ISSN: 2085-5087
Transcript of ISSN: 2085-5087
KONTRUKSI PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM KURIKULUM KTSP
MENYONGSONG PENERAPAN KURIKULUM 2013 SECARA SERENTAK DI TAHUN 2016
Agus Arwani STAIN Pekalongan
Abstrak: Character education is one simple thing as the word
'character' is all the self-development of students in learning
interactions to start and end the process of teaching students to
achieve the formation of character. Character education in
schools is needed, although the character is the basis of education
in the family. Today the growing demands for changes in the
education curriculum that emphasizes the need to build the
nation's character. It is based on facts and public perception of
the declining quality of the attitudes and morals of children or
young people. Curriculum and education are two concepts that
must be understood before discussing the development of the
curriculum. Changing curriculum KTSP to curriculum 2013, is
an effort to renew after doing research for curriculum
development in accordance with the needs of the child or youth
and the nation.
Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Karakter, Konstruksi.
Pendahuluan
Bangsa Indonesia telah mengalami kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus tahun 1945, dengan presiden pertama Indone-
sia yaitu Soekarno, dan diwakili oleh Muh. Hatta. Meskipun ke-
merdekaan telah diraih, namun Indonesia masih terus berjuang
untuk mengahadapi beberapa perlawanan dari negara asing. Hal
ini dikarenakan masih adanya beberapa negara kontra yang selalu
ISSN: 2085-5087
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
ingin memerangi bangsa Indonesia, pasca kemerdekaan. Negara
indonesia bukanlah negara yang liar dan tak berdasar, akan tetapi
negara indonesia mempunyai dasar negara yang berisi tentang
nilai spiritual, nilai keadilan, budi pekerti dan nilai-nilai luhur
yang lain. Dasar negara bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang
berisi 5 butir pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Keman-
usiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusya-
waratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat In-
donesia. Pancasila yang merupakan pelajaran pendidikan kewar-
ganegaraan yang dipraktekkan disekolah-sekolah inilah merupa-
kan salah satu alat yang dijadikan pembentukan karakter selain
pelajaran pendidikan agama sebagai pembentuk karakter spiritu-
alis manusia.
Sejak tahun 1990-an, terminologi pendidikan karakter mu-
lai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pen-
gusungnya melalui karya yang sangat memukau, The Return of
Character Education. Sebuah buku yang menyadarkan dunia barat
secara khusus di mana tempat Lickona hidup, dan dunia pen-
didikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah
keharusan. Inilah awal kebangkitan pendidikan karakter. Karak-
ter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengan-
dung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the
good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan ke-
baikan (doing the good).
Pendidikan karakter adalah salah satu hal yang sederhana
karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa
dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses
pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun da-
sar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau
seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari
keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Agus Arwani
Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecer-
dasan otak ketimbang pendidikan karakter.
Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan ku-
rikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun
karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi
masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-
anak atau generasi muda1.
Pada saat ini yang diperlukan sekarang adalah kurikulum
pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri
memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pemben-
tukan karakter peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan
bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bah-
wa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus
dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang
berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik2.
Konstruksi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
Perlu kita ketahui bahwa karakter berbeda dengan sikap,
sifat dan temperamen, sifat dan temperamen memang tidak bisa
di bentuk, sedangkan karakter bisa dibentuk. Pada prinsipnya
manusia memiliki kapasitas yang sama untuk membangun karak-
ternya. Ada 47 karakter yang bisa dibentuk diantaranya keberani-
an, kejujuran, keadilan, tanggungjawab, kepedulian, kepercayaan,
empati, pengendalian, berbagi, kerjasama, persahabatan, toleran-
si, pengampunan, memberi, hikmat, imajinasi, sikap apa adanya,
belas kasih, kesamaan, integritas, kreativitas, ketegasan, kehorma-
tan, kebaikan, keikhlasan, loyalitas dan lain-lain3.
Penilaian dan keberlanjutan perubahan kurikulum pen-
didikan harus memiliki kejelasan maksud dan tujuan dari kuriku-
1 Yoyon Bahtiar Irianto, 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan, Jakarta:
Rajawali Press, hal. 1. 2 John Mccain, Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 1. 3 Ibid, hal. 15.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
lum secara formal yang kemudian menjadi substansi pendidikan
di Indonesia. Sistem Pendidikan yang sekarang memang sudah
lepas dari realitas masyarakat Indonesia, dimana sistem di pen-
didikan Di Indonesia telah banyak mengadopsi system pendidi-
kan yang diambil dari “Dunia Barat” yang memiliki nilai-nilai
sendiri tanpa kodifikasi dan penyesuaian yang signifikan.
