Industri Elektronik man
Transcript of Industri Elektronik man
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Elektronik
oleh:
Asep Rahman
O60112030
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Industri Elektronik”.
Penyusunan makalah ini dibuat guna memenuhi tugas yang harus diselesaikan oleh setiap
mahasiswa sebagai tugas akhir mata kuliah Hiperkes. Makalah ini berisikan pengdentifikasian
dan langkah penanggulanan potensi ancaman bagi pekerja di industry elektronik.
Makalah ini selesai karena adanya kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan
terima kasih kami berikan kepada semua pihak yang telah membantu.Harapan kami, laporan ini
dapat menjadi suatu pedoman yang dapat mendorong kami untuk melaksakan tuas dan tanggung
jawab kami sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Unsrat dan dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Kami menyadari makalah ini belumlah sempura, untuk itu saran dan kritikan yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Manado, 8 Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat
BAB II ISI
2.1 Industri Elektronik Indonesia
2.2 Karakteristik Industri Elektronik
2.3 Analisa Kasus
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global
dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga tak mau ketinggalan dengan
melakukan perubahan-perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang teknologi maupun
industri. Memasuki Abad XXI, Indonesia telah mencanangkan Era Industrialisasi. Sejalan
dengan tekad tersebut, di dalam GBHN industrialisasi dengan segenap aspeknya sudah dimuat.
Pengalaman dari bangsa-bangsa yang telah lama maju menunjukkan, bahwa banyak masalah
yang terjadi pada awal industrialisasi, bahkan juga selama industrialisasi itu berjalan.
Dengan adanya perubahan kearah industrialisasi tersebut maka konsekuensinya terjadi
perubahan pola penyakit / kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti
disebabkan karena faktor mekanik (proses kerja, peralatan), faktor fisik (panas, bising, radiasi)
dan faktor kimia. Pada awal industrialisasi, banyak masyarakat industri (industriawan maupun
pekerja) yang belum siap mental, sehingga seringkali menjadi korban dari industri tersebut.
Indonesia adalah Negara yang menempati posisi ke-5 di Asia Tenggara yang
menyumbang angka kecelakaan kerja. Dari data WHO menunjukan bahwa hanya 5 – 10%
pekerja di Negara berkembang yang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Di
Indonesia telah dicanangkan program K3 dalam 10 besar langkah menuju Indonesia Sehat 2010.
Kalau Liga Dunhill menjadi tonggak baru dalam sejarah sepak bola Indonesia, maka
Asian Games tahun 1962 telah mendorong lahirnya tonggak baru dalam dunia
elektronika. Waktu itu pemerintah menginginkan masyarakat Indonesia menyaksikan pesta olah
raga kebanggaan masyarakat Asia tersebut. Tak kurang dari alm. M. Thayeb Gobel menyambut
keinginan tersebut dengan mulai merakit televisi hitam putih pertama di Indonesia, di samping
radio. Kendati hanya dadakan, produksi televisi tersebut telah menandai lahirnya industri
elektronik di persada Nusantara.
Seiring dengan bertambahnya waktu, perkembangan elektronik telah tumbuh subur hal
ini disebabkan oleh berubahnya pola hidup manusia yang menuju era elektonisasi. Dalam
kehidupan sehari-hari pasti akan selalu ditemani barang elektronik untuk mempermudah
kehidupan kita. Namun, apakah dengan bertambah pesatnya industri elektronik ini diikuti oleh
bertambahnya jaminan keamanan dan keselamatan pekerja di industri elektronik.
1.2 Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah ancaman apa yang mungkin terjadi
bagi pekerja industri elektronik. Serta, bagaimana mencegah terjadinya kecelekaan untuk tidak
terjadi bagi pekerja.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai adalah mampu mengidentifikasikan sumber ancaman dan
mampu memberikan penyelesaian terhadap masalah tersebut. Sedangkan manfaat yang ingin
dicapai adalah memberikan gambaran akan pentingnya penerapan program kesehatan dan
keselamatan pekerja.
