Jurnal Mata

21
JURNAL READING PREVENTION OF POSTOPERATIVE ENDOPHTHALMITIS A REVIEW OF ANTISEPTIC AND ANTIBIOTICS REGIMEN Oleh : R I F K I 01.203.4660

description

terjemahan

Transcript of Jurnal Mata

Page 1: Jurnal Mata

JURNAL READING

PREVENTION OF POSTOPERATIVE

ENDOPHTHALMITIS A REVIEW OF

ANTISEPTIC AND ANTIBIOTICS REGIMEN

Oleh :

R I F K I

01.203.4660

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG2013

Page 2: Jurnal Mata

PENCEGAHAN ENDOPHTHALMITIS PASCAOPERASI, KAJIAN

REJIMEN ANTISEPTIK DAN ANTIBIOTIK

Kianti Darusman, MD, Sudarman Sjamsoe, MD

Abstrak Tujuan: Untuk menyajikan beberapa prinsip pengobatan profilaksis dan tinjauan pada literatur yang membahas tentang jenis prosedur profilaksis yang paling efektif di era operasi katarak tanpa jahitan.Metode: tinjauan literatur yang dilakukan pada penelitian yang diterbitkan antara Januari 1985 sampai Maret 2006. Hasil: Dua belas jurnal yang meninjau antibiotik profilaksis dan 4 jurnal yang meninjau metode antisepsis dimasukkan literatur review ini.Kesimpulan: Prosedur profilaksis yang paling efektif untuk endophthalmitis pascaoperasi pada operasi katarak tanpa jahitan meliputi irigasi povidone-iodine 5% sebelum operasi, cefuroxime 1 mg/0.1 mL intracameral pada akhir operasi dan tetes mata levofloxacin 0,5%.Kata kunci: antisepsis, antibiotik profilaksis, operasi katarak, pascaoperasi endophyhalmitis.

Untuk para praktisi mata, endhophthalmitis adalah serupa dengan seseorang

yang tinggal di rumah kayu di daerah badai. Ketika badai menghantam rumah

kayu tersebut, badai itu hanya menghancurkan. Dalam analogi ini, kita semua

mengakui bahwa operasi mata yang dilakukan adalah seperti memiliki rumah

kayu di tepi air. Kesediaan dokter mata untuk melakukan operasi untuk membantu

orang lain telah selamanya dikaitkan dengan potensi destruktif endhophthalmitis.1

Selama empat dekade terakhir, operasi katarak telah melalui perbaikan

teknis yang luar biasa, dengan penyederhanaan perawatan pascaoperasi dan

konsekuensi pemulihan visual yang lebih cepat.2 Meskipun operasi katarak

biasanya berhasil memulihkan penglihatan dan kemajuan teknis telah

meningkatkan kemanjuran prosedur, operasi tersebut juga bertanggung jawab

pada kehilangan penglihatan yang permanen dan signifikan akibat infeksi

endophthalmitis parah pasca operasi di 0,1% pasien. Endophthalmitis adalah

komplikasi yang jarang terjadi, namun merupakan komplikasi serius dari operasi

intraokular, yang diklasifikasikan menjadi empat kategori besar: 1) pasca operasi

(onset akut, onset tertunda, terkait lepuh); 2) pasca-trauma; 3) endogen, dan 4)

lain-lain (misalnya keratitis mikroba sekunder).4

1

Page 3: Jurnal Mata

Endophthalmitis pascaoperasi (Postoperative endophthalmitis = POE)

