jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

download jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

of 13

Transcript of jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    1/29

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bioetanol 

    Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari

    sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol saat ini

    yang diproduksi umumnya berasal dari etanol generasi pertama, yaitu etanol

    yang dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll).

    Bahan-bahan tersebut adalah bahan pangan (Bambang Prastowo, 2007).

    Pembuatan bioetanol bukan merupakan suatu hal yang baru. Secara

    umum, proses pengolahan bahan berpati/karbohidrat seperti ubi kayu, jagung

    dan gandum untuk menghasilkan etanol dilakukan dengan proses hidrolisis,

    yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari hidrolisis pati pada

    dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa

    (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan

     berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi

    keduanya. Proses berikutnya adalah proses fermentasi untuk mengkonversi

    glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2.

    Arah pengembangan bioetanol mulai berubah generasi kedua, yaitu

    limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

    Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan

    menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Jumlah

    selulosa di alam sangat melimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk

    4

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    2/29

    limbah pertanian seperti jerami padi, tongkol jagung, gandum dan kedelai.

     Nilai ekonomi senyawa selulosa pada limbah tersebut sangat rendah karena

    tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia. Sulitnya mendegradasi

    limbah tersebut menyebabkan petani lebih suka membakar limbah tersebut di

    lahan pertanian dari pada memanfaatkannya kembali melalui pengomposan

    (Salma & Gunarto, 1999). Untuk mengubah selulosa, hemiselulosa, dan lignin

    dari limbah pertanian memerlukan jenis mikroba baru yang mampu

    melakukannya (Kompas, 13 Agustus 2007).

    2.2 Bahan Baku Pembuatan Bioetanol

    Menurut Anggraeni, dkk (2009), industri kimia dengan proses

    fermentasi bisa dikatakan fleksibilitas tinggi terhadap bahan bakunya.

    Terhadap banyak variasi bahan baku yang dapat digunakan dalam industri

    fermentasi. Dan hampir semuanya, bahan baku proses fermentasi, baik secara

    langsung maupun tidak menggunakan hasil pertanian seperti: tebu, jagung,

    umbi-umbian, nira, limbah tumbuhan yang menagndung selulosa, pati,

    karbohidrat dan gula. Misalnya, jerami, tongkol jagung, sisa-sisa sayuran

    (tomat, cabe yang hampir membusuk), sisa-sisa buah-buahan (kulit nanas,

    kulit pisang, melon, semangka dll).

    Produksi etanol dengan cara fermentasi dapat diproduksi dari 3 macam

    karbohidrat, yaitu (Anggraeni, dkk, 2009):

    a. 

    Bahan yang mengandung gula atau disebut juga substansi sakarin yang

    rasanya manis, seperti misalnya gula tebu, gula bit, molase (tetes), macam-

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    3/29

    macam sari buah-buahan dan lain-lain. Molase mengandung 50-55% gula

    yang dapat difermentasi, yang terdiri dari 69% sukrosa dan 30% gula

    inversi.

     b. 

    Bahan yang mengadung pati misalnya: padi-padian, jagung, gandum,

    kentang sorgum, malt, barley, ubi kayu dan lain-lain.

    c.  Bahan-bahan yang menagdung selulosa, misalnya: kayu, jerami, tongkol

     jagung, cairan buangan pabrik pulp dan kertas (waste sulfire liquor ).

    Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman

    yang mengandung selulosa, dilakukan melalui proses konversi selulosa

    menjadi gula (glukosa) larut air, kemudian dari glukosa dikonversi lagi

    menjadi ethanol.

    2.3 Proses Pembuatan Bioetanol

    Proses pembuatan etanol secara industri tergantung bahan bakunya.

    Bahan yang mengandung gula biasanya tidak atau sedikit saja memerlukan

     pengolahan pendahuluan. Tetapi bahan-bahan yang mengandung pati atau

    selulosa harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi gula barulah dilakukan

    fermentasi menjadi etanol.

    Menurut Nurdyastuti (2008) produksi etanol/bioetanol (alkohol)

    dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat,

    dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menajdi gula (glukosa) larut

    air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan

    tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada tabel 2.1 (Nurdyastuti, 2008):

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    4/29

    Tabel 2.1 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau

    Karbohidrat dan Tetes menajdi Bio-etanol

    Bahan baku

    Kandungan gula

    dalam Bahan Baku

    Jumlah Hasil

    KonversiPerbandingan

    Bahan Baku

    dan BioetanolJenis Konsumsi (kg)

    Bio-etanol

    (liter)

    Ubi kayu 1000 250-300 166,6 6,5:1

    Ubi jalar 1000 150-200 125 8:1

    Jagung 1000 600-700 200 5:1

    Sagu 1000 120-160 90 12:1

    Tetes 1000 500 250 4:1

    Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat

    dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu hidrolisa asam

    dan hidrolisa enzym. Berdasarkan kedua jensi hidrolisa tersebut, saat ini

    hidrolisa enzym lebih banyak dikembangkan. Sedangkan hidrolisa asam

    (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses

     pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan

    hidrolisa enzym. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa)

    larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzym, kemudian dilakukan

     proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan

     yeast  atau ragi (Nurdyastuti, 2008).

    Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol/bioetanol secara

    sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2 (Nurdyastuti, 2008):

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    5/29

    ( )

    glukosaselulosa

    O H C  N O H C   O H 

    enzim

    n)1........(..........61265106

    2 ⎯  ⎯ → ⎯ 

    ( )sidakarbondiok ethanolglukosa

    COOH  H C O H C  Yeast n )2.......(..........22 2526126   +→  

    2.4 Jagung

    Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian

    dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi

    multiguna, baik untuk pangan maupun pakan. Penggunaan jagung untuk pakan

    telah mencapai 50 % dari total kebutuhan (www.litbang_deptan.go.id). Dalam

    kurun waktu tahun 2006-2010, kebutuhan jagung untuk bahan baku bioetanol

    meningkat 16-22% per tahun. Perkembangan produksi jagung menurut BPS

    selama periode 1990 sampai 2006 dapat dilihat pada table 2.2.

    Tabel 2.2 Produksi Jagung Selama Periode 1990 sampai 2006Tahun Produksi (ribu ton)

    1990 141.80

    1991 33.20

    1992 149.70

    1993 60.80

    1994 37.40

    1995 79.10

    1996 26.80

    1997 18.90

    1998 632.50

    1999 90.60

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    6/29

    2000 28.10

    2001 90.50

    2002 16.30

    2003 33.70

    2004 28.99

    2005 62.75

    2006 29.16

    Sumber : www.litbang_deptan.go.id 

    Sebagai bahan pangan yang mengandung 70% pati, 10% protein, dan

    5% lemak, jagung mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi

     beragam macam produk. Produk turunan potensial yang biasa dihasilkan dari

    komoditas jagung disajikan pada Gambar 2.1.

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    7/29

    10 

    Gambar 2.1 Pohon Industri Jagung (www.litbang_deptan.go.id)

    Jagung varietas bisma merupakan salah satu jenis jagung komposit.

    Jagung komposit adalah jenis tanaman jagung yang berkualitas, berproduksi

    tinggi, dapat ditanam di berbagai jenis lahan, dan dari hasil panen biji

     jagungnya varietas bisma dapat dilihat pada Tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Karakteristik Jagung varietas Bisma

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    8/29

    11 

    AsalPersilangan Pool 4 dengan bahan introduksi

    disertai seleksi selama 5 generasi

    Golongan Bersari bebas

    Umur 50% keluar rambut ± 60 hari

    Batang Tegap, tinggi medium (± 190 cm)

    Daun Panjang dan lebar

    Tongkol Besar dan silindris

    Biji Setengah mutiara (semi flint )

    Warna Daun Hijau tua

    Warna Biji Kuning

    Warna Janggel Kebanyakan putih

    Kelobot Menutup tongkol dengan cukup baik

    Baris Biji Lurus dan rapat

    Perakaran Baik

    Kerebahan Tahan rebah

    Jumlah Baris / Tongkol 12-18 baris

    Bobot 100 Biji ± 307 g

    Rata-rata hasil 5.7 ton/ha pipilan keringPotensi Hasil 7.0 7.5 ton/ha pipilan kering

    Ketahanan

    PenyimpananTahan penyakit karat, bercak daun, dan bulai.

    Keterangan

    Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian

    500m dpl (untuk dataran tinggi belum diadakan

     percobaan)

    Sumber : Suhartini 2001

    Koswara (1991) mengatakan bahwa jagung terdiri dari kelobot (kulit),

     biji dan tongkol. Kelobot berfungsi menutupi biji jagung yang tersusun pada

    tongkol. Tongkol jagung merupakan tempat pembentukan lembaga dan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    9/29

    12 

    gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji serta modifikasi dari

    cabang. Tongkol mulai berkembang pada ruas-ruas batang. Tongkol utama

    umumnya terdapat pada ruas batang keenam sampai kedelapan dari atas dan

     pada ruas-ruas dibawah biasanya teerdapat lima sampai tujuh tongkol yang

    tidak berkembang secara sempurna. Klasifikasi jagung adalah sebagai berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Bangsa : Graminales

    Suku : Graminaleae

    Marga : Zea

    Jenis :  Zea mays L.