BAB II. ISI
2.1 Industri Elektronik Indonesia
Sektor industri elektronik dalam negeri mengalami pertumbuhan yang signifikan di tahun
2007 dan diharapkan dapat terus berkembang di tahun depan.
Data Electronics Marketer Club (EMC) menunjukkan sepanjang tahun 2007 angka pertumbuhan
industri ini mencapai 15 persen atau berhasil melampaui pencapaian yang ditargetkan
sebelumnya yakni sekitar 8-10 persen (www.sinarharapan.co.id).
Bisnis industri elektronika di Indonesia masih cukup cerah, belum ada pengaruh negatif
terhadap kekhawatiran atas gejolak ekonomi global. Hal ini senada dikemukakan oleh Stevanus
Indrayana (Direktur Pemasaran PT Samsung Elektronik Indonesia) kepada pers "Industri
elektronika masih kondusif, apalagi indeks kepercayaan konsumen masih bagus. Jadi tidak ada
masalah walaupun ada kekhawatiran terhadap gejolak ekonomi".
Industri elektronik akan semakin tumbuh dengan lebih baik, apalagi pemerintah pada
tahun depan menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%. Meningkatnya target ekonomi
2008 dari sebelumnya 6,3% pada 2007 menunjukkan bahwa ekonomi nasional akan makin
tumbuh, katanya. "Kami optimis pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% pada tahun depan akan
dicapai, melihat pemerintah sangat aktif membangun infrastruktur untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi lebih cepat lagi," tambahnya (www.kapanlagi.com).
Kalau Liga Dunhill menjadi tonggak baru dalam sejarah sepak bola Indonesia, maka
Asian Games tahun 1962 telah mendorong lahirnya tonggak baru dalam dunia elektronika.
Waktu itu pemerintah menginginkan masyarakat Indonesia menyaksikan pesta olah raga
kebanggaan masyarakat Asia tersebut. Tak kurang dari Alm. M. Thayeb Gobel menyambut
keinginan tersebut dengan mulai merakit televisi hitam putih pertama di Indonesia, di samping
radio. Kendati hanya dadakan, produksi televisi tersebut telah menandai lahirnya industri
elektronik di persada Nusantara (www.elektroindonesia.com)..
Sebetulnya, sebelum itu sudah ada pabrik radio Phillips di Bandung dan Surabaya. Tapi,
kedua pabrik itu merupakan peninggalan Belanda. Kemudian, pabrik radio Phillips di Surabaya
berubah menjadi pabrik bohlam. Tahun 1956 Pak Gobel juga sudah mendirikan PT Transistor
Radio Mfg. Co. yang memproduksi radio merek Tjawang. Kemudian, di Medan tahun 1962 lahir
pula radio merek Nusantara yang diproduksi PT. Nusantara Polar. Sampai tahun 1960-an industri
elektronik kita memang masih belum kelihatan atau masih dalam proses menjadi bayi. Yang
muncul hanyalah kegiatan reparasi, seperti yang sudah dilakukan Bos Toa Galva, Uripto Wijaya
sejak tahun 1950-an. Belum ada aktivitas yang berarti. Produksi televisi yang dilakukan,
misalnya, hanya sebatas memenuhi kebutuhan Asian Games. Sesuai dengan kondisi waktu itu,
perhatian pemerintah memang hanya tertuju ke sana. Setelah Asian Games belum ada kebijakan
lanjutan dari pemerintah.
Saat itu semua kebutuhan barang elektronik harus diimpor. Sehingga, tahun 1950-an
sudah terbentuk Persatuan Pedagang Radio Indonesia (PPRI). Selain dari hasil produksi Phillips
di Bandung dan Surabaya, kebutuhan radio masih diimpor. Pemerintah menyadari bahwa kondisi
ini tidak menguntungkan. Indonesia harus mengeluarkan devisa begitu banyak untuk mengimpor
produk elektronik. Sebetulnya, kondisi ini tidak hanya berkaitan dengan bidang elektronik, tapi
juga dengan bidang lain. Sehingga, waktu itu pemerintah mengeluarkan kebijakan substitusi
impor.
