Jurnal Translate
-
Upload
karen-mogi -
Category
Documents
-
view
242 -
download
1
description
Transcript of Jurnal Translate
EPIDEMIOLOGI INSOMNIA, GANGGUAN DEPRESI, DAN
KECEMASAN.Daniel J. Taylor, PhD1; Kenneth L. Lichstein, PhD2; H. Heith Durrence, PhD3; Brant W. Reidel, PhD4;
Andrew J. Bush, PhD5
1The University of North Texas, Denton, TX; 2The University of Alabama, Tuscaloosa, AL; 3Somaxon Pharmaceuticals, Inc., San Diego, CA; 4The University of Memphis, Memphis, TN; 5University of Tennessee Health Science Center, Memphis, TN
Tujuan penelitian: Penelitian menggunakan kriteria diagnosis insomnia yang emperik dan tervalidasi untuk membandingkan gangguan gangguan depresi dan kecemasan pada orang-orang dengan insomnia maupun tidak. Kami juga mengamati variabel tidur yang spesifik yang berhubungan dengan gangguan gangguan depresi dan kecemasan. Pada akhirnya, kami membandingkan gangguan gangguan depresi dengan kecemasan (1)perbedaan jenis-jenis insomnia, (2)kaukasia dan Afrika Amerika, dan (3)jenis kelamin. Pada semua variabel kesehatan, demografi, gangguan tidur organik, dan gejala dari gangguan tidur organik. Jenis penelitian: Cross-sectional dan retrospektifSubjek penelitian: Sampel berbasis komunitas (N=772) dari kurang lebih 50 pria dan 50 wanita dalam rentang waktu 10 tahun, dari usia 20 tahun sampai usia 89 tahun.Teknik pengukuran: pengukuran berdasarkan pengamatan subjek yang meliputi pola tidur, gangguan gangguan depresi, dan kecemasan.Hasil: Orang-orang dengan insomnia memiliki tingkat gangguan depresi dan kecemasan yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak memiliki insomnia dimana 9.82-17.35 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan gangguan depresi dan kecemasan. Peningkatan frekuensi Insomnia terkait dengan peningkatan gangguan gangguan depresi dan kecemasan, dan peningkatan jumlah terbangun juga berkaitan dengan peningkatan gangguan depresi. Ini adalah 2 variabel tidur yang signifikan berhubungan dengan gangguan depresi dan kecemasan. Orang dengan gabungan insomnia mengalami gangguan depresi lebih besar daripada orang-orang dengan onset, pemeliharaan, atau campuran insomnia. Tidak ada perbedaan antara jenis insomnia yang lainnya. Afrika Amerika yang 3,43-4,8 kali lebih mungkin untuk memiliki gejala klinis yang signifikan dengan gangguan gangguan depresi dan kecemasan tidak bisa dibandingkan dengan Kaukasia. Perempuan memiliki kadar gangguan depresi dibandingkan laki-laki.Kesimpulan: Hasil ini menegaskan bahwa adanya hubungan erat antara insomnia, gangguan gangguan depresi, dan kecemasan.Kata kunci: Insomnia, gangguan gangguan depresi, cemas, epidemiologi, jenis kelamin, etnik.Citation: Taylor DJ; Lichstein KL; Durrence HH et al. Epidemiology of insomnia, depression, and anxiety. SLEEP 2005;28(11): 1457-1464
1
PENDAHULUAN
INSOMNIA KRONIS MEMPENGARUHI SEKITAR 9%-12% DARI PREVALENSI
POPULASI1-3 PENYAKIT JANTUNG, KANKER, AIDS, penyakit neurologi, masalah
pernapasan, masalah kencing, diabetes, dan masalah gastrointenstinal.4 Peneliti
memperkirakan total biaya tahunan insomnia sekitar $30-$35 juta.5 Meskipun insomnia
dipandang sebagai ancaman yang signifikan untuk kesehatan, namun beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa adanya hubungan antara insomnia, gangguan gangguan depresi,
dan kecemasan, di mana insomnia merupakan faktor resikonya.6 Sayangnya, anggapan dari
hubungan ini masih belum jelas karena hasil studi sebelumnya memiliki definisi yang
beragam mengenai insomnia. Studi saat ini mendefinisikan insomnia dengan menggunakan
kriteria empiris tervalidasi tentang hubungan antara insomnia, gangguan gangguan depresi,
dan kecemasan. Kami lebih lanjut menjelaskan hubungan ini, dengan menguji gangguan
gangguan depresi dan kecemasan terhadap hubungannya dengan tingkat keparahan
insomnia dan jenis insomnia.
