Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

10
Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Perlakuan Orizalin secara In Vitro [Induction of Taro (Colocasia esculenta L.) Polyploid by Oryzalin In Vitro Treatment] Aida Wulansari*, Andri F Martin, & Tri Muji Ermayanti Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Jalan Raya Bogor Km. 46, Cibinong, 16911, Jawa Barat *Email : [email protected] Memasukkan: Januari 2016, Diterima: Mei 2016 ABSTRACT Genetic improvement of taro (Colocasia esculenta L.) is one of important research program to increase productivity and give better cultivation on the marginal land. Induction of polyploid plants is a method useful to increase genetic diversity. The aim of this research was to induce polyploid taro by oryzalin treatment. Polyploidy was induced from in vitro diploid taro ‘bentul’ using oryzalin at 7.5; 15; 30; 60 and 75 µM soaked for 3 days. Regenerated shoots were grown on MS medium containing 2 mg/l BAP, 1 mg/l thiamine and 2 mg/l adenine. Shoot growth was recorded four weeks (subculture- 0), eight weeks (subculture-1) and twelve weeks (subculture-2) after treatments. The results showed that survival rate of treated shoots was 100%. Higher oryzalin concentration reduced the proliferation of shoots, petiole length, numbers of leaves as well as the numbers of roots. Ploidy levels analysis determined by flowcytometer for 122 plantlets were investigated. The results indicated that control shoots were diploid. All treated shoots were polyploids. Oryzalin at 60 µM gave 50% of tetraploid planlets, 30 µM of oryzalin gave 5.71% hexaploids, 60 µM of oryzalin gave 9.09% octaploids. All acclimatized plantlets gave 100% survival rate. Keywords : Colocasia esculenta L., taro, in vitro induced polyploidy, oryzalin ABSTRAK Perbaikan genetik talas ( Colocasia esculenta L.) termasuk salah satu program penelitian yang penting untuk peningkatan produksitivitas dan perbaikan budidaya di lahan marjinal. Induksi poliploidi merupakan salah satu metode untuk memperluas keragaman genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginduksi tanaman talas poliploid melalui perlakuan orizalin. Induksi poliploid dilakukan terhadap tunas in vitro talas bentul diploid dengan perlakuan orizalin konsentrasi 7. 5; 15; 30; 60 dan 75 µM direndam selama 3 hari. Tunas hasil perendaman kemudian ditanam pada media MS yang mengandung 2 mg/l BAP, 1 mg/l tiamin dan 2 mg/l adenin. Pertumbuhan tunas diamati pada minggu ke-4 (subkultur-0), minggu ke-8 (subkultur-1) dan minggu ke-12 (subkultur-2) setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kemampuan tunas bertahan hidup setelah perlakuan orizalin adalah 100%. Semakin tinggi konsentrasi orizalin menurunkan proliferasi tunas, panjang petiol, jumlah daun dan jumlah akar. Analisis ploidi dilakukan menggunkan flowsitometer terhadap 122 planlet. Hasil analisis menunjukkan bahwa planlet kontrol tetap diploid. Semua perlakuan orizalin menghasilkan tanaman poliploid. Konsentrasi 60 µM orizalin menghasilkan 50% planlet tetraploid; 30 µM orizalin menghasilkan 5,71% heksaploid sedangkan 60 µM orizalin menghasilkan 9,09% oktaploid. Planlet yang diaklimatisasi mempunyai 100% daya hidup. Kata Kunci : Colocasia esculenta L., talas, induksi poliploid in vitro, orizalin Jurnal Biologi Indonesia 12 (2): 297-305 (2016) 297 PENDAHULUAN Upaya pengembangan diversifikasi pangan pokok selain beras merupakan salah satu program pemerintah dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, program diversifikasi pangan tidak terlalu sulit untuk dilakukan, karena sumber daya hayati yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan sebagian diantaranya secara turun temurun sudah dimanfaatkan dan bahkan dibudidayakan, termasuk didalamnya jenis tanaman pangan, baik dari kelompok padi-padian, ubi-ubian dan buah-buahan (Prana & Kuswara 2002). Diversifikasi produksi pangan dapat dilakukan melalui pengembangan pangan karbohidrat khas Nusantara spesifik lokasi seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung dan lain-lain. Salah satu tanaman pangan yang telah lama dibudidayakan dan dimanfaatkan di Indonesia adalah talas ( Colocasia esculenta L.). Talas sangat potensial, karena penggunaannya sebagai bahan pangan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui program diversifikasi pangan di samping peluangnya sebagai bahan baku industri yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya (Hartati et al. 2003). Perluasan budidaya tanaman pangan pokok

Transcript of Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

Page 1: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Perlakuan Orizalin secara In Vitro

[Induction of Taro (Colocasia esculenta L.) Polyploid by Oryzalin In Vitro Treatment]

Aida Wulansari*, Andri F Martin, & Tri Muji Ermayanti

Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Jalan Raya Bogor Km. 46, Cibinong, 16911, Jawa Barat

*Email : [email protected]

Memasukkan: Januari 2016, Diterima: Mei 2016

ABSTRACT

Genetic improvement of taro (Colocasia esculenta L.) is one of important research program to increase productivity and give better cultivation on the marginal land. Induction of polyploid plants is a method useful to increase genetic diversity. The aim of this research was to induce polyploid taro by oryzalin treatment. Polyploidy was induced from in vitro diploid taro ‘bentul’ using oryzalin at 7.5; 15; 30; 60 and 75 µM soaked for 3 days. Regenerated shoots were grown on MS medium containing 2 mg/l BAP, 1 mg/l thiamine and 2 mg/l adenine. Shoot growth was recorded four weeks (subculture-0), eight weeks (subculture-1) and twelve weeks (subculture-2) after treatments. The results showed that survival rate of treated shoots was 100%. Higher oryzalin concentration reduced the proliferation of shoots, petiole length, numbers of leaves as well as the numbers of roots. Ploidy levels analysis determined by flowcytometer for 122 plantlets were investigated. The results indicated that control shoots were diploid. All treated shoots were polyploids. Oryzalin at 60 µM gave 50% of tetraploid planlets, 30 µM of oryzalin gave 5.71% hexaploids, 60 µM of oryzalin gave 9.09% octaploids. All acclimatized plantlets gave 100% survival rate. Keywords : Colocasia esculenta L., taro, in vitro induced polyploidy, oryzalin

