Interferometer

download Interferometer

of 11

Transcript of Interferometer

  • Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya

    Masroatul Falah Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Diponegoro

    ABSTRACT

    An interferometer Michelson method is used to determine wavelength of diode laser.

    Before used to determine wavelength of diode laser, have been done calibration by shifting micrometer using He-Ne laser. By shifting movable mirror, the interference fringes will appear fringes on screen which is can determine wavelength of diode laser.

    From the result calibration, one scala of micrometer has ( )

    skalam0030,09963,0 . The wavelength of red diode laser I

    is ( )2648 nm, red diode laser II is ( )2645 nm, and green diode laser is ( )6543 nm. Fringes form laser which has a large wavelength getting fewer than laser with a small wavelength.

    Keyword : Interferometer Michelson, Interference, Wavelength.

    PENDAHULUAN Fenomena interferensi selalu berkaitan

    dengan teori gelombang cahaya. Pada hakekatnya cahaya mempunyai besaran amplitudo, panjang gelombang, fase serta kecepatan. Apabila cahaya melewati suatu medium maka kecepatannya akan mengalami perubahan. Jika perubahan tersebut diukur, maka dapat di peroleh informasi tentang keadaan objek/medium yang bersangkutan misal indeks bias, tebal medium dari bahan yang dilewatinya dan panjang gelombang sumbernya.

    Pengukuran panjang gelombang cahaya dapat dilakukan dengan cara interferensi. Untuk mendapatkan pola interferensi ada berbagai metode, antara lain dengan interforemeter Michelson, interferometer Fabry Perot dan interferometer Twymen Green.

    Interferometer yang dikembangkan oleh A.A. Michelson pada tahun 1881 menggunakan prinsip membagi amplitudo gelombang cahaya menjadi dua bagian yang berintensitas sama. Pembelahan amplitudo gelombang

  • menjadi dua bagian dilakukan dengan menggunakan pemecah sinar (beam splitter). Pola interferensi yang terbentuk pada interferometer Michelson lebih tajam, lebih jelas dan jarak antar frinjinya lebih sempit dibanding interferometer yang lain, baik interferometer Fabry Perot maupun Twymen Green (Resnick, 1999).

    Dalam penelitian ini yang diamati adalah perubahan pola dan jumlah frinji interferensi pada Interferometer Michelson, sehingga dari perubahan pola frinji tersebut dapat dihitung nilai panjang gelombang laser dioda merah dan laser dioda hijau.

    Manfaat dari penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai fenomena fisis dari interferensi dan prinsip kerja interferometer Michelson, sebagai kalibrasi alat optis dan sebagai dasar dalam pembuatan spektrometer. Untuk aplikasi lebih lanjut dapat diterapkan pada teknologi film tipis.

    DASAR TEORI

    1. Interferensi Interferensi dan difraksi merupakan fenomena penting yang membedakan gelombang dari partikel. Interferensi ialah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu dalam satu titik di ruang. Sedangkan difraksi adalah pembelokan gelombang di sekitar sudut yang terjadi apabila sebagian muka

    gelombang dipotong oleh halangan atau rintangan (Tipler, 1991).

    Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan fasenya 0 atau bilangan bulat

    kelipatan 360, maka gelombang akan

    sefase dan berinterferensi secara saling menguatkan (interferensi konstruktif). Sedangkan amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo masing-masing gelombang. Jika perbedaan fasenya 180

    atau bilangan ganjil kali 180, maka gelombang yang dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi secara saling melemahkan (interferensi destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan amplitudo masing-masing gelombang (Tipler, 1991). Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 360o, yang ekivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama sekali. Perbedaan lintasan setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 180o. Umumnya, perbedaan lintasan yang sama

  • dengan d menyumbang suatu perbedaan fase yang diberikan oleh (Tipler, 1991):

    odd 3602 pi

    =

    = (2.1) (2.1)

