ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf ·...

8
Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif Kondisi hutan alam yang semakin rusak mencerminkan sistem silvikultur di hutan alam belum sepenuhnya dilaksanakan dengan memperhakan prinsip- prinsip kelestarian hutan. Pengelola hutan alam masih fokus pada eksploitasi kayu, sedangkan tugas untuk merehabilitasi dan memulihkan hutannya kurang serius. Upaya peningkatan produkvitas hutan alam telah dilakukan dengan penerapan TPTJ-Silin, namun pertumbuhan tanaman dak maksimal karena dilakukan di kondisi areal bekas tebangan (log over area, LOA) yang masih “baik dan sedang”. Rekomendasi yang disarankan adalah: 1. TPTJ-Silin seharusnya diterapkan pada kondisi LOA dak produkf sehingga pertumbuhan tanaman akan maksimal, sedangkan kondisi LOA yang masih “baik dan sedang” tetap diterapkan sistem silvikultur TPTI. 2. Pemanenan dilakukan secara tebang pilih dengan diameter terbatas baik di jalur tanam maupun di jalur antara. 3. Areal yang telah diterapkan TPTJ-Silin, untuk rotasi berikutnya di areal tersebut diterapkan sistem silvikultur TPTI. 4. Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Alam, pengelola KPHP, pemerintah pusat, dan daerah harus berkomitmen untuk merehabilitasi dan memulihkan hutan alam dak produkf. 5. Para pengelola yang telah berhasil mengelola hutan alam produksi dengan baik dengan indikator produkvitas hutan alamnya lebih nggi daripada kondisi sebelumnya, maka perlu diberikan insenf. Insenf diberikan di akhir rotasi yaitu pada saat kayu hasil TPTJ-Silin ditebang. Bentuk insenfnya bisa berupa pengurangan Dana Reboisasi (DR). Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Darwo dengan Penerapan TPTJ-Silin Volume 14 No. 3 tahun 2020 ISSN: 2085-787X Badan Penelian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Penelian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Policy Brief 1 Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif dengan Penerapan TPTJ-silin

Transcript of ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf ·...

Page 1: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif

Kondisi hutan alam yang semakin rusak mencerminkan sistem silvikultur di hutan alam belum sepenuhnya dilaksanakan dengan memperha�kan prinsip-prinsip kelestarian hutan. Pengelola hutan alam masih fokus pada eksploitasi kayu, sedangkan tugas untuk merehabilitasi dan memulihkan hutannya kurang serius. Upaya peningkatan produk�vitas hutan alam telah dilakukan dengan penerapan TPTJ-Silin, namun pertumbuhan tanaman �dak maksimal karena dilakukan di kondisi areal bekas tebangan (log over area, LOA) yang masih “baik dan sedang”. Rekomendasi yang disarankan adalah:1. TPTJ-Silin seharusnya diterapkan pada kondisi LOA �dak produk�f sehingga

pertumbuhan tanaman akan maksimal, sedangkan kondisi LOA yang masih “baik dan sedang” tetap diterapkan sistem silvikultur TPTI.

2. Pemanenan dilakukan secara tebang pilih dengan diameter terbatas baik di jalur tanam maupun di jalur antara.

3. Areal yang telah diterapkan TPTJ-Silin, untuk rotasi berikutnya di areal tersebut diterapkan sistem silvikultur TPTI.

4. Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Alam, pengelola KPHP, pemerintah pusat, dan daerah harus berkomitmen untuk merehabilitasi dan memulihkan hutan alam �dak produk�f.

5. Para pengelola yang telah berhasil mengelola hutan alam produksi dengan baik dengan indikator produk�vitas hutan alamnya lebih �nggi daripada kondisi sebelumnya, maka perlu diberikan insen�f. Insen�f diberikan di akhir rotasi yaitu pada saat kayu hasil TPTJ-Silin ditebang. Bentuk insen�fnya bisa berupa pengurangan Dana Reboisasi (DR).

