Jurnal Diversita DOI: 10.31289/diversita.v6i1.2894 Jurnal ...
Jurnal Demensia
-
Upload
habibur-rochman -
Category
Documents
-
view
604 -
download
9
description
Transcript of Jurnal Demensia
1
PENGARUH JENIS KELAMIN, PENDIDIKAN DAN STATUSPERKAWINAN TERHADAP TERJADINYA DEMENSIA PADA LANSIA
THE INFLUENCE OF GENDER, EDUCATION AND MARITAL STATUSTOWARD THE INCIDENCE OF DEMENTIA IN ELDERLY
Sulistyanti Dian Rachmawati1, Warih Andan Puspitosari2
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2Bagian Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
INTISARISeiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka jumlah lanjut usia
(lansia) juga semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan timbulnya masalah baikmental, fisik-organik maupun sosial-ekonomi. Diantara masalah fisik-organik padalansia yang berhubungan dengan degenerasi organ, terutama sistem saraf adalahdemensia. Demensia pada lansia akan memberi dampak pada kemunduran kapasitasintelektual, gangguan emosi, gangguan kognitif dan gangguan psikomotor. Kemudianhal tersebut akan mempengaruhi pekerjaan, aktivitas sosial serta hubungan denganorang lain.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi penderitayang cenderung mengalami demensia di PSTW ”Budhi Luhur” Kasongan, Bantul.Dengan melibatkan variabel-variabel seperti jenis kelamin, pendidikan dan statusperkawinan. Instrumen yang digunakan adalah MMSE (Mini Mental StateExamination) dari Folstein.
Penelitian ini dilakukan pada bulan november tahun 2008 menggunakanmetode Cross sectional pada 32 subyek, dengan rincian 17 orang lansia wanita dan15 orang lansia pria. Dan uji statistik yang digunakan adalah Chi square, dari hasilanalisis didapatkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (x2= 4,219;p<0,05.), pendidikan (x2= 6,555; p<0,05) dan status perkawinan (x2= 6,633; p<0,05)dengan terjadinya demensia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yangbermakna antara jenis kelamin, pendidikan dan status perkawinan terhadap terjadinyademensia pada lansia.
Kata kunci : jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, demensia, MMSE,lansia.
2
ABSTRACTAlong with the increasing of life expectancy, then the amounts of elderly also
increase. This causes more problems whether it is mental problems, physic-organicsor social economics. Between physic-organics problems to the elderly which haveconnection with degeneration of body part, an especially neural system is dementia.Dementia in elderly will give an impact to the intellectual capacity decline, emotiondisorders, cognitive disorder and psychomotor disorders. Then it will be influencingworks, social activities, and also relationships with another person.
This research aim is to know distributions frequency victims which inclinedsuffers dementia in PSTW ”Budhi Luhur”, Kasongan, Bantul. With involvingvariables such as gender, education, and marital status. The instrument used isMMSE (Mini Mental State Examination) from Folstein.
This research done on November 2008 using Cross Sectional method on 32subjects, with details 17 women and 15 men. And the statistic test used is Chi Square,from the analysist results it gets significant relationship between gender (x²= 4,219;
p<0,05), education (x²=6,555; p<0,05) and marital status (x²=6,633; p<0,05) with
the incidence of dementia. The research results shows there is meaningfulrelationship between gender, education and marital status toward the incidence ofdementia in elderly.
Keyword : gender, education, marital status, dementia, MMSE, elderly.
PENDAHULUAN
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari usia
harapan hidup penduduknya (life expectancy). Demikian juga di Indonesia sebagai
suatu negara berkembang, meningkatnya kemajuan di segala bidang khususnya sektor
kesehatan dan sosial ekonomi serta meningkatnya pengetahuan masyarakat yang
bermuara pada kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup.
Akibatnya jumlah lanjut usia (lansia) dengan berbagai permasalahannya akan
meningkat.
Menua merupakan fase akhir kehidupan manusia yang umum. Setiap manusia
yang dikaruniai umur panjang akan melalui fase tersebut, namun perkembangan dan
lajunya berbeda-beda antar individu. Proses menua dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya keturunan, nutrisi, pola hidup dan lingkungan, sehingga memacu para
ilmuwan untuk mempelajari dan menerangkan mekanismenya.