    Interferensi gelombang dari dua sumber tidak teramati kecuali sumbernya koheren, atau perbedaan fase di antara gelombang konstan terhadap waktu. Karena berkas cahaya pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas, dua sumber cahaya biasanya tidak koheren (Laud, 1988). Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai dengan memantulkan cahaya dari dua permukaan yang terpisah (Tipler, 1991). Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan panjang lintasan disebut interferometer optik. Interferometer

    dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya pertama di bagi menjadi dua, sehingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar akan membentuk pola interferensi yang berwujud garis gelap terang berselang-seling. Di tempat garis

    terang, gelombang-gelombang dari kedua celah sefase sewaktu tiba di tempat tersebut. Sebaliknya di tempat garis gelap, gelombang-gelombang dari kedua celah berlawanan fase sewaktu tiba di tempat tersebut (Soedojo, 1992). Untuk pembagi amplitudo, diumpamakan sebuah gelombang cahaya jatuh pada suatu lempeng kaca yang tipis. Sebagian dari gelombang akan diteruskan dan sebagian lainnya akan dipantulkan. Kedua gelombang tersebut tentu saja mempunyai amplitudo yang lebih kecil dari gelombang sebelumnya. Ini dapat dikatakan bahwa amplitudo telah terbagi. Jika dua gelombang tersebut bisa disatukan kembali pada sebuah layar maka akan dihasilkan pola interferensi (Hecht, 1992). 2.2. Interferometer Michelson

    Interferometer Michelson

    merupakan seperangkat peralatan yang

    memanfaatkan gejala interferensi. Prinsip interferensi adalah kenyataan bahwa beda lintasan optik (d) akan membentuk suatu frinji (Resnick, 1993). Gambar dibawah merupakan diagram skematik interferometer Michelson. Oleh

    permukaan beam splitter (pembagi berkas) cahaya laser, sebagian dipantulkan ke kanan dan sisanya ditransmisikan ke atas. Bagian yang dipantulkan ke kanan oleh suatu cermin

  • datar (cermin 1) akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang kemudian menuju ke screen (layar). Adapun bagian yang ditransmisikan ke atas oleh cermin datar (cermin 2) juga akan dipantulkan kembali ke beam splitter, kemudian bersatu dengan cahaya dari cermin 1 menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi yang ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap-terang (frinji) (Soedojo, 1992).

    Gambar 2.1 Skema Interferometer Michelson dengan 1. laser, 2. cermin 1, 3. cermin 2, 4. layar

    Pengukuran jarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakan cermin pada Interferometer Michelson dan menghitung frinji interferensi yang bergerak atau berpindah, dengan acuan suatu titik pusat. Sehingga diperoleh jarak pergeseran yang berhubungan dengan perubahan frinji, sebesar:

    2Nd = (2.2)

    dengan d adalah perubahan lintasan

    optis, adalah nilai panjang gelombang

    sumber cahaya dan N adalah perubahan jumlah frinji (Phywe,2006). 2.3. Spektrum Atomik Telah ditemukan bahwa zat mampat (zat padat dan zat cair) pada setiap temperatur memancarkan radiasi dengan berbagai panjang gelombang, walaupun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jika gas atomik atau uap yang bertekanan sedikit di bawah tekanan atmosfer, radiasi yang dipancarkan mempunyai spektrum yang berisi hanya panjang gelombang tertentu saja. Susunan ideal untuk mengamati spektrum atomik seperti itu digunakan spektrometer yang memakai kisi difraksi (Beiser, 1992). Menurut Sears (1972), jika sumber cahaya adalah zat padat atau zat cair yang berpijar maka spektrumnya adalah kontinu, yaitu cahaya yang terdiri dari semua panjang gelombang. Tetapi jika sumber adalah gas yang didalamnya terjadi pelepasan muatan listrik atau sebuah nyala api maka spektrum yang muncul bukanlah sebuah pita warna kontinu tetapi hanya beberapa warna dalam bentuk garis-garis sejajar yang terisolasi. Spektrum semacam ini dikatakan sebagai spektrum garis. Jangkauan spektrum cahaya