RingkasanEksekutif

(Executive Summary)

Darwo

dengan Penerapan TPTJ-Silin

Volume 14 No. 3 tahun 2020

ISSN: 2085-787X

Badan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

PolicyBrief

1Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif dengan Penerapan TPTJ-silin

Page 2: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

2 Policy Brief Volume 14 No. 3 Tahun 2020

Kondisi hutan alam yang semakin rusak mencerminkan sistem silvikultur di hutan alam belum sepenuhnya dilaksanakan dengan memperha�kan prinsip-prinsip kelestarian hutan. Hutan alam dari tahun ke tahun terus menurun produk�vitasnya. Hal ini akibat eksploitasi kayu berlebihan, illegal logging, perambahan hutan, euforia reformasi, ke�dakpas�an kawasan, ke�dakpas�an usaha, dan lain-lain. Selain itu, para pihak yang terlibat belum berkomitmen untuk mengelola hutan alam produksi secara lestari. Pengelola hutan alam hanya fokus pada eksploitasi kayu, sedangkan kewajiban untuk merehabilitasi dan memulihkan hutannya kurang serius. Hal ini menimbulkan luas hutan alam �dak produk�f pada saat ini semakin luas di antaranya berupa hutan rawang, semak belukar, dan tanah kosong. Pemerintah telah berupaya mencari solusi untuk meningkatkan produk�vitas hutan alam dengan penerapan sistem silvikultur TPTJ-Silin (Tebang Pilih Tanam Jalur dengan

Teknik Silvikultur Intensif). Sistem silvikultur TPTJ-Silin merupakan sistem yang menerapkan adanya jalur tanam dan jalur antara, di mana jalur tanam dibersihkan selebar 3-4 m dan jalur antara selebar 16-17 m. Target produksi kayu pada rotasi tebang 25 tahun

3adalah 400 m /ha (Soekotjo, 2009). Tingginya harapan potensi tegakan yang akan diperoleh, mendorong beberapa pengelola hutan alam ingin m e l a k u k a n u j i c o b a . N a m u n p e la ks a n a a n u j i co b a ters eb u t dilakukan pada kondisi hutan alam bekas tebangan (LOA) yang masih “baik dan sedang” sehingga pertumbuhan tanaman terhambat setelah mencapai �ngkat �ang (Darwo, 2015). Timbul suatu pertanyaan, TPTJ-Silin seharusnya diterapkan di kondisi hutan alam seper� apa? Apakah hutan alam �dak produk�f bisa direhabilitasi dan dipulihkan kembali? Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan bagaimana meningkatkan produk-�vitas tegakan hutan alam �dak produk�f dengan penerapan TPTJ-Silin.

Pernyataan Masalah

(Statement of the Issue/

Problem)

Temuan Kunci (Key Findings)

Penerapan Sistem Silvikultur TPTJ-Silin Dalam pedoman pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kayu (Perdirjen BUK) Nomor P.9/VI/BPHA/2009 bahwa sistem silvikultur TPTJ diterapkan di areal: (1) hutan alam bekas tebangan (LOA) pada hutan produksi, (2) kondisi topografi datar sampai bergelombang d e n ga n ke l e re n ga n ≤ 2 5 % , ( 3 ) diutamakan pada areal yang tanahnya � d a k p e ka e ro s i d a n l e t a k nya kompak/�dak tersebar, (4) sistem pemanenannya dengan mengombi-nasikan antara dua sistem silvikultur yaitu TPTI dan THPB. Tata cara pemanenan di “jalur tanam” dilakukan

secara “tebang habis”, sedangkan untuk pemanenan di “jalur antara” d i lakukan secara “ tebang p i l ih terbatas” berdasarkan jumlah dan limit diameter tebang. P e r d i r j e n t e r s e b u t h a n y a menjelaskan di hutan alam bekas tebangan (LOA). Padahal LOA tersebut ada yang kondisinya baik, sedang, dan rusak. Dari hasil peneli�an Darwo (2015) bahwa Shorea leprosula yang ditanam di jalur tanam TPTJ-Silin dengan kondisi hutan yang “baik dan sedang” hanya mampu tumbuh baik sampai umur 4 tahun (rata-rata riap tahunan diameter 0,57 cm/tahun). Rendahnya riap diameter akibat pohon-pohon yang ada di kanan-kiri

Page 3: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

jalur tanam telah menutupi jalur tanam sehingga cahaya matahari yang masuk ke jalur tanam semakin sedikit (Gambar 1).