Banyak studi epidemiologi insomnia sebelumnya dengan menganalisis ulang data
dari studi epidemiologi sebelumnya (misalnya, Alameda County, Epidemiologic
Catchment Area, dll) yang terutama berhubungan dengan yang tidak tidur. Definisi
operasional yang paling sering dalam studi ini adalah bahwa adanya laporan dari 2 minggu
atau lebih mengalami insomnia kapan saja dalam retan waktu 6 bulan terakhir, 12 bulan,
atau bahkan seumur hidup. Definisi insomnia ini mengacu pada insomnia sementara (yaitu,
hanya 2 minggu dalam seumur hidup) harus memiliki insomnia kronis saat ini, mungkin
membuat tingkat prevalensi gangguan depresi dan kecemasan akurat untuk orang-orang
dengan insomnia kronis saat ini. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan keluhan
insomnia. Namun, penelitian ini hanya difokuskan pada rentang usia terbatas (misalnya >
50 tahun)9,11,12 atau memiliki definisi insomnia yang luas (misalnya, masalah gangguan
tidur, rasa lelah) dan psikopatologi.13,14
Selanjutnya, tidak ada yang dibicarakan di atas berusaha untuk menyingkirkan
yang mendasari gangguan tidur dan banyak yang tidak berusaha untuk menyingkirkan
penyebab medis dari insomnia, gangguan depresi, atau kecemasan.15,16
Selain itu, tidak ada penelitian yang berusaha untuk menentukan apa peran
keparahan insomnia bermain dalam hubungan dengan depresi dan kecemasan. Insomnia
adalah gangguan yang sangat heterogen dengan beberapa individu yang mengalami
kesulitan tidur hanya beberapa malam dalam seminggu, dan lain-lain mengalami kesulitan
2
tidur setiap malam ataupun ditengah malam. Kebanyakan studi pengobatan biasanya hanya
melaporkan beberapa variabel tidur (misalnya, sleep-on set latency [SOL], total sleep time
[TST], sleep efficency [SE]). Jika variabel tidur lainnya yang lebih erat terkait dengan
depresi dan kecemasan, hal tersebut menjadi penting untuk dilaporkan dalam hasil
penelitian.
Pada akhirnya, hubungan antara berbagai jenis insomnia, depresi dan kecemasan
masih belum jelas. Meskipun kebanyakan studi di daerah tidak menemukan perbedaan
antara jenis insomnia dengan gangguan depresi atau kecemasan,17-21 beberapa peneliti telah
menunjukkan bahwa kecemasan lebih sering terjadi pada onset tidur insomnia.13,22
Penelitian ini meneliti tingkat depresi dan kecemasan dalam suatu komunitas, dimana
membandingkan kelompok yang berkaitan dengan status insomnia, tingkat keparahan
insomnia, dan jenis insomnia. Ada hipotesis bahwa (1) orang dengan insomnia akan
mengalami gangguan depresi dan kecemasan secara signifikan (2) insomnia berat,
mengakibatkan tingkat depresi dan kecemasan akan meningkat pula.
METODE
PROSEDUR
Subjek dipilih dengan menggunakan angka acak lewat protokol panggilan Shelby
County, Tennessee. Subjek kemudian dikirimkan informed consent dan paket kuesioner
yang terdiri dari 14 buku harian tidur, bentuk informasi umum, kuesioner kecemasan,
kuesioner depresi, dan pengukuran kegiatan harian lainnya. Subjek menyelesaikan
kuesioner setelah menyelesaikan 14 buku harian tidur. Penjelasan lebih rinci tentang
prosedur yang digunakan dalam penelitian ini diberikan sebelumnya dalam buku yang
diterbitkan.4
Teknik pengukuran
Formulir Informasi Umum
Bentuk informasi umum4 digunakan untuk mengumpulkan data tentang usia, etnis,
ada tidaknya gangguan tidur, status kesehatan, tinggi badan, berat badan, penggunaan
rokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan kafein. Bentuk ini dikembangkan oleh
kelompok riset kami dan tidak memiliki reliabilitas dan validitas data. Subjek ditanya
apakah mereka punya masalah tidur dan kemudian mendefinisikannya. Peserta dikeluarkan
dari analisis ini jika mereka melaporkan apa pun selain tidak adanya masalah tidur atau
insomnia (misalnya, apnea). Masalah kesehatan yang operasional didefinisikan sebagai
3
jawaban afirmatif untuk 1 kategori penyakit global, misalnya: penyakit jantung, kanker,
AIDS, tekanan darah tinggi, penyakit neurologis (misalnya, kejang, penyakit Parkinson),
masalah pernapasan (misalnya, asma, emfisema), masalah perkemihan (misalnya, penyakit
ginjal, masalah prostat), diabetes, nyeri kronis (misalnya, arthritis, sakit punggung,
migrain), dan masalah gastrointestinal (misalnya, perut, sindrom iritasi usus, ulkus).
Gejala gangguan tidur non-spesifik yang secara operasional didefinisikan sebagai
jawaban afirmatif1 dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Apakah anda sering mendengkur?;
Apakah anda sulit bernapas pada saat anda tidur?; Apakah kaki anda sering tersentak saat
tidur atau mereka merasa gelisah tertidur?. Jawaban-jawaban inilah yang nantinya akan
dianalisis.