didefinisikan sebagai peradangan berat yang melibatkan kedua segmen anterior

dan posterior mata sekunder terhadap agen infeksi. Pasien biasanya menyajikan

penglihatan yang berkurang atau kabur, sakit mata, hiperemia konjungtiva, lid

swelling dan hypopion.1,5 Komplikasi POE bisa berbahaya. Sekalipun terapi telah

tepat, POE menghasilkan kehilangan penglihatan berat setidaknya pada 30%

pasien, dan ablasi retina pada 8-10% pasien.2 Di negara-negara barat, POE paling

banyak disebabkan oleh koagulasi Staphylococcus negatif (umumnya

Staphylococcus epidermidis), tetapi hasil penghilatan yang lemah berhubungan

dengan patogen virulen, termasuk Staphylococcus aureus, Streptococcus,

enterococci dan organisme Gram-negatif.6 Tidak ada data yang diterbitkan tentang

kejadian POE di Indonesia tetapi dalam studi berbasis rumah sakit yang dilakukan

oleh Sjamsoe (2002), kejadian POE adalah 0,1-0,14% di dua rumah sakit tersier

besar (Jakarta Eye Center dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Insiden 0,1%

diterjemahkan secara kasar menjadi 2.500 kasus tambahan endophthalmitis per

tahun. Masalah ini mengawali banyak penelitian untuk melakukan dan

mempublikasikan studi untuk membantu menilai praktek saat ini yang dapat

mempengaruhi tingkat kejadian dan hasil ensophthalmitis.7

Meskipun kejadian endophthalmitis pascaoperasi di era modern ini rendah,

endophthalmitis pascaoperasi masih merupakan masalah yang harus

diperhitungkan. Meningkatnya popularitas insisi pembersihan kornea di atas

limbus dan insisi scleral di kalangan ahli bedah katarak telah menghasilkan

kontrol intraoperatif yang lebih besar, penurunan waktu bedah, penyederhanaan

perawatan pascaoperasi, reduksi induksi Astigmatisma, dan pemulihan

penglihatan yang lebih cepat. Sayangnya, hal ini menyebabkan angka

endophthalmitis yang lebih tinggi hingga 0,68%.2 Insisi tanpa jahitan pada kornea

temporal menyebabkan hipotonus okular yang lebih singkat setelah operasi,

memungkinkan insisi kornea untuk menjadi cacat dengan mudah. Bersamaan

dengan tingkat berkedip yang dapat menjadi penyebab flora okular normal

penyebab POE.8, 9

2

Page 4: Jurnal Mata

Kerugian visual, penurunan produktivitas, beban psikologis, dan biaya

kesehatan untuk mengobati entitas ini menyebabkan masalah kesehatan

masyarakat dalam komunitas ophthalmologic. Peran profilaksis pada operasi

katarak adalah untuk mencegah endophthalmitis pascaoperasi. Meskipun

frekuensi operasi katarak tinggi, belum ada studi definitif mengenai profilaksis

antibiotik terhadap endophthalmitis setelah operasi katarak.7 Kebanyakan laporan

mengenai tingkat endophthalmitis dan pencegahannya didasarkan pada

pengalaman lembaga individu atau kelompok ahli bedah dan dibatasi dengan

ukuran sampel yang kecil, sehingga membuat perbandingan dan validitas statistik

data menjadi sulit.

Salah satu hal terpenting dalam mencegah endophthalmitis pasca katarak

adalah dengan teknik antisepsis yang tepat dan metode administrasi antibiotik.

Oleh karena itu, tujuan dari literatur review ini adalah menginvestigasi literatur

oftalmologi dilakukan untuk mengetahui bagaimana prosedur terbaik untuk

mencegah POE di era operasi katarak tanpa jahitan?

Tujuan dari literatur review ini adalah untuk menyajikan beberapa prinsip

pengobatan profilaksis dan review literatur yang membahas jenis prosedur

profilaksis yang paling efektif pada era operasi katarak tanpa jahitan.

BAHAN DAN METODE

Literatur ini merupakan tinjauan perspektif yang dilakukan berdasarkan

temuan terbitan studi terbaru tentang endophthalmitis pascaoperasi. Untuk

mendapatkan potensi kajian yang relevan dan desain yang memenuhi, pencarian

literatur dilakukan melalui internet menggunakan MEDLINE (tersedia pada

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed) pencarian ini dibatasi pada studi yang

diterbitkan antara Januari 1985 sampai Maret 2006, dengan kata kunci: antisepsis,

antibiotik profilaksis, operasi katarak, endophthalmitis post operasi.