Padahal jenis dipterokarpa bersifat toleran terhadap naungan yaitu memerlukan keterbukaan tajuk 50% pada �ngkat permudaan (Weidelt, 2008). Shorea leprosula mampu tumbuh baik dengan keterbukaan tajuk 55-80% pada umur kurang dari 8 tahun ( S e p � n i n g r u m , 2 0 1 6 ) . D e n ga n demikian, jenis-jenis dipterokarpa yang bersifat toleran memerlukan naungan pada �ngkat semai dan pancang. Pada �ngkat �ang dan pohon kebutuhan sinar matahari mulai �nggi. Kondisi LOA yang “baik dan sedang”, penutupan tajuknya bisa lebih dari 80%. Jika LOA yang “baik dan sedang” dibuat jalur tanam selebar 3 m dengan membersihkan dan menebang pohon-pohon sepanjang jalur tanam, maka tegakan di kiri-kanan jalur tanam akan rusak ter�mpa pohon dan tanaman yang ditanam �dak mampu tumbuh dengan baik. LOA yang “baik

Gambar 1. Shorea leprosula yang ditanam di LOA yang baik pertumbuhannya �dak maksimal

dan sedang” hanya bisa diterapkan sistem silvikultur TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Dengan demikian, TPTJ-Silin lebih tepat diterapkan di kondisi LOA yang �dak produk�f. Target potensi tegakan di akhir rotasi minimal sama dengan keadaan semula sebelum rusak. Untuk merehabilitasi LOA �dak produk�f, maka yang perlu diperha�kan antara lain: (a) potensi tegakan untuk semua

3jenis kurang dari 20 m /ha, (b) jenis yang ditanam harus cocok dengan kondisi agroklimatnya, (c) �ndakan silvikultur berupa pola tanam jalur, dan (d) jika dalam jalur tanam ditemukan jenis komersial agar tetap dipelihara.

Pertumbuhan Tanaman di Hutan Rawang Atas dasar kurang berhasilnya pelaksanaan TPTJ-Silin di kondisi LOA yang masih produk�f, maka telah di lakukan penguj ian jenis- jenis dipterokarpa di hutan �dak produk�f yaitu pada kondisi hutan rawang. Menurut SK Menteri Kehutanan Nomor 228/Kpts-II/1990 menyatakan bahwa hutan rawang adalah hutan yang memiliki volume tegakan untuk �ngkat pohon komersial rata-rata kurang dari

320 m /ha. D a r wo et a l . ( 2 0 1 6 ) te la h m e l a ku ka n p e n e l i � a n 1 0 j e n i s dipterokarpa di kondisi hutan rawang. Kesepuluh jenis tersebut yaitu Shorea mecistopteryx, S. palembanica, S. leprosula, S. selanica, S. stenoptera Burck, S. stenoptera Forma., S. pinanga, Hovea mangarawan, Dipterocarpus grandiflorus, dan Va�ca sumatrana. Pola tanam menggunakan sistem jalur dengan lebar ja lur tanam yang dibersihkan 1,5 m, jarak antartanam dalam jalur 2,5 m, dan jarak antarjalur 5 m (jarak tanam 2,5 m x 5 m atau 800 tanaman per hektar). Hasil peneli�an menunjukkan bahwa sampai umur 4

3Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif dengan Penerapan TPTJ-silin

Page 4: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

Gambar 2. Hasil penanaman jenis dipterokarpa di hutan �dak produk�f (hutan rawang)

tahun, kesepuluh jenis dipterokarpa tersebut mampu tumbuh dengan baik di hutan rawang. Selanjutnya �ngkat pertumbuhan kesepuluh jenis tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:a. Kelompok jenis dengan rata-rata

riap tahunan (MAI) diameter tegakan di atas 1 cm/tahun yaitu S. mecistopteryx, S. palembanica, S. leprosula, S. stenoptera Burck.

b. Ke lompok jen is dengan MAI diameter antara 0,75 – 1 cm/tahun yaitu S. selanica.

c. Ke lompok jen is dengan MAI d i a m e t e r k u r a n g d a r i 0 , 7 5 cm/tahun yaitu S. stenoptera Forma. Ard., H. mangarawan, S. pinanga, D. Grandiflorus, dan V. sumatrana.

