaupun demikian, sistem photobioreactor memerlukan biaya tinggi
sehingga pengetahuan dalam pemilihan sistem kultivasi mikroalga sangat
diperlukan.
Gambar 7. Teknik budidaya mikroalga photobioreactor (Chisti, 2007).
2.6. Limbah Cair Industri Karet Remah
Perkembangan industri karet memberikan dampak yang positif sebagai salah satu
agroindustri potensial sebagai penghasil devisa negara. Namun dalam proses
pengolahan karet olahan seperti karet remah menghasilkan limbah cair yang
bersumber dari tahap koagulasi, penggilingan dan pencucian. Limbah tersebut
mengandung bahan organik yang berasal dari serum dan partikel karet yang
belum terkoagulasi ( Utomo et al., 2012 ). Limbah cair yang dihasilkan dari
industri karet alam berkisar 5,2 – 13,4 m3/ton produk kering dengan kapasitas
32
produksi 450 – 2.600 kg/hari sehingga effluent limbah yang dihasilkan oleh suatu
pabrik bisa lebih dari 35 m3/hari sehingga membutuhkan air dalam jumlah yang
sangat besar (Tekasakul dan Tekasakul, 2006).
Agroindustri karet remah (crumb rubber) menggunakan air dalam jumlah yang
cukup banyak yaitu 25-40 m3/ton karet kering (Maspanger dan Honggokusumo,
2004) sehingga volume limbah cair yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 25 m3/ton
karct kering, dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi terutama
karbon, nitrogen, dan fosfor. Limbah cair industri karet remah berwarna putih
keruh, mengandung padatan tersuspensi, terlarut maupun mengendap. Limbah
cair ini bersifat asam dengan nilai pH berkisar 4,2-6,3 dikarenakan penggunaan
asam formiat pada proses koagulasi lateks (Wulan, 2015). Air limbah pabrik
karet remah berbahan baku lateks kebun memiliki nilai COD berkisar antara
3.000 - 5.000 mg/L dan BOD 2.300- 2.700 mg/L dengan rasio COD:BOD sekitar
1,5 sehingga tergolong limbah yang mudah terurai secara biologis. Selain itu, air
limbah pabrik karet berbahan baku lateks kebun mengandung senyawa nitrogen
sebesar 100-300 mg/L N-NH3 dan fosfor sebesar 20 mg/L P-PO4 (Utomo, 2012).
Karakteristik effluent limbah pengolahan karet alam memiliki nilai COD 120 –
15069 mg/L; BOD 40 – 9433 mg/L; TSS 30 – 525 mg/L; N-Amoniak 30,3 - 110
mg/L; dan pH 6,6- 9,4 (Hien dan Thao, 2012). Limbah cair tersebut jika dibuang
ke lingkungan akan mencemari lingkungan karena kandungan zat pencemar
limbah cair karet berada diatas baku mutu. Menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014, batas maksimum zat pencemar industri karet
adalah BOD5 100 mg/L, COD 250 mg/L, TSS 100 mg/l dan pH 6-9. Dengan
33
tingginya kandungan organik dalam limbah cair karet, maka diperlukan
penanganan maupun pengolahan yang tepat agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan. Metode pengolahan limbah cair yang umum diterapkan
oleh industri karet adalah sistem kolam. Cara tersebut cukup efektif menurunkan
bahan organik, namun karena limbah cair industri karet kaya akan N dan P maka
ada peluang effluent masih mengandung N dan P yang melebihi baku mutu
sehingga berpotensi menyebabkan eutrofikasi. Selain menurunkan cemaran
organik, sistem tersebut tidak menghasilkan manfaat lain. Koagulasi dan flokulasi
merupakan metode yang paling memungkinkan untuk diterapkan pada pengolahan
limbah cair karet karena sederhana, ekonomis dan efektif (Tzoupanos, 2008).
Limbah cair karet dengan kandungan nitrogen lebih dari 4.000 ppm dan unsur
lainnya merupakan modal dasar yang dapat dijadikan sebagai media kultur dan
budidaya mikroalga (Dedi et al., 2010). Berdasarkan penelitian Pratama (2016)
media limbah cair industri karet remah dari outlet kolam Fakultatif II + NaCl
sampai salinitasnya mencapai 30 ppt paling efektif dalam meningkatkan produksi
biomassa Tetraselmis sp. yaitu sebesar 105% dengan perolehan biomassa kering
Tetraselmis sp. sebesar 0.6250 g/L dan tingkat kepadatan sel Tetraselmis sp.
paling tinggi yaitu mencapai 120 x 104 sel/mL serta mampu menurunkan
kandungan N-total sebesar 72,2% dan P-PO4 sebesar 87,6%. Berdasarkan hasil
penelitian Nawansih et al., (2016) juga membuktikan tanpa penambahan
nitrogen, limbah cair dari kolam fakultatif 2 sudah sesuai untuk pertumbuhan
mikroalga. Limbah cair industri karet mempunyai salinitas yang rendah (nol),
peningkatan salinitasnya sampai 30 ppt efektif meningkatkan pertumbuhan
mikroalga.
34
Beberapa jenis mikroalga yang sudah berhasil dikultivasi pada limbah cair
industri karet remah adalah Chlorella (Sriharti, 2014 ), Chlorella pyrenoidosa
(Zulfarina et al., 2013), Botryococcus braunii, Spirulina sp., Tetraselmis sp. dan
Nannochloropsis sp. ( Nawansih et al., 2015 ). Menurut hasil penelitian Zulfarina
et al., (2013) dan Sriharti (2004) menunjukkan bahwa jenis mikroalga Chlorella
pyrenoidosa dan Chlorella sp. dapat menurunkan kadar pencemar (COD) 52,6
dan 96,7 % pada limbah cair karet setelah dikultivasi selama 15 hari. Chlorella
vulgaris yang dikultivasi pada media limbah cair karet selama 7 hari pada
bioreaktor closed pond dengan penambahan pupuk NPK dapat menurunkan beban
N-NH3 99,3%, COD 40%, Fe 75,5%, Ca 93,4% dan Mg 36,6%, (Yulita, 2014).
Berdasarkan penelitian Nawansih et al., 2015 jenis mikroalga Spirulina sp.
