ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J....

52
ISSN: 1693-8925 HUMANIORA Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora Volume 9, Nomor 1, Juni 2012 DAFTAR ISI (CONTENTS) Halaman (Page) Dicetak oleh (printed by) Airlangga University Press. (080/07.12/AUP-A9E). Kampus C Unair, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail:[email protected]. Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP. 1. Faktor-Faktor Berpengaruh dalam Pelaksanaan Program Agropolitan di Kabupaten Tulungagung (Influential Factors in the Implementation Program in the District Tulungagung Agropolitan) Ardhana Januar Mahardhani .................................................................................................... 1–5 2. Studi tentang Tanggapan Masyarakat terhadap Upacara Adat Ider Bumi di Desa Kemiren Glagah Banyuwangi (Study on Community Response to the Earth Ceremony Ider Village Glagah Kemiren Banyuwangi) Rochsun, Lilis Lestari ................................................................................................................. 6–13 3. Pengaruh PLPG terhadap Kinerja Guru IPS Bersertifikasi pada SMP Negeri di Kabupaten Jember (PLPG Influence on Performance IPS Certified Teacher in Junior High School in Jember) Indria Yuli Susanti, Yusman Isnaini ......................................................................................... 14–18 4. Upaya Peningkatan Daya Saing UKM dengan Hak Merek (An Efforts to Improve the Competitiveness of Small and Medium Enterprises with the Right Trademark) Agnes Pasaribu ............................................................................................................................ 19–23 5. Keterwakilan Perempuan pada Lembaga Legislatif (Women’s Representation in the Legislature) Ratnaningsih ................................................................................................................................ 24–30 6. Aplikasi Fungsi Diferensial untuk Menentukan Laba Maksimum pada Home Industri Sandal Diadona di Waru Sidoarjo (Application of Differencial Function to Determine Maximum Benefit at Diadona Sandal Home Industry in Waru Sidoarjo) Muchayanah, Indra Iswahyuni .................................................................................................. 31–35 7. Penerapan Sanksi Pidana dalam Mencegah Terjadinya Perdagangan Orang (Application of Criminal Sanctions in Preventing Trafficking in Persons) Dian Ety Mayasari ....................................................................................................................... 36–40 8. Improving Writing Skill Through Facilitative Error Correction Feedback of the Third Semester English Students at IKIP Budi Utomo Malang (Meningkatkan Kemampuan Menulis dengan Menggunakan Metode Umpan Balik Koreksi Kesalahan Fasilitatif terhadap Mahasiswa Semester Tiga Jurusan Bahasa Inggris di IKIP Budi Utomo Malang) Marsuki ........................................................................................................................................ 41–46

Transcript of ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J....

Page 1: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

ISSN: 1693-8925

HUMANIORAJurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 9, Nomor 1, Juni 2012

DAFTAR ISI (CONTENTS)

Halaman (Page)

Dicetak oleh (printed by) Airlangga University Press. (080/07.12/AUP-A9E). Kampus C Unair, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail:[email protected]. Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP.

1. Faktor-Faktor Berpengaruh dalam Pelaksanaan Program Agropolitan di Kabupaten Tulungagung (Influential Factors in the Implementation Program in the District Tulungagung Agropolitan) Ardhana Januar Mahardhani .................................................................................................... 1–5

2. Studi tentang Tanggapan Masyarakat terhadap Upacara Adat Ider Bumi di Desa Kemiren Glagah Banyuwangi

(Study on Community Response to the Earth Ceremony Ider Village Glagah Kemiren Banyuwangi) Rochsun, Lilis Lestari ................................................................................................................. 6–13

3. Pengaruh PLPG terhadap Kinerja Guru IPS Bersertifikasi pada SMP Negeri di Kabupaten Jember (PLPG Influence on Performance IPS Certified Teacher in Junior High School in Jember) Indria Yuli Susanti, Yusman Isnaini ......................................................................................... 14–18

4. Upaya Peningkatan Daya Saing UKM dengan Hak Merek (An Efforts to Improve the Competitiveness of Small and Medium Enterprises with the Right

Trademark) Agnes Pasaribu ............................................................................................................................ 19–23

5. Keterwakilan Perempuan pada Lembaga Legislatif (Women’s Representation in the Legislature) Ratnaningsih ................................................................................................................................ 24–30

6. Aplikasi Fungsi Diferensial untuk Menentukan Laba Maksimum pada Home Industri Sandal Diadona di Waru Sidoarjo

(Application of Differencial Function to Determine Maximum Benefit at Diadona Sandal Home Industry in Waru Sidoarjo)

Muchayanah, Indra Iswahyuni .................................................................................................. 31–35

7. Penerapan Sanksi Pidana dalam Mencegah Terjadinya Perdagangan Orang (Application of Criminal Sanctions in Preventing Trafficking in Persons) Dian Ety Mayasari ....................................................................................................................... 36–40

8. Improving Writing Skill Through Facilitative Error Correction Feedback of the Third Semester English Students at IKIP Budi Utomo Malang

(Meningkatkan Kemampuan Menulis dengan Menggunakan Metode Umpan Balik Koreksi Kesalahan Fasilitatif terhadap Mahasiswa Semester Tiga Jurusan Bahasa Inggris di IKIP Budi Utomo Malang)

Marsuki ........................................................................................................................................ 41–46

Page 2: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,
Page 3: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH

Jurnal ilmiah HUMANIORA adalah publikasi ilmiah enam bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII Jawa Timur. Untuk mendukung penerbitan, selanjutnya redaksi menerima artikel ilmiah yang berupa hasil penelitian empiris dan artikel konseptual dalam bidang ilmu Sosial dan Humaniora.

Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa akademis dan efektif. Naskah terdiri atas:1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa

Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya. Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris.

2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai gelar akademik maupun jabatan. Di bawah nama penulis dicantumkan instansi tempat penulis bekerja.

3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi. Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan, metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan, disertakan pula kata kunci.

4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar pustaka.

5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi), kesimpulan dan daftar pustaka.

6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang diletakkan di bawah untuk gambar. Gambar berupa foto (kalau ada), disertakan dalam bentuk mengkilap (gloss).

7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian, bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat memecahkan masalah, faktor-faktor apa saja yang memengaruhi hasil penelitian dan disertai pustaka yang menunjang.

8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver, disusun berdasarkan urutan kemunculannya bukan

berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku urutannya sebagai berikut: nama penulis, editor (bila ada), judul buku, kota penerbit, tahun penerbit, volume, edisi, dan nomor halaman. Untuk terbitan berkala urutannya sebagai berikut: nama penulis, judul tulisan, judul terbitan, tahun penerbitan, volume, dan nomor halaman.

Contoh penulisan Daftar Pustaka:1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic,

J. Endod, 1994: 20:355–62. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5th ed., St.

Louis; Mosby Co 1994: 127–473. Morse SS, Factors in the emergence of infectious

disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995 Jan-Mar, 1(1): (14 screen). Available from:

URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm. Accessed Desember 25, 1999.

Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan 2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas kertas A4.

Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal 12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar), naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 disket (CD).

Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat atau pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan tanggungjawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan ketentuan redaksi akan dikembalikan apabila disertai perangko.

Naskah dapat dikirim ke alamat:

Redaksi/Penerbit:Kopertis Wilayah VII Jawa Timurd/a Sub Bagian Kelembagaan dan Kerja samaJl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 SurabayaTelp. (031) 5925418-19, 5947473, Fax. (031) 5947479E-mail: [email protected]: http//www.kopertis7.go.id,

- Redaksi -

Page 4: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,
Page 5: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

1

Faktor-Faktor Berpengaruh dalam Pelaksanaan Program Agropolitan di Kabupaten Tulungagung

(Influential Factors in the Implementation Program in the District Tulungagung Agropolitan)

Ardhana Januar MahardhaniStaf Pengajar Universitas Muhammadiyah Ponorogo

ABSTRAK

Konsep agropolitan dilaksanakan dalam rangka memberikan pemerataan pembangunan antara perdesaan dan perkotaan, konsep ini bersumber atas sumber daya perdesaan khususnya dalam bidang pertanian secara luas. Agropolitan mempunyai tujuan untuk pemberdayaan masyarakat lokal. Fokus dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi faktor dalam pelaksanaan program agropolitan di Desa Geger Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program agropolitan ini terdapat faktor penghambat yaitu: (1) penguasaan teknologi masyarakat desa, (2) koordinasi antara pemerintah desa dan kelompok tani yang kurang, dan (3) ketersediaan tenaga medis bidang pertanian dan peternakan yang sangat minim. Sedangkan faktor pendukung di antaranya adalah: (1) masyarakat desa yang mempunyai keterampilan secara otodidak, (2) ketepatan pemberian dana dari pemerintah kepada masyarakat, dan (3) ketersediaan sarana prasarana yang lengkap. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksankan maka simpulan umum yang dapat disampaikan adalah dipilihnya Desa Geger sebagai Kota Tani Utama dalam pelaksanaan program agropolitan karena pemerintah daerah menganggap Desa Geger ini memiliki potensi baik secara kewilayahan, sumber daya manusia, maupun sarana prasarana. Saran yang dapat diberikan untuk pelaksanaan program ini lebih bersifat teknis terkait pada sarana prasarana, penambahan modal dari pihak swasta, dan penambahan tenaga medis di bidang pertanian dan peternakan.

Kata kunci: agropolitan, masyarakat perdesaan, pemberdayaan

ABSTRACT

Agropolitan concept is implemented in order to provide equity in terms of development between rural and urban areas, this concept comes to resources, especially in rural agricultural areas. Agropolitan has purpose to empower local communities. The focus in study is what is to be a factor in the operation of agropolitan program on Geger villages, Sendang, Tulungagung district. The rearch method used in this study is a qualitative method, while the type of study is a descriptive study. The result showed that the implementation of this program are agropolitan inhibiting factors such as: (1) rural technological mastery, (2) coordination between the village and farmer groups are lacking, and (3) the availability of medical personnel in agriculture and ranch are animal. As well as supporting factors are: (1) the villagers who have self-taught skill, (2) precision delivery of government funds to the community, and (3) the availability of a complete infrastructure. Based on the result of research carried out in their general conclusion that can be delivered is chosen the Geger villages as main farmer city in the implementation of the program because the local government considers agropolitan in Geger villages has a good potential in regional, human resources, facilities, and infrastructure. Suggestion can be given for the implementation of this program is more technical nature to infrastructure, additional capital from the private sectore, and the addition of medical workers in agriculture and ranch.

Key words: agropolitan, the villagers, empower

PENDAHULUAN

Dalam perjalanan pembangunan bangsa Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang paling efektif dalam mengatasi dan mencegah kemiskinan dan kelaparan. Melalui pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat mencapai tahapan tinggal landas (take-off) menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan jasa berbasis ilmu dan teknologi modern tanpa didahului dengan pencapaian tahapan pembangunan sektor pertanian yang handal.1

Pembangunan yang terjadi di Indonesia akan menuntut untuk partisipasi pemerintah termasuk di daerah dalam rangka memberdayakan masyarakat, hal ini dikarenakan pemerintah daerah yang banyak mengerti tentang keadaan masyarakat di bagian bawah. Pemerintah daerah dituntut untuk berperan aktif dalam proses memberdayakan masyarakat miskin di daerah tersebut. Konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai alternatif pembangunan pada intinya menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumber daya pribadi,

Page 6: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

2 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2011: 1–5

langsung (melalui partisipasi), demokratis, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman.2 Dari akar konsep pemberdayaan yang ada selanjutnya Balai Besar PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) Malang (2005) menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat senantiasa berkenaan dengan upaya meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan lingkungan, yang dalam pelaksanaannya menggunakan strategi “pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development)” dan dengan pola implementasinya menempatkan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama dalam proses pengelolaan pembangunan (community based development).

Program-program pemberdayaan masyarakat sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dilaksanakan. Untuk kali ini program yang ditawarkan oleh pemerintah adalah agropolitan. Konsep agropolitan merupakan sebuah konsep baru yang dikembangkan sebagai suatu siasat pengembangan kawasan perdesaan. Pada dasarnya, konsep ini memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan, atau dikenal dengan istilah “kota di ladang”.3 Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota tertentu saja. Secara luas, pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/modern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan, karena kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja, akses permodalan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di desa.

Kabupaten Tulungagung, sebagai salah satu daerah yang mengembangkan konsep agropolitan melaksanakan pada sektor pertanian secara luas, dengan skala prioritas adalah pada subsektor peternakan yaitu peternakan sapi perah. Dalam pelaksanaannya dibentuklah Kawasan Agropolitan Sendang yang di dalamnya termasuk Desa Geger sebagai desa inti dalam pelaksanaan program agropolitan ini. Desa Geger merupakan salah satu desa yang berada pada Kecamatan Sendang, desa ini sangat diunggulkan dalam potensi agronya, terutama pada peternakan sapi perah dan termasuk juga pertanian dan perkebunan. Desa ini berada sekitar 25 kilometer arah barat dari pusat Kabupaten Tulungagung. Dengan keadaan tekstur tanah yang berbukit-bukit dan kawasan pegunungan menjadikan daerah ini juga terdapat kawasan pariwisata di Kabupaten Tulungagung, di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang terdiri dari Kebun Teh Penampihan, Candi Penampihan, Bumi Perkemahan Penampihan, Air Terjun Laweyan, dan Pesanggarahan Agrowilis.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, karena data yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa kata-kata tertulis atau lisan. Sementara tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dikatakan penelitian deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu keadaan objek penelitian, yaitu menggambarkan faktor-faktor dalam pemberdayaan masyarakat desa berbasis agropolitan pada Desa Geger Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung.

HASIL PENELITIAN

Faktor sendiri adalah keadaan yang ikut memengaruhi terjadinya suatu hal, dalam penelitian ini faktor yang dimaksud adalah keadaan yang memengaruhi bagaimana pelaksanaan program agropolitan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di Desa Geger Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung. Terdapat faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan program agropolitan ini. Secara garis besar, terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat utama dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa berbasis agropolitan, di antaranya: a) Penguasaan teknologi masyarakat desa. Yang dimaksud dengan penguasaan teknologi masyarakat adalah kurangnya masyarakat desa menguasai keberadaan teknologi baru yang ada. Mayoritas masyarakat di Desa Geger masih menggunakan teknologi lama yang sangat konvensional. Hal ini mengakibatkan hasil yang didapat oleh masyarakat masih sangat minim. b) Koordinasi antara pemerintah desa dengan kelompok tani. Koordinasi yang dilaksanakan antara seluruh kelompok tani di Desa Geger dan pemerintah Desa Geger ini sangat kurang. Kondisi ini menjadikan antar kelompok tani yang ada di Desa Geger mempunyai keterampilan yang tidak sama, hal ini dikarenakan struktur keadaan wilayah Desa Geger yang sangat berbukit-bukit dan sangat jauh, mengakibatkan masyarakat enggan untuk bersosialisasi dengan kelompok lainnya, dan selain itu dukungan dari perangkat desa juga sangat kurang, hal ini dapat dilihat jika adanya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh instansi itu kebanyakan langsung mengarah ke kelompok tani tanpa sepengetahuan perangkat desa. Seperti yang disebutkan oleh Ibu Srianah, Kepala Desa Geger: ”Biasanya memang jika ada pengarahan dari dinas terkait atau pihak lain langsung kepada kelompok tani, jadi tidak ke kantor desa, biasanya lewat ketua dusun. Hanya sebelumnya itu biasanya mereka laporan jika akan ada yang datang dan memberikan penyuluhan.” c) Ketersediaan tenaga ahli medis bidang pertanian atau peternakan. Kekurangan tenaga ahli medis ini dapat dilihat dari banyaknya mantri hewan yang ada di Desa Geger, hal ini disampaikan oleh Bp. Karyadi dari Dinas Peternakan: ”Mantri hewan disini cuma saya saja, tapi

Page 7: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

3Mahardhani: Faktor-faktor berpengaruh dalam pelaksanaan program agropolitan

ada 2 orang yang membantu, jadi saya harus ekstra kerja keras. Untuk mengatasi permasalahan di seluruh Kecamatan Sendang kadang kita harus bolak-balik kesana kemari, kalau ada panggilan dari masyarakat yang ternaknya tiba-tiba sakit kita harus siap datang, kadang-kadang juga ada yang malam-malam datang ke rumah hanya karena ternaknya tiba-tiba saja menunjukkan gejala sakit, terpaksa kita harus datang kesana.”

Dengan keadaan seperti itu, banyak juga yang akhirnya ternak itu mati sia-sia karena kurang sigapnya tenaga ahli. Dari masalah tersebut, akhirnya masyarakat dituntut untuk bisa mengatasi permasalahannya sendiri tentang ternaknya jika masih dalam keadaan terkena penyakit yang ringan.

Selain faktor penghambat di atas tetapi juga ada faktor pendukung yang secara tidak langsung dapat menutupi adanya hambatan pada program agropolitan di Desa Geger ini, di antaranya: (a) Masyarakat desa terampil secara otodidak, hal ini sudah sangat membantu kaitannya dalam peningkatan hasil produksi baik peternakan, pertanian, kehutanan, ataupun perkebunan. Secara otodidak, masyarakat Desa Geger sudah mampu untuk menggunakan potensi yang ada demi kelancaran usaha agro mereka, hal ini didapat secara turun temurun. Sebagai contoh, masyarakat telah mengetahui bagaimana cara mengatasi berbagai hama yang biasa ada pada tanaman pertanian mereka, para petani berhasil dengan cara mencampurkan beberapa obat-obatan yang ada. Selain itu para peternak juga sudah bisa mengetahui tentang penyakit-penyakit yang biasa ada pada sapi perah dan kemungkinan mengatasinya, hal ini didapat mereka tanpa ada penyuluh peternakan yang datang. (b) Ketepatan pemberian dana dari pemerintah kepada masyarakat, artinya dana tersebut tidak keluar secara berbelit-belit dan telah sampai pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, baik bantuan dana modal atau untuk dana pengembangan usaha mereka, hal tersebut sangat membantu para petani dan peternak dalam kelancaran usaha agro mereka, selain itu juga dapat memperlancar kelangsungan program agropolitan yang ada di Desa Geger. (c) Sarana dan prasarana yang lengkap, kelangkapan sarana ini sangat penting dalam kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, atau kegiatan perekonomian pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya. Sarana dan prasarana yang baik membuat program ini semakin lancar dan masyarakat juga semakin terbantu, sebagai contoh saja pembangunan jalan akses desa yang telah beraspal ‘hotmix’, dibangunnya sekolah satu atap, dan masuknya perusahaan telekomunikasi nasional yaitu Telkomsel yang sangat membantu kelancaran informasi.

Dari hal tersebut dapat dilihat jika sarana dan prasarana di Desa Geger memang telah memadai, hal ini dapat membuat program agropolitan yang dilaksanakan di Desa Geger menjadi semakin lancar dan masyarakat dapat memperlancar kegiatan perekonomiannya.

PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa berbasis agropolitan.

Faktor penghambat merupakan faktor yang menyebabkan pelaksanaan program ini tidak dapat berjalan lancar, dalam subbab sebelumnya, disebutkan terdapat tiga faktor penghambat utama yang ada, yaitu: (1) Penguasaan teknologi masyarakat desa, (2) Koordinasi kurang antara pemerintah desa dengan kelompok tani, (3) Tenaga ahli medis bidang pertanian atau peternakan sangat minim.

Keterbatasan keterampilan dalam berinovasi pada masyarakat perdesaan merupakan salah satu penghambat dalam keberhasilan kelangsungan pertanian ataupun peternakan mereka, hal ini juga mengakibatkan program agropolitan tidak semakin berkembang. Sebelum adanya program agropolitan, masyarakat masih menggunakan proses pertanian atau peternakan mereka secara konvensional, selain itu mereka masih mempertahankan tradisi turun temurun yang ada. Masyarakat perdesaan ini selain sulit untuk maju, stigma yang muncul pada masyarakat awam, masyarakat perdesaan khususnya untuk petani dan peternak, masih enggan untuk menggunakan hal-hal baru yang lebih efektif dan efisien untuk pelaksanaan pertanian mereka, hal ini termasuk salah satu ciri yang orang desa yaitu sederhana.

Faktor penghambat lainnya adalah koordinasi yang kurang antara pemerintah desa dengan kelompok tani yang ada. Hal ini dapat dilihat dari tidak samanya keterampilan yang dimiliki oleh satu kelompok tani dengan kelompok tani lainnya di Desa Geger. Menurut Kepala Desa Geger, di desa ini terdapat 8 kelompok tani, tetapi di antara kelompok tersebut terdapat satu yang sangat maju dan berkembang yaitu Kelompok Tani Agro Bumi Lestari, kelompok ini sering mewakili Desa Geger untuk melaksanakan penyuluhan-penyuluhan, diklat pertanian atau peternakan, workshop, baik di tingkat lokal daerah, regional, bahkan nasional. Tetapi keberhasilan kelompok ini tidak diikuti oleh kelompok

Gambar 1. Sarana komunikasi dan informasi di Desa Geger

Page 8: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

4 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2011: 1–5

lainnya, transfer ilmu yang dilakukan kepada kelompok lain bisa dikatakan tidak efektif karena kurangnya fasilitas yang ada dari pemerintah desa, bahkan pemerintah desa bisa dikatakan tidak peduli dengan kelompok tani lainnya.

Selain itu, hambatan yang terberat dalam pelaksanaan program agropolitan ini adalah kurangnya tenaga medis yang ada di Desa Geger. Instansi pemerintah terkait kurang tanggap dengan adanya keluhan ini. Oleh kerena itu, masyarakat dituntut untuk pintar jika ada permasalahan tentang pertanian ataupun peternakan. Tenaga medis bidang peternakan yang ada hanya satu orang dan dibantu oleh 2 orang tenaga ahli, tetapi hal ini terlihat mustahil jika harus mengatasi sekitar 2500 ekor sapi perah yang ada di Desa Geger saja. Dari ketiga hambatan tersebut, pemerintah diharapkan lebih tanggap dalam memberikan pemecahannya.

Selain hambatan yang ada dalam pelaksanaan program agropolitan tersebut, terdapat juga faktor pendukung yang secara tidak langsung dapat menutupi kekurangan yang ada dalam program ini, diantaranya adalah (1) masyarakat desa trampil secara otodidak, (2) ketepatan pemberian dana dari pemerintah kepada masyarakat, (3) sarana dan prasarana yang lengkap.

Secara otodidak, masyarakat desa juga telah mampu mengatasi segala permasalahan yang ada. Masyarakat desa menggunakan potensi yang ada pada dirinya, menggunakan keterampilan yang telah mereka punya dari dulu, baik secara turun-temurun atau yang telah menjadi tradisi dalam lingkungan mereka. Keterampilan otodidak ini sangat membantu dalam pelaksanaan program agropolitan. Dengan keterbatasan teknologi yang ada, masyarakat perdesaan telah mampu untuk mempertahankan perolehan dari pertanian ataupun peternakannya.

Selanjutnya adalah ketepatan pemerintah dalam pemberian dana kepada masyarakat, khususnya masyarakat pelaku program agropolitan ini. Yang dimaksudkan di sini adalah pemberian dana tersebut tidak salah sasaran, tetapi dari pemerintah secara langsung kepada para petani atau peternak melalui kelompok-kelompok yang ada. Selain dalam bentuk uang, bantuan yang diberikan oleh pemerintah ini dalam bentuk pelatihan-pelatihan, penyuluhan, atau sebagainya. Hal ini terbukti lebih efektif dalam pemberian dana kepada masyarakat, jika dana tersebut sepenuhnya dalam bentuk uang mungkin akan efektif seluruhnya digunakan untuk kepentingan pertanian atau peternakannya.

Faktor pendukung yang paling penting dalam pelaksanaan program agropolitan ini adalah sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana dan prasarana merupakan faktor yang sangat penting dan berperan, dengan kelengkapan sarana yang ada di Desa Geger akan menyebabkan kelancaran pelaksanaan program, hal ini juga akan menjadikan lancarnya pembangunan di perdesaan.

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Geger telah lengkap, selain sarana untuk mendukung pertanian, peternakan, ataupun perkebunan yang ada, juga terdapat sarana pendukung lainnya seperti sarana perhubungan,

kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan sebagainya. Oleh karena itu, dengan kelengkapan sarana dan prasarana di Desa Geger, dan pada umumnya di Kecamatan Sendang, diharapkan pelaksanaan program agropolitan ini juga akan terlaksana dengan lancar.