ABSTRAK

Perbaikan genetik talas (Colocasia esculenta L.) termasuk salah satu program penelitian yang penting untuk peningkatan produksitivitas dan perbaikan budidaya di lahan marjinal. Induksi poliploidi merupakan salah satu metode untuk memperluas keragaman genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginduksi tanaman talas poliploid melalui perlakuan orizalin. Induksi poliploid dilakukan terhadap tunas in vitro talas bentul diploid dengan perlakuan orizalin konsentrasi 7. 5; 15; 30; 60 dan 75 µM direndam selama 3 hari. Tunas hasil perendaman kemudian ditanam pada media MS yang mengandung 2 mg/l BAP, 1 mg/l tiamin dan 2 mg/l adenin. Pertumbuhan tunas diamati pada minggu ke-4 (subkultur-0), minggu ke-8 (subkultur-1) dan minggu ke-12 (subkultur-2) setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kemampuan tunas bertahan hidup setelah perlakuan orizalin adalah 100%. Semakin tinggi konsentrasi orizalin menurunkan proliferasi tunas, panjang petiol, jumlah daun dan jumlah akar. Analisis ploidi dilakukan menggunkan flowsitometer terhadap 122 planlet. Hasil analisis menunjukkan bahwa planlet kontrol tetap diploid. Semua perlakuan orizalin menghasilkan tanaman poliploid. Konsentrasi 60 µM orizalin menghasilkan 50% planlet tetraploid; 30 µM orizalin menghasilkan 5,71% heksaploid sedangkan 60 µM orizalin menghasilkan 9,09% oktaploid. Planlet yang diaklimatisasi mempunyai 100% daya hidup. Kata Kunci : Colocasia esculenta L., talas, induksi poliploid in vitro, orizalin

Jurnal Biologi Indonesia 12 (2): 297-305 (2016)

297

PENDAHULUAN

Upaya pengembangan diversifikasi pangan

pokok selain beras merupakan salah satu program

pemerintah dalam mendukung ketahanan pangan di

Indonesia. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu

pusat keanekaragaman hayati dunia, program

diversifikasi pangan tidak terlalu sulit untuk

dilakukan, karena sumber daya hayati yang dimiliki

Indonesia sangat berlimpah dan sebagian

diantaranya secara turun temurun sudah

dimanfaatkan dan bahkan dibudidayakan, termasuk

didalamnya jenis tanaman pangan, baik dari

kelompok padi-padian, ubi-ubian dan buah-buahan

(Prana & Kuswara 2002). Diversifikasi produksi

pangan dapat dilakukan melalui pengembangan

pangan karbohidrat khas Nusantara spesifik lokasi

seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung dan lain-lain.

Salah satu tanaman pangan yang telah lama

dibudidayakan dan dimanfaatkan di Indonesia adalah

talas (Colocasia esculenta L.). Talas sangat potensial,

karena penggunaannya sebagai bahan pangan

dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan

pangan nasional melalui program diversifikasi

pangan di samping peluangnya sebagai bahan

baku industri yang menggunakan pati sebagai

bahan dasarnya (Hartati et al. 2003).

Perluasan budidaya tanaman pangan pokok

Page 2: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

298

Wulansari dkk.

dan peningkatan peralihgunaan lahan menyebabkan

budidaya tanaman pangan umbi-umbian seperti ubi

kayu, ubi jalar termasuk talas menjadi semakin

berkurang. Saat ini talas hanya dikenal sebagai

tanaman pokok di daerah tertentu saja, seperti di

Papua dan Mentawai. Di kebanyakan daerah di

Indonesia, fungsi talas memang telah bergeser

menjadi tanaman pangan camilan. Hal ini

mengindikasikan bahwa talas telah mengalami erosi

genetika. Budidaya talas secara terbatas masih

dijumpai hampir di semua kawasan di Indonesia

kecuali di daerah-daerah yang beriklim ekstrim

kering seperti di sebagian NTB dan NTT (Prana &

Kuswara 2002). Di Bogor, umbi talas merupakan

salah satu sumber penghasil produk makanan yang

sangat terkenal. Kondisi ini menunjukkan bahwa

talas diminati oleh sebagian besar masyarakat

sehingga talas penting sebagai salah satu jenis

tanaman untuk diversifikasi pangan.

Potensi genetik tanaman dapat ditingkatkan

dengan pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman

talas melalui hibridisasi atau persilangan

terkendala oleh bunga yang jarang terbentuk

karena pembungaan yang sangat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan terutama suhu (Ivancic

et al. 2008). Selain itu, selama ini talas

diperbanyak secara vegetatif sehingga memiliki

keragaman genetik sempit. Salah satu strategi

yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala

tersebut antara lain dengan pemuliaan mutasi

menggunakan iradiasi sinar Gamma pada talas

satoimo (Martin et al. 2013), fusi protoplas

(Martin et al. 2015) atau teknik manipulasi lain

seperti induksi tanaman poliploid sehingga

keragaman genetik talas dapat diperluas.

Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme

yang memiliki set kromosom (genom) lebih dari

sepasang.

Penggunaan senyawa anti mitotik seperti

kolkisin dan orizalin untuk menggandakan

kromosom telah dilakukan pada banyak spesies

tanaman. Meskipun kolkisin efisien dalam

menghasilkan poliploid, kolkisin bersifat sangat

toksik bagi manusia. Orizalin dapat digunakan

sebagai senyawa alternatif untuk penggandaan

kromosom dan memiliki sifat yang kurang

toksik dibandingkan kolkisin (Miguel & Leonhardt

2011). Kolkisin memiliki daya afinitas yang lemah

terhadap tubulin tanaman sehingga untuk

menginduksi tanaman poliploid harus digunakan

pada konsentrasi milimolar, sedangkan orizalin

memiliki daya afinitas yang kuat terhadap tubulin

tanaman sehingga hanya memerlukan konsentrasi

yang lebih rendah (mikromolar) untuk menginduksi

tanaman poliploid (Sattler et al. 2016).