Akuntansi merupakan produk yang dibangun dan dkembangkan.
Akuntansi dan sistem pendidikan memang membawa nilai-nilai
“sekularisasi” yang memiliki ciri-ciri self-interest, menekankan bot-
tom line, dan hanya mengakui materarilitas. Di sekolah maupun
perguruan tinggi banyak sekali kurikulum pendidikan mem-
berikan muatan-muatan sosiologi kritsis dalam pembelajaran. Da-
lam studi kasus memang pendidikan barat telah menanamkan
dogmanya kepada dunia timur apalagi negara kita. Ini dapat kita
analisa dalam pemakaian standar yang digunakan di negara barat
juga digunakan di negara tercinta ini, tanpa adanya sikap kritis
terhdap standart tersebut. Tentunya standart itu harus sesuai
dengan faktor-faktor lingkungannya sosial, budaya, ekonomi dan
politik. Perubahan itu tidak lepas pada konstruksi perubahan ku-
rikulum.
Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda
yang secara rutin berlangsung dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan di negara berkembang.Dewasa ini mengedepankan
perlunya membangun karakter bangsa.Hal ini didasarkan pada
fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas si-
kap dan moral anak-anak atau generasi muda.Yang diperlukan
sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam
arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus dio-
rientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik4.
Melihat perjalanan sejarah pendidikan dari dekade sebe-
4 Heri Gunawan, 2011. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Ban-
dung: Alfabeta, hal. 5.
Agus Arwani
lumnya, para orang tua, secara subyektif, membuat perbandingan
antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana mere-
ka dulu mengalami pendidikan di sekolah, atas situasi, sikap, per-
ilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian
orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap
atau nilai-nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya si-
kap dan perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, kejujuran,
memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa,
dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan
keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap mem-
iliki sikap mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi
etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama5.
Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi
orang dewasa adalah produk pendidikan pada beberapa dekade
sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum pen-
didikan di masa sebelumnya itu. Apa yang dilakukan oleh be-
berapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada baiknya
dilakukan “review” menyeluruh terhadap suatu kurikulum pen-
didikan. Kehendak untuk melakukan peninjauan kurikulum,
sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas desakan dan
tuntutan para orang tua.Perbaikan kurikulum merupakan bagian
tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu
kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan
peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang
dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik.Kunci sukses im-
plementasi kurikulum terutama adalah pada pendidik, kelem-
bagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan
pendidikan itu sendiri6.
Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam
5 Yoyon Bahtiar Irianto, 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan,……, hal.
3. 6 Hamka Abdul Aziz,” 2011. Membangun Karakter Bangsa. Surakarta:
Pustaka Al Mawardi, hal. 3.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
arti luas maupun dalam arti sempit. Menurut UU.No. 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan Nasional bahwa Kurikulum ada-
lah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi,
dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu7. Dalam kurikulum terintegrasi fil-
safat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kuriku-
lum, setidaknya ada tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu;
(1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana bela-
jar; (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum
yang merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem
pendidikan, bahkan sistem masyarakat; (3) kurikulum sebagai
suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupa-
kan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengaja-
ran8.
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bah-
wa kurikulum merupakan rancangan pendidikan, yang berisi se-
rangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara
implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidi-
kan.Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan
pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan ling-
kungan.
Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting
dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Bagaimana iklim sekolah
diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak didik. Apakah
iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar
tercipta di lingkungan sekolah.
Pendidikan Karakter
7 UU. No. 20 tentang SISDIKNAS tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 19. 8 Sutarjo Adisusilo, 2012. Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta: Rajagrafindo,
hal. 5.
Agus Arwani
Kurikulum pendidikan sebenarnya memiliki beberapa
muatan-muatan materi selalu berhadapan dengan realitas, di-
mana muatan-muatan kurikulum tersebut yaitu sosiologi kritis,
kreatifitas dan mentalitas, dari elemen-elemen ini dapat diinte-
grasikan dalam pendidikan karakter bangsa yang sesuai dengan
realitas. Muatan tersebut tidak jauh dari pendidikan karakter.
Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru
sekarang. Penanaman nilai-nilai sebagai sebuah karakteristik
seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala.Akan tetapi, seir-
ing dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya pena-
naman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah
kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.
Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke
dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar
dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin
memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri
yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan
oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang sederhana
karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa
dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pen-
gajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter. Pen-
didikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar
dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau
seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari
keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecer-
dasan otak ketimbang pendidikan karakter9.
Menurut Q-Anees mengutip pendapat Doni A Koesoma,
9 Supriyoko, 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban. Jakarta:
Samudera Biru, hal. 7.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
ada lima metode pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah,
yaitu: 1. Mengajarkan, yakni mengajar dengan melibatkan siswa.
Dengan kata lain, pembelajaran yang dilaksanakan tidak bersifat
monolog. 2. Keteladanan, baik dari guru maupun dari seluruh
warga sekolah. 3. Menentukan prioritas. 4. Praksis prioritas, yaitu
melakukan verifikasi sejauh mana realisasi terhadap prioritas
yang ditentukan. 5. Refleksi10.
Nilai-nilai pendidikan karakter dalam kurikulum dengan
jiwa dan watak kewirausahaan, tetap memperhatikan sembilan
pilar penting untuk pendidikan karakter. Kesembilan pilar pen-
didikan karakter tersebut berupa:
1. tanggung jawab (responsibility),
2. rasa hormat (respect),
3. keadilan (fairness),
4. keberanian (coiurage),
5. kejujuran (honesty),
6. kewarganegaraan (citizenship),
7. disiplin diri (self-dicipline),
8. peduli (caring), dan
9. ketekunan (perseverance).
Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain:
religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin
tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan,
sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja
keras, dan adil.
Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan
ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adan-
ya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda.
Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelaja-
10 Q-Anees, Bambang, dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Ber-
basis Al-Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal. 13.
Agus Arwani
ran dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara
lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta
ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman,
patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan
hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
2. Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada
aturan sosial, demokratis, jujur, mengahargai keragaman, sa-
dar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
3. Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif,
percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasion-
alis.
4. Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberaga-
man, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial
dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras.
5. Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri,
menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung
jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6. Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya
diri, mandiri, bekerja sama, patuh pada aturan sosial
7. Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan
menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokra-
tis
8. Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur,
percaya diri, mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang
lain
9. TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,
mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang
lain.
10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya
orang lain, nasional, peduli.
Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan per-
ilaku pembelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya
untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pem-
bangunan mental dan moral pembelajar, itu dimaksudkan sebagai
usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan
kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan mem-
bangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahun-
tahun, “produk” penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang di-
harapkan. Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja
merebak.sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan remaja.
Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi,
nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme,
hilangnya sikap kesabaran, pelanggaran norma masyarakat, mer-
osotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya rasa malu,
meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya.
Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya
penghargaan terhadap karya sendiri dan atau karya bangsa
sendiri. Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan
produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam
ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar, telah me-
lunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan ijazah. Apalagi
ditambah dengan sikap konsumerisme dan gempuran iklan
produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai
media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri
dan tidak mempunyai karakter.
Dalam tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan
sebagai kebutuhan, tetapi hanya merupakan wahana memburu
status. Sekolah dipandang bukan sebagai wahana sosialisasi dan
membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan
menuju “kemewahan”.
Pendidikan berbeda dengan indoktrinasi.Pendidikan lebih
bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi
Agus Arwani
berkaitan dengan kepentingan politik.Pendidikan bukan untuk
menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu han-
ya merupakan dampak dari pendidikan.
Kurikulum Pendidikan
Pertanyaannya, adakah yang salah dalam kurikulum pen-
didikan di masa lalu? Apakah kurikulum di masa lalu tidak
memuat pendidikan karakter? Apakah kurikulum itu sendiri te-
lah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter pe-
serta didik? Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum dit-
erapkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada masanya. Kuriku-
lum yang berlaku pada masanya itu dapat dipandang telah mem-
iliki kesesuaian dengan situasi dan kondisi pada waktu itu dan
memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan
matang.
Kurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan
di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan, terakhir
dengan apa yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pen-
didikan (KTSP), yang merupakan implementasi Kurikulum Ber-
basis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Implikasi lain dalam KTSP dan diberlakukannya Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Ta-
hun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
adalah desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pemerintah
daerah.
Diskusi yang berkembang kemudian adalah kesiapan dae-
rah dalam melaksanakan pengelolaan pendidikan dan
mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu juga terkait
dengan batas-batas kewenangan pemerintah pusat dalam mem-
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
berikan dukungan pelaksanaan KTSP.