    2.5 

    Tongkol Jagung dan Karakteristik Lignoselulosa

    Menurut Irawadi (1991) menyatakan bahwa tongkol jagung

    mengandung selulosa (40%), hemiselulosa (36%) dan lignin (16%).

    Sedangkan menurut Richana et al. (2004) menyatakan bahwa tongkol jagung

    mengandung selulosa (44.9%), xilan (31.8%), dan lignin (23.3%). Dengan

    komposisi kimia seperti ini maka tongkol jagung dapat digunakan sebagai

    sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi

     pertumbuhan mikroorganisme. Analisis Proksimat tongkol jagung sebagai

     pakan ternak disajikan pada Tabel 2.4.

    Tabel 2.4 Komposisi Tongkol Jagung

    Komponen a (%) b (%)

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    10/29

    13 

    Air 9.6 7.7

    Abu 1.5 -

    Protein Kasar 2.5 -

    Lemak Kasar 0.5 -

    Serat Kasar 32.0 39.0

     NDF 83.0 -

    Hemiselulosa 36.0 -

    Selulosa 40.0 44.9

    Lignin 16.0 23.3

    Xilan 30.0 31.8

    Pektin 3.0 -

    Pati 0.014 -

    Ekstrak Nitrogen Bebas 53.5 -

    Sumber :a

     Irawadi (1991)

     b Richana et al (2004)

    Selulosa merupakan bagian dari tanaman, sehingga struktur tanaman

     juga memegang peranan penting dalam reaksi hidrolitik. Serat selulosa yang

    terdapat dalam dinding sel tanaman berstruktur sama. Dinding sel ini terdiri

    atas dua lapisan yaitu lapisan primer dan lapisan sekunder. Dinding primer

    mengandung sepertiga selulosa dan memiliki ketebalan sekitar 0.1 μm.

    Lapisan ini juga terdiri atas mikrofibril-mikrofibril yang berupa serat-serat

     panjang (Dunlap dan Chiang, 1980).

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    11/29

    14 

    Lapisan berikutnya adalah lapisan sekunder yang terdiri atas tiga

    lapisan yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam atau disebut juga

    sebagai S1, S2 dan S3. Sub lapisan yang terpenting adalah S2, sebab sub

    lapisan ini memiliki kadar selulosa yang paling tinggi dan merupakan

     pembentuk sebagian besar dinding sel sekunder. Menurut Shuler (1980) pada

    lapisan sekunder terdapat sekitar 90% selulosa.

    Komponen lain dari serat adalah hemiselulosa dan lignin yang terletak

    diantara mikrofibril. Lignin juga ditemukan pada bagian lamela tengah atau

    ruang diantara serat.

    2.5.1 

    Lignin

    Lignin merupakan salah satu dari tiga komponen dasar dinding

    sel tanaman selain selulosa dan hemiselulosa. Lignin merupakan bahan

    organik bukan karbohidrat yang berbentuk amorf dan tersusun atas

    satuan-satuan fenol (Chang et al., 1981).

    Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel tanaman satu dengan

    lainnya dan pengisi dinding sel, sehingga dinding sel menjadi keras,

    teguh dan kaku. Adanya ikatan alkil-alkil dan ester menyebabkan

    lignin tahan terhadap hidrolisis. Pada sayur-sayuran terdapat pada

    asparagus, wortel dan lobak cina. Sedangkan pada kayu, lignin juga

    ditemukan pada pohon-pohon dan semak-semak, pakis, bambu, jerami,

    kulit kacang tanah, dan tanaman jagung.

    Lignin memiliki sifat kimiawi dan fisik yang berbeda dengan

    selulosa. Menurut pasaribu (1987), lignin mudah dioksidasi oleh

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    12/29

    15 

    larutan alkali dan bahan-bahan oksidator, tahan terhadap hidrolisis oleh

    asam-asam mineral, mudah larut dalam larutan sulfit pada keadaan

     basa dan lignin yang telah dihalogenasi dengan klor akan mudah larut

    dalam alkali.

    Selanjutnya Sofyan (1976), mengatakan bahwa lignin dapat

    dilarutkan dalam larutan alaklimetal sulfit, dalam bentuk protolignin

    (terikat pada karbohidrat) tidak larut, tidak memiliki titik lebur yang

     pasti, hanya bisa melunakkan dengan suhu ± 90oC serta lignin

    mengandung lebih sedikit grup hidrofilik daripada karbohidrat,

    sehingga daya menyerap kelembabannya sedikit.