Beck Depression Inventory
Mood pada siang hari dinilai dengan Beck Depression Inventory (BDI), 23 yang
merupakan ukuran yang terdiri dari 21 item depresi dengan skor mulai dari 0 sampai 63.
Skor yang lebih tinggi menunjukkan depresi yang tinggi. Ini merupakan penilaian
gangguan depresi yang paling banyak digunakan dan memiliki reliabilitas dan validitas
data.24 Subjek dikategorikan depresi ringan (BDI <10) atau depresi sedang (BDI> 18).
State-Trait Anxiety Inventory-Form Y Trait Scale
Tingkat kecemasan dinilai dengan State-Trait Anxiety Inventory-Form Y Trait
Scale
(STAI),25 yang terdiri dari 20-item, dengan skor antara 20 sampai 80 dimana skor yang
lebih tinggi menunjukkan adanya kecemasan. The STAI adalah salah satu yang paling
umum digunakan dan dapat diandalkan validitasnya.26 Subjek dikategorikan dalam
kecemasan minimal apabila (T-score <50) atau kecemasan yang signifikan secara klinis
(T-score> 70).26
Sleep Diaries
Subjek menyelesaikan catatan4 tidur setelah bangun setiap pagi dalam jangka waktu
2 minggu. Buku harian meminta subjek untuk memberikan perkiraan tidur mereka pada
malam sebelumnya (misalnya, waktu tidur, onset tidur). Biasanya, tidur semalam dianggap
sebagai gold standart untuk penilaian gangguan tidur.27,28 Meskipun peneliti telah
menemukan bahwa orang dengan insomnia secara konsisten meremehkan TST dan
melebih-lebihkan sols dibandingkan dengan polisomnografi, korelasi antara buku harian
tidur dan polisomnografi tetap tinggi (r =. 63-,87) Selanjutnya, Standards of Practice
4
Committee of the American Sleep Disorders Association29 telah menyatakan bahwa
polisomnografi hanya "ditunjukkan ketika gangguan pernapasan terkait saat tidur atau
dicurigai gangguan gerakan pada tungkai secara periodik, diagnosis awal tidak pasti,
pengobatan gagal. Meskipun buku harian tidur tidak optimal untuk memeriksa hubungan
antara insomnia, depresi, dan kecemasan, namun sangat mendekati apa yang terjadi dalam
praktek klinis. Variabel berikut ini dihitung menggunakan data dari buku harian tidur: rata-
rata SOL, rata-rata jumlah terbangun pada malam hari, rata-rata wake time after sleep
onset (WASO), rata-rata TST, rata-rata SE (rasio TST terhadap total waktu yang
dihabiskan di tempat tidur x 100), berarti nilai kualitas tidur (1 = sangat kurang sampai 5 =
sangat baik), berarti total waktu tidur siang, dan frekuensi insomnia (jumlah episode
insomnia per 2 minggu).
Orang dengan insomnia yang secara operasional didefinisikan sebagai individu
dengan adanya keluhan insomnia selama minimal 6 bulan; keluhan siang hari; dan
setidaknya 3 malam dalam seminggu (1) SOL ≥ 31 menit, (2) WASO ≥ 31 menit, atau (3)
kombinasi dari 2 kriteria ini telah divalidasi secara empiris dan merupakan praktek yang
paling umum dalam penelitian pengobatan Insomnia.30 Jenis insomnia yang secara
operasional didefinisikan sebagai Onset (SOL kriteria ≥ 3 kali seminggu), Perawatan
5
(kriteria WASO ≥ 3 kali seminggu), Campuran (jika kriteria baik SOL atau WASO adalah
≥ 3 kali seminggu, ketika SOL dan kriteria WASO digabungkan, mereka terjadi ≥ 3 kali
seminggu), dan gabungan (baik SOL dan kriteria WASO bertemu ≥ 3 kali seminggu).
Subjek dalam kelompok gabungan tidak termasuk dalam serangan atau perawatan
kelompok. Semua analisis statistik berikut dilakukan dengan menggunakan SPSS 12.0.1
for Windows (SPSS, Inc Chicago, IL).
HASIL
Subjek
Sebanyak 1.769 subjek direkrut, dengan tingkat respon yang disesuaikan dari
37,7% .4 Tabel 1 menunjukkan demografi, gangguan tidur, dan distribusi variabel kejiwaan
dari sampel akhir dari 772 peserta. Serangkaian regresif logistik sederhana multivariat
dilakukan pada sampel ini dari 772 peserta, dengan orang-orang dengan insomnia dan
orang-orang tidak insomnia sebagai dependen variabel, dan semua demografi (usia, etnis,
jenis kelamin) masuk secara bersamaan sebagai variabel independen. Hasil ini
menunjukkan bahwa perempuan 1,8 kali lebih mungkin dibandingkan pria mengalami
insomnia (95% confidence interval [CI] = 1,23-2,67, P <.01). Orang dengan insomnia juga
rentan pada usia tua (61,5 vs 50,4 tahun) dibandingkan orang yang tidak memiliki
insomnia (P <.001).