Kesepuluh jenis yang diujikan ini masih dalam fase permudaan, sehingga �ngkat pertumbuhannya termasuk l a m b a t . S e c a r a u m u m k u r v a pertumbuhan suatu tegakan mengiku� bentuk sigmoid (bentuk S), di mana pada tahap awal pertumbuhannya lambat, selanjutnya akan cepat sampai umur tertentu dan se lanjutnya melambat kembali. Kesepuluh jenis dipterokarpa yang diujicobakan ini

akan terus dipantau pertumbuhannya sampai diperoleh daur tebang dengan produk�vitas tegakan yang maksimal (Gambar 2). U p aya m e n i n g kat ka n p e r -t u m b u h a n t e ga ka n d i p e r l u ka n penerapan silvikultur intensif. Ada �ga f a k t o r y a n g m e m p e n g a r u h i pertumbuhan tegakan yaitu gene�k, lingkungan, dan �ndakan silvikultur. Peningkatan produk�vitas tegakan perlu dibarengi dengan peningkatan mutu gene�k. Mutu gene�k dapat dicapai melalui pemuliaan dengan modal utama keragaman gene�k untuk tujuan pengembangan jenis dengan sifat unggul. Seleksi dilakukan dalam rangka memil ih s i fat-s i fat yang diinginkan dari suatu pohon, seper� kecepatan pertumbuhan, kecepatan adaptasi lingkungan, dan adaptasi atau resisten hama dan penyakit dan lain-lain (Zobel & Talbert, 1984). Sampai saat ini, bibit yang digunakan dalam penanaman di TPTJ-Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar hutan alam sehingga pertumbuhannya �dak maksimal. Oleh karena itu, perlu menggunakan bibit unggul hasil pemuliaan pohon.

4 Policy Brief Volume 14 No. 3 Tahun 2020

Page 5: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

5

Kegiatan pembangunan hutan dengan menerapkan teknik silvikultur intensif perlu memper�mbangkan kondisi lingkungan. Tanah merupakan faktor edafis yang pen�ng untuk pertumbuhan tanaman karena tanah merupakan perantara penyedia faktor-faktor suhu, udara, air, dan unsur-unsur h a ra ya n g m e m p e n ga r u h i p e r -tumbuhan tanaman (Wasis, 2005). Dengan demikian, produk�vitas suatu ekosistem dapat dipertahankan dan bahkan bisa di�ngkatkan jika tanah dapat melakukan fungsinya secara op�mal. Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan pohon dan dapat dimanipulasi melalui teknik silvikultur guna memperbaiki kesuburan tanah hutan. Adapun fungsi tanah adalah (a) menunjang akar (menyerap, me-nyimpan, dan menyediakan air); (b) menyimpan dan menyediakan unsur-unsur hara mineral bagi tanaman; (c) mendorong pertukaran gas secara teratur; (d) mendorong ak�vitas-ak�vitas biologi dalam tanah; dan (e) menerima, menyimpan dan me-

lepaskan karbon (Fisher & Binkley, 2000). Teknik silvikultur dapat diterap-kan terhadap tanah dan pengelolaan tegakan untuk meningkatkan keter-sediaan air dan unsur hara selama pertumbuhan (Darwo et al., 2012). Pengelolaan tegakan dengan teknik silvikultur intensif dapat memper-t a h a n k a n d a n m e n i n g k a t k a n produk�vitas (Nambiar, 2003). Pengelolaan intensif dilakukan pada fase persiapan bibit, persiapan lahan dan fase pemeliharaan tegakan ( p e m b e r i a n i n p u t h a r a a t a u pemupukan). Selanjutnya untuk mendukung pertumbuhan tegakan secara maksimal, maka diperlukan pemeliharaan secara intensif berupa penyiangan gulma. Kegiatan lainnya yang perlu dilakukan yaitu perlindungan terhadap gang guan hama, penyak i t , dan pengendalian bahaya kebakaran. Namun demikian, �ndakan silvikultur pada penerapan TPTJ-Silin pada saat ini belum dilakukan secara lengkap, hal ini menjadi tantangan untuk melakukan pengujian lebih lanjut.