Dunaliella sp. Tetraselmis sp. yang paling berpotensi dalam menghasilkan
biomassa sebagai sumber protein pada media limbah cair karet remah serta dapat
menurunkan cemaran adalah Spirulina sp. Kepadatan sel setelah 7 hari kultivasi
mencapai 3878 x 104 sel/mL, menghasilkan biomassa sebesar 1,7282 g/L bk
dengan kadar protein 12,13 %, serta mampu menurunkan beban cemaran N-NH3
sebesar 94% dan P-PO4 sebesar 71%.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2018 di Green House, Rumput
Laut & Laboratorium Fitoplankton, Laboratorium Kualitas Air Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut Lampung, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian
Program Studi Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri
Lampung, dan Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaktor terbuka yang terbuat
dari fiberglass ukuran (35x14x19) cm dengan volume kerja 5 L yang dilengkapi
dengan selang aerasi dan lampu TL 40 Watt, dan seperangkat alat untuk analisis
meliputi pH meter, DO meter, refraktometer, haemacytometer, hand counter,
sedgwick rafter colony counter, mikroskop, HACH spektrofotometer, DRB 200,
vial HACH, derigen, gelas ukur, erlenmeyer, labu Kjeldahl, labu takar, buret
pyrex, statif, klem, rubber bulb, cuvet, cawan porselin, pipet mikro, pipet tetes,
pengaduk, spatula, oven, desikator, neraca analitik, alumunium foil, dan kain
plankton net.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair karet yang diambil
36
dari IPAL PTPN VII Unit Usaha Way Berulu berupa air limbah dari outlet kolam
Fakultatif II, kultur alga murni Spirulina sp., Nannochloropsis sp. yang diperoleh
dari koleksi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dan
Chlorella sp. yang diperoleh dari koleksi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Jepara, aquades, sodium arsenit,brucine, larutan oksidator, larutan fenol,
larutan H3PO4, larutan asam sulfat (H2SO4), NH4Cl, NaOH, SnCl2, ammonium
molibdat, K2Cr2O7, HgSO4, pupuk conwy, dan natrium klorida (NaCl) merk
rafina.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan 3 perlakuan jenis mikroalga yaitu Spirulina sp.,
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasikan kedalam media limbah
cair karet dari outlet kolam Fakultatif II yang telah di atur salinitasnya 30 ppt
selama 7 hari dalam reaktor terbuka volume 5 liter. Tahap kultivasi dilakukan
dengan mempersiapkan bibit mikroalga sebanyak 25% v/v kerja pada media
limbah cair karet (Kawaroe et al., 2012). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
kali sehingga menghasilkan 3x3= 9 satuan percobaan. Pemanenan dilakukan
dengan cara flokulasi (Pengendapan) menggunakan flokulan NaOH. Pengamatan
yang dilakukan setiap hari yaitu pengamatan kepadatan sel mikroalga, sedangkan
pengamatan COD, DO, pH, P-PO4, N-total, salinitas, dilakukan diawal dan
diakhir kultivasi serta pengamatan biomassa kering dan kadar proksimat (kadar
protein, kadar abu, kadar air, dan kadar lemak) dilakukan diakhir kultivasi. Data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara
deskriptif.
37
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pada penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 8. Diagram alir perolehan biomassa (Wulan, 2015) dimodifikasi
Bibit Spirulina sp., Nannochloropsis sp.dan Chlorella sp.
Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media airlaut volume 1000 mL
Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air laut dan LCKR 50%volume 6000 mL
Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air laut danLCKR 25% volume 2000 mL
Kultivasi pada limbah cair karet fakultatif II 3750 mL denganpenambahan 1250 mL (25%) alga v/v selama 7 hari
Pengadukan cepat selama 1 menit dilanjutkan pengadukan lambatselama 15 menit
Pemanenan mikroalga dengan NaOH ( 1 L mikroalga : 0,2 g NaOH )
Analisis:CODDOpHP-PO4
N-totalSalinitas
Penyaringan dengan kain plankton net
Pengendapan selama 1 jam
Filtrat Biomassa
Pengamatan:Berat KeringKadar Proksimat
Pengamatan :Kepadatan sel
Persiapan media limbah cair karet remah dari oulet kolamFakultatif II sebanyak 5 L dengan penambahan NaCL dan
pengaturan salinitas 30 ppt
Analisis:CODDOpHP-PO4
N-totalSalinitas
Pupuk Conwy1 mL/L
38
3.4.1. Pembiakan Kultur Murni
Pembiakan kultur dilakukan secara bertahap dari volume kecil ke volume yang
lebih besar (Amini dan Susilowati, 2010). Kultur awal dikultivasikan secara
indoor pada media kultur dengan penambahan pupuk Conwy sebanyak 1 mL/1 L
air laut steril. Pembiakan indoor dilakukan dengan memasukkan 1/3 bagian bibit
mikroalga kedalam erlenmeyer dengan volume media kultur 100 – 300 mL.
Selanjutnya apabila kepadatan mikroalga telah mencapai maksimal , kultur dapat
dipindahkan dalam media dengan volume lebih besar (500–1000 mL). Setelah
satu minggu kultur dapat dipindahkan ke volume yang lebih besar lagi (6000 mL).
3.4.2. Persiapan Media
Media yang digunakan untuk kultivasi mikroalga adalah limbah cair industri karet
remah berbahan baku lateks kebun dari outlet kolam Fakultatif II PTPN VII
(Persero) UnitWay Berulu yang dimasukan kedalam reaktor terbuka volume kerja
5 liter yang dilengkapi aerator. Aerator berfungsi untuk menjamin pasokan CO2
dalam media, mencegah pengendapan sel supaya mikroalga tetap tersuspensi dan
menstabilkan pH dalam media. Sebelum digunakan sebagai media kultivasi
mikroalga limbah cair karet dianalisis untuk mengetahui nilai awal dari, N-total,
P-PO4, pH, kandungan Chemical Oxygen Demand (COD), dan Dissolved Oxygen
(DO) dan salinitas.
3.4.3. Kultivasi Mikroalga
Pelaksanaan kultivasi mikroalga dalam media limbah cair karet menggunakann
metode Karawoe et al.,(2012) dengan sistem kolam terbuka atau Open pond
39
system (reaktor volume 5 L). Kultivasi dilakukan dengan memasukkan inokulum
mikroalga hasil dari perbanyakan dengan konsentrasi mikroalga 25% % v/v (1250
mL) dimasukan dalam media limbah cair karet sebanyak 3750 mL. Kultivasi
dilakukan selama 7 hari dengan dilakukan sirkulasi menggunakan selang aerasi
sebagai sumber O2/CO2 dan sekaligus berfungsi sebagai pengaduk (sirkulasi) air
media pertumbuhan. Sebagai sumber cahaya dalam pemeliharaan mikroalga
dilakukan penyinaran dengan bantuan lampu TL 40 Watt. Pengukuran kepadatan
sel dilakukan setiap hari. Setelah 7 hari kultivasi, mikroalga dipanen untuk
menghasilkan biomassa basah maupun kering.
3.4.4. Pemanenan Mikroalga
Pemanenan dilakukan dengan cara flokulasi menggunakan NaOH (1 L mikroalga:
0,2 g NaOH (Hidayati et al., 2015). Setelah ditambahkan flokulan NaOH,
dilakukan pengadukan cepat selama 1 menit, dilanjutkan pengadukan lambat
selama 15 menit secara manual menggunakan pengaduk kaca. Proses
pengendapan dilakukan selama 1 jam setelah pengadukan selesai agar biomassa
mikroalga terendapkan secara optimal. Pemanenan dilakukan dengan cara
flokulasi menggunakan NaOH (1 L mikroalga: 0,2 g NaOH). Setelah
ditambahkan flokulan NaOH, dilakukan pengadukan cepat selama 1 menit,
dilanjutkan pengadukan lambat selama 15 menit secara manual menggunakan
pengaduk kaca. Proses pengendapan dilakukan selama 1 jam setelah pengadukan
selesai agar biomassa mikroalga terendapkan secara optimal. Setelah itu,
dilakukan penyaringan dengan menggunakan plankton net. Setelah semua yeild
tertampung pada plankton net, yeild dikeringkan menggunakan oven pada suhu
40
105oC hingga berat konstan, selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut meliputi
penimbangan biomassa kering (Kawaroe et al, 2012).
