Jurnal Reading Anak
-
Upload
selvi-sulistia-ningsih -
Category
Documents
-
view
11 -
download
3
description
Transcript of Jurnal Reading Anak
JURNAL READINGA Trial of Combination Antimalarial
Therapies in Children from Papua New Guinea
Oleh :SELVI SULISTIA NINGSIH
Konsulen :
Dr. Rini Kemala Sari, Sp.A, M.Kes
SMF ANAK RS. DR. M. YUNUS BENGKULUFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU2015
IDENTITAS JURNAL
Judul Jurnal
Penulis
Asal Jurnal
Tanggal Publikasi
A Trial of Combination Antimalarial Therapies in Children from Papua New Guinea
Harin A. Karunajeewa, M.B., B.S., Ivo Mueller, Ph.D., Michele Senn, M.D., Enmoore Lin, Ph.D., Irwin Law, M.B., B.S., P. Servina
Gomorrai, Dip.Nurs., Olive Oa, H.E.O., Suzanne Griffin, Dip.Nurs., Kaye Kotab, Dip.Nurs., Penias Suano, B.Sc.Nurs.,
Nandao Tarongka, Alice Ura, Dulcie Lautu, B.Sc., Madhu Page-Sharp, Ph.D., Rina Wong, B.Sc., Sam Salman, Peter Siba, Ph.D.,
Kenneth F. Ilett, Ph.D., and Timothy M.E. Davis, D.Phil., M.B., B.S.
The New England Journal of Medicine was published at www.nejm.org
Desember 2008
PENDAHULUAN
• Terapi antimalaria merupakan strategi untuk mengontrol dan membasmi malaria secara besar-besaran. Peningkatan resistensi Klorokuin-Sulfadoxine-pirimetamine terhadap Plasmodium faciparum dan Plasmodium vivax, maka WHO merekomendasikan terapi Artemisinin-based combination sebagai terapi lini pertama untuk malaria yang tidak berat. Karena derivat artemisinin sama efektif untuk inisiasi menghilangkan parasit.
• Di bagian Oceania dan Asia seperti Papua Nugini,dengan hiperendemik trasmisi P. falciparum, sama seperti di sub-Saharan Afrika, anak-anak menjadi korban. Namun tidak seperti di Afrika, transmisi P. vivax dapat juga terjadi, dan dapat menyebabkan komplikasi akut, anemia kronik, dan kematian .
PENDAHULUAN
•Pengobatan lini pertama pada anak yang terinfeksi P. falciparun atau P. vivax yang tidak berat di papua Nugini adalah klorokuin-SP. Sejak banyak terjadi resistensi dengan penggunan obat tersebut, dan banyak pendapat memperkenalkan pengobatan artemisinin based combination.
•Pada penelitian ini, bertujuan untuk membandingkan efikasi dan keamanan penggunanan Klorokuin-SP dan tiga artemisinin based combination yang umumnya digunakan yaitu Artesunate-SP, Artemeter- Lumefantrine,dan Dihydroartemisinin-Piperaquine pada anak- anak yang mengalami malaria falciparum atau vivax yang tidak berat di Papua Nugini.
PENDAHULUAN
Tujuan sekunder nya adalah untuk mendapatkan efektivitas yang relatif sama pada malaria vivax, mencari host, parasit dan obat yang spesifik sebagai faktor penentu outcome.
Tujuan primer pada penelitian ini adalah menetapkan penggunaan yang mana dari 3 terapi kombinasi artemisinin untuk menggantikan terapi Klorokuin – SP sebagai terapi untuk P. falciparum
METODE•Open label•Rendomized•Parallel-
group trial di Alexishafed dan Kunjingini Health Centers Provinsi Madang dan Sepik Timur, Papua Nugini
Desain Penelitian
Penelitian dimulai dari April 2005 – Juli 2007
Pasien tidak mengkonsumsi obat 14 hari sebelumnya, tidak ada infeksi lain dan tidak kurang gizi
Dilakukan pemeriksaan usap darah secara makroskopis yaitu pasien dengan > 1000 stadium aseksual P. falciparum atau > 250 stadium aseksual P. vivax, P. ovale atau P. malariae per
mikroliter whole blood dapat memenuhi persyaratan jika tidak menunjukkan adanya keparahan.