SIMPULAN

Berdasarkan paparan tentang faktor-faktor yang disampaikan dalam rangka pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat desa berbasis agropolitan di Desa Geger Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung, maka simpulan yang dapat peneliti sampaikan: dipilihnya Desa Geger sebagai Kota Tani Utama dalam pelaksanaan program agropolitan dikarenakan pemerintah daerah menganggap Desa Geger ini memiliki bentang alam dan potensi yang sangat mendukung dalam bidang agro, selain itu dipandang sumber daya manusia yang telah mampu secara otodidak dan hanya memerlukan keterampilan lanjutan, pemberitahuan pengadaan teknologi baru, atau varietas baru dalam bidang agro yang disampaikan melalui adanya penyuluhan-penyuluhan atau workshop guna mendukung kelancaran keberhasilan program agropolitan. b) Sarana dan prasarana yang ada di Desa Geger sudah lengkap, mulai dari sarana transportasi dan komunikasi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana lainnya yang berhubungan dengan pertanian dan peternakan (pembangunan pos pengumpul susu di setiap dusunnya, penambahan armada pengangkut susu, dibangunnya tempat penggilingan padi, dsb). Dengan hal tersebut menjadikan masyarakat tidak perlu jauh-jauh jika ingin menikmati fasilitas tersebut, hal ini yang menjadikan program agropolitan ini juga cepat dapat dinikmati hasilnya bagi masyarakat. c) Secara umum, pelaksanaan program agropolitan di Desa Geger, dapat diterima oleh masyarakat, dilihat dengan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Desa Geger melalui kelembagaan pertanian mereka. Dengan kemajuan kelembagaan mereka, para petani atau peternak yang ada di Desa Geger semakin maju dalam teknologi dan inovasi.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diharapkan dapat digunakan sebagai wacana dalam pengembangan program agropolitan ini dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa, yaitu: a) Pemerintah daerah hendaknya menambah tenaga ahli medis dalam bidang pertanian dan peternakan, b) Pemerintah desa harus lebih memperhatikan keadaan kelompok-kelompok tani yang ada di Desa Geger, hal ini dikarenakan hanya terdapat satu kelompok yang paling berhasil di Desa Geger, sedangkan kelompok lainnya hanya mengandalkan kemampuannya sendiri dan cenderung tidak mempunyai kekuatan untuk berkembang, salah satu sebabnya adalah pemerintah desa cenderung acuh terhadap keberlangsungan kelompok tani tersebut. c) Pembangunan

Page 9: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

5Mahardhani: Faktor-faktor berpengaruh dalam pelaksanaan program agropolitan

sarana transportasi hendaknya juga sampai pada Desa Geger yang bagian atas, mengingat kondisi geografis yang ada di Desa Geger berupa pegunungan-pegunungan maka perlu perhatian khusus untuk hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryana, Achmad. 2005. Pembangunan pertanian berkelanjutan andalan pembangunan nasional. Disajikan pada Seminar Sistem

Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung Pembangunan Nasional tanggal 15 Februari 2005 di Universitas Sebelas Maret Solo.

2. Wrihatnolo, Randy R dan Riant Nugroho. 2007. Manajemen pemberdayaan, sebuah pengantar dan panduan untuk pemberdayaan masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.

3. Firman, Achmad. 2007. Agropolitan berbasis subsektor peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung.

4. Pranoto, S. 2005. Pembangunan perdesaan berkelanjutan melalui model pengembangan agropolitan. Disertasi Program Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Page 10: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

6

Studi tentang Tanggapan Masyarakat terhadap Upacara Adat Ider Bumi di Desa Kemiren Glagah Banyuwangi

Study on Community Response to the Earth Ceremony Ider Village Glagah Kemiren Banyuwangi

Rochsun1, Lilis Lestari2 1 Dosen dpk pada IKIP Budi Utomo Malang2 Dosen dpk pada STKW Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini berbasis produk budaya komunitas masyarakat Using di desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi. Salah satu produk budaya yang dimaksud adalah upacara adat ider bumi, di mana sebuah upacara adat yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Sawal (sebutan kalender Islam). Upacara adat ider bumi di desa Kemiren berdasarkan hasil beberapa penelitian dikaitkan dengan keberadaan danyang desa, yang bernama buyut Cili. Penyelenggaraan upacara adat ider bumi ini selanjutnya disinyalir menimbulkan tanggapan pro dan kontra bagi kalangan masyarakat desa Kemiren. Akan tetapi upacara adat ider bumi tetap saja dilaksanakan setiap tahun, bahkan sebagai sebuah agenda rutin kegiatan tahunan desa. Pertanyaannya adalah “Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap upacara adat ider bumi di desa Kemiren kabupaten Banyuwangi?” Sejalan dengan pro dan kontra masyarakat terhadap upacara adat ider bumi, maka tujuan penelitian ini adalah, ingin mengetahui tanggapan masyarakat desa Kemiren terhadap upacara adat ider bumi. Hipotesisnya adalah, Masyarakat desa Kemiren kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi lebih suka terhadap penyelenggaraan upacara adat ider bumi. Desain penelitian, menggunakan penelitian survei dengan rancang bangun cross-cetional. Sementara teknik sampling didasarkan pada karakteristik masyarakat yang heterogen dan pemahaman masyarakat terhadap permasalahan, maka sampel diambil dengan cara porpusif sampling. Sumber data diperoleh dari sumber data primer. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode self-adminitered questionnaires. Menggunakan uji statistik non-parametrik uji Chi- kuadrat (2) diperoleh harga 2

hit = 16, dengan taraf signifikansi 5%, dengan dk = 1, maka 2 0,95(1) = 3,841. Berdasar pada kriteria, maka menolak hipotesis

alternatif yang telah dibuat. Atas dasar analisis uji statistik tersebut maka dapat dikatakan masyarakat desa Kemiren lebih suka terhadap penyelenggaraan upacara adat ider bumi. Artinya, secara general berdasar konsep statistika non-parametrik bahwa masyarakat desa kemiren secara umum lebih menyukai pelaksanaan upacara adat ider bumi sebagai sebuah upacara tahunan.

Kata kunci: upacara adat ider bumi

ABSTRACT

This research-based cultural products in rural communities Kemiren Using Banyuwangi. One of the products in question are cultural ceremonies the ider bumi, where a traditional ceremony held every year in the month of Sawal (designation of the Islamic calendar). Ider bumi ceremonial in the village Kemiren based on several studies related to the presence of Danyang Village, a great-grandfather named Chile. Operation of this ider bumi ceremonies further pointed out the pros and cons lead to a response for those in rural communities Kemiren. But the ider bumi ceremonial still held every year, even as a regular agenda of activities the village deity. The question is "How do people respond to the ceremonial village of the ider bumi Kemiren Banyuwangi district?" In line with the pros and cons community of traditional ceremonies of the ider bumi, then the purpose of this study is, to know the community response to the ceremonial village Kemiren ider bumi. The hypothesis is, Kemiren Villagers Glagah Banyuwangi district prefers to organizing ceremonies ider bumi. The design of the study, using survey research to design cross-cetional. While the sampling technique is based on the characteristics of a heterogeneous society and people's understanding of the problem, then the samples taken by sampling porpusif. Sources of data obtained from the primary data source. While the methods of data collection using the method of self-adminitered questionnaires. Using non-parametric statistical test Chi-square test (2) obtained prices hit 2 = 16, with a significance level of 5%, with dk = 1, then the 2 0.95 (1) = 3.841. Based on the criteria, then reject the alternative hypothesis that has been made. On the basis of analysis of the statistical tests we can conclude Kemiren villagers prefer to organizing ceremonies ider bumi. That is, in general non-parametric statistics based on the concept that the rural community generally prefers kemiren ceremonial implementation of the ider bumi as an annual ceremony.

Key words: ider bumi traditional ceremony

PENDAHULUAN

Kabupaten Banyuwangi merupakan bagian dari provinsi Jawa Timur, tercermin sebagai daerah kabupaten yang

memiliki kultur dan etnik beraneka ragam. Keberagaman itu dapat dilihat berdasarkan kultur masyarakatnya secara dominan terbagi ke dalam tiga etnik yaitu, etnik Jawa

Page 11: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

7Rochsun: Studi tentang tanggapan masyarakat terhadap upacara adat Ider

Mataraman, etnik Madura Pandalungan, dan etnik Using. Adapun berdasarkan topologi komunitas etnik, dan pembagian wilayah domisili berdasarkan kultur masyarakat, Kabupaten Banyuwangi dapat dipetakan ke dalam beberapa wilayah kecamatan, sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Pembagian wilayah domisili berdasarkan kultur masyarakat

Etnik & Kultur

Karakter Wilayah

Kecamatan Tempat Domisili

Using Daerah Subur Rogojampi, Singojuruh, Songgon, Cluring, sebagian Genteng, Glagah, Giri, Kabat, dan sebagian Banyuwangi Kota

Jawa Mataraman

Pegunungan dan Hutan

Tegaldlimo, Purwoharjo, Bangorejo, Tegalsari, dan lain-lain

Madura Pandalungan

Gersang atau tepian pantai

Wongsorejo, Muncar, Glemor, dan lain-lain

Data dirangkum dari hasil penelitian Ayu Sutarto, 2006

Etnik Using dikenali sebagai etnik yang paling awal mendiami kabupaten Banyuwangi, dikatakan sebagai kelompok masyarakat yang tetap konsisten melaksakan budaya dan bahasa Jawi Kuno sejak berdirinya Kerajaan Blambangan, sehingga oleh beberapa kalangan dianggap sebagai penduduk asli Banyuwangi. Walaupun sebagai penduduk asli Banyuwangi, secara kuantitatif etnik Using minoritas di tengah kemajemukan etnik di kabupaten Banyuwangi. Menurut catatan kependudukan tahun 2010, etnik Using hanya berjumlah 500 ribu jiwa.1

Sejalan dengan jumlah penduduk yang minoritas, beberapa unsur budaya yang diproduksi oleh etnik Using didapati memperoleh perlawanan dari berbagai kalangan, seperti; elite politik, kiai dan tokoh organisasi masa. Mereka memandang ”menggeliatnya” unsur budaya Using sebagai bentuk hegemoni budaya oleh kalangan tertentu yang sedang berkuasa pada saat itu.2

Seperti halnya terjadi di desa Kemiren kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi, disinyalir bahwa pelaksanaan budaya Using mengalami penolakan oleh beberapa kalangan penduduk setempat, mereka kurang “welcome” terhadap produk budaya Using, meskipun diketahui desa Kemiren dikenali sebagai desa yang berbasis etnik Using dan sebagai tempat produksi budaya Using. Berikut hasil investigasi

Ning deso ikai (desa Kemiren) kang, wong tuwek-tuwek hing ono hang tobyat yo kang, kelendi riko la wong tuwek-tuwek mageh kuntulan, barongan, jogedan. Mestinya umur sakmono ikau yo ning mesjid yoro. Ikau maksiat lan syirik yoro kang. Lan maning kang, kadung ono acara ider bumi

dalan ikau macet, yoro ngganggu wong hang arepe ning Banyuwangi utowo wong hang arep ning taman suruh, yoro dienggo dewek iko ndalane.

Artinya: di desa ini (desa Kemiren) orang tua-tua tidak ada yang tobat, karena banyak orang yang sudah tua-tua masih juga melakukan maksiat dan syirik seperti kuntulan, barongan, jogedan. Harusnya umur seperti itu sering pergi ke masjid. Dan lagi jika ada upacara adat ider bumi seperti itu, jalan jadi macet, itu kan mengganggu orang yang akan pergi ke Banyuwangi (kota) atau orang yang ingin pergi ke pamandian Taman Suruh, dipakai sendiri jalannya.

Bisa jadi hasil investigasi sementara tidak dapat dikatakan mewakili penduduk secara keseluruhan, tapi setidaknya pernyataan itu dapat dijadikan sebagai bahan atau data awal untuk mengetahui tanggapan masyarakat desa Kemiren dalam pelaksanaan upacara adat ider bumi. Yaitu sebuah upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat desa Kemiren, di mana menurut hasil penelitian upacara ini dilaksanakan sebagai simbol rasa syukur atas keselamatan desa.3

Upacara adat ider bumi ini dikatakan sebagai hasil produk budaya yang unik. Keunikan upacara ider bumi salah satunya dapat ditunjukkan ketika penyelenggaraan upacara adat ider bumi ini dilaksanakan setiap bulan sawal pada tanggal dua, atau setiap hari raya kedua di hari raya Idul Fitri. Upacara adat ini menurut beberapa sumber, termasuk Sulistyani dalam Jurnal Mudra 22 (1):28–38 menyatakan bahwa upacara adat ider bumi telah dilaksakan sejak tahun 1800-an.

Selanjutnya hasil penelitian Sulistiyani tersebut melaporkan bahwa, upacara adat ider bumi berkaitan dengan mitos buyut Cili, ia dikenali sebagai danyang desa Kemiren (Jurnal Mudra, 22 (1): 28–38). Meskipun tidak ada data yang otentik tentang keberadaan buyut Cili, tapi Sulistyani menggambarkan bahwa masyarakat desa Kemiren sangat meyakininya, meskipun sebagian mayarakat mengatakan bahwa, apa yang dikini oleh masyarakat desa Kemiren adalah sebuah mitos.

Kepercayaan masyarakat etnik Using desa Kemiren terhadap danyang desa yang bernama buyut Cili tidak dapat disangkal bila dikatakan percaya pada mitos, tetapi profesor Armada dalam papernya Filsafat: Peradaban Rasional, mengatakan bahwa, mitos tidak sekadar cerita khayal melainkan pemahaman rasional (Armada Riyanto CM, artikel).

Sementara menurut Endraswara (200:193) bahwa, mitos adalah cerita suci yang berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian nyata dan imajiner menyangkut asal usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati, manusia, pahlawan, dan masyarakat.

Terlepas dari perdebatan di atas bahwa, pelaksanaan upacara adat ider bumi di desa Kemiren memiliki sistem tersendiri dengan tata cara dan urutan yang telah ditentukan. Sistem, tata cara dan urutan upacara sejak diselenggarakannya upacara adat pada intinya sama, misalnya; sesaji di makam

Page 12: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

8 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 6–13

buyut Cili dan sesaji di rumah barong serta prosesi ider bumi. Upacara demikian dikatakan Koenstjaraningrat sebagai wujud religi yang berdasarkan keyakinan. Religi ia definisikan sebagai sistem tingkah laku manusia untuk mencapai maksud dengan tata cara menyadarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk halus yang menempati alam.3

Berkaitan dengan nilai religi, masyarakat desa Kemiren dapat di identifikasi sebagi komunitas masyarakat taat beragama, karena sebagian besar peduduknya beragama Islam, berpendidikan formal dan pondok pesantren.4 Atas dasar latar belakang pendidikan itu, tentu dapat dikatakan bahwa, sebagian besar masyarakatnya memiliki pemahaman yang cukup terhadap ajaran-ajaran Islam. Hanya saja, sebagaimana hasil penelitiannya Andrew Beaty menyatakan bahwa masyarakat Jawa umumnya dan masyarakat Using khususnya pemahaman terhadap religi yang dianutnya cenderung sinkritis.5

Fenomena yang terjadi pada masyarakat kabupaten Banyuwangi khususnya masyarakat di desa Kemiren, atas kontraversi penyelenggaraan unsur budaya Using, menimbulkan motivasi tersendiri bagi peneliti untuk memperoleh informasi secara ilmiah terhadap penyelenggaraan upacara adat ider bumi, melalui penelitian yang berjudul ”Studi tentang Tanggapan Masyarakat terhadap Upacara Adat Ider Bumi di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banywangi” sebagai penelitian pendahuluan. Diharapkan dari penelitian ini memperoleh gambaran secara meyakinkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

MATERI

Etnik Using di Banyuwangi jumlahnya tidak banyak, menurut catatan kependudukan pada tahun 2010 hanya berjumlah 500 ribu jiwa. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan kabupaten Banyuwangi, di antaranya adalah kecamatan Giri, Songgon, Glagah, Singojuruh, Cluring, Rogojampi, Kabat, Sebagian Banyuwangi Kota, Srono, dan Sebagian Genteng.2

Desa Kemiren adalah salah satu desa di kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi dikatakan sebagai wilayah desa yang mayoritas penduduknya etnik Using. Secara demografis luas wilayahnya kurang lebih 177,052 Ha dengan ketinggian 144 M di atas permukaan laut (Styabudi. I, 2011). Styabudi memperkirakan bahwa, desa ini berjarak 5 km arah barat dari pusat kota Banyuwangi, kedua sisinya dibatasi oleh dua sungai Gulung dan sungai Sobo yang mengalir dari barat ke timur. Di tengah-tengahnya terdapat jalan aspal selebar kira-kira 5 meter yang menghubungkan desa Kemiren ke pusat kota Banyuwangi di sisi timur dan ke perkebunan atau ke pemandian wisata Taman Suruh di sisi barat.

Menurut Styabudi I (2011), jumlah penduduk desa Kemiren pada tahun 1998 berjumlah 2663 jiwa, dari jumlah tersebut 53% penduduknya adalah laki-laki. Sebagian besar

dari mereka adalah petani sehingga aktivitas kesehariannya berada di sawah. Kehidupan sosial kemasyarakatan di antara mereka dilaporkannya saling bekerja sama, bahu membahu dalam menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya masing-masing.

Kejenuhan pekerjaan sebagai masyarakat petani adalah sesuatu hal yang semestinya dialami oleh kebanyakan masyarakat, namun bagi etnik Using desa Kemiren memiliki cara tersendiri dalam mengatasi kejenuhannya. Kreativitas yang dimiliki dalam mengatasi kepenatan itu diwujudkan dalam beberapa kesenian dan wujud syukur yang dikemas dalam nuansa sakral dan menyatu. Artinya di satu sisi sebagai penghilang kejenuhan akibat pekerjaan sebagai petani, di sisi lainnya kepasrahan dan kesyukurannya kepada sang pencipta yang kemudian disimbolkan dalam berbagai produk budaya. Produk budaya yang dihasilkan oleh masyarakat desa Kemiren telah diwariskan secara turun-temurun, baik produk budaya tangibles maupun intangibles.

Kreativitas etnik Using desa Kemiren tampak ketika mereka memadukan produk budaya tangibles maupun intangibles. Bagaimana mereka memproduksi barong, angklung sebagai produk budaya tangibles kemudian mereka padukan dalam sebuah acara upacara adat yang kemudian disebut ider bumi, di mana kegiatan tersebut adalah kegiatan ritual dalam simbol sakral atas kesyukuran warga masyarakat etnik Using atas keselamatan desa yang kemudian dapat dimasukkan dalam kategori produk budaya intangibles. Kemampuan memadukan jenis produk budaya ini kemudian disebut sebagai salah satu karakteristik etnik Using, yaitu kreativitas dalam memproduksi budaya.

Barong, gandrung, jaranan buto, kuntulan, tumpeng sewu dan ider bumi. Semua produk budaya termasuk di dalamnya seni, masyarakat etnik Using desa kemiren masih sangat menjaga “ke-eksisan”. Ke-eksis-an produk budaya dan seni di desa ini dikarenakan seperti apa yang dikemukakan oleh Nur (2009) sebagai pemukiman penduduk yang memiliki kesaman profesi, yaitu profesi kesenian dan pertanian.

Sementara, Ayu Sutarto (2006:1) membagi karakteristik etnik Using pada umumnya kedalam empat hal yaitu:1) ahli dalam bercocok tanam, 2) memiliki tradisi seni dan budaya yang handal, 3) sangat egaliter, 4) terbuka terhadap perubahan. Atas dasar empat hal tersebut dan dikaitkannya dengan karakter masyarakat melalui unsur-unsur produk budaya bahwa, seni budaya etnik Using dikatakan mempunyai relasi dengan nilai religi dan pola mata pencaharian.4

Karakter populer masyarakat etnik Using ada tiga, yaitu ladak, bingkak, dan aclak. ladak artinya sombong, bingkak yang berarti acuh tak acuh, dan aclak yang berarti sok tahu.7 Sementara Samsul (2002:14–15) menambahkan bahwa karakter etnik Using memiliki jiwa patriot yang patut diteladani.1 Ia menggambarkan karakter tersebut dengan mencerminkan pada ceritra legenda di daerah banyuwangi yang cenderung menunjukkan jiwa patriot pada era sejarah setelah runtuhnya kerajaan Blambangan. Patriotisme

Page 13: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

9Rochsun: Studi tentang tanggapan masyarakat terhadap upacara adat Ider

tercermin dari kegigihannya dalam mempertahankan produk seni dan budaya. Barong kemiren, angklung paglak, ider bumi, tumpeng sewu adalah produk seni budaya masyarakat etnik Using desa Kemiren yang tetap eksis ditengah globalisasi budaya. Bagi masyarakat etnik Using desa Kemiren sebagaimana yang dikatakan oleh Sulityani (2010), produk seni dan budaya dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan masyarakat.1,4,10

Bila ditinjau dari tingkat pendidikannya, etnik Using dapat dikatakan bahwa mereka memiliki pemahaman yang cukup akan nilai-nilai agama dan moralitas. Nilai dan moralitas etnik Using yang beragama Islam tentu merupakan sesuatu yang ”given”, dan nilai-nilai ajaran yang terkandung di dalamnya tentu dapat difahami, artinya mana sebuah kegiatan sesuai syari’at dan mana yang bukan. Indikasi itu terlihat ketika sebagian tokoh agama Islam yang melarang menampilkan salah satu unsur budaya Using (gandrung) yang dianggapnya penuh dengan kemaksiatan.1

Karakter egaliter yang dimiliki oleh etnik Using dalam kaitannya dengan nilai religi digambarkan sebagai pembauran antara santri dan nonsantri, yaitu komunitas yang bercampur. Bercampurnya komunitas santri dan nonsantri difahami tidak dalam konteks ritualitas syari’at Islam tetapi dalam konteks syari’at pengetahuan Islam.5 Artinya mereka bercampur dalam sebuah kegiatan yang dianggapnya sebuah syari’at pengetahuan Islam seperti ”selamatan”, akan tetapi kaum santri sangat konsisten terhadap sebuah ritualitas syari’at Islam sesuai dengan tata cara pelaksanaan yang telah ditetapkan. Meskipun Clifford Geertz menganjurkan dalam bukunya The Religion of Java utuk membangun pembedaan yang jelas antara dua manifestasi Islam Jawa yang tegas; yakni Agami Jawi dan Agami Islam Santri, tetapi bagi etnik Using di desa Kemiren nilai egaliter sangat menonjol sehingga sulit menemukan perbedaan yang jelas di antara keduanya.5

Karakter etnik Using desa Kemiren tidak berbeda dengan etnik Using di beberapa desa lainnya, hanya saja etnik Using desa Kemiren memiliki keunikan tersendiri, keunikan tersebut terlihat pada saat penyelenggaraan sebuah unsur budaya berupa upacara adat ider bumi. Keunikan dimana terletak pada heterogenitas masyarakat peserta upacara yang terdiri dari anak, remaja, dewasa, tua, laki, perempuan, pejabat pemerintah, budayawan, politisi, pengusaha, dan tokoh agama, mereka bahu membahu pada sebuah penyelenggaraan upacara adat tersebut.

Upacara adat ider bumi adalah salah satu produk budaya etnik Using desa Kemiren yang masih dilestarikan keberadaannya. Upacara adat ider bumi adalah upacara adat khas desa Kemiren yang diselenggarakan setiap tahun di bulan sawal, tepatnya setiap hari raya kedua pada hari raya idul fitri. Ider bumi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan mengelilingi tempat berpijak atau bumi. Upacara adat ider bumi adalah sebuah ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Kemiren atas ungkapan rasa syukur warga

masyarakat atas hasil panennya. Ider bumi identik dengan seni pertunjukan barong yang di ”arak” mengelilingi desa di sepanjang jalan Kemiren dengan tujuan menolak balak.

Berdasarkan sejarah awal diselenggarakan upacara adat ider bumi pada tahun 1840-an bahwa, diselenggarakannya upacara tersebut untuk menolak balak. Karena pada tahun-tahun tersebut di desa Kemiren sering terjadi musibah yang menimpa masyarakat desa Kemiren, di mana bila terdapat orang sakit di pagi hari, maka di sore hari orang tersebut meninggal, bila sore sakit maka di pagi hari meninggal. Kejadian tersebut tidak hanya menimpa pada manusia juga terjadi pada hewan ternak dan tanaman-tanaman di sawah.

Suatu ketika tokoh masyarakat setempat (sesepuh desa Kemiren) berziarah ke makam Buyut Cili (danyang desa Kemiren), dan pada malam harinya sesepuh desa tersebut bermimpi yang intinya memberikan saran kepada masyarakat desa Kemiren untuk menyelenggarakan selamatan di makam Buyut Cili. Bentuk sesajennya adalah nasi tumpeng dengan pecel ”pitik” atau pecel ayam, yaitu jenis makanan khas etnik Using.

Upacara selamatan merupakan ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat di Jawa pada umumnya, dari masing-masing daerah mungkin saja berbeda istilah dan tata caranya, tetapi pada intinya sebuah selamatan dimaksudkan untuk memohon keselamatan seluruh pelaksananya. Harapan masa depan yang lebih cemerlang, dan untuk mendapatkan ridho Tuhan. Mereka takut meninggalkan kegiatan ini karena sudah menjadi keyakinannya apabila meninggalkan tradisi ini dan melanggar tidak akan mendapat berkah.