    Lignin di didalam tongkol jagung merupakan senyawa polimer

    tiga dimensi yang terdiri atas unit fenil propane yang diikat melalui

    ikatan C-O-C dan  C-C  dengan berat molekul yang tidak terbatas.

    Dimana terdapat hidrolisis dan pada jaringan tumbuhan, berfungsi

    sebagai pemelihara dan perekat antar serat-serat. Bersama-sama

    dengan hemiselulosa sehingga terlindung dari gangguan mikroba-

    mikroba asing. Gambar 2.2 menampilkan struktur dari lignin tongkol

     jagung.

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    13/29

    16 

    Gambar 2.2 Struktur Lignin Tongkol Jagung

    Selain lignin, komponen utama pada dinding sel tanaman

    adalah selulosa dan hemiselulosa.

    2.5.2 

    Selulosa

    Selulosa merupakan kandungan utama tanaman dan merupakan

     polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan gula (glukosa) yang terikat

    dengan ikatan 1,4-β-D glikosidik (Fennema, 1985).

    Menurut Ward dan Seib (1970) adanya ikatan-ikatan molekul

    glukosa dalam bentuk 1,4-β-D glikosidik yang membentuk rantai-

    rantai selulosa yang panjang menyebabkan selulosa sukar larut dalam

    air. Sedangkan menurut Nur et al (1984) kekuatan dan kekakuan

    selulosa diakibatkan oleh adanya ikatan-ikatan hydrogen pada

    molekul-molekul berdampingan.

    Selulosa-selulosa dalam dinding sel terkumpul dalam suatu

    ikatan mikrofibril. Kumpulan mikrofibril membnetuk serat. Serat yang

    satu dengan yang lainnya diikat oleh lignin dalam suatu ikatan yang

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    14/29

     

     b

    s

    t

    (

    a

    s

    a

    (

    s

     p

    entuk ikata

    ehingga m

    naman.

    Selul

    daerah hab

    morf). Pada

    ehingga leb

    emberikan

    morf dapat

    Sifat

    1987) yaitu

    erta pelarut

    loroform. S

    alam asam

    elulosa jug

    atrium hip

    eroksida, n

    nya kompa

    mberikan k 

    osa pada

    ur atau kri

     daerah Kri

    ih sukar dir 

    sifat keteg

    emberika

    fisik dan

    tidak larut

    -pelarut org

    elanjutnya

    sulfat 72%

    a tahan ter 

    oklorit, ka

    trium pero

    Ga

    k dan tersus

    eteguhan

    ikrofibril t

    stal) dan b

    tal susunan

    aksikan de

    han yang

    sifat elasti

    imiawi sel

    alam air di

    anik netral

    asey (1980

    , asam klo

    adap oksi

    sium hipo

    sida dan ok 

     bar 2.3 Str 

    n rapat pa

    ekanis atau

    rsusun ata

    agian yang

    selulosa ad

    gan pereak 

    uat dan ka

     yang lebih

    losa yang

    gin, laruta

    seperti ben

    ) mengataka

    ida 44% s

    asi oleh o

    lorit, klor 

    igen.

    ktur Selulo

    a dinding s

      pengeras

    s bagian y

    tidak terat

    lah kompa

    i-pereaksi t

    ku. Sedang

     baik.

    lain menur 

     asam dan

    ene, alcoh

    n bahwa se

    rta asam f 

    sidator sep

    n-dioksida,

    sa

    17

    l tanaman,

    inding sel

    ng teratur

    ur (daerah

    dan rapat,

    ertentu dan

    an daerah

    t pasaribu

    lkali encer

    l, eter dan

    lulosa larut

    sfat 85%.

    erti klorin,

    hydrogen

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    15/29

    18 

    2.5.3 

    Hemiselulosa

    Hemiselulosa didapatkan di alam pada dinding sel semua jenis

    kayu, merang padi, buah-buahan dan kulit buah umbi-umbian.

    Demikian pula pada alga juga ditemukan hemiselulosa. Hemiselulosa

    merupakan karbohidrat dengan bobot molekul lebih rendah dari pada

    selulosa dan tersusun atas satuan-satuan gula pentosan dan heksosan.

    Menurut Richard dan Whistler (1970) sebagian besar hemiselulosa

    terdiri atas dua sampai empat heteroglikan dan jarang yang sampai

    lima atau atau enam jumlahnya. Heteroglikan yang umum ditemui

    yaitu arabino D-xilan, L-arabino-D-glukurono-D-xilan, D-gluko-D-

    mannan, D-galakto-D-gluko-D-mannan dan L-arabino-D-galaktan.

    Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi yang lebih rendah

    daripada selulosa, yaitu maksimum 200. Dengan dasar bahwa rantai

    hemiselulosa bercabang, maka umunya struktur hemiselulosa tidah

     berbentuk kristal sehingga mudah dimasuki air atau pelarut lain

    dibandingkan selulosa. Sedangkan sifat kimiawi hemiselulosa hamper

    sama dengan selulosa. Gugus OH hemiselulosa dapat diesterifikasi.

    Pengaruh alkalis pada suhu tinggi sekali menyebabkan pemecahan

    hidrolitik dari ikatan glukosid. Pada medium asam terjadi perombakan

    hidrolitik yang lebih rendah dibandingkan selulosa (Sofyan, 1976).

    Dengan melihat struktur serat seperti diuraikan diatas, maka

    selulosa sulit dihidrolisis secara langsung dengan asam maupun enzim.

    Untuk mengatasi kesulitan ini diperlukan suatu perlakuan bahan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    16/29

    19 

    selulosik sebelum dihidrolisis atau sering juga dinamakan perlakuan

     pendahuluan untuk membebaskan lignin dan hemiselulosa dari

    selulosa.

     

    Gambar 2.4 Struktur Hemiselulosa

    2.6 Hidrolisa

    Hidrolisa adalah proses peruraian suatu senyawa oleh air. Proses

    tersebut dapat terjadi dalam suasana asam, basa, atau netral tergantung pada

    senyawa yang bereaksi serta karena enzim. Hidrolisa selulosa merupakan

    suatu proses yang dilakukan untuk menghasilkan glukosa. Ada dua cara yang

    digunakan untuk hidrolisa selulose yaitu dalam suasana asam dan secara

    enzimatis. Dibandingkan dengan hidrolisa asam, hidrolisa menggunakan

    enzim mempunyai keuntungan berupa derajad konversi yang tinggi,

     pembentukan hasil samping yang minimal, kebutuhan energi yang rendah, dan

    kondisi operasi yang mudah dicapai. Enzim selulose merupakan enzim yang

    kompleks yang terdiri atas tiga yaitu endoselulase, selobiohidrolase dan

    selobiase. Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis dalam menghidrolisa

    selulosa menjadi glukosa. Selobiohidrolase menyerang struktur kristal selulosa

    dan menghasilkan selobiosa (disakarida). Endoselulase menghidrolisa bagian

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    17/29

    20 

    amorf selulosa menjadi senyawa-senyawa dengan bobot molekul yang lebih

    kecil (β-oligomer), sedangkan selobiase menghidrolisa β-oligomer menjadi

    glukosa. Pengaruh hidrolisa pada masing-masing enzim adalah rendah,

    sedangkan kombinasi eksoenzim (selobiohidrolase) dan endoenzim

    menaikkan produksi glukosa. Jadi keseluruhan enzim bekerja sama dalam

    mendegradasi selulose.

    Adsorpsi enzim selulose pada permukaan selulose pada umumnya

    diasumsikan lebih cepat dibandingkan dengan laju hidrolisis secara

    keseluruhan Jumlah enzim selulose yang diadsorpsi terutama tergantung pada

    tersedianya luas permukaan selulose dan konsentrasi enzim selulose. Oleh

    karena itu, tipe selulose dan konsentrasi enzim selulose merupakan dua faktor

     penting adsorpsi dalam sistem selulase-selulose.

    2.7 

    Sumber Enzim

    Sumber enzim, berasal dari jaringan tumbuhan, hewan dan

    mikroorganisme yang terseleksi. Enzim yang secara tradisional diperoleh dari

    tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mempunyai kelemahan yaitu variasi

    musim, konsentrasi rendah, biaya tinggi, persediaan enzim terbatas, dan

    adanya persaingan dengan pemanfaatan yang lain. Oleh karena itu

     pengingkatan sumber enzim sedang dilakukan dengan cara memaksimalkan

    dari mikroba pengahasil enzim yang sudah dikenal atau penghasil enzim baru

    lainnya.

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    18/29

    21 

    Sebagian besar enzim mikroba untuk keperluan industri hanya berasal

    dari 11 jamur, 8 bakteri dan 4 ragi serta dalam prakteknya para produsen

     biasanya mencari enzim baru dari kelompok ini. Kebanyakan mikroba yang

    digunakan dari jamur adalah Aspergilus niger, Mucor sp., Rhizopus arrhizus,

    Trichoderma viride, Penicillium vitale, Aerobacter aerogenes, dll. Sedangkan

    dari bakteri adalah Bacillus subtilis, Bacillus coagulans, Escherichia coli, dll.