Subjek dikeluarkan dari analisis berikut jika terpenuhi salah satu kriteria berikut:
tidak ada data etnis tertentu, Asia atau Hispanik keturunan, gangguan tidur dilaporkan
selain insomnia, insomnia sementara, pola tidur insomnia tapi tidak ada keluhan insomnia,
atau keluhan susah tidur tanpa pola insomnia. Asia, Hispanik, dan orang-orang dengan
tidak ada data etnis yang diluar dari analisis berikut karena ada begitu sedikit dari mereka
dan sehingga kita bisa menguji perbedaan antara Afrika Amerika dan Kaukasia. Kami
hanya memasukkan orang-orang didefinisikan sebagai penderita insomnia atau orang-
orang tidak memiliki insomnia agar memiliki perbandingan 2 kelompok yang jelas. Sampel
akhir yang akan digunakan dalam semua analisis lanjut, sebanyak 534 subjek, dengan 150
orang dengan insomnia dan 384 orang tidak insomnia (19,7% dan 50,4%, masing-masing).
Variabel Pendukung
Analisis seperti dijelaskan dalam pendahuluan, penelitian epidemiologi masa lalu
sering tidak terkontrol untuk variabel pendukungnya (misalnya, demografi, gangguan tidur,
atau gangguan medis). Karena sejumlah besar mungkin merupakan variabel pendukung,
6
kami memutuskan untuk menggunakan kombinasi pendekatan yang direkomendasikan
oleh Mickey dan Greenland 32 untuk menentukan variabel yang dianggap signifikan.
Analisis univariat pertama kali dilakukan dengan kemungkinan variabel pembaur sebagai
variabel independen dan skor gangguan depresi dan kecemasan sebagai variabel dependen.
Variabel independen yang signifikan pada P <20 ditambahkan sebagai kovariat untuk
model dasar yang mengandung status insomnia, jenis insomnia, atau tindakan keparahan
insomnia sebagai variabel independen dan skor depresi atau kecemasan sebagai variabel
dependen.
Jenis kelamin dan Etnis
Etnis dan jenis kelamin juga dimasukkan dalam status insomnia analisis kovarians.
Hal itu dikarenakan (1) adanya data yang membandingkan etnis pada gangguan depresi
dan kecemasan, beberapa di antaranya bertentangan33-35 dan (2) penelitian sebelumnya dari
laboratorium kami telah menunjukkan perbedaan yang signifikan mengenai depresi,
kecemasan, dan masalah tidur antara kelompok etnis dan jenis kelamin.4 Ketika ras, jenis
kelamin, atau interaksi mereka dengan insomnia non signifikan, variabel-variabel ini
dikeluarkan dari model akhir, tetapi jumlah frekuensi mereka atau sarana yang dilaporkan
di tabel terlampir.
Insomnia, BDI dan STAI Skor
Pertama, untuk menentukan apakah penderita insomnia memiliki tingkat depresi
dan kecemasan dibandingkan orang yang tidak memiliki insomnia, kami melakukan 2
(status insomnia) x 2 (sex) x 2 (etnis) analisis kovarians, baik dengan BDI atau STAI skor
rata-rata sebagai variabel dependen ercantum dalam Tabel 2 sebagai kovariat. Penting
untuk dicatat bahwa analisis melakukan kovarians berarti pengujian pada alat disesuaikan.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 3, setelah mengontrol variabel yang saling mendukung
(Tabel 2), penderita insomnia memiliki skor BDI yang signifikan tinggi daripada orang
yang tidak insomnia (F1,518 = 75.38, P <.001, η2 parsial = 0.13) , Afrika Amerika
memiliki skor BDI lebih tinggi daripada Kaukasia (F1,518 = 8.65, P <.01, sebagian η2 =
0.02), dan perempuan memiliki skor BDI lebih tinggi dibandingkan laki-laki (P = 4.31, P
<.05, η2 parsial = 0.01) . Istilah interaksi tidak signifikan dapat dilihat pada Tabel 4,
setelah mengontrol variabel pendukung (Tabel 2), penderita insomnia memiliki skor STAI
signifikan lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki insomnia (F1,530 = 96,78, P
<.001, sebagian η2 = 0.15), dan Afrika Amerika memiliki skor STAI lebih tinggi dari bule
7
(F1,530 = 20.67, P <.001, η2 parsial = 0.04). Ada juga insomnia signifikan antar etnis
(F1,530 = 9.44, P <.01, sebagian η2 = 0.02), di mana orang Afrika Amerika dengan
insomnia memiliki skor STAI lebih tinggi dibandingkan orang Kaukasia dengan insomnia
(F1 , 529 = 20.60, P <.001), tetapi tidak ada perbedaan yang terlihat antara kelompok-
kelompok etnis pada orang yang tidak memiliki insomnia. Tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin pada nilai STAI.
