ISOLASI DAN PRODUKTIVITAS UREASE BAKTERI UREOLITIK...
Transcript of ISOLASI DAN PRODUKTIVITAS UREASE BAKTERI UREOLITIK...
ISOLASI DAN PRODUKTIVITAS UREASE
BAKTERI UREOLITIK AGEN BIOGROUTING
DARI SAMPEL SEDIMEN SAWAH
ASAL MUARA GEMBONG (BEKASI)
LULU GISA DESIYANI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
ISOLASI DAN PRODUKTIVITAS UREASE
BAKTERI UREOLITIK AGEN BIOGROUTING
DARI SAMPEL SEDIMEN SAWAH
ASAL MUARA GEMBONG (BEKASI)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
LULU GISA DESIYANI
11150950000056
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
i
ABSTRAK
LULU GISA DESIYANI. Isolasi dan Produktivitas Urease Bakteri Ureolitik
Agen Biogrouting dari Sampel Sedimen Sawah asal Muara Gembong
(Bekasi). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Dibimbing oleh Dr. Megga
Ratnasari Pikoli, M.Si dan Dr. Hanies Ambarsari, BSc., M.ApplSc.
Sering dijumpai kerusakan tanah pada beton atau tembok-tembok berupa
keretakan, lubang-lubang dan kerusakan dangkal yang disebabkan oleh gerakan
tanah. Rendahnya kestabilan tanah menjadi salah satu penyebab terjadinya
gerakan tanah. Biogrouting atau juga dikenal dengan biosementasi merupakan
suatu metode untuk meningkatkan kestabilan tanah dan memperbaiki struktur
tanah yang rusak dengan memanfaatkan bakteri ureolitik yang berperan dalam
proses pengendapan kalsium karbonat (CaCO3). Tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh isolat bakteri ureolitik dari sampel sedimen sawah asal Muara
Gembong (Bekasi) dan mengetahui produktivitas urease bakteri ureolitik dari
sampel sedimen sawah asal Muara Gembong (Bekasi). Produktivitas yang diukur
adalah konsentrasi amonia, konsentrasi sel, pH dan suhu. Hasil penelitian
diperoleh 3 isolat bakteri ureolitik yang berbeda dari sampel sedimen sawah asal
Muara Gembong (Bekasi) dan produktivitas isolat yang terukur adalah konsentrasi
amonia setelah 7 hari berkisar 2,78 – 6,09 ppm, konsentrasi sel setelah 7 hari
adalah berkisar 5,89×106 – 12,1 ×10
6 CFU/mL, pH hari ke-0 adalah 6,27 – 6,67,
pH hari ke-7 adalah 8,93 – 9,0 serta suhu hari ke-0 adalah 29 – 29,27oC dan suhu
hari ke-7 adalah 30,83 – 31,17oC. Berdasarkan analisis variansi, isolat 4 memiliki
potensi untuk dijadikan sebagai agen biogrouting.
Kata kunci: Gerakan tanah, Rendahnya kestabilan tanah, Biogrouting, Bakteri
ureolitik
ii
ABSTRACT
LULU GISA DESIYANI. Isolation and Urease Productivity of Ureolitic
Bacteria Biogrouting Agents From Rice Field Sediment Samples From
Muara Gembong (Bekasi). Thesis. Biology. Faculty of Science and
Technology Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2019.
Dibimbing oleh Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si dan Dr. Hanies Ambarsari,
BSc., M.ApplSc.
Soil damage to concrete or wall is often found in the form of fracturing, pits and
shallow damage from ground movements. Weak to soil is one of the causes of soil
movement. The biogrouting is also known as the biocementation as a method of
improving soil stability and improving damaged soil structures by using ureolytic
bacteria, that are responsible for the sedimentation of calcium carbonate. The
goals of this study is to get isolated ureolytic bacteria from the sediment samples
of the rice padded from Muara Gembong (Bekasi) and know the urethra
productivity of ureolytic bacteria from the sediment samples of rice padded from
Muara Gembong (Bekasi). The productivity measured is the ammonia
concentration, cell concentration, pH and temperature. The study has found that 3
different isolate bacteria from the the sediment samples of the rice padded from
Muara Gembong (Bekasi) and the measured isolation productivity is the ammonia
concentration after 7 days is about 2,78 – 6,09 ppm, cell concentration after 7 days
is a range 5,89×106 – 12,1×10
6 CFU/mL, the pH of 0 day is 6,27 – 6,67, pH of
day 7 is 8,93 – 9,0 and the temperature of the 0 day is 29 – 29,27oC and the
seventh day temperature is 30,83 – 31,17oC. Based on variance analysis, isolates 4
have the potential of being a biougrouting agent.
Keywords: Soil movement, Low ground stability, Biogrouting, Ureolytic bacteria
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun tujuan
penulis menyusun skripsi ini adalah dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk
memperoleh gelar sarjana sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
mengambil topik “Isolasi dan Produktivitas Urease Bakteri Ureolitik Agen
Biogrouting dari Sampel Sedimen Sawah Asal Muara Gembong (Bekasi)”.
Penyusunan skripsi ini di didukung oleh berbagai pihak baik dukungan moril
maupun materil, untuk itu dalam kesempatan ini penulis berterima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin
dan dukungan untuk melakukan penelitian ini.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin dan
dukungan untuk melakukan penelitian ini.
3. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si, selaku Pembimbing I dan Dr. Hanies
Ambarsari BSc., M.ApplSc selaku Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberi masukan serta bimbingan kepada penulis.
4. Aflakhur Ridlo, S.T, M.Sc, PhD beserta staf di Pusat Teknologi Lingkungan
(Geostech), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri M.Env.Stud selaku dosen penguji Seminar
Proposal yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun
6. Dr. Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen penguji Seminar Proposal dan Seminar
Hasil yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun untuk
penenlitian
7. Etyn Yunita, M.Si selaku dosen penguji Seminar Hasil yang telah memberikan
saran dan kritik yang membantu dalam penulisan skripsi
8. Dr. Priyanti, M.Si selaku dosen penguji Sidang Skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun dan mendukung kelancaran
penelitian
iv
9. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si selaku dosen penguji Sidang Skripsi yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun dan mendukung kelancaran
penelitian
10. Kedua Orang tua Abdul Hamid dan Thoyibah yang telah memberikan
dukungan, semangat, kasih sayang dan doa.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga
penelitian ini kelak memberikan banyak manfaat kepada pembacanya.
Jakarta, November 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3. Hipotesis ..................................................................................................... 2
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
1.6. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biogrouting ................................................................................................. 5
2.2. Urease dan Bakteri Ureolitik ...................................................................... 7
2.3. Deskripsi Muara Gembong ........................................................................ 9
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 11
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 11
3.3. Cara Kerja ................................................................................................ 11
3.4. Pembuatan Medium ................................................................................. 12
3.4.1. Isolasi dan Pengamatan Isolat .......................................................... 13
3.5. Pengukuran Produktivitas Urease ........................................................... 13
vi
3.6. Analisis Data ........................................................................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ......................................................................................................... 17
4.1.1. Hasil Isolasi Bakteri Ureolitik dari Sampel Sedimen Sawah asal
Muara Gembong (Bekasi) ........................................................................... 17
4.1.2. Produktivitas Isolasi Bakteri Ureolitik dari Sampel Sedimen Sawah
asal Muara Gembong (Bekasi) .................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 23
5.2. Saran ...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24
LAMPIRAN ........................................................................................................ 29
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Morfologi Koloni dan Sel Isolat Bakteri Ureolitik dari Sampel Sedimen
Sawah Muara Gembong (Bekasi) ......................................................................... 17
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................ 4
Gambar 2. Cara Kerja Pengukuran Produktivitas Isolat Bakteri Ureolitik ........... 12
Gambar 3. Kenaikan Konsentrasi Amonia Isolat (ppm) Setelah 7 Hari ............... 18
Gambar 4. Konsentrasi Sel Isolat Setelah 7 Hari .................................................. 19
Gambar 5. pH Isolat Hari ke-0 dan ke-7 ............................................................... 20
Gambar 6. Suhu (oC) Isolat Hari ke-0 dan ke-7 .................................................... 21
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Isolasi Bakter Ureolitik Pada Medium Urea Agar Base Padat ........ 29
Lampiran 2. Hasil Pengamatan Warna Medium Oleh Bakteri Ureolitik .............. 31
Lampiran 3. Tabel Produktivitas Urease Bakteri Ureolitik .................................. 32
Lampiran 4. Tabel Analisis Variansi Produktivitas Urease .................................. 33
Lampiran 5. Grafik Kurva Standar Amonia .......................................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sering dijumpai kerusakan tanah pada beton atau tembok-tembok yang
disebabkan oleh gerakan tanah. Rendahnya kestabilan tanah menjadi salah satu
penyebab terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah didefinisikan sebagai suatu
gerakan massa tanah atau batuan menuju lereng bawah yang disebabkan tidak
adanya batuan lereng yang berfungsi untuk menahan gerakan massa tanah
tersebut. Kerusakan yang disebabkan gerakan tanah adalah keretakan, lubang-
lubang dan kelupasan dangkal pada permukaan (Karnawati, 2005).