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terbagi menjadi beberapa waktu. Pengamatan yang
dilakukan setiap hari yaitu pengamatan kepadatan sel mikroalga, sedangkan
pengamatan COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), pH, P-
PO4, N-total, dan salinitas dilakukan diawal dan diakhir kultivasi serta
pengamatan biomassa kering dan kadar proksimat (kadar protein, kadar lemak,
kadar air dan kadar abu) dilakukan diakhir kultivasi.
3.5.1. Kepadatan Sel Mikroalga (Amini dan Susilowati, 2010)
Pengamatan kepadatan sel mikroalga dilakukan setiap hari pada saat kultivasi
dengan metode numerik untuk menghitung jumlah sel mikroalga. Alat yang
digunakan untuk menghitung kepadatan sel adalah Mikroskop, haemacytometer
tipe Neubauer Improved, sedgwick rafter dan hand counter. Kepadatan sel
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. dihitung menggunakan haemacytometer.
Hemacytometer dipasang pada cover glass kemudian sampel diteteskan pada
bagian parit yang melintang hingga penuh. Selanjutnya hemacytometer diamati di
bawah mikroskop dan dilakukan perhitungan jumlah sel pada setiap bidang kotak
dengan bantuan hand counter. Pada setiap penghitungan dilakukan dua kali
penghitungan dan jumlah tertinggi yang dijadikan data jumlah sel terhitung.
Kepadatan sel Spirulina sp. dihitung menggunakan sedgwick rafter dengan cara
mengambil 1 mL sampel, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penghitungan
dilakukan dengan menghitung jumlah unit yang terdapat dalam sedgwick rafter
41
dibawah mikroskop dengan bantuan hand counter. Pada setiap penghitungan
dilakukan dua kali penghitungan dan jumlah tertinggi yang dijadikan data jumlah
sel terhitung.
3.5.2. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) (APHA 5220 D1989)
Larutan 10,216 g K2Cr2O7 dikeringkan pada suhu 150oC selama 2 jam, dilarutkan
dengan 500 mL aquades ditambahkan 169 ml asam sulfat pekat dan 33,3 HgSO4,
didinginkan pada suhu kamar dan ditambahkan aquades sampai 1000 mL, dibuat
larutan Kalium dikromat dengan konsentrasi rendah, dibuat menggunakan 1,022 g
K2Cr2O7. Kemudian dibuat reagen asam sulfamat dan dibuat reagen PHP
(Potassium Hydrogen Phthalate). Dimasukkan 2,5 ml bila menggunakan ampul
10 mL dan ditambahkan kalium dikromat 0,01667 M sebanyak 1,5 mL, lalu
ditambahkan reagen asam sulfat pekat kemudian ditutup, dan dikocok beberapa
kali sampai tercampur rata.
Dimasukkan ampul ke dalam digester block suhu 150oC dan reflux selama 2 jam,
dinginkan pada suhu ruang dan jika setelah dipanaskan warna kuning berubah
menjadi hijau, maka peru dilakukan pengenceran.demikian juga dengan blanko
dilakukan hal serupa dengan sampel. Didinginkan sampel setelah direflux dan
biarkan partikel tersuspensi mengendap, lalu diukur absorbansi dengan panjang
gelombang 420 nm atau 600 nm. Dalam pembuatan kurva standar yaitu dengan
menyiapkan minimal 5 macam larutan standar potassium hydrogen
phthalate (KHP). Nilai COD dihitung dengan rumus sebagai berikut:
COD (mg OL ) = mg O dalam volume akhir X 1000ml sampel
42
3.5.3. Analisis DO (Dissolved Oxygen) (SNI 06-6989.14-2004)
Alat yang digunakan untuk analisis Dissolved Oxygen adalah DO meter.
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan secara elektrokimia. Prinsip kerja DO
meter menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang
direndam dalam larutan elektrolit. Pengukuran DO dilakukan dengan
mencelupkan alat DO meter tersebut ke dalam sampel air yang diukur dan catat
hasil pengukuran.
3.5.4. Derajat Keasaman (pH) (SNI 06-6989.11-2004)
Analisis pH dilakukan di tahap awal sebelum kultivasi dan di tahap akhir setelah
kultivasi. Alat yang digunakan adalah pH meter. pH meter dikalibrasi terlebih
dahulu sebelum digunakan dengan menggunakan larutan buffer pH 7,0 atau pH
4,0. Dikeringkan dengan tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air suling.
Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap larutan sampel dengan mencelupkan
bagian elektrodanya kedalam larutan sampel dan biarkan beberapa saat sampai pH
meter menunjukkan pembacaan yang tetap.
3.5.5. Ortophospat (P-PO4) (SNI 06-6989. 31-2005)
Analisis P-PO4 dilakukan di tahap awal sebelum kultivasi dan di tahap akhir
setelah kultivasi menggunakan metode pereaksi P pekat (larutan ammonium
molibdat). Sampel limbah cair karet sebanyak 25 mL yang telah disaring dengan
kertas Whatman no 42 dimasukkan ke dalam beakerglass 50 mL. Kemudian
ditambahkan 1 mL larutan ammonium molibdat dan 5 tetes larutan SnCl2.
Dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Kemudian diukur dengan alat
43
spektrophotometer pada panjang gelombang 690 nm.
3.5.6. Analisis Nitrogen total (N-total)
Analisis Nitrogen total (N-total) dilakukan dengan menggunakan metode
Gunning. Metode Gunning adalah suatu metode penentuan kadar protein
berdasarkan nitrogen yang menunjukkan jumlah protein yang juga mengikat
senyawa N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, amino, nitrat, nitrit, asam
amino, amida, purin, dan pirimidin. Hasil analisis yang didapat tersebut dikalikan
dengan angka konversi (Susilowati dan Hapsari, 2013).
Analisis N-total limbah cair industri karet remah dilakukan dengan cara
memasukan 0,5 – 1 g sampel ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan
Na2SO4 dan K2S dengan perbandingan (7:1) sebanyak 1 g. Setelah itu
ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL dan didestruksi pada suhu
100oCsampai larutan berwarna bening kemudian didinginkan pada suhu ruang.
Selanjutnya ditambahkan aquades sebanyak 100 mL dan NaOH 40% sebanyak
30-40 mL. Destilat ditampung dengan HCl 0,1 N sebanyak 25 mL, proses destilasi
dihentikan apabila volume destilat sudah mencapai 150 mL. Setelah itu
ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda. Selanjutnya dibuat larutan
blanko dengan mengganti sampel dengan aquades. Kandungan N-total dihitung
dalam % N (Sudarmadji et al., 1984) kemudian % N dikonversi dalam satuan
ppm. Perhitungan % N menggunakan rumus berikut
%N = (mL NaOH −mL NaOH contoh)g contoh × 10 × N NaOH × 14,008
44
3.5.7. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan
dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter (Boyd,
1990). Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat hand
refractometer. Sebelum digunakan hand refractometer dikalibrasi terlebih dahulu
pada salinitas 0 ppt menggunakan aquades. Selanjutnya dilakukan pengukuran
salinitas sampel meneteskan sampel pada bagian kaca prisma hand refractometer
kemudian dilihat ditempat yang bercahaya. Nilai salinitas sampel dapat dilihat
pada garis batas antara bidang berwarna biru dan putih.
