Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110...

26
JURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ATAS TEKNOLOGI HUMAN ENHANCEMENT * Yeremias Jena Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta [email protected] Abstract The scientists continued to develop human enhancement technologies, first of all for medical purposes, but lately commodified to meet market demand. Thus, memory enhancement technology, muscle enhancement, or even sex selection, originally intended to help those who are medically strugling with memory problem, preventing the fast declining of dementia, or increase the stamina in the elderly and workers to work more optimally. In fact, the application of human enhancement technologies today is occured in such a way that it is not only commodified, but also reducing human being to the level of merely means for certain goals. Such development is troubling the ethicists, including Michael J. Sandel. In this paper I will describe the moral position Sandel, saying that criticism of the practice of human enhancement technologies are not adequate if based only on the principles of autonomy, freedom, or justice as fairness. For Sandel, the communitarian perspective based on the theological ideas about life is a gift is far more convincing in criticizing the technological applications of human enhancement. However, Sandel’s moral position –especially his criticism of liberalism– cannot be left without criticism. Keywords: human enhancement technologies, autonomy, freedom, justice, life is a gift 1. Pendahuluan Upaya memperbaiki diri, membuat diri menjadi lebih berdaya, meningkatkan kemampuan tubuh, memperbesar daya tahan tubuh, dan sebagainya, bukanlah hal baru bagi manusia. Diet, olahraga, memperbaiki * Tulisan ini pernah disampaikan pada Konferensi HIDESI ke-XXIII, tanggal 28-29 Juni 2013, dan disesuaikan untuk keperluan Jurnal Etika.

Transcript of Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110...

Page 1: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

85

KRITIK MICHAEL SANDEL ATAS TEKNOLOGI HUMAN ENHANCEMENT*

Yeremias Jena Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta

[email protected]

Abstract

The scientists continued to develop human enhancement technologies, first of all for medical purposes, but lately commodified to meet market demand. Thus, memory enhancement technology, muscle enhancement, or even sex selection, originally intended to help those who are medically strugling with memory problem, preventing the fast declining of dementia, or increase the stamina in the elderly and workers to work more optimally. In fact, the application of human enhancement technologies today is occured in such a way that it is not only commodified, but also reducing human being to the level of merely means for certain goals. Such development is troubling the ethicists, including Michael J. Sandel. In this paper I will describe the moral position Sandel, saying that criticism of the practice of human enhancement technologies are not adequate if based only on the principles of autonomy, freedom, or justice as fairness. For Sandel, the communitarian perspective based on the theological ideas about life is a gift is far more convincing in criticizing the technological applications of human enhancement. However, Sandel’s moral position –especially his criticism of liberalism– cannot be left without criticism.

Keywords: human enhancement technologies, autonomy, freedom, justice, life is a gift

1. Pendahuluan

Upaya memperbaiki diri, membuat diri menjadi lebih berdaya, meningkatkan kemampuan tubuh, memperbesar daya tahan tubuh, dan sebagainya, bukanlah hal baru bagi manusia. Diet, olahraga, memperbaiki * Tulisan ini pernah disampaikan pada Konferensi HIDESI ke-XXIII, tanggal 28-29 Juni

2013, dan disesuaikan untuk keperluan Jurnal Etika.

Page 2: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

86

cara kerja supaya lebih produktif, dan sebagainya adalah bagian dari usaha manusia memberdayakan diri tersebut. Untuk maksud ini, teknologi memainkan peran yang signifikan dalam merealisasikan proyek pember-dayaan diri tersebut. Demikianlah, berbagai pil diet, mesin pelangsing dan semacamnya bukanlah hal baru sama sekali dalam hidup manusia. Kalau pun ada hal yang lebih baru yang diperdebatkan dalam perbaikan atau pemberdayaan diri dewasa ini, diskusi seputar itu umumnya mengarah bukan kepada fakta pemberdayaan diri itu sendiri, tetapi lebih kepada menguji sejauh mana dampak etis dari pemanfaatan teknologi dalam proyek ambisius itu.

Dalam konteks inilah kita mengerti misalnya mengapa President’s Council on Bioethics menekankan dalam laporannya yang terbit tahun 2003 tentang laju pertumbuhan yang cepat dari teknologi-teknologi biomedis (bioteknologi) dalam memberdayakan manusia serta beberapa prinsip bioetika yang menyertainya.1 Sejak masa ini pula diskusi seputar bioteknologi dan etika meliputi prinsip-prinsip etika sebagaimana dikatakan David DeGrazia, yakni:

(1) safety, (2) the autonomy of self-regarding decisions to use enhancements, (3) complicity with suspect cultural norms, (5) promoting biopsychiatry’s reductionist agenda, (6) fostering social quetism, (7) self-defeat in widespread use of enhancements, (8) transgressing the bounds of medicine, dan (9) distributive justice.2

De facto, apa yang ditegaskan DeGrazia ini bahkan semakin menjadi kesadaran para ilmuwan, bahwa bioteknologi dapat menimbulkan masalah etika yang tidak bisa didiamkan begitu saja. Ini nampak dari laporan Workshop yang diselenggarakan di Inggris oleh The Academy of Medical Sciences, British Academy, Royal Academy of Engineering dan The Royal Society, pada tanggal 7 Maret 2012. Sebagaimana nampak dari laporan sepanjang 70 halaman tersebut, para peserta workshop yang terdiri dari ilmuwan, pembuat kebijakan, pengusaha dan etikawan duduk bersama dan membicarakan tren-tren yang tak terhindarkan dari pengembangan bioteknologi, peluang yang terbuka bagi bisnis, dampak etis bagi kehidupan masyarakat serta pentingnya regulasi.3

1 DeGrazia, David. “Enhancement technology and human identity“, dalam Journal of

Medicine and Philosophy, Volume 30 No.3, 2005: hlm 262. 2 Ibid 3 The Academy of Medical Science, British Academy, Royal Academy, The Royal Society.

Human Enhancement and the Future of Work. Report from a Joint Workshop. Academy of Medical Sciences, United Kingdom: 2012.

Page 3: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

87

Jika laporan ini dapat dijadikan sebagai gambaran untuk melihat sejauh mana bioteknologi dikembangkan dewasa ini dan peluang usaha yang menyertainya, maka cognitive enhancement dapar menjadi peluang bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan milyaran dollar. Di Indonesia sendiri, aplikasi bioteknologi yang menguntungkan secara bisnis adalah teknologi reproduksi.4 Menarik dicatat, justru para ilmuwan sendiri yang mulai menyadari adanya bahaya yang mengancam kehidupan manusia ketika bioteknologi diterapkan demi melayani kepentingan “human enhancement”, bahwa apa yang ditegaskan DeGrazia dan filsuf-filsuf lain (terutama Michael Sandel yang akan dibicarakan di sini) bukanlah kekhawatiran tanpa alasan. Juga kesadaran di kalangan ilmuwan bahwa bioteknologi menggerogoti prinsip fairness dan kesetaraan, prinsip coercion dan kebebasan, mengaburkan pemahaman kita tentang disabilitas dan kenormalan serta menjungkirbalikkan banyak nilai tradisional semisal hidup sebagai anugerah (gift) dan problem identitas diri.5

Dua tahun sebelum President’s Council on Bioethics menerbitkan dokumen etika dan bioetika yang sangat fenomenal itu, Michael Sandel menerima tawaran untuk masuk menjadi anggota komisi tersebut. Komisi yang beranggotakan para ilmuwan, filsuf, teolog, dokter, ahli hukum, dan ahli kebijakan publik bertugas mendiskusikan dampak etis dari penerapan bioteknologi. Begitu tawaran itu diterima, Michael Sandel menemukan dirinya berada dalam pusaran diskusi yang mendalam soal stem cell research, kloning dan rekayasa genetik – diskusi-diskusi yang diakuinya sendiri sungguh-sungguh “merangsang dan menantang secara intelektual” (The Case Against Perfection, selanjutnya disingkat TCAP, 2007: h.vii). Inilah pengalaman intelektual yang mendorong Michael Sandel mengem-bangkan kritiknya sendiri tentang bioteknologi. Tahun 2004 Michael Sandel menulis sebuah tulisan pendek mengenai bioteknologi untuk sebuah diskusi dalam The President’s Council on Bioethics. Tulisan ini yang kemudian dikembangkannya lagi menjadi sebuah esai etika dan diterbitkan oleh Atlantic Monthly pada tahun 2004, dengan judul The Case Against Perfection: Ethics in the Age of Genetic Engineering. Tulisan inilah yang menjadi cikal-bakal buku karangan Sandel dengan judul yang sama yang terbit tahun 2007. Tulisan dan buku inilah yang memosisikan Michael J. Sandel sebagai pengkritik bioteknologi yang paling populer.6

4 Baca Increased Demand for Test-Tube Babies, The Jakarta Post, 21 Mei 2013, hlm. 21. 5 The Academy of Medical Science , op.cit, hlm. 44-47. 6 Karya Michael J. Sandel berjudul The Case Against Perfection ini sudah dirujuk dan

dikutip sebanyak lebih dari 20.000 kali di google.scholar.com sejak tahun 2009. Data PubMed juga mencatat lebih dari 4000 kali tulisan ini dirujuk sejak lima tahun terakhir.