    tampak pada panjang gelombangnya adalah dari 380nm (dalam daerah warna

    4

    Beam splitter

    lensa 1

    2

    3

  • ungu) sampai dengan 760nm (dalam daerah warna merah). Aproksimasi jangkauan panjang gelombang untuk berbagai warna dalam jangkauan cahaya tampak ditunjukkan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1. Jangkauan panjang gelombang

    berbagai warna dalam spektrum cahaya tampak (Miller dan Schrocer, 1987)

    Warna Jangkauan panjang gelombang (nm)

    Ungu 380 450

    Biru 450 490

    Hijau 490 560 Kuning 560 590

    Jingga 590 630

    Merah 630 760

    METODE PENELITIAN Langkah pertama yang harus dilakukan

    dalam penelitian ini adalah mengkalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur posisi laser, beam splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar laser yang melewati semua

    peralatan tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara menggeser-geser salah satu cermin sampai

    dihasilkan pola gelap terang (frinji) pada layar. Kalibrasi mikrometer ini bertujuan

    untuk menentukan nilai 1 skala mikrometer

    (d) pada alat belum tentu sama dengan pergeseran cermin (movable mirror) sebesar 1 m . Kalibrasi mikrometer dilakukan

    dengan menggeser movable mirror tiap

    1m, hingga mencapai 25 pergeseran skala

    mikrometer. Akibat pergeseran skala mikrometer maka pada layar akan nampak perubahan jumlah frinji. Sehingga dari transisi frinji yang terhitung dapat ditentukan nilai tiap skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah 632,8nm

    Adanya perbedaan frekuensi sumber menyebabkan nilai panjang gelombang yang dihasilkan berbeda, maka dengan prinsip interferometer Michelson ini nilai panjang gelombang laser dioda merah dan laser dioda hijau dapat diukur. Untuk menentukan nilai

    panjang gelombang ( ) laser dioda merah dan laser dioda hijau, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

    Nd

    =

    2 . Yaitu dengan cara,

    menggeser movable mirror sehingga

    panjang lintasan optis ikut bergeser sejauh d. Akibat pergeseran tersebut maka pada layar akan tampak perubahan

    jumlah frinji (frinji masuk ke pusat interferensi) sebesar N dan akhirnya dapat diperoleh nilai . Pergeseran dilakukan tiap 1 skala mikrometer.

    Variabel yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah d (perubahan lintasan optis), d (beda lintasan optis), N (perubahan frinji), N (jumlah perubahan frinji), 0 (panjang

  • gelombang laser He-Ne pada referensi = 632,8nm).

    Diagram alat Interferometer

    Michelson yang digunakan dalam percobaan ditunjukan pada gambar di bawah ini:

    Gambar 3.2 diagram alat percobaan Interferometer Michelson dengan keterangan gambar (1)Laser (2)lensa cembung (3)cermin

    tetap (4)cermin yang dapat digerakkan (5)beam splliter (6)layar (7)kamera digital (8)komputer

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Kalibrasi Mikrometer Kalibrasi mikrometer dilakukan

    dengan menggeser movable mirror tiap 1

    m, hingga mencapai 25 pergeseran skala mikrometer. Penentuan satu skala

    mikrometer pada Interferometer Michelson, diperoleh dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah tepat 632,8 nm (sesuai referensi), dengan persamaan (2.2) maka dapat dihitung nilai tiap satu skala mikrometer.

    Prinsip dari percobaan interferometer Michelson yang telah dilakukan, yaitu

    seberkas cahaya monokromatik yang dipisahkan di suatu titik tertentu sehingga masing-masing berkas dibuat melewati dua panjang lintasan yang berbeda, dan kemudian disatukan kembali melalui pantulan dari dua cermin yang letaknya saling tegak lurus dengan titik pembagi berkas tersebut. Setelah berkas cahaya monokromatik tersebut disatukan maka akan didapat pola interferensi akibat penggabungan dua gelombang cahaya tersebut. Pola interferensi itu terjadi karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan tersebut.