Induksi poliploidi telah banyak dilakukan

pada berbagai tanaman dengan tujuan antara

lain sebagai sumber tetua untuk menghasilkan

tanaman triploid tanpa biji dan peningkatan kualitas

buah seperti pada jeruk mandarin (Aleza et al. 2009),

jeruk pamelo (Kainth & Grosser 2010), melon

(Zhang et al. 2010), semangka (Noh et al. 2012) serta

pisang (Kanchanapoom & Koarapatchaikul 2012).

Selain itu juga untuk meningkatkan jumlah biomassa

atau fitokimia pada tanaman obat-obatan seperti

Artemisia annua (Banyai et al. 2010) dan Centella

asiatica (L.) Urban (Kaensaksiri et al. 2011). Induksi

poliploidi juga dilakukan pada tanaman hias untuk

memperbesar ukuran dan warna bunga seperti pada

mawar (Kermani et al., 2003) dan anggrek (Miguel

& Leonhardt 2011). Pada tanaman sumber pangan,

induksi poliploidi antara lain bertujuan untuk

meningkatkan produktivitas hasil panen mengingat

tanaman poliploid (triploid atau tetraploid) diketahui

mempunyai sosok, ukuran buah, umbi atau bunga

yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman

diploidnya (Suryo 2007).

Penelitian tentang perbanyakan bibit talas

melalui kultur jaringan telah banyak dilakukan,

demikian juga mikropropagasi talas unggulan

yaitu ‘bentul’ sudah berhasil dilakukan oleh

Wulansari et al. (2013), namun penelitian tentang

metode yang optimal untuk induksi poliploidi secara

in vitro pada tanaman talas aksesi bentul belum

pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk memperoleh metode induksi poliploidi

menggunakan perlakuan orizalin untuk

menghasilkan tanaman talas bentul poliploid. Talas

bentul poliploid yang dihasilkan kemudian akan

diseleksi sehingga mendapatkan tanaman yang

memiliki produktivitas tinggi terkait dengan ukuran

umbi yang lebih besar dibandingkan dengan talas

diploid.

BAHAN DAN CARA KERJA

Eksplan yang digunakan sebagai bahan

untuk induksi poliploidi adalah tunas in vitro

talas bentul berumur 2 bulan. Tunas in vitro tersebut

dihilangkan pelepahnya sampai berukuran 0,5 cm.

Page 3: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

299

Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Perlakuan Orizalin

Metode induksi yang digunakan adalah perendaman

dan pengocokan tunas in vitro dalam larutan orizalin

saja tanpa media MS (Murashige & Skoog,

1962) selama 3 hari. Konsentrasi orizalin yang

digunakan adalah 0 (kontrol); 7,5; 15; 30; 60;

dan 75 µM. Setiap perlakuan diulang 3 kali dan

setiap ulangan terdiri atas 5 tunas. Tunas

direndam dalam erlenmeyer berisi 15 ml larutan

orizalin dan dikocok dengan kecepatan 100 rpm.

Metode ini merupakan modifikasi dari metode

induksi poliploid pada tanaman Artemisia annua L.

menggunakan orizalin (Ermayanti et al. 2014).

Setelah perendaman selama 3 hari, tunas dicuci

dengan akuades steril, dihilangkan pelepah

terluarnya, kemudian ditanam ke media perbanyakan

tunas. Media perbanyakan tunas yang digunakan

adalah media MS dengan penambahan 2 mg/l BAP,

2 mg/l adenin dan 1 mg/l tiamin (Wulansari et al.

2013). Media mengandung gula (30 g/l), pH media

diatur 5,8 dan dipadatkan dengan agar (3 g/l). Tunas

dipelihara di dalam ruang inkubasi pada suhu 25-26°

C dengan pencahayaan kontinu. Persentase

tunas yang bertahan hidup diamati 4 minggu

setelah perendaman orizalin.

Pengamatan pertumbuhan tunas in vitro

talas bentul setelah perendaman orizalin mulai

dilakukan dari subkultur ke-0 (SK-0) sampai

subkultur ke-2 (SK-2). Subkultur dilakukan

setiap 4 minggu ke media perbanyakan tunas.

Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap

jumlah tunas majemuk, tinggi tunas, jumlah

daun dan jumlah akar. Pengamatan terhadap

jumlah tunas majemuk dilakukan dengan cara

menghitung jumlah anakan yang muncul dari

setiap tunas in vitro. Parameter panjang petiol

atau tangkai daun diamati dengan cara mengukur

pelepah atau tangkai daun terpanjang, sedangkan

parameter jumlah daun dilakukan dengan cara

menghitung helaian daun yang masih segar dan

berwarna hijau. Pengamatan dilakukan pada umur 4,

8 dan 12 minggu setelah perlakuan. Pengamatan

terhadap jumlah akar dilakukan dengan cara

menghitung akar yang tumbuh dari setiap tunas

in vitro pada umur 4, 8 dan 12 minggu setelah

perlakuan.

Analisis ploidi dilakukan terhadap tunas in vitro

pada subkultur ke-2. Penentuan tingkat ploidi

dilakukan dengan menggunakan flowsitometer

Cyflow ® Space Partec, Germany. Analisis ploidi

dilakukan dengan menggunakan larutan Cystain UV-

ploidy yang berisi buffer dan pewarna DNA.