Page 4: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

88

Kritik Michael Sandel atas bioteknologi bisa jadi merupakan kritik komprehensif-filosofis yang paling populer karena ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, tulisan ini juga menjadi semacam titik tolak bagi banyak diskusi dampak etis dari penerapan bioteknologi setelahnya. Bahwa saya kemudian memilih pemikiran Michael Sandel sebagai pisau analisis untuk mendiskusikan bioteknologi, ini tidak lebih dari sebuah strategi pemilihan narasi untuk berdialog. Pilihan ini membantu untuk fokus pada pengenalan masalah sebelum membuka diri pada perspektif dan pendekatan yang lebih luas. Dalam arti itu, tulisan ini lebih sebagai upaya memperkenalkan kritik Michael Sandel atas Human Enhancment.

2. Perumusan Masalah

Dua contoh dikemukakan Michael Sandel untuk menarik atensi kita terhadap masalah etis yang mau dia diskusikan. Merujuk ke sebuah berita di Sunday Times (London) berjudul Why We Choose Deafness for Our Children (Sunday Times, 14 April 2002), Michael Sandel mengemukakan sebuah contoh yang paling banyak mendapat serangan dan kritik publik. Adalah Sharon Duchesneau dan Candy McCullough, dua pasangan lesbian dan tuli, mencari donor sperma dengan kandungan DNA tuli untuk dibuahi. Akhirnya lahirlah anak yang mewariskan 50 persen kesamaan genetik dengan kedua pasangan lesbian itu, seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Gauvin (Michael J. Sandel, TCAP, 2007: 1). Keduanya bahkan heran mengapa publik bereaksi sangat keras menyusul publikasi tersebut, padahal mereka “...simply wanted a child like themselves” (TCAP, 2007: 2).

Contoh lainnya adalah sebuah iklan yang terbit di Harvard Crimson, tentang pasangan mandul yang sedang mencari donasi sel telur dengan karakteristik tertentu. Diiklan tersebut bahkan dideskripsikan bahwa perempuan yang akan menjadi pendonor telur itu haruslah “...to be five feet, ten inches tall, athletic, without major familiy medical problems, and to have a combined SAT score of 1400 or above.” Pendonor yang memenuhi standar dimaksud akan dibayar seharga $50,000 (TCAP, 2007: 2-3, lihat juga TCAP, 2007: 70). Tidak seperti contoh pertama, kasus ini hampir tidak memicu perdebatan publik.

Pertanyaannya, mengapa publik bereaksi sangat keras terhadap pilihan pasangan lesbian-tuli yang menginginkan anak yang juga seorang tuli demi mempertahankan identitas ketulian mereka? Dan mengapa publik

Ini menunjukkan tingkat pengaruh dan tempat Michael J. Sandel dalam debat mengenai human enhancement.

Page 5: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

89

tidak memprotes pilihan memiliki anak dengan karakteristik tertentu? Michael Sandel mensinyalir bahwa rupanya ada semacam konsensus bahwa sejauh suatu tindakan tidak menimbulkan dampak buruk, maka tindakan tersebut dapat dibenarkan secara etis (TCAP, 2007: 3). Sandel juga mensinyalir alasan lain, bahwa – terutama pada contoh kedua – sejauh pilihan itu merupakan realisasi dari otonomi individu, tidak dibenarkan untuk menghalanginya (TCAP, 2007: 7). Pertanyaan etis yang diajukan Sandel berbunyi, “Kalau pun pilihan itu tidak menimbulkan dampak buruk dalam dirinya, bukankah ada sesuatu yang mengganjal dalam diri kita tentang pilihan orangtua untuk memiliki anak dengan karakter genetis tertentu?” (TCAP, 2007: 3). Jika hal yang mengganjal ini memang ada dalam diri kita, hal itu harus direfleksikan secara etis dan filosofis, sehingga dia tidak tinggal hanya sebagai reaksi spontan penolakan kita atas praktik-praktik semacam itu (TCAP, 2007: 5). Bagi Sandel, tanpa hal-hal yang mengganjal tersebut di dalam diri kita, niscaya kita tidak akan bereaksi apa-apa terhadap mereka yang berani mengeluarkan uang lebih dari $50,000 untuk mendapatkan kucing kloning sebagai pengganti kucingnya setelah kucing kesayangannya mati, karena dia sudah memiliki Carbon Copy dari kucing tersebut? (TCAP, 2007: 4), atau upaya mendapatkan anjing kloning seharga lebih dari $100,000.

Bagi Michael Sandel, kalau pun masyarakat sudah pada tahap menerima semua praktik penerapan teknologi seperti yang dicontohkan di atas, penolakan sebagian orang berdasarkan semacam “sesuatu yang mengganjal” ([“something troubling atau someting odd], TCAP, 2007: 5) dalam diri kita tidak bisa dianggap sepeleh. Ini bukan reaksi emosional belaka, tetapi reaksi yang memberi tanda bahwa otonomi atau absennya unsur yang membahayakan dalam praktik semacam itu tetap tidak bisa dibenarkan. Seluruh kritik Michael Sandel atas teknologi human enhancement (selanjutnya disingkat HE) sebenarnya merupakan upaya menolak alasan otonomi sebagaimana diagung-agungkan masyarakat Barat sambil pada akhirnya membela posisi bahwa kehidupan manusia adalah “anugerah” (gitf) yang harus dia jalani sebagaimana diterimanya, dan bukan dipilihnya sendiri.7

Demikianlah, kritik Michael Sandel terhadap teknologi HE dapat dirumuskan demikian. Pertama, alasan otonomi yang diusung oleh para pendukung aplikasi teknologi ini tidak dapat dibenarkan. Pembacaan yang

7 Michael J. Sandel berpendapat bahwa secanggih apa pun teknologi yang diterapkan untuk

memberdayakan manusia, apa yang disebutnya sebagai genetic loterry tetap tidak bisa diatasi teknologi, TCAP, 2007: 3).

Page 6: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

90

cermat atas kritik Michael Sandel terhadap praktik-praktik teknologi HE dalam peningkatan daya otot, memori, tinggi, badan dan seleksi seks memperlihatkan secara jelas seluruh upaya Sandel menolak alasan otonomi tersebut. Kedua, berhadapan dengan keterbatasan otonomi manusia, Michael J. Sandel mengadopsi konsep “anugerah” (gift) dari teologi untuk menun-jukan pemahamannya mengenai kehidupan. Posisi yang dibela Sandel adalah bahwa hidup manusia adalah sebuah anugerah (gift), bahwa berbagai upaya memberdayakan manusia di luar alasan medis adalah tindakan yang tidak etis karena melawan nilai kehidupan itu sendiri. Bagaimana Michael Sandel mengkritik alasan otonomi dalam aplikasi teknologi HE dan apa persisnya pandangan dia mengenai kehidupan sebagai “anugerah” itu? Uraian berikut akan menjawab kedua pertanyaan ini.

3. Contoh Aplikasi Teknologi Human Enhancement

Empat wilayah aplikasi teknologi HE yang dikritik Michael Sandel dalam bukunya The Case Against Perfection. Ethics in the Age of Genetic Engineering (2007), yakni peningkatan daya otot (TCAP, 2007: 10-13), peningkatan daya ingat (TCAP, 2007: 13-16), meninggikan badan (TCAP, 2007: 16-19), dan seleksi jenis kelamin (TCAP, 2007: 19-24). Keempat wilayah aplikasi teknologi HE ini akan dideskripsikan secara singkat sambil mengidentifikasi prinsip-prinsip etika yang dibela Sandel.

3.1. Meningkatkan Daya Otot (Muscles)

Masyarakat mungkin saja menyambut kehadiran teknologi yang dapat digunakan untuk memperbesar otot. Media massa mempromosikan bentuk ideal tubuh secara gencar sebegitu rupa sampai pada level di mana kegagalan memiliki tubuh ideal seperti tubuh yang atletis dan berotot dianggap sebagai suatu kekurangan. Penelitian Stella C. Chia dan Nainan Wen dengan judul College Men’s Third-Person Perceptions about Idealized Body Image and Consequent Behavior menunjukkan pengaruh ini.8 Bahwa ternyata persepsi akan tubuh ideal sebagaimana digambarkan media massa sanggup mengubah perilaku 148 mahasiswa laki-laki keturuan Cina di Singapura membentuk dirinya sesuai konsepsi tubuh ideal tersebut, antara lain dengan memperbesar otot.9

Michael Sandel telah melihat kemungkinan ini, bahwa pada akhirnya terapi gen yang semula dimaksud untuk meringankan distrofi otot dan mengembalikan kekuatan otot bagi mereka yang memasuki usia tua justru sekarang digunakan untuk tujuan-tujuan non-medis, misalnya demi mening- 8 Terbit di jurnal penelitian Sex Roles (2010); 63:542–555, doi 10.1007/s11199-010-9833-z. 9 Ibid. Bdk TCAP, 2007: 543.