Melalui kebijakan ini pemerintah berusaha mendorong industri dalam negeri untuk
memproduksi barang-barang kebutuhan dalam negeri, menggantikan barang-barang yang
diimpor. Demikian juga dengan industri elektronik. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan
memberikan kemudahan atau insentif bagi industri elektronik di dalam negeri. Upaya ini
dilakukan supaya industri elektronik dalam negeri bisa bersaing di pasar internasional terutama
dalam kompetisi harga (www.tempointeraktif.com).
Dengan rangsangan yang diberikan terhadap PMA (Penanaman Modal Asing), munculah
beberapa perusahaan patungan dengan merek-merek terkenal dari Jepang, seperti National dan
Sanyo. Juga, beberapa perusahaan dengan merek terkenal dari Eropa, seperti Grundig, Philips,
dan ITT. Sampai 1973 saja sudah ada 15 perusahaan aktif, baik sebagai agen tunggal pemegang
merek (ATPM) maupun yang memproduksi dengan merek lokal.
Perusahaan ATPM, misalnya PT Yasonta yang merakit televisi dengan merek Sharp dari
Jepang; PT Sanyo Industries Indonesia yang merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga
dengan merek Sanyo dari Jepang; PT National Gobel yang merakit radio, televisi dan alat-alat
rumah tangga dengan merek National dari Jepang; PT Asia Electronics Corp. yang merakit radio
dan televisi merek Grundig dari Jerman. Sedangkan yang memproduksi merek lokal adalah
seperti PT Galindra Electric Ltd. yang juga merakit radio, televisi, tape recorder dengan merek
Galindra; PT Telesonic, dan sebagainya. Sampai 1985 jumlah perusahaan elektronik bertambah
menjadi sekitar 58 perusahaan dengan berbagai merek produksi.
Sebagian besar merek asing yang diproduksi di Indonesia berasal dari Jepang. Dari sisi
jenis produk juga berkembang. Sampai tahun 1973 produk yang dihasilkan terbatas pada radio,
televisi, dan tape recorder. Ada sedikit perusahaan yang merakit beberapa produk alat-alat rumah
tangga. Setelah tahun 1973, jenis produknya sudah mulai merambah ke alat-alat listrik rumah
tangga.
Di samping itu juga muncul sejumlah merek baru. Misalnya, PT Wily Antariksa
Electronics yang merakit televisi merek Toshiba; PT Alfa Intone International yang merakit
televisi merek ITT dari Jerman; PT Adab Alam Electronics yang merakit amplifier, tape deck
speaker system dengan merek Pioner dari Jepang; PT Ben Elektronik Nasional merakit radio
merek Belna; PT Duta Nanjak merakit radio dan radio cassette merek Kingsonic; PT. Hartono
Istana Electronics merakit merek Polytron; PT Scortarius Jaya yang memproduksi merek Video;
PT Panggung Elektronik yang memproduksi merek Intel dan sebagainya.
Munculnya perusahaan-perusahaan tersebut telah mengurangi ketergantungan kita
terhadap barang impor. Untuk memperkuat posisi perusahaan-perusahaan tadi, pemerintah
mengeluarkan kebijakan ôlarangan imporö. Pada awal tahun 1970-an impor televisi dan radio
dalam keadaan CBU (Completely Buit Up) dilarang. Dan, di samping itu, ketentuan CKD
(Completely Knocked Down) diatur dengan tarif lebih rendah dari part untuk merangsang
industri perakitan.
Dari sisi struktur produksi, sebetulnya perusahaan-perusahaan elektronik tadi sebagian
besar melakukan perakitan dengan sebagian besar komponen diimpor dari luar negeri. Bagi
perusahaan ATPM, mereka mengimpor komponennya dari pemilik merek. Produk bermerek
lokalpun mendapatkan sebagian besar komponennya dari luar negeri.