3.5.8. Biomassa
Biomassa diukur dengan menghitung berat basah dan berat kering mikroalga.
Berat basah mikroalga diukur dengan menimbang biomassa basah yang diperoleh
dari penyaringan dengan kain satin dan kertas saring. Untuk memperoleh berat
kering mikroalga, maka dilakukan pengukuran kadar air pada biomassa basah
mikroalga. Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven pada suhu 105-110ºC selama 4 jam atau sampai didapat berat yang konstan.
Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan (Winarno,1992). Kadar air dalam mikroalga dihitung menggunakan
persamaan (AOAC, 1985) :
%Kadar air = b − cb − a × 100 %Keterangan:
a = berat konstan cawan kosong
b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan
45
c = berat konstan cawan + sampel setelah dikeringkan
Perhitungan perolehan biomassa kering sampel dapat dilakukan dengan rumus:
Biomassa kering = (100 – Kadar Air) % x berat sampel basah (g/L).
3.5.9. Kadar Air (AOC,2005)
Kadar air ditentukan dengan metode cawan kering (AOAC, 2005), yaitu analisis
dengan menggunakan oven langsung pada suhu 105°C. Prinsipnya adalah
menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel. Kemudian sampel
ditimbang sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air yang
terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sebelum dan sesudah
pengeringan merupakan banyaknya air yang diuapkan. Cawan dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 100-105°C selama 30 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 15 menit untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Ditimbang sampel sebanyak 5 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan (B),
kemudian dioven pada suhu 100-105ºC dinginkan dalam desikator selama 30
menit dan dilakukan penimbangan (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot
yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) = x 100 %Keterangan :
A : berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B : berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram
46
3.5.10. Kadar Abu (AOC, 2005)
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven, yaitu pembakaran atau
pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air (H2O) dan
karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini
disebut abu. Prosedur analisis kadar abu sebagai berikut: cawan yang akan
digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100 sampai 105ºC,
kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan
ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5g dalam cawan yang sudah
dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap
dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600ºC sampai
pengabuan sempurna. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot
yang konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus:
%Kadar abu = C − AB − A × 100 %Keterangan :
A: berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B: berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C: berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram
3.5.11. Kadar Protein (AOAC 960.52-1995)
Sampel ditimbang 1 g, dimasukkan dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan
7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 mL asam sulfat pekat.
Dipanaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti
berasap dan pemanasan dilanjutkan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi
47
jernih. Dilakukan pemanasan kurang lebih 30 menit, pemanas dimatikan dan
dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan 100 mL aquadest dalam labu
Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, ditambahkan
15 mL larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan ditambahkan perlahan-lahan
larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 mL yang telah didinginkan dalam
lemari es. Labu kjeldahl dipasang dengan segera pada alat destilasi. Labu
kjeldahl dipanaskan perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian
dipanaskan dengan cepat sampai mendidih. Destilat ditampung dalam erlenmeyer
yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 mL dan
indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa
kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N. Proses
destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 mL. Sisa larutan
asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan
baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan
warna larutan dari merah menjadi kuning, kemudian dilakukan titrasi blanko.
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar =– ( ) × N NaOH × 14,008 × 100% × Fk
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
3.5.12. Kadar Lemak (AOC, 2005)
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet, yaitu lemak yang
terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak non polar.
48
Prosedur analisis kadar lemak sebagai berikut: labu lemak yang akan digunakan
dioven selama 15 menit pada suhu 105ºC, kemudian didinginkan dalam desikator
untuk menghilangkan uap air selama 15 menit dan ditimbang (A). Sampel
ditimbang sebanyak 5 gram (B) lalu dibungkus dengan kertas timbel, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau
ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak yang turun ke labu
lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan
ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan
dalam oven bersuhu 100-105ºC selama 10 menit, lalu labu lemak didinginkan
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu
lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung
dengan rumus:
% Lemak total = C − AB x 100 %Keterangan :
A: berat labu alas bulat kosong dinyatakan dalam gram
B: berat sampel dinyatakan dalam gram
C: berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi dalam gram
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan, sebagai berikut:
Jenis mikroalga berprotein tinggi yang mampu beradaptasi pada media limbah
cair industri karet remah adalah Spirulina sp. dengan kepadatan 6.835 x 104
sel/mL, menghasilkan biomassa tertinggi yaitu 0,6866 g/L dan kadar protein
sebesar 16,80%, kemudian kadar lemak sebesar 2,13%, kadar air 15,65% dan
kadar abu 39,27%.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan teknik pemanenan yang tepat
yaitu dengan menggunakan sentrifugasi atau filtrasi untuk mengurangi kehilangan
biomassa ketiga jenis mikroalga dan pemilihan bibit yang terbaik dengan indikasi
tidak terdapat protozoa sehingga dapat memperoleh kepadatan sel yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, O., Mutiara, M., dan Buchori, L. 2013. PeningkatanKarbondioksida dengan Mikroalga (Chlorella Vulgaris, Chalamydomonassp. Spirulina sp.) dalam Upaya untuk Meningkatkan Kemurnian Biogas.Jurnal Teknologi Kimia Industri. Universitas Diponegoro. Semarang.2(4):5.
Adehoog and Simon, K.F. 2001. Marine Ecological Proceses. Great Britain.London.
Adenan, N.S., Yusoff, F., Md. and Shariff, M. 2013. Effect of Salinity andTemperature on the Growth of Diatoms and Green Algae. J. Fish. Aqua.Sci. 8(2):397-404.
Adetola, T.G. 2011. Effect of Nitrogen, Iron and Temperature on Yield andComposition of Microalgae (thesis). Stillwater:Oklahoma state University.
Amanatin, D.R., Rofidah, E., dan Rosady, S.D.N. 2013. Produksi Protein SelTunggal (PST) Spirulina sp. Sebagai Super Food Dalam UpayaPenanggulangan Gizi Buruk dan Kerawanan Pangan Di Indonesia. JurusanBiologi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Amini, S., dan Susilowati, R. 2010. Produksi biodiesel dari mikroalgaBotryococcus braunii. Squalen. 5 (1): 23-30.
Anon, Sen., M.A.T., Kocer, M.T., and Erbas, H. 2009. Studies on Growth MarineMicroalgae in Batch Cultures: Nannochloropsis oculata (Eustigmatophyta).Asian J. of Plant Sciences. 4(6): 642-644.
AOAC ( Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Methods OfAnalysis. Arlington, Inc. New York.
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard methods for theexamination of water and waste water. American Public Health Association(APHA). American Water Works Association (AWWA) and WaterPollution Control Federation (WPCF). 20th ed. Washington. 1193 hal.