    Jika panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola frinji akan masuk ke pusat pola. Jarak lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke layar. Bila pergeseran beda panjang lintasan gelombang cahaya mencapai maka akan terjadi interferensi konstruktif yaitu terlihat pola terang, namun bila

    pergeserannya hanya sejauh /4 yang sama artinya dengan berkas menempuh

    lintasan /2 maka akan terlihat pola gelap.

    Pada gambar 4.1. ditunjukkan bentuk pola interferensi dari percobaan

    1

    2

    5

    8

    3

    4

    7

    6

  • interferometer Michelson dengan sumber Laser He-Ne.

    Gambar 4.1 Pola Interferensi Interferometer Michelson dengan sumber Laser He-Ne

    Hasil kalibrasi interferometer Michelson dapat dilihat pada gambar 4.2. Dari pergeseran pola diperoleh hasil grafik hubungan antara pergeseran cermin terhadap perubahan skala mikrometer.

    0 5 10 15 20 25 300

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    jumla

    h pe

    rges

    era

    n sk

    ala

    m

    ikro

    met

    er

    skala pergeseran mikrometer (d)

    Gambar 4.2. Grafik hubungan antara pergeseran dan jumlah nilai skala pada mikrometer.

    Grafik kalibrasi mikrometer yang diperoleh merupakan grafik linier

    xy 9963,01099,0 += dengan nilai slope

    adalah ( )skala

    m0030,09963,0 dengan x

    adalah skala pergeseran mikrometer (d) dan y adalah jumlah pergeseran skala mikrometer. Ini berarti bahwa nilai satu

    skala mikrometer sama dengan pergeseran movable mirror sejauh ( )

    skalam0030,09963,0 . Nilai

    pergeseran pada skala mikrometer yang diperoleh ternyata tidak tepat 1m, hal

    ini dikarenakan kecenderungan mikrometer yang mengalami kelenturan

    setelah diputar hingga batas tertentu. Hasil dari kalibrasi mikrometer

    tersebut kemudian digunakan sebagai nilai patokan untuk perhitungan

    selanjutnya yaitu penentuan nilai panjang gelombang laser dioda.

    2. Penentuan Nilai Panjang Gelombang Laser Dioda

    Pada penelitian kali ini, Laser yang digunakan adalah laser dioda merah I

    dengan panjang gelombang 650nm, laser dioda merah II dengan panjang gelombang 635nm~670nm dan laser dioda hijau. Metode yang digunakan adalah interferometer Michelson. Untuk

    menentukan nilai panjang gelombang ( ) laser dioda merah dan laser dioda hijau, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2) yaitu dengan menghitung perubahan frinji akibat adanya pergeseran lintasan optis pada berkas

    laser yang berinterferensi. Dengan mengetahui perubahan

    frinji untuk tiap pergeseran skala mikrometer, maka dapat diperoleh grafik

    hubungan jumlah pergeseran frinji terhadap pergeseran skala seperti pada

    gambar berikut

  • 0 5 10 15 20 25 300

    20

    40

    60

    80

    100

    jumla

    h pe

    ruba

    han fri

    nji (

    N)

    pergeseran skala mikrometer (d)

    (a)

    0 5 10 15 20 25 300

    20

    40

    60

    80

    100

    jumla

    h pe

    ruba

    han fri

    nji (

    N)

    pergeseran skala mikrometer (d)

    (b)

    0 5 10 15 20 25 300

    20

    40

    60

    80

    100

    jumla

    h pe

    ruba

    han fri

    nji (

    N)

    pergeseran skala mikrometer (d)

    (c) Gambar.4.3.(a) Grafik Pengukuran panjang gelombang Laser dioda merah I (650nm) (b) Grafik Pengukuran panjang gelombang Laser Dioda merah II (635nm ~ 670nm) (c) Grafik Pengukuran panjang gelombang laser dioda

    hijau.