Page 7: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

91

katkan kinerja olahragawan (TCAP, 2007: 10). Peringatan Michael Sandel ini nyata dewasa ini, dan itu juga terjadi di Indonesia. Penggunaan zat anabolic steroid di Indonesia bahkan telah menyebar di luar kalangan binaragawan. Misalnya, konsumsi anavar atau oxandrone untuk meningkat-kan stamina fisik, winstrol (stanozol atau Winni-v) untuk meningkatkan massa otot, trenbolone (Finaplix) untuk mengurangi lemak tubuh, clenbuterol untuk meningkatkan metabolisme pembakaran lemak, atau anadrol (oxymetholone) untuk memperbesar massa tubuh.10 Obat-obatan ini dijual bebas di pasaran yang penggunaannya secara sembrono justru merusak tubuh (kebotakan, glaukoma dan katarak, kanker hati, serangan jantung karena gagal jantung, hubungan antarsendi yang tidak normal, pengecilan testis pada pria sampai kemandulan, dan sebagainya.11

Harus diakui, para ilmuwan terus mengembangkan gen sintetis yang ketika disuntikkan ke sel-sel otot tikus ternyata mampu mengembalikan kerusakan otot yang terjadi secara alamiah. Dalam penelitiannya H. Lee Sweeney dari University of Pennsylvania berharap bahwa pengembangan gen sistetis dapat diterapkan pada manusia karena akan menyembuhkan problem imobilitas pada lansia dan mengembalikan kekuatan otot mereka yang menurun karena faktor pertambahan usia. Meskipun belum diterapkan pada manusia, penemuan ini sendiri telah menarik minat mereka yang bergerak di dunia olahraga, yang berharap pemanfaatannya dapat mening-katkan kemampuan atletis mereka. Dalam arti itu, tujuan pengembangan teknologi ini yang semula untuk mengembalikan kemampuan otot yang rusak dan melemah, justru kemudian digunakan juga untuk memanipulasi kekuatan dalam dunia olahraga.

Taruhlah bahwa aplikasi teknologi peningkatan daya otot tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan manusia, apakah hal ini dapat dibenarkan secara etis? Dan jika teknologi ini digunakan oleh para atlit untuk meningkatkan daya juang, apakah lembaga seperti IOC dan liga-liga olahraga profesional lainnya harus melarangnya? Atas dasar apa pelarangan tersebut dilakukan? (TCAP, 2007: 11). Bukankah atlet bionik (bionic athlete) justru mencapai prestasi maksimal yang diinginkan? Bukankah tujuan akhir, yakni medali emas atau direbutnya hadiah terbesar jika karena aplikasi teknologi, seorang sprinter bisa mencapi garis finis lebih cepat dari yang sekarang dicapai manusia, yakni sekitar sembilan detik? Lalu, mengapa Lance Amstrong dikecam ketika sebagai pembalap sepeda, dia mengakui dirinya menggunakan doping?

10 Kompas, Senin, 6 Mei 2013. 11 Ibid.

Page 8: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

92

Michael Sandel melihat bahwa umumnya dua alasan dikemukakan untuk menjustifikasi pelarangan ini, yakni alasan keamanan (safety) dan keadilan (fairness). Alasan keamanan mengatakan bahwa aplikasi teknologi, misalnya penggunaan obat-obatan seperti anabolik steroid untuk memper-besar otot yang sangat dibutuhkan dalam olahraga-olahraga yang mengan-dalkan otot, tetapi membahayakan kesehatan atlit itu sendiri. Bagi Sandel, alasan keamanan tidak bisa diandalkan, karena teknologi akan terus beru-saha meminimalisasi dan menghilangkan efek samping. Apakah aplikasi teknologi akan diterima dan dibenarkan secara etis ketika sudah tidak ada lagi efek samping? Michael Sandel juga menolak alasan keadilan (fairness). Taruhlah bahwa steroid untuk meningkatkan daya otot telah tersedia di apotek-apotek dan semua atlet memiliki peluang yang sama untuk mengak-sesnya, keadaan yang adil (fair) tidak pernah tercapai persis ketika ada orang yang terlahir dengan kemampuan otot yang lebih kuat secara alamiah dibandingkan dengan yang lainnya.

Bagi Michael Sandel, jika aplikasi teknologi untuk meningkatkan kemampuan otot tidak mendatangkan kerugian bagi manusia dan ketika ada kesetaraan dalam mengakses teknologi tersebut, perasaan penolakan tetap berkecamuk dalam hati. Kita bertanya-tanya, apakah olahragawan seperti ini yang kita ingin tonton? Di manakah letak kompetisinya jika setiap atlet menggunakan teknologi HE? Bagi Sandel, aplikasi teknologi dalam dunia olahraga memang mengancam kemanusiaan kita, bukan pertama-tama karena teknologi itu meremehkan usaha atau mengikis dimensi keagenan kita (human agency), tetapi bahwa aplikasi teknologi tersebut “... merepresentasikan sejenis hiperagency” (TCAP, 2007: 26), yakni sebuah aspirasi prometean untuk menciptakan kodrat, termasuk kodrat manusia (human nature), dengan maksud untuk melayani tujuan dan memuaskan keinginan (desire) kita. Bagi Sandel, masalahnya bukan terletak pada peralihan ke mekanisme tetapi peralihan ke penguasaan (mastery) (TCAP, 2007: 26-27). Hukuman badan olahraga tertentu terhadap atlet pengguna doping dan teknologi lainnya bukan pertama-tama karena alasan keamanan, tetapi karena teknologi mengapus nilai excellence yang diagung-agungkan dalam setiap kegiatan olahraga (TCAP, 2007: 28). Bahwa kemuliaan (the excellence) dari setiap olahraga tidak terletak pada dimensi tontonan (spectacle) tetapi pada aspek pertandingan (game) (TCAP, 2007: 36). Bahwa kemuliaan setiap olahraga terletak pada telos yang ingin direalisasikan atlit, yakni kekaguman (amusement). Tujuan tertinggi yang dikejar dalam setiap olahraga adalah kekaguman akan prestasi dari para atlit yang dianugerahi dengan talenta atlet, dan bukan keterampilan yang

Page 9: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

93

diperoleh karena aplikasi teknologi. Hal yang terakhir bisa saja mendatangkan banyak penonton, tetapi pada akhirnya

“.... our admiration for the achievement fades. Or rather, our admiration for the achievement shifts from the player to his pharmacist” (TCAP, 2007: 25).

3.2. Meningkatkan Daya Ingat (Memory)

Dokumen Human Enhancement and the Future of Work (2012) juga mensinyalir aplikasi teknologi dalam meningkatkan daya ingat. Misalnya, obat-obatan tertentu yang digunakan untuk mengobati individu dengan gangguan neuropsychiatric demi mengembalikan daya ingat dan konsentrasi supaya mereka memiliki konsentrasi yang lebih lama dalam bekerja. Dewasa ini juga tersedia obat-obatan untuk tujuan cognitive maintenance demi mempertahankan kemampuan kognitif pekerja lanjut usia. Teknologi dengan memanfaatkan obat-obatan yang meningkatkan daya ingat semacam ini justru disambut baik oleh kaum lansia yang mengalami demensia, apalagi jika onset degradasi kognisi sudah diketahui jauh sebelumnya.12

Para ilmuwan sebenarnya telah mengembangkan “tikus pintar” dengan menyisipkan salinan gen tambahan (extra copies) dari gen yang berhubungan dengan memori ke dalam embrio tikus. Dampaknya, tikus dengan salinan gen tambahan ini memiliki kemampuan belajar yang lebih cepat dibandingkan dengan tikus normal. Misalnya, tikus-tikus pintar mampu mengenali objek yang pernah mereka lihat sebelumnya dan mengingat bahwa suara tertentu akan membawa mereka ke kejut listrik. Salinan gen tambahan yang diujicobakan pada tikus ini sekarang tersedia bagi manusia dan akan membantu manusia untuk menjadi terus beraktivitas meskipun sudah tua, dan bahwa kemajuan dan perbaikan memori ini akan diwariskan ke keturunannya (TCAP, 2007: 13).

Tidak dipungkiri, memori manusia jauh lebih rumit dibandingkan dengan percobaan pada tikus. Meskipun demikian, kemajuan di bidang teknologi peningkatan daya memori ini segera merangsang berbagai perusa-haan obat untuk menciptakan dan menjual obat-obatan yang memperbesar memori dan meningkatkan kognisi. Mereka mengincar para penderita Alzheimer dan orang dengan gangguan memori. Ditempatkan dalam konteks masyarakat yang semakin menua di seluruh dunia, ketersediaan

12 The Academy of Medical Science, British Academy, Royal Academy, The Royal

Society. Human Enhancement and the Future of Work. Report from a Joint Workshop. Academy of Medical Sciences, United Kingdom: 2012, hlm. 13-14.

Page 10: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

94

obat-obatan peningkatan daya memori menjadi semacam viagra bagi kognisi manusia (TCAP, 2007: 14).

Apakah konsumsi obat demi alasan medis (meningkatkan kemam-puan memori bagi kaum lansia, penderita Alzheimer, dan mereka yang kehilangan ingatan) dapat dibenarkan secara etis? Bagaimana jika penggu-naannya digunakan bukan untuk kepentingan medis, misalnya untuk meningkatkan memori bagi para pembela hukum di pengadilan yang harus menghafal fakta-fakta persidangan demi pembelaan atas klien-kliennya? Atau, untuk para pebisnis yang harus menghafal ribuan kosa kata Bahasa Mandarin dalam waktu singkat supaya bisa memenangkan lobi bisnis dengan mitranya di Hongkong? Atau, untuk membantu orang-orang yang memiliki pengalaman trauma yang menyakitkan, misalnya pengalaman peperangan, pelecehan seksual, dan semacamnya? (TCAP, 2007: 15).

Kelompok penentang menolak sama sekali semua alasan pengapli-kasian teknologi ini, baik demi alasan medis maupun non-medis. Bagi mereka, aplikasi teknologi pemberdayaan memori hanya akan menciptakan dua kelas umat manusia, yakni mereka yang memiliki akses kepada teknologi dan mereka yang tidak karena alasan kemiskinan, ketersediaan teknologi dan semacamnya. Dan yang lebih buruk lagi, masyarakat dua kelas ini akan terus dipertahankan sejalan dengan kemampuan kelompok yang terberdayakan secara teknologi dalam mewariskan kemampuan memori mereka kepada keturunan berikutnya (TCAP, 2007: 15).

