Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

24
1 Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi Masa Tua. ABSTRACT Fahri, Muhammad.2012. Psychological Well-being Elderly in the face of Old Age. Advisor 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si Advisor 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si Keywords: Psychological Well-being, Elderly, Religiosity Individuals who have entered the age clearly want a feeling of comfort, in the face of the changes that occurred in the elderly include physical problems, economy, social, psychological when individuals face the old, feeling like comfort in old age is more to self-acceptance period under his parents, with sincere feelings and accept the situation. This study used a qualitative research design, the study subjects consists of three elderly individuals, that 68 to 75 years old, which is still active at age of being parents, the methods of data collection are by interviewing and observing . The analysis of the data in this study is using the technique of content analysis The research concludes that the influence of Psychological well-being is the extent to which elderly individuals prepare themselves during the pre elderly, and the second is led to feel of gratitude and surrender to Allah SWT, for elderly individuals who do not have time to prepare beforehand. Individual self- acceptance is needed for the elderly in old age individuals would face physical problems, economy, social, psychological, with gratitude and surrender to Allah SWT for a state that can not be met and will bring a sense of calm when undergoing the remnants of her life. The existence of aspects of religiosity and happiness will have a positive impact on the health of individuals so as to reduce and prevent stress response. Submission to Allah as well as individual self- acceptance is a measure that can increase the sense of personal significance. The emergence of the feeling of wanting meant for others it will be able to influence the formation of psychological well-being of the elderly in the face of old age.

Transcript of Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

Page 1: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

1

Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi Masa Tua.

ABSTRACT

Fahri, Muhammad.2012. Psychological Well-being Elderly in the face of Old

Age.

Advisor 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si

Advisor 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si

Keywords: Psychological Well-being, Elderly, Religiosity

Individuals who have entered the age clearly want a feeling of comfort, in

the face of the changes that occurred in the elderly include physical problems,

economy, social, psychological when individuals face the old, feeling like comfort

in old age is more to self-acceptance period under his parents, with sincere

feelings and accept the situation. This study used a qualitative research design, the

study subjects consists of three elderly individuals, that 68 to 75 years old, which

is still active at age of being parents, the methods of data collection are by

interviewing and observing . The analysis of the data in this study is using the

technique of content analysis

The research concludes that the influence of Psychological well-being is the

extent to which elderly individuals prepare themselves during the pre elderly, and

the second is led to feel of gratitude and surrender to Allah SWT, for elderly

individuals who do not have time to prepare beforehand. Individual self-

acceptance is needed for the elderly in old age individuals would face physical

problems, economy, social, psychological, with gratitude and surrender to Allah

SWT for a state that can not be met and will bring a sense of calm when

undergoing the remnants of her life. The existence of aspects of religiosity and

happiness will have a positive impact on the health of individuals so as to reduce

and prevent stress response. Submission to Allah as well as individual self-

acceptance is a measure that can increase the sense of personal significance. The

emergence of the feeling of wanting meant for others it will be able to influence

the formation of psychological well-being of the elderly in the face of old age.

Page 2: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

2

Fahri, Muhammad.2012. Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi

Masa Tua.

Pembimbing 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si

Pembimbing 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si

INTISARI

Individu yang telah memasuki usia lanjut jelas menginginkan perasaan

nyaman, dalam menghadapi perubahan yang terjadi dimasa usia lanjut antara lain

permasalahan fisik, ekomomi, sosial, psikologis yang terjadi ketika individu

menghadapi masa tua, perasaan ingin kenyamanan di usia lanjut lebih kepada

penerimaan diri dalam kondisi masa tuanya, yaitu dengan perasaan ikhlas dan

menerima keadaan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian

kualitatif, dengan subjek penelitian terdiri dari tiga individu lanjut usia, berusia 68

sampai 75 tahun, yang tetap aktif diusia tuanya, metode pengambilan data dengan

metode wawancara dan observasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan

teknik analisis isi (content analisis).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang mempengaruhi Psycological

well-being lanjut usia adalah seberapa jauh individu mempersiapkan diri pada saat

pra lanjut usia, dan yang kedua memunculkan perasaan syukur dan pasrah kepada

Allah SWT, bagi individu lanjut usia yang tidak sempat mempersiapkan diri

sebelumnya. Penerimaan diri individu usia lanjut sangat dibutuhkan karena pada

usia tua individu akan menghadapi permasalahan fisik, ekomomi, sosial,

psikologis, dengan bersyukur dan pasrah kepada Allah SWT atas keadaan yang

tidak dapat terpenuhi akan dapat memunculkan perasaan tenang ketika menjalani

sisa-sisa kehidupannya. Adanya aspek religiusitas dan kebahagiaan akan memiliki

dampak positif bagi kesehatan individu sehingga dapat mengurangi dan mencegah

respon stress. Kepasrahan kepada Allah SWT serta penerimaan diri individu

merupakan ukuran yang dapat meningkatkan rasa kebermaknaan pribadi.

Munculnya perasaan ingin berarti bagi orang lain justru akan dapat mempengaruhi

terbentuknya Psycological well-being para lanjut usia dalam menghadapi masa

tuanya.

Kata Kunci : Psycological Well-being, Lanjut Usia, Religiusitas

Pengantar

Lanjut usia merupakan istilah

tahap akhir dari proses penuaan atau

juga bisa disebut sebagai akhir dari

rentang hidup manusia. Laslett

(Caselli dan Lopez,1996) menyatakan

bahwa menjadi tua (aging)

merupakan proses perubahan

psikologis secara terus menerus yang

dialami manusia pada semua

tingkatan umur dan waktu, sedangkan

usia lanjut (old age) adalah istilah

untuk tahap akhir dari proses penuaan

tersebut.

Page 3: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

3

Menurut kriteria yang

ditetapkan oleh WHO seseorang

yang dikategorikan berusia lanjut

apabila telah memasuki usia di atas

60 tahun. Pada masa ini individu

mengalami proses menua (aging),

proses tersebut merupakan proses

alami yang disertai dengan adanya

penurunan kondisi fisik, psikologis

dan sosial yang saling berinteraksi

satu sama lain. Partini (2011), Di

negara-negara maju seperti Amerika

Serikat, Kanada, Belanda, Australia,

Swedia, dan beberapa negara Eropa

lainnya yang angka harapan hidup

penduduknya relative lebih tinggi dari

pada negara-negara berkembang,

menggunakan batasan usia 65 tahun

sebagai batas terbawah untuk

kelompok penduduk usia lanjut, agak

berbeda dengan Asia, termasuk

Indonesia yang menggunakan batasan

usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut

tentu tidak bisa dielakkan oleh

siapapun khususnya bagi yang di

karuniai umur panjang. Yang bisa di

lakukan hanyalah menghambat proses

menua agar tidak terlalu cepat, karena

pada hakikatnya adalah disaat proses

penuaan akan terjadi proses

kemunduran atau penurunan. Tidak

semua para lansia yang memiliki anak

dapat hidup bersama dan

mendapatkan perawatan dari keluarga

terutama anak dan cucu pada saat

lanjut usia, sebab ada beberapa faktor,

yang membuat individu lanjut usia

tidak mendapatkan perawatan dari

keluarga seperti: tidak memiliki

keturunan, punya keturunan tetapi

telah meninggal lebih dulu, anak tidak

mau direpotkan untuk mengurus

orang tua, anak terlalu sibuk dan

sebagainya. Maka Panti Werda

merupakan salah satu alternatif bagi

para lanjut usia untuk mendapatkan

perawatan dan pelayanan secara

memadai, mengingat bahwa Panti

Werdha adalah unit pelaksana teknis

kegiatan pelayanan sosial kepada

lansia untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka secara layak melalui

pemberian penampungan yaitu

penempatan lansia di dalamnya,

jaminan hidup seperti makanan dan

pakaian, pemeliharaan kesehatan,

pengisian waktu luang termasuk

rekreasi, bimbingan sosial, mental

serta agama, sehingga mereka dapat

menikmati hari tuanya dengan diliputi

ketentraman lahir dan batin

(Direktorat Jenderal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial & Direktorat Bina

Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2004).,

akan tetapi hal ini tidak seratus persen

akan diterima oleh para lanjut usia

secara lapang, hidup di panti bukan

merupakan pilihan terbaik, bahkan

sebaliknya menjadi pilihan pahit yang

kadang menyedihkan. Hal tersebut

dapat di lihat berdasarkan hasil

wawancara awal sebagai berikut :

“Awalnya tinggal dirumah

sendiri campur sama saudara, tapi

keponakannya saya jahat, setiap hari

menangis-setiap hari menangis, semua

yang saya kerjakan selalu salah,

terkadang saya rindu sama anak saya,

tapi anak saya tinggal di kalimantan

hapenya tidak bisa dihubungi, kata

orang-orang pindah, sebenarnya ingin

besama keluarga tapi setelah di pikir-

pikir lagi lebih baik disini, dari pada

di rumah nanti seperti itu lagi, kalau

Page 4: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

4

anak saya tahu pasti tidak

mengijinkan saya disini. (I, 09 April

2012)

Pada umumnya para lanjut usia

seringkali merasakan penempatan

mereka di panti sebagai bentuk

pengasingan dan pemisahan dari kasih

sayang keluarga, terutama bagi lansia

yang masih mempunyai anak dalam

kondisi hidup berkecukupan.