Insomnia, Gangguan Depresi dan Kecemasan
Selanjutnya, untuk menentukan apakah penderita insomnia memiliki depresi klinis
signifikan lebih atau kecemasan dibandingkan orang yang tidak memiliki insomnia, kami
menggunakan skor BDI dan STAI. Kami kemudian menggunakan regresi logistik
sederhana multivariat, status insomnia (penderita insomnia vs orang tidak memiliki
insomnia) masuk bersamaan dengan jenis kelamin, suku, dan mengacaukan (Tabel 2)
sebagai variabel independen dan depresi klinis signifikan atau kecemasan sebagai variabel
dependen. Sebanyak 7,9% dari sampel akhir memiliki depresi klinis yang signifikan yang
diukur dengan BDI, yang sebanding dengan National Institute of Mental Health Data
menunjukkan bahwa 9,5% dari populasi menderita dari disorder.36 depresi mayor
Selanjutnya, (lihat Tabel 5) penderita insomnia yang 9.82 kali lebih mungkin dibandingkan
orang tidak insomnia memiliki gangguan depresi signifikan (95% CI = 4,41-21,86, P
<.001), dan Afrika-Amerika adalah 3,43 kali lebih mungkin dibandingkan Kaukasia
8
memiliki gangguan depresi signifikan (95% CI = 1,54-7,67, P <.01) (Tabel 2). Tidak ada
perbedaan jenis kelamin, dan tidak ada istilah interaksi yang signifikan.
Untuk menjawab pertanyaan ini, kami melakukan regresi logistik sederhana dengan
ras dan tingkat pendidikan tertinggi (ukuran sering status sosial ekonomi) dimasukkan
secara bersamaan sebagai variabel independen dan depresi klinis yang signifikan sebagai
variabel dependen. Ini menunjukkan bahwa Afrika-Amerika masih 2,3 kali (P <.05) lebih
cenderung memiliki depresi klinis yang signifikan setelah mengendalikan fakta bahwa
orang dengan depresi klinis yang signifikan memiliki tingkat signifikan lebih rendah dari
pendidikan dibandingkan orang yang tidak depresi (12.77 vs 14.79; P <.01). Sebanyak
7,5% dari sampel akhir memiliki kecemasan klinis yang signifikan yang diukur dengan
STAI. Seperti dapat dilihat pada Tabel 6, orang- ple dengan insomnia adalah 17.35 kali
lebih mungkin dibandingkan orang tidak memiliki insomnia memiliki kecemasan klinis
signifikan (95% CI = 7,62-39,49, P <.001), dan Afrika-Amerika adalah 4,80 kali lebih
mungkin dibandingkan Kaukasia memiliki kecemasan klinis signifikan (95% CI = 2,10-
10,94, P <.001) (Tabel 2).
Tidak ada perbedaan jenis kelamin, dan interaksi yang tidak signifikan. Untuk
menjawab kembali pertanyaan ras sebagai proxy untuk status sosial ekonomi, kami
melakukan regresi logistik sederhana lain dengan ras dan tingkat pendidikan tertinggi
masuk secara bersamaan sebagai variabel independen dan kecemasan klinis yang
signifikan sebagai variabel dependen. Ini mengungkapkan bahwa Afrika Amerika masih
2,8 kali (P <.05) lebih cenderung signifikan tidak bisa cemas. Insomnia berat dengan skor
9
BDI dan STAI beberapa dilakukan dalam kelompok orang-orang dengan insomnia yang
untuk menentukan apakah variabel keparahan insomnia yang masuk akal (yaitu, durasi
insomnia, SOL, WASO, jumlah terbangun pada malam hari, TST, SE, dan frekuensi
insomnia) secara signifikan terkait dengan depresi dan kecemasan skor setelah mengontrol
variabel pendukung (Tabel 2).
Tabel 7 menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara jenis insomnia pada BDI
(F3,139 = 3.40, P <.05, η2 parsial = 0.07)
(Tabel 2). Uji Student-Newman-Keuls,
menemukan bahwa orang dengan insomnia
yang dikombinasikan memiliki skor BDI lebih
tinggi daripada kelompok lain (semua nilai P
<.05). Sebuah analisis satu arah kovarians
dengan STAI sebagai variabel dependen menunjukkan kecenderungan yang tidak
signifikan (P = 0,06) mirip dengan data BDI, (Tabel 2)
DISKUSI
Setelah mengontrol variabel pendukung, penderita insomnia memiliki tingkat
signifikan lebih tinggi pada gangguan depresi dan kecemasan dibandingkan orang yang
tidak insomnia. Penderita insomnia yang 9.82 kali lebih mungkin dibandingkan orang tidak
insomnia memiliki gangguan depresi secara klinis yang signifikan dan 17.35 kali secara
klinis memiliki gangguan kecemasan yang signifikan. Hasil ini tidak mengherankan
mengingat bahwa banyak studi sebelumnya telah menemukan hubungan yang signifikan
antara insomnia, depresi, dan anxiety.1,3,6-11,13,14 Namun, ini adalah studi pertama untuk
menilai individu dengan laporan gangguan tidur organik dan untuk mengevaluasi serta
kontrol untuk ada kemungkinan lain (misalnya, gangguan medis, etnis, jenis kelamin)
untuk memaksimalkan kemungkinan perkiraan adanya hubungan antara insomnia, depresi,
dan kecemasan. Selanjutnya, kami menemukan bahwa, frekuensi insomnia yang
meningkat, demikian pula dengan kedua skor BDI dan STAI. Selain itu, karena jumlah
rata-rata terbangun per malam meningkat, demikian pula dengan nilai BDI.