Apakah penolakan semacam ini cukup meyakinkan? Michael Sandel pun bertanya,

“Is the scenario troubling because the unenhanced poor are denied the benefits of bioengineering, or because the enhanced affluent are somehow dehumanized?” (TCAP, 2007: 15-16).

Bagi Sandel, masalahnya bukan pada kemungkinan terciptanya dua kelas sosial yang berbeda, tetapi lebih pada “... apakah kita memang menginginkan jenis masyarakat seperti ini?” (TCAP, 2007: 16). Dengan kata lain, kalau pun masyarakat memiliki kesetaraan dalam mengakses ketersediaan obat-obatan peningkatan daya memori, persoalan mendasar mengenai jenis masyarakat seperti apa yang ingin kita wujudkan bukanlah pertanyaan remeh-temeh yang disepelehkan begitu saja.

3.3. Menambah Tinggi Badan (Height)

Para dokter anak terus berusaha memuaskan hasrat para orangtua yang bertubuh pendek untuk memiliki atau menambah tinggi badan anak-anak mereka. Di dunia kedokteran sendiri sudah sejak tahun 1980-an telah

Page 11: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

95

disetujui penggunaan hormon pertumbuhan untuk anak-anak dengan kekurangan hormon yang membuat mereka jauh lebih pendek daripada rata-rata. Meskipun demikian, dalam praktik, terapi ini juga dipraktikkan pada anak yang sehat. Banyak orangtua yang merasa tidak puas dengan tinggi badan anak-anak mereka (biasanya anak laki-laki). Mereka umumnya bertanya, apakah anak-anak berbadan pendek itu karena orangtuanya yang berbadan pendek atau karena kekurangan hormon tertentu? Apa konsekuensi sosial memiliki tubuh yang pendek dan apakah ada solusinya?

Menjawab keresahan para orangtua, cukup banyak dokter yang mulai meresepkan terapi hormon bagi anak-anak yang bertubuh pendek tetapi sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah medis. Pada tahun 1996 saja, penggunaan obat-obatan “off-label” untuk kepentingan terapi hormonal tinggi badan di luar alasan medis telah mencapai 40 persen. Meskipun bukan hal yang ilegal untuk meresepkan obat-obatan yang belum disetujui Food and Drug Administration (FDA), perusahaan farmasi tetap tidak berhak mempromosikan penggunaan tersebut tersebut. Dengan alasan demi memperluas pasar, perusahaan obat Eli Lilly & Co berusaha membujuk FDA supaya menyetujui obat-obatan hormonal bagi pertum-buhan anak yang sehat yang tinggi badannya di bawah lima kaki untuk laki-laki dan empat kaki untuk perempuan. Konsesi ini menimbulkan pertanyaan tentang etika enhancement: Jika terapi hormon dibatasi hanya pada anak-anak yang memiliki masalah dengan tinggi badan, mengapa obat-obatan tersedia juga untuk anak-anak yang sehat? Mengapa tidak semua anak pendek dari rata-rata dapat mencari pengobatan? Bagaimana dengan anak dengan tinggi badan di atas rata-rata yang masih ingin menjadi lebih tinggi sehingga ia dapat menjadi pemain basket terkenal?

Kelompok penentang berbagai terapi hormonal untuk menambah tinggi badan mendasarkan pandangan mereka pada posisi bahwa upaya menambah tinggi badan justru bersifat “self-defeating”. Maksudnya, upaya itu tidak akan pernah mencapai batasnya persis ketika mereka yang belum menggunakan terapi ini akan segera menyadari bahwa tubuh mereka lebih pendek dari rekan-rekan mereka yang sudah diterapi. Dan ketika mereka menjadi lebih tinggi dari rekan-rekan lainnya yang juga sudah diterapi, akan ada usaha menambah tinggi badan lagi, dan seterusnya sampai tak-berhingga (TCAP, 2007: 18).

Bagi Michael Sandel, keberatan para penentang ini kurang meyakinkan. Jika persoalannya adalah adalah keadilan, bahwa ada orang yang lebih tinggi dari yang lainnya karena memiliki akses kepada terapi hormonal, masalah ini dapat dipecahkan pada tingkat kebijakan publik. Misalnya, negara mensubsidi kelompok masyarakat yang tidak memiliki

Page 12: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

96

akses kepada terapi hormonal tinggi badan dengan maksud agar tercapai level kesetaraan yang diharapkan. Tetapi apakah itu masalah utamanya? “Masalahnya sesungguhnya,” tulis Michael Sandel, “adalah apakah kita memang ingin hidup dalam masyarakat semacam ini di mana para orangtua merasa terpaksa melakukan berbagai upaya untuk menambah tinggi badan anak-anak mereka supaya kelihatan sempurna?” (TCAP, 2007: 18-19).

3.4. Seleksi Jenis Kelamin (Sex Selection)

Menurut Michael Sandel aplikasi teknologi untuk tujuan non medis paling banyak justru dalam rangka seleksi jenis kelamin. Keinginan untuk memiliki keturunan dengan jenis kelamin tertentu sebenarnya memiliki akarnya dalam kebudayaan bangsa-bangsa. Aristoteles bahkan mengusulkan kepada para suami yang ingin memiliki anak laki-laki untuk mengikat testis kiri jika menginginkan anak laki-laki. Tradisi Talmud mengajarkan bahwa laki-laki yang menunda kepuasan sex dan membiarkan pasangannya mencapai orgasme terlebih dahulu akan mendapatkan anak laki-laki. Dewasa ini aplikasi teknologi untuk menentukan jenis kelamin hampir tidak menemukan hambatan yang berarti (TCAP, 2007: 19).

Lalu, di manakah letak persoalan etis seputar seleksi jenis kelamin? Michael Sandel mengangkat praktik preimplementation genetic diagnosis (PGD) sebagai aplikasi teknologi yang dapat mengarah kepada praktik eugenik. Teknologi penentuan jenis kelamin melalui PGD jauh lebih maju dibandingkan dengan tes prenatal menggunakan amniocentesis dan ultrasound. Dengan teknologi yang disebutkan terakhir, dapat dideteksi embrio yang memiliki kelainan seperti spina bifida dan down syndrome. Karena teknologi ini juga mampu menampilkan jenis kelamin fetus, maka orang tua dapat menunjukkan preferensi jenis kelamin anak yang mereka harapkan. Masalahnya, fetus harus digugurkan jika dideteksi menderita spina bifida, down syndrome atau memiliki jenis kelamin yang tidak dikehendaki. Tentang hal terakhir, umumnya jenis kelamin laki-laki yang lebih dikehendaki di banyak kebudayaan di dunia (TCAP, 2007: 19-20). Dengan kata lain, teknologi ultrasound bermasalah secara etis karena membuka peluang bagi terjadinya aborsi.13

Keunggulan PGD terletak pada aplikasi teknologi tanpa aborsi. Pasangan suami-istri yang menginginkan anak dengan jenis kelamin tertentu akan dengan mudah dibantu dalam klinik-klinik IVF modern yang sudah

13 Selama dua dekade terakhir, jumlah anak perempuan di India mengalami penurunan

drastis per 1000 anak laki-laki, dari 962 orang menjadi 927 orang. Bahkan sebuah klinik di Bombay melaporkan telah mengaborsi 8,000 fetus karena jenis kelamin yang tidak dikehendaki orangtua, TCAP, 2007: 20.

Page 13: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

97

menerapkan teknologi “penyortiran sperma”. Sperma dengan jenis X (yang akan menghasilkan anak perempuan) akan membawa lebih banyak DNA dibandingkan sperma yang membawa jenis Y (menghasilkan anak laki-laki). Alat bernama flow cytometer dapat memisahkan sperma dari bawaan X atau Y yang kemudian memudahkan pembuahan jenis sperma tertentu yang diinginkan atas sel telur melalui teknologi IVF. Teknologi yang semula dipraktikkan dalam pembiakan sapi ini memiliki tingkat keberhasilan 91 persen untuk menghasilkan anak perempuan dan 76 persen untuk anak laki-laki (TCAP, 2007: 22).

Jika begitu, di mana letak persoalan etisnya? Bukankah penerapan teknologi ini sudah mengatasi kelemahannya sendiri karena tidak perlu lagi mengaborsi fetus? Menurut Michael Sandel, para pendukung pro life akan menolak praktik penyortiran sperma atau pemilihan embrio tertentu dan membuang embrio lainnya (tidak disuntikkan ke dalam rahim) karena embrio sudah merupakan pribadi manusia (human person) (TCAP, 2007: 21). Bagi Sandel, penolakan para pendukung pro life ini sebetulnya belum menyentuh masalah etis yang lebih dalam, karena tidak mempermasalahkan seleksi jenis kelamin itu sendiri yang sebenarnya terjadi sebelum pembuahan sperma dan telur di luar rahim. Bagi Sandel, masalahnya bukan apakah membuang embrio yang tidak diinginkan salah secara etis atau tidak, tetapi apakah praktik seleksi jenis kelamin itu sendiri salah secara etis atau tidak? Posisi Sandel jelas, yakni bahwa “sex selection is an instrument of sex discrimination, typically against girls.” (TCAP, 2007: 22).