Hal tersebut dapat di lihat dari

wawancara sebagai berikut:

“Saya hasil semua

menyekolahkan anak-anak, ini

kemarin saya telepon “inget salah

bagaimanapun saya ini orang tuamu

bukan bapak barumu mudah-

mudahan kamu tergugah hatimu,

terbuka hatimu hari raya mendatang

tengoklah bapak” baru kemari saya

telepon, iya pak iya. Mudah mudah

dalam hati saya ya! Mendoakan

semoga banyak rezeki, selamat dan

tengoklah bapak di hari raya, semoga

terbuka tergugah hatinya. Belum

pernah saya masuk sini hampir dua

tahun, keluarga saya tidak ada yang

ada yang datang anak-anak saya tidak

ada yang datang, bayangkan saja jika

saya pikirkan berat, tapi tidak saya

pikirkan, saya membawa diri saya

sendiri” (Y,02 Mei 2012)

Nilai moral dan agama yang

mengharuskan anak berbakti pada

kedua orang tua yang masih kuat

mengakar pada masyarakat, sehingga

menjadi beban tersendiri bagi para

lanjut usia yang justru akan

memunculkan perasaan negatif,

perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih,

perasaan dendam, marah dan

sebagainyasehingga perasaan tersebut

akan menimbulkan depresi, bahkan

memunculkan tindakan - tindakan

yang irasional.

Penemuan kasus bunuh diri

yang di lakukan Dokter AKBP (Pur)

Sabaroedin, 71 Tahun, yang di

temukan dalam posisi gantung diri di

kamarnya besar dugaan kejadian

tersebut adalah kesengajaan korban,

karena sebelum kejadian korban

dengan alasan kesehatan

memulangkan para pembantu rumah

tangga yang biasa membantunya

dirumah. (Jawa Pos, 2012).

Hal tersebut memberikan

gambaran mengenai tindakan irasional

yang terjadi dimasa usia lanjut, namun

perasaan irasional itu dapat di hindari,

yaitu dengan cara menerima kekuatan

dan kelemahan diri apa adanya,

sehingga dapat memunculkan perasaan

bahagia, mempunyai kepuasan hidup

dan tidak ada gejala-gejala depresi

yang disebut dengan Psycological

Well-being.

Menurut Martin dan Poland

(1980), penyesuaian diri merupakan

proses mengatasi permasalahan

lingkungan yang berkesinambungan.

Santrock (1998) juga menyatakan

bahwa untuk mencapai penyesuaian

diri yang baik bagi lansia adalah

dengan berusaha mencapai

psychological well-being. Bradburn

(dalam Santrock, 1998)

mendefinisikan psychological well-

being sebagai kebahagiaan dan

penerimaan diri sendiri sehingga

mendapatkan suatu kepuasan diri

dengan apa yang dimiliki yang dapat

diketahui melalui beberapa dimensi

antara lain lingkungan, hubungan

Page 5: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

5

positif dengan orang lain, tujuan

hidup, serta penerimaan diri. Kondisi

tersebut sangat dipengaruhi fungsi

psikologis yang positif seperti:

penerimaan diri, mampu menjalin

relasi sosial yang positif, memiliki

tujuan hidup yang jelas,

mengembangkan diri, penguasaan

lingkungan dan otonomi. Hal tersebut

di atas merupakan fonomena yang

penting sehingga peneliti tertarik

untuk mendalami dan mengungkap

fenomena Psycologycal Well-being

pada lansia dalam menghadapi masa

tua.

Tinjauan Pustaka

A. Psychological Well-Being

Carol D Ryff (dalam Keyes,

1995), yang merupakan penggagas

teori Psychological Well-Being yang

selanjutnya disingkat dengan PWB

menjelaskan istilah psychological

well-being sebagai pencapaian penuh

dari potensi psikologis seseorang dan

suatu keadaan ketika individu dapat

menerima kekuatan dan kelemahan

diri apa adanya, memiliki tujuan

hidup, mengembangkan relasi yang

positif dengan orang lain, menjadi

pribadi yang mandiri, mampu

mengendalikan lingkungan, dan terus

bertumbuh secara personal. Konsep

Ryff berawal dari adanya keyakinan

bahwa kesehatan yang positif tidak

sekedar penakit fisik namun

kesejahteraan psikologis terdiri dari

adanya kebutuhan untuk merasa baik

secara psikologis (psychologically-

well).

Psychological well-being

merupakan suatu konsep yang

berkaitan dengan apa yang dirasakan

individu mengenai aktivitas dalam

kehidupan sehari-hari serta mengarah

pada pengungkapan perasaan -

perasaan pribadi atas apa yang

dirasakan oleh individu sebagai hasil

dari pengalaman hidupnya.

Menurut Ryff (dalam Ryff

1989) gambaran tentang karakteristik

orang yang memiliki kesejahteraan

psikologis merujuk pada pandangan

Rogers tentang orang yang berfungsi

penuh fully-functioning person,

pandangan Maslow tentang aktualisasi

diri self actualization, pandangan Jung

tentang individuasi, konsep Allport

tentang kematangan, juga sesuai

dengan konsep Erikson dalam

menggambarkan individu yang

mencapai integrasi dibanding putus

asa. psychological well-being dapat

ditandai dengan diperolehnya

kebahagiaan, kepuasan hidup dan

tidak adanya gejala-gejala depresi.

Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff,

1995) kebahagian hapiness merupakan

hasil dari kesejahteraan psikologis dan

merupakan tujuan tertinggi yang ingin

dicapai oleh setiap manusia.

Ryff menyebutkan bahwa

psychological well-being terdiri dari

enam dimensi, yaitu penerimaan

terhadap diri sendiri, memiliki

hubungan yang positif dengan orang

lain, kemandirian, penguasaan

terhadap lingkungan, memiliki tujuan

dan arti hidup serta pertumbuhan dan

perkembangan yang berkelanjutan.

Selain itu, setiap dimensi dari

psychological well-being menjelaskan

tantangan yang berbeda yang harus

Page 6: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

6

dihadapi individu untuk berusaha

berfungsi positif Ryff (1995).

Dapat disimpulkan bahwa

Psychological Well-Being adalah

kondisi individu yang ditandai dengan

adanya perasaan bahagia, mempunyai

kepuasan hidup dan tidak ada gejala-

gejala depresi.

Kondisi tersebut dipengaruhi

adanya fungsi psikologis yang positif

seperti penerimaan diri, relasi sosial

yang positif, mempunyai tujuan hidup,

perkembangan pribadi, penguasaan

lingkungan dan otonomi.

B. Teori Perkembangan Usia

Lanjut

1. Teori Penyesuaian Diri Lansia

Penyesuaian diri terhadap

pekerjaan dan keluarga bagi orang

usia lanjut adalah sulit karena

hambatan ekonomis yang sekarang

ini memainkan peran penting

daripada masa sebelumnya.

Walaupun ada bantuan keuangan

dari pemerintah dalam bentuk

jaminan kesehatan, jaminan sosial,

dan pembagian keuntungan secara

bertahap yang diperoleh dari dana

pensiun, dan dari perusahaan,

mereka kadang-kadang tidak

sanggup mengatasi berbagai

problem yang mereka hadapi

Hurlock (1992).

C. Masalah Yang Di Hadapi

Usia Lanjut

Masalah yang pada umumnya

dihadapi oleh usia lanjut dapat

dikelompokkan ke dalam (1) masalah

Ekonomi, (2) masalah Sosial budaya,

(3) masalah Kesehatan dan (4)

masalah Psikologis.

1) Masalah Ekonomi

Usia lanjut di tandai dengan

menurunnya produktivitas kerja,

memasuki masa pensiun atau

berhentinya pekerjaan utama. Hal ini

berakibat pada menurunnya

pendapatan yang kemudian terkait

dengan pemenuhan hidup sehari-hari,

seperti sandang pangan, papan,

kesehatan, rekreasi dan kebutuhan

sosial.

2) Masalah Sosial.

Memasuki masa tua di tandai

dengan berkurangnya kontak sosial,

baik dengan anggota keluarga, anggota

masyarakat maupun teman kerja

sebagai akibat terputusnya hubungan

kerja karena pensiun. Disamping itu

kecenderungan meluasnya keluarga

inti atau keluarga batih (nucleus

family) dari pada keluarga luas

(extended family) juga akan

mengurangi kontak sosial usia lanjut.

3) Masalah Psikologis

Masalah psikologis yang

dihadapi usia lanjut pada umumnya

meliputi :

Kesepian, terasing dari

lingkungan, ketidak berdayaan,

perasaan tidak berguna, kurang

percaya diri, ketergantungan,

keterlantaran, terutama bagi usia lanjut

yang miskin, post power syndrome dan

sebagainya.

1. Pengertian Religiusitas

Page 7: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

7

Kata religi berasal dari bahasa

latin religio yang akar katanya adalah

religere yang berarti mengikat. Religiusitas juga dapat

dikatakan sebagai kesadaran akan

hidup yang lebih baik berdasarkan

pada nilai-nilai yang terkandung

didalam ajaran agamanya. Sitanggang

(2003), menyatakan bahwa manusia

religius adalah manusia yang

mempunyai hati nurani serius, taat,

saleh dan teliti menurut norma atau

ajaran agama Islam.

Hasil

Laporan Pelaksanaan.

Penelitian dilaksanakan mulai

tanggal 02 Mei 2012 sampai dengan

tanggal 25 Juli 2012dengan proses

pengambilan data sebagai berikut :

Tabel 2.