Dengan demikian, industri elektronik kita merupakan industri perakitan yang mempunyai
kapabilitas produksi dengan modifikasi sederhana. Hanya beberapa perusahaan yang memiliki
kapasitas modifikasi mendasar (major change capability) dan kemampuan rekayasa atau desain.
Boleh dikatakan belum ada yang dapat melakukan inovasi atau menjadi trend setter
(www.elektroindonesia.com).
2.2 Karakteristik Industri Elektronik
Karakteristik industri elektronik adalah mengoperasikan mesin atau peralatan dengan
tenaga listrik yang besar. Mesin atau peralatan tersebut dapat beroperasi secara otomatis atau
setengah otomatis, atau beroperasi dengan menggunakan bahan kimia yang korosif. Kecelakaan
kerja yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi 3 aspek, yaitu: kimia, fisik, dan ergonomics.
1. Kimia: terhirup atau kontak kulit dengan debu, uap kimia, asap, dan cairan logam, non
logam, hidrokarbon, dan gas beracun
2. Fisik: suhu lingkungan yang ekstrim panas dan dingin, radiasi non pengion dan pengion,
bising, vibrasi/ getaran, dan tekanan udara yang tidak normal.
3. Bahaya ergonomics: pencahayaan yang kurang, pekerjaan angkat angkut secara manual,
dan peralatan yang tidak sesuai.
Tabel 2-1 Hubungan antara jenis kecelakaan dan media penyebabnya
Jenis Kecelakaan Peralatan Luka atau meninggal di
semua jenis industri
Jumlah Persentase (%)
Tergencet, tertekan
karena benda yang
berputar
Mesin pusat tenaga (seperti
generator set), alat penghantar
listrik, mesin yang menggunakan
tenaga listrik
407 58,99
Terpotong Mesin pusat tenaga (seperti
generator set), bahan, mesin dan
peralatan yang menggunakan
tenaga listrik dan dioperasikan oleh
pekerja
263 60,74
Tertabrak Alat untuk pengangkatan yang
bergerak, mesin bermotor, bahan,
alat penghantar listrik, mesin pusat
236 69,62
tenaga, mesin untuk pengangkutan
Kebocoran gas,
kontak dengan
bahan kimia
Terhirup bahan kimia, kontak
langsung dengna kulit
104 86,67
Jatuh karena
ketidakseimbangan
Peralatan gedung dan konstruksi,
alat untuk pengangkatan yang
bergerak, lingkungan, mesin
bermotor
230 47,13
2.3 Analisa Kasus
Peralatan dengan listrik tegangan tinggi banyak digunakan di industri elektronik dan
menyebabkan kecelakaan dengan tingkatan yang berbeda. Dalam kasus dibawah ini, kecelakaan
yang banyak mengakibatkan kematian adalah terpotong dan tergencet atau tertekan karena
benda yang berputar. Tetapi ada juga kecelakaan yang serius yang lainnya. Diharapkan dengan
diberikannya kasus dibawah ini dapat meyakinkan pihak manajemen dan pekerja akan
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Tiga tahapan penyebab kecelakaan yang akan dianalisa:
1. Penyebab langsung: penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan K3
2. Penyebab tidak langsung: penyebab yang mengakibatkan terjadinya penyebab utama
3. Penyebab dasar (akar penyebab): penyebab paling dasar yang mengakibatkan kecelakaan
Setelah setiap tahapan penyebab dijelaskan, diberikan penjelasan tambahan mengenai kondisi
lingkungan yang tidak aman dan perilaku yang tidak aman.
i. Lingkungan yang tidak aman: manajemen yag tidak menyediakan peralatan dan
prosedur yang aman bagi lingkungan kerja, jadwal kerja yang tidak baik, dan
pelatihan K3 yang tidak efisien, dan lain sebagainya .
ii. Perilaku kerja yang tidak aman: konsekuensi dari tidak adanya budaya K3, pekerja
yang tidak mematuhi peraturan prosedur kerja, dan bekerja dengan tidak hati – hati.