Afrika Amerika memiliki kadar kecemasan dan depresi daripada Kaukasia. Afrika
Amerika adalah 3,4 kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan depresi yang signifikan
dan 4,8 kali lebih banyak untuk menderita kecemasan. Hasil ini mendukung mereka yang
telah ditemukan oleh para peneliti lainnya33,35,40 Ini menjelasan bahwa Afrika Amerika
10
lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk terkena berbagai stressor psikososial seperti
diskriminasi, kesulitan sosial ekonomi, dan peningkatan pengasuh beban yang mungkin
berkontribusi terhadap peningkatan tekanan, sehingga tingkat depresi dan cemas lebih
tinggi.41,42
Wanita lebih sering insomnia dibandingkan pria dan memilki tingkat depresi yang
lebih tinggi tetapi tingkat kecemasan tidak lebih tinggi. Tidak ada perbedaan yang terlihat
antara kedua jenis kelamin tentang gangguan depresi atau kecemasan. Dengan
pengecualian tidak ada perbedaan jenis kelamin pada kecemasan, apa yang diharapkan dan
sesuai dengan apa yang penelitian sebelumnya telah temukan.13,18,22,44,48 Masih belum jelas
mengapa wanita memiliki lebih banyak mengalami gangguan depresi dan insomnia
daripada pria. Satu teori bahwa kadar hormon meningkan mungkin berperan disini.49 Teori
kedua berkaitan dengan adanya pemikiran yang berbeda, dimana pada perempuan yang
mungkin menghadapi masalah yg rumit, sedangkan laki-laki lebih cenderung untuk
mengalihkan perhatian mereka dengan menggunakan obat-obatan dan alkohol.50
Sayangnya, penelitian ini tidak dapat memberikan diferensial diagnosis pada
gangguan depresi, kecemasan dan gangguan medis. Meskipun skor BDI dan STAI adalah
ukuran akurat dari gangguan depresi dan kecemasan, hanya wawancara secara klinislah
yang dapat mendiagnosis gangguan ini. Masalah medis, individu sering mengalami
masalah kesehatan yang tidak mereka sadari sampai mereka menjalani tes fisik dan
laboratorium yang sesuai.
Efek insomnia pada depresi dan kecemasan, individu yang cenderung lebih
mengembangkan penyakit tertentu (misalnya, kecemasan atau depresi), dan stres berfungsi
sebagai katalis untuk berkembangnya penyakit. Dalam hal ini, stres yang diciptakan oleh
sebuah episode insomnia mungkin akan memperburuk atau memicu perkembangan atau
kekambuhan gangguan depresi atau kecemasan. Saat malam terjaga ditempat tidur
adakalanya dapat meningatkan kegagalan masa lalu sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan depresi dan kecemasan. Sebaliknya, di siang hari biasanya terkait dengan
depresi dan kecemasan (misalnya, kegagalan di masa lalu, hubungan yang menyedihkan,
khawatir tentang sesuatu di masa depan) kemungkinan akan meluas ke ruang tempat tidur-
di malam hari, meningkatkan gairah mental dan fisiologis, dengan demikian, mendorong
insomnia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jelas ada sebagian besar orang dengan
insomnia yang menunjukkan gangguan depresi (20%) dan kecemasan (19,3%). Karena
adanya hubungan timbal balik yang timbul dari gangguan ini, lebih banyak upaya perlu
11
difokuskan dengan memberi penjelasan sifat serta hubungan yang tepat. Salah satu bidang
penelitian masa depan yang sangat dibutuhkan adalah sebuah studi epidemiologi prospektif
pada tidur, dengan definisi insomnia yang adekuat, serta adanya dokumentasi dari
gangguan medis melalui wawancara yang terstruktur, riwayat medis, pemeriksaan fisik,
dan hasil laboratorium. Meskipun beberapa studi prospektif telah dilakukan di daerah ini
(untuk review, lihat referensi 6), mereka semua memiliki keterbatasan yang sama dari studi
cross-sectional yang dijelaskan dalam pendahuluan. Selain itu, penelitian lebih lanjut perlu
dirancang untuk menentukan metode terbaik untuk terapi orang-orang dengan gangguan
depresi dan kecemasan, yang jelas merupakan persentase yang besar dari sampel orang-
orang dengan insomnia. Penelitian juga harus diambil untuk menentukan apa manfaat
secara khusus terapi insomnia pada pasien dengan gangguan depresi untuk menentukan
apakah ini dapat meningkatkan respon depresi dan tingkat kambuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ford DE, Kamerow DB. Epidemiologic study of sleep disturbances and psychiatric disorders. An opportunity for prevention? JAMA 1989;262:1479-84.