Intensitas Pertemuan Dengan

Subjek

Peneliti membagi subjek

penelitian dalam tiga kategori yaitu:

a. Subjek 1 sebagai Lansia yang tidak

memiliki perencanaan menghadapi

masa tua sehingga harus tinggal di

Panti Werda.

b. Subjek 2 memiliki kualitas hidup

yang lebih baik namun kurang

optimal dalam mempersiapkan diri

menghadapi masa tua.

c. Subjek 3 adalah lansia yang

memiliki perencanaan yang

matang untuk menghadapi masa

tua.

Penelitian ini membahas

mengenai Psychological Well-being

lansia dalam menghadapi masa tua.

Berdasarkan metode-metode yang

telah dilakukan, telah didapatkan

beberapa temuan-temuan penelitian

dan dijelaskan dalam beberapa tema

penting yang muncul. Adapun tema-

tema yang muncul adalah :

1. Penerimaan Diri (Self-

Acceptance)

Dalam penelitian ini tema

penerimaan diri ini muncul sebagai

bentuk sikap positif individu serta

sebagai bentuk kemampuan untuk

mengatasi respon-respon stress

berkaitan dengan pengaruh fisik dan

lingkungan sekitar, menjadi tua

merupakan hal yang wajar dalam

kehidupan manusia, maka dengan

begitu tidak dapat dipungkiri bahwa

semua makhluk akan mengalami

penuaan atau menjadi tua, sehingga

dengan adanya proses menerima

keadaan diri merupakan awal dari

tercapainya kualitas hidup di masa tua.

Perlunya pertimbangan dalam

menghadapi masa pensiun, dengan

penerimaan terhadap sesuatu yang

akan terjadi pada masa tua akan

menjadi pondasi dalam terbentuknya

penerimaan diri para usia lanjut.

Perubahan yang terjadi di masa usia

lanjut akan semakin telihat seiring

Page 8: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

8

dengan bertambahnya usia, sehingga

akan memunculkan keterbatasan ruang

gerak dari para usia lanjut, keinginan

menjaga yang berlebihan dari keluarga

dan anak-anak justru menjadi

hambatan bagi para usia lanjut untuk

beraktifitas dengan nyaman. “Ada yang masih potensial ada yang

non potensial, yang potensial itu yang sek

waras, masih bisa kerja, kadang-kadang

masih bisa bantu keluarganya, kalau punya

usaha buat apa misalnya buat kue, di jual bisa

buat sangu cucunya! Atau bisa bantu-bantu

misalnya nyapu-nyapu atau apa!”

(Subjek3.2.22/07/2012)

Hal itu dikuatkan dari

peryataan subjek yang mengatakan

dengan adanya pembatasan kegiatan

yang diperkenankan untuk individu

yang memasuki masa tua justru perlu

di pertimbangkan lagi karena pada

dasarnya para usia lanjut mengerti

mana-mana saja hal yang masih

mampu dikerjakan dan apa yang tidak

mampu dikerjakan. Sehingga akan

lebih tepat jika mengijinkan para usia

lanjut untuk beraktifitas. Karena

walaupun individu usia lanjut secara

usia sudah tua, namun masih memiliki

semangat, keinginan bahkan ambisi

untuk berbuat sesuatu seperti yang

yang dinyatakan oleh salah satu

subjek; lah ini..ini.. sangking sayangnya

emane, sayangnya! Anaknya cucunya kumpul

ya! Ndak boleh kerja! Ini malah ini, kan orang

tua itu! Ya orang sama punya semangat,

punya keinginan,ambisi walau kecil-kecil ya

pingin nyambut gawe!(Subjek3.2.22/07/2012).

a. Permasalahan Fisik

Munculnya permasalahan

mengenai keadaan fisik akan dialami

oleh individu usia lanjut karena

keadaan tersebut merupakan sebuah

proses alamiah yang ditandai dengan

perubahan dalam siklus kehidupan,

diawali dengan proses kelahiran,

kemudian semakin dewasa,

selanjutnya semakin tua kemudian

menderita berbagai penyakit dan

akhirnya meninggal dunia (Partini

2011) Pernyataan subjek mengenai

keadaan fisik memasuki masa tua,

subjek mengatakan bahwa ketika

memasuki masa tua masalah fisik

merupakan merupakan masalah yang

pasti terjadi :

Memasuki masa usia lanjut

penurunan fisik sangat dirasakan,

namun dengan adanya pandangan

positif dalam memaknai hal tersebut

akan dapat menentukan

kesejahteraannya.

Kenyataannya bahwa dengan

bertambahnya usia akan dapat

mempengaruhi keberfungsian organ

tubuh sepertinya dapat dibenarkan

seperti yang dialami subjek dalam

penelitian ini yang tiba-tiba

mengalami sakit ketika mengonsumsi

makanan tertentu, yang pada usia

sebelumnya tidak subjek alami,

sehingga wajar apabila di usia tua

subjek merasakan adanya

permasalahan berkaitan dengan

fisiknya. Hal itu senada dengan

pernyataan Samino (dalam Partini

2011) proses menua didefinisikan

sebagai akumulasi secara progresif

dari berbagai perubahan patofisologis

organ tubuh yang berlangsung seiring

dengan berlalunya waktu dan seiring

meningkatkan kemungkinan terserang

penyakit atau kematian. Anggapan

Page 9: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

9

masa tua sebagai masa ketidak

berdayaan secara fisik merupakan

anggapan yang justru akan

memperburuk kualitas hidup para usia

lanjut. pada dasarnya masa tua itu

sendiri merupakan masa

mempertahankan kehidupan agar

tetap sehat terjaga, terhindar dari

penyakit, sehingga tidak menyulitkan

orang lain.

b. Permasalahan Ekonomi

Pada usia lanjut lansia akan

memasuki masa pensiun atau

berhentinya pekerjaan utama. Hal itu

ditandai dengan menurunnya

pendapatan yang kemudian terkait

dengan pemenuhan hidup sehari-hari,

seperti sandang, pangan, papan,

kesehatan, rekreasi dan kebutuhan

sosial.

Pada sebagian para usia lanjut

karena kondisi yang ada tidak

memungkinkan untuk produktif lagi,

penghasilannya berkurang bahkan

tidak mempunyai penghasilan sama

sekali. Pernyataan subjek mengatakan

bahwa terjadi penurunan penghasilan

yang subjek alami ketika memasuki

masa usia pensiun, seperti hilangnya

insentif yang itu dapat mengurangi

penghasilan yang subjek dapatkan.

Penghasilan usia lanjut yang

hanya mengandalkan dari gaji pensiun

akan dirasa tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan lain selain

kebutuhan pokok. Hal tersebut akan

berbeda apabila para usia lanjut

memiliki penghasilan yang

mencukupi, atau para usia lanjut yang

memiki perencanaan keuangan, seperti

yang direncanakan oleh salah satu

subjek dalam penelitan ini dengan

kebiasaannya mengatur pengeluaran

bulanannya dan membaginya sesuai

kebutuhan. Berbeda lagi pada subjek

yang kurang merencanakan atau

sudah merencanakan tetapi tidak

berhasil menyebabkan mereka harus

tetap bekerja untuk memenuhi

kebutuhan pokoknya. Para lanjut usia

yang tidak berpenghasilan ataupun

berpenghasilan tetapi tidak dapat

memenuhi bekutuhannya, akan

menghadapi masalah besar dimasa

tuanya. Seperti yang dialami oleh

subjek penelitian ini yang mengalami

penurunan penghasilan, dan

penghasilan tersebut tidak mencukupi

untuk memenuhi kebutuhan sewaktu-

waktu dan mendadak.

Hal ini sejalan dengan saran

yang diberikan pakar keuangan bagi

individu yang telah memasuki masa

pra-usia lanjut untuk mempersiapkan

diri dengan menciptakan “passive

income” atau penghasilan yang

diperoleh secara pasif, seperti

memiliki rumah yang disewakan,

memiliki saham, memiliki tabungan

deposito, memiliki usaha yang

dijalankan orang lain yang semuanya

itu dapat memberikan

pendapatan/penghasilan tanpa harus

bekerja lagi. Partini (2011). Bagi

subjek yang memiliki perencanaan

sebelum pensiun, tidak terlalu

merasakan masalah dalam kondisi

keuangannya, karena dengan

mempersiapkan passive income yang

subjek miliki di masa usia lanjut dapat

menjadi penopang ekonomi subjek

tanpa harus bekerja.

Page 10: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

10

Seperti memilki Kamar kost,

adanya kartu asuransi dapat mengatasi

pesoalan yang berkaitan dengan

masalah kesehatan. Ketika subjek

memasuki masa usia lanjut subjek

tidak merasa terbebani dan dapat

memenuhi kebutuhan lain seperti

halnya rekreasi dan kebutuhan sosial

lainnya. Pada dasarnya manusia selalu

ingin yang terbaik, ingin berkembang

mengoptimalkan diri, bagaimana

dengan lansia yang tidak

mepersiapkan “passive income” atau

penghasilan yang diperoleh secara

pasif. Tentu akan mengalami

permasalahan dalam menyambung

kehidupannya. Yang pertama dengan

mensyukuri nikmat yang telah

diberikan Tuhan, dan tidak

memaksakan diluar kemampuan diri.