3
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.1
Seiring pertambahan usia sel-sel tubuh banyak yang mati dan mengalami
degenerasi. Akibatnya terjadi gangguan fungsional dari berbagai macam organ
terutama pada sistem saraf. Keadaan yang biasa dialami oleh para lansia (usia diatas
65 tahun) adalah adanya gangguan daya ingat (memori), gangguan kecerdasan
(kognitif), gangguan fungsi gerak dan rasa, serta gangguan keseimbangan dan
koordinasi.2 Sehingga para lansia akan merasa terganggu pekerjaannya, aktivitas
sosialnya ataupun dalam berhubungan dengan orang lain.
Keadaan tersebut menjurus pada suatu sindrom demensia yang disebabkan
adanya perubahan pada otak (penyakit degeneratif) sebagai akibat proses penuaan.
Walaupun demikian, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya demensia pada
lansia (presenilis atau senilis). Beberapa diantaranya berpengaruh terhadap terjadinya
demensia yaitu jenis kelamin (gender), pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan.
Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai kemunduran fungsi mental
umum, terutama intelegensia yang disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang
irreversibel.3 Di samping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) demensia adalah
suatu sindroma yang diakibatkan oleh berbagai kelainan dan ditandai oleh gangguan
fungsi intelektual yaitu gangguan memori dan gangguan kognitif lain termasuk
berbahasa, orientasi, kemampuan konstruksi, berpikir abstrak, pemecahan masalah
dan ketrampilan, yang harus cukup berat sehingga dapat mengganggu kemampuan
okupasional atau sosial atau keduanya.4 Penderita demensia dapat juga terganggu
dalam penampilan, pekerjaan, dan atau aktivitas sosialnya.5
Sindrom demensia dapat pula berarti adanya gangguan mental organik dengan
karakteristik terjadinya gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang, pikiran
yang abstrak (gangguan asosiasi), gangguan dalam mengambil keputusan, dan
4
kerusakan lain dari fungsi kortek yang lebih tinggi atau adanya perubahan
kepribadian. Definisi demensia sebagai suatu sindrom, sehingga dalam mendiagnosis
hanya berdasar pada simptom klinik, dan lepas dari kausa atau prognosisnya.
Sedangkan tipe demensia yang paling umum dijumpai adalah penyakit Alzheimer,
diikuti demensia vaskuler atau multi infark demensia. Penyebab yang pasti dari
demensia Alzheimer masih belum diketahui, sedangkan etiologi dari demensia multi
infark berhubungan dengan atherosklerosis.6
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian cross sectional.
Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada November 2008 di PSTW ”Budhi Luhur”
Kasongan, Bantul.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah lansia yang tinggal di panti werdha pada tahun 2008-
2009 dan memenuhi kriteria inklusi.
Variabel Penelitian
Variabel bebas (independent) : Merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab dari variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu
jenis kelamin, pendidikan dan status perkawinan.
Variabel tergantung (dependent) : Variabel yang dipengaruhi.Variabel tergantung
pada penelitian ini adalah demensia.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi subyek dan melakukan
wawancara. Data yang diambil merupakan data primer.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination).
5
Cara penelitian
Peneliti mendatangi Panti Wredha di daerah Yogyakarta, dengan membawa
surat ijin penelitian Karya Tulis Ilmiah. Penelitian dilaksanakan dengan terlebih
dahulu meminta persetujuan responden, responden yang telah bersedia dilakukan
wawancara untuk mengetahui identitas, kemudian mengukur derajad demensianya
menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination).
Analisa Hasil Penelitian
Analisis data dilakukan dengan sajian tabel secara deskriptif dan dianalisa
dengan uji statistik chi square test.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah para lansia yang tinggal
menetap di PSTW Unit Budhi Luhur yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Dari seluruh penghuni panti yang tercatat pada tahun 2008-2009 (75 orang) terdapat
32 orang yang memenuhi syarat sebagai subjek penelitian. Dan sisanya tidak
memenuhi kriteria inklusi karena tidak pernah mengenyam pendidikan dan tidak
kooperatif. Penelitian dilakukan dengan membacakan pertanyaan dari MMSE kepada
setiap subyek penelitian. Karakteristik subjek penelitian ditampilkan dalam tabel 1
sebagai berikut :
6
Tabel 1. Karakteristik Subjek
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)Jenis kelamin
PriaWanita
1517
46,953,1
Total 32 100,0Usia
60-7475-90>90
22100
68,7531,25
0
Total 32 100,0Pendidikan
≤SLTP>SLTP
275
84,415,6
Total 32 100,0Pekerjaan
PensiunanWiraswastaNon aktif
10157
31,246,921,9
Total 32 100,0Status Perkawinan
Tidak menikahMenikahJanda/duda
51215
15,637,546,9
Total 32 100,0Frekuensi Demensia
DemensiaNormal
1022
31,2568,75
Total 32 100,0
Seperti yang terlihat pada tabel 1 yang menggambarkan banyaknya penderita
yang cenderung mengalami demensia pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Wreda ”Budhi Luhur” Kasongan, Bantul. Dari tabel di atas, dari jumlah total 32
responden sebanyak 22 orang (68,75%) dengan skor MMSE 24-30 dikategorikan
normal dan terdapat sebanyak 10 orang (31,25%) yang cenderung mengalami
demensia yaitu lansia dengan skor MMSE ≤ 23.