Ritual yang terjadi di Banyuwangi pada umumnya melibatkan sajian seni pertunjukan, hal ini senada dengan penjelasan Kusmayati (200:12) yang bertolak dari peristiwa ritual di Madura. Menurutnya upacara merupak ungkapan kehendak bersama suatu masyarakat, yang diwujudkan melalui media gerak, suara serta rupa yang dibawakan sebagai sebuah sajian yang mengetengahkan aspek-aspek estetis-koreografis. Pelaksanaan ritual merupakan peristiwa budaya karena tidak hanya diwujudkan lewat salah satu materi persembahan tetapi penggabungan berbagai unsur yaitu ritual selamatan atau makan bersama dengan sarana yang sudah disepakati dan dibakukan oleh seluruh warga dengan penyajian berbagai bentuk seni pertunjukan.6

Konteks masyarakat desa Kemiren, sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat agraris yang mayoritas warganya adalah petani, ungkapan yang menyatakan rasa syukur diwujudkan ke dalam sebuah upacara ritual. Dalam upacara ritual bukan sarana aspek yang membangun bentuk yang dikedepankan, melainkan tujuan atau maksud penyelenggaraannya yang sangat diutamakan.6

Pelaksanaan ider bumi, dengan menyajikan berbagai macam seni yang diwujudkan dalam sajian prosesi (arak-arakan), merupakan jalan bersama seluruh peserta dengan mengikuti rute yang telah ditentukan, dalam peristiwa ini terjadi interaksi yang sangat akrab antarsemua peserta. Arak-

Page 14: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

10 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 6–13

arakan dapat disejajarkan dengan sebuah festival karena merupakan sebuah pesta budaya yang bersifat publik, yang selalu dikaitkan dengan ritus keagamaan. Adapun ciri festival adalah pluralis ekspresi seni budaya. Ritual ider bumi mampu menunjukkan betapa eratnya hubungan antar agama dan budaya yang tampil di dalam sebuah festival.6

Berikut beberapa kesimpulan dua hasil penelitian terdahulu, mereka menguraikan atas berbagai temuannya berkaitan dengan unsur-unsur budaya Using di desa Kemiren kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi. Di antaranya adalah hasil penelitian Sulistyani pada tahun 2009. Ia memberikan kesimpulan dalam laporannya pada jurnal Mudra bahwa, sinkretisme merupakan percampuran antara Islam dengan unsur-unsur lokal, sehingga Islam tidak lagi tampil dalam wujudnya yang asli, tetapi sudah bercampur dengan unsur-unsur yang eksternal, maka dari itu Islam di desa Kemiren (yang dilaksanakan oleh masyarakat Using) merupakan Islam yang telah menyatukan dalam dirinya unsur-unsur lokal dan non-Islam. Dengan sinkritisme mampu menjadikan masyarakat Using desa Kemiren memiliki kekayaan budaya yang barang kali tidak didapatkan di daerah lain.4 Selanjutnya ia menyatakan bahwa sinkritisme dapat dilihat dari pelaksanaan upacara adat ider bumi yang pelaksanaannya tepat pada hari raya Idul Fitri merupakan hari yang diyakini oleh masyarakat Islam sebagai hari yang suci dan penuh berkah di satu sisi ritual ider bumi sangat terkait dengan kepercayaan terhadap kekuatan suatu benda. Begitu juga do’a-do’a yang digunakan pada ritual ider bumi adalah ayat-ayat dalam agama Islam, juga sesaji yang harus dipersiapkan yang berupa kemenyan, bunga dan lainnya.

Kesimpulan pada hasil penelitiannya melaporkan bahwa, banyak orang Using khususnya desa Kemiren mementingkan pendidikan pesantren daripada pendidikan formal. Ia memilah santri dalam dua golongan yaitu; santri yang berafiliasi organisasi sosial keagamaan NU dan santri yang berafiliasi sosial keagamaan Muhammadiyah. NU pada desa ini menduduki peringkat mayoritas. Tidak semua orang NU dapat digolongkan sebagai santri. Orang NU yang santri adalah orang NU yang taat beribadah (khusuk) atau melaksanakan rukun Islam, sedangkan orang NU yang tidak taat digolongkannya sebagai abangan. Jumlah NU santri lebih banyak (55:45%) dari pada yang abangan.6

Berdasar kajian pustaka dan beberapa informasi secara teoritis, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

”Masyarakat desa Kemiren kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi lebih suka terhadap penyelenggaraan upacara adat ider bumi”

METODE PENELITIAN

Prosedur kerja yang dilakukan sehingga memberikan gambaran dan arah dalam penelitian ini adalah survei karena yang diteliti seluruh masyarakat desa Kemiren dengan mewawancarai dan mengisi angket sebagian kecil dari masyarakat desa. Adapun rancang bangun yang digunakan

adalah rancang bangun cross-cetional (lintas bagian), yaitu peneliti mengumpulkan data pendapat masyarakat desa Kemiren terhadap pelaksanaan upacara adat ider bumi dengan cara mewawancarai masyarakat desa Kemiren satu persatu dalam satu waktu.

Berdasarkan karakteristik wilayah desa Kemiren dan mempertimbangkan orang perorang yang memahami permasalahan, maka digunakan cara purposif sampling, artinya sampel diambil berdasarkan atas pertimbangan tertentu, khususnya mempertimbangkan responden yang memahami berbagai hal berkenaan dengan upacara adat ider bumi termasuk di dalamnya heterogenitas masyarakat dalam memahami pelaksanaan upacara adat ider bumi. Atas dasar pengambilan sampel secara porpusif sampling tersebut maka dalam penelitian ini diambil sampel sebanyak 100 responden.

Sumber data diambil dari jenis data primer yakni individu-individu atau orang-orang atau masyarakat desa Kemiren yang telah ditetapkan sebagai responden dan telah dipilih secara purpusif sampling.

Pertimbangan waktu, tenaga dan biaya, ketersediaan data, dan kemudahan, maka metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode self-adminitered questionnaires (kuesioner yang disusun sendiri), yaitu: responden diminta untuk memilih beberapa pertanyaan yang bermuara pada dua kemungkinan jawaban yaitu: suka atau tidak suka terhadap pelaksanaan upacara adat ider bumi di desa Kemiren kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi.

Data diidentifikasi sebagai jenis data berskala data nominal, di mana skala data yang mengklasifikasikan objek atau kejadian yang terpisah untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan. Pada penelitian ini, skala data berupa tanggapan individu-individu masyarakat desa Kemiren dengan menjawab suka atau tidak suka terhadap upacara adat ider bumi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan teknik uji statistik.

Data dianalisis melalui uji statistika non-parametrik pada uji x2 (Chi kuadrat). Uji ini dipakai karena disesuaikan dengan skala data yang digunakan, yaitu skala data yang berkategori skala data nominal dari data pendapat masyarakat akan suka atau tidak suka terhadap pelaksanaan upacara adat ider bumi. Rumus uji chi kuadrat yang digunakan adalah:

-k

i

fo fhX

fh∑2

2

=1

( )=

Rochsun (2008:9)Catatan:fo adalah frekuensi yang diperoleh, danfh adalah frekuensi yang diharapkan.

HASIL PENELITIAN

Hasil pengumpulan data melalui wawancara dan angket kepada 100 responden diperoleh informasi berkaitan dengan

Page 15: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

11Rochsun: Studi tentang tanggapan masyarakat terhadap upacara adat Ider

tanggapan mereka terhadap upacara adat ider bumi disajikan dalam tabel berikut.

Tanggapan masyarakat terhadap upacara adat ider bumi Jumlah

Suka Tidak suka

70 30 100

Selanjutnya data hasil wawancara dan angket sebagaimana tabel di atas disajikan ke dalam tabel penolong untuk kemudian dianalisis secara statistik melalui uji Chi Kuadrat sebagai berikut.

Variasi tanggapan masyarakat terhadap

upacara adat ider bumi

Frekuensi yang diperoleh

(fo)

Frekuensi yang diharapkan

(fh)

Suka 70 50

Tidak Suka 30 50

Jumlah 100 100

Melalui uji Chi Kuadrat, analisa statistik dilakukan dengan menggunakan pertolongan tabel Chi Kuadrat sebagai berikut.

Variasi tanggapan

fo fh fo – fh (fo – fh)2

Suka 70 50 20 400 8

Tidak suka 30 50 -20 400 8

Jumlah 100 100 0 800 16

Harga Chi Kuadrat sebagaimana rumus di atas

selanjutnya dikatakan sebagai Chi Kuadrat Hitung (2.hit)

yaitu: -fo fhkX i fh

∑22 ( )

= =1 = 16. Untuk membuat suatu

keputusan tentang hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, maka harga Chi Kuadrat hitung dibandingkan dengan Chi Kuadrat tabel. Ketentuannya adalah: Ho ditolak bila 2

hit ≥ 2tabel. Adapun Chi Kuadrat tabel

pada penelitian ini menggunakan taraf keyakinan 5% dan derajad kebebasan sebasar 1. Atas dasar taraf keyakinan dan derajad kebebasan tersebut didapat Chi Kuadrat tabel sebagaimana pada tabel Chi Kuadrat persi Djarwanto (1997:99) nilainya sebesar 3,841. Sehingga Chi Kuadrat hitung lebih besar daripada Chi Kuadrat tabel, yaitu 2

hit = 16 > 2tabel = 3,841 artinya Hipotesis nol (Ho)

ditolak dan sebaliknya menerima hipotesis alternatif (Ha).13

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat desa Kemiren cenderung lebih suka terhadap penyelenggaraan upacara adat ider bumi.

Hasil penelitian itu menolak seluruh anggapan terdapat sejumlah penduduk desa Kemiren yang menentang penyelenggaraan upacara adat berupa ider bumi. Secara sampel, memang dapat difahami terdapat 30% masyarakat menolak penyelenggaraan upacara adat ider bumi tersebut dengan berbagai alasan penolakan, meskipun macam penolakannya tidak disampaikan secara terbuka, tetapi dalam penelitian ini dapat diungkapkan secara ilmiah bahwa terdapat sejumlah masyarakat di daerah berbasis Using menolak sebuah budaya di mana budaya itu adalah produk dari daerahnya sendiri.

Fenomena penolakan terhadap unsur budaya yang terjadi di desa Kemiren menurut peneliti bisa saja terjadi pada materi lain, pada ruang dan waktu yang lain bahkan terjadi di belahan dunia manapun. Bila peneliti dapat meminjam bahasa tutur Prof. Armada, bagaimana kelompok fundamentalis yang mengacaukan kehidupan bersama karena kekerasan dalam merazia para pelacur, orang-orang asing, dan aneka tempat hiburan (Armada, 2009:21) adalah sebuah materi lain yang dapat disejajarkan terhadap penolakan pelaksanaan kebudayaan daerah meskipun sebagian lainnya memaknai kebudayaan daerah sebagai bentuk kearifan lokal.8

Upacara adat ider bumi adalah sebuah produk budaya lokal masyarakat Using desa Kemiren. Sebagai produk budaya, mereka memaknai kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Tjetjep (2000:22–23) bahwa: 1) budaya merupakan pedoman hidup yang berfungsi sebagai blueprint atau desain menyeluruh bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, 2) budaya, sebagai sistem simbol, pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kode-kode simbolik, 3) budaya, merupakan strategi adaftif untuk melestarikan dan mengembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber daya sekelilingnya.9

Meskipun konsep budaya yang dikemukakan Tjetjep itu tidak ia gunakan dalam pemahamannya terhadap budaya melalui tesisnya. Namun, tiga hal yang telah dikemukakan itu adalah gambaran realitas masyarakat Using desa Kemiren dalam memaknai upacara adat ider bumi sebagai salah satu unsur budaya yang diproduksinya dan sekali gus memiliki nilai sebagai produk kearifan lokal. Di sisi lain ritualitas penyelenggaraan upacara adat ider bumi sejalan dengan Herbert Feith dan Lance Castles, dengan judul Indonesian Political Thinking 1945–1965 (Ithaca and London Cornell University, 1970) dalam Armada (2009:39) bahwa kepercayaan dan adat istiadat tinggalan dari nenek moyang seperti percaya kepada jiwa atau rohnya para leluhur, yang dianggapnya dapat memberikan kebahagiaan hidup.8

Masyarakat Using desa Kemiren sangat mempercayai adanya pengaruh roh para leluhur. Fenomena pelaksanaan upacara adat ider bumi adalah wujud dari kepercayaannya terhadap roh para leluhur, yang menurut para peneliti sebelumnya dan informasi dari warga masyarakat desa

fo fh

fh

− 2( )

Page 16: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

12 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 6–13

Kemiren bahwa upacara adat ider bumi berkaitan erat dengan buyut Chili, di mana ia dikenal sebagai danyang desa Kemiren, yang diyakini keberadaannya oleh masyarakat Kemiren dahulu hingga sekarang. Memang tidak ada bukti otentik tentang keberadaan buyut Chili, tetapi masyarakat sangat meyakininya.3

Penyelenggaraan upacara adat ider adalah produk budaya masyarakat Using desa Kemiren. Sebagai produk budaya, ia merupakan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia.3 Karena menjadi milik manusia, maka upacara adat ider bumi bagi masyarakat Using desa Kemiren memiliki nilai dan norma dan bahkan memiliki makna dalam pemenuhan kedamaian batiniyahnya, sebagaimana Sumandiyo Hadi (2006:19) menyatakan bahwa wujud kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai serta norma sifatnya mengatur dan memberi arah kepada aktivitas tindakan dan karya manusia.11

Kebudayaan memang bukan agama, tetapi batasan yang telah diberikan oleh Sumandiyo Hadi tersebut di atas berfungsi berdekatan dengan fungsi agama yang mengatur kehidupan manusia hingga diperoleh kedamaian dan kebahagiaan. Bagi umat Muslim shalat lima waktu adalah perintah agama agar manusia memperoleh kebahagiaan, demikian juga bagi masyarakat Using desa Kemiren, mereka memperoleh kebahagiaan dan kedamaian ketika mereka menyelenggarakan upacara adat ider bumi. Sehingga melekatnya keyakinan dalam setiap pola kehidupannya menjadi sebuah kebiasaan hidup yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja.

Masyarakat Using desa Kemiren menurut catatan Novi Anoegrajekti (2007:33–34) 77,23% adalah petani dan telah lama mengenal pendidikan baik pesantren maupun sekolah-sekolah umum. Artinya mereka tidak termasuk dalam kategori masyarakat tertinggal akan kemajuan jaman, baik dari tinjauan agama maupun pengetahuan umum. Dari sisi letak geografis desa Kemiren hanya berjarak 5 km ke arah barat kota Kabupaten Banyuwangi, jarak yang tidak jauh jika untuk dapat memengaruhi masyarakat Using dalam konteks budaya luar. Belum lagi masyarakat Using desa Kemiren yang memiliki karakter egaliter, artinya mudah bergaul dengan masyarakat manapun, tetap tidak terpengaruh dalam mempertahankan kebudayaannya.12

Hanya saja, prosesi dan do’a-do’a yang dilafalkan oleh masyarakat Using dalam penyelenggaraan upacara adat ider bumi menggunakan tata cara yang dilakukan umat Islam pada umumnya. Bagaimana mereka mengawali selamatan dengan lafal-lafal bahasa arab sebagaimana umat Islam memanjatkan do’a yang biasa dilakukan di Masjid atau di Musholla dengan menyebut Rosulullah Nabi Muhammad dan para sahabat-sahabatnya, dengan berbagai sajian makanan di depannya yang telah disiapkan oleh warga setempat. Kondisi demikian menurut Betty

(2001) sebagai sebuah variasi agama yang kemudian ia katakan sebagai agama sinkritis, ia mengatakan rata-rata masyarakat jawa menganut agama sinkritis, yaitu pencampuran agama Islam dan hindu. Bagi peneliti fenomena upacara adat ider bumi di desa Kemiren bukanlah sebuah variasi agama, itu adalah produk budaya yang pendekatan ritualitasnya mereka gunakan karena mereka mengaku beragama Islam.5

Terlepas dari sinkrititis atau tidak, bahwa yang dicari kebanyakan manusia adalah kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup. Bagi etnik Using desa Kemiren bisa jadi kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman terletak pada bagaimana mereka dapat menyelenggarakan sebuah upacara adat ider bumi dan menyelenggarakan sebuah produk budaya yang dihasilkannya. Sementara bagi kelompok lain justru sebaliknya. Meskipun peneliti meyakini bahwa budaya bukanlah agama dan agama bukanlah budaya, tetapi budaya mampu mempersatukan umat, mampu menciptakan solidaritas masyarakat, dan bahkan menentramkan sebuah batin penganutnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Desa Kemiren sebagai desa yang berbasis etnik Using masih tetap menjunjung tinggi karakter etnik Using, yaitu sebagai etnik masyarakat yang egaliter, mudah bergaul akan tetapi teguh terhadap sebuah pendirian. Mereka tetap menghargai perbedaan walau sesungguhnya etnik Using sebagai etnik yang mayoritas di daerahnya sendiri.

Etnik Using tetap mempertahankan kebudayaan hasil produksi nenek moyang, hal itu penanda bahwa mereka sangat menghargai budaya, menjunjung tinggi nilai budaya, sebagaimana mereka menjunjung bahasa sebagai alat komunikasi dengan dialek dan tutur kata Using. Meskipun tutur bahasa yang mereka gunakan tidak mengenal unggah-ungguh tata krama seperti layaknya bahasa jawa yang memiliki tatanan tingkatan berbahasa. Karakter tutur bahasa itu sebagai penanda karakter egaliter etnik Using.

Upacara adat ider bumi merupakan produk budaya etnik Using dan merupakan warisan turun temurun yang tetap mereka pertahankan pelaksanaannya setiap tahun, meskipun mereka mengetahui apa yang mereka pertahankan dan mereka lestarikan memperoleh penolakan. Sebagaimana hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya. Bahwa masyarakat etnik using secara signifikan mendukung dan konsisten dalam penyelenggaraan upacara adat ider bumi. Karena mereka tetap menjunjung tinggi kebersamaan dalam perbedaan.

Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa kesimpulan di atas, maka diarankan untuk meneliti lebih lanjut berkaitan dengan pemaknaan atau makna dibalik makna

Page 17: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

13Rochsun: Studi tentang tanggapan masyarakat terhadap upacara adat Ider

dalam penyelenggaraan upacara adat ider bumi, bagi aktor-aktor yang berperan dalam pelaksanaan upacara adat ider bumi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mu’arif, Samsul, 2002. Mengenal budaya masyarakat using. SIC.

2. Srintihl. 2007. Penari gandrung dan gerak sosial. Media Perempuan. ISSN 1412-274x. Depok.

3. Koentjaraningrat, 1991. Metode-metode penelitian masyarakat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

4. Ayu Sutarto, 2003. Etnografi masyarakat using. Laporan Penelitian. Dinas P dan K Provinsi Jawa timur. Surabaya.

5. Beaatty Andrew, 2001. Variasi agama di Jawa suatu pendekatan

antropologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 6. Kusmayati AM Hermin. 2000. Arak-arakan seni pertunjukan

dalam upacara tradisional di madura. Yogyakarta: yayasan Untuk Indonesia.

7. Saputra SP Heru, 2007. Memuja mantra. PT. LKIS. Yogyakarta. 8. Armada R. 2009. Politik, sejarah, identitas, posmodernitas.Widya

Sasana Publication. Malang. 9. Tjetjep RR. 2000. Ekspresi seni orang miskin. Nuansa Cendekia.

Bandung.10. Sulistyani. Ritual ider bumi di Desa Kemiren Kecamatan Glagah

Babupaten Banyuwangi. Jurnal Mudra 22(1): 28 – 38ISSN 084-3461. Denpasar.

11. Sumandiyo Hadi Y. 2006.Seni dalam ritual agama. Pustaka. Yogyakarta.

12. Novi Anoegrajekti. Srinthil. 2007. Penari gandrung dan gerak sosial Banyuwangi, Media Perempuan Multikultur. Depok Jakarta.

13. Djarwanto, 1997. Statistika non-parametrik. BPFE. Yogyakarta.

Page 18: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

14

Pengaruh PLPG terhadap Kinerja Guru IPS Bersertifikasi pada SMP Negeri di Kabupaten Jember

PLPG Influence on Performance IPS Certified Teacher in Junior High School in Jember

Indria Yuli Susanti,1 Yusman Isnaini21 Akademi Akuntansi PGRI Jember2 IKIP PGRI Jember

ABSTRAK

Penelitian ini mempunyai untuk menguji dan menganalisi pengaruh Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang dilaksanakan pada tahun 2011 di Rayon 116 Terhadap Peningkatan Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri bersertifikasi di Kabupaten Jember. Sampel penelitian ini adalah guru IPS yang bertugas di Sekolah Menengah Pertama Negeri yang mengikuti sertifikasi melalui jalur PLPG. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 16.00 for Windows, ditemukan bahwa Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (X) Berpengaruh terhadap Kinerja (Y) Guru IPS Terpadu di Kabupaten Jember. Hal itu bisa dilihat dari subvariable dari PLPG yang terdiri atas Durasi Waktu (X1), Materi (X2) dan Metode (X3) berdasarkan hasil pengujian secara simultan ditemukan bahwa PLPG berpengaruh terhadap kinerja dengan persentase 41%, hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan dan Latihan Profesi Guru mampu meningkatkan Kinerja Guru di mana mereka bekerja atau mengajar.

Kata kunci: PLPG, kinerja guru

ABSTRACT

This research has to test and analyze the influence of Professional Teacher Education and Training (PLPG) conducted in 2011 in Performance Improvement Against Rayon 116 junior high school teachers certified in Jember. Sample of this study was social teacher who served in junior high school that follows certification through PLPG. Based on calculation using the SPSS for Windows version of 16.00, it was found that the Teacher Education and Professional Training (X) impact of teacher performance (Y) integrated IPS in Jember it can be seen from the sub variables of PLPG comprising duration time (X1), material (X2), and method (X3) based on the result of simultaneous testing found that PLPG effect on performance with the percentage of 41%, this suggests that the education and training professional teachers can improve teacher performance in which they work or teaching.

Key words: PLPG, teacher performance

PENDAHULUAN

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri, maka pemerintah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha peningkatan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi pengajaran, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas kinerja guru yaitu dengan adanya UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyebutkan guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik Pendidikan Tinggi Program Sarjana atau Diploma Empat.1

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan salah satu cara bagi guru dalam jabatan untuk mendapatkan sertifikasi. Akan tetapi pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar kinerja guru dapat meningkat melalui PLPG, di mana kinerja guru salah satunya dapat diukur melalui kualitas

lulusan peserta didiknya, kenyataannya kualitas lulusan di Indonesia masih dalam pertanyaan besar, terbukti dari pemberitaan di Media Masa yang memberitakan maraknya praktik kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional, bahkan ada dugaan terjadinya contek masal pada waktu pelaksanaan ujian nasional yang menunjukkan ketidaksiapan peserta didik untuk melaksanakan ujian nasional. Dengan adanya sertifikasi guru melalui beberapa jalur, salah satunya adalah PLPG diharapkan kualitas pendidik akan meningkat dan akhirnya akan meningkatkan kualitas lulusan. Berdasarkan hasil pengumuman kelulusan peserta PLPG 2011 rayon 116 Universitas jember, 5.496 Guru sekolah negeri dan swasta tidak lulus ujian tulis dan 362 guru tidak lulus ujian peer teaching (www.unej/fkip.ac.id).

Pendidikan dan pelatihan adalah upaya yang dilakukan bagi pegawai negeri untuk meningkatkan kepribadian, pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tuntutan persyaratan kepribadian, pengetahuan dan kemampuannya sesuai dengan tuntutan persyaratan jabatan dan pekerjaan

Page 19: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

15Susanti: Pengaruh PLPG terhadap kinerja guru IPS bersertifikasi

sebagai pegawai negeri. Pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil merupakan proses transformasi kualitas sumber daya manusia aparatur Negara yang menyentuh empat dimensi utama, yaitu dimensi spiritual, intelektual, mental dan phisikal yang terarah pada perubahan-perubahan mutu dari keempat dimensi tersebut.2

Performance atau dalam bahasa Indonesia dinamakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenangnya dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Kinerja seseorang akan baik jika dia mempunyai keahlian (Skill) yang tinggi, bersedia digaji sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan masa depan yang lebih baik. Mengenai gaji dan adanya harapan merupakan hal yang menciptakan motivasi seseorang untuk bersedia melaksanakan kegiatan kerja dengan kinerja yang baik. 3

Kinerja seorang karyawan/pegawai dapat dilihat dari perilaku individu dalam bekerja seperti prestasi seorang pekerja yang ditunjukkan oleh kemandiriannya, kreativitas serta adanya rasa percaya diri. Menurut Dharma (2004:45) mengemukakan bahwa hampir seluruh cara pengukuran kinerja pegawai mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) Kuantitas pekerjaan, adalah jumlah atau banyaknya pekerjaan yang dihasilkan pegawai. Jenis pekerjaan berkaitan dengan bidang tugasnya seperti bidang perencanaan, pelayanan, jumlah dan alat yang tepat untuk mengukur kinerja karyawan. b) Kualitas pekerjaan. Salah satu cara untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas yang baik. c) Ketepatan waktu. Salah satu cara untuk mengetahui tinggi rendahnya kinerja pegawai apabila menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat. Ketepatan waktu dapat dilihat dari sesuai tidaknya menyelesaikan pekerjaan dengan waktu yang direncanakan.4

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Menguji dan Menganalisi pengaruh Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang dilaksanakan pada tahun 2011 di Rayon 116 Terhadap Peningkatan Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri bersertifikasi di Kabupaten Jember.

Hipotesa dalam penelitian ini adalah diduga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Berpengaruh terhadap Kinerja Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Bersertifikasi pada SMP Negeri di Kabupaten Jember.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan (Explanatory research). Data yang dikumpulkan diukur secara langsung menggunakan angka-angka untuk mendiskripsikan variabel-variabel yang diteliti. Objek penelitian yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Guru Ilmu Pengetahuan Sosial yang bertugas pada Sekolah Menengah Pertama yang mengikuti Sertifikasi

melalui jalur PLPG. Jumlah keseluruhan Guru yang dijadikan sampel sebanyak 81 orang, hasil analisis diskriptif dengan menggunakan Program SPSS versi 16.0.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan korelasi. Analisis data antara lain dibagi dengan memperhitungkan atau memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari perubahan suatu kejadian terhadap kejadian lain. Analisis regresi mengukur hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih.5

Apabila dalam persamaan regresi tercakup lebih dua variabel yang saling berhubungan, maka disebut regresi linier berganda. Untuk mengetahui pengaruh/ hubungan antara dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tak bebas, maka digunakan koefisien korelasi berganda. Dari koefisien tersebut dapat diketahui berapa besar pengaruh variabel-variabel terikat. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat koefisien penentu berganda.