Supanjar (dalam Partini 2011) bahwa

orang Jawa memiliki pandangan hidup

yang: enpan papan, kala mangsa,

(tahu waktu) duga praduga, agak

tangguh, adanya kesesuaian antara

lambe lan ati kesesuaian antara kata

dan perbuatan yang kesemuanya itu

secara kualitatif telah dijunjung tinggi

(bawa laksana). Misalnya : orang

Jawa mampu nalar (berfikir analitis)

bahwa hidup itu betapapun juga

kekurangan yang ada di dalamnya,

harus kita terima dengan penuh rasa

syukur dengan kata lain “nrimo ing

pandhum” merupakan salah satu

kuncinya, sehingga dengan pandangan

ini orang Jawa tidak menuntut yang

bukan-bukan yang menyebabkan

orang selalu tegang. Untuk mengatasi

hal tersebut maka keberadaan Panti

Werda sangat dibutuhkan karena

dengan adanya lembaga tersebut para

orang tua yang tidak memiliki anak,

punya anak tetapi tidak mau

direpotkan, dapat terbantu untuk

memenuhi kebutuhannya, namun pada

kenyataannya jumlah jaminan sosial

dari pemerintah masih terbatas

sehingga masih banyak yang belum

terjamah dan belum mampu memenuhi

bebutuhan para usia lanjut.

Keberadaan lembaga

kesejahteraan sosial usia lanjut ini,

kiranya dapat direspon positif oleh

subjek yang tidak memiliki

perencanaan ekonomi, atau mengalami

masalah yang tidak baik dengan

saudara dan anak-anaknya ketika di

usia tua.

c. Permasalahan Sosial

Memasuki masa tua ditandai

dengan berkurangnya kontak sosial,

baik dengan anggota keluarga, anggota

masyarakat maupun teman kerja akibat

terputusnya hubungan kerja karena

pensiun disamping itu tatanan sosial

masyarakat kini mengarah kepada

tatanan masyarakat yang indi

vidualistik (Partini 2011) tetapi pada

kenyataannya masih ada individu usia

lanjut yang tetap berinteraksi dengan

baik terhadap lingkungan sosialnya,

sejalan dengan kodrat manusia sebagai

makhluk sosial yang dalam hidupnya

selalu membutuhkan orang lain.

Seperti keterangan subjek yang

memiliki aktifitas kelompok

kemasyarakatan setelah pensiun,

sehingga dapat mengurangi perasaan

terkucilkan dari lingkungan.

Page 11: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

11

Cara yang dilakukan tersebut

seperti membentuk kelompok-

kelompok Karang Werdha,

perkumpulan pensiunan adalah untuk

menciptakan kontak sosial yang

merupakan kebutuhan para usia lanjut.

Bagi subjek yang tinggal di Lembaga

Kesejahteraan Sosial Usia lanjut juga

memiliki cara tersendiri untuk tetap

menunjukkan keberadaannya dengan

membagi keterampilannya kepada

teman-temannya dan bercanda

bersama-sama.

Perasaan senang dengan

berkegiatan di usia tua dapat

mengurangi pikiran-pikiran irasional.

Subjek menghabiskan hari-harinya

untuk sekedar berjumpa dan

berbincang dengan rekan-rekannya,

karena subjek beranggapan bahwa

dengan cara berjumpa dengan rekan-

rekannya akan memunculkan perasaan

senang. Subjek berusaha untuk tetap

menjalin hubungan dengan rekan-

rekannya, bahkan berekreasi bersama

untuk menyenangkan diri di masa

tuanya. Hal itu sejalan dengan

pernyataan Ancok (1993) yang

menyatakan bahwa upaya

menghimpun kelompok usia lanjut

dalam wadah kegiatan,

memungkinkan mereka berbagi rasa

dan menikmati hidup.

d. Masalah Psikologis 1. Kesepian (Loneliness)

Kesepian adalah perasaan

terasing, tersisihkan terpencil dari

orang lain.

Kesepian yang dialami

seseorang adalah gejala umum,

namun kesepian yang dialami oleh

para usia lanjut lebih terkait

kontak sosial atau berkurangnya

kontak sosial baik anggota

keluarga atau masyarakat akibat

terputusnya hubungan kerja. Hal

terlihat dengan pernyataan subjek

1 yang mengaku menjalani

kehidupan masa tua tanpa anak-

anak dirasakan sangat berat, yang

akhirnya mengharuskan subjek

berada di Panti Werdha saat ini,

ditambah lagi anaknya sampai

saat ini belum pernah menjenguk

atau sekedar menghubungi subjek

saja belum pernah khususnya anak

perempuannya. “Trus saya mungkin ada yang

ndak disenangi oleh anak-anak

mengurangi.. mengurangi keharmonisan

ya! karena kawin dua, tapi sebelumnya

itu bukan terus kawin dua enggak! Ada

masalah sesuatu yang tidak cocok bagi

pribadi saya! (Subjek 1.2.12/07/2012)

Namun apabila individu

usia lanjut dapat mengatasi

permasalahan tersebut dengan

kegiatan maka rasa kesepian tidak

akan terlalu dirasakan sehingga

akan dapat mengatasi rasa

kesepian tersebut dengan baik,

yaitu dengan cara mencari

kegiatan-kegiatan seperti

pembuatan kerajinan, memasak

dan mengundang orang lain,

menerapkan hobi, dan lain-lain.

Page 12: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

12

“sepi maksudnya itu ya! Iya ndak

juga alhamdulilah. Disini ada anak kost

disini kebetulan kosong! Anak kost PJKA

kapan hari itu ada empat! Kalau ada

kelebihan kue diberi jadi kalau anak kost

disini mesti senangnya! Sering-sering

kan dapat berkat! Kan tidak termakan

semua! Pokoknya yang saya tidak bisa

makan bangsanya ketan lemper! Itu tak

taruk di anak-anak sana! Saya paling

ambil nogo sarinya! (Subjek

3.1.17/07/2012)

Cara untuk menghilangkan

perasaan sepi adalah dengan

kegiatan yang menghasilkan

interaksi dengan orang lain.

“kadang-kadang saya buat

makanan, sapa tak undang-tak undang!

Kalau makan bersama kan enak! Kan sepi

Cuma dua orang ini” (Subjek

3.1.17/07/2012)

2. Keberfungsian Penuh (Fully

functioning)

Meyakini bahwa tujuan

kehidupannya adalah bersyukur

kepada Allah SWT dengan

keberadaannya di UPT-Kesejahteraan

Sosial Usia lanjut Kabupaten Jember,

karena masih banyak para lansia yang

lain masih harus mengadu nasib tanpa

kepastian diluar Panti untuk

melanjutkan kehidupannya. Merasa

senang dan bangga ketika melihat

anak-anaknya berhasil termasuk orang

orang yang dulu pernah dibantunya

kini telah berhasil.

Serta berharap dapat menjalani

kehidupannya dengan penuh

kepasrahan diusia subjek yang

semakin menua, dan ingin

melanjutkan sisa kehidupannya tanpa

harus memikirkan masalah yang

dihadapi hingga berlarut-larut.

Merasakan keraguan ketika subjek

meninggal nanti, apakah ada yang

mengakui subjek sebagai keluarga.

“Saya itu menderita batin Tapi saya

punya cara lain untuk menghapus penderitaan

saya! Yaitu dengan cara lain cari kesibukan!

Ndak mikiri itu percuma merusak badan.

Alhamdulillah! Tidak ada keluhan apa!

Pasrah! Saja! Yaitu ada hubungan dengan

terserah apa adanya! Kalau saya pikirkan

secara mendalam terpukul Bapak! Menangis!

Terbukti dengan kesabaran dan ketabahan

Alhamdulillah disehatkan lah ! Yang utama

itu! Walaupun di sini terjamin, kalau pikiran

selalu anu! Akhirnya fisiknya menurun.

Mungkin pikiran saya tidak ngelambyar

mungkin ya stress! Saya punya jalan untuk

membawa dirinya sendiri!“

“iya sudah jelas itu! Akhirnya

hubungannya kedinasan. Masalah keluarga

anak saya perwira kalau bisa rusak

jabatannya, iya kalau yang perempuan terima

kalau ndak terima nambah dendam ini

ceritanya! Jadi begitulah korban untuk anak!

Biar saya begini ndak pa-pa! Saya sudah

bersyukur saja! Kalau jamannya nabi,

bersyukur saja! Sedang pada jamannya nabi

saja 63 tahun Cuma yang saya sesalkan anak

saya belum sempat melihat saya! Karena pada

saat saya nanti dipanggil, saya itu dikuburkan

dimana? …sesuai dengan hati saya! Kuburkan

saya disebelahnya atau dilokasi yang sama

atau disebelahnya makam Bapak saya hal ini

sudah saya katakan pada pak RW! Jadi saya

diterima sepenuhnya! Biar bisa diumumkan.

Sini sudah siap anu! Ambulan, kan ada Hp

sewaktu-waktu bisa ngasih keputusan.

Saya anu ya! Supaya tidak merepotkan.

Itu saja! Dan diumumkan di masjid biar ada

yang datang sudah itu saja! Sudah kesana

kalau anak saya itu datang! Biar di situ saja!

Inikan sama saja dengan amanah!”

Page 13: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

13

Subjek menginginkan

kejelasan pada saat subjek meninggal

nanti, dapat diakui sebagai warga

ditempat asalnya, perasaan subjek

sekarang seperti terlantar atau tidak

memiliki kejelasan dalam struktur

keluarga.