Ada metode yang digunakan dalam meningkatkan kestabilan tanah, yaitu
metode grouting. Akan tetapi metode grouting memiliki beberapa kekurangan,
yaitu harga bahan kimia yang digunakan mahal dan hanya dapat diaplikasikan
pada titik injeksi terdekat pada struktur tanah yang diperbaiki (Hammes &
Verstraete, 2002). Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengaplikasian
metode grouting dapat mencapai $2 - $72 per m3 tanah (Ivanov & Chu, 2008).
Menurut Dejong et al. (2009), bahan kimia sintetik sulit didistribusikan secara
merata dan berbahaya untuk tanah. Oleh karena itu, diperlukan metode alternatif
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan tanah dengan cara yang
ramah lingkungan, yaitu dengan pemanfaatan hayati yang disebut dengan metode
biogrouting.
Studi tentang biogrouting adalah penggunaan bakteri yang memproduksi
urease dalam teknik sipil dan geoteknik, karena kemampuan bakteri ureolitik
dalam menginduksi pengendapan kalsit dengan keberadaan urea dan kalsium
(Cheng & Cord-Ruwisch, 2013). Bakteri tersebut akan menghasilkan karbonat
hasil hidrolisis urea yang berikatan dengan kation kalsium yang diserap oleh
bakteri (Wei et al., 2015). Selanjutnya kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan
digunakan untuk memperbaiki keretakan pada beton (Krishnapriya, Venkatesh
Babu, & G., 2015). Penggunaan bakteri dalam biogrouting merupakan metode
inovatif dalam memanfaatkan bakteri untuk meningkatkan sifat-sifat fisik tanah
untuk meningkatkan kestabilan tanah, yang ramah lingkungan dan tidak
2
membutuhkan biaya yang besar (DeJong et al., 2011; Gat et al., 2014; Ivanov &
Chu, 2008). Bakteri ureolitik dapat ditemukan dalam berbagai sumber di
lingkungan seperti, pegunungan berkapur, sedimen tanah, stalaktit gua karst dan
sedimen laut. Beberapa bakteri yang telah berhasil diisolasi dari pegunungan
berkapur termasuk dalam genus Bacillus, Bulkholderia dan Pesteurella (Cacchio
et al., 2012).
Berdasarkan penelitian Jamil (2007), Muara Gembong adalah kecamatan
di Kabupaten Bekasi dengan luas area penggunaan sawah irigasi sebesar 15,7%
atau 2.090 hektar dari total luas wilayah yang merupakan porsi kedua terbesar
dalam penggunaan lahan di daerah tersebut. Luasnya pemanfaatan lahan untuk
pertanian karena kondisi Muara Gembong yang sesuai untuk pertanian. Curah
hujan di Muara Gembong dapat mencapai 1.838 mm pertahun dengan suhu
27,1oC sehingga lahan di Muara Gembong memiliki kriteria yang sesuai untuk
pertanian. Akan tetapi pemanfaatan lahan di Muara Gembong telah mengalami
perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi dikarenakan banyaknya kegiatan
pembangunan di Muara Gembong dan mengakibatkan tingginya laju perubahan
lahan. Salah satu pemanfaatan lahan yang memberikan masalah adalah
pengembangan usaha pertanian yang mana dalam usaha pertanian tersebut adalah
menurunnya kualitas air di perairan pesisir yang disebabkan oleh masuknya
bahan-bahan beracun seperti pupuk urea, pestisida, fungisida dan insektisida.
Namun, keberadaan urea dari penggunaan pupuk urea di lahan sawah tersebut
dimanfaatkan oleh bakteri ureolitik untuk menghasilkan ion karbonat bereaksi
dengan ion kalsium di lingkungan tersebut lalu membentuk kalsium karbonat
(CaCO3) yang berguna untuk penutupan ruang pori tanah (Goenadi, 2017).
Penelitian ini merupakan proyek Insinas tahun 2019, Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong terkait biogrouting. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri ureolitik dari sampel sedimen
sawah asal Muara Gembong (Bekasi) dan mengetahui produktivitas urease bakteri
ureolitik dari sampel sedimen sawah asal Muara Gembong (Bekasi).
Sepengetahuan penulis, ini adalah studi pertama yang melaporkan isolasi bakteri
ureolitik dari sedimen sawah asal Muara Gembong (Bekasi). Bakteri ureolitik
3
yang diperoleh dapat dijadikan sebagai alternatif yang baik untuk aplikasi
biogrouting.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat bakteri ureolitik dari sampel sedimen sawah asal
Muara Gembong (Bekasi)?
2. Bagaimana produktivitas urease bakteri ureolitik dari sampel sedimen
sawah asal Muara Gembong (Bekasi)?
1.3. Hipotesis
Hipotesis untuk rumusan masalah nomor 1 adalah terdapat bakteri
ureolitik dari sampel sedimen sawah asal Muara Gembong (Bekasi).
1.4. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh isolat bakteri ureolitik dari sampel sedimen sawah asal
Muara Gembong (Bekasi).
2. Mengetahui produktivitas urease bakteri ureolitik dari sampel sedimen
sawah asal Muara Gembong (Bekasi).
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memperoleh isolat bakteri ureolitik yang dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan dalam meningkatkan kestabilan tanah dengan
metode biogrouting.
4
1.6. Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
Meningkatkan kestabilan tanah
Metode yang digunakan dalam meningkatkan
kestabilan tanah
Biogrouting
Bakteri ureolitik
Murah dan
ramah
lingkungan
Sumber sedimen sawah
Isolasi
Diperoleh bakteri
ureolitik
Pengukuran produktivitas
urease
Agen biogrouting
Grouting
Mahal dan tidak
ramah lingkungan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biogrouting
Biogrouting yang juga dikenal sebagai biosementasi merupakan suatu
metode untuk meningkatkan kestabilan tanah, dengan memanfaatkan bakteri yang
berperan dalam proses pengendapan kalsium karbonat (CaCO3) yang bersifat
ramah lingkungan dan murah (Goenadi, 2017). Di sisi lain, proses biogrouting
menggunakan agen biologis yang dapat mempercepat sementasi, mikroorganisme
(ketika disuplai dengan substrat yang sesuai) mampu mengkatalisasi reaksi kimia
yang mengarah pada pengendapan senyawa anorganik yang membantu mengubah
sifat-sifat tanah (Paassen et al., 2009; Paassen, 2009). Menurut Ivanov & Chu
(2008), proses biogrouting dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seleksi dan
identifikasi mikroorganisme yang sesuai, keamanan proses aplikasi, biaya dan
stabilitas sifat-sifat tanah setelah pengaplikasian biogrouting. Peran dari bakteri
yang digunakan dalam aplikasi biosementasi adalah sebagai pengganti bahan-
bahan kimia yang digunakan dalam proses grouting atau sementasi seperti
poliuretan, silikat, akrilat dan akrilamida.
Proses biogrouting dilakukan dengan memanfaatkan bakteri pengendap
kalsium karbonat (CaCO3) melalui hidrolisis urea dengan kemampuannya untuk
menginduksi kalsium karbonat (CaCO3), dalam jumlah tinggi pada waktu singkat
adalah proses yang paling mudah dan mudah dikontrol (Dhami et al., 2014).
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan mineral yang tersebar secara luas di bumi
dan banyak ditemukan di beberapa bebatuan di antaranya batu pasir atau batu
marmer. Kalsium karbonat atau dikenal dengan nama kalsit dapat mengendap
dalam keadaan pH basa, yaitu 8.8 – 9.0 (Stocks-fischer, Galinat, & Bang, 1999).