Potongan daun diberi label, lalu dibungkus dengan

kertas tisu yang telah dibasahi dengan akuades,

kemudian disimpan di dalam plastik. Potongan

daun berukuran sekitar 0,5 cm2 diletakkan di

atas cawan petri dan ditetesi 1,5 ml buffer

cystain UV-Ploidi, kemudian dicacah dengan

silet. Cacahan daun disaring dengan saringan 30

μm dan filtrat dimasukkan dalam tabung kuvet

untuk analisis. Sampel dibaca pada panjang

gelombang 440 nm dan kecepatan 1000 nuclei

per detik (Ermayanti et al. 2013). Daun tanaman

diploid digunakan sebagai standar. Jumlah DNA

pada inti sel sampel kontrol tanaman diploid

dikalibrasi sehingga mendapatkan puncak spektrum

pada channel 200. Tanaman triploid menunjukkan

puncak pada channel 300 dan tanaman tetraploid

menunjukkan puncak pada channel 400. Tanaman

miksoploid menunjukkan lebih dari 1 puncak pada

channel yang berbeda. Rata-rata kandungan

DNA (mean) dan coefficient of variation (CV)

dari tiap-tiap sampel pada setiap puncak diamati

dan dibandingkan dengan tanaman kontrol

(diploid), dan ditentukan tingkat ploidinya

sesuai dengan kelipatan rata-rata jumlah

kandungan DNA.

Jumlah total talas bentul hasil perendaman

berbagai konsentrasi orizalin yang dianalisis

flowsitometer sebanyak 122 tunas. Secara rinci

jumlah tunas yang dianalisis dari tiap konsentrasi

orizalin sebagai berikut : kontrol sebanyak 15 tunas,

konsentrasi 7,5 µM sebanyak 15 tunas, konsentrasi

30 µM sebanyak 35 tunas, konsentrasi 60 µM

sebanyak 22 tunas dan konsentrasi 75 µM

sebanyak 35 tunas.

Aklimatisasi dilakukan terhadap planlet

poliploid hasil analisis flowsitometer dan

planlet diploid sebagai kontrol berjumlah 8

planlet. Planlet yang sudah berakar dikeluarkan

dari botol dengan cara menambahkan sedikit air

ke dalam botol, kemudian sedikit dikocok

sehingga planlet akan terlepas dengan sendirinya dari

media. Planlet yang sudah terlepas dari media

kemudian dikeluarkan dari botol dan dicuci bersih

sampai tidak ada media yang tertinggal di akar

planlet. Planlet yang sudah bersih kemudian ditanam

pada media aklimatisasi. Media yang digunakan

untuk aklimatisasi adalah tanah, cocopeat dan sekam

bakar dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Media

aklimatisasi kemudian dimasukkan ke dalam pot

Page 4: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

300

Wulansari dkk.

Konsentrasi

orizalin (µM)

Jumlah tunas majemuk

SK-0 SK-1 SK-2

0 3,73a

3,60a

3,87a

7,5 1,73bcd

2,47b

2,60a

15 1,53cd

1,93c

1,80b

30 1,27de

1,40d

1,60b

60 0,87e

1,33d

1,53b

75 0,73f

1,33d

1,40b

plastik kecil. Pot yang telah berisi planlet tersebut

kemudian disungkup dengan menggunakan plastik

transparan dan diletakkan di tempat teduh selama dua

minggu. Setelah tunas beradaptasi selama dua

minggu, sungkup plastik dibuka dan tanaman

diletakkan di tempat yang mendapat sinar matahari

yang cukup. Jumlah total planlet bentul poliploid

yang sudah diaklimatisasi adalah 111 planlet yang

terdiri dari 99 planlet tetraploid, 10 planlet heksaploid

dan 2 planlet oktaploid.

HASIL

Pertumbuhan tunas in vitro setelah perendaman

orizalin

Pengamatan terhadap tunas in vitro pada

umur 4 minggu setelah perlakuan menunjukkan

bahwa 100% tunas mampu bertahan hidup pada

perlakuan orizalin konsentrasi 7,5; 15; 30; 60;

dan 75 µM. Morfologi tunas in vitro umur 4

minggu setelah perlakuan perendaman orizalin

ditunjukkan pada Gambar 1.

Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas in

vitro setelah perlakuan perendaman pada larutan

orizalin menunjukkan penurunan dengan semakin

meningkatnya konsentrasi orizalin. Rata-rata jumlah

tunas majemuk menunjukkan penurunan dengan

semakin meningkatnya konsentrasi orizalin (Tabel

1). Pada SK-0, jumlah tunas majemuk dari semua

konsentrasi orizalin yang diujikan berbeda nyata

terhadap kontrol. Pada SK-1, konsentrasi orizalin 7,5

–15 µM menunjukkan jumlah tunas majemuk

berbeda nyata dibandingkan dengan konsentrasi

orizalin 30–75 µM. Pada SK-2, respon tunas pada

perlakuan konsentrasi orizalin 7,5 µM berbeda nyata

dibandingkan dengan konsentrasi yang lainnya.

Pengamatan terhadap panjang petiol

menunjukkan kecenderungan menurun dengan

meningkatnya konsentrasi orizalin (Tabel 2). Pola

respon tersebut serupa dari SK-0 sampai SK-2.

Respon panjang petiol talas Bentul dengan perlakuan

perendaman orizalin pada SK-0 berbeda nyata pada

konsentrasi orizalin 7,5-30 µM, sedangkan pada

konsentrasi 60-75 µM tidak berbeda nyata. Pada SK-

1, panjang petiol talas pada perendaman 7,5–15 µM

orizalin. Pada SK-2, perlakuan orizalin pada

konsentrasi 7,5–15 µM panjang petiol tidak berbeda

nyata, demikian pula pada konsentrasi 60 dan 75 µM.

Pengamatan terhadap jumlah daun

memperlihatkan kecenderungan yang tidak sama

seperti pada parameter jumlah tunas majemuk dan

tinggi tunas yang cenderung menurun dengan

meningkatnya konsentrasi orizalin. Jumlah daun

antara kontrol dan perlakuan orizalin 7,5 µM pada

SK-0 dan SK-1 tidak berbeda nyata (Tabel 3).