Kriteria inklusi untuk literatur review ini meliputi semua studi yang ditulis

dalam bahasa Inggris, studi yang meneliti pada kasus manusia, artikel yang

melaporkan tingkat endophthalmitis setelah operasi katarak, terbatas pada

fakoemulsifikasi dan jenis antibiotik, dosis dan rute administrasi, atau setidaknya

3

Page 5: Jurnal Mata

salah satu dari hal di atas. Hasil utama dari kajian ini adalah tingkat

endophthalmitis. Hasil sekunder dari kajian ini adalah untuk menilai penggunaan

antibiotik dan antisepsis yang mengurangi sebagian besar flora bakteri normal.

Abstrak dari penelitian yang diterbitkan dikumpulkan dan dipilih sesuai

dengan kriteria inklusi. Versi teks lengkap dalam bahasa Inggris dari artikel yang

diperoleh untuk studi yang sesuai. Jurnal yang memenuhi kriteria inklusi dinilai

sesuai dengan tingkat bukti. Tingkat bukti didasarkan pada desain penelitian dan

kualitas metodologis studi. Bukti tingkat I dinilai sebagai dilakukan dengan benar,

yang dirancang baik dengan uji klinis acak, meta-analisis, review sistematis

berkualitas tinggi, uji klinis acak dengan risiko bias yang sangat rendah. Bukti

tingkat 2 dinilai sebagai studi yang dirancang dengan baik, percobaan terkontrol

tanpa randomisasi, atau kohort yang dirancang dengan baik serta studi analitik

kasus-kontrol, lebih disukai berasal dari lebih satu pusat. Bukti tingkat 3 dinilai

sebagai penelitian non-analitik seperti studi deskriptif, laporan kasus atau serial

kasus dan studi survei.

Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Data meliputi penulis, tahun

terbit, desain penelitian, jumlah subjek, pilihan antibiotik, rute administrasi dan

mikroorganisme yang paling umum ditemukan.

HASIL

Enam belas jurnal yang diterbitkan antara 1985-2006 sesuai dengan kriteria

inklusi dan dikaji.

Penelitian oleh Wu, et al17 merupakan studi retrospektif yang dilakukan

antara 1991-2004, melaporkan tentang jenis antibiotik yang digunakan, rute

administrasi dan tingkat endophthalmitis, tetapi dosis yang diberikan tidak

dilaporkan. Demikian halnya pada studi oleh Morlet, et.al.18 'Alasan untuk tidak

menyatakan dosis karena studi tersebut merupakan studi survei. Penelitian oleh

Ta, et al.11 yang membandingkan penggunaan ofloksasin tidak menilai kejadian

endophthalmitis, tetapi menunjukkan persentase kultur positif yang diambil dari

swab konjungtiva segera setelah operasi.

4

Page 6: Jurnal Mata

Hanya lima jurnal yang mengevaluasi organisme paling umum penyebab

POE. Penyebab yang paling sering pada studi adalah koagulase Staphylococcus

negatif (S. epidermidis dan S. aureus).

Ferguson, et.al.22 membandingkan efektivitas dari Povidone-iodine 5%

dengan povidone-iodine 1% dan mengakibatkan berkurangnya flora yang

signifikan. Mino de Kaspar, et.al23 membandingkan Povidone-iodine konsentrasi

yang sama dengan dua metode aplikasi yang berbeda dan menghasilkan

perbedaan kultur konjungtiva positif yang signifikan.