Menurut Hammes, Boon, Villiers, Verstraete, & Siciliano (2003), proses
terbentuknya kalsit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH lingkungan,
konsentrasi kalsium dan konsentrasi karbonat.
6
Pemanfaatan kelompok bakteri pengendap kalsium karbonat (CaCO3)
mengacu pada kemampuannya dalam menghasilkan enzim urease yang berperan
dalam proses hidrolisis urea (Wei et al., 2015; Putra, Yasuhara, Kinoshita,
Neupane, &Lu, 2016). Kelompok bakteri penghasil enzim urease disebut sebagai
kelompok bakteri ureolitik yang akan mendegradasi urea menghasilkan ion
karbonat dan berekasi dengan ion kalsium yang akan menjadi kalsium karbonat
(CaCO3) yang berperan sebagai agen penghubung antara partikel pasir yang
kemudian akan melalui tahap sementasi dan akan mengubah partikel pasir
menjadi batuan pasir yang kompak (Goenadi, 2017; Lee, 2003). Bakteri ureolitik
yang telah dilaporkan dalam pemanfaatannya untuk proses biogrouting adalah
Bacillus sphaericus dan Sporosarcina pasteurii yang digunakan untuk
memperbaiki keretakan beton (De-Belie & De-Muynck, 2008; Ramachandran et
al., 2001; De-Muynck et al., 2008 ), Bacillus pseudifirmus dan Bacillus cohnii
digunakan untuk merawat permukaan beton (Jonkers & Schlangen, 2007; Jonkers,
2007). Sementara itu, menurut Sarayu et al. (2014), beberapa bakteri yang mampu
berperan dalam pengendapan kalsit melalui hidrolisis urea adalah Pseudomonas
putida, Arthrobacter sp., Desulfovibrio desulfuricans, Phormidium crobyanum
dan Homoeothrix crustacean.
Dalam Al-Quran, Allah SWT telah memberikan petunjuk tentang
penciptaan makhluk hidup termasuk didalamnya mikroorganisme yang
merupakan bagian dari makhluk hidup yang Allah SWT ciptakan. Hal tersebut
terdapat dalam surat Al-baqarah (2): 164 sebagai berikut:
Terjemahan: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi
7
itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan”.
Dari ayat tersebut dapat kita pelajari bahwa Allah SWT telah menciptakan
langit dan bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka sebagai manusia
seharusnya memperhatikan dan menyadari rahmat Allah yang begitu luar biasa
dengan begitu akan menambah keimanan kita pada Allah SWT dan memperluas
pengetahuan mengenai alam ciptaan-Nya. Selain itu, Allah juga menciptakan
segala jenis hewan baik yang dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang
maupun yang dapat dilihat dengan bantuan alat seperti mikroorganisme. Allah
menciptakan semua yang ada dilangit dan dibumi adalah sudah pasti bermanfaat
untuk manusia seperti bakteri yang dapat menyuburkan tanah dan manfaat lain
seperti untuk keperluan medis atau sipil. Hal tersebut menunjukkan bahwa kuasa
Allah begitu besar.
2.2. Urease dan Bakteri Ureolitik
Urease merupakan enzim yang dihasilkan dari banyak organisme, seperti
bakteri, ganggang, jamur, tanaman dan invertebrata. Enzim urease dalam tanah
berperan sebagai katalisator dalam proses hidrolis urea menjadi amonia dan asam
karbonat yang selanjutnya asam karbonat (Banarjee & Aggarwal, 2012). Urease
adalah enzim yang dihasikan oleh bakteri ureolitik yang tidak bersifat toksik
(Fujita, Ferris, Lawson, Colwell, & Smith, 2011). Enzim urease berperan dalam
proses hidrolisis urea menjadi amonium dan karbondioksida, saat proses hidrolisis
berlangsung akan terjadi kenaikan konsentrasi karbonat dan pH. Kemudian
karbonat yang dihasilkan dari proses tersebut akan berikatan dengan kalsium
untuk membentuk kalsium karbonat (CaCO3) (Krishnapriya et al., 2015).
Urease adalah enzim yang sangat sensitif terhadap pengelolaan lahan,
sehingga tanah yang secara intensif mengalami pengelolaan biasanya mempunyai
aktivitas enzim yang rendah. Berdasarkan penelitian Wandasari (2006),
penggunaan lahan secara intensif mempengaruhi C-biomassa mikroorganisme di
dalam tanah dan mempengaruhi aktivitas ureolitik. Aktivitas ureolitik di tanah
sawah rendah dikarenakan terjadi pengelolaan lahan, pemupukan dan penggunaan
pestisida sehingga memiliki struktur agregat tanah yang kurang baik.
8
Bakteri ureolitik memiliki keterlibatan besar dalam proses pengendapan
kalsium karbonat (CaCO3) untuk memperkuat dan meningkatkan kestabilan tanah.
Peran bakteri ureolitik dalam teknologi biogrouting adalah memproduksi enzim
urease untuk pengendapan kalsium karbonat (CaCO3). Selain itu, bakteri tersebut
juga memiliki kemampuan untuk bertahan dan resisten terhadap tanah yang
memiliki konsentrasi urea dan kalsium yang tinggi. Bakteri ini merupakan
kelompok bakteri yang dapat membentuk spora yang berguna dalam pembentukan
bahan semen (Goenadi, 2017). Hirolisis urea membentuk endapan kalsium
karbonat (CaCO3) yang dikatalis oleh enzim urease dituliskan pada persamaan
berikut (Hammes et al., 2003):
CO(NH2)2 + H2O NH2COOH + NH3 (1)
NH2COOH + H2O NH3 + H2CO3 (2)
H2CO3 HCO3- + H
+ (3)
2NH3 + 2H2O 2NH4+
+ 2OH-
(4)
HCO3- + H
+ + 2NH4
+ + 2OH
- CO3
2- + (5)
2NH4 + 2H2O
CO32-
+ Ca2+
CaCO3 (6)
Satu mol urea terhidrolisis secara intraseluler menjadi 1 mol amonia dan 1
mol karbamat (persamaan 1), selanjutnya terhidrolisis menjadi 1 mol amonia dan
1 mol asam karbonat (persamaan 2), produk-produk tersebut selanjutnya akan
seimbang dalam air membentuk bikarbonat dan 2 mol ion amonium dan
hidroksida (persamaan 3 dan 4) yang akan menyebabkan kenaikan pH dan
menggeser kesetimbangan bikarbonat, menghasilkan ion karbonat (persamaan 5)
yang berikatan dengan ion kalsium terlarut pada tanah kemudian membentuk
endapan kalsium karbonat (persamaan 6) (Hammes et al., 2003). Bakteri ureolitik
dipilih sebagai agen dalam perbaikan kestabilan tanah atas dasar kelangsungan
hidup mereka di lingkungan alkali (Chahal, Rajor, & Siddique, 2011). Bakteri
ureolitik merupakan kelompok bakteri yang mengandung enzim urease yang
berperan dalam proses pembentukan kalsium karbonat (CaCO3).
9
2.3. Deskripsi Muara Gembong (Bekasi)
Menurut (Jamil, 2007), Muara Gembong merupakan kecamatan terluas di
Bekasi dengan luas wilayah sekitar 13.310 hektar dengan 60% wilayahnya
merupakan wilayah pantai. Secara umum lahan di wilayah Muara Gembong
memiliki totopgrafi yang datar yang mana topografi datar dan berair
menyebabkan kondisi tanahnya memiliki pH yang rendah (masam). pH tanah di
Muara Gembong berkisar antara 4,5-5,5. Rendahnya pH tersebut diakibatkan oleh
tingginya kadar ferit diwilayah tersebut. Pemanfaatan lahan di Muara Gembong
paling tinggi adalah diperuntukkan untuk tambak yakni sebesar 66,97% atau
sekitar 8.914 hektar dari luas wilayah Muara Gembong dan lahan yang
dimanfaatkan untuk sawah irigasi berada diposisi kedua dengan pemanfaatan
lahan seluas 15,7% dari total luas wilayah Muara Gembong. Luasnya
pemanfaatan area untuk pertanian dikarenakan kesesuaian kondisi Muara
Gembong untuk pertanian. Curah hujan di Muara Gembong dapat mencapai 1.838
mm pertahun dengan suhu 27,1oC sehingga berdasarkan kondisi tersebut lahan di
Muara Gembong memiliki kriteria yang sesuai untuk pertanian. Akan tetapi
pemanfaatan lahan di Muara Gembong telah mengalami perubahan yang cukup
signifikan dalam kurun waktu 40 tahun. Perubahan pemanfaatan lahan yang
terjadi dikarenakan banyaknya kegiatan pembangunan di Muara Gembong
mengakibatkan tingginya laju pertumbuhan dan perubahan lahan. Salah satu
pemanfaatan lahan yang memberikan masalah terhadap ekosistem pesisir adalah
pengembangan usaha pertanian yang mana dalam usaha pertanian tersebut adalah
menurunnya kualitas air di perairan pesisir yang disebabkan oleh masuknya
bahan-bahan beracun seperti pupuk, pestisida, fungisida dan insektisida.
