JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin...

28
ANALISIS PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI tahun 2005–2010) Kumala Sari Surya Rahardja S.E.,M.Si, Akt. ABSTRACT This study aims to examine the effect of audit tenure, accounting firm reputation, disclosure, company size and liquidity to the acceptance of going concern audit opinion. Hypothesis (1) Audit tenure negatively affect the acceptance of going-concern audit opinion, (2) Accounting firm reputation positively affect the acceptance of going-concern audit opinion, (3) Disclosure positively affect the acceptance of going-concern audit opinion (4) The size of the company negatively affect the acceptance of going concern audit opinion, (5) Liquidity negatively affect the acceptance of going concern audit opinion. The research used 13 manufacturing companies listing on Bursa Efek Indonesia (BEI) in 2005-2010 period. Samples were selected using purposive sampling method. Data were analyzed by logistic regression analysis. The result shows that the audit tenure, accounting firm reputation and firm size don’t have effect on acceptance of going-concern audit opinion. Disclosure and liquidity have an effect on the acceptance of going-concern audit opinion. Keywords : audit tenure, accounting firm reputation , disclosure, firm size, liquidity and going concern audit opinion.

Transcript of JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin...

Page 1: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

ANALISIS PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS TERHADAP

PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI tahun 2005–2010)

Kumala Sari

Surya Rahardja S.E.,M.Si, Akt.

ABSTRACT

This study aims to examine the effect of audit tenure, accounting firm

reputation, disclosure, company size and liquidity to the acceptance of going

concern audit opinion. Hypothesis (1) Audit tenure negatively affect the

acceptance of going-concern audit opinion, (2) Accounting firm

reputation positively affect the acceptance of going-concern audit

opinion, (3) Disclosure positively affect the acceptance of going-concern audit

opinion (4) The size of the company negatively affect the acceptance of going

concern audit opinion, (5) Liquidity negatively affect the acceptance of going

concern audit opinion.

The research used 13 manufacturing companies listing on Bursa Efek

Indonesia (BEI) in 2005-2010 period. Samples were selected using purposive

sampling method. Data were analyzed by logistic regression analysis.

The result shows that the audit tenure, accounting firm reputation and firm

size don’t have effect on acceptance of going-concern audit opinion.

Disclosure and liquidity have an effect on the acceptance of going-concern audit

opinion.

Keywords : audit tenure, accounting firm reputation , disclosure, firm

size, liquidity and going concern audit opinion.

Page 2: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

I. PENDAHULUAN

Peraturan Pemerintah No.64 Tahun 1999 menyatakan bahwa untuk

meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian nasional, maka perlu

disediakan kemudahan untuk memperoleh informasi keuangan tahunan

perusahaan. Informasi keuangan dapat digunakan oleh masyarakat dan dunia

usaha sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi keuangan dapat diperoleh

dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan.

Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi

keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian

besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK

No.1, 2009). Laporan keuangan yang disusun haruslah dapat dipahami, relevan,

andal, konsisten dan dapat diperbandingkan sehingga informasi yang dihasilkan

dapat menunjukkan kondisi perusahaan sebenarnya.

Laporan keuangan adalah media komunikasi yang digunakan perusahaan

untuk memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan seperti investor.

Sebagai media komunikasi, laporan keuangan digunakan pihak-pihak

berkepentingan sebagai cerminan untuk melihat kondisi perusahaan. Oleh karena

itu, dibutuhkan pihak independen yakni auditor yang bertindak untuk menilai

kewajaran dan keandalan dari laporan keuangan perusahaan. Penilaian ini

dilakukan untuk membuktikan apakah laporan keuangan telah mencerminkan

kondisi perusahaan sebenarnya, sehingga keputusan yang tepat dapat diambil oleh

pihak yang berkepentingan.

Auditor akan memberikan opini atas hasil penilaian terhadap laporan

keuangan perusahaan. Auditor yang independen akan memberikan opini sesuai

dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Jika dalam proses identifikasi informasi

mengenai kondisi perusahaan auditor tidak menemukan adanya kesangsian besar

terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

maka auditor akan memberikan opini audit non going concern dan opini audit

going concern akan diberikan kepada perusahaan yang oleh auditor diragukan

kemampuannya dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan.

Page 3: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh

auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan

kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Auditor melakukan evaluasi terhadap

perusahaan sebelum menentukan apakah terdapat kesangsian atas kelangsungan

usaha suatu perusahaan. Auditor memerlukan berbagai informasi mengenai

kondisi perusahaan dalam penilaian atas ada atau tidaknya kesangsian besar

mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian atas

kelangsungan hidup entitas, maka auditor perlu mencari informasi mengenai

rencana manajemen dalam mengurangi dampak dari ketidakmampuan entitas

tersebut. Selain itu, auditor juga harus mempertimbangkan bagaimana rencana

manajemen dilaksanakan oleh perusahaan sehingga kesangsian atas kelangsungan

hidup entitas dapat dikurangi (SA Seksi 341). Jika auditor tidak menemukan

kesangsian atas kondisi perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan

kelangsungan usahanya, maka auditor akan memberikan opini non going concern.

O’Reilly (2010) menyatakan asumsi dasar bahwa opini audit going concern

haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal negatif tentang kelangsungan hidup

perusahaan. Sebaliknya opini non going concern dianggap sebagai sinyal positif

bagi investor sebagai penanda bahwa perusahaan dalam kondisi yang baik.

Auditor yang baik dianggap memiliki kemampuan untuk menyediakan sinyal-

sinyal kepada pasar. Kemampuan menyediakan sinyal ini diperoleh dari

kewenangan auditor mengakses informasi perusahaan dan kemampuan auditor

dalam menilai isu going concern.