    Sumber enzim yang didapat dari ragi adalah Saccharomyces cereviceae,

    Streptomyces phaeochromogens, dll.

    2.8 

    Delignifikasi Tongkol Jagung

    Delignifikasi tongkol jagung merupakan proses  pretreatment   untuk

    menghilangkan kandungan lignin dari selulosa dan hemiselulosa dalam

    tongkol jagung. Banyaknya perolehan bioetanol sangat ditentukan oleh

    keberhasilan proses delignifikasi ini untuk memisahkan lignin dari tongkol

     jagung. Ada beberapa teori yang mengemukakan untuk delignifikasi, teori

     pertama menyatakan bahwa permukaan serat bagian dalam berlaku sebagai

    membran semi permeabel, dimana tekanan osmosis terjadi akibat melarutnya

    rantai-rantai lignin dalam pelarut. Teori lain menyatakan bahwa penurunan

     berat terjadi akibat penolakan elektrostatis antara partikel-partikel lignin.

    Melarutnya bahan-bahan lignin oleh NH4OH disebabkan terjadinya proses

     penyabunan dari group-group ester. Larutan pengembang tersebut secara

    kimia dapat memutuskan ikatan hydrogen dari molekul glukosa yang

     berdekatan dalam jaringan lignin.

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    19/29

    22 

    Darwis et al,  (1995). Melaporkan bahwa pengecilan ukuran tongkol

     jagung menjadi 30-60 mesh dan dilanjutkan dengan proses delignifikasi

    dengan NH4OH seperti yang dilakukan dengan penelitian ini, merupakan salah

    satu upaya untuk meningkatkan efektivitas hidrolisis selulosa dalam proses

    delignifikasi. Peningkatan efektivitas hidrolisis selulosa pada akhirnya akan

    meningkatkan produktivitas mikroorganisme dalam memproduksi selulase.

    Pengecilan ukuran dan delignifikasi menyebabkan terputusnya rantai

     polimer yang panjang menjadi rantai polimer yang lebih pendek,

    meningkatkan daerah amorf dengan kata lain (menurunkan derajat

    kristalinitas) dan memisahkan bagian lignin dari selulosa. Perlakuan yang

    efisien harus dapat membebaskan struktur kristal dengan memperluas daerah

    amorfnya serta membebaskan juga lapisan ligninnya. Beberapa metoda

    delignifikasi adalah sebagai berikut :

    2.8.1 

    Metoda Kimia

    Delignifikasi secara kimia bisa dilakukan dengan beberapa

    larutan bahan kimia, yang biasa digunakan adalah NH4OH, NaOH,

    H2SO4, MnSO4 dan Cadoxen.

    a.  Pelarut

    Dengan menggunakan pelarut yang tepat akan

    dimungkinkan pemisahan lignin dari selulosanya secara rinci.

    Pelarut ini tidak hanya memisahkan selulosa dari ligninnya, tetapi

     juga merusak struktur yang aktif untuk di hidrolisis. Lignin yang

    melarut dapat diendapkan dan lignin tersebut bersifat amorfus dan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    20/29

    23 

    reaktif terhadap bahan-bahan hidrolitik. Salah satu pelarut yang

    dapat digunakan adalah cadoxen.

     b.  Pulping

    Penggunaan gas SO2  sebagai pra perlakuan merupakan

    inovasi terbaru pada teknik delignifikasi bahan lignoselulosik.

    Penetrasi (penyerapan) bahan ke dalam struktur kapiler lignin lebih

    cepat dan sempurna karena molekul-molekul gas berukuran kecil

    dan tidak memerlukan biaya proses pencucian. Penggunaan gas

    SO2 pada lignin basah pada suhu 120oC selama dua jam untuk kayu

    keras atau tiga jam untuk kayu lunak menghasilkan peningkatan

     pencernaan dari lignin.

    Thomson (1976) melakukan percobaan memperlakukan

     jerami gandum dengan gas SO2, yang diperlakukan selama 30

    menit pada suhu 170oC. peningkatan pencernaan didapatkan

    hingga maksimum 80 persen (dengan hasil sekitar 50 persen).