7
Selanjutnya hasil pengolahan data dari masing-masing variabel akan disajikan
melalui tabel di bawah ini.
Tabel 2. Distribusi penderita demensia berdasar jenis kelamin
Jenis Kelamin Derajad Demensia Total (%)Normal
(%)Demensia
(%)
Pria 13 (59,1) 2 (20) 15 (46,9)
Wanita 9 (40,9) 8 (80) 17 (53,1)
Total 22 (100) 10 (100) 32 (100)
X2 = 4,219 df = 1 p < 0,05
Dari tabel diatas sebanyak 8 orang (80%) lansia wanita mengalami demensia,
dan hanya 2 orang (20%) lansia pria yang mengalami demensia. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli, bahwa wanita mempunyai
risiko lebih tinggi dari pria untuk menderita penyakit demensia alzheimer2, ini dapat
disebabkan karena umur wanita lebih panjang dari pria.7 Dan pria memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mendapatkan demensia vaskuler.2
Wanita dalam menyelesaikan masalah lebih emosional, sensitif, tergantung
dan pasif, sedang pria lebih mandiri, emosinya lebih stabil, dominan dan lebih
impulsif.8 Perbedaan kepribadian ini disebabkan pola pengalaman universal dalam
keluarga. Bagi perempuan Jawa mereka dididik untuk manut dan nrimo, menerima
apa adanya dengan apa yang telah diterima.9 Perbedaan kepribadian tersebut terkait
dengan timbulnya depresi yang pada akhirnya mempengaruhi timbulnya demensia.
Setelah dilakukan uji statistik terhadap tabel 2 diperoleh x2 = 4,219 dan
p<0,05. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara
statistik antara proporsi lansia yang mengalami demensia berdasarkan perbedaan jenis
kelamin.
8
Tabel 3. Distribusi penderita demensia berdasar status pendidikan
Pendidikan Status Mental Total (%)Normal
(%)Demensia
(%)
≤SLTP 21 (95,4) 6 (60) 27 (84,4)
>SLTP 1 (4,6) 4 (40) 5 (15,6)
Total 22 (100) 10 (100) 32 (100)
X2 = 6,555 df = 1 p < 0,05
Berdasarkan tabel diatas sebanyak 6 orang (60%) lansia dengan riwayat
pendidikan ≤SLTP menderita demensia, sedangkan lansia dengan riwayat pendidikan
>SLTP yang menderita demensia berjumlah 4 orang (40%). Hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa bagi mereka yang berusia diatas 75 tahun dan tidak pernah
bersekolah maka kemungkinan untuk menderita demensia 2 kali lebih besar daripada
mereka yang berpendidikan lebih tinggi dari sekolah dasar.2 Pendapat ini dipertegas
oleh seorang ahli, bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang semakin
tinggi angka prevalensi demensia Alzheimer.10 Walaupun penelitian tentang
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kemunduran memori/kognitif yang
terjadi pada penderita demensia belum banyak. Namun para ahli berpendapat bahwa
semakin sering kita melatih otak dan mensibukkan otak kita, maka kemunduran
mental dapat diperlambat.2 Faktor psikososial juga mempengaruhi keparahan dan
perjalanan demensia, salah satunya adalah kemampuan intelektual seseorang.
Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan premorbid pasien, semakin baik
kemampuan pasien untuk mengkompensasi defisit intelektual.11
Dari uji statistik terhadap data dalam tabel 3 diperoleh x2 = 6,555 dan p<0,05.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik
antara tingkat pendidikan dengan kecenderungan seorang lansia terhadap terjadinya
demensia.