Anak berumur 0,5 sampai 5 tahun yang memiliki suhu axilla > 37,50 atau demam yang terjadi 24 jam sebelumnya
PASIEN
Prosedur Klinis dan Laboratorium
•Pengukuran LLA
•Perhitungan status gizi menggunakan Z skor menurut BB berdasarkan umur
•Pengambilan sempel darah untuk mengukur Hb dan glukosa
PenilaianKlinis Awal
•Klorokuin – Sulfadoxin-Pirimetamin Klorokuin 10 mg basa/kg BB/ hr selama 3 hari + Sulfadoxin 25 mg/kg BB- Pirimetamin 1,25 mg/kg
•Artesunate – Sulfadoxin-Pirimetamin Artesunate – Sulfadoxin-Pirimetamin Sulfadoxin 25 mg/kg BB - Primetamin 1,25 mg/kg, Artesunate 4 mg/kg selama 3 hari
• Piperaquine-Dihydroartemisinin Dihydroartemisinin 2,5 mg/kg, Piperaquine fosfat 20 mg/ kg selama 3 hari
•Artemeter-Lumefantrine Artemeter 1,7 mg/kg, Lumefantrine 10 mg/ kg selama 3 hari
•Anak – anak yang muntah dalam 30 menit setelah pemberian obat diberikan obat ulang
4 Kelompok Perlakuan dan
Dosis
Hapus darah diperiksa ulang oleh mikroskopik terampil yang tidak mengetahui terapi yang telah diberikan
Follow up hari ke- 1, 2, 3, 7, 14, 28, dan 42
Ukur suhu Axilla dan pemeriksaan hapus darah
Prosedur Klinis dan Laboratorium
Follow Up Hari ke-42 Untuk Melihat Efek Pemberian Obat
Kegagalan Terapi•Gejala/tanda
bertambah parah
Kegagalan Parasitologis•Peningkatan
parasitemia antara hari ke- 4 sampai 42
Kegagalan Klinis•Demam
Analisis Statistik
Kelompok perlakuan dibandingkan menggunakan uji log-rank---Post Hoc
Uji Cox Regresi digunakan untuk menentukan prediktor kegagalan pengobatan dilihat dari Usia, JK, nutrisi,
kepadatan parasit dan kadar obat di hari ke-7
Keamanan dan toleransi obat dinilai berdasarkan gejala dan tanda pada hari ke-7 dengan menggunkan regresi
Poisson (sering), dan Uji Fisher (jarang)
HASIL
Sebanyak 742 anak secara acak dijadikan responden penelitian, tapi 83 anak di eklusi karena pelanggaran protokol, 41 anak dengan kepadatan parasit melewati ambang batas dan 24 anak menerima pengobatan yang salah
Dari 659 yang tersisa, 21 (3,2%) terinfeksi keduanya yaitu P. Falciparum dan P. vivax
PASIEN
Efektivitas Melawan Plasmodium falciparum
> 1/3 anak – anak yang mengalami P. falciparum sejak awal mengalami infeksi berulang pada hari ke-42
Setelah dikoreksi menggunakan PCR genotyping untuk melihat terjadinya reinfeksi, ternyata kelompok Artemeter dan Lumefantrine memiliki tingkat respon klinis dan parasitologis adekuat yang tertinggi di hari ke–28 dan 42 dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Pengobatan yang gagal tertinggi pada Klorokuin – SP pada hari ke-28 dan 42
Waktu hilangnya parasit Plasmodium falciparum lebih lama pada klorokuin – SP (4,3 hari) dibandingkan dengan kelompok 3 kombinasi Artemisinin ( ≤ 3,1 hari, P ≤ 0.001), Tetapi waktu hilangnya demam antara kelompak yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak signifikan
Prevalensi Gametositemia terbanyak terdapat pada kelompok Klorokuin – SP (Maksimum pada
hari ke-7 yaitu 83%, vs ≤ 22% pada terapi 3 kombinasi Artemisinin)
Efektivitas Melawan Plasmodium vivax
> 2/3 anak – anak yang mengalami P. vivax sejak awal mengalami infeksi berulang pada hari ke-42
Respon klinis dan parasitologis adekuat yang tertinggi dan kegagalan yang terendah terdapat pada anak – anak yang diberi terapi Dihydroartemisinin- Piperaquine pada hari ke- 28 dan 42 sedangkan pengobatan yang gagal tertinggi pada Klorokuin – SP pada hari ke-42
Waktu hilangnya parasit Plasmodium vivax lebih lama pada klorokuin – SP (3,1 hari) dibandingkan dengan kelompok 3 kombinasi Artemisinin ( ≤ 1,4 hari, P ≤ 0.05), Tetapi waktu hilangnya demam antara kelompak yang berbeda menunjukkan hasil yang sama
Monitoring KeamananTidak ada penarikan obat yang disebabkan oleh efek samping
pada penelitian.
Insidensi terjadinya demam dan mutah antara hari 0 -7 pada penggunaan kombinasi artemisinin lebih rendah
dibandingkan Klorokuin – SP (P=0.004). Tetapi untuk gejala yang lain tidak ada perbedaan signifikan antar perbedaan
pengobatan.
Insidensi terjadinya ruam lebih tinggi dengan penggunaaan Artesunate – SP dan Dihydroartemisinin-Piperaquine
dibandingkan dengan Klorokuin – SP (P=0.004)
Limpa sering teraba pada kelompok Artemeter – Lumefentrine (P=0.006)
Kadar Hb sama pada kelompok perlakuan, rata- rata peningkatan dihari ke -42 yaitu 1,7 g/dl
Hipoglikemia tidak ada perbedaan signifikan di setiap anak.