Subyek menginginkan

pemakaman didekat tempat makam

orang tuanya dengan harapan dapat

diakui sebagai keluarga dan memiliki

status keluarga yang jelas. Sedangkan

subjek 2 memiliki tujuan hidup untuk

senantiasa mengembangkan diri dan

ingin selalu berpikir optimis, lebih

menyesuaikan dengan keadaan serta

tidak menyesali apa yang ada di masa

lalu agar tidak membebani pikiran di

usia sekarang. “ya sebagai manusia kita itu harus

optimis! Bahwa nantinya ini upaya yang saya

lakukan ini bisa tercapai itu! Gitu aja! Yang

jelas kalau dengan masa muda, eh.. masa

anak, masa remaja, masa dewasa, terus masa

tua itu kan lain, lagi pula kita jangan terlalu

anu, jangan terlalu anu! Di pikirkan contoh

saya saya lihat anak muda sekarang! Bisa beli

sepeda motor anu! Jaman saya dulu kok tidak

bisa jangan terpikirkan dulu! Jadi saya tetap

pada komitmentnya! Saya ingin hidup! Sehat

sejahtera, dan tetap kita beribadah pada

Allah.. jadi tidak usah macem-macem ya

menyesuaikan dengan lingkungan yang ada!

Dengan kondisi diri ya ada! Jangan terlalu

berangan –angan yang terlalu muluk-

muluk!”( Subjek 2.2.19/07/2012)

Subjek 3 mengatakan “Jangan

sampai tidak punya harapan, sudah

tuapun kita harus mempunyai

harapan, ya supaya sehat!” di masa

usia lanjut seseorang diharuskan untuk

memiliki harapan agar dapat menjalani

kehidupan ini lebih terarah.

Subjek 3 memiliki tujuan

hidup untuk berbagi kebahagiaan

dengan individu seusia agar dapat ikut

berbahagia menikmati masa usia lanjut

dengan penuh perasaan senang,

menyenangkan diri sendiri dengan

kegiatan-kegiatan dan mendoakan

anak-anak yang terbaik, mencapai

kebahagiaan dialam Akhirat. …Nah sekarang tinggal

menyenangkan diri! Menyenangkan orang-

orang sekitar. Menyenangkan orang-orang

tua, kan menyenangkan jika ada arisan, ada

simpan pinjam, ada hiburan dengan kumpul-

kumpul kita, senam ada. (

Subjek3.2.17/07/2012) “… Di kehidupan kedua itu

ditempatkan di tempat yang diridhoi Allah, itu

harapannya! Tapi harapan duniawi mungkin

ya anak! Kalau doanya itu di beri

pengampunan. Mudah-mudahan dosa yang

sengaja maupun yang tidak diberi

pengampunan. Ditunjukkan kejalan yang

diridhoi, keluarganya begitu rizkinya

dilancarkan, itu harapan untuk anak-anak!

Karena kalau saya gini rezeki ini untuk amal-

amal yang diridhoi Allah, ndak lupa dengan

orang lain juga!”(Subjek 3.2.22/07/2012)

1. Keyakinan Pribadi Dan

Religiusitas

Keyakinan dan upaya dapat

dilakukan demi mencapai

kebahagiaan batiniah yaitu

membuat keadaan itu bukan

sebagai masalah tetapi merupakan

rangkaian dari perjalanan

kehidupan. Permasalahan fisik

akan terjadi pada usia lanjut

sehingga perlu diperhatikan agar

tidak memaksakan diri.

Beraktifitas dengan cara mengatur

pola kegiatan yang disesuaikan

dengan keadaan fisik, tetap

berusaha mencari cara untuk

Page 14: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

14

mengurangi penyakit dan tetap

dapat beraktifitas seperti biasa. “Tetap.. walau sudah tua tetep,

tapi kita harus menyadari, dengan fisik

yang demikian itu jangan terlalu apa ya?

Terlalu berat gitu, apabila bekerja yang

terlalu berat akibatnya ya!

Kembalinya pada kita sendiri

jadi sesuai kemampuannya itu,

kemampuan diri sendiri, kemampuan

saya. (Subjek 2.1.04/07/2012)

Keyakinan inidividu usia

lanjut atas penerimaan diri yang

dialami merupakan salah satu cara

penyelesaian dalam mengatasi

permasalahan diusia lanjut dengan

cara meyakini kegiatan-kegiatan

yang akan mempengaruhi

kesehatan ketika memasuki usia

lanjut. Menyadari penurunan fisik

dimasa usia lanjut, dengan cara

meyakini akan pentingnya aktifitas

dalam usia lanjut dapat mendorong

usia lanjut untuk tetap beraktifitas.

Meyakini akan pentingnya

perasaan senang akan

mempengaruhi kesehatan para usia

lanjut, akan memunculkan usaha

para usia lanjut untuk melakukan

aktivitas yang disenanginya agar

dapat mengatasi keadaan

kesehatan yang semakin menurun

pada usia lanjut. Keadaan yang

memunculkan perasaan senang

akan selalu dipertahankan agar

senantiasa mendapatkan

kebahagiaan dalam mejalani

kehidupannya.

Keyakinan religiusitas

adalah hubungan keyakinan antara

manusia dengan sang Pencipta.

Keyakinan itu timbul

apabila individu meyakini adanya

kekuatan lain yang mempengaruhi

kehidupan individu selain usaha

dari individu itu sendiri. Pada usia

tua pemasalahan akan senantiasa

muncul dan keadaan itu akan

menjadi persoalan yang tidak

menyenangkan bagi para usia

lanjut, seperti penurunan fisik,

keadaan ekomomi dan keadaan

sosial, namun dengan

menyerahkan diri pada sang

pencipta dan perasaan pasrah serta

bersyukur kepada Tuhan akan

meningkatkan perasaan tenang dan

nyaman dalam menjalani

kehidupan di usia tua. Menerima keadaan yang

terjadi sebagai sebuah kenikmatan

yang harus disyukuri dengan cara

beribadah kepada Allah SWT

adalah cara yang dilakukan subjek

untuk menerima keadaan

keterbatasannya di usia lanjut.

Senantiasa berharap untuk menjadi

pribadi lebih baik dengan

meningkatkan ibadah dan berdoa

serta bermanfaat bagi orang lain

dan anak-anak tanpa menyesali

keadaan yang telah terjadi “ya ndak ada, hanya ingin anak-

anak itu bahagia! Ndak ada kepingin opo

itu ndak ada! Cuma anak-anak doanya

semoga selalu bahagia! Rukun.

Kerjaannya bisa meningkat! Kalau saya

sendiri berdua minta kesehatan, biar bisa

melihat cucu! Kalau masih sehat kan bisa

jalan-jalan.” (Subjek 3.1.17/07/2012)

Page 15: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

15

Bentuk dari ketidak

berfungsian penuh apabila para usia

lanjut mengalami perasaan-perasaan

ketidak bermaknaan dan perasaan

irasional seperti pernyataan salah satu

subjek dalam penelitian ini antara lain:

2. Perasaan Ketidakberdayaan /

Tidak Berguna

Subjek 1 merasa dirinya tidak

berguna karena saat ini Subjek 1 tidak

memiliki pensiun, hubungan

keluarganya berantakan anaknya tidak

mau menemui subjek hingga sekarang: “bagaimana untuk menceritakannya,

karena yang utama itu adalah penuh pasrah

itu apa, jadi tanggung jawab kepada diri saya

sendiri itu bagaimana ya? Sepertinya tidak

terpikirkan, seperti muluk-muluklah percuma,

mungkin karena umur ya, hanya kepasrahan

dan syukur, mau apa orang saya boleh

dikatakan bau tanah” (Subjek1.1.13/06/2012).

a. Keterlantaran

Subjek 1 merasakan

perasaan ditelantarkan ketika

tinggal bersama menantunya di

Palu, subjek 1 merasa tidak

diperhatikan meskipun secara

fasilitas sudah terpenuhi namun

perhatian dari anak, jauh lebih

bermakna dari pada fasilitas yang

terpenuhi. Kebutuhan akan

perhatian dari anak-anak dan

saudara terdekat merupakan

sebuah kebutuhan para usia lanjut

dalam menjalani kehidupan

dalam masa tuanya.

“… Memang tersiksalah!

Masak tinggal ngecok saja pakai

magic jar itu! tapi ikannya di toko

cuma ada telor, mie selama dua

tahun itu banyak lika liku dalam

perasaan. Ada yang ngomong kanan

kiri itu! barusan ada anak mantunya

lewat sini pak! Saya ndak tahu ya!

Orang yang cerita! Kok nggak

singgah yo! Hanya dalam hati saja.”

… ada yang ngomong

barusan lewat sini itu orang lain

yang bicara! Itu ada penyesalan

dalam hati saya. Kok sampai hati

begini lo! Trus pada saat saya

mengharapkan. Saya kan susah ya!

Kalau mau makan ada kok tinggal

ambil tinggal anu kok! cuman itu –itu

tok ya telor! Mie telor mie! Kan

pelayanan itu ndak ada ya! Jadi

menderita batin saya itu! bukan

pekerjaan pekerjaan sudah jelas

repot! Orang tempat strategis

melayani orang foto copy! Melayani

orang lain-lain. Kelihatannya ndak

susah, semuanya terpenuhi! Seperti

bos! Saya ndak pernah pakai kumuh!

Orang terpenuhi semuanya serba

mesin. Tapi tersiksa saya itu jadi

saya menderita batin. di tambah lagi

anak saya datang! Saya tahu. Ndak

tahu sendiri tapi tahu dari omongan,

kenapa tidak melihat saya? Akhirnya

berat saya di situ akhirnya saya

timbul perasaan ndak kerasan. Saya

kok di perlakukan seperti kacung

sepertinya! Ndak punya gaji! Karena

orang tua di percayakan! Percaya

gitu lo! Ndak punya gaji itu ndak

ada! Namanya orang tua terhadap

anak ndak ada gaji

(Subjek1.2.12/07/2012)

Subjek 1 memutuskan

untuk pergi karena keadaan

tersebut pada dasarnya

manusia akan menghindari

keadaan yang tidak

menyenangkan selama individu

tersebut masih memiliki daya.