Teknologi lagi-lagi berusaha memperbaiki diri. Mereka yang mengembangkan MicroSort berpendapat bahwa aplikasi teknologi ini hanya akan dibuka kepada pasangan suami istri yang memang mengingkan adanya keseimbangan jenis kelamin dalam keluarga. Bahwa aplikasi teknologi ini sama sekali tidak bermaksud diskriminatif, misalnya melawan perempuan, karena selama ini keluarga yang sudah punya banyak anak perempuan dan menginginkan anak laki-laki tidak lebih besar dari mereka yang menginginkan anak perempuan (TCAP, 2007: 23).

Apakah dengan begitu, aplikasi teknologi ini dapat dibenarkan secara moral karena teknologi ini sudah meminimalisasi bahkan meng-hilangkan masalah keamanan, aborsi, atau diskriminasi seks? Michael Sandel tetap pada posisi menolak aplikasi teknologi ini. Bagi Sandel, kalau pun alasannya adalah untuk mencapai keseimbangan jenis kelamin dalam keluarga dan masyarakat, apakah cara memilih dan menyeleksi jenis kelamin semacam itu masih bisa kita benarkan? Bagaimana jika ada kemungkinan di mana kita memilih tidak hanya untuk jenis kelamin, tetapi

Page 14: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

98

juga tinggi badan, warna mata, dan warna kulit? Bagaimana dengan orientasi seksual, IQ, kemampuan musikal, dan kehebatan atletis? (TCAP, 2007: 24).

Bagi Michael Sandel, meskipun terus memperbaiki diri, penerapan teknologi dalam bidang-bidang di atas (peningkatan daya otot, memori, tinggi badan, dan seleksi jenis kelamin) justru akan terus bertabrakan dengan masalah moral, bukan hanya pada masalah sarana (means) dalam aplikasi teknologi itu, tetapi juga persoalan tujuan (ends). Dengan kata lain, masalahnya bukan pada bagaimana kita menggunakan sarana-sarana yang ditawarkan teknologi HE sambil meminimalisasi problem keamanan, keadilan, dan semacamnya, tetapi pada peradaban dan kemanusiaan apa yang akan kita realisasikan? Bagi Michael Sandel, aplikasi teknologi ini justru mengancam martabat manusia itu sendiri (TCAP, 2007: 24).

Kritik Michael Sandel atas aplikasi teknologi HE dalam meningkat-kan daya otot, memperbaiki tinggi badan, meningkatkan memori, dan seleksi jenis kelamin sudah dideskripsikan. Michael Sandel sebenarnya berangkat dari perasaan ketidaknyamanan (unease) sekelompok masyarakat berhadapan dengan aplikasi teknologi pemberdayaan. Michael Sandel lalu bertanya, apakah perasaan ketidaknyamanan dan ketidaksenangan kita terhadap aplikasi teknologi pemberdayaan hanyalah perasaan subjektif kita semata, karena kelompok pendukung melakukannya dengan mengatas-namakan kebebasan individu, otonomi, dan fairness? Michael Sandel berargumentasi bahwa prinsip-prinsip etis penjustifikasi aplikasi teknologi pemberdayaan itu tidak memadai, dan bahwa perasaan ketidaknyamanan dan ketidaksenangan kita harus dipahami berdasarkan pemahaman filsafat mengenai kehidupan sebagai anugerah (life as a gift).

4. Kehidupan Sebagai Anugerah

Sekali lagi, kalau pun masyarakat telah dikonstruksi sebegitu rupa sehingga aplikasi teknologi pemberdayaan merupakan realisasi paling nyata dari kebebasan dan otonomi manusia, dan sekalipun prinsip keadilan (fairness) mengakses teknologi pemberdayaan sudah ditegakkan, perasaan ketidaknyamanan dan ketidaksenangan terhadap penggunaan teknologi pemberdayaan tetap tidak dapat dibenarkan. Ketidaksenangan dan ketidak-nyamanan ini berangkat dari pemahaman Michael Sandel bahwa hidup adalah anugerah (life is a gift).14

14 Pandangan ini diadopsi dari pandangan, William F. May, seorang teolog Protestan dari

Amerika Serikat. TCAP, 2007: 45.

Page 15: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

99

Michael Sandel menyadari bahwa garis pembatas antara penggunaan teknologi pemberdayaan karena alasan kesehatan dan semata-mata demi pemberdayaan memang sulit ditarik secara tegas. Ini nyata dalam kecenderungan hyperparenting yang berusaha menerapkan teknologi pemberdayaan terhadap anak-anak mereka yang memiliki masalah dengan tinggi badan, memori, atau otot dan kekuatan fisik. Demikianlah, orangtua berusaha mendapatkan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka, membayar mahal guru les privat matematika, sains, bahasa asing, musik, dan sebagainya. Atau, memasukan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah olahraga seperti atletik, tenis, bola kaki, basket sejak usia sangat dini karena mengingkan anak-anak mereka menjadi olahragawan dan olahragawati (TCAP, 2007: 52). Para orangtua memahami ini murni sebagai wujud cinta kasih kepada anak-anak.

Inilah sebabnya mengapa para pembela penggunaan teknologi HE berpendapat bahwa tidak semua teknologi ini adalah buruk secara moral. Dan bahwa aplikasi teknologi HE yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan fisik, kemampuan memori dan kecerdasan, keahlian dan keterampilan musik dan atletik, dan semacamnya bukanlah hal yang buruk secara moral (TCAP, 2007: 51). Apakah itu berarti praktik pemberdayaan dari sudut pandang hyperparenting dapat dibenarkan secara etis? Michael Sandel menggunakan pemahaman teologis yang membedakan dua jenis cinta orangtua kepada anak-anak mereka, yakni cinta yang menerima keadaan anak-anak dan cinta yang mentransformasi, mengubah anak-anak menjadi lebih baik.15 Menurut Sandel, orangtua justru dipersalahkan jika mengetahui anaknya memiliki kekurangan fisik atau masalah kesehatan dan tidak berusaha untuk mengobatinya. Jadi, menerima keadaan anak tidak berarti bersikap pasif tanpa mengubah apapun (TCAP, 2007: 46-47). Jika demikian, apakah cinta jenis transformatif dapat diaplikasikan tak terbatas? Di sinilah terletak kritik Michael Sandel atas hyperparenting. Bagi Sandel, mengubah atau meningkatkan kemampuan anak-anak dapat merupakan ungkapan cinta, tetapi melalukannya melampui kepantasan seperti yang dilakukan hyperparenting justru memperlihatkan adanya “... anxious excess of mastery and dominion that misses the sense of life as a gift. This drawn it disturbingly close to eugenics” (TCAP, 2007: 62).

Gagasan mengenai kehidupan sebagai anugerah juga digunakan Michael Sandel untuk mengkritik hasrat para orangtua dalam menguasai atau mengendalikan “the mystery of birth” (TCAP, 2007: 46). Padahal soal

15 Kline, A. David. Giftedness, Humility and Genetic Enhancement. Human Reproduction

and Genetic Ethics; 2007; 13,2; hlm.18.

Page 16: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

100

kelahiran, “We do not choose our children. Their qualities are unpredictable (TCAP, 2007: 45). Seleksi jenis kelamin menjadi contoh upaya mengendalikan misteri kelahiran sebegitu rupa sehingga “keterbukaan kepada yang tidak kelihatan” (the openess to the unbidden) menjadi terlupakan. Kendali dan penguasaan terhadap kelahiran justru menunjukkan hasrat dan ambisi manusia untuk menjadikan orang lain sebagai objek atau instrumen bagi proyek-proyeknya (TCAP, 2007: 45).

Kontrol terhadap misteri kelahiran juga nyata dalam praktik eugenik, terutama dalam “mencegah reproduksi yang tidak cocok atau tidak diinginkan secara genetik” (TCAP, 2007: 64), tidak sekadar penerapan teknologi PDG yang mencegah kelahiran manusia dengan down syndrome atau spina bifida, tetapi juga penerapan teknologi flow cytometer yang menyortir jenis kelamin tertentu sebelum dibuahi di luar rahim. Praktik eugenik sendiri memang bukan hal baru dalam sejarah peradaban manusia. Di akhir abad 19, misalnya, Sir Francis Galton (keponakan dari Charles Darwin) mengusulkan supaya mereka yang memiliki kemampuan dan talenta unggul memilih menikahi orang dengan keunggulan karakter yang sama (TCAP, 2007: 63). Atau, usaha Charles B. Devenport yang membuka Eugenic Records Office in Cold Spring Harbor di Long Island untuk menyimpan data-data masyarakat yang memiliki gen yang cacad dengan maksud untuk mencegah terjadinya reproduksi manusia yang cacad (TCAP, 2007: 64). Sementara di pertengahan abad ke-20, kita dikejutkan oleh program Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler yang menyatakan secara jelas dalam Mein Kampf bahwa:

“The demand that defective people be prevented from propagating equally defective offspring is a demand of the clearest reason and, if systematically executed, represents the most humane act of mankind. It will spare millions of unfortunate undeserved suffereings, and consequently will lead to a rising improvement of health as a whole” (dikutip TCAP, 2007: 67).