Klasifikasi diatas tidak terjadi secara terpisah, dalam beberapa kecelakaan dapat
terjadi secara bersamaan.
Sehingga, diperlukan beberapa strategi untuk meningkatkan situasi dan lingkungan
kerja yang ada sekarang untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas.
Kasus 1 : Tergencet atau tertekan karena benda yang berputar
Judul kasus : Kematian dikarenakan tergencet barang bawaan pada pekerja pengangkut bahan
material di area penampungan limbah oksidasi.
Operator/Pekerja Wanita, 25 tahun, telah bekerja di perusahaan tersebut
selama 1,5 tahun
Tanggung jawab
pekerjaannya
Menambahkan cairan obat ke penampungan limbah
oksidasi
Waktu Jam 5 sore, di Bulan Mei
Tempat kerja Bagian produksi
Peralatan atau media yang
menyebabkan terjadinya
kecelakaan
Pekerja pengangkut yang membawa bahan material dan
tiang
Prosedur/ urutan kejadian Suatu hari, sekitar jam 4 – 5 sore, di perusahaan
elektronik, ketika seorang manajer produksi berkeliling
untuk inspeksi, dan semuanya diketahui berjalan dengan
normal. Ketika dia kembali lagi jam 9:20 malam, dia
melihat seorang pekerja wanita telah tergencet diantara
lantai dasar area berjalan dan tiang. Pekerja tersebut
terkena cairan obat yang dibawanya. Kemudian korban
dibawa ke rumah sakit, setelah mendapatkan selama 1
jam, korban meninggal.
Di bagian produksi memiliki panjang 11 meter dan lebar
2,1 meter. Peralatan yang ada adalah peralatan yang
otomatis. Terdapat 3 penampungan, yaitu penampungan
air untuk mencuci, penampungan asam untuk mencuci,
dan penampungan limbah oksidasi. Sepanjang sisi kanan
dan kiri di bagian produksi terdapat tiang 10 x 10 cm
setiap jarak 2 meter. Area/ jalur berjalan dibuat menempel
pada tiang dengan jarak 1,8 meter dari lantai dan pekerja
bekerja pada area berjalan tersebut (gambar 2.1).
Analisa Tahapan penyebab Keterangan
Penyebab langsung 1. Tidak ada alat pengaman dan isolasi (gambar
2.2). (lingkungan yang tidak aman)
2. Operator bekerja sendiri tanpa ada asisten ataupun
pengawas
3. Tidak ada pengawas K3 yang melakukan inspeksi
(lingkungan yang tidak aman)
4. Pekerja tidak mendapatkan pelatihan K3
sedangkan pengetahuannya akan K3 masih
kurang (perilau yang tidak aman)
5. Tidak ada peraturan K3 sehingga tidak ada
panduan K3 untuk pekerja (perilau yang tidak
aman)
Penyebab tidak
langsung
1. Manajemen tidak menyediakan peralatan K3
yang memadai (lingkungan yang tidak aman)
2. Tenaga kerja yang kurang sehingga tidak
memungkinkan 2 orang pekerja bekerja secara
bersamaan (lingkungan yang tidak aman)
3. Jumlah tenaga kerja yang sedikit untuk memenuhi
peraturan dibentuknya bagian K3 sehingga tidak
adanya bagian K3. Terlebih lagi, tidak adanya
pengawas di tempat kerja. (lingkungan yang tidak
aman)
4. Perusahaan mengindahkan/ tidak perhatian akan
pentingnya pelatihan K3 dan tidak menyediakan
informasi yang relevan dan terkait dengan K3
(lingkungan yang tidak aman)
Penyebab dasar/
akar penyebab
1. Perusahaan tidak mempunyai rencana tenaga
kerja yang baik (lingkungan yang tidak aman)
2. Dalam konvensi perusahaan, K3 di industri tidak
penting dan pelatihan K3 juga tidak mencukupi
(lingkungan dan perilaku yang tidak aman)
Strategi pengendalian 1. Pengecekan peralatan dan pengoperasiannya secara
rutin oleh bagian K3
2. Pekerja diharuskan mengikuti pelatihan K3 dan belajar
bagaiamana mencegah kecelakaan
3. Dibentuknya peraturan K3 dan diinvestigasi oleh
institusi terkait, kemudian disosialisasikan dan bersifat
mandatori/ wajib.