Page 16: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

16

3. Otonomi (Autonomy)

Ketiga subjek menunjukan

kemampuan kemandiran dan

kemampuan untuk menentukan

sendiri dan kemampuan untuk

mengatur tingkah laku, seperti halnya

tidak terlalu terganggu dengan

kondisi fisik di masa tua, menurut

pengakuan salah satu subjek yang

merasa tidak mengalami keluhan

fisik yang serius sehingga subjek

masih mampu untuk tetap aktif

diusia tuanya. “Iya saya ini tidak mau diam

orangnya, tapi bukannya saya waktu itu

buang-buang waktu begitu saja, dari pada

begini lebih baik saya cuci pakaian,

sepertinya begitu, kecuali saya memang

kurang sehat kalau saya kurang sehat, saya

langsung saja tiduran. (Subjek

1.1.13/06/2012)

Subjek 3 keluhan fisik tidak

terlalu terasa karena pola hidup dan

kebiasaan subjek 3 dapat mengurangi

gejala-gejala gangguan fisik ketika

memasuki masa usia lanjut. Seperti

dengan senam, jalan dan

mengkonsumsi obat herbal.

“endak.. alhamdulillah saya tidak

pernah! Tiap pagi soalnya senam mas!

Saya! Saya senam sendiri, senam sendiri

maksudnya senam sendi, senam ini, senam

itu senam yang ringan –ringan, jalan

begitu!” (Subjek 3.1.13/06/2012)

“Saya mau ngomong ini takut

nanti habis ngomong malah sakit! Saya ini

tidak pernah kena asam urat! Ya senam itu

wes! Aku percaya sama minum sirup pace!

(Subjek 3.2.22/07/2012)

Mengatur pola makan yang

sehat juga merupakan upaya

mensejahterakan pribadi pada usia

lanjut karena jika tidak dibiasakan

sejak awal akan lebih sulit

dibandingkan yang sudah dibiasakan.

Pikun atau gejala lupa pada usia tua

pasti akan terjadi sehingga sering

digambarkan seseorang yang pelupa,

bila suatu ketika orang mengalami

gejala tidak mampu mengingat itu

merupakan hal wajar karena pada usia

berapapun akan mengalaminya , gejala

–gejala lupa ini semakin terlihat pada

usia lanjut. Kebiasaan seperti menulis,

menghitung, membaca buku, dapat

mengurangi kepikunan itu seperti

pengakuan subjek 3.

“Ya ojok gampang stress, ojok

ngrasani orang! Ojok membicarakan orang

lain. Trus masih senang hitung-hitung ya itu

ibu punya kebiasaan mencatet itu tadi

untungnya jadi masih sering mengitung, dan

harus sering menulis senang membaca

(Subjek 3.2.22/07/2012)

Pada dasarnya manusia adalah

makhluk sosial yang membutuhkan

interaksi dengan orang lain, tetapi

ketergantungan kepada orang lain

merupakan beban yang berat bagi para

lansia, utamanya bagi individu usia

lanjut yang masih bisa melakukan

aktivitas.

Subjek 3 Selama subjek masih

dapat beratifitas subjek akan tetap

tidak ingin tergantung. Bergantung

pada orang lain merupakan beban,

seperti contohnya rumah, individu usia

lanjut jauh lebih senang jika tinggal

dirumah sendiri dibandingkan tinggal

dirumah anak maupun menantu.

Individu usia lanjut akan merasa bebas

untuk melakukan segala kegiatan

apabila berada di rumah sendiri.

Page 17: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

17

“Selama masih sehat lebih enak

tinggal di rumah, kenapa? Karena di

rumah sendiri itu mungkin karena ada

nostalgia, merasa bagaimana membuat

rumah ini, karena kegiatannya sehari-hari

sampai pojok-pojoknya hafal. Jadi senang!

Ada saudara saya itu dia sudah

pensiun suaminya sudah meninggal,

rumahnya balik papan sek terus! Ya ndak

seneng! Itu tinggal sendiri kalau saya ada

suami, pagi-pagi saya telfon, kok ndak di

angkat ? jalan-jalan, kalau jenuh jalan.

Sendiri jen sendiri! Tapi sek seneng dek

omahe dewe! Banyak ya orang seperti itu!

tapi kalau sudah ndak sehat ya saya

sendiri kalau di rumah sendiri iya ya

harus! Enak atau tidak apa kata anaknya

jadi pada umumnya begitu!”

(Subjek.3.2.22/07/2012).

4. Tujuan Hidup (Purpose In Life)

Individu yang mempunyai

rasa keterarahan dalam hidup,

mempunyai perasaan bahwa

kehidupan saat ini dan masa lalu

mempunyai keberartian, memegang

kepercayaan yang memberikan tujuan

hidup, dan mempunyai target yang

ingin dicapai dalam hidup, maka ia

dapat dikatakan mempunyai dimensi

tujuan hidup yang baik. Seperti yang

ditunjukkan oleh subjek 3 dalam

mengatur keuangan secara terperinci,

ketika masih bekerja memberikan

kebiasaan positif kepada subjek

ketika harus menghadapi masa

pensiun, sehingga subjek tidak perlu

berhutang ketika membutuhkannya

untuk keperluan-keperluan mendadak,

seperti menikahkan anak-anaknya dan

memberangkatkan subjek dan

suaminya untuk Umroh.

“Terus begitu sekolah lanjut-lanjut punya

gajian juga begitu langsung terperinci, jadi

kalau dapat gajian itu sudah terperinci untuk

arisan, untuk ini untuk dana sosial kalau ibu

dulu soalnya gajinya Rp. 500,- dana sosialkan

2½ % x 500 sendirikan ini. Taruh di omplong,

kalau ada orang ngemis aku ambilkan itu”

(Subjek 3.1.17/07/2012)

…Nah sekarang tinggal menyenangkan

diri! Menyenangkan orang-orang sekitar.

Menyenangkan orang-orang tua, kan

menyenangkan jika ada arisan, ada simpan

pinjam, ada hiburan dengan kumpul-kumpul

kita, senam ada. Orang –orang kok

mengatakan ibu ini kok jalan enteng! Karena

itu karena ndak ada beban, tapi namanya

orang hidup ini ada masalah ya! Pasti ada

masalah! Tapi tidak terus di pikir ada kalanya

saya taruh, jadi enteng! (Subjek

3.2.22/07/2012)

Kebiasaan subjek 2 pada saat

belum memasuki masa pensiun yang

senang berkegiatan, dapat mendorong

subjek untuk tetap berkegiatan hingga

subjek merasa tidak mampu lagi.

5. Perkembangan Pribadi

(Personal Growth)

Memasuki masa tua ditandai

dengan berkurangnya kontak sosial,

baik dengan anggota keluarga, anggota

masyarakat maupun teman kerja akibat

terputusnya hubungan kerja karena

pensiun disamping itu tatanan sosial

masyarakat kini mengarah kepada

tatanan masyarakat yang

individualistik (Partini 2011) namun

pada kenyataannya ada individu usia

lanjut yang tetap berinteraksi dengan

baik terhadap lingkungan sosialnya,

sejalan dengan kodrat manusia sebagai

makhluk sosial yang dalam hidupnya

selalu membutuhkan orang lain.

Page 18: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

18

Cara yang dilakukan adalah

membentuk kelompok-kelompok

Karang Werdha, perkumpulan

pensiunan dengan maksud agar terjalin

kontak sosial yang positif. Seperti

keterangan subjek 2 yang memiliki

aktifitas kelompok kemasyarakatan

setelah pensiun, akan dapat

mengurangi perasaan terkucilkan dari

lingkungan.

“iya tidak langsung berhenti, ya

Alhamdulillah begitu pensiun terus ada yang

ngajak untuk kegiatan-kegiatan lansia-lansia

sampai sekarang. (Subjek 2.1.04/07/2012)

Bagi subjek yang tinggal di

Lembaga Kesejahteraan Sosial Usia

lanjut juga memiliki cara tersendiri

untuk tetap menunjukkan

keberadaannya dengan membagi

keterampilannya kepada teman-

temannya dan bercanda bersama-sama.

Subjek mencari kegiatan dan

mengajarkan keterampilan dengan

cara mempraktekannya, dari pada

sekedar duduk-duduk, dapat

digunakan untuk membuat

keterampilan yang tidak membutuhkan

banyak tenaga namun menghasilkan.

Subjek ingin memberikan contoh pada

orang lain, tanpa harus memaksa.

Subjek merasa harus pasrah,

serta bertanggung jawab terhadap diri

sendiri. Subjek tidak berpikir yang

muluk-muluk, karena subjek merasa

usianya sudah dekat dengan kematian,

sehingga subjek merasa untuk

memenuhi diri dengan rasa kepasrahan

dan syukur.