9
Tabel 4. Distribusi penderita demensia berdasar status perkawinan
StatusPerkawinan
Status Mental Total (%)Normal
(%)Demensia
(%)
Tidak Menikah 4 (18,2) 1 (10) 5 (15,6)
Menikah 11 (50) 1 (10) 12 (37,5)
Janda/duda 7 (31,8) 8 (80) 15 (46,9)
Total 22 (100) 10 (100) 32 (100)
X2 = 6,633 df = 2 p < 0,05
Terlihat bahwa janda/duda lebih banyak mengalami demensia yaitu 8 orang
(80%), dan hanya 1 orang (10%) lansia yang menikah dan 1 orang (10%) lansia yang
tidak menikah yang mengalami demensia. Menurut beberapa ahli status perkawinan
lebih menguntungkan dari yang lainnya karena segala macam penyakit baik fisik
maupun mental (dalam hal ini termasuk demensia) lebih menyukai orang-orang yang
single, janda/duda baik berpisah karena bercerai ataupun karena pasangannya
meninggal.12,13
Hubungan perkawinan yang baik bisa dimasukkan sebagai bantuan sosial
untuk kehidupan seseorang.14 Terutama dalam mengatasi dan mencegah gangguan
emosi yang hebat yang dapat mempercepat kemunduran mental seseorang.3 Hal ini
didukung oleh hasil uji statistik terhadap tabel 4 dengan nilai x2 = 6,633 dan p<0,05
yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah :
1. Hanya menggunakan satu instrumen (MMSE), sehingga penelitian ini
menjadi kurang spesifik. Maka untuk menentukan diagnosis secara pasti
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Beberapa variabel luar yang mempengaruhi dan tidak dapat dikendalikan
seperti kesehatan responden ketika dilakukan penelitian atau adanya gangguan
pada alat indera dari responden.
10
3. Terbatasnya penelitian mengenai demensia di Indonesia. Sehingga sulit untuk
mencari pembanding.
4. Terbatasnya jumlah responden sehingga mempengaruhi terhadap validitas
penelitian.
KESIMPULAN
Jenis kelamin, pendidikan dan status perkawinan berpengaruh terhadap
terjadinya demensia pada lansia.
SARAN
1. Penelitian ini hanya bersifat pendahuluan dan sederhana. Sehingga perlu
dilakukan penelitian yang lebih lanjut, terutama dalam menegakkan diagnosis
pasti.
2. Dalam menentukan faktor risiko responden perlu diperhatikan variabel-
variabel tertentu yang lebih spesifik, contohnya riwayat penyakit dahulu atau
riwayat penyakit keluarga.
3. Dokter dan para ahli lainnya perlu meningkatkan perhatian terhadap kejadian
demensia, seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia.
4. Meningkatnya minat masyarakat terutama lansia untuk menghuni panti
wredha, sehingga mutu dan kualitas pelayanan dari panti tersebut perlu dijaga
dan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Constantinides., cit Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
2. Lumbantobing, D. M. 1995. Kecerdasan pada Usia Lanjut dan Demensia. Balaipenerbit FK UI. Jakarta.
3. Maramis, W. F. 1994. Catatan Ilmu Kesehatan Jiwa. Airlangga University Press.Surabaya.
11
4. Soemarno., cit Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
5. Safithri, Fathiyah. 2005, Juli – Desember. Proses Menua di Otak dan Demensiatipe Alzheimer. Saintika Medika, Jurnal Kesehatan dan Kedokteran Keluarga.vol.2. no.2. 225 – 238.
6. Wind, A. W. 1994. Diagnosing Dementia in General Practice. Vrije Universiteitte Amsterdam.
7. Santoso, P.B., 1996. Penyakit Saraf pada Manusia Usia Lanjut, Pharos Bulletin 2: 21-28.
8. Persitarini., cit Prawitsari, J.E., 1994. Aspek Sosio-Psikologi lansia di Indonesia,Buletin Psikologi I.
9. Prawitsari, J.E., 1994. Aspek Sosio-Psikologi lansia di Indonesia, BuletinPsikologi I. 27-34.
10. Salmon, et al. 1989. Cross-Cultural Studies of Dementia : A Comparison of MiniMental State Examination Performance in Finland and China. Arch. Neurology.46 : 769-772.
11. Kaplan & Saddock. 2002. Sinopsis Psikiatri, Jilid 2, 7th Ed. EGC. Jakarta.
12. Bloom, B.L., 1977. Community Mental Health : A General Introduction. Brooke-Cole Publ Co. Monetary. California.
13. Turner, R., 1982. Direct, Indirect and Mode Rating Effects of Social SupportsUpon Psychological Distress and Associated Conditions, in Kaplan H.B (ed) :Psychosocial Stress : Trends in Theory and Research, New York : AcademicPress.
14. Ernster, V.I, et al. 1979. Cancer Incidence by Marital Status, 63 : 567-585. J.Nat. Cancer Institute.