Bagi Michael Sandel, mengabaikan keterbukaan kepada the unbidden karena ambisi manusia mengontrol misteri kelahiran justru dapat membuahkan kebijakan-kebijakan yang tidak hanya diskriminatif tetapi merendahkan martabat manusia. Celakanya itu dilakukan karena tuntutan pasar. Misalnya, kebijakan pemerintah Singapura di bawah Lee Kuan Yew di tahun 1980-an yang mendorong para mahasiswa dan generasi muda untuk menikah dan memiliki anak supaya etnis Chinese kelas menengah ke atas tidak mengalami kepunahan. Kebijakan ini didukung oleh pembiayaan negara bagi berbagai kegiatan yang mengarah kepada perkawinan sementara pada waktu yang sama perempuan yang berpendidikan rendah akan diberi

Page 17: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

101

apartemen dengan harga sewa sangat murah jika mereka bersedia disteril (TCAP, 2007: 69). Ini belum termasuk praktik jual beli sel telur dan sperma dengan karakteristik unggulan tertentu sebagaimana sebagaimana dibutuhkan pasar, yang kenyataannya memang dijual pada kisaran harga 50.000 USD–150.000 USD (TCAP, 2007: 72). Dalam konteks ini kita mengerti mengapa proyek The Repository for Germinal Choice di USA yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menyimpan sperma dari para ilmuwan peraih hadiah Nobel untuk didonorkan kepada mereka yang membutuhkan. Meskipun bank sperma ini sudah ditutup tahun 1999, hasrat mendapatkan anak-anak unggulan terus menggoda manusia (TCAP, 2007: 73). Atau, kehadiran bank sperma untuk profit bernama California Cryobank dengan tujuan yang jelas-jelas eugenik. Bakn sperma ini tidak hanya membayar mahal para penyedia sperma dan sel telur dengan karakteristik unggulan sebagaimana diinginkan, tetapi juga berusaha mengkatalogisasi karakteristik fisik, etnis, dan pendidikan para pendonor (TCAP, 2007: 75-75).

Bagi Michael Sandel, praktik pengendalikan jenis kelamin, kelahiran dan semacamnya melalui teknologi pemberdayaan karena alasan kebebasan individu, otonomi, dan semacamnya sebenarnya hanya bersembunyi di balik logika pasar yang mementingkan permintaan dan penawaran. Pada akhirnya, praktik seleksi jenis kelamin atau eugenik yang semula dianggap bertujuan mulia – memperbaiki cacat, menyeimbangankan komposisi penduduk, dan semacamnya – justru terpasung dalam kepentingan pasar yang mengagung-agungkan hukum permintaan dan penawaran. Dalam arti itu, para pendukung teknologi pemberdayaan sebenarnya menggunakan orang lain (orang cacad, perempuan) sebagai alat untuk mencapai ambisi-ambisinya. Sementara dari perspektif otonomi, manusia “sempurna” yang dilahirkan karena penerapan teknologi pemberdayaan sebenarnya bukanlah manusia yang otonom, karena tidak hanya eksistensi mereka ditentukan oleh orang lain, sementara hubungan simetris antara orang-orang yang bebas dan setara dalam masyarakat tidak akan pernah terjadi. Manusia “unggul” dalam versi teknologi pemberdayaan juga kehilangan kebebasannya persis ketika kebebasan itu sendiri tidak kehilangan referensi kepada sesuatu yang eksistensinya tidak mengandalkan atau tergantung pada orang lain, entah itu bernama komunitas dengan kekayaan nilai-nilainya, atau Tuhan sendiri (TCAP, 2007: 82).

Bagi Michael Sandel, kehidupan sebagai anugerah menuntut manusia memiliki sikap kerendahan hati, tanggung jawab, dan solidaritas. Kerendahan hati berhubungan dengan kenyataan bahwa “we cannot choose the kind we want”, dan ini yang membuat kita membuka diri kepada “the

Page 18: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

102

unbidden”. Pada level individu (keluarga), keterbukaan ini mengundang kita “to abide the unexpected, to love with dissonance, to reign in the impulse control” (TCAP, 2007: 86). Sementara pada level komunitas, kerendahan hati memampukan kita untuk memahami talenta yang kita miliki sebagai “utang” (indebted) dan bukan “pencapaian” (achievement). Sikap inilah yang memungkinkan seseorang memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan itu sendiri.

Teknologi HE yang menyangkal kehidupan sebagai anugerah juga membuat tanggung jawab menjadi tidak sekadar tergerus (eroded) tetapi juga meledak (explosion). Pada bidang olahraga, misalnya, seorang atlet yang terlahir dengan talenta keatlitannya tidak akan menegasikan atau menghancurkan tanggungjawab kita ketika dia kalah dalam sebuah kompetisi. Lain soal jika kegagalan berprestasi itu disebabkan oleh kegagalan aplikasi teknologi. Atau juga meledak dan hancurnya tanggung jawab dalam kasus PGD. Jika sebelum aplikasi teknologi, kelahiran bayi dengan kelainan down syndrome dianggap sebagai persoalan peluang genetik (chance), sekarang orang justru merasa dipersalahkan karena ketidakmampuan dalam menerapkan teknologi. Dalam arti itu, keterbukaan kepada misteri kelahiran telah diganti oleh dorongan kultur Promethean sebegitu rupa sehingga kita tidak hanya dibebani oleh tanggungjawab yang berlebihan, tetapi juga menghilangkan kesempatan bagi sikap solidaritas dengan mereka yang kurang beruntung (TCAP, 2007: 87-89).

5. Menolak Otonomi dan Kebebasan Mutlak

Gagasan kehidupan sebagai anugerah yang digunakan Michael Sandel untuk mengeritik teknologi HE melahirkan persoalan filosofis yang harus segera dipecahkan. Konsep kehidupan sebagai anugerah yang penerimaan atasnya membuka seseorang kepada the unbidden mengandai-kan adanya “pemberi” dan “penerima” anugerah tersebut.16 Siapakah pemberi anugerah tersebut? Bukankah sikap rendah hati dan keterbukaan kepada the unbidden justru merendahkan dimensi keagenan manusia sebagai makhluk rasional yang mampu mengambil keputusan moral secara bebas dan bertanggung jawab? Lalu, mengapa kerendahan hati menjadi aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam diskursus mengenai aplikasi teknologi pemberdayaan? Bukankah kerendahan hati dan ketertundukkan pada kehendak pemberi anugerah justru memasung kebebasan manusia itu

16 Analisis yang bagus tentang gift dan kewajiban moral dapat dibaca dalam karangan Paul

F. Camenisch, Gift and Gratitude in Ethics, The Journal of Religious Ethics.; 9(1), 1981, hlm. 1-34.

Page 19: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

103

sendiri untuk mengembangkan dirinya, termasuk kebebasan untuk mengem-bangkan teknologi pemberdayaan?

A. David Kline17 mencoba menafsir pemahaman Michael Sandel mengenai kerendahan hati dalam konteks sekuler.18 Bagi Kline, bersikap rendah hati sama artinya dengan “mengenali tempat Anda sendiri”. Sikap rendah hati bisa juga dipahami sebagai:

“....having an accurate sense of oneself. The humble person accurately assesses his or her powers and abilities in relation to the powers and abilities of others and what is known about world. To have failure of humility is to think too much of oneself”.19

Penafsiran ini sebetulnya mendekati apa yang ingin dikatakan Michael Sandel. Dengan mengadopsi konsepsi teologi mengenai kehidupan sebagai anugerah, Michael Sandel tidak bermaksud membangun kritiknya terhadap teknologi HE secara teologis. Michael Sandel sebetulnya ingin menegaskan pentingnya manusia mengenal dirinya secara akurat dan mengetahui tempatnya dalam masyarakat. Dengan begitu, pemberi anugerah tidak harus dipostulatkan sebagai Tuhan. Dia dapat saja merupakan keadaan alamiah tertentu yang memang hanya bisa diterima begitu saja, atau bisa jadi suatu komunitas tertentu.

Dari perspektif inilah kita dapat memahami seluruh gagasan Michael Sandel mengenai kehidupan sebagai anugerah, keterbatasan kebebasan dan otonomi dan sebagainya. Bagi Michael Sandel, penggunaan teknologi pemberdayaan mengatasnamakan kebebasan dan otonomi justru merupakan alasan yang rapuh persis ketika kebebasan dan otonomi itu sendiri memiliki keterbatasan. Para pendukung teknologi HE dapat saja berpikir bahwa manusia adalah pribadi yang bebas dan tidak harus diatur dan dikendalikan oleh pembatasan-pembatasan tertentu. Ini nyata dalam hasrat manusia untuk menguasai (mastery) misteri kelahiran, misteri kompetisi dalam pertan-dingan, dan sebagainya.

Bagi Sandel, kebebasan individu tidak pernah bersifat mutlak sebagaimana digambarkan para pembela liberalism.20 Kebebasan mutlak

17 Kline, A. David. Giftedness, Humility and Genetic Enhancement, Human Reproduction

and Genetic Ethics; 2007; 13(2), hlm. 16-21. 18 Ibid, hlm. 18-19. 19 Ibid, hlm. 19. 20 “The idea of persons as free and independent selves, unbound by moral or communaThis

image of freedom found expression across the political spectrum.” Sandel, Michael J., Public Philosophy: Essays on Morality in Politics, Massachussetts, Harvard University Press, 2005, hlm. 21.