Pupuk merupakan suatu bahan yang sering dimanfaatkan dalam usaha
pertanian untuk memberikan kesuburan pada tanah ketika tanah tersebut
kehilangan unsur hara yang disebabkan oleh pengelolaan lahan seperti yang
terjadi pada tanah sawah. Selain itu, pupuk juga diberikan agar tanaman tumbuh
dan berkembang dengan baik guna memperoleh hasil produksi yang sesuai
harapan, karena tanaman akan menyerap unsur hara yang berasal dari pupuk
tersebut (Riady, 2015).
10
Para petani dalam melakukan aktivitas pertaniannya banyak menggunakan
pupuk anorganik seperti pupuk urea karena pupuk urea mudah larut dalam air dan
mudah diserap oleh tanaman (Ramadhani, 2014). Pupuk urea merupakan pupuk
anorganik yang berbentuk padatan putih seperti butiran kristal yang mengandung
unsur nitrogen tinggi, yaitu sebesar 46% dari total komposisi pupuk urea
(Ambarwati, 2008). Kandungan nitrogen yang terdapat dalam pupuk urea sangat
penting bagi pertumbuhan tanaman di antaranya pertumbuhan organ-organ
tanaman, karena nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino, amida dan
nukleoprotein yang sangat penting dalam proses pembelahan sel. Jika proses
pembelahan sel dapat berlangsung dengan baik maka akan berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan tanaman seperti bertambahnya bobot, ukuran, jumlah sel
dan volume. Selain berperan penting dalam proses pembelahan sel, nitrogen juga
berperan dalam pembentukan klorofil yang berkaitan dengan proses fotosintesis,
jika klorofil yang terbentuk tinggi maka laju fotosintesis juga tinggi dan fotosintat
yang dihasilkan juga meningkat (Kresnatita, Koesriharti, & Santoso, 2013).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Geostech, Pusat
Teknologi Lingkungan (PTL) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan bulan Januari
sampai September 2019.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sampel sedimen
sawah koleksi Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) asal Muara
Gembong (Bekasi), akuades steril, agar, pepton, nutrient broth, D-glukosa, NaCl
(natrium klorida), KH2PO4 (potassium dihidrogen fosfat), C19H14O5S (phenol
red), CH4N2O (urea), C6H5K3O7 (kalium sitrat), HCl (hidrogen klorida), C6H5OH
(fenol), C2H5OH (etanol), CH3OH (methanol), C3H6O (aseton), NaOH (natrium
hidroksida), NaOCl (natrium hipoklorit), (NH4)2SO4 (amonium sulfat), C7H8
(toluena), alkohol 70%, alkohol 96%,, kertas label, kapas, kertas tissue dan
pembakar api bunsen.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, labu
ukur, batang drugalsky, pipet ukur, pipet tetes, mikro pipet, mikro tip, gelas ukur,
tabung reaksi, pH meter, termometer celcius, vortex, autoklaf, microwave,
inkubator, ose bulat, ose lurus, kertas saring Whatman no 41, kaca objek, kaca
penutup, spektrofotometer Jasco V 530, mikroskop cahaya, laminar air flow
cabinet, neraca analitik dan spatula.
3.3. Cara Kerja
Cara kerja dalam penelitian ini dapat dilihat pada alur kerja (Gambar 2).
12
Gambar 2. Cara Kerja Pengukuran Produktivitas Isolat Bakteri Ureolitik
3.4. Pembuatan Medium
Medium urea agar base dibuat dengan menimbang 1 g pepton, 1 g D-
glukosa, 2 g potassium dihidrogen fosfat, 5 g natrium klorida, 0,0012 g phenol
red dan 15 g, kemudian bahan-bahan tersebut di larutkan dalam akuades 950 mL.
Setelah larut medium disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC
selama 20 menit dengan tekanan 1,06 kg/cm2 dan didinginkan hingga suhu
mencapai 45-50oC, selanjutnya medium ditambahkan 50 mL larutan urea 40%
yang telah disterilisasi dengan UV pada panjang gelombang 270 nm selama 15
menit lalu diaduk. Medium urea agar base cair dibuat dengan komposisi dan cara
yang sama dengan media urea agar base tetapi tanpa penambahan agar (Himedia,
2018) Tahap berikutnya, yaitu pembuatan medium NA-Urea dengan melarutkan
Persiapan alat dan bahan
Pembuatan medium
Isolasi, pemurnian isolat dan pengamatan
isolat
Pengukuran
konsentrasi amonia
Penyiapan isolat dan pembuatan larutan
untuk pengukuran produktivitas urease
Pengukuran
konsentrasi sel
Pengukuran pH dan
suhu
Analisis data
13
8 g nutrient broth dan 15 g agar ke dalam 950 mL akuades lalu diaduk sampai
larut dan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama 20 menit
dengan tekanan 1,06 kg/cm2 dan didinginkan hingga suhu mencapai 45-50
oC, lalu
media ditambahkan 50 mL larutan urea 40% yang telah disterilisasi dengan UV
pada panjang gelombang 270 nm selama 15 menit dan diaduk sampai tercampur
rata. Sinar UV pada panjang gelombang 200-300 nm bersifat bakterisidal
sehingga dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme (Nakahashi et al.,
2014).
3.4.1. Isolasi dan Pengamatan Isolat
Sampel sedimen sawah diambil 1 g dan dilarutkan pada 9 mL larutan NaCl
0,85% dalam tabung reaksi dan dilakukan pengenceran 10-1
sampai 10-4
.
Kemudian masing-masing pengenceran diambil 0,1 mL lalu diinokulasikan pada
medium urea agar base padat dengan metode spread plate pada medium dan
diinkubasi pada suhu 35oC selama 48 jam. Koloni-koloni yang tumbuh dengan
morfologi yang berbeda pada medium urea agar base padat diinokulasi secara
goresan (streak plate) pada medium urea agar base padat yang baru disimpan
dalam inkubator pada suhu 35oC selama 48 jam. Koloni yang mempunyai
aktivitas urease akan menunjukkan perubahan warna pada medium isolasi dari
jingga menjadi merah ungu (Lampiran 1). Selanjutnya isolat yang masih
bercampur dimurnikan pada medium urea agar base padat baru dan dilihat
kembali isolat yang positif ureolitik. Isolat yang positif ureolitik di uji kembali
pada media urea agar base cair, dan koloni yang dapat mengubah warna medium
urea agar base cair yang semula jingga menjadi merah keunguan akan dipilih
sebagai isolat bakteri ureolitik dalam penelitian ini (Lampiran 2). Kemudian isolat
murni positif ureolitik ditumbuhkan pada medium NA-Urea dan Urea Agar Base
cair sebagai stok isolat. Isolat murni diamati morfologinya antara lain, bentuk
koloni, permukaan, tepi, elevasi, gram dan bentuk sel. Pengamatan dilakukan
setelah inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan suhu 35oC.
3.5. Pengukuran Produktivitas Urease (Tabatabai & Bremner, 1969)
Stok isolat diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam 10 mL media urea
agar base cair (dilakukan 3x ulangan) kemudian diinkubasi pada suhu 35oC
selama 48 jam. Selanjutnya masing-masing ulangan diambil 1 mL berturut-turut
14
dimasukkan ke dalam 8 tabung untuk 1 kali ulangan yang telah berisi media urea
agar base cair baru. Empat tabung pertama digunakan untuk pengukuran
produktivitas isolat hari ke-0 dan 4 tabung lainnya untuk pengukuran
produktivitas isolat hari ke-7.