4. Bagian K3 melakukan pelatihan dan inspeksi prosedur
operasi/ kerja
5. Merencanakan ulang mengenai ketenagakerjaan
6. Membuat alat pengaman (lisolasi) dan alat otomastis
untuk berhenti jika mesin dalam keadaan darurat
7. Menyediakan alat peindung diri untuk pekerja
Gambar 2.1 Korban yang terjepit diantara dasar dan jalur penumpu
Jalur penumpu
Dasar
Jalur
Jalur
Gambar 2.2 Memasang peralatan pengaman dan isolasi
Kasus 2 : Tergencet atau tertekan karena benda yang berputar
Judul kasus : Kematian dikarenakan tertekan bagian bawah penghisap mesin produksi ketika
mengoperasikannya
Operator/Pekerja Seorang wakil pengawas dan seorang teknisi
Tanggung jawab
pekerjaannya
2 orang mengoperasikan mesin produksi bersama dan
menggunting alumunium foil dengan pisau
Waktu Sekitar jam 6:40 sore
Tempat kerja Bagian produksi
Peralatan atau media yang
menyebabkan terjadinya
kecelakaan
Pisau yang menempel dan alat penghisap pada mesin
produksi
Prosedur/ urutan kejadian Di perusahaan IT (informasi dan teknologi), pada awalnya
seorang teknisi bekerja di departemen pelapisan lem.
Tetapi, kemudian dia dipindahkan. Suatu hari, dia
mengoperasikan mesin pengangkut papan dengan seorang
asisten insinyur. Sekitar jam 06:40, oleh wakil pengawas
Peralatan pengaman
dan isolasi
insinyur tersebut dipindahkan ke area pengecekan papan.
Kemudian wakil pengawaslah yang megoperasikan mesin
dengan teknisi tadi. Mereka memotong lebih dari 20
papan alumunium, kedua pisau yang mereka gunakan
menempel/ tidak dapat digerakkan pada papan alumunium
foil dikarenakan sudut pemotongan yang salah atau karena
pisau tersebut telah tumpul. Setelah dipakai untuk
memotong lebih dari 17 papan, mata pisau harus diganti,
karena mata pisau akan menjadi tumpul dan tidak dapat
bergerak. Teknisi yang pertama kali melepaskan pisaunya
dari papan. Wakil pengawas terlambat mengambilnya dan
dia memasukkan kabel nilon ke lubang di tombol aktivasi
sehingga mesin dapat beroperasi secara otomatis. Karena
dia ingin hemat waktu, dia memasukkan kepalanya
dibawah alat penghisap untuk memasang pisaunya.
Ternyata kepalanya tergencet alat penghisap dan dasar
dari mesin ( gambar 2.3). Dan teknisi tidak tahu dengan
baik cara kerja mesin tersebut, dia baru bekerja selama 3
hari di departemen itu. Kemudian dia memanggil pekerja
lainnya untuk memindahkan wakil pengawas tetapi wakil
pengawas tersebut telah meniggal dengan patahnya daerah
trakea dan tidak ada lagi denyut jantung.
Analisa Tahapan penyebab Keterangan
Penyebab langsung 1. Tidak ada alat isolasi untuk menjaga pekerja jauh
dari mesin produksi (lingkungan yang tidak
aman)
2. Pisau yang tidak dapat digerakkan oleh mesin dan
tidak dapat diambil langsung (dengan satu kali
pencabutan) (lingkungan yang tidak aman)
3. Tombol darurat tidak kelihatan. Teknisi tidak
dapat menekan tombol tersebut untuk
menghentikan mesin. (lingkungan yang tidak
aman)
4. Wakil pengawas memiliki pandangan yang salah
tentang K3. Dia membuat keputusan yang salah,
yang bukan merupakan kewenangannya, dan
membuat mesin menjadi setengah otomatis.