Ariyati, S. 1998. Pengaruh Salinitas dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan
83
Populasi Spirulina sp. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematikan danIlmu Pengetahuan Alam. Semarang: Universitas Diponegoro.
Arnata,W. I., Gunam, W .I.B., Anggreni, D. AAM., Aryanta, R.W., Loberto, PM.,2013. Produksi Biomassa dan Potensi Nutrisi Mikroalga Nannochloropsissp. K4. Teknologi Industri Pertanian, Universitas Udayana.
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods ofAnalysis (18 Edn). Association of Official Analytical Chemist Inc.Mayland. USA.
Aung,W.L., Kyaw, N., dan Nway, N.H. 2013. Biosorption of Lead (Pb2+) byusing Chlorella vulgaris. International Journal of Chemical, Environmental& BiologicalSciences, 1(2), 2320–4087.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. Cara Uji Derajat Keasaman MenggunakanAlat pH Meter SNI 06-6989.11-2004. Badan Standardisasi Nasional.Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. Cara Uji Oksigen Terlarut secara YodometriSNI 06-6989.14-2004. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2005. Cara Uji Kadar Amonia denganSpektrofototmeter secara fenat SNI 06-6989.30-2005. Badan StandardisasiNasional. Jakarta.
BadanStandardisasi Nasional. 2005. Cara Uji Kadar Fosfat DenganSpektrofotometer Secara Asam Askorbat SNI 06-6989.31-2005. BadanStandardisasi Nasional. Jakarta.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut. 2007. Budidaya Fitoplankton danZooplankton. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut. DepartemenKelautan dan Perikanan. Lampung. 83 hlm.
Barsanti, L., and Gualtieri, P. 2006. Algae: Anatomy, Biochemistry, andBiotechnology, CRC Press Boca Raton, (1).
Becker, E.W., 2007. Micro-algae as source of protein. Biotechnology Advances.Vol. 25:207-210.
Becker, W. 2004. Microalgae in Human and Animal Nutrition. Handbook ofMicroalgae Culture. Oxford: Blackwell. Hlm 312-351.
Benemann, G. 1997. Characterization of Marine Microalga for BiofuelProduction. Journal of Biotechnology. 31, pp. 1367-1372.
Benemann, J. R., Weissman, J. C., dan Oswald, W. J. 1979. Algal Biomass. Didalam: Rose, A. H. (ed.). 1979. Economic Microbiology Vol. IV: MicrobialBiomass, hal. 177. Academic Press, San Fransisco.
Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology 2nd Ed. Macmillan Publishing Co., Inc.New York. pp. 255-263.
84
Bold, H.C., and Wynne, M.J. 1985. Introduction to the Algae, Second Edition,Prentice-Hall Mc. Engelwood Cliffs New York.
Borowitzka, A.M., and Borowitzka, L.J. 1988. Microalgae Biotechnology.Cambridge University Press. Australia. 488 pp.
Borowitzka, M.A., and L. J. Borowtzka. 1998. Microalgal Biotechnology.Cambridge University press. Cambridge. New York USA.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. BirminghamPublishing Company. Alabama. 482 pp.
Brown, M.R., Jeffrey, S.W., Volkman, J.K., and Dunstan, G.A. 1997. NutritionalPoperties of Microalgae for Marinculture. Aquaculture. 151: 315-331.
Chen, C.Y., Yeh, K.L., Aisyah, R., Lee, D.J, and Chang, J.S. 2011. Cultivation,photobio-reactor design and harvesting of microalgae forbiodieselproduction: A critical review Biore-source Technology,102, hal 71–81.
Chisti, Y. 2007. Biodiesel from Microalgaee. Biotechnology Andances.25, hal294-306.
Chrismadha, T., Lily, P., dan Yayah, M. 2006. Pengaruh Konsentrasi Nitrogendan Fosfor terhdap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbohidrat danFikosianin pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi. 8 (3).
Christwardana, M., Nur, M.M.A., dan Hadiyanto. 2013. Spirulina platensis :Potensinya Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Review. Jurnal TeknologiPangan. Vol.2 (1) : 10-17.
Cole, G.A. 1994. Textbook of Limnology. Waveland Press Inc., Illinois.
Colman, B., and Gehl, K.A. 1983. Effect of External pH on The Internal pH ofChlorella saccharophila. J Plant Phsiol. 77 (4) : 917 – 921.
Coutteau P. 1996. Micro Algae. Dalam Manual on the Production and Use of LiveFood for Aquaculture, Laboratory of quaculture and Artemia ReferenceCenter University of Gent, Belgium, FAO, p : 7-30.
CSIRO. 2009. Nannochloropsis sp. (online). (http://www.scienceimage.csiro.au/image/10697 diakses 07 Juli 2016).
Dallaire, B., Bernet, N., and Bernard, O. 2007. Anaerobic Digestion ofMicroalgae as a Necessary Step to Make Microalgae Biodiesel Sustainable.Journal of Biotechnology Advances, 27, pp. 409-416.
85
Darley, W.M. 1982. Algal Biology: A Physiological Approach. Department ofBotany. The University of Georgia.
Dedi, F., Hendra, H., Maliana, Y., Ningsih, R.L., dan Hadi, R.P. 2010.Pemanfaatan Limbah Cair Karet sebagai Media Alternatif BudidayaChlorella sp., Ilmiah Mahasiswa Universitas Tanjungpura. 1(1) : 81-90.
Desmorieux, H., and Decaen, N. 2006. Convective drying of Spirulina in thinlayer. J Food Eng. 77, pp. 64-70.
Dewi, E.R.S. 2015. Respon Penurunan Konsentrasi Logam Berat Kromium (Cr)dan Pertumbuhan Mikroalga Chlorella Vulgaris Pada Media Kultur.Seminar Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Rencana Strategis Direktorat JendralPerkebunan Tahun 2015-2019. Jakarta.
Djariah, A.S.1995. Pakan Alami Ikan. Percetakan Kanisius. Yogyakarta.
Djunaedi, A., Sunaryo, Suryono, C.A., dan Santosa, A. 2017. Kandungan PigmenFikobiliprotein dan Biomassa Mikroalga Chlorella Vulgaris pada mediadengan Salinitas Berbeda. Jurnal Kelautan Tropis. 20(2):112–116. ISSN0853-7291.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya danLingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 249 hal.
Erlania. 2010. Penyimpanan Rotifera Instan (Branchionus rotundiformis) padaSuhu yang Berbeda Dengan Pemberian Pakan Mikroalga Konsentrat. J. Ris.Akuakultur. 5: 287-297.
Ernest, P. 2012. Pengaruh Kandungan Ion Nitrat terhadap PertumbuhanNannochloropsis sp. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.
Evasari, J. 2012. Pemanfaatan Lahan Basah Buatan Dengan MenggunakanTanaman Typha angustifolia Untuk Mengelola Limbah Cair Domestik.Universitas Indonesia, Jakarta.
Fachrullah, M. R. 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel JenisChlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan AirLimbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka. Skripsi. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 103 hal.