Sejumlah penelitian telah mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan. Santoso dan

Wedari (2007), Knechel dan Vanstraelen (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008),

Rudyawan dan Badera (2009), Lim dan Tan (2009), Diyanti (2010), Junaidi dan

Hartono (2010) telah berhasil meneliti tentang faktor yang berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern oleh auditor.

Page 4: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Junaidi dan Hartono (2010), Knechel dan Vanstraelen (2007) dan Lim dan

Tan (2009) menyebutkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan opini audit going concern oleh auditor. Penelitian Januarti

dan Fitrianasari (2008) menunjukkan hal yang sebaliknya. Dalam penelitian

tersebut audit tenure tidak membuktikan hubungan signifikannya dalam

mempengaruhi penerimaan opini audit going concern oleh auditor.

Reputasi KAP (Kantor Akuntan Publik) dianggap memiliki pengaruh

terhadap opini audit going concern. KAP dengan reputasi big four dianggap

memiliki kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP non big four.

Rudyawan dan Badera (2009) dan Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan

bahwa reputasi KAP tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern. Junaidi dan Hartono (2010) dalam penelitiannya

membuktikan bahwa reputasi KAP memiliki pengaruh positif yang signifikan

terhadap opini audit going concern yang diberikan auditor.

Disclosure merupakan salah satu faktor yang dianggap berkaitan dengan

penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan. Adanya disclosure

atau pengungkapan laporan keuangan akan memudahkan auditor dalam menilai

kondisi keuangan perusahaan. Penggunaan disclosure sebagai variabel

independen yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern masih

jarang dilakukan di Indonesia (Junaidi dan Hartono, 2010).

Santoso dan Wedari (2007) dan Diyanti (2010) mengungkapkan bahwa

faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern. Penelitian tersebut membuktikan bahwa dengan ukuran

perusahaan yang semakin besar maka perusahaan dapat menjamin kelangsungan

usahanya. Sebaliknya Rudyawan dan Badera (2009) dan Junaidi dan Hartono

(2010) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak menunjukkan pengaruh

signifikannya dalam opini audit going concern.

Januarti dan Fitrianasari (2008) mengungkapkan faktor lain yang

mempengaruhi penerimaan opini audit going concern adalah likuiditas. Likuiditas

memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap opini audit going concern.

Page 5: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Hal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap

mampu untuk melakukan kewajiban jangka pendeknya sehingga dapat

menghindarkan dari penerimaan opini audit going concern oleh auditor.

Penelitian Amilin dan Indrawan (2008) menyatakan bahwa likuiditas tidak

memiliki pengaruh yang signifikan penilaian going concern perusahaan.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit tenure, reputasi

KAP, disclosure, ukuran perusahaan dan likuiditas. Adanya beberapa variabel

yang sama dengan penelitian sebelumnya memiliki tujuan untuk menguji

konsistensi hasil yang diperoleh.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah audit tenure,reputasi KAP, disclosure, ukuran

perusahaan dan likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern pada perusahaan manufaktur.

II. TELAAH TEORI

Teori agensi merupakan teori menggambarkan hubungan antara dua

individu yang berbeda kepentingan yaitu prinsipal dan agen. Hendriksen dan

Breda (1992) menyatakan bahwa hubungan agensi merupakan hubungan

kontraktual antara prinsipal dan agen, prinsipal mendelegasikan tanggung jawab

atas tugas tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati atau pengambilan

keputusan kepada agen. Agen akan melakukan tindakan terbaik demi kepentingan

prinsipal. Prinsipal akan memberikan imbalan atas kerja si agen. Wewenang dan

tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas

persetujuan bersama (Ujiyhanto, 2010).

Masalah keagenan akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan antara

prinsipal dan agen. Masing-masing pihak berusaha memaksimalkan kepentingan

pribadi. Prinsipal menginginkan hasil akhir keputusan yang menghasilkan laba

sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan. Agen pun

pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan

kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan. Prinsipal menilai prestasi

Page 6: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba. Semakin tinggi jumlah laba

yang dihasilkan oleh agen (manajemen), prinsipal akan memperoleh deviden yang

semakin tinggi, maka agen dianggap berhasil atau berkinerja baik sehingga layak

mendapat insentif yang tinggi. Agen pun memenuhi tuntutan prinsipal agar

mendapatkan kompensasi yang tinggi (Elqorni,2009).

Agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan

para prinsipal. Namun disisi kepentingan pribadi, agen juga mempunyai

kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan

besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik prinsipal (Jensen dan

Meckling, 1976). Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka agen

dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah target yang diinginkan

prinsipal tercapai.

Optimalisasi kepentingan baik prinsipal maupun agen yang tidak sesuai

dapat menimbulkan terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan

kondisi dimana informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tidak

mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya. Laporan keuangan disajikan oleh

manajemen (agen) untuk memberikan sinyal kepada pengguna tentang kondisi

perusahaan. Jika laporan keuangan ini tidak mencerminkan kondisi perusahaan

sebenarnya, maka akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna.

Dalam kaitan teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern,

agen bertugas dalam menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan

keuangan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban manajemen. Laporan

keuangan ini yang nantinya akan menunjukkan kondisi keuangan perusahaan dan

digunakan oleh prinsipal sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Dari

laporan keuangan ini dapat dilihat seberapa besar tingkat likuiditas, ukuran

perusahaan dan disclosure perusahaan yang dihasilkan perusahaan. Agen sebagai

pihak yang menghasilkan laporan keuangan memiliki keinginan untuk

mengoptimalisasi kepentingannya, sehingga dimungkinkan agen melakukan

manipulasi data atas kondisi perusahaan.