Pengukuran produktivitas isolat yang dilakukan adalah pengukuran
konsentrasi amonia, konsentrasi sel, pH dan suhu. Pengukuran konsentrasi amonia
membutuhkan beberapa larutan, yaitu larutan natrium-fenol, natrium-hipoklorit,
urea 10%, stok amonium sulfat dan blanko. Larutan yang pertama dibuat adalah
larutan natrium fenol, larutan natrium fenol dibuat dengan dua langkah, yaitu
langkah (a) dan (b). Langkah (a), yaitu fenol ditimbang sebanyak 6,25 g lalu
dilarutkan dalam 20 mL etanol lalu ditambahkan 2 mL metanol dan 18,5 mL
aseton, kemudian ditambahkan kembali dengan etanol sampai volume menjadi
100 mL. Selanjutnya langkah (b), 27 g NaOH dilarutkan dalam 100 mL akuades.
Masing-masing larutan (a) dan larutan (b) diambil sebanyak 20 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, lalu tambahkan akuades sampai volume
menjadi 100 mL dan larutan natrium-fenol siap digunakan.
Larutan kedua yang dibuat adalah larutan natrium-hipoklorit, larutan
dibuat dengan melarutkan 281,7 mL natrium-hipoklorit ke dalam akuades 1000
mL. selanjutnya, yaitu pembuatan larutan urea 10% dengan cara 10 g urea
dilarutkan dalam 100 mL akuades lalu dikocok dan diperoleh larutan urea 10%.
Larutan stok amonium sulfat dibuat dengan menimbang 4,717 g
(NH4)2SO4 ke dalam 1000 mL akuades. Disiapkan larutan kerja dengan
melarutkan 10 mL larutan stok di dalam 990 mL akuades. Larutan ini
mengandung 10 µg NH3N. Disiapkan labu erlenmeyer 50 mL, dipipet larutan
kerja tersebut sebanyak 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 mL. Jumlah ini
setara dengan 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,2; 1,6; 2; 2,4; 2,6; 2,8 dan 4 ppm NH3-N/mL.
Kemudian ditambahkan berturut-turut 10 mL akuades, 4 mL natrium fenol dan 3
mL larutan natrium hipoklorit dan dikocok sampai homogen selama 20 menit.
Setelah 20 menit dengan menggunakan akuades volume dibuat menjadi 50 mL
dan diukur intensitas cahayanya pada panjang gelombang 590 nm pada
spektrofotometer Jasco V 530. Kurva standar amonia disajikan pada Lampiran 5.
15
Larutan terakhir yang dibuat untuk pengukuran konsentrasi amonia adalah
blanko, yaitu disiapkan larutan yang terdiri dari 10 mL akuades, 4 mL natrium
fenol, 3 mL larutan natrium hipoklorit dalam labu erlenmeyer 50 mL dan dikocok
larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan akuades sampai volumenya
menjadi 50 mL.
Larutan yang telah dibuat siap digunakan untuk pengukuran konsentrasi
amonia. Amonia yang terbentuk dari hasil hidrolisis urea diukur untuk
menetapkan aktivitas ureolitik. 10 mL media yang telah diinokulasikan isolat
bakteri dimasukkan dalam labu erlenmeyer 100 mL dan ditambahkan 15 mL
toluena lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 15 menit kemudian
ditambahkan 10 mL larutan urea 10% dan 20 mL larutan buffer sitrat dengan pH
6,7 lalu dikocok campuran tersebut. Kemudian labu erlenmeyer tersebut ditutup
dengan sumbat dan diinkubasi dengan suhu 37oC selama 3 jam. Kemudian
ditambahkan akuades sampai volume menjadi 100 mL kemudain ditutup kembali
labu erlenmeyer dan dikocok. Selanjutnya suspensi disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman no 41 dan dimasukkan berturut-turut ke dalam labu
erlenmeyer 1 mL filtrat, 10 mL akuades, 4 mL larutan natrium-fenol, 3 mL larutan
natrium hipoklorit lalu dikocok dan didiamkan selama 20 menit lalu ditambahkan
akuades sampai volume menjadi 50 mL dan dikocok kembali. Kemudian larutan
diukur dengan menggunakan Spektrofotometer Jaco V 530 dengan panjang
gelombang 590 nm.
Pengukuran konsentrasi sel dilakukan dengan total plate count (TPC)
dengan cara 0,1 mL isolat diambil dari tabung K0.1, K0.2 dan K0.3 untuk
pengukuruan hari ke-0, lalu di masukkan pada tabung reaksi yang berisi 9 mL
urea base yang belum berisi isolat sehingga didapatkan pengenceran 10-1
dan
dilanjutkan pengenceran 10-2
, 10-3
dan 10-4
. Pengukuran pada hari ke-7 dilakukan
cara yang sama dengan pengukuran hari ke-0.
Pengukuran pH dilakukan dengan cara diambil 10 mL isolat dari tabung
pH0.1, pH0.2 dan pH0.3 untuk pengukuran pH pada hari ke-0. Lalu untuk
pengukuran di hari ke-7 dilakukan cara yang sama, yaitu diambil 10 mL isolat
dari tabung pH7.1, pH7.2 dan pH7 kemudian diukur pH dengan menggunakan pH
meter. Pengukuran terakhir adalah pengukuran suhu, diambil 10 mL dari tabung
16
T0.1, T0.2 dan T0.3 untuk pengukuran suhu hari ke-0 lalu T7.1, T7.2 dan T7.3
untuk pengukuran suhu hari ke-7 dengan menggunakan termometer celcius.
3.6. Analisis Data
Data pengukuran konsentrasi amonia, konsentrasi sel, pH dan suhu
dianalisis secara parametrik menggunakan analisis variansi pada signifikansi 0,05.
Hasil analisis variansi yang diperoleh disajikan pada Lampiran 4.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Isolasi Bakteri Ureolitik dari Sampel Sedimen Sawah Muara
Gembong (Bekasi)
Bakteri murni yang diperoleh adalah 4 isolat dan setelah dilakukan seleksi
pada media urea agar base cair, didapat 3 isolat bakteri yang positif melakukan
aktivitas ureolitik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel uji yang berasal dari
sedimen sawah dapat dijadikan sumber isolasi bakteri ureolitik karena sedimen
sawah mengandung pupuk urea yang dimanfaatkan oleh bakteri ureolitik untuk
menghasilkan amonia dari hidrolisis urea, selanjutnya bakteri memanfaatkan
amonia tersebut untuk menghasilkan ATP (Cheng & Cord-Ruwisch, 2013). Selain
itu sedimen sawah mengandung partikel, mineral, bahan organik dan organik yang
melimpah, sehingga menjadi tempat ideal bagi bakteri untuk hidup (Waluyo,
2008). Tiga isolat bakteri yang telah diamati koloni dan sel dapat dilihat pada
Tabel 1. Ketiga isolat yang telah diamati memiliki ciri morfologi yang berbeda.
Sementara itu, reaksi gram yang diperoleh adalah 2 isolat merupakan gram negatif
berbentuk coccus dan 1 isolat gram positif berbentuk bacil.
Tabel 1. Morfologi Koloni dan Sel Isolat Bakteri Ureolitik dari Sampel Sedimen
Sawah Muara Gembong (Bekasi)
No Nomor
Isolat
Morfologi Koloni Morfologi Sel
Bentuk Permukaan Elevasi Tepi Gram Bentuk
Sel
1 Isolat 1 Tidak
berpola
Kasar Rata Berlobus Negatif Coccus
2 Isolat 2 Lingkaran Halus Menonjol Rata Positif Bacil
3 Isolat 4 Lingkaran Halus Rata Rata Negatif Coccus
Keterangan: Coccus (bulat); Bacil (silinder atau batang)
4.2. Produktivitas Isolat Bakteri Ureolitik dari Sampel Sedimen Sawah
Muara Gembong (Bekasi)
Peningkatan konsentrasi amonia yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar
3. Terjadi aktivitas ureolitik pada ketiga isolat bakteri ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi amonia dari hari ke-0 dan ke-7 (Lampiran 3).