2. Gallup Organization. Sleep In America: 1995. Princeton, NJ: Gal- lup; 1995. 3. Mellinger GD, Balter MB, Uhlenhuth EH. Insomnia and its treat- ment. Prevalence and
correlates. Arch Gen Psychiatry 1985;42:225- 32.4. Lichstein KL., Durrence, HH, Riedel, BW, Bush, AJ. Epidemiol- ogy of sleep: age,
gender, and ethnicity. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.; 2004. 5. Walsh JK, Engelhardt CL. The direct economic costs of insomnia in the United States
for 1995. Sleep 1999;22 Suppl 2:S386-93.6. Taylor DJ, Lichstein KL, Durrence HH. Insomnia as a health risk factor. Behav Sleep
Med 2003;1:227.7. Breslau N, Roth T, Rosenthal L, Andreski P. Sleep disturbance and psychiatric
disorders: a longitudinal epidemiological study of young adults. Biol Psychiatry 1996;39:411-8.
8. Dryman A, Eaton WW. Affective symptoms associated with the on- set of major depression in the community: findings from the US National Institute of Mental Health Epidemiologic Catchment Area Program. Acta Psychiatr Scand 1991;84:1-5.
9. Vollrath M, Wicki W, Angst J. The Zurich study. VIII. Insomnia: as- sociation with depression, anxiety, somatic syndromes, and course of insomnia. Eur Arch Psychiatry Neurol Sci 1989;239:113-24.
10.Weissman MM, Greenwald S, Nino-Murcia G, Dement WC. The morbidity of insomnia uncomplicated by psychiatric disorders. Gen Hosp Psychiatry 1997;19:245-50.
11.Roberts RE, Shema SJ, Kaplan GA, Strawbridge WJ. Sleep com- plaints and depression in an aging cohort: A prospective perspec- tive. Am J Psychiatry 2000;157:81-8.
12.Livingston G, Blizard B, Mann A. Does sleep disturbance predict depression in elderly people? A study in inner London. Br J Gen Pract 1993;43:445-8.
13.Bixler EO, Kales A, Soldatos CR, Kales JD, Healey S. Prevalence of sleep disorders in the Los Angeles metropolitan area. Am J Psy- chiatry 1979;136:1257-62.
12
14.Kuppermann M, Lubeck DP, Mazonson PD, et al. Sleep problems and their correlates in a working population. J Gen Intern Med 1995;10:25-32.
15.American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manu- al of mental disorders-Text Revision. 4th ed. Washington: American Psychiatric Association; 2000.
16.Ohayon MM. Prevalence of DSM-independent variables diagnostic criteria of insomnia: distinguishing insomnia related to mental dis- orders from sleep disorders. J Psychiatr Res 1997;31:333-46.
17.Brabbins CJ, Dewey ME, Copeland JRM, et al. Insomnia in the elderly: Prevalence, gender differences and relationships with mor- bidity and mortality. Int J Geriatr Psychiatry 1993;8:473-80.
18.Karacan I, Thornby JI, Williams RL. Sleep disturbance: a commu- nity survey. In: Guilleminault C, Lugaresi E, editors. Sleep/Wake Disorders: Natural History, Epidemiology, and Long-term Evolu- tion. New York: Raven Press; 1983:37-60.
19.Kim K, Uchiyama M, Okawa M, Liu X, Ogihara R. An epidemio- logical study of insomnia among the Japanese general population. Sleep 2000;23:41-7.
20.Newman AB, Enright PL, Manolio TA, Haponik EF, Wahl PW. Sleep disturbance, psychosocial correlates, and cardiovascular dis- ease in 5201 older adults: the cardiovascular health study. J Am Geriatr Soc 1997;45:1-7.
21.Quera-Salva MA, Orluc A, Goldenberg F, Guilleminault C. In- somnia and use of hypnotics: study of a French population. Sleep 1991;14:386-91.
22.Gislason T, Reynisdottir H, Kristbjarnarson H, Benediktsdottir B. Sleep habits and sleep disturbances among the elderly—an epide- miological survey. J Intern Med 1993;234:31-9.
23.Beck AT, Steer RA. Beck Depression Inventory: Manual. San Anto- nio: The Psychological Corporation; 1993.
24.Beck AT, Steer RA, Garbin MG. Psychometric properties of the Beck Depression Inventory: twenty-five years of evaluation. Clin Psychol Rev 1988;8:77-100.
25.Spielberger CD, Gorsuch RL, Lushene RE. State-Trait Anxiety In- ventory. Palo Alto: Consulting Psychologists Press; 1970.
26.Spielberger CD, Gorsuch, RL, Lushene, PR, Jacobs, GA. Manual for the State-Trait Anxiety Inventory: STAI (form Y). Palo Alto: Consulting Psychologists Press, Inc; 1983.