Tabel 5 yang dikutip dari studi retrospektif, noncomparative, serial kasus

konsekutif oleh Benz et al.26 di Bascom Palmer Eye Institute menemukan bahwa

organisme yang paling umum diidentifikasi adalah Staphylococcus epidermidis

(27,8%), Streptococcus viridans (12,8%), dan lainnya koagulase Staphylococcus

negatif (9,3%) serta Staphylococcus aureus (7,7%). Sensitivitas antibiotik untuk

organisme Gram-positif adalah sebagai berikut: vankomisin 100%, gentamisin

78,4%, ciprofloxacin 68,3%, cefazolin 66,8% dan ceftazidime 63,6%. Untuk

organisme Gram-negatif, profil sensitivitas siprofloksasin 94,2%, cefltazielirne

80%, amikasin 81%, anti gentamisin 75%.26

PEMBAHASAN

Endophthalmitis adalah jarang namun infleksi intraokular serius yang terjadi

paling sering sebagai komplikasi operasi intraokular dan sering menyebabkan

gangguan penglihatan berat atau bahkan hilangnya penglihatan. Oleh karena itu,

berbagai metode telah digunakan untuk mencegah kejadian POE, terutama di era

dimana insisi kornea self-sealing atau juga yang paling populer dikenal sebagai

operasi katarak tanpa jahitan. Penghapusan lensa melalui insisi kornea jelas pada

sisi temporal pertama kali diperkenalkan oleh Howard Fine pada tahun 1992, dan

sejak itu, ada peningkatan popularitas pendekatan ini diantara ahli bedah katarak

di seluruh Amerika Serikat, Eropa dan Asia.2 Pendekatan ini menghasilkan

intraoperatif kontrol yang lebih besar, penurunan waktu bedah, penyederhanaan

perawatan pascaoperasi, reduksi induksi Astigmatisma, dan pemulihan

penglihatan yang lebih cepat. Namun, laporan terakhir menunjukkan peningkatan

5

Page 7: Jurnal Mata

kejadian POE bertepatan dengan pendekatan ini, dengan insisi kornea temporal

yang memberikan risiko POE yang lebih besar.27 Salah satu teori menunjukkan

bahwa okular hypotony yang lama setelah operasi memungkinkan insisi kornea

menjadi cacat dengan mudah, menginduksi kebocoran luka dengan hypotony

lebih lanjut dan gradien tekanan resultan dari luar yang masuk jalur ini dapat

menyediakan jalan masuk bagi bakteri untuk mencemari ruang anterior. Juga, di

era dimana anestesi topikal hanya digunakan selama operasi katarak, kelopak

mata lebih sulit untuk mengontrol. Kedipan kelopak mata, yang bersamaan

dengan hypotony membuat flora okular normal lebih mudah mencemari ruang

anterior.8, 9

Peran antisepsis

Diyakini bahwa sumber paling umum dari bakteri penyebab endophthalmitis

adalah kelopak mata dan conjunctiva.28 Menghilangkan bakteri pada konjungtiva

pada saat operasi dapat mengurangi risiko pengembangan endophthalmitis.

Speaker dan Menikoff29 melaporkan penurunan kejadian endophthalmitis yang

signifikan pada pasien yang diobati dengan povidone-iodine sebelum operasi.

Povidone-iodine telah terbukti efektif terhadap berbagai bakteri dan juga efektif

terhadap jamur, protozoa dan virus.6 Povidone hidrofilik dan bertindak sebagai

pembawa yodium untuk membran sel. Setelah kompleks povidone-iodine

mencapai dinding sel, yodium bebas yang dirilis dengan cepat bersifat sitotoksik,

membunuh sel prokariotik dalam waktu 10 detik.22

Sejumlah penelitian telah mendukung hipotesis bahwa sumber yang paling

umum dari POE adalah flora eksternal pasien. Mengingat gagasan ini, sterilisasi

bidang telah menjadi prioritas dalam tindakan pencegahan. Studi yang dilakukan

menunjukkan efikasi bakterisidal topikal povidone-iodine pada permukaan okular.

Povidone-iodine juga telah terbukti aktif terhadap jamur, protozoa, dan virus.