Peningkatan konsentrasi amonia dari ketiga isolat menunjukkan hasil yang
18
berbeda nyata berdasarkan analisis variansi (0,05) (Lampiran 4). Peningkatan
konsentrasi amonia tertinggi didapat dari isolat 4, yaitu sebesar 6,09 ppm dengan
rata-rata konsentrasi amonia yang didapat dari ketiga isolat adalah sejumlah 4
ppm. Hasil rata-rata konsentrasi amonia pada penelitian ini lebih rendah dari
penelitian Chahal et al. (2011), yang memperoleh rata-rata konsentrasi amonia
sebesar 5,93 ppm yang didapat dari 3 isolat. Perbedaan rata-rata konsentrasi
amonia dapat disebabkan oleh perbedaan medium yang digunakan. Medium yang
digunakan pada penelitian tersebut telah dioptimasi, diperkaya dengan
menambahkan kaldu gizi, amonium klorida dan kalsium klorida sehingga isolat
bakteri memiliki aktivitas metabolisme lebih baik dan konsentrasi amonia yang
dihasilkan lebih tinggi. Sedangkan medium pada penelitian ini belum dilakukan
optimasi.
Gambar 3. Peningkatan Konsentrasi Amonia Isolat Setelah 7 Hari
Sementara itu, peningkatan konsentrasi sel yang diamati setelah 7 hari
dapat dilihat pada Gambar 4. Ketiga isolat bakteri menunjukkan peningkatan
konsentrasi sel mencapai 106 CFU/mL. Analisis variansi (0,05) yang dilakukan
diperoleh bahwa ketiga isolat menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 4).
Isolat yang menunjukkan peningkatan konsentrasi sel paling tinggi adalah isolat 4
dengan peningkatan sebesar 12,1×106 CFU/mL. Berdasarkan penelitian Khattra,
Parmar & Phutela (2016), peningkatan kekuatan tekan beton diperoleh hasil
kekuatan tekan beton pada konsentrasi sel 106 CFU/mL yang diamati pada balok
2.86 2.78
6.09
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Isolat 1 Isolat 2 Isolat 4
Peningkatan
Konsentrasi
amonia (ppm)
Nomor Isolat
19
beton yang diujikan selama 7 hari menunjukkan peningkatan 73.39% yang berarti,
konsentrasi sel 106 CFU/mL dapat digunakan sebagai agen biogrouting.
Gambar 4. Peningkatan Konsentrasi Sel Isolat Setelah 7 Hari
Produktvitas isolat bakteri selain dilihat dari konsentrasi amonia dan
konsentrasi sel yang diperoleh, dilihat pula dari pH (Gambar 5). pH medium yang
terukur pada hari ke-0 cenderung asam, yaitu 6,27 - 6,67. Kemudian pada hari ke-
7 menjadi basa, yaitu 8,93 – 9,0. Hasil peningkatan pH setiap isolat tidak berbeda
nyata berdasarkan analisis variansi (0,05), sehingga tidak dapat menentukan isolat
yang memberikan hasil terbaik. Menurut Zhang et al. (2016), sebenarnya dalam
kondisi asam hidrolisis urea atau pengendapan kalsium tetap terjadi, tetapi akan
membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan kondisi basa. Peningkatan pH
yang diperoleh dari hidrolisis urea ketiga isolat masih termasuk kedalam pH yang
biasa terukur pada aktivitas ureolitik. Hal tersebut sesuai dengan Stocks-fischer et
al. (1999) yang melaporkan bahwa pH pada aktivitas ureolitik terukur mencapai
pH 8,8-9.0 Menurut Zusfahair, Ningsih, Fatoni, & Pertiwi (2018), sebagian besar
bakteri menunjukkan pH optimal aktivitas ureolitik pada kondisi netral atau basa.
Ketika pH menunjukkan pH optimal, berarti konformasi enzim berada dalam
kondisi ideal, hal tersebut yang menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat
menjadi maksimal dalam proses hidrolisis urea dan membentuk produk.
8.18
5.89
12.1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Isolat 1 Isolat 2 Isolat 4
Peningkatan
Konsentrasi
Sel (106
CFU/mL)
Nomor Isolat
20
Gambar 5. pH Isolat Hari ke-0 dan ke-7
Sementara itu, suhu yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 6. Suhu
ketiga isolat yang didapat pada hari ke-0 berkisar 29 – 29,27oC dan pada hari ke-7
berkisar 30,83 – 31,17oC. Rata-rata peningkatan suhu dari ketiga isolat adalah
sebesar 1,8oC (Lampiran 3). Suhu yang diperoleh dalam penelitian ini masih
termasuk suhu yang dapat digunakan untuk aktivitas ureolitik, karena suhu yang
mendukung aktivitas ureolitik berkisar antara 20 - 37oC (Okwadha & Li, 2010;
Mitchell & Santamarina, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell & Ferris
(2005), melaporkan bahwa aktivitas ureolitik meningkat antara 5 - 10 kali ketika
suhu meningkat antara 10 - 20oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
suhu berpengaruh pada aktivitas ureolitik. Peningkatan suhu yang terjadi
dikarenakan bakteri aktif melakukan hidrolisis atau penguraian bahan organik
(urea) dengan bantuan oksigen menghasilkan produk karbon dioksida, uap air dan
panas. Setelah proses hidrolisis selesai suhu akan turun secara perlahan (Isroi,
2007). Hasil peningkatan suhu setiap isolat tidak berbeda nyata berdasarkan
analisis variansi (0,05) (Lampiran 4), sehingga tidak dapat menentukan isolat
yang memberikan hasil suhu terbaik
6.47 6.67 6.27
8.97 9.00 8.93
2.56 2.25 2.68
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Isolat 1 Isolat 2 Isolat 4
Nomor Isolat
pH Awal pH Akhir Peningkatan
21
Gambar 6. Suhu Isolat Hari ke-0 dan ke-7
Empat parameter produktivitas urease isolat bakteri yang diukur memiliki
keterkaitan. Keterkaitan antara konsentrasi amonia dan konsentrasi sel dapat
dilihat dari peningkatan konsentrasi amonia dan konsentrasi sel yang diperoleh
dari isolat 4 yang menunjukkan hasil tertinggi pada kedua parameter tersebut
dibandingkan dengan isolat lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi
amonia yang diperoleh meningkat seiring peningkatan konsentrasi sel. Ketika
konsentrasi sel meningkat, maka amonia sebagai produk hidrolisis urea juga
meningkat, selain itu ketika konsentrasi sel meningkat maka meningkat pula situs
nukleasi di lingkungan untuk pengendapan kalsium karbonat (CaCO3) yang
mendukung proses biogrouting di lingkungan (Imran, Shinmura, Nakashima, &
Kawasaki, 2018).
Sementara itu, keterkaitan antara pH dan amonia adalah pH meningkat
seiring peningkatan konsentrasi amonia. Rata-rata peningkatan pH adalah 2,5 dan
rata-rata peningkatan amonia yang diperoleh adalah 4 ppm (Lampiran 3). Hal ini
sesuai dengan penelitian Zusfahair et al. (2018) yang melaporkan, terjadi
peningkatan pH sebesar 2. Pada aktivitas ureolitik yang terukur sebesar 70%, pH
yang terukur adalah 5. Sedangkan ketika aktivitas ureolitik yang terukur mencapai
100%, pH yang terukur adalah 7. Hal ini menandakan nilai peningkatan
konsentrasi amonia berpengaruh terhadap peningkatan pH. Selain itu, keterkaitan
antarparameter lainnya dapat dilihat dari peningkatan suhu. Suhu meningkat
29.00 29.17 29.27 30.83 30.83 31.17
1.83 1.66 1.90
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
Isolat 1 Isolat 2 Isolat 4
(oC)
Nomor Isolat
Suhu Awal Suhu Akhir Peningkatan
22
seiring peningkatan aktivitas ureolitik. Peningkatan aktivitas ureolitik terjadi
dikarenakan peningkatan energi kinetik yang meningkatkan kemungkinan
tumbukan antarmolekul enzim dengan substrat dan membentuk kompleks enzim,
sehingga suhu dan produk yang dihasilkan juga meningkat (Zusfahair et al.,
2018).
