Institutions, Ideas and a Leadership Gap

4
Institutions, ideas and a leadership gap The EU’s role in multilateral competition policy Kebijakan persaingan Uni Eropa berkembang secara independen, namun institusi dan idenya didukung serta dipengaruhi oleh kebijakan antitrust milik Amerika Serikat. Diterimanya kebijakan persaingan sebagai kebijakan umum yang menyeluruh di Eropa terjadi pada tahun 1957 dan mambutuhkan kemajuan hukum dan putusan pengadilan secara bertahap. Kebijakan persaingan diterima di seluruh daratan Eropa baru terjadi pada tahun 1990 melalui implementasi Merger Control Regulation. Amerika Serikat memberikan dukungan terhadap dibentuknya kebijakan persaingan yang menyeluruh di Eropa. Dukungan pertama yang diberikan Amerika Serikat terhadap kebijakan persaingan Eropa dapat dilihat dalam perjanjian dibentuknya the European Coal and Steel Community (ECSC) pada tahun 1951, di mana melalui perjanjian itu, Eropa memulai perjalanannya dalam membentuk kebijakan persaingan. Langkah kedua Eropa dapat dilihat dengan ditandatanganinya the Treaty of Rome pada tahun 1957 dan dibentuknya European Economic Communities (EEC), di mana kebijakan persaingan disetujui sebagai kebijakan umumnya. Meskipun begitu, anggota dari EEC sendiri masih banyak yang memiliki kebijakan persaingan yang berbeda-beda, bahkan tidak memiliki kebijakan persaingan, sehingga Komisi mendorong struktur EEC agar semua anggota menggunakan kebijakan persaingan yang dibentuk oleh EEC, bahkan European Court of Justice (ECJ) pun harus turun tangan dalam menangani kebijakan ini. Dengan adanya bantuan dari ECJ, Komisi membuat adanya draft merger control pada tahun 1973. Setelah itu, pada tahun 1980-an, aktivitas merger di Eropa meningkat tajam sehingga dibentuklah Merger Control Regulation (MCR) pada tahun 1990. Merger menjadi domain dari Competition Directorate, terutama Merger Task Force,

description

institutions, ideas and a leadership gap

Transcript of Institutions, Ideas and a Leadership Gap

Page 1: Institutions, Ideas and a Leadership Gap

Institutions, ideas and a leadership gap

The EU’s role in multilateral competition policy

Kebijakan persaingan Uni Eropa berkembang secara independen, namun institusi dan idenya didukung serta dipengaruhi oleh kebijakan antitrust milik Amerika Serikat. Diterimanya kebijakan persaingan sebagai kebijakan umum yang menyeluruh di Eropa terjadi pada tahun 1957 dan mambutuhkan kemajuan hukum dan putusan pengadilan secara bertahap. Kebijakan persaingan diterima di seluruh daratan Eropa baru terjadi pada tahun 1990 melalui implementasi Merger Control Regulation.

Amerika Serikat memberikan dukungan terhadap dibentuknya kebijakan persaingan yang menyeluruh di Eropa. Dukungan pertama yang diberikan Amerika Serikat terhadap kebijakan persaingan Eropa dapat dilihat dalam perjanjian dibentuknya the European Coal and Steel Community (ECSC) pada tahun 1951, di mana melalui perjanjian itu, Eropa memulai perjalanannya dalam membentuk kebijakan persaingan. Langkah kedua Eropa dapat dilihat dengan ditandatanganinya the Treaty of Rome pada tahun 1957 dan dibentuknya European Economic Communities (EEC), di mana kebijakan persaingan disetujui sebagai kebijakan umumnya. Meskipun begitu, anggota dari EEC sendiri masih banyak yang memiliki kebijakan persaingan yang berbeda-beda, bahkan tidak memiliki kebijakan persaingan, sehingga Komisi mendorong struktur EEC agar semua anggota menggunakan kebijakan persaingan yang dibentuk oleh EEC, bahkan European Court of Justice (ECJ) pun harus turun tangan dalam menangani kebijakan ini. Dengan adanya bantuan dari ECJ, Komisi membuat adanya draft merger control pada tahun 1973. Setelah itu, pada tahun 1980-an, aktivitas merger di Eropa meningkat tajam sehingga dibentuklah Merger Control Regulation (MCR) pada tahun 1990. Merger menjadi domain dari Competition Directorate, terutama Merger Task Force, di mana akhirnya kebijakan supranasional Uni Eropa yang pertama terbentuk.