Apabila variabel-variabel bebas (XI, X2, X3, ..., Xn) berkorelasi dengan variabel terikat (Y), maka nilai variabel bebas yang telah diketahui dapat dipergunakan untuk memprakirakan atau memperhitungkan nilai variabel Y. Perhitungan atau prakiraan nilai variabel Y dari perubahan dua atau lebih nilai variabel bebas dapat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, yakni analisis yang digunakan untuk memprakirakan atau meramalkan nilai variabel terikat (Y) dari nilai dua atau lebih variabel bebas (X1, X2, X3, ..., Xn).

Analisis Regresi BergandaY = β + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + βnXn + M Y = Variabel terikatβ = Konstantaβ1/βn = Koefisien regresiX1 Xn = Variabel bebasM = Kesalahan

(Damodar Guyarati dalam Sutrisno Djaja6, 2004: 41)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain.7 Nilai koefisien ini antara 0 dan 1, jika hasil lebih mendekati angka 0 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel amat terbatas. Tapi jika hasil mendekati angka 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Hipotesa statistik adalah suatu pernyataan tentang satu atau lebih nilai parameter populasi. Persyaratan tersebut memiliki sementara, artinya perlu di tes atau dibuktikan mengenai kebenarannya. Cara untuk meyakinkan apakah hipotesis statistik benar atau salah adalah dengan menyelidiki seluruh populasinya.

Page 20: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

16 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 14–18

Analisis hipotesa F-Test merupakan hipotesa berdasarkan hasil penyelidikan lebih dari dua sampel. Sebagai gambaran misalnya kita akan menyelidiki apakah perbedaan mean sample utama dengan sampel kedua, ketiga itu disebabkan oleh faktor yang kebetulan saja atau faktor lain vang benar-beliaf berarti (signifikan).

Hipotesa nihil yang akan diuji menyatakan bahwa mean lebih dari dua populasi normal adalah sama, dengan asumsi bahwa varian (standar deviasi kuadrat) dari populasi itu adalah sama. Kriteria pengujian: Apabila: Fhit < Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak terdapat pengaruh/hubungan yang kuat antara variabel bebas (X) dengan Variabel terikat (Y). Apabila: Fhit > F tabel, maka Ho diterima dan Ha diterima, berarti terdapat pengaruh/hubungan yang kuat antara variabel bebas (X) dengan Variabel terikat (Y).

Test hipotesis ini digunakan untuk mengup secara individual imengenai pengaruh dari variabel independent terhadap variabel dependent. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut:− Ho: B = 0, berarti tidak terdapat hubungan antara variabel

terikat dan variabel bebas− Ho: B = 0, berarti terdapat hubungan antara variabel

terikat dan variabel bebas, derajat keyakinan dari data yang diperoleh adalah 95% sehingga α = 0,05

Uji statistiknya.

2

11

N K

rrt − −

−=

(Anto Dayan dalam Sutrisno Djaja, 2004: 41)

Apabila: thit < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, berarti terdapat pengaruh/hubungan yang kuat antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y).Apabila: thit > ttabel, maka Ho diterima dan Ha diterima, berarti tidak terdapat pengaruh/hubungan yang kuat antara variabel bebas (X) dengan Variabel terikat (Y).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persamaan regresi sederhana yang diperoleh dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu sejauh mana variabel bebas Durasi (X1), Materi (X2) dan Metode (X3) terhadap variabel terikat Kinerja Guru (Y). Hasil perhitungan data regresi sederhana dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows. Di mana Hasil analisis disajikan dalam Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 maka persamaan garis regresi linier berganda yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Y = 5,155 + 0,163 X1 + 0,666 X2 + 0,277 X2 + e

Nilai masing-masing koefisien regresi variabel independen dari model regresi linier tersebut memberikan

gambaran bahwa: a) Besarnya konstanta 5,155 berdasarkan hasil regresi linier berganda di atas menunjukkan apabila Durasi (X1), materi (X2) dan Metode (X3) serta e dalam kondisi konstan atau nol (0), maka Kinerja Guru (Y) sebesar 5,155. b) Koefisien Regresi Variabel X1 sebesar 0,163 menggambarkan bahwa X1 mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya Y, artinya dengan semakin besarnya perubahan variabel durasi (X1) naik sebesar satu kali, sedangkan variabel materi (X2) dan Metode (X3) tidak ada atau nol (0) maka Y akan semakin bertambah pula sebesar 0,163. c) Koefisien Regresi Variabel X2 sebesar 0,666 menggambarkan bahwa X2 mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya Y, artinya dengan semakin besarnya perubahan variabel materi (X2) naik sebesar satu kali, sedangkan variabel durasi (X1) dan Metode (X3) tidak ada atau nol (0) maka Y akan semakin bertambah pula sebesar 0,666. d) Koefisien Regresi Variabel X3 sebesar 0,277 menggambarkan bahwa X3 mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya Y, artinya dengan semakin besarnya perubahan variabel Metode (X3) naik sebesar satu kali, sedangkan variabel durasi (X1) dan Materi (X2) tidak ada atau nol (0) maka Y akan semakin bertambah pula sebesar 0,277. e) R square sebesar 0,410 menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebas yang meliputi Durasi (X1), materi (X2) dan Metode (X3) berpengaruh terhadap Kinerja Guru (Y). R square sebesar 0,410 menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup kuat dari masing-masing variabel karena nilainya mendekati satu. Sesuai dengan Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat hubungan

0,00–0,199 Sangat rendah

0,20–0,399 Rendah

0,40–0,599 Cukup kuat

0,60–0,799 Kuat

0,80–1,00 Sangat kuat

Sumber: Sugiyono (1999:216)

Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi variabel bebas meliputi Durasi (X1), materi (X2) dan Metode (X3) mempunyai korelasi yang signifikan terhadap Kinerja Guru Peserta PLPG.

Tabel 1. Hasil analisis regresi linier berganda

Variabel Koefisien Regresi

Durasi (X1)Materi (X2)Metode (X3)

0,1630,6660,277

Constanta (C) = 5,155R square = 0,410Multiple R = 0,640

Sumber: Data diolah

Page 21: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

17Susanti: Pengaruh PLPG terhadap kinerja guru IPS bersertifikasi

Analisis koefisien determinasi berganda (R2)

Koefisien determinasi R2 digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Jadi jenis analisis ini digunakan untuk mengetahui kontribusi koefisien dari variabel bebas yaitu Durasi (X1), materi (X2) dan Metode (X3) terhadap Kinerja Guru (Y). Semakin besar nilai R2 (RSquare), maka semakin kuat kemampuan model regresi yang diperoleh untuk menerangkan kondisi yang sebenarnya. Berdasarkan analisis garis regresi linier berganda diperoleh hasil seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

Variabel R RSquare

X1, X2,X3 terhadap Y 0,640 0,410

Sumber: Data primer diolah

Tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa koefisien determinasi (RSquare) yang berfungsi untuk mengukur besarnya proporsi sumbangan variabel X terhadap variabel terikat (Y) adalah 0,410 berarti bahwa besarnya sumbangan variabel bebas terhadap naik-turunnya variabel terikat sebesar 0,410 atau 4,10 100% = 41%. Jadi, variabel Durasi (X1), materi (X2) dan Metode (X3) secara bersama-sama memengaruhi variabel hasil belajar siswa sebesar 41%, sedangkan sisanya sebesar 59% yang berasal dari 100–41% = 59%. Sisanya tersebut merupakan pengaruh dari variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini (ei). Variabel tersebut mungkin dapat berupa: Fasilitas, Motivasi, Lingkungan Kerja, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat hubungan antara Durasi (X1) Materi (X2) dan Metode (X3) dengan Kinerja Guru dapat dikategorikan sebagai hubungan yang cukup kuat. Di atas dapat diketahui nilai koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,410 yang berarti bahwa Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) memiliki hubungan yang nyata dengan Kinerja Guru IPS Terpadu Bersertifikasi sebesar 41%.

Uji F digunakan untuk menguji hipotesis pertama yang diajukan oleh peneliti yaitu diduga Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Berpengaruh terhadap Kinerja Guru Bersertifikasi di Kabupaten Jember. Uji F ini berfungsi untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel. Nilai Fhitung dapat dilihat dari tabel bagian Anova. Uji F (F test) dilakukan dengan membandingkan probabilitas Fhitung dengan level of significance (α = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah: a) apabila Fhitung ≥ Ftabel, berarti Ho ditolak dan Ha diterima, jadi variabel bebas secara simultan memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikat. b) Apabila Fhitung < Ftabel, berarti Ho diterima dan Ha ditolak, jadi semua variabel bebas secara simultan tidak memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Nilai F tabel dengan tingkat signifikan (α): 5% dan Degrees of Freedom (df) sebesar: 3; 77 adalah sebesar 2,72. Hasil pengolahan data bagian Anova diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 17,812 dan nilai Fhitung tersebut lebih besar daripada Ftabel atau nilai Sig.-nya di bawah 0,05 atau 5%, maka keputusan yang dapat diambil adalah Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima, yang berbunyi Diduga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru Berpengaruh terhadap Kinerja Guru Ilmu Pengetahuan Sosial pada Sekolah Menengah Pertama Bersertifikasi di Kabupaten Jember Diterima.

Uji t digunakan untuk menguji apakah secara parsial variabel bebas berpengaruh terhadap kinerja guru. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara thitung dengan ttabel. Untuk mencari ttabel adalah dengan memperhatikan nilai Df yang diperoleh dari perhitungan n–k–1 = 81–3–1 = 77. Pada tingkat signifikan 5% dan pada df (77; 0,05) diperoleh nilai ttabel sebesar 1,999, selanjutnya dapat dilihat dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS versi 16,0 for windows.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 16.0 for Windows, ditemukan bahwa Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (X) Berpengaruh terhadap Kinerja Guru IPS Terpadu di Kabupaten Jember. hal itu bisa dilihat dari sub variable dari PLPG yang terdiri atas Durasi Waktu (X1), Materi (X2) dan Metode (X3) berdasarkan hasil pengujian secara simultan ditemukan bahwa PLPG berpengaruh terhadap kinerja dengan persentase 41%, hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan dan Latihan Profesi Guru mampu meningkatkan Kinerja Guru di mana mereka bekerja atau mengajar.

Kesimpulan

Setelah dilakukan pengolahan data hasil penelitian diperoleh hasil perhitungan analisis regresi linier berganda yang menunjukkan bahwa: Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Berpengaruh signifikan dan positif terhadap Kinerja Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Pertama Bersertifikasi di Kabupaten Jember.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dari penelitian ini maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 1) Berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa Program Pendidikan dan Latihan mampu meningkatkan kompetensi guru yang akhirnya mampu meningkatkan kinerja guru, maka seharusnya pemerintah lebih menggiatkan lagi pendidikan

Tabel 4. Hasil analisis terhadap uji F

Fhitung Ftabel Keterangan

17.812 2,72 Fhitung ≥ Ftabel, Ho ditolak dan Ha diterima. variabel bebas secara simultan memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikat

Sumber: data diolah

Page 22: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

18 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 14–18

dan latihan bukan hanya bertujuan untuk penyaringan sertifikasi akan tetapi untuk tujuan-tujuan lain. 2) Pemerintah lebih memperhatikan lagi penyediaan waktu terhadap peserta PLPG yang dirasa sangat singkat dengan materi yang cukup banyak, sehingga pelaksanaan PLPG lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 2. Sedarmayanti. Manajemen sumber daya manusia: Reformasi

Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. CV Mandar Maju. Bandung; 2007.

3. Prawirosentono, Suyadi. Kebijakan kinerja karyawan. Yogyakarta; BPFE. 1999.

4. Dharma, Surya. Manajemen kinerja: falsafah, teori, dan penerapannya. Jakarta; Program Pascasarjana FISIP. 2004.

5. Gulo. Metodologi penelitian. Jakarta: PT Grasindo. 2005.6. Djaja, Sutrisno. Metodologi penelitian sosial. Universitas Jember;

2004.7. Santosa PB, Ashari. Analisis statistik dengan microsoft excell dan

SPSS. Andi Offset. Yogyakarta; 2005.8. Sugiono. Statistik untuk penelitian. Bandung: Alphabeta. 1999.

Page 23: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

19

Upaya Peningkatan Daya Saing UKM dengan Hak Merek

(An Efforts to Improve the Competitiveness of Small and Medium Enterprises with the Right Trademark)

Agnes PasaribuProgram Studi Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

ABSTRAK

Hukum Merek yang diatur dalam Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, ditetapkan selain untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam hal kualitas produk barang atau jasa, juga memiliki peranan guna mewujudkan daya kompetitif dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini tentu berlaku pula untuk UKM. Namun, kalau dicermati hingga kini munculnya UKM yang mampu mempunyai daya kompetitif yang tinggi dengan usaha-usaha besar maupun usaha-usaha lainnya masih merupakan cita-cita saja. Patut disayangkan masih banyak pengusaha di Banyuwangi yang belum mendaftarkan mereknya atau memperpanjang hak atas mereknya karena kurang pengetahuan akan pentingnya hak atas merek.

Kata kunci: fungsi merek, pendaftaran merek, daya kompetitif UKM

ABSTRACT

Trademark law is regulated in Trademark of Law Number 15 in 2001, set apart to provide protection to consumers in terms of quality of products or services, also has a role to realize the competitive power of the companies concerned. It is certainly applies for Small and Medium Enterprises. However, if we observed until now the advent of small and medium businesses that are able to have a high competitive power by large enterprises and other ventures is still the only goal. Unfortunately there are many entrepreneurs in Banyuwangi who have not registered the extend rights to the brand because they lack of knowledge of the importance rights of the brand.

Key words: trademark function, trademark registration, competitive power for the small and medium entreprises

PENDAHULUAN

Banyak pengamat memprakirakan, tahun 2011 masih menjanjikan sejumput harapan. Termasuk disektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Peluang emas itu ada buat mereka yang cermat dan jeli. Tidak salah jika UKM disebut-sebut sebagai primadona, karena usaha rakyat kecil yang bermodal kecil ini sarat dengan keunggulan. Antara lain pada sifatnya yang fleksibel, kemampuan menyerap tenaga kerja, serta kemampuan bertahan di kondisi ekonomi yang sulit.

Nasib UKM dari tahun ketahun selalu diharapkan menjadi lebih baik, tak terkecuali di tahun 2011 ini. Apalagi perekonomian Indonesia diramalkan bakal sedikit membaik bila dibandingkan dengan tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,5%. Sehingga banyak pengamat yang optimistis, peluang disektor UKM akan semakin terbuka. Pemerintah juga semakin mendorong pertumbuhan UKM dan Koperasi yang jumlahnya saat ini diperkirakan sudah mencapai angka 42 juta melalui pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang totalnya hingga tahun 2014 mencapai Rp 100 triliun. Belum lagi kredit yang berasal dari sektor swasta.1

Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Banyuwangi khususnya, mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengembangkan UKM. UKM untuk pembangunan ekonomi

nasional sudah sangat terbukti memiliki daya tahan yang cukup handal. Realitas membuktikan bahwa sejak terjadinya krisis ekonomi, sektor UKM mampu bertahan bahkan menjadi penyelamat perekonomian nasional.

Namun, kalau dicermati hingga kini munculnya UKM yang mampu mempunyai daya kompetitif yang tinggi dengan usaha-usaha besar maupun usaha-usaha lainnya masih merupakan cita-cita saja. Dalam kondisi demikian, maka penting kiranya langkah-langkah srategis yang mestinya dilakukan oleh pengusaha yang ada dalam lingkup UKM tersebut agar mampu mempunyai daya kompetitif sekaligus dapat menembus persaingan global.

Di Kabupaten Banyuwangi, banyak terdapat industri baik besar maupun kecil yang bergerak dalam bidang yang beragam baik industri kecil dan rumah tangga maupun industri besar yang dapat dikategorikan UKM yang memiliki potensi besar. Agar potensi besar ini tidak menjadi sia-sia seharusnya UKM diberikan perhatian dan pengetahuan yang terkait dengan pengembangan UKM-UKM tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka layaklah kiranya jika Indonesia umumnya dan Pemkab Banyuwangi khususnya, memberikan perhatian khusus bagi UKM-UKM yang mampu bertahan pada situasi nasional yang sedang krisis pada waktu dulu untuk ditingkatkan potensinya. Salah

Page 24: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

20 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 19–23

satu instrument yang relevan untuk maksud tersebut adalah melalui pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Harus diakui HKI sesungguhnya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pengembangan UKM sendiri.

Namun demikian, patut dipahami pula bahwa ketika HKI diterapkan untuk UKM tentunya harus dilakukan pada bagian HKI yang potensial. Mencermati UKM yang ada di Kabupaten Banyuwangi, maka potensi HKI yang paling potensial terletak pada bagian Merek, baik Merek Dagang maupun Merek Jasa, karena salah satu langkah strategis yang harus ditempuh oleh pengusaha yang bergerak dalam UKM tersebut diletakkan pada kemampuan UKM tersebut dalam membangun Brand Name dipasaran. Untuk sampai pada pembentukan brand name yang terkenal, maka pemahaman terhadap hukum merek menjadi mutlak adanya.

Segala bisnis atau usaha yang dikelola oleh manusia sebagian besar selalu diberi sebuah “merek” sebagai suatu tanda yang mencerminkan kualitas dari barang ataupun jasa, sekaligus berperan sebagai suatu daya pembeda dengan usaha yang serupa, sejenis dan sama dengan usaha yang dikelola oleh orang lain, seperti yang diungkapkan oleh O.K. Saidin sebagai berikut:

Bahwa dengan adanya suatu merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asalnya, garansi dan kualitasnya bahwa produk tersebut adalah original. Ada saatnya, faktor yang menyebabkan harga suatu produk menjadi mahal bukan karena produk itu sendiri, melainkan karena mereknya. Perlu diketahui bahwa merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukanlah produk itu sendiri. Merek dari suatu produk yang sudah dibeli tidak dapat dinikmati secara konkret oleh sipembeli, melainkan hanya mungkin menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli karena pada dasarnya, benda materil dari produk tersebutlah yang dapat dinikmati. Di sini dapat dipahami bahwa, merek nyata-nyatanya merupakan hak kekayaan immaterial yang disebabkan karena ia merupakan suatu benda immaterial yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik.2

Selanjutnya merek juga memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa, merek berfungsi sebagai tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, serta melindungi produsen dan konsumen. Hal yang senada juga ditegaskan oleh Muhammad Djumhana dan Djubaedillah bahwa “Suatu merek merupakan alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan ciri dan asal usul barang (indication of origin).7

Fungsi Merek bagi pengusaha (produsen) adalah: 1) fungsi pembeda; bahwa merek tersebut digunakan untuk membedakan barang yang satu dan lainnya. 2) fungsi promosi; untuk mempromosikan barang tersebut agar lebih terkenal dan dapat menjadi brand image. 3) fungsi jaminan reputasi; didapatkan apabila merek tersebut telah menjadi

brand image bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat kalangan tertentu. 4) fungsi investasi/industri; dikarenakan impact dari merek yang telah menjadi brand image sehingga meningkatkan investasi dan industri bagi produk tersebut.3

Selain berfungsi bagi pengusaha, maka fungsi merek bagi konsumen adalah: 1) Sebagai pembeda antar produk barang/jasa tertentu sehingga tidak terjadi kerancuan produk. 2) Sebagai jaminan kualitas dari berbagai macam produk barang/jasa dengan merek-merek tertentu yang lebih terkenal dan berkualitas. 3) Sebagai prestise bagi kalangan konsumen tertentu karena menggunakan merek yang telah terkenal dan menjadi brand image. Artinya, konsumen membeli produk tertentu (yang terlihat dari mereknya) karena menurut mereka merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk dikonsumsi dikarenakan reputasi dari merek tersebut. Jika sebuah perusahaan menggunakan merek perusahaan lain, para konsumen mungkin merasa tertipu karena telah membeli produk dengan kualitas yang lebih rendah.

Kondisi di Kabupaten Banyuwangi, sebenarnya cukup potensial. Ada beberapa produk yang dihasilkan oleh UKM yang dapat memproduksi barang atau jasa yang dari segi kualitas sebenarnya tidak kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar yang ada diluar daerah maupun luar negeri. Bahkan boleh dikatakan produk barang atau jasa mereka kalau dinilai dari segi kualitas sifatnya sudah merupakan kualitas ekspor seperti salah satu contoh produk handy craft. Patut disayangkan masih banyak pengusaha di Banyuwangi yang belum mendaftarkan mereknya atau memperpanjang hak atas mereknya karena kurang pengetahuan akan pentingnya hak atas merek, karena ada anggapan sebagian pengusaha bahwa tanpa mempunyai hak atas merek pun mereka dapat melakukan usahanya yang penting mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan. Alasan lain lokasi pendaftaran yang relatif jauh dan biaya yang relatif besar. Padahal dengan pendapat seperti itu daya kompetitif pengusaha menjadi rendah.

Oleh karena itu, pentingnya pemanfaatan HKI khususnya merek para pengusaha UKM hendaknya mempunyai kesadaran terhadap Hukum Merek.

Wujud kesadaran terhadap Hukum Merek ini ditandai dengan melakukan upaya pendaftaran merek sebagai langkah strategis untuk memulai melindungi dan membangun brand name dari produk mereka, sekaligus memperbaiki daya kompetitif mereka yang selama ini rendah.

Memang salah satu alasan UKM tidak mendaftarkan mereknya adalah ketiadaan biaya pendaftaran, akan tetapi seandainya, dilihat untuk kepentingan jangka panjang justru sangat merugikan UKM itu sendiri. Kerugian yang riil dan dapat dirasakan misalnya para pengusaha UKM tidak akan mampu meraih untung yang sangat besar. Kemudian, hal yang tragis lagi mereka tidak akan mempunyai brand name yang itu terkait dengan identitas produk mereka, padahal merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah

Page 25: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

21Pasaribu: Upaya peningkatan daya saing UKM

merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial. Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut.

SISTEM HUKUM MEREK DI INDONESIA

Sistem hukum merek di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang yang sudah beberapakali mengalami penggantian. Undang-undang yang pertamakali mengatur tentang merek adalah Undang-undang Hak Milik Perindustrian yaitu dalam “Reglement Industrieele Eigendom Kolonien” Stb 545 Tahun 1912, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Merek No. 21 Tahun 1961. Kemudian diganti dengan Undang-Undang Merek No. 19 Tahun 1997, dan diganti lagi menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 yang masih berlaku sampai sekarang. Ada beberapa aspek penting yang perlu diketahui terkait dengan pemahaman terhadap sistem hukum merek Indonesia, yaitu meliputi pengertian Merek; Pendaftaran Merek; Jangka waktu perlindungan Merek; dan masalah Lisensi Merek.

Pengertian Merek

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001 dinyatakan: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Merek merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi sebuah perusahaan. Dengan merek yang diseleksi dan dipelihara secara baik, sebuah perusahaan dapat menjalankan dan mengembangkan bisnisnya. Perlindungan hukum yang memadai di bidang merek akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan sebuah perusahaan dan sekaligus meningkatkan daya saing di pasar global dan nasional. Di samping itu, melalui perlindungan hukum yang memadai, pihak konsumen akan terlindungi dari kegiatan-kegiatan yang dapat merugikan akibat pelanggaran merek. Dalam konteks ini, UU Merek adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan daya saing di pasar global dan nasional dan untuk melindungi konsumen.

UU No. 15 Tahun 2001 membedakan merek menjadi tiga macam, yakni; Pertama, merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya; kedua, merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya; dan ketiga, merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Secara umum, beberapa tanda yang dapat diklasifikasikan sebagai merek adalah sebagai berikut: 1) Kata, 2) Huruf, 3) Angka, 4) Gambar, 5) Warna atau, 6) Gabungan unsur-unsur tersebut.

Namun dalam perkembangan lebih lanjut, beberapa Negara, terutama Negara-negara maju mulai memperkenalkan unsur-unsur baru diluar unsur-unsur tradisional yang telah dikenal selama ini. Unsur-unsur baru tersebut di antaranya: 1) Satu warna (Single Color), 2) Tanda-tanda tiga dimensi (Three-Dimensional Signs): a) Bentuk sebuah produk (shapes of products) atau, b) Kemasan (packaging). 3) Tanda-tanda yang dapat didengar (Audible Signs), 4) Tanda-tanda yang dapat dicium (Olfatory Signs) (WIPO-Trademark, 2006:3) dan, 5) Tanda-tanda bergerak (Motion Signs).

Kalau dicermati perkembangan pengertian merek sebenarnya saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti ketika mencermati batasan merek. Di beberapa Negara merek diberikan arti yang sangat luas. Merek meliputi juga slogan periklanan (advertising slogan), warna tunggal (single colours), tanda tiga dimensi (three dimensional sign), dan olfactory sign. (WIPO, “Making A Mark and Introduction to Trademark for Small and Medium Sizes Enterprises, “httpdst, diakses 27 Desember 2001).

Beberapa kasus penting yang terjadi di Amerika Serikat sangat memengaruhi diterimanya unsur-unsur baru tersebut ke dalam defenisi merek. Dalam praktik, tanda-tanda konvensional dianggap sudah tidak memadai lagi untuk melindungi kepentingan pemegang merek di era perdagangan global. Sejalan dengan keputusan pengadilan dan adanya tuntutan dari beberapa perusahaan untuk memperluas cakupan unsur yang dapat dilindungi merek, beberapa negara melakukan pembaharuan terhadap UU Merek mereka dan memasukkan unsur-unsur tambahan tersebut.