Secara teknis hutan rawang bisa dipulihkan asalkan faktor non teknis bisa diatasi (perambahan, kebakaran, konflik lahan, dan gangguan lainnya). Strategi untuk memulihkan hutan alam �dak produk�f (LOA �dak produk�f) sebagai berikut:1. LOA �dak produk�f seper� kondisi

hutan rawang bisa direhabilitasi m e n g g u n a k a n j e n i s - j e n i s dipterokarpa setempat dengan menggunakan pola tanam jalur selebar 1,5 m, jarak antarjalur 5-10 m, dan jarak antartanaman dalam jalur 2,5 m.

2. Penyiangan gulma empat kali

setahun pada umur 1-3 tahun setelah tanam dan �ga kali setahun pada umur 4-5 tahun setelah tanam. Setelah umur 5 tahun �dak perlu lagi dipelihara.

3. Pemanenan kayu di jalur tanam dan “ j a l u r a n t a ra ” p a d a s i s t e m s i l v i k u l t u r T P T J - S i l i n � d a k menerapkan tebang habis, tetapi dilakukan sistem tebang pilih dengan diameter terbatas sesuai dengan aturan dalam TPTI.

4. Untuk rotasi berikutnya pada areal T P TJ - S i l i n , p e n g a y a a n b i s a dilakukan dengan sistem jalur atau c e m p l o n g a n , s e d a n g k a n

Pilihan dan Rekomendasi

kebijakan (Policy Options and Recommendations)

Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif dengan Penerapan TPTJ-silin

Page 6: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

6

pemanenannya dilakukan tebang pilih dengan diameter terbatas seper� pada sistem silvikultur TPTI.

5. J i ka b e r h a s i l m e n i n g kat ka n produk�vitas LOA yang �dak produk�f, maka para pengelola per lu mendapatkan insen�f. K r i t e r i a p r o d u k � v i t a s n y a meningkat apabila potensi tegakan hasil TPTJ-Silin telah melebihi potensi tegakan dari hutan alam yang ada di sekitarnya. Misalkan hasil pemantauan di Petak Ukur Permanen (PUP) diperoleh potensi tegakan untuk diameter 40 cm ke

3atas sebesar 50 m /ha, sedangkan potensi tegakan hasil TPTJ-Silin

3m e n c a p a i 7 5 m / h a , m a k a produk�vitas hutan meningkat 25

3m /ha. Dengan demikian, pengelola TPTJ-Silin dapat diberikan insen�f s e s u a i d e n g a n ke m a m p u a n meningkatkan produk�vitas hutan

3sebesar 25 m /ha. Namun jika produksi tegakannya kurang dari 50

3m /ha, maka �dak perlu diberi insen�f. Pemberian insen�f dilakukan pada saat kayu hasil TPTJ-Silin telah dipanen. Bentuk insen�f bisa berupa pengurangan Dana Reboisasi (DR).

6. Saat ini kondisi hutan alam produksi semakin menurun, maka hutan alam seharusnya �dak dikonversi menjadi Hutan Tanaman Industri, perkebunan, dan lain-lain. LOA yang �dak produk�f berupa semak b e l u k a r d a n t a n a h k o s o n g sebaiknya ditanami jenis-jenis unggulan lokal penghasil kayu atau non kayu.

7. Kawasan hutan alam yang �dak ada p e n g e l o l a a n n y a s e b a i k n y a diserahkan kepada pengelola hutan

alam yang ada di sekitarnya untuk mengeliminir perambahan dan kebakaran hutan.

8. Kondisi LOA yang masih “baik dan sedang” �dak diperkenankan untuk diterapkan TPTJ-Silin tetapi tetap menerapkan sistem silvikultur TPTI.

9. Hutan alam produksi bisa dikelola secara mul�usaha kehutanan guna mengop�malkan pemanfaatan hasil hutan. Fokus usaha utamanya tetap hasil hutan kayu, sedangkan lainnya bisa pemanfaatan hasil h u ta n b u ka n kay u d a n j a s a lingkungan. Diharapkan cara ini a ka n m e n i n g ka t ka n k i n e r j a pemegang izin usaha hutan alam produksi.