Fitri, K. 2011. Peran Chlorella vulgaris dalam Pengelolaan Lingkungan(Kajian Penggunaan untuk Menurunkan Nitrogen Amonia Air LimbahDomestik dan Potensinya sebagai Bahan Minyak Biodiesel).(Tesis).Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia. Depok.
Foissner, W. 1980. Colpodide Ciliaten (Protozoa: CUiophora) aus alpinen Böden.Zoologisches Jahrbuch Systematik. 107:391-432.
86
Freire, I., Cortina-Burgueño, A., Grillea, P., Arizcu, M.A. n, E. Abellán, M.Segura, Sousa, F.W., and Otero, A. 2016. Nannochloropsis limnetica: Afreshwater microalga for marine aquaculture. Aquaculture. 459:124-130.
Fulks, W., dan Main, K.L. 1991. Rotifer and microalgae culture system.Proceeding of a U.S – Asia Workshop. Argent Laboratories.
Gardner, F.P., Pearce, R.B., dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi TanamanBudidaya. Diterjemahkan oleh: SUSILO, H. dan SUBIYANTO. PenerbitUniversitas Indonesia, Jakarta. 428 hlm.
Guedes, A.C., Amaro, H.M., dan Malcata, F.X. 2011. Microalgaee as Sources ofCarotenoids.Mar Drugs. (9), 625-644 Best, Ben. Phytochemicals asNutraceuticals.http://www.benbest.com/nutrceut/phytochemicals.html#carotenoids
Hadi, R.P., Setyawati, T.R., dan Mukarlina. 2015. Kandungan Protein danKepadatan Sel Nannochloropsis Oculata pada Media Kultur Limbah CairKaret. Jurnal Protobiont. 4 (1) : 120-127.
Handayani, 2011. Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan. UPTUNDIP Press. Semarang. ISBN: 978-602-097-298-3.
Hariyadi, S. 2001. Teknik Sampling Kualitas Air, Makalah Pendidikan danLatihan Teknis Sampling Kelautan Angkatan I. Badan PengendalianDampak Lingkungan Daerah Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Jakarta.
Hariyati, R. 2008. Pertumbuhan dan Biomasa Spirulina sp dalam SkalaLaboratoris. BIOMA. 10 : 19-22.
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., and Danquah, M.K. 2010. Bioprocessengineering of microalgae to produce a variety of consumer products,Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14, hal 1037–1047.
Hasanah, U. 2011. Mikrobiologi Makanan. FMIPA UNIMED. Medan.
Healey, F.P. 1973, Inorganic nutrient uptake and deficiency in algae. CRC CriticalReview in Microbiology, 69-113.
Hermanto, M. B., Sumardi, L. C. Hawa dan Fiqtinovri, S. M. 2011. Perancanganbioreaktor untuk pembudidayaan mikroalga. Jurnal Teknologi Pertanian.Vol 12 (3): 153-162.
Hidayati, S., Nawansih, O., dan Febiana, V. 2015. Teknik Pemanenan MikroalgaNannochloropsis sp. yang Dikultivasi Dalam Media Limbah Cair KaretRemah Dengan Flokulan Alumunium Sulfat. Jurnal Teknologi Industri danHasil Pertanian. 20 (2).
Hien, N. dan Thao, T. 2012. Situation of wastewater treatment of natural rubberlatex processing in the Southeastern region, Vietnam. J. VietnameseEnviron. 2, 58–64.
87
Hoshida, H., Ohira, T., Minematsu, A., Akada, R., and Nishizawa, Y. 2005.Accumulation of Eicosapentaenoic Acid in Nannochloropsis sp. InResponse to Elevated CO2 Concentrations. Applied Phycology, 17, pp.29-34.
Hu Q. 2004. Environmental effects on cell composition. Di dalam: Richmond A(Ed). Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied Science.Oxford: Blackwell Science Publishing. Hal 83-93.
Hu, Q. 2004. Environmental Effect on Cell Composition. Di dalam Richmond,A.E. (editor). Handbook of Microalgal Culture, Biotechtology and AppliedPhycology. Blackwell Publ Ltd., Iowa, USA. hlm: 84.
Indarmawan, T., Mubarak, A.S., dan Mahasri, G.2012. Pengaruh KonsentrasiPupuk Azolla pinnata Terhadap Populasi Chaetoceros sp. Journal OfMarine and Coastal Science. 1(1):61-70.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton danZooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius.Yogyakarta.
Istiyanie, D. 2011. Pemanfaatan emisi CO2 dari PLTU batubara dalam pengolahanlimbah cair domestik berbasis mikroalga. (Tesis). Universitas Indonesia.Jakarta. 192 hlm.
Jati, F., Hutabarat, J., dan Herawati, E.V. 2012. Pengaruh Penggunaan Dua JenisMedia Kultur Teknis yang Berbeda Terhadap Pola Petumbuhan, KandunganProtein dan Asam Lemak Omega 3 EPA (Chaetoceros gracilis). Journal ofAqualculture Management and Technology. vol.1, hal. 221-235.
Kabinawa, I., dan Nyoman, K. 2006. Spirulina : Ganggang Penggempur AnekaPenyakit. PT. Agro Media Pustaka. Depok.
Kartika, I. 2010. Penanganan dan pengolahan limbah di perusahaan perseroan(persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu,Lampung.(Laporan Praktek Lapangan). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52hlm.
Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair IndustriTahu. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang.
Kawaroe, M., Prartono, T., Sunuddin, A., Wulan Sari, D., dan Augustine, D.2010. Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio BahanBakar. IPB Press. Bogor.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang BakuMutu Air Laut. Jakarta.
Khoirunisa, E., Mutiah, E.,dan Abdullah. 2012. Proses Kultivasi SpirulinaPlatensis MenggunakanPOME (Palm Oil Mill Effluent) Sebagai MediaKultur dalam Raceway Open Pond Bioreactor. Jurnal Teknologi Kimia danIndsutri 1(1): 264-269.
88
Komala, P.S., Helard, D., dan Delimas, D. 2012. Identifikasi Mikroba AnaerobDominan padaPengolahan Limbah Cair Pabrik Karet dengan Sistem MultiSoil Layering (MSL). Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. 9 (1) : 74-88.
Komalasari, A. 2015. Studi Kemampuan Pertumbuhan Mikroalga Pada MediaLimbah Cair Karet Remah dengan Open Ponds System. (Skripsi). JurusanTeknologi Hasil Pertanian,Universitas Lampung. Lampung.
Koru, E. 2012. Food Additive in Earth Food Spirulina (Arthrospira): Productionand Quality Standarts, 191-202. INTECH.
Kulpys, J., Paulauskas, E., Pilipaviclus, V., dan Stankevicius, R. 2009. Influenceofcyanobacteria Arthospira (Spirulina Platensis) biomass additives towardsthe body condition of lactation cows and biochemial milk indexes.Agronomy Research .7 (2),823-835.
Kusuma W. 2014. Kandungan Nitrogen (N), Fospor (P), Kalium (K) LimbahJamur Tiram (Rleurotusostreatus) dan Jamur Kuping (Auriculariaauricular) Guna Pemanfaatannya sebagai Pupuk. Skripsi, FakultasPeternakan, Universitas Hasanuddin.