Perbedaan defenisi ini dapat juga disebabkan adanya upaya memaksimalisasikan perlindungan hukum merek terhadap suatu produk barang atau jasa. Hal ini tidak terlepas dari peran merek sebagai alat untuk mengidentifikasi suatu produk. Melalui merek pula, maka produk tersebut dimata publik memiliki suatu imej, kualitas atau reputasi.5

Dari pengertian-pengertian tentang merek dapat disimpulkan bahwa fungsi merek adalah sebagai pembeda antara satu produk barang atau jasa dengan produk barang atau jasa yang dibuat oleh pihak lain. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memaparkan fungsi merek sebagai berikut: a) Sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan yang lain (product identity). Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan. b) Sebagai sarana promosi untuk berdagang (means of trade promotion). Promosi dilakukan melalui iklan. Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan symbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangannya. c) Sebagai jaminan atas mutu barang atau jasa (quality

Page 26: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

22 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 19–23

guarantee). Hal ini menguntungkan pemilik merek dan juga memberikan perlindungan jaminan mutu barang atau jasa bagi konsumen. d) Sebagai penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin). Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang menghubungkannya dengan produsen atau daerah/negara asalnya.

Pendaftaran Merek

Masalah pendaftaran merek merupakan aspek lainnya yang sangat penting diketahui dalam memahami sistem hukum merek Indonesia. UU No. 15 Tahun 2001 mengatur bahwa hak atas merek akan diperoleh jika merek tersebut telah didaftarkan. Pada saat pertama kali UU No. 21 Tahun 1961 diterapkan, sistem hukum merek Indonesia menganut sistem deklaratif (first to use principle), artinya bahwa merek yang diakui berdasarkan UU ini adalah merek yang pertama kali digunakan. Namun, karena dengan diterapkannya sistem ini tidak dapat memberikan jaminan kepastian hukum, maka ketika diganti dengan UU No. 19 Tahun 1992 sistem merek Indonesia diubah dengan mendasarkan diri pada sistem konstitutif (first to file principle), yang berarti hak atas merek diberikan pada siapa yang pertama kali mendaftarkan merek tersebut.6

Dari sisi substantif, UU No. 15 Tahun 2001 menegaskan bahwa tidak semua merek dapat didaftarkan dan akhirnya akan diberikan hak atas merek. UU No. 15 Tahun 2001 menegaskan kriteria suatu merek yang tidak dapat didaftar atau ditolak. Merek yang tidak dapat didaftar adalah merek yang tidak boleh diajukan untuk didaftarkan. Pasal 5 UU Merek mengatur tentang merek yang tidak dapat didaftar. Merek yang tidak dapat didaftar disebut sebagai absolute grounds. Sedangkan merek yang harus ditolak disebut sebagai relative grounds yang berarti bahwa merek tersebut tidak termasuk absolute grounds tetapi setelah diperiksa dapat membingungkan atau menyesatkan konsumen. Apabila terbukti demikian, Ditjen HKI harus menolak merek tersebut. Dasar atau patokan yang digunakan untuk menolak merek tersebut tercantum di dalam pasal 6 UU Merek.

Jangka Waktu Perlindungan Hak Merek

Jangka waktu perlindungan hak atas merek di Indonesia, pada dasarnya diberikan dalam kurun waktu 10 tahun. Sepanjang jangka waktu tersebut terus diperpanjang sebelum periode perlindungan berakhir dan sepanjang merek tersebut terus dipergunakan dalam perdagangan barang dan jasa, perpanjangan merek terus dapat dilakukan tanpa ada batas waktu. Oleh karena itu, dengan sistem seperti ini sesungguhnya merek kalau benar-benar digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa akan dapat dipertahankan selama-lamanya. Konsekuensi dari pemakaian hak atas merek secara terus menerus dalam perspektif bisnis akan membawa kepada pembentukan brand image/reputasi dari merek tersebut atas suatu produk, baik barang ataupun

jasa. Merek cocacola misalnya, kini merupakan salah satu merek terkenal di dunia. Proses pembentukan merek cocacola menjadi merek terkenal (well-know mark) tidak lain salah satu faktornya karena merek ini dipergunakan secara terus- menerus dan sekarang hampir berumur 100 tahun. Di samping penggunaan merek dalam waktu lama akan membuat brand image terhadap merek tersebut terkait dengan suatu produk, hal ini juga akan membawa implikasi terhadap nilai ekonomi dari merek tersebut.

Ada 3 (tiga) jenis merek yang dikenal oleh masyarakat: 1) Merek Biasa. Disebut juga sebagai “normal mark”, yang tergolong kepada merek biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi. Merek yang masuk kategori ini boleh dikatakan kurang ikut berperan meramaikan persaingan usaha dipasaran. Jangkauan pemasarannya sangat sempit dan terbatas pada lokal, sehingga merek jenis ini tidak dianggap sebagai saingan utama, serta tidak pula menjadi incaran para pedagang atau pengusaha untuk ditiru atau dipalsukan. 2) Merek Terkenal. Merek terkenal biasa disebut juga sebagai ”well known mark”. Merek jenis ini memiliki reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menarik perhatian. 3) Merek Termasyhur. Sedemikian rupa terkenalnya suatu merek sehingga dikategorikan sebagai ”famous mark”. Derajat merek termasyhur pun lebih tinggi daripada merek biasa, sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek ini langsung menimbulkan sentuhan keakraban dan ikatan mitos.4

Harapan akhir dengan berhasil membangun brand name, maka suatu saat nanti UKM di Indonesia umumnya dan di Kabupaten Banyuwangi khususnya dalam berkompetisi tidak lagi hanya mengandalkan kepada keberhasilan memproduksi barang atau jasa, akan tetapi mereka juga mampu melakukan kompetisi dengan perusahaan-perusahaan lainnya dalam hal persaingan brand name.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hukum Merek yang diatur dalam Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, ditetapkan selain untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam hal kualitas produk barang atau jasa, juga memiliki peranan guna mewujudkan daya kompetitif dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini tentu berlaku pula untuk UKM. Oleh karena itu, bila UKM ini mampu menerapkan hukum merek secara konsisten, maka era persaingan global kedepan akan mampu dihadapi dan niscaya dapat meningkatkan perekonomian Kabupaten Banyuwangi. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah adanya upaya yang terus-menerus dari dinas terkait, khususnya Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi untuk melakukan sosialisasi kepada UKM yang ada di Kabupaten Banyuwangi akan pentingnya pendaftaran merek untuk meningkatkan daya kompetitif.

Page 27: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

23Pasaribu: Upaya peningkatan daya saing UKM

DAFTAR PUSTAKA

1. Majalah Intisari, Pebruari 2011.2. Saidin OK. Aspek hukum hak kekayaan intelektual, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2004.3. Endang Purwaningsih, 2005.4. Harahap, Yahya M. Tinjauan merek secara umum dan hukum

merek di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 19 tahun 1992, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

5. Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Bandung, Alumni, 2001.

6. Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2001 tentang Merek.7. Djumhana, Muhammad, Hak milik intelektual, sejarah, teori dan

praktiknya di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1993.

Page 28: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

24

Keterwakilan Perempuan pada Lembaga Legislatif

Women’s Representation in the Legislature

RatnaningsihDosen Kopertis VII Wilayah Jatim Dpk pada Universitas Lumajang

ABSTRAK

Bersamaan dengan bergulirnya era reformasi, perspektif feminisme berkembang di tengah masyarakat Indonesia dengan sangat pesat, bahkan berdirinya pusat studi wanita diberbagai Universitas Negeri maupun Swasta yang memperkenalkan berbagai kajian dan teori-teori feminisme. Seiring dengan itu muncul kesadaran akan pentingnya peran perempuan di lembaga politik. Keterwakilan perempuan di bidang politik harus ditingkatkan karena perempuan perlu ikut mengambil kebijakan menyelesaikan persoalan perempuan dengan menetapkan Undang-undang yang berpihak pada perempuan. Hal ini dikarenakan hanya perempuan yang memahami persoalan perempuan dengan lebih baik karena pengalaman hidupnya sebagai perempuan. Untuk itu partai politik sebagai institusi strategis di negara demokrasi yang bisa dijadikan alat untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan. Intervensi kebijakan affirmative yang lebih komprehensive di Undang-Undang Partai Politik dan Pemilu adalah capaian terbaru yang dihasilkan oleh gerakan perempuan Indonesia sejak tahun 2008.

Kata kunci: lembaga legislatif, keterwakilan, perempuan

ABSTRACT

Along with the passing of the reform era, developing feminist perspectives in Indonesian society with a very rapid, even establishment of women's studies centers in various public and private Universities are introducing a variety of studies and theories of feminism. Along with the emerging awareness of the importance of the role of women in political institutions. Representation of women in politics should be increased because women have come to take a policy to resolve the problem of women by establishing a law in favor of women. This is because the only woman who understands women's issues better because of his experience as a woman. For the political parties as strategic institutions in democratic countries, can be used as a tool to increase women's political representation. More affirmative policy interventions comprehensive on Political Parties Act and the election is the latest achievement produced by the Indonesian women's movement since 2008.

Key words: political institutions, representation, women

PENDAHULUAN

Peta demografis menunjukkan jumlah penduduk perempuan di Indonesia lebih banyak dari laki-laki, demikian juga jumlah pemilih perempuan. Namun dalam proses politik jumlah itu bukanlah jaminan terhadap keterwakilan perempuan secara signifikan. Peranan perempuan dalam politik ternnyata masih terbentur pada budaya patriarki yang sangat mengakar di tengah masyarakat. Hal ini harus menimbulkan kesadaran semua pihak bahwa budaya ini tidak boleh menghambat aktivitas perempuan dalam berkiprah di dunia politik. Harus disadari selama ini budaya patriarki bukan saja telah menjadikan kaum perempuan tertinggal di bidang politik dan memposisikannya lebih di wilayah-wilayah domestik, tetapi juga telah memasung kesempatan kaum perempuan. Ide bahwa politik bukan wilayah bagi perempuan adalah ide yang selalu didengungkan selama berabad-abad, dan ternyata memang sangat efektif untuk membatasi perempuan untuk tidak memasuki wilayah ini. Untuk suatu perubahan agar perempuan lebih mempunyai peranan dalam berpolitik dengan hambatan budaya patriarki yang ada, membutuhkan suatu proses.

Indikator kuantitatif (termasuk kuota) menjadi prinsip untuk menegakkan moralitas politik terhadap realitas penindasan dan penyingkiran perempuan yang telah berlangsung sejak dulu. Untuk itu perjuangan afirmatif action yang memberi ruang bagi perempuan dalam politik masih terus dilakukan. Dalam konteks inilah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan isyarat adanya kebijakan afirmatif bagi perempuan yang sesuai dengan pasal 213 UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dalam rapat plenonya, KPU menyepakati untuk menetapkan salah satu calon anggota DPR atau DPRD terpilih dari tiga calon terpilih untuk setiap partai politik per daerah pemilihan kepada calon anggota legislatif perempuan. Sayangnya kebijakan afirmatif bagi perempuan ini belum bisa berlangsung mulus. Ada resistensi tinggi dari sebagian besar politisi, khususnya kaum lelaki. Ferry Mursyidan Baldan, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), misalnya, menilai aturan semacam itu tidak adil. Menurutnya, jika ingin mengakomodasi perempuan dalam lembaga legislatif, seharusnya dilakukan dari awal dengan menentukan porsi perempuan di legislatif. Sementara itu,

Page 29: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

25Ratnaningsih: Keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif

Saut M. Hasibuan dari Fraksi Damai Sejahtera (F-PDS), menegaskan bahwa KPU tidak berhak menentukan calon terpilih karena akan mencederai kedaulatan rakyat. Proses afirmasi bagi perempuan, katanya, hanya berlaku pada pencalonan. Selanjutnya, rakyat yang menentukan sendiri wakilnya di lembaga legislatif (Kompas, 3/2/2009).

Kendala semacam di atas muncul, kemungkinan besar karena dalam ranah sosial dan budaya negeri ini, posisi kaum perempuan memang belum sepenuhnya berada dalam posisi dan situasi setara. Kuatnya budaya patriarkhi, telah membuat posisi kaum perempuan senantiasa tersubordinasi. Berbagai posisi kunci dalam ranah politik masih dominan dipegang kaum lelaki. Masyarakat patriarkis selalu berprasangka, perempuan cenderung berkapasitas rendah, kurang kompeten, dan tidak bermutu, hanya karena ia berkelamin perempuan. Dengan standar ganda, perempuan yang akan menduduki jabatan publik selalu dipertanyakan kualitasnya, tetapi hal itu tidak pernah atau jarang sekali dipertanyakan kepada lelaki apakah mereka mempunyai kompetensi dan kapasitas yang baik.

Menyikapi hal itu perlu adanya reposisi dan reaktualisasi peran perempuan melalui produk hukum berupa Undang-Undang yang pro terhadap kepentingan perempuan. Undang-Undang No. 12 tahun 2003 (pasal 65 ayat 1) dan revisinya Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 yang dirubah lagi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif memberikan legitimasi bagi reposisi dan reaktualisasi peran perempuan dalam politik bahwa Undang-Undang tersebut memberikan aturan keterlibatan politik bagi perempuan dengan kuota minimal 30%. Hal ini nampak pada pasal 8 ayat 2d, yang menyatakan bahwa Parpol yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada pemilu sebelumnya atau partai baru dapat menjadi peserta pemilu dengan salah satu persyaratannya menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat. Begitu juga pada Pasal 15 e Undang-Undang No.8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif mengenai Pendaftaran Parpol sebagai calon peserta pemilu dipersyaratkan adanya surat keterangan dari pengurus pusat parpol tentang penyertaan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal lain yang mengatur mengenai keterwakilan 30% perempuan ini ada pada pasal 55 dan pasal 58 Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif.

Mengenai keterwakilan perempuan dengan kuota 30 % ini selain pengaturannya terdapat pada Undang-Undang Pemilu Legislatif juga termuat pada Undang-Undang tentang Partai Politik. Undang-Undang tentang Partai Politik awalnya adalah Undang-Undang No. 31 tahun 2003 direvisi menjadi Undang-Undang No. 2 tahun 2008 dan direvisi lagi menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2011. Pada pasal 2 ayat 2 UU

No. 2 tahun 2011 tentang Parpol ini mengatur mengenai pendirian dan pembentukan parpol harus menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Disamping itu pada pasal 29 ayat 2 undang-undang ini mengenai daftar bakal calon anggota DPR/DPRD memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif yaitu mengkaji dan menganalisa bahan-bahan serta isue-isue hukum. Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan permasalahan hukum yang timbul sedangkan hasil yang akan dicapai adalah preskripsi mengenai apa yang seyogianya dilakukan.6

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik sebagai berikut: a) Pendekatan Undang-Undang (Statute Aproach). Yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Penelitian hukum dalam level dogmatika hukum tidak dapat melepaskan diri dari pendekatan perundang-undangan karena pokok bahasan yang di telaah berasal dari peraturan perundang-undangan,1 dalam hal ini Undang-Undang tentang Partai politik dan Undang- Undang tentang Pemilu Legislatif. b) Pendekatan konseptual (Conseptual Aproach), yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, agar menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, dan asas-asas hukum atau argumentasi hukum yang merupakan sandaran peneliti untuk membangun argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.2

Dalam penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum: a) Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif di peroleh dengan cara mengkaji perundang-undangan, peraturan-peraturan untuk melakukan penelaahan materi muatan yang ada di dalamnya yang terkait dengan tulisan ini. b) Bahan hukum Sekunder berupa kajian kepustakaan (studi literatur) yaitu berupa buku-buku hukum atau jurnal-jurnal hukum atau makalah hukum

Kerangka Landasan Teoretik

Perempuan dan Diskriminasi terhadap PerempuanDalam masyarakat di mana terdapat nilai-nilai kultural

yang berkaitan dengan seksualitas perempuan mencerminkan ketidakadilan gender yang sangat berpengaruh terhadap perumusan bahkan pelaksanaan hukum. Indonesia pada dasarnya telah menganut asas persamaan hak antara laki-laki dan perempuan hal ini dapat kita lihat pada pasal 27 UUD 1945 ayat 1 yang menyatakan bahwa : “setiap warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan

1 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, 2005 hal 96-972 Ibid., hal. 95

Page 30: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

26 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 24–30

pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya”. Atas dasar pasal tersebut Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi Internasional yang bertujuan menghapus diskriminasi dan meningkatkan status perempuan. Konvensi Internasional yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia antara lain Konvensi PBB tentang Hak Politik Perempuan (UU No. 68 Tahun 1956) selain itu juga Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1984. Tetapi pada kenyataan perbedaan jender dengan stigma perempuan dipandang sebagai kaum yang lemah telah menciptakan budaya pengusaan laki-laki terhadap perempuan. Budaya dimana laki-laki menguasai perempuan dalam segala bidang disebut budaya patriarki.3 Konsep peran gender selain melahirkan budaya patriarki juga tentu saja melahirkan diskriminasi atas perempuan. Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan pasal 1 dinyatakan bahwa: “Diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau penghapusan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan- kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya terhadap kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan”.

Menurut Fakih ada 3 (tiga) bentuk diskriminasi, pertama diskriminasi secara langsung yaitu perlakuan yang tidak adil terhadap seseorang yang dilakukan secara langsung karena adanya sikap atau perlakuan. Kedua diskriminasi secara tidak langsung yaitu perlakuan tidak adil terhadap salah satu kelompok melalui aturan, melalui peraturan atau kebijakan yang berlaku sama pada semua kelompok tetapi praktiknya hanya menguntungkan satu kelompok jenis kelamin tertentu saja. Ketiga diskriminasi sistemik yaitu perlakuan yang tidak adil yang telah berakar dalam sejarah, adat, norma, atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan diskriminatif, hal ini diskriminasi yang terjadi bisa jadi tidak disadari oleh pelakunya tetapi berakibat buruk pada korbannya.4

Dalam konstitusi kita UUD 1945 Jelas memperlakukan hak dan kedudukan yang setara (equal) antara laki-laki dan perempuaan, untuk itu perlu adanya kesetaraan jender yang merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berprestasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

Kebijakan terhadap Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif

Seiring dengan bergulirnya reformasi membawa perubahan terhadap kebijakan mengenai perempuan di Indonesia ada beberapa produk legislasi penting yang berhubungan perempuan pasca-reformasi yaitu:• UU No. 12 Tahun 2003 (pasal 65 ayat 1) tentang Parpol

memuat kuota 30% keterwakilan perempuan.• UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

dalam Rumah Tangga.• UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.• UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang.• UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.• UU No. 2 Tahun 2011 tentang Parpol perubahan dari UU

No. 2 tahun 2008• UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif

perubahan dari UU No. 10 tahun 2008.

Keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya sebesar 30% ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang partai politik tertuang pada pasal 2 ayat 2 bahwa Pendirian dan Pembentukan Parpol menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Di samping itu pada pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa Parpol melakukan perekrutan terhadap warga Negara Indonesia untuk menjadi: anggota parpol, bakal calon DPR dan DPRD,bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan bakal calon presiden dan wakil presiden, rekruitmen dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD & ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.

Undang-Undang No. 8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif secara eksplisit mengatur mengenai keterwakilan perempuan sebesar 30% di legislatif yang tertuang dalam pasal 8 ayat 2d yang menyatakan bahwa Parpol yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada pemilu sebelumnya atau partai baru dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol di tingkat pusat. Dalam pasal 15 e juga menyatakan bahwa pendaftaran parpol sebagai calon peserta pemilu dipersyaratkan adanya surat keterangan dari pengurus pusat parpol tentang penyertaan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Demikian juga pada pasal 55 dan 58 mengatur mengenai daftar bakal calon dan proses verifikasinya terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan.

3 Budiman, Arief, Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis Tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1985 hal 174 Fakih, Ratna, 1997, Ideologi Gender dan Subyektifitas Perempuan dalam Saptarai dkk, Perempuan kerja dan Perubahan Sosial: sebuah Pengantar Studi Perempuan,

Pustaka Utama Jakarta, hal 24

Page 31: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

27Ratnaningsih: Keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berbagai seminar telah diadakan untuk menjelaskan mengapa perlu ada kuota dan mengapa angkanya 30%. Istilah kuota selalu menimbulkan perdebatan. Satu pihak memandang hal itu sebagai diskriminasi dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan (fairness), sedangkan pendukung kuota memandang sebagai "kompensasi untuk hambatan struktural yang dihadapi perempuan yang menyebabkan perempuan tidak bisa berkompetisi secara adil. Kuota untuk perempuan diperlukan karena meskipun negara kita mengakui setiap orang laki-laki dan perempuan memiliki hak yang setara untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik, tetapi nyatanya keterwakilan perempuan masih sangat rendah (lihat tabel). Rendahnya keterwakilan itu bukan hanya di lembaga legislatif, tetapi juga di eksekutif dan yudikatif. Mereka yang mempertanyakan kuota berpendapat, jumlah (perempuan) di lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif bukan hal yang terlalu penting, karena mereka yang ada di lembaga-lembaga publik pengambil keputusan itu bisa mewakili kepentingan masyarakat. Namun, pengalaman sepanjang Indonesia merdeka menunjukkan banyak kepentingan perempuan terabaikan. Tingginya angka kematian ibu akibat melahirkan (Indonesia yang tertinggi di ASEAN dan salah satu yang tertinggi di dunia, bahkan lebih tinggi dari Banglades), mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, tidak tersedianya air bersih yang terjangkau untuk semua orang, sistem upah minimum regional (UMR) yang ternyata menyebabkan perempuan menjadi kelompok yang paling lebih dulu terkena pemutusan hubungan kerja bila UMR dinaikkan, tidak adanya hukum untuk melindungi perempuan dari kekerasan di daerah konflik maupun di ruang pribadi di dalam rumah, adalah sebagian kecil dari ketidakadilan yang dialami perempuan karena tidak terwakilinya suara perempuan di dalam lembaga-lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Oleh karena itu kelompok-kelompok perempuan di Indonesia mendesakkan adanya kuota bagi perempuan, karena perempuan mengalami hambatan struktural berupa budaya patriarki-yaitu budaya yang menomorsatukan nilai-nilai yang identik dengan laki-laki dan mengecilkan nilai-nilai yang identik dengan perempuan.

Mengenai keterwakilan laki-laki dan perempuan di lembaga Legislatif dapat ditunjukkan pada tabel berikut.

Periode Masa bakti Perempuan Laki-LakiJumlah

Anggota DPR

1950–1955(DPR Sementara)

9 227 236

1955–1960 17 255 2721956–1959(Konstituante)

25 463 488

1971–1977 36 424 4601982–1987 29 431 4601987–1992 42 458 5001992–1997 62 438 5001997–1999 54 446 5001999–2004 45 455 5002004–2009 65 485 5502009–2014 102 453 560

Sumber data: Administrasi keanggotaan dewan, fraksi, sekjen DPR RI/ keanggotaan Divisi Administrasi dan partai politik kelompok, Sekretaris Jenderal Indonesia DPR dan Parlemen Indonesia tahun 50- an (pusat data dan informasi, arsip nasional)

Pada masa orde baru terdapat platform politik orde baru sehingga perempuan terperangkap dalam patriarkhi Jawa, feodalisme priyayi bahwa perempuan ideal adalah ibu rumah tangga yang mengabdikan dirinya secara total pada suami yang menguasai ranah publik. Pada masa Orde Baru, organisasi perempuan disentralisasi oleh negara di bidang “keperempuanan”. Perempuan berperan sebagai istri pendamping suami, pendidik anak dan pembina generasi muda, serta pengatur ekonomi rumah tangga. Kalaupun ada perempuan yang bekerja di luar rumah, hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan. Selain itu, kiprah perempuan di luar rumah juga difokuskan pada aktivitas sosial dan penyumbang tenaga pada masyarakat. Hal ini, tentu saja, semakin melanggengkan budaya patriarki. Salah satu organisasi yang terkenal pada masa itu adalah Dharma Wanita yang berdiri pada tahun 1974 dan dikenal sebagai organisasi istri pegawai negeri. Organisasi ini juga terkenal dengan programnya yang disebut PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga). Demikian halnya dengan istri-istri ABRI juga tergabung dalam organisasi sesuai dengan bidang suaminya, antara lain Persit (Persatuan Istri Tentara) Candra Kirana bagi istri angkatan darat, Jalasenastri untuk istri angkatan laut, PIA Ardhya Garini bagi istri angkatan udara, dan Bhayangkari untuk istri anggota Polri.