Page 20: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

104

hanya akan memisahkan individu dari tujuan (telos) yang ingin dicapainya dari orang lain. Dalam kebebasan mutlak, telos yang ingin dicapai individu hanya akan merupakan pengulangan berbagai pilihan tindakan tanpa adanya pertimbangan dan evaluasi kualitatif atas seluruh hasrat dan pilihannya. Inilah keadaan di mana “.... we have no way to evaluate and regulate our current wants and desires and no way to decide just what freedom requires us.”21 Dan jika ini terjadi, manusia sebetulnya jatuh ke dalam keadaan di mana “... a person wholly without character, without moral depth.”22 Padahal, hasrat untuk mengejar dan merealisasikan sesuatu yang dianggap baik sebenarnya adalah sebuah “tindakan pengakuan” yang melaluinya manusia menemukan suatu tujuan (telos) sebagaimana digambarkan atau didefinisikan oleh “unifying human good”. Dalam arti itu, eksistensi tujuan (telos) selalu mendahului individu dan kebebasannya. Bagi Sandel, tujuan atau kebaikan selalu merupakan “formative project”,23 yang tidak pernah bisa dikonsepsi oleh individu dalam kebebasannya yang mutlak. Kebaikan sebagai telos selalu dihasilkan secara deliberatif sebagai sebuah identitas publik. Itu artinya kebebasan yang mutlak sekaligus juga menegasi dan mengasingkan manusia dari sesamanya.

Demikianlah, bagi Michael Sandel, kebebasan dan otonomi individu tidak bisa dipahami lepas dari komunitas dan nilai-nilainya. Bagi Sandel, kita harus memahami diri kita sebagai “... creatures of a certain kind, related to human circumstances in a certain way.”24 Kebebasan manusia bersifat terbatas dalam komunitas ketika setiap anggotanya

“....deliberating with fellow citizens about the common good and helping to shape the destiny of the political community. But to deliberate well about common good requires more than the capacity to choose one’s end and to respect other’s rights to do the same. It requires the knowledge of public affairs and also a sense of belonging, a concern for the whole, a moral bond with the communty whose fate is at stake.”25

Jelas bahwa kebebasan bersifat terbatas ketika individu tidak hanya memahaminya dalam komunitas tertentu, tetapi juga merealisasikannya dalam lingkup komunitas. Individu yang bebas dan otonom bagi Sandel

21 Sandel, Michael J., Liberalism and the Limits of Justuce, Cambridge: Cambridge

University Press, 1998, hlm. 165-166. 22 Ibid, hlm. 178-179. 23 Ibid, hlm. 27. 24 Ibid, hlm. 133. 25 Sandel, Michael J., Public Philosophy: Essays on Morality in Politics, Massachussetts,

Harvard University Press, 2005, hlm.10.

Page 21: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

105

adalah individu yang memahami dirinya sebagai berhakikat sosial, yang memberikan isi pada kebebasannya sebagai yang dibangun di atas nilai atau telos tertentu dari komunitas.26

Bagi Michael Sandel, individu yang memiliki kebebasan yang terkondisi dalam suatu komunitas tertentu itu menghayati kebebasannya dalam pluralitas karena eksistensi individu lainnya dalam komunitas yang sama, yang memiliki shared values dan upaya merealisasikan common good yang sama. Konsekuensinya, telos atau common good haruslah merupakan “konsepsi intersubjektif”.27 Bagi Sandel, hanya konsepsi intersubjektif mengenai telos atau common good yang memberi kemungkinan kepada hadirnya “moral circumstances”. Tujuan bersama yang dikonsepsi bersama secara bersama ini sekaligus menegaskan adanya tanggung jawab bersama dalam merealisasikannya, dan bukan realisasi secara sendiri-sendiri oleh competing individuals sebagaimana dipahami liberalisme.28 Konsepsi intersubjektif mengenai telos atau common good dalam moral circumstances tertentu inilah yang mendefinisikan hakikat individu manusia sebagai yang bersifat dialogis; bahwa konsepsinya mengenai telos dan kebaikan bersama itu tidak mungkin dihasilkan dari sebuah proses solitary reflection persis ketika apa yang dihasilkan adalah moral matters yang prosesnya selalu merupakan “... reasoning with somebody”.29

Penolakan Michael Sandel atas kebebasan dan otonomi mutlak manusia membantu kita untuk memahami pemikirannya mengenai kehidupan sebagai berkat. Mengikuti penafsiran A. David Kline, pemberi berkat tidak harus dipahami sebagai Tuhan. Pemberi berkat dapat dipahami sebagai komunitas tertentu yang konsepsi mengenai kebaikan telah mendahului kebebasan manusia. Bahwa kerendahan hati dan keterbukaan kepada the unbidden seharusnya juga dipahami sebagai kesadaran akan identitas diri sebagaimana didefinisikan secara deliberatif dalam sebuah komunitas. Sikap ketidaknyamanan dan ketidaksenangan terhadap aplikasi teknologi HE, dengan demikian, harus dilihat sebagai reaksi terhadap upaya merealisasikan telos tertentu yang berbeda dengan kebaikan bersama. Padahal sebagai individu, kebaikan selaku telos yang ingin dikejar itu hanya bisa dipahami sebagai kebaikan dalam relasinya dengan konsepsi komunitas mengenai kebaikan.

26 Ibid, hlm. 11. 27 Sandel, Michael J., Liberalism and the Limits of Justuce, Cambridge: Cambridge

University Press, 1998, hlm. 62. 28 Ibid, hlm. 63. 29 Taylor, Charles, The Ethics of Authenticity, Massachusetts, Harvard University Press,

1991, hlm. 31-32.

Page 22: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

106

Di sinilah kita mengerti dengan baik mengapa komite atletik internasional menghukum para atlet yang menggunakan doping. Kita juga mengerti mengapa teknologi peninggi badan yang memampukan seseorang dalam bermain basket atau berlari justru menghilangkan rasa kagum kita pada talenta dan bakat alamiah olahragawan. Kita mengerti mengapa hyperparenting sebagai upaya mereduksikan anak sebagai proyek pribadi orangtua untuk mencapai tujuan tertentu sebagaimana didefinisikan pasar seharusnya juga ditolak. Kita pun mengerti dengan baik mengapa teknologi seleksi seks yang mengarah kepada praktik eugenik adalah tindakan yang tidak etis karena mereduksikan manusia sebagai alat atau sarana demi tujuan politik atau ekonomis tertentu.

Apakah enhanced human being adalah jenis manusia yang kita kehendaki? Dari perspektif hidup sebagai anugerah dan dari sudut pandang telos sebagai unifying good yang didefinisikan bersama dalam sebuah komunitas, menurut Michael Sandel, kita tidak menginginkan jenis manusia seperti ini. Dalam arti itu, Michael Sandel memang seorang pembela anti perfeksionisme yang sangat konsisten dengan pendiriannya.

6. Penutup: Beberapa Catatan Kritis

Dua keberatan utama Michael J. Sandel terhadap teknologi HE telah diuraikan, yakni keberatan berdasarkan alasan otonomi dan kebebasan individu serta alasan fairness (keadilan). Dari perspektif kebebasan dan otonomi individu, Sandel mendasarkan dirinya pada pemikiran filosofisnya mengenai kebebasan terbatas individu dalam sebuah komunitas. Bahwa individu tidak bisa sewenang-wenang memberdayakan dirinya sebagai ekspresi kebebasannya lepas dari telos atau common good sebuah komunitas. Dalam arti itu, kehidupan sebagai anugerah (gift) dalam pengertian sekulernya yang dimengerti sebagai kesadaran individu akan identitas dirinya bukan sebagai hyper agency tetapi embeded agency digunakan Sandel untuk membatasi atau bahkan menolak aplikasi teknologi pemberdayaan demi alasan apa pun.

Dari perspektif keadilan (fairness), aplikasi teknologi pemberdayaan justru berimplikasi pada sikap diskriminatif masyarakat atas generasi yang belum lahir karena teknologi membatasi siapa yang boleh lahir dan siapa yang tidak. Perspektif keadilan (fairness) menegaskan dua hal sekaligus. Pertama, kalau pun masyarakat kita sudah tertata dengan baik dalam artian masyarakat yang adil dan yang menghormati hak-hak individu, dan kalau pun akses terhadap teknologi HE bersifat setara bagi semua orang, bertahannya ketidaknyamanan dan ketidaksenangan terhadap aplikasi teknologi pemberdayaan tidak bisa disepelehkan begitu saja. Ketidak-

Page 23: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

107

senangan ini justru sedang menunjukkan bahwa tujuan atau kebaikan bersama yang hendak dicapai berdasarkan nilai-nilai hidup bersama sedang dipertaruhkan eksistensinya. Kedua, perlakuan yang diskriminatif terhadap generasi yang belum lahir – umumnya terhadap perempuan – dikhawatirkan mempengaruhi sikap diskriminatif kita terhadap orang cacad dan semua kelompok disabel yang eksistensinya dilihat sebagai beban.

Tidak bisa dipungkiri, seluruh penolakan Michael J. Sandel atas teknologi pemberdayaan dibangun di atas pandangan filsafat komuni-tarianisme. Komunitarianisme sendiri sebenarnya adalah filsafat sosial yang dibangun di atas asumsi bahwa yang baik (the good) harus didefinisikan secara sosial. Sebagai reaksi terhadap liberalisme, terutama pemikiran John Rawls mengenai keadilan, komunitarianisme menolak pandangan bahwa setiap individu mendefinisikan dan menentukan sendiri-sendiri apa yang baik yang ingin direalisasikannya. Komunitarianisme menekankan pentingnya kebaikan bersama (common good), nilai inti yang diterima bersama (shared core values), serta tanggungjawab individu terhadap komunitas.30 Seluruh perbincangan mengenai telos dan common good sebagai persepsi intersubjektif yang menempatkan eksistensi tujuan bersama di atas proyek perorangan sebagaimana dideskripsikan di atas menegaskan karakteristik utama dari etika komunitarianisme dimaksud.