Demikian pula pada SK-0 perendaman konsentrasi

15 dan 30 µM memiliki rata-rata jumlah helai daun

yang sama seperti pada SK-1 pada konsentrasi 7,5

dan 15 µM. Rata-rata jumlah daun pada tunas hasil

perendaman 60 µM pada SK-1 dan SK-2 meningkat

dibandingkan dengan jumlah daun dari konsentrasi

yang lebih rendah yaitu 30 µM.

Pertumbuhan akar pada tunas hasil

perendaman orizalin lebih lambat dibandingkan

dengan kontrol. Rata-rata jumlah akar tunas

kontrol dan tunas hasil perendaman orizalin

A B C D E F

P3O2 P3O4

Keterangan: Perbedaan huruf menunjukkan berbeda nyata berdasarkan DMRT

Gambar 1. Pertumbuhan tunas in vitro umur 4 minggu setelah perlakuan perendaman orizalin. (A. Kontrol, B. Konsentrasi 7,5 µM, C. Konsentrasi 15 µM, D. Konsentrasi 30 µM, E. Konsentrasi 60 µM, F. Konsentrasi 75 µM)

Tabel 1. Jumlah tunas majemuk talas bentul hasil perendaman orizalin selama 3 hari

Page 5: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

301

Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Perlakuan Orizalin

Konsentrasi

orizalin (µM)

Jumlah tunas majemuk

SK-0 SK-1 SK-2

0 3,73a

3,60a

3,87a

7,5 1,73bcd

2,47b

2,60a

15 1,53cd

1,93c

1,80b

30 1,27de

1,40d

1,60b

60 0,87e

1,33d

1,53b

75 0,73f

1,33d

1,40b

Konsentrasi

orizalin (µM)

Panjang petiol (cm)

SK-0 SK-1 SK-2

0 2,73a

2,97a

3,03a

7,5 1,83b

2,20b

2,53a

15 1,44bc

1,87c

2,00a

30 1,10cd

1,38d

1,53b

60 0,91d

1,17d

1,40b

75 0,90d

1,13d

1,27b

Konsentrasi

orizalin (µM)

Jumlah akar

SK-0 SK-1 SK-2

0 3,27a

3,40a

3,67a

7,5 1,40cd

1,60cde

2,13bc

15 1,67bc

1,80bcd

1,93cd

30 0,67de

1,40e

1,73e

60 0,67de

1,53de

1,80de

75 0,27f

1,67bcde

1,93cd

semua konsentrasi berbeda nyata (Tabel 4).

Pada SK-0 konsentrasi 7,5 dan 15 µM rata- rata

jumlah akar yang tumbuh berbeda dibandingkan

dengan tunas yang berasal dari konsentrasi 30,

60 dan 75 µM. Pertumbuhan akar mulai

meningkat pada SK-1 dan SK-2 meskipun lebih

sedikit dibandingkan dengan jumlah akar pada

kontrol.

Analisis ploidi dengan flowsitometer

Tingkat ploidi pada semua tunas yang

mampu bertahan hidup disajikan pada Tabel 5.

Tunas kontrol yang dianalisis sebanyak 15 tunas dan

semuanya diploid. Tunas yang berasal dari

perendaman orizalin selain mampu menghasilkan

tunas poliploid juga menghasilkan tunas diploid

dengan persentase yang berbeda-beda. Semakin

tinggi konsentrasi orizalin cenderung semakin

menurun persentase tunas diploidnya.

Jumlah tunas yang dianalisis flowsitometer

asal perendaman orizalin 7,5 µM menghasilkan

persentase tunas diploid lebih banyak dibandingkan

dengan tunas miksoploid (diploid-tetraploid)

dan tunas tetraploid. Persentase tunas tetraploid

pada konsentrasi ini lebih rendah dibandingkan

dengan persentase tunas miksoploid. Tunas asal

perendaman konsentrasi 30 µM menghasilkan

persentase tunas tetraploid yang lebih banyak

dibandingkan dengan tunas heksaploid dan

oktaploid, bahkan lebih banyak dibandingkan

persentase tunas yang tetap diploid. Persentase

tunas tetraploid yang dihasilkan dari perlakuan

perendaman konsentrasi 60 µM paling tinggi

dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu 50%.

Pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 75 µM,

dihasilkan persentase tetraploid yang juga

masih tinggi yaitu 40%.

Selain diperoleh tunas diploid, miksoploid

dan tertraploid, juga diperoleh tunas heksaploid

dan oktaploid dengan persentase yang sedikit.

Demikian pula pada perendaman konsentrasi 60

µM, juga diperoleh tunas oktaploid namun tidak

diperoleh tunas heksaploid. Persentase tunas

oktaploid yang dihasilkan dari perendaman

konsentrasi 60 µM yaitu 9,09%. Persentase tunas

oktaploid yang dihasilkan dari perendaman 75 µM

adalah 2,86%.

Beberapa contoh hasil analisis flowsitometer

ditampilkan dalam bentuk histogram (Gambar 2).

Gambar 2A mewakili profil tunas diploid yang

diperoleh dari tunas kontrol. Gambar 2B

menunjukkan profil tunas miksoploid yang

merupakan chimera, karena memiliki 2 macam

set kromosom kromosom yaitu diploid dan

tetraploid. Gambar 2C, 2D dan 2E masing-

masing menunjukkan profil tunas tetraploid,

heksaploid dan oktaploid.

Pertumbuhan dan morfologi tunas diploid,

tetraploid, heksaploid dan oktaploid yang dihasilkan

ditunjukkan pada Gambar 3. Pada umur yang sama

(4 minggu), semakin tinggi tingkat ploidi

mengakibatkan pertumbuhan dan morfologi tunas

menjadi tidak normal. Tunas diploid dan tetraploid

tidak banyak menunjukkan perbedaan morfologi.