Page 32: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

28 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 24–30

Bersamaan dengan bergulirnya era reformasi, prespektif feminisme berkembang di tengah masyarakat Indonesia dengan sangat pesat bahkan berdirinya pusat studi wanita di berbagai universitas negeri maupun swasta yang memperkenalkan berbagai kajian dan teori-teori feminisme. Pada masa ini terjadi perubahan fundamental dari gerakan social ke gerakan politik, dari gerakan kultural ke gerakan struktural, dari jalan ke parlemen. Ditandai pula dengan munculnya kesadaran akan pentingnya peran perempuan di lembaga politik dan seperti termuat dalam tabel jumlah perempuan yang masuk ke lembaga legislative juga semakin banyak. Keterwakilan perempuan di bidang politik memang perlu adanya peningkatan. Hal ini dilandasi oleh suatu pemikiran: 1) Perempuan perlu ikut mengambil kebijakan menyelesaikan persoalan perempuan dengan menetapkan undang-undang yang berpihak pada perempuan, karena hanya perempuan yang memahami persoalan perempuan dengan lebih baik karena pengalaman hidupnya sebagai perempuan. 2) Perempuan punya orisinal ide tentang persepsi perempuan terhadap persoalan-persoalan dalam masyarakat. 3) Untuk ikut menetapkan anggaran (hak budget DPR) yang berpihak pada program- program perempuan. 4) Peningkatan keterwakilan perempuan di bidang politik merupakan bentuk sinergi yang baik, bekerjasama dengan laki-laki untuk menyelesaikan masalah negara.5

Drude Dahlerup dari Departemen Ilmu Politik, Universitas Stockholm, Swedia, dalam seminar yang diadakan di Jakarta pada 24 September 2002 oleh International IDEA (Institute for Democracy and Electroal Assistance) menyebut tiga alasan mengapa kuota di lembaga legislatif penting diberikan kepada perempuan: Pertama, perempuan adalah separuh dari populasi masyarakat. Kedua, perempuan memiliki pengalaman biologis maupun yang dibentuk secara sosial, yang berbeda dari laki-laki. Ketiga, perempuan dan laki-laki memiliki kepentingan yang sebagian berbeda sehingga laki-laki tidak bisa mewakili perempuan. Alasan keempat yang bisa ditambahkan adalah perempuan di lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif bisa menjadi peran model untuk perempuan lain sehingga perempuan bisa mengikuti contoh mereka untuk aktif berperan di ruang publik.

Ani Soetjipto memberi kajian mengenai manfaat bagi perempuan berpolitik: 1) Dapat merespons issue yang sangat mempunyai dampak langsung terhadap perempuan misalnya pemeriksaan kanker payudara, KB, pemeriksaan kanker leher rahim, perawatan anak, ketersediaan air bersih dan sebagainya. 2) Dapat merespons issue yang mempunyai dampak positif dalam jangka panjang untuk perempuan yang sifatnya lebih strategis. Contoh kuota perempuan, undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, undang-undang penghapusan perdagangan perempuan,

dan lainnya. 3) Bisa membawa prespektif perempuan (cara pandang) perempuan atas semua masalah politik baik yang formal maupun informal. Cara pandang perempuan yang melihat persoalan dengan empati (bisa menempatkan diri sebagai korban) dan melakukan pemihakan dan tindakan pembelaan bagi korban lewat kebijakan yang diambil. Penelitian menunjukkan walaupun perempuan dan laki-laki sama mengedepankan isu ekonomi, tapi apa yang menjadi prioritas akan berbeda antara perempuan dan laki-laki. Begitu pula pandangan tentang isu keamanan, buat laki-laki keamanan akan dilihat dalam artian berapa jumlah senjata, tank, pesawat tempur dan lain-lain. Sedangkan perempuan melihat isu keamanan sebagai keamanan manusia untuk bisa bebas dari perang, bebas dari lapar, sehat dan lain sebagainya (human security).6

Mengenai jumlah 30 persen keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, kelompok-kelompok perempuan yang memperjuangkannya menyebut ini hanyalah tindakan khusus sementara sampai perempuan mampu mengejar ketertinggalannya dibanding laki-laki. Artinya bila perempuan telah berhasil mengejar ketertinggalannya, kuota tersebut bisa dihapuskan. Angka 30 persen tersebut menurut penelitian yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan jumlah minimum di mana perempuan bisa saling memadukan suara untuk memengaruhi keputusan-keputusan yang diambil dalam ruang sidang. Kuota anggota legislatif perempuan sekurang-kurangnya 30% di partai politik (parpol) dan parlemen, merupakan kebijakan yang positif bagi pemberdayaan partisipasi politik perempuan.

Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dapat dijelaskan berdasarkan analisis SWOT sebagai berikut.

Secara internal Strength/Kekuatan Perempuan adalah sebagai berikut: 1) Lebih patuh hukum. 2) Lebih cermat. 3) Komitmen yang kuat. 4) Pekerja keras.

Weakness/Kelemahan perempuan: 1) Terlalu banyak pertimbangan. 2) Kurang fokus. 3) Kurang percaya diri dalam bermain dalam politik praktis karena menganggap politik itu kotor. 4) Finansial

Oppurtunity/Kesempatan Perempuan: 1) Amanat UU kuota 30%. 2) Isu kesetaraan gender yang semakin menguat. 3) Dukungan internasional. 4) Kemajuan pendidikan perempuan semakin membaik, baik secara khusus (Individu perempuan itu sendiri) maupun pendidikan masyarakat secara umum (calon pemilih). 5) Rasio pemilih perempuan sangat besar

Treath/Kendala perempuan: 1) Budaya Patriarchal. 2) Stereotip dunia politik adalah dunia laki-laki. 3) Stereotip bahwa perempuan tak layak memimpin. 4) Hanya jadi vote getter dan lips service. 5) Pemahaman agama yang dangkal.

5 Nurul Arifin S.IP, M.Si, makalah tentang Perempuan, Peran Politik dan Keterwakilan dipresentasikan di Pendopo kabupaten Lumajang pada tanggal 26 April 20106 Ani Soetjipto, Perempuan Partai politik dan Makna Representasi dalam Politik, Makalah disampaikan pada pelatihan caleg perempuan, Surabaya, 12-13 Nopember,

2008

Page 33: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

29Ratnaningsih: Keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif

Menyikapi adanya kebijakan afirmatif mengenai keterwakilan perempuan sebesar 30% perlu adanya upaya peningkatan kualitas dari kaum perempuan itu sendiri. Tanpanya, kesempatan apa pun yang diberikan melalui ketentuan untuk memberikan ruang politik yang lebih luas bagi perempuan, tidak akan menghasilkan perbaikan yang berarti. Dengan demikian, diperlukan upaya yang sistematis dan terprogram untuk meningkatkan kapasitas politik perempuan. Salah satu kendala untuk terlaksananya peningkatkan kapasitas perempuan dalam arena politik adalah adanya pandangan yang kuat di masyarakat yang menempatkan kaum perempuan hanya mengurusi suami dan anak-anak. Aktivitas perempuan di panggung politik, di Indonesia dewasa ini masih merupakansesuatu yang dianggap tabu. Perilaku perempuan terhadap media massa sebagai sarana akses partisipasi politik turut mendukung persepsi di atas. Ada kecenderungan bahwa kaum perempuan dalam posisinya sebagai khalayak media lebih banyak menikmati isi media yang bersifat infotainment dan info rumah tangga. Segala informasi yang terkait dengan persoalan konkret seperti isu politik masih jauh dari eksposure terhadap mereka. Akibatnya, keterkaitan partisipasi perempuan dengan berbagai isu politik aktual kurang mendapat perhatian serius dari media massa. Fenomena ini menunjukkan masih lemahnya penolakan perempuan terhadap ideologi patriarki (kekuasaan di tangan laki-laki). Dalam skala yang lebih luas pemberdayaan partisipasi politik perempuan khususnya di parlemen mesti menjadi salah satu agenda bangsa. Karena itu, tujuannya tidak hanya menambah jumlah anggota parlemen perempuan, namun juga peningkatan kemampuannya dalam menegakkan isu-isu publik, termasuk isu keadilan gender yang selama ini diabaikan. Tuntutan akan jumlah minimal keterwakilan perempuan di parlemen, dengan demikian, perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas pemahaman, kemampuan dan komitmen keterlibatan perempuan dalam merespons problem riil masyarakat. Guna tercipta lingkungan yang kondusif agar isu gender benar-benar terlibat dalam aras politik kebijakan negara ke depan, maka kita perlu menarik pengalaman dari sejumlah negara, misalnya melalui strategi-strategi sebagai berikut: pertama, partai-partai politik (melalui politisi perempuannya) perlu melakukan pelatihan peka gender untuk semua calon/anggota legislatifnya termasuk juga kaum laki-lakinya; kedua, partai politik perlu menciptakan aliansi lintas partai yang memiliki kesamaan perhatian atas isu gender; ketiga, politisi perempuan perlu membangun kemitraan dengan kolega laki-laki dalam partai yang sama untuk mengedepankan peraturan dan program-program peka gender; keempat, seluruh elemen politik yang peka gender perlu membentuk pengawas gender dalam setiap komisi kebijakan di lembaga legislatif; kelima, politisi yang peka

gender (utamanya politisi perempuan) secara konsisten mesti membangun jaringan dengan para pemilih dan mendengarkan kesulitan dan tuntutan mereka, kemudian membangun tanggapan-tanggapannya ataupun kajiannya atas masalah publik yang muncul.7

Partai Politik adalah institusi strategis di Negara demokrasi yang bisa dijadikan alat untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, sedangkan undang-undang pemilu adalah mekanisme yang paling sah untuk perputaran elit dan pergantian kepemimpinan di tingkat nasional dan lokal. Intervensi kebijakan affirmative yang lebih komprehensif di UU Parpol dan Pemilu adalah capaian terbaru yang dihasilkan oleh gerakan perempuan di Indonesia di tahun 2008. Partai politik adalah sumber rekruitmen kandidat untuk bisa dicalonkan dalam jabatan politik, sekaligus menjalankan fungsi untuk exercise power dan mempunyai legitimasi yang sah untuk bertarung memperebutkan jabatan-jabatan strategis di politik dan pemerintahan.

Partisipasi perempuan dipartai sangat diperlukan agar dapat merubah agenda ke arah kepentingan sosial kemasyarakatan dan menggeser isu prioritas yang selama ini menjadi isu utama. Akan tetapi terdapat beberapa masalah yang memengaruhi rendahnya representasi perempuan di parpol yaitu: Faktor eksternal: 1) Parpol belum membuka secara luas kesempatan bagi perempuan untuk duduk pada posisi strategis di level kepemimpinan atau pengambil kebijakan/keputusan. Biasanya perempuan ditempatkan pada posisi di departemen atau biro yang tidak terlibat dalam proses pengambilan kebijakan/keputusan. Sistem internal parpol belum demokratis, belum banyak perempuan terlibat dalam kepengurusan partai/proses penentuan kebijakan partai. 2) Proses pengambilan keputusan dan kebijakan parpol sering mengabaikan kepentingan kaum perempuan, aspirasi dan kepentingannya kurang diperhitungkan. Sebagai contoh perumusan AD/ART, pedoman-pedoman permusyawaratan, pedomanpedoman perkaderan dan pedoman-pedoman organisasi lainnya tidak memuat secara khusus kuota untuk perempuan. 3) Dukungan keluarga dan masyarakat terhadap keterlibatan perempuan di politik sangat minim. Basis sosial perempuan juga sangat rendah. 4) Pandangan umum bahwa dunia politik adalah dunia laki-laki, keras, anarkis dan penuh intrik tidak cocok untuk perempuan. 5) Satuan kerja pemerintah yang menangani pemberdayaan perempuan tidak fokus dalam mensosialisasikan kebijakan pengarusutamaan gender (PUG). Indikator hasil sosialisai tidak dipublikasikan dan ditindak lanjuti secara berkesinambungan.

Faktor Internal: 1) Perempuan tidak tertarik terjun di dunia politik karena beranggapan bahwa politik merupakan pekerjaan kotor. 2) Perempuan aktivis di organisasi

7 BRA Mooryati Soedibyo, Memberdayakan Peran Politik Perempuan, kompas, Jakarta, 2008

Page 34: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

30 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 24–30

kemahasiswaan atau kepemudaan sering terputus dan keluar dari kesinambungan atau konsistensi perkaderan sehingga jarang yang sampai pada jenjang karier puncak di parpol. 3) Peran domestik perempuan yang sering tidak bisa diabaikan. 4) Ketidakmampuan menyediakan waktu yang maksimal untuk beraktivitas di parpol. 5) Keterbatasan akses kapital untuk mendukung aktivitas perempuan di parpol.

Peranan partai politik untuk memajukan peran perempuan agar dapat berkontribusi sebagai keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif ada beberapa hal yang bisa dilakukan: 1) Partai harus melaksanakan pendidikan politik bagi perempuan utamanya mengenai fungsi kepartaian, leadership skill, confidence building, media skills dan campaign skills. 2) Partai harus mengembangkan program yang terpadu dan stategis untuk merekrut perempuan. 3) Mainstreaming jender (pengarus utamaan jender) harus masuk dalam platform partai/program partai yang menunjukkan nilai lebih (added value) dan isu tersebut bagi masyarakat akan mendorong partisipasi perempuan. 4) Mengembangkan data base perempuan dan monitoring partisipasi dan mencatat progress report dalam promosi kader perempuan secara berjenjang. 5) Partai politik harus mengadopsi kebijakan affirmative dalam bentuk kuota internal yang akan memberikan jaminan bagi representasi perempuan yang cukup di semua level pemerintahan jika mereka menang dalam Pemilu. 6) Partai juga harus mengadopsi kebijakan affirmative dalam bentuk kuota internal untuk perempuan di semua jabatan politik di dalam partai di berbagai tingkatan. 7) Berkolaborasi dengan NGO, CSO, lembaga penelitian,

lembaga kajian, pusat studi wanita untuk memfasilitasi research tentang isu dan mengembangkan strategi advokasi. 8) Membangun aktifis network dalam partai, yang akan membuat nyaman kader perempuan yang baru masuk dalam partai dan menjamin mereka akan dilibatkan dalam kegiatan dan training partai. 9) Mengembangkan monitoring program dari senior members ke junior members. 10) Mengadvokasi bagi perubahan undang-undang dan legal reform lainnya termasuk amandemen konstitusi yang member jaminan bagi partisipasi aktif perempuan di politik. 11) Mengalokasikan dana untuk program perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ani Soetjipto, Perempuan partai politik dan makna representasi dalam politik, Makalah disampaikan pada pelatihan caleg perempuan, Surabaya, 12-13 Nopember, 2008.

2. BRA Mooryati Soedibyo, Memberdayakan peran politik perempuan, kompas, Jakarta, 2008.

3. Budiman, Arief, Pembagian kerja secara seksual, sebuah pembahasan sosiologis tentang peran wanita di dalam masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1985.

4. Fakih, Ratna, Ideologi gender dan subyektifitas perempuan. Dalam Saptarai dkk, Perempuan kerja dan Perubahan Sosial: sebuah Pengantar Studi Perempuan, Pustaka Utama Jakarta, 1997.

5. Nurul Arifin, Perempuan, peran politik dan keterwakilan. Dipresentasikan di Pendopo Kabupaten Lumajang pada tanggal 26 April 2010.

6. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Prenada Media, 2005.5. Undang-Undang No. 8 tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR,

DPD, DPRD6. Undang-Undang No. 2 tahun 2011 tentang Partai politik.

Page 35: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

31

Aplikasi Fungsi Diferensial untuk Menentukan Laba Maksimum pada Home Industri Sandal Diadona di Waru Sidoarjo

Application of Differencial Function to Determine Maximum Benefit at Diadona Sandal Home Industry in Waru Sidoarjo.

Muchayanah, Indra IswahyuniFakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

ABSTRAK

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk pada 2010 melebihi jumlah proyeksi nasional yaitu 237,6 juta dengan akselerasi pertumbuhan 1,49 warga per tahun. Pada kurang dari 50 tahun, total Warga Negara Indonesia akan meningkat dua kali atau sekitar 475 sampai 500 juta orang. Karena jumlah penduduk akan selalu meningkat, ada AIS kebutuhan lapangan kerja lebih banyak untuk menangani peningkatan angka pengangguran. Industri rumah tangga saat ini adalah pilihan untuk membuka lapangan kerja (http://ketrampilanhomeindustri. Blogspot.com). Industri rumah tangga umumnya berasal dari bisnis keluarga yang secara otomatis menyebar dan menjadi cara hidup banyak orang, salah satunya adalah Diadona sandal home industri yang berlokasi di Waru Sidoarjo. Diadona industri rumah sandal saat menentukan manfaat dengan menggunakan cara biasa. Industri rumah tangga akan mengetahui keuntungan pada saat barang mereka sudah habis terjual. Yang besar pendapatan dari masing-masing industri akan ditentukan oleh jumlah dan harga barang. Namun, dari jumlah harga barang yang sudah ditentukan, masih belum mampu mencapai keuntungan maksimal. Dengan pendekatan diferensial fungsi, maka akan dapat menentukan barang yang akan diproduksi dan penentuan harga jual barang dengan baik, sehingga akan ada keuntungan maksimal. Berdasarkan hasil analisis yang menggunakan fungsi differentia, dapat disimpulkan bahwa Diadona home industry sandal akan memperoleh keuntungan maksimal dalam satu produksi untuk dapat menghasilkan barang yang total skor 33,54 dengan harga jual Rp244.100, 00 untuk setiap skor.

Kata kunci: pertumbuhan penduduk, lapangan kerja, industri rumah tangga

ABSTRACT

Total population of Indonesia based on citizen census at 2010 exceed national projection number that is 237,6 million with citizen growth acceleration 1,49 per year. At less than 50 years, total Indonesian citizen will increase two times or around 475 until 500 million people. Since total citizen will always increase, there is AIS need of more working field in order to handle the increment of unemployment number. Home industry today is a choice to open working field (http://ketrampilanhomeindustri. blogspot.com). Home industry generally comes from family business which automatically spread and become the way of living of many people, one of them is Diadona sandal home industry that located in Waru Sidoarjo. Diadona sandal home industry today determine benefit by using the usual way. Home industry will find out its profit when their goods are sold out. The big of income from each industry will be determined by total and price of goods. However, from total and price of goods that already determined, it is still not able to reach maximal profit. With differential function approach, it will be able to determined goods that will be produced and the determination of goods selling price well, therefore there will be maximal profit. Based on the result of the analysis that using differentia function, it can be concluded that Diadona sandal home industry will obtain maximum profit in one production to be able to produce goods which total is 33,54 a score with selling price Rp244.100,00 for every score.

Key words: population growth, job opportunities, home industry

kurang dari 50 tahun lagi jumlah penduduk Indonesia akan meningkat dua kali lipat atau sekitar 475 hingga 500 juta jiwa. Dampak dari kondisi ini akan meningkatkan beban pemerintah baik pusat maupun daerah, utamanya dalam penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk yang salah satunya adalah lapangan pekerjaan. Dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat maka dibutuhkan lebih banyak lapangan pekerjaan guna menanggulangi meningkatnya jumlah pengangguran.

PENDAHULUAN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memprediksi jumlah penduduk Indonesia berpotensi menjadi yang terbesar sedunia setelah Cina dan India jika laju pertumbuhannya tak bisa ditekan secara signifikan.1 Jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 melebihi angka proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 per tahun. Dalam waktu

Page 36: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

32 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 31–35

Dewasa ini home industri merupakan pilihan untuk membuka lapangan pekerjaan. Home industri pada umumnya berawal dari usaha keluarga yang turun-temurun dan pada akhirnya meluas secara otomatis dapat bermanfaat menjadi sumber mata pencaharian, salah satu contohnya adalah home industri sandal Diadona yang terletak di Waru Sidoarjo.

Selain home industri sandal Diadona, masih banyak lagi home industri sandal lainnya yang ada di Sidoarjo khususnya. Persaingan bisnis yang semakin ketat memicu home industri sandal Diadona untuk meningkatkan barang produksinya. Home industri sandal Diadona memandang perlu terobosan baru untuk meningkatkan mutu barang produksinya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Home industri sandal Diadona saat ini menentukan laba dengan menggunakan cara biasa. Home industri tersebut akan mengetahui laba jika barang yang mereka jual sudah habis terjual. Laba yang mereka terima adalah selisih dari biaya produksi dan penerimaan, perhitungan ini membutuhkan waktu yang lama. Besar kecilnya pendapatan dari setiap industri ditentukan oleh jumlah dan harga barang. Tetapi dari jumlah dan harga barang yang ditetapkan belum tentu akan mencapai laba yang maksimal.

Dalam penelitian ini peneliti mencoba menerapkan suatu pendekatan industri sandal Diadona. Barang yang akan diproduksi dan penentuan harga jual barang dapat ditentukan secara tepat dan benar sehingga home industri sandal Diadona akan mendapatkan laba yang maksimal dan kendala-kendala yang dihadapi oleh home industri sandal Diadona dapat sedikit teratasi.

Kuosien Diferensi dan Derivatif

Dalam suatu fungsi y = f (x) kita ketahui bahwa nilai dari variabel y ditentukan atau dipengaruhi oleh nilai x.2 Apabila terdapat perubahan x, dari nilai x tertentu maka akan menimbulkan adanya perubahan nilai y, dari nilai y semula. Hal ini karena perubahan nilai x menimbulkan perubahan nilai y. Sebagai contoh:

Bila suatu fungsi y = 2x terdapat perubahan dari nilai x tertentu semula; maka: y + Δy = 2 (x + Δy).

Jika disederhanakan menjadi:

y + Δy = 2x + 2ΔxBesarnya perubahan nilai y adalah :

Δy = 2x + 2Δx – yNilai y kita subtitusikan dengan :

2x → ∴ yΔ = 2x + 2 xΔ – 2x

Sehingga diperoleh: yΔ = 2 xΔApabila yΔ dibagi dengan xΔ maka:

xy

ΔΔ

= 2

Angka pembagian selisih atau perbandingan antara perubahan nilai y dan perubahan nilai x disebut kuosien diferensi. Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar 1.

y1 + y

y1

y

x1 x1 + x x

xP

Q

y

Gambar 1. Kuosien Diferensi Sumber: Sofjan Assauri

Dalam gambar 1.1 terlihat grafik y = f (x). Pada grafik itu terdapat titik P (x1,y1) di mana y1 = f (x1). Apabila titik P tersebut kita geser menjadi titik Q dengan menambah nilai x1 sebesar ∆x, akan menimbulkan perubahan y1 sebesar ∆y. Jadi titik Q (x1 + ∆x, y1 + ∆y). Dapat dikatakan bahwa ∆y adalah perbedaan dua titik P dan Q dalam ordinat, dan ∆x adalah perbedaan dua titik P dan Q dalam ordinat, dan ∆x adalah perbedaan kedua titik tersebut dalam absis. Sehingga rumus kuosien diferensi dinyatakan sebagai berikut:

( ) ( )( )

( )( ) 11

11

11

11

xxxyyy

xxxxfxxf

−Δ+−Δ+

=−Δ+

−Δ+ = xy

ΔΔ

Limit dari kuosien diferensi disebut derivatif fungsi. Jadi

limp→q ΔyΔx

adalah derivatif dinyatakan dengan dydx . Proses

derivatif dari titik P ke titik Q adalah sama dengan derivatif dari titik Q ke P, di mana Δx = 0. Dari grafik pada gambar

1 terlihat bahwa ΔyΔx

= tan β di mana limΔx→0 dydx = tan α

yaitu slope curve (kemiringan kurva) atau grafik y = f(x) pada titik (x1,y1).

Diferensial dan Diferensiabel

Proses untuk memperoleh derivatif disebut diferensial dari fungsi f(x).2 Tanda atau notasi diferensial ini adalah

f(x) = dydx .

Dalil dari diferensial adalah: jika suatu fungsi f(x) mempunyai turunan/diferensial untuk suatu nilai x tertentu, maka fungsi f (x) itu adalah kontinu untuk nilai x tersebut.

Suatu fungsi yang mempunyai derivatif atau dapat didiferensialkan, diferensiabel. Jadi semua fungsi yang kontinu sebenarnya diferensiabel, karena fungsi tersebut mempunyai derivatif atau dapat dideferensialkan.

Page 37: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

33Muchayanah: Aplikasi fungsi diferensial

Pengertian Home Industri

Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung halaman. Sedang industri, dapat diartikan kerajinan, usaha produk barang dan ataupun perusahaan. Singkatnya, home industri adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil. Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebut bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000 (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.

Kriteria lainnya dalam UU No. 9 Tahun 1995 adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliansi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. Home industri juga dapat berarti industri rumah tangga, karena termasuk dalam kategori usaha kecil yang dikelola keluarga.4

Definisi Fungsi Penerimaan

Bentuk fungsi penerimaan total (total revenue, R) yang non-linear dalam umumnya berupa persamaan parabola terbuka ke bawah.3 Ini merupakan bentuk fungsi penerimaan yang lazim dihadapi oleh seorang produsen yang beroperasi di pasar monopoli. Sedangkan fungsi penerimaan total yang linear, merupakan fungsi penerimaan yang dihadapi oleh seorang produsen yang beroperasi di pasar persaingan sempurna. Penerimaan total merupakan fungsi dari jumlah barang, juga merupakan hasil kali jumlah barang dengan barang per unit. Untuk menghitung penerimaan total (R) dapat menggunakan rumus:

R = Q × P = f (Q)

Dengan R : Penerimaan total Q : Jumlah barang P : Harga barang per unit

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk memaparkan atau menggambarkan. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan atau menginterpretasikan apa yang ada, bisa mengenai kondisi atau hubungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah peneliti mengadakan penelitian di home industri sandal Diadona, peneliti memperoleh data primer dari hasil wawancara dengan pemilik home industri. Data tersebut antara lain:

a. Hasil produksi home industri sandal Diadona Home industri sandal Diadona pada saat ini memproduksi

sandal wanita dengan ukuran kaki nomor 37 sampai dengan nomor 40 dan mampu menghasilkan 30 kodi sandal setiap dua minggu.

b. Tenaga kerja dan sistem penggajian Telah dijelaskan pada Bab II bahwa sistem kerja para

pegawai di home industri sandal Diadona adalah sistem borongan, artinya jumlah gaji yang diterima tergantung dari banyaknya sandal yang dihasilkan. Gaji dibayarkan setiap dua minggu sekali dengan rincian sebagai berikut: 1) Bagian pembuat kap (kait sandal) ada 2 orang @ Rp14.000,00 per kodi; 2) Bagian pemasangan sol sandal ada 3 orang @ Rp15.000,00 per kodi; 3) Bagian menjahit ada 1 orang Rp5.000 per kodi; 4) Bagian pres (penempel merk Diadona) Rp4.000 per kodi.

c. Biaya-biaya yang dikeluarkan Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh home industri sandal

Diadona dalam proses produksi dihitung dalam tiap kodi, tiap kodi berisi 20 pasang sandal.