    2.8.2 

    Metoda Fisika

    Delignifikasi secara fisika meliput iradiasi, penggunaan panas

    dan tekanan yang tinggi serta pembekuan. Perlakuan ini bertujuan

    untuk memperluas permukaan yang bereaksi dengan enzim selulose

     juga sedikit menghilangkan lignin.

    a.  Iradiasi

    Sinar gamma atau iradiasi elektron meningkatkan secara

    nyata pencernaan bahan selulosa oleh organisme rumen dan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    21/29

    24 

    selulose. Sinar gamma menyebabkan perubahan ikatan-ikatan

    tertentu antara lignin dan selulose. Sinar gamma menyebabkan

     perubahan ikatan-ikatan tertentu antara lignin dan selulosa. Derajat

     polimerisasi juga menurun oleh perlakuan ini (Shuler, 1985).

    Efektifitas iradiasi meningkat dengan cepat pada dosis penyinaran

    antara 106

    sampai 108 rad.

    Perlakuan awal dengan menggunakan iradiasi dengan cara

    lain ialah dengan menggunakan radiasi dengan cara lain ialah

    dengan menggunakan radiasi nitrit foto-kimia. Pada teknik ini

    selulosa dalam larutan natrium nitrit di iradiasi dengan sinar

    ultraviolet.

     b. 

    Pemanasan dengan Uap

    Pemanasan dengan uap dilakukan cara melewatkan uap

     panas dengan suhu 180 - 200oC pada sumber selulosa selama 5 –

    30 menit secara kontinyu, atau dengan suhu 245oC selama 0.5 – 2

    menit dengan sistem curah. Metode ini dikenal nama Stake da

    Iotech (Kirk, 1981).

    Selama pemanasan dengan uap, akan berbentuk asam

    akibat penguraian dari hemiselulosa pada suhu dan tekanan tinggi,

    sehingga asam tersebut akan mempercepat penguraian selulosa.

    Proses ini disebut dengan otohidrolisis. Setelah pemanasan sampai

    lignin menjadi cukup lunak, sumber selulosa yang dipanaskan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    22/29

    25 

    dikeluarkan pada tekanan atmosfer sehingga lignin mudah di

     bebaskan.

    c.  Pembekuan

    Bykov dan Frolov (1961) di dalam Kirk (1981) dapat

    menunjukan bahwa pembekuan ulang dan “thawing” lignin dalam

    air pada suhu 75oC akan menurunkan derajat polimerisasi dan

    meningkatkan reaktivitas ligninnya.

    2.8.3 

    Metode Biologi

    Pada metode biologi terdapat sejumlah mikroba yang

    menghasilkan enzim pengurai lignin, sehingga selulosa yang tersisa

    mudah dihidrolisa menjadi glukosa. Contoh mikroba itu adalah :

    Streptomyces sp., Pseudomonas sp., Flovobacterium sp., dan Poria sp.

    (Kirk, 1981).

    2.9 Penelitian - penelitian pendukung proses delignifikasi.

    Penelitian pendukung juga meliputi pengamatan cara menangani bahan

     baku tongkol jagung (proses delignifikasi) agar didapatkan kadar lignin yang

    maksimal sebagai bahan baku bioetanol. Berikut merupakan penelitian-

     penelitian proses delignifikasi yang sudah dilakukan :

    2.9.1 

    Menurut Lewis et al (1988)

    Proses delignifikasi dilakukan yaitu dengan menimbang 100

    gram bubuk tongkol jagung yang sudah di cuci sebelumnya dengan air

    destilat. Kemudian tambahkan bubuk tongkol jagung tersebut dengan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    23/29

    26 

    air destilat sebanyak 1550 ml. Tambahkan NaOH secukupnya dan atur

     pH-nya menjadi 12, diamkan selama 12 jam, kemudian tambahkan

    larutan H2O2 51 ml, tambahkan lagi NaOH secukupnya dan atur pH-

    nya menjadi 11.5 diamkan selama 12 jam, kemudian proses

     penyaringan dan pengeringan pada suhu 55oC, didapatkan substrat

    dari proses delignifikasi. Gambar 2.5 menampilkan skema proses

    tersebut.

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    24/29

    27 

    Gambar 2.5 Proses Delignifikasi menurut Lewis et al., 1988

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    25/29

    28 

    2.9.2 

    Menurut Nobuotoyama dan Ogawa (1975)

    Proses delignifikasi dilakukan dengan menimbang 100 gram bubuk

    tongkol jagung, kemudian direndam dengan NaOH 1% sebanyak 1000

    ml selama 2 jam, panaskan pada suhu 120oC selama 3 jam, kemudian di

    saring dan direndam dalam H2O2  1% dengan pH 11.5 selama 12 jam,

    Kemudian filtrasi dengan air destilat, didapatkan substrat dari proses

    delignifikasi. Gambar 2.6 menampilkan skema proses tersebut.