Berdasarkan penelitian ini ke-4 parameter yang diukur menunjukkan
keterkaitan dilihat dari peningkatan konsentrasi amonia, konsentrasi sel, pH dan
suhu yang diperoleh. Keberadaan urea pada medium dijadikan sebagai sumber
energi oleh isolat bakteri melalui hidrolisis urea menghasilkan amonia,
keberadaan amonia sebagai produk hidrolisis urea menyebabkan peningkatan pH
dan suhu. Peningkatan pH dan suhu penting untuk peningkatan aktivitas ureolitik
dan pengendapan kalsium karbonat (CaCO3). Hasil pengujian analisis variansi pH
dan suhu ketiga isolat tidak menunjukkan hasil berbeda nyata. Menurut Fujita et
al. (2011), pH dan suhu tidak berbeda nyata karena ketiga isolat tersebut memiliki
aktivitas metabolisme yang sama. Namun, pengujian pada konsentrasi amonia dan
sel, diperoleh hasil berbeda nyata dengan peroleh konsentrasi amonia dan sel
tertinggi adalah isolat 4. Hal itu karena isolat 4 merupakan isolat dominan selama
pengukuran produktivitas urease (Stocks-fischer et al. 1999), yang berarti isolat 4
memiliki potensi untuk dipilih dan dikembangkan yang selanjutnya dijadikan
sebagai agen dalam meningkatkan kestabilan tanah menggunakan metode
biogrouting.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Diperoleh 3 isolat bakteri ureolitik yang berbeda dari sampel sedimen
sawah asal Muara Gembong (Bekasi).
2. Hasil pengukuran produktivitas urease bakteri ureolitik dilihat dari
peningkatan konsentrasi amonia yang diperoleh adalah 2,78 – 6,09 ppm,
konsentrasi sel adalah 5,89×106 – 12,1×10
6 CFU/mL, pH hari ke-0 adalah
6,27 – 6,67, pH hari ke-7 adalah 8,93 – 9,0 serta suhu hari ke-0 adalah 29
– 29,27oC dan suhu hari ke-7 adalah 30,83 – 31,17
oC.
5.2. Saran
Perlu dilakukannya pemilihan media yang optimal untuk pertumbuhan
isolat bakteri, agar isolat bakteri dapat tumbuh optimal. Isolat 4 yang memiliki
potensi menjadi biogrouting dari penelitian ini perlu dilakukan identifikasi dan
dikembangkan sebagai agen biogrouting.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, R. (2008). Kajian dosis pupuk urea dan macam media tanam
terhadap hasil kandungan andrographolide tanaman sambiloto (
Andrographis paniculata Ness. (Master’s Thesis). Program Studi Agronomi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Banerjee, S., & Aggarwal, A. (2012). Isolation, partial purification,
characterization and inhibition of urease. Asian Journal of Bio Science, 7(2),
203–209.
Cacchio, P., Ercole, C., Contento, R., Cappuccio, G., Martinez, M. P., Del Gallo,
M., & Lepidi, A. (2012). Involvement of bacteria in the origin of a newly
described speleothem in the gypsum cave of grave grubbo (Crotone, Italy).
Journal of Cave and Karst Studies, 74(1), 7–18.
https://doi.org/10.4311/2010MB0136R
Chahal, N., Rajor, A., & Siddique, R. (2011). Calcium carbonate precipitation by
different bacterial strains. African Journal of Biotechnology, 10(42), 8359–
8372. https://doi.org/10.5897/AJB11.345
Cheng, L., & Cord-Ruwisch, R. (2013) Selective enrichment and production of
highly urease active bacteria by non-sterile (open) chemostat culture. Journal
of Industrial Microbiology and Biotechnology, 40(10), 1095-1104
De-Belie, N., & De-Muynck, W. (2008). Crack repair in concrete using
biodeposition. Proceedings of the 2nd International Conference on Concrete
Repair, Rehabilitation, and Retrofitting (ICCRRR), Cape Town, South
Africa. Leiden, The Netherlands: CRC Press/Balkema, 777-781.
Dejong, J. T., Martinez, B. C., Mortensen, B. M., Nelson, D. C., Waller, J. T.,
Weil, M. H., … Tanyu, B. (2009). Upscaling of bio-mediated soil
improvement mechanics and geotechnical engineering. Proceedings of the
17th International Conference on Soil Mechanics and Geotechnical
Engineering, 2300–2304. https://doi.org/10.3233/978-1-60750-031-5-2300
DeJong, J. T., Soga, K., Banwart, S. A., Whalley, W. R., Ginn, T. R., Nelson, D.
C., Mortensen, B. M., Martinez, B. C., & Barkouki, T. (2011). Soil
engineering in vivo: harnessing natural biogeochemical systems for
sustainable, multi-functional engineering solutions. Journal of The Royal
Society Interface, 8, 1-15.
De-Muynck, W., Debrouwer, D., DeBelie, N., & Verstraete, W. (2008). Bacterial
carbonate precipitation improves the durability of cementitious materials.
Cement and Concrete Research, 38, 1005–1014.
Dhami, N. K., Reddy, M. S., & Mukherjee, A. (2014). Application of calcifying
bacteria for remediation of stones and cultural heritages. Frontiers in
microbiology, 5, 304.
25
Fujita, Y., Ferris, F. G., Lawson, R. D., Colwell, F. S., & Smith, R. W. (2011).
Subscribed content calcium carbonate precipitation by ureolytic subsurface
bacteria. Geomicrobiology Journal, 305–318.
https://doi.org/10.1080/01490450050193360
Gat, D., Tsesarsky, M., Shamir, D., & Ronen, Z. (2014). Accelerated microbial-
induced CaCO3 precipitation in a defined coculture of ureolytic and non-
ureolytic bacteria. Biogeosciences, 11, 2561-2569.
Goenadi, D. H. (2017). Perbaikan sifat fisika-mekanis tanah dengan mediasi
teknik hayati. Menara Perkebunan, 85(1), 44–52.
http://dx.doi.org/10.22302/iribb.jur.mp.v85i1.228
Hammes, F., & Verstraete, W. (2002). Key roles of pH and calcium metabolism
in microbial carbonate precipitation. Reviews in Environmental Science and
Biotechnology, 1(1), 3–7. https://doi.org/10.1023/A:1015135629155
Hammes, F., Boon, N., Villiers, J. De, Verstraete, W., & Siciliano, S. D. (2003).
Strain-specific ureolytic microbial calcium carbonate precipitation. Applied
and Environmental Microbiology, 69(8), 4901–4909.
https://doi.org/10.1128/AEM.69.8.4901
Himedia. (2018). Urea agar base ( christensen ) ( autoclavable ). Himedia
Laboratories, 7–9.
Imran, A., Shinmura, M., Nakashima, K., & Kawasaki, S. (2018). Effects of
various factors on carbonate particle growth using ureolytic bacteria.
Materials Transactions, 59(9), 1520–1527.
Isroi. (2007). Pengomposan Limbah Kakao. Materi Pelatihan TOT Budidaya
Kopi dan Kakao Staf BPTP di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember:
Jember
Ivanov, V., & Chu, J. (2008). Applications of microorganisms to geotechnical
engineering for bioclogging and biocementation of soil in situ. Reviews in
Environmental Science and Biotechnology, 7(2), 139–153.
https://doi.org/10.1007/s11157-007-9126-3
Jamil, N. (2007). Analisis opsi pola penggunaan lahan di wilayah pesisir
Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi (Master’s Thesis).
Departemen Management Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor
Jonkers, H. M. (2007) Self healing concrete: a biological approach, in van der
Zwaag, S. (ed.). Self Healing Materials: An alternative Approach to 20
Centuries of Materials Science, 195–204.
Jonkers, H. M., & Schlangen, E. (2007). Crack repair by concrete-immobilized
bacteria. Proceedings of the First International Conference on Self Healing
Materials
26
Karnawati, D. (2005). Bencana alam gerakan massa tanah di. Indonesia dan
upaya penanggulangannya. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Khattra, S.K., Parmar, M., & Phutela, U.G. (2016). Study of strength variation of
concrete using ureolytic bacteria. International Journal of Engineering and
Applied Science (IJEAS), 3(4)
Kresnatita, S., Koesriharti, & Santoso, M. (2013). Effects of organic manure on
growth and yield of sweetcorn. Indonesia Green Technology Journal, 2(1),
8–17.
Krishnapriya, S., Venkatesh Babu, D. L., & G., P. A. (2015). Isolation and
identification of bacteria to improve the strength of concrete.