27.Carskadon MA, Dement WC, Mitler MM, Guilleminault C, Zar- cone VP, Spiegel R. Self-reports versus sleep laboratory findings in 122 drug-free subjects with complaints of chronic insomnia. Am J Psychiatry 1976;133:1382-8. 1463 Epidemiology Insomnia, Depression, and Anxiety—Taylor et al SLEEP, Vol. 28, No. 11, 2005 1464 Epidemiology Insomnia, Depression, and Anxiety—Taylor et al
28.Coursey RD, Frankel BL, Gaarder KR, Mott DE. A comparison of relaxation techniques with electrosleep therapy for chronic, sleep-onset insomnia a sleep-EEG study. Biofeedback Self Regul 1980;5:57-73.
29.Littner M, Hirshkowitz M, Kramer M, et al. Practice parameters for using polysomnography to evaluate insomnia: an update. Sleep 2003;26:754-60.
30.Lichstein KL, Durrence HH, Taylor DJ, Bush AJ, Riedel BW. Quan- titative criteria for insomnia. Behav Res Ther 2003;41:427-45.
31.The International Classification of Sleep Disorders: Diagnostic and Coding Manual. Rochester, MN: American Sleep Disorders Asso- ciation.; 1990.
32.Mickey RM, Greenland S. The impact of confounder selection cri- teria on effect estimation. Am J Epidemiol 1989;129:125-37.
13
33.Blazer D, George LK, Landerman R, Pennybacker M, Melville ML, Woodbury M, et al. Psychiatric disorders: A rural/urban comparison. Arch Gen Psychiatry 1984;42:651-6.
34.Horwath E, Johnson J, Hornig CD. Epidemiology of panic disorder in African-Americans. Am J Psychiatry 1993;150:465-9.
35.Robins LN, Helzer JE, Weissman MM, et al. Lifetime prevalence of specific psychiatric disorders in three sites. Arch Gen Psychiatry 1984;41:949-58.
36.Regier DA, Narrow WE, Rae DS, Manderscheid RW, et al. The de facto US mental and addictive disorders service system: Epidemio- logic Catchment Area prospective 1-year prevalence rates of disor- ders and services. Arch Gen Psychiatry 1993;50:85-94.
37.Adler NE, Ostrove JM. Socioeconomic status and health: What we know and what we don’t. 1999:3.
38.Kubik K, Blackwell L, Heit M. Does socioeconomic status explain racial differences in urinary incontinence knowledge? Am J Obstet Gynecol 2004;191:188-93.
39.Scharf SM, Seiden L, DeMore J, Carter-Pokras O. Racial differenc- es in clinical presentation of patients with sleep-disordered breath- ing. Sleep Breath 2004;8:173-83.
40.Neal AM, Turner SM. Anxiety disorders research with African Americans: Current status. Psychol Bull 1991;109:400.
41.Anderson NA. Racial differences in stress-induced cardiovascular reactivity and hypertension: Current status and substantive issues. v1989;105:89-105.
42.Vitaliano PP, Russo J, Bailey SL, Young HM, McCann BS. Psy- chosocial factors associated with cardiovascular reactivity in older adults. Psychosom Med 1993;55:164-77.
43.Zhang AY, Snowden LR. Ethnic characteristics of mental disorders in five U.S. communities. Cultural Diversity Ethnic Minority Psy- chol 1999;5:134.
44.Blazer DG, Kessler RC, McGonagle KA, Swartz MS. The preva- lence and distribution of major depression in a national commu- nity sample: the National Comorbidity Survey. Am J Psychiatry 1994;151:979.
45.Haley WE, Roth DL, Coleton MI, et al. Appraisal, coping, and so- cial support as mediators of well-being in Black and White family caregivers of patients with Alzheimer's disease. J Consult Clin Psy- chol 1996;64:121.
46.Jean-Louis G, Magai CM, Cohen CI, Zizi F, von Gizycki H, Di- Palma J, et al. Ethnic differences in self-reported sleep problems in older adults. Sleep 2001;24:926-33.
47.Knight BG, McCallum TJ. Heart rate reactivity and depression in African-American and white dementia caregivers: Reporting bias or positive coping? Aging Ment Health 1998;2:212.
48.Kessler RC, McGonagle KA, Swartz M, Blazer DG. Sex and de- pression in the National Comorbidity Survey: I. Lifetime preva- lence, chronicity and recurrence. J Affect Disord 1993;29:85.
49.Seeman MV. Psychopathology in women and men: focus on female hormones. Am J Psychiatry 1997;154:1641-7.
50.Nolen-Hoeksema S. Sex differences in unipolar depression: evi- dence and theory. Psychol Bull 1987;101:259-82.
51. McGrath E, Keita GP, Strickland BR, Russo NF. Women and depres-sion: risk factors and treatment issues: Final report of the American Psychological Association’s National Task Force on Women and Depression; 1990.
52.Monroe SM, Simons AD. Diathesis-stress theories in the context of life stress research: implications for the depressive disorders. Psy- chol Bull 1991;110:406-25.
14