Sensitivitas Parasit Secara In Vitro
Ada hubungan yang signifikan antara klorokuin dan piperaquine
dalam menghambat pertumbuhan isolat P. falciparum secara in vitro 50% (r=0.54 pada 57 sampel, P<0.001)Hubungan
antara klorokuin dan lumefantrine tidak signifikan
(r=0.15 pada 16 sampel, P=0.58)
Diskusi
Pada penelitian ini menunjukkan Artemeter-Lumafantrine adalah pengobatan yang efektif untuk malaria falsiparum yang tidak berat pada
anak-anak di Papua Nugini.
Namun, Artemeter-Lumafantrine kurang efektif dibandingkan dengan Dihydroaetemisinin-
Piperaquine dalam melawan P.vivax. Dihydroartemisinin-Piperaquine jarang digunakan sebagai treatment untuk melawan P. falciparum karena tingkat kegagalannya tinggi, dan kontras
dengan yang dilaporkan di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, yang efektivitasnya mencapai
95% sampai hari ke-63.
Diskusi
Artesunate-SP berada dibawah Artemeter-Lumafantrine dalam melawan P.falciparum dan berada dibawah Dihydroartemisinin-Piperaquine dalam melawan P. vivax. Sedangkan Klorokuin-SP
kurang efektif untuk melawan kedua spesies plasmodium.
Respon klinis dan parasitologis yang adekuat melawan P. falciparum adalah Kelompok Artemeter-
Lumafentrine (>95%) pada hari ke-42 (setelah dikoreksi dengan PCR genotif untuk melihat
reinfeksi)
Diskusi
Banyak pasien terinfeksi P.vivax yang menerima terapi Artemeter-Lumefantrine mengalami
parasitemia pada hari ke-28, dan sedikit pada pasien yang merima Dihydroartemisinin-
Piperaquine, hal ini terjadi kemungkinan eliminasi yang cepat Lumefantrine dibandingkan
Piperaquine.
KETERBATASANBerkurangnya anak–anak dengan malaria palcifarum yang menerima terapi Klorokuin-SP dalam jumlah yang besar pada saat penelitian. Ini mungkin penyebab terjadinya bias. Karena respon simtomatik awal relatif lambat atau penolakan dari orang tua karena anaknya tidak diberikan terapi yang terbaru. Jadi, jika semua anak ini menyelesaikan penelitian dengan respon klinis dan parasitologik yang adekuat, kegagalan Klorokuin- SP tetap lebih tinggi.
Angka-angka yang relatif kecil pada anak – anak di kelompok pengobatan P. vivax dan faktanya bahwa koreksi PCR untuk reinfeksi tidak cocok untuk spesies plasmodium ini. Namun yang jelas antara perlakuan muncul perbedaan untuk keduanya (malaria falciparun dan vivax)
SARAN
Penelitian ini menyoroti tentang pilihan terapi antimalaria yang rumit di daerah dengan transmisi multipel species plasmodium yang tinggi. Walaupun tetap muncul parasetiamia P. falciparum, klorokuin-SP mungkin masih bermanfaat. Dibutuhkan kepastian untuk melanjutkan keberhasilan melawan infeksi pada Artemeter-Lumefantrine sebagai pengganti Klorokuin-SP di Papua Nugini pada saat ini.
Dihydroartemisinin-Piparaquine dapat digunakan khususnya pada P. vivax yang meragukan. Namun regimen ini tidak optimal untuk keadaan epidemiologik, yang membutuhkan pengobatan yang lebih serius sehingga dapat menggunakan artemisinin based therapies lain, termasuk obat turunan baru.
CRITICAL APPRAISAL JOURNAL
•12 KATA
•Mencantumkan variabel bebas dan variabel terikat
•Menggambarkan penelitian
Judul
•Latar belakang, metode, hasil, kesimpulan;
•Jumlah < 250 kata
Abstrak
•Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dicantumkan
Kriteria
Populasi dicantumkan
Tempat penelitian dicantumkan, waktu penelitian dicantumkan
Metodologi dan cara penelitian dicantumkan
Analisis data dicantumkan
Keterbatasan jurnal dan saran dicantumkan
PICO
PICOPatient
PICOIntervention• Melakukan analisis statistik data pasien untuk
membandingkan antar kelompok perlakuan, menentukan prediktor kegagalan pengobatan dilihat dari usia, jenis kelamin, nutrisi, kepadatan parasit dan kadar obat di hari ke-7, Keamanan dan toleransi obat dinilai berdasarkan gejala dan tanda pada hari ke-7
PICOComparison• Untuk membandingkan efektivitas dan
keamanan penggunanan Klorokuin-SP dan tiga artemisinin based combination yang umumnya digunakan yaitu Artesunate-SP, Artemeter-Lumefantrine, dan Dihydroartemisinin-Piperaquine pada anak- anak yang mengalami malaria falciparum atau vivax yang tidak berat di Papua Nugini.
PICOOutcome• Artemeter-Lumafantrine adalah pengobatan yang
efektif untuk malaria falsiparum yang tidak berat pada anak-anak di Papua Nugini.
• Dihydroartemisinin-Piperaquine adalah pengobatan yang efektif dalam melawan P. vivax.
• Sedangkan Klorokuin-SP kurang efektif untuk melawan kedua spesies plasmodium.
TERIMA KASIH