Pada awal 1990-an, penggunaan povidone-yodium topikal pada konjungtiva pra

operasi dan preparasi kelopak mata mendapatkan popularitas menyusul

demonstrasi dalam mengurangi risiko POE. Sebuah literatur terbaru yang

direview oleh Ciulla, et.al.6 memperkuat bukti ini.

6

Page 8: Jurnal Mata

Sebuah studi prospektif tersamar oleh Apt, et.al.24 pada 30 pasien yang

menjalani operasi mata menunjukkan bahwa setengah-kekuatan larutan povidone-

iodine menurunkan jumlah koloni terisolasi dari konjungtiva dari 91% menjadi

50%, mencapai signifikansi statistik dibandingkan dengan mata kontrol.

Kemampuan sediaan povidone-iodine untuk mengurangi konjungtiva flora telah

dikonfirmasi dalam beberapa studi lain. Sebagai contoh, setengah-kekuatan

sediaan povidone-iodine untuk mengurangi kultur bakteri konjungtiva hingga

40% dalam penelitian Isenberg, et al.25

Ferguson, et.al 22 membandingkan konsentrasi povidone-iodine 1% dan 5%.

Hasil penelitian ini sangat mendukung penggunaan konsentrasi 5% di mana kultur

bakteri yang diperoleh menunjukkan penurunan 60% pada median unit

pembentukan koloni pada kelompok 5%, dan 16,7% pada kelompok 1%.

Mino de Kaspar, et.al 23 menunjukkan bahwa irigasi konjungtiva sebelum

operasi dengan povidone-iodine 5% lebih efektif dalam menghilangkan bakteri

dari permukaan okular dari aplikasi topikal dari 2 tetes larutan yang sama. Hasil

dari kultur media cair darah menunjukkan bahwa mata dalam kelompok studi

yang diirigasi dengan 10 mL povidone-iodine 5% memiliki kultur positif secara

signifikan lebih sedikit pada saat operasi dibandingkan dengan mata pada

kelompok kontrol yang menerima 2 tetes larutan yang sama. Konjungtiva di

forniks memiliki banyak kriptus dalam yang lebih efektif setelah irigasi mekanik

dari 2 tetes aplikasi povidone-iodine pada konjungtiva bulbar.

Dalam semua studi antibiotik terakhir, penggunaan povidone-iodine 5%

sama untuk semua studi.

Jenis Antibiotik, dosis dan rute administrasi

Selain peran antisepsis, kemampuan berbagai jenis antiobiotik yang paling

efektif, dosis dan rute administrasi untuk mencegah POE telah dilakukan di

sebagian besar studi. Berbagai rute penggunaan antibiotik telah dicoba dalam

rejimen profilaksis pada operasi katarak. Dari artikel yang ditinjau dalam bab 3,

dan diterima secara luas bahwa endophthalmitis pascaoperasi dapat dikurangi

dengan penggunaan antibiotik prophylactyic.

7

Page 9: Jurnal Mata

Cephalosporin

Keberhasilan injeksi bolus profilaksis ke ruang anterior telah diterbitkan

pada tahun 1977 oleh Peyman, et al, yang ditemukan efektif tapi dilupakan hingga

tahun 2002 ketika Montan, et.al. menerbitkan laporan mereka tentang kemanjuran

intracameral cefuroxime.13 Dalam ulasan ini, insiden terendah endhophthalmitis

ditemukan dalam studi oleh Barry, et al.10 yang dilakukan di beberapa negara di

Eropa. Penelitian ini menggunakan cefuroxime 1 mg / 0,1 ml yang diberikan

secara intrakameral pada akhir operasi katarak. Estimasi terbaik dari ukuran efek

penelitian adalah bahwa penggunaan cefuroxime intracameral secara signifikan

mengurangi risiko sekitar seperlima dari nilai yang diamati tanpa profilaksis

ketika diikuti dengan praktek bedah terbaik untuk kesehatan. Penurunan 5 kali

lipat pada kejadian endophthalmitis ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh

Montan, et al21 di Swedia dalam penelitian observasional retrospektif jangka

panjang tak terkontrol. Pemilihan cefuroxime didasarkan pada spektrum etiologi

kasus endophthalmitis setelah operasi katarak mereka sebelumnya. Dari 59 strain

penyebab, hanya 4 strain yang resisten terhadap cefuroxime. Hal ini sebagian

dijelaskan oleh kurangnya kolonisasi oleh methicillin-resistant Staphylococcus

aureus dan koagulase staphylococcus negatif dalam pengaturan pasien mereka.

Wejde, et al12 juga menunjukkan dalam studi kasus-kontrol retrospektif di satu

pusat mereka bahwa hasil paling mencolok dari analisis regresi logistik

manajeman perlindungan terhadap POE dapat dilakukan dengan pemberian

suntikan intracameral cefuroxime segera pasca operasi. Temuan yang paling

relevan dari penelitian ini adalah efek perlindungan mengesankan terhadap infeksi

yang dihasilkan oleh cefuroxime dibandingkan dengan disinfektan topikal dan

karena itu disarankan untuk dilakukan pada studi percobaan prospektif acak.

Romero, et al13 dalam studi observasional retrospektif tak terkontrol tentang

penggunaan cefazolin intracameral. Menemukan bahwa tingkat POE lebih rendah

pada kasus dengan injeksi intracameral pada akhir operasi (0,055%) dibandingkan

pada pasien tanpa injeksi cefazolin (0,63%). Tidak ada pasien dalam kelompok

cefazolin intracameral mengembangkan endotelium kornea atau toksisitas retina.

Pemilihan cefazolin, sebagai chepalosporin generasi pertama, didasarkan pada

8

Page 10: Jurnal Mata

hasil kultur bakteri sejak tahun 1994, ketika catatan tentang adanya

endophthalmitis pascaoperasi dilembagakan. Mereka percaya bahwa cefazolin

memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas terhadap koagulasi bakteri Gram-

positif-negatif. Dalam kedua studi, isolat yang paling sering adalah koagulase

Staphylococcus-negatif.

Dalam sebuah penelitian retrospektif selama tiga tahun yang dilakukan oleh

Garat, et.al16, cefazolin juga digunakan secara intracameral. Perbedaan dengan

penelitian oleh Romero dkk adalah dosis yang diberikan 2,5 mg/0.1 mL. Dalam

studi ini, penurunan signifikan secara statistik pada kejadian POE dari 0.421%

menjadi 0,031% diamati setelah pemberian profilaksis intracameral cefazolin pada

akhir operasi katarak. Tidak ada modifikasi dalam struktur ruang bedah, di sirkuit

pasien, atau bahan yang diterapkan dapat menjelaskan pengurangan tersebut. Oleh

karena itu, menurut pendapat kami, meskipun keterbatasan karena kurangnya

pengacakan, hasil ini sangat menyarankan bahwa pengurangan itu disebabkan

oleh penggunaan cefazolin intracameral pasca operasi.16 Dalam laporan

sebelumnya, cefazolin tidak menunjukkan toksisitas kornea pada dosis 1 mg atau

2 mg, dan dosis toksisitas ditemukan ketika diberikan dosis injeksi cefazolin 5 mg

atau lebihdalam volume ruang anterior 0,3 ml.13, sehingga konsentrasi akhir

cefazolin di ruang anterior dari 8000 ig / mL. Dosis ini sebagian melampaui

konsentrasi hambat minimum (MIC) bagi mikroorganisme yang rentan terhadap

cefazolin dan bahkan bagi mereka yang biasanya dianggap tidak rentan terhadap

cefazolin (bakteri Gram positif atau Gram negatif).13

Aminoglikosida

Penggunaan gentamisin secara subconjunctiva pada akhir operasi katarak

digunakan di Rumah Sakit Chang Gung Memorial di Taiwan. Dalam penelitian

studi ini Wu, et.al.17 melakukan review selama 14 tahun secara retrospektif untuk