Lapu, P. 1994. Analisis Beberapa Kualitas Sumber Air di Maranak, KabupatenMaros, Sulawesi Selatan. Universitas Hasanudin. Sulawesi. 46 p.
Loehr, R.C. 1974. Agriculture Waste Management: Proplem, Process andApproach. Academic Press. New York. 576p.
Lubis, D.F. 2014. The Identification of Potential Microalga as Degradable Agentin the Rubber Waste PT. Ricry, Pekanbaru. Jurnal. Universita Riau.Pekanbaru.
Mahreni dan Suhenry, S. 2011. Kinetika Pertumbuhan Sel SacharomycesCerevisiae Dalam Media Tepung Kulit Pisang. Prodi Teknik Kimia.Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.
Mara, D.D., Mills, S.W., Pearson, H.W., and Alabaster, G.P. 1992. WasteStabilization Pond: Viable Alternative for Small Communty TreatmentSystems. J. Inst. Environt. Manag.6(1):72-78.
Mara, D., Mills, S. W., Pearson, H. W,. dan Alabaster, G.P. 2007. WasteStabilization Ponds : a Viable Alternative for Small Community TreatmentSystems. Water and Environment Journal, 74.
Maspanger, D., dan Honggokusumo S. 2004. Dampak Penerapan Produksi BersihIndustri Crumb Rubber pada peningkatan Pasar Global. Disajikan padaSeminar atau temu Usah Sosialisasi Produksi Bersih Industri CrumbRubber. Pekanbaru: Direktorat Industri Kimia Hasil Pertanian danPerkebunan, Direktorat Jendral Industri Kimia, Agro, dan hasil Hutan. 56hlm.
89
Mata, T. M., Martins,A.A., and Caetano, N.S. 2010. Microalgae for biodieselproduction and other application. A review, Renewable and SustainableEnergy Reviews. 14: 217-232.
Merizawati. 2008. Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk MengukurKelimpahan Fitiplanktonn (Chlorella sp.). Skripsi Prodram Studi Ilmu danTeknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan InstitutPertanian Bogor. 87 hal.
Moertinah, S. 2010. Kajian Proses Anaerobik sebagai Alternatif TeknologiPengolahan Air Limbah Industri Organik Tinggi. J.Riset TeknologiPencegahan dan Pencemaran Industri. 1(2):104-114.
Molina, G.E., Acién, F.F.G., García C.F., and Chisti, Y. 1999. Photobioreactors:light regime, mass transfer, and scaleup. Journal of Biotechnology.(70) :231–47.
Nawansih, O., Utomo, T.P., dan Pratama, A.I., 2016. “Kajian Produksi BiomassaTetraselmis sp. pada Media Limbah Cair Industri Karet Remah yangDiperkaya sebagai Bahan Baku Potensial Biodiesel”. Jurnal KelitbanganInovasi dan Pembangunan. Vol.04 No.01, April 2016. Badan Penelitian danPengembangan Inovasi Daerah Provinsi Lampung. ISSN :2354-5704.
Nawansih, O., Utomo, T.P., dan Wulan R.R., 2015. “Kemampuan Mikroalga yangDikultivasi pada Limbah Cair Industri Karet Remah dalam MenghasilkanBiomssa dan Menurunkan Cemaran”. Proseeding Semnas Sain danTeknologi VI LPPM Universitas Lampung 03-11-201.
Nur, M.M.A. 2014. Potensi Mikroalga sebagai Sumber Pangan Fungsional diIndonesia. Eksergi. 11(2) : 01-06.
Nurdiana, S., Sarwono, dan Nikhlani, A., 2017. Kepadatan Sel Chlorella sp.Yang Dikultur Dengan Periodisitas Cahaya Berbeda. J. Aquawarman. Vol.3 (2) : 35-41. ISSN : 2460-9226.
Nurlita, H., dan Utomo, S. 2011. Potensi Nitrikasi Oleh Bakteri yang Terdapat diLaut Aliran Kali Plumbon, Laut Aliran Kali Banjir Kanal Barat dan LautAliran Kali Banjir Kanal Timur. Jurnal Presipitasi. VIII (1):187-198.
Olaizola, M., Bridges, T., Flores, S., Griswold, L., Morency, J., dan Nakamura, T.2004. Microalga Removal of CO2 from Flue Gases : CO2 Capture from aCoal Combuster, Biotech. Bioproc. Eng., 8, pp. 360- 367.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu AirLimbah.
Phang, 2002. Spirulina Culture in Digested Sago Strech Factory Waste Water. JAppl. Phycol.
Prabowo, D.A. 2009. Optimasi Pengembangan Media untuk PertumbuhanChlorella sp. pada Skala Laboratorium. Skripsi. Program Studi Ilmu dan
90
Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut PertanianBogor. 95 hlm.
Pratama, A.I. 2016. Kajian Produksi Biomassa Tetraselmis sp. Pada MediaLimbah Cair Industri Karet Remah yang Diperkaya Nitrogen Dan DiaturSalinitasnya. Skripsi. Universitas Lampung. 69 hlm.
Prihantini, N.B. 2007. Pengaruh Konsentrasi Medium Ekstrak Tauge(MET) Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus Isolat Subang. MakaraSains. 11 (1) : 1.
Rachmaniah , O., Setyarini, R.D., dan Maulida, L. 2010. Pemilihan MetodeEkstraksi Minyak Alga dari Chlorella sp. dan Prediksinya sebagaiBiodiesel. Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo 2010. FakultasTeknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 10 hal.
Reynolds, C.S. 2006. Ecology of Phytoplankton. Cambridge University Press.New York. Hal. 535.
Richmond, A. 1988. Spirulina In: Borowitzka, M A. and Borowitzka, L J.( Eds),Micro-agal Biotechnology, Cambridge:Cambridge University Press.
Richmond, A.E. 1986. Microagriculture. CRC. Critical Rev. Biotechnol, 4 (4):369-438.
Riyono, S.H. 2008. Ekstrak klorofil. Jurnal Oseanografi. 2(24): 8-12.
Rizky, N.M. 2010. Optimasi Kultivasi Mikroalga Laut Nannochloropsis Oculatadengan Perlakuan Pupuk Urea untuk Produksi Lemak Nabati. FakultasPerikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Rocha, G.J.M.S., Garcia, J.E.C., and Henriques, M.H.F. 2003. Growth aspects ofthe marine microalga Nannochloropsis. Biomolecular Engineering. 20,237–242.
Romimohtarto, K. 2004. Meroplankton Laut : Larva Hewan Laut yang MenjadiPlankton. Djambatan. Jakarta.
Rostini, I. 2007. Karya Ilmiah: Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis
sp.) pada Skala Laboratorium di Instalasi Penelitian dan PengkajianTeknologi Pertanian Bojonegara, Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan.Universitas Padjajaran, Bandung.
Salvado, H., Meritxell, M.A.S., Sergi, M., and Ma, P.G. 2001, Effect of ShockLoads of Salt on Protozoan Communities on Activated Sludge, ActaProtozool, (40) : 177-185.
Santosa, V., dan Limantara, L. 2007. Kultivasi Spirulina. BioS. 1(2) : 18.