    Gambar 2.6 Proses Delignifikasi menurut Nobuotoyama dan Ogawa (1975)

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    26/29

    29 

    2.9.3 

    Menurut Anonim (1989),

    Proses delignifikasi dilakukan dengan cara menimbang 100 gram

     bubuk tongkol jagung dengan ukuran 40 mesh, kemudian tambahkan

    H2SO4  4 % , panaskan pada 120oC selama 1 jam, filtrasi dengan air

    destilat, didapatkan substrat dari proses delignifikasi. Gambar 2.7

    menampilkan skema proses tersebut.

    Gambar 2.7 Proses Delignifikasi Dengan Menggunakan H2SO4  4%,

    120oC selama 1 jam.

    2.10  Penelitian yang Pernah Dilakukan

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    27/29

    30 

    a.  Pembuatan bioetanol dari limbah tongkol jagung dengan proses

    hidrolisa fermentasi, oleh Wahyuni Fitri Anggraeni, Miftakhul Jannah,

    dan Noni Indrianti, 2009. UMP Purwokerto.

    Metode yang digunakan menggunakan hidrolisis fermentasi pada

    tongkol jagung, hidrolisa menggunakan asam sulfat (H2SO4) 10% dan

    fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cereviciae. Dengan

    variabel berubah waktu fermentasi, penggunaan jumlah ragi dan

     penggunaan media permunian. Hasil penelitian menunjukan bahwa

    waktu fermentasi yang optimal dalam proses fermetnasi adalah 3 hari

    dan penggunaan jumlah ragi yang optimal adalah 0,3 g/L. Dan

     penggunaan media pemurnian yang paling baik dalam proses

     pemurnian adalah menggunakan zeolit alam, didapatkan kadar

     bioetanol 75%.

     b. 

    Optimasi jumlah ragi pada pembuatan bioetanol nira kelapa, oleh Hesti

    Fadhillah Rakhmawati, 2009. UMP Purwokerto.

     Nira kelapa merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan

    untk menghasilkan bioetanol. Dengan kadar gula sebesar 7,5 sampai

    20,0% nira kelapa dapat di fermentasi dengan bantuan ragi

    Saccharomyces cerevisiae untuk menghasilkan bioetanol.

    Dari hasil penelitian didapatkan perolehan bioetanol terbesar pada

     jumlah ragi 0,6 gr dengan dihasilkan etanol sebesar 60,6755 ml dan

     pada jumlah ragi tersebut adalah jumlah ragi optimum untuk

    menghasilkan bioetanol nira kelapa.

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    28/29

    31 

    c.  Pembuatan bioetanol dari singkong secara fermentasi menggunakan

    ragi tape, oleh Heppy Rikana dan Risky Adam. UNDIP Semarang.

    Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bioetanol dari singkong

    secara fermentasi menggunakan ragi tape. Pada penelitian ini variabel

    ang digunakan adalah rasio ragi (80 gr, 90 gr, 100 gr), penambahan

    nutrien NPK (10 gr, 15 gr, 20 gr), dan lama fermentasi (10 hari, 14

    hari, 18 hari).

    Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada variabel ragi

     penambahan ragi 90 gr diperoleh hasil paling tinggi yaitu 5,33% v/v,

    untuk variabel nutrien penambahan NPK 20 gr diperoleh hasil paling

    tinggi yaitu 4,98% v/v, sedangkan untuk variabel lain fermentasi

    diperoleh hasil tertinggi pada lama fermentasi 14 hari yaitu 4,14% v/v.

    Dengan persen error rata-rata untuk variabel ragi adalah 96,33%, untuk

    variabel nutrien adalah 97,24%, pada fermentasi ini menggunakan

    substrat singkong dengan kadar pati 21,6%.

    d.  Pemanfaatan jerami menjadi bioetanol, oleh Isroi, 2005.

    Pengolahan jerami menajdi bioetanol dengan beberapa tahapan antara

    lain: (1) proses hidrolisa pengasaman bertujuan untuk mengkonversi

    selulosa menajdi glukosa dengan menggunakan asam sulfat dengan

    konsentrasi 1-5% pada suhu 180°C. (2) proses fermentasi dengan

    menggunakan bakteri Saccharomyces cerevisiae selama 16-24 jam. (3)

     proses selanjutnya destilasi dan dehidrasi. Dari percobaan yang ada

  • 8/19/2019 jhptump-a-fahmipurno-888-2-babii

    29/29

    32 

    diperoleh 766-1.148 liter bioetanol dengan kadar 60% air dari 10-15

    ton/ha jerami.