Page 7: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Oleh karena itu, dibutuhkan pihak ketiga yang bersifat independen sebagai

mediator antara dua kepentingan. Pihak ketiga ini bertugas untuk menilai apakah

ada asimetri informasi atau manipulasi yang terjadi. Auditor merupakan pihak

independen yang menjembatani hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor

sebagai pihak ketiga dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja

manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui

laporan keuangan (Rudyawan dan Badera, 2008). Auditor haruslah menjadi pihak

independen yang tidak mudah terpengaruh dengan tenure (lama perikatan audit

klien dengan auditor), sehingga hasil pengawasan yang dilaksanakan merupakan

bukti yang obyektif. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor adalah penerimaan

opini kewajaran dalam laporan keuangan perusahaan dan pengungkapan

kemampuan perusahaan dalam kelangsungan hidupnya (going concern).

Opini yang dikeluarkan auditor ini haruslah berkualitas yang ditunjukkan

dengan semakin andal dan transparannya informasi keuangan perusahaan.

Kualitas audit sering diproksikan dengan reputasi auditor. Fanny dan Saputra

(2005) menyatakan bahwa KAP yang mengklaim dirinya sebagai KAP besar

(seperti yang dilakukan The Big Four) akan berusaha keras menjaga nama

tersebut, sehingga hal ini akan berdampak pada jasa yang diberikan oleh KAP.

Berikut ini akan mengkaji lebih jauh tentang faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan. Adapun

penjelasan untuk masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

(1) Pengaruh audit tenure terhadap penerimaan opini audit going concern.

Audit tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan

audit pada perusahaan yang sama. Semakin lama hubungan auditor dengan klien

dikhawatirkan independensi auditor semakin berkurang. Penurunan independensi

auditor terjadi karena hubungan perikatan yang terjalin lama antara auditor

dengan klien. Independensi auditor akan berpengaruh pada tingkat kualitas audit

yang diberikan. Tingkat kualitas audit dapat diukur dari opini audit going concern

yang diberikan. Semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka

dikhawatirkan semakin rendah pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan

Page 8: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

dalam menjaga kelangsungan usahanya. Hal tersebut akan mempengaruhi

penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan (Junaidi dan Hartono,

2010).

H1 : Audit tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

(2) Pengaruh reputasi KAP terhadap penerimaan opini audit going

concern.

Reputasi KAP menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang

disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor (Rudyawan dan Badera,

2009). KAP dengan reputasi big four dianggap perusahaan memiliki kualitas

audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP non Big four.

KAP dengan reputasi yang lebih baik akan cenderung memberikan opini

audit going concern jika perusahaan memiliki masalah yang berkaitan dengan

kelangsungan usahanya. KAP non big four memiliki reputasi yang lebih rendah

dari KAP big four sehingga kualitas audit yang diberikan pun akan lebih rendah.

H2 : Reputasi KAP berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

(3) Pengaruh disclosure level terhadap penerimaan opini audit going

concern.

Disclosure adalah pengungkapan atau penjelasan, penerimaan informasi

oleh perusahaan. Perusahaan yang mengungkapkan lebih sedikit informasi

akuntansi cenderung menerima opini qualified dari auditor eksternal (Gaganis dan

Pasiouras, 2007). Haron et al (2009) menyatakan hal sebaliknya yakni disclosure

atau pengungkapan informasi merupakan fakta bahwa perusahaan sedang

menghadapi kesulitan keuangan dan menunjukkan usaha manajemen dalam

menyelesaikan masalahnya. Dislosure atas informasi dapat digunakan untuk

membantu dalam memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi

perusahaan sebenarnya.

Page 9: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Semakin tinggi disclosure level yang dilakukan perusahaan, maka semakin

banyak pula informasi yang ada. Semakin luasnya informasi keuangan yang

diungkapkan oleh perusahaan yang mengalami kondisi keuangan yang buruk,

maka auditor akan lebih mudah dalam menemukan bukti dalam menilai

kelangsungan usaha perusahaan (Junaidi dan Hartono, 2010). Selain itu, tingginya

disclosure level juga dikaitkan dengan usaha perusahaan untuk memperbaiki citra

buruknya di masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat

disclosure perusahaan, maka semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan

menerima opini audit going concern.

H3 : Disclosure level berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

(4) Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap penerimaan opini audit going

concern

Ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total asset yang dimiliki

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usaha.

Semakin tinggi total asset yang dimiliki, maka perusahaan dianggap memiliki

ukuran yang besar sehingga mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.

Perusahaan besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola

perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan yang lebih berkualitas (Junaidi

dan Hartono , 2010). Semakin kecil skala perusahaan menunjukkan kemampuan

perusahaan yang lebih kecil dalam pengelolaan usahanya. Hal ini menyebabkan

perusahaan lebih berpeluang mendapatkan opini audit going concern.

H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

(5) Pengaruh likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concern.

Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan

kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar. Semakin tinggi

likuiditas yang dimiliki semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam

Page 10: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

membayar kewajiban jangka pendeknya. Semakin rendah likuiditas semakin

rendah pula kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek.

Kemampuan perusahaan yang rendah dalam melaksanakan kewajibannya

akan menyebabkan auditor ragu akan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.

Keraguan auditor akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern

terhadap perusahaan (Januarti dan Fitrianasari, 2008).

H5: Likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

III. METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang Go Publik

atau terdaftar di BEI selama tahun 2005-2010 yang termuat dalam Indonesian

Capital Market Directory (ICMD) 2005-2010. Perusahaan manufaktur dipilih

untuk menghindari adanya industrial effect. Industrial effect merupakan risiko

industri yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain.