Dalam konteks kritik Michael J. Sandel terhadap kebebasan dan otonomi, keadilan serta nilai-nilai etika komunitarian inilah kita bisa mengajukan 3 pertanyaan kritis. Pertama, kritik Sandel terhadap kebebasan dan otonomi individu sebagaimana dipersepsi liberalisme dikemukakan sebegitu rupa sehingga kita mau tidak mau mengakui bahwa individu yang didukung liberalisme memang bersifat atomistik, solitary, dan self-sufficient. Sebagai cara berargumentasi melawan liberalisme, distingsi semacam ini memang memudahkan pemahaman. Pertanyaannya, apakah kaum liberal pun memaksudkan individual agency sebagai hyper agency dengan karakteristik sebagaimana dituduhkan kaum komunitarian? Apakah kaum liberal memang benar-benar menyangkal dimensi manusia sebagai social dan political animal? Sayangnya, Michael J. Sandel dan para filsuf komunitarian lupa bahwa masyarakat liberal tidak bermaksud menyangkal nilai-nilai komunitas, moral framework, dan semacamnya. Kaum liberalis tidak memahami individu sebagai diri (self) yang diciptakan ex-nihilo lepas dari konteks sosial tertentu. Kaum liberal justru menerima sebagai kenyataan tak-terbantahkan, bahwa kita berpikir dan bertindak dalam cara

30 Etzioni, A., Communitarianism. Dalam: Encyclopedia of Applied Ethics, Second Edition,

2012 (1), Washington: The George Washington University, hlm. 516.

Page 24: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

108

yang sudah dipengaruhi oleh komunitas dan konteks sosial kita. Dalam arti itu kebebasan dan otonomi individu tak-terbatas sebagaimana dikritik Michael J. Sandel tidak sepenuhnya benar sebagai potret atas realitas sosial masyarakat liberal.31

Kedua, apakah sikap anti perfeksionisme sebagaimana diperjuang-kan Michael J. Sandel merupakan sikap politik permanen? Tampaknya Michael J. Sandel memaksudkannya demikian. Sikap moral semacam ini mengandung dua kelemahan sekaligus. Di satu pihak, sikap anti perfeksionisme menyangkal pluralitas individu yang ingin dibelanya. Michael J. Sandel benar, bahwa common good atau telos hanya bisa ditentukan bersama individu lain, karena itu pluralitas menjadi sebuah keniscayaan realitas. Sayangnya, dukungan terhadap komunitarianisme hanya akan menyulitkan kelompok liberal untuk memperjuangkan pilihan-pilihan moralnya. Dalam kasus hyperparenting yang dikritik Sandel, misalnya. Sejauh mana bisa ditarik garis pembatas yang tegas bahwa pemilihan sekolah terbaik untuk anak-anak, memperlengkapi anak-anak dengan kursus musik, pemusatan latihan olahraga, kursus bahasa, dan semacamnya telah melampaui kepantasan cinta kepada anak karena mereduksikan anak kepada alat untuk mencapai ambisi pribadi dan sejauh mana merupakan ekspresi cinta murni? Dalam konteks pemberdayaan demi meningkatkan memori, kekuatan fisik, tinggi badan, dan seleksi seks, misalnya, apakah ekspresi otonomi dalam wujud informed consent harus dicurigai dan ditolak sama sekali? Pembedaan antara aplikasi teknologi HE karena alasan medis dan demi memenuhi hasrat pribadi memang baik untuk mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan. Tetapi apakah pilihan individu untuk menerapkan teknologi pemberdayaan harus dicurigai sama sekali?

Di lain pihak, kecurigaan semacam ini justru dapat menghambat upaya manusia memajukan teknologi demi memajukan masyarakat. Pengembangan ilmu pengetahuan dewasa ini bukan tidak memperhatikan nilai-nilai moral, sehingga mengaplikasikan teknologi HE tidak akan bisa dilepaskan dari upaya melindungi individu dari konsekuensi negatifnya. Upaya Lembaga Ilmu Pengetahauan Inggris yang bekerjasama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Medis sebagaimana disinggung di atas dapat menjadi contoh yang baik untuk mengkritik Michael Sandel. Bahwa pilihan individu dalam menggunakan teknologi HE pun tidak bisa dilepaskan dari

31 Bell, D. Communitarianism. The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Spring 2012

Edition), Edward N. Zalta (ed.), URL = http://plato.stanford.edu/archives/spr2012/ entries/communitarianism/. (Last Accessed: 12 Mei 2013).

Page 25: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

109

upaya komisi etis atau apapun namanya demi melindungi individu bersangkutan. Dalam arti itu, pilihan individu dalam menggunakan teknologi pemberdayaan tidak pernah bisa dibiarkan tanpa campur tangan negara dalam melindungi warganya.

Ketiga, apa yang digambarkan Michael J. Sandel memang meng-garisbawahi pentingnya memperhatikan moral framework, nilai-nilai moral komunitas, dan semacamnya dalam setiap penentuan telos atau kebaikan bersama. Kalau pun nilai-nilai komunitarian digunakan sebagai referensi dalam “formative politics” sebagaimana dikatakan Michael J. Sandel,32 kita tetap akan berhadapan dengan sulitnya menentukan nilai moral atau telos mana yang hendak diikuti berhadapan dengan ambiguitas pluralisme. Kaum komunitarian memang berpendapat bahwa pluralisme nilai dan kultur mewajibkan kita untuk memiliki sikap “critical yet sympathetic engagement with other cultures and traditions” supaya kita bisa memperkaya identitas kita.33 Menurut William R. Lund, “formative politics” yang melaluinya telos atau kebaikan bersama didefinisikan bersifat sewenang-wenang persis ketika pluralitas individu dengan nilai dan normanya dievaluasi dengan mensubordinasikannya di bawah “the good of active citizenship” sebegitu rupa sehingga yang terjadi bukanlah pemerkayaan nilai dan norma, tetapi “the use of state power to promote or retard particular ways of life.”34 Dalam arti ini, gerakan anti perfeksionisme yang diperjuangkan Michael J. Sandel memberi kesan sebagai upaya “memaksakan” partikular ways of life sebagaimana ditegaskan William R. Lund tersebut. Daftar Pustaka

Bell, Daniel. “Communitarianism“, dalam The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Spring 2012 Edition), Edward N. Zalta (ed.), First published Thu Oct 4, 2001; substantive revision Wed Jan 25, 2012. Diakses pada: 12 Mei 2013. <http://plato.stanford.edu/archives/ spr2012/entries/communitarianism/>.

Camenisch, Paul F. “Gift and Gratitude in Ethics“, dalam The Journal of Religious Ethics, Vol. 9 No. 1. (1981): 1-34.

32 Sandel, Michael J., Public Philosophy: Essays on Morality in Politics, Massachussetts,

Harvard University Press, 2005, hlm. 10. 33 Lund, William R. Perfectionism, freedom, and virtue: Sandel’s “formative project”.

2002;28 (4), hlm.626. 34 Ibid

Page 26: Isi Jurnal - Vol 5 - November 2013 · PDF fileJURNAL ETIKA Volume 5, November 2013: 85-110 Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement 85 KRITIK MICHAEL SANDEL ... for medical

JJUURRNNAALL EETTIIKKAA Volume 5, November 2013: 85-110

Kritik Michael Sandel Atas Teknologi Human Enhancement

110

Chia, Stella C. dan Wen, Nainan. “College Men’s Third-Person Perceptions about Idealized Body Image and Consequent Behavior“, dalam Sex Roles, Volume 63, Issue 7-8, Oktober (2010): 542–555.

DeGrazia D. “Enhancement Technology and Human Identity“, dalam The Journal of Medicine and Philosophy, Volume 30, Issue 3, (2005): 261-283.

Etzioni, A., “Communitarianism”. Dalam: Encyclopedia of Applied Ethics, (Second Edition), Vol. 1, Washington: The George Washington University. 2012: 516-521.

Kline, A. David. “Giftedness, Humility and Genetic Enhancement“, dalam. Human Reproduction and Genetic Ethics, Volume 13 No. 3 (2007): 16-21.

Lund, William R. “Perfectionism, freedom, and virtue: Sandel’s ’formative project’“, dalam Social Theory & Practice, Volume 28, Issue 4. Oktober (2002): 611-636.

Miller, Paul; Wilsdon James. Better Humans? The Politics of Human Enhancement and Life Extention. London: Demos. 2006.

The Academy of Medical Sciences, British Academy, Royal Academy of Engineering, The Royal Society. Human enhancement and the future of work. Report from a joint workshop. November 2012.

The Academy of Medical Science, British Academy, Royal Academy, The Royal Society. Human Enhancement and the Future of Work. Report from a Joint Workshop. Academy of Medical Sciences, United Kingdom. 2012.

Sandel, Michael J. The Case Against Perfection. Ethics in the Age of Genetic Engineering. Massachusetts: Harvard University Press. 2007.

Sandel, Michael J. Public Philosophy: Essays on Morality in Politics. Massachusetts: Harvard University Press. 2005.

Sandel, Michael J. Liberalism and the Limits of Justice, (Second Edition). Cambridge: Cambridge University Press. 1998.

Taylor, Charles, The Ethics of Authenticity. Massachusetts: Harvard University Press, 1991.