Namun morfologi tunas heksaploid dan oktaploid

menunjukkan perbedaan yang besar dibandingkan

dengan tunas diploid dan tetraploid. Tunas

heksaploid dan oktaploid memiliki petiol dan helaian

daun lebih pendek dan tebal serta memiliki warna

Tabel 2. Panjang petiol talas bentul hasil perendaman orizalin selama 3 hari

Perbedaan huruf menunjukkan berbeda nyata berdasarkan DMRT

Tabel 3. Jumlah daun talas bentul hasil perendaman orizalin selama 3 hari

Tabel 4. Jumlah akar talas bentul hasil perendaman orizalin selama 3 hari

Page 6: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

302

Wulansari dkk.

A B C D

lebih gelap dibandingkan dengan tunas diploid dan

tetraploid.

Aklimatisasi talas poliploid

Tahapan aklimatisasi talas bentul poliploid

tidak menemui banyak kendala karena semua planlet

yang diaklimatisasi mampu beradaptasi dengan

kondisi ex vitro. Hasil aklimatisasi menunjukkan

bahwa planlet tetraploid, heksaploid dan oktaploid

semua mampu hidup 100%. Morfologi bibit talas

bentul diploid, tetraploid, heksaploid dan oktaploid

umur 4 bulan setelah aklimatisasi ditunjukkan pada

Gambar 4.

PEMBAHASAN

Perlakuan perendaman tunas in vitro talas

aksesi bentul pada larutan orizalin konsentrasi

7,5; 15; 30; 60 dan 75 µM tidak menyebabkan

kematian, namun analisis ploidi menggunakan

flowsitometer menunjukkan diperoleh planlet

poliploid. Pengamatan sampai 12 minggu

setelah perlakuan menunjukkan 100% tunas in

vitro mampu bertahan hidup dan mengalami

pertumbuhan. Penggunaan orizalin yang

diaplikasikan pada talas bentul sebagai senyawa

anti mitotik dapat menjadi alternatif selain

Konsentrasi oryzalin

(µM)

Tingkat ploidi/total tunas (%)

Diploid Miksoploid

(Diploid-Tetraploid) Tetraploid Heksaploid Oktaploid

0 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00

7.5 46,67 33,33 20,00 0,00 0,00

30 22,86 17,14 45,71 5,71 8,57

60 36,36 4,55 50,00 0,00 9,09

75 28,57 28,57 40,00 0,00 2,86

Tabel 5. Analisis ploidi tunas talas bentul 12 minggu setelah perlakuan orizalin

A B C

D E

File: BTL kontrol Date: 13-05-2014 Time: 11:26:12 Particles: 1641 Acq.-Time: 244 s

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

RN1

partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml %Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y%RN1 <None> 776 776 - 47.29 193.44 5.97 - -

File: BTL P3O3(4) Date: 13-05-2014 Time: 15:43:50 Particles: 889 Acq.-Time: 241 s

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

RN1RN2

partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml %Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y%RN1 <None> 139 139 - 15.64 207.51 2.55 - - RN2 <None> 520 520 - 58.49 419.29 3.07 - -

File: BTL P3O5(8) Date: 13-05-2014 Time: 16:09:18 Particles: 760 Acq.-Time: 154 s

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

RN1

partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml %Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y%RN1 <None> 641 641 - 84.34 425.43 3.80 - -

File: Talas BTL P3O1 5.1.4 Date: 10-06-2015 Time: 15:58:00 Particles: 1017 Acq.-Time: 192 s

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

RN1

partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml %Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y%RN1 <None> 835 835 - 82.10 587.43 3.72 - -

File: P3O3 331 Date: 15-10-2014 Time: 11:46:39 Particles: 3536 Acq.-Time: 299 s

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

0 200 400 600 800 10000

20

40

60

80

100

FL1 -

co

un

ts

RN1

partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml %Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y%RN1 <None> 1799 1799 - 50.88 790.92 6.10 - -

Gambar 2. Histogram flowsitometer tunas bentul kontrol dan hasil perendaman orizalin (A. Diploid, B. Miksoploid, C. Tetraploid, D. Heksaploid, E. Oktaploid)

Gambar 3. Pertumbuhan tunas bentul poliploid umur 4 MST (A. Diploid B. Tetraploid, C. Heksaploid ,D. Oktaploid)

Page 7: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

303

Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Perlakuan Orizalin

Penurunan pertumbuhan tunas in vitro setelah

perlakuan diduga akibat dari rusaknya jaringan

selama perlakuan perendaman sehingga memerlukan

waktu yang lebih lama untuk pemulihan (Damayanti

& Mariska 2003).

Hasil analisis flowsitometer menunjukkan

persentase tertinggi tunas tetraploid yang dihasilkan

berasal dari perlakuan orizalin konsentrasi 60 µM

yaitu 50% (Tabel 5). Hasil yang sama juga

ditunjukkan pada pisang mas lumut yang juga

menghasilkan persentase tertinggi (30%) tunas

tetraploid pada konsentrasi 60 µM (Poerba et al.

2014). Persentase tunas tetraploid yang berasal dari

perendaman konsentrasi 30 dan 75 µM juga

termasuk tinggi yaitu 40 dan 45,71%, namun

pada kedua konsentrasi tersebut juga diperoleh

tunas miksoploid yang lebih besar dibandingkan

dengan perlakuan pada konsentrasi 60 µM

(Tabel 5). Tunas miksoploid yang dihasilkan

merupakan suatu kimera yang memiliki 2 set

kromosom yang berbeda dalam 1 tunas yaitu

diploid dan tetraploid. Keragaman tingkat ploidi

pada konsentrasi yang sama dapat terjadi karena

adanya perbedaan fase dari setiap sel yang akan

menginisiasi tunas sehingga meskipun sejumlah

sel pada meristem sudah terinduksi poliploid

namun beberapa sel yang lain tidak terpengaruh

perlakuan orizalin dan tetap bersifat diploid

(Thao et al. 2003). Untuk menganalisis jumlah

kromosom secara lebih pasti maupun terjadinya

kimera pada penelitian ini perlu dilakukan

pengamatan jumlah kromosom antara lain

melalui metode ‘squashing’ seperti dilakukan

pada Artemisia annua (Ermayanti et al. 2014).