Adapun rincian biaya-biaya yang dikeluarkan bisa dilihat dalam tabel 1 sebagai berikut.

d. Harga Penjualan Sandal dari hasil produksi tersebut dijual dengan harga

Rp15.000 per pasang. Sandal Diadona juga dijual perkodi dengan harga Rp250.000,00.

e. Proses Perhitungan Laba Perhitungan laba pada home industri sandal Diadona

dapat dilihat dari selisih antara biaya-biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan hasil penjualan.

Tabel 1. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu kodi sandal

No Biaya yang dikeluarkan untuk Jumlah1 Pembelian plastik olive Rp 8.0002 Pembelian plastik pasir Rp 10.0003 Pembelian elastis Rp 8.4004 Pembelian benang Rp 6.0005 Pembelian lem latex Rp 9.6006 Pembelian bros besi Rp 20.0007 Pembelian kardus Rp 10.0008 Pembelian spon Rp 7.0009 Pembelian keling/ kancing besi Rp 1.600

10 Pembelian sol sepatu Rp 58.00011 Pembelian lem PU + tiner Rp 11.60012 Konsumsi pegawai @ Rp5.000 6 orang Rp 30.00013 Gaji pegawai Rp 38.000

Pembuat kap Rp14.000Pemasangan sol Rp15.000Penjahit Rp5.000Penempelan merk + pengemasan Rp4000

14 Listrik dan air Rp 4.000Total Biaya Rp 222.200

Sumber: Home industri sandal Diadona

Page 38: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

34 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 31–35

Jadi untuk memproduksi sandal sebanyak 20 pasang atau 1 kodi dikeluarkan biaya sebesar Rp222.200,00 dan dijual seharga Rp250.000,00 maka laba yang didapat oleh home industri sandal Diadona adalah Rp27.800,00.

ANALISIS DATA

Data Penjualan

Home industri sandal Diadona menetapkan harga sebesar Rp15.000,00 per pasang sandal. Namun home industri memiliki sistem penjualan dihitung per kodi. Setiap satu kodi terdapat 20 pasang sandal. Harga yang ditetapkan tiap kodinya sebesar Rp250.000,00. Dalam satu bulan, home industri sandal Diadona mampu memproduksi 30 kodi sandal.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

Harga Penjualan- Harga per pasang sandal 20 × Rp15.000,00 = Rp300.000,00- Harga per kodi = Rp250.000,00

Jadi selisih harga adalah Rp300.000,00 – Rp250.000,00 = Rp50.000,00, sehingga dapat dibentuk suatu fungsi harga P(x).

P(x) = 300.000 – 50.000x30

P(x) = 300.000 – 1.666,6667x (dalam rupiah)

Keterangan:x = jumlah sandal (dalam kodi)

Biaya-biaya Produksi

Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh home industri sandal Diadona dalam proses produksi dapat digolongkan menjadi 2 jenis biaya, yaitu biaya tetap (FC) dan biaya berubah (VC). Biaya tetap (FC) ialah biaya yang jumlahnya atau besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh jumlah atau besar kecilnya produksi, sedangkan biaya berubah (VC) ialah biaya-biaya yang jumlahnya atau besar kecilnya mengikuti jumlah atau besar kecilnya produksi.5

Berdasarkan data penelitian maka bisa dilihat pada tabel 2, klasifikasi jenis-jenis biaya yang dikeluarkan di antaranya:

Tabel 2. Klasifikasi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu kodi sandal

No Biaya yang dikeluarkanBiaya Tetap(FC)

Biaya Variabel

(VC)1 Pembelian plastik olive 8.0002 Pembelian plastik pasir 10.0003 Pembelian elastis 8.4004 Pembelian benang 6.000

5 Pembelian lem latex 9.6006 Pembelian bros besi 20.0007 Pembelian kardus 10.0008 Pembelian spon 7.0009 Pembelian keling/kancing besi 1.600

10 Pembelian sol sepatu 58.00011 Pembelian lem PU + Tiner 11.60012 Konsumsi pegawai @ Rp 5.000

6 orang30.000

13 Gaji pegawai 38.000Pembuat kap Rp14.000Pemasangan sol Rp15.000Penjahit Rp5.000Penempelan merk + pengemasan Rp 4000

14 Listrik dan air 4.000Total 34.000 188.200

Sehingga jumlah biaya variabel (VC) adalah Rp188.200,00 semakin banyak output yang dihasilkan, maka semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan. Jadi biaya-biaya yang dikeluarkan adalah:– Biaya tetap (FC) = Rp 34.000,00– Biaya variabel (VC) = Rp 188.200,00x

Dari biaya tetap (FC) dan biaya berubah (VC) maka dapat dihitung biaya seluruhnya/biaya total (C). Biaya seluruhnya (C) yaitu hasil penjumlahan biaya tetap (FC) dengan biaya berubah (VC).5 Secara matematika dapat dibentuk fungsi biaya total produksi C(x).

C(x) = FC + VCC(x) = 34.000 + 188.200x

Keterangan: x = jumlah sandal (dalam kodi)

Fungsi Penerimaan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil penjualan merupakan penerimaan total (R). Penerimaan total (R) merupakan fungsi dari jumlah barang, juga merupakan hasil kali jumlah barang dengan harga barang per unit.3 Secara matematis dapat dibentuk suatu fungsi penerimaan R(x) yaitu:

R(x) = Q x P(x)R(x) = x(300.000 – 1666,6667x) = 300.000x – 1666,6667x2 (dalam rupiah)

Keterangan:P(x) = fungsi harga penjualanx = jumlah sandal perkodi

Fungsi Keuntungan

Yang dimaksud dengan keuntungan (K) ialah selisih antara jumlah penjualan dengan biaya-biaya, atau keuntungan = hasil penjualan dikurangi.5

Keuntungan yang akan diterima oleh pemilik home industri sandal Diadona sebesar:

K(x) = R(x) – C(x)

Page 39: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

35Muchayanah: Aplikasi fungsi diferensial

= 300.000x – 1666,6667x2 – (34.000 + 188.200x) = 300.000x – 1666,6667x2 – 34.000 – 188.200x = - 1.666,6667x2 + 111.800x – 34.000

Keterangan:R(x) = fungsi penerimaanC(x) = fungsi biaya

Untuk menentukan apakah keuntungan yang akan diterima oleh pemilik home industri sandal Diadona maksimum atau minimum dapat ditentukan dengan menggunakan turunan pertama dari fungsi keuntungan tersebut sama dengan nol.

K(x) = – 1.666,6667x2 + 111.800x – 34.000K’(x) = – 3.333,3334x + 111.800K’(x) = 0

maka

– 3.333,3334x + 111.800 = 0 – 3.333,3334x = –111.800

x =3334,333.3800.111

−−

x = 33,5400 kodiKeterangan: K’(x) = turunan pertama

Jadi pada saat x = 33,54 akan mencapai titik maksimum atau pemilik home industri sandal Diadona akan mendapatkan keuntungan maksimum jika memproduksi sandal sebanyak 33,54 kodi. Harga yang ditetapkan agar diperoleh keuntungan maksimum adalah dengan cara nilai x = 33,54 dimasukkan ke fungsi harga.

P(x) = 300.000 – 1.666,6667xP(33,54) = 300.000 – 1.666,6667(33,54) = 300.000 – 55.900,0011 = 244.099,9989 (dalam rupiah) = 244.100,00 (dalam rupiah)

Jadi, harga yang harus ditetapkan adalah sebesar Rp244.100,00 untuk setiap kodinya.

Untuk mengetahui keuntungan yang diterima adalah keuntungan maksimum dapat diuji dengan menggunakan turunan kedua.

K(x) = –1.666,6667x2 + 111.800x – 34.800K’(x) = –3.333,3334x + 111.800K”(x) = –3.333,3334

Karena –3.333,3334 kurang dari nol, maka hal ini akan menunjukkan bahwa jika jumlah sandal yang diproduksi sebanyak 33,54 kodi dengan menetapkan harga Rp244.100,00 untuk setiap kodinya, maka keuntungan yang akan diterima

oleh home industri sandal Diadona adalah keuntungan maksimum.

Jumlah keuntungan maksimum yang akan diterima dapat dihitung dengan memasukkan nilai x = 33,54 ke dalam fungsi keuntungan.K(x) = –1.666,6667x2 + 111.800x – 34.800K(33,54) = –1.666,6667 (33,54)2 + 111.800 (33,54) – 34.000K(33,54) = –1.666,6667 (1.124,9316) + 111.800 (33,54) – 34.000 = –1.874,886,0375 + 3.749.772 – 34.000 = 1.840.885,9625 (dalam rupiah) = 1.840.886,00 (dalam rupiah)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil analisis data dan implikasi didapat kesimpulan sebagai berikut: 1) Dengan menggunakan fungsi diferensial dapat ditentukan kuantitas barang (sandal) yang harus diproduksi dan harga yang harus ditetapkan agar memperoleh keuntungan maksimum. 2) Keuntungan maksimum yang dapat diperoleh home industri sandal Diadona setelah menerapkan fungsi diferensial adalah sebesar Rp1.840.886,00 atau Rp54.886,00 per kodi jika memproduksi 33,54 kodi atau sekitar 670 pasang sandal dalam dua minggu.

Saran

Dalam menghadapi persaingan bisnis seperti saat ini, maka hendaknya dilakukan suatu perencanaan dalam memproduksi barang dan menetapkan barang agar tidak mengalami kerugian. Untuk mengetahui berapa jumlah barang yang ditetapkan agar diperoleh keuntungan maksimum hendaknya menggunakan fungsi diferensial.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://beritasore.com. Jumlah penduduk indonesia, diakses pada 21 Maret 2011.

2. Assaury, Sofjan. 2002. Matematika ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

3. Dumairy. 1991. Matematika terapan untuk bisnis dan ekonomi. BPFE. Yogyakarta.

4. http://ketrampilanhomeindustri.blogspot.com. Pengertian home industri, Diakses pada 21 Maret 2011.

5. Mahmud, Syamsuddin. 1986. Dasar-dasar ilmu ekonomi dan koperasi. PT Intermasa.

Page 40: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

36

Penerapan Sanksi Pidana dalam Mencegah Terjadinya Perdagangan Orang

Application of Criminal Sanctions in Preventing Trafficking in Persons

Dian Ety MayasariFakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika

ABSTRAK

Perdagangan orang merupakan salah satu tindak pidana dengan korbannya perempuan dan anak. Perdagangan orang terjadi karena keadaan korban yang mudah ditipu dengan bujukan diajak bekerja dengan gaji tinggi dan fasilitas kerja lengkap. Korban mudah ditipu karena keadaan perekonomian di Indonesia yang susah dan lapangan pekerjaan yang sempit. Kurangnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu cara-cara dan bahaya terjadinya perdagangan orang keadaan korban yang putus sekolah. Selain itu juga lemahnya penegakan hukum dengan pelaku perdagangan orang bebas dari sanksi pidana yang berat membuat pelaku tidak jera melakukan praktik perdagangan orang.

Kata kunci: perdagangan orang, tindak pidana, sanksi pidana

ABSTRACT

Trafficking is a criminal offense to women and child victims. Trafficking occurs because the state of gullible victims with inducements to work with high wages and full employment facilities. Gullible victims because of the economic situation in Indonesia is difficult and narrow field of work. Lack of socialization of Law Number 21 Year 2007 on the Eradication of Trafficking, so many people who do not know the ways and the danger of the situation of victims of trafficking who dropped out of school. In addition, weak law enforcement with the perpetrators of trafficking free of severe criminal sanctions are not a deterrent to perpetrators of trafficking practices.

Key words: trafficking, crimes, criminal penalties

LATAR BELAKANG

Perdagangan orang merupakan salah satu tindak pidana karena bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan juga melanggar hak asasi manusia. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia karena mengabaikan hak atas kemerdekaan hidup seseorang, hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik, dan hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan yang tidak berperikemanusiaan.

Berdasarkan data dari Mabes Polri, angka kasus trafficking di Indonesia tahun 2010 lalu mencapai 105 kasus dan meningkat pada tahun 2011 dengan jumlah 126 kasus, di mana dari angka tersebut 109 adalah perempuan. Meningkatnya angka tersebut jelas mengakibatkan kasus trafficking ini menjadi masalah serius yang harus diatasi oleh semua pihak. Sedangkan berdasarkan data International Organization for Migration disebutkan, hingga tahun 2011 terdapat 722 korban kasus trafficking. Bentuk-bentuk perdagangan orang yang terjadi seperti kerja paksa seksual dan eksploitasi seks, pembantu rumah tangga, penari dan penghibur, pengantin pesanan, pekerja anak, dan penjualan bayi.1

Perdagangan orang terjadi dengan anggapan bahwa korban sebagai komoditas yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Hal ini bisa terjadi karena perdagangan orang terjadi bukan hanya dalam hal kejahatan seksualitas atau perdagangan seks, tetapi juga dalam bentuk eksploitasi antara lain kerja paksa dan praktik perbudakan, selain itu para korban juga mengalami kekerasan fisik dan psikologis yang mengancam kelangsungan hidupnya.

Dalam hal kejahatan seksualitas yang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban, membuat mereka disalahgunakan sebagai pemuas nafsu laki-laki atau sebagai objek seks yang membuat mereka berisiko terkena HIV/AIDS. Sedangkan dalam hal kerja paksa atau praktik perbudakan, para korban dieksploitasi tenaganya dengan bekerja melebihi jam kerja dan digaji dengan upah yang sangat minimum.

METODE PENELITIAN

Penulisan penerapan sanksi pidana dalam mencegah terjadinya perdagangan orang ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang ditunjang dengan metode empiris, sedang analisis pendekatannya, yaitu juridis

Page 41: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

37Mayasari: Penerapan Sanksi Pidana

sosiologis, yang mana penggunaan pendekatan ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan orang dan penerapan sanksi pidana di peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam menindak tegas pelaku perdagangan orang.

PEMBAHASAN

Perdagangan orang terjadi seperti mata rantai yang susah untuk diputus, apalagi ditambah faktor-faktor pendukung yang semakin memperkuat terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Faktor-faktor terjadinya perdagangan orang antara lain:

Upaya Pemerintah Indonesia untuk mencegah terjadinya perdagangan orang dilakukan dengan membentuk Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, namun dalam kenyataannya masih banyak masyarakat terutama masyarakat yang berada di daerah yang banyak penduduknya menjadi korban perdagangan orang tidak mengetahui adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Kurangnya sosialisasi informasi tentang proses dan cara terjadinya perdagangan orang kepada masyarakat membuat pelaku tidak kesulitan melakukan praktik perdagangan orang.

Kurangnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bukan hanya pada kepada masyarakat sipil saja, tetapi juga untuk para aparat penegak hukum. Selama ini apabila ada laporan korban perdagangan orang, para aparat penegak hukum dalam memproses pelaku tindak pidana perdagangan orang lebih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana daripada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.

Alat bukti untuk menjerat pelaku perdagangan orang jika menggunakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terlalu sulit karena harus ada minimal 2 alat bukti dan salah satunya adalah bukti dokumen tertulis berupa kuitansi yang merupakan bukti adanya transaksi perdagangan orang. Hal ini membuat para pelaku tindak pidana perdagangan orang terbebas dari jerat hukum, khususnya hukum pidana. Eksesnya, ketika jaksa penuntut umum menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar tuntutannya dan hakim juga mendukung, sehingga rata-rata pelaku tindak pidana perdagangan orang hanya dihukum penjara 6 sampai 8 bulan penjara.2

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.3 Namun lemahnya penegakan hukum di Indonesia membuat kecewa masyarakat, terutama para korban perdagangan orang dan hal ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum Indonesia. Selain itu lemahnya penegakan hukum di Indonesia membuat para pelaku tindak pidana perdagangan orang tidak jera untuk mengulangi perbuatan pidananya.

Kurangnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia membuat masyarakat yang menjadi korban atau melihat terjadinya tindak pidana perdagangan orang tidak memiliki kesadaran yang tinggi untuk melapor adanya tindak pidana perdagangan orang. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melapor bisa disebabkan karena anggapan pelaku tindak pidana perdagangan orang tidak mendapat hukuman pidana yang maksimal. Selain itu adanya rasa enggan pada korban karena malu membuat para korban tidak melapor bahwa ia adalah korban dari adanya perdagangan orang.

Semakin tingginya biaya hidup membuat banyak anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Selain itu lapangan kerja juga semakin sempit, kalaupun ada lapangan kerja pasti tuntutannya terlalu tinggi sehingga banyak yang tidak lolos pada waktu tes panggilan kerja. Susahnya mencari kerja dan tingginya biaya hidup membuat angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia semakin tinggi.

Banyak orang yang berusaha mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri dengan menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) demi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya tanpa mengetahui adanya bahaya perdagangan orang dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan. Para calo atau agen tenaga kerja bisa saja menjadi perantara terjadinya perdagangan orang dengan memberi iming-iming pada korban mendapat pekerjaan yang mudah dan gaji yang tinggi.

Perdagangan orang yang merupakan perbuatan tindak pidana dan melanggar hak asasi manusia sehingga diperlukan adanya peraturan perundang-undangan untuk menindak tegas para pelaku tindak pidana perdagangan orang. Selain itu masalah perdagangan orang ini merupakan masalah serius dengan kebanyakan korban adalah perempuan dan anak, maka pada tahun 1994 dalam Sidang Umum PBB menyetujui adanya Resolusi menentang perdagangan perempuan dan anak, yaitu pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melawan hukum, terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi, dengan tujuan memaksa perempuan dan anak perempuan masuk ke dalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi, sebagaimana juga tindakan illegal lainnya, yang berhubungan dengan perdagangan perempuan seperti pekerja paksa domestik, kawin palsu, pekerja gelap, dan adopsi palsu demi kepentingan perekrut, pedagang, dan sindikat kejahatan.4

Pengaturan perundang-undangan mengenai larangan terjadinya perdagangan orang sudah ada dengan adanya:a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Upaya sanksi hukum pidana bagi para pelaku tindak pidana perdagangan orang diatur dalam pasal 297 KUHP yang menentukan “Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.”

Page 42: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

38 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 36–40

Pengaturan pasal tersebut sangat longgar dalam hal tidak ada pencantuman ketentuan pidana denda, tidak adanya pengaturan batas pidana kurungan secara minimal, selain itu termasuk tindak pidana perdagangan orang apabila korbannya adalah perempuan dan anak laki-laki yang belum cukup umur, sehingga tidak bisa menjerat pelaku tindak pidana perdagangan orang jika korbannya orang dewasa.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi ManusiaDefinisi hak asasi manusia ditentukan dalam pasal 1

butir 1 yaitu bahwa “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” Dengan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa hak asasi manusia erat kaitannya dengan harkat dan martabat manusia karena manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi bukan hanya oleh setiap manusia, tetapi juga oleh negara dan pemerintah.

Masalah perdagangan orang merupakan masalah tindak pidana dan pelanggaran hak asasi manusia, namun dalam Undang-Undang ini tidak ada pengaturan mengenai sanksi pidana bagi para pelaku tindak pidana perdagangan orang. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 hanya membahas mengenai berbagai macam hak asasi manusia yang dilindungi dengan adanya undang-undang ini, termasuk hak untuk tidak menjadikan manusia sebagai obyek perdagangan.

Pasal 20 ayat (1) menentukan bahwa ”Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba,” yang dipertegas dalam ayat (2) bahwa “Perbudakan atau perhambaan, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.” Sedangkan pasal 65 menentukan bahwa “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotik, psikotropika dan zat aditif lainnya”. Ketentuan pasal 20 dan 65 ini khusus memberikan perlindungan hak bagi perempuan dan anak agar tidak menjadi objek perdagangan orang

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan AnakAdanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ini

sebagai bentuk penghargaan untuk anak karena sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa memiliki harkat, martabat, dan hak-hak asasi yang wajib untuk dijunjung tinggi. Anak mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam bangsa, negara, masyarakat maupun keluarga. Anak merupakan tumpuan harapan masa depan bagi bangsa, negara, masyarakat ataupun keluarga. Oleh karena kondisinya

sebagai anak, maka perlu perlakuan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental, dan rohaninya.5 Yang dimaksud dengan anak diatur dalam pasal 1 butir 1 bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapanbelas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Yang dimaksud dengan perlindungan anak sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 2 bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Perlindungan anak perlu dilakukan agar anak tidak menjadi korban perdagangan orang, salah satunya adalah dengan adanya pengaturan tentang perlindungan khusus bagi anak sebagaimana diatur dalam pasal 59 bahwa “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.”

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sudah mengatur sanksi hukum bagi para pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan korbannya adalah seorang anak di bawah umur. Pengaturan mengenai sanksi pidana bagi pelaku perdagangan orang diatur dalam pasal 83 yaitu “Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)”. Ketentuan pasal ini dapat dikatakan bisa membuat jera pelaku perdagangan orang karena ada batas minimal dan maksimal pada penentuan pidana penjara dan pidana denda, di mana pidana penjara dan pidana denda bisa dikenakan secara bersamaan.

d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan OrangPengaturan perdagangan orang sebagai salah satu

tindak pidana dengan adanya ketentuan pasal 1 butir 2 yang menentukan “Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini.” Adanya tindak pidana perdagangan orang, maka dalam undang-undang ini sanksi pidana bagi pelaku perdagangan orang diatur dalam bab tersendiri, yaitu bab II tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dari pasal 2 sampai pasal 25 dengan ada penentuan batas minimal dan

Page 43: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

39Mayasari: Penerapan Sanksi Pidana

batas maksimal pada pidana penjara dan pidana denda, di mana pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan bersama-sama. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini lebih banyak mengatur tentang sanksi pidana dan proses hukum bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang dari tingkat penyidikan, penuntutan, dan persidangan.

Mengenai perlindungan hukum bagi saksi dan korban perdagangan orang diatur dalam pasal 46 ayat (1) bahwa “Untuk melindungi saksi dan/atau korban, pada setiap kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu bagi saksi dan/atau tindak pidana perdagangan orang.” Pengaturan lebih lanjut tentang pelayanan terpadu ini ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 menentukan “Pelayanan Terpadu adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai satu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.” Pusat Pelayanan Terpadu yang merupakan bagian dari pelayanan terpadu ini merupakan suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan pelayanan terpadu untuk saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 2, di mana pusat pelayanan terpadu ini kewajibannya diatur dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008, yaitu berkewajiban untuk: a) Memberikan pelayanan dan penanganan secepat mungkin kepada saksi dan/atau korban; b) Memberikan kemudahan, kenyamanan, keselamatan, dan bebas biaya bagi saksi dan/atau korban; c) Menjaga kerahasiaan saksi dan/atau korban; dan d) Menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi saksi dan/atau korban.

SIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan tindakan pidana dan melanggar hak asasi manusia yang harus ditindak tegas karena sudah merendahkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan membuat korban perdagangan orang ini menderita tidak dapat menggunakan haknya dan mengalami penderitaan fisik maupun batinnya.

Korban perdagangan orang yang paling banyak adalah perempuan dan anak di bawah umur. Perdagangan orang bukan hanya menjadikan korban sebagai pemenuhan nafsu seks laki-laki, tetapi juga dalam bentuk eksploitasi antara lain kerja paksa dan praktik perbudakan, selain itu para korban juga mengalami kekerasan fisik dan psikologis yang mengancam kelangsungan hidupnya.

Pemerintah berusaha mencegah terjadinya perdagangan orang yang merupakan salah satu tindak pidana dengan

membentuk peraturan perundang-undangan yang menentukan sanksi pidana bagi pelaku perdagangan orang mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan yang paling terbaru penegasan sanksi pidana bagi pelaku perdagangan orang adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga mengatur tentang pelayanan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai satu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang yang pengaturan lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Agar masyarakat tidak ada yang menjadi korban perdagangan orang, maka Pemerintah dan aparatur negara harus semakin sering mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat Indonesia tahu bahaya dari perdagangan orang, dan tidak tertipu ajakan orang-orang di sekitarnya yang mengajaknya mencari pekerjaan diluar daerahnya, bahkan di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi dan fasilitas kerja yang lengkap.

Pemerintah Indonesia, khususnya para penegak hukum Indonesia harus bisa menindak tegas para pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan memberikan sanksi hukum pidana yang maksimal dan apabila ada pelaku perdagangan orang yang ditangkap, tugas kepolisian dalam hal ini belum selesai karena pihak kepolisian juga harus bisa mengungkap sampai mendalam sindikat pelaku-pelaku perdagangan orang yang lain yang terorganisasi secara baik ini. Dengan tindakan tegas dari aparatur negara, maka kepercayaan masyarakat Indonesia pada hukum di Indonesia juga akan meningkat.