Subjek 3 sangat senang

berkegiatan karena subjek

mendapatkan kesenangan dalam

kegiatan tersebut hampir setiap

kesempatan dalam usia tuanya subjek

habiskan untuk sekedar berjumpa dan

berbincang dengan rekan-rekannya

karena jelas tidak dapat dipungkiri

bahwa berapapun usianya kebutuhan

manusia untuk bersosialisasi tetap

sama. “…Kegiatannya banyak hanya

minggu keempat saya kosong! Tidak ada

kegiatan istirahat! Dengan kekosongan itu

saya mengunjungi anak saya! Anak saya ada

di Sukodono kalau ke Jakartanya seperti hari

kemarin (Subjek 3.1.17/07/2012)

“Misalnya ingin ngelencer! Makanya

ada tabungan itu! Saya senang! Karena sudah

tua kan anak-anak sudah tidak ada, ndak

punya tanggungan. Jadinya bahwa senang itu

kunci, senang itu kunci bukan apa! Orang tua

itu supaya sehat! Mentalnya khususnya kalau

sehat ya toh!” (Subjek 3.2.22/07/2012)

Ancok (1993) menyatakan

bahwa upaya menghimpun kelompok

usia lanjut dalam wadah kegiatan,

memungkinkan mereka berbagi rasa

dan menikmati hidup. Namun bagi

para usia lanjut yang tidak

mendapatkan kesejahteraan maka

akan memunculkan perasaan tidak

nyaman dan cenderung ingin berontak

dari lingkungannya, atau cenderung

melepas tanggung jawab akibat

ketidak mampuan subjek dalam

memenuhi kewajibannya ketika berada

di usia lanjut. Seperti yang dialami

oleh subjek 1 yang memutuskan untuk

menyerahkan istrinya pada orang

tuanya sebagai jalan pintas untuk

mengurangi perasaan berdosa atau

bahkan melarikan diri.

Page 19: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

19

“saya barusan ini memulangkan istri

saya yang kedua ini saya serahkan sama

orang tuanya, ya kalau mau mengikuti mari,

kita lanjutkan. Kita kawin sah, tapi kalau tidak

mau mengikuti ya saya serahkan saja,bukan

karena dugaan tidak senang, atau benci atau

bagaimana. Tapi saling mengerti lah,

berpisah sampai sekian tahun-tahunan begitu

saja saya kan berdosa, kalau anu kan

memberi nafkah kan, dengan jalan pintas istri

saya saya serahkan pada orang tuanya,

supaya tidak ada beban”

Ketidaknyamanan yang

dialami tanpa memperbaiki diri dan

mengembangkan potensi yang dimiliki

dalam menghadapi keadaan yang

dihadapi yaitu dengan menghindari

masalah. Hal yang demikian justru

bukan menyelesaikan masalah tersebut

akibatnya dapat memunculkan

permasalahan baru hal itu yang

dialami subjek.

Metode Penelitian

Fokus Penelitian. Sesuai dengan

judul yang digunakan yaitu

Psychological Well-being Lansia

menghadapi masa tua, maka metode

penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dengan jenis penelitian studi

kasus. Menurut Poerwandari (2011)

penelitian kualitatif adalah penelitian

yang menghasilkan dan mengolah data

yang sifatnya deskriptif, seperti

transkripsi wawancara, catatan

lapangan, gambar, foto rekaman video

dan lain-lain. Dalam

penelitiankualitatif perlu menekankan

pada pentingnya kedekatan dengan

orang-orang dan situasi penelitian,

agar peneliti memperoleh pemahaman

jelas tentang realitas dan kondisi

kehidupan nyata.

Pembahasan Masa tua adalah masa

yang sering dianggap masa tidak

berdaya dan tidak memiliki upaya

untuk menjadi maju, dan melakukan

pergerakan, memang tidak dapat

dipungkiri keadaan yang terjadi para

usia lanjut akan mengalami penurunan

fisik dan lebih mudah terserang

penyakit.

Melakukan olah raga secara

rutin dapat mengurangi efek dari

penurunan fungsi tubuh, melakukan

aktifitas ringan, agar mengeluarkan

keringat, mengatur pola makan serta

menjaga kondisi fisik dengan olah

raga, senam ringan dan

mengkonsumsi minuman herbal akan

dapat mengurangi keadaan tersebut.

Bertambahnya usia jelas akan

mempengaruhi organ tubuh, hal ini

adalah wajar karena usia lanjut

merupakan akumulasi secara progresif

dari berbagai perubahan patofisiologis

organ tubuh yang berlangsung seiring

dengan berlalunya waktu dan seiring

meningkatkan kemungkinan terserang

penyakit atau kematian. Pemeriksaan

secara berkala untuk memantau

keadaan fisik yang dialami sangat

mampu untuk mengurangi resiko

penyakit akibat penurunan organ

tubuh. Salah satu subjek dalam

penelitian ini karena kurangnya

memperhatikan keadaan organ

fisiknya, dapat mengalami penyakit

yang sangat beresiko seperti penyakit

jantung, gangguan hati dan penyakit

berisiko lainnya, meskipun pola hidup

sehat telah diupayakan pada saat

Page 20: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

20

memasuki masa usia lanjut, tetap saja

perlu disadari bahwa organ-organ fisik

para usia lanjut akan mengalami

penurunan.

Keadaan ekonomi sangat

mempengaruhi ketika memasuki masa

usia lanjut ditandai dengan

berkurangnya jumlah penghasilan

yang terjadi pada individu yang

memasuki masa usia lanjut hal itu

dikarenakan masuknya usia pensiun

bagi individu yang bekerja.

Menurunnya pendapatan yang

kemudian terkait dengan pemenuhan

kebutuhan sehari-hari yang tetap sama,

bahkan bisa dirasakan sangat kurang

untuk memenuhi kebutuhan ketika

berada dimasa tua, karena kebutuhan

pokok seperti sandang, pangan, papan,

kesehatan rekreasi dan kebutuhan

sosial masih tetap menjadi kebutuhan

individu termasuk pada mereka yang

telah memasuki masa usia lanjut. Hal

tersebut berkaitan dengan keadaan

fisik individu usia lanjut yang tidak

memungkinkan untuk melakukan

pekerjaan seperti ketika sebelum

pensiun.

Perencanaan sebelum

memasuki masa tua adalah kebutuhan

yang perlu dipersiapkan sejak awal

karena ketika memasuki masa usia

lanjut keadaan tersebut akan menjadi

masalah tersendiri bagi individu yang

tidak mempersiapkannya. Perlunya

perencanaan seperti mengatur pola

keuangan, membiasakan hidup hemat

dan sederhana tentu akan

mensejahterakan para individu pada

saat memasuki usia tua, kerena jika

keadaan seperti itu tidak dibiasakan

sejak dari awal akan jauh lebih sulit

untuk beradaaptasi dengan keadaan

yang terjadi ketika memasuki usia

lanjut. Membiasakan diri untuk

menabung, menciptakan kegiatan-

kegiatan yang menghasilkan

pendapatan tanpa harus melakukan

pekerjaan secara aktif seperti

mengadakan “passive income”

penghasilan yang diperoleh secara

pasif, seperti penghasilan dari kost-

kosan, rumah yang disewakan,

tabungan deposito, atau memiliki

usaha yang dijalankan orang lain

perencanaan seperti itu dapat

membantu memenuhi kebutuhan

individu usia lanjut ketika memasuki

usia tuanya. Jika tanpa adanya

perencanaan dalam hal ekonomi tentu

akan menjadi masalah yang

mengharuskan para usia lanjut untuk

terus bekerja meskipun secara fisik

sudah mengalami penurunan dan

adanya batas usia bekerja dalam setiap

institusi pemerintahan maupun swasta

karena individu usia lanjut dirasa

sudah tidak produktif lagi,

keterbatasan penghasilan yang dimiliki

akan menjadi persoalan apabila tidak

dapat menyesuaikan dengan

kebutuhan yang ingin dipenuhi. Bagi

individu yang diusia tuanya tidak

memiliki penghasilan tentu akan

membebani individu tersebut dalam

menghadapi kehidupan masa tuanya,

apalagi individu tersebut tidak

memungkinkan bekerja dalam

menyambung hidup hingga akhir usia,

meskipun begitu individu yang

menjadi subjek dalam penelitian ini

senantiasa bersyukur dengan

keterbatasan yang mereka alami

pernyataan tersebut sejalan dengan

Page 21: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

21

pendapat Supnajar (dalam Partini

2011) yang mengatakan pandangan

hidup orang jawa adalah “nrimo ing

pandhum” orang jawa memiliki nalar

bahwa hidup betapapun juga

kekurangan yang ada didalamnya,

harus kita terima dengan rasa syukur.

Hubungan relasi sosial yang

dialami para individu usia lanjut dalam

masa tuanya tetap sama dengan

individu disemua tingkatan usia,

perasaan ingin menjalin hubungan

baik dengan rekan sekantor, rekan-

rekan seusianya dan masyarakat luas

terlihat dari kegiatan-kegiatan yang

ditunjukan para lanjut usia dengan

kegiatan-kegiatan pertemuan sesama

pensiunan, membentuk Karang

Werdha atau perkumpulan lansia

dilingkungan masing-masing,

mengikuti kegiatan kemasyarakatan,

keagamaan seperti pengajian dan

kegiatan-kegiatan untuk para lanjut

usia.

Adanya kegiatan yang diikuti

para usia lanjut dalam mengisi

keluangan waktunya akan senantiasa

terjalin hubungan dengan orang lain

khususnya yang seusia sehingga akan

memberikan perasaan senang. Saling

berbagi pengalaman melakukan

aktifitas yang disenangi bersama rekan

seusia seperti menyanyi bersama,

rekreasi, atau sekedar ngobrol dan

bercanda hal tersebut dapat sejenak

melupakan kepenatan dalam

keseharian. Gambaran tersebut sesuai

dengan pendapat Ancok (1993) yang

menyatakan upaya menghimpun lanjut

usia dalam wadah kegiatan

memungkinkan mereka berbagi rasa

dan menikmati hidup.