KTSP telah mengatur segala prinsip dan ketentuan-
ketentuan pelaksanaanya.Yang sekarang tampak nyata adalah
kendala-kendala dalam implementasi, di mana faktor kesiapan
guru, ketersediaan sarana, kesiapan siswa, dan dukungan dari
orang tua atau masyarakat yang kurang memadai.
Kemandirian Bangsa
Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah
penduduk yang besar. Kondisi ini secara ekonomi menjadi target
pasar yang besar pula bagi produk-produk negara lain. Apabila
kondisi ini tidak diimbangi dengan perbaikan sektor pendidikan,
maka dapat diprediksi situasi yang semakin buruk, yaitu bahwa
bangsa dan negara dengan jumlah penduduk yang besar ini han-
ya akan menjadi target pemasaran produk dan budaya dari luar
(asing).
Selama ini masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai
bangsa yang gemar mengkonsumsi, tetapi lalai dalam aspek
“produksi”. Longgarnya regulasi, kesiapan mental yang mampu
memfilter masuknya budaya negatif dari luar, dan tekanan glob-
alisasi atau pasar bebas, semakin memperkeruh situasi ini. Pan-
dangan tentang apa yang datang dari luar selalu baik, tanpa
mempertimbangkan baik dan buruknya, melahirkan ketid-
akseimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya disebut “keterkeju-
tan budaya (cultural shock)”.
Kategorisasi era perkembangan teknologi dari era agraris,
era industri, dan era teknologi modern, telah nyata dalam ke-
hidupan sebagian masyarakat kita. Contoh paling nyata adalah
petani di sawah yang memiliki handphone, hanya sekadar agar
tidak disebut “kuno”, atau ketinggalan jaman, tetapi tidak
menggunakan handphone itu untuk kepentingan-kepentingan
fungsionalnya. Contoh ini hanyalah merupakan salah satu para-
dok kehidupan yang terkait dengan pendidikan. Masih banyak
Agus Arwani
contoh lain yang dapat diajukan dalam menunjukkan “keterkeju-
tan budaya” sebagai dampak penerapan kurikulum pendidikan
persekolahan. Keterombang-ambingnya generasi muda di “per-
simpangan budaya” memerlukan komitmen kalangan pendidik
untuk mampu memberikan rambu-rambu dan sekaligus me-
nanamkan nilai-nilai dan falsafah budaya bangsa sendiri tetap
dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.
Membangun Peradaban
Menghadapi tuntutan era globalisasi yang antara lain
ditandai dengan adanya persaingan bebas dalam pergaulan
dunia, maka pengelolaan pendidikan harus dirancang secara
komprehensif dan integratif, direncanakan secara matang, dan
mendapat dukungan dari semua pihak. Kurikulum juga harus
memiliki keseimbangan dalam hal tujuan-tujuan yang ingin di-
capai; tidak saja aspek kognitif dan keterampilan, tetapi juga pent-
ing aspek-aspek mental, etika, moral, dan seni.
Irianto mengatakan, perkembangan dan perubahan yang
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernega-
ra di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global,
perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, serta seni dan
budaya11.
Dalam kaitan ini, yang terpenting adalah pencapaian sub-
stansi tujuan pendidikan dan proses pendidikan yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Kurikulum
adalah serangkaian proses pembelajaran untuk membentuk siswa
yang memiliki integritas dan membangun sikap mandiri dalam
rangka menghadapi kehidupan di masa depan. Sikap mental
mandiri individual dalam diri siswa, secara kolektif dan kumu-
latif pada akhirnya akan mampu membentuk sikap mental ke-
mandirian bangsa.
11 Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Press, hal. 11.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
KTSP yang diidealkan sekarang harus dilaksanakan
dengan sepenuh hati oleh semua pihak dan dukungan dari
pemerintah pusat berupa kebijakan-kebijakan yang benar-benar
berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan diterapkannya KTSP.
Konsepsi kompetensi dalam kurikulum adalah; (1) kompetensi
berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam
berbagai konteks; (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar
yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten; (3) kompeten meru-
pakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal dilakukan siswa
setelah melalui proses pembelajaran; dan (4) keandalan kemam-
puan siswa untuk melakukan sesuatu yang harus didefinisikan
secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai me-
lalui kinerja yang dapat diukur.