Zulkarnaini (2007) mencontohkan risiko yang timbul pada perusahaan

manufaktur. Perusahaan manufaktur akan memiliki proporsi aktiva tetap yang

lebih besar dibandingkan dengan perusahaan retail,dll karena kegiatan usahanya

yang membutuhkan berbagai alat-alat produksi. Perusahaan dengan aktiva tetap

yang lebih besar akan memiliki beban depresiasi yang tinggi pula, sehingga akan

menimbulkan tingginya risiko usaha. Sampel perusahaan manufaktur yang

digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dengan

beberapa kriteria yaitu: (1) Perusahaan manufaktur yang listing di BEI dari tahun

2005 sampai 2010 dan menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2005 sampai

2010. (2) Terdapat catatan atas laporan keungan perusahaan. (3) Terdapat laporan

auditor independen atas laporan keuangan perusahaan. (4) Mengalami laba bersih

setelah pajak bernilai negatif selama paling tidak 3 periode laporan keuangan saat

pengamatan. Setelah dilakukan metode sampling tersebut diperoleh 78 perusahaan

manufaktur yang akan diobservasi.

Page 11: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Definisi Operasional Variabel

(1) Opini Audit Going Concern

Opini audit going concern adalah opini audit yang dikeluarkan oleh auditor

untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Opini audit going

concern diberi kode 1, sedangkan opini non going concern diberi kode 0. Opini

audit going concern (Vanstraelen, 2002) terdiri dari :

(a) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa

penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language.

(b) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified

opinion report)

(c) Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion)

(d) Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat

(disclaimer of opinion report).

(2) Audit Tenure

Audit tenure adalah lamanya hubungan auditor dengan klien dalam hal

perikatan yang dilakukan. Variabel audit tenure dalam penelitian ini

menggunakan skala interval sesuai dengan lama hubungan KAP dengan

perusahaan. Auditor tenure diukur dengan menghitung jumlah tahun dimana KAP

yang sama telah melakukan perikatan audit terhadap auditee.

(3) Reputasi KAP

Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin

dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya

(PMK NOMOR: 17/PMK.01/2008). Kualitas KAP sering diproksikan dengan

reputasi KAP. Kantor Akuntan Publik (KAP) diklasifikasikan menjadi dua yakni

KAP big four dan KAP non big four. Kantor akuntan publik di Indonesia yang

berafiliasi dengan the big four adalah:

(a) Ernst & Young pada tahun 2010 berafiliasi dengan KAP Purwantono,

Suherman dan Surja. KAP lokal yang berafiliasi dengan Ernst & Young

Page 12: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

sebelumnya yakni pada tahun 2006 adalah KAP Purwantono, Sarwoko

dan Sandjaja.

(b) Deloitte Touche Tohmatsu berafiliasi dengan KAP Osman Bing Satrio.

(c) KPMG berafiliasi dengan KAP Sidharta dan Widjaja.

(d) Price Waterhouse Coopers pada tahun 2009 berafiliasi dengan KAP

Tanudiredja, Wibisana dan Rekan. Sebelum berafilisasi dengan KAP

Tanudiredja, Wibisana dan Rekan, Price Waterhouse Coopers

melakukan afiliasi dengan KAP lokal yakni KAP Haryanto Sahari pada

tahun 2005.

(4) Disclosure

Disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan

sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan

(Tanor, 2009). Variabel ini diukur dengan menggunakan indeks yang telah diatur

dalam Keputusan BAPEPAM Nomor: KEP-134/BL/2006 Peraturan Nomor X.K.6

tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan

publik. Penentuan indeks dilakukan dengan menggunakan skor disclosure yang

diungkapkan oleh perusahaan. Setelah melakukan scoring, disclosure level dapat

ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Cooke, 1992 dalam Hossain 2008) :

(5) Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah kondisi keuangan yang dimiliki oleh perusahaan.

Proksi yang digunakan dalam menilai kondisi keuangan perusahaan adalah total

asset yang dimiliki.ukuran perusahaan dinilai dengan natural logaritma dari total

asset.

Disclosure Level = Jumlah skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum

Ukuran Perusahaan = Natural Log dari total asset

Page 13: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

(6) Likuiditas

Cara yang digunakan dalam mengkur likuiditas yaitu menggunakan rasio

likuiditas. Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara

aktiva lancar dan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang

dimiliki. Likuiditas diukur dengan rumus sebagai berikut :

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain adalah

melakukan dokumentasi dan mencari data langsung dari catatan-catatan atau

dokumen-dokumen perusahaan sesuai dengan data yang diperlukan. Data

sekunder yang dibutuhkan terdiri dari laporan keuangan perusahaan maupun

laporan tahunan perusahaan yang diterbitkan oleh perusahaan manufaktur yang

listing di BEI dan sesuai dengan kriteria pemilihan sampel.

Metode Analisis Data

Analisis data mempunyai tujuan untuk menyampaikan dan membatasi

penemuan-penemuan hingga menjadi data yang teratur. Semua data terkumpul

dan relevan dikelompokkan kedalam sub-sub bagian dari masing-masing variabel.

Data kuantitatif disajikan dalam bentuk diskriptif. Semua data yang dikumpulkan

akan dianalisis tentang hubungan dan pengaruh antara variabel. Sesuai dengan

hipotesis yang telah dirumuskan maka analisis yang digunakan adalah analisis

regresi logistik. Tujuannya untuk menetapkan seberapa baik model yang

digunakan cocok untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Rasio Likuiditas = Aktiva Lancar Kewajiban Lancar

Page 14: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi

logistik dengan program SPSS 17, yang diuji dengan tingkat signifikansi 0,05.