Microbiological Research, 174, 48–55.
https://doi.org/10.1016/j.micres.2015.03.009
Kumari, J.A., Rao, P., Padmaja, G., & Madhavi, M. (2017). Effect of physico-
chemical properties on soil enzyme urease activity in some soils of Ranga
Reddy district of Telangana State, India. International Journal Curr.
Microbiology Applied Sciences, 6(11), 1708-1714
Lee, Y. N. (2003). Calcite production by Bacillus amyloliquefaciens CMB01. The
Journal of Microbiology, 41(4), 345–348. https://doi.org/10.1016/S0378-
4290(01)00164-2
Mitchell, A. C., & Ferris, F. G. (2005). The coprecipitation of Sr into calcite
precipitates induced by bacterial ureolysis in artificial groundwater:
temperature and kinetics dependence. Geochim Gosmochim Acta, 69, 4199–
4210.
Mitchell, J. K., & Santamarina, J. C. (2005). Biological considerations in
geotechnical engineering. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering, 131(10), 1222-1233.
Nakahashi, M., Mawatari, K., Hirata, A., Maetani, M., Shimohata, T., Uebanso,
T., … Takahashi, A. (2014). Simultaneous irradiation with different
wavelengths of ultraviolet light has synergistic bactericidal effect on Vibrio
parahaemolyticus. Photochem Photobiol, 1(16), 1397–1403.
https://doi.org/10.1111/php.12309
Okwadha, G. D., & Li, J. (2010). Optimum conditions for microbial carbonate
precipitation. Chemosphere, 81, 1143-1148.
Paassen, L. A. v. (2009). Biogrout Ground Improvement by Microbially Induced
Carbonate Precipitation. Delft University of Technology, Delft,
Netherlands.
Paassen, L. A. v., Harkes, M. P., Zwieten, G. A. v., Zon, W. H. v. d., Star, W. R.
L. v. d., & Loosdrecht, M. C. M. v. (2009). Scale up of biogrout: a biological
ground reinforcement method agrandissement de biogrout: méthode
27
biologique pour la consolidation des sols. Proceedings of the 17th
International Conference on Soil Mechanics and Geotechnical Engineering,
2328-2333.
Putra, H., Yasuhara, H., Kinoshita, N., Neupane, D., & Lu, C.-W. (2016). Effect
of magnesium as substitute material in enzyme-mediated calcite precipitation
for soil-improvement technique. Frontiers in Bioengineering and
Biotechnology, 4(5), 3–10. https://doi.org/10.3389/fbioe.2016.00037
Ramachandran, S. K., Ramakrishnan, V., & Bang, S. S. (2001). Remediation of
concrete using microorganisms. ACI Materials Journal, 98(1), pp. 3-9.
Ramadhani, R. H. (2014). Pengaruh sumber pupuk nitrogen dan waktu pemberian
urea pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Sturt.
var. saccharata). Jurnal Produksi Tanaman, 4(1), 8-15
Riady, M. R. (2015). Pengaruh pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan
produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) (Thesis). Program Studi
Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Sarayu, K., Iyer, N. R., & Murthy, A. R. (2014). Exploration on the
biotechnological aspect of the ureolytic bacteria for the production of the
cementitious materials-a review. Applied Biochemistry and Biotechnology,
172(5), 2308-2323.
Soon, N. W., Lee, M. L., & Hii, S. L. (2012) An overview of the factors affecting
microbial-induced calcite precipitation and its potential application in soil
improvement. International Journal of Civil, Environmental, Structural,
Construction and Architectural Engineering, 6(2), 188-194.
Stocks-fischer, S., Galinat, J. K., & Bang, S. S. (1999). Microbiological
precipitation of CaCO3. Soil Biology Biochemisry, 31(11), 1563-1571.
Tabatabai, M. A., & Bremner, J. M. (1969). Use of p-nitrophenyl phosphate for
assay of soil phosphatase activity. Soil Biology and Biochemistry, 1, 301–
307.
Waluyo, L. (2008). Teknik metode dasar dalam mikrobiologi. Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang
Wandasari, N. R. (2006). Aktivitas urease pada beberapa tanah di Indonesia.
(Thesis). Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor
Wei, S., Cui, H., Jiang, Z., Liu, H., He, H., & Fang, N. (2015). Biomineralization
processes of calcite induced by bacteria isolated from marine sediments.
Brazilian Journal of Microbiology, 46(2), 455–464.
https://doi.org/10.1590/S1517-838246220140533
Zhang, J. L., Wu, R. S., Li, Y. M., Zhong, J. Y., Deng, X., Liu, B., … Xing, F.
(2016). Screening of bacteria for self-healing of concrete cracks and
optimization of the microbial calcium precipitation process. Applied
28
Microbiology and Biotechnology, 100(15), 6661–6670.
https://doi.org/10.1007/s00253-016-7382-2
Zusfahair, Ningsih, D. R., Fatoni, A., & Pertiwi, D. S. (2018). Determination of
Urease Biochemical Properties of Asparagus Bean ( Vigna unguiculata ssp
sesquipedalis L .) Determination of Urease Biochemical Properties of
Asparagus Bean ( Vigna unguiculata ssp sesquipedalis L . ). Materials
Science and Engineering. https://doi.org/10.1088/1757-899X/349/1/012073
29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Isolasi Bakteri Ureolitik pada Medium Urea Agar Base Padat
30
31
Lampiran 2. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Media oleh Bakteri Ureolitik
Perubahan Warna Medium oleh Isolat 1
Perubahan Warna Medium oleh Isolat 2
32
Perubahan Warna Medium oleh Isolat 4
Lampiran 3. Tabel Produktivitas Urease Bakteri Ureolitik
Ulangan Isolat 1
Amonia Sel pH Suhu
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
U1 0.09 1.25 31830000 32800000 6.83 9 29 31
U2 0.13 6.95 23160000 33000000 6.2 8.91 29 30.5
U3 0.04 0.65 25680000 32200000 6.3 8.97 29 31
Rata-rata 0.09 2.95 26890000 32666666.7 6.47 8.97 29.00 30.83
Pengulangan Isolat 2
Amonia Sel pH Suhu
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
U1 0.24 1.25 23950000 27400000 6.81 8.97 29 31
U2 0.11 6.05 24660000 33000000 6.6 9.03 29 30.5
U3 0.11 1.5 27100000 27500000 6.6 8.86 29.5 31
Rata-rata 0.15 2.93 25236666.7 29300000 6.67 9,0 29.17 30.83
Pengulangan Isolat 4
Amonia Sel pH Suhu
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
U1 0.11 10.35 31080000 33000000 6.3 8.93 29.3 31
U2 0.15 7.25 19630000 33000000 6.3 9.06 29 30.5
33
U3 0.16 1.1 20360000 31200000 6.23 8.95 29.5 32
Rata-rata 0.14 6.23 23690000 32400000 6.27 8.93 29.27 31.17
Rata-rata Peningkatan Ketiga Isolat
Amonia
(ppm)
Sel (CFU/mL) pH Suhu (oC)
4 2,06×106 2.5 1.8
Lampiran 4. Tabel Analisis Variansi Produktivitas Urease
ANOVA
Amonia
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
77,671 2 38,835 22,608 0,016
Within Groups 5,153 3 1,718
Total 82,824 5
Amonia
Duncana
Koloni N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Koloni 1 3 0,8850
Koloni 2 3 1,2000
Koloni 4 3 8,6700
Sig. 0,826 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
ANOVA
sel
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
34
Between
Groups
96800000000
,000
2 48400000000
,000
19,890 0,002
Within Groups 14600000000
,000
6 2433333333,
333
Total 11140000000
0,000
8
sel
Duncana
koloni N
Subset for alpha = 0.05
1 2
koloni 1 3 43333,3333
koloni 4 3 43333,3333
koloni 2 3 263333,3333
Sig. 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
ANOVA
pH Between
Groups 0,258 2 0,129 2,478 0,164
Within Groups 0,312 6 0,052
Total 0,570 8
Suhu Between
Groups 0,087 2 0,043 0,291 0,757
Within Groups 0,893 6 0,149
Total 0,980 8
35
Lampiran 5. Grafik Kurva Standar Amonia
y = 0.0089x - 0.0031
R² = 0.9872
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0 1 2 3 4 5
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar Amonia