Morfologi tunas in vitro bentul heksaploid

dan oktaploid menunjukkan petiol dan helaian

daun yang lebih pendek dan tebal serta

memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan

tunas diploid dan tetraploid (hasil pengamatan

kolkisin yang cenderung lebih toksik dan

berbahaya bagi kesehatan manusia (Dooghe et

al. 2011). Seperti dilaporkan pada induksi

poliploid tanaman Passiflora edulis Sims.

menunjukkan bahwa penggunaan kolkisin atau

orizalin memiliki efektifitas yang tidak berbeda

dalam menghasilkan tanaman poliploid (Rego et

al. 2011). Demikian juga penggunaan kolkisin

dan orizalin pada tanaman Artemisia annua L

memiliki efektifitas yang sama dalam

menghasilkan tanaman poliploid (Ermayanti et

al. 2013; Ermayanti et al. 2014). Kedua

senyawa anti mitotik tersebut memiliki

mekanisme yang sama dalam menghambat

polimerisasi mikrotubul dan menahan mitosis

pada metaphase sehingga mencegah kromosom

yang sudah mengganda untuk terpisah menjadi

2 sel anakan (Jones et al. 2008).

Perlakuan orizalin pada konsentrasi yang

semakin tinggi cenderung menghambat pertumbuhan

(Tabel 1). Pembentukan tunas majemuk pada tunas

in vitro hasil perendaman orizalin lebih rendah

dibandingkan dengan tunas kontrol. Peningkatan

konsentrasi orizalin cenderung menurunkan jumlah

tunas majemuk. Seperti ditunjukkan oleh tunas pada

umur 4 minggu setelah perlakuan (SK-0),

penghambatan pertumbuhan tunas majemuk hasil

perlakuan konsentrasi yang tinggi (60 dan 75 µM)

lebih besar dibandingkan pada umur 8 minggu (SK-

1) dan 12 minggu (SK-2) setelah perlakuan. Respon

yang sama juga terjadi pada rata-rata panjang petiol

(Tabel 2) dan jumlah akar (Tabel 4) yang

menunjukkan semakin tinggi konsentrasi orizalin,

maka semakin menurun pertumbuhannya. Respon

penghambatan pertumbuhan tersebut juga

ditunjukkan pada induksi tetraploid tanaman jeruk

setelah perlakuan senyawa anti mitotik pada

konsentrasi yang semakin tinggi dan waktu

perendaman yang semakin lama (Aleza et al. 2009).

Gambar 4. Morfologi bibit talas bentul poliploid umur 4 bulan setelah aklimatisasi (Keterangan: A. Diploid, B. Tetraploid, C. Heksaploid, D. Oktaploid

Page 8: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

304

Wulansari dkk.

visual). Karakteristik tanaman poliploid

biasanya memiliki daun, petiol, batang, bunga

dan buah yang lebih besar ukurannya, lebih

tebal serta warna yang lebih gelap, seperti pada

tanaman keladi atau Alocasia micholitziana L.

(Thao et al. 2003), melon (Zhang et al. 2010)

serta anggrek (Miguel & Leonhardt 2011).

Talas bentul hasil penelitian ini belum mencapai

pembungaan, diharapkan karakter pertumbuhan

yang terjadi pada jenis tanaman tetraploid lain

juga terjadi pada talas bentul.

Planlet berhasil diperoleh dari tahap

pendewasaan tunas in vitro talas poliploid.

Planlet dengan jumlah dan pertumbuhan akar

yang baik kemudian diaklimatisasi sebagai

tahap adaptasi dari kondisi in vitro ke kondisi ex

vitro. Aklimatisasi planlet talas poliploid

menunjukkan 100% planlet mampu bertahan

hidup. Planlet heksaploid dan oktaploid mampu

tumbuh namun lebih lambat dibandingkan

planlet diploid dan tetraploid.

KESIMPULAN

Perlakuan perendaman tunas in vitro

dalam larutan orizalin pada konsentrasi 7,5

sampai 75 µM mampu menginduksi tanaman

poliploid talas bentul. Perlakuan orizalin yang

paling efisien dalam dalam menghasilkan

tetraploid adalah perlakuan pada konsentrasi 60

µM yang menghasilkan 50% tunas tetraploid.

Perlakuan dengan konsentrasi 30 µM

menghasilkan tunas heksaploid sebanyak 5,71%

sedangkan perlakuan pada konsentrasi 60 µM

menghasilkan tunas oktaploid sebanyak 9,09%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Dr.

Witjaksono atas dukungannya dalam penelitian

ini, juga kepada Mulyana, Meta Irlianty serta

Khoerudin atas bantuannya sebagai teknisi

laboratorium dan lapangan. Penelitian ini didanai oleh

Sub-Kegiatan Kompetitif LIPI Eksplorasi dan

Pemanfaatan Terukur Sumber Daya Hayati (Darat

dan Laut Indonesia) berjudul Manipulasi Sel

Somatik : Induksi Poliploidi dan Fusi Protoplas untuk

Meningkatkan Produktivitas Talas (Colocasia

esculenta L. Schott) dan Garut (Maranta

arundinacea L.) tahun 2013-2014.

DAFTAR PUSTAKA

Aleza, P., J. Juarez, J. Ollitrault, & L. Navarro.

2009. Production of tetraploid plants of

non apomictic citrus genotypes. Plant

Cell Report. 28:1837-1846.

Banyai, W., R. Sangthong, N. Karaket, P.

Inthima, & M. Mii, K. Supaibulwatana.

2010. Overproduction of artemisinin in

tetraploid Artemisia annua L. Plant

Biotechnology. 27(5):427-433.

Damayanti, F., & I. Mariska. 2003. Induksi

poliploidi dengan kolkisin pada hibrida F

hasil persilangan antar spesies pada

tanaman panili asal Ciamis. Buletin

Biologi. 6(4):589-594.

Dooghe, E., K. Van Laere, T. Eeckhaut, L.