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran

mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Model

regresi logistik dirumuskan dengan persamaan berikut:

GC = α+ Β1Tenure + β2ReputasiKAP + β3Disclosure+ β4SIZE +β5Likuiditas + ε

Keterangan :

GC : Opini Going Concern

α : Konstanta

β1 - β6 : Koefisien Regresi

Tenure : Lamanya hubungan auditor dengan klien.

Reputasi KAP : 1, bila KAP big four dan 0 bila non big four.

Disclosure : Tingkat Pengungkapan

SIZE : Ukuran perusahaan yang diukur dengan natural log asset total.

LIKUIDITAS : Likuiditas

ε : error

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam

Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2005-2010. Informasi tentang

perusahaan manufaktur dilakukan melalui penelaahan terhadap laporan keuangan

yang diterbitkan oleh perusahaan terkait. Laporan keuangan auditan dapat diakses

di www.idx.co.id atau dapat dilihat dalam Indonesian Capital Market Directory

(ICMD) periode 2005 sampai dengan 2010. Sampel perusahaan yang digunakan

dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling.

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah sebanyak 13 perusahaan. Berikut keterangan mengenai sampel penelitian :

Page 15: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Tabel 1 Jumlah Sampel Penelitian Keterangan Jumlah

Perusahaan yang konsisten mempublikasikan laporan keuangan dari tahun 2005-2010

154

Peusahaan yang mengalami laba negatif selama 3 tahun pada tahun 2005-2010

25

Perusahaan yang datanya tidak lengkap (12) Jumlah perusahaan sample 13 Tahun Pengamatan 6 Jumlah sampel total selama periode penelitian 78

Berdasarkan proses pengambilan sampel maka diperoleh sampel sejumlah

13 perusahaan dengan jumlah observasi sebanyak 78, yang didapat dari 13 x 6

(perkalian antara jumlah sample dengan periode tahun pengamatan). Berikut

sampel yang diperoleh berdasar kriteria tersebut :

Tabel 2

Daftar Sampel Penelitian No Nama Perusahaan No Nama Perusahaan 1 Century Textile,Tbk 8 Sumalindo Lestari Jaya,Tbk 2 Panasia Filament, Tbk 9 Kedaung Indah , Tbk 3 Tifico, Tbk 10 Mulia Industrindo,Tbk 4 Ever Shine, Tbk 11 Prima Alloy Steel, Tbk 5 Hanson Internasional, Tbk 12 Inter delta, Tbk 6 Karwell Indonesia, Tbk 13 Perdana Bangun Pusaka, Tbk 7 Surya Intrindo Makmur, Tbk

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan

informasi mengenai karaktristik variabel-variabel penelitian, antara lain nilai

minimum, maksimum, rata-rata, standar deviasi.

Page 16: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Tabel 3 Hasil Analisis Statistik Deskriptif

N Minimum Maksimum Mean Std.Deviation TENURE DISCLOSURE LNASSET LIKUIDITAS Valid N (listwise)

78 78 78 78 78

1 .42 6.80 .00

6 .67

15.33 7.34

2.23 .5176

12.6413 1.2578

1.423 .06423 1.67018 1.53723

Sumber: Data sekunder yang diolah

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi

Frekuensi Persentase (%) GC 0 1

15 63

19,2 80,8

REP.KAP 0 1

40 38

51,3 48,7

Sumber: Data sekunder yang diolah

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2005-2010,

sampel perusahaan manufaktur yang mendapatkan opini going concern sebesar 63

sampel (80,8%) sedangkan sisanya sebesar 15 sampel (19,2%) mendapatkan opini

non going concern. Selain itu dari 78 sampel perusahaan manufaktur, 40

perusahaan (51,3%) menggunakan jasa KAP big four dan 48,7% menggunakan

KAP non big four.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebasnya (independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.

Pengujian ini menggunakan matriks korelasi untuk melihat besarnya korelasi

antar variabel independen.

Page 17: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Tabel 4 Uji Multikolinearitas

Likuiditas Disclosure Tenure LNASSET Rep.KAP Likuiditas 1 .032 -.174 .256 .100 Disclosure .032 1 -.042 .200 -.215 Tenure -.174 -.042 1 -.145 -.268 LNASSET .256 .200 -.145 1 -.462 Rep.KAP .100 -.215 -.268 -.462 1

Sumber: Data sekunder yang diolah

Variabel independen dikatakan memiliki masalah multikolinearitas apabila

tingkat korelasinya di atas 0,95. Pada tabel 3 menunjukkan hasil bahwa tidak ada

nilai koefisien yang lebih besar dari 0,95 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak

terjadi masalah multikolinearitas yang terjadi.

Analisis Hipotesis

Penilaian model fit digunakan untuk menilai goodness of fit model terhadap

data. Untuk menguji hipotesis bahwa data empiris cocok atau tidak dengan model

maka digunakan uji Omnimbus Test. Hasil output dapat dilihat pada tabel di

bawah:

Tabel 5 Omnibus Test

Chi-Square df Sig. Step 1 Step

Block Model

14.435 14.435 14.345

5 5 5

.013

.013

.013

Sumber : Data sekunder yang diolah

Pengujian kelima variabel independen dalam regresi logistik menunjukkan

chi-square sebesar 14.435 dengan signifikansi 0.013. nilai signifikansi yang lebih

kecil dari 0,05 menunjukkan adanya pengaruh kelima variabel independen (audit

Page 18: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

tenure, reputasi KAP, disclosure, ukuran perusahaan dan likuiditas) dalam

menjelaskan penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Tabel 6

Nagelkerke R Square

Step -2 Log

Likelihood Cox & Snell R

Square Nagelkerke R

Square

1 61.935 0.169 0.271

Sumber : Data sekunder yang diolah

Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik

ditunjukkan oleh nilai Cox & Snell R square dan Nagelkerke R Square. Nilai Cox

& Snell R Square adalah sebesar 0,169 yang berarti bahwa variabel dependen

dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 16,9 %. Cox & Snell R Square

merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression

sehingga sulit diintepretasikan. Kelemahan mendasar yang dimiliki adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap

tambahan satu variabel independen, maka baik nilai R2 maupun Cox & Snell R

Square akan mengalami peningkatan tidak peduli apakah variabel tersebut

berpengaruh atau tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Oleh karena itu, Nagelkerke R Square digunakan dalam mengevaluasi mana

model regresi yang terbaik karena nilai yang dihasilkan dapat naik atau turun

apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2001).

Berdasarkan tabel di atas , Nilai Nagelkerke R Square adalah 0,271 yang

berarti variabel dependen (Opini Going Concern) dapat dijelaskan oleh variabel

independen (Audit tenure, reputasi KAP, disclosure, ukuran perusahaan dan

likuiditas) sebesar 27,1%. Sisanya yakni sebesar 72,9% dijelaskan oleh variabel

yang tidak diteliti.

Page 19: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Tabel 7 Perbandingan Nilai -2LL awal dengan -2LL Akhir

-2LL awal (Block Number =0) 76,897

-2LL akhir (Block Number =1) 61,935

Sumber : Data sekunder yang diolah

Dari hasil pengujian diperoleh angka -2 log Likehood (LL) pada awal block

number 0 sebesar 76,897, sedangkan angka -2 Log Likehood (LL) pada block

number 1 sebesar 61,935. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa block 0 lebih

besar dari block 1 sehingga model regresi layak digunakan.

Tabel 8 Matriks Klasifikasi

Observed

Predicted

GC Percentage

Correct 0 1

Step 1 GC 0 5 10 33.3

1 1 62 98.4

Overall Percentage 85.9

Sumber : Data sekunder yang diolah

Tabel 8 menjelaskan tentang kekuatan prediksi yang dihasilkan oleh model

regresi. Sebesar 98,4% diprediksi oleh model regresi menerima opini going

concern dari total 63 perusahaan yang memperoleh opini going concern.

Penerimaan opini non going concern yang diprediksi oleh model regresi adalah

sebesar 33.3%. Hal ini menunjukkan bahwa 5 dari 15 perusahaan diprediksi

menerima opini non going concern oleh model regresi.

Hasil analisis regresi logistik dan uji hipotesis yang telah dilakukan dapat

dilihat pada tabel 9 di bawah ini :

Page 20: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Tabel 9 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik

Berdasarkan tabel 4.9 dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut :

GC = 3,649 -0,294 TENURE + 1,236 REP.KAP + 8,636 DISCLOSURE -

0,443 LNASSET – 0,522 LIKUIDITAS

Hipotesis 1 (H1): Audit tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Variabel audit tenure memiliki nilai signifikansi sebesar 0,214. Dengan nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 , maka H1 ditolak artinya bahwa audit tenure

tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern pada

perusahaan manufaktur.

Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa audit tenure berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern tidak dapat

diterima atau ditolak. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Januarti dan

Fitrianasari (2008) yang menunjukkan bahwa audit tenure tidak berpengaruh

terhadap penerimaan opini audit going concern.

Berdasarkan hasil analisis, audit tenure tidak berpengaruh signifikan

terhadap opini audit going concern. Dapat disimpulkan bahwa auditor akan

memberikan opini audit going concern pada perusahaan apabila ada kesangsian

atas kelangsungan hidup auditee, tanpa mempedulikan insentif ekonomi yang

akan hilang akibat kehilangan klien (Januarti dan Fitrianasari, 2008).

B Sig Ha

TENURE -,294 ,214 H1 ditolak

REP.KAP 1,246 ,148 H2 ditolak

DISCLOSURE 8,636 ,163 H3 ditolak

LNASSET -,443 ,147 H4 ditolak

LIKUIDITAS -,522 ,017 H5 diterima

Constant 3,649 ,450

Page 21: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Hipotesis 2 (H2): Reputasi KAP berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Variabel reputasi KAP memiliki nilai signifikansi sebesar 0,148. Dengan

nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05, maka H2 ditolak . Dapat disimpulkan

bahwa reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini

audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa reputasi KAP berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern tidak dapat

diterima atau ditolak. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Rudyawan dan

Badera (2009), Shafei, et al (2009) dan Amilin dan Indrawan (2008).

Berdasarkan hasil analisis, reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan

terhadap opini audit going concern. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan audit

atas laporan keuangan yang dilakukan auditor pada suatu Kantor Akuntan Publik

(KAP) baik big four maupun non big four harus berdasarkan pada Standar

Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

yang berlaku. Didalam SPAP juga berisi standar-standar audit yang mengatur dan

sebagai pedoman audit dalam melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan

tugasnya baik KAP big four dan non big four menggunakan standar yang sama.

Oleh karena itu, anggapan publik selama ini yang mengasumsikan bahwa

KAP big four memiliki kualitas yang baik dibandingkan KAP non big four tidak

dapat dibenarkan. Hal ini terbukti dengan fenomena yang ditemukan peneliti

bahwa banyak perusahaan yang memperoleh opini audit going concern dengan

KAP non big four sebagai auditornya.