10. Para pemegang izin usaha hutan alam, restorasi ekosistem, dan pengelola KPH harus berkomitmen untuk memulihkan hutan alam �dak produk�f yang ada di areal konsesinya.

Apabila hutan rawang ditanami S. leprosula dengan menerapkan sistem TPTJ-Silin dan kondisi keterbukaan tajuk yang tepat, maka pada siklus tebang 25 tahun berikutnya akan diperoleh diameter tegakan di atas 50 cm (Gambar 3). Jika hutan rawang mampu direhabilitasi dan dipulihkan dengan sistem TPTJ-Si l in seluas 100.000 ha/tahun dengan potensi

3tegakan yang bisa ditebang 75 m /ha, maka setelah 25 tahun kemudian akan diperoleh produksi kayu 7,5 juta

3m /tahun. Dengan demikian, ada penambahan produksi kayu dua setengah kali produksi kayu dari hutan alam (saat ini produksi kayu dari hutan

3alam 5 juta m /tahun, KemenLHK 2017).

Policy Brief Volume 14 No. 3 Tahun 2020

Page 7: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

7

Gambar 3. Prediksi pertumbuhan diameter tegakan Shorea leprosula di jalur tanam TPTJ-Silin pada kondisi keterbukaan tajuk yang op�mal

DarwoPusat Peneli�an dan Pengembangan HutanJl. Gunung Batu No. 5, Bogor-Jawa Barat, IndonesiaEmail: [email protected]

Rujukan untuk konsultasi

(Sources consulted)

Daftar Pustaka(References)

Darwo. (2015). Evaluasi pertumbuhan Shorea leprosula Miq. pada areal TPTJ-Silin di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Masyarakat Silvikultur Indonesia III, Bogor, 19 Agustus 2015.

Darwo, Bogidarman�, R., & Soleh, M. (2016). Teknik Pemulihan dan peningkatan Produk�vitas di Hutan Alam Tidak Produk�f. Laporan Hasil Peneli�an. Pusat Peneli�an dan Pengembangan Hutan, Bogor.

Darwo, Suhendang, E., Jaya, I.N.S., Purnomo, H., & Pra�wi. (2012). Kuan�fikasi kualitas tempat tumbuh dan produk�vitas tegakan untuk hutan tanaman eukaliptus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Jurnal Peneli�an Hutan Tanaman, 9(2), 83-93.

Fisher, R.F., & Binkley, D. (2000). Ecology and Management of Forest Soil. John Willey & Sons, Inc.

KemenLHK [Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan]. (2017). Sta�s�k Kehutanan Indonesia tahun 2016. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Nambiar, E.K.S. (2003). Science and technology for sustainable development of planta�on forest. Australian Forestry,66, 43-50.

Perdirjen BUK [Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kayu].

(2009). Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) P.9/VI/BPHA/2009. Direktorat Jenderal Bina Usaha Kayu, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Sep�ningrum, E. (2016). Pengaruh keterbukaan kanopi terhadap pertumbuhan Shorea leprosula Miq. pada sistem silvikultur TPTJ di PT Auatral Byna, Kalimantan Tengah. Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Ins�tut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekotjo. (2009). Teknik Silvikultur Intensif. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Wasis, B. (2005). Kajian Perbandingan Kualitas Tempat Tumbuh antara Rotasi Pertama dan Rotasi Kedua pada Hutan Tanaman Acacia mangium Willd. Studi Kasus di HTI Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Ins�tut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Weidelt. (2008). Sustainable Management of Dipterocarp Forest – Opportuni�es and Constrants. Dipterocarp Forest Ecosystems. Ins�tute for Waldau: University Go�ngen Busgenweg, 1, 37-77.

Zobel, B., & Talbert, J. (1984). Applied Forest Tree Improvement. John Wiley & Sons, Inc. United States of America.

Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif dengan Penerapan TPTJ-silin

Page 8: ISSN: 2085-787X Policy Brief - puspijaksimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_3_SILIN_Darwo.pdf · 2020. 7. 15. · Silin masih menggunakan bibit cabutan alami yang diperoleh di sekitar

P3SEKPI