Secara prinsip, kebijakan dan implementasi kurikulum
pendidikan persekolahan dimaksudkan untuk membentuk manu-
sia seutuhnya, menyiapkan generasi muda menghadapi ke-
hidupan di masa datang, dan membangun sikap mental bangsa
yang mandiri.Pembentukan manusia seutuhnya dan segala
atribut yang termasuk di dalamnya, hanya bisa dilaksanakan
apabila didukung dengan kesiapan semua pihak dan penyediaan
fasilitas yang memadai secara merata.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali
bahwa yang terpenting dalam kurikulum adalah kemampuan
suatu kurikulum dalam mengadaptasi perkembangan yang ter-
jadi dalam masyarakat dan menerapkannya dalam proses pen-
didikan. Konsepsi kompetensi siswa yang diharapkan dari suatu
kurikulum yang terutama adalah melakukan sesuatu sesuai
konteks dan secara kreatif. Kreativitas manusia sebagai wujud
dari pendidikan ini yang kemudian akan menjadi khasanah yang
memperkaya budaya dan peradaban bangsa. Isi (content) suatu
kurikulum harus merupakan usaha-usaha yang terarah dan
terpadu untuk membangun sikap mental bangsa yang memiliki
karakter dan mampu membangun peradaban bangsanya sendiri.
Agus Arwani
Kurikulum 2013
Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus
dipahami terlebih dahulu sebelum membahas mengenai
pengembangan kurikulum. Sebab, dengan pemahaman yang jelas atas
kedua konsep tersebut diharapkan para pengelola pendidikan, terutama
pelaksana kurikulum, mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan dua keping uang, antara
yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tak bisa
terpisahkan.
Kurikulum mempunyai peran strategis sebagai sarana
human resources dan human investment. Artinya, kurikulum selain
bertujuan menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik,
juga telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik
dalam proses pemberdayaan jati diri bangsa dalam pelaksanaan
pendidikan. Pendidikan merupakan tindakan sadar dengan
tujuan memelihara dan mngembangkan fitrah serta potensi (sum-
ber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan
kamil).
Secara kodrati, manusia sejak lahir telah mempunyai potensi da-
sar (fitrah)12 yang harus ditumbuhkembangkan agar fungsional bagi
kehidupannya di kemudian hari. Untuk itu, aktualisasi terhadap
potensi tersebut dapat dilakukan usaha-usaha yang disengaja dan secara
sadar agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara opti-
mal13.
Saat ini pemerintah melalui Kemendikbud mengamanatkan
kepada seluruh institusional kelembagaan pendidikan untuk men-
trapkan pendidikan berbasis karakter, Dewasa ini berkembang tuntu-
12 Fitrah di sini dimaksudkan sebagai potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir,
di antaranya adalah agama, intelek, sosial, susila, seni, ekonomi, kawin, kemajuan, persa-maan, keadilan, kemerdekaan, politik, ingin dihargai, dihormati dan lain sebagainya. Lihat Nur Ahid, “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, (Tesis, IAIN Sunan Kalija-ga, Yogyakarta, 1993), 20
13 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. 2, hlm. 170.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
tan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan
perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta
dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan
moral anak-anak atau generasi muda.
Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum pendidikan
yang berbasis karakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki
karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter
peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak
terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kuriku-
lum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan
dengan mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat
dan kebutuhan peserta didik, guna meminimalisir tingkat kriminalli-
tas yang tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang tergo-
long masih remaja. Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang
munculnya “Kurikulum 2013” yang saat ini masih menjadi bahan uji
coba publik akan kelayakan kurikulum tersebut.
Untuk menganalisa kurikulum 2013 tersebut dengan pen-
dekatan beberapa teori dan Mazhab-mazhab filsafat pendidikan seperti;
Idealisme, Realisme, Materialisme, Pragmatisme, Eksistensialisme,
Progresivisme, Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme.
Respon terhadap kurikulum 2013 ini sangatlah variatif,
mulai dari yang mendukung, tidak memberikan komentar sama
sekali, sampai pada kalangan yang menolak dengan keras ter-
hadap kurikulum ini. Berbagai macam alasan dijadikan argumen-
tasi ide masing-masing kalangan baik yang mendukung ataupun
menolak. Di sisi lain, pihak Kemendikbut juga melakukan uji pub-
lic dan berbagai macam persiapan yang dilakukan untuk
mensukseskan rencana kurikulum tersebut. Implikasinya adalah
anggaran yang sangat besar harus dipersiapkan. Sumber dari
Metro TV menyebutkan bahwa anggran yang dibutuhkan adalah
sekitar Rp. 680 Miliyar. Dana yang sangat besar sekali. Dana yang
besar tersebut semakin menyulut api-api prasangka buruk ka-
langan yang tidak setuju dengan adanya kurikulum 2013 ini. Na-
Agus Arwani
mun, terlepas dari berbagai macam kontrofersi terhadap kuriku-
lum ini.
Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai
dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu
mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kuriku-
lum. Berbicara konsep kurikulum baru 2013 sebenarnya dapat dianggap
tidak membawa sesuatu yang baru. Konsep kurikulum baru ini dinilai
sudah pernah muncul dalam kurikulum yang dulu pernah digunakan
yaitu kurikulum KTSP.
Namun tinjauan penulis terkait konsepsi kurikulum, stidaknya
Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013, kurikulum sebagai substansi,
sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.14
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi. Kurikulum
dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di
sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu
kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi ru-
musan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal,
dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para
penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan
masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu,
suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
Konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep kurikulum
sebelumnya, namun dalam kurikulum 2013 ini lebih bertumpu kepada
kualitas guru sebagai implementator di lapangan. Pendapat ini
mengemuka dalam diskusi tentang Kurikulum 2013 yang diinisiasi
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda, di Utrecht, Belanda, be-
berapa waktu lalu.
14 Nana Syaodih Sukmadinata, 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 27.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
Konsep kedua, adalah kurikulum 2013 sebagai suatu sistem, yaitu
sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu
sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengeval-
uasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum ada-
lah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum ada-
lah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap danamis.
Konsep ini juga dapat dipastikan mengalami prubahan dari
konsep kurikulum yang sebelumnya, sebab wacana pergantian ku-
rikulum dalam sistem pendidikan memang merupakan hal yang
wajar, mengingat perkembangan alam manusia terus mengalami pe-
rubahan. Namun, dalam menentukan sistem yang baru diharapakan
para pembuat kebijakan jangan asal main rubah saja, melainkan harus
menentukan terlebih dahulu kerangka, konsep dasar maupun lan-
dasan filosofis yang mengaturnya.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bi-
dang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kuriku-
lum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai
bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum,
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi
kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka
menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat
bidang studi kurikulum.15
Berubahnya kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 ini merupakan
salah satu upaya untuk memperbaharui setelah dilakukannya penelitian
untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak bangsa
dan atau generasi muda.
15 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 28.
Agus Arwani
Penutup
Akhirnya, dapat ditarik beberapa poin penting sebagai
berikut: (1) Kurikulum pendidikan yang berlaku pada suatu masa
sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua kebutuhan belajar
siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyem-
purnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam
masyarakat dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. (2) Suatu
kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif,
berimbang antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta
bervisi kedepan, dan bukan semata-mata karena kepentingan
politis. (3) Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir
dan bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari
siswa sebagai hasil pendidikan adalah melakukan sesuatu selain
secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang akan mem-
perkaya khasanah budaya bangsa; (4) Diperlukan kesiapan dan
dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan
pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam
sistem persekolahan. (5) Era globalisasi yang ditandai dengan
persaingan bebas antar-negara harus diimbangi dengan penera-
pan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap kemandirian
bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri.
Kurikulum 2013 adalah nama baru dari berbagai nama
atau istilah yang disandangkan pada kurikulum sebelum-
sebelumnya, istilah baru ini tentunya merupakan upaya pemer-
hati ahli terhadap kurikulum untuk kemajuan dan kebutuhan di-
masa mendatang. Sebagai alasan mengapa kurikulum harus
berubah adalah, untuk mempersiapkan generasi sekarang agar
mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan
masa depan berubah-ubah, maka kita perlu menyesuaikan ku-
rikulum pendidikan kita serta untuk merubah karakter bangsa
yang lebih berkepribadian baik, beradab dan berakhlakul kari-
mah.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam
Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-
rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016
Daftar Pustaka
Adisusilo, Sutarjo, 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Ra-
jagrafindo.
Ahid, Nur. 1993 “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, Tesis,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Aziz, Hamka Abdul, 2011. Membangun Karakter Bangsa. Surakarta:
Al Mawardi.
Gunawan, Heri, 2011. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi.
Bandung: Alfabeta.
Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Press.
Mccain, John, Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah
Dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek Bandung: Remaja Rosdakarya.
Supriyoko, 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban, Jakar-
ta: Samudera Biru.
UU. No. 20 tentang SISDIKNAS tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 19
Zuhairini, 1995. Filsafat Pendidikan Islam, cet. 2, Jakarta : Bumi Ak-
sara.
ISSN: 2085-5087