Hipotesis 3 (H3): Disclosure level berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Variabel disclosure level memiliki nilai signifikansi sebesar 0,163 dengan

koefisien positif sebesar 8,636. Dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05,

maka dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak sehingga disclosure level tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern

pada perusahaan manufaktur.

Page 22: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa disclosure level berpengaruh

positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern tidak

terbukti atau ditolak. Hasil temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Junaidi

dan Hartono (2010). Dapat disimpulkan bahwa tingkat disclosure level tidak

membantu auditor dalam menemukan bukti tentang ketidakmampuan perusahaan

dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.

Hipotesis 4 (H4): Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Variabel Ukuran perusahaan yang diproksikan dengan natural logaritma dari

total asset memiliki nilai signifikansi sebesar 0,147. Dengan nilai signifikansi

yang lebih besar dari 0,05, maka H4 ditolak . Dapat disimpulkan bahwa ukuran

perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going

concern pada perusahaan manufaktur.

Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern tidak dapat

diterima atau ditolak. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Rudyawan dan

Badera (2009) dan Junaidi dan Hartono (2010). Berarti bahwa auditor

memberikan opini audit going concern tidak berdasarkan ukuran perusahaan yang

diproksikan dengan total asset.

Hipotesis 5 (H5): Likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

Variabel likuiditas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,017 dengan

koefisien negatif sebesar 0,522. Dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05,

maka dapat disimpulkan bahwa H5 diterima sehingga likuiditas berpengaruh

negatif secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern pada

perusahaan manufaktur.

Hipotesis kelima yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh megatif

dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern terbukti atau dapat

diterima. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari

(2008).

Page 23: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Koefisien beta menunjukkan tanda negatif sebesar 0,522. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap

mampu untuk melakukan kewajiban jangka pendeknya sehingga dapat

menghindarkan dari penerimaan opini going concern oleh auditor.

V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang sudah diuraikan, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik diperoleh

bukti empiris bahwa variabel audit tenure tidak berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil ini sejalan dengan

penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) yang menyatakan bahwa audit

tenure tidak akan mempengaruhi penilaian auditor dalam menilai

kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.

Auditor tidak akan mengkhawatirkan insentif ekonomi yang akan hilang

akibat kepercayaan perusahaan yang hilang atas kinerja auditor.

2. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik diperoleh

bukti empiris bahwa variabel reputasi KAP juga memiliki hubungan yang

tidak signifikan dengan penerimaan opini audit going concern. Hal ini

dikarenakan dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan dilakukan

auditor pada suatu KAP harus berdasarkan pada Standar Akuntansi

Keuangan serta Standar Profesional Akuntan Publik yang berlaku (Amilin

dan Indrawan, 2008). Hasil ini memperkuat penelitian dari Rudyawan dan

Badera (2009), Shafei, et al (2009) dan Amilin dan Indrawan (2008).

3. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik diperoleh

bukti bahwa disclosure tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Junaidi

dan Hartono (2010). Tingkat disclosure tidak berpengaruh terhadap

Page 24: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

penemuan bukti audit oleh auditor sebagai dasar dalam pemberian opini

audit going concern pada klien.

4. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik diperoleh

bukti bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern. Hasil ini sejalan dengan penelitian

Rudyawan dan Badera (2009) dan Junaidi dan Hartono (2010). Ukuran

perusahaan yang tinggi tidak menjamin kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba guna peningkatan laba yang diperoleh.

5. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik diperoleh

bukti bahwa likuiditas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini

audit going concern. Hasil ini sejalan dengan penelitian Januarti dan

Fitrianasari (2008). Auditor akan memberikan opini audit going concern

bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendeknya dengan asset lancar yang dimiliki.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya menggunakan variabel audit tenure, reputasi KAP,

disclosure, ukuran perusahaan dan likuiditas. Banyak variabel lain diluar

penelitian ini yang dapat mempengaruhi penerimaan opini audit going

concern pada auditee seperti audit lag, opini audit tahun sebelumnya,

kondisi keuangan perusahaan lainnya (leverage, profitabilitas, solvabilitas)

dan faktor-faktor lain yang dianggap berpengaruh .

2. Hanya satu variabel yang hasilnya berpengaruh secara signifikan terhadap

opini audit going concern.

3. Adanya pembatasan pada kriteria penentuan sampel yaitu perusahaan yang

memiliki laba negatif selama tiga tahun, sehingga akan mempersempit

sampel penelitian.

Page 25: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Saran

Berdasarkan keterbatasan dalam penelitian ini, penelitian selanjutnya

diharapkan menggunakan variabel yang hasilnya terbukti berpengaruh secara

signifikan dalam penerimaan opini audit going concern. Selain itu penambahan

variabel lain seperti audit lag, opini audit tahun sebelumnya, kondisi keuangan

perusahaan (leverage, profitabilitas, solvabilitas) ataupun faktor-faktor lain yang

diduga berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern sangat

disarankan.

Sampel perusahaan yang digunakan oleh penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur, penelitian selanjutanya disarankan untuk mengubah sampel

penelitian dengan menggunakan perusahaan dari industri lain yang listing di BEI.

Peneliti juga menyarankan untuk menghilangkan kriteria penentuan sampel yaitu

perusahaan yang memiliki laba negatif selama tiga tahun, sehingga sampel

penilaian atas going concern perusahaan tidak terbatas pada kondisi keuangan

yang buruk.

Page 26: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, L Spica dan Retrinasari Ika. 2007. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Kelengkapan Pengaruh dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Proocedings Seminar Nasional FE Universitas Trisakti, hal 1-14.