Masalah terjadi pada individu

usia lanjut berkaitan dengan

penerimaan diri individu terhadap

keadaan yang dialami sebelumnya, hal

tersebut akan mempengaruhi

pandangan hidup dalam menghadapi

masa tuanya, seperti perasaan kesepian

jauh dari anak-anak, atau memiliki

masalah dengan anak-anak akan

menambah permasalahan dalam

menghadapi masa tua dapat dialihkan

dengan kegiatan-kegiatan atau

berinteraksi dengan orang lain,

mengadakan kegiatan bersama orang

lain akan dapat diterapkan dalam

mengatasi perasaan kesepian dimasa

tua. Perasaan keterlantaran dirasakan

oleh individu yang tinggal di UPT-

Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Kabupaten Jember yang merasa

terlantar diusia tuanya karena

pengalaman masa lalunya bersama

anak-anaknya.

Panti Werdha merupakan

tempat untuk dapat menampung

individu yang kurang mempersiapkan

diri menghadapi masa tuanya. Para

lanjut usia yang memiliki hubungan

yang baik dengan orang lain akan

membentuk perasaan toleransi dengan

orang lain, mudah untuk mendapatkan

perhatian dari orang lain, memiliki

banyak rekan, dapat memperbaiki

hubungan dengan orang lain. Perasaan

tidak berdaya tidak berguna akan

muncul pada diri individu yang

memiliki perasaan bersalah dengan

keadaan yang dialami sebelumnya.

Munculnya perasaan tidak

berguna, tidak bisa melakukan apa-apa

akan dapat menghambat individu usia

lanjut dalam menjalani masa tuanya.

Page 22: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

22

Upaya yang harus dilakukan adalah

tidak menjadikan masalah tersebut

menjadi berlarut-larut dengan cara

mengerjakan kegiatan-kegiatan lain

yang dapat dilakukan sehingga dapat

meningkatkan perasaan berdaya

didalam dirinya. Kemandirian akan

dimiliki individu usia lanjut apabila

individu ini masih mampu atau dapat

dikatakan masih produktif, sehingga

perasaan ketergantungan merupakan

sebuah beban bagi individu usia lanjut

tersebut, karena selama individu usia

lanjut itu masih mampu beraktifitas

sekecil apapun maka mereka akan

dapat menghindari ketergantungan

dengan orang lain. Bagi individu usia

lanjut yang sering sakit akan

merasakan beban yang berat pada

dirinya. Keinginan individu usia lanjut

untuk tetap mandiri terlihat dari semua

subjek penelitian ini yang tetap tidak

ingin selalu bergantung pada orang

lain atau bahkan sebagai bentuk

penolakan terhadap penyesuaian

lingkungan baru yang akan

menurunkan perasaan nyaman dalam

menjalani kehidupan dimasa tua,

sehingga memilih untuk tetap berada

dilingkungan yang tidak memerlukan

penyesuaian merupakan cara yang

dapat dipilih untuk mencapai

kenyamanan bagi individu usia lanjut.

Harapan hidup individu usia

lanjut tercipta apabila individu tersebut

memiliki perasaan mensyukuri

keadaan dengan perasaan sejahtera

meski hanya pada aspek-aspek tertentu

saja yang dapat terpenuhi seperti

kondisi fisik, keadaan ekonomi dan

interaksi sosialnya.

Memunculkan perasaan

bersyukur dan kepasrahan akan dapat

memunculkan kebermaknaan diri dan

kesejahteraan bagi para usia lanjut

dalam menjalani kehidupan masa

tuanya. Kebahagiaan adalah sebagai

wujud dari keberfungsian penuh

individu yang berkaitan dengan

perasaan keberartian dengan

memberikan kebahagian pada orang

lain. Meningkatkan kualitas diri

dengan aktifitas yang disenanginya,

senantiasa menjalankan ibadah dan

berdoa untuk dirinya sendiri maupun

anak-anaknya, kemudian berpasrah

diri kepada sang pencipta demi

mencapai kebahagiaan yang kekal

dialam akhirat merupakan serangkaian

upaya yang dapat memunculkan

kesejahteraan dalam menjalani

kehidupan dimasa tua.

Skema Psychological Well-

being dalam menghadapi masa tua

Page 23: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

23

Penutup.

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh peneliti

maka dapat diketahui bahwa gambaran

yang terjadi pada lansia dalam

memasuki usia lanjut menginginkan

perasaan nyaman terhadap perubahan

yang terjadi khususnya permasalahan

fisik, ekomomi, sosial, psikologis yang

terjadi ketika individu menghadapi

masa tua, perasaan ingin berkembang

lebih kepada penerimaan diri terhadap

kondisi saat ini karena anggapan para

usia lanjut lebih pada bagaimana

menyikapi permasalahan sebelumnya

dengan perasaan ikhlas atau dalam arti

bahasa yaitu menerima keadaan

tersebut sebagai masalah dimasa lalu,

yang dipikirkan lagi karena pada

dasarnya setiap manusia pasti

memiliki ma salah termasuk para usia

lanjut, sehingga dapat dikatakan

bahwa yang mempengaruhi

psycological well-being lansia adalah

seberapa jauh individu

mempersiapkan diri dan mampu

memunculkan perasaan keberartian

pada saat menghadapi masa tua, serta

memunculkan perasaan syukur dan

pasrah kepada Allah SWT.

Memunculkan penerimaan diri

sangat dibutuhkan karena pada usia

tua individu akan menghadapi

permasalahan yang berkaitan dengan

keadaan fisik, ekomomi, sosial,

psikologis, sehingga dengan

meningkatkan kualitas diri dan pasrah

pada Allah SWT atas keadaan yang

tidak dapat terpenuhi akan dapat

memunculkan perasaan tenang dalam

menjalani sisa-sisa kehidupannya.

Maka dapat disimpulkan bahwa

satu mekanisme coping yang

religiusitas akan mempunyai dampak

positif bagi kesehatan yaitu dapat

mengurangi atau mencegah respon

stress. Kepasrahan kepada Allah SWT

merupakan ukuran yang dapat

menangkap aspek religiusitas untuk

meningkatkan rasa kebermaknaan

secara pribadi. Perasaan ingin berarti

bagi orang lain merupakan kebutuhan

yang ingin tetap terpenuhi untuk

memunculkan kebermaknaan pribadi

ketika individu usia lanjut menjalani

sisa-sisa kehidupannya, sehingga

dengan adanya perasaan berdaya dan

berarti bagi orang lain ketika ditengah-

tengah penurunan yang terjadi di usia

tua justru akan dapat menciptakan

psycological well-being para lanjut

usia dalam menjalani kehidupanya di

masa tua.

Daftar Pustaka

Bungin,(2007). Metode kualitatif:

Aktualisasi metodologi kearah

ragam varian konteporer.

Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada.

Djamaludin Ancok,1993.

Persiapanmenyongsongmanula

darisegipsikologi.

Makalahdalam seminar sehari.

Feldman, R. S. (2005). Development

across the life span – 4th ed.

New Jersey : Pearson Prentice

Hall

Hurlock,(1980). Psikologi

perkembangan suatu

pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Edisi Kelima.

Ciracas, Jakarta : Erlangga.

Page 24: Jounal Psychological well-being lansia menghadapi masa Tua

24

Mutiara, (2003). karakteristik

penduduk lanjut usia di

Sumatera

UtaraTahun1990.http://library.

usu.ac.id/download/fkm/fkmern

a%20mutiara.pdf 08/04/12

Nugroho, (2009). Komunikasi dalam

perawatan gerontik. Jakarta.

Mappiare, (1983), Psikologi

orang dewasa.Surabaya :

Usaha Nasional.

Moleong, L. (2006). Metode penelitian

kualitatif edisi revisi.

Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Papalia, D.E., Sterns, H. L.,

Feldman, R. D., Cameron, C. J. 2002.

Adult development and aging –

2nd ed. New York :

McGraw­Hill

Partini, (2011), Psikologiusialanjut.

Yogyakarta: GadjahMada

University Press.

Poerwandari, K. 2011. Pendekatan

kualitatif untuk penelitian

perilaku-manusia.Jakarta :

LPSP3 Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia

Poerwanti, E. 1998. Dimensi­dimensi

riset ilmiah.Malang :

PusatPenerbitanUniversitas

Muhamadiyah.

Rusman, 2008, Pesantrenlansia

ramadhan jilid 2 1429H-

2008M:“MembangunOptimesm

e di Usia lanjut”. Malang :

Forum Kajian Bina Muslim

Kaffah.

Ryff, C. D. 1989. Happiness is

everything, or is it?

Explorations on the meaning of

psychological well-being.

Joumal of personality and

social psychology, 57, 1081-

1092.

Ryff, C. D. 1991. Possible selves in

adulthood and old age: A tale

of shifting horizons.

Psychology and Aging, 6, 286-

295.

Ryff, C. D.,Keyes, C. L. M. 1995. The

structure of psychological-

well-being revisited. Journal of

Personal and Social

Psychology, 69, 719-727.

Santrock W. John. 1995, Life span

development perkembangan

masa

hidup. jilid 2, Jakarta :

Erlangga.

Sugiyono. (2005). Metode penelitian

kuantitatif, kualitatif dan R

&D. Bandung: Alfabeta.