(perilaku yang tidak aman)
Penyebab tidak
langsung
1. Manajemen tidak menyediakan peralatan K3 yang
memadai (lingkungan yang tidak aman)
2. Pisau yang mudah tumpul dan mudah menempel/
tidak bergerak. Pihak perusahaan harus
menanyakan hal tersebut ke perusahaan penyedia
peralatan untuk mendisain ulang model dari
mesin. (lingkungan yang tidak aman)
3. Manajer di bagian otomatis produksi tidak
menghentikan perilaku yang tidak aman dari
wakil pengawas. (lingkungan yang tidak aman)
Penyebab dasar/
akar penyebab
1. Tidak ada alat isolasi pengaman di daerah yang
berbahaya. (lingkungan yang tidak aman)
2. Perusahaan tidak mempunyai kebijakan agar
pekerja bekerja sesuai dengan standar proses atau
standar perbaikan peralatan. (perilaku yang tidak
aman)
3. Dalam budaya perusahaan, K3 di industri tidak
penting dan pelatihan K3 juga tidak mencukupi
(lingkungan dan perilaku yang tidak aman)
Strategi pengendalian 1. Pengecekan peralatan harus dilakukan secara rutin dan
hilangkan kondisi lingkungan dan perilaku yang tidak
aman.
2. Pekerja harus dilatih materi K3. Kasus yang ada harus
dimasukkan dalam materi pelatihan untuk mencegah
kecelakaan yang sama terjadi lagi.
3. Dibentuknya peraturan K3 dan diinvestigasi oleh
institusi terkait, kemudian disosialisasikan dan bersifat
mandatori/ wajib.
4. Bagian K3 melakukan pelatihan dan inspeksi prosedur
operasi/ kerja
5. Membuat alat pengaman isolasi dan tombol berhenti
untuk keadaan darurat pada mesin. Pekerja diberikan
alat pelindung diri.
6. Membuat sistem penghargaan atau hukuman/ penalti
untuk memaksa pekerja agar bekerja sesuai dengan
standar operasi prosedur.
7. Mengembangkan prosedur pengoperasian alat dan
hindari pisau yang menempel/ tidak dapat bergerak.
Gambar 2.3 Korban tertekan diantara alat penghisap dan alas dasar
Alat Penghisap Alas dasar untuk
pengangkatan papan
Kasus 3 : Tertabrak
Judul kasus : Kematian dikarenakan tertabrak alat penggantung otomatis ketika melapisi PCB
dengan nikel
Operator/Pekerja Laki – laki, 25 tahun
Tanggung jawab
pekerjaannya
Berkeliling dan melakukan inspeksi di bagian produksi
BGA PCB
Waktu Jam 8 pagi di Bulan April
Tempat kerja Bagian produksi pada area otomatis
Peralatan atau media yang
menyebabkan terjadinya
kecelakaan
Sebuah alat penggantung otomatis (gambar 2.4)
Prosedur/ urutan kejadian Sekitar jam 8 pagi, pengawas dan pekerja bersama – sama
berkeliling dan melakukan inspeksi di bagian produksi
pelapisan BGA PCB dengan nikel. Pekerja mendapatkan
panggilan telepon dan pergi ke kantor didepan area bahan
material. Sekitar 2 menit, dia kembali ke area untuk
pejalan kaki di bagian produksi. Tetapi dia melihat
pengawas terbaring di lantai dekat dengan area
penampungan air untuk pencucian, kepalanya dilantai
mengalami perdarahan dan kakinya berada di area untuk
pejalan kaki, dan jaring pengaman menutupi
punggungnya. Dia sempat dikirim ke rumah sakit tetapi
akhirnya meninggal dunia.