Amilin dan Ady Indrawan. 2008. Analisis Penilaian Going Concern Perusahaan dan Opini Audit oleh Kap Big Four Dengan Kap Non Big Four (Studi pada Emiten di Bursa Efek Indonesia). Artikel dari Jurnal Ekonomi: Analisis Ilmiah Ekonomi, Manajemen, Keuangan dan Akuntansi Vol. 18 no. 2, hal 72-83.

Darsono dan Ashari. 2004. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan (Tips Bagi Investor, Direksi dan Pemegang Saham). Andi: Jakarta.

Diyanti, Fitri Tri. 2010. Effect Of Debt Default, Turnover auditors and Size Its Going to Acceptance of Audit Opinion Concern. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Faculty Of Economins, Gunadarma University.

Elqorni, Ahmad. 2009. http://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-principal-agent-theory/ahmad-elqorni/ Diakses Tanggal: 26 Desember 2011.

Fanny, Margareta dan Sylvia Saputra. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.

Fitriani, Lingga dan Dharma Tintri. 2007. Disclosure Index Laporan Tahunan 2004 Emiten di BEJ. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil) Vol. 2 ISSN: 1858-2559.

Gaganis, Chrysovalantis dan Fatios Pasiouras. 2007. A Multivariate Analysis of The Determinants of Auditor’s Opinion on Asian Banks. Managerial Auditing Journal Vol. 22, No.3, pp 268-287.

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. UNDIP: Semarang.

Haron, Hasnah, Bambang Hartadi, Mahfooz Ansari dan Ishak Ismail. 2009. Factors Influencing Auditor’s Going Concern Opinion. Asian Academy of Management Journal, Vol. 14, No. 1, pp 1-19.

Helfert, A.Erich. 1997. Teknik Analisis Keuangan: Petunjuk Praktis Untuk Mengelola Dan Mengukur Kinerja Perusahaan. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Page 27: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Hendriksen, Eldon S dan Michael F Van Breda. 2002. Acccounting Theory Fifth Edition. Irwin: Boston.

Hossain, Mohammed. 2008. The Extent of Disclosure in Annual Reports of Banking Companies: The Case of India. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.23 No.4 (2008), pp 659-680.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standard Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat

Januarti, Indira dan Ella Fitrianasari. 2008. Analisis Rasio Keuangan Dan Rasio Non Keuangan Yang Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern Pada Auditee. Jurnal Maksi Vol.8 No.1 Januari 2008, hal 43-58.

Jensen, M. and Meckling, W. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Finance Economics 3, pp 305-360.

Junaidi dan Jogiyanto Hartono. 2010. Faktor Non Keuangan Pada Opini Going Concern. Simposium Nasional Akuntansi XII.

Knechel, W. Robert dan Ann Vanstraelen. 2007. The Relationship Between Auditor Tenure and Audit Quality Implied By Going Concern Opinions. Auditing A Journal Of Practice And Theory Vol. 26, No.1, pp 113-131.

Lim, Chee Yeow dan Hun Tong Tan. 2009. Does Auditor Tenure Improve audit Quality? Moderating Effects Of Industry Specialization And Fee Dependence. SSRN: http://ssrn.com/abstract=1638530

Mulyadi. 2002. Auditing Edisi 6. Salemba Empat: Yogyakarta.

Natawidyanata . 2008. http://natawidnyana.wordpress.com/ . Diakses tanggal: 28 Juli 2011

O’Reilly, Dennis M. 2010. Do Investors Percieve The Going Concern Opinion As Useful For Pricing Stocks?. Department Of Accounting, College Business, East Carolina University, Greenville, North Carolina, USA. Managerial Auditing Journal Vol. 25 No. 1, pp 4-16.

Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan Edisi 4. PT BPFE : Yogyakarta.

Rudyawan, Arry Pratama dan I Dewa Nyoman Badera. 2008. Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, Dan Reputasi Auditor. Jurnal Akuntansi dan Bisnis VOL. 4, 2 JULI 2009.

Page 28: JURNAL KUMALA SARIeprints.undip.ac.id/35027/1/JURNAL_KUMALA_SARI.pdfHal ini disebabkan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka

Santosa, Arga Fajar dan Linda Kusumaning Wedari. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi kencenderungan penerimaan Opini Audit Going Concern. JAAI Volume 11 No.2, Desember 2007: 141-158.

Sudarmadji, Ardi M. dan Lana Sularto. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage,Dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding PESAT (Psikologi,Ekonomi,Sastra, Arsitek dan Sipil) Vol. 2 ISSN: 1858-2559.

Syafei, R., W.N. Husin, M. Yusof dan M.H Hussain. 2009. Audit Firm Tenure and Auditor Reporting Quality: Evidence in Malaysia. International Business Research, Vol. 2 No. 2 April 2009, pp 99-109.

Tanor, Linda. 2009. Pentingnya Pengungkapan (Disclosure) Laporan Keuangan Dalam Meminimalisir Asimetri Informasi. Vol. 2 No. 4 Juni 2009, hal 287-294.

Ujiyhanto, Muh. Arief. 2010. http://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-principal-agent-theory/muh-arief-ujiyantho/ Diakses Tanggal: 26 Desember 2011.

Vanstraelen, Ann. 2002. Going Concern Opinions, Auditorr Switching, And The Self- Fulfililling Prophecy Effect Examined InThe Regulatory Context of Belgium. Journal of Accounting Auditing & Finance (Vol. 18, No. 2, 2003), pp 231–254.

Yunita, Santy. 2010. Influence Of Company’s Financial Perfomance And CharacteristicsTo Disclosure Index On Mining Sector Which Are Listed In Indonesian Stock Exchange. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Faculty Of Economins, Gunadarma University.

Zulkarnaini. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Jenis Industri Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia. Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 2 No.1, hal 506-523.