meninjau kejadian POE dalam semua operasi intraokular (penetrasi keratoplasy,

operasi katarak, implantasi IOL sekunder, glaucoma operasi dan pars plana

virectomy. Insiden POE , 46 (82%) kasus terjadi setelah prosedur operasi katarak

termasuk ECCE (0,13%) dan fakoemulsifikasi (0,35%). Selama periode penelitian

ini, teknik bedah katarak beralih dari ECCE ke fakoemulsifikasi di lembaga ini.

9

Page 11: Jurnal Mata

Oleh karena itu, ada kurva studi yang lebih baru, teknik fakoemulsifikasi yang

lebih kompleks yang mungkin menjelaskan insiden POE yang lebih tinggi pada

pasien yang menerima fakoemulsifikasi. Penjelasan lain dalam penelitian ini,

adalah sebagian besar kasus tidak meninggalkan jahitan. Inokulum infektif dapat

dimasukkan ke ruang anterior sebagai akibat tekanan yang diterapkan secara

eksternal, terutama dari pergerakan kelopak mata.17

Dalam sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh Morlet, et.al18, kejadian

POE sebesar 0,11%. Antibiotik subconjunctival yang paling umum adalah

gentamisin, diberikan pada akhir operasi oleh 75% dokter mata. Penggunaan

antibiotik subconjunctival lebih sering berada pada pasien yang mengembangkan

POE. Hampir setengah dari responden dari survei di Selandia Baru dan Australia

secara rutin memberikan suntikan antibiotik subconjunctival.19 Antibiotik

cephalosporin dan aminoglikosida merupakan antibiotik dominan yang diberikan

sebagai injeksi subconjunctival.19 Hal tersebut menyebabkan terjadinya

kontaminasi ruang anterior oleh organisme, dan ahli bedah berharap untuk

menghilangkan bakteri dengan suntikan antibiotik subconjuctival.

Dalam serial kasus secara prospektif yang dilakukan oleh Wong, et.al.14,

tingkat rata-rata POE sebesar 0,076% ditemukan dari 25.476 operasi katarak. 20

mg gentamisin dan 2 mg injeksi deksametason diberikan secara subconjunctival

pada akhir operasi, dengan tambahan 50 mg injeksi cefazolin subconjunctival. Ini

adalah prosedur standar di Singapore National Eye Centre. Epidemiologi klinis

endophthalmitis akut setelah operasi katarak pada pasien di Asia konsisten dengan

data yang dilaporkan di tempat lain di Kaukasia. Sekitar 60% dari kasus ini akibat

kultur positif, konsisten dengan 67% kultur positif dalam Studi Vitrektomi

Endophthalmitis. Koagulase stafilokokus -negatif merupakan isolat paling umum.

Fluoroquinoless

Jensen, et.al15 melakukan studi retrospektif, cross-sectional tentang

endophthalmitis dengan membandingkan antibiotik quinolenes. Penelitian ini

terdiri dari 9079 pasien yang menjalani fakoemulsifikasi, di mana 4538 pasien

menerima siprofloksasin topikal 0,3% dan 4541 menerima topikal ofloksasin

0,3% empat kali sehari selama satu minggu. Tingkat POE adalah 0.286%, di mana

10

Page 12: Jurnal Mata

85% dari dari pasien menerima ciprofloxacin. Dapat disimpulkan bahwa

perbedaan sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang ada di antara antibiotik

kuinolon dapat mempengaruhi kejadian endophthalmitis. Potensi penjelasan untuk

perbedaan dalam tingkat endophthalmitis terkait dengan antibiotik mungkin

karena konsentrasi yang dicapai dalam bilik anterior. Penetrasi obat ke dalam

kornea dan ruang anterior setelah pemberian topikal juga dapat menjadi

pertimbangan penting. Konsentrasi ofloksasin dan ciprofloxacin intraokular pada

mata mencerminkan sifat pharmacodynarnic dan farmakokinetik masing-masing.