Adanya faktor ekonomi yang sulit dan susahnya mencari lapangan pekerjaan yang menjadi alasan pendorong terjadinya perdagangan orang, maka Pemerintah Indonesia harus menekan angka kemiskinan dan pengangguran dengan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan, memberikan ketrampilan kewirausahaan bagi masyarakat yang putus sekolah agar bisa menciptakan lapangan kerja sendiri yang pemasaran produksi usahanya tetap dibantu oleh Pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kalbar latih penanggulangan korban trafficking; http://www.republika. co.id/berita/nasional/umum/12/04/24/m2ykns-kalbar-latih-penanggulangan-korban-trafficking, tanggal akses 06 Juli 2012 jam 11.15.

2. Yohanes Suhardin, Tinjauan yuridis mengenai perdagangan orang dari perspektif hak asasi manusia, Jurnal Mimbar Hukum Vol. 20, No. 3, Oktober 2008 hal. 477.

Page 44: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

40 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 36–40

3. Riza Nizarli, Penegakan hukum dalam rangka perlindungan HAM Perempuan dan anak yang menjadi korban trafficking, Makalah disampaikan pada Workshop Penguatan Materi tentang Konsep HAM Perempuan dan Gender dalam Mata Kuliah di Fakultas Hukum dan Syari’ah kerja sama Fakultas Hukum Unsyiah dengan The Asia Foundation, 15–17 Juli 2006.

4. Rachmad Syafaat, Dagang manusia-kajian trafficking terhadap perempuan dan anak di jawa timur, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002, hal. 12.

5. Darwan Prinst, Hukum anak indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 98.

Peraturan Perundang-UndanganKitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan OrangUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan AnakUndang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Page 45: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

41

Improving Writing Skill Through Facilitative Error Correction Feedback of the Third Semester English Students at IKIP Budi Utomo Malang

(Meningkatkan Kemampuan Menulis dengan Menggunakan Metode Umpan Balik Koreksi Kesalahan Fasilitatif terhadap Mahasiswa Semester Tiga Jurusan Bahasa Inggris di IKIP Budi Utomo Malang)

MarsukiIKIP Budi Utomo Malang

ABSTRACT

The research aims at describing the improvement of the students’ English writing skill using the facilitative error correction feedback of the third semester English students at IKIP Budi Utomo Malang in academic year 2011/2012 who encountered problems in writing. Based on the preliminary study, it was found that the students had low writing skill with the mean score 61.16. Therefore, the technique was chosen and expected to improve their writing. The research problem to do is ‘How can the facilitative error correction feedback improve the writing skill of the third semester English students at IKIP Budi Utomo Malang?”. It is a classroom action research containing cycle conducted in the four stages: planning, implementation, observation-evaluation, and reflection to solve the students’ problem. It was done in a cycle consisting of five meetings. The instruments used to collect data were observation checklist, field notes, test, and questionnaire sheet. Based on the data analysis, it was found that the facilitative error correction feedback could improve the writing skill of the English third semester students effectively. They could make progress in their writing. It proved that the mean score of post-test (77.19) was higher than pre-test (61.16). In addition, they were motivated, interested in and enjoyed learning writing.

Key words: improvement, error correction, feedback, English writing

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis bahasa Inggris dengan menggunakan metode ‘umpan balik koreksi kesalahan fasilitatif’ terhadap mahasiswa jurusan bahasa Inggris semester tiga di IKIP Budi Utomo Malang pada tahun akademik 2011/2012. Mereka mengalami masalah dalam matakuliah menulisnya. Berdasarkan pengamatan awal, ditemukan bahwa nilai rata-rata menulisnya rendah yaitu 61.16. Oleh karena itu, metode ‘umpan balik koreksi kesalahan fasilitatif’ dipilih dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi keterampilan menulisnya. Masalah penelitian ini adalah ‘Bagaimanakah metode ‘umpan balik koreksi kesalahan fasilitatif’ dapat meningkatkan keterampilan menulis mahasiswa bahasa Inggris semester tiga di IKIP Budi Utomo Malang’? Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang memiliki ciri-ciri adanya siklus dan empat fase yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan-penilaian, dan refleksi untuk menyelesaikan masalah menulis mahasiswa. Hanya satu siklus yang terjadi dan terdiri dari lima pertemuan dalam penelitian ini. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar pengamatan, catatan lapangan, tes dan angket. Berdasarkan analisis data ditemukan, bahwa metode ‘umpan balik koreksi kesalahan fasilitatif’ dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa bahasa Inggris semester tiga IKIP Budi Utomo Malang dengan efektif. Terbukti nilai rata-rata ujian akhir (77.19) lebih baik daripada nilai rata-rata ujian awalnya (61.16). Disamping itu, mahasiswa dapat termotivasi, tertarik dan menikmati belajar menulis.

Kata kunci: peningkatan, koreksi kesalahan, umpan balik, menulis bahasa Inggris

INTRODUCTION

In the process of teaching and learning English as a foreign language, errors made by the students have always been a significant concern to almost all English language lecturers and teachers since their students always make errors in their foreign language use (Littlewood, 1992). There are many kinds of errors which English students make while learning English courses such as language elements

and skills. English elements cover grammar, vocabulary and pronunciation, while English skills involve listening, speaking, reading, and writing. Of these courses, writing skill indicate the most frequent errors which the students make. Issues in EFL and ESL have revealed that students’ performance in writing remain unsatisfactory although the lecturers and teachers have tried to apply an appropriate method. By investigating the students’ errors in their writing tasks, teachers can understand what kinds of errors are found

Page 46: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

42 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 41–47

in their writing task. Those errors can be taken as supportive feedback to the students in order to reduce their errors made in writing.

Preliminary and empirical data which were always obtained from the students’ daily and final writing showed that most of the students really had serious problems in how they should have express and organize their ideas well. As a result, it is very hard for them to support and develop their ideas even though they were in the third semester and considered as experienced students because they have taken courses of writing I. In addition, the students’ motivation belongs to one of the concerns which strongly made their written work unsatisfactory. Therefore, the introspection and problem solving in all aspects such as lecturers’ learning techniques or strategies, preparation and evaluation had to be considered and conducted to get the optimal and maximal results of the students’ writing. Nevertheless, it was strongly assumed that the application of the teaching and learning technique was ineffective and was the major factor which made my students less motivated and bored, the atmosphere not conducive, and the result of writing low.

The learning technique which inspired the researcher to apply to solve the students’ writing problems was facilitative error correction feedback which facilitates lecturers’ feedback of students’ writing error correction by using a classroom action research. In giving feedback to his students, the lecturer could use different kinds of correction feedback techniques. Firstly, the lecturer put certain marks or symbols on the free margin that can be understood clearly by the students containing lecturer’ praise, questions, criticisms, suggestion, and encouragement written on the students’ composition named as written comment. Secondly, the students were given oral explanation and they are asked to study their errors correction or by giving the students some information about the errors they make by carrying out face-to-face meeting (conference) between a lecturer and students in the classroom (Harmer, 2001). By putting certain marks or symbols and by giving the oral explanation or some information, the lecturer might help students see and correct the errors in their own writing. Based on the explanation above, in this study the researcher collaborated with his associate as the observer to apply the facilitative error correction feedback strategy. This strategy could help the students discover their own ideas and correct their own mistakes and make the English students of IKIP Budi Utomo Malang able to express their written ideas well. Furthermore, the students could organize and develop their essay more vividly than before

Facilitative error correction feedback was effective in improving the accuracy of L2 writing in the long term for learners of all levels. Therefore, L2 writing lecturers in university simply could not dismiss students’ strong desire for error feedback (Ferris, 2002). In giving error correction feedback to the students, the lecturer might use facilitative response. He could make response to help the students discover their own ideas, and strategies to improve their

writing skill. Facilitative response means that the responses given by the lecturers are to help the students discover their own ideas and strategies for improving their writing skill.

The appropriate research to conduct is a classroom action research since it fits and reflects the real phenomena which occur in the classroom of English education students at IKIP Budi Utomo Malang so far. In addition, the classroom action research consists of four common characteristics which are expected to solve the problems of the students’ written work.

Regarding the description above, the research problem of the article is “How can the facilitative error correction feedback improve the writing skill of the third semester English students at IKIP Budi Utomo Malang ?” This problem will be specifically answered and analyzed through the four steps in classroom action research, namely planning, implementation, observation-evaluation, and reflection.

THEORETICAL FRAMEWORK

Writing Skill

Writing has been one of the most difficult skills for learners to develop. Being a recursive process, it takes several times for learners to revise their writing before submitting their final draft. During the course, they need feedback and comments to facilitate them to compose an essay with minimal errors as well as maximum accuracy and clarity; hence, written feedback is quite essential (Harmer, 2001 and Krashen, 1987). By writing skill, it can help the learner gain independence, comprehensibility, fluency, and creativity in writing.

In addition, writing is also powerful instrument of thinking because it provides students with a way of gaining control over their thoughts. Writing shapes their perceptions of themselves. It aids in their personal growth and in their affecting change on the environment.

Writing, particularly as academic writing, is not easy. It takes study and practice to develop this skill. For both native speakers and new learners of English, it is important to note that writing is process not a “product”.

In general, there are four forms of writing as a writing style namely:1) Narration Narration is the form of writing used to relate the story of

acts or events. Narration places occurrences in time and tells what happened according to natural time sequence. Types of narration include short stories and novels.

2) Description Description is a strategy for presenting a verbal portrait

of a person, place, or thing. It can be used as a technique to enrich other forms of writing or dominant strategy for developing a picture of “what it looks like”. A successful description does not depend on merely visual effect, however. It attempts to evoke all the senses by identifying a subject’s significant features and by arranging those features in an appropriate pattern.

Page 47: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

43Marsuki: Improving writing skill through facilitative

3) Exposition Exposition is used in giving information, making

explanation, and interpreting meanings/ it includes editorials, essays, and informative and instructional material. Used in combination with narrative, exposition support, and illustrates. Exposition may be used to explain a process, definition, analysis, and criticism.

4) Argumentation Argumentation is used in persuading and convincing. It is

closely related to exposition and is often found combined with it. Argumentation is used to make a case or to prove or disprove a statement or proposition.

Error Correction

All learners make errors in learning a new language. Some commentators even feel that errors are necessary stepping-stones to acquiring a second language. But most learners and most teacher feel that it is part of the teacher’s responsibility to let learner know if they have made an error and to assist them in making a similar error again. Learners and teachers have preferences for what kinds of error correction they feel most useful and least intrusive in classroom interaction (Brown, 1980: 82).

Error correction is a response either to the content of what a student has produced or to the form of the utterance. When the focus is on forms, it is supposed to help learners to reflect on the wrong forms and finally produce right forms (Krashen, 1987). More specifically, the correction of grammatical errors can help students improve their ability to write accurately. The correction of written work can be organized on much the same basis as the correction of oral work. In other words, there may well be times when the teacher is concerned with accuracy and other times when the main concern is the contents of the writing (Harmer, 2003 : 146).

Littlewood (1992) states that making errors during a studying a second language can be considered as a means of learners abilities for they can learn something from making errors. It means that errors are not something bad for learners in learning second language (L2). Errors are signals that actual learning is taking place. Their existence is a very important indicator to know learners’ progress in learning the target language. Making errors is an inevitable part of learning.

Error correction plays a significant role in improving learners’ accuracy in language learning especially in L2 writing, which is grammatically demanding. In terms of teachers’ roles in giving correction, the popular misunderstanding overemphasizes teachers’ responsibility in carrying out the task while ignoring learners’ roles in the process of error correction. In fact, learners can make more progress when they are given chances to respond to correct and contribute to the process. However, the decisive job of selecting the appropriate method lies in the hands of the teachers. Teachers need to consider two important factors,

learners’ levels and attitudes, which the paper argues to be the basis of teachers’ pedagogic decision in employing the most beneficial error correction methods in L2 writing.

Facilitative Error Correction Feedback on Written Work

The way we give feedback on writing will depend on the kind of writing task. When the students do workbook exercises based on controlled testing activities, we will mark their effort right or wrong, possibly penciling in the correct answer for them to study. There are some written feedback techniques (Harmer, 2003: 110).1. Responding One way of considering feedback is to think of it as

“responding” to students’ work rather than assessing or evaluating what they have done. When we respond, we say how the text appears to us and how successful we think it has been- and sometimes, how it could be improved. Such responses are vital at various stage of the writing process cycle. The comments we offer them need to appear helpful and not censorious. Sometimes they will be in the margin of the students’ work (or, on a computer, written as viewable “comment”), or if more extensive may need a separate piece of paper- or separate computer document.

Another constructive way of responding to students’ written work is to show alternative ways of writing through reformulation. Instead of providing the kind of comments, for example: we might say I would express this paragraph slightly different from you, and then rewrite it, keeping the original intention as far as possible but avoiding any language or contraction problems which the students’ original contained.

2. Coding Coded feedback makes correction much neater due to

the simple and systematical codes (Harmer, 2003). Some teachers use codes, and then they put these codes either in the body of the writing itself, or in a corresponding margin. This makes correction much neater, less threatening, and considerably more helpful than random marks and comments. Frequently used symbols of this kind refer to issues such as word order, spelling, or verb tense.When we use the error correction symbols, we mark the

place where the mistakes have been made by using one of the symbols in the margin to show what the problem is. The students are now in a position to correct their mistakes. We can decide on the particular codes and symbols we use with our students, making sure that they are quite clear about what our symbols mean through demonstration and example.

Coded feedback ‘does not only indicate where errors are located, but also types of mistakes by using a correcting code. In real pedagogical situation, the codes are designed according to learners’ common errors as a class group.

Page 48: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

44 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 41–47

METHODOLOGY

Research Design

The design of this study is a classroom action research who provides a four-stage cycle for carrying out such research (Nunan, 1991: 13). To strengthen, Lewin in McNiff describes that action research is a spiral of steps each of which has four stages: planning, implementing or acting , observing, and reflecting which looks like this scheme:

2) acting

4)reflecting

1) planning

3)observing

Since the classroom action research is a collaborative one, the researcher in this case is accompanied by his colleague whose job is to help main researcher prepare the research procedure and instruments in addition to collecting, analyzing, and interpreting the data.

The subject of the study was the third semester English students at IKIP Budi Utomo Malang. They were in Class A that consisted of 32 students as the subject of the study. Since they have taken Writing I in the second semester, it was assumed that they had experience in writing.

Research Procedure

This part discusses about the procedures which were conducted during the research from the beginning to the end of the research as follows: 1. Doing the preliminary study to diagnose and identify the

problems 2. Analyzing the problems based on the problem

identification3. Selecting the learning technique or method in writing4. Preparing the instruments: observation checklist, field

notes, test of writing and questionnaires to collect the data.

5. Doing planning, implementation, observation - evaluation and reflection.

6. Deciding the criteria of success through the mean score which was minimally 70.

Data Analysis

The data analyzed are qualitative and quantitative data. The qualitative data were obtained from the result of observation, while the quantitative data from the result of evaluation. The data then were analyzed by calculating the mean score and using percentage method.

FINDINGS AND DISCUSSION

Findings

In the classroom action research tradition, the findings start from the cycle continued with the four stages: planning, implementation, observation/evaluation, and reflection as follows:

Cycle 1

This cycle was conducted on 25 October 2011 to 22 December 2011. This cycle consisted five meetings: four meetings for treatment and one meeting for a test. Since Writing II has 4 SKS with two meeting in a week and the same day on the schedule, it was made one meeting with the duration of 180 minutes. Each meeting with 180 minutes was described in several phases starting from planning the action, implementation the action, observing, and evaluating and reflecting. 1. Planning The action of this cycle was carried in five meetings.

During the preparation, he also observed the condition and the characteristics of the students. The action planned consisted of three steps namely: making lesson plans, facilitating error correction feedback in teaching writing the style of which was narrative text and then, doing observation during the process of teaching and learning. The researcher also prepared the observation checklist and field note to know the progress of the student performance. The observation checklist and field note were used to record any important data. In addition, the researcher also prepared LCD besides white boards during the process of teaching and learning writing.

2. Implementation The implementation of the action in this cycle was carried

out in five meetings. Four meetings were for treatment while the other was used for a test. Both the teacher and the students had selected topic from the first meeting to the fourth meeting.

• Meeting 1 – Meeting 5 The first meeting was on Tuesday, 25 October 2011 at

13.15 to 16.15 PM. In this meeting, students who joined the class were thirty two students. Based on the lesson plan, the researcher taught 180 minutes. The material was about narrative text. Firstly, the researcher opened the class by greeting them, and then the students responded it. Secondly, the researcher explained to them about the procedure of learning process, gave the stimulation before starting the lesson like asking them about their interest in writing English and warmed up related to the topic such as asking them the purpose of narrative text that they studied.

After writing down, the students submitted their work so that the lecturer soon corrected and gave feedback on their writing. In the correction, the researcher wrote

Page 49: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

45Marsuki: Improving writing skill through facilitative

down the error correction symbols that would be used to correct their writing in white board. The students also wrote down in their book.

The second meeting was conducted on Tuesday 1 November 2011. Like the previous procedure the class was started at 13.15 PM , and ended at 16.15 PM. The greeting and questions happened like usual to all the students to check and confirm the students’ readiness to learn. Then, the researcher gave their written works that have been given the error correction symbols by the teacher. The researcher explained to the students that they had to correct their errors in their papers. The available time to them was about 45 minutes. This was done to know their comprehension about the error correction symbols. Almost all the students did the same errors in their writing some of which are tenses, spelling, plural, etc.

The next session was the discussion about their difficulties in correcting their writing by guiding the error correction symbols. Some students difficulties focused on misusing tenses such as taked, choosed, gived, etc. In addition, their errors were also found on the subject-verb agreement, plurality, wrong words, etc.

The third and fourth meetings were conducted at 8 November 2011 and 15 November 2011 respectively. These meetings were focused on dividing the students into five group. Each group was asked to write an essay for 50 minutes. When their writing were completed, the researcher asked them to show their works. Some of the groups either used LCD or wrote down in the white board. The following are their errors in writing that they discussed:

No. The error of sentences The correct sentences1. Nizar and Sufi a is best

friend. s.v

Nizar and Suvia are best friend.

2. Sally’s birth day is last April.

T

Sally’s birth day was last April.

3. The students do their exercises for about a hour.

a/

The students do their exercises for about an hour.

4. There were two thief in the super market. Pl

There were two thieves in the super market.

5. My father chosed to go to Bali last month. Ww

My father chose to go to Bali last month.

To make the discussion go on well and enthusiastically as explained above, the students were grouped into five groups. They could check and correct the errors among each other on the basis of their groups. The class was active while the researcher acted as a facilitator and

monitor. Of course, errors still were found but most of the students made more progress than before. It proved that they made a little errors in their written works when they were asked to do more writing assignments at the time of 45 minutes before the class ended in the fourth meeting.

On 22 November 2011, the researcher gave a test to all of the third semester English students of IKIP Budi Utomo Malang to know how much progress the students made after getting treatment using the facilitative error correction feedback as the learning technique.

3. Observation and Evaluation During the implementation, there were two tasks the

researcher did, namely observation and evaluation. Firstly, the researcher observed by taking the important field notes and observation sheets which gave necessary information dealing with teacher-students activities, student-student activities (discussion group), and the teaching and learning progress of writing. The paramount points were in the following ways:1) The students’ attitude during the learning process was

fine and indicated high motivation and enthusiasm through the group discussion among each other.

2) The students always gradually looked more active and highly motivated by responding the situation occurring during the teaching and learning process. Their discussion went on actively, interactively and productively. All the groups gave positive contribution among each other.

3) Almost all the students focused in their writing task, only a few students who sit in the back row who talked by themselves.

Secondly, the researcher then evaluated by correcting the students’ test and the questionnaires given. The following is the analysis of the students’ result test:

No. X F FX Qualification

1.2.3.4.5.

7075808595

812642

560900480340190

GoodGoodVery goodExcellentExcellent

ΣX= ΣF = 32 ΣFX = 2470

Where N = 32

M = Σfx =2470

= 77,19N 32

In terms of the questionnaire analysis, these were some statements that could be found in the students’ questioner that the percentages were presented in several tables as follows:

Page 50: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

46 Humaniora, Vol. 9 No. 1 Juni 2012: 41–47

1) The Students enjoy learning English through facilitative error correction feedback strategy.

Option Students’ Response Frequency Percentages (%)ABCD

Strongly agreeAgreeSlightly agreeDisagree

92012

28.13 62.25 3.13 6.25

Total 32 100

2) Students are interested in studying English through facilitative error correction feedback strategy.

Option Students’ Response Frequency Percentages (%)ABCD

Strongly agreeAgreeSlightly agreeDisagree

111911

34.37 59.37 3.13 3.13

Total 32 100

3) The Students are motivated in studying English through facilitative error correction feedback strategy.

Option Students’ Response Frequency Percentages (%)ABCD

Strongly agreeAgreeSlightly agreeDisagree

101750

31.25 53.37 15.62 0

Total 32 100

4) The Students who understand the material after studying through facilitative error correction feedback strategy.

Option Students’ Response Frequency Percentages (%)ABCD

Strongly agreeAgreeSlightly agreeDisagree

51962

15.62 59.37 18.75 6.25

Total 32 100

5) The error correction feedback strategy makes the students easier in writing English.

Option Students’ Response Frequency Percentages (%)ABCD

Strongly agreeAgreeSlightly agreeDisagree

101831

31.25 56.25 9.37 3.13

Total 32 100

Reflection

Of the data analysis above starting from observation during the teaching and learning process, the test score and questionnaire results, the reflection and final interpretation was then carried out. In terms of the posttest score analysis, the average was 77.19, while the pretest 61,16.

In addition, based on questionnaires of the table the students’ motivation significantly increased because 32

respondents mostly answered strongly agree and agree, but only some answered slightly agree from items 1 to 5. This finding proved that students increased their motivation after getting treatment by error correction feedback strategy.

DISCUSSION

There was only cycle, namely cycle I which was satisfying because the criteria of success were reached. All of the students were be active in the process teaching and learning. They could reduce their errors in writing meaning ‘improving students’ writing skill through facilitative error correction feedback was effective’. This fact can be seen from the average of post test score and the questionnaires results.

By facilitative error correction feedback to the students, the errors of students’ writing were reduced. The researcher just found a little grammatical error in their writing. It differed from the first time the researcher taught them. This error correction feedback strategy can make the students to be attentive monitors of their own progress. This error correction strategy involves learners in the self-correction process and helps them learn more effectively (Ferris, 2002).

The students are encouraged to monitor their progress by paying more attention to their common errors through the group discussion. Besides, they also become the autonomous learners. Learners’ progress depends not only on the teachers’ effort, but also on their own. So, learners need to be engaged in the error correction process because it will enhance their language acquisition. This step will lead them to be autonomous learners that are able to self correct their written work. From that statement, it can be conclude that in teaching writing the teacher and the students should be monitoring together, so the students will be independent in the process of teaching and learning by knowing their own errors in writing. Therefore, they were enthusiastic to know and correct their errors. It has been proven by the average score in post test, namely 77.19.

Closing Remark

Based on the findings, it can be concluded that the implementation of facilitative error correction feedback improved the writing skill of the third semester English department students at IKIP Budi Utomo Malang. Besides, they also had positive responses toward the implementation of the technique. This technique was effective and therefore able to motivate the students to study their errors they made. Furthermore, they could discuss together to solve their own problems among each other. It could be studied from the improvement of the score achievement of the post test. The pretests showed that the students’ writing skill mean scores were low, namely only 61.16. After being treated, the students’ mean score improved into 77.19. As the result, the students were able to write well although they still made some

Page 51: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,

47Marsuki: Improving writing skill through facilitative

grammatical patterns such as spelling and capitalization. In addition, according to the questionnaire analysis, they also enjoyed learning the materials using the facilitative error correction feedback strategy.

REFERENCES

Adelstein et al. 1984. The writing commitment. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publisher.

Arikunto S. 2002. Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Yogjakarta: Rineka Cipta.

Azar BS. 1989. Understanding and using english grammar. New Jersey: Prentice Hall Regents.

Brown JD. 1980. Principle of language learning and teaching. New Jersey: Prentice Hall Regents.

Brown JD & Rodgers, Theodore S. 1998. Doing second language research. New York: Oxford University Press.

Duley et al. 1982. Language two. New York: Oxford University Press.Ellis R. 1994. Understanding second language acquisition. New York:

Oxford University Press.

Ferris DR. 2002. Treatment of error in second language student writing. Michigan: The University of Michigan Press.

Harmer J. 2002. The practice of english language teaching. Edinburgh: Pearson Education Ltd.

Krasen S. 1981. Second language acquisition and second language learning. Oxford. Pergamon Press.

Litlewood WT. 1992. Foreign and second language learning: language acquisition. New York: Cambridge University.

Liu. Yingliang. 2008. The effects of error feedback in second language writing. (Online), (http://www. SIL.Internationalonlineforum.com. Accessed on 22 February 2011.

McNiff, Jean. 1992. Action research: principle and practice: New York: Macmillan Education Ltd.

Nunan D. 1989. Understanding language classroom. Cambridge: Cambridge University Press.

Nunan D. 1991. Language teaching methodology. New York: Prentice Hall International (UK) Ltd.

Oshima A & Hogue A. 1991. Writing academic english: a writing and sentences structure handbook, Second Edition. New York: Addison Wesley Publishing Company Inc.

Shaw H. 1993. Errors in english and ways to correct them. New York: Harper Collins Publishers.

Page 52: ISSN: 1693-8925 HUMANIORA - · PDF fileGrimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, ... di antaranya adalah kawasan wisata penampihan yang ... objek penelitian,