Santosa, V., dan Leenawaty, L. 2007. Majalah Biologi Populer. PascasarjanaMagister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana. 1(2).
Sasmita, P.G., Wenten, I.G., dan Suantika, G. 2004. Pengembangan Teknologi
91
Ultrafiltrasi Untuk Pemekatan Mikroalga. Didalam Prosiding SeminarNasional Rekayasa Kimia. ITB. Bandung. Hal 1-5.
Setyaningsih, I., Saputra, T.A., dan Uju. 2011. Komposisi Kimia dan KandunganPigmen Spirulina fusiformis Pada Umur Panen Yang Berbeda Dalam MediaPupuk. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Volume XIV. (1):63-69.
Sleigh, M.A. 1989. Protista and Other Protist. Edward Arnold. London.
Spolaore, P., Cassan, C.J., Duran, C., and Isamabert, A. 2006. Commercialapplication of microalgae. Journal of Bioscience and Bioengineering,101(2), pp. 87-96.
Sriharti. 2004. Pengaruh species Clorella dalam menetralisir limbah cair karet.Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN : 1411– 4216.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 2007. Analisis Bahan Makanan danPertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.
Suharyanto, Tri-Panji, Shinta, P., dan Khaswar, S. 2014. Produksi SpirulinaPlantesis dalam Fotobioreaktor Kontinyu Menggunakan Media Limbah CairPabrik Kelapa Sawit. Menara Perkebunan. 82(1):1-9.
Sumardianto, 1995. Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Teluk PelabuhanRatu, Jawa Barat. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 57p.
Susilaningsih, D., Djohan, A.C., Widyaningrum, D.N., dan Anam, K. 2009.Biodiesel from Indigenous Indonesian Marine Microalgae Nannochloropsissp. Journal of biotechnology. 2(2) Oct. 2009 ISSN: 1979-9756.
Sylvester, B., Nelvy, D.D., dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan BudidayaFitoplankton. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Prosiding ProyekPengembangan Perekayasaan Teknologi Balai Budidaya Laut Lampung.hal. 24-36.
Takagi, M., Watanabe, K., Yamaberi, K., and Yoshida, T. 2000. Limited feedingof Potassium Nitrate for IntracellularLlipid and Triglyceride Accumulationof Nannochlorpopsis sp. UTEX LB1999. Appl Microbiol Biotechnol.54:112–117.
Taw Nyan, D.R. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan MassalMikromikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United NationsDevelopment Programme Food dan Agriculture Organization Of TheUnited Nations. US. 34 hal (diterjemahkan oleh : Budiono M dan Indah W).
Tekasakul, P. dan Tekasakul, S. 2006. Environmental problems related to naturalrubber production inThailand. J. Aerosol Res.21 : 122–129.
92
Tetelepta, L.D., dan Zouboulis, A.I. 2008. Coagulation-Flocculation Processes inWater/Wastewater Treatment: The Application Of New Generation OfChemical Reagents. Paper Presented at the 6th IASME/WSEASInternational Conference Greece.
Tzoupanos, N. D., dan Zouboulis, A. I. 2008. Coagulation-FlocculationProcesses In Water/Wastewater Treatment: The Application Of NewGeneration Of Chemical Reagents. Paper presented at the 6thIASME/WSEAS International Conference Greece.
Ugwu, C.U., Aoyagi, H., and Uchiyama, H. 2007. Photobioreactors for Masscultivation of Algae, Bioresource Technology , in press.
Utomo, N.B.P., Winarti, A., dan Erlina. 2005. Pertumbuhan Spirulina plantensisyang dikultur dengan pupuk inorganik (Urea TSP dan ZA) dan kotoranAyam. Akuakultur Indonesia. 4(1) : 41-48.
Utomo, T.P., Hasanudin,U., dan Suroso, E. 2012. Agroindustri Karet Indonesia:Petani Karet dan Kelembagaan, Proses Pengolahan dan Kinerjanya,Selayang Pandang Karet Sintetis. PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.Bandung. 228 hlm.
Utomo, T.P., dan Suroso. 2008. Rancang bangun proses produksi karet remahberbasis produksi bersih.(Disertasi). Sekolah Pascasarjana Institut PertanianBogor. Bogor.
Vashista, B.R. 1999. Botany for Degree Students:Algae, S.Chand dan CompanyLtd., New Delhi.
Volesky, G. 1970. Algal Product. NewDelhi: In Properties of Algal (Ed)PenumPress.
Vonshak, A.S., Boussiba, A., Abeliovich and Richmond, A. 2004. Production ofSprirulina Platensis biomass: Maintenance of monoalgal culture outdoors.Biotech. and Bioengineering. 25(2):341-349.
Wahyuni, K.A., Anindiastuti, L.M., Sapta dan Agus, H. 2001. TeknikPenyimpanan dan Kegunaan Nata de Nanno. Direktorat Jendral PerikananBudidaya laut., Lampung.
Wahyuni, S., Krisantini,S., and Johnston, M.E. 2010. Plant Growth RegulatorsAnd Flowering Of Brunonia and Calandrinia sp. Elsivier ScientiaHolticulturae. 128 (2) : 141 – 145.
Wakatsuki, T., Esumi, H., and Omura, S. 1993. High performance and N danPremovableon-site domesticwastewater treatment system by MultiSoilLayering Method, Wat. Sci. Tech., 27 (1) : 31-40.
Wibisono, T. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta.
Wicaksono, G., Masithah E.D., dan Alamsjah, A. 2014. Pengaruh PemberianSpektrum Cahaya Berbeda Terhadap Kandungan Klorofil Spirulina sp.
93
Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. Skripsi:15 hlm.
Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, Yudiati, E., dan Iriani,V. R. 2011. PengaruhPengurangan Konsentrasi Nutrien Fosfat dan Nitrat Terhadap KandunganLipid Total Nannochloropsis Oculata. Semarang. Universitas Diponegoro.Jurnal Ilmu Kelautan Maret 2011. Vol. 16 (1) 24-29. Hal 24-25.
Widyartini, D.S. 2007. Pertumbuhan Mikroalga Spirulina Hasil Kultur skala SemiMassal. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Purwokerto: UniversitasSoedirman.
Wijanarko,A., Sudaryono, dan Sutarno. 2007. Karakteristik Sifat Kimia danFisika Alfisol di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Iptek Tanaman Pangan.2(2): 214-266.
Wulan, R.R. 2015. Kemampuan mikroalga yang dikultivasi pada limbah cairindustri karet remah dalam menghasilkan biomassa dan menurunkancemaran. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. 60 hlm.
Yani dan Yosar. 2009. Pemanfaatan Algae Chlorella sp. dan Eceng GondokUntuk Menurunkan Tembaga CU pada Industri Pelapisan Logam. J.Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.
Yulita, E. 2014. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai MediaPertumbuhan Chlorella Vulgaris Untuk Pakan Alami Ikan. Balai Riset danStandardisasi Industri Palembang. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 25(1).
Zulfarina, Sayuti, I., and Putri, H.T. 2013. Potential utilization of algae Chlorellapyrenoidosa for rubber waste management. Prosiding Semirata FMIPA.Universitas Riau. Riau. 511-520.