Selama tahun 1990-an, Uni Eropa dan AS tidak sepaham apakah lebih baik untuk iya atau tidak dalam mengejar upaya regulasi dalam kebijakan persaingan di tingkat multilateral. Uni Eropa dan AS akhirnya sepakat dan setuju untuk menempatkan kebijakan persaingan dalam agenda Doha Round pada tahun 2001 Namun, dua protagonis mengintai posisi yang saling bertentangan dan dengan sangat terbuka tidak menyetujui masalah ini pada tahun 1999. Pada konferensi Organization of Co-operation and Economic Development (OECD) dalam Trade and Competition di Paris, 29–30 June 1999, Komisioner Perdagangan Uni Eropa dan Wakil Presiden Komisi Sir Leon Brittan dan Asisten Jaksa Agung untuk Antitrust Joel I. Klein menyampaikan pidato yang bertentangan, di mana mereka mengumumkan posisi masing-masing pada multilateralisasi kebijakan persaingan di WTO.

Uni Eropa tampaknya mendukung multilateralisasi kebijakan persaingan di WTO sementara AS lebih memilih sistem saat ini, yaitu perjanjian bilateral. Berbicara untuk Uni Eropa, Sir Leon

Page 2: Institutions, Ideas and a Leadership Gap

Brittan menyatakan bahwa negosiasi perdagangan WTO sebelum memutuskan Seattle Ministerial harus mempertimbangkan adanya penyertaan kebijakan persaingan. Posisi Uni Eropa didasarkan pada empat persyaratan utama untuk kemungkinan kesepakatan WTO mengenai kebijakan persaingan:

• Kompatibilitas pendekatan.

• Tujuan kompetisi Fundamental.

• Aturan Binding.

• Prinsip Inti

Sementara menurut Klein, penggabungan kebijakan persaingan dalam perjanjian WTO mungkin tidak harus dimasukkan dalam negosiasi sebelum Seattle Ministerial karena tiga masalah utama:

• Utilitas sistem bilateral.

• Kurangnya pengalaman.

• Politisasi kasus.

Klein berpendapat bahwa masyarakat internasional tidak mengidentifikasi pertanyaan, apalagi jawaban, yang akan menjadi penting selama dekade berikutnya untuk menggabungkan kebijakan persaingan dalam mengikat kewajiban WTO. Sementara itu, Amerika Serikat dengan kukuh menolak untuk memasukkan disiplin kompetisi ke perundingan WTO.

Uni Eropa dan AS akhirnya berkompromi dan sepakat untuk menambah kebijakan persaingan Doha Round (Damro 2004a). Namun, kompromi tersebut hanya konsesi minimal pada bagian dari Amerika Serikat. Jauh dari mencerminkan posisi Uni Eropa, perundingan Doha tidak akan mempertimbangkan untuk menerapkan Dispute Settlement Mechanism ke kebijakan ini, tetapi lebih kepada hanya mengidentifikasi prinsip-prinsip inti untuk kebijakan persaingan. Kebijakan persaingan menjadi item kontroversial, salah satunya disebut isu Singapura: perdagangan dan investasi, perdagangan dan kebijakan persaingan, transparansi dalam pengadaan pemerintah, dan fasilitasi perdagangan. Isu-isu ini dinamakan untuk Ministerial Conference pertama WTO di Singapura pada tahun 1996.

Doha Round mengalami kemunduran ketika Ministerial Conference Kelima di Cancun gagal mencapai konsensus pada bulan September 2003. Menurut Kol dan Winters (2004), kebuntuan pada hari terakhir di Cancún disebabkan oleh perselisihan antara negara-negara berkembang dan anggota lain atas isu-isu pertanian. Kegagalan mencolok di Cancún menimbulkan pertanyaan tentang apakah Uni Eropa telah benar-benar bertindak sebagai pemimpin dalam multilateralisasi kebijakan persaingan. Cancún menunjukkan bahwa Komisi telah gagal dalam upayanya untuk menggalang pengikut untuk posisinya di bidang kebijakan ini. Akibatnya, dalam WTO, Komisi

Page 3: Institutions, Ideas and a Leadership Gap

telah menunjukkan kesenjangan yang signifikan antara persepsi diri dan kinerja aktual peran kepemimpinannya.