Analisa Tahapan penyebab Keterangan
Penyebab langsung 1. Pengawas memasuki area operasi otomatis tanpa
mematikan mesin terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan, konsep K3 dari pengawas yang tidak
cukup memadai. (perilaku yang tidak aman)
2. Tidak ada peraturan atau pengawasan dimana
seseorang dapat memperingatkan situasi pada saat
itu. (lingkungan yang tidak aman)
Penyebab tidak
langsung
1. Pekerja tidak memiliki konsep K3 yang cukup
sehingga membawa dirinya sendiri dalam bahaya
(gambar 2.5). (perilaku yang tidak aman)
2. Prusahaan tidak membuat tanda/ alarm peringatan
untuk menjaga orang yang tidak relevan jauh dari
area operasi. (lingkungan yang tidak aman)
Penyebab dasar/
akar penyebab
1. Perusahaan tidak menekan atau memaksa pekerja
untuk bekerja sesuai dengan standar. (perilaku
yang tidak aman)
2. Dalam budaya perusahaan, K3 di industri tidak
penting dan pelatihan K3 juga tidak mencukupi
(lingkungan dan perilaku yang tidak aman)
Strategi pengendalian 1. Pekerja harus dilatih K3 dan mengambil kasus yang
ada untuk dimasukkan dalam materi pelatihan untuk
mencegah kecelakaan yang sama terjadi lagi.
2. Dibentuknya peraturan K3 dan diinvestigasi oleh
institusi terkait, kemudian disosialisasikan dan bersifat
mandatori/ wajib.
3. Bagian K3 melakukan pelatihan dan inspeksi prosedur
operasi/ kerja.
Gambar 2.4 Proses otomatis tanpa peralatan pengaman dan isolasi
Gambar 2.5 Memasang peralatan pengaman dan isolasi untuk mengisolasi pekerja
Peralatan
pengaman dan
isolasi
Alat
penggantung
otomatis
Tidak ada peralatan
pengaman dan isolasi
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dua hal pokok yang merupakan penyebab kecelakaan kerja yaitu perilaku yang tidak
aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman. Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga
Kerja, kecelakaan yang disebabkan oleh perilaku yang tidak aman yaitu:
1.sembrono dan tidak hati – hati
2.tidak mematuhi peraturan
3.tidak mengikuti standar prosedur kerja.
4.tidak memakai alat pelindung diri
5.kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja adalah 3% dikarenakan hal – hal yang tidak
bisa diprediksi seperti bencana alam, 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak
aman, dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan kerja, cara
yang efektif adalah menghindari 5 perilaku tidak aman yang telah disebutkan diatas.
3.2 Saran
Baik manajemen dan pekerja bertanggung jawab terhadap K3. Pekerja harus melaporkan
tempat kerja yang tidak aman kepada pihak manajemen, dan manajemen harus bertanggung
jawab untuk memperbaiki dan meningkatkan tempat kerja yang aman serta memperbaiki
perilaku pekerja yang salah. Konsep ini tergantung pada pendidikan dan pelatihan K3 dalam
jangka waktu yang panjang. Ketika budaya K3 di perusahaan telah terbentuk maka kondisi
tempat kerja juga akan meningkat. Perusahaan harus membentuk gambaran yang baik bagi
dirinya dan terintegrasi ke seluruh pekerjanya. Hal ini untuk mencapai kelancaran produksi dan
nol/ tidak ada lagi kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2007. Bisnis Industri Elektronik Dalam Negeri Masih Cerah. (Online)
(http://www.kapanlagi.com/h/ekonomi_nasional.html, diakses 7 Januari 2009)
Anonimous. 2007. Industri Elektronik Tumbuh 15 Persen. (Online)
(http://www.sinarharapan.co.id/index.html, diakses 7 Januari 2009)
Anonimous. 2007. Kalla Dukung Insentif Industri Elektronik. (Online)
(http://www.tempointeraktif.com/bisnis.html, diakses 7 Januari 2009)
Anonimous. 2009. Struktur Industri Elektronika Masih Lemah. (Online)
(http://www.elektroindonesia.com/elektro/utama.html, diakses 7 Januari 2009)