    Gambar grafik 4.3. menunjukan bahwa perubahan jumlah frinji linier terhadap pergeseran lintasan optis yang dilalui oleh berkas cahaya laser dioda. Dan dari nilai kemiringan grafik, dapat ditentukan nilai panjang gelombang laser

    dioda merah I, laser dioda merah II dan laser dioda hijau. Nilai panjang gelombang yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1

    Tabel 4.1 Nilai panjang gelombang yang diperoleh pada penelitian

    No Data Hasil

    1 Panjang gelombang laser dioda merah I

    = (648 2) nm

    2 Panjang gelombang laser dioda merah II

    = (645 2) nm

    3 Panjang gelombang laser dioda hijau

    = (543 6) nm

    Dari grafik pengukuran nilai

    panjang gelombang laser dioda secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa, bila salah satu lintasan optis dari kedua berkas lintasan mengalami pergeseran, walaupun dalam orde beberapa mikro, maka akan terjadi pergeseran gelombang cahaya monokromatik sumber tersebut. Hal ini berpengaruh pada pola frinji yang dihasilkan, sehingga pada layar akan nampak pergerakan frinji (transisi frinji) dengan arah masuk pusat pola interferensi jika lintasan optisnya dibuat lebih panjang.

    Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, maka hasil penelitian kali ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Oktavia (2006). Pada

  • penelitian Oktavia, nilai satu skala mikrometer yang diperoleh adalah

    ( )0016,09902,0 m, panjang gelombang laser dioda merah yang terukur adalah

    ( )6,15,660 = nm dan laser dioda hijau adalah ( )7,25,530 = nm. Hal ini membuktikan bahwa dalam waktu yang lama, alat yang digunakan masih dapat bekerja dengan baik. Dari hasil kalibrasi juga dapat membuktikan bahwa alat interferometer Michelson ini masih layak

    dipakai pada penelitian saat ini.

    3. Analisis Pola Interferensi Penelitian interferometer Michelson

    dengan berbagai sumber cahaya menghasilkan pola interferensi yang tajam, jelas dan jarak antar pola frinjinya lebih sempit. Pola interferensi untuk berbagai sumber cahaya yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.4.

    (a) (b)

    (c) (d)

    Gambar 4.4. Pola interefensi (a) dengan sumber laser He-Ne (b) sumber laser dioda merah I (c)

    sumber laser dioda merah II dan (d) sumber laser dioda hijau.

    Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pola interferensi yang dihasilkan oleh laser He-Ne (a) mempunyai pola interferensi berupa lingkaran yang membentuk cincin interferensi dan memiliki pusat pola ditengah cincin yang lebih tajam dibandingkan dengan laser dioda merah dan laser dioda hijau. Ketika sumber berupa laser dioda merah (b) dan (c) pola interferensi gelap dan terangnya terpisah dengan jelas dan bisa di amati dengan baik sehingga jarak antar frinji gelap maupun terangya dapat di ukur. Sedangkan untuk pola interferensi yang di bentuk oleh laser dioda hijau, pola yang di peroleh lebih rapat dan tajam dari pola interferensi pada sumber laser dioda merah. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang laser dioda hijau lebih pendek. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Soedojo (1992) semakin pendek panjang gelombang suatu sumber cahaya, maka semakin pendek pula jarak pemisahan antara pola-pola terang yang

    terjadi. Berikut adalah gambar dari lebar

    interferensi gelap terang yang terjadi pada masing-masing laser dalam kondisi yang sama, yaitu jarak laser ke lensa 7cm, jarak beam splitter ke layar 53 cm dan skala mikrometer menunjukkan nilai 3m

  • (a) (b)

    (c) (d) Gambar 4.5. lebar interferensi (a) dengan

    sumber laser He-Ne, (b) sumber laser dioda merah I (c) sumber laser dioda merah II dan (d)

    sumber laser dioda hijau.

    Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pola interferensi yang terbentuk untuk laser yang panjang gelombangnya besar memiliki jumlah frinji yang lebih sedikit dibanding pada laser dengan panjang gelombang yang lebih kecil. Dapat dilihat pada laser He-Ne (a) bahwa jumlah frinji yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan laser merah I dan II. Lebar frinji terang yang terbentuk lebih lebar dan lebih tajam dibanding dengan laser dioda merah dan laser dioda hijau. Untuk laser dioda merah I (b) jarak antar pola terang pertama dengan pola terang kedua adalah lebih lebar dan jumlah frinji yang terbentuk pada layar juga lebih sedikit dibanding dengan laser dioda merah II. Pada gambar (c) tampak bahwa jarak antar frinjinya lebih sempit dan jumlah frinji yang terbentuk lebih banyak dibanding dengan laser dioda merah I.

    Sedangkan untuk laser dioda hijau (d), pola interferensinya tampak berhimpit dan frinji yang terbentuk pada layar lebih banyak dibandingkan dengan laser yang lainnya.

    Banyak atau sedikitnya jumlah frinji yang terbentuk tergantung pada beda lintasan optik antara kedua cahaya yang saling berinterferensi. Semakin besar beda lintasan optik antara kedua cahaya akan menyebabkan pola-pola interferensi (frinji) semakin banyak. Demikian pula sebaliknya semakin kecil beda lintasan optik akan mengakibatkan jumlah frinji semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Soedojo (1992) bahwa banyak atau sedikitnya jumlah frinji yang terbentuk tergantung pada beda lintasan optik antara kedua cahaya yang saling berinterferensi.

    KESIMPULAN

    Dari kalibrasi mikrometer dengan menggunakan laser He-Ne diperoleh nilai satu skala mikrometer adalah

    ( )skala

    m0030,09963,0 .Dari hasil

    penelitian diperoleh hasil perhitungan panjang gelombang dari sumber laser dioda merah I )2648( = nm, laser dioda merah II )2645( = nm dan laser dioda hijau )6543( = nm. Pola interferensi yang terbentuk untuk laser

  • yang panjang gelombangnya besar memiliki jumlah frinji yang lebih sedikit dan jarak antar frinjinya lebih lebar dibandingkan dengan laser yang panjang gelombangnya lebih kecil. DAFTAR PUSTAKA

    Beiser, A. 1992. Konsep Fsika Modern. Penerbit Erlangga: Jakarta

    Halliday, D. dan Resnick, R. 1999. Physics (terjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto). Jilid 2. Edisi 3. Penerbit Erlangga: Jakarta

    Halliday, D. dan Resnick, R. 1993. Fisika Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta

    Hecht, E., 1992, Optics, 2nd edition, Addison Wesley.

    Laud,B.B., 1988. Laser dan Optika Non Linier, Penerjemah: Sutanto. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta

    Miller, F., and Schrocer, D., 1987. College Physics, sixth edition. Harcout Brace Jovanovich Publisher: Orlando Florida

    Oktavia. A. 2006. Penggunaan Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Laser Dioda dan Indeks Bias Bahan Transparan. Semarang: Skripsi S-1 FMIPA UNDIP.

    Phywe, 2006. Fabry-Perot Interferometer. Phywe Handbook. Phywe Series of Publication.

    Sears, F.W., dan Zemansky, M.W. 1972. Optik dan Atom. Bina Tjipta: Jakarta

    Soedojo, P. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern.Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

    Suprayitno. 1997. Penentuan Panjang Gelombang Laser He-Ne dan Indeks

    Bias Udara dengan Metode Interferometer Michelson. Semarang: Skripsi S-1 FMIPA UNDIP.

    Tipler, P. A. 1991.Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 2 (alih bahasa Dr.Bambang Soegijono). Penerbit Erlangga: Jakarta