Leus, & J. Van Huylenbroeck. 2011.

Mitotic chromosome doubling of plant

tissues in vitro. Plant Cell Tissue Organ

Culture. 104:359–373.

Ermayanti, TM., EA. Hafiizh, AF. Martin, &

DE. Rantau. 2013. Pengaruh kolkisin

terhadap pertumbuhan tunas Artemisia annua

L. secara in vitro dan analisis tingkat

ploidinya. Prosiding Seminar Nasional XXIII

“Kimia dalam Industri dan Lingkungan”.

Yogyakarta 13 November 2013. 513-522.

Ermayanti, TM., EA. Hafiizh, AF. Martin, & DE.

Rantau. 2014. Induksi tanaman poliploid

Artemisia annua L. secara in vitro dengan

perlakuan konsentrasi dan lama perendaman

orizalin. Prosiding Seminar Nasional XVII

“Kimia dalam Pembangunan”. Yogyakarta 19

Juni 2014. 1-8.

Hartati, NS. & TK. Prana. 2003. Analisis kadar

pati dan serat kasar tepung beberapa

kultivar talas (Colocasia esculenta (L.)

Schoott). Jurnal Natur Indonesia. 6(1):29

-33.

Ivancic, A., O. Roupsard, JQ. Garcia, M. Melteras, T.

Molisale, S. Tara, V. Lebot. 2008.

Thermogenesis and flowering biology of

Colocasia gigantea, Araceae. Journal Plant

Research. 121:73–82

Jones, JF., TG. Ranney, & TA. Eaker. 2008. A novel

method for inducing polyploidy in

Rhododendron seedlings. Journal American

Rhododendron Society. 130-135.

Kainth, D., & JW. Grosser. 2010. Induction of

Page 9: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

305

Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Perlakuan Orizalin

autotetraploids in pummelo (Citrus grandis L.

Osbeck) through colchicine treatment of

meristematically active seeds in vitro.

Proceding. Fla. State Horticulure Society.

123:44–48.

Kanchanapoom, K., & K. Koarapatchaikul. 2012. In

vitro induction of tetraploid plants from callus

cultures of diploid bananas (Musa acuminata,

AA group) ‘Kluai Leb Mu Nang’ and ‘Kluai

Sa’. Euphytica. 183:111–117.

Kaensaksiri, T., P. Soontornchainaksaeng, N.

Soonthornchareonnon, & S. Prathanturarug.

2011. In vitro induction of polyploidy in

Centella asiatica (L.) Urban. Plant Cell

Tissue Organ Culture. 107:187–194.

Kermani, MJ., V. Sarasan, AV. Roberts, K. Yokoya,

J. Wentworth, & VK. Sieber. 2003. Oryzalin-

induced chromosome doubling in Rosa and

its effect on plant morphology and pollen

viability. Theortical Applied Genetica.

107:1195–1200.

Martin, AF., BW. Hapsari, & TM. Ermayanti. 2013.

Penentuan klaster berdasarkan pertumbuhan

tunas in vitro talas satoimo (Colocasia

esculenta l.) hasil iradiasi sinar gamma.

Prosiding Seminar Nasional XXIII “Kimia

dalam Industri dan Lingkungan”. Yogyakarta

13 November 2013. 111-116.

Martin, AF., A. Wulansari, BW. Hapsari, & TM.

Ermayanti. 2015. Isolasi, purifikasi dan kultur

protoplas mesofil daun talas (Colocasia

esculenta L.). Seminar Nasional Bioteknologi

III. UGM 2015 (Inpress)

Miguel, TP., & KW. Leonhardt. 2011. In vitro

polyploid induction of orchids using oryzalin.

Scientia Horticulturae. 130:314–319.

Noh, J., S. Sheikh, HG. Chon, MH. Seong, JH. Lim,

SG. Lee, GT. Jung, JM. Kim, HJ. Ju, & YC.

Huh. 2012. Screening different methods of

tetraploid induction in watermelon (Citrullus

lanatus (thunb.) Manst. & Nakai).

Horticulture Environment Biotechnology. 53

(6):521-529.

Poerba, YS., Witjaksono, F. Ahmad, & T.

Handayani. 2014. Induksi dan karakterisasi

pisang mas lumut tetraploid. Jurnal Biologi

Indonesia. 10(2):191-200.

Prana, MS, & T. Kuswara. 2002. Budidaya Talas:

Diversifikasi untuk Menunjang Ketahanan

Pangan Nasional. Medikom Pustaka Mandiri.

Rego, MM., ER. Rego, CH. Bruckner, FL. Finger, &

WC. Otoni. 2011. In vitro induction of

autotetraploids from diploid yellow passion

fruit mediated by colchicine and oryzalin.

Plant Cell Tissue Organ Culture .107:451–

459

Sattler, MC., CR. Carvalho, & WR. Clarindo. 2016.

The polyploidy and its key role in plant

breeding. Planta. 243:281-296.

Suryo. 2007. Sitogenetika. Gadjah Mada University

Press.

Thao, NTP., K. Ureshino, I. Miyajima, Y. Ozaki, &

H. Okubo. 2003. Induction of tetraploids in

ornamental Alocasia through colchicine and

oryzalin treatments. Plant Cell, Tissue and

Organ Culture. 72: 19–25.

Wulansari, A., AF. Martin, DE. Rantau, & TM.

Ermayanti. 2013. Perbanyakan beberapa

aksesi talas (Colocasia esculenta L.) diploid

secara kultur jaringan dan konservasinya

mendukung diversifikasi pangan. Prosiding

Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-obatan

dan Lingkungan untuk Kesehatan. Bogor, 27-

28 Juni 2013. 11-20.

Zhang, W., H. Hao, L. Ma, & LX. Yu. 2010.

Tetraploid muskmelon alters morphological

characteristics and improves fruit quality.

Scientia Horticulturae. 125(3): 396-400.

Page 10: Induksi Tanaman Poliploid Talas (Colocasia esculenta L ...

306

Wulansari dkk.