Ciprofloxacin memiliki pH 4,5 dan akan mengendap bila sering digunakan.

Ofloksasin, dengan pH 6,4, adalah lebih dekat ke pH netral film air mata dan tidak

mengendap dalam cairan mata dan jaringan. Selain itu, karena sifat lipofilik nya,

ofloksasin mampu dengan mudah menembus epitel kornea.

Penggunaan ofloksasin untuk antibiotik profilaksis juga dievaluasi oleh Ta,

et.al11. Perbandingan antara topikal ofloksasin 0,3% yang diteteskan 1 jam

sebelum operasi dalam tiga kali sehari sebelum operasi. Kultur konjungtiva

merupakan hasil ukuran utama. Empat puluh dua persen dari mata yang menerima

ofloksasin 1 jam sebelum operasi memiliki kultur konjungtiva positif, sedangkan

mereka yang menerima 3 hari sebelum operasi hanya 19% yang positif.

Mekanisme aksi fluroquinolones adalah penghambatan girase DNA bakteri. Tidak

seperti antiseptik, antibiotik tidak membunuh bakteri dalam hitungan detik saat

kontak, melainkan memerlukan jangka waktu yang lama. Hal ini dapat diterima

karena memberikan antibiotik topikal 1 jam sebelum operasi tidak memungkinkan

waktu eksposur yang memadai untuk mengurangi jumlah bakteri.

Generasi ketiga fluroquinolone, levofloxacin diberikan perioperatif untuk

3428 pasien dalam studi oleh Barry et.al10. Dosis yang diberikan adalah 0,5%

diberikan 5 kali 1 jam sebelum operasi. Keputusan itu diambil karena levofloxacin

diserap dengan baik ke ruang anterior dan telah meningkatkan aktivitas antibakteri

dibandingkan dengan ciprofloxacin dan ofloxacin.3 Sayangnya dalam penelitian

ini, penggunaan levofloxacin perioperatif bersamaan dengan cefuroxime

intracameral tidak signifikan secara statistik dalam mengurangi kejadian POE.

11

Page 13: Jurnal Mata

Levofloxacin 0,5% pasca operasi diberikan sebagai ukuran pelindung tambahan 4

kali sehari selama 6 hari.

Lain

Haapala, et al30 melakukan penelitian retrospektif di Finlandia dari 1987-

2000 dimana penyebab paling sering POE adalah bakteri Gram-positif

(S.epidermidis dan S. aureus). Sejak tahun 1995, 25 mg vankomisin dalam 500

mL larutan garam basal digunakan sebagai profilaksis intraoperatif. Insiden POE

adalah 0,16%. Namun, penggunaan vankomisin tampaknya tidak memiliki peran

penting dalam mengurangi frekuensi POE. Mengingat hasil dari Studi vitrectomy

Endophthalmitis (EVS) dimana bakteri Gram-positif, termasuk Staphylococcus

aureus resisten methicillin (MRSA) adalah 100% sensitif terhadap vankomisin.

Tapi, mengingat peningkatan perlawanan pada profilaksis mata, pernyataan

bersama dari American Academy of Ophthalmology dan Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit mendorong pencadangan vankomisin untuk infeksi serius,

terutama untuk pengobatan methicillin-resistant Staphylococcus aureus, bukan

untuk dibandingkan, bukan untuk penggunaan rutin prophylaxis.7,10

Prosedur profilaksis yang paling efektif untuk POE dalam operasi katarak

tanpa jahitan meliputi irigasi povidone-iodine 5%sebelum operasi, cerufoxime 1

mg/0.1 mL intracameral pada akhir operasi dan tetes mata levofloxacin 0,5%.

Protokol ini memberikan tingkat endophthalmitis terkecil dalam literatur review

ini.

12